Click here to load reader
Upload
mirna-andriani
View
1.269
Download
140
Embed Size (px)
Citation preview
TUGASTEKNOLOGI PENGEMASAN II
“ RAMBUTAN ISI NENAS DALAM KALENG “
Oleh:Mega Rustiani
073020060
JURUSAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDANBANDUNG
2010
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tingginya pertumbuhan populasi di dunia memunculkan pertanyaan
bagaimana kebutuhan makanan dapat dipenuhi. Hal tersebut sangat jelas bahwa
peningkatan suplai makanan penting untuk memenuhi kebutuhan gizi untuk setiap
orang. Pengembangan metode produksi, pascapanen, penyimpanan, pengolahan,
pengemasan, penyimpanan dan pemasaran yang lebih baik sangat penting untuk
menghasilkan penggunaan buah-buahan, sayuran, dan produk pertanian lainnya
yang lebih efisien.
Salah satu metode dasar untuk pengolahan buah dan sayuran adalah
pengalengan. Pengalengan merupakan metode utama pengawetan makanan dan
menjadi dasar destruksi mikroorganisme oleh panas dan pencegahan
rekontaminasi. Kualitas makanan yang dikalengkan tidak hanya dipengaruhi oleh
proses panas tetapi juga metode-metode preparasi, misalnya preparasi yang
melibatkan pencucian, trimming, sortasi, blanching, pengisian dalam kontainer,
dan penjagaan head space di dalam kaleng dengan penutupan vakum.
1.2. Tujuan Pengalengan
Tujuan dari proses pengalengan adalah untuk membunuh mikroorganisme
dalam makanan dan mencegah rekontaminasi. Panas merupakan agensia umum
yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme. Penghilangan oksigen
digunakan bersama dengan metode lain untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang memerlukan oksigen. Dalam pengalengan konvensional
buah dan sayur, ada tahapan proses dasar yang sama untuk kedua tipe produk.
Perbedaannya mencakup operasi khusus untuk beberapa buah atau sayuran, urutan
tahapan proses yang digunakan dalam operasi dan tahapan pemasakan atau
blanching.
II ISI
2.1. Spesifikasi Produk
Rambutan isi nenas dalam kaleng merupakan produk rambutan dimana biji
digantikan dengan adanya potongan nenas yang diletakan dibagian dalam
rambutan dan ditambahkan sirop gula didalamnya.
Tabel 1. Spesifikasi KalengSpesifikasi
Merk Mili brand Diameter 3 5/16 “Tinggi 4 5/16 “Kode kaleng 305 x 405Tipe can Three piece canIsi 13 buah rambutan isi nenasProdusen Saha Prachinburi Foods IndustryBarcode 8888140202421Netto 565 gramBentuk Bulat
2.1.1. Tampak depan
Gambar 1. Tampak Depan
Bagian tampak depan kaleng terdiri dari nama dan merk produk, isi atau
berat bersih, nama dan alamat perusahaan serta nomor pendaftaran BPOM RI.
Nama produk : rambutan isi nenas dalam sirup
Merk : MILI BRAND
Berat bersih : 565 gram
Nama perusahaan : Saha Prachinburi Foods Industry LTD
Alamat perusahaan : 58/35 Soi Nawin, chuaplerng road Chongnonsee
Yannawa Bangkok Thailand
Nomor pendaftaran : BPOM RI ML 557205003293
2.1.2. Tampak Belakang
Gambar 2. Tampak Belakang
Bagian tampak belakang kaleng terdiri dari nama dan merk produk, kode
barcode dan hiasan lainnya. Kode barcode kemasan ini terdiri dari 13 angka yaitu
8888140202421. Dua angka pertama yakni 88 merupakan kode negara Thailand.
Lima angka selanjutnya (88140) merupakan kode pembuat dan distributor yaitu
Goh Joo Hin Pte Ltd. Lima angka selanjutnya (20242) merupakan kode
identifikasi produk yaitu rambutan isi nanas dalam sirup dan angka terakhir (1)
merupakan angka kontrol.
2.1.3. Tampak Atas
Gambar 3. Tampak Atas
Bagian tampak atas kaleng terdiri dari nama brand serta gambar dan hiasan
lainnya.
