181
MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN DI DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT MARGANOF SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

pencemaran danau maninjau

  • Upload
    vera

  • View
    94

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pencemaran danau maninjau

MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN

DI DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT

MARGANOF

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

Page 2: pencemaran danau maninjau

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Juli 2007

Marganof NRP P062030111

Page 3: pencemaran danau maninjau

ABSTRAK

MARGANOF. Model Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat. Dibimbing oleh LATIFAH K. DARUSMAN, ETTY RIANI, dan BAMBANG PRAMUDYA N.

Kualitas perairan Danau Maninjau semakin menurun akibat masuknya

beban pencemar baik organik maupun anorganik yang berasal dari berbagai sumber pencemar. Sumber utama pencemaran berasal dari kegiatan di sekitar perairan danau, seperti dari permukiman, pertanian, peternakan dan perhotelan serta kegiatan di badan air danau yaitu kegiatan keramba jaring apung (KJA). Tujuan utama penelitian ini adalah untuk membangun model pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau. Untuk mencapai tujuan utama tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan beberapa kegaitan diantaranya (1) menentukan kondisi eksisting perairan Danau Maninjau, (2) membangun suatu model dinamis yang menggambarkan sistem pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau, dan (3) merumuskan kebijakan atau skenario pengendalian pencemaran perairan danau.

Model di dalam penelitian ini dibangun melalui pendekatan sistem dengan menggunakan program powersim versi 2,5c. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter pencemaran perairan danau seperti COD, BOD5, DO, TSS dan PO4

3- sudah di atas ambang batas yang dipersyaratkan sebagai sumber air baku air minum. Berdasarkan nilai indeks mutu lingkungan perairan (IMLP) perairan Danau Maninjau dikategorikan dalam kondisi tercemar sedang. Model pengendalian pencemaran terbangun dalam lima sub-model limbah yaitu: (1) sub-model limbah penduduk, (2) sub-model limbah hotel, (3) sub-model limbah peternakan, (4) sub-model limbah pertanian, dan (5) sub-model limbah KJA. Melalui analisis prospektif didapatkan lima faktor penting yang berpengaruh di masa depan dalam pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau, yaitu (1) jumlah KJA, (2) pertumbuhan penduduk, (3) partisipasi masyarakat, (4) pemanfaatan lahan, dan (5) dukungan pemerintah daerah.

Kebijakan yang direkomendasikan untuk pengendalian pencemaran di perairan Danau Maninjau berdasarkan prioritas adalah meningkatkan persepsi dan kesadaran masyarakat di sekitar perairan danau, menekan laju pertumbuhan KJA, membatasi laju pertumbuhan KJA, efisiensi pemberian pakan dan pemberian pakan dengan kandungan posfor (P) yang rendah, pemakaian pupuk dan pestisida yang efisien, serta pengolahan lahan dan vegetasi di sempadan danau.

Kata kunci : pengendalian pencemaran, pendekatan sistem, model, analisis prospektif

Page 4: pencemaran danau maninjau

ABSTRACT

MARGANOF. Model of Water Pollution Control on Maninjau Lake, West Sumatera. Under direction of LATIFAH K. DARUSMAN, ETTY RIANI and BAMBANG PRAMUDYA N.

Water quality of Maninjau Lake has been diminished by organic and

inorganic matters that flow into the lake from various sources. The main sources of pollution come from the surrounding activities such as residential area, agriculture, husbandry, and hotel accommodation along with activities on the water body of the lake, that is floating net cage. The main objective of the research was to develop a model of water pollution control on Maninjau Lake. To achieve this main objective, there were three activities to be accomplished to: (1) determine the existing water condition of Maninjau Lake, (2) develop a dynamic model for describing the pollution control system, and (3) formulate policies or scenarios of water pollution control of the lake.

Model in this study was developed using system approach by means of powersim version 2.5c. Results of the study showed that water pollution parameter such as Chemical Oxygen Demand (COD), Biochemical Oxygen Demand (BOD5), Dissolved Oxygen (DO), Total Suspended Solid (TSS), and Phosphate (PO4) are over tolerable pollutant level for the source of drinking water standard. According to water quality environmental index, the Maninjau Lake is categorized as medium pollution level. Pollution control model in this study were built into five sub-models, namely: (1) house hold waste sub-model, (2) hotel debris sub-model, (3) husbandry waste sub-model, (4) agriculture waste sub-model, and (5) floating net cage trash sub-model. By using prospective analysis, there were five important factors identified that can affect the future of the lake’s water pollution control: (1) number of floating net cage, (2) population growth, (3) community participation, (4) land used, and (5) local government support.

Recommended policies to control the future of the Maninjau lake’s water pollution in priority are increasing community perception and participation, controlling population growth, limiting the growth rate of fish floating net cage, making efficiency of fish feeding using low phosphorus (P)-content-foods, making efficiency on using fertilizers and pesticides, conducting better land and vegetation management in catchments areas. Key words: pollution control, system approach, model, prospective analysis

Page 5: pencemaran danau maninjau

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak Cipta Dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

bentuk apa pun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm, dan sebagainya

Page 6: pencemaran danau maninjau

MODEL PENGENDALIAN PENCEMARAN PERAIRAN DI

DANAU MANINJAU SUMATERA BARAT

MARGANOF

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

Page 7: pencemaran danau maninjau

Judul Disertasi : Model Pengendalian Pencemaran Perairan Di Danau Maninjau Sumatera Barat Nama : Marganof NRP : P 062030111

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS. Ketua

Dr. Ir. Etty Riani, MS. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N., M.Eng. Anggota Anggota

Diketahui Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS. Tanggal Ujian : 10 Juli 2007 Tanggal Lulus :

Page 8: pencemaran danau maninjau

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan

rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

disertasi dengan judul: Model Pengendalian Pencemaran Perairan Di Danau

Maninjau Sumatera Barat. Disertasi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas

akhir penyelesaian program Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya

Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi ini penulis telah

banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Latifah Kosim Darusman, MS., selaku ketua Komisi Pembimbing

yang telah banyak memberikan perhatian, nasehat, arahan dan waktu secara

sabar untuk berdiskusi dengan memberikan semangat secara terus menerus

sejak perencanaan penelitian sampai penyelesaian penulisan disertasi ini.

2. Dr. Ir. Etty Riani, MS. dan Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N., M.Eng.,

selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan

perhatian serta waktu dan tenaga dalam berdiskusi mulai dari perencanaan

penelitian sampai terselesaikannya disertasi ini.

3. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS., selaku Ketua Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB yang telah

memacu dan memberikan semangat untuk menyelesaikan studi secara lebih

baik.

4. Prof. Dr. Ir. Much. Sri Saeni, MS., selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian

Tertutup, yang telah memberikan koreksi, masukan, saran perbaikan dan

semangat dalam menyelesaikan studi.

5. Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA dan Dr. Ir. Siti Nurbaya, MSc., selaku

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, yang telah memberikan masukan,

kritik dan saran dalam rangka penyelesaian studi.

Page 9: pencemaran danau maninjau

6. Koordinator Kopertis Wilayah X beserta staf atas izin pendidikan yang

diberikan kepada penulis untuk mengikuti program Doktor di Institut

Pertanian Bogor.

7. Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat yang telah memberikan

izin kepada penulis untuk mengikuti program Doktor di Institut Pertanian

Bogor.

8. Gubernur Sumatera Barat yang telah memberikan dana bantuan untuk

menunjang pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi ini.

9. Ayahanda Karani Rasul (Alm) dan Ibunda Dahniar N, yang senantiasa

memberikan doa restu dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan

pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor dengan baik.

10. Kakakku Neldayuliarti sekeluarga dan adikku Onwarnida sekeluarga yang

telah memberikan bantuan baik moril maupun materil selama penulis

menempuh pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.

11. Istriku Desi Darma dan anak-anakku Zahrah Marganof dan Hasnan Habib

Marganof yang telah memberikan pengorbanan selama penulis menempuh

pendidikan Doktor di Institut Pertanian Bogor.

12. Teman-teman khususnya Dr. Ir. Gufran Darma Dirawan, MSc., Dr. Ir.

Herman, MS., Dr. Syafrani, MSi., Ir. Frida Purwanti, MSc., Dr. Drh. Ratna

Katharina, MSi., Ir. Nanti Kasih, MT., Ir. Henny Pagorai, MSi., Ir. Saharia,

MSi., Ir. Luluk Sulistiyono, MS., dan Ir. Marini Susanti, MSi., yang telah

banyak membantu dan berdiskusi selama menuntut ilmu di Institut Pertanian

Bogor.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Ibu dan Bapak dengan

berlipat ganda. Akhir kata penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum

sempurna, namun demikian penulis berharap semoga karya ilmiah yang sederhana

ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan semua pihak yang

memerlukannya.

Bogor, Juli 2007

Marganof

Page 10: pencemaran danau maninjau

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sungai Naning, Kabupaten Limapuluh Kota Provinsi

Sumatera Barat pada tanggal 21 September 1963 sebagai anak ke tiga dari

pasangan Karani Rasul (alm) dan Dahniar N. Pendidikan sarjana ditempuh di

Program Studi Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidkan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Padang, lulus pada

tahun 1989. Pada tahun 1997, penulis diterima di Program Studi Kimia pada

Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang dan menamatkannya pada tahun

1999. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari program BPPS

Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis bekerja sebagai dosen Kopertis Wilayah X yang dipekerjakan pada

Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas

Muhammadiyah Sumatera Barat sejak tahun 1992. Mata kuliah yang diasuh

adalah Kimia Dasar dan Kimia Kayu.

Artikel ilmiah penulis berjudul “Analisis Beban Pencemaran, Kapasitas

Asimilasi dan Tingkat Pencemaran dalam Upaya Pengendalian Pencemaran

Perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat” dalam proses penerbitan dalam

Jurnal Nature Indonesia Volume 10 No. 1 bulan Oktober 2007. Artikel lain

berjudul “Model Dinamik Pencemaran Perairan Danau Maninjau akan diterbitkan

pada CrestWater Journal Volume 1 No. 1 pada bulan Agustus 2007. Karya-karya

ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

Page 11: pencemaran danau maninjau

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xix I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4 1.3. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 5 1.4. Perumusan Masalah ....................................................................... 7 1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................... 9 1.6. Novelty (Kebaruan) Penelitian ...................................................... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 10 2.1. Ekosistem Perairan Danau ........................................................... 10 2.2. Pencemaran Perairan Danau ......................................................... 12 2.3. Eutrofikasi ................................................................................... 17 2.4. Indikator Parameter Pencemaran ................................................. 20 2.4.1. Parameter Fisika ................................................................ 20 2.4.2. Parameter Kimia ................................................................ 24 2.4.3. Parameter Mikrobiologi ..................................................... 31 2.5. Dampak Pemanfaatan Lahan terhadap Kualitas Perairan ............ 31 2.6. Dampak Sedimentasi terhadap Kualitas Perairan ........................ 32 2.7. Pengendalian Pencemaran Perairan Danau .................................. 33 2.8. Pendekatan Sistem ....................................................................... 34 2.9. Modeling (Pemodelan) ................................................................. 36 2.10. Validasi dan Sensitivitas Model .................................................. 39 2.11. Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran .............. 41 III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 43 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 43 3.2. Bahan dan Alat .............................................................................. 43 3.3. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 43 3.4. Pelaksanaan Penelitian ................................................................... 44 3.5. Analisis Data .................................................................................. 49 3.5.1. Analisis Fisika, Kimia dan Mikrobiologi ........................... 49 3.5.2. Analisis Beban Pencemar .................................................... 50 3.5.3. Analisis Persepsi Masyarakat .............................................. 52 3.5.4. Pendekatan Sistem dalam Pengendalian Pencemaran ......... 52 3.6. Model Pengendalian Pencemaran .................................................. 57 3.7. Asumsi yang Digunakan ................................................................ 57 3.8. Analisis Pengembangan Skenario Pengendalian Pencemaran ....... 57 3.9. Definisi Operasional ...................................................................... 60

Page 12: pencemaran danau maninjau

xiii

IV. PROFIL DAERAH PENELITIAN ...................................................... 62 4.1. Letak Administrasi dan Kondisi Geografis ................................. 62 4.2. Iklim dan Curah Hujan ................................................................ 63 4.3. Kondisi Tofografi ........................................................................ 64 4.4. Hidrologi ...................................................................................... 65 4.5. Geologi Kawasan Danau Maninjau .............................................. 66 4.6. Tataguna Lahan di sekitar Perairan Danau .................................. 66 4.7. Kependudukan di Kawasan Danau Maninjau ............................... 67 4.8. Lapangan Kerja Penduduk ........................................................... 70 4.9. Pendidikan Masyarakat di Kawasan Danau Maninjau ................. 70 4.10.Kesehatan Masyarakat ................................................................. 71 4.11.Isu Pencemaran Perairan di Danau Maninjau ............................... 71 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 74 5.1. Kondisi Eksisting Perairan Danau ............................................... 74 5.1.1. Parameter Fisika, Kimia dan Mikrobiologi ....................... 74 5.1.2. Status Kualitas Lingkungan Perairan Danau ..................... 92 5.2. Sumber dan Jenis Pencemar Perairan Danau ................................ 93 5.3. Beban Pencemaran Perairan Danau ............................................. 97 5.4. Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran ............... 105 5.5. Pemodelan Sistem ........................................................................ 109 5.5.1. Sub-model Limbah Penduduk ........................................... 110 5.5.2. Sub-model Limbah Hotel .................................................. 111 5.5.3. Sub-model Limbah Peternakan ......................................... 112 5.5.4. Sub-model Limbah Pertanian ............................................ 113 5.5.5. Sub-model Limbah KJA .................................................... 113 5.5.6. Analisis Kecenderungan Sistem ......................................... 116 5.5.7. Validasi Model .................................................................. 117 5.6. Penyusunan Skenario Pengendalian Pencemaran Perairan .......... 121 5.7. Analisis Perbandingan Penerapan antar Skenario ........................ 128 5.8. Arahan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Perairan Danau ... 129 5.9. Analisis Sensitivitas ...................................................................... 131 5.10. Pembahasan Umum ..................................................................... 132 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 134 6.1. Kesimpulan .................................................................................... 134 6.2. Saran .............................................................................................. 135 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 136 LAMPIRAN ................................................................................................ 147

Page 13: pencemaran danau maninjau

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Klasifikasi tingkat trofik (kesuburan) perairan danau ............................ 12

2. Sumber pencemar N dan P di Waduk Cirata ....................................... 16

3. Jumlah N dan P masuk ke perairan dari berbagai sumber pencemar ..... 17

4. Status kualitas air berdasarkan kandungan oksigen terlarut ................. 25

5. Status kualitas air berdasarkan nilai BOD5 ........................................... 26

6. Status kualitas air berdasarkan kandungan nitrit .................................... 28

7. Jenis dan ukuran sedimen yang masuk ke perairan danau .................... 32

8. Parameter kualitas air dan metode analisis serta alat yang digunakan ... 46

9. Sumber pencemar, parameter dan sumber data ..................................... 48

10. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ..................... 49

11. Kriteria indeks mutu lingkungan perairan.............................................. 50

12. Faktor konversi limbah organik ............................................................. 51

13. Analisis kebutuhan stakeholder (pelaku) .............................................. 54

14. Pedoman penilaian keterkaitan antar faktor .......................................... 59

15. Matriks pengaruh langsung antar faktor dalam analisis prospektif ....... 59

16. Data unsur iklim kawasan Danau Maninjau (1995-2004) .................... 63

17. Jumlah bulan basah, kering dan lembab kawasan Danau Maninjau ...... 64

18. Lebar dan debit beberapa sungai yang bermuara ke Danau Maninjau .. 65

19. Luas penggunaan lahan kawasan Danau Maninjau ............................... 67

20. Rasio jenis kelamin penduduk kawasan Danau Maninjau ..................... 68

21. Kondisi luas lahan dan kepadatan penduduk kawasan Danau Maninjau .................................................................................... 69

22. Pertumbuhan penduduk kawasan Danau Maninjau ............................... 70

23. Tingkat pendidikan penduduk kawasan Danau Maninjau .................... 71

24. Sumber dan jenis bahan pencemar potensial di perairan Danau Maninjau ..................................................................................... 94

25. Keadaan pembuangan tinja penduduk kawasan Danau Maninjau ........ 95

26. Total beban pencemaran dari sungai yang masuk ke perairan Danau Maninjau Januari-Juli 2006 (ton/tahun) .................................... 98

27. Sebaran karakteristik responden ............................................................ 106

Page 14: pencemaran danau maninjau

xv

28. Populasi penduduk dan jumlah KJA serta jumlah limbah yang dihasilkan tahun 2005-2020 .................................................................. 118

29. Keterkaitan antar faktor dan state (kondisi) untuk analisis prospektif ................................................................................ 124

30. Skenario dan kombinasi keadaan faktor ............................................... 125

Page 15: pencemaran danau maninjau

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran penelitian ............................................................. 7

2. Komposisi air limbah domestik ............................................................ 13

3. Tahapan kerja dalam pendekatan sistem ............................................... 35

4. Peta lokasi penelitian ............................................................................ 45

5. Hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi pencemar .......... 52

6. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop diagram) sistem pengendalian pencemaran perairan danau ............................................ 56

7. Diagram masukan-keluaran (input-output diagram) sistem pengendalian pencemaran perairan danau ............................................ 57

8. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem ......... 60

9. Peta penggunaan lahan kawasan perairan ............................................. 68

10. Sebaran nilai rata-rata suhu di perairan danau ....................................... 75

11. Sebaran nilai rata-rata TSS di perairan danau ........................................ 76

12. Sebaran nilai rata-rata kecerahan di perairan danau .............................. 77

13. Sebaran nilai rata-rata kekeruhan di perairan danau .............................. 77

14. Sebaran nilai rata-rata TDS di perairan danau ....................................... 78

15. Sebaran nilai rata-rata warna di perairan danau ..................................... 79

16. Sebaran nilai rata-rata pH di perairan danau .......................................... 80

17. Sebaran nilai rata-rata CO2 bebas di perairan danau .............................. 81

18. Sebaran nilai rata-rata DO di perairan danau ......................................... 82

19. Sebaran nilai rata-rata BOD5 di perairan danau ..................................... 83

20. Sebaran nilai rata-rata COD di perairan danau ...................................... 84

21. Sebaran nilai rata-rata nitrat di perairan danau ...................................... 85

22. Sebaran nilai rata-rata nitrit di perairan danau ....................................... 86

23. Sebaran nilai rata-rata ammonia di perairan danau ................................ 87

24. Sebaran nilai rata-rata fosfat di perairan danau...................................... 88

25. Sebaran nilai rata-rata DDT di perairan danau ...................................... 89

26. Sebaran rata-rata karbofenotion di perairan danau ................................ 90

27. Sebaran nilai rata-rata fecal coliform di perairan danau ........................ 91

Page 16: pencemaran danau maninjau

xvii

28. Sebaran nilai rata-rata total coliform di perairan danau ......................... 92

29. Indeks mutu lingkungan perairan (IMLP) danau ................................... 93

30. Hubungan antara beban pencemar TSS di muara sungai dengan kadar TSS perairan danau ..................................................................... 102

31. Hubungan antara beban pencemar TDS di muara sungai dengan kadar TDS perairan danau .................................................................... 103

32. Hubungan antara beban pencemar COD di muara sungai dengan kadar COD perairan danau ................................................................... 103

33. Hubungan antara beban pencemar BOD5 di muara sungai dengan kadar BOD5 perairan danau .................................................................. 104

34. Hubungan antara beban pencemar PO4 di muara sungai dengan kadar PO4 perairan danau ..................................................................... 104

35. Hubungan antara beban pencemar NO3 di muara sungai dengan kadar NO3 perairan danau ..................................................................... 105

36. Persentase persepsi masyarakat Nagari Bayur tentang pengendalian pencemaran perairan danau .................................................................. 107

37. Persentase persepsi masyarakat Nagari Maninjau tentang pengendalian pencemaran perairan danau ............................................ 108

38. Persentase persepsi masyarakat Nagari Sungai Batang tentang pengendalian pencemaran perairan danau ............................................ 108

39. Diagram alir model limbah dari luar danau .......................................... 110

40. Diagram alir sub-model limbah penduduk ............................................ 111

41. Diagram alir sub-model limbah hotel ................................................... 112

42. Diagram alir sub-model limbah peternakan .......................................... 112

43. Diagram alir sub-model limbah pertanian ............................................. 113

44. Diagram alir sub-model limbah KJA .................................................... 114

45. Diagram alir model pengendalian pencemaran perairan danau ............. 115

46. Kecenderungan jumlah limbah masuk ke perairan danau ...................... 117

47. Hubungan antara jumlah penduduk dengan jumlah limbah .................. 119

48. Grafik perbandingan jumlah penduduk hasil simulasi dengan data empirik .......................................................................................... 120

49. Grafik perbandingan perkembangan jumlah KJA hasil simulasi dengan data empirik .............................................................................. 120

50. Gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada sistem pengendalian pencemaran ................................................ 122

51. Prediksi beban limbah pada skenario pesimistik sampai tahun 2020 .... 126

52. Prediksi beban limbah pada skenario moderat sampai tahun 2020........ 127

Page 17: pencemaran danau maninjau

xviii

53. Prediksi beban limbah pada skenario optimistik sampai tahun 2020 .... 128

54. Grafik perbandingan tiga skenario beban limbah dalam pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau tahun 2005-2020 .................. 129

55. Grafik beban limbah dengan pengurangan pertumbuhan penduduk dengan intervensi struktural .................................................................. 131

56. Grafik beban limbah dengan pengurangan pertumbuhan KJA dengan intervensi struktural .................................................................. 132

Page 18: pencemaran danau maninjau

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air ..................................... 147

2. Nilai rata-rata parameter kualitas air pada setiap stasiun pengamatan .... 149

3. Hasil perhitungan indeks mutu lingkungan perairan (IMLP) .................. 150

4. Penghitungan beban limbah dari aktivitas penduduk .............................. 153

5. Persepsi masyarakat sekitar Danau Maninjau tentang pengendalian pencemaran perairan ............................................................................... 159

6. Pengaruh langsung antar faktor pada analisis prospektif ......................... 160

7 Daftar responden pakar (expert) pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau ....................................................................................... 161

8. Hasil perhitungan KF dan tingkat kecocokan model dari data empirik dan simulasi ........................................................................ 162

Page 19: pencemaran danau maninjau

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki lebih dari 500 danau dengan luas keseluruhan lebih

dari 5.000 km2 atau sekitar 0,25% dari luas daratan Indonesia (Davies et al.,1995),

namun status kondisi sebagian besar danau tersebut akhir-akhir ini sudah sangat

memprihatinkan. Pada saat ini fungsi dan manfaat danau dirasakan sudah semakin

berkurang. Fenomena ini disebabkan oleh terjadinya pencemaran dan kerusakan

lingkungan perairan danau serta koordinasi antar sektoral dalam pengelolaannya

yang sangat lemah atau hampir tidak ada sama sekali (Sumarwoto et al., 2004).

Pencemaran yang terjadi di perairan danau, merupakan masalah penting

yang perlu memperoleh perhatian dari berbagai pihak. Hal ini disebabkan

beragamnya sumber bahan pencemar yang masuk dan terakumulasi di danau.

Sumber-sumber bahan pencemar tersebut antara lain berasal dari kegiatan

produktif dan non-produktif di upland (lahan atas), dari permukiman dan dari

kegiatan yang berlangsung di badan perairan danau itu sendiri, dan sebagainya.

Jenis bahan pencemar utama yang masuk ke perairan danau terdiri dari beberapa

macam, antara lain limbah organik dan anorganik, residu pestisida, sedimen dan

bahan-bahan lainnya.

Keberadaan bahan pencemar tersebut dapat menyebabkan terjadinya

penurunan kualitas perairan danau, sehingga tidak sesuai lagi dengan jenis

peruntukannya sebagai sumber air baku air minum, perikanan, pariwisata dan

sebagainya. Selain itu, pencemaran juga dapat menyebabkan hilangnya

keanekaragaman hayati, khususnya spesies endemik (asli) danau tersebut (Khosla

et al., 1995; Kumurur, 2002). Dampak negatif lain dari pencemaran perairan

danau tidak hanya dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis dan ekologis

berupa penurunan produktivitas hayati perairan, tetapi juga dapat membahayakan

kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian manusia yang memanfaatkan

perairan danau untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Fakhrudin et al., 2001).

Danau Maninjau merupakan salah satu danau terpenting di Sumatera

Barat, tepatnya di Kabupaten Agam. Bagi masyarakat yang berdomisili di sekitar

danau, danau merupakan sumber kehidupan dan penghidupan. Masyarakat

Page 20: pencemaran danau maninjau

2

memanfaatkannya untuk memenuhi berbagai kebutuhan domestik seperti sumber

air baku air minum, mandi, dan mencuci (MCK). Pemanfaatan penting lainnya

adalah untuk perikanan (perikanan budidaya dan perikanan tangkap), sumber air

untuk irigasi, sebagai obyek wisata serta sebagai sumber pembangkit listrik tenaga

air (PLTA) yang mengaliri sebagian besar kebutuhan listrik untuk wilayah

Sumatera Barat.

Nilai penting lainnya dari keberadaan Danau Maninjau adalah adanya jenis

ikan endemik, yakni ikan bada (Rasbora argyrotaenia) yang mempunyai nilai

ekonomis yang tinggi. Bahkan ikan bada yang sudah dikeringkan (”ikan bada

masiak”) harganya mencapai Rp 120.000,- per kg (Diliarosta, 2002). Keberadaan

ikan-ikan tersebut sudah semakin terancam akibat semakin meningkatnya beban

pencemaran yang masuk ke badan air danau, sehingga menyebabkan kualitas

perairan danau semakin menurun (Syandri, 2002a).

Meningkatnya beban pencemaran yang masuk ke perairan danau juga

disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang berdomisili di sekitar danau.

Umumnya masyarakat sekitar danau membuang limbah domestik, baik limbah

cair maupun limbah padatnya langsung ke perairan danau (Fahkruddin et al.,

2001; Haryani, 2001). Hal ini akan memberikan tekanan terhadap ekosistem

perairan danau.

Berbagai aktivitas penduduk yang ada di sempadan danau, seperti

permukiman, perhotelan, pertanian dan peternakan merupakan sumber bahan

pencemar yang masuk ke perairan danau. Kegiatan di badan perairan danau,

berupa pembudidayaan ikan dengan teknik keramba jaring apung (KJA) juga

merupakan sumber limbah yang potensial mencemari perairan danau. Bapedalda

Sumbar (2001) melaporkan bahwa penyebab utama penurunan kualitas perairan

Danau Maninjau adalah akibat dari kegiatan perikanan KJA yang sudah

melampaui daya dukung perairan danau. Fakta lain juga mengungkapkan bahwa

kualitas perairan Danau Maninjau cenderung terus menurun dari waktu ke waktu,

akibat semakin tingginya tingkat pencemaran karena buangan limbah domestik

dan pertanian (LPP UMJ, 2006).

Saat ini, kepedulian terhadap ekosistem perairan Danau Maninjau semakin

kurang diperhatikan oleh hampir seluruh pengguna ekosistem perairan danau

Page 21: pencemaran danau maninjau

3

tersebut. Prinsip-prinsip ekologis bahwa perairan danau memiliki carrying

capacity (daya dukung) dan daya asimilasi terhadap limbah yang terbatas tidak

dipahami oleh sebagian besar masyarakat pengguna danau. Seperti contoh

pemanfaatan danau untuk kegiatan budidaya perikanan dengan teknik KJA selalu

mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sampai akhir tahun 2006, terdapat 8.955

unit KJA yang beroperasi di perairan Danau Maninjau. Jumlah ini sudah sangat

melebihi daya dukung perairan danau untuk kegiatan KJA (Syandri, 2006). Hal ini

akan memberikan tekanan terhadap perairan danau semakin meningkat.

Di satu sisi, pengembangan usaha budidaya ikan dalam KJA akan

memberikan dampak positif berupa penciptaan lapangan kerja baru dan

peningkatan pendapatan masyarakat setempat, namun di sisi lain usaha ini juga

akan membawa dampak negatif terhadap ekosistem perairan danau. Dalam hal ini,

kegiatan budidaya ikan dengan KJA secara langsung akan mempengaruhi

(menurunkan) kualitas perairan danau (Bappeda Agam, 2002). Pengaruh tersebut

diakibatkan oleh limbah pakan dan zat pemberantas hama perikanan. Bila

konsentrasinya melebihi ambang batas, dapat mencemari dan meracuni biota di

perairan danau tersebut. Kematian masal ikan dalam KJA sebanyak 950 ton yang

terjadi pada tahun 1997 dan 2000 yang menelan kerugian milyaran rupiah,

mengindikasikan telah terjadi penurunan kualitas perairan di Danau Maninjau

(Syandri, 2002b).

Masuknya limbah pakan (nutrien) ke perairan danau dalam jumlah yang

berlebih dapat menyebabkan perairan menjadi lewat subur, sehingga akan

menstimulir blooming (ledakan) populasi fitoplankton dan mikroba air yang

bersifat patogen. Limbah zat hara dan organik baik dalam bentuk terlarut maupun

partikel, berasal dari pakan yang tidak dimakan dan eksresi ikan, yang umumnya

dikarakterisasi oleh peningkatan total padatan tersuspensi (TSS), BOD5, COD,

dan kandungan C, N dan P. Secara potensial penyebaran dampak buangan limbah

yang kaya zat hara dan bahan organik tersebut dapat meningkatkan sedimentasi,

siltasi, hipoksia, hipernutrifikasi, dan perubahan produktivitas serta struktur

komunitas bentik (Barg, 1992).

Fenomena-fenomena tersebut menunjukkan bahwa pencemaran yang

terjadi di perairan Danau Maninjau semakin mengkhawatirkan karena dapat

Page 22: pencemaran danau maninjau

4

mengancam kelestarian fungsi danau. Hal ini merupakan masalah yang perlu

segera ditangani secara serius agar tidak meluas dan semakin parah di kemudian

hari.

Ekosistem danau merupakan suatu sistem, terdiri dari komponen biotik

dan abiotik yang saling berinteraksi dengan lingkungannya. Fenomena tentang

penurunan kualitas perairan (pencemaran) yang terjadi di perairan Danau

Maninjau, menunjukkan permasalahan yang kompleks dan sulit dipahami jika

hanya menggunakan satu disiplin keilmuan. Konsep sistem yang berlandaskan

pada unit keragaman dan selalu mencari keterpaduan antar komponen melalui

pemahaman secara holistik (menyeluruh) dan utuh, merupakan suatu alternatif

pendekatan baru dalam memahami dunia nyata (Forester, 1971). Pendekatan

sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya

identifikasi terhadap sejumlah kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu

operasi sistem yang efektif (Eriyatno, 2007). Oleh karena itu, kajian tentang

pencemaran yang terjadi di perairan Danau Maninjau dapat dilakukan dengan

pendekatan sistem dalam membangun model pengendalian pencemarannya dalam

upaya mewujudkan perairan danau yang bersih dan lestari, sehingga pemanfaatan

fungsi danau dapat berkesinambungan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah membangun model pengendalian

pencemaran perairan di Danau Maninjau; untuk mencapai tujuan tersebut, maka

pada penelitian ini akan dilakukan kegiatan-kegiatan:

1. Menganalisis kualitas perairan dan tingkat pencemaran perairan di Danau

Maninjau

2. Membangun model yang menggambarkan sistem pengendalian pencemaran

perairan di Danau Maninjau

3. Merumuskan alternatif atau rancangan kebijakan pengendalian pencemaran

perairan di Danau Maninjau.

1.3. Kerangka Pemikiran

Permasalahan utama yang dihadapi oleh perairan lentik (tergenang),

terutama danau dan waduk adalah masalah penurunan kualitas dan kuantitas

Page 23: pencemaran danau maninjau

5

perairan. Permasalahan penurunan kualitas perairan umumya disebabkan oleh

adanya bahan pencemar baik organik maupun anorganik yang masuk ke badan

perairan tersebut. Sementara itu, permasalahan kekurangan air disebabkan oleh

terbatasnya presipitasi air dan penggunaan air yang berlebihan.

Danau Maninjau merupakan sumberdaya alam yang memberikan manfaat

besar bagi masyarakat baik dari aspek ekonomi, sosial maupun dari aspek ekologi.

Oleh karena itu, salah satu program penting pemerintahan Kabupaten Agam yang

tertuang dalam Renstra dan Propeda Kabupaten Agam tahun 2005–2010 tentang

pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan adalah menjadikan kawasan

perairan danau sebagai kawasan yang bersih, sehat dan indah yang bebas dari

pencemaran (Bappeda Agam, 2005).

Danau Maninjau mempunyai banyak potensi yang menunjang secara

finansial, sehingga menyebabkan pertumbuhan penduduk dan pelayanan jasa di

sekitar danau menjadi semakin meningkat. Perkembangan penduduk di sekitar

perairan danau dengan berbagai aktivitasnya, merupakan sumber utama bahan

pencemar (limbah) yang masuk ke perairan danau, sehingga menyebabkan

terjadinya penurunan kualitas perairan danau.

Pada kawasan perairan danau terdapat beberapa faktor lingkungan yang

saling berkaitan satu dengan yang lainnya, yaitu lingkungan permukiman,

lingkungan pariwisata, lingkungan pertanian dan peternakan, serta lingkungan

sosial ekonomi masyarakat baik berupa pasar, rumah sakit dan sarana sosial

lainnya. Semua hasil buangan dari kegiatan di lingkungan tersebut akan bermuara

ke perairan danau. Kenyataan yang ada dan langsung dapat dirasakan adalah

turunnya fungsi lingkungan perairan danau sebagai sumber kehidupan masyarakat

sehari-hari. Meskipun berbagai upaya penanggulangan pencemaran telah

dilakukan oleh pemerintah, seperti program pengendalian pencemaran perairan

secara biologi ”ingkongbudo”, program kalibersih (prokasih) dan program

lainnya, namun pencemaran perairan tetap terjadi.

Upaya dalam menanggulangi makin menurunnya kualitas perairan danau

akibat berbagai kegiatan masyarakat yang berada di sekitar perairan danau dan di

badan air danau, perlu dilakukan suatu kajian model pengendalian yang

menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat di sekitar perairan danau sebagai

Page 24: pencemaran danau maninjau

6

penghasil limbah. Menurut Jorgensen dan Vollenweider (1989), penggunaan

pemodelan dalam pengelolaan danau atau waduk merupakan suatu hal yang

bermanfaat. Hal ini disebabkan model dapat mensintesis pengetahuan dari sistem

dan permasalahan yang ada.

Pendekatan studi untuk mewujudkan pengendalian pencemaran perairan

danau yang holistik, memerlukan kajian yang mendalam mengenai permasalahan

yang terdapat di perairan danau. Permasalahan tersebut berkaitan dengan potensi

dan ancaman dalam pemanfaatan danau oleh masyarakat sekitar perairan danau.

Potensi dan ancaman tersebut diidentifikasi baik secara fisika, kimia dan

mikrobiologi maupun secara ekonomi-sosial dan budaya berdasarkan kebutuhan

stakeholder (pelaku) yang terlibat dalam pemanfaatan perairan danau. Tahap

selanjutnya adalah menyusun alternatif skenario model pengendalian pencemaran

perairan danau dan akhirnya menyusun rancangan model pengendalian

pencemaran di perairan danau yang komprehensif yang dapat mengakomodasi

semua kepentingan pelaku.

Model pengendalian yang dibangun dilakukan dengan cara identifikasi

secara mendalam tentang isu atau permasalahan yang terjadi di perairan danau

serta membangun sistem dan kontrol untuk mencegah atau meminimisasi dampak

atau kerugian lingkungan. Model pengendalian yang dibangun didasarkan pada

beban limbah dari berbagai kegiatan di sekitar danau dan di badan air danau serta

karakteristik dari danau itu sendiri. Model yang dibangun juga diharapkan sebagai

dasar dalam memformulasi kebijakan oleh pengelola dan para pengambil

keputusan dalam pemanfaatan dan pengelolaan pencemaran perairan danau.

Secara skematis kerangka pemikiran penelitian pengendalian pencemaran perairan

di Danau Maninjau diilustrasikan seperti pada Gambar 1.

Page 25: pencemaran danau maninjau

7

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian.

1.4. Perumusan Masalah

Danau Maninjau, seperti halnya danau-danau di Indonesia pada umumnya

juga mengalami masalah yang hampir sama yaitu masalah pencemaran perairan,

penurunan kualitas perairan, penurunan debit air dan pendangkalan danau.

Apabila tidak ada usaha-usaha pencegahan dan pengendalian dikhawatirkan

pencemaran dan sedimentasi akan terus-menerus berlangsung, yang selanjutnya

akan berpengaruh pada menurunnya nilai atau fungsi dari danau serta berdampak

pada kelangsungan fungsi danau. Perubahan yang terjadi pada sumberdaya alam

tersebut akan berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan hidup penduduk

setempat. Penurunan kualitas perairan danau juga dapat berdampak buruk

terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar perairan danau pada

khususnya dan masyarkat Sumatera Barat pada umumnya.

Pencemaran yang terjadi di perairan Danau Maninjau diduga berasal dari

aliran (masukan) beban limbah dari kegiatan masyarakat yang berlangsung di

Page 26: pencemaran danau maninjau

8

indogenous (badan air danau) dan di exogenous (luar danau). Limbah yang berasal

dari kegiatan yang berlangsung di badan air bersumber dari kegiatan KJA. Beban

limbah organik yang bersumber dari KJA berupa sisa pakan dan feses ikan dapat

menurunkan kualitas perairan danau. Selain itu, penurunan kualitas perairan juga

disebabkan oleh limbah yang berasal dari luar danau berupa limbah domestik,

limbah dari kegiatan pertanian dan peternakan yang berada di sekitar perairan

danau.

Penumpukan unsur hara hasil dekomposisi bahan organik yang berlebihan

di perairan danau, akan menimbulkan permasalahan karena, unsur hara yang

berlebihan akan menyebabkan perairan mengalami pengkayaan oleh unsur hara

(eutrofikasi). Dekomposisi bahan organik yang berlebihan juga akan

menyebabkan perairan mengalami kekurangan oksigen (anoxia). Proses

dekomposisi tanpa adanya oksigen akan menyebabkan terbentuknya senyawa-

senyawa toksik (beracun), sehingga berdampak buruk terhadap organisme akuatik

dan manusia yang memanfaatkan perairan danau tersebut.

Pendangkalan yang terjadi di danau diduga dari erosi yang berasal dari

daerah tangkapan air (DTA) dan sempadan danau. Erosi yang tinggi pada daerah

tersebut akan terbawa oleh aliran sungai yang pada akhirnya akan mengendap

sebagai sedimen di dasar danau. Akumulasi dari erosi yang terjadi terus-menerus

akan mengarah pada terjadinya pendangkalan danau, penurunan kuantitas dan

kualitas air serta dapat merusak habitat di badan perairan danau. Oleh karena itu

diperlukan upaya-upaya pengendalian sumber pencemaran yang masuk ke

perairan danau melalui pendekatan kesisteman dan kebijakan yang dapat diterima

oleh berbagai pihak.

Menurut Jorgensen (1989), penggunaan model sangat cocok untuk

memecahkan permasalahan lingkungan yang kompleks. Jorgensen (1994) juga

mengemukakan bahwa penggunaan model dalam permasalahan ekologi adalah

suatu keharusan jika ingin memahami tentang fungsi sistem yang kompleks

seperti dalam ekosistem. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah

tersebut terlihat bahwa ada keterkaitan fungsi danau dengan dampak dari

pencemaran yang terjadi di perairan danau. Oleh karena itu, maka dalam konteks

Page 27: pencemaran danau maninjau

9

pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau, diajukan beberapa

pertanyaan penelitian yaitu:

1. Bagaimana kualitas perairan dan tingkat pencemaran perairan di Danau

Maninjau?

2. Model seperti apa yang dapat menggambarkan sistem pengendalian

pencemaran perairan di Danau Maninjau?

3. Bagaimana skenario strategi pengendalian pencemaran perairan di Danau

Maninjau?

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

berbagai pihak, terutama :

1. Bagi pemerintah daerah, informasi ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan atau acuan dalam memformulasi kebijakan dalam pengendalian

pencemaran yang terjadi di perairan Danau Maninjau.

2. Bagi masyarakat sebagai informasi dalam pemanfaatan dan pelestarian

sumberdaya perairan Danau Maninjau.

3. Sebagai sumber informasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam

menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan perairan, khususnya di Danau

Maninjau.

1.6. Novelty (Kebaruan) Penelitian

Penelitian-penelitian yang dilakukan di perairan Danau Maninjau selama

ini masih bersifat sporadik dan bersifat parsial, sedangkan dalam penelitian ini

sifat dasarnya adalah bersandarkan pada metode pendekatan sistem dengan

mengintegrasikan secara menyeluruh kepentingan para pelaku yang terlibat dalam

sistem pengendalian pencemaran. Metode ini digunakan sebagai tolok ukur dalam

merancang atau membangun pemodelannya. Oleh karena itu, kebaruan utama

dalam penelitian ini terdapat pada konsep penggunaan model dalam pengendalian

pencemaran perairan danau yang dibangun dengan pendekatan sistem untuk

memecahkan isu global yang terkait dengan degradasi lingkungan perairan.

Page 28: pencemaran danau maninjau

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Perairan Danau

Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-

komponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu

kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

biotik (produsen, konsumen dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan

timbal balik dan saling mempengaruhi. Perairan danau merupakan salah satu

bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara fisik, danau

merupakan suatu tempat yang luas yang mempunyai air yang tetap, jernih atau

beragam dengan aliran tertentu (Jorgensen and Vollenweiden, 1989). Sementara

itu, menurut Ruttner (1977) dan Satari (2001) danau adalah suatu badan air alami

yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang

beragam dari satu danau ke danau yang lain serta mempunyai produktivitas

biologi yang tinggi.

Ekosistem danau termasuk habitat air tawar yang memiliki perairan tenang

yang dicirikan oleh adanya arus yang sangat lambat sekitar 0,1–1 cm/detik atau

tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu residence time (waktu tinggal) air bisa

berlangsung lebih lama. Menurut Wetzel (2001), perairan danau biasanya

memiliki stratifikasi vertikal kualitas air yang bergantung pada kedalaman dan

musim.

Menurut Odum (1993), pada dasarnya proses terjadinya danau dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu: danau alami dan danau buatan. Danau alami

merupakan danau yang terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah, misalnya

bencana alam, kegiatan vulkanik dan kegiatan tektonik. Sedangkan danau buatan

adalah danau yang dibentuk dengan sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuan-

tujuan tertentu dengan jalan membuat bendungan pada daerah dataran rendah.

Umumnya perairan danau selalu menerima masukan air dari daerah

tangkapan air di sekitar danau, sehingga perairan danau cenderung menerima

bahan-bahan terlarut yang terangkut bersamaan dengan air yang masuk. Oleh

karena itu konsentrasi zat-zat yang terdapat di danau merupakan resultante dari

zat-zat yang berasal dari aliran air yang masuk (Payne, 1986). Kualitas perairan

Page 29: pencemaran danau maninjau

11

danau sangat tergantung pada pengelolaan atau pengendalian daerah aliran sungai

(DAS) yang berada di atasnya.

Cole (1988) menyatakan bahwa berdasarkan kemampuan penetrasi cahaya

matahari menembus ke dalam danau, wilayah danau dapat dibagi menjadi tiga

mintakat (zone) yaitu: zone litoral, zone limnetik, dan zone profundal. Zone litoral

merupakan daerah pinggiran danau yang dangkal dengan penetrasi cahaya sampai

ke dasar, sedangkan zone limnetik adalah daerah air terbuka dimana penetrasi

cahaya bisa mencapai daerah yang cukup dalam, sehingga efektif untuk proses

fotosintesis. Bagian air di zone ini terdiri dari produsen plantonik, khususnya

diatome dan spesies alga hijau-biru. Daerah ini juga merupakan daerah produktif

dan kaya akan plankton. Selain itu, daerah ini juga merupakan daerah untuk

memijah bagi banyak organisme air seperti insekta. Zone profundal merupakan

bagian dasar yang dalam yang tidak tercapai oleh penetrasi cahaya efektif.

