24
I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I Minggu I PENGANTAR ESTETIKA DESAIN BAGIAN I (Disarikan sebagian dari tulisan Agus Sachari, 2002) CAKUPAN ISI Pengantar estetika desain akan dibahas pada modul minggu pertama, kedua dan ketiga. Dalam modul minggu pertama ini, akan dibahas hal-hal umum yang terkait dengan estetika dalam dunia desain, yang meliputi pengertian dasar tentang estetika. TUJUAN PEMBELAJARAN Dali modul minggu pertama ini, mahasiswa diharapkan mengetahui dan memahami pengertian dasar tentang estetika serta sejarah dan perkembangan estetika. KRITERIA PENILAIAN Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, ST ESTETIKA BENTUK

Pengantar estetika

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

Minggu I

PENGANTAR ESTETIKA DESAIN

BAGIAN I

(Disarikan sebagian dari tulisan Agus Sachari, 2002)

CAKUPAN ISI

Pengantar estetika desain akan dibahas pada modul minggu pertama, kedua

dan ketiga. Dalam modul minggu pertama ini, akan dibahas hal-hal umum yang

terkait dengan estetika dalam dunia desain, yang meliputi pengertian dasar

tentang estetika.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Dali modul minggu pertama ini, mahasiswa diharapkan mengetahui dan

memahami pengertian dasar tentang estetika serta sejarah dan perkembangan

estetika.

KRITERIA PENILAIAN

Mengerti dan mampu menunjukkan serta memahami tentang pengertian dasar

tentang estetika serta sejarah dan perkembangan estetika dengan baik dan

benar.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 2: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

METODA PENYAMPAIAN DAN PENILAIAN

Metoda penyampaian materi yang digunakan untuk mencapai tujuan

pembelajaran seperti yang disebutkan diatas adalah:

1. Perkuliahan/ceramah

2. Diskusi

3. Visualisasi contoh-contoh

4. Kerja studio

Sedangkan metode penilaian yang digunakan adalah:

1. Tanya-jawab

2. Pemberian tugas

Adapun materi penugasan belum diberikan pada perkuliahan di minggu pertama

ini, maupun di minggu kedua dan ketiga.

PENDAHULUAN

"Nilai itu mutlak, nilai tidak dikondisikan oleh perbuatan"

"Nilai itu bersifat historis, sosial, biologis atau mumi individual, hanya pengetahuan kita

tentang nilai itu bersifat relatif, bukan nilai itu sendiri".

(Risieri Frondizi)

Pandangan-pandangan mengenai estetika tetap menjadi suatu wacana penting

dalam kajian filsafat, terutama dalam proses penyadaran manusia menjasmani.

Raut yang telah terbentuk selama peradaban berlangsung hingga sekarang,

tetap didominasi oleh raut estetika Barat yang telah mengalami proses

universalisasi dalam pelbagai bentuknya. Peradaban di negara-negara

berkembang, dalam raut percaturan itu merupakan suatu peradaban yang

terpinggirkan, diposisikan menjadi sangat primitif dan serba tertinggal. Kondisi

itu pun dilengkapi oleh kepercayaan yang sangat tinggi pads peradaban Barat

sebagai satu-satunya jalan untuk menjadi setara dalam pergaulan

antarbangsa di dunia. Dalam situasi tersebut, ketika budaya

posmodemitas menjadi wacana di tanah air dan mulai menggeser

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 3: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

wacana modemitas, ter acli pula proses pelindasan tanpa sengaja pads

kebudayaan lokal. Sejumlah pemikir estetika mencoba mengangkat budaya lokal

yang modem sebagai upaya perlawanan terhadap wacana yang tidak adil itu.

Dalam paparan ini, penulis berupaya memosisikan kedayaan estetika yang

telah terbangun di tengah-tengah perkembangan budaya nasional secara lebih

proporsional.

Agus (2002) berkeyakinan bahwa dalam menilai dan mengkaji nilai estetis, tetap

harus diposisikan dalam tiga pilar daya kebudayaan, yaitu daya penyadaran,

daya pembelajaran, dan daya pesona. Menilai karya estetis di negara timur

melalui teoriteori estetika Barat, sebenarnya merupakan pernaksaan yang

kurang bermakna. Karena dalam konteks pemikiran modem, nilai estetika di

Timur, terutama negara berkembang telah mengalami tekstualisasi sebagai

sebuah wacana yang tak memiliki arti apa-apa dalam membangun peradaban

dunia.

ESTETIKA DAN KEINDAHAN

Istilah Estetika dipopulerkan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1714 - 1762)

melalui beberapa uraian yang berkembang menjadi ilmu tentang keindahan

(Encarta Encyclopedia 2001, 1999). Baumgarten menggunakan instilah estetika

untuk membedakan antara pengetahuan intelektual dan pengetahuan indrawi.

Dengan melihat bahwa istilah estetika baru muncul pada abad 18, maka

pemahaman tentang keindahan sendiri harus dibedakan dengan pengertian

estetik.

