34
\ *Sampul bikin Sendiri, aku gak tau nama kampus dan jurusannya :D *tanggal dan tempat dibagian kata pengantar dibikin sendiri. 1

Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengantar Hukum Indonesia, Hukum Pidana

Citation preview

Page 1: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

\

*Sampul bikin Sendiri, aku gak tau nama kampus dan jurusannya :D

*tanggal dan tempat dibagian kata pengantar dibikin sendiri.

1

Page 2: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

Kata pengantar

Kami ucapkan rasa syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karna atas limpahan

rahmat-NYA kami dapat menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah kami ini dapat

bermanfaat bagi yang membaca. Dan kami sadari bahwa makalah ini masih belum sempurna.

Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun, kami harapkan demi kesempurnaan

makalah ini.

…………….. ,4 maret 2012

Penyusun

………………..

2

Page 3: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

Daftar isi

Kata pengantar..........................................................................................................................

Daftar isi.....................................................................................................................................

Pendahuluan..............................................................................................................................

Ruang lingkup hukum pidana.................................................................................................

Pembahasan...............................................................................................................................

A. Berlakunya hukum pidana menurut waktu...........................................................................

B. Naskah rancangan kitab undang-undang pidana...................................................................

C. Berlakunya hukum pidana menurut tempat..........................................................................

D. Berlakunya hukum pidana menurut tempat berdasarkan naskah rancangan KUHP

baru.......................................................................................................................................

Sumber-sumber hukum pidana...............................................................................................

Penutup.......................................................................................................................................

E. Kesimpulan dan saran............................................................................................................

Daftar Pustaka.............................................................................................................................

3

Page 4: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

PENDAHULUAN

             I.      Latar Belakang Masalah

Apakah hukum pidana itu ? pertanyaan ini sesungguhnya sangat sulit untuk dijawab,

mengingat hukum pidana itu mempunyai banyak segi, yang masing-masing mempunyai arti

sendiri-sendiri. Penerapan hukum pidana berkaitan dengan ruang lingkup hukum pidana itu

sendiri dapat bersifat luas dan dapat pula bersifat sempit. Dalam tindak pidana dapat melihat

seberapa jauh seseorang telah merugikan masyarakat dan pidana apa yang perlu dijatuhkan

kepada orang tersebut karena telah melanggar hukum. Selain itu, tujuan hukum pidana tidak

hanya tercapai dengan pengenaan pidana, tetapi merupakan upaya represif yang kuat berupa

tindakan-tindakan pengamanan. Perlunya pemahaman terhadap pembelajaran hukum pidana itu

sendiri.

Makalah hukum pidana ini memberikan pemahaman bagi pembaca dan sebagai

pengetahuan awal tentang ruang lingkup berlakunya hukum pidana. Penerapan hukum pidana

atau suatu perundang-undangan pidana berkaitan dengan waktu dan tempat perbuatan dilakukan.

          Berlakunya hukum pidana menurut waktu, mempu-nyai arti penting bagi penentuan saat

kapan terjadinya perbuatan pidana. Ketentuan tentang berlakunya hukum pidana menurut waktu

dapat dilihat dari Pasal 1 KUHP.

          Selanjutnya berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat mempunyai arti

penting bagi pe-nentuan tentang sampai dimana berlakunya hukum pidana sesuatu negara itu

berlaku apabila terjadi perbuatan pidana. Berlakunya hukum pidana menurut tempat ini dapat

dibedakan menjadi empat asas yaitu: asas teritorialitateit, asas personaliteit, asas perlindungan

atau asas nasionaliteit pasif, dan asas universaliteit. Ketentuan tentang asas berlakunya hukum

pidana ini dapat dilihat dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 KUHP.

4

Page 5: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

Ruang lingkup berlakunya hukum pidana

Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana

atau delik ataupun tindak pidana. Menurut Simons peristiwa pidana ialah perbuatan salah dan

melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan seseorang yang mampu bertanggung

jawab. Jadi unsur-unsur peristiwa pidana, yaitu :

   Sikap tindak atau perikelakuan manusia;

Masuk lingkup laku perumusan kaedah hukum pidana (pasal 1 ayat I KUHP) yang berbunyi:

“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalalTi

perundang undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan”

Melanggar hukum, kecuali bila ada dasar pembenaran

Didasarkan pada kesalahan, kecuali bila ada dasar penghapusan kesalahan. 