2.1.4. Tampak Bawah
Gambar 4. Tampak Bawah
Bagian tampak bawah kaleng terdiri dari kode identitas produk. SPF
menunjukan nama produsen yaitu Saha Prachinburi Foods. RPL merupakan
Rambutan Pineapple. PRO : 2010.06.08 merupakan tanggal produksi pada
tanggal 08 Juni 2008, sedangkan EXP: 2013.06.07 merupakan tanggal akhir
konsumsi yaitu pada tanggal 07 Juni 2013.
2.1.5 Tampak Samping
Gambar 5. Tampak Samping
Bagian tampak samping kaleng terdiri dari nama produk,
kandungan/komposisi bahan, kode produksi, nama dan alamat pendistribusi serta
tanggal kadaluwarsa, sedangkan bagian sisi lainnya merupakan sideseam.
Identifikasi Produk : Rambutan Stuffed with Pineapple in Heavy Syrup
Komposisi : Air, rambutan, nenas dan gula
Kode Produksi : - (kosong dan tertera pada bagian bawah kaleng)
Nama Pendistribusi : Goh Joo Hin Pte Ltd
Alamat Pendistribusi : 116 Pasir Panjang Road +65 64791900
Tanggal Kadaluwarsa : - (kosong dan tertera pada bagian bawah kaleng)
2.2.Proses Pengalengan
2.2.1. Proses sortasi dan pencucian
Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan dikaleng-
kan yang bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang.
Buah yang kelewat matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buah-
nya akan semakin lunak, sehingga menyebabkan tekstur yang hancur setelah
pemanasan dalam retort. Setelah sortasi dilakukan pencucian dengan tujuan untuk
membersihkan buah dari kotoran-kotoran.
2.2.2. Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan
Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/
dikonsumsi, yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian
yang tidak berguna, seperti kulit, biji, bongkol, dsb, dilakukan pembuangan.
Bagian daging buah yang akan dimakan kemudian dilakukan proses pemotongan,
sesuai dengan ukuran yang dikehendaki dan ukuran kaleng.
2.2.3. Proses pengisian nenas kedalam rambutan
Proses pengisian nenas kedalam rambutan dilakukan setelah proses
pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan. Dimana tempat biji
rambutan digantikan dengan potongan nenas.
2.2.4. Proses blansir
Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan dalam
proses pengalengan buah dan sayur dengan tujuan untuk memperbaiki mutunya
sebelum dikenai proses lanjutan. Proses blansir ini berguna untuk :
(a) member-sihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal;
(b) meningkatkan suhu produksi produk atau jaringan;
(c) membuang udara yang masih ada di dalam jaringan;
(d) menginaktivasi enzim;
(e) menghilangkan rasa mentah;
(f) mem-permudah proses pemotongan (cutting, slicing, dll);
(g) mempermudah pengupasan;
(h) memberikan warna yang dikehendaki; dan
(i) mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.
Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan
buah dalam air mendidih selama 5–10 menit. Lama pencelupan tergantung jenis
dan banyak sedikitnya buah yang akan diolah. Secara umum, proses blansir perlu
memperhatikan hal-hal berikut :
(a) Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang
telah ditetapkan;
(b) Air yang digunakan untuk pro-ses blansir harus diganti secara rutin;
(c) Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah
ditetapkan; dan
(d) Produk yang telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum
yang diijinkan.
Blansir sering dilakukan dengan melewatkan bahan pangan pada suatu
ruangan yang berisi uap panas atau kolam air panas. Peralatan demikian umumnya
sangat sederhana dan cukup murah. Berdasarkan pada medium pemanasnya, maka
peralatan blansir (blancher) dibagi menjadi dua, yaitu steam blancher dan hot
water blancher.
Gambar 6. Blancher
Pengoperasian peralatan blansir perlu memperhatikan faktor yang mempe-
ngaruhi kerusakan mutu pangan, khususnya kerusakan komponen-komponen
mineral, vitamin dan komponen larut air lainnya. Kehilangan vitamin terutama
disebabkan karena terjadinya pelepasan (leaching), kerusakan karena panas
(thermal destruction) dan oksidasi.
Besarnya kerusakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
(1) Varietas;
(2) Tingkat kemasakan/kematangan;
(3) Metode penanganan (terutama tingkat pemotongan, pengirisan, dll, yang
mempengaruhi rasio luas permukaan/ volume bahan);
(4) Penggunaan medium pemanas dan pendingin;
(5) Lama dan suhu pemanasan; dan
(6) Rasio air/bahan yang diblansir (terutama jika digunakan air sebagai medium
pemanas atau pun pendingin).
