22
Behaviorisme Dan Applied Behavior Analysis (ABA) Dalam Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Ignatius Dharta Ranu Wijaya The experimental analysis of operant behavior has led to a technology often called behavior modification. It usually consists of changing the consequences of behavior, removing consequences, which have caused trouble, or arranging new consequences for behavior which has lacked strength (BF Skinner, tahun & tanggal tidak diketahui). Pendahuluan Pada tahun 1938 seorang behavioris dari America bernama B.F. Skinner mempublikasikan teorinya yang disebut sebagai Operant Conditioning dalam bukunya yang bertama berjudul The Behavior of Organisms: An Experimental Analysis. Dalam bukunya ia meneliti mekanisme dasar perubahan perilaku (pembelajaran). Dia menulis; konsekuensi-konsekuensi terhadap perilaku mempengaruhi pertimbangan terjadinya kembali perilaku dikemudian hari. Dalam laboratorium penelitiannya, Skinner menunjukkan bahwa perilaku akan meningkat bila diikuti oleh adanya imbalan (reward) berupa sesuatu yang sangat diinginkan. Perilaku akan berkurang / menurun frekuensinya bila diikuti oleh adanya hukuman, seperti; penolakkan social dan hilangnya hak-hak tertentu. Pada saat itu disebutkan bahwa psikologi merupakan pengetahuan yang relatif baru. Pengetahuan pada saat itu dikatakan didominasi oleh perhatian yang besar terhadap kesehatan jiwa dan mental individu. Baru pada tahun 1913, diceritakan bahwa John B. Watson merupakan salah seorang yang menolak pendekatan mentalistik dalam psikologi. Tahun 1913 melalui tulisannya yang kemudian dikenal sebagai "behaviorist manifesto", ia menentang psikologi yang hanya menekankan introspeksi dan interpretasi dari kondisi kejiwaan dan mendorong berkembangnya psikologi sebagai suatu pengetahuan yang mendasarkan pada perilaku yang dapat diamati dan dapat diukur. Pada akhirnya muncullah era behaviorisme yang kemudian mendominasi psikolog-psikolog di Amerika pada pertengahan tahun 1950.

Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pada tahun 1996, Departemen Kesehatan di Amerika Serikat mengkaji secara cermat Program Intervensi Dini yang diberikan dalam menangani permasalahan autisme. Hasil dari kajian tersebut adalah Report of the Recommendations of the Clinical Practice Guideline- Autism/Pervasive Development disorders: Evaluation, Assessment, and the Intervention for Young Children. Mereka merekomendasikan implementasi dari intervensi bidang pendidikan dan tingkah laku pada anak-anak penyandang autisme (didalamnya juga tertulis perlunya dilaksanakan intervensi minimal 20 jam per minggunya setelah anak mendapat diagnosa). Pedoman tersebut juga secara tegas merekomendasikan digunakannya prisip-prinsip ABA (applied behavioral analysis) sebagai unsur penting dari setiap program intervensi yang diberikan pada anak-anak autis. Disebutkan pula pentingnya keterlibatan orang tua secara aktif dalam proses intervensinya, melalui latihan-latihan yang diberikan kepada orang tua maka keluarga akan mengadopsi teknik-teknik tersebut dalam rutinitas sehari-hari anak. Statregi dan teknik-teknik dalam perubahan perilaku harus digunakan dalam mendukung proses pembiasaan (generalisasi) dari keterampilan yang telah diajarkan.

Citation preview

Page 1: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

Behaviorisme Dan Applied Behavior Analysis (ABA) Dalam Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Ignatius Dharta Ranu Wijaya

The experimental analysis of operant behavior has led to a technology often called behavior modification. It usually consists of changing the consequences of behavior, removing consequences, which have caused trouble, or arranging new consequences for behavior which has lacked strength (BF Skinner, tahun & tanggal tidak diketahui).

Pendahuluan

Pada tahun 1938 seorang behavioris dari America bernama B.F. Skinner

mempublikasikan teorinya yang disebut sebagai Operant Conditioning dalam bukunya

yang bertama berjudul The Behavior of Organisms: An Experimental Analysis. Dalam

bukunya ia meneliti mekanisme dasar perubahan perilaku (pembelajaran). Dia menulis;

konsekuensi-konsekuensi terhadap perilaku mempengaruhi pertimbangan terjadinya

kembali perilaku dikemudian hari. Dalam laboratorium penelitiannya, Skinner

menunjukkan bahwa perilaku akan meningkat bila diikuti oleh adanya imbalan (reward)

berupa sesuatu yang sangat diinginkan. Perilaku akan berkurang / menurun frekuensinya

bila diikuti oleh adanya hukuman, seperti; penolakkan social dan hilangnya hak-hak

tertentu.

Pada saat itu disebutkan bahwa psikologi merupakan pengetahuan yang relatif

baru. Pengetahuan pada saat itu dikatakan didominasi oleh perhatian yang besar terhadap

kesehatan jiwa dan mental individu. Baru pada tahun 1913, diceritakan bahwa John B.

Watson merupakan salah seorang yang menolak pendekatan mentalistik dalam psikologi.

Tahun 1913 melalui tulisannya yang kemudian dikenal sebagai "behaviorist manifesto",

ia menentang psikologi yang hanya menekankan introspeksi dan interpretasi dari kondisi

kejiwaan dan mendorong berkembangnya psikologi sebagai suatu pengetahuan yang

mendasarkan pada perilaku yang dapat diamati dan dapat diukur. Pada akhirnya

muncullah era behaviorisme yang kemudian mendominasi psikolog-psikolog di Amerika

pada pertengahan tahun 1950.

Page 2: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

Watson dan para behavioris terdahulu menjelaskan perilaku sebagai suatu respon

dari kondisi lingkungan atau kejadian-kejadian (stimuli). Konsep ini semakin

berkembang melalui "radical behaviorism" dari Skinner dengan teorinya yang dikenal

sebagi Operant Conditioning Theory of Behavior. Skinner meletakkan prinsip-prinsip

dasar dari pengetahuan mengenai perilaku; reinforcement, prompting, fading,

reinforcement schedules, extinction, shaping, discrimination, differentiation, dan lain

sebagainya. Ini kemudian menjadi dasar-dasar teoretis Applied Behavior Analysis

(ABA).

