152
PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN: (Studi Komparatif Tafsir Al-Jailâni Dan Tafsir Al-Assâs) Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Cucun Fuji Lestari 15210647 PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR (IAT) FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH INSTITUT ILMU AL-QUR’ANJAKARTA 1440 H/2019 M

PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

  • Upload
    others

  • View
    37

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL-

QUR’AN:

(Studi Komparatif Tafsir Al-Jailâni Dan Tafsir Al-Assâs)

Skripsi ini Diajukan

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Cucun Fuji Lestari

15210647

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’ANJAKARTA

1440 H/2019 M

Page 2: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL-

QUR’AN:

(Studi Komparatif Tafsir Al-Jailâni Dan Tafsir Al-Assâs)

Skripsi ini Diajukan

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Cucun Fuji Lestari

15210647

Dosen Pembimbing:

Dr. Hj. Romlah Widayati, MA

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 3: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN
Page 4: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN
Page 5: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN
Page 6: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

iv

MOTTO

Lakukan Karena Allah.

Karena tingkat kesuksesan yang sesungguhnya adalah ketika dihatinya

tidak ada yang lain selain Allah SWT.

Page 7: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan

rahmat-Nya kepada penulis. Khususnya berupa kesabaran, kekuatan,

keikhlasan dan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Penafsiran Ayat-Ayat Syifa dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif

Tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs)

Shalawat serta salam senantiasa penulis ucapkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke

zaman yang berilmu pengetahuan seprti halnya sekarang ini.

Alhamdulillah setelah melalui beberapa proses serta beberapa

rintangan untuk menyelesaikan skripsi ini, serta selalu mengharap

pertolongan dan ridho Allah SWT. Akhirnya penulis dapat

menyelesaikan penyusunan ini dengan baik. Dalam penulisan skripsi ini

penulis melibatkan banyak pihak, baik bersifat materi, pikiran, dan

motivasi. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis ingin

menyampaikan banyak terimakasih dan rasa hormat yang terdalam

kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, selaku Rektor Instiitut

Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, Wakil Rektor I Dr. Hj.

Nadjematul Faizah SH., M. Hum. sebagai Warek I., Wakil

Rektor II Dr. H. M. Dawud Arif Khan, SE, M.Si, Ak, CPA.,

serta Wakil Rektor III Dr. Hj. Romlah Widayati, MA., yang

Page 8: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

vi

telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu

di perguruan tinggi ini.

2. Dr. Muhammad Ulinnuha, Lc, MA., selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta yang telah

memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti

Pendidikan pada program Strata 1 di Institut Ilmu Al-Qur`an

Jakarta.

3. Bapak Haris Hakam, S.H, MA., selaku Kaprodi Fakultas

Ushuluddin Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta beserta Ibu

Mamluatun Nafisah M.Ag., selaku Sekretaris Kaprodi yang

telah membimbing penulis selama menimba ilmu di kampus

ini.

4. Dosen Pembimbing Ibu Dr. Hj. Romlah Widayati, MA sebagai

dosen pembimbing skripsi, yang telah memeberi motivasi,

membimbing dan mengarahkan penulis dalam mengerjakan

skripsi. Dengan keilmuan dan kesabarannya sampai penulis

bisa menyelesaikan skripsi dengan baik.

5. Dosen Penguji 1, Bapak Ali Mursyid, M.A, dan Dosen

Penguji 2, Ibu Mamluatun Nafisah, S.Th. I., M.Ag, terimakasih

karena telah menambah ilmu bagi penulis

6. Bapak dan Ibu dosen Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta

yang telah mendidik dan membimbing penulis serta

mengajarkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

7. Bapak KH. Ahmad Fathoni, Lc. MA., Instruktur Tahfidz Ibu

Hj.Muthmainnah, M.A., Ustadzah Hj. Atiqoh, Ustadzah

Arbiyah, Ustadzah Ade Halimah, dan Ibu Fatimah Askan,

Page 9: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

vii

terimakasih atas waktu dan motivasi luar biasa kepada penulis

untuk lebih dekat dengan Al-Qur‟an.

8. Seluruh Staf Fakultas Ushuluddin terima kasih atas semua

waktu, semangat dorongan dan motivasinya. Dan juga kepada

Staf perpustakaan IIQ Jakarta.

9. Staf Perpustakaan Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Iman Jama‟ dan

Pusat Studi Al-Qur`an (PSQ) yang telah membantu penulis

untuk menyelesaikan skripsi dalam memenuhi referensi dan

bahan-bahan penelitian.

10. Terimakasih kepada kedua orang tua yang tercinta Abah Edi

dan Ibu Anah. Yang telah memberikan cahaya kehidupan,

yang tak pernah lupa melafadzkan nama penulis di dalam do‟a-

do‟anya. Terima kasih atas setiap tetesan peluh dan keringat

yang tak akan bisa terbalas dengan hal apapun. Dari keduanya

penulis belajar kuat dan sabar dalam keadaan apapun. Semoga

Allah memberikan kesehatan, kebahagiaan, perlindungan dan

keselamatan dunia dan akhirat kepada kedua cahaya

kehidupanku. Aamiin. Andaikan Allah swt., memberikan

pahala dari tulisan yang sangat sederhana ini, maka aku

persembahkan semua pahalanya untuk kedua orang tuaku

sebagai bentuk rasa syukur kepada keduanya atas segala cinta,

kasih sayang, pengorbanan, dan perhatian sepanjang hidupku,

yang mereka berikan tanpa meununtut balas.

11. Terimakasih kepada Nenek Siti Dewi dan Tante-tanteku

sebagai orang tua kedua bagiku yang telah membesarkan dan

menyayangi sepenuh hati, mendukung dan mendoakan.

Page 10: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

viii

Terimakasih atas segala kebaikannya semoga Allah berikah

kesehatan, kebahagiaan kepada beliau dunia dan akhirat.

Aamiiin.

12. Terimakasih kepada Sahabat-sahabatku dari IIQ dari semua

fakultas yang luar biasa, untuk Rahmatika Nurida A. yang

mengenalkan penulis tentang kampus IIQ Jakarta, untuk Al-

Husainy Squad dan sahabat Kampung Qur`an yang luar biasa

mengajarkan arti menyayangi sesama dan panutan bagi penulis

selama disini. Dan terimakasih kepada teman-teman

ushuluddin seperjuanganku dari semester 1 sampai 8 yang telah

memberikan semangat dan motivasinya bagi penulis.

Penulis ucapkan terimakasih dan permohonan maaf yang

sebesar-besarnya kepada pembaca apabila dalam karya ilmiah ini

terdapat kesalahan, kekeliruan dan sebagainya. Kesempurnaan

hanya milik Allah SWT dan kekurangan hanya pada penulis.

Semoga karya ini bisa memberikan manfaat, pelajaran yang

baik, serta membangkitkan semangat kepada seluruh pembaca

untuk lebih berantusias dalam menuntut ilmu.

Jakarta, 15 Agustus 2019

Penyusun

Cucun Fuji Lestari

Page 11: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

ix

“Penafsiran Ayat-Ayat Syifa Dalam Al-Qur`an: (Studi Komparatif

Tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs)

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................. i

SURAT PENGESAHAN ............................................................. ii

PERNYATAAN PENULIS ......................................................... iii

MOTTO ........................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ................................................................. v

DAFTAR ISI ................................................................................ ix

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................. xiii

ABSTRAK .................................................................................... xviii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ................ 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 9

D. Tinjauan Pustaka ……………………………………….10

E. Metode Penelitian……………………………………….14

F. Teknik dan Sistematika Penulisan……………………...16

BAB II: SYIFA DALAM AL-QUR’AN DAN GAMBARAN

TERHADAP SYIFA’

A. Definisi Syifa ..................................................................... 19

1. Pengertian Syifa dan Konotasinya dalam Al-Qur‟an.. 19

2. Ayat-Ayat Tentang Syifa Dalam Al-Qur`an ................. 25

B. Sasaran Objek Syifa ........................................................... 28

C. Anjuran Islam Untuk Berobat ........................................... 31

Page 12: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

x

D. Macam-Macam Penyakit Hati ........................................... 35

E. Macam-Macam Sistem Pengobatan Dalam Islam dan Barat

........................................................................................... 42

1. Metode Pengobatan Barat ........................................... 43

2. Metode Pengobatan Nabi ............................................ 47

a. Pengobatan Menggunakan Madu ...................... 49

b. Pengobatan Menggunakan Habbatus Sauda .... 52

c. Pengobatan Menggunakan Ruqyah ................. 53

d. Pengobatan Menggunakan Bekam .................. 55

e. Pengobatan Modern Hasil Temuan Tokoh-tokoh

Kedokteran Islam ............................................. 56

BAB III: BIOGRAFI MUFASIR DAN KITAB TAFSIR

A. Profil Singkat Tafsir Al-Jailani Karya Syaikh Abdul

Qadir Al-Jailâni

1. Biografi Syeikh Abdul Qadir Al-Jailâni ................... 65

a. Syeikh Abdul Qadir Al-Jailâni ........................... 65

b. Guru dan Murid ................................................. 68

c. Kondisi Sosial Politik Pada Masanya ................ 70

d. Karya-Karyanya ................................................. 73

2. Profil Tafsir Al-Jailani ............................................. 74

a. Latar Belakang dan Motivasi Penulisan ............ 74

b. Metode Penafsiran ............................................. 75

c. Corak Penafsiran ................................................ 76

d. Sistematika Penafsiran ....................................... 77

B. Profil Singkat Tafsir Al-Assâs Karya Said Hawwa Riwayat

Hidup Said Hawwa

Page 13: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

xi

1. Biografi Said Hawwa ................................................. 78

a. Latar Belakang Sosio Historis Sa‟id Hawwa ....... 78

b. Guru dan Murid ................................................ 80

c. Kondisi Sosial Politik Pada Masanya .............. 82

d. Karya-Karyanya .............................................. 84

1. Profil Tafsir Al-Assâs ............................................ 86

a. Latar Belakang dan Motivasi Penulisan .......... 86

b. Metode Penafsiran ........................................... 87

c. Corak Penafsiran .............................................. 88

d. Sistematika Penafsiran ..................................... 89

BAB IV: ANALISI PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM

TAFSIR AL-JAILÂNI DAN TAFSIR AL-ASSÂS

A. Analisis Penafsiran Mufasir Syeikh Abdul Qadir Jailâni dan Said

Hawa mengenai ayat-ayat Syifa’

1. QS. Al-Isra [17]: ayat 82 ............................................. 93

2. QS.Anahl [16]: ayat 69 ................................................ 97

3. QS.Yunus [10]: ayat 57 ............................................... 101

4. QS.Fushilat [41]: ayat 44 ............................................. 104

5. QS.At-Taubah [9]: ayat 14 .......................................... 107

6. QS. As-Syu‟ara [26]: ayat 80 ...................................... 111

B. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Al-Jailâni dan

Al-Assâs tentang ayat-ayat Syifa dalam kitab tafsirnya .... 113

C. Relevansi penafsiran ayar-ayat Syifa menurut Syaikh Abdul

Qadir Al-Jailani dan Sa‟id Hawwa di masa kini. ............. 119

Page 14: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

xii

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................ 128

B. Saran-saran ........................................................................ 129

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

xiii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi ini berpedoman pada buku penulisan skripsi, tesis, dan

disertasi Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta tahun 2017. Transliterasi

Arab-Latin mengacu pada berikut ini:

1. Konsonan

No. Arab Latin No. Arab Latin

Th ط .A 16 ا .1

Zh ظ .B 17 ة .2

„ ع .T 18 ث .3

Gh غ .Ts 19 ث .4

F ف .J 20 ج .5

Q ق .H 21 ح .6

K ك .Kh 22 خ .7

L ل .D 23 د .8

M و .Dz 24 ذ .9

N ن .R 25 ز .10

W و .Z 26 ش .11

H ه .S 27 س .12

, ء .Sy 28 ش .13

Y ي .Sh 29 ص .14

Dh ض .15

Page 16: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

xiv

2. Vokal

Vokal Tunggal Vokal panjang Vokal

Rangkap

Fathah : a آ : ȃ ي .. :

ai

Kasrah : i ي : ȋ و ..