Jika sebuah bentuk mencapai nilai yang betul, maka bentuk tersebut dapat

dinilai estetis, sedangkan pada bentuk yang melebihi nilai betul, hingga

mencapai nilai baik penuh arti, maka bentuk tersebut dinilai sebagai indah.

Dalam pengertian tersebut, maka sesuatu yang estetis belum tentu indah dalam

arti sesungguhnya, sedangkan sesuatu yang indah pasti estetis. Banyak pemikir

Seni berpendapat bahwa keindahan berhubungan dengan rasa yang

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 4: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

menyenangkan seperti Clive Bell, George Santayana, dan R.G Collingwood

(Sutrisno,1993).

Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi dari estetika sendiri, salah satu

definisi yang cukup lengkap diberikan oleh Hospers, "aesthetics is the branch of

philosophy that is concerned with the analysis of concepts and the solutions of

problems that arise when one contemplates aesthetic objects. Aesthetic objects,

in turn, comprise all the objects of aesthetic experience; thus, it is only after

aesthetic experience has been sufficiently characterized that one is able to

delimit the class of aesthetic objects" (Sutrisno,1993. Hal 16)

Jika mengacu pada pendapat Hospers, maka diperlukan satu sikap khusus bagi

seseorang agar dapat mencari pengalaman estetik, termasuk pengamatan

objek estetik ataupun penciptaan objek estetik itu sendiri. Dalam kajian filsafat,

menurut Sutrisno, pemahaman mengenai estetika dapat dibagi menjadi dua

pendekatan yaitu,

1. Langsung meneliti keindahan itu dalam obyek-obyek atau benda-benda

atau alam indah serta karya Seni.

2. Menyoroti situasi kontemplasi rasa indah yang sedang dialami oleh

pengamat ( pengalaman keindahan yang dialami seseorang).

Salah satu pernyataan mengenai estetika dirumuskan oleh Clive Bell,

"keindahan hanya dapat ditemukan oleh orang yang dalam dirinya sendiri telah

memiliki pengalaman sehingga dapat mengenali wujud bermakna dalam satu

benda atau karya Seni tertentu dengan getaran atau rangsangan keindahan".

Persoalan mengenai dasar pengalaman estetis sendiri muncul sejak abad 18

setelah berkembangnya matematika. Semua pemikir cenderung mencari dasar

dasar yang kuat yang bersifat matematis untuk moral, politik hingga estetika

(Sutrisno, hal 82).

Pada abad pertengahan, pengalaman keindahan dikaitkan dengan kebesaran

alam ciptaan Tuhan, pada masa ini pengalaman estetis dikaitkan dengan

pengalaman religi. Pada jaman modern, pengalaman keindahan dikaitkan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 5: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

dengan tolak ukur lain seperti fungsi, efisiensi, yang memberi kepuasan,

berharga untuk dirinya sendiri, pada cirinya sendiri, dan pada tahap kesadaran

tertentu.

Kajian mengenai keindahan telah didokumentasikan dari jaman antik hingga

sekarang. Pada jaman antik keindahan dalam Arsitektur dihargai lebih tinggi

dibandingkan dengan keindahan obyek-obyek lainnya, akan tetapi secara

mendasar tingkat keindahan pada aneka objek itu sama penting.

Ketika peradaban Mesir menghasilkan banyak objek yang kita sebut hari ini

sebagai indah, kata keindahan secara nyata tidak pernah hadir pada tulisan

tulisan saat itu. Di Mesir, ahli bangunan dan pematung/seniman menggunakan

teori proporsi yang berkaitan dengan rumus-rumus matematik untuk mencapai

keindahan, sebagai dasar untuk mengkonstruksikan sistem proporsi seperti

yang kemudian dipergunakan secara luas.

Pada abad pertengahan, penelitian tentang keindahan umumnya

diklasifikasikan sebagai cabang dari teologi. Hal ini dikarenakan adanya

pendapat bahwa keindahan adalah atribut dari Tuhan. Penulis yang patut

dicatat adalah Augustinus (354 -430 : De vera religione). Ia mengatakan bahwa

keindahan berdasarkan atas kesatuan dan keberaturan yang mengimbangi

kompleksitas. Masing masing cara mengatur itu adalah melalui rhythm, simetri

atau proporsi-proporsi sederhana (perbandingan ukuran yang enak dilihat).