Menurut Goldmen dan Horne (1989), berdasarkan kandungan hara (tingkat

kesuburan) danau diklasifikasikan dalam 3 jenis, yaitu: danau eutrofik, danau

oligotrofik dan danau mesotrofik. Danau eutropik (kadar hara tinggi) merupakan

danau yang memiliki perairan yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah,

kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi blooming alga dengan tingkat

penetrasi cahaya matahari umumnya rendah. Sementara itu, danau oligotropik

adalah danau dengan kadar hara rendah, biasanya memiliki perairan yang dalam,

dengan bagian hipolimnion lebih besar dibandingkan dengan bagian epilimnion.

Semakin dalam danau tersebut semakin tidak subur, tumbuhan litoral jarang dan

kepadatan plankton rendah, tetapi jumlah spesiesnya tinggi. Danau mesotropik

merupakan danau dengan kadar nutrien sedang, juga merupakan peralihan antara

kedua sifat danau eutrofik dan danau oligotrofik. Jorgensen (1990) menambahkan

bahwa tingkat trofik (kesuburan) suatu danau juga dapat dinyatakan berdasarkan

kandungan total nitrogen (TN), total fosfat (TP), klorofil-a dan biomassa

fitoplankton, seperti disajikan pada Tabel 1.

Page 30: pencemaran danau maninjau

12

Tabel 1. Klasifikasi tingkat kesuburan perairan danau (Jorgensen, 1990)

Tipe trofik Biomassa fitoplankton (mg C m-3)

Klorofil-a (mg/l)

TN (μg/l)

TP (μg/l)

Oligotrofik Mesptrofik Eutrofik Hipertrofik

20 – 100 100 – 300 > 300 -

0,3 – 3 2 – 15 10 – 500 -

< 250 250 – 600 500 – 1100 500 - 15000

< 5 5 – 10 10 – 30 30 – 5000

2.2. Pencemaran Perairan Danau

Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas

air dan pengendalian pencemaran air menyatakan bahwa, pencemaran air adalah

masuknya atau dimasukkannya mahkluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke

dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas perairan turun sampai pada

tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan

peruntukannya. Peraturan ini menyatakan bahwa pencemaran harus ditanggulangi

dan penanggulangannya adalah merupakan kewajiban semua pihak.

Dari rumusan tersebut, secara singkat pencemaran air dapat dikatakan

sebagai turunnya kualitas air karena masuknya komponen-kompoen pencemar

dari kegiatan manusia atau proses alam, sehingga air tersebut tidak memenuhi

syarat atau bahkan mengganggu pemanfaatannya. Terjadinya pencemaran

perairan danau dapat ditunjukkan oleh dua hal, yaitu (1) adanya pengkayaan unsur

hara yang tinggi, sehingga terbentuk komunitas biota dengan produksi yang

berlebihan, (2) air diracuni oleh zat kimia toksik yang menyebabkan lenyapnya

organisme hidup, bahkan mencegah semua kehidupan di perairan (Southwick,

1976). Senada dengan hal tersebut Saeni (1989) menyatakan bahwa pencemaran

yang terjadi di perairan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (1)

pencemaran kimiawi berupa bahan-bahan organik, mineral, zat-zat beracun dan

radioaktif, (2) pencemaran fisik berupa lumpur dan uap panas, dan (3)

pencemaran biologis berupa berkembangbiaknya ganggang, tumbuh-tumbuhan

pengganggu air, kontaminasi organisme mikro yang berbahaya atau dapat berupa

gabungan ketiga pencemaran tersebut.

Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan, dibedakan atas

pencemaran yang disebabkan oleh alam dan pencemaran karena kegiatan

manusia. Menurut Davis dan Cornwell (1991), sumber bahan pencemar yang

Page 31: pencemaran danau maninjau

13

masuk ke perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan sebagai: (1)

point source discharges (sumber titik) dan (2) non point source (sumber

menyebar). Sumber titik atau sumber pencemaran yang dapat diketahui secara

pasti dapat merupakan suatu lokasi tertentu seperti dari air buangan industri

maupun domestik serta saluran drainase. Pencemar bersifat lokal dan efek yang

diakibatkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air.

Sedangkan sumber pencemar yang berasal dari sumber menyebar berasal dari

sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui

run off (limpasan) dari permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung

pestisida dan pupuk, atau limpasan dari daerah permukiman dan perkotaan.

Dewasa ini permasalahan ekologis yang menjadi perhatian utama adalah

menurunnya kualitas perairan oleh masuknya bahan pencemar yang berasal dari

berbagai kegiatan manusia seperti, sampah permukiman, sedimentasi dan siltasi,

industri, pemupukan dan pestisida. Bahan pencemar yang berasal dari

permukiman pada umumnya dalam bentuk limbah (organik dan anorganik) dan

sampah.

Bahan pencemar yang terdapat dalam air limbah dapat berupa bahan

terapung, padatan tersuspensi atau padatan terlarut. Selain itu, air limbah juga

dapat mengandung mikroorganisme seperti virus, bakteri dan protozoa.

Komposisi air limbah domestik sangat bervariasi tergantung pada tempat, sumber

dan waktu. Namun secara garis besar zat-zat yang terdapat di dalam air limbah

dapat dikelompokkan seperti Gambar 2 (Tebbut, 1998 dalam Mara, 2004).

Gambar 2. Komposisi air limbah domestik (Mara, 2004).

Page 32: pencemaran danau maninjau

14

Limbah organik yang mencemari perairan danau, berdasarkan asalnya

dapat dibedakan menjadi limbah organik yang berasal dari luar danau dan berasal

dari kegiatan di badan air danau. Limbah yang berasal dari luar danau berupa

limbah industri, domestik, dan pertanian, sedangkan yang berasal dari kegiatan di

badan perairan danau adalah sisa pellet dari kegiatan budidaya ikan dalam KJA.

Ditambahkan oleh Haryadi (2003), limbah organik yang masuk ke perairan

umumnya berasal dari sisa makanan, eksresi, deterjen, bahan pembersih, minyak

dan lemak, bahan-bahan tersuspensi, sisa insektisida, pestisida dan bahan-bahan

sintetik lainnya.

Limbah organik merupakan sisa atau buangan dari berbagai aktivitas

manusia seperti rumah tangga, idustri, permukiman, peternakan, pertanian dan

perikanan yang berupa bahan organik, yang biasanya tersusun oleh karbon,

hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, sulfur dan mineral lainnya (Porpraset, 1989).

Limbah organik yang masuk ke dalam perairan dalam bentuk padatan akan

langsung mengendap menuju dasar perairan, sedang bentuk lainnya berada di

badan air, baik di bagian yang aerob maupun anaerob. Limbah organik, jika tidak

dimanfaatkan oleh fauna perairan lain, seperti ikan, kepiting, bentos dan lainnya,

maka akan segera dimanfaatkan oleh mikroba, baik mikroba aerobik maupun

anaerobik ataupun mikroba fakultatif (Garno, 2004).

Limbah organik yang ada di badan air aerobik akan dimanfaatkan dan

diurai (dekomposisi) oleh mikroba aerobik (BAR), dengan proses seperti pada

reaksi berikut.

BAR + O2 BAR e’ CO2 + NH3 + produk lain + energi

COHNS + O2 + BAR + energi e’ C5H7O2N (sel MO baru)

Reaksi tersebut mengisyaratkan bahwa makin banyak limbah organik yang masuk

dan tinggal pada lapisan aerobik akan makin besar pula kebutuhan oksigen bagi

mikroba yang mendekomposisinya. Jika keperluan oksigen bagi mikroba yang ada

melebihi konsentrasi oksigen terlarut, maka oksigen bisa menjadi nol dan mikroba

aerobpun musnah digantikan oleh mikroba anaerob dan fakultatif yang tidak

memerlukan oksigen. Sementara itu limbah organik yang masuk ke badan air

yang anaerob akan dimanfaatkan dan diurai (dekomposisi) oleh mikroba

anaerobik atau fakultatif (BAN) dengan proses seperti reaksi berikut.

Page 33: pencemaran danau maninjau

15

BAN e’ CO2 + H2S + NH3 + CH4 + produk lain + energi

CHONS + BAN + energi e’ C5H7O2N (sel MO baru)

Proses reaksi tersebut mengungkapkan bahwa aktivitas mikroba yang hidup di

bagian badan air yang anaerob, selain menghasilkan sel-sel mikroba baru juga

menghasilkan senyawa-senyawa CO2, NH3, H2S dan CH4 serta senyawa lain

seperti amin dan komponen fosfor. H2S, amin dan komponen fosfor adalah

senyawa yang mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap dan anyir. Selain

itu telah disinyalir bahwa NH3 dan H2S hasil dekomposisi anaerob pada tingkat

konsentrasi tertentu adalah beracun dan dapat membahayakan organisme lain,

termasuk manusia.

Pencemaran perairan danau juga dapat disebabkan oleh buangan bahan

beracun baik yang dapat diuraikan secara kimiawi oleh bakteri maupun yang

sukar diuraikan serta hara anorganik yang menyebabkan pertumbuhan alga secara

berlebihan. Bahan-bahan beracun yang berasal dari limbah buangan industri

mengandung senyawa-senyawa yang bersifat toksik seperti logam berat; Hg, Pb,

dan Cd (Shivastava et al., 2003). Masuknya bahan pencemar tersebut ke badan

perairan dapat menurunkan kualitas air serta mengubah kondisi ekologi perairan.

Sutamihardja (1992) menyatakan bahwa bahan pencemaran yang menurunkan

kualitas air dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan (health hazard), sanitari

(sanitary hazard) dan kerugian-kerugian secara ekonomi dan sosial.

Kegiatan dalam bidang pertanian, secara langsung maupun tidak langsung

dapat menyebabkan kualitas perairan danau menjadi menurun. Hal ini disebabkan

karena residu dari penggunaan pupuk dan pestisida akan mengalir ke badan air

danau. Residu pestisida yang masuk ke perairan, proporsi utama adalah terserap

pada partikel tersuspensi dan partikel yang diam atau terpisah ke dalam substrat

organik. Residu tersebut umumnya mempunyai sifat afinitas yang kuat terhadap

komponen lipid dan bahan organik yang hidup. Bahan aktif pestisida sukar

dihilangkan setelah masuk ke badan perairan, karena memiliki tingkat kestabilan

yang cukup tinggi. Bahan aktif tersebut tidak mudah larut dalam air, tetapi larut

dalam lemak serta menempel pada partikel-partikel halus. Akibatnya residu

pestisida akan terkumpul dan terakumulasi dalam perairan, sehingga

Page 34: pencemaran danau maninjau

16

menyebabkan perairan menjadi tercemar dan merusak ekosistem di dalamnya

(Cornel and Miller, 1995).

Residu pupuk yang tidak terserap tanaman, mengandung unsur nitrogen

dan fosfor yang cukup tinggi, sehingga dapat merangsang pertumbuhan alga dan

tanaman air lainnya. Kelimpahan hara nutrisi ini dapat menyebabkan terjadinya

eutrofikasi (penyuburan perairan) (Kemka et al., 2006). Pengaruh negatif dari

eutrofikasi di perairan danau adalah terjadinya perubahan keseimbangan

kehidupan antara tanaman air dengan hewan air, sehingga beberapa spesies ikan

akan musnah dan tanaman air akan dapat menghambat laju arus air (Darmono,

2001). Seperti dilaporkan oleh Garno (2002) bahwa penyuburan yang terjadi di

Waduk Cirata oleh hara N dan P, sebagian besar bersumber dari limbah yang

berasal dari kegiatan budidaya perikanan yang ada di waduk, limbah domestik dan

limbah pertanian seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sumber pencemar N dan P di Waduk Cirata

Sumber pencemar Jenis pencemar atau hara (ton/tahun) Nitrogen Fosfor

Domestik*) 2.111,20 276,64 Pertanian**) 5,00 0,10 Perikanan (KJA)***) 6.612 1.041

*)Brahmana dan Ahmad, 1997; **)Anonim, 1998; dan ***) Garno, 2002

Jenis alga terutama ganggang hijau, sangat subur bila mendapatkan pupuk

nitrat. Tumbuhan ini dapat menutupi permukaan perairan, sehingga menghambat

sinar matahari yang masuk ke dalam air. Hal ini dapat menyebabkan organisme

atau tumbuhan air akan mati. Bakteri pembusuk akan menguraikan organisme

yang mati, baik tanaman maupun hewan yang terdapat di dasar air. Proses

pembusukan tersebut banyak menggunakan oksigen terlarut dalam air, sehingga

terjadi hypoksia atau kadar oksigen akan menurun secara drastis dan pada

akhirnya kehidupan biologis di perairan danau juga akan sangat berkurang.

Garno (2002) melaporkan bahwa perkiraan besarnya kandungan N dan P

yang dihasilkan dari berbagai sumber pencemar di darat yang masuk ke dalam

ekosistem perairan Waduk Saguling disajikan pada Tabel 3.

Page 35: pencemaran danau maninjau

17

Tabel 3. Perkiraan jumlah N dan P yang masuk ke Waduk Saguling dari berbagai sumber pencemar (Garno, 2002)

No. Sumber Pencemar Nitrogen (ton/tahun)

Fosfor (ton/tahun)

1 2 3 4 5

Limbah rumah tangga (permukiman) Limbah industri Pencucian dari lahan pertanian Budidaya ikan dalam KJA Limbah peternakan

9.953 8

1.022 1.359 1.197

1.303 -

219 214 296

Kegiatan budidaya perikanan dengan teknik keramba jaring apung yang

berlangsung di badan air, merupakan kegiatan yang langsung berhubungan

dengan perairan danau, sehingga berdampak langsung terhadap perairan danau

yaitu penurunan kualitas perairan. Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut

pada umunya berupa limbah organik berupa sisa pakan (pellet). Pakan yang tidak

termanfaatkan dari kegiatan budidaya ikan intensif merupakan suatu hal yang

dapat mengganggu lingkungan perairan serta dapat menyebabkan terpacunya

eutrofikasi di ekosistem perairan danau.

Begitu juga halnya dengan kegiatan peternakan yang terdapat di sempadan

danau, merupakan penghasil limbah organik berupa kotoran hewan dan sisa pakan

yang masuk ke badan air danau. Walaupun sebagian besar limbahnya tergolong

limbah padat, tetapi saluran drainase dari kegiatan peternakan akan membawa

limbah cair organik dengan kandungan zat tersuspensi yang tinggi. Di samping

itu, limbah ternak dapat merupakan sumber nitrogen dan fosfor yang dapat

mengakibatkan terjadinya eutrofikasi pada badan air. Keadaan ini dapat

mengakibatkan gangguan keseimbangan ekologis dan bahkan dapat menyebabkan

kematian biota perairan serta merusak estetika perairan.

2.3. Eutrofikasi

Kesuburan perairan danau secara alamiah umumnya disebabkan

pengkayaan oleh unsur hara yang dibawa oleh aliran sungai dari hasil pencucian

lapisan tanah permukaan dan limbah organik dari kegiatan pertanian. Setiana

(1996) menyatakan bahwa proses masuknya hara ke badan perairan dapat melalui

dua cara yaitu: (1) penapisan air drainase lewat pelepasan hara tanaman terlarut

dari tanah; dan (2) lewat erosi permukaan tanah atau gerakan dari partikel tanah

Page 36: pencemaran danau maninjau

18

halus masuk ke sistem drainase. Proses terjadinya pengkayaan perairan danau oleh

unsur hara berlangsung dalam waktu yang cukup lama, namun proses tersebut

dapat dipercepat oleh berbagai aktivitas penduduk di sekitar perairan danau.

Peningkatan jumlah penduduk yang semakin tinggi di sekitar perairan

danau, dapat mengganggu keseimbangan lingkungan perairan. Hal ini akan

memberikan kontribusi pada laju penambahan zat hara dan limbah organik

lainnya yang masuk ke badan air. Jumlah unsur hara yang masuk ke badan

perairan biasanya lebih besar dari pemanfaatan unsur hara tersebut oleh biota

perairan, sehingga akan terjadi penyuburan yang berlebihan (Ahl, 1980).

Menurut Goldmen and Horne (1983), eutrofikasi perairan danau dapat

terjadi secara cultural eutrophication (kultural) maupun secara natural

eutrophication (alami). Eutrofikasi kultural disebabkan karena terjadinya proses

peningkatan unsur hara di perairan oleh aktivitas manusia, sedangkan pada

eutrofikasi alami terjadi peningkatan unsur hara bukan karena aktivitas manusia

melainkan oleh aktivitas alami.

Gejala eutrofikasi di perairan danau biasanya ditunjukkan dengan

melimpahnya konsentrasi unsur hara dan perubahan parameter kimia seperti

oksigen terlarut (OT), kandungan klorofil-a dan turbiditas serta produktivitas

primer. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi biomassa di

bagian epilimnion danau dan tingginya laju pengendapan alga ke bagian dalam

kolom air, sehingga menjadikan kondisi anaerobik pada daerah hipolimnion

(Gather and Imboden, 1985). Hal senada dikemukakan oleh Agustiyani (2004),

meningkatnya unsur hara di danau akan meningkatkan biomassa jenis organisme

primer tetapi akan menurunkan jenis konsumer. Hal ini mengakibatkan

melimpahnya salah satu jenis saja dan mengurangi varietas dan kualitas. Salah

satu contohnya adalah melimpahnya alga yang biasa didominasi oleh blue green

algae (alga biru-hijau) dan berkembangnya gulma air.

Fenomena eutrofikasi juga berdampak terhadap meningkatnya jumlah

kematian ikan dan sulitnya pengolahan air untuk air minum. Hal ini disebabkan

karena disekresikannya toksin hasil metabolisme alga yang dapat menyebabkan

kematian bagi hewan. Kondisi ini pernah terjadi di daerah sub-tropis pada alga

jenis Mycrocystis sp yang menghasilkan endotoksin dan eksotoksin yang hasil

Page 37: pencemaran danau maninjau

19

sekresinya disebut dengan Mycrosystin, dapat menyerang syaraf dan hati,

sehingga dapat mengakibatkan kematian bagi hewan-hewan ternak (Kemka et al.,

2006).

Henderson-Seller and Markland (1987) mengemukakan bahwa ada enam

indikator utama yang dapat dipakai untuk mendeteksi terjadinya eutrofikasi di

suatu perairan danau yakni : 1) menurunnya konsentrasi oksigen terlarut di zone

hipolimnotik, 2) meningkatnya konsentrasi unsur hara, 3) menigkatnya padatan

tersuspensi, terutama bahan organik, 4) bergantinya populasi fitoplankton yang

dominan dari kelompok diatome menjadi chlorophyceae, 5) meningkatnya

konsentrasi fosfat, dan 6) menurunnya penetrasi cahaya (meningkatnya

kekeruhan).

Fosfor merupakan komponen biokimia sebagai pengubah energi di dalam

sel dan terdapat dalam bentuk adenosin fosfat, yang sangat diperlukan dalam

kehidupan sel. Kekurangan fosfor akan menghambat metabolisme secara

keseluruhan, sehingga menyebabkan penurunan pertumbuhan biomassa. Hal ini

senada dengan pernyataan Beveridge (1996) yang menyatakan bahwa unsur fosfor

merupakan unsur utama yang diperlukan oleh semua ikan untuk pertumbuhan

normal, pembentukan tulang, mengatur regulasi asam-basa dan metabolisme lipid

dan karbohidrat. Sementara itu, nitrogen adalah merupakan bagian dari struktur

protein dan asam amino yang penting untuk kehidupan.

Menurut Goldman & Horne (1983) dan Sastrawijaya (2000), fosfor dan

nitrogen merupakan unsur pembatas dalam proses eutrofikasi. Bila rasio N dan P

> 12, maka sebagai faktor pembatas adalah P, sedangkan rasio N dan P < 7

sebagai pembatas adalah N. Rasio N dan P yang berada antara 7 dan 12

menandakan bahwa N dan P bukan sebagai faktor pembatas (non-limiting factor).

Ryding & Rast (1989) menyatakan bahwa perairan termasuk dalam klasifikasi

eutrofik bila kandungan total N di perairan sebesar 0,393–6,100 mg/l dan bila >

6,100 mg/l perairan termasuk dalam klasifikasi hipertrofik.

Dampak negatif lain dari eutrofikasi adalah meningkatnya jumlah alga

yang mati dan tenggelam ke dasar perairan. Alga tersebut akan diuraikan oleh

bakteri, mereduksi kandungan oksigen di dasar perairan, dapat mencapai ke

tingkat yang sangat rendah untuk mendukung kehidupan organisme, sehingga

Page 38: pencemaran danau maninjau

20

menyebabkan kematian ikan. OECD (1982), menyatakan bahwa dampak dari

eutrofikasi yang paling sensitif bagi masyarakat adalah yang berkaitan dengan

fungsi danau sebagai tempat rekreasi dan wisata air. Aspek-aspek seperti

menurunnya transparansi, warna, rasa dan bau, serta meningkatnya penyakit kulit

sangat mengurangi daya tarik dan nilai estetika dari obyek wisata tersebut.

2.4. Indikator Parameter Pencemaran Perairan

Pengelolaan lingkungan perairan danau diperlukan sebagai suatu petunjuk

untuk menilai perairan tersebut apakah masih layak digunakan sesuai dengan

peruntukannya atau tidak. Mengingat kebutuhan akan air bukan saja dari segi

kuantitas, tetapi juga dalam hal kualitas harus baik. Dalam usaha pengendalian

pencemaran perairan danau sangat diperlukan informasi dan masukan mengenai

tingkat pencemaran yang terjadi di perairan tersebut.

Indeks mutu lingkungan perairan (IMLP) secara umum dapat digunakan

untuk memonitor status kualitas air secara menyeluruh sebagai dasar dalam

pengambilan kebijakan pengelolaan perairan di masa yang akan datang. Beberapa

karakteristik atau indikator kualitas air yang disarankan untuk dianalisis

sehubungan pemanfaatan sumberdaya air untuk berbagai keperluan, antara lain

parameter fisika, kimia dan biologi (Manik, 2003; Effendi, 2003),

2.4.1. Parameter Fisika

Suhu

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari

permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari

badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi

di badan air. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi

kimia, evaporasi dan volatilisasi. Selain itu, peningkatan suhu air juga

mengakibatkan penurunan kelarutan gas dalam air seperti O2, CO2, N2, dan CH4

(Haslam, 1995).

Beberapa sifat termal air seperti panas jenis, nilai kalor penguapan dan

nilai peleburan air mengakibatkan minimnya perubahan suhu air, sehingga variasi

suhu air lebih kecil bila dibandingkan dengan variasi suhu udara. Danau di daerah

tropik mempunyai kisaran suhu yang tinggi yaitu antara 20-30 0C, dan

Page 39: pencemaran danau maninjau

21

menunjukkan sedikit penurunan suhu dengan bertambahnya kedalaman. Oleh

karena itu perubahan suhu dapat menghasilkan stratifikasi yang mantap sepanjang

tahun, sehingga pada danau yang amat dalam cenderung hanya sebagian yang

tercampur (Effendi, 2003; Hadi, 2005).

Adanya penyerapan cahaya oleh air danau akan menyebabkan terjadinya

lapisan air yang mempunyai suhu yang berbeda. Bagian lapisan yang lebih hangat

biasanya berada pada daerah eufotik, sedangkan lapisan yang lebih dingin

biasanya berada di bagian afotik (bagian bawah). Menurut Goldman & Horne

(1989), bila pada danau tersebut tidak mengalami pengadukan oleh angin, maka

kolam air danau terbagi menjadi beberapa lapisan, yaitu: (1) epilimnion, lapisan

yang hangat dengan kerapatan jenis air kurang, (2) hipolimnion, merupakan

lapisan yang lebih dingin dengan kerapatan air kurang, dan (3) metalimnion

adalah lapisan yang berada antara lapisan epilimnion dan hipolimnion.

Pada daerah metalimnion terdapat lapisan termoklin yaitu lapisan dimana

suhu akan turun sekurang-kurangnya 1 0C dalam setiap 1 meter (Jorgensen &

Volleweider, 1989). Suhu merupakan controling factor (faktor pengendali) bagi

proses respirasi dan metabolisme biota akuatik yang berlanjut terhadap

pertumbuhan dan proses fisiologi serta siklus reproduksinya (Hutabarat dan

Evans, 1984). Suhu juga dapat mempengaruhi proses dan keseimbangan reaksi

kimia yang terjadi dalam sistem air (Stumm and Morgan, 1981).

Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid, TSS) dan Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid, TDS) Total padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1

μm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. TSS

terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang

disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air.

Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan kekeruhan

air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga

produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan

terganggunya keseluruhan rantai makanan.

Padatan tersuspensi yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan

melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke

Page 40: pencemaran danau maninjau

22

dalam badan air, sehingga mengahambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan

tumbuhan air lainnya. Kondisi ini akan mengurangi pasokan oksigen terlarut

dalam badan air. Kedua, secara langsung TDS yang tinggi dapat mengganggu

biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. Menurut Fardiaz (1992),

padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air, sehingga

mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosisntesis dan kekeruhan air juga

semakin meningkat. Ditambahkan oleh Nybakken (1992), peningkatan kandungan

padatan tersuspensi dalam air dapat mengakibatkan penurunan kedalaman eufotik,

sehingga kedalaman perairan produktif menjadi turun.

Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan

tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air,

buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan

tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu

pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna

perairan.

Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang

tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 μm.

Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut

dalam air, mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah

bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh

air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut

air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian.

Kekeruhan dan Kecerahan

Mahida (1993) mendefinisikan kekeruhan sebagai intensitas kegelapan di

dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan

umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat,

lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya.

Kekeruhan perairan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan

banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat

dalam air (Davis dan Cornwell, 1991).

Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti danau lebih

banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel

Page 41: pencemaran danau maninjau

23

halus. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunnya sistem

osmeregulasi seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat

menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Menurut Koesoebiono (1979),

pengaruh kekeruhan yang utama adalah penurunan penetrasi cahaya secara

mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis fitoplankton dan alga menurun,

akibatnya produktivitas perairan menjadi turun. Di samping itu Effendi (2003),

menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha

penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.

Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara

visual dengan menggunakan secchi disk (Effendi, 2003). Kecerahan perairan

sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel-

partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran

sungai dapat mengakibatkan tingkat kecerahan air danau menjadi rendah,

sehingga dapat menurunkan nilai produktivitas perairan (Nybakken, 1992).

Warna Perairan

Pada umumnya warna perairan dikelompokkan menjadi warna

sesungguhnya dan warna tampak. Menurut Effendi (2003), warna sesungguhnya

dari perairan adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan terlarut,

sedangkan warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh bahan

terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi. Warna perairan timbul disebabkan

oleh bahan organik dan anorganik, keberadaaan plankton, humus, dan ion-ion

logam seperti besi dan mangan. Oksidasi besi dan mangan mengakibatkan

perairan bewarna kemerahan dan kecoklatan atau kehitaman, sedangkan oksidasi

kalsium karbonat menimbulkan warna kehijauan. Bahan-bahan organik seperti

tanin, lignin dan asam humus dapat menimbulkan warna kecoklatan di perairan.

Perairan yang berwarna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air,

sehingga proses fotosintesis menjadi terganggu. Untuk kepentingan estetika dan

pariwisata, warna air sebaiknya tidak melebihi 15 unit PtCo, sedangkan untuk

kepentingan air minum warna air yang dianjurkan adalah 5–50 unit PtCo (Santika,

1997; Effendi, 2003).

Page 42: pencemaran danau maninjau

24

2.4.2. Parameter Kimia

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen

dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat

keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah

netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7

dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Adanya karbonat,

bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asam-

asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan.

Sejalan dengan pernyataan tersebut Mahida (1993) menyatakan bahwa limbah

buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan.

Nilai pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari

unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H2S yang bersifat

toksik banyak ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah.

Selain itu, pH juga mempengaruhi nilai BOD5, fosfat, nitrogen dan nutrien lainnya

(Dojildo and Best, 1992).

Karbondioksida (CO2) Bebas

Karbondioksida bebas merupakan istilah untuk menunjukkan CO2 yang

terlarut di dalam air. CO2 yang terdapat dalam perairan alami merupakan hasil

proses difusi dari atmosfer, air hujan, dekomposisi bahan organik dan hasil

respirasi organisme akuatik. Tingginya kandungan CO2 pada perairan dapat

mengakibatkan terganggunya kehidupan biota perairan. Konsentrasi CO2 bebas

12 mg/l dapat menyebabkan tekanan pada ikan, karena akan menghambat

pernafasan dan pertukaran gas. Kandungan CO2 dalam air yang aman tidak boleh

melebihi 25 mg/l, sedangkan konsentrasi CO2 lebih dari 100 mg/l akan

menyebabkan semua organisme akuatik mengalami kematian (Wardoyo, 1979).

Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen

terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme

tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut

dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air

Page 43: pencemaran danau maninjau

25

melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton

(Novonty and Olem, 1994). Difusi oksigen atmosfer ke air bisa terjadi secara

langsung pada kondisi air stagnant (diam) atau terjadi karena agitasi atau

pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau angin. Difusi oksigen dari

atmosfer ke perairan pada hakekatnya berlangsung relatif lambat, meskipun

terjadi pergolakan massa air atau gelombang.

Sebagian besar oksigen pada perairan danau dan waduk merupakan hasil

sampingan aktivitas fotosintesis. Pada proses fotosintesis, karbondioksida

direduksi menjadi karbohidrat dan air mengalami dehidrogenasi menjadi oksigen.

6 CO2 + 6 H2O C6H12O6 + 6 O2

Di perairan danau, oksigen lebih banyak dihasilkan oleh fotosintesis alga yang

banyak terdapat pada zone epilimnion, sedangkan pada perairan tergenang yang

dangkal dan banyak ditumbuhi tanaman air pada zone litoral, keberadaaan oksigen

lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air.

Keberadaan oksigen terlarut di perairan sangat dipengaruhi oleh suhu,

salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen berkurang dengan

semakin meningkatnya suhu, ketinggian, dan berkurangnya tekanan atmosfer

(Jeffries and Mills, 1996). Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut

dalam air disebabkan karena adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi

oksigen. Zat pencemar tersebut terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan

anorganik yang berasal dari barbagai sumber, seperti kotoran (hewan dan

manusia), sampah organik, bahan-bahan buangan dari industri dan rumah tangga.

Menurut Connel and Miller (1995), sebagian besar dari zat pencemar yang

menyebabkan oksigen terlarut berkurang adalah limbah organik. Menurut Lee et

al. (1978), kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan

sebagai indikator kualitas perairan, seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Status kualitas air berdasarkan kandungan DO (Lee et al., 1978)

No Kadar oksigen terlarut (mg/l) Status kualitas air

1 > 6,5 Tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan 2 4,5 – 6,4 Tercemar ringan 3 2,0 – 4,4 Tercemar sedang 4 < 2,0 Tercemar berat

Page 44: pencemaran danau maninjau

26

Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD5) dan Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD)

BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu

perairan. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut

tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologik

dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik.

Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di

perairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerob

yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik. Lee et al. (1978)

menyatakan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan

nilai BOD5-nya, seperti disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Status kualitas air berdasarkan nilai BOD5 (Lee et al., 1978)

No Nilai BOD5 (ppm) Status kualitas air 1 2 3 4

≤ 2,9 3,0 – 5,0 5,1 – 14,9 ≥ 15

Tidak tercemar Tercemar ringan Tercemar sedang Tercemar berat

Selain BOD5, kadar bahan organik juga dapat diketahui melalui nilai

COD. Effendi (2003) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang

dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat

didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O.

Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling baik

dalam menggambarkan keberadaan bahan organik baik yang dapat didekomposisi

secara biologis maupun yang tidak.

Senyawa-senyawa Nitrogen

Nitrogen di perairan terdapat dalam bentuk gas N2, NO2-, NO3

-, NH3 dan

NH4+ serta sejumlah N yang berikatan dalam organik kompleks (Haryadi, 2003).

Sumber nitrogen terbesar berasal dari udara, sekitar 80% dalam bentuk nitrogen

bebas yang masuk melalui sistem fiksasi biologis dalam kondisi aerobik.

Menurut Chester (1990), keberadaan nitrogen di perairan dapat berupa

nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas ion nitrit (NO2-),

ion nitrat (NO3-), ammonia (NH3), ion ammonium (NH4

+) dan molekul N2 yang

larut dalam air, sedangkan nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea

Page 45: pencemaran danau maninjau

27

akan mengendap dalam air. Effendi (2003) menyatakan bahwa bentuk-bentuk

nitrogen tersebut mengalami transformasi (ada yang melibatkan mikrobiologi dan

ada yang tidak) sebagai bagian dari siklus nitrogen. Transformasi nitrogen secara

mikrobiologi mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Asimilasi nitrogen anorganik (nitrat dan ammonium) oleh tumbuhan dan

mikroorganisme (bakteri autorof) untuk membentuk nitrogen organik

misalnya asam amino dan protein.

2. Fiksasi gas nitrogen menjadi ammonia dan nitrogen organik oleh

mikroorganisme. Fiksasi gas nitrogen secara langsung dapat dilakukan

oleh beberapa jenis alga Cyanophyta (alga biru) dan bakteri.

N2 + 3 H2 2 NH3 (ammonia); atau NH4+ (ion ammonium).

Ion ammonium yang tidqak berbahaya adalah bentuk nitrogen hasil

hidrolisis ammonia yang berlangsung dalam kesetimbangan seperti reaksi

berikut: H2O + NH3 NH4OH NH4+ + OH-

Kondisi pada pH tinggi (suasana basa) akan menyebabkan ion ammonium

menjadi ammonium hidroksida yang tidak berdisosiasi dan bersifat racun

(Goldman and Horne, 1989).

3. Nitrifikasi yaitu oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat dapat

dilakukan oleh bakteri aerob. Nitrifikasi berjalan secara optimum pada pH

8 dan berkurang secara nyata pada pH < 7.

NH4+ + 3/2 O2 Nitrosomonas 2 H+ + NO2

- + H2O

NO2- + ½ O2 Nitrobacter NO3

-

Hasil oksidasi ini sangat reaktif dan mudah sekali larut, sehingga dapat

langsung digunakan dalam proses biologis (Hendersen-Seller, 1987).

4. Amonifikasi nitrogen organik untuk menghasilkan ammonia selama proses

dekomposisi bahan organik. Proses ini banyak dilakukan oleh mikroba dan

jamur yang membutuhkan oksigen untuk mengubah senyawaan organik

menjadi karbondioksida (Hendersend-Seller, 1987). Selain itu, autolisasi

atau pecahnya sel dan eksresi ammonia oleh zooplankton dan ikan juga

berperan sebagai pemasok ammonia.

5. Denitrifikasi yaitu reduksi nitrat menjadi nitrit (NO2-), dinitrogen oksida

(N2O) dan molekul nitrogen (N2). Proses reduksi nitrat berjalan optimal

Page 46: pencemaran danau maninjau

28

pada kondisi anoksik (tak ada oksigen). Dinitrogen oksida (N2O) adalah

produk utama dari denitrifikasi pada perairan dengan kadar oksigen sangat

rendah, sedangkan molekul nitrogen (N2) adalah produk utama dari proses

denitrifikasi pada kondisi anaerob. Proses denitrifikasi akan berkurang

atau lambat pada kondisi pH dan suhu rendah, tetapi akan berjalan

optimum pada suhu rata-rata danau pada umumnya. Kondisi anaerob di

sedimen membuat proses denitrifikasi lebih besar, yaitu dengan laju rata-

rata 1 mg l-1 hari-1 (Jorgensen, 1980).

Kadar nitrogen yang tinggi dalam perairan dapat merangsang pertumbuhan

algae secara tak terkendali (blooming). Konsentrasi nitrogen organik di perairan

berkisar 0,1 sampai 5 mg/l, sedangkan di perairan tercemar berat kadar nitrogen

bisa mencapai 100 mg/l (Dojlido and Best, 1992). Konsentrasi nitrit yang tinggi

dapat menyebabkan perairan menjadi tercemar. Schmit (1978) dalam Wardoyo

(1989) menyatakan bahwa pencemaran perairan dapat dinilai berdasarkan

kandungan nitritnya (Tabel 6).

Tabel 6. Status kualitas air berdasarkan kandungan nitrit (Schmit, 1978

dalam Wardoyo, 1989)

No Kadar nitrit (mg/l) Status kualitas air 1 < 0,003 Tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan 2 0,003 – 0,014 Tercemar sedang 3 0,014 – 0,10 Tercemar berat

Ortofosfat

Keberadaan fosfor di perairan adalah sangat penting terutama berfungsi

dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga

berperan dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine triphosfate (ATP)

dan adenosine diphosphate (ADP). Ortofosfat yang merupakan produk ionisasi

dari asam ortofosfat adalah bentuk yang paling sederhana di perairan (Boyd,

1982). Reaksi ionisasi ortofosfat ditunjukkan dalam persamaan berikut:

H3PO4 H+ + H2PO4-

H2PO4- H+ + HPO4

2-

HPO4- H+ + PO4

3-

Page 47: pencemaran danau maninjau

29

Fosfor dalam perairan tawar ataupun air limbah pada umumnya dalam

bentuk fosfat, yaitu ortofosfat, fosfat terkondensasi seperti pirofosfat (P2O74-),

metafosfat (P3O93-) dan polifosfat (P4O13

6- dan P3O105-) serta fosfat yang terikat

secara organik (adenosin monofosfat). Senyawaan ini berada sebagai larutan,

partikel atau detritus atau berada di dalam tubuh organisme akuatik (Faust &

Osman, 1981; APHA AWWA, 1995).

Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara

langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis

membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai

sumber fosfor. Menurut Perkins (1974), kandungan fosfat yang terdapat di

perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/l, kecuali pada perairan yang menerima

limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang

mendapat pemupukan fosfat. Oleh karena itu, perairan yang mengandung kadar

fosfat yang cukup tinggi melebihi kebutuhan normal organisme akuatik akan

menyebabkan terjadinya eutrofikasi.

Pestisida

Dampak negatif dari penggunaan pestisida dalam bidang pertanian adalah

berupa timbulnya pencemaran terhadap lingkungan, baik lingkungan perairan,

tanah dan udara maupun mahluk hidup yang bukan sasaran. Pestisida masuk ke

badan air melalui banyak jalur, misalnya limpasan dari daerah pertanian, aliran

dari persawahan, buangan limbah domestik, limbah perkotaan dan industri. Dalam

badan air, proporsi utama pestisida adalah terserap pada partikel tersuspensi dan

partikel yang diam atau terpisah ke dalam subtrat organik. Pestisida

memperlihatkan afinitas yang kuat untuk komponen lipid dan bahan organik.

Jumlah pestisida yang tercakup tergantung pada karakteristik kimiawi dan

kelarutan pestisida serta karakteristik sedimen (Connell dan Miller, 1995).

Pestisida dalam air dan tanah mengalami degradasi baik secara fisik

maupun biologis. Jenis-jenis pestisida persisten praktis tidak mengalami degradasi

dalam air dan tanah, tetapi akan terakumulasi. Di dalam badan air pestisida dapat

mengakibatkan pemekatan biologis terutama pestisida yang persisten. Edward

(1975) dan Brown (1978) menyatakan bahwa pada saat pestisida memasuki suatu

Page 48: pencemaran danau maninjau

30

perairan, pestisida tersebut akan segera diserap oleh plankton, hewan-hewan

vertebrata akuatik, tanaman akuatik, ikan dan sebagian mengendap di sedimen.

Kadar pestisida yang tinggi dapat menimbulkan kematian organisme

akuatik secara langsung (keracunan akut) yaitu kontak langsung atau melalui

jasad lainnya seperti plankton, perifiton dan bentos, sedangkan kadar rendah

dalam badan air kemungkinan besar menyebabkan kematian organisme dalam

waktu yang lama yaitu akibat akumulasi pestisida dalam organ tubuhnya

(Soemarwoto et al., 1979). Pada umumnya pestisida memperlihatkan sifat lebih

toksik terhadap zooplankton dan bentos dengan tingkat toksisitasnya bervariasi

sangat luas, tergantung jenis pestisida dan tingkat stadia komunitas yang

bersangkutan.

2.4.3. Parameter Mikrobiologi

Lingkungan perairan mudah tercemar oleh mikroorganisme patogen

(berbahaya) yang masuk dari berbagai sumber seperti permukiman, pertanian dan

peternakan. Bakteri yang umum digunakan sebagai indikator tercemarnya suatu

badan air adalah bakteri yang tergolong Escherichia coli, yang merupakan salah

satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup normal di dalam kotoran manusia

dan hewan (Effendi, 2003). Keberadaan bakteri ini dapat digunakan sebagai

indikator dalam menilai tingkat higienisitas suatu perairan.

Pencemaran bakteri tinja (feses) di perairan sangat tidak dikehendaki, baik

ditinjau dari segi estetika, kebersihan, sanitasi maupun kemungkinan terjadinya

infeksi berbahaya. Mikroba patogen asal tinja yang sering menyebabkan penyakit

disentri yang ditularkan melalui air mencakup salmonella, shigella dan coliform

(Lay, 1994).

Bakteri coliform total merupakan semua jenis bakteri aerobik, anaerobik

fakultatif, dan rod-shape (bakteri batang) yang dapat memfermentasi laktosa dan

menghasilkan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35 0C. Bakteri coliform total

terdiri dari Escherichia coli, Citrobacter, Klebsiella, dan Enterobacter. Fecal

coliform adalah anggota dari coliform yang mampu memfermentasi laktosa pada

suhu 44,5 0C dan merupakan bagian yang paling dominan (97%) pada tinja

manusia dan hewan (Effendi, 2003). Alaerts dan Santika (1994) menyatakan

bahwa Fecal coliform merupakan bakteri petunjuk adanya pencemaran tinja yang

Page 49: pencemaran danau maninjau

31

paling efisien, karena Fecal coliform hanya dan selalu terdapat dalam tinja

manusia.

2.5. Dampak Pemanfaatan Lahan terhadap Kualitas Perairan

Keberlangsungan fungsi suatu danau sangat tergantung pada kondisi atau

keadaan lahan di sekitar daerah tangkapan air (DTA). Berbagai penggunaan lahan

di DTA, seperti untuk pertanian, perkebunan, persawahan dan permukiman.

Semua aktivitas dari kegiatan tersebut dapat menghasilkan berbagai bahan

pencemar atau limbah yang akan mengalir ke perairan danau. Hal ini dapat

memberikan dampak negatif terhadap lingkungan perairan danau.

Peningkatan jumlah penduduk di sekitar danau secara langsung akan

meningkatkan kebutuhan terhadap lahan, baik untuk permukiman, pertanian,

sarana dan prasarana lainnya dalam menunjang kehidupan. Hal ini secara

langsung maupun tidak langsung akan memberikan tekanan terhadap perairan

danau. Demikian juga penggunaan pupuk dan pestisida dalam pengolahan hasil

pertanian akan berdampak terhadap kualitas perairan danau. Residu yang berasal

dari pelindian pupuk, pestisida dan limbah cair dari agroindustri akan terbawa

oleh aliran air ke daerah hilir yang akan terakumulasi di perairan danau, sehingga

dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas perairan danau.

Limbah yang masuk ke perairan danau secara terus-menerus, terutama

limbah organik dapat menyebabkan terjadinya pengkayaan terhadap hara yang ada

di badan air, sehingga dapat menghasilkan suksesi perairan yang disebut

eutrofikasi. Keadaan seperti ini dapat menurunkan kualitas perairan danau,

sehingga dapat membahayakan bagi kehidupan organisme perairan danau.

Apabila danau selalu dijejali oleh buangan-buangan dari hulu yang mengandung

bahan pencemar, akan berdampak negatif terhadap perairan danau seperti

meningkatnya nilai BOD5, COD, nitrogen, fosfat, senyawa-senyawa beracun, dan

TSS (Manik, 2003). Hal ini akan menyebabkan kualitas perairan danau menjadi

menurun, sehingga perairan danau tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

2.6. Dampak Sedimentasi terhadap Kualitas Perairan

Kegiatan pembukaan lahan di bagian hulu dan DTA untuk pertanian,

pertambangan dan pengembangan permukiman merupakan sumber sedimen dan

Page 50: pencemaran danau maninjau

32

pencemaran perairan danau. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan

danau dapat meningkatkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju

fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menjadi turun,

yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makan

(Haryani, 2001).

Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi akan terbawa oleh aliran dan

diendapkan pada suatu tempat yang kecepatannya melambat atau terhenti. Proses

ini dikenal dengan sedimentasi atau pengendapan. Asdak (2002) menyatakan

bahwa sedimen hasil erosi terjadi sebagai akibat proses pengolahan tanah yang

tidak memenuhi kaidah-kaidah konservasi pada daerah tangkapan air di bagian

hulu. Kandungan sedimen pada hampir semua sungai meningkat terus karena

erosi dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi dan pertambangan. Hasil

sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang

terjadi di daerah tangkapan air yang dapat diukur pada periode waktu dan tempat

tertentu. Hal ini biasanya diperoleh dari pengukuran padatan tersuspensi di dalam

perairan danau.

Berdasarkan pada jenis dan ukuran partikel-partikel tanah serta komposisi

bahan, sedimen dapat dibagi atas beberapa klasifikasi yaitu gravels (kerikil),

medium sand (pasir), silt (lumpur), clay (liat) dan dissolved material (bahan

terlarut) (Asdak, 2002; Al-Masri et al., 2004). Tabel 7 memperlihatkan klasifikasi

sedimen menurut Asdak (2002).

Tabel 7. Jenis dan ukuran sedimen yang masuk ke perairan

danau (Asdak, 2002)

Jenis Sedimen Ukuran Partikel (mm) Liat Debu Pasir Pasir besar

< 0,0039 0,0039 – 0,0625 0,0625 – 2,0 2,0 – 64,0

Ukuran partikel memiliki hubungan dengan kandungan bahan organik

sedimen. Sedimen dengan ukuran partikel halus memiliki kandungan bahan

organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan sedimen dengan ukuran partikel

yang lebih kasar. Hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang,

Page 51: pencemaran danau maninjau

33

sehingga memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh

akumulasi bahan organik ke dasar perairan (Wood, 1997).

Pada sedimen kasar, kandungan bahan organik biasanya rendah karena

partikel yang halus tidak mengendap. Selain itu, tingginya kadar bahan organik

pada sedimen dengan ukuran butir lebih halus disebabkan oleh adanya gaya

kohesi (tarik menarik) antara partikel sedimen dengan partikel mineral,

pengikatan oleh partikel organik dan pengikatan oleh sekresi lendir organisme

(Wood, 1997).

2.7. Pengendalian Pencemaran Perairan Danau

Pencemaran perairan terbuka seperti danau oleh limbah domestik maupun

limbah rumah tangga merupakan masalah yang serius yang dapat mengancam

keberadaan sumberdaya perairan dan kerusakan lingkungan. Oleh sebab itu

diperlukan upaya untuk mengendalikan, sehingga dapat meminimalkan dampak

tersebut. Pengendalian pencemaran perairan diartikan sebagai upaya pencegahan

dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan kualitas air untuk menjamin

kualitas air agar sesuai dengan peruntukannya.

Brahmana et al. (2002) menyatakan upaya–upaya dalam pengendalian

pencemaran dalam hal mengurangi beban pencemar yang masuk ke perairan

sungai dan danau dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, yang antara lain :

(1) pendekatan teknologi yaitu dengan membangun IPAL untuk pengendalian

limbah penduduk dan limbah industri, (2) pendekatan hukum, yaitu dengan

penerapan perundang-undangan yang berlaku secara tegas, dan (3) pendekatan

sosial ekonomi dan budaya, yaitu dengan penerapan secara top down dan bottom

up (komunikasi dua arah).

2.8. Pendekatan Sistem

System approach (pendekatan sistem) diartikan sebagai suatu metodologi

penyelesaian masalah yang dimulai secara tentatif mendefinisikan atau

merumuskan tujuan dan hasilnya adalah suatu sistem operasi yang secara efektif

dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks. Oleh karena

itu dalam pendekatan sistem selalu mencari keterpaduan antar bagian melalui

pemahaman yang utuh. Pada pendekatan sistem menurut Eriyatno (2003),

Page 52: pencemaran danau maninjau

34

umumnya ditandai oleh dua hal yaitu: (1) mencari semua faktor yang ada dalam

mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan (2) dibuat suatu

model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional.

Tiga pola dasar yang menjadi pegangan dalam penyelesaian permasalahan

dengan pendekatan sistem, yaitu: 1) sibernetik (goal oriented), artinya dalam

penyelesaian permasalahan berorientasi pada tujuan. Tujuan ini diperoleh melalui

need analysis (analisis kebutuhan); 2) Holistik yaitu cara pandang yang utuh

terhadap totalitas sistem, atau menyelesaikan permasalahan secara utuh,

menyeluruh dan terpadu; dan 3) Efektif, artinya lebih dipentingkan hasil guna

yang operasional serta dapat dilaksanakan, bukan sekedar pendalaman teoritis.

Dengan demikian, berbagai metodologi dikembangkan sebagai karakter dalam

pendekatan sistem, sehingga beragam metode yang ada di berbagai disiplin ilmu

lainnya dapat digunakan sebagai alat bantu oleh ahli sistem.

Menurut Manetsch dan Park (1977), suatu pendekatan sistem akan dapat

berjalan dengan baik jika terpenuhi kondisi-kondisi berikut: 1) tujuan sistem

didefinisikan dengan baik dan dapat dikenali jika tidak dapat dikuantifikasikan, 2)

prosedur pembuatan keputusan dalam sistem riil adalah tersentralisasi atau cukup

jelas batasannya, dan 3) dalam perencanaan jangka panjang memungkinkan untuk

dilakukan. Sedangkan menurut Ford (1999), mendefinisikan sistem sebagai suatu

kombinasi dari dua atau lebih elemen yang saling terkait dan memiliki

ketergantungan antar komponen.

Lebih lanjut Eriyatno (2003) menyatakan bahwa untuk menyelesaikan

permasalahan yang kompleks dengan pendekatan sistem melalui beberapa

tahapan, yaitu: (1) analisis kebutuhan, bertujuan untuk mengidentifikasi

kebutuhan dari semua pelaku dalam sistem, (2) formulasi permasalahan, yang

merupakan kombinasi dari semua permasalahan yang ada dalam sistem, (3)

identifikasi sistem, bertujuan untuk menentukan variabel-variabel sistem dalam

rangka memenuhi kebutuhan semua pelaku dalam sistem, (4) pemodelan abstrak,

pada tahap ini mencakup suatu proses interaktif antara analisis sistem dengan

pembuat keputusan, yang menggunakan model untuk mengeksplorasi dampak

dari berbagai alternatif dan variabel keputusan terhadap berbagai kriteria sistem,

(5) implementasi, tujuan utamanya adalah untuk memberikan wujud fisik dari

Page 53: pencemaran danau maninjau

35

sistem yang diinginkan, dan (6) operasi, pada tahap ini akan dilakukan validasi

sistem. Pada tahap ini terjadi modifikasi-modifikasi tambahan karena cepatnya

perubahan lingkungan dimana sistem tersebut berfungsi. Menurut Pramudya

(1989), pendekatan sistem dilakukan dengan tahapan kerja yang sistematis yang

dimulai dari analisis kebutuhan hingga tahap evaluasi, seperti disajikan pada

Gambar 3.

Gambar 3. Tahapan kerja dalam pendekatan sistem (Pramudya, 1989).

Analisis sistem merupakan kajian mengenai struktur sistem yang bertujuan

(1) mengidentifikasi unsur-unsur penyususn sistem atau sub-sistem, (2)

memahami proses-proses yang terjadi dalam sistem, dan (3) memprediksi

kemungkinan-kemungkinan keluaran sistem yang terjadi sebagi akibat adanya

perubahan dalam sistem. Dengan demikian analisis sistem dapat diartikan sebagai

suatu metode pendekatan masalah atau metode ilmiah yang merupakan dasar

dalam pemecahan masalah dalam pengelolaan sistem tersebut. Menurut Pramudya

(1989), analisis sistem merupakan studi mengenai sistem atau organisasi dengan

menggunakan azas-azas metode ilmiah, sehingga dapat dibentuk konsepsi dan

Page 54: pencemaran danau maninjau

36

model yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan untuk mengadakan

perubahan-perubahan struktur dan metode serta menentukan kebijakan, stategi,

dan taktik.

Winardi (1989) menyatakan bahwa sistem harus dipandang secara holistik

(keseluruhan) dan akan bersifat sebagai goal seeking (pengejar sasaran), sehingga

terjadi sebuah keseimbangan untuk pencapaian tujuan. Suatu sistem mempunyai

input (masukan) yang akan berproses untuk menghasilkan output (keluaran).

Pada suatu sistem terdapat umpan balik yang berfungsi sebagai pengatur

komponen-komponen sistem yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan.

Sistem yang lebih besar dapat terdiri atas beberapa sub-sistem (sistem kecil) yang

akan membentuk suatu hirarki.

Perubahan pada satu komponen dari suatu sistem akan mempengaruhi

komponen lain dan biasanya akan menghasilkan umpan balik pada periode yang

sama atau pada periode berikutnya. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh

faktor internal (dari dalam sistem) maupun faktor eksternal (dari luar sistem).

Sistem dinamis merupakan sistem yang memiliki variabel yang dapat berubah

sepanjang waktu sebagai akibat dari perubahan input dan interaksi antar elemen-

elemen sistem. Dengan demikian nilai output sangat tergantung pada nilai

sebelumnya dari variabel input (Djojomartono, 2000).

2.9. Modeling (Pemodelan)

Modeling (pemodelan) diartikan sebagai suatu gugus pembuatan model

(Eriyatno, 2003). Pramudya (1989) mendefinisikan model adalah suatu abstraksi

dari keadaan sesungguhnya atau merupakan pernyataan sistem nyata untuk

memudahkan pengkajian suatu sistem. Sejalan dengan pernyataan tersebut

Muahammadi et al. (2001) menyatakan bahwa model adalah suatu bentuk yang

dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses. Dalam pelaksanaan pendekatan

sistem, pengembangan model merupakan hal yang sangat penting yang akan

menentukan keberhasilan dalam mempelajari sistem secara keseluruhan.

Disamping itu, pengembangan model diperlukan guna menemukan peubah-

peubah penting dan tepat serta hubungan antar peubah dalam sistem yang dikaji.

Menurut Winardi (1989), model adalah suatu gambaran abstrak dari sistem dunia

nyata dalam hal-hal tertentu. Model tersebut memperlihatkan hubungan langsung

Page 55: pencemaran danau maninjau

37

maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Suatu

model yang baik akan menggambarkan dengan baik segi tertentu yang penting

dari perilaku dunia nyata .

Dalam membangun suatu model harus dimulai dari konsep yang paling

sederhana dengan cara mendefinisikan permasalahan secara hati-hati serta

menggunakan analisis sensitivitas untuk membantu menentukan rincian model.

Selanjutnya untuk penyempurnaan dilakukan dengan menambahkan variabel

secara gradual sehingga diperoleh model yang logis dan dapat merepresentasikan

keadaan yang sebenarnya.

Model yang dibangun haruslah merupakan gambaran yang sahih dari

sistem yang nyata, realistik dan informatif. Model yang tidak sahih akan

memberikan hasil simulasi yang sangat menyimpang dari kenyataan yang ada,

sehingga akan memberikan informasi yang tidak tepat. Model yang dianggap baik

apabila model dapat menggambarkan semua hal yang penting dari dunia nyata

dalam sistem tersebut. Lebih lanjut Pramudya (1989) menyatakan bahwa ada

empat keuntungan penggunaan model dalam penelitian dengan menggunakan

pendekatan sistem yaitu: (1) memungkinkan melakukan penelitian yang bersifat

lintas sektoral dengan ruang lingkup yang luas, (2) dapat melakukan

eksperimentasi terhadap sistem tanpa mengganggu (memberikan perlakuan)

tertentu terhadap sistem, (3) mampu menentukan tujuan aktivitas pengelolaan dan

perbaikan terhadap sistem yang diteliti, dan (4) dapat dipakai untuk menduga

(meramal) perilaku dan keadaan sistem pada masa yang akan datang.

Penggunaan model sistem dinamis merupakan salah satu cara untuk

menyelesaikan masalah yang kompleks dalam pendekatan sistem (Winardi, 1989;

Muhammadi et al., 2001). Langkah pertama dalam menyusun model sistem

dinamis adalah menentukan struktur model yang akan memberikan bentuk dan

sekaligus memberi ciri yang mempengaruhi perilaku sistem. Perilaku sistem

tersebut dibentuk oleh kombinasi perilaku simpal causal-loop (sebab-akibat) yang

menyusun struktur model. Semua perilaku model dapat disederhanakan menjadi

struktur dasar yaitu mekanisme dari masukan, proses, keluaran, dan umpan balik.

Mekanisme tersebut akan berkerja menurut perubahan waktu atau bersifat dinamis

Page 56: pencemaran danau maninjau

38

yang dapat diamati perilakunya dalam bentuk unjuk kerja (level) dari suatu model

sistem dinamis.

Menurut Muahammadi et al. (2001) dan Eriyatno (2003), model dikelom-

pokkan menjadi 3 jenis yaitu:

(1) model ikonik (model fisik) yaitu model yang mempunyai bentuk fisik

sama dengan barang yang ditirukan, meskipun skalanya dapat diperbesar

atau diperkecil,

(2) model analog (model diagramatik) yaitu model suatu proses atau sifat,

model ini sifatnya lebih sederhana dan sering dipakai pada situasi khusus,

seperti pada proses pengendalian mutu industri, dan

(3) model simbolik (model matematik) yaitu model yang menggunakan

simbol-simbol matematika.

Untuk memahami struktur dan perilaku sistem, yang akan membantu

dalam pembentukan model dinamik kuantitatif digunakan causal-loop diagram

(diagram lingkar sebab-akibat) dan flow chart diagram (diagram alir). Pada sistem

dinamis, diagram sebab akibat ini akan digunakan sebagai dasar untuk membuat

diagram alir yang akan disimulasikan dengan menggunakan program powersim.

Program ini dapat memberikan gambaran tentang perilaku sistem, sehingga

dengan simulasi dapat ditentukan alternatif terbaik dari sistem yang dibangun.

Selanjutnya dilakukan analisis untuk mendapatkan kesimpulan dan kebijakan apa

yang harus dilakukan untuk mengantisipasi atau mengubah perilaku sistem yang

terjadi.

Kinerja pada model dinamis ditentukan oleh kekhususan dan struktur dari

model yang dibangun. Melalui simulasi akan didapatkan perilaku dari suatu gejala

atau proses yang terjadi dalam sistem yang dikaji, sehingga dapat dilakukan

analisis dan peramalan perilaku dari gejala atau proses tersebut di masa depan.

Empat tahapan dalam melakukan simulasi model (Muhammadi et al., 2001),

yaitu:

(a) Penyusunan konsep, pada tahap ini dilakukan identifikasi unsur-unsur yang

berperan dalam menimbulkan gejala atau proses. Dari unsur-unsur dan

keterkaitannya dapat disusun gagasan atau konsep mengenai gejala (proses)

yang akan disimulasikan,

Page 57: pencemaran danau maninjau

39

(b) Pembuatan model, gagasan atau konsep yang dihasilkan pada tahap pertama

selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar atau

rumus,

(c) Simulasi model; pada model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan

memasukkan data ke dalam model, sedangkan pada model kualitatif, simulasi

dilakukan dengan menelusuri dan melakukan analisis hubungan sebab akibat

antar variabel dengan memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan

untuk memahami perilaku gejala atau proses model.

(d) Validasi hasil simulasi; validasi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian

antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat

dinyatakan baik jika kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala

atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil.

2.10. Validitas dan Sensitivitas Model

Model yang baik adalah model yang dapat merepresentasikan keadaan

yang sebenarnya. Untuk menguji kebenaran suatu model dengan kondisi oyektif

dilakukan uji validasi (Muhammadi et al., 2001). Ada dua jenis validasi dalam

model, yakni validasi struktur dan validasi kinerja. Validasi struktur dilakukan

untuk memperoleh keyakinan konstruksi model valid secara ilmiah, sedangkan

validitas kinerja untuk memperoleh keyakinan sejauhmana model sesuai dengan

kinerja sistem nyata atau sesuai dengan data empirik.

Validitas struktur meliputi dua pengujian, yaitu validitas konstruksi dan

validitas kestabilan. Validitas konstruksi melihat apakah konstruksi model yang

dikembangkan sesuai dengan teori. Uji validitas konstruksi ini sifatnya abstrak,

tetapi konstruksi model yang benar secara ilmiah berdasarkan teori yang ada akan

terlihat dari konsistensi model yang dibangun (Muhammadi et al., 2001). Menurut

Barlas (1996), validitas kestabilan merupakan fungsi dari waktu. Model yang

stabil akan memberikan output yang memiliki pola yang hampir sama antara

model agregat dengan model yang lebih kecil (disagregasi).

Validitas kinerja atau output model bertujuan untuk memperoleh

keyakinan sejauhmana kinerja model sesuai (compatible) dengan kinerja sistem

nyata, sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta. Caranya

Page 58: pencemaran danau maninjau

40

adalah memvalidasi kinerja model dengan data empirik, untuk melihat

sejauhmana perilaku output model sesuai dengan perilaku data empirik. Hal ini

dapat dilakukan dengan cara: (1) membandingkan pola output model dengan data

empirik, dan (2) melakukan pengujian secara statistik untuk melihat

penyimpangan antara output simulasi dengan data empirik dengan beberapa cara,

antara lain AME (absolute mean error), AVE (absolute variation error) dan U-

Theil’s (Barlas, 1996; Muahammadi et al., 2001). Disamping itu juga digunakan

uji DW (Durbin Watson) dan KF (Kalman Filter) untuk menjelaskan kesesuaian

antara hasil simulasi terhadap data aktual.

Untuk mengetahui kekuatan (robustness) model dalam dimensi waktu

dilakukan uji sensitivitas. Uji ini dilakukan untuk mengetahui respon model

terhadap stimulus. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui alternatif tindakan

baik untuk menjelaskan sensitivitas parameter, variabel dan hubungan antar

variabel dalam model. Hasil uji sensitivitas dalam bentuk perubahan perilaku atau

kinerja model, digunakan untuk menganalisis efek intervensi terhadap model.

Uji sensitivitas model dapat dilakukan dengan dua macam (Muhammadi et al.

2001): (1) intervensi fungsional, yakni dengan memberikan fungsi-fungsi khusus

terhadap model dengan menggunakan fasilitas, antara lain: step, random, pulse,

ramp dan forecast, trend, if, sinus dan setengah sinus, dan (2) intervensi

struktural, yakni dengan mempengaruhi hubungan antar unsur atau struktur model

dengan cara mengubah struktur modelnya. Sensitivitas model mengungkapkan

hasil-hasil intervensi terhadap unsur dan struktur sistem. Disamping itu, analisis

sensitivitas model juga berfungsi dalam menemukan alternatif tindakan atau

kebijakan, baik untuk mengakselerasi kemungkinan pencapaian hasil positif

maupun untuk mengantisipasi kemungkinan dampak negatif.

2.11. Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian pencemaran

Konsep persepsi pada dasarnya merupakan suatu konsep dan kajian

psikologi. Persepsi merupakan pandangan individu terhadap suatu objek. Akibat

adanya stimulus, individu memberikan reaksi (respon) berupa penerimaan atau

penolakan terhadap stimulus tersebut (Langevelt, 1996 dalam Harihanto, 2001).

Individu tidak hanya merespon suatu objek, tetapi juga memberi makna situasi

tersebut menurut kepentingannya.

Page 59: pencemaran danau maninjau

41

Proses terbentuknya persepsi terjadi sebagai hasil proses penerimaan

informasi melalui penarikan kesimpulan atau pembentukan arti yang dikaitkan

dengan kesan atau ingatan untuk kejadian yang sama dimasa lalu. Kunci

pemahaman terhadap persepsi masyarakat terhadap suatu objek, terletak pada

pengenalan dan penafsiran unik terhadap objek pada suatu situasi tertentu dan

bukan merupakan suatu pencatatan yang sebenarnya dari situasi tersebut.

Informasi dan situasi dapat berfungsi sebagai stimulus bagi terbentuknya suatu

persepsi, walau informasi tentang lingkungan itu juga bisa berupa suatu situasi

tertentu, tidak harus berupa rangkaian kalimat atau isyarat ( Thoha, 1988). Proses

kognitif yang bisa terjadi pada setiap orang dalam memahami lingkungannya

dapat diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan maupun

penciuman.

Ada tiga rangkaian proses yang membentuk persepsi, yaitu seleksi,

organisasi dan interpretasi. Stimulus yang diterima mula-mula diseleksi, hanya

stimulus yang sesuai dengan kebutuhan atau menarik perhatian saja kemudian

diubah menjadi kesadaran. Pada tahap organisasi, stimulus yang diterima

seseorang disusun secara sederhana dan terpadu, sedangkan pada tahap

interpretasi yakni dilakukan penilaian dan pengambilan keputusan.

Seseorang akan menangkap berbagai gejala atau rangsangan di luar dirinya

melalui indra yang dimilikinya dan selanjutnya akan memberikan interpretasi

terhadap rangsangan tersebut. Pemaknaan individu terhadap suatu objek kemudian

akan membentuk struktur kognisi di dalam dirinya. Data yang diperoleh terhadap

suatu objek tertentu akan masuk ke dalam kognisi mengikuti prinsip organisasi

kognitif yang sama dan proses ini tidak hanya berkaitan dengan penglihatan tetapi

juga melalui semua indra manusia. Hasil interpretasi tersebut merupakan

bagaimana pengertian atau pemahaman seseorang terhadap suatu objek.

Persepsi masyarakat terhadap lingkungan diperlukan untuk mengoptimal-

kan kualitas lingkungan sesuai dengan persepsi masyarakat yang menggunakan-

nya. Persepsi mengenai lingkungan yang mencakup harapan, aspirasi ataupun

keinginan terhadap suatu kualitas lingkungan tertentu sebaiknya dipahami secara

subjektif, yakni dikaitkan dengan aspek-aspek psikologis dan sosio kultur

masyarakat. Dengan demikian, kualitas lingkungan harus didefinisikan secara

Page 60: pencemaran danau maninjau

42

umum sebagai lingkungan yang memenuhi preferensi imajinasi ideal seseorang

atau sekelompok orang.

Persepsi bukanlah sesuatu hal yang memiliki sifat statis, tetapi terbuka

terhadap berbagai informasi yang muncul dari lingkungan. Krech (1985)

meyatakan bahwa perubahan persepsi dapat terjadi akibat berkembangnya

pemahaman terhadap lingkungan ataupun akibat terjadinya perubahan kebutuhan

nilai-nilai yang dianut, sikap dan sebagainya. Dengan demikian persepsi

masyarakat yang ada di sekitar perairan danau akan dipengaruhi oleh karakteristik

personalnya, seperti umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan lokasi tempat

tinggalnya (lingkungan). Pada gilirannya persepsi masyarakat tersebut akan

mempengaruhi sikap dan perilakunya terhadap pemanfaatan dan pelestarian

sumberdaya alam perairan danau. Khusus dalam penelitian ini, pengertian

persepsi masyarakat sekitar danau dibatasi sebagai tanggapan mereka tentang

pengendalian pencemaran perairan Danau Maninjau dalam hal pencegahan,

penanggulangan dan partisipasi.

Page 61: pencemaran danau maninjau

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di perairan Danau Maninjau, Kecamatan

Tanjung Raya Kabupaten Agam Sumatera Barat. Lokasi penelitian berjarak ± 140

km dari Kota Padang. Secara geografis Danau Maninjau terletak antara 00 17’ –

07.04’’ lintang selatan dan 1000 - 09’58.0” bujur timur. Danau Maninjau

merupakan danau kaldera yang terbentuk dari aktivitas gunung berapi, terletak

pada ketinggian muka air danau sekitar 264,5 m di atas permukaan laut (dpl) yang

mempunyai luas permukaan air sekitar 9.737, 50 ha, dengan volume air sebesar

10.226.001.629,2 m3. Penelitian ini dilakukan selama 7 (tujuh) bulan, dimulai

dari bulan Januari sampai dengan Juli 2006. Beberapa pengambilan data juga

dilakukan di luar jadwal tersebut.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air, tiosulfat,

KI, H2SO4 pekat, MnSO4, K2Cr2O7, FeSO4, indikator ferroin, pereaksi Nessler,

larutan standar ammonia, brusin, larutan NaCl, larutan standar nitrat, larutan

sulfanilamid, larutan N-(1-naftil)-etilendiamin dihidroklorida, larutan standar

nitrit, amonium molibdat, stano klorida, larutan baku fosfat, Na2CO2 dan

indikator fenolptalein. Sedangkan alat-alat yang digunakan meliputi: pH meter,

thermometer, secchi disk, kemmerer water sampler dan water quality checker,

kuesioner, program powersim versi 2,5c dan program prospektif.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer yang berupa pengukuran kondisi fisik, kimia dan biologi

perairan danau diperoleh di lapangan dan sebagian dari hasil analisis di

laboratorium. Data persepsi masyarakat di sekitar perairan Danau Maninjau

diperoleh dengan cara pengisian kuesioner oleh responden penduduk. Data primer

tentang prospek pengendalian pencemaran dimasa depan diperoleh dari hasil

kuesioner dari seluruh pelaku dan para pakar. Data sekunder diperoleh dari

Page 62: pencemaran danau maninjau

44

berbagai sumber seperti hasil penelitian terdahulu, hasil studi pustaka, laporan

serta dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan topik yang dikaji.

3.4. Pelaksanaan Penelitian

A. Pengambilan Sampel Kualitas Air

Tujuan dari pengambilan data ini adalah untuk mendapatkan gambaran

tentang sifat fisika, kimia dan mikrobiologi perairan danau. Penentuan lokasi

pengambilan sampel parameter fisika, kimia dan mikrobiologi perairan danau

ditetapkan secara purporsive (sengaja). Pengambilan sampel air lebih diarahkan

pada pusat-pusat kegiatan penduduk sebagai sumber aliran limbah yang masuk ke

perairan danau seperti permukiman, pertanian dan hotel (pariwisata) serta lokasi

kegiatan keramba jaring apung. Penentuan titik-titik pengambilan contoh air di

sungai dengan pertimbangan bahwa lokasi pengambilan sampel air diduga sebagai

aliran limbah cair dari berbagai kegiatan aktivitas penduduk yang mengalir ke

perairan danau.

Selanjutnya ditentukan titik (stasiun) pengambilan contoh air, yaitu satu di

muara sungai dan satu lagi di perairan danau dengan jarak 100 meter dari muara

sungai. Pengambilan contoh air di danau dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali

dengan interval waktu sebulan. Pengambilan contoh air dilakukan pada

kedalaman 0 m (permukaan), 2 m dan 10 m dan dilakukan secara komposit.

Lokasi penelitian dan pengambilan sampel contoh air ditunjukkan pada Gambar 4.

Lokasi pengambilan contoh air dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Muara Batang Limau Sundai, terletak di Nagari Maninjau. Kawasan daerah

ini merupakan daerah permukiman, perhotelan, pasar dan kegiatan home stay.

2. Muara Batang Maransi, terletak di Nagari Bayur. Kawasan ini merupakan

daerah pertanian lahan basah, peternakan, perhotelan, permukiman dan pasar.

3. Muara Bandar Ligin, terletak di Nagari Sungai Batang. Kawasan ini

merupakan daerah pertanian, peternakan, permukiman dan pasar.

4. Muara Sungai Jembatan Ampang, terletak di Nagari II Koto. Kawasan ini

merupakan daerah lahan pertanian dan permukiman.

5. Muara Sungai Kalarian, terletak di Nagari Koto Kaciak. Kawasan ini

merupakan daerah lahan pertanian, permukiman, pasar dan peternakan.

Page 63: pencemaran danau maninjau

Gambar 4. Peta lokasi penelitian

Keterangan: 1. Batang Maransi 3. Sungai Limau Sundai 5. Bandar Ligin 7. Batang Kalarian 9. Sungai Jembatan Ampang 11. Sungai Tembok Asam

Page 64: pencemaran danau maninjau

46

6. Muara Sungai Tembok Asam, terletak di Nagari III Koto. Kawasan ini

merupakan daerah pertanian lahan basah dan perkebunan, permukiman dan

peternakan.

Parameter fisika, kimia dan biologi perairan yang diukur terutama

didasarkan pada parameter kualitas air kelas 1 yaitu air yang peruntukannya dapat

digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan

mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas

Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lampiran 1). Parameter fisika, kimia dan

mikrobiologi perairan danau yang diukur, metode serta peralatan yang digunakan,

mengikuti pedoman standar methods for examination of water and waste water

(APHA, 1995), seperti yang ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Parameter kualitas air dan metode analisis serta alat yang digunakan

Parameter Satuan Metode Analisis Peralatan

I. Fisika 1. Suhu 2. TSS 3. TDS 4. Kekeruhan 5. Warna 6. Kecerahan II. Kimia 1. pH 2. CO2 3. DO 4. BOD5 5. COD 6. N-NO3 7. N-NO2 8. Ammonia 9. Ortofosfat

10. Pestisida III. Mikrobiologi 1. Fecal coliform 2. Total coliform

0C mg/l mg/l JTU Unit PtCo cm - mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l MPN/100 ml MPN/100 ml

Pemuaian Gravimetri Gravimetri Turbidimetri VCM Visual Potensiometri Titrimetrik Titrimetri winkler Titrimetrik Spektrofotometrik Spektrofotometrik Spektrofotometrik Spektrofotometrik Spektrofotometrik Spektrofotometrik Metode MPN Metode MPN

Termometer Timbangan analitik Timbangan analitik Turbiditimeter Skala PtCO Secchi Disc pH meter Peralatan titrasi DO meter Peralatan titrasi Spektrofotometer, titrasi Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Tabel MPN, filter Tabel MPN, filter

Page 65: pencemaran danau maninjau

47

B. Sumber dan Beban Pencemaran Perairan Danau

Pengumpulan data untuk mengidentifikasi sumber-sumber limbah yang

masuk ke perairan danau dilakukan melalui wawancara dan dari data sekunder.

Data beban limbah yang masuk ke perairan danau melalui sungai diperoleh

melalui pengukuran konsentrasi parameter beban limbah pada setiap stasiun atau

sungai yang mengalir ke danau, sedangkan pengumpulan data beban limbah dari

KJA, peternakan dan hotel diperoleh melalui wawancara dan data sekunder.

Disamping itu, data untuk menentukan kapasitas asimilasi terhadap beban limbah

di perairan danau diperoleh melalui pengukuran parameter pencemaran pada jarak

100 meter dari muara sungai ke arah danau.

C. Persepsi Masyarakat

Pengumpulan data untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang

pengendalian pencemaran (pencegahan, penanggulangan dan partisipasi pada

pencegahan dan pananggulangan) perairan danau menggunakan kuesioner

terstruktur yang disebarkan pada responden. Penentuan responden dilakukan

dengan metode multiple stage random sampling (Nazir, 1999) pada tiga jorong

(kampung) terpilih dari tujuh nagari yang ada di sekitar Danau Maninjau. Jumlah

responden yang diambil adalah 150 kk yang terdiri dari 50 kk setiap jorong

terpilih.

D. Membangun Model Pengendalian Pencemaran Perairan

Data yang diperlukan untuk membangun model pengendalian pencemaran

di perairan danau adalah merupakan beban pencemaran yang berasal dari luar

danau dan dari dalam danau (KJA). Pengumpulan data tentang sumber-sumber

pencemaran yang masuk ke perairan danau dilakukan melalui wawancara dan data

sekunder. Data beban pencemaran yang berasal dari luar danau diperoleh melalui

pengukuran debit sungai dan konsentrasi parameter beban limbah di muara sungai

pada setiap stasiun penelitian. Data beban pencemaran yang berasal dari kegiatan

di danau (KJA) diperoleh melalui penghitungan jumlah pakan yang diberikan dan

jumlah pakan yang tidak dikomsumsi oleh ikan. Pada Tabel 9 disajikan secara

rinci sumber-sumber pencemar yang masuk ke perairan danau. Adapun jenis dan

Page 66: pencemaran danau maninjau

48

sumber data serta cara memperolehnya dalam penelitian ini terangkum dalam

Tabel 10.

Tabel 9. Sumber pencemar, parameter dan jenis data

No Sumber

Pencemar Parameter

Jenis Data

Primer Sekunder

1

2

3

4

5

Permukiman

Restoran

Hotel

Perikanan

Pertanian

1. Jumlah rumah tangga dan

penduduk

2. Jumlah pemakaian air

3. Volume limbah padat

4. Sarana pembuangan dan

pengolahan limbah

domestik (tinja, limbah

padat, limbah cair)

1.Jumlah pemakaian air

2.Volume limbah padat

3.Sarana pembuangan dan

pengolahan limbah yang

digunakan (tinja, limbah

cair dan padat)

1. Jumlah kamar dan ranjang

2. Tingkat hunian

3. Jumlah pemakaian air

4. Volume limbah padat

5. Sarana pembuangan dan

pengolahan limbah yang

digunakan(tinja, limbah

cair dan padat)

1.Jumlah KJA

2.Lokasi KJA

3.Jumlah pakan per hari

1. Jumlah pemakaian pupuk

2. Jenis pupuk

Responden KK

Responden KK

Responden KK, pera-

ngkat nagari/

kecamatan dan

pengamatan

Pengusaha restoran

dan pengamatan

Pengusaha restoran

Pengusaha restoran

Pengusaha hotel

Pengusaha hotel

Pengusaha hotel

Pengusaha hotel

Pengusaha hotel dan

pengamatan

Responden petani

KJA, Pengamatan dan

wawancara perangkat

nagari/ kecamatan

Penyuluh pertanian

Statistik Kecamatan

Dinas Pertamanan dan

LH

PHRI dan statistik keca-

matan

Dinas Pertamanan dan

LH Kabupaten

Dinas Pariwisata Seni

dan Budaya Kabupaten

Agam

Statistik nagari dan

kecamatan

Statistik nagari dan

kecamatan

Page 67: pencemaran danau maninjau

49

Tabel 10. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

No

Data yang diambil Sumber data

Digunakan untuk

Lapang-an

Laborat-orium

Penelitian terdahulu

Instansi

Wawan cara

Kondisi danau

Model

1 Suhu √ √ 2 TSS √ √ 3 TDS √ √ 4 Kekeruhan √ √ 5 Sedimen √ √ 6 Warna √ √ 7 Kecerahan √ √ 8 pH √ √ 9 CO2-bebas √ √ 10 DO √ √ 11 BOD5 √ √ 12 COD √ √ 13 Ammonia √ √ 14 Ortofosfat √ √ 15 Nitrat √ √ 16 Nitrit √ √ 17 Pestisida √ √ 18 Fecal Coliform √ √ 19 Total Coliform √ √ 20 Jumlah pakan √ √21 P yang diperbolehkan √ √22 Rasio pakan √ √23 P pakan √ √24 Jumlah ikan tebar √ √25 Lama pemeliharaan √ √26 Jumlah KJA √ √27 Jumlah RT KJA √ √28 Jumlah sapi potong √ √ √39 Jumlah limbah sapi √ √ 30 Jumlah penduduk √ √31 Persepsi masyarakat √ √32 Kebutuhan sistem √ √33 Identifikasi faktor

penting √ √

3.5. Analisis Data

3.5.1. Analisis Fisika, kimia dan mikrobiologi Perairan Danau

Analisis parameter fisika, kimia dan mikrobiologi perairan danau

dilakukan berdasarkan standard methods 1995 dan memperbandingkan dengan PP

Nomor 82 tahun 2001 tentang baku mutu air kelas 1 (KLH, 2004). Analisis

dilaksanakan di Laboratorium Kimia Lingkungan FMIPA Universitas Andalas

dan Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi Sumatera Barat Padang. Selanjutnya

analisis indeks mutu lingkungan perairan (IMLP) berdasarkan metode National

Page 68: pencemaran danau maninjau

50

Sanitation Foundation Water Quality Indeks (NSF-WQI) (Ott, 1978 dan Mahbud,

1990), dengan persamaan:

∑=

=n

iIiWiIMLP

1).(

Keterangan: IMLP = Indeks mutu lingkungan perairan danau, skala 0 – 100 Wi = Konstanta pembobotan ke-i, skala 0 – 1 Ii = Nilai dari kurva baku subindeks ke-i, skala 0 - 100

Tabel 11. Kriteria indeks mutu lingkungan perairan

Nilai IMLP-NSF Mutu Lingkungan

91 – 100 Sangat baik

71 – 90 Baik

51 – 70 Sedang

26 – 50 Buruk

0 – 25 Sangat buruk

3.5.2. Analisis Beban Pencemar

1. Analisis beban pencemaran yang berasal dari luar danau (darat) dilakukan

dengan perhitungan secara langsung di muara-muara sungai yang menuju

Danau Maninjau. Cara penghitungan beban pencemaran ini didasarkan

atas pengukuran debit sungai dan konsentrasi limbah di muara sungai

berdasarkan persamaan (Mitsch & Goesselink, 1993):

BP = Q xC

Keterangan: BP = beban pencemaran (ton/tahun) Q = debit sungai (m3/detik) C = konsentrasi limbah (mg/liter)

Total beban pencemaran dari seluruh sungai yang bermuara di perairan

danau dihitung dengan persamaan:

∑=

=n

iBPTBP

1

Keterangan : TBP = Total beban pencemaran n = Jumlah sungai

i = Beban limbah sungai ke-i

Untuk mengkonversi beban limbah ke dalam ton/tahun dikalikan dengan

10-6 x 3600 x 24 x 360.

Page 69: pencemaran danau maninjau

51

2. Untuk estimasi besarnya beban pencemaran yang berasal dari aktivitas

penduduk di sekitar perairan danau dilakukan berdasarkan pendekatan

Rapid Assesment (Kositranata et al., 1989; WHO, 1993) dengan

persamaan:

BP = a x f

Keterangan: BP = beban pencemaran dinyatakan dalam ton/tahun a = jumlah unit penghasil limbah

f = faktor konstanta beban limbah organik

Tabel 12. Faktor konstanta beban limbah organik

Aktivitas Konversi BOD COD TP TN

Permukiman Peternakan Hotel Pertanian

53 694,4 12 -

101,6 1620 24,2 -

22,7 223,1 5,4 0,04

3,8 8,6 0,9 1,68

3. Untuk menghitung besarnya beban limbah yang berasal dari kegiatan KJA

dilakukan dengan metode pendugaan total bahan organik (Iwana, 1991

dalam Barg, 1992) dengan persamaan :

O = TU + TFW

Keterangan : O = total output bahan organik partikel TU = total pakan yang tidak dikonsumsi

TFW = total limbah feses

4. Untuk menghitung kapasitas asimilasi perairan danau terhadap beban

pencemaran dilakukan dengan menggunakan metode hubungan antara

konsentrasi parameter limbah di perairan danau dengan total beban limbah

tersebut di muara sungai. Nilai kapasitas asimilasi didapatkan dengan cara

membuat grafik hubungan anatara nilai konsentrasi masing-masing

parameter limbah di perairan danau dengan parameter limbah tersebut di

muara sungai. Selanjutnya dianalisis dengan memotongkan dengan garis

nilai baku mutu air kelas 1 seperti diperlihatkan pada (Gambar 5).

Page 70: pencemaran danau maninjau

52

Gambar 5. Hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi pencemar.

3.5.3. Validasi Model

Validasi merupakan usaha untuk menyimpulkan model apakah model

sistem yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji,

yang dapat menghasilkan kesimpulan yang menyakinkan (Eriyatno, 1999).

Validasi yang dilakukan adalah terhadap struktur model dan keluaran model

(output model). Validasi struktur dilakukan melalui studi pustaka, sedangkan

validasi output dilakukan dengan membandingkan dengan data empirik. Untuk

memverifikasi penyimpangan keluaran model dengan data empirik dilakukan

dengan uji KF (Kalman Filter). Tingkat kecocokan hasil simulasi model dengan

nilai aktual adalah 47,25-52,3% dengan menggunakan perasamaan:

)( VaVs

VsKF+

=

Keterangan: KF = Kalman filter Vs = Varian nilai simulasi Va = Varian nilai aktual

3.5.4. Analisis Persepsi Masyarakat

Data karateristik masyarakat di sekitar perairan danau dianalisis dengan

menggunakan distribusi frekuensi. Untuk mengetahui persepsi atau pandangan

masyarakat di sekitar perairan danau terhadap pengendalian pencemaran

dilakukan melalui analisis deskriptif menggunakan tabel.

3.5.5. Pendekatan Sistem dalam Pengendalian Pencemaran Perairan Danau

Pendekatan sistem merupakan suatu metodologi pemecahan masalah yang

dimulai dengan mengidentifikasi serangkaian kebutuhan sehingga dapat

Kon

sent

rasi

pen

cem

ar (m

g/L)

Baku mutu

Beban pencemaran (ton/tahun)

Page 71: pencemaran danau maninjau

53

menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Pendekatan sistem

ini dilakukan untuk menunjukkan kinerja intelektual berdasarkan perspektif,

pedoman, model, metodologi dan sebagainya yang diformulasikan untuk

perbaikan secara terorganisir dari tingkah laku dan perbuatan manusia (Winardi,

1989; Zhu, 1998). Oleh karena itu, menurut Eriyatno (2007) pada pendekatan

kesisteman dalam penyelesaian suatu permasalahan selalu ditandai dengan: (1)

pengkajian terhadap semua faktor penting yang berpengaruh dalam rangka

mendapatkan solusi untuk pencapaian tujuan, dan (2) adanya model-model untuk

membantu pengambilan keputusan lintas disiplin, sehingga permasalahan yang

kompleks dapat diselesaikan secara komprehensif.

a. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan pada dasarnya merupakan tahap awal pengkajian

dalam pendekatan sistem, dan sangat menentukan kelaikan sistem yang dibangun.

Analisis kebutuhan juga merupakan kajian terhadap faktor-faktor yang berkaitan

dengan sistem yang dianalisis (Pramudya, 1989). Oleh karena itu, dalam

penelitian ini analisis kebtutuhan diarahkan pada pihak-pihak yang mempunyai

kepentingan dan keterkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung

terhadap pengendalian pencemaran perairan danau. Dalam pengendalian

pencemaran perairan danau, pihak yang mempunyai kepentingan dan terkait

secara langsung adalah (1) masyarakat lokal yaitu masyarakat yang tinggal di

sekitar danau yang memanfaatkan perairan danau untuk berbagai kepentingan, (2)

dinas instansi terkait yaitu semua dinas instansi pemerintah daerah yang

mempunyai hubungan keterkaitan dengan perairan danau baik langsung mapun

tidak, (3) akademisi (peneliti) yaitu orang yang melakukan penelitian pada

perairan danau, (4) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yaitu lembaga yang

dibentuk masyarakat setempat yang mempunyai kepedulian terhadap kelestarian

perairan danau, dan (5) badan usaha milik negara yaitu perusahaan yang

melakukan kegiatan usaha di perairan danau.

Dalam analisis kebutuhan dilakukan inventarisasi kebutuhan setiap pelaku

yang terlibat dalam sistem. Inventarisasi ini dilakukan dengan wawancara secara

terbatas. Berdasarkan hasil wawancara dihasilkan analisis kebutuhan pelaku

seperti disajikan pada Tabel 13.

