1 PENERIMAAN KELUARGA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA DI RS OMNI PULOMAS JAKARTA TIMUR TIM Ketua : Ulfah Nuraini karim, SKep, MKep NIDN 0318077602 Anggota : Dr. Aliana Dewi, SKp, MN NIDN 0330016902 Ns. Yoanita Hijriyati, SKep., M.Biomed NIDN 0326117902 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS BINAWAN JAKARTA 2020 ABSTRACT
Text of PENERIMAAN KELUARGA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS …
KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA
TIM
Ns. Yoanita Hijriyati, SKep., M.Biomed NIDN 0326117902
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
keadaan dimana seseorang memiliki penghargaan yang tinggi pada
dirinya sendiri.
Indikator dari Penerimaan Keluarga diantaranya yaitu, Menghargai
diri sendiri,
penilaian yang realistik atas kemampuan diri sendiri, keyakinan
diri dan tanggung
jawab untuk diri sendiri. Tujuan penelitian untuk mengetahui
gambaran
Penerimaan Keluarga pada pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani
hemodialisis di RS Omni Pulomas Jakarta Timur. Metode penelitian
menggunakan
metode kualitatif eksploratif dengan pendekatan fenomenologi dengan
populasi 12
orang partisipan dengan metode purposive sampling. Pengumpulan data
dalam
penelitian ini melalui data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dengan
indepth interview (wawancara mendalam) kepada partisipan utama dan
Fokus
Group Discussion (FGD) kepada partisipan pendukung. Alat
pengambilan data
menggunakan skala Penerimaan Keluarga dari WHOQOL-BREF. Analisa
data
awal (prelimenary analysis) melalui teknik koding dengan
menggunakan Software
NVivo 12 Plus. Teknik analisis tematic (thematic analysis) dan
analisis
perbandingan (comparative cross analysis) data. Hasil Analisis Data
Tematik sub
tema : perasaan bahagia, potensi diri yang ada : Gambaran diri,
dengan pencapaian
penerimaan diri meningkat. sub tema bertanggung jawab yaitu : Peran
diri yang
mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan diri menurun.
Harapan
terhadap diri dengan pencapaian penerimaan diri meningkat. Di
sarankan dapat
menggali faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan keluarga pasien
gagal
ginjal yang menjalani hemodialisis melalui aspek lainnya.
Kata kunci: Penerimaan Keluarga, gagal ginjal kronik,
hemodialisis
3
Gagal Ginjal Kronis (CRF) merupakan penyakit yang ireversibel dan
gagal
ginjal progresif, tindakan hemodialisis telah terbukti paling
efektif dalam
pengobatan, karena meningkatkan kelangsungan hidup yang lama,
menilai dan
mempertahankan kehidupan pasien dengan tingkat kepuasan yang
cukup
(Gerogianni, S, et al, 2014).
Insiden Gagal Ginjal Kronis global masih menjulang tinggi.
Berdasarkan
Institut Nasional Diabetes, Pencernaan dan Ginjal Penyakit, jumlah
Gagal
Ginjal Kronis pasien di AS pada akhir 2019 sebanyak 871.000 pasien
dan
hanya 570.000 pasien yang menjalani terapi hemodialisis atau
transplantasi
ginjal. Sedangkan menurut data tersebut, prevalensi Gagal Ginjal
Kronis di
Amerika Serikat pada tahun 2016 tercatat 1.901 per juta orang
(Sistem Data
Amerika Serikat, 2016). (Winata, L, et al, 2017).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit ginjal dan
saluran
kencing saluran berkontribusi pada beban global dengan sekitar
8.50.000
kematian setiap tahun dan 11,50 persen tahun hidup yang disesuaikan
dengan
kecacatan. Gagal Ginjal Kronis (CRF) adalah penyebab kematian ke-12
dan
penyebab ke-17 kecacatan. Peningkatan global Gagal Ginjal Kronis
(CRF)
didorong oleh global peningkatan diabetes melitus, hipertensi,
obesitas, dan
penuaan. Gagal Ginjal Kronis (CRF) dikaitkan dengan peningkatan
insiden
kematian kardiovaskular dan hilangnya penerimaan keluarga setiap
tahun yang
mengalami kecacatan. Gagal Ginjal Kronis (CRF) di India tidak bisa
dinilai
secara akurat. Perkiraan prevalensi Gagal Ginjal Kronis (CRF)
adalah 800 ribu
pasien dan kejadian Gagal Ginjal Kronis (CRF) meningkat adalah
150-200
ribu. (Thenmozhi P, 2018).
Berdasarkan Laporan dari Depkes RI (2019), jumlah kasus baru
pasien
Gagal Ginjal Kronis sebanyak 17.193 orang (Perhimpunan
Nefrologi
4
Indonesia, 2019). Penyakit Gagal Ginjal Kronis (CRF) merupakan
salah satu
penyakit kronis yang ada memiliki ancaman besar secara global
dan
peningkatan beban dalam perawatan kesehatan sistem dan
menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas dan menurun penerimaan
keluarga
(QOL). (Depkes RI , 2019)
kembali normal kondisi Berdasarkan Pedoman Praktik Klinis pada
Kecukupan
hemodialisis, kualitas hemodialisis antara lain dipengaruhi oleh
hemodialisis
yang merupakan dosis yang dianjurkan untuk mencapai hasil yang
memadai
sebagai manfaat dari proses hemodialisis yang dijalani oleh pasien
gagal ginjal
(Winata, L, et al, 2017).
Beberapa hasil studi menunjukkan pasien itu dengan penyakit ginjal
kronis
yang dialaminya hemodialisis memiliki penerimaan keluarga yang
lebih buruk
dibandingkan dengan orang pada umumnya (Bele et al, 2012; Pakpour
dkk,
2010; Ayoub dan Hijjazi, 2013).
Namun, perawatan ini memiliki sejumlah pembatasan dan
modifikasi,
yang memiliki berdampak merugikan pada penerimaan keluarga pasien.
Lebih
khusus lagi, hemodialisis mempengaruhi kesejahteraan profesional
psikologis
pasien, aspek sosial dan ekonomi sehingga mempengaruhi dampak
psikologis
(Winata, L, et al, 2017).
Dampak Psikologis yang paling sering dilaporkan adanya
kekhawatiran
pasien yang menjalani hemodialisis akibat adanya pembatasan makanan
dan
cairan, perubahan peran keluarga, masalah keuangan, perubahan
sosial dan
hubungan sosial keluarga dan masyarakat, sering dirawat di rumah
sakit,
batasan dalam peran, batasan waktu luang aktivitas,
peningkatan
ketergantungan pada mesin hemodialisis, tenaga medis dan
keluarga
lingkungan, ketidakpastian tentang kesembuhan, gangguan tidur,
kelelahan
fisik, masalah seksual, keterbatasan aktivitas fisik dan perubahan
penampilan
tubuh (Gerogianni, S, et al, 2014).
Terkait dengan Dampak Psikologis tersebut, maka pentingnya
Penyakit
Gagal Ginjal Kronis yang menjalani pengobatan Hemodialisis,
adanya
5
hemodialisis.
Hemodialisis merupakan pilihan utama dalam terapi GGK. Lebih dari
2
juta penduduk di dunia mendapatkan perawatan dengan dialisis
atau
transplantasi ginjal dan hanya sekitar 10% yang benar-benar
mengalami
perawatan tersebut. Sepuluh persen penduduk di dunia mengalami
Gagal
Ginjal Kronis dan jutaan meninggal setiap tahun karena tidak
mempunyai
akses untuk pengobatan (Aulia, 2017).
Pasien yang menjalani hemodialisis mempersepsikan penerimaan diri
pada
tingkat rendah dengan kondisi fisik merasa kelelahan, kesakitan dan
sering
gelisah. Hal ini dikarenakan kurangnya kemauan penerimaan keluarga
secara
psikologis yang sudah mulai pasrah dengan keadaan penyakitnya. Pada
pasien
gagal ginjal kronik dalam memperbaiki penerimaan keluarga secara
psikologis
sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: usia, jenis
kelamin,
tingakat stadium Gagal Ginjal Kronis, frekuensi terapi
hemodialisis, dukungan
sosial. Faktor tersebut diharapkan pasien agar dapat beradaptasi
dan mengatasi
perubahan terhadap lingkungan sehingga menjadi sebuah kemampuan
koping.
Pasien Gagal Ginjal Kronis yang menjalani hemodialisis sering
dilaporkan
mengalami penurunan penerimaan diri, menurut Rahman et al (2013
dalam
Mulia, 2018) pada pasien GGK terdapat penurunan penerimaan diri
pasien baik
dari segi fisik, mental, sosial dan lingkungan. Beberapa
penelitian
menunjukkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis memiliki
penerimaan
diri yang buruk dan cenderung mengalami komplikasi seperti
depresi,
kekurangan gizi, dan peradangan. Banyak dari mereka menderita
gangguan
kognitif, seperti kehilangan memori, konsentrasi rendah, gangguan
fisik,
mental, dan sosial yang nantinya mengganggu aktifitas sehari –hari
(Mailani,
2015).
kronik yang menjalani hemodialisis menyatakan bahwa sebanyak 232
orang di
RSUP Dr. M. Djamil Padang penderita GGK harus menjalani
hemodialsis.
penerimaan keluarga pasien seharusnya menjadi perhatian penting
bagi para
professional kesehatan karena dapat menjadi acuan keberhasilan dari
suatu
6
intervesi/tindakan yang tepat bagi pasien (Supriyadi, 2011).
