18
Penanganan Pasca Panen Buah Salak BAB. I PENDAHULUAN Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah yang disukai dan mempunyai prospek baik untuk diusahakan. Daerah asal nya tidak jelas, tetapi diduga dari Thailand, Malaysia dan Indonesia. Ada pula yang mengatakan bahwa tanaman salak (Salacca edulis) berasal dari Pulau Jawa. Pada masa penjajahan biji-biji salak dibawa oleh para saudagar hingga menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan sampai ke Filipina, Malaysia, Brunei dan Muangthai. A. Latar Belakang Buah salak (Salaca edulis Reinw.) adalah komoditas indegenous Indonesia dan merupakan salah satu buah unggulan daerah Bali dan juga telah dimasukkan sebagai unggulan nasional karena potensinya yang tinggi untuk dipasarkan dalam negeri, kemungkinan untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor, potensinya yang baik untuk agribisnis dan agroindustri, telah memberikan dampak positif terhadap pendapatan petani. Disamping itu keragaman genetiknya yang tinggi memungkinkan tanaman dikembangkan untuk memperoleh varietas-varietas unggulan . Salak adalah produk organik yang di dalam pengembangannya pada umumnya tidak menggunakan bahan kimia buatan, baik berupa pestisida maupun pupuk. Buah salak mempunyai kekhasan tersendiri dalam citarasa dibandingkan dengan buah lainnya di Indonesia (Anonim, 2009). Salah satu kendala di dalam pemasaran buah salak adalah adanya rasa sepet (astringent) yang relatif cukup tinggi terkecuali salak varietas gula pasir. Tampaknya rasa sepat inilah yang juga menjadi kendala pengembangan untuk bisa masuk pasar internasional. Di jepang, rasa sepat buah persimon telah mampu dikurangi dengan cara memberikan perlakuan ethanol (Anonim,2009). Disini dapat dilihat bahwa terjadi konflik antara kebutuhan manusia dengan sifat alamiah biologis dari produk buah salak yang telah dipanen tersebut. Konsekwensi langsung dari konflik antara kebutuhan hidup dari bagian tanaman tersebut dan kebutuhan manusia untuk mendistribusikan dan memasarkan serta menjaga mutu

Penanganan Pasca Panen Buah Salak

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penanganan Pasca Panen Buah Salak

Penanganan Pasca Panen Buah Salak

BAB. IPENDAHULUAN

Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah yang disukai dan mempunyai prospek baik untuk diusahakan. Daerah asal nya tidak jelas, tetapi diduga dari Thailand, Malaysia dan Indonesia. Ada pula yang mengatakan bahwa tanaman salak (Salacca edulis) berasal dari Pulau Jawa. Pada masa penjajahan biji-biji salak dibawa oleh para saudagar hingga menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan sampai ke Filipina, Malaysia, Brunei dan Muangthai.

A. Latar Belakang

Buah salak (Salaca edulis Reinw.) adalah komoditas indegenous Indonesia dan merupakan salah satu buah unggulan daerah Bali dan juga telah dimasukkan sebagai unggulan nasional karena potensinya yang tinggi untuk dipasarkan dalam negeri, kemungkinan untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor, potensinya yang baik untuk agribisnis dan agroindustri, telah memberikan dampak positif terhadap pendapatan petani. Disamping itu keragaman genetiknya yang tinggi memungkinkan tanaman dikembangkan untuk memperoleh varietas-varietas unggulan . Salak adalah produk organik yang di dalam pengembangannya pada umumnya tidak menggunakan bahan kimia buatan, baik berupa pestisida maupun pupuk. Buah salak mempunyai kekhasan tersendiri dalam citarasa dibandingkan dengan buah lainnya di Indonesia (Anonim, 2009).Salah satu kendala di dalam pemasaran buah salak adalah adanya rasa sepet (astringent) yang relatif cukup tinggi terkecuali salak varietas gula pasir. Tampaknya rasa sepat inilah yang juga menjadi kendala pengembangan untuk bisa masuk pasar internasional. Di jepang, rasa sepat buah persimon telah mampu dikurangi dengan cara memberikan perlakuan ethanol (Anonim,2009).Disini dapat dilihat bahwa terjadi konflik antara kebutuhan manusia dengan sifat alamiah biologis dari produk buah salak yang telah dipanen tersebut. Konsekwensi langsung dari konflik antara kebutuhan hidup dari bagian tanaman tersebut dan kebutuhan manusia untuk mendistribusikan dan memasarkan serta menjaga mutu produk itu sedapat mungkin dalam jangka waktu tertentu sampai saatnya dikonsumsi, adalah adanya keharusan untuk melakukan kompromi-kompromi. Kompromi-kompromi adalah elemen dasar dari setiap tingkat penanganan pascapanen produk-produk tanaman yang ringkih sayuran dan buah-buahan. Dapat dalam bentuk kompromi suhu untuk meminimumkan aktivitas metabolisme namun dihindari adanya kerusakan dingin, atau kompromi dalah hal konsentrasi oksigen untuk meminimumkan respirasi namun dihindari terjadinya respirasi anaerobik, atau kompromi dalam keketatan pengemasan untuk meminimumkan kerusakan karena tekanan namun dihindari adanya kerusakan karena fibrasi dan sebagainya. Pemahaman tentang sifat alami produk panen dan pengaruh cara penanganannya adalah sangat penting untuk melakukan kompromi terbaik untuk menjaga kondisi optimum dari produk. Sehingga untuk mendapatkan bentuk kompromi yang optimal maka beberapa pertimbangan penting harus diperhatikan, yaitu pertimbangan fisiologis, fisik, patologis dan ekonomis (Anonim,2009).

