44
Penatalaksanaan Apendisitis Penatalaksanaan Apendisitis Budhi Arifin Noor, Dion Ade Putra, Oktaviati, Ridho Ardhi Syaiful, Rizky Amaliah, Rachmawati Bedah Umum, Departemen Ilmu Bedah, FKUI/RSCM, Jakarta, Indonesia, Maret 2011 ILUSTRASI KASUS Laki-laki, 26 tahun datang dengan nyeri perut kanan bawah yang semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk RSCM. Tiga hari sebelumnya pasien mengeluh nyeri ulu hati kemudian menjalar ke daerah pusat dan perut kanan bawah kemudian timbul pula demam dan mual. Buang air kecil dan besar tidak ada keluhan. Pasien mempunyai riwayat nyeri perut kanan bawah sejak dua tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan kecuali pada pemeriksaan abdomen dengan palpasi didapatkan defans muscular pada region abdomen kanan bawah, dengan tanda psoas dan rovsing yang positif.Pada pemeriksaan rectal touché tidak didapatkan kelainan kecuali nyeri tekan pada arah jam 10-11. Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 15.700 dengan hasil laboratorium lainnya tidak ada kelainan. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis apendisitis kronis eksaserbasi akut dan dilakukan operasi appendiktomi dengan pemberian antibiotik dan analgetik. Pasca operatif pasien dirawat selama 2 hari di ruang biasa selanjutnya dilakukan rawat jalan. Operatif Pasien dengan anestesi spinal, dilakukan insisi gridiron melewati titik McBurney. Tampak omentum taksis pada kanan bawah. Identifikasi sekum ditemukan dinding sekum hiperemis dan menebal, sulit diluksir keluar. Apendiks tampak terletak retrosekal retroperitoneal, gangrenosa dengan jaringan fibrin di sekitarnya dan tampak perlekatan apendiks dengan usus di sekitarnya. Dilakukan pembebasan, kemudian dilakukan appendiktomi dan penjahitan puntung apendiks dengan ligasi ganda. Perdarahan

Penatalaksanaan Apendisitis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penatalaksanaan Apendisitis

Penatalaksanaan Apendisitis

Penatalaksanaan ApendisitisBudhi Arifin Noor, Dion Ade Putra, Oktaviati, Ridho Ardhi Syaiful, Rizky Amaliah,

RachmawatiBedah Umum, Departemen Ilmu Bedah, FKUI/RSCM, Jakarta, Indonesia, Maret 2011

ILUSTRASI KASUS

Laki-laki, 26 tahun datang dengan nyeri perut kanan bawah yang semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk RSCM. Tiga hari sebelumnya pasien mengeluh nyeri ulu hati kemudian menjalar ke daerah pusat dan perut kanan bawah kemudian timbul pula demam dan mual. Buang air kecil dan besar tidak ada keluhan. Pasien mempunyai riwayat nyeri perut kanan bawah sejak dua tahun yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan kecuali pada pemeriksaan abdomen dengan palpasi didapatkan defans muscular pada region abdomen kanan bawah, dengan tanda psoas dan rovsing yang positif.Pada pemeriksaan rectal touché tidak didapatkan kelainan kecuali nyeri tekan pada arah jam 10-11.                 Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 15.700 dengan hasil laboratorium lainnya tidak ada kelainan. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis apendisitis kronis eksaserbasi akut dan dilakukan operasi appendiktomi dengan pemberian antibiotik dan analgetik. Pasca operatif pasien dirawat selama 2 hari di ruang biasa selanjutnya dilakukan rawat jalan.

OperatifPasien dengan anestesi spinal, dilakukan insisi gridiron melewati titik McBurney. Tampak omentum taksis pada kanan bawah. Identifikasi sekum ditemukan dinding sekum hiperemis dan menebal, sulit diluksir keluar. Apendiks tampak terletak retrosekal retroperitoneal, gangrenosa dengan jaringan fibrin di sekitarnya dan tampak perlekatan apendiks dengan usus di sekitarnya. Dilakukan pembebasan, kemudian dilakukan appendiktomi dan penjahitan puntung apendiks dengan ligasi ganda. Perdarahan ditangani dan rongga abdomen dibersihkan dengan salin steril hangat. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.

Page 2: Penatalaksanaan Apendisitis

Gambar 1. Identifikasi apendiks dan dilakukan apendektomi

Gambar 2. Apendiks berdiameter 2 cm dengan panjang 7 cm.

Gambar 3. Letak titik McBurney adalah 1/3 lateral garis imajiner yang menghubungkan Spina Iliaka Anterior Superior (SIAS) dan umbilikus 

TINJAUAN PUSTAKA

Apendisitis AkutApendisitis Akut adalah inflamasi pada dari vermiform appendiks dan ini merupakan kasus operasi intraabdominal tersering  yang memerlukan tindakan bedah.1

                Penyebab pasti dari appendisitis belum diketahui pasti. Beberapa studi menyampaikan bahwa ada tendensi keturunan. Belakangan diketahui

Page 3: Penatalaksanaan Apendisitis

itu disebabkan oleh kesamaan kebiasaan makan, resistensi genetik dari flora bakteri. Kebiasaan makan rendah serat, tinggi gula dan lemak juga merupakan predisposisi terjadi  buang air besar yang tidak banyak, waktu transit makanan di usus jauh lebih lama, dan peningkatan tekanan di dalam lumen usus. 2,3

Gambar 4. Perjalanan Penyakit Apendisitis4

Penegakkan DiagnosisKarakter klinis dari appendisitis dapat bervariasi, namun umumnya ditampikan dengan riwayat sakit perut yang samar-samar, dimana dirasakan pertama kali di ulu hati. Mungkin diikuti mual dan muntah, demam ringan. Nyeri biasanya berpindah dari fossa ilaka kanan setelah beberapa jam, sampai dengan 24 jam. Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari umblikus ke fossa ilaka kanan, itu disebut titik Mc Burney. Nyeri biasanya tajam dan diperburuk dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan). Nyeri pada titik Mc Burney  juga dirasakan pada penekanan iliaka kiri, yang biasa disebut tanda Rovsing. Posisi pasien dipengaruhi oleh  posisi dari apendiks. Jika apendiks ditemukan di posisi retrosekal (terpapar antara sekum dan otot psoas) nyeri tidak terasa di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke lateral pinggang. Jika apendiks terletak retrosekal nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa. Ketika apendiks dekat dengan otot psoas, pasien datang