Pengukuran
mengenai penerimaan diri bagi pasien sangat diperlukan untuk
melihat sejauh
mana pengobatan yang dilakukan mempengaruhi kehidupan pasien
(Prastiwi,
2012).
terhadap penyakitnya sehingga seseorang tahu cara menjaga
kesehatan, serta
faktor ekonomi dimana hal ini menjadi kekhawatiran khusus terhadap
biaya
pengobatan. Aspek dominan pembentukan penerimaan keluarga
pasien
hemodialisis adalah aspek psikososial meliputi fisik, dukungan
psikologi dan
spiritualitas (Prastiwi, 2012). Dimana kesehatan fisik dapat
dinilai dari fungsi
fisik dan keterbatasan peran fisik tergantung bagaimana koping
individu
pasien. Aspek psikologi meliputi kesehatan mental yang dapat
dinilai dari
fungsi sosial dan keterbatasan peran emosional terhadap lingkungan,
dalam hal
ini dukungan keluarga sangt berperan (Supriyadi, dkk., 2011).
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal
16
Maret 2020 di dapatkan datah bahwa pasien Hemodialisis di Rumah
Sakit
OMNI Pulomas Jakarta Timur dalam 3 bulan terakhir yaitu
Juli-September
2019 terdapat 30 pasien. Berdasarkan hasil survei awal melalui
observasi yang
dilakukan peneliti dari 10 pasien yang menjalani hemodialisis 7
pasien
memiliki motivasi sangat tinggi dalam menjalani terapi hemodialisis
sesuai
dengan jadwal yang sudah ditentukan dan 3 pasien tidak ada
semangat
menjalani terapi hemodialisis. Oleh karena itu peneliti tertarik
melakukan
penelitian tentang “Penerimaan Keluarga Pasien Gagal Ginjal Kronik
(GGK)
Yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit OMNI Pulomas Jakarta
Timur”.
2. RUMUSAN MASALAH
tertarik untuk meneliti tentang “Bagaimana Penerimaan Keluarga
Pasien
Gagal Ginjal Kronik (GGK) Yang Menjalani Hemodialisis di Rumah
Sakit
OMNI Pulomas Pulomas Jakarta Timur”
7
(GGK) Yang Menjalani Hemodialisis di Rumah Sakit OMNI Pulomas
Jakarta Timur.
pekerjaan Keluarga pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis di Rumah Sakit OMNI Pulomas Pulomas Jakarta
Timur.
b. Mengetahui Penerimaan Keluarga Keluarga pasien Gagal Ginjal
Kronik
yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit OMNI Pulomas
Pulomas
Jakarta Timur.
berkenaan dengan Penerimaan Keluarga Keluarga pasien GGK yang
menjalani hemodialisis.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pihak RS sebagai acuan
untuk
meningkatkan pelayanan dalam meningkatkan Penerimaan Keluarga
Keluarga pasien GGK dalam menjalankan hemodialisis.
4.3. Bagi pasien dan keluarga
Dapat dijadikan sumber motivasi dalam meningkatkan Penerimaan
Keluarga
Keluarga pasien GGK yang menjalani hemodialisis.
4.4. Bagi Peneliti
tentang Penerimaan Keluarga Keluarga pasien gagal ginjal kronik
yang
menjalani hemodialisis.
2.1.1. Definisi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal
dalam
beberapa bulan atau tahun. penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai
kerusakan ginjal dan atau penurunan Glomerular Filtration Rate
(GFR) kurang
dari 60mL/min/1,73 m selama minimal 3 bulan (Kidney Disease
Improving
Global Outcomes, KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the
Evaluation
and Management) (Infodatin, 2017).
kegagalan dalam memelihara metabolisme keseimbangan cairan dan
elektrolit
sehingga berujung pada uremia atau azotemia (Smeltzer & Bare,
2013).
2.2. Etiologi Gagal Ginjal Kronis
Penyakit GGK dapat disebabkan oleh beberapa penyakit atau
kondisi
penyerta awal diantaranya adalah Glumerolunefritis, obstruksi pada
saluran
kemih, pielonefritis penyakit kistik ginjal, penyakit diabetes
mellitus,
hipertensi, sindrom lupus eritomatosis, infeksi vaskuler,
poliartritis, penyakit
vaskuler, gangguan jaringan penyambung, gangguan kongenital dan
herediter,
nefropati akibat toxic, nefropati akibat obstruksi dan
intoksifikasi obat,
terpajan oleh logam berat seperti timah dan katmium. (Black dan
Hawks,
2010).
Pada stadium awal GGK akan terjadi kerusakan pada nefron
ginjal
sebesar 10-30%, namun hal tersebut belum dirasakan oleh penderta
atau
bersifat asimtomatik dan belum berdampak terhadap penurunan laju
filtrasi
ginjal, karena fungsi ginjal masih dapat dijalankan oleh sisa
nefron yang belum
mengalami kerusakan. Kerusan laju nefron pada tahapan selanjutnya
terjadi
secara progresif sampai pada 70% sehingga manifestasi dari
kerusakan ginjal
8
melakukan filtrasi. Glomerulus filtration rate atau (GFR) menurun
hingga
sebesar 30% dan menyebabkan meningkatnya kadar ureum kreatinin
serum.
Manifestasi lainnya yang dapat muncul pada tahapan ini adalah
nokturia
fatigue, penurunan nafsu makan, peningkatan kadar kalium, natrium,
gangguan
pada system respirasi seperti sesak nafas dan nafas berbau ammonia,
gastritis
uremik, dan penurunan berat badan (Black dan Hawks, 2010).
Kerusakan nefron yang progresif pula menyebabkan penurunan
pada GFR sampe kurang dari 15%. Kondisi ini disibut dengan
tahapan
terminalis atau gagal ginjal stadium akhir. Pada tahapan ini gejala
yang berat
sangat mengganggu penderita dan dapat pula menyebabkan
komplikasi
terhadap organ lainnya seperti gagal ginjal kongestif, edema
anasarka,
penurunan tingkat kesadaran akibat sindrom uremia, anemia berat,
gagal nafas
akibat asidosis metabolic, sehingga pada tahapan ini penderita
memerlukan
pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy) diantaranya
adalah
hemodialisis peritoneal,dialisis dan transplantasi ginjal. (Price
& Wilson,
2010).
24
2.1.4. Tanda dan Gejala Gagal Ginjal Kronis
Gambaran klinis pada pasien dengan gagal ginjal kronik, yaitu
(Sudoyo dkk, 2014):
Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus,
infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperuremia, Lupus
Erimatosus Sistemik
(LES) dan lain sebagainya.
Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan,(volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium dan
klorida).
2.1.5. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap,
yaitu tindakan
konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal.
1) Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau
memperlambat
gangguan fungsi ginjal progresif, pengobatan antara lain :
a. Pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan,
b. Pencegahan dan pengobatan komplikasi; hipertensi, hiperkalemia,
anemia,
asidosis,
Adapun jenis obat pilihan yang dapat mengobati hiperuremia pada
penyakit
gagal ginjal lanjut adalah alopurinol. Efek kerja obat ini
mengurangi kadar
asam urat dengan menghambat biosintesis sebagai asam urat total
yang
dihasilkan oleh tubuh (Guyton & Hall, 2010).
3) Dialisis atau Hemodialisis
ginjal yang rusak dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan
mesin
hemodialisis, yang nantinya akan terjadi proses difusi, osmosis dan
ultrafiltrasi yang
bertujuan untuk mengeluarkan sisa metabolisme dalam tubuh.
Hemodialisis tidak
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu
mengimbangi
hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan
ginjal dan dampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap penerimaan keluarga
pasien. Pasien dengan
gagal ginjal kronik yang mendapatkan replacement therapy harus
menjalani terapi
dialisis sepanjang hidupnya atau biasanya tiga kali seminggu selama
paling sedikit 3
atau 4 jam per kali terapi atau sampai mendapat ginjal pengganti
atau baru melalui
operasi pencangkokan yang berhasil. (Yunanto, 2018)
2.1.6. Komplikasi Gagal Ginjal Kronis
Menurut Smeltzer & Bare (2013) Komplikasi gagal ginjal dapat
terjadi pada organ
lain dalam tubuh diantaranya adalah gangguan kardiovaskuler seperti
hipertensi,
gagal jantung kongertif, edema pulmoner dan perikarditis, gangguan
dermatologi
seperti gatal yang parah, gangguan gastrointestinal seperti
anoreksia, mual, muntah
dan cegukan, gangguan neuromuskuler seperti perubahan tingkat
kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang. Hipertensi pada
pasien gagal ginjal
adalah suatu penyakit penyerta yang terbanyak dengan presentase
44%, diabetes
mellitus 25%, penyakit saluran kencing 7%, penyakit saluran
pencernaan, keganasan
dan lain-lain 3%, hepatitis B dan penyakit serebrovaskuler 2%,
tuberkolosis dan
hepatitis C 1% (Indonesian Renal Registry, 2018).
2.2. Konsep Hemodialisis
2.2.1. Pengertian Hemodialisis
Hemodialisis berasal dari kata hemo = darah dan dialisa = pemisahan
zat-zat
terlarut. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialisis yang
digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika
secara akut atau
secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.
Terapi ini
26
26
dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan
membran
penyaring semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisis dapat
dilakukan pada saat
toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan untuk mencegah
kerusakan permanen
atau menyebabkan kematian. Tujuan dari hemodialisis adalah untuk
memindahkan
produk produk limbah yang terakumulasi dalam sirkulasi klien dan
dikeluarkan ke
dalam mesin dialisis. (Mutaqin & Kumala, 2011). Hemodialisis
adalah proses
pertukaran zat terlarut dan produk sisa tubuh. Zat sisa yang
menumpuk pada pasien
PGK ditarik dengan mekanisme difusi pasif membran semipermeabel.