B. Masalah Dan Sub Masalah

Page 2: Penanganan Pasca Panen Buah Salak

Makalah ini membahas tentang penanganan pasca panen dan hal-hal setelah pasca panen terhadap buah salak, sehingga meminimalisir, atau memperlambat kerusakan terhadap buah salak tersebut dan meningkatkan nilai ekonomisnya, serta pertimbangan-pertimbangan penting dalam penangan pasca panen pada buah, khususnya buah salak.Diantara pertimbangan-pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertimbangan Fisiologis

Laju RespirasiSecara fisiologis bagian tanaman yang dipanen dan dimanfaatkan untuk konsumsi segar adalah masih hidup, dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme yang dinamakan respirasi. Respirasi berlangsung untuk memperoleh energi untuk aktivitas hidupnya. Dalam proses respirasi ini, bahan tanaman terutama kompleks karbohidrat dirombak menjadi bentuk karbohidrat yang paling sederhana (gula) selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi ini adalah CO2, uap air dan panas. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat pula perombakan-perombakan tersebut yang mengarah pada kemunduran dari produk tersebut. Air yang dihasilkan ditranspirasikan dan jika tidak dikendalikan produk akan cepat menjadi layu. Sehingga laju respirasi sering digunakan sebagai index yang baik untuk menentukan masa simpan pascapanen produk segar. Berbagai produk mempunyai laju respirasi berbeda, umumnya tergantung pada struktur morfologi dan tingkat perkembangan jaringan bagian tanaman tersebut. Secara umum, sel-sel muda yang tumbuh aktif cenderung mempunyai laju respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan yang lebih tua atau sel-sel yang lebih dewasa.Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan erat dengan; kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat diperpanjang dengan menempatkannya dalam lingkunngan yang dapat memeperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu produk, mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2 , dan menjaga kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut.C6H12O6 + O2 ————-> CO2 + H2O + Energi + panas

Produksi etilen4Etilen adalah senyawa organic hidrokarbon paling sederhana (C2H4) berupa gas berpengaruh terhadap proses fisiologis tanaman. Etilen dikategorikan sebagai hormon alami untuk penuaan dan pemasakan dan secara fisiologis sangat aktif dalam konsentarsi sangat rendah (<0.005 uL/L). Etilen dalam ruang penyimpanan dapat berasal dari produk atau sumber lainnya. Sering selama pemasaran, beberapa jenis komoditi disimpan bersama, dan pada kondisi ini etilen yang dilepaskan oleh satu komoditi dapat merusak komoditi lainnya. Gas hasil bakaran minyak kendaraan bermotor mengandung etilen dan kontaminasi terhadap produk yang disimpan dapat menginisiasi pemasakan dalam buah dan memacu kemunduran pada produk non-klimakterik dan bunga-bungaan atau bahan tanaman hias. Kebanyakan bunga potong sensitive terhadap etilen.

Pertimbangan Fisik

Buah dan sayuran mengandung air sangat banyak antara 80-95% sehingga sangatlah mudah mengalami kerusakan karena benturan-benturan fisik. Kerusakan fisik dapat terjadi pada seluruh tahapan dari kegiatan sebelum panen, selanjutnya pemanenan, penanganan, grading,

Page 3: Penanganan Pasca Panen Buah Salak

pengemasan, transportasi, penyimpanan, dan akhirnya sampai ke tangan konsumen. Kerusakan yang umum terjadi adalah memar, terpotong, adanyatusukan-tusukan, bagian yang pecah, lecet dan abrasi. Kerusakan dapat pula ditunjukkan oleh dihasilkannya stress metabolat (seperti getah), terjadinya perubahan warna coklat dari jaringan rusak, menginduksi produksi gas etilen yang memacu proses kemunduran produk. Kerusakan fisik juga memacu kerusakan baik fisiologis maupun patologis (serangan mikroorganisme pembusuk).Secara morfologis pada jaringan luar permukaan produk segar dapat mengandung bukaan-bukaan (lubang) alami yang dinamakan stomata dan lentisel. Stomata adalah bukaan alami khusus yang memberikan jalan adanya pertukaraan uap air, CO2 dan O2 dengan udara sekitar produk. Tidak seperti stomata yang dapat membuka dan menutup, lenticel tidak dapat menutup. Melalui lentisel ini pula terjadi pertukaran gas dan uap air. Kehilangan air dari produk secara potensial terjadi melalui bukaan-bukaan alami ini. Laju transpirasi atau kehilangan air dipengaruhi oleh factor-faktor internal (karakteristik morfologi dan anatomi, nisbah luas permukaan dan volume, pelukaan pada permukaan dan stadia kematangan), dan factor eksternal atau factor-faktor lingkungan (suhu, kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer).Pada permukaan produk terdapat jaringan yang mengandung lilin yang dinamakan cuticle yang dapat berperan sebagai barier penguapan air berlebihan, serangan atau infeksi mikroorganisme pembusuk. Sehingga secara umum infeksi mikroorganisme pembusuk terjadi melalui bagian-bagian yang luka dari jaringan tersebut.Jaringan tanaman dapat menghasilkan bahan pelindung sebagai respon dari adanya pelukaan. Bahan seperti lignin dan suberin, yang di akumulasikan dan diendapkan mengelilingi bagian luka, dapat sebagai pelindung dari serangan mikroorganisme pembusuk.

