55
Kritik Hadis A. Pendahuluan Kitab-kitab hadis yang beredar di tengah-tengah masyarakat dan dijadikan pegangan oleh umat Islam dalam hubungannya dengan hadis sebagai sumber ajaran Islam adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah lama Nabi wafat. Dalam jarak waktu antara kewafatan Nabi dan penulisan kitab-kitab hadis tersebut telah terjadi berbagai hal yang dapat menjadikan riwayat hadis tersebut menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari Nabi. Baik dari aspek kemurniannya dan keasliannya. Dengan demikian, untuk mengetahui apakah riwayat berbagai hadis yang terhimpun dalam kitab-kitab hadis tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah ataukah tidak, terlebih dahulu perlu dilakukan penelitian. Kegiatan penelitian hadis tidak hanya ditujukan kepada apa yang menjadi materi berita dalam hadis itu saja, yang biasa dikenal dengan masalah matan hadis, tetapi juga kepada berbagai hal yang berhubungan dengan periwayatannya, dalam hal ini sanadnya, yakni rangkaian para periwayat yang menyampaikan matan hadis kepada kita. Penelitian kualitas hadis perlu dilakukan, bukan berarti meragukan hadis Nabi Muhammad saw, tetapi melihat keterbatasan perawi hadis sebagai manusia, yang adakalanya melakukan kesalahan, baik karena lupa maupun karena didorong oleh kepentingan tertentu. Keberadaan perawi hadis sangat menentukan kualitas hadis, baik kualitas sanad maupun kualitas matan hadis. Selama 1

penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kritik hadis

Citation preview

Page 1: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

A. Pendahuluan

Kitab-kitab hadis yang beredar di tengah-tengah masyarakat dan dijadikan

pegangan oleh umat Islam dalam hubungannya dengan hadis sebagai sumber ajaran

Islam adalah kitab-kitab yang disusun oleh para penyusunnya setelah lama Nabi

wafat. Dalam jarak waktu antara kewafatan Nabi dan penulisan kitab-kitab hadis

tersebut telah terjadi berbagai hal yang dapat menjadikan riwayat hadis tersebut

menyalahi apa yang sebenarnya berasal dari Nabi. Baik dari aspek kemurniannya dan

keasliannya.

Dengan demikian, untuk mengetahui apakah riwayat berbagai hadis yang

terhimpun dalam kitab-kitab hadis tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah ataukah

tidak, terlebih dahulu perlu dilakukan penelitian. Kegiatan penelitian hadis tidak

hanya ditujukan kepada apa yang menjadi materi berita dalam hadis itu saja, yang

biasa dikenal dengan masalah matan hadis, tetapi juga kepada berbagai hal yang

berhubungan dengan periwayatannya, dalam hal ini sanadnya, yakni rangkaian para

periwayat yang menyampaikan matan hadis kepada kita.

Penelitian kualitas hadis perlu dilakukan, bukan berarti meragukan hadis Nabi

Muhammad saw, tetapi melihat keterbatasan perawi hadis sebagai manusia, yang

adakalanya melakukan kesalahan, baik karena lupa maupun karena didorong oleh

kepentingan tertentu. Keberadaan perawi hadis sangat menentukan kualitas hadis, baik

kualitas sanad maupun kualitas matan hadis. Selama riwayat-riwayat ini

membutuhkan penelitian dan kajian mendalam untuk mengetahui mana yang dapat

diterima dan mana yang ditolak, maka mutlak diperlukan adanya kaidah-kaidah dan

patokan sebagai acuan melakukan studi kritik Hadis. Di dalam makalah ini, penulis

akan mengkaji seputar kritik hadis, ditinjau dari sisi sejarah, urgensi, kawasan, tokoh-

tokohnya dan referensi yang diperlukan.

B. Pengertian Kritik Hadis

Kritik hadis dikalangan ahli hadis dikenal dengan sebutan ( الحديث naqd (نقد

al-hadis. Kata “an-naq” dari sisi bahasa adalah berarti mengkritik, menyatakan dan

memisahkan antara yang baik dari yang buruk.1 Sedangkan makna kritik dalam

konteks ilmu hadis  adalah cenderung kepada maksud kegiatan penelitian hadis, dan

bukan berarti sebuah kecaman terhadap hadis.

1 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Mahmud Yunus Wadzuriyah, t.th), hlm. 464.

1

Page 2: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

Sementara pengertian kritik hadis (naqd al-hadis) secara terminologi adalah

sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Mustafa Azami berikut:

"Naqd al-hadis adalah upaya membedakan antara hadis-hadis sahih dari hadis-hadis da'if dan menetukan kedudukan para periwayat hadis tentang kredibilitas maupun kecacatannya." 2

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa makna kritik hadis

adalah suatu kegiatan penelitian hadis untuk menemukan kekeliruan yang terdapat

pada hadis Rasulullah Saw. sehingga dapat ditentukan mana hadis dapat diterima dan

mana yang tidak, dan bagaimana kualitas periwayatan hadis yang bersangkutan.

C. Sejarah Muncul dan Perkembangan Kritik Hadis

Aktivitas kritik hadis marak terjadi pada abad ke-3 hijriyah. Namun hal

tersebut tidak menunjukkan bahwa di era sebelumnya sama sekali tidak terjadi

kegiatan kritik hadis. Sebab ketika penelitian hadis dipahami (dengan sederhana)

sebagai upaya untuk membedakan antara hadis yang sahih dan yang tidak sahih, maka

kegiatan kritik hadis dalam bentuk yang begitu sederhana telah muncul sejak masa

Rasululullah masih hidup.3 Munculnya kegiatan penelitian/ koreksi terhadap hadis

sejak masa Rasulullah Saw. masih hidup adalah menjadi bukti sejarah bagi terjaganya

kemurnian dan keaslian hadis yang telah diteliti kualitasnya. Sehingga dari sisi

pendekatan sejarah, hadis tersebut dapat dipertanggung jawabkan periwayatannya.

1. Kritik Hadis Di Era Rasulullah Saw. Masih Hidup

Kritik hadis pada saat Rasulullah masih hidup sangat mudah dilakukan para

sahabat, karena para sahabat secara langsung dapat mengetahui valid dan tidaknya

hadis yang mereka terima itu melalui jalan konfirmasi kepada Rasulullah Saw.4

Pola konfirmasi sebagai cikal bakal kritik hadis pada masa Rasulullah

bukanlah disebabkan oleh rasa kecurigaan mereka terhadap pembawa beritanya bahwa

ia telah berdusta. Tetapi hal tersebut mereka lakukan adalah dimotivasi oleh sikap

mereka yang begitu hati-hati dalam menjaga kebenaran hadis sebagai sumber hukum

Islam disamping Alquran,5 juga untuk mengokohkan hati mereka dalam mengamalkan

hadis yang langsung mereka yakini kebenarannya dari Rasulullah Saw.6 Para ulama

2 Muhammad Musthafa Al-‘Azhimy, Manhaj al-Naqd inda al-Muhaddisin, Nasy’atun wa tarikuhu (Riyad: Maktabat al-Kausar, 1990), hlm. 5.

3 Umi Sumbulah, Kritik Hadis; Pendekatan Historis Metodologis, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 32-33

4 Ibid.5 Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 183.6 Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadits, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), hlm. 2.

2

Page 3: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

sepakat bahwa konfirmasi hadis di era Rasulullah ini dipandang sebagai cikal-bakal

lahirnya ilmu kritik hadis.7

Sebagai contoh kegiatan konfirmasi di era Rasulullah Saw ini dapat

ditunjukkan oleh riwayat hadis berikut:

�ني و ح�د�ث �ن� ع�م�ر� �ن م�ح�م�د ب �ر� ب �ي �ك �اقد� ب �ا الن �ن م� ح�د�ث �ن� ه�اش ب م �ق�اس �و ال �ب أ

�ض�ر �ا الن �ن �م�ان� ح�د�ث �ي ل �ن� س� ة ب �م�غير� ت� ع�ن� ال �اب �س ع�ن� ث �ن �ن أ ك� ب ق�ال� م�ال�ا �هين �ن� ن �ل� أ أ �س� ول� ن س� �ه ر� �ه� ص�ل�ى الل �ه الل �ي �م� ع�ل ل ء� ع�ن� و�س� ي� �ان� ش� ف�ك

�ا �ن ب �ع�ج �ن� ي �جيء� أ ج�ل� ي �ه�ل من� الر� �ة أ �ادي �ب �ع�اقل� ال �ه� ال ل� أ �س� �ح�ن� ف�ي م�ع� و�ن �س� ن

اء� ج�ل< ف�ج� �ه�ل من� ر� �ة أ �ادي �ب �ا ف�ق�ال� ال �ا م�ح�م�د� ي �ان �ت �ك� أ ول س� ع�م� ر� �ا ف�ز� �ن �ك� ل �ن أع�م� �ز� �ن� ت �ه� أ �ك� الل ل س� ر�

� �ق� ف�م�ن� ق�ال� ص�د�ق� ق�ال� أ م�اء� خ�ل �ه� ق�ال� الس� ق�ال� الل�ق� ف�م�ن� ر�ض� خ�ل

� �ه� ق�ال� األ� �ص�ب� ف�م�ن� ق�ال� الل �ال� ه�ذه ن ب �ج م�ا فيه�ا و�ج�ع�ل� ال�ه� ق�ال� ج�ع�ل� �ذي ق�ال� الل ال �ق� ف�ب م�اء� خ�ل �ق� الس� ر�ض� و�خ�ل

� �ص�ب� األ� ه�ذه و�ن�ال� ب �ج �ه� ال �ك� آلل ل س� ر�

� �ع�م� ق�ال� أ ع�م� ق�ال� ن �ك� و�ز� ول س� �ن� ر� �ا أ �ن �ي خ�م�س� ع�ل�و�ات� �ا في ص�ل �و�من �ا ي ن �ت �ل �ي �ذي ق�ال� ص�د�ق� ق�ال� و�ل ال �ك� ف�ب ل س� ر�

� �ه� أ ك� آلل م�ر�� أ

ه�ذ�ا �ع�م� ق�ال� ب ع�م� ق�ال� ن �ك� و�ز� ول س� �ن� ر� �ا أ �ن �ي �اةP ع�ل ك �ا في ز� ن م�و�ال� ص�د�ق� ق�ال� أ

�ذي ق�ال� ال �ك� ف�ب ل س� ر�� �ه� أ ك� آلل م�ر�

� ه�ذ�ا أ �ع�م� ق�ال� ب ع�م� ق�ال� ن �ك� و�ز� ول س� �ن� ر� أ�ا �ن �ي ه�ر ص�و�م� ع�ل م�ض�ان� ش� �ا في ر� ن �ت ن �ذي ق�ال� ص�د�ق� ق�ال� س� ال �ك� ف�ب ل س� ر�

� �ه� أ آللك� م�ر�

� ه�ذ�ا أ �ع�م� ق�ال� ب ع�م� ق�ال� ن �ك� و�ز� ول س� �ن� ر� �ا أ �ن �ي �ت ح�ج� ع�ل �ي �ب م�ن� ال�ط�اع� ت �ه اس� �ي ل يالP إ ب �م� ق�ال� ص�د�ق� ق�ال� س� �ذي ق�ال� و�ل�ى ث �ك� و�ال �ع�ث �ح�قY ب ال ال� ب

زيد�� �هن� أ �ي �ق�ص� و�ال� ع�ل �ن �ه�ن� أ ي\ ف�ق�ال� من �ب �ه� ص�ل�ى الن �ه الل �ي �م� ع�ل ل ن� و�س� �ئ ل

