Upload
others
View
23
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENCIPTAAN BUKU ESAI FOTOGRAFI TOPENG DALANG
SEBAGAI UPAYA MELESTARIKAN BUDAYA TRADISIONAL
SUMENEP
TUGAS AKHIR
Program Studi
S1 Desain Komunikasi Visual
Oleh:
Rizky Julian Pratama
10.42010.0044
FALKUTAS TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA
INSTITUT BISNIS INFORMATIKA STIKOM SURABAYA
2015
PENCIPTAAN BUKU ESAI FOTOGRAFI TOPENG DALANG
SEBAGAI UPAYA MELESTARIKAN BUDAYA TRADISIONAL SUMENEP
TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Sarjana Desain
Oleh :
Nama : Rizky Julian Pratama
NIM : 10.42010.0044
Program : S1 (Strata Satu)
Jurusan : Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INFORMATIKA
INSTITUT BISNIS DAN INFORMATIKA STIKOM SURABAYA
2015
Tugas Akhir
PENCIPTAAN BUKU ESAI FOTOGRAFI TOPENG DALANG
SEBAGAI UPAYA MELESTARIKAN BUDAYA TRADISIONAL SUMENEP
Dipersiapkan dan disusun oleh
Rizky Julian Pratama
NIM : 10.42010.0044
Telah diperiksa, diuji dan disetujui oleh Dewan Penguji
Pada : 20 Agustus 2015
Susunan Dewan Penguji
Pembimbing
I. Muh. Bahruddin, S.Sos., M.Med.Kom. ________________
II. Wahyu Hidayat, S.Sn., M.Pd. ________________
Penguji
I. Ir. Hardman Budiardjo, M.Med.Kom. ________________
II. Darwin Yuwono Riyanto, S.T., M.Med.Kom. ________________
Tugas Akhir ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana
Dr. Jusak
Dekan Fakultas Teknologi dan Informatika
INSTITUT BISNIS DAN INFORMATIKA STIKOM SURABAYA
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Yang bertandatangan dibawah ini, saya:
Nama : Rizky Julian Pratama
NIM : 10.42010.0044
Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Tugas Akhir saya yang berjudul
Penciptaan Buku Esai Fotografi Topeng Dalang Sebagai Upaya Melestarikan
Budaya Tradisional yang dibuat pada bulan Juli 2014 hingga Agustus 2015,
merupakan karya asli kecuali kutipan yang dicantumkan pada daftar pustaka saya.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya tindak plagiat pada Tugas Akhir ini,
maka saya bersedia untuk dilakukan pencabutan terhadap gelar kesarjanaan yang
telah diberikan kepada saya.
Demikian lembar pengesahan ini saya buat dengan sebenarnya.
Surabaya, 20 Agustus 2015
Rizky Julian Pratama
NIM : 10420100044
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan dibawah ini, saya:
Nama : Rizky Julian Pratama
NIM : 10.42010.0044
Menyatakan demi kepentingan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, menyetujui
bahwa karya Tugas Akhir yang berjudul Penciptaan Buku Esai Fotografi
Topeng Dalang Sebagai Upaya Melestarikan Budaya Tradisional Sumenep
untuk disimpan, dipublikasikan atau diperbanyak dalam bentuk apapun oleh
Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Surabaya, 20 Agustus 2015
Rizky Julian Pratama
NIM : 10420100044
i
ABSTRAK
Topeng Dalang merupakan karya seni pertunjukan teater tradisional yang
menyerupai wayang orang, yang semua pemerannya menggunakan topeng
sebagai penutup wajah, dan segala dialognya dikendalikan oleh dalang. Bentuk
pertunjukan Topeng Dalang di Sumenep sangat berbeda dengan seni pertunjukan
tradisional lainnya, yang ada diwilayah Sumenep. Selain karena penyajiannya
menggunakan topeng (penutup wajah), juga adanya peran dalang yang
mengendalikan semua pemain atau peraga topeng menjadikan kesenian ini
berbeda dengan seni pertunjukan lainnya. Di Desa Slopeng, Kecamatan Dasuk,
Kabupaten Sumenep terdapat kelompok seni pertunjukan Topeng Dalang yang
hingga saat ini masih tetap eksis dan Fungsional dalam kehidupan masyarakat
pendukungnya, kelompok tersebut dikenal dengan nama, "Rukun Pewaras".
Kata kunci :Topeng, Topeng Dalang, Seni pertunjukan, Tradisional
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat
danpenyertaan-Nya sehingga penyusunan laporan Tugas Akhir dengan judul
“Penciptaan Buku Esai Fotografi Topeng Dalang Sebagai Upaya Melestarikan
Budaya Tradisional Sumenep” dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Laporan ini merupakan langkah awal untuk menyelesaikan serangkaian
jadwal kegiatan yang telah disusun secara sistematik guna menghasilkan sebuah
karya Tugas Akhir yang baik. Penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak yang memberikan masukan dan dukungan, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu Penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Budi Jatmiko, M.Pd. selaku pimpinan Institut Bisnis dan
Informatika Stikom Surabaya.
2. Ibu dan Ayah serta Saudara yang senantiasa mendoakan dan mendukung
selama proses penyusunan Karya Tugas Akhir.
3. Muh. Bahruddin S.Sos.,M.Med.Kom selaku Ketua Program Studi S1 Desain
Komunikasi Visual Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya yang
telah memberikan kelancaran dalam studi maupun proses pengerjaan Tugas
Akhir.
4. Muh. Bahruddin S.Sos.,M.Med.Kom. selaku dosen pembimbing I yang
senantiasa memberikan ilmu dan saran dalam proses penyusunan Tugas
Akhir ini.
iv
5. Wahyu Hidayat, S.Sn., M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang selalu
memberikan pencerahan untuk setiap permasalahan dalam proses
penyusunan Karya Tugas Akhir ini.
6. Siti Syarifah dan Faris Salman. A. selaku orang terdekat penulis yang selalu
memberikan dukungan moril maupun materiil kepada penulis untuk terus
berkarya dan menyelesaikan Tugas Akhir.
7. Yusuf Arjuna, Kevin Kristobrata, Riyansa. E.F dan Ditho Febri, selaku
teman dekat dan rekan kerja yang telah banyak membantu dalam proses
perancangan Karya Tugas Akhir ini.
8. Dan lain sebagainya yang mungkin belum disebutkan satu persatu di sini.
Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima dengan senang hati saran dan kritik
untuk penyempurnaan Proposal Tugas Akhir ini yang dapat dikirim di alamat
email [email protected]. Atas segala perhatian dan maklumnya
penulis ucapkan terima kasih.
Surabaya, 20 Agustus 2015
Penulis
LEMBAR MOTTO
Do it now, Don’t Ever Give Up
Believe be Finished
LEMBAR PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan untuk
Kedua Orang Tua, Para Dosen
Dan Sahabat-sahabatku yang tercinta.
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 8
1.3 Batasan Masalah ............................................................................ 8
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................... 8
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 9
1.5.1 Manfaat Teoritis ....................................................................... 9
1.5.2 Manfaat Praktis ......................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 10
2.1 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 10
2.2 Kebudayaan .................................................................................... 11
2.3 Pengertian Topeng ......................................................................... 12
2.4 Topeng Dalang ............................................................................... 13
vi
Halaman
2.5 Fotografi ......................................................................................... 15
2.5.1 Tahapan dalam Fotografi .......................................................... 16
2.5.2 Teknik Memotret ....................................................................... 20
2.6 Esai Foto ......................................................................................... 22
2.6.1 Perbedaan Esai Foto dengan Sekumpulan Foto Biasa .............. 24
2.6.2 Merangkai Esai Foto ................................................................. 25
2.7 Kajian tentang Buku ....................................................................... 26
2.7.1 Kategori Jenis Buku .................................................................. 28
2.7.2 Anatomi Buku ........................................................................... 29
2.7.3 Karakter Buku dengan Gambar ................................................. 36
2.8 Layout ............................................................................................ 37
2.9 Warna ............................................................................................. 42
2.9.1 Psikologi Warna ........................................................................ 43
2.10 Tipografi ........................................................................................ 45
2.10.1 Prinsip dalam Tipografi ........................................................... 48
BAB III METODOLOGI DAN PENELITIAN .............................................. 51
3.1 Metodologi Penelitian .................................................................... 51
3.2 Perancangan Penelitian ................................................................... 52
3.2.1 Riset Lapangan .......................................................................... 52
3.2.2 Program ..................................................................................... 53
3.2.3 Gagasan Desain ......................................................................... 53
vii
Halaman
3.2.4 Alternatif Desain ....................................................................... 53
3.2.5 Konsultasi .................................................................................. 53
3.2.6 Pedoman Desain Buku .............................................................. 53
3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 54
3.3.1 Data dan Sumber Data ............................................................... 54
3.3.2 Data Primer ................................................................................ 54
3.3.3 Wawancara ................................................................................ 55
3.3.4 Observasi ................................................................................... 55
3.3.5 Data Sekunder ........................................................................... 56
3.3.6 Dokumentasi .............................................................................. 56
3.4 Teknik Analisis Data ...................................................................... 57
BAB IV KONSEP DAN PERANCANGAN ................................................... 59
4.1 Hasil dan Analisis Data .................................................................... 59
4.1.1 Analisis Data Wawancara.......................................................... 59
4.1.2 Hasil Observasi Lokasi Penelitian ............................................. 62
4.1.3 Hasil Dokumentasi .................................................................... 63
4.1.4 Analisis STP (Segmentasi, Targeting, dan Positioning) ........... 64
4.1.5 Analisis SWOT (Streanght, Weakness, Opportunity, Threat) .. 69
4.2 Konsep .............................................................................................. 73
4.2.1 Keyword .................................................................................... 73
4.2.2 Deskripsi Konsep ...................................................................... 75
viii
Halaman
4.3 Unique Selling Preposition ............................................................... 76
4.4 Konsep Perancangan Karya .............................................................. 77
4.4.1 Konsep Perancangan ................................................................. 77
4.4.2 Tujuan Kreatif ........................................................................... 78
4.4.3 Strategi Kreatif .......................................................................... 78
4.4.4 Program Kreatif ......................................................................... 86
4.5 Strategi Media .................................................................................. 87
4.6 Gagasan Perancangan Karya ............................................................ 90
4.7 Perancangan Karya ........................................................................... 91
BAB V IMPLEMENTASI KARYA .............................................................. 95
5.1 Konsep .............................................................................................. 95
5.2 Implementasi Karya .......................................................................... 96
5.2.1 Cover Buku ................................................................................ 96
5.2.2 Desain Halaman Buku ............................................................... 96
5.3 Desain Poster .................................................................................... 123
5.4 Desain X-Banner .............................................................................. 124
5.5 Desain Flyer ...................................................................................... 125
5.6 Desain Kartu Nama .......................................................................... 125
5.7 Sistem Produksi Buku ...................................................................... 126
ix
Halaman
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 131
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 131
6.2 Saran ................................................................................................. 132
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 133
LAMPIRAN ....................................................................................................... 137
BIODATA PENULIS ........................................................................................ 140
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Pertunjukan Topeng Dalang .......................................................... 34
Gambar 4.1 Topeng Dalang Kabupaten Sumenep ............................................ 63
Gambar 4.2 Cover Buku Si Bongsor dari Tanah Betawi ................................... 67
Gambar 4.3 Isi dan Layout Buku Si Bongsor dari Tanah Betawi ..................... 68
Gambar 4.4 SWOT ............................................................................................ 72
Gambar 4.5 Keyword ......................................................................................... 74
Gambar 4.6 Konsep Perancangan Karya ........................................................... 77
Gambar 4.7 Pemilihan Warna ............................................................................ 84
Gambar 4.8 Alternatif Font Twilight New Moon ............................................... 85
Gambar 4.9 Alternatif Font Benton Sans Cond-Book ....................................... 86
Gambar 4.10 Sketsa Awal Cover Buku…….. .................................................... 91
Gambar 4.11 Foto Bentuk Topeng Dalang .......................................................... 91
Gambar 4.12 Sketsa Ukuran Font dalam Judul dan Sub Judul ........................... 92
Gambar 4.13 Sketsa Awal Layout Halaman Foto .............................................. 92
Gambar 4.14 Sketsa Awal Desain Poster ............................................................ 93
Gambar 4.15 Sketsa Awal Desain Flyer .............................................................. 93
Gambar 4.16 Sketsa Awal Desain X-Banner ....................................................... 94
Gambar 4.17 Sketsa Awal Desain Kartu Nama ................................................... 94
Gambar 5.1 Desain Cover Buku ........................................................................ 84
Gambar 5.2 Halaman Pembuka ........................................................................ 84
Gambar 5.3 Halaman ii & iii ............................................................................. 85
Gambar 5.4 Halaman iv & v .............................................................................. 85
Gambar 5.5 Halaman vi & vii ........................................................................... 86
Gambar 5.6 Halaman viii & ix ......................................................................... 86
Gambar 5.7 Halaman x ..................................................................................... 87
Gambar 5.8 Halaman 1 & 2 ............................................................................... 87
Gambar 5.9 Halaman 3 & 4 ............................................................................... 88
Gambar 5.10 Halaman 5 & 6 ............................................................................... 88
xi
Halaman
Gambar 5.11 Halaman 7 & 8 .............................................................................. 89
Gambar 5.12 Halaman 9 & 10 ............................................................................. 89
Gambar 5.13 Halaman 11 & 12 ........................................................................... 90
Gambar 5.14 Halaman 13 & 14 ........................................................................... 90
Gambar 5.15 Halaman 15 & 16 ........................................................................... 91
Gambar 5.16 Halaman 17 & 18 ........................................................................... 91
Gambar 5.17 Halaman 19 & 20 ........................................................................... 92
Gambar 5.18 Halaman 21 & 22 ........................................................................... 92
Gambar 5.19 Halaman 23 & 24 ........................................................................... 93
Gambar 5.20 Halaman 25 & 26 ........................................................................... 93
Gambar 5.21 Halaman 27 & 28 ........................................................................... 94
Gambar 5.22 Halaman 29 & 30 ........................................................................... 94
Gambar 5.23 Halaman 31 & 32 ........................................................................... 95
Gambar 5.24 Halaman 33 & 34 ........................................................................... 95
Gambar 5.25 Halaman 35 & 36 ........................................................................... 96
Gambar 5.26 Halaman 37 & 38 ........................................................................... 96
Gambar 5.27 Halaman 39 & 40 ........................................................................... 97
Gambar 5.28 Halaman 41& 42 ............................................................................ 97
Gambar 5.29 Halaman 43 & 44 ........................................................................... 98
Gambar 5.30 Halaman 45& 46 ............................................................................ 98
Gambar 5.31 Halaman 47& 48 ............................................................................ 99
Gambar 5.32 Halaman 49 & 50 ........................................................................... 99
Gambar 5.33 Halaman 51 & 52 ........................................................................ 100
Gambar 5.34 Halaman 53 & 54 ........................................................................ 100
Gambar 5.35 Halaman 55 & 56 ........................................................................ 101
Gambar 5.36 Halaman 57& 58 ........................................................................ 101
Gambar 5.37 Halaman 59 & 60 ........................................................................ 102
Gambar 5.38 Halaman 61 & 62 ........................................................................ 102
Gambar 5.39 Halaman 63 & 64 ........................................................................ 103
Gambar 5.40 Halaman 65 & 66 ........................................................................ 103
xii
Halaman
Gambar 5.41 Halaman 67& 68 ........................................................................ 104
Gambar 5.42 Halaman 69 & 70 ........................................................................ 104
Gambar 5.43 Halaman 71 & 72 ........................................................................ 105
Gambar 5.44 Halaman 73 & 74 ........................................................................ 105
Gambar 5.45 Halaman 75 & 76 ........................................................................ 106
Gambar 5.46 Halaman 77& 78 ........................................................................ 106
Gambar 5.47 Halaman 79 & 80 ........................................................................ 107
Gambar 5.48 Halaman 81 & 82 ........................................................................ 107
Gambar 5.49 Halaman 83 & 84 ........................................................................ 108
Gambar 5.50 Halaman 85 & 86 ........................................................................ 108
Gambar 5.51 Halaman 87& 88 ........................................................................ 109
Gambar 5.52 Halaman 89 & 90 ........................................................................ 109
Gambar 5.53 Halaman 91& 92 ........................................................................ 110
Gambar 5.54 Halaman 93 & 94 ........................................................................ 110
Gambar 5.55 Desain Poster .............................................................................. 109
Gambar 5.56 Desain X-Banner ........................................................................ 109
Gambar 5.57 Desain Flyer ................................................................................ 110
Gambar 5.58 Desain Kartu Nama ..................................................................... 110
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.4 SWOT ................................................................................................... 72
Tabel 4.5 Keyword ................................................................................................ 74
Tabel 4.5 Konsep Perancangan Karya .................................................................. 77
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Riset .......................................................... 137
Lampiran 2 Alur Cerita Buku Esai Fotografi Topeng Dalang Sumenep ........... 138
Lampiran 3 Layout Cerita Buku Esai Fotografi Topeng Dalang Sumenep ........ 139
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Sumenep terletak di unjung timur pulau Madura yang terdapat
keanekaragaman kesenian budaya tradisional yang menarik untuk dilihat dan
dilestarikan, salah satunya seni budaya Topeng Dalang. Topeng Dalang
merupakan penyebutan lokal di Madura, sedangkan di wilayah lain seperti Jawa
Timur atau Jawa Tengah menyebutnya dengan Wayang Topeng atau Topeng
Pedalangan. Dalam penulisan ini digunakan istilah Topeng Dalang menyesuaikan
istilah lokal yang dikenal oleh masyarakat Madura. Pada dasarnya topeng dibuat
untuk mengekspresikan karakteristik karakter tokoh pada cerita atau lakon,
misalnya karakter kasar, halus, gagah lembut, licik, buas, santun, lucu, dan unik
(Supriyato Henricus 1994: 2).
Topeng Dalang dari segi penulisan terdiri dari dua suku kata yakni
“topeng” dan “dalang. Topeng dalam sebuah pertunjukan Topeng Dalang
memiliki arti yaitu penutup wajah yang terbuat dari kayu mentaos dan memiliki
bentuk sesuai karakter masing-masing tokoh dalam cerita pewayangan, sedangkan
dalang adalah orang yang memilikui keahlian khusus dalam menyajikan cerita
secara lisan dengan menggunakan sebuah media seperti wayang. Dengan
demikian, Topeng Dalang mengandung pengertian suatu seni pertunjukan teater
tradisional yang menyerupai wayang orang dimana masing-masing pemeran
menggunakan topeng sebagai penutup wajah, dan semua dialognya dikendalikan
oleh dalang. Para Kawula muda di wilayah desa Slopeng kecamatan Dasuk masih
2
menggandrungi seni pertunjukan tradisional Topeng Dalang, namun dengan
seiring berkembangnya zaman dan masuknya budaya modern dalam era
globalisasi, kesenian modern telah merubah semua nilai-nilai budaya kehidupan
yang ada pada masyarakat perkotaan maupun pelosok desa. Di desa Slopeng
dahulunya hidup beberapa kelompok seni pertunjukan Topeng Dalang, namun
saat ini sudah tenggelam (punah), tinggal dua kelompok saja yaitu kelompok
“Rukun Perawas” dan “Rukun Pewaras”. Diantara dua kelompok tersebut yang
menjadi perhatian peneliti adalah kelompok “Rukun Pewaras”
Dari permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan upaya melestarikan
dengan memberikan informasi yang detail serta dikemas dengan menarik agar
minat masyarakat terhadap kebudayaan terutama Topeng Dalang meningkat,
kemudian di aplikasikan kedalam media sehingga dapat tersampaikan dengan baik
dan mampu meningkatkan rasa cinta terhadap budaya yang ada di masyarakat
yang akan menimbulkan pengetahuan tentang kesenian daerah yang berkembang
seiring zaman yang maju.
