Upload
hanguyet
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGAMATAN PENYAKIT MATI PUCUK PADA TANAMAN
CENGKIH DI WILAYAH KABUPATEN SEMARANG DAN
TEGAL, JAWA TENGAH
SUPRIYANTO
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengamatan Penyakit
Mati Pucuk pada Tanaman Cengkih di Wilayah Kabupaten Semarang dan Tegal,
Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Supriyanto
NIM A34100113
ABSTRAK
SUPRIYANTO. Pengamatan Penyakit Mati Pucuk pada Tanaman Cengkih di
Kabupaten Semarang dan Tegal, Jawa Tengah. Dibimbing oleh WIDODO dan
HERMANU TRIWIDODO.
Cengkih (Syzygium aromaticum L. Merr. & Perry) merupakan tanaman
rempah asli Indonesia yang memegang peranan penting dalam pembangunan
perkebunan untuk peningkatan devisa negara. Di Indonesia, bunga cengkih kering
digunakan terutama untuk bahan baku campuran rokok kretek dan sebagian kecil
untuk keperluan industri makanan, minuman, kosmetik dan farmasi. Serangan
hama dan penyakit menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman cengkih
bahkan kematian pada tanaman. Hal ini dapat menurunkan kualitas dan kuantitas
produktivitas cengkih. Salah satu penyakit yang menyerang tanaman cengkih dan
paling merusak tanaman cengkih yaitu penyakit mati pucuk yang disebabkan oleh
Bakteri Pembuluh Kayu Cengkih (BPKC). Penelitian ini dilakukan untuk
mengamati kondisi serangan penyakit mati pucuk di lapangan dan mengetahui
pengaruh praktek-praktek budidaya serta kemungkinan penyebab penyakit mati
pucuk. Pengamatan dilakukan di dua kabupaten yaitu Kabupaten Semarang dan
Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pengamatan dilakukan pada pertanaman cengkih
yang berada di daerah perbukitan dan daerah sekitar pemukiman, kemudian
dihitung kejadian dan keparahan gejala penyakit mati pucuk, serta mengamati
keberadaan penggerek dan kanker batang. Sampel gejala penyakit mati pucuk
diambil dan diamati di laboratorium untuk melihat keberadaan bakterinya.
Kejadian serangan penyakit mati pucuk di Kabupaten Tegal lebih tinggi
dibandingkan Kabupaten Semarang sedangkan keparahan serangan penyakit mati
pucuk di Kabupaten Semarang lebih tinggi dibanding Kabupaten Tegal. Penyakit
BPKC tidak hanya disebabkan oleh bakteri saja tetapi ada peran OPT lain yaitu
penggerek dan kanker batang.
Kata kunci: cengkih, kanker, penyakit mati pucuk, serangga.
ABSTRACT
SUPRIYANTO. Observation of Dieback Disease of Clove in Semarang and Tegal
Regencies, Central Java. Guided by WIDODO and HERMANU TRIWIDODO.
Cloves (Syzygium aromaticum L. Merr. & Perry) is an Indonesia origin
spices, has important role in the development of plantations to increase state
revenues. In Indonesia, dried cloves used primarily as raw material mixture of
cigarettes and a small portion for the purposes of the food industry, cosmetic and
pharmaceutical. Pests and diseases causes inhibition of cloves growth and death. It
can decrease the quality and quantity of cloves productivity. One of the diseases
which can infect cloves is called dieback caused by Wooden Vessels Bacteria
Cloves (in indonesian is BPKC). The purpose of this study were to observe the
dieback disease condition in the field, and determine the influence of cultivation
practices on the diseases. Observations were ca rried out in districts of Semarang
and districts of Tegal in Central Java Province. Observations were made on the
plantation in hilly areas and residential areas, and then were be calculated the
incidence and severity of dieback symptoms. The existence of stem canker and
stem borer symptoms were also observed which might be accompanied to dieback
disease. Symptoms of dieback samples were detection of bacteria in the
laboratory. Dieback incidence in district of Tegal is higher than the district of
Semarang while dieback severity in district of Semarang is higher than the district
of Tegal. Bosed on field observation and laboratory detection, the dieback
symptoms on clove in those areas were not only caused by bacteria, but stem
canker and stem borer were also have a role on the development of the symptoms.
Key words: canker, cloves, dieback disease, insect.
PENGAMATAN PENYAKIT MATI PUCUK PADA TANAMAN
CENGKIH DI WILAYAH KABUPATEN SEMARANG DAN
TEGAL, JAWA TENGAH
SUPRIYANTO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Pengamatan Penyakit Mati Pucuk pada Tanaman Cengkih di
. Wilayah Kabupaten Semarang dan Tegal, Jawa Tengah
Nama Mahasiswa : Supriyanto
NIM : A34100113
Disetujui oleh
Dr. Ir. Widodo, MS Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc.
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas
akhir ini yang berjudul “Pengamatan Penyakit Mati Pucuk Pada Tanaman
Cengkih di wilayah Kabupaten Semarang dan Tegal, Jawa Tengah”. Penelitian
dilaksanakan di dua lokasi pertanaman cengkih yang berbeda yaitu di Kabupaten
Semarang dan Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Selain itu identifikasi penyakit
dilakukan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai
bulan April 2014 sampai Juni 2014.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Marsiem, Bapak Tukino, Mas
Purwanto, Mbak Suprapti, Mas Hartanto, Mbak Sumiati dan Adik Reza yang
selalu memberikan doa, dukungan serta motivasi dalam belajar. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Widodo, MS dan Dr. Ir. Hermanu Triwidodo,
MSc selaku dosen pembimbing skripsi, Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi selaku
dosen penguji tamu serta Dr. Ir. Suryo Wiyono, MSc selaku dosen pembimbing
akademik yang selalu memberikan bimbingan, pengetahuan, saran, dan arahan
kepada penulis.
Terimakasih kepada PT. Bukit Asam (Persero) Tbk, Bapak Dedi dan pihak
CSR lainnya yang telah memberikan biaya perkuliahan dan biaya hidup serta
telah memberikan bimbingan, saran, dan arahan kepada penulis.
Terimakasih kepada Kak Ravi, Kak Rado, Kak Fitrah dan Sandi yang telah
membantu selama penelitian. Terimakasih kepada Bapak Thamrin, Bapak Slamet,
Mas Yetno yang telah membantu dan memberikan fasilitasi selama penelitian di
Kabupaten Semarang dan Tegal. Terimakasih kepada Tri Utami Ningsih, KC dan
teman-teman Departemen Proteksi Tanaman 47 yang telah mendukung
terlaksananya tugas akhir penelitian ini. Serta pihak lain yang turut membantu
dalam penyusunan tugas akhir ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, November 2014
Supriyanto
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
PENDAHULUAN ....................................................................................................
Latar Belakang 1
Tujuan 1
Manfaat 1
BAHAN DAN METODE .........................................................................................
Tempat dan Waktu 2
Metode Penelitian 2
Wawancara Petani 2
Pengamatan Lapang 2
Deteksi Ranting Tanaman Sakit 3
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................