�ن� ص�د�ق� �د�خ�ل �ي �ني ل ح�د�ث �ة� ن �ج� �د� ال �ه ع�ب �ن� الل � ب م �دي\ ه�اش �ع�ب �ا ال �ن �ه�ز< ح�د�ث �ا ب �ن ح�د�ث�م�ان� �ي ل �ن� س� ة ب �م�غير� ت� ع�ن� ال �اب �س< ق�ال� ق�ال� ث �ن �ا أ �ن �ا ك �هين آن في ن �ق�ر� �ن� ال أ

�ل� أ �س� ول� ن س� �ه ر� �ه� ص�ل�ى الل �ه الل �ي �م� ع�ل ل ء� ع�ن� و�س� ي� اق� ش� �ح�ديث� و�س� ال: / االيمان. ( المسلم رواه ه �ل مث ).۱۳ب

Artinya:“Telah menceritakan kepada kami Amru bin Muhammad bin Bukair an-Naqid telah menceritakan kepada kami Hasyim bin al-Qasim Abu an-Nadlr telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin al-Mughirah dari Tsabit dari Anas bin Malik dia berkata, "Kami terhalangi untuk bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang sesuatu, yaitu kekaguman kami terhadap kedatangan seorang laki-laki dari penduduk gurun yang berakal (cerdas), lalu dia bertanya, sedangkan kami mendengarnya, lalu seorang laki-laki dari penduduk gurun datang seraya berkata, 'Wahai Muhammad, utusanmu mendatangi kami, lalu mengklaim untuk kami bahwa kamu mengklaim bahwa Allah mengutusmu.' Rasulullah menjawab: 'Benar'. Dia bertanya, 'Siapakah yang menciptakan langit? ' Rasulullah menjawab: 'Allah.' Dia bertanya, 'Siapakah yang menciptakan bumi? ' Rasulullah menjawab: 'Allah.' Dia bertanya, 'Siapakah yang memancangkan gunung-gunung ini dan menjadikan isinya segala sesuatu yang Dia ciptakan? ' Beliau menjawab: 'Allah.' Dia bertanya, 'Maka demi Dzat yang menciptakan langit, menciptakan bumi, dan memancangkan gunung-gunung ini, apakah Allah yang mengutusmu? ' Beliau

7 Jalal al-Din Al-Syuyuti, Tadrib al-Rawi ‘ala Taqrib al-Nawawi, (ttp.: Dar al-Kutub al-Haditsah, t.th.), juz II, hlm. 45.

3

Page 4: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

menjawab: 'Ya.' Dia bertanya, 'Utusanmu mengklaim bahwa kami wajib melakukan shalat lima waktu sehari semalam, (apakah ini benar)? ' Beliau menjawab: 'Benar'. Dia bertanya, 'Demi Dzat yang mengutusmu, apakah Allah menyuruhmu untuk melakukan ini? ' Beliau menjawab: 'Ya'. Dia bertanya, 'Utusanmu mengklaim bahwa kitab wajib melakukan puasa Ramadlan pada setiap tahun kita, (apakah ini benar)? ' Beliau menjawab: 'Ya'. Dia bertanya, 'Demi Dzat yang mengutusmu, apakah Allah menyuruhmu untuk melakukan ini? ' Beliau menjawab: 'Ya'. Dia bertanya, 'Utusanmu mengklaim bahwa kami wajib melakukan haji bagi siapa di antara kami yang mampu menempuh jalan-Nya, (apakah ini benar)? ' Beliau menjawab, 'Ya benar'. Kemudian dia berpaling dan berkata, 'Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak akan menambah atas kewajiban tersebut dan tidak akan mengurangi darinya'. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika benar (yang dikatakannya), sungguh dia akan masuk surga'." Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Hasyim al-Abdi telah menceritakan kepada kami Bahz telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin al-Mughirah dari Tsabit dia berkata, Anas berkata, "Kami terhalangi untuk bertanya tentang sesuatu dari al-Qur'an kepada Rasulullah." Lalu dia membawakan hadits dengan semisalnya.” (HR. Muslim/ Iman/ No. 13).

Aktivitas konfirmasi tersebut dilakukan para sahabat sepertinya persis dengan

apa yang telah dicontohkan nabi Ibrahim As. sebagaimana terdapat dalam surah Al-

Baqarah ayat 260.

�ل�ى ب ق�ال� �ؤ�من� ت �م� و�ل� أ ق�ال� �ى �م�و�ت ال �ح�ي ت �ف� �ي ك ي رن

� أ Yب ر� اهيم� �ر� ب إ ق�ال� ذ� و�إاج�ع�ل� �م� ث �ك� �ي ل إ ه�ن� ف�ص�ر� �ر الط�ي من� Pع�ة� ب ر�

� أ ف�خ�ذ� ق�ال� ي �ب ق�ل ن� �ط�م�ئ ي ل �كن� و�لع�زيز< �ه� الل �ن� أ �م� و�اع�ل Pا ع�ي س� �ك� ين �ت �أ ي اد�ع�ه�ن� �م� ث ءPا ج�ز� �ه�ن� من �ل� ب ج� Yل� ك ع�ل�ى

)٢٦٠ح�كيم< (Artinya:“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati." Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: "(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): "Lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera." dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqarah: 260).

Penjelasan ayat di atas menunjukkan bahwa pertanyaan Nabi Ibrahim As.

tentang bagaimana Tuhan dalam menghidupkan orang-orang mati bukanlah karena

didasari keraguan Nabi Ibrahim As. terhadap kekuasaan Tuhan. Sebab mustahil bagi

seorang Nabi meragukan kekuasaan Allah Swt., Begitu pula halnya pertanyaan

sahabat terhadap Nabi tentang kebenaran riwayat yang disampaikan oleh sahabat yang

lain adalah bukan karena dia meragukan sahabat tersebut, melainkan didorong oleh

4

Page 5: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

sifat kehati-hatian dan ketelitian para sahabat Nabi Saw. dalam menerima hadis-hadis

tersebut sehingga hati mereka semakin kokoh dalam mengamalkannya.

2. Kritik Hadis Di Era Sahabat (Abad 1)

Pada era sahabat, metode penelitian hadis mulai berkembang dengan pola yang

bersifat komparatif (perbandingan). Pada masa ini, setelah wafatnya Rasulullah Saw.

para sahabat seperti Abu Bakr Siddik, Umar Bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib

kemudian mulai membuat suatu rambu-rambu atau syarat diterimanya suatu hadits,

antara lain misalnya dengan mengharuskan kesaksian sahabat yang lain untuk

membenarkan periwayatan hadis tersebut.

Sebagai contohnya adalah sebagaimana kisah yang dijelaskan oleh riwayat

hadis berikut:

�ن ب س�ح�ق� إ �ن ب �م�ان� ع�ث ع�ن� ه�اب� ش �ن اب ع�ن� ك� م�ال ع�ن� ي\ �ب �ق�ع�ن ال �ا �ن ح�د�ثق�ال� �ه� ن

� أ �ب� ذ�ؤ�ي �ن ب يص�ة� ق�ب ع�ن� ة� ش� الصYدYيق خ�ر� �ر� �ك ب ي ب� أ �ى ل إ �ج�د�ة� ال ج�اء�ت�

�ك ل م�ت� ع�ل و�م�ا ي�ء< ش� �ع�ال�ى ت �ه الل �اب ت ك في �ك ل م�ا ف�ق�ال� �ه�ا اث مير� �ه� ل� أ �س� ت

�ل� أ س�� أ �ى ح�ت جعي ف�ار� Pا �ئ ي ش� �م� ل و�س� �ه �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ه الل Yي �ب ن �ة ن س� فيص�ل�ى �ه الل س�ول� ر� ت� ح�ض�ر� �ة� ع�ب ش� �ن� ب ة� �م�غير� ال ف�ق�ال� �اس� الن �ل� أ ف�س� �اس� النف�ق�ام� ك� �ر� غ�ي م�ع�ك� ه�ل� �ر� �ك ب �و �ب أ ف�ق�ال� الس\د�س� �ع�ط�اه�ا أ �م� ل و�س� �ه �ي ع�ل �ه� الل

�و �ب أ �ه�ا ل �ف�ذ�ه� �ن ف�أ �ة� ع�ب ش� �ن� ب ة� �م�غير� ال ق�ال� م�ا �ل� مث ف�ق�ال� �م�ة� ل م�س� �ن� ب م�ح�م�د��ه� ع�ن �ه� الل ضي� ر� �خ�ط�اب ال �ن ب ع�م�ر� ل�ى إ ى �خ�ر� األ� �ج�د�ة� ال ج�اء�ت� �م� ث �ر� �ك ب

�ق�ض�اء� ال �ان� ك و�م�ا ي�ء< ش� �ع�ال�ى ت �ه الل �اب ت ك في �ك ل م�ا ف�ق�ال� �ه�ا اث مير� �ه� ل� أ �س� ت

ك� ذ�ل ه�و� �كن� و�ل ض ائ �ف�ر� ال في د� ائ ز� ب �ا �ن أ و�م�ا �رك غ�ي ل ال� إ ه ب ق�ضي� �ذي ال�ه�ا ل ف�ه�و� ه ب خ�ل�ت� �م�ا �ك �ت ي

� و�أ �م�ا �ك �ن �ي ب ف�ه�و� فيه �م�ا �م�ع�ت ت اج� ن� ف�إ رواه(. الس\د�س�: / وارث باب داود ).۲۵۰۷ابو

Artinya:“Telah menceritakan kepada kami Al Qa'nabi, dari Malik dari Ibnu Syihab, dari Utsman bin Ishaq bin Kharasyah, dari Qabishah bin Dzuaib, bahwa ia berkata; telah datang seorang nenek kepada Abu Bakr Ash Shiddiq, ia bertanya kepadanya mengenai warisannya. Kemudian ia berkata; engkau tidak mendapatkan sesuatupun dalam Kitab Allah Ta'ala, dan aku tidak mengetahui sesuatu untukmu dalam sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Kembalilah hingga aku bertanya kepada orang-orang. Kemudian Abu Bakr bertanya kepada orang-orang, lalu Al Mughirah bin Syu'bah berkata; aku menyaksikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memberikan kepadanya seperenam. Kemudian Abu Bakr berkata; apakah ada orang (yang menyaksikan) selainmu? Kemudian Muhammad bin Maslamah berdiri dan berkata seperti apa yang dikatakan Al Mughirah bin Syu'bah. Lalu Abu Bakr menerapkannya dan berkata; engkau tidak mendapatkan sesuatupun dalam Kitab Allah Ta'ala, dan keputusan yang telah diputuskan adalah untuk selainmu, dan aku tidak akan menambahkan dalam perkara faraidl, akan tetapi hal itu adalah seperenam. Apabila kalian berdua dalam seperenam tersebut

5

Page 6: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

maka seperenam itu dibagi di antara kalian berdua. Siapapun di antara kalian berdua yang melepaskannya maka seperenam tersebut adalah miliknya.” (HR. Abu Daud/ Bab Waris: 2507).

Berdasarkan kasus tersebut, Abu Bakr terkesan sangat berhati-hati dalam

menerima kebenaran sebuah hadis. Sikap yang demikian ini terkait dengan posisinya

sebagai pemimpin besar umat Islam yang mengharuskan beliau untuk memberikan

suatu teladan bagi umat Islam dalam menjaga kemurnian dan keaslian hadis nabi

Muhammad Saw.

Dalam kutipan Suryadi dan Muhammad Alfatih, Azmillah al-Damani

menyimpulkan metode penelitian hadis di era sahabat terbagi kepada tiga pilar utama,

yaitu dengan kriteria bahwa hadis tersebut tidak bertentangan dengan Alquran, tidak

bertentangan dengan hadis lain, dengan cara membandingkan antar riwayat sesama

sahabat, dan melalui penalaran akal sehat.8

Contoh Hadis yang bertentangan dengan firman Allah Swt. dan sabda Rasul

Saw. yang lebih sahih sebagaimana berikut:

الله يشاء أن إال بعدي نبي ال النبين خاتم أنا

Artinya: “Saya adalah penutup para Nabi, tidak ada Nabi setelahku kecuali dikehendaki Allah Swt.

