Penanganan Ikan Di Atas Kapal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penanganan ikan di kapal didasari indikator kesegaran dan perubahan fisik ikan setelah mati. Penggunaan Es untuk pendinginan ikan untuk menghambat kemunduran mutu.

Citation preview

PENANGANAN IKAN HASIL TANGKAPAN DIATAS KAPALDisampaikan pada kegiatan Bimbingan Teknis Pengelolaan Usaha bagi Kelompok pada tanggal 22 s/d 24 Pebruari 2012 di Hotel Sahid Jaya Solo

OLEH : AGUNG WAHYONO

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP BALAI BESAR PENGEMBANGAN PENANGKAPAN IKAN SEMARANG 2012

0

I.

PENDAHULUAN Produk perikanan merupakan salah satu jenis pangan yang perlu mendapat perhatian

A. Umum terkait dengan keamanan pangan. Mengingat di satu sisi, Indonesia merupakan negara maritim terbesar di Asia Tenggara sehingga sektor perikanan memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Terutama dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan nelayan dan sumber devisa negara. Selain itu, produk perikanan juga merupakan sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh manusia. Namun di sisi lain, produk perikanan dapat menjadi media perantara bagi bakteri patogen dan parasit yang dapat menginfeksi manusia. Penanganan ikan di atas kapal adalah segala upaya terhadap hasil tangkapan di kapal mulai dari tindakan awal sampai dengan penyimpanan yang bertujuan menjaga mutu ikan sesuai dengan standar yang diinginkan. Mutu ikan tidak dapat diperbaiki tetapi hanya dapat dipertahankan. Kerusakan atau penurunan mutu ikan dapat terjadi segera setelah ikan mengalami kematian, peristiwa ini terjadi karena mekanisme pertahanan normal ikan terhenti setelah ikan mengalami kematian. Adapun penyebab kerusakan ikan adalah bakteri, ensim dan reaksi kimia yang terdapat didalam tubuh ikan maupun lingkungan dimana ikan berada. Untuk menjaga mutu ikan hasil tangkapan, maka perlu penanganan yang baik sejak ikan diangkat dari alat tangkap, selama penyimpanan, dan pembongkarannya, sehingga ikan dapat sampai dikonsumen dengan mutu yang baik dan aman untuk dikonsumsi. Perlu difahami bahwa mutu ikan yang terbaik atau segar adalah saat dipanen dimana hasil penanganan atau pengolahan selanjutnya tidak akan pernah menghasilkan mutu yang lebih baik, oleh karena itu cara penanganan pertama saat panen menjadi sangat penting karena akan berarti ikut mempertahankan mutunya selama tahapan distribusi, penanganan dan pengolahan selanjutnya sampai siap dikonsumsi. Agar dapat melakukan penanganan ikan hasil tangkapan secara benar dan untuk mempertahankan mutunya perlu diketahui ciri-ciri mutunya yang baik dan penyebab kerusakaannya sehingga dapat dicari dan dipilih cara penanganan yang paling efektif dan efisien untuk mencegah atau menghambat aksi penyebab kerusakan tersebut. Kondisi komposisi kimiawi dan fisik ikan hasil tangkapan saat dipanen merupakan ciri atau kriteria mutu (kesegaran)-nya yang dijadikan standar awal mutu. Kemudian proses kerusakan ikan dimulai setelah ikan mati, mulai dari perubahan komposisi kimiawi, dilanjutkan oleh penyebab lainnya, seperti kontaminasi dan benturan/tekanan fisik. Oleh sebab itu, penanganan ikan hasil tangkapan di Kapal merupakan perlakuan terpenting dari seluruh proses perjalanan ikan tersebut sampai kepada konsumen. Perubahan komposisi kimiawi dan fisik produk perikanan yang terjadi segera setelah dipanen dapat dihambat dengan perlakuan suhu rendah.

1

Dalam berbagai perlakuan penanganan ikan pada perlakuan suhu rendah, penggunakan es merupakan salah satu cara yang paling mudah dilakukan untuk menangani ikan setelah dipanen sampai pada tahap siap untuk diolah lebih lanjut. Penggunaan es relatif murah dan mudah untuk dikerjakan sesuai dengan kondisi tingkat pengetahuan teknik maupun sosialekonomi nelayan. Untuk melakukan penanganan ikan dengan es secara baik dalam rangka mencegah penyebab kerusakan lebih lanjut seperti kontaminasi maupun benturan/tekanan fisik, diperlukan cara, sarana atau alat penanganan yang cukup. Penanganan ikan hasil tangkapan yang tidak tepat akan menyebabkan kerusakan pada ikan dan dapat menimbulkan berbagai akibat bila dikonsumsi, terutama kandungan racun histamin. B. Permasalahan Masalah mutu dan keamanan pangan tidak dapat dipisahkan ketika berbicara tentang produk perikanan. Hal ini didasari oleh fakta bahwa ikan termasuk produk pangan yang sangat mudah rusak (perishable food), sehingga upaya-upaya untuk mempertahankan mutu dan keamanannya menjadi hal yang harus diperhatikan. Permasalahan mutu ikan hasil tangkapan dikelompokan ke dalam dua kategori, yaitu kualitas dan keamanan (bagi konsumen). Permasalahan kualitas dan keamanan (pangan) produk ikan hasil tangkapan sangat erat hubungan sebab akibatnya, bila ada kesalahan dalam perlakuan awal pasca penangkapan, maka akan terjadi proses internal yang berakibat menurunnya keamanannya, walaupun permasalahan keamanan juga mungkinkan timbul dari pengaruh luar, misalnya sumber pencemaran atau kontaminan yang berakibat menurunnya keamanan produk ikan hasil tangkapan tersebut. Permasalahan kualitas dan keamanan produk ikan hasil tangkapan perlu mendapat perhatian yang serius, karena tuntutan konsumen di dalam maupun luar negeri yang semakin meningkat. Justifikasi mengenai jaminan mutu dan keamanan produk perikanan adalah dalam rangka merespon tuntutan konsumen yang semakin meningkat dewasa ini sebagai konsekuensi meningkatnya peradaban masyarakat dunia yang semakin sadar tentang kesehatan sumber pangan yang berasal dari laut. Disisi lain, dalam kaitannya dengan perdagangan bebas, terwujudnya jaminan mutu dan keamanan pangan produk perikanan akan meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar global. Meningkatnya daya saing produk ikan hasil tangkapan, akan meningkatkan dan mempertahankan akses pasar domestik dan internasional yang semakin kompetitif sehubungan dengan munculnya pesaing-pesaing baru dalam perdagangan seperti Vietnam dan RRC serta terbentuknya beberapa kawasan perdagangan bebas, seperti AFTA, NAFTA, Uni Eropa dan adanya beberapa negara yang telah mengadakan perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement).

2

Perikanan rakyat sebagai penyumbang 80% produk perikanan tangkap di Indonesia dihadapkan kepada masalah mutu dan kemanan ikan hasil tangkapan. Banyak hal sebagai penyebabnya dan salah satu diantaranya adalah belum adanya pembakuan tata-cara penanganan ikan diatas kapal. II. KUALITAS IKAN HASIL TANGKAPAN A. Parameter Kualitas Ikan Hasil Tangkapan Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Dengan kata lain, ikan segar adalah : 1. Ikan yang baru saja ditangkap dan belum mengalami proses pengawetan maupun pengolahan lebih lanjut. 2. Ikan yang belum mengalami perubahan fisika maupun kimia atau yang masih mempunyai sifat sama ketika ditangkap. Ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik, semakin lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik akan menurunkan kesegarannya. Kesegaran adalah tolok ukur untuk membedakan ikan yang kualitasnya baik dan tidak. Berdasarkan kesegarannya, ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu : ikan yang tingkat kesegarannya sangat baik sekali (prime), ikan yang kesegarannya baik (advanced), ikan yang kesegarannya mundur (sedang), ikan yang sudah tidak segar lagi (spoiled).

Kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode yang sederhana dan lebih mudah dibandingkan dengan metode lainnya yaitu dengan melihat kondisi fisik, sebagai berikut : 1. Kenampakan luar Ikan yang masih segar mempunyai penampakan cerah dan tidak suram. Keadaan itu dikarenakan belum banyak perubahan biokimia yang terjadi. Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Pada ikan tidak ditemukan tanda-tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna makin suram, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikroba. 2. Lenturan daging ikan Daging ikan segar cukup lentur jika dibengkokkan dan segera akan kembali ke bentuknya semula apabila dilepaskan. Kelenturan itu dikarenakan belum terputusnya jaringan pengikat pada daging, sedangkan pada ikan busuk jaringan pengikatnya banyak mengalami kerusakan dan dinding selnya banyak yang rusak sehingga daging ikan kehilangan kelenturan. 3. Keadaan mata, parameter ini merupakan yang paling mudah untuk dilihat. Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan matanya

3

4. Keadaan daging, Kualitas ikan ditentukan oleh dagingnya. Ikan yang masih segar, berdaging kenyal, jika ditekan dengan telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan segera kembali. Daging ikan yang belum kehilangan cairan daging kelihatan basah dan pada permukaan tubuh belum terdapat lendir yang menyebabkan kenampakan ikan menjadi suram/kusam dan tidak menarik. Setelah ikan mati, beberapa jam kemudian daging ikan menjadi kaku. Karena kerusakan pada jaringan dagingnya, maka makin lama kesegarannya akan hilang, timbul cairan sebagai tetes-tetes air yang mengalir keluar, dan daging kehilangan kekenyalan tekstur. 5. Keadaan insang dan sisik, warna insang dapat dikatakan sebagai indikator, apakah ikan masih segar atau tidak. Ikan yang masih segar berwarna merah cerah, sedangkan ikan yang tidak segar berwarna coklat gelap. Insang ikan merupakan pusat darah mengambil oksigen dari dalam air. Ikan yang mati mengakibatkan peredaran darah terhenti, bahkan sebaliknya dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi merah gelap. Sisik ikan dapat menjadi parameter kesegaran ikan, untuk ikan bersisik jika sisiknya masih melekat kuat, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya berarti ikan tersebut masih segar. B. Penentuan Kesegaran Ikan Penentuan kesegaran ikan dapat dilakukan secara fisika, kimia dan mikrobiologi, diantara metode yang ada, ada yang lebih mudah, cepat, dan murah adalah dengan menggunakan metode fisik. 1. Metode penentuan ikan secara fisik Secara fisik kesegaran ikan dapat ditentukan dengan mengamati tanda-tanda visual melalui ciri-ciri seperti disebutkan di atas. Ciri-ciri ikan segar dapat dibedakan dengan ikan yang mulai membusuk, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perbedaan ciri ikan segar dan busuk

4

2. Uji kimia Penentuan kesegaran ikan secara kimia dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya sebagai berikut : a. Analysis pH daging ikan Ikan yang sudak tidak segar pH dagingnya tinggi (basa) dibandingkan ikan yang masih segar. Hal itu karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa misalnya amoniak, trimetilamin, dan senyawa volatile lainnya. b. Analisis kandungan hipoksantin Hipoksantin berasal dari pemecahan ATP, semakin tinggi kandungan hipoksantin maka tingkat kesegaran ikan rendah. Besarnya kadar hipoksantin yang masih dapat diterima oleh konsumen tergantung berbagai faktor diantaranya jenis hasil perikanan dan keadaan penduduk setempat. c. Analisis kadar dimetilamin, trimetilamin atau amoniak Penguraian protein akan menghasilkan senyawa di atas, jika kesegaran ikan mengalami penurunan maka kandungan nitrogen yang mudah menguap akan mengalami peningkatan. Pola penguraian protein pada ikan laut berbeda dengan ikan air tawar.

5

Ikan air tawar akan dihasilkan amonia, sedangkan ikan laut akan dihasilkan dimetilamin dan trimetilamin. Untuk ikan dengan tingkat kesegaran masih tinggi, analisis yang dilakukan adalah dimetilamin, sedangkan trimetil amin untuk ikan dengan tingkat kesegaran rendah. d. Defosforilasi Inosin Monofosfat (IMP) IMP berkaitan dengan perubahan cita rasa daging ikan dan kesegaran ikan, sehingga dapat digunakan untuk menentukan kesegaran ikan. Kelemahannya sulit dilakukan karena proses defosforilasi IMP untuk setiap jenis ikan berbeda. e. Analisis kerusakan lemak pada daging ikan Kerusakan lemak terjadi karena oksidasi, baik secara oto-oksidasi (enzimatis) maupun secara non enzimatis. Analisis kerusakan lemak dapat dilakukan dengan analisa kandungan peroksidanya atau jumlah malonaldehida yang biasanya dinyatakan sebagai angka TBA (thiobarbituric acid). Pengujian kesegaran ikan dengan analisis kerusakan lemak kurang akurat karena banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses penguraian lemak. 3. Metode Penentuan secara Mikrobiologi Ikan secara alamiah sudah membawa mikroorganisme, sehingga pada saat hidup ikan memiliki kemampuan untuk mengatasi aktivitas mikroorganisme sehingga tidak terlihat selama ikan masih hidup. Mikroorganisme yang dominan penyebab kerusakan berupa bakteri karena kandungan proteinnya tinggi, kadar airnya tinggi, dan pH daging ikan mendekati netral sehingga menjadi media yang cocok untuk pertumbuhan bakteri. Pengujian ikan secara mikrobiologi dapat dilakuan dengan penentuan Total Plate Count (TPC) yaitu hanya menghitung total jumlah koloni bakteri kemudian dibandingkan dengan standar mutu ikan segar , pengujian itu dapat berlangsung lebih cepat. 4. Metode Penentuan Ikan secara Sensorik Cara tersebut umum dikerjakan dalam praktek, terutama di pabrik-pabrik pengolahan ikan. Cara itu lebih mudah dan lebih cepat karena hanya menggunakan alat indrawi saja, tidak memerlukan banyak peralatan serta lebih murah. Pengujian sensorik lebih banyak kearah pengamatan secara visual. Sebagai parameter dalam pengujian sensorik berupa penampakan warna, cita rasa dan tekstur. Para panelis akan memberikan skor pada sampel yang diamati. Biasanya semakin segar ikan yang dianalisis skor akan semakin tinggi. Sifatnya sangat subjektif hanya mengandalkan indera panelis, kepekaan masing-masing berbeda dan keterbatasan kemampuan dalam mendeteksi, misalnya membedakan antara bau busuk dengan bau amoniak atau bau indol.

6

C. Proses kemunduran mutu 1. Perubahan karena Aktivitas Enzym Setiap sel jaringan tubuh ikan mengandung enzim yang bertindak sebagai katalisator dalam pembangunan dan penguraian kembali setiap senyawa dan zat yang merupakan komponen kimia ikan. Pada ikan yang masih hidup, kerja enzim selalu terkontrol sehingga aktivitasnya menguntungkan bagi kehidupan ikan itu sendiri. Setelah ikan mati, enzim masih mempunyai kemampuan untuk bekerja secara aktif. Namun sistem kerja enzim menjadi tidak terkontrol karena organ pengontrol tidak berfungsi lagi. Akibatnya enzim dapat merusak organ tubuh ikan. Peristiwa ini disebut autolysis dan berlangsung setelah ikan melewati fase rigormortis. Ciri terjadinya perubahan secara autolysis ini adalah dengan dihasilkannya amoniak sebagai hasil akhir. Penguraian protein dan lemak dalam autolysis menyebabkan perubahan rasa, tekstur dan penampakan ikan. Autolysis tidak dapat dihentikan walaupun dalam suhu yang sangat rendah. Biasanya proses autolysis akan selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri. Pasalnya semua hasil penguraian enzim selama proses autolysis merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroba lainnya. 2. Perubahan karena Aktivitas Mikroba Selama ikan hidup, bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan, insang, saluran darah, dan permukaan kulit ikan tidak dapat merusak atau menyerang bagianbagian tubuh ikan. Hal ini disebabkan bagian-bagian tubuh ikan tersebut mempunyai batas pencegah (barrier) terhadap penyerangan bakteri. Setelah ikan mati, kemampuan barrier tadi hilang sehingga bakteri segera masuk ke dalam daging ikan melalui keenam bagian tadi. Jumlah bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan ada hubungannya dengan kondisi perairan tempat ikan tersebut hidup. Bakteri yang umumnya ditemukan pada ikan adalah bakteri Pseudomonas, Alkaligenes, Micrococcus, Sarcina, Vibrio, Flavobacterium, Corynebacterium, Serratia, dan Bacillus. Selain yang disebutkan di atas, bakteri yang terdapat pada ikan air tawar juga mencakup jenis bakteri Aeromonas, Lactobacillus, Brevibacterium dan Streptococcus. Selama penyimpanan pada suhu rendah, bakteri Pseudomonas, Aeromonas , Miraxella dan Acetobacter meningkat lebih cepat dibandingkan dengan organisma lainnya. Pada tahap pembusukan, bakteri-bakteri ini mencapai 80% dari total flora pada ikan. Perbedaan jenis dan jumlah bakteri yang dijumpai pada ikan disebabkan oleh perbedaan suhu yang dipengaruhi oleh musim dan letak geografis, cara penangkapan, dan penanganan ikan. Senyawa yang dihasilkan dalam dekomposisi bakterial yang dapat digunakan sebagai petunjuk untuk tingkat kesegaran ikan diantaranya adalah indol, H2S, hipoksantin, histamine, volatile reducing substance (VRS), total volatile base (TVB), dan trimetilamin