Page 72: pencemaran danau maninjau

54

Tabel 13. Analisis kebutuhan stakeholder (pelaku) No. Pelaku Kebutuhan

1 Masyarakat lokal • Kualitas dan kuantitas air tidak menurun • Penyediaan lapangan kerja • Pendapatan meningkat • Hasil tangkapan masyarakat tidak menurun • Kegiatan usaha budidaya perikanan tetap jalan • Kebersihan dan keindahan danau terjaga

2 Dinas Instansi terkait (Perikanan, Pertanian, Pertamanan dan Lingkungan Hidup, Kimpraswil dan Pariwisata)

• Elevasi air danau tidak menurun • Penyediaan lapangan kerja • Peningkatan PAD • Kebersihan dan keindahan danau tetap terjaga • Peningkatan perekonomian masyarakat • Kualitas dan kuantitas air danau tetap baik

3 Akademisi (peneliti) • Biodeversiti danau tetap terjaga • Kualitas dan kuantitas air danau tetap baik

4 Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)

• Kelestarian danau terjamin • Pendapatan masyarakat meningkat

5 PLN • Ketinggian muaka air danau tetap stabil • Kualitas air danau baik

b. Formulasi Permasalahan Sistem

Permasalahan sistem pada dasarnya adalah terdapatnya gap antara

kebutuhan pelaku dengan kondisi yang ada (reel). Pada kondisi nyata di lapangan,

permasalahan sistem ditunjukan oleh adanya isu yang berkembang sehubungan

dengan terjadinya pencemaran di perairan danau. Formulasi sistem di sini adalah

merupakan aktivitas merumuskan permasalahan dalam pengendalian pencemaran

di perairan danau yang berkaitan dengan adanya perbedaan antara kebutuhan

pelaku dengan kondisi yang ada.

Berdasarkan pada analisis kebutuhan para pelaku yang terlibat dalam

pemanfaatan perairan danau dan kondisi yang dijumpai di perairan danau saat ini,

maka permasalahan pengendalian pencemaran di perairan danau dapat

diformulasikan sebagai berikut:

1. Tidak diperhatikannya limbah dari aktivitas KJA yang ditunjukan dengan

tidak adanya pemahaman mengenai dampak dari limbah KJA terhadap

kualitas air.

2. Tidak tersedianya sistem pengolahan limbah penduduk, menyebabkan

buangan limbah dari permukiman akan langsung mengalir ke perairan

danau, sehingga kualitas perairan danau menjadi turun.

Page 73: pencemaran danau maninjau

55

3. Tidak diperhatikannya pemanfaatan tata guna lahan di kawasan sempadan

danau yaitu banyaknya pengembangan permukiman, hotel, restoran, dan

home stay serta pembukaan lahan pertanian yang tercermin dari tingginya

padatan tersuspensi di perairan danau.

4. Tidak diperhatikannya persepsi masyarakat di sekitar perairan danau

dalam upaya pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan danau.

5. Tidak adanya zonasi (penataan ruang) kawasan danau yang tercermin dari

penyebaran atau letak keramba jaring apung yang tersebar hampir di

seluruh tepian atau keliling perairan danau.

c. Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan

dari kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus dipecahkan

untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut (Eriyatno, 2003). Hal ini sering

digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (cousal loop diagram) .

Diagram tersebut merupakan pengungkapan interaksi antara komponen di dalam

sistem yang saling berinteraksi dan mempengaruhi dalam kinerja sistem, seperti

disajikan pada Gambar 6. Disamping itu, hubungan antara input (masukan) dan

output (keluaran) dalam suatu sistem digambarkan dalam sebuah diagram input-

output (masukan-keluaran) seperti disajikan pada Gambar 7. Diagram lingkar

sebab-akibat merupakan gambaran dari struktur model pengendalian pencemaran

di perairan danau yang dibuat berdasarkan diagram input-output.

Page 74: pencemaran danau maninjau

56

Gambar 6. Diagram lingkar sebab-akibat (cousal-loop diagram) sistem

pengendalian pencemaran perairan danau. Menurut Manetsch dan Park (1977), secara garis besarnya variabel yang

mempengaruhi kinerja sistem ada 6 variabel yakni: (1) variabel output yang

dikehendaki; ditentukan berdasarkan hasil analisis kebutuhan, (2) variabel input

terkontrol, variabel yang dapat dikelola untuk menghasilkan perilaku sistem

sesuai dengan yang diharapkan, (3) variabel output yang tidak dikehendaki;

merupakan hasil sampingan atau dampak yang ditimbulkan bersama-sama dengan

output yang diharapkan, (4) variabel input tak terkontrol, (5) variabel input

lingkungan; variabel yang berasal dari luar sistem yang mempengaruhi sistem

tetapi tidak dipengaruhi oleh sistem, dan (6) variabel kontrol sistem; merupakan

pengendali terhadap pengoperasian sistem dalam menghasilkan output yang

dikehendaki. Variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja sistem disajikan pada

Gambar 7.

Pakan

Pemanfaatanlahan

Sedimen

Bebanlimbah

Jumlah KJA

Dayadukung

Indekskualitas air

Populasi

+

-

+

+

+

+

+

-

-

+

+

+

Sisa pakan

+

Pariwisata/Hotel

Pertanian

+

+

Pemukiman+

+

Page 75: pencemaran danau maninjau

57

Gambar 7. Diagram masukan-keluaran (input-output diagram) sistem pengendalian pencemaran perairan danau.

3.6. Model Pengendalian Pencemaran

Model pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau yang

dibangun didasarkan pada kondisi faktual yang terjadi di lapangan yang

dikombinasikan dengan studi literatur. Perangkat lunak yang digunakan sebagai

alat bantu dalam pemodelan sistem ini adalah Powersim version 2,5 c. Konsep

dasar dalam membangun model pengendalian pencemaran perairan danau

bersumber dari beban pencemaran yaang berasal dari luar danau dan dari dalam

danau. Model dinamik yang dibangun melibatkan lima sub-model, yaitu: 1) sub-

Input Lingkungan UU RI No. 7 Tahun 2004 PP RI No. 82 Tahun 2001

Input Tidak Terkontrol 1. Iklim 2. Debit air 3. Erosi

Output Diinginkan 1. Beban pencemaran menurun 2. Persepsi masyarakat meningkat 3. Kualitas perairan danau meningkat 4. Adanya program pengelolaan danau

Model Pengendalian Pencemaran Perairan di

Danau Maninjau

Input Terkontrol 1. Jumlah pakan yang diberikan 2. Jumlah Budidaya (KJA) 3. Jumlah penduduk 4. Jumlah hotel 5. Jumlah peternakan

Output Tidak Diinginkan 1. Terjadinya pendangkalan danau 2. Terjadi eutrofikasi di perairan danau 3. Bertambahnya timbulan limbah domestik 4. Penurunan kesehatan masyarakat

Manajemen Pengendalian Pencemaran Perairan di Danau

Maninjau

Page 76: pencemaran danau maninjau

58

model limbah penduduk yang berdomisili di sekitar perairan danau, 2) sub-model

limbah hotel (pariwisata), 3) sub-model limbah peternakan, 4) sub-model limbah

pertanian, dan 5) sub-model limbah budidaya perikanan (KJA).

3.7. Asumsi yang Digunakan

Pembangunan model yang akan dirumuskan menggunakan beberapa

batasan, guna untuk menyederhanakan dan memahami pengertian hubungan-

hubungan antar peubah dalam model yang akan membatasi keberhasilan model.

Beberapa batasan yang dijadikan sebagai asumsi dalam model ini adalah :

(a). Laju pertambahan limbah dari permukiman yang ada di sekitar perairan

danau mengikuti pola pertumbuhan penduduk yang berdomisili di lokasi

tersebut.

(b). Nilai parameter hasil pengamatan di perairan danau dan sungai

merupakan pencerminan dari dinamika yang ada di perairan tersebut.

(c). Parameter limbah yang diacu adalah ortofosfat sebagai P dengan nilai

baku mutu sebesar 0,2 mg/l.

(d). Konstruksi dan tipe KJA di daerah penelitian dianggap homogen untuk

semua unit KJA yang tersebar di seluruh perairan danau.

3.8. Analisis Pengembangan Skenario Pengendalian Pencemaran Perairan

Pengembangan skenario pengendalian pencemaran perairan danau

dilakukan dengan menggunakan analisis prospektif. Analisis prospektif

merupakan suatu analisis yang digunakan untuk mengeksplorasi kemungkinan

yang akan terjadi di masa yang akan datang. Dari analisis ini akan didapatkan

informasi mengenai faktor kunci yang berperan dalam pengendalian pencemaran

di perairan danau sesuai dengan kebutuhan dari para pelaku yang terlibat dalam

sistem. Selanjutnya faktor kunci tersebut digunakan untuk mendeskripsikan

perubahan kemungkinan masa depan bagi pengendalian pencemaran perairan

danau. Penentuan faktor kunci ini sepenuhnya adalah merupakan pendapat dari

pihak yang berkompeten sebagai pelaku dan pakar mengenai pengendalian

pencemaran perairan. Penentuan faktor kunci menggunakan kuesioner dan

wawancara. Responden pakar yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat

Page 77: pencemaran danau maninjau

59

pada Lampiran 7. Tahapan-tahapan dalam melakukan analisis prospektif menurut

Hardjomidjojo (2002) adalah sebagai berikut:

1. Menentukan tujuan studi

2. Identifikasi faktor-faktor penting

3. Analisis pengaruh antar faktor

4. Membuat suatu keadaan (state) suatu faktor

5. Membangun skenario yang mungkin terjadi

6. Implikasi dari skenario yang diinginkan

Untuk melihat pengaruh langsung hubungan timbal balik antar faktor

dalam sistem, dilakukan penilaian dengan skor antara 0–3. Kriteria pedoman

penilaian dapat dilihat pada Tabel 14. Untuk melihat pengaruh langsung antar

faktor dalam sistem yang dikaji dilakukan dengan cara matriks, seperti disajikan

pada Tabel 15.

Tabel 14. Pedoman penilaian keterkaitan antar faktor

Skor (nilai) Keterangan 0 Tidak berpengaruh 1 Berpengaruh kecil 2 Berpengaruh sedang 3 Berpengaruh sangat kuat

Tabel 15. Matriks pengaruh langsung antar faktor dalam analisis prospektif

Dari

Terhadap

A B C D E F G H I J K

A B C D E F G H I J K

Keterangan: A – K merupakan faktor penting atau kunci dalam sistem

Page 78: pencemaran danau maninjau

60

Pedoman pengisian pengaruh langsung antar faktor :

1. Apakah faktor X berpengaruh terhadap Y ?

Jika tidak berpengaruh bernilai 0

2. Jika ada pengaruh, apakah pengaruhnya sangat kuat? jika ya bernilai 3, jika

pengaruhnya sedang bernilai 2 dan jika pengaruhnya kecil bernilai 1.

Jika nilai faktor yang diberikan oleh responden lebih dari 1 (misalnya

sebanyak N), maka dilakukan analisis matriks gabungan dengan cara:

a) Apabila pengaruh antar satu faktor dengan faktor lainnya mempunyai nilai

0 dengan jumlah > ½ N, maka nilai dari sel tersebut adalah 0. Jika nilai 1,2

dan 3 bersama-sama berjumlah >1/2 N, nilai sel tersebut ditentukan

berdasarkan yang paling banyak dipilih antara 1,2 dan 3.

b) Jika jumlah faktor adalah genap dan diperoleh dalam satu sel jumlah nilai

0 sama banyak dengan jumlah nilai 1,2 dan 3, maka dilakukan diskusi

lebih lanjut dengan pakar untuk menentukan nilai sel tersebut.

Selanjutnya untuk menentukan tingkat kepentingan faktor-faktor kunci

(penting) yang berpengaruh pada sistem yang dikaji digunakan software analisis

prospektif. Hasil analisis ini akan didapatkan gambaran pada kuadran I adalah

terdiri dari faktor penentu (input factor), kuadran II terdiri dari faktor penghubung

(stakes factor), kuadran III terdiri dari faktor terikat (output factor), dan kuadran

IV terdiri dari faktor autonomous (unused factor) seperti disajikan pada Gambar

8.

Gambar 8. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam sistem

Ketergantungan

Faktor Penentu INPUT

Faktor Penghubung STAKES

Faktor Bebas UNUSED

Faktor Terikat OUTPUT

Pen

garu

h

Page 79: pencemaran danau maninjau

61

3.9. Definisi Operasional

1. Pengendalian pencemaran adalah upaya pencegahan dan pananggulangan

pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar

sesuai dengan baku mutu air

2. Umur adalah usia responden pada saat penelitian. Data yang diperoleh

merupakan skala ordinal dengan pengkategorian ke dalam umur muda (< 19

tahun), dewasa (19-55 tahun) dan tua atau tidak produktif (> 55 tahun).

3. Pendidikan adalah tingkat pendidikan secara formal yang pernah diperoleh

responden. Indikatornya adalah status pendidikan formal yang pernah diikuti

responden. Parameter dan pengukurannya adalah tingkat pendidikan secara

formal yang pernah diikuti responden dengan kategori rendah (tidak tamat SD

atau lulus SD), sedang (lulus SLTP dan SMU) dan tinggi (lulus perguruan

tinggi, D2, D3 dan S1).

4. Pendapatan adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan yang diperoleh

dalam satu bulan, kemudian diperhitungkan berdasarkan nilai tukar uang.

Pendapatan dikategorikan dalam skala ordinal, yaitu rendah (< Rp 500.000,-),

sedang (Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-) dan tinggi (> Rp 1.000.000,-)

5. Persepsi masyarakat adalah pandangan responden tentang kegiatan

pengendalian pencemaran perairan danau. Cara untuk mengetahuinya adalah

melalui beberapa indikator pertanyaan yang menjelaskan pandangan

responden terhadap (a) kegiatan pencegahan pencemaran danau, (b) kegiatan

penanggulangan pencemaran danau dan (c) kegiatan dalam berpartisipasi pada

pencegahan dan penanggulangan pencemaran danau. Tiap indikator

dikembangkan menjadi beberapa pertanyaan yang dinilai responden dengan

menggunakan skala berjenjang dengan ketentuan; setuju bernilai 3, ragu-ragu

bernilai 2 dan tidak setuju bernilai 1.

Page 80: pencemaran danau maninjau

IV. PROFIL DAERAH PENELITIAN

4.1. Letak Administrasi dan Kondisi Geografis

Danau Maninjau secara administrasi termasuk ke dalam wilayah

Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat dengan

jarak 105 km dari kota Padang. Secara geografis wilayah ini terletak pada 00 17’ –

07.04’’ LS dan 1000 - 09’58.0” BT dengan ketinggian 461,5 meter di atas

permukaan laut (dpl). Dilihat dari proses terbentuknya, Danau Maninjau

merupakan danau vulkanis, yaitu berasal dari letusan gunung berapi.

Kawasan Danau Maninjau, memanjang dari arah utara ke selatan dengan

panjang 16,4 km dan lebar 7 km, dengan batas-batas sebelah utara Kecamatan

Palembayan, sebelah selatan Kecamatan V Koto Kabupaten Padang Pariaman,

sebelah barat Kecamatan IV Nagari dan sebelah timur Kecamatan Matur.

Kawasan sekitar Danau Maninjau dikelilingi oleh 7 nagari (gabungan dari

beberapa desa). Nagari-nagari tersebut adalah Nagari Maninaju, Nagari Bayur,

Nagari Koto Kaciak, Nagari Tanjung Sani, Nagari II Koto, Nagari III Koto dan

Nagari Sungai Batang.

Curah hujan di kawasan danau tahun 2003 adalah 1.466 mm dengan

jumlah hari hujan 112 hari, sedangkan curah hujan pada tahun 2004 menurun

1.413 mm dengan jumlah hari hujan 177 hari. Pada tahun 2005 curah hujan

menurun 1.363 mm dengan jumlah hari hujan 140 hari. Bulan terkering di

kawasan Danau Maninjau adalah Juni dengan curah hujan 171,3 mm dan bulan

terbasah adalah Nopember dengan curah hujan 497,8 mm.

Danau Maninjau memiliki satu saluran air keluar yaitu Batang Antokan

yang mengalir ke Samudera Indonesia di pantai barat Sumatera Barat.

Berdasarkan laporan hasil studi LIPI (2003), batimetri danau memiliki

karakteristik sebagai berikut: luas permukaan danau adalah 9.737,50 ha, panjang

maksimum 16,46 km, lebar maksimum 7,5 km, volume air 10.226.001.629,2 m3,

kedalaman maksimum 105 m dengan luas daerah tangkapan air (catchment area)

sebesar 13.260 ha.

Page 81: pencemaran danau maninjau

63

4.2. Iklim dan Curah Hujan

Iklim berpengaruh terhadap semua proses dinamika perairan yang terjadi,

misalnya pola arus, sebaran panas, proses ekofisiologis biota air, dan kondisi

hidrometeorologi. Perubahan dan penyimpangan iklim akan mempengaruhi

proses-proses yang ada dalam daerah tangkapan air dan badan air, seperti

hidrologi, neraca air, pola arus, sebaran panas, dan proses-proses biokimia yang

ada di dalamnya.

Berdasarkan data curah hujan dari Stasiun Maninjau mulai tahun 1993-

2005 menunjukkan bahwa pola hujan bulanan dapat dikatakan relatif merata

sepanjang tahun. Bulan Nopember yang merupakan bulan dengan curah hujan

lebih tinggi, sedangkan bulan Juni merupakan bulan dengan curah hujan terkecil.

Rata-rata curah hujan bulanan sebesar 299 mm dan curah hujan tahunan 3661

mm. Data pendukung terhadap klasifikasi iklim di daerah kawasan danau

tercantum pada Tabel 16.

Tabel 16. Data rataan unsur iklim kawasan Danau Maninjau (1995-2004)

Bulan

Suhu (0 C) Kelembaban nisbi

Kec. Angin

Curah hujan

Mak. Min. Rata-rata (%) (km/hr) (mm) Januari 30,58 22,57 26,575 95,20 28,0 246,8 Februari 30,24 22,48 26,360 95,26 25,5 179,8 Maret 32,35 23,24 27,795 95,95 23,1 283,4 April 31,20 22,45 26,825 95,31 22,6 294,3 Mei 31,87 23,31 27,590 96,05 17,7 267,7 Juni 32,93 23,56 28,245 96,45 21,9 171,3 Juli 31,84 22,35 27,095 96,57 19,3 289,1 Agustus 32,29 22,46 27,375 96,11 22,4 267,6 September 30,08 22,15 26,115 95,97 24,7 323,4 Oktober 30,03 22,17 26,100 93,48 30,7 335,4 Nopember 30,63 22,05 26,340 93,08 21,0 497,8 Desember 31,19 23,15 27,170 93,07 24,9 343,4 Rata-rata 31,27 22,66 26,960 95,20 23,5 299,0

Sumber: Data diolah dari pencatatan stasiun penakar hujan PLTA Maninjau, (1995-2005)

Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson kawasan

danau memiliki iklim golongan A yaitu daerah yang sangat basah dengan nilai Q

sebesar 4,52%. Hal ini berdasarkan pada jumlah bulan basah yaitu 10,41/tahun.

Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Mohr, daerah kawasan Danau Maninjau

termasuk golongan I, yaitu daerah basah. Sementara itu, berdasarkan klasifikasi

Page 82: pencemaran danau maninjau

64

Koppen, kawasan Danau Maninjau beriklim hujan tropik dengan suhu bulanan

terdingin > 18 0C. Hal ini dicirikan kondisi daerah tangkapan air selalu basah,

hujan rata-rata tiap bulan > 60 mm, dengan suhu udara berkisar antara 18–30 0C

(Handoko, 1995). Tabel 17 memperlihatkan jumlah bulan basah, kering dan

lembab di kawasan Danau Maninjau.

Tabel 17. Jumlah bulan basah, kering dan lembab di kawasan Danau Maninjau

Tahun

Jumlah Bulan basah Bulan kering Bulan lembab

1995 11 0 1 1996 11 0 1 1997 7 3 2 1998 11 0 1 1999 12 0 0 2000 10 2 0 2001 11 0 1 2002 11 1 0 2003 10 2 0 2004 11 1 0

Sumber: Data diolah dari pencatatan stasiun penakar hujan PLTA Maninjau, (1995-2005) Keterangan: Bulan basah = bulan dengan hujan > 100 mm Bulan kering = bulan dengan hujan < 60 mm Bulan lembab = bulan dengan hujan 60-100 mm

Kawasan Danau Maninjau memiliki curah hujan rata-rata tahunan kurang

lebih 1.563 mm yang mengalami dua puncak hujan dalam setahun yaitu bulan

April–Mei dan Oktober–Nopember. Keragaman curah hujan di kawasan danau

juga dipengaruhi oleh sistem topografi yang memungkinkan terjadinya tipe hujan

orografik. Kondisi ini menyebabkan kawasan danau memiliki sifat relatif basah,

terjadi hujan sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata bulanan pada musim yang

lebih kering (kemarau) berkisar antara 171,3–267,6 mm, sedangkan pada musim

hujan berkisar antara 283,4–497,8 mm.

4.3. Kondisi Topografi

Secara umum, kawasan Danau Maninjau dapat dibedakan atas 2 tipologi

berdasarkan karakteristik wilayahnya:

1) Wilayah di bagian utara-barat punggung dalam Danau Maninjau.

Topografi di wilayah ini relatif datar (0-2% seluas 115,51 ha), sehingga

cenderung menjadi daerah orientasi pembangunan saat ini. Kawasan

Page 83: pencemaran danau maninjau

65

terbangun ini menunjukan adanya konsentrasi penduduk dan kegiatan,

salah satunya adalah beberapa obyek wisata serta sarana dan prasarana

pendukungnya.

2) Wilayah di bagian timur-selatan punggung dalam Danau Maninjau.

Topografinya cenderung berbukit dan bergunung dengan kemiringan tanah

>15% dengan luas 95,79 ha.

4.4. Hidrologi

Kondisi hidrologi kawasan danau secara umum dipengaruhi oleh dua

faktor utama, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan di kawasan danau

sebagian besar mengalir melalui pola penyaluran yang telah terbentuk. Sumber air

Danau Maninjau terutama berasal dari sungai-sungai yang mengalir sepanjang

DAS yang bermuara ke danau dan air hujan.

Di kawasan danau terdapat 88 buah sungai besar dan kecil dengan lebar

maksimum 8 meter yang mengalir ke danau. Kebanyakan dari sungai tersebut

(61,4%) kering pada waktu musim kemarau, sedangkan sungai-sungai yang berair

sepanjang tahun hanya 34 buah sungai. Sungai-sungai tersebut mengalir dengan

debit yang relatif kecil. Tabel 18 menyajikan data debit beberapa sungai besar

yang mengalir ke perairan Danau Maninjau.

Tabel 18. Lebar dan debit beberapa sungai yang bermuara ke Danau Maninjau

No Nama sungai Lebar (m) Debit ( m3/detik) 1 Batang Limau Sundai 7 0,075 2 Batang Maransi 6 0,074 3 Bandar Ligin 6 0,090 4 Jembatan Ampang 8 0,160 5 Batang Kalarian 7 0,160 6 Tembok Asam 8 0,090

Sumber: PSDA Sumatera Barat , (2005)

Sungai-sungai yang bermuara ke Danau Maninjau memiliki perbedaan

tipe. Sungai-sungai di sebelah utara Danau Maninjau memiliki pola linear (lurus

atau tidak bercabang), sedangkan sungai di sebelah barat danau pada umumnya

berpola dendritik (bercabang). Dengan demikian maka inflow air Danau Maninjau

sebagian besar bersumber dari aliran sungai dan dari dasar danau (Bapedalda

Sumbar, 2001).

Page 84: pencemaran danau maninjau

66

4.5. Geologi Kawasan Danau Maninjau

Danau Maninjau merupakan danau kaldera yang berbentuk elips dengan

batas di sebelah timur dengan adanya volkano-tektonik yang terbentuk dari batuan

dasar kompleks yaitu granodiorit, diabas, phyllitic, sekis dan gamping. Bentuk

kaldera yang memanjang menunjukkan masa erupsi yang lama pada waktu terjadi

pergeseran lateral kanan pada jalur patahan utama Sumatera.

Jenis tanah yang terdapat di kawasan Danau Maninjau didominasi oleh

jenis tanah andosol-distrik seluas 17.319 ha (32,69%) dan yang paling sedikit

adalah jenis tanah kambisol eutrik seluas 585 ha (1,10 %). Jenis-jenis tanah yang

ada di kawasan danau secara keseluruhan meliputi 6 jenis tanah, yaitu (1) tanah

andosol distrik seluas 17.319 ha (32,69%), (2) glisol distrik seluas 13.323 ha

(25,15%), (3) kambisol distrik seluas 6.808 ha (12,85%), (4) organosol saprik

seluas 3.687 ha (6,69 %), (5) regosol seluas 1.044 ha (1,97%) dan (6) kombisol

eutrik seluas 558 ha (1,10 %).

Kawasan Danau Maninjau mempunyai bentuk lahan dari datar sampai

dengan perbukitan atau bergunung. Topografi kawasan danau terdiri dari berbagai

kelas kelerengan, yaitu lahan datar dengan kelas kelerangan (0 – 8%), landai (8–

15%), agak curam (15–25%), curam (25–40% ) dan sangat curam > 40%.

4.6. Tataguna Lahan di sekitar Perairan Danau Maninjau

Bentuk penggunaan lahan di kawasan Danau Maninjau terbagi dalam

bentuk tegalan, sawah, hutan dan pekarangan atau permukiman. Penggunaan

lahan yang ada akan berpengaruh terhadap penutupan tanah dan akan berpengaruh

terhadap erosi dan sedimentasi di sub-sub DAS yang bermuara di Danau

Maninjau. Besarnya erosi yang terbawa oleh limpasan yang terjadi di wilayah

kawasan danau per tahun rata-rata 16 ton per ha, dengan total sedimen yang

masuk ke danau setiap tahunnya sebanyak 2.410 ton (PSDA Sumbar, 2005).

Erosi yang terjadi di kawasan Danau Maninjau dapat menyebabkan

merosotnya produktivitas lahan, rusaknya lingkungan, dan terganggunya

keseimbangan estetika danau serta pencemaran perairan danau. Erosi akan

berpengaruh terhadap penurunan produktivitas tanah akibat dari pengikisan tanah

atau hilangnya tanah lapisan atas, memburuknya sifat fisik dan kimia,

berkurangnya aktivitas biologi tanah dan tertutupnya tanah lapisan atas.

Page 85: pencemaran danau maninjau

67

Penggunaan lahan yang ada akan berpengaruh terhadap penutupan tanah di

sekitar danau. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat erosi dan sedimentasi

yang masuk ke perairan danau. Tingginya pemanfaatan kawasan hutan, terutama

sebelah timur danau (Nagari Sigiran) untuk pertanian menyebabkan semakin

berkurangnya kerapatan tajuk. Hal ini nampak dari banyak tanaman semusim di

lereng-lereng sekitar perairan danau. Tabel 19 memperlihatkan penggunaan lahan

di kawasan Danau Maninjau dan peta penggunaan lahanya dapat dilihat pada

Gambar 9.

Tabel 19. Luas penggunaan lahan di kawasan Danau Maninjau

No Nagari Penggunaan Lahan (ha) Sawah Tegalan Permukiman Hutan Lain-lain

1 Maninjau 205 426 110 560 9 2 Bayur 526 435 138 692 8 3 III Koto 421 258 135 152 15 4 Koto Kaciak 460 236 108 369 14 5 II Koto 390 199 144 2.037 12 6 Tanjung Sani 126 1.773 154 2.421 27 7 Sungai Batang 390 279 180 1.223 11 Jumlah 2.518 3.606 869 6.951 96 Persentase (%) 16,70 23,92 5,76 46,11 0,64

Sumber: Tanjung Raya dalam Angka, (2005) dan RLKT-Sub DAS Antokan, (2005) 4.7. Kependudukan di Kawasan Danau Maninjau

Penduduk di daerah penelitian adalah penduduk yang bertempat tinggal di

daerah sekeliling danau yang daerahnya berbatasan langsung dengan Danau

Maninjau. Daerah tersebut adalah Nagari Maninjau, Bayur, Tanjung Sani, Sungai

Batang, Nagari II Koto, Koto Kaciak, dan Nagari III Koto. Jumlah penduduk di

kawasan Danau Maninjau relatif merata di 7 nagari. Jumlah penduduk terbesar

berada di Nagari Tanjung Sani (5.799 jiwa), diikuti oleh Nagari II Koto (4.781

jiwa) serta Nagari III Koto (4.667 jiwa), Nagari Bayur (4.255 jiwa), Nagari

Sungai Batang (4.019 jiwa), Nagari Koto Kaciak (3.670 jiwa), sedangkan Nagari

yang berpenduduk paling sedikit adalah Nagari Maninjau (3.341 jiwa). Gambaran

kondisi jumlah penduduk di kawasan Danau Maninjau disajikan pada Tabel 20.

Page 86: pencemaran danau maninjau

68

Tabel 20. Rasio jenis kelamin penduduk di kawasan Danau Maninjau

No Nagari Jenis Kelamin Jumlah Rasio jenis kelamin Laki-laki Wanita

1 Maninjau 1.633 1.708 3.341 0,96 2 Bayur 2.011 2.244 4.255 0,90 3 III Koto 2.294 2.373 4.667 0,97 4 Koto Kaciak 1.718 1.952 3.670 0,89 5 II Koto 2.249 2.532 4.781 0,89 6 Tanjung Sani 2.864 2.935 5.799 0,98 7 Sungai Batang 1.863 2.156 4.019 0,86 Jumlah 14.866 15.666 30.532 0,95

Sumber: Kecamatan Tanjung Raya dalam Angka, (2005)

Dari Tabel 20 terlihat bahwa di kawasan Danau Maninjau jumlah

penduduk laki-laki adalah 14.866 jiwa (48,69 %) dan jumlah penduduk

perempuan adalah 15.666 jiwa (51,31 %). Dengan demikian terdapat angka

perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan

(sex ratio) adalah 0,95.

Gambar 9. Peta penggunaan lahan di kawasan Danau Maninjau.

Page 87: pencemaran danau maninjau

69

Selain perbandingan tersebut di atas, unsur kependudukan yang paling

penting untuk diperhatikan adalah jumlah penduduk dan kepadatan penduduk

yang mendiami suatu daerah. Dilihat dari kepadatan penduduk, menunjukkan

bahwa kepadatan penduduk di kawasan Danau Maninjau tidak merata di 7 nagari,

sebagian besar nagari berkepadatan di atas 200 jiwa per km2. Nagari yang

memiliki kepadatan di bawah 200 jiwa per km2 hanyalah Nagari II Koto dan

Tanjung Sani. Wilayah yang memiliki kepadatan tertinggi adalah Nagari III Koto

(403 jiwa per km2), sedangkan daerah yang kepadatannya terendah adalah Nagari

Tanjung Sani (125 jiwa per km2). Pada tahun 2005 jumlah penduduk di

Kecamatan Tanjung Raya sebanyak 30.532 jiwa dengan luas wilayah 150,76 km2,

berarti kepadatan penduduk di kawasan Danau Maninjau pada tahun 2005 rata-

rata sebesar 203 jiwa per km2. Jumlah dan kepadatan penduduk di daerah kawasan

Danau Maninjau disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Kondisi luas lahan dan kepadatan penduduk kawasan Danau Maninjau

No Nagari Luas (km2)

Jumlah penduduk (jiwa)

Kepadatan penduduk per km2

1 Maninjau 15,83 3.341 211 2 Bayur 18,99 4.255 224 3 III Koto 11,56 4.667 403 4 Koto Kaciak 12,10 3.670 303 5 II Koto 28,55 4.781 167 6 Tanjung Sani 46,35 5.799 125 7 Sungai Batang 17,38 4.019 231 Jumlah 150,76 30.532 203

Sumber: Tanjung Raya dalam Angka, (2005)

Angkatan kerja yang terdapat di kawasan Danau Maninjau digambarkan

sebagai bagian dari penduduk yang berusia 15 tahun ke atas, yang jumlahnya

mencapai 20.337 jiwa (66,61% dari jumlah penduduk). Jumlah penduduk

angkatan kerja mencapai 19.424 jiwa (63,62%), sedangkan jumlah penduduk

angkatan kerja yang mencari pekerjaan mencapai 9.129 jiwa (2,99%).

Pada penelitian ini pertumbuhan penduduk dihitung dari tingkat kelahiran

dan kematian serta mobilitas (datang dan pindah), sehingga dari sini didapatkan

gambaran laju pertambahan penduduk yang terjadi di kawasan Danau Maninjau.

Pertumbuhan penduduk di kawasan Danau Maninjau disajikan pada Tabel 22.

Page 88: pencemaran danau maninjau

70

Tabel 22. Pertumbuhan penduduk di kawasan Danau Maninjau

Nagari Jumlah Penduduk

Penambahan (orang) Pengurangan (orang) Pertumbuhan

Lahir Datang Jumlah Meninggal Pergi Jumlah Jiwa % Maninjau 3341 69 5 74 16 8 24 50 1,49 Bayur 4255 74 8 82 19 11 30 52 1,22 III Koto 4667 80 9 89 27 9 36 53 1,07 Koto Kaciak 3670 67 7 74 27 10 37 37 1,01 II Koto 4781 80 11 91 26 9 35 56 1,17 Tanjung Sani 5799 93 8 101 26 16 42 59 1,02 Sungai Batang 4019 72 8 80 28 9 37 43 1,07

Jumlah 30.532 535 56 591 169 72 241 350 1,15 Sumber: Diolah dari data BPS Kabupaten Agam (2005) dan Puskesmas Kecamatan Tanjung Raya,

(2006) 4.8. Lapangan Kerja di sekitar Perairan Danau Maninjau

Daerah kawasan Danau Maninjau merupakan daerah pedesaan, sehingga

lapangan kerja dari angkatan kerja didominasi olah sektor pertanian. Data

penduduk yang bekerja pada berbagai bidang berjumlah 19.217 orang (62,94%).

Jumlah terbesar pekerjaan penduduk adalah pada bidang pertanian 13.978 orang

(72,47%). Selanjutnya berturut-turut diikuti oleh perikanan 1.275 orang (6,63%),

perdagangan 1.013 orang (5,27%), jasa (tukang) 886 orang (4,61%), PNS dan

pensiunan 848 orang (4,41%), wiraswasta 577 orang (3,0%), dan lainnya 813

orang (4,23%).

Sebagian penduduk yang bertempat tinggal di sempadan danau juga

memelihara ternak sebagai pekerjaan sampingan. Tidak diperoleh data yang tepat

mengenai rumah tangga yang memiliki ternak. Namun dari hasil survey di

lapangan memperlihatkan bahwa jumlah populasi ternak di sekitar kawasan danau

adalah sebagai berikut: sapi potong 955 ekor, kerbau 356 ekor, kambing 99 ekor,

ayam (buras, petelur dan kampung) 6.181 ekor serta itik 1.177 ekor.

4.9. Pendidikan Masyarakat di Kawasan Danau Maninjau

Prasarana pendidikan di lokasi penelitian masih terbatas sampai pada

jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Sarana pendidikan terdiri atas 24

unit TK, 40 unit SD dan MI, 5 unit SLTP dan MTsN, 3 unit SMU dan SMK.

Tingkat pendidikan masyarakat di sekitar perairan danau memberikan pengaruh

Page 89: pencemaran danau maninjau

71

yang signifikan terhadap pencemaran perairan danau. Tingkat pendidikan yang

pernah diikuti oleh penduduk di sekitar Danau Maninjau dapat dilihat pada Tabel

23.

Tabel 23. Tingkat pendidikan penduduk di sekitar Danau Maninjau

Nagari Pendidikan (orang)

Belum sekolah

Tidak tamat SD

SD SLTP SLTA D3 S1

Maninjau 271 462 691 1049 850 11 5 Bayur 345 588 881 1337 1083 14 6 II Koto 378 644 966 1466 1187 13 7 Koto Kaciak 298 507 760 1153 934 12 5 III Koto 387 660 990 1502 1217 15 7 Tanjung Sani 470 801 1200 1822 1477 18 8 Sungai Batang 325 555 832 1262 1023 12 6Jumlah 2.474 4.217 6.320 9.591 7.771 95 44 Persentase (%) 8,11 13,82 20,71 31,43 25,47 0,31 0,14

Sumber: Diolah dari BPS Kabupaten Agam, (2005) dan Kec. Tanjung Raya dalam Angka (2005)

4.10. Kesehatan Masyarakat

Kondisi kesehatan masyarakat di wilayah studi dapat dilihat dari jenis

penyakit yang sering diderita masyarakat. Jenis penyakit yang umum berkembang

di kalangan masyarakat meliputi radang saluran pernapasan, disentri dan penyakit

kulit. Diantara penyakit tersebut, penyakit disentri dan penyakit kulit merupakan

penyakit yang sering diderita masyarakat. Hal ini berhubungan dengan kondisi

wilayah studi yang berada di pinggiran danau, dalam hal ini perairan danau diduga

menjadi media (sumber) penularan berbagai bakteri. Hal ini masih ditambah

dengan kurangnya pemahaman masyarakat akan pentingnya sanitasi lingkungan

dan masih minimnya jumlah sarana kesehatan yang ada di kawasan Danau

Maninjau, yakni hanya ada 2 unit pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan 11

unit puskesmas pembantu.

4.11. Isu Pencemaran di Perairan Danau Maninjau

Danau Maninjau sejak tahun 1985 telah berfungsi sebagai pembangkit

listrik tenaga air (PLTA). Semenjak tahun 1992 Danau Maninjau telah

dimanfaatkan oleh masyarakat untuk aktivitas perikanan keramba jaring apung

(KJA). Pada mulanya jumlah keramba jaring apung yang diusahakan sebanyak 12

unit. Empat tahun kemudian (1996) terjadi peningkatan jumlah keramba hingga

Page 90: pencemaran danau maninjau

72

157 kali lipat atau sebanyak 1886 unit. Tahun berikutnya jumlah keramba

mengalami peningkatan lagi yakni mencapai 3.500 unit keramba. Pada tahun 1997

terjadi musibah kematian masal ikan akibat penurunan kualitas air, sehingga

jumlahnya KJA mengalami penurunan menjadi 2.856 unit. Semenjak tahun 2000

jumlah KJA di perairan Danau Maninjau terus mengalami peningkatan, yakni dari

3.856 unit menjadi 8.251 unit pada tahun 2005 dengan jumlah petani ikan

sebanyak 677 kepala keluarga. Pada bulan Maret 2006 jumlah keramba di

perairan Danau Maninjau sudah mencapai 8.955 unit dengan jumlah petani ikan

sebanyak 1.264 kepala keluarga.

Kegiatan budidaya perikanan dalam KJA ini berkembang hampir pada

seluruh kawasan perairan danau. Pada umumnya keramba yang diusahakan

menggunakan model rakit dari kayu (bambu) dengan ukuran 7x7x4 meter . Ikan-

ikan dalam KJA ini diberi makan dengan pakan buatan (pellet). Peningkatan

jumlah KJA di perairan danau juga telah meningkatkan limbah KJA, yang pada

akhirnya memberikan dampak negatif terhadap lingkungan perairan. Terjadinya

eutrofikasi yang lebih cepat dengan frekuensi yang sering, sehingga menyebabkan

mutu perairan menjadi menurun. Hal ini merupakan salah satu contoh dampak

dari peningkatan jumlah limbah KJA. Demikian juga halnya dengan limbah sisa

pakan dan kotoran ikan yang menumpuk di dasar perairan danau, untuk

selanjutnya mengalami dekomposisi atau penguraian.

Peningkatan buangan bahan organik ke dasar perairan danau akan

merangsang aktivitas bakteri, jamur dan makro-invertebrata, sehingga

meningkatkan konsumsi oksigen di sedimen. Akibat jumlah sisa pakan cukup

banyak, menyebabkan terjadinya kondisi anaerob di daerah perairan. Oleh karena

itu maka kejadian kematian ikan masal pernah terjadi, disebabkan karena adanya

pengadukan (pembalikan) massa air yang disebut dengan turnover (umbalan) pada

saat penggantian musim kemarau ke musim hujan atau pada saat terjadinya angin

kencang yang telah menelan kerugian yang sangat besar.

Kegiatan budidaya KJA secara langsung akan berpengaruh buruk terhadap

kualitas perairan danau. Hal ini disebabkan dari budidaya KJA terjadi

penambahan yang terus menerus dan penumpukan bahan organik yang berasal

dari sisa pakan dan sisa metabolisme, sehingga akan meningkatkan unsur hara di

Page 91: pencemaran danau maninjau

73

perairan danau. Unsur hara yang berlebihan dapat menyebabkan eutrofikasi, yang

salah satu indikatornya adalah meningkatnya kekeruhan air (Henderson et al.,

1987). Kekeruhan ini dapat disebabkan oleh tingginya konsentrasi fosfat, terutama

yang berasal dari sisa pakan ikan. Hasil penelitian Syandri (2001) melaporkan

bahwa limbah yang masuk ke perairan danau dari aktivitas 2.410 unit KJA setiap

bulannya adalah 77,49 ton protein limbah, 12,3984 ton nitrogen limbah dan 26,95

ton urea.

Tingginya konsentrasi fosfat, selain dari sisa pakan diduga juga berasal

dari limbah manusia dan limbah domestik lainnya yaitu berupa tinja dan deterjen.

Setiap tahunnya beban limbah fosfor (P) dari deterjen yang masuk ke perairan

danau berjumlah 9,02 ton (LPP-UMJ, 2006). Hal ini akan menstimulir

peningkatan kandungan fosfat dan kekeruhan di perairan danau.

Sedimentasi sebagai akibat erosi dari pemanfaatan lahan di daerah

cathment area dan daerah sempadan danau akan menyebabkan terjadinya

pendangkalan danau, sehingga mempengaruhi elevasi air danau. Erosi juga

menyebabkan meningkatnya kekeruhan di badan air, sehingga mengurangi

penetrasi cahaya yang masuk ke badan air tersebut. Hal ini mengakibatkan

terjadinya penurunan produksi primer perairan danau.

Page 92: pencemaran danau maninjau

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kondisi Eksisting Perairan Danau

5.1.1. Parameter Fisika, Kimia dan Mikrobiologi Perairan Danau

Pengetahuan mengenai kondisi kualitas perairan danau yang dicerminkan

oleh nilai konsentrasi beberapa parameter kualitas air, baik secara fisika, kimia

maupun secara biologi sangat diperlukan dalam merancang pengelolaan dan

pengendalian pencemaran perairan tersebut. Penilaian ini pada dasarnya dilakukan

dengan membandingkan nilai parameter kualitas air dari hasil pengukuran di

lapangan dengan baku mutu perairan sesuai peruntukannya yang berlaku di

Indonesia yakni mengacu pada PP RI No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Salah satu pemanfaatan perairan

Danau Maninjau adalah digunakan sebagai sumber air baku air minum, maka

berdasarkan peraturan tersebut dalam penelitian ini sebagai pembanding

digunakan baku mutu air kelas 1, yaitu air yang peruntukannya digunakan sebagai

air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air

yang sama dengan kegunaan tersebut. Hasil analisis parameter fisika, kimia dan

mikrobiologi perairan danau secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.

Suhu Perairan

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses

metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian

suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat

menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan

musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat

terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air.

Suhu air mempunyai peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan,

terutama dalam proses metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya

peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga mengakibatkan turunnya

kelarutan oksigen dalam air. Oleh karena itu, maka pada kondisi tersebut

organisme akuatik seringkali tidak mampu memenuhi kadar oksigen terlarut untuk

Page 93: pencemaran danau maninjau

75

keperluan proses metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003). Adapun sebaran suhu

di perairan Danau Maninjau selama penelitian disajikan pada Gambar 10.

28,15 28,2 28,1328,31

28,4728,25

27,8327,96 27,94

27,66

28,07 28,06

27

27,5

28

28,5

29

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

Suhu

(0 C

)

Sungai Danau

Gambar 10. Sebaran nilai rata-rata suhu di perairan Danau Maninjau.

Hasil pengukuran suhu pada lokasi penelitian secara keseluruhan tidak

memperlihatkan variasi yang besar, bahkan relatif stabil yaitu berkisar antara

28,15–28,47 0C, dengan nilai rata-rata 28,25 0C. Melihat keadaan suhu di daerah

penelitian, dapat disimpulkan bahwa kondisi suhu di perairan Danau Maninjau

masih memenuhi baku mutu air kelas 1. Dengan demikian, perairan Danau

Maninjau dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum.