Sebutan kata Sumenep sampai saat ini masih terdapat perbedaan dalam
memaknainya. Di kalangan kelompok terpelajar dan tinggal di sekitar pusat
kabupaten Sumenep, umumnya menyebut dengan kata Sumenep. Sedangkan
masyarakat yang tinggal di pedesaan, menyebutnya dengan Songennep. Kata
Soengennep yang diterjemahkan oleh J.L Brandes pada abad XIX ialah bentuk
nama yang sebenarnya menurut cara Madura. Kata Songennep lebih sesuai
dengan lidah atau logat kebiasaan orang Madura yang berasal dari kata “Sung”
mempunyai arti sebuah relung atau cekungan atau lembah dan kata “enneb”
3
mempunyai arti endapan yang tenang, Maka jika diartikan lebih dalam lagi kata
songennep (dalam bahasa Madura) mempunyai arti “lembah atau cekungan yang
tenang” (Disbudpar Sumenep 2010: 32). Selain itu Sumenep juga memiliki
kekayaan sumber daya alam (SDA) migas serta berpotensi di bidang pertanian,
perkebunan, kelautan dan perikanan yang memiliki potensi besar untuk terus
dikembangkan dan dikelola dengan baik, menurut kepala Bappeda Provinsi Jawa
Timur, DR. Ir. Zainal Abidin, MM (www.sumenep.go.id) serta mampu untuk
mengembangkan kepariwisataan yang berada di Sumenep agar dapat dijadikan
tempat berkunjung bagi wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara.
Pelestarian dalam Kamus Bahasa Indonesia berasal dari kata lestari, yang
artinya adalah tetap selama-lamanya tidak berubah. Kemudian dalam penggunaan
bahasa Indonesia, penggunaan awalan pe- dan akhiran –an artinya digunakan
untuk menggambarkan sebuah proses atau upaya (kata kerja) (endarmoko 2006).
Secara umum dapat juga didefinisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan untuk
merawat, melindungi, dan mengembangkan objek pelestarian yang memiliki nilai
guna untuk dilestarikan. Adanya permasalahan yang terjadi di kabupaten
Sumenep guna melestarikan budaya tradisional Topeng Dalang, maka penelitian
ini bertujuan untuk melakukan suatu tindakan Penciptaan Buku Esai Fotografi
Topeng Dalang Sebagai Upaya Meningkatkan Pelestarian Budaya Tradisional
Sumenep yang mampu memiliki daya tarik minat masyarakat untuk mengetahui
budaya tersebut.
4
Topeng Dalang merupakan suatu jenis kesenian teater lokal tradisional.
Seperti namanya tarian Topeng Dalang Sumenep, Madura termasuk dalam
kelompok seni pendalangan dan sudah diketahui bahwa sejarah kehidupan seni
pendalangan sudah tua, bahkan sanggup menerobos dinding jaman berabad-abad
lamanya. Maka dari itu, topeng yang menjadi atribut utama dalam pertunjukan
tarian Topeng Dalang Sumenep, Madura pun mempunyai sejarah yang tua sekali,
bahkan topengnya jauh lebih tua dari pada kesenian pendalangan itu sendiri
(Soetrisno, 1981: 195).
Pada awal mulanya Topeng Dalang adalah kesenian keraton, lahir di
lingkungan keraton, dan pagelarannya lebih fokus dilihat oleh kaum bangsawan
dan elite tingkat atas. Dengan terjadinya perubahan struktur masyarakat dari yang
bersifat feodal di masa lampau kemudian menjadi bersifat kerakyatan yang
diperjuangkan oleh perjuangan bangsa Indonesia setelah mencapai kemerdekaan
dan kedaulatan negara, tari ini lebih sering diadakan pada waktu ruwatan (acara
syukuran) seperti ruwatan makam, ruwatan pekarangan, ruwatan desa, ruwatan
sunatan, dan ruwatan pernikahan. Di daerah pesisir Madura, umumnya
Gambar 1.1 Pertunjukan Topeng Dalang
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2014
5
menggunakan tari Topeng Dalang dalam setiap kegiatan ruwatan dan pada
acara ruwatan bumi atau disebut dengan berumbung. Kegiatan ini tidak boleh
menggunakan kesenian tari yang lain, jika pada kegiatan ini menggunakan
kesenian tari yang lain, maka pada daerah atau desa yang mengadakan acara
tersebut akan tertimpa musibah, seperti masyarakat akan terkena penyakit
dan hasil bumi pada daerah tersebut akan berkurang.
Dengan menggunakan media fotografi sangat membantu untuk sarana
perkenalan dan promosi Topeng Dalang yang ada di Sumenep, karena dalam
dunia fotografi dapat memberikan suatu gambar visual yang terlihat simpel,
menarik indera penglihatan, modern, dan serta mudah untuk dipahami. Taufan
Wijaya dalam bukunya mengatakan bahwa, salah satu kelebihan fotografi adalah
mampu merekam peristiwa yang aktual dan membentuk sebuah cerita
didalamnya, sehingga fotografi tidak hanya dapat menciptakan keindahan saja,
tetapi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi visual yang dapat menyampaikan
pesan kepada publik (Wijaya, 2011: 9).
Media fotografi yang digunakan untuk menciptakan pelestarian budaya
Topeng Dalang adalah dengan menggunakan esai foto. Esai foto merupakan
sebuah “cabang” foto jurnalistik. Dalam esai foto, sebuah masalah disampingkan
kepada publik dengan menampilkan lebih dari satu foto. Pengertian yang
sederhana esai foto merupakan sebuah narasi atau informasi lebih, dengan
komposisi foto dan esai berimbang dalam bentuk sekumpulan foto yang dirangkai
dalam satu topik. Pengambilan foto yang memiliki alur cerita tentang Topeng
Dalang akan di aplikasikan dalam bentuk sebuah buku dengan menggunakan
6
konsep esai foto. Pengambilan gambar dengan visual melalui konsep esai foto
dalam bentuk buku, diharapkan dapat memperkenalkan, melestarikan dan menjadi
wawasan bagi pembaca tentang Topeng Dalang Sumenep sebagai salah satu seni
pendalangan yang menjadi cerminan dari kebudayaan di Sumenep pulau Madura.
Penciptaan buku esai foto juga bisa dijadikan sebagai media promosi yang
dianggap sebagai cara komunikasi pemasaran yang efektif untuk menyampaikan
informasi kepada publik. Menurut Herlen Farlow, yang dikutip oleh Tim Studi
Analisa Program Promosi dan Pengenalan Produk (2007: 6) dalam jurnalnya yang
berjudul “Studi Analisa Program Promosi Pasar Modal dan Jasa Keuangan Oleh
Pelaku Industri Jasa Keuangan”, menyatakan bahwa tujuan dari promosi adalah
usaha yang dilakukan untuk menyampaikan informasi dan mempengaruhi pihak
lain agar dapat berpatisipasi dalam pengambilan keputusan bagi calon konsumen
untuk kegiatan pemasaran. Promosi merupakan usaha mengkomunikasikan
informasi yang bermanfaat tentang sesuatu hal untuk mempengaruhi konsumen.
Dengan adanya pernyataan tersebut maka melakukan tindakan promosi bukanlah
sesuatu hal yang baru di dunia industri pariwisata, namun suatu promosi akan
berlangsung efektif apabila seseorang di dalam industri melakukan identifikasi
sasaran masyarakat untuk menentukan respon yang diharapkan, memilih pesan
yang akan disampaikan, juga memilih media penyampaian dan mengumpulkan
feed back atas promosi yang dilakukan tersebut. Untuk mendapatkan media
promosi yang efektif, diperlukan beberapa pertimbangan untuk memilih media
promosi esai foto dapat dianggap tepat sebagai media promosi. Dalam pembuatan
ini, esai foto akan diaplikasikan dalam sebuah buku yang berisikan pesan beserta
7
gambar visual di desain secara lebih rinci, informatif dengan ukuran tempat yang
fleksibel. Media ini dapat bertahan relatif lama karena buku tersebut bisa
disimpan atau didokumentasikan oleh pembaca sebagai pembelajaran seni budaya
tradisional Topeng Dalang. Hasil jadi buku tersebut, tidak hanya untuk
dipromosikan dan dipasarkan, namun juga dapat digunakan untuk
menginformasikan asal usul Topeng Dalang dan sebagai pembelajaran untuk
anak-anak muda sekarang agar melestarikan budaya yang ada di Indonesia.
Membuat buku ini menggunakan esai fotografi sebagai temanya dan
memberikan artikel yang digunakan untuk menjelaskan tampilan gambar
visualnya, seperti menggambarkan Sumenep sebagai kabupaten yang memiliki
keunikan budaya, kesenian, dan Topeng Dalang Sumenep sebagai warisan budaya
yang tidak hanya untuk hiburan, tetapi memiliki gaya dan suara khas dari dalang
sebagai pengisi suara. Setiap isi cerita pewayangan, baik dalam gerakan, busana,
maupun tempat pertunjukan budaya tersebut.
Oleh karena itu, pembuatan buku esai fotografi yang dapat berisi tentang
informasi, karakter, pewayangan dan cerita di dalam kesenian topeng dalang
menjadi relevan karena fokus pada budaya tersebut yang menceritakan secara
detail seperti karakter tokoh, persiapan, dan pementasan dimulai. Dengan
demikian diharapkan dapat memenuhi keinginan masyarakat terutama Kabupaten
Sumenep terhadap kebudayaan Topeng Dalang yang dikemas dalam bentuk buku
esai fotografi yang bertujuan untuk mempromosikan dan melestarikan budaya
Topeng Dalang sebagai salah satu warisan pulau Madura kepada masyarakat
maupun wisatawan domestik dan mancanegara.
8
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah:
“Bagaimana menciptakan buku esai fotografi topeng dalang sebagai upaya untuk
pelestarian budaya tradisional sumenep?”
1.3. Batasan Masalah
Dari permasalahan yang dirumuskan di atas maka batasan masalah yang
akan dikerjakan pada penelitian ini adalah:
1. Pengambilan foto meliputi: proses pembuatan Topeng Dalang sampai pada
pertunjukan teater Topeng dalang.
2. Objek foto meliputi: tarian Topeng Dalang, pengrajin Topeng Dalang,
pertunjukan Topeng Dalang.
3. Mengulas secara garis besar tentang tokoh Topeng Dalang dan elemen yang
terlibat dalam pertunjukan Topeng Dalang.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana menciptakan buku esai
fotografi Topeng Dalang sebagai upaya untuk melestarikan budaya tradisional dan
memperkenalkan kebudayaan yang ada di pulau Madura terutama kabupaten
Sumenep.
9
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa untuk
membantu proses pembelajaran, pengalaman dan wawasan dalam
membuat buku esai fotografi untuk masyarakat dan wisatawan domestik
maupun mancanegara.
2. Diharapkan bermanfaat sebagai buku referensi seni budaya tradisional
bagi kalangan akademis.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Manfaat membuat buku esai fotografi adalah menginformasikan agar
masyarakat luas mengetahui kebudayaan Topeng Dalang dan diharapkan
mampu menarik minat wisatawan untuk mengunjungi wisata budaya ini
sebagai tujuan wisata budaya di pulau Madura.
2. Bisa digunakan untuk sumber pengetahuan seni budaya tradisional yang
dikenal menjadi ikon Sumenep, Madura.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Erlinda Triani Wiyono
mahasiswa Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain,
Universitas Kristen Petra, Surabaya. Dalam penelitiannya mengangkat tentang
“perancangan komunikasi visual revitalisasi tari topeng dalang untuk program
destinasi madura”. Berdasarkan hasil penelitian upaya revitalisasi tari topeng
dalang untuk program destinasi madura dapat ditarik kesimpulan bahwa
perkembangan tari dalam masyarakat muda mengalami penurunan atau dapat
dikatakan menurunnya minat masyarakat terhadap kebudayaan tradisional yang
ada di Madura. Salah satu contohnya adalah kebudayaan asli Madura, yaitu
kesenian tari Topeng Dalang. Kesenian ini sebenarnya cukup berkembang
didaerah Madura, namun yang lebih terlihat dan terasa secara jelas adalah di
daerah pinggiran Madura, seperti di Sumenep, Dasuk, dan Kalianget. Tidak salah
jika kesenian tari Topeng Dalang disebut sebagai kesenian rakyat pinggiran, tetapi
kesenian ini dulunya berawal mula dari kesenian yang diselenggarakan di keraton
Sumenep.
Berdasarkan fakta lapangan mengenai jumlah peminat dari Tari Topeng
Dalang Madura yang sangat minim, diperlukan adanya revitalisasi agar
peninggalan kebudayaan tersebut tidak punah. Melihat kenyataan yang
seharusnya demikian, maka kegiatan revitalisasi budaya menjadi jelas sangat vital
11
dan bahkan mendesak. Pada penelitian ini memiliki tujuan untuk merancang
komunikasi visual yang mengacu pada pengenalan dan promosi. Pada
perancangan komunikasi visual ini, pesan yang ingin disampaikan adalah
mengenalkan kembali kepada masyarakat mengenai kebudayaan Tari Topeng
Dalang Madura yang telah dimiliki sejak dahulu kala. Pemilihan Media berupa
media iklan cetak maupun media iklan elek tronik yang berupa pembuatan media
promosi melalui Website dan pembuatan visualisasi Logo Tari Topeng Dalang
serta merchandise berupa kartu permainan dan tas kain. Media yang dipilih
bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk dapat tertarik dengan kebudayaan
tradisional yang sudah lama mereka miliki tetapi tidak begitu banyak yang
mengenal dan mengetahuinya.
2.2 Kebudayaan
Kebudayaan Topeng dalang merupakan budaya seni tari, teater dan
pendalangan yang menjadi tradisi masyarakat di Sumenep. Budaya tersebut terus
dilestarikan agar generasi muda tetap tahu tentang seni budaya topeng dalang.
Kebudayaan atau pun yang disebut peradapan, mengandung pengertian yang luas,
meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, koral, hukum, adat istiadat (kebiasaan), dan
pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.
Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sansekerta budhayah , yaitu bentuk
jamak dari budhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan
dapat diartikan “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Sedangkan kata
12
“budaya” merupakan perkembangan majemuk dari “budi daya” yang berarti “daya
dari budi” sehingga dibedakan antara “budaya” yang berarti “daya dari budi” yang
berupa cipta, karsa, dan rasa, dengan “kebudayaan” yang berarti hasil dari cipta,
karsa, dan rasa (Koentjaraningrat 1980).
2.3 Pengertian Topeng
Tradisi topeng di indonesia telah ada sejak sebelum manusia mengenal
tulisan, artinya bahwa sepanjang peradapan umat manusia topeng hadir dan
menjadi bagian dari kebudayaan mereka. Menurut Emaile Durkheim katakan
didalam bukunya The Elementary Form of the Religious Life, bahwa topeng
diyakini sudah ada sejak awal kehidupan manusia (Durkheim, 2001: 110). Tradisi
topeng dulunya biasanya digunakan dalam ritus-ritus yang berhubungan dengan
kematian (Sumaryono, 2010: 1).
Edy Sedyawati Menjelaskan bahwa benda sebagai produk budaya
memiliki dua sifat, yaitu sifat kebendaan itu sendiri (tangible) dan sifat tak benda
(intangible). Produk budaya yang tangible yaitu dapat disentuh, berupa benda
konkret, yang pada umumnya berupa benda yang metupakan hasil buatan
manusia, dan dibuat untuk memenuhi kebutuhan tertentu (Sedyawati, 2007: 160-
161), sedangkan produk budaya yang intangible merupakan kabalikan dari sifat
kebendaan yaitu yang tidak dapat diraba atau disentuh.
13
Topeng sebagai produk budaya yang bersifat tangible yang artinya topeng
sebagai benda seni merupakan hasil olah kreativitas manusia yang dapat terindra
secara visual sekaligus dapat diraba dan di sentuh. Adapun topeng sebagai produk
budaya yang bersifat intangible yang artinya topeng sebagai benda seni sangat
erat kaitanya dengan latar belakang dan nilai-nilai filosofis yang dituangkan di
dalamnya.
2.4 Topeng Dalang
Topeng Dalang Madura sangat populer dikalangan orang Madura. Sejak
abad ke-15 kesenian ini sudah ada di Desa Proppo pada masa pemerintahan Prabu
Menak Senaya. Konon, Prabu inilah yang pertama kali memperkenalkan topeng di
daerah Madura. Mengingat bhwa hubungan Madura dengan kerajaan yang di
Jawa (Majapahit dan Singosari) sangat mesra, maka tidak dapat dipungkiri
bahwa Topeng Dalang Madura merupakan kelanjutan dari topeng yang ada di
Kerajaan tersebut. Namun demikian, dalam perkembangannya Topeng Dalang
Madura menempuh jalan sendiri. Lebih-lebih, ketika agama Islam mulai masuk
ke tanah Madura. Dalam hal ini cerita-cerita yang dipentaskan banyak diselipkan
ajaran-ajaran yang berlandaskan pada agama Islam.
Perkawinan antara seorang keluarga Mataram dan seorang keluarga Madura,
yaitu Pangeran Buwono (1830 – 1850) dengan salah satu puteri raja Madura
(Bangkalan) semakin mengangkat topeng madura. Malahan, Paku Buwono Vll
memberi hadiah berupa seperangkat topeng lengkap dengan busana dan
perlengkapannya. Pada abad ke – 20, setelah kerajaan-kerajaan mulai menghilang
14
dari bumi Madura, topeng Madura kembali menjadi kesenian rakyat hingga
tahun 1950 –an. Hal itu tercermian dari banyaknya group kesenian topeng dan
pengrjin topeng di berbagai pelosok Madura. Memasuki tahun 1960 – an topeng
Madura mengalami kesurutan. Hal itu disebabkan para tokahnya banyak yang
meninggal, sementara generasi muda belum menguasainya. Pada tahun 1970 -
an topeng Madura kembali bangkit atas jasa dalang tua yang bernama Sabidin
dari Sumenep, sehingga di Sumenep banyak dijumpai kesenian ini. Di Desa
Slopeng, Kalianget, Marengan dan Pinggir Papas misalnya, disana banyak
kesenian tradisional yang masih menekuninya. Salah satu kelompok topeng
dalang yang sangat tua adalah yang ada di Desa Slopeng Dasuk dengan nama
“Rukun Parawas”.
Warna Topeng Dalang erat kaitannya dengan wataknya. Dominan warna
merah mencermin pemberani, dominan warna kuning mencermin keluhuran budi;
dominan warna hitam mencerminkan kebijaksanaan, dominan warna hijau
mencerminkan kelembutan, dan dominan warna kuning emas mencerminkan
keagungan. Sementara, gerakan tari dalam topeng dalang meliputi gerak;
halus, sedang dan kasar. Dalam suatu pementasan, kesenian ini diawali
dengan gending pembuka. Kemudian, disusul dengan tari gambuh tameng,
yaitu tari yang menggambarkan keperkasaan. Tari ini mencerminkan sebuah
ungkapan “Etembang pote mata lebi bagus pote tolang” yang artinya dari pada
hidup bercermin bingkai lebih baik mati berkalang tanah. Selanjutnya disusul
dengan tari branyak rampak prapatan, yaitu tari yang menggambarkan kegesitan
dan kelincahan empat satria. Lalu disusul dengan tari klono tunjung seto, yaitu
15
tari yang menggambarkan seorang satria utusan dewa dari swargaloka yang diutus
turun ke maya pada untuk memberi suri tauladan kepada para remaja.
2.5 Fotografi
Perkembangan fotografi di Indonesia bermula dari mas penjajahan, dimana
fotografernya sendiri berasal dari masyarakat Indonesia dengan kelas social
menengah keatas sebagai penyalur hobi dan mengabadikan momen-momen
penting perkembangan sejarah dan kebudayaan Indonesia pada saat itu. Fotografi
menjadi popular hingga saat ini, karena proses penghasilan gambar dan cahaya
pada film ini dapat diperbanyak dan hasilnya memberikan informasi serta pesan
kepada orang lain sebagai audience. Dengan menggunakan media fotografi,
hingga saat ini momen-momen sejarah dan cerita tentang kebudayaan Indonesia
dapat kita pahami melalui media fotografi sebagai alat komunikasi massa
(Wijaya, 2011: 67).
Foto atau gambar dianggap memainkan peranan penting sebagai media
komunikasi yang integral dari banyak aspek didalam kehidupan manusia, fungsi
komunikasi dalam hal ini untuk melayani beragam fungsi yang penting.
Komunikasi dapat memuaskan kehidupan kita yang ada dalam berbagai
kebutuhan fisik, identitas diri, kebutuhan social, dan praktis.