Di tahun 1960, kaum behavioris mulai mengaplikasikan teori Skinner dalam

mengembangkan metoda-metoda pengajaran. Satu diantaranya, yaitu Ivar Lovaas di

UCLA membuat program-program secara khusus bagi anak-anak penyandang autis.

Hingga saat itu, penanganan autisme secara umum didasarkan pada model

psikodinamika; Offering some hope for recovery through experiential manipulations. By

the mid-1960s, an increasing number of studies reported that psychodymanic

practitioners were unable to deliver on that promise (Rimland dikutip dari Lovaas,

1987). Dari hasil program-program Lovaas, anak-anak penyandang autis mendapatkan

program modifikasi perilaku yang kemudian berkembang secara professional dalam

jurnal-jurnal psikologi.

Tahun 1993 Catherine Maurice menerbitkan sebuah otobiographi mengenai

pengalamannya yang berhasil dalam mengikuti program intensif behavioral intervention

yang dikembangkan Lovaas. Bukunya berjudul, Let Me Hear Your Voice, bersama

dengan publikasi buku yang ditulis Lovaas sebelumnya; ME BOOK (Lovaas, 1981)

memberikan harapan bagi para keluarga dan juga arah bagi berkembangnya penelitian-

penelitian ilmiah. Pada akhir tahun 2000, di Amerika ABA mendapatkan berbagai

macam subsidi secara resmi baik dari negara maupun pemerintahan federal. Semenjak

saat itulah kemudian metodologi ABA sebagai pilihan dalam memberikan treatment pada

anak autis berkembang pesat tidak hanya di Amerika sendiri tetapi juga menyebar ke

wilayah Eropa dan Asia.

Page 3: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

Mengapa ABA?

Pada tahun 1996, Departemen Kesehatan di Amerika Serikat mengkaji secara

cermat Program Intervensi Dini yang diberikan dalam menangani permasalahan autisme.

Hasil dari kajian tersebut adalah Report of the Recommendations of the Clinical Practice

Guideline- Autism/Pervasive Development disorders: Evaluation, Assessment, and the

Intervention for Young Children. Mereka merekomendasikan implementasi dari

intervensi bidang pendidikan dan tingkah laku pada anak-anak penyandang autisme

(didalamnya juga tertulis perlunya dilaksanakan intervensi minimal 20 jam per

minggunya setelah anak mendapat diagnosa). Pedoman tersebut juga secara tegas

merekomendasikan digunakannya prisip-prinsip ABA (applied behavioral analysis)

sebagai unsur penting dari setiap program intervensi yang diberikan pada anak-anak

autis. Disebutkan pula pentingnya keterlibatan orang tua secara aktif dalam proses

intervensinya, melalui latihan-latihan yang diberikan kepada orang tua maka keluarga

akan mengadopsi teknik-teknik tersebut dalam rutinitas sehari-hari anak. Statregi dan

teknik-teknik dalam perubahan perilaku harus digunakan dalam mendukung proses

pembiasaan (generalisasi) dari keterampilan yang telah diajarkan.

Pedoman praktik tersebut di atas, juga merujuk pada penelitian Ivar Lovaas

(1987) yang telah menggunakan dan mendasarkan proses intervensinya pada prinsip-

prinsip dan metoda-metoda perilaku bagi anak-anak autis. Lovass dengan teamnya di

UCLA telah membuktikan bahwa anak-anak autis yang diberikan treatment secara

intensif (40 jam per minggunya selama lebih dari 2 tahun) mendapatkan hasil yang sangat

baik dibandingkan anak-anak yang hanya menerima 10 jam per minggunya. Di Indonesia

memang belum ada buku penuntun dalam praktik intervensi yang diberikan pada anak-

anak autis. Kita sedang menunggu hasil penelitian dan pengkajian yang mungkin dapat

menjadi referensi bagi pemerintah sehingga mereka pun dapat merekomendasikan

bahkan menyusunnya sebagai suatu sistem intervensi yang menjadi standar

penangananan masalah autisme di Indonesia.

Model-Model Applied Behavior Analysis (ABA) dalam Penanganan Autisme

Di tahun 1970, Ivar Lovaas seorang behaviorist memulai sebuah eksperimen

dimana ia mengaplikasikan teori dari B.F. Skinner bagi treatment yang dilakukannya

Page 4: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

terhadap anak-anak autis. Lovaas mempublikasikan penemuannya di tahun 1987

(Behavioral Treatment and Normal Educational and Intellectual Functioning in Young

Autistic Children) dan mendokumentasikan hasil-hasil yang luar biasa dalam

penelitiannya. Hal ini kemudian diakui sebagai awal dari sebuah seri penelitian yang

mendasarkan pada dukungan Applied Behavior Analysis (ABA) sebagai suatu treatment

yang efektif terhadap anak-anak penyandang autis.

Hingga saat ini, penelitian mengenai modifikasi perilaku yang telah dilakukan

oleh Lovaas merupakan pendorong munculnya berbagai penelitian terhadap intervensi

yang diberikan kepada anak-anak penyandang autis. Aplikasi dari prinsip-prinsip ilmu

pengetahuan mengenai perilaku menjadi kerangka kerja dari beberapa model-model ABA

yang diapakai dalam menangani autisma.

Efektivitas dari treatment yang mendasarkan pada ABA telah berkembang sejalan

dengan penerimaan para orang tua yang memiliki anak autis dan juga dari para

professional dan para pendidik. Berbarengan dengan keputusan untuk melaksanakan

intervensi yang mendasarkan pada ABA muncul juga kesimpangsiuaran terhadap

berbagai model yang berkembang. Bagian ini akan memberikan penjelasan singkat

terhadap originalitas dari ABA yang digunakan sebagai treatment terhadap anak-anak

autis, yaitu; survey dari UCLA Young Autism Project (Lovaas, 1970) dan penjelasan

umum dari model-model ABA lainnya. Model- model yang akan dibicarakan dalam

bagian ini adalah:

1. The UCLA Model dari O. Ivar Lovaas, Ph.D.

2. Autism Partnership dari Ron Leaf, Ph.D. & John Mc Eachin, Ph.D.

3. PECS and the Pyramid Model dari Andrew Bondy, Ph.D. & Lori Frost,

MS,CCC/SLP

4. The Eden Model dari David Holmes, Ph.D.

5. Verbal Behavior/ DTT-NET dari Mark Sundberg Ph.D. & James Partington,

Ph.D

6. TEACCH (Teaching and Educating Autistic Children and Communication

Handycap) dari Eric Schopler, Garry Mesibov & Baker, 1982.