:au

Dhammah : u و : ȗ

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah.

Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah di

transliterasikan sesuai dengan bunyinya.Contoh :

al-Madȋnah :انمدينت al-Baqarah : انبقسة

b. Kata Sandang yang diikuti oleh (ال) syamsiah

Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) syamsiah

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di

depan dan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

انسجم : ar-rajul انسيدة :as-Sayyidah

ad-Dȃrimȋ: اندازمي asy-syams :انشمص

Page 17: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

xv

c. Syaddah (Tasydȋd)

Syaddah (Tasydȋd) dalam sistem aksara Arab digunakan

lambang ( ) sedangkan untuk alih aksara ini

dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan cara

menggandengkan huruf yang bertanda tasydȋd. Aturan ini

berlaku secara umum, baik tasydȋd yang berada di tengah kata

ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh

huruf-huruf syamsiah. Contoh:

نآببالل م كع Ȃmannȃ billȃhi :ء انس -wa ar : و

rukka’i

ه ام ف هآء ء انس : Ȃmannȃas-Sufahȃ’u انريه إن :Inna al

ladzȋna

d. Ta Marbȗthah (ة)

Ta Marbȗthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti

oleh kata sifat (na’at),maka huruf tersebut diaksarakan

menjadi huruf “h”. Contoh:

ة al-Af’idah : ا ل فئد

مي ت الإسل ت بمع al-Jȃmi’ah al-Islȃmiyyah : ا نج

Sedangkan ta marbuthah (ة) yang diikuti atau disambungkan

(di-washal) dengan kata benda (ism) maka dialih aksarakan

menjadi huruf ”t”. Contoh:

انن بصب ت بمه ت .Ȃmilatun Nȃshibah„ : ع

ى بس انك al-Ȃyat al-Kubra : ا ل ي ت

e. Huruf Kapital

Page 18: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

xvi

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf capital,

akan tetapi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti

penulisan awal kalimat,huruf awal, nama tempat, nama bulan,

nama diri dan lain-lain. Ketentuan yang berlaku pada EYD

berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak miring (italic)

atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun untuk nama

diri yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis

capital adalah awal nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh:

„Ali Hasan al-„Ȃridh, al-Ȃsqallȃnȋ, al-Farmawȋ dan seterusnya.

Khusus untuk penulisan kata Alqur‟an dan nama-nama surahnya

menggunakan huruf capital. Contoh: Al-Qur‟an, Al-Baqarah, Al-

Fȃtihah dan seterusnya.

Page 19: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

xviii

ABSTRAK

Lestari, Cucun Fuji. 15210647. Konsep Syifa dalam Al-Qur`an (Studi

Komparatif Tafsir Al-Jailâni dan Tafsir Al-Assâs). Skripsi.

Jurusan: Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir. Fakultas Ushuluddin dan

Dakwah, Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta. Pembimbing: Dr.

Hj. Romlah Widayati, MA.

Skripsi ini merumuskan makna Syifa dalam Al-Qur‟an dengan

mengkomparatifkan tafsir klasik dan kontemporer, yang difokuskan pada

pengungkapan Syifa dalam Al-Qur‟an. Karya ilmiah ini didasari dari

fenomena dalam masyarakat sebagian besar sangat respek terhadap

pengobatan jasmani semata dan banyak yang meninggalkan pengobatan

rohani. Kemudian berangkat dari data-data hasil penelitian ilmiah dengan

pembuktian media ayat-ayat Al-Qur‟an dapat menyembuhkan berbagai

penyakit

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berusaha

menjawab permasalahan melalui studi pustaka (library research) dengan

mengkomparatifkan ayat-ayat syifa dalam Al-Qur`an, merujuk dua kitab

tafsir berbeda periode yaitu tafsir Al-Jailani dan Al-Assas sebagai data

primer dan buku-buku kesehatan atau kedokteran Islam, buku kedokteran

umum, kitab tafsir, dan buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan

sebagai data sekunder. Adapun teknik analisis data yang digunakan yaitu

teknik deskriptif analitis yang bertumpu pada kajian komparatif kitab

tafsir sufistik.

Penelitian ini berhasil menunjukan bahwa kedua kitab tafsir

sufistik yang digunakan memiliki persamaan dari segi isi dan makna yaitu

Konsep Syifa dalam Al-Jailâni dan Al-Assâs dapat diklasifikasikan

menjadi tiga unsur utama, yaitu (1) Syifa berkaitan dengan keimanan

seseorang terhadap Allah SWT demi tercapainya kesempurnaan

keridhaan Allah untuk memberi kesehatan pada hambanya yang beriman.

(2) Syifa’ berkaitan dengan penyembuhan penyakit rohani dan jasmani (3)

Syifa berkaitan dengan Al-Qur`an dan minuman sejenis madu. Perbedaan

dari keduanya adalah terdapat dalam beberapa ayat, yaitu perbedaan

redaksi kalimat penafsirannya dan perbedaan hikmah yang dapat di ambil.

Page 20: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecintaan kepada Al-Qur’an, dan untuk membuktikan

kebenarannya, banyak para ulama dan ilmuan yang mengupas isinya

dengan cara menyusun dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan1, seperti:

Bahasa Arab, Syari’at, Filsafat dan Akhlak, Ekonomi, Kedokteran dan lain

sebagainya, sehingga menjadi buku-buku ilmiah yang memenuhi

perpustakaan Islam di kota-kota besar seperti Baghdad, Mesir, Cordova

dan lain-lain.2 Di dalam Al-Qur’an terdapat pula fakta-fakta tanah Arab

pada waktu itu, tetapi pada saat ini fakta-fakta tersebut dapat dijelaskan

dengan baik dan diakui kebenarannya. Seperti ilmu kedokteran, yang pada

saat Al-Qur’an turun, di tanah Arab boleh dikatakan tidak ada, sebab yang

ada hanya ilmu pengobatan secara primitif.3

Perkembangan keilmuan kedokteran sudah ditemukan pada masa

sebelum Nabi Muhammad Saw. Berbagai keilmuan mengenai kesehatan

ditemukan dan dipraktikan sebagai metode pengobatan misalnya, bangsa

Sumeria, Babilonia, Arkaida, Mesir, Persia, Hinduistan, Suriah dan

Iskandariah, Romawi dan Yunani, Saba, Palestina, dan China. Pada zaman

1Mereka melakukan ini dalam rangka manifestasi terhadap ayat-ayat Allah yang

berhubungan dengan ilmu pengetahuan, seperti (Q.S Al-Alaq: 1-5), (Q.S Az-Zumar:9),

(Q.S Al-Mujaadalah:11) 2Maimunah Hasan, Al-Qur’an Dan Ilmu Gizi, (Yogyakarta:Madani pustaka,

2001), Cet. I, h. 7 3Maimunah Hasan, Al-Qur’an Dan Ilmu Gizi, (Yogyakarta:Madani pustaka,

2001), Cet. I, h. 9

Page 21: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

2

tersebut sudah mengenal ilmu kedokteran seperti mengobati patah tulang,

luka gigitan srigala, ilmu bedah dan sebagainya.4

Kontribusi peradaban Islam dalam dunia kedokteran sungguh

sangat bernilai. Di era keemasannya, peradaban Islam telah melahirkan

sederet pemikir dan dokter terkemuka yang telah meletakan dasar-dasar

ilmu kedokteran modern. Dunia Islam juga tercatat sebagai peradaban

pertama yang mempunyai rumah sakit dan dikelola oleh tokoh-tokoh

professional.5 Pada masa Rasulullah SAW., pengobatan terhadap penyakit

sudah ada seperti bekam (Hijamah), metode pengobatan tersebut dilakukan

oleh tabib-tabib atau orang yang ahli dalam bidang tersebut. Namun pada

masa Nabi ditemukan beberapa alternatif tentang cara mengobati suatu

penyakit yaitu dengan bacaan-bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, salah satu

contohnya adalah tentang kisah seorang sahabat yang mengobati suatu

penyakit karena tersengat binatang berbisa dengan bacaan surah al-Fatihah.

Kedokteran cara Nabi SAW., tidaklah sama dengan kedokteran

para dokter pada umumnya. Karena kedokteran cara Nabi SAW., adalah

Qath’i Illahi, bersumber dari wahyu, sebagai pelita kenabian dan

kecerdasan akal. Orang bisa mengambil manfaat dari pengobatan cara Nabi

itu asal dia mempunyai keyakinan untuk menerima, beriktikad terhadap

pengobatan Nabi itu, dan mensuri tauladani Nabi SAW., dengan disertai

rasa iman dan kepatuhan.6 Dari zaman Rasulullah SAW metode

4Ja’far Khadem Yamani, Ilmu Kedokteran Islam, Sejarah dan

Perkembangannya, terj. Tim Dokter IDAVI dengan judul Mukhtashar Tarikh Tharikat

Ath-Thibb, (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2015), Cet. I, h. x 5Maryam, “Perkembangan Kedokteran Dalam Islam”, dalam Jurnal Sulesana,

Vol.6 No. 2. 2011 h.79 6Muhammad Mahmud Abdullah, Ath Thibb Al-Quran’I Dar al-Kutub al-Ilmiyah,

terj.Muhisyam, (Yogyakarta: Beranda Publishing, 2010), Cet.I, h. 76

Page 22: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

3

pengobatan dengan bacaan-bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an sudah sering

dilakukan. Kemudian, Ada banyak masyarakat yang mempercayai dan

melakukan praktik penyembuhan penyakit dan yang semisalnya

menggunakan bacaan-bacaan surat-surat pendek dalam Al-Qur`an.