Hadis ini bertentangan dengan firman Allah Swt. berikut:

Yين� ي �ب الن �م� و�خ�ات �ه الل س�ول� ر� �كن� و�ل �م� ك ال رج� من� �ح�د� أ �ا �ب أ م�ح�م�د< �ان� ك م�ايمPا ( ع�ل ي�ء� ش� Yل� ك ب �ه� الل �ان� )٤٠و�ك

Artinya:“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu., tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Al-Ahzab: 40).

Dan sabda Rasul Saw. yang lebih sahih sebagaimana berikut:

�ن ب �ه الل �د ع�ب ع�ن� ج�ع�ف�ر� �ن� ب م�اعيل� س� إ �ا �ن ح�د�ث عيد� س� �ن� ب �ة� �ب �ي ق�ت �ا �ن ح�د�ث �ه الل س�ول� ر� �ن� أ �ه� ع�ن �ه� الل ضي� ر� ة� �ر� ي ه�ر� ي ب

� أ ع�ن� ح� ص�ال ي ب� أ ع�ن� �ار� دين

�ل �م�ث ك �لي ق�ب من� �اء ي �ب �ن األ� �ل� و�م�ث �لي م�ث ن� إ ق�ال� �م� ل و�س� �ه �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ىف�ج�ع�ل� �ة� اوي ز� من� �ة� ن �ب ل م�و�ضع� ال� إ �ه� �ج�م�ل و�أ �ه� ن ح�س�

� ف�أ Pا �ت �ي ب �ى �ن ب ج�ل� ر�

8 Suryadi dan Muhammad Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian hadis, (Yogyakarta: T-H Press, 2009), hlm. 144-145.

6

Page 7: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

�ة� ن �ب الل ه�ذه و�ضع�ت� ه�ال� �ون� �ق�ول و�ي �ه� ل �ون� �ع�ج�ب و�ي ه ب �ط�وف�ون� ي �اس� النYين� ي �ب الن م� ات خ� �ا �ن و�أ �ة� ن �ب الل �ا �ن ف�أ .) HR. Bukhari/ No. 3271(ق�ال�

Artinya:“Telah bercerita kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah bercerita kepada kami Isma'il bin Ja'far dari 'Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perumpamaanku dan nabi-nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali ada satu labinah (tempat lubang batu bata yang tertinggal belum diselesaikan) yang berada di dinding samping rumah tersebut, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum sambil berkata; 'Duh seandainya ada orang yang meletakkan labinah (batu bata) di tempatnya ini". Beliau bersabda: "Maka akulah labinah itu dan aku adalah penutup para nabi". (HR. Bukhari/ No. 3271).

Contoh Hadis yang bertentangan dengan logika akal:

Artinya: “Barangsiapa yang berkata suatu perkataan, kemudian dia bersin, maka perkataannya itu adalah benar.” (Hadis Maudhu').

Hadis ini palsu karena hal tersebut bertentangan dengan logika manusia.

Karena tidak mustahil orang yang bersin itu selalu jujur. Oleh karena itu bersin tidak

dapat dijadikan sebagai petunjuk bahwa orang tersebut jujur. Sebab bisa saja orang

pura-pura bersin.

Selanjutnya pada masa khalifah Ali, perjalanan sejarah hadis semakin digoyah

oleh berbagai kasus manipulasi. Antara lain disebabkan peristiwa terbunuhnya

khalifah Utsman ibn `Affan pada tahun 35 H., serta peperangan Ali dan Muawiyah

yang kemudian berakibat pada perpecahan kaum muslim. Oleh karena hal tersebut

maka pola tradisional penelitian hadis yang dikenal selama ini mengalami banyak

cobaan disebabkan munculnya berbagai hadis palsu yang mereka ungkapkan untuk

tujuan atau kepentingan politik atau kepentingan membela golongan.9

Namun walaupun perpecahan umat Islam memberikan dampak negatif bagi

persatuan kaum muslimin tetapi ternyata peristiwa tersebut juga memiliki implikasi

positif bagi pengembangan struktur ilmiah metode kritik hadis. Bahkan menurut Umi

Sumbulah, momentum tersebut merupakan tonggak sejarah bagi pengembangan

sistem kerja penelitian hadis, karena hal tersebut telah memberikan motivasi positif

9 Muhammad Musthafa Al-‘Azhimy, Manhaj al-Naqd inda al-Muhaddisin, Nasy’atun wa tarikuhu, hlm. 8.

7

Page 8: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

kepada para ahli hadis agar lebih efektif mengkaji kriteria-kriteria hadis yang sahih

ditinjau dari kondisi sanad dan matan hadisnya.10

3. Penelitian Hadis Era Tabi’in dan Atba al-Tabi’in Hingga Kodifikasi Hadis

(Abad II-III).

Sebagaimana penulis, sebutkan di atas bahwa konflik sosial politik yang

memicu perpecahan umat muslimin telah mengancam kemurnian dan keaslian hadis.

Sebab pada masa ini telah terdapat para pemalsu hadis yang dengan sengaja

memanipulasi hadis dengan alasan-alasan yang bersifat personal atau kepentingan

golongan, seperti ungkapan Usman Sya’rani bahwa pada masa ini telah muncul hadis

palsu tentang kelebihan empat khalifah, kelebihan ketua-ketua kelompok, kelebihan

ketua-ketua partai, memuliakan dan mencaci kelompok-kelompok agama tertentu.

Disamping pemalsu hadis tersebut dilakukan oleh orang Islam, Orang-orang non

muslim juga melakukan pemalsuan hadis karena keinginan untuk meruntuhkan

Islam.11

Munculnya pemalsuan hadis kemudian menuntut para ulama yang hidup pada

masa tabi’in dan sesudahnya untuk lebih bersikap ekstra ketat dalam melakukan

penelitian hadis. Hal tersebut antara lain dapat dibuktikan dengan semakin ramainya

aktivitas perjalanan ilmiah ke berbagai pelosok daerah yang bermaksud mempelajari

hadis Rasulullah Saw.

Pada masa tabi’in ini, para ulama semakin aktif dalam merumuskan rambu-

rambu yang dijadikan sebagai standar kesahihan hadis, Hal tersebut terbukti dari

lahirnya pemikiran-pemikiran tokoh kritik hadis yang terkenal dalam memelihara

kemurnian dan keaslian hadis.12

Adapun rambu-rambu yang mengindikasikan adanya aktivitas kritik hadis pada

abad ke II dan ke III antara lain adalah sebagaimana ungkapan Malik dalam kutipan

Umi Sumbulah berikut:

a. Tidak meriwayatkan hadis dari orang yang selalu memperturutkan ambisi pribadinya (hawa nafsu).

b. Tidak meriwayatkan hadis dari orang yang bodoh, yang dengan kebodohonnya itu ia kemudian membuat kebohongan atas nama Rasulullah.

10 Umi Sumbulah, Kritik Hadis; Pendekatan Historis Metodologis, hlm. 34.11 Usman Sya’rani, Otentisitas Hadis Menurut Ahli Hadis dan Kaum Sufi, (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2002), hlm. viii.12 Umi Sumbulah, Kritik Hadis, Pendekatan Historis Metodologis, hlm. 40-41.

8

Page 9: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

c. Tidak meriwayatkan hadis dari seseorang yang sebenarnya baik amal ibadahnya, namun hadis yang diriwayatkannya itu tidak dikenal (umum).13

Kritik hadits pada masa tabi’in dan setelahnya (abad ke-II dan ke-III) telah

mencakup kepada penelitian sanad dan matan hadis. Kegiatan penelitian tersebut

telah menjalar ke seluruh pelosok negeri Islam seperti: Makkah, Yaman, Irak, Mesir,

Syam, Khurasan, Bukhara, Merv, Kufah, Naisabur dan sebagainya.14

Selanjutnya berkat kegiatan kritik (baca: penelitian) hadis tersebut

bermunculanlah di berbagai negeri ini para peneliti hadis sepanjang masa. Mereka

senantiasa mengorbankan waktu hanya untuk membersihkan hadis-hadis dari

kepalsuan, kelemahan dan cacat lainnya. Setelah abad ketiga berakhir, aktifitas

penelitian hadits ini mulai terlihat lebih metodologis dan sistematis yang ditandai

dengan lahirnya karya-karya besar ulama mengenai hadits ditinjau dari segala

aspeknya. Sehingga sampai saat ini karya-karya fenomenal itulah yang menjadi

referensi utama dalam menilai sebuah hadits.15

Selanjutnya dilihat dari sisi sejarah pembukuan sistem penelitian hadis, pada

awalnya metode penelitian hadis tersebut hanya ditulis di pinggiran buku-buku

hadits seperti terdapat pada kitab Musnad, Jawami’, Sunan dan lainnya. Ulama yang

mencoba memberikan komentar atau kritik terhadap beberapa hadits, hanya

meletakkan komentarnya di bagian akhir atau catatan kaki dalam berbagai buku induk

hadis. 16

Kemudian cara yang pertama ini dirasakan kurang efektif dan tidak cukup

luas untuk mengupas kelemahan dan cacat yang terdapat dalam hadis, sehingga para

ulama hadits kemudian berinisiatif menuliskan komentar-komentar mereka dalam

satu kitab tersendiri, yang memuat seluruh riwayat yang dimiliki oleh masing-masing

perawi agar penilaan atas hadits benar-benar objektif. Hal tersebut sebagaimana yang

dilakukan oleh Imam Ahmad dalam karyanya: Kitâbul ‘Ilal fi Ma’rifatil Rijâl, atau

Musnad al-Mu’allal karya Ya‘qub bin Syaibah.17

Pada tahap selanjutnya, penulisan kitab rujukan kritik hadits menjadi lebih

sistematis lagi setelah dilakukannya pengkajian yang terpisah antara penelitian sanad

13 Ibid., hlm. 43.14 Umi Sumbulah, Kritik Hadis, Pendekatan Historis Metodologis, hlm. 41.15 Muhammad Ali Qasim al-Umri, Dirâsât fi Manhaji An-Naqdi ‘Indal Muhadditsîn,

(Yordan: Dar An-Nafais, 2000), hal. 11.16 Ibid., hlm. 17.17 Ibid.

9

Page 10: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

dengan penelitian matan hadis. Hal ini digagas oleh pakar peneliti hadits seperti

Ibnu Abi Hatim dalam bukunya: al-Jarh wa Ta’dîl dan’Ilal yang begitu detail dalam

melacak keabsahan hadits dari aspek matan dan perawinya.18

D. Urgensi Kritik Hadis

Secara praktis, argumen yang mendasari pentingnya penelitian hadis ini dapat

ditinjau dari dua sisi utama, yaitu: pertama, terkait dengan posisi hadis sebagai

sumber hukum Islam setelah Alquran. Kedua, terkait dengan historisitas hadis yang

mengalami banyak ancaman.19 Dari dua sisi tersebut kemudian para muhadditsin

mengemukakan beberapa alasan yang mendasari pentingnya melakukan kritik hadis.

Pada tabel di abawah ini, penulis akan memetakan beberapa urgensi kritik

hadis ditinjau dari sisi perjalanan sejarah kritik hadis, yaitu sebagai berikut:

No. Periode Urgensi Kritik Hadis

1. Masa Hidup

Nabi Saw.

1. Memberikan perhatian khusus kepada sumber agama

Islam.

2. Mengokohkan hati sahabat dalam mengamalkan ajaran

Islam.

2. Masa Sahabat

- Abad 1

Hijriyah

3. Tidak seluruh hadis tertulis pada masa Nabi Saw.

4. Kedudukan hadis sebagai salah satu sumber ajaran

Islam mengharuskan sahabat untuk bersikap hati-hati

dalam menerimanya.