Page 5: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

1. The UCLA Young Autism Project

I don’t claim a cure because we haven’t gotten to the organic variable that is causing the autism. But the nervous system is pretty adaptable, and with intensive therapy the child may be able to work around his organic deviation. (O. Ivar Lovaas dikutip oleh Johnson, 1994)

Semenjak tahun 1960, Ivar Lovaas telah memulai penanganan kasus autisme

dengan menggunakan modifikasi perilaku. Pada tahun 1970 ia memulai sebuah inovasi

mengenai program intensive behavioral intervention bagi anak-anak penyandang autis.

Hasil penelitiannya tersebut dipublikasikan pada tahun 1987 dalam bukunya “Behavioral

Treatment and Normal Educational and Intellectual Functioning in Young Autistic

Children”. Hampir setengah dari seluruh anak yang menerima terapi setelah 2 tahun

secara intensif (40 jam atau lebih setiap minggunya) dapat berfungsi secara normal; dapat

menyelesaikan kelas 1 dalam sekolah regular tanpa bantuan pendidik yang khusus di

dalam kelas (Lovaas, 1987). Sebagai besar anak mendapatkan kemajuan yang signifikan.

Penelitian ini menyertakan tiga kelompok anak-anak yang telah di-diagnosa secara

terpisah oleh pskiater atau psikolog yang terdaftar. Semua anak dibawah usia 4 tahun

ketika penelitian dimulai, hasil penelitian Lovaas setelah 3 tahun selanjutnya akan

disarikan dalam table di halaman berikut.

Tabel 1. Ringkasan Penelitian Lovaas (Lovaas, 1987)

Treatment Rata-rata Peningkatan IQ

(seluruh group)

Penempatan di sekolah Mean IQ

Experimental Group

N=19

40 jam per minggu intervensi perilaku 1:1 (selama kurang lebih 2 tahun), juga dilakukan intervensi di lingkungan rumah (carryover);

Pengajaran dilaksanakan hampir seluruhnya pada waktu-waktu aktif (waking hours) anak.

20 Point. 9 anak sukses menyelesaikan kelas 1 umum tanpa bantuan

mencapai fungsi yang normal (normal functioning)

rata IQ meningkat = 30 point.

_________________

8 anak mencapai kemajuan subtansial namun membutuhkan bantuan dalam prosesnya

menyelesaikan kelas 1 dalam kelas khusus atau kelas anak-anak yang mengalami hambatan bahasa (language

107

70

< 30

Page 6: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

delayed)

____________________

2 anak ditempatkan dalam kelas bagi anak autistik atau retardasi mental

Control Group 1

N=19

Intervensi perilaku 10 jam atau kurang setiap minggunya;

Intervensi dengan treatment lainnya (pendidikan khusus)

0 8 anak mencapai kemajuan subtansial namun membutuhkan bantuan dalam prosesnya

8 anak menyelesaikan kelas 1 dalam kelas khusus atau kelas anak-anak yang mengalami hambatan bahasa (language delayed)

____________________

1 anak ditempatkan dalam kelas bagi anak autistik atau retardasi mental

74

36

Control Group 2

N=21

Diluar group; tidak ditangani Lovaas

0 1 anak sukses menyelesaikan kelas 1 umum tanpa bantuan

_________________

10 anak menyelesaikan kelas 1 dalam kelas khusus atau kelas anak-anak yang mengalami hambatan bahasa (language delayed)

__________________

10 anak ditempatkan dalam kelas bagi anak autistik atau retardasi mental

99

67

36

Studi lanjutan untuk anak berusia sekitar 12 tahun (McEachin, Smith & Lovaas,

1993) menjelaskan bahwa anak-anak dalam kelompok eksperimental menunjukkan hasil

yang konsisten dibanding anak-anak dalam control group. Sembilan anak yang tampak

mencapai fungsi normal diberikan evaluasi secara ekstensif oleh professional dan

ternyata 8 diantaranya tidak dapat dibedakan dengan anak-anak pada umumnya dalm tes

intelegensi dan penyesuaian perilakunya. Behavioral treatment may produce long-lasting

and significant gains for many young children with autism (McEachin ,dkk., 1993).

Melalui pengaplikasian prinsip-prinsip operant learning principles pada intervensi

autis, Lovaas mengesampingkan pendekatan treatment terhadap gangguan kesehatan

mental dan menggantikannya dengan pengajaran perilaku yang dapat diamati dan yang

terukur. The focus of intervention was changed from treatment to teaching (Lovaas,

1981:xi).

Page 7: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

There were several other developments that emerged as we moved away from the traditional disease model of service delivery. We broke down the large hypothetical constructs of "autism", "aphasia", "retardation", etc. into more manageable components or behaviors . We were teaching the children specific behaviors such as language, play, and affection. These teaching programs were "interchangeable" across diagnostic categories in the sense that what we had learned about teaching language to retarded children could just as easily be applied to teaching language to aphasic or autistic children (Lovaas, 1981: x).

Tujuan-tujuan pengajaran dipecah dalam beberapa kategori perilaku yang

dipresentasikan dalam rencana pencapaian di bawah ini (Lovaas, 1987):

Tahun Pertama Tahun Kedua Tahun Ketiga

Mengajarkan kemampuan imitasi

Membangun kepatuhan

Mengajarkan kemampuan bermain yang wajar

Mengurang perilaku stimulasi diri dan perilaku-perilaku agresif

Mendukung pencapaian proses generalisasi

Mengajarkan kemampuan bahasa (ekspresif)

Mengajarkan kemampuan awal dalam bahasa yang abstrak

Memantapkan kemampuan bermain interaktf dengan teman sebaya

Integrasi yang berarti dengan kelompok anak prasekolah yang tipikal *

Mengajarkan berbagai ekspresi emosi yang wajar

Tugas-tugas praakademis

Penggabungan kategori dalam tahun 1 hingga ke-3

Belajar melalui observasi (Observational learning)

* Dalam poses integrasinya, penempatan awal dalam kelas khusus dihindari dengan pertimbangan adanya efek detrimental bila digabungkan dengan anak-anak autis lainnya.