2.2.5. Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng (Filling)
Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke dalam
kaleng. Penyusunan buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak terlalu
penuh. Pada saat pengisian perlu disisakan suatu ruangan yang disebut dengan
head space.
2.2.6. Proses pengisian sirop
Kemudian dituangkan larutan sirop. Sama halnya dengan pada saat
pengisian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh, melainkan
hanya diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu
diusahakan bahwa pada saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi
terendam.
2.2.7. Proses exhausting
Kaleng yang telah diisi dengan buah dan sirop kemudian dilakukan proses
exhausting. Tujuan exhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar udara
dan gas-gas lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng.
Exhausting penting dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada
kaleng setelah penutupan dengan tujuan untuk:
(i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam
kaleng yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai
akibat pengembangan produk, dan
(ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan
reaksi-reaksi oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu. Tingkat kevakuman
kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena blansir
membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan.
Exhausting dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
(i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam
kondisi panas,
(ii) memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau
(iii) secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.
Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 – 90oC dan proses berlangsung
selama 8-10 menit. Suhu produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar
60 - 70°C. Pada setiap selang waktu tertentu dilakukan pengecekan suhu produk
yang keluar dari exhauster, apakah suhu produk yang diinginkan tercapai atau
tidak.
2.2.8. Pembentukan ruang hampa (head space)
Ketika produk keluar dari exhauster, dilakukan pengaturan volume larutan
gula/sirop. Bila larutannya kurang, maka ditambahkan lagi oleh operator.
Sedangkan bila terlalu berlebihan, maka larutan gula/sirop dikeluarkan. Batas
pengisian larutan gula/sirop adalah harus sesuai dengan ruang hampa (head space)
yang ditetapkan, yaitu sekitar 1/10 dari tinggi kaleng. Untuk kaleng 8oz ruang
hampa kira-kira 5.8 mm sedangkan untuk 68oz antara 5-10 mm. Pada dasarnya,
adanya ruang hampa tersebut harus dapat menjamin tekanan vakum dalam kaleng
minimal 12.7 inch Hg.
Ruang hampa perlu diperhatikan supaya ketika terjadi pengembangan isi
terdapat ruangan yang dapat ditempati sehingga tidak menyebabkan penggem-
bungan kaleng. Isi kaleng yang terlalu penuh akan menyebabkan kaleng menjadi
cembung yang meskipun tidak menyebabkan kerusakan, tetapi menurunkan
mutunya karena disangka busuk.
Di samping itu, adanya ruang hampa tersebut akan berguna untuk
merapatkan penutupan kaleng, karena pada waktu uap air mengembun di dalam
kaleng, maka tekanan di dalam ruang hampa menjadi turun, sehingga tekanan
atmosfir dari luar akan menekan tutup kaleng dan penutupan menjadi kuat.
2.2.9. Proses penutupan kaleng
Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan hermetis
pada suhu yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka
semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses
penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat penting karena daya awet
produk dalam kaleng sangat tergantung pada kemampuan kaleng (terutama
bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk mengisolasikan produk di
dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah terjadinya
kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan.
Proses penutupan kaleng (hermetic seaming) dilakukan segera setelah
medium pemanas diisikan ke dalam kaleng. Proses ini dilakukan secara hermetis
dengan menggunakan double seamer sehingga disebut dengan istilah metode
double seaming, artinya proses dimana terjadi penggabungan badan kaleng
dengan tutup. Istilah ini berasal dari dua langkah yang diperlukan untuk proses
penutupan baik operasi pertama dan operasi kedua.
Operasi penutupan kaleng berlangsung dengan adanya tiga bagian dasar
pada alat double seamer, yaitu base plate, seaming chuck roll untuk operasi
pertama dan operasi kedua. Bagian base plate berfungsi menekan badan kaleng
pada posisinya, seaming chuck memegang tutup kaleng (lid) dan menekannya
pada operasi I dan operasi II.
Gambar 7. Proses Penutupan Kaleng (Double Seaming)
Operasi penutupan kaleng dapat dijelaskan sebagai berikut :
(1) kaleng yang berisi bahan akan dialirkan ke bagian alat double seamer disertai
dengan masuknya tutup kaleng. Ketika sampai di bagian base plate, kaleng akan
ter-angkat dan akan bergabung dengan bagian tutup kaleng.