Total Padatan Tersuspensi (TSS), Kecerahan dan Kekeruhan

Padatan tersuspensi terdiri dari komponen terendapkan, bahan melayang

dan komponen tersuspensi koloid. Padatan tersuspensi mengandung bahan

anorganik dan bahan organik. Bahan anorganik antara lain berupa liat dan butiran

pasir, sedangkan bahan organik berupa sisa-sisa tumbuhan dan padatan biologi

lainnya seperti sel alga, bakteri dan sebagainya (Peavy et al., 1986).

TSS, kecerahan dan kekeruhan merupakan parameter-parameter yang

saling terkait satu sama lain. Peningkatan konsentrasi padatan tersuspensi

sebanding dengan peningkatan konsentrasi kekeruhan dan berbanding terbalik

dengan kecerahan. Ketiga parameter tersebut mempunyai peranan yang sangat

penting dalam produktivitas perairan. Hal ini berkaitan erat dengan proses

fotosintesis dan respirasi organisme perairan. Keberadaan total padatan

tersuspensi di perairan mempengaruhi intensitas cahaya matahari yang masuk ke

dalam badan air.

Page 94: pencemaran danau maninjau

76

Hasil pengukuran total padatan tersuspensi di perairan Danau Maninjau

berkisar antara 46,47–56,7 mg/l dengan rata-rata 51,59 mg/l (Gambar 11).

Tingginya kadar padatan tersuspensi di perairan Danau Maninjau disebabkan oleh

tinggingya pemanfaatan lahan, baik untuk pertanian maupun permukiman.

Menurut Sastrawijaya (1991), nilai TSS antara 50–100 mg/l merupakan perairan

dalam kondisi mesotrof atau perairan danau dengan tingkat kesuburan sedang.

57,6350,86

59,7251,2 51,46

52,74 53,2253,2350,5

56,7

46,4752,44

0

15

30

45

60

75

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

TSS

(mg/

L)

Sungai Danau

Gambar 11. Sebaran nilai rat-rata TSS di perairan Danau Maninjau.

Nilai TSS apabila diperbandingkan dengan baku mutu air kelas 1 yang

mempersyaratkan konsentrasi total padatan tersuspensi maksimum 50 mg/l, maka

perairan Danau Maninjau sudah melampaui baku mutu yang diperbolehkan,

kecuali stasiun Muara Batang Maransi. Dengan demikian, perairan danau secara

umum tidak layak lagi untuk dimanfaatkan sebagai sumber baku air minum,

namun masih layak dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan.

Nilai kecerahan suatu perairan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya

matahari ke dalam badan air. Cahaya matahari akan membantu proses terjadinya

fotosintesis yang akan menghasilkan oksigen terlarut yang merupakan faktor

penting dalam kehidupan akuatik. Nilai kecerahan di perairan Danau Maninjau

berkisar antara 76–83 cm dengan nilai rata-rata 78,6 cm (Gambar 12).

Nilai kecerahan antar stasiun penelitian mempunyai variasi yang relatif

kecil dan hampir menyebar merata pada setiap stasiun. Adanya perbedaan nilai

kecerahan ini diduga karena pengaruh dari kuantitas maupun kualitas air dari

daerah aliran sungai yang membawa partikel-partikel bahan organik ke perairan

danau.

Page 95: pencemaran danau maninjau

77

68 7277

5868 69

8173 76 80 83 80

0

20

40

60

80

100

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb. Asam

Kec

erah

an (c

m)

Sungai Danau

Gambar 12. Sebaran nilai rata-rata kecerahan di perairan Danau Maninjau.

Kekeruhan digunakan untuk menyatakan derajat kegelapan di dalam air

yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan mempengaruhi

penetrasi cahaya matahari yang masuk ke badan perairan, sehingga dapat

menghalangi proses fotosintesis dan produksi primer perairan. Kekeruhan

biasanya terdiri dari partikel anorganik yang berasal dari erosi dari DAS dan

resuspensi sedimen di dasar danau (Wetzel, 2001). Kekeruhan memiliki korelasi

positif dengan padatan tersuspensi, yaitu semakin tinggi nilai kekeruhan maka

semakin tinggi pula nilai padatan tersuspensi. Dari hasil analisis kualitas air

menunjukkan bahwa nilai kekeruhan di perairan Danau Maninjau berkisar antara

21,94–23,97 JTU dengan nilai rata-rata 23,26 JTU (Gambar 13). WHO (1992),

mensyaratkan nilai kekeruhan untuk air minum maksimal 5 JTU, dengan

demikian perairan Danau Maninjau tidak layak digunakan sebagai sumber air

baku air minum.

13,29 13,09 14,37 14,01 13,5 13,44

21,9423,13 23,86 23,97 23,34 23,31

0

5

10

15

20

25

30

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb. Asam

Kek

eruh

an (J

TU)

Sungai Danau

Gambar 13. Sebaran nilai rata-rata kekeruhan di perairan Danau Maninjau.

Page 96: pencemaran danau maninjau

78

Total Dissolved Solid (TDS)

Hasil pengukuran total padatan terlarut (TDS) di perairan Danau Maninjau

berkisar antara 113,97–117,73 mg/l, dengan nilai rata-rata 115,83 mg/l (Gambar

14). Baku mutu kualitas air kelas 1 berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 untuk total

padatan terlarut maksimum 1000 mg/l. Nilai total padatan terlarut perairan danau

masih di bawah ambang batas baku mutu yang dipersyaratkan. Dengan demikian,

perairan Danau Maninjau masih layak digunakan sebagai sumber air baku air

minum.

112,37

117,17113,97 114,79

117,73115,47 115,76

105,94

112,35111,93113,56109,6

90

100

110

120

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

TDS

(mg/

L)

Sungai Danau

Gambar 14. Sebaran nilai rata-rata TDS di perairan Danau Maninjau.

Nilai total padatan terlarut yang didapatkan pada penelitian ini lebih tinggi

dari nilai total padatan tersuspensi. Hal ini menggambarkan bahwa padatan yang

masuk ke perairan Danau Maninjau lebih banyak yang berbentuk padatan yang

ukurannya kecil (padatan terlarut), atau padatan yang terdapat di perairan Danau

Maninjau lebih didominasi oleh padatan yang berasal dari limbah-limbah organik.

Warna Perairan

Hasil pengukuran nilai warna perairan di Danau Maninjau berkisar antara

12,99–14,73 unit PtCo, dengan nilai rata-rata 13,88 unit PtCo (Gambar 15). Nilai

ini menggambarkan bahwa perairan Danau Maninjau sudah melebihi nilai

perairan alami yang digunakan sebagai sumber air baku air minum, yaitu 10 unit

PtCo. Berdasarkan WHO (1992), yang mensyaratkan nilai warna untuk air minum

maksimal 15 unit PtCo, maka perairan Danau Maninjau masih layak digunakan

sebagai sumber air baku air minum. Nilai warna perairan ini diduga ada kaitannya

Page 97: pencemaran danau maninjau

79

dengan masuknya limbah organik dan anorganik yang berasal dari kegiatan KJA

dan permukiman penduduk di sekitar perairan danau. Kondisi ini juga dapat

meningkatkan blooming pertumbuhan fitoplankton dari filum Cyanophyta

(Effendi, 2003).

13,26 12,9914,21 14,73 14,23 13,84

9,7410,7410,49,54 10,31 9,66

02468

10121416

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

War

na (U

nit P

tCo)

Sungai Danau

Gambar 15. Sebaran nilai rata-rata warna air di perairan Danau Maninjau.

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman atau pH merupakan nilai yang menunjukkan aktivitas

ion hidrogen dalam air. Nilai pH suatu perairan dapat mencerminkan

keseimbangan antar asam dan basa dalam perairan tersebut. Nilai pH berkisar

antara 1-14, pH 7 adalah batasan tengah antara asam dan basa (netral). Semakin

tinggi pH suatu perairan maka makin besar sifat basanya, demikian juga

sebaliknya, semakin rendah nilai pH maka semakin asam suatu perairan.

Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa parameter, antara lain aktivitas

biologi, suhu, kandungan oksigen dan ion-ion. Dari aktiviatas biologi dihasilkan

gas CO2 yang merupakan hasil respirasi. Gas ini akan membentuk ion buffer atau

penyangga untuk menjaga kisaran pH di perairan agar tetap stabil (Pescod, 1978).

Hasil pengukuran pH di perairan Danau Maninjau memperlihatkan bahwa

nilai pH perairan danau lebih rendah dari perairan sungai, yaitu berkisar antara

7,32–7,46, dengan nilai rata-rata 7,38. Hal ini diduga akibat adanya pengaruh

buangan limbah penduduk yang masuk ke perairan danau. Limbah atau sampah

tersebut mengandung berbagai macam senyawa kimia yang bersifat basa seperti

buangan deterjen, yang dapat meningkatkan nilai pH di perairan. Namun

demikian, secara keseluruhan pH perairan danau masih berada pada kisaran yang

Page 98: pencemaran danau maninjau

80

aman sebagai sumber air baku air minum berdasarkan ambang batas baku mutu

kualitas air kelas 1 yang mensyaratkan nilai pH antara 6–9. Dengan demikian, pH

perairan Danau Maninjau dapat mendukung kehidupan yang ada di dalamnya dan

dapat dipergunakan sebagai sumber air baku air minum.

7,32

7,37

7,437,46

7,37 7,36

7,45 7,477,44

7,48

7,4 7,39

7,2

7,25

7,3

7,35

7,4

7,45

7,5

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

pH

Sungai Danau

Gambar 16. Sebaran nilai rata-rata pH di perairan Danau Maninjau.

Karbondioksida (CO2) Bebas

Karbondioksida akan selalu bereaksi dengan air hingga menghasilkan

asam karbonat (H2CO3). Sumber utama CO2 dalam perairan dapat berasal dari

atmosfir dan hasil respirasi organisme perairan. Udara yang selalu bersentuhan

dengan air akan mengakibatkan terjadinya proses difusi CO2 ke dalam air.

Kadar karbondioksida bebas di perairan Danau Maninjau berkisar antara

7,2–8,76 mg/l, dengan kadar rata-rata 7,96 mg/l (Gambar 17). Karbondioksida

yang terdapat di dalam air merupakan hasil proses difusi CO2 dari udara dan hasil

proses respirasi organisme akuatik. Selain itu, CO2 di perairan juga dihasilkan dari

penguraian bahan-bahan organik oleh bakteri (Saeni, 1989).

Kadar karbondioksida bebas di perairan berkaitan erat dengan bahan

organik dan kadar oksigen terlarut (Sastrawijaya, 1991). Peningkatan kadar CO2

diikuti oleh penurunan kadar oksigen terlarut. Karbondioksida akan

mempengaruhi proses pernafasan organisme perairan terutama pada kondisi DO <

2 mg/l. Pada kondisi demikian, maka akan terjadi keracunan CO2, sehingga daya

serap oksigen oleh hemoglobin akan terganggu yang disebut dengan

methemoglobinemia. Keadaan ini dapat mengakibatkan organisme mati lemas

karena sesak nafas.

Page 99: pencemaran danau maninjau

81

7,7 7,91 7,79 7,51 7,6 7,68,76

8,337,56 7,2

7,97 7,97

0

2

4

6

8

10

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

CO

2 be

bas

(mg/

L)

Sungai Danau

Gambar 17. Sebaran nilai rata-rata CO2 bebas di perairan Danau Maninjau.

Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen merupakan salah satu gas terlarut di perairan alami dengan kadar

bervariasi yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan

atmosfir. Selain diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme di perairan,

oksigen juga diperlukan dalam proses dekomposisi senyawa-senyawa organik

menjadi senyawa anorganik. Sumber oksigen terlarut terutama berasal dari difusi

oksigen yang terdapat di atmosfer. Difusi oksigen ke dalam air terjadi secara

langsung pada kondisi stagnant (diam) atau karena agitasi (pergolakan massa air)

akibat adanya gelombang atau angin.

Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut di perairan danau berkisar

antara 5,1–6,7 mg/l, dengan nilai rata-rata 5,96 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa

di perairan danau konsumsi oksigennya lebih tinggi sebagai akibat dari terjadinya

peningkatan jumlah limbah organik yang berasal dari kegiatan di badan perairan

danau, terutama kegiatan budidaya ikan pada KJA. Gambar 18 memperlihatkan

bahwa kandungan oksigen terlarut di perairan danau lebih rendah dari kandungan

oksigen terlarut di perairan sungai.

Kandungan oksigen terlarut di perairan danau sudah melebihi baku mutu

air kelas 1 sebagai sumber air baku air minum yang mensyaratkan kandungan

oksigen terlarut > 6 mg/l. Kandungan oksigen terlarut ini memberikan gambaran

bahwa secara umum perairan danau sudah tercemar oleh bahan organik yang

mudah terurai. Hal ini menunjukkkan bahwa perairan danau tidak lagi layak

Page 100: pencemaran danau maninjau

82

digunakan sebagai sumber air baku air minum, namun untuk kegiatan budidaya

perikanan perairan Danau Maninjau masih layak untuk dimanfaatkan.

7,28,4

7,38,3 8,1 8,2

5,16,2

5,66,7

5,96,24

0

2

4

6

8

10

Lm. Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

DO

(mg/

L)

Sungai Danau

Gambar 18. Sebaran nilai rata-rata DO di perairan Danau Maninjau.

Penyebab kandungan oksigen terlarut di stasiun muara Sungai Limau

Sundai dan Bandar Ligin di atas ambang batas baku mutu diduga karena padatnya

pemanfaatan lahan pada ekosistem perairan danau terutama untuk KJA, sehingga

dekomposisi bahan organik menjadi bahan anorganik oleh mikroorganisme

pengurai juga semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Beveridge

(1987) yang menyatakan bahwa laju konsumsi oksigen pada budidaya KJA dua

kali lebih tinggi dari pada laju konsumsi oksigen di perairan yang tidak ada KJA-

nya. Selain itu, menurunnya kandungan oksigen terlarut ini juga disebabkan oleh

banyaknya limbah organik yang berasal dari limbah domestik dari daerah

sempadan danau.

Biochemical Oxygen Demand (BOD5)

BOD5 merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menggambarkan

keberadaan bahan organik di perairan. Hal ini disebabkan BOD5 dapat

menggambarkan jumlah bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis, yaitu

jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan

atau mengoksidasi bahan-bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Nilai

BOD5 yang tinggi menunjukkan semakin besarnya bahan organik yang

terdekomposisi menggunakan sejumlah oksigen di perairan. Adapun sebaran nilai

rata-rata BOD5 di perairan Danau Maninjau diperlihatkan pada Gambar 19.

Page 101: pencemaran danau maninjau

83

Gambar 19 mempresentasikan bahwa nilai BOD5 di perairan danau

berkisar antara 2,89–6,42 mg/l, dengan rata-rata 4,52 mg/l. Berdasarkan baku

mutu air kelas 1, nilai BOD5 yang dipersyaratkan < 2 mg/l. Dengan demikian,

disimpulkan bahwa perairan Danau Maninjau sudah tercemar oleh bahan organik

mudah urai (BOD5) dan tidak layak dipergunakan sebagai sumber air baku air

minum, namun masih dapat dipergunakan untuk kegiatan budidaya KJA.

Tingginya kadar BOD5 tersebut terutama disebabkan oleh padatnya pemanfaatan

areal di sekitar sungai untuk permukiman penduduk. Hal ini akan mengintroduksi

limbah domestik masuk ke perairan danau.

6,42

2,89

5,54

3,15

4,864,254,4

3,383,783,634,133,18

0

1

2

3

4

5

6

7

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

BO

D 5 (m

g/L)

Sungai Danau

Gambar 19. Sebaran nilai rata-rata BOD5 di perairan Danau Maninjau.

Pada perairan yang relatif tenang (stagnant) seperti Danau Maninjau,

limbah organik yang masuk dimungkinkan akan mengendap dan terakumulasi

pada subtrat dasar perairan, sehingga proses dekomposisi meningkat dan

menyebabkan kandungan oksigen terlarut menurun. Hal ini sesuai dengan

pendapat Anggoro (1996) yang menyatakan bahwa menumpuknya bahan

pencemar organik di perairan akan menyebabkan proses dekomposisi oleh

organisme pengurai juga semakin meningkat, sehingga konsentrasi BOD5 juga

meningkat. Di samping itu menurut Canter and Hill (1979), peningkatan nilai

BOD5 merupakan indikasi menurunnya kandungan oksigen terlarut di perairan

karena adanya aktivitas organisme pengurai.

Chemical Oxygen Demand (COD)

Parameter lain yang juga dapat digunakan sebagai penduga pencemaran

limbah organik adalah COD. Nilai COD menggambarkan total oksigen yang

Page 102: pencemaran danau maninjau

84

dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat

didegradasi secara biologi (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi (non

biodegradable) menjadi CO2 dan H2O.

Dari hasil analisis kualitas air perairan Danau Maninjau menunjukkan

bahwa nilai COD perairan berkisar antara 9,8–12,4 mg/l, dengan nilai rata-rata

10,96 mg/l. Gambar 20 memperlihatkan bahwa nilai COD perairan danau lebih

tinggi dari nilai COD sungai. Hal ini menunjukkan bahwa pada perairan danau

terjadi penumpukan bahan organik yang berasal dari kegiatan di badan perairan

danau (KJA). Nilai COD yang tinggi ditemukan pada perairan sekitar Sungai

Limau Sundai, Jembatan Ampang dan Batang Kalarian.

Berdasarkan baku mutu air kelas 1 yang mempersyaratkan nilai COD

untuk air baku air minum adalah < 10 mg/l, maka perairan Danau Maninjau telah

mengalami pencemaran oleh bahan organik sulit terurai. Dengan demikian

perairan Danau Maninjau secara umum tidak lagi memenuhi syarat untuk

digunakan sebagai sumber air baku air minum.

8,77,9 7,6

8,5 8,17,34

12,4

9,8 9,8

11,6 11,2 11

0

2

4

6

8

10

12

14

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

CO

D (m

g/L)

Sungai Danau

Gambar 20. Sebaran nilai rata-rata COD di perairan Danau Maninjau.

Nilai COD yang diperoleh pada penelitian ini jauh lebih besar (mendekati

2,5 kali lebih besar) dibandingkan BOD5. Menurut Metcalf and Eddy (1979),

perbedaan nilai COD dengan BOD5 biasanya terjadi pada perairan tercemar

karena bahan organik yang mampu diuraikan secara kimia lebih besar

dibandingkan penguraian secara biologi.

Page 103: pencemaran danau maninjau

85

Nitrat (N-NO3-), Nitrit (N-NO2

-) dan Ammonia (N-NH3)

Keberadaan senyawa nitrogen dalam perairan dengan kadar yang

berlebihan dapat menimbulkan permasalahan pencemaran. Kandungan nitrogen

yang tinggi di suatu perairan dapat disebabkan oleh limbah yang berasal dari

limbah domestik, pertanian, peternakan dan industri. Hal ini berpengaruh terhadap

kelimpahan fitoplankton.

Hasil pengukuran kadar nitrat di perairan Danau Maninjau berkisar antara

0,21–0,38 mg/l, dengan nilai rata-rata 0,26 mg/l (Gambar 21). Secara umum,

kandungan nitrat perairan danau masih berada di bawah baku mutu air kelas 1,

yang mensyaratkan kandungan nitrat untuk air baku air minum maksimal 10 mg/l.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perairan danau tergolong tidak

tercemar oleh senyawa nitrat dan masih layak sebagai sumber air baku air minum.

0,21 0,20,21

0,38

0,22 0,220,180,2

0,24

0,180,210,23

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0,35

0,4

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

NO 3

(mg/

L)

Sungai Danau

Gambar 21. Sebaran nilai rata-rata nitrat di perairan Danau Maninjau.

Hasil pengukuran kandungan nitrit di perairan Danau Maninjau berkisar

antara 0,07–0,08 mg/l, dengan nilai rata-rata 0,072 mg/l. Gambar 22

memperlihatkan semua stasiun penelitian mengandung nitrit yang tinggi, kecuali

perairan danau sekitar Batang Maransi. Tingginya kandungan nitrit di perairan

danau diduga berasal dari masukan limbah rumah tangga dan limbah KJA. Secara

umum nilai nitrit di perairan danau sudah melampaui ambang batas baku mutu air

kelas 1 yang mensyaratkan kandungan nitrit < 0,06 mg/l. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa perairan Danau Maninjau tidak layak lagi untuk digunakan

sebagai sumber air baku air minum.

Page 104: pencemaran danau maninjau

86

0,07

0,06

0,070,08

0,07 0,07

0,050,050,05

0,040,04

0,05

0,02

0,04

0,06

0,08

0,1

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

NO 2 (

mg/

L)

Sungai Danau

Gambar 22. Sebaran nilai rata-rata nitrit di perairan Danau Maninjau.

Nitrit merupakan senyawa nitrogen beracun yang biasanya ditemukan

dalam jumlah yang sangat sedikit. Pada manusia, keracunan nitrit dapat

menyebabkan penyakit yang disebut methemoglobinemia (penyakit bayi biru). Hal

ini disebabkan karena senyawa nitrit dapat mengikat haemoglobin dalam darah,

sehingga dapat mengurangi kemampuan haemoglobin sebagai pembawa oksigen

dalam darah, yang pada akhirnya akan menimbulkan sindrom berupa kebiruan,

lemah dan pusing (Amdur et al., 1991; Darmono, 2001). Lebih lanjut Darmono

(2001) menyatakan bahwa tingginya kandungan nitrit dalam air minum juga dapat

mengakibatkan kanker pada lambung dan saluran pernafasan pada orang dewasa.

Oleh karena itu kandungan nitrit dalam air minum tidak boleh lebih dari 10 mg/l

(UNEP-IETC/ILEC, 2001).

Ammonia di perairan danau dapat berasal dari nitrogen organik dan

nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air berasal dari dekomposisi

bahan organik oleh mikroba dan jamur. Selain itu, ammonia juga berasal dari

denitrifikasi pada dekomposisi limbah oleh mikroba pada kondisi anaerob.

Ammonia juga dapat berasal dari limbah domestik dan limbah industri.

Hasil analisis kualitas air menunjukkan kadar ammonia di perairan danau

berkisar antara 0,22–0,26 mg/l, dengan nilai rata-rata adalah 0,255 mg/l.

Berdasarkan baku mutu air kelas 1 sebagai sumber air baku air minum

mensyaratkan kandungan ammonia maksimal 0,5 mg/l. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa perairan Danau Maninjau masih layak dipergunakan sebagai

Page 105: pencemaran danau maninjau

87

sumber air baku air minum. Adapun sebaran nilai rata-rata ammonia di perairan

Danau Maninjau diperlihatkan pada Gambar 23.

0,25

0,26

0,25

0,26

0,24 0,24

0,230,230,230,23

0,24

0,25

0,21

0,22

0,23

0,24

0,25

0,26

0,27

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

NH 3 (

mg/

L)

Sungai Danau

Gambar 23. Sebaran nilai rata-rata ammonia di perairan Danau Maninjau.

Ortofosfat

Di perairan, fosfor tidak ditemukan dalam keadaan bebas melainkan dalam

bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa

organik berupa partikulat. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat

dimanfaatkan oleh tumbuhan dan merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan,

sehingga menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi produktivitas perairan.

Fosfat yang terdapat di perairan bersumber dari air buangan penduduk

(limbah rumah tangga) berupa deterjen, residu hasil pertanian (pupuk), limbah

industri, hancuran bahan organik dan mineral fosfat (Saeni, 1989). Umumnya

kandungan fosfat dalam perairan alami sangat kecil dan tidak pernah melampaui

0,1 mg/l, kecuali bila ada penambahan dari luar oleh faktor antropogenik seperti

dari sisa pakan ikan dan limbah pertanian (Kevern, 1982).

Hasil analisis kualitas air menunjukkan kadar fosfat di perairan Danau

Maninjau berkisar antara 0,41–0,46 mg/l, dengan nilai rata-rata 0,43 mg/l. Hal ini

menunjukkan bahwa di perairan danau terjadi akumulasi fosfat yang bersumber

dari kegiatan KJA. Selain berasal dari sisa pakan ikan, menurut Percella (1985)

kotoran manusia dan deterjen juga mengandung unsur fosfor yang cukup tinggi

yang dapat meningkatkan kandungan fosfat di perairan danau. Sejalan pernyataan

tersebut Chester (1990) menyatakan bahwa fosfat yang terdapat di perairan sungai

atau danau bersumber dari kegiatan antropogenik seperti limbah perkotaan dan

Page 106: pencemaran danau maninjau

88

pertanian serta polifosfat yang terdapat pada deterjen. Gambar 24 memperlihatkan

perairan danau mengandung kadar fosfat yang lebih tinggi dari perairan sungai.

0,440,41

0,46 0,44 0,42 0,41

0,150,140,19

0,24

0,120,16

00,05

0,10,15

0,20,25

0,30,35

0,40,45

0,5

Lm.Sundai Bt.maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

Fosf

at (m

g/L)

Sungai Danau

Gambar 24. Sebaran nilai rata-rata fosfat di perairan Danau Maninjau.

Berdasarkan baku mutu air kelas 1 sebagai sumber air baku air minum

dipersyaratkan kadar fosfat < 0,2 mg/l. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa perairan Danau Maninjau sudah berada di atas ambang baku mutu yang

ditetapkan dan tidak dapat digunakan sebagai sumber air baku air minum.

Tingginya kandungan fosfat berasal dari kegiatan KJA yang berlangsung di

perairan danau. Menurut Barbieri and Simona (2003), perairan yang tercemar

limbah organik, khususnya organik fosfat akan meningkatkan tegangan

permukaan air dalam bentuk lapisan tipis, sehingga dapat menghalangi difusi O2

dari udara ke dalam badan air

Pestisida

Pestisida masuk ke dalam perairan melalui berbagai jalur, antara lain

melalui buangan limbah domestik, limpasan dari persawahan, pencucian tanah,

dan curah hujan. Penyebaran residu pestisida dalam lingkungan perairan sangat

dipengaruhi oleh sejumlah proses pengangkutan interaktif seperti penguapan,

presipitasi dari udara, pencucian dan aliran. Proses penguapan berdampak pada

turunnya kepekatan dalam air, sedangkan presipitasi dari udara, pencucian dan

limpasan dari daerah sekitar perairan danau akan meningkatkan kepekatan atau

akumulasi pestisida di perairan danau.

Jenis pestisida yang di temukan di perairan Danau Maninjau adalah

dikloro difenil trikloroetana (DDT) dan karbofenotion yang digunakan sebagai

Page 107: pencemaran danau maninjau

89

pemberantas hama pertanian. Pestisida tersebut masing-masing berupa insektisida

dari jenis klororganik dan organofosfat yang sering dipergunakan dalam

pemberantasan hama dan penyakit tanaman di sekitar perairan danau. Hasil

analisis kualitas air menunjukkan kadar DDT di perairan danau berkisar antara

0,0012–0,0023 µg/L, dengan kadar rata-rata 0,0016 μg/L. Kadar DDT tersebut

relatif kecil bila dibandingkan dengan baku mutu air kelas 1 sebagai sumber air

baku air minum yaitu maksimal 2 µg/L. Dapat disimpulkan, bahwa perairan

Danau Maninjau masih di bawah ambang baku mutu yang ditetapkan dan dapat

digunakan sebagai sumber air baku air minum. Namun demikian, mengingat sifat

dari pestisida ini sangat stabil di dalam air, tanah, tanaman dan hewan, bahkan

pada manusia, maka pestisida tersebut akan terakumulasi dan memberi dampak

toksik yang sangat berbahaya terhadap makluk hidup.

Kandungan DDT tertinggi berasal dari aliran Batang Maransi. Hal ini

disebabkan karena di sekitar aliran limbah kegiatan yang mendominasinya adalah

pertanian lahan sawah. Hal ini senada dengan pernyataan Krylova et al. (2003)

melaporkan bahwa kadar pestisida klororganik atau organochlorine pesticides

(OCPs) di Danau Ladoga Finlandia antara 0,00001–0,00025 μg/L berasal dari

daerah pertanian di sekitar perairan danau. Gambar 25 memperlihatkan bahwa

kandungan DDT di perairan danau lebih tinggi daripada aliran limbah (sungai).

0

0,0011

0

0,0021

0,00170,0019

0,00150,0018

0,0022

0,00120,0016

0,0023

0

0,0005

0,001

0,0015

0,002

0,0025

0,003

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

DD

T (u

g/L)

Sungai Danau

Gambar 25. Sebaran nilai rata-rata DDT di perairan Danau Maninjau.

Pestisida jenis klororganik sudah dilarang penggunaannya oleh

Environmental Protection Agency (EPA) (Amdur and Klaassen, 1991), tetapi

karena harganya yang relatif murah dibandingkan dengan jenis insektisida lain

Page 108: pencemaran danau maninjau

90

yang ramah lingkungan seperti organofosfat dan karbamat, menyebabkan

insektisida ini masih beredar di pasaran.

Hasil analisis kualitas air tentang kadar karbofenotion di perairan Danau

Maninjau berkisar antara 0,94–2,76 µg/L, dengan kadar rata-rata 1,99 µg/L

(Gambar 26). Karbofenotion merupakan jenis insektisida dari golongan

organofosfat yang memiliki sifat persisten yang relatif rendah (10-90 hari)

dibandingkan dengan insektisida golongan klororganik, yaitu 2–4 tahun (Khan,

1980). Walaupun kadar karbofenotion yang ditemukan di perairan danau relatif

kecil, tetapi perlu mendapat perhatian yang serius, mengingat pestisida

mempunyai dampak buruk terhadap kesehatan, terutama manusia dan hewan.

0,99

3,03

1,932,11 2,12

1,87 1,76 1,73 1,841,93

2,76

0,94

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt. Kalarian Tb.Asam

Kar

bofe

notio

n (u

g/L)

Sungai Danau

Gambar 26. Sebaran nilai rata-rata karbofenotion di perairan Danau Maninjau.

Bakteri Fecal Coliform

Bakteri Coliform dapat digunakan sebagai indikator adanya pencemaran

feses atau kotoran manusia dan hewan di dalam perairan. Golongan bakteri ini

umumnya terdapat di dalam feses manusia dan hewan. Oleh sebab itu

keberadaannya di dalam air tidak dikehendaki, baik ditinjau dari segi kesehatan,

estetika, kebersihan maupun kemungkinan terjadinya infeksi yang berbahaya.

Beberapa jenis penyakit dapat ditularkan oleh bakteri coliform melalui air,

terutama penyakit perut seperti tipus, kolera dan disentri (Suriawiria, 1993).

Hasil analisis kandungan bakteri fecal coliform di perairan danau berkisar

antara 68–77 MPN/100 ml, dengan nilai rata-rata 72 MPN/100 ml (Gambar 27).

Hal ini menunjukkan bahwa perairan Danau Maninjau mengandung bahan

organik yang cukup tinggi sebagai sumber kehidupan mikroorganisme. Suriawiria

Page 109: pencemaran danau maninjau

91

(1993) menyatakan bahwa kehadiran mikroba patogen di dalam air akan

meningkat jika kandungan bahan organik di dalam air cukup tinggi, yang

berfungsi sebagai tempat dan sumber kehidupan mikroorganisme.

31

7568 69

7771 72

2829292630

0102030405060708090

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd.Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

F. C

olifo

rm (M

PN/1

00 m

l)

Sungai Danau

Gambar 27. Sebaran nilai rata-rata fecal coliform di perairan Danau Maninjau.

Kandungan fecal coliform tertinggi ditemukan di stasiun muara Sungai

Jembatan Ampang. Hal ini berkaitan dengan semakin tingginya buangan limbah

feses yang berasal dari penduduk yang bermukim di sekitar perairan danau.

Kepadatan penduduk dan jumlah ternak di sekitar perairan danau juga merupakan

faktor utama penyebab tingginya kandungan coliform di perairan danau.

Kebiasaan masyarakat membuang feses ke danau masih terus berlangsung

dan intensitasnya semakin tinggi dengan bertambahnya jumlah penduduk yang

tinggal dan menggunakan danau untuk kebutuhan MCK. Kondisi ini sangat

membahayakan kesehatan penduduk yang menggunakan air dari danau, karena

dapat tertular berbagai penyakit, misalnya penyakit kulit dan disentri.

Nilai kandungan bakteri coliform yang didapatkan pada penelitin ini,

secara umum menggambarkan bahwa kandungan bakteri coliform masih di bawah

ambang batas yang diizinkan. Dapat disimpulkan bahwa perairan Danau Maninjau

termasuk dalam ambang batas yang memenuhi baku mutu air sebagai sumber air

baku air minum yang mensyaratkan nilai fecal coliform di bawah 100 MPN/100

ml.

Bakteri total coliform, seperti halnya fecal coliform juga merupakan

bakteri indikator dalam menilai tingkat higienitas suatu perairan. Hasil analisis

kandungan bakteri total coliform pada perairan Danau Maninjau didapatkan

Page 110: pencemaran danau maninjau

92

bahwa kadar total coliform berkisar antara 75–95 MPN/100 ml, dengan

kandungan rata-rata 85 MPN/100 ml (Gambar 28). Nilai ini secara umum

menggambarkan bahwa kandungan bakteri total coliform di perairan Danau

Maninjau masih di bawah ambang batas baku mutu air kelas 1 yang mensyaratkan

kandungan total coliform maksimal 1000 MPN/100 ml. Namun demikian, nilai

total coliform ini sudah menunjukkan bahwa kualitas perairan danau termasuk

kondisi jelek (Dirjen P2M dan PLP, 1995).

8575

8595

82 85

56

405453

4039

0

20

40

60

80

100

Lm.Sundai Bt.Maransi Bd. Ligin Jb.Ampang Bt.Kalarian Tb.Asam

T. C

olifo

rm (M

PN/1

00 m

l)

Sungai Danau

Gambar 28. Sebaran nilai rata-rata total coliform di perairan Danau Maninjau.

5.1.2. Status Kualitas Lingkungan Perairan Danau

Evaluasi kualitas perairan pada suatu lokasi penelitian dapat dilakukan

dengan penentuan indeks mutu lingkungan perairan. Melalui pengindeksan,

dengan kombinasi beberapa parameter kualitas air dapat digambarkan atau

dijelaskan kondisi mutu perairan secara menyeluruh. Pada penelitian ini

digunakan metode pengindeksan mutu lingkungan perairan (IMLP) modifikasi

dari Ott (1978), yang dikembangkan oleh US-National Sanitation Fundations

Water Quality (US-NSF-WQI).

Hasil perhitungan nilai indeks mutu lingkungan perairan Danau Maninjau

berkisar antara 67,75–70,47. Nilai indeks tertinggi dijumpai di stasiun Muara

Batang Maransi dan terendah di stasiun Muara Sungai Limau Sundai (Gambar

29). Rendahnya nilai indeks mutu lingkungan di stasiun tersebut dibanding

dengan stasiun lainnya, karena kegiatan dominan di sekitar daerah tersebut adalah

permukiman, pasar dan perhotelan serta KJA, yang merupakan sumber

pencemaran yang masuk ke perairan danau. Berdasarkan kriteria mutu lingkungan

Page 111: pencemaran danau maninjau

93

perairan yang ditetapkan Ott (1978), memperlihatkan bahwa secara umum kondisi

perairan Danau Maninjau tergolong pada kondisi tercemar sedang. Hasil

perhitungan nilai indeks mutu lingkungan perairan di Danau Maninjau pada setiap

stasiun penelitian secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 3.

67,75 70,47 68,4 69,96 68,19 68,29

0

10

20

30

40

50

60

70

Nila

i IM

LP

SL. Sundai Bt. Maransi Bd. Ligin SJ. Ampang Bt. Kalarian ST. Asam

Stasiun

Gambar 29. Nilai indeks mutu lingkungan perairan di Danau Maninjau.

5.2. Sumber dan Jenis Pencemar Perairan Danau

Tujuan utama yang ingin dicapai dalam analisis beban pencemar adalah

untuk mengidentifikasi sumber pencemar, jenis bahan pencemar dan besarnya

beban pencemaran yang masuk ke perairan Danau Maninjau. Secara garis besar,

sumber pencemaran yang masuk ke perairan danau dapat diklasifikasikan menjadi

dua kelompok sumber limbah, yaitu limbah yang berasal dari kegiatan luar danau

(domestik, pertanian dan peternakan) dan limbah dari dalam danau (KJA). Hal ini

sesuai dengan pendapat Garno (2002) yang menyatakan bahwa sumber utama

pencemaran waduk dan danau berasal dari limbah domestik dan kegiatan KJA.

Dari hasil pengamatan lapangan diketahui berbagai jenis kegiatan yang

berlangsung di sekitar kawasan danau, yang merupakan sumber beban pencemar

yang masuk ke perairan danau. Kegiatan tersebut antara lain permukiman,

pertanian dan peternakan, pariwisata, dan pasar. Sumber pencemar utama yang

masuk ke perairan danau berasal dari limbah domestik, limbah dari KJA dan

limbah perhotelan atau restoran serta limbah peternakan. Sumber dan jenis bahan

pencemar yang potensial masuk ke perairan Danau Maninjau disajikan pada Tabel

24.

Sedang

Buruk

Page 112: pencemaran danau maninjau

94

Tabel 24. Sumber dan jenis bahan pencemar potensial perairan Danau Maninjau

N0 Sumber Jenis Pencemar Tinja Limbah cair Limbah padat

1 Permukiman √ √ √ 2 KJA - √ √ 3 Pertanian - √ - 4 Peternakan √ √ - 5 Hotel √ √ √ 6 Restoran √ √ √ 7 Pasar - - √

Keterangan: √ = jenis pencemar dari sumber pencemar

Dari hasil pengamatan bahan-bahan pencemar yang berasal dari sumber

pencemar (Tabel 24) masuk ke dalam perairan danau langsung tanpa pengolahan

terlebih dahulu. Dari limbah-limbah tersebut limbah KJA merupakan limbah yang

masuk secara langsung ke perairan danau dalam jumlah yang banyak, sedangkan

yang lainnya masuk secara tidak langsung melalui limpasan dari sungai-sungai

yang mengalir ke danau.

Masyarakat di sekitar perairan danau umumnya belum memiliki saluran

pembuangan air limbah rumah tangga. Limbah cair rumah tangga dibuang

langsung ke danau atau ke sungai yang mengalir ke danau. Permukiman

merupakan penyumbang beban pencemar, terutama bahan organik yang masuk ke

perairan danau. Selain itu, hingga saat ini masih banyak masyarakat sekitar danau

yang belum memiliki tanki septik untuk pembuangan tinja, seperti disajikan pada

Tabel 25. Walaupun saat ini kadar coliform belum mencapai batas ambang,

namum kondisi nilai coliform yang sudah mendekati nilai batas ambang dan

banyaknya masyarakat yang langsung membuang tinja ke dalam badan air perlu

diwaspadai mengingat pada masa yang akan datang jumlah penduduk dan jumlah

kegiatan yang ada di sekitar danau akan semakin meningkat.

Untuk kawasan Danau Maninjau telah disediakan tempat lokasi

pembuangan sampah sementara yang terletak di daerah Sungai Batang. Namun,

dari pengamatan lapang, belum dimanfaatkan oleh masyarakat secara maksimal,

tumpukan sampah masih banyak terlihat di sekitar danau, terutama yang terdapat

di pasar-pasar, seperti Pasar Pakan Rabaa, Sungai Batang dan Bayur.

Page 113: pencemaran danau maninjau

95

Tabel 25. Keadaan pembuangan tinja penduduk kawasan Danau Maninjau

No Nagari Jumlah penduduk

% Pembuangan tinja melalui Tanki septik Lainnya

1 Bayur 4.255 97 3 2 Maninjau 3.341 96 4 3 Sungai Batang 4.019 96 4 4 II Koto 4.781 93 7 5 III Koto 4.667 97 3 6 Tanjung Sani 5.592 91 9 7 Koto Kaciak 3.670 95 5

Sumber: Dinkes (Puskesmas) Kecamatan Tanjung Raya, (2006)

Hasil wawancara dengan beberapa kepala keluarga diperoleh rata-rata

produksi sampah per keluarga adalah 8 kg/hari. Dari jumlah tersebut sekitar 10 %

sampah ditangani sendiri, yaitu dengan jalan dibakar atau ditimbun. Di lain pihak

produksi sampah di Pasar Maninjau, Pasar Rabaa dan Pasar Bayur serta Pasar

Sungai Batang diperkirakan 4 m3/hari. Lokasi pasar tersebut terletak tidak begitu

jauh (± 200 m) dari danau. Diperkirakan 25% dari sampah tersebut masuk ke

perairan danau (LPP-UMJ, 2006). Berdasarkan data tersebut, maka diperkirakan

jumlah sampah yang masuk dari permukiman ke perairan danau sebesar 506,592

ton per tahun. Hal ini setara dengan yang dilaporkan LPPM UBH (2002) bahwa

sampah yang masuk ke perairan danau sebanyak 700 ton per tahun berasal dari

sampah pertanian dan sampah rumah tangga.

Perairan Danau Maninjau selain dipergunakan untuk mandi, cuci dan

kakus, air danau juga digunakan sebagai air baku air minum. Penggunaan deterjen

untuk mencuci pakaian akan menambah beban pencemaran di perairan danau.

Peavy et al. (1986) menyatakan bahwa deterjen merupakan salah satu penyebab

kekeruhan air dan mengandung pospat, sehingga dapat merangsang pertumbuhan

alga secara cepat. Selain itu, proses penguraian deterjen dalam air berlangsung

lambat, menyebabkan deterjen akan terakumulasi di perairan. Hal ini dapat

meracuni kehidupan dalam air.

Hotel dan restoran yang berada di sekitar danau telah membuat tanki

septik untuk pembuangan tinja. Namun, dari pengamatan lapangan masih banyak

restoran yang membuang limbah cair secara langsung ke perairan danau. Hotel

yang tedapat di sekitar danau berjumlah 5 buah dengan rata-rata kamar 31 buah,

sedangkan hotel melati berjumlah sebanyak 29 buah. Jumlah restoran atau rumah

Page 114: pencemaran danau maninjau

96

makan yang terdapat di sekitar Danau Maninjau adalah 6 buah dengan rata-rata

luas ruangan makan 30 m2.

Limbah cair dari hotel dan restoran umumnya dibuang melalui saluran

atau dibuang langsung ke danau. Rata-rata pemakaian air dari pengunjung hotel

adalah 250 liter orang-1 hari-1. Jumlah air limbah dari hotel diperkirakan sebesar

70% dari konsumsi air bersih (Temenggung, 2004). Rata-rata kunjungan hotel di

Danau Maninjau sebanyak 19 orang setiap hari, maka dihasilkan limbah cair

sebanyak 3.325 liter per harinya. Dengan demikian, kegiatan hotel diperkirakan

menyumbang limbah cair ke perairan danau sebesar 1.197 m3 per tahun. Hal ini

akan meningkatkan jumlah beban pencemaran di badan air danau.

Penduduk di Kecamatan Tanjung Raya, khususnya di daerah sempadan

danau banyak yang memelihara berbagai jenis hewan ternak, yang meliputi sapi

potong, kerbau, kambing dan ayam. Limbah ternak berupa tinja sebagian langsung

mengalir ke danau atau ke sungai menuju danau dan sebagian lagi ditimbun

sebagai pupuk. Pembuangan limbah ini dapat meningkatkan pengayaan unsur

hara, sehingga dapat merangsang pertumbuhan secara pesat populasi organisme

air seperti eceng gondok (Eichornia crassipes) dan plankton. Gejala ini dapat

terlihat dengan jelas pada seluruh tepian danau. Demikian juga halnya dengan

daerah yang padat dengan aktivitas keramba. Pada lokasi ini, terjadi peningkatan

unsur hara yang berasal dari limbah domestik dan dari sisa pakan ikan. Hal ini

akan menstimulir bagi perkembangan gulma air. Oleh karena itu gulma air (eceng

gondok), saat ini telah menjadi gulma yang mendominasi perairan Danau

Maninjau.

