44
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini muncul upaya melakukan revitalisasi Pancasila dan UUD 1945 terutama revitalisasi tentang kedaulatan rakyat yang bermakna demokrasi politik. Demokrasi politik dalam komunikasi politik saat ini semakin diminati oleh masyarakat terutama oleh generasi muda sejalan dengan berkembangnya penerapan demokrasi politik. Seiring dengan banyaknya partai, pemilihan langsung presiden dan wakil presiden mendorong terjadiya persaingan politik yang sangat sengit sehingga membuka prospek berkembangnya studi komunikasi politik dan penerapannya di lapangan secara rasional. Adanya komunikasi politik tidak terlepas dari penggunaan berbagai media. Media berfungsi sebagai penyampai pesan yang beraneka ragam, aktual tentang lingkungan sosial dan politik. Media dalam konsep komunikasi politik kontemporer digunakan untuk membedakan produk politik (partai politik dan kandidat) (McNair, 2011: 6). Media massa dalam komunikasi politik sangat sesuai dalam upaya membentuk citra diri para politikus dan citra partai politik untuk memperoleh dukungan pendapat umum (Arifin, 2011: 159). Untuk itu hubungan antara media dan politik adalah merupakan hubungan yang saling membutuhkan, artinya para pelaku politik membutuhkan media untuk mempublikasikan kebaikan partai politiknya atau bahkan menggunakannya sebagai tempat mengkampanyekan partai politiknya.

PENDAHULUAN Latar Belakang - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/D0208131_bab1.pdf · A. Latar Belakang Dewasa ini muncul upaya melakukan revitalisasi Pancasila

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini muncul upaya melakukan revitalisasi Pancasila dan UUD

1945 terutama revitalisasi tentang kedaulatan rakyat yang bermakna

demokrasi politik. Demokrasi politik dalam komunikasi politik saat ini

semakin diminati oleh masyarakat terutama oleh generasi muda sejalan

dengan berkembangnya penerapan demokrasi politik. Seiring dengan

banyaknya partai, pemilihan langsung presiden dan wakil presiden mendorong

terjadiya persaingan politik yang sangat sengit sehingga membuka prospek

berkembangnya studi komunikasi politik dan penerapannya di lapangan secara

rasional.

Adanya komunikasi politik tidak terlepas dari penggunaan berbagai

media. Media berfungsi sebagai penyampai pesan yang beraneka ragam,

aktual tentang lingkungan sosial dan politik. Media dalam konsep komunikasi

politik kontemporer digunakan untuk membedakan produk politik (partai

politik dan kandidat) (McNair, 2011: 6). Media massa dalam komunikasi

politik sangat sesuai dalam upaya membentuk citra diri para politikus dan citra

partai politik untuk memperoleh dukungan pendapat umum (Arifin, 2011:

159). Untuk itu hubungan antara media dan politik adalah merupakan

hubungan yang saling membutuhkan, artinya para pelaku politik

membutuhkan media untuk mempublikasikan kebaikan partai politiknya atau

bahkan menggunakannya sebagai tempat mengkampanyekan partai politiknya.

Pasca masa reformasi, dengan adanya demokratisasi politik

keterbukaan pendapat seiring dengan persaingan politik secara bebas,

transparan dan terbuka, merupakan tren baru yang hampir bisa dipastikan

kehadirannya dalam dunia komunikasi politik (Firmanzah, 2008: 34).

Sehingga pemahaman mengenai proses komunikasi politik kontemporer tidak

mungkin dilakukan tanpa adanya analisis terhadap media yang digunakan

(McNair, 2011: 13) atau penggunaan media secara terbuka sudah menjadi hal

yang wajar dalam komunikasi politik kontemporer.

Salah satu media yang memimpin perubahan dramatis struktur

komunikasi dari konsumsi komunikasi massa ke era komunikasi digital yang

interaktif adalah sosial media (Khang & Ye, 2012: 281). Media sosial telah

mengubah cara orang dalam mengkomunikasikan sebuah ide dan gagasan.

Media sosial telah merevolusi cara berbagi ide dan informasi dengan jalan

berbagi dalam komunitas dan jaringan online. Selain itu, media sosial telah

merambah pada hampir semua komunitas di masyarakat, termasuk di

dalamnya para pelaku politik (Sandra, 2013).

Setiap pengguna media sosial termasuk didalamnya politisi dapat

memproduksi pesan dengan publik yang lebih terarah karena tersedianya

stimulus teknologi yang modern selama kampanye untuk menjalin hubungan

kembali dengan pemilih (Vergeer, Hermans & Sams, 2013: 4), sehingga Para

pelaku politik dapat menyampaikan pesan mereka kepada pendukungnya baik

secara langsung maupun melalui perantara.

Media sosial mampu memberikan efek positif bagi pelaku politik

dengan terjalinnya komunikasi politik dua arah yang intens dengan para

pendukungnya. Salah satu efek positif dari media sosial yaitu pergeseran opini

dan mobilisasi suara dari suara mengambang (floating voters). Media sosial

mampu memberikan informasi politik yang tidak berbatas sehingga

pembentukan image (citra) politik semakin mudah dilakukan termasuk di

antaranya adalah branding kandidat/partai politik sebagai hasil dari proses

komunikasi politik kontemporer (Sandra, 2013: 277).

Proses komunikasi politik kontemporer pada kampanye pemilihan

umum presiden tahun 2014 berlangsung sangat sengit. Masing-masing tim

kampanye capres dan para pendukungnya semakin gencar menggunakan

media sosial dengan mengunggah beragam video, foto atau pun status seputar

pilpres melalui akun jejaring social Facebook dan Twitter. Bahkan aplikasi

game yang menampilkan sosok capres pun dapat diunduh.

Indonesia disebut sebagai ibukota media sosial di dunia, karena

pengguna akun media sosial yang sangat aktif, dengan jumlah 69 juta orang

memiliki akun Facebook dan lebih dari 30 juta akun Twitter. Tak heran jika

para capres menaruh perhatian besar terhadap media sosial untuk

berkampanye.

Partai Gerindra yang mencalonkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta

Rajasa, bahkan memiliki tim media sosial yang dimotori anak-anak muda.

Kampanye di media sosial dilakukan dengan cara berbeda untuk merebut

suara pemilih muda yang menjadi pengguna aktif Facebook dan Twitter.

Prabowo bahkan sudah memiliki akun Facebook sejak 2009 lalu, dengan

jumlah like mencapai lebih dari 7 juta. Sementara, like di halaman Facebook

Joko Widodo mencapai lebih dari 3 juta. Di Twitter akun Jokowi memiliki

followers lebih banyak yaitu lebih dari 1,2 juta akun, sementara Prabowo

masih dikisaran 972.000 followers.

Penggunaan media sosial tak hanya soal kampanye kreatif, tetapi juga

kampanye negatif bahkan kampanye hitam pun bertebaran, yang disebut oleh

lembaga survei menggerus elektabilitas Jokowi dan menguntungkan Prabowo.

Menurut Politicawave, situs yang menjaring percakapan di media sosial,

Jokowi –JK lebih banyak menjadi sasaran kampanye hitam dengan jumlah

persentase 94,9 % dan 5,1 % kampanye negatif. Sementara kampanye hitam

bagi pasangan Prabowo-Hatta lebih sedikit yaitu 13,5%, sementara kampanye

negatifnya mencapai 86,5%.

Indonesia Election Tracker: Suara Indonesia yaitu aplikasi pelacak

percakapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 bekerjasama dengan

Bubu.com dan Facebook, diketahui sebanyak 44,04% membicarakan

Prabowo, dan Jokowi 52.47%. Dari data tersebut diketahui jumlah pengguna

twitter terbanyak berusia 25-34 tahun disusul 18-24 tahun.

Menurut Sri Lestari, Kampanye melalui media sosial efektif untuk

mempengaruhi para pemilih. Angka golput jadi tidak golput karena

mendengarkan percakapan temannya, anak-anak muda akan mendengarkan

teman, teman berbicara dia akan mendengarkan, dan akan mengambil

keputusan. Percakapan di media sosial akan mempengaruhi orang yang belum

menentukan pilihan dan preferensi pemilih pemula. Jumlah pemilih pada

pilpres 2014 mencapai 190.307.134 orang, jumlah pemilih pemula mencapai

lebih dari 11% dan pemilih muda dibawah usia 30 tahun mencapai 30%.

