107
1 MODUL ANALISA DATA

Pengantar Analisis Data Edit Ok s2 Kesmas - Copy

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gjfdg

Citation preview

MODUL ANALISA DATA

PROGRAM STUDI S2 KESEHATAN MASYARAKAT PASCA SARJANA UNIVERSITAS ANDALAS

1

PENGANTAR ANALISIS DATA1. Pendahuluan Setelah kita selesai melakukan pengolahan data, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Data mentah (raw data) yang sudah susah payah kita kumpulkan tidak akan ada artinya jika tidak dianalisis. Analisis data merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu penelitian, karena dengan analisislah data dapat mempunyai arti/makna yang dapat berguna untuk memecahkan masalah penelitian. Analisis mempunyai posisi strategis dalam suatu penelitian. Namun perlu dimengerti bahwa dengan melakukan analisis tidak dengan sendirinya dapat langsung memberi jawaban penelitian, untuk itu perlu diketahui bagaimana menginterpretasi hasil penelitian tersebut. Menginterpretasi berarti kita menjelaskan hasil analisis guna memperoleh makna/arti. Interpretasi mempunyai dua bentuk, yaitu arti sempit dan arti luas. Interpretasi dalam arti sempit (deskriptif) yaitu interpretasi data dilakukan hanya sebatas pada masalah penelitian yang diteliti berdasarkan data yang dikumpulkan dan diolah untuk keperluan penelitian tersebut. Sedangkan interpretasi dalam arti luas (analitik) yaitu interpretasi guna mencari makna data hasil penelitian dengan jalan tidak hanya menjelaskan/menganalisis data hasil penelitian tersebut, tetapi juga melakukan inferensi (generalisasi) dari data yang diperoleh dengan teori-teori yang relevan dengan hasil-hasil penelitian tersebut. Pada umumnya analisis data bertujuan untuk: a. b. c. d. Memperoleh gambaran/deskripsi masing-masing variabel Membandingkan dan menguji teori atau konsep dengan informasi yang ditemukan Menemukan adanya konsepbaru dari data yang dikumpulkan Mencari penjelasan apakah konsep baru yang diuji berlaku umum atau hanya berlaku pada kondisi tertentu Seberapa jauh analisis suatu penelitian akan dilakukan tergantung dari: a. b. c. Jenis penelitian Jenis sampel Jenis data/variabel 2

d. a.

Asumsi kenormalan distribusi data Jenis Penelitian Jika ingin mengeahui bagaimana pada umumnya (secara rata-rata) pendapat

masyarakat akan suatu hal tertentu, maka pengumpulan data dilakukan dengan survei. Dari kasus ini maka dapat dilakukan analisis data dengan pendekatan kuantitatif. Namun bila kita menginginkan untuk mendapatkan pendapat/gambaran yang mendalam tentang suatu fenomena, maka data dapat dikumpulkan dengan fokus grup diskusi atau observasi, maka analisisnya menggunakan pendekatan analisis kualitatif. b. Jenis Sampel Analisis sangat tergantung pada jenis sampel yang dibandingkan, apakah kedua sampel independen atau dependen. Misalnya pada penelitian survei yang tidak menggunakan sampel yang sama, dapat digunakan uji statistik yang mengasumsikan sampel yang independen. Misalkan survei untuk mengetahui apakah ada perbedaan berat badan bayi antara bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu perokok dengan bayi-bayi dari ibu yang tidak merokok. Disini berarti kelompok ibu perokok dan kelompok ibu bukan perokok bersifat independen. Sedangkan untuk penelitian eksperimen yang sifatnya pre dan post (sebelum dan sesudah adanya perlakuan tertentu dilakukan pengukuran) maka uji yang digunakan adalah uji statistik untuk data yang dependen. Misalnya, suatu penelitian ingin mengetahui pengaruh penelitian manajemen terhadap kinerja petugas kesehatan. Pertanyaan penelitiannya Apakah ada perbedaan kinerja petugas kesehatan antara sebelum dan sesudah mendapatkan pelatihan manajemen?. Dalam penelitian ini sampel kelompok petugas kesehatan bersifat dependen, karena pada kelompok (orang) yang sama diukur dua kali yaitu pada saat sebelum pelatihan (pre test) dan sesudah dilakukan pelatihan (Post Test). c. Jenis Data/Variabel Data denganjenis katagori berbeda cara analisisnya dengan data jenis numerik. Beberapa pengukuran/uji statistik hanya cocok untuk jenis data tertentu. Sebagai contoh,

3

nilai proporsi/persentase (pada analisis univariat) biasanya cocok untuk menjelaskan data berjenis katagorik, sedangkan untuk data jenis numerik biasanya dapat menggunakan nilai rata-rata untuk menjelaskan karakteristiknya. Untuk analisis hubungan dua variabel (analsis bivariat), uji kai kuadrat hanya dapat dipakai untuk mengetahui hubungan data katagori dengan data katagori. Sebaliknya untuk mengetahui hubungan numerik dengan numerik digunakan uji korelasi/regresi. d. Asumsi Kenormalan Jenis analisis yang akan dilakukan sangat tergantung dari bentuk distribusi datanya. Bila distribusi datanya tidak normal, maka sebaiknya digunakan prosedur uji statitik nonparametrik. Sedangkan bila asumsi kenormalan dapat dipenuhi maka dapat digunakan uji statistik parametrik. Berikut ini akan dijelaskan langkah-langkah analisis (pendekatan kuantitatif): 1. Analisis Deskriptif (Univariat) Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan/mendiskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean (rata-rata), median, standard deviasi dan inter kuartil range, minimal maksimal. 2. Analisis Analitik (Bivariat) Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel dapat diteruskan analisis lebih lanjut. Apabila diinginkan analisis hubungan antar dua variabel, maka analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Misalnya ingin diketahui hubungan antara berat badan dengan tekanan darah. Untuk mengetahui hubungan dua variabel tersebut biasanya digunakan pengujian statistik. Jenis uji statistik yang digunakan sangat tergantung jenis data/variabel yang dihubungkan. 3. Analisis Multivariat Merupakan analisis yang menghubungkan antara beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen. Secara lebih khusus/detail analisis univariat, bivariat dan multivariat akan dipelajari pada bab tersendiri.

4

ANALISIS UNIVARIAT ( DESKTIPTIF)Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan/mendeskriptifkan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Dalam analisis data kuantitatif kita dihadapkan pada kumpulan data yang besar/banyak yang belum jelas maknanya. Fungsi analisis sebetulnya adalah menyederhanakan atau meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. Peringkasan tersebut berupa ukuran-ukuran statistik, tabel dan juga grafik. Secara teknis pada dasarnya analisis merupakan kegiatan meringkas kumpulan data menjadi ukuran tengah dan ukuran variasi. Selanjutnya membandingkan gambarangambaran tersebut antara satu kelompok subyek dan kelompok subyek lain, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam analisis. Berbicara peringkasan data (yang berwujud ukuran tengah dan ukuran variasi) jenis data (apakah numerik atau katagorik) akan sangat menentukan bentuk peringkasan datanya. Berikut akan diuraikan bentuk/cara peringkasan data untuk data numerik dan data katagorik. 1. a. Peringkasan Data Untuk Data Jenis Numerik Ukuran Tengah Ukuran tengah merupakan cerminan dari konsentrasi nilai-nilai hasil pengukuran. Berbagai ukuran dikembangkan utnuk mencerminkan ukuran tengah tersebut, dan yang paling sering dipakai adalah mean, median dan mode/modus. ).1 Mean Mean/average adalah ukuran rata-rata yang merupakan hasil dari jumlah semua nilai pengukuran dibagioleh banyaknya pengukuran. Secara sederhana perhitungan nilai mean dapat dituliskan dengan rumus : X = Xi / n

5

Keuntungan nilai mean adalah mudah menghitungnyadan sudah melibatkan seluruh data dalam penghitungannya. Namun kelemahan dari nilai mean adalah sangat dipengaruhi oleh nilai ekstrim, baik ekstrim tinggi maupun rendah. Oleh karena itu pada kelompok data yang ada nilai ekstrimnya (sering dikenal dengan distribusi data yang menceng/miring), Mean tidak dapat mewakili rata-rata kumpulan nilai pengamatan. Sebagai contoh data yang ada nilai ekstrimnya adalah data penghasilan. Apabila mean pendapatan perbulan adalah Rp 10.000.000,- , sebenarnya sebagian besar orang pendapatannya di bawah Rp 10.000.000,- . Mean sebesar Rp 10.000.000,diperoleh karena tarikan sekelompok kecil orang (misalnya konglomerat) yang pendapatannya sangat tinggi. Dengan demikian penggunaan mean untuk data yang ada nilai ekstrimnya (data yang distribusinya menceng) kurang tepat. Contoh; ada 5 pasien diukur lama hari rawatnya : 1 hr, 3 hr, 4 hr, 2 hr, 90 hr. Mean = (1+3+4+2+90)/5 = 20 hr. Dari hasil penghitungan didapatkan rata-rata lama hari rawat 20 hari, hasil ini tentunya tidak dapat mewakili karena secara visual datanya sebagian besar kurang dari 5 hari. Keadaan ini bisa terjadi karena kumpulan data di atas ada nilai ekstrimnya. ).2 Median Median adalah nilai dimana setengah banyaknya pengamatan mempunyai nilai di bawahnya dan setengahnya lagi mempunyai nilai di atasnya. Berbeda dengan nilai mean, penghitungan median hanya mempertimbangkan urutan nilai dasil pengukuran, besar beda antar nilai di abaikan. Karena mengabaikan besar beda, maka median tidak dipengaruhi oleh nilai ekstrim. Prosedur penghitungan median melalui langkah a). Data diurutkan/di-array dari nilai kecil ke besar b). Hitung posisi median dengan rumus (n+1)/2 c). Hitung nilai mediannya Contoh ada usia 6 mahasiswa 20 th, 26 th, 24 th, 30 th, 40 th, 36 th Data diurutkan: 20, 24, 26, 30, 36, 40 Posisi = (6+1)/2 = 3,5

6

Mediannya adalah data yang urutannya ke 3,5 yaitu (26 + 30)/2 = 28 Jadi 50% mahasiswa berumur dibawah 28 tahun dan 50% mahasiswa berumur di atas 28 tahun 3). Mode/Modus Mode adalah nilai pengamatan yang mempunyai frekuensi/jumlah terbanyak. Contoh mode data umur mahasiswa: 18 th, 22 th, 21 th, 20 th, 23th, 20 th. Dari data tersebut berarti mode-nya adalah 20 tahun

Bentuk Distribusi DataHubungan nilai mean, median dan mode akan menentukan bentuk distribusi data: distribusi datanya normal Bila nilai mean > median > mode, maka bentuk distribusi datanya menceng/miring ke kanan Bila nilai mean < median < mode, maka bentuk distribusi datanya menceng/miring ke kiri b. Ukuran Variasi Nilai-nilai hasil pengamatan akan cenderung saling berbeda satu sama lain atau dengan kata lain hasil pengamatan akan bervariasi. Untuk mengetahui seberapa jauh data bervariasi digunakan ukuran variasi antara lain range, jarak linier kuartil dan standard deviasi. 1). Range Range merupakan ukuran variasi yang paling dasar, dihitung dari selisih nilai terbesar dengan nilai terkecil. Kelemahan range adalah dipengaruhi nilai ekstrim. Keuntungan penghitungan dapat dilakukan dengan cepat. 2). Jarak Inter Quartil Nilai observasi disusun berurutan dari nilai ke cil ke besar, kemudian ditentukan kuartil bawah dan atas. Kuartil merupakan pembagian data menjadi 4 bagian yang dibatasi oleh tiga ukuran kuartil, yaitu kuartil I, kuartil II dan kuartil III. Kuartil I mencakup 25% data berada di bawahnya dan 75% data berada di atasnya. Bila nilai mean, median dan mode sama, maka bentuk

7

Kuartil II (median) mencakup 50% data berada di bawahnya dan 50% data berada di atasnya. Kuartil III mencakup 75% data berada di bawahnya dan 25% data berada di atasnya. Jarak inter kuartil adalah selisih anatar kuaril III dan kuaril I. Ukuran ini lebih baik dari range, terutama kalau frekuensi pengamatan banyak dan distribusi sangat menyebar. 3). Standard Deviasi Variasi data yang diukur melalui penyimpangan/deviasi dari nilai-nilai pengamatan terhadap nilai mean-nya. Rata-rata hitung dari kuadrat deviasi terhadap mean disebut varian, yang rumusnya; Varian = (Xi X)2 n Semakin besar nilai varian akan semakin bervariasi, karena satuan varian (kuadrat) yang tidak sama dengan satuan nilai pengamatan, maka dikembangkan suatu ukuran variasi yang mempunyai satuan yang sama dengan satuan pengamatan, yaitu Standard Deviasi. Standard Deviasi merupakan akar dari varian: Standar deviasi (S atau SD) = (Xi X)2 n

Seperti halnya varian, semakin besar SD semakin besar variasinya. Apabila tidak ada variasi, maka SD=0 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, untuk data numerik digunakan nilai mean (rata-rata), median, standard deviasi dan inter quartil range, minimal dan maksimal. Bila data yang terkumpul tidak menunjukkan adanya nilai ekstrim (distribusi normal), maka perhituungan nilai mean dan standard deviasi merupakan cara analisis univariat yang tepat. Seddangkan bila dijumpai nilai ekstrim 9 distribusi data tidak normal), maka nilai nedian dan inter quartil range (IQR) yang lebih tepat dibandingkan nilai mean.