16
2.5.1 Tahapan dalam Fotografi
Tahapan dalam fotografi ada empat , yaitu komposisi, fokus, kecepatan
dan diafragma (Alwi, 2004: 42). Berikut penjelasanya:
1. Komposisi
Komposisi adalah sususan yang ada dalam foto. Bagaimana susunan itu
hanya fotografer yang bisa mengetahui dan melakukannya. Komposisi
dilakukan berdasarkan:
a. Point Of Interest
Point Of Interest merupakan sesutau hal yang paling menonjol pada foto,
yang membuat orang langsung melihat kepadanya dan tertarik untuk
melihatnya atau disebut juga menjadi pusat perhatian audience.
b. Framing
Framing menggunakan lensa fix, dilakukan dengan cara fotografer maju-
mundur, mendekat-menjahui dari objek. Tetapi dengan lensa zoom atau
tele maka framing dilakukan dengan cara memutar ring zoom ke kanan-
kiri atau ke depan-belakang searang dengan objek foto.
c. Balance
Balance adalah keseimbangan yang harus dipertimbangkan pada objek
foto. Komposisi juga disusun berdasarkan jarak pemotretan yang
dilakukan dengan variasi long shot, Medium Shot, dan close up. Juga
sudut pengambilan dengan variasi high angle dan low angle. Lalu
penempatan objek lain dengan objek utama, dengan variasi foreground
17
dan background dan posisi kamera yang diletakkan vertikal ataupun
horizontal.
1) Long Shot
Komposisi yang dihasilkan adalah objek (point of interest) kecil. Hal
ini karena kamera berada pada jarak yang jauh dengan objek foto,
sehingga hasil foto atau proyeksi foto pada kaca pembidik terlihat juga
kecil. Komposisi dengan pemotretan long shot dilakukan untuk
memperoleh foto berkesan memperlihatkan suasana.
2) Medium Shot
Komposisi yang dihasilkan adalah objek yang difoto (point of interest)
sudah terlihat lebih besar dibandingkan pada pemotretan long shot.
Hal ini karena kamera sudah berada atau diletakkan lebih dekat
dengan jaraknya dengan foto.
3) Close Up
Komposisi yang terlihat hanya objek yang difoto saja atau yang
dijadikan point of interest, pada seluruh permukaan foto atau kaca
pembidik. Tidak ada objek lain, sehingga hasil foto objek juga terlihat
besar.
4) High Angle
Hight angle merupakan pemotretan dengan menempatkan objek foto
lebih rendah dari pada kamera atau kamera berada lebih tinggi dari
pada objek foto, sehingga yang terlihat pada kaca pembidik objek foto
terlihat mengecil.
18
5) Low Angle
Low angle adalah pemotretan dengan kamera yang ditempatkan lebih
rendah dari pada objek foto atau objek foto berada lebih tinggi dari
pada kamera, sehingga objek foto terkesab membesar dilihat pada
kaca pembidik.
6) Foreground
Foreground merupakan pemotretan dengan menempatkan objek lain
di depan objek utama yang bertujuan selain sebagai pembanding juga
untuk memperindah objek utama. Objek di dapan disebut foreground
atau latar depan, bisa dibuat tajam (focus), bisa pula tidak tajam (blur).
Fokus dilakukan pada objek utama dan hasil foto terkesan objek
utama yang terhalang oleh objek lain di depannya.
7) Background
Kebalikan dari foreground adalah pemotretan dengan menempatkan
objek utama di depan objek lain, tujuannya seperti foreground, yaitu
untuk pembanding dan memperindah objek utama. Objek lain
dibelakang disebut latar belakang (background).
8) Horizontal dan Vertikal
Merupakan pemotretan dengan posisi kamera mendatar (horizontal)
dan hasil fotonya juga mendatar atau disebut juga landscape.
Sementara vertikal, posisi kamera berdiri (vertikal), sehingga hasil
fotonya juga vertikal atau bisa disebut juga potrait.
19
2. Fokus
Fokus adalah kegiatan mengatur ketajaman pada objek foto yang telah
dijadikan point of interest pada saat komposisi. Dilakukan dengan cara
memutar ring fokus pada lensa sehingga terlihat pada kaca pembidik, objek
yang tadinya tidak tajam dan tidak jelas, menjadi fokus dan tajam serta jelas
bentuk dan tampilannya.
3. Kecepatan (speed)
Kecepatan adalah gerakan tirai yang membuka-menutup sesuai angka yang
dipilih pada tombol kecepatan. Tirai ada pada bagian belakang dalam kamera.
Kecepatan diibaratkan kelopak mata manusia. Kalau kelopak mata manusia
membuka berarti manusia bisa melihat karena cahaya masuk, begitu juga
sebaliknya kalau kelopak mata tertutup. Rumus kecepatan adalah “ makin
besar kecepatan (ditunjukkan dengan angka yang besar), makin sebentar atau
sedikit cahaya yang bisa masuk ke kamera dan membakar film. Sebaliknya,
“makin kecil kecepatan (ditunjukkan dengan angka yang kecil), makin lama
atau banyak cahaya yang bisa masuk ke dalam kamera dan membakar film”.
4. Diafragma (Aperture)
Merupakan sama halnya dengan kecepatan, diafragma juga diibaratkan bola
mata manusia. Kalau bola mata membesar, berarti cahaya yang bisa masuk ke
dalam mata manusia banyak, terutama kalau manusia berada pada tempat
yang gelap, sehingga manusia bisa melihat di dalam kegelapan. Sebaliknya,
kalau bola mata menusia mengecil, berarti cahaya yang bisa masuk ke dalam
mata manusia sedikit, hal ini terutama kalau manusia berada ditempat terang
20
dimana manusia mengedip sehingga bola mata pun mengecil dan cahaya yang
bisa masuk ke dalam mata manusia pun juga sedikit. Teori diafragma yaitu “
makin besar diafragma (ditunjukkan dengan angka kecil), makin banyak
cahaya yang bisa lolos ke kamera melalui lensa”. Sebaliknya, “makin kecil
diafragma (ditunjukkan dengan angka yang besar), maka makin sedikit
cahaya yang bisa lolos ke dalam kamera melalui lensa”.
2.5.2 Teknik Memotret
Teknik memotret adalah suatu cara dalam memotret setelah diketahui
bagaimana tahapan memotret (Alwi, 2004: 60-66). Teknik memotret bermacam-
macam, tetapi yang paling banyak digunakan untuk pemotretan foto sebagai
berikut:
1. Freeze
Merupakan teknik memotret pada objek bergerak yang menginginkan objek
tersebut berhenti (diam atau freeze) setelah dipotret. Karena itu digunakan
kecepatan tinggi atau diatas 1/60 sesuai gerakan objek foto. Memotret freeze
bisa dilakukan menggunakan lampu flash.
2. Blur
Merupakan teknik memotret pada objek bergerak untuk memperoleh hasil
foto objek yang bergerak tersebut menjadi blur atau tidak fokus (goyang),
sementara objek yang tidak bergerak diam dan tajam. Karena itu kecepatan
yang digunakan adalah kecepatan rendah atau dibawah 1/60.
21
3. Depth Of Field (Ruang Tajam)
Merupakan teknik memotret pada objek yang tetap atau diam untuk
memperoleh gambar yang tampak tajam dan terfokus. Semakin dekat jarak
dengan subjek maka semakin sempit Depht Of Field (ruang tajam) dan
sebaliknya semakin jauh jarak antara kamera dengan subjek maka semakin
lebar Depth Of Fieldnya.
4. Panning
Merupakan teknik memotret dengan menggerakkan kamera sesuai gerakan
objek foto. Tujuannya adalah gerakan terebut terekam oleh kamera hanya
lintasannya saja pada latar belakang objek foto secara blur bergaris.
5. Zooming
Merupakan tekniok memotret untuk memperoleh hasil foto dengan kesan
objek mendekat atau menjahui kamera, untuk itu diganakan lensa zoom.
Kecepatan yang dipakai adalah kecepatan rendah atau dibawah 1/60.
6. Multi Exposure
Merupakan teknik memotret untuk memperoleh hasil foto dengan kesan
menumpuk objek yang difoto lebih dari satu kali tetapi berada pada satu
frame (bingkai film).
7. Window light
Merupakan teknik memotret dengan memanfaatkan cahaya dari satu sumber,
bisa dari cahaya jendela (window), bisa juga cahaya dari sumber lain yang
searah sperti halnya cahaya jendela.
22
8. Silhouette
Merupakan teknik memotret dengan menempatkan kamera menghadap
langsung sumber cahaya, sementara objek foto di tengah-tengah sumber
cahaya dengan kamera. Hasil fotonya, objek foto gelap sementara latar
belakang (sumber cahaya) terang.
2.6 Esai foto
Esai foto atau foto esai adalah sebuah “cabang” dari fotografi jurnalistik.
Esai foto menampilkan lebih dari satu foto yang menggambarkan sebuah
permasalahan kepada publik. Arti yang lebih sederhana, esai foto adalah sebuah
narasi yang berbentuk sekumpulan foto kemudian dirangkai dalam satu topik dan
bertujuan untuk menyampaikan pendapat atau opini secara sekaligus, fakta dan
peristiwa (duniaesai.com).
Michael Davis, mantan picture editor di National Geographic mengatakan
photo essay cenderung mengenai suatu tipe atau aspek dari banyak tempay,
banyak hal, atau orang dan membutuhksn alur yang menyatu. Dalam membuat
photo essay membutuhkan “kejernihan melihat”. Dalam menentukan sudut
pandang secara keseluruhan, melihat duduk perkara, terkadang dengan
mengaitkan hal-hal yang seringkali tidak tampak terlalu jelas kaitannya antara
satu hal dengan hal lainnya, bisa juga dengan kaitan waktu atau kaitan kejadian
(www.slideshare.net/FOTOKITA).
23
Dalam membuat sebuah esai foto, dibutuhkan seleksi dan pengaturan yang
sesuai agar foto dapat membentuk suatu cerita lewat satu tema. Secara
keseluruhan, permasalahan yang diangkat lebih dalam, lebih utuh, lebih imajinatif
dan memberikan ruang dimesi yang luas dibandingkan yang dapat dicapai foto
tunggal. Subjek untuk foto esai biasa beragam, bisa dari kejadian, tokoh, gagasan
atau suatu tempat. Cara penuturannya juga beragam dari segi kronologis dan
tematik. Esai bentuknya fleksibel, yang terpenting adalah foto-foto tersebut saling
melengkapi dan menjadi satu tema dalam bentuk alur cerita.
Secara umum, esai foto seperti dalam foto-foto yang disusun menjadi satu
cerita yang memiliki narasi atau alur. Foto pertama biasanya memikat,
memancing pembaca untuk ingin tahu kelanjutan dari cerita tersebut. Selanjutnya
foto-foto yang membangun badan cerita dan menggiring pembaca untuk tetap
membacanya. Kemudian foto yang melengkapi cerita dan foto penutup yang
berfungsi mengikat sekaligus memberikan kesan dan arti.
Beberapa jenis foto yang ada dalam rangkaian esai fotografi:
1. Establishing shot: Menggambarkan tempat atau setting tempat kejadian yang
menggunakan lensa wide angle untuk memberikan kesan tiga dimesi.
2. Detail shot: Foto detail dari benda atau bagian dari orang yang penting
misalnya close-up wajah orang atau benda-benda yang melekat pada manusia,
menggunakan lensa makro atau tele.
3. Interaction shot: Berisikan tentang interaksi antara dua orang atau lebih yang
sedang berbicara maupun melakukan suatu kegiatan, menggunakan lensa tele.
24
4. Climax: Sebuah foto yang menggambarkan puncak dari sebuah acara atau
kegiatan.
5. Closer atau Clincher: Foto yang menutup cerita yang memberikan kesan,
pesan, inspirasi atau motivasi.
2.6.1 Perbedaan Esai Foto dengan Sekumpulan Foto Biasa
Ada beberapa hal mendasar yang membedakan esai foto dengan kumpulan
foto biasa, menurut Budi Andana Marahimin (lifestyle.kompasiana.com). Hal ini
dapat dirumuskan menjadi empat point yang dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Esai foto memiliki tema
Bisa saja kita memotret suatu acara dan menghasilkan suatu foto yang kuat
secara tunggal. Namun apabila tidak didukung tema yang kuat, foto-foto
tersebut tidak dapat dirangkai. Sehingga tema merupakan sebuah keharusan
dalam membuat suatu esai foto.
2. Esai foto cenderung berbau opini dan menggali emosi bagi yang melihat.
Fotografer sebaiknya melakukan pendalaman dengan melakukan
pengukangan ke lokasi dan terjun langsung ketengah problema serta
menangkap secara detil baik itu secara simbolik maupun snapshot. Sehingga
sang fotografer tidak kehilangan momen-momen penting dan yang sering
tidak terdektesi dalam satu kali sesi pemotretan saja.
25
3. Esai foto memerlukan narasi agar memperkuat tema.
Narasi atau caption atau teks foto adalah sebuah keharusan dalam membuat
suatu esai foto. Karena tanpa narasi, suatu esai foto akan menjadi tidak kuat
bahkan akan bisa menjadi sulit dimengerti maknanya oleh yang melihat.
4. Esai foto mendapat nilai tambah bila tampil dalam tata letak yang
diperhitungkan baik.
Tata letak yang baik (ukuran, jenis, font, dll) akan menonjolkan interaksi
antara foto dan membentuk kesatuan yang utuh.
2.6.2 Merangkai Esai Foto
Menurut Nonot S. Utama dalam kutipan sebuah “Majalah Foto Media”
(2002: 58) selama melakukan pemotretan, beberapa hal dibawah ini dapat menjadi
panduan dalam merangkai esai foto:
1. Foto Long Shot
Dipakai untuk menggambarkan suasana subjek dan lingkungan
disekelilingnya.
2. Foto Medium Shot
Digunakan untuk memperlihatkan suatu kejadian.
3. Foto Close Up
Digunakan untuk memperlihatkan emosi dari subjek itu.
4. Foto Utama atau Lead
Foto yang paling menonjol dari keseluruhan.
26
5. Foto Potrait
Menggambarkan tokoh kunci dari sebuah foto esai.
6. Foto Interaksi
Menggambarkan bagaimana subjek melakukan interaksi hubungan dengan
lingkungan.
7. Foto Sekuen
Memaparkan tahapan perkembangan pada subjek dalam pemotretan.
8. Foto Detail
Bertujuan sebagai foto yang memperkuat emosi.
9. Close
Digunakan sebagai penutupan foto.
Sebuah foto dalam esai foto tidak harus menampilkan semua ketentuan
diatas, hanya saja foto utama dan penutup amat penting disajikan sebaik mungkin.
Sementara foto lainnya dapat disesuaikan dengan keadaan di lapangan.
2.7 Kajian Tentang Buku
Buku adalah sekumpulan kertas bertulisan yang dijadikan satu. Kertas-
kertas bertulisan itu mempunyai tema bahasan yang sama dan disusun menurut
kronologi tertentu, dari awal bahasan sampai kesimpulan dan bahasan tersebut.
Buku adalah sumber ilmu pengetahuan dan sumber pembangunan watak bangsa
(Muktiono, 2003: 22). Pengetahuan tertentu dijadikan sebagai satu kesatuan di
dalam buku. Agar pengetahuan tidak terpencar-pencar dan mudah dipelajari, maka
diciptakanlah buku. Tujuan dari buku tidak lain hanyalah untuk menyatukan ilmu
27
pengetahuan tertentu agar terkumpul dalam satu tempat sehingga mudah
ditemukan dan dipelajari.
Jenis buku ada bermacam-macam, bukan hanya buku ilmu pengetahuan,
diantaranya adalah buku cerita, buku komik, buku novel, dan sebagainya.
Biasanya buku mempunyai ukuran tertentu yang membedakannya dengan
penyatuan kertas bertulisan lainnya. Umumnya buku mempunyai ukuran yang
memudahkannya untuk digenggam atau dibawa-bawa oleh seseorang. Tidak
terlalu kecil dan tidak terlalu besar, tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis.
Terdapat beberapa jenis-jenis buku yang dikutip dari ensiklopedia bebas
(nulisbuku.com) antara lain:
1. Buku Fiksi
Jenis buku ini merupakan salah satu jenis buku yang paling banyak
diterbitkan didunia. Kisah dibalik cerita adalah sebuah fiksi / tidak didasarkan
pada kehidupan nyata. Contoh dari buku fiksi adalah: Novel, novel grafis
maupun komik.
2. Buku Non Fiksi
Dalam kepustakaan jenis-jenis buku non fiksi banyak digunakan sebagai
buku-buku referensi ataupun juga ensiklopedia. Jenis-jenis buku non fiksi
adalah sebagai berikut: buku sekolah, buku jurnalistik, atlas, album, laporan
tahunan, dan sebagainya.
28
2.7.1 Kategori Jenis Buku
1. Ensiklopedia
Ensiklopedia atau ensiklopedi adalah sejumlah buku yang berisi
penjelasan mengenai setiap cabang ilmu pengetahuan yang tersusun menurut
abjad atau menurut kategori secara singkat dan padat.
2. Kamus
Kamus adalah sejenis buku rujukan yang menerangkan makna kata-kata.
Berfungsi untuk membantu seseorang mengenal perkataan baru. Selain
menerangkan maksut kata, kamus juga mungkin mempunyai pedoman
sebutan, asal-usul (etimologi) suatu perkataan.
3. Buku Keagamaan
Buku keagamaan adalah buku yang berisi dan menjelaskan perihal
agama, tuntunan, ataupun hal-hal yang memiliki unsur spiritual dan
kerohanian.
4. Karya sastra
Buku yang berisi karangan yang bersifat menjelaskan secara terurai
mengenai suatu masalah atau hal atau peristiwa dan lain-lain. Pada dasarnya
ada dua macam, yakni karya sastra yang bersifat sastra dan karya sastra yang
bersifat bukan sastra. Yang bersifat sastra merupakan karya sastra yang
kreatif dan imajinatif, sedangkan karya satra yang bukan sastra ialah karya
sastra yang non imajinatif.
29
5. Buku panduan
Buku panduan adalah buku yang memberikan informasi atau intruksi
berkenaan suatu hal dan memberikan penjelasan sejelas-jelasnya dan
seinformatif mungkin untuk memberikan pemahaman pada pengguna.
2.7.2 Anatomi Buku
Menurut Iyan Wibowo dalam bukunya yang berjudul “Anatomi Buku”
(2007), disebutkan bahwa buku memiliki beberapa bagian-bagian yang menjadi
kelengkapan buku antara lain:
1. cover Buku (Sampul Buku)
a. cover depan
Kover sangat memengaruhi daya tarik sebuah buku, sebab awal terhadap
buku ada di sini. Setiap datang ke toko atau sebuah pameran buku, yang
terlebih pertama kali oleh pandangan kita adalah pajangan buku
berbentuk kover buku yang menarik. Kover depan biasanya berisi judul,
nama penulis, nama pemberi pengantar atau sambutan, serta logo dan
nma penerbit.
b. cover belakang
Biasanya berisi judul buku, sinopsis, biografi penulis, ISBN
(International Standard Book Number) beserta barcode-nya, dan alamat
penerbit sekaligus logonya.
30
c. Punggung buku
Buku yang memiliki ketebalan tertentu biasanya memiliki punggung
buku (khusus untuk buku tebal). Punggung buku berisi nama pengarang,
nama penerbit, dan logo penerbit.
d. Endorsement
Semacam dukungan atau pujian terhadap buku dari pembaca atau ahli
atau orang terkenal untuk menambah daya pikat buku yang ditulis di
kover buku atau kover belakang.
e. Lidah cover (jarang ada, buku tertentu saja)
Biasanya berisi foto beserta riwayat hidup pengarang dan atau ringkasan
buku yang dihadirkan untuk kepentingan estetika dan keeksklusifan
buku.
2. Perwajahan Buku
a. Ukuran buku
Masalah ukuran buku sangat berhubungan dengan materi (isi). Sebuah
novel biasanya memiliki ukuran yang berbeda dengan buku pelajaran.
Buku pelajaran biasanya lebih panjang dan lebih lebar.
b. Bidang cetak
Dalam setiap halaman isi buku, kita melihat bagian yang kosong di setiap
pinggir-pinggirnya, atau biasa disebut margin. Selain untuk keindahan,
bagian tersebut berfungsi mengamankan materi dari kesalahan cetak
(misalnya terpotong). Sedangkan bagian yang berisi tulisan (materi) biasa
dinamakan bidang cetak.
31
c. Pemilihan huruf
Jenis huruf (font), ukuran huruf (size), dan jarak antar baris (lead) sangat
penting dalam pembuatan buku. Ketiga hal tersebut selain untuk
kepentingan estetika, akan menentukan enak tidaknya buku dibaca.
d. Teknik penomoran halaman
Masalah halaman berkaitan dengan kemudahan pembaca dalam
menandai materi (isi).
e. Pemilihan warna
Beberapa buku terkadang membutuhkan pewarnaan pada bagian gambar-
gambar tertentu yang memang dibutuhkan, untuk penegasan atau sekadar
keindahan.
f. Keindahan dan kesesuaian ilustrasi
Beberapa buku, terutama yang diperuntukkan bagi anak-anak banyak
membutuhkan ilustrasi yang berfungsi menggambarkan materi, sehingga
membantu imajinasi pembaca memahami pesan di dalam buku.
g. Kualitas kertas dan penjilidan
Tidak semua buku dicetak dengan menggunakan kertas yang sama.
