17
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diskursus kehadiran agama di ruang publik bukan hal baru, penelitian- penelitan semacam ini telah dilakukan di mana-mana. Salah satu wujud agama di ruang publik adalah dengan membicarakan relasi gereja dan negara. Relasi kedua institusi ini diamati sebagai jalinan relasi dalam satu ruang, yaitu “publik”. Beberapa tulisan yang dikembangkan di Indonesia, lebih menekankan ruang publik, dari sisi pendekatan filsafat ketimbang fitur-fitur yang mengisi ruang tersebut. Ada juga yang melihat agama sebagai fitur ruang publik, dengan pendekatan yang sama. Lain dari itu, pendekatan sosiologi agama di Indoensia turut memberi sumbangsi untuk melihat relasi agama dan negara. 1 Penelitian ini cenderung melihat dari sisi komunikasi publik sebagai posisi yang harus dilakukan oleh gereja (GPM) dalam pendekatan tindakan komunikasi menurut Habermas. Walaupun begitu, dengan reposisi gereja pendekatan komunikasi publik, tidak mampu menguari gejolak internal gereja yang selalu membagi dunia sakral dan profan dalam satu kondisi internal agama. Artinya, tanpa memberi ekplanasi dasar bagi posisi gereja (agama) dalam masyarakat sebagai struktur politik. Penelitian ini akan lebih menitikberatkan pada posisi agama sebagai struktur sosial-politik. Melihat keberadaan individu-individu dengan pendekatan tindakan 1 Ronny Helweldery, Gereja dalam Konteks Negara dan Masyaraka: Sebuah Upaya Memahami Reposisi Peran Politis Gereja. Ejournal.uksw.edu/waskita/article/download. (Diakses pada Kamis, 14 Desember 2017).

PENDAHULUAN - UKSW

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENDAHULUAN - UKSW

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Diskursus kehadiran agama di ruang publik bukan hal baru, penelitian-

penelitan semacam ini telah dilakukan di mana-mana. Salah satu wujud agama di

ruang publik adalah dengan membicarakan relasi gereja dan negara. Relasi kedua

institusi ini diamati sebagai jalinan relasi dalam satu ruang, yaitu “publik”.

Beberapa tulisan yang dikembangkan di Indonesia, lebih menekankan ruang

publik, dari sisi pendekatan filsafat ketimbang fitur-fitur yang mengisi ruang

tersebut. Ada juga yang melihat agama sebagai fitur ruang publik, dengan

pendekatan yang sama. Lain dari itu, pendekatan sosiologi agama di Indoensia turut

memberi sumbangsi untuk melihat relasi agama dan negara.1 Penelitian ini

cenderung melihat dari sisi komunikasi publik sebagai posisi yang harus dilakukan

oleh gereja (GPM) dalam pendekatan tindakan komunikasi menurut Habermas.

Walaupun begitu, dengan reposisi gereja pendekatan komunikasi publik, tidak

mampu menguari gejolak internal gereja yang selalu membagi dunia sakral dan

profan dalam satu kondisi internal agama. Artinya, tanpa memberi ekplanasi dasar

bagi posisi gereja (agama) dalam masyarakat sebagai struktur politik.

Penelitian ini akan lebih menitikberatkan pada posisi agama sebagai struktur

sosial-politik. Melihat keberadaan individu-individu dengan pendekatan tindakan

1 Ronny Helweldery, Gereja dalam Konteks Negara dan Masyaraka: Sebuah Upaya MemahamiReposisi Peran Politis Gereja. Ejournal.uksw.edu/waskita/article/download. (Diakses pada Kamis, 14Desember 2017).

Page 2: PENDAHULUAN - UKSW

2

sosial, yang menjadikan gereja secara tidak langsung sebagai fitur ruang publik.

Gereja berperan secara tidak langsung secara sosial politik di Maluku. Berdasarkan

itu, penelitian ini akan lebih menarik jika dilihat individu membentuk diri sebagai

aktor di dalam kelompok, berperan di publik sebagai representasi gereja, terhkusus

Gereja Protestan Maluku (GPM) di kota Ambon.

Dalam konteks Maluku, tentu pelajaran paling besar dari satu kesadaran historis

adalah masa konflik tahun 1999. Konflik masyarakat Maluku memang meledak

dengan pemicu kecil, didompleng oleh elit penguasa. Pada periode tertentu, Maluku

menjadi satu pola mobilisasi kelompok masyarakat, berubah wujud dalam identitas

agama dan teroganisir, berpadu dengan kelompok broker sebagai kaki tangan

kekuatan kapital. Elit partai menjadi pihak yang turut mengambil andil, bermain

dalam konteks politik.2 Dengan kesadaran itu, konflik Maluku memiliki kaitan erat

dengan endapan konteks kehidupan secara historis sebagai kota bekas jajahan.