Page 4: Penatalaksanaan Apendisitis

dengan pinggul tertekuk dan jika kita coba meluruskan maka akan terjadi nyeri pada lokasi apendiks (tanda psoas). Ketika apendiks terletak retrosekal maka bisa menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah dan protein dapat ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka tanda klinik sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal, menemukan nyeri dan bengkak pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks terletak di dekat otot obturator internus, rotasi dari pinggang meningkatkan nyeri pada pasien (tanda obturator). Hiperestesia kutaneus pada daerah yang dipersarafi oleh saraf spinal kanan T10,T11 dan T12 biasanya juga mengikuti kejadian appendisitis akut. Jika apendiks terletak di depan ileum terminal dekat dengan dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas. Jika apendiks terletak di belakang ileum terminal maka diagnosa sangat sulit, tanda-tanda yang ada samar dan nyeri terletak tinggi di abdomen.5-6

Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.

Psoas sign atau Obraztsova’s sign

Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.

Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.

Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk

Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda spermatic kanan

Kocher (Kosher)’s sign

Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah.

Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign

Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri

Bartomier-Michelson’s sign

Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada pasien dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi terlentang

Aure-Rozanova’s sign

Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle kanan (akan positif Shchetkin-Bloomberg’s sign)

Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas.

Page 5: Penatalaksanaan Apendisitis

Palpasi pada kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba

Tabel 1. Sign of Appendicitis6-7

         Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.6

               

Tabel 2. The Modified Alvarado score6

Pemeriksaan laboratorium didapati peningkatan sel darah putih. Pemeriksaan kehamilan harus di kerjakan pada pasien wanita untuk menyingkirkan kasus-kasus kebidanan. Pemeriksaan USG dikerjakan jika tanda-tanda klinik tidak jelas, pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas 80% dan spesifitas 100%.8

The Modified Alvarado Score SkorGejala Perpindahan nyeri dari

ulu hati ke perut kanan bawah

1

Mual-Muntah 1Anoreksia 1

Tanda Nyeri di perut kanan bawah

2

Nyeri lepas 1Demam diatas 37,5 ° C 1

Pemeriksaan Lab

Leukositosis 2

Hitung jenis leukosit shift to the left

1

Total 10Interpretasi dari Modified Alvarado Score:     1-4     : sangat mungkin bukan apendisitis akut      5-7     : sangat mungkin apendisitis akut     8-10   : pasti apendisitis akut

Page 6: Penatalaksanaan Apendisitis

Tabel 3. Diagnosa banding pada Appendisitis5

Tatalaksana AppendisitisTatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi.9

Penggunaan ligasi ganda pada  setelah appendektomi terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang biasa dilakukan pada apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau tobacco sac) dan ligasi ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan purse string. Ligasi ganda digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak dapat dicapai dengan aman, sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda tunggul dengan dua baris jahitan. Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan teknik laparoskopik, apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa laparoskopi meningkatkan kemampuan dokter bedah untuk operasi.10

Page 7: Penatalaksanaan Apendisitis

Insisi Grid Iron (McBurney Incision)11

Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis insisi parallel dengan otot oblikus eksternal, melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang menghubungkan spina liaka anterior superior kanan dan umbilikus.

Lanz transverse incision12

Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat, insisi transversal pada garis miklavikula-midinguinal. Mempunyai keuntungan kosmetik yang lebih baik dari pada insisi grid iron.

Rutherford Morisson’s incision (insisi suprainguinal)13

Merupakan insisi perluasan dari insisi McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.

Low Midline Incision13

Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi perforasi dan terjadi peritonitis umum.

Page 8: Penatalaksanaan Apendisitis

Insisi paramedian kanan bawah13

Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm di bawah umbilikus sampai di atas pubis.

Tabel 4. Macam-macam Insisi untuk apendektomi

PEMBAHASANPasien dengan keluhan nyeri perut kanan bawah pada laki-laki mempunyai diagnosis banding apendisitis, kolik saluran kemih, kelainan pada saluran pencernaan seperti divertikulitis, ileokolitis, typhoid, serta keganasan. Demam pada pasien ini didahului oleh nyeri sehingga kemungkinan typhoid dapat disingkirkan. Gejala buang air kecil dan besar tidak ada kelainan maka kolik saluran kemih, divertikulitis, ileokolitis, maupun keganasan dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskular pada region abdomen kanan bawah, dengan tanda psoas dan rovsing yang positif, maka kemungkinan letak apendiks di daerah retrosekal. Nilai Modified Alvarado Scoring System adalah 9 dari 10 sehingga pasien pasti didiagnosis apendisitis dan dilakukan apendektomi. Diagnosis kerja pada pasien adalah apendisitis kronis eksaserbasi akut melihat adanya riwayat nyeri perut kanan bawah sejak dua tahun yang lalu.                Pada saat operasi ditemukan apendiks yang terletak retrosekal retroperitoneal sesuai dengan tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik. Didapatkan pula appendiks yang gangrenosa sehingga diagnosis post operasi adalah apendisitis gangrenosa. Apendisitis gangrenosa merupakan stadium akhir dari apendisitis dimana terjadi nekrosis jaringan akibat adanya gangguan aliran darah pada apendiks sehingga dapat terjadi perforasi. Terapi antibiotic spektrum luas pada apendisitis sederhana dan supuratif hanya dilakukan profilaksis preoperatif.

