Upload
trinhtu
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENERAPAN ANALISIS HIRARKI PROSES ( AHP ):
DALAM PENENTUAN FORMULA ALOKASI DANA DESA
DI KABUPATEN SRAGEN
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentarsi : Perencanaan Keuangan Daerah
Oleh :
EKOWATI YULI WIDYANINGSIH S 4211007
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENERAPAN ANALISIS HIRARKI PROSES (AHP):
DALAM PENETUAN FORMULA ALOKASI DANA DESA
DI KABUPATEN SRAGEN
Disusun oleh :
EKOWATI YULI WIDYANINGSIH
S 4211007
Telah disetujui oleh Tim Penguji
Pada tanggal : Sabtu, 8 September 2012
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Tim Penguji Dr. Yunastiti P, MP …………………
Pembimbing Utama Lukman Hakim, MSi PH. D ……....................
Pembimbing Pendamping Dr. AM Soesilo, MSc ………………….
Mengetahui Ketua Program Studi
Direktur PPs UNS Magister Ekonomi dan Studi
Pembangunan
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS Dr. AM Soesilo, MSc
NIP.19610717 198601 1 001 NIP. 195903328 198803 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HALAMAN PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini :
N a m a : EKOWATI YULI WIDYANINGSIH
NIM : S 4211007
Program Studi : magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi : PPW dan Keuangan Daerah
Menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri bukan merupakan jiplakan
dari hasil karya orang lain.
Demikian surat pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya.
Surakarta, 9 Agustus 2012
Tertanda
EKOWATI YULI WIDYANINGSIH
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk :
Bangsa Indonesia dan masyarakat Kabupaten
Sragen
Orang tuaku yang tidak lelah berdo’a untukku
Suami dan anak-anakku tercinta yang selalu setia
mendampingiku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Musibah adalah rahmat Allah yang tertunda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRAKSI
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan pembobotan variabel
penentu Alokasi Dana Desa (ADD) menggunakan metode Analisis Hirarki Proses
(AHP) dengan tanpa metode AHP, menentukan skala prioritas atau bobot dari
masing-masing variabel penentu Aloakasi Dana Desa, menerapkan formula ADD
menurut perspektif daerah sehingga mengetahui bobot variabel dalam formulasi
Alokasi Dana Desa yang oleh Pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan dan
pembangunan desa serta menyusun formula Alokasi Dana Desa (ADD) dengan
menambahkan variabel-variabel yang berhubungan dengan pembangunan manusia
yaitu tingkat kemiskinan, pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Sragen.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan
memberikan kuesioner kepada responden ( anggota DPRD Kabupaten Sragen Komisi
II, BKBPMD, DPPKAD, Kabag Pemdes, Bapeda, Kecamatan dan Lurah Desa) dan
data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Sragen dan Badan Keluarga Berencana
dan Pembangunan Masyarakat Desa (BKBPMD) Sragen. Alat analisis yang
digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu metode AHP dan formula ADD
yang disesuaikan dengan Surat Mendagri Nomor 140/640/SJ Tahun 2005 perihal
Alokasi Dana Desa dari Pemerintah kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa.
Hasil penelitian ini menunjukkaan bahwa formula ADD dibagi dalam dua
alternatif dimana alternatif pertama jumlah anggaran ADD sama dengan jumlah dari
Pemkab Sragen, untuk alternatif kedua jumlah ADD yang dianggarakan sebesar 10 %
dari dana perimbangan yang diterima oleh Pemerintah Daerah. Hasil perhitungan
formula ADD alternatif 1 menunjukkan ada 114 desa yang mengalami penurunan
jumlah besaran dana yang diterima dibandingkan ketika menggunakan formula
sebelumnya yaitu formula ADD pemkab Sragen dan sebanyak 82 desa mengalami
kenaikan jumlah dana yang diterima. Sedangkan menggunakan formula ADD
alternative 2 tidak ada desa yang mengalami penurunan jumlah dana yang diterima
dan sebanyak 196 desa mengalami kenaikan dibandingkan ketika menggunakan
formula ADD Pemkab Sragen.
ABSTRACT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
The purpose of this study was to compare the determinants of the variable
weighting Alokasi Dana Desa (ADD) using the Analysis Hierarchy Process (AHP)
with no AHP method, determine the priority or weight of each determinant variable
Aloakasi Village Fund, apply the formula of ADD in a regional perspective so
knowing the weight of the formulation variables in the village Fund Aloaksi by the
central government and rural development needs and to develop a formula Alokasi
Dana Desa (ADD) by adding variables related to human development, namely the
level of poverty, education and health in Sragen.
The data used in this study is the primary data by giving a questionnaire to
the respondent (the member of Commission II Sragen, BKBPMD, DPPKAD, Head
Pemdes, Bapeda, District and Village Ward) and secondary data from the Central
Statistics Agency (BPS) Sragen, Regional Planning Board (Bapeda) Sragen and
Family Planning Board and Community Development (BKBPMD) Sragen. Analysis
tools used in this study there are two kinds, namely the AHP method and the formula
is adjusted to ADD is Letter Mendagri Number 140/640/SJ Year 2005 concerning
allocation of funds from the Village District / Town to the Village Government
The results of this study that the formula ADD menunjukkaan divided in two
alternative where the first alternative ADD budgeted amount equal to the sum of
Sragen government, for the second alternative ADD dianggarakan amount of 10% of
the balance of funds received by the Regional Government. The results of the
calculation formula alternative ADD 1 shows there were 114 villages has decreased
the amount of the amount of funds received compared to when using the previous
formula formula ADD Sragen district government and as many as 82 villages has
increased the amount of funds received. While using the formula 2 ADD alternative
no village which has decreased the amount of funds received and as many as 196
villages has increased compared to when using the formula ADD Sragen government.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan ridhoNya, sehingga penulis dapat menyeleseikan penyusunan Tesis
dengan judul “ Penerapan Hirarki Analisis Proses (AHP): Dalam Penentuan
Formulasi Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Sragen” dapat diselesaikan
dengan baik. Buah karya penelitian ini merupakan sebagian persyaratan akademis
dalam mencapai derajat kesarjanaan S-2 di Program Studi Magister Ekonomi Studi
Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam
penyusunan tesis ini, untuk itu maka dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan
kepada :
1. Bapak Lukman Hakim, MSi, Ph D, dan Dr. AM Soesilo, MSc yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan yang beliau
berikan menjadi petunjuk penguasaan yang luas atas berbagai topik dalam
penyusunan tesis ini.
2. Bapak Agus Faturrahman, SH,MHum, Bupati Sragen beserta jajaran eksekutif di
lingkungan Pemerintah kabupaten Sragen yang telah memberikan kesempatan,
bantuan moril dan materiil kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
3. Bapak Sugiyamto, MM, Ketua DPRD Kabupaten Sragen yang telah memberikan
ijin dan bantuan data sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis.
4. Keluargaku yang terdiri dari suami (Aris Wijayanto), dan ketiga anakku (Sekti,
Sekar dan Laras) yang telah memberikan dukungan moril dan batin tiada kenal
lelah demi suksesnya pendidikan yang penulis tempuh ini.
5. Kedua orang tuaku yang senantiasa memberi dukungan, dorongan dan semangat
untuk penyelesaian tesis ini.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya
dikarenakan berbagai keterbatasan yang dimiliki penulis dan sangat mengharapkan
kritikan dan saran terutama dalam penyempurnaan tesis ini, dengan segala
kerendahan, penulis mengharapkan tesis ini dapat bermanfaat secara akademis dan
praktis.
Sragen, Agustus 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………. ii
HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………….. . iv
HALAMAN MOTTO …………………………………………….. . v
ABSTRAKSI ………………………………………………………. vi
ABSTRACT ………………………………………………………… vii
KATA PENGANTAR ………………………………………………. viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL ……………………………………………………. xiii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………… xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………… xv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah ………………………………….. 1
B. Perumusan Masalah……………………………………….. 13
C. Tujuan dan Manfaat ……………………………………… 13
1. Tujuan Penelitian …………………………………… 13
2. Manfaat Penelitian …………………………………. 14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian teoritis
1. Alokasi Dana Desa ……………………………………….. 15
2. Pengertian Desa, Desentralisasi dan Otonomi Desa ……... 17
3. Fungsi dan Kewenangan Pemerintah Desa ……………….. 19
4. Transfer Keuangan dan Pembiayaan Pemerintahan Desa … 20
5. Pembangunan Desa ……………………………………….. 25
a. Pembangunan Masyarakat Desa ………………….. 25
b. Keswadayaan masyarakat Desa ………………….. 27
c. Perencanaan Pembangunan Berbasis Sosbud Laokal 28
d. Perencanaan Pembangunan Partisipatuf Desa …… 29
e. Pembangunan Desa yang Berkelanjutan ………… 31
6. Gambaran Umum Kebijakan Alokasi Dana Desa ……….. 33
7. Pengelolaan Alokasi Dana Desa ………………………… 36
8. Metoda AHP ……………………………………………. 45
B. Penelitian Relevan ……………………………………………… 47
C. Kerangka Pemikiran ……………………………………………. 49
BAB III. METODE PENELTIAN
A. Jenis dan Sumber data …………………………………….. 64
B. Definisi Operasional ………………………………………. 63
C. Unit Analisis ……………………………………………….. 53
1. Model Formula ADD ……………………………….. 53
2. Penghitungan Bobot Desa dengan AHP …………… 57
3. Konsistensi …………………………………………. 62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ………………………………. 69
1. Kondisi Geografis Kabupaten Sragen ……………… 69
a. Letak dan Batas Wilayah …………………... 69
b. Kondisi Demografis …………………………. 70
2. Pembagian Administratif …………………………… 72
3. Jumlah penduduk ……………………………………. 73
4. Jumlah Penduduk Miskin ……………………………. 74
5. Luas Wilayah ………………………………………… 76
6. Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun yang tidak Sekolah 77
7. Jumlah Penduduk Buta Huruf ……………………… 78
8. Angka Kematian Bayi ……………………………… 79
9. Penderita Penyakit Menular ………………………… 81
B. Hasil Analisis data dan Pembahasan ……………………… 82
1. Metode AHP ……………………………………….. 82
2. Konsistensi AHP …………………………………… 87
3. Perumusan Formula ADD ………………………….. 89
4. Besaran ADD yang diterima masing-masing Desa … 92
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………….. 95
B. Saran ……………………………………………………… 96
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 99
LAMPIRAN …………………………………………………………….. 102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
1.1 Alokasi Dana Desa di Tiap Kecamatan Se Kabupaten Sragen Tahun
2010
11
3.1 Skala banding secara berpasangan (Saaty,1993) 58
3.2 Nilai Indeks Random 63
4.1 Data Kepadatan Penduduk Tahun 2010 71
4.2 Nama Kecamatan, Luas Wilayah, Jumlah Desa di Kabupaten
Sragen Tahun 2010
72
4.4 Matrix Perbandingan Pasangan Hasil Survey 82
4.5 Bobot Relatif Dan Eigenvector Utama 84
4.6 Nilai Pembangkit Random (RI) 89
4.7 Bobot variabel Penentu Bobot Desa 90
4.8 Besaran ADD yang diterima masing-masing desa 92
4.9 Desa Penerima Dana terbesar dan terkecil 93
4.10 Selisih Penerimaan Dana Setelah Adanya Formula ADD 94
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Siklus Pembangunan Partisipatif Desa 30
2.2 Penggunaan Alokasi Dana Desa 33
2.3. Struktur Organisasi Tim Pengelola ADD 45
2.4. Struktur Hirarki 52
3.1. variabel-variabel Penentu Bobot Desa 55
4.1. Jumlah Penduduk Per Kecamatan Tahun 2010 (orang) 74
4.2. Jumlah Penduduk Miskin Per Kecamatan Tahun 2010 (orang) 75
4.3. Letak geografis Kabupaten Sragen 76
4.4. Jumlah Penduduk usia 7 – 15 tahun tidak sekolah per kecamatan tahun
2010 (orang) 77
4.5. Jumlah penduduk buta huruf per kecamatan Tahun 2010 (orang) 79
4.6. Kasus Kematian Bayi Per Kecamatan Tahun 2010 (orang) 80
4.7. Penderita penyakit menular per kecamatan tahun 2010(kasus) 81
4.8. Hasil kuesioner responden dengan analisis AHP 85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Responden AHP (35 orang) ……………………….. …… 102
Lampiran 2 Kuesioner AHP …………………………………………. 105
Lampiran 3 Hasil Kuesioner AHP ………………………………....... 113
Lampiran 4 Alokasi Dana Desa Di Tiap Desa Se Kabupaten Sragen
Tahun 2010 ………………………………………………. 114
Lampiran 5 Perbandingan Rincian Besaran ADD masing-masing Desa 120
Lampiran 6 Perhitungan Besaran Anggaran Untuk Alokasi Dana Desa
(ADD) di Kabupaten Sragen Tahun 2010 ………………. 129
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAKSI
Ekowati Yuli Widyaningsih, 2012. Penerapan Analisis Hirarki Proses (AHP) dalam
Penentuan Formula Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten Sragen
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan pembobotan variabel
penentu Alokasi Dana Desa (ADD) menggunakan metode Analisis Hirarki Proses
(AHP) dengan tanpa metode AHP, menentukan skala prioritas atau bobot dari
masing-masing variabel penentu Aloakasi Dana Desa, menerapkan formula ADD
menurut perspektif daerah sehingga mengetahui bobot variabel dalam formulasi
Alokasi Dana Desa yang oleh Pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan dan
pembangunan desa serta menyusun formula Alokasi Dana Desa (ADD) dengan
menambahkan variabel-variabel yang berhubungan dengan pembangunan manusia
yaitu tingkat kemiskinan, pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Sragen.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan
memberikan kuesioner kepada responden ( anggota DPRD Kabupaten Sragen Komisi
II, BKBPMD, DPPKAD, Kabag Pemdes, Bapeda, Kecamatan dan Lurah Desa) dan
data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Sragen dan Badan Keluarga Berencana
dan Pembangunan Masyarakat Desa (BKBPMD) Sragen. Alat analisis yang
digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu metode AHP dan formula ADD
yang disesuaikan dengan Surat Mendagri Nomor 140/640/SJ Tahun 2005 perihal
Alokasi Dana Desa dari Pemerintah kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa.
Hasil penelitian ini menunjukkaan bahwa formula ADD dibagi dalam dua
alternatif dimana alternatif pertama jumlah anggaran ADD sama dengan jumlah dari
Pemkab Sragen, untuk alternatif kedua jumlah ADD yang dianggarakan sebesar 10 %
dari dana perimbangan yang diterima oleh Pemerintah Daerah. Hasil perhitungan
formula ADD alternatif 1 menunjukkan ada 114 desa yang mengalami penurunan
jumlah besaran dana yang diterima dibandingkan ketika menggunakan formula
sebelumnya yaitu formula ADD pemkab Sragen dan sebanyak 82 desa mengalami
kenaikan jumlah dana yang diterima. Sedangkan menggunakan formula ADD
alternative 2 tidak ada desa yang mengalami penurunan jumlah dana yang diterima
dan sebanyak 196 desa mengalami kenaikan dibandingkan ketika menggunakan
formula ADD Pemkab Sragen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Ekowati Yuli Widyaningsih, 2012. Application of Analytical Hierarchy Process in
determining The Allocation Formula Villages in The District Sragen.
The purpose of this study was to compare the determinants of the variable
weighting Alokasi Dana Desa (ADD) using the Analysis Hierarchy Process (AHP)
with no AHP method, determine the priority or weight of each determinant variable
Aloakasi Village Fund, apply the formula of ADD in a regional perspective so
knowing the weight of the formulation variables in the village Fund Aloaksi by the
central government and rural development needs and to develop a formula Alokasi
Dana Desa (ADD) by adding variables related to human development, namely the
level of poverty, education and health in Sragen.
The data used in this study is the primary data by giving a questionnaire to
the respondent (the member of Commission II Sragen, BKBPMD, DPPKAD, Head
Pemdes, Bapeda, District and Village Ward) and secondary data from the Central
Statistics Agency (BPS) Sragen, Regional Planning Board (Bapeda) Sragen and
Family Planning Board and Community Development (BKBPMD) Sragen. Analysis
tools used in this study there are two kinds, namely the AHP method and the formula
is adjusted to ADD is Letter Mendagri Number 140/640/SJ Year 2005 concerning
allocation of funds from the Village District / Town to the Village Government
The results of this study that the formula ADD menunjukkaan divided in two
alternative where the first alternative ADD budgeted amount equal to the sum of
Sragen government, for the second alternative ADD dianggarakan amount of 10% of
the balance of funds received by the Regional Government. The results of the
calculation formula alternative ADD 1 shows there were 114 villages has decreased
the amount of the amount of funds received compared to when using the previous
formula formula ADD Sragen district government and as many as 82 villages has
increased the amount of funds received. While using the formula 2 ADD alternative
no village which has decreased the amount of funds received and as many as 196
villages has increased compared to when using the formula ADD Sragen government.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Paradigma baru pembangunan daerah dewasa ini lebih mengutamakan
pemerintahan desa dengan otonomi desanya. Sebagai konsekuensi logis adanya
kewenangan dan peran penting dari desa adalah tersedianya dana yang cukup. Salah
satu sumber Pendapatan desa yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah bagian dari dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/kota yang merupakan
Alokasi Dana Desa (ADD).
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah yang kemudian diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor
72 Tahun 2005 tentang desa memberikan kepastian hukum terhadap keberadaan
Aloaksi Dana Desa (ADD). Alokasi Dana Desa yang diberikan ke desa merupakan
hak desa. Sebelumnya, desa tidak memperoleh kejelasan anggaran untuk mengelola
pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa. Saat ini, melalui ADD
desa berpeluang untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan
desa secara otonomi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Namun dalam pelaksanaannya Alokasi Dana Desa (ADD) belum ada standar baku
petunjuk pembuatan formulasi Alokasi Dana Desa dengan variabel-variabel
pembobotan desa, terkait dengan hal tersebut penulis memberikan alternatif dalam
pembobotan desa dengan menggunakan analisis AHP (Analisis Hirarki Proses).