8

2.

Peringkasan Data Katagorik Berbeda dengan data numerik, peringkasan, (baik ukuran tengah maupun ukuran

variasi) tidak beragam jenisnya. Pada data katagorik peringkasan data hanya menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentase atau proporsi. Bila data berjenis katagorik, tentunya informasi/peringkasan yang penting disampaikan tidak mungkin/tidak lazim menggunakan ukuran mean atau median. melainkan informasi jumlah dan persentase yang disajikan. Untuk ukuran variasi, pada data katagorik variasi maksimal apabila jumlah antar katagori sama. Contoh: Kelas A: mahasiswa 50 dan mahasiswi 50 Kelas B: mahasiswa 90 dan mahasiswi 10 Pada kelas A, jenis kelamin mahasiswa bervariasi (heterogen) karena 50% pria dan 50% wanita. Pada kelas B, jenis kelamin mahasiswa tidak bervariasi (homogen pada pria) karena pria 90% dan wanita hanya 10%. 3. Bentuk Penyajian Data Bentuk penyajian analisis univariat dapat berupa tabel atau grafik. Namun perlu diingat bahwa kita dianjurkan hanya memilih salah satu, tidak diperkenankan secara sekaligus menggunakan tabel dan juga grafik dalam menyampaikan informasi suatu data/variabel. Contoh penyajian analisis deskriptif: a. Data numerik Tabel 1 Distribusi Umur dan Lama Hari Rawat pasien Rumah sakit X Tahun 1999 Variabel 1. Umur 2. Lama hari rawat Mean Median 30,3 31,1 10,1 7,0 9 SD 10,1 8,9 Minimal- Maksimal 17 60 2 60

b.

Data katagorik Tabel 2 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Pasien Rumah sakit X tahun 1999 Pendidikan SD SMP SMU Total Jumlah 60 30 10 100 Persentase 60,0 30,0 10,0 100,0

Bagaimana menginterpretasi tabel di atas? dilihat konsentrasi/jumlah yang terbesar data pada kelompok mana? Selain untuk mendeskripsikan masing-masing variabel, analisis univariat dapat juga sekaligus untuk mengeksplorasi variabel yang dapat berguna dalam mendiagnosis asumsi statistik lanjut (terutama untuk variabel jenis numerik), misalnya apakah variannya homogen atau heterogen, apakah distribusinya normal atau tidak. Eksplorasi data juga dapat untuk mendeteksi adanya nilai ekstrim/outlier, bila ada nilai ekstrim sangat menentukan analisis selanjutnya (bivariat) apakah nilainya akan berkurang.

10

KASUS : ANALISIS DESKRIPTIF (UNIVARIAT) Tujuan analisis ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nialai mean (rata-rata), median, standard deviasi dll. Sedangkan untuk data katagorik tentunya hanya dapat menjelaskan angka/nilai jumlah dan persentase masingmasing kelompok. Berikut akan dipelajari cara mengeluarkan analisis deskriptif di SPAA, dimulai untuk variabel katagorik (sebagai latihan digunakan variabel pendidikan) dan kemudian dilanjutkan variabel numerik (variabel umur). a. Data Katagorik Untuk menampilkan tabulasi data katagorik digunakan tampilan frekuensi. Sebagai contoh kita akan menampilkan tabel distribusi frekuensi untuk variabel pendidikan dari file ASI.SAV. 1. Dari menu utama SPSS pilih Analyze, kemudian Descriptive Statistic dan pilih Frequencies, sehingga muncul tampilan:

2. (s)

Sorot variabel didik. Klik tanda panah dan masukkan ke kotak Variable

11

3.

Klik OK, hasil dapat dilihat di jendela output, seperti sbb:

FrequenciesStatistics pendidikan formal ibu menyusui N Valid Missing 50 0 pendidikan formal ibu menyusui Frequency Valid 1 2 3 4 Total 10 11 16 13 50 Percent 20.0 22.0 32.0 26.0 100.0 Valid Percent 20.0 22.0 32.0 26.0 100.0 Cumulative Percent 20.0 42.0 74.0 100.0

Kolom Frequency menunjukkan jumlah kasus dengan nilai yang sesuai. Pada contoh di atas, total responden 50 orang, dari jumlah tersebut 10 ibu yang berpendidikan SD, proporsi dapat dilihat pada kolom Percent, pada contoh di atas ada 20% ibu yang berpendidikan SD. Kolom Valid Percent memberi hasil yang sama karena pada data ini tidak ada missing cases. Cumulative Percent menjelaskan tentang persent kumulatif.

12

Pada contoh di atas ada 42,0% ibu yang tingkat pendidikannya SD dan SMP. Dalam menginterpretasikan tabel katagorik dapat dilihat dari variasi dan konsentrasi datanya.

Penyajian dan Interpretasi di Laporan PenelitianDari angka-angka tersebut kemudian kita masukkan ke tabel penyajian di laporan penelitian/laporan tesis. Adapun penyajian dan interpretasinya sbb: Tabel Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Di X tahun . Pendidikan SD SMP SMU PT Total Jumlah 10 11 16 13 50 Persentase 20,0 22,0 32,0 26,0 100,0

Distribusi tingkat pendidikan responden hampir merata untuk masing-masing tingkat pendidikan. Paling banyak responden berpendidikan SMU yaitu 16 orang (32,0%) sedangkan untuk pendidikan SD, SMP dan PT masing-masing 20,0%, 22,0% dan 26,0%. b. Data Numerik Pada data numerik, peringkasan data dapat dilakukan dengan melaporkan ukuran tengah dan sebarannya. Ukuran yang digunakan adalah rata-rata, median dan modus. Sedangkan ukuran sebarannya (variasi) yang digunakan adalah range, standard deviasi, minimal dan maksimal. Pada SPSS ada dua cara untuk mengeluarkan analisis deskriptif yaitu dapat melalaui perintah Frequencies atau perintah Expolre. Biasanya yang digunakan adalah Frequencies oleh karena ukuran statistik yang dapat dihasilkan pada menu Frequencies sangat lengkap (seperti mean, median, varian dll), selain itu pada perintah ini juga dapat ditampilkan grafik histogram dan kurve normalnya. Berikut akan dicoba mengeluarkan analisis deskriptif untuk variabel umur dengan menggunakan perintah frequencies.

13

1. Aktifkan data susu.sav 2. Pilih Analyze 3. Pilih Descriptive Statistic 4. Pilih Frequencies, terlihat kotak frequencies: 5. Sorot variabel yang akan dianalisis, sorot umur, dan klik tanda panah sehingga umur masuk ke kotak variable (s).

6. Klik tombol option Statistics, pilih ukuran yang anda minta misalnya mean, median, standard seviasi, minimum, maximum, SE.

7. Klik Continue 8. Klik tombol option Charts lalu muncul menu baru dan klik Histogram, lalu klik With Normal Curve 14

9. Klik Continue 10. Klik OK, dan pada layar terlihat distribusi frekuensi disertai ukuran statistic yang diminta dan dibawahnya tampak grafik histogram beserta curve normalnya.

FrequenciesStatistics Umur ibu menyusui N Valid Missing Statistics Umur ibu menyusui N Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum Valid Missing 50 0 25.10 .686 24.00 19 4.850 19 35 50 0

Umur ibu menyusui

15

Frequency Valid 19 20 21 22 23 24 25 26 27 30 31 32 34 35 Total 7 3 3 5 5 4 2 5 3 3 3 3 2 2 50

Percent 14.0 6.0 6.0 10.0 10.0 8.0 4.0 10.0 6.0 6.0 6.0 6.0 4.0 4.0 100.0

Valid Percent 14.0 6.0 6.0 10.0 10.0 8.0 4.0 10.0 6.0 6.0 6.0 6.0 4.0 4.0 100.0

Cumulative Percent 14.0 20.0 26.0 36.0 46.0 54.0 58.0 68.0 74.0 80.0 86.0 92.0 96.0 100.0

16

Dari hasil di atas, nilai rata-rata dapat dilihat pada baris mean, sedangkan nilai standard deviasi dapat dilihat pada baris std. Seviation. Pada contoh di atas, rata-rata umur ibu adalah 25,10 tahun, median 24,0 tahun dan standard deviasi 4,85 tahun dengan umur termuda 19 tahun dan yang tertua 35 tahun. Distribusi frekuensi ditampilkan menurut umur termuda sampai dengan umur tertua dengan informasi tentang jumlah dan persentasenya. Bentuk distribusi data dapat diketahui dari grafik histogram dan kurve normalnya. Dari tampilan grafik dapat dilihat bahwa distribusi variabel umur berbentuk normal Dari hasil di atas belum diperoleh informasi estimasi interval yang penting untuk melakukan estimasi parameter populasi. Bila anda ingin memperoleh estimasi interval lakukan analisis eksplorasi data dengan perintah Explore. Adapun caranya sbb: 1. Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih submenu

descriptive Statistics, lalu pilih Explore2. Isikan kotak Dependent List dengan variabel umur, kotak Factor List dan

Label Cases By biarkan kosong, sehingga tampilannya sbb:

3.

Klik tombol Plots, dan pilih Normality Plots With Test

17

4. 5. 6.

