141
PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DI PROVINSI PAPUA BARAT ARDHA PUSPITA SARI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS

DI PROVINSI PAPUA BARAT

ARDHA PUSPITA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

Page 2: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah
Page 3: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penetapan Komoditas

Unggulan dalam Upaya Pengembangan Agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Ardha Puspita Sari NIM H451114041

Page 4: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah
Page 5: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

RINGKASAN ARDHA PUSPITA SARI. Penetapan Komoditas Unggulan dalam Upaya Pengembangan Agribisnis di Provinsi Papua Barat. Dibimbing oleh RITA NURMALINA dan DWI RACHMINA.

Potensi sumber daya pertanian yang dimiliki oleh Provinsi Papua Barat hendaknya dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin sehingga dapat meningkatkan perekonomian daerah. Salah satu pemanfaatan potensi tersebut yaitu dengan pengembangan agribisnis, tentunya dengan menitikberatkan pada komoditas-komoditas yang menjadi unggulan di Papua Barat agar dapat bersaing dengan daerah lain. Tujuan penielitian ini adalah menganalisis prioritas penetapan komoditas unggulan Provinsi Papua Barat, menganalisis sentra wilayah pengembangan komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat, dan rekomendasi arah pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat.

Analisis AHP digunakan dalam penentuan prioritas komoditas unggulan dengan mempertimbangkan kriteria kesesuaian agroekosistem, kondisi ekonomi dan daya dukung wilayah. Masing-masing kriteria memiliki sub kriteria yang akan digunakan untuk mendapatkan komoditas unggulan, antara lain: kriteria agroekosistem yaitu produktivitas, produksi dan trand produksi; kriteria ekonomi yaitu pendapatan, kelayakan usaha, perdagangan dan industri pengolahan; dan kriteria daya dukung yaitu modal, pasar, teknologi, sumber daya manusia, lembaga, sarana dan kebijakan pemerintah. Komoditas pertanian yang dipilih dibedakan menjadi 4 sektor yaitu tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan dan peternakan.

Berdasarkan hasil analisis AHP dengan kriteria kesesuaian agroekosistem, ekonomi dan daya dukung, maka penetapan komoditas unggulan dan sentra yang dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah padi (0,219), ubi jalar (0,184) dan kacang tanah (0,165). Padi menjadi prioritas utama komoditas unggulan karena memiliki bobot tertinggi pada kriteria ekonomi dan daya dukung, yaitu 0,333 dan 0,218. Sedangkan untuk kriteria kesesuaian agroekosistem padi memperoleh bobot terendah yaitu 0,105. Sentra pengembangan padi di Kabupaten Manokwari dan Sorong. Komoditas unggulan ubi jalar, bobot kriteria tertinggi adalah ekonomi (0,256), urutan kedua agroekosistem (0,184) dan terendah adalah daya dukung (0,136) dengan sentra pengembangan adalah Kabupaten Sorong dan Manokwari. Sedangkan pada komoditas unggulan kacang tanah, kriteria tertinggi adalah Agroekosistem (0,288), kedua adalah daya dukung (0,147) dan ketiga adalah kriteria ekonomi (0,071) dengan sentra pengembangannya di Kabupaten Manokwari dan Teluk Bintuni.

Komoditas unggulan kelompok tanaman hortikultura yaitu kacang panjang dengan bobot 0,165, tomat dengan bobot 0,146 dan cabai dengan bobot 0,138. Kriteria kesesuaian agroekosistem pada komoditas kacang panjang memperoleh bobot paling tinggi (0,289), diikuti kriteria ekonomi (0,175), dan daya dukung (0,121). Pada komoditas tomat, bobot tertinggi pada kriteria ekonomi (0,264), kedua daya dukung (0,114) dan ketiga agroekosistem (0,064). Sedangkan pada komoditas cabai, bobot tertinggi pada kriteria ekonomi (0,175), kemudian daya

Page 6: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

dukung (0,124) dan terendah agroekosistem (0,118). Sentra pengembangan komoditas hortikultura seluruhnya di Kabupaten Teluk Bintuni.

Komoditas unggulan kelompok tanaman perkebunan yaitu pala (0,306), kelapa sawit (0,293) dan kakao (0,275). Pala mendapatkan bobot tertinggi pada kriteria ekonomi (0,376), kedua agroekosistem (0,371), dan ketiga daya dukung (0,184) dengan sentra pengembangan pala di Kabupaten Fak-fak. Komoditas kelapa sawit mendapatkan nilai tertinggi pada kriteria agroekosistem (0,293), diikuti kriteria daya dukung (0,252), dan terakhir kriteria ekonomi (0,192) dengan sentra pengembangannya di Kabupaten Sorong. Komoditas kakao mendapatkan bobot tertinggi pada kriteria kesesuaian agroekosisten (0,277), kemudian kriteria ekonomi (0,277), dan daya dukung (0,270) dengan sentra pengembangan di Kabupaten Raja Ampat.

Komoditas unggulan pertenakan yaitu babi (0,309), sapi (0,191) dan ayam (0,184). Babi memiliki bobot tertinggi pada kriteria kesesuaian agroekosistem (0,393), diikuti ekonomi (0,295) dan daya dukung (0,151) dengan sentra pengembangan di Kabupaten Kaimana. Komoditas unggulan sapi memiliki bobot tertinggi pada kriteria agroekosistem (0,233), kedua kriteria ekonomi (0,125), dan terakhir daya dukung (0,175) dengan sentra pengembangannya di Kabupaten Fak-fak. Sedangkan ayam memiliki bobot tertinggi pada kriteria ekonomi (0,260), diikuti daya dukung (0,251) dan kesesuaian agroekosistem (0,110) dengan sentra pengembangan di Kabupaten Kaimana.

Arah pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat sebaiknya sesuai dengan penetapan komoditas dan sentra pengembangannya dengan meningkatkan pengembangan industri input, pengembangan teknologi budidaya, peningkatan nilai tambah, pengembangan sistem pemasaran dan pengembangan lembaga penunjang sistem agribisnis.

Kata kunci: Komoditas unggulan, sentra pengembangan, agribisnis, Papua Barat

Page 7: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

SUMMARY ARDHA PUSPITA SARI. Prime Commodity Determination of Papua Barat Agribusiness Development. Supervised by RITA NURMALINA and DWI RACHMINA.

Agriculture resources of Papua Barat should be exerted effectively to boost the regional economy. Prime commodity based agribusiness development is one of many approaches that can be used to improve the Papua Barat competitiveness. The aim of this study were to determine the Papua Barat prime commodity and its production area, and establish a recommendation on Papua Barat agribusiness development.

Analytical Hierarchy Process (AHP) was used to prioritizing the commodity from each of four sectors that were planned to be developed: crops, horticulture, estate and livestock. The criteria used were agro-ecosystem suitability (sub-criteria: productivity, production and its tren), economic factors (income, feasibility, trade and processing industry avaibility) and regional carrying capacity (capital, market, technology, human resources, institution, facilities and government policy).

The AHP showed that for the crop sector, the prime commodities are paddy (0,219), sweet potato (0,184) and peanut (0,165) respectively. Though in term of agro-ecosystem suitability paddy has the lowest weight (0,105), but paddy become the prime commodity since it has the highest weight of economic factor 0,333 and regional carrying capacity weight 0,218. Considering the agro-acosystem, then Manokwari and Sorong can be recommended as main paddy production area in Papua Barat. The same area can be projected as a main production area for sweet potato as well, which become the second prime commodity as its economic weight 0,256 and agro-ecosystem suitability weight is 0.184. Meanwhile, the third prime commodity, peanut, should be produced in Manokwari and Teluk Bintuni.

The prime commodity for horticulture sector are legume (0,165), tomato (0,146), and chili (0,138). Legume become the prime commodity since it has the highest weight of agro-ecosystem suitability 0,289 and economic factor weight 0,175. Tomato become the second prime commodity as its economic weight 0,264 and regional carrying capacity weight 0,114. The third prime commodity are chili has the highest weight of economic factor 0,175 and regional carrying capacity weight 0,124. Teluk Bintuni Regency can be recommended as main horticulture production area in Papua Barat.

The prime commodities for estate are nutmeg (0,306), palm oil (0,293), and cocoa (0,275). Nutmeg become the prime commodity since it has the highest weight of economic factor 0,376, agro-ecosystem factor 0,371 and regional carrying capacity with lowest weight 0,184. Considering the agro-acosystem, then Fak-fak can be recommended as main nutmeg production area in Papua Barat. Palm oil become the second prime commodity as its agro-ecosystem weight 0,264, regional carrying capacity weight 0,252 and economic factor 0,192. The main production area for palm oil in Sorong. Meanwhile, the third prime commodity, cocoa, should be produced in Raja Ampat.

The prime commodities for livestock are pig (0,309), cattle (0,191) and chicken (0,184). Pig and cattle become the prime commodity since it has the

Page 8: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

highest weight of agro-ecosystem, economic factor and regional carrying capacity with lowest weight. Differently with two categories above, chicken has the highest weight of economic factor (0,260) and regional carrying capacity (0,251) and agro-ecosystem (0,110). Considering the agro-acosystem, then Kaimana can be recommended as main pig and chicken production area and Fak-Fak for cattle production area in Papua Barat.

Agribusiness development in West Papua should be in accordance with the prime commodity that has been determined. The development of agribusiness in Papua Barat requires some effort inestablishing input industries, improving cultivation technologies, creating and enforcing value added activities, developing marketing systems and establishing supporting institutions of agribusiness system.

Keywords: Prime commodity, main production area, agribusiness, Papua Barat

Page 9: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 10: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah
Page 11: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Agribisnis

PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS

DI PROVINSI PAPUA BARAT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

ARDHA PUSPITA SARI

Page 12: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Anna Fariyanti, MSi Penguji Wakil Program Studi : Dr Amzul Rifin, SP MA

Page 13: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

Judul Tesis: : Penetapan Komoditas Unggulan dalam Upaya Pengembangan Agribisnis di Provinsi Papua Barat

Nama : Ardha Puspita Sari NIM : H451114041

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Ketua Dr Ir Dwi Rachmina, MSi

Anggota

Diketahui oleh Ketua Program Studi Agribisnis

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 6 Januari 2014

Tanggal Lulus:

Page 14: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah
Page 15: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

hidayah-Nyalah penulisan tesis yang berjudul “Penetapan Komoditas Unggulan dalam Upaya Pengembangan Agribisnis di Provinsi Papua Barat” dapat diselesaikan dengan baik. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada: 1. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir

Dwi Rachmina, MSi selaku anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku dosen evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal penelitian, Dr Ir Basita Ginting, MA selaku moderator pada seminar hasil penelitian, Dr Ir Anna Fariyanti MSi selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Amzul Rifin SP MA selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis yang telah memberikan banyak masukan dan arahan untuk penyempurnaan tesis ini.

3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis dan Dr Ir Suharno, MAdev selaku Sekretaris Program Studi Magister Sains Agribisnis, serta seluruh dosen dan staf Program Studi Magister Sains Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

4. Dr Ir Harry Uhi, MSi selaku Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Papua Barat, George Yarangga, APi MM selaku Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Papua Barat, Drs Ishak Hallatu, MSi Selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Papua Barat atas bantuan, kesediaan dan kerjasamanya dalam memberikan data dan informasi yang diperlukan selama penelitian.

5. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas Beasiswa Unggulan yang diberikan kepada penulis.

6. Penghargaan setinggi-tinginya penulis persembahkan kepada orang tua tercinta Bapak Mataji dan Ibu Purwanti, saudara-saudari serta kekasih atas segala doa, pengorbanan dan kasih sayangnya dalam memberikan motivasi yang begitu besar bagi penulis.

7. Teman-teman seperjuangan Angkatan II dan Angkatan III khususnya Angkatan II Genap 2012 pada Program Studi Magister Sains Agribisnis atas diskusi dan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Ardha Puspita Sari

Page 16: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 6 Manfaat Penelitian 6 Ruang Lingkup 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 7 Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan 7 Peranan Komoditas Unggulan Terhadap Pembangunan Wilayah 8 Kriteria Komoditas Unggulan 9 Metode Pengukuran Komoditas Unggulan 10

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 Konsep Sistem Agribisnis 12 Pembangunan Wilayah Berbasis Agribisnis 14 Pengertian Komoditas Unggulan 15 Penetapan Prioritas dan Sentra Komoditas Unggulan 16 Kerangka Pimikiran Oprasional 17

4 METODE PENELITIAN 19 Lokasi dan Waktu Penelitian 19 Jenis dan Sumber Data 19 Metode Pengumpulan Data 19 Metode Analisis Data 20

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Letak, Batas dan Luas Wilayah 27 Penduduk dan Tenaga Kerja 28 Kondisi Sosial Ekonomi 30 Potensi Agribisnis Papua Barat 31

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 37 Penetapan Komoditas Unggulan 37 Penetapan Sentra Pengembangan 57 Arah Penegmbangan Agribisnis 73

7 SIMPULAN DAN SARAN 77 Simpulan 77 Saran 77

DAFTAR PUSTAKA 78

LAMPIRAN 82

RIWAYAT HIDUP 121

Page 17: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

DAFTAR TABEL

1 Produk domestik bruto atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha (miliar rupiah) tahun 2012 2 2 Perkembangan PDRB Papua Barat atas dasar harga konstan

menurut lapangan usaha tahun 2009-2011 (%) 3 3 Luas lahan dan produksi komoditas utama di Provinsi Papua Barat

tahun 2011 4 4 Populasi dan produksi peternakan di Provinsi Papua Barat tahun

2011 4 5 Komoditas unggulan Provinsi Papua Barat berdasarkan potensi

produksi 6 6 Jumlah dan fungsi responden berdasarkan jenis responden 20 7 Perbandingan berpasangan antar komoditas pada masing-masing

sub kriteria 23 8 Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat menurut jenis kelamin per

kabupaten tahun 2011 29 9 Jumlah penduduk angkatan kerja di Provinsi Papua Barat menurut

jenis kelamin dan jenis kegiatan utama Tahun 2011 29 10 Perkembangan PDRB Provinsi Papua Barat atas dasar harga

konstan menurut lapangan usaha tahun 2009-2011 (%) 30 11 Luas lahan yang sesuai untuk pengembangan pertanian menurut

kabupaten di Provinsi Papua Barat tahun 2011 31 12 Sebaran dan tipe lahan yang sesuai di Provinsi Papua Barat tahun

2011 32 13 Luas lahan potensial untuk pengembangan pertanian menurut

kabupaten di Provinsi Papua Barat tahun 2011 32 14 Luas panen tanaman pangan menurut kabupaten di Provinsi Papua

Barat tahun 2011 (Ha) 33 15 Rata-rata produksi tanaman pangan menurut kabupaten di Provinsi

Papua Barat tahun 2008-2011 (ton) 33 16 Produksi tanaman perkebunan menurut kapubaten di Provinsi

Papua Barat tahun 2011 (ton 36 17 Rata-rata populasi ternak menurut kabupaten di Provinsi Papua

Barat tahun 2008-2011 (ekor) 37 18 Nilai pada masing-masing sub kriteria komoditas unggulan pangan

Provinsi Papua Barat 40 19 Nilai pada masing-masing sub kriteria komoditas unggulan

hortikultura Provinsi Papua Barat 44 20 Nilai pada masing-masing sub kriteria komoditas unggulan

perkebunan Provinsi Papua Barat 49 21 Nilai pada masing-masing sub kriteria komoditas unggulan

peternakan Provinsi Papua Barat 54

Page 18: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

DAFTAR GAMBAR

1 Konsep dan pemikiran sistem agribisnis 13 2 Kerangka pemikiran operasional 18 3 Struktur AHP untuk penentuan prioritas komoditas 22 4 Struktur AHP untuk penentuan sentra pengembangan 26 5 Produksi tanaman hortikultura menurut kabupaten di Provinsi

Papua Barat 34 6 Persentasi perkembangan produksi tanaman perkebunan di Provinsi

Papua Barat tahun 2008-2012 35 7 Hasil pembobotan kriteria dan subkriteria 38 8 Sebaran bobot prioritas komoditas unggulan tanaman pangan

di Provinsi Papua Barat 39 9 Sebaran bobot prioritas komoditas unggulan tanaman hortikultura

di Provinsi Papua Barat 45 10 Sebaran bobot prioritas komoditas unggulan tanaman perkebunan

di Provinsi Papua Barat 48 11 Sebaran bobot prioritas komoditas peternakan di Provinsi

Papua Barat 53 12 Perbandingan sebaran bobot prioritas antar sektor komoditas

unggulan 56 13 Peta sentra komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat 58 14 Peta sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan

di Provinsi Papua Barat 58 15 Lahan dan kegiatan pasca panen padi di Kabupaten Manokwari 60 16 Kebun dan hasil ubi jalar di Provinsi Papua Barat 61 17 Kebun kacang tanah di Provinsi Papua Barat 63 18 Peta sentra pengembangan komoditas unggulan hortikultura di

Provinsi Papua Barat 64 19 Kebun kacang panjang dan tomat di Kabupaten Manokwari 65 20 Peta sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman

perkebunan di Provinsi Papua Barat 65 21 Kebun Pala dan Proses pemecahan biji pala oleh Masyarakat Kabupaten Fak-fak 66 22 Kebun kelapa sawit di Distrik Prafi Kabupaten Manokwari 68 23 Kebun kakao di Kabupaten Raja Ampat 69 24 Peta sentra pengembangan peternakan di Provinsi Papua Barat 70

DAFTAR LAMPIRAN

1 Matriks perbandingan berpasangan 82 2 Hasil analisis AHP penetapan komoditas pangan 82 3 Hasil analisis AHP penetapan komoditas hortikltura 83 4 Hasil analisis AHP penetapan komoditas perkebunan 85

Page 19: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

5 Hasil analisis AHP penetapan komoditas peternakan 86 6 Rata-rata produksi tanaman pangan Provinsi Papua Barat (ton) 87 7 Rata-rata produksi tanaman hortikultura Provinsi Papua Barat (ton) 87 8 Rata-rata produksi tanaman perkebunan Provinsi Papua Barat (ton) 87 9 Rata-rata populasi peternakan Provinsi Papua Barat (ekor) 88 10 Rata-rata produksi tanaman pangan nasional (ton) 88 11 Rata-rata produksi tanaman perkebunan nasional (ton) 88 12 Rata-rata produksi tanaman hortikultura nasional (ton) 89 13 Rata-rata populasi peternakan nasional (ton) 89 14 Nilai LQ tanaman pangan 89 15 Nilai LQ tanaman hortikultura 90 16 Nilai LQ tanaman perkebunan 90 17 Nilai LQ peternakan 90 18 Produktivitas tanaman pangan Provinsi Papua Barat dan Nasional

(Ton/Ha) 90 19 Produktivitas tanaman hortikultura Provinsi Papua Barat dan

Nasional (Ton/Ha) 91 20 Produktivitas tanaman perkebunan Provinsi Papua Barat dan

Nasional (Ton/Ha) 91 21 Produktivitas peternakan Provinsi Papua Barat dan Nasional 91 22 Analisis trend produksi tanaman pangan menurut kabupaten

di Provinsi Papua Barat 91 23 Analisis trend produksi tanaman hortikultura menurut kabupaten

di Provinsi Papua Barat 92 24 Analisis trend produksi tanaman perkebunan menurut kabupaten

di Provinsi Papua Barat 92 25 Analisis trend populasi peternakan menurut kabupaten di Provinsi

Provinsi Papua Barat 92 26 Analisis pendapatan dan R/C rasio padi 93 27 Analisis pendapatan dan R/C rasio jagung 93 28 Analisis pendapatan dan R/C rasio ubi kayu 95 29 Analisis pendapatan dan R/C rasio ubi jalar 96 30 Analisis pendapatan dan R/C rasio kedelai 97 31 Analisis pendapatan dan R/C rasio kacang tanah 98 32 Analisis pendapatan dan R/C rasio sayuran 99 33 Analisis pendapatan dan B/C rasio pala 100 34 Analisis pendapatan dan B/C rasio kelapa sawit 103 35 Analisis pendapatan dan B/C rasio Kakao 107 36 Analisis finansial peternakan sapi untuk 5 ekor dalam 1 tahun di Provinsi Papua Barat 111 37 Analisis finansial peternakan kambing untuk 5 ekor dalam 1 tahun

di Provinsi Papua Barat 111 38 Analisis finansial peternakan babi untuk 5 ekor dalam 1 tahun di

Provinsi Papua Barat 112 39 Analisis finansial peternakan itik untuk 500 ekor di Provinsi

Papua Barat 112 40 Analisis finansial peternakan ayam untuk 1000 ekor di Provinsi

Papua Barat 113

Page 20: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

41 Analisis perdagangan tanaman pangan (ton) 114 42 Analisis perdagangan tanaman hortikultura (ton) 114 43 Analisis perdagangan tanaman perkebunan (ton) 115 44 Analisis perdagangan peternakan (ekor) 116 45 Jumlah industri pengolahan 116 46 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian tahun 2011 (jiwa) 117 47 Rata-rata skor penilaian daya dukung pengembangan sektor

agribisnis di Provinsi Papua Barat 117 48 Rata-rata jarak tempuh lokasi pedesaan terhadap kota 118 49 Luas potensi wilayah pengembangan pertanian di Provinsi Papua

Barat 118 50 Kesesuaian wilayah (ketinggian) Provinsi Papua Barat 118 51 Rata-rata produksi tanaman pangan menurut kabupaten 119 52 Rata-rata produksi tanaman hortikultura menurut kabupaten 119 53 Rata-rata produksi tanaman perkebunan menurut kabupaten 119 54 Rata-rata populasi ternak menurut kabupaten 119

Page 21: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian, Indonesia hendaknya mewujudkan sektor pertanian sebagai unggulan (basis) ekonomi nasional demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk menjadikan sektor pertanian sebagai sektor unggulan dalam pembangunan ekonomi nasional, tranformasi pembangunan pertanian harus dilakukan ke arah pembangunan agribisnis. Pembangunan agribisnis memiliki keterkaitan yang erat dengan pembangunan daerah. Daerah yang ingin membangun ekonomi kerakyatan harus menjadikan pembangunan agribisnis sebagai fokus perhatian pembangunan. Hal ini disebabkan karena saat ini hampir seluruh ekonomi di daerah Indonesia berbasiskan sistem agribisnis, baik dikaji dari Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), penyerapan tenaga kerja, maupun ekspor daerah (Saragih 2010).

Operasionalisasi pembangunan sistem dan usaha agribisnis sebaiknya dilaksanakan melalui pengembangan kawasan dan pusat-pusat pertumbuhan berbasis komoditas sesuai dengan keunggulan masing-masing daerah. Oleh karena itu, daerah perlu mencermati sejumlah komoditas yang mempunyai keunggulan sesuai dengan kondisi wilayah untuk dikembangkan secara berkesinambungan. Ini berarti mulai meletakkan dasar kebijakan peningkatan produksi dalam sistem ekonomi kerakyatan dengan pertimbangan potensi alam, kondisi sosial ekonomi, penguasaan teknologi, kemampuan manajerial dan pemanfaatan sumber daya alam lokal.

Saat ini di beberapa negara berkembang seperti negara-negara ASEAN negara-negara di Asia Selatan, Afrika, Eropa Timur, dan Amerika Selatan telah menerapkan progran OVOP (One village One Product) untuk mendukung pengembangan potensi daerah. OVOP dirintis oleh Prof. Morihiko Hiramatsu yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Oita, Jepang tepatnya pada 1980. OVOP merupakan suatu pendekatan pengembangan potensi daerah di suatu wilayah untuk menghasilkan suatu komoditas yang mampu bersaing di pasar global, dengan tetap memiliki ciri khas keunikan karakteristik dari daerah tersebut. Komoditas yang dihasilkan adalah komoditas yang memanfaatkan sumber daya lokal, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia dengan tetap menekankan pada nilai tambah lokal dan mendorong semangat menciptakan kemandirian masyarakat. Selain itu, konsepsi yang ditekankan dalam program ini, bahwa yang penting bukan hanya kemakmuran dari segi ekonomi (Gross National Product) tetapi juga kepuasan batin (Gross National Satisfaction) masyarakat setempat (Sugiharto dan Rizal 2008).

Komoditas unggulan yang pada dasarnya bersifat dinamis, dipilih sesuai dengan potensinya dalam meningkatkan pendapatan atau menghemat devisa, meningkatkan nilai tambah, dan menyerap tenaga kerja secara produktif, serta berbasis utama pada sumber daya domestik yang ada (Rusono 1999). Sejalan dengan apa yang dikemukkan oleh Saragih (2010), dimana salah satu landasan kebijakan pembangunan pertanian dengan mengembangkan komoditas unggulan

Page 22: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

2

yang berbasis pada keanekaragaman sumber daya, kelembagaan dan produk lokal. Oleh karena itu, kriteria dan pertimbangan utama dalam pemilihan komoditas unggulan meliputi: 1) memiliki peluang ekspor maupun substitusi impor secara kompetitif; 2) mempunyai potensi basis sumber daya yang relatif siap dimanfaatkan; 3) adanya terobosan teknologi, manajemen, dan kelembagaan; 4) berpotensi meningkatkan nilai tambah melalui pengolahan dan penanganan pasca panen; 5) memberikan peluang kerja bagi masyarakat dalam proses produksi, pengolahan maupun jasa.

Tabel 1 menjelaskan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia tahun 2012, terlihat bahwa pertanian menempati urutan ketiga setelah sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ini membuktikan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan cukup besar dalam pengembangan perekonomian di Indonesia. Tetapi pada kenyataannya, sektor pertanian tidak dipersiapkan untuk dapat bersaing dengan negara lain. Pada tahun 2012, pertumbuhan sektor pertanian di Indonesia hanya sekitar 3,97% lebih rendah dari sektor lain padahal sektor tersebut diperlukan untuk mendukung sektor lain sebagai bahan baku.

Tabel 1 Produk domestik bruto Provinsi Papua Barat atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha (miliar rupiah) tahun 2012 Lapangan Usaha 2012 Proporsi (%)

1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 327.549,70 12,5

2. Pertambangan dan Penggalian 192.585,40 7,3 3. Industri Pengolahan 670.109,00 25,5 4. Listrik, Gas & Air Bersih 20.131,40 0,7 5. Konstruksi 171.996,60 6,5 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 472.646,20 18,0 7. Pengangkutan dan Komunikasi 265.378,40 10,1 8. Keuangan, Real Estate & Jasa

Perusahaan 253.022,70 9,6

9. Jasa-jasa 244.719,80 9,3 Produk Domestik Bruto 2.618.139,20 100

Sumber: BPS 2013(diolah) Kontribusi pengembangan agribisnis dalam upaya peningkatan

perekonomian Indonesia dapat dijadikan isu pokok mengingat potensi sektor pertanian Indonesia yang sangat besar, akan tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Potensi sektor pertanian memungkinkan untuk pengembangan agribisnis sebagai sumber pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Hal ini didasarkan pada: 1) Potensi sumberdaya alam Indonesia tersedia cukup besar; 2) Sektor pertanian merupakan sumber bahan baku industri-industri domestik masih sangat dibutuhkan; 3) Beberapa komoditas pertanian Indonesia mempunyai daya keunggulan komparatif di pasar internasional; dan 4) kemampuan sektor pertanian menyerap tenaga kerja, meningkatkan dan meratakan pendapatan masyarakat.

Kondisi sumberdaya yang mendukung serta struktur ekonomi dibeberapa wilayah Indonesia yang berbasis pada pertanian, maka upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pembangunan agribisnis komoditas unggulan

Page 23: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

3

adalah dengan meningkatkan produktivitas serta mengembangkan berbagai kegiatan industri yang terkait dengan potensi sektor tersebut. Peningkatan produktivitas diharapkan akan dapat mendukung peningkatan pendapatan. Hal ini tentunya harus diikuti dengan peningkatan investasi dalam berbagai kegiatan industri serta kegiatan pendukung sektor lainnya.

Salah satu wilayah yang memiliki sumber daya yang dapat mendukung pengembangan agribisnis pertanian adalah Provinsi Papua Barat. Saat ini sektor pertanian di Papua Barat masih menjadi sektor unggulan yang memberikan kontribusi terbesar kedua bagi perekonomian nasional dan daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran secara langsung antara lain melalui kontribusi terhadap PDRB, sumber devisa, dan penyedia lapangan kerja. Sementara itu, dampak tidak langsung diperoleh akibat efek pengganda aktifitas sektor pertanian melalui keterkaitan Input-Output antar industri, konsumsi dan investasi.

Tabel 2 Kontribusi PDRB Provinsi Papua Barat atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha tahun 2009-2011 (%)

Lapangan Usaha 2009 2010 2011 Laju (%/Tahun)

1. Pertanian / Agriculture 26,03 21,51 17,17 -6,60 Tanaman Pangan 4,75 3,99 3,04 -1,33 Tanaman Perkebunan 2,61 2,15 1,86 -0,52 Peternakan 1,56 1,3 1,08 -0,35 Kehutanan 7,11 5,7 4,53 -1,87 Perikanan 9,99 8,36 6,66 -2,51

2. Pertambangan 15,09 11,64 9,7 -3,66 3. Industri Pengolahan 18,78 32,15 41,61 16,14 4. Listrik Dan Air Bersih 0,44 0,36 0,31 -0,09 5. Bangunan 8,98 7,67 6,77 -1,55 6. Perdagangan 9,82 7,94 7 -1,88 7. Pengangkutan dan

Komunikasi 7,57 6,54 5,8 -1,25

8. Keuangan 2,55 2,12 1,85 -0,48 9. Jasa-Jasa 10,74 10,08 9,79 -0,62

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2012 (diolah) Sasaran Pembangunan Pertanian Provinsi Papua Barat adalah

meningkatkan produktivitas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat serta meningkatkan pendapatan petani. Namun, pada tahun 2010 kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Papua Barat turun dari 21,51% mencapai 17,17% yang menduduki urutan kedua setelah industri pengolahan (41,61%). Dari kontribusi sektor pertanian tersebut kontribusi terbesar adalah sektor perikanan (6,66%), kehutanan (4,53%) dan tanaman pangan (3,04%). Terlihat pada Tabel 2 bahwa laju pertumbuhan hampir semua sektor adalah negatif kecuali industri pengolahan. Produksi LNG mempengaruhi pergeseran struktur ekonomi Papua Barat sejak tahun 2010. Hal ini mendorong sektor industri pengolahan menjadi sektor terbesar yang menyumbang nilai PDRB pada tahun

Page 24: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

4

2011. Keadaan tersebut menggeser kontribusi sektor pertanian yang selama ini menjadi sektor dominan di Papua Barat.

Papua Barat memiliki sumber daya lahan yang sangat berpotensi untuk pengembangan pertanian. Berdasarkan Atlas Tata Ruang Pertanian Indonesia, dari 9,9 juta ha luas lahan Provinsi Papua Barat, seluas 2,7 juta Ha berpotensi untuk pertanian, tetapi baru sekitar 0,62 juta Ha (33%) yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian (BPS Provinsi Papua Barat 2012). Sumber daya lahan pertanian di Papua Barat berperan sebagai penghasil sumber pendapatan petani dan daerah, sehingga upaya untuk mengembangkan pertanian perlu dilakukan. Mengingat sebagian besar masyarakat etnis Papua masih menggantungkan kehidupannya pada sumber daya lahan dan lingkungan maka usaha pengembangan pertanian secara tidak langsung juga meningkatkan taraf hidup, pendapatan, dan kesejahteraan mereka. Selain sumber daya lahan, Provinsi Papua Barat juga memiliki potensi sumber daya manusianya, yaitu sekitar 163.164 jiwa atau 48,50% dari total angkatan kerja penduduk Provinsi Papua Barat bermatapencaharian sebagai petani (BPS Papua Barat 2012). Produksi komoditas utama menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Papua Barat tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3 Luas lahan dan produksi komoditas utama di Provinsi Papua Barat tahun

2011

Jenis Komoditas Luas Panen (Ha) Produksi (ton) Tanaman Pangan 1. Padi 2. Jagung 3. Ubi kayu 4. Ubi jalar 5. Kacang tanah 6. Kedelai 7. Sayur-sayuran

8.283 1.278 1.744 1.018

596 375

5.319

29.303 2.125

20.440 10.410

625 403

22.790 Tanaman Perkebunan 1. Kelapa 2. Kelapa sawit 3. Kakao 4. Pala

21.154 13.157 9.131 5.816

17.710 45.358 5.133

588 Sumber: BAPPEDA Papua Barat 2012

Tabel 4 Populasi dan produksi daging peternakan di Provinsi Papua Barat tahun 2011

Peternakan Popuasi (ekor) Produksi (Kg) 1. Sapi 2. Kambing 3. Babi 4. Ayam Buras 5. Ayam Ras

41.462 16.810 78.420

1.021.581 581.089

2.316.136 39.834

334.950 767.944 454.464

Sumber: BAPPEDA Papua Barat 2012

Page 25: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

5

Produksi pertanian yang mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat tersebar pada seluruh kabupaten. Kontribusi perkebunan terhadap PDRB Papua Barat tergolong kecil dibandingkan perikanan, kehutanan dan tanaman pangan, namun produksi terbesar masih di duduki oleh sektor perkebunan. Produksi terbesar tanaman perkebunan yang diproduksi adalah kelapa sawit. Sedangkan tanaman pangan yang diproduski antara lain, padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai.

Provinsi Papua Barat memiliki kondisi agroekosistem (iklim dan topografi, sumber daya lahan dan sumber daya air) serta sumber daya manusia dan sosial budaya yang mendukung pertumbuhan pertanian di Provinsi Papua Barat. Potensi sumber daya pertanian yang dimiliki oleh Provinsi Papua Barat hendaknya dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin sehingga dapat meningkatkan perekonomian daerah. Salah satu pemanfaatan potensi tersebut yaitu dengan revitalisasi pertanian, tentunya dengan menitik beratkan pada komoditas-komoditas yang menjadi unggulan di Provinsi Papua Barat agar dapat bersaing dengan daerah lain. Untuk itu perlu adanya identifikasi komoditas unggulan serta penyusunan strategi arah pengembangan agribisnis komoditas unggulan agar mampu bertahan menghadapi persaingan pada era globalisasi ini serta dapat meningkatkan perekonomian daerah.

Rumusan Masalah

Pemanfaatan potensi wilayah untuk pengembangan agribisnis sebaiknya

sesuai dengan komoditas yang unggul berdasarkan agroekosistem wilayah tersebut agar memiliki produksi dan produktivitas yang tinggi, memiliki pasar yang jelas sehingga komoditas tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi serta sesuai dengan daya dukung wilayah agar keberlangsungan pengembangan agribisnis komoditas dapat terjaga (Saragih 2010). Penentuan komoditas unggulan daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan yang berpijak pada konsep efisiensi dan dapat mendukung kebijakan pengembangan masyarakat pedesaan serta dapat mengetahui keunggulan komperatif dan kompetitif masing-masing daerah (Oddershede et al. 2007). Penetapan komoditas unggulan tentu saja harus berdasarkan kriteria yang sesuai dengan kondisi wilayah setempat. Kriteria-kriteria tersebut antara lain kesesuaian agroekosistem, memiliki nilai ekonomi tinggi, sesuai dengan sosial budaya setempat dan memiliki teknologi dan infrastruktur yang baik. Untuk itu setiap wilayah memiliki komoditas unggulan yang berbeda-beda sesuai dengan kriteria yang dimiliki (Badan Litbang Pertanian 2003).

Penentuan komoditas unggulan pertanian di Provinsi Papua Barat selama ini hanya berdasarkan potensi produksi, tanpa berdasarkan kreiteria-kriteria penetapan yang sesuai dengan wilayah Papua Barat. Komoditas unggulan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Selain itu, pemerintah daerah setempat belum secara spesifik melakukan pemetaan wilayah-wilayah sentra produksi komoditas pertanian. Hal ini tentu memiliki kelemahan dalam menunjang pengembangan agribisnis dari subsektor hulu hingga hilir di wilayah Papua Barat.

Salah satu pendekatan wilayah basis pengembangan agribisnis komoditas unggulan daerah adalah dalam satuan wilayah kabupaten. Satu kabupaten

Page 26: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

6

dipandang sebagai satu kesatuan wilayah pengembangan yang memiliki keunggulan kompetitif untuk menghasilkan satu atau beberapa komoditas. Kabupaten dengan daya dukung agroekosistem yang sesuai akan menjadi penyumbang utama pembangunan pertanian daerah. Konsentrasi wilayah pengembangan komoditas utama di beberapa kabupaten sentra (basis) dengan kondisi agroekologi yang sesuai akan mempermudah pengembangan komoditas-komoditas tersebut. Pengetahuan tentang lokasi–lokasi (kabupaten) basis akan mempermudah kemungkinan pengembangan untuk memenuhi target kenaikan produksi dengan investasi yang lebih efisien.

Tabel 5 Komoditas unggulan Provinsi Papua Barat berdasarkan potensi luas lahan dan produksi

Komoditas Unggulan Luas Lahan Produksi (ton) 1. Perkebunan

- Kakao - Kelapa sawit - Pala - Kelapa

8.463 16.540 5.911

10.942

8.962 17.326 1.749 5.965

2. Pangan - Padi - Ubi kayu - Ubi jalar

8.550 1.963 2.170

27.520 21.913 21.405

Sumber: Supriadi 2008 Diperlukan suatu kajian tentang potensi unggulan yang dimiliki tiap

wilayah tersebut agar dapat ditentukan metode pengembangan wilayah yang tepat. Pengembangan agribisnis berbasis komoditi unggulan akan memiliki arti penting bagi penyusunan sistem pembangunan daerah, khususnya Provinsi Papua Barat. Secara umum basis ekonomi wilayah dapat diartikan sebagai sektor ekonomi yang aktifitasnya menyebabkan suatu wilayah itu tetap hidup, tumbuh dan berkembang atau sektor ekonomi yang pokok disuatu wilayah yang dapat menghidupi wilayah tersebut beserta masyarakatnya. Basis ekonomi memainkan peran yang vital didalam menentukan tingkat pendapatan wilayah. Untuk itu, penelitian ini melihat jenis komoditas apa yang menjadi unggulan? Bagaimanakah sebaran sentra komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat? serta bagaimana arah pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka secara umum tujuan yang ingin dicapai adalah menentukan arahan prioritas yang sesuai untuk pengembangan agribisnis komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat, sedangkan tujuan spesifik penelitian ini adalah: 1. Menganalisis prioritas penetapan komoditas unggulan Provinsi Papua Barat. 2. Menganalisis sentra wilayah pengembangan komoditas unggulan di Provinsi

Papua Barat 3. Rekomendasi arah pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat.

Page 27: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

7

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, masukan dan manfaat yang besar, baik bagi pemerintah maupun bagi masyarakat dan pengusaha yang akan bergabung dalam pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat serta mampu mengembangkan serta meningkatkan produksi komoditas unggulan (basis) tersebut bagi sistem pembangunan pertanian di Papua Barat.

Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam membuat dan meninjau kembali kebijakan dan program-program peningkatan pertumbuhan pertanian serta komoditi pilihan yang harus dikembangkan secara intensif demi tercapainya sistem perekonomian daerah yang kokoh. Diharapkan juga penelitian ini mampu mendorong minat peneliti-peneliti berikutnya terkait dengan komoditi unggulan daerah dalam usaha peningkatan dan pengembangan sektor pertanian serta komoditi-komoditi unggulan di suatu wilayah.