Nakagawa, Nasu, Saito dan Nobuyoshi Yamaguchi (2010) menyatakan
untuk memecahkan masalah sosial diperlukan analisis dampak alternatif kebijakan
pada tujuan keseluruhan dan berfungsi sebagai alat mendukung pengambilan
keputusan. Studi ini sangat relevan dengan Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD)
yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, artinya Desa dapat memperoleh
ADD jika pihak SKPD yang mengelola kebijakan ADD telah melaksanakan Rencana
Kegiatan dan Anggaran (RKA) sesuai yang terangkum dalam APBD. Demikian juga,
Kustituanto (2001) menjelaskan bahwa dengan menggunakan metode AHP perspektif
individu dapat disimpulkan sebagi perspektif pemerintah Kabupaten/kota dan erat
berkaitan dengan tujuan yang diraihnya, artinya keberadaan Tim Fasilitasi ADD di
SKPD berperan penting dalam membagi ADD ke seluruh desa dengan memakai
rumus pembagian ADD.
Menurut Saaty dan Shang (2007) , AHP digunakan untuk menyusun suatu
kerangka kerja dan membentuk kembali proses pengambilan keputusan kelompok
tersebut, hal ini efektif untuk alokasi sumber daya dan prioritas ketika sekelompok
kecil terlibat. Demikian juga, Kamal M Subhi Al-harbi suatu menejemen proyek
dapat menggunakan AHP sebagai metode untuk membuat potensi dalam
pengambilkan keputusan. Hal ini berkaitan dengan keberadaan lembaga-lembaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
yang ada dalam pemerintahan untuk menyusun formula Alokasi Dana Desa dengan
memberikan skala penilaian yang penting sampai yang paling penting menggunakan
skala 1 – 9 sehingga diperoleh keputusan kelompok (Beynon, 2002: 104-117).
Pemahaman desa di atas menempatkan desa sebagai suatu organisasi
pemerintahan yang secara politis memiliki kewenangan tertentu untuk mengatur dan
mengurus warganya atau komunitasnya. Dengan posisi tersebut desa memiliki peran
yang sangat penting dalam menunjang kesuksesan Pemerintah Pusat secara luas. Desa
menjadi garda terdepan dalam menggapai keberhasilan dari segala urusan dan
program dari pemrintah. Hal ini juga sejalan apabila dikaitkan dengan komposisi
penduduk Indonesia menurut Sensus Penduduk Tahun 2000 bahwa sekitar 60% atau
sebagian besar penduduk Indonesia saat ini masih bertempat tinggal di kawasan
permukiman pedesaan. Maka menjadi sangat logis apabila pembangunan desa
menjadi prioritas utama bagi kesuksesan Pembangunan Nasional.
Transisi politik yang terjadi di Indonesia menghasilkan dua proses politik
yang berjalan secara stimultan, yaitu desentralisasi dan demokratisasi. Kedua proses
politik itu terlihat jelas dalam dalam pergeseran pengaturan format politik di area
lokal maupun nasional, yaitu dari pengaturan politik otoritarian- sentralistik menjadi
lebih demokratis- desentralistik (Dwipayanan, 2005:3).
Menurut Dwipayana (2005:6) desentralisasi memungkinkan dengan cepat
berlangsungnya perubahan mendasar dalam karakteristik hubungan kekuasaan antar
daerah dan pusat. Demokratisasi setidaknya mengubah hubungan kekuasan diantara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
lembaga-lembaga politik utama dalam berbagai tingkatan.Salah satu perubahan
karakter hubungan kekuasaan tercermin dari pergeseran locuspolitics dari pemerintah
oleh birokrasi menjadi pemerintahan oleh partai (party gonverment). Sementara
Noordiawan (2007:284) menyatakan bahwa desentralisasi, penyerahan wewenang
pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan republik Indonesia.
Selain itu, Suparmoko (2002:19) menyatakan bahwa untuk pemahaman
sistem pemerintahan perlu dipahami perbedaan pengertian antara istilah desentralisasi
dekonsentrasi. Desentralisasi diartikan suatu pengembangan otonomi daerah,
dekonsentrasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah
pusat kepada daerah otonom yaitu pelimpahan wewenamg dari pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat atau perangkat pusat di daerah.
Mardiasmo (2002:6-7) menyatakan, secara teoritis desentralisasi akan
menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu : pertama mendorong meningkatnya
partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan, serta
mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan (keadilan) diseluruh daerah dengan
meningkatkan sumber daya dan potensi yang tersedia di masyarakat-masyarakat
daerah; kedua memperbaiki alokasi sumberdaya produktif melalui pergeseran peran
pengambilan keputusan ke tingkat pemerintahan yang paling rendah yang memiliki
informasi yang paling lengkap, sedangkan tingkat pemerintahan yang paling rendah
adalah desa. Oleh karena itu otonomi desa benar-benar merupakan kebutuhan yang
harus diwujudkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Implementasi otonomi bagi desa akan menjadi kekuatan bagi pemerintahan
desa untuk mengurus, mengatur dan menyelenggrakan rumah tangganya sendiri,
sekaligus bertambah pula beban tanggungjawab dan kewajiban desa, namun demikian
penyelenggaraan pemerintahan tersebut tetap harus dipertanggungjawabkan.
Pertanggungjawaban keuangan desa yang dimaksud diantaranya adalah
pertanggungjawaban dalam pengelolaan anggaran desa. Untuk saat ini kendala umum
yang dirasakan oleh sebagian besar desa terkait keterbatasan dalam keuangan desa.
Seringkali Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes) tidak berimbang,
antara pendapatan dan pengeluaran. Kenyataan demikian disebabkan oleh empat
faktor utama (Hudayana dan FPPD,2005). Pertama, Desa memiliki APBDes yang
kecil dan sumber pendapatannya sangat tergantung pada bantuan yang sangat kecil
pula. Kedua, Kesejahteraan masyarakat desa rendah. Ketiga, rendahnya dana
operasional desa untuk menjalankan pelayanan. Keempat, banyak program
pembangunan masuk desa , tapi hanya dikelola oleh dinas.
Alokasi Dana Desa adalah dana yang diberikan kepada desa dari dana sesuai
perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah yang diterima oleh
Kabupaten/kota (Pasal 1 ayat 11, PP 72/2005). Kelahiran UU No.32/2004 yang
kemudian diperkuat dengan PP 72/2005 memberikan kepastian hukum terhadap
perimbangan keuangan desa dan Kabupaten/Kota. Berdasarkan PP 72/2005 pasal 68
ayat 1 huruf c, desa memperoleh jatah Alokasi Dana Desa (ADD). ADD yang
diberikan ke desa merupakan hak desa. Sebelumnya, desa tidak memperoleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
kejelasan anggaran untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial
kemasyarakatan desa.
Saat ini, melalui ADD berpeluang untuk mengelola pembangunan,
pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa secara otonom.Menteri Dalam Negeri
tertanggal 17 Agustus 2006 mengeluarkan Surat Kawat bernomor 140/1841/SJ yang
ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk segera
merealisasikan ADD, terutama kepada Kabupaten/Kota yang sama sekali belum
melaksanakan ADD. Dalam Surat kawat tersebut, Menteri Dalam Negeri dengan jelas
menyebutkan bahwa percepatan ADD dilakukan untuk mendukung peningkatan
kinerja pemerintahan Desa.
Agar dapat melaksanakan perannya dalam mengatur dan mengurus
komunitasnya, desa berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun
2005, diberikan kewenangan yang mencakup :
1. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
2. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan
pengaturannya kepada desa;
3. Tugas pembantuan dari pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/kota; dan
4. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan
kepada desa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Sebagai konsekuensi logis adanya kewenangan dan tuntutan dari pelaksanaan
otonomi desa adalah tersedianya dana yang cukup. Wasistiono (2006:107)
menyatakan bahwa pembiayaan atau keuangan merupakan faktor essensial dalam
mendukung penyelenggaraan otonomi desa, sebagaimnan juga ada penyelenggaraan
otonomi daerah. Sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa “autonomy”
indentik dengan “aotomoney”, maka untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri desa membutuhkan dana atau biaya yang memadai sebagai dukungan
pelaksanaan yang dimiliki.
Sumber pendapatan desa berdasarkan pasal 212 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 terdiri dari :
1. Pendapatan Asli Desa, meliputi :
- hasil usaha desa;
- hasil kekayaan desa;
- hasil swadaya dan partisipasi;
- hasil gotong royong;
- lain-lain pendapatan asli desa yang sah.
2. Bagi hasil pajak daerah dan restribusi daerah kabupaten/kota;
3. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
kabupaten/kota;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
4. Bantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/kota;
5. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.
Lebih lanjut pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005
menyebutkan bahwa sumber pendapatan desa terdiri atas :
1. Pendapatan asli desa, terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil
swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa
yang sah;
2. Bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota paling sedikit 10% (sepuluh perseratus)
untuk desa dan dari restribusi kabupaten/kota sebagian diperuntukkan bagi desa;
3. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang
pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana
desa;
4. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah propinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
5. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
Ketentuan pasal tersebut mengamanatkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota
untuk mengalokasikan dana perimbangan yang diterima kabupaten kepada desa-desa
dengan memperhatikan prinsip keadilan dan menjamin adanya pemerataan.
Kabupaten Sragen adalah salah satu dari beberapa Kabupaten di Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
yang reponsif terhadap tuntutan desa tersebut. Sejak tahun 2007 Kabupaten Sragen
telah mengalokasikan dana untuk desa yang disebut Alokasi Dana Desa (ADD),
sebagai analogi DAU dari Pemerintah Pusat kepada daerah yang dipraktekkan oleh
Kabupaten Sragen kepada Desa dengan harapan pembangunan semakin merata
sampai tingkat desa.
Sesuai dengan pasal 68 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005
tentang Desa telah diatur bahwa bagi dari dana perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah yang diterima kabupaten untuk desa paling sedikit 10%
(sepuluh per seratus) yang pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang
merupakan Alokasi Dana Desa. Yang dimaksud bagi dari dana perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah terdiri atas dana bagi hasil pajak
dan sumberdaya alam ditambah Dana Alokasi Umum setelah dikurangi belanja
pegawai. Sehingga ADD dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut :
Seringkali anggaran Alokasi Dana Desa dirasakan oleh Desa masih kurang
proporsional apabila dibandingkan dana perimbangan yang diterima Pemerintah
Kabupaten Sragen dari Pemerintah pusat. Sehingga pihak desa sering
mempertanyakan bagaimana Pemerintah daerah menghitung besaran anggaran ADD
bahkan desa juga mengusulkan kenaikan anggaran ADD setiap tahun.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sragen No 1 Tahun 2010 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2010, seharusnya
ADD = MINIMAL 10% X (BAGI HASIL + DAU – BELANJA PEGAWAI)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
anggaran untuk alokasi dana desa secara keseluruhan adalah Rp.17.801.000.000,-
sedangkan Peraturan Bupati Sragen Nomor 6 Tahun 2010 dana yang dialokasikan
sebesar Rp.7.346.000.000,-hanya 41,26% dari anggaran yang seharusnya dikeluarkan
oleh Pemerintah Kabupaten Sragen untuk alokasi dana desa.
Peraturan Bupati Sragen Nomor 6 Tahun 2010 menjelaskan bahwa dalam
penentuan besaran dana Alokasi Dana Desa untuk masing-masing desa adalah hasil
perkalian dari total alokasi dana desa yang dianggarkan dengan bobot desa masing-
masing desa. Bobot desa itu sendiri ditentukan berdasarkan kemiskinan,
keterjangkauan/jarak wilayah, pendidikan, kesehatan,jumlah penduduk, luas wilayah
dan partisipasi masyarakat/swadaya. Sementara dalam Surat Edaran Mendagri Nomor
140/640/SJ Tahun 2005 tentang Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah
Kabupaten/Kota ke pemerintah desa disebutkan bahwa dalam penentuan bobot desa
didasarkan pada variabel utama dan variabel tambahan di mana variabel utama
mencakup kemiskinan, pendidikan dasar dan kesehatan.
Pelaksanaan asas merata yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa
minimum ditentukan 70% dari jumlah Alokasi Dana Desa keseluruhan atau sebesar
Rp. 4.407.600.000,- yang dibagi rata sama besar kepada 196 desa. Dari pembagian
tersebut seluruh desa di Kabupaten Sragen minimum memperoleh dana sebesar Rp.
22.487.755,-. Sedangkan asas adil yang disebut Alokasi Dana Desa proporsional
dialokasikan sebesar 30% jumlah Alokasi Dana Desa keseluruhan atau sebesar Rp.
2.938.400.000,- yang dibagi berdasarkan variabel-variabel atau bobot masing-masing
desa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Keseluruhan Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen Rp.7.346.000.000,-
yang dibagi kepada 196 desa di 20 Kecamatan dalam komposisi proporsional tiap
desa yang terdiri dari Alokasi Dana Desa minimum dan Alokasi Dana Proporsional.
Dengan pembagian tersebut diperoleh Alokasi Dana Desa terendah adalah desa
Pringanom Kecamatan Masaran dengan alokasi sebesar Rp. 36.873.000,-, sedangkan
desa yang memperoleh alokasi Dana Desa tertinggi desa Gilirejo Baru Kecamatan
Miri sebesar Rp. 38.862.000,-. Adapun rincian pembagian pada masing-masing
kecamatan dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini :
Tabel 1.1. Alokasi Dana Desa Di Tiap Kecamatan Se Kabupaten Sragen Tahun
2010
NO DESA ADD
MINIMUM
ADD PROPORSIO
NAL
JUMLAH ADD
1 2 3 4 5
I KEC. MASARAN 292.340.815 192.020.206 484.361.021
II KEC. SIDOHARJO 269.853.060 175.248.132 445.101.192
III KEC. KARANGMALANG 179.902.040 121.100.836 301.002.876
IV KEC. SRAGEN 44.975.510 29.348.727 74.324.237
V KEC. KEDAWUNG 224.877.550 152.822.358 377.699.908
VI KEC. GONDANG 202.389.795 135.172.039 337.561.834
VII KEC. SAMBIREJO 202.389.795 132.711.733 335.101.528
VIII KEC. SAMBUNGMACAN 202.389.795 134.758.620 337.148.415
IX KEC. NGRAMPAL 179.902.040 117.426.072 297.328.112
X KEC. TANGEN 157.414.285 106.124.907 263.539.192
XI KEC. MONDOKAN 202.389.795 140.416.702 342.806.497
XII KEC. SUKODONO 202.389.795 137.107.837 339.497.632
XIII KEC. GESI 157.414.285 103.275.393 260.689.678
XIV KEC. JENAR 157.414.285 105.799.432 263.213.717
XV KEC. GEMOLONG 224.877.550 148.839.966 373.737.516
XVI KEC. KALIJAMBE 314.828.570 207.545.474 523.374.044
XVII KEC. PLUPUH 359.804.080 236.953.805 596.757.885
XVIII KEC. TANON 359.804.080 238.455.838 598.259.918
XIX KEC. MIRI 224.877.550 156.343.969 381.221.519
XX KEC. SUMBERLAWANG 247.365.305 166.907.975 414.273.280
Jumlah 4,407,600,000 2,938,400,000 7,346,000,000
Sumber : Badan KBPMD Kab Sragen tahun 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Dengan memperhatikan pembagian Aloaksi Dana Desa untuk masing-masing
Desa tersebut Pemerintah Kabupaten Sragen berharap penyelenggaraan pemerintahan
desa dapat berjalan dengan optimal, sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa dalam
hal pembangunan dan sosial kemasyarakatan desa.
Pemerintah Desa sebagai unit pemerintah terdepan yang berhubungan
langsung dengan masyarakat perlu mendapatkan dukungan dana dalam melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan maupun pembangunan, terutama sekali dalam rangka upaya
peningkatan pelayanan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat. Seiring dengan
Surat Edaran Mendagri No 140/640/SJ Tahun 2005, tentang pelaksanaan ADD dan
No 140/286/SJ Tahun 2006 tentang pelaksanaan ADD. Pemerintah Kabupaten Sragen
perlu menyusun strategi dan kabajikan terkait pembagian ADD yang berdasarkan
azaz merata adil yang diharapkan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan membantu percepatan pembangunan desa yang kurang mampu.
Untuk menjaga terpeliharanya azaz merata dan adil dalam pembagian ADD
serta pemanfaatan dan penyaluran Alokasi Dana Desa secara tepat dengan
mempetimbangkan aspek/variabel jumlah penduduk, luas wilayah, jumlah penduduk
miskin, Anak tidak sekolah umur 7 s/d 15 tahun, Buta huruf, Angka kematian bayi
dan Penderita penyakit menular, maka perlu solusi alternatif formulasi Alokasi Dana
Desa dengan menggunakan berbagai variabel tersebut berdasarkan persepsi legislatif,
pemerintah Kabupaten Sragen dan masyarakat dengan menggunakan analisis AHP.
Kustituanto (2001) menjelaskan bahwa dengan menggunakan metode AHP perspektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
individu dapat disimpulkan sebagi perspektif pemerintah Kabupaten dan erat
berkaitan dengan tujuan yang diraihnya.
B. Perumusan Masalah
Bagaimana memformulasikan penyaluran Alokasi Dana Desa secara tepat
dengan mempertimbangkan bobot variabel jumlah penduduk, luas wilayah, jumlah
penduduk miskin, anak tidak sekolah umur 7 s/d 15 tahun, buta huruf, angka
kematian bayi dan penderita penyakit menular secara integratif menurut persepsi
legislatif, pemerintah Kabupaten Sragen dan masyarakat dengan menggunakan
analisis AHP.
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
a. Membandingkan pembobotan variabel penentu ADD menggunakan metode
AHP dengan tanpa metode AHP
b. Menentukan skala proritas atau bobot dari masing-masing variabel penentu
ADD
c. Menerapkan fomula ADD menurut perspektif daerah.
d. Untuk mengetahui bobot variabel dalam formulasi alokasi Dana Desa yang
oleh pemerintah pusat dalam memenuhi kebutuhan dan pembangunan desa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
e. Menyusun formula Alokasi Dana Desa (ADD) dengan menambahkan
variabel-variabel yang berhubungan dengan pembangunan manusia yaitu
tingakt kemiskinan, pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Sragen.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
a.Bagi pemerintah daerah
Hasil dari analisis menggunakan metode AHP ini selanjutnya dapat
bermanfaat sebagai referensi kebijakan pemerintah kabupaten Sragen dalam
meningkatkan prioritas pembangunan melalui pelaksanaan ADD
b.Bagi peneliti
Bagi peneliti sendiri,diharapkan penelitian ini mampu meningkatkan
kepekaan dan daya nalar terhadap masalah-masalah ekonomi khususnya
tentang masalah pembangunan.
c.Bagi pihak lain
Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan bagi yang berminat melakukan
penelitian mengenai pembobotan kepentingan masing-masing program
pembangunan dengan melakukan alokasi sumber daya, baik pendanaan dan
sumber daya manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Alokasi Dana Desa
Dalam sistem perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah terdapat penekanan atas kebijakan otonomi daerah yang menetapkan
kabupaten dan kota sebagai titik berat otonomi. Hal ini berusaha untuk memberikan
kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan diri dan memberikan harapan
kepada masyarakat untuk dapat menikmati pelayanan publik yang lebih baik melalui
kebijakan-kebijakan daerah yang lebih mementingkan nasib mereka.