Keadaan Umum Perkebunan dan Teknik Budidaya Cengkih 4
Penyakit Mati Pucuk di Kabupaten Semarang dan Tegal 6
Kondisi Serangan Mati Pucuk pada Perlakuan Petani terhadap Tanaman
Cengkih 9
Hubungan antara Gejala Serangan OPT (Kanker dan Penggerek) dengan
Kondisi Serangan Mati Pucuk pada Tanaman Cengkih 11
Hasil Deteksi Sampel Tanaman yang Sakit 13
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................
Kesimpulan 15
Saran 15
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 1616
LAMPIRAN ...................................................................................................... 1819
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 22
viii
DAFTAR TABEL
1 Kondisi dan cara budidaya tiga perkebunan cengkih di wilayah
Kabupaten Semarang dan Tegal 4
2 Keadaan serangan penyakit mati pucuk berdasarkan tingkat keparahan
serangan di Kabupaten Semarang dan Tegal (N=120) 6
3 Insidensi serangan penyakit mati pucuk berdasarkan wilayah
pengamatan (N=80) 7
4 Keadaan penyakit mati pucuk berdasarkan tingkat keparahan serangan di
lokasi pengamatan (N=60) 7
5 Peluang ditemukan gejala serangan penggerek batang, kanker batang,
penggerek dan kanker batang, serta tidak ditemukan penggerek dan
kanker batang berdasarkan tingkat campuran batu (N=120) 8
6 Keadaan serangan penyakit mati pucuk dilihat dari kondisi pemupukan 9
7 Keadaan serangan penyakit mati pucuk cengkih berdasarkan varietas
yang.digunakan 10
8 Peluang ditemukan gejala serangan penggerek batang, kanker batang,
penggerek dan kanker batang, serta tidak ditemukan penggerek dan
kanker batang berdasarkan frekuensi pemupukan (N=120) 11
9 Peluang ditemukan gejala serangan penggerek batang, kanker batang,
penggerek dan kanker batang, serta tidak ditemukan penggerek dan
kanker batang pada berbagai tingkat serangan penyakit mati pucuk 12
DAFTAR GAMBAR
1. Pola pengambilan sampel keparahan penyakit mati pucuk dan keberadaan
gejala penggerek dan kanker batang 2
2. Sehat (=0%), 0%< ringan ≤30%, 30%< sedang ≤75%, 75%< berat
<100%, dan mati (=100%) 3
3. Gejala penyakit mati pucuk (a) gejala yang ditemukan Van wyk et al.
(2004), (b) gejala yang ditemukan di Kabupaten Semarang 6
4. Gejala OPT cengkih (a) penggerek batang tampak dari luar, (b) kanker
batang tampak dari luar, (c) kanker tampak dari dalam, (d) gejala
penggerek dan perubahan warna hitam pada pembuluh batang tampak
dari dalam, (e) gejala penggerek dan gejala perubahan warna hitam pada
pembuluh kayu yang ditemukan oleh Wyk (2004) 13
5. Pengamatan di laboratorium (a) hasil pelembaban sampel dan (b)
pembiakan bakteri di laboraturium 13
10
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman cengkih (Syzygium aromaticum L. Merr. & Perry) merupakan
tanaman rempah asli Indonesia yang berasal dari Kepulauan Maluku. Usaha
perkebunan cengkih menghasilkan komponen produksi utama yaitu bunga,
tangkai dan daun cengkih. Bunga cengkih kering digunakan untuk bahan baku
campuran rokok kretek dan sebagian kecil untuk keperluan industri makanan,
minuman, kosmetik dan farmasi. Bunga cengkih yang digunakan untuk keperluan
industri mengalami proses pengolahan terlebih dahulu, hasil yang diperoleh
berupa minyak cengkih (Ruhnayat 2002).
Cengkih merupakan salah satu dari 15 komoditi yang diutamakan
penanganannya dalam pembangunan perkebunan khususnya untuk pemenuhan
kebutuhan dalam negeri. Komoditas cengkih memegang peranan penting dalam
pembangunan perkebunan dan pembangunan nasional pada umumnya karena
kontribusi hasil panen cengkih untuk peningkatan devisa negara (Ditjenbun 2013).
Luas areal perkebunan cengkih bertambah dari 461.60 ha pada tahun 2010 sampai
476.70 ha pada tahun 2011, namun produksi cengkih menurun dari 96.5 ton pada
tahun 2010 menjadi 70.7 ribu ton pada tahun 2011 (BPS 2013). Salah satu
penyebab penurunan produksi tanaman cengkih diantaranya yaitu serangan hama
dan penyakit. Serangan hama dan penyakit menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan tanaman cengkih bahkan kematian pada tanaman. Hal ini dapat
menurunkan kualitas dan kuantitas produktivitas cengkih. Salah satu penyakit
yang paling merusak tanaman cengkih adalah penyakit mati pucuk.
Penyakit mati pucuk pada tanaman cengkih sering disebut sebagai penyakit
BPKC (Bakteri pembuluh kayu cengkih) dahulu disebut Sumatra disease yang
disebabkan oleh bakteri Pseudomonas syzygi (Robert et al. 1990). Penyakit BPKC
ditularkan oleh serangga vektor yaitu Hindola striata di Jawa Barat dan Hindola
fulva di Sumatera (Balfas et al. 1987). Penyakit BPKC termasuk penyakit paling
merusak tanaman cengkih karena dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai
10–15% (BBPPTP Surabaya 2013). Penelitian Mariana (2013), melaporkan
penyakit BPKC merupakan penyakit yang sangat penting. Berdasarkan informasi
dari tim klinik tanaman IPB ditemukan gejala kanker batang dan gejala penggerek
batang pada tanaman cengkih yang mempunyai gejala mati pucuk di Kabupaten
Jombang dan Tegal. Informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi mati
pucuk belum banyak dilaporkan oleh karena itu penelitian ini di lakukan.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati kondisi serangan
penyakit mati pucuk di lapangan dan mengetahui pengaruh praktek-praktek
budidaya serta kemungkinan penyebab penyakit mati pucuk.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor-
faktor yang menyebabkan epidemi penyakit mati pucuk, sehingga dapat
digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan pengelolaan tanaman cengkih.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Pengamatan dilakukan di perkebunan cengkih milik warga di Kabupaten
Semarang dan Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pemeriksaan lanjutan sampel
dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai bulan April
sampai Juni 2014.
Metode Penelitian
Wawancara Petani
Wawancara petani dilakukan secara langsung kepada pekerja kebun atau
pemilik lahan dengan menggunakan lembar kuisioner yang telah disiapkan
terlebih dahulu. Jumlah petani yang diwawancarai dan lahannya diamati tingkat
keparahan penyakit mati pucuk, keberadaan gejala penggerek batang dan kanker
di Kabupaten Semarang sebanyak 18 petani sedangkan di Kabupaten Tegal
sebanyak 17 petani. Hal ini dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai
teknik budidaya, yaitu pemupukan dan varietas tanaman yang digunakan oleh para
petani serta mengetahui hama dan penyakit penting yang menyerang pertanaman
cengkih dan cara pengendaliannya.