Klik Continue Klik OK, hasilnya dapat dilihat di layar:

ExploreDescriptives umur ibu menyusui Mean 95% Confidence Interval for Mean 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis Tests of Normality Lower Bound Upper Bound Statistic 25.10 23.72 26.48 24.90 24.00 23.520 4.850 19 35 16 9 .547 -.812 .337 .662 Std. Error .686

18

Kolmogorov-Smirnova Statistic Df Sig. umur ibu menyusui .130 50 .035 a . Lilliefors Significance Correction

Shapiro-Wilk Statistic df .920 50

Sig. .002

umur ibu menyusuiumur ibu menyusui Stem-and-Leaf Plot Frequency 7.00 20.00 10.00 11.00 2.00 Stem width: Each leaf: Stem & Leaf 1 . 9999999 2 . 00011122222333334444 2 . 5566666777 3 . 00011122244 3 . 55 10 1 case(s)

19

Dari hasil analisis Explore terlihat juga nilai mean, median dan mode. Namun yang paling penting dari tampilan explore munculnya angka estimasi interval. Dari hasil tersebut kita dapat melakukan estimasi interval dari umur ibu. Kita dapat menghitung 95% confidence interval umur yaitu 23,72 s.d. 26,48. Jadi kita 95% yakin bahwa rata-rata umur ibu di populasi berada pada selang 23,72 sampai 26,48 tahun. 20

Uji kenormalan data: Untuk mengetahui suatu data berdistribusi normal, ada 3 cara untuk mengetahuinya yaitu: 1. 2. Dilihat dari grafik histogram dan kurve normal, bila bentuknya menyerupai bel shape, berarti distribusi normal Menggunakan nilai Skewness dan standar errornya, bila nilai Skewness dibagi standar errornya menghasilkan angka 2, maka distribusinya normal 3. Uji kolmogorov smirnov, bila hasil uji signifkan (p value > 0,05) maka distribusi normal. Namun uji kolmogorov sangat sensitif dengan jumlah sampel, maksudnya : untuk jumlah sampel yang besar uji kolmogorov cenderung menghasilkan uji yang signifikan (yang artinya bentuk distribusinya tidak normal). Atas dasar kelemahan ini dianjurkan untuk mengetahui kenormalan data lebih baik menggunakan angka skewness atau melihat grafik histogram dan kurve normal Untuk variabel umur diatas, dilihat dari histogram dan kurve normal terlihat bentuk yang normal, selain itu hasil dari perbandingan skwness dan standar error didapatkan: 0,547/0,337 =1,62 , hasilnya masih dibawah 2, berarti distribusi normal. Dari hasil tersebut diatas dengan demikian variabel umur disimpulkan berdistribusi normal. Penyajian dan Interpretasi di Laporan Penelitian Dari angka-angka tersebut kemudian kita masukkan ke tabel penyajian di laporan penelitian/laporan tesis. Adapun penyajian dan interpretasinya adalah sbb: Tabel 1 Distribusi Umur dan Lama Hari Rawat pasien Rumah sakit X Tahun x Variabel Umur Mean 25,10 SD 4,85 MinimalMaksimal 19 - 35 95% CI 23,72 26,48

21

Hasil analisis didapatkan rata-rata umur ibu adalah 25,10 tahun (95% CI: 23,72 26,48), dengan standar deviasi 4,85 tahun. Umujr termuda 19 tahun dan umur tertua 35 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata umur ibu adalah diantara 23,72 sampai dengan 26,48 tahun.

22

ANALISIS BIVARIATSetelah diketahui karakteristik masing-masing variabel dapat diteruskan analisis lebih lanjut. Pada analisis univariat, misalnya ada dua variabel : jenis pembayaran berobat dan kepuasan pasien, kita hanya melakukan pendeskripsian sendiri-sendiri untuk variabel jenis pembayaran dan kepuasan pasien. Untuk variabel jenis pembayaran akan diketahui berapa persen yang berobat dengan biaya sendiri dan berapa persen yang dibiayai askes. Begitu juga untuk variabel kepuasan pasien, akan diketahui berapa persen yang puas dan berapa persen yang tidak puas. Apabila diinginkan analisis hubungan antara dua variabel, dalam contoh diatas berarti kita ingin mengetahui hubungan jenis pembayaran dengan kepuasan pasien, maka analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Pada analisis bivariat kita dapat mengetahui apakah ada perbedaan kepuasan pasien antara pasien dengan membayar sendiri dengan pasien dengan biaya askes. Kegunaan analisis bivariat bisa untuk mengetahui apakah ada hubungan yang siginifikan antara dua variabel, atau bisa juga digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara dua atau lebih kelompok(sampel). Perbedaan Substansi/Klinis dan perbedaan Statistik Perlu dipahami/disadari bagi peneliti bahwa berbeda bermakna/signifikan secara statistik tidak berarti (belum tentu) bahwa perbedaan tersebut juga bermakna dipandang dari segi substansi/klinis. Seperti diketahui bahwa semakin besar sampel yang dianalisis akan semakin besar menghasilkan kemungkinan berbeda bermakna. Dengan sampel besar perbedaan-perbedaan sangat kecil, yang sedikit atau bahkan tidak mempunyai manfaat secara substansi/klinis dapat berubah menjadi bermakna secara statitik. Oleh karena itu arti kegunaan dari setiap penemuan jangan hanya dilihat dari aspek statistik semata, namun harus juga dinilai/dilihat kegunaannya dari segi klinis/substansi. Sebagai contoh ada studi eksperimen yang akan menguji dua obat (katakanlah obat A dan Obat B) untuk mengatahui pengaruhnya terhadap penurunan tekanan darah. Kemudian obat A dan B diujicobakan pada dua kelompok relawan penderita hipertensi. Hasil eksperimen didapatkan bahwa rata-rata penurunan tekanan darah setelah minum obat A adalah 40 23

mmHg dan pada kelompok yang minum Obat B ratarata penurunannya 39 mmHg. Kemudian dilakukan uji statistik dan hasilnya signifikan/bermakna (p value < alpha), apa yang dapat disimpulkan dari temuan ini? Secara statistik memang terjadi perbedaan bermakna, namun secara substansi tidaklah mempunyai perbedaan yang berarti, oleh karena perbedaan mean penurunan tekanan darah antara obat A dan B hanya 1 mmHg. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya antara obat A dan B tidak ada perbedaan (sama saja) kasiatnya.

UJI HIPOTESISPengujian hipotesis dapat berguna untuk membantu pengambilan keputusan tentang apakah suatu hipotesis yang diajukan, seperti perbesaan atau hubungan, cukup menyakinkan untuk ditolak atau tidak ditolak. Keyakinan ini didasarkan pada besarnya peluang untuk memperoleh hubungan tersebut secara kebetulan (by chance). Semakin kecil peluang tersebut (peluang adanya by chance), semakin besar keyakinan bahwa hubungan tersebut memang ada. Sebagai contoh, seorang peneliti masalah imunisasi diminta untuk memutuskan berdasarkan bukti-bukti hasil percobaan, apakah suatu vaksin baru lebih baik daripada yang sekarang beraedar di pasaran. Untuk menjawab pertanyaan ini maka perlu dilakukan pengujian hipotesis. Dengan pengujian hipotesis akan diperoleh suatu kesimpulan secara probalistik apakah vaksin baru tersebut lebih baik dari yang sekarang beredar di pasaran atau malah sebaliknya. Prinsip uji hipotesis adalah melakukan perbandingan antara nilai sampel (data hasil penelitian) dengan nilai hipotesis (nilai populasi) yang diajukan. Peluang untuk diterima atau ditolaknya suatu hipotesis tergantung besar kecilnyanya perbedaan antara nilai sampel dengan nilai hipotesis. Bila perbedaan tersebut cukup besar, maka peluang untuk menolak hipotesis besar pula, sebaliknya bila perbedaan tersebut kecil, maka peluang untuk menolak hipotesis menjadi kecil. Jadi, makin besar perbedaan antara nilai sampel dengan nilai hipotesis, makin besar peluang untuk menolak hipotesis. Kesimpulan yang didapat dari hasil pengujian hipotesis ada dua kemungkinan yaitu menolak hipotesis dan menerima hipotesis (gagal menolak hipotesis). Perlu dipahami bahwa arti menerima hipotesis sebetulnya kurang tepat, yang tepat adalah gagal

24

menolak hipotesis. Dalam uji hipotesis bila kesimpulannya menerima hipotesis, bukan berarti bahwa kita telah membuktikan hipotesis tersebut benar, karena benar atau tidaknya suatui hipotesis hanya dapat dibuktikan dengan mengadakan observasi pada seluruh populasi, dan hal ini sangat sulit bahkan tidak mungkin untuk dilakukan. Jadi menerima hipotesis sebetulnya artinya adalah kita tidak cukup bukti untuk menolak hipotesis, dengan kata lain dapat diartikan kita gagal menolak hipotesis. Untuk memperjelas pengertian bahwa gagal menolak hipotesis berbeda dengan mengakui kebenaran hipotesis (menerima hipotesis, kita coba analogkan proses persidangan kriminal di pengadilan. Seperti dalam sidang pengadilan, kegagalan membuktikan kesalahan tertuduh bukan berarti si tertudauh tidak bersalah atau sitertuduh benar. Pengadilan memutuskan bahwa si tertuduh tidak dapat dibuktikan bersalah, bukan memutuskan tidak bersalah. Dari uraian tersebut sangatlah jelas bahwa istilah yang tepat dalam kesimpulan uji hipotesis adalah gagal menolak hiopotesis, dan bukan menerima hipotesis. 3. Hipotesis Hipotesis berasal dari kata hupo dan thesis. Hupo artinya sementara/lemah kebenarannya dan thesis artinya pernyataan/teopri. Dengan demikian hipotesis berarti pernyataan yang perlu diuji kebenarannya. Untuk menguji kebenaran sebuah hipotesis digunakan pengujian yang disebut pengujian hipotesis. Dalam pengujian hipotesis dijumpai dua jenis hipotesis yaitu hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha). Berikut akan diuraikan lebih jelas tentang masing-masing hipotesis tersebut. a. Hipotesis Nol (Ho). Hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua kelompok. Atau hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya Contoh: 1) Tidak ada perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari ibu yang merokok dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok 2) Tidak ada hubungan antara merokok dengan berat badan bayi

25

b.

Hipotesis Alternatif (Ha) Hipotesis yang menyatakan ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua kelompok. Atau hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya Contoh: 1) Ada perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari ibu yang merokok dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok 2) Ada hubungan antara merokok dengan berat badan bayi

2.

Arah dan bentuk hipotesis Bentuk hipotesis alternatif akan menentukan arah uji statistik apakah satu arah

(one tail) atau dua arah (twa tail) a. dari hal lain. Contoh: Berat badan bayi dari ibu yang merokok lebih kecil dibanding berat badan bayi dari ibu tidak merokok. b. Contoh: Berat badan bayi dari ibu yang merokok Berbeda dibanding berat badan bayi dari ibu tidak merokok. Atau dengan kata lain: ada perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari ibu yang merokok dibandingkan dari ibu yang tidak merokok. Contoh penulisan hipotesis: Suatu penelitian ingin mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan tekanan darah, maka hipotesisnya sbb: Ho : A = B Tidak ada perbedaan mean tekanan darah antara laki-laki dan perempuan, atau Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tekanan darah. Two tail (dua sisi) merupakan hipotesis alternatif yang hanya menyatakan perbedaan tanpa melihat apakah hal satu lebih tinggi/rendah dari hal lain. One tail (satu sisi): bila hipotesis alternatifnya menyatakan adanya perbedaan dan ada pernyataan yang mengatakan hal satu lebih tinggi/rendah