Perpindahan
produk sisa metabolik berlangsung mengikuti penurunan gradien
konsentrasi dari
sirkulasi ke dalam dialisat. Dengan metode tersebut diharapkan
pengeluaran
albumin yang terjadi pada pasien PGK dapat diturunkan, gejala
uremia berkurang,
sehingga gambaran klinis pasien juga dapat membaik (Hurst,
2016).
2.2.2. Indikasi Hemodialisis
Hemodialisis diindikasikan pada pasien dalam keadaan akut yang
memerlukan
terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa
minggu) atau pasien
dengan gagal ginjal tahap akhir/kronik yang memerlukan terapi
jangka
panjang/permanen. Secara umum indikasi dilakukan hemodialisis pada
penderita
gagal ginjal adalah laju fitrasi glomerulus kurang dari 15
ml/menit, hiperkalemia,
kegagalan terapi konservatif, kadar ureum lebih dari 200 mg/dl,
kreatinin lebih dari
65 mEq/L, kelebihan cairan dan anuria berkepanjangan lebih dari 5
kali (Mutaqin &
Kumala, 2011).
2.2.3. Komponen Hemodialisis
Ada 3 komponen utama yang terlibat dalam proses hemodialisis, yaitu
alat
dialiser (ginjal buatan), cairan dialisat dan sistem penghantaran
darah. Dialiser
adalah alat dalam proses dialisis yang mampu mengalirkan darah dan
dialisat dalam
kompartemen-kompartemen di dalamnya dengan dibatasi membran
semipermeabel.
Dialisat adalah cairan yang digunakan untuk menarik limbah-limbah
tubuh dari
darah. Sementara sebagai buffer umumnya digunakan bikarbonat,
karena memiliki
27
27
resiko lebih kecil untuk menyebabkan hipotensi dibandingkan dengan
buffer
natrium. Kadar setiap zat di cairan dialisat juga perlu diatur
sesuai kebutuhan.
Sementara itu, air yang digunakan harus diproses agar tidak
menimbulkan resiko
kontaminasi (Hurst, 2016).
Sistem penghantaran darah dapat dibagi menjadi bagian di mesin
dialisis dan
akses dialisis di tubuh pasien. Bagi yang di mesin terdiri atas
pompa darah, sistem
pengaliran dialisat dan berbagai monitor. Sementara akses dialisis
di tubuh pasien
dibagi atas 2 bagian yaitu fistula dan graf/katerer. Prosedur yang
dimulai paling
efektif adalah dengan membuat suatu fistula dengan cara membuat
sambuangan
secara anastomis antara arteri dan vena. Salah satu prosedur yang
paling umum
adalah menyambungkan arteri radialis dengan vena cephalica yang
biasa disebut
fistula cimino-brechia (Suwitra, 2014).
Efektivitas hemodialisis dapat tercapai bila dilakukan 2-3 kali
dalam seminggu
selama 4-5 jam, atau paling sedikit 10-12 jam seminggu.
Hemodialisis di Indonesia
biasanya dilakukan 2 kali seminggu dengan lama hemodialisis 5 jam,
atau dilakukan
3 kali seminggu dengan lama hemodialisis 4 jam. Sebelum
hemodialisis dilakukan
pengkajian pradialis, dilanjutkan dengan menghubungkan pasien
dengan mesin
hemodialisis dengan memasang blood line dan jarum ke akses veskuler
pasien, yaitu
akses masuknya darah ke dalam tubuh. Arteio venous fistula adalah
akses vaskuler
yang direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman
bagi pasien.
Setelah blood line dan vaskuler terpasang, proses hemodialisis
dimulai. Saat dialisis
darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam dialiser (Hudak
dan Gallo, 2010).
Darah mulai mengalir dibantu pompa darah. Cairan normal saling
diletakkan
sebelum pompa darah untuk mengantisipasi adanya hipotensi
introdialis. Infus
heparin diletakkan sebelum atau sesudah pompa tergantung peralatan
yang
digunakan. Darah mengalir dari tubuh melalui akses arterial menuju
ke dialiser
sehingga terjadi pertukaran darah dan zat sisa. Darah harus dapat
keluar dan masuk
tubuh pasien dengan kecepatan 200-400 ml/menit (Hudak dan Gallo,
2010).
28
28
meninggalkan dialiser akan melewati detektor udara. Darah yang
sudah disaring
kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh melalui akses venosa.
Dialisis diakhiri
dengan menghentikan darah dari pasien, membuka selang normal salin
dan
membilas selang untuk mengembalikan darah dari pasien. Pada akhir
dialisis sisa
akhir metabolisme dikeluarkan. Keseimbangan elektrolit tercapai dan
buffer system
telah diperbarui (Hudak dan Gallo, 2010).
2.2.5. Komplikasi
Komplikasi dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu komplikasi yang
berhubungan
dengan prosedur dialisis dan komplikasi yang berhubungan dengan
penyakit ginjal.
Komplikasi yang berhubungan dengan prosedur dialisis antara lain;
hipotensi, sakit
kepala, mual muntah, demam, menggigil, kram otot, nyeri dada, dan
lain
sebagainya. Sedangkan komplikasi yang berhubungan dengan penyakit
ginjal antara
lain; penyakit jantung, anemia, mual, lelah, malnutrisi, gangguan
kulit, dan lain
sebagainya. (Suwitra, 2014).
2.3.1. Pengertian penerimaan diri
untuk dapat memiliki suatu pandangan positif mengenai siapa dirinya
yang
sebenar-benarnya, dan hal ini tidak dapat muncul dengan sendirinya,
melainkan
harus dikembangkan oleh individu.
bersedia untuk hidup dengan karakteristik tersebut.
Menurut Johnson (1993), penerimaan diri dipandang sebagai suatau
keadaan
dimana seseorang memiliki penghargaan yang tinggi pada dirinya
sendiri. Untuk
mencapai suatu konsep diri maka seseorang harus dapat menjalankan
penerimaan
29
29
atas dirinya. Jika seseorang memiliki konsep diri yang positif maka
ia akan memiliki
penerimaan diri yang positif, dan jika ia memiliki konsep diri yang
negatif maka ia
tidak akan memiliki penerimaan atas dirinya (Burns, 1993).
Menurut Dariyo (2007) penerimaan diri ialah suatu kemampuan
seorang
individu untuk dapat melakukan penerimaan terhadap keadaan diri
sendiri. Hasil
analisa, evaluasi atau penilaian terhadap diri sendiri akan
dijadikan dasar bagi
seorang individu untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam rangka
penerimaan
terhadap keberadaan diri sendiri.
Sikap penerimaan diri dapat dilakukan secara realistis, tetapi juga
dapat
dilakukan secara tidak realistis. Sikap penerimaan realistis
ditandai dengan
kemampuan memandang segi kelemahan-kelemahan maupun
keleihan-kelebihan
diri sendiri secara objektif
2.3.2. Ciri-ciri Penerimaan Diri
Individu dengan penerimaan diri yang baik adalah orang yang
memiliki
penghargaan yang realistik terhadap potensi diri, menghargai diri
sendiri dengan
segala kekurangan dan kelebihan tanpa memaksakan diri untuk menjadi
orang lain
yang bukan dirinya. Ciri-ciri seseorang yang menerima dirinya
dengan baik yang
dijelaskan oleh Jersild (1963) adalah sebagai berikut:
a. Menghargai diri sendiri
mengetahui seperti apa dirinya yang sesungguhnya. Seseorang yang
dapat
memahami dirinya sendiri secara rasional maka akan dapat menyukai
dirinya
dengan segala kekurangan dan kelebihannya.
b. Memiliki penilaian yang realistik atas kemampuan diri
sendiri.
30
30
menerima kelebihan dan kekurangannya. Individu dapat mengetahui
potensi
dirinya dan bebas untuk menggunakan dan mengembangkannya.
c. Memiliki keyakinan diri tanpa selalu mengikuti pendapat orang
lain
Seseorang yang tidak mudah goyah harga dirinya oleh pujian maupun
kritikan
orang lain akan memiliki rasa penerimaan diri yang besar tanpa
diperbudak oleh
pendapat orang lain. Individu akan mampu membuat berbagai keputusan
dengan
pertimbangannya sendiri serta bertanggung jawab atas keputusan
tersebut
d. Memiliki spontanitas dan tanggung jawab untuk diri
sendiri.
Mereka menerima kualitas kemanusiaan mereka tanpa mengutuk
diri
mereka sendiri untuk kondisi di luar kendali mereka. Mereka tidak
melihat diri
mereka sebagai orang-orang yang seharusnya berada di atas kemarahan
atau
ketakutan atau tanpa keinginan yang bertentangan, terbebas dari
kesalahan
manusia. Mereka merasa memiliki hak untuk memiliki gagasan,
aspirasi, dan
keinginan mereka sendiri.
Individu berbeda-beda dalam menerima dirinya dikarenakan
masing-masing
individu memiliki ideal self yang lebih tinggi dibandingkan real
self yang
dimilikinya. Apabila ideal self itu tidak bersifat realistis dan
sulit untuk diraih dalam
kehidupan yang nyata, maka hal itu akan menyebabkan frustasi dan
perasaan
kecewa (Hurlock, 1979).
terbentuknya penerimaan diri, yaitu:
a. Pemahaman Diri (Self-Understanding)
Pemahaman diri adalah persepsi tentang dirinya sendiri yang dibuat
secara jujur,
tidak berpura-pura dan bersifat realistis. Persepsi atas diri yang
ditandai dengan
keaslian (genuineness), tidak berpura pura tetapi apa adanya, tidak
berkhayal tetapi
nyata (benar adanya), tidak berbohong tetapi jujur, dan tidak
menyimpang.