5

Page 6: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

PEMBAHASAN

A. Berlakunya hukum pidana menurut waktu

        Ketentuan tentang berlakunya hukum pidana menurut waktu diatur dalam Pasal 1 KUHP,

yang berbunyi :

1. Tiada suatu perbuatan dapat dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam

undang-undang, yang ada terdahulu dari pada perbuatan itu.

2. jika undang-undang diubah, setelah perbuatan itu dilakukan, maka pada tersangka

dikenakan ketetuan yang menguntungkan baginya.

Pasal 1 ayat (1) KUHP

          Menyimak Pasal 1 ayat (1) KUHP, didalamnya tercantum asas legalitas, yang dalam

bahasa latin disebut Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali, yang artinya

tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa pidana yang mendahuluinya.

Rumusan dalam bahasa Latin tersbut tidak berasal dari Hukum Romawi. Hukum

Romawi tidak mengenal asas legalitas baik masa republik maupun sesudahnya. Rumusan itu

pertam kali diperkenalkan oleh Paul Johan Anselm von Feuerbach dalam bukunya Lehrbuch

des peinlichen Recht, pada tahun 1801 yang menyusun 3 buah rumusan dalam bahasa latin:

nulla poena sine lege

nulla poena sine crimine

nulla crimen sine poena legal

yang ketiga rumusan tersebut olehnya disimpulkan dalam suatu rumusan nullum delictum

nulla poena sine praevia lege poenali, dan disingkat dengan nullum crimen sine lege. (A.

Zainal Farid Abidin, 1995 : 135) .

Asas legalitas, menurut Simons van Hamel, van Hatum, menjamin kepastian hukum

individu dari tindakan kesewenang-wenangan hakim, sedangkan Vos mengemu-kakan bahwa

asas legalitas ini bermanfaat karena di samping kekuatan pencegahan umum ancaman pidana,

juga menjamin kepastian hukum. Selanjutnya Pompe juga mempertahankan asas legalitas ini

namun ia menyetujui dapat digunakannya analogi terbatas pada peradilan pidana dengan

alasan bahwa asas itu sudah mempunyai arti, makna dan tujuan yang lain daripada zaman

liberal, yaitu asas itu merupakan magna charta untuk penduduk, malahan untuk penjahat.

6

Page 7: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

Tetapi asas itu bukanlah asas yang mutlak, sebab dalam mendesak demi keadilan dan

kemanfaatan boleh disingkirkan. Keadilan dan kemanfaatan tidak boleh ditujukan kepada

sebagian besar rakyat, sebagai dikemukakan oleh penganut-penganut ulititarisme juga tidak

terhadap massa, yaitu suatu jumlah tertentu, yakni kaum proletar, seperti diperjuangkan oleh

kaum komunis tetapi untuk masyarakat seluruhnya. (A. Zainal Farid Abidin,1995:37).

B. Naskah rancangan kitab undang-undang hukum pidana

Berlakunya ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan menurut waktu

berdasarkan Naskah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diatur dalam Pasal 1

dan 2.

Naskah rancangan kitab undang-undang pidana dalam tulisan ini adalah naskah yang ada

pada Direktorat JenderalHukum dan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan

Perundang-undangan 1999 – 2000.

Pasal 1:

(1)  Tiada seorangpun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang

dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan.

(2)  Dalam menetapkan adanya tindak pidana dilarang menggunakan penafsiran undang-

undang secara analogi.

(3)  Ketentuan dalam ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup atau

hukum adat yang menentukan bahwa menurut adat setempat seseorang patut dipidana

walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.

(4)  Terhadap pembuat yang memenuhi ketentuan ayat (3) berlaku ketentuan pidana dalam

Pasal 93.    

7

Page 8: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

Penjelasan :

  Pasal 1

Ayat (1)  :

Pasal ini mengandung asas legalitas. Asas ini menentukan bahwa perbuatan hanya

merupakan tindak pidana apabila ditentukan demikian oleh atau didasarkan pada undang-

undang. Yang dimaksud dengan ”perbuatan” disini adalah baik perbuatan yang dilakukan

(aktif) maupun perbuatan yang tidak dilakukan (pasif). Dipergunakannya asas tersebut, oleh

karena asas legalitas merupakan asas pokok dalam hukum pidana. Oleh karena itu peraturan

perundang-undangan pidana atau yang mengandung ancaman pidana karus sudah ada sebelum

tindak pidana dilakukan. Hal ini berarti bahwa ketentuan tindak pidana tidak berlaku surut

demi mencegah kesewenang-wenangan penegak hukum dalam menuntut dan mengadili

seseorang yang dituduh melakukan suatu tindak pidana

Ayat (2)  :