Kunci keberhasilan dari UCLA Pilot Project ini kemudian dapat disebutkan

sebagai:

Intensitas Intervensi

Hipotesa dari Lovaas bahwa intensitas pemberian instruksi 1 to 1 bagi anak-anak

autis 40 jam setiap minggunya ditambah dengan adanya perluasan instruksi di rumah

(carryover) oleh orang tua akan mendekati pengaruh lingkungan alamiahnya seperti pada

anak yang berkembang secara normal. Rata-rata anak menghabiskan waktunya dengan

belajar melalui lingkungan sekitarnya dan kondisi ini jelas tidak dapat dilakukan oleh

anak-anak autis. The average, or common environment that does so well for the average

child does not fit the needs nor provide the structure necessary to be a good teaching /

learning environment for these exceptional children (Lovaas, 1981: xi). Salah satu tujuan

Page 8: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

dari kelompok ekperimental adalh membangun sebuah program dimana anak autis

memiliki kesempatan untuk terus belajar sama seperti anak pada umumnya. We

hypothesized that construction of a special, intense, and comprehensive learning

environment for very young autistic children would allow some of them to catch up with

their normal peers by first grade (Lovaas, 1987).

Tempat Intervensi

Tempat dilaksanakannya intervensi dipindahkan dari institusi menuju rumah dan

lingkungan alami anak sendiri. Tujuannya adalah untuk mengajarkan anak agar berfungsi

secara wajar dalam dunia nyata mereka. Sebelumnya Lovaas pernah menggunakan

metoda pengajaran yang dilakukannya dalam institusi dan memeang anak-anak autis

mengalami kemajuan yang signifikan setelah terapi selama 1 tahun tetapi setelah

dikembalikan ke rumah dan program dihentikan merea umumnya mengalami regresi.

Pentingnya lingkungan untuk memelihara dan menjaga pola-pola perilaku yang telah

dipelajari pada awalnya belum diindahkan oleh Lovaas sebagai variable yang

berpengaruh.

Intervensi yang dipusatkan di rumah (Home based) juga mampu menghilangkan

adanya kemungkinan anak meniru dan mengambil perilaku yang tidak wajar dari anak-

anak autis lainnya bila mereka diinstitusionalkan.

Usia Pada Waktu Intervensi

Semua anak dalam UCLA Young Autism Project berusia di bawah 4 tahun ketika

program dilaksanakan. Spekulasi dari Lovaas pada waktu itu adalah bahwa anak dengan

usia dini akan lebih muda dipelihara perilakunya serta mudah menggeneralisasikan

kemampuan yang telah diajarkan dibandingkan dengan anak-anak yang lebih tua; … they

would be less likely to discriminate between environments . . . it was assumed it would be

easier to successfully mainstream . . . into preschool than to attempt mainstreaming an

older child into a higher grade (Lovaas, 1987).

Peran Orang Tua dan Orang-orang Yang Berpengaruh

Orang tua dan orang dewasa lainnya yang berpengaruh dalam komunitas anak

dilatih untuk mampu secara aktif terlibat dalam prose pengajarannya. Dengan cara ini

keluarga dapat mendukung dan memelihara hasil yang telah dicapai anak. Semua orang

yang berperan dalam kehidupan anak diikutsertakan dalam program Lovaas ini. Orang

Page 9: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

tua dan para guru menjadi pelaku utama dalam pelaksanaan program sementara

professional bertindak selaku konsultan, staf pengajar dan koordinatar program.

Mengajarkan Perilaku Dalam Unit-Unit Kecil: "Discrete Trials"

Seluruh tugas (target-target perilaku) dipecah dalam tahap-tahap yang kecil.

Setiap "discrete trial" diajarkan secara terpisah menggunakan penguatan-penguatan

(reinforcers) yang dapat memotivasi anak belajar sebagai konsekuensi terhadap perilaku

mereka (respon-respon yang benar).

Spontanitas Pengajaran Dan Proses Belajar yang Menyenangkan

Salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam program yang dilaksanakan oleh

Lovaas adalah; to make it more fun to tune in and learn than to spin or flap or wander

around the room . . . the two fundamental goals, apart from the content being taught, are

to make the child want to learn and to make the child feel that he can learn. That he is

competent. (Johnson mengutip Lovaas, 1994.)

Pencatatan Data Secara Sistematis

Pengambilan data secara intensif digunakan sebagai sarana dalam

mendokumentasikan pengaruh-pengaruh treatment yang tampak dalam kehidupan sehari-

hari anak.

Mengembangkan Petunjuk Pelaksanan Pembelajaran (Training Manual)

Sumbangan yang berarti lainnya dari UCLA Early Autism Project adalah

dipublikasikannya sebuah buku yang komprehensif dan komunikatif berisi tentang

keseluruhan proses pengajaran melalui perilaku. Buku tersebut berisi berbagai contoh

yang jelas dan aplikatif baik mengenai sessi 1 to 1 maupun pengajaran dalam lingkungan

hidup anak yang umum. Teaching Developmentally Disabled Children, disebut juga The

ME Book, pertama kali diterbitkan pada tahun 1981 (PRO-ED, Inc) dan hingga saat ini

terus mampu memberikan gambaran yang tepat mengenai keseluruhan proses belajar

anak autis melalui perubahan perilaku yang diharapkan.

The groundbreaking research by Lovaas and his colleagues raises several intriguing possibilities. First, it suggests that intensive teaching that requires young children with autism to engage actively with their physical and social environments and provides them with consistent, differential consequences can result in completely normal functioning for many . . . Second, that intensive behavioral intervention produces

Page 10: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

substantially better outcomes than other treatments for young children with autism (Green, 1996:32).

Pertanyaan kemudian yang muncul dari keseluruhan hasil diatas adalah;

Bagaimana anak-anak lainnya dalam proyek UCLA yang tidak mencapai

keberfungsiannya secara social? Variabel-variabel apa sajakah yang dapat menjelaskan

mengapa sebagian anak mencapai fungsi yang normal sementara yang lainnya tidak?