Pertimbangan Patologis

Buah dan sayuran mengandung air dalam jumlah yang banyak dan juga nutrisi yang mana sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Buah yang baru dipanen sebenarnya telah dilabuhi oleh berbagai macam mikroorganisme (mikroflora) dari yang tidak menyebabkan pembusukan sampai yang menyebabkan pembusukan. Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai dan sebagainya. Adanya mikroorganisme pembusuk pada buah dan sayuran adalah merupakan factor pembatas utama di dalam memperpanjang masa simpan buah dan sayuran.Mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan susut pascapanen buah dan sayuran secara umum disebabkan oleh jamur dan bakteri. Infeksi awal dapat terjadi selama pertumbuhan dan perkembangan produk tersebut masih dilapangan akibat adanya kerusakan mekanis selama operasi pemanenan, atau melalui kerusakan fisiologis akibat dari kondisi penyimpanan yang tidak baik. Pembusukan pada buah-buahan umumnya sebagai akibat infeksi jamur sedangkan pada sayur-sayuran lebih banyak diakibatkan oleh bakteri. Hal ini diperkirakan disebabkan oleh pH yang rendah (kurang dari 4.5) atau keasamannya yang tinggi dibandingkan dengan sayuran yang pH nya rata-rata lebih besar dari 5.Infeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi semasih buah-dan sayuran tersebut tumbuh dilapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan berkembang, hanya berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama setelah produk tersebut dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih lanjut, maka mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan menyebabkan pembusukan yang serius. Infeksi mikroorganisme di atas di namakan infeksi laten. Contoh mikroorganisme yang

Page 4: Penanganan Pasca Panen Buah Salak

melakukan infeksi laten adalah Colletotrichum spp yang menyebabkan pembusukan pada buah mangga, pepaya dan pisang. Ada pula mikroorganisme yang hanya berlabuh pada bagian permukaan produk namun belum mampu menginfeksi. Infeksi baru dilakukan bila ada pelukaan-pelukaan akibat operasi pemanenan, pasca panen dan pendistribusiannya. Ada pula mikroorganisme seperti bakteri pembusuk, seperti Erwinia carotovora dan Pseudomonas marginalis (penyebab penyakit busuk lunak) pada sayuran mampu menghasilkan enzim yang mampu melunakkan jaringan dan setelah jaringan tersebut lunak baru infeksi dilakukannya. Jadi jenis mikroorganisme ini tidak perlu menginfeksi lewat pelukaan, namun infeksi akan sangat jauh lebih memudahkan bila ada pelukaan-pelukaan.

Pertimbangan kondisi lingkungan

Suhu adalah factor sangat penting yang paling berpengaruh terhadap laju kemunduran dari komoditi pascapanen. Setiap peningkatan 10oC laju kemunduran meningkat dua sampai tiga kali. Komoditi yang dihadapkan pada suhu yang tidak sesuai dengan suhu penyimpanan optimal, menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan fisiologis. Suhu juga berpengaruh terhadap peningkatan produksi etilen, penurunan O2 dan peningkatan CO2 yang berakibat tidak baik terhadap komoditi. Perkecambahan spora dan laju pertumbuhan mikroorganisme lainnya sangat dipengaruhi oleh suhu.Kelembaban ruang adalah salah satu penyebab kehilangan air setelah panen. Kehilangan air berarti kehilangan berat dan kenampakan. Kehilangan air tidak dapat dihindarkan namun dapat ditoleransi. Tanda-tanda kehilangan air bervariasi pada produk yang berbeda, dan tanda-tanda kerusakan baru tampak saat jumlah kehilangan air berbeda-beda pula. Umumnya tanda-tanda kerusakan jelas terlihat bila kehilangan air antara 3-8% dari beratnya.

Pertimbangan EkonomisKondisi ekonomis dan standard kehidupan konsumen adalah merupakan factor penting di dalam menentukan kompromi-kompromi yang dilakukan melalui metode penanganan dan penyediaan fasilitas. Investasi berlebihan untuk penanganan buah dapat mengakibatkan economic loss, karena konsumen tidak mampu menyerap biaya tambahan. Sebagai contoh, prosedur penyimpanan dengan atmosfer terkendali yang dikembangkan dengan konsentrasi etilen rendah dapat menjaga mutu buah lebih lama dengan kondisi lebih baik. Diperkirakan teknologi ini akan diadopsi secepatnya oleh petani di AS untuk meningkatkan mutu apel yang kemudian dapat dijual pada saat tidak musimnya. Tetapi dalam realitanya, petani sangat ragu untuk melakukan investasi untuk mengadopsi metode baru tersebut karena pasar belum siap membayar lebih untuk mutu apel yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pnerapan metode penanganan sangat ditentukan oleh sejauh mana konsumen mau membayar lebih dengan tingkat penanganan yang lebih baik. Jarak antara kebun dan pasar adalah salah satu penentu utama di dalam memutuskan apakah suatu teknologi akan digunakan. Bila jaraknya dekat, maka metode penanganan akan lebih sederhana. Terkadang interval waktu antara panen dan penjualan hanyalah berlangsung beberapa jam. Dalam kondisi ini, hanya sedikit perlakuan pascapanen yang diperlukan, dan cara paling efektif untuk mengurangi kerusakan adalah mengajarkan petani untuk memanen dan menangani produknya secara hati-hati. Bila 8 interval waktu jauh lebih panjang dengan lika-liku pemasaran yang lebih kompleks, maka diperlukan penanganan-penanganan yang lebih kompleks pula atau dilibatkan teknologi yang lebih banyak, dan jumlah yeng lebih besar dari factor manusia dan ekonomi harus dipertimbangkan,(Anonim,2009).

