Upload
sang-gede-purnama
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/14/2019 Penanggulangan Rabies Berbasis Desa Pekraman
1/4
OPINI
Telah dimuat di Bali Post tgl 19 November 2009
PENANGGULANGAN RABIES BERBASIS DESA PAKRAMANDI BALI
Oleh : Sang Gede Purnama
Upaya penanggulangan rabies bukanlah tanggung jawab pemerintah sajamelainkan seluruh masyarakat. Keterlibatan desa pakraman dalam hal ini
sangatlah diperlukan dimana lembaga adat dapat berperan serta langsungdalam eliminasi anjing, pemberian VAR dan pembuatan awig-awig cukup
mendukung suksesnya program ini.
Perkembangan penyakit rabies semakin hari semakin mengkhawatirkan keadaannya.
Jumlah korbannya terus bertambah dan wilayah penyebarannya juga terus meluas. Apa yang
telah kita lakukan ternyata masih belum bisa mewujudkan provinsi bali terbebas dari rabies.
Sebelumnya kita dikenal sebagai kawasan bebas rabies namun dengan berjalannya waktu
ternyata kawasan kita telah kemasukan hewan pembawa virus rabies.
Virus rabies sebenarnya dapat dibawa oleh anjing, kucing, dan kera. Dimana potensi
terbesar saat ini disebarkan oleh anjing. Penularannya melalui gigitan hewan pembawa virus
rabies dan termasuk zoonosis (penyakit hewan yang dapat menular kemanusia). Penyakit
rabies dapat menyebabkan kematian sehingga perlu penanganan serius terhadap penyakit ini.
Justru yang membedakan Provinsi Bali dengan daerah lainnya adalah kepemilikan
anjing tersebut. Anjing populasinya sangat banyak di Provinsi Bali dibandingkan daerah
lainnya, Anjing tersebut sering dilepaskan oleh pemiliknya (diliarkan), Pemilik anjing tidak
Permasalahan rabies semakin lama akan menjadi semakin besarapabila tidak dilaksanakan program penanggulangan yangberkelanjutan.
Peranan lembaga adat dan tokoh masyarakat sangatlah diperlukandalam penanggulangan rabies secara langsung.
Penerapan awig-awig tentang rabies cukup efektif dalam mendorongmasyarakat mengawasi anjing dan pemberian vaksin.
8/14/2019 Penanggulangan Rabies Berbasis Desa Pekraman
2/4
terdata dan jarang anjing yang divaksin. Disamping itu anjing bagi masyarakat bali sebagai
penjaga rumah sehingga hampir setiap rumah berisi anjing. Diperkirakan hanya diperlukan
seekor anjing dalam masa inkubasi untuk menularkan rabies di Bali. Populasi anjing yang
tinggi (500.000-600.000 ekor) di Bali merupakan media yang efektif sebagai penyebaran
rabies.
Sebagai daerah pariwisata dunia yang sebagian besar masyarakatnya tergantung pada
sektor pariwisata. Bali juga dapat mengalami kerugian yang besar apabila terjadi wabah
rabies. Industri pariwisata umumnya sensitif terhadap masalah yang terjadi khususnya
masalah kesehatan masyarakat. Pada tahun 2004 saja, Bali kedatangan hampir 1,5 juta
wisatawan asing. Menurut survey Dinas Pariwisata Bali, wisatawan asing tersebut rata-rata
tinggal selama 11 hari dengan pengeluaran per wisatawan per hari sebesar Rp 550.000,00.
Berarti pada tahun 2004, jumlah uang yang masuk dari para wisatawan asing yang berlibur di
Bali diperkirakan sebesar Rp9.075 trilyun (Rp550.000,00 dikali 11 hari, dikali 1,5 juta
orang). Itu artinya dampak tidak langsung yang ditimbulkan cukup besar dimana akan
dirasakan juga oleh pelaku pariwisata dimana terdapat perhotelan, agen perjalanan wisata,
transportasi, restoran, objek wisata, kerajinan tangan atau cinderamata, dan pelaku bisnis.
Kondisi sosial budaya masyarakat yang suka memelihara anjing juga harus dibarengi
dengan perawatannya. Masalah justru timbul karena banyak anjing peliharaan yang sengaja
diliarkan oleh pemiliknya tanpa ada perawatan dan vaksinasi. Hal ini dapat menjadi faktor
pendukung penyebaran rabies semakin cepat karena padatnya populasi anjing di Bali.
Apalagi kalau nantinya ada monyet di Sangeh atau Alas Kedaton terkena rabies maka
keadaannya akan semakin parah saja. Hal itu dapat menyebabkan kawasan wisata itu hanya
tinggal nama karena semua monyet harus dieliminasi dari tempat itu.
Bagaimana upaya penanggulangan rabies selama ini ?. Dinas Perternakan dan Dinas
Kesehatan saling berkordinasi dalam upaya menangani masalah ini. Eliminasi anjing terus
dilakukan namun memang masih kurang efektif terutama didaerah yang diketahui ada anjing
positif rabies karena masih saja ada perlawanan dari masyarakat disamping tidak semua
anjing dapat dieliminasi. Beberapa korban dengan riwayat gigitan anjing dan positif rabies
juga sudah ada meninggal sejak setahun lalu hingga kini. Pemberian vaksin anti rabies (VAR)
pada anjing masih terbatas dilakukan dengan berbagai alasan. Rabies sepertinya menjadi bom
waktu bagi masyarakat kita maka dukungan dan peran serta masyarakatlah yang diperlukan
dalam penanganan masalah ini.