Ruang Lingkup

Penelitian ini secara umum memberikan arahan mengenai wilayah-

wilayah yang akan dijadikan sentra arah pengembangan agribisnis komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat. Komoditas yang di teliti adalah komoditas unggulan yang sesuai dengan komuditas utama yang dikembangkan di Papua Barat menurut BAPPEDA Provinsi Papua Barat. Komoditas-kemuditas tersebut antara lain kelompok tanaman pangan adalah padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kedelai dan kacang tanah; kelompok hortikultura adalah tanaman sayuran; kelompok tanaman perkebunan adalah kelapa, pala, kelapa sawit dan kakao; dan kelompok peternakan adalah sapi, kambing, babi dan ayam. Buah-buahan pada kelompok tanaman hortikultura dan komoditas perikanan tidak diteliti karena keterbatasan data yang diperoleh.

Kemudian secara spesifik, dilakukan penentuan prioritas komoditas unggulan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) sesuai dengan kriteria-kriteria yang dibangun sesuai dengan kriteria yang telah di tetapkan oleh badan litbang pertanian dan penelitian-penelitian sebelumnya. Kriteria tersebut adalah kesesuaian agroekosistem, memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan sesuai daya dukung daerah. Untuk mendukung penilaian AHP maka dilakukan analisi pendukung dari setiap aspek-aspek seperti, analisis produktivitas, Location Quotient (LQ), Shift Share, analisis R/C rasio dan B/C rasio serta perhitungan lainnya. Selanjutnya dilakukann penetapan sentra pengembangan berdasarkan kriteria produktivitas, produksi, jarak ekonomi, potensi lahan dan kesesuaian lahan. Terakhir adalah rekomendasi arah pengembangan agribisnis komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat berdasarkan hasil AHP yang telah dilakukan.

Page 28: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

8

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan

Konsep pengembangan komoditi unggulan merupakan pendekatan agribisnis berbasis pada potensi sumber daya lokal. Berdasarkan sumber daya lokal tersebut dimunculkan sejumlah komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif. Sumber daya lokal yang sering menjadi bahan pertimbangan utama adalah agroekosistem. Oleh karena itu, pengembangan komoditi unggulan cenderung dimulai pada produksi primer. Ciri dari agroekosistem daerah tropis adalah tingginya keragaman sumber daya hayati, namun tingginya keragaman jenis tidak seluruhnya merupakan potensi bisnis. Sumber daya hayati yang beragam tersebut, jika diusahakan dalam skala bisnis seringkali menjadi rentan terhadap gangguan hama dan penyakit sehingga membutuhkan biaya bisnis yang relatif mahal. Dengan demikian, menurut BAPPEDA Jawa Barat pengembangan agribisnis yang berbasis sumber daya hayati lokal perlu dilakukan secara selektif dengan memilih komoditi-komoditi lokal unggulan. Daerah harus berani memilih komoditi tertentu untuk diunggulkan sebagai komoditi basis pengembangan agribisnis. Komoditi unggulan dapat dilihat secara komprehensif, bukan saja berdasarkan keunggulan ciri agroekosistem lokal, tetapi juga dalam prospek pasar. Dalam pengembangan komoditi diperlukan keterkaitan yang sinergis dengan subsistem hulu dan subsistem hilir (pengolahan dan pemasaran). Sumberdaya lokal tidak lagi menjadi ciri utama pengembangan agribisnis.penyediaan input, pengolahan hasil, dan pemasaran hasil bisa tercipta dengan cara pengembangan jaringan kerja dengan wilayah lain. Jaringan kerja sama antara wilayah dalam pengembangan agribisnis dapat berupa pengembangan jaringan pemasaran produk atau dalampenyediaan input (Bappeda Jawa Barat 2006). Pendekatan agribisnis dalam pembangunan pertanian yang dilaksanakan di suatu wilayah tidak akan memperoleh hasil yang maksimal tanpa memperhatikan aspek lingkungan dari wilayah yang akan dikembangkan. Artinya mutlak diperlukan satu mekanisme keterpaduan antara pembangunan pertanian pendekatan agribisnis dan pembangunan wilayah secara umum. Dengan mekanisme seperti ini akan dapat dihasilkan sinergi yang kuat untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu perlu diperhatikan konsep pembangunan wilayah pertanian dengan acuan untuk menghasilkan komoditas unggulan melalui pendekatan agribisnis (Ratnawati et al, 2000).

Peranan Komoditas Unggulan Terhadap Pembangunan Wilayah

Pengembangan wilayah merupakan bagian penting dari pembangunan suatu daerah terutama di perdesaan yang sangat rentan dan berat menghadapi perubahan yang berskala global. Perubahan ini, jika tidak didukung suatu perencanaan wilayah yang baik dengan mempertimbangkan aspek internal, sosial dan pertumbuhan ekonomi akan berakibat semakin bertambahnya desa-desa tertinggal. Perubahan paradigma perlu dilakukan dalam menata kembali daerah-

Page 29: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

9

daerah yang dikatagorikan miskin dan lemah agar mampu meningkatkan daya saing, manajemen produksi dan teknologi tepat guna berbasis lokal yang mampu mempengaruhi daerah lainnya secara timbal balik. Secara sederhana konsep pengembangan wilayah perlu dilakukan dalam perencanaan perdesaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memperkuat masyarakat di lapisan bawah agar dapat mempengaruhi pasar secara berkelanjutan (Maryati 2009).

Berdasarkan teori basis ekonomi, faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad 1999). Hal ini diperkuat pula oleh Richardson (1977) bahwa Proses produksi di suatu sektor yang menggunakan sumber daya produksi lokal termasuk tenaga kerja dan bahan baku serta outputnya diekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita dan penciptaan peluang kerja di daerah tersebut. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk di ekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan menciptakan peluang kerja.

Setiawan (2006) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa pertumbuhan sektor unggulan di suatu wilayah tidak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi di dalam wilayah itu saja tetapi juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi di luar wilayah. Pertumbuhan sektor unggulan di masing-masing wilayah, berdampak pada pertumbuhan output, nilai tambah bruto, dan penyerapan tenaga kerja di wilayah tersebut (intraregional) dan juga berdampak pada wilayah lain yang terkait (interregional).

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang mendapatkan prioritas utama dalam pembangunan nasional terutama di negara-negara sedang berkembang. Hal ini dikarenakan pada umumnya negara-negara berkembang tersebut merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut, sehingga tidak salah apabila sektor pertanian berfungsi sebagai penunjang terhadap pembangunan ekonominya.

Kriteria Komoditas Unggulan

Menurut Badan Litbang Pertanian (2003), komoditas unggulan merupakan komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan baik secara teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya, manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat). Lebih lanjut Hardison (2003) mengemukakan bahwa, komoditas unggulan adalah komoditas yang sesuai dengan agroekologi setempat dan disamping itu juga mempunyai daya saing yang baik di pasar daerah itu sendiri, di daerah lain, maupun di pasar internasional.

Ditambahkan pula oleh (Bachrein 2003) bahwa penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama di wilayah lain adalah komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan

Page 30: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

10

komparatif dan kompetitif. Selain itu kemampuan suatu wilayah untuk memproduksi dan memasarkan komoditas yang sesuai dengan kondisi lahan dan iklim di wilayah tertentu juga sangat terbatas.

Menurut Bachrein (2003), penetapan komoditas unggulan perlu dilakukan sebagai acuan dalam penyusunan prioritas program pembangunan oleh penentu kebijakan mengingat berbagai keterbatasan sumberdaya yang dimiliki baik sumberdaya keuangan, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya lahan. Selain itu, keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan juga diharapkan akan lebih baik karena kegiatan yang dijalankan lebih terfokus pada program yang diprioritaskan. Batasan wilayah dalam penetapan komoditas unggulan biasanya merupakan wilayah administrasi baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten. Dari beberapa penelitian yang telah dilaksanakan, pengembangan komoditas unggulan ditetapkan berdasarkan teori ekonomi basis, aspek biofisik (kesesuaian lahan), kelayakan ekonomi, rencana tata ruang, dan keinginan masyarakat.

Pada konsep pembangunan daerah yang berbasis pada komoditas unggulan ada beberapa kriteria komoditas sebagai motor penggerak pembangunan suatu daerah, antara lain: mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran, mempunyai keterkaitan kedepan dan belakang yang kuat, mampu bersaing, memiliki keterkaitan dengan daerah lain, mampu menyerap tenaga kerja, bertahan dalam jangka waktu tertentu, berorientasi pada kelestaran sumber daya alam dan lingkungan serta tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal (Sari 2008). Sedangkan pada lingkup kabupaten/kota, komoditas unggulan kabupaten diharapkan memenuhi kriteria: mengacu pada kriteria komoditas unggulan nasional, memiliki nilai ekonomi yang tinggi, mencukupi kebutuhan domestik dan luar, memiliki pasar yang prospektif dan berdaya saing tinggi, memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai tambah dalam agroindustri, dan dapat dibudidayakan secara meluas.

Sebelumnya Ratnawati et al (2000) mengemukakan kriteria yang memadai dalam penentuan komoditas unggulan suatu daerah. Berdasarkan data dan informasi yang tersedia penentuan komoditas unggulan sekurang-kurangnya harus memenuhui tujuh kriteria, antara lain: 1) mempunyai tingkat kesesuaian agroekologi yang tinggi, 2) mempunyai pasar yang jelas, 3) mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menciptakan nilai tambah dan kesempatan kerja, 4) kemampuan meningkatkan ketahanan pangan, 5) mempunyai dukungan kebijakan pemerintah, 6) merupakan komoditas yang telah diusahakan masyarakat setempat, dan 7) mempunyai kelayakan usaha secara finansial maupun ekonomi.

Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik dari luas wilayah, penduduk, maupun sumber daya yang dimiliki. Hal ini membuat potensi wilayah juga akan berbeda-beda, sehingga kebijakan pengembangan daerah harus sesuai dengan karakteristik yang dimiliki daerah tersebut. Menurut Sari (2008) Penetapan komoditas unggulan disuatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas sama yang dihasilkan wilayah lain, serta efisien dari sisi produksinya dan memiliki keunggulan komperatif dan kompotitif.

Page 31: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

11

Metode Pengukuran Komoditas Unggulan

Berbagai metode telah dikembangkan dan digunakan dalam penetapan komoditas unggulan daerah. Metode yang paling umum digunakan yaitu metode Location Quotient (LQ) (Hendayana, 2003; Bachrein, 2003; dan Susilawati et al, 2006). Metode ini lebih bersifat analisis dasar yang dapat memberikan Gambaran tentang pemusatan aktifitas atau sektor basis saat ini. Selain metode LQ, Bachrein (2003) menambahkan perlunya analisis lanjutan untuk mendapatkan komoditas unggulan daerah yaitu analisis supply, analisis ekonomi, dan analisis kualitatif keunikan komoditas. Analisis supply bertujuan untuk melihat kemampuan suatu wilayah dalam menyediakan berbagai komoditas yang dihasilkan berdasarkan trend produksi dan luas panen. Analisis keunggulan kompetitif untuk semua komoditas yang diunggulkan dilakukan dengan perhitungan rasio penerimaan/biaya (Revenue Cost Ratio). Analisis kualitatif dilakukan dengan memperhatikan orientasi pasar, daya saing, serta tingkat komersialisasi komoditas.

Selain menggunakan analisis Location Quotient (LQ) Sutikno (2000), Syahza A (2002) dan Yunan Y Z (2010) juga meggunakan analisis Shift share untuk menjawab penelitiannya mengenai potensi wilayah dan pengembangan komuditi unggulan (basis). Hal yang sama juga dilakukan oleh Pranoto (2008) yang meneliti potensi wilayah komoditi pangan di Banyumas dengan menggunakan analisis LQ untuk mengetahui basis ekonomi dalam suatu wilayah, sedangkan Shift share dignakan untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan wilayah atau sektor dalam suatu wilayah. Sebuah spesialisasi atau regional data produksi barang tertentu juga dapat diukur oleh LQ yang akan mengarah pada ekspor atau distribusi barang tersebut ke daerah lain (Hoen and Oosterhaven, 2006)

Hendayana (2003) telah mencoba mengidentifikasi komoditas unggulan pertanian pada tingkat nasional dengan menggunakan metode LQ. Hasilnya menunjukkan bahwa metode LQ sebagai salah satu pendekatan model ekonomi basis relevan dan dapat digunakan sebagai salah satu teknik untuk mengidentifikasikan komoditas unggulan. Propinsi yang paling banyak memiliki komoditas unggulan pertanian adalah Sulawesi Selatan, Bengkulu, dan Nusa Tenggara Timur. Propinsi Lampung paling banyak memiliki komoditas unggulan pada sub sektor hortikultura. Pada subsektor tanaman pangan, yang menjadi komoditas unggulan di wilayah ini adalah ubi kayu dan jagung. Hendayana juga menemukan hal yang menarik yaitu tingginya nilai LQ untuk komoditas padi di DKI Jakarta yang melebihi nilai LQ untuk Sumatera Barat dan Jawa Barat. Mengingat share areal panen padi DKI Jakarta terhadap areal pangan di DKI Jakarta relatif lebih besar dibandingkan share areal panen padi nasional terhadap pangan nasional, maka hasilnya nilai LQ padi di DKI Jakarta menjadi relatif lebih tinggi dibandingkan Sumatera Barat dan Jawa Barat. Oleh karena itu, disarankan kehati-hatian dan kecermatan dalam menginterpretasikan nilai LQ. Selain itu data yang digunakan harus divalidasi dulu sebelum dianalisis.

Baehaqi (2010) melakukan analisis untuk menentukan prioritas dan arahan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah. Tahap pertama adalah penentuan komoditas basis dengan metode LQ, trend luas panen, dan analisis penyediaan dan konsumsi pangan. Tahap kedua adalah penentuan

Page 32: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

12

ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan AHP diperoleh bahwa masyarakat Kabupaten Lampung Tengah memilih komoditas padi sebagai komoditas unggulan prioritas pertama. Prioritas yang kedua adalah jagung dan ketiga adalah ubi kayu. Berdasarkan beberapa pertimbangan perencanaan yang digunakan, pengembangan komoditas padi dialokasikan seluas 54.218 Ha, jagung seluas 41.271 Ha, dan ubi kayu seluas 38.852 Ha.

Penggunaan analisis AHP dalam sektor pertanian di negara berkembang juga di gunakan oleh Alphonche (1997) untuk memutuskan bagian lahan yang akan dialokasikan untuk tanaman jagung, padi dan ketela. Kriteria yang berpengaruh adalah biaya produksi, resiko kerusakan, dan ketersediaan di pasar saat surplus. Selain itu, Oddershede et al. (2007) juga menggunakan AHP untuk mendukung kebijakan pengembangan masyarakat pedesaan di Chile. Tujuannya adalah pengembangan pembangunan daerah dimana AHP digunakan karena melihat adanya ketidaktepatan antara apa yang diinginkan oleh masyarakat, program yang ditawarkan dengan tujuan yang ada. Hasilnya menunjukkan bahwa sektor pariwisata memperoleh prioritas dengan pendidikan sebagai aspek yang paling mendukung sektor tersebut.

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Sistem Agribisnis

Penetapan komoditas unggulan dalam mendukung pengembangan agribisnis perlu dimulai dengan pemikiran dan pemahaman tentang agribisnis. Agribisnis sering diartikan sebagai suatu unit bisnis pertanian dan sebagai kumpulan aktivitas bisnis pertanian yang membentuk suatu sistem. Pemahaman agribisnis sebagai suatu unit bisnis pertanian merupakan pandangan agribisnis dalam arti sempit. Dalam mendukung pengembangan agribisnis dengan penetapan komoditas unggulan di Papua Barat, pandangan relevan adalah melihat agribisnis sebagai suatu sistem. Agribisnis sebagai suatu sistem dapat dijadikan sebagai suatu alternatif konsep pembangunan wilayah berbasis pertanian.

Menurut Saragih (2010), sistem agribisnis merupakan keterkaitan dan antara industri hulu, on farm, industri hilir, dan jasa penunjang dalam sektor pertanian. Pertanian yang awalnya hanya dilihat bagian usahataninya dikaitkan dengan perusahaan pupuk, benih, pestisida di industri hulu, pabrik pengolahan hasil pertanian di industri hilir, serta jasa keuangan dan transportasi di jasa penunjang. Keterpaduan sistem agribisnis sangat penting peranannya dalam industri berbasis agribisnis. Untuk mendukung keterpaduan tersebut, kemampuan koordinasi sangat diperlukan. Koordinasi ini merupakan keterpaduan dalam

Page 33: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

13

hubungan kelembagaan yang mengatur organisasi dan tata hubungan antar setiap komponen dalam sistem agribisnis. Berikut ini adalah konsep dan pemikiran sistem dan usaha agribisnis:

(Sumber: Saragih 2010)

Gambar 1 Konsep dan pemikiran sistem agribisnis

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa subsistem yang satu memiliki keterkaitan dengan subsistem lainnya, dan keseluruhan subsistem membutuhkan dukungan dari subsistem sarana penunjang. Melihat keterkaitan yang erat antar subsistem, menunjukkan bahwa subsistem yang satu dapat mempengaruhi subsistem lainnya. Misalnya jika tidak ada pengembangan dan distribusi merata komponen input pertanian dari subsistem hulu, maka akan berdampak pada tidak maksimalnya kualitas dan kuantitas komoditi yang dihasilkan oleh subsistem usahatani. Sebaliknya, dari subsistem usahatani pun sebaiknya ada transfer informasi mengenai penggunaan komponen input yang digunakan kepada subsistem hulu, sehingga industri yang terdapat di subsistem hulu dapat menyesuaikan produksi komponen input seperti alat mesin pertanian dan bibit sesuai permintaan pasar.

Dalam konteks konsep pembangunan wilayah pertanian berbasis agribisnis dapat dipandang suatu wilayah homogen yang memperlihatkan satu tingkat koherensi dalam kesatuan keputusan-keputusan ekonomi, yang dapat dikembangkna bersama-sama dengan wilayah pertanian lainnya dalam kawasan tersebut melalui pengembangan agribisnis. Dalam perencanaan pengembangan satu wilayah untuk kegiatan pengembangan agribisnis, ada tiga pertanyaan pokok yang perlu didalami dan dianalisis lebih lanjut yaitu: 1) bagaimana rencana bentuk spasial kegiatan agribisnis dan prespektif perubahannya kedepan? Mengapa bentuk spasial kegiatan agribisnis tersebut dipilih demikian? Serta bagaimana bentuk spasial kegiatan agribisnis tersebut membangkitkan atau mendorong perekonomian wilayah (Dicken dan Lioyd 1999).

Industri: Pembenihan/ Pembibitan tanaman/ hewan

Industri agrokimia dan agro-otomotif

Usaha Tanaman Pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan

Industri Makanan, Minuman, Agrowisata dan estetika, industri barang serat alam, rokok

Distribusi, Informasi pasar, kebijakan pertanian, promosi, struktur Pasar

Subsistem Hulu

Subsistem Usahatani Agribisnis

Subsistem Hilir Agribisnis

Subsistem Pemasaran Agribisnis

Perkreditan dan Asuransi Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Penyuluhan Transportasi dan Pergudangan Subsistem sarana Penunjang

Page 34: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

14

Pendekatan dengan sistem agribisnis akan memperbesar potensi pertanian, karena akan memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi produk-produk pertanian dan dapat mendorong tingkat efisiensi usaha yang semakin tinggi. Sumbangan agribisnis bagi perekonomia dapat dipastikan akan jauh lebih besar dari sumbangan sektor pertanian. Sumbangan yang besar disertai dengan keterkaitan ekonomi yang luas dengan kegiatan lain menyebabkan agribisnis menjadi keiatan ekonomi yang sangat penting (Saragih 2010).

Pembangunan Wilayah Berbasis Agribisnis

Konsep pengembangan wilayah dikembangkan dari kebutuhan suatu daerah untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Pengaruh globalisasi, pasar bebas dan regional menyebabkan terjadinya perubahan dan dinamika spasial, sosial, dan ekonomi antar negara, antar daerah, kecamatan hingga pedesaan.

Menurut Daryanto (2004) pembangunan wilayah (regional development) pada dasarnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang telah disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial serta ekonomi dari wilayah tersebut. Pemilihan prioritas pembangunan yang mengacu pada kebutuhan masyarakat pada hakikatnya kesejahteraan masyarakatlah yang diutamakan. Konsep pembangunan dengan berbagai dimensi yang diterapkan pada suatu wilayah sering menemukan kenyataan bahwa konsep tersebut memerlukan modifikasi atau penyesuaian ke arah karakteristik lokal.

Konsep pengembangan wilayah menuju pembangunan nasional secara garis besar terbagi atas empat, sebagai berikut (Komet, 2000): 1. Pengembangan wilayah berbasis sumberdaya

Sumberdaya merupakan semua potensi yang dimiliki oleh alam dan manusia. Bentuk sumberdaya tersebut yaitu tanah, bahan mentah, modal, tenaga kerja, keahlian, keindahan alam maupun aspek sosial budaya.

2. Pengembangan wilayah berbasis komoditas unggulan Penekanan konsep ini pada motor penggerak pembangunan wilayah pada komoditas yang dinilai dapat menjadi unggulan atau andalan, baik di tingkat domestik dan intemasional.

3. Pengembangan wilayah berbasis efisiensi Penekanan pada konsep ini adalah pengembangan wilayah melalui pembangunan bidang ekonomi yang mempunyai porsi lebih besar dibandingkan bidang-bidang lainnya. Pembangunan ekonomi tersebut dijalankan dalam kerangka pasar bebas atau pasar persaingan sempuma.

4. Pengembangan wilayah menurut pelaku pembangunan Strategi pengembangan wilayah ini mengutamakan peranan setiap pelaku pembangunan ekonomi (rumah tangga, lembaga sosial, lembaga keuangan dan bukan keuangan, pemerintah maupun koperasi).

Salah satu strategi pembangunan wilayah yang potensial mengintegrasikan antar sektor dan antar wilayah adalah pengembangan agribisnis. Pengembangan agribisnis bukan sekedar pengembangan bisnis komoditas pertanian saja, tetapi

Page 35: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

15

lebih dari itu. Pendekatan agribisnis merupakan paradigma baru pembangunan ekonomi (wilayah, nasional) yang berbasis pertanian. Paradigma baru pembangunan ekonomi yang berbasis pertanian adalah membangun keempat subsistem agribisnis secara simultan dan terintegrasi vertikal mulai dari hulu hingga hilir (Saragih 2010). Dalam hubunganya dengan pembangunan wilayah yang terintegrasi, pembangunan wilayah dengan pendekatan agribisnis mampu memanfaatkan keunggulan komparatif dari setiap wilayah yang berbeda melalui pengembangan subsistem agribisnis yang relevan. Dengan mekanisme seperti ini, maka pembangunan dengan pendekatan agribisnis akan mampu mengintegrasikan perekonomian wilayah maupun antar sektor. Selain itu, melalui mekanisme pasar, pembangunan wilayah dengan pendekatan agribisnis akan mampu memperkecil pelarian sumber daya manusia dan modal. Agar proses yang demikian dapat terjadi, maka komoditas yang dikembangkan hendaknya merupakan komoditas yang memiliki keunggulan, baik keunggulan komperatif maupun keunggulan kompetitif.

Pengertian Komoditas Unggulan

Dalam pengertian pembangunan wilayah, komoditas unggulan diartikan sebagai komoditas basis. Pengertian sektor basis (sektor unggulan) pada dasarnya harus dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala internasional, regional maupun nasional. Dalam kaitannya dengan lingkup internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan dengan lingkup nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang dihasilkan oleh wilayah lain di pasar nasional atau domestik (Wijaya, 1996).

Rusastra et al (2002) kegiatan basis merupakan kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa ditujukan untuk ekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan basis suatu wilayah. Sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan masyarakat yang hasilnya baik berupa barang atau jasa diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Konsep swasembada, mandiri, kesejahteraandan kualitas hidup sangat menentukan dalam kegiatan non basis ini.

Saragih (2010) dalam pengertian pembangunan wilayah, komoditas basis adalah komoditas yang dihasilkan secara berlebihan untuk digunakan oleh masyarakat dalam satu wilayah tertentu sehingga kelebihan tersebut dapat dijual ke luar wilayah tersebut. Sehingga akibat upaya tranfer ke luar wilayah tersebut maka terciptalah kegiatan-kegiatan pendukung yang dapat meningkatkan nilai tambah serta memperluas kesempatan kerja. Dalam bahasa pembangunan wilayah, dampak tersebut dikenal dengan dampak pengganda (multiplier effect). Semakin besar dampak pengganda tersebut semain besar pula peranan komoditas tersebut sebagai komoditas basis atau unggulan.

Page 36: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

16

Penetapan komoditas unggulan nasional dan daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komperatif dan kompetitif dalam menghadapi era perdagangan bebas. Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis, baik berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat) untuk dikembangan disuatu wilayah setempat (Badan Litbang Pertanian 2003).

Komoditi-komoditi unggulan perlu dikembangkan secara optimal karena memiliki keunggulan komparatif yang mampu meningkatkan perekonomian dan pendapatan pelaku ekonominya. Keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu komoditi dapat mendorong terciptanya keunggulan kompetitif (keunggulan bersaing) terhadap komoditi sejenis di suatu wilayah. Keunggulan-keunggulan tersebut memberikan keuntungan terhadap komoditi dalam memenangkan persaingan pasar. Pangsa pasar yang luas serta unggul dalam persaingan pasar memberikan efek yang positif bagi penerimaan. Semakin luas pangsa pasar dan unggul dalam persaingan atau memiliki kekuatan daya saing produk yang tinggi dipasaran memungkinkan produk tersebut mendatangkan penerimaan yang tinggi pula dari proses penjualannya (Tarigan 2005).

Menurut Glasson (1977) semakin banyak sektor unggulan dalam suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke daerah tersebut, menambah permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya dan menimbulkan kenaikan volume sektor non unggulannya. Dengan kata lain, sektor unggulan berhubungan langsung dengan permintaan dari luar, sedangkan sektor non unggulan berhubungan secara tidak langsung, yaitu melalui sektor unggulan terlebih dahulu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sektor unggulan merupakan penggerak utama dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Penetapan Prioritas dan Sentra Komoditas Unggulan Jhingan (1990) menyatakan bahwa sumbangan sektor pertanian pada

pembangunan ekonomi antara lain: 1) Menyediakan surplus pangan yang semakin besar kepada penduduk yang kian meningkat; 2) meningkatkan permintaan akan produk industri; 3) menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor produk-produk pertanian; 4) meningkatkan pendapatan desa untuk mobilitas pemerintah; 5) memperbaiki kesejahteraan rakyat pedesaan.

Sebelumnya Johnston dan Miller (1961) dalam Jhingan (1990) menyebutkan bahwa peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi regional adalah: 1) sumber utama penyedia bahan makanan; 2) sumber penghasil dana dan pajak; 3) sumber penghasil devisa yang diperlukan untuk mengimpor modan, bahan baku dan lain-lain; 4) pasar dalam negeri untuk menampung hasil produksi pengolahan dan sektor bahan pertanian lainnya.

Daryanto dan Hafizrianda (2010) kriteria-kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan komoditas unggulan suatu wilayah adalah:

Page 37: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

17

1. Harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian. Dengan kata lain, komoditas unggulan tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran.

2. Mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lain.

3. Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualitas pelayanan.

4. Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain (regional linkages), baik dalam pasar (konsumen) maupun pemasok bahan baku.

5. Memiliki status teknologi yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi.

6. Mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya.

7. Dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, mulai dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growth) hingga fase kejenuhan (maturity) atau penurunan (decreasing). Jika komodias unggulan yang satu memasuki tahap kejenuhan atau penurunan maka komoditas yang unggulan lainnya harus mampu menggantikannya.

8. Tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal. 9. Pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalnya

keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas, insentif, dan lain-lain.

10. Pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumber daya dan lingkungan.

Porter (1990) menjelaskan bahwa komoditas yang dapat dijadikan keunggulan wilayah ditentukan oleh empat faktor pokok, yaitu 1) kondisi faktor produksi (factor conditions) meliputi kesusuaian agroekologi, sumber daya alam, sumber daya manusia, modal dan infrastruktur, 2) kondisi permintaan pasar (demand conditions) meliputi segmentasi pasar dan kebutuhan pembeli, 3) industri-industri terkait dan industri pendukung (related and supporting industries) meliputi keunggulan daya saing pemasok, serta 4) strategi, struktur dan persaingan (strategy, structure, and rivalry) meliputi strategi dan struktur perusahaan, tujuan perusahaan dan persaingan.

Setelah menetapkan komoditas basis atau unggulan daerah yang sesuai dengan kondisi di lapangan, maka pendekatan selanjutnya adalah megkaji dan menetapkan sentra wilayah pengembangan. Penentuan sentra perwilayahan agribisnis mengandung beberapa perbedaan, baik dalam pendekatan maupun dalam luas cakupan wilayah. Dalam perwilayahan agribisnis, pendekatannya adalah pendekatan sistem agribisnis yang terdiri dari subsistem produksi (on farm agribusiness), subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), subsistem hilir (downstream agribusiness) dan subsistem layanan pendukung. Suatu perwilayahan agribisnis diharapkan sebagian besar dari subsistem tersebut terdapat dalam suatu wilayh tertentu dengan skala kegiatan yang layak secara finansial. Hal ini tentunya tergantung dari seberapa besar tingkat produksi yang dihasilkan dalam wilayah tersebut (Saragih 2010).

Page 38: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

18

Kerangka Pemikiran Operasional

Pembangunan daerah dapat tercapai salah satunya dengan pengembangan komoditas unggulan melalui pendekatan agribisnis. Masing-masing daerah memiliki potensi wilayah seperti luas wilayah, tenaga kerja dan sosial budaya yang dapat mendukung keberlangsungan pengembangan agribisnis komoditas unggulan. Namun kenyataannya penetapan komoditas di Provinsi Papua Barat hanya menggunakan satu kriteria penentuan yaitu hanya melihat dari kemampuan produksi tanpa mengukur kriteria lain seperti kecocokan agroekosistem, faktor ekonomi, sumber daya manusia dan daya dukung lainnya. Untuk itu, perlu adanya penetapan komoditas unggulan berdasarkan kriteria-kriteria yang sesuai dalam upaya pengembangan agribisnis untuk mendukung pembangunan daerah. Kriteria-kriteria tersebut meliputi kondisi agroekosistem yang mendukung, kesesuaian ekonomi, dan daya dukung. Dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP), berbagai kriteria tersebut diberikan pertimbangan tingkat prioritasnya terhadap tujuan yang diinginkan. Setelah diketahui proiritas komoditas apa yang akan dikembangkan, maka akan di tentukan sentra pengembangannya sesuai dengan kriteria-kriteria yaitu jarak antara wilayah produksi dengan pasar terdekat, produktivitas, produksi, potensi lahan, dan kesesuaian lahan dengan menggunakan AHP.

Secara deskriptif hasil penentuan komoditas unggulan dan sentra pengembangan dapat dijadikan rekomendasi arah pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat. Subsistem yang di kembangkan dari agribisnis yaitu dimulai dari sumbektor hulu, usahatani, hilir, pemasaran serta lembaga-lembaga yang terkait dalam kegiatan agribisnis tersebut. Kerangka pemikiran secara ringkas mengenai arah alur penelitian disajikan pada Gambar 2 berikut:

Gambar 2 Kerangka pemikiran operasional

Pembangunan Daerah

Pengembangan Agribisnis

Masalah: • Kontribusi pertanian

menurun padahal potensi daerah berlimpah

• Pengembangan komoditas hanya berdasarkan satu elemen kriteria saja.

Rekomendasi Arah Pengembangan Agribisnis

Komoditas Unggulan

• Agroekosistem • Ekonomi • Daya Dukung

Penetapan Komoditas Unggulan

Penetapan Sentra Pengembangan

• Produksi • Produktivitas • Lokasi/jarak

ekonomi • Potensi lahan • Kesesuaian

lahan

Page 39: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

19

4 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Provinsi Papua Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Papua Barat sebagai wilayah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang mampu mengembangkan agribisnis komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat. Pengambilan data dan penelitan dilaksanakan selama 6 bulan yaitu Juli hingga Desember 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei langsung ke lapangan baik melalui wawancara langsung maupun pengamatan langsung untuk memperoleh data sosial ekonomi. Data sekunder berupa data produksi tanaman pangan, peternakan, dan perkebunan tahun 2008 hingga tahun 2012. Data diperoleh dari Dinas Pertanian dan perkebunan Provinsi Papua Barat, Badan Perencanaan Daerah Provinsi Papua Barat, Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat, serta pustaka yang mendukung penelitian ini.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara yaitu, wawancara, diskusi kelompok serta penelusuran dokumen. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi masyarakat yang memiliki lapangan usaha disektor pertanian melalui kuisioner terstruktur yang telah dibuat. Wawancara ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini seperti BAPPEDA, Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian. Diskusi kelompok dilakukan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi petani. Wawancara diarahkan untuk mendapatkan bahan analisa mengenai sosial ekonomi masyarakat tani dan penilaian bobot kepentingan alternatif pencapaian tujuan dengan proses hirarki analitik. Teknik pengambilan responden berdasarkan purposive. Fungsi masing-masing responden dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 40: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

20

Tabel 6 Jumlah dan fungsi responden berdasarkan jenis responden

No Responden Jumlah Fungsi

1 Pemilik kios saprodi 4 pedagang Mengetahui kondisi subsistem agribisnis hulu

2 Kelompok tani 20 kelompok

Mengetahui kondisi sosial ekonomi petani dan kondisi usahatani masyarakat Papua Barat

3

Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan (DPPKP) dan Dinas Perkebunan

2 orang

Mengetahui faktor pendukung subsistem sarana penunjang terhadap penilaian penerapan teknologi dan sarana publik.

4 Dinas Perdagangan dan Perindustrian 1 orang

Mengetahui faktor pendukung subsistem sarana penunjang terhadap penilaian sarana pemasaran.

5 BAPPEDA 1 orang

Mengetahui faktor pendukung subsestem sarana penunjang terhadap kordinasi, kebijakan dan peraturan.

6 Pedagang 20 pedagang Mengetahui kondisi subsistem hilir

Metode Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengidentifikasi sektor basis dan penyebarannya di Provinsi Papua Barat. Sedangkan analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui prioritas komoditas unggulan di Papua Barat yang di gabungkan dengan analisis kuantitatif. Beberapa alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Penetapan Prioritas Komoditas Unggulan

Komoditas unggulan adalah komoditas andalan yang memiliki posisi strategis berdasarkan pertimbangan teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur, dan kondisi sosial budaya setempat) untuk dibudidayakan di suatu wilayah (Badan Litbang Pertanian 2003). Dari definisi ini diperoleh kriteria komoditas unggulan yaitu memiliki posisi strategis, secara teknis dapat diusahakan (sesuai dengan daya dukung lahan), secara ekonomi layak diusahakan (memberikan keuntungan secara ekonomi), dan secara sosial kelembagaan

Page 41: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

21

diterima (dukungan sumberdaya manusia, infrastruktur, teknologi, dan aspek hukum).

Pemilihan prioritas komoditas unggulan dilakukan dengan menggunakan metode AHP yaitu suatu metode yang dapat digunakan oleh pengambilan keputusan agar dapat memahami kondisi suatu sistem dan membantu dalam melalukan prediksi berdasarkan penilaian, pertimbangan yang logis dan sistematis (Saaty dan Niemira, 2006). Aplikasi AHP dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori utama yaitu (1) choice (pilihan), yang merupakan evaluasi atau penetapan prioritas dari berbagai alternatif tindakan yang ada, dan (2) forecasting (peramalan), yaitu evaluasi terhadap berbagai alternatif hasil di masa yang akan datang (Ozdemir dan Saaty, 2006).

Penggunaan AHP dimaksudkan untuk proses penelusuran permasalahan untuk membantu pengambilan keputusan memilih strategi terbaik dengan cara: 1) mengamati dan meneliti ulang tujuan dan alternatif strategi atau cara bertindak untuk mencapai tujuan, dalam hal ini kebijakan yang baik, 2) membandingkan secara kuantitatif dari segi biaya/ekonomis, manfaat dan resiko dari tiap alternatif, 3) memilih alternatif terbaik untuk diimplementasikan, dan 4) membuat strategi secara optimal, dengan cara menentukan prioritas kegiatan (Saaty, 1993)

Beberapa keuntungan dari penggunaan metode AHP antara lain dapat mempresentasikan suatu sistem yang dapat menjelaskan bagaimana perubahan pada level yang lebih tinggi mempunyai pengaruh terhadap unsur-unsur pada level yang lebih rendah, membantu memudahkan analisis guna memecahkan persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur dengan memberikan skala, kelebihan Metode AHP pengukuran yang jelas guna mendapatkan prioritas mampu mendapatkan pertimbangan yang logis dalam menentukan prioritas dengan tidak memaksakan pemikiran linier, mengukur secara komprehensif pengaruh unsur-unsur yang mempunyai korelasi dengan masalah dan tujuan, dengan memberikan skala pengukuran yang jelas. Sedangkan beberapa kelebihan AHP dibanding metode lain yaitu struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai pada sub-sub kriteria yang paling dalam, memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan, memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan, merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif (Setiyanto dan Irawan 2012)

Data yang dianalisis diperoleh dari hasil analisis kuantitatif dan penyebaran kuesioner terhadap para responden terpilih yang dapat mendukung penilaian. Nilai skor yang diperoleh dari hasil perhitungan kuantitaif tersebut kemudian dianalisis dengan bantuan program aplikasi expert choice. Untuk mendukung dalam penilaian AHP, maka diperlukan analisis lainnya, seperti analisis LQ, Shift share, perhitungan produktifitas, serta analisis kuantitatif lainnya.

Langkah-langkah dalam AHP adalah sebagai berikut (Saaty 1993): 1. Menentukan tujuan, kriteria, subkriteria, dan alternatif yang kemudian

disusun dalam sebuah hirarki. Dalam penelitian ini, tujuan dari AHP adalah untuk menentukan prioritas komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat. Kriteria (aspek) yang dilihat dari setiap komoditas antara lain; aspek ekomoni, agroekosistem, teknologi dan infrastuktur, sosial budaya, dan

Page 42: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

22

sumber daya manusia. Masing-masing aspek memiliki sub kriteria untuk merincikan masing-masing kriteria yang digunakan. a. Tujuan (sasaran yang ingin dicapai): Penentuan prioritas komoditas

unggulan di Provinsi Papua Barat. b. Kriteria/Indikator: agroekosistem, ekonomi, sosial budaya, daya dukung,

dan sumber daya manusia. c. Subkriteria: Kondisi lahan, produksi, produktivitas, trend produksi

merpakan subkriteria untuk agroekosistem; pengolahan, pendapatan, perdagangan merupakan subkriteria untuk indikator ekonomi; Komoditas merupakan komoditas yang diusahakan secara turun menurun, dikenal dan dapat di terima oleh masyarakat setempat untuk dibudidayakan merupakan subkriteria untuk sosial budaya; mudah memperoleh modal, adanya pasar inpus dan output, terdapat teknologi dan lembaga yang mendukung merupakan subkriteria daya dukung; kemampuan dalam menyerap tenaga kerja dan adanya pelaku usaha merupakan subkriteria dalam sumber daya manusia.

d. Alternatif: Komoditas yang sesuai dengan kriteria yang telah disusun.