Persoalan ini mungkin membutuhkan etiologi yang berbeda atau mungkin adanya

kebutuhan proses pengajaran yang berbeda dari yang telah dilaksanakan oleh Lovaas dan

mungkin lebih terfokus pada program bahasa. Lovaas dan para peneliti lainnya meyakini

bahwa anak-anak yang tidak mencapai keberfungsian social mereka mungkin memiliki

pola belajar secara visual /visual learners (Johnson, 1994). Hingga saat ini berbagai

penelitian dan usaha untuk memahami kondisi tersebut terus dilakukan. Program-

program, seperti; Picture Exchange Communication System (PECS) atau dari Princeton

Child Developmente Institute (PCDI) yang mengoptimalkan penggunaan pendekatan

visual untuk mengajarkan komunikasi menjadi bagian terpenting dari usaha di atas,

sebagaimana pendapat Lovaas sendiri: These techniques have been built up by many

behaviorists working with many children over many years’ time. It is a constantly

developing system. (Johnson mengutip dari Lovaas, 1994)

2. The Autism Partnership Model

A Work In Progress: Behavior Management Strategies and a Curriculum for Intensive Behavioral Treatment of Autism (Ron Leaf & John McEachin, 1999)

Discrete trial teaching is a specific methodology used to maximize learning. It is a teaching process used to develop most skills, including cognitive, communication, play, social and self-help skills. Additionally, it is a strategy that can be used for all ages and populations. The technique involves: 1) breaking a skill into smaller parts; 2) teaching one sub-skill at a time until mastery; 3) providing concentrated teaching; 4) providing prompting and prompt fading as necessary; and 5) using reinforcement procedures.

Discrete trial teaching ensures that learning is an active process. We cannot rely on autistic children to simply absorb information through passive exposure. (Leaf & McEachin, 1999:131)

Page 11: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

Rob Leaf dan John McEachin melakukan studi dibawah program yang dilaksanakan

oleh Lovaas, mereka terlibat secara langsung dalam UCLA Young Autism Project selama

kurang lebih 12 tahun sejak pertengahan tahun 70-an. Mereka berdua menerima

pengajaran dan pengarahan langsung dari Lovaas hingga mencapai gelar doktoral. Karya

mereka saat ini tidak terbatas pada jasa atau pelayanan yang diberikan pada penyandang

autis berusia dini saja tetapi meliputi berbagai usia dan setting yang berbeda meskipun

model treatment yang dilakukan tetap berdasar pada model UCLA. Pengalaman mereka

bekerja dengan anak-anak di atas prasekolah juga memberikan pengaruh dan kontribusi

terhadap model yang mereka kembangkan hingga saat ini. Mereka telah mengembangkan

kerjasama yang baik dengan para ahli di bidang pendidikkan khusus, ahli bahasa,

pendidik dan orang tua dalam menemukan model intervensi yang tepat bagi para

penyandang autis.

Metoda Pengajaran Utama

Metoda pengajaran utama yang digunakan adalah 1 to 1 discrete trial. Penekanan

utama ditempatkan pada bagaimana menciptakan lingkungan yang intensif tempat anak

belajar secara berkesinambungan seperti halnya anak ‘tipical’ berkembang dan belajar

dari lingkungannya. Model treatment yang mereka miliki adalah minimal dilaksanakan

selama 2 tahun dan minimum 30 jam instruksi langsung termasuk bermain secara

terstruktur dan istirahat direkomendasikan oleh mereka. Struktur sangat ditekankan

selain waktu pelaksanaan terapi yang menjadi bagian dari tuntutan program dan

pendekatan perilaku secara konsisten di setiap setting;

”The child’s entire day becomes part of the therapy process and the parents become an integral part of the team” (Leaf & McEachin, 1999:11).

Melalui cara yang mereka usahakan, anak banyak menghabiskan waktu tidak hanya

bereaksi tetapi juga berinteraksi terhadap lingkungan sekitar mereka seperti yang dialami

oleh anak-anak ‘normal’ lainnya. Mereka diusahakan untuk tuidak menjadi asyik dengan

diri mereka sendiri atau melakukan stimulasi diri (self-stimulatory behaviors) yang

berlebihan. Untuk memulai intervensi diperlukan waktu kurang lebih 1 bulan lamanya

untuk membangun dan memantapkan interaksi antara anak dan terapisnya. Reinforcer

juga diidentifikasikan dan digunakan secara efektif selama masa itu sehingga anak dan

Page 12: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

terapis umumnya banyak meluangkan waktu bersama dengan bermain. Reinforcement

diberikan secara bebas, tidak secara kontingen sehingga pengajaran yang diberikan para

terapis sungguh-sungguh menjadi suatu yang reinforcing (menyenangkan). Secara

bertahap latihan-latihan diskret dikenalkan sebelum ditingkatkan intensitasnya secara

efektif. Semua kemudian menjadi metoda terapi yang utama. Pada akhir tahapan

intervensi, waktu untuk belajar diskret dikurangi untuk dialokasikan pada proses

pengajaran incidental dan latihan-latihan dalam kelompok.

Tahapan Dalam Terapi

Tahapan terapi didasarkan pada petunjuk umum (Leaf & McEachin, 1999) di bawah ini:

Beginning Stage - "Learning to learn"

Sitting

Attending

Compliance

Remaining on task

How to process feedback

Understanding cause and effect

Middle Stage

Communication skills

Play skills

Self-help

Social skills

Advanced Stages

Subtle social skills

Higher level play skills

Advanced cognitive and communication skills

Integration of skills to everyday environments (school)

Perilaku-Perilaku yang Mengganggu

Program secara tegas ditekankan juga pada adanya perubahan dari perilaku-

perilaku yang mengganggu. Perubahan ini menurut Leaf & McEachin membutuhkan

kesabaran yang tinggi dan keterampilan yang lebih dibandingkan dengan mengajarkan

sesuatu yang kompleks seperti kemampuan bahasa. Adanya perilaku yang mengganggu

Page 13: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

(disruptive behavior) sering menjadi penghalang utama dalam proses belajar dan proses

integrasi semua skills dalam lingkungan yang umum. Perilaku-perlaku detrimental

lainnya yang membutuhkan treatment secara intensif meliputi juga; gangguan

memusatkan perhatian, minimnya partisipasi dan inisiatif dan keinginan untuk

memisahkan diri dengan orang lain serta menghindari tugas-tugas yang diberikan.