31
31
Pemahaman diri bukan hanya terpaku pada mengenal atau mengakui
fakta tetapi
juga merasakan pentingnya fakta-fakta.
Harapan yang realistis muncul jika individu menentukan sendiri
harapannya yang
disesuaikan dengan pemahaman mengenai kemampuan dirinya, bukan
harapan
yang ditentukan oleh orang lain.Hal tersebut dikatakan realistis
jika individu
memahami segala kelebihan dan kekurangan dirinya dalam mencapai
harapan dan
tujuannya.
c. Tidak adanya Hambatan Lingkungan (Absence of Environmental
Obstacle)
Ketidakmampuan untuk meraih harapan realistis mungkin disebabkan
oleh adanya
berbagai hambatan dari lingkungan. Bila lingkungan sekitar tidak
memberikan
kesempatan atau bahkan malah menghambat individu untuk dapat
mengekspresikan
dirinya, maka penerimaan diri akan sulit untuk dicapai. Namun jika
lingkungan, dan
significant others turut memberikan dukungan, maka kondisi ini
dapat
mempermudah penerimaan diri seorang individu.
d. Sikap Sosial yang Menyenangkan (Favorable Social
Attitudes)
Tiga kondisi utama yang menghasilkan evaluasi positif terhadap diri
seseorang
antara lain, tidak adanya prasangka terhadap seseorang, adanya
penghargaan
terhadap kemampuan-kemampuan sosial, dan kesediaan individu
mengikuti tradisi
suatu kelompok sosial. Individu yang memiliki hal tersebut
diharapkan mampu
menerima dirinya.
e. Tidak Adanya Stress Emosional (Absence of Severe Emotional
Stress)
Ketiadaan gangguan stress yang berat akan membuat individu dapat
bekerja sebaik
mungkin, merasa bahagia, rileks, dan tidak bersikap negatif
terhadap dirinya.
Kondisi positif ini diharapkan membuat individu mampu melakukan
evaluasi diri
sehingga penerimaan diri yang memuaskan dapat tercapai.
f. Jumlah Keberhasilan (Preponderance of Successes)
Saat individu berhasil ataupun gagal, ia akan memperoleh penilaian
sosial dari
lingkungannya. Ketika seseorang memiliki aspirasi tinggi, maka ia
tidak akan
mudah terpengaruh oleh penilaian sosial tentang kesuksesan maupun
kegagalan.
32
32
Dia kemudian akan menjadi lebih mudah dalam menerima dirinya
sendiri terkait
dengan kondisi dimana ia telah terpuaskan dengan keberhasilan yang
telah
dicapainya tanpa memikirkan pendapat lingkungan sosial.
g. Identifikasi dengan orang yang memiliki penyesuaian diri yang
baik (Identification
with Well-Adjusted People)
Saat individu dapat mengidentifikasikan diri dengan orang yang
memiliki
penyesuaian diri yang baik, maka hal itu dapat membantu individu
untuk
mengembangkan sikap positif dan menumbuhkan penilaian diri yang
baik.
Lingkungan rumah dengan model identifikasi yang baik akan
membentuk
kepribadian sehat pada seseorang sehingga ia mampu memiliki
penerimanaan diri
yang baik pula.
memandang dirinya, akan membuat individu tersebut menerima dirinya
dengan baik.
Dimana hal ini diperoleh melalui pengalaman dan belajar.Usia dan
tingkat
pendidikan seseorang juga berpengaruh untuk dapat mengembangkan
perspektif
dirinya. Sebuah perspektif diri yang baik memudahkan akses terhadap
penerimaan
diri.
i. Pola Asuh Masa Kecil Yang Baik (Good Childhood Training)
Meskipun penyesuaian diri pada seseorang dapat berubah secara
radikal karena
adanya peningkatan dan perubahan dalam hidupnya, hal tersebut
dianggap dapat
menentukan apakah penyesuaiannya dikatakan baik jika diarahkan oleh
masa
kecilnya. Konsep diri mulai terbentuk sejak masa kanak-kanak
sehingga
pengaruhnya terhadap penerimaan diri seseorang tetap ada walaupun
usia individu
terus bertambah. Dengan demikian, pola asuh juga turut mempengaruhi
bagaimana
seseorang dapat mewujudkan penghayatan penerimaan diri.
j. Konsep Diri yang Stabil (Stable Self-concept)
Individu dianggap memiliki konsep diri yang stabil, jika dalam
setiap waktu ia
mampu melihat kondisinya dalam keadaan yang sama. Jika seseorang
ingin
mengembangkan kebiasaan penerimaan diri, ia harus melihat dirinya
sendiri dalam
33
33
suatu cara yang menyenangkan untuk menguatkan konsep dirinya,
sehingga sikap
penerimaan diri itu akan menjadi suatu kebiasaan.
34
34
Bab ini menyediakan informasi tentang rancangan dan metode
penelitian yang
mencakup desain penelitian, teknik pengumpulan data, teknik
pencapaian validitas
dan reliabilitas penelitian dan teknik analisis data.
3.1. Desain Penelitian
untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun
lisan dari
orang-orang yang diamati (Iskandar, 2009).
Penelitian deskriptif fenomenologi merupakan proses penelitian dan
pemahaman
yang berdasarkan pada metodologi yang menggambarkan penelitian
sosial dan
masalah manusia.
Perawatan pasien dalam kondisi terminal ilness merupakan model
perawatan
lanjutan di rumah yang komprehensif. Dalam hal ini perawatan pasien
dalam
kondisi terminal ilness mempunyai peran penting dalam mengukur
bagaimana
penerimaan keluarga pasien gagal ginjal, sehingga hal ini perlu
diteliti.
3.2. Partisipan Penelitian
teknik penentuan sampel dengan menseleksi kelompok partisipan
menurut
kriteria yang relevan dengan tujuan penelitian. Untuk ukuran
sampel, dapat atau
tidak dapat ketentuan pasti dalam pengumpulan data, tergantung
pada
sumber-sumber yang ada dan waktu yang ditentukan, sesuai dengan
tujuan
penelitian (Sugiono, 2010).
Dalam hal ini untuk partisipan yang dijadikan kriteria adalah
pasien yang
mengalami gagal ginjal pada fase sub akut dan kronis yaitu : antara
2 minggu-6
bulan pasca gagal ginjal dan gagal ginjal fase kronis : diatas 6
bulan pasca gagal
35
35
ginjal. Untuk mengukur penerimaan keluarga dapat diihat dari 2
kelompok
partisipan yaitu partisipan utama adalah pasien dan atau pendamping
pasien
(caregiver/ keluarga pasien), sedangkan partisipan pendukung adalah
perawat dan
atau dokter Palliative homecare Jumlah partisipan dalam penelitian
kualitatif lebih
sedikit karena tujuan dari penelitian ini untuk menarik makna dari
satu kelompok
bukan melakukan generalisasi (Polit & Beck, 2012). Jumlah
partisipan ditentukan
berdasarkan pada asas kesesuaian dan kecukupan informasi sampai
mencapai
saturasi data, yaitu peneliti tidak lagi memperoleh informasi baru
dari partisipan.
Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 12 orang, yang terdiri
dari 7 partisipan
utama yaitu keluarga pasien gagal ginjal dan atau pendamping pasien
(caregiver/
keluarga pasien) yang mendapatkan perawatan di rumah lebih dari dua
bulan (masa
perawatan pasien gagal ginjal) dari unit paliatif care di RS OMNI
Pulomas Jakarta
Timur dan 5 partisipan pendukung yaitu perawat dan atau dokter dan
psikolog.
Pemilihan partisipan utama dalam penelitian ini dipilih dengan
kriteria :
3.2.1. Kriteria Inklusi :
Pasien gagal ginjal dan atau pendamping pasien (caregiver/ keluarga
pasien) yang
mendapatkan perawatan Hemodialisa di RS OMNI Pulomas Jakarta timur.
Hal
tersebut mengacu pada SK KemenKes No 812/ 2007.
Pasien gagal ginjal dengan masa menjalani hemodialisa homecare
dengan rentang
masa pemulihan gagal ginjal (gagal ginjal fase subakut : antara 2
minggu-6 bulan
pasca gagal ginjal dan gagal ginjal fase kronis : diatas 6 bulan
pasca gagal ginjal.).
Hal tersebut mengacu pada konsep rehabilitasi gagal ginjal.
Pasien gagal ginjal yang mampu berkomunikasi dengan baik dan mampu
mengikuti
kegiatan pengumpulan data sampai selesai.
Pasien gagal ginjal dan atau pendamping pasien (caregiver/ keluarga
pasien) yang
bersedia menjadi subyek peneliti.
36
36
Pasien gagal ginjal dan atau pendamping pasien (caregiver/ keluarga
pasien) yang
tidak mampu berkomunikasi dengan baik dan tidak mampu mengikuti
kegiatan
pengumpulan data sampai selesai.
Pasien gagal ginjal yang mendapatkan perawatan homecare kurang dari
2 minggu
pasca gagal ginjal.