7

(TMA). Akibat serangan bakteri, ikan mengalami berbagai perubahan, yaitu lendir menjadi lebih pekat, bergetah, amis, mata terbenam dan pudar sinarnya, serta insang berubah warna dengan susunan tidak teratur dan bau menusuk. Bakteri-bakteri tersebut menyerang tubuh ikan mulai dari insang atau luka yang terdapat pada kulit menuju jaringan daging ikan dan dari permukaan kulit menuju ke jaringan tubuh bagian dalam. 3. Perubahan karena Oksidasi Proses perubahan pada ikan dapat juga terjadi karena proses oksidasi lemak sehingga timbul aroma tengik yang tidak diinginkan dan perubahan rupa serta warna daging kearah cokelat kusam. Bau tengik ini dapat merugikan, baik pada proses pengolahan maupun pengawetan, karena dapat menurunkan mutu dan harga jualnya. Mencegah proses oksidasi adalah dengan mengusahakan sekecil mungkin terjadinya kontak antara ikan dengan udara bebas disekelilingnya. Caranya, dengan menggunakan ruang hampa udara, antioksidan, atau menghilangkan unsur-unsur penyebab proses oksidasi. Setelah ikan ditangkap dan diangkat dari dalam air, ikan tidak langsung menjadi mati. Meskipun keadaan ikan tersebut masih dalam tingkat kesegaran yang maksimal, tetapi biasanya tidak langsung dikonsumsi. Selain itu, pada kenyatannya ikan dengan kesegaran yang maksimal setelah dimasak rasanya kurang enak untuk dimakan, jika dibandingkan dengan ikan yang telah beberapa saat mati baru dimasak. Hal itu ada kaitannya dengan perubahan biokimiawi yang terjadi dalam daging ikan, antara lain timbulnya senyawasenyawa penyebab rasa enak tersebut. Ikan akan mati jika kekurangan oksigen, oleh karena itu, ikan tidak dapat hidup di udara terbuka dalam waktu yang terlalu lama. Oksigen yang dapat digunakan oleh ikan hanya yang berasal dari dalam air. Saat ikan mati, sirkulasi darahnya terhenti dan akibatnya dapat mempengaruhi proses biokimiawi yang ada pada tubuh ikan. Setelah ikan mati, perubahan biokimiawi berlangsung diikuti dengan perubahan fisika pada dagingnya. Perubahan itu berlangsung terus hingga ikan akan menjadi bahan pangan yang enak (layak) dikonsumsi. Akan tetapi, rasa enaknya akan berkurang dan menurun diikuti dengan perubahan fisik daging menjadi berair dan akhirnya ikan membusuk. Perubahan sejak ikan mati hingga busuk dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahapan sebagai berikut : a. Perubahan biokimiawi yang terjadi sebelum ikan menjadi kaku (keras). Pada saat itu yang paling banyak mengalami perubahan adalah pembongkaran ATP dan keratinfosfat yang akan menghasilkan tenaga. Glikogen juga akan mengalami pembongkaran menjadi asam laktat melalui proses glikolisis sehingga menyebabkan keadaan daging menjadi asam dan aktivitas enzim ATP-ase dan keratin fosfokinase meningkat. Tahap pertama berlangsung dalam waktu antara 1-7 jam sejak ikan mati, tergantung jenis ikan. b. Daging ikan akan menjadi lebih keras dari keadaan sebelumnya. Pada saat itu terjadi penggabungan protein aktin dan protein myosin menjadi protein kompleks aktomiosin.

8

c. Pada tahap selanjutnya, tahap ketiga, daging ikan akan kembali menjadi lunak secara perlahan-lahan, sehingga secara organoleptik akan meningkatkan derajat penerimaan konsumen sampai pada suatu tingkat optimal. Lama untuk mencapai tingkat optimal derajat penerimaan konsumen bervariasi, tergantung jenis ikan dan suhu lingkungan. Tetapi pada umumnya, hal itu berlangsung singkat karena bakteri segera berkembang, dan hanya dapat ditunda (diperpanjang) dengan proses pendinginan atau pembekuan. Untuk jenis ikan yang besar, darah harus dikeluarkan sebanyak-banyaknya melalui pemotongan dan penyayatan. Adanya darah dalam tubuh ikan dapat mempercepat proses pembusukan, karena darah merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan juga mikroorganisme lainnya. Perlu diketahui, darah ikan sifatnya lebih cepat memadat (menggumpal) dari pada darah hewan-hewan darat. Hal tersebut seringkali menimbulkan masalah jika banyak darah yang menempel pada permukaan tubuh ikan, karena akan dapat menyebabkan penampakan yang tidak menyenangkan, yaitu timbulnya noda-noda berwarna merah gelap sebagai akibat teroksidasinya hemoglobin oleh oksigen dari udara menjadi methemioglobin. 4. Perubahan Setelah Ikan Mati Proses perubahan setelah ikan mati terjadi karena aktivitas enzim, mikroorganisme dan kimiawi. Ketiga hal tersebut menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun. Penurunan tingkat kesegaran ikan ini terlihat dengan adanya perubahan fisik, kimia dan organoleptik pada ikan. Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisik , kimia dan organoleptik berlangsung dengan cepat. Semua proses perubahan ini akhirnya mengarah ke pembusukan. Urutan proses perubahan yang terjadi pada ikan mati meliputi perubahan prarigormortis, rigormortis, aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan oksidasi. a. Perubahan Prarigormortis Perubahan prarigormortis merupakan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi pertumbuhan bakteri. b. Perubahan Rigormortis Perubahan rigormortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia yang kompleks di dalam otot ikan sesudah kematiannya. Setelah ikan mati, sirkulasi darah terhenti dan suplai oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan glikogen menjadi asam laktat. Perubahan ini menyebabkan pH tubuh ikan menurun, diikuti pula dengan penurunan jumlah adenosine triposfat (ATP) serta ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan kekenyalannya. Kondisi inilah yang dinamakan rigormortis. Waktu yang diperlukan ikan untuk masuk dan melewati fase rigormortis ini tergantung pada spesies, kondisi fisik ikan, derajat perjuangan ikan sebelum mati, ukuran, cara penangkapan, cara penanganan setelah penangkapan, dan suhu selama penyimpanan.