26

Ho : A B Ada perbedaan mean tekanan darah antara laki-laki dan perempuan, atau Ada hubungan antara jenis kelamin dengan tekanan darah 3. Menentukan Tingkat Kemaknaan (Level of Significance) Tingkat kemaknaan merupakan kesalahan tipe I suatu uji yang biasanya diberi notasi . Seperti sudah diketahui bahwa tujuan dari pengujian hipotesis adalah untuk membuat suatu pertimbangan tentang perbedaan antara nilai sampel dengan keadaan populasi sebagai suatu hipotesis. Langkah selanjutnya setelah ktriteria/batasan yang digunakan untuk memutuskan apakah hipotesis nol ditolak atau gagal ditolak yang disebut dengan tingkat kemaknaan (Level of Significance). Tingkat kemaknaan, atau sering disebut dengan nilai , merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang salah dalam menolak hipotesis nol. Atau dengan kata lain, nilai merupakan batas toleransi peluang salah dalam menolak hipotesis nol. Dengan kata-kata yang lebih sederhana, nilai merupakan batas maksimal kesalahan menolak Ho. Bila kita menolak Ho berarti menyatakan adanya perbedaan/hubungan. Sehingga nilai dapat diartikan pula sebagai batas maksimal kita salah dalam menyatakan adanya perbedaan. Penentuan nilai (alpha) tergantung dari tujuan dan kondisi penelitian. Nilai yang sering digunakan adalah 10%, 5%, atau 1%. Untuk bidang kesehatan masyarakat biasanya digunakan nilai sebesar 5%. Sedangkan untuk pengujian obat-obatan digunakan batas toleransi kesalahan yang lebih kecil misalnya 1%, karena mengandung risiko yang fatal. Misalkan seorang peneliti yang akan menentukan apakah suatu obat bius berkhasiat akan menentukan nilai yang kecil sekali, peneliti tersebut tidak akan mau mengambil risiko bahwaketidak berhasilan obat bius besar karena akan berhubungan dengan nyawa seseorang yang akan dibius. 4. Pemilihan Jenis Uji Parametrik atau Non Parametrik Dalam pengujian hipotesis sangat berhubungan dengan distribusi data populasi yang akan diuji. Bila distribusi data populasi yang akan diuji berbentuk normal/simetris/Gauss, maka proses pengujian dapat digunakan dengan pendekatan uji 27

statistik parametrik. Sedangkan bila distribusi data populasinya tidak normal atau tidak diketahui distribusinya maka dapat digunakan pendekatan uji statistik non parametrik. Kenormalan suatu distribusi data dapat juga dilihat dari jenis variabelnya, bila variabelnya berjenis numerik/kuantitatif biasanya distribusi datanya mendekati normal/simetris, sehingga dapat digunakan uji statistik parametrik. Bila jenis variabelnya katagorik (kualitatif), maka bentuk distribusinya tidak normal, sehingga uji non parametrik dapat digunakan. Penentuan jenis uji juga ditentukan oleh jumlah data yang dianalisis, bila jumlah data kecil ( , maka keputusannya adalah Ho gagal ditolak

29

Perlu diketahui bahwa nilai p two tail adalah 2 kali nilai p one tail berarti kalau tabel yang digunakan adalah tabel one tail sedangkan uji statistik yang dilakukan adalah two tail maka nilai p dari tabel harus dikalikan 2. dengan demikian dapat disederhanakan dengan rumus : nilai p two tail = 2 x nilai p one tail. Pendekatan probabilistik ini sekarang sudah mulai digunakan oleh para ahli statistik dalam pengambilan keputusan uji statistik. Pada modul ini dalam memutuskan uji statistik menggunakan pendekatan ini. Pengertian Nilai P Nilai p merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang salah menolak Ho dari data penelitian. Nilai P dapat diartikan pula sebagai nilai besarnya peluang hasil penelitian (misal adanya perbedaan mean atau proporsi) terjadi karena faktor kebetulan (by chance). Harapan kita nilai p adalah sekecil mungkin, sebab bila nilai p-nya kecil maka kita yakin bahwa adanya perbedaan pada hasil penelitian menunjukkan pula adanya perbedaan di populasi. Dengan kata lain kalau nilai p-nya kecil maka perbedaan yang ada pada penelitian terjadi bukan karena faktor kebetulan (by chance). Contoh: Suatu penelitian ingin mengetahui hubungan riwayat hipertensi ibu hamil dengan berat badan bayi yang dikandungnya. Hasil penelitian melaporkan bahwa rata-rata berat badan bayi dari ibu hipertensi 200 gram, sedangkan rata-rata berat badan bayi yang lahir dari ibu yang tidak hipertensi adalah 3000 gram. Perbedaan berat bayi antara ibu yang hipertensi dengan ibu yang tidak hipertensi sebesar 100 gram. Pertanyaan yang timbul adalah apakah perbedaan berat badan bayi tersebut juga berlaku untuk seluruh populasi yang diteliti atau hanya faktor kebetulan saja?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kemudian dilakukan uji statistik yang tepat yaitu uji t. Miisalnya dihasilkan nilai p = 0,0110 maka berarti peluang adanya perbedaan berat bayi sebesar 1000 gram akibat dari faktor kebetulan (by chance) adalah sebesar 0,0110. oleh karena peluangnya sangat kecil (p=0,0110), maka dapat diartikan bahwa adanya perbedaan tersebut bukan karena faktor kebetulan namun karena memang karena adanya riwayat hipetensi.

30

Berikut adalah berbagai uji statistik yang dapat digunakan untuk analisis bivariat Variabel I Katagorik Katagorik Numerik Variabel II Katagorik Numerik Numerik Jenis uji statistik yang digunakan - Kai kuadrat - Fisher Exact - Uji T - ANOVA - Korelasi - Regresi

31

ANALISIS BIVARIAT HUBUNGAN KATAGORIK DENGAN NUMERIK Uji tDi bidang kesehatan sering kali kita harus menarik kesimpulan apakah parameter dua populasi berbeda atau tidak. Misalnya, apakah ada perbedaan tekanan darah penduduk dewasa orang kota dengan orang desa. Atau, apakah ada perbedaan berat badan antar sebelum mengikuti program diet dengan sesudahnya. Uji statistik yang membandingkan mean dua kelompok data ini disebut uji beda dua mean. Pendekatan ujinya dapat menggunakan pendekatan distribusi Z dan distribusi t , sehingga pada uji beda dua mean bisa menggunakan uji Z atau uji t, namun lebih sering digunakan uji t. Sebelum kita melakukan uji statistik dua kelompok data, kita perlu mengetahui apakah dua kelompok data tersebut berasal dari dua kelompok yang independen atau berasal dari dua kelompok yang dependen/pasangan. Dikatakan kelompok independen bila data kelompok yang satu tidak tergantung dari kelopok kedua, misalnya membandingkan mean tekanan darah sistolik orang desa dengan orang kota. Tekanan darah orang kota independen (tidak tergantung) dengan orang desa. Dilain pihak, kedua kelompok data dikatakan dependen/pasangan bila kelompok data yang dibandingkan datanya saling mempunyai ketergantungan, misalnya data berat badan sebelum dan sesudah mengikuti program diet berasal dari orang yang sama (data sesudah dependen/tergantung dengan data sebelum). Berdasarkan karakteristik data tersebut maka uji beda dua mean dibagi dalam dua kelompok, yaitu: uji beda mean independen (uji T independen) dan uji beda mean dependen (uji T dependen). 1. Uji beda dua mean independen

Tujuan: untuk mengetahui perbedaan mean dua dua kelompok data independen, syarat yang harus dipenuhi: a. b. Data berdistribusi normal/simetris. Kedua kelompok data independen. 32

c.

Variabel yang dihubungkan berbentuk numerik dan katagorik (ket: variabel katagorik hanya dengan dua kelompok).

Prinsip pengujian dua mean dua mean adalah melihat perbedaan variasi kedua kelompok data. Oleh karena itu dalam pengujian ini diperlukan informasi apakah varian kedua kelompok yang diuji sama atau tidak. Bentuk varian kedua kelompok data akan berpengaruh pada nilai standar error yang akhirnya akan membedakan rumus pengujiannya. a. Uji untuk varian sama Uji beda dua mean dapat dilakukan dengan menggunakan uji Z atau uji T. Uji Z dapat digunakan bila standar deviasi populasi () diketahui dan jumlah sampel besar (>30). Apabila kedua syarat tersebut tidak terpenuhi maka dilakukan uji . pada umumnya nilai sulit diketahui, sehingga uji beda dua mean biasanya menggunakan uji T (T Test). Untuk varian yang sama maka bentuk ujinya sbb: X1 X2 T= Sp (1/n1) + (1/n2)

(n1 - 1)S12 + (n2 - 1) S22 Sp2 = n1 - n2 - 2

df = n1 n2 - 2 Ket : n1 atau n2 = jumlah sampel kelompok 1 atau 2 S1 atau S2 = standar deviasi sampel kelompok 1 atau 2 b. Uji untuk varian berbeda X1 X2 T= (S12/n1) + (S22/n2) [(S12/n1) + (S22/n2)]2 df = [(S12/n1)2/(n1-1)] + [(S22/n2)2/(n2-1)] 33

c.

Uji homogenitas varian Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui varian antara kelompok data satu apakah sama dengan kelompok data yang kedua. S12 F= S22 df1 = n1-1 dan df2 = n2-1 Pada perhitungan uji F, varian yang lebih besar sebagai pembilang dan varian yang lebih kecil sebagai penyebut.

2.

Uji beda dua mean dependen (Paired sample)

Tujuan : Untuk menguji perbedaan mean anatara dua kelompok data yang dependen. Contoh kasus: o o Apakah ada perbedaan tingkat pengetahuan antara sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan. Apakah ada perbedaan berat badan antara sebelum dan sesudah mengikuti program diet. Syarat : a. b. c. Formula : d T= S_d / d n Distribusi data normal Kedua kelompok data dependen/pair Jenis variabel: numerik dan katagorik (dua kelompok)

= rata-rata deviasi/selisih sampel 1 dengan sampel 2

34

S_d = standar deviasi dari deviasi/selisih sampel sampel 1 dan sampel 2 KASUS: UJI t INDEPENDEN DAN UJI t DEPENDEN 1. Uji t independen Sebagai contoh kita gunakan data ASI.SAV dengan melakukan uji hubungan perilaku menyusui dengan kadar Hb (misal digunakan variabel Hb1), apakah ada perbedaan kadar Hb antara ibu yang menyusui eksklusif dengan ibu yang menyusuinya tidak eksklusif, caranya: 1. 2. Aktifkan/bukalah file data ASI.SAV Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih sub menu Compare Means, lalu pilih Independen-Samples T Test 3. Pada layar tampak kotak yang di dalamnya ada kotak Test variable (s)I dan Grouping Variable. Ket: kotak test varibles tempat memasukkan variable numeriknya, sedangkan kotak grouping variable untuk memasukkan variabel katagoriknya, ingat jangan sampai terbalik. 4. 5. Klik hb1 dan msukkan ke kotak Test variable Klik variabel eksklu dan masukkan ke kotak Grouping Variable.

6.

Klik Define Group, kemudian di layar nampak kotak isian. Anda diminta mengisi kode variabel menyusui ke dalam kedua kotak. Pada contoh ini, kita tahu

35

bahwa 0 kode untuk yang tidak eksklusif dan kode 1 untuk Yang eksklusif. Jadi ketiklah 0 pada Group 1 dan 1 pada Group 2

7. 8.