Lembaga survei menyebutkan sekitar 23% pemilih belum menentukan pilihan

dalam pilpres mendatang (http://www.bbc.co.uk/pilpres_medsos).

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada salah satu pasangan

capres yaitu Jokowi-JK di media sosial. Kejelian Obama memanfaatkan media

sosial ternyata juga diikuti salah satu calon presiden di Indonesia yaitu Joko

Widodo. Halaman Facebook Jokowi yang disukai 3.311.213 orang, diisi

dengan banyak foto dan video. Yang menarik dicermati, Jokowi melengkapi

iklannya di media tradisional dengan memasang banner di Facebook sejak

tanggal 4 Juni.

Gambar 1. Salah Satu Contoh Banner Iklan Jokowi di Media Sosial

Sumber : www.facebook.com/#RamePilih2

Iklan tersebut sangat menonjol karena dipasang di halaman log in

Facebook, bukan iklan kecil di samping atau di dalam News Feed. Dengan

kata lain, seluruh pengguna Facebook yang hendak log in ke dalam akunnya

akan melihat iklan Jokowi. Iklan tersebut dikombinasikan dengan video yang

berisi ajakan Jokowi agar pengguna Facebook untuk mencoblos nomor 2 pada

tanggal 9 Juli, lengkap dengan hashtag #RamePilih2.

Dari sekian banyak media sosial yang digunakan, twitter merupakan

media sosial yang dijalankan secara personal oleh Jokowi, hal ini ditunjukkan

oleh aktivitas twitter Jokowi yang lebih aktif pada masa kampanye dibanding

pada hari biasa. Jokowi aktif menggelar kampanye pada masa pilpres lalu

dengan tweet yang disertai tagar #JKW4P. Calon Presiden Jokowi memiliki

akun Twitter resmi bernama @jokowi_do2 yang dikelola secara personal oleh

Jokowi sendiri. Akun itu diikuti oleh lebih dari 2 juta follower.

Kampanye yang dilakukan Jokowi melalui media sosial digunakan

sebagai political branding salah satunya untuk membangun citra politik.

Dimana salah satu contoh dari branding dalam komunikasi politik

kontemporer adalah yang dilakukan Joko Widodo pada tahun 2012 lalu,

berhasil menang dalam Pemilu Gubernur DKI Jakarta. Strategi kampanye

berbeda yang dilakukan Jokowi tidak hanya pada model face to face

communication atau komunikasi tatap muka yang dilakukan, tapi juga

penggunaan media kampanye yang dipilih. Media sosial mempunyai peranan

untuk Jokowi berkomunikasi dengan publiknya selama masa kampanye

berlangsung untuk menyampaikan pesan-pesan politis.

Jika dibanding dengan politisi lainnya di Indonesia, political branding

yang dilakukan oleh Jokowi mempunyai urgensi lebih dilihat dari dimensi

waktu dimana ia membangun political branding tersebut yakni pada masa

kampanye guna mendapatkan vote rakyat. Dengan berfokus pada pesan yang

disampaikan lewat akun Jokowi pada media sosial Twitter terutama dalam hal

melakukan political branding dengan berfokus pada branding dirinya sendiri.

Melalui personal branding yang dilakukan oleh Jokowi For President

dapat digunakan untuk membantu meningkatkan promosi diri sebagai seorang

tokoh dalam politik dan juga Personal branding yang dimilikinya sangat

membantu karena dapat menjadi pembeda antara dirinya dengan orang lain

sehingga mudah dikenal masyarakat (Bhalotia, 2002). Sehingga terbentuk

brand yang kuat, dan masyarakat akan ingat dengan karakter yang dimiliki

oleh Jokowi dengan demikian hal tersebut dapat memberi keuntungan bagi

Jokowi.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menelaah makna lebih dalam dibalik

konten teks akun Twitter Jokowi (www.twitter.com/JKW4P) dengan batasan

konten teks yang diteliti hanya selama masa pemilihan umum presiden 2014

antara tanggal 4 Juni 2014 – 5 Juli 2014. Pemilihan ini berdasarkan pada isi

konten tweet Jokowi tidak hanya sebatas jumlah tweet namun juga gambar

atau foto yang dimana setiap teks dan foto mempunyai makna yang tidak

terjelaskan bila peneliti memilih pendekatan kuantitatif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

maka disimpulkan rumusan permasalahannya adalah “Bagaimana political

branding Jokowi For President (JKW4P) selama masa pemilihan umum

presiden tahun 2014 di media sosial Twitter ?”

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui political branding Jokowi For President (JKW4P) selama

masa pemilihan umum presiden tahun 2014 di media sosial Twitter.

D. Manfaat Penelitian

Dalam setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan.

Manfaat penelitian ini dibedakan antara manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan

kajian komunikasi politik di Indonesia, khususnya pemasaran politik

melalui media sosial.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan pagi para pelaku

kampanye politik dan referensi tambahan bagi peneliti komunikasi politik,

selain sebagai acuan atau menjadi bahan pertimbangan, bagi para

mahasiswa komunikasi politik yang ingin mempelajari political branding

untuk memahami (komunikasi) politik kontemporer di Indonesia. Selain

itu, pendekatan political branding dapat menjadi alternatif bagi upaya

komunikasi politik dalam menggalang partisipasi politik masyarakat

secara luas.

E. Tinjauan Pustaka

1. Komunikasi Verbal dan Non Verbal

a. Komunikasi Verbal

Purba (2006: 25) mendefinisikan komunikasi verbal adalah

komunikasi yang menggunakan simbol-simbol verbal, baik secara

lisan maupun tertulis. Komunikasi verbal adalah semua jenis simbol

yang menggunakan satu kata atau lebih.

Komunikasi verbal ditandai dengan disampaikan secara lisan /

bicara atau tulisan, Proses komunikasi eksplisit dan cenderung dua

arah, kualitas proses komunikasi seringkali ditentukan oleh

komunikasi non verbal.

Bahasa dianggap sebagai suatu sistem kode verbal. Bahasa

didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan alunan untuk

mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan

dipahami suatu komunitas. Menurut Larry Barker (dalam Mulyana,

2007: 243) bahasa memiliki 3 fungsi yaitu :

1) Penamaan (naming/labeling)

Penamaan merupakan fungsi bahasa yang mendasar. Penamaan

atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek,

tindakan, atau orang yang menyebut namanya sehingga dapat

dirujuk dalam berkomunikasi

2) Interaksi

Fungsi interaksi merujuk pada berbagai gagasan dan emosi yang

dapat mengunadang simpati pengertian ataupun kemarahan dan

kebingugan. Dalam penelitian ini interaksi yang dimaksud yaitu

untuk menarik simpati dari publik.

3) Transmisi Informasi

Yang dimaksud dengan fungsi transmisi informasi adalah bahwa

bahasa merupakan media untuk menyampaikan informasi kepada

orang lain. Bahasa merupakan media transmisi informasi yang

bersifat lintas waktu, artinya melalui bahasa dapat disampaikan

informasi yang menghubungkan masa lalu, masa kini, masa depan

sehingga memungkinkan adanya kesinambungan budaya dan

tradisi.

b. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi nonverbal adalah proses penyampaian pesan

melalui gerakan-gerakan tubuh, ekspresi wajah, kontak mata,

penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan sebagainya,

simbol-simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan,

kualitas suara, gaya emosi, gaya berbicara. dan bahasa tubuh kepada

orang lain (Pearson, 2003: 102).

Komunikasi nonverbal merupakan atribut atau tindakan

seseorang, selain dari penggunaan kata-kata yang mana komunikasi

nonverbal maknanya dapat ditunjukkan secara sosial. Makna tersebut

dapat dikirimkan dengan sengaja atau memang sengaja ditafsirkan,

dengan dikirim secara sadar atau diterima secara sadar dan memiliki

potensi untuk mendapatkan umpan balik dari penerima pesan.