Filosof lain yang terkenal adalah Thomas Aquino (1225 - 1274), menulis

mengenai esensi dari keindahan. Rumusannya yang terkenal adalah

"keindahan berkaitan dengan pengetahuan". Sesuatu disebut indah jika

menyenangkan mata sipengamat, namun disamping itu terdapat penekanan

pada pengetahuan bahwa pengalaman keindahan akan bergantung pada

pengalaman empirik dari pengamat. Hal yang selalu mencolok adalah kondisi

dan sikap terhadap subyek keindahan, persiapan individu untuk memperoleh

pengalaman estetik. Selanjutnya, ia berpikir bahwa keindahan adalah hasil dari

tiga sarat: keseluruhan (lat. Integritas) atau kesempurnaan, keselarasan yang

benar (lat. Proportio) dan kejelasan atau kecemerlangan.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 6: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

Secara umum gagasan Thomas Aquinas merupakan rangkuman segala filsafat

keindahan yang sebelumnya telah dihargai. Sejalan dengan Aristoteles,

Thomas Aquinas menekankan pentingnya pengetahuan dan pengalaman

empiris-aposteriori yang terjadi dalam diri manusia (Sutrisno, 1993).

Ketika mengkaji secara empirik obyek yang sulit untuk didefinisikan atau diukur

secara langsung, pendefinisian dapat dipermudah dengan perbandingan

dengan obyek objek atau benda lain, yang lebih mudah untuk dikaji, karena

telah dikenal. Kemudian, daripada menggunakan real definition untuk

sementara dapat digunakan definisi nominal untuk objek atau benda tersebut.

Cara ini telah dimanfaatkan dalam pengkajian tentang keindahan oleh

St.Augustinus dan Thomas Aquino.

Jauh sebelumnya, pada kebudayaan Yunani, definisi definisi nominal sudah

banyak digunakan seperti pada tulisan Plato "Dialog", dimana terdapat

beberapa bagian yang mencoba untuk memperjelas pengertian kata

"keindahan". Metoda yang dilakukan tidak benar-benar empirik; metoda yang

digunakan pada jaman ini mirip dengan fenomenologi modern yang

menekankan terjadinya ilham Seni dalam penciptaan karya Seni itu sendiri dan

juga menekankan kesinambungan pengamatan karya Seni dengan muncul dan

berkembangnya rasa keindahan atau pengalaman estetis (Sutrisno, hal 34).

Tulisan tulisan Plato mengenai keindahan banyak didasari pada doktrinnya

mengenai "idea". Menurut Plato segala kenyataan yang ada di dunia ini

merupakan peniruan (mimesis) dari yang asli, dan yang asli menurutnya adalah

yang terdapat didunia atas saja idea bukan di dunia nyata ini dan adalah jauh

lebih unggul daripada kenyataan didunia ini. Selanjutnya Plato berpendapat

bahwa seseorang seharusnya mencoba menemukan pengetahuan dibelakang

segalanya, yaitu pengetahuan tentang yang nyata dan permanen (Yunani;

episteme = pegetahuan) yang hadir sebagai pengertian tentang 'idea'.

Satu dari unsur/ciri 'idea' itu adalah keindahan (Yunani; to kalon), sifat

permanen yang dimiliki oleh semua objek objek yang indah. Plato menitik

beratkan pada pengalaman awal dari dirinya dan muridnya (audience), dan juga

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 7: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

pada maksud-maksud yang diakumulasikan pada kata kata dari bahasa

konvensional. Ketika memahami kata Yunani untuk indah, kalos, Plato mencatat

bahwa kata ini pertama bermaksud 'baik' dan 'pantas'.

Dari "Timaeus" dapat dikutip bahwa sesuatu yang dipahami oleh akal dan

pengetahuan akan tetap, akan tetapi sesuatu yang dipahami oleh pendapat

yang menolong sensasi, dan tanpa pengetahuan, akan selalu dalam proses

menjadi dan binasa yang tidak pernah mencatat hal-hal yang benar benar ada.

Esensi yang tetap dari keindahan akibat dari proporsi proporsi yang tepat yaitu

dari perbandingan ukuran. Gagasan ini dihubungkan pada penelitian dan

falsafah Pytagoras (532 SM) yang telah mengembangkan sistem proporsi-

proporsi aritmatika tertentu dalam instrumen musik, seperti panjang string,

menghasilkan harmoni nada. Berdasarkan pada harmoni musik ini masyarakat

Yunani mencoba untuk menerangkan juga keindahan dalam proporsi-proporsi

tubuh manusia, Arsitektur, dan objek-objek lain.

Aristoteles (384-322 SM) memiliki kebiasaan untuk memperjelas konsep konsep

melalui perhitungan komponen-komponen. Untuk keindahan (Yunani: kalliste)

hal tersebut adalah keberaturan, perulangan ukuran (Yunani: symmetria) dan

kepastian.

Dalam pembahasan ilmiah mengenai Seni, dipikirkan bahwa keindahan

merupakan bagian dari objek. Tidak semua filosof jaman antik setuju pada teori

keindahan tersebut. Secara kontras, Epicurus menyajikan teori yang berbeda,

menetapkan bahwa ketika seseorang merasakan keindahan, perasaan pribadi

(Yunani; hedone) dilibatkan. Dalam tulisan Epicurus, ditemukan teori hedonistik

yang orisinal, yang mengaitkan pengalaman indah dengan perasaan yang

menyenangkan.