Larangan pengggunaan penafsiran analogi dalam menetapkan adanya tindak pidana

merupakan konsekuensi dari penggunaan asas legalitas. Penafsiran analogi berarti bahwa

terhadap suatu perbuatan yang pada waktu dilakukan tidak merupakan     suatu tindak pidana,

tetapi terhadapnya diterapkan ketentuan pidana  yang berlaku untuk tindak pidana lain yang

mempunyai sifat atau bentuk yang sama, karena kedua perbuatan tersebut dipandang analog

satu dengan yang lain. Dengan ditegaskannya larangan penggunaan

analogi maka perbedaan pendapat yang timbul dalam praktek selama ini dapat dihilangkan.

Ayat (3)   :

Adalah suatu kenyataan bahwa dalam beberapa daerah tertentu di Indonesia masih

terdapat ketentuan hukum yang tidak tertulis yang hidup dan berlaku sebagai hukum di daerah

tersebut. Hal yang demikian terdapat juga dalam lapangan hukum pidana yaitu yang biasanya

disebut  dengan tindak pidana adat. Untuk memberikan dasar hukum yang mantap mengenai

berlakunya hukum pidana adat, maka hal tersebut mendapat pengaturan secara tegas dalam

Kitab Undang-undang Hukum Pidana ini. Ketentuan dalam ayat ini merupakan pengecualian

dari asas bahwa ketentuan pidana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Diakuinya

8

Page 9: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

tindak pidana adat tersebut untuk lebih memenuhi rasa keadilan yang hidup di dalam

masyarakat tertentu.

Ayat (4)  

Cukup jelas

Pasal 2:

(5)    Jika terdapat perubahan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatan terjadi,

maka diterapkan peraturan perundang-undangan yang paling menguntungkan.

(6)    Jika setelah putusan pemidanaan telah memperoleh kekuatan hukum tetap,

perbuatan yang tert\jadi tidak lagi merupakan tindak pidana menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku, maka pelaksanaan putusan pemidanaan dihapuskan.

(7)    Jika setelah putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, perbuatan yang

terjadi diancam dengan pidana yang lebih ringan menurut peraturan perundang-undangan

yang baru, maka pelaksanaan putusan pemidanaan tersebut disesuaikan dengan batas-batas

pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru.

Penjelasan:

Pasal 2

Ayat (1) :

Asas ketentuan pidana tidak berlaku surut (nonretro aktif) adalah mutlak. Namun apabila

terdapat perubahan peraturan perundang-undangan pidana setelah seseorang melakukan suatu

tindak pidana, maka  digunakan keten-tuan yang lebih menguntungkan bagi terdakwa.

Ayat (2)  :

Yang dimaksud dengan “pelaksanaan putusan pemidanaan dihapuskan” adalah bahwa

narapidana yang bersangkutan dibebaskan dari menjalani pidana yang telah dijatuhkan

kepadanya. Dengan demikian, apabila narapidana sedang menjalani pidana, maka pelaksanaan

9

Page 10: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

sisa pidana ditiadakan, dan apabila pidana belum dijalani, maka pelaksanaannya gugur.

Mengenai putusan pengadilan sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka instansi atau

pejabat yang berwenang menetapkan pembebasan adalah pejabat eksekutif.

             

Ketentuan mengenai pembebasan ter-sebut berlaku juga bagi tersangka atau terdakwa

yang berada dalam tahanan. Pembebasan tersebut ditetapkan oleh pejabat yang berwenang

sesuai dengan tingkat pemeriksaan.

Ayat (3)   :

Mengingat putusan pengadilan sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, ma-ka instansi

atau pejabat yang berwenang menetapkan penyesuaian pidana adalah pejabat eksekutif.

Pemberian keringanan pidana tidak me-nimbulkan hak bagi terpidana menuntut ganti

kerugian.

C. BERLAKUNYA HUKUM PIDANA  MENURUT TEMPAT

         

Ruang lingkup berlakunya peraturan-peraturan pidana menurut tempat dalam KUHP

diatur pada Pasal 2 – 9 KUHP. Berdasarkan ketentuan tersebut ada 4 asas, yaitu asas

teritorial, asas personal (nasional aktif), asas per-lindungan (nasional pasif) dan asas

universal.