Pada umumnya komunikasi nonverbal untuk mengekspresikan

emosi. Komunikasi nonverbal mungkin akan lebih sulit untuk

dipahami dan dimengerti daripada komunikasi verbal. Ada tiga sebab

mengapa komunikasi nonverbal sulit untuk dipahami; pertama,

seseorang menggunakan kode nonverbal yang sama untuk

mengkomunikasikan berbagai makna. Kedua, seseorang menggunakan

berbagai macam kode nonverbal untuk untuk menjelaskan satu

makna. Ketiga, tiap orang memiliki penafsiran berbeda untuk

memaknai komunikasi nonverbal (Pearson, 2003: 105-106).

Bentuk komunikasi nonverbal adalah isyarat komunikasi yang

terdiri dari simbol yang bukan kata-kata. Akan tetapi peneliti hanya

akan memberikan bentuk- bentuk komunikasi nonverbal yang

digunakan pada penelitian ini, yaitu : 1) Gerakan tubuh dan ekspresi

wajah seperti postur tubuh, gerakan, gesture, dan ekspresi wajah. 2)

Jarak publik. 3) Pakaian, pakaian dan dandanan yang digunakan

seseorang dapat mengkomunikasikan umur, gender, status, kelas

sosial, kepribadian, dan hubungan dengan lawan jenis (Pearson, 2003:

109-121).

2. Komunikasi Politik

a. Komunikasi Politik

Dalam pengertian umum komunikasi adalah hubungan dan

interaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih. Interaksi itu terjadi

karena seseorang menyampaikan pesan dalam bentuk lambang-

lambang tertentu, diterima oleh pihak lain yang menjadi sasaran,

sehingga sedikit banyak mempengaruhi sikap dan tingkah laku pihak

dimaksud. Anggota masyarakat melakukan komunikasi ini secara terus

menerus. Oleh karena itu, dapat dipahami, komunikasi merupakan

kegiatan yang dilakukan oleh semua anggota masyarakat dimanapun

dan kapan pun.

Sesuai dengan perkembangan teknologi komunikasi, ilmu

komunikasi saat kini lebih banyak tertuju pada media massa, baik

cetak seperti koran dan majalah, maupun elektronik seperti radio, dan

televisi. Khususnya media elektronik, perkembangannya sangat pesat,

sangat mempengaruhi model dan paradigma komunikasi, yaitu

komunikasi massa.

Komunikasi massa ini sangat berhubungan erat dalam

membahas komunikasi politik. Komunikasi politik di sini mencakup

masyarakat luas yang banyak terlibat dalam bentuk komunikasi

antarpribadi dan kelompok. Mereka mendiskusikan tentang informasi

yang mereka baca dan dengar dari media cetak dan elektronik. Studi

komunikasi politik tidak akan sempurna bila komunikasi antarpribadi

tidak memperoleh tempat yang penting dalam studi tersebut.

Komunikasi politik adalah gejala yang membuat kepentingan-

kepetingan politik dapat disalurkan melalui media dan tindakan yang

lebih tepat dan efektif (Soyomukti, 2013: 22).

Komunikasi politik merupakan jalan mengalirnya informasi

melalui masyarakat dan melalui berbagai struktur yang ada dalam

sistem politik (Masoed dan Andrew, 1990: 130). Fungsi dari

komunikasi politik adalah struktur politik yang menyerap berbagai

aspirasi, pandangan, dan gagasan yang berkembang dalam masyarakat

dan menyalurkannya sebagai bahan dalam penentuan kebijakan.

Dengan demikian fungsi membawakan arus informasi balik dari

masyarakat ke pemerintah dan dari pemerintah ke masyarakat.

Tujuan komunikasi politik sangat terkait dengan pesan politik

yang disampaikan komunikator politik. Sesuai dengan tujuan

komunikasi, maka tujuan komunikasi politik itu adakalanya sekedar

penyampaian informasi politik, pembentukan citra politik,

pembentukan publik opinion (pendapat umum). Selanjutnya

komunikasi politik bertujuan menarik simpatik khalayak dalam rangka

meningkatkan partisipasi politik saat menjelang pemilihan umum atau

pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Arifin (2002: 05) salah satu tujuan dari komunikasi politik

adalah membentuk citra politik yang baik bagi khalayak.

1) Pembentukan Citra Politik

Citra politik dapat dipahami sebagai gambaran seseorang yang

terkait dengan politik (kekuasaan, kewenangan, otoritas, konflik,

dan konsesus). Citra politik berkaitan dengan pembentukan

pendapat umum karena pada dasarnya pendapat umum politik

terwujud sebagai konsekuensi dari kognisi komunikasi politik.

Pembentukan citra politik sangat terkait dengan sosialisasi politik.

Hal ini disebabkan karena citra politik terbentuk melalui proses

pembelajaran politik baik secra langsung maupun melalui

pengalaman empirik. Sosialisai politik dapat mendorong

terbentuknya citra politik pada individu. Selanjutnya citra politik

mendorong seseorang mengambil peran atau bagian (partai,

diskusi, demonstrasi, kampanye, dan pemilihan umum) dalam

politik. Hal ini disebut dengan nama partisipasi politik .

2) Pembentukan Opini Publik

Opini publik bukan merupakan kumpulan pendapat individu

namun opini publik adalah proses memperbandingkan dan

mempertentangkan secara berkelanjutan berdasar pada empirik dan

pengetahuan yang luas. Mengenai sesuatu persoalan (issue) yang

dianggap orang aktual sudah biasa mempercakapkannya tanpa

acara, waktu, dan tempat. Percakapan yang berupa pertukaran

pikiran dan kadang-kadang terlibat dalam perdebatan. Masing-

masing pihak yang bersangkutan mengajukan pendapatnya

berlandaskan fakta, perasaan (sentimen), prasangka (prejudice),

harapan, ketakutan, kepercayaan pengalaman, prinsip pendirian,

ramalan-ramalan terhadap berbagai macam kemungkinan, aspirasi,

tradisi serta adat kebiasaan dan keyakinannya. Persoalan yang

dipertentangkan dalam prosesnya semakin lama semakin jelas,

sehingga terwujud bentuk-bentuk pebdapat tertentu. Individu-

individu telah memilih pihak kemudian menggabungkan dengan

pihak yang dianggap sesuai dengan pendapatnya. Dengan

demikian, bentuk penilaian mengenai sesuatu persoalan aktual

yang dipertentangkan yang didukung oleh sebagian orang-orang

telah tercapai. Inilah social judgment (penilaian sosial) dan

penilaian sosial mengenai sesuatu persoalan adalah opini publik.

b. Marketing Politik

Dalam perkembangan kajian komunikasi, komunikasi politik

merupakan hal baru. Marketing politik mulai diperbincangkan menjadi

fenomena menarik di era politik modern dengan menyuguhkan

strategi-strategi berpolitik yang dikemas lebih modern. Nalar

kapitalisme modern mengangkat dimensi politik menjadi dimensi yang

tidak jauh berbeda dengan dunia kepentingan ekonomi. Politik dilihat

sebagai produk. Bagaimana politik dijalankan tidak jauh berbeda

dengan mekanisme sebuah relasi ekonomi bekerja. Bagaimana sebuah

produk politik bisa berkesan dan mendapat dukungan dari banyak

orang tentu membutuhkan proses pengemasan, penawaran dan promosi

yang baik. Keberhasilan politik di era modern tidak lagi dibangun

melalui prinsip-prinsip lama seperti loyalitas ideologi ataupun aliran

politik, melainkan melalui politik perancangan yang lebih modern

melalui infrastruktur media modern. Kampanye-kampanye

keberhasilan politik tidak lagi juga hanya terletak pada karisma tokoh,

kepemimpinan politik, atau militansi visi. Keberhasilan strategi politik

di era modern banyak ditunjang dengan kepiawaian politik

pengemasan dan pencitraan dan sekaligus pemanfaatan sarana-sarana

modern.