Masyarakat melakukan praktik penyembuhan tersebut karena

sudah dilakukan pada zaman Rasulullah Saw., masih hidup. Keutamaan

penyembuhan menggunakan Al-Qur`an terdapat dalam kitab hadits, salah

satunya dalam hadits Ibnu Majâh yaitu:

ث نا علي بنح ثبت بة بن عبد الرحن الكندي قال: حد ث نا محمدح بنح عحب يد بن عحت حدث نا سعادح بنح سحليمان، عن أب إسحاق، عن الارث، عن علي قال: قال: حد

واء القحرآنح »ى اللهح عليه وسلم: قال رسحولح الل صل )سنن ابن ماجه( 7«خيح الد“Muhammad bin Ubaid bin Utbah bin Abdurrahman al-Kindi

menyampaikan kepada kami dari Ali bin Tsabit, dari Sa’ad bin Sulaiman,

dari Abu Ishaq, dari al-Harits, dari Ali bahwa Rasulullah SAW., bersabda,

“Sebaik-baik obat adalah Al-Qur`an”.(HR. Ibnu Majâh No. 3501)

Hadits diatas menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan Allah

SWT. membawa misi petunjuk dan rahmat bagi seluruh umat manusia. Al-

Qur’an pada dasarnya adalah jalan lurus yang wajib di ikuti, sedangkan

jalan-jalan yang lain yang bisa menyesatkan tidak perlu diikuti, karena

jalan-jalan yang lain itu dapat membelokan haluan dari mengikuti jalan dan

petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus dan memberikan kabar gembira

kepada orang-orang beriman, yang mengerjakan amal kebijakan bahwa

bagi mereka ada pahala yang besar.8 Petunjuk Al-Qur’an itu berkaitan pula

7Ibnu Majah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Al-Qazwini Ibnu Majâh,

Ensiklopedia Hadits dan Sunan Ibnu Majâh, terj. Saifuddin Zuhri (Jakarta: Al-Mahira,

2013), Cet. I, h. 632, No. 3501 8Q.S 17:9 الحات ر المؤ منين الذين يعملون الص إن هذا القرآن يهدي للتي هي أقوم ويبش

Page 23: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

4

dengan soal Ilmu kesehatan.9 Konsep sehat menurut para ahli, menurut

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1947 menyebutkan bahwa

pengertian kesehatan adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental, dan

sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”.

Sedangkan kesehatan menurut UU no.23 Tahun 1992, kesehatan adalah

keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap

orang reproduktif secara sosial dan ekonomi. Jadi, berdasarkan beberapa

definisi diatas, Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan

sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

ekonomis.10

Sedangkan dari Islam sendiri, sangat memperhatikan tentang

kesehatan jasmani maupun rohani. Alasannya sederhana, pelaksanaan

ibadah secara utuh dan sempurna memerlukan kesehatan yang baik dan

prima. Oleh karena itu Al-Qur’an melarang umat Islam mengkonsumsi

makanan dan minuman yang dapat merusak kesehatan fisik dan mental,

dan juga tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang berlebihan,

sehingga nyaris tidak lagi menyisakan ruang di dalam tubuh.11 Kesehatan

tubuh dan memlihara kesehatan adalah merupakan hal pokok yang harus

dimiliki dan diperhatikan oleh setiap orang. Rasulullah SAW.,

menerangkan dalam beberapa haditsnya, bagaimana pentingnya

“Sungguh, Al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan

member kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa

mereka akan mendapat pahala yang besar” 9Abuddin Nata, Atjeng Achmad Kusaeri dkk, Tema-tema Pokok Al-Qur’an

Bagian II, Biro Bina Mental Spiritual DKI Jakarta Nomor Proyek 2P.0.15.2.01.003 Tahun

Anggaran 1994/1995 10Eliana dan Sri Sumiarti, Modul Bahan Ajar Kebidanan/Kesehatan Masyarakat,

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia

Keseahatan, 2016 11Mukhtar Ikhsan, Tibbun Nabawi: Dalam Pengobatan Modern, (Tangerang

Selatan: Cinta Buku Media, 2017), Cet. 1. h. 2

Page 24: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

5

kedudukan kesehatan menurut pandangan Islam.12 Didalam Al-Qur’an pun

ada beberapa yang menjelaskan tentang kesehatan dan pengobatan dari

segala penyakit.13

Menurut Ibnu Taymiyah, Al-Qur’an adalah obat penawar atas

segala penyakit yang ada dalam dada manusia dan juga bagi siapa saja yang

di dalam hatinya ada penyakit yang merusak pengetahuan, pandangan-

pandangan hidup dan merusak daya imajinasinya sehingga melihat sesuatu

dengan sebaliknya.14 Kedokteran Nabi hanya cocok bagi tubuh orang yang

baik dan bagi orang-orang yang memiliki jiwa yang baik dan hati yang

hidup. Dengan kata lain faedah dari kedokteran Nabi dan sistem

pengobatan Al-Qur’an akan terlihat nyata, apabila orang yang berobat

dengan hal tersebut memiliki rasa yakin yang seyakin-yakinnya dan ikhlas

beriman kepada Allah SWT., Zat yang telah menurunkan Al-Qur’an dan

membenarkan Rasulullah SAW., yang telah menjelaskan seluruh isi Al-

Qur’an.15

Kemudian, keterkaitan antara pengobatan melalui medis, Al-

Qur’an telah teruji secara klinis dan empiris16 sebagaimana dilakukan oleh

12Ibnu Kayim Al-Jauziyah, Sistem Kedokteran Nabi, terj. Ibnul Qayyim Al-

Jauziyah (Semarang: Dhina Utama Semarang, 1994), Cet. I, h. 1 13Salah satu ayat Al-Qur’an mewakili bahwa Al-Qur’an sebagai obat/penawar dari

segala penyakit sebagai berikut:

“Dan kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi

orang beriman, sedangkan bagi orang dzalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah

kerugian.”(QS. Al-Isra’ [17]:82)

14Syaikh Ibnu Taymiyah, Terapi Penyakit Hati, terj. Jalauddin Raba,

(Jakarta:Gema Insani Press, 1998), h. 15 15Muhammad Mahmud Abdullah, Sembuhkanlah Penyakitmu Dengan Al-

Qur’an Ath Thibb Al-Quran’I Dar al-Kutub al-Ilmiyah, terj. Muhammad Muhisyam,

(Yogyakarta: Beranda Publishing, 2010), Cet.I, h. 77 16Empiris adalah berdasarkan percobaan dari penemuan, pengamatan yang

pernah dilakuakan

Page 25: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

6

ahli dibidangnya. Salah satunya, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Al-

Qadhi, Direktur utama Islamic Medicine For Education and Reasearch di

Amerika, menyimpulkan bahwa Al-Qur’an berpengaruh positif terhadap

aspek fisiologi dan psikologis pada manusia. Pembacaan ayat suci Al-

Qur’an terhadap sekelompok eksperimen berdampak positif yang mampu

merelaksasi ketegangan urat syaraf. Selanjutnya pengaruh pembacaan ayat

suci Al-Qur’an terhadap aspek psikologis berdampak positif dalam

menurunkan tingkat stress.17

Dari penjelasan di atas, penulis melihat fenomena dalam

masyarakat sebagian besar sangat respek terhadap pengobatan jasmani

(medis) semata dan banyak yang meninggalkan pengobatan rohani.

Padahal jika dikaji secara rinci, dalam Al-Qur`an dan hadits mejelaskan

tentang penyakit itu timbul dari sakitnya rohani. Kemudian diperkuat

penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa media ayat-ayat Al-Qur’an

dapat menyembuhkan penyakit. Hal tersebut seharusnya menyadarkan

masyarakat setiap mengambil tindakan pengobatan, hendaknya ditelusuri

dahulu akar penyebabnya, sehingga tepat dalam mengambil tindakan.

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti ingin mengetahui lebih

jauh tentang pengobatan rohaniah, karena secara substansial, pembahasan

inti dari ilmu tasawuf meliputi beberapa hal berikut: Kajian tentang ruh,

kajian tentang qalbu, kajian tentang akal pikiran, dan kajian tentang jiwa

atau an-nafs. Selain membahas dan mengkaji keempat hal tersebut, ilmu

taswuf juga melakukan kajian terhadap aspek aplikatif ruhaniah dari

17Ahsin W.Al-Hafidz, Fikih dan Kesehatan, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 11-13

Page 26: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

7

disiplin ilmu akidah atau teologi, aspek moral dari ilmu fiqih, dan segi

aplikatif berdasarkan Al-Qur`an dan sunah nabawiyah.18

Oleh karena itu penulis memilih menggunakan kitab tafsir yang

bercorak tasawuf, karena orientasi tasawuf adalah berasal dari batin atau

rohani. Penulis menggunakan tafsir Al-Jailâni karya Syaikh Abdul Qadir

Al-Jailâni dan tafsir Al-Assâs karya Sa’id Hawwa karena keduanya

merupakan kitab tafsir kontemporer, dan menggunakan metode serta

pendekatan penafsiran yang sama yaitu tahlili, dan bercorak sufistik,

sehingga penulis dapat melihat isi dan maksud dari penafsiran tersebut.

Melalui tafsir tersebut penulis akan menelaah ayat-ayat Al-Qur`an yang

memiliki kata Syifa beserta akar nya, kemudian penulis analisis untuk

mengetahui persamaan dan perbedaan dari keduanya.

Di dalam skripsi ini, penulis akan membahas dan menelaah ayat-

ayat yang syifa atau penyembuhan dari sisi maknawiyahnya dan

mengungkap konsep Syifa dari segi bathiniyahnya, sehingga penulis

terinspirasi memilih tafsir tersebut untuk dijadikan objek kajian, karena

keduanya memiliki corak tafsir yang sama yaitu sufistik.. Kedua penulis

adalah ulama yang terkenal akan kesufiannya. Kemudian sepanjang

penelitian, penulis belum menemukan penelitian komparatif yang

membahas tema dan kitab yang sama, maka hemat penulis, kajian ini layak

untuk dijadikan penelitian lanjutan. Oleh karena itu penulis dalam

penelitian skripsi ini memberikan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Syifa

Dalam Al-Qur’an: (Studi Komparatif Tafsir Al-Jailâni dan Tafsir Al-

Assâs).

18Sa’id Hawwa, Tarbiyatuna Ar-Ruhiyyah, terj. Imam Fajarudin (Solo: Era

Intermedia, 2002), Cet. I, h. 75

Page 27: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

8

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Dari judul yang dibahas oleh penulis, dapat ditemukan

beberapa masalah yang patut dibahas, diantaranya:

a. Banyak yang belum bisa membedakan antara Sistem

Pengobatan Modern (Barat) dengan sistem Pengobatan Islam

(Nabi)

b. Pandangan mufasir dalam menjelaskan ayat-ayat tentang

pengobatan

c. Relevansi pengobatan rohani dan jasmani pada masa kini

d. Maraknya masyarakat menggunakan sistem pengobatan

jasmani di bandingkan pengobatan rohani

e. Penelitian ilmiah tentang pengobatan yang di anjurkan Al-

Qur`an dan Hadits

2. Pembatasan Masalah

Dalam skripsi ini, penulis membatasi pembahasan meliputi

ayat-ayat Syifa antara lain: QS. Al-Isra [17]:2, QS.Yunus [10]: 57,

QS. As-Syu’ara [26]:80, QS.Anahl [16]:69, QS.Fushilat [41]:44,

QS.At-Taubah [9]:14, QS. As-Syu’ara [26]:8019 Ayat-ayat yang

dibahas akan dikupas dari segi penafsirannya kemudian

dibandingkan sesuai dengan dua kitab yang akan di komparatifkan

yaitu kitab tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs. Menurut hemat penulis,

19Ali Audah, Konkordansi Quran; Panduan Kata Dalam Mencari Al-Qur`an,

(Bogor: Pusaka Litera AntarNusa, 1996), Cet. 2, h. 614

Page 28: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

9

urgensi kajian komparatif dua kitab tafsir dengan konsep Syifa

terbangun dari beberapa alasan:

a. Karena penulis ingin mengungkap tafsir Syifa’ dalam Al-

Qur`an, menurut mufassir sufi karena ingin mengetahui lebih

dalam dari segi bathiniyahnya. oleh karena itu penulis

menjadikan Tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs sebagai bahan

analisis. Sebab tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs bercorak sufi,

yang mengedepankan bathiniyahnya.

b. Komparatif kedua kitab tafsir ini belum ada yang meneliti

untuk tema ini, sehingga bisa dijadikan objek kajian skripsi

yang memeberikan kontribusi dalam bidang akademik

maupun non akademik, sebab sepanjang penelitian penulis

hanya melihat objek kajian kitab tafsirnya belum ada yang

menggunakan komparatif tafsir fokus ke tafsir corak sufi.