Konflik Maluku memiliki dampak politik pada aspek budaya-sosial, terutama pada

basis multikultur. Kenyataan ini harus dikelola untuk kebaikan hidup bersama dalam

lingkaran relasi yang ada. Kehadiran gereja harus masuk dalam pergulatan umat dan

masyarakat.

Gereja Protestan Maluku (GPM)3 melakukan peran dan tugas pokok sebagai

lembaga rohani, yaitu membangun spiritual umat dalam pemberitaan mimbar. GPM

secara gamblang menyatakan dalam pembukaan tata gereja poin lima: memahami

2 Gerry Van Klinken, Communal Violence and Democratization in Indonesia: Small TownWars, (USA anda Canada: The Taylor & Francis e-Library, 2007), 142.

3 Gereja Protestan Maluku, biasanya disingkat sebagai GPM. Selanjutnya, dalam tulisan iniakan menyebutnya dengan menggunakan singkatan tersebut.

Page 3: PENDAHULUAN - UKSW

3

misinya untuk memperjuangkan keadilan, kebenaran, perdamaian sebagai bentuk

menghadirkan Kerajaan Allah di dunia.4

Dalam tata gereja GPM, poin sembilan, secara tegas dan jelas GPM memahami

dirinya dalam hubungan dengan negara untuk bertanggungjawab menghormati,

mengingatkan, dan saling membantu. Sebagai bagian dari rakyat, gereja turut

mendorong setiap upaya mengamalkan Pancasila dan Unadang-Undang Dasar

(UUD) 1945 untuk memberi dasar etika dan moral dalam hidup berbangsa dan

bermasyarakat. Artinya, gereja mengakui adanya relasi gereja dan pemerintah dalam

batasan kewenangan masing-masing. Akan tetapi, gereja secara tegas membangun

relasi sekaligus jarak kritis terhadap pemerintah sebagai organisasi sosial.5

GPM hidup dalam konteks dan memahami dirinya, hadir dan melakukan peran-

peran stategis dalam wujud kehadirannya di tenagah permasalahan kehidupan umat.

Persoalan sosial politik, sebagaimana konteks Maluku, pasca konflik 1999-2014,

menjadi tantangan dan pergumulan yang tidak bisa dihindari. Esensinya sebagai

lembaga spiritual, harus memberi penguatan rohani, sekaligus sebagai organ sosial

masyarakat. GPM melakukan tindakan advokasi dan pemulihan kepada jemaat

sebagai korban konflik adalah bentuk bertanggungjawab. GPM Hadir dengan

pelayanan secara nyata untuk mendampingi dan menggumuli permasalahan di luar

gereja, yang berdampak langsung secara internal. Gereja keluar dan berjumpa dalam

4 Tata Gereja, Pembukaan: poin 5, bahwa Gereja Protestan Maluku memahami misinya dalamterang kedatangan Kerajaan Allah yang menghadirkan kasih, pertobatan dan pembaruan, pembebasan,keadilan, kebenaran, perdamaian dan damai sejahtera untuk seluruh ciptaan.

5 Tata Gereja, Pembukaan, poin 9, bahwa Gereja Protestan Maluku memahami hubungangereja dan negara sebagai dua lembaga dengan kewenangan masing-masing, namun mengembangkanhubungan kemitraan yang saling menghormati, saling mengingatkan dan saling membantu. Sebagaibagian dari rakyat, gereja turut mendorong setiap upaya untuk memberlakukan Pancasila sebagaimanaterdapat dan terjabar dalam pembukaan UUD NKRI 1945, sebagai landasan etik dan moral kehidupanbermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tata Gereja Protestan Maluku.

Page 4: PENDAHULUAN - UKSW

4

wujud relasi sosial, melakukan pemulihan etik dan moral tetapi juga kepada

pemulihan ekonomi, politik, budaya, dan sosial.

Selain permasalahan relasi geraja dan politik, fakta lain tentang ketakutan gereja

akan terperangkap sebagai lembaga sosial adalah, wacana keterlibatan gereja di

masyarakat. Jika gereja banyak mengambil peran mengurus hal-hal yang tidak dunia

sosial, gereja akan menjadi lembaga swadaya masyarakat (LSM). Ketakutan ini

cenderung muncul ketika gereja turut terlibat mengorganisir proses pemulangan

pengungsi, membangun relasi antar agama—relasi perdamaian dan upaya-upaya di

luar gereja dalam konteks masyarakat.6 Pandangan demikian adalah upaya

memisahkan sakral dan profan, tetapi dari sudut pandang berbeda adalah gereja dan

negara, agama dan masyarakat, sebagai dua hal yang berbeda dalam konteks

masyarakat. Pembatasan memisahkan kedua relasi gereja dan negara, merupakan

upaya memposisikan gereja hanya sebagai lembaga rohani yang mengurusi spiritual.