Marketing politik telah menampilkan bentuk dan proses politik

yang lebih terkonsep, terancang dan teraplikasikan pada metode-

metode yang lebih rigid. Dengan marketing politik, wajah politik tidak

lagi selalu harus tergambarkan secara menakutkan tetapi mendorong

politik yang lebih terkelola secara menarik. Beberapa rancangan dan

kerja-kerja pelaksanaan, tidak lagi hanya dikerjakan oleh mesin-mesin

politik lama seperti partai, ormas dan kelompok massa pendukung,

tetapi mulai melibatkan kerja-kerja agen kelembagaan yang

menyediakan jasa dalam proses pemenangan politik. Contoh kerja-

kerja agen kelembagaan ini mudah terlihat jelas saat terjadinya

kontestasi politik di pemilu. Banyak jasa-jasa agen telah disewa untuk

melakukan perkerjaan politik (Danial, 2009: 24).

Sebagai salah satu konsep baru marketing politik menawarkan

sejumlah peluang untuk digali dan dielaborasi dalam konteks

Indonesia (Firmanzah, 2006: 21). Tentu sebelum memasuki lebih jauh

tentang apa itu marketing politik lebih tepatnya kita akan

diperkenalkan lebih jauh tentang dua dimensi penting yakni politik dan

marketing.

Domain penting politik yang dimengerti secara umum yakni

mengartikan politik sebagai sebuah aktivitas sosial yang menyangkut

terjadinya perebutan dan distribusi kekuasaan. Apa yang menjadi

dimensi penting dalam dunia politik? Setidaknya ada tiga dimensi

penting dalam politik yang dipahami secara umum. Pertama, adalah

bahwa dunia politik memiliki subjek masyarakat yang terlibat baik

langsung maupun tidak langsung; Kedua, dunia politik memiliki

institusi legal yang mengatur dan menyusun interaksi sosial di

dalamnya; Ketiga, dunia politik mempunyai aturan legal dan juga

aturan, norma-norma dan kaidah-kaidah moral tertentu yang menjadi

rujukan dan norma pengatur berjalannya interaksi politik. Aturan-

aturan etika ini dalam kondisi dan konteks perkembangan politik

tertentu sering berkembang dan tidak seragam. Perkembangan aturan

main dan etika politik amat ditentukan juga dengan dinamika dan

interelasi masing-masing variabel yang menentukan berjalannya

politik. Dalam periode dan konteks jaman tertentu, norma, etika, dan

sistem nilai yang berkait dengan kehidupan politik bisa berubah-rubah.

Pada pandangan marketing politik, dunia politik bisa dibagi

dalam dua kedudukan yakni produsen dan konsumen. Sebagai

produsen adalah mereka-mereka dan lembaga-lembaga yang

berkepentingan atas tujuan politik. Produsen dalam dunia politik bisa

berupa partai politik atau mereka secara individu yang merupakan

penghasil produk politik. Masyarakat di sini dijadikan sebagai

konsumen politik. Masyarakat merupakan pihak-pihak yang akan

menjadi sasaran dari berbagai produk politik yang dicipta oleh para

produsen politik. Dalam masyarakat modern yang sudah begitu

terasionalisasi maka tentu saja masyarakat dianggap sebagai konsumen

aktif dan kritis yang akan bisa menentukan secara rasional, produk

politik mana yang memang baik untuk dikosumsi dan dibeli. Maka

tugas marketing politik sebenarnya berhadapan dengan tuntutan dan

kebutuhan konsumen politik yang semakin bergerak maju dan modern.

Tidak seperti pada era politik tradisional yang lebih menekankan

sentimen-sentimen politik primodialnya, maka marketing politik lebih

menggambarkan masyarakat yang lebih rasional dan terbuka dalam

banyak tuntutan kebutuhan yang kompleks dan beragam.

Sebuah pendekatan baru untuk menjawab kebertemuan dan

interaksi antara produsen dan konsumen dalam dunia kehidupan politik

inilah yang menjadikan marketing politik menjadi kebutuhan yang

dipakai oleh baik para pebisnis maupun para pegiat kehidupan politik

sekaligus. Masyarakat konsumen adalah masyarakat yang dipandang

beragam dan demokratis. Masyarakat konsumen politik tidak lagi bisa

dikenai sebuah penerapan cara-cara mobilisasi politik yang sifatnya

eksploitatif. Kesinambungan relasi antara apa yang dikehendaki

produsen dan apa yang dikehendaki konsumen menjadi amat berharga.

Dalam logika jual beli, seorang konsumen tentu tidak bisa dipaksa

untuk membeli, tetapi yang bisa dilakukan adalah membangun ruang-

ruang pengaruh dan hegemoni. Apalagi dalam dunia ekonomi pasar

modern, tak lagi hanya soal cara membangun transaksi tetapi menjaga

kebertahanan relasi antara produsen dan konsumen yang justru

penting.

Marketing politik secara sederhana yaitu penggunaan metode

marketing dalam bidang politik atau metode dan konsep aplikasi

marketing dalam konteks politik. Firmanzah menjelaskan bahwa dalam

marketing politik yang ditekankan adalah penggunaan pendekatan dan

metode marketing untuk membantu politikus dan partai politik agar

lebih efisien dan efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan

konstituen dan masyarakat (Firmanzah, 2006: 128). Namun diakui

bahwa tentu ada perbedaan mendasar antara marketing dalam dunia

bisnis murni dengan marketing dalam dunia politik. Politik akan

banyak bersinggungan dengan nilai. Artinya isu politik tidak hanya

dipahami sebagai produk tetapi juga berkait dengan relasi berbagai

simbol, nilai dan berbagai makna yang membangun kehidupan

masyarakat.

Perbedaan yang cukup mendasar yang ada dalam rasionalitas

ilmu marketing dan ilmu politik terutama prinsip yang ada dalam dua

dimensi tersebut. Dalam nalar marketing, orientasi keuntungan dan

kompetisi menjadi prinsip mendasar yang amat jauh berbeda dengan

nalar politik yang lebih berorientasi pada pengelolaan tatanan dan

ruang hidup masyarakat melalui dinamika kekuasaan. Tentu sekilas

ada kecenderungan orientasi yang sama, tetapi hakikat dasar ikhwal

awal memang berorientasi pada dua kepentingan yang berbeda. Apa

yang menjadi pijakan awal dari terbangunnya konsep politik dan

tindakan politik adalah terciptanya pengelolaan hidup bersama.

Meskipun kita harus juga sadar bahwa, dimensi utopis itu akan

bersentuhan dengan kenyataan realitas politik yang tidak bisa

terlupakan yakni dimensi kekuasaan. Pada hal yang terakhir inilah

politik kemudian sering terarah dan terbaca sebagai hanya persoalan

perebutan kekuasaan. Mulainya citra buruk atas pengertian politik ada

dalam keterkaitan dengan dimensi perebutan dan pengelolaan

kekuasaan tersebut.

Berkaitan dalam penelitian ini, salah satu strategi yang

merupakan hal penting dalam memenangkan Pilpres yakni konsep

mengenai marketing politik. Melalui aktivitas marketing seperti iklan

dan promosi, informasi serta pengetahuan akan dapat dengan mudah

disebarluaskan oleh para kontestan. Marketing politik dilakukan

dengan melibatkan media TV, radio, Koran dan pamphlet yang perlu

disampaikan kepada publik. Menurut Firmanzah (2012: 261) strategi

dalam mengemas pesan politik merupakan hal yang sangat penting.

Pengemasan sangat berperan dalam mengarahkan cara masyarakat

memaknainya. Pesan yang diangkat harus sesuai dengan isu-isu politik

yang sedang berkembang dalam masyarakat.

Marketing politik memberikan perangkat teknik dan metode

marketing pada dunia politik. Menurut Firmanzah (2012: 199) dalam

marketing politik digunakan penerapan 4p bauran marketing, yaitu:

1) Produk (product) berarti partai, kandidat dan gagasan partai yang

akan disampaikan konstituen. Produk ini berisi konsep, identitas,

ideologi yang berkontribusi dalam pembentukan sebuah produk

politik

2) Promosi (promotion) adalah upaya periklanan, kehumasan dan

promosi untuk sebuah partai yang di mix sedemikian rupa sesuai

dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini pemilihan media

perlu dipertimbangkan.