(2) Setelah bergabung, rol I akan menyentuh lekukan pada tutup kaleng Dengan
adanya putaran mesin, tutup terlipat ke bawah lalu dibengkokkan lagi ke atas.
Sementara itu bibir kaleng juga tertekan dan membengkok ke bawah. Sampai
disini kerja rol I selesai lalu menjauhi chuck.
(3) Begitu rol I selesai bekerja, rol II mulai bekerja, yaitu mendekati chuck dan
dengan lekukan yang lebih lebar, akan menekan lipatan yang sudah terbentuk
pada rol I, sementara itu mesin berputar terus.
(4) Setelah rol II selesai bekerja dan menjauhi chuck, base plate bersama-sama
kaleng yang telah tertutup turun lagi dan proses penutupan kaleng selesai.
2.2.10. Penyimpanan dalam keranjang retort
Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng dimasukkan ke dalam
keranjang yang dipersiapkan untuk proses sterilisasi. Bentuk keranjang yang
digunakan berkapasitas 450 buah untuk kaleng 8oz dan 62 buah untuk kaleng
68oz.
Selama proses penyimpanan kaleng dalam keranjang ini, suhu kaleng harus
tetap berada di atas 60°C untuk memenuhi standar suhu awal produk sebelum
proses sterilisasi dimulai. Dengan demikian, bila proses tersebut terlalu lama yang
menyebabkan kaleng mulai mendekati suhu minimum, maka kaleng harus segera
dimasukkan ke dalam retort. Biasanya holding time maksimum yang dapat
mempertahankan suhu tetap di atas 60°C dari sejak selesai proses penutupan
sampai awal proses sterilisasi adalah 30 menit.
Gambar 8. Proses Memasukan Kaleng kedalam Retort
2.2.11. Proses sterilisasi
Proses sterilisasi merupakan tahap yang paling penting dan kritis dalam
proses pengalengan yang menentukan sukses atau tidaknya proses sterilisasi
secara keseluruhan. Proses sterilisasi dilakukan setelah kaleng ditutup dan
dimasukkan ke dalam ketel uap atau retort. Suhu sterilisasi standar yang
digunakan adalah 121oC (250oF).
Proses sterilisasi dalam sistem batch umumnya dilakukan dengan
menggunakan retort statis, yaitu sebuah tabung bertekanan tanpa pengaduk yang
digunakan untuk pengolahan produk pangan dalam wadah tertutup. Pada
umumnya, industri pengolahan pangan steril komersial menggunakan tipe retort
vertikal atau horizontal. Secara umum, wadah diletakkan dalam rak, peti,
kendaraan/gerbong, keranjang atau baki untuk pemuatan dan pembongkaran
dalam retort.
Sterilisasi adalah proses pemanasan yang diberikan pada bahan dengan
tujuan untuk membunuh mikroba pembusuk dan patogen dalam kaleng. Mikroba
yang terutama harus dimatikan adalah mikroba anaerobik yang tumbuh pada pH
di atas 4,5. Hal ini disebabkan kondisi dalam kaleng adalah vakum dan produknya
tergolong bahan pangan berasam rendah (low acid food). Salah satu mikroba yang
harus dimatikan tersebut adalah Clostridium botulinum yang tergolong bakteri
anaerobik mesofilik yang dapat menghasilkan racun botulinum yang berbahaya
bagi manusia.
Proses sterilisasi harus dilakukan secepat mungkin setelah proses penutupan
kaleng untuk mencegah kesempatan mikroba memperbanyak diri. Bila holding
time terlalu lama, maka jumlah mikroba awal sebelum sterilisasi akan terlalu
banyak, sehingga standar proses sterilisasi yang telah ditetapkan tidak dapat
membunuh semua mikroba pembusuk dan patogen yang ada.
Waktu dan suhu yang diperlukan untuk proses sterilisasi biasanya
tergantung pada konsistensi atau ukuran partikelnya, derajat keasaman isi kaleng,
ukuran head space, besar dan ukuran kaleng, kemurnian uap air (steam) yang
digunakan, dan kecepatan perambatan panas. Setiap siklus proses sterilisasi panas
menggunakan retort harus berlangsung mengikuti secara ketat sesuai standar
proses yang telah ditetapkan.