Dari sektor pertanian, konstribusi beban pencemar yang masuk ke perairan

danau diduga juga besar. Mengingat luas lahan sawah di sekitar Danau Maninjau

menurut monografi kecamatan adalah 2.518 ha. Hasil pengamatan lapang dan

wawancara dengan petugas penyuluh pertanian Kecamatan Tanjung Raya,

pemanfaatan lahan sawah oleh masyarakat, penggunaan pupuk dan pestisida dapat

dikategorikan sangat intensif. Rata-rata pemakaian pupuk kimia (ZA, Urea, TSP,

NPK dan KCl) untuk pertanian dan perkebunan berkisar antara 334–450 kg per ha

per musim tanam. Setiap tahunnya perairan danau menerima masukan beban

Page 115: pencemaran danau maninjau

97

pencemaran berupa fosfor (P) yang berasal dari lahan sawah sebesar 5.087,60

kg/tahun (LPPM-UMJ, 2006).

Selain itu, dari sektor pertanian juga terjadi erosi lahan. Dari hasil

perhitungan PSDA Sumbar (2005), sedimentasi akibat erosi lahan di sekitar danau

yang masuk ke badan perairan danau mencapai 2.410 ton per tahun. Terjadinya

erosi dan sedimentasi ini pada akhirnya juga akan meningkatkan transpor hara

dari penggunaan lahan yang terdapat di sekitar danau yang masuk ke perairan

danau.

5.3. Beban Pencemaran Perairan Danau

Pada penelitian ini, analisis beban pencemaran yang masuk ke perairan

danau dilakukan dengan melalui 2 pendekatan, yaitu (1) penghitungan

berdasarkan beban limbah cair yang masuk melalui sungai, dan (2) estimasi

(pendugaan) berdasarkan jenis kegiatan aktivitas masyarakat di sekitar perairan

danau. Hasil estimasi diperoleh dari perkalian antara sumber penghasil limbah

dalam hal ini jenis aktivitas masyarakat dengan konstanta beban limbah organik.

A. Penghitungan Beban Pencemaran Danau melalui Sungai

Sumber pencemaran yang masuk ke perairan Danau Maninjau secara

umum berasal dari luar danau (limbah domestik) dan dari dalam danau (limbah

KJA). Penghitungan beban pencemaran bertujuan untuk mengetahui dan

mengidentifikasi sumber pencemaran, jenis pencemar dan besarnya beban

pencemar yang masuk ke perairan danau.

Penghitungan beban pencemaran yang masuk ke danau bersumber dari

landbased sources (luar danau), sangat terkait dengan debit sungai yang mengalir

masuk ke perairan danau. Penghitungan beban pencemaran dari parameter limbah

organik (COD dan BOD5), erosi (TSS), dan zat hara (nitrogen dan ortofosfat)

dihitung berdasarkan perkalian antara debit sungai dengan konsentrasi parameter

kualitas air yang diteliti. Beban pencemaran total yang berasal dari luar danau

adalah besarnya beban pencemar yang berasal dari enam sungai utama yang

mengalir ke perairan Danau Maninjau, yaitu Sungai Limau Sundai, Batang

Maransi, Bandar Ligin, Sungai Jembatang Ampang, dan Batang Kalarian serta

Sungai Tembok Asam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 26.

Page 116: pencemaran danau maninjau

98

Tabel 26. Total beban pencemaran dari sungai yang masuk ke perairan Danau Maninjau Januari-Juli 2006 (ton/tahun)

N0 Para-meter

S t a s i u n Total SL.

Sundai Bt.

MaransiBr.

Ligin SJ.

Ampang Bt

KalarianST.

Asam 1 TSS 134,44 117,06 167,18 246,06 248,35 150,16 1063,252 COD 20,30 18,18 21,28 39,66 37,79 20,55 157,753 BOD5 5,60 2,72 5,96 7,61 8,31 3,86 34,054 N-NO3

- 0,49 0,41 0,67 0,93 0,93 0,50 3,955 N-NH3 0,56 0,53 0,64 1,17 1,07 0,62 4,596 PO4

3- 0,37 0,28 0,64 0,89 0,70 0,42 3,30Sumber: Data diolah, (2006) Keterangan: SL = Sungai Limau; Bt = Batang; Br = Bandar; SJ = Sungai Jembatan

ST = Sungai Tembok

Berdasarkan Tabel 26, terlihat bahwa beban pencemar terbesar yang

masuk ke perairan Danau Maninjau adalah berupa TSS, diikuti oleh bahan

organik sulit urai (COD). Sungai Batang Kalarian dan Sungai Tembok Asam

merupakan sumber pemasok terbesar TSS yang masuk ke perairan danau, masing-

masing menyumbang sebesar 248,35 ton dan 246,063 ton per tahun. Sungai

Jembatan Ampang dan Batang Kalarian memberikan konstribusi yang besar

terhadap pemasukan COD ke perairan danau yaitu masing-masing 39,658 dan

37,791 ton per tahun. Batang Kalarian merupakan pemasok terbesar limbah

organik mudah urai (BOD5) ke perairan Danau Maninjau, yaitu sebesar 8,305 ton

per tahun. BOD5 masuk ke perairan danau dengan jumlah yang relatif sama dari

ke enam sungai yang mengalir ke perairan danau. Untuk limbah organik hara (N-

NO3-, N-NH3, dan ortofosfat) Batang Kalarian merupakan pemasok limbah

tertinggi yang masuk ke perairan danau. Terjadinya perbedaan nilai dari beban

pencemaran di masing-masing sumber pencemar tersebut dipengaruhi oleh

besarnya masing-masing debit sungai yang mengalir ke danau.

B. Penghitungan Beban Pencemaran dari Aktivitas Penduduk

Daerah-daerah di sekitar sempadan Danau Maninjau dengan berbagai

aktivitasnya merupakan daerah yang potensial sebagai penyumbang limbah cair

yang masuk ke perairan danau. Besarnya beban limbah yang berasal dari berbagai

aktivitas penduduk yang berada di sekitar perairan danau dihitung berdasarkan

perkalian antara jenis aktivitas penduduk dengan konstanta beban limbah,

khususnya untuk parameter limbah organik dan hara; BOD5, COD, N dan P

Page 117: pencemaran danau maninjau

99

(ortofosfat). Aktivitas penduduk di sekitar sempadan danau, pada umumnya

adalah permukiman, peternakan dan pertanian serta perhotelan. Penghitungan

pendugaan beban limbah secara rinci disajikan pada Lampiran 4.

Sungai Limau Sundai melalui permukiman Nagari Maninjau dengan

jumlah penduduk 3.199 jiwa dan jumlah hotel 5 unit dengan jumlah pengunjung

per tahun sebanyak 6.575 orang, home stay sebanyak 29 buah, dan jumlah ternak

sapi potong sebanyak 76 ekor. Aliran sungai ini memberikan masukan beban

limbah cair ke perairan danau berupa BOD5 sebanyak 123,753 ton per tahun,

COD 243,951 ton per tahun, 48,387 ton N per tahun serta 7,400 ton P per tahun.

Demikian juga halnya dengan Sungai Maransi yang melalui daerah permukiman

Nagari Bayur sebagai daerah pertanian lahan basah (sawah) yang berbatasan

langsung dengan danau dengan jumlah penduduk 4.255 jiwa dan jumlah ternak

sapi potong sebanyak 198 ekor. DAS ini diperkirakan memberikan sumbangan

beban limbah cair yang masuk ke perairan danau berupa BOD5 sebanyak 102,503

ton per tahun, 217,365 ton COD per tahun, dan 38,533 ton N per tahun serta 4,372

ton P per tahun.

Aliran Sungai Bandar Ligin yang melewati daerah permukiman Nagari

Sungai Batang yang jumlah penduduknya 4.019 jiwa dan jumlah ternak sapi

potong 396 ekor. Daerah ini diprediksi memberikan beban limbah cair berupa

BOD5 sebanyak 165,081 ton per tahun, COD 358,222 ton per tahun, dan 59,964

ton N per tahun serta 5,882 ton P per tahun. Sementara itu DAS Sungai Jembatan

Ampang yang melalui daerah permukiman Nagari II Koto dengan jumlah

penduduk 4.781 jiwa dan 102 ekor sapi potong, diperkirakan menyumbang beban

limbah cair ke perairan danau berupa 100,719 ton BOD5 per tahun, 203,851 ton

COD per tahun, 40,373 ton N per tahun serta 5, 667 ton P per tahun.

Aliran Sungai Batang Kalarian yang melalui daerah permukiman Nagari

Koto Kaciak yang jumlah penduduknya 3.670 jiwa dan hewan ternak sapi potong

sebanyak 94 ekor serta empat restoran, diperkirakan memberi sumbangan beban

limbah cair berupa BOD5 ke perairan danau sebanyak 84,160 ton per tahun, 170

ton COD per tahun, dan 32,751 ton N per tahun serta 4,526 ton P per tahun.

Begitu juga aliran Sungai Tembok Asam melalui daerah permukiman III Koto

dengan jumlah penduduk 4.667 jiwa dan jumlah ternak sapi potong sebanyak 91

Page 118: pencemaran danau maninjau

100

ekor, diperkirakan memberikan beban limbah cair berupa BOD5 sebanyak 98,916

ton per tahun, COD 199,230 ton per tahun, dan 39,899 ton N per tahun serta 5,723

ton P per tahun.

C. Penghitungan Beban Limbah KJA

Berdasarkan hasil survai jumlah KJA yang terdapat di perairan Danau

Maninjau sampai pertengahan 2006 sebanyak 8.955 unit yang dipasang pada

seluruh kawasan perairan Danau Maninjau. Pada KJA tersebut dibudidayakan

ikan mas (Cyprinus carpio L) dengan padat tebar 350 kg/unit KJA dan berat ikan

rata-rata 100 gram/ekor. Dengan demikian jumlah ikan di dalam KJA tersebut

sebanyak 3.134,250 ton.

Hasil wawancara dengan petani ikan di perairan Danau Maninjau, rata-rata

jumlah pakan yang diberikan untuk ikan mas untuk satu unit KJA adalah 50

kg/hari. Jumlah pakan yang dibutuhkan untuk 1 unit KJA selama satu periode

pemeliharaan adalah 4,500 ton. Adapun lama waktu untuk satu periode

pemeliharaan (saat mulai menebar sampai panen) dibutuhkan waktu tiga bulan.

Dengan demikian jumlah pakan yang diberikan untuk 8.955 unit KJA dalam satu

kali panen adalah 40.297,5 ton atau 161.190 ton per tahun.

Hasil pengamatan lapang, menunjukkan bahwa pada umumnya petani ikan

di Danau Maninjau menggunakan pakan (pellet) dengan kandungan protein 18%.

Untuk menentukan kandungan nitrogen dan fosfor yang terdapat dalam pakan,

dilakukan dengan perkalian antara jumlah pakan (JP) yang diberikan dengan

konstanta pakan (N = 4,86% dan P = 0,26%) (Nastiti et al., 2001). Dengan

demikian, jumlah nitrogen dan fosfor yang terkandung dalam pakan yang

diberikan pada kegiatan KJA di Danau Maninjau adalah N = 7.833,834 ton dan P

= 419,094 ton. Dari pakan yang diberikan tersebut hanya 70% yang dimakan oleh

ikan, dan sisanya sebanyak 30% akan lepas ke badan perairan danau sebagai

bahan pencemar atau limbah (Rachmansyah, 2004; Syandri, 2006). Sementara itu,

15–30% dari nitrogen (N) dan fosfor (P) dalam pakan akan diretensikan dalam

daging ikan dan selebihnya terbuang ke badan perairan danau (Beveridge, 1987;

Avnimelech, 2000). Dengan demikian dapat ditentukan jumlah beban limbah

nitrogen (N) dan fosfor (P) dari kegiatan KJA yang masuk ke badan perairan

Page 119: pencemaran danau maninjau

101

danau yaitu itrogen sebesar 6.071,221 ton per tahun, dan fosfor sebesar 324,763

ton per tahun.

Beban limbah yang masuk ke badan perairan danau tersebut, menurut

Midlen dan Redding (2000) yang berada dalam keadaan terlarut adalah 10%

fosfor (P) atau sebesar 32,4763 ton dan 65% nitrogen (N) atau sebesar 3.9463

ton. Sementara itu yang berada dalam bentuk partikel adalah 65% fosfor (P) atau

sebesar 211,096 ton dan 10 % nitrogen (N) atau sebesar 607,122 ton. Sisa pakan

dalam bentuk partikel ini akan mengendap menjadi sedimen di dasar perairan

danau.

D. Pendugaan Kapasitas Asimilasi Perairan Danau

Perairan danau memiliki kemampuan menampung beban pencemaran

sampai pada batas-batas tertentu. Kemampuan ini dipengaruhi oleh proses

pengenceran dan perombakan yang terjadi di dalamnya. Kapasitas asimilasi

didefinisikan sebagai kemampuan air atau sumber air dalam menerima beban

pencemar limbah tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang

ditetapkan sesuai peruntukannya.

Konsentrasi polutan yang masuk ke perairan danau akan mengalami tiga

fenomena, yakni dilution (pengenceran), dispersion (penyebaran) dan decay or

reaction (reaksi penguraian). Disamping itu kemampuan badan air dalam

menerima limbah yang masuk ditentukan oleh flushing time (kemampuan

pembilasan atau penggelontoran) dan purifikasi perairan danau. Apabila beban

limbah yang masuk ke perairan melebihi kemampuan asimilasinya, maka kondisi

ini dapat menyebabkan terjadinya pencemaran.

Penghitungan kapasitas asimilasi perairan danau dalam menampung beban

pencemar dilakukan secara indirect approach (tidak langsung) yaitu dengan

metode hubungan antara masing-masing parameter kualitas air di perairan danau

dengan total beban pencemar di muara sungai. Kemudian hasil yang didapat

dibandingkan dengan baku mutu air kelas 1 yang peruntukannya digunakan

sebagai sumber air baku air minum. Jika kapasitas asimilasi belum terlampaui,

menunjukkan bahwa beban pencemar yang masuk masih tergolong rendah,

dimana beban yang masuk akan mengalami proses difusi atau dispersi atau

penguraian di dalam lingkungan perairan danau. Hal ini ditandai oleh nilai

Page 120: pencemaran danau maninjau

102

konsentrasi parameter beban pencemar yang masih di bawah nilai ambang batas

baku mutu air. Begitu juga sebaliknya, jika nilai kapasitas asimilasinya telah

terlampaui, berarti bahan yang masuk ke perairan danau tergolong tinggi.

Parameter beban pencemar yang dianalisis seperti TSS, bahan organik dan

ortofosfat telah melampui kapasitas asimilasinya, sedangkan parameter lain

seperti TDS dan NO3- masih di bawah kapasitas asimilasinya. Hal ini

memperlihatkan bahwa perairan Danau Maninjau telah tercemar oleh TSS, bahan

organik (COD, BOD5) dan ortofosfat. Grafik kapasitas asimilasi terhadap

parameter beban pencemar di perairan danau diperlihatkan pada Gambar 30-35.

Penentuan kapasitas asimilasi untuk TSS (Gambar 30) dilakukan dengan

persamaan regresi y = 19,72 + 0,0308 x dengan R2 = 0,89. Hasil perpotongan

garis regresi dengan garis nilai baku mutu TSS (50 mg/l) menghasilkan nilai

kapasitas asimilasi sebesar 984,7 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa

perairan Danau Maninjau telah tercemar oleh bahan pencemar TSS.

Beban limbah TSS (ton/th)

Kons

entr

asi T

SS (

mg/

l)

1150110010501000950

54

53

52

51

50

984,7

50

Gambar 30. Hubungan antara beban pencemar TSS di muara sungai dengan kadar TSS perairan Danau Maninjau.

Penentuan kapasitas asimilasi untuk TDS (Gambar 31) dilakukan dengan

persamaan regresi y = 92,35 + 0,0108 x dengan R2 = 0,71. Hasil perpotongan

garis regresi dengan garis nilai baku mutu TDS (1000 mg/l) menghasilkan nilai

kapasitas asimilasi sebesar 84,433 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa

perairan Danau Maninjau masih mampu “membersihkan diri” atau menguraikan

limbah TDS sebesar 84.433 ton per tahun.

y = 19,72 + 0,0308 x R2 = 0,89

Page 121: pencemaran danau maninjau

103

Be b a n lim b a h T D S (t o n /t h )

Ko

nse

ntr

asi

TD

S (

mg

/l)

2 3 0 02 2 5 02 2 0 02 1 5 02 1 0 02 0 5 0

1 1 7 , 5

1 1 7 , 0

1 1 6 , 5

1 1 6 , 0

1 1 5 , 5

1 1 5 , 0

1 1 4 , 5

1 1 4 , 0

Gambar 31. Hubungan antara beban pencemar TDS di muara sungai dengan kadar TDS perairan Danau Maninjau.

Penentuan kapasitas asimilasi untuk COD (Gambar 32) dilakukan dengan

persamaan regresi y = -3,918 + 0,0942 x dengan R2 = 0,86. Hasil perpotongan

garis regresi dengan garis nilai baku mutu COD (10 mg/l) menghasilkan nilai

kapasitas asimilasi sebesar 147,73 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa

perairan Danau Maninjau telah tercemar oleh bahan organik sulit terurai (COD).

Be b a n limba h COD (t o n/ t h)

Kons

entr

asi C

OD

(m

g/l)

175170165160155150145140

13 ,0

12 ,5

12 ,0

11 ,5

11 ,0

10 ,5

10 ,0

9 ,5

147,73

10

Gambar 32. Hubungan antara beban pencemar COD di muara sungai dengan kadar COD perairan Danau Maninjau.

Penentuan kapasitas asimilasi untuk BOD5 (Gambar 33) dilakukan dengan

persamaan regresi y = 0,8925 + 0,0520 x dengan R2 = 0,85. Hasil perpotongan

garis regresi dengan garis baku mutu BOD5 (2 mg/l) menghasilkan nilai kapasitas

asimilasi sebesar 21,31 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perairan

Danau Maninjau telah tercemar oleh bahan pencemar yang mudah terurai (BOD5).

y = - 3,918 + 0,0942 x R2 = 0,86

y = 92,35 + 0,0108 x R2 = 0,71

1000

84.433

Baku mutu

Kapa

sita

s as

imila

si

Page 122: pencemaran danau maninjau

104

Be ba n limba h BOD (t on/ t h)

Kons

entr

asi B

OD

(m

g/l)

4035302520

3,0

2 ,8

2 ,6

2 ,4

2 ,2

2 ,0

21 ,31

2

Gambar 33. Hubungan antara beban pencemar BOD5 di muara sungai dengan konsentrasi BOD5 perairan Danau Maninjau.

Penentuan kapasitas asimilasi untuk ortofosfat (Gambar 34) dilakukan

dengan persamaan regresi y = 0,163 + 0,0816 x dengan R2 = 0,97. Hasil

perpotongan garis regresi dengan garis baku mutu ortofosfat (0,20 mg/l)

menghasilkan nilai kapasitas asimilasi sebesar 0,46 ton per tahun. Hal ini

menunjukkan bahwa perairan Danau Maninjau telah tercemar oleh limbah fosfat .

Beban limbah PO (ton/th)

Kons

entr

asi P

O

(mg/

l)

43210

0,45

0,40

0,35

0,30

0,25

0,20

0,46

0,2

Gambar 34. Hubungan antara beban pencemar ortofosfat di muara sungai

dengan kadar fosfat di perairan Danau Maninjau.

Penentuan kapasitas asimilasi untuk N-NO3- dilakukan dengan persamaan

regresi y = 0,0335 x + 0,925 dengan R2 = 0,77. Hasil perpotongan garis regresi

dengan garis baku mutu NO3- (10 mg/l) menghasilkan nilai kapasitas asimilasi

sebesar 295,3 ton per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Danau

y = 0,08 x + 0,16 R2 = 0,97 y = 0,163 + 0,0816 x R2 = 0,97

y = 0,849 + 0,0520 x R2 = 0,84

4

4

Page 123: pencemaran danau maninjau

105

Maninjau masih mampu menguraikan limbah N-NO3- sebesar 295,3 ton per tahun

(Gambar 35).

Be b a n lim b a h NO ( t o n /t h )

Kon

sent

rasi

NO

(m

g/l)

4 , 5 04 , 2 54 , 0 03 , 7 53 , 5 0

0 , 2 6

0 , 2 5

0 , 2 4

0 , 2 3

0 , 2 2

0 , 2 1

0 , 2 0

Gambar 35. Hubungan antara beban pencemar NO3

- di muara sungai dengan kadar NO3

- di perairan Danau Maninjau.

5.4. Persepsi Masyarakat dalam Pengendalian Pencemaran Perairan Danau

A. Karakteristik Responden

Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pengendalian

pencemaran perairan danau, telah dilakukan observasi terhadap 150 responden

masyarakat yang tinggal pada tiga nagari di sekitar Danau Maninjau. Karakteristik

responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan,

pekerjaan dan pendapatan. Distribusi karakteristik responden pada tiga lokasi

penelitian disajikan pada Tabel 27.

Tabel 27 memperlihatkan bahwa masyarakat di sekitar Danau Maninjau

paling banyak berumur dewasa (20-55 tahun) sebanyak 79,33% dan paling sedikit

berumur muda (< 19 tahun) sebanyak 3,3%. Kondisi ini menunjukkan bahwa

masyarakat tersebut berada pada usia kerja yang produktif. Pendidikan

masyarakat di sekitar danau tergolong rendah yakni tamat SD sebanyak 52,67%,

namun masyarakat yang berpendidikan sedang atau tamat SLTP–SMU juga ada

sebanyak 42%. Sedikit sekali masyarakat yang berpendidikan tinggi (tamat

perguruan tinggi) yakni 5,3%. Pada umumnya masyarakat di sekitar danau

memiliki perkerjaan sebagai petani yakni sebanyak 46%, sedangkan yang lainnya

bekerja sebagai pedagang, nelayan dan PNS dengan jumlah masing-masingnya

berturut-turut 20,6%, 12,6% dan 11,3%. Pendapatan masyarakat di sekitar danau

y = 0,925 + 0,0335 x R2 = 0,77

10 Baku mutu

Kap

asita

s as

imila

si

295,3

3

3

Page 124: pencemaran danau maninjau

106

pada umumnya termasuk kategori rendah, yakni mencapai 64,6%. Hal ini

menunjukkan bahwa rataan tingkat pendapatan masyarakat yang relatif masih

rendah. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat tersebut berkaitan dengan

pekerjaan mereka yang pada umumnya adalah sebagai petani.

Tabel 27. Sebaran karakteristik responden

Karakteristik responden

Kategori pengukuran

Lokasi Total Bayur Maninjau S. Batang

N % N % N % n %

Umur Muda (< 19 tahun) 1 2 2 4 2 4 5 3,30 Dewasa (20–55 tahun) 41 82 37 74 41 82 119 79,33 Tua (> 56 tahun) 8 16 11 22 7 14 26 17,30

Pendidikan

Rendah(≤SD tamat) 26 52 27 54 26 52 79 52,67 Sedang (SLTP-SMU tamat) 21 42 20 40 22 44 63 42,00 Tinggi (D1-Sarjana) 3 6 3 6 2 4 8 5,30

Pekerjaan

Petani 23 46 22 44 24 48 69 46,00 Nelayan 6 12 4 8 9 18 19 12,60 Pedagang 11 22 12 24 8 16 31 20,60 PNS 6 12 7 14 4 8 17 11,30 Lainnya 4 8 5 10 5 10 14 9,30

Pendapatan

Rendah < Rp 500.000,- 34 68 27 54 36 72 97 64,60 Sedang (Rp 500.000-Rp 1.000.000) 13 26 15 30 11 22 39 26,00 Tinggi (> Rp 1.000.0000,-) 3 6 8 16 3 6 14 9,30

Sumber : Data diolah, (2006)

B. Persepsi Masyarakat

Pengetahuan masyarakat yang tinggal di sekitar perairan danau

mempunyai peranan yang penting dalam proses pengendalian pencemaran yang

terjadi di perairan danau tersebut. Oleh sebab itu, untuk mengetahui peranannya

maka dilakukan analisis terhadap persepsinya dalam hal pengendalian

pencemaran perairan danau. Analisis ini bertujuan untuk lebih memudahkan

upaya pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan danau.

Persepsi masyarakat yang tinggal di sekitar perairan danau tentang

pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan Danau Maninjau dapat

ditentukan dari tiga jenis persepsi yaitu, persepsi tentang pencegahan pencemaran,

persepsi tentang penanggulangan pencemaran, dan persepsi tentang partisipasi

masyarakat. Masyarakat yang tinggal di sekitar perairan Danau Maninjau pada

umumnya memiliki persepsi yang rendah terhadap pengendalian pencemaran

Page 125: pencemaran danau maninjau

107

perairan danau. Hasil penelitian tentang persepsi responden masyarakat sekitar

perairan Danau Maninjau diperlihatkan pada Gambar 36–38 dan Lampiran 7.

Persepsi masyarakat Bayur

56

24 20

64

2214

68

1810

01020304050607080

Rendah Sedang Tinggi

Per

sent

ase

(%)

Pencegahan Penanggulangan Partisipasi

Gambar 36. Persentase persepsi masyarakat Nagari Bayur tentang pengendalian pencemaran perairan danau.

Dari Gambar 36 terlihat bahwa responden masyarakat Nagari Bayur

memiliki persepsi yang rendah terhadap pengendalian pencemaran yang terjadi di

perairan Danau Maninjau, yaitu dalam hal pencegahan pencemaran (56%),

penanggulangan pencemaran (64%) dan partisipasi dalam pengendalian

pencemaran (68%). Sebagian kecil masyarakat yang memiliki persepsi sedang

(21,3%) dan sisanya memiliki persepsi yang tinggi (14,67%) tentang

pengendalian pencemaran perairan danau. Rendahnya persepsi masyarakat

tersebut disebabkan pengetahuan masyarakat tentang bahaya pencemaran yang

masih sangat rendah dan pendidikan yang masih rendah serta kurangnya

sosialisasi kepada masyarakat.

Gambar 37 memperlihatkan bahwa responden masyarakat Nagari

Maninjau memiliki persepsi yang rendah terhadap pengendalian pencemaran yang

terjadi di perairan Danau Maninjau, yaitu dalam hal pencegahan pencemaran

(54%), penanggulangan pencemaran (60%) dan partisipasi dalam pengendalian

pencemaran (64%). Hanya sebagian kecil masyarakat memiliki persepsi sedang

(24%), dan sisanya memiliki persepsi tinggi (16,67%) tentang pengendalian

pencemaran perairan danau. Rendahnya persepsi masyarakat tersebut juga

disebabkan oleh pengetahuan masyarakat tentang bahaya pencemaran yang masih

sangat rendah dan pendidikan yang masih rendah serta tidak adanya sosialisasi

kepada masyarakat.

Page 126: pencemaran danau maninjau

108

Persepsi masyarakat Maninjau

54

2818

60

2416

64

20 16

01020304050607080

Rendah Sedang Tinggi

Pers

enta

se (%

)

Pencegahan Penanggulangan Partisipasi

Gambar 37. Persentase persepsi masyarakat Nagari Maninjau tentang pengendalian pencemaran perairan danau.

Gambar 38 memperlihatkan bahwa responden masyarakat Nagari Sungai

Batang memiliki persepsi yang rendah terhadap pengendalian pencemaran yang

terjadi di perairan Danau Maninjau, yaitu dalam hal pencegahan pencemaran

(68%), penanggulangan pencemaran (72%) dan partisipasi dalam pengendalian

pencemaran (68%). Sebagian kecil masyarakat yang memiliki persepsi sedang

(13,33%) dan persepsi tinggi (10,67%) tentang pengendalian pencemaran perairan

danau. Rendahnya persepsi masyarakat tersebut disebabkan pengetahuan

masyarakat tentang bahaya pencemaran yang masih sangat rendah dan

pendidikan yang masih rendah serta kurangnya sosialisasi oleh pemerintah ke

masyarakat.

Persepsi masyarakat Sungai Batang

68

2012

72

1810

68

22

10

01020304050607080

Rendah Sedang Tinggi

Pers

enta

se (%

)

Pencegahan Penanggulangan Partisipasi

Gambar 38. Persentase persepsi masyarakat Nagari Sungai Batang tentang pengendalian pencemaran perairan danau.

Page 127: pencemaran danau maninjau

109

Persepsi masyarakat sekitar perairan danau yang rendah merupakan suatu

kondisi yang kurang menguntungkan dalam upaya melakukan pengendalian

pencemaran perairan danau di masa depan. Untuk itu sangat di perlukan perhatian

dan keterlibatan semua pihak, terutama pemerintah daerah dalam upaya

meningkatkan persepsi atau pengetahuan masyarakat tentang pengendalian

pencemaran yang terjadi di perairan Danau Maninjau agar danau tersebut tetap

terjaga dan lestari.

5.5. Pemodelan Sistem

Pemodelan diartikan sebagai suatu gugus pembuatan model yang akan

menggambarkan sistem yang dikaji (Eriyatno, 1999). Tujuan utama dari penelitian

ini adalah membangun model pengendalian pencemaran di perairan Danau

Maninjau. Pemodelan sistem pengendalian pencemaran digunakan untuk

menemukan dan penempatan peubah-peubah penting serta hubungan antar peubah

dalam sistem tersebut yang bersandarkan pada hasil pendekatan kotak gelap

(black box).

Model pengendalian pencemaran perairan danau disusun berdasarkan

sumber beban pencemaran yang masuk ke periaran danau, yaitu sumber limbah

dari kegiatan di luar danau dan dari kegiatan di badan air danau. Model tersusun

oleh beberapa sub-sub model limbah, yaitu: sub-model penduduk, sub-model

perhotelan, sub-model peternakan, sub-model pertanian dan sub-model KJA.

Kelima sub-sub model tersebut dibuat secara parsial berdasarkan persamaan yang

sesuai dengan masing-masing sub-model, kemudian diintegrasikan menjadi satu

model pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau. Model yang

dibangun untuk kajian sistem adalah model simbolik (model matematika).

Pemodelan sistem dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak

(software) program Powersim versi 2.5 c.

Model umum (global) sumber beban limbah yang berasal dari luar danau

dibangun dari 4 persamaan yang dijadikan indikator sumber limbah, yaitu limbah

penduduk, hotel, pertanian dan limbah peternakan. Limbah penduduk berupa

limbah rumah tangga diperhitungkan 0,5 kg per penduduk. Limbah hotel adalah

limbah cair hotel yang dibuang langsung ke danau dengan perkiraan limbah

sebanyak 10 kg per hari. Limbah ternak sapi potong yang ada di sekitar perairan

Page 128: pencemaran danau maninjau

110

danau adalah sebesar jumlah satuan ternak sapi dikalikan dengan 25 kg limbah

padat berupa feces dan limbah cair berupa urine (Van Horn et al., 1994).

Persamaan matematika dari jumlah limbah tersebut adalah sebagai berikut, dan

diagram alir model limbahnya disajikan pada Gambar 39.

LMB = (JPDK * fk1) + (JHTL * fk2) + (JTS * fk3) + (JLPERT *fk4)

Gambar 39. Diagram alir model limbah dari luar danau.

Keterangan : LMB = jumlah limbah pada tahun ke i (ton/th) JPDK = jumlah penduduk pada tahun ke i (jiwa) JHTL = jumlah hotel pada tahun ke i (unit) JTS = jumlah ternak sapi pada tahun ke i (ekor) JLPERT = jumlah luas lahan pertanian tahun ke i (ha) fk1 = faktor konversi limbah cair penduduk fk2 = faktor konversi limbah cair hotel fk3 = faktor konversi limbah cair peternakan fk4 = faktor konversi limbah cair pertanian fk JPDK = fraksi jumlah penduduk fkHTL = fraksi wisatawan fkJTS = fraksi jumlah ternak fkPERT = fraksi luas lahan pertanian

5.5.1. Sub-model Limbah Penduduk

Sub-model populasi menggambarkan dinamika perkembangan populasi di

sekitar perairan Danau Maninjau, berikut peubah yang menentukan dan

ditentukannya. Peubah yang terlibat dalam sub-model ini adalah jumlah populasi,

pertambahan populasi, pengurangan populasi, kelahiran, kematian, imigrasi,

emigrasi, fraksi kelahiran, fraksi kematian, fraksi imigrasi, fraksi emigrasi, jumlah

penduduk pembuang limbah, dan fraksi penduduk pembuang limbah. Semua

peubah berhubungan baik secara langsung maupun tidak, diformulasikan secara

numerik dan disusun dalam bentuk diagram alir sub-model populasi penduduk

dengan menggunakan powersim 2.5c dan hasilnya diperlihatkan pada Gambar 40.

LMB

JPDK

HTL

fk_JTS

JTS

fk_JPDK

fk_PERT

PERT

LjPn_LMB

fk_HTL

Page 129: pencemaran danau maninjau

111

Gambar 40. Diagram alir sub-model limbah penduduk.

Pada Gambar 40 terlihat bahwa beban limbah penduduk yang berfungsi

sebagai auxiliary merupakan hasil perkalian antara jumlah penduduk pembuang

limbah dengan fraksi beban limbah penduduk satuannya dalam ton pertahun.

Beban limbah penduduk tersebut akan menambah peningkatan total beban limbah

yang masuk ke perairan danau.

5.5.2. Sub-model Limbah Hotel

Sub-model pariwisata atau perhotelan menggambarkan dinamika kegiatan

pariwisata (perhotelan), berikut peubah yang menentukan dan ditentukannya.

Peubah yang terlibat dalam sub-model ini meliputi jumlah hotel, jumlah kamar,

jumlah pengunjung per tahun, jumlah hunian per tahun, fraksi hunian per tahun,

fraksi pengunjung per tahun, jumlah limbah cair, fraksi limbah cair. Semua

peubah berhubungan baik secara langsung mapun tidak, diformulasikan secara

numerik dan disusun dalam bentuk diagram alir sub-model hotel dengan

menggunakan powersim version 2.5c dan hasilnya seperti diperlihatkan pada

Gambar 41.

Dari Gambar 41 terlihat bahwa beban limbah cair dari hotel yang

berfungsi sebagai auxiliary merupakan hasil perkalian antara jumlah pengunjung

hotel dengan fraksi limbah cair hotel. Peningkatan jumlah beban limbah yang

dihasilkan hotel akan berpengaruh terhadap peningkatan total beban limbah yang

masuk ke perairan danau.

Lj_Peng_PddkLj_Pert_Pddk

Pop_Pddk

Fr_Klh_Pddk

Fr_Kmt_Pddk

Fr_Emigrasi

Jl_Pddk_Pmb_Limbah

Fr_Pddk_Pmb_Limbah

Fr_Imgigrasi

Lmb_Cair_Penduduk

Fr_Lmb_Cair_Penduduk

Page 130: pencemaran danau maninjau

112

Gambar 41. Diagram alir sub-model limbah hotel.

5.5.3. Sub-model Limbah Peternakan

Sub-model limbah peternakan menggambarkan dinamika limbah yang

dihasilkan oleh aktivitas peternakan di sekitar perairan Danau Maninjau. Limbah

peternakan sapi potong ini dapat meningkatkan beban pencemaran yang masuk

ke perairan danau. Peubah yang terlibat dalam sub-model ini meliputi jumlah sapi

potong, laju penambahan sapi potong, jumlah limbah cair per tahun, jumlah feses

pertahun. Dengan menggunakan powersim version 2.5c, semua peubah-peubah ini

berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dan diformulasikan

secara numerik menghasilkan diagram alir sub-model limbah peternakan seperti

diperlihatkan pada Gambar 42.

Gambar 42. Diagram alir sub-model limbah peternakan.

Fr_jml_pengjng_Htl

Jml_Kmr

Fr_jml_kmr

Jml_pengjng_Htl

Lmb_cair_Htl

Fr_lmb_cair_Htl

Lj_Petr_Htl

Fr_lj_pert_Htl

Jml_Htl

Lmb_Feses_TNK Lmb_Cair_TNK

Fr_Lmb_Cair_TNK

Pop_TNK

LJ_Pnb_TNK

Fr_Pnb_TNK

Fr_Lmb_TNK

Fr_feses_TNK Lmb_TNK

Page 131: pencemaran danau maninjau

113

5.5.4. Sub-model Limbah Pertanian

Sub-model limbah pertanian menggambarkan dinamika limbah yang

dihasilkan oleh aktivitas pertanian di sekitar perairan Danau Maninjau. Peubah

yang terlibat dalam sub-model ini meliputi jumlah lahan pertanian, laju konversi

lahan, fraksi laju konversi lahan, jumlah pemakaian pupuk kimia, fraksi

pemakaian pupuk kimia, limbah pupuk, fraksi limbah pupuk. Dengan

menggunakan powersim version 2,5c semua peubah-peubah ini berhubungan baik

secara langsung maupun tidak langsung dan diformulasikan secara numerik

menghasilkan diagram alir sub-model limbah pertanian (Gambar 43).

Gambar 43. Diagram alir sub-model limbah pertanian.

5.5.5. Sub-model Limbah KJA

Sub-model limbah KJA menggambarkan dinamika limbah yang dihasilkan

oleh kegiatan KJA yang ada di perairan Danau Maninjau. Limbah KJA ini dapat

meningkatkan beban pencemaran yang terjadi di perairan danau. Peubah yang

terlibat dalam sub-model ini meliputi jumlah KJA, laju penambahan KJA, fraksi

penambahan KJA, total berat ikan yang ditebar, fraksi berat ikan tebar, fraksi

jumlah ikan tebar, total pakan per hari, fraksi pakan per hari, limbah pakan per

hari, fraksi pakan per hari, luas lahan KJA dan lahan terpakai untuk KJA. Dengan

menggunakan powersim version 2,5c semua peubah-peubah ini berhubungan baik

secara langsung maupun tidak dan diformulasikan secara numerik menghasilkan

diagram alir sub-model limbah pakan KJA seperti tertera pada Gambar 44.

Fr_Pemk_Pupuk

Lj_Pnb_Lhn_Pert

Pemk_PpkBbn_lmb_Pertn

Fr_Lhn_Pert

Fr_Limb_Ppk

Luas_Lhn_Pertn

Page 132: pencemaran danau maninjau

114

Gambar 44 . Diagram alir sub-model limbah KJA.

Gambar 44 mempresentasikan bahwa beban pakan per hari (limbah pakan)

yang berfungsi sebagai auxiliary merupakan hasil perkalian antara jumlah pakan

perhari dengan fraksi pakan perhari, satuannya dalam bentuk ton per tahun.

Peningkatan beban limbah pakan ini akan menambah jumlah total limbah yang

masuk ke perairan danau.

Penggabungan kelima sub-model limbah (sub-model limbah penduduk,

sub-model limbah hotel, sub-model limbah peternakan, sub-model limbah

pertanian dan sub-model limbah KJA) merupakan gambaran total beban

pencemaran yang masuk ke perairan Danau Maninjau dalam hubungannya

sebagai penyumbang beban pencemar. Penyusunan diagram alir sebab akibat

dalam model ini didasarkan pada keterkaitan antara variabel-variabel dalam

struktur sistem pencemaran perairan danau, seperti pertumbuhan jumlah penduduk

di sekitar perairan danau, kegiatan di luar danau (pertanian, peternakan,

pariwisata) dan KJA di danau dengan segala faktor yang mempengaruhinya

seperti pada Gambar 6 (halaman 56). Diagram tersebut memperlihatkan bahwa

inti dari pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan danau adalah yang

berhubungan dengan pertumbuhan penduduk dan pemanfaatan lahan

(permukiman, pertanian, peternakan, perhotelan) serta kegiatan KJA dalam

menunjang kesejahteraan penduduk. Jadi semua unsur tersebut saling terkait dan

saling mempengaruhi dalam sistem. Berdasarkan diagram lingkar sebab akibat

tersebut, disusun diagram alir model pengendalian pencemaran perairan danau

dengan bentuk struktur modelnya seperti Gambar 45.

Fr_Pakan

Lj_Penb_KJA

Total_Berat_Ikan_Fr_jml_Ikan_Tebar

Fr_Berat_Ikan

Total_Pakan

Fr_Penb_KJALuas_lahan_KJA

Fr_Limbah_Pakan

Limbah_Pakan

Faktor_pengaliLahan_terpakai_KJA

Jumlah_KJA

Page 133: pencemaran danau maninjau

115

Gambar 45. Diagram alir model pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau.

Keterangan:

Bbn Lmb = beban limbah (jumlah limbah keseluruhan) Bbn lmb Pertn = beban limbah pertanian BM = baku mutu Fr Bbn pkn = fraksi beban pakan Fr Brt ikan = fraksi berat ikan Fr Emig = fraksi emigrasi penduduk per tahun Fr Imig = fraksi imigrasi penduduk per tahun Fr jml ikan tebar = fraksi jumlah ikan pertama kali di tebar Fr Pkn = fraksi jumlah fosfor dalam pakan Fr Jml Kmr = fraksi jumlah kamar per hotel Fr Jml Pengjng = fraksi jumlah pengunjung hotel per tahun Fr JPP Lmb = fraksi jumlah penduduk pembuang limbah cair Fr KAS = fraksi kapasitas asimilasi per tahun Fr Kl Pddk = fraksi kelahiran penduduk per tahun Fr Km Pddk = fraksi kematian penduduk per tahun Fr lj pnb Htl = fraksi laju penambahan hotel per tahun Fr lmb cair Pddk = fraksi limbah cair penduduk Fr Limb Cair Htl = fraksi limbah cair hotel Fr lmb Cair TNK = fraksi limbah cair ternak sapi per ekor per hari Fr lmb feses TNK = fraksi limbah feses dari ternak sapi per ekor per hari Fr Lmb TNK = fraksi limbah ternak sapi per ekor per hari Fr Ls lhn KJA = fraksi luas lahan setiap KJA

F_Emig

POP_TNK

Pop_Pddk

Lj_Penbh_Lhn_Pertfr_KAS

Fr_ImigFr_Km_PddkJl_PP_Lmb

Lmb_feses

Fr_Kl_Pddk

fr_Lmb_TNK

Fr_jml_Ikan_Tebar

Lj_Penb_KJA

Lmb_Cair_TNK

Fr_Pnb_TNK

Lmb_Cair_Pddk

Fr_JPP_LmbFr_Lmb_cair_Pddk

Fr_Penb_KJA

Jml_Htl

Jml_KJA

Ttl_Brt_Ikan_

Fr_Ls_lhn_KJA

Lhn_trpki_KJA

BM

Pmk_Ppk

L_Lhn_Pertn

Kap_Asmls Lmb_Pkn_KJA

Fr_Bbn_Pkn

Fr_Brt_Ikan

Jml_Kmr

Lj_Pnb_Htl

Bbn_lmb_Pertn

Fr_Lmb_Ppk

Fr_Pmk_Ppk

Fr_Lj_pnb_Htl

Fr_Jml_Kmr

Fr_Pkn

Ttl_Pkn

Pmb_lhn_KJA

Fr_Lhn_pert

Lmb_Cair_Htl

Lj_Pnb_Pddk Lj_Pngr_Pddk

Ttl_lmb_TNK

Fr_Lmb_Cair_TNK

Jml_pengjng_Htl

Fr_Jml_Pengjng_Htl

Fr_Limb_Cair_Htl

Lj_Pnb_TNK

fr_lmb_feses_TNK

Bbn_Lmb

Lj_Pn_Bb_Limb

Page 134: pencemaran danau maninjau

116

Fr Penb KJA = fraksi penambahan KJA per tahun Fr Lhn pert = fraksi penambahan lahan pertanian per tahun Fr lmb Ppk = fraksi penambahan unsur fosfor dari pupuk Fr Pmk Ppk = fraksi pemakaian pupuk per hektar per tahun Fr Pnb TNK = fraksi penambahan ternak sapi per tahun Jml Htl = jumlah hotel Jml KJA = jumlah KJA Jl PP Lmb = jumlah penduduk pembuang limbah cair Jml kmr = jumlah kamar hotel Jml pengjng Htl = jumlah pengunjung hotel per tahun Kap asmls = kapasitas asimilasi terhadap PO4 Lhn trpki KJA = lahan terpakai untuk KJA Lj Pnb TNk = laju penambahan ternak sapi potong per tahun Lj Pn Bb Limb = laju penambahan beban limbah Lj Penb KJA = laju penambahan KJA per tahun Lj Penbh lhn pert = laju penambahan lahan pertanian per tahun Lj Pnb Htl = laju penambahan hotel per tahun Lj Penb Pddk = laju penambahan penduduk per tahun Lj Pngr Pddk = laju pengurangan penduduk Lmb Cair Htl = jumlah limbah cair hotel Lmb Cair Pddk = jumlah limbah cair penduduk Lmb Cair TNK = jumlah limbah cair ternak Lmb feses TNK = jumlah feses ternak Lmb Pkn KJA = jumlah limbah (sisa) pakan dari KJA L lhn pert = jumlah luas lahan pertanian Pmb lhn KJA = pembukaan lahan KJA Pmk Ppk = pemakaian pupuk untuk pertanian Pop Pddk = populasi penduduk di sekitar danau Pop TNK = populasi ternak sapi Ttl lmb TNK = total limbah ternak sapi Ttl Brt ikan = total berat ikan Ttl Pkn = total pakan yang diberikan per tahun

5.5.6. Analisis Kecenderungan Sistem (Simulasi Model)

Analisis kecenderungan sistem ditujukan untuk mengeksplorasi perilaku

sistem dalam jangka panjang ke depan, melalui simulasi model. Perilaku simulasi

ditetapkan selama 15 tahun, yakni dimulai tahun 2005 sampai dengan 2020.