Klik Continue Klik OK untuk menjalankan prosedur perintahnya, dan hasilnya sbb:

T-TestGroup Statistics Std. Error status menyusui asi kadar hb pengukuran tdk EKSKLUSIVE pertama EKSKLUSIVE N 24 26 Mean 10.421 10.277 Std. Deviation 1.4712 1.3228 Mean .3003 .2594

Independent Samples TestLevene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper

Sig. F kadar hb Equal pengukur variances an assumed pertama Equal variances not assumed t

df

Sig. (2-taile d)

Mean Differen ce

Std. Error Differe nce

.072

.790

-.364

48

.717

-.1439

.3951

-.9384

.6505

-.363

46.4

.719

-.1439

.3968

-.9425

.6547

Pada tampilan di atas dapat dilihat nilai rata-rata, standar deviasi dan standar error kadar Hb ibu untuk masing-masing kelompok. Rata-rata kadar Hb ibu yang menyusui

36

ekslusif adalah 10,277 gr% dengan standar deviasi 1,322 gr%, sedangkan untuk ibu yang menyusui non eksklusif, rata-rata kadar Hb-nya adalah 10,421 gr% dengan standar deviasi 1,471 gr%. Hasil uji T dapat dilihat pada tabel bawah, SPSS akan menampilkan dua uji T, yaitu uji T dengan asumsi varian kedua kelompok sama (equal variances assumed) dan uji T dengan asumsi varian kedua kelompok tidak sama ( equal variances not assumed). Untuk, memilih uji mana yang kita pakai, dapat dilihat uji kesamaan varian melalui uji Levene. Lihat nilai p Levene test, nilai p < alpha (0,05) maka varian berbeda dan bila nilai p > alpha (0,05) maka varian sama (equal). Pada uji Levene di atas menghasilkan nilai p = 0,790 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha 5%, didapat tidak ada perbedaan varian (varian kedua kelompok sama). Selanjutnya dicari p value uji t pada bagian varian sama (equal variances) di kolom sig (2 tailed) ,yaitu sebesar p=0,717 artinya tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata kadar Hb antara ibu yang menyusui eksklusif dengan ibu yang menyusui non eksklusif. Penyajian dan Interpretasi di laporan penelitian: Seperti pada analisis deskriptif, print out di atas tidak boleh langsung di copy dan disajikan di laporan penelitian. Pada laporan penelitian kita harus membuat tabel baru untuk menyajikan hasil print out analisis di atas. Adapun bentuk penyajian dan interpretasinya adalah sbb: Tabel Distribusi Rata-Rata Kadar Hb Responden Menurut Perilaku Menyusui di..th.. Menyusui Ya Eksklusif Tdk Eksklusif Mean 10,277 10,421 SD 1,322 1,471 SE 0,259 0,300 P value 0,717 N 26 24

Rata-rata kadar Hb ibu yang menyusui eksklusif adalah 10,277 gr% dengan standar deviasi 1,322 gr%, sedangkan untuk ibu yang menyusui non eksklusif rata-rata kadar Hbnya adalah 10,421 gr% dengan standar deviasi 1,471 gr%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,717, berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata kadar Hb antara ibu yang menyusui secara eksklusif dengan non eksklusif. 37

2.

Uji T Dependen Uji T dependen seringkali disebut uji T Paired/Related atau pasangan. Uji T

dependen sering digunakan pada analisis data penelitian eksperimen. Seperti sudah dijelaskan di depan bahwa disebut kedua sampel bersifat dependen kalau kedua kelompok sampel yang dibandingkan mempunyai subyek yang sama. Dengan kata lain disebut dependen bila responden diukur dua kali/diteliti dua kali, sering orang mengatakan penelitian pre dan post. Misalnya kita ingin membandingkan berat badan antara sebelum dan sesudah mengikuti program diet. Untuk contoh ini akan dilakukan uji beda rata-rata kadar Hb antara kadar Hb pengukuran pertama dengan kadar Hb pengukuran kedua, ingin diketahui apakah ada perbedaan kadar Hb antara pengukuran pertama dengan pengukuran kedua. Disini terlihat sampelnya dependen karena orangnya sama diukur dua kali. Adapun langkahnya: 1. 2. Pastikan anda berada di file ASI.SAV, jika belum aktifkan/bukalah file ini. Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih sub menu Compare Means, lalu pilih Paired-Samples T Test

3. 4. 5. 6.

Klik hb1 Klik hb2 Klik tanda panah sehingga kedua variabel masuk kotak sebelah kanan Klik OK hasilnya tampak sbb:

38

T-Test Paired Samples Statistics Mean Pair 1 kadar hb pengukuran pertama kadar hb pengukuran kedua Paired Samples Correlations N Pair 1 Kadar hb pengukuran pertama & kadar hb pengukuran kedua 50 Correlation .707 Sig. .000 10.860 50 1.0558 .1493 10.346 N 50 Std. Deviation 1.3835 Std. Error Mean .1957

Paired Samples TestPaired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Std. Difference Deviati Error on Mean Lower Upper Sig. (2taile d)

Mean Pair 1 kadar hb pengukuran pertama - kadar hb pengukuran kedua

df t

-.5140

.9821

.1389

-.7931

-.2349 -3.701

49

.001

Pada tabel pertama terlihat statistik deskriptif berupa rata-rata dan standar deviasi kadar Hb antara pengukuran pertama dan pengukuran kedua. Rata-rata kadar Hb pada pengukuran pertama (hb1) adalah 10,346 gr% dengan standar deviasi 1,38 gr%. Pada pengukuran kedua (hb2) didapat rata-rata kadar Hb adalah 10,860 gr% dengan standar deviasi 1,05 gr%. Uji T berpasangan dilaporkan pada tabel kedua, terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua adalah 0,514 dengan standar deviasi 0,982. perbedaan ini diuji dengan uji T berpasangan menghasilkan nilai p yang dapat dilihat

39

pada kolom Sig (2-tailed). Pada contoh di atas didapatkan nilai p=0,001, maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan kadar hb antara pengukuran pertama dengan pengukuran kedua. Penyajian dan Interpretasi di laporan penelitian: Dari hasil yang didapat di atas kemudian angka-angka disusun dalam tabel yang disajikan dalam laporan penelitian. Bentuk penyajian dan interpretasinya sbb: Tabel Distribusi Rata-Rata Kadar Hb Responden Menurut Pengukuran pertama dan Kedua di . Th Variabel Kadar Hb Pengukuran I Pengukuran II Mean 10,346 10,860 SD 1,38 1,05 SE 0,19 0,14 P value 0,001 N 50

Rata-rata kadar Hb pada pengukuran pertama adalah 10,346 gr% dengan standar deviasi 1,38 gr%. Pada pengukuran kedua didapat rata-rata kadar Hb adalah 10,860 gr% dengan standar deviasi 1,05 gr%. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan kedua adalah 0,514 dengan standar deviasi 0,982. hasil uji statistik didapatkan nilai 0,001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kadar Hb pengukuran pertama dan kedua.

40

ANALISIS HUBUNGAN KATEGORIK DENGAN NUMERIKUJI ANOVAPada bab terdahulu telah dijelaskan uji beda mean dua kelompok data baik yang independen maupun dependen. Namun seringkali kita jumpai jumlah kelompok yang lebih dari dua, misalnya ingin mengetahui perbedaan mean berat badan bayi untuk daerah Bekasi, Bogor dan Tangerang. Dalam menganalisis data seperti ini (> 2 kelompok) sangat tidak dianjurkan menggunakan uji T. kelemahan menggunakan uji T adalah; pertama kita melakukan uji berulang kali sesuai kombinasi yang mungkin, kedua, bila melakukan uji T berulang kali akan meningkatkan (inflasi) nilai , artinya akan meningkatkan peluang hasil yang keliru. Perubahan inflasi sebesar = 1 (1-)n Untuk mengatasi masalah tersebut maka uji statistik yang dianjurkan (uji yang tepat) dalam menganalisis beda lebih dari dua mean adalah uji ANOVA atau uji F. Prinsip uji ANOVA adalah melakukan telaah variabilitas data menjadi dua sumber variasi yaitu variasi dalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between). Bila variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian sama dengan 1) maka mean-mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan, sebaliknya bila hasil perbandingan tersebut menghasilkan lebih dari 1, maka mean yang dibandingkan menunjuk ada perbedaan. Analisis varian (ANOVA) mempunyai dua jenis analisi varian satu faktor (one way) dan analisis faktor (two way). Pada bab ini hanya akan dibahas analisis varian satu faktor (one way). Beberapa asumsi yang harus dipenuhi pada uji ANOVA adalah: 1. 2. 3. Varian homogen Sampel/kelompok independen Data berdistribusi normal

41

4.

Jenis data yang dihubungkan adalah : Numerik dengan katagori (untuk katagori yang lebih dari 2 kelompok.

Perhitungan uji ANOVA Sb2 F= Sw2

df = k-1 untuk pembilang n-k untuk penyebut

(n1-1)S12 + (n2-1)S22 + ..+ (nk-1)Sk2 Sw2 = N-k n1(X1-X)2 + n2(X2-X)2 + + nk(Xk-X)2 Sb2 = k-1 n1.X1 + n2.X2 + . + nk.Xk X= N Ket N = jumlah seluruh data (n1 + n2 + .. + nk) Analisis Multi Comparison (POSTHOC TEST) Analisis ini bertujuam untuk mengetahui lebih lanjut kelompok mana saja yang berbeda mean-nya bilamana pada pengujian ANOVA dihasilkan ada perbedaan yang bermakna (Ho ditolak). Ada berbagai jenis analisis multiple comparasion diantaranya adalah Bonferroni, Honestly Significant different (HSD), Scheffe dan lain-lain. Pada modul ini yang akan dibahas adalah metode Bonferroni. Perhitungan Bonfrroni adalah sbb: Xi - Xj tij = Sw2[(1/ni) +(1/nj)]

42

df = n k Dengan level of significance () sbb: * = (k2)

Kasus: UJI ANOVAPada contoh ini aka dicoba dihubungkan antara tingkat pendidikan dengan berat badan bayi. Variabel pendidikan merupakan variabel katagorik dengan 4 katagori. Variabel berat bayi berbentuk numerik sehingga uji yang digunakan ANOVA. Adapun caranya sbb: 1. 2. Aktifkan/bukalah file data ASI.SAV Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian pilih sub menu Compare Means, lalu pilih One-Way ANOVA sesaat akan muncul menu One Way ANOVA 3. Dari menu One way ANOVA, terlihat bahwa kotak Dependent List dan kotak Factor perlu diisi variabel. Kotak dependent diisi variabel numerik dan kotak factor diisi variabel katagoriknya. Pada contoh ini berarti pada kotak Dependen diisi variabel bbbayi pada kotak Factor diisi variabel Didik.

4.

Klik tombol Options tandai dengan pada kotak Descriptive

43

5.

Klik Continue

6.

Klik tombol Post Hoc, tandai dengan pada kotak Bonferroni

7. 8.

Klik Continue Klik OK

44

OnewayDescriptives berat badan bayi95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Minim um

Maxim um

SD SMP SMU PT Total

10 11 16 13 50

2470.0 0 2727.2 7 3431.2 5 3761.5 4 3170.0 0

249.666 241.209 270.108 386.304 584.232

78.951 72.727 67.527 107.14 1 82.623

2291.40 2565.23 3287.32 3528.10 3003.96

2648.60 2889.32 3575.18 3994.98 3336.04

2100 2100 3000 3000 2100

2900 3000 4000 4100 4100

Test of Homogeneity of Variances berat badan bayi Levene Statistic 2.506 df1 3 df2 46 ANOVA berat badan bayi Sum of Between Groups Within Groups Total Squares 12697038 4027962 16725000 df 3 46 49 Mean Square 4232345.86 2 87564.400 F 48.334 Sig. .000 Sig. .071

45

46

Post Hoc TestsMultiple Comparisons Dependent Variable: berat badan bayi Bonferroni(I) pendidika n formal ibu (J) pendidikan formal ibu menyusui 95% Confidence Interval Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

SD SMP SMU PT

SMP SMU PT SD SMU PT SD SMP PT SD SMP SMU

-257.273 -961.250* -1291.538* 257.273 -703.977* -1034.266* 961.250* -703.977* -330.288* 1291.538* 1034.266* 330.288*

129.294 119.286 124.468 129.294 115.902 121.228 119.286 115.902 110.492 124.468 121.228 110.492

.315 .000 .000 .315 .000 .000 .000 .000 .027 .000 .000 .027

-613.76 -1290.14 -1634.72 -99.21 -1023.54 -1368.51 632.36 384.42 -634.93 948.36 700.02 25.64

99.21 -632.36 -948.36 613.76 -384.42 -700.02 1290.14 1023.54 -25.64 1634.72 1368.51 634.93

*. The mean difference is significant at the .05 level.