5. Terjadi proses transformasi hadis secara makna.

6. Terjadi pemalsuan hadis.20

3. Abad 2- 14

Hijriyah

7. Penghimpunan hadis secara resmi terjadi setelah

berkembangnya pemalsuan hadis.

8. Terkadang kitab-kitab hadis hanya menghimpunn hadis,

maka hal ini perlu diteliti lebih lanjut.

9. Muncul redaksi hadis yang bertentangan. 21

4. Abad 15- 10. Memelihara khazanah keilmuan Islam.

18 Ibid.19 Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis, hlm. 183.20 Ibid.21 Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits Ulumuhu wa mushthalahuhu, (Beirut: Dar al-

Fikr, 1963), hlm. 43.

10

Page 11: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

Sekarang 11. Meminimalisir perbedaan pendapat dalam kawasan

produk hukum syari’at.

12. Mendeteksi hadis dha’if dalam kitab-kitab Islam yang

terkadang dijadikannya sebagai dalil tuntunan amal

ibadah.

13. Mengembangkan metodologi penelitian hadis ke arah

yang lebih baik agar umat muslim dapat menghadapi

tuduhan orientalis terhadap otentisitas hadis secara adil.

14. Membangun sikap kehati-hatian dalam memakai hadis

yang tidak dapat dipertanggung jawabkan sebagai

landasan ibadah sehari-hari atau bahkan sebagai

landasan dalam menetapkan suatu hukum.

E. Cakupan Kritik Hadis

Adapun kawasan kritik hadis adalah meliputi penelitian sanad dan matan

hadis, sebab kualitas kedua hal tersebut menjadi tolak ukur sahih atau tidaknya sebuah

hadis.

Sanad menurut bahasa berarti sandaran atau pegangan (al-mu’tamad).

Sementara pengertian sanad menurut istilah ilmu hadis adalah jajaran orang-orang

orang-orang yang membawa hadis dari Rasul, Sahabat, Tabi’in, Tabi’ At- Tabi’in, dan

seterusnya sampai kepada orang yang membukukan hadis tersebut.22

Sementara ‘Ajjaj al-Khatib sebagaimana dikutip oleh Totok Jumantoro,

mengemukakan pengertian sanad sebagai berikut:

مصدره عن المتن نقلوا ين الذ واة الر سلسلة أي المتن يق طر هواالول

Artinya: “Sanad adalah jalan kepada matan, yaitu silsilah para perawi yang memindahkan matan dari sumbernya yang pertama.”23

Jalan yang dimaksud pada defenisi di atas adalah rangkaian orang-orang yang

meriwayatkan hadits Rasullullah Saw, baik melalui hafalan maupun tulisan.

Contohnya Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadis Rasulullah Saw. berikut:

22 Ramli Abdul Wahid, Studi Ilmu Hadits, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2005) hlm. 23-2723 Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadist, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002), hlm. 220.

11

Page 12: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

ق�ال� �ع�ق�دي\ ال ع�امر� �و �ب أ �ا �ن ح�د�ث ق�ال� �ج�ع�في\ ال م�ح�م�د� �ن� ب �ه الل �د� ع�ب �ا �ن ح�د�ثع�ن� ح� ص�ال ي ب

� أ ع�ن� �ار� دين �ن ب �ه الل �د ع�ب ع�ن� ل� ال� ب �ن� ب �م�ان� �ي ل س� �ا �ن ح�د�ثق�ال� �م� ل و�س� �ه �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى Yي �ب الن ع�ن� �ه� ع�ن �ه� الل ضي� ر� ة� �ر� ي ه�ر� ي ب

� أ) رواه يم�ان اإل� من� �ة< ع�ب ش� �اء� ي �ح� و�ال Pة� ع�ب ش� \ون� ت و�س ض�ع< ب يم�ان� اإل�

.)8البخاري:

Posisi Imam Bukhari pada hadis di atas disebut sebagai sanad pertama, karena

daripadanya kita memperoleh hadis dan kepadanya langsung kita sandarkan riwayat

hadis tersebut, dan kemudian Imam Bukhari menyandarkannya kepada gurunya, yaitu

sebagai sanad kedua, dan seterusnya sehingga sahabat Rasul-lah yang menjadi sanad

terakhir.

Pada hadis tersebut, Imam Bukhari juga disebut sebagai perawi terakhir karena

beliaulah generasi yang terakhir meriwayatkan hadis tersebut hingga sampai kepada

kita. Imam Bukhari juga disebut sebagai mukharrijul Al-Hadis dalam hadis yang

diriwayatkannya, karena beliau telah menuliskan hadis-hadis yang diriwayatkannya ke

dalam sebuah kitab hadis.

Sebagian orang terkadang keliru dalam menyebutkan urutaan sanad dan rawi-

nya (periwayat). Oleh karena itu, penulis merasa penting menjelaskan perbedaan

urutan sanad dan rawi pada tabel berikut:

No. Urut Sanad Rawi (Periwayat)

1. البخاري ة� �ر� ي ه�ر� ي ب� أ ع�ن�

2. ع�في\ �ج� ال م�ح�م�د� �ن� ب �ه الل �د� ع�ب ح� ص�ال ي ب� أ

3. �ع�ق�دي\ ال ع�امر� �و �ب أ �ار� دين �ن ب �ه الل �د ع�ب

4. ل� ال� ب �ن� ب �م�ان� �ي ل س� ل� ال� ب �ن� ب �م�ان� �ي ل س�

5. �ار� دين �ن ب �ه الل �د ع�ب �ع�ق�دي\ ال ع�امر� �و �ب أ

6. ح� ص�ال ي ب� أ ع�في\ �ج� ال م�ح�م�د� �ن� ب �ه الل �د� ع�ب

7. ة� �ر� ي ه�ر� ي ب� أ ع�ن� البخاري

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa tingkatan periwayat hadis dengan

tingkatan sanad hadis adalah bertolak belakang. Karena orang yang menjadi sanad

pertama dalam hadis tersebut adalah disebut sebagai periwayat terakhir. Misalnya

pada riwayat hadis di atas sebagaimana telah diuraikan pada tabel bahwa Al-Bukhari

adalah sanad pertama atau periwayat terakhir.

12

Page 13: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

Disamping kata sanad, ada kata lain yang maknanya berdekatan dengan sanad,

yaitu kata isnad dan musnad. Menurut Al-Thibi sebagaimana dikutip oleh Usman

Sya’roni, kata isnad mempunyai arti yang sama dengan sanad. Tetapi Usman Sya’roni

kemudian menunjukkan perbedaan diantara keduanya, yaitu isnad lebih menunjukkan

kepada proses periwayatan hadis, sedangkan sanad ialah susunan orang-orang yang

berurutan meriwayatkan sebuah materi hadis.24

Sementara arti musnad ada empat, yaitu: Pertama, hadis yang disandarkan

kepada orang yang meriwayatkannya. Kedua, nama kitab yang menghimpun hadis-

hadis dengan sistem penyusunannya berdasarkan nama-nama sahabat, seperti kitab

musnad Ahmad bin Hambal. Ketiga, kumpulan hadis yang diriwayatkan dengan

menyebutkan sanad-sanadnya secara lengkap, seperti kitab musnad al-Syihab dan

musnad al-firdaus. Keempat, nama bagi hadis marfu’ (disandarkan kepada nabi) yang

sanad-nya muttasil (bersambung).25

Selanjutnya, pengertian matan (al-matn) dari sisi bahasa adalah tanah yang

meninggi, ada pula yang mengartikan matan dengan kekerasan, kekuatan dan

kesangatan.26 Dengan demikian, pengertian matan dari sisi bahasa adalah

menunjukkan nama bagi segala sesuatu yang sifatnya keras, kuat, dan menjadi bagian

inti.

Sementara pengertian matan menurut istilah adalah sebagaimana dalam

kutipan Totok Jumantoro, Ajjaj Al-Khattib di bawah ini:

نيه بهامعا تتقوم التى الحديث الفاظArtinya: “Lafadhz hadis yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu”.27

Dengan demikian maka yang dimaksud dengan matan al-hadits adalah materi/

berita/ pembicaraan yang diperoleh sanad terakhir, baik isi pembicaraan itu tentang

perbuatan Nabi Saw, maupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi

Muhammad Saw.

Contoh hadis:

�ن ب �ع�زيز ال �د ع�ب ع�ن� �ة� �ي ع�ل �ن� اب �ا �ن ح�د�ث ق�ال� اهيم� �ر� ب إ �ن� ب �ع�ق�وب� ي �ا �ن ح�د�ثق�ال� آد�م� �ا �ن ح�د�ث و �م� ل و�س� �ه �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى Yي �ب الن ع�ن� �س� �ن أ ع�ن� �ب� ص�ه�ي , �ه �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى ي\ �ب الن ق�ال� ق�ال� �س� �ن أ ع�ن� �اد�ة� ق�ت ع�ن� �ة� ع�ب ش� �ا �ن ح�د�ث

24 Usman Sya’rani, Otentisitas Hadis Menurut Ahli Hadis dan Kaum Sufi, hlm. 10-11.25 Ibid., hlm. 12.26 Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadist, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002), hlm. 121.27 Ibid., hlm. 122.

13

Page 14: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

:�ده و�و�ل ده و�ال من� �ه �ي ل إ �ح�ب� أ �ون� �ك أ �ى ح�ت �م� �ح�د�ك أ �ؤ�من� ي ال� �م� ل و�س��ج�م�عين� أ �اس : و�الن البخاري( ).14رواه

Artinya:“Telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Ulayyah dari Abdul 'Aziz bin Shuhaib dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Dan telah menceritakan pula kepada kami Adam berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qotadah dari Anas berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan dari manusia seluruhnya".(H.R. Bukhari:14).

Pada hadis di atas, sanad pertamanya adalah Ya’qub bin Ibrahim dan sanad

terakhirnya adalah Anas. Maka adapun materi berita yang disampaikan Anas adalah

disebut sebagai matan hadis, yaitu kalimat:

�ح�ب� “ أ �ون� �ك أ �ى ح�ت �م� �ح�د�ك أ �ؤ�من� ي ال� �م� ل و�س� �ه �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى ي\ �ب الن ق�ال��ج�م�عين� أ �اس و�الن �ده و�و�ل ده و�ال من� �ه �ي ل ”إ

Selanjutnya, adapun unsur-unsur yang menjadi perhatian kritikus hadis (baca:

peneliti hadis) dalam sanad dan matan hadis dapat diketahui melalui beberapa aspek

yang menjadi syarat kesahihan hadis menurut mereka, karena tujuan utama kritik

hadis adalah untuk membedakan antara hadis yang sahih dengan yang tidak sahih.

Abū ‘Amr Usmān bin Abdirrahman bin as-Salah asy-Syahrazuri yang biasa

disebut Ibnu As-Salah (w. 577 H/ 1245 M) telah merumuskan syarat kesahihan hadis

sebagai berikut :

بنقل إسناده يتصل الذي المسند الحديث فهو الصحيح اماالحديث. معلال وال شاذا واليكون منتهاه إلى الضابط العدل

Artinya: “Hadits Shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya (sampai kepada Nabi SAW), diriwayatkan oleh (periwayat) yang adil dan dhābit sampai akhir sanad (di dalam hadits itu) dan tidak terdapat kejanggalan (Syudzudz) dan cacat (‘illat).”28

Berdassarkan rumusan tersebut, maka dapat dikeluarkan beberapa indikasi

yang menjadi kawasan penelitian hadis, yaitu untuk sanad hadis maka hal-hal yang

perlu diteliti adalah: a) kualitas personal sanad hadis yang mencakup kualitas

kesalehan sanad (keadilan-nya) dan kapasitas tingkat intelektualnya

(kedhabithannya), b) ketersambungan seluruh sanad hadis, dan c) terhindarnya sanad

dan matan hadis dari sifat sudzudz dan illat.