Page 5: Penanganan Pasca Panen Buah Salak

C. Tujuan

Makalah ini ditujukan untuk para pembaca khususnya penulis sendiri agar dapat mengetahui dan melakukan penanganan pasca panen terhadap buah salak secara tepat dan cermat.

BAB IIPENANGANAN PASCA PANEN BUAH SALAK

Seperti buah-buahan lainnya, buah salak mudah rusak dan tidak tahan lama. Kerusakan ditandai dengan bau busuk dan daging buah menjadi lembek serta berwarna kecoklat-coklatan. Setelah dipetik buah salak masih meneruskan proses hidupnya berupa proses fisiologi (perubahan warna, pernafasan, proses biokimia dan perombakan fungsional dengan adanya pembusukan oleh jasad renik). Sehingga buah salak tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar, maka diperlukan penanganan pascapanen.

1 .PemanenanMutu buah salak yang baik diperoleh bila pemanenan dilakukan pada tingkat kemasakan yang baik. Buah salak yang belum masak, bila dipungut akan terasa sepet dan tidak manis. Maka pemanenan dilakukan dengan cara petik pilih, disinilah letak kesukarannya. Jadi kita harus benar-benar tahu buah salak yang sudah tua tetapi belum masak. Panen buah salak dilakukan dalam keadaan cuaca kering (tidak hujan) pada pagi hari (pukul 9 – 10 pagi) saat buah sudah tidak berembun. Jika panen dilakukan pada saat terlalu pagi dan buah masih berembun maka buah akan mudah kotor dan bila luka sangat rentan terserang penyakit. Bila panen dilakukan pada siang hari, buah akan mengalami penguapan sehingga susut lebih banyak, sedangkan bila pada sore hari dapat berakibat lamanya waktu menunggu, kecuali harus bekerja pada malam hari. Salak dipanen saat berumur 5 – 6 bulan umur bunga. Untuk salak pondoh, panen raya terjadi pada periode November – Januari, masa panen sedang terjadi pada Mei – Juli, masa panen kecil pada periode Februari – April, dan masa istirahat (kosong) terjadi pada periode Agustus – Oktober. Buah yang masih dapat dipanen pada masa istirahat disebut buah slandren.

2 Pengumpulan Dan PembersihanBuah salak yang dipanen dimasukkan ke dalam keranjang bambu atau peti kayu yang diberi alas daun-daunan. Beberapa petani maju menggunakan peti plastik jenis HDPE (high density polyethylene) untuk membawa salak dari kebun ke kios atau toko yang sekaligus sebagai tempat pengumpulan dan pengemasan. Buah salak diletakkan di tempat yang teduh, seperti di bawah pohon atau naungan, untuk melindungi dari sengatan matahari yang dapat meningkatkan suhu buah salak sehingga mempercepat kerusakan . Kebersihan salak berpengaruh terhadap masa simpan buah salak. Tandan salak sering diletakkan dekat dengan permukaan tanah sehingga kotoran dapat menempel pada buah salak dan menyebabkan binatang-binatang kecil yang menyukai tempat lembab sering bersembunyi di antara buah dalam tandan. Pembersihan buah salak dilakukan dengan menyikat buah menggunakan sikat ijuk atau plastik dengan gerakan searah susunan sisik sehingga buah salak bersih dari kotoran dan sisa-sisa duri. Bersamaan dengan pembersihan dapat dilakukan sortasi dan penggolongan (grading).

3 Sortasi Dan PenggolonganSortasi bertujuan memilih buah yang baik, tidak cacat, dan dipisahkan dari buah yang busuk,

Page 6: Penanganan Pasca Panen Buah Salak

pecah, tergores atau tertusuk. Juga berguna untuk membersihkan buah salak dari kotoran, sisa – sisa duri, tangkai dan ranting. Khusus pada salak bali dengan tujuan pasar lokal tidak dilakukan sortasi. Penggolongan bertujuan menyeragamkan ukuran dan mutu buah sehingga mendapatkan harga jual yang lebih tinggi. Sebelum dikemas dalam karunganyaman pandan, buah salak sidimpuan digolongkan secara manual ke dalam 2 (dua) kelas yaitu kelas ukuran besar dan kelas ukuran sedang yang dicampur dengan ukuran kecil .Penggolongan buah salak bali didasarkan kepada besar, bentuk, penampilan, warna, corak, bebas penyakit dan tidak cacat atau luka.