Suhu awal kaleng harus berada di atas 60°C. Hal ini disebabkan pada suhu
di bawah 60°C dikhawatirkan terjadi pertumbuhan mikroba, baik mikroba
mesofilik maupun termofilik yang tumbuh pada kisaran suhu 37-55°C. Dengan
demikian akan menambah jumlah awal mikroba yang akan berpangaruh terhadap
keberhasilan proses sterilisasi. Bila kondisi tetap dipertahankan standar yang
ditetapkan, maka kemungkinan terjadi under process, yaitu proses tidak cukup
membunuh mikroba patogen dan pembusuk yang ada. Sedangkan bila kondisi
dirubah untuk menyesuaikan dengan jumlah mikroba awal, maka akan terjadi
overprocess, yaitu proses berlebihan yang akan menyebabkan kerusakan bahan
yang disterilisasi.
Karena retort adalah tabung bertekanan, maka retort terbuat dari plat setebal
¼ inci (0,63 cm) atau lebih dengan bentuk tertentu dengan pengelasan. Pintu atau
penutup dibuat dari besi tuang atau plat tebal. Berbagai macam kunci digunakan
untuk keamanan pintu dan harus selalu dalam kondisi yang prima untuk
mencegah peledakan selama operasi. Hal ini penting bagi keselamatan pekerja
mengingat tekanan di dalam retort sangat kuat. Pada suhu 250°F (121°C) besar
tekanan di dalam retort mencapai 15 psia, atau sekitar 10 ton beban menekan
penutup atau pintu.
Apabila proses pengalengan menggunakan gelas, maka jenis retort yang
digunakan adalah retort bertekenan berlebih (overpressure). Yang dimaksud
dengan tekanan berlebih (overpressure) adalah tekanan yang diberikan kedalam
retort di atas tekanan yang diberikan oleh medium pemanas uap atau air pada
suhu proses tertentu. Sebagai contoh, tekanan yang diberikan kepada retort pada
suhu 250oF (121oC) adalah sekitar 15 psi, sedangkan pada suhu yang sama retort
dengan tekanan berlebih dapat beroperasi dengan tekanan 25 sampai 35 psi.
Retort yang dirancang untuk proses dengan tekanan berlebih membutuhkan
beberapa perbedaan dasar baik dalam peralatan maupun dalam
pengoperasiannnya.
(a) Venting
Venting adalah proses pengeluaran udara yang terdapat di dalam retort
sebelum proses sterilisasi dimulai. Dengan demikian, selama proses sterilisasi
berlangsung uap dalam retort berasal dari steam murni. Hal ini perlu dilakukan,
karena dalam uap air murni hubungan antara suhu dan tekanan adalah linier yang
akan memudahkan operator dalam membaca dan mengetahui suhu dan tekanan
dalam retort melalui manometer atau pressure gauge. Adanya udara-udara lain
dalam retort juga akan menyebabkan terjadinya penghambatan penetrasi panas
dari retort ke dalam kaleng yang akan mempengaruhi keber-hasilan proses
sterilisasi.
Gambar 9. Proses Venting
Di samping itu, venting bertujuan untuk menyeimbangkan antara suhu
dengan tekanan. Apabila tidak dilakukan venting, maka dapat terjadi suhu tidak
sesuai dengan tekanan, karena tekanan akan lebih cepat meningkat dibanding-kan
suhu. Venting juga bertujuan untuk meningkatkan suhu awal kaleng se-hingga
dapat sesuai dengan suhu retort.
Venting dimulai dengan mengeluarkan dahulu air yang mungkin masih
tersisa dalam retort dengan membuka valve drainage. Kemudian saluran venting
(venting valve) dan bleeder dibuka dan uap panas (steam) dialirkan ke dalam
retort. Sedangkan seluruh katup (valve) untuk air/udara harus tertutup. Venting
berlangsung kira-kira 8 menit sampai suhu retort mencapai 110°C. Setelah
venting selesai, saluran klep venting ditutup, sedangkan saluran uap panas tetap
dalam keadaan terbuka.
Penjadwalan venting biasanya dirancang oleh seorang ahli pengolahan atau
oleh industri pengalengan makanan itu sendiri. Untuk memastikan bahwa udara
keluar selama periode venting, pengesetan waktu dan suhu proses harus disesu-
aikan dengan penjadwalan proses. Proses pemanasan atau sterilisasi pada retort
tidak boleh dimulai sebelum venting benar-benar selesai dan kemudian suhu
proses dapat dicapai dan dipertahankan. Sebagai tanda bahwa proses venting telah
selesai secara visual biasanya tidak ada lagi letupan-letupan udara yang terjadi
pada vent dan uap keluar secara penuh dari ventilasi.