Asas Teritorial

          Menurut asas teritorial atau teritorialiteits beginsel, atau disebut juga lands beginsel,

berlakunya undang-undang pidana suatu negara semata-mata didasarkan pada tempat dimana

suatu tindak pidana itu  dilakukan, dan tempat tersebut haruslah berada pada wilayah negara

yang bersangkutan.

        

          Negara berkewajiban menjamin keamanan dan ketertiban di wilayahnya, ia (negara)

memiliki kedaulatan atas seluruh wilayahnya, sehingga setiap orang baik secara tetap

maupun untuk sementara berada di wilayah negara yang bersangkutan harus mentaati dan

menundukkan diri pada segalka perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut.

10

Page 11: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

         

Pasal 2 KUHP, berbunyi :

”Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi tiap orang yang di

dalam wilayah Indonesia yang melakukan tindak pidana.”   

      

Pengertian tiap orang dalam Pasal 2 KUHP di atas, yaitu siapa saja apakah ia warga

negara Indonesia atau warga negara asing dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama,

kedudukan atau pangkat. Namun demikian terhadap orang asing yang menurut Hukum

Internasional diberi hak eksteritorialited, tidak boleh diganggu gugat artinya terhadap mereka

KUHP tidak berlaku, dan mereka itu tunduk kepada undang-undang pidana negeri mereka.

Mereka itu antara lain:

Para kepala negara asing yang berkunjung ke Indonesia dengan setuju pemerintah 

Indaonesia.

Para korps diplomatik negara-negara asing, misalnya: Ambasador, Duta Istimewa.

Para Konsul, seperti Konsul Jendral, Konsul, Wakil Konsul dan Agen Konsul apabila

memang ada perjanjian antara pemarintah Indonesia dengan negara asing tersebut yang

saling mengakui ada-nya hak tidak boleh diganggu-gugat (imunniteit diplomatik) untuk

para konsul negara masing- masing.

Pasukan-pasukan negara asing dan para awak kapal perang asing yang ada di bawah

pimpinan langsung dari komandonya, yang datang di indonesia atau melintai wilayah

indonesia dengan setahu pemarintah Indonesia.

Para wakil dari Badan-Badan Internasional, seperti utusan PBB, Palang Merah

Internasional, dll.

Walaupun mereka yang tersebut di atas memiliki hak territorialiteit, bukan berarti

mereka seenaknya untuk bertindak sesuka hatinya (melanggar ketentuan undang-undang).

Memang mereka itu tidak dapat dituntut pidana di Indonesia, akan tetapi terhadap mereka

senantiasa dapat diajukan pengaduan kepada pemerintahnya, wakil diplomatik itu sendiri.

Pengaduan tersebut disertai tuntutan untuk memanggil kembali wakil diplomatik yang

11

Page 12: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

bersang-kutan dan untuk menuntut pidana di negaranya sendiri. Artinya terhadap mereka

yang melanggar ketentuan undang-undang pidana Indonesia dapat dilakukan tindakan, hanya

saja harus melalui jalur dipomatik. dalam hubungan dengan asas teoterialitas, mengenai

wilayah Indonesia (A.Zainal Abidin Farid, 1995 : 162 – 163) dapat diketahui dari ketentuan:

“Pasal 2 UUDS 1950 yang pernah berlaku dahulu hanya menyabut, bahwa Republik

Indonesia meliputi seluruh daerah Indonesia. Menurut Supomo (UUDS RI 1957 : 22), bahwa

dalam penjelasan atas rencana UUDS ini disebut, bahwa yang dimaksud daerah Indonesia

itu, ialah daerah Hindia Belanda dulu. Konstituante RI  merumuskannya dalam keputusan

No.47/K/1957: Wilayah negara indonesia sesuai yang dimaksud pada waktu proklamasi

kemerdekaan Inonesia tanggal17 Agustus 1945 meliputi seluruh bekas wilayah Hindia

Belanda menurut keadaan pada saat pechnya perang pasifik tanggal 7 Desember 1941”.

Asas teritorialitas, diperluaskan Pasal 3 KUHP yang berbunyi: “Aturan pidana dalam

perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang diluar Indonesia, melakukan

perbuatan pidana di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia.” 

 

          Pengertian kendaraan air dan pesawat udara Indonesia dapat dilihat dalam ketentuan

Pasal 95 dan 95a KUHP.