Kriteria Inklusi :
1. Perawat dan atau dokter paliatif dengan pendidikan formal
spesialis paliatif
(ilmu keperawatan paliatif, ilmu kedokteran paliatif) di unit
hemodialisa di RS
OMNI Pulomas Jakarta timur. Hal tersebut mengacu pada SK KemenKes
No
812/ 2007.
2. Perawat dan atau dokter paliatif yang telah mengikuti
pendidikan/pelatihan
perawatan paliatif dan telah mendapat sertifikat hemodialisa. Hal
tersebut
mengacu pada SK KemenKes No 812/ 2007.
3. Perawat dan atau dokter paliatif yang memberikan menjalani
hemodialisa pada
fase subakut : antara 2 minggu-6 bulan pasca gagal ginjal. gagal
ginjal fase
kronis : diatas 6 bulan pasca gagal ginjal.
4. Perawat dan dokter paliatif yang bersedia menjadi subyek
peneliti.
Kriteria Eksklusi :
1. Perawat dan atau dokter paliatif yang tidak memiliki kualifikasi
pendidikan dan
persyaratan sebagai tim paliatif.
2. Perawat dan atau dokter paliatif yang memberikan menjalani
hemodialisa
kurang dari 2 minggu pasca gagal ginjal.
3.2.3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di unit hemodialisa RS OMNI Pulomas
Jakarta timur.
Peneliti menyesuaikan dengan kebutuhan partisipan utama dan
pendukung dalam
menentukan lokasi tempat pengumpulan data penelitian. Pemilihan
lokasi
berdasarkan pada perkembangan fasilitas kesehatan yang mengacu pada
SK
37
37
dimana penatalaksanaan pelayanan menjalani hemodialisa di
Indonesia
berkembang mulai tahun 1992 di RS Dr Soetomo (Surabaya), RS
Cipto
Mangunkusumo (Jakarta), RS OMNI Pulomas (Jakarta), RS Dr
Sudirohusodo
(Makassar), RS Dr Sardjito (Yogyakarta), RS Sanglah (Denpasar).
Berdasarkan hal
tersebut, maka peneliti memilih RS di Jakarta yang memiliki
pelayanan perawatan
paliatif yaitu RS OMNI Pulomas di Jakarta timur. Pengumpulan data
dilaksanakan
selama 2 bulan pada bulan September – Oktober 2020. Penyusunan
analisa data dan
laporan penelitian pada bulan November-Desember 2020.
3.2.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui data primer dan data
sekunder.
Data primer diperoleh dengan indepth interview (wawancara mendalam)
kepada
partisipan utama dan Fokus Group Discussion (FGD) kepada partisipan
pendukung.
Data sekunder melalui telaah dokumen di RS OMNI Pulomas di Jakarta
timur.
Peneliti juga menggunakan instrumen lain berupa formulir lembar
data demografi,
rekam medis berupa catatan medis, catatan keperawatan pasien dan
catatan
lapangan peneliti.
wawancara mendalam dengan panduan wawancara yang disediakan
peneliti
berdasarkan tujuan penelitian. Wawancara mendalam dipilih dengan
pertanyaan
terbuka, untuk menggali secara mendalam pengalaman perawat dalam
pelaksanaan
perawat hemodialisa untuk meningkatkan penerimaan keluarga pasien
yang
mengalami gagal ginjal. Lembar pedoman wawancara berdasarkan
beberapa
penelitian terkait berdasar pada sumber SF (Short Form) 36, namun
peneliti
mengembangkan tema sesuai dengan domain berdasarkan pada masalah
yang
ditemui pada pasien dengan gagal ginjal. Tempat wawancara dalam
penelitian ini
dilakukan di rumah pasien sesuai jadwal kunjungan tim hemodialisa
atau sesuai
38
38
Instrumen penelitian yang lain adalah Fokus Group Discussion (FGD)
khususnya
terhadap tim perawat dan atau dokter hemodialisa yang bekerja dan
merawat pasien
gagal ginjal di ruang Hemodialisa di RS OMNI Pulomas Jakarta timur.
Selain itu,
dokumen catatan perkembangan pasien dan catatan lapangan peneliti
akan dijadikan
instrumen pendukung dalam penelitian ini.
Lembar data demografi, lembar data ini dibagi dalam lembar data
demografi
partisipan utama dan lembar data partisipan pendukung. Lembar data
demografi dan
lembar data partisipan utama berisi tentang identitas partisipan
(kode-nomor : P10-
P15), jenis kelamin, usia, keluarga pasien di rawat di unit
paliatif care RS OMNI
Pulomas Jakarta timur dan partisipan pendukung berisi tentang
identitas partisipan
(kode-nomor : P1- P9), jenis kelamin, usia, keluarga pasien di unit
Hemodialisa RS
OMNI Pulomas Jakarta timur, lama pengalaman perawat Hemodialisa.
Data
pendukung lain seperti hasil rekam medik yang memuat nama pasien,
usia, jenis
kelamin, catatan medis (riwayat kesehatan, pemeriksaan diagnostik,
catatan
perkembangan medis) dan catatan keperawatan (asuhan keperawatan).
Tujuan
adalah untuk mendapatkan informasi tambahan tentang kondisi pasien
selama
dilakukan Hemodialisa.
langkah-langkah sebagai berikut :
Tahap ini meliputi 2 hal yaitu :
1. Tahap Ijin penelitian dari Universitas Binawan termasuk uji
lolos etik
penelitian sesuai dengan hasil kajian etik dari tim komite
etik.
2. Tahap Ijin penelitian dari RS OMNI Pulomas Jakarta timur
Tahap ini dari unit penelitian dan pendidikan yang terkait dan unit
Palliative yang
akan menjadi tempat penelitian.
Peneliti berkoordinasi kepada kepala unit Hemodialisa di RS OMNI
Pulomas
Jakarta timur untuk menentukan waktu, tempat dan nama partisipan
yang akan
dilakukan wawancara mendalam maupun FGD.
Tahap selanjutnya adalah dilakukan pertemuan yang bertujuan untuk
membina
hubungan saling percaya, peneliti memberikan penjelasan tentang
penelitian, tujuan
dan manfaat penelitian.
partisipan untuk menandatangai inform consent atau surat
persetujuan untuk
menjadi partisipan dan membuat kesepakatan untuk waktu pelaksanaan
wawancara
mendalam maupun FGD.
3.4.3. Tahap Analisa data
Tahap analisa data dibagi 2 yaitu tahap koding dengan Software
NVivo 12 Plus dan
tahap analisis dengan metode Colaizzi’s.
3.4.4. Tahap Penyusunan Laporan
3.4.5. Tahap Publikasi Ilmiah
3.2.5. Teknik Analisis Data
dengan menggunakan Software NVivo 12 Plus. Teknik analisis tematic
(thematic
analysis) dan analisis perbandingan (comparative cross analysis)
data disesuaikan
dengan tahapan analisis data kualitatif yang dikemukakan oleh
Colaizzi, yang terdiri
dari 7 langkah sebagai berikut :
3.2.5.1. Membaca seluruh deskripsi fenomena yang telah disampaikan
oleh partisipan.
3.2.5.2. Menentukan pernyataan-pernyataan yang signifikan yang
sesuai dengan tujuan
penelitian dengan teknik koding deskriptif.
40
40
3.2.5.3. Membuat formulasi dari kata kunci yang memiliki arti
menjadi kategori melalui
koding analitik dengan Software NVivo 12 Plus.
3.2.5.4. Mengelompokkan kategori menjadi sub-sub tema.
3.2.5.5. Menuliskan gambaran tentang penerimaan keluarga pasien
gagal ginjal yang
menjalani hemodialisa.
3.2.5.6. Melakukan validasi dari hasil tema
Penulisan narasi hasil penelitian merupakan proses akhir dari
analisa data dan
dilakukan oleh peneliti dengan rinci dan sistematis agar mudah
dipahami pembaca
dan pembaca mendapat gambaran yang jelas terkait dengan penerimaan
keluarga
pasien gagal ginjal dalam menjalani hemodialisa.
Kategori, sub-sub tema dan tema dibuat dalam bentuk skema dan
uraian untuk
menggambarkan mekanisme pembentukan masing-masing tema. Beberapa
contoh
pernyataan penelitian digambarkan peneliti berdasarkan
masing-masing kategori.
3.3. Etika Penelitian
partisipan, menjamin kerahasiaan partisipan dan mencegah
kemungkinan terjadinya
ancaman terhadap informan (Polit & Beck, 2012). Peneliti
sebaiknya sensitif
terhadap issu etis yang dapat terjadi sebelum dan selama proses
penelitian kualitatif
karena dapat terjadi kedekatan hubungan sosial yang erat (over
relationship) antara
peneliti dan partisipan selama proses pengambilan data, sehingga
dapat
menyebabkan masalah etik dan hubungan sosial antara keduanya.
Sementara
peneliti dapat menjadi over-involvement dan muncul sikap empati
pada diri peneliti
dan menyebabkan data peneliti menjadi tidak akurat menggambarkan
situasi
pengalaman partisipan yang sebenarnya.
termasuk didalamnya tujuan dan prosedur penelitian kepada
partisipan. Prinsip etika
yang dilakukan peneliti mencakup hal sebagai berikut :
41
41
for autonomy.
3.3.2. Prinsip Anoninity atau Confidentiality
Prinsip kedua yaitu prinsip anonymity yang telah diterapkan dengan
cara peneliti
menjamin keamanan identitas diri partisipan dengan tidak
menyertakan nama
partisipan sejak pengumpulan data hingga penyajian hasil
penelitian.
3.3.3. Prinsip Protection discomfort
ketidaknyamanan selama penelitian.