3) Harga (price), mencakup banyak hal, mulai ekonomi, psikologis,

sampai citra nasional. Harga ekonomi mencakup biaya yang

dikeluarkan partai selama kampanye. Harga psikologis mengacu

pada harga presepsi psikologis misalnya, rasa nyaman dengan latar

belakang etnis, agama, pendidikan. Harga citra nasional berkaitan

dengan apakah pemilih merasa kandidat tersebut dapat

memberikan citra positif dan menjadi kebanggan Negara.

4) Penempatan (place), berkaitan erat dengan cara hadir atau

distribusi sebuah partai dan kemampuanya dalam berkomunikasi

dengan para pemilih. Ini berarti sebuah paratai atau kandidat harus

dapat memetakan struktur serta karakteristik masyarakat baik itu

geografis maupun demografis.

Menggunakan 4P bauran marketing dalam dunia politik

menjadikan marketing politik tidak hanya sebatas masalah iklan, tetapi

lebih komperhensif. Political marketing menyangkut cara sebuah

institusi politik atau parpol ketika memformulasikan produk politik,

menyusun program publikasi kampanye dan komunikasi politik,

strategi segmentasi untuk memenuhi kebutuhan lapisan masyarakat

sampai ke perhitungan harga sebuah produk politik (Firmanzah, 2012:

201).

Menurut Firmanzah (2012: 323) menjelaskan bawa political

marketing memiliki peran dan fungsi sebagai distribusi informasi

publik, edukasi politik, kesadaran politik, partisipasi dan keterlibatan

politik Marketing politik berperan untuk membiasakan diri bagi partai

politik maupun konstituen dalam bersaing dengan sehat dan terbuka.

Marketing politik diyakini dapat meningkatkan ikatan rasional maupun

emosional kontestan dengan para pendukungnya. Serangkaian aktivitas

marketing politik membuat hubungan antara kontestan dengan

konstituen menjadi lebih intens.

c. Komunikasi Politik di Era Media Baru dan Industri Pemilu

Dewasa ini komunikasi diakui sebagai instrumen yang sangat

penting bagi semua pihak di hampir segala sektor kehidupan dan

bidang kegiatan, terlebih lagi di bidang politik, dalam era informasi,

bahwa information is power. Power melalui komunikasi politik dapat

diperoleh dan dikembangkan dengan berbagai cara, antara lain

pengumpulan informasi yang tinggi, menentukan siapa yang boleh dan

tidak boleh memperoleh informasi dalam kelengkapan, menguasai

akses sarana memperoleh informasi, menentukan penilaian atas

informasi berharga, penguasaan untuk memanipulasi atau mengubah

informasi (Soyomukti, 2013: 16).

Akibatnya, berbagai pihak bertarng saling berebut untuk

memperoleh penguasaan atau berkuasa untuk mempergunakan

instrumen komunikasi. Penguasaan atas instrumen komunikasi dan

informasi mutlak diperlukan untuk menunjang kegiatan, mencapai

tujuan serta mendukung kepentingan politik, untuk itu pertarungan

terhadap instrumen komunikasi paling menonjol dalam perebutan

kekuasaan politik. Seiring dengan perkembangan maupun sinergi

konvergensi teknologi komunikasi dan informasi antara old media dan

new media pertarungan meraih kekuasaan dalam mekanisme pemilihan

umum menjadi industri kampanye pemilu (Soyomukti, 2013: 17).

Komunikasi politik pada era media baru merupakan spirit,

artinya dengan pemilihan langsung, politik berubah mengikuti

gelombang consumerism, celebrity & cynicism. Tokoh-tokoh politik

harus dipasarkan atau dikemas dalam iklan politik menurut gaya tak

berbeda dalam dunia konsumerisme dan selebritas. (Corner & Pels,

2003) atau dapat dikatakan bahwa komunikasi politik Indonesia

mengalami sebuah lompatan yaitu ke dalam politik citra.

3. New Media

Seiring dengan perkembangan sosial dan budaya yang cepat,

direspon juga oleh produksi media. Pergeseran dari mesin analog ke mesin

digital juga sebagai penanda bahwa era komunikasi baru telah tiba. Media

baru atau new media adalah sebuah media yang berbasis internet dengan

berorientasi kepada penggunaan komputer dan hand phone ataupun

smartphone. Komunikasi satelit serta pemanfaatan komputer merupakan

pemicu lahirnya new media.

Media baru ini merupakan bentuk dari new media communication

yaitu proses interaksi antar pribadi dilakukan melalui perantara jaringan

internet. Berbeda dengan interaksi antar pribadi secara langsung dimana

diperlukan kedekatan fisik antara pelaku komunikasi. Bentangan jarak

yang memisahkan antara komunikan dan komunikator dapat diatasi

dengan hadirnya new media communication. Penyampaian pesan dari

komunikator kepada komunikan bisa dilakukan dengan cepat serta

memiliki jangkauan yang cukup luas mengingat hadirnya new media

communication dapat menembus hambatan pada komunikasi antar pribadi

pada umumnya yang memerlukan kedekatan fisik.

New media kontennya berbentuk gabungan data, teks, suara dan

berbagai jenis gambar yang disimpan dalam format digital dan

disebarluaskan melalui jaringan berbasis kabel optic broadband, satelit dan

gelombang mikro. Tak ubahnya dengan media sebelumnya, kemunculan

internet dilatar belakangi oleh perkembangan interaksi manusia yang

semakin kompleks. Adapun ciri internet sebagai media McQuail (2011:

45), yaitu : a) Teknologi berbasis komputer, b) Karakteristiknya hibrida,

tidak berdedikasi, fleksibel, c) Potensi interaktif, d) Fungsi publik dan

private, e) Peraturan yang tidak ketat, f) Kesalingterhubungan, g) Ada

dimana-mana/tidak tergantung lokasi, h) Dapat diakses individu sebagai

komunikator, i) Media komunikasi massa dan pribadi.

Salah satu produk yang lahir dari penggunaan internet sebagai

media interaksi adalah media sosial. Melalui media sosial, segala bentuk

penyampaian pesan, pertukaran informasi dan interaksi bisa diwujudkan

melalui konten visual, audio dan audiovisual. Media sosial merupakan

sebuah fitur berbasis website yang dapat membentuk sebuah jaringan serta

memungkinkan untuk setiap orang berinteraksi dalam sebuah kelompok

ataupun komunitas. Orang yang hidup dalam information society tidak

hanya bertemu dan menggunakan teknologi-teknologi informasi dan

komunikasi, melainkan cara tindakan mereka semakin dibingkai oleh

teknologi tersebut (Holmes, 2012: 3).

Media sosial memiliki karakteristik khusus, berikut ini adalah

karakteristik khusus tersebut :

1) Jangkauan, daya jangkauan sosial media dari skala kecil hingga

khalayak global.

2) Aksesibilitas, sosial media lebih mudah diakses oleh publik dengan

biaya yang terjangkau.

3) Penggunaan, sosial media relatif lebih mudah digunakan karena tidak

memerlukan keterampilan dan pelatihan khusus.

4) Aktualitas, sosial media dapat memancing respon khalayak lebih cepat.

5) Tetap, sosial media dapat menggantikan komentar secara instan atau

mudah melakukan proses pengeditan.

McQuail (2011: 154) berpendapat bahwa media baru memiliki efek

kualitatif yang berbeda terhadap integrasi sosial dalam jaringan

masyarakat modern yang mengambil dari teori modernisasi Kontribusi

dari media baru adalah sebagai sebuah jembatan yang memisahkan antara

ruang publik dan privat. Menurut McQuail (2011: 156-157), media baru

dapat diindetifikasikan melalui lima kategori utama yaitu :

1) Media komunikasi antarpribadi (interpersonal communication media),

yakni meliputi telepon (yang semakin mobile) dan surat elektronik.

Secara umum konten bersifat pribadi dan mudah dihapus.

2) Media permainan interaktif (interactive play media). Media berbasis

komputer dan video game, ditambah peralatan realitas virtual. Inovasi

utamanya terletak pada interaktivitas dan mungkin didominasi dari

kepuasan “proses” atas “penggunaan”.