Untuk buku anak-anak yang mengandung banyak ilustrasi dan berwarna,
biasanya membutuhkan kertas yang lebih tebal. Hal ini mempengaruhi
penjilidan di akhir proses penerbitan buku.
32
3. Halaman Preliminaries (Halaman Pendahulu)
a. Halaman judul
Halaman ini berada di halaman awal, setelah kita membuka Kover Buku,
antara lain berisi judul, subjudul, nama penulis, nama penerjemah, nama
penerbit,, dan logo. Akan tetapi, sebagian buku terbitan memiliki
halaman prancis, yang terletak sebelum halaman judul, dan hanya berisi
judul buku.
b. Hak cipta (copyright)
Halaman hak cipta berisi judul, identitas penerbit, penulis, termasuk tim
yang terlibat selama proses publikasi, misalnya editor, penata letak,
desainer sampul, ilustrator, dan lain-lain. Halaman hak cipta ini biasanya
juga disertai pernyataan larangan atau izin untuk memperbanyak
(menggandakan) buku tersebut. Akan tetapi, kami pernah menemukan
buku yang seakan-akan menolak hak cipta dengan menyebutkan bahwa
buku tersebut boleh difotokopi. Secara umum memang aneh, tapi
begitulah adanya perbedaan pendapat.
c. Halaman tambahan
Halaman ini biasanya berisi motto dan atau ucapan terima kasih dari
penulis.
d. Sambutan
Halaman ini berisi semacam sambutan yang disampaikan oleh lembaga
atau perseorangan yang berkompeten. Ada pula yang menyebutnya
sebagai Sekapur Sirih dan lain sebagainya.
33
e. Kata pengantar
Kata pengantar berisi sedikit ulasan atas buku atau ulasan atas penulis,
yang ditulis penerbit atau siapa pun yang berkompeten dan berkaitan
dengan isi buku.
f. Prakata
Prakata ditulis sendiri oleh penulis sebagai pemandu sebelum pembaca
memasuki materi atau isi buku. Prakata biasanya berisi uraian tentang
tujuan serta metode penulisan.
g. Daftar isi
Memudahkan pembaca mencari halaman isi yang berkaitan dengan tema
tertentu dari materi buku.
h. Selain itu juga beberapa hal yang termasuk dalam Halaman
Preliminaries, tetapi tergantung kebutuhan atau sesuai dengan materi (isi)
buku (tidak selelu ada), yaitu : Daftar tabel, Daftar singkatan dan
akronim, Halaman daftar lambang, Halaman daftar ilustrasi, Halaman
pendahuluan.
4. Halaman Isi Buku
a. Judul bab
Biasanya, jenis beserta ukuran font (font size, lebih besar) judul bab
dibuat berbeda dengan judul subbab apalagi dengan isinya.
b. Penomoran bab
Penomoran Penomoran ini berbeda-beda pada beberapa buku. Pada buku
yang berisi ilmu pengetahuan teoritis biasanya penomoran bab
34
menggunakan angka Romawi atau angka Arab. Akan tetapi, pada buku-
buku sastra atau buku-buku ilmu pengetahuan populer, biasanya lebih
banyak menggunakan simbol-simbol atau berupa tulisan, satu, dua, tiga,
dan seterusnya.
c. Alinea
Setiap paragraf baru akan ditandai dengan adanya alinea.
d. Penomoran teks
Dalam penomoran teks, kita harus selalu konsisten dan sesuai aturan
penomoran teks. Misalnya dengan huruf (A, 1, a, (1), (a)) dan dengan
angka (1.1, 1.2, 1.2.3), atau dengan teknik lain.
e. Perincian
Dalam melakukan perincian hampir sama dengan sistem penomoran teks.
Perincian banyak dijumpai pada soal-soal ujian. Perincian dapat berupa
penjabaran, dapat pula berupa pilihan, dapat menggunakan nomor, dan
dapat pula menggunakan angka.
f. Kutipan
Setiap kutipan harus mencantumkan sumber. Jika kutipan agak banyak
maka harus dibuat dengan font yang berbeda, baik ukuran, dan jenis font-
nya, atau bisa juga dengan cara diberi background.
g. Ilustrasi
Ilustrasi harus memiliki keterkaitan dengan materi. Sebab, pemberian
ilustrasi bertujuan membantu menjelaskan materi memalui gambar.
35
h. Tabel
Penempatan tabel harus berdekatan dengan materi yang berkaitan. Jika
tidak memungkinkan karena menyesuaikan layout, sebaiknya diberi
nomor.
i. Judul lelar
Judul lelar biasanya ditempatkan di atas atau di bawah teks, kadang
diletakkan bersebelahan dengan nomor halaman buku. Judul lelar
biasanya berisi judul buku (pada setiap halaman genap) dan judul bab
atau nama pengarang (pada setiap halaman ganjil).
j. Inisial
Inisial adalah huruf pertama dalam di awal paragraf setelah judul bab
yang dibuat sangat besar melebihi ukuran huruf yang lain.
k. Catatan samping
Biasanya berada di akhir kalimat kutipan tidak langsung.
l. Catatan kaki
Biasanya berada di baris paling bawah halaman, sebelum Judul lelar.
5. Halaman Postliminary (penyudah)
a. Catatan penutup
Semacam catatan kaki yang berada di akhir materi atau setelah bab
terakhir.
b. Daftar istilah
Biasanya berisi istilah-istilah asing dan penjelasannya yang dipakai
dalam materi buku.
36
c. Indeks
Daftar kata atau istilah penting yang dilengkapi dengan nomor halaman.
Indeks disusun secara alfabetis dan terletak pada bagian akhir buku. Kita
dapat mencari informasi dari istilah yang terdapat dalam indeks
sebagaimana tidak semua buku memerlukan indeks.
d. Daftar pustaka
Berisi daftar buku-buku yang dijadikan referensi dalam menulis materi
buku.
e. Biografi penulis
Penjelasan tentang latar belakang penulis yang melahirkan buku.
2.7.3 Karakter buku dengan gambar
Dalam sebuah buku memiliki kontent yang banyak mengandung gambar
atau foto sebaiknya tidak terlalu kecil atau setidaknya tidak jauh dari ukuran 20cm
x 27cm, 21cm x 28cm, 21cm x 29,7cm. Adapun peletakannya page number pada
tiap halaman sebaiknya mengikuti aturan, untuk halaman ganjil diletakkan pada
bagian kiri buku, sedangkan pada halaman gebap pada bagian halaman kanan
buku. Unsur yang harus ada pada sebuah buku dengan gambar, antara lain adalah:
1. Gambar, dapat menyampaikan sesuatu informasi atau pesan dengan lebih
jelas daripada teks.
2. Mutu, bukan hanya dilihat dari segi estetika tetapi juga dari segi
perkembangan target audience dari aspek afektif dan kognitif.
3. Urutan cerita atau fakta dari gambar-gambar yang dilihat perlu ada.
37
4. Bahasa, bahasa yang digunakan hendaklah yang mudah dipamahi. Akan
lebih baik jika terdapat unsur-unsur yang nantinya dapat menambah
perbendaharaan kata.
5. Perkataan dan ungkapan, hendaklah disajikan berulang-ulang sebagai tujuan
pengukuhan.
6. Gaya penyajian, perlu jelas dan teratur serta mempunyai unsur hiburan.
7. Keharmonisan antara teks dan gambar, mengingat hal ini sangat penting
pastikan gabungan antara gambar dan tulisan saling melengkapi.
8. Ciri fisik buku ini adalah:
a. Cover yang menarik
b. Mutu kertas yang baik
c. Penjilidan yang kuat
d. Ukuran huruf
e. Cetakan huruf tidak menutupi gambar agar tidak membingungkan (Iyan
WB, 2007: 87).
2.8 Layout
Dalam buku layout yang ditulis oleh Gavin Ambrose dan Paul Harris (2005,
11), layout adalah pengaturan element-element desain dalam kaitanya dengan
ruang atau bidang dimana element-element tersebut berada, dan dalam keserasian
dengan tampilan secara keseluruhan dari segi estetis. Sasaran utama dari layout
adalah untuk menampilkan element-element visual maupun tekstual tersebut yang
dikomunikasikan dengan cara yang teratur, sehingga memungkinkan pembaca
38
untuk menangkapnya dengan mudah. Tidak ada aturan emas dalam mengatur
layout, karena ada berbagai penanganan yang berbeda bagi tiap media yang
berbeda.
Layout dapat dijabarkan sebagai tata letak element-elemen desain terhadap
suatu bidang dalam media tertentu untuk mendukung konsep atau pesan yang
dibawanya (Rustan, 2008: 50). Untuk mengatur layout, maka diperlukan
pengetahuan dan jenis-jenis layout. Berikut ini adalah jenis-jenis layout pada
media cetak, baik majalah, iklan, koran maupun sebuah buku.
1. Mondrian Layout
Mengacu pada konsep seorang pelukis Belanda bernama Piet Mondrian,
yaitu penyaji iklan yang mengacu pada bentuk-bentuk square, lanscape,
maupun potrait dimana masing-masing bidangnya sejajar dengan bidang
penyajian dan memuat gambar atau copy yang saling berpadu sehingga
membentuk suatu komposisi yang konseptual.
2. Multi Panel Layout
Bentuk iklan dimana dalam satu bidang penyajian dibagi menjadi beberapa
tema visual dalam bentuk yang sama square atau double square semuanya.
3. Picture Window Layout
Tata letak iklan dimana produk yang diiklankan ditampilkan secara close
up. Bisa dalam bentuk produknya itu sendiri atau juga bisa menggunakan
model (public figure).
39
4. Copy Heavy Layout
Tata letaknya mengutamakan pada bentuk copy writting (naskah iklan)
atau dengan kata lain komposisi layoutnya didominasi oleh penyajian teks
(copy)
5. Frame layout
Suatu tampilan iklan dimana border atau framenya membentuk suatu
naratif (mempunyai cerita).
6. Silhouette Layout
Sajian iklan yang berupa gambar ilustrasi atau teknik fotografi dimana
hanya ditonjolkan banyangan saja. Penyajian bisa berupa Text-Rap atau
warna spot color yang berbentuk gambar ilustrasi atau pantulan sinar
seadanya dengan teknik fotografi.
7. Type Specimen Layout
Tata letak iklan yang hanya menekankan pada penampilan jenis huruf
dengan point size yang besar. Pada umumnya hanya berupa Head Line
saja.
8. Circus layout
Penyajian iklan yang tata letaknya tidak mengacu pada ketentuan buku.
Komposisi gambar visualnya, bahkan kadang-kadang teks dan susunannya
tidak beraturan.
9. Jumble Layout
Penyajian iklan yang merupakan kebalikan dari circus layout, yaitu
komposisi beberapa gambar dan teksnya disusu secara teratur.
40
10. Grid Layout
Suatu tata letak iklan yang mengacu pada konsep grid, yaitu desain iklan
tersebut seolah-olah bagian pembagian (gambar atau teks) berada di dalam
skala grid.
11. Bleed Layout
Sajian iklan dimana sekeliling bidang menggunakan frame (seolah-olah
belum dipotong pinggirannya). Catatan: Bleed artinya belum dipotong
menurut pas cruis (utuh) kalau Trim (sudah dipotong).
12. Vertical Panel Layout
Tata letaknya menghadirkan garis pemisah secara vertikal dan membagi
layout iklan tersebut.
13. Alphabet Inspired Layout
Tata letak iklan yang menekankan pada susunan huruf atau angka yang
berurutan atau membentuk satu kata dan diimprovisasikan sehingga
menimbulkan kesan narasi (cerita).
14. Angular Layout
Penyajian iklan dengan susunan elemen visualnya membentuk sudut
kemiringan, biasanya membentuk sudut antara 40-7 derajat.
15. Informal Balance Layout
Tata letak iklan yang tampilan element visualnya merupakan perbandingan
yang tidak seimbang.
41
16. Brace Layout
Unsur-unsur dalam tata letak iklan membentuk letter L (L-Shape). Posisi
bentuk L-nya bisa terbalik, dan di muka bentuk L tersebut dibiarkan
kosong.
17. Two Morties Layout
Penyajian bentuk iklan yang penggarapanya menghadirkan dua inset yang
masing-masing memvisualkan secara deskriptif mengenai hasil
penggunaan atau detai dari produk yang ditawarkan.
18. Quadran Layout
Bentuk tampilan iklan yang gambarnya dibagi menjadi empat bagian
dengan volume atau isi yang berbeda. Misalnya kotak pertama 45%, kedua
5%, ketiga 12%, dan keempat 38% (mempunyai perbedaan yang menyolok
apabila dibagi empat sama besar).
19. Cosmic Scrip Layout
Penyajian iklan yang dirancang secara kreatif sehingga merupakan bentuk
media komik, lengkap dengan captionsnya.
20. Rebus Layout
Susunan layout iklan yang menampilkan perpaduan gambar dan teks
sehingga membentuk suatu cerita.
42
2.9 Warna
Warna merupakan unsu penting dalam objek desain, karena warna
memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi citra orang yang melihatnya.
Masing-masing warna mampu memberikan respon secara psikologis (Supriyono,
2010: 58). Warna juga unsur yang sangat penting dalam Desain Grafis. Warna
memegang peranan penting dalam Desain Grafis. Warna merupakan bagian
terpenting dalam sebuah desain. Penggunaan dan pemilihan warna yang tepat
dapat memberikan kesan yang baik, bahkan bisa menjadi desain yang kita buat
berubah sebagai karya yang luar biasa, oleh karena itu kita harus mengerti arti
warna.
Warna-warni tercipta karena adanya cahaya. Tanpa adanya cahaya,
manusia tidak akan dapat membedakan warna. Seperti halnya jika kita memasuki
sebuah ruangan yang gelap dan tertutup tanpa adanya cahaya, maka mata kita
tidak akan dapat membedakan warna-warni yang ada di dinding tersebut. Pada
tahun 1666 pengetahuan tentang warna didefinisikan oleh Sir Isaac Newton.
Dimana ketika itu Newton secara tidak sengaja melihat spectrum warna yang
dihasilkan oleh cahaya yang terpancar melalui sebuah gelas prisma (Nuryawan,
2009: 101).
Warna dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok warna yaitu :
1. Warna Primer menurut teori warna pigmen dari Brewster adalah warna-
warna dasar. Warna-warna lain dibentuk dari kombinasi warna-warna
primer. Warna merah, biru, kuning adalah warna primer yang dikenal dan
dipakai dalam dunia seni rupa.
43
2. Warna Sekunder adalah warna yang dihasilkan dari campuran dua warna
primer dalam sebuah ruang warna. Contohnya seperti, Merah + Hijau =
Kuning, Merah + Biru = Magenta dan Hijau + Biru = Cyan.
3. Warna Netral, adalah warna-warna yang tidak lagi memiliki kemurnian
warna atau dengan kata lain bukan merupakan warna sekunder maupun
primer.
4. Warna kontras atau komplementer adalah warna yang berkesan
berlawanan satu dengan yang lainnya. Contoh warna kontras adalah merah
dengan hijau, kuning dengan ungu dan biru dengan jingga.
5. Warna Panas adalah kelompok warna dalam rentang setengah lingkaran di
dalam lingkaran warna mulai dari merah hingga kuning. Warna ini
menjadi simbol riang, semangat, marah, dan lain-lain.
6. Warna dingin adalah kelompok warna dalam rentang setengah lingkaran di
dalam lingkaran warna mulai dari hijau hingga ungu. Warna ini menjadi
simbol kelembutan, sejuk, nyaman, dan lain-lain.
2.9.1 Psikologi Warna
Seluruh warna spektrum telah disiapkan untuk suatu rangsangan sifat dan
emosi manusia. Menurut Marian L. David (1987: 135), warna mempunyai
asosiasi dengan pribadi seseorang. Mengingat pentingnya warna maka mari kita
mengetahui arti-arti warna dalam desain grafis atau desain logo:
44
1. Merah
Api, semangat dan keberanian bahaya, keamanan, waspada, menarik,
cinta, nafsu dan kekuatan.
2. Merah Jingga
Semangat, tenaga, kekuatan, pesat, hebat, dan gairah.
3. Jingga
Hangat, semangat muda, ekstremis, dan menarik.
4. Kuning Jingga
Kebahagiaan, penghormatan, kegembiraan, optimisme dan terbuka.
5. Kuning
Cerah, bijaksana, terang, bahagia, hangat, pengecut, dan penghianat.
6. Kuning Hijau
Persahabatan, muda, kehangat, baru, gelisah, dan berseri.
7. Hijau muda
Kurang pengalaman, tumbuh, cemburu, iri hati, kaya, segar, istirahat, dan
tenang.
8. Hijau
uang, keberuntungan, keindahan, dan menyejukkan.
9. Biru
kejujuran, ketekunan, kedamaian, ketenangan, kepercayaan,
keseimbangan, setia, dan konservatif.
45
10. Biru Ungu
Spiritual, kelelahan, hebat, kesuraman, kematangan, sederhana, rendah
hati, tersisih, tenang, dan sentosa.
11. Ungu
Misteri, kuat, supremasi, formal, melankolis, pendiam, dan agung (mulia).
12. Coklat
Hangat, tenang, alami, bersahabat, dan kebersamaan.
13. Putih
lambang kesucian, kejujuran, kesopanan, terang, dan bersih.
14. Abu-abu
Tenang dan netral
15. Hitam
berwibawa, kuat, duka cita, kematian, keahlian, dan tidak menentu.
2.10 Typografi
Typography sama halnya dengan warna. Typography merupakan salah satu
elemen yang penting dalam desain. Typography berfungsi sebagai elemen
pelengkap dalam desain, bisa dikatakan typography merupakan visual language
atau bahasa yang dapat dilihat. Tipografi dibagi menjadi 2 macam, yaitu tipografi
dalam logo (latter marks), dan tipografi yang digunakan dalam media media
aplikasi logo (corporate typeface atau corporate typograph).
Menurut Wikipedia, Tipografi atau tata huruf merupakan suatu ilmu dalam
memilih dan menata huruf dengan pengaturan penyebarannya pada ruang-ruang
46
yang tersedia, untuk menciptakan kesan tertentu, sehingga dapat menolong
pembaca untuk mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin.
Beberapa type font berdasarkan family font:
1. Serif
Jenis huruf Serif adalah huruf yang memiliki garis-garis kecil yang
berdiri horizontal pada badan huruf. Garis-garis kecil ini biasa disebut
juga counterstroke. Counterstroke inilah yang membuat jenis huruf serif
lebih mudah dibaca karena garis tersebut membantu menuntun mata
pembaca melalui suatu garis teks meskipun dalam komposisi teks yang
panjang. Sangat cocok digunakan untuk teks content atau isi. Font Serif
cenderung digunakan untuk hal-hal yang bersifat formal. Font Serif sering
sekali digunakan sebagai body text dan headline. Hal ini yang
menyebabkan koran-koran memakai Font Serif untuk setiap artikelnya.
Contoh font yang dapat dikelompokkan pada jenis huruf serif adalah :
Times New Roman, Garamond, Book Antiqua, Palatino Linotype,
Bookman Old Style, Calisto MT, Dutch, Euro Roman, Georgia, Pan
Roman, Romantic, Souvenir, dan lain-lain (desainstudio.com, 2010).
2. Sans Serif
Jenis huruf sans serif adalah jenis huruf yang tidak memiliki garis-garis
kecil dan bersifat solid. Jenis huruf seperti ini lebih tegas, bersifat
fungsional dan lebih modern. Contoh font yang digolongkan kepada sans
serif adalah : Arial, Futura, Avant Garde, Bitstream Vera Sans, Century
Gothic dan lain sebagainya. Dalam dunia desain, typography terdiri dari
47
berbagai macam jenis huruf. Tampilan fisik dari jenis-jenis huruf yang
berbeda dan memiliki karakter masing-masing memiliki potensi dalam
merefleksikan sebuah kesan. Jenis-jenis huruf tersebut digunakan sesuai
dengan kebutuhan dan karakter dari sebuah desain. Adapula huruf-huruf
yang khusus diciptakan untuk keperluan sebuah rancangan grafis, huruf ini
di sebut dengan custom typefaces (Sihombing 2001: 53-71).