1. Meneliti Kondisi Periwayat Hadis

28 Usman Sya’rani, Otentisitas Hadis Menurut Ahli Hadis dan Kaum Sufi, hlm. 19.

14

Page 15: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

Ulama hadis telah sepakat bahwa dua hal yang harus diteliti pada diri

periwayat hadis adalah ke‘adilan dan kedabithannya. Ke‘adilan adalah sesuatu yang

berhubungan dengan kualitas pribadinya, sedangkan kedabithannya adalah hal-hal

yang berhubungan dengan kapasitas intelektualnya. Apabila kedua hal itu (‘adil dan

dabit) dimiliki oleh periwayat hadis, maka periwayat hadis tersebut dinyatakan

periwayat yang tsiqah.

a. Meneliti Keadilan Perawi

Kata adil dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti “tidak berat sebelah

(tidak memihak) atau “sepatutnya; tidak sewenang-wenang”.29 Sementara pengertian

adil yang dimaksud dalam ilmu hadits masih terjadi perbedaan pendapat diantara

ulama hadis. Sebagaimana Syuhudi Ismail menyebutkan dalam kutipan Umi

Sumbulah bahwa para ulama telah berselisih pendapat mengenai defenisi ‘adil.

Namun dari berbagai perbedaan pendapat itu dapat dihimpunkan bahwa kriteria sifat

adil pada umumnya adalah 4 hal berikut: 30

1) Beragama Islam.

Dengan demikian seorang periwayat hadis ketika mengajarkan/ menyampaikan

hadis tersebut sudah dalam keadaan Islam. Berbeda dengan kondisi orang yang

menerima hadis tidak disyaratkan beragama Islam.

2) Mukallaf

Seorang perawi hadis juga harus mukallaf, karena persyaratan ini sudah jelas

tertera didalam hadis Nabi bahwa orang gila, orang lupa, dan anak-anak terlepas

dari tanggung jawab.31 Tetapi dalam kondisi menerima hadis, para ulama jumhur

menyetujui hadis seseorang yang ketika menerimanya (tahammul) ia masih anak-

anak yang telah mumayyiz (umur ±5 tahun), dengan syarat bahwa ketika ia

meriwayatkan hadis tersebut ia telah dewasa.

3) Melaksanakan ketentuan agama (tidak berbuat fasik)

Dengan demikian seorang periwayat harus orang yang taat melaksanakan

ketentuan syari’at Islam.

4) memelihara moralitas (murū’ah)

29 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), Cet ke-8, hlm. 16.

30 Umi Sumbulah, Kajian Kritik Hadis; Pendekatan Historis Metodologis, hlm. 63-64.31 Ibid.

15

Page 16: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

Muru’ah merupakan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Muru’ah adalah:

tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu bertaqwa, menjauhi dosa-dosa besar,

menjauhi kebiasaan-kebiasaan melakukan dosa kecil, terlebih-lebih berdusta, dan

meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang menodai muru’ah. 32

Dengan demikian, maka para ahli hadis sefakat bahwa kriteria muslim dan

dewasa adalah khusus bagi orang yang menyampaikan riwayat hadis, dan tidak

mensyaratkan keduanya saat ketika seseorang menerima hadis.

Contoh hadis yang diterima dari Jubair, padahal Jubair masih non muslim saat

menerima hadis tersebut:

ع�ن� م�ع�م�ر< �ا ن �ر� ب خ�� أ اق ز� الر� �د� ع�ب �ا �ن ح�د�ث �ص�ور� م�ن �ن� ب ح�اق� س� إ ي �ن ح�د�ث

�ه� الل ص�ل�ى ي� �ب الن مع�ت� س� ق�ال� يه ب� أ ع�ن� �ر� �ي ب ج� �ن ب م�ح�م�د ع�ن� Yيه�ر الز\

يم�ان� اإل� و�ق�ر� م�ا و�ل�� أ ك� و�ذ�ل الط\ور ب �م�غ�رب ال في � أ �ق�ر� ي �م� ل و�س� �ه �ي ع�ل

: البخاري ( رواه ي �ب ق�ل ). 3719 في

Argumentasi pendapat ini adalah berangkat dari sikap kehati-hatian ulama

hadis akan terjadinya kehilangan hadis nabi, sebab sudah menjadi sebuah fenomena

bahwa nabi Saw. sendiri telah bergaul dengan anak-anak dan orang kafir. Oleh karena

demikian maka mungkin saja hadis yang mereka dapatkan ketika mesih anak-anak

atau kafir tidak terdapat dalam riwayat para sahabat yang sudah dewasa atau yang

sudah muslim.33 Dengan demikian maka para ulama sedikit memberikan kelonggaran

bagi syarat penerimaan hadis (tahammul) dan tetapi mereka memperketat syarat

periwayatannya (ada’).

Secara umum ulama telah mengemukakan cara penetapan keadilan periwayat

hadits yaitu berdasarkan :

1) Popularitas keutamaan periwayat dikalangan ulama hadits; periwayat yang terkenal keutamaan (kesalehan) pribadinya, misalnya Malik bin Anas dan Sufyan Ats-Tsauri, tidak lagi diragukan ke-‘adilan-nya.

2) Penilaian dari para kritikus (peneliti) periwayat hadits; penilaian ini berisi pengungkapan kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri periwayat hadits.

3) Penerapan kaidah al-Jarh wa at-Ta’dil ; cara ini ditempuh bila para peneliti (kritikus) periwayat hadits tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu.34

32 Bustamin, dkk, Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 43.33 Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis, hlm. 116.34 Syuhudi Isma’īl, Kaedah Kesahehan Sanad Hadits, Telaah Kritis dan Tinjauan dengan

Pendekatan Sejarah¸(Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995), hlm. 134.

16

Page 17: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

Khusus mengenai perawi hadits pada tingkat sahabat, jumhur ulama sunni

mengatakan bahwa seluruh sahabat rasulullah adalah adil, jadi tidak perlu diteliti lebih

lanjut lagi. Sedangkan golongan Mu’tazilah menganggap bahwa sahabat-sahabat yang

terlibat dalam pembunuhan ‘Alī dianggap fasiq, dan periwayatannya ditolak.35

Jadi, untuk mengetahui adil atau tidaknya seorang periwayat hadis haruslah

diteliti terlebih dahulu kualitas pribadinya dengan kesaksian para ulama, dalam hal ini

adalah dapat dilakukan dengan merujuk kepada kitab-kitab karya para tokoh peneliti

hadis (disebut juga krtikus hadis) yang secara khusus mengkaji perihal periwayat

hadis. Misalnya kitab tahzib al-kamal.

b. Meneliti Kapasitas Intelektual Periwayat (Dhabith)

Pengertian dhābit dari sisi bahasa berarti kokoh, kuat, dan hafal dengan

sempurna.36 Sementara dari sisi istilah pengertian dabith masih dalam perselisihan

ulama. Namun perbedaan pendapat itu dapat dipertemukan dengan memberikan

rumusan berikut:

1) Hafal dengan sempurna hadis yang diterimanya.

2) Mampu menyampaikan dengan baik hadis yang dihafalnya kepada orang lain.

3) Mampu memahami dengan baik hadis yang dihafalnya. 37

Dalam rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur pokok dhabith adalah

terletak pada keistiqomahan dan konsitensi seorang perawi menjaga kemurnian hadis

mulai dari proses penerimaan hadis hingga sampai penyebarannya, dan juga mampu

memahami hadis tersebut dengan baik, karena hadis tersebut tidak semuanya

diriwayatkan secara lafdzi (redaksional), tetapi ada juga dengan makna. Sehingga

dengan demikian maka tidak terdapat kesalahan dan penambahan atau pengurangan

pada hadis yang diriwayatkannya.38

Adapun cara penetapan kedhābit-an seorang periwayat menurut pendapat

Subhi al-Shalīh adalah sebagai berikut :

1) Kedhābitan periwayat dapat diketahui berdasarkan persaksian para ulama. Dalam

hal ini, peneliti harus menelusurinya pada kitab-kitab yang menjelaskan

kedhabithan periwayat. Seperti kitab tahzibut –tahzib.

35 Munzier Suparta, Ilmu Hadits, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 131 - 132 .36 Syuhudi Isma’īl, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm.

69.37 Suryadi dan Muhammad Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian Hadis, hlm. 104.38 Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis, hlm. 117.

17

Page 18: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

2) Kedhābitan periwayat dapat diketahui juga berdasarkan kesesuaian riwayatnya

dengan riwayat yang disampaikan oleh periwayat lain yang telah dikenal

kedhābitannya. Tingkat kesesuaiannya itu mungkin hanya sampai ke tingkat

makna atau mungkin ke tingkat harfiah. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari

hadis lain (dengan riwayat yang tsiqah) yang berkaitan dengan hadis yang

bersangkutan. Dan kemudian membandingkan kesesuaian teks hadisnya.

3) Apabīla seorang periwayat sekali-sekali mengalami kekeliruan, maka dia masih

dapat dinyatakan sebagai periwayat yang dhābit. Tetapi apabīla kesalahan itu

sering terjadi maka periwayat yang bersangkutan tidak lagi sebagai periwayat

yang dhābit.39

Karena kapasitas intelektual perawi berbeda-beda sifatnya maka kualitas sifat

dhabith seorang perawi pun diklasifikasi kepada dua bagian, yaitu: 40

a) Dhabit sadri, yakni terpeliharanya hadis yang diterimanya dalam hafalan, sejak

dari menerima sampai kepada menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu

sanggup dikeluarkan kapan dan di mana saja diperlukan dan dikehendaki, dan

mampu meriwayatkannya dengan sempurna.

b) Dhabit kitab yaitu terpeliharanya periwayatan melalui tulisan yang dimilikinya

dengan mengingat betul hadis yang ditulis, menjaga dengan baik dan

meriwayatkannya kepada orang lain dengan benar.

2. Meneliti Persambungan Sanad (ke-muttasil-an)

Adapun yang dimaksud dengan sanad yang bersambung adalah bahwa tiap-

tiap periwayat dalam sanad hadits berjalinan erat dalam menerima riwayat hadits dari

periwayat terdekat sebelumnya, keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad

hadits itu.41

Tidak semua peneliti hadis melakukan penelitian terhadap perihal

persambungan sanad. Sebab sebahagian mereka berpikiran bahwa keadilan dan

kedhabithan sanad hadis cukup untuk menunjukkan bersambungnya sanad hadis.

Dengan demikian mereka hanya memperketat penelitian perihal keadilan dan

39 Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits Ulumuhu wa mushthalahuhu, hlm. 232.40 Usman sya’roni, Otentisitas Hadis Menurut Ahli Hadis dan Kaum Sufi, hlm. 36-37.41 Subhi al-Shalīh, Ulum al-Hadits wa Mushthalahuhu, (Beirut: Dar al-‘Ilm li al-malayin,

1977), cet IX, hlm. 145.

18

Page 19: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

kedhabithan sanad hadis saja. Diantara tokoh yang berpendapat demikian adalah Sekh

Muhammad Al-Ghazaly.42

Adapun kriteria persambungan sanad di kalangan ahli hadits terjadi perbedaan

pendapat yaitu sebagai berikut:

a. Imam al-Bukhari mengklaim bersambungnya sanad apabila memenuhi dua

kriteria, yaitu:

1) Al-Liqa’, yakni adanya pertautan langsung antara satu perawi dengan perawi

berikutnya, yang ditandai adanya suatu pertemuan langsung antara murid

yang memperoleh hadis dari gurunya.

2) Al-Mu’asharah, yakni apabila terjadi persamaan masa hidup antara seorang

guru dengan muridnya.43

b. Sementara Imam Muslim memberikan kriteria yang sedikit lebih longgar,

menurutnya sebuah hadis telah dikatakan bersambung sanad-nya apabila antara

satu perawi dengan perawi berikutnya sampai seterusnya ada kemungkinan

bertemu karena keduanya hidup dalam kurun waktu yang sama, dan tempat tinggal

mereka tidaklah terlalu jauh bila diukur dengan kondisi saat itu.44 Dengan

demikian Imam muslim tidak mensyaratkan liqa’ sebagai salah satu syarat dari

bersambungnya sanad.