Dari print out ini diperoleh rata-rata berat bayi dan standar deviasi masing-masing kelompok. Rata-rata berat bayi pada mereka yang berpendidikan SD adalah 2470,0 gram dengan standar deviasi 249,6 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMP rata-rata berat bayinya adalah 2727,2 gram dengan standar deviasi 241,2 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMU rata-rata berat bayinya adalah 3431,2 gram dengan standar deviasi 270,1 gram. Pada mereka yang berpendidikan PT rata-rata berat bayinya adalah 3761,5 gram dengan standar deviasi 386,3 gram. Pada hasil di atas nilai p uji ANOVA dapat diketahui pada kolom F dan Sig, terlihat p=0,000 (kalau desimalnya 0, maka penulisannnya menjadi p=0,0005), berarti pada alpha 5%, dapat disimpulkan ada perbedaan berat bayi diantara keempat jenjang pendidikan. Pada Box paling bawah terlihat hasil dari uji Multiple Comparisons Bonferroni yang berguna untuk menelusuri lebih lanjut kelompok mana saja yang berhubungan signifikan. Untuk mengetahui kelompok yang signifikan dapat terlihat dari kolom Sig. Ternyata

47

kelompok signifikan adalah tingkat pendidikan SD dengan SMU, SD dengan PT, SMP dengan SMU, SMP dengan PT dan SMU dengan PT.

Penyajian dan Interpretasi di laporan PenelitianTabel Distribusi Rata-Rata berat Bayi Menurut Tingkat pendidikan Variabel Pendidikan - SD - SMP - SMU - PT Mean 2470,0 2727,2 3431,2 3761,5 SD 249,6 241,2 270,1 386,3 95% CI 2291,4 2648,6 3565,2 2889,3 3287,3 3575,1 3528,1 3994,9 P value 0,0005

Rata-rata berat bayi pada mereka yang berpendidikan SD adalah 2470,0 gram dengan standar deviasi 249,6 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMP rata-rata berat bayinya adalah 2727,20 gram dengan standar deviasi 241,2 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMU rata-rata berat bayinya adalah 3431,2 gram dengan standar deviasi 270,1 gram. Pada mereka yang berpendidikan PT rata-rata berat bayinya adalah 3761,5 gram dengan standar deviasi 386,3 gram. Hasil uji statistik didapat niali p=0,0005, berarti pada alpha 5% dapat disimpulkan ada perbedaan berat bayi diantara keempat jenjang pendidikan. Analisis lebih lanjut membuktikan bahwa kelompok yang berbeda signifikan adalah tingkat pendidikan SD dengan SMU, SD dengan PT, SMP dengan SMU,SMP dengan PT dan SMU dengan PT.

48

ANALISIS HUBUNGAN KATAGORIK DENGAN KATAGORIKUJI KAI KUADRATSeringkali dalam suatu penelitian, kita menemui data yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka pengukuran (data numerik). Sebaliknya justru yang kita jumpai adalah data hasil dari menghitung jumlah pengamatan yang diklasifikasikan atas beberapa katagori. Data seperti ini disebut data katagorik (kualitatif), misalnya jenis kelamin yang mempunyai katagori: laki-laki dan perempuan; status merokok yang mempunyai katagori; perokok berat, perokok ringan dan tidak merokok. Dalam penelitian kesehatan seringkali peneliti perlu melakukan analisis hubungan variabel katagorik dengan variabel katagorik. Analisis ii bertujuan untuk menguji perbedaan proporsi dua atau lebih kelompok sampel. Uji statistik yang digunakan untuk menjawab kasus tersbut adalah UJI KAI KUADRAT (CHI SQUARE). Misalnya ingin diketahui hubungan jenis pekerjaan dengan perilaku menyusui ibu, apakah ada perbedaan proporsi kejadian menyusui eksklusif antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Dari contoh terlihat bahwa variabel jenis pekerjaan (bekerja/tidak bekerja) merupakan variabel katagorik, dan variabel perilaku menyusui (eksklusif/non eksklusif) juga merupakan variabel katagorik. Sebelum berlanjut lebih dalam tentang kai kuadrat terlebih dahulu kita pahami dengan benar apa itu variabel katagorik. Suatu variabel disebut katagorik bila isi variabel tersebut terbentuk dari hasil klasifikasi/penggolongan, misalnya variabel sex, jenis pekerjaan, golongan darah, pendidikan. Di lain pihak variabel numerik (misalnya berat badan, umur dll) dapat masuk/dapat menjadi variabel katagorik bila variabel tersebut sudah mengalami pengelompokan. Misalkan kita ambil satu contoh variabel berat badan, berat badan bila nilainyamasih riil (50 kg, 63 kg dst) maka masih termasuk variabel numerik, namun bila sudah dilakukan pengelompokan menjadi ( 60 (gemuk) maka variabel tersebut sudah berjenis katagorik.

49

1.

Tujuan Uji kai Kuadrat Tujuan dari digunakannya uji kai kuadrat adalah untuk untuk menguji perbedaan

proporsi/persentase antara beberapa kelompok data. Dilihat dari segi datanya uji kai kuadrat dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel katagorik dengan variabel katagorik. Contoh pertanyaan penelitian untuk kasus yang dapat dipecahkan oleh uji kai kuadrat misalnya: a. Apakah ada perbedaan kejadian hipertensi antara wanita dan pria. Kasus ii berarti akan menguji hubungan variabel hipertensi (katagori dengan klasifikasi ya dan tidak) dengan variabel jenis kelamin (katagori dengan klasisfikasi wanita dan pria) b. Apakah ada perbedaan kejadian anemia antara ibu yang kondisi soseknya tinggi, sedang dan rendah. Pada kasus ini akan menguji hubungan variabel anemia katagori dengan klasifikasi ya dan tidak) dengan variabel Sosek (katagori dengan klasifikasi rendah, sedang dan tinggi). 2. Prinsip dasar Uji Kai Kuadrat Proses pengujian kai kuadrat adalah membandingkan frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi harapan (ekspektasi). Bila nilai frekuensi observasi dengan nilai frekuensi harapan sama, maka dikatakan tidak ada perbedaan yang bermakna (signifikan). Sebaliknya, bila niali frekuensi observasi dan nilai frekuensi harapan berbeda, maka dikatakan ada perbedaan yang bermakna (signifikan). Pembuktian dengan uji kai kuadrat dengan menggunakan formula: (O E)2 X = E2

df = (k-1)(n-1) ket : O = nilai observasi E = nilai ekspektasi (harapan) k = jumlah kolom b = jumlah baris

50

Untuk mempermudah analisis kai kuadrat, nilai data kedua variabel disajikan dalam bentuk tabel silang: Variabel 2 Jumlah Tinggi Rendah Ya a b a+b Tidak c d c+d Jumlah a+c b+d n a, b, c, d merupakan nilai observasi, sedangkan niali ekspektasi (harapan) masing-masing sel dicari dengan rumus: Total barisnya X total kolomnya E= Jumlah keseluruhan data Variabel 1

misalkan untuk mencari nilai ekspektasi (E) untuk sel a adalah: Ea = (a+b) x (a+c) n Untuk Eb, Ec dan Ed dapat dicari dengan cara yang sama. Khususnya untuk tabel 2x2, dapat mencari nilai X2 dengan menggunakan rumus: N (ad-bc)2 X2 = (a+c)(b+d)(a+b)(c+d) Uji kai kuadrat sangat baik untuk tabel dengan derajat kebebasan (df) yang besar. Sedangkan khusus untuk tabel 2 x 2 (df-nya adalah 1) sebaiknya digunakan uji kai kuadrat yang sudah dikoreksi (Yate Corrected atau Yates Correction). Formula kai kuadrat Yates Correction adalah sbb: (|O E| - 0,5)2 X2 = E Atau N {|ad-bc|2 (N/2)]2 X = (a+c)(b+d)(a+b)(c+d) 512

3.

Keterbatasan Kai Kuadrat Seperti kita ketahui, uji kai kuadrat menuntut frekuensi harapan/ekspektasi (E)

dalam masing-masing sel tidak boleh terlampau kecil. Jika frekuensi sangat kecil, penggunaan uji ini mungkin kurang tepat. Oleh karena itu dalam penggunaan kai kuadrat harus memperhatikan keterbatasanketerbatasan uji ini. Adapun keterbatasan uji kai kuadrat adalah sbb: a. b. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 1. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5, lebih dari 20% dari jumlah sel. Jika keterbatasan tersebut terjadi pada saat uji kai kuadrat, peneliti harus menggabungkan katagori-katagori yang berdekatan dalam rangka memperbesar frekuensi harapan dari sel-sel tersebut (penggabungan ini dapat dilakukan untuk analisis tabel silang lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 4 dsb). Penggabungan ini tentunya diharapkan tidak sampai membuat datanya kehilangan makna. Andai saja keterbatasan tersebut terjadi pada tabel 2 x 2 (ini berarti tidak bisa menggabung katagori-katagorinya lagi), maka dianjurkan menggunakan uji Fishers Exact. ODDS RATIO (OR) dan RISIKO RELATIF (RR) Hasil uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada tidaknya perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain kita hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya hubungan du variabel katagorik. Dengan demikian uji Chi Square tidak dapat menjelaskan derajat hubungan, dalam hal ini uji Chi Square tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki risiko lebih besar disbanding kelompok lain. Dalam bidang kesehatan untuk mengetahui derajat hubungan, dikenal ukuran Risiko Relatif (RR) dan Odds Rasio (OR). Risiko relatif membandingkan risiko pada kelompok terekspose dengan kelompok tidak terekspose. Sedangkan Odds Rasio membandingkan Odds pada kelompok ter-ekspose dengan Odds kelompok tidak ter-

52

eksp[ose. Ukuuran RR pada umumnya digunakan pada disain Kohort, sedangkan ukuran OR biasanya digunakan pada desain kasus kontrol atau ptong lintang (Cross Sectional). Pengkodean Variabel : Perlu diketahui bahwa dalam mengeluarkan nilai OR dan RR harus hati hati jangan sampai terjadi kesalahan pengkodean. Pemberian kode harus ada konsistensi antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk variabel independen, kelompok yang berisiko/expose diberi kode tinggi (kode 1) dan kode rendah (kode 0)untuk kelompok yang tidak berisiko/non expose. Pada variabel dependennya, kode tinggi (kode 1) untuk kelompok kasus atau kelompok yang menjadi fokus pembahasan penelitian dan kode rendah (kode 0) untuk kelompok non kasus atau yang bukan menjadi fokus penelitian. Sebagai contoh data di atas pengkodeannya adalah sbb: Ibu tidak bekerja diberi kode 1 dan bekerja kode 0 dan ibu yang menyusui secara eksklusif diberi kode 1 dan non eksklusif diberi kode 0. Sebetulnya bisa juga kodenya dibalik, tapi harus konsisten, misalnya kodenya: tidak bekerja =0, bekerja =1 dan eksklusive =0, tdk eksklusive =1. Tabel Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Pengetahuan Pendidikan SD SMP SMU PT Jumlah N 25 16 10 5 56 Rendah % 50,0 40,0 33,3 20,0 38,7 n 25 24 20 20 89 Tinggi % 50,0 60,0 66,7 80,0 61,3 n 50 40 30 25 145 Total % 34,4 27,6 20,7 17,3 100,0