GLOSSARYAppendektomi (atau apendisektomi)14 : Operasi pengangkatan usus buntuApendiks 15 : Usus buntu, umbai cacing, kantong berbentuk cacing yang melekat pada sekum, awal dari usus besar.Peritonitis16 : Radang pada peritoneum, selaput lapisan dinding perut dan panggul.

Page 9: Penatalaksanaan Apendisitis

Tatalaksana

Puasakan Beri cairan intravena Ganti cairan yang hilang dengan memberikan garam normal sebanyak 10–20 ml/kgBB

cairan bolus, ulangi sesuai kebutuhan, ikuti dengan kebutuhan cairan rumatan 150% kebutuhan normal

Beri antibiotik segera setelah diagnosis ditentukan: ampisilin (25–50 mg/ kgBB/dosis IV/IM empat kali sehari), gentamisin (7.5 mg/kgBB/dosis IV/IM sekali sehari) dan metronidazol (7.5 mg/kgBB/dosis tiga kali sehari).

RUJUK SEGERA kepada dokter bedah. Apendektomi harus dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah perforasi dan terbentuknya abses.

LATAR BELAKANG

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan

tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau

ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu.

Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula

dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-

keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul,

pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim

IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang

memakai progestin dan tindakan aborsi.

Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari implantasi.

Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial

menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat

mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak mendapatkan

penanganan secara tepat dan cepat.

Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita terutama pada

mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain itu, adanya kecenderungan pada kalangan

wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang cukup lanjut menyebabkan angka

kejadiannya semakin berlipat ganda.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Cuningham pada tahun 1992 dilaporkan kehamilan

ektopik terganggu ditemukan 19,7 dalam 100 persalinan. Dari penelitian yang dilakukan

Page 10: Penatalaksanaan Apendisitis

Budiono Wibowo di RSUP Cipto Mangunkusumo (RSUPCM) Jakarta pada tahun 1987

dilaporkan 153 kehamilan ektopik terganggu dalam 4007 persalinan, atau 1 dalam 26 persalinan.

Ibu yang mengalami kehamilan ektopik terganggu tertinggi pada kelompok umur 20-40 tahun

dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar

antara 0% sampai 14.6% (1). Kasus kehamilan ektopik terganggu di RSUP dr. M. Djamil padang

selama 3 tahun (tahun 1992-1994) ditemukan 62 kasus dari 10.612 kehamilan.

B.     RUMUSAN MASALAH

a.    Apakah Pengertian dari KET ?

b.    Apakah Etiologi terjadinya KET ?

c.    Bagaimana Patofisiologi terjadinya KET ?

d.   Bagaimana Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinik) terjadinya KET ?

e.    bagaimana Komplikasi dari KET ?

f.     Apa sajakah Pemeriksaan Penunjang dari KET ?

g.    Bagaimana Penatalaksanaan dari KET ?

h.    Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan KET ?

C.     TUJUAN

Tujuan Umum

Agar mahasiswa mampu mengetahui Asuhan Keperawatan pada klien dengan Kehamilan

Ektopik Terganggu (KET)

Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian KET

2. Mahasiswa mampu memahami tentang etiologi terjadinya KET

3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang patofisiologi terjadinya KET

4. Mahasiswa mampu menjabarkan tentang tanda dan gejala (manifestasi klinik) terjadinya

KET

5. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi dari KET

6. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang dari KET

7. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan KET

8. Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan maternitas dengan KET

Page 11: Penatalaksanaan Apendisitis

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian

Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa Yunani,

topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar tempat yang

semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat

berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut kehamilan ektopik terganggu.

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, tuba

falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik,sebagian besar

kehamilan ektopik berlokasi di tuba,jarang terjadi implantasi pada ovarium,rongga perut,kanalis

servikalis uteri,tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus.(Sarwono

Prawiroharjho, 2005)

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus. Tuba

fallopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih besar

dari 90 %). (Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal)

Kehamilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa. Tempat kehamilan yang

normal ialah di dalam cavum uteri. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya

dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang

luar biasa misalnya dalam cervix, pars interstitialis tuba atau dalam tanduk rudimenter rahim.

(Obstetri Patologi. 1984. FK UNPAD)

Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar endometrium

kavum uteri. (kapita selekta kedokteran,2001)

B.     Etiologi

1.    Faktor dalam lumen tuba

Page 12: Penatalaksanaan Apendisitis

a.  Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit

atau membentuk kantong buntu.

b.  Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering disertai gangguan

fungsi silia endosalping.

c.  Operasi plastik dan stenlilasi yang tidak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit.

2.    Faktor pada dinding tuba

a.    Endometriosis tuba (tuba tertekuk) dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba.

b.    Divertikel tuba kongenital atau ostium asesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di

tempat itu.

3.    Faktor diluar dinding tuba

a.    Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur.

b.    Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.

4.    Faktor lain

a.    Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya dapat

memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus. Pertumbuhan yang terlalu cepat dapat

menyebabkan implantasi prematur.

b.    Fertilisasi in vitro ( pembuahan sel telur dalam kondisi laboratorium, sel telur yang sudah di

buahi itu kemudian ditempatkan di dalam rahim wanita).

5.    Bekas radang pada tuba

6.    Kelainan bawaan tuba

7.    Gangguan fisiologik tuba karena pengaruh hormonal

8.    Operasi plastik/riwayat pembedahan pada tuba

9.    Abortus buatan

10.     Riwayat kehamilan ektopik yang lalu

11.     Infeksi pasca abortus

12.     Apendisitis

13.     Infeksi pelvis

14.     Alat kontrasepsi dalam rahim (IUD)

( Winkjosastro, 2005 - Helen Varney, 2007 - Cunningham, 2006)

C.    Patofisiologi

Page 13: Penatalaksanaan Apendisitis

Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri.

Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur

bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh

kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi

interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka

ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan

pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili

khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan

dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu;

tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi

trofoblas.

Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan

tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua.

Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nucleus hipertrofi,

hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal

mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan

dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut

sebagai reaksi Arias-Stella.

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan

secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu

berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif.

Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.

Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh

seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah :

1.      Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi yang

kurang dan dengan mudah diresobsi total.

2.      Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili korialis pada

dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-

sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah perdarahan, hubungan antara plasenta

Page 14: Penatalaksanaan Apendisitis

serta membran terhadap dinding tuba terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi

dikeluarkan melalui ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut

perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.

3.      Ruptur dinding tuba

Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke dalam lapisan

muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila ovum yang dibuahi

berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang

terjadi pada pars-intersisialis pada kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan,

atau yang disebabkan trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina.

PATHWAY

Pembuahan telur di ovum

Perjalanan ke uterus,telur mengalami hambatan

(endosalfingitis, hipoplasia uteri, tumor, idiopatik, bekas radang pada tube, infeksi pelvis,

dll)

Page 15: Penatalaksanaan Apendisitis

Bernidasi di tuba

Kehamilan ektopik

Perubahan perfusi Rupture pada implantasi di tuba dan uterus

Jaringan

Page 16: Penatalaksanaan Apendisitis

Perdarahan

abnormal

Kurangnya vol cairan

nyeri abdomen

 

Tekanan darah

kelemahan

Kelelahan

Post operasi Resiko tinggi infeksi

D.    Manifestasi Klinis

Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung dari ada tidaknya ruptur.

Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri, amenorrhea, dan perdarahan per vaginam. Pada

Page 17: Penatalaksanaan Apendisitis

setiap pasien wanita dalam usia reproduktif, yang datang dengan keluhan amenorrhea dan nyeri

abdomen bagian bawah, harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik.

Selain gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami gangguan vasomotor berupa

vertigo atau sinkop; nausea, payudara terasa penuh, fatigue, nyeri abdomen bagian bawah,dan

dispareuni. Dapat juga ditemukan tanda iritasi diafragma bila perdarahan intraperitoneal cukup

banyak, berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu atau leher, terutama saat inspirasi.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pelvis, pembesaran uterus, atau massa

pada adnexa. Namun tanda dan gejala dari kehamilan ektopik harus dibedakan dengan

appendisitis, salpingitis, ruptur kista korpus luteum atau folikel ovarium. Pada pemeriksaan

vaginal, timbul nyeri jika serviks digerakkan, kavum Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan.

Pada umumnya pasien menunjukkan gejala kehamilan muda, seperti nyeri di perut bagian

bawah, vagina uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak sesuai dengan usia kehamilan.

Tuba yang mengandung hasil konsepsi menjadi sukar diraba karena lembek.

Nyeri merupakan keluhan utama. Pada ruptur, nyeri terjadi secara tiba-tiba dengan intensitas

tinggi disertai perdarahan, sehingga pasien dapat jatuh dalam keadaan syok.Perdarahan per

vaginam menunjukkan terjadi kematian janin. Amenorrhea juga merupakan tanda penting dari

kehamilan ektopik. Namun sebagian pasien tidak mengalami amenorrhea karena kematian janin

terjadi sebelum haid berikutnya.

Tanda dan gejala

Tanda :

1. Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau perdarahan

vaginal.

2. Menstruasi abnormal.

3. Abdomen dan pelvis yang lunak.

4. Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa kehamilan, atau

tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada endometrium uterus.

5. Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.

6. Kolaps dan kelelahan

7. pucat

Page 18: Penatalaksanaan Apendisitis

8. Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)

9. Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung.

10. Gangguan kencing

Kadang-kadang terdapat gejala besar kencing karena perangangan peritoneum oleh darah di

dalam rongga perut.

Pembesaran uterus

Pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena pengaruh hormon-hormon

kehamilan tapi pada umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan

intrauterin yang sama umurnya.

Nyeri pada toucher

Terutama kalau cervix digerakkan atau pada perabaan cavumdouglasi (nyeri digoyang)

Tumor dalam rongga panggul

Dalam rongga panggul teraba tumor lunak kenyal yang disebabkan kumpulan darah di tuba

dan sekitarnya.

Perubahan darah

Dapat diduga bahwa kadar haemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu,

karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut.

Gejala:

Nyeri:

Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100% kasus kehamilan ektopik. Nyeri

dapat bersifat unilateral atau bilateral , terlokalisasi atau tersebar.

Perdarahan:

Dengan matinya telur desidua mengalami degenerasi dan nekrose dan dikeluarkan dengan

perdarahan. Perdarahan ini pada umumnya sedikit, perdarahan yang banyak dari vagina harus

Page 19: Penatalaksanaan Apendisitis

mengarahkan pikiran kita ke abortus biasa.Perdarahan abnormal uterin, biasanya membentuk

bercak. Biasanya terjadi pada 75% kasus

Amenorhea:

Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang memiliki berkas perdarahan

pada saat mereka mendapatkan menstruasi, dan mereka tidak menyadari bahwa mereka hamil

E.     Komplikasi

Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat kesalahan diagnosis, diagnosis

yang terlambat, atau pendekatan tatalaksana. Kegagalan penegakan diagnosis secara cepat dan

tepat dapat mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau uterus, tergantung lokasi kehamilan, dan

hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif, syok, DIC, dan kematian.

Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah perdarahan, infeksi,

kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih, ureter, dan pembuluh darah besar). Selain itu ada

juga komplikasi terkait tindakan anestesi.

F.     Pemeriksaan Penunjang

Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu

demikian besarnya, sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba atau rupture tuba

sebelum keadaan menjadi jelas. Bila diduga ada kehamilan ektopik yang belum terganggu, maka

penderita segera dirawat di rumah sakit. Alat bantu diagnostic yang dapat digunakan ialah

ultrasonografi, laparoskopi atau kuldoskopi.