3. Perumusan Masalah

Sebagai pembatasan masalah, penulis akan mengarahkan

pembahasan dengan rumusan:

“Bagaimana Penafsiran Syeikh Abdul Qadir Al-Jailâni dan Sa’id

Hawa Terhadap Ayat-Ayat Syifa dalam Al-Qur’an?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini yang pertama sebagai syarat meraih gelar

sarjana (S1) di Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin IIQ

Jakarta. Yang kedua untuk mengetahui analisa penafsiran ayat-ayat Syifa'

di dalam kitab Al-jailâni dan Al-Assâs, sehingga menghasilkan informasi

atau konsep dari hasil perbandingan penafsiran kedua kitab tafsir tersebut.

Page 29: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

10

Adapun manfaat atau kegunaan yang ingin dicapai dari karya tulis

ini adalah:

1. Memberikan kontribusi bagi pengembangan pengetahuan

khususnya dalam studi tafsir

2. Memberikan informasi dan menambah keyakinan kepada

masyarakat mengenai media Al-Qur’an bisa dijadikan sistem

penyembuhan berbagai penyakit, bukan hanya untuk penyakit fisik,

melainkan non fisik.

D. Tinjauan Pustaka

Sejauh ini, menurut pengamatan penulis, di antara mereka yang

meneliti judul yang mirip dengan judul yang di angkat oleh penulis yaitu

“Penafsiran Ayat-Ayat Syifa’ Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif

tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs) yaitu:

Selain itu, ditemukan karya ilmiah karya Alwani pada tahun 2007,

Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, dalam bentuk Skripsi yang berjudul “Konsep Al-

Syifa Dalam Perspektif Al-Qur’an” (Studi Analisis atas Pemikiran

Muhammad Sayyid Quthub dan Quraish Shihab tentang Konsep al-Syifa

dalam Al-Qur’an), di dalam skripsinya mengungkapkan bahwa dalam Al-

Qur’an, kajian tentang konsep atau makna al-Syifa, yang diartikan oleh

para ulama sebagai obat (penawar) dari segala macam bentuk penyakit.

Menurut pandangan kedua ulama kontemporer Muhammad Sayyid Qutub

dan Muhammad Quraish Shihab, ada empat macam atau cara

penyembuhan dalam al-Qur’an, yaitu Allah SWT, Al-Qur’an, Madu

(lebah) dan Perang (Jihad). Kemudian kedua ulama kontemporer tersebut

mengungkap bahwa Al-Qur’an dapat menyembuhkan penyakit-penyakit

Page 30: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

11

rohani dan jasmani, seperti iri, dengki, takabur, kekufuran, kemunafikan

dan sebagainya.20

Selain itu, tesisnya Ahmad Fauzi dari Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2008, menulis tesis yang berjudul

Konsep Al-Qur’an sebagai Syifa (Telaah atas penafsiran Ibnu Qayyim Al-

Jauziyyah penyembuhan gangguan kejiwaan dengan Al-Qur’an). Dalam

tesisnya, Ahmad Fauzi melihat banyak permasalahan-permasalahan

mengenai kejiwaan dalam masyarakat misalnya stress, depresi, gelisah,

putus asa dsb. Oleh karena itu Ahmad Fauzi membahas permasalahan

tersebut dengan memfokuskan penelitiannya terhadap penafsiran Ibnu

Qayyim al-Jauziyyah tentang Al-Qur’an sebagai Syifa dengan mengaitkan

dari sisi ilmu psikologinya.21

Pada tahun, 2010, Nurul Hikmah yang telah melakukan penelitian

skripsi S1 nya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN)

Jakarta, tahun 2010 dengan Judul “Syifa dalam Perspektif Al-Qur’an

(Kajian QS. al-Isra (17) :18, QS. Yunus (10) : 57 dan QS. An-Nahl (16) :

67 Dalam Tafsir Al-Misbah). Pembahasannya seputar tiga ayat yang telah

di sebut sebelumnya dengan mengangkat satu kitab tafsir nusantara modern

yaitu Al-Misbah karya M.Quraish Shihab. Kemudian dalam kata

pengantarnya, Nurul Hikmah mengatakan bahwa tujuan menulis skripsi ini

adalah untuk mengajak individu atau kelompok masyarakat Islam untuk

dapat memahami ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-

20Alwani, “Konsep Syifa Dalam Perspektif Al-Qur’an (Studi Analisis atas

Pemikiran Muhammad Sayid Qutub dan Quraish Sihab Tentang Konsep al-Syifa dalam

Al-Qur’an)”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007) 21Ahmad Fauzi,” Konsep Al-Qur’an Sebagai Syifa”, (Telaah atas Penafsiriran

Ibnu Qayyim Al-Jauziyiyyah Tentang Penyembuhan Gangguan Kejiwaan Dengan Al-

Qur’an”, Tesis, (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2008)

Page 31: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

12

Sunnah sebagai ajaran Islam yang lengkap dan solutif terhadap persoalan

kehidupan.22

Kemudian dalam jurnal karya Yuliatun tahun 2014, yang berjudul

“Kontribusi Konseling Islam dalam Penyembuhan Fisik”. Penelitian ini

berisi tentang konseling Islam sebagai layanan bantuan kepada orang lain

dalam mengentaskan permasalahan psikis dengan pendekatan psikologi

Islam. Perbedaan Jurnal diatas dengan penulisan skripsi ialah penelitian

jurnal diatas berfokus pada pembahasan pembimbingan ruhani atau

konseling Islam untuk penyembuhan fisik, sedangkan penulis skripsi

membahas tentang konsep Syifa/ Kesembuhan dalam Al-Qur’an, dengan

cara mentafsirkan dan menganalisis ayat-ayat Syifa dalam tafsir Al-Jailani

dan tafsir Al-Assas.23

Pada tahun 2014, jurnal karya Umar Latif, yang berjudul Al-Qur’an

sebagai rahmat dan obat penawar (Syifa’) bagi manusia. Perbedaan dalam

penelitian ini, membahas dua ayat Syifa dalam Al-Qur’an yaitu Q.S Yunus

ayat 57 dan Al-Isra ayat 82 menurut kitab tafsir Al-Azhar dan Al-Misbah,

dan tidak membahas perbedaan dan persamaan diantara keduanya,

sedangkan penulisan skripsi membahas enam ayat tentang Syifa dalam Al-

Qur’an dan mengkomparasikan kitab tafsir Al-Jailani dan tafsir Al-Assas,

serta menganalisis kerelevansinya dalam kehidupan sekarang.24

22Nurul Hikmah,”Syifa dalam Perspektif Al-Qur’an; Kajian QS. bal-Isra (17)

:18, QS. Yunus (10) : 57 dan QS. An-Nahl (16) : 67 Dalam Tafsir Al-Misbah”, Skripsi,

(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010) 23Yuliatun, “Kontribusi K onseling Islam dalam Penyembuhan Fisik” jurnal

STAIN Kudus, Jawa Tengah, Vol. 5, No.2, Desember 2014 24Umar Latif, yang berjudul Al-Qur’an sebagai rahmat dan obat penawar (Syifa’)

bagi manusia, jurnal Al-Bayan/ Vol. 21, No. 30, Juli-Desember, 2014

Page 32: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

13

Kemudian penulis lain yang menulis skripsi tahun 2015 dengan

judul yang serupa adalah mahasiswi Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta,

Magfiroh dengan judul “Pengobatan Perspektif Al-Qur’an”. dalam skripsi

ini, ayat-ayat yang dibahas meliputi 6 surat yang berbeda mengenai ayat-

ayat Syifa dengan objek kajian kitab tafsir As-Sya’rawi. Didalam

skripsinya, terdapat beberapa masalah yang diangkat mengenai konsep Al-

Qur’an dalam hal pengobatan menurut as-Sya’rawi, dan metode

pengobatan Al-Qur’an menurut as-Sya’rawi.25

Skripsi IAIN Jember pada tahun 2016, karya Khoiriyah dengan

judul “Konsep Syifa Dalam Al-Qur’an; Pengobatan Jasmani dan Rohani

Perspektif Al-Qur’an Serta Korelasinya Dengan Sains”.26 dalam skripsi ini

memiliki beberapa point pembahasan yang sama, yaitu ingin mengetahui

konsep Syifa dalam Al-Qur’an, bagaimana pengobatan jasmani dan rohani

perspektif Al-Qur’an, kemudian dikaitkan dengan ilmu sain atau

kedokteran modern. Yang membedakan adalah skripsi ini tidak membahas

dengan tafsir al-Misbah dan al-Maraghi, dan jumlah ayat yang dibahas

hanya empat ayat yaitu: QS. Al-Isra [17]:2, QS.Yunus [10]:57, QS.Anahl

[16]:69, QS.Fushilat [41]:44, berbeda dengan penelitian skripsi penulis

yaitu menggunakan tafsir al-Jailani dan tafsir al-assas dan membahas 6 ayat

Syifa.

Dari sejumlah penelitian mengenai konsep Syifa yang pernah

dilakukan, dalam waktu lima tahun terakhir penulis tidak menemukan

25Maghfiroh,”Pengobatan Perspektif Al-Qur’an”, Skripsi, (Jakarta: Institut Ilmu

Al-Qur’an Jakarta, 2015) 26Khoiriyah, “Konsep Syifa Dalam Al-Qur’an; Pengobatan Jasmani dan Rohani

Perspektif Al-Qur’an serta Korelasinya Dengan Sains” skripsi (Jember: IAIN Jember,

2016)

Page 33: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

14

banyak karya ilmiah yang mirip dengan tema. Kemudian terlihat bahwa

kajian mengenai tema yang sama, terdapat perbedaan dari segi metode

penelitian yang digunakan, penulis menggunakan metode penelitian

komparatif atau membandingkan dua kitab tafsir yang berbeda dengan

penelitian yang disebutkan diatas, kemudian dianalisis perbedaan dan

persamaannya, dan objek kitab tafsir yang digunakan berbeda. Dari

tinjauan pustaka penelitian, penulis melihat hanya mengkaji satu kitab

tafsir, dan metode komparatif lebih sedikit di gunakan sebagai metode

kajian.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis merupakan model

penelitian kepustakaan (library research) dengan metode deskriptif-

analisis. Kerangka penulisan ini, penulis pertama-tama

mendeskripsikan biografi kedua penulis kitab tafsir Al-Jailani dan Al-

Assas latar belakangnya dan pemikirannya. Setelah itu, penulis

melakukan analisis terhadap penafsirannya terhadap ayat-ayat Syifa di

dalam Al-Qur’an meliputi: QS. Al-Isra [17]:2, QS.Yunus [10]:57, QS.

