Upload
phungduong
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN PRECAUTIONARY PRINCIPLE TERHADAP
PEMANFAATAN GENETICALLY MODIFIED ORGANISMS MENURUT
CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY DAN THE SANITARY AND
PHYTOSANITARY AGREEMENT
SKRIPSI
Oleh:
ORIMA MELATI DAVEY
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
Penerapan Precautionary Principle terhadap Pemanfaatan Genetically
Modified Organisms Menurut Cartagena Protocol on Biosafety dan the
Sanitary and Phytosantary Agreement
oleh
Orima Melati Davey
Dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya, manusia menerapkan
bioteknologi pada seluruh bidang kehidupan. Bioteknologi tradisional telah
berkembang menjadi bioteknologi moderen melalui rekayasa genetik. Saat ini,
produk rekayasa genetik disebut Genetically Modified Organisms (GMO) yang
berada dibawah regulasi Cartagena Protocol on Biosafety (CPB). Akan tetapi,
pemanfaatan GMO menjadi masalah saat produk GMO diberlakukan secara
komersil dibawah regulasi the Sanitary and Phytosanitary (SPS) Agreement.
Negara-negara merasa bahwa SPS Agreement tidak memiliki standar sesuai
dengan yang ditetapkan CPB terkait produk GMO. Precautionary principle (PP)
hadir sebagai relasi antara SPS Agreement dengan CPB yang bertujuan untuk
meminimalkan risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Namun,
hingga kini masih banyak negara yang belum mendukung pemanfaatan GMO
secara komersil. Oleh karena itu, tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
memahami penerapan PP oleh negara-negara terhadap pemanfaatan GMO sesuai
pengaturan CPB dan SPS Agreement serta implementasinya di Indonesia.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan sumber
data sekunder dan terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, tersier serta
menggunakan teknik studi kepustakaaan sebagai metode pengumpulan data.
Pengolahan data dari penelitian ini adalah melalui perbandingan hukum antar
negara-negara untuk mendapatkan perbandingan penerapan precautionary
principle.
Pengaturan GMO oleh CPB terdiri dari beberapa peraturan mengenai ekspor
impor yaitu Advanced Informed Agreement, Prosedur Pemanfaatan Langsung
GMO, Biosafety Clearing House, Export Documentation, serta risk assessment
and management. Sedangkan SPS Agreement memiliki standarisasi terhadap
GMO yang diatur dalam Codex Alimentarius, World Organization for Animal
Health, dan International Plant Protection Convention. PP diterapkan dengan
mengimplementasikan prinsip tersebut dalam hukum nasional masing-masing
negara. Di Indonesia, implementasi precautionary principle terhadap pemanfaatan
GMO direalisasikan melalui sinkronisasi antar setiap regulasi yang berkaitan
dengan produk rekayasa genetik atau GMO mengenai peran Komisi Keamanan
Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKH PRG) yang diatur dalam Peraturan
Presiden No. 39 Tahun 2010 tentang Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa
Genetik Panga n.
Kata Kunci: Precautionary Principle, Genetically Modified Organisms,
Cartagena Protocol on Biosafety, SPS Agreement.
ABSTRACT
The Precautionary Principle Implementation towards the Benefits of
Genetically Modified Organisms According to the Cartagena Protocol on
Biosafety and the Sanitary and Phytosanitary Agreement.
by
Orima Melati Davey
As a framework of human life quality augmentation, biotechnology has been
adapted into all living aspect of mankind. Traditional biotechnology such has
evolved into a modern way of using genetically engineered (GE) substance. Those
products of GE are called the Genetically Modified Organisms (GMO) under the
regulations of Cartagena Protocol on Biosafety (CPB). It became a problem when
GMO are commercialized below the regulation of the Sanitary and Phytosanitary
(SPS) Agreement. Nations do not trust the resemblance of SPS Agreement
standard with the CPB regarding to GMO products. The Precautionary Principle
(PP) came through as a link between SPS Agreement and CPB with the goal of
minimizing human health and environmental risks. Despite of that, there are still
most nations who prohibit the cultivation of GMO benefits commercially. Hence,
the purpose of this research is to understand the implementation of PP by the
nations regarding to the benefits of GMO according to CPB and SPS Agreement
and the establishment in Indonesia.
This research uses the normative legal research with secondary type sources
consisting of primary, secondary, and tertiary material of legal source. The
collecting method of the research data is through literature-study techniques.
Afterwards, the providing data would be process by a law comparison among
countries to have a proportion of precautionary principle adoptions.
GMO regulations under the CPB requires on export-import mechanisms which are
divided into four regulations; Advanced Informed Agreement, Simple System of
Agriculture Commodity, Biosafety Clearing House, Export Documentation, and
risk assessment and management. In the other hand, SPS Agreement regulates the
needed standards for GMO products that are Codex Alimentarius, World
Organization for Animal Health, and International Plant Protection Convention.
As for implementing PP, nations implement by adopting through their national
law. In Indonesia, the implementation of precautionary principle can be seen
through the synchronization among Genetically Modified Organisms’ regulations
that relates to the Biosafety Security Commission which is regulated in the
President Regulation No. 39 Year 2010 regarding to the Biosafety Security
Commission.
Key Words: Precautionary Principle, Genetically Modified Organisms,
Cartagena Protocol on Biosafety, SPS Agreement.
PENERAPAN PRECAUTIONARY PRINCIPLE TERHADAP
PEMANFAATAN GENETICALLY MODIFIED ORGANISMS MENURUT
CARTAGENA PROTOCOL ON BIOSAFETY DAN THE SANITARY AND
PHYTOSANITARY AGREEMENT
OLEH:
ORIMA MELATI DAVEY
NPM: 1412011330
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Internasional
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Orima Melati Davey lahir di Bandar Lampung pada 23
September 1996 sebagai anak tunggal dari pasangan Mr. Eur-
Ing. Robert Walters Davey, BSc., CR., FIChemE dan Mrs.
Berlina Deary Hutagalung-Davey, S.E.. Penulis menyelesaikan
pendidikan formal di British International School of Al-Khobar
(BISAK), Arab Saudi dari jenjang playgroup sampai reception class (1998-2001).
Pada tahun 2002, penulis pindah dari Al-Khobar, Arab Saudi ke Provinsi
Lampung, Indonesia. Ditahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di
Sekolah Dasar Fransiskus II Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008.
Kemudian, penulis melanjutkan sekolah ke jenjang Sekolah Menengah Pertama,
tepatnya di SMP Fransiskus Bandar Lampung dari 2008-2011. Selanjutnya,
penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Fransiskus Bandar
Lampung dan dinyatakan lulus pada tahun 2014.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung
pada tahun 2014. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi anggota
BEM Fakultas Hukum Universitas Lampung dibidang Barisan Intelektual Muda
dan UKMF Mahkamah. Selain itu, penulis pernah menjabat sebagai sebagai wakil
ketua umum dalam Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional Fakultas Hukum
Universitas Lampung periode kepengurusan 2017-2018.
PERSEMBAHAN
Bismillahirrahmannirrahim…
Puji syukur kepada Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, maka
dengan ketulusan dan kerendahan hati serta perjuangan dan jerih payah yang telah
diberikan, penulis mempersembahkan karya ilmiah ini kepada:
Kedua orangtua, Dad (Bob Davey) dan Mami, (Berlina Hutagalung-Davey) yang
senantiasa memberikan dukungan semangat dan limpahan cinta kasih, nasihat,
serta doa yang selalu dipanjatkan sehingga menjadi kekuatan bagi penulis untuk
menyelesaikan karya ilmiah ini.
Keluarga dan sahabat yang senantiasa memberikan dukungan yang memotivasi
penulisan dan almamaterku tercinta…
Universitas Lampung
MOTTO
“Fiat justitia ruat caelum.”
(Lucius Calpurnius Piso Caesoninus)
“When life gives you lemons, make lemonade.”
(Elbert Hubbard)
”Sometimes we don’t reach for the stars; sometimes we are satisfied with what
people tell us we’re supposed to be satisfied with, and I’m just not going for it.”
(Beyoncé Giselle Knowles-Carter)
“To be or not to be.”
(penulis)
SANWACANA
Alhamdullillahirabbil’alamin…. Segenap puji dan syukur penuliskan haturkan
atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, karya
ilmiah dengan judul, “Penerapan Precautionary Principle terhadap
Pemanfaatan Genetically Modified Organisms Menurut Cartagena Protocol
On Biosafety dan the Sanitary and Phytosanitary Agreement” dapat
diselesaikan dengan baik. Karya ilmiah ini adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Penyelesaian karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan, partisipasi, bimbingan,
kerjasama, dan doa dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung, sehingga pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Armen Yasir, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung;
2. Ibu Melly Aida, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Internasional
dan Miss Rehulina, S.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Internasional;
3. Ibu Melly Aida, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Utama, terimakasih atas
dukungan yang diberikan meliputi waktu, saran, dan kritik dalam proses
penyelesaian karya ilmiah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik;
4. Bapak Naek Siregar, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Kedua, terimakasih
atas dukungan yang diberikan meliputi waktu, saran, dan kritik dalam proses
karya ilmiah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik;
5. Bapak Abdul Muthalib Tahar, S.H., M.Hum, selaku Penguji Utama,
terimakasih atas keluangan waktu yang diberikan dalam memberikan saran
dan kritik terhadap karya ilmiah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik;
6. Bapak Ahmad Syofyan, S.H., M.H., terimakasih atas bimbingan dan arahan
yang diberikan selama proses penulisan karya ilmiah, serta tidak lupa penulis
menyampaikan terimakasih atas kesempatan yang Bapak berikan sehingga
ilmu pengetahuan penulis dalam menyusun karya ilmiah sungguh terasah
yang menimbulkan motivasi untuk terus menulis;
7. Miss Ulin, for teaching me to always see the good in everything and
everyone. I aspire to be a kind-hearted person like you.
8. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh Staf Administrasi Fakultas Hukum khususnya
Bagian Hukum Internasional, terimakasih atas dukungan, arahan, serta
bimbingannya dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini dan memberikan
banyak ilmu pengetahun selama menyelesaikan studi;
9. Bapak/Ibu Guru SD, SMP, SMA Fransiskus Bandar Lampung, terimakasih
telah memberikan uluran tangan kepada saya yang tanpanya saya tidak akan
bisa menggapai bintang, terimakasih telah mengajarkan untuk terus
mengasihi alam lingkungan dan sesama, serta terimakasih telah mengajarkan
saya untuk memiliki jiwa yang besar. Fransiskus Magnanimus!;
10. My dad in heaven. What makes it so hard is to know that I would never show
you my paper in person. But, you are the reason of my strength that everyone
has appreciated so far. You made me a warrior, because I am your legacy, and
simply because I am your daughter. I thank you for the love and faith that you
gave me to hold on through shine and gloom. Since heaven could not wait for
you, through my heart and prayers I present to you my degree. Dad, I am a
bachelor of (international) law;
11. Untuk mami dan ayah bonus saya, Om Toto. Terimakasih atas doa dan
dukungan kepada kakak selama ini, terutama dalam memberikan motivasi,
pengertian, dan kasih sehingga tanpa semua itu perjuangan kakak tidak akan
sampai pada purnanya karya ilmiah ini. Semoga kakak dapat menjadi anak
yang membanggakan kalian; suksesku adalah sukses kalian, kebahagiaan
kalian adalah kesuksesanku;
12. Walungria, the only squad I have: Pipit, the sister that God sent to me through
my God-parents, Bu Lik Wiwik dan Pak Lik Yudo who have much in raising
me, I love you guys. Jojo, the “siapudan” of the gang, my brother, who taught
me that being true to your self, is the key of power. And last but not the least,
Parulian, my partner, my compliment and opposite, my base and foundation
to grow, thank you for believing in me when nobody does;
13. Keluarga Besar Hutagalung, nenek, Bapak Abang, Ibu Rukiah, Mayung,
Bapak Nen, Om Papi, Mami Yulis, dan para sepupuku, mauliate godang
untuk dukungan dohot holong ni kakak, molo dang adong kakak dang boi au
berhasil;
14. Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional terutama swagers, terimakasih
telah memberikan warna dalam hari-hari selama menyelesaikan studi di
Bagian Hukum Internasional, terimakasih juga untuk dukungan selama
penyusunan karya ilmiah, seminar proposal, seminar hasil, dan ujian skripsi
komprehensif. I will see you on top!;
15. Almamaterku tercinta serta seluruh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung Angkatan 2014;
16. Untuk segenap pembaca, terimakasih atas keluangan waktu untuk membaca
karya ilmiah penulis.
17. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah membantu
dalam penyelesaian karya ilmiah ini, terimakasih untuk segalanya;
Karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap agar
karya ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Bandar Lampung, 11 April 2018
Penulis
Orima Melati Davey
i
i
DAFTAR ISI
Halaman Sampul
Abstrak
Daftar isi ................................................................................................. i
Daftar tabel ........................................................................................... iv
Bab I: Pendahuluan
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................. 8
D. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 9
E. Sistematika Penulisan ............................................................. 10
Bab II: Tinjauan Pustaka
A. Precautionary Principle .......................................................... 12
1. Sejarah ............................................................................... 12
2. Definisi dan Pengertian ..................................................... 13
3. Unsur-Unsur precautionary principle ............................... 15
4. Tujuan precautionary principle ........................................ 18
5. Precautionary principle dan GMO ................................... 20
B. Bioteknologi ............................................................................ 20
1. Definisi dan Pengertian ..................................................... 20
2. Jenis-Jenis Bioteknologi ................................................... 21
3. Bioteknologi Tradisional dan Bioteknologi
Moderen ............................................................................ 23
4. Kronologis Bioteknologi ................................................... 24
5. Dampak Positif dan Negatif .............................................. 26
C. Genetically Modified Organisms (GMO) ............................... 26
1. Pengertian Genetically Modified Organisms .................... 26
2. Manfaat Genetically Modified Organisms ........................ 28
3. Dampak Positif Genetically Modified Organisms ............ 26
4. Dampak Negatif Genetically Modified Organisms ........... 30
D. Hak Kekayaan Intelektual ...................................................... 35
1. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual pada GMO ................. 35
2. Bentuk-Bentuk Hak Kekayaan Intelektual........................ 37
E. Cartegana Protocol on Biosafety ............................................ 39
1. Tujuan ............................................................................... 39
2. Negara-Negara yang meratifikasi ..................................... 39
F. Sanitary and Phytosanitary (SPS) Agreement ........................ 41
1. Ruang Lingkup .................................................................. 41
2. Hak dan Kewajiban ........................................................... 41
3. Badan Standar Internasional ............................................. 43
4. Negara-negara yang meratifikasi ...................................... 43
ii
ii
Bab III: Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian ........................................................................ 44
B. Pendekatan Masalah ................................................................ 44
C. Sumber Data ............................................................................ 46
1. Sumber data ....................................................................... 46
2. Metode Pengumpulan data ................................................ 50
3. Pengolahan data ................................................................ 51
D. Analisis Data ........................................................................... 52
Bab IV: Pembahasan
A. Pengaturan Genetically Modified Organisms dalam
Cartegana Protocol on Biosafety dan SPS Agreement ........... 53
1. Kronologis Pengaturan Genetically Modified
Organisms ........................................................................ 53
2. Pengaturan Genetically Modified Organisms
(GMO) dalam Cartegana Protocol on Biosafety ............. 58
a. The Biosafety Clearing House .................................. 60
b. Advanced Informed Agreement ................................. 60
c. Prosedur Pemanfaatan Langsung GMO .................... 62
d. Risk Assessment and Management ............................ 64
e. Export Documentation .............................................. 64
3. Pengaturan Genetically Modified Organisms
dalam Sanitary and Phytosanitary (SPS)
Agreement......................................................................... 64
a. Codex Alimentarius .................................................. 66
b. World Organization for Animal Health (OIE) .......... 67
c. International Convention Plant Protection (IPPC) .. 67
d. GM Foods Labeling .................................................. 68
B. Penerapan Negara-Negara terhadap Precautionary
Principle terhadap Pemanfaatan Genetically Modified
Organisms serta implementasinya di Indonesia ...................... 70
1. Pemanfaatan GMO di Negara-Negara .............................. 71
a. Korea ........................................................................... 71
b. Brazil ........................................................................... 75
c. Polandia ....................................................................... 81
d. Jerman ......................................................................... 87
e. Italia............................................................................. 97
2. Penerapan Negara-Negara terhadap Precautionary
Principle terhadap Pemanfaatan Genetically Modified
Organisms ....................................................................... 106
a. Korea ......................................................................... 106
b. Brazil ......................................................................... 111
c. Polandia ..................................................................... 112
d. Jeman......................................................................... 114
e. Italia........................................................................... 116
3. Penerapan Precautionary Principle terhadap
Pemanfaatan Genetically Modified Organisms di
Indonesia ......................................................................... 118
iii
iii
a. Pemanfaatan Genetically Modified Organisms di
Indonesia ................................................................... 118
b. Regulasi Terkait Bioteknologi di Indonesia .............. 123
c. Penerapan Precautionary Principle terhadap
Pemanfaatan Genetically Modified Organisms di
Indonesia ................................................................... 136
Bab V: Penutup
A. Kesimpulan ........................................................................... 145
B. Saran ...................................................................................... 146
Daftar Pustaka
iv
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1.