3) Media pencarian informasi (information search media), dianggap

sebagai perpustakaan dan sumber data yang ukuran, aktualitas, dan

aksesibilitasnya belum pernah ada sebelumnya. Sangat penting

posisinya untuk pengguna sekaligus sebagai sumber pendapatan untuk

internet.

4) Media partisipasi kolektif (collective participatory media), meliputi

penggunaan internet untuk berbagi, dan bertukar informasi, gagasan

dan pengalaman serta mengembangkan hubungan pribadi aktif

(diperantarai komputer). Situs jejaring sosial termasuk dalam

kelompok ini.

5) Substitusi media penyiaran (substitution of broadcasting media),

penggunaan media untuk menerima atau mengunduh konten yang di

masa lalu biasanya disiarkan atau disebarkan dengan metode lain yang

serupa.

Media sosial atau jejaring sosial yang bermunculan akibat dari

berkembangnya new media communication merupakan sebuah bentuk

perpanjangan berkembangnya teknologi komunikasi. Kehadiran media

sosial ini juga dimanfaatkan oleh beberapa golongan atau kelompok untuk

mempermudah penyampaian pesan serta proses pertukaran informasi.

Dengan memanfaatkan kelebihan dari media sosial itu sendiri,

penyampaian pesan sendiri dapat disampaikan dalam waktu cepat dan

dapat diterima oleh banyak komunikan. Serupa dengan media massa akan

tetapi memiliki keunggulan seperti biaya yang dikeluarkan lebih murah.

Ada banyak jejaring sosial yang populer dan memiliki banyak

pengguna khusus untuk di Indonesia, dan salah satunya adalah Twitter.

Meskipun bukan yang pertama hadir di Indonesia, Twitter memberikan

kekuatan yang luar biasa dan memiliki basis pengguna tersendiri.

Masyarakat Indonesia pada khususnya sangat antusias dalam

menggunakan media sosial termasuk twitter sebagai salah satu alat pemuas

dan pencapai kebutuhan. Nurudin (2012: 6) menyebutkan teknologi

komunikasi, seperti jejaring sosial, dipercaya sebagai alat yang bisa

dipakai untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya.

Jejaring sosial termasuk Twitter menjadi salah satu sumber

informasi dari hadirnya new media communication. Dalam Twitter,

terdapat beberapa konten yang diunggah oleh para penggunanya yang

memiliki potensi informasi yang dibutuhkan oleh pengguna lainnya.

Twitter juga merupakan sebuah perwujudan dari cyber society, di

dalamnya terdapat beberapa komunitas komunitas yang saling

berhubungan dan saling berinteraksi. Hal ini juga menjadi salah satu

konsep pertukaran informasi.

Situs Twitter dibentuk pada bulan Maret 2006 oleh perusahaan

rintisan Obvious Corp yang terdiri dari Jack Dorsey, Biz Stone, dan Evan

Williams dan telah menjadi wadah pertukaran informasi melalui media

internet. Dengan menggunakan Twitter, seseorang yang memiliki akun

bisa mendapatkan berbagai informasi maupun berbagi informasi kepada

sesama pengguna Twitter lainnya.

Twitter adalah jejaring sosial online dan microblogging (blog

mikro) sebuah pelayanan yang memungkinkan bagi para pengguna untuk

mengirim dan membaca teks tidak melebihi dari 140 karakter, secara

informal disebut dengan tweets (Elvinaro, 2011: 169)

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Twitter adalah

jejaring sosial yang mampu memfasilitasi penggunanya untuk bisa

berinteraksi sekaligus berpromosi. Twitter tidak hanya sekedar mesin

pengirim pesan, nyatanya Elvinaro menjelaskan keunikkan dari Twitter

sebagai jejaring sosial adalah kemampuannya untuk menyebarkan

informasi hanya dengan 140 karakter namun memiliki dampak yang

sangat luas. Twitter tidak membatasi jumlah follower (pengikut), dan oleh

karena itu setiap informasi yang ditulis mampu dibaca oleh berapa

banyakpun audiensnya, dalam waktu yang serentak, dan tidak dibatasi

oleh jarak.

Sebagai microblog, Twitter mengedepankan kecepatan dalam

melakukan pertukaran informasi. Twitter berfungsi untuk pelacakkan

berita, mencari jawaban cepat maupun umpan balik, menemukan sumber-

sumber, membangun komunitas, dan mengikuti isu-isu terbaru yang

sedang menjadi tren dikalangan tweetizens (sebutan untuk para pengguna

twitter). Meskipun Twitter memiliki banyak tools tambahan yang

memperluas penggunanya, pada intinya, Twitter tetap tidak lebih dari

sebuah cara untuk menggambarkan apa yang sedang kita lakukan melalui

tidak lebih dari 140 karakter. Kesederahanaan tersebut yang menjadikan

Twitter berbeda dengan media sosial lainnya.

Secara umum, media online jejaring sosial telah memberikan

kesempatan kepada para penggunanya untuk berkolaborasi dan saling

melengkapi informasi, saling memperbaharui informasi, atau saling

berpartisipasi dalam suatu topik tertentu. Twitter bahkan dapat digunakan

untuk mengajak para pengguna lainnya untuk terlibat dalam suatu aksi.

Selain itu, Twitter memiliki kesan bahwa media online merupakan media

yang netral dalam menyampaikan berita (Weber, 2009: 9).

4. New Media dalam Politik Indonesia Kontemporer

Adanya kontribusi media membuat masyarakat masa kini menjadi

masyarakat yang terbuka (Firmanzah, 2008: 17) Secara general,

didiskusikan bahwa media gagal untuk melayani publik dengan benar,

karena media tidak menyajikan informasi politik yang seimbang. Atau

informasi yang diberikan media sudah diedit oleh jurnalis sehingga media

bergerak sebagai opinion leader karena banyak pesan yang diterima publik

tentang kampanye tidak berasal langsung dari aktivis politik tapi dari

pesan media. (Sandra, 2013: 3). Dengan kata lain, pada era komunikasi

politik kontemporer, ditambah dengan kehadiran internet jelas telah

mengevolusi cara berinteraksi dan berpolitik. Selama beberapa tahun

terakhir, media sosial sudah menjadi sumber penting untuk berita dan

informasi politik, (Weeks & Holbert, 2013: 3) ditambah dengan mudahnya

akses internet sampai ke ruang-ruang kerja individu dapat dimanfaatkan

untuk pembentukan opini publik. Isu tentang emansipasi, keterbukaan,

kebebasan dapat dengan mudah ditransfer melalui internet (Firmanzah,

2008: 23).

Apabila politisi mengerti pemilih, mereka bisa membuat

komunikasi yang lebih efektif dengan mengetahui siapa pemilihnya, apa

yang mereka inginkan dan bagaimana menyentuh mereka dengan

mengembang komunikasi yang lebih tertarget dan diinginkan pemilih.

(Marshment, 2009: 170). New media adalah sebagai informasi dan

teknologi komunikasi serta konteks sosialnya. Sebagai produk dari ide

masyarakat, keputusan dan tindakan dimana mereka menggabungkan

teknologi lama dan baru, kegunaan dan tujuannya. Seperti juga yang

dikatakan sebelumnya, dalam era demokrasi ini, internet sebagai media

komunikasi dan pertukaran informasi, berpeluang merevolusi sistem,

struktur dan proses demokrasi yang selama ini kita kenal. (Firmanzah,

2008: 22) dimana munculnya istilah “digital democracy” atau “virtual

democracy” yang menggambarkan bagaimana kehidupan demokrasi

berlangsung di dunia internet. (Firmanzah, 2008: 23). Atau dengan kata

lain, masyarakat tidak harus datang langsung ke tempat kampanye namun

sudah bisa dilakukan interaktivitas melalui new media termasuk di

dalamnya media sosial. Secara efisien setiap pengguna sosial media

termasuk juga politisi berperan sebagai distributor konten pesan (Weeks &

Holbert, 2012: 2) E-marketing atau political marketing melalui new media,

memegang potensi untuk memperluas juga pasar terutama anak-anak

muda yang sering kali menolak bentuk komunikasi politik lama tapi

menjadi pengguna utama internet dan elektronik digital (Marshment,

2009: 170). Twitter merupakan sebuah media sosial dengan format

mikroblogging yang sangat terkenal di Indonesia. Penetrasi tingkat

penggunaan Twitter di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia. Tidak

sedikit di antara pengguna Twitter adalah perusahaan-perusahaan

terkemuka, politisi, selebriti maupun publik figure lainnya (Satrio, B.,

2011: 245). Sehingga dapat dikatakan pada masa politik Indonesia

kontemporer ini, penggunaan media sosial seperti Twitter merupakan satu

bentuk komunikasi yang telah diadaptasi oleh para politisi dan sebagai

negara berkembang, Indonesia berada pada masa post-modern dimana

teknologi internet mengambil peranan dalam kampanye politik.