Pembuatan persentase pada analisis tabel silang harus diperhatikan agar tidak salah dalam menginterpretasi. Pada jenis penelitian survei/Cross sectional atau Kohort, pembuatan persentasenya berdasarkan nilai variabel independen. Contoh di atas jenis penelitiannya Cross Sectional, variabel pendidikan sebagai variabel independen dan pengetahuan sebagai variabel dependen. Dapat dilihat di tabel persentasenya berdasarkan 53

masing-masing kelompok tingkat pendidikan (persentase baris). Contoh di atas dapat di interpretasikan sbb: Dari 50 pasien yang berpendidikan SD, ada sebanyak 25 (50,0%) pasien mempunyai pengetahuan tinggi. Dari 40 pasien yang berpendidikan SMP, ada sebanyak 24 (60,0%) yang berpengetahuan tinggi. Dari 30 pasien yang berpendidikan SMU ada sebanyak 20 (66,7%) yang berpengetahuan tinggi. Dan dari 25 pasien yang berpendidikan PT, ada sebanyak 20 (80,0%) yang berpengetahuan tinggi. Dari data ini terlihat ada kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin tinggi tingkat pengetahuannya. Pada penelitian yang berjenis kasus kontrol (Case Control) pembuatan persentasenya berdasarkan variabel dependennya, misalkan terlihat pada tabel berikut: Tabel Distribusi Responden Menurut Kasus kanker paru dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah Interpretasinya: Dari mereka yang menderita kanker paru, ada sebanyak 75 (75%) responden berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan pada kelompok yang tidak menderita kanker paru, ada sebanyak (30%) responden yang berjenis kelamin laki-laki. N 75 25 100 Kasus Kanker Paru Kontrol % n 75,0 30 25,0 50,0 70 100 Total % 30,0 70,0 50,0 n 105 95 200 % 52,5 47,5 100,0

54

KASUS : UJI KAI KUADRATSuatu penelitian ingin mengetahui hubngan pekerjaan dengan perilaku menyusui. Variabel pekerjaan berisi dua nilai yaitu tidak bekerja dan bekerja, dan variabel menyusui berisi dua nilai yaitu eksklusif dan non eksklusif. Untuk mengerjakan soal ini gunakan data Susu. SAV. Adapun prosedur di SPSS sbb: 1. 2. 3. Pastikan anda berada pada data editor ASI.SAV Dari menu SPSS, klik Analyze, kemudian pilih Descriptive statistic, lalu pilih Crosstab, sesaat akan muncul menu Crosstabs Dari menu crosstab, ada dua kotak yang harus diisi, pada kotak Row(s) diisi variabel independen (variabel bebas), dalam contoh ini variabel pekerjaan masuk ke kotak Row(s). 4. pada kotak Column(s) diisi variabel dependennya, dalam contoh ini variabel perilaku menyusui masuk ke kotak Column(s).

55

5.

Klik option Statistics.., klik pilihan Chi Square dan klik pilihan Risk

6. 7.

Klik Continue Klik option Cells, bawa bagian Percentages dan klik Row

8. 9.

Klik Continue Klik OK hasilnya tampak sbb:

56

Crosstabsstatus pekerjaan ibu * status menyusui asi Crosstabulationstatus menyusui asi Total status pekerjaan ibu KERJA Count % within status pekerjaan ibu Count % within status pekerjaan ibu Count % within status pekerjaan ibu tdk EKSKLUSIVE 17 68.0% 7 28.0% 24 48.0% EKSKLUSIVE 8 32.0% 18 72.0% 26 52.0% 25 100.0% 25 100.0% 50 100.0%

tidak kerja

Total

Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a. b. 00. 8.013b 6.490 8.244 7.853 50 df 1 1 1 1 Asymp. Sig. (2-sided) .005 .011 .004 .005 Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

.010

.005

Computed only for a 2x2 table 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.

57

Risk Estimate Value Odds Ratio for status pekerjaan ibu (TIDAK KERJA / KERJA) For cohort status menyusui asi = YA EKSKLUSIVE For cohort status menyusui asi = TIDAK EKSKLUS N of Valid Cases 5.464 2.250 .412 50 95% Confidence Interval Lower Upper 1.627 1.209 .208 18.357 4.189 .816

Pada hasil di atas tertampil tabel silang antara pekerjaan dengan pola menyusui, dengan angka di masing-masing selnya. Angka yang paling atas adalah jumlah kasus masing-masing sel, angka kedua adalah persentase menurut baris (data yang kita analisis ASI.SAV, berasal dari penelitian Cross Sectional sehingga persen yang ditampilkan adalah persentase baris, namun bila jenis penelitiannya Case Control angka persentase yang digunakan adalah persentase kolom. Dari analisis data di atas maka interpretasinya: Ada sebanyak 18 (72,0%) ibu yang tidak bekerja menyusui bayi secara eksklusif. Sedangkan diantara ibu yang bekerja, ada 8 (32,0%) yang menyusui secara eksklusif. Hasil uji Chi Square dapat dilihat pada kotak Chi Square Test. Dari print out muncul dengan beberapa bentuk/angka sehingga menimbulkan pertanyaan, Angka yang mana yang kita pakai?, apakah Pearson, Continuity Correction, Likelihood atau Fisher? Aturan yang berlaku pada Chi Square adalah sbb: a. b. Bila pada 2 x 2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5, maka yang digunakan adalah Fishers Exact Test Bila tabel 2 x 2, dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai sebaiknya Continuity Correction (a) c. Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3 dsb, maka digunakan uji Pearson Chi Square

58

d.

Uji Likelihood Ratio dan Linear-by-Linear Assciation, biasanya digunakan untuk keperluan lebih spesifik, misalnya analisis stratifikasi pada bidang epidemiologi dan juga untuk mengetahui hubungan linier dua variable katagorik, sehingga kedua jenis ini jarang digunakan.

Untuk mengetahui adanya nilai E kurang dari 5, dapat dilihat pada footnote b dibawah kotak Chi-Square Test, dan tertulis diatas nilainya 0 cell (0 %) berarti pada tabel silang diatas tidak ditemukan ada nilai E < 5 Dengan demikian kita menggunakan uji Chi Square yang sudah dilakukan koreksi (Continuity Correction) dengan p value dapat dilihat pada kolom Asymp. Sig dan terlihat p valuenya = 0,011. berarti kesimpulannya ada perbedaan perilaku menyusui eksklusif antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa ada hubungan status pekerjaan dengan perilaku menyusui eksklusif. Uji Chi square hanya dapat digunakan untuk mengetahuiada/tidaknya hubungan dua variabel, sehingga uji ini tidak dapat untuk mengetahui derajat/kekuatan hubungan dua variabel. Untuk mengetahui besar/kekuatan hubungan banyak metodenya tergantung latar belakangdisiplin keilmuannya, misal untuk ilmu sosial dengan melihat koefisien Phi, koefisien Contingency dan cramers V. sedangkan untuk bidang kesehatan terutama kesehatan masyarakat digunakan nilai OR atau RR. Nilai OR digunakan untuk jenis penelitian Cross Sectional dan Case Control, sedangkan nilai RR digunakan bila jenis penelitiannya Kohort. Pada hasil di atas nilai OR terdapat pada baris Odds ratio yaitu 5,464 (95% CI: 1,627 18,357). Sedangkan nilai RR terlihat dari baris For Cohort yaitu bearnya 2,250 (95% CI: 1,209 4,189). Pada data ini berasal dari penelitian Cross Sectional maka kita dapat menginterpretasikan nialai OR=5,464 sbb: Ibu yang tidak bekerja mempunyai peluang 5,46 kali untuk menyusui eksklusif dibandingkan ibu yang bekerja.. Pada perintah Crosstab nilai OR akan keluar bila tabel silang 2 x 2, bila tabel silang lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 4 x 2 dsb, maka nilai OR dapat diperoleh dengan analisis regresi logistik sederhana dengan cara membuat Dummy variable

59

Penyajian dan Interpretasi di Laporan Penelitian:Tabel Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan dan Perilaku menyusui Jenis Pekerjaan Bekerja Tdk Bekerja Jumlah Menyusui Tdk Eksklusif Eksklusif n 17 7 26 % 68,0 28,0 52,0 n 8 18 24 % 32,0 72,0 48,0 n 25 25 50 Total % 100 100 100 OR (95% CI) 5,464 1,6 18,3 P value 0,011

Hasil analisis hubungan antara status pekerjaan dengan perilaku menyusui eksklusif diperoleh bahwa ada sebanyak 8 (32%) ibu yang bekerja menyusui bayi secara eksklusif. Sedangkan diantara ibu yang tidak bekerja, ada 18 (72,0%) yang menyusui secara eksklusif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,011 maka dapat disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian menyusui eksklusif antara ibu tidak bekerja dengan ibu yang bekerja (ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan perilaku menyusui). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=5,464, artinya ibu tidak bekerja mempunyai peluang 5,46 kali untuk menyusui eksklusif dibanding ibu yang bekerja.

60

ANALISIS HUBUNGAN NUMERIK DENGAN NUMERIKUJI KORELASI DAN REGRESI LINIER SEDERHANA Seringkali dalam suatu penelitian kita ingin mengetahui hubungan antara dua variabel yang berjenis numerik, misalnya huubungan berat badan dengan tekanan darah, hubungan umur dengan kadar Hb, dsb. Hubungan antara dua variabel numerik dapat dihasilkan dua jenis, yaitu derajat/keeratan hubungan, digunakan korelasi. Sedangkan bila ingin mengetahui bentuk hubungan antara dua variabel digunakan analisis regresi linier. 1. Korelasi Korelasi di samping dapat untuk mengetahui derajat/keeratan hubungan, korelasi dapat juga untuk mengetahui arah hubungan dua variabel numerik. Misalnya, apakah huubungan berat badan dan tekanan darah mempunyai derajat yang kuat atau lemah, dan juga apakah kedua variabel tersebut berpola positif atau negatif. Secara sederhana atau secara visual hubungan dua variabel dapat dilihat dari diagram tebar/pencar (Scatter Plot). Diagram tebar adalah grafik yang menunjukkan titiktitik perpotongan nilai data dari dua variabel (X dan Y). Pada umumnya dalam grafik, variabel independen (X) diletakkan pada garis horizontal sedangkan variabel dependen (Y) pada garis vertikal. Dari diagram tebar dapat diperoleh informasi tentang pola hubungan antara dua variabel X dan Y. selain memberi informasi pola hubungan dari kedua variabel diagram tebar juga dapat menggambarkan keeratan hubungan dari kedua variabel tersebut.

61

disimbolkan dengan r (huruf r kecil). Koefisien korelasi (r) dapat diperoleh dari formula berikut: N ( XY) (X Y) r= [NX2 (X)2] [NY (Y)2

Nilai korelasi (r) berkisar 0 s.d. 1 atau bila dengan disertai arahnya nilainya antara 1 s.d. +1. r = 0 tidak ada hubungan linier r = -1 hubungan linier negatif sempurna r = +1 hubungan linier positif sempurna Hubungan dua variabel dapat berpola positif maupun negatif. Hubungan positif terjadi bila kenaikan satu diikuti kenaikan variabel yang lain, misalnya semakin bertambah berat badannya (semakin gemuk) semakin tinggi tekanan darahnya. Sedangkan hubungan negatif dapat terjadi bila kenaikan satu variabel diikuti penurunan variabel yang lain, misalnya semakin bertambah umur (semakin tua) semakin rendah kadar Hb-nya. Menurut Colton, kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam 4 area, yaitu: r = 0,00 0,25 tidak ada hubungan/hubungan lemah r = 0,00 0,25 hubungan sedang r = 0,00 0,25 hubungan kuat r = 0,00 0,25 hubungan sangat kuat / sempurna 62

Uji Hipotesis Koefisien korelasi yang telah dihasilkan merupakan langkah pertama untuk menjelaskan derajat hubungan derajat hubungan linier anatara dua variabel. Selanjutnya perlu dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui apakah hubungan antara dua variabelteradi secara signifikan atau hanya karena faktor kebetulan dari random sample (by chance). Uji hipotesis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama: membandingkan nilai r hitung dengan r tabel, kedua: menggunakan pengujian dengan pendekatan distribusi t. Pada modul ini kita gunakan pendekatan distribusi t, dengan formula: n2 t=r df = n 2 n = jumlah sampel 2. Regresi Linier Sederhana Seperti sudah diuraikan di depan bahwa analisis hubungan dua variabel dapat digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan dua variabel, yaitu dengan analisis regresi. Analisis regresi merupakan suatu model matematis yang dapat digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan antar dua atau lebih variabel. Tujuan analisis regresi adalah untuk membuat perkiraan (prediksi) nilai suatu variabel (variabel dependen) melalui variabel yang lain (variabel independen). Sebagai contoh kita ingin menghuubungkan dua variabel numerik berat badan dan tekanan darah. Dalam kasus ini berarti berat badan sebagai variabel independen dan tekanan darah sebagai variabel dependen, sehingga dengan regresi kita dapat memperkirakan besarnya nilai tekanan darah bila diketahui data berat badan. 1 r2