Vitruvius, dalam hal ini tampak mengadopsi teori Plato dan Epicurus dan

mencoba menggabungkan keduanya dalam teorinya sendiri. Pada

kenyataanya, ia sependapat dengan Epicurus yang mengatakan bahwa

keindahan sama dengan keanggunan, akan tetapi sensasi keanggunan akan

dihasilkan artefak jika telah memiliki proporsi yang benar. Hal ini tidak identik

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 8: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

dengan gagasan yang dibawa dari Plato. Vitruvius menulis dalam bukunya

instruksi-instruksi praktis bagi rancangan yang memungkinkan seniman

mencapai keindahan dalam karya, ia menyajikan teori Desain yang mengikut-

sertakan faktor faktor kualitatif, tidak saja faktor konstruktif.

Vitruvius mengatakan bahwa bangunan adalah indah bila rupa penampilan dari

pekerjaan menyenangkan, dalam cita-rasa yang baik, dan ketika setiap bagian

sesuai dengan proporsi yang mengacu pada prinsip-prinsip yang tepat, seperti

simetri (simetri dalam pengertian 'persetujuan yang tepat antara bagian bagian

karya itu sendiri, dan hubungan antara bagian bagian yang berbeda dengan

skema umum secara keseluruhan, dalam kesesuaian dengan standar yang

terpilih).

Vitruvius, mencetuskan prinsip dasar dari Arsitektur, yaitu: Keberaturan, Sintaks,

Eurythmy, Symmetry, Propriety, Efesiensi (Fundamental Principles of

Architecture).

Selama abad-abad pertengahan, proporsi-proporsi dan perban-dingan-

perbandingan ukuran diperhatikan sebagai atribut yang penting bagi keindahan

objek-objek. Renaissance membangkitkan kembali pengkajian dari proporsi

Pythagoras yang menggunakan bentuk bentuk geometris melalui perbandingan

matematis.

Seorang arsitek besar pada masa Renaissance, Leon Battista Alberti (1404 -

1472), menekankan pada aspek formal dari bangunan dan detailnya, proporsi

dan ornamen. Ia menyelidiki syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam karya

Seni lukis, Seni pahat dan Arsitektur dari sudut pengolahan materi, untuk

mencapai kesatuan dari bagian bagian karya Seni sehingga menjadi utuh.

Keindahan (lat. Pulchritrudo) adalah 'harmoni dari semua bagian, dalam bentuk

apapun, dipasangkan bersama dalam proporsi dan hubungan yang tepat,

sehingga tidak ada lagi yang dapat ditambahkan, dikurangi atau dirubah, selain

untuk bertambah buruk', hal inilah yang dicari melalui bentuk bentuk pada

latihan latihan Nirmana Ruang . Hal ini sebagai perkataan bahwa sesuatu

supaya menyenangkan harus harmonis, proporsional, dan hubungan antara

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 9: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

bagian bagian dari objek tersebut harus seimbang. Dasar yang disusun oleh

Alberti kemudian dielaborasi lebih luas sebagai teori Desain Arsitektur oleh

generasi generasi berikutnya hingga sekarang, seperti dapat dilihat pada materi

tugas Nirmana Ruang di pendidikan Arsitektur dan Desain (Fundamental

Principles of Architecture).

Selanjutnya, dikenal juga Leonardo da Vinci yang secara khusus menyinggung

mengenai ketelitian dalam pelaksanaan, hingga unsur terkecil pada satu karya,

perlu disempurnakan. Sikap ini kemudian menjadi ciri karya karya abad

pertengahan. Ajaran Leonardo da Vinci dan kemudian Buonarotti Michelanggelo

diperdalam dengan studi tentang perspektif geometris serta proporsi tubuh

manusia dan studi anatomi.

Mayoritas peneliti yang membahas keindahan akhirnya mengadopsi pandangan

bahwa cita rasa keindahan bukanlah semata berasal dari sifat-sifat objek saja,

akan tetapi juga tergantung pada kondisi pengamat dan lingkungan.

Kajian mengenai keindahan sebagai kualitas objek Seni telah dilanjutkan lebih

sistematis dalam pendekatan modern tahun 1928 ketika matematikawan

Amerika George David Birkhoff mempresentasikan persamaannya;

M = O / C

Nilai keindahan = hasil dari keberaturan dibagi kompleksitas

M = (measure) Nilai keindahan

O = (order) Keberaturan

C = (complexity) Kompleksitas

Dua elemen terakhir dari persamaan Birkhoff memang dapat dihitung dan diberi

angka. Seperti yang dipakai oleh Birkhoff sendiri, dimana ia menguji

persamaannya pada suatu vas bunga, dengan jumlah elemen yang terbatas

(hanya terdiri dari tiga garis lengkung), tingkat keberaturan yang rendah

(disusun secara simetris saja), maka nilai keindahan dari vas menjadi tidak

tinggi (angka kecil dibagi tiga).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 10: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

Pada dekade selanjutnya, para peneliti keindahan ,terutama di Jerman,

menghimpun pola-pola melalui pemasangan komponen komponen sederhana,

mengukur kompleksitas dan bagaimana sistematika pengaturannya, sehingga

nilai keindahan sebuah objek dapat dinilai. Namun cara penyelidikan ini tidak

sangat berhasil. Banyak seniman menemukan figur yang indah, sebagai

pekerjaan Seni yang nyata, tetapi tidak harus/dapat dikaitkan dengan parameter

Birkhoff.