5. Political Branding

Political branding adalah konsep yang dalam komunikasi politik

dikembangkan dalam political marketing, atau pemasaran politik.

Walaupun dalam kurun waktu belakangan political branding disebut-sebut

sebagai area baru dari pemasaran politik, (Pich, 2012: 14).

Branding dalam politik bermuara dari konsep consumer branding

di dunia komersial, popularitas konsep branding memang meningkat

sejalan dengan munculnya konsumerisme yang melahirkan konsumen

modern, yang tidak lagi percaya pada iklan produk di media massa akibat

semakin menguatnya riset konsumen, beriringan dengan meningkatnya

persepsi atas kekuatan konsumen dalam bisnis, maupun maraknya atensi

terhadap corporate social responsibility. Hal ini yang mendorong pemasar

membangun relasi emosional dengan para pembeli melalui konsep

branding, yang kemudian turut menginspirasi banyak tokoh publik untuk

membangun citra baik melalui basis yang lebih terintegrasi dibandingkan

iklan biasa.

Political branding adalah sebuah merek yang tidak lagi berkubang

dalam ranah komersial melainkan politik. Political brand yakni jaringan

asosiatif atas informasi dan sikap politik, yang terekam dalam memori dan

dapat diakses ketika memori pemilih distimulasikan. Maksudnya, persepsi

(yang bersumber pada memori), tanpa harus menjelaskan panjang lebar

mengenai identitas, penulis meyakini bahwa political brand juga berusaha

untuk menghadirkan identitas pembeda pada aktor politik yang

menyandang merek politik tertentu.

Hal yang penting bahwa tidak berarti semua jargon dan konsep

branding bisa diaplikasikan secara mentah ke dalam arena politik. Karena,

branding juga ikut berargumen tentang bagaimana di dalam politik,

kejujuran, keunikan, dan personalitas memiliki dampak yang lebih besar

daripada pada wilayah komersial. Ketika masyarakat memberikan

penilaian terhadap stimulus sosial seperti kandidat politik ataupun partai

politik, dengan didasarkan pada penilaian informasi abstrak (seperti

atribut, perangai, dsb.) Jadi political branding merupakan penekanan pada

reaksi manusia terhadap objek politik (Cwalina & Falkowski, 2008: 4).

Jadi, dapat disimpulkan pengerian political branding adalah

Persepsi yang dimiliki konstituen terhadap suatu produk politik (kandidat

politik, atau partai politik, atau kebijakan politik, dll.), yang terbentuk atas

informasi dan sikap politik konstituen atas aspek fungsional, emosional,

natural, dan kultural dari suatu produk politik, di mana persepsi tersebut

membedakan produk tersebut dalam kompetisi dengan produk sejenis.

Political brand memiliki beberapa tujuan, diantaranya Pich (2012:

37) adalah :

a. merek politik dapat membangun kesetiaan pemilih, menguatkan

keyakinan yang telah tercipta atas entitas politik, membangun

identitas, mengkomunikasikan nilai-nilai dari merek politik, membantu

mereposisi sebuah partai.

b. merek politik dapat mengkomunikasikan nilai-nilai yang dianut oleh

merek politik.

c. merek politik dapat membantu mereposisi sebuah partai ataupun

kandidat.

d. merek politik dapat memberikan jaminan kepada pemilih, selain

menyediakan visi jangka panjang atas masa depan politik.

e. merek politik memberikan wajah baru yang menarik bagi prediksi-

prediksi politik yang monoton.

Penerapan branding dalam politik, difokuskan pada upaya entitas

politik untuk melihat dirinya sebagai merek guna membangun karakter

fungsional maupun emosional di kepala para pemilihnya (Pich, 2012: 36),

dan menjadi identitas pembeda yang memampukannya bersaing di tengah

ketatnya kompetisi.

Dalam ilmu politik dan ilmu komunikasi, sudah lama berkembang

konsep-konsep seperti citra, reputasi, atau politik simbolik. Political

branding merupakan konsep yang relatif baru, Political branding dianggap

melengkapi konsep citra, konsep reputasi, dan konsep politik simbolik.

Konsep citra dinilai hanya peduli pada bagaimana pelaku politik disajikan

dan dirasakan di mata rakyat.

Jadi, Political branding merupakan cara strategis dari consumer

branding untuk membangun citra politik. Brand yang baik untuk nama

perusahaan, kandidat atau produk adalah sama sangat pentingnya karena

permintaan konsumen menjadi meningkat dan bisa dengan mudah

menjalin relasi dengan taktik moderen untuk memperlakukan kandidat

politik sama seperti produk (Sonnies, 2011: 3) Dalam tahap dasar,

branding politisi dibentuk dari pengertian masyarakat secara subjektif

terhadap politisi. Tidak hanya elemen personal kandidat, tapi juga elemen

kandidat berupa penampilan seperti gaya rambut, pakaian memberi

dampak jelas untuk citra kandidat. (Mitsikopoulou, 2008: 7) Pentingnya

branding politik sering disimpulkan dengan argumen-argumen sebagai

berikut: branding memasukan sisi emosional, memberikan tanda yang

membuat pemilih bisa memilih kandidat dengan lebih mudah.

(Mitsikopoulou, 2008: 5) Dengan komunikasi yang lebih interaktif dan

membangun, branding bisa mempunyai potensi untuk membangun

hubungan dengan masyarakat yang sebelumnya sudah tidak tertarik

politik.

Ada dua perspektif yang dikembangkan oleh Smith dan French

(2009 dalam Pich, 2012: 44) untuk menganalisa merek politik, yaitu:

a. Dengan mengkaji manajemen merek itu sendiri, atau dengan kata lain

bagaimana pemasar mengaplikasikan teori dan kerangka konseptual

branding.

b. Dengan melihatnya melalui perspektif konsumen, yaitu bagaimana

konsumen memahami merek politik dan bagaimana merek itu

mempengaruhi perilaku konsumen.

F. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu terkait dengan penelitian serupa pernah

dilakukan oleh Lidya Joyce Sandra (2013) dengan judul penelitian “Political

Branding Jokowi Selama Masa Kampanye Pemilu Gubernur DKI Jakarta 2012

di Media Sosial Twitter”. Fokus penelitian sebelumnya yaitu penyusunan dan

pemaknaan pesan/teks di media sosial Twitter Jokowi yang membentuk

political branding Jokowi sebagai hasil dari proses komunikasi di ranah

politik Indonesia kontemporer. Metode yang digunakan adalah analisis isi

kualitatif Hsieh & Shannon dengan pendekatan directed content analysis

melalui prosedur induksi. Hasil dari penelitian tersebut adalah political

branding Jokowi sebagai politisi yang terbuka, dekat dengan masyarakat,

kredibel, dan merakyat (egaliter) yang dibentuk melalui personalitas, dan

penampilan di Twitter Jokowi.

Adapun perbedaan dengan penelitian ini dengan penelitian terdahulu

yaitu rentang waktu penelitian. Penelitian terdahulu dilaksanakan saat

pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2012, sedangkan penelitian ini

dilaksanakan pada kampanye Pilpres Tahun 2014, objek penelitian ini yaitu

twitter yang digunakan oleh calon presiden Jokowi dalam Pemilihan Presiden

Tahun 2014, twitter yang digunakan dikelola secara personal oleh Jokowi dan

team sukses, dengan menggunakan tanda pagar (tagar) #JKW4P. Hasil dari

penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya yaitu political

branding Jokowi sebagai politisi yang terbuka, dekat dengan masyarakat,

kredibel, dan merakyat (egaliter) yang dibentuk melalui personalitas,

penampilan, serta pesan-pesan politik atau political key message.