As-Syu’ara [26]:80, QS.Anahl [16]:69, QS.Fushilat [41]:44, QS.At-

Taubah [9]:14.

2. Sumber Data

Untuk memperoleh data dalam penyusunan skripsi ini, penulis

menggunakan sumber data yang relevan dengan tema skripsi. Adapun

sumber primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Al-

Qur`an dan Terjemahan cetakan Kementrian Agama RI, Tafsir Tafsir

Page 34: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

15

Al-Jailani karya Syaikh Abdul Qadir Jailani dan Tafsir Al-Assas karya

Sa’id Hawwa. Disamping sumber data primer, penulis juga akan

menggunakan data sekunder, antara lain :

a. Buku-buku metode penelitian tafsir, seperti Metode penelitian

Al-Qur’an dan Tafsir karya Abdul Mustaqim.

b. Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Institut

Ilmu Al-Qur’an Jakarta27, kemudian buku Metode Penelitian

karya Prasetyo Irawan28

c. Kitab-kitab tafsir seperti tafsir Al-Marâghi karya Ahmad

Mustafa Al-Maraghi terj. Bahrun Abu Bakar dkk, dan tafsir

Al-Jalalain karya Imam Jalaluddin Al-Mahali dan As-Suyuti,

kitab Al-Azhar karya Buya Hamka, Tafsir Al-Misbah karya

M. Quraish Shihab.

d. Buku Mukjizat Al-Qur’an karya M.Quraish Shihab, buku Ilmu

Jiwa dalam Al-Qur’an karya Muhammad Utsman Najati, buku

Induk Mukjizat Kesehatan Ibadah, buku pintar Sains Dalam

Al-Qur’an karya Nadiah Thayyarah terkait masalah sejarah

pengobatan dalam Islam.

e. Buku-buku tasawuf seperti buku yang ditulis oleh mufasir

Sa’id Hawwa, dengan judul ‘Mensucikan Jiwa’29, ‘Perjalanan

Menuju Allah’30, kemudian buku karya Syaikh Abdul Qadir

27Huzaemah T. Yanggo, dkk, Petunjuk Teknis Penulisan Proposal dan Skripsi,

(Jakarta: LPPI IIQ Jakarta, 2017). 28Prasetyo Irawan, Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009) 29Sa’id Hawwa, Al-Mustakhlash fii-Tazkiyatil-Anfus, terj. Aunur Rafiq Shaleh

Tamhid, (Jakarta: Robbani Press, 1998) 30Sa’id Hawwa, Tarbiyatuna Ar-Ruhiyah, terj. Imam Fajarudin, (Solo: Era

Intermedia, 2002).

Page 35: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

16

Al-Jailani dengan judul ‘Futuhul Ghaib’.31 Kemudian buku

karya Ibrahim Amini berjudul ‘Risalah Tasawuf’32 dan lain

sebagainya.

f. Buku yang berkaitan dengan Syifa dan kedokteran Islam,

seperti buku kajian Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin

al-Razi yang berjudul ‘Konsep Syifa dalam Al-Qur’an’ karya

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berjudul ‘Metode Pengobatan

Nabi’33, Kemudian karya Imam Jalaludin As-Suyuti dengan

judul ‘Al-Qur’an Penyembuh’34 dan lain sebagaianya.

g. Kamus Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, Kamus Al-Qur`an

“Konkardansi Qur`an”

h. Buku-buku terkait dengan masalah untuk melengkapi data-

data yang akan diteliti.

3. Teknik Pengumpulan Data

Langkah-langkah penelitian ini antara lain:

a. Menghimpun ayat-ayat tentang yang berasal dari kata Syifa

sesuai kamus Al-Qur`an.

b. Menyusun ayat-ayat tersebut berdasakan urutan surah dalam

Al-Qur’an

c. Membahas ayat-ayat tersebut berdasarkan tafsiran kedua kitab

tafsir yang akan digunakan untuk penafsiran

31Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Futuhul Ghaib, terj. M. Navis Rahman dan Dedi

Slamet Riyadi, (Jakarta: Qaf Media Kreativa, 2018) 32Ibrahim Amini, Risalah Tasawuf; Kitab Suci Para Pesuluk, terj. Ahmad

Subandi dan Muhammad Ilyas, (Jakarta: Islamic Center Jakarta, 2002) 33Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Metode Pengobatan Nabi, terj. Abu Umar Basyier

al-Maidani, (Jakarta: Griya Ilmu, 2018) 34Imam Jallauddin As-Suyuti, Al-Qur’an Sang Penyembuh, terj. Akhmad

Syafiuddin dan Firman Khunafi, (Depok: Keira Publishing, 2015) , th

Page 36: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

17

d. Memperluas pembahasan dengan memperhatikan : hadis-

hadis Nabi Saw. yang berkaitan dengan ayat-ayat yang

dibahas dalam tafsiran

e. Menganalisis dengan cara mencari persamaan dan perbedaan

dari ayat-ayat yang dibahas dalam kitab tafsir

f. Mengaitkan hasil tafsiran dengan data yang berkaitan dengan

ilmu kedokteran, untuk menentukan kerelavansianya.

4. Metode Analisis Data

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

metode deskriptik-analisis-kompratif. Penulis akan mencoba

mendeskripsikan penjabaran yang diungkapkan Syaikh Abdul

Qadir Al-Jailani dan Sa’id Hawwa melalui Kitab Tafsir mereka

tentang ayat-ayat yang merujuk tentang Konsep Syifa dalalm Al-

Qur`an. Kemudian pendapat keduanya akan dibandingkan dari

segi persamaan dan perbedaan isi penafsirannya, kemudian hasil

penafsirannya di analisis sesuai kerelevansiannya sesuai dengan

penelitian masa kini.

F. Teknik dan Sistematika Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini merujuk pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ)

Jakarta yang diterbitkan oleh IIQ Press, Cetakan ke-2 tahun 2017.

Page 37: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

18

Selanjutnya untuk memperoleh penulisan, pembahsan skripsi ini

dibagi menjadi dalam lima bab. Satu bab pendahuluan, tiga bab

pembahasan inti, dan satu bab penutup.

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang sejatinya adalah

semacam pengantar untuk memberikan prawacana kepada pembaca

tentang analisa konsep Syifa di dalam Al-Qur’an. di dalam bab satu ini

kemudian dibagi menjadi beberapa sub, di mulai dengan latar belakang

masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sampai pada uraian tentang

tinjauan pustaka terhadap karya-karya ilmiah sebelumnya, metodologi

penelitian dan sisitematika penulisan.

Bab kedua mengenai Syifa dalam Al-Qur’an dan pandangan ulama.

Bab ini merupa bukan bagian landasan teori yang mengupas tafsir

komparatif dari Al-Jailani dan Al-Assas, tentang konsep Syifa. Mulai dari

definisi dan makna Syifa, Syifa dan Hubungannya dengan manusia,

Macam-macam Penyakit, Anjuran Islam untuk Berobat, Mavcam-macam

sitem pengobatan, dan Tokoh-tokoh ahliu dalam bidang Kedokteran Islam

Bab ketiga berisi tentang Tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs. Bab ini

bertujuan untuk mengidentifikasi kedua kitab tafsir, meliputi biografi

pengarang kitab tafsir, latar belakang kitab, karakteristik kitab, motivasi

penulisan, metode penafsiran, corak penafsiran, dan sistematika penafsiran.

Bab keempat, merupakan inti penelitian yang mengungkap tafsiran

mufasir mengenai ayat-ayat Syifa, yaitu tentang persamaan dan perbedaan

penafsiran dari kitab tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs kemudian analisis

Page 38: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

19

kesimpulan dari komparatif kedua kitab tafsir (Al-Jailâni dan Al-Assâs),

kemudian penulis memaparkan relevansinya pada masa kini.

Bab kelima merupakan penutup dari pembahasan skripsi ini. pada

bab terakhir ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang direkomendasikan

penulis bagi para peneliti selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA: Pada bagian akhir, penulis mencantumkan

daftar pustaka yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini agar pembaca

dapat menelaah jauh hal-hal yang berkaitan dengan penyembuhan atau

Syifa.

Page 39: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

21

BAB II

SYIFA DALAM AL-QUR’AN DAN GAMBARAN TENTANG

SYIFA

A. Definisi Syifa

1. Pengertian Syifa dan Konotasinya dalam Al-Qur`an

Secara etimologis, Syifa akar dari huruf-huruf - ف-ي-ش

dengan pola perubahannya شفى -يشفي -شيفا (syafa-yasfi-syifa).

akar kata ini kemudian terpola menjadi bentuk mudari’ (kata kerja

yang menunjuk waktu kini dan atau akan datang) dan dalam bentuk

Masdar. Dalam pandangan ilmu nahwu, bentuk Masdar ini tetap

mengandung arti kata kerja yang menunjuk pada peristiwa, hanya

saja peristiwa yang dimaksud tidak di kaitkan dengan waktu tertentu,

yaitu lampau, kini dan akan datang. Dengan kata lain, bahwa masdar

adalah perubahan bentuk kata yang semula kata kerja menjadi kata

kerja abstrak.

Menurut catatan Ibnu Manzur diartikan sebagai obat yang

terkenal, yaitu obat yang dapat menyembuhkan penyakit. Ibnu Faris

bahkan menegaskan bahwa term ini dikatakan syifa karena telah

mengalahkan penyakit dan menyembuhkannya.1

Beberapa pengertian syifa’ dalam beberapa kamus, misalnya:

kata syifa’ dalam kamus Al-Munawwir diartikan sebagai pengobatan,

1Aswadi, Konsep Syifa dalam Al-Qur`an, (Jakarta: Kementrian Agama RI,

2012), Cet. I, h. 73

Page 40: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

22

kesembuhan, atau obat.2 Dalam kamus Idris Al-Marbawyi, syifa

diartikan dengan senang, obat, sembuh.3 Syifa dalam kamus al-

Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam diartikan sebagai obat dan

kesembuhan.4 Sedangkan, Menurut M.Quraish Shihab menyatakan

bahwa kata Syifa’diartikan kesembuhan atau obat, dan digunakan

juga dalam arti keterbebasan dari kekurangan.5

Kesembuhan itu datangnya dari Allah. Oleh karena itu,

pentingnya memupuk keimanan agar mendapatkan karunianya.

Tujuan terbesar para Nabi a.s ialah mendidik dan menyucikan jiwa

manusia. Allah SWT.,

Para Nabi datang untuk mengajarkan jalan penyucian diri

kepada manusia, dan membantu serta membimbing mereka di dalam

urusan yang amat penting dan menentukan ini. para Nabi diutus

untuk membersihkan jiwa manusia dari akhlak-akhlak yang buruk

dan sifat-sifat kebinatangan, yang pada gilirannya tumbuh akhlak

yang baik dan sifat-sifat yang utama. Para Nabi datang untuk

memberikan pelajaran menyucikan diri kepada manusia, membantu

mereka dalam mengenal akhlak yang tercela sekaligus mengontrol

dan mengendalikan kecenderungan-kecenderungan hawa nafsunya.