Pasal 95 KUHP:

“Yang dikatakan kapal negara Indonesia, yaitu kapal atau perahu yang menurut undang-

undang umum tentang pemberian surat laut dan pas kapal di negara Indonesia harus

mempunyai pas laut atau pas kapal atau surat ijin buat semantara waktu pengganti surat atau

pas kapal itu.

Pasal 95a KUHP :

(1) Yang dimaksud dengan pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara yang

didaftarkan di Indonesia.

(2) Termasuk pula pesawat Indonesia adalah pesawat udara asing yang disewa tanpa

awak pesawat yang dioperasikan oleh  perusahaan penerbangan Indonesia pesawat.

12

Page 13: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

Menurut Jonker (A.Zainal Abidin Farid, 1995 : 164) perluasan asas tersebut tidak boleh

diartikan melipti seluruh kapal laut atau perahu. Hanya kapal perang dan kapal dagang di laut

bebas merupakan teritoir Indonesia.    

D. Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat Berdasarkan naskah Rancangan KUHP

Baru.

Berlakunya ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan menurut tempat

berdasarkan Naskah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diatur dalam Pasal 3

sampai Pasal 12. Naskah Rancangan Kitab Undang- Undang Hukum Pidana dalam tulisan ini

adalah naskah pada Direktorat Perundang-undangan Direktorat Jenderal Hukum dan

Perundang-undangan Departemen Hukum dan Perundang-undangan 1999 – 2000.

Pasal 3

Ketentuan Pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap

orang yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia.    

Penjelasan:  

Ketentuan dalam Pasal ini mengandung asas wilayah. Asas ini berarti bahwa berlakunya

keten-tuan pidana ditentukan oleh tempat suatu tindak pidana dilakukan. Yjadi yang

diutamakan dalam asas wilayah ini ialah wilayah tempat tindak pidana dilakukan, tanpa

melihat kepada kewarganegaraan pelaku tindak pidana itu. Jadi  siapa saja yang mela-kukan

tindak pidana dalam wilayah Indonesia dapat diterapkan ketentuan Pidana Indonesia.

Pasal 4     

Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap

orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana dalam kapal atau pesawat

udara Indonesia.

Penjelasan:Ketentuan dalam Pasal ini memperluas berlakunya asas wilayah dalam Pasal 3

dengan menganggap kapal atau pesawat udara Indonesia sebagai wilayah Indonesia.

13

Page 14: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

Pesawat Indonesia yang dimaksudkan dalam ketentuan ini tidak hanya pesawat udara

yang didaftarkan di Indonesia, tetapi juga pesawat udara asing yang disewa oleh orang,

lembaga, atau pemerintah Indonesia untuk waktu lama tanpa awak pesawat (dryleased) dan

dioperasikan oleh perusahaan penerbangan Indonesia.

Apabila terjadi tindak pidana dalam pesawat tersebut, maka sebagian besar dari saksi

awak pesawat adalah warga negara Indonesia, oleh karena itu hal ini memudahkan

pelaksanaan peradilan bila terhadap tindak pidana tersebut dikenakan hukum pidana

Indonesia.

Yang dimaksud dengan”pesawat ruang angkasa” adalah laboratorium ruang angkasa dan

sejenisnya.

Pasal 5

Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap

orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana

dimaksud dalam:

a. Pasal 193 sampai dengan Pasal 203 dan Pasal 205 ayat (1) butir a, dan Pasal 220;

b. Pasal 224 sampai dengan Pasal 227, dan Pasal 228 sampai dengan Pasal 237;

c. Pasal 384, Pasal 387, Pasal 388, Pasal 391, Pasal 392,Pasal 393, Pasal 395 butir b, dan

Pasal 398;

d. Pasal 302, Pasal 303, Pasal 304, Pasal 376 sampai dengan Pasal 379, Pasal 490, Pasal

542, Pasal 561, Pasal 592, Pasal 594, Pasal 632, Pasal 634, Pasal 635, Pasal 636, Pasal

638, Pasal 644, Pasal 645, dan Pasal-Pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997

tentang Narkotika.

Penjelasan :

Pasal ini mengandung asas nasional pasif (huruf a, b, c) dan asas universalitas (huruf d).