Gambar 3 Struktur AHP untuk penentuan prioritas komoditas

Tujuan

Kriteria

Sub Kriteria

Alternatif

Agroekosistem

Ekonomi Daya Dukung

Produktivitas

Industri Pengolahan

Pendapatan

Perdagang

Produksi

Modal

Pasar

Teknologi

SDM

Komoditas II

Komoditas IV

Komoditas I

Trend produksi

Prioritas Komoditas Unggulan

Kelayakan Usaha

Lembaga

Sarana

Kebijakan

Page 43: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

23

2. Melakukan pembobotan terhadap kriteria dengan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dengan skala 1 sampai 9 dimana: 1 = sama penting (equal importance); 3 = sedikit lebih penting (moderate more importance); 5 = cukup lebih penting (essential, strong more importance); 7 = jauh lebih penting (demonstrated importance); 9 = mutlak lebih penting (absolutely more importance); 2, 4, 6, 8 = nilai-nilai antara yang memberikan kompromi (grey area). Perbandingan dilakukan berdasarkan peringkat/rengking dari komoditas satu terhadap komoditas yang yang dinilai. Matriks perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Perbandingan berpasangan antar komoditas pada masing-masing sub kriteria

Alternatif Komoditas 1 Komoditas 2 Komoditas 3 Komoditas 4 Komoditas 1 Komoditas 2 Komoditas 3 Komoditas 4

3. Terakhir yaitu pengujian konsistensi dengan mengambil rasio konsistensi

(CR) dari indeks konsistensi (CI) dengan nilai yang tepat. Rasio konsistensi dilakukan karena di dalam analisa multi kriteria ganda diperhitungkan juga kriteria kualitatif yang memungkinkan terjadinya ketidakkonsistenan (inconsistency) dalam penilaian perbandingan kriteria-kriteria atau alternatif-alternatif. CI didefinisikan sebagai berikut:

𝐶𝐼 = λ 𝑚𝑎𝑥 − 𝑛𝑛 − 1

Dimana, n menyatakan jumlah kriteria/alternatif yang dibandingkan dan λ max adalah nilai eigen (eigen value) yang terbesar dari matriks perbandingan berpasangan orde n. Jika CI bernilai 0 maka keputusan penilaian tersebut bersifat perfectly consistent dimana λ max sama dengan jumlah kriteria yang diperbandingkan yaitu n. Semakin tinggi nilai CI semakin tinggi pula tingkat ketidakkonsistenan dari keputusan perbandingan yang telah dilakukan. Nilai CR dapat diterima, jika tidak melebihi 0,10. Jika nilai CR > 0,10, berarti matriks tersebut tidak konsisten. Rasio konsistensi (CR/Consistency Ratio) dirumuskan sebagai berikut:

𝐶𝑅 =𝐶𝐼𝑅𝐼

Dimana: CR = Consistency Ratio CI = Consistency Index RI = Random Index

Page 44: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

24

Penilaian Sub Ktriteria dalam AHP

1. Agroekosistem: • Produktivitas: Untuk menentukan komoditas yang lebih unggul digunakan

patokan produkstivitas ideal. Produktivitas fisik rata-rata adalah keluaran (output) yang dihasilkan tiap unit masukan (input) baik masukan modal maupun tenaga kerja (Nicholson, 1995).

𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 =jumlah produksi komoditas

Luas lahan

• Produksi: Penilaian produksi berdasarkan analisis LQ. Metode LQ untuk

mengidentifikasi komoditas unggulan diakomodasi dari Miller & Wright (1991). Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. Secara matematik, LQ diformulasikan sebagai perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diamati dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas (Hood 1998).

𝐿𝑄 = 𝑆𝑖/𝑁𝑖𝑆/𝑁

= 𝑆𝑖/𝑆𝑁𝑖/𝑁

Keterangan: LQ = Besarnya koefisien lokasi komoditas. Si = Jumlah produksi komoditas i pada provinsi. S = Jumlah total produksi tingkat nasional. Ni = Jumlah produksi komoditas i pada tingkat provinsi. N = Jumlah total produksi komoditas tingkat nasional.

Analisis LQ digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi sektor-sektor di suatu daerah atau sektor-sektor apa saja yang merupakan sektor basis atau leading sektor. Hasil dari analisis ini akan memperlihatkan sektor yang berperan secara dominan sebagai sektor basis dan sektor yang tidak berperan secara dominan disebut sebagai sektor non basis. Pengelompokan sektor basis dan non basis berdasarkan besaran LQ yang diperoleh dari hasil analisis adalah sebagai berikut:

LQ>1: menunjukkan komoditas tersebut termasuk komoditas basis. LQ<1: menunjukkan komoditas tersebut termasuk komoditas non basis. LQ=1: menunjukkan komoditas tersebut hanya dapat mencukupi wilayah

sendiri. • Trend produksi: Perhitungan trend produksi berdasarkan tingkat

pertumbuhan produksi kabupaten dan provinsi. Analisis yang digunakan adalah Pertumbuhan Regional (PR) berdasarkan analisis shift share: Pertumbuhan Regional (PR) digunakan untuk mengetahui pertumbuhan komoditas tanaman secara agregat di tingkat provinsi. Nilai PR positif menunjukan komoditas tanaman disuatu kabupaten sedang mengalami kemajuan yang berarti, sebaliknya jika bernilai negatif menunjukan pertumbuhan komoditas sedang mengalami penurunan (Arsyad 1999).

Page 45: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

25

𝑃𝑅 = �𝑁𝑡𝑁𝑃

− 1�

Keterangan: Nt = Jumlah total produksi komoditas pada tingkat provinsi pada

tahun t (terakhir). Np = Jumlah total produksi komoditas pada tingkat provinsi pada

tahun p (permulaan).

2. Ekonomi: • Pengolahan: Dihitung dengan melihat adanya industri pengolahan yang

melakukan aktivitas nilai tambah. • Pendapatan: Dalam perhitungan untuk menentukan tingkat pendapatan

menurut komoditas dilakukan pendekatan R/C rasio untuk komoditas tanaman semusim dan B/C rasio untuk tanaman tahunan. Adapun pendekatan perhitungan R/C dan B/C rasio sebagai berikut (Soekartawi 1996). Perhitungan RC ratio:

𝑅𝐶 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 (𝑅𝑝 𝑝𝑒𝑟 𝐻𝑎)

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 (𝑅𝑝 𝑝𝑒𝑟 𝐻𝑎)

Perhitungan BC ratio:

𝑁𝑒𝑡 𝐵𝐶 = ∑ 𝐵𝑡 − 𝐶𝑇

(1 + 𝑖)𝑡𝑛𝑡=0

∑ 𝐶𝑡 − 𝐵𝑡(1 + 𝑖)𝑡

𝑛𝑡=0

Dimana: Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t i = discount rate t = tahun

• Perdagangan: Subkriteria perdagangan dihitung dengan pendekatan net ekspor komoditas kabupaten dibagi dengan net ekspor komoditas tingkat provinsi. Subkriteria perdagangan merupakan Tabel perdagangan ekspor (perdagangan ke luar daerah) kabupaten dan provinsi.

3. Daya dukung: Beberapa tahap penting yang harus dilalui untuk dapat melakukan identifikasi terhadap aspek-aspek mana yang menjadi faktor pendukung maupun faktor pembatas terhadap sektor agribisnis disuatu wilayah. Tahap pertama adalah melakukan wawancara dipandu kuisioner terstruktur terhadap responden-responden yang terlibat didalam subsistem agribisnis hulu, usahatani, hilir, dan jasa penunjang pada setiap subsektor pertanian. Tahap kedua yaitu memberikan penilaian terhadap jawaban-jawaban responden dan menghitung nilai rata-rata skor. Tahap terakhir melakukan pengelompokan terhadap nilai-nilai skor masing-masing aspek

Page 46: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

26

yang dievaluasi disetiap subsektor pertanian berdasarkan kelompok selang. Sub kriteria pada kriteria daya dukung adalah sebagai berikut: • Pasar: Keunggulan suatu komoditas juga ditentukan oleh adanya

dukungan pasar, baik pasar input maupun pasar output. Dalam pasar input dapat diketahui sampai sejauh mana input-input pertanian tersebut dapat dipenuhi dengan melihat adanya kios input. Sementara itu dalampasar output dapat dilihat dimana petani pada umumnya menjual output, bagaimana pembayaran hasil penjualan dan juga dilihat bagaimana penentuan harga yang terjadi.

• Modal: Kemudahan memperoleh modal menentukan keberlangsungan perkembangan komoditas unggulan yang akan dipilih. Pengukuran modal dengan menetahui ada atau tidaknya sumber modal baik bersumber dari petani sendiri, pemerintah maupun swasta.

• Teknologi: Pengukuran teknologi dilakukan degan mengetahui seberapa banyak penggunaan teknologi yang telah digunakan dan diterapkan oleh petani dalam pengembangan komoditas.

• Lembaga: Pengukuran kelembagaan dengan mengetahui lembaga-lembaga apa saja yang dapat mendukung keberlangsungan pengembangan komoditas. Lembaga yang dimakasud antara lain, ada atau tidaknya kelompok tani, koperasi, perbankan, penyuluh, pemerintah dan lembaga lain yang mendukung.

• Sumber daya manusia: Indikator kriteria penyerapan tenaga kerja merupakan nilai perbandingan jumlah tenaga yang bekerja pada subsektor di kabupaten terhadap jumlah tenaga kerja yang bekerja pada subsektor yang sama pada tingkat provinsi.

Penetapan Sentra Pengembangan Komoditas Unggulan

Indikator-indikator penentu dalam penetapan sentra produksi pegembangan komoditas unggulan yaitu jarak ekonomi dari daerah ke pusat pasar atau perekonomian terdekat, produkstivitas, produksi, potensi wilayah dan kesesuaian wilayah. Penetapan sentra produksi dapat dikerjakan setelah komoditas unggulan telah diperoleh. Struktur AHP dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Struktur AHP untuk penentuan sentra pengembangan komoditas

unggulan

Sentra Pengembangan

Jarak Ekonomi

Produktivitas Produksi Potensi Lahan

Kesesuaian lahan

Kabupaten Sentra

Tujuan

Kriteria

Alternatif

Page 47: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

27

Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: • Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

dengan pasar terdekat yang menyerap jumlah produksi komoditas unggulan. Penilaiannya adalah semakin jauh jarak antara lokasi produksi dengan pasar maka peluang daerah tersebut untuk dijadikan sentra komoditas unggulan semakin kecil.

• Produktivitas: tingkat produkstivitas menggambarkan tingkat kesesuaian agroekosistem lokasi bagi pengembangan unggulan.

• Produksi: produksi komoditas unggulan masing-masing lokasi yang menggambarkan kontribusi komoditas unggulan tersebut bagi wilayah bersangkutan.

• Potensi lahan: Luasan lahan yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Penilaian potensi lahan dalam penelituan ini adalah luasan lahan masing-masing kabupaten di Provinsi Papua Barat yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.

• Kesesuaian lahan: tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan wilayah yang akan dijadikan sentra pengembangan dapat dinilai dari ketinggian wilayah terhadap permukaan laut dengan kesesuaian syarat tumbuh komoditas terpilih.

Rekomendasi Arah Pengembangan Agribisnis

Arah strategi pengembangan agribisnis komoditas unggulan dilakukan secara deskriptif berdasarkan analisis AHP yang telah dilakukan sebelumnya. Komponen yang di analisis adalah keseluruhan subsistem dalam agribisnis, yaitu subsistem hulu, subsistem usahatani, subsistem hilir, pemasaran hingga lembaga-lambaga yang terlibat dalam kegiatan agribisnis komoditas-komoditas unggulan yang ada di Papua Barat.

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Letak, Batas dan Luas Wilayah

Provinsi Papua Barat merupakan salah satu dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Secara geografis Provinsi Papua Barat terletak pada 00,0” hingga 40,0” Lintang Selatan dan 1240,00” hingga 1320,0” Bujur Timur, tepat berada di bawah garis katulistiwa dengan ketinggian 0-100 dpl. Secara geografis, Provinsi Papua Barat berbatasan dengan:

- Sebelah Utara : Samudra pasifik - Sebelah Selatan : Laut Banda dan Provinsi Maluku

Page 48: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

28

- Sebelah Barat : Laut Seram dan Provinsi Maluku - Sebelah Timur : Provinsi Papua

Luas wilayah Provinsi Papua Barat mencapai 140.375,62 km2 terdiri dari tiga kabupaten induk (Manokwari, Sorong dan Fak-fak), lima kabupaten pemekaran (Kaimana, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Sorong Selatan, dan Raja Ampat, Tambraw dan Maybrat) dan satu kota madya (Kota Sorong). Data statistik menjelaskan bahwa luas wilayah terbesar adalah Kabupaten Bintuni (29.840,83 Km2) dan luas wilayah terkecil adalah Kota Sorong (56,64 Km2). Masing-masing luas sebagai berikut:

- Kabupaten Fak-Fak : 11.036,48 Km2 - Kabupaten Kaimana : 16.241,84 Km2 - Kabupaten Wondama : 3.959,53 Km2 - Kabupaten Teluk Bintuni : 20.840,83 Km2 - Kabupaten Manokwari : 14.250,94 Km2 - Kabupaten Sorong Selatan : 3.946,94 Km2 - Kabupaten Sorong : 7.415,29 Km2 - Kabupaten Raja Ampat : 8.034,44 Km2 - Kabupaten Tambraw : 5.179,65 Km2 - Kabupaten Maybrat : 5.461,69 Km2 - Kota Sorong : 656,64 Km2

Wilayah Provinsi Papua Barat sebagian besar terdiri dari daerah pesisir dan pegunungan serta dataran rendah yang umumnya terdapat di lembah dan sepanjang pantai. Adapun pembagian wilayah berdasarkan ketinggian dari permukaan laut dapat diurai sebagai berikut:

- Dataran rendah dengan ketinggian 0-100 meter dari permukaan lait sebesar 47,89%.

- Wilayah dengan ketinggian 100-500 meter dari permukaan laut sebesar 26,78%.

- Wilayah dengan ketinggian >500-1000 meter dari permukaan laut sebesar 9,78%

- Dataran tinggi dengan ketinggian >1000 meter dari permukaan laut sebesar 15,55%.

Penduduk dan Tenaga Kerja

Penduduk merupakan salah satu komponen utama dalam sebuah pemerintahan. Utama karena sasaran pembangunan yang dilakukan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan penduduknya. Selain itu, penduduk juga sebagai pelaku pembangunan. Karenanya, baik buruknya kualitas penduduk mnentukan maju mundurnya suatu wilayah. Betapapun kekayaan alam melimpah ruah tanpa didukung kualitas penduduknya, kekayaan alam itu tidak akan mampu terkelola dengan baik untuk mensejahterakan penduduknya. Jumlah penduduk Papua Barat dapat dilihat pada Tabel 8.

Page 49: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

29

Tabel 8 Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat menurut jenis kelamin per kabupaten tahun 2011

Kabupaten Laki-laki Perempuan Jumlah Fak-Fak 36.287 32.216 68.503 Kaimana 25.807 22.444 48.251 Teluk Wondama 14.659 12.574 27.233 Teluk Bintuni 30.053 24.141 54.194 Manokwari 102.719 92.229 194.948 Sorong Selatan 20.598 18.699 39.297 Sorong 38.803 34.285 73.088 Raja Ampat 23.142 20.293 43.435 Tambraw 3.228 2.919 6.147 Maybrat 17.495 16.792 34.287 Kota Sorong 104.612 95.018 199.630

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2012 Berdasarkan hasil proyeksi penduduk 2005-2015, jumlah penduduk

Provinsi Papua Barat tahun 2012 berjumlah 789 ribu jiwa, terdiri dari 417 ribu laki-laki dan 371 ribu perempuan. Tampak komosisi laki-laki dan perempuan di Papua barat hampir seimbang, sedikit lebih banyak penduduk laki-laki dari pada perempuan. Konsentrasi penduduk Papua Barat masih di sekitaran kabupaten induk yaitu Kabupaten Manokwari (194.945 jiwa), Kota Sorong (199.630 jiwa) dan Sorong (73.088 jiwa). Jumlah penduduk Kabupaten Tambraw merupakan jumlah penduduk paling sedikit (3.228 jiwa), hal ini karena Kabupaten Tambraw merupakan kabupaten pemekaran baru yang baru dibentuk awal tahun 2010 lalu.

Tabel 9 Jumlah penduduk angkatan kerja di Provinsi Papua Barat menurut jenis kelamin dan jenis kegiatan utama Tahun 2011

Jenis Kegiatan Utama Laki-laki Perempuan Jumlah 1. Penduduk usia kerja (15+) 279.322 242.889 522.211

a. Angkatan Kerja 234.079 135.540 369.619 - Bekerja 214.628 121.960 336.588 - Pengangguran terbuka 19.451 13.580 33.031

b. Bukan angkatan kerja 45.243 106.024 151.267 - Sekolah 34.829 26.777 61.606 - Mengurus rumah tangga 1.818 76.153 77.971 - Lainnya 8.596 4.419 13.015

2. Tingkat pengangguran terbuka (%) 8,31 10,02 8,94 Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2012

Dibidang ketenagakerjaan, tingkat partisipasi angkatan kerja Provinsi Papua Barat pada Agustus 2012 sebesar 70,78 % mengalami peningkatan sebesar 1,42% dibandingkan dengan kondisi Februari 2011. Pertumbuhan tenaga kerja yang kurang diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja akan menyebabkan tingkat kesempatan kerja cenderung menurun. Meski demikian jumlah penduduk yang bekerja tidak selalu menggambarkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Pada tahun 2011, total jumlah penduduk usia kerja sebesar 522.211 jiwa, dimana 336.588 jiwa dan 151.267 jiwa bukan merupakan angkatan kerja. Dari total angkatan kerja, 91,1% sudah bekerja dan hanya 8,9% yang pengangguran terbuka.

Page 50: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

30

Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih sekolah, lansia, ibu rumah tangga, dan lainnya.

Kondisi Sosial Ekonomi

Kinerja perekonomian yang dicapai Provinsi Papua Barat sampai tahun 2012 masih belum optimal, dengan melihat tantangan dan kesempatan yang ada maka perekonomian Provinsi Papua Barat masih terlihat optimis untuk terus meningkat dan menjadi lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan perekonomiannya yang cukup tinggi. Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat tahun 2012 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan harga berlaku meningkat sebesar 15,84 persen terhadap tahun 2011. Semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif, dengan pertumbuhan tertinggi di sektor industri pengolahan 27,76 persen diikuti sektor konstruksi sebesar 12,30 persen dan sektor jasa-jasa sebesar 11,91 persen. Perkembangan PDRB Provinsi Papua Barat dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Perkembangan PDRB Provinsi Papua Barat atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha tahun 2009-2011 (%)

Lapangan Usaha 2009 2010 2011 Laju (%/Tahun)

1. Pertanian / Agriculture 26,03 21,51 17,17 -6,6 Tanaman Pangan 4,75 3,99 3,04 -1,33 Tanaman Perkebunan 2,61 2,15 1,86 -0,52 Peternakan 1,56 1,3 1,08 -0,35 Kehutanan 7,11 5,7 4,53 -1,875 Perikanan 9,99 8,36 6,66 -2,515

2. Pertambangan 15,09 11,64 9,7 -3,665 3. Industri Pengolahan 18,78 32,15 41,61 16,145 4. Listrik Dan Air Bersih 0,44 0,36 0,31 -0,09 5. Bangunan 8,98 7,67 6,77 -1,555 6. Perdagangan 9,82 7,94 7 -1,88 7. Pengangkutan Dan Komunikasi 7,57 6,54 5,8 -1,255 8. Keuangan 2,55 2,12 1,85 -0,485 9. Jasa-Jasa 10,74 10,08 9,79 -0,62 Produk Domestik Regional Bruto 100 100 100

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2012

Dari data Perkembangan PDRB Provinsi Papua Barat atas data konstan tahun 2011 naik sebesar 34,56 %, dari Rp 26.879,61 miliar pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp 36.170,46 miliar pada tahun 2011. Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) mempengaruhi struktur ekonomi Provinsi Papua Barat sejak tahun 2010. Hal ini mendorong sektor industri pengolahan menjadi sektor terbesar yang menyumbang nilai PDRB pada tahun 2011. Keadaan tersebut menggeser kontribusi sektor pertanian yang selama ini menjadi sektor dominan di Papua Barat, menyebabkan sektor pertanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan sebanyak -9,39 % dari tahun 2009 ke 2011.

Page 51: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

31

Pada tahun 2010 kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Papua Barat turun dari 21,51% mencapai 17,17% yang menduduki urutan kedua setelah industri pengolahan (41,61%). Dari kontribusi sektor pertanian tersebut kontribusi terbesar adalah sektor perikanan (6,66%), kehutanan (4,53%) dan tanaman pangan (3,04%). Kontribusi sektor pertanian tanaman pangan terhadap PDRB akan lebih besar lagi apabila sistem usahatani diperbaiki.

Potensi Agribisnis Papua Barat

Potensi agribisnis Papua Barat di tingkat on-farm dapat diamati dari sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Hampir seluruh sektor agribisnis diproduksi di seluruh kabupaten-kabupaten yang ada di Papua Barat. Potensi tersebut dapat dilihat dari potensi lahan dan potensi produksi yang dimiliki Papua Barat. Potensi Lahan Darat

Sumberdaya lahan darat merupakan sumberdaya potensial untuk agribisnis disamping sumberdaya pesisir dan lautan. Sumber daya lahan pertanian di Provinsi Papua Barat, berperan sebagai penghasil pangan serta sumber pendapatan petani dan daerah, sehingga upaya untuk mengembangkan pertanian perlu dilakukan. Mengingat sebagian besar masyarakat etnis Papua masih menggantungkan kehidupannya pada sumber daya lahan dan lingkungan maka usaha pengembangan pertanian secara tidak langsung juga meningkatkan taraf hidup, pendapatan, dan kesejahteraan. Potensi lahan Papua Barat untuk pertanian masih sangat besar dan baru sebagian kecl diantaranya sudah di manfaatkan. Sesuai data BPS Provinsi Papua Barat Tahun 2011, luas lahan tersedia yang cocok bagi pengembangan pertanian di Provinsi Papua Barat seluas 2.180.764 Ha. Dimana telah digunakan sebesar 624.313 Ha, sehingga tersisa 2.794.411 Ha, seperti disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 11 Luas lahan yang sesuai untuk pengembangan pertanian menurut kabupaten di Provinsi Papua Barat Tahun 2011

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2012

Jika dilihat dari lahan yang sesuai untuk pengembangan pertanian, maka Kabupaten Teluk Bintuni memliki lahan yang paling luas yaitu 783.176 Ha,

Kabupaten/Kota Luas Lahan (ha) Sesuai Telah digunakan Tersedia

Fak Fak 553.784 184.651 369.133 Kaimana 312.807 71.305 241.502 Teluk Wondama 46.342 14.599 31.743 Teluk Bintuni 783.176 26.378 756.798 Manokwari 145.977 98.699 47.278 Sorong Selatan 477.321 30.953 446.368 Kota Sorong 454.150 166.208 287.942 Raja Ampat 20.854 31.520 0 Jumlah 2.794.411 624.313 2.180.764

Page 52: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

32

namun yang baru digunakan sebesar 26.378 Ha. Sehingga masih tersisa 756.798 Ha lagi yang belum dimanfaatkan. Kabupaten lain yang memiliki potensi lahan adalah Kabupaten Fak-fak, Sorong Selatan dan Sorong. Sedangkan kabupaten yang memiliki lahan sesuai paling sedikit adalah Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Teluk Wondama karena sebagian daratan wilayahnya merupakan pesisir dan pantai. Komposisi lahan darat meliputi lahan basah dan lahan kering. Jika dilihat dari data sebarana dan tipe lahan yang sesuai, maka Papua Barat memiliki total luas lahan untuk sawah lahan basah sebesar 7.410 Ha, lahan semusim (lahan kering seluas 4.184.873 Ha dan tanaman tahunan seluas 5.758.480 Ha dan hampir sebagian besar lahan di Papua Barat berada pada dataran rendah. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.

Tabel 12 Sebaran dan tipe lahan yang sesuai di Provinsi Papua Barat Tahun 2011

Sebaran Sawah (lahan basah)

Semusim (lahan kering)

Tanaman Tahunan

Dataran rendah 7.212.347 4.141.909 5.616.860 Dataran tinggi 198.060 42.964 141.620 Total 7.410.407 4.184.873 5.758.480

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2012 Berdasarkan luas lahan potensian untuk pertanian, maka luas lahan untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan hortikultura seluas 1.691.476 Ha, untuk lahan ternak seluas 32.476 Ha dan untuk perkebunan seluas 1.065.861 Ha. Dilihat pada Tabel 13, bahwa kabupaten dengan luas lahan potensial untuk pengembangan tanaman pangan dan hortikultura adalah Kabupaten Teluk Bintuni dengan luasan lahan 602.443 Ha, lahan potensial untuk peternakan adalah Kabupaten Kaimana dengan luas wilayah sesuai 25.488 Ha dan untuk lahan potensial perkebunan adalah Kabupaten Fak-fak dengan luas wilayah 405.491 Ha. Potensi lahan yang dimilki Provinsi Papua Barat sebagai modal awal untuk pengembangan pertanian berbasis agribisnis, sehingga sebaiknya dimanfaatkan sesuai dengan arah kebijakan pertanian agar dapat meningkatkan perekonomian setempat dan dapat mensejahterakan masyarakat.

Tabel 13 Luas lahan potensial untuk pengembangan pertanian menurut kabupaten di Provinsi Papua Barat tahun 2011

Kabupaten/Kota Areal Pengembangan Pertanian (Ha)

Tanaman Pangan/Horti Ternak Kebun Jumlah

Fak Fak 139.025 4.634 405.491 553.784 Kaimana 243.294 25.488 44.025 312.807 Teluk Wondama 23.171 0 23.171 46.342 Teluk Bintuni 602.443 0 180.733 783.176 Manokwari 60.244 0 85.732 145.977 Sorong Selatan 354.515 0 122.806 477.321 Kota /Sorong 259.514 2.317 192.318 454.150 Raja Ampat 9.268 0 11585 20.854 Jumlah 1.691.476 32.439 1.065.861 2.794.411

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2012

Page 53: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

33

Potensi Agribisnis Sektor Tanamana Pangan Sektor tanaman pangan di Provinsi Papua Barat termasuk sektor penting bagi perekonomian daerah, karena merupakan penyedia bahan pangan bagi kebutuhan masyarakat domestik. Sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai. Sektor tanaman pangan di Provinsi Papua Barat merupakan sektor yang mempunyai kontribusi kedua terbesar setelah kehutanan terhadap perekonomian di Provinsi Papua Barat. Tabel 14 dan 15 merupakan data luas panen dan produksi tanaman pangan di Provinsi Papua barat tahun 2011.

Tabel 14 Luas panen tanaman pangan menurut kabupaten di Provinsi Papua Barat tahun 2011 (Ha)

No Kabupaten Padi Jagung Ubi Kayu

Ubi Jalar

Kacang Tanah Kedelai %

1 Fak-Fak 103 65 100 64 77 23 3,25 2 Kaimana 18 73 98 89 15 0 2,20 3 Teluk Wondama 42 141 199 70 41 29 3,93 4 Teluk Bintuni 872 192 196 121 90 99 11,81 5 Manokwari 4668 291 330 253 184 123 44,00 6 Sorong Selatan 268 98 198 79 97 33 5,81 7 Sorong 1772 269 336 171 61 47 19,98 8 Raja Ampat 540 89 130 96 31 21 6,82 9 Kota Sorong 0 60 157 75 0 0 2,20

Jumlah 8283 1278 1744 1018 596 375 100 Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2012

Potensi luas panen tanaman pangan tanaman pangan didominasi oleh tanaman padi yaitu 8.283 Ha, ubi-ubian 3.022 Ha, dan palawija 2.506 Ha. Kabupaten Manokwari memberikan kontribusi terbesar (44 %) baik untuk tanaman padi, ubi-ubian dan palawija. Sedangkan Kabupaten Sorong berkontribusi sebesar 19,98 % dan Teluk Bintuni 11,81%. Beberapa daerah lain yang memiliki potensi lahan untuk pertanian dengan kontribusi bekisar 5%-10% terdapat di Kabupaten Sorong Selatan dan Raja Ampat.

Tabel 15 Rata-rata produksi tanaman pangan menurut kabupaten di Provinsi Papua Barat tahun 2008-2011 (ton)

No Kabupaten Padi Jagung Ubi Kayu

Ubi Jalar

Kacang Tanah Kedelai %

1 Fak-Fak 362 109 1171 651 78 24 3,78 2 Kaimana 47 123 1145 899 15 0 3,52 3 Teluk Wondama 118 229 2322 709 43 31 5,45 4 Teluk Bintuni 2784 323 2302 1258 96 103 10,85 5 Manokwari 16761 486 3879 2570 197 137 37,96 6 Sorong Selatan 707 164 2323 803 100 36 6,53 7 Sorong 6605 447 3951 1791 65 52 20,39 8 Raja Ampat 1921 142 1516 972 31 20 7,27 9 Kota Sorong 0 102 1831 756 0 0 4,25

Jumlah 29305 2125 20440 10409 625 403 100 Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2012

Page 54: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

34

Jumlah kontribusi terbesar produksi tanaman pangan terutama dari Kabupaten Manokwari (37,96%) dan Kabupaten Sorong (20,37%). Padi merupakan produksi terbesar tanaman pangan dengan total produksi 2.9305 ton, kemudian diikuti oleh ubi kayu (20.440 ton) dan ubi jalar (10.409 ton). Kontribusi terendah ditemui di Kabupaten Kaimana dan Fak-fak, dimana produksi terbesar kedua kabupaten ini hanya pada ubi kayu dan ubi jalar. Pengusahaan padi sawah umumnya dilakukan oleh petani transmigran, sementara petani lokal menanam padi ladang dengan pola perladangan berpindah. Rata-rata petani memperoleh hasil sebesar 2,5-3 ton/Ha. Areal panen padi sawah pada tahun 2012 8.283 Ha (64% di kabupaten Manokwari dan 27% di Kabupaten Sorong). Padi ladang terluas (578 Ha) juga terdapat di Kabupaten Manokwari (BPS Papua barat 2012).

Jenis ubi-ubian merupakan makanan lokal masyarakat Papua dan memiliki peranan yang cukup besar dalam memelihara kerukunan masyarakat dan adat istiadat setempat. Kabupaten Sorong dan Manokwari merupakan kabupaten penghasil ubi jalar dan ubi kayu terbesar yaitu diatas 3800 ton untuk ubi kayu dan 1200 untuk ubi jalar. Ubi kayu selain untuk dikonsumsi sendiri juga memiliki prospek yang cukup tinggi untuk industri pengolahan makanan bermutu tinggi. Potensi Agribisnis Sektor Tanaman Hortikultura Potensi tanaman hortikulura tersebar di seluruh kabupaten di Provinsi Papua Barat. Komoditi yang di usahakan masyarakat setempat antara lain tomat, cabai, terong, dan sayuran lainnya. Perkembangan produksi tanaman hortikultura dapat dilihat pada Gambar 5 berikut. Pada gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa produksi tertinggi adalah tomat dan kacang panjang, dimana konsentrasi produksi terbanyak terdapat di Kabupaten Manokwari. Sedangkan kangkung merupakan produksi terbanyak ketiga berkonsentrasi di Kabupaten Sorong. Dari semua jenis tanaman hortikultura yang diusahakan, kubis merupakan produksi terkecil. Hal ini dikarenakan tidak semua kondisi lahan di Provinsi Papua Barat cocok untuk ditanami kubis. Teknologi budidaya yang masih tradisional serta kurangnya ketrampilan petani juga menyebabkan budidaya kubis kurang diminati oleh petani di Provinsi Papua Barat.

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2012

Gambar 5 Produksi tanaman hortikultura menurut kabupaten di Provinsi Papua Barat tahun 2011 (ton)

0500

100015002000250030003500

Ton

Kabupaten

Fakfak

Kaimana

Teluk Wondama

Teluk Bintuni

Manokwari

Sorong Selatan

Sorong

Raja Ampat

Kota Sorong

Page 55: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

35

Potensi Agribisnis Sektor Tanaman Perkebunan

Sektor perkebunan pencakup komoditi-komoditi mulai dari hasil tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat, pihak swasta maupun pemerintah seperti kelapa, kakao, kelapa sawit dan pala. Hampir seluruh produksi komoditi perkebunan yang di usahakan berfluktuasi. Hal ini dapat dilihat pada presentasi produksi komoditi perkebunan pada Gambar 6. Kelapa sawit merupakan produksi terbanyak dibandingkan komoditi yang lain yaitu > 50% dari total produksi perkebunan. Pada tahun 2010 kelapa sawit sempat mengalami penurunan produksi namun kemudian dapat meningkat lagi pada tahun 2011. Berbeda dengan komoditi lain yang mengalami penurunan di tahun 2012 padahal sebelumnya peningkatannya stabil. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya luas lahan panen yang semakin berkurang, kondisi kebun yang mulai menurun produktivitasnya, petani yang mulai beralih pada tanaman lain, dan kondisi iklim Provinsi Papua Barat yang tidak menentu sehingga kebun banyak terserang hama.

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2012

Gambar 6 Persentasi perkembangan produksi tanaman perkebunan Provinsi Papua Barat tahun 2008-2012 (ton)

Berbeda dengan tanaman pangan dan hortikultura yang produksinya menyebar hampir di seluruh kabupaten, tidak semua tanaman perkebunan terdapat di seluruh kabupaten di Provinsi Papua Barat. Hal ini dapat di lihat pada data produksi tanaman perkebunan Papua Barat menurut kabupaten pada Tabel 16. Berdasarkan konsentrasi produksinya, produksi kelapa sawit dan kakao terbanyak terdapat di Kabupaten Manokwari, kelapa di Kabupaten Raja Ampat dan pala di Kabupaten Fak-fak. Seluruh produksi kelapa sawit berada di kabupaten Manokwari. Hal ini karena kondisi lahan Manokwari sangat cocok untuk tanaman kelapa sawit, selain itu perusahaan besar milik negara dan swasta berada di Manokwari, sehingga terdapat pabrik pengolahan yang dapat menunjang kegiatan produksi kelapa sawit.

Perkebunan kelapa sawit sebagian besar dimiliki oleh Perseroan Terbatas Perkebunan Negara (PTPN II) sejak tahun 1982 dan perkebunan swasta dalam bentuk perkebunan inti plasma. Pola yang digunakan PTP II adalah pola PIR (Perkebunan Intin Rakyat), dimana 2.807 Ha dikelola oleh inti dan 7.400 Ha dikelola plasma. Sedangkan perkebunan kakao di Papua Barat diusahakan oleh

0

10000

20000

30000

40000

50000

2008 2009 2010 2011 2012

Ton

Tahun

Kelapa

Kelapa Sawit

Kakao

Pala

Page 56: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

36

perusahaan dan perkebunan rakyat dengan pola PIR serta kebun individu masyarakat tani. Perkebunan kakao hampir terdapat diseluruh kabupaten kecuali Kota Sorong, sedangkan yang dikelolah oleh perusahaan hanya terdapat di Kabupaten Manokwari dengan luas 1.668 Ha. Kabupaten Manokwari memiliki luas areal kebun yang paling luas yaitu 3.203 Ha dari total kebun 6.200 Ha (BPS Papua Barat 2012).

Tabel 16 Produksi tanaman perkebunan menurut kapubaten di Provinsi Papua Barat tahun 2011 (ton)

No Kabupaten Kelapa Kelapa Sawit Kakao Pala 1 Fak-Fak 151 0 74 212 2 Kaimana 1.235 0 220 0 3 Teluk Wondama 0 0 161 6 4 Teluk Bintuni 95 0 150 17 5 Manokwari 1.857 45.358 2.324 1 6 Sorong Selatan 112 0 301 6 7 Sorong 1.495 0 468 12 8 Raja Ampat 9.445 0 1.010 1 9 Tambraw 3.083 0 415 0

10 Maybrat 0 0 0 0 11 Kota Sorong 215 0 10 0

Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2012 Data di atas juga menjelaskan bahwa semua tanaman perkebunan dapat diproduksi di Kabupaten Manokwari. Hal ini dikarenakan kondisi wilayah Manokwari yang cocok untuk lahan pertanian termasuk perkebunan. Selain itu, sebagai ibu kota provinsi, Manokwari juga memiliki fasilitas dan daya dukung yang dapat digunakan untuk menunjang keberlangsungan produksi tanaman. Daya dukung tersebut anatar lain, kemudahan aksesbilitas, terdapat lembaga-lembaga peunjang seperti Bank dan lembaga pemasaran, serta adanya pabrik pengolahan.

Potensi Agribisnis Sektor Peternakan Potensi produksi ternak menunjukkan produk pemeliharaan ternak utama yang dihasilkan oleh masyarakat pada masing-masing kabupaten di Papua Barat. Hasil utama dari ternak adalah daging. Berikut ini pada Tabel 17 disajikan rata-rata populasi ternak penghasil daging yang dibudidayakan dimasing-masing kabupaten di Provinsi Papua Barat. Jenis ternak ruminansia di Provinsi Papua Barat didominasi oleh ternak babi dengan rata-rata populasi 47.174 ekor, kemudian sapi diurutan kedua dengan populasi sebanyak 29.864 ekor dan kambing sebanyak 11.082 ekor. Pada umunya peternakan babi diusahakan oleh masyarakat lokal. Babi menjadi ternak terbanyak kerena dukungan sosial budaya di Papua yang menganggap babi memiliki nilai sosial yang tinggi. Selain itu, mayoritas penduduk Papua Barat beragama nasrani menyebabkan permintaan daging babi di Provinsi Papua Barat terus meningkat. Populasi babi terbanyak terdapat di Kabupaten Manokwari yaitu mencapai 34.909 ekor, kemudian kota sorong sebanyak 5.670 ekor, serta Kabupaten Sorong, Teluk Bintuni dan Fakfak yang populasinya diatas 100 ekor.

Page 57: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

37

Tabel 17 Rata-rata populasi ternak menurut kabupaten di Provinsi Papua Barat tahun 2008-2011 (ekor)

No Kabupaten Sapi Kambing Babi Ayam Buras Itik

1 Fakfak 1.180 557 1.014 55.621 317 2 Kaimana 419 517 317 34.183 71 3 Teluk Wondama 215 161 675 42.597 79 4 Teluk Bintuni 456 265 1.695 57.092 664 5 Manokwari 15.615 5415 34.909 253.902 12.708 6 Sorong Selatan 643 535 997 60.952 69 7 Sorong 9.874 1962 1.648 197.681 2.109 8 Raja Ampat 635 865 250 57.038 86 9 Kota Sorong 827 805 5.670 98.082 297

Total Produksi 29.864 11.082 47.174 857.146 16.398 Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2012

Pemeliharaan sapi umumnya dilakukan oleh penduduk transmigran, baik secara gaduhan atau milik sendiri. Petani umumnya memelihara sapi bali dengan pola pemeliharaan ekstensif. Permintaan daging sapi di pasar regional maupun pasar nasional masih sangat terbuka. Populasi tertinggi adalah di Kabupaten Manokwari yaitu 15.615 ekor, kemudian kabupaten Sorong 9.874 ekor, sedangkan kabupaten lain bekisar antara 215-1.180 ekor. Pengembangan sapi yang dilakukan pemerintah kepada penduduk transmigrasi cukup berhasil. Di Kabupaten manokwari pemilikan sapi hingga 50 ekor, sedang di Kabupaten Sorong ada yang memiliki lebih dari 1.000 ekor sapi yang digaduhkan kepada masyarakat.