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak tidak banyak mengalami

kesukaran, tetapi pada jenis menahun atau atipik bisa sulit sekali. Untuk mempertajam

diagnosis,  maka pada tiap wanita dalam masa reproduksi dengan keluhan nyeri pada perut

bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan. Pada

umumnya dengan anamnesis yang teliti dan pemeriksaan yang cermat diagnosis dapat

ditegakkan, walaupun biasanya alat bantu diagnostic seperti kuldosentesis, ultrasonografi dan

laparoskopi masih diperlukan anamnesis. Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan

kadang-kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu,

tenesmus, dapat dinyatakan. Perdarahan per vaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.

Page 20: Penatalaksanaan Apendisitis

Pemeriksaan umun : penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam

rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada jenis tidak mendadak perut bagian

bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.

Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan

serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit

membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar

ditemukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri-raba menunjukkan adanya

hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik, sehingga menyukarkan perbedaan

denga infeksi pelvik.

Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobim dan jumlah sel darah merah

berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada

tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Pada kasus jenis tidak mendadak biasanya

ditemukan anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat

setelah 24 jam.

Penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukositosis

meningkat. Untuk membedakan kehamilan ektopik dari infeksi pelvik, dapat 

diperhatikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit yang melebihi 20.000 biasanya menunjuk

pada keadaan yang terakhir. Tes kehamilan berguna apabila positif. Akan tetapi tes

negative tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena

kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan produksi human

chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negative.

Kuldosentris : adalah suatu cara  pemeriksaan untuk mengetahui apakah kavum Douglas

ada darah. Cara ini amat berguna dalam membantu membuat diagnosis kehamilan

ektopik terganggu. Tekniknya :

1.    Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi

2.    Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic

3.    Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam servik ; dengan traksi ke

depan sehingga forniks posterior tampak

4.    Jarum spinal no 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit 10 ml dilakukan

penghisapan

Page 21: Penatalaksanaan Apendisitis

5.    Bila pada penghisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan

perhatikan apakah darah yang dikeluarkan merupakan :

6.    Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku; darah ini berasal dari

arteri atau vena yang tertususk

7.    Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan kecil-

kecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.

Ultrasonografi : berguna dalma diagnostic kehamilan ektopik. Diagnosis pasti ialah

apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di dalamnya tampak denyut

jantung janin. Hal ini hanya terdapat pada ± 5 % kasus kehamilan ektopik. Walaupun

demikian, hasil ini masih harus diyakini lagi bahwa ini bukan berasal dari kehamilan

intrauterine pada kasus uternus bikornis.

Laparoskopi : hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostic terakhir untuk kehamilan

ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain meragukan. Melalui

prosedur laparoskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis

dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan ligamentum latum. Adanya

darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini

menjadi indikasi untuk melakukan laparotomi.

G.    Penatalaksanaan

Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa

penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan operasi.

Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul di rongga

abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi

(pengeluaran melalui vagina dari darah di kavum Douglas), sisa darah dapat menyebabkan

perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi ataupun salpingo-

ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan pada tuba tersebut

dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika penderita belum mempunyai anak,

maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk dikoreksi supaya tuba berfungsi.

Page 22: Penatalaksanaan Apendisitis

Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum

uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin

dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan

umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan.

Serta memberikan transfusi darah.

Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan

dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan sistektomi

ataupun oovorektomi (5). Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi di servik uteri yang

sering menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin

sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi konservatif

KETOROLAC

Ketorolac tromethamine

Indikasi

Ketorolac adalah obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Indikasi penggunaan ketorolac adalah untuk

inflamasi akut dalam jangka waktu penggunaan maksimal selama 5 hari. Ketorolac selain digunakan

sebagai anti inflamasi juga memiliki efek anelgesik yang bisa digunakan sebagai pengganti morfin pada

keadaan pasca operasi ringan dan sedang.

Farmakodinamik

Efeknya menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksogenase

(prostaglandin sintetase). Selain menghambat sintese prostaglandin, juga menghambat tromboksan A2.

ketorolac tromethamine memberikan efek anti inflamasi dengan menghambat pelekatan granulosit

pada pembuluh darah yang rusak, menstabilkan membrane lisosom dan menghambat migrasi leukosit

polimorfonuklear dan makrofag ke tempat peradangan.

Page 23: Penatalaksanaan Apendisitis

Farmakokinetik

Ketorolac tromethamine 99% diikat oleh protein. Sebagian besar ketorolac tromethamine

dimetabolisme di hati. Metabolismenya adalah hidroksilate, dan yang tidak dimetabolisme (unchanged

drug) diekresikan melalui urin.

Dosis

Ketorolac tromethamine tersedia dalam bentuk tablet dan injeksi. Pemberian injeksi lebih dianjurkan.

Pemberian Ketorolac tromethamine hanya diberikan apabila ada indikasi sebagai kelanjutan dari terapi

Ketorolac tromethamine dengan injeksi. Terapi Ketorolac tromethamine baik secara injeksi ketorolac

ataupun tablet hanya diberikan selama 5 hari untuk mencegah ulcerasi peptic dan nyeri abdomen. Efek

analgesic Ketorolac tromethamine selama 4-6 jam setelah injeksi.

Untuk injeksi intramuscular :

pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 60 mg Ketorolac tromethamine/dosis.

Pasien dengan umur >65 tahun dan mempunyai riwayat gagal ginjal atau berat badannya kurang dari 50

kg, diberikan dosis 30 mg/dosis.

Untuk injeksi intravena :

pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 30 mg Ketorolac tromethamine/dosis.

Pasien dengan umur >65 tahun dan mempunyai riwayat gagal ginjal atau berat badannya kurang dari 50

kg, diberikan dosis 15 mg/dosis.

Pemberian ketorolac tromethamine baik secara injeksi maupun oral maksimal :

pasien dengan umur <65 tahun diberikan dosis 120 mg/hari. Bila diberikan dengan injeksi intravena, maka

diberikan setiap 6 jam sekali.