9

Pada fase rigormortis, pH tubuh ikan menurun menjadi 6,26,6 dari pH mula-mula 6,9 7,2. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering power) pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan disebabkan oleh protein, asam laktat, asam fosfat, TMAO, dan basabasa menguap. Setelah fase rigormortis berakhir dan pembusukan bakteri berlangsung maka pH daging ikan naik mendekati netral hingga 7,7 8,0 atau lebih tinggi jika pembusukan telah sangat parah. Tingkat keparahan pembusukan disebabkan oleh kadar senyawasenyawa yang bersifat basa. Pada kondisi ini, pH ikan naik dengan perlahan-lahan dan dengan semakin banyak senyawa basa yang terbentuk akan semakin mempercepat kenaikan pH ikan. Proses rigormortis dikehendaki selama mungkin karena proses ini dapat menghambat proses penurunan mutu oleh aksi mikroba. Semakin singkat proses rigormortis pada ikan maka semakin cepat ikan itu membusuk. 5. Perubahan peningkatan kandungan racun Skombrotoksin merupakan racun yang berasal dari famili ikan scombroidae (ikan tuna, makarel, tongkol, sarden dll), disebut juga sebagai racun histamin. Racun ini dapat menyebabkan keracunan ketika orang mengkonsumsi ikan yang telah banyak terbentuk histamin pada tubuhnya. Hal ini bisa disebabkan ikan sudah tidak segar lagi, biasanya karena tidak segera ditangani (misalnya ikan sudah terlalu lama ditangkap dan tidak segera didinginkan; ikan yang tidak segera diolah). Amina biogenik termasuk histamin dapat dibentuk dalam ikan di manapun selama panen, selama persiapan maupun selama penyimpanan, jika kondisi memungkinkan. Amina biogenik mungkin mulai berkembang setelah ikan mati ketika ditangkap (melalui jaring/jala atau di pancing) dan akan meningkat jika terlalu lama diletakkan dalam air atau tidak segera ditempatkan pada suhu yang cukup dingin. Pembentukan histamin berasal dari histidin yang secara alami terdapat pada semua spesies ikan famili scombroidae. Bakteri yang hadir dalam usus dan insang ikan (Morganella morganii, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris, Hafnia alvei, Enterobacter aerogenes, Citrobactor freundii, Aerobacter spp., Serratia spp.) memiliki enzim histidine decarboxylase yang dapat merubah asam amino histidin pada ikan menjadi histamin pada kondisi hangat (maksimum produksi histamin yang tercatat pada suhu 20 - 30C Histidin pada jenis ikan tertentu jumlahnya lebih besar sehingga meningkatkan kemungkinan histamin yang terbentuk akan lebih cepat selama penanganan dan penyimpanan yang tidak tepat. Setelah histamin terbentuk, tidak akan hilang selama ikan dibersihkan atau dimasak. Demikian juga, pembekuan tidak akan mengurangi atau merusak histamin tersebut.

10

Penanganan ikan yang segera setelah ditangkap adalah satu-satunya cara untuk mencegah terbentuknya histamin. Kandungan histamin pada ikan segar/sehat adalah kurang dari 0,1 mg/gram ikan, sedangkan bila ikan diletakkan pada suhu kamar, histamin akan meningkat dengan cepat mencapai 1 mg/gram ikan dalam waktu 24 jam. Histamin tidak membahayakan jika dikonsumsi dalam jumlah yang rendah, yaitu 8 mg/100g ikan. Menurut Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, keracunan histamin akan timbul jika seseorang mengkonsumsi ikan dengan kandungan histamin 50 mg/100 g ikan. Ikan dengan kandungan histamin lebih dari 20 mg/100 g ikan sudah tidak boleh dikonsumsi. Jenis Ikan Apa Saja yang Berisiko Mengandung Histamin ? Jenis ikan yang diidentifikasi oleh FDA yang menyebabkan keracunan skombrotoksin sebagian besar adalah ikan pelagis misalnya ikan tenggiri, semua tetunaan, ikan layang, ikan kembung, lemuru, marlin, layaran dll. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah pembentukan histamin ? Pendinginan yang cepat adalah kunci pencegahan. Ikan yang sudah ditangkap harus cepat diambil dan dikemas dalam es, air laut dingin, air laut atau air garam dingin, didinginkan secepat mungkin dengan menggunakan prosedur penanganan yang baik. Pembentukan histamin secara drastis dikurangi dengan pendinginan ikan sampai 4C (internal) secepat mungkin. Untuk ikan yang lebih besar membutuhkan waktu lebih lama untuk mendinginkannya dibandingkan ikan yang lebih kecil. Pengeluaran isi perut ikan yang lebih besar dan memastikan bahwa rongga usus disi dengan es atau media pendinginan lainnya adalah cara yang baik untuk membantu menghilangkan bakteri yang menyebabkan pembentukan histamine dan memungkinkan lebih cepat terjadi pendinginan pada tubuh ikan III. BAHAN PENANGANAN IKAN DI KAPAL A. Prinsip mencegah kerusakan Prinsip mencegah atau menghambat kerusakan ikan oleh faktor komposisi fisik dan kimiawi ikan, sebagai berikut : 1. Memberi perlakuan suhu rendah terhadap ikan segera setelah ditangkap atau dipanen, karena proses enzimatis dan aktifitas mikroba pengurai daging akan sangat dihambat pada suhu mendekati 0C (3 s/d 5C). Suhu rendah ikan ini harus dipertahanlan selama pencucian, penyiangan, pengemasan, penyimpanan dan distribusinya 2. Mempercepat dan mempermudah kematian ikan segera setelah diangkat dari air dengan cara mendinginkannya dalam air es dingin atau segera memukul kepalanya tepat dibagian otak untuk ikan-ikan berukuran besar, seperti tuna, layaran dsb yang ditangkap dengan alat penangkapan pancing (rawe atau long-line). Khusus untuk ikan berukuran besar, diikuti perlakukan antara lain : pembuangan darah ikan (bleeding), karena darah merupakan media penyebaran mikroba pembusuk dari insang ke daging ikan melalui pembuluh darah ikan

11

Menyiangi dengan membuang insang dan isi perut ikan sebagai pusat konsentrasi mikroba alami

3. Mencuci ikan segera setelah ditangkap, mati dan disiangi, dengan tujuan membersihkan lendir dipermukaan tubuhnya yang merupakan salah satu pusat konsentrasi mikroba pembusuk yang secara alami ada di tubuh ikan, dan sisa-sisa darah selama proses penyiangan. B. Pendinginan menggunakan es Perlu disadari bahwa untuk menjaga mutu ikan hasil tangkapan produksi nelayan adalah ikan sejak dipanen sampai dengan konsumen ikan segar diperlakukan penanganan dengan prinsip rantai dingin (cold-chain). Agar dapat menggunakan es secara efektif dan efisien perlu difahami sifat fisik es dalam kaitannya dengan kemampuannya untuk mendinginkan dan dasar cara menghitung keperluan es dalam suatu kegiatan peyimpanan ikan dengan es didalam cool box. Selain itu juga diperlukan beberapa peralatan bantu minimal termometer (untuk mengukur suhu), meteran (untuk mengukur dimensi), timbangan (untuk mengukur berat). 1. Sifat fisik es Sifat fisik es penting yang berkaitan dengan kemampuannya untuk mendinginkan antara lain adalah : Panas jenis (PJ) es, yaitu jumlah kalor (panas) yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar 1 C per kg es, nilainya adalah 0.5 kilo kalori (kalori)/ C/kg es Panas lebur (PL) es, yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk melebur 1 kg es menjadi 1 kg air pada suhu 0 nilainya adalah 80 kalori / kg es C, PJ air lelehan es, yaitu jumlah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu sebesar 1 per kg air (air lelehen es), nilainya adalah 1 kalori / kg air C Bentuk es. Es dalam bentuk curah (flaked /crushed ice) lebih efektif (cepat) dalam mendinginkan dari pada bentuk es balok (block ice) karena lebih luas permukaannya, sehingga juga lebih cepat cair. Dengan kata lain semakin kecil ukuran butiran es semakin cepat kemampuan mendinginkannya dan semakin mudah mencair Volume jenis (VJ) es, adalah jumlah ruang yang diperlukan untuk menampung 1 kg es. Apabila berat jenis es 0.9,maka volume jenis es (dalam keadaan padat-masif) adalah 1,11 liter (dm3) per kg es. VJ dari berbagai bentuk es sebagai berikut : BENTUK ES Serpihan (flake) Pipa potongan (tube) Pecahan Balok (crushed block) Lempengan (plate) VOLUME JENIS (L/Kg) 2.2 - 2.3 1.6 2.0 1.4 1.5 1.7 1.8