Walaupun begitu, gereja harus menyadari posisinya dalam masyarakat sebaga

struktur sosial. Gereja dan negara adalah dua institusi sosial berfungsi untuk menata

dan menjaga equilibrium sosial. Keberdaan dalam satu ruang, menjadikan agama dan

negara berdiri pada tatanan yang sama yaitu, masyarakat dan umat. Deang dinamika

masing-masing, memungkinkan keduanya membangun relasi—mitra sebagaimana

yang tertuang dalam pembukaan Tata Gereja. Dalam konteks itu, keberadaan aktor

individu sebagai pekerja sosial dan politik dan birokrasi adalah fenomena-fenomena

dari kedua relasi tersebut.

6 Wawancara dengan Jack Manuputty, Sabtu, 08 April 2017. Beliau adalah seorang pendetaGPM yang aktif dalam tugas-tugas advokasi sosial-masyarakat.

Page 5: PENDAHULUAN - UKSW

5

Pendeta dan Awam sering kali memainkan fungsi komunikasi dalam realitas ini.

Respons terhadap kebutuhan yang mampu melakukan komunikasi antar masyarakat,

gereja dan pemerintah. Boleh dikatakan hal ini merupakan bentuk dari teori

komunikatif tindakan, proses pembangunan sosial dan reproduksi di dalam

masyarakat sebagai komunikasi sehari-hari. Hal ini memiliki dua tingkatan, yaitu

tingkatan life world (komunikasi antar pribadi, yang bebas dan terbuka dalam dunia

hidup) dan tingkatan system (sistem masyarakat, misalnya birokrat).7

Banyak pendeta dan awam GPM yang terjun mengambil bagian dalam fungsi

tindakan komunikasi. Baik itu sebagai pekerja sosial, politik dan birokrat. Selain itu,

secara khusus peran pendeta dalam jabatan-jabatan strategis gereja seperti ketua

klasis, ketua sinode, ketua organisasi pemuda gereja memiliki fungsi yang sama

dalam komunikasi, baik internal maupun eksternal. Pemuka agama merupakan posisi

yang menentukan arah kehidupan umat. Sebagai seorang figur, tentunya tokoh-tokoh

GPM menjadi teladan bagi kehidupan umat. Apa yang menjadi profil sebagai tokoh

merupakan cerminan, baik secara internal gereja maupun eksternal dengan lembaga

pemerintah maupun antar agama.8

Komunikasi-komunikasi itu, hadir dengan peran aktif individu di dalam lembaga

swadaya masyarakat (LSM), partai politik, perkantoran, berkutat dengan persoalan

pendidikan, ekonomi, advokasi lingkungan, mengawal kebijakan pemerintah dan

7 Luke Goode, Jürgen Habermas: Democracy and the Public Sphere, (London: Pluto Press,2005), 63.

8 John Chr. Ruhulessin, dalam refleksi pengalamannya memimpin gereja. Ia mengatakanpolitik adalah ruang pelayanan yang sangat penting. Politik seharusnya netral ketika kini tidak netral,dimanfaatkan sebagai jalan korupsi, melakukan penindasan dan tidak melayani masyarakat. Karenaitu, gereja harus mengambil peran, karena jarak kritis yang dimiliki berdasarkan dimensi etik terhadappolitik dan kekuasaan. Itu adalah tugas gerja sebagai tangungjawab Iman. John Chr. Ruhulessin,Gereja Dalam Kepemimpinan Publik: Sepuluh Tahun Menanam dan Menyiram, (Salatiga: SatyaWacana University Pres, 2015), 339-341.

Page 6: PENDAHULUAN - UKSW

6

membangun relasi-relasi antar komunitas agama. Citra GPM turut ditentukan oleh

individu-individu tersebut. Mereka adalah pendeta dan awam yang menjadi bagian

integral dalam kelompok gereja.

Sejak tahun 1980-2000 sampai sekarang telah banyak tokoh-tokoh gereja dan

awam yang masuk dalam partai dan parlemen, maupun lembaga negara lainya untuk

melakukan peran pengabdian, seperti: Pdt. DR. Nick Radjawane, Pdt. DR. Pieter

Tanamal, Dr. Japy Patty, Drs. John Mailoa, Franskois Nikijuluw, Pdt. DR. Jafet

Damain, Pdt. DR. John. Chr Ruhulessyn, Pdt. Dr. Jack Ospara, MH, Drs. Lucky

Wattimurry, M.Th, Pdt. Dirk Mailoa, Johan Rahantoknam, ST, Jafry Tahuttu, SH,

Lucky Nikijulu, M.Si, Pdt. Gerry Radjoeland, M.Th, dan lain-lain. Tokoh-tokoh

politik ini, semuanya merupakan pendeta dan awam GPM yang terlibat sebagai

pekerja gereja dan berprofesi sebagai politisi.9

Dalam perkembanganya, peran politik terlihat dari peran yang dilakukan oleh

para pendeta sebagai pekerja gereja bersama-sama dengan jemaat dalam menghadapi

permasalahan sosial: ekonomi-politik, kehadiran perusahan-perusahan investasi

sumber daya alam (SDA) di Maluku menjadi pergumulan bersama.