Pasien dengan umur >65 tahun maksimal 60 mg/hari.

Page 24: Penatalaksanaan Apendisitis

Efek Samping

Selain mempunyai efek yang menguntungkan, Ketorolac tromethamine juga mempunyai efek samping,

diantaranya :

a. Efek pada gastrointestinal

Ketorolac tromethamine dapat menyebabkan ulcerasi peptic, perdarahan dan perlubangan lambung.

Sehingga Ketorolac tromethamine dilarang untuk pasien yang sedang atau mempunyai riwayat

perdarahan lambung dan ulcerasi peptic.

b. Efek pada ginjal

Ketorolac tromethamine menyebabkan gangguan atau kegagalan depresi volume pada ginjal, sehingga

dilarang diberikan pada pasien dengan riwayat gagal ginjal.

c. Resiko perdarahan

Ketorolac tromethamine menghambat fungsi trombosit, sehingga terjadi gangguan hemostasis yang

mengakibatkan risiko perdarahan dan gangguan hemostasis.

d. Reaksi hipersensitivitas

Dalam pemberian Ketorolac tromethamine bias terjadi reaksi hypersensitivitas dari hanya sekedar

spasme bronkus hingga shock anafilaktik, sehigga dalam pemberian Ketorolac tromethamine harus

diberikan dosis awal yang rendah.

Kontra Indikasi

ketorolac tromethamine dikontra indikasikan untuk pasien dengan riwayat gagal ginjal, riwayat atau sedang menderita ulcerasi peptic, angka trombosit yang rendah. Untuk menghindari terjadinya perdarahan lambung, maka pemberian ketorolac tromethamine hanya selama 5 hari saja.

Ceftriaxone 1 gram injeksi ( 1 box berisi 2 vial serbuk injeksi @ 10 mL), No. Reg. : GKL0208505344A1.

 

Page 25: Penatalaksanaan Apendisitis

.: Indikasi :.

Infeksi-infeksi yang disebabkan oleh patogen yang sensitif terhadap Ceftriaxone, seperti: infeksi saluran nafas, infeksi THT, infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis, infeksi tulang, sendi dan jaringan lunak, infeksi intra abdominal, infeksi genital (termasuk gonore), profilaksis perioperatif, dan infeksi pada pasien dengan gangguan pertahanan tubuh.

 

.: Kontra Indikasi :.

Hipersensitif terhadap cephalosporin dan penicillin (sebagai reaksi alergi silang).

 

.: Dosis :.

Dewasa dan anak > 12 tahun dan anak BB > 50 kg : 1 - 2 gram satu kali sehari. Pada infeksi berat yang disebabkan organisme yang moderat sensitif, dosis dapat dinaikkan sampai 4 gram satu kali sehari.

Bayi 14 hari : 20 - 50 mg/kg BB tidak boleh lebih dari 50 mg/kg BB, satu kali sehari. Bayi 15 hari -12 tahun : 20 - 80 mg/kg BB, satu kali sehari. Dosis intravena > 50 mg/kg

BB harus diberikan melalui infus paling sedikit 30 menit.

Lamanya pengobatan

Lamanya pengobatan berbeda-beda tergantung dari penyebab penyakit seperti pengobatan dengan antibiotik pada umumnya, pemberian obat harus diteruskan paling sedikit sampai 48 - 72 jam, setelah penderita bebas panas atau pembasmian kuman tercapai dengan nyata.

Instruksi dosis khusus

Meningitis : Bayi dan anak-anak : pengobatan dimulai dengan dosis 100 mg/kg BB, (jangan melebihi 4 gram) sekali sehari. Segera setelah organisme penyebab telah diketahui dan sensitivitas ditentukan, dosis dapat diturunkan. Lama pengobatan :

Neisseria meningitidis 4 hari. Haemophilus influenzae 6 hari Streptococcus pneumoniae 7 hari N. gonorrhoeae (strain penghasil penisilinase dan bukan penghasil penisilinase) dosis

tunggal 250 mg intramuskular. Pencegahan perioperatif : Tergantung dari resiko infeksi : 1 - 2 gram dosis tunggal

diberikan 30 - 90 menit sebelum operasi. Gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati : Pada kasus payah ginjal preterminal (bersihan

kreatinin < 10 mL/menit), dosis tidak boleh melampaui 2 gram sehari. Tidak perlu pengurangan dosis selama fungsi salah satu ginjal atau hati masih baik.

 

Page 26: Penatalaksanaan Apendisitis

.: Peringatan dan Perhatian :.

Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat, kadar plasma obat perlu dipantau. - Sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil (khususnya trimester I).

Tidak boleh diberikan pada neonatus (terutama prematur) yang mempunyai resiko pembentukan ensephalopati bilirubin.

Pada penggunaan jangka waktu lama, profil darah harus dicek secara teratur.

 

.: Interaksi Obat :.

Kombinasi dengan aminoglikosid dapat menghasilkan efek aditif atau sinergis, khususnya pada infeksi berat yang disebabkan oleh P.aeruginosa & Streptococcus faecalis.

 

.: Lain-lain :.

Penyimpanan:Simpan pada suhu < 25oC, lindungi dari cahaya. Obat yang sudah dilarutkan sebaiknya digunakan segera. Larutan ini boleh disimpan maksimum 8 jam pada suhu < 25°C atau 7 hari di dalam lemari es.

Kelebihan Ceftriaxone :Spektrum aktivitas anti bakteri nya luas, mencakup bakteri gram negatif dan gram positif dengan masa kerja yang panjang dimana efek bakterisidal (membunuh bakteri) dapat bertahan selama 24 jam. Ceftriaxone cepat berdifusi ke dalam jaringan dan cairan tubuh. Ceftriaxone dapat menembus sawar darah otak sehingga dapat dicapai kadar obat yang cukup tinggi dalam cairan serebrospinal.

Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya :

Spektrum luas (aktivitas luas) :

Antibiotik yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram positif dan gram negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin.