3.3.4. Prinsip Beneficience
keadilan. Untuk mencapai prinsip beneficience terpenuhi, maka
peneliti
memastikan bahwa penelitian yang akan dilakukan bebas dari bahaya
fisik maupun
psikologis serta eksploitasi dan manfaat bagi partisipan.
3.3.5. Prinsip keadilan atau justice
Prinsip keadilan atau justice, hak ini memberikan semua partisipan
hak yang sama
untuk dipilih atau berkontribusi dalam penelitian tanpa
diskriminasi atau hak
mendapatkan perlakuan yang adil dan hak untuk mendapatkan
keleluasaan pribadi.
3.4. Teknik Pencapaian Validitas
data. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan uji keabsahan
data
berdasarkan kriteria credibility dan transferability yang
dijelaskan sebagai berikut :
(Polit & Beck, 2012).
Peneliti penting dalam memberikan jaminan bahwa penelitian yang
dapat dipercaya
memiliki atribut yang kredibel. Teknik-teknik yang dilakukan untuk
mencapai
42
42
penelitian yang kredibel baik dalam tahap prosedur sebelum
pengumpulan data
maupun selama pengumpulan data maupun selama analisa proses
analisis data,
yaitu :
3.4.2.2. Triangulasi teori
Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka peneliti menggunakan
berbagai
konsep teoritis yang sama dengan peneliti lebih dari satu yang
pernah melakukan
penelitian terhadap teori yang sama dalam konteks yang
berbeda.
3.4.2.3. Feedback
Menurut Bandur (2014), feedback penting untuk mengurangi bias
personal peneliti.
3.4.2.4. Pengajuan pertanyaan Iteratif
3.4.2.5. Transferability
partisipan dapat mengevaluasi kesesuaian data.
3.5. Teknik Pencapaian Reliabilitas
dependability dan confirmability yang dapat dijelaskan sebagai
berikut : (Polit &
Beck, 2012).
3.5.1. Dependability
Dependability adalah reabilitas atau kejujuran data tiap waktu dan
kondisi (Polit &
Beck, 2012).
3.5.2. Confirmability
dua atau lebih individu independent mengenai kesesuaian data,
keterkaitan dan
makna.
Peneliti dalam aplikasinya, melakukan audit menggunakan software N
Vivo 12 Plus
dengan cara melakukan koding tematik dan analitik serta bukti hasil
koding yang
tersimpan dalam nodes, kemudian dianalisa dalam pembahasan.
BAB V
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian untuk
mengetahui
bagaimana penerimaan keluarga pasien GGK selama terapi hemodialisis
dilihat dari
aspek psikologis ,social pasien. Hasil penelitian ini akan
dijabarkan dalam beberapa
bagian yaitu data demografi partisipan dalam penelitian, analisis
tematik dan
analisis komparatif.
5.1.1. Analisa univariat
Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok informan utama yaitu
kelompok pasien,
caregiver dan keluarga yang di rawat di ruang Hemodialisa dan
kelompok informan
kedua yaitu tim medis yang terdiri dari perawat, dokter dan
psikolog. Keterlibatan
dari kedua kelompok informan dalam penelitian ini dipandang penting
untuk tujuan
triangulasi data, maka dipresentasikan data demografi secara umum
dari kedua
partisipan tersebut.
Hasil analisis menunjukkan bahwa informan didominasi berusia 40
tahun sebanyak
38,46 % dan 23,08 % yang berusia 60 tahun. Hal ini sesuai dengan
penelitian
tentang penerimaan keluarga yang dipengaruhi oleh usia, dimana usia
dewasa
45
45
memiliki penerimaan keluarga lebih tinggi dibandingkan dengan usia
tua (Nofitri,
2009).
Hasil analisis menunjukkan bahwa informan didominasi berjenis
kelamin
perempuan sebanyak 76,92% dan laki-laki sebanyak 23,08 %. Hal ini
sesuai dengan
penelitian tentang penerimaan keluarga yang dipengaruhi oleh jenis
kelamin,
dimana penerimaan keluarga perempuan cenderung lebih tinggi
daripada laki-laki
(Nofitri, 2009).
Interprestasi dan pembahasan hasil analisis data dalam penelitian
ini dibuat
berdasarkan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dijadikan pedoman
dalam
analisis data.
5.2.1. Hasil Analisis Data Tematik
Selama proses penelitian berlangsung, ditemukan 4 tema utama yang
terdiri dari :
5.2.1.1. Menghargai diri sendiri
Sub sub tema yang berkaitan dengan Menghargai diri sendiri antara
lain : menyukai
dirinya, menerima kekurangan dan kelebihannya.
Perasaan Bahagia
Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam perasaan
bahagia karena
mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan keluarga
meningkat.
Berdasarkan hasil FGD 1 (informan 8) yang menyatakan bahwa
“.....lebih senang
sudah banyak perubahan, seperti ibu......keluarga sama kita sudah
dekat. sudah
seperti keluarga, senang kalo kita datang”.
Berdasarkan hasil FGD 2 (informan 10) menyatakan bahwa “Saya senang
kalo ada
yang jenguk saya, cerita tentang apa saja, .....saya senang
diperhatikan, dirawat
sama putra : saya senang,..... lebih senang di rawat dirumah,
perasaan :
senang, .....ya saya senang”.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam (informan 2) menyatakan
bahwa
“......senang kalo oma diajak ngobrol, lebih perhatian, senang
karena di rawat sama
suster, ......senang dengan kondisi sekarang, jauh lebih baik,
senang diurusin .....
sama anak dan suster,...... senang daripada kondisi yang
dulu”.
5.2.1.2. Memiliki penilaian yang realistik atas kemampuan diri
sendiri.
Sub sub tema yang berkaitan dengan Memiliki penilaian yang
realistik atas
kemampuan diri sendiri antara lain : potensi diri yang ada.
Gambaran diri
Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam gambaran
diri karena
mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan diri
meningkat.
Berdasarkan hasil FGD 1 (informan 5-9) menyatakan bahwa sekarang
membangun
kepercayaan diri untuk turun dari tempat tidur, menjadi depresi dan
menurun
kepercayaan diri karena masalah psikologis, tidak semangat dan
kurang percaya
diri atau takut, ada yang menangis.
Informan 5 menyatakan bahwa ”ibu....sekarang membangun kepercayaan
diri untuk
turun dari tempat tidur”. Informan 6 menyatakan bahwa “ pasien
sangat menjadi
depresi dan menurun kepercayaan diri karena masalah psikologis,
sehingga
47
47
keluarga mampu menjadi suporting yang baik”. Informan 7 menyatakan
bahwa
“pasien menjadi sedih”
5.2.1.3. Memiliki keyakinan diri tanpa selalu mengikuti pendapat
orang lain
Sub sub tema yang berkaitan dengan Memiliki penilaian keyakinan
diri tanpa selalu
mengikuti pendapat orang lain antara lain : bertanggung
jawab.
Peran diri
Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam Peran
diri karena
mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan diri
menurun.
Berdasarkan hasil FGD 3 (informan 13) menyatakan bahwa “ oma
...banyak peran
ke saya”.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam (informan 3) menyatakan
bahwa
“....sakit begini.... saya....jadi berat, peran di rumah : kalo
melihat anak, saya
merasa kasihan”.
5.2.1.4. Memiliki spontanitas dan tanggung jawab untuk diri
sendiri.
Sub sub tema yang berkaitan dengan Memiliki spontanitas dan
tanggung jawab
untuk diri sendiri antara lain : memiliki hak untuk memiliki ide
dan keputusan
sendiri.
Harapan terhadap diri
Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam gambaran
diri karena
mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan diri
meningkat.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam (informan 1) menyatakan bahwa
“......ya,
suka sedih, tapi tidak pernah curhat, .....sedih memikirkan kondisi
anak, ....kangen
dengan anak”.
sekarang berharap mau sembuh, kalo keluarga sudah menerima, dengan
kondisi
sekarang dan kalo oma dirawat sama suster, dan kangen dengan
anak”.
49
49
Bab ini akan menguraikan mengenai hasil penelitian secara rinci
dan
memberikan bahasan yang lebih mendalam. Pada bab ini, peneliti
mengaitkan
hasil penelitian dengan teori-teori yang telah ada dan di jabarkan
pada bab
sebelumnya dan penelitian sebelumnya. Variabel-variabel tersebut di
bahas
secara mendetail sesuai dengan tujuan penulisan penelitian.
6.1 Pembahasan Analisa Univariat
Penelitian ini menunjukkan terdapat jauh lebih banyak responden
laki laki
dibandingkan responden perempuan. Hasil penelitian ini sama
dengan
penelitian yang dilakukan oleh Jos (2016) di RSUD Tarakan, di
mana
responden berjenis kelamin laki-laki berjumlah 67.9%, sedangkan
responden
perempuan 32.1%. Begitu pula dengan penelitian Dani Et Al. (2015)
Di
RSUD Arifin Achmad Riau yang berjudul Hubungan Motivasi, Harapan,
Dan
Dukungan Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Pasien Gagal
Ginjal
Kronik Untuk Menjalani Hemodialisis menyatakan bahwa pasien rerata
yang
mengidap gagal ginjal kronis dan menjalani Hemodialisis sebanyak
61.1%
berjenis kelamin laki-laki dan sisanya 38.9% berjenis kelamin
perempuan.
Peneliti beranggapan dalam menyikapi penyakit yang dideritanya,
berat
tidaknya suatu penyakit jenis kelamin bisa saja dapat berpengaruh
dengan
angka kejadian gagal ginjal kronis tergantung dengan penyakit
penyertanya.