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penetapan Komoditas Unggulan

Komoditas unggulan merupakan produk yang mempunyai keunggulan baik dari sisi produksinya, kontinyuitas dan daya saing sehingga diterima masyarakat dan dapat menarik investror. Pengembangan agribisnis berdasarkan produk unggulan menunjukkan suatu kegiatan produk agribisnis pada tingkat budidaya (on-farm) dan tingkat industri (off-farm). Analisis data yang digunakan untuk penetapan komoditas unggulan dalam penelitian ini adalah analisis AHP, dengan mengunakan data-data kuantitatif dalam menilai setiap unsur dalam AHP.

Ada tiga kriteria yang digunakan untuk penetapan komoditas unggulan dalam analisis AHP, yaitu pendekatan agroekosistem, ekonomi dan daya dukung. Masing-masing kriteria memiliki sub kriteria lagi yang nantinya akan di gunakan untuk mendapatkan komoditas unggulan. Sub kriteria tersebut antara lain produktivitas, produksi dan trend produksi untuk ktiteria kesesuaian agroekosistem; pendapatan, kelayakan usaha, perdagangan dan industri pengolahan untuk kriteria kesesuaian ekonomi; serta modal, pasar, teknologi, sumber daya manusia, lembaga, sarana dan kebijakan pemerintah untuk kriteria

Page 58: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

38

daya dukung. Pengelompokan produk/komoditas pertanian primer yang dianalisis lebih menekankan pada aspek perbedaan karakteristik komoditas yang dihasilkan dengan tetap memperhatikan agregasi sub sektornya.

Penentuan bobot proiritas dilakukan setelah matriks perbandingan kriteria diisi dengan menggunakan metode Eigenvector yaitu vaktor karektiristik dari sebuah matriks bujursangkar dan metode eigenvalue yaitu akar karakteristik dari matriks tersebut. Hasil akhir dari perhitungan bobot prioritas tersebut merupakan bilangan desimal dibawah satu dengan total prioritas untuk elemen-elemen dalam satu kelompok sama dengan satu (Ratnawati et al 2000). Metode ini yang akhirnya dipakai sebagai alat pengukur bobot prioritas setiap matriks perbandingan model AHP karena sifatnya lebih akurat dan memperhatikan semua interaksi anta elemen. Kelemahan metode ini adalah sulit dikerjakan secara manual, apalagi jika matriks lebih dari tiga elemen. Sehingga dalam perhitungan bobot dalam penelitian ini menggunakan program komputer Expert Choice 2000. Expert Choice 2000 merupakan program komputer untuk pemecahan masalah AHP. Hasil pembobotan kriteria penetapan komoditas unggulan dapat dilihat pada Gamabar 7 di bawah ini

Gambar 7 Hasil pembobotan AHP kriteria dan subkriteria penetapan komoditas unggulan

Agroekosistem (0,333)

Ekonomi (0,333)

Daya Dukung (0,333)

Produktivitas (0,540)

Industri Pengolahan

(0,109)

Pendapatan 0,351

Perdagangan (0,189)

Produksi (0,297)

Modal (0,229)

Pasar (0,229)

Teknologi (0,123)

SDM (0,127)

Trend produksi (0,163)

Prioritas Komoditas Unggulan

Kelayakan Usaha (0,351)

Lembaga (0,097)

Sarana (0,097)

Kebijakan (0,097)

Page 59: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

39

Pada penelitian ini, setiap kriteria memiliki bobot yang sama, yaitu 0,333. Masing-masing kriteria diberi nilai yang sama karena dianggap sama penting, dimana komoditas jika memiliki kesesuaian agroekosistem yang baik belum tentu dapat menjadi komoditas unggulan jika tidak dibarengi dengan kondisi ekonomi yang baik dan kelembagaan/daya dukung yang sesuai (Badang Litbang Pertanian 2003). Sedangkan masing-masing sub kriteria memiliki bobot yang berbeda-beda sesuai dengan penilaian terhadap peringkat yang telah disusun.

Penetapan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan Pada kelompok tanaman pangan komoditi yang diamati terdiri dari padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai. Hasil analisis AHP penetapan komoditas unggulan pangan dapat dilihat pada Gambar 8, menunjukkan bahwa pada kelompok komoditas pangan, prioritas komoditi unggulan pertama ditujukan oleh komoditi padi dengan bobot 0,219. Urutan kedua yaitu ubi jalar dengan bobot 0,184 dan kacang tanah 0,165 serta kedelai, ubi kayu dan jagung menempati urutan selanjutnya dengan nilai konsistensi 0,01. Ubi kayu yang sebelumnya masuk dalam komoditas unggulan teryata memiliki nilai yang paling rendah. Hal ini karena ubi kayu memiliki nilai terendah pada kriteria ekonomi dan daya dukung. Pada kriteria ekonomi, ubi kayu memiliki harga jual yang rendah yaitu Rp 500,- per 1 Kg, sehingga dalam 1 Ha lahan ubi kayu petani hanya mendapatkan keuntungan sebesar Rp 2.500.000,-. Hal ini dikarenakan belum adanya industri pengolahan ubi kayu sehingga nilai ubi kayu cukup rendah.

Gambar 8 Sebaran bobot prioritas komoditas unggulan tanaman pangan

di Provinsi Papua Barat

Hasil pembobotan diperoleh melalui penilaian perbandingan berpasangan antar komoditas terhadap setiap kriteria penilaian. Sub kriteria tersebut antara lain produktivitas, LQ, PR, perdagangan, R/C rasio dan rata-rata skoring pada daya

0.219

0.144 0.134

0.184 0.165

0.154

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

Padi Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar KacangTanah

Kedelai

Bob

ot P

rior

itas

Komoditas

Page 60: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

40

dukung. Perbandingan dilakukan melalui hasil rengking masing-masing komoditas kepada setiap sub kriteria tersebut. hasil masing-masing sub kriteria komoditas unggulan pangan yang terpilih dapat dilihat dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Nilai pada masing-masing sub kriteria penentuan komoditas pangan di Provinsi Papua Barat

Sub kriteria Padi Ubi Jalar Kacang tanah Produktivitas (Ton/Ha) 2,7 10,09 0,9 LQ 0,8 9,6 1,8 Trend produksi 1,7 0,002 -0,3 Pendapatan (Rupiah) 12.384.000 3.947.000 17.800.000 R/C rasio 1 1,2 2,1 Jumlah Industri pengolahan (Unit) 90 34 21

Rata-rata skoring daya dukung 2,2 1,9 1,9

Komoditas Unggulan Padi

Berdasarkan analisis AHP diatas padi tergolong komoditi unggulan dengan bobot 0,219. Padi menjadi prioritas utama komoditas unggulan karena memiliki bobot tertinggi pada kreteria ekonomi dan daya dukung, yaitu 0,333 dan 0,218. Sedangkan untuk kriteria kesesuaian agroekosistem padi memperoleh bobot terendah yaitu 0,105 (Lampiran 2). Rendahnya bobot kriteria agroekosistem disebabkan nilai produktivitas dan LQ yang rendah.

Usahatani padi umumnya dilakukan oleh masyarakat transmigran, dimana proses adopsi teknologi sudah mulai berjalan. Penggunaan varietas unggul dan pupuk buatan sudah diterapkan, namun produktivitas tanamannya masih rendah. Nilai produktivitas padi di Papua Barat hanya sebesar 2,7 ton/Ha, selisih 2,29 dengan produktivitas tingkat nasional yang mencapai 5 ton/Ha. Berdasarkan hasil wawancara dengan dinas terkait, rendahnya produktivitas padi di Papua Barat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kandungan Fe pada tanah yang tinggi, sehingga memerlukan pemupukan berat terutama P2O5, sementara ketersediaan pupuk masih terbatas di daerah-daerah terpencil yang baru terbuka untuk lahan sawah. Faktor lain adalah tingginya curah hujan pada saat panen, sehingga proses penjemuran gabah terganggu. Dalam waktu yang lama tingkat kerusakan gabah akan meningkat.

Jika dilihat dari data produksi digambarkan dengan nilai LQ yang kurang dari 1 yaitu 0,8 maka padi tidak termasuk dalam komoditas basis. Artinya share produksi padi terhadap tingkat nasional masih termasuk kecil. Namun pada sub kriteria trend produksi (1,7), padi mampu memperlihatkan kemampuannya dalam berproduksi dengan menampilkan nilai trend produksi yang positif, yang artinya produksi padi selalu meningkat setiap tahunnya yaitu 28.205 ton pada tahun 2008 meningkat 34.255 ton pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa padi mampu meningkatkan produksinya setiap tahunnya agar dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat di Provinsi Papua Barat.

Page 61: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

41

Pada kriteria ekonomi, komoditas padi mampu memberikan bobot yang tertinggi (0,333), dikarenakan petani padi mampu memperoleh keuntungan hingga Rp 12.384.000 per musim tanam, dengan harga jual Rp 3.500 per Kg. Komoditi padi menjadi layak diusahakan di Provinsi Papua Barat karena memiliki nilai R/C rasio 1. Selain itu, terdapat 90 unit penggilingan padi yang tersebar pada kabupaten penghasil beras. Hal ini menunjukkan bahwa padi industri pengolahan padi dapat merkembang di Provinsi Papua Barat. Produksi padi di Provinsi Papua barat masih terkonsentrasi di Kabupaten Manokwari dan Sorong. Produksi kedua kabupaten ini mampu memenuhi kebutuhan beras di Provinsi Papua Barat. Terbukti dengan data ekspor Manokwari yang mampu mengeksor beras ke daerah-daerah sekitar.

Pada kriteria daya dukung (0,218), komoditas padi memiliki rata-rata skoring terhadap aspek pendukung kegiatan agribisnis yaitu 2,2. Penilaian dilakukan terhadap kondisi kemudahan memperoleh modal, pasar, lembaga, saranan dan kebijakan. Akses terhadap perbankan dan lembaga peminjam modal di Provinsi Papua Barat mudah terjagkau dan beberapa bank seperti BRI, BNI dan Bank Papua yang menyediakan layanan kredit untuk usaha kecil dan menengah. Akan tetapi, layanan tersebut jarang di manfaatkan oleh pengusaha saprodi, dan pedagang beras untuk memperluas usahanya. Hanya sebagian kecil petani yang memanfaatkan fasilitas kredit yang disediakan bank-bank tersebut. Hal ini dikarenakan, syarat dan ketentuan yang menyulitkan calon pengkredit seperti melampirkan agunan, surat izin usaha, dan laporan penjualan sebagai syarat pengajuan kredit serta bunga pinjaman yang relatif tinggi yaitu 10% per bulan.

Provinsi Papua Barat telah menetapkan 14 daerah irigasi yang memanfaatkan air sungai (air permukaan) antara lain Bendungan Aimisu di Kabupaten Sorong dan Bendungan Prafi di Kabupaten Manokwari. Luas panen padi sawah tahun 2012 8.283 Ha, sedang potensi irigasi mencapai 31.514 Ha (BPS Provinsi Papua barat, 2012). Percepatan pembangunan jaringan irigasi diwilayah lain perlu dilakukan disamping merevitalisasi jaringan irigasi yang sudah ada. Agar pemanfaatan air irigasi menjadi optimal maka telah dibentuk Perhimpunan Petani Pemakai Air (P3A) pada tiap-tiap daerah irigasi. Selain sarana irigasi, akses jalan menuju sentra-sentra produksi juga merupakan hal penting. Di Kabupaten Manokwari akses jalan semakin baik seperti terdapat jalan aspal dan angkutan umum dari daerah sentra produksi menuju pasar di ibu kota kabupaten. Namun pada kabupaten lain, akses jalan masih mengalami keterlambatan pembangunan.

Komoditas Unggulan Ubi Jalar

Berdasarkan hasil AHP pada Gambar 8, ubi jalar termasuk dalam komoditas unggulan kedua setelah padi dengan bobot 0,184. Bobot kriteria tertinggi adalah ekonomi 0,256, urutan kedua agroekosistem 0,184 dan terendah daya dukung dengan bobot 0,136 (Lampiran 2). Ubi jalar memiliki peluang cukup besar untuk dikembangkan karena memiliki daya adaptasi yang luas terhadap kondisi lahan dan lingkungan. Ubi jalar merupakan makanan pokok penduduk lokal Papua, memiliki nilai tinggi dalam upacara ritual dalam masyarakat adat setempat, serta sebagai pakan ternak babi, yang mempunyai nilai sosial tinggi bagi suku-suku di Papua. Ubi jalar merupakan makanan lokal masyarakat Papua

Page 62: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

42

dan memiliki peranan yang besar dalam memelihara kerukunan masyarakat dan adat istiadat setempat. Ubi jalar yang berumur genjah dan berkualitas tinggi semakin meluas dan dominan ditanam masyarakat Papua. Pada kriteria agroekosistem, produktivitas ubi jalar di Provinsi Papua Barat mencapai 10,09 ton/Ha selisih 1,82 dengan produktivitas nasional yang mencapai 11,91. Berdasarkan data produksi yang diproyeksikan pada tingkat nasional, ubi jalar memiliki nilai LQ 9,6. Hal ini menunjukkan bahwa share produksi ubi jalar terhadap tingkat nasional cukup tinggi sehingga ubi jalar merupakan komoditas basis di Provinsi Papua Barat. Produksi yang tinggi ini dapat dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan, selain itu dapat meningkatkan pendapatan petani. Namun jika dilihat dari trend produksi ubi jalar bernilai positif namun sangat kecil yaitu 0,002, artinya peningkatan produksi setiap tahunnya sangat kecil bahkan menurun. Tahun 2008 Provinsi Papua Barat mampu produksi ubi jalar sebanyak 18.701 ton menurun pada tahun 2012 menjadi 10.557 ton.

Tekonologi usahatani ubi jalar yang dipraktekkan petani meliputi penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan dan panen. Persiapan lahan dilakukan dengan mengolah lahan menggunakan skop, kemudian membuat kuming, yaitu bumbunan tanah bercampur sisa tanaman atau rumput sebagai tempat penanaman stek. Sisa tanaman atau rumput yang sudah lapuk digunakan sebagai sumber bahan organik bagi tanaman. Pada umumnya, tanaman ubi jalar yang dibudidayakan tidak menggunakan pupuk kimia, karena varietas yang dibudidayakan sudah lama beradaptasi dengan lingkungan setempat sehingga dianggap sebagai varietas lokal. Dua varietas lokal yang dominan diusahakan petani adalah Hielaleke dan Musan. Dua varietas ini memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibanding varietas lain, panen lebih awal dan cita rasa yang lebih disenangi masyarakat setempat.

Pada kriteria ekonomi, Harga jual ubi jalar mencapai Rp 700 per Kg, sehingga keuntungan yang diperoleh petani mencapai Rp 3.947.000/Ha dengan R/C rasio 1,2. Hal ini mencerminkan bahwa berusahatani ubi jalar masih memberikan keuntungan dan penambahan pendapatan bagi petani ubi jalar di Papua Barat. Selain itu Provinsi Papua Barat memiliki 34 unit industri pengolahan ubi jalar skala kecil yang mampu mengolah ubi jalar menjadi bahan makanan ringan.

Permasalahan yang dihadapi adalah teknik panen dan pasca panen. Panen dilakukan menurut kebutuhan pangan keluarga, sehingga tanaman ubi jalar dipertahankan di lapangan dalam waktu yang lama. Teknik seperti sering disebut sebagai lumbung pangan alami. Namun hal ini sangat beresiko bila terjadi bencana alam berupa “frost” atau ledakan hama, maka persediaan pangan penduduk akan terancam. Namun cara seperti ini masih dipertahankan oleh masyarakat setempat karena panen secara serempak akan menimbulkan masalah baru lagi yaitu sulitnya pengangkutan, penyimpanan, pengolahan maupun pemasaran. Teknik pemanenan seperti ini dapat dilakukan dalam rentang waktu yang panjang dari 6 hingga 12 bulan atau bahkan lebih. Periode kebun ubi jalar akan dibongkar bila setelah 2-3 tahun diusahakan dan produksi telah menurun, dengan indikasi ubi yang dihasilkan kecil-kecil. Artinya lahan tersebut harus disuburkan kembali. Pada umumnya petani lokal di Provinsi Papua Barat belum menggunakan pupuk dalam proses penyuburan tanah. Sehingga semakin lama

Page 63: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

43

tanaman ubi jalar yang disimpan dalam tanah maka produk yang dihasilkan semakin kecil ukurannya. Pada kriteria daya dukung, ubi jalar memiliki rata-rata skoring yang masih rendah bila dibandingkan dengan komoditas padi yaitu 1,9. Penilaian daya dukung ini meiliputi kemudahan memperoleh modal, kemudahan pemasaran, daya dukung kelembagaan, kebijakan dan sarana. Permasalahan pada kriteria daya dukung adalah sulitnya akses permodalan menyebabkan petani tidak pernah menggunakan pinjaman modal untuk mengembangakn usahataninya. Pada umumnya budidaya ubi jalar dilakukan oleh masyarakat lokal yang tersebar dipelosok-pelosok daerah sehingga akses menuju pasar kota masih sulit. Kurangnya angkutan umum dari kota menuju desa menyebabkan biaya transportasi juga masih mahal. Kelemahan pengembangan agribisnis ubi jalar di Provinsi Papua Barat adalah belum terdapatnya industri pengolahan ubi jalar dalam skala besar. Selama ini ubi jalar di Provinsi Papua Barat hanya dijual dalam bentuk segar di pasar-pasar tradisional dan sebatas untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat lokal. Industri pengolahan ubi jalar yang ada baru skala industri rumah tangga yaitu dalam pengolahan ubi jalar menjadi cemilan ringan seperti keripik dan gorengan. Padahal ubi jalar dapat dijadikan bahan baku produk lainnya sepeti dapat dijadikan tepung, bahan dasar saos, serta bahan olahan lainnya. Hal ini bisa menjadi peluang yang sangat baik untuk pengembangan agribisnis ubi jalar di Papua Barat mengingat tingkat produksi di provinsi ini cukup tinggi. Pemerintah daerah selama ini telah berupaya meningkatkan kesadaran akan pangan lokal termasuk ubi jalar, yaitu dengan merekomendasikan ubi jalar disetiap hidangan pesta adat. Selain itu, sering diadakannya pelatihan-pelatiah pengolahan ubi jalar kepada masyarakat Papua, khususnya ibu-ibu rumah tangga yang tergabung dalam kelompok tani wanita. Upaya ini dilakukan agar pelestarian pangan lokal ubi jalar dapat diterima oleh masyarakat luas di Provinsi Papua Barat.

Komoditas Unggulan Kacang Tanah

Kacang tanah sudah dikenal masyarakat Papua sejak zaman Belanda sehingga kacang tanah termasuk ke dalam pangan lokal Papua Barat. Terbukti dari selalu tersajinya kacang tanah pada setiap acara adat. Oleh karena kacang tanah di Provinsi Papua Barat telah dibudidayakan dari zaman Belanda, maka jenis kacang tanah tersebut telah beradaptasi dengan baik terhadap kondisi lingkungan yang ada. Hasil AHP menunjukkan bahwa kacang tanah di Provinsi Papua Barat masuk dalam prioritas komoditas unggulan dengan bobot sebesar 0,165. Kriteria teringgi adalah Agroekosistem yaitu 0,288, kedua adalah daya dukung 0,147 dan terendah yaitu ekonomi dengan bobot 0,071 (Lampiran 2).

Pada kriteria kesesuaian agroekosistem kacang tanah memiliki bobot tertinggi dikarenakan produktivitas kacang tanah di Provinsi Papua Barat hanya selisih 0,1 ton/Ha dengan produktivitas nasional. Produktivitas kacang di Provinsi Papua Barat sebesar 0,9 ton/Ha sedangkan produktivitas nasional 1 ton/Ha. Nilai LQ kacang tanah yang menggambarkan nilai proyeksi produksi kacang tanah terhadap produksi nasional memperlihatkan bahwa kacang tanah termasuk dalam komoditas basis atau unggul dengan nilai 1,8. Namun, bila dilihat dari trend

Page 64: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

44

produksi, kacang tanah memiliki nilai yang negatif (-0,3), artinya kacang tanah mengalami penurunan produksi setiap tahunnya. Hal ini dilihat dari produksi kacang tanah di Provinsi Papua Barat pada tahun 2008 mencapai 1.762 ton kemudian pada tahun 2010 turun menjadi 750 ton, dan pada tahun 2012 hanya mencapai 625 ton. Penurunan produksi kacang tanah ini disebabkan oleh berkurangnya luas panen dan beralihnya petani kacang tanah pada komoditi lain. Pada kriteria ekonomi, usahatani kacang tanah cukup layak diusahakan di Provinsi Papua Barat, hal ini dapat dilihat dengan nilai R/C rasio yaitu 2,1. Petani kacang tanah mendapatkan keuntungan Rp 17.800.000/Ha dengan harga jual Rp 25.000 /Kg. Pada penilaian industri pengolahan, kacang tanah mendapatkan nilai yang rendah. Kurangnya industri pengolahan yang dapat memberikan nilai tambah produk kacang tanah menyebabkan petani hanya menjual langsung kepada pedagang besar dan konsumen akhir dalam keadaan mentah, sehingga harganya relatif rendah. Saat ini hanya terdapat 21 unit industri pengolahan makanan ringan yang mengunakan bahan dasar kacang tanah. Sebagian besar industri pengolahan terdapat pada Kabupaten Manokwari dan Sorong. Pada skoring daya dukung yang mempertimbangkan kondisi pasar, kemudahan memperoleh modal, lembaga, sarana, dan kebijakan, maka kacang tanah memiliki rata-rata skor 1,9. Sama halnya dengan kondisi usahatani ubi jalar, ada umumnya petani kacang tanah merupakan masyarakat lokal yang tinggal di pelosok-pelosok daerah. Sehingga akses transportasi menjadi sulit dijangkau. Hal ini juga yang menyebabkan pemasaran kacang tanah hanya sebatas pasar-pasar desa. Masih sulitnya birokrasi dalam peminjaman modal juga menyebabkan petani enggan meminjam modal pada bank atau lembaga pengkrediatan untuk memperluas usahatani kacang tanahnya.

Penetapan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura Pada kelompok tanaman hortikultura, tanaman yang diamati merupakan tanaman yang paling banyak dibudidayakan oleh masyarakat Provinsi Papua Barat berdasarkan data statistik. Tanaman-tanaman tersebut antara lain kubis, kacang panjang, cabai, tomat, terong, buncis, ketimun dan sayuran. Hasil AHP dengan mempertimbangkan kriteria penetapan komoditas unggulan berdasarkan kesesuaian agroekologi, ekonomi dan dan daya dukung, prioritas komoditas unggulan pertama adalah kacang panjang dengan bobot 0,165; tomat dengan bobot 0,146; dan cabai dengan bobot 0,138. Sedangkan terong, sayuran, ketimun, buncis dan kubis mengikuti urutan selanjutnya. Hasil analisis AHP penetapan komodita unggulan tanaman hortikultura dapat dilihat pada Gambar 9.

Hasil tersebut diperoleh dari matriks perbandingan berpasangan antar komoditas terhadap sub kriteria penetapan komoditas unggulan. Nilai masing-masing sub kriteria dapat diihat pada Tabel 19.

Page 65: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

45

Tabel 19 Nilai masing-masing sub kriteria penentuan komoditas unggulan hortikultura di Provinsi Papua Barat

Sub kriteria Kacang panjang Tomat Cabai Produktivitas (Ton/Ha) 5,8 8,6 10,05 LQ 2,7 1,1 0,4 Trend produksi 2,1 4,5 4,7 Pendapatan (Rupiah) 12.249.000 10.899.000 12.474.000 R/C rasio 4,4 4,1 4,9 Rata-rata skoring daya dukung 2,08 2,08 2,08

Gambar 9 Sebaran bobot prioritas komoditas unggulan tanaman hortikultura di

Provinsi Papua Barat

Komoditas Unggulan Kacang Panjang

Tanaman kacang panjang adalah sejenis tanaman sayur, yang mempunyai sulur dan tumbuh melilit. Baik tumbuh di tanah latosol/lempung berpasir, subur gembur, dan banyak mengandung bahan organik. Kacang panjang merupakan jenis tanaman sayuran yang paling banyak diproduksi oleh masyarakat Provinsi Papua Barat. Ketrampilan dalam menanam kacang panjang telah diperoleh turun-menurun dari orang tua mereka. Berdasarkan hasil analisis AHP, kacang panjang di Papua Barat merupakan prioritas komoditas unggulan hortikultura. Pada kriteria kesesuaian agroekosistem kacang panjang memperoleh bobot paling tinggi yaitu 0,289, kriteria ekonomi 0,175, dan daya dukung 0,121 (Lampiran 3). Pada kriteria kesesuaian agroekosistem, produktivitas kacang panjang Papua Barat mencapai 5,8 ton/Ha selisih jauh 4,5 ton dengan produktivitas nasional, dengan trend produksi bernilai positif yaitu 2,1 yang artinya produksi kacang panjang dapat meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008 total produksi kacang panjang 455.524 ton meningkat 489.449 ton pada tau 2010. Berdasarkan hasil LQ yaitu 2,7 yang mencerminkan nilai produksi yang diproyeksikan dengan

0.079

0.165

0.138 0.146 0.132

0.103 0.11 0.127

0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

0.12

0.14

0.16

0.18

Kubis Kacangpanjang

Cabai Tomat Terong Buncis Ketimun Sayuran

Bob

ot p

rior

itas

Komoditas

Page 66: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

46

tingkat nasional, maka kacang panjang termasuk dalam komoditas basis atau unggul. Pada kriteria ekonomi, petani kacang panjang bisa memperoleh keuntungan Rp 12.249.000 per musim tanam dengan R/C rasio 4,4. Nilai R/C rasio ini menunjukkan lebih dari satu artinya bahwa budidaya kacang panjang di Provinsi Papua Barat layak untuk diusahakan. Produksi kacang panjang tersebar di seluruh kabupaten di Provinsi Papua Barat. Produksi terbanyak terdapat di Kabupaten Manokwari dengan rata-rata produksi pertahun mencapai 2.924,4 ton. Kesesuaian lahan di Kabupaten Manokwari dengan jenis tanah latosol menyebabkan kacang panjang tumbuh subur. Selain itu, kacang panjang dapat dipanen 3-4 kali pada satu musim tanam sehingga petani lebih senang menanam kacang panjang daripda tanaman lain. Pada umumnya petani berusahatani kacang panjang untuk tujuan komersil, sehingga kebanyakan petani kacang panjang mengusahakan kebunnya di dalam kota. Rata-rata skoring pada kriteria daya dukung yaitu 2,08. Kemudahan akses transportasi dari kebun ke pasar serta kemudahan memperoleh kredit menjadi alasan para petani mengusahakan kebunnya di kota. Selama ini pemerintah daerah telah banyak membuat program yang dapat menguntungkan petani hortikultura. Salah satu kebijakan pemerintah adalah petani sering mendapatkan bantuan bibit maupun alat pertanian yang dapat digunakan untuk menunjang usahataninya serta pendamping dari penyuluh pertanian yang dapat memberikan informasi dan pelatihan kepada petani. Dengan demikian diharapkan petani mampu meningkatkan usahataninya.

Komoditas Unggulan Tomat

Buah tomat adalah komoditas yang multiguna, berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, penambah nafsu makan, minuman, bahan pewarna makanan, sampai bahan kosmetik dan obat-obatan. Karena itu tidaklah mengherankan kalau komoditas tomat terus berkembang sesuai dengan meningkatnya permintaan dan beberapa daerah menjadikan tomat sebagai komoditas unggulan daerah termasuk Provinsi Papua Barat. Tomat menjadi komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat dengan bobot prioritas AHP 0,146. Bobot kriteria tertinggi adalah ekonomi 0,264, urutan kedua daya dukung 0,114 dan terendah adalah agroekosistem dengan bobot 0,064 (Lampiran 3).

Kriteria kesesuaian agroekosistem, produktivitas tomat di Provinsi Papua Barat hanya mencapai 8,6 ton/Ha, sedangkan rata-rata produksi tomat nasional bisa mencapai 15,18 ton/Ha. Rendahnya produktivitas tomat di Provinsi Papua Barat disebabkan karena kurangnya luas panen yang diakibatkan oleh kondisi iklim Provinsi Papua Barat yang tidak stabil. Sehingga tanaman tomat rentan terserang hama dan penyakit. Usahatani tanaman tomat merupakan salah satu usahatani yang cukup sulit dan perlu ketelatenan petani dalam memelihara tanaman. Karena tanaman tomat tidak dapat dibiarkan tumbuh begitu saja tanpa memperhatikan pemeliharaannya disesuaikan dengan periode pertumbuhannya.

Oleh karenanya petani perlu menguasai teknologi budidaya secara tepat sehingga produktivitas tanaman tomat lebih meningkat. Jika dilihat dari nilai LQ yaitu 1,1 maka tomat termasuk dalam komoditas basis dan memiliki trend produksi yang positif (4,5) yang artinya produksi tomat masih dapat ditingkatkan

Page 67: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

47

setiap tahunnya. Dimana pada tahun 2008 produksi tomat 725.973 ton meningkat menjadi 954.046 ton pada tahun 2011. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat produksi tomat di Provinsi Papua Barat terhadap nasional cukup tinggi, sehingga dapat dijadikan komoditas basis produksi untuk pengembangan agribisnis tomat. Pada kriteria ekonomi tomat memiliki bobot yang tinggi diantara komoditi yang lain yaitu sebesar 0,264. Usahatani sayuran termasuk tomat merupakan usahatani dengan input tinggi dan beresiko tinggi. Modal atau input tinggi terutama pada harga benih, bibit, mulsa plastik, pestisida dan lainnya. Oleh karenanya diharapkan dalam usahatani tomat dilakukan secara efektif dan efisien dengan menerapkan rakitan teknologi budidaya tomat secara tepat dan benar mulai dari syarat agroekologi, varietas, pembibitan, penanaman, pewiwilan, pemupukan, pengairan, pengendalian OPT dan pasca panennya. Pada analisis usahatani tomat ditemukan bahwa petani tomat di Provinsi Papua Barat dapat memperoleh keuntungan sebesar Rp 10.899.000 per musim tanam dengan R/C rasio 4,1 yang artinya usahatani tomat di Papua Barat layang untuk diusahakan. Sayangnya, belum adanya penanganan pasca panen yang dapat memberikan nilai tambah pada produk tomat. Petani lansung menjual hasilnya dalam bentuk tomat segar langsung pada konsumen. Sama halnya dengan kacang panjang, daya dukung pengembangan tomat memiliki skoring 2,08. Kebanyakan petani tomat menyebar hampir diseluruh kabupaten di Papua Barat. Pada umumnya petani tomat membudidayakan tomat pada kebun-kebun di sekitaran kota dengan alasan tomat merupakan produk pertanian yang tidak tahan lama, sehingga harus cepat dipasarkan. Akses transportasi yang mudah membantu petani dalam memasarkan produknya di pasar-pasar ibukota. Harga tomat yang sering tidak stabil menyebabkan pendapatan yang diperoleh petani juga tidak stabil. Jika lagi panen raya harga tomat bisa mencapai Rp 2000 per Kg. Petani merasakan peran pemerintah kurang dirasakan efeknya terhadap keberlangsungan usahatani tomat. Petani berharap pemerintah daerah bisa memberikan informasi tentang fluktuasi harga tomat yang terjadi di pasar sehingga petani dapat merencanakan usahataninya dengan lebih baik. Komoditas Unggulan Cabai

Cabai merupakan komoditas sayur-sayuran yang paling banyak digunakan dalam bentuk segar maupun olahan untuk konsumsi rumah tangga, industri pengolahan makanan dan industri makanan. Tidak heran jika beberapa daerah menjadikan cabai sebagai komoditas unggulan hortikultura. Berdasarkan hasil analisis AHP penetapan komoditas unggulan hortikultura Provinsi Papua Barat, cabai merupakan urutan ketiga komoditas unggulan hortikultura setelah kacang panjang dan tomat dengan bobot akhir 0,138. Bobot kriteria tertinggi adalah ekonomi 0,175, urutan kedua daya dukung 0,124 dan terendah adalah agroekosistem dengan bobot 0,118 (Lampiran 3).

Pada kriteria kesesuaian agroekosistem, cabai hanya memperoleh bobot 0,118, beda jauh dibandingkan tanaman kacang panjang, terong dan sayuran. Produktivitas cabai di Provinsi Papua Barat mencapai 10,05 ton/Ha selisih 1,9 ton/Ha dengan produktivitas nasional. Walaupun produksi cabai dari 2.151 ton di tahun 2008 meningkat menjadi 4.304 ton di tahun 2011 dengan nilai trend

Page 68: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

48

produksi positif (4,7), namun nilai LQ (0,4) yang menggambarkan proyeksi produksi daerah terhadap produksi nasional, cabai di Provinsi Papua Barat tidak termasuk pada komoditas basis. Sama halnya dengan membudidayakan tanaman tomat, budidaya cabai juga memerlukan ketelatenan petani dalam memelihara tanaman, karena tanaman cabai tidak dapat dibiarkan tumbuh begitu saja tanpa memperhatikan pemeliharaannya disesuaikan dengan periode pertumbuhannya. Produksi cabai terbanyak pada Kabupaten Manokwari dengan rata-rata produksi pertahunnya 1.746,4 ton, sedangkan produksi terendah terdapat pada Kabupaten Sorong Selatan dengan rata-rata produksi hanya mencapai 42,8 ton.

Pada kriteria ekonomi, cabai memiliki bobot 0,175, berada diurutan kedua setelah tomat. Rata-rata pendapatan yang diperoleh petani cabai di Papua Barat mencapai Rp 12.474.000 /Ha /musim tanam. Cabai dapat dipanen 3-4 kali dalam satu kali musim tanam, sehingga petani dapat memperoleh pendapatan yang lebih besar dibandingkan mengusahakan tanaman lain. Nilai R/C rasio cabai lebih dari satu (4,9) yang artinya usahatani cabai di Provinsi Papua Barat layak diusahakan. Sampai saat ini hasil produksi cabai hanya sukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daerah, sehingga cabai belum dapat di ekspor keluar daerah Papua. Selain belum dapat diperdagangkan keluar daerah,bulum adanya penanganan pasca panen yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Hasil cabai hanya dijual dalam bentuk segar kepada konsumen.

Pada kriteria daya dukung, cabai memiliki bobot 0,124, berada diurutan ketiga setelah sayuran dan ketimun. Sama halnya dengan kacang panjang dan cabai, daya dukung pengembangan cabai memiliki skoring 2,08. Kurangnya minat petani dalam mengambil kredit untuk penambahan modal usahataninya menyebabkan petani kesulitan dalam mengembangkan usahatani cabainya. Alasan mereka tidak mengambil kredit adalah sulitnya birokrasi yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga pengkreditan. Walaupun program pemerintah telah banyak yang mendukung keberlangsungan usahatani cabai, namun petani masih kurang merasakan keterlibatan pemerintah dalam menstabilkan harga cabai.

Penetapan Komoditas Unggulan Tanaman Perkebunan Pada tanaman perkebunan, tanaman yang diamati adalah tanaman perkebunan utama yang paling banyak diproduksi oleh Provinsi Papua Barat berdasarkan data statistik, antara lain kelapa, kelapa sawit, kakao dan pala. Ditinjau dari bentuk usaha, pengusahaan tanaman perkebunan dibedakan menjadi perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara. Keempat tanaman utama tersebut, kelapa sawit dan kako merupakan perkebunan besar baik swasta maupun negara. Sedangkan kelapa dan pala merupakan perkebunan rakyat.

Hasil analisis AHP penetapan komoditas unggulan perkebunan, komoditas yang menjadi unggulan perkebunan di Provinsi Papua Barat adalah pala, kelapa sawit dan kakao. Hasil analisis AHP komoditas perkebunan dapat dilihat pada Gambar 10 berikut. Tanaman pala memiliki bobot yang paling tinggi yaitu 0,306, urutan kedua oleh kelapa sawit dengan bobot 0,293 dan kakao diurutan ketiga dengan bobot 0,275. Kelapa memiliki bobot yang paling rendah, walaupun produksi kelapa di Provinsi Papua Barat cukup tinggi yaitu rata-rata 8.154 ton per

Page 69: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

49

tahunnya namun hasil produksi kelapa hanya untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga masyarakat Papua. Hasil tersebut diperoleh dari matriks perbandingan berpasangan antar komoditas terhadap sub kriteria penetapan komoditas unggulan. Nilai masing-masing sub kriteria dapat diihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Nilai masing-masing sub kriteria penentuan komoditas unggulan perkebunan di Provinsi Papua Barat Sub kriteria Pala Kelapa sawit Kakao

Produktivitas (ton/Ha) 0,2 2,7 0,4 LQ 6,7 0,8 2,1 Trend produksi 0,4 1,9 0,9 B/C rasio 21,6 1,3 2,3 Perdagangan (ton/tahun) 1.444 58.767 3.858 Jumlah industri pengolahan (unit) 9 4 5

Gambar 10 Sebaran bobot prioritas komoditas unggulan tanaman perkebunan

di Provinsi Papua Barat

Komoditas Unggulan Pala

Sebagai tanaman rempah-rempah, pala dapat menghasilkan minyak etheris dan lemak khusus yang berasal dari biji dan fuli. Daging buah pala dapat digunakan sebagai manisan atau asinan, biji dan fulinya bermanfaat dalam industri pembuatan sosis, makanan kaleng, pengawetan ikan dan lain-lainnya. Disamping itu minyak pala hasil penyulingan, dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri sabun, parfum, obat-obatan dan sebagainya. Pala merupakan tanaman rempah yang banyak diusahakan oleh masyarakat Provinsi Papua Barat khususnya Kabupaten Fak-fak. Permintaan pasar dunia akan pala setiap tahun terus meningkat, dan tidak kurang dari 60 % kebutuhan pala dunia didatangkan dari Indonesia. Berdasarkan analisis AHP pala menjadi komoditas unggulan pertama di Provinsi Papua Barat dengan bobot 0,306. Pala mendapatkan nilai tertinggi pada kriteria ekonomi (0,376), kriteria kesesuaian agroekosisten (0,371), dan terendah pada kriteria daya dukung (0,184) (Lampiran 4).

0.306 0.293 0.275

0.126

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

Pala Kelapa Sawit Kakao Kelapa

Bob

ot p

rior

itas

Komoditas

Page 70: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

50

Pada kriteria kesesuaian agroekosistem, produktivitas pala mencapai 0,2 ton/Ha, hanya selisih 0,1 dengan produktivitas pala nasional. Penilaian terhadap produksi yang dicerminkan dari nilai LQ (6,7), maka pala termasuk pada komoditas basis atau unggul. Nilai trend produksi pala 0,4 artinya setiap tahunnya produksi pala meningkat yaitu dari tahun 2008 produksi pala Provinsi Papua Barat mencapai 1.749 ton dan di tahun 2011 sebanyak 1.921 ton.

Berdasarkan kriteria ekonomi, maka pala mendapatkan bobot 0,376. Dimana petani pala dapat memperoleh keuntungan sebesar lebih dari Rp 20.000.000 setelah tahun kelima, dengan harga biji pala antata Rp 100.000 - Rp 130.000 per Kg (Lampiran 33). Selain itu usahatani pala di Provinsi Papua Barat dapat dikatakan layak dengan nilai B/C rasio mencapai 21,6. Setiap tahunnya rata-rata biji pala yang diperdagangkan ke luar provinsi mencapai 1.444 ton/tahun. Kebun pala di Papua Barat umumnya berupa hutan pala dimana telah menjadi kekayaan alam Provinsi Papua Barat sendiri, sehingga masyarakat tidak melakukan kegiatan budidaya layaknya tanaman perkebunan lainnya. Kegiatan budidaya hanya berupa pembersihan lahan dan pemanenan.