Rangkaian bentuk dan tindakan tersebut terlihat sebagaimana cara menolak dan

berhadapan melawan ancaman ekonomi global10 dalam wujud korporasi sebagai satu

bentuk ekonomi-Politik.11 Terlihat dari beberapa kasus yang telah ditolak oleh GPM,

9 Untuk politisi awam, latar semuanya berlatar belakang dalam keterlibatan sebagai MajelisGereja, Pengurus GMKI, GMKI, dan AM-GPM sebagai satu kesatuan persekutuan organisasi Gereja.10 Menurut Leslie Sklair, sebagaimana pandangan Karl Marx, Global Kapital (KapitalismeTransnasional) dilihat sebagai polarisasi kelas dan kekacauan ekologis. Fokus pada ekonomi, dalamkonteks inilah korporasi transnasional bergerak sebagai satu gagasan kapitalisme, bergerak dari satusistem internasional menuju sistem global yang terlepas dari wilayah geografis atau negaratertentu................Teori Sosial Modern, 554.

11 Ekonomi politik, teori tentang masyarakat industri kapitalis berdasarkan Adam Smith yangmeiliki pengaruh besar dari Karl Marx. Paham ini melihat kekuatan tak terlihat (invisible hand) pasar

Page 7: PENDAHULUAN - UKSW

7

berhasil mengadvokasi masyarakat. Desain-desain gerakan seperti itu dibangun dari

gereja dengan sinergitas peran pendeta GPM dan juga lembaga-lembaga kompeten

lainnya dan basis masyarakat (umat).

Pada tahun 1995-1996, GPM bersama jemaat Haruku, di Kabupaten Maluku

Tenagah, melakukan penolakan tehadap tambang emas yang akan dikelola oleh

perusahaan investasi PT. Ama Tabung. Perusahaan tersebut berdiri tanpa

sepengetahuan masyarakat lewat pemerintah. Dalam proses itu, jemaat berhasil

menghalau terjadinya penambangan yang dikendalikan langsung oleh pemerintah

daerah. Perlawanan tersebut dikarenakan beberapa alasan, selain proses yang tidak

partisipatif, tetapi juga berdasarkan kajian-kajian terhadap lingkungan, regulasi dan

kemaslahatannya bagi kehidupan masyarakat, ternyata tidak memberikan dampak

positif yang begitu besar.12

Pada tahun 2014, GPM dan Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (AM-

GPM), bersama-sama ikut mendampingi hak ulayat (tanah adat) masyarakat dalam

untuk memberikan pengutan dan advokasi dan sekaligus melakukan pemulihan hutan

di Seram Utara, Kabupatena Maluku Tenagah. Walaupun dalam penanganannya

terlambat, perampasan tanah milik rakyat lokal, masih bisa dipertahankan atas

kehadiran Ketua Umum dan Ketua Daerah AMGPM bersama kader AM-GPM

sebagai Aliansi Masyarakat Adat (Aman).13

barang dan tenaga kerja. Dalam pandangan sosiolog dan ekonom inggris secara positif melihatekonomi politik sebagai sumber keteraturan dan harmonisasi pemersatu masyarakat. Berbeda denganMarx yang melihat, ekonomi sebaga satu sistem kelas yang membangun proses alienasi bagimasyarakat.................Ibid., 48.

12 Wawancara Jacky Manuputty, 11 April 2017.13 Yohanes Balubun, SH sebagai ketua AMAN meninggal secara misterius pada tahun 2016,

hal masih berkaitan dengan tindakan-tindakan advokasi masyarakat Adat, termasuk kasusSeramUutara.

Page 8: PENDAHULUAN - UKSW

8

Hal ini harus berurusan dengan situasi konstalasi politik dan berhadapan dengan

pemerintah yang pro kepada perusahaan. Dampaknya adalah terjadi kriminalisasi

hutan, yang memberhanguskan seantero wilayah hutan. Tujuannya tidak lain untuk

melakukan evakuasi sekaligus, melancarkan strategi ambil alih. Dalam peran

organisasi gereja dan AM-GPM, ada peran aktor yang berperan dan berhasil menjaga

kehidupan masyarakat dari berbagai ancaman masalah ekonomi politik dan dampak

lingkungannya.14

Pada tahun 2013, GPM membicarakan secara khusus persoalan masuknya kebun

gula di daerah Kepulauan Aru. Dalam persidangan, diputuskan untuk melakukan

komunikasi dan penguatan pada pada level pendeta jemaat di wilayah pelayanannya

masing-masing di Kepulauan Aru. Gereja mendampingi dengan membangun

sejumlah jaringan, baik itu para pendeta maupun lembaga terkait dan masyarakat.