Hal ini dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Alokasi
Dana Desa (ADD) pada dasarnya adalah bantuan keuangan dari Pemerintah Pusat,
Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa yang
bersumber dari APBN, APBD Propinsi, APBD Kabupaten/Kota yang disalurkan
melalui kas desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintah Desa.
Terkait dengan pengelolaan Keuangan Desa, Ali (2007:185) mengemukakan
pendapatnya:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Isu penyelenggaraan dan pengelolaan keuangan desa bermula ketika Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa secara tegas menetapkan
pemberian kewenangan yang cukup besar bagi kabupaten dan Desa mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri. Ketika UU tersebut dilaksanakan pada tanggal 1
januari 2001, banyak kalangan kemudian menggulirkan gagasan akan perumusan
mekanisme Alokasi Dana Desa (ADD), sebagai aktualisasi dari penyaluran Dana
Alokasi Umum (DAU) yang diterima pemerintah Kabupaten ke Pemerintah desa. Ini
penting mengingat desa beerdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah maupun Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang
desa memiliki otonomi asli
Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan salah satu bentuk hubungan keuangan
antar tingkat pemerintahan, yaitu hubungan keuangan antara pemerintahan kabupaten
dengan pemerintahan desa. Untuk dapat merumuskan hubungan keuangan yang
sesuai, maka diperlukan pemahaman mengenai kewenangan yang dimiliki
pemerintahan desa. Penjabaran kewenangan desa merupakan implementasi program
desentralisasi dan otonomi. Dengan adanya desentralisasi dan otonomi desa, maka
desa memerlukan pembiayaan untuk menjalankan kewenangan yang dilimpahkan
kepadanya,
Faktor-faktor penting dalam mendesain DAU pada dasarnya dapat diadopsi
dalam mendesaian ADD, menurut Sidik dkk (2001, 158-160) faktor-faktor yang
penting dalam mendesain DAU :
a. Sumber dana untuk alokasi DAU ada tiga cara untuk menentukan jumlah dana
yang akan dialokasikan sebagai transfer pusat kedaerah antara lain a) proporsi
tertentu dari pemerintah atau prosentase tertentu dari PDB, b) secara ad hoc artinya
seperti belanja yang lain, c) berdasarkan formula, misalnya sebagai proporsi tertentu
dari pengeluaran spesifik atau dikaitkan dengan berbagai karakteristik umum daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
penerima transfer. Dalam hal ini DAU menggunakan cara pertama untuk
menciptakan stabilitas bagi pemerintah daerah sekaligus fleksibilitas bagi pemerintah
pusat.
b. Formula distribusi: formula yang baik harus diupayakan untuk membantu efisiensi
dan bertujuan untuk mengisi celah fiskal dalam rangka mencapai pemerataan akan
tetapi harus dapat mendefinisikan kebutuhan belanja dan kapasitas fiskal yang akurat
dengan menggunakan faktor-faktor obyektif
c. Kondisionalitas: apakah transfer akan dilakukan dengan bersyarat dalam arti
penyediaan standar pelayanan publik tertentu. DAU adalah unconditional block grant
sehingga persyaratan tersebut tidak ada
2. Pengertian desa, Desentralisasi dan Otonomi Desa
Istilah desa berasal dari bahasa India, Swadesi yang berarti tempat asal,
tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada kesatuan hidup
dengan suatu norma dan memiliki batas wilayah yang jelas (Yuliati dan Pramono,
2003:23)
Desentralisasi dan otonomi merupakan dua istilah yang memiliki makna
berbeda namun dalam prakteknya sering dianggap sama. Turner dan Hulme
(1997:152) menyimpulkan bahwa desentralisasi diartikan sebagai pelimpahan
kewenangan (transfer of authority) dalam menjalankan berbagai urusan publik dari
pemerintah pusat ke individu atau ke agensi lain yang lebih dekat dalam memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
pelayanan publik. Berdasarkan basis pendegelasian (basis for delegation),
desentralisasi dapat dilakukan berdasarkan territorial (kewajiban ) atau fungsional.
Desentralisasi dapat bersifat desentralisasi penuh (devolution), desentralisasi
administratif (decocentration), atau pengalihan dari sektor publik ke sektor swasta
(privatization )
Peraturan perundang-undangan telah menegaskan adanya pemberian
kewenangan kepada pemerintahan desa untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakatnya sendiri. Pengertian ini menjadi substansi desentralisasi di tingkat desa.
Desentralisasi desa dapat diartikan secara fungsional yaitu pendelegasian untuk
menjalankan fungsi pelayanan publik dan secara teritorial merupakan kewenangan
untuk mengatur masyarakat dalam batas kewilayahan tertentu. Dengan demikian
desentralisasi desa pada intinya merupakan pelimpahan kewenangan kepada desa
untuk megurus dirinya sendiri.
Otonomi berasal dari bahasa yunani autos dan nomos yang berarti
pemerintahannya sendiri. Dalam wacana administrasi publik, daerah otonom disebut
lokal self government yang berbeda dengan istilah daerah saja yang disebut sebagai
lokal self government (Nugroho, 2004:6). Sebuah daerah otonom memiliki hak dan
kewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan peraturan
perundangan yang berlaku.Pemahaman ini merupakan dasar adanya self governing
community ( Penjelasan unun PP No.76 tahun 2001). Konsekuensi desentralisasi dan
otonomi desa adalah adanya pelimpahan fungsi dan kewenangan pemerintahan supra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
desa ke desa. Secara umum fungsi dan kewenangan tersebut adalah menjalankan roda
pemerintahan di desa dalam rangka memberikan pelayanan publik.
3. Fungsi dan kewenangan Pemerintah Desa.
Pada prinsipnya fungsi pemerintah dalam ekonomi dikelompokkan menjadi
tiga,yaitu fungsi lokal (allocation function ), fungsi distribusi (distribution function ),
dan fungsi stabilisasi (stabilization function ) (Musgrave and Musgrave, 1989:6).
Fungsi alokasi adalah fungsi pemerintah dalam menyediakan barang publik atau
pengadaan barang dan jasa yang gagal disediakan oleh mekanisme pasaar. Fungsi
distribusi adalah fungsi pemerintah dalam rangka mendistribusikan pendapatan dan
kesejahteraan kepada masyarakat secara berkeadilan. Fungsi stabilisasi adalah fungsi
pemerintah dalam rangka mencapai atau mempertahankan kondisi tertentu, seperti
terciptanya kesempatan kerja yang tinggi, stabilnya tingkat harga pada level yang
rasional, atau mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Skala mikro
ketiga fungsi tersebut dapat dijalankan pemerintah desa dalam perekonomian desa,
untuk itu pemerintah desa memerlukan berbagai kewenangan.
Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah desa secara formal merupakan
kewenangan yang ditegaskan dalam Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan
PPNo. 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Bab III Pasal 7 bahwa terdapat empat hal yang
menjadi kewenangan desa yaitu (a) urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan
hak asal usul desa; (b) urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa; (c) tugas pembantuan
dari Pemerintahan Pusat, pemerintahan Propinsi, dan pemerintahan kabupaten/kota.
Untuk tugas ini harus disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber
daya manusia; (d) urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-
undangan diserahkan ke desa.
4. Transfer Keuangan dan Pembiayaan Pemerintahan Desa
Sesuai dengan asas money follow function, kewenangan yang dilimpahkan
kepada pemerintahan desa harus disertai pendanaan untuk menjalankan kewenangan
tersebut. Pada tahun anggaran 1969/1970 pemerintah pusat mulai menganggarkan
dana untuk desa melalui Instruksi Presiden (Inpres) bantuan pembangunan desa.
Inpres ini bertujuan untuk mendorong peningkatan gotong royong dan swadaya
masyarakat dalam pembangunan desa. Inpres diberikan ke daerah berdasarkan jumlah
desa dikalikan jumlah subsidi per desa (Mahi dan Ardiansyah, 2002:10).
Pada tahun anggaran 1994/1995 terdapat jenis baru untuk pendanaan
pembangunan desa, yaitu melalui Inpres Desa Terpadu (IDT). Inpres ini dimaksudkan
untuk memberikan bantuan khusus (special assistance) kepada daerah-daerah yang
dikategorikan tertinggal dalam hal pembangunan dibandingkan daerah lain. Target
utama anggaran ini adalah untuk menekan jumlah penduduk miskin di desa.
Walaupin masih sedikit laporan yang secara khusus mengkaji keberhasilan
pembiayaan pemerintah pusat ke desa melalui berbagai jenis Inpres tersebut, namun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
seperti halnya keberadaan transfer pemerintah pusat ke daerah pada masa lalu
menyisakan dua persoalan utama, yaitu tidak sesuainya berbagai jenis Inpres tersebut
dengan kebutuhan daerah dan meningkatkan kesenjangan fiskal antar daerah (Mahi
dan Ardiansyah, 2002:21).
Berdasarkan pengalaman transfer pemerintah tersebut, melalui konsep
desentralisasi fiskal UU No 25 tahun 1999 transfer dana dari Pemerintah lebih
menekankan peranan bantuan yang bersifat umum (general purpose grant). Peraturan
Pemerintah No. 72 Tahun 2005 Pasal 68 mengatur sumber pembiayaan pemerintah
desa berasal dari lima komponen, yaitu :
a. Pendapatan asli desa (PADes);
b. Bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota paling sedikit 10 % untuk desa dan dari
restibusi kabupaten/kota sebagian diperuntukkan bagi desa;
c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10% yang pembagiannya untuk setiap
desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa;
d. Bantuan keuangan dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi, dan pemerintah
kabupaten/kota dalam rangka urusan pemerintah;
e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Berdasarkan pasal 68 PP No 72 tahun 2005 tersebut, diketahui bahwa
hubungan keuangan antara pemerintahan kabupaten dengan pemerintahan desa
berupa bagi hasil pendapatan (revenue sharing) yang berasal dari pajak dan restribusi
daerah dan bantuan (grants) yang berasal dari dana perimbangan yang diterima
kabupaten. Pendapatan desa dari dana perimbangan belum ada pengaturannya,
padahal bagi desa sumber penerimaan ini sangat penting.
Tujuan adanya dana bantuan dari pemerintah kabupaten ke pemerintahan desa
pada prinsipnya sama dengan tujuan dana bantuan antara pemerintah pusat ke
kabupaten. Menurut Simanjuntak dan Hidayanto (2002:27), pada prinsipnya ada tiga
tujuan adanya transfer dana bantuan antar tingkat pemerintah :
a. Meminimumkan ketimpangan fiskal vertikal, yaitu mengurangi perbedaan
kemampuan fiskal antara pemerintah yang pusat dengan pemerintah daerah;
b. Meminimumkan ketimpangan fiskal horizontal, yaitu mengurangi perbedaan
kemampuan fiskal antara pemerintah daerah;
c. Sebagai insentif bagi pemerintah daerah yang memberikan pelayanan dengan
manfaat yang menyebar, insentif ini juga dapat diberikan berdasarkan
pertimbangan lain misalnya prestasi pemerintah daerah dalam mengupayakan
penerimaan dari sumber daya yang dimiliki, prestasi atas penyelenggaraan
pelayanan publik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Simanjutak dan Hidayanto (2002:158) menyebutkan bahwa perumusan
alokasi dana bantuan harus memiliki sifat kecukupan, fleksibel dan stabil.Kecukupan
artinya alokasi dana dapat menutupi kebutuhan dana pemerintah daerah, Fleksibel
artinya besar dana alokasi disesuaikan dengan kemampuan pemerintah pusat,
sedangkan stabil artinya bahwa adanya kepastian bagi pemerintah daerah dalam
mendapatkan alokasi dana. Berdasarkan praktek di banyak Negara, ada tiga cara
untuk menentukan jumlah alokasi dana transfer.
a. Proporsi tertentu dari penerimaan pemerintah atau prosentase tertentu dari
penerimaan pemerintah;
b. Secara ad hoc dialokasikan seperti halnya pengalokasian keperluan belanja
lainnya;
c. Menggunakan formulasi tertentu, misalnya dikaitkan dengan proporsi dari
pengeluaran spesifik atau karakteristik daerah penerima bantuan.
Pendistribusian dana bantuan pemerintah kabupaten ke pemerintahan desa
pada prinsipnya sama dengan pendistribusian dana bantuan dari pemerintah pusat ke
daerah. Hasil studi Ma (1997) di berbagai Negara, menyimpulkan setidaknya ada
empat model pendistribusian yang dipraktekkan (Yansekardias, 2001:24-28). Model
tersebut antara lain :
a. Model kesenjangan fiskal (fiscal gap).
Pendistribusian transfer didasarkan atas perbedaan antara kebutuhan dan
kemampuan fiskal, sehingga merupakan model transfer yang paling baik. Model
ini memerlukan persyaratan ketersediaan data khususnya yang terkait dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
pengeluaran. Persyaratan ini belum banyak dipenuhi di Negara-negara
berkembang, karena keterbatasan data yang dimiliki pemerintah. Selisih antara
jumlah pengeluaran dengan kapasitas fiskal daerah merupakan kesenjangan fiskal
(fiscal gap) yang diharapkan dapat ditutupi dengan dana transfer yang bersifat
umum (block grant).
b. Model kapasitas fiskal (fiscal capacity).
Transfer dengan model ini didasarkan atas kemampuan atau kapasitas fiskal (fiscal
capacity) daerah, dan mengabaikan perbedaan kebutuhan fiskal antara daerah.
Menurut model ini, daerah yang memiliki kapasitas fiskal dibawah rata-rata
nasional akan mendapat dana transfer yang lebih besar, sehingga disimpulkan
tujuannya adalah pemerataan kemampuan fiskal antar daerah.
c. Model transfer berdasarkan indikator kebutuhan.
Model ini didasarkan atas pemikiran agar setiap daerah mampu memenuhi
kebutuhan pelayanan publik minimum yang telah ditentukan. Indikatornya sangat
tergantung dari berbagai sudut pandang seperti tujuan pemerintah, faktor sejarah,
dan politik. Indikator-indikator yang digunakan antara lain tingkat pendapatan per
kapita, kepadatan penduduk, luas daerah, tingkat kemiskinan, tingkat
pengangguran, tingkat kematian bayi, tingkat harapan hidup, tingkat putus
sekolah,infrstruktur yang tersedia, tingkat pembangunan, dan sebagainya.
d. Model transfer berdasarkan kesamaan basis pajak per kapita.
Model ini didasarkan atas rasio total transfer terhadap jumlah penduduk serta
dapat digunakan untuk mengurangi kesenjangan kapasitas fiskal antar daerah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
walaupun tidak dapat menjamin kondisi tersebut berlangsung dalam kurun waktu
lama.
5. Pembangunan Desa
a. Pembangunan Masyarakat Desa
Esensi dari demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang berasal dari dan
untuk rakyat. Tidak ada alasan untuk meyakini bahwa esensi utama dari
pemerintahan yang demokratis akan berubah dalam beberapa waktu mendatang. Di
Indonesia mekanisme perencanaan pembangunan baik yang berlaku dipusat maupun
di daerah diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No 9 tahun 1982 tentang
P5D atau (Pedoman Penyusunan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan
Daerah), namun dengan beralihnya sistem pemerintahan dari sentralisasi ke
desentralisasi serta tuntutan reformasi yang berkembang, regulasi tersebut dirasa
kurang layak lagi untuk diterapkan.
Pembangunan merupakan proses kegiatan untuk meningkatkan keberdayaan
dalam meraih masa depan yang lebih baik. Pengertian ini meliputi upaya untuk
memperbaiki keberdayaan masyarakat, bahkan sejalan dengan era otonomi, makna
dari konsep hendaknya lebih diperluas menjadi peningkatan keberdayaan serta
penyertaan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Oleh karenanya
bahwa dalam pelaksanaannya harus dilakukan strategi yang memandang masyarakat
bukan hanya sebagi obyek tetapi juga subyek pembangunan yang mampu
menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses
pembangunan untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Hal ini sesuai dengan arah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
kebijakan pembangunan yang lebih diprioritaskan kepada pemulihan kehidupan
sosial ekonomi masyarakat dan menegakkan citra pemerintah daerah dalam
pembangunan.
Menurut Surjadi (1995:1) Pembangunan Masyarakat Desa adalah sebagai
suatu proses dimana anggota-anggota masyarakat desa pertama-tama mendiskusikan
dan menentukan keinginan mereka, kemudian merencanakan dan mengerjakan
bersama untuk memenuhi keinginan mereka tersebut. Pembangunan Masyarakat Desa
mempunyai ruang lingkup dan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama
masyarakat yang tinggal di wilayah dalam strata pemerintahan yang disebut sebagai
pemerintahan terbawah atau desa yaitu pemerintahan di tingkat „grass roots’
peningkatan taraf hidup yang berupa lebih banyak pengenalan atas benda-benda fisik
yang bernilai ekonomis, mungkin dapat saja diberi penilaian secara standard dan
kemudian jadi ukuran.
Pembangunan masyarakat desa pada dasarnya adalah bertujuan untuk
mencapai suatu keadaan pertumbuhan dan peningkatan untuk jangka panjang dan
sifat peningkatan akan lebih bersifat kualitatif terhadap pola hidup warga masyarakat,
yaitu pola yang dapat mempengaruhi perkembangan aspek mental (jiwa), fisik (raga),
intelegensia (kecerdasaan) dan kesadaran bermasyarakat dan bernegara. Akan tetapi
pencapaian obyektif dan target pembangunan desa pada dasarnya banyak ditentukan
oleh mekanisme dan struktur yang dipakai sebagai Sistem Pembangunan Desa.