3. Monospace
Karakter masing-masing font yang paling lebar yang unik, seperti halnya
ruang-ruang di sekitar mereka. Lebar karakter dan spasi dalam font
monospace semua identik. Tipe karakter menggunakan sistem monospace
untuk letter form mereka. Font modern yang dirancang untuk pixel
berbasis pada layar presentasi juga monospace. Font ini sering
mengandung karakter serif dan sans serif.
4. Novelty
Apapun itu dalam kategori ini dari sedikit tweak ke benar-benar aneh. Font
kebaruan cenderung datang dan pergi dari adegan grafis seperti menembak
bintang spektakuler dan berumur pendek. Kebaruan font tertentu, seperti
font kebaruan tertentu, seperti trend mode tertentu, muncul lagi secara
teratur.
48
2.10.1 Prinsip dalam Tipografi
Ada empat buah prinsip poko tipografi yang sangat mempengaruhi
keberhasilan suatu desain tipografi yaitu legibility, readability, visibility, dan
clarity.
1. Legibility
Merupakan kualitas pada huruf yang membuat huruf tersebut dapat terbaca.
Dalam suatu karya desain, dapat terjadi cropping, overlapping, dan lain
sebagainya, yang dapat menyebabkan berkurangnya legibilitas daripada suatu
huruf. Untuk menghindari hal ini, maka seorang desainer harus mengenal dan
mengerti karakter daripada bentuk suatu huruf dengan baik.
2. Readibility
Merupakan penggunaan huruf dengan memperhatikan hubungannya dengan
huruf yang lain sehingga terlihat jelas. Dalam menggabungkan huruf dan
huruf baik untuk membentuk suatu kata, kalimat atau tidak harus
memperhatikan hubungan antara huruf yang satu dengan yang lain.
Khususnya spasi antar huruf. Jarak antar huruf tersebut tidak dapat diukur
secara matematika, tetapi harus dilihat dan dirasakan. Ketidaktepatan
menggunakan spasi dapat mengurangi kemudahan membaca suatu keterangan
yang membuat informasi yang disampaikan pada suatu desain komunikasi
visual terkesan kurang jelas. Huruf-huruf yang digunakan mungkin sudah
cukup legible, tetapi apabila pembaca merasa cepat capai dan kurang dapat
membaca teks tersebut dengan lancar, maka teks tersebut dapat dikatakan
tidak readible. Pada papan iklan, penggunaan spasi yang kurang tepat
49
sehingga mengurangi kemudahan pengamat dalam membaca informasi dapat
mengakibatkan pesan yang disampaikan tidak seluruhnya ditangkap oleh
pengamat. Apabila hal ini terjadi, maka dapat dikatakan bahwa karya desain
komunikasi visual tersebut gagal karena kurang komunikatif. Kerapan dan
kerenggangan teks dalam suatu desain juga dapat mempengaruhi
keseimbangan desain. Teks yang spasinya sangat rapat akan terasa menguasai
bidang void dalam suatu bentuk, sedangkan teks yang berjarak sangat jauh
akan terasa lebih seperti tekstur.
3. Visibility
Merupakan kemampuan suatu huruf, kata, atau kalimat dalam suatu karya
desain komunikasi visual dapat terbaca dalam jark baca tertentu. Font yang
kita gunakan untuk headline dalam brosur tentunya berbeda dengan yang kita
gunakan untuk papan iklan. Papan iklan harus menggunakan font yang cukup
besar sehingga dapat terbaca dari jarak yang tertentu. Setiap karya desain
mempunyai suatu target jarak baca, dan huruf-huruf yang digunakan dalam
desain tipografi harus dapat terbaca dalam jarak tersebut sehingga suatu karya
desain dapat berkomunikasi dengan baik.
50
4. Clarity
Merupakan kemampuan huruf-huruf yang digunakan dalam suatu karya
desain dapat dibaca dan dimengerti oleh target pengamat yang dituju. Untuk
suatu karya desain dapat berkomunikasi dengan pengamatnya, maka
informasi yang disampaikan harus dapat dimengerti oleh pengamat yang
dituju. Beberapa unsur desain yang dapat mempengaruhi clarity adalah visual
hierarchy, warna, pemilihan type, dan lain-lain.
51
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Pembuatan buku ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Hal ini karena data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan data
yang berasal dari teknik pengumpulan data berupa observasi langsung,
wawancara, catatan lapangan, dokumentasi pribadi, catatan memo, dan dokumen
resmi lainnya. Menurut Moleong (dalam Arifin, 2007: 26), penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subyek penelitian, misalnya, perilaku, persepsi, pandangan, motivasi,
tindakan sehari-hari, secara holistik dan dengan metode deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa (naratif) pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Dipilihnya pendekatan kualitatif
karena pembuatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang topeng
dalang sebagai warisan yang harus dilestarikan khususnya masyarakat Sumenep
sehingga menjadi penting sebagai media informasi tentang tarian Topeng Dalang.
52
3.2 Perancangan Penelitian
Perencanaan yang disusun secara logis dan sistematis menjadi titik tolak
utama dalam sebuah penelitian. Hal ini bertujuan agar hasil dari perancangan
dapat turut melestarikan kebudayaan topeng dalang dapat dipertanggung-
jawabkan. Kerangka Tugas Akhir harus disusun dengan jelas sehingga
menghasilkan kemudahan dalam memecahkan masalah serta memperkecil
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses perancangan. Prosedur
perencanaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
3.2.1 Riset lapangan
Tahap ini merupakan tahap awal untuk mendapatkan beragam informasi
yang berkaitan dengan kisah Topeng Dalang yang telah ditentukan, yang nantinya
akan dipakai sebagai data informasi tentang Topeng Dalang. Riset lapangan
meliputi: tarian Topeng Dalang, nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tarian
Topeng Dalang, hingga wawancara dengan subjek yang memiliki kompetensi
pemahaman terhadap tarian Topeng Dalang sebagai bahan perbandingan utama
dalam proses pengumpulan data.
53
3.2.2 Program
Pada tahap ini, dilakukan identifikasi masalah berdasarkan data yang telah
diperoleh, sehingga menghasilkan data/informasi yang dapat diajukan sebagai
gagasan pembuatan buku esai fotografi tarian Topeng Dalang.
3.2.3 Gagasan Desain
Tahap ini meliputi pembuatan rancangan konsep, baik secara verbal
maupun secara visual. Gagasan desain dibuat berdasarkan makna, fungsi, dan
kisah/mitos yang terkandung dalam topeng dalang yang akan diwujudkan melalui
bodicopy setiap halaman buku.
3.2.4 Alternatif Desain
Perancang membuat beberapa alternatif desain yang komperehensif
berdasarkan hasil bodycopy yang telah disusun sebelumnya.
3.2.5 Konsultasi
Dari beberapa alternatif desain yang telah dibuat, maka selanjutnya
dikonsultasikan kepada pihak-pihak terkait untuk mendapatkan desain terpilih.
3.2.6 Pedoman Desain Buku
Dari alternatif desain yang telah dikonsultasikan, kemudian dilakukan
beberapa perbaikan yang dianggap perlu guna menunjang kesesuaian dan
pemenuhan kriteria dari segi komunikasi, teknologi, ekonomi, teknis, hingga pada
proses visualisasi yang nantinya akan diimplementasikan pada buku.
54
3.3 Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Data dan Sumber Data
Data yang diperoleh memiliki peranan yang penting untuk menentukan
garis besar nilai-nilai budaya yang terkandung dalam Topeng Dalang Sumenep,
Madura. Data yang berhubungan dengan makna, fungsi dan kisah atau mitos
Topeng Dalang, diperoleh melalui pengamatan langsung di Kabupaten Sumenep,
Pulau Madura. Data ini berguna untuk mengetahui konsep awal yang akan
digunakan untuk merancang buku esai fotografi Topeng Dalang Sumenep.
Sumber dari penelitian ini terdiri atas data primer yang merupakan data utama dan
data sekunder sebagai data pendukung.
3.3.2 Data Primer
Merupakan data yang dikumpulkan langsung di lapangan oleh peneliti.
Sumber data primer diperoleh melalui informan yang telah ditentukan. Informan
adalah orang (sumber) yang mengetahui secara pasti kondisi atau latar belakang
objek yang akan diteliti, dalam hal ini adalah subjek yang telah memiliki
kompetensi pemahaman yang mendalam terhadap seluk beluk tarian Topeng
Dalang.
55
3.3.3 Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi dan keterangan
langsung dari sumber, yaitu tanya jawab kepada informan. Dalam pembuatan ini,
informan yang dipilih adalah informan yang memiliki pemahaman tentang
kebudayaan yang ada di Sumenep atau sejarah topeng dalang seperti pelatih
sanggar tari, budayawan, atau sejarahwan. Pada penelitian ini wawancara
dilakukan dengan Bapak Saherun, beliau merupakan pengrajin Topeng Dalang
dan Pemain dari seni tari Topeng Dalang, serta Mas Iyan Puwaras adalah
Sutradara dari cerita yang akan dimainkan dalam seni pertunjukkan Topeng
Dalang. Wawancara ini di arahkan pada pertanyaan yang menyangkut sejarah
serta harapan dari seni Topeng Dalang untuk tetap dilestarikan.
3.3.4 Observasi
Observasi atau pengamatan adalah melakukan pencatatan secara sistematik
atas kejadian-kejadian, perilaku, objek-objek yang dilihat dan hal-hal lain yang
diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan (Sarwono, 2006:
224)
Observasi dilakukan untuk mengamati fenomena topeng dalang yang ada
di Sumenep. Hal ini dilakukan untuk mendalami informasi atau data terkait
dengan promosi dan pelestarian topeng dalang selama ini di Sumenep.
56
3.3.5 Data Sekunder
Pengumpulan data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber
sekunder dari data yang dibutuhkan, artinya data tersebut didapatkan dari sumber-
sumber lain yang mendukung. Sumber data sekunder diharapkan berperan
membantu mengungkap data yang diharapkan. Sumber data sekunder dalam
penelitian ini dapat didapatkan melalui studi literatur dalam buku, catatan, jurnal,
artikel, maupun dokumen-dokumen lainnya yang memiliki keterkaitan dengan
penelitian.
3.3.6 Dokumentasi
Dokumen adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan
sebagainya (Arikunto, 2010: 270). Salah satu metode pengumpulan data yang
digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode dokumenter
adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis. Dengan demikian,
pada penelitian sejarah maka bahan dokumenter memegang peranan yang sangat
penting. Secara detail bahan dokumenter dapat berupa biografi, surat-surat
pribadi, buku-buku, kliping, cerita roman dan cerita rakyat, film, dan foto. Metode
dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk
memperoleh semua informasi berupa gambar yang berkaitan dengan Penciptaan
Buku Esai Fotografi Topeng Dalang berupa foto-foto Topeng Dalang beserta
baju dan alat-alat yang digunakan untuk pertunjukkan Topeng Dalang.
57
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan
transkrip wawancara, observasi atau survei, studi eksisting dan materi-materi lain
yang telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai materi-materi
tersebut dan memungkinkan penyajian data yang sudah ditemukan. Analisis data
dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif kualitatif dan intepretatif untuk
mendapatkan pemaknaan sesuai dengan kajian budaya. Prinsip pokok teknik
analisis kualitatif ialah mengolah dan menganalisis data yang terkumpul menjadi
data yang sistematik, teratur, terstruktur dan mempunyai makna (Sarwono, 2006:
239). Berikut ini disajikan langkah-langkah analisis data yang digunakan (Lexy J
Moleong, 2007: 248) menyatakan :
Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain.
Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan
setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Aktifitas dalam analisis
data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus
hingga datanya jenuh. Aktifitas dalam analisis data meliputi:
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak kompeks dan
rumit. Oleh karena itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci dan segera
dilakukan analisis data melalui reduksi data, yakni merangkum, memilih hal-hal
58
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti pada
tahapan penelitian selanjutnya.
2. Data Display (Penyajian Data)
Setelah direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data
atau menyajikan data. Setelah melalui penyajian data, maka data terorganisasikan,
tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami.
3. Verifikasi Kesimpulan
Tahap selanjutnya adalah penarikan kesimpulan berdasarkan temuan dan
melakukan verifikasi data. Pada dasarnya kesimpulan awal yang sudah diperoleh
masih bersifat sementara dan kesimpulan tersebut akan berubah jika
ditemukannya bukti-bukti yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya.
Proses untuk memperoleh bukti-bukti ilmiah yang dimaksut dengan verifikasi
data. Setelah melalui proses verifikasi akan didapatkan berbagai keyword yang
dibutuhkan oleh peneliti, yang selanjutnya akan dikembangkan lagi untuk menjadi
sebuah konsep pada perancangan penelitian.
59
BAB IV
KONSEP DAN PERANCANGAN
Pembahasan pada bab IV ini akan dijelaskan mengenai konsep dan
perancangan yang digunakan dalam penciptaan karya, seperti memaparkan hasil
analisis data, analisis STP, SWOT, dan keyword serta strategi kreatif lainnya
dalam tugas akhir Penciptaan Buku Esai Fotografi Topeng Dalang Sebagai Upaya
Pelestarian Budaya Tradisional Kabupaten Sumenep.
4.1 Hasil dan Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyususn secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-nahan lainnya,
sehingga dapat mudah dipahami, dan semua dapat diinformasikan kepada orang
lain (Bogdan dalam Sugiyono 2008 : 427).
4.1.1 Analisis Data Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu yang di
ucapkan peniliti dan berhadapan langsung kepada informan untuk mendapatkan
informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan
permasalahan penelitian (Moleong 1991:135). Dalam metode wawancara ini
terjadi proses tanya jawab secara langsung dan lisan dengan informan yang
berfungsi untuk mendapatkan informasi secara mendalam tentang penelitian yang
dikerjakan. Wawancara juga memungkinkan peneliti selain mendapatkan
60
informasi juga mendapatkan data dalam jumlah yang banyak. Untuk mendapatkan
informasi yang mendalam dan terpecaya dilakukan beberapa wawancara kepada
pihak-pihak terkait seperti, pengrajin topeng dalang, penari topeng dalang serta
pendalang yang menjalankan acara Topeng Dalang dan beberapa pihak yang lain
terkait budaya tradisional Topeng Dalang.
Wawancara pertama dilakukan kepada pihak pengrajin topeng dalang pada
hari senin, 27 Oktober 2014. Menurut bapak Sa’irun selaku pengrajin dan penerus
budaya Topeng Dalang menyatakan bahwa saat ini sangat sedikit penerus budaya
tradisional Topeng Dalang di kabupaten Sumenep sehingga masyarakat generasi
muda yang ada di kabupaten Sumenep kurang mengetahui adanya budaya
tradisional Topeng Dalang. Maka dari itu diperlukan beberapa tindakan dan
tambahan media untuk melestarikan Topeng Dalang dan memberikan informasi
tentang budaya tradisional Topeng Dalang yang ada di kabupaten Sumenep
sebagai sarana informasi dan pembelajaran tersendiri kepada masyarakat di
kabupaten Sumenep serta juga bisa untuk para wisatawan luar dan dalam negeri
yang ingin mengetahui sejarah budaya tradisional Topeng Dalang yang ada di
kabupaten Sumenep. Selama ini belum adanya buku atau media informasi yang
menampung tentang budaya tradisional Topeng dalang yang ada di kabupaten
Sumenep, sehingga masyarakat di kabupaten Sumenep maupun diluar dari daerah
kabupaten Sumenep juga tidak mengetahui adanya budaya tradisional Topeng
Dalang.
61
Wawancara kedua dilakukan kepada Sutradara atau pembuat cerita
Topeng dalang bapak Iyan pada senin, 27 Oktober 2014, Bapak Iyan mengatakan
bahwa budaya tradisional Topeng Dalang sudah ada pada zaman kerajaan yang
ada di kabupaten Sumenep. Dulunya Topeng dalang merupakan budaya
tradisional yang hanya dinikmati oleh orang-orang kerajaan dan digunakan untuk
acara-acara tertentu yang ada di kerajaan. Setelah tahun berganti tahun kerajaan-
kerajaan mulai hilang, budaya tradisional Topeng Dalang dilestarikan oleh rakyat
dan menjadi budaya tradisional yang bisa dinikmati oleh rakyat. Tetapi zaman
semakin maju budaya tradisional Topeng dalang mengalamai pasang surut yang
disebabkan banyak tokoh-tokoh atau sesepuh yang telah meninggal dunia dan
tokoh-tokoh muda belum muncul dan menguasai seni Topeng Dalang. Pada
budaya tradisional Topeng Dalang menceritakan tentang cerita-cerita pewayangan
maupun nilai-nilai religius serta mengandung unsur tari, unsur musik, unsur
pendalangan dan unsur kriyanya.
Hasil dari rangkuman wawancara yaitu:
1. Kesenian Topeng Dalang dalam perkembangannya saat ini mengalami
penurunan minat pada masyarakat, terutama generasi muda.
2. Topeng Dalang awalnya tarian dari kerajaan tetapi tahun berganti dan
kerajaan telah punah, kesenian Topeng Dalang menjadi tontonan yang dapat
dinikmati oleh rakyat.
3. Pada kesenian Topeng Dalang memiliki 2 karakter yaitu: halus dan kasar
secara gerakan tari maupun karakter yang disesuaikan dengan cerita
pewayangan.
62
4. Topeng Dalang diadakan dalam ruwatan (acara syukuran) seperti ruwatan
makam, ruwatan pekarangan, ruwatan desa, ruwatan sunatan, dan ruwatan
pernikahan.
5. Topeng Dalang merupakan kesenian yang menceritakan tentang cerita
Mahabarata dan Ramayana
4.1.2 Hasil Observasi Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan di desa Dasuk kabupaten Sumenep,
yang diperlukan suatu pengamatan dan penelitian untuk mengetahui sejauh mana
budaya tradisional Topeng Dalang diketahui oleh masyarakat kabupaten
Sumenep. Dengan mengetahui sejarah dan cerita tentang Topeng Dalang
digunakan sebagai landasan penentuan konsep buku esai fotografi dan
menciptakan esai fotografi budaya tradisional Topeng Dalang. Namun terbatasnya
media buku esai fotografi yang membahas tentang Topeng Dalang sebagai budaya
tradisional, sehingga kurang dikenal oleh masyarakat. Mengetahui faktor-faktor
yang membuat budaya tradisional Topeng Dalang di kabupaten Sumenep kurang
dikenal masyarakat, maka belum banyak dilakukan penelitian mengenai Topeng
Dalang di kabupaten Sumenep terutama penciptaan buku esai fotografi sebagai
media utama.
63
4.1.3 Hasil Dokumentasi
Hasil dokumentasi yang telah diperoleh dari objek penelitian yaitu budaya
tradisional Topeng Dalang di kabupaten Sumenep sebagai objek yang digunakan
untuk pembuatan buku esai fotografi sekaligus media promosi yang diperlukan
untuk menunjang budaya tradisional Topeng Dalang. Berikut beberapa foto yang
diambil oleh peneliti:
Beberapa bentuk macam-macam topeng dari karakter yang ada dalam
Topeng Dalang dimulai dari karakter yang kasar sampai yang halus. Topeng
tersebut di pakai saat pertunjukan Topeng Dalang yang digunakan dalam cerita
pewayangan Mahabarata maupun Ramayana.
Gambar 4.1 Topeng Dalang Kabupaten Sumenep
Sumber : Dokumentasi Peneliti 2014
64
4.1.4 Analisis STP (Segmentasi, Targeting, dan Positioning)
Analisa STP dalam perancangan ini mengacu pada observasi yang
dilakukan di area objek budaya tradisional Topeng dalang dan Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Sumenep.
1. Analisis Internal
Analisis internal dilakukan pada objek penelitian yaitu budaya tradisional
Topeng Dalang di kabupaten Sumenep.
a. Segmentasi dan Targeting
Target market atau konsumen terdapat berbagai macam yang
berbeda-beda menurut kelas sosial masing-masing dan asal mereka
sendiri. Oleh karena itu agar buku yang dibuat dapat diterima sesuai
target market, peneliti harus menentukan dan lebih focus terhadap
segmen-segmen tertentu yang dinilai tepat sasaran. Berikut ini adalah
dasar-dasar dalam menentukan segmentasi:
1. Demografis
a. Jenis Kelamin : Laki-laki dan Perempuan.
b. Usia : 18 – 40 Tahun (early adulthood)
c. Status Sosial : Menengah ke atas
d. Pendidikan : Minimal Tamat SMA sampai memperoleh
gelar sarjana.