Tempat Intervensi

Intervensi dilaksanakan dalam keseharian anak dan meliputi semua setting dalam

kehidupan mereka. Pusat lokasi dari program yang dilaksanakan dapat berlangsung di

center atau di rumah tetapi tampaknya intervensi yang dipusatkan di rumah (home based)

memiliki sisi positif khususnya bagi anak yang berusia muda (2 – 8 tahun) karena

pengaturan waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan anak sendiri, seperti; waktu terapi

setelah tidur siang.

Usia Saat Intervensi

Usia ketika intervensi tidak dibatasi pada usia prasekolah saja; research on

intensive behavioral treatment has been done exclusively with very young children, our

experience has demonstrated that older children can benefit substantially from a similar

treatment format (Leaf & McEachin, www.autismpartnership.com). Autism Partnership

telah memberikan perhatian yang khusus pada kebutuhan anak autis berusia dewasa yang

unik. Penyesuaian pada model yang umum dilakukan di Autism Partenership dengan

pertimbangan hasil penelitian terdahulu dan adanya kebutuhan disetiap usia untuk

mengembangkan kemampuan-kemampuan yang khusus. Anak berusia dewasa seringkali

memiliki tingkat gangguan perilaku yang tinggi dan mampu mempengaruhi proses

belajar sehingga program pertamakali dipusatkan pada adanya perubahan perilaku

tersebut.

Team, Pelatihan dan Supervisi

Team umumnya berjumlah 2 – 5 dan terdiri dari para pengajar yang telah dilatih

dalam teknik pengajaran diskret, orang tua yang telah dilatih secara sistematis untuk

mengimplementasikan target-target pengajaran dalam kehidupan sehari-hari, seorang

supervisor program untuk mengadakan managemen terhadap kasus yang dihadapi dan

juga memberikan supervisi serta pelatihan bagi orang tua 2 hingga 3 jam setiap

Page 14: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

minggunya. Disamping itu ada juga seorang Supervisor klinik yang memberikan

supervise secara umum terhadap program dan perkembangan anak.

Cara belajar dengan menggunakan latihan diskret merupakan metoda pengajaran

yang tepat dan melibatkan aplikasi yang kompleks dari penguatan-penguatan dan teknik-

teknik pemberian bantuan. Mengurangi perilaku yang berlebihan juga membutuhkan

keterampilan dan latihan-latihan yang intensif. Pendidik yang berpengalaman dan terlatih

wajib memberikan supervise terhadap program yang dilaksanakan. Tingkatan

pengawasan atau supervise yang diberikan bergantung pada berbagai variable termasuk

didalamnya pengalaman dan kemampuan seluruh anggota di dalam team serta jumlah

jam terbang mereka dalam melaksanakan berbagai program intervensi yang kompleks.

Pemberian Pelatihan

Leaf dan McEachin telah menyusun program-program pelatihan yang sangat

komprehensif dan bagi para pembaca juga telah disediakan melalui buku mereka yang

berjudul A Work In Progress. Di dalam buku tersebut dijelaskan secara detail konsep-

konsep dan teknik-teknik serta berbagai informasi penting yang bermanfaat tidak hanya

bagi orang tua tetapi juga para pendidik yang memiliki keinginan untuk memahami dan

menjalankan terapi perilaku secara intensif. Dua komponen penting dalam efektifitas

terapi ABA yang mendapatkan perhatian dalam buku tersebut, yaitu; reinforcement dan

permaslahan-permasalahan perilaku dijelaskan secara detail bersama petunjuk-petunjuk

praktis dalam melaksanakan latihan diskret. Kurikulum Discrete Trial Teaching yang

diberikan pada anak-anak autis dijelaskan secara sistematis disertai dengan contoh-

contoh pengumpulan data untuk membantu mempersiapkan program berdasarkan model

dari Autism Partnership.

Sebagai tambahan informasi, melalui internet dapat ditemukan pula bahwa

Autism Partnership juga menawarkan berbagai pelatihan atau workshops bagi para

keluarga, guru dan terapis-terapis. Supervisi program dan pelayanan managemen kasus

ditawarkan bagi para keluarga yang berdomisili di Connecticut dan daerah-daerah lainnya

di Amerika. Autism Partnership juga meberikan pelayanan evaluasi program-program

ABA dan jasa konsultasi bagi sekolah-sekolah yang menyertakan anak autis dalam proses

pendidikan mereka.

Page 15: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

3. PECS and The Pyramid Approach to Education

PECS: The Picture Exchange Communication Training Manual (Andrew Bondy and Lori Frost, 1994)

One of the principal advantages of PECS is the integration of theoretical and practical perspectives from the fields of applied behavior analysis and speech/language pathology (Bondy & Frost, 1999)

Andrew Bondy sebagai seorang behavioris merancang rencana pendidikan ABA

bagi anak-anak autis yang menekankan pada adanya kesempatan berkomunikasi di setiap

kesempatan dalam hidup mereka. Proses pengajaran dianggap sebagai suatu proses

pemahaman terhadap lingkungan alamiah setiap anak, seperti; sekolah dan tempat umum

lainnya.

Strategi dasar pengajaran diturunkan dari ABA, hal ini dibuktikan dengan

penggunaan; powerful reinforcers, prompting, fading, shaping, dan lain sebagainya.

Picture Exchange Communication System (PECS) dikembangkan di Universitas

Delaware yang menyelenggarakan progam pendidikan bagi anak autis di bawah arahan

dari Bondy.

Awalnya, PECS dibangun sebagai sarana pembantu untuk berkomunikasi pada

anak-anak dengan spectrum autis yang duduk di taman kanak-kanak. Sejak saat itu

kemudian berkembang dan pada akhirnya diadaptasi juga penggunaannya bagi anak-anak

yang mengalami permasalahan bahasa dan bicara.

Pertimbangan bagi Bondy dan Frost dalam mengembangkan PECS adalah adanya

proses yang relatif lama untuk menunggu hasil dari terapi wicara dan adanya

kompleksitas kemampuan motorik yang diperlukan untuk menguasai bahasa isyarat maka

PECS disusun sebagai suatu sistem komunikasi social yang interaktif dan dapat

diterapkan secara dini. Mereka menekankan akan pentingnya; having children learn to

approach their communicative partner from the beginning of training rather than solely

waiting for specific clues from the partner (Bondy & Frost, 1999).