Sebelum siklus retort dimulai, terdapat udara dalam jumlah yang banyak
dalam retort. Retort horizontal dengan muatan penuh kaleng masih terdapat
sekitar 70 – 80% ruangan yang masih dipenuhi udara sebelum dimulainya proses
venting. Sedangkan untuk retort vertikal bermuatan penuh, biasanya lebih dari
60% ruangan terisi oleh udara. Karena itu penting sekali membuang udara
sebelum proses uap berlangsung, karena udara bukanlah penghantar panas yang
baik (isolator) sehingga udara dapat menghambat proses penetrasi panas. Untuk
retort yang menggunakan uap sebagai medium pemanas, tes distribusi suhu perlu
dilakukan untuk menentukan jadwal venting yang baik.
(b) Pencapaian suhu retort (CUT)
Selama aliran uap panas terbuka dan saluran venting tertutup, maka retort
akan meningkat suhunya. Recorder suhu akan mulai naik sampai mencapai suhu
proses. Peningkatan suhu ini dilakukan sampai mencapai suhu dan tekanan yang
diinginkan, yaitu pada 128.5°C dan tekanan 1.5 kg/cm2. Waktu yang diperlukan
untuk mencapai suhu retort tersebut adalah 2 menit. Sedangkan waktu total sejak
awal venting sampai tercapai suhu retort adalah 10 menit yang disebut dengan
Come Up Time (CUT).
CUT adalah waktu yang diperlukan untuk menaikkan suhu retort sampai
mencapai suhu proses yang dikehendaki. Dengan demikian CUT dihitung dari
mulai saat pertama pipa uap dibuka sampai akhirnya retort mencapai suhu retort.
Dari pengalaman empiris, diketahui bahwa hanya 40% dari CUT mem-punyai
efek letal yang signifikan bagi tercapainya sterilitas. CUT biasanya dimulai dari 0
hingga 0.5-0.6 menit tergantung pada penjadwalan proses pemanasan yang
dirancang oleh seorang ahli pengolahan. Semakin cepat CUT maka suhu proses
akan semakin tinggi dan waktu proses yang dibutuhkan untuk mencapai suhu
tersebut akan semakin cepat sehingga dapat menghemat energi yang digunakan
pada proses pemanasan tersebut.
(c) Sterilisasi
Proses sterilisasi (pemanasan dengan menggunakan suhu tinggi) yang dila-
kukan terhadap bahan pangan di dalam retort sebenarnya merupakan rangkaian
kegiatan untuk menghitung waktu proses yang tepat untuk suatu bahan pangan
dalam wadah/kemasan agar nantinya diperoleh nilai sterilitas yang diinginkan
untuk menjamin keamanan produk atau bahan pangan dalam kemasan/wadah
tersebut.
Selama proses berlangsung, suhu harus dipertahankan sedemikian rupa
sehingga suhu tidak kurang dari 127°C dan tidak lebih dari 130°C. Sedangkan
tekanan harus dipertahankan pada 1.5 kg/cm2. Hal ini perlu diperhatikan, karena
bila suhu kurang dari standar, akan terjadi underprocess, sedangkan bila suhu
lebih dari standar, akan terjadi overprocess. Untuk mempertahankan kondisi
tersebut, maka aliran uap panas diatur. Bila suhu terlalu tinggi, maka uap panas
dikurangi, sedangkan bila terlalu rendah aliran uap panas ditambah. Tekanan akan
tetap stabil selama suhu proses tetap stabil.
Apabila terjadi proses dimana suhu menyimpang dari standar (misalnya
terjadi drop), maka operator harus melakukan hal berikut. Bila drop terjadi sebe-
lum proses berlangsung lebih dari 5 menit, maka waktu proses mulai diukur
ketika mulai terjadi drop tersebut. Sedangkan bila terjadi setelah waktu tersebut,
maka operator harus menambah waktu proses selama waktu dimana terjadi drop
(misalnya, bila drop terjadi selama 2 menit, maka waktu proses ditambah selama 2
menit). Setelah proses sterilisasi selesai, maka aliran uap panas dihentikan dengan
menutup klep aliran uap panas.
2.2.12. Proses pendinginan
Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin.
Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan
yang cukup besar yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke
dalam produk. Untuk itu perlu dipastikan bahwa air pendingin yang digunakan
memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk industri besar, proses pendinginan
biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort, yaitu sesaat setelah katup uap
dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar,
maka tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan
terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan rusak.
Pendinginan dilakukan secepatnya setelah proses sterilisasi selesai untuk
mencegah pertumbuhan kembali bakteri, terutama bakteri termofilik. Pendi-
nginan dimulai dengan membuka saluran air pendingin dan menutup kerankeran
lainnya. Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah
dan bagian atas retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahanlahan
agar tidak terjadi peningkatan tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan secara
drastis tersebut harus dicegah karena dapat menyebabkan kaleng menjadi penyok
atau rusak pada bagian pinggirnya disebabkan kaleng tidak mampu menahan
kenaikan tekanan tersebut.
Air dialirkan dari bagian bawah dahulu agar secara bertahap dapat meng-
kondensasikan sisa uap yang ada dan baru bagian atas dibuka. Pada saat retort
telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras dialirkan. Selama proses pendi-
nginan berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan secara terus menerus
untuk mencegah terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok pada
kaleng disebabkan tekanan yang terlalu tinggi.
Proses pendinginan dinyatakan selesai bila suhu air dalam retort telah
men-capai 38-42°C. Suhu tersebut dapat dilihat pada catatan recorder. Aliran air
pendingin kemudian dihentikan dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan
keranjang diangkat dari retort. Seluruh proses sterilisasi sejak venting sampai
pendinginan akan dicatat pada rekorder. Dari catatan tersebut dapat diketahui
apakah proses yang dilakukan berjalan secara sempurna atau terjadi
penyimpangan. Data ini penting dalam melakukan pengawasan mutu produk
akhir.
Gambar 10. Proses Pendinginan Setelah Sterilisasi
2.2.13. Pengeringan
Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan diber-
sihkan. Proses pengeringan kaleng dan pembersihan kaleng ukuran 8oz dilaku-kan
dengan menggunakan mesin pengering, sedangkan untuk kaleng 68oz dila-kukan
secara manual. Untuk pengeringan dengan mesin, pengeringan hanya dilakukan
pada badan kaleng, sedangkan pengeringan pada bagian tutup dilaku-kan secara
manual.
Pengeringan dan pembersihan kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah
rekontaminasi (debu atau mikroba) yang lebih mudah menempel pada kaleng
yang basah. Di samping itu akan memudahkan dalam proses labeling.
2.2.14. Pemberian Label
Pemberian label adalah kegiatan penempelan label pada kaleng dengan
maksud agar penampakan kaleng lebih menarik dan konsumen mengetahui isi
kaleng tersebut. Label yang dicantumkan harus mempunyai warna yang cukup
menarik, disertai gambar, angka dan huruf yang jelas, singkat dan sederhana.
Pencantuman label tersebut akan memudahkan konsumen dalam memilih jenis
jamur yang diinginkan dan yang lebih penting adalah kesesuaian antara isi kaleng
dengan apa yang tercantum dalam label. Sebelum label ditem-pelkan keadaan
permukaan kaleng bagian luar harus bersih dan tidak berminyak.
Pada label kertas tersebut dicantumkan jenis dan kualitas produk jamur,
gambar jamur, merk produk, medium yang digunakan, nama pabrik, berat ber-sih,
tujuan pemasaran jamur serta nomor ijin dari BPOM. Merk jamur yang digunakan
tergantung pada tujuan pemasaran dan berdasarkan permintaan pemesan.
2.2.15. Penggudangan
Gambar 11. Penggudangan
Setelah kaleng dikeringkan, kaleng tersebut kemudian dibawa ke gudang
penyimpanan untuk menunggu hasil pemeriksaan sampel produk akhir di
laboratorium pengawasan mutu. Lamanya penggudangan minimal 10 hari sesuai
dengan lama pemeriksaan produk inkubasi. Bila produk sudah dinyatakan aman
(release), maka produk tersebut siap untuk dipasarkan. Penggudangan produk
dapat lebih dari 10 hari sampai ada pemesan yang akan membelinya.