65
Masa dewasa awal (Early Adulthood, 18/20 – 40 Tahun) Menurut
Hurlock (1991 : 247 – 252) mempunyai ciri – ciri umum diantaranya
sebagai berikut :
a. Masa pengaturan, seseorang mulai menerima tanggung jawab
sebagai orang dewasa.
b. Usia reproduktif, masa yang paling produktif untuk memiliki
keturunan, dengan memiliki anak, mereka akan memiliki peran
baru sebagai orang tua
c. Masa bermasalah, pada usia ini akan muncul masalah-masalah
baru yang berbeda dengan masalah sebelumnya, diantaranya
masalah pernikahan.
d. Masa ketegangan emosional, masa yang memiliki peluang
terjadinya ketegangan emosional, karena pada masa itu
seseorang berada pada wilayah baru dengan harapan-harapan
baru, dan kondisi lingkungan serta permasalahan baru.
e. Masa keterasingan social, ketika pendidikan berakhir seseorang
akan memasuki dunia kerja dan kehidupan keluarga. Seiring
dengan itu, hubungan dengan kelompok teman sebaya semakin
renggang.
f. Masa komitmen, seseorang akan menentukan pola hidup baru
dengan memikul tanggung jawab baru dan memuat komitmen-
komitmen baru dalam kehidupan.
66
g. Masa Penyesuaian diri dengan cara hidup baru.
h. Masa kreatif, masa dewasa awal merupakan puncak kreativitas.
2. Geografis
a. Wilayah : Sumenep
b. Negara : Indonesia
c. Kepadatan Populasi : Kota
3. Psikografis
Sesuai dengan inventori Psikografik VALS (The Value and
Lifestyle System) analisis nilai dan gaya hidup. Pengukuran dan
pengelompokkan gaya hidup konsumen dibagi menjadi 8
kelompok yaitu : Actuallizer, Fullfield, Achiever, Experiencers,
Believers, Strivers, Makers, dan Strugglers. Kelompok yang
terpilih dalam penelitian ini ada 1 kriteria yaitu:
Fullfield : Orang yang percaya diri, menyukai hal-hal yang
bernilai, kurang memperhatikan image dan gengsi, menyukai
program-program pendidikan dan program public seperti berita,
cukup sering membaca.
4. Positioning
Positioning adalah strategi komunikasi yang berhubungan dengan
bagaimana khalayak menempatkan suatu produk, merk atau
perusahaan didalam alam khayalnya, sehingga khalayak memiliki
penilaian tertentu menurut Morissan (2010 : 72). Buku esai
fotografi Topeng Dalang sebagai media buku ilmiah popular yang
67
memberikan informasi tentang budaya tradisional Topeng Dalang
di kabupaten Sumenep. Disajikan dalam bentuk esai fotografi yang
membentuk suatu alur cerita yang menjadi satu tema sehingga
dapat menarik dan menggali emosi audiens serta memberikan
pengetahuan secara mendalam untuk mengetahui budaya
tradisional Topeng Dalang. Segmentasi yang dituju buku ini adalah
Menengah keatas dimana buku tersebut ditempatkan di toko buku
ternama yang bisa didapatkan oleh akademis maupun penikmat
fotografi. Diharapkan adanya buku esai fotografi tersebut dapat
berperan dalam mengoptimalkan budaya tradisional Topeng
Dalang di kabupaten Sumenep.
2. Analisa Kompetitor
Buku ini menceritakan tentang esai fotografi kesenian tradisional ondel-
ondel yang berasal dari DKI Jakarta. Dalam buku ini disajikan dalam bentuk
artikel beserta foto-foto yang ditampilkan dan juga berfungsi untuk memberikan
Gambar 4.2 Cover Buku Si Bongsor dari Tanah Betawi
Sumber : Gregorius Bhisma Adinaya, Si Bongsor dari Tanah Betawi
68
informasi kepada masyarakat tentang kesenian masyarakat betawi di Jakarta yang
belum mengetahui tentang ondel-ondel.
Prinsip layout yang baik adalah selalu memuat 5 prinsip utama dalam
desain, yaitu proporsi, keseimbangan, kontras, irama dan kesatuan menurut Tom
Lincy (dalam buku Kusrianto, 2007: 277). Pada esai fotografi Si Bongsor Dari
Tanah Betawi dalam penyusunan konten, layout, Font, warna beserta penyusunan
penulisan artikelnya yang menggunakan bahasa baku yang harus diatur sesuai alur
cerita agar dapat memenuhi kebutuhan pasar.
Kekuatan dari buku esai fotografi Si Bongsor Dari Tanah Betawi
menggunakan foto yang didapatkan oleh fotografer untuk menarik minat pembaca
dan dalam buku esai fotografi tersebut juga terdapat artikel yang sesuai dengan
sejarah ondel-ondel didapatkan dari narasumber pembuat ondel-ondel.
Kelemahan buku esai fotografi Si Bongsor Dari Tanah Betawi terlalu
banyak artikel yang dicantumkan jadi kurang efisien dan singkat sehingga
membuat pembaca lebih lama untuk membaca buku esai fotografi tersebut.
Gambar 4.3 Isi dan Layout Buku Si Bongsor dari Tanah Betawi
Sumber : Gregorius Bhisma Adinaya, Si Bongsor dari Tanah Betawi
69
4.1.5 Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat)
Analisis SWOT adalah metode perancangan strategis yang digunakan
untuk evaluasi kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang
(Opportunity), dan ancaman (treat) dalam suatu proyek atau berbisnis. Setelah
melakukan identifikasi antara unsur internal dan eksternal. Mulai dilakukan
kesimpulan berdasarkan 4 faktor yang sebelumnya telah dianalisis, yaitu:
1. Strategi Peluang dan Kekuatan (S-O)
Mengembangkan peluang menjadi kekuatan.
2. Stategi Peluang dan Kelemahan (W-O)
Mengembangkan peluang untuk mengatasi kelemahan.
3. Strategi Ancaman dan Kekuatan (S-T)
Mengenali dan mengantisipasi ancaman untuk menambah kekuatan.
4. Strategi Ancaman dan Kelemahan (W-T)
Mengenali dan mengantisipasi ancaman untuk meminimumkan
kelemahan. (Sarwono dan Lubis, 2007: 18-19).
Untuk menentukan sebuah keyword dan konsep, diperlukan menganalisa
SWOT yang mendukung hasil dari suatu penelitian.
1. Strenght
Buku merupakan media yang sangat mudah ditemukan, bersifat abadi
yang dapat dibaca suatu saat tanpa terkendala factor tertentu misalnya
media lain seperti internet yang harus membutuhkan biaya untuk
mengakses dan mencari informasi yang diperlukan. Pada pembuatan buku
70
esai fotografi ini menggabungkan antara verbal dan visual yang lebih
mengutamakan pada teknik fotografi. Memang ada banyak buku yang
membahas tentang fotografi namun untuk informasi yang diberikan masih
kurang sehingga pembaca tidak mendapatkan informasi secara
menyeluruh. Buku esai fotografi bertujuan untuk memperkenalkan kepada
masyarakat terutama kalangan akademisi mengenai tentang budaya
tradisional Topeng dalang yang berada di kabupaten Sumenep yang
selama ini kurang diketahui budaya tersebut.
2. Weakness
Media buku esai fotografi sulit untuk dicari dan tidak mudah untuk
mendapatkannya di pasaran karena buku esai fotografi ini diproduksi
hanya dalam jumlah terbatas. Oleh karena itu pembuatan buku esai
fotografi ini dibuat tidak hanya kalangan tertentu saja misal digunakan
untuk pustakawan yang hanya ditemukan di perpustakaan, melainkan bagi
masyarakat juga dapat memperoleh informasi dan sejarah dari budaya
tradisional Topeng Dalang di kabupaten Sumenep sebagai suatu objek
budaya tradisional yang harus diketahui dan dilestarikan.
Selain itu bicara mengenai buku esai fotografi biasanya buku seperti
ini lebih banyak mengandung verbal, tulisan yang dimuat dalam buku
tersebut untuk memudahkan bagi masyarakat maupun anak muda untuk
memahami isi dari buku esai fotografi ini. Tidak hanya itu, tidak banyak
pula buku esai fotografi yang membahas tentang budaya tradisional
Topeng Dalang di kabupaten Sumenep sehingga perlu adanya buku esai
71
fotografi untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang budaya
tradisional, sejarah atau latar belakang mengenai Topeng Dalang serta
pertunjukkan yang ditampilkan dalam budaya tradisional tersebut.
3. Opportunity
Diharapkan dengan adanya buku esai fotografi ini nanti dapat
dijadikan sebagai acuan, rujukan dan informasi yang penting serta juga
bisa sebagai buku yang menghibur karena memberikan visual yang
menarik dengan foto-foto dari budaya tradisional Topeng Dalang di
kabupaten Sumenep. Adanya buku esai fotografi yang jumlahnya terbatas
dan susah dicari di pasaran, diharapkan buku esai fotografi ini menambah
koleksi buku esai fotografi yang dibutuhkan oleh masyarakat maupun
penikmat fotografi mengenai budaya tradisional Topeng Dalang di
kabupaten Sumenep yang harus dilestarikan dan dijaga sampai ke generasi
selanjutnya.
4. Threat
Terdapat banyak buku sejarah tentang budaya tradisional yang lebih
lengkap pembahasannya serta buku yang dipasok dari luar negeri atau
import. Karena buku ini membahas mengenai sejarah dan belum ada buku
esai fotografi yang membahas tentang budaya tradisional Topeng Dalang,
sehingga minat pembaca masyarakat kabupaten Sumenep dirasa kurang
dan lebih memilih untuk membaca buku yang bersifat entertain seperti
majalah fashion, komik, novel dan tabloid. Tabel SWOT dapat dilihat pada
halaman berikutnya.
72
INTERNAL
EKSTERNAL
Strenghts (Kekuatan)
Menggunakan Bahasa
(Indonesia)
Memberikan informasi
singkat, padat dan jelas.
Memberikan ilustrasi
pembuatan sampai
pertunjukan Topeng Dalang.
Menggunakan teknik
fotografi Depth Of Field dan
komposisi angle sebagai
daya tarik buku ini.
Menggunakan Picture
Window Layout untuk
menonjolkan content Foto
Weakness (Kelemahan)
Terbatasnya informasi
tentang Topeng Dalang.
Kurang minat
masyarakat untuk
mengetahui dan
melestarikan Topeng
Dalang. Kurangnya media
promosi.
Sebagaian masyarakat
belum mengenal Topeng
Dalang.
Opportunities (Peluang)
Belum ada buku esai
fotografi yang mengangkat
tema budaya tradisional
Topeng dalang.
Sebagai acuan referensi
dan wawasan untuk
dijadikan pengetahuan.
Topeng Dalang
Berpontensi dalam
menarik minat Wisatawan.
Strategi S-O
Menggunakan 1 bahasa,
sebagai referensi dan
wawasan untuk menarik
minat masyarakat dan
wisatawan.
Memberikan informasi
yang komunikatif beserta
visual rangkaian foto agar
mudah dipahami dan
menggali emosi audience.
Buku esai fotografi
diberikan kesan Depth Of
Field dan komposisi angle
sebagai daya tarik visual
buku untuk minat audience
Strategi W-O
Memilih media buku
esai fotografi untuk
dijadikan pengetahuan
dengan upaya
pelestarian budaya
tradisional Topeng
Dalang Sumenep.
Memerlukan media
promosi untuk upaya
pelestarian budaya
lokal.
Threat (Ancaman)
terlalu deskripsi untuk
informasinya.
.
Strategi S-T
Merancang buku dengan 1
bahasa dan memberikan
informasi yang komunikatif
agar pesan tersampaikan
pada audience.
Strategi W-T
Buku esai fotografi
dibuat dengan kreasi
baru menggunakan
informasi yang
komunikatif agar
menarik minat
pembaca.
Menonjolkan informasi
visual melalui
rangkaian foto yang
bercerita.
Gambar 4.4 SWOT
Sumber : Olahan Peneliti, 2014
Strategi Utama: Buku esai fotografi Topeng Dalang menyajikan informasi yang dikemas
secara komunikatif melalui teknik foto Depth Of Field yang dirangkai dalam sebuah
cerita visual sehingga memiliki kesan human interest.
SWOT
73
4.2 Konsep
4.2.1 Keyword
Dengan penelitian yang dipilih berjudul “Penciptaan Buku Esai Fotografi
Topeng Dalang Sebagai Upaya Pelestarian Budaya Tradisional Sumenep”,
maka untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ada pada Topeng
Dalang di kabupaten Sumenep diperlukan adanya data-data yang terdapat
pada lokasi, sehingga dari latar belakang dapat ditemukan pemecah masalah
yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.
Penentuan suatu keyword didapatkan berdasarkan data yang sudah ada dan
terkumpul dari analisis SWOT, observasi, wawancara, dokumentasi serta
hasil analisis data dari STP (Segmentasi Targeting Positioning). Dari hasil
observasi dan wawancara telah didapatkan kata kunci yaitu “Artistik”. Tabel
keyword dapat dilihat pada tabel 4.5.
74
Gambar 4.5 Keyword
Sumber : Olahan Peneliti, 2014
Buku E
sai
Foto
gra
fi T
open
g
Dal
ang
In
form
asi
K
om
unik
atif
H
um
an I
nte
rest
S
ikap
R
asa
P
rose
s
Kar
sa
Kes
an
E
ksi
sten
si
Usi
a 1
8 –
40
tah
un
(Dew
asa
Aw
al)
USP
Un
iqu
e Se
llin
g P
rep
osi
tio
n
SWO
T
STP
Segm
enta
si T
arge
tin
g
Art
isti
k
Stra
tegi
U
tam
a:
Bu
ku
esai
foto
graf
i To
pen
g D
alan
g
men
yajik
an
info
rmas
i ya
ng
dik
emas
se
cara
ko
mu
nik
atif
mel
alu
i te
knik
fo
to D
epth
Of
Fiel
d
yan
g d
iran
gkai
d
alam
se
bu
ah
ceri
ta
visu
al
seh
ingg
a m
emili
ki
kesa
n h
um
an in
tere
st.
Waw
anca
ra
Ob
serv
asi
Do
cum
en
tasi
Stu
di K
om
pe
tito
r
KONSEP
75
4.2.2 Deskripsi Konsep
Berdasarkan analisis keyword maka dapat ditarik kesimpulan konsep yang
akan menjadi acuan desain dalam penciptaan buku esai fotografi topeng dalang
Sumenep yaitu “Artistik”. Kata artistik mewakili dari semua keyword yang menurut
kamus besar bahasa Indonesia berarti memiliki nilai seni atau bersifat seni dari suatu
keartistikan kesenian tradisional yang berasal dari kabupaten Sumenep, desa Dasuk
seperti Topeng Dalang. Pada Topeng Dalang memiliki keartistikan pada setiap
topengnya untuk dijadikan ciri khas penokohan yang ada dalam cerita kesenian
tersebut. Keartistikan terlihat dari segi warna yang bermacam-macam yang sesuai
dengan watak atau karakter pewanyangan seperti ciri khas dari keraton Sumenep
yang seperti pada gambar 4.1.
Konsep artistik secara visual memberikan suatu kesan pesona keelokan yang
indah serta kreatif. Pada karya yang digunakan dalam penelitian ini adalah upaya
membuat suatu kreasi yang artistik, menonjolkan sisi nilai seni seperti yang
dilakukan dalam hal pembuatan Topeng Dalang maupun pertunjukan budaya
tradisional Topeng Dalang yang memperlihatkan cerita pewayangan dan menyisipkan
nilai-nilai religi serta memberikan kesan humor agar masyarakat tertarik melihatnya
dan memberikan mindset agar tetap melestarikan kesenian budaya tradisional Topeng
Dalang.
76
4.3 Unique Selling Preposition
Sebagai salah satu budaya tradisional di kabupaten Sumenep, Topeng dalang
memiliki sejarah dan eksistensi yang harus dilestarikan dan tetap dijaga, maka
diperlukannya membuat buku esai fotografi untuk ilmiah popular tentang kesenian
budaya tradisional yang ada di kabupaten Sumenep. Buku esai fotografi memuat
informasi dan wawasan baru kepada para pembacanya agar sadar pentingnya dalam
melestarikan kesenian budaya tradisional Topeng Dalang yang ada di kabupaten
Sumenep. Buku ini berisikan tentang budaya tradisional yang berada di kabupaten
Sumenep, kecamatan Dasuk yang dimana terdapat pengrajin Topeng Dalang beserta
keseniannya yang harus dilestarikan dengan cara mengambil moment-moment yang
ada di tempat tersebut dengan menggunakan teknik fotografi lalu dituangkan dalam
media buku esai fotografi yang dikemas secara artistik dan mengedepankan kualitas
buku dengan menggunakan hardcover dan laminasi doff serta isi memakai kertas art
paper 210gr yang penuh dengan visual fotografi beserta esai, agar menambah daya
tarik buku.
Buku esai fotografi ini menjadi penting dalam upaya mengoptimalkan dan
melestarikan potensi kesenian tradisional Topeng Dalang di kabupaten Sumenep serta
memberikan pengetahuan dan wawasan kepada masyarakat akan adanya potensi
kesenian tradisional di kabupaten Sumenep.
77
4.4 Konsep Perancangan Karya
4.4.1 Konsep Perancangan
Konsep Perancangan karya merupakan rangkaian perancangan yang didasarkan
melalui konsep yang telah ditemukan dan kemudian rangkaian ini akan digunakan
secra konsisten setiap hasil implementasi karya. Konsep perancangan buku esai
fotografi Topeng Dalang Sumenep dapat dilihat pada gambar 4.6.
Gambar 4.6 Konsep Perancangan Karya
Sumber : Olahan Peneliti, 2014
Pengecatan Topeng
Perancangan
Konsep
“ARTISTIK”
Perancangan Alur dan Struktur Buku
Pembuatan Topeng
Penghalusan Topeng
Pertunjukan Topeng
Visualisasi Desain
Unsur Visual Desain
- Bentuk : Dinamis
- Ilustrasi dengan
fotografi
- Font Serif dan San
serif
- Warna sesuai konsep
- Komposisi dinamis
Desain dan Layout
Strategi desain
1. Picture Window Layout
dan Multipanel Layout.
2. Kontras
3. Dinamis
Strategi desain warna
1. Warna kuning keemasan
melambangkan kejayaan
2. Kontras
3. Gelap terang
Strategi headline dan
bodycopy
1. Menekankan pada warna,
ketebalan dan ukuran
2. Alur
3. Legibility
4. Konsisten huruf
5. Komposisi konsisten
Media
Buku sebagai media
utama dengan ukuran
22 cm x 22 cm
Flyer dan kartu nama
sebagai media promosi
BTL
X-Banner dan Poster
sebagai media promosi
ATL
Implementasi
78
4.4.2 Tujuan Kreatif
Untuk membuat sebuah media informasi yang dapat memberikan informasi
budaya tradisional Topeng Dalang di kabupaten Sumenep yang sesuai dengan hasil
analisis data dan keyword sehingga bentuk visual dapat sesuai dengan konsep
perancangan. Dengan adanya hasil dari keyword “Artistik”, diharapkan dapat
membuat visual yang menggambarkan nilai-nilai seni atau keelokan pesonanya dari
kesenian budaya tradisional Topeng Dalang di kabupaten Sumenep yang selalu
memberikan kreasi dalam pertunjukan Topeng Dalang tetapi tidak lepas dari cerita
pewanyangan yang sudah ada sehingga dapat memberikan kesan agar dapat menarik
minat masyarakat untuk ikut melestarikan kesenian budaya tradisional Topeng
Dalang di kabupaten Sumenep. Keyword tersebut didapatkan dari penggabungan
antara analisis data, observasi, wawancara, analisa SWOT, serta dokumentasi maupun
jurnal yang ada dan telah melalui proses reduksi data kemudian terpilih sebuah
konsep “Artistik” sebagai dasar dalam pembuatan buku esai fotografi Topeng Dalang
di kabupaten Sumenep.
4.4.3 Strategi Kreatif
Dengan menggunakan bahasa verbal yang efektif untuk tagline dan bodycopy
yang disusun secara modern dan dinamis namun masih tetap sesuai dengan target
audience, agar mereka bisa ikut serta dalam melestarikan budaya tradisional dan
dapat menceritakan kepada generasi berikutnya. Dengan penggunaan bahasa verbal
yang mudah dipahami dan tidak terlalu berat untuk memahami pembahasan yang
79
dimuat dalam buku esai fotografi ini, sehingga dapat membatu untuk menjelaskan
kepada masyarakat bagaimana pentingnya menjaga dan melestarikan budaya
tradisional sebagai produk budaya bangsa Indonesia.