Pengamatan Lapang
Pengamatan dilakukan pada lahan cengkih milik warga yang terletak di
Kecamatan Jambu dan Banyubiru, Kabupaten Semarang serta Kecamatan Bojong
dan Bumijawa, Kabupaten Tegal. Pada setiap kecamatan dipilih tiga desa sebagai
lokasi pengamatan. Setiap desa terdiri dari 4 plot yang terbagi pada masing-
masing dua plot yaitu kebun cengkih yang terletak di perbukitan dan kebun
cengkih yang terletak di sekitar pemukiman. Pada setiap plot dipilih 20 tanaman
untuk dihitung insidensi penyakit mati pucuk. Kemudian setiap sampel bergejala
diambil untuk pengamatan lebih lanjut di laboratorium. Kejadian penyakit mati
pucuk dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Setiap selang 3 tanaman yang dipilih pada plot, diamati tingkat keparahan
penyakit mati pucuk serta keberadaan ada tidak gejala penggerek batang dan
gejala kanker batang.
Gambar 1 Pola pengambilan sampel keparahan penyakit mati pucuk, keberadaan
gejala penggerek, dan kanker batang
3
Pengamatan gejala penggerek batang dan kanker dilakukan pada bagian
batang utama setinggi kurang lebih 2 m. Pengamatan tingkat keparahan penyakit
mati pucuk diambil berdasarkan tingkat kematian tajuk tanaman yang dibagi
menjadi lima kategori, yaitu Sehat (=0%), 0%< ringan ≤30%, 30%< sedang
≤75%, 75%< berat <100%, dan mati (=100%) (Gambar 2).
Gambar 2 Kategori gejala penyakit mati pucuk; (a) Sehat (=0%) (b) 0%< ringan
≤30%, (c) 30%< sedang ≤75%, (d) 75% < berat <100%, dan (e) mati
(=100% )
Deteksi Ranting Tanaman Sakit
Deteksi tanaman bergejala dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya bakteri
pada tanaman dengan cara melembabkan ranting. Sampel yang diperoleh dari
lapang adalah ranting dari tanaman bergejala. Ranting yang akan dilembabkan
dipotong terlebih dahulu dengan panjang sekitar 5 cm, kemudian diletakkan diatas
tisu yang telah dibasahi dengan air lalu dimasukkan ke dalam plastik mika.
Setelah 3 hari tanaman yang dilembabkan diamati ada tidaknya lendir yang keluar
dari ujung ranting. Sebagian tanaman yang mengeluarkan lendir dibiakkan dalam
media TZC (Tetrazolium Chlorida) untuk mendeteksi ada tidaknya bakteri pada
ranting tersebut.
d c b a e
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Perkebunan dan Teknik Budidaya Cengkih
Perkebunan cengkih di wilayah Kabupaten Tegal dan Semarang secara
umum memiliki kondisi lingkungan dan teknik budidaya yang hampir sama
(Tabel 1).
Tabel 1 Kondisi dan cara budidaya perkebunan cengkih di Kabupaten Semarang
dan Tegal
Informasi kebun
Perkebunan
Kab.Tegal Kab. Semarang
Kec.Bojong Kec.Bumi
Jawa
Kec.Jambu Kec.Banyu
Biru
Tingkat
campuran batu
sedang sedang rendah sedang
Tanaman
tumpang sari
singkong,
pisang,
sengon,
kelapa,
pisang,
singkong,
kelapa, sengon,
kacang tanah
kopi, albisia,
alpukat
kopi, durian
Varietas
cengkih
Mawar,
Zanzibar
Mawar,
Zanzibar
Sikotok Zanzibar,
Sikotok
Umur tanaman
(tahun)
25 35 50 35
Jarak tanam (m) 5 x 5, 6 x 6 5 x 5, 4 x 4 5 x 5, 6 x 7 5 x 5, 6 x 6
Asal bibit beli
pedagang
keliling
beli di pasar beli di pasar beli di
pasar
Pestisida Decis Decis,
Furadan, pasta
Baktosin,
Ditan, Ortin,
Marsal
Decis,
Supermes,
Baktosin
Cara panen panjat
langsung
panjat
langsung
panjat
langsung
panjat
langsung
Sistem budidaya cengkih yang dilakukan masyarakat di Kabupaten
Semarang dan Tegal tidak jauh berbeda. Adapun pola tanam yang dilakukan
petani di Kabupaten Semarang dan Tegal adalah tumpang sari, namun komoditas
yang digunakan untuk tumpang sari berbeda-beda. Komoditas yang ditanam
petani di Kabupaten Semarang adalah kopi, alpukat, albisia, dan durian,
sedangkan di Kabupaten Tegal adalah singkong, pisang, sengon dan kelapa.
Ruhnayat dan Wahyudi (2012) menyebutkan sistem pola tanam tumpang sari
dapat memperlambat penyebaran penyakit BPKC. Selain itu penanaman tanaman
sela di antara tanaman cengkih juga membantu meningkatkan pendapatan petani.
Varietas tanaman cengkih yang ditanam petani Kabupaten Semarang adalah
varietas Zanzibar dan Sikotok, sedangkan di Kabupaten Tegal adalah Mawar dan
Zanzibar. Kedua Kabupaten menggunakan varietas yang sama yaitu Zanzibar.
5
Berdasarkan hasil penelitian Bermawie dan Wahyuni (2007) genotipe Zanzibar
memiliki kadar minyak atsiri dengan kisaran 19-23% yang tergolong kisaran
tinggi dibanding varietas lainnya. Minyak atsiri yang berasal dari tangkai dan
bunga cengkih umumnya digunakan untuk bahan baku industri kosmetik, farmasi,
makanan, minuman dan rokok. Sementara minyak atsiri yang berasal dari daun
cengkih banyak dipakai untuk bahan baku pembuat eugenol. Eugenol dapat
digunakan untuk obat sakit gigi, bahan dasar penambal gigi, dan pestisida nabati.
Oleh karena itu banyak petani yang menggunakan varietas Zanzibar untuk
dibudidayakan. Varietas ini juga diketahui mempunyai kepekaan terhadap
penyakit BPKC (Ruhnayat & Wahyudi 2012).
Pestisida yang digunakan petani di Kabupaten Semarang adalah Bactocyn,
Dithane, Orthene, Marshal, Decis dan Supemec sedangkan pestisida yang
digunakan oleh petani di Kabupaten Tegal adalah Decis, Pastan dan Furadan.