3.1 Tujuan grading/penggolongana).mendapat hasil buah yang seragam (ukuran dan kualitas)b).mempermudah penyusunan dalam wadah/peti/alat kemasc).mendapatkan harga yang lebih tinggid).merangsang minat untuk membelie).agar perhitungannya lebih mudahf). untuk menaksir pendapatan sementara.Penggolongan ini dapat berdasarkan pada : berat, besar, bentuk, rupa, warna, corak,bebas dari penyakit dan ada tidaknya cacat/luka. Semua itu dimasukkan kedalamkelas dan golongan sendiri-sendiri,seperti tabel di bawah ini :

Kelas Mutu Ciri – ciriAA (super) 12 buah/ kg, sehat, warna kulit kekuninganAB (sedang) 15 – 19 buah/ kg, sehatC (kecil) 25 – 30 buah/ kg, bahan baku manisanBS (tidak diperdagangkan) Busuk, pecah

Untuk pasar ekspor, persyaratan mutu lebih tinggi dengan mengikuti persyaratan yang ditetapkan pembeli luar negeri. Pasar Eropa menetapkan persyaratan keutuhan buah, kesegaran, kehalusan permukaan kulit buah, bebas dari kerusakan fisik, mikrobiologis ataupun bau asing, derajat ketuaan yang tepat dan keadaan yang baik sampai tujuan (Anonim,2009).

4 PenyimpananPenyimpanan yang dilakukan petani atau pedagang hanya bersifat sementara dan dilakukan di lapangan. Petani/ pedagang belum melakukan kegiatan penyimpanan yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan buah salak sebelum dipasarkan. Buah yang telah disortasi dan digolongkan dikemas ke dalam karung anyaman pandan atau keranjang menunggu dimuat ke sarana pengangkutan.

5 Pengangkutan (transportasi) dan pengemasanTujuan pengemasan adalah untuk melindungi buah salak dari kerusakan, mempermudah dalam penyusunan, baik dalam pengangkutan maupun dalam gudang penyimpanan dan untuk mempermudah perhitungan.Biasanya buah salak dikemas dalam keranjang bambu (besek) berkapasitas 5, 10, dan 20 kilogram. Pada kemasan salak pondoh, buah salak yang masih utuh pada tandan diletakkan di tengah dan di sekelilingnya diletakkan butiran salak yang sudah lepas dari tandan. Salak bali biasanya dikemas dalam peti kayu yang dialasi tikar pandan untuk bantalan. Salak sidimpuan biasanya dikemas dalam karung anyaman pandan yang disebut sumpit

Page 7: Penanganan Pasca Panen Buah Salak

dengan kapasitasyang bervariasi sekitar 35 sampai 50 kg/ karung menggunakan kemasan pengisi (bantalan) berupa serat pelepah kering tanaman salak (Gambar 2).

Gambar 2. Karung anyaman pandan (sumpit).

Pengangkutan salak sidimpuan dari kebun ke tempat pengumpulan berjarak sekitar 1 km. Untuk penjualan ke pasar lokal setempat, buah salak diangkut menggunakan sarana angkutan mobil pick – up dan biaya transportasi ditanggung oleh petani. Untuk pemasaran di luar daerah Padang Sidimpuan, digunakan truk Fuso dan Colt Diesel yang dilengkapi dengan penutup terpal. Kapasitas Truk Fuso sekitar 7 ton (± 300 karung anyaman pandan). Untuk pasar ekspor, buah salak dikemas dengan karton bergelombang yang berkapasitas 10 – 11 kg. Dalam kemasan ini, digunakan daun pisang kering maupun potongan kertas koran sebagai kemasan pengisi.

6 Pengemasan buah-buahan6.1. Tujuan dan fungsi pengemasanPengemasan dilakukan untuk meningkatkan keamanan produk selama transportasi, dan melindungi produk dari pencemaran, susut mutu dan susut bobot, serta memudahkan dalam penggunaan produk yang dikemas. Secara umum, pengemasan berfungsi untuk pemuatan produk pada suatu wadah (containment), perlindungan produk, kegunaan (utility), dan informasi. Untuk keperluan transportasi, fungsi pengemasan lebih diutamakan untuk pemuatan dan perlindungan. Sedangkan pengemasan eceran (retail) lebih dititik – beratkan pada fungsi kegunaan dan informasi produk.Buah yang akan diangkut dapat dikemas menggunakan berbagai jenis kemasan, seperti karung goni, kardus, keranjang plastik atau bambu, tray dari stirofoam dan plastik film, dan peti kayu. Disamping itu, terdapat juga jenis kemasan yang khas sentra produksi buah, misalnya kemasan karung anyaman bambu (sumpit) pada transportasi buah salak sidimpuan.

6.2. Kerusakan buah dan kemasan selama transportasiSelama transportasi, buah-buahan yang dikemas mengalami kerusakan, dapat berupa kerusakan kimiawi, fisik dan mikrobiologis. Kerusakan kimiawi ditandai dengan adanya perubahan warna buah (discoloration) dan busuk (karat) pada buah akibat terinfeksi mikroorganisme. Kerusakan fisik ditandai dengan adanya pecah (kulit terkelupas), memar dan luka pada buah.Kerusakan ini diakibatkan oleh benturan (shock) dan getaran (vibration) selama transportasi, beban tekanan yang dialami buah (stress), varietas, tingkat kematangan, bobot dan ukuran buah, karakteristik kulit buah serta kondisi lingkungan di sekitar buah. Kerusakan fisik dapat juga disebabkan oleh isi kemasan terlalu penuh (over packing) ataupun terlalu kurang (under packing) dan penumpukan kemasan yang terlalu tinggi. Isi kemasan yang terlalu penuh mengakibatkan bertambahnya tekanan (compression) pada buah, sedangkan isi kemasan yang terlalu kurang akan menyebabkan buah yang terletak pada bagian atas saling berbenturan dan terlempar karena getaran maupun benturan yang berlangsung selama transportasi. Penumpukan kemasan yang terlalu tinggi menyebabkan buah pada lapisan dasar dalam kemasan yang paling bawah dari tumpukan akan mengalami kerusakan tekan akibat penambahan tekanan dari tumpukan kemasan.Fungsi proteksi terhadap buah dapat dipenuhi dengan baik dalam penggunaan kemasan peti kayu, stirofoam, dan keranjang plastik yang keras (crates), sedangkan pada kardus (kotak karton gelombang) hanya mampu bila ditumpuk setinggi 6 – 7 tumpukan saja. Selain itu jika isi kardus terlalu padat atau RH lingkungan tinggi, maka kardus tidak mampu lagi menahan beban dan