Mereka pun menjauhkan manusia dari berbagai keburukan dan

kemungkaran dengan cara memberikan peringatan dan ancaman.

2Lihat Ahmad Warison Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia

(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 731 3Lihat Muhammad Idris Abdurrauf al-Marbawi, Kamus Idris al-Marbawy

(Bandung: Ma’arif), h. 323 4Lihat Lois Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam (Beirut: Dar al-

Masyriq, 1986), h. 395 5M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 532

Page 41: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

23

Para Nabi datang untuk menumbuhkan akhlak yang utama dan sifat-

siafat yang terpuji pada diri manusia dengan cara memberikan

petunjuk dan dorongan.6

Sehat menjadi sangatlah penting. Oleh karena itu menjaga fisik

dan jiwa agar terjaga dari berbagai penyakit perlu di realisasikan,

berupa menjaga kesehatan fisik berupa mengatur pola makan,

olahraga serta yang paling utama adalah dengan memupuk keimanan

kepada Allah SWT, dengan cara menjauhi segala yang di murkai dan

melaksankan apa yang diperintahkan.

2. Ayat-Ayat Syifa Dalam Al-Qur`an

Term Syifa adalah bentuk Masdar dari kata يشفي -شيفا-

Term ini dengan berbagai isytiqaq-nya diulang sebanayak 6 .شفى

kali dalam Al-Qur`an. Kata Asy-Syifa dalam kamus “Konkordansi

Qur`an” terulang 4 kali dalam Al-Qur`an, antara lain: QS. Al-Isra

[17]:2, QS.Yunus [10]: 57, QS.An-Nahl [16]:69, QS.Fushilat

[41]:44, sedangkan kata turunannya terdapat dalam QS.At-Taubah

[9]:14, QS. As-Syu’ara [26]:807.

Secara berurutan, bentuk-bentuk term syifa’ dengan

berbagai isytiqaq-nya dalam Al-Qur`an sebagai berikut:

a. Bentuk fi’l mudhai’ diulang dua kali dalam Al-Qur`an, yaitu:

6Ibrahim Amini, Risalah tasawuf; Kitab Suci Para Pensuluk, terj. Ahmad

Subandi dan Muhammad Ilyas, (Jakarta: Islamic Center Jakarta, 2002), Cet. I, h. 3-4 7Ali Audah, Konkordansi Quran; Panduan Kata Dalam Mencari Al-Qur`an,

(Bogor: Pusaka Litera AntarNusa, 1996), Cet. 2, h. 614

Page 42: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

24

1) Menggunakan kata يشف disebut sekali dalm Q.S Al-

Taubah:14

“Perangilah mereka, niscahya Allah akan menyiksa mereka

dengan (perantaraan) tanganmu dan Dia akan menghina mereka

dan menolongmu (dengan kemenangan) atas mereka, serta

melegakan hati orang-orang yang beriman”. (Q.S At-Taubah

[9]:14)

2) Menggunakan kata disebut sekali dalam QS. Al-

Syuara:80

“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku”.(Q.S

As-Syu’ara [42]: 80)

Dua ayat diatas, telah tampak penggunaan term yang seakar

dan semakna dengan kata syifa’, hanya bentuk dan kedudukannya

yang berbeda. Karena kata syifa’ itubsendiri berbentuk masdar,

sedangkan du kata dalam ayat di atas adalah bentuk berbentuk

mudari (menunjuk waktu kini dan yang akan datang). Bahkan

bentuk fi’l mudari ini justru mengandung arti pergerakan maupun

tindakan.

Page 43: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

25

b. Bentuk masdar diulang empat kali dalam Al-Qur`an yang

kesemuanya menggunakan kata شفاء sebagaimana terdapat

pada:

1) QS. Al-Isro: [17]: 82

“Dan kami turunka n dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi

penawar dan rahmat bagi orang yang Yn ang dzolim (Al-Qur’an itu)

hanya akan menambah kerugian. (Qs. Al-Isra [17] : 82)

2) QS. Yunus [10]:57

“Wahai manusia! Sungguh telah datang kepadamu, penyembuh bagi

penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi

orang yang beriman.(Q.S Yunus [10]:57)

3) QS. An-Nahl [16]: 69

Page 44: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

26

“Dan sekiranya Al-Qur’an Kami jadikan sebagai bacaan dalam

bahasa selain bahasa Arab niscaya mereka mengatakan,

“Mengapa tidak dijelasakan ayat-ayatnya?” Apakah patut (Al-

Qur’an) dalam bahasa selain bahasa Arab sedang (rasul), orang

Arab? Katakanlah, “Al-Qur’an adalah petunjuk dan penyembuh

bagi orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada

sumbatan, dan (Al-Qur’an) itu merupakan kegelapan bagi mereka.

Mereka itu (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang

jauh”.( Q.S An-Nahl [16]: 69)

4) QS. Fushilat [16]: 69

“Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan lalu

tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Dari

perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam

warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi

manusia. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir”. (Q.S An-Nahl

[16]: 69)

Ayat-ayat diatas menunjukan konotasi bahwa Al-Qur’an

mengandung penawar dan rahmat bagi orang beriman. Penawar bagi

orang yang terkena musibah, atau kesulitan yang menimpa manusia.

Sedangkan rahmat dalam bahasa Arab disebut Rahmah. Penyebutan

ini mengandung konotasi yang mengarah kepada “riqqah taqtadli al-

ihsan ila al-marhum, perasaan halus (kasih) yang mendorong

Page 45: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

27

memberikan kebaikan kepada yang dikasihi. Dalam penggunaannya,

kata itu bisa mencakup kedua batasan itu dan bisa juga hanya

mencakup salah satunya, rasa kasih atau memberikan kebaikan saja.8

Hal tersebut dapat terealisasikan jika disertai akidah atau keimanan

yang utuh tanpa keraguan sedikitpun. Jika sebaliknya, yaitu

meragukannya, maka akan terjadi kerugian baginya. Selain itu, Ayat

diatas juga mengandung konotasi bahwa Al-Qur’an terdapat

penjelasan adanya macam-macam obat yang dihasilkan dari alam,

seperti hewan yang menghasilkan madu yang terbukti

menyembuhkan macam-macam penyakit, dan tumbuhan yang

mampu menjadi obat segala penyakit.

Ilmu akidah biasanya mengedepankan persoalan-persoalan

keyakinan berikut dalil-dalilnya. Juga menyebutkan pokok-pokok

masalah yang menjadi topik pertentangan antara ahlusunnnah

waljamaah dengan non ahlusunnah waljamaah, namun tidak

mengisyaratkan pada segi dzauq (rasa ruhaniah) dan pada jalan untuk

mencapai rasa ruhaniah tersebut. Suatu contoh, ilmu aqa’id

menerangkan bahwa Allah bersifat Sam’ (mendengar), Bashar

(melihat), Kalam (berbicara), Iradah (Berkemauan), Qudrah

(Kuasa), Hayah (Hidup), dan Ilm (Berilmu),. Akan tetapi

bagaimanakah seorang hamba dapat merasakan langsungh bahwa

Allah mendengarnya, melihatnya, dan bagaimana hati seorang

hamba merasa ketika membaca Al-Qur’an bahwa yang dibacanya

adalah kalam Allah, serta bagaimana seorang manusiamerasa bahwa

segala sesuatu tercipta merupakan pengaruh dari Quradah

8Umar Latif, Al-Qur’an Sebagai Sumber Rahmat Dan Obat Penawar (Syifa) Bagi

Manusia, Jurnal Al-Bayan/Vol.21, No. 30, Juli-Desember 2014

Page 46: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

28

(kekuasaan) Allah?. Semua itu tidak dibicarakan oleh aqa’id.

Biasanya yang membicarakan hal ini adalah ilmu tasawuf9

5. Sasaran Objek Syifa

Manusia adalah makhluk dwi-dimensi, ruhani dan jasmani,

makhluk ini dinilai sebagai manusia sejak ditiupkan ruh kepadanya.

Tidak terdapat teks keagamaan pasti yang menunjuk bahwa

manusia adalah makhluk-Nya yang paling sempurna atau mulia,

namun prinsip dasar yang disepakati para ulama, bahkan

agamawan, adalah bahwa manusia tanpa terkecuali makhluk

terhormat, baik hidup maupun telah wafat.10

Sasaran atau objek yang menjadi fokus penyembuhan,

perawatan dari pengobatan, Al-Qur`an dan Hadits banyak berbicara

tentang manusia, baik fisik maupun mentalnya, serta menganjurkan

untuk memperhatikan dan mempelajarinya.11

a. Mental, yaitu yang berhubungan dengan pikiran, akal, ingatan

atau proses yang berasosiasi dengan pikiran, akal dan ingatan,

seperti mudah lupa, malas berpikir, tidak mampu

berkonsentrasi, picik, tidak dapat mengambil suatu keputusan

dengan baik dan benar, bahkan tidak memiliki kemampuan

membedakan antara halal dan haram, yang bermanfaat dan yang

nudharat, serta yang haq dan yang bathil.

9Disiplin Ilmu Taswuf membahas tentang bagaimana merasakan nilai-nilai

akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan tadzawuq (bagaimana mersakan) tidak

saja termasuk dalam lingkup hal yang sunah atau dianjurkan, tetapi justru termasuk hal

yang diwajibkan. 10M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an Jilid 2, (Jakarta: Lentera Hati,

2010), Cet. I, h. 439 11M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an Jilid 2, (Jakarta: Lentera Hati,

2010), Cet. I, h. 440

Page 47: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

29

b. Spiritual, yaitu yang berhubungkan dengan masalah ruh,

semangat atau jiwa, religious, yang berhubungan dengan

agama, keimanan, keshakehan dan menyangkut nilai-nilai

transedental. Seperti halnya syirik (menduakan Allah), nifaq,

fasiq dan kufur, lemah keyakinan dan tertutup atau terhijabnya

alam ruh, alam malakut dan alam ghaib. Semua itu akibat dari

kedurhakaan dan pengingkaran kepada Allah.

c. Moral (akhlak) yaitu suatu keadaan yang melekat pada jiwa

manusia, yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan

mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau

penelitian, atau sikap mental atau watak yang terjabarkan dalam

betuk piker, berbicara, bertingkah laku dan sebagainya.

d. Fisik (Jasmaniyah), yaitu suatu keadaan yang ada pada bentuk

perubahan fisik manusia sebagai hal yang berindikasi pada

ketidaknormalan

Dalam doktrin agama Islam bersikap adil atau seimbang antara

jasmani dan rohani atau antara hal yang bersifat profan religious akan

mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendek kata mustahil

rasanya manusia dapat hidup Bahagia jika ia hanya berkonsentrasi

pada pemenuhan kehidupan jasmani belaka. Namun juga, jika hanya

berkonsentrasi pada persoalan ruhani, akhirat dan religious juga akan

membuat manusia menjadi makhluk sosial yang jelas dikecam oleh

Al-Qur’an.12

12Eni Zulaiha, Spiritualitas Taubat dan Nestapa Manusia Modern, dalam Jurnal

Syifa al-Qulub, Vol. 2 No. 2 Tahun 2018, h.33

Page 48: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

30

Rohani dan jasmani tidak terpisah pada tubuh manusia,

keduanya beriringan atau berdiri sendiri, tetapi saling melengkapi

dalam satu kesatuan yang utuh. Dan perpaduan yang sempurna dan

selaras, terbentuklah manusia dan kepribadiannya. Kita tidak dapat

memahami kepribadian manusia secara utuh, yang terbentuk dari

paduan jasmani dan rohani.13

Aktivitas membaca Al-Qur’an diyakini memiliki pengaruh

terhadap kejiwaan seseorang karena tubuh manusia bisa terpengaruh

oleh suara, begitu juga bagian otak. Jadi ketika seseorang menghafal

Al-Qur’an, maka suara yang keluar akan sampai ke telinga kemudian

sampai ke otak dengan getaran yang bisa memberikan pengaruh

positif bagi sel-sel otak sebagaimana yang telah ditetapkan fitrahnya

oleh Allah ta’ala.14 Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Allah

SWT., dalam Al-Qur’an sebagai berikut:

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik yaitu Al-

Qur’an yang serupa berulang-ulang, gemetar karenanya kulit

orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi

13Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2006), Cet. I, h. 223 14M. Hidayat Ginanjar, Aktivitas Menghafal Al-Qur’an Dan Pengaruhnya

Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa, Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam

Vol. 06. No.11, Januari 2017

Page 49: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

31

tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah

petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang

dikehendaki-Nya dan Barangsiapa yang disesatkan Allah,niscahya

tak ada baginya seorang pemimpinpun”. (Q.S. Az-Zumar [39]:23)

Berkaitan dengan ayat di atas, Abduldaem al-Kaheel dalam

bukunya Al-Qur’an the Healing Book mengatakan, “dalam ayat yang

mulia ini kita menyaksikan bahwa kulit dan hati orang-orang yang

beriman gemetar karena takut kepada Allah SWT., kita akan

menyaksikan bahwa Al-Qur’anul Karim memiliki pengaruh luar

biasa terhadap tubuh, terutama sistem imunitas atau kekebalan tubuh.

Kita akan bisa menegaskan bahwa membaca ayat-ayat Qur’an bisa

memperkuat tingkat kekebalan tubuh seseorang dan bahkan mampu

mengembalikan keseimbangan gerak sel, terutama sel otak dan

jantung yang merupakan organ paling utama dalam tubuh manusia.15

B. Anjuran Islam Untuk Berobat

Berdasarkan kebenaran firman Allah SWT, Q.S Al-Israa:8216,

sudah jelas bahwa Allah memeberikan obat bagi suatu penyakit.

Selain Al-Qur`an yang menjelaskan bahwa terdapat obat dari setiap

penyakit, terdapat hadits riwayat Imam Bukhari mengatakan hal yang

sama antara lain:

ث نا عحمرح بنح سعيد بن ، حد ث نا أبحو أحد الزبيي ، حد ثنح

دح بنح الم ث نا محم حدري رة رضي اللح عنهح ثن عطاءح بنح أب ربح، عن أب هح ، قال: حد سي ، أب حح

15M. Hidayat Ginanjar, Aktivitas Menghafal Al-Qur’an Dan Pengaruhnya

Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa, Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam

Vol. 06. No.11, Januari 2017 16“Dan kami turunkan Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar (obat)”.

Page 50: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

32

«ما أن زل اللح داء إل أن زل لهح شفاء »عن النبي صلى اللهح عليه وسلم قال: )روه البخارى( 17

“Muhammad bin Al-Mutsni menyampaikan kepada Abu Ahmad Az-

Zubairi, dari Umar bin Sa’id bin Abi Husainin, berkata kepada

A’tha bin Abi Rabah, dari Abu Hurairah R.a bahwa Rasulullah

bersabda” Tidaklah Allah menciptakan suatau penyakit melainkan

menciptakan pula obatnya”(HR. Bukhori- No. 5678)

Pada dasarnya, pengobatan terdiri dari dua bagian, yaitu

pencegahan dan penyembuhan. Islam sangat memperhatikan kedua

prinsip ini, dengan memadukan manfaat keduanya dalam jasmani

dan rohani untuk memperoleh kesehatan tubuh dan keselamatan jiwa.

Dengan prinsip tersebut, akan terlihat pengaruh yang nyata pada

kaum muslimin generasi pertama sebagi umat manusia paling bersih

jiwanya, dan paling kuat tubuhnya. Keistimewaan ini tidak terdapat

pada agama lain.18

Disamping pencegahan, Islam juga memerintahkan kita untuk

memelihara kehidupan yang dikaruniakan Allah.

“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke jurang

kebinasaan.”(QS. Al-Baqarah [2]:195)

17Muhammad bin Isma’il Abu Abdullah Al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Musnad

Ashohih Al-Mukhtashir Min Umuuri Rasulullah SAW wa Sununanihi Waayatihi Shohoh

Bukhori, (Damaskus: Daar Tuk Al-Najaah, 1422 H), Juz 9 18Muhammad Ibrahim Salim, Berobat Dengan Ayat-Ayat Al-Qur’an, (Bandung:

Trigenda Karya, 1995), Cet.I, h. 15

Page 51: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

33

Ayat yang serupa yang terdapat dalam surat yang lain yaitu:

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya

Allah maha penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa:29)

Kedua ayat diatas menganjurkan manusia untuk tidak

merugikan diri sendiri, atau tidak membiarkan kebathilan pada

dirinya sendiri.

Adapun mengenai pengobatan, Ibnu Qayyim dalam bukunya

yan g berjudul Zaadul Ma’aad, menyebutkan pengobatan yang

dilakukan Rasulullah terdiri atas tiga macam, yaitu dengan

menggunakan obat alami, obat Ilahi, dan kedua-duanya. Dalam hal

ini, sasaran Islam yang terutama adalah penyembuhan hati dan jiwa

serta pencegahan penyakit dan penjagaan dari kerusakannya. Hal itu

disebabkan tidak akan bermanfaat memperbaiki badan tanpa

memperbaiki hati. Sebab rusaknya badan, sekalipun berbahaya, akan

menjadi ringan apabila hati masih dalam keadaan baik. 19

Ibnu Al-Qayyim di dalam kitab ath-Thibb an-Nabawi

mempertegas penemuan baru yang telah ditemukan oleh ilmu

pengetahuan modern, yaitu penyembuhan dengan makanan bergizi.

19Muhammad Ibrahim Salim, Berobat Dengan Ayat-Ayat Al-Qur’an, (Bandung:

Trigenda Karya, 1995), Cet.I, h. 16

Page 52: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

34

Ibnu al-Qayyim mengatakan, “Dokter-dokter ahli telah bersepakat

bahwa apabila mungkin dilakukan pengobatan dengan menggunakan

makanan-makanan bergizi, maka para dokter disarankan untuk tidak

mengharuskan pengobatan dengan menggunakan obat kimia.20 Dan

apabila dimungkinkan dilakukan pengobatan dengan metode dan

cara yang mudah dan sederhana, maka para dokter diharapkan tidak

mengarahkan si sakit untuk melakuakn pengobatan yang sulit dan

rumit.21

Seorang ahli sejarah termasyhur, Edward Gibbon didalam

bukunya The History of the Decline and Fall of the Roman Empire,

menulis “Al-Qur’an itu tidak hanya mulia, akan tetapi juga memuat

hukum-hukum Syariah, dan segala yang tertulis didalamnya itu

adalah pangkal peradaban. Al-Qur’an adalah sebuah kitab agama,

kitab kemajuan, kitab kenegaraan, persaudaraan, pengadilan dan

undang-undang ketentaraan di dalam Islam. Al-Qur’an mengandung

masalah ibadah sampai kepada pekerjaan sehari-hari, dari

membicarakan soal kerohanian sampai membicarakan kejasmanian,

dari hak-hak umat hingga hak-hak anggotanya, membahas perilaku

20Setiap penyakit yang mampu diantisipasi dan dilemahkan dengan makanan-

makanan yang bergizi atau menjauhkan diri dari sesuatu yang membahayakan dan

dipantangkan, maka janganlah mencoba melemahkannya dengan obat kimia. Hal itui

karena obat kimia yang digunakan untuk melemahkan penyakit, apabila tidak

mendapatkan musuh’ (penyakit) didalam tibuh yang menetralisasinya, makai akan berubah menjadi virus. Virus-virus inilah yang kemudian karena banyaknya dapat

menyebabkan sakit komplikasi. 21Muhammad Mahmud Abdullah, Ath Thibb Al-Quran’I Dar al-Kutub al-

Ilmiyah, terj. terj. Muhisyam, Muhammad. (Yogyakarta:Beranda Publishing, 2010) Cet.

I, h. xv

Page 53: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

35

hingga soal hukuman, dari soal dunia ini hingga soal pembahasan

alam akhirat nanti. Semua itu sidebut didalamnya”.22

C. Macam-Macam Penyakit Hati

Penyakit yang diderita manusia dapat dibedakan menjadi dua

kategori besar, yaitu penyakit ruhani (hati) dan penyakit jasmani. Al-

Qur’an menyingggung ada tiga jenis penyakit rohani (hati), yaitu:23

1. Ragu-ragu terhadap kebenaran.

Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah SWT.

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah

penyakitnya, bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka

berdusta”. (Q.S. Al-Baqarah [2]:10)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa, Allah SWT. Akan

menambah penyakit seseorang yang berdusta terhadap apa saja yang

Allah SWT. Ciptakan dan Allah kehendaki di alam semeta.

2. Kesalahan menyia-nyiakan shalat dan mengikuti nafsu syahwat.

Hal ini sebagiamana diisyaratkan oleh firman Allah SWT.

22Hilmy Bakar Almascaty, Menjadi Muslim Modern Bersama Al-Qur’an,

(Jakarta: 2003), h. 9 23Muhammad Mahmud Abdullah, Ath Thibb Al-Quran’i Dar al-Kutub al-

Ilmiyah, terj. Muhisyam, Muhammad. (Yogyakarta:Beranda Publishing, 2010) Cet. I, h.

xiii

Page 54: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

36

“Yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya,

maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Q.S. Maryam

[19]:59)

Dalam kitab Al-Jalalain, penafsiran ayat tersebut adalah maka

datanglah sesudah mereka pegganti yang jelek yang menyi-nyiakan

shalat, dengan cara meninggalkannya seperti orang-orang Yahudi

dan Nasrani, dan memperturutkan hawa nafsunya yaitu gemar

melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Maka mereka kelak akan

menemui kesesatan maksudnya adalah meereka akan dijerumuskan

ke dalamnya.24

3. Lalai dan buta mata hatinya dari Allah SWT.

Hati mereka dalam keadaan lalai (Q.S Al-Anbiya’ [21]:3)

Dan firman-Nya yang lain:

Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang

buta, ialah hati yang ada di dalam dada. (Q.S Al-Hajj [22]:46)

24Imam Jalaluddin Al-Mahali dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain,

terj. Bahrun Abu bakar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset, 2014), Cet. 11, h. 95

Page 55: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

37

Maksud buta disini adalah buta hatinya, sehingga ia tidak dapat

melihat cahaya kebenaran.