Contoh Pelabelan Produk Pangan dengan Rekayasa Genetik di
Korea ................................................................................................... 74
Tabel 1.2.
Perbandingan Pemanfaatan GMO oleh Negara-Negara ................... 104
Tabel 1.3
Pemanfaatan GMO di Korea ............................................................. 106
Tabel 1.4
Perbandingan Penerapan Precautionary Principle antar
Negara-Negara .................................................................................. 117
Tabel 1.5
Pengembangan Produk Hasil Panen Rekayasa Genetik di
Indonesia ........................................................................................... 119
Tabel 1.6
Penerapan Precautionary Principle Melalui Regulasi
erkait GMO di Indonesia ................................................................... 138
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman, globalisasi telah mengantar kita kepada
beragam aspek yang semakin maju, tidak terkecuali perkembangan pesat
dalam teknologi sains. Banyaknya penelitian yang dilakukan untuk
mempermudah dan memperbaiki kehidupan manusia telah mendukung
keberadaan bioteknologi moderen yang canggih.1
Bioteknologi adalah manipulasi dari organisme makhluk hidup dengan
tujuan yang kompleks karena melibatkan kesejahteraan manusia dan
lingkungan. Walaupun terkesan sangat canggih dan futuristic, namun
sebenarnya bioteknologi sudah berlangsung sejak awal peradaban
manusia.2 Bentuk paling dasar dari bioteknologi diawali dari sektor
pertanian, khususnya dalam memproduksi makanan. Petani-petani
terdahulu memilih tanaman tertentu sebagai hasil panen dan mereka
menyimpan benihnya untuk ditanam di musim yang akan datang. Selama
1 Timothy Caulfield, 2006, Globalization and Biotechnology Policy, Globalization and Health,
Netherlands: Springer, hlm. 129. 2 Ray V. Herren, 2012, Introduction to Biotechnology: an Agriculture Revolution, New York:
Delmar, hlm. 23.
2
bertahun-tahun, mereka mengembangkan berbagai macam benih yang
mereka minati dan belajar untuk menumbuhkannya dengan efisien melalui
irigasi dan pengendalian alang-alang. Munculnya budaya di seluruh dunia
yang memanfaatkan ragi (bagian dari jamur) untuk membuat alkohol dan
roti jauh sebelum mereka memahami peran ragi dalam proses fermentasi
secara tidak langsung adalah bagian bioteknologi yang melekat dalam
masyarakat. Salah tujuan utama dari bioteknologi adalah untuk
menciptakan kesejahteraan sebanyak 6 (enam) milyar populasi manusia di
dunia melalui pangan.3 Seiring waktu, bioteknologi tradisional
berkembang menjadi bioteknologi moderen yang melibatkan adanya
rekayasa genetik. Produk-produk rekayasa genetik tersebut dikenal dengan
istilah Genetically Modified Organisms (GMO).
Secara garis besar, GMO berkaitan dengan sebuah organisme, baik berupa
hewan, tumbuhan, ataupun mikroorganisme yang terdiri dari bakteri,
jamur, ragi, dan sebagainya.4 Organisme-organisme tersebut telah melalui
proses reproduksi menggunakan bioteknologi modern termasuk teknologi
rekombinan. Mekanisme dari bioteknologi tersebut adalah dengan
melaksanakan pengendalian genetika, sehingga tanaman dapat diciptakan
dengan sifat sesuai yang dikehendaki melalui proses yang tepat, cepat, dan
terakurasi tinggi. Contohnya, seorang ahli ilmu genetika tumbuhan dapat
mengisolasi sebuah gen yang memiliki daya tahan terhadap kekeringan
3 Kathy Wilson Peacock, 2010, Biotechnology and Genetic Engineering. USA: Maple Press, hlm.
4 4 IDEP Foundation, 2012, Apa itu transgenik?, hlm. 1, diakses dari www.idepfoundation.org pada
10 Juli 2017 pukul 20.07 WIB.
3
lalu meyertakan gen tersebut ke tanaman lain. Tanaman yang baru saja
mengalami rekayasa genetika seketika mengadopsi sifat toleransi
kekeringan yang sama. Gen tidak hanya dapat ditansfer antar tanaman
saja, namun antar organisme berbeda juga dapat dilakukan.5 Salah satu
contoh sederhana dari produk GMO adalah jagung dengan kandungan Bt
(Bacillus thuringiensis) yang memiliki daya tahan herbisida.6
GMO pertama kali ditemukan pada 1972 dan sepuluh tahun kemudian,
tumbuhan rekayasa genetika berhasil diluncurkan. Pada masa itu,
sebanyak 2.8 juta Ha hasil panen dikomersilkan. Pada 2004, sebanyak 8
juta petani dari 17 negara menanam jagung, kapas, kacang kedelai dengan
rekayasa genetik seluas 81 juta Ha. Umumnya, yang menarik minat
masyarakat awam seperti petani adalah tanaman dengan gen yang
memiliki daya tahan herbisida dan toleransi terhadap serangga.7 Akan
tetapi selama beberapa tahun terakhir, GMO menjadi sebuah sorotan
dalam ranah hukum internasional. Hal ini disebabkan adanya kontroversi
terhadap komersialisasi produk GMO dalam kehidupan masyarakat.
GMO secara sistematis mewakili penerapan dari precautionary principle
(PP), yaitu sebuah prinsip yang berasal dari pengelolaan risiko
5 Deborah B. Whitman, 2000, “Genetically Modified Foods: Harmful or Helpful?” Nature, vol.
399, no. 21, hlm. 1. 6 Alain Braux, 2014, GMO 101: A Pratical Guide to Genetically Engineered Food, USA: Alain
Braux International Publishing, LL.C., hlm. 54. 7 Nancy Mills, 2006, Genetically Modified Organisms, Center for Ecogenetics & Environment
Health, hlm. 314. https://doi.org/155.187.2.69
4
lingkungan8 dan bersifat sebagai tolak ukuran untuk mencegah sebuah
ancaman serius mengenai kesehatan manusia atau lingkungan berdasarkan
ketidakpastian atau perkiraan pengetahuan ilmiah.9 Precautionary
principle fokus terhadap hubungan filosofis dan spiritual antara manusia
dan lingkungan hidup yang menyokong keberadaan fisik makhluk hidup.
Prinsip ini berlaku sebagai evaluasi dari arah yang telah dipilih oleh
masyarakat sejak periode industrialisasi yang muncul di Inggris pada akhir
abad ke-18. Perkembangan ekonomi yang menyebabkan kemajuan industri
telah menurunkan kualitas lingkungan hidup secara signifikan.10
Sebagian
besar permasalahan lingkungan hidup di sekitar kita sangat
memprihatinkan sehingga dalam beberapa komunitas makhluk hidup
diperkirakan tidak ada lagi generasi penerus, termasuk manusia yang
mengalami situasi fatal dan ekstrim seperti kekeringan, kelaparan, dan
banjir bandang.
Mengacu pada Pasal 1 dan 11 Cartagena Protocol on Biosafety, dijelaskan
bahwa GMO tidak bisa diperniagakan, dikomersialisasikan, dan
dimanfaatkan oleh masyarakat apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu
pengetahuan dan bukti sains yang cukup dan jelas.11
Hal ini sesuai dengan
maksud precautionary principle yakni “its better safe than sorry”
8 John N. Hathcock, 2000, “Precautionary principle: An Impossible Burden of Proof for Our New
Products”, AgBioForum, vol. 3, no.4, hlm 1. 9 Marco Marrtuzi, 2004, Precautionary principle : Protecting Public Health , the Environment and
the Future of Our Children. Denmark: World Health Organisation, hlm. 7. 10
James Cameron & Juli Abouchar, 1991, “Precautionary principle : A Fundamental Principle of
Law and Policy for the Protection of the Global Environment”, Boston College International and
Comparative Law Review, vol 14, no.1, hlm. 2. 11
Natalie Ferry, 2009, Environmental Impact of Genetically Modified Crops. UK: MPG Books
Group, hlm. 329.
5
mengingat rekayasa genetik adalah produk yang dampaknya bersifat
irreversible atau tidak dapat dikembalikan.12
Hambatan mengenai
penerapan prinsip mulai saat terjadinya kasus berkurangnya populasi ulat
kupu-kupu raja di Amerika dengan drastis akibat memakan jagung yang
telah memiliki kandungan Bt.13
Menurut para ilmuwan, apabila sebuah
penemuan atau karya manusia telah mengganggu keseimbangan ekosistem
alam, maka sudah selayaknya dianggap ancaman yang harus dihentikan.
Selain itu, keadaan ini menegaskan bahwa GMO tidak hanya memiliki
manfaat, namun juga berisiko pada kesehatan manusia dan lingkungan.
Seiring perkembangan zaman, GMO telah dikomersilkan dan menjadi
objek ekspor-impor dalam lingkup perdagangan internasional. Kegiatan
tersebut dilaksanakan di bawah regulasi the Sanitary and Phytosanitary
Agreement (SPS Agreement), yaitu sebuah perjanjian dari the World Trade
Organisation (WTO) yang memperhatikan kesehatan manusia dan
lingkungan melalui standarisasi diantaranya codex alimentarius (pangan),
International Plant Protection Convention (IPPC), dan World
Organizattion for Animal Health (OIE). Ketiga pengaturan tersebut
dikenal dengan sebutan the three sisters organization. Akan tetapi,
sebagian negara merasa bahwa SPS Agreement belum berhasil
menerapkan precautionary principle sesuai dengan Cartagena Protocol on
Biosafety sebagai protokol yang mengatur GMO secara khusus.
Sedangkan WTO menyatakan bahwa SPS Agreement adalah wujud dari
12
P. Saradhi Puttagunta, 2014, “Precautionary principle in the Regulation of Genetically Modified
Organisms”, Health Law Review, vol. 9, no. 2, hlm. 10. 13
David E. Newton, 2014, GMO Foods: A Reference Handbook, California: ABC-CLIO, hlm.118.
6
precautionary principle melalui perspektif perdagangan internasional.
Selain itu, WTO juga menjamin bahwa organisasi perdagangan
internasional tersebut tetap memperhatikan keberlangsungan ekonomi
tanpa menyampingkan kesehatan lingkungan. Negara-negara dengan
berdasarkan pada hukum lingkungan internasional menyikapi pernyataan
tersebut dengan alasan melindungi kedaulatan negara. Artinya, apabila
produk GMO impor diterima dengan mudah tanpa standar yang relevan,
penyebaran penyakit dan hama akan menjadi sebuah permasalahan
nasional yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, ranah internasional
mengalami perbedaan pandangan terkait penerapn precautionary principle
tersebut berdasarkan Cartagena Protocol on Biosafety dan SPS
Agreement.
Saat ini, negara-negara mulai memahami bahwa stigma produk
bioteknologi moderen seperti GMO yang selalu berdampak buruk tersebut
tidak benar, selama memenuhi standar dan tidak melampaui risiko yang
diberikan tiap negara. Negara-negara yang sudah menerima GMO secara
aktif antara lain adalah Amerika Serikat, Brazil, Korea, dan Indonesia.
Walaupun negara-negara tersebut belum memperniagakan atau
memproduksi secara komersil secara keseluruhan, namun eksistensi
produk GMO khususnya pangan sudah meningkat secara signifikan. Akan
tetapi, sampai sekarang masih ada negara-negara yang tidak menerima
produk GMO sebagian besar adalah negara Uni Eropa diantaranya yaitu
Luxemburg, Polandia, Jerman, Italia, Austria, dan Hungaria. Alasan dari
7
tiap negara yang menolak GMO masih rancu dan belum diketahui secara
pasti. Hal ini menyebabkan adanya ketidakpastian penerapan
precautionary principle dalam tiap-tiap negara terhadap pemanfaatan
GMO tersebut, baik berdasarkan Cartagena Protocol on Biosafety dan
SPS Agreement.14
Oleh karena itu, mengkaji Penerapan precautionary principle terhadap
Pemanfaatan Genetically Modified Organisms menurut Cartagena
Protocol on Biosafety dan Sanitary and Phytosanitary Agreement sangat
diperlukan, karena melalui penelitian ini, diharapkan adanya kepastian dan
konsistensi mengenai penerapan prinsip tersebut sesuai dengan hukum
nasional masing-masing negara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, pokok permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan Genetically Modified Organisms (GMO) dalam
Cartagena Protocol on Biosafety dan Sanitary and Phytosanitary
(SPS) Agreement?
2. Bagaimana penerapan negara-negara terhadap prinsip precautionary
principle dalam pemanfaatan Genetically Modified Organisms (GMO)
serta implementasinya di Indonesia?
14
Tarja Laaninen, 201, “ At a glance Member States Bans on GMO Cultivation”, European
Parlement: PE 545.708, hlm. 1.
8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumumsan masalah yang telah disusun, penulisan ini
dilakukan dengan tujuan utama yaitu:
a. Untuk menjelaskan dan menganalisis pengaturan hukum
Genetically Modified Organisms (GMO) sesuai yang diatur dalam
Cartagena Protocol on Biosafety dan Sanitary and Phytosanitary
(SPS) Agreement.
b. Untuk memahami penerapan negara-negara terhadap precautionary
principle dalam pemanfaatan Genetically Modified Organisms
(GMO) serta implementasinya di Indonesia.