12

2. Dasar perhitungan kebutuhan es. Dalam menghitung kebutuhan es untuk kegiatan penanganan ikan, selain sifat fisik es juga harus diketahui kondisi fisik lingkungan, sifat fisik wadah (cool box), sifat fisik ikan dan lama penyimpanan, karena fakta ini diperlukan dalam menghitung jumlah panas (H) yang harus diambil oleh es yang digunakan untuk mendinginkan. Kondisi fisik lingkungan yang harus diketahui adalah suhu air laut atau media pemeliharaan ikan (untuk memperkirakan suhu ikan yang dipanen), suhu udara, dan suhu air yang digunakan untuk penanganan. Wadah ikan segar disini adalah palkah kapal ikan, cool box, atau wadah apapun untuk menampung ikan hasil tangkapan. Sifat fisik wadah yang perlu diketahui adalah : Dimensi (untuk menghitung luas permukaan, volume dan ketebalan dinding wadah). Untuk mempermudah perhitungan umumnya cukup diperhitungkan ukuran dan ketebalan struktur isolasinya Bahan wadah dan koefisien rambat panas (K) yang dinyatakan dalam kalori/satuan luas (m2)/ satuan tebal (cm)/ jam. Untuk perkiraan beban panas penetrasi cukup C/ memperhitungkan struktur isolasinya saja. Sifat fisik ikan penting yang perlu diketahui untuk keperluan mendinginkannya adalah : PJ ikan basah, yang besarannya ditentukan oleh jenis ikan dalam kaitannya dengan komposisi kimiawinya. PJ ikan basah secara umum adalah = 0.85-0.90 kalori/C/kg VJ ikan basah, yang besarannya ditentukan oleh jenis ikan dalam kaitannya dengan bentuknya dan komposisi kimiawi-nya. Berat jenis ikan basah secara umum = 0,8, oleh karena itu VJ ikan basah lk. = 1,25 liter (dm3) per kg. Lama penyimpanan perlu diketahui untuk menghitung beban panas harian akibat masuknya (penetrasi) panas dari luar wadah selama penyimpanan. Dan ini akandiperhitungkan terhadap kebutuhan es harian yang diperlukan untuk menjaga suhu didalam wadah agar tetap dingin. 3. Menghitung kebutuhan es Urutan menghitung kebutuhan es (berat bukan volume) dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : Menghitung jumlah es yang diperlukan untuk menjaga suhu didalam wadah agar tetap = 0 (T0) apabila suhu diluar wadah = T1 C Menghitung luas permukaan wadah, misalnya = L Apabila tebal isolasi = t cm, dan koefisien pindah panasnya = K, maka jumlah penetrasi panas yang masuk kedalam wadah dengan kondisi tersebut = L x t x x (T1-T0)xK kalori per jam. Jumlah es yang diperlukan untuk mengatasi Panas Penetrasi = {Lt(T1-T0)K}/ 80 kg es per jam (1)

13

Menghitung kapasitas (volume) wadah dan jumlah ikan yang dapat disimpan dalam wadah: Volume bagian dalam wadah (kapasitas wadah), dimana produk hasil perikanan segarbasah akan disimpan, misal-nya diperoleh = V1. Dengan demikian jika digunakan perbandingan es : ikan = 1 : 1, maka volume ikan =0,5 V1 dengan berat = 0,5V1 / VJ ikan = 0,5V1 / 1,25 kg, sedangkan volume es = 0,5V1 dengan berat = 0,5V1 / 1,11 kg (2) Menghitung jumlah es untuk mendinginkan (chilling) ikan dari suhunya saat ditangkap/dipanen (T2 = suhu air laut atau air tambak) menjadi 0 (T0) dalam wadah : C Jumlah panas yang harus dibuang untuk mendinginkan ikan = (0,5V1/1,25) kg x (T2-T0) x PJ ikan = (0,5V1/1,25) (T2-T0) 0,85 kalori. Jumlah es yang dibutuhkan untuk mendinginkan ikan = {(0,5V1/1,25) (T2-T0) 0,85} / 80 kg (3) Jumlah es yang dibutuhkan total = {(1) x jam penyimpanan} + (2) + (3) kg. Apabila chilling telah dilakukan diluar wadah, sehingga saat ikan dimasukkan suhunya sudah = 0 maka total es yang dibutuhkan untuk penyimpanan akan berkurang menjadi = C, {(1) x jam penyimpanan} + (2) kg. C. Pendinginan Gel polimer Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan diwujudkannya peralatan dan bahan yang praktis untuk memudahkan pekerjaan umat manusia. Dalam hal pendinginan produk makanan termasuk ikan, telah diperkenalkan bahan pendingin dengan nama produk thermafreezer. Thermafreezer ini dibuat dari bahan khusus yaitu gel yang dikombinasikan dengan kemasan polymer dan tidak beracun, diproduksi dalam bentuk lembaran dan tetap lentur walaupun didinginkan jauh dibawah 0 C Thermafreezer atau nama produk lain seperti Ice pax, cooler ice pack, dan lain-lain ini dapat dijadikan bahan pengganti es dengan beberapa kelebihan, antara lain tidak mencair, tidak mengotori produk, bisa digunakan ulang, Penggunaanya mudah, antara lain : 1. Letakan Thermafreezer tersebut di dalam wadah yang berisi air tawar bersih, normalnya untuk satu cells adalah 90 ml air 2. Rendam selama 5 menit sampai hingga mengembang 3. Letakan Thermafreezer tersebut ke dalam freezer selama minimum 8 jam semakin lama semakin baik 4. Thermafreezer dapat diletakan bertumpuk 3 lapis/susun 5. Letakan Thermafreezer yang sudah dingin di bawah atau di atas produk bisa juga di setiap sisi samping kantong atau boks

14

D. Kombinasi dengan zat additive Penurunan mutu ikan sangat di pengaruhi oleh teknik dan sarana penanganan ikan. Salah satu sarana yang berpengaruh adalah penggunaan air dan es. Minatrit adalah bahan desinfektan yang berfungsi untuk membunuh bakteri-bakteri pembusuk dan potogen yang dapat menurunkan mutu ikan hasil tangkapan. Untuk ikan yang belum pernah diperlakukan dengan Minatrit sebelumnya, dosis Minatrit yang diberikan sebesar 10 ppm (5 ml Minatrit dalam 10 liter air). Sedangkan untuk ikan yang sudah diperlakukan dengan air dan es, bila diberikan minatrit hasil perikanan menjadi lebih segar dan waktu penyimpanan lebih lama , sehingga harga jual hasil perikanan lebih tinggi . Keunggulan Minatrit : Efektif membunuh bakteri dan fecal coliform selama penyimpanan 21 hari Efesien dalam pemakaian, cukup 25 ml Minatrit untuk 100 kg ikan. Paraktis dan mudah digunakan Aman bagi kesehatan, tidak mengubah nutrisi, ramah lingkungan dan tanpa efek samping

Manfaat Minatrit : Dengan menggunakan Minatrit, masalah-masalah penangan hasil laut kini telah terjawab. Hasil tangkapan lebih segar dan tahan lama sehingga mutu hasil tangkapan meningkat. Dengan menggunakan Minatrit maka maka hasil tangkapan yang terkena sortir sebagai barang BS dapat dikurangi Ciri-ciri Minatrit : Anti Mikro organisme dalam spectrum yang luas membunuh virus dan patogen dengan cepat Efektif digunakan pada cakupan Ph yang luas Tidak menimbulkan imunitas pada mikro organisme Pemulihan mikro organisme yang lambat Dosis yang sangat kecil Tidak menimbulkan karat Mengoksidasi besi dan mangan Menghancurkan sulfat dan phenol Tidak bereaksi terhadap amoniak Baik untuk menghilangkan biofilm Mengurangi limbah berbahaya Aman digunakan sesuai dosis anjuran Tidak mempengaruhi rasa dan kandungan nutrisi