Page 8: Penanganan Pasca Panen Buah Salak

mentransfer beban tersebut kepada buah. Compressive strength kardus menurun sekitar 35% jika kadar air meningkat dari 10% ke 15%. Hal tersebut sejalan dengan Marcondes (1992) yang menyatakan bahwa RH yang tinggi akan menurunkan compressive strength bahan-bahan dari papan serat korugasi (corrugated fibreboard). Penurunan kemampuan kardus dalam menahan beban akibat RH yang tinggi dapat diatasi dengan pemberian lapisan lilin (waxing) pada bagian dalam dan luar kemasan kardus, atau cukup pada bagian dalam kemasan agar lebih ekonomis.Penggunaan keranjang bambu kurang efektif sebagai kemasan transportasi, karena penampang kemasan yang berbentuk lingkaran, daripada kemasan lain yang berpenampang segi empat seperti kayu dan kardus. Bentuk penampang lingkaran pada keranjang bambu menyebabkan keranjang bambu bersifat fleksibel saat dikenai beban tumpukan terutama bila diisi penuh (padat) sehingga buah juga akan menerima beban tumpukan tersebut. Agar keranjang bambu dapat lebih baik melindungi buah, maka pada bagian atas keranjang ditambahkan penahan sehingga bentuk penampang keranjang tidak mengalami perubahan (deformasi) saat dikenai beban tekanan. Selain itu pengisian buah diatur sedemikian rupa sehingga keranjang tidak terlalu padat (overfilled)Pada pengemasan buah salak, kerusakan yang terjadi umumnya adalah kerusakan fisik (pememaran, goresan, retak/ pecah dan luka) dan kerusakan mikrobiologis. Mikroorganisme yang terbawa dari kebun, suasana yang lembab dan hangat dalam kemasan selama pengangkutan mendorong pembusukan berlangsung lebih cepat. Buah yang mengalami luka fisik juga lebih cepat busuk, sehingga memberikan tampilan yang buruk untuk dijual.

BAB. IIIPERANCANGAN KEMASAN TRANSPORTASI BUAH SALAK1.Syarat-syarat perancanganKemasan transportasi untuk komoditi hortikultura, khususnya buah, lebih ditujukan untuk melindungi buah dari kerusakan yang dapat menurunkan mutu buah, maka aspek teknis menjadi pertimbangan utama dalam perancangan kemasan tersebut. Aspek teknis perancangan mencakup pemilihan bahan kemasan, bentuk dan dimensi kemasan, serta uji-uji sifat fisik dan reologi yangberkaitan dengan aspek tersebut dan tetap mempertimbangkan sifat-sifat kritis komoditi hortikultura yang mempengaruhi perubahan mutu komoditi tersebut selama transportasi.pengemasan dirancang untuk mengatasi faktor getaran dan benturan selama transportasi. Pemilihan bahan kemasan juga mengutamakan bahan yang dapat melindungi produk dari kerusakan fisik selama transportasi. Kemasan harus mampu menahan beban tumpukan, dampakpemuatan dan pembongkaran buah dari sarana transportasi, serta getaran dan benturan selama perjalanan. Dengan kata lain, kemasan harus mampu menahan beban dan bersifat kaku (rigid) sehingga tidak mentransfer beban apapun kepada buah.Dalam merancang kemasan transportasi untuk komoditi hortikultura perludiperhatikan persyaratan – persyaratan berikut diacu dalam :1. Kemasan harus benar – benar berfungsi sebagai wadah yang dapat diisi produk.2. Kemasan harus tahan dan tidak berubah bentuk selama pengangkutan.3. Permukaan bagian dalam kemasan harus halus sehingga produk tidak rusak selama pengangkutan.4. Ventilasi kemasan harus cukup, sehingga dapat mengeluarkan gas hasil metabolisme produk dan menurunkan panas yang timbul. Selain itu, juga dapat menahan laju transpirasi dan respirasi dari produk.5. Bahan untuk kemasan harus cukup kering sehingga beratnya tetap (konstan), dan tidak

Page 9: Penanganan Pasca Panen Buah Salak

mengabsorpsi air dan perisa (flavour) produk.6. Kemasan harus bersih dan tidak memindahkan infeksi penyakit ke produk, bahan kemasan juga harus tahan serangan jamur, gigitan serangga dan tikus.7. Kemasan harus mudah diangkat dan dapat disusun pada bak – bak alat angkut dengan sistem pallet (khusus untuk ekspor).8. Kemasan harus ekonomis dan bahan kemasan terdapat di sentra produksi.