Jika dilihat perbedaan yang dipatok oleh Bukhari dan Muslim sebagai mana di

atas, dapat di katakan bahwa kriteria al-Bukhari yang layak menduduki peringkat

pertama. Oleh karena demikian, maka dengan mengacu kepada kriteria

kebersambungan sanad inilah salah satu yang membuat posisi al-Bukhori menduduki

peringkat pertama di bandingkan dengan kitab hadist karya Muslim maupun kitab-

kitab hadist lainnya, bahkan jumhur ulama juga sepakat menjadikan sahih al-Bukhari

sebagai hadis paling utama.45

Disamping al-liqa’ dan al-mu‘asharah sebagai kajian penelitian hadis yang

berkenaan dengan bersambungnya sanad, lambang-lambang atau kata-kata yang

dipilih sebagai metode periwayatan juga menjadi objek perhatian para peneliti hadis.

Dalam Kitab Ilmu Hadits ada 8 macam cara-cara periwayatan yaitu: as-sima’,

al-qirā’ah, al-Ijāzah, al-munāwalah, al-mukātabah, al I’lam, al-wasiyyah dan al-

42 Bustamin, dkk, Metodologi Kritik Hadis, hlm. 102.43 Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis, hlm. 113-114.44 Ibid., hlm. 114.45 Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis, Op., Cit. hlm. 46.

19

Page 20: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

wijādah. Kedelapan metode periwayatan tersebut memiliki lambang-lambang yang

menunjukkan perbedaan dalam tingkat akurasi persambungan sanad hadis tersebut.46

Tingkat akurasi tertinggi dalam metode periwayatan hadis menurut jumhur

ulama adalah metode al-sima’ dan al-qira’ah. Lambang-lambang yang di disepakati

penggunaannya dalam periwayatan hadis dengan metode al-sima adalah:

1) .Artinya seseorang telah memberitakan kepadaku/ kami .اخبرنا dan اخبرني

2) .Artinya seseorang telah bercerita kepadaku/ kami .حدثنا dan حدثني

3) .Artinya saya mendengar dan kami mendengar . سمعنا dan سمعت

Sedangkan lambang-lambang yang tidak disepakati dalam periwayatan hadis

dengan menggunakan metode al-sima’ adalah: qãla lanã ( لنا ) dan dzakara lanã (قال

لنا 47.(ذكر

Selanjutnya lambang-lambang yang disepakati penggunaannya dalam

periwayatan hadis dengan metode al-qira`ah adalah:

1) عليه (qara`tu ‘alaihi) قرأت

2) عليه (quri`at ‘alahi) قرأت

3) عليه (haddatsanã ‘alaihi) حدثنا

4) عليه (akhbaranã ‘alaihi) اخبرنا

5) عليه (qara`tu ‘alaihi) قرأت

Sedangkan lambang-lambang yang tidak disepakati penggunaannya dalam

metode al-qira`ah adalah: sami’tu, haddatsanã, akhbaranã, qãla lanã dan dzakara

lanã.48 Untuk lebih detailnya, penjelasan materi ini akan dibahas oleh judul makalah

yang membicarakan indikasi mayor dan minor kesahihan sanad dan matan hadis.

Adapun langkah-langkah operasional untuk mengetahui bersambung atau

tidaknya suatu sanad hadis, biasanya ulama hadis menempuh tata kerja penelitian

sebagai berikut:

a. Mencatat nama semua periwayat dalam sanad yang diteliti.

b. Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat untuk mengetahui

kesesuaian zaman atau hubungan guru-murid dalam periwayatan hadits tersebut.

c. Meneliti kata-kata atau lambang-lambang yang menghubungkan antara suatu

periwayat dengan periwayat yang terdekatnya dalam sanad sehingga diketahui

cara periwayatannya apakah metode al-sima’ atau al-qirã’ah atau yang lainnya.

46 Ibid., hlm. 67-76.47 Ibid.,h, 68.48 Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis, Op., Cit,. h. 70.

20

Page 21: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat lambang-lambangnya apakah ia

memakai kata , حدثنا, حدثني سمعنا atau yang lainnya.49 سمعت

3. Meneliti Keselamatan Sanad dari Syadz

Mahmud Thahan dalam kitab ‘Taisir Mushthalah al-Hadits” memberikan

defenisi Syudzuz sebagai berikut:

منه أوثق هو لمن الثقة مخالفة هو الشذوذArtinya: “Syudzudz ialah berbeda dengan hadits yang tsiqāt atau berbeda dengan yang lebih tsiqāt daripadanya.”50

Pengertian Sadz telah dalam suatu hadis telah mengalami perbedaan pendapat

dikalangan ulama. 51 Namun dalam konteks ini, Imam Syafi’i (w. 204 H. / 820 M.)

telah merumuskan syadz sebagai hadits yang diriwayatkan oleh orang yang tsiqāh,

tetapi riwayatnya bertentangan dengan riwayat yang dikemukakan oleh banyak perawi

yang tsiqāh juga. Pendapat ini yang banyak diikuti oleh ulama hadits sampai saat ini.

Metode penelitian untuk mengetahui keadaan sanad yang terhindar dari syadz

suatu hadis dapat diterapkan dengan cara berikut:

1) Semua sanad yang memiliki matan hadis yang pokok masalahnya sama

dikumpulkan menjadi satu dan kemudian dibandingkan.

2) Para perawi dalam setiap sanad diteliti kualitasnya.

3) Apabila dari seluruh dari perawi tsiqah ternyata ada seorang perawi yang

sanadnya menyalahi sanad-sanad yang lain, maka itulah dimaksudkan sebagai

hadis syadz.52

4. Meneliti Keselamatan Sanad Hadis Dari ‘Illat

Mahmud Thahan mendefenisikan ‘illat menurut istilah adalah sebagai berikut :

السالمة الظاهر أن مع الحديث صحة فى يقدح خفي غامض سبب العلةمنها.

Artinya:

49 Syuhudi Isma’īl, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, hlm. 128.50 Mahmud Thahan, Taisir Mushthalahul hadits, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.t), hlm. 30.51 Al-Hakim an-Naisaburi (w.405 H / 1014 M) mengemukakan bahwa hadits syudzudz ialah

hadits yang diriwayatkan oleh orang yang tsiqāh, tetapi orang yang tsiqāh lainnya tidak meriwayatkan hadits itu. Abū Ya’la al-Khalili (w.446 H) mengemukakan hadits syudzudz ialah hadits yang sanadnya hanya satu buah saja, baik periwayatnya bersifat tsiqāh maupun tidak bersifat tsiqāh. Sumber: Ahmad bin Alī bin Hajar al-‘Asqalani, Nuzhatun Nazar Syarh Nukhbah al-Fikr, (Semarang: Maktabah al-Munawwar, t.th), hlm. 20.

52 Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis, Op.Cit., hlm. 185-186.

21

Page 22: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

“’Illat ialah sebab yang tersembunyi yang merusak kualitas hadits. Keberadaannya menyebabkan hadits yang pada lahirnya tampak berkualitas shahih menjadi tidak shahih.”53

Menurut Yusuf dalam kutipan Umi Sumbulah, kriteria illat dalam sebuah

sanad hadis dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Sanad yang tampak muttashil dan marfu’ ternyata muttashil dan mauquf.2. Sanad yang tampak muttashil dan marfu’ ternyata muttashil dan mursal.3. Terjadi percampuran hadis dengan bagian hadis yang lain.4. Terjadi kesalahan menyebutkan perawi, karena adanya rawi-rawi yang punya

kemiripan nama, sedangkan kualitasnya berbeda dan tidak semuanya tsiqah.54

Adapun cara meneliti ‘illat suatu sanad hadits adalah dengan cara

membanding-bandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang isinya semakna.

5. Meneliti Keselamatan Matan Hadis dari Syadz dan ‘Illat

Setelah selesai melakukan penelitian terhadap sanad hadis, maka aktivitas

selanjutnya adalah kritik/ penelitian matan hadis. Adapun unsur-unsur yang perlu

diteliti pada matan hadis mengacu kepada kaedah kesahihan matan hadis sebagai

tolok ukurnya adalah terhindar dari syadz dan ‘illah.55 Adapun kriteria syadz menurut

Umi Sumbulah adalah; terdapat sisipan ucapan perawi pada matan hadis, pembalikan

teks hadis, dan kesalahan ejaan.56

Menurut jumhur ulama hadits, karakteristik matan hadits yang memiliki syadz

dan ‘illah adalah:

1) Susunan bahasanya rancu. Rasulullah SAW yang sangat fasih dalam berbahasa

Arab dan memiliki gaya bahasa yang khas mustahil menyabdakan pernyataan

yang rancu tersebut.

2) Kandungan pernyataannya bertentangan dengan akal yang sehat dan sangat sulit

diinterprestasikan secara rasional.

3) Kandungan pernyataanya bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam,

misalnya berisi ajakan untuk berbuat maksiat.

4) Kandungan pernyataanya bertentangan dengan sunnatullah (hukum alam).

5) Kandungan pernyataanya bertentangan dengan fakta sejarah yang mutawatir.

6) Kandungan pernyataanya bertentangan dengan petunjuk Alquran ataupun hadits

mutawatir yang telah mengandung petunjuk secara pasti. Contohnya:

53 Mahmud Thahan, Taisir Mushthalahul hadits, 30.54 Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis, hlm. 186.55 Umi Sumbulah, Kritik Hadis, Pendekatan Historis Metodologis, hlm. 103.56 Ibid., hlm. 104-107.

22

Page 23: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

الله يشاء أن إال بعدي نبي ال النبين خاتم أنا

7) Kandungan pernyataanya berada di luar jalur kewajaran diukur dari petunjuk

umum ajaran Islam; misalnya amalan yang tidak seberapa tetapi diiming-iming 

dengan balasan pahala yang sangat luar biasa.57

Dengan mengetahui karakteristik syadz dan ‘illah pada matan hadis maka

dapat disimpulkan bahwa matan hadis yang sahih adalah matan hadis yang terhindar

dari tujuh point di atas.

F. Tokoh-tokoh Kritikus Hadis

Perjalanan sejarah perkembangan kritik hadis telah diuji oleh berbagai cobaan

dari internal dan eksternal umat Islam. Namun berbagai peristiwa yang mencoba

menguji otentisitas dan orisinalitas hadis tersebut malah menyadarkan kaum muslimin

untuk menetapkan rambu-rambu, standarisasi dan metode penelitian hadis. Dari hasil

kajian tersebut maka terlahirlah para kritikus hadis yang populer di masanya, yang

antara lain adalah sebagai berikut:

1. Kritikus Hadis Pada Masa Sahabat (abad 1 H.)

Adapun para kritikus hadis yang dapat disebutkan di masa sahabat antaranya

adalah sebagai berikut :

Abu Bakar as-Siddiq (w. 13 H=634 M), Umar bin Khattab (w. 234 H=644 M) Ali bin Abi Thalib (w. 40 H=661 M), Abdullah Ibn Hushain (w. 52 H), `Imran ibn Hushain (w.52 H), Abu Hurairah (59 H), Abdullah ibn Amar ibn al-`Ash (w. 65 H), Abdullah ibn `Umar (w. 83 H), Abu Sa`id al-Khudzri (w. 79 H), dan Anas ibn Malik (w. 92 H).58

2. Kritikus Hadis Pada Masa Tabi’in (Abad 2 H.)

Adapun tokoh penelitian hadis pada masa tabi’in (abad II) dan pusat aktivitas

mereka adalah sebagai berikut:

a. Kufah dengan tokohnya Sufyan al-Thauri (97-161 H), Walid ibn al-Jarrah (wafat 196 H).

b. Madinah dengan tokohnya Malik ibn Anas (93-179 H).c. Beirut dengan tokohnya al-Awza`i (88-158 H).d. Wasith dengan tokohnya Syu`bah (83-100 H).e. Basrah dengan tokohnya Hammad ibn Salamah (wafat 167 H), Hammad ibn Zaid

(wafat 179 H), Yahya ibn ibn Sa`id al-Qaththan (wafat 198 H) dan Abd al-Rahman ibn Mahdi (wafat 198 H).