15

Cara penggunaan dan dosis : Pencucian ikan Untuk ikan yang belum pernah diperlakukan dengan Minatrit Sebelumnya, dosis Minatrit diberikan sebesar 10 ppm ( 5 ml Minatrit dalam 10 L air),sedangkan untuk ikan yang sudah diperlakukan dengan Minatrit dapat dicuci kembali dengan Minatrit sebesar 5 ppm (2,5 ml dalam 10 l air), masukkan ikan kedalam larutan Minatrit dingin selama 1-2 menit lalu angkat,masukkan dalam wadah yang diberi es,hindari dari panas dan sinar matahari. Penyimpanan dengan es Dosis Minatrit dalam penyimpanan dengan es sebesar 5 ppm (2,5 ml Minatrit dalam 10 kg ikan ) sementara itu ikan disusun es-ikan-es-ikan, beri Minatrit sebesar 5 ppm sebelum penyelkat pada setiap ketinggian lapisan 40 cm, lapisan ikan paling atas ditaburi es secara merata, control es secara rutin , hindari dari panas dan sinar matahari. Penyimpanan ikan dengan air laut dingin Dosis Minatrit yang diberikan dengan air laut dan es sebesar 1 ppm (0,5 L dalam 10 ton/10.000 L air laut dingin - 2oC ) lalu masukkan ikan kedalam larutan Minatrit dingin, kontrol suhu air, serta hindari dari panas dan sinar matahari. Kandungan Minatrit adalah nama dari bahan desinfektan, yang mempunyai komponen aktif kholorin dioksida ( CIO2 ). Penggunaan kholorin dioksida ( CIO2 ) diperkenalkan oleh CAC FAO/WHO, FDA dan UNI EROPA, sebagai bahan tambahan makanan, yang dinilai tidak mengandung residu dan tidak bereaksi dengan bahan organic yang membentuk trihalomethane yang bersifat karsinogenik bagi manusia IV. CARA PENANGANAN IKAN DI KAPAL A. Peran Awak kapal Usaha penangkapan ikan adalah bagian terpenting dalam hidup awak kapal, sehingga perlu didasari rasa syukur memperoleh kesempatan memanfaatkan sumberdaya ikan untuk kepentingan sendiri, keluarga dan orang lain sebagai amanah Allah SWT. Dalam kegiatan usaha penangkapan ikan, perlu dipastikan bahwa semua awak kapal telah memahami tujuan kegiatan usaha penangkapan ikan dengan prinsip-prinsip produksi ikan hasil tangkapan yang berkualitas, sehat serta aman bagi konsumen. Peran awak kapal merupakan modal dasar keberhasilan untuk mendapatkan produk ikan hasil tangkapan yang mempunyai nilai jual yang baik dan mampu mencapai tujuan sebenarnya untuk apa ikan ditangkap. Keberhasilan penanganan ikan diatas kapal untuk menjaga mutunya

sangat ditentukan oleh :1. Kesadaran dan pengetahuan semua awak kapal untuk melaksanakan cara penanganan ikan dengan es secara benar.

16

2.

Kelengkapan sarana penyimpanan diatas kapal yang memadai, seperti : palkah atau peti wadah ikan yang berisolasi dengan kapasitas yang cukup sesuai dengan ukuran kapal.

3. Kecukupan jumlah es yang dibawa saat berangkat menangkap ikan di laut. Adapun garis besar tahapan kegiatan penanganan ikan di kapal penangkap meliputi hal sebagai berikut : 1. Mengangkat ikan dari air 2. Melepas ikan dari alat tangkap 3. Mendinginkan ikan 4. Menyiangi ikan apabila diperlukan 5. Mencuci ikan dengan air dingin 6. Menempatkan ikan dalam wadah portable sesuai dengan jenis, ukuran dan mutu ikan (sortasi/seleksi) 7. Memberi es dengan jumlah yang cukup. 8. Menyimpan didalam palkah berisolasi dengan es. 9. Merawat ikan selama penyimpanan sampai dengan saat pembongkarannya di pangkalan pendaratan ikan (PPI) atau pelabuhan perikanan B. Peralatan penanganan ikan Kelengkapan minimal sarana handling ikan diatas kapal, minimal yang harus ada diatas kapal adalah : 1. Palkah berisolasi dengan kapasitas sesuai dengan target penangkapan dan ukuran kapal biasanya 1/3 2/3 kali dari bobot mati kapal penangkap yang dapat ditutup rapat, sehingga penetrasi panas dari udara luar kedalam palkah dapat dihambat semaksimal mungkin. Dilengkapi dengan sistim pembuangan air lelehan es yang baik sehingga tidak terjadi perendaman ikan yang disimpan didalamnya. Palkah ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan hasil ikan selama operasi penangkapan sampai dengan pembongkarannya di pangkalan pendaratan ikan. Dengan mengetahui dimensinya (p x l x t) bagian dalam dapat dihitung volumenya. Dari total volume tersebut umumnya 2/5 3/5 untuk ikan,1/5 2/5 untuk es dan sisanya lk. 1/5 ruang kosong dibagian atas untuk keperluan mobilitas wadah dan orang. Palkah berisolasi ini sebaiknya disekat-sekat menjadi 3 kompartemen yang sama volumenya. Satu kompartemen diisi es separuhnya untuk tempat memulai penyimpanan hasil tangkapan, sedangkan dua kompartemen lainnya penuh diisi es. 2. Apabila kapal berukuran kecil biasanya digunakan cool-box portable ukuran kapasitas mulai dari 50 kg, 100 kg dan 200 kg yang dilengkapi dengan lubang penirisan (drain hole) untuk membuang air lelehan es. Dengan ukuran kecil ini penempatannya di kapal lebih luwes, yang penting ditempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung.

17

Gambar 2. Cool-box kapasitas 200 kg di kapal rawai 3-4 GT/3 PK 3. Bak pendinginan (chilling) dan pencuci ikan ukuran 0,5 2 m3, sebagai tempat

mencuci sekaligus chilling ikan setelah dilepas dari jaring, dimana bak ini akan diisi air laut yang diberi es. Sebaiknya bak ini bertutup dan berisolasi agar dapat menghemat pemakaian es. Perbandingan es curai dan air laut = 2 : 1. 4. Keranjang plastik dari bahan HDPE, yang cukup kuat dengan kapasitas maksimum25-30 kg ikan agar cukup ringan sehingga mudah ditangani secara manual. Keranjang ini didesign sedemikian rupa sehingga air lelehan es dapat mengalir dengan lancar dan dapat ditumpuk tanpa memberikan tekanan produk ikan yang ada didalamnya. Keranjang ini memiliki dua fungsi yaitu untuk wadah ikan hasil seleksi, tempat melakukan pencucian sekaligus wadah ikan selama penympanannnya dalam palkah. Jumlahnya disesuaikan agar dapat menampung semua hasil produksi.

Gambar 3. Model keranjang plastik HDPE wadah ikan 5. Film PE (poli-etilen), untuk membungkus ikan jika diperlukan agar ikan tidak langsung bersentuhan dengan es. 6. Pompa air laut yang dilengkapi dengan kran-kran, selang dan spuyer, penyemprot yang dapat menghasilkan tekanan cukup (1 kg/cm2) untuk mencuci dek kapal dan peralatan handling lainnya sebelum dan sesudah melakukan operasi penanganan ikan

18

7. Terpal, untuk membuat pelindung dari panas matahari bagi area dek kapal dimana kegiatan penanganan ikan dilakukan. 8. Katrol-derek, untuk memindahkan keranjang berisi ikan, terutama apabila digunakan keranjang dengan kapasitas diatas 100 kg. 9. Pisau yang tajam dari berbagai bentuk dan ukuran sesuai dengan fungsinya sebagai penyayat, pemotong dsb. Pisau ini dipersiapkan untuk menyiangi ikan hasil tangkapan ikan yang berukuran besar. C. Penanganan ikan kecil Urutan penanganan ikan ukuran kecil diatas kapal sebagai berikut, 1. Melepas ikan dari jaring atau alat tangkap lain yang digunakan, dan langsung memasukannya kedalam bak chilling yang telah diisi air laut dingin (telah diberi es sebelumnya). Apabila memungkinkan langsung diseleksi menurut jenis, ukuran dan mutu ikan dengan cara menyiapkan sejumlah keranjang (sesuai dengan jumlah jenis dan ukuran ikan) dalam kondisi 3/4 - 4/5 nya terendam air laut dingin untuk diisi ikan yang dilepas dari jaring. 2. Setelah penuh ikan (lk. setengahnya berisi ikan) keranjang berserta isinya digoyang dalam air rendaman, kemudian diangkat untuk penirisan. Kegiatan ini sekaligus merupakan proses mencuci ikan. 3. Selanjutnya dilakukan pengemasan, yaitu menyiapkan keranjang kosong yang bersih, kemudian menata es-ikan disusun selapis-selapis berselang-seling dengan yang terbawah dan teratas adalah lapisan es yang cukup tebal. Jumlah es : ikan = 1 : 1. Apabila tidak dilakukan proses perendaman dalam bak chilling, maka penyusunan ini juga berperan sebagai proses chilling dimana semakin tebal lapisan ikan, maka akan semakin lama waktu pendinginannya untuk mencapai suhu tengah ikan mencapai 0-3 C.