2. Kegunaan Penelitian
Manfaat dari penelitian ini terdiri dari dua aspek yaitu:
a. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi manfaat bagi pembaca
sebagai bentuk kontribusi ilmu hukum khususnya dalam lingkup
internasional mengenai penyelesaian perbedaan pandangan terkait
pelaksanaan produksi GMO yang masing-masing dilihat dari dua
pengaturan hukum internasional berbeda yaitu Cartagena Protocol
on Biosafety dan Sanitary and Phytosanitary Agreement. Oleh
karenanya, manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai
sumber atau referensi yang memaparkan pengaturan dari
9
Genetically Modified Organisms berdasarkan dua pengaturan
hukum internasional yang berbeda.
b. Manfaat Praktis
Penulisan ini diharapkan memberi manfaat kepada pembaca
khususnya masyarakat umum sebagai pengembangan dari hukum
internasional sehingga masyarakat dapat memahami praktik yang
terjadi apabila dua pengaturan hukum internasional dengan
kedudukan yang sama memiliki perbedaan pendapat dengan
memaparkan penerapan precautionary principle pada negara-
negara baik yang menerima ataupun tidak menerima. Artinya,
manfaat praktis penelitian ini adalah bentuk aplikasi dari manfaat
teoritis sehingga peneliti berikutnya memiliki referensi dan teori
baru yang digunakan terhadap peristiwa atau permasalahan yang
sejenis. Dengan demikian, diharapkan adanya penelitian yang lebih
lanjut mengenai permasalahan ini yang menggunakan skripsi
selaku sumber data sekunder.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini membahas mengenai penerapan Precautionary
principle oleh negara-negara terhadap pemanfaatan Genetically Modified
Organisms dan analisisnya melalui sudut pandang dua pengaturan hukum
internasional yaitu Cartagena Protocol on Biosafety dan SPS Agreement.
10
E. Sistematika Penulisan
Sebagai bentuk penyusunan dan pengembangan penulisan isi skripsi yang
mudah, maka diperlukan adanya kerangka penulisan yang sistematis.
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang
dikategorikan sebagai berikut:
I. Pendahuluan
Bab ini merupakan bagian awal dari skripsi untuk mengantarkan
pembaca kepada gambaran umum pokok permasalahan skripsi.
Agar mewujudkan hal tersebut, bab ini terdiri dari latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, ruang lingkup
penelitian, dan sistematika penulisan.
II. Tinjauan Pustaka
Bab ini menjelaskan pengertian yang berlaku sebagai pembahasan
pokok dalam skripsi. Selain itu, bab ini berperan sebagai landasan
teori agar dapat memudahkan pembaca memahami hasil penelitian
dan analisis data skripsi di bab IV. Adapun yang menjadi tinjauan
pustaka bab ini adalah pengertian dari precautionary principle,
bioteknologi, Genetically Modified Organisms (GMO), Hak
Kekayaan Intelektual, Cartagena Protocol on Biosafety, dan
Sanitary and Phytosanitary Agreement.
11
III. Metode Penelitian
Bab ini akan menjalasan pendekatan yang digunakan dalam
penyusunan skripsi seiring dengan penelitian yang dilakukan. Oleh
karena itu, metode penelitian yang digunakan dikelompokkan
menjadi beberapa bagian yaitu berdasarkan jenis penelitian,
pendekatan masalah, sumber data, metode pengumpulan dan
pengolahan data, serta analisis data.
IV. Pembahasan
Bab ini merupakan pemaparan dari pemecahan permasalahan
skripsi. Penyelesaian masalah skripsi dilakukan dengan membahas
hasil penelitian serta analisis data sesuai dengan penulisan. Dalam
skripsi ini, permasalahan yang dimaksud memahami pengaturan
GMO menurut Cartagena Protocol on Biosafety dan Sanitary and
Phytosanitary Agreement, serta penerapan precautionary principle
oleh negara-negara terhadap pemanfaatan GMO.
V. Penutup
Sebagai penutup dari skripsi ini, maka penulisan akan diakhiri
dengan adanya kesimpulan dan saran-saran. Pengertian dari
kesimpulan dalam bab ini adalah inti ataupun pernyataan umum
dari keseluruhan pembahasan dan permasalahan penelitian skripsi.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, saran-saran terkait penelitian dan
penulisan diberikan sebagai acuan penulisan berikutnya.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Precautionary principle
1. Sejarah
Cikal bakal precautionary principle berasal dari prinsip vorsorge atau
foresight (ramalan) milik Jerman. Pada pemikiran awal prinsip
tersebut, diyakini bahwa masyarakat harus memahami terlebih dahulu
sebelum dapat menghindari kerusakan lingkungan dengan menjadi
lebih hati-hati terhadap perencanaan serta pembatasan sumber aktivitas
dengan potensi berbahaya. The vorsorgeprinzip berkembang diawal
1970 dan menjadi prinsip fundamental hukum lingkungan Jerman serta
telah dilibatkan untuk menilai implementasi kebijakan yang
menanggapi kasus-kasus seperti hujan asam, pemanasan global, dan
polusi laut utara.15
Kemudian, the 1987 Ministerial Declaration of the
Second Conference on the Protection of the North Sea
memperkenalkan prinsip precaution dan diterapkan pada 1992 dalam
amandemen the Maastricht Treaty on the European Union.16
15
Joel Tickner, 1999, “Precautionary principle in Action: A Handbook”, Dakota: Science and
Environmental Health Network”, hlm. 2. 16
Leeka I. Kheifets, 2001, “Precautionary principle and EMF: Implementation and Evaluation”,
Journal of Risk Research, vol. 4, no. 2, hlm.115.
13
Seiring waktu, precautionary principle berperan dalam pernyataan
kebijakan international, seperti konvensi yang berhubungan dengan
permasalahan lingkungan berisiko tinggi dimana sains atau
pengetahuan yang dimiliki masih meragukan dan perencanaan nasional
untuk perkembangan berkelanjutan (sustainable development). Prinsip
tersebut diperkenalkan pada 1984 melalui the First International
Conference on Protection of the North Sea. Setelah konferensi
tersebut, prinsip precaution banyak dilibatkan dalam sejumlah
konvensi dan perjanjian internasional, diantaranya the Bergen
Declaration on Sustainable Development, the Maastricht Treaty on the
European Union, the Barcelona Convention, dan the Global Climate
Change Convention.17
2. Definisi dan Pengertian
Secara etimologi, istilah “precaution” berasal dari Bahasa Latin “prae”
yang berarti “sebelum”, dan “cautio” yang berarti “security” atau
“keamanan”. Istilah “caution” dalam Black‟s Law Dictionary diartikan
sebagai: (1) “security given to ensure performance of some
obligation”; dan (2) “the person who gives the security”.18
Precautionary principle dalam konteks perlindungan lingkungan fokus
terhadap pengendalian risiko ilmiah. The 1992 United Nations
17
Joel Tickner, loc.cit. 18
Emmy Latifah, 2016, “Precautionary Principle Sebagai Landasan dalam Merumuskan Kebijakan
Publik”, Yustitia, vol. 5, no. 2, hlm. 278.
14
Conference on Environment and Development (Rio Declaration)
memberikan pengertian precautionary principle melalui prinsip ke-15
yang berbunyi:19
“In order to protect the environment, the precautionary
approach shall be widely applied by States according to their
capabilities, where there are threats of serious or irreversible
environmental damage, lack of full scientific certainty should
not be used as a reason for postponing measures to prevent
environmental degradation.”
Walaupun istilah “measures” tidak begitu spesifik, namun secara garis
besar dapat diterima sebagai kebijakan pemerintah yang menggunakan
kewenangannya untuk menolak persetujuan terkait lingkungan demi
mengusulkan perkembangan atau aktivitas lainnya.
Precautionary principle telah menjadi salah satu prinsip yang ditaati
dalam berbagai perjanjian internasional selama lebih dari satu
dasawarsa.20
Jika diartikan secara harafiah, precautionary principle
berarti prinsip kehati-hatian. Secara lebih spesifik, precautionary
principle adalah sebuah prinsip (berasal dari pengelolaan risiko
lingkungan21
) yang bersifat tolak ukuran untuk mencegah sebuah
ancaman serius mengenai kesehatan manusia atau lingkungan,
19
United Nations, 1992, Rio Declaration onEnvironment and Development (principle 15), hlm. 3.
http://www.jus.uio.no/lm/environmental.development.rio.declaration.1992/portrait.a4.pdf pada 22
Agustus 2017 Pukul 21.28 WIB. 20
C. Smith, 2000, “Precautionary principle and Environmental Policy: Science, Uncertainty, and
Sustainability”, INT J OCCUP ENVIRON HEALTH, Vol 6, hlm. 1. 21
Anne Ineborgh¸op. cit, hlm. 74.
15
berdasarkan ketidakpastian atau perkiraan pengetahuan ilmah
mengenai keadaan yang sekiranya negatif.22
Tahap ini menyatakan
bahwa sains dapat diandalkan untuk mengira dan memperhitungkan
risiko. Melalui penerapan precautionary principle, sebuah perkiraan
kerusakan dapat dihilangkan atau dikurangi.23
Berdasarkan beberapa
pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa precautionary
principle dapat diartikan sebagai suatu prinsip tindakan kehati-hatian
yang dilakukan sebelum timbulnya dampak.
3. Unsur-Unsur Precautionary Principle
Dalam menerapkan precautionary principle, terdapat banyak hal yang
harus disesuaikan, terutama dalam mengimplentasi ke dalam peraturan
nasional sebuah negara. Akan tetapi, terdapat beberapa persamaan
mengenai unsur utama dalam precautionary principle yaitu:24
a. Adanya Ketidakpastian Risiko (Uncertainty of Risk)
Berbeda dengan prevention principle, precautionary principle
tidak memiliki kepastian dalam menentukan risikonya. Oleh karena
itu, terdapat perbedaan yang mendasar antara preventive measure
(tindakan pencegahan) dan precautionary measures (tindakan
berhati-hati). Precautionary measures berlaku lebih jauh
dibandingkan preventive measure, karena preventive measure
diberikan pada keadaan dimana akibat dan dampak sudah
diketahui, contohnya adalah dampak merokok, pengunaan
22
Marco Marrtuzi, loc. Cit. 23
Ibid. 24
Emmy Latifah, op.cit, hlm. 280-284.
16
pestisida, dan sebagainya. Sebaliknya, precautionary measures
dilakukan sebelum diketahui adanya hubungan sebab akibat antara
teknologi yang ada pada suatu produk atau kegiatan dengan potensi
kerusakan atau bahaya yang akan ditimbulkan karena belum
adanya bukti ilmiah. Hal ini sangat sesuai apabila diterapkan pada
GMO, mengingat setiap produk GMO berbeda satu dengan yang
lainnya sehingga memiliki risiko yang berbeda-beda pula.
b. Adanya Penilaian Ilmiah Atas Potensi Risiko yang
Ditimbulkan (Scientific Assesment of Risk)
Unsur kedua sangat berperan dalam mencegah agar precautionary
principle tidak disalahgunakan. Selain itu, unsur ini terdiri dari dua
aspek yaitu, risk assessment (penilaian potensi risiko) dan risk
management (pengendalian risik). Kedua aspek ini biasanya
diterapkan dalam lingkup industrial.
c. Adanya Potensi Kerusakan Serius atau Permanen (Potential
for Serious or Irreversible Damage)
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa precautionary
principle diterapkan terhadap kerusakan serius yang dampaknya
bersifat irreversible (tidak dapat dikembalikan). Di sisi lain,
precautionary principle juga sekaligus menyatakan bahwa
kerusakan serius yang terjadi belum tentu permanen, contohnya
seperti pencemaran minyak di laut. Namun, kerusakan permanen
17
sudah tentu serius, seperti kepunahan dan habisnya sumber daya
alam yang terbatas atau tidak terbatas. Unsur ketiga ini dapat
diterapkan dengan dua karakteristik, yaitu intensitas tinggi atau
lingkup geografis dan jangka waktu yang panjang.
d. Adanya Langkah-Langkah Pencegahan yang Proporsional
Pencegahan dalam precautionary principle pada dasarnya
mengutamakan kesehatan masyarakat dibandingkan ekonomi.
Akan tetapi, pelarangan sebuah produk adalah pilihan yang terakhir
saat risiko sebuah produk dinilai terlalu besar untuk ditanggung
sebuah negara. Precautionary principle sebelumnya dapat berupa
mengurangi keterpaparan (reduction of exposure), pemantauan,
pelabelan, uji coba sebelum masuk pasar, dan melakukan kajian
atau penelitian untuk mengurangi ketidakpastian yang diputuskan
oleh pengambil kebijakan.
e. Adanya Pergeseran Beban Pembuktian
Unsur ini menyatakan bahwa risiko sebuah produk ditanggung oleh
pencipta teknologi. Artinya, sang pencipta wajib meyakinkan
bahwa risiko dari produk tersebut adalah 0% sebelum sebuah
produk diterapkan. Hal ini berbeda dengan pembuktian secara
tradisional yang menerapkan produk terdahulu agar seiring waktu
dapat diketahui dampaknya.
18
4. Tujuan Precautionary Principle
Tujuan dari precautionary principle adalah untuk menghindari sebuah
kasus dalam hal “kemungkinan” yang disebut dengan ruin problems.
Ruin problems adalah hasil dari risiko yang memiliki kemungkinan
lebih dari 0% dalam menghasilkan kerugian yang tidak dapat
diperbaiki. Hal tersebut dicontohkan dengan musnahnya suatu
spesies.25
Pertimbangan precautionary lebih relevan secara luas
daripada ruin problems. Contohnya, sikap pencegahan terhadap bahaya
merokok terlebih dahulu ada dibandingkan cara pembuktian yang
melawan produk rokok. Sebuah pernyataan it‟s better safe than sorry,
mewakili bagaimana pencegahan terhadap “perkiraan” kerusakan yang
terjadi sangat dibutuhkan demi memprioritaskan kesehatan manusia
dan lingkungan.26
Pada dasarnya, precautionary principle adalah
sebuah pertimbangan yang tegas dalam hal ruin problems, tetapi dalam
lingkup yang luas, precautionary itu tidak bersifat tegas namun bisa
menyeimbangkan pertimbangan lain. Komponen dari Precaution
meliputi:27
a. Mempunyai tujuan, contohnya dengan menetapkan jenis
agrikultur dan pengembangbiakan benih yang diinginkan.
b. Mempertimbangkan dan meninjau alternatif praktik berbahaya.
25
Nassim Nicholas Taleb, 2014, Precautionary principle (with Application to the MGO), NYU
School of Engineering Working Paper Series, hlm. 2. 26
Per Sandin, 2004, Better Safe than Sorry: Applying Philosophical Methodsa to the Debate on
Risk and precautionary principles, hlm. 2. 27
A. Wallace Hayes, 2005, Precautionary principle, Boston: Harvard School of Public Health,
hlm. 162.
19
c. Memindahkan beban bukti kepada pihak dengan tanggung jawab
finansial serta pertanggungjawaban terhadap pengawasan,
pemahaman, penelitian, informasi, serta bersikap profesional.
d. Mengembangkan prosedur terbuka dan demokratis yang
memperbolehkan kriteria dan metode pengambilan keputusan
secara menyeluruh.