The Pyramid Education Model (Bondy & Frost, 1999)

Pendekatan ini menekankan pada 4 elemen structural penting yang secara

bersamaan membangun dasar dari program PECS, yaitu:

Page 16: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

komunikasi yang fungsional

aktivitas-aktivitas fungsional

imbalan yang kuat ( "no reinforcer = no lesson")

intervensi perilaku yang direncanakan dengan matang

Bondy dan Frost juga menambahkan metoda-metoda instruksional dari priramida

diatas dengan:

format-format rencana pengajaran

berbagai startegi pemberian bantuan (prompt)

startegi ‘error correction’

perencanaan proses generalisasi

Unsur-unsur struktural dasar di atas dan metoda intruksional yang spesifik sangat

penting untuk implementasi program pendidikan yang efektif. Bondy juga

merekomendasikan; intervensi yang bersifat individual, program yang berdasarkan data

dan pengembangan kurikulum. Pendekatan ini bersandar pada penetapan suatu proses

komunikasi yang fungsional, bahkan untuk anak yang nonverbal. Bondy sungguh-

sungguh menentang terhadap pengajaran tanpa sistem seperti yang digambarkannya di

atas.

Prioritas tertinggi ditempatkan pada penetapan dan identifikasi yang berkelanjutan

dari ‘powerful reinforcers’. Hal ini juga selalu disampaikan oleh Bondy di setiap sesi

pelatihan yang diberikannya, " tidak ada reinforcer berarti tidak ada pelajaran."

Model Intervensi dari PECS:

1. Sarana Utama Dalam Pemberian Instruksi

2. Lebih Dari Sekedar ‘Meminta’

3. Penggunaan Pendekatan Visual Dalam Berkomunikasi

4. Perluasan dari Aplikasi Modalitas Secara Visual

5. Pelatihan Staf dan Implementasi Program

Kita dapat memperoleh informasi lengkap mengenai system ini melalui internet

dengan web site: www.pecs.com. Konsultasi program dan jasa-jasa lainnya juga

diberikan di dalam web site tersebut.

Page 17: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

4. The Eden Model

Autism through the Lifespan: The Eden Model (David Holmes, 1997)

Eden’s programming is based on applied behavior analysis. Teachers work in small groups or one-on-one. They modify behavior and teach skills through a wide variety of reinforcement and aversive techniques and keep careful data on each session. Eden does integrate elements of other treatment approaches, such as sensory integration therapy, but these remain secondary to applied behavior analysis.

Eden Institute memulai pendidikan privat bagi anak-anak autistik pada tahun

1975. Pengaruh dari hasil penelitian Lovaas ditunjukkan dalam filosofis dan system yang

diterapkan oleh David Holmes di Eden.

Misi-Misi Eden:

Eden Institute Year round educational services for children and adolescents.

Eden ACREs Community based residential services for adults with autism.

Eden WERCs Supported employment opportunities for adults.

Outreach and Support Services

Consultations, diagnostic and evaluative services, parent training, professional training, program support and curriculum resources.

Wawa House Services Early intervention services for infants and toddlers.

Supplemental clinic therapy for older students.

Eden Florida Educational and outreach services for children and adults.

Eden Connecticut Educational and outreach services for children and adults.

Model intervensi dari Eden:

1. Teaching Formats

2. Teaching Goals

3. Behavior Reduction

4. Outreach and Support Services

Eden Institute juga membagi program dalam lima kategori program, yaitu:

1. The Early Childhood Program

2. Middle Childhood Program

Page 18: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

3. Transition Program

4. Pre-Vocational Program &Vocational Program

5. Behavior Reduction

Kategori tersebut di atas menjadi pertimbangan dalam memberikan prioritas serta

fungsionalitas program bagi para penyandang autistik yang ada di Eden Institute. Dalam

prosesnya, Eden Institute juga menggunakan Discrete Trial Teaching (DTT) meski tidak

sekaku yang diimplementasikan oleh Lovaas sebelumnya.

5. Applied Verbal Behavior/ (DTT-NET)

Teaching Language to Children With Autism Or Other Developmental Disabilities,

(Mark Sundberg and James Partington, 1998)

At present it is not exactly clear why some children fail to acquire language. However, it is clear that if language does not develop in a timely manner it is reasonable to expect that various forms of negative or inappropriate behaviors will . . . come to function as the child’s main form of communication (Sundberg & Partington, 1998)

Sundberg dan Partington sangat mendasarkan model intervensi mereka pada hasil

penelitian B.F. Skinner di tahun 1957. Skinner meyakini bahwa bahasa adalah suatu hasil

dari operant conditioning sama halnya dengan perilaku-perlaku lain yang dipelajari.

Anak-anak belajar berbicara melalui konsekuensi-konsekuensi yang didapat (operant

conditioning). Namun perilaku verbal (verbal behavior) menurut Skinner membutuhkan

analisa yang berbeda. “With verbal behavior, the child does not operate directly on his

environment. The behavior of others in a verbal community is an additional event that

must be considered (Skinner, 1957 dikutip dari B.F. Skinner Foundation Web Site).

Verbal behavior (VB) berbeda dari model-model ABA lainnya karena hanya

terfokus pada analisa Skinner mengenai bahasa sebagai keterampilan yang dipelajari.

Skinner mengusulkan that language is behavior that is primarily caused by

environmental variables such as reinforcement, motivation, extinction and punishment.

This view of language differs substantially from others that assume language is primarily

caused by cognitive or biological variables (Sundberg & Partington, 1998). Model intervensi:

1. Teaching Format

Page 19: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

2. Comprehensive Language Assessment as a Basis of Individualized Curriculum

3. Basic Learner Skills

4. Behavior Reduction

5. Direct Instruction

6. Augmentative Communication

7. Treatment Team and Training

6. TEACCH (Teaching and Educating Autistic Children and Communication

Handycap):

(Schopler, Mesibov & Baker, 1982)

Prinsip-prinsip program TEACCH (Teaching and Educating Autistic Children and

Communication Handycap) telah diimplementasikan kurang lebih selama 20 tahun ini.