Penggunaan jenis pestisida di Kabupaten Semarang lebih banyak dibandingkan
kabupaten Tegal karena di Kabupaten Semarang sering mendapatkan pestisida
dari pemerintah. Aplikasi pestisida di Kabupaten Semarang dan Kabupaten Tegal
yaitu dicampur dan tunggal. Secara umum pestisida Decis diaplikasikan dengan
cara mencelupkan kapas ke dalam cairan pestisida Decis terlebih dahulu
selanjutnya kapas tersebut dimasukkan ke dalam lubang gerekan, lalu lubang
tersebut ditutup dengan pasak. Pestisida Baktosin di aplikasikan dengan cara
menginfus pada bagian akar, dan ada juga yang diaplikasikan pada bagian batang
dengan cara dibor pada batang tanaman, sebanyak satu sendok atau sekitar 15 ml
setiap pohon. Menurut Ditjen PSP 2012 bahan aktif pestisida-pestisida tersebut
yaitu Decis dengan bahan aktif Deltametrin merupakan insektisida kontak dan
lambung, Baktosin dengan bahan aktif Oksitetrasiklin merupakan insektisida
racun kontak dan lambung, Furadan dengan bahan aktif Karbofuram merupakan
insektisida sistemik, Dithane dengan bahan aktif Mankozeb merupakan insektisida
sistemik, Marshal dengan bahan aktif karbosulfan merupakan insektisida sistemik,
kontak, lambung, Orthene dengan bahan aktif asefat merupakan insektisida
sistemik.
Jarak tanam yang digunakan oleh petani Kabupaten Semarang dan Tegal
berbeda-beda (Tabel 1). Menurut Disbun Jatim 2013 jarak tanam cengkih setiap
tempat berbeda-beda tergantung ketinggian dan kemiringan tempat, jarak tanam
yang sering digunakan adalah 6 m x 7 m, 7 m x 8 m dan 8 m x 8 m. Cara panen
yang dilakukan petani di Kabupaten Semarang dan Tegal tidak berbeda, yaitu
secara manual dengan memanjat langsung. Sistem penjualan cengkih yang
dilakukan petani yaitu dengan dijual sendiri dan sistem tebas. Pemanenan yang
dilakukan petani untuk sistem dijual sendiri kurang baik sebab cara pemanenan
yang dilakukan adalah dengan cara menarik cabang sehingga dapat menyebabkan
cabang patah. Pemanenan yang dilakukan petani untuk sistem penjualan tebas
lebih merusak tanaman sebab pemanenan bunga dilakukan dengan cara memotong
cabang secara langsung. Cara panen seperti ini menyebabkan pohon menjadi
rusak. Menurut Ruhnayat (2002) pemanenan cengkih sebaiknya menggunakan
tangga untuk menghindari patahnya percabangan cengkih. Cara pemetikan yang
baik dilakukan dengan menjepit pangkal gagang bunga dengan tangan kiri dan
tangan kanan memetik bunga. Cara pemetikan bunga yang kasar menyebabkan
pohon menjadi rentan terserang hama dan penyakit (Hadiwijaya 1983).
6
Penyakit Mati Pucuk di Kabupaten Semarang dan Kabupaten Tegal
Pada pengamatan yang dilakukan di Kabupaten Semarang dan Tegal gejala
yang terlihat adalah daun di sekitar pucuk terlihat kering, tapi sebagian daun
tersebut masih menempel, gejala lanjut menyebabkan daun rontok dan akhirnya
tanaman mati (Gambar 3).
Gambar 3 Gejala mati pucuk; (a) gejala yang ditemukan Van wyk et al. (2004) dan
(b) gejala yang ditemukan di Kabupaten Semarang
Gejala yang terlihat di lapang sama dengan gejala yang ditemukan oleh
Wyk et al. (2004) (Gambar 3). Gejala seperti ini sama yang dijelaskan oleh
Hadiwijaya (1983), bahwa gejala penyakit mati pucuk yaitu daun yang gugur
secara mendadak kemudian ranting-ranting pada pucuk mati, adapula tanaman
terserang kadang-kadang percabangan atau seluruh tanamannya layu mendadak
dan mengakibatkan daun menjadi kering. Penyakit mati pucuk cenderung
menyerang tanaman cengkih yang telah menghasilkan dan berumur belasan tahun
(Hadiwijaya 1983). Sedangkan Semangun (2000) menjelaskan gejala serangan
BPKC dibagi menjadi dua tipe yaitu mati cepat atau mati layu dan mati lambat
atau mati karena tanaman menua. Gejala mati cepat ditandai dengan daun-daun
gugur secara mendadak, ranting-ranting pada cabang dekat pucuk atau pada pucuk
mati, daun gugur mulai dari bagian atas tajuk, lalu ke bagian bawah tajuk. Cabang
atau seluruh tanaman muda layu secara mendadak sehingga daun yang kering dan
berwarna coklat tetap melekat pada pohon untuk beberapa waktu. Sedangkan
gejala mati lambat atau mati karena tanaman menua gejala terjadi secara bertahap
dengan daun-daun dewasa yang menua sebelum waktunya.
Kejadian penyakit mati pucuk pada kategori kondisi serangan sedang di
Kabupaten Semarang lebih rendah (29.17%) dibandingkan di Kabupaten Tegal
(32.50%). Kejadian penyakit mati pucuk pada kondisi serangan dengan kategori
ringan, berat dan mati lebih tinggi di Kabupaten Semarang (Tabel 2).
Tabel 2 Keadaan serangan penyakit mati pucuk berdasarkan tingkat keparahan
serangan di Kabupaten Semarang dan Tegal (N=120)
Kabupaten Kondisi serangan (%)
Ringan Sedang Berat Mati
Semarang 57.50 29.17 10.00 3.30
Tegal 55.83 32.50 9.17 2.50
a b
7
Insidensi penyakit mati pucuk di Kabupaten Semarang lebih rendah
dibanding Kabupaten Tegal. Insidensi penyakit paling rendah di Kabupaten
Semarang (53%) berada di Desa Kmambang, Kecamatan Banyu Biru, sedangkan
di Kabupaten Tegal (96%) berada di Desa Danasari, Kecamatan Bojong.
Persentase kejadian penyakit tertinggi di Kabupaten Semarang berada di Desa
Gertas dengan persentase 94%, sedangkan di Kabupaten Tegal terdapat kejadian
penyakit mati pucuk mencapai 100%, yaitu di Desa Sangkan Ayu Kecamatan
Bojong dan Desa Cintamanik, Kecamatan Bumijawa. Rata-rata persentase
insidensi penyakit mati di Kabupaten Tegal lebih tinggi dibanding dengan
Kabupaten Semarang (Tabel 3).
Tabel 3 Insidensi serangan penyakit mati pucuk berdasarkan wilayah pengamatan
(N=80)
Kabupaten Kecamatan Desa Kejadian (%)
Semarang Jambu Bedono 79.00
Kelurahan 85.00
Gertas 94.00
Bumijawa Wirogomo 91.00
Kmambang 53.00
Banyubiru 63.00
x̅ 78.00
Tegal Bojong Lengkong 98.00
Danasari 96.00
Sangkan Ayu 100.00
Bumijawa Begawat 98.00
Muncang larang 99.00
Cintamanik 100.00
x̅ 98.50
Kejadian penyakit mati pucuk di Kabupaten Semarang pada kondisi
serangan ringan lebih tinggi di lokasi pemukiman, sedangkan untuk kondisi
serangan sedang, berat, dan mati lebih tinggi di lokasi perbukitan (Tabel 4).