Saat ini terdapat 9 industri pengolahan yang terdapat di Kabupaten Fak-fak. Kegiatan pasca panen berupa pemisahan daging buah, bunga buah dan biji pala. Pasca panen masih dilakukan secara tradisional agar biji pala tidak hancur. Setelah biji pala dipisah maka selanjutnya biji dan bunga pala dijemur dibawah sinar matahari hingga kadar airnya berkurang. Semakin kering biji pala maka harganya semakin tinggi. Penjemuran yang hanya mengandalkan penyinaran matahari ini menjadi kendala tersendiri bagi petani pala di Provinsi Papua Barat, karena cuaca yang tidak bisa diprediksi menyebabkan biji pala akan berjamur jika tidak terkena sinar matahari yang cukup, sehingga kualitasnya semakin menurun.

Pada kriteria daya dukung, Pemerintah Daerah telah membuat program-program yang telah mendukung pengembangan agribisnis pala di Provinsi Papua Barat, antara lain kemudahan memperoleh modal bagi pengusaha pengolahan buah pala, bantuan alat dan modal produksi, peremajaan hutan pala yang sudah tidak produktif, serta pelatihan pengolahan pala di Kabupaten Fak-fak serta pembukaan lahan baru seluas 400 Ha. Masyarakat Fakfak sebetulnya antusias menanam pala, namun mereka tetap butuh bantuan modal untuk pembukaan lahan dan pembibitan. Dinas telah menyediakan sekitar 7.000 bibit per tahun. Kebanyakan jenis bibit pala yang diminati adalah pala fak-fak, bukannya pala banda, meski rendemen minyak atsiri dari pala banda lebih banyak.

Komoditas Unggulan Kelapa Sawit

Agribisnis kelapa sawit di Papua Barat dimulai pengembangannya pada tahun 1983 dengan dibangunnya kebun kelapa sawit oleh PTPN II di Kabupaten Manokwari. Kawasan perkebunan sawit di Manokwari menyatu dengan kawasan transmigrasi. Hingga saat ini areal kebun kelapa sawit yang telah dibuka untuk agribisnis kelapa sawit di Kabupaten Manokwari tercatat 10.208,99 Ha, terdiri dari; 1) PIR-BUN Kelapa Sawit Prafi (NES Oil Palm I dan PIR-sus II) seluas 7.208,99 ha, yang terdiri dari kebun inti seluas 2.806,99 Ha dan kebun plasma seluas 4.400 Ha. Sebagai perusahaan inti PTPN II, 2) PIR-BUN KKPA seluas

Page 71: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

51

3.000 ha, disamping itu pada saat ini tengah dibangun kebun kelapa sawit masyarakat yang dibangun pemerintah Kabupaten Manokwari 2.000 Ha (baru terbangun 1.377 ha) dan APBN 200 Ha. Tahun 2007 terdapat pertambahan luas areal sawit sebesar 9.115 Ha yang dikelola oleh PT. Varita Maju Tama di Kabupaten Teluk Bintuni (7.000 Ha) dan di Kabupaten Sorong seluas 2.115 Ha yang dikelolah PT. Henrison Inti Persada.

Saat ini usia perkebunan PT Perkebunan Nusantara II yang ada di Manokwari usianya telah lebih dari 25 tahun, sehingga usia kebun sudah tidak produktif lagi. Kondisi pohon sawit yang sudah tinggi menyebabkan petani pun sulit melakukan kegiatan panen. Sehingga perlu dilakukan peremajaan kembali perkebunan sawit di lingkup PT N II Manokwari. Luas lahan 4.400 hektar kebun sawit milik 2.000 petani di tiga distrik itu sudah waktunya diremajakan. Pohon yang usianya di atas 25 tahun, tandan buah segarnya tidak punya harga lagi. Kandungan minyaknya kurang dari 18 %.

Kelapa sawit memiliki nilai yang rendah di bandingkan pala, yaitu 0,293. Padahal selama ini kelapa sawit dianggap komoditas perkebunan paling unggul di Provinsi Papua Barat. Kelapa sawit mendapatkan nilai tertinggi pada kriteria kesesuaian agroekosisten (0,293), daya dukung (0,252), dan terendah pada kriteria kriteria ekonomi (0,192) (Lampiran 4).

Pada kriteria agroekosistem, produksi yang paling besar dibandingkan komoditas lain, namun penyebaran kelapa sawit terkonsentrasi di Kabupaten Manokwari dengan produktivitas 2,7 ton/Ha, selisih 0,79 ton/Ha terhadap produktivitas nasional. Berdasarkan penilaian produksi yang diproyeksikan terhadap produksi nasional, maka kelapa sawit memiliki nilai LQ 0,8. Artinya kelapa sawit bukan termasuk komoditas basis, namun memiliki tren produksi yang selalu meningkat dengan nilai 1,9. Terlihat dari total produksi kelapa sawit pada tahun 2008 yaitu 13.490.432 ton meningkat menjadi 19.856.977 ton pada tahun 2012.

Kriteria ekonomi kelapa sawit merupakan kriteria terlemah. Hal ini dikarenakan harga biji sawit ditingkat petani sangat rendah dibandingkan daerah lain yaitu RP 600 per Kg. Dengan tingkat harga demikian, petani hanya memperoleh keuntungan diatas Rp 2.000.000 pada panen di tahun kedelapan setelah penanaman (lampiran 34). Namun, kelapa sawit masih layak di produksi karena memiliki nilai B/C rasio sebesar 1,3 serta rata-rata kelapa sawit yang diperdagangkan oleh Provinsi Papua Barat mencapai 58.767 ton per tahunnya.

Pada kriteri daya dukung, kelapa sawit memiliki nilai yaitu 0,423. Saat ini terdapat 4 industri pengolahan berupa gudang dan pabrik yang berada di Kabupaten Manokwari, Sorong dan Teluk Bintuni. Untuk menunjang kebun kelapa sawit ini, terdapat satu pabrik pengolahan kelapa sawit yang pada awalnya mampu mengolah 50-60 ton TBS/jam. Akan tetapi saat ini kemampuan pabrik jauh menurun sehingga produktivitasnya tidak optimal, hanya 20 – 30 ton TBS/jam. Petani yang terlibat dalam kegiatan agribisnis kelapa sawit ini tercatat 7.200 petani dengan luas pemilikan kebun rata-rata 2 hektar/KK, dan menyerap tenaga kerja setempat 800 – 900 orang. Produksi CPO yang diekspor tiap bulan bekisar 1.800-2.000 ton/bulan. Dibandingkan dengan produksi CPO nasional kontribusi CPO papua barat relatif kecil yaitu baru 0,14-0,16%. Kendala yang dihadapi oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit terkait dengan pola kerjasama

Page 72: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

52

dengan para petani dalam kerangka perkebunan inti rakyat (PIT) adalah sering munculnya kasus penggunaan lahan yang berkaitan dengan hak ulayat.

Komoditas Unggulan Kakao

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, selain itu juga menjadi salah satu komoditi ekspor unggulan Indonesia, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam menghasilkan devisa bagi Negara, serta berperan mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Salah satu wilayah yang membudidayakan tanaman kakao adalah Provinsi Papua barat. Berdasarkan hasil analisis AHP penetapan komoditas unggulan perkebunan, kakao menjadi prioritas komoditas unggulan urutan ketiga setelah pala dengan bobot 0,275. Kakao mendapatkan nilai tertinggi pada kriteria kesesuaian agroekosisten (0,277) dan kriteria ekonomi (0,277), sedangkangkan terendah pada kriteria daya dukung (0,270) (Lampiran 4).

Perkebunan kakao di Provinsi Papua Barat diusahakan oleh perusahaan dan perkebunan rakyat dengan pola PIR serta kebun individu masyarakat tani. Perkebunan kakao hampir tersebar di seluruh kabupaten kecuali Kabupaten Sorong. Perkebunan kakao yang dikelolah oleh perusahaan hanya berada di Kabupaten Manokwari dengan luas 1.668 Ha. Kabupaten Manokwari memiliki areal kebun yang paling luas yaitu 3.204 Ha dari total perkebunan kakao Provinsi Papua Barat sekitar 6.200 Ha. Pada kriteria agroekosistem tingkat produktivitas kakao Provinsi Papua Barat sekitar 0,4 ton/Ha, selisih 0,35 ton/Ha dengan produktivitas nasional. Trend produksi pala menunjukkan angka yang positif (0.9) yang artinya produksi kakao selalu meningkat setiap tahunnya. Dari data BPS Provinsi Papua Barat menunjukkan bahwa produksi kakao tahun 2008 sebesar 2.791 ton meningkat menjadi 4.284 ton ditahun 2010, dan pada tahun 2012 total produksi kakao Provinsi Papua Barat mencapai 4.718 ton. Jika nilai produksi pala diproyeksikan dengan tingkat nasional, maka kakao termasuk kedalam komoditas unggulan dengan nilai LQ 2,1. Pada kriteria ekonomi, petani kakao bisa memperoleh pendapatan diatas Rp 2.000.000 ditahun kelima setelah penanaman dengan harga jual Rp 18.000 per Kg (lampiran 35). Nilai B/C rasio usahatani kakao adalah 2,3 artinya usahatani kakao di Provinsi Papua Barat layak untuk diusahakan. Rata-rata biji kakao yang dijual ke luar daerah adalah 3.858 ton per tahunnya dengan tujuan penjualan adalah Kabupaten Surabaya.

Saat ini hanya terdapat 5 unit industri pengolahan kakao yang tersebar di Kabupatn Raja Ampat, Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari. Pada umumnya petani kakao di Provinsi Papua Barat masih menggunakan cara tradidional dalam penanganan pascapanen. Kegiatan pascapanen yang dilakukan hanya sekedar menjemur biji kakao menggunakan sinar matahari. Biasanya petani kakao menjemurnya di atas aspal jalan raya. Cara seperti ini menyebabkan kualitas biji kakao yang dihasilkan cukup rendah. Namun, menurut distributor kakao, kualitas biji kakao yang dihasilkan di Kabupaten Manokwari lebih baik dari pada kualitas biji kakao Sulawasi Selatan sehingga digunakan untuk pengoplosan untuk meningkatkan kualitas kakao Sulawesi Selatan.

Page 73: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

53

Kendala yang dihadapi perkebunan kakao saat ini adalah adanya penyakit PBK (Penyakit Buah Kering) yang sampai sekarang masih sulit dikendalikan. Selain itu, Papua barat juga masih kekurangan sumber daya manusia terutama tenaga ahli dan penyuluh yang dapat memberikan pelatihan dan pendampingan petani kakao sehingga petani dapat membudidayakan kakao secara lebih baik.

Pada kriteria daya dukung yang berkaitan dengan infrastruktur, sebagian besar sentra-sentra produksi kakao Provinsi Papua Barat terdapat di daerah-daerah yang jaraknya cukup terpencil dari kota besar tempat penampungan ataupun pelabuhan. Padahal jalan dan khususnya jembatan sebagai infrastruktur yang menghubungkan sentra-sentra produksi kakao belum terbangun dengan baik. Disamping itu, jumlah dan kualitas sarana gudang dan pelabuhan kurang memenuhi syarat untuk menjangkau sentra-sentra produksi kakao. Kondisi ini menjadi kendala bagi pengembangan agribisnis kakao khususnya pada sentra produksi yang belum memiliki gudang penyimpanan maupun pabrik pengolahan. Kendala lain yang dihadapi dalam pengembangan agribisnis kakao adalah masih lambatnya penyebarluasan teknologi maju hasil penelitian. Kondisi ini terutama disebabkan oleh terbatasnya tenaga penyuluh dan pembina petani serta terbatasnya dana penyebarluasan teknologi maju. Penetapan Komoditas Unggulan Peternakan

Pada kelompok komoditas peternakan, komoditi yang diamati terdiri dari sapi, kambing, babi, ayam dan itik. Terdapat komoditi babi, sapi dan ayam yang menjadi komoditas unggulan ternak berdasarkan hasil analisis AHP dengan bobot masing-masing 0,309; 0,191 dan 0,184. Hasil analisis AHP komoditas peternakan dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Sebaran bobot prioritas komoditas unggulan peternakan

di Provinsi Papua Barat Komoditas kambing, ayam dan itik memiliki bobot yang paling kecil dan tidak termasuk komoditas unggulan. Hal ini dilihat dari beberapa faktor, antara lain jumlah produksi yang sedikit, nilai ekonomi yang kecil, dan kurangnya daya dukung. Pada umumnya ketiga komoditi ini dibudidayakan oleh petani transmigrasi maupun masyarakat pendatang yang jumlahnya masih sedikit.

0.191 0.16

0.309

0.184 0.156

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

Sapi Kambing Babi Ayam Itik

Bob

ot p

rior

itas

Komoditas

Page 74: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

54

Seharusnya komoditi ini juga dapat dikembangkan, mengingat jumlah permintaan akan daging kambing, ayam dan itik terus meningkat di Provinsi Papua Barat sesuai degan jumlah penduduk yang terus meningkat.

Hasil tersebut diperoleh dari matriks perbandingan berpasangan antar komoditas terhadap sub kriteria penetapan komoditas unggulan. Nilai masing-masing sub kriteria dapat diihat pada Tabel 21 berikut.

Tabel 21 Nilai masing-masing sub kriteria komoditas unggulan peternakan di Provinsi Papua Barat

Sub kriteria Babi Sapi Ayam Produktivitas (ekor/ST) 0,4 0,6 4,1 LQ 7,2 2,7 1,1 Trend produksi 0,6 0,3 0,3 Pendapatan (rupiah) 5.894.000 15.000.000 29.698.000 B/C rasio 2,7 0,3 1,4 Jumlah industri pengolahan (unit) 0 8 42

Komoditas Unggulan Babi

Berdasarkan hasil AHP pertenakan babi memiliki bobot yang tinggi dalam penetapan komoditas unggulan peternakan yaitu 0,309. Hal ini dapat dilihat dari kesesuaian agroekosistem (0,393), ekonomi (0,295) dan daya dukung (0,151) dari bertenak babi (Lampiran 5). Babi di Papua merupakan ternak yang memiliki nilai sosial budaya yang tinggi. Usaha peternakan babi rakyat telah dilaksanakan secara turun temurun oleh peternak babi dari beberapa suku Papua seperti Arfak, Doreri, Biak, Yapen, Nabire dan Non-Papua seperti Batak dan Toraja. Skala usaha agribusines dan sistem peternakannya masih bersifat kecil (rumah tangga) dan ekstensif. Produktivitas babi Papua Barat mencapai 0,4 ekor/ST, sedangkan produktivitas nasional hanya mencapai 0,2 ekor/ST dan termasuk dalam komoditas basis dengan nilai LQ 7,2. Pemeliharaan babi dilakukan masyarakat Papua dengan sistem diumbar sehingga tidak memerlukan curahan waktu yang banyak. Tren produksi babi adalah 0,6 artinya populasi babi selalu meningkat setiap tahunnya. Peternakan babi pada umumnya diusahakan sebagai komoditas yang memiliki status sosial yang tinggi bagi pemiliknya. Populsi ternak babi tertinggi terdapat di Kabupaten Manokwari dengan total populasi mencapai 55.817 ekor pada tahun 2012. Angka ini meningkat dari tahun-tahun sebelumnya yaitu 39.917 ekor tahun 2010 dan 46.480 ekor pada tahun 2011. Penduduk Papua yang mayoritas beragama nasrani menyebabkan permintaan pasar untuk daging babi tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan peternak babi. Harga jual babi satu ekornya bisa mencapai Rp 8.000.000 sesuai dengan beratnya. Sehingga satu ekor babi peternak bisa memperoleh pendapatan sebesar Rp 5.894.000 dengan nilai B/C rasio 2,7. Pemasaran daging babi terpisah dari pasar daging. Hal ini dilakukan untuk menjamin daging babi tidak tercampur dengan daging sapi atau yang lainnya.

Agribisnis sub sektor ternak babi sekarang ini diperhadapkan pada dinamika kompleksitas pembangunan yang melibatkan peran serta banyak

Page 75: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

55

stakeholders, seperti pemerintah, penyuluh peternakan, peneliti, bank, konsumen, dan lainnya yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sirkulasi agribisnis peternakan babi rakyat. Sistem peternakan yang dijalankan masyarakat di Provinsi Papua Barat cukup sederhana dan tradisional dengan hanya mengandalkan sisa-sisa material bangunan lokal untuk pembuatan kandang. Bahan makanan yang bersumber dari sisa (swill feed) warung, hotel dan rumah tangga dan produk pertanian seadanya. Berbekal pengetahuan yang terbatas, peternak mendirikan kandang-kandang panggung sederhana untuk menjalankan agribisnis ternak babi. Produksi ternak babi umumnya didistribusikan ke Kabupaten Nabire karena harga jual yang menjanjikan. Namun seperti yang dirasakan oleh peternak lokal, produksi dan agribisnis ternak babi belum diimbangi dengan berbagai dukungan dan keberpihakan berbabagai stakeholder penting. Komoditas Unggulan Sapi

Hasil AHP penetapan komoditas sapi memeperlihatkan bahwa pada kriteria agroekosistem sapi memiliki bobot 0,233, ekonomi 0,125, dan daya dukung 0,175 (Lampiran 5). Peternakan sapi pada umunya di usahakan oleh masyarakat transmigrasi dengan pola pemeliharaan ekstensif. Nalai trend populasi sapi menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan yaitu 30. Populasi tertinggi terdapat di Kabupaten Manokwari (16.802 ekor) dan Sorong (17.462 ekor). Program pemerintah yang menjadikan Papua Barat sebagai sentra pengembangan sapi potong nasional menyebabkan populasi sapi di Provinsi Papua Barat semakin meningkat, dengan trend produksi 0,3 atau 30% setiap tahunnya. Produktivitas sapi Provinsi Papua Barat mencapai 0,6 ekor/ST, sedangkan produktivitas nasional hanya 0,2 ekor/ST dengan nilai LQ 2,7 yang artinya sapi merupakan komoditas basis.

Kondisi alam Provinsi Papua Barat sangat cocok untuk sapi dapat berkembang dengan baik dan sehat. Hal ini menunjukkan bahwa ternak tersebut memperoleh cukup makanan. Sapi yang ada di Provinsi Papua Barat adalah sapi bali yang perolehannya melalui bantuan pemerintah maupun budidaya. Sistem pemeliharaan dilakukan secara tradisional hingga semi intensif, yaitu dengan cara ditambat (90%) dan sebagian kecil (10%) dipelihara didalam kandang secara intensif. Waktu pemberian pakan dua kali sehari dengan rumput yang diperoleh dari padang alami maupun pekarangan. Bobot sapi jantan dewasa berkisar antara 300kg - 450kg, Rata-rata kepemilikan ternak sapi adalah 1 ekor/KK. Dari tahun ketahun jumlah populasi sapi semain bertambah, hal ini didukung dengan tingkat pemahaman petani peternak terhadap cara pemeliharaan dan reproduksi ternak sapi yang baik. Usaha peternakan sapi yang dilakukan oleh penduduk masih merupakan usaha rumah tangga. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan diperoleh data bahwa tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan usahatani berasal dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga. Khusus untuk usaha gaduhan sapi potong, tenaga kerja masih mengandalkan tenaga kerja dalam keluarga.

Pada kriteria ekonomi, permintaan daging sapi yang terus meningkat menyebabkan peluang pengembangan peternakan sapi masih cukup terbuka. Harga sapi di Papua Barat bisa mencapai Rp 8.000.000 – Rp 10.000.000 per

Page 76: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

56

ekornya. Dengan pemeliharaan sapi selama satu tahun, peternak dapat hanya memperoleh keuntungan sebanyak Rp 15.000.000 per ekor sapi (lampiran 36) dengan B/C rasio 0,3. B/C rasio mencerminkan peternakan sapi di Provinsi Papua Barat belum layak hal ini yang menyebabkan bobot pada kriteria ekonomi komoditas sapi lebih rendah dibandingkan komoditas babi, ayam dan itik. Saat ini terdapat 8 rumah pemotongan hewan yang tersebar di 3 kabupaten besar yaitu Manokwari, Fak-fak dan Sorong. Terdapat 8 rumah pemotongan hewan yang tersebar di kabupaten manokwari, Sorong, Fak-fak dan teluk Bintuni. Rata-rata pemotongan sapi dirumah pemotongan hewan 2 - 4 ekor sapi per hari. Banyaknya jumlah hewan di potong sesuai dengan kebutuhan masing-masing kabupaten.

Pada kriteria daya dukung, kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangan sapi di Provinsi Papua Barat dilakukan melalui program peningkatan populasi ternak sapi potong, pengadaan ternak, peningkatan sarana dan prasarana ternak, pembangunan kebun hijauan makanan ternak dan peningkatan kapasitas dan ketrampilan peternak maupun tenaga teknis peternakan.

Komoditas Unggulan Ayam

Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik di Provinsi Papua Barat karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Provinsi Papua Barat yang sebagian penduduknya beragama muslim, harga relatif murah dengan akses yang mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik. Komoditas ini merupakan pendorong utama penyediaan protein hewani domestik selain ikan, sehingga prospek ini harus dimanfaatkan untuk memberdayakan peternak di Papua Barat melalui pemanfaatan sumberdaya secara lebih optimal.

Ayam merupakan komoditas unggulan dengan rengking ketiga, dimana bobot tertinggi pada kriteria ekonomi dengan bobot 0,260, daya dukung 0,251 dan kesesuaian agroekosistem 0,110 (Lampiran 5). Pada kriteria daya dukung, rata-rata poduksi jumlah populasi ayam di Provinsi Papua Barat adalah 685.716 ekor per tahunnya dengan trend produksi (0,3) yang selalu meingkat 30% per tahunnya dan produktivitas 4,1 ekor/ST. Berdasarkan nilai LQ, maka peternakan ayam di Provinsi Papua Barat termasuk dalam komoditas basis yaitu dengan nilai LQ 1,1.

Pada kriteria ekonomi, profil usaha di sektor primer menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam cukup memberikan peluang usaha yang baik, sepanjang manajemen pemeliharaan mengikuti prosedur dan ketetapan yang berlaku. Hal ini ditunjukkan dengan nilai B/C yang diperoleh pengusaha peternak ayam di Provinsi Papua Barat sebesar 1,4 dengan keuntungan sebesar Rp 29.698.000 per sekali produksi dengan skala usaha 1.000 ekor ayam (lampiran 39). Hal ini memberikan indikasi bahwa usaha peternakan ayam mempunyai keuntungan yang relatif baik bagi para peternak di Provinsi Papua barat. Saat ini terdapat 42 peternak ayam yang tersebar diseluruh kabupaten di Provinsi Papua Barat. Salah satu kendala yang dihadapi peternakan ayam di Provinsi Papua Barat adalah kurangnya industri pakan ternak sehingga peternak harus mendatangkan pakan dari daerah lain.

Page 77: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

57

Perbandingan Antar Sektor

Perbandingan antar sektor dilakukan untuk mengetahui sektor yang paling unggul di Provinsi Papua Barat, agar pengembangannya lebih terkonsentrasi. Hasil analisis pada Gambar 12 menunjukkan bahwa sektor yang palng unggul adalah sektor perkebunan yaitu dengan komoditi pala. Pala memiliki nilai unggul di beberapa kriteria, antara lain ktriteia produktivitas, produksi, pendapatan, kelayakan usaha, perdagangan, dan daya dukung.

Gambar 12 Perbandingan sebaran bobot prioritas antar sektor komoditas unggulan

Kacang panjang memiliki keunggulan kedua dimana dalam kriteria produktivitas, produksi, pendapatan, kelayakan usaha menempati urutan kedua, sedangkan pada daya dukung tidak terlalu mendukung. Berbeda dengan kacang panjang, padi yang memiliki kondisi daya dukung yang sesuai hanya menempati urutan ketiga, karena dibeberapa kriteria padi memiliki nilai yang lemah, antara lain, produktivitas, produksi, trend produksi, pendapatan, dan perdagangan. Sedangkan babi yang menjadi ternak andalan masyarakat asli Papua tidak memiliki daya dukung yang kuat untuk dijadikan komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat. Selain itu babi pemeliharaan babi yang masih sangat tradisional menjadi pertimbangan prioritas pengembangannya. Untuk pengembangan babi di Provinsi Papua Barat sebaiknya pemerintah mulai mencanangkan program peternakan yang lebih baik untuk peternak babi.

Penetapan Sentra Pengembangan

Setelah komoditas unggulan terpilih, maka akan ditentukan kembali sentra pengembangan agribisnis komoditas unggulan terpilih dengan menggunakan metode AHP yang sama. Penetapan sentra dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria jarak ekonomi, produktivitas, produksi, potensi lahan, dan kesesuaian lahan dengan masing-masing kriteria memiliki bobot atau kepentingan yang sama. Penetapan sentra bertujuan agar pengembangan komoditas yang yang terpilih terpusat sesuai dengan kondisi masing-masing kabupaten. Adapun wilayah yang akan dinilai adalah seluruh kabupaten yang ada di Provinsi Papua Barat. Hasil analisis penetapan komoditas unggulan dan sentra pengembangan dapat dilihat pada Gambar 13:

0.339

0.238 0.215 0.208

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

Pala Kacang Panjang Padi Babi

Bob

ot p

rior

itas

Komoditas

Page 78: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

58

Gambar 13 Peta sentra pengembangan komoditas unggulan

di Provinsi Papua Barat

Sentra Pengembangan Tanaman Pangan

Berdasarkan kriteria produktivitas, produksi, jarak lokasi produksi terhadap akses pasar, kesesuaian lahan dan potensi lahan maka diperoleh hasil sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan sebagai berikut:

Gambar 14 Peta sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan

di Provinsi Papua Barat

Page 79: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

59

Sentra Pengembangan Padi

Hasil analisis AHP penetapan sentra pengembangan padi menunjukkan bahwa Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Sorong memiliki kelayakan untuk dijadikan sentra pengembangan padi. Kabupaten Manokwari memiliki bobot tertinggi yaitu 0,231 dan Sorong 0,223. Berdasarkan penilaian AHP, Kabupaten Manokwari memiliki bobot tertinggi pada kriteria produksi yaitu 0,289, dimana produksi rata-rata padi di Kabupaten Manokwari 695 ton atau 0,36% dari totak produksi Papua Barat. Rata-rata produktivitas padi di Kabupaten Manokwari mencapai 3,5 ton/Ha, lebih rendah 0,1 ton/Ha dengan Kabupaten Sorong, hal ini yang menyebabkan pada kriteria produktivitas Sorong memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu 0,271. Sedangkan pada kriteria lokasi, Kabupaten Manokwari memiliki jarak tempuh 83,26 Km dan Kabupaten Sorong 86,8 Km.

Permasalahan yang dihadapi petani di Kabupaten Manokwari dan Sorong dalam pengembangan usahataninya adalah sulitnya memperoleh benih unggul khususnya yang bersertifikat yaitu tidak tersedianya penangkar benih dan benih yang berkualitas di kios pertanian. Menyadari permasalahan yang dihadapi petani dan dalam rangka mendorong peningkatan produksi padi, maka Pemerintah Daerah mengambil suatu kebijakan untuk memberikan bantuan benih berkualitas yang bersertifikat kepada petani dan mempersiapkan penangkar benih untuk menyediakan benih-benih berkualitas sehingga permasalahan benih di Kabupaten Manokwari dan Sorong dapat teratasi. Rata-rata kebutuhan benih dalam usahatani padi di kedua Kabuapten antara 55,83 kg/Ha hingga 56,58 kg/ha.

Bantuan benih yang telah diedarkan oleh Pemerintah Daerah terdiri dari 3 jenis varietas unggul yang berkembang di kalangan petani yaitu Cigelis, Ciherang dan Mekongga. Dari ketiga varietas tersebut yang lebih banyak berkembang adalah jenis varietas Cigelis. Hal ini kemungkinan diduga bahwa varietas unggul Cigelis mempunyai sifat adaptasi cukup tinggi sehingga mampu menunjukkan hasil produksi yang tinggi pula sehingga mengakibatkan banyak petani memilih jenis varietas tersebut.

Ketersediaan tenaga kerja yang berasal dalam keluarga sangat minim. Umumnya dalam keluarga kelompok tani hanya tersedia 2 – 3 orang tenaga kerja produktif (49%) dan berumur diatas 46 tahun (45%). Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam membantu khususnya pada saat pengolahan lahan, penanaman dan panen memerlukan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga, namun dalam memperoleh tenaga kerja tersebut sangat sulit diperoleh sehingga kadang kala disaat musim tanam tiba, pelaksanaan penanaman tidak dapat dilakukan secara serentak.

Upaya untuk menyediakan tenaga kerja tersebut sangat sulit dilakukan sebagai akibat bahwa tenaga kerja produktif lebih banyak bekerja diperkotaan sehingga di desa yang tersedia tenaga yang kurang produktif. Ketersediaan tenaga kerja dari luar keluarga tersebut sangat diharapkan, hal ini berkaitan dengan curahan kerja pada kegiatan usahatani padi, terutama pada pengolahan lahan hingga siap tanam serta pemeliharaan yang banyak membutuhkan curahan kerja khususnya pada petani yang memiliki lahan-lahan luas.

Petani menyadari bahwa peningkatan produksi padi tidak terlepas dari penggunaan pupuk. Namun permasalahan yang dihadapi adalah sulitnya memperoleh pupuk KCL dan SP36 dan harganya pun cukup mahal. Untuk

Page 80: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

60

mengatasi keperluan pupuk tersebut petani menggunakan pupuk NPK sesuai dengan anjuran Pemerintah Daerah. Namun penggunaan pupuk NPK pada petani di kedua Distrik tersebut masih dirasakan rendah yaitu rata-rata berkisar antara 114,33 kg/ha hingga 118,5 kg/ha. Oleh karena itu penambahan dosis pupuk NPK masih dimungkinkan untuk meningkatkan produksi padi.

Gambar 15 Lahan dan kegiatan pasca panen padi di Kabupaten Manokwari

Lain halnya dengan penggunaan pupuk urea, pupuk tersebut sangat

familiar di tingkat petani. Perolehan pupuk urea sangat mudah diperoleh baik dari segi mendapatkannya maupun harganya terjangkau. Hal ini disebabkan pupuk urea merupakan pupuk yang bersubsidi. Penggunaan pupuk urea pada petani yang terdapat di dua Kabupaten pada dua musim tanam rata-rata berkisar antara 195,50 kg/ha hingga 201,67 kg/ha. Peningkatan penggunaan dosis pupuk urea juga masih dimungkinkan untuk meningkatkan produksi padi. Demikian juga untuk pupuk PPC sebagai pupuk pelengkap cair masih dimungkinkan untuk ditambahkan selama fase pertumbuhan tanaman.

Kondisi infrastruktur dikedua kabupaten cukup berbeda, akses jalan dari kota menuju desa produksi di Kabupaten Manokwari kondisinya cukup baik, yaitu berupa jalan aspal. Angkutan umum di Kabupaten Manokwari juga cukup banyak, sehingga petani padi di Kabupaten ini dapat memasarkan hasil produksinya ke pasar kota. Namun, pada umumnya hampir 80% hasil produksi beras dijual ke BULOG. Berbeda dengan Kabupaten Sorong, kondisi jalan menuju distrik sentra pengembangan padi masih tergolong sulit, kondisi jalan masih ada yang belum diaspal serta akses angkutan umum masih susah.

Sentra Pengembangan Ubi Jalar

Berdasarkan hasil AHP penetapan sentra pengembangannya, ubi jalar dapat dikembangkan di dua Kabupaten Utama yaitu Kabupaten Sorong dan Manokwari. Kabupaten Sorong memiliki nilai produktivitas lebih tinggi dibandingkan produktivitas ubi jalar kabupaten lainnya, yaitu 10,47 ton/Ha, sedangkan Manokwari mencapai 10,17 ton/Ha dan Teluk Bintuni 10,16. Jika dilihat pada kriteria produksi maka, produksi ubi jalar kabupaten Manokwari yang tertinggi dengan rata-rata produksi mencapai 5.308,8 ton per tahunnya atau 0,4% dari total produksi Provinsi Papua Barat, sedangkan Kabupaten Sorong hanya mencapai 1.672,2 ton per tahunnya atau sekitar 0,12% dari total produksi Provinsi

Page 81: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

61

Papua Barat dan Kabupaten Teluk Bintuni 0,11% dari total produksi Provinsi Papua Barat.

Kegiatan usahatani ubi jalar di Kabupaten Sorong dan Manokwari sebagian besar dilakukan oleh kaum perempuan. Laki-laki hanya bertugas membuka kebun, membuat pagar, mengolah tanah, dan membuat saluran air. Pekerjaan lainnya dilakukan oleh perempuan, meliputi penyiapan setek, penanaman, penyiangan, panen, dan pengolahan hasil. Kaum perempuan di daerah ini memiliki pengetahuan yang luas mengenai ubi jalar, antara lain dapat membedakan jenis ubi sesuai kegunaannya, umur, karakteristik, dan sebaran tiap jenis ubi. Mereka berperan dalam menentukan jenis ubi atau kultivar yang akan ditanam dengan mempertimbangkan jumlah anggota keluarga serta ternak babi yang dipelihara.

Langkah operasional yang dilakukan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Papua Barat untuk mengembangkan tanaman pangan antara lain adalah penyediaan benih bermutu varietas unggul, pemupukan berimbang, penyediaan sarana produksi, perluasan areal tanam dan optimalisasi pemanfaatan lahan, pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), serta penanganan panen dan pascapanen.

Salah satu masalah dalam pengembangan ubi jalar di Provinsi Papua Barat adalah kesulitan transportasi sehingga menghambat pemasaran. Kondisi ini menyebabkan petani membatasi luas pengusahaan ubi jalar untuk menghindari kerugian. Petani yang lokasi usahataninya di sekitar kota dapat menjual ubi jalar yang dihasilkan ke pasar kota, sedangkan yang lokasinya di pedalaman menjual hasilnya ke pasar kecamatan. Harga ubi jalar di pasar kota mencapai Rp10.000/ tumpuk, setara dengan Rp1.000/kg. Dalam pemasaran hasil, petani kadang berada pada posisi yang lemah karena harga ditentukan oleh pedagang pengumpul yang ada di pasar terdekat. Harga yang layak serta pemasaran yang mudah sangat berperan dalam peningkatan produksi ubi jalar. Belum adanya kontrak harga antara produsen dan pedagang pengumpul menyebabkan harga berfluktuasi, terutama saat panen.

Gambar 16 Kebun dan hasil ubi jalar di Kabupaten Manokwari

Di samping itu, keterbatasan sarana transportasi di daerah pedalaman,

yang merupakan areal utama ubi jalar di Provinsi Papua Barat, menyulitkan petani dalam memasarkan hasil. Belum berkembangnya industri pengolahan ubi jalar menyebabkan permintaan komoditas ini masih rendah. Sehingga muncul permasalahan baru yaitu penanganan pasca panen dimana sifat ubi jalar yang tidak

Page 82: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

62

bertahan lama atau cepat busuk. Selama ini petani di Kabupaten Manokwari maupun Sorong menjadikan ubi jalar sebagai lumbung pangan alami. Dimana, masyarakat memanen hasilnya sesuai kebutuhan saja. Selebihnya ubi jalar disimpan dalam kondisi masih tertanam. Hal ini memiliki resiko yang tinggi terutama jika terjadi serangan hama.

Pemerintah daerah telah berusaha memperbaiki dan mengembangkan pengetahuan petani ubi jalar dengan membentuk kelompok-kelompok tani pada desa-desa sentra ubi jalar. Dimana masing-masing desa terdapat 1 petugas penyuluh pertanian yang dapat membantu petani dalam memberikan informasi dan pelatihan. Namun, diakui oleh petugas penyuluh bahwa kegiatan penyuluhan di desa-desa pedalaman kurang efektif karena penyerapan informasi oleh masyarakat lokal yang masih sangat lambat.

Sentra Pengembangan Kacang Tanah

Berdasarkan hasil analisis AHP penetapan sentra pengembangan kacang tanah, terlihat bahwa Kabupaten Manokwari, Kabupaten Fak-fak, dan Kabupaten Teluk Bintuni merupakan kabupaten-kabupaten yang dapat dijadikan sentra pengembangan (Gambar 14). Produktivitas kacang tanah tertinggi berada di Kabupaten Fak-fak dan Manokwari yaitu 1,04 ton/Ha, sedangkan Produktivitas Kabupaten Teluk Bintuni hanya selisih 0,01 yaitu sebesar 1,03 ton/Ha. Sedangkan tingkat produksi tertinggi adalah Kabupaten Manokwari mencapai 44% dari total produksi Papua Barat.

Kegiatan usahatani kacang tanah di Kabupaten Manokwari dan Fak-fak sudah bertujuan untuk komersil. Walaupun, sistem usahatani kacang tanah di Kabupaten Manokwari masih sangat tradisioanal, yaitu dengan sistem lahan berpindah dengan tujuan mendapatkan kondisi kesuburan tanah yang lebih baik. Cara ini dianut karena ketersediaan lahan yang ada disekitamya memungkinkan untuk itu dan sejauh ini ketersediaan lahan belum menjadi permasalahan untuk berkebun.

Kegiatan budidaya terdiri dari persiapan lahan, pembersihan lahan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Sama halnya dengan budidaya ubi jalar, persiapan lahan dilakukan oleh kaum laki-laki, sedangkan kegiatan menanam dilakukan oleh kaum perempuan. Tenaga kerja yang digunakan juga masih menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Sudah menjadi tradisi bahwa dalam kegiatan usahatani, masyarakat lokal papua selalu mengandalkan kerja sama seluruh anggota keluarga. Hal seperti ini memiliki kelebihan karena dapat menghemat biaya produksi.

Pada umumnya petani lokal kacang tanah di Kabupaten Manokwari dan Fak-fak belum menerapkan teknologi pada kegiatan budidayanya. Hal ini dapat dilihat dari proses pembersihan lahan, pola tanam dan pasca panen. Kegiatan pembukaan lahan dilakukan dengan menggunakan alat-alat seperti parang dan garpu rumput. Pembersihan sisa-sisa rumput dan dahan-dahan pohon dilakukan dengan cara dibakar. Secara umum, petani kacang tanah di Kabupaten Manokwari belum menggunakan pupuk untuk meningkatkan kesuburan tanah dan produksi. Hal ini karena mereka percaya tanah yang mereka gunakan untuk proses penanaman masih subur karena selama ini mereka menerapkan sistem ladang

Page 83: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

63

berpindah. Varitas kacang tanah yang diusahakan masyarakat Kabupaten Manokwari dan Fak-fak adalah varitas gajah, varitas macan dan varitas lokal. Rata-rata produksi kacang tanah pertahunnya mencapai 404,8 ton atau 1,04 ton/Ha.

Proses panen dilakukan 3-4 bulan setelah tanam. Kegiatan pasca panen yang dilakukan anatara lain penjemuran, pemisahan polong dari kulit dan mengemasan. Semua kegiatan pasca panen ini masih dilakukan secara tradisional. Penjemuran dilakukan di bawah terik matahari. Proses penjemuran membutuhkan waktu kurang lebih 1 minggu setelah itu dilakukan pemisahan polong dari kulit secara manual satu persatu. Setelah polong terpisah dari kulit, barulah dikemas dalam karung. Karung yang digunakan merupakan karung bekas pakai. Kegiatan pasca panen ini masih jauh dari teknologi modern. Kurangnya informasi dan pengetahuan petani menjadi salah satu alasan. Selain itu, rata-rata petani lokal kacang tanah merupakan petani dengan modal yang kecil.