Asas nasional pasif atau perlindungan dimaksudkan untuk melindungi kepentingan hukum

negara. Pembuat tindak pidana yang dikenakan ketentua Pasal ini adalah setiap orang, baik

14

Page 15: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

warga negara Indonesia maupun orang asing yang melakukan tindak pidana di luar wilayah

negara Republik Indonesia.

Penerapan asas nasional pasip dalam peraturan perundang-undangan pidana Indonesia hanya

terbatas kepada perbuatan tertentu yang sungguh-sungguh melanggar kepentingan hukum

nasional yang sangat penting untuk dilindungi. Hal ini terlihat dalam penunjukan Pasal-Pasal

yang dilanggar yang terhadap pembuatnya dapat diterapkan hukum pidana Indonesia.

Alasan dipakainya asas nasional pasif karena pada umumnya tindak pidana yang

merugikan suatu negara, oleh negara tempat tindak pidana dilakukan  (lokus delikti) tidak

selalu dianggap sebagai suatu perbuatan yang harus dilarang dan diancam pidana. Oleh

karena itu dapat terjadi seseorang yang mela-kukan suatu perbuatan yang sungguh-sungguh

melanggar kepentingan hukum nasional Indonesia akan terhindar dari penuntutan, apabila

perbuatan tersebut dilakukan di luar wilayah Indonesia. Ber-dasarkan pertimbangan ini, maka

melindungi  ke-pentingan nasional Indonesia dirumuskan Pasal 5 ini.

Asas universalitas adalah asas yang melindungi kepentingan hukum negara Indonesia

maupun kepentingan hukum negara lain. Pelanggaran atas kepentingan hukum universal

disebut tindak pidana internasional. Landasan pengaturan asas ini terdapat dalam Konvensi

internasional di mana sesuatu negara menjadi peserta.

Indonesia telah menjadi peserta dari beberapa kon-vensi internasional, antara lain:

konvensi inter-nasional tentang uang palsu, konvensi internasional tentang laut bebas yang

didalamnya diatur tindak pidana pembajakan laut, Konvensi internasional ten-tang kejahatan

Penerbangan  dan Kejahatan Terha-dap sarana/prasarana penerbangan, dan konvensi

internasional tentang Lalu Lintas dan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika. Apabila

di kemu-dian hari Indonesia ikut serta dalam konvensi inter-nasional yang mengatur tentang

tindak pidana in-ternasional lainnya, maka penunjukan kepada Pasal-Pasal tindak pidana

internasional akan bertambah.

15

Page 16: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

Pasal 6    

      Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi

setiap orang yang penuntutannya diambil alih oleh Indonesia dari negara asing berdasar suatu

perjanjian yang memberikan kewenangan kepada Indonesia untuk menuntut pidana.

Penjelasan :

Sesuai dengan perkembangan dunia modern, beberapa negara telah mengadakan

perjanjian yang memungkinkan warga negara yang ikut serta dalam perjanjian tersebut dapat

diadili oleh masing-masing negara anggota karena melakukan tindak pidana tertentu. Dengan

demikian, ketentuan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan adanya perjanjian

antara Indonesia dan negara lain yang memungkinkan warga negara dari negara lain tersebut

penuntutannya diambil alih dan diadili oleh Indonesia karena melakukan tindak pidana

tertentu yang diperjanjikan.

Pasal 7

(1)  ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi negara

Indonesia yang diluar wilayah Republik Indonesia melakukan :

a. Salah satu tindak pidana yang disebut dalam Pasal 193 sampai dengan Pasal 223, Pasal

224 sampai dengan Pasal 227, Pasal 251, Pasal 252; Pasal 369, Pasal 380, Pasal 381; dan

Pasal 497.

b. Suatu perbuatan yang menurut hukum pidana Indonesia, yang sekurang-kurangnya di-

ancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak

kategori III dan dapat pula dipidana menurut hukum dari negara tempat pidana tersebut

dilakukan. (2) Penuntutan terhadap perbuatan yang dimaksud dalam ayat 1 butir b dapat

juga dilakukan walaupun tersangka menjadi warga negara Indonesia setelah tindak

pidana tersebut dilakukan.

16

Page 17: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

 Penjelasan :

Ayat (1):

Ketentuan dalam pasal ini mengandung asas nasionalitas aktif. Berdasarkan asas ini

terhadap warganegara Indonesia diberlakukan hukum pidana Indonesia, walau-pun

melakukan tindak pidana di luar wilayah negara Republik Indonesia. Dengan demikian,

hukum pidana Indone-sia mengikuti warga negara Indonesia di manapun berada.