Pada saat ini, "mainstream" dari penelitian estetika lebih melihat keindahan

bukan sebagai sifat dari objek itu sendiri, tetapi sebagai hasil sensasi atau

interaksi antara persepsi dan obyek. Masalah keindahan ternyata kadang

kadang dikaitkan dengan ajaran agama, seperti lukisan lukisan geometris Islam

yang dipengaruhi oleh ajaran yang mengharamkan penggambaran makhluk

hidup.

Persepsi karya Seni sebagai kesenangan indra tidak sesuai dengan filosofi

gereja kristen muda. Definisi keindahan sebagai sesuatu yang layak dikaji telah

ada dalam Kitab Injil , dikarenakan tekanan Gereja hal ini tidak dapat

berkembang. Baru setelah jaman Renaissance, teoritikus Arsitektur pertama

yang menonjol, Philibert de l'Orme (sekitar 1510 - 1570) mempengaruhi

perkembangan yang memunculkan psikologi modern dari persepsi.

Philibert de l'Orme tidak mempercayai keindahan berdasarkan proporsi-proporsi

saja, setelah ia membuktikan melalui pengukuran bahwa Panthenon memiliki

kolom kolom Corinthian yang dirancang dengan tiga sistem proporsi yang

berbeda (menentang hukum Vitruvian yang mengizinkan hanya satu set

proporsi). Ia menyimpulkan bahwa dimensi yang layak untuk kolom bergantung

pada seberapa tinggi kolom tersebut, dan posisi kolom itu, apakah di letakan

rendah atau tinggi dalam struktur bangunan. Hal ini memberi pengertian bahwa

keindahan kolom tidak bergantung pada bentuk aktual dari kolom itu sendiri,

melainkan hanya merupakan impresi akhir seseorang ketika melihat kolom

tersebut. Hal ini mendorong de l'Orme untuk menambah model model baru

daftar model kolom tradisional mengenai keberaturan sebuah rancangan.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 11: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

Pemikiran Philibert de l'Orme selanjutnya dikembangkan oleh rekan

senegaranya, Claude Perrault (1613 - 1688) dan diekspresikan secara khusus

dalam ulasannya berupa terjemahan ke bahasa Perancis mengenai Vitruvius

pada tahun 1673. Perrault menyatakan dalam ulasan tersebut bahwa keindahan

tidaklah absolut, melainkan, pengetahuan tentang keindahan diperoleh melalui

kebiasaan atau belajar.

Pada tahun 1750, Alexander Gottlieb Baumgarten melihat adanya syarat syarat

tertentu dalam menafsirkan pekerjaan-pekerjaan Seni. Ia ingin mengetahui

secara pasti mengapa seseorang dapat mengalami keindahan dan sanggup

mengapresiasi pekerjaan Seni. Selanjutnya ia melakukan penelitian psikoogi

Seni. Baumgarten tidak menggunakan lagi kata keindahan melainkan

mengambil istilah "estetika" dari bahasa Yunani 'aisthekos', yang dihubungkan

dengan persepsi.

Inisiatif Baumgarten tidak dengan segera memunculkan teori yang meyakinkan.

Hipotesis yang lebih baik disajikan oleh Immanuel Kant (1724 - 1804), yang

membuat estetika menjadi bagian dari sejarah umum filsafat, dalam bukunya

"Kritik der Urteilskraft"(1790). Mengikuti langkah Epicurus, ia menetapkan

bahwa “keindahan adalah segala sesuatu yang menyenangkan semua orang

dan menghargai opini mereka bahwa objek yang menyenangkan adalah indah".

Gagasan Baumgarten mengenai keindahan secara empirik telah diletakkan oleh

George Th.Fechner. dalam eksperimen laboratoriumnya. Ia mengkaji preferensi

dari masyarakat biasa yang tidak dilatih mengenai estetika terhadap karya Seni.

Eksperimen-eksperimennya kemudian diikuti oleh peneliti lain, seperti Weber,

yang menemukan bahwa terdapat beberapa ketetapan pada ulasan masyarakat

mengenai keindahan objek dan bentuknya, dimana proporsi Phytagoras, dan

proporsi yang disebut Golden Section tidak digunakan.