Menurut Sumitro (1994:49) Kebijaksanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dirumuskan secara umum dan merata dan menjadi pedoman setiap langkah
Pembangunan Sektoral di Bidang Pedesaan.
b. Keswadayaan masyarakat Desa
Keswadayaan bisa dipahami sebagai “semangat” yakni upaya yang didasarkan
pada kepercayaan kemampuan diri dan berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki.
Keswadayaan juga berarti semangat untuk membebaskan diri dari ketergantungan
pada pihak luar atau kekuatan dari atas (Raharjo, 1992).
Penanganan masalah kemiskinan selama ini didasarkan pada asumsi bahwa
kemiskinan merupakan fenomena rendahnya kesejahteraan dan kurangnya
penguasaan terhadap sumber daya. Padahal sebenarnya fenomena kemiskinan sangat
komplek dan bersifat multidimensional. Masalah kemiskinan ditandai oleh banyak
faktor misalnya kerentanan, ketidakberdayaan, tertutupnya akses kepada berbagai
peluang kerja, kondisi fisik yang lemah akibat kurangnya gizi, tingginya tingkat
ketergantungan mereka dan terefleksikannya dalam budaya kemiskinan yang
digariskan satu generasi ke generasi berikutnya (Tjokrowinoto:1993). Kondisi
kemiskinan di atas terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena
tidak bisa dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Orang miskin adalah orang
yang serba kurang mampu dan terbelit dalam lingkaran ketidakberdayaan (Bappenas-
Depdagri, 1993)
Upaya penanggulangan kemiskinan,khususnya di pedesaan erat kaitannya
dengan partisipasi masyarakat dan kemandirian desa. Partisipasi masyarakat ini
dimulai dari perumusan persoalaan, perencanaan, pengelolaan, pengendalian kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dan penilaian keberhasilan pembangunan. Dengan partisipasi ini diharapkan
masyarakat pada akhirnya memiliki kemampuan membangun dirinya sendiri dan
lingkungannya secara swadaya dan berkelanjutan.
Swadaya masyarakat merupakan semangat untuk membebaskan diri dari
ketergantungan pada pihak luar atau kekuatan dari atas dengan memanfaatkan sumber
daya yang mereka miliki. Swadaya juga dapat dipahami sebagai kemampuan untuk
memanfaatkan dan mengembangkan fasilitas-fasilitas yang telah tersedia sebagai
hasil pembangunan yang dilaksanakan pemerintah (Raharjo,1992).
Tidak berkembangnya swadaya masyarakat mengakibatkan penduduk miskin
tetap terperangkap dalam kemiskinan. Menurut Chamaers (1983), kemiskinan itu
sendiri bukanlah hal yang melekat pada diri orang miskin itu sendiri seperti
ketidakberdayaan, kerawanan, kelemahan fisik, isolasi dan kemiskinan itu sendiri,
dan dapat pula merupakan sesuatu yang bersifat eksternal seperti kebijaksanaan
pembangunan yang lebih mendukung perkembangan lapisan masyarakat ekonomi
kuat ketimbang lapisan masyarakat lemah. Menurut Soetrisno (1991) dominannya
kepala desa dalam perencanaan program-program pembangunan desa, telah
mengabaikan aspirasi dan partisipasi masyarakat desa menyebabkan matinya
kemandirian politik pembangunan.
c. Perencanaan Pembangunan Berbasis Sosial Budaya Lokal
Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua ciri yang bersifat unik.
Secara horizontal ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial
berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
serta perbedaan-perbedaan kedaerahan (bersifat majemuk). Secara vertikal, struktur
masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara
lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Perencanaan pembangunan melalui
pendekatan sosial budaya ini diarahkan untuk meningkatkan peranan dan
pengembangan Lembaga Adat dan Budaya Lokal guna menumbuh kembangkan
kembali nilai-nilai budaya lokal dalam menunjang pemberdayaan masyarakat
sehingga akan tumbuh kondisi sosial budaya yang sehat dan dinamis, yang pada
akhirnya akan bermuara pada masyarakat madani dan mengembalikan citra budaya
bangsa Indonesia.
d. Perencanaan Pembangunan Partisipatif Desa
Pembangunan desa adalah proses kegiatan pembangunan yang berlangsung di
desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat. Menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2005 tentang desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bahwa perencanaan pembangunan desa disusun
secara partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya dan
menurut ayat (3) bahwa dalam menyusun perencanaan pembangunan desa wajib
melibatkan lembaga kemasyarakatan desa.
Prinsip pembangunan partisipatif sebagai berikut :
1). pemberdayaan
2). tranparansi
3). akuntabilitas
4). berkelanjutan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
5). partisipasi.
Tujuan Perencanaan Pembangunan sebagai berikut :
1). mengkoordinasikan antar pelaku pembangunan
2). Menjamin sinkronisasi dan sinergi dengan pelaksanaan pembangunan daerah
3). Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan.
4). mengoptimalkan partisipasi masyarakat
5). menjamin tercapainya penggunaan sumber daya desa secara efisien, efektif,
berkeadilan dan berkelanjutan.
2. Pelaksanaan
3. Pengendalian
1. Perencanaan
1. PERENCANAAN 2. PELAKSANAAN 3. PENGENDALIAN
a. Musrenbang Dusun a. Pola Swakelola a. Musrenbang Dusun
b. Musrenbangdes b. Pola Kerjasama operasional b. Musrenbangdes
c. Musrenbangkec c. Pola swadaya c. Musrenbangkec
d. Pembiayaan d. B T O d. Pembiayaan
Gambar 2.1.
Siklus Pembangunan Partisipatif Desa.
PEMANFAATAN PENGEMBANGAN TINDAK LANJUT
PP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
e. Pembangunan Desa yang Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang berkelanjutan dapat
diartikan secara luas sebagai kegiatan-kegiatan di suatu wilayah untuk memenuhi
kebutuhan pembangunan di masa sekarang tanpa membahayakan daya dukung
sumberdaya bagi generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Tantangan
pembangunan berkelanjutan adalah menemukan cara untuk meningkatkan
kesejahteraan sambil menggunakanan sumberdaya alam secara bijaksana. Arus
globalisasi yang semakin kuat perlu diimbangi dengan kesadaran bahwa mekanisme
pasar tidak selalu mampu memecahkan masalah ketimpangan sumberdaya. Kebijakan
pembangunan harus memberi perhatian untuk perlunya menata kembali landasan
sistem pengelolaan aset-aset di wilayah pedesaan. Penataan kembali tersebut lebih
berupa integrasi kepada pemanfaatan ganda, akan tetapi keberhasilannya dapat dilihat
dan dirumuskan dengan melihat indikator-indikator antara lain : kontribusi terhadap
keberlanjutan lingkungan lokal, kontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan lokal,
kontribusi terhadap peningkatan lapangan kerja, kontribusi terhadap keberlanjutan
ekonomi makro, efektifitas biaya dan kontribusi terhadap kemandirian teknis.
Ada empat aspek umum cirri-ciri spesifik terpenting mengenai konsep
agroekosistem. Empat aspek umum tersebut adalah :
1). Kemerataan (equitability)
2). Keberlanjutan (sustainability)
3). Kestabilan (stability) dan
4). Produktivitas (productivity).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Secara sederhana, equitability merupakan penilaian tentang sejauh mana hasil
suatu lingkungan sumberdaya didistribusikan diantara masyarakatnya. Sustainability
dapat diberi pengertian sebagai kemampuan sistem sumberdaya mempertahankan
produktivitasnya, walaupun menghadapi berbagai kendala. Stability merupakan
ukuran tentang sejauh mana produktivitas sumberdaya bebas dari keragaman yang
disebabkan oleh fluktuasi faktor lingkungan. Productivity adalah ukuran sumberdaya
terhadap hasil fisik atau ekonominya. Di masa yang akan datang, dalam konteks
pembangunan pedesaan yang berkelanjutan, pengelolaan sumberdaya di desa
haruslah dilaksanakan dalam satu pola yang menjamin kelestarian lingkungan hidup,
menjaga keseimbangan biologis, memelihara kelestarian dan bahkan memperbaiki
kualitas sumberdaya alam sehingga dapat terus diberdayakan, serta menerapkan
model pemanfaatan sumberdaya yang efisien.
Pemerintah Kabupaten memberikan Alokasi Dana Desa merupakan wujud
nyata pemenuhan Hak Desa dalam membiayai Program Pemerintahan Desa dalam
melaksanakan kegiatan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat di desa.
Alokasi Dana Desa tersebut digunakan dalam pembangunan fisik dan non fisik
dengan tujuan Perkembangan Desa. Indikator dalam hal ini meliputi tingkat
kemiskinan, tingkat pendidikan dasar dan tingkat kesehatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Gambar 2.2.
Penggunaan Alokasi Dana Desa.
6. Gambaran Umum Kebijakan Alokasi Dana Desa
Alokasi dana Desa (ADD) merupakan dana transfer dari pemerintah kabupaten
ke desa. ADD dibutuhkan karena adanya desentralisasi dan otonomi desa, yaitu
pelimpahan kewenangan untuk memberikan pelayanan publik dan penyelenggaraan
pemerintah desa sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan
prinsip money follow function, maka fungsi yang dijalankan pemerintahan desa harus
disertai aspek pendanaan.
Alokasi Dana Desa
Pembangunan Fisik dan non fisik
Kemiskinan Pendidikan dasar kesehatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Alokasi Dana Desa atau ADD adalah bagian keuangan Desa yang diperoleh
dari bagi hasil pajak daerah dan bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan
daerah yang diterima oleh Kabupaten. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa pada pasal 18
bahwa Alokasi Dana Desa berasal dari APBD kabupaten/kota yang bersumber dari
bagian Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh
Kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh persen).Menurut Peraturan
daerah kabupaten Sragen Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sumber Pendapatan Desa
(Lembaran Daerah Kabupaten Sragen Tahun 2006 Nomor 16) bahwa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDes adalah Rencana
keuangan Tahunan Desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa
dan Badan Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa dan
Alokasi Dana Desa terdapat pada bantuan keuangan pemerintah Kabupaten dimaksud
peraturan daerah meliputi :
a. Alokasi Dana Desa
b. Penyisihan pajak
c. Sumbangan bantuan lainnya dari kabupaten
Dengan sasaran Alokasi Dana Desa (ADD) yang dibagikan kepada 196 desa
di 20 kecamatan Kabupaten Sragen. Pembagian Alokasi Dana Desa (ADD) dapat
dilihat berdasarkan variabel utama dan variabel tambahan. Variabel utama ditujukan
untuk mengurangi kesenjangan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan dasar umum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
antar desa secara bertahap dan mengatasi kemiskinan struktural masyarakat desa.
Variabel utama meliputi :
a. Kemiskinan;
b. Pendidikan dasar;
c. Kesehatan
Variabel tambahan merupakan variabel yang dapat ditambahkan oleh masing-
masing daerah. Variabel tambahan meliputi :
a. Jumlah penduduk;
b. Luas wilayah;
c. Potensi ekonomi;
d. Partisipasi masyarakat;
e. Jumlah unit komunitas di desa (RT, RW, Dusun)
Bantuan langsung Alokasi Dana Desa (ADD) yang selanjutnya disebut ADD
adalah dana bantuan langsung yang dialokasikan kepada Pemerintah Desa digunakan
untuk meningkatkan sarana pelayanan masyarakat, kelembagaan dan prasarana desa
yang diperlukan serta diprioritaskan oleh masyarakat, yang pemanfaatan dan
administrasi pengelolaannya dilakukan dan dipertanggungjawabkan oleh Kepala
Desa.
Bantuan langsung Alokasi Dana Desa (ADD) dimaksudkan sebagai dana
stimultan atau dana perangsang untuk mendorong dalam membiayai program
pemerintah desa yang ditunjang dengan partisipasi swadaya gotong royong
masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
7. Pengelolaan Alokasi Dana Desa
Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa(ADD) merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Pengelolaan Keuangan Desa dalam APBDes oleh karena itu
dalam Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa (ADD) harus memenuhi prinsip
Pengelolaan Alokasi Dana Desa sebagai berikut :
a. Seluruh kegiatan yang didanai oleh Alokasi Dana Desa (ADD) direncanakan,
dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan prinsip dari, oleh dan untuk
masyarakat.
b. Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administratif, teknis
dan hukum;
c. Alokasi Dana Desa (ADD) dilaksanakan dengan menggunakan prinsip hemat,
terarah dan terkendali.
d. Jenis kegiatan yang akan dibiayai melalui Alokasi Dana Desa (ADD) sangat
terbuka untuk meningkatkan sarana Pelayanan masyarakat berupa pemenuhan
kebutuhan dasar, penguatan kelembagaan desa dan kegiatan lainnya yang
dibutuhkan masyarakat desa yang diputuskan melalui musyawarah desa.
e. Alokasi Dana Desa (ADD) harus dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa (APBDes) dan proses penganggarannya mengikuti mekanisme yang berlaku.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kelancaran pengelolaan Alokasi Dana
Desa (ADD) di kabupaten Sragen berdasarkan Peraturan Bupati Sragen Nomor 6
Tahun 2010 tentang Pedoman umum mengenai pencairan, pengelolaan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan terhadap penggunaan Alokasi Dana
Desa (ADD) di Kabupaten Sragen tahun anggaran 2010 sebagai berikut :
a. Persiapan
1).Guna membantu kelancaran dalam penggunaan dana ADD, Kepala desa
membentuk Tim Pengelola yang terdiri dari :
a). Ketua : Kepala Desa
b). Sekretaris : Sekretaris Desa
c). Bendahara ADD : Perangkat Desa (Kaur Keuangan/kaur umum)
d).Koordinator Pelaksana Pembangunan (khususnya pembangunan fisik)
:Anggota LP2MD
2). Alokasi Dana Desa (ADD) sebagaimana telah ditetapkan oleh Bupati, harus
dicantumkan dalam APBDesa.
b.Perencanaan
1).Berdasarkan besarnya ADD yang ditetapkan oleh Bupati, Kepala Desa
menyusun Rencana Kegiatan Desa (RKD) dengan tahapan/langkah sebagai
berikut :
a).Mengadakan Musyawarah Pembangunan Desa yang dihadiri oleh Kepala desa,
Perangkat Desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga
Pemberdayaan Pembangunan Masyarakat Desa (LP2MD), Pengurus PKK,
RT/RW dan Tokoh Masyarakat.
b).Dalam musyawarah tersebut disepakati kesanggupan Swadaya Mayarakat untuk
menunjang pembangunan fisik ADD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
2). RKD disusun dengan perincian penggunaan ADD, diatur sebagai berikut :
a). Sebesar 30% digunakan untuk operasional pemerintah desa BPD, lembaga-
lembaga desa antara lain digunakan untuk :
(1) Biaya Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)
(2) Operasional Penyelenggaraan Pemerintah Desa untuk ATK, biaya rapat.
(3) Honor bendahara ADD
(4) Biaya Penyelenggaraan Musrenbangdes
(5) Biaya Penyelenggaraan Bulan Bhakti Gotong Royong
(6) Tunjangan Asuransi Kesehatan bagi pemerintah desa
(7) Penguatan kelembagaan atau operasional BPD, LP2MD, RT dan lembaga-
lembaga desa.
(8) Pengadaan atau pemeliharaan komputer
(9) Untuk mendukung program keluarga berencana.
b). Sebesar 70% digunakan untuk Modal LKD dan Pemberdayaan Masyarakat
meliputi :
(1) 15% untuk bantuan LKD
( 2) 65% untuk menunjang pembangunan prasarana fisik desa :
- pengaspalan jalan, makadam jalan, pengecoran jalan, jembatan, gorong-
gorong, buk deker, kantor desa/balai desa.
(3) Yang 20% untuk menunjang kegiatan TP PKK desa sebesar Rp. 4000.000,-
dan untuk kegiatan pemberdayaan dan pelatihan SDM.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Untuk kegiatan PKK Desa sebesar Rp 4000.000,- (Empat juta rupiah) antara
lain meliputi :
Sekretariat :
(a). Alat Tulis Kantor (ATK)
(b). Pengadaan buku-buku administrasi PKK Desa, RT, RW, dasa wisma
(c). Pengadaan majalah Nusa Indah
(d). Biaya rapat-rapat
(e). Orientasi/pemantapan hasil Rakernas VI bagi TP PKK Desa
Pokja I :
(a). Peningkatan Iman dan taqwa
(b). Penyuluhan bahaya Narkoba
(c). Sosialisasi penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
(d). Pola asuh anak (PAA) dan penanggulangan pekerja Anak (PPA)
Pokja II :
(a). Bina Keluaraga Balita (BKB)/Bina Keluaraga Remaja
(b). Pembentukan Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
©. Pelatihan dan ketrampilan
(d). Pelatihan LP3PKK
(e). Pengadaan Alat Permainan Edukatif (APE)
(f). Sosialisasi Anak Indonesia membangun budaya damai
Pokja III :
(a). Bantuan bibit/pemanfaatan pekarangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
(b). Sosialisasi hatinya PKK
©. Pemanfaatan Tehnologi Tepat Guna (TTG)
(d). Perwujudan Rumah sehat
(e). Lomba cipta menu beragam bergizi berimbang
Pokja IV :
(a). Pemberian makanan tambahan
(b). Pelatihan kader posyandu
©. Pengadaan sarana posyandu
(d). Gerakan sayang ibu
(e). Kesatuan gerak pkk, KB kesehatan
(f). Sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
(g). Lingkungan bersih dan sehat (LBS)
3). RKD yang telah ditandatangani oleh kepala desa, ketua BPD dan Ketua
LP2MD serta Bendahara ADD, selanjutnya diteliti dan disetujui oleh camat
kemudian dikirim kepada Bupati cq. Kepala Badan Keluarga Berencana,
Pemberdayaan masyarakat dan Desa untuk disahkan menjadi Dokumen
Kegiatan Desa (DKD).
c.Pencairan
1). Guna pengendalian penyaluran ADD, kepala desa membuka rekening kas desa
atas nama Bendahara Desa di BPR/BKK setempat.
2). Pencairan ADD harus dilakukan dengan persyaratan berupa DKD disertai:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
a). Anggaran ADD harus dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa (APBDes)
b). Usulan Rencana Kegiatan Desa (URKD) yang telah disahkan Camat
c). Surat Perjanjian Pemberian Dana (SPPD) ADD dari kepala Desa selaku
Ketua Pengelola ADD.
d). Berita acara pembayaran penarikan dana (BA-PPD)
e). Keputusan kepala Desa tentang Tim Pengelola dana ADD.
f). Berita Acara Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbangdesa) disertai
daftar hadir peserta musyawarah.
g). Berita acara kesanggupan swadaya masyarakat.