5. Precautionary Principle dan GMO
Argumen mengenai risiko yang menyertai produk-produk GMO telah
menjadi sorotan antar ilmuwan. Para ilmuwan menyatakan bahwa
GMO bekerja berdasarkan precautionary principle, karena risiko
transgenik memiliki dua aspek. Dua aspek tersebut meliputi
penyebaran dan dampak terhadap kesehatan serta ekosistem. Secara
ekologis, GMO memiliki kebiasaan untuk menyebar tanpa kendali
sehingga menimbulkan risiko yang sulit untuk dipastikan.28
Perkawinan silang sebuah jenis tanaman dengan GMO menyebabkan
sebuah efek terhadap sistem lingkungan yang sangat meluas, tidak
dapat dipulihkan, dan dengan ketidakpastian risiko.29
Tindakan
pencegahan yang berhubungan dengan GMO terdiri dari dua
persyaratan yaitu, ilmu pengetahuan yang tepat dan bukti ilmiah.
Kedua persyaratan tersebut berperan sebagai penilaian risiko untuk
28
Renate Schubert, 2010, Future Bioenergy and Sustainable Land Use, London and Sterling:
Earthscan, hlm. 149. 29
Simonetta Zarrilli, S., 2005, “International Trades in GMOs and GM Product: National and
Multilateral Legal Frameworks, New York and Geneva: United Nations, hlm. 42.
20
menentukan konsekuensi dari GMO. 30
Apabila kedua persyaratan
tersebut tidak memberikan dukungan yang cukup untuk membuktikan
risiko GMO sebesar 0%, maka precautionary principle dapat
mengukur risiko (precautionary measures) GMO melalui unsur-unsur
precautionary principle yang telah dijelaskan di atas.
B. Bioteknologi
Bioteknologi terdiri dari beberapa teknologi dengan karakteristik yang
sama dan biasanya melibatkan sel hidup dengan molekulnya serta
menggunakan praktikum yang luas untuk kemajuan hidup manusia.31
Bioteknologi adalah titik tertinggi pengalaman manusia selama bertahun-
tahun menggunakan organisme makhluk hidup dan proses fermentasi
untuk membuat produk bermanfaat bagi manusia. Penerapan bioteknologi
dalam kehidupan sehari-hari dapat diperhatikan melalui beragamnya
tingkat penerapan dari yang mendasar dan tradisional seperti produksi bir,
anggur, dan keju hingga proses molekul yang rumit seperti penggunaan
teknologi rekombinan DNA untuk menciptakan obat baru atau
mengenalkan sifat baru pada hasil panen dan pakan hewan.32
1. Definisi dan Pengertian
Bioteknologi berasal dari kata: bios (hidup), teuchos (alat), dan logos
(ilmu) sehingga bioteknologi dapat diartikan sebagai cabang ilmu yang
mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan
30
Natalie Ferry, 2009, Environmental Impact of Genetically Modified Crop, Oxfordshire: CAB
International hlm.329. 31
Firdos Alam Khan, 2014, Biotechnology in Medical Science, New York: CRC Press, hlm. 317,
diakses dari https://books.google.co.id pada 22 Agustus 2017 pukul 21.34 WIB. 32
John E. Smith, 2009, Biotechnology, Cambridge: Cambridge University Press, hlm.2.
21
lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (protein bioaktif, enzim,
vitamin, asam basa organik, alkohol, dan lain-lain) dalam proses
produksi untuk menghasilkan barang dan jasa.33
Pada 1982,
pemahaman bioteknologi merupakan penerapan asas-asas sains (ilmu
pengetahuan alam) dan rekayasa (teknologi) untuk pengolahan suatu
bahan dengan melibatkan aktivitas jasad hidup untuk menghasilkan
barang dan/atau jasa. Primrose (1987) menyatakan bahwa bioteknologi
merupakan eksploitasi komersial organisme hidup atau komponennya
seperti: sel, enzim dan senyawa organik lainnya.34
Sedangkan menurut
The European Federation of Biotechnology (EFB), bioteknologi
adalah the integration of natural sciences and organisms, cells, parts
there of, and molecular analogues for products and services.35
2. Jenis-Jenis Bioteknologi
Jenis-jenis bioteknologi terbagi dalam sektor dengan diberi nama
warna-warna tertentu yang mewakili setiap sektor tersebut diantaranya
bioteknologi merah, putih/abu-abu, biru, dan hijau dengan penjelasan
sebagai berikut:36
a. Bioteknologi merah (red biotechnology) adalah cabang ilmu
bioteknologi yang mempelajari aplikasi bioteknologi di bidang
medis. Cakupannya meliputi seluruh spektrum pengobatan
manusia, mulai dari tahap preventif (obat dan vaksin),
33
Ahyar Ahmad, 2014, “Laporan Hibah Penulisan Buku Ajar Mata Kuliah Bioteknologi Dasar”,
Makassar: Universitas Hassanudin, hlm. 13. 34
Ibid, hlm. 14. 35
John E. Smith, loc.cit. 36
Ahyar Ahmad, op. cit, hlm. 16.
22
diagnosis (penggunaan sel induk untuk pengobatan
regeneratif), dan pengobatan (menggantikan gen abnomal
dengan gen yang normal).37
b. Bioteknologi putih/abu-abu (white/gray biotechnology) adalah
bioteknologi yang diaplikasikan dalam industri seperti
pengembangan dan produksi senyawa baru serta pembuatan
sumber energi terbarukan yang disebut dengan biocatalysis.38
Contoh penerapannya yaitu pembuatan bir dengan khamir.
c. Bioteknologi hijau (green biotechnology) mempelajari aplikasi
bioteknologi di bidang pertanian dan peternakan. Di bidang
pertanian, bioteknologi telah berperan dalam menghasilkan
tanaman tahan hama, bahan pangan dengan kandungan gizi
lebih tinggi dan tanaman yang menghasilkan obat atau senyawa
yang bermanfaat. Sementara itu, di bidang peternakan,
binatang-binatang telah digunakan sebagai "bioreaktor" untuk
menghasilkan produk penting contohnya kambing, sapi,
domba, dan ayam telah digunakan sebagai penghasil antibodi-
protein protektif yang membantu sel tubuh mengenali dan
melawan senyawa asing (antigen). Bioteknologi jenis ini
diharapkan memiliki andil dalam menyikapi permasalahan
kelaparan.39
d. Bioteknologi biru (blue biotechnology) disebut juga
bioteknologi akuatik/perairan yang mengendalikan proses-
37
Pawet Kafarski, 2012, “Rainbow Code of Biotechnology”, Science, vol. 66, no.8, hlm. 815. 38
Ibid. 39
Ibid, hlm. 814.
23
proses yang terjadi di lingkungan akuatik.40
Salah satu contoh
yang paling tua adalah akuakultura, menumbuhkan ikan
bersirip atau kerang- kerangan dalam kondisi yang baik sebagai
sumber makanan.
3. Bioteknologi Tradisional dan Bioteknologi Moderen
a. Bioteknologi Tradisional
Seperti yang telah disebutkan diawal, bioteknologi sudah
berlangsung dalam kehidupan manusia tanpa disadari selama
bertahun-tahun. Bioteknologi tradisional biasanya berupa pangan
yang mengalami fermentasi sederhana seperti:
1) Pemanfaatan bakteri diantaranya Lactococci spp.,
Lactobacillus delbrueckii, atau Streptococcus thermophilus
untuk membuat keju.41
2) Pemanfaatan Saccharomysces cerrevisiae untuk membuat
ragi.42
3) Pemanfaatan Rhyzopus oligosporus, Rhyzopus stolonifer,
Rhyzopus arrhizus, dan Rhyzopus oryzae untuk membuat
tempe.43
40
Lingkungan atau ekosistem akuatik adalah ekosistem yang mayoritas terdiri dari air sebagai
habitat makhluk hidup. 41
Catherine W. Donelly, 2014, Cheese and Microbes, Washingto: ASM Press, hlm 77, diakses
dari https://books.google.co.id/books?id pada 17 Agustus 2017 pukul 17.12 WIB. 42
Jean L. Marx, 1989, A Revolution in Biotechnology, Cambridge: International Council of
Scientific Unions, hlm. 71, diakses dari https://books.google.co.id/books?id pada 17 Agustus 2017
pukul 16.56 WIB. 43
M. Lies Suprapti, 2003, Pembuatan Tempe, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hlm. 32 diakses
dari https://books.google.co.id/books?id pada 17 Agustus 2017 pukul 22.07 WIB.
24
b. Bioteknologi Moderen
Menurut Cartagena Protocol, “Bioteknologi Moderen” diartikan
sebagai (1) teknik in vitro pada asam nukleat termasuk DNA
rekombinan dan penyertaan langsung asam nukleat kedalam sel
atau organ, (2) peleburan sel-sel melebihi taksonoim44
famili,45
yang melampaui reproduksi fisiologis atau batasan rekombinan
yang bukan merupakan teknik tradisional dalam pengembiangkan
atau pemilihan.46
4. Kronologis Perkembangan Bioteknologi
Adapun perkembangan bioteknologi dari awal mula tahap tradisional
hingga mencapai tahap pangan seperti tanaman, kemudian hewan, dan
menjadi bioteknolog moderen yang dikenal saat ini yaitu:47
8500-5500 B.C.: Manusia mulai menetap di satu tempat dan
memelihara tanaman dan hewan. Panen yang terbaik disimpan
untuk digunakan sebagai benih tahun berikutnya.
1800 B.C.: Bangsa Babilonia meningkatkan kualitas dari
kurma dengan penyerbukan pohon betina dengan serbuk sari
dari pohon jantan dengan karakteristik yang diinginkan.
1863: Dari mengamati tanaman kacang polong di taman,
ilmuwan terkenal Mendel menyimpulkan bahwa “partikel tak
terlihat” tertentu (kemudian dijelaskan sebagai gen)
memberikan sifat-sifat dari orang tua kepada keturunannya
dengan cara yang dapat diperkirakan, ditahap ini hukum
keturunan mulai dipahami.
44
Taksonomi adalah pengelompokan suatu hal (dalam hal ini organism e dan mikroorganisme)
suatu hal berdasarkan hierarki tertentu. 45
Taksonomi famili adalah klasifikasi ilmiah suatu takson yang dalambentuk tidak baku disebut
dengan familia atau keluarga. Secara umum, penggunaan istilah familia dapat dinamakan
organisme atau mikroorganisme yang dapat dinamakan sama dengan nama salah satu anggotanya
yang umum diketahui. 46
Fisseha Asmelash, 2010, “A Look at Modern Biotechnology”. Ethiopia: Ethiopian Instituteof
Biodiversity, hlm. 2. 47
International Food Information Council Foundation, 2013, “Bioteknologi Pangan: Panduan bagi
Komunikator untuk Meningkatkan Pemahaman”, hlm. 26–27, diakses dari
www.foodinsight.org/foodbioguide.aspx pada 17 Agustus 2017 pukul 14.17 WIB.
25
1875: Lahirnya gandum hibrida tinggi atau penemuan hasil
yang lebih kuat.
1953: Struktur DNA dijelaskan oleh Watson dan Crick.48
1973: Ilmuwan Cohen dan Boyer berhasil mentransfer materi
genetik dari satu organisme ke organisme lain.
1961: United States Departemen of Agriculture (USDA)
mencatat Bacillus thuringiensis (Bt) sebagai biopestisida yang
pertama.
1986: US Environmental Protection Agency (EPA) menyetujui
penanaman komersial tanaman rekayasa genetika pertama
tanaman tembakau yang tahan terhadap virus mosaik
tembakau.
1992: US Food and Drug Administration (FDA) mengeluarkan
kebijakan yang menyatakan bahwa makanan dari tanaman
biotek akan diatur dengan cara yang sama dengan makanan
lainnya. Konsultasi pra pasar dengan FDA dianjurkan, sesuai
dengan praktik industri.
1993: Recombinant bovine somatotropin (rbST) sebuah protein
alami yang direproduksi menggunakan bioteknologi dan
digunakan pada sapi untuk meningkatkan produksi susu
disetujui di Amerika Serikat.
1994: Makanan utuh pertama diproduksi menggunakan
bioteknologi tomat FlavrSavr® masuk ke pasaran setelah FDA
mengeluarkan opini nasehat tentang keamanan. Labu dengan
daya tahan virus juga ditanam.49
1996: Varietas biotek seperti kacang kedelai, kapas, jagung,
tomat, benih padi, dan canola ditanam pada lahan seluas 4.5
juta hektar di Argentina, Australia, Kanada, RRC, Meksiko,
dan Amerika Serikat.
1996: Lahirnya hewan klonning pertama yaitu Domba Dolly.50
1998: Pepaya dengan daya tahan virus, dikembangkan melalui
bioteknologi untuk menyelamatkan tanaman dari kehancuran,
dan ditanam di Hawaii. Bersamaan dengan itu, jagung manis
dengan daya tahan serangga juga ditanam.
1999: The Enviropig™ adalah rekayasa genetika di Kanada
untuk menghasilkan enzim dalam air liur babi yang akan
memungkinkan untuk mendapatkan lebih banyak fosfor dari
pakannya. Penelitian tersebut akan mengurangi aliran fosfor ke
saluran air.51
48
The Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), 1999, “The OECD
Policy Briefs: Modern Biotechnology and the OECD”, OECD: Public Affairs Division, hlm.1. 49
Matthew G. Kramer, 1994, “Commersialization of a Tomato with an Intense Polygalactrunase
Gene: the FLAVR SAVRTM
Tomato Story”, Euphytica, vol. 79, no.293, hlm. 293 diakses dari
https://link.springer.com/article/10.1007/BF00022530 pada 22 Agustus 2017 pukul 21.51 WIB. 50
Daniel H. Farkas, 2004, DNA: From A to Z, Washington D. C.: AACC Press, hlm 32. 51
Lesley Alexandra Sharp, 2014, The Transplat Imaginary: Mechanical Hearts, Animal Parts,
and Moral Thinking in Highly Experimental Science, Los Angeles: University of California Press,
hlm. 171 diakses dari https://books.google.co.id pada 22 Agustus 2017 pukul 21.45 WIB.
26
2008: FDA mengeluarkan penilaian risiko pada kloning hewan,
menyimpulkan bahwa makanan dari kloning aman seperti
makanan lainnya.
2008: Gula bit yang diproduksi dengan bioteknologi
dikomersialisasikan.
2011: Varietas kedelai “tinggi oleat” yang lebih tinggi dalam
lemak tak jenuh tunggal tersedia di Amerika Serikat.
2011: Tambahan makanan utuh yang ditingkatkan dengan
bioteknologi diajukan untuk kajian pemerintah, termasuk apel
tanpa berubah warna menjadi kusam saat dibiarkan setelah
dimakan dan kentang rendah akrilimida.
2012: Peneliti melaporkan bahwa sapi “hipoalergenik”
pertama, Daisy, telah melalui rekayasa genetika untuk
menghapus protein yang dapat memicu alergi whey pada
manusia.
2012: Tanaman biotek ditanam di 420.8 juta hektar oleh 17.3
juta petani di 28 negara. Lebih dari 90% dari petani yang
menanam benih biotek adalah petani kecil. Hal ini berpotensi
sebagai sumber daya di negara berkembang.