2.2.16. Pengepakan
Pengepakan adalah suatu kegiatan mengemas produk kaleng ke dalam
bahan pengemas. Pengemas yang digunakan ada dua macam, yaitu kardus karton
dan plastik. Fungsi kemasan ini adalah sebagai wadah kedua, yaitu wadah yang
tidak langsung berhubungan dengan makanan. Pada kemasan karton terdapat
tulisan label dan keterangan lain yang menjelaskan isi sebagai informasi yang
perlu disampaikan kepada konsumen.
Sebelum proses pengepakan dilakukan, maka kaleng diuji dahulu kondisi
pembentukan vakumnya. Caranya adalah dengan memukul tutup kaleng dengan
batang besi kecil. Bila terjadi penyimpangan bunyi kaleng, maka kaleng diperiksa
apakah proses penutupan kaleng tidak sempurna atau sebab-sebab lain. Bila
terjadi cacat pada kaleng, maka kaleng dipisahkan.
Dengan pengemasan kaleng menjadi lebih rapi dan teratur, mencegah/
mengurangi terjadinya kerusakan selama penyimpanan di gudang dan di pasar,
serta memudahkan dalam pengangkutan dan distribusinya. Kegiatan pengepakan
meliputi tiga tahap, yaitu pembentukan bahan pengepak, pengisian kaleng dan
penutupan. Setelah kaleng dimasukkan dalam kardus atau dikemas dengan plastik,
lalu kaleng ditumpuk di atas palet untuk siap diangkut ke tujuan pemasaran.
Pencatatan dan Pengarsipan Proses Produksi
Informasi mengenai produksi seperti dijelaskan di atas harus dicatat pada
saat produksi oleh operator retort atau orang lain yang ditunjuk dalam formulir
yang mencakup tentang produk, nomor kode produksi, waktu, nomor retort atau
sistim proses, ukuran kaleng, jumlah kaleng per lot, suhu awal, waktu proses
aktual, suhu termometer air raksa, dan data-data proses yang dirasa perlu. Hal lain
yang perlu dicatat adalah tentang kevakuman mesin penutup kaleng (jika
penutupan kaleng dilakukan dengan mesin penutup vakum), maksimum pengisian
atau bobot tuntas, dan faktor-faktor kritis lain.
Faktor-faktor kritis didefinisikan sebagai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi scheduled process dan pencapaian nilai sterilitas suatu proses
sterilisasi. Faktor-faktor kristis tersebut dapat mencakup tetapi tidak terbatas pada:
(a) berat pengisian;
(b) berat tiris;
(c) head space;
(d) ukuran partikel produk;
(e) kon-sistensi/viskositas;
(f) tingkat kematangan produk (bahan baku);
(g) formulasi produk;
(h) suhu awal produk;
(i) suhu sterilisasi;
(h) waktu sterilisasi;
(j) kevakuman;
(k) persen liquid;
(l) persen solid;
(m) Brix,
(n) orientasi produk dalam wadah;
(o) orientasi wadah dalam retort;
(p) prosedur pendinginan; dan
(q) Come up time.
Faktor-faktor kritis yang telah ditetapkan tersebut harus dicek dan
dikontrol secara rutin.
III KESIMPULAN
Pada proses pengalengan buah maupun sayur, blanching bertujuan untuk
memodifikasi struktur (tekstur), menghilangkan udara interseluler dan gas-gas
lain, mengurangi mikrobia permukaan dan kontaminasi kimia, inaktivasi enzim,
penyesuaian tingkat kelembaban dan mengawetkan warna buah yang mengandung
antosianin. Sedangkan kelemahannya adalah menyebabkan kehilangan karena
pelarutan, pengurangan vitamin dan perubahan warna yang tidak dikehendaki.
Media yang digunakan untuk blanching ada dua yakni menggunakan air dan
menggunakan steam. Sedangkan exhausting bertujuan untuk menghilangkan
udara sehingga tekanan di dalam kaleng lebh rendah daripada tekanan atmosfer
yang dapat memperpanjang umur simpan produk.
DAFTAR PUSTAKA
Fellows,P.J. 1992. Food Processing Technology: Principle and Practice. Ellis
Horwood, New York.
Hariyadi, P. (Ed). 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat
STudi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Marhaendita, Shefani. 2009. Aspek Blanching dan Exhausting pada
Pengalengan Buah dan Sayur. http://shefani.wordpress.com. Akses:
17/12/10
Wirakartakusumah,M.A., Hermanianto,D., dan Andarwulan,N. 1989. Prinsip
Teknik Pangan. PAU Pangan