3). Camat mengirimkan dokumen tersebut kepada Kepala Badan Keluarga
Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa selanjutnya untuk dibuat
daftar rekapitulasi tagihan untuk diteruskan kepada Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset daerah Kabupaten Sragen.
4). Berdasarkan tagihan sebagaimana dimaksud, DPPKAD kabupaten Sragen
melakukan proses pencairan ADD sesuai persyaratan dan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
5). Pelaksanaan penyaluran ADD tersebut dilakukan dengan transfer langsung dari
rekening Kas Daerah ke Rekening Kas Desa yang dilaksanakan dalam 2 (dua)
tahap melalui BPR BKK/BKK, untuk tahap I sebesar 70% dan tahap II sebesar
30%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
6). Bendaharawan desa dengan diketahui oleh Kepala Desa mencairkan rekening
kas desa dan selanjutnya diserahkan kepada bendahara ADD.
7). BPR BKK/ BKK dapat menolak pencairan, apabila penandatanganan proses
pencairan tidak dilakukan oleh bendaharawan desa dengan diketahui oleh
Kepala Desa.
8). Untuk pencairan tahap I dan tahap II dilakukan dengan persyaratan sebagaimana
tersebut ditambah dengan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan dana
dan foto kegiatan fisik pada tahap sebelelumnya.
d. Pengelolaan
1). Bendahara ADD mendistribusikan dana disesuaikan dengan URKD, dalam
forum pertemuan/rapat.
2). Untuk kegiatan yang sifatnya fisik, dikoordinasikan dengan anggota LP2MD dan
ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa.
3). Penggunaan dana ADD harus dilaksanakan dengan tertib serta diadministrasikan
dengan rapi dan benar oleh bendahara ADD.
4). Perincian pemasukan dan pengeluaran keuangan harus dibukukan dalam Buku
Kas Umum oleh bendahara desa.
e. Pelaporan
1). Kepala Desa selaku ketua Pengelola penggunaan ADD wajib menyampaikan
laporan bulanan ( setiap tanggal 1 bulan berikutnya) tentang ADD yang telah
dilaksanakan kepada Camat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2). Camat selaku Ketua Tim Pengendali ADD melaporkan perkembangan secara
umum ADD setiap bulan (tanggal 5 bulan berikutnya) kepada Bupati cq. Kepala
Badan Keluaraga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
f. Pertanggungjawaban
1). Kepala Desa selaku Ketua Pengelola Penggunaan Alokasi Dana Desa harus
menyampaikan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) penggunaan ADD kepada
Bupati dibuat setiap akhir tahapan serta dilampiri foto kegiatan setiap tahapan.
Hal tersebut harus sudah diselesaikan sebagai salah satu syarat pencairan dana
ADD tahap berikutnya.
2). Bahwa penggunaan ADD dimasukkan dalam APBDes, oleh karena itu Kepala
Desa wajib mencantumkan rincian penggunaan dana tersebut dan
mempertanggungjawabkannya kepada Bupati melalui LPPD (laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ) di akhir tahun anggaran dan wajib
mencantumkan rincian penggunaan dana tersebut dalam LKPJ (Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban) kepada BPD serta wajib menginformasikan
penggunaan dana tersebut kepada masyarakat melalui IPPD (Informasi
penyelenggaraan Pemerintah Desa) yang tata cara penyampaian berdasarkan
pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3).Pemeliharaan hasil-hasil kegiatan dan pengembangannya sepenuhnya menjadi
tanggungjawab Pemerintah Desa dan masyarakat.
4).Penggunaan dana bantuan ADD diserahkan dan sepenuhnya menjadi
tanggungjawab Pemerintah Desa dan masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
5). Apabila dalam pelaksanaan penggunaan ADD ada kegiatan yang menyimpang
dari petunjuk pelaksanaan ini, maka terlebih dahulu harus mendapatkan
persetujuan tertulis dari Bupati sragen.
g. Monitoring dan Evaluasi
1). Kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh Tim Pemantau dan Evaluasi
ADD Kabupaten Sragen, antara lain meliputi kualitas pelaksanaan fisik, non
fisk/keuangan, tertib admninstrasi/teknis yang dilaksanakan desa.
2).Camat sebagai Ketua Tim Pengendali Tingkat kecamatan harus senantiasa
melakukan pengendalian setiap saat untuk menjaga agar penggunaan ADD
dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku.
H. Pengawasan
1). Pengawasan terhadap penggunaan ADD dilakukan oleh Tim Penanggungjawab
kebijakan ADD.
2).Pengawasan terhadap penggunaan ADD dilakukan oleh Aparat Fungsional
Daerah.
3). Pengawasan terhadap penggunaan ADD dapat dilakukan masyarakat
4).Dalam hal terjadi penyimpangan/penyalahgunaan, terlebih dahulu camat
setempat wajib menyelesaikannya serta melaporkan hasilnya kepada Bupati
Sragen.
5).Dalam hal penyimpangan tersebut belum dapat teratasi, maka untuk
penyelesainnya ditangani oleh Bupati dibantu satuan Kerja Terkait.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
i. Sanksi
Bagi pengelola ADD yang terbukti melakukan penyelewengan/penyalahgunaan
pengguanaan dana ADD diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Untuk lebih jelasnya alur dari tanggungjawab penggunaan ADD di tingkat
desa seperti pada bagan seperti berikut ini :
Gambar 2.3
Struktur Organisasi Tim Pengelola ADD.
Kepala desa
Ketua Pengelola ADD
Sekretaris Desa
Sekretaris Pengelola
ADD
Kaur Umum/Kaur
Keuangan
Bendahara ADD
Lembaga Kemasyarakatan Desa
(LP2MD, BPD, RT, RW, TP PKK, Lembaga lain yang
dibutuhkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
8. Metoda AHP
Pengalaman sebelumnya menunjukkan adanya perbedaan pendapat yang
sulit dipecahkan dalam pembobotan formula Alokasi Dana Desa karena masing-
masing pihak memiliki pandangan, pengetahuan dan pengalaman yang berbeda atas
tingkat kepentingan masing-masing program. Dalam rangka menghindari perbedaan
pendapat yang tidak mendapatkan titik temu, maka digunakan metode Analytical
Hierarchical Process (AHP).
Analytical Hierarchi Process (AHP) dikembangkan oleh Saaty (1993) dan
menjadi metode yang mampu memecahkan permasalahan-permasalahan dalam
pengambilan keputusan. Aplikasi AHP sangat luas, tidak hanya digunakan dalam
bidang teknik, namun juga dalam permasalahan ekonomi dan bisnis. Pada bidang
pemerintahan, AHP telah digunakan para analisis untuk membantu aparat pemerintah
dalam melakukan penentuan kebijakan publik yang sesuai.
Kebijakan publik sendiri lebih luas definisinya tidak sekedar pengambil
keputusan. Hal ini dikarenakan kebijakan publik juga menyangkut keterlibatan
berbagai pihak yang lebih luas tidak saja kalangan pemerintah sebagai pengambil
keputusan, namun juga ada pihak-pihak lain yang terlibat diluar pemerintahan. Proses
pengambilan keputusan dalam menyusun kebijakan tidaklah mudah karena
kepentingan semua pihak yang terlibat harus terakomodasi sehingga akan
mendapatkan kebijakan yang terbaik untuk semua pihak dari cara pandang atau
perspektif yang berbeda-beda dari pihak-pihak tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Metode AHP merupakan alat pengambilan keputusan terutama dalam
menghadapi permasalahan yang komplek dalam menentukan pilihan ataupun prioritas
terhadap alternatif pemecahan masalah yang ada. Metode ini dipakai ketika para
pengambil keputusan mengalami kesulitan untuk menentukan berbagai faktor
tersebut (factor evaluation). AHP menggunakan perbandingan berpasangan untuk
menentukan bobot-bobot dan nilai kepentingan masing-masing faktor tersebut.Secara
keseluruhan keungulan metode ini antara lain adaalah :
a. Permasalahan dengan berbagai pertimbangan kompleks, dimana sebuah
permasalahan memiliki beberapa akar permasalahan yang semuanya harus
dipertimbangkan secara stimultan.
b. AHP dapat mengakomodasi pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam
menganalisa permasalahan.
c. AHP digunakan untuk menentukan pilihan pemecahan masalah terbaik dan
pemeringkatan atau priortas pemecahan masalah dari alternatif yang ada.
d. AHP dapat digunakan untuk menentukan bobot pengalokasian sumber daya yang
selama ini tidak dapat dilakukan metode lain, misalnya pengalokasian dana,
sumber daya alam dan manusia.
e. AHP dapat mengakomodasi dan mengkompromikan pendapat berbagai pihak.
Setiap pihak dapat menyampaikan pendapatnya secara bebas namun rahasia
berdasarkan penilaiannya sendiri tanpa pengaruh pihak lain. Penggunaan metode
ini diharapkan agar dicapai keputusan final yang dapat diterima semua pihak
karena semua pendapat telah terakomodasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
B. Penelitian Relevan
Penelitian ini merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemeritahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah,
Peraturan Pemerintahan Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa.
Penelitian yang relevan dengan tema metode AHP dalam pembobotan
formulasi alokasi dana desa telah diteliti oleh beberapa penelitian terdahulu.
Yansekardias (2001) yang menggunakan metode AHP dalam penentuan bobot
alternatif pada perhitungan DAU dengan lokasi sampel di lingkungan Pemerintah DI
Yogyakarta. Hasil penelitian menemukan bukti bahwa menurut persepsi daerah untuk
bobot variabel pemenuhan kebutuhan minimum lebih tinggi dibandingkan variabel
pelimpahan wewenang dan pemerataan, dengan mengintegrasikan tiga aspek prioritas
variabel yang digunakan dalam dalam distribusi DAU adalah pendapatan daerah,
tingkat kemiskinan, produk domestic regional bruto (tidak termasuk minyak dan gas),
populasi, area tertutup dan aksebilitas.
Jamli (2003) mengenai penerapan AHP dalam penentuan prioritas
pembangunan kasus Jawa Timur dan Jawa Tengah. AHP digunakan untuk
menentukan prioritas pembangunan di tingkat lokal maupun nasional. Analisis ini
bertujuan untuk mengidentifikasikan berbagai sektor pembangunan diterapkan untuk
kasus-kasus tertentu dalam pemerintahan. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat
perbedaan susunan pemeringkatan program antara ketiga kelompok responden yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
menunjukkan kemungkinan perbedaan latar belakang pemahaman tentang daerah
masing-masing responden, kemampuan sumber daya dan ketersediannya, dan
tantangan kondisi medan di daerah yang bersangkutan.
Nakagawa,dkk (2010). Hirarki kebijakan berbasis AHP untuk memecahkan
masalah sosial yang memerlukan pendekatan multiphase, metode baru memprediksi
atau analisis dampak alternatif kebijakan pada tujuan keseluruhan. Dengan kata lain,
memprediksi atau merasionalisasi cara orang menghargai situasi dimana alternatif
yang mengadopsi dilaksanakan, ini akan berfungsi sebagai alat untuk mendukung
pengambilan keputusan. Hasil penelitian menyatakan bahwa kekuatan dalam
pengambilan keputusan sangat didukung oleh beberapa alternatif kebijakan
Javadian, dkk (2011), penerapan pembangunan perkotaan berkelanjutan
dalam analisis kesesuaian lingkungan dari penggunaan lahan pendidikan dengan
menggunakan AHP di Teheran. Hasil penelitian menunjukkan sejumlah lokasi untuk
penggunaan lahan pendidikan yang didirikan di Teheran dan beberapa faktor seperti
jangkauan akses, kemiringan, dan kompatibilitas dievaluasi, maka AHP diterapkan
untuk memberikan bobot untuk setiap indikator maka diputuskan bahwa lokasi
tersebut adalah yang cocok untuk penggunaan lahan pendidikan.
Penelitian ini membahas formulasi Alokasi Dana Desa di kabupaten Sragen,
perbedaan yang mencolok dibandingkan penelitian sebelumnya adalah bahwa
penelitian ini lebih menitikberatkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembobotan
formulasi Alokasi Dana Desa dengan berdasarkan metode Analytic Hieararchy
Process (AHP).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
C. Kerangka Pemikiran
Alokasi Dana Desa (ADD) merupakan dana transfer dari pemerintah
Kabupaten ke desa. ADD dibutuhkan karena adanya desentralisasinya dan otonomi
desa, yaitu pelimpahan kewenangan untuk memberikan pelayanan publik dan
penyelenggaraan pemerintahan desa sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku. Berdasarkan prinsip money follow function, maka fungsi yang dijalankan
pemerintah desa harus disertai aspek pendanaan.
Pemerintah Kabupaten Sragen mengeluarkan Peraturan Bupati Sragen Nomor
5 Tahun 2008 tentang alokasi dana desa di kabupaten Sragen, kelebihan dari formula
ini adalah mengakomodir kondisi riil fisik daerah seperti jumlah penduduk, luas
wilayah, kesehatan dan pendidikan menjadi pertimbangan penting. Namun apabila
didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2005 tentang desa dan Surat
Mendagri Nomor 140/640/SJ tahun 2005, maka ada beberapa kelemahan dari formula
ADD yang digunakan oleh pemerintah.
Beberapa kelemahan dari formula ADD adalah jumlah dana yang dianggarkan
belum mencapai 10% dari dana perimbangan yang diterima Pemerintah Kabupaten
Sragen Tahun 2010. Variabel-variabel yang digunakan sebagai penentu bobot desa
sudah mengacu pada Surat Mendagri Nomor 140/640/SJ tahun 2005 disebutkan
bahwa dalam penentuan bobot desa didasarkan atas variabel utama dan variabel
tambahan yang ditentukan oleh Kabupaten/kota berdasarkan karakter, budaya dan
kesediaan data daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Variabel utama adalah variabel yang dinilai terpenting untuk menentukan nilai
bobot desa. Variabel utama ditujukan untuk mengurangi kesenjangan kesejahteraan
masyarakat dan pelayanan dasar umum antar desa secara bertahap dan mengatasi
kemiskinan struktural masyarakat desa. Variabel utama meliputi :
1. Kemiskinan;
2. Pendidikan dasar;
3. Kesehatan.
Variabel tambahan merupakan variabel yang ditambahkan oleh masing-
masing daerah. Variabel tambahan meliputi :
1. Jumlah penduduk;
2. Luas wilayah;
3. Potensi ekonomi;
4. Partisipasi wilayah;
5. Jumlah unit komunitas di desa.
Formulasi Alokasi Dana Desa di kabupaten Sragen bobot desa ditambahkan
dengan jumlah penduduk usia 7 s/d 15 tahun yang tidak sekolah, angka kematian bayi
dan penderita penyakit menular untuk mendapatkan alokasi dana desa yang adil dan
proporsional.
Gambar 2.4 menunjukkan struktur hirarki dari permasalahan yang ingin
diteliti yakni pemilihan variabel pembobotan formulasi Alokasi Dana Desa oleh yang
memutuskan anggaran (legislatif), yang mendistribusikan (Pemerintah Kabupaten
Sragen) dan pemanfaat anggaran (masyarakat).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
HIRARKI MODEL FORMULA ALOKASI DANA DESA
KABUPATEN SRAGEN
Tujuan
Stakeholder
Alternatif
Gambar 2.4
Struktur hirarki.
Masyarakat Pemkab Sragen legislatif
Pen
der
ita p
enya
kit
men
ula
r.
An
gka k
emati
an
bayi
Bu
ta H
uru
f
Tid
ak s
ekola
h 7
-15
tah
n
Ju
mla
h P
endu
du
k
mis
kin
Lu
as
wil
aya
h
Ju
mla
h p
endu
du
k
Formulasi Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen
Dengan metode AHP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Dalam studi penelitian, penggunaan metodologi merupakan suatu langkah
yang harus ditempuh, agar hasil-hasil yang sudah terseleksi dapat terjawab secara
valid, reliabel dan obyektif, dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan
dikembangkan suatu pengetahuan, sehingga dapat digunakan untuk memahami,
memecahkan dan mengantisipasi masalah.
Dalam penelitian ini menggunakan penelitian survey guna memperoleh data
primer mengenai pembobotan formula Alokasi Dana Desa (ADD) di Kabupaten
Sragen dengan memberikan kuesioner AHP terhadap responden, serta didukung data
sekunder yang berasal dari dinas/instansi terkait.
B. Unit Analisis
Menurut Kuncoro (2003:107) sampel adalah bagian dari populasi yang
diharapkan dapat mewakili populasi penelitian. Penetapan jumlah sampel dilakukan
dengan metode purpose random sampling yang disesuaikan dengan tingkat
pendidikan dan pemahaman responden terhadap obyek yang diteliti, yaitu variabel-
variabel penentu bobot desa. Sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang
menggunakan pendekatan metode AHP oleh yankerdias (2001) yaitu melakukan
penelitian dengan lokasi sampel dilingkungan pemerintah DI Yogyakarta tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
penentuan bobot alternatif dalam pembagian DAU dengan menggunakan metode
AHP, menggunkan responden hanya 8 orang. Responden dalam penelitian ini penulis
tetapkan adalah para pembuat keputusan di tingkat kab sragen dan kepala desa selaku
pemanfaat ADD dan pelaku kegiatan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan
di desa yang memiliki pengetahuan, pengalaman maupun pemahaman terhadap
distribusi ADD. Dalam penelitian ini yang dijadikan responden sejumlah 37 orang.
Metode pemecahan masalah dalam kegiatan mendiskripsikan pandangan
stakeholder (legislatif, Pemerintah Kabupaten Sragen dan masyarakat ) dilakukan
dengan pengisian kuesioner AHP oleh responden. Analisa persepsi dengan AHP
ditujukan untuk mendiskripsikan pandangan para stakeholder mengenai pembobotan
alternatif formulasi Alokasi Dana Desa.
Analisa hasil studi digunakan untuk menarik kesimpulan tentang persepsi
stakeholder mengenai pembobotan alternatif formulasi ADD. Selanjutnya, hasil
kuesioner setiap responden dianalisis untuk dilihat tingkat konsistensinya dalam
menjawab setiap pertanyaan dalam kuesioner. Apabila nilai rasio inkonsistensi lebih
besar dari 0,1, maka dilakukan revisi pendapat. Namun jika nilai rasio inkonsistensi
sangat besar, maka responden tadi dihilangkan.