G. Kerangka Pemikiran

Secara sederhana kerangka pemikiran penelitian ini dapat dijelaskan dengan

gambar sebagai berikut :

Peranan media sosial selama masa pemilu Pilpres tahun 2014 berkaitan dengan political branding

Political branding mulai banyak digunakan dalam ranah komunikasi politik kontemporer di Indonesia dengan tujuan

sebagai pembeda dengan kandidat lain

Pendekatan analisis isi kualitatif dalam bentuk naratif deskriptif yang menjelaskan strategi dan aktifitas political branding Jokowi

di media sosial khususnya twitter

Peneliti menggunakan pendekatan directed content analysis penampilan dan personalitas (Mitsikopoulou, 2008) dan

dilanjutkan dengan inisial koding (Litchman, 2010)

Political branding yang dilakukan oleh Jokowi selama

Masa Pemilu Pilpres Tahun 2014 di Twitter

Sumber : Olahan peneliti, dan modifikasi penelitian Sandra LJ (2013)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Seiring berkembangnya teknologi komunikasi dan kedewasaan

demokratisasi di Indonesia secara tidak langsung memberikan dampak pada

budaya politik di Indonesia yang saat ini menuju menjadi politik kontemporer.

Pesatnya perkembangan media dan new media dalam komunikasi politik baik

organisasi politik dan personal dapat mengemas pesan politik disampaikan

secara langsung kepada publik sesuai dengan keinginan. Sehingga keadaan ini

dimanfaatkan oleh partai politik maupun person untuk mendiferensiasi politik

dengan kandidat lain atau dapat disebut branding politik yang bertujuan

menciptakan pencitraan jangka pendek dan jangka panjang.

Salah satu pendekatan yang matching dengan penelitian sebuah

pesan/teks dalam sebuah media yaitu pendekatan analisis isi kualitatif dengan

tujuan meneliti bagaimana political branding Jokowi selama masa kampanye

Pemilu Pilpres tahun 2014 di media sosial Twitter.

H. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan menggunakan metode analisis isi

kualitatif untuk menelaah makna yang lebih dalam dibalik konten teks

akun twitter www.twitter.com/JKW4P). Pemilihan ini berdasarkan pada isi

konten tweet Jokowi For President tidak hanya sebatas jumlah tweet

namun juga gambar atau foto dimana setiap teks dan foto mempunyai

makna yang tidak terjelaskan bila peneliti memilih pendekatan kuantitatif.

Menurut Pawito (2007: 35), penelitian komunikasi kualitatif,

biasanya tidak dimaksudkan untuk memberikan penjelasan-penjelasan

(explanations), mengontrol gejala-gejala komunikasi atau mengemukakan

prediksi-prediksi, tetapi lebih dimaksudkan untuk mengemukakan

gambaran dan/atau pemahaman (understanding) mengenai bagaimana dan

mengapa suatu gejala atau realitas komunikasi terjadi.

Lexy. J Moleong, dalam bukunya “Metodologi Penelitian

Kualitatif” (2005: 6) mengartikan penelitian kualitatif adalah penelitian

yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur

analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian kualitatif adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang

dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan, dll. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk

kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Sehingga pada penelitian kualitatif

diperlukan pola pikir induktif yang digunakan untuk meletakkan teori

bukan sebagai pijakan, melainkan sebuah acuan yang membantu peneliti

menganalisis hasil temuan.

Jadi, penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan “bagaimana”

political branding Jokowi for President dalam media sosial twitter.

2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-

ciri yang telah ditetapkan. Populasi merupakan kumpulan objek penelitian

(Rakhmat, 2007: 106). Populasi merupakan sekumpulan objek yang

lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya (Sudjana, 2005: 5).

Populasi atau objek dalam penelitian ini ádalah tweet Jokowi For

President yang ada di Media Sosial Twitter yang berjumlah 945 tweet.

Sampel adalah bagian yang diamati. Sampel merupakan sebagian

yang diambil dari populasi (Sudjana, 2005: 5). Sampel dimaksudkan untuk

menggambarkan karakteristik dari suatu populasi, Sampel pada penelitian

ini adalah tweet Jokowi For President yang diupdate pada tanggal 4 Juni

2014 sampai dengan 5 Juli 2014. Jumlah sampel dalam penelitian ini

adalah 185 tweet. Alasan memilih rentang waktu tersebut, karena

merupakan jadwal kampanye pemilihan umum presiden tahun 2014.

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu

tweet Jokowi for President di media sosial twitter pada rentang waktu 4

Juni – 5 Juli 2014, dengan didukung berbagai buku, jurnal yang relevan

dengan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi dokumentasi.

Teknik dokumentasi menurut Iskandar (2009: 134) adalah mencari data

mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat

kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya. Dalam

penelitian ini diperoleh dengan tweet Jokowi for President sesuai dengan

periode yang telah ditetapkan. Kemudian penulis juga melakukan

penelusuran berupa studi pustaka untuk menguatkan studi dokumen

tersebut dengan menggunakan bahan maupun referensi yang relevan.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil

penelitian menjadi suatu laporan. Analisis data adalah proses

pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian

dasar, sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis

kerja seperti yang disaran oleh data (Moleong, 2007: 175)

Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis isi dengan

pendekatan kualitatif Hsieh & Shannon.

Content analysis is a widely used qualitative research technique. Rather than being a single method, current applications of content analysis show three distinct approaches: conventional, directed, or summative. (Hsieh & Shannon, 2005: 1). Ada 3 pendekatan dalam metode analisis isi kualitatif:

konvensional, terarah, dan penggabungan (summative) (Hsieh & Shannon,

2005: 1). Berfokus pada karakteristik bahasa sebagai komunikasi dengan

perhatian pada isi atau arti kontekstual teks. (Hsieh & Shannon, 2005: 3)

Analisis isi kualitatif diartikan sebagai metode riset untuk interpretasi

subjektif dari isi data melalui proses klasifikasi sistematis koding dan

indentifikasi tema/pola (Hsieh & Shannon, 2005: 3).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan directed

content analysis yang berawal dari teori sebagai guide. Elemen political

branding yakni penampilan dan personalitas (Mitsikopoulou, 2008: 7)

digunakan sebagai guide awal dimana setelah nantinya penelitian ini

dilakukan, banyak kemungkinan kategori dari teori yang sudah ada

tersebut meluas dan tergali lebih dalam lewat temuan data yang ada.

Berikut ini adalah cara pembuatan koding dalam analisis isi

kualitatif dengan pendekatan directed content analysis (Litchman, 2010:

197)

Gambar 3.

Analisis Data Kualitatif (Koding) Sumber : (Litchman, 2010: 198)

Bila dijabarkan, langkah-langkah pengkodingan dalam penelitian

kualitatif dimulai dari membuat inisial koding (raw data), pengulangan

inisial koding tersebut (codes), mengembangkan koding yang ada menjadi

subab kategorisasi (penggabungan kode yang sama) (category),

memodifikasi inisial koding untuk bisa akhirnya dikembangkan lebih luas

menuju konsep (concepts). (Litchman, 2010: 199).

6. Validitas Data

Raw

Data

Raw

Data

Raw

Data

Codes

Category

Concepts

Penelitian ini menggunakan Teknik Triangulasi. Triangulasi

merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan melakukan

pengecekan/membandingkan data tersebut.

Teknik triangulasi yang digunakan oleh peneliti adalah triangulasi

data (sumber). Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek

balik derajat suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda dalam metode kualitatif.

Dalam penelitian ini, validitas data diperoleh dengan

mengumpulkan data sejenis dan membandingkannya dengan sumber data

yang berbeda dengan permasalahan yang sama. Cara ini mengarahkan

peneliti agar di dalam mengumpulkan data, ia wajib menggunakan

beragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis,

akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data

yang berbeda (Sutopo, 2002: 79).