Desain strateginya adalah melawan masuknya perkebunan gula di pulau-pulau kecil

seperti Kabupaten kepulauan Aru. Hal ini memang menjadi hal yang sangat populer,

karena proses ketelibatan masyarakat secara langsung di tempat tinggalnya.

Masyarakat di Aru melibatkan publik untuk melawan kehadiran korporasi yang

membawahi sembilan belas perusahaan dan kekuasaan setempat (pemerintah), oleh

peran pendeta seperti Pdt. Jacky Manuputty, dkk. Dengan kajian melibatkan berbagai

pihak (termasuk potensi gereja), GPM bersama masyarakat berhasil menegosiasikan

sampai kepada pemerintah pusat, dikarenakan pertimbangan ekosistem pulau-pulau

14 Elizabet Marantika, dkk. Delapan Dekade GPM Menanam, Menyiram, Bertumbuh danBerbuah: Teologi GPM Dalam Praksis Berbangsa dan Bermasyarakat (Salatiga: Satya WacanaUniversity Pres, 2015), 533-534.

Page 9: PENDAHULUAN - UKSW

9

kecil yang diatur dalam undang-undang, dan perlindungan hak ulayat tanah

masyarakat adat.15

Berdasarkan definisi gereja sebagai organisasi dan gereja sebagai persekutuan,

maka ada beberapa tipe aktor GPM yang dapat dikategorikan sebagai berikut:

a) Kategori aktor pendeta:

Pendeta yang memiliki jabatan strategis dalam organisasi gereja.

Pendeta yang menjadi politisi.

Pendeta yang terlibat sebagai pekerja sosial.

b) Kategori aktor awam:16

Awam yang terlibat sebagai sebagai politisi.

Awam yang terlibat sebagai pekerja sosial.

Awam yang menjadi terlibat aktif dalam organisasi gereja.

Apakah gereja boleh berpolitik? Pertanyaan yang sampai saat ini mengundang

perdebatan di mana-mana, baik umat maupun dalam gereja. Pendapat umat secara

umum, gereja merupakan lembaga sakral. Hal-hal diluar gereja bukan urusan gereja.

Pemahaman demikian adalah isi dari perdebatan di kalangan umat, dan menjadi

bagian dari gereja itu sendiri baik dogma maupun secara kelembagaan. Sulit

15 Ronny Tamaela, Laporan Vikaris GPM tahun 2014-2015.16 Berdasarakan Konsili Vatikan II: 1662-1965, sidang ke-V pada 21 November 1964.

Mengenai Konstitusi Dogmatis “LUMEN GENTIUM” tentang gereja. Bab IV: Para Awam, dalamPoint 31. Dimaksud dengan istilah “awam” di sini ialah semua orang beriman kristiani kecualimereka yang termasuk golongan imam atau status religius yang diakui dalam gereja. Jadi kaumberiman kristiani, yang berkat baptis telah menjadi anggota tubuh Kristus, terhimpun menjadiumat Allah, dengan cara mereka sendiri ikut mengemban tugas imamat, kenabian dan rajawiKristus, dan dengan demikian sesuai dengan kemampuan mereka melaksanakan perutusan segenapumat kristiani dalam gereja dan di dunia. http://ekaristi.org/vat ii/Dekrit ttg Kerasulan Awam.php(diakses pada 7 Agustus 2017). Awam di GPM sudah mengalami perkembangan perkembanganpemaknaan di dalam PIP/RIP GPM 2010-20125. GPM memaknai kata awam sebagai warga gerejayang ahli dibidangnya atau yang di sebut sebagai warga gereja profesi (WGP). Berkaitan dengan itu,GPM sedang merumuskan konsep warga gereja propesi sebagai bentuk dan model pembinaan terkaidengan profesi dan keahlian warga gereja.

Page 10: PENDAHULUAN - UKSW

10

dijelaskan seperti apa maksud dari kehadiran gereja dalam konteks sosial-politik

masyarakat. Hal ini jelas berbeda dengan gereja pada masa pencerahan, yang lebih

menekankan pada pemikiran keluar dari pada asketisme.17

Gereja dan politik, sama-sama sebagai struktur sosial yang hidup dalam satu

kesatuan masyarakat dengan dinamika yang saling terhubung secara dialektis-

dinamis. Dialektika dimaksudkan sangat terkait dengan harapan yang diberikan

sebagai etika tanggung jawab. Antara pemerintah dan gereja harus mampu melihat

nilai-nilai rasionalitas yang lebih luas.18

Dua unsur penting yang harus dijelaskan lebih awal adalah gereja dan politik

untuk melihat lebih lanjut. Gereja sendiri memiliki beberapa dimensi yang harus

dijelaskan. Pertama, gereja merupakan persekutuan orang percaya. Kedua, gereja

merupakan satu struktur (organisasi) sosial dalam konteks masyarakat dengan

berbagai ritual di dalamnya.19 Dimensi ini memiliki satu cakupan yang sama, yaitu