Tabel 4 Keadaan serangan penyakit mati pucuk berdasarkan tingkat keparahan
serangan di lokasi pengamatan (N= 60)
Kabupaten Lokasi
pengamatan
Kondisi serangan (%)
Ringan Sedang Berat Mati
Semarang Pemukiman 68.33 23.34 5.00 3.33
Perbukitan 43.33 30.00 20.00 6.67
Tegal
Pemukiman 50.00 38.33 10.00 1.67
Perbukitan 61.67 26.67 8.33 3.33
Kejadian penyakit mati pucuk pada kondisi serangan ringan di Kabupaten
Tegal lebih tinggi di lokasi perbukitan, untuk kondisi serangan sedang kejadian
penyakit mati pucuk lebih tinggi di lokasi pemukiman. Kondisi serangan penyakit
mati pucuk kategori berat lebih tinggi di lokasi pemukiman namun untuk kondisi
8
serangan mati lebih tinggi di lokasi perbukitan. Nilai kejadian penyakit mati
pucuk di Kabupaten Semarang dan Tegal pada kondisi serangan mati lebih tinggi
di lokasi perbukitan. Hal ini mungkin disebabkan karena lokasi perkebunan
disekitar pemukiman lebih dekat sehingga perawatannya lebih intensif. Selain itu
di perkebunan cengkih di lokasi perbukitan cenderung lebih sering terkena angin
yang lebih kencang.
Tingkat campuran batu kategori banyak di Kabupaten Semarang tidak ada
berbeda dengan tingkat campuran batu di Kabupaten Tegal, tidak ada lahan yang
tidak berbatu. Pada lahan pengamatan di Kabupaten Semarang ditemukan pohon
yang hanya bergejala penggerek namun di kabupaten Tegal tidak ditemukan
pohon yang hanya bergejala penggerek batang pada semua kategori tingkat
campuran batu. Pada lahan pengamatan di Kabupaten Semarang ditemukan pohon
yang tidak bergejala penggerek batang dan kanker namun pada lahan pengamatan
di Kabupaten Tegal tidak ditemukan pohon yang tidak bergejala penggerek batang
dan kanker.
Tabel 5 Peluang ditemukan gejala serangan penggerek batang, kanker batang,
penggerek dan kanker batang, serta tidak ditemukan penggerek dan
kanker batang berdasarkan tingkat campuran batu (N=120)
Kabupaten
Tingkat
Campuran
Batu
Kejadian OPT Cengkih (%)
N Hanya
Penggerek
Hanya
Kanker
Penggerek
dan
Kanker
Tidak Ada
Penggerek
dan Kanker
Semarang Tidak berbatu 4.00 44.00 4.00 48.00 25
Sedikit 6.67 60.00 24.44 8.89 45
Sedang 2.00 76.00 14.00 8.00 50
Banyak -* - - - -
Tegal Tidak berbatu -** - - - -
Sedikit 0.00 44.00 56.00 0.00 25
Sedang 0.00 42.86 57.14 0.00 70
Banyak 0.00 20.00 80.00 0.00 25
Keterangan: Tingkat campuran batu; (*) tidak ada tingkat campuran batu kategori banyak di
Kabupaten Semarang (**) tidak ditemukan lahan tidak berbatu di Kabupaten Tegal
Kejadian OPT tertinggi di Kabupaten Semarang adalah kanker pada
kategori berbatu sedang. Sedangkan di Kabupaten Tegal kejadian OPT tertinggi
adalah penggerek dan kanker dalam satu pohon pada kategori berbatu banyak.
Kejadian OPT kanker di Kabupaten Semarang semakin banyak tingkat campuran
batu maka keberadaan OPT kanker juga semakin tinggi hal ini berbeda dengan
keberadaan OPT di Kabupaten Tegal. Kejadian OPT penggerek dan kanker dalam
satu pohon di Kabupaten Semarang semakin banyak tingkat campuran batu
keberadaan OPT tidak semakin tinggi hal ini berbeda dengan keberadaan OPT di
Kabupaten Tegal yaitu semakin banyak tingkat campuran batu maka keberadaan
9
OPT penggerek dan kanker dalam satu pohon semakin tinggi. Tingkat campuran
batu tidak berpengaruh terhadap keberadaan OPT kanker dan penggerek.
Kondisi Serangan Mati Pucuk pada Perlakuan Petani terhadap Tanaman
Cengkih
Pemupukan yang dilakukan oleh petani cengkih di Kabupaten Semarang
dan Tegal tidak ada yang menggunakan pupuk sintetik saja tanpa campuran dari
pupuk organik. Rata-rata petani melakukan pemupukan dengan menggunakan
campuran antara pupuk organik dan sintetik atau pupuk organik saja. Pada
Kabupaten Tegal terdapat petani yang tidak melakukan pemupukan (Tabel 6).
Serangan penyakit mati pucuk di Kabupaten Semarang dan Tegal tergolong
ringan pada petani yang melakukan pemupukan, karena rata-rata kejadian
penyakit paling tinggi berada pada kondisi serangan ringan. Hal ini berbeda
dengan petani yang tidak melakukan pemupukan, di Kabupaten Tegal yang
menunjukan kejadian tingkat serangan penyakit mati pucuk yang lebih tinggi pada
kondisi serangan sedang (Tabel 6)
Tabel 6 Keadaan serangan penyakit mati pucuk dilihat dari kondisi pemupukan
Kabupaten Kondisi
serangan
Pemupukan (%)
Hanya
Organik
Hanya
Sintetik
Organik dan
sintetik
Tidak melakukan
pemupukan
Semarang (90) Ringan 82.86a -* 63.63b -**
Sedang 11.43 - 20.00 -
Berat 2.86 - 12.73 -
Mati 2.85 - 3.64 -
Tegal (85) Ringan 46.67c - 54.00d 40.00e
Sedang 40.00 - 34.00 45.00
Berat 13.30 - 8.00 15.00
Mati 0.00 - 4.00 0.00
Keterangan: Jumlah tanaman yang diamati; (a) 35 pohon, (b) 55 pohon, (c) 15 pohon, (d) 50
pohon, (e) 20 pohon, (*) tidak ada petani yang hanya menggunakan pupuk sintetik
(**) tidak ada petani yang tidak melakukan pemupukan di Kabupaten Semarang
Hal ini menunjukkan petani yang melakukan pemupukan lebih baik
dibandingkan dengan petani yang tidak melakukan pemupukan. Zamarel (1995)
menjelaskan tingkat ketahanan tanaman terhadap suatu penyakit dipengaruhi oleh
jenis pupuk yang diberikan. Pemupukan N yang dikombinasikan dengan K dapat
meningkatkan ketahanan. Sedang pemupukan N yang tidak disertai dengan pupuk
K justru akan meningkatkan kepekaan tanaman cengkih terhadap penyakit
pembuluh kayu cengkih.