Spektrum sempit (aktivitas sempit) :

Antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram positif atau gram negative saja. Contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif.

Page 27: Penatalaksanaan Apendisitis

Pielonefritis adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan ginjal yang di mulai dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini dapat mengenai parenchym maupun renal pelvis (pyelum= piala ginjal).

2.2       Penyebab Pielonefritis

Bakteri  E. Coli.

Resisten terhadap antibiotik.

Obstruksi ureter yang mengakibatkan hidronefrosis.

Infeksi  aktif.

Penurunan fungsi ginjal.

Uretra refluk.

Bakteri menyebar ke daerah ginjal, darah, sistem limfatik.

2.3       Patofisiologi Pielonefritis

Masuk ke dalam pelvis ginjal dan terjadi inflamasi. Inflamasi ini menyebabkan pembekakan daerah tersebut, dimulai dari papila dan

Page 28: Penatalaksanaan Apendisitis

menyebar ke daerah korteks. Infeksi terjadi setelah terjadinya cytitis, prostatitis (asccending) atau karena  infeksi  steptococcus yang berasal dari darah (descending).

Pyelonefritis dibagi menjadi 2 macam yaitu :

Pyelonefritis akut.

Pyelonefritis kronik.

Pyelonefritis akut

Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena tetapi tidak sempurna atau infeksi baru. 20 % dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atau dikaitkan dengan selimut.abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.

Kronik pielonefritis kronik juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pyelonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya  parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal faiure (gagal ginjal) yang kronik. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang –ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat. Pembagian Pyelonefritis akut sering di temukan pada wanita hamil, biasanya diawali dengan hidro ureter dan Pyelonefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.

2.4       Tanda dan Gejala Klinis Pielonefritis

Pyelonefritis akut ditandai dengan pembengkakan ginjal atau pelebaran penumpang ginjal.

Pada pengkajian di dapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil, nausea, nyeri pada pinggang , sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.

Pada perkusi di daerah CVA ditandai dengan adanya tenderness.

Client biasanya di sertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.

Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.

Pyelonefritis kronik

Page 29: Penatalaksanaan Apendisitis

Pyelonefritis kronik terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang. Sehingga kedua ginjal perlahan-lahan mejadi rusak. Adanya serangan Pyelonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai gejala yang sfesifik. Adanya keletihan. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan berat badan menurun. Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria, dan kepekatan urin menurun. Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal. Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks. Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan. Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hypertensi.

2.5       Pemeriksaan Penunjang Pielonefritis

Evaluasi Diagnostik. Suatu urogram intravena dan ultrasound dapat dilakukan untuk mengetahui lokasi obstruksi di traktus urinarius, menghilangkan obstruksi adalah penting untuk menyelamatkan ginjal dari kehancuran. Kultus urine dan tes sensitivitas dilakukan untuk menentukan organisme penyebab sehingga agens antimikrobial yang tepat dapat diresepkana.

Diagnosa pyelonefritis kronik

Dulu hampir selalu dipakai bila ditemukan kelainan tubulointerstisial ini, pengertian tentang derajat VUR yang berat dapat menyebabkan pembentukan jaringan parut pada ginjal, atrofi, dan dilatasi kaliks (nefropati refluks0, yang lazim didiagnosis sebagai pyelonefritis kronik, sekarang ini sudah diterima dengan baik. Mekanisme penyebab jaringan parut diyakini merupakan gabungan dari efek : (1) VUR, (2) refluks intrarenal, dan (3) infeksi (kunin, 1997; tolkoff-Rubin, 2000; Rose, Rennke, 1994). Keparahan VUR merupakan satu-satunya faktor penentu terpenting dari kerusakan ginjal. Banyak bukti yang menyongkong pendapat bahwa keterlibatan ginjal pada nefropati refluks terjadi pada awal masa kanak-kanak sebelum usia 5 sampai 6 tahun, karena pembentukan jaringan parut yang baru jarang terjadi setelah  usia ini. Penjelasan dari pengamatan ini adalah bahwa refluks intrarenal terhenti sewaktu anak menjadi lebih besar (kemungkinan besar karena perkembangan ginjal), walaupun demikian VUR dapat terus berlanjut.

Pada orang dewasa. VUR dan nefropati refluks dapat berkaitan dengan gangguan obstruktif dan neoruligik yang menyebabkan sumbatan pada drainase urine (seperti batu ginjal atau vesika urinaria neurologik akibat diabetes atau cidera batang otak). Namun, sebagian besar orang dewasa yang memiliki jaringan parut pada ginjal akibat pyelonefritis kronik mendapat lesi-lesi ini pada awal masa kana-kanaknya. Bkti-bukti yang menyokong mekanisme refluks infeksi ini berasal dari percobaan pada hewan dan pengamatan pada manusia dengan hasil sebagai berikut : 85%

Page 30: Penatalaksanaan Apendisitis

sampai 100% anak-anak  dan 50%  orang dewasa dengan jaringan parut ginjal  menderita VUR (Tolkoff-Rubin,2000) .

Mekanisme penyataannya nefropati refluks yang mulai terjadi pada awal masa kanak-kanak dapat njelskan bagmenjelaskan pembentukan jaringan parut dan kerusakan ginjal pada banyak pasien, masih sulit untuk menjelaskan bagaimana perjalanan kerusakan ginjal progresif karena pada sejumlah orang orang dewasa dengan pyelonifritis tahap akhir tidak dapat refluks maupun UTI. Beberapa pasien bahkan tidak dapat mengingat sama sekali pernah mengalami UTI berulang. Teori paling populer untuk menjelaskan gagal ginjal progisif yang terjadi pada pasien dengan refluks yang sudah dikoreksi dengan urine steril adalah teori hemodinamik intrarenal atau hipotesis hiperfitrasi (Rose, Rennke, 1994). Menurut teori ini, infeksi awal penyebab kerusakan nefron mengakibatkan kompensasi peningkatan tekanan  kapiler glomelurus (Pgc) dan hiperperfusi pada sisa nefron yang masih relatif normal. Tampaknya hipertensi intraglomerulus ini menimbulkan cidera pada glomerulus dan akhirnya menyebabkan sklerosis. Konsep cedera glomerulus yang diperantaikeadaan hemodinamik ini didukung oleh semakin banyaknya bukti dari percobaan menunjukan bahwa pengendalian hipertensi sistemik terutama dengan pemberian obat-obat penghambat enzim konversi angiotensi (ACE) seperti koptopril atau enalapril maleat memperlambat penurunan GFR pada banyak pasien gagal ginjal. Obat-obatan ini menurunkan Pgc dengan melawan kerja angiotensin II dan dilatasi arteriol eferen. Penurunan Pgc juga terjadi jika makanan berprotein dibatasi hanya 20 sampai 30g/hari, dilengkapi dengan asam amino dan analog ketonya.