Hasil produksi kacang tanah dipasarkan pada pedagang pengumpul yang ada di desa-desa produksi atau langsung ke pasar-pasar kota, salah satunya adalah pasar wosi di Kabupaten Manokwari. Kondisi wilayah desa sentra produksi dengan pasar lokal yang cukup jauh menjadi satu permasalahan tersendiri bagi petani kacang tanah. Untuk menuju pasar kota petani harus menggunakan angkutan umum sejenis hartop dengan biaya Rp 250.000 per orang. Sulitnya akses menuju pasar dari desa sentra ini yang menakibatkan petani memilih menjual kacang tanahnya pada pedagang pengumpul dengan harga yang lebih murah yaitu Rp 15.000 per Kg dibandingkan jika dijual pada pasar kota mencapai Rp 25.000 per Kg.

Gambar 17 Kebun kacang tanah dan kacang tanah di Provinsi Papua Barat Sentra Pengembangan Hortikultura

Sentra pengembangan hortikultura berfokus pada pengembangan kacang panjang, tomat dan cabai sesuai dengan hasil penetapan komoditas unggulan yang telah dilakukan. Hasil AHP mengenai penetapan sentra hortikultura menyimpulkan bahwa sentra pengembangan kacang panjang, tomat dan cabai bersentra di Kabupaten Teluk Bintuni. Hasil analisisnya dapat dilihat pada Gambar 18 berikut.

Page 84: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

64

Gambar 18 Peta sentra pengembangan komoditas unggulan hortikultura

di Provinsi Papua Barat

Teluk Bintuni merupakan kabupaten pemekaran dengan luas wilayah

paling besar diantara kabupaten lain di Provinsi Papua Barat yaitu 20.840,83 Km2

dengan luas lahan yang sesuai untuk pertanian sebesar 783.176 Ha dan telah digunakan baru bekisar 26.378 Ha. Dari total lahan potensial untuk pertanian di Kabupaten Teluk Bintuni 602.443 Ha merupakan lahan yang sesuai untuk pertanian hortikultura, hal ini karena Kabupaten Teluk Bintuni memiliki struktur tanah rata-rata lebih dari 60% berada di ketinggian lebih dari 100- >1500 diatas permukaan laut.

Agribisnis hortikultura dilakukan oleh masyarakat lokal dan non lokal dengan cara yang sudah lebih maju. Budidayanya dilakukan pada kebun-kebun tetap, sehingga petani telah menggunakan pupuk baik pupuk buatan maupun kimia untuk mempertahankan kesuburan tanah. Persiapan lahan hortikultura dilakukan bersama-sama baik petani laki-laki maupun kaum wanita. Persiapan lahan antara lain pembersihan lahan, pembuatan bedengan dan pemupukan awal.

Pada umumnya letak kebun hortikltura baik komoditas kacang panjang, tomat dan cabai berada tidak jauh dari kota. Ketersediaan toko saprodi di ketiga kabupaten induk memudahkan petani memperoleh bibit dan pupuk. Akses transportasi umum yang mudah dan kondisi jalan yang baik memudahkan petani menjual hasil produksinya langsung ke pasar kota. Hasil produksi hortikultura dijual dalam keadaan segar, karena belum ada industri pengolahan lanjutan untuk bahan hortikultura seperti tomat dan cabai. Produksi lokal hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam wilayah Papua Barat, sehingga belum ada hasil yang diekspor keluar wilayah.

Kendala yang dihadapi petani hortikultura Provinsi Papua Barat adalah sulitnya mendapatkan modal untuk mengembagkan dan memperluas

Page 85: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

65

usahataninya. Walaupun pada umunya petani hortukultura berada dalam kota kabupaten yang memiliki banyak akses perbankkan, namun untuk mendapatkan modal masih sulit. Persyaratan dan jaminan yang susah menjadi alasan petani masih sulit mendapatkan pinjaman modal dari bank. Selama ini kebijakan pemerintah telah banyak membantu petani hortikultura dalam mengambangkan usahataninya, seperti adanya penyuluh dan pelatihan usahatani.

Gambar 19 Kacang panjang dan kebun tomat di Provinsi Papua Barat

Sentra Pengembangan Tanaman Perkebunan

Berdasarkan kriteria produktivitas, produksi, jarak lokasi produksi terhadap akses pasar, kesesuaian lahan dan potensi lahan maka diperoleh hasil sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman pekerbunan sebagai berikut:

Gambar 20 Peta sentra pengembangan komoditas unggulan perkebunan

di Provinsi Papua Barat

Page 86: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

66

Sentra Pengembangan Pala

Hasil penetapan sentra pengembangan pala dapat dilihat pada Gambar 20. Kabupaten Fak-fak merupakan salah satu daerah sentra produksi pala di Indonesia. Jenis pala yang dibudidayakan adalah jenis varietas lokal atau para petani menyebutnya dengan ”pala negeri”. Pala ini punya kekhasan yaitu buahnya yang lebih besar bila dibandingkan dengan pala yang dibudidayakan oleh petani di daerah lain dan hasil berdiskusi dengan petani bahwa pada saat musim panen dari satu pohon mereka bisa memetik pala sampai 2.000 buah. Hal ini menunjukkan bahwa jenis pala lokal yang dibudidayakan di Fak fak ini memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Kabupaten Fak-fak menyumbang rata-rata 1.174,8 ton pertahunnya atau 77% dari total produksi Provinsi Papua Barat.

Dari sisi budidaya, para petani hampir tidak melakukan perlakuan budidaya apapun, hal ini terlihat dari petani yang memproduksi bibit sendiri dengan kualitas bibit yang belum jelas asal usulnya dan tidak tersertifikasi, walaupun menurut para petani mereka mengambil biji untuk dibibitkan dari pohon yang produksi buahnya banyak. Pola tanam yang digunakan tidak teratur atau tanpa pengaturan jarak tanam, sehingga bisa berpengaruh terhadap perkembangan tanaman karena intensitas cahaya yang didapat setiap tegakan pohon menjadi tidak merata. Pola penanaman pala yang dilakukan petani di Fak-fak hampir tidak ada kegiatan pemupukan. Para petani masih menggantungkan pada kondisi alam saja yang berasal dari bekas daun daun atau daging buah pala yang dibiarkan melapuk di atas permukaan tanah. Kebun pala yang dimiliki petani tidak seperti kebun, tapi lebih mirip sebagai hutan pala karena tidak ada perlakuan apapun selama pertumbuhan dan perkembangannya.

Gambar 21 Kebun pala dan proses pemecahan biji pala oleh masyarakat

Kabupaten Fak-fak

Dari sisi pemasaran, hasil diskusi dengan petani sebenarnya tidak terlalu mengalami kendala, karena ada selalu pengumpul yang akan menampung produksi pala mereka, bahkan ada yang menerapkan sistem ijon untuk memenuhi kebutuhan petani supaya lebih cepat. Namun permasalahan yang dihadapi adalah para petani tidak bisa melakukan negosiasi harga karena harga sepenuhnya ditentukan oleh pembeli dalam hal ini pengumpul untuk di tingkat petani. Rantai pasok/ pemasaran yang cukup panjang membuat harga yang diterima petani pala menjadi semakin rendah. Menurut petani harga terus berfluktuasi, untuk biji pala

Page 87: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

67

kering harga berkisar antara Rp. 115.000,- sampai Rp. 150.000. B/C rasio dari usahatani pala diatas 1 artinya pala layak diusahakan di Papua Barat dengan rata-rata pendapatan petaninya diatas Rp 20.000.000 setelah tahun kelima.

Selain masih terbatasnya penanganan budidaya dan pascapanen yang dilakukan oleh petani. Petani juga kurang bisa memanfaatkan bagian lain dari buah pala seperti daging buah pala yang bisa dimanfaatkan menjadi manisan pala atau sirup pala. Daging buah pala yang ada sebagian besar dibuang petani di kebun pala tanpa dimanfaatkan. Pemanfaatan daging buah pala untuk dijadikan manisan dan sirup pala masih terbatas dan dilakukan oleh keluarga yang berada di kota Fak-fak. Transportasi menjadi kendala dalam usahatani pala. Letak kebun pala yang jauh dari ibukota menyebabkan petani membutuhkan fasilitas transportasi untuk proses pengangkutan. Kebun pala di Kabupaten Fak-fak pada umumnya terletak di pulau-pulau dan pesisr pantai, sehingga untuk menuju ke kebun petani menggunakan transportasi darat dan laut seperti perahu kecil.

Sentra Pengembangan Sawit

Kabupaten Manokwari merupakan kabupaten yang pertama kali diarahkan untuk pengembangan kelapa sawit di Provinsi Papua Barat. Pengembangan perdana perkebunan kelapa sawit dengan pola PIR baru dimulai akhir tahun 1982 dan secara efektif dilaksanakan dalam tahun anggaran 1983 berlokasi di dataran Prafi yang terbentang pada 3 wilayah kecamatan, masing-masing Kecamatan Warmare (Kecamatan Induk), Kecamatan Prafi dan Kecamatan Masni (Pemekaran). Luas lahan yang tersedia pada 3 kecamatan ini adalah 55. 900 Ha, mulai dari Kecamatan Warmare hingga pantai Sidey Kecamatan Masni. Lahan yang telah direncanakan pemenfaatannya seluas 40.000 Ha di dataran Prafi terdiri dari 28.000 Ha diperuntukan bagi pengembangan perkebunan kelapa sawit dan 12.000 Ha untuk pengembangan tanaman padi sawah. Namun, jika ditinjau dari potensi lahan dan kesesuian lahan Kabupaten Manokwari memiliki bobot yang paling lemah. Luas lahan potensial Kabupaten Manokwari untuk perkebunan adalah 85.732 Ha, kalah luas jika dibandingkan Kabupaten Teluk Bintuni dan Sorong dimana masing-masing luas kabupaten untuk lahan pertanian perkebunan yaitu 180.733 Ha dan 192.318 Ha. Untuk itu, sentra pengembangan kelapa sawit di Provinsi Papua Barat diarahkan pada kedua Kabupaten ini. Bila ditinjau dari statusnya, sesungguhnya perkebunan kelapa sawit adalah perkebunan sakala besar yang dimiliki dan diusahakan oleh Perusahaan Besar berciri kapitalis, sangat bertolak belakang dengan kehidupan masyarakat yang masih berpola tani tradisional. Namun demikian untuk mempertemukan dua hal yang berbeda ini, Program Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit yang dikembangkan adalah dengan pola Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) meliputi Kebun Inti yang dimiliki Perusahaan dan Kebun Plasma yang diperuntukan bagi Masyarakat, baik warga masyarakat lokal setempat maupun warga transmigrasi dari Pulau Jawa, Bali dan NTT.

Page 88: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

68

Gambar 22 Kebun kelapa sawit di Kabupaten Manokwari

Hasil pengamatan diketahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan dan petani PIR antara lain pemanenan hasil, pengangkutan hasil, penimbangan hasil, penglahan menjadi CPO, dan pemasaran keluar Papua. Untuk kegiatan pemeliharaan yang dilakukan hanyalah kegiatan pembersihanlahan, sedangkan kegiatan pemupukan dilaukan dengan frekuensi pelaksanaan yang tidak berkelanjutan. Saat ini kondisi lahan yang sudah mulai memasuki usia penurunan produktif, maka petani sudah tidak melakukan pemupukan lagi. Sedangkan untuk kegiatan pengendalian hama/penyakit, petani melakukan pada awal kegiatan penanaman saja. Sehingga saat ini kegiatan utama dalam agribisnis kelapa sawit Manokwari hanya berkonsentrasi pada kegiatan panen dan pengolahan menjadi CPO. Sentra Pengembangan Kakao

Hasil analisis memperlihatkan bahwa sentra pengembangan kakao terdapat di Kabupaten dan Raja Ampat dengan bobot 0,216. Walaupun Kabupaten Raja ampat memliki potensi lahan hanya sebesar 11.585 Ha, namun potensi lahan perkebunan pada Raja Ampat berada pada kelas kesusuian lahan yang baik untuk perkebunan kakao yaitu terletak pada dataran rendah 0-500 meter diatas permukaan laut. Produktivitas kakao di Kabupaten Raja Ampat merupakan produktivitas tertinggi yaitu 0,8 ton per Ha setara dengan produktivitas nasional. Sedangka, rata-rata produksi kakao Kabupaten Raja Ampat sebanyak 966 ton atau 25% dari total rata-rata produksi Provinsi Papua Barat. Kegiatan yang telah dilakukan pada subsistem agribisnis hulu dalam hal pengadaan dan penyaluran saprodi meliputi bibit, pupuk, obat-obatan serta alat dan mesin pertanian. Secara umum, pengadaan bibit bersumber dari bantuan pemerintah. Bantuan bibit disalurkan kepada petani-petani yang memiliki lahan lebih dari 0,5 Ha dan bersedia menanam kakao. Selain pemberian bibit, petani juga mendapatkan pelatihan dan pendampingan oleh petugas tentang budidaya kakao.

Kegiatan yang telah dilakukan pada subsistem usahatani kakao meliputi teknik budidaya oleh petani dimulai dari penanaman, pemeliharaan sampai panen dan pasca panen. Kegiatan budidaya yang dilakukan sudah memasukkan unsur teknologi seperti teknik pemangkasan, pemupukan dan penyiangan gulma.

Page 89: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

69

Pemberian pupuk dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku sehingga tanaman kakao Raja Ampat dapat tumbuh dengan baik.

Gambar 23 Kebun kakao di Kabupaten Raja Ampat

Pada subsistem agribisnis hilir meliputi pengolahan biji kakao oleh petani secara tradisional dan pemasaran kakao dari petani, pedagang sampai ke konsumen. Kegiatan pasca panen masih dilakukan secara sederhana, yaitu hanya dilakukan penjemuran dan pengemasan biji kering, netani belum melakukan kegiatan fermentasi secara sempurna. Penjemuran dilakukan menggunakan sinar matahari langsung. Kurangnya sarana lapangan penjemuran menyebabkan petani menjemur biji kakaonya pada pinggir-pinggir jalan aspal. Tujuannya agar biji kakao cepat kering sempurna karena aspal jalan dapat menghantarkan panas dari bawah. Namun, hal ini dapat menyebabkan menurunnya kualitas biji kakao. Biji kakao menjadi kotor dan rentan terhadap resiko tergilas kendaraan yang melintas.

Subsistem lembaga jasa penunjang meliputi kebijakan pemerintah, Dinas Pertanian dan Kehutanan, DISKOPERINDAG dan UKM, Lembaga Swadaya Masyarakat, lembaga penyuluhan, dan lembaga keuangan. Kegiatan yang telah dilakukan meliputi penyuluhan, pelatihan dan bantuan saprodi maupun penyediaan modal, serta pengadaan sarana dan prasarana fisik penunjang. Namun dari jumlah sarana dan prasarana yang telah disediakan pemerintah masih belum mencukupi keberlangsungan agribisnis kakao di Provinsi Papua Barat.

Sentra Pengembangan Peternakan

Berdasarkan kriteria produktivitas, produksi, jarak lokasi produksi terhadap akses pasar, kesesuaian lahan dan potensi lahan maka diperoleh hasil sentra pengembangan komoditas unggulan peternakan sebagai berikut:

Page 90: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

70

Gambar 24 Peta sentra pengembangan peternakan di Provinsi Papua Barat

Sentra Pengembangan Babi

Sentra pengembangan babi diarahkan pada Kabupaten Kaimana dengan bobot hasil AHP adalah 0,171. Rata-rata populasi di kabupaten ini hanya mencapai 300 - 1.200 ekor pertahunya, tidak sebesar populasi babi pada Kabupaten Manokwari dan Sorong yaitu 20.000 – 43.000 ekor, namun Kabupaten Kaimana memiliki potensi lahan untuk pengembangan peternakan paling luas dibanding kabupaten lain yaitu 25.488 Ha, sedangkan Kabupaten Fak-fak memiliki luas potensial lahan peternakan sebesar 4.634. selain potensi lahan, produktivitas peternakan babi di Kabupaten Kaimana mencapai 0,53 ekor.

Pada umumnya penyebaran babi terdapat hampir diseluruh kabupaten di Provinsi Papua Barat, mengingat babi merupakan komoditi ternak yang memiliki nilai budaya yang tinggi. Sistem pemeliharaan yang mudah serta biaya produksi yang kecil di bandingkan biaya produksi ternak lain, seharusnya komoditi ini dapat dikembangkan disetiap kabupaten. Hal ini bisa menjadi tambahan pendapatan bagi masyarakat di Provinsi Papua Barat khususnya masyarakat lokal. Peternak babi di kabupaten Kaimana masih menjalankan peternakan babinya secara sederhana dengan pola sepi intensif, dimana sebagian ternak telah dikandangkan dan sebagian lagi masih dibiarkan berkeliaran bebas. Pola seperti ini tidak membutuhkan biaya yang cukup besar,apalagi babi yang dilepaskan begitu saja dapat mencari makannya sendiri. Peternakan babi yang telah menggunakan sistem intensif membuat kandang secara sederhana dari sisa-sisa kayu. Kandang babi dibuat sesuai dengan kebutuhan babi tanpa menggunakan perhitngan yang jelas. Satu kandang babi biasanya berisi 1-2 babi.

Page 91: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

71

Pada umumnya peternak non lokal memberikan pakan babi berupa limbah sisa makanan yang berasal dari warung. Biasanya masing-masing peternak telah mempunyai langganan warung yang besedia memberikan limbah makanan sisa. Selain limbah makanan, peternak juga memberikan batang keladi. Namun terkadang peternak masih kesulitan memperoleh batang keladi karena terbatasnya kebun yang ada. Berbedadengan peternak lokal yang memberikan pakan berupa ubi jalar. Ubi jalar diperoleh dari hasil kebun sendiri. Ubi jalar yang diberikan adalah ubi jalar yang berukuran kecil. Sejauh ini peternakan babi di Papua Barat belum mendapatkan dukungan dari stakeholder yang terkait, seperti pemerintah, lembaga permodalan maupun lembaga pemasaran. Ketidakmampuan aksesibilitas kredit lunak dari pemerintah dan bank-bank yang ada di Provinsi Papua Barat dan khususnya Manokwari selama ini membuat usaha peternak Papua yang dijalankan hanya bersifat sampingan, musiman dan temporer. Padahal berbagai kebutuhan dan keperluan hidup peternak babi rakyat ini terus meningkat dan menghadang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi regional bahkan nasional. Hal ini cukup kontras dengan usaha peternakan yang telah dijalankan oleh peternak babi etnis non-Papua, seperti Toraja, Batak dan Manado. Ketidaksampaiannya bantuan, informasi dan teknologi yang dibutuhkan oleh peternak rakyat lokal masih beradanya aktifitas usaha peternakan babi rakyat pada situasi yang cukup memprihatinkan.

Hal lain yang juga dialami oleh sebahagian besar peternak dan seluruh warga di Kota Sorong dan Manokwari adalah ketidakcukupan stok persediaan bahan bakar yang dapat digunakan untuk menjalankan aktifitas agribisnis dan biaya on-farm pada biaya transportasi kapal laut dan retribusi di Manokwari dan Nabire yang sangat besar dan memberatkan peternak dalam menjalankan agribisnis peternakan babi. Dengan demikian dikuatirkan kedepan dengan hanya melihat faktor external yang disebutkan diatas, matapencaharian peternak rakyat ini akan berangsur-angsur tertinggal sehingga akan berdampak pada hilangnya sumber matapencaharian dan suplay daging babi di Provinsi Papua Barat, meningkatnya angka pengangguran dan berkurangnya fungsi ternak babi dalam mendukung budaya suku-suku di Papua. Perlu digarisbawahi bahwa, ternak babi adalah identik dengan budaya etnis Papua.

Oleh karena itu, keberpihakan berbagai stakeholder penting perlu digerakkan kembali dalam merangsang agribisnis peternakan babi rakyat kearah pemberdayaannya dengan jalan mencoba mengetahui permasalahan riil, pola-pola pengembangan sistem produksi ternak babi di lapangan yang benar-benar menjadi skala prioritas peternak babi itu sendiri sehingga keberlangsungan peternakan babi skala rakyat di Provinsi Papua Barat tetap berkelanjutan.

Sentra Pengembangan Sapi

Sentra pengembangan sapi terdapat di Kabupaten Fak-Fak dan Manokwari. Kabupaten Fak-fak memiliki bobot paling tinggi yaitu 0,197. Hal ini karena populasi sapi di kedua kabupaten ini yang paling tinggi yaitu 15.614 ekor dengan produktivitas 1,1 ekor. Pengembangan sapi di Kabupaten Fak-fak dan Manokwari telah direncanakan dan dilakukan oleh pemerintah daerah dan nasional. Alasan utama pengembangan ternak sapi potong adalah kondisi lahan yang cukup luas serta ketersediaan

Page 92: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

72

hijauan ternak dan limbah pertanian yang cukup melimpah sepanjang tahun bagi kebutuhan ternak. Di Kabupaten Fak-fak fokus pengembangan berada di Distri Bomberai dan di Kabupaten Manokwari berkonsentrasi di Distrik Kebar. Jenis sapi potong yang umumnya dipelihara adalah sapi Bali yang memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi, konversi pakan dan daya tahan terhadap penyakit baik, dan fertilitas yang baik sekali, serta dapat digunakan sebagai ternak kerja.

Keberhasilan usaha sapi potong dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi skala usaha, modal peternak dan lokasi sedangkan eksternal meliputi pasar, teknologi, kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah. Kondisi peternakan sapi potong di Provinsi Papua Barat hampir sama dengan beberapa daerah di Indonesia yakni masih dikelola secara tradisional dan bertumpu pada usaha peternakan rakyat. Salah satu masalah internal yang paling dirasakan oleh peternak di lapangan adalah kurangnya modal dalam usaha pengembangan sapi potong. Masalah ini berdampak pada kepemilikan ternak yang rendah, tenaga kerja yang belum dimaksimalkan serta rendahnya pendapatan yang diperoleh dari usaha sapi potong. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah khususnya Kabupaten Manokwari untuk mengembangkan sapi potong adalah dengan melaksanakan program kemitraan melalui pemberdayaan ekonomi rakyat dengan pemberian bantuan sapi kepada beberapa kelompok peternak dalam bentuk sapi gaduhan. Pada pola kemitraan tersebut, pemerintah bertindak sebagai inti dan peternak sebagai plasma. Dalam proses produksi, peternak hanya menyediakan tenaga kerja dan bibit, pakan, obat-obatan, pelayanan teknik berproduksi dan kesehatan hewan.

Sentra Pengembangan Ayam

Peternakan ayam hampir terebar siseluruh kabupaten di Provinsi Papua Barat, hal ini karena ayam merupakan bahan pangan sumber protein hewani yang memiliki permintaan yang terus meningkat. Berdasarkan kriteria lokasi, produksi, produktivitas, dan potensi wilayah, maka sentra pengembangan ayam terdapat di Kabupaten Kaimana. Hasil analisis penetapan sentra pengembangan dapat dilihat pada Gambar 28. Gambar tersebut menjelaskan bahwa Kabupaten Kaimana memiliki bobot paling tinggi yaitu 0,166. Hal ini karena potensi wilayah Kaimana yang sesuai untuk pengembangan peternakan seluas 25.488 Ha. Pada umumnya peternak di kabupaten Kaimana masih berskala kecil yaitu pemilikan induk betina kurang dari 50 ekor. Hal ini yang mengakibatkan peternak di Kabupaten Kaimana mendatangkan bibitnya dari kabupaten lain yaitu Kabupaten Manokwari atau Sorong. Meningkatnya jumlah permintaan daging ayam seiring meningkatnya jumlah penduduk Provinsi Papua Barat dimana jumlah penduduk pendatang dari daerah lain setiap tahunnya bertambah, menjadikan peternak ayam memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan. Harga 1 Kg daging ayam mencapai Rp 45.000 sehingga dapat mendatangkan keuntungan yang baik bagi peternak ayam. Kendala yang dihadapi adalah distribusi daging ayam untuk daerah-daerah sekitar Kaimana, dimana kesulitan transportasi menjadi kendala utamanya.

Page 93: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

73

Arah Pengembangan Agribisnis

Berdasarkan hasil analisis penetapan dan sentra pengembangan komoditas unggulan serta kondisi dilapangan, maka dapat dirumuskan arahan pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat sebagai berikut. Pengembangan Komoditas Padi Pengembangan padi harus mengatisipasi kondisi-kondisi yang tidak terduga seperti perubahan iklim, gagal panen karena hama penyakit, bencana alam, maupun adanya peningkatan permintaan pasar. Maka pengembangan padi sebaiknya diarahkan pada kabupaten sentra yang telah ditetapkan yaitu Manokwari dan Kabupaten Sorong. Kabupaten Manokwari memiliki luas wilayah pengembangan padi 4.668 Ha dan 1.772 Ha di Kabupaten Sorong. Produksi padi di Provinsi Papua Barat mencapai 33.658 ton per tahunnya dengan produktivitas yang masih rendah yaitu 2,29 ton per Ha. Rendahnya produktivitas ini di seperti yang telah dijelaskan sebelumnya karena tanah di Provinsi Papua Barat mengandung Fe yang tinggi sehingga membutuhkan pemupukan yang berat. Untuk itu, perlu dikembangkan industri input agar ketersediaan pupuk pada lokasi-lokasi priduksi padi dapat terjangkau. Rendahnya produktivitas padi juga dapat ditingkatkan melalui intensifikasi berupa penggunaan bibit unggul dan penerapan paket teknologi tepat guna seperti pengaturan jarak tanam dan pengaturan waktu tanam. Pengembangan Ubi Jalar

Arahan wilayah pengembangan ubi jalar meliputi Kabupaten Sorong dan Manokwari. Hal ini karena dua kabupaten ini memiliki lahan potensial untuk tanaman pangan masih cukup luas yaitu 60.244 Ha dan 259.514 Ha dan baru digunakan lahan untuk ubi jalar cukup luas yaitu 253 Ha dan 171 Ha. Produksi ubi jalar di Provinsi Papua Barat saat ini masih terbatas dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat Provinsi Papua Barat saja, hal ini dikarenakan ubi jalar masih memegang peranan sebagai makanan pokok masyarakat papua yang memiliki nilai budaya yang tinggi. Dua varietas unggul yang ditanam petani ubi jalar adalah Hielaleke dan Musan menyebabkan produktivitas ubi jalar di Provinsi Papua Barat tegolong tinggi yaitu 10 ton per Ha dengan rata-rata produksi 13.121 ton per tahunnya.

Upaya penting yang diperlukan dalam menyerap tingginya produksi yang ada adalah pengembangan aksesibilitas pemasaran ke luar daerah. Kontrak kerja sama dengan industri pengolahan pangan diluar daerah perlu difasilitasi oleh pemerintah Provinsi Papua Barat. Hal ini dikarenakan saat ini industri pengolahan hasil pangan di Provinsi Papua Barat belum berkembang secara baik. Upaya yang dapat dilakukan adalaha dengan melakukan pelatihan kepada petani dalam pengolahan lebih lanjut hasil ubi jalar seperti pembuatan tepung, makanan ringan dan lain sebagainya. Untuk memenuhi standar industri maka kualitas produk penting untuk diperhatikan. Upaya yang dapat dilakukan adalah intensifikasi pengawasan mutu produksi dalam kawasan sentra.

Page 94: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

74

Pengembangan Kacang Tanah Pengembangan kacang tanah di arahkan pada Kabupaten Manokwari dan Teluk Bintuni. Hal ini karena kedua kabupaten ini memiliki potensi lahan dan produktivitas kacang tanah yang cukup tingi di banding kabupaten lain. Pengembangan kacang tanah mencakup wilayah yang lebih luas dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya. Hal ini karena luas areal panen di masing-masing wilayah sentra masih termasuk kecil, maka diperlukan upaya lebih intensif untuk meningkatkan preferensi petani dalam mengusahakanna. Misalnya dengan menetapkan pola tumpang sari dengan tanaman lain. Peningkatan areal panen juga masih dimungkinkan dengan ekstensifikasi, mengingat luas lahan untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Manokwari dan Teluk Bintuni masih cukup luas. Produktivitas yang masih rendah juga perlu ditingkatkan dengan intensifikasi penggunaan bibit unggul dan penerapan teknologi budidaya seperti penerapan ladang tetap dan penggunaan pupuk dan obat-obatan. Pengembangan Hortkultura Pengembangan hortikultura diarahkan pada Kabupaten Teluk Bintuni Potensi lahan yang dimiliki Kabupaten Teluk Bintuni untuk pengembangan tanaman hortikultura sebesar 602.443 Ha. Fokus pengembangan tanaman hortikultura pada komoditas kacang panjang, tomat dan cabai. Rata-rata produksi kacang panjang Papua Barat adalah 5.697 ton per tahunnya dengan produktivitas 5,8 ton per Ha. Tingginya produktivitas kacang panjang perlu dipertahankan agar komoditas ini dapat dijual keluar daerah. Upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kerja sama antar lembaga pemasaran di luar daerah, memperlancar mobilitas antar daerah seperti kemudahan ijin dalam pengangkutan barang dalam kapal. Dengan adanya kerja sama pemasaran petani kacang panjang dapat dengan mudah memasarkan hasilnya, mengingat kacang panjang termasuk tanaman sayuran cepat busuk. Tomat dan cabai untuk saat ini masih berpotensi untuk dikembangkan, mengingat kebutuhan konsumsi rumah tangga akan selalu meningkat. Kemampuan Provinsi Papua Barat dalam memproduksi tomat dan cabai rata-rata 1.898 ton per tahun untuk tomat dan 2.613 ton untuk cabai. Potensi lahan yang tersedia pada Kabupaten Teluk Bintuni masih sangat mungkin untuk dimanfaatkkan untuk meningktakan produksi tomat dan capai di Papua Barat. Produktivitas yang masih kecil yaitu 8,6 on per Ha untuk tomat dan 10,05 ton per Ha untuk cabai juga dapat ditingkatkan dengan menerapkan teknologi usahatani yang lebih baik, sehingga sangat diperlukan kerja sama usaha dalam suatu kelompok tani untuk mengoptimalkan skala usahatani. Pola tanam tumpang sari dapat diterapkan untuk memaksimalkan sumber daya lahan. Upaya lain adalah pengaturan waktu tanam terutama untuk mengantisipasi lonjakan permintaan pada musim-musim tertentu. Pengembangan Pala Pengembangan tanaman perkebunan pala difokuskan pada Kabupaten Fak-fak, mengingat kabupaten ini memiliki potensi lahan dan kesesuaian lan yang

Page 95: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

75

sangat baik untuk komoditas pala. Pala di kabupaten Fak-fak merupakan kekayaan alam tersendiri karena telah ada dan menjadi warisan dari nenek moyang masyarakat Fak-fak. Rata-rata produksi pala mencapai 1.519 ton per tahunnya dengan produktivitas 0,2. Kelemahan dalam pengembangan pala adalah pengolahan pasca panen masih sangat sederhana, sehingga hasil yang diperoleh tidak optimal. Upaya yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan produksi pala adalah pemperhatikan peningkatan nilai tambah dengan pembangunan unit-unit pengolahan di tingkat petani atau kelompok tani dan organisasi-organisasi petani lainnya, pembangunan pusat pengeringan dan penyimpanan di sentra produksi produk hasil pertanian, penguatan peralatan mesin yang terkait dengan kegiatan pengolahan dan penyimpanan komoditi pertanian (alat pengering, pemipil, penepung, pemotong/pencacah bonggol dan gudang. Pengembangan Kelapa Sawit Luas panen kelapa sawit di Provinsi Papua Barat terbesar pada Kabupaten Manokwari, namun kondisi kebun yang sudah tidak produktif, dan potensi lahan untuk perkebunan cukup kecil yaitu 85.732 Ha menyebabkan pengembangan kelapa sawit diarahkan pada kabupaten lain. Berdasarkan hasil anaisis penetapan sentra pengembangan, Kabupaten Sorong memiliki kondisi lahan yang potensial untuk pengembangan kelapa sawit dengan luas lahan potensial yaitu 192.318 Ha. Rata-rata produksi kelapa sawit Provinsi Papua Barat adalah 43.001 ton per tahunnya dengan produktivitas 2,7 ton per Ha. Produksi kelapa sawit masih dapat terus ditingkatkan melalu perluasan lahan panen dan peningkatan teknologi tepat guna. Selain itu, perlunya pembangunan pabrik untuk lebih meningkatkan efisiensi produksi CPO mengingat hanya terdapat satu pabrik yang berada di Kabupaten manokwari dimana tingkat produksi pengolahannya telah menurun. Pengembangan Kakao Pengembangan kakao diarahkan pada Kabupaten Raja Ampat karena memiliki produktivitas kakao yang tinggi (0,82 ton/Ha) dan kondisi lahan sangat cocok untuk perkebunan kakao yaitu jenis tanah laktosol dengan tekstur berpasir. Saat ini kakao adalah salah satu komoditi yang akan dikembangkan Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat melalui program revitalisasi perkebunan, yang merupakan upaya percepatan pengembangan perkebunan kakao rakyat melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan kredit investasi perbankan dan subsidi bunga oleh permerintah dengan melibatkan perusahaan bidang perkebunan sebagai mitra pengembangan dalam pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil. Beberapa kebijakan pemerintah yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan agribisnis kakao di Provinsi Papua Barat antara lain: Penghapusan PPN dan berbagai pungutan, aktif mengatasi hambatan ekspor dan melakukan lobi untuk menghapuskan potangan harga, mendukung upaya pengendalian hama PBK dan perbaikan mutu produksi serta menyediakan fasilitas pendukungnya secara memadai.

Page 96: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

76

Pengembangan Babi Pengembangan peternakan babi diarakan pada Kabupaten Kaimana. Kaimana memiliki potensi lahan untuk pengembangan peternakan seluas 25.488 Ha. Upaya yang bisa dilakukan untuk pengembangan populasi babi adalah dengan penyuluhan agar masyarakat Provinsi Papua Barat mengetahu teknologi pemeliharaan babi yang baik, dimana peternak dapat memulainya dengan pengetahuan pembuatan kandang yang baik, pemberian pakan yang sesuai, dan cara pencegahan penyakit. Selain peningkatan populasi babi, sistem pemasaran babi juga harus diperhatikan, yaitu dengan memperbaiki sarana transportasi laut melalui kapal barang. Pengembangan Sapi

Pengembangan sapi diarahkan pada Kabupaten Fak-fak sesuai dengan hasil analisis AHP sebelumnya. Kabupaten Fak-fak memiliki potensi lahan untuk penguhasaan ternak seluas 4.634 Ha. Upaya yang bisa dilakukan untuk mendorong peningkatan ternak sapi menjadi komoditi unggulan adalah dengan pemberian penyuluhan tentang sistem pemeliharaan yang baik misalnya perlu pakan tambahan dalam pemeliharaan ternak sapi dan pencegahan penyakit melalui vaksinasi. Keuntungan yang diperoleh dengan memelihara ternak sapi selain bisa memanfaatkan limbah hasil pertanian juga bisa dibudidayakan untuk menjadi usaha sampingan yang menguntungkan selain pekerjaan pokok sebagai petani. Kebijakan pemerintah untuk mendorong agar usaha ini dapat berkembang pesat antara lain adalah dukungan dalam hal pembangunan sarana pendukung, kelembagaan, permodalan, pemasaran, persaingan usaha yang adil, promosi, dan penyediaan informasi, serta dukungan agar usaha peternakan dapat berkembang secara integratif dari hulu-hilir, melalui pola kemitraan, inti-plasma, dan memposisikan yang besar maupun kecil dapat tumbuh dan berkembang secara adil. Pengembangan Peternakan Ayam

Pengembangan peternakan ayam diarahkan pada Kabupaten Kaimana. Upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong komoditi ayam menjadi unggulan antara lain melalui penyuluhan tentang pencegahan penyakit, peran pemerintah dalam membantu peternak ayam terutama peternak dengan sekala sedang sampai kecil dalam memberikan bantuan modal sehingga mampu menutupi biaya produksi. Untuk meningkatkan populasi, produksi, produktivitas ayam, pemeliharaannya perlu ditingkatkan dari tradisional ke arah agribisnis. Pengembangan ayam secara semi intensif dan intensif dengan pemberian pakan yang berkualitas serta pencegahan dan pengendalian penyakit. Permasalahan dalam pengembangan ayam di Provinsi Papua Barat antara lain adalah skala usaha kecil, produksi telur rendah, mortalitas tinggi akibat penyakit, biaya pakan tinggi, dan diusahakan secara perorangan dengan pemeliharaan tradisional.

Peranan pemerintah juga harus memperhatikan pada pengelolaan pasar, utamanya untuk: a) melindungi industri ayam dalam domestik dari tekanan persaingan pasar, b) mencegah persaingan tidak sehat antar perusahaan di pasar

Page 97: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

77

domestik, c) pengembangan sistem pencegahan dan penanggulangan wabah penyakit menular, d) dukungan pembangunan infrastruktur penunjang lainnya. Untuk memberi kepastian berusaha pada peternakan mandiri perlu dibuat mekanisme yang menjamin transparansi dalam hal informasi produksi, biaya bahan-bahan input, serta kondisi pasar (permintaan, produksi, dan harga).

7 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis AHP dengan kriteria kesesuaian agroekosistem, ekonomi dan daya dukung, maka penetapan komoditas unggulan yang dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Komoditas unggulan tanaman pangan adalah padi, ubi jalar dan kacang tanah. Komoditas unggulan hortikultura yaitu kacang panjang, tomat dan cabai. Komoditas unggulan perkebunan yaitu pala, kelapa sawit dan kakao. Komoditas unggulan peternakan yaitu babi, sapi dan ayam.

Berdasarkan kriteria jarak ekonomi, produksi, produktivitas, potensi lahan dan kesesuaian lahan, maka untuk kelompok tanaman pangan sentra pengembangan padi dan ubi jalar adalah Kabupaten Manokwari dan Sorong, sentra pengembangan kacang tanah adalah Kabupaten Manokwari dan Teluk Bintuni. Sentra pengembangan hortikultura kacang panjang, tomat dan cabai adalah Kabupaten Teluk Bintuni. Sentra pengembangan perkebunan pala, kelapa sawit dan kakao berturut-turut adalah Kabupaten Fak-fak, Kabupaten Sorong dan Kabupaten Raja Ampat. Serta sentra pengembangan komoditas unggulan peternakan babi dan ayam adalah Kabupaten Kaimana, dan sapi di Kabupaten Fak-fak.

Saran

Berdasarkan analisis-analisis yang diuraikan maka saran-saran yang dapat dilakukan diantaranya adalah: 1. Pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat sebaiknya diarahkan sesuai

dengan komoditas terpilih dan sentra pengembangannya agar komoditas yang diusahakan memiliki produksi dan produktivias yang tinggi, memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan memiliki daya dukung yang sesuai agar keberlanjutannya dapat dipertahankan.

2. Pemerintah perlu membuat kebijakan yang mendukung pengembangan komoditas unggulan dengan memperhatikan masing-masing kelemahan pada setiap sub kriteria antara lain:

- Pengembangan industri input agar ketersediaan pupuk pada lokasi-lokasi priduksi tanaman pangan dapat terjangkau.

- Rendahnya produktivitas padi dapat ditingkatkan melalui intensifikasi berupa penggunaan bibit unggul dan penerapan paket teknologi tepat guna.

Page 98: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

78

- Produktivitas tomat dan cabai yang masih kecil dapat ditingkatkan dengan menerapkan teknologi usahatani yang lebih baik, sehingga sangat diperlukan kerja sama usaha dalam suatu kelompok tani untuk mengoptimalkan skala usahatani.