              Mengingat bahwa tempat dilakukannya tindak pidana (lokus delikti) berada di luar

wilayah Indonesia, maka tindak pidana yang dikuasai oleh asas nasional aktif bersifat umum,

dengan pengertian walaupun dinegara tempat tindak pidana dilakukan tidak diancam dengan

pidana, tetapi karena merugikan kepentingan nasional, maka pembuat dapat dipidana

berdasarkan ketentuan ini.

              Ketentuan dalam ayat (1) huruf a ditentukan secara tegas jenis-jeis tindak pidana

yang dimaksudkan, mengingat tindak pidana tersebut tidak selalu diancam dengan pidana

oleh negara lain.

              Di samping itu, asas nasionalaktif berlaku pula terhadap tindak pidana lainnya

sebagaimana dimaksud dalam huruf b, dengan ketentuan bahwa perbuatan tersebut di

Indonesia merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1

(satu) tahun atau denda paling banyak kategori III dan di negara tempat tindak pidana

dilakukan (lokus delikti) juga merupakan tindak pidana.

              Asas yang dikandung dalam ayat (1) huruf b inidisebut asas tindak pidana rangkap

(double criminality).

Ayat (2)  Cukup jelas

17

Page 18: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

Pasal 8

Warga negara Indonesia yang di luar wilayah negara Republik Indonesia melakukan

tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) butir b tidak dapat dijatuhi

pidana mati jika tindak pidana tersebut menurut hukum negara tempat tindak pidana tersebut

dilakukan tidak diancam dengan pidana mati.

Penjelasan:

Ketentuan dalam pasal ini memuat pembatasan Pasal 7 ayat (1) huruf a, bahwa terhadap

pembuat yang kemudian diadili di Indonesia, tidak dapat dijatuhi pidana mati apabila

terhadap tindak pidana tersebut oleh negara tempat tindak pidana dilakukan (lokus delikti)

tidak diancam dengan pidana mati.

Pasal 9

      Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi pegawai

negari Republik Indonesia yang di luar wilayah Republik Indonesia melakukan salah satu

tindak pidana jabatan yang tercantum dalam Bab XXIX Buku Kedua atau dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Penjelasan:

Berdasarkan ketentuan Pasal ini berlakunya hukum pidana Indonesia juga diperluas

terhadap pegawai negeri Indonesia, termasuk staf lokal (local staff) warga negara asing pada

Kantor Perwakilan Republik Indonesia, yang melakukan tindak pidana jabatan.

Inti ketentuan dalam pasal ini sama dengan asas nasional pasif atau asas perlindungan

hukum, yaitu untuk melindungi kewibawaan pemerintah serta alat kelengkapannya supaya

tidak dilanggar, termasuk oleh orang asing yang telah diberi kepercayaan memegang jabatan

atau melakukan tugas pemerintahan.         

Pasal 10

(1)  Ketentuan pidana  dalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi

nakhoda, awak kapal, atau penumpang kapal Indonesia yang di luar wilayah Indonesia

18

Page 19: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

melakukan salah satu tindak pidana pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Bab XXX

Buku Kedua.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga walaupun nakhoda, awak

kapal, atau penumpangkapal tersebut tidakberada di atas kapal Indonesia.

Penjelasan:

Perluasan berlakunya hukum pidana Indonesia diterapkan terhadap nakhoda, awak kapal

atau penumpang kapalIndonesia  yang berada di luar wilayah negara Republik Indonesia,

baik ketika mereka berada di dalam maupun di luar kapal Indonesia melakukan tindak

pidana. Ketentuan dalam pasal ini merupakan perluasan berlakunya Pasal 4, dan berlaku

tanpa pembatasan asas kejahatan rangkap (double criminality).

Pasal 11

(1)  Ketentuan pidanadalam peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi kapten

pilot, awak pesawat udara, penumpang pesawat udara Indonesia yang berada diluar

wilayah negara Republik Indonesia melakukan salah satu tindak pidana penerbangan

sebagaimana dimaksud dalam Bab XXXI Buku Kedua.

(2)  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga walaupun kapten pilot,

awak pesawat udara, penumpang pesawat udara tersebut tidak berada dalam pesawat

udara Indonesia.