Visualisai warna yang digunakan dalam buku esai fotografi Topeng Dalang
merujuk pada konsep yaitu “Artistik” dari nilai-nilai seni budaya tradisional Topeng
Dalang yang kini masih ada dan terus tetap dilestarikan agar dapat dinikmati oleh
generasi selanjutnya. Untuk foto yang digunakan sebagai penunjang dalam buku esai
fotografi ini harus menggambarkan dan memperlihatkan sisi budaya tradisional
Topeng Dalang dari awal pembuatan topengnya serta pertunjukkan yang dipentaskan
oleh karakter-karakter pewayangan yang masih harus tetap dilestarikan.
Karena buku ini ditunjukan kepada para akademisi sebagai target audience,
maka typeface atau font yang digunakan adalah jenis Serif. Pemilihan jenis font serif
dinilai bisa sesuai dengan target audience dan bentuk buku yang dipilih. Jenis
typeface ini memiliki kait tiap unjung hurufnya yang dapat membantu dalam
bodycopy yang tertera dan paling legible juga readable. Menurut Alex Poole,
keunggulan jenis typeface ini adalah adanya serif atau kait yang membimbing mata
mengikuti alur horizontal suatu teks dan menambah perbedaan antar karakter
sehingga lebih mudah dikenali (Rustan, 2011: 79 ).
80
1. Ukuran dan Halaman Buku
Jenis buku : Buku esai fotografi
Dimensi buku : 220 x 220 mm
Jumlah halaman : 100 halaman
Gramateur isi buku : 210 gr
Gramateur cover : 210 gr
Finishing : Hard cover dan dijilid lem
Dalam perancangan buku esai fotografi Topeng Dalang di kabupaten
Sumenep, memilih ukuran 220 mm x 220 mm dengan horizontal atau landscape hal ini
dilakukan karena sesuai dengan konsep yang ingin menggambarkan nilai-nilai seni
budaya tradisional Topeng Dalang dimana buku ini menonjolkan ilustrasi fotografi dari
keartistikan pembuatan Topeng Dalang serta keelokan pertunjukkan kesenian Topeng
Dalang. Untuk pembagian porsi dalam buku ini 70 persen diisi dengan foto-foto dan
30 persen untuk esai atau artikel yang akan dimuat. Pertimbangan lainnya adalah
keutamaan legibility dan readability sehingga buku ini sangat diutamakan untuk
menghindari kejenuhan pembaca ketika membaca buku ini. Dasar dari pertimbangan
tersebut didukung oleh (Rustan, 2008) yang mengatakan bahwa lebar suatu paragraf
merupakan factor yang menentukan tingkat kenyamanan dalam membaca naskah. Atas
dasa tersebut maka buku ini mempertimbangkan demi keleluasaan dan kenyaman
pembaca dan akan lebih terhibur dengan fotografi human interest yang telah dimuat
sehingga tidak dapat merasa bosan ketika membaca buku tersebut. Halaman buku
untuk buku ini sebanyak 100 halaman, mengedepankan kualitas dengan memakai
81
hardcover laminasi doff serta isi memakai kertas art paper 210gsm yang berisi
informasi sejarah budaya tradisional Topeng Dalang di Desa Dasuk, Kabupaten
Sumenep, tentang pembuatan Topeng Dalang serta pertunjukkan Topeng Dalang.
2. Jenis Layout
Jenis layout yang digunakan dalam buku ini mengadaptasi dari jenis layout
yang digunakan juga pada iklan cetak, jenis layout untuk buku esai fotografi ini adalah
Multipanel layout dan Picture Window layout. Buku ini nantinya lebih banyak
menampilkan foto, sehingga layout tersebut sangat cocok dan sesuai dengan konsep
yang sudah ditentukan.
a. Multipanel Layout
Bentuk layout ini menampilkan beberapa tema visual yang hampir sama
dengan tampilan buku komik. Memiliki banyak panel dapat memudahkan
pembaca akan menerima informasi yang tertera dan layout ini diterapkan
pada beberapa lembar buku.
b. Picture Window Layout
Untuk jenis layout yang satu ini bisa dalam bentuk produknya itu sendiri
atau juga bisa menggunakan model public figure. Tata letak iklan dimana
produk yang diiklankan atau ditampilkan secara close up. Pada buku ini
penggunaan layout berada pada halaman yang berisi teks pendek dan
ukuran foto yang besar hampir memenuhi isi halaman buku.
82
3. Grid System
Ada beberapa contoh untuk penggunaan grid system untuk layout sebuah
halaman majalah atau buku. Berikut diantaranya :
a. A Simple Three Coloum Format
b. A Four Coloumn Format and One Coloumn Header
c. A Tree Coloumn Format Unequal Format
d. A grid That Divides Space both horizontally and Vertically
4. Judul
Headline atau judul merupakan pesan verbal yang paling ditonjolkan dan
diharapkan dibaca pertama kali oleh target audience. Posisinya bisa dimana saja,
tidak selalu di bagian atas meskipun namanya head atau kepala (Supriyono, 2010:
131). Headline untuk buku esai fotografi Topeng dalang di Kabupaten Sumenep ini
adalah “TOPENG DALANG SUMENEP”. Kata ini dipilih berdasarkan
pertimbangan konsep yang telah ditentukan dalam buku ini, yang berarti
menggambarkan budaya tradisional Topeng Dalang yang berasal dari Desa Dasuk,
kabupaten Sumenep dan memiliki kesenian yang menceritakan tentang teater rakyat
tradisional paling komplek dan utuh yang disebabkan dalam kesenian Topeng Dalang
mengandung unsur cerita, unsur tari, unsur musik, unsur pendalangan, dan unsur
kerajinan sehingga dalam buku esai fotografi yang dijadikan referensi masyarakat
atas informasi yang ada didalam buku tersebut dan mengajak masyarakat agar tetap
melestarikan budaya tradisional yang ada di kabupaten Sumenep.
83
5. Sub Headline
Untuk Sub headline merupakan penjelas headline atau judul. Letaknya bisa di
bawah maupun di atas headline (disebut juga overline). Biasanya mencerminkan
materi dalam teks. Tidak semua desain mengandung sub headline, tergantung konsep
kreatif yang digunakan. Sub judul juga disebut sebagai kalimat peralihan yang
mengarahkan pembaca dari judul ke naskah atau body copy (Pujiriyanto, 2005: 38).
Sub judul pada buku esai fotografi memilih kata “Eksotisme”. Kata ini dipilih
berdasarkan pertimbangan dari konsep “Artistik” yang telah ditentukan dalam buku
ini, yang berarti budaya tradisional Topeng dalang memiliki pesona dan keelokan atas
nilai-nilai keseniannya yang dimana Topeng Dalang memberikan cerita yang
memiliki wawasan tentang jejak-jejak pewayangan dan pertunjukan yang penuh
pesona dengan adanya karakter-karakter topeng serta menarikan tarian dengan penuh
hayatan. Dengan pemilihan judul tersebut dapat menggambarkan budaya tradisional
Topeng Dalang yang ada di kabupaten Sumenep, selain itu digunakan juga untuk
mengajak target audience ikut menjaga dan melestarikan budaya tradisional.
6. Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam buku esai fotografi ini adalah bahasa Indonesia
dipilih karena merupakan bahasa nasional bangsa Indonesia dan lebih mudah
dimengerti masyarakat luas. Pada judul dan sub judul juga memilih bahasa Indonesia
yang memang diperuntuhkan bagi akademisi dengan penggunaan bahasa yang formal
dan sesuai dengan target audience yaitu kalangan menengah ke atas yang selalu aktif,
84
berpendidikan baik, pemikiran dewasa, suka membaca, berwawasan luas dan
mengerti kondisi sekitar serta perkembangan jaman.
7. Warna
Warna dapat didefinisikan secara fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan
atau secara psikologis sebagai dari pengalaman indera penglihatan. Terlihatnya warna
karena adanya cahaya yang menimpa suatu benda dan benda tersebut memantulkan
cahaya ke mata (retina) sehingga terlihat warna (Bambang, 2013). Pada buku esai
fotografi Topeng Dalang secara visual desain akan dipilih beberapa warna yang
sesuai dengan konsep “Artistik” yaitu merah maroon sebagai warna dominan. Warna
merah maroon (campuran merah dan hitam) merupakan warna produk dari Topeng
Dalang. Dalam makna psikologi merah maroon diasosiasikan pada psikologi warna
merah. Menurut Rustan (2009: 73) merah berarti perayaan, kekayaan, nasib baik,
gairah, kuat, dan energi. Penggunaan warna tersebut agar terlihat kesan menarik
perhatian dan untuk mempertimbangkan kenyamanan dalam menampilkan foto pada
foreground serta kemudahan pembaca agar menikmati foto yang ditampilkan, pada
judul dan body teks warna kuning (keemasan) pada decorative untuk menambah
kesan artistik pada cover untuk melambangkan kesenian yang dulunya dari kerajaan
atau kebesaran keraton Sumenep.
R100 G0 B0 R108 G43 B43 R205 G172 B65
Gambar 4.7 Pemilihan Warna
Sumber : Olahan Oleh Peneliti, 2014
85
8. Tipografi
Font atau Typeface yang akan digunakan dalam buku esai fotografi Topeng
Dalang adalah jenis serif dan san serif. Pemilihan font serif pada judul berdasarkan
pertimbangan bahwa font tersebut memiliki ketebalan dan ketipisan yang kontras
pada garis-garis hurufnya, kesan yang ditimbulkan adalah klasik, anggun, dan elegan.
Keuntungan jenis font ini memiliki legibility yang baik dan fleksibel untuk semua
media (Rustan, 2011: 48).
a. Twilight New Moon
Font Twilight New Moon digunakan pada judul “TOPENG DALANG
SUMENEP” sesuai dengan konsep artistik yang mempunyai tingkat
readability dan legibility yang baik serta memiliki kesan yang lugas,
tegas, menarik dan mudah dibaca. Dengan alasan memilih typeface
tersebut memiliki karakter font capital (huruf besar) yang digunakan
untuk penegas dari judul buku esai fotografi ini.
Gambar 4.8 Alternatif Font
Sumber : Olahan Oleh Peneliti, 2014
a
86
b. Benton Sans Cond-Book
Font Benton Sans Cond-Book ini digunakan untuk sub judul “Eksotisme”
yang mewakili pada konsep artistik, agar menekankan kesan dinamis,
luwes, fleksibel dan lebih nyaman untuk dibaca.
4.4.4 Program Kreatif
Perancangan ini dimulai dengan menentukan jenis layout yang akan
digunakan dan struktur buku seperti apa yang ingin dikerjakan. Mulai dari proses
sketsa, alternatif desain, rough desain, hingga final desain. Semua proses itu sudah
melalui pemilihan jenis layout, typeface, penggunaan bahasa, fotografi, warna dan
informasi yang diperlukan mengenai budaya tradisional Topeng Dalang di kabupaten
Sumenep, untuk penulisan dalam artikel yang dimuat pada buku esai fotografi yang
akan dibuat. Kemudian dilanjutkan dengan mengaplikasikan semua proses di atas
menjadi sebuah final desain dan diaplikasikan pada buku yang mencakup semua
elemen desain.
Gambar 4.9 Alternati Font
Sumber : Olahan Oleh Peneliti, 2014
87
4.5 Strategi Media
Media yang digunakan dalam proses perancangan ini dibagi menjadi dua yaitu
media utama dan media pendukung. Media utama yang digunakan adalah buku esai
fotografi dalam perancang karya ini dan untuk media pendukung digunakan untuk
membantu publikasi media utama yang sudah dirancang. Berikut media yang akan
digunakan :
1. Buku Esai fotografi
Pemilihan media ini selain memiliki informasi yang mendalam, juga jarang
ditemukan buku esai fotografi yang membahas tentang budaya tradisional
Topeng dalang di kabupaten Sumenep apalagi didukung tampilan visual yang
menarik dengan ilustrasi fotografi yang menggunakan esai fotografi sebagai alur
cerita yang ingin disampaikan. Dengan menggunakan ilustrasi esai fotografi
penjelasan artikel yang tidak terlalu panjang dapat menarik daya minat target
pembaca dan juga akedemisi untuk membaca buku esai fotografi ini. Untuk
mendukung estetika, kejelasan gambar yang akan dimuat, readability dan legality
dari buku ini, maka diperlukan beberapa kriteria sebagai acuan.
Ukuran yang diaplikasikan pada buku ini adalah 220 mm x 220 mm. Pada cover
akan dicetak dengan menggunakan hard cover dan dilaminasi doff untuk
memberikan kesan elegan dan mewah. Jenis kertas yang digunakan adalah Art
paper dengan system cetak digital print full color dua sisi.
88
2. Sistematika Penerbitan Buku
Pada penciptaan buku esai fotografi Topeng Dalang, buku ini disimulasikan
dengan percetakan Bushindo Indonesia : Printing and Binding. Penulis melakukan
wawancara kepada pihak percetakan untuk memperoleh informasi bagaimana
mengetahui harga pokok produksi sebuah buku yang akan dijual dalam jumlah
banyak dengan lisensi mereka. Setelah itu Bushindo Indonesia akan
mempertimbangkan konsep buku yang akan dikerjakan, yang selanjutnya akan
disetujui oleh penulis, pada proses MOU umumnya yang akan dibahas adalah
persentase laba yang akan ditanggung oleh pihak penulis, penerbit, produksi dan
distribusi.
Berikut adalah gambaran umum pembagian persentase yang digunakan oleh
Bushindo Indonesia:
a. Penerbit 10%
b. Penulis 10%
c. Produksi 30%
Pembagian persentase di atas merupakan pembagian umum, sehingga bisa
tergantung kesepakatan MOU antara penulis dan penerbit. Kesepakatan persentase di
atas bersifat royalti bagi penulis, namun ada beberapa klien yang memang penulisnya
sudah cukup terkenal.
89
3. Media Pendukung
Untuk mendukung publikasi dari buku referensi ini, maka dibutuhkan 4 jenis
media promosi yang paling efektif dalam menarik minta target audience.
a. Poster, dengan adanya media ini dapat menarik perhatian, mudah dilihat dan
memudahkan audiens mengetahui tata letak dari produk yang ditawarkan.
Poster dibuat dengan ukuran A3 yaitu 29,7 cm x 33 cm dengan
menggunakan system cetak digital printing bahan art paper 150 gr.
b. Flyer, media ini dipilih karena memiliki banyak kegunaan mulai dari biaya
cetaknya murah, tetap sasaran dan terarah sesuai target audience serta dapat
memuat informasi yang leboh detail mengenai produk yang ditawarkan.
Untuk flyer memilih ukuran A5, 148 mm x 210 mm dengan menggunakan
bahan art paper 110 gr, system cetak digital printing full color satu sisi.
c. Kartu nama digunakan pada saat launching buku. Alasan memilih media ini
adalah harganya yang relative murah dan memberikan informasi yang lebih
personal. Kartu nama ini didesain dengan ukuran 9 cm x 5,5 cm
menggunakan kertas art paper 150 gr dengan system cetak digital printing
full color dua sisi.
d. X-Banner digunakan saat launching buku, karena media ini sangat
dibutuhkan untuk memberi informasi yang lebih jelas untuk menjelaskan
produk yang akan di terbitkan. X-Banner didesain dengan ukuran 120 cm x
60cm.
90
4.6 Gagasan Perancangan Karya
Dalam perancangan ini menerapkan gagasan dari awal yaitu menciptakan buku
esai fotografi mengenai budaya tradisional Topeng dalang di Kabupaten Sumenep
yang sekaligus membantu pelestarian budaya tradisional. Salah satu permasalahan
yang ingin dicapai adalah bagaimana membuat buku esai fotografi mengenai budaya
tradisional Topeng Dalang yang menjelaskan tentang sejarah, makna, kisah budaya
Topeng Dalang tersebut melalui pendekatan dokumentasi foto dan disampaikan
kepada masyarakat atau pembaca. Selain ditunjang oleh dokumentasi foto,
pendekatan lainnya adalah dengan menjelaskan secara rinci dan mendalam untuk
Topeng Dalang yang akan dibahas. Penyampaian informasi ini juga memiliki
batasan-batasan yang harus diperhatikan agar hasil gagasan yang disampaikan pada
media tidak melebar dan keluar dari konteks pembahasan.
91
4.7 Perancangan Karya
1. Cover Buku
Gambar 4.13 merupakan sketsa awal dalam pembuatan cover buku, yang
diaplikasikan pada hard cover bagian luar. Pada bagian depan akan menggunakan
visual foto Topeng Dalang agar lebih mudah dikenal oleh audience atau masyarakat.
Di bawah ini beberapa foto yang telah dipilih sebagai alternative desain cover.
Foto yang menunjukan Topeng Dalang, diambil dari depan menggunakan
teknik Depth Of Field agar memberi kesan keindahan pada dimensi ketajaman dan
menarik.
Gambar 4.10 Sketsa Awal Cover Buku
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2014
Gambar 4.11 Foto Bentuk Topeng Dalang
Sumber: Dokumentasi Peneliti. 2014
92
2. Cover dalam (Judul dan Sub Judul)
Untuk judul dan sub judul buku esai fotografi menggunakan warna Putih
untuk memberi kesan kelembutan, kebebasan dan keterbukaan. Pilihan typeface untuk
judul adalah Twilight New Moon, sedangkan sub judul Benton Sans Cond-Book.
3. Isi Halaman (lembar Ekplorasi Foto)
Pada layout buku esai fotografi banyak menggunakan foto dengan format
landscape dan untuk layout yang digunakan adalah Multipanel Layout dan Picture
Window Layout.
Gambar 4.12 Sketsa Ukuran Font dalam Judul dan Sub judul
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2014
Gambar 4.13 Sketsa Awal Layout Halaman Foto
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2014
93
4. Poster
Pada desain poster menampilkan beberapa foto kesenian Topeng Dalang
terdapat judul peluncuran tentang buku esai fotografi Topeng Dalang.
5. Flyer
Desain pada flyer menampilkan beberapa foto kesenian Topeng Dalang dan
di masing-masing desain terdapat judul peluncuran tentang buku esai fotografi
Topeng Dalang.
Gambar 4.14 Sketsa Awal Desain Poster
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2014
Gambar 4.15 Sketsa Awal Desain Flyer
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2014
94
6. X-Banner
Pada desain X-Banner menampilkan satu bentuk Topeng sebagai point
interestnya dan
7. Kartu Nama
Desain pada kartu nama menampilkan judul buku esai fotografi Topeng
Dalang.
Gambar 4.16 Sketsa Awal Desain X-Banner
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2014
Gambar 4.17 Sketsa Awal Desain Kartu Nama
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2014
95
BAB V
IMPLEMENTASI KARYA
5.1 Konsep
Berdasarkan analisis keyword maka dapat ditarik kesimpulan konsep yang
akan menjadi acuan desain dalam penciptaan buku esai fotografi topeng dalang
Sumenep yaitu “Artistik”. Kata artistik mewakili dari semua keyword yang
menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti memiliki nilai seni atau bersifat
seni dari suatu keartistikan kesenian tradisional yang berasal dari kabupaten
Sumenep, desa Dasuk seperti Topeng Dalang. Pada Topeng Dalang memiliki
keartistikan pada setiap topengnya untuk dijadikan ciri khas penokohan yang ada
dalam cerita kesenian tersebut. Keartistikan terlihat dari segi warna yang
bermacam-macam yang sesuai dengan watak atau karakter pewanyangan dan pada
baju seperti ciri khas dari keraton Sumenep.
Konsep artistik secara visual memberikan suatu kesan pesona keelokan yang
indah serta kreatif. Pada karya yang digunakan dalam penelitian ini adalah upaya
membuat suatu kreasi yang artistik, menonjolkan sisi nilai seni seperti yang
dilakukan dalam hal pembuatan Topeng Dalang maupun pertunjukan budaya
tradisional Topeng Dalang yang memperlihatkan cerita pewayangan dan
menyisipkan nilai-nilai religi serta memberikan kesan humor agar masyarakat
tertarik melihatnya dan memberikan mindset agar tetap melestarikan budaya
tradisional Topeng Dalang.
96
5.2 Implementasi Karya
5.2.1 Cover Buku
Gambar 5.1 Desain Cover Buku
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Desain pada cover buku esai fotografi dalang menunjukan karakter salah
satu pertunjukan Topeng Dalang. Menggunakan warna merah maroon dan judul
buku dengan warna kuning keemasan.
5.2.2 Desain Halaman Buku
Berikut adalah beberapa hasil implementasi karya buku esai fotografi
Topeng Dalang Sumenep.