Varietas tanaman cengkih yang digunakan petani Kabupaten Semarang
adalah varietas Zanzibar, Mawar, dan Sikotok (Tabel 7). Pada lahan pengamatan
ditemukan petani yang menanam lebih dari satu varietas tanaman. Varietas
10
tanaman yang digunakan petani di Kabupaten Tegal adalah varietas Zanzibar dan
Mawar, tidak ditemukan petani yang menggunakan varietas Sikotok.
Tabel 7 Keadaan serangan penyakit mati pucuk cengkih berdasarkan varietas
yang digunakan
Kabupaten Kondisi
serangan
Varietas (%)
Hanya
Zanzibar
Hanya
Mawar
Hanya
Sikotok
Zanzibar
dan Mawar
Zanzibar
dan
Sikotok
Semarang (90) Ringan 63.33a 100.00b 64.00c 80.00d 76.00e
Sedang 20.00 0.00 16.00 20.00 20.00
Berat 13.33 0.00 16.00 0.00 0.00
Mati 3.33 0.00 4.00 0.00 4.00
Tegal (85) Ringan - 54.00f - 42.86g -
Sedang - 38.00 - 37.14 -
Berat - 8.00 - 14.29 -
Mati - 0.00 - 5.71 -
Keterangan: Jumlah tanaman yang diamati (a) 30 pohon (b) 5 pohon (c) 25 pohon (d) 5 pohon (e)
25 pohon (f) 50 pohon (g) 35 pohon (-) Petani di Kabupaten Tegal tidak ada yang
hanya menggunakan varietas Zanzibar, Sikotok, dan campuran keduanya
Rata-rata pada semua varietas tanaman, kondisi serangan penyakit mati
pucuk termasuk dalam kondisi ringan. Pada varietas Mawar kejadian penyakit
pada tanaman dengan kondisi serangan berat tergolong rendah, selain itu tidak
terdapat kejadian penyakit dengan kondisi serangan mati. Berbeda halnya dengan
varietas Zanzibar dan Sikotok yang yang terdapat kejadian penyakit pada kondisi
serangan mati. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Mawar lebih baik
dibandingkan varietas lainnya.
Frekuensi pemupukan di Kabupaten Semarang untuk pemupukan beberapa
tahun sekali tidak ada. Sedangakan di Kabupaten Tegal ditemukan pada semua
kategori frekuensi pemupukan (Tabel 8). Gejala penggerek saja di Kabupaten
Semarang di temukan pada lahan pengamatan namun pada lahan pengamatan di
Kabupaten Tegal tidak ditemukan pada semua tingkat frekuensi pemupukan.
Selain itu di Kabupaten Tegal juga tidak ditemukan pohon yang tidak bergejala
penggerek batang dan kanker.
Kejadian OPT cengkih di Kabupaten Semarang paling tinggi adalah kanker
pada kategori pemupukan frekuensi 2 x 1 tahun. Sedangkan di Kabupaten Tegal
kejadian OPT paling tinggi adalah penggerek dan kanker dalam satu pohon yaitu
pada kategori frekuensi pemupukan 2 x 1 tahun. Kejadian OPT berdasarkan
frekuensi pemupukan di Kabupaten Semarang dan Tegal frekuensi pemupukan
tidak berpengaruh terhadap keberadaan penggerek.
11
Tabel 8 Peluang ditemukan gejala serangan penggerek batang, kanker batang,
penggerek dan kanker batang, serta tidak ditemukan penggerek, dan
kanker batang berdasarkan frekuensi pemupukan (N= 120)
Kabupaten Pemupukan
Kejadian OPT Cengkih (%)
N Hanya
Penggerek
Hanya
Kanker
Penggerek
dan
kanker
Tidak ada
penggerek
dan
kanker
Semarang Tidak pernah
dipupuk
0.00 100.00 0.00 0.00 10
Beberapa tahun
sekali
- - - - -
1 x 1 tahun 6.67 42.22 28.89 22.22 45
2 x 1 tahun 7.69 67.69 9.23 15.38 65
Tegal Tidak pernah
dipupuk
0.00 49.09 50.91 0.00 55
Beberapa tahun
sekali
0.00 40.00 60.00 0.00 10
1 x 1 tahun 0.00 30.00 70.00 0.00 40
2 x 1 tahun 0.00 20.00 80.00 0.00 15
Keterangan: Rotasi pemupukan; (-) Tidak ada petani di Kabupaten Semarang yang melakukan
pemupukan beberapa tahun sekali
Keberadaan kanker di Kabupaten Semarang frekuensi pemupukan tidak
berpengaruh, akan tetapi di Kabupaten Tegal semakin tinggi frekuensi pemupukan
maka keberadaan OPT kanker semakin menurun. Keberadaan penggerek dan
kanker dalam satu pohon di Kabupaten Semarang frekuensi pemupukan tidak
berpengaruh. Sedangkan di Kabupaten Tegal semakin tinggi frekuensi pemupukan
maka keberadaan OPT penggerek dan kanker dalam satu pohon semakin tinggi.
Frekuensi pemupukan tidak berpengaruh terhadap kejadian OPT penggerek,
kanker, penggerek dan kanker dalam satu pohon (Tabel 8).
Hubungan antara Gejala Serangan OPT (Kanker dan Penggerek) dengan
Kondisi Serangan Mati Pucuk pada Tanaman Cengkih
Gejala serangan yang hanya disebabkan oleh penggerek tidak terdapat di
Kabupaten Tegal, namun ditemukan di Kabupaten Semarang. Pada tanaman yang
diamati di Kabupaten Tegal semuanya terdapat gejala serangan penggerek dan
kanker. Pada pengamatan di Kabupaten Tegal semakin parah kondisi serangan
penyakit, maka semakin tinggi kejadian gejala serangan penggerek dan kanker.
Serangan penggerek dan kanker di Kabupaten Tegal semakin parah kondisi
serangan penyakit maka semakin tinggi kejadian gejala serangga penggerek dan
kanker. Hal ini berbeda dengan pengamatan di Kabupaten Semarang yang
kejadian gejala serangannya tidak stabil. Pada gejala yang hanya disebabkan oleh
kanker di Kabupaten Semarang dan Tegal terlihat bahwa semakin parah kondisi
12
serangan penyakit mati pucuk, persentasi kejadian gejalanya tidak semakin tinggi.
Keadaan serangan penyakit mati pucuk kondisi serangan berat di Kabupaten
Semarang persentase jumlah tanaman bergejala kanker lebih tinggi dibanding
persentase jumlah tanaman yang tidak bergejala. Hal ini menunjukkan bahwa
penyakit mati pucuk atau BPKC diduga tidak hanya disebabkan oleh bakteri saja
tetapi ada peran OPT lain yaitu penggerek batang dan kanker batang.