Dalam kurun waktu simulasi tersebut, diungkapkan perkembangan yang mungkin

terjadi pada peubah-peubah yang dikaji. Peubah-peubah model yang akan

disimulasikan adalah limbah pakan, limbah cair penduduk, limbah cair ternak dan

limbah cair hotel. Dinamika beberapa peubah sistem dalam kurun waktu 15 tahun

disajikan pada Gambar 46.

Hasil simulasi model menunjukkan bahwa jumlah penduduk di sekitar

perairan danau terus meningkat dari 30.532 jiwa pada awal simulasi menjadi

37.293 jiwa pada akhir tahun simulasi. Pola peningkatan jumlah penduduk diikuti

Page 135: pencemaran danau maninjau

117

pula oleh jumlah limbah yang dihasilkan. Limbah cair penduduk di sekitar danau

yang mengalir ke perairan danau terus bertambah, pada awal simulasi jumlah

beban limbah yang dihasilkan adalah 2183,93 ton meningkat menjadi 2.665,11

ton pada akhir simulasi. Demikian juga halnya dengan KJA di perairan Danau

Maninjau terus mengalami peningkatan, dari 8.955 unit pada awal tahun simulasi

menjadi 27.975 unit pada akhir tahun simulasi. Kondisi ini juga diikuti oleh

peningkatan beban limbah pakan yang masuk ke perairan danau. Pada awal tahun

simulasi beban limbah pakan sebesar 10.880,33 ton, meningkat menjadi 35.240,31

pada akhir tahun simulasi.

Tahun

Ton

Lmbah_Pakan1Limbah_Cair_Penduduk2Lmbah_Cair_Ternak3Limb_Cair_Hotel4

2.006 2.008 2.010 2.012 2.014 2.016 2.018 2.020

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

1

23 4

1

2

3 4

1

2

3 4

1

2

3 4

1

2

3 4

1

2

3 4

1

2

3 4

1

2

3

Gambar 46. Kecenderungan jumlah limbah yang masuk ke perairan danau.

5.5.7. Validasi Model

Validasi model dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kelayakan

suatu model yang dibangun, apakah sudah merupakan perwakilan dari realitas

yang dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Proses

validasi model dilakukan dengan dua tahap pengujian, yaitu (1) uji validitas

struktur model dan (2) uji output model (perilaku model)

(1). Uji validitas struktur model

Validasi struktur bertujuan untuk melihat sejauh mana kesesuaian struktur

model yang dibangun mendekati struktur sistem nyata. Uji ini berkaitan dengan

batasan sistem, variabel-variabel pembentuk sistem, dan asumsi yang digunakan

dalam sistem. Hal ini dapat dilakukan dengan uji kesesuaian strtuktur dan uji

konsistensi struktur.

Page 136: pencemaran danau maninjau

118

Uji kesesuaian struktur bertujuan untuk memberi keyakinan bahwa

struktur model yang dibangun valid secara ilmiah. Struktur model pengendalian

pencemaran perairan yang menggambarkan interaksi antara komponen populasi

penduduk, perhotelan, peternakan, pertanian dan KJA dengan beban limbah

haruslah bersesuaian dengan kondisi sistem nyata. Dengan demikian, hubungan

antara peubah populasi penduduk dan beban limbah yang dihasilkan haruslah

bersifat positif, demikian juga hubungan antara peubah perhotelan, perternakan,

pertanian dan keramba jaring apung dengan beban limbah haruslah bersifat

positif. Dalam model yang dibangun antar peubah tersebut haruslah dapat

dibuktikan bersesuaian dengan mekanisme sistem pencemaran di perairan danau.

Untuk maksud tersebut, dilakukan running dari model yang telah dibangun.

Kecenderungan keadaaan data penduduk Kecamatan Tanjung Raya pada

lima tahun terakhir (2000–2005), dengan laju pertumbuhan 1,15% per tahun,

maka jumlah penduduk tahun simulasi (2005-2020) mengalami kecenderungan

naik secara eksponensial. Pada tahun 2020 jumlah penduduk di kawasan Danau

Maninjau meningkat menjadi 37.293 jiwa dengan jumlah limbah cair yang

dihasilkan 2665,11 ton (Tabel 28 dan Gambar 47).

Tabel 28. Populasi penduduk dan KJA serta jumlah limbah yang dihasilkan tahun 2005-2020

Tahun2.0052.0062.0072.0082.0092.0102.0112.0122.0132.0142.0152.0162.0172.0182.0192.020

Populasi_Pendudukimbah_Cair_Pendudu KJA Lmbah_Pakan30.532,00 2.181,93 8.955,00 10.880,3330.941,89 2.211,22 9.684,83 11.767,0731.357,29 2.240,91 10.474,15 12.726,0931.778,26 2.270,99 11.327,79 13.763,2632.204,88 2.301,48 12.251,00 14.884,9732.637,23 2.332,38 13.249,46 16.098,1033.075,39 2.363,69 14.329,29 17.410,0933.519,42 2.395,42 15.497,13 18.829,0133.969,42 2.427,58 16.760,15 20.363,5834.425,46 2.460,17 18.126,10 22.023,2134.887,62 2.493,20 19.603,37 23.818,1035.355,99 2.526,67 21.201,05 25.759,2735.830,64 2.560,59 22.928,93 27.858,6636.311,67 2.594,97 24.797,64 30.129,1436.799,15 2.629,81 26.818,65 32.584,6637.293,18 2.665,11 29.004,37 35.240,31

Page 137: pencemaran danau maninjau

119

2000

2100

2200

2300

2400

2500

2600

2700

3053

2

3094

1

3135

7

3177

8

3220

4

3263

7

3307

5

3351

9

3396

9

3442

5

3488

7

3535

5

3583

0

3631

1

3679

9

3729

3

Jumlah penduduk (jiwa)

Jum

lah

limba

h (T

on)

Gambar 47. Hubungan antara jumlah penduduk dengan jumlah limbah.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa model yang dibangun dapat

memberikan hasil yang bersesuaian dengan kondisi sistem nyata. Berdasarkan uji

struktur, dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun dapat digunakan untuk

mewakili mekanisme kerja sistem nyata.

(2) Uji validasi output model (kinerja model)

Validasi kinerja model merupakan pengujian sejauhmana kinerja model

yang dibangun (output model) sesuai dengan kinerja sistem nyata, sehingga

memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang taat fakta atau diterima secara

akademik. Validasi output dapat dilakukan dengan cara membandingkan data

hasil keluaran model yang dibangun dengan data empirik (Barlas, 1996).

Beberapa jenis teknik uji statistik yang dapat digunakan dalam pengujian

validasi kinerja model antara lain adalah absolute mean error (AME) dan absolute

variation error (AVE) serta U-Theil’s, dengan batas penyimpangan yang dapat

ditolerir adalah 5-10% (Barlas, 1996; Muhammadi et al., 2001). Disamping itu

juga digunakan uji Durbin Watson (DW) dan Kalman filter (KF). Dalam

penelitian ini pengujian validasi kinerja terhadap model yang dibangun

menggunakan uji Kalman Filter, dengan tingkat fitting (kecocokan) yang dapat

diterima 47,5-52,5%.

Pengujian validasi kinerja ini dilakukan terhadap dua sub model, yaitu

sub-model penduduk dan sub-model KJA yang menjadi sumber limbah dominan

yang masuk ke perairan danau. Setelah melalui berbagai penyempurnaan baik

Page 138: pencemaran danau maninjau

120

secara struktural maupun fungsional maka hasil simulasi terhadap ke dua sub-

model menunjukkan adanya kemiripan antara hasil simulasi dengan data empiris,

seperti diperlihatkan pada Gambar 48 dan 49. Melalui penerapan formulasi

perhitungan KF (Lampiran 8) untuk variabel penduduk, diperoleh nilai kecocokan

sebesar 0,487286 (48,73%). Dengan demikian data-data hasil simulasi sub model

penduduk pada akhirnya cukup akurat, mengingat tingkat kecocokan KF antara

hasil simulasi dengan data empirik yang diperoleh berada pada batas kecocokan

(47,5–52,5%).

26000

27000

28000

29000

30000

31000

32000

33000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Tahun

Jum

lah

Pend

uduk

(jiw

a)

Empirik Simulasi

Gambar 48. Grafik perbandingan jumlah penduduk hasil simulasi dengan data Empirik.

Hasil perhitungan nilai tingkat kecocokan (KF) terhadap peningkatan

jumlah limbah dari KJA hasil simulasi dengan data perkembangan secara empirik

di lapangan, diperoleh nilai KF sebesar 0,509852 atau 50,98% (Gambar 49).

Berdasarkan nilai KF tersebut, maka model yang dikembangkan dapat dinyatakan

valid secara struktur dan dapat diterima secara akademik.

02000400060008000

10000120001400016000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012Tahun

Jum

lah

KJA

(uni

t)

Empirik Simulasi

Gambar 49. Grafik perbandingan perkembangan jumlah KJA hasil simulasi

dengan data empirik.

Page 139: pencemaran danau maninjau

121

5.6. Penyusunan Skenario Pengendalian Pencemaran Perairan Danau

Skenario merupakan suatu alternatif rancangan kebijakan yang

memungkinkan dapat dilakukan dalam kondisi nyata yang ada di lapangan.

Skenario pengendalian pencemaran perairan danau dirancang berdasarkan pada

hasil analisis prospektif. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk

mempersiapkan tindakan strategis di masa depan dengan cara menentukan faktor-

faktor kunci yang berperan penting terhadap berbagai kemungkinan yang akan

terjadi di masa depan.

Berdasarkan identifikasi dari expert (pakar) didapatkan 13 faktor kunci

yang dianggap berpengaruh dalam pengendalian pencemaran di perairan Danau

Maninjau di masa depan, yaitu: (1) jumlah KJA, (2) pertumbuhan penduduk, (3)

persepsi masyarakat, (4) fasilitas pengolahan limbah, (5) dukungan pemerintah

daerah, (6) pengolahan lahan di sekitar danau, (7) program pengelolaan danau, (8)

sarana dan prasarana, (9) teknologi budidaya perikanan, (10) daya dukung danau,

(11) pemetaan kawasan danau (zonasi), (12) pendangkalan danau (erosi), dan (13)

kerjasama lintas sektoral.

Hasil analisis secara matriks hubungan antara faktor kunci dari pakar

terhadap pengaruh langsung dan tidak langsung antar faktor kunci tersebut dari

sistem yang dikaji, secara rinci disajikan pada Lampiran 6. Selanjutnya hasil

analisis silang antar faktor kunci tersebut dipresentasikan secara grafik dalam

salib sumbu Kartesien (Bourgeois, 2002; Hardjomidjojo, 2002). Berdasarkan

grafik dalam salib sumbu tersebut, terpilih lebih sedikit faktor kunci (penting)

yang berpengaruh dalam pengendalian pencemaran di perairan Danau Maninjau di

masa yang akan datang, seperti diperlihatkan pada Gambar 50.

Page 140: pencemaran danau maninjau

122

Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji

Jumlah KJA

Dukungan Pemda

Pengolahan lahanPertumbuhan penduduk

Persepsi masyarakat

Program pengelolaan danau

Sarana dan prasarana

Fasilitas pengolahan limbah

Teknologi budidaya perikanan

Daya dukung danau Zonasi danau

Erosi

Kerjasama lintas sektoral

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 Ketergantungan

Peng

aruh

Gambar 50. Gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang berpengaruh pada

sistem pengendalian pencemaran perairan Danau Maninjau.

Dari analisis prospektif (Gambar 50) terlihat bahwa faktor penting dalam

pengendalian pencemaran perairan danau terkelompokkan dalam 4 kuadran.

Kuadran kiri atas (kuadran I) merupakan kelompok faktor yang memberikan

pengaruh tinggi terhadap kinerja sistem dengan ketergantungan yang rendah

terhadap keterkaitan antar faktor. Kuadran ini terdiri dari tiga faktor, yaitu: 1)

jumlah KJA, 2) pertumbuhan penduduk, dan 3) persepsi masyarakat. Faktor-

faktor ini akan digunakan sebagai input di dalam sistem yang dikaji. Kuadran

kanan atas (kuadran II) merupakan kelompok faktor yang memberikan pengaruh

tinggi terhadap kinerja sistem dan mempunyai ketergantungan antar faktor yang

tinggi pula, sehingga digunakan sebagai stake (penghubung) di dalam sistem.

Kuadran ini terdiri dari dua faktor yaitu: 1) pengolahan lahan dan 2) dukungan

pemerintah daerah. Kuadran kanan bawah (kuadran III) memiliki pengaruh yang

rendah terhadap kinerja sistem dan ketergantungan yang tinggi terhadap

keterkaitan antar faktor, sehingga menjadi output di dalam sistem. Kuadran ini

terdiri dari empat faktor, yaitu: 1) program pengelolaan danau, 2) fasilitas

pengolahan limbah, 3) daya dukung danau, dan 4) zonasi danau. Kuadran kiri

bawah (kuadran IV) mempunyai pengaruh rendah terhadap kinerja sistem dan

ketergantungan juga rendah terhadap keterkaitan antar faktor. Kuadran ini terdiri

dari empat faktor, yaitu: 1) teknologi budidaya perikanan, 2) sarana dan prasarana,

3) erosi, dan 4) kerjasama lintas sektoral.

Page 141: pencemaran danau maninjau

123

Berdasarkan pada penilaian pengaruh langsung antar faktor sebagaimana

diperlihatkan pada Gambar 50, dari ke-13 faktor kunci tersebut didapatkan

sebanyak dua faktor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap kinerja sistem dan

ketergantungan antar faktor yang tinggi pula, yaitu: 1) pengolahan lahan dan 2)

dukungan pemrintah daerah, serta tiga faktor yang mempunyai pengaruh yang

tinggi terhadap kinerja sistem walaupun ketergantungan antar faktor rendah, yaitu

1) jumlah KJA, 2) pertumbuhan penduduk, dan 3) persepsi masyarakat. Oleh

sebab itu, kelima faktor tersebut perlu dikelola dengan baik dan dibuat state

(kondisi) yang mungkin terjadi di masa depan sehubungan dengan pengendalian

pencemaran perairan danau.

Deskripsi dari masing-masing faktor kunci hasil analisis pengaruh

langsung antar faktor adalah sebagai berikut:

a) KJA merupakan sistem pembudidayaan ikan dengan teknik keramba jaring

apung yang diberi pakan buatan (pellet). Pertambahan KJA akan

meningkatkan jumlah sisa pakan (limbah) yang masuk ke perairan danau.

Pertambahan KJA didasarkan pada pertambahan historis tiap tahunnya.

b) Pertumbuhan penduduk

Pertumbuhan penduduk terjadi akibat pertambahan melalui kelahiran dan

urbanisasi serta pengurangan akibat kematian dan emigrasi. Pertumbuhan

penduduk akan mempengaruhi jumlah limbah yang dihasilkan dari kegiatan

domestik. Pertumbuhan tersebut didasarkan pada data historis tiap tahunnya.

c) Persepsi masyarakat

Persepsi masyarakat adalah pandangan responden tentang kegiatan

pengendalian pencemaran perairan danau. Cara mengetahuinya adalah melalui

beberapa indikator pertanyaan yang menjelaskan pandangan responden

terhadap (1) kegiatan pencegahan pencemaran danau, (b) kegiatan

penanggulangan pencemaran danau dan (3) kegiatan dalam partisipasi pada

pencegahan dan penanggulangan pencemaran danau.

d) Pengolahan lahan

Pengolahan lahan di sekitar danau oleh masyarakat terutama dalam hal

pertanian dan perkebunan dapat mempengaruhi beban limbah yang masuk ke

perairan danau.

Page 142: pencemaran danau maninjau

124

e) Dukungan pemerintah daerah

Pemerintah daerah yang dimaksud adalah instansi yang terkait dengan

pemanfaatan perairan Danau Maninjau. Dukungan yang diberikan dapat

berupa bantuan tentang teknologi/fasilitas pengolahan limbah cair, pelatihan

dan penyuluhan pada masyarakat.

Skenario pengendalian pencemaran perairan danau dibuat berdasarkan

perkiraan responden mengenai kondisi faktor kunci di masa mendatang. Dari

perkiraan responden mengenai kondisi faktor-faktor penting tersebut di masa

mendatang, disusun skenario yang mungkin terjadi di daerah penelitian. Hasil

perkiraan responden mengenai kondisi faktor-faktor di masa datang, selanjutnya

dilakukan kombinasi yang mungkin terjadi antar kondisi faktor tersebut. Dari

kombinasi antar kondisi faktor tersebut, didapatkan tiga skenario yang dinamai

dengan skenario (1) optimistik, (2) moderat, dan (3) pesimistik. Secara ringkas

penamaan dan susunan dari skenario tersebut disajikan pada Tabel 29 dan 30.

Tabel 29. Keterkaitan antar faktor dan kondisi (state) untuk analisis prospektif No Faktor Kondisi (state) di masa datang

1 Jumlah KJA

1A 1B 1C Meningkat, sebagai

akibat meningkatnya pendapatan sebagai hasil kegiatan KJA

Tetap

Menurun karena terjadinya penurunan

kualitas air danau sehingga menurun-

kan hasil KJA 2 Pertumbuhan

penduduk 2A 2B 2C

Tetap

Meningkat

Meningkat tinggi sebagai akibat

urbanisasi 3 Persepsi

masyarakat

3A 3B 3C

Tetap

Meningkat secara bertahap (gradural)

sesuai kemampuan dan pengetahuan masyarakat

Meningkat secara drastis karena adanya

sosialisasi

4 Pengolahan lahan

4A 4B Kurang sesuai dengan

kaidah konservasi, intensif pemakaian pupuk dan pestisida

Sesuai dengan kaidah konservasi, efisiensi pemakaian pupuk dan

pestisida

5 Dukungan pemerintah daerah

5A 5B 5C Kurang mendukung

karena dianggap kurang berpengaruh

terhadap kesejahteraan masyarakat

Mendukung dengan membuat kebijakan

pengendalian

Sangat mendukung, memberikan

penyuluhan dan sosialisasi

Page 143: pencemaran danau maninjau

125

Tabel 30. Skenario dan kombinasi keadaan faktor

No Skenario Kombinasi kondisi faktor

1 Pesimistik 1A, 2A, 2C, 3A, 4A, 5A

2 Moderat 1B, 2B, 3A, 5B,

3 Optimistik 1C, 3C, 4B, 5B

Jumlah skenario yang dapat dirumuskan dalam rangka pengendalian

pencemaran perairan di Danau Maninjau bisa lebih dari tiga, namun dari keadaan

dari masing-masing faktor kunci, kemungkinan yang paling besar diperkirakan

akan terjadi di masa yang akan datang adalah ketiga skenario tersebut.

1. Skenario Pesimistik

Skenario pesimistik dibangun berdasarkan state dan faktor kunci dengan

kondisi; 1) jumlah KJA yang semakin meningkat setiap tahun dengan

pertumbuhan > 7,89%; 2) pertumbuhan penduduk yang relatif masih tinggi yaitu

> 1,15%, hal ini juga akan meningkatkan jumlah penduduk yang membuang

limbah ke perairan danau; 3) kurangnya sosialisasi dan penyuluhan oleh

pemerintah sehingga pengetahuan masyarakat tentang pengendalian pencemaran

perairan danau menurun menjadi < 68%; 4) pengolahan dan pemanfaatan lahan

yang kurang sesuai dengan kaedah konservasi dan semakin tingginya pemakain

pupuk kimia dan insektisida pada lahan pertanian di sekitar perairan danau. Hal

ini akan meningkatkan beban limbah pertanian (residu pupuk dan pestisida) yang

masuk ke perairan danau; dan 5) pemerintah daerah kurang mendukung, karena

mengganggap masalah pencemaran perairan danau kurang berpengaruh terhadap

kesejahteraan masyarakat sekitar perairan danau.

Penerapan konsep skenario pesimistik ini akan memberikan implikasi

berupa: 1) beban limbah dari pakan akan meningkat; 2) jumlah penduduk yang

membuang limbah ke perairan danau semakin meningkat; 3) kepedulian

masyarakat terhadap pencemaran perairan danau semakin berkurang; 4)

pemerintah daerah kurang memberi perhatian terhadap pengendalian pencemaran;

dan 5) beban limbah berupa residu pupuk dan pestisida semakin meningkat. Hasil

simulasi model pada skenario pesimistik diperlihatkan pada Gambar 51.

Page 144: pencemaran danau maninjau

126

Tahun

Ton

Lmbah_Pakan1Limbah_Cair_Penduduk2Lmbah_Cair_Ternak3Limb_Cair_Hotel4Beban_Lmb5Baku_Mutu6

2.006 2.010 2.014 2.020

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

50.000

55.000

60.000

1

23 4

5

6

1

23 4

5

6

1

23 4

5

6

1

23 4

5

6

1

23 4

5

6

1

23 4

5

1

2

5

1

5

Gambar 51. Prediksi beban limbah pada skenario pesimistik sampai tahun 2020.

2. Skenario Moderat

Skenario moderat mengandung pengertian bahwa keadaan masa depan

yang mungkin terjadi diperhitungkan dengan penuh pertimbangan sesuai dengan

keadaan dan kemampuan sumberdaya yang dimiliki saat ini. Skenario ini

dibangun berdasarkan state dari faktor kunci dengan kondisi sebagai berikut; 1)

jumlah KJA di perairan danau tidak mengalami peningkatan (tetap) yaitu 8955

unit; 2) pertumbuhan penduduk tetap pada tingkat 1,15%; 3) persepsi masyarakat

meningkat secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan

masyarakat; 4) pengolahan dan pemanfaatan lahan disekitar perairan danau

kurang sesuai dengan kaedah konservasi, pemakain pupuk dan pestisida sangat

intensif sehingga residu pupuk dan pestisida masuk ke perairan danau cukup

tinggi; dan 5) pemerintah daerah memberikan dukungan terhadap pengendalian

pencemaran perairan danau dengan memberikan informasi dan menyediakan

fasilitas penampungan limbah atau sampah sementara.

Penerapan skenario moderat ini akan memberikan implikasi berupa: 1)

pertumbuhan jumlah KJA tetap pada tingkat petumbuhan 7,89% per tahun; 2)

beban pencemaran juga meningkat akibat pertumbuhan penduduk; 3) persepsi

masyarakat meningkat (> 68%) secara bertahap sesuai dengan kemampuan dan

pengetahuannya. Hasil simulasi model pada skenario moderat diperlihatkan pada

Gambar 52.

Page 145: pencemaran danau maninjau

127

Tahun

Ton

Limbah_Pakan1Limbah_Cair_Penduduk2Limbah_Cair_Ternak3Limb_Cair_Hotel4Beban_Limbah5Baku_Mutu6

2.006 2.010 2.014 2.020

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

50.000

1

23 4

5

6

1

23 4

5

6

1

23 4

5

6

1

23 4

5

6

1

23 4

5

6

1

23 4

5

6

1

23 4

5

6

1

23

5

Gambar 52. Prediksi beban limbah pada skenario moderat sampai tahun 2020.

3. Skenario Optimistik

Skenario optimistik dibangun berdasarkan keadaan (state) dan faktor kunci

dengan kondisi; 1) laju pertumbuhan jumlah KJA yang semakin menurun setiap

tahunnya mencapai 2% serta dengan pemberian pakan yang efektif (konversi

pakan 0,1); 2) pertumbuhan penduduk meningkat menjadi 1,25%; 3) persepsi

masyarakat meningkat akibat adanya sosialisasi dan penyuluhan oleh pemerintah.

Persepsi masyarakat terhadap pengendalian pencemaran perairan meningkat

mencapai > 85%; sehingga jumlah penduduk yang membuang limbah ke

perairan danau tinggal 15%; 4) pengolahan dan pemanfaatan lahan sudah sesuai

dengan kaedah konservasi dan efektifitas pemakain pupuk kimia serta insektisida

pada lahan pertanian di sekitar perairan danau. Hal ini dapat mengurangi beban

limbah pertanian (residu pupuk dan pestisida) yang masuk ke perairan danau; dan

5) pemerintah daerah mendukung dengan memberikan penyuluhan, sosialisasi

dan penyediaan fasilitas tentang pengendalian pencemaran perairan danau.

Penerapan konsep skenario optimistik ini akan memberikan implikasi

berupa: 1) beban limbah dari KJA akan menurun; 2) jumlah penduduk yang

membuang limbah ke perairan danau semakin berkurang; 3) pemahaman dan

kepedulian masyarakat terhadap pencemaran perairan danau semakin meningkat;

4) dukungan atau perhatian pemerintah daerah terhadap pengendalian pencemaran

semakin tinggi; dan 5) beban limbah berupa residu pupuk dan pestisida yang

masuk ke perairan danau semakin berkurang. Hasil simulasi model pada skenario

optimistik diperlihatkan pada Gambar 53.

Page 146: pencemaran danau maninjau

128

Tahun

Ton

Limbah_Pakan1Limbah_Cair_Penduduk2Limbah_Cair_Ternak3Limb_Cair_Hotel4Beban_Limbah5Baku_Mutu6

2.006 2.008 2.010 2.012 2.014 2.016 2.018 2.020

500

1.000

1.500

2.000

1

2

3 4

5

6

1

2

3 4

5

6

1

2

3 4

5

6

1

2

3 4

5

6

1

2

34

5

6

1

2

34

56

1

2

34

56

1

234

5

Gambar 53. Prediksi beban limbah pada skenario optimistik sampai tahun 2020.

5.7. Analisis Perbandingan Penerapan antar Skenario

Perbandingan kinerja sistem hasil simulasi dari ketiga skenario yang

dirumuskan menjadi dasar utama untuk menentukan skenario yang paling tepat

diterapkan dalam rangka pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau.

Kinerja sistem dengan skenario pesimistik memperlihatkan kondisi sistem yang

tidak mendukung terhadap penekanan beban pencemaran yang masuk ke perairan

danau. Hal ini ditunjukkan oleh semakin tingginya jumlah limbah yang masuk ke

perairan danau. Pada skenario ini, kondisi yang akan terjadi adalah tingkat

pertumbuhan jumlah KJA mencapai 8% per tahun dan tingkat pertumbuhan

penduduk mencapai 1,25% per tahun. Persepsi masyarakat terhadap pengendalian

pencemaran perairan menurun menjadi 50%.

Skenario moderat tidak lain adalah kondisi eksisting yang berlangsung

pada saat ini, dimana state menghasilkan kinerja sistem di masa depan yang tidak

mampu menekan peningkatan beban pencemaran yang masuk ke perairan danau.

Kondisi dengan pertumbuhan jumlah KJA 7,89% per tahun dan pertumbuhan

penduduk di sekitar perairan danau sebesar 1,15% per tahun serta jumlah

penduduk yang membuang limbah ke perairan danau sebesar 75%. Hal ini akan

mengakibatkan peningkatan beban limbah, sehingga belum memenuhi baku mutu

pada tahun 2020.

Kinerja sistem dengan skenario optimistik lebih baik dari skenario

pesimistik dan moderat dan mampu menekan peningkatan beban limbah yang

masuk ke perairan danau. Dengan pertumbuhan jumlah KJA 2% per tahun,

pertumbuhan penduduk 1% per tahun, dan peningkatan kesadaran penduduk di

Page 147: pencemaran danau maninjau

129

sekitar perairan danau sebesar 85% untuk tidak membuang limbahnya ke perairan

danau. Kondisi ini akan mengurangi peningkatan beban limbah yang masuk ke

perairan danau dan diyakini akan menurunkan beban limbah hingga mencapai

baku mutu pada tahun 2020.

Berdasarkan perbandingan ketiga skenario serta pemodelan dalam sistem

pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau, dengan segala

sumberdaya yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Agam khususnya

Kecamatan Tanjung Raya maka skenario yang paling mungkin terjadi dimasa

depan adalah pesimistik 25%, moderat 55% dan optimistik 20%. Skenario yang

terjadi mengilustrasikan bahwa dalam upaya pencegahan agar beban limbah yang

masuk ke perairan danau sesuai dengan yang diharapkan atau sesuai dengan baku

mutu, maka perlu dilakukan dengan suatu kebijakan yang kondusif.

Gambar 54 memperlihatkan perbandingan ketiga skenario yang terjadi

dimasa yang akan datang terhadap sistem dalam menghasilkan beban limbah di

perairan Danau Maninjau. Skenario optimistik merupakan skenario yang

diharapkan terjadi dimasa depan, namun pilihan responden adalah skenario

moderat, sehingga diperlukan upaya-upaya tindakan atau strategi-strategi

pengendalian pencemaran perairan Danau Maninjau.

Perbandingan antar skenario

58692,91

46080,54

1990 2045,60

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

Pesimistik Moderat Optimistik Baku mutuSkenario

Beb

an lim

bah

(Ton

/tahu

n))

Gambar 54. Grafik perbandingan tiga skenario beban limbah dalam pengendalian

pencemaran perairan di Danau Maninjau tahun 2005–2020.

5.8. Arahan Kebijakan Pengendalian Pencemaran Perairan Danau

Berdasarkan pada analisis kondisi eksisting perairan Danau Maninjau yang

meliputi kondisi parameter fisika, kimia dan mikrobiologi menunjukkan bahwa

Page 148: pencemaran danau maninjau

130

beberapa indikator paramter kualitas air sudah di atas ambang batas yang

diizinkan sebagai sumber air baku air minum. Secara umum status kualitas

perairan danau berada pada kondisi tercemar sedang. Demikian juga, berdasarkan

pemodelan yang disertai simulasi terhadap skenario yang mungkin terjadi di masa

depan, maka beberapa rumusan strategi kebijaksanaan untuk meurunkan beban

limbah yang masuk ke perairan danau dalam upaya pengendalian pencemaran

perairan danau berdasarkan prioritas adalah sebagai berikut:

1. Persepsi masyarakat sekitar perairan danau masih rendah yaitu sebesar 14%,

maka perlu melakukan upaya peningkatan persepsi dan kesadaran masyarakat

untuk tidak membuang limbah langsung ke perairan danau. Hal ini dapat

dilakukan dengan penyuluhan dan pelatihan serta sosialisasi pada masyarakat

sekitar perairan danau. Selain itu, penekanan beban limbah ke perairan danau

dapat dilakukan dengan mengupayakan peningkatan fasilitas sanitasi

lingkungan di sekitar perairan danau.

2. Tingkat pertambahan KJA cukup tinggi yaitu sebesar 7,89% per tahun, maka

perlu melakukan upaya penurunan laju pertambahan KJA pada tingkat 2% per

tahun untuk menekan beban limbah yang masuk ke perairan danau. Hal ini

dapat dilakukan melalui perizinan yang ketat terhadap penambahan KJA yang

baru. Selain itu, penekanan beban limbah dari KJA perlu melakukan upaya

pemberian pakan dengan kadar fosfor yang rendah. Hal ini dapat dilakukan

melalui kerjasama Pemda Kabupaten Agam dengan perusahaan (paberik)

penghasil pakan.

3. Penurunan jumlah beban limbah cair yang terkait dengan jumlah penduduk

dapat dilakukan dengan mengupayakan penekanan laju pertumbuhan

penduduk tidak melebihi 1,0% per tahun. Hal ini dapat dilakukan dengan

meningkatkan pelayanan keluarga berencana, pembatasan usia nikah dan

membatasi penduduk yang masuk dan berdomisili di sekitar perairan danau.

4. Mengupayakan konservasi pada lahan pertanian disekitar perairan danau,

sehingga dapat menurunkan kadar total padatan tersuspensi (TSS) yang masuk

ke perairan danau. Hal ini dapat dilakukan dengan kegiatan penghijauan serta

membatasi pengembangan permukiman di sempadan danau.

Page 149: pencemaran danau maninjau

131

5. Mengupayakan pemakaian pupuk dan pestisida secara efektif melalui

penyuluhan dan sosialisasi.

5.9. Analisis Sensitivitas Model

Uji sensitivitas dilakukan untuk mengetahui respon model terhadap

stimulus, yang tujuannya adalah untuk menemukan alternatif tindakan baik untuk

mengakselerasi kemungkinan pencapaian positif maupun maupun untuk

mengantisipasi dampak negatif. Hasil simulasi model setelah dilakukan intervensi

struktural melalui fungsi IF dengan cara menurunkan tingkat laju pertumbuhan

penduduk sebesar 1% yang dimulai pada tahun 2006, ternyata tidak memberikan

pengaruh nyata terhadap level atau stock total beban limbah. Intervensi penurunan

laju pertumbuhan penduduk tersebut menghasilkan jumlah beban limbah sebesar

58052,76 ton (Gambar 55).

Tahun

Ton

Baku_Mutu1Bb_Lmb2

2.006 2.008 2.010 2.012 2.014 2.016 2.018 2.0200

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

50.000

55.000

60.000

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

Gambar 55. Grafik beban limbah dengan pengurangan pertumbuhan penduduk

dengan intervensi struktural.

Pertumbuhan sumber limbah khususnya jumlah KJA merupakan variabel

dominan yang menjadi penyebab terhadap masalah peningkatan jumlah limbah

yang masuk ke perairan danau. Upaya penurunan beban pencemaran (limbah)

dapat berhasil secara efektif bila kebijakan yang ditempuh adalah dengan

mengurangi laju pertumbuhan jumlah KJA. Melalui intervensi struktural dengan

menurunkan atau mengurangi rata-rata pertumbuhan KJA menjadi 1% per tahun

dengan menggunakan fungsi IF yang dimulai pada tahun 2006. Hasil simulasi

menunjukkan efek yang nyata terhadap penurunan beban limbah yang masuk ke

Page 150: pencemaran danau maninjau

132

perairan danau. Intervensi penurunan laju pertumbuhan KJA tersebut

menghasilkan jumlah beban limbah sebesar 49816,91 ton (Gambar 56).

Tahun

Ton

Baku_Mutu1Beban_Limbah2

2.006 2.008 2.010 2.012 2.014 2.016 2.018 2.0200

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

45.000

50.000

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

1

2

Gambar 56. Grafik beban limbah dengan pengurangan KJA dengan intervensi

struktural.

5.10. Pembahasan Umum

Kondisi atau kualitas lingkungan perairan Danau Maninjau berada pada

tingkat kualitas sedang atau telah mengalami pencemaran pada kategori ringan.

Hal ini diindikasikan oleh beberapa parameter fisika dan kimia yang telah

melampaui baku mutu perairan sebagai sumber air baku air minum, kecuali

parameter total padatan terlarut (TDS), fecal coliform dan pestisida. Parameter

total padatan tersuspensi (TSS) dan fosfat tinggi pada daerah aliran Bandar Ligin,

oksigen terlarut (DO) rendah pada daerah aliran Sungai Limau Sundai, sementara

untuk kebutuhan oksigen kimia (COD) dan kebutuhan oksigen biokimia (BOD5)

adalah tinggi. Parameter nitrit tinggi pada daerah aliran Sungai Jembatan Ampang

dan Batang Kalarian.

Karakteristik masyarakat yang berdomisili di sekitar perairan Danau

Maninjau terutama di daerah sempadan danau, pada umumnya memiliki tingkat

pendidikan yang rendah. Pekerjaan masyarakat sebagian besar adalah petani

dengan tingkat pendapatan termasuk kategori rendah. Persepsi masyarakat

mengenai pengendalian pencemaran yang terjadi di perairan danau termasuk

kategori rendah.

Aliran beban limbah yang masuk ke perairan danau selain berasal dari

daerah di sempadan danau yang membawa limbah organik juga berasal dari

Page 151: pencemaran danau maninjau

133

kegiatan kerambah jaring apung (KJA). Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan

KJA ini berupa sisa pakan yang tidak dimakan ikan dan feses yang dapat

menumpuk dan menimbulkan sedimentasi di dasar perairan danau.

Skenario yang mungkin akan terjadi di masa depan pada perairan Danau

Maninjau adalah skenario pesimistik, moderat dan optimistik. Berdasarkan

pendapat para pakar, skenario yang paling mungkin terjadi adalah moderat dan

pesimistik. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan atau strategi yang tepat

untuk mengubah kondisi pesimistik dan moderat yang menyebabkan beban

limbah melebihi baku mutu yang ditetapkan menjadi optimistik, sehingga beban

limbah di bawah ambang baku mutu yang ditetapkan. Stategi penurunan laju

pertumbuhan KJA menjadi 2%, dan penerapan pemberian pakan yang efektif

dengan rasio 3% dengan pakan yang rendah kandungan fosfornya, sehingga dapat

mengurangi limbah (sisa pakan) yang masuk ke perairan danau. Disamping itu,

strategi penekanan laju pertumbuhan penduduk tidak melebihi 1%, pembuatan

instalasi pengolahan limbah rumah tangga (tanki septik) yang berbasis masyarakat

sangat diperlukan karena mampu mengurangi beban limbah yang masuk ke

perairan danau. Hal lain yang dapat dilakukan adalah upaya penanggulangan dari

sumber beban limbah itu sendiri seperti peningkatan kesadaran masyarakat

terhadap dampak limbah terhadap perairan danau.

Page 152: pencemaran danau maninjau

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Parameter kualitas perairan danau yang telah melampui baku mutu air kelas 1

berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 yang peruntukannya sebagai sumber air

baku air minum adalah TSS, COD, BOD5, nitrit dan fosfat. Berdasarkan

indeks mutu lingkungan perairan (IMLP), maka mutu perairan Danau

Maninjau termasuk kualitas sedang atau tercemar ringan.

2. Model pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau yang dibangun

dapat menggambarkan perilaku sistem nyata, yang tersusun dalam lima sub-

model, yaitu sub-model limbah (1) penduduk, (2) hotel, (3) peternakan, (4)

pertanian dan (5) KJA. Ada dua faktor yang memiliki pengaruh dan

ketergantungan antar faktor yang tinggi terhadap kinerja sistem, yaitu 1)

pengolahan lahan; 2) dukungan pemerintah daerah, serta tiga faktor yang

memiliki pengaruh tinggi terhadap kinerja sistem namun ketergantungan antar

faktor rendah, yaitu: 1) jumlah KJA; 2) pertumbuhan penduduk; dan 3)

persepsi masyarakat.

3. Kebijakan yang dapat diterapkan untuk menekan beban limbah agar sesuai

dengan baku mutu air yang diperuntukan sebagai sumber air baku air minum

berdasarkan prioritas adalah: 1) meningkatkan persepsi dan pengetahuan

masyarakat tentang dampak pencemaran perairan danau, 2) mengurangi laju

pertumbuhan KJA; dan 3) menekan laju pertumbuhan penduduk; dan 4)

mengupayakan pembangunan instalasi pengolahan limbah rumah tangga

(tengki septik) di sekitar perairan danau.

4. Pengendalian pencemaran Danau Maninjau dapat dilakukan dengan strategi

optimistik, namun perlu didukung oleh beberapa kebijakan berupa (1)

dukungan pemerintah untuk membangun fasilitas pengolahan limbah cair

penduduk dan pengadaan pakan yang rendah kandungan fosfornya serta

infrastruktur penunjang lainnya, (2) peningkatan kesadaran, kepedulian serta

tanggungjawab masyarakat terhadap lingkungan dan (3) menyusun rencana

strategis daerah khusus bidang pengelolaan sumberdaya alam dalam rangka

Page 153: pencemaran danau maninjau

135

pengendalian pencemaran perairan danau dan peningkatan sanitasi

lingkungan.

6.2. Saran

1. Model pengendalian pencemaran perairan danau yang dihasilkan dapat

diaplikasikan pada perairan danau lain dengan melakukan penyesuaian atau

perubahan pada beberapa variabel tertentu yang disesuaikan dengan kondisi

eksisting perairan danau tersebut.

2. Dalam pelaksanaan pengendalian pencemaran perairan danau yang lebih

efektif, pemerintah perlu melibatkan semua pelaku yang berkepentingan atau

terkait dengan keberadaan danau.

3. Penelitian ini belum menelusuri dampak dari pencemaran perairan danau

terhadap penurunan ekonomi masyarakat dan institusi terkait. Oleh karena itu

dipandang perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui kerugian ekonomi

akibat pencemaran secara akurat.

Page 154: pencemaran danau maninjau

DAFTAR PUSTAKA

Agustiyani, D. 2004. Proses Terjadinya Penyuburan (Eutrofikasi) dan Dampaknya

di Perairan. Di dalam Maryanto, I., dan R. Ubaidilah, [Editors]. Manajemen Bioregional Jabodetabek Profil & Strategi Pengelolaan Sungai & Aliran Air. LIPI. Cibinong Bogor. pp. 97–107.

Ahl, T. 1980. Eutrofication of Norwegian freshwater in relation to natural

conditions. in: eutrofication of deep lakes. Progress in Water Technology 12 (2) : 49 – 61.

Al-Masri, M.S., A. Aba, H. Khalil, and Z. Al-Hares. 2002. Sedimentation rates

and pollution history of a dried lake: al-Oteibeh Lake. J. The Science of the Total Environment 293: 177–189.

Amdur, M.O., J. Doull, and C.D. Klaassen. 1991. Casarett and Doull’s:

Toxicology The Basic Science of Poisons. 3th Ed. McGrow Hill, Inc. Toronto.

Aminullah, E. 2003. Berpikir Sistem dan Pemodelan Dinamika Sistem. Makalah

Kuliah Umum (Tidak Dipublikasikan). Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Anonim, 1998. Cirata and Saguling Environmental Studies and Training.

Environmental Division, Directorate of Operation PT PLN. Alearts, G., dan S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional.

Surabaya. Anggoro, S. 1996. Dampak Pencemaran terhadap Fisik-Kimia Air. Materi Kursus

AMDAL. PPLH Undip. Semarang. [APHA] American Public Health Association, [AWWA] American Water Works

Association. 1995. Standart Methods for the Examination of Water and Waste Water. 17th Ed. Washington.

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada

University Press. Yogyakarta. Avnimelech, Y. 2000. Nitrogen control and protein recycling: activated

suspension ponds. Advocate 3 (2) : 23–24. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Agam Kuantan. 2005. Rencana Teknik

Lapangan. Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) Sub Daerah Aliran Sungai Antokan. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan. Padang.

Page 155: pencemaran danau maninjau

137

[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Agam. 2002. Pemantauan dan Evaluasi Kualitas Air Danau Maninjau. Bappeda Kabupaten Agam. Lubuk Basung.

________. 2005. Rencana Strategis dan Program Pembangunan Daerah

Kabupaten Agam. Bappeda Kabupaten Agam. Lubuk Basung. [Bapedalda] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera

Barat. 2001. Laporan Penelitian Pencemaran dan Kerusakan Danau Maninjau. Bapedalda Sumatera Barat. Padang.

Barbieri, A., and M. Simona. 2003. Trophic evaluation of Lake Lugano related to

external load reduction: changes in phosphorus and nitrogen as well as oxygen balance and biological parameters. Lakes & Reservoirs: Reseach and Management 6 (1) : 37 – 47.

Barg, U.C. 1992. Guedelins for the Promation of Environmental Management of

Coastal Aquaculture Development. FAO Fisheries Technical Paper. FAO. Romea.