5. Dampak Positif dan Negatif Bioteknologi
a. Dampak Positif
Perbaikan sifat tanaman melalui pemuliaan konvensional sering
menghadapi kendala sempitnya keragaman genetik dan lamanya
siklus seleksi. Sifat-sifat unggul yang diminati terkadang tidak
dimiliki oleh para ahli tanaman untuk digunakan dalam
persilangan. Selain itu, masa pra-produksi yang panjang
menyebabkan lamanya siklus seleksi. Evaluasi tanaman hasil
persilangan seringkali harus tersebut berbuah yang memerlukan
waktu relatif panjang. Bioteknologi dapat menawarkan alternatif
penanganan masalah di atas. Dengan bekerja pada tingkat sel,
bahkan molekuler, maka percepatan dan ketepatan perbaikan
27
varietas tanaman dapat dimungkinkan.52
Kini, bioteknologi
memiliki peran besar yang sangat menguntungkan sektor pertanian
dan kehutanan, medis, industri, serta perlindungan lingkungan.53
b. Dampak Negatif
Terdapat beberapa dampak negatif bersifat hazardous diantaranya
yaitu sepertinya penyilangan sifat gen yang tidak seharusnya dan
kandungan racun protein baru pada pangan rekayasa genetika yang
dapat berakibat buruk sepertinya munculnya sifat daya tahan obat
pada sebuah bakteri.54
C. Genetically Modified Organisms
1. Pengertian Genetically Modified Organisms
Genetically Modified Organisms (GMO) adalah organisme dimana
bahan genetik (DNA) yang telah ada mengalami perubahan dengan
cara yang tidak terjadi secara alami (melalui perkawinan) atau
rekombinasi alami.55
Pengertian tersebut menjelaskan bahwa GMO
merupakan organisme makhluk hidup (manusia, hewan, tumbuhan,
dan enzim) yang sifat dasar dan karakteristiknya telah mengalami
perubahan dengan menggunakan teknologi sains modern yang
mempelajari bagaimana sebuah sifat atau karakteristik dapat
52
Teguh Wijayanto, 2013, “Prospek Penerapan Bioteknologi dalam Pemanfaatan dan
Pengembangan Biodiversitas Padi Lokal Sulawesi Tenggara”, Agroteknos, vol. 3, no. 1, hlm. 41. 53
Fisessha Asmelash, loc.cit. 54
Ibid, hlm. 3. 55
Hannover Re, Genetically Modified Organisms (GMO’s), hlm. 1, diakses melalui
https://www.hannover-rueck.de/180643/genetically-modified-organisms-2017.pdf pada 30
Oktober 2017.
28
diwariskan dari suatu organisme kepada organisme yang lain untuk
menciptakan sifat baru.56
Rekayasa genetik berarti perubahan terhadap
sifat dasar hewan atau tumbuhan agar mereka dapat mengembangkan
sifat-sifat baru yang dikehendaki oleh manusia. Contohnya, gen dari
sebuah bakteri dimasukkan kedalam sebuah tanaman agar tanaman
tersebut senantiasa kebal terhadap serangan hama. Jadi, GMO tidak
hanya dapat dilakukan antar spesies yang sama, tetapi demikian
berlaku bagi dua spesies yang berbeda. GMO yang dilakukan antar
spesies berbeda disebut dengan transgenic.57
2. Manfaat Genetically Modified Organisms
Dalam kehidupan manusia, pemanfaatan Genetically Modified
Organisms (GMO) terlihat jelas dalam aspek makanan dan kesehatan
atau obat-obatan.58
Berdasarkan aspek makanan, GM (Genetically
Modified) plants telah digunakan sebagai hasil panen olahan yang
dikonsumsi manusia dan hewan. Hasil panen dapat dihasilkan dengan
lebih cepat menggunakan teknik rekayasa genetika daripada cara yang
konvensional. Hasil panen dapat diolah sedemikian rupa sehingga
memiliki karakterisitk yang dapat menyesuaikan atau memiliki daya
tahan terhadap kekeringan, hama, dan herbisida. Sedangkan untuk
obat-obatan, GMO diberlakukan dalam kandungan sebagai berikut:
56
The Center for Ecogenetics and Environmental Health, 2013, Fast Factsa about Genetically
Modified Organisms, hlm. 1. 57
Jeri Freedman, 2009, Science and Society Genetically Modified Food, New York: The Rosen
Publishing Group, hlm.2. 58
Lilian E. Forman, 2010, Genetically Modified Foods, Minnesota: ABDO Publishing Company,
hlm.13.
29
a. Insulin sebagai pengobatan untuk penderita diabetes
merupakan iklan produk kesehatan pertama yang diproduksi
oleh GMO. Dalam proses pembuatan insulin, bakteri tertentu
dimodifikasi secara genetika agar dapat menyerupai gen insulin
manusia dan protein yang terkandung mengalami proses
sintesisasi oleh bakteri tersebut.59
b. GMO dapat memproduksi obat-obatan lain seperti hormon
pertumbuhan.60
c. GMO kini banyak digunakan untuk vaksin kepada Hepatitis B
(diproduksi dari ragi), dan banyak jenis vaksin lainnya yang
sedang dikembangkan menggunakan teknologi GMO. Di masa
depan, tanaman bahkan dapat dibuat sedemikian rupa agar
mengandung vaksin sehingga kita dapat memakan vaksinasi
kita daripada menyuntiknya.61
d. Di masa depan, GMO dapat digunakan untuk terapi gen untuk
memperbaiki organisme yang mengalami kondisi genetika
tertentu.
e. Dalam bidang tekstil, kapas GM telah diciptakan agar tahan
hama serangga sehingga menghasilkan panen dengan lebih
baik.
59
Steven Seefeldt, 2014, “Genetically Modified Organisms and Food”, University of Alaska
Fairbanks, vol. 94, hlm. 3. 60
FAO, 2003,” Genetically Modified Organisms and Aquaculture”. FAO Fisheries Circular, No.
989, hlm. 4, diakses dari https://doi.org/10.1108/00346659410048901 pada 11 Juli 2017 pukul
12.29 WIB. 61
Sarad E. Parekh, 2004, The GMO Handook: Genetically Modfified Animals, Microbes, and
Plants in Biotechnology, New York: Springer Science+Business Media, hlm. 40.
30
3. Dampak Positif Genetically Modified Organisms
Pada dasarnya, keuntungan dari GMO dikategorikan menjadi dua hal
yaitu daya tahan hama (pests resistance) dan daya tahan herbisida
(herbicide resistance).62
Bacillus thuringiensis, atau disingkat Bt,
adalah modifikasi genetika yang telah didiskusikan secara luas untuk
tahan hama. Bt secara alamiah adalah insektisida yang digunakan
beberapa daswarsa ini selaku pembasmi dan telah digunakan petani
organik sebagai metode berlisensi dalam pengendalian hama. Racun
yang terkandung dapat terisolasi dan masuk ke dalam gen hasil panen,
sekarang sering diterapkan dalam jagung. Kegunaan Bt berfokuskan
pada meningkatkan keunggulan daya tahan hama terhadap racun Bt.63
Permasalahan ini menjadi argumen antar petani organik yang
pengendalian hama non kimiawi mereka menjadi tidak berguna apabila
daya tahan hama bertambah signifikan. Kritik juga telah diberikan
terkait permasalahan ini, karena telah menyebabkan tingkat kematian
tinggi larva dari kupu-kupu raja dalam proses penelitian di
laboratorium.64
Daya tahan herbisida GMO dikendalikan sedemikan rupa agar petani
dapat menyemprot ladang dengan herbisida untuk membunuh alang-
alang saat tanaman tersebut berada dalam fase tunas. Sebagai
62
Bill Freese, 2014, “The GMO Deception: (Chapter 36) Genetically Modifief Crops and the
Intensification of Agriculture”, dari The GMO Deception oleh Sheldon Krimsky, New York:
Skyhouse Publishing, hlm. 36 63
Eliana M. G. Fontes, 2002, “The Emvironmental Effects of Genetically Modified Crops
Resistant to Insects”, Neotropical Entomology, vol. 31, no. 4, hlm. 499. 64
F. B. Peairs, 2010, “Bt Corn : Health and the Environment”, Colorado: Colorado State
University, hlm. 2.
31
alternatif, umumnya petani akan menyemprot ladang mereka dengan
mempertimbangkan kebutuhannya terlebih dulu, yaitu dengan
menentukan jenis apa dan berapa banyak herbisida yang diperlukan.65
Sebuah penelitian mengenai daya tahan herbisida kapas menyatakan
bahwa bertambahnya keuntungan dari hasil panen kapas yang
didapatkan terbukti seimbang dengan pengeluaran dari herbisida yang
digunakan.66
Daya tahan herbisida kacang kedelai telah mengalami
pertambahan panen yang sedikit, oleh karena itu penggunaan herbisida
dikurangi dengan signifikan.67
Diantara permasalahan berkenaan
dengan panen dengan daya tahan herbisida, yang paling sulit
dikendalikan adalah perkembangbiakan alang-alang super.
4. Dampak Negatif Genetically Modified Organisms
Dalam bidang kesehatan, modifikasi terhadap hasil panen berdampak
bagi setiap orang. Jagung, salah satu hasil panen utama GMO, tidak
hanya dimakan langsung atau dalam bentuk sereal, tetapi juga menjadi
komponen utama dan makanan yang telah mengalami proses tertentu,
biasanya berbentuk sirup jagung yang mengandung fruktosa tinggi,
minyak jagung, tajin jagung, dan tepung maizena.68
Makanan hasil
65
Jamshid Ashigh, 1996, “Herbicide Resistance : Development and Management”, New Mexico:
New Mexico State University, hlm. 1. 66
Nilda Burgos, 2006, “Managing Herbicide Resistance in Cotton Cropping Systems”, North
Carolina: Cotton Incorporated. hlm. 3. 67
Guriqbal Singh, 2010, The Soy Bean: Botany, Production, and Uses, London: CAB
International, hlm. 221. 68
Jamshid Ashigh, loc. cit
32
proses GMO tidak diujikan kepada manusia sebelum mereka
dipasarkan.
a. Risiko terhadap kesehatan manusia
Jika berbicara mengenai kesehatan, risiko yang selama ini menjadi
kekhawatiran meliputi alergi, keracunan, dan daya tahan terhadap
antibiotik.69
Pada 2005, ilmuwan CSIRO (the national research
arm of the Australian Government), melaporkan bahwa mereka
telah memodifikasi genetika kacang polong dengan daya tahan
hama dan hal tersebut menyebabkan alergi berupa kerusakan paru-
paru pada beberapa mencit, sehingga proyek jangka lama tersebut
terbengkalai.70
Ini menyebabkan keraguan apakah dampak yang
sama akan terjadi pada manusia.
Kekhawatiran yang sama terjadi di Filipina dimana terjadi reaksi
keracunan dari serbuk sari yang terkandung dalam tepung maizena
hasil olahan Bt. Kasus ini terjadi pada 2004, dimana sebanyak 100
orang yang tinggal di sebelah ladang jagung Bt mengalami gejala
seperti sakit kepala, pusing, nyeri perut, muntah, dan alergi, hanya
pada saat serbuk sari mengkontaminasi udara. Walaupun terkesan
mengkhawatirkan, tetapi belum ada penelitian yang dapat
membuktikan secara cukup bahwa hasil panen rekayasa genetika
69
Nancy Mills, op. cit, hlm. 314. 70
CSIRO, 2005, Risk Assessment of GM Field Peas, hlm. 1, diakses dari www.csiro.au pada 10
Juli 2017 pukul 12.16 WIB.
33
yang dikomersilkan memungkinkan untuk mengandung racun.71
Salah satu penelitian menyatakan bahwa daya tahan yang
terkandung dalam antibiotik mengacu pada kanamycn72
dan
neomycn73
.74
Artinya, daya tahan antibiotik mengalami transfer
bakteri. Salah satu contoh diterapkannya transfer bakteri yaitu pada
lebah madu.75
b. Habitat Change
Pendukung GM (Genetically Modified) menyatakan bahwa hasil
panen GM secara tidak langsung memberikan kontribusi kepada
konservasi hutan dengan memperbolehkan tanah tepian untuk
diolah, yang mencegah penebangan pohon di hutan untuk
mengubah letak tanah panen. Akan tetapi, pengalaman nyata
mengindikasikan bahwa pengolahan panen GM justru
menyebabkan tingginya perubahan kegunaan tanah. 76
71
Romeo F. Quijano, 2000, “Risk Assessment in a Third World Reality: An Endosulfan Case
History”, INT J OCCUP ENVIRON HEALTH, vol. 6, hlm. 315. 72
Kanmycn (juga dikenal sebagai kanamycn A) adalah antibiotik bakteriosida aminoglikosida,
tersedia dalam bentuk oral, intravena, dan intramuskular, dan digunakan untuk mengobati berbagai
macam infeksi. Kanamycn diisolasi dari bakteri Streptomyces kanamyceticus dan bentuknya yang
paling umum digunakan adalah kanamycn sulfate. 73
Neomycn adalah antibiotik aminoglikosida bakterisida yang mengikat ribosom 30S dari
organisme yang rentan. Neomycn adalah antibiotik yang melawan bakteri dalam tubuh. Neomycn
digunakan untuk mengurangi risiko infeksi selama operasi usus. Neomycn juga digunakan untuk
mengurangi gejala koma hepatik. 74
J. Tomiuk, 1996, Transgenic Organisms: Biological and Social Implications, Berlin: Birkhauser
Verlag, hlm. 133. 75
Stephen Notingham, 2002, Gene Scapes: The Ecology of Genetic Engineering, London and New
York: Zed Books, hlm. 100. 76
Marlon Henkel, 2015, 21st Century Homestead: Sustainable Agriculture I, hlm. 30, diakses dari
https://books.google.co.id/books?id=bGLxCQAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=marlon+henkel
&hl=id&sa=X&redir_escy#v=onepage&q=marlonhenkel&f=false pada 12 Juli 2017 pukul 12.53
WIB.
34
c. Polusi
Praktik modern agrikultur dalam menerapkan hebrisida, pestisida,
dan pupuk telah menghasilkan kerusakan parah lingkungan pada
banyak bagian di dunia khususnya pada air dan tanah.77
d. Invansi spesies asing
Hasil panen GM telah mengenalkan pengawinan silang antar hasil
panen atau tanaman alami yang tumbuh disekitar. Arus genetika
sendiri bukanlah sebuah risiko dan seringkali menjadi bagian
dalam pengembangan dan evolusi sebuah tanaman. Namun perlu
diperhatikan bahwa, evolusi seperti ini dapat mengarah pada
tanaman yang sulit untuk dikendalikan dan menambah risiko
punahnya spesies langka karena terancam oleh lahirnya spesies
asing tersebut.78
e. Risk Management
GMO seharusnya dikelola dengan baik, dimanapun mereka
diperkenalkan pada masyarakat. Walaupun risikonya didasarkan
oleh peran GMO, yaitu apakah GMO termasuk dalam kandungan
77
Sheldon Krimsky, S, 2002, Environmental Impacts of the Releases of Genetically Modified
Organisms, Massachusetts: Encyclopedia of Pest Management, hlm. 1. 78
P. Kameri-Mbote, 2005, “Regulation of GMO Crops and Foods”, Jenewa: International
Enviromental Law Research Center, hlm. 7.