Pada tahun-tahun selanjutnya, kajian Fechner berkembang menjadi cabang

penting dari sains, yaitu psikologi persepsi. Contoh penelitian Arsitektur yang

dipengaruhi oleh jiwa psikologi persepsi adalah "Arkitekturens uttrycksmedel"

oleh Sven Hesselgren (1954). Resep untuk membuat keindahan tidak dapat

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 12: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

selalu ditemukan, akan tetapi dengan menganalisanya, kita dapat menentukan

penyebab terjadinya perbedaan impresi, keaslian dan sumbernya, dan

kemudian menjadikan Arsitektur lebih mudah, yaitu ketika desainer menjadi

lebih sadar terhadap sifat kreasinya dan faktor faktor yang mengarahkan pada

hasil.

Sebuah pola atau figur dapat menyenangkan mata bila dengan mudah dapat

dimengerti, dan ini selanjutnya memberikan kepuasan. Perancang tidak boleh

menimbulkan ketidak jelasan pada pengamat. Ia menemukan dasar dasar yang

bersifat psikologis bagi sejumlah hukum arsitektural, sebagai contoh dasar

mengenai kontras.

Dalam kehidupan sehari hari, hal yang luar biasa adalah refreshmen yang

didasarkan pada kontras. Panas dan dingin, malam dan siang, bayang dan

kilap, air dan api, gunung dan lembah, kerja dan bermain adalah konsep dan

fenomena penting tanpa dimana kehidupan kita akan menjadi lebih

menyedihkan. Kebutuhan yang sama akan rangsangan, umumnya terdapat

didalam Desain.

Penelitian dalam psikologi persepsi dan estetika dikembangkan secara khusus

sebagai ilmu yang dikenal sebagai art psycology. Psikologi persepsi

berkembang dari psikologi tradisional dimana manusia dan lingkungan

merupakan elemen dasar dan saling mempengaruhi satu sama lain melalui

stimuli dan respon.

Sekolah psikologi behaviorisme mempertimbangkan apakah ada kemungkinan

untuk mendapatkan jawaban yang pasti terhadap pertanyaan "Apa yang terjadi

pada kesadaran dan kognisi manusia dalam jangka waktu antara diterimanya

stimuli dan memberikan respon ? ", karena kandungan dan fungsi dari

kesadaran tidak dapat dikaji secara tepat tanpa mencampuri keduanya.

Teoritikus psikologi kognitif memiliki pandangan berbeda;, model hipotesis dari

fungsi kesadaran diuraikan dengan sangat detail. Pada awalnya, banyak

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 13: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

peneliti yang masih membagi persepsi pada tiga fase yaitu, persepsi - kognisi -

intrepretasi dan evaluasi. Hal ini berbeda dengan pandangan umum pada saat

ini, bahwa pada satu tahapan terdapat aspek aspek yang berbeda, sehingga

garis stimuli-respon-tindakan tidak bersifat linier.

Outline membantu asosiasi agar terjadi proses persepsi. Konsep outline

(Jerman;Gestalt) pertama kali disajikan dalam ilmu psikologi oleh Christian von

Ehrenfels pada tahun 1890. Ia mengarahkan perhatiannya pada kenyataan

bahwa untuk mengerti sebuah komposisi, keseluruhan outline lebih penting

daripada bagian. Jika urutan komposisi diubah menjadi susunan baru, semua

komposisi akan menjadi sesuatu yang lain tetapi keseluruhan outline dari

komposisi tersebut tetap sama.

Ketika seniman sedang menarik outline, bagian bawah sadar ternyata mematuhi

aturan aturan tertentu, yang dikenal dengan hukum-hukum Gestalt. Sebagai

contoh, ketika manusia melihat sebuah figur yang tidak sempurna, akan

dilengkapi menjadi figur yang dapat dikenal (asosiasi). Manusia cenderung

untuk melengkapi bagian bagian yang tidak lengkap berdasarkan kemiripan

gambaran dalam memorinya.

Tanda tanda yang dekat satu sama lain cenderung bergabung dalam pikiran

untuk membuat kesatuan yang lebih besar. Jika terdapat kemiripan pada

beberapa tanda, maka tanda-tanda tersebut akan saling bergabung membentuk

satu kesatuan.

Dengan melihat uraian diatas, maka dapat dilihat beberapa sudut pandang dan

sikap manusia terhadap keindahan. Pada masa Yunani, kemudian pada abad

pertengahan, keindahan ditetapkan sebagai bagian dari teologi.

Pada abad pertengahan di Barat, tekanan diletakan pada subjek, proses yang

terjadi ketika seseorang mendapatkan pengalaman keindahan. Pada jaman

modern, tekanan justru diletakkan pada obyek, sehingga tampak bahwa

estetika dipertimbangkan sebagai dari cabang dari sains, khususnya filsafat dan

psikologi.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 14: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

RAUT ESTETIKA

Dimulai dengan istilah yang kerap tidak tepat dipergunakan, Berta definisi yang

sangat beragam, maka bangun estetika itu pun dapat ditarik ulur. Istilah

tersebut semakin mengabur ketika nama Estetika dan Filsafat Seni dipakai

sebagai nama bidang ilmu untuk hal yang sama. Para ahli pendidikan seni

semakin bersilang pendapat ketika bangun praksis seni rupa, desain produk

industri, desain interior, desain komunikasi visual, dan Icriya seni ditarik ke arah

bidang kajian estetika. Kejadian itu menunjukkan simpang siurnya pemahaman

estetika sebagai filsafat, dan estetika sebagai praksis dalam berkesenian di

Indonesia. Pada tahun 80-an, penulis pemah membuat buku beduclul

Estetika Terapan yang mencoba memposisikan persoalan ini agar tidak

bias, yaitu antara, estetika sebagai praksis dan estetika sebagai kajian filsafat.