Tabel 9 Peluang ditemukan gejala serangan penggerek batang, kanker batang,
penggerek dan kanker batang, serta tidak ditemukan penggerek dan
kanker batang pada berbagai tingkat serangan penyakit mati pucuk
Kabupaten Kondisi
serangan
Kejadian gejala serangan OPT Cengkih (%)
N Hanya
Penggerek
Hanya
Kanker
Penggerek
dan
kanker
Tidak ada
penggerek dan
kanker
Semarang Ringan 5.80 57.97 18.84 17.39 69
Sedang 2.86 77.14 5.71 14.29 35
Berat 0.00 50.00 41.67 8.33 12
Mati 0.00 25.00 25.00 50.00 4
Tegal Ringan 0.00 41.79 58.21 0.00 67
Sedang 0.00 41.03 58.97 0.00 39
Berat 0.00 27.27 72.73 0.00 11
Mati 0.00 0.00 100.00 0.00 3
Gejala penggerek batang yang ditemukan di lapang berupa lubang-lubang
gerekan, lubang gerekan tampak dari luar terlihat serbuk-serbuk kayu. Setelah
bagian batang yang digerek tersebut dibuka terdapat lorong gerekan berwarna
hitam dengan arah gerekan memanjang sejajar batang (Gambar 4). Kerusakan
disebabkan oleh larva yang hidup dan berkembang dalam lorong yang di buat
pada batang. Akibatnya aliran air dan unsur hara terganggu bahkan dapat terputus.
Sehingga terjadi gangguan fisiologis pada tanaman yang dapat menyebabkan
tanaman merana atau mati mendadak (Wikardi et al. 1990). Menurut Kalshoven
(1981) terdapat dua spesies penggerek batang yang menyerang tanaman cengkih
di sumatera dan jawa yaitu Nothopeus hemipterus C.L. dan Nothopeus
faciatipennis WAT. Gejala serangan dua penggerek ini tampak dari luar terlihat
sama namun jika batang dibelah gejala yang disebabkan oleh penggerek batang
N. faciatipennis arah lorong gerekan melingkar (ring borer) sedangkan gejala
penggerek N. hemipterus arah gerekan memanjang sejajar batang (stem borer).
Gejala penggerek yang ditemukan di lapang sama dengan gejala yang disebabkan
oleh N . hemipterus.
Wyk et al. (2004) menemukan cendawan Ceratocytis polychroma pada
pohon cengkih yang menunjukkan gejala warna hitam pada pembuluh xylem dan
lubang bekas gerekan tanaman cengkih. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan
tim klinik tanaman IPB pada tanaman cengkih yang bergejala kanker berhasil
diisolasi cendawan yang spesiesnya belum diidentifikasi. Dari uji inokulasi
Cendawan tersebut menyebabkan gejala perubahan warna hitam pada pembuluh
kayu tanaman cengkih (Wiyono & Widodo 2014 September 4, komunikasi
pribadi). Di lapang ditemukan gejala perubahan warna hitam pada daerah
13
pembuluh kayu didekat liang gerekan, gejala ini sama dengan gejala yang
ditemukan oleh Wyk et al. (2004). Gejala kanker batang yaitu kulit batang retak
(pecah-pecah) dan ada yang terlihat seperti lubang, sedangkan gejala penggerek
batang jika dilihat dari luar terdapat lubang-lubang, biasanya dari lubang tersebut
keluar cairan (Gambar 4). Cairan yang masih basah menunjukkan bahwa lubang
tersebut masih aktif atau masih terdapat penggerek di dalam lubang tersebut,
sedangkan cairan yang terlihat kering menunjukkan bahwa lubang tersebut tidak
aktif. Gejala penggerek batang jika dilihat dari dalam terdapat warna hitam
sepanjang garis gerekan.
Gambar 4 Beberapa gejala OPT cengkih; (a) penggerek batang tampak dari luar,
(b) kanker batang tampak dari luar, (c) kanker tampak dari dalam, (d)
gejala penggerek dan perubahan warna hitam pada pembuluh batang
tampak dari dalam, dan (e) gejala penggerek dan gejala perubahan
warna hitam pada pembuluh kayu yang ditemukan oleh Wyk (2004)
Hasil Deteksi Sampel Tanaman yang Sakit
Penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkih (BPKC) disebabkan oleh bakteri
Pseudomonas syzygii (Robert et al. 1990). Jika kayu dipotong memanjang, sering
terlihat garis-garis kelabu kecoklatan terutama pada akar dan batang. Nenes
(ooze), lendir bakteri seperti susu keluar dari potongan akar atau cabang bila
bagian tanaman disimpan beberapa jam di tempat lembab. Lendir ini juga dapat
keluar jika bagian tanaman sakit ditekan dengan kuat (Semangun 2000).
Gambar 5 Pengamatan di laboratorium (a) hasil pelembaban sampel (b) deteksi
bakteri di laboratorium
e d
a b c
a b
14
Hasil pelembaban di laboratorium ditemukan lendir berwarna kuning dan
hitam yang keluar dari ujung ranting yang dipotong (Gambar 5). Pada lendir yang
berwarna kuning ditemukan dapat berubah menjadi menjadi lendir berwarna
hitam. Hasil pelembaban sampel di Kabupaten Semarang ditemukan 25 sampel
yang mengeluarkan lendir berwarna hitam dan kuning, Sedangkan di Kabupaten
Tegal ditemukan 34 sampel yang mengeluarkan lendir berwarna hitam dan
kuning. Jumlah sampel yang dilembabkan masing-masing kabupaten sebanyak
120 sampel. Hasil deteksi lendir di laboratorium menunjukkan adanya bakteri
dengan koloni yang berwarna putih dan kuning.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kejadian penyakit mati pucuk di Kabupaten Semarang lebih rendah
dibandingkan Kabupaten Tegal. Sedangkan keparahan penyakit mati pucuk di
Kabupaten Semarang lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Tegal. Penyakit
BPKC diduga tidak hanya disebabkan oleh bakteri saja tetapi ada peran OPT lain,
yaitu penggerek batang dan kanker batang. Faktor budidaya pemupukan
mempengaruhi keparahan penyakit mati pucuk. Kondisi keparahan mati pucuk
pada petani yang melakukan pemupukan tergolong rendah dibandingkan dengan
yang tidak melakukan pemupukan. Varietas Mawar merupakan varietas yang
cukup tahan terhadap serangan BPKC karena rata-rata keparahan penyakit
tergolong rendah.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh gejala penggerek dan
kanker batang terhadap produksi tanaman cengkih.
DAFTAR PUSTAKA
Balfas R, Eden-Green SJ, Sutarjo T. 1986. Biologi Hindola striata, vektor
penyakit bakteri pembuluh kayu pada tanaman cengkih. Pemberitaan Littri
11 (3-4) : 51-55
[BBPPTP Surabaya] Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan
Surabaya. 2013. Bakteri Pseudomonas syzygii sebagai penyebab penyakit
bakteri pembuluh kayu cengkih (BPKC) [Internet]. Surabaya (ID):
BBPPTP; [diunduh 2014 Mei 5]. Tersedia pada :http://ditjenbun.deptan.go.
id/bbpptsurabaya/berita-210-bakteripseudomonas-syzygii-sebagaipenyebab-
penyakit-bakteri-pembuluh-kayu-cengkih-bpkc-html.