Gambar 4. Penataan ikan dan es didalam keranjang

19

Gambar 5. Semakin tebal lapisan ikan semakin lama waktu pendinginanannya Tabel 3. Waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkan ikan (*) dengan berbagai ketebalan tumpukan dan suhu awal ikan Tebal lapisan tumpukan Suhu Waktu ikan awal ( C) (jam) 7,5 cm 5 1.5 10 2 15 3 15 cm 5 6 10 8 15 10 (*) : suhu akhir pendinginan adalah 0 C Tabel 4. Jumlah es yang dibutuhkan untuk mendinginkan 1 kg ikan menjadi bersuhu 0 dari berbagai suhu awal C Waktu Suhu Awal Ikan (0C) (Jam ) 30 0.38 25 0.31 20 0.25 15 0.19 10 0.13 5 0.07 4. Keranjang dapat disusun dengan ditumpuk didalam palkah, dimana sebelumnya palkah sudah diisi es curai secukupnya sehingga sudah cukup dingin saat ikan dimasukkan kedalamnya. 5. Apabila tidak menggunakan sistim keranjang, penyimpanan/pendinginan ikan dipasang (knock down) esuai dengan kebutuhan dapat dilakukan secara curah dimana palkah dilengkapi dengan sekat-sekat yang dapat dilepas

20

Gambar 6. Potongan melintang susunan keranjang ikan didalam palkah .

Gambar 7. Penyimpanan ikan didalam palkah dengan sistim curah 6. Sistim pembuangan air lelehan es harus cukup lancar sehingga mencegah terendamnya ikan oleh air yang kotor. 7. Penambahan es selama penyimpanan di palkah dapat dilakukan jika jumlahnya telah berkurang. Frekwensi dan jumlahnya sangat ditentukan oleh kekedapan konstruksi palkah terhadap penetrasi panas dari luar. 8. Selama proses penanganan lindungi ikan dari cahaya (panas) matahari langsung, yaitu dengan memasang tenda diatas dek menggunakan terpal yang telah disiapkan. 9. Selama proses penanganan ikan harus dihindarkan dari perlakuan kasar maupun benturan fisik yang dapat membuat ikan luka atau memar.

21

D. Penanganan ikan besar Prinsip penanganan ikan diatas kapal untuk ikan ukuran besar (10 kg per ekor) sama dengan ikan ukuran kecil, dengan beberapa perlakuan khusus sebagai berikut ini : 1. Ikan-ikan ukuran besar umumnya ditangkap dengan alat pancing dan biasanya masih dalam keadaan hidup saat diangkat dari air, untuk ini ikan harus segera dibunuh dengan memukul kepalanya memakai pentungan kayu yang telah disiapkan atau dengan cara lain yang tidak merusak fisik ikan. 2. Segera mendinginkannya dengan mencelupkan ikan di bak chilling yang telah diisi air laut bercampur es (dingin) yang telah disiapkan sambil menunggu saat penyiangannya. Suhu air akan selalu terjaga pada suhu 0 selama masih ada es. C 3. Melakukan penyiangan (buang insang dan isi perut, dan untuk ikan-ikan besar juga mengiris sebagian operculum dan membuang sirip) dan membuang darahnya(bleeding). Pembersihan dilakukan dengan mencucinya memakai air dingin yang telah didinginkan dengan es. Tingkat penyiangan dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasar. Khusus untuk produk ikan dengan mutu sashimi atau disiapkan untuk pembekuan bentuk akhir dari penyiangan biasanya tanpa sirip, isi perut dan insang (fins removed, gilled and gutted) atau juga tanpa kepala (headed, fins removed, gilled and gutted) 4. Sebelum disimpan didalam palkah, ikan yang telah disiangi dan bersih didinginkan(chilling) dalam air laut bercampur es yang telah disiapkan pada bak chilling yang lain. Sebelum direndam disitu ikan terlebih dahulu dibungkus rapat dengan sarung/kantong plastik. Perendaman agar suhu pusat ikan mencapai 0-3 memerlukan waktu sampai12 jam untuk C ikan ukuran 30-40 kg per ekor dan untuk ikan yang lebih besar memerlukan waktu s/d 24 jam. 5. Selanjutnya setelah pendinginan selesai, ikan dapat dipak atau disusun secara curah bercampur dan berselang seling dengan es curai didalam palkah. 6. Selama penyimpanan didalam palkah, apabila kondisi palkahnya bagus harus selalu dilakukan pengontrolan jumlah es minimum sekali sehari. Pada tempat-tempat yang esnya kurang (ditandai dengan ikan yang di es menjadi kelihatan) harus segera ditambah. Apabila kondisi palkah kurang bagus artinya penetrasi panas dari udara luar kedalam palkah cukup besar, maka pengontrolan dan penambahan es akan dilakukan lebih sering. 7. Dengan cara penanganan ikan diatas kapal seperti yang telah diuraikan, maka akan dapat diharapkan mutu kesegaran ikan mampu bertahan sampai dengan dua minggu (14 hari) Hasil tangkapan yang melimpah tidak selalu menguntungkan, usahakan untuk menangkap ikan dari jenis dan ukuran komersial dengan jumlah yang sesuai dengan kapasitas palkah agar semua hasil tangkapan dapat ditangani dengan baik. Mutu ikan yang baik serta jenis-ukuran ikan yang laku di pasar lebih menjamin keuntungan dari pada volume hasil tangkap yang berlebihan.

22

Gambar 17. Diagram penyiangan ikan

Gambar 18. Skematik penyusunan ikan didalam palkah 8. Proses penanganan ikan besar. Kecukupan es selama operasi penangkapan dipersiapkan dengan dasar-dasar perhitungan seperti pada penanganan ikan ukuran kecil. Sedangkan kelengkapan sarana handling juga demikian kecuali keranjang plastik HDPE kecil yang disiapkan dalam jumlah secukupnya untuk wadah sisa-sisa ikan pada saat proses penyiangan. Sarana handling tambahan yang diperlukan meliputi : a. Bak Chilling 2 buah, masing-masing berkapasitas 2 m3 (p x l x t = 2 x 1 x 1), bertutup dan berisolasi. Satu bak digunakan untuk menampung ikan setelah dilepas dari pancing, sambil menunggu penyiangannya dan satu bak khusus untuk proses pendinginan (chilling). Dalam penyiapannya setiap bak diisi bagian air laut bersih, 2/4 bagian es curai.

23

b. Katrol atau Derek listrik/manual untuk keperluan mengangkat dan memindahkan ikan yang dilengkapi dengan kait pencengkeram atau misil (tuna missile) untuk memegang kepala tuna saat diangkat. Atau juga dilengkapi tali kolong (diameter tali lk. 1 cm) dengan diameter kolong 30-50 cm, dibuat dari bahan serat tumbuhan dan cukup kuat untuk menggantung tubuh ikan tuna pada bagian ekornya.