2. Standar Mutu SalakStandar mutu salak Indonesia tercantum pada SNI 01 – 3167 – 1992. Salak dibagi atas 2 (dua) kelas mutu, yaitu mutu I dan mutu II (Tabel 2). Ukuran berat dibagi atas ukuran besar untuk salak yang berbobot 61 gram atau lebih per buah, ukuran sedang berbobot 33 – 60 gram/ buah, dan ukuran kecil berbobot 32 gram atau kurang per buah.

Tabel Kelas mutu salak berdasarkan SNI 01–3167–1992TingkatMutu I Mutu IIKetuaan Seragam tua Kurang seragam

Kekerasan Keras Keras

Kerusakan kulit buah Utuh Kurang utuh

Ukuran Seragam Seragam

Busuk (bobot/bobot) 1% 1%

Kotoran Bebas Bebas

BAB. IVPEMBAHASAN

Buah salak (Salaca edulis Reinw.) adalah komoditas indegenous Indonesia dan merupakan salah satu buah unggulan daerah Bali dan juga telah dimasukkan sebagai unggulan nasional karena potensinya yang tinggi untuk dipasarkan dalam negeri, kemungkinan untuk dikembangkan sebagai komoditas ekspor, potensinya yang baik untuk agribisnis dan agroindustri, telah memberikan dampak positif terhadap pendapatan petani. Buah ini bisa menjadi sangat mahal bila dikemas dengan ekslusif, tidak semua buah melon bisa diperlakukan seperti hal tersebut. Banyak tahapan proses yang harus dilalui agar buah melon dapat bernilai ekonomis tinggi hingga dipasarkan, prosesnya seperti pengumpulan, penyortiran dan penggolongan, penyimpanan lalu barulah tahap pengemasan.

Tahapan tersebut harus dilaksanakan dengan benar dan hati-hati. Karena jika tidak, buah salak akan rusak sehingga mutu buah tersebutpun menjadi turun. Berbagai ragam proses perlakuan sebelum didistribusikan. Teknik pascapanen khusus terkadang digunakan tergantung pada bagaimana produk tersebut dipersiapkan untuk pasar.

Page 10: Penanganan Pasca Panen Buah Salak

Faktor yang sebenarnya sangat penting berpengaruh terhadap mutu keseluruhan buah adalah waktu. Karena mutu buah puncaknya adalah pada saat panen, semakin lama periode antara panen dan konsumsi, maka semakin besar pula penyusutan mutunya.Karena Sifat produk tanaman buah adalah:1. Mudah rusak (perishable). Buah merupakan produk tanaman hortikultura yang dikenal mudah rusak, sehingga diperlukan suatu teknologi untuk mempertahankan mutu buah.2. Resiko besar. Buah dengan sifat mudah rusak akan berpengaruh terhadap ketersediaan dan permintaan pasar, sehingga fluktuasi harga tinggi. Misalnya perubahan cuaca, adanya serangan hama atau penyakit tertentu akan mempengaruhi produksi baik kuantitas maupun kualitas.3. Musiman. Tanaman buah umumnya tanaman berumur panjang (prennial), sehingga berbuah adalah musiman yang berakibat tidak tersedia setiap saat. Pada musim berbuah umumnya produk melimpah, sehingga diperlukan suatu teknologi untuk dapat menampung produk tersebut.4. Bulky. Buah umumnya mempunyai kandungan air tinggi, sehingga memerlukan ruang besar atau perlakuan khusus di dalam transportasi maupun di penyimpanan. Hal tersebut akan menyebabkan biaya tinggi.5. Spesialisasi geografi. Tanaman buah membutuhkan agroklimat tertentu untuk menghasilkan buah dengan kuantitas dan kualitas tertentu khususnya salak (Anonim,2009). Dengan demikian dalam pendistribusiannya harus dilakukan dengan baik dan cermat karena kerusakan mutu berlangsung dengan cepat.

Berdasarkan penelitian tentang pengukuran tingkat kememaran buah Salak menggunakan pengolahan citra. Dari penelitian ini didapatkan persamaan laju kerusakan memar buah salak pada suhu 26 oC dan suhu penyimpanan 10 oC, masing – masing adalah M26 = 100e-0.0041t dan M10 = 100e-0.0016t. Kadar gula buah salak yang memar mengalami peningkatan dengan bertambahnya waktu, dengan koefisien determinasi hubungan kadar gula dan luas memar untuk suhu 26 oC adalah 0.5624 dan 0.066 untuk suhu penyimpanan 10 oC. Kekerasan buah salak yang memar menurun dengan bertambahnya umur simpan dengan koefisien determinasi hubungan kekerasan dan luas memar untuk suhu 26 oC adalah 0.7289 dan 0.8991 untuk suhu penyimpanan 10 oC. Suhardjo et al. (1995) memaparkan beberapa informasi mengenai kerusakan fisik buah salak akibat transportasi di Indonesia yang berkaitan dengan kondisi transportasi dan jenis kemasan. Pada salak manonjaya, buah salak dikemas dengan keranjang bambu (besek) yang berkapasitas 30 – 40 kg dan disusun secara acak. Salak pondoh juga dikemas dalam keranjang bambu berbobot 5, 10 dan 20 kg dan disusun dengan meletakkan buah salak yang masih melekat pada tandannya di tengah-tengah kemasan dan di sekelilingnya diletakkan buah salak yang berbentuk butiran. Buah salak bali disusun sama dengan cara susun salak, namun kemasan yang digunakan adalah peti kayu dengan berat kotor 10 kg (50 x 30 x 30 cm). Kerusakan fisik pada cara susun tersebut lebih kecil daripada cara susun butiran. Pada salak bali yang disusun dalam peti kayu dalam bentuk tandan kerusakan fisik yang terjadi sebesar 9.6% sedangkan pada bentuk butiran mencapai 11.8% setelah transportasi dari Bali ke Malang.Pada salak bali, kerusakan fisik dalam bentuk tandan sebesar 6.3% dan dalambentuk butiran 6.5% setelah transportasi dari Yogyakarta ke Malang. Alternatif pengemasan buah salak menggunakan kemasan atmosfir termodifikasi (MAP) untuk transportasi dengan kereta api telah diteliti oleh Mohamad (1990). Hasil penelitian menunjukkan kombinasi konsentrasi gas CO2 dan O2 yang optimal adalah 10% O2 dan 2.0% CO2. Setelah simulasi transportasi, secara organoleptik buah salak pondoh masih disukai konsumen sampai penyimpanan hari ke – 20 dan mengandung total padatan terlarut 17.8%.