Bermawie N, Wahyuni S. 2007. Keragaman potensi hasil dan mutu beberapa
genotipe cengkih (Syzygium aromaticum (L.) Merr & Perr.). Di dalam:
Luntungan, Karmawati E, editor. Prosiding Seminar Nasional Rempah:
2007 Agustus 21; Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. hlm 111-116.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi perkebunan rakyat menurut jenis
tanaman 2000-2012. [Internet]. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik Republik
Indonesia; [diunduh 2014 April 23]. Tersedia pada:http://bps.go.id/tab_sub/
view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=54¬ab=6
[Ditjen PSP] Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2012. Pestisida
Terdaftar dan Diizinkan Tahun 2012. [Internet]. Jakarta (ID): Departemen
Pertanian; [diunduh 2014 Oktober 28]. Tersedia pada: http://psp.deptan.
go.id/assets/file/PESTISIDA%20TERDAFTAR%20DAN%20DIIZINKAN
%20-%202012.pdf
[Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Pedoman Teknis
Pengembangan Tanaman Cengkih Tahun 2014. Jakarta (ID): Departemen
Pertanian.
Hadiwijaya T. 1983. Cengkih Data dan Petunjuk ke Arah Swasembada. Ed ke 6.
Jakarta (ID): PT Gunung Agung
Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der,
penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru van Hoeve. Terjemahan dari: De
Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesië.
Mariana L. 2013. Hama dan penyakit cengkih di wilayah Kabupaten Kediri Jawa
Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Ruhnayat A. 2002. Memproduksikan Cengkih, Tanaman Tua dan Tanaman
Terlantar. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Ruhnayat A, Wahyudi A. 2012. Pedoman teknis teknologi tanaman rempah dan
obat petunjuk teknis pembenihan tanaman cengkih (Euegenia aromaticum)
[Internet]. Bogor (ID) Balittro; [diunduh 2014 Mei 5]. Tersedia pada:
http://balittro.litbang.deptan.go.id/ind/images/publikasi/sirkuler/pembibitan
%20cengkih.pdf
Roberts SJ, Eden Green SJ, Jones P, Ambler DJ. 1990. Pseudomonas syzygii sp.
nov, the cause of sumatra disease of clove. System Appl Microbiol. 13:34-
43.
Semangun H. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.
Yogyakarta (ID): UGM Press.
17
Wikardi EA, Iskandar M. 1990. Penggunaan Insektisida Secara Efektif Untuk
Pengendalian Hama Penggerek batang (Nothopeus spp). Bogor (ID): Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Wyk MV, Roux J, Barnes I, Wingfield BD, Liew ECY, Assa B, Summerell BA,
Wingfield MJ. 2004. Ceratocystis polychroma sp. nov, a new species from
Syzygium aromaticum in Sulawesi. Studies in Mycology. 50: 273-282.
Zamarel, Arifin. 1995. Pengaturan pemupukan untuk menekan serangan penyakit
bakteri pembuluh kayu cengkih [abstrak]. Di dalam : Abstrak Hasil
Penelitian Pertanian Komoditas Cengkih. Bogor (ID): Pusat Perpustakaan
dan Penyebaran Teknologi Pertanian.
19
LAMPIRAN
20
Lampiran 1
Kuesioner Pengamatan OPT Cengkih
Kabupaten Tegal, Jawa Tengah
Nama Petani : Hari, Tanggal :
Desa/Dusun : Nama Surveyor :
Informasi Ekologi
Lokasi : □ Bukit □ Pemukiman
Kemiringan : □ 10o-30o □ 31o-50o
Tebal Solum :
Tingkat campuran batu : □ Tinggi □ Sedang □ Rendah
Tanaman Lain : □ Kopi □ Kakao □ Alpukat □ Lainnya :
Informasi Teknik Budidaya
Umur Tanaman :
Jenis/varietas :
Asal bibit :
Jarak tanam :
Pemupukan organik : 1. Jenis : Dosis : Frekuensi :
2. Jenis : Dosis : Frekuensi :
Pupuk Kimia Sintetik : 1. Jenis : Dosis : Frekuensi :
2. Jenis : Dosis : Frekuensi :
3. Jenis : Dosis : Frekuensi :
Pestisida : □ Insektisida □ Herbisida □ Fungisida □ Bakterida
1. Jenis : Dosis : Frekuensi :
2. Jenis : Dosis : Frekuensi :
3. Jenis : Dosis : Frekuensi :
4. Jenis : Dosis : Frekuensi :
5. Jenis : Dosis : Frekuensi :
Cara Panen : □ Panjat Langsung □ Pakai Tangga □ Lainnya :
Informasi OPT
OPT berdasarkan persepsi petani :
Kapan mulai ada serangan :
Pengendalian yang sudah dilakukan dan keefektifannya :
Keterangan lainnya:
21
Lampiran 2
Form Pengamatan
Nama Petani :
Desa/Dusun :
Hari, Tanggal :
Luas Lahan :
Letak lahan : (Bukit / Pemukiman)
Tanaman Lain (tumpang sari) :
Kondisi Tanah (Solum tanah) :
Kondisi Tanah
Berbatu/Tidak (%) Lain-lain
Keterangan: Tidak berbatu 0%, Sedikit < 30%, Sedang 30-75%, Banyak > 75%
Kejadian penyakit dari 20 tanaman cengkih :
Σ Tanaman Cengkih Terserang Σ Tanaman Cengkih Tidak Terserang
Keparahan penyakit 5 tanaman cengkih
Keterangan: Tingkat serangan Sehat (=0%), 0% < ringan ≤30%, 30%< sedang ≤75%, 75% < berat
<100%, dan mati (=100%)
Tanaman
Cengkih
Sakit
Keparahan (%) Kanker Penggerek Lain-
lain Sehat Ringan Sedang Berat Mati
Ada
(%) Tidak
Ada
(%) Tidak
1
2
3
4
5
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Lahat pada tanggal 20 Januari 1991 dari
pasangan Bapak Tukino dan Ibu Marsiem. Penulis adalah putra ketiga dari empat
bersaudara. Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMK Pertanian Kabupaten Lahat
dan pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) PT. Bukit Asam (Persero) Tbk dan
diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Selama mengikuti perkuliahan mahasiswa aktif mengikuti Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) sepak bola pada tahun 2010-2011. Penulis pernah
mendapatkan juara satu sepak bola OMI (Olimpiade Mahasiswa IPB) tahun 2012-
2013. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan Himpunan Mahasiswa Proteksi
Tanaman (HIMASITA). Selain itu, penulis juga menjadi asisten praktikum mata
kuliah Hama dan Penyakit Benih pada program pendidikan Diploma IPB tahun
2014.