C. Tehnik Pengambilan Sampel
Penelitian tentang pembobotan formula alternatif Alokasi Dana Desa di
Kabuaten Sragen dengan metode AHP dilakukan dengan memberikan kuesioner
kepada stokeholder yaitu legislatif, Pemkab Sragen dan masyarakat yang berisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
perbandingan berpasangan antar varibel kemiskinan, pendidikan dasar dan kesehatan.
Kuesioner tersebut didahului dengan memberikan penjelasan tentang pengertian
masing-masing variabel disertai penjelasan mengenai cara pengisiannya.
Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang berasal dari instansi-
instansi terkait yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sragen, meliputi :
Badan Pusat Statistik ( BPS ), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ( Bappeda ),
Dinas Pendidikan nasional, Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan
Masyarakat Kabupaten Sragen dan Dinas Kesehatan kabupaten.
D. Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Adapun jenis data yang diperoleh dalam penelitian lapangan ini adalah data
primer dan data sekunder, diantaranya :
1.Data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari para responden (legislatif,
Pemkab Sragen dan masyarakat) dengan cara memberikan kuesioner model AHP,
Data yang digunakan meliputi data transfer pemerintah Kabupaten Sragen ke desa
yang berbentuk ADD, jumlah penduduk miskin, Jumlah penduduk usia 7 – 15 tahun
yang tidak sekolah, jumlah penduduk buat huruf, jumlah kematian bayi di bawah 1
tahun, penderita penyakit menular, jumlah penduduk dan luas wilayah masing-
masing desa yang ada di Kabupaten Sragen pada tahun 2010.
2.Data sekunder, yakni data yang diperoleh melalui laporan-laporan yang berkaitan
dengan permasalahan yang diteliti, diantaranya data yang berhubungan dengan
pembobotan formulasi Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Untuk menghindari bias dan demi terjaganya konsistensi data yang diperoleh, maka
data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dari Badan Pusat
Statistik (BPS) kabupaten Sragen, sedangkan data yang diperoleh dari Dinas dan
instansi lainnya bersifat pendukung untuk melengkapi data yang tidak tersedia di
BPS. (Kuncoro, 2003:134) menyebutkan bahwa pada intinya data dalam penelitian
ini harus memiliki kriteria sebagai berikut :
a). Ketepatan waktu;
b). Relevansi
c). Akurasi.
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel-variabel yang digunakan untuk mewakili kebutuhan data penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Jumlah penduduk miskin.
Jumlah penduduk miskin merupakan gambaran tingkat kemiskinan suatu desa,
jumlah penduduk miskin yang ada menggambarkan kebutuhan subsidi pemerintah
untuk memberikan pelayanan publik semakin banyak penduduk miskin di suatu
desa maka semakin banyak dana yang akan diterima oleh desa tersebut.
2. Jumlah penduduk usia 7-15 tahun yang tidak sekolah
Variabel yang mengindikasikan banyaknya penduduk usia sekolah yang tidak
mampu sekolah atau melanjutkan pendidikan dasar 9 tahun (wajib belajar
pendidikan dasar 9 tahun ). Jumlah penduduk usia sekolah yang tidak mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
sekolah menggambarkan kebutuhan dana yang harus dikeluarkan untuk
memberikan pelayanan di bidang pendidikan, semakin banyak jumlah penduduk
usia sekolah yang tidak mampu sekolah di suatu desa maka semakin banyak
alokasi dana yang diterima oleh desa tersebut.
3. Jumlah penduduk buta huruf
Jumlah penduduk buta huruf di suatu desa menggambarkan kebutuhan dana untuk
meningkatkan pelayanan publik, semakin banyak penduduk buta huruf di suatu
desa semakin besar dana yang diterima desa
4. Jumlah kematian bayi
Jumlah kematian bayi di bawah usia 1 tahun di suatu desa enggambarkan
kebutuhan dana untuk penyediaan di bidang kesehatan, semakin banyak kasus
kematian bayi di suatu desa maka semakin besar dana yang diterima desa
5. Penderita Penyakit menular
Jumlah kasus penderita penyakit menular adalah sebagai gambaran kebutuhan
yang diperlukan untuk meningkatkan pelayanan publik, semakin banyak kasus
penderita penyakit menular di suatu desa maka semakin besar dana yang akan
diterima oleh desa tersebut.
6. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk merupakan gambaran kebutuhan dana yang diperlukan dalam
menyediakan pelayanan publik. Semakin banyak jumlah penduduk di suatu desa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
maka kebutuhan pelayanan publik semakin besar pula dan karenanya akan
membutuhkan dana yang semakin besar pula.
7. Luas wilayah
Luas wilayah administratif suatu desa semakin besar lingkup pelayanan yang
harus disediakan di suatu desa. Sehingga semakin luas suatu desa, maka
kebutuhan anggaran yang diperlukan akan semakin besar.
8. Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana perimbangan keuangan antara pemerintah
kabupaten dan pemerintah desa yang selanjutnya disebut prosentase dana dari
APBD yang dialokasikan berdasarkan variabel;
9. Formula ADD adalah suatu rumusan atau model atas alokasi perimbangan
keuangan antara pemerintah kabupaten dan pemerintah desa di kabupaten Sragen
berdasarkan variabel kemiskinan, kesehatan, jumlah penduduk dan luas wilayah;
10. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk pembiayaan kebutuhan daerah dalam
rangkapelaksanaan desentralisasi;
11. Alokasi Dana Desa (ADD) adalah kebijakan pemerintah kabupaten Sragen dalam
mengimplementasikan dana perimbangan keuangan antara pemerintah kabupaten
dan pemerintah desa;
12. Metode AHP model pengambilan keputusan dengan multiple kriteria yang dapat
melakukan analisis secara stimultan dan terintegrasi antar parameter-parameter
yang kualitatif atau sumber dan bahkan yang kuantitatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
F. Teknik Analisis Data
1. Model Formula ADD
Mengacu pada Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 140/640/SJ, formula
Alokasi Dana Desa yang proporsional harus berdasarkan asas merata dan adil, yaitu
:a). Asas merata adalah besarnya bagian ADD yang sama untuk setiap desa, yang
selanjutnya disebut Aloaksi Dana Desa Minimal (ADDM)
b). Asas adil adalah besarnya bagian ADD yang dibagi secara proporsional untuk
setiap desa berdasarkan Nilai Bobot Desa (BDi) yang dihitung dengan rumus dan
variabel tertentu (misalnya : kemiskinan, pendidikan dasar dan kesehatan).
Selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP). Besarnya prosentase
perbandingan antara asas merata dan adil ditetapkan oleh daerah. Misalnya, ADDM
adalah 60% dari jumlah ADD dan besarnya ADDP (dana proporsional) adalah 40%
dari jumlah ADD.
Pendistribusian ADD ditentukan oleh variabel-variabel penyusun bobot desa.
Variabel-variabel yang mewakili kebutuhan fiskal memiliki hubungan yang searah
dengan bobot desa. Sifat hubungan variabel diasumsi sebagai berikut :
a). Jumlah penduduk (JP), semakin banyak jumlah penduduk di suatu desa maka
kebutuhan pelayanan publik semakin besar pula dan karenanya akan membutuhkan
dana yang semakin besar pula;
b). Luas wilayah (LW),luas wilayah administratif suatu desa menandakan semakin
besar lingkup pelayanan yang harus disediakan di suatu desa. Sehingga semakin luas
suatu desa, maka kebutuhan anggaran yang diperlukan akan semakin besar;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
c). Jumlah penduduk miskin (JPM), jumlah penduduk miskin merupakan gambaran
tingkat kemiskinan yang terjadi di suatu desa. Jumlah penduduk miskin
menggambarkan kebutuhan subsidi pemerintah untuk memberikan pelayanan publik;
d). Jumlah tidak tamat sekolah pendidikan dasar 9 tahun (TS), semakin banyak
jumlah penduduk usia 7 – 15 tahun yang tidak sekolah di suatu desa maka kebutuhan
pelayanan publik di sektor pendidikan semakin besar pula dan karenanya akan
membutuhkan dana yang semakin besar pula;
e). Jumlah penduduk yang buta huruf (BH), semakin banyak jumlah penduduk yang
buta huruf di suatu desa maka semakin besar alokasi dana desa yang akan diterima
oleh desa tersebut;
f). Angka kematian bayi (AKB), semakin tinggi tingkat kematian bayi di suatu desa
maka semakin besar pula dana yang disediakan untuk memberikan pelayanan
kesehatan;
g). Penderita penyakit menular , semakin tinggi penderita penyakit menular di suatu
desa maka semakin besar ADD yang akan diterima oleh desa yang bersangkutan
sehubungan dengan bertambahnya pelayanan publik.
Untuk lebih jelasnya dalam menyusun variabel yang digunakan untuk
menentukan bobot desa masing-masing desa berdasarkan pemerintah Kabupaten
Sragen dalam hal ini Badan keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Kabupaten Sragen dapat dilihat gambar 3.1. :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Gambar 3.1.
Variabel-variabel penentu bobot desa.
Berdasar pada uraian di atas, maka model formula yang akan diusulkan adalah
sebagai berikut:
Ju
mla
h
Pen
du
du
k
Ju
mla
h
pen
du
du
k m
isk
in
Lu
as
wil
ayah
Usi
a a
nak
7-1
5
tah
un
tid
ak
sek
ola
h
Ju
mla
h b
uta
hu
ruf
Ju
mla
h k
emati
an
ba
yi
Jum
lah
pen
der
ita
pen
yak
it m
enu
lar
DICARI INDEKS MASING-MASING DESA
IJP IJPM
MM
MM
ILW
WW
ITS IBH IKB IPPM
M
BOBOT DESA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
ADD = ADDM + ADDP ……………………………………………… ( 1 )
ADD : Jumlah Alokasi Dana Desa yang dianggarkan Pemkab Sragen
ADDM : Alokasi Dana Desa Minimum ( 60% ADD )
ADDP : Alokasi Dana Desa Proporsional ( 40 % ADD )
ADDi = ADDMi + ADDPi ……………………………………………..( 2 )
ADDi : Alokasi Dana Desa untuk desa yang bersangkutan
ADDMi : Alokasi Dana Desa Minimum tiap desa ( ADDM / ∑ Jml Desa )
ADDPi : Alokasi Dana Desa Proporsional tiap desa ( BDi x ADDP )
BDi = β1 IJPi+β2 ILWi+β3 IJPMi+β4 ITSi+β5 IBHi+β6 IKBi+β7 PMi
Keterangan :
BDi : Nilai Bobot Desa yang bersangkutan
I : Indeks masing-masing variable
Β1,2, ...7 : Koefisien masing-masing variable, dimana β1+β2 + ….+β7 = 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
2. Penghitungan Bobot Desa dengan AHP
Proses AHP, pada dasarnya di desain untuk menangkap secara rasional
persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui
prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala prefensi diantara berbagai sel
alternatif. Analisa ini ditujukan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak
mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah yang
terukur/kuantitatif,masalah yang memerlukan keputusan (judgement) maupun pada
situasi yang komplek atau tidak tersangka, pada situasi dimana data, informasi
statistik sangat minim atau tidak ada sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang
didasari oleh persepsi, pengalaman maupun intuisi. AHP ini juga banyak digunakan
pada keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan
penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik
(Saaty, 1993).
AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan
dengan pendekatan sistem, dimana pengambil keputusan berusaha memahami suatu
kondisi sistem dan melakukan dalam pengambilan keputusan. Dalam penelitian ini
membandingkan variabel-varibel pembobotan formula Alokasi Dana Desa yang
terdiri dari jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah, anak tidak
sekolah usia 7 – 15 tahun, buta hurug, angka kematian bayi dan penderita penyakit
menular.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Tabel 3.1. Skala Banding Secara Berpasangan (Saaty, 1993)
Intensitas dari
kepentingan
Pada skala absolute
Definisi Penjelasan
1 Sama pentingnya Kedua kriteria
menyumbangkan sama
pada tujuan
2 Agak lebih penting yang
satu atas lainnya
Pengalaman dan
keputusan menunjukkan
kesukaan atas satu
aktifitas lebih dari yang
lain
5 Cukup penting Pengalaman dan
keputusan menunjukkan
kesukaan atas satu
aktifitas lebih dari yang
lain
7 Sangat penting Pengalaman dan
keputusan menunjukkan
kesukaan yang kuat atas
satu aktifitas lebih dari
yang lain
9 Kepentingan yang
ekstrim
Bukti menyukai satu
aktifitas atas yang lain
sangat kuat
2,4,6,8 Nilai tengah diantara dua
nilai keputusan yang
berdekatan
Bila kompromi
dibutuhkan
Berbalikan Jika aktifitas i
mempunyai nilai yang
lebih tinggi dari aktifitas
j maka j mempunyai nilai
berbalikan ketika
dibandingkan dengan i
Rasio Rasio yang didapat
langsung dari
pengukuran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah (Saaty, 1993);
a). Memberi model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam
persoalaan yang tidak terstruktur.
b). Memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam
memecahkan persoalaan kompleks;
c). Menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak
memaksakan pemikiran linear;
d). Mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-
elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan
unsur yang serupa dalam setiap tingkat;
e). Memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak trwujud untuk
mendapatkan prioritas;
f). Melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan
dalam menetapkan berbagai prioritas;
g). Menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif;
h). Mempertimbangkan prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan
memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka;
i). Tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif
dari penilaian yang berbeda-beda;
j). Memungkinkan orang memperluas definisi pada suatu persoalaan dan
memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Dalam studi ini, untuk pembobotan variabel-variabel penentu ADD
menggunakan AHP yang berdasarkan pada persepsi responden. Dalam menggunakan
metode AHP ada beberapa tahapan yang dipergunakan. Tahap awal adalah
merakapitulasi jawaban kuesioner kemudian membuat tabulasi data dengan bantuan
excel. Hasil tabulasi data tersebut dicari nilai rata-rata seluruh jawaban. Setelah rata-
rata jawaban responden diketahui langkah selanjutnya adalah membuat matrik
perbandingan berpasangan sehingga dapat diperoleh tingkat kepentingan variabel.
Selanjutnya menghitung pirority vector dengan cara membandingkan masing-masing
nilai dengan jumlah kolomnya kemudian mengambil nilai rata-rata baris dari bobot
relatif secara keseluruhan, selanjutnya menghitung rasio konsistensi untuk memeriksa
apakah penilaian perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsisten atau
tidak
Di dalam AHP, penetapan prioritas kebijakan dilakukan dengan menangkap
secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang intangible
(yang tidak terukur) ke dalam aturan biasa, sehingga dapat dibandingkan. Adapun
tahapan dalam analisa data sebagi berikut (Saaty, 1993):
a). Identifikasi sistem, untuk mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi
yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan mempelajari referensi dan
berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh
konsep yang relevan dengan permasalah yang dihadapi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
b). Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umun, dilanjutkan dengan
sub tujuan,kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria
yang paling bawah;
c). Perbandingan berpasangan, menggambaarkan pengaruh relatif setiap elemen
terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Teknik
perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan “judgement”
atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai “key person”. Mereka
dapat terdiri atas : (1) pengambilan keputusan; (2) para pakar; (3) orang yang
terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi;
d). Matriks pendapat individu, formulasinya dapat disajikan sebagai berikut :
C1 C2 …… Cn
C1 1 a12 ……. A1n
A= (aij)= C2 1/a12 1 ……. A2n
….. . . ……. .
Cn 1/a1n 1/a2n …….. 1
Dalam hal ini C1, C2,…Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam hirarki.
Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matriks n
x n. Nilai aij merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan yang
mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj.
e). Matriks pendapat gabungan, merupakan matriks baru yang elemen-elemennya
berasal dari rata-rata geometri elemen pendapat individu yang nilai rasio
inkonsistensinya memenuhi syarat;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
f). Pengolahan horizontal, yaitu : (a) perkalian baris; (b) perhitungan vector prioritas
atau vector cirri (eigen vector); (c) perhitungan akar cirri (eigen value)
maksimum, dan (d) perhitungan rasio inkonsitensi. Nilai pengukuran konsistensi
diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban responden.
g). Pengolaiohan vertikal, digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap
elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama;
h). Revisi pendapat, dilakukan bila nilai rasio konsistensi pendapat cukup tinggi
(>0,1). Beberpa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya
responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi sangat terbatas mengingat
akan terjadi penyimpangan dari jawaban sebenarnya.
3. Konsistensi
Menurut Suryadi dan Ramdhani (2002,137) dalam teori matriks diketahui
bahwa kesalahan kecil pada koefisian akan menyebabkan penyimpangan kecil pula
pada eigenvalue. Dengan mengkombinasikan apa yang telah diuraikan
sebelumnya,jika diagonal utama dari matriks A bernilai satu dan jika A konsisten,
maka penyimpangan kecil dari cij akan tetap menunjukkan eigevalue
terbesar,nilainya akan mendekati n dan eigenvalue sisanya akan mendekati nol.
Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan Indeks Konsistensi (Saaty,
1993) dengan persamaan.
CI = α maks – n
n – 1
dimana : α maks = eigenvalue maksimum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
n = ukuran matriks
Indeks Konsistensi (CI) ; matriks random dengan skala penilaian 9 (1 sampai
dengan 9) beserta kebalikannya sebagai Indeks Random (RI). Berdasarkan
perhitungan Saaty dengan menggunakan 500 sampel, jika “judgement” numeric
diambil secara acak dari skala 1/9. 1/8,…,…,1,2,…,9 akan diperoleh rata-rata
konsistensi untuk matriks dengan ukuran yang berbeda, sebagai berikut:
Tabel 3.2 Nilai Indeks Random
Ukuran
Matrik
1,2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Indeks
Random
0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1,32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56 1.57 1.59
Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai Rasio
Konsistensi (CR).
CR = CI ………………………………………………………………………(4)
RI
CR = rasio konsistensi
CI = indeks konsistensi
RI = indeks rasio
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Wilayah penelitian merupakan hal yang diperlukan untuk memberikan
pendalaman pemahaman mengenai permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut.
Berikut ini akan diberikan gambaran mengenai wilayah Kabupaten Sragen.
1. Kondisi Geogeafis Kabupaten Sragen
a. Letak dan Batas Wialayah
Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah.