2.6       Penatalaksanaan Pielonefritis

Pasien pyelonifritis akut beresiko terhadap bakterimia dan memerlukan terapi antimikrobisl ysng intensif. Terapi parental diberikan se;lama 24 samapi 28 jam sampai pasien afrebil. Pada waktu tersebut, agens oral dspst diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mrncega perkemban biakannyabakteri yang tersisa, maka pengobatan pyelonefritis akut biasanya lebi lama dari pada sistesis.

Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi kronik atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun tampa gejala. Setelah program antimikrobial awal, pasien dipertahankan untuk terus diwah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadar keratininserum dan hitung darah pasien dipantau durasinya pada terapi jangka panjang.

Penatalaksanaan  agens antimokrobia l pilihan di dasarkan pada identifikasi patogen melalui kultur urin. Jika bakteri tidak dapat hilang dari urin,

Page 31: Penatalaksanaan Apendisitis

nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan trimetrhopim dapat digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi renal ketat, terutama jika medikasi potensial toksin bagi ginjal.

Definisi

Penyakit radang panggul (salpingitis, PID) adalah suatu peradangan pada peradangan tuba

falopii, terutama terjadi pada wanita yang secara seksual aktif, resiko terutama ditemukan pada

wanita yang memakai IUD. Biasanya peradangan menyerang kedua tuba, infeksi bisa menyebar

kerongga perut dan menyebabkan Peritonitis.

B.    Etiologi

Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk melalui vagina dan

bergerak ke rahim lalu ke tuba falopii. 90-95% kasus PID disebabkan oleh bakteri yang juga

menyebabkan terjadinya penyakit menular seksual (misalnya klamidia, gonore, mikoplasma,

stafilokokus, streptokokus). infeksi ini jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah

menopause maupun selama kehamilan.

Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi bakteri juga bisa masuk kedalam

tubuh setelah prosedur kebidanan/kandungan ( misalnya pemasangan IUD, perslinan, keguguran,

aborsi dan biopsy endometrium).

Penyebab lainnya yang jarang terjadi adalah:

1.    Aktinimikosis (infeksi bakteri)

Page 32: Penatalaksanaan Apendisitis

2.    Skistosomiasis (infeksi parasit)

3.    Tuberculosis

4.    Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus

Faktor resiko terjadinya PID:

1.     Aktivitas seksual pada masa remaja

2.    Berganti-ganti pasangan seksual

3.     Pernah menderita PID

4.    Pernah menderita penyakit menular seksual

5.     Pemakaian alat kontrasepsi yang bukan penghalang.

C.   Gejala

Gejala biasanya muncul segera setelah siklus menstruasi. Penderita merasakan nyeri pada perut

bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual atau muntah.

Biasanya infeksi akan menyumbat tuba falopii. Tuba yang tersumbat bisa membengkak dan terisi

cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan menstruasi yang tidak teratur

dan kemandulan. Infeksi bisa menyebar ke struktur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya

jaringan parut dan perlengketan fibrosa yang abnormal diantara organ-organ perut serta

menyebabkan nyeri menahun. Di dalam tuba, ovarium maupun panggul bisa terbentuk abses

(penimbunan nanah). Jika abses pecah dan nanah masuk ke rongga panggul, gejalanya segera

memburuk dan penderita bisa mengalami syok. Lebih jauh lagi bisa terjadi penyebaran infeksi ke

dalam darah sehingga terjadi sepsis.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada PID:

1.    Keluar cairan dari vagina dengan warna, konsistensi dan bau yang abnormal

2.    Demam

3.    Perdarahan menstruasi yang tidak teratur atau spotting (bercak-bercak kemerahan di celana

dalam

4.    Kram karena menstruasi

5.    Nyeri ketika melakukan hubungan seksual

6.    Perdarahan setelah melakukan hubungan seksual

7.    Nyeri punggung bagian bawah

8.    Kelelahan

Page 33: Penatalaksanaan Apendisitis

9.    Nafsu makan berkurang

10.  Sering berkemih

11.  Nyeri ketika berkemih.

D.   Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Dilakukan pemeriksaan

panggul dan perabaan perut.

Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:

1.    Pemeriksaan darah lengkap

2.     Pemeriksan cairan dari serviks

3.    Kuldosentesis

4.    Laparoskopi

5.    USG panggul.

E.    Pengobatan

PID tanpa komplikasi bisa diobati dengan antibiotic dan penderita tidak perlu dirawat. Jika

terjadi komplikasi atau penyebaran infeksi, maka penderita harus dirawat di rumah sakit.

Antibiotik diberikan secara intravena lalu diberikan per oral. Jika tidak ada respon terhadap

pemberian antibiotic, mungkin perlu dilakukan pembedahan. Pasangan seksual penderita

sebaiknya juga menjalani pengobatan secara bersamaan dan selama menjalani pengobatan jika

melakukan hubungan seksual, pasangan penderita sebaiknya menggunakan kondom.

Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/05/penyakit-radang-panggul-pelvic.html#ixzz3BhS5EJ1Q