35
sebuah bahan atau secara sengaja disebarluaskan; baik untuk
analisis sebuah eksperimen ilmiah ataupun diperniagakan.79
D. Hak Kekayaan Intelektual
Hak kekayaan intelektual dapat diartikan sebagai seperangkat hukum yang
digunakan untuk melindungi serta mengapresiasi penemu atau pencipta
dari sebuah ilmu pengetahuan baru. Berbeda dengan barang, ilmu
pengetahuan dapat digunakan oleh sejumlah pihak tanpa dibatasi. Oleh
karena itu, penemu sangat bergantung pada perlindungan hukum untuk
mencegah plagiarisme atau penggunaan produk yang diciptakan tanpa
kompensasi atau pembayaran. Hak kekayaan intelektual diharapkan dapat
menjamin hak ekslusif bagi penemu atau pencipta untuk jangka waktu
yang ditetapkan. Materi dan data biologi telah lama dirawat dan digunakan
oleh koleksi pemeliharaan mikroba, bank benih, dan biosekuriti hasil
panen. Koleksi biologis tersebut menghadapi tantangan sekaligus
kesempatan baik terkait dengan kemajuan pesat data dan materi biologis
pada lapangan keamanan hasil panen dan biosekuriti.80
1. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual pada Genetically Modified
Organisms (GMO)
Pada 1980, Pengadilan Tinggi Amerika Serikat melihat potensi
penggunaan paten terhadap organisme makhluk hidup melalui kasus
79
Nicholas Linacre, 2006, “Risk Assessment and Management af Genetically Modified Organisms
Under Australia’s Gene Technology Act”, Washington:International Enviromental Law Research
Center, hlm. 10. 80
Kauser Abdulla Malik, 2005, “Intellectual Property Rights in Plant Biotechnology : A
Contribution to Crop Biosecurity”, Asian Biotechnology and Development Review, vol. 8, no. 1,
hlm. 8.
36
Diamond v. Chakrabarty. Pengadilan menyatakan bahwa bakteri hidup
dapat dipatenkan karena (1) merupakan karya kreatif manusia yang
mengandung karakteristik berbeda dengan yang berada di alam (2)
memiliki potensi untuk pemanfaatan tertentu. Berdasarkan putusan
Chakrabarty, dewan paten Amerika Serikat berargumen mengenai
kemungkinan paten dapat digunakan untuk tanaman yang diproduksi
secara seksual. Berikutnya, diketahui bahwa the Plant Variety
Protection Act (PVPA) tidak memiliki paten, seperti pada 2001,
pengadilan tinggi Amerika Serikat bahwa perlindungan paten diperluas
untuk tanaman yang diproduksi baik secara seksual atau aseksual.81
Kasus-kasus seperti ini pada akhirnya menjadi awal perkenalan hak
kekayaan intelektual pada GMO.
2. Bentuk-Bentuk Hak Kekayaan Intelektual
Sistem tradisional Hak Kekayaan Intelektual terdiri dari lima bentuk
resmi yaitu UPOV Convention, TRIPs, paten, Hak Pengembangbiak
Tanaman atau Plant Breeders‟ Rights (PBR), hak cipta, merek, dan
trade secret.
a. International Convention for the Protection of New Varieties of
Plants (UPOV)
Konvensi UPOV ditandatangani pada 1961 dan diberlakukan pada
1968. Konvensi ini menjamin negara-negara untuk melindungi
varietas tanaman melalui paten.
81
Elizabeth A. Rowe, 2011, Patents , “Genetically Modified Foods , and IP Overreaching”, SMU
Law Review, vol. 64, hlm. 865.
37
b. Trade Related Aspect for Intelectual Property Rights (TRIPs)
Berkaitan dengan bioteknologi, tanaman dan hewan dapat
dikecualikan dari perlindungan kecuali mikoorganisme dan proses
biologi dasar untuk penggunaan reproduksi tanaman atau hewan.82
c. Paten
Seperti halnya Hak Kekayaan Intelektual yang lain, paten
beroperasi sebagai pengimbang antara pencipta dan masyarakat.
Masyarakat mengabulkan hak monopoli sebagian pada penemu
untuk sementara waktu. Istilah “sementara” tersebut mengacu pada
jangka waktu perlindungan selama 20 tahun, sedangkan istilah
“sebagian” mengacu pada ruang lingkup perlindungan. Di lain sisi,
masyarakat mendapatkan investasi dan pemberlakuan penemuan
tersebut.83
d. Plant Breeders‟ Rights (PBR)
PBRs memberikan perlindungan kepada varietas tanaman baru
dengan jangka waktu 20 tahun atau 25 tahun untuk hasil panen.
Sebuah negara dapat mengembangkan sistem perlindungannya
sendiri yang diistilahkan dengan sui generis system. 84
82
Section 5, Article 27 (3b) of TRIPs Agreement. 83
W. Lesser, 1997, “The Role of Intellectual Property Rights in Biotechnology Transfer under the
Convention on Biological Diversity Professor of Agricultural Economics”, Cornell University, vol.
26, no. 3, hlm. 5. 84
Kauser Abdulla Malik, loc.cit.
38
e. Hak cipta
Hak cipta adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan
hak yang dimiliki penciptanya terhadap karya literature dan seni
mereka.85
f. Merek/Merek Dagang
Merek dagang adalah pernyataan melalui kata, symbol, atau frasa
yang mewakili sebuah produk atau jasa. Dampak dari nama merek
yaitu mengantarkan produk kepada konsumen sebagai wujud
identitas produk atau jasa tersebut.86
g. Trade Secret/Pertukaran Rahasia
Sesuai dengan istilah yang digunakan, trade secrets berkenaan
dengan menjaga kerahasiaan informasi melalui pembebanan
hukuman apabila sebuah informasi rahasia digunakan atau
diperoleh secara tidak seharusnya. Contoh dalam trade secrets
meliputi daftar konsumen atau tahapan praktikum yang dilalui
untuk memajukan efektivitas proses pengembangbiakkan.
Keadaan nyata dari trade secrets dapat berupa seorang petugas
dengan pekerjaan yang melibatkan pihak persaing akan dilarang
untuk memberikan informasi rahasia mengenai hal-hal tertentu.
85
World Intelectual Property Organization diakses dari www.wipo.int/copyright/en/ pada 18
Agustus 2017 pukul 01.54 WIB. 86
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
39
E. Cartagena Protocol on Biosafety
Cartagena Protocol on Biosafety berasal dari the Convention on
Biological Diversity dan menjadi peraturan hukum internasional pertama
yang mengatur produk rekayasa genetik secara spesifik. Cartagena
Protocol diberlakukan pada 11 September 2003 dengan 40 Pasal dan 3
annexes.87
1. Tujuan
Cartagena Protocol on Biosafety mengacu pada perlindungan terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan dari potensi kerusakan karena
adanya unsur biologis yang disebut dengan Living Modified Organisms
(LMO).88
Protokol ini dibentuk karena adanya kesadaran negoisasi
yang sukar dilakukan secara berturut-turut antar negara yang
mengekspor LMO. Negara-negara tersebut sangat mempertimbangkan
keamanan makanan dan perlindungan lingkungan serta sebagian besar
sangat bergantung pada sektor pertanian.89
2. Negara-Negara yang Meratifikasi
Sebanyak 143 negara telah meratifikasi Cartagena Protocol. Negara-
negara tersebut yaitu:90
87
Anthony Aust, 2005, Handbook of an International Law, Cambridge: Cambridge University
Press. hlm. 338, diakses dari https://books.google.co.id pada 22 Agustus 207 pukul 03.15 WIB. 88
United Nations Environment, 2014, “Biodiversity A-Z: Living Modified Organisms”, hlm. 1
diakses dari http://www.biodiversitya-z.org/content/living-modified-organism-lmo.pdf pada 22
Agustus 2017 pukul 22.02 WIB. 89
Fisseha Asmelah, op.cit, hlm. 5. 90
Julian Kinderlerer, 2008, “The Cartagena Protocol on Biosafety”, Collection of Biosafety
Reviews, vol. 4, hlm. 27.
40
Afrika: Aljazair, Benin, Botswana, Burkina Faso, Kamerun,
Tanjung Verde, Chad, Kongo, Republik Demokratik Kongo,
Djibouti, Mesir, Eritrea, Ethiopia, Gabon, Gambia, Ghana,
Kenya, Lesotho, Liberia, Arab Libya Jamahiriya , Madagaskar,
Mali, Mauritania, Mauritius, Mozambik, Namibia, Niger,
Nigeria, Rwanda, Senegal, Seychelles, Afrika Selatan, Sudan,
Swaziland, Togo, Tunisia, Uganda, Republik Tanzania,
Zambia, Zimbabwe (40 negara).
Asia dan Pasifik: Bangladesh, Bhutan, Kamboja, China,
Siprus, Republik Demokratik Rakyat Korea, Fiji, India,
Indonesia, Iran, Republik Islam Rakyat Laos, Laos, Maladewa,
Kepulauan Marshall, Mongolia, Nauru, Niue, Oman, Palau,
Papua Nugini, Filipina, Qatar, Republik Korea, Samoa,
Kepulauan Solomon, Arab Saudi, Sri Lanka, Republik Arab
Suriah, Tajikistan, Thailand, Tonga, Vietnam , Yaman (37
negara)
Eropa Tengah dan Timur: Albania, Armenia, Azerbaijan,
Belarus, Bulgaria, Kroasia, Republik Cheska, Estonia,
Hungaria, Latvia, Lituania, Montenegro, Polandia, Republik
Moldova, Rumania, Serbia, Slowakia, Slovenia, Mantan
Republik Yugoslavia Makedonia, Ukraina (20 negara)
Amerika Latin dan Karibia: Antigua dan Barbuda, Bahama,
Barbados, Belize, Bolivia, Brasil, Kolombia, Kosta Rika, Kuba,
Dominika, Republik Dominika, Ekuador, El Salvador,
41
Grenada, Guatemala, Meksiko, Nikaragua, Panama, Paraguay,
Peru, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent dan
Grenadines, Trinidad dan Tobago, Venezuela (25 negara)
Eropa Barat dan Kelompok Lain: Austria, Belgia, Denmark,
Komunitas Eropa, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Irlandia,
Italia, Luksemburg, Malta, Belanda, Selandia Baru, Norwegia,
Portugal, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Britania Raya dan
Irlandia Utara (21 negara).
F. Sanitary and Phytosanitary (SPS) Agreement
1. Ruang Lingkup SPS Agreement
The SPS Agreement diberlakukan pada 1 Januari 1995 yang mengatur
keadaan di bawah regulasi nasional pihak berwenang dan meliputi
standar kesehatan dan keamanan yang berdampak pada perdagangan
internasional baik secara langsung atau tidak langsung.91
Secara
khusus, perjanjian ini diterapkan pada setiap pengukuran tanpa
melihat wujud spesifikasinya dengan tujuan:
a. Melindungi konsumen dan hewan dari risiko pangan dan pakan.92
b. Melindungi konsumen, hewan, dan tanaman dari risiko penyakit
atau hama.93
Dalam menangani keamanan pangan, the SPS Agreement diterapkan
untuk menurunkan risiko dari organisme yang bersifat candu,
91
World Trade Organization, 2005, op.cit, hlm. 927. 92
Annex a Paragraph 1(b) of SPS Agreement. 93
Annex a Paragraph 1(a), (b), (c), of SPS Agreement.
42
menular, beracun yang terkandung dalam makanan, minuman,
ataupun pakan.94
2. Hak dan Kewajiban SPS Agreement
Walaupun perjanjian ini memahami hak tiap negara anggota untuk
menerapkan SPS Measures demi perlindungan hidup dan kesehatan
manusia, hewan, dan tanaman berdasarkan tingkat risiko yang
disesuaikan tiap negara anggota, perjanjian ini juga berusaha untuk
menegaskan bahwa pengukuran tersebut tidak digunakan untuk tujuan
perlindungan semata. Namun dengan memenuhi beberapa kewajiban,
yaitu:95
a. Kewajiban bahwa SPS Measures harus didasari dengan prinsip
ilmiah dan tidak diterima tanpa ada bukti ilmiah yang jelas.
b. Kewajiban untuk mendasari SPS Measure dengan standar
internasional yang relevant atau pengukuran risiko secara ilmiah.
c. Kewajiban untuk menerapkan regulasi hanya sebagai perlindungan
terhadap manusia, hewan, dan tanaman.
d. Kewajiban untuk tidak mendiskriminasi negara dengan keadaan
yang sama .
94
United Nations, 2005, “Training Module on the WTO Agreement on Sanitary and Phytosanitary
Measures”, Geneva: UN Conference on Trade and Development, hlm. 3. 95
Ibid.
43
3. Badan Standar Internasional SPS Agreement
SPS Agreement memiliki tiga standar internasional yang disebut
dengan the three sisters organization yaitu:96
a. The Codex Alimentarius Commission (Codex) untuk keamanan
pangan.
b. The International Office of Epizootics (Office International des
Epizooties - OIE) untuk keamanan kesehatan hewan dan zoonoses.
c. The Secretariat of the International Plant Protection Convention
(IPPC) untuk kesehatan tanaman.
4. Negara-Negara yang Meratifikasi
SPS Agreement adalah salah satu perjanjiian yang termuat dalam the
World Trade Organization Final Act. Oleh karena itu, apabila sebuah
negara meratifikasi penetapan WTO, maka mereka secara langsung
menaati perjanjian yang diatur di dalamnya.97
96
Article 3.1 of SPS Agreement. 97
Alasdair R. Young, 2014, Parochial Global Europe: 21st Century Trade Politics, Oxford:
Oxford University Press, hlm. 77 diakses dari https://www.google.co.id pada 22 Agustus 2017
pukul 03.36 WIB.
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penyusunan skripsi yang berjudul “Penerapan Precautionary Principle
Terhadap Pemanfaatan Genetically Modified Organisms Menurut
Cartagena Protocol on Biosafety dan the Sanitary and Phytosanitary
Agreement” dilakukan dengan menggunakan beberapa metode ataupun
pendekatan tertentu sehingga hasil penelitian menjadi terarah, terstruktur,
dan sistematis.
Sebuah penelitian dapat ditinjau dari berbagai macam sudut. Jenis
penelitian dalam skripsi ini akan dikategorikan dalam beberapa aspek:
1. Berdasarkan sudut sifat, skripsi ini menggunakan penelitian
deskriptif yang berarti bahwa data yang ada dijelaskan secara detail
atau seteliti mungkin mengenai manusia, keadaan, dan gejala lain
yang diharapkan memperkuat teori lama ataupun mendukung
sebuah teori baru yang sedang disusun.98
2. Berdasarkan sudut bentuk, skripsi ini menggunakan penelitian
preskriptif. Hal ini menunjukkan bahwa penelitian diharapkan
98
Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,
hlm.50.
45
membawa sebuah saran yang dapat mengatasi suatu
permasalahan.99
3. Berdasarkan sudut tujuannya, skripsi ini menggunakan penelitian
fact finding (menemukan fakta belaka), dilanjutkan dengan
problem identification (identifikasi masalah), dan yang terakhir
yaitu problem solution, secara jelas skripsi ini memiliki tujuan
untuk mengatasi masalah yang telah diidentifikasi.100
4. Dari sudut penerapannya, skripsi ini menggunakan penelitian yang
berfokuskan masalah (problem focused research).101
Diluar keempat jenis penelitian yang digunakan untuk menganalisis
masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam skripsi, perlu
diperhatikan bahwa jenis penelitian hukum yang digunakan dalam skripsi
ini adalah penelitian hukum normatif yang mencakup penelitian terhadap
asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah
hukum, dan perbandingan hukum.