57 Salahuddin bin Ahmad al-Adlabī, Manhaj Naqil Matn, (Beirut : Dar al-Afaq al-Jadidah, 1403 H./ 1983 M), hlm. 237 – 238.

58 Umi Sumbulah, Kritik Hadis, Pendekatan Historis dan Metodologis, hlm. 40.

23

Page 24: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

f. Mesir dengan tokohnya al-Laits ibn Sa`d (wafat 175 H) dan al-Syafi`i (wafat 204 H).

g. Makkah dengan tokohnya Ibn `Uyainah (107-198 H).h. Merv dengan tokohnya Abdullah ibn al-Mubarak (118-181 H).59

3. Kritikus Hadis Pada Abad Ke 3 H.

Tokoh-tokoh kritikus hadis yang telah disebutkan pada abad ke II kemudian

melahirkan tokoh-tokoh peneliti penerus mereka di abad ke III H., diantaranya adalah:

a. Baghdad dengan tokohnya Yahya ibn Ma’in (wafat 233 H), Ibn Hambal(wafat 241

H) dan Zuhair ibn Harb (wafat 234 H)

b. Basrah dengan tokkohnya Ali ibn al-Madini (wafat 234 H) dan Ubaid Allah ibn

Umar (Wafat 235 H).

c. Wasith dengan tokohnya Abu Bakr ibn Abi Syaibah (wafat 235 H).

d. Merv dengan tokohnya Ishaq ibn Rahawaih (wafat 238 H).60

Dari tokoh-tokoh kritik hadis abad ketiga ini kemudian melahirkan ilmuwan-

ilmuwan hadis sekaliber seperti:

1. Malik bin Anas (97-179 H.), nama lenkapnya adalah Abu ‘Abdullah Malik bin

Anas bin Malik bin Abu ‘Amir al-Asbahiy al-Himyari al-Madaniy.

2. Asy –Syafi’I (150-204 H.), nama lengkapnya adalah Abu ‘Acdullah Muhammad

bin Idris bin al-‘Abbas bin Syafi’I bin as-Saibbin’Ubaid bin ‘Abdu Yaziz bin

Hasyim bin ‘Abdul Mutolib bin ‘Abdul Manaf al-Muttolib al-Qurisyiy.

3. Ahmad bin Hanbal ( 164-241H.) nama lengkapnya Abu ‘Abdullah Ahmad bin

Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin As’ad Asy- Syaibani al-Marwaziy dari

Maru

4. Ad-Darimi ( 181- 255 H.) nama lengkapnya adalah Abu Muhammad ‘Abdullah

bin ‘Abdur Rohman bin Fadl bin Bahrum at- Tamimiy ad-Darimi.

5. Al-Bukhori(194-256H.),nama lengkapnya, Abu ‘Abdullah Muhammad bin

Isma’il bin Ibrahim bin Mugiroh al-Ja’fi, kakeknya Majusi.

6. Muslim,( 206-261H.), nama lengkapnya adalahAbul Husain Muslim bin Al-

Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi an- Naisaburi.

7. Abu Daud (202-275 H.), nama lengkapnya adalah Abu Daud Sulaiman bin

Asy’ast bin Syidad bin ‘Amar bin ‘Amir Assijistani

59 Muhammad Musthafa Al-‘Azhimi, Manhaj al-Naqd inda al-Muhaddisin, Nasy’atun wa tarikuhu, hlm. 9.

60 Umi Sumbulah, Kritik Hadis Pendekatan Historis Metodologis, hlm. 42.

24

Page 25: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

8. Ibn Majah (209-273 H.), nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdillah Muhammad

bin Yazid bin Majah ar-Robi’I al-Qozwani.

9. Abu Hatim Ar Rozi (195 H. - 227 H.), nama lengkap Abu Hatim Ar-Razi adalah

Muhammad bin Idris Al-Mundzir bin Dawud bin Mahran Al-Hanzhali Al-Hafizh.

10. At-Tirmidzi ( 209-279 H) nama lengkapnya adalah Abu ‘Isa Muhammad bin

Sauroh bin Musa bin Dohhar bin Sulami al Bugi at-Tirmidzi

11. An- Nasa’i (214-303 H) nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdur Rohman Ahmad

bin Syu’aib bin ‘Ali bin Bakar bin Sinan an-Nasai.61

4. Kritikus Hadis Pada Abad Ke 4-7 H.

Tokoh-tokoh kritikus hadis yang terdapat pada abad ke 4, 5, 6, 7 adalah

sebagai berikut:

a. At-Tobroni (260-360 H), lahir di Syam, wafat di Hamamah ad-Dausi.

b. Al- Hakim ( 321-405 H), lahir di Naisabur pindah ke Iroq

c. Ibn Khuzaimah (223-313 H), lahir di Khurosan

d. Ibn Hibban ( w 354), dia orang Samarqond.

e. Ad-Daruqutni ( 306-385 H), dia orang Bagdad

f. At-Tohawi (238-321H), dia orang Mesir

g. Al- Baihaqi (w. 458 H), wafat di Naisabur, belajar hadis ke ‘Iroq dan Hijaj.

h. An-Nawawi ( 631-676 H),lahir di Nawa, beliau pensyarah hadis seperti Kitab

Riyadus solihin.

i. Al-Imam Adz-Dzahabi (673-748 H), Nama lengkap Al-Imam Adz-Dzahabi adalah

Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdullah at-

Turkimani al-Fariqi, Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’I, Syamsuddin Abu Abdillah Adz-

Dzahabi.62

Adapun mengenai profil, kapasitas intelektual, guru dan murid, kelompok

sosial, dan karya-karya para tokoh kritikus hadis ini dapat ditelusuri pada kitab yang

mengkaji keritikus hadis seperti kitab tahzib al-kamal.

G. Kitab-Kitab Yang Diperlukan Dalam Melakukan Penelitian Hadis

Sebagaimana objek penelitian hadis itu ada dua, yaitu sanad dan matan. Maka

adapun kitab-kitab tentang penelitian hadis juga muncul dari dua sisi objek penelitian

61 Zeid B. Smeer, Ulumul Hadis, Pengantar Studi Hadis Praktis, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 86-125.

62 Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, Penerjemah;Masturi Irham & Asmu’I Taman, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), hlm. 812.

25

Page 26: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

hadis ini, yaitu kitab-kitab yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian sanad atau

sering juga disebut dengan kitab Rijal al-Hadis dan kitab-kitab yang diperlukan dalam

melakukan penelitian matan.

1. Kitab-Kitab Yang Diperlukan Dalam Melakukan Penelitian Sanad Hadis

Kitab-kitab yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian sanad muncul dalam

berbagai bentuk dan sifatnya, mulai dari yang bersifat umum sampai kepada yang

bersifat khusus.

a. Kitab-kitab Sanad Hadis Yang Bersifat Umum

1) Al-Tarikh al-Kabir

Kitab ini merupakan karya terbesar Al-Bukhari (wafat 256 H/ 870 M), di

dalamnya terdapat 12.315 biografi periwayat hadis. Al-Bukhari menyusun nama-nama

orang secara alfabetis dengan ciri khas tertentu, dengan disesuaikan dari huruf

pertama dari nama itu dan nama ayahnya. Nama yang pertama diuraikan adalah

mereka yang bernama Muhammad, nama tersebut dipertimbangkan kemuliaan nama

Nabi Muhammad Saw., sebagaimana didahulukannya nama sahabat yang paling

pertama, dengan tanpa melihat nama ayah mereka. Setelah penulis menguraikan

nama-nama yang ditempatkan secara khusus itu, baru ia menguraikan nama-nama

yang lain secara alfabetis.63

2) Al-Jarh wa al-Ta’dil

Kitab ini ditulis oleh Ibn Abi Hatim (wafat 327 H). Nama-nama periwayat

ditulis secara lengkap dengan menyebutkan nama ayah dan gelarnya, kemudian diurut

secara alfabetis. Yang paling menonjol dari kitab ini adalah memberikan penilaian

kualitas periwayat sesuai dengan nama kitab tersebut, yaitu al-jarh wa ta’dil.64

b. Kitab-kitab Sanad hadis yang bersifat khusus

1) Kitab-kitab sanad hadis yang sifatnya mengkaji biografi para periwayat kitab-

kitab tertentu, Seperti:

a) Al-Hidayah wa al-Irsyad fi Ma’rifah ahli al-Tsiqat wa al Saddat

Kitab ini dikarang oleh Abi Nashr Ahmad Ibn Muhammad Al-Kalabadi (wafat

318 H). Kitab ini dikhususkan pengarangnya hanya membahas biografi para

periwayat dalam Sahih Bukhari.

63 Ibid., hlm. 25.64 Ibid.

26

Page 27: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

b) Rijal al-Sahih Muslim

Kitab ini dikarang oleh Abi Bakr Ahmad Ibn Ali Al-Asfahani yang dikenal

dengan nama Ibn Manjuyah (wafat 428 H). Kitab ini berisi para periwayat kitab

Sahih Muslim secara khusus.

2) Kitab-kitab sanad hadis yang sifatnya mengkaji biografi para periwayat beberapa

kitab hadis:

a) Kutub al-Tarajum al-Khassah bi Rijal al-Kutub al-Sittah

“Induk dari kitab-kitab yang termasuk dalam kelompok ini adalah kitab al-

Kamal fi Asma al-Rijal, karangan Abdu gani Al-Maqdisi (wafat 600 H). Kitab

ini merupakan kitab induk dalam kajian rijal al-Hadis.

Kitab rijal yang termasuk dalam kelompok ini adalah Tahzib al-Kamal oleh Al-

Syahr Abu Hajjaj Yusuf Ibn Zakki Al-Mizzi (wafat 742 H). Kitab Tahzib al-

Kamal kemudian disempurnakan oleh ‘Alaw Al-Din Al-maghlathay (wafat 762

H) dengan judul Ikmal Tahzib al-Kamal. Karya Al-Mizzi di atas juga disusun

ulang oleh Abu Abdillah Ibn Ahmad Al-Zahabi (wafat 748 H) dengan judul

Tahzib al-Tahzib. Ibnu hajar Al-Asqalani juga menulis kitab dengan judul yang

sama, yaitu Tahzib al-Tahzib.