Sragen terletak di jalur utama Solo-Surabaya, kabupaten ini merupakan gerbang
utama sebelah timur Propinsi Jawa Tengah, yang berbatasan langsung dengan
Propinsi Jawa Timur. Sragen dilintasi jalur kereta api lintas selatan Pulau Jawa
(Surabaya-Yogyakarta-Jakarta) dengan stasiun terbesarnya Sragen, serta lintas
Semarang-Solo dengan stasiun terbesarnya Gemolong. Secara geografis Kabupaten
Sragen berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur. Batas-batas
wilayah Kabupaten Sragen :
- Sebelah Timur : Kabupaten Ngawi (Propinsi Jawa
Timur)
- Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
- Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan
- Sebelah Selatan : Kabupaten Karanganyar
Luas wilayah Kabupaten Sragen adalah 941.55 km2 yang terbagi dalam 20
kecamatan, 12 kelurahan dan 196 desa. Secara fisiologis, wilayah kabupaten Sragen
terbagi atas :
40.037,93 Ha (42,52%) lahan basah (sawah)
54.117,88 Ha (57,48%) lahan kering.
Kabupaten Sragen terletak pada 7*15 LS dan 7*30 LS serta 110*45 BT dan
111*10BT. Wilayah Kabupaten Sragen berada didataran dengan ketinggian rata-rata
109 M diatas permukaan laut. Sragen mempunyai iklim tropis dengan suhu harian
yang berkisar antara 19-31*C. Curah hujan rata-rata dibawah 3000 mm per tahun
dengan hari hujan dibawah 150 hari per tahun.
b. Kondisi Demografis
Jumlah penduduk Sragen berdasarkan data tahun 2010 sebanyak 877.402 jiwa
yang terdiri dari 433.987 jiwa laki-laki dan 443.415 jiwa perempuan. dengan
kepadatan penduduk rata-rata 932 jiwa/km2. Diperlukan perhatian dari pemerintah
daerah dalam hal pengendalian jumlah penduduk dan kepadatan penduduk termasuk
persebarannya berkaitan dengan fertilitas penduduk baik menyangkut tingkat
kelahiran dan kematian penduduk. , Untuk lebih jelasanya dapat dilihat pada tabel
4.1. berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Tabel 4.1. Data Kepadatan Penduduk Tahun 2010
Kecamatan Luas Wilayah
(km)
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Kepadatan
Penduduk (/Km2)
Kalijambe 46,96 46,640 993
Plupuh 48,36 46,296 957
Masaran 44,04 65,790 1494
Kedawung 49,78 59,817 1202
Sambirejo 48,43 37,135 767
Gondang 41,17 43,653 1060
Sambungmacan 38,48 44,073 1145
Ngrampal 34,40 36,359 1057
Karangmalang 42,98 58,331 1357
Sragen 27,27 65,816 2413
Sidoharjo 45,89 51,169 1115
Tanon 51.00 54,849 1075
Gemolong 40,23 47,398 1178
Miri 53,81 32,703 608
Sumberlawang 75,16 45,609 607
Mondokan 49,36 34,341 696
Sukodono 45,55 31,540 692
Gesi 39,58 21,848 552
Tangen 55,13 27,151 492
Jenar 63,97 26,884 420
Total 941,55 877,402 932
Sumber: BPS kabupaten sragen Dalam Angka tahun 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
2. Pembagian Administratif
Luas wilayah Kabupaten Sragen lebih kurang 941.55 km2, terdiri dari 20
kecamatan yang meliputi 196 desa dan 12 kelurahan dengan jumlah RW 1.591, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.2. Nama Kecamatan, Luas Wilayah, Jumlah Desa di Kabupaten Sragen
Tahun 2010.
NO Kecamatan Luas Wilayah Banyaknya
Desa RW
1 2 3 4 5
1 Kalijambe 46.96 14 41
2 Plupuh 48.36 16 87
3 Masaran 44.04 13 129
4 Kedawung 49.78 10 88
5 Sambirejo 48.43 9 92
6 Gondang 41.17 9 51
7 Sambungmacan 38.48 9 86
8 Ngrampal 34.40 8 79
9 Karangmalang 42.98 10 102
10 Sragen 27.27 8 113
11 Sidoharjo 45.89 12 73
12 T a n o n 51.00 16 140
13 Gemolong 40.23 14 95
14 M I r i 53.81 10 62
15 Sumberlawang 75.16 12 84
16 Mondokan 49.36 9 69
17 Sukodono 45.55 9 79
18 G e s i 39.58 7 43
19 Tangen 55.13 7 34
20 J e n a r 63.97 7 44
J u m l a h 941.55 208 1.591
Sumber: BPS Kabupaten Sragen dalam Angka Tahun 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Wilayah Kabupaten Sragen dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Sebelah selatan Bengawan Solo:
- Luas wilayah : 32.760 ha (34,79%)
- Tanah Sawah : 22.027 ha (54,85%) terdiri dari 9 kecamatan dan 88 desa.
b. Sebelah Utara bengawan Solo :
- Luas wilayah : 61.395 ha (65,21%)
- Tanah Sawah : 18.102 ha (45,15%) terdiri dari 11 kecamatan dan 120 desa.
3. Jumlah Penduduk
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen menyebutkan pada tahun 2010
penduduk Kabupaten Sragen hampir mencapai angka 900 ribu jiwa yang tersebar di
20 kecamatan dan 208 desa, kepadatan penduduk Kabupaten Sragen sebesar 938
orang/km2 dengan penduduk terbanyak berada di desa Banaran kecamatan
Sambungmacan yaitu sebanyak 9.670 jiwa atau 1.13% jumlah penduduk kabupaten
Sragen dan desa dengan jumlah penduduk sedikit adalah desa Srawung kecamatan
Gesi yaitu sebanyak 1.746 jiwa atau 0,2 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 4.1 dibawah ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Gambar 4.1
Jumlah Penduduk Per Kecamatan Tahun 2010 (orang)
Sumber : BPS Kabupaten Sragen, 2010.
4. Jumlah Penduduk Miskin
Situasi moneter nasional pada tahun 2005 yang belum stabil sebagai akibat
dari naiknya harga bahan bakar minyak berimbas pada naiknya harga kebutuhan
pokok, hal ini menyebabkan brtambahnya jumlah penduduk miskin di Kabupaten
Sragen. Bertambahnya penduduk miskin berpengaruh pada menurunnya daya beli
masyarakat Sragen, untuk mengetahui jumlah penduduk miskin di Sragen tahun 2010
per kecamatan dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Gambar 4.2
Jumlah Penduduk Miskin Per Kecamatan Tahun 2010 (orang)
Sumber : BPS Kabupaten Sragen, 2010.
Berdasarkan gambar 4.2 , jumlah penduduk miskin yang terbesar ada di
Kecamatan Tanon sebanyak 4.070 orang dan jumlah penduduk miskin yang paling
sedikit berada di kecamatan gesi sebanyak 1.353 orang. Desa dengan jumlah
penduduk miskin terbanyak adalah Desa Karanganom Kecamatan Sukodono
sebanayak 576 orang atau 1.16% dari jumlah penduduk miskin kabupaten Sragen,
sedangkan desa dengan jumlah penduduk miskin terkecil adalah desa Saradan
Kecamatan Karangmalang yaitu sebanyak 80 orang atau 0.16% dari penduduk miskin
kabupaten Sragen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
5. Luas Wilayah
Kabupaten Sragen merupakan bagian dari wilayah Jawa Tengah, berbatasan
langsung dengan propinsi Jawa Timur sehingga bisa dikatakan sebagai pintu gerbang
yang menghubungkan Propinsi Jawa Timur dengan Jawa Tengah, untuk jelasnya
dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut ini :
Gambar 4.3
Letak Geografis Kabupaten Sragen
Sumber : PDE Kabupaten Sragen 2012.
Wilayah administrasi Kabupaten Sragen yang seluas 941.55 km2 terbagi atas
20 kecamatan dan 208 desa sejak tahnu 2011, Kecamatan yang memiliki wilayah
paling luas adalah kecamatan Sumberlawang dengan luas 75.16 km2 dan wilayah
paling sempit adalah kecamatan Sragen dengan luas 27.27 km2. Sedangkan desa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
memiliki wilayah paling luas adalah Desa Jenar Kecamatan Jenar dengan luas 1.454
km2 dan wilayah paling sempit adalah desa Kalimacan Kecamatan Kalijambe dengan
luas 0.196 km2.
6. Jumlah Penduduk usia 7 – 15 tahun yang tidak sekolah
Laju perkembangan di sektor pendidikan di Kabupaten Sragen sudah jauh
lebih baik dari kabupaten-kabupaten di Jawa Tengah lainnya, khususnya dilihat dari
penduduk usia 7 – 15 tahun yang tidak sekolah di Kabupaten Sragen pada tahun 2010
yaitu 4.262 orang. Untuk mengetahui jumlah penduduk usia 7 – 15 tahun di
Kabupaten Sragen per Kecamatan dapat dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini :
Gambar 4.4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Jumlah Penduduk usia 7 – 15 tahun tidak sekolah per kecamatan tahun 2010
(orang)
Sumber : Badan KB PMD Kab Sragen, 2010.
Faktor yang berpengaruh terhadap jumlah penduduk usia 7 – 15 tahun tidak
sekolah adalah faktor ekonomi dan paradigma di masyarakat yang mencerminkan
tidak pentingnya sekolah tinggi-tinggi bagi anak-anak mereka.
4.1.7. Jumlah Penduduk Buta Huruf
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen dan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten Sragen (Bappeda), bahwa
penduduk buta huruf ini disebabkan karena usia lanjut atau non produktif, ibu rumah
tangga dan anak terlantar atau penyandang masalah sosial. Jumlah penduduk buta
huruf di Kabupaten Sragen pada tahun 2010 sebanyak 63.113 orang. Kesulitan dalam
menentukan keakuratan jumlah yang pasti adalah dari penduduk yang usia lanjut, hal
ini dikarenakan alasan mereka buat bahwa sebenarnya bisa membaca namun
kesulitan akibat faktor kesehatan saja. Untuk mengetahui jumlah penduduk buta huruf
di Kabupaten Sragen tahun 2010 per kecamatan dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut
ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Gambar 4.5
Jumlah penduduk buta huruf per kecamatan Tahun 2010 (orang)
Sumber : BPS Sragen, Bapeda Kab Sragen Tahun 2010.
Berdasarkan gambar 4.5 diatas jumlah penduduk buta huruf banyak
ditemukan di Kecamatan Sragen 7.137 orang dan paling sedikit adalah kecamatan
sumberlawang 228 orang. Dari data Bapeda Kabupaten Sragen, jumlah penyandang
buta huruf di Sragen didominasi oleh penduduk usia lanjut. Hal ini diakibatkan
motivasi yang rendah untuk berusaha meningkatkan kemampuan baca tulisnya,
disamping itu ada kendala kesehatan mata yang sering menjadi alasan utama.
8. Angka Kematian Bayi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian bayi adalah pengetahuan
terhadap kesehatan serta perilaku hidup sehat yang masih rendah, keterbatasan sarana
dan prasarana kesehatan yang memadai di wilayah-wilayah terpencil.
Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Sragen, kematian bayi yang dimaksud
adalah kematian bayi yang usianya dibawah 1 tahun. Jumlah kasus kematian bayi di
Kabupaten Sragen pada tahun 2010 ada 110 kejadian, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 4.6 berikut ini :
Gambar 4.6
Kasus Kematian Bayi Per Kecamatan Tahun 2010 (orang)
Sumber : BPS Kab Sragen tahun 2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Berdasarkan gambar 4.6 diatas, kasus kematian bayi banyak dijumpai di
kecamatan Sukodono dengan 19 kejadian, sedangkan kasus kematian bayi terendah
ada di Kecamatan Gondang,Kecamatan Sragen dan kecamatan Miri.
9. Penderita Penyakit Menular
Beberapa alasan yang menjadi faktor penyebab masih banyaknya jumlah
kasus penderita penyakit menular khususnya penyakit TBC, Kusta, dsb, diantaranya
adalah kemiskinan dan perilaku serta pengetahuan akan kesehatan masyarakat dan
keluarga masih rendah seperti pemeriksaan kesehatan secara rutin pada tenaga medis
atau unit pelayanan kesehatan. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Sragen, pada
tahun 2010 ada 385 kasus penderita penyakit menular, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 4.7 berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Gambar 4.7
Penderita penyakit menular per kecamatan tahun 2010 (kasus)
Sumber : BPS Kabupaten sragen tahun 2010.
B. Hasil Analisis Data dan Pembahasan
1. Metoda AHP
Kuesioner dibagikan secara terpisah kepada tiga kelompok responden yaitu
anggota DPRD Kab Sragen bagian Komisis II sebanyak 13 orang, Pemkab Sragen
terdiri dari Badan KBPMD, DPPKAD, BAPEDA dan Kabag Pemdes sebanyak 18
orang dan masyarakat terdiri dari Kepala Desa sebanyak 20 orang. Setelah dilakukan
analisis terhadap data dengan metode AHP didapat hasil seperti tabel 4.3. berikut ini:
Tabel 4.3. Matrix Perbandingan Pasangan Hasil Survei
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
JP JPM LW TS BH AKB PNY M
JP 1 1 1 1/2 1 1 1
JPM 1 1 1 2 1 3 1
LW 1 1 1 1 3 3 2
TS 2 1/2 1 1 2 3 3
BH 1 1 1/3 1/2 1 1/3 2
AKB 1 1/3 1/3 1/3 3 1 2
PNY M 1 1 1/2 1/3 1/2 1/2 1
8 5,8333 5,1666 5,6666 11,5 11,8333 12
Jumlah pertanyaan perbandingan berpasangan adalah n(n-1)/2 karena saling
berbalikan dan diagonalnya selalu bernilai satu. Responden yang jawabannya tertera
pada tabel 4.3 menyatakan bahwa faktor-faktor untuk menentukan variabel bobot
desa baginya, jumlah penduduk agak lebih penting dibandingkan dengan anak usia 7
– 15 tahun tidak sekolah, namun anak usia 7 – 15 tahun tidak sekolah agak lebih
penting dari jumlah penduduk miskin.
Kepentingan relatif dari tiap faktor dari setiap baris dari matrik dapat
dinyatakan sebagai bobot relatif yang dinormalkan (normalized relative weight).
Bobot relatif yang dinormalkan ini merupakan suatu bobot nilai relatif untuk masing-
masing faktor pada setiap kolom, dengan membandingkan masing-masing nilai skala
dengan jumlah kolomnya.
Eigenvektor utama yang dinormalkan (normalized principal eigenvector)
adalah identik dengan menormalkan kolom-kolom dalam matrik perbandingan
berpasangan. Ia merupakan bobot nilai rata-rata secara keseluruhan, yang diperoleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
dari rata-rata bobot relatif yang dinormalkan masing-masing faktor pada setiap
barisnya.
Bobot relatif yang dinormalkan dari faktor jumlah penduduk terhadap jumlah
penduduk miskin dalam tabel 4.1 adalah 1/5.8333 = 0,1714, jumlah penduduk
terhadap luas wilayah adalah 1/5.1666 = 0,1936, jumlah penduduk terhadap anak
tidak sekolah usia 7 – 15 tahun adalah 1/2 : 5,6666 = 0,0882, jumlah penduduk
terhadap buta huruf adalah 1/11.5 = 0,087, jumlah penduduk terhadap angka
kematian bayi 1/11.8333 = 0,0845, jumlah penduduk terhadap penderita penyakit
menular 1/12 = 0,0833, sedangkan bobot relatif yang dinormalkan untuk faktor usia 7
– 15 tahun tidak sekolah terhadap jumlah penduduk adalah 2/8 = 0,25. Tabel 4.4
merupakan hasil perhitungan bobot relatif yang dinormalkan dari tabel 4.3. Eigen
vector utama yang tertera pada kolom terakhir tabel 4.4 didapat dengan merata bobot
relatif yang dinormalkan pada setiap baris.
Tabel 4.4. Bobot Relatif Dan Eigenvector Utama
JP JPM LW TS BH AKB PNY.M
Eigenvekto
r utama
JP 0,125 0,1714 0,1936 0,0882 0,087 0,0845 0,0833 0,119
JPM 0,125 0,1714 0,1936 0,3529 0,087 0,2535 0,0833 0,18096
LW 0,125 0,1714 0,1936 0,1765 0,2609 0,2535 0,1667 0,1925
TS 0,25 0,0857 0,1936 0,1765 0,1739 0,2535 0,25 0,1976
BH 0,125 0,1714 0,0645 0,0882 0,087 0,0282 0,1667 0,10442
AKB 0,125 0,0571 0,0645 0,0588 0,2609 0,0845 0,1667 0,11679
PNY.M 0,125 0,1714 0,0968 0,0588 0,0435 0,0423 0,0833 0,08873
1 1 1 1 1 1 1 1
, CI = 0,12825 , RI = 1,32 , CR = 0,0971 < 0,1 OK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Sumber : hasil perhitungan Tabel 4.4
Keterangan : JP (Jumlah Penduduk), JPM (jumlah Penduduk Miskin), LW (Luas
wilayah), TS (Anak Tidak Sekolah Usia 7 – 15 tahun), BH (Buta Huruf), AKB (Angka
Kematian Bayi), PNY M (Penderita Penyakit Menular)
Eigenvektor utama merupakan bobot rasio dari masing-masing faktor. Dari
tabel 4.4. responden menilai bahwa variabel anak tidak sekolah usia 7 – 15 tahun
sebagai variabel utama, menyusul variabel luas wilayah, variabel jumlah penduduk
miskin, variabel jumlah penduduk, variabel angka kematian bayi, variabel buta huruh
dan variabel penderita penyakit menular. Bagi responden, variabel anak tidak sekolah
usia 7 – 15 tahun 19,76/19,25 = 1,026 kali lebih penting dari variabel luas wilayah,
variabel luas wilayah 19,25/18,1 = 1,06 kali lebih penting dari variabel jumlah
penduduk miskin, variabel jumlah penduduk miskin 18,1/11,9 = 1,52 kali lebih
penting dari variabel jumlah penduduk, variabel jumlah penduduk 11,9/11,68 = 1,01
kali lebih penting dari variabel angka kematian bayi, variabel angka kematian bayi
11,68/10,44 = 1,11 kali lebih penting dari variabel buta huruf dan variabel buta huruf
10,44/8,87 = 1,17 kali lebih penting dari variabel penderita penyakit menular.
Variabel prioritas dalam penentuan Formula Alokasi Dana Desa di Kabupaten sragen
beserta bobotnya adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Gambar 4.8.