B. Pendekatan Masalah
Pengertian sebuah masalah adalah kesenjangan antara fakta yang ada
dengan yang seharusnya terjadi. Sedangkan pendekatan masalah adalah
proses penyelesaian masalah melalui tahap yang telah ditentukan.102
Skripsi ini menggunakan penelitian hukum secara normatif. Maka, tahap-
tahap pendekatan masalah yang ditentukan adalah:
99
Ibid. 100
Ibid. hlm 10. 101
Ibid, hlm 51. 102
Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
hlm. 112.
46
1. Penentuan pendekatan yang sesuai dengan rumusan masalah dan
tujuan penelitian.
2. Identifikasi pokok pembahasan (topical subject) melalui rumusan
masalah.103
3. Adanya rincian subpokok bahasan (subtopical subject) berdasarkan
setiap pokok bahasan hasil identifikasi.104
4. Pengumpulan, pengolahan, penganalisisan data, dan kesimpulan.
5. Hasil penelitian yang dibahas di bab IV skripsi.
C. Sumber Data, Pengumpulan Data, Pengolahan Data
1. Sumber Data
Pada umumnya dalam melaksanakan sebuah penelitian, sumber data
dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat
(mengenai perilakunya; data empiris) dan dari kepustakaan. Mengingat
jenis penelitian dan pendekatan masalah skripsi dilakukan secara
normatif, maka sumber data yang digunakan adalah data sekunder.105
Di dalam penelitian hukum, data sekunder yang dikategorikan dari
kekuatan mengikatnya terdiri dari bahan primer, bahan sekunder, dan
bahan tertier. Adapapun bahan-bahan data sekunder yang digunakan
dalam skripsi adalah sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.106
1) Hukum Nasional Indonesia
103
Ibid. 104
Ibid. 105
Soerjono Soekanto, 2012, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm.
37. 106
Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, loc.cit.
47
i. Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establisihing the World Trade Organization.
ii. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang
Pengesahan United Nations Convention on the
Biological Diversity.
iii. Undang-Undang No. 21 Tahun 2004 tentang
Pengesahan Protokol Cartagena tentang
Keanekaragaman Hayati Atas Konvensi tentang
Keanekaragaman Hayati.
iv. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005 tentang
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.
v. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
vi. Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan
Undang- undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.
7 tahun 1987 (UU Hak Cipta) dalam waktu dekat,
Undang-undang ini akan direvisi untuk
mengakomodasikan perkembangan mutakhir dibidang
hak cipta.
vii. Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman.
viii. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang.
48
ix. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain
Industri.
x. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu.
xi. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU
Paten).
xii. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
xiii. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
xiv. Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
xv. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
xvi. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005 tentang
Keamanan Hayati.
xvii. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Label
dan Iklan Pangan.
xviii. Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2010 tentang
Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa
Genetik.
xix. Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 30/M-
DAG/PER/5/2017 Tentang Ketentuan Impor
Produk Hortikultura.
xx. Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 41/M-
DAG/PER/6/2016 tentang Perubahan Ketiga atas
49
Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan No.
41/M-DAG/PER/8/2013 Tentang Impor dan
Ekspor Hewan dan Produk Hewan.
xxi. Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 46/M-
DAG/PER/8/2014 tentang Ketentuan Umum
Verifikasi atau Penelurusan Teknis di Bidang
Perdagangan.
xxii. Keputusan Menteri Pertanian No.
1038/Kpts/HK.330/11/1997 tentang Pembentukan
Komisi Hayati Produk Bioteknologi Pertanian Hasil
Rekayasa Genetik (PBHRG).
xxiii. Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri
Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan, dan
Menteri Negara Pangan dan Holtikultura No.
998.1/Kpts/OT.201/9/99; 790.a/Kpts-IX/1999;
1145A/MENKES/SKB/IX/1999;015A/NmenegPHOR/0
9/1999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan
Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik.
xxiv. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.03.12.1563
Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan
Pangan Produk Rekayasa Genetik.
2) Pengaturan Hukum Internasional
i. UPOV Convention 1991.
50
ii. Rio Declaration on Environment and Development.
iii. Cartagena Protocol in Biosafety.
iv. Application of Sanitary and Phytosanitary Agreement.
v. International Plant Protection Convention (IPPC.)
vi. The Biodiversity Convention 1992.
vii. Codex Alimentarius Commission.
viii. The International Office of Epizootics (Office
International des Epizooties – OIE.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer seperti misalnya buku, jurnal, skripsi
makalah, artikel, surat kabar, internet, pendapat para ahli, hasil
karya dari kalangan umum, dan sebagainya.107
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder
seperti kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.108
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penulisan ini menggunakan studi
kepustakaan. Fungsi dari studi kepustakaan adalah sebagai acuan
umum, yang berisi informasi umum seperti buku, indeks, dan
ensiklopedi serta acuan khusus yang berisi hasil penelitian terdahulu
107
Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, op. cit, hlm. 52 108
Ibid.
51
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian seperti jurnal, laporan,
tesis, disertasi, dan sebagainya.109
Kegiatan studi pustaka dalam skripsi
ini mengikuti tahap-tahap berikut:110
1. Penentuan sumber data sekunder berupa perundang-undangan,
putusan pengadilan, dokumen hukum, catatan hukum, dan literatur
bidang ilmu pengetahuan hukum.
2. Identifikasi data sekunder yang diperlukan, yaitu proses mencari
dan mengenal bahan hukum.
3. Inventarisasi data yang relevan dengan rumumsan masalah.
4. Pengkajian data yang sudah terkumpul untuk menentukan
relevansinya dengan kebutuhan dan rumusan masalah.
3. Pengolahan Data
Setelah semua data berhasil dikumpulkan, selanjutnya pengolahan data
skripsi dilakukan melalui perbandingan hukum. Pengolahan data
bertujuan agar saat analisis dilakukan, penelitian dapat menemukan
teman dan merumuskan hipotesa.111
Menurut Lando, perbandingan
hukum adalah “the national legal systems and their comparison”
kemudian ditambahkan “an anaylisis and a comparison the laws”.
Dalam penelitian skripsi ini, perbandingan hukum dilihat melalui
penerapan precautionary principle oleh negara-negara terhadap
pemanfataan GMO dimana hukum nasionalnya akan mewakili
penerapan tersebut.
109
Bambang Sunggono, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 110
Abdulkadir Muhamad, op.cit, hlm. 124. 111
Burhan Ashshofa, 2010, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT RINEKA CIPTA, hlm. 66.
52
D. Analisis Data
Pengolahan data dilanjutkan dengan analisis data yang diakukan dengan
cara menganalisis sejauh mana suatu peraturan peraturan perundang-
undangan yang mengatur berbagai bidang yang mempunyai hubungan
fungsionil tetap konsisten.112
Untuk melihat penerapan precautionary
principle oleh negara-negara maka data yang diperlukan, yaitu kedudukan
Genetically Modified Organisms, penerapan precautionary principle,
pengaturan Genetically Modified Organisms dan precautionary principle,
relevansi Genetically Modified Organisms dan precautionary principle,
dan pandangan subjek hukum internasional.
112
Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, op. cit, hlm. 256.
145
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka kesimpulan penelitian skripsi
adalah sebagai berikut:
1. Pengaturan Genetically Modified Organism (GMO) oleh Cartagena
Protocol on Biosafety terdiri dari beberapa peraturan mengenai
mekanisme ekspor-impor yang terbagi menjadi empat, yaitu: Advanced
Informed Agreement, Prosedur Pemanfaatan Langsung GMO,
Biosafety Clearing House, Export Documentation, serta risk
assessment and management. Sedangkan Sanitary and Phytosanitary
Agreement memiliki standarisasi terhadap GMO yang terbagi atas
manusia (sanitary), tumbuhan (phytosanitary), dan pangan (codex
alimentarius) dan bekerjasama dengan Codex Alimentarius, World
Organization for Animal Health, dan International Plant Protection
Convention.
2. Precautionary principle diterapkan dengan mengimplementasikan
prinsip tersebut dalam hukum nasional masing-masing negara
diantaranya; CTNBio/EIA (Brazil), Environmental Law Act
(Polandia), The Vorgorzeprinsip (Jerman), dan Environmental Action
in Italy (Italia). Di Indonesia, implementasi precautionary principle
146
terhadap pemanfaatan GMO direalisasikan dalam regulasi-regulasi
sektor pangan, pakan, dan pertanian. Pelaksanaan regulasi tersebut
dilakukan oleh Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik
(KKH PRG) yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2010
tentang Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik serta
adanya standarisasi pelabelan pangan terhadap produk makanan
rekayasa genetik berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun
1996 tentang Label dan Iklan Pangan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang diberikan oleh peneliti
yaitu:
1. Pemerintah Pusat diharapkan melakukan tinjauan terhadap Permentan
No. 61/Permentan/Ot.140/10/2011 tentang kegiatan Pengujian,
Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas, karena tidak menyertakan
kewajiban AMDAL dan analisis risiko lingkungan sebagai bentuk
pelaksanaan dari precautionary principle.
2. Pemerintah Pusat diharapkan lebih berkoordinasi dengan Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dalam memberikan
sosialisasi terhadap masyarakat mengenai produk dan pelabelan
produk pangan rekayasa genetik.
3. Pemerintah melalui menteri pertanian diharapkan fokus terhadap
pengembangan sektor pertanian melalui bioteknologi moderen demi
mensejahterakan petani-petani Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Adolf, Huala , 2005. Hukum Ekonomi Internasional: Suatu Pengantar.
Bandung: CV Keni Media.
Ali, Zainuddin Ali. 2011. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar
Grafika. hlm. 27.
Ashshofa, Burhan. 2010. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT
RINEKA CIPTA.
Braux, Alain. 2014. GMO 101: A Pratical Guide to Genetically
Engineered Food. USA: Alain Braux International Publishing,
LL.C.
Forsyth, Tim. 2005. Critical Political Ecology: Politics on
Evironmental Science, London dan New York: Routledge.
Freedman, Jeri Freedman. 2009. Science and Society Genetically
Modified Food, New York: The Rosen Publishing Group.
Garud, Raghu. 2012. Path Dependence and Creation, USA dan
Kanada: Psychology Press.
Mhyr, Anne Ingeborgh. 2007. The Precautionary Principle in GMO
Regulations, Biosafety First, Norwegia: Nowregian Institute of
Gene Ecology, hlm 2.(book)
Muhamad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum,
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Murphy, Sean D.. 2005. United States Practice in International Law
Volume 2:2002-2004. Cambride: Cambridge University Press.
Natalie Ferry, 2009, Environmental Impact of Genetically Modified
Crops. UK: MPG Books Group,
Newton, David. E. 2014. GMO Foods: A Reference Handbook,
California: ABC-CLIO.
Parekh, Sarad E.. 2004. The GMO Handook: Genetically Modfified
Animals, Microbes, and Plants in Biotechnology New York:
Springer Science+Business Media.
Singh, Guriqbal. 2010.The Soy Bean: Botany, Production, and Uses,
London: CAB International.
Smith, John E.. 2009. Biotechnology. Cambridge: Cambridge
University Press.
Soekanto, Soerjono. 2012. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.
_______________. 2012. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan
Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia
Sunggono, Bambang Sunggono. 2012. Metodologi Penelitian Hukum.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Tomiuk, J..1996. Transgenic Organisms: Biological and Social
Implications,. Berlin: Birkhauser Verlag.
United Nations Environment Programmed (UNEP). 2003. Biosafety
and the Environment: An Introduction to the Cartegana
Protocol on Biosafety. Kanada: The Secretariat of the
Convention on Biological Diversity.
B. Jurnal, Skripsi, Makalah, Artikel.
Alarcon, Gabriela. 2004. “Cartagena Protocol on Biosafety : A Report
on Policy Analysis, Program Design, and
Implementation”.New York: Columbia University.
Angga, La Ode. 2014. “Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam
Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di
Bidang Pertanian Untuk Keunggulan Varietas Produk
Rekayasa Genetik”. Supremasi Hukum. vol. 3. no. 2.
Ashigh, Jamshid Ashigh. 1996. Herbicide Resistance : Development
and Management, World Wide Web Internet And Web
Information Systems.
Bail, Christoph. 2002. The Cartegana Protocol on Biosafety:
Reconciling Trade in Biotechnology with Environment and
Development? London: The Royal Institute of International
Affairs.
Burgos, Nilda Burgos. 2006. Managing Herbicide Resistance in
Cotton Cropping Systems
Cameron, James. & Juli Abouchar.1991.The Precautionary Principle :
A Fundamental Principle of Law and Policy for the Protection
of the Global Environment Fundamental Principle of Law and
Policy Environment. vol 14. no.1.
Corning, S.. 2014. “World Organisation for Animal Health :
strengthening Veterinary Services for effective One Health
collaboration”. vol. 33. no. 2.
Cosbey, Aaron. 2000. “The Cartegana Protocol on Biosafety: An
analysis of Results”. Kanada: International Institute for
Sustainable Development.
CSIRO. 2005. Risk Assessment of GM Field Peas.
de Castro, Biancca Scarpeline. 2016. “15 Years of Genetically
Modified Organisms (GMO) in Brazil: Risks, Labeling, and
Public Opinion”,. Agroalementaria. vol. 22. no. 21.
Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen
Perindustrian. 2007. “Kebijakan Pemerintah dalam
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan Liberalisasi
Perdagangan Jasa Profesi di Bidang Hukum”,. Jakarta:
Departemen Perindustrian.
Embarek, Peter Karim Ben. 2005. “Food Safety and Genetically
Modfied Food (GM Foods)”. Switzerland: World Health
Organization.
Fontes, Eliana M. G.. 2002. The Emvironmental Effects of Genetically
Modified Crops Resistant to Insects. Neotropical Entomology.
vol. 31. no. 4.
Food and Agriculture Organization of the United Nations and World
Health Organization. 2016. Understanding Codex. Rome: FAO
and WHO.
Freese, Bill. 2014. The GMO Deception: (Chapter 36) Genetically
Modifief Crops and the Intensification of Agriculture.
Green Peace. 2011. Environmental and Health Impacts of GM Crops-
the science.
Hathcock, John N.. 2000. The Precautionary Principle: An Impossible
Burden of Proof for Our New Products. vol. 3. no.4.
Henkel, Marlon Henkel. 2015. 21st Century Homestead: Sustainable
Agriculture I.
Histting, Alexander Histting. 2015. “GMO Free Food and Feed
Market in Germany”. Brussels: Verband Lebensmittel ohne
Gentechnik e.V. (VLOG),.
Kameri-Mbote, P.. 2005. Regulation of Gmo Crops and Foods.
International Enviromental Law Research Center.
Kinderler, Julian Kinderlerer. 2008. “The Cartagena Protocol on
Biosafety”. Collection of Biosafety Reviews. vol. 4.
Krimsky, Sheldon Krimsky. 2002. Environmental Impacts of the
Releases of Genetically Modified Organisms. Massachusetts:
Encyclopedia of Pest Management.
Król, Monika A . 2015. “Legal Framework of Environmental Law for
Agricultural Production in Poland. Polityki Europejskie
Finanse I Marketing. vol, 13. no. 62.
Lathan, John. 2003. “The Statical Measurement of Tourism” dari
buku Classic Reviews in Tourism. Clevedon: Channel View
Publications.
Lin, Lim Li. 2007. “Chapter 26: Cartagena Protocol on Biosafety” dari
buku Biosafety First.
Linacre, Nicholas. 2006. Risk Assessment and Management of
Genetically Modified Organisms under Australia’s Gene
Technology Act, IFPRI, No. 157.