6.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 14 responden atau
sebesar
(46%) berusia 41-60 tahun, sebanyak 13 responden atau sebesar (43%)
berusia
>60 tahun dan sebanyak 3 responden atau sebesar 11% berusia
18-40 tahun.
Sebagian besar responden dalam penelitian ini berusia tua.
Penelitian Jos
(2016) di RSUD Tarakan menemukan rata-rata usia pasien GGK
yang
menjalani hemodialisis adalah 53,5 tahun. Jos (2016). Menurut
Tilong (2014)
Penderita gagal ginjal paling banyak berusia 36-40 tahun (55%)
dengan
rata-rata 34,4±6,75 yang paling banyak terjadi pada usia 40 tahun
sebanyak 14
50
50
orang (17,5%) tergolong usia dewasa muda risiko pada kelompok itu
sangat
besar karena pola makan yang tidak sehat, kurang gerak, obesitas
dan gaya
hidup yang kurang sehat, dapat menyebabkan pembuluh darah kaku
sehingga
timbul hipertensi (Tilong, 2014). Menurut penelitian Handayani
(2013)
menunjukkan dalam penelitiannya bahwa berdasarkan usia
responden
penelitian ratarata 48,74 tahun dengan rentang usia termuda-tertua
adalah 12
hingga 76 tahun. (Handayani. 2013). Berdasarkan penelitian Lathifah
(2016)
di RSUD Dr. Moewardi menunjukan hasil uji statistik untuk
karakteristik
responden, umur responden pada kelompok kasus paling banyak adalah
39-40
tahun yang berjumlah 18 orang (45%) dengan rata-rata usia 34,4±6,75
tahun,
sedangkan pada kelompok kontrol terbanyak pada usia 18-23 tahun
sebanyak
20 orang (50%) dengan rata-rata usia responden 27,2 ±8,49
tahun.
Penelitian Harahap (2018) menyatakan bahwa kejadian gagal
ginjal
kronik mayoritas terjadi pada pasien golongan usia 46-55 tahun
(masa lansia
awal) sebanyak 10 orang (27%),sedangkan pasien golongan usia 36-45
tahun
(dewasa akhir) sebanyak 9 orang (24,3%), pasien golongan usia 56-65
tahun
(masa lansia akhir) sebanyak 8 orang (21,6%), pasien golongan usia
26- 35
tahun (dewasa awal) sebanyak 7 orang (18,9%), pasien golongan usia
17- 25
tahun (remaja akhir) sebanyak 2 orang (5,4%), dan pasien golongan
usia >65
tahun (masa manula) sebanyak 1 orang (2,7%). (Harahap, 2018).
Semakin
meningkatnya umur dan ditambah dengan penyakit kronis seperti
tekanan
darah tinggi (hipertensi) atau diabetes, maka ginjal cenderung akan
menjadi
rusak dan tidak dapat dipulihkan kembali.
Pasien dengan gangguan ginjal kronis mulai muncul gejala ketika
terjadi
penunpukan produk sisa metabolisme seperti ureum, kreatinin,
elektrolit dan
cairan. Peningkatan kadar ureum darah merupakan penyebab umum
terjadinya
kumpulan gejala yang disebut sindroma uremia pada pasien gangguan
ginjal
kronis. Sindroma uremia terjadi saat laju filtrasi glomerulus
kurang dari 10
ml/menit/1,73 m2 . Peningkatan kadar ureum darah akibat gangguan
fungsi
ekskresi ginjal menyebabkan gangguan pada multi sistem. (Lewis,
2011)
Nurcahyati (2010) dalam penelitiannya menyatakan usia rata-rata
pasien GGK
yang menjalani hemodialisis adalah 44.82 tahun. Fungsi renal akan
berubah
bersamaan dengan pertambahan usia. Sesudah usia 40 tahun akan
terjadi
penurunan laju filtrasi glomerulus secara progresif Usia menjadi
salah satu
51
51
faktor terbesar memengaruhi metabolisme. Penurunan metabolisme
terjadi
seiring bertambahnya usia. Metabolisme akan turun 50 persen setiap
10 tahun
setelah usia 40 tahun.
(Wong, 2017). Dengan adanya penuaan, ginjal menjadi berkurang
kemampuannya dalam merespon perubahan cairan dan elektrolit yang
akut.
Hal tersebut juga ditemukan pada hasil penelitian ini, dimana
didapatkan
bahwa umur rata-rata pasien yang menjalani hemodialisis akibat GGK
berusia
55.6 tahun.Hal ini bersesuaian dengan teori yang menyatakan
terjadinya
penurunan fungsi ginjal setelah usia 40 tahun, begitupula dengan
teori
mengenai usia tua sebagai salah satu faktor resiko spesisifik
progresi GGK
yang tidak dapat dimodifikasi.
masing-masing individu menilai penerimaan keluarganya dari sudut
pandang
yang berbeda. Hasil ini sesuai dengan penelitian Nurchayati, S
(2010) yang
menyatakan tidak ada hubungan antara usia dengan penerimaan
keluarga
pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.
6.1.5. Penerimaan keluarga pasien GGK yang menjalani Hemodialisis
dilihat dari
aspek psikologi.
kurang.
bahwa kepuasan hidup biasa saja (39,7 %), responden tidak menikmati
hidup
(27,6%), merasa hidupnya kurang berarti (58,6%), responden juga
tidak
mampu berkonsentrasi maksimal (34,5%), responden tidak punya cukup
uang
untuk memenuhi kebutuhan (46,6%), responden merasa kesepian, putus
asa,
cemas, dan depresi (36,2%) dan responden merasa tidak puas
dengan
kehidupan seksual (74,1%). Sedangkan kesehatan psikologi dalam
kategori
baik sejumlah 17 orang (41,5%). (Marta, 2017).
52
52
Menilai penerimaan keluarga baik yang termasuk dalam kategori baik
yaitu
dimensi psikologi dimana sebagian besar responden menjawab
pertanyaan
kuisioner yang diberikan oleh peneliti kepada responden dengan
hasil jawaban
bahwa banyak responden yang merasa sering khawatir, sedih bosan
dengan
keadaannya masing-masing namun ada pula pasien yang menjawab
bahwa
masih ada semangat dari keluarga ataupun orang terdekat. Pasien
yang sudah
lama menjalani hemodialisis cenderung mempersepsikan
penerimaan
keluarganya semakin menurun. penerimaan keluarga yang menurun ini
juga
dapat di kaitkan dengan perubahan kehidupan ekonomi
dikarenakan
responden sudah tidak bekerja dan mempunyai penghasilan. Hal inilah
yang
sering kali dirasakan dapat membebani penderita dan
keluarganya.
Menurut asumsi peneliti bahwa ketergantungan pada mesin
hemodialisis, juga
membuat aktivitas penderita menjadi terbatas serta penurunan
kondisi
kesehatan fisik dan psikososial dari waktu kewaktu.
BAB VII
Bab ini merupakan bagian akhir dari hasil penelitian yang
menguraikan
kesimpulan hasil, pembahasan dan saran berdasarkkan hasil
penelitian yang
telah di lakukan.
Berdasarkan hasil penelitian maka hasil penelitian dapat di
simpulkan sebagai
berikut:
atau sebesar (60%) berjenis kelamin laki-laki.
Distribusi frekuensi usia diketahui bahwa sebanyak 14 responden
atau sebesar
(46%) berusia 41-60 tahun.
Hasil Analisis Data Tematik yaitu :
1. Menghargai diri sendiri, sub tema yang ditemukan adalah :
Perasaan
Bahagia. Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa
dalam
perasaan bahagia karena mengandung makna relevan dengan
pencapaian
penerimaan keluarga meningkat.
2. Memiliki penilaian yang realistik atas kemampuan diri
sendiri.
Sub sub tema yang berkaitan dengan Memiliki penilaian yang
realistik atas
kemampuan diri sendiri antara lain : potensi diri yang ada :
Gambaran diri
Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam gambaran
diri
karena mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan
diri
meningkat.
3. Memiliki keyakinan diri tanpa selalu mengikuti pendapat orang
lain
Sub sub tema yang berkaitan dengan Memiliki penilaian keyakinan
diri
tanpa selalu mengikuti pendapat orang lain antara lain :
bertanggung jawab
yaitu : Peran diri.
Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam Peran
diri karena
mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan diri
menurun.
4. Memiliki spontanitas dan tanggung jawab untuk diri
sendiri.
Sub sub tema yang berkaitan dengan Memiliki spontanitas dan
tanggung
jawab untuk diri sendiri antara lain : memiliki hak untuk memiliki
ide dan
keputusan sendiri : Harapan terhadap diri
54
54
Kata kunci tersebut menarik peneliti untuk dianalisa dalam gambaran
diri
karena mengandung makna relevan dengan pencapaian penerimaan
diri
meningkat.
Diharapkan dengan adanya penelitian ini menjadi bahan informasi
dan
pengetahuan baru maupun dapat dijadikan bahan pertimbangan
membuat
kebijakan sebagai upaya peningkatan pelayanan Rumah Sakit.
2. Bagi Profesi Keperawatan
hemodialysis terkhusus melalui aspek psikososial.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
ataupun ilmu tambahan dengan melakukan penelitian terkait dengan
pasien
gagal ginjal dengan mengambil responden yang banyak sehingga
harapannya
penelitian ini akan terus berlanjut sehingga mendapatkan hasil dan
ilmu baru
berkaitan dengan gagal ginjal di RS. Peneliti selanjutnya juga
dapat lebih
dalam menggali faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan
keluarga
pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis melalui aspek
lainnya salah
satunya tingkat depresi, lamanya pasien sudah terdiagnosa penyakit
maupun
lamanya pasien menerima hemodialisis yang dapat mempengaruhi
penerimaan keluarga pasien yang sakit.