Hasil kuesioner responden dengan analisis AHP.
Berdasarkan gambar 4.8 hasil analisis responden menunjukkan :
1. Penderita penyakit menular (0,08873
Jumlah kasus penderita penyakit menular merupakan gambaran dalam
meningkatkan pelayanan publik dalam bidang kesehatan, di Kabupaten Sragen
tahun 2010 terdapat 385 kasus penderita penyakit menular.
2. Angka kematian bayi (0,11679)
Jumlah kematian bayi disuatu desa menggambarkan kebutuhan dana untuk
penyediaan pelayanan kesehatan, semakin banyak kasus kematian bayi disuatu
desa semakin besar dana yang diperlukan oleh desa tersebut. Di Kabupaten Sragen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
selama Tahun 2010 terdapat 110 kasus kematian bayi dan yang paling tinggi ada di
kecamatan Sukodono dengan 19 kejadian.
3. Buta huruf (0,10442)
Jumlah penduduk buta huruf semakin besar di suatu desa membutuhkan dana yang
besar pula dalam meningkatkan pelayanan publik dalam bidang pendidikan. Di
Kabupaten Sragen tahun 2010 terdapat 63.113 orang yang didominasi oleh
penduduk usi lanjut.
4. Anak tidak sekolah usia 7 – 15 tahun (0,1976)
Variabel ini mengindikasikan banyaknya penduduk usia sekolah yang tidak
mampu sekolah atau melanjutkan pendidikan dasar 9 tahun (wajib belajar
pendidikan dasar 9 tahun). Jumlah penduduk tidak sekolah usia 7 – 15 tahun di
Kabupaten Sragen tahun 2010 yaitu 4.262 orang, menggambarkan kebutuhan dana
yang harus dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Sragen untuk memberikan
pelayanan di bidang pendidikan. Semakin banyak jumlah penduduk usia sekolah
yang tidak mampu sekolah di suatu desa semakin banyak alokasi dana yang
diterima oleh desa tersebut.
5. Luas wilayah (0,1925)
Luas wilayah administratif suatu desa semakin besar lingkup pelayanan yang harus
disediakan di suatu desa, sehingga semakin luas suatu desa, maka kebutuhan
anggaran yang diperlukan akan semakin besar . Pemerintah Kabupaten Sragen
terdiri dari 208 desa dan 20 Kecamatan, desa yang paling luas wilayahnya adalag
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
desa Jenar Kecamatan Jenar, sedangkan Desa yang paling sempit wilayahnya
adalah Desa Kalimacan Kecamatan Kalijambe.
6. Jumlah penduduk miskin (0,18096)
Jumlah penduduk miskin merupakan gambaran tingkat kemiskinan suatu desa,
jumlah penduduk miskin menggambarkan kebutuhan subsidi pemerintah untuk
memberikan pelayanan publik, sehingga semakin banyak penduduk miskin di
suatu desa maka semakin banyak dana yang akan diterima oleh desa tersebut. Desa
dengan jumlah penduduk miskin terbanyak adalah desa Karanganom Kecamatan
Sukodono sebanyak 576 orang, sedangkan desa dengan jumlah penduduk miskin
terkecil adalah desa Saradan Kecamatan Karangmalang.
7. Jumlah penduduk (0,119)
Jumlah penduduk merupakan gambaran kebutuhan dana untuk pelayanan publik,
semakin banyak jumlah penduduk suatu desa maka kebutuhan pelayanan publik
semakin besar dan membutuhkan dana yang besar pula.Di kabupaten Sragen desa
yang mempunyai jumlah penduduk terbnyak adalah desa Banaran kecamatan
Sambungmacan sebanyak 9.670 jiwa dan desa yang mempunyai jumlah penduduk
sedikit adalah desa Srawung Kecamatan Gesi yaitu sebanyak 1.746 jiwa.
2. Konsistensi AHP
Jika aij mewakili derajat kepentingan faktor i terhadap j dan ajk menyatakan
kepentingan darihadap faktor k harus sama dengan faktor j terhadap faktor k, maka
agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan dari faktor k harus sama dengan
aij.ajk atau jika aij.ajk= aik untuk semua i,j,k maka matrik tersebut konsisten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Permasalahan didalam pengukuran pendapat manusia, konsistensi tidak dapat
dipaksakan.Jika A>b (misalnya2>1) dan C>B (misalnya 3>1), tidak dapat dipaksakan
bahwa C>A dengan angka 6>1 meskipun hal itu konsisten. Pengumpulan pendapat
antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat
mengarah pada ketidakkonsistensi jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu
banyak ketidakkonsistensi juga tidak diinginkan. Pengulangan wawancara pada
sejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak
konsistensinya besar.
Saaty (1993) telah membuktikan bahwa indek konsistensi dari matrik berordo
n dapat diperoleh dengan rumus :
C.I = α maksimum – n
n – 1
dimana :
C.I = indek konsistensi
αmaksimim = nilai eigen terbesar dari matrik berordo n
nilai eigen terbesar didapat dengan menjumlahkan hasil prkalian jumlah kolom
dengan eigen vector utama.
αmaksimim = 0,199 x 8 + 0,18096 x 5,8333 + 0,1925 x 5,1666 + 0,1976 x 5,6666
+ 0,10442 x 11,5 +0,11679 x 11,8333 + 0,08873 x 12
= 7,7695
Karena matrik berordo 7 (yakni terdiri dari 7 faktor), nilai indek konsistensi yang
diperoleh :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
C.I = 7,7695 – 7 = 0,12825
7 – 1
Apabila C>I> bernilai nol, berarti matrik konsisten. Batas ketidakkonsistensi yang
ditetapkan saaty, diukur dengan menggunakan Rasio konsistensi (CR), yakni
perbandingan indek konsistensi dengan nilai pembangkit random (RI) yang
ditabelkan. Nilai ini tergantung dengan ordo matrik n.
Tabel 4.5. Nilai Pembangkit Random (RI)
n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
R.I 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49
C.R = CI/RI
= 0,12825/1,32
= 0,0971
Bila matrik bernilai CR lebih kecil dari 10%, ketidakkonsistenan pendapat masih
dianggap dapat diterima.
3. Perumusan formula ADD
Penentuan bobot masing-masing variabel yang digunakan dalam formula
Alokasi Dana Desa (ADD) ini menggunakan perhitungan berdasarkan hasil
penentuan variabel formula ADD dengan metode AHP. Untuk mengetahui hasil
bobot masing-masing variabel adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Tabel 4.6. Bobot variabel Penentu Bobot Desa
Variabel Bobot
Usia 7 -15 tahun tidak sekolah 0,21
Luas wilayah 0,2
Jumlah penduduk miskin 0,19
Jumlah Penduduk 0,13
Angka Kematian Bayi 0,1
Buta Huruf 0,09
Penderita penyakit menular 0,08
Jumlah total bobot seluruh variabel 1
Angka-angka di atas menunjukkan bahwa bobot masing-masing variabel tidak
mengabaikan variabel yang sudah menjadi acuan Pemerintah Kabupaten Sragen.
Formula ADD dalam penelitian ini menggunakan dua alternatif, yaitu
alternatif 1 dengan asumsi jumlah ADD yang dianggarkan sama jumlahnya dengan
jumlah ADD yang dianggarkan yaitu sebesar Rp 7.346.000.000,-. Sedangkan
alternatif 2 dengan asumsi bahwa jumlah ADD yang dianggarkan sesuai dengan
amanat Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tentang Desa. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat persamaan dibawah ini :
ADD Alternatif 1 = ADDM + ADDP
ADD = Anggaran yang sama dengan ADD, yaitu Rp.7.346.000.000
ADDM = 60% ADD = Rp 4.407.600.000,-
ADDP = 40% ADD = Rp. 2.938.400.000,-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Persamaan di atas dikembangkan lagi untuk menghitung besaran ADD yang
akan diterima oleh masing-masing desa (ADDi) dengan menggunakan formula
sebagai berikut :
ADDi = ADDMi + ADDPi
ADDMi = ADDM/∑ desa = Rp 4.407.600,-/196 = Rp. 22.487.755,-
ADDPi = ADDP x BDi = Rp 2.938.400.000,- x BDi
Perumusan formula ADD dengan alternatif kedua adalah sebagai berikut :
ADD Alternatif 2 = ADDM + ADDP
ADD = Rp 17.801.000.000,-
ADDM = 60 % ADD = Rp 10.680.600.000,-
ADDP = 40% ADD = Rp 7.120.400.000,-
Persamaan di atas dikembangkan lagi untuk menghitung besaran ADD yang
akan diterima oleh masing-masing desa (ADDi) dengan menggunakan formula
sebagai berikut :
ADDi = ADDMi + ADDPi
ADDMi = ADDM/∑ desa = Rp 10.680.600.000,-/196 = Rp 54.492.857,-
ADDPi = ADDP x BDi = Rp 7.120.400.000,- x BDi
4. Besaran ADD yang diterima masing-masing desa
Berdasarkan formula ADD yang sudah dijelaskan dibagian sebelumnya, maka
besaran ADD yang diterima oleh masing-masing desa dengan membandingkan antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
formula ADD Pemkab Sragen, ADD alternatif I dan formula ADD alternatif 2 bisa
dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini :
Tabel 4.7. Besaran ADD yang diterima masing-masing desa
Besaran Dana ADD Pemkab
Sragen
ADD Alternatif 1 ADD Alternatif 2
Dibawah 50juta 196 desa 196 desa 0
> 50 juta – 80 juta 0 0 4 desa
> 80 juta – 100 juta 0 0 166 desa
Diatas 100 juta 0 0 26 desa
Jumlah desa 196 desa 196 desa 196 desa
Sumber : lampiran 2
Berdasarkan tabel di atas, formula ADD Pemkab Sragen maupun dengan
formula ADD alternatif 1 menghasilkan besaran dana yang diterima dibawah 50 juta,
jelas terlihat karena total ADD yang dianggarkan Pemkab Sragen hanya Rp
7.346.000.000,-. Berbeda dengan formula ADD alternatif 2, dari tabel di atas dapat
dilihat tidak ada desa yang menerima dana dibawah 50 juta dan sisanya menerima
dana kisaran 50 juta sampai 100 juta bahkan ada 26 desa yang menerima di atas 100
juta.Halini dapat dimaklumi karena dalam formula ADD alternatif 2 untuk dana
minimum yang diterima masing-masing desa saja mencapai Rp 54.492.857,-
Besaran dana yang diterima oleh masing-masing desa apabila ditinjau dari
desa penerima dana terbesar dan terkecil dapat dilihat pada tabel beriku :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Tabel 4.8. Desa Penerima Dana terbesar dan terkecil
No Dana ADD Sragen ADD Alternatif 1 ADD Alternatif 2
1 Terbesar Rp 38.862.000,-
(gilirejo baru)
Rp 57.895.000,-
(Karanganom)
Rp 139.807.000,-
(Karanganom)
2 Terkecil Rp 36.873.000,-
(Pringanom)
Rp 32.848.000,-
(pungsari)
Rp 79.561.000,-
(saradan)
3 Selisih Rp 1.989.000,- Rp 25.047.000,- Rp 60.246.000,-
Sumber : lampiran 2
Berdasarkan tabel 4.8 di atas untuk ADD Pemkab Sragen tidak terjadi
perbedaan yang signifikan antara penerima dana ADD terbesar dan dana terkecil,
semua berkisar pada dana sebesar Rp 37.000.000,-. Untuk formula ADD alternatif 1
dan ADD alternatif 2 desa Karanganom Kecamatan Sukodono penerima dana
terbesar hal ini dikarenakan desa karanganom memiliki jumlah penduduk miskin
terbanyak yaitu sebanyak 576 jiwa dan jumlah kematian bayi tertinggi 6
kasus.Sementara desa Saradan mendapat bagian dana sedikit karena jumlah penduduk
miskin paling sedikit sebanyak 80 jiwa.
Adanya ketidaksamaan dari hasil perhitungan ketiga formula di atas karena
untuk ADD Pemerintah Kabupaten Sragen penentuan variabel pembobotan desa
belum melibatkan SKPD, untuk ADD alternatif 1 dan ADD alternatif 2 variabel
pembobotan desa dengan metode AHP Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ikut
menentukan faktor-faktor utama dalam pembobotan desa.
Berkaitan dengan selisih besaran dana yang diterima, maka telah terjadi
kenaikan dan penurunan jumlah dana yang diterima oleh masing-masing desa setelah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
adanya formula ADD alternatif 1 dan formula alternatif 2, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.9 Selisih Penerimaan Dana Setelah Adanya Formula ADD
Penerimaan ADD ADD Alternatif 1 ADD alternatif 2
Penambahan dana 82 desa 196 desa
Penurunan Dana 114 desa 0
Jumlah desa 196 desa 196 desa
Sumber : hasil perhitungan lampiran 2
Berdasarkan tabel 4.9 di atas, selisih penerimaan dana dengan menggunakan
formula ADD alternatif 1 maka ada 114 desa yang penerimaan bantuannya
mengalami penuruna apabila dibandingkan dengan menggunakan ADD Pemkab
Sragen dan 82 desa mengalami penambahan, sedangkan apabila menggunakan
formula ADD alternatif 2 tidak ada desa yang mengalami penurunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat dirumuskan beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Faktor utama yang mempengaruhi pembobotan formula Alokasi Dana Desa
(ADD) di Kabupaten sragen adalah anak usia 7 – 15 tahun yang tidak sekolah
(19,76%), luas wilayah (19,25%), jumlah penduduk miskin (18,09%), jumlah
penduduk (11,9%), angka kematian bayi (11,67%), buta huruf (10.44%) dan
penderita penyakit menular (8,87%).
2. Tidak terdapat perubahan dalam besaran penerimaan dana masing-masing desa,
setelah menggunakan formula ADD alternatif 1 karena sebanyak 196 desa masih
menerima bantuan dibawah 50 juta. Hasil perhitungan dengan menggunakan
formula ADD alternatif 2 menunjukkan sebanyak 4 desa menrima bantuan dana
antara 50 juta sampai dengan 80 juta, 166 desa menerima bantuan antara 80 juta
sampai dengan 100 juta dan sebanyak 26 desa menerima bantuan diatas 100 juta
dan desa Karanganom penerima dana terbanyak Rp 139.807.000,-.
3. Hasil perhitungan formula ADD alternatif 1 menunjukkan ada 114 desa yang
mengalami penurunan jumlah besaran dana yang diterima dibandingkan ketika
menggunakan formula sebelumnya yaitu formula ADD pemkab Sragen dan
sebanyak 82 desa mengalami kenaikan jumlah dana yang diterima. Sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
menggunakan formula ADD alternatif 2 tidak ada desa yang mengalami penurunan
jumlah dana yang diterima dan sebanyak 196 desa mengalami kenaikan
dibandingkan ketika menggunakan formula ADD Pemkab Sragen.
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang sudah disampaikan diatas, maka dapat
diberikan saran-saran yang nantinya dapat memperbaiki dan menyempurnakan
dalam memberikan Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen dimasa yang akan
datang. Saran-saran dimasud adalah :
1. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan formula ADD alternatif 1
maka besaran bantuan desa yang akan diterima masing-masing desa terjadi
penurunan penerimaan bantuan dana sebanyak 142 desa bila dibandingkan dengan
menggunakan formula ADD pemkab Sragen, maka disarankan untuk memberikan
pengertian kepada desa bahwa azaz merata dan adil tidak harus selalu sama besar
jumlah dananya tapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu masing-
masing bobot desa.
2. Perbedaan alokasi anggaran untuk Alokasi Dana Desa (ADD) yang cukup besar
apabila menggunakan formula ADD alternatif 2, yaitu sebesar Rp
10.455.000.000,- dibandingkan dengan menggunakan formula ADD Pemkab
Sragen, maka disarankan agar dalam pengalokasian APBD perlu mengambil pos
anggaran dinas-dinas terkait yang di dalamnya menyangkut program-program
peningkatan indeks pembangunan manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
3. Sosialisasi terhadap pendanaan Alokasi Dana Desa kepada seluruh stakeholder
sehingga bisa disepakati terhadap pembobotan ADD sesuai varibel-variabel yang
sudah ditentukan oleh Pemerintah dengan SE Mendagri No. Nomor 140/640/SJ
Tahun 2005 tentang Pedoman Alokasi Dana Desa dari Pemerintah
Kabupaten/Kota ke pemerintah desa dalam penentuan bobot desa didasarkan pada
variabel utama dan variabel tambahan dimana variabel utama mencakup
kemiskinan, pendidikan dasar dan kesehatan dan variabel-variabel sesuai dengan
kondisi di Kabupaten Sragen.
4. Beberapa hal prioritas segera dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen dalam
upaya meningkatkan efesiensi dan efektifitas pola ADD antara lain diperlukan
adanya reformulasi besaran ADD yang diterima setiap desa yang penentuannya
dengan mempertimbangkan berbagai varibel desa seperti jumlah penduduk,
jumlah penduduk miskin, luas wilayah, jumlah penduduk usia 7 – 15 tahun tidak
sekolah, jumlah penduduk buta huruf, angka kematian bayi dan penderita penyakit
menular dengan mengacu pada regulasi terbaru dari pemerintah pusat, sehingga
besarnya ADD yang diterima oleh Desa dapat memenuhi prinsip adil dan merata.
5. Penelitian ini masih terbatas dalam hal variabel-variabel penelitian yang digunkana
untuk menentukan bobot desa, karena pada kenyataanya masih banyak variabel-
variabel penentu bobot desa seperti sarana dan prasarana baik bidang kesehatan
maupun pendidikan, indeks harga pendidikan, indeks pengangguran, tingkat
ketergantungan tenaga kerja dan lain-lain. Oleh karena itu, disarankan untuk
penelitian selanjutnya dapat lebih dipertajam dalam menggunkan variabel-variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
penentu bobot desa yang disesuaikan dengan ketersediaan data serta disesuaikan
dengan kebutuhan dan kebijakan masing-masing daerah
Dengan adanya saran yang telah dikemukakan , penulis berharap dalam
kebijakan Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sragen tidak menjadi kebijakan politis
yang hanya mendongkrak kepentingan pihak-pihak tertentu, namun diharapkan
merupakan kebijakan yang berhasil guna bagi penyelenggara pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan serta lebih mengedepankan kpentingan umum
daripada kepentingan pribadi maupun golongan tertentu saja.