Page 11: Penanganan Pasca Panen Buah Salak

Hasil penelitian Dalimunthe (2002) menunjukkan bahwa kemasan transportasi buah salak dapat dibuat dari pelepah-pelepah salak segar, namun di dalam laporan penelitiannya tidak terdapat informasi tentang dimensi dan kekuatan (mekanis) kemasan. Kemasan yang dirancang Dalimunthe (2002) adalah kemasan berbentuk kotak dengan bingkai (kerangka) kemasan dari kayu dan dinding kemasan dari pelepah-pelepah salak segar. Dari hasil uji transportasi menggunakan truk selama 10 jam (Padang Sidimpuan – Medan) ditunjukkan bahwa kerusakan fisik buah salak yang paling rendah yaitu sebesar 8.3 – 9.2% didapatkan pada kemasan berbobot 10 kg dengan masa penyimpanan 2 (dua) hari dibandingkan dengan kemasan berbobot 15 kg dan 20 kg dan masa simpan 4 (empat) dan 6 (enam) hari setelah transportasi.

BAB. IV

PENUTUP

A. Kesimpulan- Proses Panen dilakukan dalam keadaan cuaca kering (tidak hujan) pada pagi hari (pukul 9 – 10 pagi) saat buah sudah tidak berembun.- Pembersihan buah salak dilakukan dengan menyikat buah menggunakan sikat ijuk atau plastik dengan gerakan searah susunan sisik sehingga buah salak bersih dari kotoran dan sisa-sisa duri.- Sortasi bertujuan memilih buah yang baik, tidak cacat, dan dipisahkan dari buah yang busuk, pecah, tergores atau tertusuk.- Penggolongan bertujuan menyeragamkan ukuran dan mutu buah sehingga mendapatkan harga jual yang lebih tinggi.- Penyimpanan yang dilakukan petani atau pedagang hanya bersifat sementara dan dilakukan di lapangan.dan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan buah salak sebelum dipasarkan.- Buah yang sudah siap dipasarkan kemasannya sebaiknya diberi label produksi sehinga kelas pada buah tersebut jelas.- Faktor yang sebenarnya sangat penting berpengaruh terhadap mutu keseluruhan buah adalah waktu.- Tujuan pengemasan adalah untuk melindungi buah salak dari kerusakan, mempermudah dalam penyusunan, baik dalam pengangkutan maupun dalam gudang penyimpanan dan untuk mempermudah perhitungan.

B. Saran

- Buah yang sudah siap dipasarkan kemasannya sebaiknya diberi label produksi sehinga kelas pada buah tersebut jelas.- Pada tempat penyimpanan untuk diekspor, sebaiknya dilengkapi dengan control atmosfir agar buah dapat bertahan lama.- Waktu antara panen dan pemasaran sebaiknya diperhitungkan dengan cermat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2009,Tanaman Buah buahan,http://usupress.usu.ac.id/files/Agrotekno-logi%20Tanaman%20Buahbuahan_Final_web.Pdf. Tanggal akses29-12-2009.

Page 12: Penanganan Pasca Panen Buah Salak

Anonim, 2009,salak ,http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads/2009/06/2-pengendalian-organisme-pengganggu-pascapanen-produk-hortikultura -dalam-mendukung-gap.pdf Tanggal akses 29-12-2009.

Anonim,2009,salak,http://warintek.bantulkab.go.id/web.php?mod=basisdata&kat=1&sub=2&file=174, Tanggal akses 29-12-2009.

Anonim,2009,penanganan pasca panen,http://staff.unud.ac.id/~madeutama/wp-content/uploads/2009/06/5-penanganan-pascapanen.pdf, Tanggalakses 29-12-2009.

Anonim,2009, penanganan buah salak,http://www.damandiri.or.id/file/ wiyanalevisantisiregaripbbab2.pdf Tanggal akses 29-12-2009.

Anonim,2009, Budidaya Salak Unggul ,http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/92B8DB1B-29DC-494B-B03C-F861D2E50 0AA/15904/ Budi dayaSalakUnggul1.pdf. Tanggal akses 29-12-2009.