3. Bagi Pasien
informasi bagi pasien dengan gagal ginjal kronis dalam terapi
hemodialisis
untuk meningkatkan penerimaan keluarga dari aspek sosial dan
psikologi
seperti contohnya yaitu tetap berinteraksi maupun berkomunikasi
dengan
sesama sebagai upaya meningkatkan penerimaan keluarga sehingga
secara
psikologis didukung oleh keluarga dan kerabat dekat.
DAFTAR PUSTAKA
Achentari, K.A., dkk. (2017). Harga Diri dan penerimaan keluarga
Pada
Pasien Dengan Cronic Kidney Disease Yang Menjalani Hemodialisis.
Jurnal
Psikologi.
Aisara, dkk. (2018). Gambaran Klinis Penyakit Ginjal Kronik yang
Menjalani
Hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas.
2018; 7 (1).
Aisara, S.A. (2018). Gambaran Klinis Penderita Penyakit Ginjal
Kronik yang
menjalani hemodialisis di RSUP Dr. M. Djamil Padang. jurnal
kesehatan
andalas, 43.
Abshire, Martha et al. (2015). Nutritional Interventions in heart
failure: A
Systemic review of the literature. Department of Health & Human
Services,
21(12). USA.
Babatunde, O., & Forsyth, J. (2015). Lifestyle exercises for
bone health and
health-related quality of life among premenopausal women: A
randomised
controlled trial. Global Health Promotion, 23(3), 63-71,
doi:10.1177/1757975914568901.
for Positive Outcomes. 8th edition. ST Louise Missiouri : Elsevier
Sounders
Butar-butar, A. (2013). Hubungan Karakteristik Pasien dengan
penerimaan
keluarga Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi
Hemodialisis di
RSUP H.Adam Malik Medan. Jurnal Keperawatan.
De Castro, dkk. (2012). Quality of Life, Self-Efficacy and
Psychological
WellBeing in Brazilian Adults with Cancer: A Longitudinal Study.
Vol.3,
No.4, 304-309.
Desnauli, E., dkk. (2011). Indikator penerimaan keluarga Pasien
Gagal Ginjal
Kronis Yang Menjalani Hemodialisis Berdasarkan Strategi Koping.
Jurnal
Ners.
Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di Rumah Sakit Umum Daerah
Wates.
Jurnal Keperawatan.
keluarga Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis Di
RSUD
Tugurejo Semarang. Jurnal Keperawatan.
dalam konteks Asuhan Keperawatan Di RSUP Fatmawati. Jakarta:
Tesis
Universitas Indonesia.
Guerrero, et al. (2012). Quality Of Life In People With Chronic
Hemodialysis
: Association With Sosiodemographic, Medical – Clinical And
Laboratory
Variables. Proquest.
Guyton, A. C., & Hall, J. E., (2014). Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi
12. Jakarta : EGC
Harahap. (2018). Faktor-Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Kronik
(Ggk)
Di Ruang Hemodialisis (HD) RSUP H. Adam Malik Medan. Medan :
RSUP
H. Adam Malik
Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Dr. Zaenoel Abidin Banda
Aceh.
Elektronic Theses and Disertations (ETD).
Hasan, et al. (2018). Prevalence of Chronic Kidney diseasein South
Asia: a
systematic review. Bangladesh: BRAC University.
(www.bmcnephrol.biomedcentral.com, diakses pada tanggal 17 Oktober
2019
pukul pukul 16: 24 WIB).
Hill, N. R., et al. (2016). Global Prevalence of Chronic Kidney
Disease-A
Systematic Review and Meta-Analysis. PLoS One. 11(7): e0158765.
(Online).
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4934905/, diakses
pada 17
Hudak & Gallo (2010). Keperawatan Kritis Edisi 6. Jakarta;
EGC.
Hurst, M. (2016). Belajar Mudah Keperawatan Medikal-Bedah, Vol.
1.
Jakarta: EGC.Indonesian Renal Registry (IRR). (2018). 11th report
of
Indonesian renal registry. Bandung: Sekretariat Registrasi Ginjal
Indonesia.
Indrasari, N.D. (2015). Perbedaan Kadar Ureum dan Kreatinin pada
Pasien
Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Lama Menjalani Terapi Hemodialisis
di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Keperawatan.
Infodatin. (2017). Situasi Penyakit Ginjal Kronis. (Online).
(file:///C:/Users/meri/Downloads/infodatin%20ginjal%202017.pdf,
diakses
Ipo, A., dkk. (2016). Hubungan Jenis Kelamin dan Frekuensi
Hemodialisis
Dengan penerimaan keluarga Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang
Menjalani
Akademika Baiturrahim.
penerimaan keluarga Masyarakat Karubaga District Sub District
Tolikara
Propinsi Papua. Jurnal ilmu Kesehatan.
Jansen, D. L., et al. (2012). Psychological and social aspects of
living with
chronic kidney disease, chronic kidney disease and renal
transplatation. Prof.
Manisha Sahay (Ed.), InTech, DOI: 10.5772/25992.
Lathifah. (2016). Faktor Risiko Kejadian Gagal Ginjal Kronik Pada
Usia
Dewasa Muda Di Rsud Dr. Moewardi. Surakarta : Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Website : eprints.ums.co.id
Lewis, Sharon L et al. 2011. Medical Surgical Nursing Volume 1.
United
States America : Elsevier Mosby
Mailani Fitri (2015) penerimaan keluarga pasien penyakit ginjal
kronik yang
menjalanimenjalani hemodialisis: systematic review.
Moeloek, N.F. (2018). Upaya Peningkatan Promotif Preventif Bagi
Kesehatan
Ginjal Indonesia.
(https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0010865013000945,
diakses pada tanggal 17 Oktober 2019 pukul pukul 16: 24 WIB).
Mulia, D.S., dkk. (2018). penerimaan keluarga Pasien Gagal Ginjal
Kronis
Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Dr. Doris Sylvanus
Palangkaraya.
Borneo Journal of Pharmacy.
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Purwokerto : Jurnal Kependidikan, Vol. 1 No. 1 Nopember 2013
Phillip, K.T.L, et al. (2011). Asian Chronik Kidney Disease Best
Practice
Recommendations: Positional Satatements for Early Detection of
Chronic
Kidney Disease from Asian Forum for Chronic Kidney Disease
Initiatives
(AFCKDI). Nephrology 16: 663-641.
Prastiwi, T. F. (2012). penerimaan keluarga penderita kanker.
Journal UNES.
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2013). Patofisiologi Konsep
Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC.
Rahman, et al. (2013). Hubungan antara adekuasi hemodialisis
dan
penerimaan keluarga pasien di RSUD Ulin Banjarmasin. Berkala
Kedoketeran, 9(2): 151-160.
Rayyani, dkk. (2014). Self-care Self-efficacy and Quality of Life
among
Patients Receiving Hemodialysis in South-East of Iran. Asian J.
Nursing Edu.
and Research 4(2): April- June 2014. Iran.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan Penelitian
dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian RI. Hasil Utama Riskesdas
2018.
(http://www.depkes.go.id/pdf, diakses pada tanggal 17 Maret 2020
pukul
pukul 17: 09 WIB).
Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Yang Menjalani Hemodialisis.
Jurnal
Keperawatan Silampari.
Silva, S. M. D., et al. (2016). Social Support of Adults and
Elderly with
Chronic Kidney Disease on Dialysis. Journal of evista
Latino-Americana de
Enfermagem, 24. doi: 10.1590/1518-8345.0411.2752.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo A W, dkk. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III
Edisi V.
Jakarta: Interna Publishing.
Kronik Terapi Hemodialisis. Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan.
Semarang.
gagal Ginjal Kronik Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Frekuensi dan
Lama
Hemodialisis di RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Medisains
:
Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Kesehatan, Vol 14 No2, Agustus 2016
Supriyadi, dkk. (2017). penerimaan keluarga Pasien Gagal Ginjal
Kronik
Terapi Hemodialisis. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Suwanti, S., dkk. (2019). Gambaran Kulitas Hidup Pasien gaggal
Ginjal
Kronis Yang Menjjalani Terapi Hemodialisis. ReserchGate.
Theofilou, P. (2013). Quality of Life: Definition and Measurement.
Europe's
Journal of Psychology, 151. (https://pdfs.semanticscholar.org,
diakses pada
tanggal 30 September 2019).
Yulianti, I. S. (2017). Gambaran Dukungan Sosial Keluarga Dan
penerimaan
keluarga Lansia dengan Hipertensi di Puskesmas Citangkil Kota
Cilegon.
(http://repository.uinjkt.ac.id, diakses pada tanggal 30 September
2019).
menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “Penerimaan
Keluarga
Pasien Dengan Gagal Ginjal Kronik (GGK) Yang Menjalani Hemodialisis
Di
Rumah Sakit OMNI Pulomas Pulomas Jakarta Timur”.
Saya telah dijelaskan bahwa partisipasi saya untuk menjawab
pertanyaan yang
ada pada lembar observasi dan ini tidak beresiko pada diri saya
sendiri serta
kerahasiaan informasi yang saya berikan akan terjamin. Saya dengan
sukarela
berpartisipasi menjadi responden penelitian.
Demikian pernyataan ini saya buat dan saya tandatangani tanpa ada
paksaan
dari pihak manapun.