Dalam praksis kesenirupaan dan desain, diposisikan adanya unsur-unsur yang

melibatkan aspek estetis (kepekaan, keterampilan, pengalaman, proses

kreatif, dan seterusnya) yang diimplementasikan pelbagai wujud berkarya,

balk tematis maupun bebas. Namur sampai beberapa tahun terakhir ini,

di lingkungan perguruan tinggi seni, istilah "estetika" tetap

dipergunakan untuk keduanya, yaitu dalam pengertian praksis ataupun filsafat.

PENGERTIAN ESTETIKA

Memandang estetika sebagai suatu filsafat, hakikataya telah menempatkannya

pads satu titik dikotomis antara realitas dan abstraksi, Berta jugs antara

keindahan dan makna. Estetika tidak lagi menyimak keindahan dalam

pengertian konvensional, melainkan telah bergeser ke arah sebuah wacana

dan fenomena. Estetika dalam karya seni modem, jika didekati melalui

pemahaman filsafat seni yang merujuk pads konsep-konsep keindahan

zaman Yunani atau abad pertengahan, akan mengalami pemiuhan

perceptual karena estetika bukan hanya simbolisasi dan makna, melainkan

juga daya.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 15: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

Kedayaannya dapat diamati melalui wajah teraga peradaban Barat yang kini

tetap menjadi bangsa yang memiliki eksistensi kuat di dunia. Nilai-nilai estetik

yang menyertai hampir semua bends, gagasan, dan proyeksi, dipiuhkan oleh

para ahli estetika Barat menjadi wacana yang "tersembunyi" dalam materialisma

dan eksistensialisma, kemudian diadopsi oleh negara-negara berkembang

sebagai suatu orientasi baru menjadi "Barat'. Namur kenyataannya, selama

lebih dari satu abad berorientasi menjadi masyarakat makrnur yang rasional,

dan kemakmuran itu hanya mampu sebatas pads kulit, dan negara ketiga,

kemudian menjadi sangat tergantung dan berupaya meleburkan diri dalam

situasi yang kebaratan.

Jepang, Korea Selatan, Singapura, Hongkong, dan negara-negara kebangkitan

bare, contoh negara yang telah lurch ke dalam estetika Barat. Kunci utama ke

arah itu adalah meleburkan diri dalam materialisma Barat, menjasmani

seluruhnya pads kearifan estetika Barat dalam wujud-wujud artifak ataupun

nilai. Estetika barat secara substansial dan eksistensial telah

membuktikan kedayaannya untuk menjadikan wajah peradaban umat

manusia di abad ke-21 menjadi bentuknya yang sekarang. Di luar wacana itu,

wujud estetis dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang primitif dan

terpinggirkan.

Jargon-jargon peradaban dan kunci kegemilangan budaya bagi kebudayaan

Barat modem selalu memiliki konotasi ke arah terselenggaranya demokrasi, hak

asasi manusia, kelestarian lingkungan, penghargaan terhadap karya cipta,

industrialisasi, wujud teknologi tinggi, tingginya pendapatan per kapita,

penyelenggaraan pendidikan modem, kedayaan mats uang, dan juga

pergaulan intemasional. Tentu Baja wujud estetika yang menyertai hal itu

adalah legal sesuatu yang carat dengan nilai-nilai modemitas. Praksis kesenian

yang menjadi wujud nilai estetik sebagai kebenaran universal, direpresentasikan

dari seni modem yang berakar di dalam peradaban masyarakat Barat itu.

Barat telah berupaya untuk mentekstualisasi peradaban dunia, sesuai

dengan "dirinya", (westemisasi, amerikanisasi, dan eropanisasi), dan jenis

kebudayaan yang lain adalah inferior, tidak bermakna.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 16: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

Demikian pula dengan estetika modern, telah mengalami tekstualisasi

yang mendalam oleh kebudayaan Barat, kemudian mengalami eksistensialisasi

dalam diri penggagas-penggagas estetika lokal, para pengajar seni dan juga

para seniman di tanah air melalui pendidikan, buku, informasi, gays hidup, dan

barang. Sejumlah pemikir di tanah air cenderung lebih hafal teori-teori estetika

Barat dan para tokoh filsafat seni Barat secara terperinci daripada prestasi-

prestasi estetis bangsa Timur. "Pemujaan-pemujaan" terhadap estetika Barat

berlangsung terns hingga saat ini sejalan dengan tawaran teori-teoribaru yang

tak terbantahkan.