63

Untuk melakukan prediksi digunakan persamaan garis yang dapat diperoleh dengan berbagai cara/metode. Salah satu cara yang sering digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square). Metode least square merupakan suatu metode pembuatan garis regresi dengan cara meminimalkan jumlah kuadrat jarak antara nilai Y yang teramati dan Y yang diramalkan oleh garis regresi itu. Secara matematis persamaan garis sbb: Y = a + bx Persamaan di atas merupakan model deterministik yang secara sempurna/tepat dapat digunakan hanya untuk peristiwa alam, misalnya hukum gravitasi bumi, yang ditemukan oleh Issac Newton adalah contoh model deterministik. Variabel kecepatan benda jatuh (variabel dependen) pada keadaan yang ideal adalah fungsi matematik sempurna (bebas dari kesalahan) dari variabel independen berat beda dan gaya gravitasi. Contoh lain misalnya hubungan antar suhu Fahrenheit dengan suhu Celcius dapat dibuat persamaan Y = 32 + 9/5X. variabel suhu Fahrenheit (Y) dapat dihitung/diprediksi secara sempurna/tepat (bebas kesalahan) bila suhu celsius (X) diketahui. Ketika berhadapan pada kondisis ilmu sosial, hubungan antar variabel ada kemungkinan kesalahan/penyimpangan (tidak eksak), aretinya untuk beberapa nilai X yang sama kemungkinan diperoleh nilai Y yang berbeda. Misalnya hubungan berat badan dengan tekanan darah, tidak setiap orang yang berat badannya sama memiliki tekanan darah yang sama. Oleh karena hubungan X Y = a + bx + e dan Y pada ilmu sosial/kesehatan masyarakat tidaklah eksak, maka persamaan garis yang dibentuk menjadi: Y = Variabel Dependen X = Variabel Independen a = Intercept, perbedaan besarnya rata-rata variabel Y ketika variabel X = 0 b = Slope, perkiraan besarnya perubahan nialia variabel Y bila nilai variabel X berubah satu unit pengukuran e = nilai kesalahan (error) yaitu selisih antara niali Y individual yang teramati

64

dengan nilai Y yang sesungguhnya pada titik X tertentu XY (XY)/n b= X2 (X)2/n a = Y - bX

Kesalahan Standar Estimasi (Standard Error of Estimate/Se) Besarnya kesalahan standar estimasi (Se) menunjukkan ketepatan persamaan estimasi untuk menjelaskan nilai variabel dependen yang sesungguhnya. Semakin kecil nilai Se, makin tinggi ketepatan persamaan estimasi yang dihasilkan untuk menjelaskan niali variabel dependen yang sesungguhnya. Dansebaliknya, semakin besar nilai Se, makin rendah ketepatan persamaan estimasi yang dihasilkan untuk menjelaskan nilai variabel dependen yang sesungguhnya. Untuk mengetahhui besarnya Se dapat dihitung melalui formula sbb: Se = Y2 - aY - bXY n-2

Koefisien Determinasi (R2) Ukuran yang penting dan sering digunakan dalam analisisregresi adalah koefisien determinasi atau disimbolkan R2 (R Square). Koefisien determinasi dapat dihitung dengan mengkuadratkan nilai r, atau dengan formula R2 = r2. Koeifisien determinasi berguna untuk mengetahui seberapa besar variasi variabel dependen (Y) dapat dijelaskan oleh variabel independen (X). atau dengan kata lain R2 menunjukkan seberapa jauh

65

variabel independen dapat memprediksi variabel dependen.Semakin besar nilai R square semakin baik/semakin tepat variabel independen memprediksi variabel dependen. Besarnya nilai R square antara 0 s.d. 1 atau antara 0% s.d. 100%.

KASUS : KORELASI DAN REGRESISebagai contoh kita akan melakukan analisis korelasi dan regresi menggunakan data ASI.SAV dengan mengambil variabel yang bersifat numerik yaitu umur dengan kadar Hb (diambil Hb pengukuran pertama: Hb1). A. 1. 2. Korelasi Aktifkan data ASI.SAV Dari menu utama SPSS, klik Analyze, kemudian pilih Correlate, dan lalu pilih Bivariate, dan muncullah menu Bivariate Correlations:

Untuk mengeluarkan uji korelasi langkahnya adalah sbb:

3.

Sorot variabel Umur dan Hb1, lalu masukkan ke kotak sebelah kanan variables.

66

4.

Klik OK dan terlihat hasilnya sbb:

CorrelationsCorrelations berat badan ibu berat badan ibu Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed) N 50 berat badan bayi Pearson Correlation .684** Sig. (2-tailed) .000 N 50 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). berat badan bayi .684** .000 50 1 50

Tampilan analisis korelasi berupa matrik antar variabel yang di korelasi, informasi yang muncul terdapat tiga baris, baris pertama berisi nilai korelasi (r), baris kedua menapilkan nilai p (P value), dan baris ketiga menampilkan N (jumlah data). Pada hasil di atas diperoleh nilai r = 0,684 dan nilai p = 0,0005. Kesimpulan dari hasil tersebut: hubungan berat badan ibu dengan berat badan bayi menunjukkan hubungan yang kuat dan berpola positif artinya semakin bertambah berat badannya semakin tinggi berat bayinya. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang signifikan antara berat badan ibu dengan berat badan bayi (p = 0,0005). B. Regresi Linier Sederhana Berikut akan dilakukan analisis regresi linier dengan menggunakan variabel berat badan ibu dan berat badan bayi dari data ASI.SAV. dalam analisis regresi kita harus menentukan variabel dependen dan variabel independennya. Dalam kasus ini berarti berat badan ibu sebagai variabel independen dan berat badan bayi sebagai variabel dependen. Adapun caranya: 1. 2. Pastikan tampilan berada pada data editor ASI.SAV, jika belum aktifkan data tersebut. Dari menu SPSS, Klik Analysis, pilih Regression, pilih Linear

67

3.

Pada tampilan di atas ada beberpa kotak yang harus diisi. Pada kotak Dependen isikan variabel yang kita perlakukan sebagai dependen (dalam contoh ini berarti berat badan bayi) dan pada kotak Independent isikan variabel independennya (dalam contoh ini berarti berat badan ibu), caranya

4. 5.

klik berat badan bayi, masukkan ke kotak Dependent Klik berat badan ibu, masukkan ke kotak Independent

6.

Klik OK, dan hasilnya sbb:

RegressionModel Summary Adjusted R Square 1 .684a .468 .456 a. Predictors: (Constant), berat badan ibu Model R R Square Std. Error of the Estimate 430.715

68

ANOVAb Model 1 Regression Residual Total a. b. Sum of Squares 7820262 8904738 16725000 df 1 48 Mean Square 7820261.96 5 F 42.154 Sig. .000a

49 185515.376

Predictors: (Constant), berat badan ibu Dependent Variable: berat badan bayi Coefficientsa

Unstandardized Coefficients Model B Std. Error 1 (Constant) 657.929 391.676 berat badan ibu 44.383 6.836 a. Dependent Variable: berat badan bayi

Standardized Coefficients Beta .684

t 1.680 6.493

Sig. .099 .000

Dari hasil di atas dapat diinterpretasikan dengan mengkaji nilai-nilai yang penting dalam regresi linier diantaranya: koefisien determinasi, persamaan garis dan p value. Nilai koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai R Square (anda dapat lihat pada tabel Model Summary) yaitu besarnya 0,468 artinya, persamaan garis regresi yang kita peroleh dapat menerangkan 46,8% variasi berat badan bayi atau persamaan garis yang diperoleh cukup baik untuk menjelaskan variabel berat badan bayi. Selanjutnya pada tabel ANOVAb, diperoleh nilai p (di kolom Sig) sebesar 0,0005, berarti pada alpha 5% kita dapat menyimpulkan bahwa regresi sederhana cocok (fit) dengan data yang ada persamaan garis regresi dapat dilihat pada tabel Coefficienta yaitu pada kolom B. Dari hasil diatas didapat nilai konstant (nilai ini merupakan nilai intercept atau nilai a) sebesar 657,93 dan nilai b = 44,38, sehingga persamaan regresinya:

69

Y = a + bXBerat badan bayi = 657,93 + 44,38(berat badan ibu) Dengan persamaan tersebut, berat badan bayi dapat diperkirakan jika kita tahu nilai berat badan ibu. Uji uji statistik untuk koefisien regresi dapat dilihat pada kolom Sig T, dan menghasilkan nilai p=0,0005. Jadi pada alpha 5% kita menolak hipotesis nol, berarti ada hubngan linier antara berat badan ibu dengan berat badan bayi. Dari nilai b=44,38 berarti bahwa variabel berat badan bayi akan bertambah sebesar 44,38 gr bila berat badan ibu bertambah setiap satu kilogram.

Penyajian dan InterpretasiTabel Analisis Korelasi dan regresi berat badan ibu dengan berat badan bayi Variabel Umur R 0,684 R2 0,468 Persamaan garis bbayi =657,93 + 44,38 P value *bbibu 0,0005

Hubungan berat badan ibu dengan berat badan bayi menunjukkan hubungan kuat (r=0,684) dan berpola positif artinya semakin bertambah berat badan ibu semakin besar berat badan bayinya. Nilai koefisien dengan determinasi 0,468 artinya, persamaan garis regresi yang kita peroleh dapat menerangkan 46,8,6% variasi berat badan bayi atau persamaan garis yang diperoleh cukup baik untuk menjelaskan variabel berat badan bayi. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang signifikan antara berat badan ibu dengan berat badan bayi (p=0,005).

Memprediksi variabel DependenDari persamaan garis yang didapat tersebut kita dapat memprediksi variabel dependen (berat badan bayi) dengan variabel independen (berat badan ibu). Misalkan kita ingin mengetahui berat badan bayi jika diketahui berat badan ibu sebesar 60 kg, maka: Berat badan bayi =657,93 + 44,38(berat badan ibu) Berat badan bayi= 657,93 + 44,38(60)

70

Berat badan bayi = 3320,73 Ingat prediksi regresi tidak dapat menghasilkan angka yang tepat seperti diatas, namun perkiraannya tergantung dari nilai Std, Error of The estimate(SEE) yang besarnya adalah 430,715 (lihat di kotak Model Summary). Dengan demikian variasi variabel dependen = Z*SEE. Nilai Z dihitung dari tabel Z dengan tingkat kepercyaan 95% dan didapat nilai Z = 1,96, sehingga variasinya 1,96 * 430,715 = 844,201 Jadi dengan tingkat kepercayaan 95%, untuk berat badan ibu 60 kg diprediksikan berat badan bayinya adalah diantara 2476,5 gr s.d 4164,9 gr C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Membuat Grafik Prediksi Klik Graphs, pilih Scatter Klik Sampel klik Define Pada kotak Y Axis isikan variabel dependennya (masukkan veriabel dependennya (masukkan Hb1) Pada kotak X Axis isikan variabel independennya (masukkan veriabel dependennya (masukkan Umur) Klik OK Terlihat di layar grafik scatter plot-nya (garis regresi belum ada?) Untuk mengeluarkan garisnya, klik grafiknya 2 kali klikChart pada kotak Fit Line, Klik Total

Langkahnya:

10. klik OK maka muncul garis regresi

71