Pengawasan terhadap binatang penular rabies masuk ke Bali kini mulai diperketat. Namun demikian potensi masuknya hewan penular rabies dapat saja terjadi. Disamping sudah
8/14/2019 Penanggulangan Rabies Berbasis Desa Pekraman
3/4
ada anjing yang pembawa virus rabies berkeliaran di provinsi ini. Anjing tersebut dapat saja
sudah tertular namun belum menunjukan gejala rabies sehingga dapat masuk ke Provinsi Bali
dan menyebarkan virusnya.
Permasalahannya menjadi begitu kompleks karena upaya eliminasi yang masih
terbatas, VAR pada anjing juga tidak kontiniue dilakukan, banyak anjing yang tidak terdata
dimasing-masing wilayah, Banyaknya populasi anjing liar dan belum diterapkannya sistem
yang komprehensif dalam penanganan masalah ini. Oleh sebab itulah harus ada langkah-
langkah yang serius dan berkesinambungan dalam penanganan masalah ini.
Penanggulangan rabies berbasis desa pakraman
Sistem penanggulangan rabies berbasis desa pakraman adalah salah satu opsi yang
dipandang cukup efektif karena sesuai dengan kondisi sosial-budaya masyarakat bali. Upaya
penanganan suatu penyakit dengan pendekatan sosial-budaya sangat penting. Peran serta
semua pihak dalam upaya penanganan masalah ini diperlukan. Sementara ini yang terjadi
adalah pemerintah dengan dinas perternakan dan kesehatan yang lebih banyak bekerja.
Dengan jumlah tenaga dan anggaran yang terbatas mereka kesulitan untuk melaksanakan
program diwilayah Bali yang luas dengan berbagai macam kondisinya.
Adapun sistem penanggulangan rabies berbasis masyarakat tersebut dimana peranan
lembaga pemerintah dan lembaga sosial masyarakat saling bekerjasama. Dinas perternakan
berkordinasi dengan dinas kesehatan dimana Puskesmas dan Puskeswan bekerjasama
langsung dengan lembaga masyarakat seperti Desa Pakraman. Desa Pakraman selanjutnya
berkomunikasi dengan Banjar Adat. Peranan banjar adat inilah sebagai ujung tombak
pelaksanaan program. Dimana eliminasi anjing liar dilakukan oleh pecalang. Kemudian
Kasinoman melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap anjing yang dimiliki warga
termasuk munculnya anjing baru yang tidak jelas kepemilikannya di lingkungan desa
dilakukan pendataan. Kader Kesehatan yang terlatih diminta sebagai tenaga promosi
kesehatan dan apabila diperlukan dapat dilatih menjadi tenaga yang memberikan Vaksin Anti
Rabies (VAR) pada anjing dan anjing yang telah mendapat VAR diberikan tanda. Seka
Truna-truni juga dapat berperan aktif sebagai tenaga promosi kesehatan dalam upaya
penanggulangan rabies.
Peranan tokoh-tokoh masyarakat sebagai agen perubahan (agent of change) juga
diperlukan. Merekalah yang diharapkan mampu memberi informasi yang baik dan benar
8/14/2019 Penanggulangan Rabies Berbasis Desa Pekraman
4/4
kemudian menggerakan masyarakat menjalankan program yang telah disepakati. Sehingga
program penanggulangan rabies dapat berjalan dengan baik.
Dibeberapa daerah ada yang menerapkan awig-awig (peraturan adat yang disepakati
bersama) dimana masyarakat yang memiliki anjing yang sengaja diliarkan dan menggigit
korban maka si pemilik diminta mengganti biaya pengobatan bahkan sampai upacara
kematian dan akan diberi denda sesuai aturan yang disepakati. Hal ini bertujuan agar
masyarakat tersebut menjaga anjingnya dengan baik dan tidak melepaskan begitu saja tanpa
perawatan. Pemilik anjing berkewajiban memberi vaksin pada anjingnya dan merawatnya.
Apabila ada anjing liar yang tidak jelas kepemilikannya sebaikny dieliminasi.
Penerapaan peraturan adat (awig-awig) yang disepakati bersama oleh masyarakat
dipandang lebih efektif sebagai upaya melakukan pengawasan terhadap anjing liar dan
penanggulangan rabies. Di beberapa daerah pembuatan awig-awig ini telah dilaksanakan.
Anggota masyarakat yang memiliki anjing yang tadi diliarkan dan tidak terpelihara dengan
baik kini mulai melakukan pengawasan dan pemeliharaan.
Sebenarnya banyak potensi organisasi masyarakat yang dapat digerakan dalam
mendukung program ini seperti IAKMI, PHDI, LSM, Universitas, dan lainnya. Inilah bentuk
peran serta masyarakat dalam upaya penanggulangan rabies. Permasalahan rabies adalah
masalah kita semua jadi sudah sepantasnya kita semua berperan serta dalam
penanggulangannya.
Penulis adalah Pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI)
Provinsi Bali