Namun, kerap juga pemikiran Barat masuk ke tanah air terpiuh oleh

penoemahan yang t idak lengkap ataupun salah tafsir, termasuk dalam

kajian-kajian estetika. Kondisi tersebut dapat disimak dalam tulisan-tulisan

yang membahas tentang .estetika di Indonesia seperti terdapatnya tumpang-

tindih pengertian antara seni (art), karya seni (work of arts), filsafat seni

(philosophy of art), nilai estetik (aesthetic value), estetis estetik (aesthetic),

dan estetika (aesthetics). Istilah tersebut sering dipergunakan untuk pengertian

yang sama, padahal semuanya memiliki perbedaan yang penting. Kondisi itu

berlangsung terns dalam buku-buku estetika di Indonesia sehingga maknanya

kemudian membias.

Beberapa pengertian estetika dan lingkupnya dapat dicermati di bawah ini:

Estetika adalah segala sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kegiatan seni (Kattsoff, Element of Philosophy, 1953).

Estetika merupakan suatu telaah yang berkaitan dengan penciptaan,

apresiasi, dan kritik terhadap karya seni dalam konteks keterkaitan seni

dengan kegiatan manusid dan peranan seni dalam perubahan dunia (van

Mater Ames, Colliers Encyclopedia, vol. 1).

Estetika merupakan kajian filsafat keindahan dan juga keburukan

(Jerome Stolnitz, Encyclopedia of Philosophy, vol. 1).

Estetika adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan

dengan keindahan, mempelajari semua aspek yang disebut keindahan (AA

Djelantik, Estetika Suatu Pengantar, 1999).

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 17: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

Estetika adalah segala hal yang berhubungan dengan sifat dasar nilai-nilai

nonmoral suatu karya seni (William Haverson, dalam Estetika Terapan,

1989).

Estetika merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan proses

penciptaan karya estetis (John Hosper, dalam Estetika Terapan, 1989).

Estetika adalah filsafat yang membahas esensi dari totalitas kehidupan

estetik dan artistik yang sejalan dengan zaman (Agus Sachari, Estetika

Terapan, 1989).

Estetika mempersoalkan hakikat keindahan slam dan karya seni, sedangkan

filsafat seni mempersoalkan hanya karya seni atau bends seni, atau artifak

yang disebut seni (Jakob Sumardjo, Filsafat Seni, 2000).

Pandangan-pandangan mengenai estetika, di atas, setiap waktu

mengalami pergeseran, sejalan dengan pergeseran konsep estetik setiap

zaman. Pandangan bahwa estetika hanya mengkaji segala sesuatu yang indah

(cantik dan gays seni), telah lama dikoreksi, karena terdapat kecenderungan

karya-karya seni modem tidak lagi menawarkan kecantikan seperti zaman

Romantik atau Klasik, tetapi lebih pads makna dan aksi mental. Demikian pula

di akhir abad ke-20, pandangan-pandangan mengenai estetika mengalami

rekonstruksi dan penyegaran-penyegaran bare ketika filsafat Posmodern

berkembang sejalan dengan wacana kaum Postrukturalis. seperti ter adinya

diskursus pads seni posmodem: Pastis (pastische), Parodi, Kitsch

(murahan), Camp (bermakna, juga anti makna), Skizofrenia (fenomena psikis),

Fun (dagelan,plesetan), Horor (menakutkan), Misteri (slam gaib, UFO, mitos),

Simulasi (realitas semu), dan sebagainya.

Dalam wacana posmodern, karya seni tidak lagi dipandang sebagai karya

artistik, tetapi dipandang dari aspek tends, jejak, dan makna. Dengan dernikian

kajian-kajian estetika pun menjadi meluas, tidak sebatas pads artifak yang

disepakati sebagai suatu karya seni, tetapi pads sate artifak yang

mengandung makna.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK

Page 18: Pengantar estetika

I Program Studi Teknik Arsitektur I FTSP - UMB I Modul Perkuliahan 2008 I Minggu I

DAFTAR PUSTAKA

1. Agus Sachari; Estetika – Makna, Simbol dan Daya, Penerbit ITB,

Bandung, 2002

2. Mundi, Andrew; Principles of Graphic Design.

3. Widya, Leonardo; Fundamental of Art & Design;

4. Mary Zimmerman; Metamorphosis

5. Dr. Bruce Clarke; Transformations of Metamorphosis

6. D.K. Ching, Frank; Arsitektur: Bentuk, Ruang dan Susunannya;

Erlangga

7. Whelan, M. Bride; Color Harmony 1 &2

8. Wong, Wucius; Beberapa Asas Merancang Dwimatra

9. Wong, Wucius; Beberapa Asas Merancang Trimatra

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB Danto Sukmajati, STESTETIKA BENTUK