Penjelasan:

Sejalan dengan ketentuan Pasal 10, yang dapat dipidana menurut ketentuan Pasal ini

tidak hanya ketika pembuat berada di dalam pesawat udara Indonesia yang sedang

melakukan penerbangan di wilayah udara negara asing, tetapi juga ketika ia berada di luar

pesawat udara Indonesia yang sedang berada di luar wilayah negara Republik Indonesia.

Ketentuan ini juga merupakan perluasan berlakunya Pasal 4, dan berlaku tanpa pembatasan

asas kejahatan rangkap (double criminality).

Pasal 12

19

Page 20: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal

8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11 penerapannya dibatasi oleh hal-hal yang dikecualikan

menurut hukum internasional.

Penjelasan:

Dalam masyarakat suatu negara terdapat hukum yang mengatur tingkah laku para

anggota masyarakat dalam rangka menegakkan ketentraman dan ketertiban dalam negara

itu.Halyang sama berlaku pula dalam masyarakat dunia (internasional). Negara Indonesia

merupakan anggota masyarakat Internasional, oleh karena itu sudah selayaknya hukum

Indonesia juga ikut serta menegakkan hukum internasional. Ini berarti bahwa ketentuan

hukum nasional Indonesia yang bertentangan dengan hukum internasional yang diakui oleh

Indonesia, maka hukum nasional Indonesia tidak diberlakukan. Dengan ikut sertanya

Indonesia dalam konvensi-konvensi internasional, maka berarti berlakuknya ketentuan

pidana Indonesia sebagaimana disebt dalam ketentuan pasal ini dibatasi oleh hukum

internasional.

20

Page 21: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

Sumber-sumber Hukum Pidana

Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum

yang tidak tertulis. Di Indonesia sendiri, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-undang Hukum Pidana warisan

dari pemerintah kolonial Hindia Belanda.Adapun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana antara lain :

1. Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).

2. Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).

3. Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).

Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang dibuat

setelah kemerdekaan antara lain :

1. UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana imigrasi

2. UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.

3. UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme. dll

Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-

Undangan lainnya, seperti UU. No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria, UU No. 9 Tahun 1999 Tentang Perindungan Konsumen, UU No. 19 Tahun 2002

Tentang Hak Cipta dan sebagainya.

21

Page 22: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

PENUTUP

A. Kesimpulan dan saran

Hukum Pidana disusun dan dibentuk dengan maksud untuk diberlakukan dalam

masyarakat agar dapat dipertahankan segala kepentingan hukum yang dilindungi dan

terjaminnya kedamaian dan ketertiban.

Dalam hal diberlakukannya hukum pidana ini, dibatasi oleh hal yang sangat penting,  

yaitu :

1. Batas waktu (diatur dlm buku pertama, Bab I pasal 1 KUHP)

2. Batas tempat dan orang (diatur dlm buku Pertama Bab I Pasal 2 – 9 KUHP)

Berlakunya hukum pidana menurut waktu, mempu-nyai arti penting bagi penentuan saat

kapan terjadinya perbuatan pidana. Ketentuan tentang berlakunya hukum pidana menurut

waktu dapat dilihat dari Pasal 1 KUHP.

Selanjutnya berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat mempunyai arti

penting bagi pe-nentuan tentang sampai dimana berlakunya hukum pidana sesuatu negara

itu berlaku apabila terjadi perbuatan pidana. Berlakunya hukum pidana menurut tempat ini

dapat dibedakan menjadi empat asas yaitu: asas teritorialitateit, asas personaliteit, asas

perlindungan atau asas nasionaliteit pasif, dan asas universaliteit. Ketentuan tentang asas

berlakunya hukum pidana ini dapat dilihat dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 KUHP.

Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum

yang tidak tertulis. ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang

dibuat setelah kemerdekaan. Dalam makalah ini telah kita lihat pembahasannya dan bisa

dipahami ruang lingkup hukum pidana tersebut.

22

Page 23: Pengantar Hukum Indonesia - Hukum Pidana

Daftar Pustaka

Muchsin, H. Prof.DR.A.H., 2005.Ikhtisar Ilmu Hukum.Jakarta: Badan Penerbit IBLAM

Moeljatno, Prof, S.H.,2002. Asas Asas Hukum Pidana.Jakarta: Rineka Cipta

Tutik, Titik Triwulan, S.H, M.H.,2006. Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta: Prestasi pustaka

Wikipedia. 17 Desember 2013. Hukum Pidana, http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_pidana, (diakses 02 Januari 2014)

23