persekutuan dan masyarakat yang tidak terlepas sebagai satu kesatuannya, namun

berbeda ruang makna secara operisonal. Politik sendiri merupakan satu sistem relasi

sosial, melaluinya masyarakat diatur sebagai satu sistem kekuasaan. Politik sebagai

alat untuk melakukan dan menentukan kebijakan terkait kehidupan masyarakat. Dua

pendapat ini yang menjadi ukuran perdebatan, terkait dengan sikap gereja di tenagah

hiruk-pikuk dinamika masyarakat sosial-politik.

17 Tentunya, perbedaan pandangan tentang agama dan politik dapat dibandingkan dengansituasi pada abad ke-17, di mana gejolak aliran-aliran gereja seperti Lutheran, Calvinis, Metodis,Anglikan, melakukan kebangkitan dalam semangat pietisme. Perlahan berubah seiring denganperkembangan konsepsi teologi “panggilan” yang dikembangkan Luther, kemudian Calvin dalammemandang dunia.

18 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosial: Dari Teori Sosial Klasik SampaiPerkembangan Mutakhir Teoris Sosial Postmodern, terj. Nurhadi (Bantuk : Kreasi Wacana 2016),143.

19 Ibid,140-142.

Page 11: PENDAHULUAN - UKSW

11

Pasca Orde Baru, negara secara tegas melakukan pemisahan antara negara dan

agama. Bentuk nyata pemisahan tersebut dengan cara pemerintah meminimalisir

partispasi politik agama dalam negara. Agama memiliki posisi sebagai bagian dari

negara dengan merujuk pada undang-undang ormas.20 Agama berbentuk organisasi,

yang dengan sendirinya merupakan organisasi masyarakat (ORMAS) di dalam

naungan negara. Dengan poin penjabaran peraturan tentang ORMAS, maka sebagai

pembatasan secara jelas tentang partisipasi politik masyarakat harus termediasi

berdasarkan UU ORMAS No. 4. Hal Ini merupakan batasan yang cukup jelas antara

gereja dan pemerintah sebagaimana diatur dalam UU tersebut.

Bagaimana gereja tetap menjalin relasi, tentunya terbatas. Kembali kepada

pembukaan Tata Gereja GPM sebagai dasar organisasi, bagaimana menjalin

hubungan setara dan kritis sebagai mitra pemerintah, bukan saja secara kelembagaan

berdasarkan undang-undang, tetapi mampu mengejewantahkan peran gereja

sebagaimana dikatakan dalam poin 9 pembukaan Tata Gereja tersebut. Secara

otomatis, hubungan ini ditafsirkan sebagai hubungan politik. Pada bagian ini,

keterhubungan gereja terputus dengan negara. Sebagaimana dalam UU ORMAS poin

tiga, tentang DPR sebagai unsur penyelenggara daerah, ditafsirkan sebagai

perwakilan rakyat sebagaimana diatur dalam UU no.17 tahun 2014.21 Di sinilah

20 UU No. 17 Tahun 2013, mengatur tentang oraganisasi kemasyarakatan. Lebih jelas,mengatur tetang 13 poin penting, di antaranya: 1). Aktifitas dan tujuan organisasi betujuanmembangun negara kesatuan berdasarkan panasila. 2). Pemerintah pusat adalah Presiden dan WakilPresiden Republik Indonesia dibantu oleh menteri-menteri sebagai mana diatur dalam UUD 1945. 3).Pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah yang menjadikewenagan daerah otonom. 4). Dewan Perwakilan Daerah disingkat DPR adalah unsur penyelenggaradaerah. 5). Anggaran dasar selanjutnya disingkat sebagai AD adalah dasar peraturan ormas, dst.

21 BAB I Ketentuan Umum, poin 4, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnyadisingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB III tetang DPR, bagian ke satutentantang susunan dan kedudukan. Pasal 66, mengatakan DPR, terdiri atas anggota partai politik

Page 12: PENDAHULUAN - UKSW

12

peran politik gereja secara luas dibatasi dalam dalam regulasi UU, sehingga terjadi

keterputusan antara gereja dan politik itu sendiri.