Lupien, John R. 2000. The Codex Alimentarius Commission:
International Science-Based Standards, Guidelines, and
Recommendations, AgBioForum, vol. 3, no.4.
Marinho, C.D.. 2014. “Genetically Modified Crops: Brazilian Law
and Overview”. Genetics and Molecular Research. vol. 13. no.
3.
Martuzi, Marco. 2004. The Precautionary Principle : Protecting Public
Health , the Environment and the Future of Our Children.
Denmark: World Health Organisation.
Michalik-Rutkowska ,Olga. 2008. “Ban on Genetically Modified Feed
in Poland”.Частина. vol. 2. no. 37.
Moore, Gerald. 2005. Explanatory Guide to the International Treaty
on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture,
Cambridge: IUCN.
Nirmal, C. (2004). OVERVIEW OF THE BIOSAFETY PROTOCOL
B. The Indian Law Institute, vol. 3. no. 3.
Notingham, Stephen. 2002. Gene Scapes: The Ecology of Genetic
Engineering.
OECD. 2011. “Agricultural Innovation and Challenges for Promotion
of Knowledge and Information Flows in Agrifood Systems in
Brazil”. Paris: OECD Conference on Agricultural Knowledge
System (AKS).
Peacock, Kathy Wilson Peacock. 2010. Biotechnology and Genetic
Engineering. USA: Maple Press.
Peairs, F. B.. 2012. Bt Corn : Health and the Environment. Colorado
State University.
Peel, Jacqueline. 2007. “Risk !: Implications of Expanding the Scope
of the WTO Sanitary and Phytosanitary Measures Agreement”.
The European Journal of International Law. vol. 17. no. 5
Public Understanding of Biotechnology. 2009. Genetically Modified
Organisms (GMOs.
Puttagunta, P. Saradhi Puttagunta. 2014. The Precautionary Principle
in the Regulation of Genetically Modified Organisms. Health
Law Review. vol. 9. no. 2.
Quijano, Romeo F.. 2000. Risk Assessment in a Third World Reality:
An Endosulfan Case History. INT J OCCUP ENVIRON
HEALTH. vol. 6.
Sandin, Per. 2004. Better Safe than Sorry: Applying Philosophical
Methods to the Debate on Risk and the Precautionary
Principles.
Saxena, Meenakshi 2015. INTERNATIONAL ENVIRONMENTAL
LAWS : CONCEPT , ELEMENTS, AND PRINCIPLES. vol.
3.
Schubert, R.. 2010. Future Bioenergy and Sustainable Land Use,
Sterling: Earthscan.
Secretariat of the IPPC. 2008. The Role of the International Plant
Protection Convention in the Pre-Import Screening of Live
Animals.
Seefeldt, Steven. 2014. Genetically Modified Organisms and Food.
University of Alaska Fairbanks. vol. 94. .
Smith, C. 2000 The Precautionary Principle and Environmental
Policy: Science, Uncertainty, and Sustainability, INT J
OCCUP ENVIRON HEALTH, Vol 6.
Taleb, Nassim Nicholas. 2014. The Precautionary Principle (with
Application to the MGO), NYU School of Engineering
Working Paper Series.
United Nations. 2005. Training Module on the WTO Agreement on
Sanitary and Phytosanitary Measures, New York dan Jenewa:
Trade Negotiations and Commercial Diplomacy Branch.
Vallely, Patrick J. 2004. Tension Between the Cartagena Protocol and
the WTO: The Significance of Recent WTO Developments in
an On Going Debate in an Ongoing Debate, vol. 5, no. 1..
Van Vooren, Bart. 2014. EU External Relations Law: Text, Cases and
Materials,Cambridge: Cambridge University Press.
Von Seht, Hauke. 2000. “EU environmental principles:
Implementation in Germany”. Wissenschaftszentrum
Nordrhein-Westfalen. no. 105.
Weiss, Edith Brown. (2011). The Evolution of International
Environmental Law.
Whitman, Deborah B. 2000. Genetically Modified Foods: Harmful or
Helpful? Nature, vol. 399, no. 21.
Wibisana, Andri G.. 2006. “Three Principles of environmental law:
the polluter-pays principle. the principle of prevention, and the
precautionary principle” dari buku Environmental Law in
Development: Lessons from Indonesian Experience,
Massachusetts: Edward Elgar Publishing.
World Trade Organization. 2010. “The WTO Agreement Series:
Sanitary and Phytosanitary Measures”. Switzerland: World
Trade Organization.
World Trade Organization. 2010. “The WTO Agreement Series:
Sanitary and Phytosanitary Measures”. Switzerland: World
Trade Organization.
Wulansari, Yenny Rosyiani . 2016. “Food and Beverage Registration
in Indonesia”. Kuala Lumpur: Badan Pengawas Obat dan
Pangan Republik Indonesia (POM RI).
Zamora, Stephen. 1981. International economic law, vol. 93.
Zarrilli, Simonetta. 2005. International Trades in GMOs and GM
Products, New York: UNCTAD.
C. Surat Kabar, Majalah, Internet
BASF, “BASF in Germany”, diakses dari
https://www.basf.com/de/en/company/career/why-join-
basf/basf-in-germany.html
Baumuller, Heike Baumuller. 2004. “Domestic Import Regulation for
Genetically Modified Organisms and Their Compatibility with
WTO rules”
http://www.ris.orf.in/imagies/RIS_images/pdf/abdr_July044.pd
f.
Bayer Crop Sicence, “Bayer: Science for a Better Life”, diaskes dari
https://www.cropscience.bayer.com/en#rmc--flexcat-5-
de7bdcc3-3087-4c21-bc3d-c8706052ba8d
Carter, Collin A.. 2003. “International Approaches to the Labeling of
Genetically Modified Foods dari Majalah Choices: The
Magazines of food, farm, and resource issues.
Cole, David Cole. 2005. “The Precautionary Principle-Its Origins and
Role in Environmental Law”,
https://www.laca.org.au/images/stories/david_cole_on__preca
utionary_principle_EDO.pdf
Dell’Ambiente, Ministero. 2016. “The Cartegana Protocol”. diakses
dari http://bch.minambiente.it/index.php/en/ita-biosafety-
clearing-house
EPPO, 2017, “Germany”, diakses dari
https://www.eppo.int/ABOUT_EPPO/EPPO_MEMBERS/cou
ntries/animation/germany.php1 Federal Ministry of Food and
Agriculture, “Codex Committee on Nutrition and Foods for
Special Dietary Uses (CCNFSDU)”, diakses dari
https://www.ccnfsdu.de/
FAO, 2003, Genetically Modified Organisms and aquaculture. FAO
Fisheries Circular, No. 989, hlm. 4, diakses dari
https://doi.org/10.1108/00346659410048901 pada 11 Juli 2017
pukul 12.29 WIB.
Friedrich Loeffler Institute, 2014, “Federal Research Institute for
Animal Health”, Greifswald: Headquarters Isle of Riems.
GMO Frequently Asked Question, “ Where are GMOs Grown and
Banned?”, diakses dari
https://gmo.geneticliteracyproject.org/FAQ/where-are-gmos-
grown-and-banned/
GSK Public policy Positions. 2005. “Genetically Modified Micro-
organisms and Environment, Health & Safety”, diakses dari
https://www.gsk.com/media/2950/genetically-modified-micro-
organisms-and-environment-health-safety.pdf
Hannover Re, Genetically Modified Organisms (GMO’s), melalui
https://www.hannover-rueck.de/180643/genetically-modified-
organisms-2017.pdf .
Health and Safety Excecutive, 2014, “Risk Assessment: A Brief Guide
to Controlling Risk in the Workplace, hlm.1, diakses dari
http://www.hse.gov.uk/pubns/indg163.pdf
http://bch.biodiv.org
IDEP Foundation, 2012, Apa itu transgenik?, diakses dari
www.idepfoundation.org
Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic
Resource and Development
http://en.litbang.pertanian.go.id/unker/one/1000/ Products in
Indonesia, Indonesian Center for Agricultural Socio Economic
and Policy Studies (ICASEPS) diakses dari
https://pse.litbang.pertanian.go.id/eng/.
International Service for the Acquistion of Agri-Biotech Application,
2017, “Brazil Approves GM Sugarcan for Commercial Use”
pada 14 Juni 2017 diakses dari
http://www.isaaa.org/kc/cropbiotechupdate/article/default.asp?
ID=15510
Mils, Nancy Mills. 2006. Genetically Modified Organisms, Center for
Ecogenetics & Environment Health..
https://doi.org/155.187.2.69.
Ministry for the Environment and Territory. “Environmental Action
Strategy for Sustainable Development in Italy” diakses dari
http://www.un.org/esa/agenda21/natlinfo/countr/italy/Italian
NSDS.pdf
Ministry of Food and Drug Safety (MFDS), “Food Labeling System”,
diakses dari
http://www.mfds.go.kr/eng/index.do?nMenuCode=118
Nägele, Thomas. 2010. “ Intellectual property protection in Germany
and the EU”. diakses dari Website: www.sza.de WIB.
Nyka, Maciej Nyka. “Polish Law on Controlling Emissions of
Nutrients in the Baltic Sea Region” diakses dari
http://www.su.se/polopoly_fs/1.173829.1396887231!/menu/sta
ndard/file/poland%20report%20for%20publishing.pdf
O’Donell, Colm. 2012. Ozone in Food Processing. West Sussex:
Blackwell Publishing diakses dari
ttps://books.google.co.id/books?id
Secretariat of the Convention on the Biological Diversity, 2017,
Cartegana Protocol on Biosafety Ratification List, Quebec: the
Biosafety Clearing House http://bch.cbd.int
Taylor, A. J. . Regulatory Oversight of the Use of Genetically
Modified Organisms, ICHEME syimposium serius no. 124,
London: Advisory Committee on Genetic Modification, hlm.
373.
Diakseshttps://www.icheme.org/~/media/Documents/Subject%
20Groups/Safety_Loss_Prevention/Hazards%20Archive/XI/XI
-Paper-27.pdf
The Obervatory of Economic Complexity (OEC), 2015, “What Does
Brazil Export to China?”, diakses dari
http://atlas.media.mit.edu/en/visualize/tree_map/hs92/export/br
a/chn/show/2015/
____________________________________________, “Where Does
Germany Import Soybean Meal From?”, diakses dari
http://atlas.media.mit.edu/en/visualize/tree_map/hs92/import/d
eu/show/2304/2015/ pada 23 Agustus 2017 pukul 01.02 WIB
____________________________________________, “Where Does
Germany Import Soybeans From?”, diakses dari
http://atlas.media.mit.edu/en/visualize/tree_map/hs92/import/d
eu/show/1201/2015/
United Nations Environmental Program GEF-BCHProject, “An
Introduction to the Biosafety Clearing House”, hlm. 7 diakses
dari
http://bch.cbd.int/help/trainingmaterials/En/03)%20Training%
20Modules/MO02En.pdf
Wilkins, Bret, 2013,”Poland Bannes GM Corns, Potato from BASF,
and Monsato” diakses dari
http://www.digitaljournal.com/article/340433
Williams, Laurie Williams, 2004, “Risk Management”, hlm. 1, diakses
dari
http://agile.csc.ncsu.edu/SEMaterials/RiskManagement.pdf
Wirth, David A., 2006, “The Translantic GMO Dispute Againts the
European Communities: Some Preliminary Thoughts”,dari
buku EU and WTO Law: How Tight is the Legal Straitjacket
for Environmental Product Regulations?, Brussels: VUB
Brussles University Press, hlm. 182, diakses dari
https://books.google.co.id1
WorkSafe Act, 2012, Six Step to Risk Management, hlm. 6, diakses
dari
http://www.imagineeducation.com.au/files/CHC30113/6_Steps
_to_Risk_Management._20ACT.pdf
World Health Organization, “Risk Assessment Essentials” diakses dari
https://openwho.org/courses/risk-communication
D. Dokumen
Bettini, Ornella. 2016. “USDA GRAIN Report No. IT1643: Italy
Agricultural Biotechnology Annual”,
Cheung, Seung Ah. 2017. “USDA GAIN Report No. KS1&11:
Korea’s New Biotech Labeling Requirements”.
Kobuszynska, Mira. 2012. “USDA Gain Report: Agricultural
Biotechnology Annual (Poland)”.
Mesnard, B.. 2017, “ The Precaution Recapitalisation of Monte dei
Paschi di Siena”. European Parliament: PE 587.392.
Rahayu, Titi. 2015.” USDA GAIN Report No. 1526: Indonesia
Agricultural Biotechnology Annual”.
Rehder, Leif Erik. 2016. “USDA GAIN Report No. GM16011:
Germany Agricultural Biotechnology Annual 2016.
Silva, João F.. 2017. “USDA GAIN Report No. BR 1624: Agricultural
Biotechnology Annual Brazil -Agricultural Biotechnology
Report”.
The Center for Ecogenetics and Environmental Health. 2013. Fast
Factsa about Genetically Modified Organisms,.
1. Hukum Nasional Indonesia a Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan
Agreement Establisihing the World Trade Organization.
b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan
United Nations Convention on the Biological Diversity.
c Undang-Undang No. 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan
Protokol Cartagena Tentang Keanekaragaman Hayati Atas
Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati.
d Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.
e Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005 tentang
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.
f Keputusan Menteri Pertanian No. 856 Tahun 1997.
g Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
h Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan
Undang- undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7
tahun 1987 (UU Hak Cipta) dalam waktu dekat, Undang-
undang ini akan direvisi untuk mengakomodasikan
perkembangan mutakhir dibidang hak cipta.
i Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan
Varietas Tanaman.
j Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia
Dagang.
k Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain
Industri.
l Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu.
m Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU
Paten).
n Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
o Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
p Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan
q Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
r Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2005 tentang
Keamanan Hayati.
s Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Label
dan Iklan Pangan
t Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2010 tentang Komisi
Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik
u Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 30/M-
DAG/PER/5/2017 Tentang Ketentuan Impor Produk
Hortikultura
v Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 41/M-
DAG/PER/6/2016 Tentang Perubahan Ketiga atas
Perubahan Peraturan Menteri Perdagangan No. 41/M-
DAG/PER/8/2013 Tentang Impor dan Ekspor Hewan dan
Produk Hewan
w Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 46/M-
DAG/PER/8/2014 Tentang Ketentuan Umum Verifikasi
atau Penelurusan Teknis di Bidang Perdagangan.
x Keputusan Menteri Pertanian No.
1038/Kpts/HK.330/11/1997tentang Pembentukan Komisi
Hayati Produk Bioteknologi Pertanian Hasil Rekayasa
Genetik (PBHRG)
y Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan
dan Perkebunan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Negara
Pangan dan Holtikultura No. 998.1/Kpts/OT.201/9/99;
790.a/Kpts-IX/1999;
1145A/MENKES/SKB/IX/1999;015A/NmenegPHOR/09/1
999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan
Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetik.
z Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.03.12.1563 Tahun
2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan
Produk Rekayasa Genetik
2. Pengaturan Hukum Internasional
a. UPOV Convention 1991
b. Rio Declaration on Environment and Development,
c. Cartagena Protocol in Biosafety
d. Application of Sanitary and Phytosanitary Measures
e. International Plant Protection Convention (IPPC)
f. International Treaty on Plant Genetic Resources for Food
and Agriculture 2004
g. Maastricht Treaty 1992
h. The Biodiversity Convention 1992
i. Codex Alimentarius Commission
j. World Organization for Animal Health (OIE)
k. WTO and Biosafety
l. Aarhus Convention