Gambar 8. Model (a) dan struktur (b) bak chilling

24

Gambar 9. model katrol (a) dan misil (b) c. Sarung tangan dari bahan katun yang kuat dan cocok untuk dipakai melakukan pekerjaan handling ikan ukuran besar. Sarung tangan ini berfungsi sebagai isolator yang mencegah atau menghambat pindah panas dari telapak tangan ke bagian ikan yang sedang ditangani. d. Kasur atau matras dari bahan busa (spon) yang dibungkus dengan bahan yang halus permukaannya dan kedap air serta mudah dibersihkan, sebagai tempat untuk meletakkan ikan saat proses penyiangan agar ikan tidak mendapat tekanan yang dapat menyebabkan kerusakan dagingnya. e. Kait (hook) untuk mengangkat ikan dari air dan mempermudah melepaskan pancing. f. Pentungan atau tongkat pemukul (a club) untuk memukul bagian posisi otak pada kepala ikan yang masih hidup saat diangkat dari air agar cepat mati, atau dapat digunakan paku besar (a spike) untuk menusuk bagian posisi otak pada kepala ikan, juga dapat digunakan snar atau kawat panjang untuk merusak struktur sungsum tulang belakang ikan melalui luka yang dibuat di badian posisi otak pada kepala ikan. Cara penggunaan alat-alat tersebut digambarkan berikut ini.

25

Gambar 10. Cara menggunakan kait

Gambar 11. Cara membunuh ikan dengan cepat g. Pisau tajam dengan mata sangat pendek (maksimum 3 cm) yang dilengkapi dengan penahan atau pelindung tangan. Digunakan untuk memotong pembuluh darah ikan dibawah sirip dada dan di bagian ekor saat pekerjaan membuang darah (bleeding) ikan dilaksanakan. Pemakaian alat ini untuk bleeding diperagakan dalam gambar berikut ini.

26

Gambar 12. Cara membuang darah ikan (bleeding) (_____, 1996; _____, 1997) h. Pisau tajam dengan mata sedang. Pisau ini digunakan untuk menyiangi ikan (membuang insang dan isi perut ikan). Cara membuang insang menggunakan pisau tersebut digambarkan berikut ini.

Gambar 13. Cara membuang insang Selama pekerjaan memotong insang air pencuci terus dialirkan melalui ujung slang air yang dimasukkan melalui mulut ikan sehingga darah yang keluar selama pekerjaan ini dilakukan langsung keluar dari tubuh ikan.

27

Gambar 14. Posisi slang air selama proses pemotongan insang Isi perut dibuang atau ditarik keluar juga melalui rongga insang setelah insangnya dikeluarkan terlebih dahulu. Sebelum isi perut ditarik keluar agar isi ususnya tidak terburai keluar ujung anusnya telah dipotong dan diikat terlebih dahulu atau dibuat irisan disekeliling anus, sehingga anusnya lepas menjadi satu dengan usus. Cara pemotongannya digambarkan berikut ini

Gambar 15. Cara memotong ujung usus didekat anus ikan (______, 1996) i. Sikat yang kaku-lunak , untuk membersihkan dan membuang sisa-sisa kotoran-darah dari dalam rongga insang setelah penyiangan. Caranya dengan menyiram / menyemprotkan air sekaligus menyikat seseluruh permukaan bagian dalam rongga insang agar sisa darah, lendir dan potongan insang semuanya bersih tidak tersisa. Bagian membran insang yang masih tersisa menempel di kerah rongga insang juga dibersihkan dengan pisau. Gambaran pembersihannya sebagai berikut.

Gambar 16. Cara membersihkan rongga insang

28

j.

Kantong atau sarung dari bahan plastik (kedap air dan elastis) untuk membungkus ikan saat direndam dalam air laut atau larutan garam (brine) dingin, agar brine tidak kontak langsung dengan ikannya sehingga tidak terjadi penyerapan garam atau kotoran dari brine ke daging atau tubuh ikan. Demikian juga saat penyimpanannya didalam palkah, kantong ini juga akan melindungi ikan dari rendaman air lelehen es yang kotor

V. PENUTUP Pada prinsipnya pendinginan adalah mendinginkan ikan secepat mungkin ke suhu serendah mungkin, tetapi tidak sampai menjadi beku. Pada umumnya, pendinginan tidak dapat mencegah pembusukan secara total, tetapi semakin dingin suhu ikan, semakin besar penurunan aktivitas bakteri dan enzim. Dengan demikian melalui pendinginan proses bakteriologi dan biokimia pada ikan hanya tertunda, tidak dihentikan. Untuk mendinginkan ikan, seharusnya ikan diselimuti oleh medium yang lebih dingin dari-nya, dapat berbentuk cair, padat, atau gas. Pendinginan ikan dapat dilakukan dengan menggunakan refrigerasi, es, slurry ice (es cair), dan air laut dingin (chilled sea water). Cara yang paling mudah dalam mengawetkan ikan dengan pendinginan adalah menggunakan es sebagai bahan pengawet, baik untuk pengawetan di atas kapal maupun setelah di daratkan, yaitu ketika di tempat pelelangan, selama distribusi dan ketika dipasarkan. Penyimpanan ikan segar dengan menggunakan es atau sistem pendinginan yang lain memiliki kemampuan yang terbatas untuk menjaga kesegaran ikan, biasanya 1014 hari. Yang pertama perlu diperhatikan di dalam penyimpanan dingin ikan dengan menggunakan es adalah berapa jumlah es yang tepat digunakan. Es diperlukan untuk menurunkan suhu ikan, wadah dan udara sampai mendekati atau sama dengan suhu ikan dan kemudian mempertahankan pada suhu serendah mungkin, biasanya 0C. Perbandingan es dan ikan yang ideal untuk penyimpanan dingin dengan es adalah 1 : 1. Hal lain yang juga perlu dicermati di dalam pengawetan ikan dengan es adalah wadah yang digunakan untuk penyimpanan harus mampu mempertahankan es selama mungkin agar tidak mencair. Wadah peng-es-an yang ideal harus mampu mempertahankan suhu tetap dingin, kuat, tahan lama, kedap air, dan mudah dibersihkan. Untuk itu diperlukan wadah yang memiliki daya insulasi yang baik. Lebih dari pada itu, keberhasilan mendapatkan mutu ikan hasil tangkapan yang baik adalah peran aktif awak kapal yang mempunyai kesadaran bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan harus disertai tanggung jawab pribadi.

29

DAFTAR PUSTAKA Training materials on catching and on-board handling of ocean tuna. Pacific Ocean Organisation. INFOFISH (1999) Hall, G.M (1997). Fish Processing Technology Scombroid Poisoning. FDA (1999) Riswan Suyedi, Sumberdaya ikan pelagis, Makalah Falsafah Sains (PPs 702), Program Pasca Sarjana / S3, Institut Pertanian Bogor, December 2001 Ferry Agusta Satrio, Konflik Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Laut Contoh Kasus Nelayan di Perairan Utara Jawa Timur, Mahasiswa S-2 Ilmu Lingkungan UGM, 2002 Takafumi Arimoto, Fish behaviour approach toward the sustainable fisheries, Tokyo University of Fisheries, 2005 Suwardiyono, Laporan Kegiatan Kajian efektivitas mini purse seine di Laut Jawa, 2005 Eris Mulyadi, Trend Cpue Sebagai Salah Satu Acuan Pengelolaan Sumberdaya Ikan, Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang, 2007 Dinas Perikanan dan Kelautan Banten, Rencana Pengelolaan Perikanan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, 2007 Penanganan ikan tuna segar diatas kapal, Balai Besar Pengembangan Penangkapoan ikan Semarang, 2009 Perhitungan kebutuhan Es / Fish handling, Rahayu Kusdarwati, 15 Oktober 2010 MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN http://ik.pom.go.id/wp-content/uploads/2011/11/Mengenallebihjauhskrombotoksin.pdf Thermafreezer http://www.kis-coldchain.com/products.htm http://fpik.bunghatta.ac.id/files/downloads/E-book/DasarDasar%20Teknologi%20Hasil%20Perikanan/bab_2.pdf

Nama Tgl.Lahir Pendidikan Jabatan Pekerjaan

Alamat

E-mail

BIODATA : Agung Wahyono : 8 Desember 1952 : AUP Th.1975 ; Diploma IV STP Th.1988 : Prekayasa Madya di BBPPI Smg : 1975 1977, Teknisi pada PPSHPP di Smg 1978 1982, Nakhoda Kapal Survei BPPI Smg 1982 1993, Struktural pada BPPI Smg 1993 Sek. , Pejabat Fungsional pd BBPPI Smg : Komplek Perikanan No.21 Jl.Yos Sudarso Ungaran Telp. (024) 6924 587 HP. 081 325 528 713 : [email protected]

30