Gambar 5.2 Halaman Pembuka
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
97
Halaman pembuka pada gambar 5.2 merupakan buku esai fotografi
Topeng Dalang Sumenep yang menampilkan judul buku eksotisme Topeng
Dalang yang berwarna kuning keemasan.
Gambar 5.3 Halaman ii dan iii
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman ii dan iii menunjukkan karakter salah satu tokoh dalam
pertunjukan Topeng Dalang untuk membuka awal halaman.
Gambar 5.4 Halaman iv dan v
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Di halaman iv dan v menunjukkan informasi hak cipta, penulis dan
desainer dari buku esai fotografi Topeng Dalang.
98
Gambar 5.5 Halaman vi dan vii
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Halaman berikutnya yaitu halaman vi dan vii merupakan halaman berisi ucapan
terima kasih kepada keluarga, sahabat dan semua pihak yang telah membantu
dalam pembuatan buku dan halaman kata pengantar yang berisi penjelasan singkat
mengenai buku esai fotografi Topeng Dalang.
Gambar 5.6 Halaman viii dan ix
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Halaman berikutnya yaitu halaman viii dan ix merupakan halaman
yang berisikan macam-macam bentuk karakter Topeng Dalang yang ada di
Sumenep.
99
Gambar 5.7 Halaman x
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Halaman berikutnya yaitu halaman x merupakan halaman berikutnya
memperlihatkan daftar isi.
Gambar 5.8 Halaman 1 dan 2
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikut ini menjelaskan judul buku dari Topeng Dalang
beserta penjelasan singkat tentang Topeng Dalang.
100
Gambar 5.9 Halaman 3 dan 4
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikut ini menjelaskan tentang Tarian gambuh
pamungkas atau pungkasan atau akhir merupakan tarian yang digunakan
untuk pembuka pagelaran Topeng Dalang. Tari ini menggambarkan prajurit
yang sigap dalam berlatih perang atau mengatasi sesuatu sampai tuntas.
Gambar 5.10 Halaman 5 dan 6
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikut ini menjelaskan Tarian kelono tanjung seto atau bisa
disebut juga kelana bunga putih merupakan tarian yang menggambarkan cerita
101
awal mula manusia sampai dewasa. Tarian ini ditampilkan setelah tarian gambuh
pamungkas.
Gambar 5.11 Halaman 7 dan 8
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada Halaman berikut ini menjelaskan tentang cerita kisah Mahabrata
awal mula prabu prapita dan dewi gangga.
Gambar 5.12 Halaman 9 dan 10
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikut ini terdapat foto Sentanu putra dari Prabu Prapita
bersama dengan Semar, Gareng, dan Petruk.
102
Gambar 5.13 Halaman 11 dan 12
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikut ini menunjukkan macam-macam bentuk dari
karakter Topeng Dalang.
Gambar 5.14 Halaman 13 dan 14
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikut ini menunjukkan Pengrajin atau seniman yang
membuat Topeng Dalang.
103
Gambar 5.15 Halaman 15 dan 16
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Di halaman berikut ini merupakan menampilkan awal proses menunjukkan
bahan utama untuk pembuatan Topeng serta proses pengukuran.
Gambar 5.16 Halaman 17 dan 18
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikutnya menjelaskan proses pembelahan kayu mentaos
dijadikan dua bentuk dasar pembuatan Topeng.
104
Gambar 5.17 Halaman 19 dan 20
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Halaman ini menjelaskan menunjukkan alat-alat yang digunakan untuk
membentuk dasar pembuatan Topeng.
Gambar 5.18 Halaman 21 dan 22
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikutnya proses memahat bagian sisi kanan kiri kayu
mentaos.
105
Gambar 5.19 Halaman 23 dan 24
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Di halaman ini menunjukkan hasil dasar bentuk pahatan topeng dari kayu
mentaos.
Gambar 5.20 Halaman 25 dan 26
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman ini menunjukkan proses gergaji untuk membuat bagian
mulut.
106
Gambar 5.21 Halaman 27 dan 28
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikut ini proses memahat bagian hidung.
Gambar 5.22 Halaman 29 dan 30
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Halaman ini menjelaskan menunjukkan proses memahat bagian sisi
hidung untuk mendapatkan hasil yang sama antara kanan kiri.
107
Gambar 5.23 Halaman 31 dan 32
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikut ini proses memperhalus bagian mahkota.
Gambar 5.24 Halaman 33 dan 34
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Di halaman berikutnya menunjukkan hasil bentuk dasar yang sudah
diperhaluskan serta mengukur bagian mata sampai mahkota
108
Gambar 5.25 Halaman 35 dan 36
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman gambar berikut ini merupakan proses memahat serta
menggambar bagian mata sampai alis.
Gambar 5.26 Halaman 37 dan 38
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman gambar berikut ini merupakan menunjukkan proses
menggambar bagian mata sampai mahkota.
109
Gambar 5.27 Halaman 39 dan 40
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman gambar berikut ini merupakan proses memahat bagian
mahkota dari bentuk dasar topeng yang hampi jadi.
Gambar 5.28 Halaman 41 dan 42
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Di halaman ini menunjukkan proses bagian mata sampai mahkota dan
gambar
110
Gambar 5.29 Halaman 43 dan 44
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman gambar berikut ini merupakan proses memahat bagian pipi
sampai mulut.
Gambar 5.30 Halaman 45 dan 46
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman gambar berikut ini merupakan menunjukkan proses detail
bagian mulut sampai mata
111
Gambar 5.31 Halaman 47 dan 48
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman ini proses memahat bagian belakang bentuk dasar topeng
agar bisa digunakan di muka.
Gambar 5.32 Halaman 49 dan 50
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada gambar ini menunjukkan proses melubangi bagian mata dalam agar
dapat melihat apabila topeng dipakai di muka.
112
Gambar 5.33 Halaman 51 dan 52
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Di halaman berikut ini merupakan proses melubangi bagian hidung.
Gambar 5.34 Halaman 53 dan 54
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Halaman berikutnya yaitu menunjukkan hasil bentuk dasar topeng yang
sudah melewati proses pahatan maupun penggambaran.
113
Gambar 5.35 Halaman 55 dan 56
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Di halaman ini terdapat awal halaman proses penghalusan secara detail
dan pengecatan topeng.
Gambar 5.36 Halaman 57 dan 58
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Di halaman ini merupakan menunjukkan proses penghalusan detail bentuk
dasar topeng.
114
Gambar 5.37 Halaman 59 dan 60
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman ini adalah awal halaman proses pengecatan dasar
menggunakan warna merah.
Gambar 5.38 Halaman 61 dan 62
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikut ini adalah menunjukkan proses pengecatan dasar
menyeluruh bagian topeng.
115
Gambar 5.39 Halaman 63 dan 64
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Di halaman ini merupakan awal jadi hasil proses pengecatan dasar.
Gambar 5.40 Halaman 65 dan 66
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Halaman berikut ini menunjukkan proses pengecatan warna secara
menyeluruh bagian topeng sesuai dengan karakter topeng.
116
Gambar 5.41 Halaman 67 dan 68
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman ini merupakan proses pengecatan topeng secara perlahan-
lahan dan teliti.
Gambar 5.42 Halaman 69 dan 70
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Halaman berikutnya yaitu menunjukkan proses awal pengecatan warna
secara menyeluruh bagian topeng.
117
Gambar 5.43 Halaman 71 dan 72
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikutnya proses pengecatan topeng bagian mahkota.
Gambar 5.44 Halaman 73 dan 74
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Di halaman ini merupakan menunjukkan awal jadi secara menyeluruh
bagian topeng yang sesuai karakter Topeng Dalang.
118
Gambar 5.45 Halaman 75 dan 76
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikutnya menggambarkan beberapa macam karakter
Topeng Dalang Sumenep.
Gambar 5.46 Halaman 77 dan 78
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Halaman berikut ini menunjukkan awal pembuka halaman alat musik laras
slendro.
119
Gambar 5.47 Halaman 79 dan 80
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikutnya menggambarkan alat musik bonang besar dan
penerus.
Gambar 5.48 Halaman 81 dan 82
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Di halaman berikut ini hanya menunjukkan gambang dan suling.
120
Gambar 5.49 Halaman 83 dan 84
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman ini menggambarkan alat musik gender dan slenthem.
Gambar 5.50 Halaman 85 dan 86
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman berikut ini menunjukkan siter sampai gender penerus.
121
Gambar 5.51 Halaman 87 dan 88
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Halaman berikut ini menjelaskan sekilas tentang Alat Musik: DEMUNG,
SARON 1, SARON 2, PEKING dan Gong.
Gambar 5.52 Halaman 89 dan 90
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Pada halaman ini memperlihatkan alat musik gendang dan kenong yang
berfungsi saat pertunjukan Topeng Dalang.
122
Gambar 5.53 Halaman 91 dan 92
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Di halaman berikut ini memperlihatkan semua alat musik yang dinamakan
laras slendro yang digunakan saat pertunjukan Topeng Dalang.
Gambar 5.54 Halaman 93
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Di halaman berikutnya berakhirnya buku esai fotografi Topeng Dalang.
123
5.3 Desain Poster
Gambar 5.55 Desain Poster
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Desain poster promo tentang terbitnya buku esai fotografi Topeng Dalang
Sumenep. Desain poster menggunakan foto salah satu karakter Topeng Dalang,
dengan keterangan di bawahnya bahwa buku ini diluncurkan pada tanggal 14-16
Agustus 2015 di Grand City Mall. Dicetak ukuran A3, memudahkan para
pengunjung untuk datang ke stand pameran.
124
5.4 Desain X-Banner
Gambar 5.56 Desain X-Banner
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
X-Banner digunakan untuk memberi informasi kepada pengunjung yang
datang pada acara pameran peluncuran buku. Sesuai dengan konsep, x-banner ini
berukuran 120 cm x 60 cm yang berfungsi sebagai media informasi yang akan
memberi tahukan bahwa sedang berlangsung acara launching buku esai fotografi
Topeng Dalang Sumenep sehingga diharapkan dapat menarik pengunjung untuk
tertarik melihat buku esai fotografi ini.
125
5.5 Desain Flyer
Gambar 5.57 Desain Flyer
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
Flyer digunakan pada saat launching buku. Alasan memilih media ini
adalah harganya yang relatif murah, dan memberikan informasi yang lebih
personal.
5.6 Desain Kartu Nama
Gambar 5.58 Desain Kartu Nama
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2015
126
Pada gambar 5.58 merupakan desain kartu nama yang digunakan pada saat
launching buku. Alasan memilih media ini adalah harganya yang relatif murah,
dan memberikan informasi yang lebih personal. Kartu nama ini didesain dengan
ukuran 9 cm x 5,5 cm menggunakan kertas art paper 120 gr dengan sistem cetak
digital printing full color dua sisi.
5.7 Sistem Produksi Buku
1. Sistematika Penerbitan Buku
Pada penciptaan buku esai fotografi Topeng Dalang, buku ini
disimulasikan dengan percetakan Bushindo Indonesia, Printing and Binding.
Penulis melakukan wawancara kepada pihak percetakan untuk memperoleh
informasi bagaimana mengetahui harga pokok produksi sebuah buku yang
akan dijual dalam jumlah banyak dengan lisensi mereka. Setelah itu Bushindo
Indonesia akan mempertimbangkan konsep buku yang akan dikerjakan, yang
selanjutnya akan disetujui oleh penulis, pada proses MOU umumnya yang
akan dibahas adalah persentase laba yang akan ditanggung oleh pihak penulis,
penerbit, produksi dan distribusi.
Berikut adalah gambaran umum pembagian persentase yang
digunakan oleh Bushindo Indonesia:
a. Penerbit 10%
b. Penulis 10%
c. Produksi 30%
127
Pembagian persentase di atas merupakan pembagian umum, sehingga
bisa tergantung kesepakatan MOU antara penulis dan penerbit. Kesepakatan
persentase di atas bersifat royalti bagi penulis, namun ada beberapa klien
yang memang penulisnya sudah cukup terkenal.
2. Produksi Buku
Proses produksi buku esai fotografi Topeng Dalang melalui interview
dengan pihak Romi Ilham selaku owner Bushido Indonesia untuk
mendapatkan informasi secara rinci mengenai harga produksi buku, harga
jual, dan laba. Pihak Bushido Indonesia mengatakan bahwa untuk pertama
kali produksi secara umumnya ditentukan jumlah minimal 1000 eksemplar
dengan tambahan 100 untuk waste (hasil cetak yang tidak dipakai, tidak
digunakan, tidak disenangi) menjadi 1100 eksemplar.
Buku esai fotografi Topeng Dalang berukuran 22cm x 22cm, isi 100
lembar dengan jenis kertas art paper 210gsm dan memakai kertas ukuran
plano 61cm x 86cm menyesuaikan mesin cetak offset percetakan. Untuk
ukuran 22cm x 22cm dapat mencukupi 6 lembar isi buku. Berikut
perhitungan biaya produksi buku, harga jual hingga laba:
a. Biaya Cetak Isi Buku
Harga cetak/sisi (1100 exp + waste) = Rp. 350.000,-
60 (lembar isi buku) : 6 (lembar/plano) = 10 (plano)
= 10 x 2 (cetak bolak-balik) = 20
= 20 x 350.000 = Rp. 7.000.000,-
128
b. Biaya Kertas
Harga/plano = Rp. 2.100,-
= 2.100 : 6 = 350 x 10
= 3500 x 1100 = Rp. 3.850.000,-
c. Biaya Cetak Isi Buku + Biaya Kertas = Rp. 7.000.000 + Rp.
3.850.000 = Rp. 10.850.000
d. Biaya Cetak Cover
Harga cetak cover/2 sisi (1100 exp) = Rp. 700.000,-
Harga/plano : 2 sisi = 2.100 : 2 = 1.050
= 1.050 x 1.100 = 1.155.000
Harga kertas cover + harga cetak = 1.155.000 + 700.000
Biaya cetak cover = Rp. 1.855.000,-
e. Biaya Laminasi Doff
Harga laminasi doff/cm = Rp. 0.25,-
Panjang buku (56+2+5+5) x Tinggi buku (28+2+5+5)
(2;Punggung Buku, 5:Lipatan) = 68 x 40 = 2.720
= 2.720 x 0.25
= 680 x 1.100
= Rp. 748.000,-
f. Biaya Cetak Cover + laminasi Doff = Rp. 1.855.000 + Rp.
748.000 = Rp. 2.603.000,-
129
g. Biaya Hardcover
Biaya Hardcover/Buku = Rp. 20.000,-
= 20.000 x 1000 eks
= Rp. 20.000.000,-
h. Biaya Binding
Biaya Binding/Lembar = Rp. 5,-
5 x 60 (lembar) x 1100 (exp + waste) = Rp. 330.000,-
i. Total Produksi
Biaya Cetak Isi Buku + Biaya Kertas = Rp. 10.850.000,-
Biaya Cetak Cover + Laminasi Doff = Rp. 2.603.000,-
Biaya Hardcover = Rp. 20.000.000,-
Biaya Binding = Rp. 330.000,- +
= Rp. 33.783.000,-
j. Harga Jual Buku
(Total Produksi : exp) x 6 = (33.783.000 : 1000) x 6
= 33.783 x 6 = Rp. 135.132,-
k. Break Even Point (Titik Impas)
Total Produksi : Harga Jual = 33.783.000 : 135.132
= 250 Buku Terjual
l. Laba Bersih Penulis
(Harga Buku x 10%) x eksemplar = (135.132 x 10%) x 1000
= 13.513 x 1000
= Rp. 13.513.000,-
130
m. Laba Kotor Penerbit
(Harga Buku - Laba Penulis/buku) x exp = (135.132 - 13.513) x
1000
= 121.619 x 1000
= 121.619.000,-
131
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penciptaan buku esai fotografi
Topeng Dalang Sumenep:
1. Gagasan dalam penciptaan buku esai fotografi ini adalah untuk melestarikan
sekaligus mengenalkan budaya kesenian tradisional yang ada di Sumenep
serta mengajak masyarakat berperan aktif dalam menjaga budaya kesenian
tradisional tersebut agar tidak menjadi punah.
2. Desain dalam perancangan ini adalah Eksotisme dengan menampilkan visual
yang artistik dan eksotis yang memiliki makna bahwa Topeng Dalang
memiliki keeksotisan dan artistik dalam bentuk maupun pagelaran yang di
tampilkan untuk menjadi wawasan dan hiburan bagi masyarakat Sumenep.
3. Implementasi perancangan mengacu pada buku esai fotografi dan media
pendukung dengan tema artistik.
4. Media utama yang digunakan adalah buku esai fotografi dan untuk media
pendukung promosi buku menggunakan poster, x-banner dan kartu nama.
5. Media buku esai fotografi dan pendukungnya dirancang sesuai dengan tema
rumusan desain, yaitu artistik dari budaya kesenian Topeng Dalang sebagai
kesenian tradisional yang ada di Sumenep serta menggunakan warna yang
132
melambangkan kejayaan dan semangat yang kemudian diaplikasikan ke
dalam desain layout.
6.2 Saran
Adapun saran dari penciptaan buku esai fotografi Topeng Dalang ini adalah:
1. Memperdalam pembahasan tentang sejarah yang membahas Topeng Dalang di
Sumenep
2. Mengembangkan buku esai fotografi ini agar lebih banyak objek Topeng Dalang
yang dibahas dan ditingkatkan lagi foto penunjang agar dapat menarik minat
pembaca.
3. Agar dapat menjadi referensi bagi generasi untuk lebih mengapresiasikan karya
seni budaya tradisional khususnya pertunjukan Topeng Dalang yang menjadi
ikon budaya tradisional Sumenep, Madura agar lebih dikenal secara luar.
133
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Kusrianto. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi. 2007
Alwi, Audy Mirza. 2004. Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto
ke Media Massa. Jakarta: Bumi Aksara.
Durkheim Emile, 2011, The Elementary Forms of The Religious Life, terj,
Yogyakarta: IRCiSoD.
Endarmoko, E. 2006. Tesaurus Bahasa Indonesia, Jakarta : PT Bumi Aksara.
Hurlock, Elizabeth. B. 1991. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia. 1984
Muktiono, Joko D. 2003. Aku Cinta Buku, Menumbuhkan Minat Baca Pada Anak.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Moleong, Lexy. J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Morissan, M. A. 2010. Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Pujiriyanto. 2005. Desain Grafis Komputer: Teori Grafis Komputer. Yogyakarta:
Andi.
Prisma Haris Nuryawan, Winny Gunarti, Sri Rahayu Darmawani. 2009.
Kombinasi Warna Komplementer. Jakarta Barat: PT Gramedia.
Rustan, Surianto. 2008. Layout Dasar dan Penerapannya. Jakarta: Gramedia.
Rustan, Surianto. 2011. Font & Tipografi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Sedyawati, Edi.2007. Budaya Indonesia : kajian arkeologi, seni, dan sejarah.
Jakarta : Divisi perguruan tinggi, Raja Grafindo Persada.
134
Sedyawati, Edi. 1993. Seni Pertunjukan Indonesia, “Topeng Dalam Budaya”.
Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Jakarta: Diterbitkan atas
kerjasama Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia dengan PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Sihombing, Danton. 2001. Tipografi dalam Desain Grafis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Supriyato Henricus. 1994. Transkip Lakon. “Rabine Panji” Teater Topeng
Malang. Masyarakat seni pertunjukan Indonesia
Supriyono, Rakhmat. 2010. Desain Komunikasi Visual Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Andi.
Soetrisno. 1981. Madura V. Malang.
Tim Studi. 2007. Analisa Program Promosi Pasar Modal dan Jasa Keuangan
oleh Pelaku Industri Jasa Keuangan. Laporan Hasil Studi Analisa Program
Promosi.
Wibowo, Iyan. Anatomi Buku. Bandung: Kolbu, Komunitas Lintas Buku. 2007
Wijaya, Taufan. 2011. Foto Jurnalistik. Klaten: Sahabat.
135
Sumber Jurnal :
Erlinda Triani Wiyono, Ahmad Adib, Ani Wijayanti Suhartono. 2013.
Perancangan Komunikasi Visual Revitalisasi Tari Topeng Dalang untuk
Program Destinasi Madura.
136
Sumber Internet
www. Sumenep.go.id (diakses 5 Januari 2015)
http://www.slideshare.net/FOTOKITA/photo-essay-national-geographic
(diakses 12 Januari 2015)
http://www.kompasiana.com/zaferpro/sekilas-esai-
foto_5500b4e3a333119f6f511ec8 (diakses 15 Januari 2015)