Pada tahun 2009 dan 2014, banyak pendeta di Maluku ikut dalam proses

pemilihan legislatif, namun tidak terpilih. Hal ini disebabkan belum tuntasnya

pandangan tentang peran politik gereja, bahkan tugas-tugas profetis gereja dalam

masyarakat. Tahun 2016, ada opini dalam persidangan Sinode GPM, lewat komisi

ajaran gereja yang mengusulkan tentang pembatasan keterlibatan pendeta di dunia

politik. Dalam persidangan tersebut, usulan itu ditolak dan tidak menghasilkan

keputusan apapun tetang keterlibatan pendeta dalam politik.22

Berjalan bersamaan dengan itu, reformasi pada tahun 1998 menjadikan

masyarakat berubah secara total. Ruang patisipasi masyarakat sebagai warga negara

terbuka seluas-luasnya untuk terlibat aktif dalam politik di partai-partai. Ruang

agama dan negara makin terbatas secara mekanisme di dalam negara. Selain itu,

ketidakstabilan demokrasi sebagai hasil reformasi menjadi ruang ancaman bagi

keberagaman dalam berbagai kebijakan yang tidak mampu mengakomodir berbagai

kepentingan masyarakat Indonesia yang majemuk. Bersamaan dengan itu, muncul

gejolak-gejolak konflik agama di beberapa wilayah seperti Poso dan Ambon, pasca

reformasi.

Para pendeta dan awam yang terlibat masuk dalam pesta demokrasi,

mengambil posisi di parlemen sebagai legislatif. Keterlibatan semacam itu menurut,

Leimena, orang-orang Kristen yang baik, mereka menjadi nasionalis-nasionalis yang

peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum. Pasal 66, mengatakan DPRmerupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.

22 Wawancara dengan Daniel Wattimanela, Sabtu, 08 April 2017, beliau adalah seorangpendeta GPM.

Page 13: PENDAHULUAN - UKSW

13

bertangung jawab. Selanjutnya, “politik telah menjadi religi mereka” karena sebagai

orang kristen mereka berada dalam dua dunia sekaligus, yaitu bangsa Indonesia dan

Kerajaan Allah.23 Keterlibatan seperti ini merupakan peran kritis gereja yang secara

tidak langsung didelegasikan kepada aktor dalam kreatifitas perannya sebagai tokoh

gereja, politisi, birokrat dan pekerja sosial.

Tesis ini adalah upaya untuk melihat relasi gereja dan politik dalam konteks

GPM dengan menggunakan pendekatan sosiologi. Penulis akan memakai beberapa

pemikiran dari tokoh-tokoh seperti Max Weber, tentang individu, tindakan aktor dan

bukan pada kolektivitas. Tindakan dalam pengertian sebagai perilaku seseorang atau

beberapa manusia individual. Weber mengakui bahwa untuk beberapa tujuan

seharusnya memperlakukan kolektivitas sebagai tindak individu. Kolektivitas harus

diperlakukan semata-mata sebagai model organisasi dari tindakan tertentu, karena

semua itu diperlakukan sebagai aktor dalam tindakan yang harus dipahami secara

makna subjektif.24

Gereja dan politik harus memiliki arti dan tindakan secara dialektis. Dua entitas

ini tidak bisa dipisahkan, melainkan harus dimuarakan pada kepentingan etis dan

moral kemanusiaan, sehingga politik pantas dibicarakan dalam ranah bergereja.

Demikian halnya yang diletakan Leimana dalam pemikirannya, yaitu perlunya

keterlibatan diri sebagai gereja secara hakiki. Politik adalah etika melayani.25

23 Kewarganegaraan yang bertangungjawab: Mengenang Dr. J Leimena......33.24 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosial: Dari Teori Sosial Klasik Sampai

Perkembangan Mutakhir Teoris Sosial Postmodern...137.25 Merupakan tujuan utama gereja untuk memberitakan Injil, melayani Sakramen dan

sebagainya. Tetapi Gereja adalah juga tanda yang menujuk kepada Kristus sebagai Hakim danJuruselamat manusia dan masyarakat. Gereja harus menghakimi kekeliruan sosial, ekonomi dankehidupan umum, dan gereja harus ikut serta dalam pembaharuan masyarakat.

Page 14: PENDAHULUAN - UKSW

14

Berdasarkan paparan di atas, penting bagi penulis untuk menggali makna peran

pendeta dan awam dalam konteks relasi gereja dan politik, dari sisi konteks gereja

Kristen Protestan di Maluku (GPM) dengan sudut pandang represntasi pendeta dan

awam GPM sebagai jalan untuk menjembatani kedua relasi ini yang menjadi fitur

penting di ruang publik Maluku.26

Penelitian ini berupaya melakukan reposisi pemikiran dan pengetahuan

terhadap pemahaman terhadap tindakan dan relasi sosial-politik, dan posisi agama

sebagai basis normatif (etika dan moral) lewat kiprah dan aktor gereja di ruang

publik.

1.2 PERMASALAHAN

Sehubungan dengan itu, maka ada pokok yang perlu diteliti, dikaji dan diberi

pemaknaan, yakni:

1. Bagaimana pendeta dan awam memahami keterlibatan gereja dalam

politik?