- Peningkatan produksi kelapa sawit melalu perluasan lahan panen dan peningkatan teknologi tepat guna serta pembangunan pabrik untuk lebih meningkatkan efisiensi produksi CPO.

- Peningkatan populasi ternak sapi dengan pemberian penyuluhan tentang sistem pemeliharaan yang baik seperti perlu pakan tambahan dalam pemeliharaan ternak sapi dan pencegahan penyakit melalui vaksinasin.

- Memperbaiki sistem pemasaran babi yaitu dengan memperbaiki sarana transportasi laut melalui kapal barang.

3. Diharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai penetapan komoditas unggulan yang mempertimbangkan aspek permintaan selain aspek penawaran, agar dapat mengetahui komoditas unggulan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Provinsi Papua Barat.

DAFTAR PUSTAKA

Alphonche CB. 1997. Application Of The Analythic Hierarchy Process in

Agriculture in Developing Countries. Agriculture System 53(1): 97-112 Arsyad L. 1999. Strategi Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE,

Yogyakarta. Bachrein S. 2003. Penetapan Komoditas Unggulan Provinsi. BP2TP Working

Paper. Bogor. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 38 (2): 350-257

Baihaqi A. 2010. Pengembangan Komoditas Unggul Tanaman Pangan Kabupaten Lampung Tengah. [Tesis]. IPB

Badan Litbang Pertanian. 2003. Panduan Umum: Pelaksanaan Pengkajian serta Program Informasi, Komunikasi, dan Diseminasi di BPTP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Produk Domestik Bruto Pertanian Indonesia Tahun 2004–2008 (atas dasar harga berlaku). Jakarta: Badan Pusat Statistik. http://www.bps.go.id. [18 April 2012]

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat. 2012. Papua Barat Dalam Angka. BPS Kabupaten Manokwari.

Budiharsono S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Daryanto A. 2004. Keunggulan Daya Saing dan Teknik Identifikasi Komoditas Unggulan dalam Mengembangkan Potensi Ekonomi Regional. Agrimedia 9 (2): 51-62.

Daryanto A, Hafizrianda. 2010. Model-Model Kuantitatif untuk Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep dan Aplikasi. IPB Press. Bogor.

Dicken P dan Lloyd P B. 1999. Location In Space. University of Liverpool dan University of Manchester. Inggris.

Page 99: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

79

Forman EH and Selly MA. 2001. Decision By Objectives: How to convince others that you are right. World Scientific Publishing. Singapore

Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. Universitas Indonesia. Jakarta.

Glasson J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Penerjemah Paul Sitohang. Lembaga Penertib Fakultas Ekonomi Universita Indonesia. Jakarta.

Hardison. 2003. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten Siak Provinsi Riau. [Tesis]. IPB.

Hendayana R. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian 12 (1):1-21.

Hoen AR and Oosterhaven, J. 2006. On The Measurement Of Comparative Advantage. The Annals Of Regional Science. Heidelberg 40 (3): 677-693.

Hood R.1998. Economic Analysis: A Location Quotient. Primer. Principal Sun Regional Associates. Inc

Jhingan A. 1990. Ekonomi Pembangunan dan Perencanan. Rajawali Press. Komet M. 2000. Perencanaan Terpadu Pembangunan Ekonomi Daerah Otonom,

Badan Pusat Statistik. Jakarta. Lincolin Arsyad. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi

daerah. Yogyakarta: BPFE. Maryati Y. 2009. Analisis Potensi Pengembangan Kawasan Agropolitan Distrik

Cilimus Berbasis Agribisnis Komoditas Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan [Thesis]. IPB.

Maxwell S dan Frankenberger TR. 1992. Household Food Security: Concepts, Indicators, Measurements a Technical Review. New York: UNICEF and IFAD.

Miller MM, JL Gibson, and GN Wright. 1991. Location Quotient Basic Tool for Economic Development Analysis. Economic Development review, 9 (2): 65.

Misra RP. 1982., “Regional Development”. Maruzen Asia. Neuman WL. 2007. Basics of Social Research: Qualitative and Quantitative

Approaches (2nd Ed.). Pearson Education Inc. Boston. Nicholson W. 1995. Teori Ekonomi Mikro. Prinsip Dasar dan Pengembangannya.

PT Radja Grafindo. Jakarta. Nurleli. 2008. Pengembangan Komoditas Unggulan Perkebunan di Kabupaten

Tanggamus Propinsi Lampung [Tesis]. IPB Oddershade A, Arias A, Cancino H. 2007. Rural Development Decision Support

Using The Analythic Hierarchy Process. Mathematical And Computer Modelling 46 (1): 1107-1114

Ozdemir MS and Saaty TL. 2006. The unknown in decision making: What to do about it. European Journal of Operational Research. 174 (1):349-359

Purnomo H. 2005. Teori Sistem Kompleks, Pemodelan dan Simulasi untuk Pengolahan Sumber Daya Alam dan Lngkungan. IPB

Porter M E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press. New York.

Pranoto. 2008. Potensi Wilayah Komoditi Pangan di Banyumas [Tesis]. UNBRAW

Ratnawati A, Nurmalina R, dan Djaenudin. 2000. Penyusunan Program Aplikasi Penetapan Komoditas Unggulan dan Sentra Pengembangan Agribisnis Kooditas Unggulan. Lembaga Penelitian IPB. Bogor.

Page 100: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

80

Richardson H W. 1977. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional. Penerjemah Paul Sitohang. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Rondinelli A D. 1985. Applied Methods of Regional Analysis – The Spatial Dimension of Development Policy. London:Westview Press/Boulder.

Rusastra IW, Simatupang P, Rachman B. 2002. Pembangunan Ekonomi Pedesaan Berbasis Agribisnis. Analisis Kebijakan: Pembangunan Pertanian Andalan Berwawasan Agribisnis (Editor: T. Sudaryanto, et.al., 2002). Monograph Series No.23. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

Rusono N. 1999. Sinergi antar Subsektor dalam Pengembangan Pertanian Terpadu. Seminar Nasional Dalam Rangka Lustrum Fapet UGM. Yogyakarta.

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Bogor. Faperta IPB.

Saaty T L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalamSituasi yang Kompleks. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta

Saaty T L and Niemira M P. 2006. A Framework for Making a Better Decision: How to Make More Effective Site Selection, Store Closing and Other Real Estate Decisions. Research Review. 13(1):1-4

Sari R. 2008. Pemodelan Multi-Kriteria untuk Pengembangan Wilayah Berbasis Komoditas Unggulan di Kabupaten Lampung Tengah [Tesis]. IPB

Saragih B. 2010. Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Pustaka Wirausaha Muda. Bogor

Saragih B. 2010. Suara Agribisnis Kumpulan Pemikiran Bungaran Saragih. Agrina. Jakarta

Setiawan D. 2006. Peranan Sektor Unggulan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah: Pendekatan Input-Output Multiregional Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara barat. [Tesis] IPB.

Setiawan Iwan. 2010. Arahan Pengembangan Sektor Pertanian Kabupaten Sumbawa Berbasis Komoditas Unggulan Daerah [Tesis]. IPB

Setiyanto A dan Irawan B. 2012. Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Pertanian. Bagian Ketiga Metode Penentuan Komoditas Unggulan dan Wilayah Sentra Pengembangannya. Pusat Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian. Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Kementrian Pertanian

Soekartawi. 1996. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Pertanian Kecil. Rajawali Press. Jakarta.

Sugiharto Y dan Rizal S. 2008. Gerakan OVOP sebagai Upaya Peningkatan Pembangunan Daerah. Jakarta.

Susilawati, Sabran M, Ramli R, Utomo BN, Bhermana A, dan Krismawati A. 2006. Penentuan Komoditas Unggulan Nasional di Provinsi Kalimantan Tengah dengan Metode Location Quotient. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 9 (1):1-9

Supriadi H. 2008. Strategi Kebijakan Pembangunan Pertanian di Papua Barat. Analisis Kebijakan Pertanian, 6 (1): 352-377.

Sutikno. 2000. Analisis Potensi dan Daya Saing Kecamatan Sebagai Pusat Pertumbuhan Satuan Wilayah Pengembangan Kabupaten Malang [Tesis]. UMM

Page 101: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

81

Syahroni M. 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara Barat [Tesis]. Program Pasca Sarjana Manajemen dan Bisnis IPB. Bogor.

Syahza A. 2002. Studi Potensi Pengembangan Buah-buahan Sebagai Komoditi Unggulan Agribisnis di kabupaten Kampar Riau. Pusat Pengkajian dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat. Universitas Riau Pekanbaru.

Tarigan R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Bumi Aksara. Jakarta. Todaro MP dan Stephen CS. 2006. “Pembangunan Ekonomi”. Erlangga, Jakarta Vinsensius. 2001. Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis

Wilayah Perbatasan Kabupaten Kapuas Hulu. Tesis Program Pasca Sarjana Manajemen dan Bisnis IPB. Bogor.

Wijaya A. 1996. Pilihan Pembangunan Industri: Kasus DKI Jakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan. IV (2): 91-103

Yunan YZ. 2010. Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentukan PDRB). UNSH. Jakarta

Page 102: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

82

Lampiran 1 Matriks perbandingan berpasangan Matriks perbandingan antar kriteria

Matriks perbandingan antar sub kriteria pada kriteria agroekosistem

Matriks perbandingan antar sub kriteria pada kriteria ekonomi

Matriks perbandingan antar sub kriteria pada kriteria daya dukung

Lampiran 2 Hasil analisis AHP penetapan komoditas pangan

Agroekosistem Ekonomi Daya DukungAgroekosistem 1,0 1,0Ekonomi 1,0Daya Dukung Incon: 0,00

Produktivitas Produksi Trend ProduksiProduktivitas 2,0 3,0Produksi 2,0Trend Produksi Incon: 0,01

Pendapatan Kelayakan Usaha Perdagangan Industri PengolahanPendapatan 1,0 2,0 3,0Kelayakan Usaha 2,0 3,0Perdagangan 2,0Industri PengolahaIncon: 0,00

Modal Pasar Teknologi SDM Lembaga Sarana KebijakanModal 1,0 2,0 3,0 2,0 2,0 2,0Pasar 2,0 3,0 2,0 2,0 2,0Teknologi 2,0 1,0 1,0 1,0SDM 2,0 2,0 2,0Lembaga 1,0 1,0Sarana 1,0Kebijakan Incon: 0,0

Model Name: Penetapan Komoditas Unggulan Pangan

Synthesis: Summary

Synthesis with respect to: Goal: Prioritas Komoditas Unggulan Pangan

Overall Inconsistency = ,01

Padi ,219

Jagung ,144

Ubi Kayu ,134

Ubi J alar ,184

Kacang Tanah ,165

Kedelai ,154

Page 103: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

83

A. Kriteria Agroekosistem

B. Kriteria Ekonomi

C. Kriteria Daya Dukung

Lampiran 3 Hasil analisis AHP penetapan komoditas hortikltura

Synthesis with respect to: Agroekosistem(Goal: Pr ior itas Komoditas > Agroekosistem (L: 0,333))

Overall Inconsistency = ,02

Padi ,105

Jagung ,073

Ubi Kayu ,157

Ubi J alar ,184

Kacang Tanah ,288

Kedelai ,193

Synthesis with respect to: Ekonomi(Goal: Pr ior itas Komoditas > Ekonomi (L: 0,333))

Overall Inconsistency = ,01

Padi ,333

Jagung ,152

Ubi Kayu ,114

Ubi J alar ,256

Kacang Tanah ,071

Kedelai ,074

Synthesis with respect to: Daya Dukung(Goal: Pr ior itas Komoditas > Day a Dukung (L: 0,333))

Overall Inconsistency = ,00

Padi ,218

Jagung ,184

Ubi Kayu ,133

Ubi J alar ,136

Kacang Tanah ,147

Kedelai ,182

Model Name: Penetapan Komoditas Unggulan Hortikultura

Synthesis: Summary

Synthesis with respect to: Goal: Prioritas Komoditas Unggulan Hortik ultura

Overall Inconsistency = ,01

Kubis ,079

Kacang Panjang ,165

Cabe ,138

Tomat ,146

Terong ,132

Bunc is ,103

Ketimun ,110

Say uran ,127

Page 104: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

84

A. Kriteria Agroekosistem

B. Kriteria Ekonomi

C. Kriteria Daya Dukung

Synthesis with respect to: Agroekosistem(Goal: Pr ior itas Komoditas > Agroekosistem (L: 0,333))

Overall Inconsistency = ,02

Kubis ,026

Kacang Panjang ,289

Cabe ,118

Tomat ,064

Terong ,225

Bunc is ,075

Ketimun ,079

Say uran ,124

Synthesis with respect to: Ekonomi(Goal: Pr ior itas Komoditas > Ekonomi (L: 0,333))

Overall Inconsistency = ,02

Kubis ,051

Kacang Panjang ,126

Cabe ,175

Tomat ,264

Terong ,092

Bunc is ,099

Ketimun ,087

Say uran ,107

Synthesis with respect to: Daya Dukung(Goal: Pr ior itas Komoditas > Day a Dukung (L: 0,333))

Overall Inconsistency = ,00

Kubis ,127

Kacang Panjang ,121

Cabe ,124

Tomat ,114

Terong ,106

Bunc is ,121

Ketimun ,143

Say uran ,143

Page 105: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

85

Lampiran 4 Hasil analisis AHP penetapan komoditas perkebunan

A. Kriteria Agroekosistem

B. Kriteria Ekonomi

C. Kriteria Daya Dukung

Synthesis with respect to: Goal: Prioritas Komoditas Unggulan Perkebunan

Overall Inconsistency = ,01

Kelapa ,126

Kelapa Sawit ,293

Kakao ,275

Pala ,306

Synthesis with respect to: Agroekosistem(Goal: Pr ior itas Komoditas > Agroekosistem (L: 0,333))

Overall Inconsistency = ,03

Kelapa ,160

Kelapa Sawit ,192

Kakao ,277

Pala ,371

Synthesis with respect to: Ekonomi(Goal: Pr ior itas Komoditas > Ekonomi (L: 0,333))

Overall Inconsistency = ,01

Kelapa ,095

Kelapa Sawit ,252

Kakao ,277

Pala ,376

Synthesis with respect to: Daya Dukung(Goal: Pr ior itas Komoditas > Day a Dukung (L: 0,333))

Overall Inconsistency = ,00

Kelapa ,123

Kelapa Sawit ,423

Kakao ,270

Pala ,184

Page 106: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

86

Lampiran 5 Hasil analisis AHP penetapan komoditas peternakan

A. Kriteria Agroekosistem

B. Kriteria Ekonomi

C. Kriteria Daya Dukung

Model Name: Penetapan Komoditas Unggulan Peternakan

Synthesis: Summary

Synthesis with respect to: Goal: Prioritas Komoditas Unggulan Peternakan

Overall Inconsistency = ,01

Sapi ,191

Kambing ,160

Babi ,309

Ay am ,184

Itik ,156

Synthesis with respect to: Agroekosistem(Goal: Pr ior itas Komoditas > Agroekosistem (L: 0,540))

Overall Inconsistency = ,01

Sapi ,233

Kambing ,186

Babi ,393

Ay am Buras ,110

Itik ,078

Synthesis with respect to: Ekonomi(Goal: Pr ior itas Komoditas > Ekonomi (L: 0,297))

Overall Inconsistency = ,01

Sapi ,125

Kambing ,103

Babi ,295

Ay am Buras ,260

Itik ,216

Synthesis with respect to: Daya Dukung(Goal: Pr ior itas Komoditas > Day a Dukung (L: 0,163))

Overall Inconsistency = ,00

Sapi ,179

Kambing ,169

Babi ,151

Ay am Buras ,251

Itik ,251

Page 107: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

87

Lampiran 6 Rata-rata produksi tanaman pangan Papua Barat (ton)

No Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012

1 Padi 28.205 39.537 36.986 34.255 29.305

2 Jagung 2.429 1.711 1.583 1.930 1.925

3 Ubi Kayu 17.734 23.073 12.228 25.114 20.440

4 Ubi Jalar 18.701 15.340 10.599 10.557 10.409

5 Kacang tanah 1.762 978 750 518 625

6 Kedelai 1.360 1.740 1.206 670 393

Jumlah 70.191 82.379 63.352 73.044 63.097

Lampiran 7 Rata-rata produksi tanaman hortikultura Papua Barat (ton)

No Jenis tanaman 2008 2009 2010 2011 2012 1 Kubis 1.385 965 1.088 977 309 2 Sawi 2.360 3.164 3.982 3.751 1.691

3 Kacang panjang 3.174 6.160 7.021 6.773 5.357

4 Cabai besar 2.151 2.794 4.911 4.302 2.613 5 Tomat 2.556 6.278 7.300 5.369 1.898 6 Terong 1.484 4.670 4.064 2.774 1.852 7 Buncis 945 2.722 2.310 2.260 716 8 Ketimun 1.823 2.631 2.432 2.932 1.354 9 Kangkung 2.599 5.373 9.809 6.433 3.159

10 Bayam 1.177 1.944 2.729 2.654 1.230

Jumlah 19.654 36.701 45.646 38.225 20.179

Lampiran 8 Rata-rata produksi tanaman perkebunan Papua Barat (ton)

No Jenis Tanaman 2008 2009 2010 2011 2012 1 Kelapa 6.277 6.277 8.689 4.900 14.627 2 Kelapa Sawit 24.616 63.233 64.684 17.116 45.358 3 Kakao 2.737 2.934 4.665 4.563 6.571 4 Pala 1.749 1.749 1.921 1.921 255

Jumlah 35.379 74.193 79.959 28.500 66.811

Page 108: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

88

Lampiran 9 Rata-rata populasi peternakan Papua Barat (ekor)

No Jenis Ternak 2008 2009 2010 2011 2012 1 Sapi 35.297 36.081 37.093 41.464 49.812 2 Kambing 12.259 13.786 15.113 16.810 17.319 3 Babi 43.678 53.706 62.882 76.420 88.255 4 Ayam - 725.107 789.768 895.136 1.018.571 5 Itik - 13.026 15.052 17.822 19.693 Jumlah Populasi 91.234 841.706 919.908 1.047.652 1.193.650

Lampiran 10 Rata-rata produksi tanaman pangan nasional (ton)

No Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012 1 Padi 60.325.925 64.398.890 66.469.394 65.756.904 69.016.126 2 Jagung 16.317.252 17.629.748 18.327.636 17.643.250 19.387.022 3 Ubi Kayu 21.756.991 22.039.145 23.918.118 24.044.025 24.177.372 4 Ubi Jalar 1.881.761 2.057.913 2.051.046 2.196.033 2.483.460

5 Kacang tanah

770.054 777.888 779.228 691.289 712.857

6 Kedelai 775.710 974.512 970.031 851.286 843.153 Jumlah 101.827.693 107.878.096 112.515.453 111.182.787 116.619.990

Lampiran 11 Rata-rata produksi tanaman perkebunan nasional (ton)

No Jenis Tanaman 2008 2009 2010 2011 2012

1 Kelapa 2.757.817 2.773.191 2.725.360 2.769.328 2.720.275

2 Kelapa Sawit 13.490.432 15.428.537 17.841.458 19.407.454 19.856.977

3 Kakao 800.345 817.629 836.702 935.342 902.800 4 Pala 10.279 8.197 9.318 11.493 11.647

Jumlah 17.058.873 19.027.554 21.412.838 23.123.617 23.491.699

Page 109: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

89

Lampiran 12 Rata-rata produksi tanaman hortikultura nasional (ton)

No Jenis tanaman 2008 2009 2010 2011 2012 1 Kubis 132.370 1.358.113 1.385.044 1.363.741 1.450.046 2 Sawi 565.636 562.838 583.770 580.969 594.934

3 Kacang panjang 455.524 483.797 489.449 458.307 455.615

4 Cabai 1.153.060 1.328.727 1.328.864 1.903.229 1.656.615 5 Tomat 725.973 853.061 891.616 954.046 893.504 6 Terong 427.166 451.564 482.305 519.481 518.827 7 Buncis 266.551 290.993 336.494 334.659 322.145 8 Ketimun 540.122 583.139 547.141 521.535 511.525 9 Kangkung 323.757 3.600.992 350.879 355.466 320.144

10 Bayam 163.817 173.750 152.334 160.513 155.118

Jumlah 4.753.976 9.686.974 6.547.896 7.151.946 6.878.473

Lampiran 13 Rata-rata populasi peternakan nasional (ton)

No Jenis Ternak 2008 2009 2010 2011 2012

1 Sapi 12.889.251 13.406.486 14.247.754 15.666.073 16.913.421 2 Kambing 15.291.024 15.996.778 16.817.071 17.081.661 18.672.742 3 Babi 6.819.308 6.937.786 7.461.918 7.408.453 7.835.882 4 Ayam 249.963.499 261.173.531 257.544.104 274.564.429 290.455.201 5 Itik 40.675.995 44.301.805 43.487.520 44.356.543 46.312.661 Jumlah Populasi 325.639.077 341.816.386 339.558.367 359.077.159 380.189.907

Lampiran 14 Nilai LQ tanaman pangan

No Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012 Keterangan 1 Padi 0,68 0,80 0,99 0,79 0,78 Non Basis 2 Jagung 0,22 0,13 0,15 0,17 0,18 Non Basis 3 Ubi Kayu 1,18 1,37 0,91 0,67 1,56 Basis 4 Ubi Jalar 14,42 9,76 9,18 7,32 7,75 Basis

5 Kacang tanah 3,32 1,65 1,71 1,14 1,62 Basis

6 Kedelai 2,54 2,34 2,21 1,20 0,86 Basis

Page 110: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

90

Lampiran 15 Nilai LQ tanaman hortikultura

No Jenis tanaman 2008 2009 2010 2011 2012 Keterangan 1 Kubis 2,53 0,19 0,11 0,13 0,07 Non Basis 2 Sawi 1,01 1,48 0,98 1,21 0,97 Basis 3 Kacang panjang 1,69 3,36 2,06 2,77 4,01 Basis 4 Cabai besar 0,45 0,56 0,53 0,42 0,54 Non Basis 5 Tomat 0,85 1,94 1,17 1,05 0,72 Basis 6 Terong 0,84 2,73 1,21 1,00 1,22 Basis 7 Buncis 0,86 2,47 0,98 1,26 0,76 Basis 8 Ketimun 0,82 1,19 0,64 1,05 0,90 Non Basis 9 Kangkung 1,94 0,39 4,01 3,39 3,36 Basis

10 Bayam 1,74 2,95 2,57 3,09 2,70 Basis

Lampiran 16 Nilai LQ tanaman perkebunan

No Jenis Tanaman 2008 2009 2010 2011 2012 Keterangan

1 Kelapa 1,097 0,580 0,854 1,436 1,891 Basis 2 Kelapa Sawit 0,880 1,051 0,971 0,716 0,803 Non Basis 3 Kakao 1,649 0,920 1,493 3,958 2,559 Basis 4 Pala 82,043 54,721 55,209 135,614 7,698 Basis

Lampiran 17 Nilai LQ peternakan

No Jenis Ternak 2008 2009 2010 2011 2012 Keterangan

1 Sapi 9,77 1,09 0,96 0,91 0,94 Non Basis 2 Kambing 2,86 0,35 0,33 0,34 0,30 Non Basis 3 Babi 22,86 3,14 3,11 3,54 3,59 Basis 4 Ayam 0,00 1,13 1,13 1,12 1,12 Non Basis 5 Itik 0,00 0,12 0,13 0,14 0,14 Non Basis

Lampiran 18 Produktivitas tanaman pangan Papua Barat dan Nasional (Ton/Ha)

No Komoditas Rata-rata Nasional Selisih 1 Padi 2,71 5 2,29 2 Jagung 1,62 3,46 1,84 3 Ubi Kayu 11,03 11,74 0,71 4 Ubi Jalar 10,09 11,91 1,82 5 Kacang tanah 0,9 1 0,1 6 Kedelai 0,87 1,37 0,5

Page 111: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

91

Lampiran 19 Produktivitas tanaman hortikultura Papua Barat dan Nasional (Ton/Ha)

No Jenis tanaman Rata-rata Nasional Selisih 1 Kubis 4,52 21,09 16,57 2 Kacang panjang 5,85 5,74 -0,11 3 Cabai 10,05 11,95 1,9 4 Tomat 8,64 15,18 6,54 5 Terong 8,23 9,53 1,3 6 Buncis 5,25 9,61 4,36 7 Ketimun 6,74 9,87 3,13 8 Sayuran 13,31 19,92 6,61

Lampiran 20 Produktivitas tanaman perkebunan Papua Barat dan Nasional (Ton/Ha)

No Jenis Tanaman Rata-rata Nasional Selisih 1 Kelapa 0,71 1,16 0,45 2 Kelapa Sawit 2,74 3,53 0,79 3 Kakao 0,48 0,83 0,35 4 Pala 0,2 0,3 0,1

Lampiran 21 Produktivitas peternakan Papua Barat dan Nasional

No Jenis Ternak Rata-rata Nasional Selisih 1 Sapi 0,648342 0,230732 0,41761 2 Kambing 0,570147 0,170904 0,399243 3 Babi 0,427615 0,151591 0,276024 4 Ayam 4,11936 1,068866 3,050494 5 Itik 3,762681 0,337811 3,42487

Lampiran 22 Analisis trend produksi tanaman pangan menurut kabupaten di Papua Barat

No Kabupaten Padi Jagung Ubi Kayu

Ubi Jalar

Kacang tanah Kedelai

1 Fakfak 1,722 0,239 0,895 -0,165 1,000 -0,333 2 Kaimana -0,940 0,295 -0,550 -0,670 -0,868 -1,000 3 Teluk Wondama 0,532 1,759 1,211 0,579 -0,295 -0,354 4 Teluk Bintuni 3,199 0,095 0,586 -0,155 -0,525 -0,270 5 Manokwari 0,026 -0,760 -0,541 -0,733 -0,794 -0,858 6 Sorong Selatan 10,047 4,467 7,296 0,645 0,333 1,600 7 Sorong -0,290 0,049 0,722 0,174 -0,645 -0,435 8 Raja Ampat 1,279 -0,249 2,081 -0,139 -0,756 -0,231 9 Kota Sorong 0,000 2,091 2,366 0,485 -1,000 0,000

Rata-rata 1,731 0,887 1,563 0,002 -0,394 -0,209

Page 112: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

92

Lampiran 23 Analisis trend produksi tanaman hortikultura menurut kabupaten di Papua Barat

No Kabupaten Kubis Kacang panjang Tomat Terong Buncis Ketimun Cabai Sayuran

1 Fakfak -0,7 7,1 30,8 48,0 5,9 4,6 11,4 30,3 2 Kaimana -0,7 1,1 -0,9 -0,9 -0,9 -0,7 -1,9 -2,4

3 Teluk Wondama -0,6 0,6 -0,5 -0,3 -0,4 -0,8 0,1 -1,4

4 Teluk Bintuni -0,8 1,1 1,5 0,7 -1,0 0,3 0,0 3,7

5 Manokwari -0,9 -0,1 -0,8 -0,3 -0,6 -0,7 2,9 -1,8

6 Sorong Selatan 0,0 -0,3 0,3 0,0 -0,9 -0,8 -0,5 -1,9

7 Sorong -0,4 1,0 1,0 0,5 1,1 -0,6 0,6 -1,1 8 Raja Ampat 0,0 8,5 8,3 7,3 0,0 0,0 8,2 11,9

9 Kota Sorong -1,0 0,3 0,9 1,0 0,8 4,4 21,8 16,3

Rata-rata -0,6 2,1 4,5 6,2 0,5 0,7 4,7 6,0 Lampiran 24 Analisis trend produksi tanaman perkebunan menurut

kabupaten di Papua Barat

No Kabupaten Kelapa Kelapa Sawit Kakao Pala

1 Fakfak -0,607 0,000 1,056 -0,835 2 Kaimana -0,002 0,000 2,860 -1,000 3 Teluk Wondama -0,942 0,000 -0,454 -0,824 4 Teluk Bintuni 0,267 0,000 0,429 0,000 5 Manokwari 0,308 1,993 1,423 -0,987 6 Sorong Selatan -0,851 0,000 3,013 0,000 7 Sorong 0,043 0,000 0,636 -0,520 8 Raja Ampat 9,553 0,000 0,033 0,000 9 Kota Sorong 0,000 0,000 0,000 0,000

Rata-rata 0,863 1,993 0,999 -0,463 Lampiran 25 Analisis trend populasi peternakan menurut kabupaten di

Papua Barat

No Kabupaten Sapi Kambing Babi Ayam Buras Itik

1 Fakfak 12,307 0,278 0,783 0,521 0,512 2 Kaimana 11,585 0,130 -0,062 -0,618 0,456

3 Teluk Wondama 0,320 0,324 0,603 0,515 0,574

4 Teluk Bintuni 6,513 0,285 0,859 0,523 0,512 5 Manokwari 55,007 0,297 0,726 0,493 0,512 6 Sorong Selatan 0,000 0,293 0,764 0,548 0,527 7 Sorong 173,620 0,245 0,763 0,548 0,511 8 Raja Ampat 11,370 1,819 0,755 0,499 0,515 9 Kota Sorong 0,000 0,287 0,764 0,436 0,513

Rata-rata 30,080 0,440 0,662 0,385 0,515

Page 113: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

93

Lampiran 26 Analisis pendapatan dan R/C rasio padi

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Investasi 1 Hand Sprayer 1 Unit 500.000 500.000 2 Parang 2 Unit 60.000 120.000 3 Cangkul 2 Unit 100.000 200.000

Jumlah B Biaya Oprasional 1 Tenaga Kerja a. Pengolahan Tanah 84 HOK 50.000 4.200.000

b. Pesemaian dan Penanaman 21 HOK 30.000 630.000

c. Pemeliharaan 21 HOK 30.000 630.000

d. Panen dan pasca panen 60 HOK 50.000 3.000.000

Jumlah 8.460.000 2 Sarana Produksi a. Benih 50 Kg 6.000 300.000

b. Urea 400 Kg 3.500 1.400.000

c. TSP 100 Kg 4.000 400.000

d. KCL 100 Kg 5.500 550.000

e. Pestisida 2 Liter 100.000 200.000

Jumlah 2.850.000 C Biaya Tetap a. Penyusutan/Musim 1 Ha 106.000 106.000

b. Sewa alat/Musim 1 Unit 700.000 700.000

Jumlah 806.000 D TOTAL BIAYA 12.116.000 E Penerimaan 3.500 Kg 7.000 24.500.000 F Pendapatan 12.384.000 G R/C Ratio 1,022119511

Page 114: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

94

Lampiran 27 Analisis pendapatan dan R/C rasio jagung

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Investasi 1 Hand Sprayer 1 Unit 550.000 550.000 2 Parang 2 Unit 50.000 100.000 3 Cangkul 2 Unit 75.000 150.000

Jumlah B Biaya Oprasional 1 Tenaga Kerja a. Pengolahan Tanah 28 HOK 40.000 1.120.000

b. Pesemaian dan Penanaman 2,8 HOK 30.000 84.000

c. Pemeliharaan 8,4 HOK 30.000 252.000

d. Panen dan pasca panen 14 HOK 30.000 420.000

Jumlah 1.876.000 2 Sarana Produksi a. Benih 5 Kg 100.000 500.000

b. TSP 100 Kg 4.000 400.000

c. KCL 100 Kg 5.500 550.000

d. Pestisida 4 Liter 100.000 400.000

Jumlah 1.850.000 C Biaya Tetap a. Penyusutan/Musim 1 Ha 80.000 80.000

b. Sewa alat/Musim 1 Unit 700.000 700.000

Jumlah 780.000 D TOTAL BIAYA 4.506.000 E Penerimaan 1.600 Kg 5.000 8.000.000 F Pendapatan 3.494.000 G R/C Ratio 0,7754106

Page 115: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

95

Lampiran 28 Analisis pendapatan dan R/C rasio ubi kayu

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Investasi 1 Parang 2 Unit 50.000 100.000 2 Cangkul 2 Unit 75.000 150.000

Jumlah B Biaya Oprasional 1 Tenaga Kerja a. Pengolahan Tanah 28 HOK 40.000 1.120.000

b. Pesemaian dan Penanaman 2,8 HOK 30.000 84.000

c. Pemeliharaan 4,2 HOK 20.000 84.000

d. Panen dan pasca panen 4 HOK 40.000 160.000

Jumlah 1.448.000 2 Sarana Produksi a. Bibit 800 Stek 100 80.000

b. TSP 0 0 0

c. KCL 0 0 0

d. Pestisida 5 Liter 100.000 500.000

Jumlah 580.000 C Biaya Tetap a. Penyusutan/Musim 1 Ha 25.000 25.000

b. Sewa Lahan/Musim 1 Ha 1.000.000 1.000.000

Jumlah 1.025.000 D TOTAL BIAYA 3.053.000 E Penerimaan 11.200 Kg 500 5.600.000 F Pendapatan 2.547.000

R/C Ratio 0,83426138

Page 116: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

96

Lampiran 29 Analisis pendapatan dan R/C rasio ubi jalar

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Investasi 1 Parang 2 Unit 50.000 100.000 2 Cangkul 2 Unit 75.000 150.000

Jumlah B Biaya Oprasional 1 Tenaga Kerja a. Pengolahan Tanah 28 HOK 40.000 1.120.000

b. Pesemaian dan Penanaman 2,8 HOK 30.000 84.000

c. Pemeliharaan 4,2 HOK 20.000 84.000

d. Panen dan pasca panen 4 HOK 40.000 160.000

Jumlah 1.448.000 2 Sarana Produksi a. Bibit 800 Stek 100 80.000

b. TSP 0 0 0

c. KCL 0 0 0

d. Pestisida 5 Liter 100.000 500.000

Jumlah 580.000 C Biaya Tetap a. Penyusutan/Musim 1 Ha 25.000 25.000

b. Sewa Lahan/Musim 1 Ha 1.000.000 1.000.000

Jumlah 1.025.000 D TOTAL BIAYA 3.053.000 E Penerimaan 10.000 Kg 700 7.000.000 F Pendapatan 3.947.000 G R/C Ratio 1,29282673

Page 117: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

97

Lampiran 30 Analisis pendapatan dan R/C rasio kedelai

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Investasi 1 Hand Sprayer 1 Unit 500.000 500.000 2 Parang 2 Unit 60.000 120.000 3 Cangkul 2 Unit 100.000 200.000

Jumlah 820.000 B Biaya Oprasional 1 Tenaga Kerja a. Pengolahan Tanah 25 HOK 40.000 1.000.000

b. Pesemaian dan Penanaman 15 HOK 20.000 300.000

c. Pemeliharaan 33,6 HOK 20.000 672.000

d. Panen dan pasca panen 50 HOK 40.000 2.000.000

Jumlah 3.972.000 2 Sarana Produksi a. Benih 500 Kg 7.000 3.500.000

b. Urea 0 0 0 0

c. TSP 0 0 0 0

d. KCL 100 Kg 5.500 550.000

e. Pestisida 2 Liter 100.000 200.000

Jumlah 4.250.000 C Biaya Tetap a. Penyusutan/Musim 1 Ha 106.000 106.000

b. Sewa lahan/Musim 1 Unit 700.000 700.000

Jumlah 806.000 D TOTAL BIAYA 9.028.000 E Penerimaan 1.500 Kg 7.000 10.500.000 F Pendapatan 1.472.000

R/C Ratio 0,163048294

Page 118: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

98

Lampiran 31 Analisis pendapatan dan R/C rasio kacang tanah

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Investasi 1 Hand Sprayer 1 Unit 500.000 500.000 2 Parang 2 Unit 60.000 120.000 3 Cangkul 2 Unit 100.000 200.000

Jumlah 820.000 B Biaya Oprasional 1 Tenaga Kerja a. Pengolahan Tanah 20 HOK 40.000 800.000

b. Pesemaian dan Penanaman 12 HOK 20.000 240.000

c. Pemeliharaan 67,2 HOK 20.000 1.344.000

d. Panen dan pasca panen 12 HOK 40.000 480.000

Jumlah 2.864.000 2 Sarana Produksi a. Benih 500 Kg 7.000 3.500.000

b. Urea 0 0 - -

c. TSP 0 0 - -

d. KCL 100 Kg 5.500 550.000

e. Pestisida 2 Liter 100.000 200.000

Jumlah 4.250.000 C Biaya Tetap a. Penyusutan/Musim 1 Ha 106.000 106.000

b. Sewa lahan/Musim 1 Unit 700.000 700.000

Jumlah 806.000 D TOTAL BIAYA 7.920.000 E Penerimaan 1.000 Kg 25.000 25.000.000 F Pendapatan 17.080.000

R/C Ratio 2,15

Page 119: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

99

Lampiran 32 Analisis pendapatan dan R/C rasio sayuran

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Investasi 1 Hand Sprayer 1 unit 300.000 300.000 2 Sabit 2 unit 30.000 60.000 3 Cangkul 1 unit 100.000 100.000 4 Parang 2 unit 60.000 120.000

Jumlah B Biaya Oprasional 1 Tenaga Kerja a. Pengolahan Tanah 25 HOK 50.000 1.250.000

b. Pesemaian dan Penanaman 10 HOK 30.000 300.000

c. Pemeliharaan 10 HOK 20.000 200.000

d. Panen dan pasca panen 10 HOK 30.000 300.000 2 Sarana Produksi a. Bibit 3,2 bks 20.000 64.000

b. Pus K 50 Kg 2.300 115.000

d. Pestisida 4 liter 35.000 140.000

Jumlah 319.000 C Biaya Tetap a. Penyusutan/Musim 16.000

b. Sewa alat/Musim Jumlah

D TOTAL BIAYA 2.385.000 E Penerimaan 3.500 Kg 3.000 10.500.000 F Pendapatan 8.115.000

R/C Rasio 3,402515723

Page 120: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

100

Lampiran 33 Analisis pendapatan dan B/C rasio Pala

Biaya investasi kebun pala di Kabupaten Fak-fak dengan luas 1 Ha

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai 1 Hand Sprayer 1 Unit 350.000 350.000 2 Cangkul 5 Unit 70.000 350.000 3 Parang 5 Unit 50.000 250.000 4 Lainnya 1 Unit 50.000 50.000

Jumlah

1.000.000

Biaya pembukaan lahan pala No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Tenaga Kerja

1 Pembukaan Lahan 70 HOK 30.000 2.100.000 2 Pengolahan Lahan 35 HOK 30.000 1.050.000 3 Penanaman 15 HOK 20.000 300.000

Jumlah

3.450.000

B Bahan 1 Bibit 1.000 Batang 1.000 1.000.000

2 Urea 100 Kg 3.500 350.000 3 TSP 50 Kg 4.000 200.000 4 KCL 50 Kg 3.500 175.000 5 NTK 50 Kg 2.500 125.000 6 Pestisida 1 Liter 50.000 50.000

Jumlah

1.900.000

Jumlah Biaya Tahun ke-0

5.350.000 Biaya pemeliharaan kebun pala seluas 1 Ha tahun ke-1 No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Biaya Variabel 1 Tenaga Kerja 24 HOK 20.000 480.000 2 Urea 50 Kg 3.500 175.000 3 TSP 25 Kg 4.000 100.000 4 KCL 25 Kg 3.500 87.500 6 Pestisida 1 Liter 50.000 50.000