Barlas, Y. 1996. Formal Aspetc of Model Validity and Validation Sistem

Dinamic. Sistem Dynamics Review. Vol. 12. (http://www. Albany edu/cp/sds/sdcourses). [22 Desembar 2003].

Beveridge, M.C.M. 1996. Cage Aquaculture. Fishing. Second Edition. News

Books. London. Boyd, C.E. 1982. Water Quality in Warm Water Fish Pond. Auburn University

Agricultural Experimenta Satation. Auburn Alabama. Bourgeois, R. 2002. Expetr Meeting Methodology for Prospective Analysis.

CIRAD Amis Ecopol. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Agam. 2004. Kecamatan Tanjung Raya

Dalam Angka 2004. Lubuk Basung. Brahmana, S.S., and F. Achmad. 1997. Eutrophication in the Three Reservoirs at

Citarum River Basin and It’s Relation to Beneficial Uses. Workshop On Ecosystem Approach to Lake and Reservoir Management. Denpasar 22–25 Juli 1997.

Brahmana, S.S., U. Suyatno., S. Bahri, dan R. Fanshury. 2002. Pencemaran air

dan eutrofikasi Waduk Karangkates dan upaya penanggulangannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pengairan 16 (49) : 73–81.

Brower, J.E., and J.H. Zar. 1977. Field and Laboratory Methods for General

Ecology. WMc. Brown Company Publisher. Dubuque Iowo.

Page 156: pencemaran danau maninjau

138

Brown, A.W.A. 1978. Ecology of Pesticides. John Wiley & Son. New York. Canter, L.W., dan L.G. Hill. 1979. Handbooks of Variables for Environmental

Impact Assesment. Ann Arbor Science Publisher Inc. Michigan. Chester, R. 1990. Marine Geochemistry. Unwin Hyman Ltd. London. Cole, G.A. 1988. Textbook of Limnology. 3th Ed. Waveland Press Inc. Illionis

USA. Connell, D.W., and G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Y.

Koestoer [Penerjemah]; Terjemahan dari: Chemistry and Ecotoxicology of Pollution. UI-Press. Jakarta.

Darmono. 1995. Logam Berat dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI-Press.

Jakarta. Davis, M.L., and D.A. Cornwell. 1991. Introduction to Environmental

Engineering. Second edition. Mc-Graw-Hill, Inc. New York. Davies, J., G. Claridge, dan Nirarita. 1995. Manfaat Lahan Basah: Potensi Lahan

Basah dalam Mendukung dan Memelihara Pembangunan. Asean Wetland Bureau. Bogor.

Deswati, L. 2001. Laporan Penelitian Tinjauan Kondisi Perairan Danau Maninjau

Berdasarkan Jenis dan Kelimpahan Fitplankton. (Tidak Dipublikasikan). Fakultas Perikanan-Universitas Bung Hatta. Padang.

Diliarosta, S. 2002. Korelasi Kepadatan Populasi Ikan Bada (Rasbora

argyrotaenia) dengan Kepadatan Populasi Ikan Barau (Hampala macrolepidota) di Danau Maninjau [Tesis]. Program Pascasarjana, Universitas Negeri Padang. Padang.

Direktorat Jenderal PPM dan PLP. 1995. Penyehatan Air : Materi Pelatihan bagi

Petugas Kesehatan Lingkungan Daerah TK II. Direktorat Jenderal PPM dan PLP Departemen Kesehatan RI. Jakarta.

Djojomartono, M. 2000. Bahan Kuliah Dasar-Dasar Analisis Sistem

Dinamik.(Tidak Dipublikasikan). Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Djunaidi, O.S. 2000. Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) terpadu dan

kaitannya dengan pelestarian fungsi danau dan waduk. Di dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Proseding Semiloka Nasional. Universitas Padjadjaran Bandung, 7 Nopember 2000. Bandung. pp. 1-210 – 1-223.

Page 157: pencemaran danau maninjau

139

Dojildo, J.R., and G.A. Best. 1992. Chemistry of Water and Water Pollution. Ellis Horwood Limited. New York.

Edward, C.A. 1975. Persistent Pesticidest in the Environment. 2nd Ed. C.R.C

Press. Ohio. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Eriyatno. 2002. Ilmu Sistem; Apa dan Bagaimana. Centre for System Studies and

Development (CSSD) Indonesia. Jakarta. _______. 2003. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen.

Jilid I. Edisi ke tiga. IPB Press. Bogor. _______. 2007. Riset Kebijakan: Metode Penelitian untuk Pascasarjana. IPB

Press. Bogor. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta. Fakhruddin, M., H. Wibowo, L. Subehi, dan I. Ridwansyah. 2001. Karakterisasi

hidrologi Danau Maninjau Sumatera Barat. Limnotek VIII (1): 65–75. Faust, S.D., dan O.M. Aly. 1981. Chemistry of Natural Water. Ann Arbor Science

Publisher Inc. Michigan. Ford, A. 1999. Modeling the Environment: An Introduction to System Dynamics

Models of Environmental System. Island Press. Washington, DC. Garno, Y.S. 2002. Beban pencemaran limbah perikanan budidaya dan yutrofikasi

di perairan waduk pada DAS Citarum. J. Tek. Ling. P3TL-BBPT 3 : 112-120.

________. 2004. Biomanipulasi, paradigma baru dalam pengendalian limbah

organik budidaya perikanan di waduk dan tambak. http://www.iptek.net.id. [8 Februari 2007].

Gather, R., and D.M. Imboden. 1985. Lake Restoration. In Stumm. W. (Ed).

Chemical Processes in Lake. John Wiley & Sons, Inc. Canada. Golmand, C.R., dan A.J. Horne. 1989. Limnology. McGraw Hill Company. New

York. Grant, W.E., E.K. Pedersan, and S.I. Marin. 1997. Ecology and Natural Resource

Management. System Analysis and Simulation. John Wiley & Sons. New York.

Page 158: pencemaran danau maninjau

140

Hadi, A. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT Gramedia Utama. Jakarta.

Handoko. [Editor] 1995. Klimatologi Dasar; Landasan Pemahaman Fisika

Atmosfer dan Unsur-unsur Iklim. Edisi kedua. Pustaka Jaya. Jakarta. Harihanto. 2001. Persepsi, Sikap dan Perilaku Masyarakat terhadap Air Sungai

(Kasus di DAS Kaligarang, Jawa Tengah) [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hardjomidjojo, H. 2002. Panduan Lokakarya Analisis Prospektif. Fakultas

Teknologi Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Hardjosoemantri, K. 2001. Laporan Penelitian Dampak Budidaya Ikan terhadap

Pencemaran Perairan (Studi Kasus pada Budidaya Ikan dalam KJA di Danau Tandano Minahasa) (Tidak Dipublikasikan). Program Pascasarjana, Ilmu Lingkungan-UI. Jakarta.

Haryadi, S. 2003. Pencemaran daerah aliran sungai (DAS). Di dalam Manajemen

Bioregional Jabodetabek: Tantangan dan Harapan. Workshop Pengembangan Konsep Bioregional Sebagai Dasar Pengelolaan Kawasan Secara Berkelanjutan. Bogor, 4-5 Nopember 2002. Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor. pp. 165-172.

Haryani, G.S. 2004. Menuju pemanfaatan sumberdaya perairan darat

berkesinambungan: permasalahan dan solusinya. Di dalam Peran Strategis Data dan Informasi Sumberdaya Perairan Darat dalam Pembangunan Nasional. Seminar Nasional Limnologi. Bogor, 28 Juli 2004. LIPI. pp. 15–22.

Haslam, S.M. 1995. River Pollution, an Ecological Perspective. Belhaven Press.

London UK. Hendersend-Seller, B., and H.R. Markland. 1987. Decaying Lakes, The Origin

and Control of Cultural Eutrophication. John wiley & Sons. Britain. Husin, Y.A., dan B. Syaiful. 1991. Indeks mutu kualitas air perairan di daerah

operasi geotermal Gunung Salak. Jurnal Pusat Studi Lingkungan dan Pembangunan 11(4) : 187–200.

Hutabarat, S., dan S.M. Evans. 1984. Pengantar Oseonografi. UI Press. Jakarta. Jeffries, M., and D. Mills. 1996. Freshwater Ecology, Principles and Applications.

John Wiley and Sons. Chicester UK.

Page 159: pencemaran danau maninjau

141

Jorgensen, S.E., and R.A. Vollenweiden. 1989. Guedelines of Lakes Management: Principles of Lakes Management Vol 1. International Lake Environment Foundation. Shiga-Japan.

Jorgensen, S.E. 1989. Use of model. In Joregensen, S.E., R.A. Vollenweiden,

editor. Guedelines of Lakes Management. Vol 1: 71-89. Principles of Lakes Management. International Lake Environment Foundation. Shiga-Japan.

________ . 1990. Lake Management. Pergamond Press Ltd. Oxford-Great Britain. ________ . 1994. Fundamental of Ecological Modeling. Elsevier, Amsterdam. Kemka, N., T. Njine, S.H.Z. Togouet, S.F. Menbohan, M. Nola, A. Monkiedje, D.

Niyetegeka, and P. Compere. 2006. Eurtofication of lakes in urbanized areas: the case of Yaonnde municipal lake in Cameroon, Central Africa. Lakes & Reservoirs: Reseach and Management 11 (1) : 47–55.

Kevern, N.R. 1982. A Manual of Limnological Methods.Departement of Fisheries

and Wildlife Michigan State University. Michigan. Khan, S.U. 1980. Pesticides in the Soil Environment. Elsevier. Amsterdam. Khosla, M.R., G.H. Alan, and P.L. Angermeier. 1995. Assesing water quality

interdisciplinary problems and approach. Interdisciplinary Scirnce Reviews 20 (3) : 229–240.

[KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.

Koesoebiono. 1979. Dasar-Dasar Ekologi Umum. Bag. IV Ekologi Perairan. PSL

Sekolah Pasacasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kositratana , N.A., S. Nuntapotidec, Supatanasikasem, and A. Ittharatana. 1989.

Report of the Assesment of Pollution from Land-Base source and their Impact on the Environment. Officer of the National environmental Board (ONEB). Thailand.

Krech, D and Crutcfield. 1985. Theory and Problem of Social Psychology. Mc.

Grow Hill. New Delhi. Krylova, J.V., E.A. Kurashov, and N.N. Korkishko. 2003. The Pollution of Lake

Ladoga by organochlorine pesticides and petroleum products. Lakes & Reservoirs: Reseach and Management 8 (3-4) : 231–246.

Kumurur, V.A. 2002. Aspek strategis pengelolaan Danau Tondano secara terpadu.

Ekoton 2 (1) : 73-80.

Page 160: pencemaran danau maninjau

142

Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lee, C.D., S.B. Wang, and C.L. Kuo. 1978. Bhentich and fish as biological

indicator of water quality with references of water pollution in developing countries. Bangkok.

[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2003. Permasalahan Danau

Maninjau dan Pendekatan Permasalahannya. Cibinong. Bogor. [LPP-UMJ] Lembaga Penelitian dan Pengembangan Universitas Muhammadiyah

Jakarta. 2006. Audit Lingkungan, Kajian Lingkungan Sosial dan Telaahan Teknologi PLTA Maninjau. UMJ. Jakarta.

[LPPM-UBH] Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Bung

Hatta. 2002. Penelitian Penggunaan Ikan Nilem dan Tawas sebagai Agen Hayati Pembersih Perairan Danau Maninjau. UBH. Padang.

Mahbud, B. 1990. Penilaian Pencemaran Air dengan Indeks. J. Penelitian dan

Pengembangan Pengairan 17: 10-17. Mahida, U. N. 1993. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. PT. Raja

Grafindo Persada. Jakarta. Manahan, S.E. 1991. Environmental Chemistry. 5th Ed. Lewis Publisher.

Michigan. Manetsch, T.J., G.L. Park. 1977. System Analysis and Simulation with

Application to Economic and Social System. 3th Ed. Departement of Electrical Engineering and System Science. Michigan State University. East Lansing. Michigan.

Manik, K.E.S. 2003. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan. Jakarta. Mara, D. 2004. Domestic Wastewater Treatmen in Devoloping Countries.

Earthscan. London. Metcalf and Eddy. 1979. Wastewater Engineering; Collection, Treatment,

Disposal. McGraw Hill Inc. New delhi. Midlen, A., and T.A. Redding. 2000. Enviromental Management for Aquaculture.

Kluwer Academic Publishers. Dordrecht. Mitsch, W.J and J.G. Gosselink. 1994. Wetlands. In Water Quality Prevention,

Identification and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrand Reinhold. New York.

Page 161: pencemaran danau maninjau

143

Muhammadi., E. Aminullah, dan B. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. UMJ Press. Jakarta.

Nasaruddin. 2001. Laporan Penelitian Pencemaran dan Kerusakan Danau

Maninjau. (Tidak dipublikasikan). Bapedalda Sumatera Barat. Padang. Nastiti, A.S., Krismono, dan E.S. Kartamiharja. 2001. Dampak budidaya ikan

dalam KJA terhadap peningkatan unsur N dan P di perairan Waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 7 (2): 22-30.

Nazir. 1993. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman, M.,

Koesoebiono, D.G. Begen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo [Penerjemah]. Terjemahan dari: Marine Biology: An Ecological Approach. PT. Gramedia. Jakarta.

Novonty, V., and H. Olem. 1994. Water Quality, Prevention, Identification and

Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold. New York. Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Tj. Samigan. [Penerjemah]; Srigandono

[Editor]. Terjemahan dari: Fundamental of Ecology. Gajah Mada Press. Yogyakarta.

[OECD] Organization for Economic Cooperation and Development. 1982.

Eutrophication of Waters. OECD Publication Office. Paris. Ott, W.R. 1978. Environmental Indices, Theory and Practice. Ann Arbor Science.

Michigan. Parcella, M.B. 1975. Investigation of Rational Effluent and Stream Standards for

Trofical Countries. AIT. Bangkok. Parma, S. 1990. The History of eutrofication concept and eutrofication in the

Nederlands. Hydrobiological Bulletin 14 (1) : 5–21. Payne, A.L. 1986. The Ecology of Tropical Lakes and Rivers. John Wiley and

Sons. Singapore. Peavy, H.S., D.R. Rowe, and G. Tchobanoglous. 1986. Environmental

Engineering. McGrow-Hill Book Company. Singapore. Perkins, E.J. 1974. The Biology of Estuaries and Coastal Water. Academi Press

Co. New York. Pescod, M.B. 1973. Invfestigation of National Efluent and Steram Standar for

Tropical Countries. AIT. Bangkok.

Page 162: pencemaran danau maninjau

144

Porpraset, C. 1989. Organic Water Recycling. Jhon Wiley & Sons. Chicester. [PLN] Perusahaan Listrik Negara. 2002. Rencana Pengelolaan Lingkungan.

Pikitring PLN Sumbar-Riau. Bukittinggi. Pramudya, B. 1989. Permodelan Sistem Pada Perencanaan Mekanisasi Dalam

Kegiatan Pemanenan Tebu Untuk Industri Gula [Disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

[PSDA] Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Sumatera Barat. 2005. Laporan

Akhir Pekerjaan Studi Kasus Danau Maninjau. PT. Dipo Trikarsa. Padang. Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk

Awarange Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan bagi Pengembangan Budidaya Bandeng dalam Keramba Jaring Apung [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rao, C.S. 1992. Environmental Pollution Control Engineering. Wiley Eastern

Limited. New Delhi. Ruttner. 1977. Fundamental of Limnology. University of Toronto Press. Canada. Ryding, S.O., and W. Rast. (Editors). 1989. The Control of Eutrophication of

Lakes and Reservoirs. The Parthenon Publishing Group. Paris. Saeni, M.S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ditjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta. Satari, G. 2000. Pengelolaan dan pemanfaatan danau dan waduk. Di dalam

Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Proseding Semiloka Nasional. Universitas Padjadjaran Bandung, 7 Nopember 2000. Universitas Padjadjaran Bandung. Bandung. pp 3-41 – 3-47.

Sawyer, C.N., and P.L. McCarty. 1978. Chemistry for Sanitary Engineers. 3th Ed.

McGrow-Hill Book Company. Tokyo. Setiana, A. 1996. Nitrate and phosphorus leaching and the impact to reservoir

water quality. Jurnal Alami 1 (1): 32-35. Shivastava, P., A. Saxena., and A. Swarup. 2003. Heavy metal pollution in a

sewage-feld Lake of Bhopal, (m. p) India. Lakes & Reservoirs: Reseach and Management 8 (1) : 1–4.

Southwick, C.H. 1976. Ecology and Quality of Our Environment. 2nd Ed. D. Van

Nostran Company. New York.

Page 163: pencemaran danau maninjau

145

Soemarwoto, O., N. Djuangsih, dan A. Soeriadarma. 1979. Residu pestisida di dalam hasil pertanian dan air. Di dalam Proseding Seminar Kualitas Air. Bogor, 24 Agustus 1979. PUSDI-PSL IPB Bogor. pp. 444-483.

Sumarwoto, O., D. Silalahi, dan S. Sukimin. 2004. Menanganinya Harus Ada

Langkah Nyata: Waduk & Danau Kini Terancam Punah. http://www.kompas.com. [12 Oktober 2005].

Stum, W., and J.J. Morgan. 1981. Aquatic Chemistry: an Introduction

Emphasizing Chemical Equalibra in Natural Water. John Wiley & Sons, Inc. Canada.

Sudarmo, S. 1992. Pestisida untuk Tanaman. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Suratmo, F. G. 2002. Panduan Penelitian Multidisplin. IPB Press. Bogor. Suriawiria, U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan

Secara Biologis. Alumni. Bandung. Sutamihardja, R.T.M. 1992. Pengelolaan kualitas air dan pencemaran air. Di

dalam Industrial Water Pollution Control and Water Quality Management. Seminar on Industrial Water Pollution Control and Water Quality Management. Jakarta, 6 – 10 Januari 1992. Jakarta. pp. 43-48.

Syandri, H. 2002a. Laporan Penelitian Dampak Keramba Jaring Apung terhadap

Kualitas Perairan Danau Maninjau. Presented in Diskusi Panel Press Club (PPC). Padang.

_______. 2002b. Laporan Penelitian Perikanan Keramba Jaring Apung dan PLTA

terhadap Perairan Danau Maninjau. Lembaga Studi Analisa Lingkungan dan Sosial. Padang.

_______. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Perairan Umum. Unri Press.

Pekanbaru. Tebbutt, T.H. 1977. Principle of Water Quality Control. 2nd Ed. University of

Brimingham. England. Temenggung, M.A. 2004. Penggunaan Sumur Dangkal sebagai Penyediaan Air

Bersih dan Hubungannya dengan Kesakitan Diare [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Thoha M. 1988. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. PT.

Rajawali. Jakarta.

Page 164: pencemaran danau maninjau

146

[UNEP] Unitet Nation Environment Programme-International Environmental Technology Centre. 2001. Planing and Management of Lakes and Reservoirs : An Integrated Approach to Eutrophication : A Student Guide. UNEP-IETC. Osaka/Shiga.Vesilind, P.A., J.J. Peirce, and R.F. Weiner. 1990. Environmental Pollution and Control. 3th Ed. Butterwort-Heineman. Boston.

Van Horn, H.N,. A.C. Wilkie, W.J. Powers, and R.A. Nordtedt. 1994. Component

of dairy manure management system. J. Dayri Sci. 77 : 2008–2030. Wardoyo, S.T.H. 1989. Kriteria Kualitas Air untuk Pertanian dan Perikanan.

Makalah pada Seminar Pengendalian Pencemaran Air. Dirjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum. Bandung.

Wetzel, R.G. 2001. Limnology Lake and River Ecosystems. 3th Ed. Academica

Press. San Diego California. [WHO] World Health Organization. 1993. Rapid Assesment of Sources of Air,

Water, and Land Pollution. Genewa, Switzerland. Winardi. 1989. Pengantar tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem. Penerbit

Mandar Maju. Bandung. Wood, M.S. 1997. Subtidal Ecology. Edward Arnoldy Limited. Australia. Zhu, Z. 1989. System Approaches: Where the East Meets West? World Future

1999 (53): 253-276.

Page 165: pencemaran danau maninjau

147

Lampiran 1. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

No Parameter Satuan Baku Mutu Keterangan Kelas I

1 Temperatur 0 C deviasi 3 Deviasi tempratur dari keadaan alamianya 2 Residu terlarut mg/L 1000 3 Residu tersuspensi mg/L 50 Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 5000 mg/L 4 pH - 6 - 9 5 BOD5 mg/L 2 6 COD mg/L 10 7 DO mg/L 6 8 PO4

-3 sebagai P mg/L 0.2 9 NO3 sebagai N mg/L 10 10 NH3-N mg/L 0.5 11 NH2-N mg/L 0.06 Pengolahan air minum secara konvensional ≤ 1 mg/L 12 Arsen mg/L 0.05 13 Kobalt mg/L 0.2 14 Barium mg/L 1 15 Kadmium mg/L 0.01 16 Khrom (VI) mg/L 0.05 17 Tembaga mg/L 0.02 Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 1 mg/L 18 Besi mg/L 0.3 Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 5 mg/L 19 Timbal mg/L 0.03 Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 0.1 mg/L 20 Mangan mg/L 0.1 21 Air Raksa mg/L 0.001 22 Seng mg/L 0.05 Pengelolaan air minum secara konvensional ≤ 5 mg/L 23 Khlorida mg/L - 24 Sianida mg/L 0.02 25 Flourida mg/L 0.5 26 Sulfat mg/L 400

27 Khlorida bebas mg/L 0.03

28 S sebagai H2S mg/L 0.002 Pengolahan air minum secara konvensional ≤ 0.1 mg/L 29 Fecal coliform Jml/100 ml 100 30 Total coliform Jml/100 ml 1000 31 Gross-A Bq/L 0.1 32 Gross-B Bq/L 1 33 Minyak dan Lemak ug/L 1000 34 Deterjen sebagai

MBAS ug/L 200 35 Fenol ug/L 1 36 BHC ug/L 210 37 Aldrin/Dieldrin ug/L 17 38 Chlordane ug/L 3 39 DDT ug/L 2 40 Heptachlor dan ug/L 14 Heptachlor epoxide ug/L

41 Lindane ug/L 50 42 Methoxychlor ug/L 35 43 Endrin ug/L 1 44 Toxaphan ug/L 5

Page 166: pencemaran danau maninjau

148

Keterangan: mg = milligram ug = mikrogram ml = milliliter L = liter Bq = Bequerel MBAS = Methylen Blue Aktive Substance ABAM = Air baku untuk air minum Logam berat merupakan logam tgerlarut Nilai diatas merupakan nilai maksimum kecuali untuk pH dan DO Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum Nilai DO merupakan nilai minum Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan Tanda ≥ adalah lebih besar atau sama dengan

Page 167: pencemaran danau maninjau

NoSuhu TSS TDS Kekeruhan Kecerahan Warna pH CO2 bebas DO BOD5

( 0 C ) (mg/L) (mg/L) (JTU) (cm) (PtCo) (mg/L) (mg/L) (mg/L)Sungai

1 Sungai Limau Sundai 27,83 57,63 112,37 13,29 68 9,54 7,45 7,7 7,2 4,42 Batang Maransi 27,96 50,86 105,94 13,09 72 10,31 7,47 7,91 8,4 3,183 Bandar Ligin 27,94 59,72 109,6 14,37 77 9,66 7,44 7,79 7,3 4,134 Sungai Jembatan Ampang 27,66 52,74 113,56 14,01 58 10,4 7,48 7,51 8,3 3,635 Batang Kalarian 28,07 53,23 111,93 13,5 68 10,74 7,4 7,6 8,1 36 Sungai Tembok Asam 28,24 53,64 112,43 13,84 63 9,74 7,39 7,76 8,2 3,38

Danau 3,621 Sungai Limau Sundai 28,15 52,44 117,17 23,13 81 13,26 7,32 8,76 5,1 6,422 Batang Maransi 28,2 46,47 113,9 21,94 73 12,99 7,37 8,33 6,2 2,893 Bandar Ligin 28,13 56,7 114,79 23,86 76 14,21 7,43 7,56 5,6 5,544 Sungai Jembatan Ampang 28,31 50,5 117,73 23,97 80 14,73 7,46 7,2 6,7 3,155 Batang Kalarian 28,47 51,2 115,47 23,34 83 14,23 7,37 7,97 6,24 4,866 Sungai Tembok Asam 28,25 51,46 115,45 23,31 80 13,84 7,36 7,97 5,9 4,25

Stasiun COD NH3 NO3 NO2 PO4 Karbofenation DDT F. Coliform T. coliform

(mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (mg/L) (ug/L) (ug/L) (MPN/100 ml) (MPN/100 ml)Sungai

1 Sungai Limau Sundai 8,7 0,24 0,21 0,05 0,16 0,99 ttd 30 392 Batang Maransi 7,9 0,23 0,18 0,04 0,12 3,03 0,0018 26 403 Bandar Ligin 7,6 0,23 0,24 0,04 0,24 1,93 0,0015 29 534 Sungai Jembatan Ampang 8,5 0,25 0,2 0,05 0,19 1,93 0,0019 31 545 Batang Kalarian 8,1 0,23 0,2 0,05 0,14 2,11 0,0017 29 406 Sungai Tembok Asam 7,34 0,22 0,18 0,04 0,15 2,12 0,0011 28 36

Danau1 Sungai Limau Sundai 12,4 0,26 0,23 0,07 0,44 0,94 ttd 75 852 Batang Maransi 9,8 0,25 0,21 0,06 0,41 2,76 0,0023 68 753 Bandar Ligin 9,8 0,25 0,26 0,07 0,46 1,87 0,0016 69 854 Sungai Jembatan Ampang 11,6 0,26 0,21 0,08 0,44 1,76 0,0022 77 955 Batang Kalarian 11,2 0,24 0,22 0,07 0,42 1,73 0,0021 71 826 Sungai Tembok Asam 11 0,24 0,22 0,07 0,41 1,84 0,0012 72 85

Parameter

ParameterStasiun

Lampiran 2. Nilai rata-rata parameter kualitas air pada setiap stasiun pengamatan

Page 168: pencemaran danau maninjau

150

Lampiran 3. Hasil perhitungan IMLP Danau Maninjau

No Stasiun BOD5 Konsentrasi Ii Wi Ii*Wi

1 Sungai Limau Sundai 6,42 40 0,1 4 2 Batang Maransi 2,89 45 0,1 4,5 3 Bandar Ligin 5,54 42 0,1 4,2 4 Sungai Jembatan Ampang 3,15 42 0,1 4,2 5 Batang Kalarian 4,86 42 0,1 4,2 6 Sungai Tembok Asam 4,25 41 0,1 4,1

No Stasiun N-NO3 Konsentrasi Ii Wi Ii*Wi

1 Sungai Limau Sundai 0,23 88 0,1 8,8 2 Batang Maransi 0,21 90 0,1 9 3 Bandar Ligin 0,38 86 0,1 8,6 4 Sungai Jembatan Ampang 0,21 90 0,1 9 5 Batang Kalarian 0,22 89 0,1 8,9 6 Sungai Tembok Asam 0,22 89 0,1 8,9

No Stasiun Ortofosfat Konsentrasi Ii Wi Ii*Wi

1 Sungai Limau Sundai 0,44 58 0,1 5,8 2 Batang Maransi 0,41 59 01 5,9 3 Bandar Ligin 0,46 57 0,1 5,7 4 Sungai Jembatan Ampang 0,44 58 0,1 5,8 5 Batang Kalarian 0,42 59 0,1 5,9 6 Sungai Tembok Asam 0,41 59 0,1 5,9

No Stasiun Kekeruhan Konsentrasi Ii Wi Ii*Wi

1 Sungai Limau Sundai 23,13 57 0,08 4,56 2 Batang Maransi 21,94 59 0,08 4,72 3 Bandar Ligin 23,86 56 0,08 4,48 4 Sungai Jembatan Ampang 23,97 56 0,08 4,48 5 Batang Kalarian 23,34 56 0,08 4,48 6 Sungai Tembok Asam 23,31 56 0,08 4,48

No Stasiun TSS Konsentrasi Ii Wi Ii*Wi

1 Sungai Limau Sundai 52,44 87 0,08 6,96 2 Batang Maransi 46,47 85 0,08 6,8 3 Bandar Ligin 56,7 87 0,08 6,96 4 Sungai Jembatan Ampang 50,5 86 0,08 6,88 5 Batang Kalarian 51,2 86 0,08 6,88 6 Sungai Tembok Asam 51,46 86 0,08 6,88

Page 169: pencemaran danau maninjau

151

Lampiran 3 (Lanjutan)

No Stasiun Fecal coliform Konsentrasi Ii Wi Ii*Wi

1 Sungai Limau Sundai 74,96 50 0,15 7,5 2 Batang Maransi 67,86 53 0,15 7,95 3 Bandar Ligin 68,92 53 0,15 7,95 4 Sungai Jembatan Ampang 77,21 48 0,15 7,2 5 Batang Kalarian 70,61 51 0,15 7,65 6 Sungai Tembok Asam 71,94 51 0,15 7,65

No Stasiun pH Konsentrasi Ii Wi Ii*Wi 1 Sungai Limau Sundai 7,82 90 0,12 10,8 2 Batang Maransi 7,67 93 0,12 11,16 3 Bandar Ligin 7,83 90 0,12 10,8 4 Sungai Jembatan Ampang 7,66 93 0,12 11,16 5 Batang Kalarian 7,87 90 0,12 10,8 6 Sungai Tembok Asam 7,76 91 0,12 10,92

No Stasiun Suhu Konsentrasi Ii Wi Ii*Wi

1 Sungai Limau Sundai 28,15 89 0,1 8,9 2 Batang Maransi 28,2 87 0,1 8,7 3 Bandar Ligin 28,13 89 0,1 8,9 4 Sungai Jembatan Ampang 28,31 86 0,1 8,6 5 Batang Kalarian 28,47 84 0,1 8,4 6 Sungai Tembok Asam 28,25 80 0,1 8

Page 170: pencemaran danau maninjau

Lampiran 3. (Lanjutan)

No

Stasiun

DO

Kadar (A) Suhu (

0C) ppm O2

(B) % (A/B)*100% Ii Wi Ii*Wi 1 Batang Limau Sundai 5,1 28,15 7,8 100 65,3 65 0,17 11,05 2 Batang Maransi 6,2 28,2 7,8 100 79,4 73 0,17 12,41 3 Bandar Ligin 5,6 28,13 7,8 100 71,7 68 0,17 11,56 4 Sungai Jembatan Ampang 6,7 28,31 7,79 100 86 77 0,17 13,09 5 Batang Kalarian 6,24 28,47 7,76 100 80,4 73 0,17 12,416 Sungai Tembok Asam 5,9 28,25 7,81 100 75,5 72 0,17 12,24

Hasil perhitungan IMLP di perairan Danau Maninjau

No

Parameter

Stasiun S.Limau Sundai

Batang Maransi

Bandar Ligin

S.Jembatan Ampang B. Kalarian

S. T. Asam

1 DO 11,05 12,41 11,56 13,09 11,73 12,41 2 Suhu 8,9 8,7 8,9 8,6 8,4 8 3 Fecal coliform 6,9 7,2 7,2 6,75 6,9 6,9 4 pH 10,8 11,16 10,8 11,16 10,8 10,92 5 N-NO3 8,8 9 8,6 9 8,9 8,9 6 Orto-PO4 5,8 5,9 5,7 5,8 5,9 5,97 BOD5 4 4,5 4,2 4,2 4,2 4,1 8 Kekeruhan 4,54 4,8 4,48 4,48 4,48 4,48 9 TSS 6,96 6,8 6,96 6,88 6,88 6,68

IMLP 67,75 70,47 68,4 69,96 68,19 68,29 Kategori Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang

Page 171: pencemaran danau maninjau

Lampiran 4. Perhitungan beban limbah aktivitas penduduk I Sungai Limau Sundai

Sumber Pencemar Satuan / Teknik Perhitungan Volume Beban

BOD5 COD TN TP 1.PEMUKIMAN A. Limba cair Tanpa diolah a. Jumlah penduduk Jiwa 3191 b. Faktor Konversi g/kap/hari 53 101.6 22.7 3.8 c. Beban limbah axbx360x10 -6ton/th 61,730 118,335 26,439 4,426 B.Pakai Septic tank a. Jumlah penduduk Jiwa 1064 b.Faktor konversi g/kap/hari 12,6 24,2 5,4 0,9 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 4,893 9,398 2,097 0,350 A + B 66,623 127,733 28,536 4,775 2. HOTEL a. Jumlah hotel Buah 5 b. Jumlah kamar Unit 194 c. Jumlah pengunjung Orang/thn 6575 d. Faktor konversi g/kap/hari 12,6 24,2 5,4 0,9 e. Beban limbah cxdx360x10 -6ton/th 29,824 57,281 12,782 2,130 3. RESTORAN a. Jumlah Buah 14 b. Luas ruang makan rata-rata m2 30 c. Faktor konversi g/m2/hari 53,2 92,57 5,74 1,67 d. Beban limbah axbxcx360x10-6ton/th 8,043 13,997 0,880 0,256 4. PETERNAKAN a. Jumlah ternak Ekor 76 b. Faktor Konversi g/ekor/hari 694,4 1620 223,1 8,6 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 19,263 44,939 6,189 0,239 A + B + 3 + 4 123,753 243,951 48,387 7,400

Page 172: pencemaran danau maninjau

Lapiran 4. ( Lanjutan ) II. Batang Maransi

Sumber Pencemar Satuan / Teknik Perhitungan Volume

Beban BOD5 COD TN TP

1. PEMUKIMAN A. Limba cair tanpa diolah a. Jumlah penduduk Jiwa 2506 b. Faktor Konversi g/kap/hari 53 101,6 22,7 3,8 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 48,479 92,933 20,763 3,476 B.Septic tank a. Jumlah penduduk Jiwa 835 b.Faktor konversi g/kap/hari 12,6 24,2 5,4 0,9 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 3,840 7,376 1,646 0,274 2. PETERNAKKAN a. Jumlah ternak Ekor 198 b. Faktor Konversi g/ekor/hari 694,4 1620 223,1 8,6 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 50,184 117,077 16,123 0,622 A + B+ 2 102,503 217,385 38,533 4,372

Page 173: pencemaran danau maninjau

Lampiran 4 (Lanjutan) III. Bandar Ligin

Sumber Pencemar Satuan / Teknik Perhitungan Volume Beban

BOD5 COD TN TP 1. EMUKIMAN A. Limbah cair tanpa diolah a. Jumlah penduduk Jiwa 3135

b. Faktor Konversi g/kap/hari 53 101,6 22,7 3,8 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 60,647 116,258 25,975 4,348 B. Septic tank a. Jumlah penduduk Jiwa 884 b. Faktor konversi g/kap/hari 12,6 24,2 5,4 0,9 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 4,066 7,808 1,742 0,290 2. PETERNAKAN a. Jumlah ternak Ekor 396 b. Faktor Konversi g/ekor/hari 694,4 1620 223,1 8,6 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 100,369 234,155 32,247 1,243 A + B + 2 165,081 358,222 59,964 5,882

Page 174: pencemaran danau maninjau

Lampiran 4 (Lanjutan) IV. S. Jembatan Ampang

Sumber Pencemar Satuan / Teknik Perhitungan Volume Beban

BOD5 COD TN TP 1. PEMUKIMAN A. Limba cair tanpa diolah a. Jumlah penduduk Jiwa 3586 b. Faktor Konversi g/kap/hari 53 101,6 22,7 3,8 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 69,371 132,983 29,712 4,974 B.Septic tank a. Jumlah penduduk Jiwa 1195 b.Faktor konversi g/kap/hari 12,6 24,2 5,4 0,9 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 5,496 10,555 2,355 0,393 2. PETERNAKAN a. Jumlah ternak Ekor 102 b. Faktor Konversi g/ekor/hari 694,4 1620 223,1 8,6 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 25,853 60,313 8,306 0,320 A + B + 2 100,719 203,851 40,373 5,687

Page 175: pencemaran danau maninjau

Lampiran 4 (Lanjutan) V. Batang Kalarian

Sumber Pencemar Satuan / Teknik Perhitungan Volume Beban

BOD5 COD TN TP 1. PEMUKIMAN A. Limba cair tanpa diolah a. Jumlah penduduk Jiwa 2789 b. Faktor Konversi g/kap/hari 53 101,6 22,7 3,8 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 53,953 103,427 23,108 3,868 B.Septic tank a. Jumlah penduduk Jiwa 881 b. Faktor konversi g/kap/hari 12,6 24,2 5,4 0,9 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 4,052 7,782 1,736 0,289 2. RESTORAN a. Jumlah Buah 4 b. Luas ruang makan m2 30 c. Faktor konversi g/m2/hari 53,2 92,57 5,74 1,67 d. Beban limbah axbxcx360x10-6 ton/th 2,330 4,055 0,251 0,073 3. PETERNAKAN a. Jumlah ternak Ekor 94 b. Faktor Konversi g/ekor/hari 694,4 1620 223,1 8,6 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 23,825 55,582 7,655 0.295 A + B + 2 + 3 84,160 170,846 32,751 4,526

Page 176: pencemaran danau maninjau

Lampiran 4 (Lanjutan) VI. Sungai Tembok Asam

Sumber Pencemar Satuan / Teknik Perhitungan Volume Beban

BOD5 COD TN TP 1. PEMUKIMAN A. Limba cair tanpa diolah a. Jumlah penduduk Jiwa 3688 b. Faktor Konversi g/kap/hari 53 101,6 22,7 3,8 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 71,344 136,766 30,557 5,115 B.Septic tank a. Jumlah penduduk Jiwa 980 b. Faktor konversi g/kap/hari 12,6 24,2 5,4 0,9 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 4,507 8,656 1,932 0,322 2. PETERNAKAN a. Jumlah ternak Ekor 91 b. Faktor Konversi g/ekor/hari 694.4 1620 223.1 8.6 c. Beban limbah axbx360x10-6 ton/th 23,064 53,808 7,410 0,286 A + B + 2 98,916 199,230 39,899 5,723

Page 177: pencemaran danau maninjau

159

Lampiran 5. Persepsi masyarakat sekitar Danau Maninjau tentang pengendalian pencemaran perairan danau A. Sebaran prekuensi persepsi masyarakat Nagari Bayur tentang

pengendalian pencemaran perairan danau

Persepsi responden

Kategori Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % Pencegahan 28 56 12 24 10 20 Penanggulangan 32 64 11 22 7 14 Partisipasi 34 68 9 18 5 10 Rataan 31,33 62,67 10,67 21,33 7,33 14,67

B. Sebaran prekuensi persepsi masyarakat Nagari Maninjau tentang

pengendalian pencemaran perairan danau

Persepsi responden

Kategori Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % Pencegahan 27 54 14 28 9 18 Penanggulangan 30 60 12 24 8 16 Partisipasi 32 64 10 20 8 16 Rataan 29,67 59,3 12 24 8,3 16,7

C. Sebaran prekuensi persepsi masyarakat Nagari Sungai Batang tentang

pengendalian pencemaran perairan danau

Persepsi responden

Kategori Rendah Sedang Tinggi

n % n % n % Pencegahan 34 68 10 20 6 12 Penanggulangan 36 72 9 18 5 10 Partisipasi 34 68 11 22 5 10 Rataan 34,67 69,33 10 20 5,3 10,7

Page 178: pencemaran danau maninjau

160

Lampiran 3 (Lanjutan)

No Parameter

S t a s i u n Batang. Limau Sundai

Batang Maransi

Bandar Ligin

Sungai Jembatan Ampang

Batang Kalarian

1 DO 8.84 9.01 9.01 8.5 8.67 2 Suhu 9.3 9.2 9.3 9.2 9 3 F. coliform 7.5 7.95 7.95 7.2 7.65 4 pH 10.8 11.16 10.8 11.16 10.8 5 NO3 8.8 9 8.6 9 8.9 6 PO4 6.3 6.2 6.2 6.1 6.6 7 BOD5 4 4.5 4.2 4.2 4.2 8 Kekeruhan 5.6 5.84 5.52 5.44 5.52 9 TSS 6.96 6.8 6.96 6.88 6.88

Total 68.1 69.66 68.54 67.68 68.22 Kriteria IMLP Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang

Page 179: pencemaran danau maninjau

Lampiran 6. Pengaruh langsung antar faktor pada Analisis Prospektif Dari Terhadap Pe

rsep

si

mas

yara

kat

Duk

unga

n

pem

erin

tah

Jum

lah

KJA

Pert

umbu

han

pend

uduk

Pem

anfa

atan

la

han

Prog

ram

pe

ngel

olaa

n da

nau

Sara

na d

an

pras

aran

a

Tek

nolo

gi

peng

olah

an

limba

h

Tek

nolo

gi

budi

daya

pe

rika

nan

Day

a du

kung

da

nau

Zon

asi d

anau

Ero

si

Ker

jasa

ma

linta

s se

ktor

al

Persepsi masyarakat

2

-

1

1

3

1

1

1

1

-

2 2

Dukungan pemerintah

1

2 1

2

3

2

2

-

2

3

- 1

Jumlah KJA

2

3

1

3

2

2

3

3

1

3

2 3

Pertumbuhan penduduk

3

3

2

1

3

1

3

2

-

2

1 2

Pemanfaatan lahan

1

2

2

2

3

2

2

2

3

3

1 1 Program pengelolaan danau

2

2

2

2

1

2

3

2

2

1

1 2

Sarana dan prasarana

2

2

1

2

2

2

2

2

3

2

2 2 Teknologi pengolahan limbah

2

2

1

2

1

1

-

-

2

1

1 2

Teknologi budidaya perikanan

2

2

2

2

2

2

1

1

3

2

- 1

Daya dukung danau -

2

1

-

1

2

-

2

- 2

- -

Zonasi danau

1

-

1

-

2

2 1

-

2

1

- 2

Erosi

2

3

2

2

3

3

2

2

1

2

1

1

Kerjasama lintas sektoral

1

2

1

2

2

1

1

2

1

-

1

1

Page 180: pencemaran danau maninjau

Lampiran 7. Responden pakar (expert) dalam pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau No Nama Instansi Jabatan

1 Prof. Dr. Ir. H. Syandri, MS Universitas Bung Hatta Padang Direktur PSLH 2 Dr. H. Adinis Arbain, MSc Universitas Andalas Padang Ketua PSLH, Dekan FMIPA 3 Ir. Rusdi Lubis, MSi Beppeda Kabupaten Agam Wakil Ketua 4 Dr. Jon Effendi, MS Universitas Negeri Padang Staf Pengajar Departemen Kimia FMIPA 5 Ir. Eldi Zein, MS Dipertabunhut Kabupaten Agam Kasi Bina produksi 6 Ir. Helios Rynondeva Disperla Kabupaten Agam Kepala Dinas 7 Loly Enny, SP Dinas LH dan Pertamanan Kab. Agam Kasi Pengawas dan Pengendalian Lingkungan 8 Zulfan Sikumbang, SP Dinas LH dan Pertamanan Kab. Agam Staf Pengawas dan Pengendalian Lingkungan 9 Dalius, SP Disperla Kabupaten Agam Kepala cabang dinas perikanan dan kelautan Maninjau

10 Ir. Darma Suardi, MP Bapedalda Sumbar Kasubdin Masalah Dampak Lingkungan dan Pencemaran 11 Ilham Rajo Bintang LSM MPAD Maninjau Ketua 12 Ir. Reza N. Gustam PLTA Maninjau Maneger

Page 181: pencemaran danau maninjau

Lampiran 8. Hasil perhitungan KF dan tingkat kecocokan model dari data empirik dan simulasi pertumbuhan penduduk dan keramba jaring apung (KJA)

Tahun Empirik Simulasi

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2005 2006 2007 2008 2009 2010Penduduk 28348 28675 29115 29560 29905 30532 30532 30941 31357 31778 32204 32637Va 652779,8 Vs 620404,6 KF 0.487286 Empirik Simulasi Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012KJA 3858 4967 6056 7036 7635 8251 8955 8955 9662 10433 11246 12134 13091 14124Va 332830,9 Vs 346210,3 KF 0.509852

Keterangan: Va = Varian nilai aktual/empirik Vs = Varian nilai simulasi KF = Kalman Filter