2. Bagaimana pendeta dan awam memahami perannya sebagai aktor

perubahan sosial-politik?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Penulisan ini bertujuan untuk penulisan karya ilmiah dengan pendekatan,

yaitu:

26 Dalam hal ini, GPM belum benar-benar yakin dan besifat malu-malu untuk memutuskan,bahwa aktor adalah bagian dari cara menjembatani permasalahan relasi gereja dan politik, itu terbuktimasih banyak perbedaan pendapat dalam memahami kedua relasi lembaga ini baik peran dan fungsi.Sementara GPM secara khusus telah menyiapkan format/model pendidikan politik gereja.

Page 15: PENDAHULUAN - UKSW

15

1. Mendeskripsikan dan menganalisis pemahaman para pendeta dan awam

dalam melihat keterlibatan gereja dan politik.

2. Menemukan makna yang terkandung dalam pemahaman aktor

berdasarkan ketelibatan secara sosial-politik di ruang publik.

1.4 MANFAAT PENULISAN

Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengembangkan dan

pembentukan pemahaman keilmuan, terutama aspek-aspek keilmuan dalam sosiologi

agama yang dapat membantu proses analisis.

Penulis juga berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi Gereja Protestan

Maluku, secara khusus di kota Ambon, untuk memahami secara benar relasi agama

dan politik bukan dari sisi kelompok, tetapi pendekatan tindakan sosial aktor

(individu) mampu membuka ruang dan menjadikan sebagai bahan diskursus gereja

tentang makna kehadiran gereja secara sosial di ruang publik.

Penulis juga melihat dengan adanya perkembangan pemahaman dan

pengetahuan, penelitian ini dapat menjadi kontribusi secara khusus kepada para

politisi, aktivis, birokrat dan pimpinan gereja untuk melihat peluang-peluang

pengembangan dan penataan strategi potensi gereja dalam model-model pelayanan

gereja di ruang publik.

1.5 METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang akan digunakan penulis adalah penelitian kualitatif

dengan pendekatan wawancara mendalam. Metode penelitian ini bertujuan untuk

Page 16: PENDAHULUAN - UKSW

16

membuat gambaran atau mendapatkan data secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fenomena atau dinamika yang diselidiki. 27

Agar data yang diperoleh lebih alamiah, maka penulis akan mengunjungi

beberapa lokasi di lingkup Sinode, Klasis dan Jemaat. Institusi terkait lainnya seperti,

partai, lembaga birokrasi, LSM dan DPR.D di kota Ambon. Tempat-tempat ini

merupakan tempat di mana mereka sementara bekerja melangsungkan pekerjaan.

Kegiatan wawancara ini dilakukan kepada tokoh-tokoh kunci yang tahu dan

terlibat sebagai pengurus organisasi politik, gereja, legilatif, LSM dan aktif dalam

proses advokasi sosial. Diharapkan hasil wawancara yang diperoleh dari tokoh kunci

dan sumber-sumber yang dianggap penting sebagai sumber primer. Di dalam

mengeskplorasi serta memahami makna tersebut, penulis akan menghasilkan data

deskriptif (gambaran sebagaimana di lapangan), berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang dan perilaku yang dapat diamati, agar dapat mamahami sikap, pandangan,

perasaan serta perilaku baik individu atau sekelompok orang. Penelitian ini juga akan

dilakukan melalui studi pustaka berkaitan dengan dokumen-dokumen yang dianggap

penting, seperti arsip organisasi, dan sejenisnya.

Proses penelitian diharapkan berlangsung selama lima atau enam bulan, dengan

perincan waktu empat bulan untuk pengumpulan data melalui observasi parsipatif

dan indep interview, dan satu bulan untuk melakukan analisa data. Jika data yang

diperoleh belum maksimal dan mencapai target penelitian maka penulis akan

kembali ke lapangan selama satu bulan untuk melengkapi data yang ada.

27John. W. Creswell, Research Design “Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, danCampuran”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 4.

Page 17: PENDAHULUAN - UKSW

17

1.6 SITEMATIKA PENULISAN

Tulisan ini disajikan dalam enam bab. Pada bab I ada beberapa hal yang akan

dibahas yaitu; latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kerangka teoritik, dan metode penelitian. Di dalam metode penelitian,

penulis membaginya kedalam beberapa bagian, mengingat metode yang digunakan

adalah kualitatif maka pembagiannya adalah; jenis penelitian, waktu penelitian,

sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, definisi operasional dan

cara penyajian. Bab II Kerangka terori Tindakan Sosial dan Ruang Publik. Bab III

berisi Gambaran umum GPM, Organiasi GPM, dinimika jemaat, dan sejarah GPM.

Bab IV Mendeskripsikan pemahaman Pendata dan Awam tentang keterlibatan gereja

dan politik dan makna tindakan sebagai aktor perubahan sosial-politik politik di

ruang publik. Bab V, berisikan analisis temuan, dan Bab VI yang berisi kesimpulan

dan saran.