Prinsip ini umumnya diadaptasikan dalam setting kelas untuk meningkatkan kemandirian

anak-anak autistik di sekolah. TEACCH dirancang untuk meningkatkan proses adaptasi

pada anak-anak autistik terhadap lingkungan sekitar mereka. Model dari TEACCH

dilaksanakan melalui pengajaran-pengajaran yang distrukturkan dengan;

a) Memodifikasi lingkungan sekitar anak untuk mengakomodasikan kebutuhan

individual setiap anak autistik.

b) Mengajarkan keterampilan-keterampilan yang spesifik.

Empat komponen pengajaran yang di-strukturkan dalam TEACCH:

1. Struktur Fisik

2. Jadwal Harian

3. Sistem Kerja Individual

4. Struktur Visual

TEACCH juga menambahkan perlunya Anxiety Management untuk mengatasi

presoalan-persoalan perilaku pada anak-anak autistik.

Kesamaan Dan Perbedaan Model-Model ABA

Pendekatan ABA sangat konsisten dalam menggunakan prinsip-prinsip dan

teknik-teknik dari operant conditioning (reinforcement, shaping, prompting, chaining,

behavior extinction, dsb).

Page 20: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

Dalam setiap model, target perilaku dipecah dalam unit-unit informasi yang kecil

dan dilatih secara berulang-ulang. Keseluruhan model di atas juga sangat

memprioritaskan pada pencatatan data dan interpretasi yang akurat dari data yang ada

sehingga program dapat dikembangkan. Semua menekankan pada pentingnya perhatian

anak terhadap tugas.

Perbedaan model-model di atas sangat terlihat dari penggunaan teknik pengajaran,

yaitu; discrete trial teaching yang intensif secara one-on-one dalam UCLA dan Autism

Partnership, sementara PECS dan TEACCH menggunakan pengajaran yang lebih natural

sedangkan Verbal Behavior dan Eden model mengkombinasikan keduanya sebagai

wahana instruksional. Perbedaan signifikan lainnya juga terlihat pada intensitas dari

metoda yang digunakan, hirarki tahapan program, program dalam mereduksi perilaku,

filosofi dan peran dari para keluarga.

Mungkin model-model ABA di atas dapat dipisahkan menjadi dua kategori besar,

yaitu: Model-model treatment yang menggunakan ABA dan Model-model pendidikan

ABA, meskipun berbeda dalam pendekatannya keduanya saling melengkapi. Fokus pada

intensitas, jangka pendek intervensi (2-3 tahun) dengan tujuan mengarahkan anak autistik

pada pola-pola perkembangan yang ‘umum’ dapat ditempatkan pada kategori model

treatment yang menggunakan ABA. Model pendidikan ABA terlihat melalui tujuan

jangka panjang yang difokuskan pada pengembangan metoda-metoda dalam;

penyesuaian diri, pendidikkan dan kemandirian anak-anak dengan kebutuhan khusus

(tidak hanya autisme).

Akhirnya, melalui overview model-model ABA di atas, tentu sangat menarik

untuk melihat dan menunggu perkembangan ilmu dan penelitian di masa depan mengenai

efektivitas treatment bagi anak-anak dengan spektrum autisme dan anak dengan

kebutuhan khusus lainnya bila dihubungkan dengan perkembangan neurologis anak.

Page 21: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

Bahan Bacaan

Ashcraft, M. H., (1998). Fundamentals of Cognition, New York: Addison Wesley

Longman, Inc.

Bondy, A. & Frost, L. (1994) The Picture Exchange Communication System. Focus on

Autistic Behaviior, 9:1 – 19

Berk, L., (1996). Infants, Children and Adolescents, Boston: Allyn & Bacon

Frost, L. & Bondy, A., (1994). Picture Exchange Communication System Training

Manual. Cherry Hill, NJ: Pyramid Educational Consultants, Inc.

Frost, L. & Bondy, A., (1999). Paper for Autism 99 Conference

Green, G.,(1996). Evaluating Claims About Treatment for Autism. In Maurice et al. (Ed.)

Behavioral Intervention for Young Children With Autism (pp. 29-43), Austin, TX : Pro-

Ed Inc.

Holmes, David L., (1997). Autism Through the Life Span :The Eden Model, Bethesda,

MD: Woodbine House

Johnson, C., (1994). Interview With Ivar Lovaas, The Advocate (Autism Society of

America), Nov-Dec 1994

Leaf, R., and McEachin, J., (1999). A Work In Progress: Behavior Management

Strategies and a Curriculum for Intensive Behavioral Treatment of Autism, New York:

DRL Books

Lovaas, O.I., (1981). Teaching Developmentally Disabled Children: The Me Book.

Baltimore : University Park

Page 22: Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus & ABA

Lovaas, O. I., (1996). The UCLA Young Autism Model of Service Delivery. In Maurice

et al. (Ed.) Behavioral Intervention for Young Children With Autism (pp. 241-248),

Austin, TX : Pro-Ed Inc.

Lovaas, O.I., (1987), Behavioral Treatment and Normal Educational and Intellectual

Functioning in Young Autistic Children. Journal of Consulting and Clinical Psychology,

55, 3-9

Lovaas, O.I., & Smith, T., & McEachin, J.J. (1989) Clarifying Comments on the Young

Autism Study. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 57, 165-167

McEachin, J.J., Smith, T., & Lovaas, O.I. (1993) Long Term Outcome for Children With

Autism Who Received Early Intensive Behavioral Treatment. American Journal on

Mental Retardation, 4: 359-372

McClannahan, L. E., and Krantz, P. J., (1999). Topics In Autism: Activity Schedules for

Children With Autism: Teaching Independent Behavior, Bethesda, MD : Woodbine

House

Satcher, D. (1999). Mental Health: A Report From the Surgeon General.

[http://www.surgeongeneral.gov/library/mentalhealth/chapter3/sec6.html#autism]

Skinner, B.F. (date unknown) A Brief Survey of Operant Behavior. B.F. Skinner

Foundation Web Site [http://www.bfskinner.org/Operant.asp]

Smith, T., (1999). Outcome of Early Intervention for Children With Autism. Clinical

Psychology and Practice, 6, 33-49.

Sundberg, M, & Partington, J, (1998). Teaching Language to Children with Autism or

Other Developmental Disabilities, Danville, CA: Behavior Analysts

Sundberg, M, & Partington, J, (1998). The Assessment of Basic Language and Learning

Skills, Danville, CA: Behavior Analysts