3) Kitab-kitab sanad hadis yang khusus memuat periwayat tingkat sahabat:

a) Kitab Ma’rifah man Nazala min al Sahabah Sair al-Buldan karya Abu al-Hasan

Ali ibn Abdullah al-Madini (w.234)

b) Kitab al-Ma’rifah karya Abu Muhammad Abdullah ibn Isa al-Marwazi, Kitab

al-Sahabah karya Abu hatim Muhammad ibn Hibban Al-Busti,

c) Kitab Al-Istiab fi Marifah al-Ashab karya Abu Umar Yusuf ibn Abdillah ibn

Muhammad ibn Abd Barr al-Namiri Al-Qurtubi (w. 463)

d) Kitab Tajrid Asma al-Sahabah karya al-Hafiz Syams al-Din Abu abdillah

Muhammad ibn Ahmad ibn al-Asir (555-630),

e) Kitab al-Badr al-Munir fi Sahabah al-Basyir al-Nazir karya Muhammad Qasim

ibn Salih al-Sindi, dan lain-lain.65

4) Kitab-kitab yang secara khusus menghimpun para periwayat-periwayat Tsiqah saja,

seperti:

65 Suryadi dan Muhammad Alfatih Suryadilaga, Op.Cit., hlm. 117.

27

Page 28: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

a) Ali Ibn Abdullah Al-Madini (234 H) menghimpun periwayat hadis yang Tsiqah

dalam karyanya yang diberi judul al-tsiyat wa al Mutsabbitin yang terdiri dari

sepuluh juz.

b) Abu Al-Hasan Ahmad Ibn Abdillah Ibn Shalih Al-‘Ijli (261 H) juga

menghimpun perwayat hadis yang tsiqah dalam koleksinya diberi judul Kitab

al-Tsiqah. Di dalam kitab ini, nama-nama periwayat hadis disusun secara

alfabetis.

c) Muhammad Ibn Ahmad Hibban Al-Busti (354 H) juga menghimpun periwayat

hadis yang tsiqah dalam satu kitab tertentu, yang diberi nama Kitab al-Tsiqat.,

nama periwayat dalam kitab ini disusun secara alfabetis.66

5) Kitab-kitab sanad hadis yang khusus mengkaji dan menghimpun periwayat dhaif:

a) Kitab al-duafa’ wa al-Matrukin, karya An-Nasa’i.

b) Kitab al-Du’afa’, karya Abu Ja’far Muhammad bin ‘Amr al-‘Uqaili (w 323

H).67

2. Kitab-kitab Yang Diperlukan Dalam Melakukan Penelitian Matan Hadis

Kitab yang khusus membahas kritik matan belum ditemukan pada awal awal

perkembangan ilmu hadis. Namun, kitab tentang matan telah muncul bersamaan

dengan berkembangnya ilmu hadis. Kitab yang membahas tentang matan hadis,

pertama muncul dalam bentuk penyelesaian hadis-hadis kontroversi, baik kontroversi

hadis dengan hadis sahih, hadis dengan akal, maupun dengan Alquran.

Adapun kitab-kitab yang mengkaji seputar penelitian terhadap matan hadis

antara lain adalah sebagai berikut:

a. Imam Muhammad Ibn Idris Al-Syafi’i (wafat 204 H) menulis kitab yang berjudul

ikhtilaf al-hadits untuk menyelesaikan kitab yang kelihatannya saling

bertentangan terutama yang menyangkut hukum.

b. Imam Ibn Qutaybah Al-Dinuri (wafat 204 H) menulis kitab yang senada dengan

karya Imam Al-Syafi’i dengan judul Ta’wil Mukhtalif al-Hadits.

c. Shalah Al-Din ibn Ahmad Al-Adabi menulis kitab berjudul Manhaj naqd al-

Matn ‘Inda ‘Ulama al-Hadits al-Nabawi

d. Muhammad Thahir Al-Jawabi menulis kitab berjudul Juhud al-Muhadditsin fi

Naqd Matn al-Hadits al-Nabawi al-Syarif

66 Bustamin, dkk, Metodologi Kritik Hadis, hlm. 27-28. 67 Ibid.

28

Page 29: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

e. Muhammad Mushthafa Al-A’zhami menulis kitab yang berjudul Manhaj al-Naqd

‘Inda al-Muhadditsin,

f. Yusuf Qardawi menulis kitab yang berjudul kayfa Nataamal ma’a al-Sunnah al-

Nabawiyah, Muhammad Al-Ghazali menulis kitab yang berjudul Al-Sunnah al-

Nabawiyah Bayn Ahl al-Fiqh wa Ahl al-Hadits.

Kitab-kitab di atas berusaha menawarkan metodologi penelitian dan kritik

matan hadis serta berupaya mengidentifikasi hadis-hadis yang dianggap

berseberangan dengan sumber hukum yang lain.68

H. Penutup

Berdasarkan kajian di atas dapat disimpulkan bahwa kritik hadis adalah suatu

upaya untuk menyeleksi kehadiran hadis, memberikan penilaian dan membuktikan

kemurnian dan keaslian sebuah hadis. Upaya ini juga berarti mendudukkan hadis

sebagai hal yang sangat penting sebagai sumber hukum Islam kedua, itulah bukti

kehati-hatian kita. Upaya ini juga sebagai upaya untuk memahami hadis dengan tepat

dalam mengamalkan isi dari hadis tersebut.

Munculnya kegiatan penelitian/ koreksi terhadap hadis sejak masa Rasulullah

Saw. masih hidup adalah menjadi bukti sejarah bagi terjaganya kemurnian dan

keaslian hadis sampai masa sekarang ini. Namun untuk mengantisipasi kepalsuan

hadis atau ketidak murniannya akibat diriwayatkan oleh orang yang rendah kapasitas

intelektualnya, kurang kesalehannya (fasik), dan dipalsukan non Islam maka menjadi

suatu keharusan bagi kita untuk bersikap hati-hati dalam menerima hadis dengan

melakukan kritik atau penelitian terhadap kualitas sanad dan matan hadis tersebut

berdasarkan metode penelitian hadis yang tepat dan akurat.

Saran penutup dari penulis adalah seharusnya setiap muslim (khususnya

pendidik atau kaum intelektual) mengkritisi atau meneliti hadis-hadis yang akan

digunakannya sebagai hujjah. Sebab apabila kualitas hadis yang digunakannya adalah

lemah atau bahkan palsu maka hal tersebut akan berimplikasi terhadap kebenaran

hukum Islam yang dilahirkannya.

BIBLIOGRAFI

68 Ibid., hlm. 61-62.

29

Page 30: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

Al-‘Asqalani, Ahmad bin Alī bin Hajar, Nuzhatun Nazar Syarh Nukhbah al-Fikr,

Semarang: Maktabah al-Munawwar, t.th.

Al-‘Azhimy, Muhammad Musthafa, Manhaj al-Naqd inda al-Muhaddisin, Nasy’atun

wa tarikuhu Riyad: Maktabat al-Kausar, 1990.

Al-Adlabī, Salahuddin bin Ahmad, Manhaj Naqil Matn, Beirut : Dar al-Afaq al-

Jadidah, 1983.

Bustamin, dkk, Metodologi Kritik Hadis, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Farid, Ahmad, 60 Biografi Ulama Salaf, Penerjemah;Masturi Irham & Asmu’I

Taman, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006.

Isma’īl, Syuhudi, Kaedah Kesahehan Sanad Hadits, Telaah Kritis dan Tinjauan

dengan Pendekatan Sejarah¸Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1995.

, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

, Kaedah Kesahihan sanad Hadis, Jakarta: Bulan Bintang ,1988.

Jumantoro, Totok, Kamus Ilmu Hadist, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002.

Al-Khatib, Muhammad ‘Ajjaj, Ushul al-Hadits Ulumuhu wa mushthalahuhu, Beirut:

Dar al-Fikr, 1963.

Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1985.

Al-Shalīh, Subhi, Ulum al-Hadits wa Mushthalahuhu, (Beirut: Dar al-‘Ilm li al-

malayin, 1977.

Al-Syuyuti, Jalal al-Din, Tadrib al-Rawi ‘ala Taqrib al-Nawawi, Ttp.: Dar al-Kutub

al-Haditsah, t.th.

Smeer, Zeid B., Ulumul Hadis, Pengantar Studi Hadis Praktis, Malang: UIN-Malang

Press, 2008.

Sumbulah, Umi, Kajian Kritis Ilmu Hadis, Malang: UIN-Malang Press, 2008.

Sumbulah, Umi, Kritik Hadis; Pendekatan Historis Metodologis, Malang: UIN-

Malang Press, 2008.

Suparta, Munzier, Ilmu Hadits, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.

Suryadi dan Muhammad Alfatih Suryadilaga, Metodologi Penelitian hadis,

Yogyakarta: T-H Press, 2009.

Sya’rani, Usman, Otentisitas Hadis Menurut Ahli Hadis dan Kaum Sufi, (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 2002.

30

Page 31: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

Thahan, Mahmud, Taisir Mushthalahul hadits, Beirut: Dar Al-Fikr, t.t.

Al-Umri, Muhammad Ali Qasim , Dirâsât fi Manhaji An-Naqdi ‘Indal Muhadditsîn,

Yordan: Dar An-Nafais, 2000.

Wahid, Ramli Abdul, Studi Ilmu Hadits, Bandung: Cita Pustaka Media, 2005.

Yaqub, Ali Mustafa, Kritik Hadits, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008.

Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Mahmud Yunus Wadzuriyah, t.th.

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah

31

Page 32: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

Mata Kuliah Studi Hadis

Disusun Oleh :

HAMDAN HUSEIN BATUBARA, S.Pd.INIM. 11760012

DOSEN PEMBIMBING

DR. Hj. UMI SUMBULAH, M. Ag

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

KELAS A

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG

2011

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم

32

Page 33: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-

Nya, sehingga pada kesempatan ini pemakalah dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah yang berjudul “Kritik Hadis” ini penulis susun dengan sebaik mungkin

sehingga diharapkan dapat memenuhi tugas makalah mata kuliah Studi Hadis.

Dalam penyusunan makalah ini penulis tidak luput dari berbagai kelemahan

dan keterbatasan, oleh karena itu pemakalah sangat mengharapkan bimbingan dan

saran-saran yang membangun dari para pembaca sekalian agar makalah ini dapat

dibuat lebih baik lagi. Namun walaupun demikian, mudah-mudahan makalah ini dapat

memberikan kita informasi atau menyegarkan ingatan kita kembali mengenai metode

kritik hadis.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat menambah khazanah keilmuan kita

dalam bidang ilmu hadis, dan juga semoga dapat memberikan kita motivasi untuk

mengkaji dan membangun metode penelitian hadis yang lebih tajam dan baik. Amien.

Malang, 4 Desember 2011

Penulis,

HAMDAN HUSEIN BATUBARA, S. Pd.I NIM. 11760012

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

33

i

Page 34: penelitian-hadis-kritik-sanad-dan-matan-hadis (1)

Kritik Hadis

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

A. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

B. PENGERTIAN KRITIK HADIS ........................................................... 1

C. SEJARAH MUNCUL DAN PERKEMBANGAN KRITIK HADIS .... 2

1. Kritik Hadis di Masa Rasulullah ..................................................... 2

2. Kritik Hadis di Era Sahabat (Abad 1) ............................................. 5

3. Kritik Hadis Era Tabi’in dan Atba al-Tabi’in hingga Kodifikasi -

Hadis (Abad II-III) .......................................................................... 7

D. URGENSI KRITIK HADIS ................................................................... 9

E. CAKUPAN KRITIK HADIS ................................................................. 11

1. Keadaan Periwayat Hadis ................................................................. 14

a. Meneliti Keadilan Perawi .......................................................... 15

b. Meneliti Kapasitas Intelektual Periwayat (dhabit) .................... 17

2. Meneliti Persambungan Sanad (ke-muttasil-an) .............................. 18

3. Meneliti Keselamatan Sanad dari Syadz .......................................... 21

4. Meneliti Keselamatan Sanad Hadis Dari ‘Illat ................................ 21

5. Meneliti Keselamatan Matan Hadis dari Syadz dan ‘Illat ................ 22

F. TOKOH-TOKOH KRITIKUS HADIS .................................................. 23

1. Kritikus Hadis Pada Masa Sahabat (abad 1 H.) ............................... 23

2. Kritikus Hadis Pada Masa Tabi’in (Abad 2 H.) ............................... 23

3. Kritikus Hadis Pada Abad Ke 3 H. .................................................. 24

4. 20Kritikus Hadis Pada Abad Ke 4-7 H. ........................................... 25

G. KITAB-KITAB YANG DIPERLUKAN DALAM MELAKUKAN-

KRITIK HADIS ..................................................................................... 25

1. Kajian Kitab-Kitab Kritik Sanad ...................................................... 26

2. Kajian Kitab-kitab Kritik Matan ...................................................... 28

H. PENUTUP .............................................................................................. 29

BIBLIOGRAFI

34

ii

ii