892.500 B Biaya Tetap 1 Penyusutan 52.000

Jumlah Biaya Pemeliharaan Tahun ke-1 944.500

Page 121: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

101

Biaya pemeliharaan kebun pala seluas 1 Ha tahun ke-2 sampai tahun ke-5 No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Biaya Variabel 1 Tenaga Kerja 24 HOK 20.000 480.000 2 Urea 50 Kg 3.500 175.000 3 TSP 25 Kg 4.000 100.000 4 KCL 25 Kg 3.500 87.500

842.500 B Biaya Tetap 1 Penyusutan 52.000

Jumlah Pemeliharaan Tahun ke-2 sampai tahun ke-5 894.500

Biaya pemeliharaan kebun pala seluas 1 Ha tahun ke-6 sampai tahun ke-10

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Biaya Variabel 1 Tenaga Kerja 24 HOK 20.000 480.000 2 Urea 100 Kg 3.500 350.000

830.000 B Biaya Tetap 1 Penyusutan 52.000

Jumlah Pemeliharaan Tahun ke-6 sampai tahun ke-10 882.000

Biaya pemeliharaan kebun pala seluas 1 Ha tahun ke-7 sampai tahun ke-15

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Biaya Variabel 1 Tenaga Kerja 24 HOK 20.000 480.000 2 Urea 50 Kg 3.500 175.000

655.000 B Biaya Tetap 1 Penyusutan 52.000

Page 122: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

102

Analisis finansial perkebunan pala rakyat di Kabupaten Fak-fak pada lahan seluas 1 Ha tahun 0 – 4

Analisis finansial perkebunan pala rakyat di Kabupaten Fak-fak pada lahan seluas 1 Ha tahun 5 - 9 No Uraian Tahun

5 6 7 8 9 A Penerimaan 1 Produksi (Kg) 300 300 320 320 350 2 Harga (Rp) 115.000 115.000 115.000 115.000 115.000 3 Penerimaan 34.500.000 34.500.000 36.800.000 36.800.000 40.250.000 B Biaya 1 Biaya

Investasi 0 0 0 0 0

2 Biaya Pemeliharaan 894.500 882.000 882.000 882.000 882.000

3 Jumlah Biaya 894.500 882.000 882.000 882.000 882.000

C Pendapatan Kotor 33.605.500 33.618.000 35.918.000 35.918.000 39.368.000

D Biaya Bunga (12%) 4.032.660 4.034.160 4.310.160 4.310.160 4.724.160

E Pendapatan Setelah Bunga 29.572.840 29.583.840 31.607.840 31.607.840 34.643.840

No Uraian Tahun

0 1 2 3 4 A Penerimaan 1 Produksi (Kg) 0 0 0 100 120 2 Harga (Rp) 115.000 115.000 115.000 115.000 115.000 3 Penerimaan 0 0 0 11.500.000 13.800.000 B Biaya 1 Biaya Investasi 1.000.000 0 0 0 0

2 Biaya Pemeliharaan 5.350.000 944.500 894.500 894.500 894.500

3 Jumlah Biaya 6.350.000 944.500 894.500 894.500 894.500

C Pendapatan Kotor (6.350.000) (944.500) (894.500) 10.605.500 12.905.500

D Biaya Bunga (12%) (762.000) (113.340) (107.340) 1.272.660 1.548.660

E Pendapatan Setelah Bunga (5.588.000) (831.160) (787.160) 9.332.840 11.356.840

Page 123: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

103

Analisis finansial perkebunan pala rakyat di Kabupaten Fak-fak pada lahan seluas 1 Ha tahun 10 - 13 No Uraian Tahun

10 11 12 13 A Penerimaan 1 Produksi (Kg) 350 430 430 450 2 Harga (Rp) 115.000 115.000 115.000 115.000 3 Penerimaan 40.250.000 49.450.000 49.450.000 51.750.000 B Biaya 1 Biaya Investasi 0 1.000.000 0 0 2 Biaya Pemeliharaan 882.000 707.000 707.000 707.000 3 Jumlah Biaya 882.000 1.707.000 707.000 707.000 C Pendapatan Kotor 39.368.000 47.743.000 48.743.000 51.043.000 D Biaya Bunga (12%) 4.724.160 5.729.160 5.849.160 6.125.160

E Pendapatan Setelah Bunga 34.643.840 42.013.840 42.893.840 44.917.840

B/C Rasio 21,68337544

Lampiran 34 Analisis pendapatan dan B/C rasio kelapa sawit

Biaya investasi kebun kelapa sawit di Kabupaten Manokwari dengan luas 1 Ha

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai 1 Hand Sprayer 2 Unit 350.000 700.000 2 Cangkul 10 Unit 70.000 700.000 3 Parang 10 Unit 50.000 500.000 4 Lainnya 2 Unit 50.000 100.000

Jumlah

2.000.000

Biaya pembukaan lahan kelapa sawit No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Tenaga Kerja 1 Pembukaan Lahan 1 Ha 5000000 5.000.000 2 Pengolahan Lahan 35 HOK 30000 1.050.000 3 Penanaman 15 HOK 20000 300.000

Jumlah 6.350.000 B Bahan 1 Bibit 600 Batang 3.000 1.800.000 2 Urea 100 Kg 3.500 350.000 3 TSP 50 Kg 4.000 200.000 4 KCL 50 Kg 3.500 175.000 5 NTK 50 Kg 2.500 125.000 6 Pestisida 1 Liter 50.000 50.000

Jumlah 2.700.000 Jumlah Biaya Tahun ke-0 9.050.000

Page 124: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

104

Biaya pemeliharaan kebun kelapa sawit seluas 1 Ha tahun ke-2 sampai tahun ke-5

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Biaya Variabel 1 Tenaga Kerja 120 HOK 20.000 2.400.000 2 Urea 100 Kg 3.500 350.000 3 TSP 50 Kg 4.000 200.000 4 KCL 50 Kg 3.500 175.000

3.125.000 B Biaya Tetap 1 Penyusutan 200.000

Jumlah Pemeliharaan Tahun ke-2 sampai tahun ke-5 3.325.000 Biaya pemeliharaan kebun kelapa sawit seluas 1 Ha tahun ke-6 sampai tahun ke-10

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Biaya Variabel

1 Tenaga Kerja 110 HOK 20.000 2.200.000 2 Urea 100 Kg 3.500 350.000 3 TSP 50 Kg 4.000 200.000 4 KCL 50 Kg 3.500 175.000

2.925.000

B Biaya Tetap

1 Penyusutan

200.000

Jumlah Pemeliharaan Tahun ke-6 sampai tahun ke-10 3.125.000

Biaya pemeliharaan kebun kelapa sawit seluas 1 Ha tahun ke-1

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Biaya Variabel 1 Tenaga Kerja 162 HOK 20.000 3.240.000 2 Urea 100 Kg 3.500 350.000 3 TSP 50 Kg 4.000 200.000 4 KCL 50 Kg 3.500 175.000 6 Pestisida 1 Liter 50.000 50.000

4.015.000 B Biaya Tetap 1 Penyusutan 200.000

Jumlah Biaya Pemeliharaan Tahun ke-1 4.215.000

Page 125: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

105

Biaya pemeliharaan kebun kalapa sawit seluas 1 Ha tahun ke-11 sampai tahun ke-15

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Biaya Variabel

1 Tenaga Kerja 98 HOK 30.000 2.940.000 2 Urea 100 Kg 3.500 350.000 3 TSP 50 Kg 4.000 200.000 4 KCL 50 Kg 3.500 175.000

3.665.000

B Biaya Tetap

1 Penyusutan

200.000

Jumlah Pemeliharaan Tahun ke-11 sampai tahun ke-15 3.865.000

Biaya pemeliharaan kebun kelapa sawit seluas 1 Ha tahun ke-16 sampai tahun ke-17

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Biaya Variabel

1 Tenaga Kerja 94 HOK 30.000 2.820.000 2 Urea 100 Kg 3.500 350.000 3 TSP 50 Kg 4.000 200.000 4 KCL 50 Kg 3.500 175.000

3.545.000

B Biaya Tetap 1 Penyusutan

200.000

Jumlah Pemeliharaan Tahun ke-16 sampai tahun ke-17 3.745.000

Analisis finansial perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Manokwari pada lahan seluas 1 Ha tahun ke 0 - 1 No Uraian Tahun

0 1 2 3 4

A Penerimaan 1 Produksi (Kg) 0 0 0 0 0 2 Harga (Rp) 350 350 350 350 350 3 Penerimaan 0 0 0 0 0 B Biaya 1 Biaya Investasi 2.000.000 0 0 0 0 2 Biaya Pemeliharaan 9.050.000 4.125.000 3.325.000 3.325.000 3.325.000 3 Jumlah Biaya 11.050.000 4.125.000 3.325.000 3.325.000 3.325.000 C Pendapatan Kotor (11.050.000) (4.125.000) (3.325.000) (3.325.000) (3.325.000) D Biaya Bunga (12%) (1.326.000) (495.000) (399.000) (399.000) (399.000)

E Pendapatan Setelah Bunga (9.724.000) (3.630.000) (2.926.000) (2.926.000) (2.926.000)

Page 126: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

106

Analisis finansial perkebunan kelapa sawit rakyat pada lahan seluas 1 Ha tahun ke 5 - 9 No Uraian Tahun

5 6 7 8 9 A Penerimaan 1 Produksi (Kg) 0 0 0 10.000 10.000 2 Harga (Rp) 350 350 350 600 600 3 Penerimaan 0 0 0 6.000.000 6.000.000 B Biaya 1 Biaya Investasi 0 0 0 0 0 2 Biaya Pemeliharaan 3.325.000 3.125.000 3.125.000 3.125.000 3.125.000 3 Jumlah Biaya 3.325.000 3.125.000 3.125.000 3.125.000 3.125.000 C Pendapatan Kotor (3.325.000) (3.125.000) (3.125.000) 2.875.000 2.875.000 D Biaya Bunga (12%) (399.000) (375.000) (375.000) 345.000 345.000 E Pendapatan Setelah Bunga (2.926.000) (2.750.000) (2.750.000) 2.530.000 2.530.000

Analisis finansial perkebunan kelapa sawit rakyat pada lahan seluas 1 Ha tahun ke 10 - 14

No Uraian Tahun

10 11 12 13 14 A Penerimaan 1 Produksi (Kg) 10.500 10.500 11.700 11.700 11.700 2 Harga (Rp) 600 600 600 600 600 3 Penerimaan 6.300.000 6.300.000 7.020.000 7.020.000 7.020.000 B Biaya 1 Biaya Investasi 0 2.000.000 0 2 Biaya Pemeliharaan 3.125.000 3.865.000 3.865.000 3.865.000 3.865.000 3 Jumlah Biaya 3.125.000 5.865.000 3.865.000 3.865.000 3.865.000 C Pendapatan Kotor 3.175.000 435.000 3.155.000 3.155.000 3.155.000 D Biaya Bunga (12%) 381.000 52.200 378.600 378.600 378.600 E Pendapatan Setelah Bunga 2.794.000 382.800 2.776.400 2.776.400 2.776.400

Analisis finansial perkebunan kelapa sawit rakyat pada lahan seluas 1 Ha tahun ke 15 - 17

No Uraian Tahun

15 16 17 A Penerimaan 1 Produksi (Kg) 11.800 11.800 11.800 2 Harga (Rp) 600 600 600 3 Penerimaan 7.080.000 7.080.000 7.080.000 B Biaya 1 Biaya Investasi 0 0 0 2 Biaya Pemeliharaan 3.865.000 3.865.000 3.865.000 3 Jumlah Biaya 3.865.000 3.865.000 3.865.000 C Pendapatan Kotor 3.215.000 3.215.000 3.215.000 D Biaya Bunga (12%) 385.800 385.800 385.800 E Pendapatan Setelah Bunga 2.829.200 2.829.200 2.829.200

B/C rasio 1,393604833

Page 127: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

107

Lampiran 35 Analisis pendapatan dan B/C rasio kakao

Biaya investasi kebun kakao di Kabupaten Manokwari dengan luas 1 Ha

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai 1 Hand Sprayer 2 Unit 250.000 500.000 2 Cangkul 10 Unit 60.000 600.000 3 Parang 10 Unit 30.000 300.000 4 Garpu 10 Unit 30.000 300.000 5 Lainnya 10 Unit 20.000 200.000

1.900.000

Biaya pembukaan lahan kakao No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Tenaga Kerja 1 Pembukaan Lahan 1 Ha 2.000.000 2.000.000 2 Pengolahan Lahan 35 HOK 20.000 700.000 3 Penanaman 35 HOK 20.000 700.000

Jumlah 3.400.000 B Bahan 1 Bibit 2000 Batang 1.000 2.000.000 2 Urea 100 Kg 1.500 150.000 3 TSP 50 Kg 2.500 125.000 4 KCL 50 Kg 1.500 75.000 5 NTK 50 Kg 1.000 50.000 6 Pestisida 1 Liter 30.000 30.000

Jumlah 2.430.000 Jumlah Biaya Tahun ke-0 5.830.000

Biaya pemeliharaan kebun kakao seluas 1 Ha Tahun ke-1 No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Biaya Variabel 1 Tenaga Kerja 72 HOK 30.000 2.160.000 2 Urea 100 Kg 1.500 150.000 3 TSP 50 Kg 2.500 125.000 4 KCL 50 Kg 1.500 75.000 5 NTK 50 Kg 1.000 50.000 6 Pestisida 1 Liter 30.000 30.000

Jumlah 2.590.000 B Biaya Tetap 1 Penyusutan 190.000 Jumlah Biaya Pemeliharaan Tahun ke-1 2.780.000

Page 128: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

108

Biaya pemeliharaan kebun kakao seluas 1 Ha tahun ke-2 sampai tahun ke-5

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Biaya Variabel 1 Tenaga Kerja 72 HOK 30.000 2.160.000 2 Urea 100 Kg 1.500 150.000 3 TSP 50 Kg 2.500 125.000 4 KCL 50 Kg 1.500 75.000 5 NTK 50 Kg 1.000 50.000 6 Pestisida 1 Liter 30.000 30.000

Jumlah 2.590.000 B Biaya Tetap 1 Penyusutan 190.000 Jumlah Pemeliharaan Tahun ke-2 sampai tahun ke-5 2.780.000

Biaya pemeliharaan kebun kakao seluas 1 Ha tahun ke-6 sampai tahun ke-10 No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Biaya Variabel 1 Tenaga Kerja 48 HOK 30.000 1.440.000 2 Urea 100 Kg 3.500 350.000 3 TSP 50 Kg 4.000 200.000 4 KCL 50 Kg 3.500 175.000 5 NTK 50 Kg 2.500 125.000 6 Pestisida 1 Liter 50.000 50.000

2.340.000 B Biaya Tetap 1 Penyusutan 190.000 Jumlah Pemeliharaan Tahun ke-6 sampai tahun ke-10 2.530.000

Biaya pemeliharaan kebun kakao seluas 1 Ha tahun ke-11 sampai tahun ke-18

No Uraian Volume Satuan Rp/Satuan Nilai A Biaya Variabel 1 Tenaga Kerja 32 HOK 30.000 960.000 2 Urea 100 Kg 3.500 350.000 3 TSP 50 Kg 4.000 200.000 4 KCL 50 Kg 3.500 175.000 5 NTK 50 Kg 2.500 125.000 6 Pestisida 1 Liter 50.000 50.000

1.860.000 B Biaya Tetap 1 Penyusutan 190.000 Jumlah Pemeliharaan Tahun ke-11 sampai tahun ke-18 2.050.000

Page 129: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

109

Analisis finansial perkebunan kakao rakyat pada lahan seluas 1 Ha tahun 0 - 3 No Uraian Tahun

0 1 2 3 A Penerimaan 1 Produksi (Kg) 0 0 0 30 2 Harga (Rp) 18.000 18.000 18.000 18.000 3 Penerimaan - - - 540.000 B Biaya 1 Biaya Investasi 1.900.000 0 0 0 2 Biaya Pemeliharaan 5.830.000 2.780.000 2.780.000 2.780.000 3 Jumlah Biaya 7.730.000 2.780.000 2.780.000 2.780.000 C Pendapatan Kotor (7.730.000) (2.780.000) (2.780.000) (2.240.000) D Biaya Bunga (12%) 927.600 333.600 (333.600) (268.800)

E Pendapatan Setelah Bunga (8.657.600) (3.113.600) (2.446.400) (1.971.200)

Analisis finansial perkebunan kakao rakyat pada lahan seluas 1 Ha tahun 4 - 7 No Uraian Tahun

4 5 6 7 A Penerimaan 1 Produksi (Kg) 200 300 480 450 2 Harga (Rp) 18.000 18.000 18.000 18.000 3 Penerimaan 3.600.000 5.400.000 8.640.000 8.100.000 B Biaya 1 Biaya Investasi 0 0 0 - 2 Biaya Pemeliharaan 2.780.000 2.780.000 2.530.000 2.530.000 3 Jumlah Biaya 2.780.000 2.780.000 2.530.000 2.530.000 C Pendapatan Kotor 820.000 2.620.000 6.110.000 5.570.000 D Biaya Bunga (12%) 98.400 314.400 733.200 668.400 E Pendapatan Setelah Bunga 721.600 2.305.600 5.376.800 4.901.600

Analisis finansial perkebunan kakao rakyat pada lahan seluas 1 Ha tahun 8 - 11 No Uraian Tahun

8 9 10 11 A Penerimaan 1 Produksi (Kg) 450 480 480 500 2 Harga (Rp) 18.000 18.000 18.000 18.000 3 Penerimaan 8.100.000 8.640.000 8.640.000 9.000.000 B Biaya 1 Biaya Investasi - - - 3.700.000 2 Biaya Pemeliharaan 2.530.000 2.530.000 2.530.000 2.700.000 3 Jumlah Biaya 2.530.000 2.530.000 2.530.000 6.400.000 C Pendapatan Kotor 5.570.000 6.110.000 6.110.000 2.600.000 D Biaya Bunga (12%) 668.400 733.200 733.200 312.000 E Pendapatan Setelah Bunga 4.901.600 5.376.800 5.376.800 2.288.000

Page 130: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

110

Analisis finansial perkebunan kakao rakyat pada lahan seluas 1 Ha tahun ke 12 - 15 No Uraian Tahun

12 13 14 15 A Penerimaan 1 Produksi (Kg) 500 530 530 530 2 Harga (Rp) 18.000 18.000 18.000 18.000 3 Penerimaan 9.000.000 9.540.000 9.540.000 9.540.000 B Biaya 1 Biaya Investasi - - 0 0 2 Biaya Pemeliharaan 2.700.000 2.700.000 2.050.000 2.050.000 3 Jumlah Biaya 2.700.000 2.700.000 2.050.000 2.050.000 C Pendapatan Kotor 6.300.000 6.840.000 7.490.000 7.490.000 D Biaya Bunga (12%) 756.000 820.800 898.800 898.800 E Pendapatan Setelah Bunga 5.544.000 6.019.200 6.591.200 6.591.200

Analisis finansial perkebunan kakao rakyat pada lahan seluas 1 Ha tahun ke 16 - 18

No Uraian Tahun

16 17 18 A Penerimaan 1 Produksi (Kg) 590 580 580 2 Harga (Rp) 18.000 18.000 18.000 3 Penerimaan 10.620.000 10.440.000 10.440.000 B Biaya 1 Biaya Investasi 0 0 0 2 Biaya Pemeliharaan 2.050.000 2.050.000 2.050.000 3 Jumlah Biaya 2.050.000 2.050.000 2.050.000 C Pendapatan Kotor 8.570.000 8.390.000 8.390.000 D Biaya Bunga (12%) 1.028.400 1.006.800 1.006.800 E Pendapatan Setelah Bunga 7.541.600 7.383.200 7.383.200

B/C Rasio 2,303923309

Page 131: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

111

Lampiran 36 Analisis finansial peternakan sapi untuk 5 ekor dalam 1 tahun di Provinsi Papua Barat

No Uraian Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) A Biaya 1 Bibit Sapi 5 Ekor 8.000.000 40.000.000 2 Rumput 25 Kg 100 2.500 3 Singkong 30 Kg 350 10.500 4 Obat-obatan 5 ml 20.000 100.000 5 Kandang 5 ekor 100.000 500.000 6 Listrik 12 bulan 20.000 240.000 7 Tenaga Kerja 14 HOK 20.000 280.000

Total Biaya 41.133.000 B Penerimaan Anak Sapi 3 ekor 5.000.000 15.000.000

Nilai Bibit 5 ekor 8.000.000 40.000.000

Kotoran sapi 400 sak 3.000 1.200.000

Total Penerimaan 56.200.000 C Pendapatan 15.067.000 D R/C rasio 0,366299565

Lampiran 37 Analisis finansial peternakan kambing untuk 5 ekor dalam 1 tahun di Provinsi Papua Barat

No Uraian Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp)

A Biaya 1 Bibit Kambing 5 Ekor 2.000.000 10.000.000 2 Tenaga Kerja 14 HOK 20.000 280.000 3 Obat-obatan 15 ml 20.000 300.000

4 Penyusutan Kandang 300.000 300.000

5 Pakang (Rumput) 10 Kg 100 1.000 6 Listrik 12 bulan 20.000 240.000 7 Transportasi 150.000 150.000

Total Biaya 11.271.000 B Penerimaan 1 Harga Jual

Kambing 5 Ekor 3.000.000 15.000.000

2 Anak Kambing 2 Ekor 2.000.000 4.000.000 3 Kotoran 300 Zak 2.000 600.000 4 Total Penerimaan 19.600.000 C Pendapatan 8.329.000 D R/C rasio 0,73897613

Page 132: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

112

Lampiran 38 Analisis finansial peternakan babi untuk 5 ekor dalam 1 tahun di Provinsi Papua Barat

No Uraian Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) A Biaya 1 Bibit Babi 5 Ekor 2.000.000 10.000.000 2 Tenaga Kerja 14 HOK 20.000 280.000 3 Pakan a. Batang Keladi 1.000 Kg 200 200.000

b. Makanan sisa 500 Kg 100 50.000

10.530.000 B Penerimaan Harga Jual Babi 5 Ekor 8.000.000 40.000.000

C Pendapatan 29.470.000

D R/C Rasio 2,79867047

Lampiran 39 Analisis finansial peternakan itik untuk 500 ekor di Provinsi Papua Barat

No Uraian Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) A Biaya Investasi 1 Bangunan Kandang 5 unit 200.000 1.000.000 2 Tungku Penghangat 5 unit 60.000 300.000 3 Tempat Pakan Ternak 50 unit 17.000 850.000 4 Tempat Minum Ternak 50 unit 17.000 850.000 5 Bibit 500 Ekor 35.000 17.500.000

Total Investasi 20.500.000 B Biaya Produksi 1 Penyusutan per Bulan 536.111 2 Tenaga Kerja 35 HOK 30.000 1.050.000 3 Pakan 3.650 Kg 2.000 7.300.000 4 Obat-obatan 250 lt 500 125.000 5 Listrik 20.000 20.000

Total Biaya per bulan 9.031.111 C Penerimaan 1 Telur 9.600 butir 2.500 24.000.000 D Pendapatan 14.968.889 F R/C rasio 1,65748031

Page 133: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

113

Lampiran 40 Analisis finansial peternakan ayam untuk 1000 ekor di Provinsi Papua Barat

No Uraian Jumlah Satuan Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) A Biaya Investasi 1 Bangunan Kandang 1 unit 20.000.000 20.000.000 2 Tungku Penghangat 6 unit 60.000 360.000 3 Tandon Air 2 unit 750.000 1.500.000 4 Pompa air 2 unit 1.500.000 3.000.000 5 Sumur 1 unit 3.000.000 3.000.000 6 Tempat Pakan Ternak 100 unit 17.000 1.700.000

7 Tempat Minum Ternak 100 unit 17.000 1.700.000

8 Ember 20 unit 20.000 400.000

Total Biaya Investasi 31.660.000 B Biaya Produksi 1 Tenaga Kerja 35 HOK 30.000 1.050.000 2 DOK 1.200 ekor 8.000 9.600.000 3 Pakan Ternak 4.500 Kg 2.000 9.000.000 4 Obat-obatan 500 Lt 500 250.000 5 Sekam 100 Karung 1.000 100.000

Total Biaya Produksi 20.000.000 C Biaya Tetap 1 Tunjangan tenaga

Kerja 500.000

2 Pemeliharaan alat 700.000 3 Pemeliharaan Kandang 1.000.000 4 Listri 850.000 5 PBB 920.000

Total Biaya Tetap 3.970.000 D Penerimaan Harga Jual Ayam 1000 ekor 60.000 60.000.000 E Pendapatan 29.698.000 F R/C 1,4849

Page 134: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

114

Lampiran 41 Analisis perdagangan tanaman pangan (ton) No Kabupaten Padi Jagung Ubi Kayu

Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor 1 Fakfak 0 359,405 0 4.481,584 0 0 2 Kaimana 0 6.347,685 0 3.001,94 0 0

3 Teluk Wondama 0 3.544,055 0 1.612,106 0 0

4 Teluk Bintuni 0 4.912,79 0 1.726,57 0 0 5 Manokwari 5254 5.300,78 7930,32 0 0 0 6 Sorong Selatan 0 4.946,495 0 4.273,142 0 0 7 Sorong 0 1.861,88 626,312 0 0 0 8 Raja Ampat 0 4.624,325 0 1.858,64 0 0 9 Kota Sorong 0 26.950,05 0 12.769,29 0 0

Total 5.254 58.847,47 8.556,632 29.723,27 0 0 Analisis perdagangan tanaman pangan (ton) No Kabupaten Ubi Jalar Kacang tanah Kedelai

Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor 1 Fakfak 0 0 0 219,0524 0 561,644 2 Kaimana 0 0 0 132,559 0 374,69 3 Teluk Wondama 0 0 0 30,1191 0 176,521 4 Teluk Bintuni 0 0 0 84,6395 0 392,245 5 Manokwari 0 0 0 275,7033 0 835,623 6 Sorong Selatan 0 0 0 158,8737 0 545,847 7 Sorong 0 0 0 284,8768 0 825,808 8 Raja Ampat 0 0 0 118,454 0 355,94 9 Kota Sorong 0 0 0 671,7762 0 1553,02

Total 0 0 0 1976,054 0 5621,338

Lampiran 42 Analisis perdagangan tanaman hortikultura (ton)

No Kabupaten Kubis

Kacang Panjang Tomat

Terong

Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor 1 Fakfak 0 10,18 0 3,33 0 46,46 0 96,20 2 Kaimana 0 5,57 0 1,53 0 27,68 0 58,86

3 Teluk Wondama 0 2,33 0 0,35 142,29 0 239,89 0

4 Teluk Bintuni 0 6,66 0 0,77 202,69 0 131,64 0 5 Manokwari 0 26,67 0 1,08 2877,32 0 1189,49 0 6 Sorong Selatan 0 8,20 0 0,35 0,00 47,66 0 113,90 7 Sorong 0 14,06 0 1,18 275,74 0 97,50 0 8 Raja Ampat 0 6,53 0 0,83 25,50 0 0 28,14 9 Kota Sorong 0 26,61 0 0,29 0 120,01 0 207,64

Total 0 106,80 0 9,70 3523,54 241,81 1658,52 504,74

Page 135: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

115

Analisis perdagangan taaman hortikultura (ton) No Kabupaten Buncis Ketimun Cabai Sayuran Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor

1 Fakfak 3,07 0 0 38,85 0 88,40 0 457,06 2 Kaimana 0 15,99 0 56,70 0 37,60 0 235,37 3 Teluk Wondama 115,02 0 170,39 0 29,43 0 327,12 0 4 Teluk Bintuni 47,67 0 157,52 0 198,93 0 233,97 0 5 Manokwari 945,06 0 612,20 0 1192,86 0 1722,49 0 6 Sorong Selatan 19,19 0 37,63 0 0 153,08 0 219,31 7 Sorong 152,42 0 290,62 0 234,70 0 490,22 0 8 Raja Ampat 0 32,65 11,08 0 0 1,02 0 157,33 9 Kota Sorong 0 23,40 0 35,53 0 349,91 1937,12 0

Total 1282,43 72,04 1279,45 131,09 1655,92 630,01 4710,93 1069,06

Lampiran 43 Analisis perdagangan tanaman perkebunan (ton)

No Kabupaten Kelapa Kelapa Sawit Kakao Pala

Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor 1 Fakfak 13,78 0 0 64,8 0 1116,06 0 2 Kaimana 55,94 0 0 218 0 250,04 0

3 Teluk Wondama 9,84 0 0 236,4 0 23,18 0

4 Teluk Bintuni 4,05 0 0 152,4 0 3,23 0

5 Manokwari 74,76 0 58767,5 0 1505 0 30,21 0

6 Sorong Selatan 18,12 0 0 251 0 3,42 0

7 Sorong 69,82 0 0 458 0 16,34 0 8 Raja Ampat 154,86 0 0 966,2 0 0,57 0 9 Kota Sorong 6,53 0 0 7 0 0 0

Total 407,7 58767,5 3858,8 1443,05 0

Page 136: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

116

Lampiran 44 Analisis perdagangan peternakan (ekor)

No Kabupaten Sapi Kamping Babi Ayam

Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor Ekspor Impor 1 Fakfak 0 150 0 137 0 0 0 0 2 Kaimana 0 41 0 200 0 0 0 0

3 Teluk Wondama 0 150 0 0 0 0 0 0

4 Teluk Bintuni 0 150 0 0 0 0 0 1125

5 Manokwari 0 300 0 137 0 100 0 272150

6 Sorong Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Sorong 0 100 0 0 0 0 0 215540 8 Raja Ampat 0 100 0 150 0 0 0 0

9 Kota Sorong 0 0 0 0 0 0 0 538670

Total 0 991 0 624 0 100 0 1027485

Lampiran 45 Jumlah industri pengolahan

Sektor Komoditi

Jumlah industri pengolahan

Jumlah Industri pendukung

Jumlah Pemasok bahan baku

Pabrik pengolahan

Lembaga pemasaran

Lembaga penelitian

Pangan Padi 27 55 7 1 90

Jagung 27 16 10 1 54

Ubi Kayu 0 23 10 1 34

Ubi Jalar 0 23 10 1 34

Kacang Tanah 6 3 11 1 21

Kedelai 27 30 11 1 69 Perkebunan Kelapa 0 25 0 0 25

Kelapa Sawit 1 1 1 1 4

Kakao 1 1 2 1 5

Pala 0 4 5 0 9 Hortikultura Kubis 27 0 11 1 39

Kacang panjang 27 0 11 1 39

Cabai 27 0 11 1 39

Tomat 27 0 11 1 39

Terong 27 0 11 1 39

Buncis 27 0 11 1 39

Ketimun 27 0 11 1 39

Sayuran 27 0 11 1 39 Peternakan Sapi 0 4 3 1 8

Kambing 0 4 0 1 5

Babi 0 0 0 0 0

Ayam 8 23 0 11 42

Itik 0 0 0 1 1

Page 137: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

117

Lampiran 46 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian tahun 2011 (jiwa)

No Kabupaten Pangan Perkebunan Hortikultura Peternakan Perikanan 1 Fakfak 4.778 12.741 3.185 1.593 9.556 2 Kaimana 9.556 3.584 2.389 1.195 7.167 3 Teluk Wondama 6.371 2.389 1.593 796 4.778 4 Teluk Bintuni 11.148 4.181 2.787 1.394 8.361 5 Manokwari 46.187 17.320 11.547 5.773 34.641 6 Sorong Selatan 17.519 6.570 4.380 2.190 13.140 7 Sorong 43.002 16.126 10.750 5.375 32.251 8 Raja Ampat 7.963 2.986 1.991 995 5.973 9 Kota Sorong 4.778 1.792 1.195 597 3.584

Total 151.304 67.688 39.817 19.908 119.450

Lampiran 47 Rata-rata skor penilaian daya dukung pengembangan sektor agribisnis di Papua Barat

Skor Aspek yang Dievaluasi

Subsektor Subsistem Modal Pasar Teknologi Public Service

Kordinasi Integrasi

Kebijakan dan

Peraturan

Pertanian Tanaman Pangan

Agribisnis Hulu 2,00 2,50 2,75 2,25 2,50 2,00 Agribisnis Usahatani 1,20 2,00 1,80 2,00 1,80 2,40 Agribisnis Hilir 1,80 2,60 1,40 2,00 2,40 2,20 Jasa Penunjang 1,20 2,20 1,60 3,00 2,00 2,00 Rata-Rata Subsistem 1,55 2,33 1,89 2,31 2,18 2,15

Pertanian Tanaman

Perkebunan

Agribisnis Hulu 3,00 2,50 3,00 3,00 2,00 2,00 Agribisnis Usahatani 2,25 2,00 1,75 1,50 1,50 2,00 Agribisnis Hilir 1,75 1,75 2,25 1,50 1,25 1,25 Jasa Penunjang 1,50 2,25 2,75 3,00 2,00 2,00 Rata-Rata Subsistem 2,13 2,13 2,44 2,25 1,69 1,81

Pertanian Tanaman

Hortikultura

Agribisnis Hulu 2,00 2,50 2,75 2,25 2,50 2,00 Agribisnis Usahatani 1,14 2,57 2,71 2,00 2,14 2,29 Agribisnis Hilir 1,37 3,00 1,00 2,00 2,00 1,75 Jasa Penunjang 2,00 3,00 1,00 3,00 2,00 2,00 Rata-Rata Subsistem 1,63 2,77 1,87 2,31 2,16 2,01

Peternakan

Agribisnis Hulu 2,33 2,00 3,00 2,33 2,33 2,00 Agribisnis Usahatani 1,75 2,75 2,25 1,50 1,25 2,25 Agribisnis Hilir 2,25 2,50 1,50 1,25 1,75 2,00 Jasa Penunjang 1,50 1,50 1,75 3,00 2,00 2,00 Rata-Rata Subsistem 1,96 2,19 2,13 2,02 1,83 2,06

Lampiran 48 Rata-rata jarak tempuh lokasi pedesaan terhadap kota

No Kabupaten Rata-rata jarak Harga bensin Transpotasi

Page 138: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

118

tempuh (Rp) (Rp) 1 Fakfak 59,47 6.500 386.555 2 Kaimana 92,52 7.000 647.640 3 Teluk Wondama 55,84 10.000 558.400 4 Teluk Bintuni 177,51 7.000 1.242.570 5 Manokwari 83,26 6.500 541.190 6 Sorong Selatan 104,08 7.000 728.560 7 Sorong 86,8 6.500 564.200 8 Raja Ampat 251,98 8.000 2.015.840 9 Kota Sorong 50,12 6.500 325.780

Lampiran 49 Luas potensi wilayah pengembangan pertanian di Provinsi Papua Barat

Kabupaten/Kota Areal Pengembangan Pertanian (ha)

Tanaman Pangan/Horti Ternak Kebun Jumlah

Fak Fak 139.025 4.634 405.491 553.784 Kaimana 243.294 25.488 44.025 312.807 Teluk Wondama 23.171 0 23.171 46.342 Teluk Bintuni 602.443 0 180.733 783.176 Manokwari 60.244 0 85.732 145.977 Sorong Selatan 354.515 0 122.806 477.321 Kota /Sorong 259.514 2.317 192.318 454.150 Raja Ampat 9.268 0 11.585 20.854 Jumlah 1.691.476 32.439 1.065.861 2.794.411

Lampiran 50 Kesesuaian wilayah (ketinggian) Provinsi Papua Barat

No Kabupaten 0-100 >100-500 >500-1000 >1000 Total

1 Fakfak 529.108,6 237.954,8 109.706,5 22.808,9 899.578,9 2 Kaimana 714.543,6 592.455,9 460.891,1 104.611,6 1.872.502,1

3 Teluk Wondama 64.231,3 155.046,1 29.803,7 16.571,6 265.652,7

4 Teluk Bintuni 1.175.827 594.939,1 60.601,1 185.481,1 2.016.848,0 5 Manokwari 118.830,4 304.015,0 364.864,5 743.362,7 1.531.072,6 6 Sorong Selatan 639.303,8 477.973,7 61.386,1 8.940,3 1.187.604,0 7 Sorong 489.453,9 406.245,5 192.000,4 86.448,0 1.174.147,8 8 Raja Ampat 361.133,1 396.611,4 28.170,1 563,8 786.478,5 9 Kota Sorong 16.483,6 19.216,9 - - 35.700,5

Lampiran 51 Rata-rata produksi tanaman pangan menurut kabupaten

Page 139: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

119

No Kabupaten Padi Ubi Jalar Kacang tanah 1 Fakfak 335,4 813 46,6 2 Kaimana 166,2 1147,2 34,4 3 Teluk Wondama 132,4 741,2 61,8 4 Teluk Bintuni 2403,4 1443,4 133 5 Manokwari 21017,2 5308,8 414,8 6 Sorong Selatan 358,6 614,8 85,2 7 Sorong 8005 1672,2 104,8 8 Raja Ampat 1239,4 715 44,8 9 Kota Sorong 0 665,6 1,2

Lampiran 52 Rata-rata produksi tanaman hortikultura menurut kabupaten

No Kabupaten Kacang panjang Cabai besar

Cabai rawit Tomat

1 Fakfak 828,6 54,6 70,2 81,6 2 Kaimana 144,8 20,4 76 52,8 3 Teluk Wondama 101,2 13 90,2 186,6 4 Teluk Bintuni 346,2 24,2 349,4 307,6 5 Manokwari 2924,4 938,8 807,6 3209,8 6 Sorong Selatan 49 11 31,8 70 7 Sorong 954,2 505,2 41,6 463,2 8 Raja Ampat 103,8 40,8 89,2 104,2 9 Kota Sorong 244,8 70,2 120 204,4

Lampiran 53 Rata-rata produksi tanaman perkebunan menurut kabupaten

No Kabupaten Kelapa Sawit Kakao Pala 1 Fakfak 0 64,8 1174,8 2 Kaimana 0 218 263,2 3 Teluk Wondama 0 236,4 24,4 4 Teluk Bintuni 0 152,4 3,4 5 Manokwari 18557,2 1505 31,8 6 Sorong Selatan 0 251 3,6 7 Sorong 0 458 17,2 8 Raja Ampat 0 966,2 0,6 9 Kota Sorong 0 7 0

Lampiran 54 Rata-rata populasi ternak menurut kabupaten

Page 140: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

120

No Kabupaten Sapi Babi Ayam 1 Fakfak 1.179,8 1.013,6 55.621 2 Kaimana 419 316,6 34.182,75 3 Teluk Wondama 214,6 675,4 42.596,75 4 Teluk Bintuni 456 1.694,6 57.091,5 5 Manokwari 15.614,8 34.908,8 253.901,75 6 Sorong Selatan 643,2 997,4 60.951,5 7 Sorong 9874 1.648,2 197.680,75 8 Raja Ampat 635,4 249,6 57.037,5 9 Kota Sorong 827,2 5670 98.082

Page 141: PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN ... · dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah

121

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manokwari pada tanggal 3 September 1988 sebagai

anak kedua dari lima bersaudara pasangan H. Mataji dan Hj. Purwanti. Pendidikan formal diawal di TK Yapis II Amban Manokwari, kemudian melanjutkan studi di SD N 02 Amban Manokwari pada tahun 1994. Pada tahun 2000 penulis melanjutkan studi di SMPN 01 Manokwari. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Negeri 01 Manokwari pada tahun 2006. Pada tahun yang sama diterima pada Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua (UNIPA) dan memperoleh gelar sarjana pada tahun 2010.

Pada tahun 2011 penulis bekerja sebagai tenaga honorer di Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat, dan berhenti di tahun 2012 untuk melanjutkan kuliah di SPs Institut Pertanian Bogor Jurusan Magister Sains Agribisnis, melalui Progran Beasiswa Unggulan DIKTI.