Penyakit rohani bisa mengganggu kesehatan mental. Kesehatan

mental seseorang dapat diukur dengan mengetahui sejauh mana ia

dapat memberi pengaruh pada lingkungannya, kesanggupan

penyesuaian diri dengan kehidupan yang akan membawa kepada

pemuasan pribadi, kemampuan dan kebahagiaan yang wajar bagi

seseorang.25

Gerakan psikologi Islam di Barat, terutama di Amerika Serikat,

hanyalah satu bagian dari suatu gerakan menyeluruh yang berusaha

menentang dan menunjukan alternative lain terhadap konsepsi

manusia, atau lebih tegas asumsi-asumsi tentang sifat-sifat asal

manusia itu banyak kaluar tidak seluruhnya melibatkan sains social

(social science) dan kemanusiaan (humanities), maka tidak heran

kalau gerakan psikologi Islam ini bermula pada Association of

Muslim Sosial Scientists (Perhimpunan Ahli-ahli Sains Sosial

Muslim) yang sebenarnya gerak kerjanya menangani bidang-bidang

sains social seperti ekonomi, sosiologi, antropologi, sejarah,

geografi, psikologi26 dan lain-lain.

Sedangkan penyakit-penyakit dalam psikologi Islam menurut

pandangan pemikir-pemikir Islam, motif dasar terhadap tingkah laku

manusia adalah ibadat dalam pengertiannya yang sangat luas. Ibadat

berarti pengembangan potensi-potensi yang lebih terkenal dengan

25Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta:Pustaka Al-Husna,

1992), Cet. II, h. 300 26Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta:Pustaka Al-Husna,

1992), Cet. II, h.306

Page 56: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

38

nama Al Asma Al Husna. Selama ini dikembangkan dengan wajar

atau disertai dengan amanah maka itulah tanda bahwa seseorang itu

memiliki kesehatan mental yang wajar.27

Menurut pemikir-pemikir Islam ditinjau sumber penyakit-

penyakit mental antara lain:

a. Riya

Jenis penyakit paling buruk yang menimpa kehidupan mansia

adalah kemustrikan, karena ia berarti memberikan rububiyah kepada

yang tidak berhak menerimanya dan memberikan berbagai macam

‘ubudiyah kepada yang tidak berhak mendapatkannya, di samping

mengacaukan hati manusia dan dalam kehidupan ini tidak dapat

bertolak dari sumber sehingga ia beribadah kepada batu, pohon,

alam, manusia, atau masyarakat kemudian terus menerus terjerumus

dalam matarantai penyimpangan. Seorang Muslim yang beraqidah

tauhid terbebas dari semua ini, tetapi bisa jadi terkena penyakit

kemusyrikan yang tersembunyi yaitu riya, sehingga terlihatnya

melakukan suatu amal perbuatan seolah-olah beribadah kepada

seseorang atau masyarakat lalu dari sini ia terjerumus ke dalam

riya’28 yang sangat berbahaya yang berdampak sangat negatif

terhadap pelakunya dan umat, karena ia merupakan penipuan

27Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta:Pustaka Al-Husna,

1992), Cet. II, h.328 28Orang riya gemar bertopeng bohong untuk menyembunyikan wajahnya yang

buruk. Ia tidak memiliki keindahan dan kebenaran, bagaimana boleh diharapkan darinya

keindahan dan kebenaran itu. Sifat-sifat ini semua digambarkan dalam ayat-ayat Al-

Qur’an. Surah Al-Nisa:142, Surah At-Taubah:67, Al-Nisa. Sabda Nabi SAW, yang

artinya: “yang paling aku khawatirkan terhadap umatku adalah riya dan syahwat yang

tersembunyi”. (Abd. Qadir Al-Jailani)

Page 57: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

39

terhadap diri dan umat di samping membinasakan jiwa di dunia dan

akhirat.29

b. Hasad dan Dengki30

Hasad, dengki, dan iri hati ialah suatu sikap mental yang

melahirkan rasa sakit hati apabila orang lain mendapat kesenangan

atau kemuliaan, dan ingin agar kesenangan dan kemuliaan itu hilang

daripada orang itu.31

c. Rakus

Rakus adalah keingian yang berlebihan untuk makan.

Keinginan makan adalah wajar pada manusia dan bertujuan untuk

menyehatkan badan yang dapat digunakan untuk kebahagiaannya.

Namun, terlalu banyak dan terlalu kurang makan dapat merusakan

manusia, walaupun Al-Ghazali menyebutkan makan yang

berlebihan itulah yang nerusak.

Dikatakan bahwa dalam banyak makan terdapat enam sifat

tercela. Pertama, menghilangkan rasa takut kepada Allah SWT., dari

dalam hatinya. Kedua, menghilangkan kasih sayang kepada makhluk

dari dalam hatinya, karena ia mengira mereka semua kenyang.

Ketiga, menghambat keta’atan. Keempat, apabila mendengarkan

ucapan hikmahia tidak tanggap. Kelima, apabila menyampaikan

29Sa’id Hawwa, Al-Mustakhlash fii-Tazkiyatil-Anfus, terj. Aunur Rafiq Shaleh

Tamhid, (Jakarta: Robbani Press, 1998), Cet. I, h. 185 30Q.S An-Nisa: 54 31Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta:Pustaka Al-Husna,

1992), Cet. II, h. 330

Page 58: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

40

nasehat dan hikmah tidak menyentuh hati orang. Keenam,

menimbulkan banyak penyakit.32

d. Tamak Kepada Manusia

Apabila ketamakan telah mendominasi hati, maka syeitan akan

senantiasa menumbuhkan rasa senang mencari muka dan berhias

untuk orang yang dipamrihinya dengan berbagai macam riya’

sehingga orang yang dipamrihi itu seolah-olah sesembahannya. Ia

selalu berfikir mencari cara untuk menyenangkannya, bahkan ia

nmemasuki setiap pintu untuk mencapainya. Minimal apa yang

dilakukaknya adalah menyanjungnya dengan sanjungan yang tidak

sesuai dengan kenyataan dan berpura-pura kepadanya dengan tidak

memerintahkan yang ma’ruf dan tidak melarang yang munkar.33

e. Was-was

Ahli-ahli pakar Islam memandang penyakit was-was itu

sebagai akibat daripada bisikan hati, cit-cita dan angan-angannya

dalm nafsu dan kelezatan. Psikologi Islam mengiobati penyakit-

penyakit was-was ini berlainan dengan cara yang digunakan dalam

psikologi modern. Sebab penyakit was-was menurut pemikir-pemikir

Islam adalah berasal dari syeitan.34

32Sa’id Hawwa, Al-Mustakhlash fii-Tazkiyatil-Anfus, terj. Aunur Rafiq Shaleh

Tamhid, (Jakarta: Robbani Press, 1998), Cet. I, h. 156 33Sa’id Hawwa, Al-Mustakhlash fii-Tazkiyatil-Anfus, terj. Aunur Rafiq Shaleh

Tamhid, (Jakarta: Robbani Press, 1998), Cet. I, h. 157 34Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta:Pustaka Al-Husna,

1992), Cet. II, h. 334

Page 59: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

41

Sedangkan penyakit jasmani adalah tidak berfungsinya

anggota badan dengan baik karena suatu hal. Hal ini telah dijelaskan

oleh Allah SWT, dalam firman-Nya:

“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang

pincang, tidak (pula) bagi orang sakit”. (Q.S An-Nur [24]:61)

Penyakit jasmani ini sering disebabkan karena organ tubuh

tidak bisa berfungsi sebagimana atau bahkan samas sekali tidak bisa

menjalankan fungsinya. Penyakit jasmani ini juga bisa disebabkan

oleh masuknya virus dan mikroba yang bermacam-macam kedalam

tibuh yang kemudian menyerang seluruh anggota tubuh. Dari

banyaknya virus dan mikroba ini kemudian memunculkan anti virus

untuk menangkalnya. Setiap penyakit yang berhubungan dengan

jasmani ini memiliki anti virus, sejarah, tanda-tanda, gejala-gejala,

dan kelemahan-kelemahan yang memungkinkan untuk dijadikan

pembeda satu penyakit dari penyakit yang lain. Dan inilah maksud

dari penyakit jasmani. Contohnya adalah penyakit lumpuh, panas,

paru-paru dan penyakit jantung.35

Penyakit yang menyerang jiwa dan kesadaran pada hakikatnya

merupakan penyakit-penyakit yang dirasakan oleh si sakit, tetapi

untuk memahami dan mengetahuinya secara pasti perlu penelitian

intensif oleh seorang psikiater atau psikolog. Usaha-usaha

35Muhammad Mahmud Abdullah, Ath Thibb Al-Quran’i Dar al-Kutub al-

Ilmiyah, terj. Muhisyam, Muhammad. (Yogyakarta:Beranda Publishing, 2010) Cet. I, h.

xiii-xiv

Page 60: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

42

penanggulangan penyakit kejiwaan dapat berupa pemeriksaan dan

pengobatan dengan berbagai terapi psikologis.36

Ada sebagian penyakit kejiwaan yang disebabkan oleh faktor-

faktor eksternal yang mempengaruhi kehidupan seseorang, misalnya

rasa takut, perasaan ragu-ragu, kurang percaya diri, dan terlalu letih

beraktivitas. Inilah hikmah dari pembagian penyakit hati menjadi

kategori keraguan, nafsu, dan buta mata hati.37

D. Macam-Macam Sistem Pengobatan dalam Islam dan Barat

Kesehatan adalah anugerah yang harus dipelihara. Rasulullah

Saw., memberikan petunjuk-petunjuk dalam memelihara kesehatan.

Rasulullah juga mengingatkan supaya tidak berlebihan dalam ibadah,

sehingga melupakan kewajiban memelihara kesehatan, yaitu

kewajiban makan-minum, tidur dan berhubungan suami-istri.

Rasulullah Saw., memberikan anjuran-anjuran pengobatan agar kita

tidak salah dalam berobat.38

Kesehatan bukan hanya masalah fisik semata, melainkan

mencakup jasmani, jiwa, sosial, dan spiritual. Orang yang hanya

mengikuti hawa nafsunya saja , tidak akan mencapai kesehatan yang

prima, begitu pula yang hanya memperhatikan aspek spiritual, juga

akan mengalami gangguan kesehatan. Sikap yang perlu diperhatikan

36Muhammad Mahmud Abdullah, Ath Thibb Al-Quran’i Dar al-Kutub al-

Ilmiyah, terj. Muhisyam, Muhammad. (Yogyakarta: Beranda Publishing, 2010) Cet. I, h.

xiv 37Muhammad Mahmud Abdullah, Ath Thibb Al-Quran’I Dar al-Kutub al-

Ilmiyah, terj. Muhisyam, Muhammad. (Yogyakarta:Beranda Publishing, 2010) Cet. I, h.

xi 38Mohammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 48

Page 61: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

43

demi menjaga kesehatan fisik maupun non fisik tersebut, terdapat

aspek-aspek yang perlu dipahami demi tidak salah dalam mengambil

sikap demi kesehatan.

Umumnya dalam masyarakat berkembang ahli-ahli yang dapat

mendiagnosa suatu penyakit adalah dokter. Kedokteran dapat

diartikan sebagai ilmu yang mempelajari anatomi, penyakit, dan

pengobatannya. Oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

diartikan sebagai “Segala sesuatu yang berhubungan dengan dokter

atau pengobatan penyakit.39 Untuk membedakan antara sistem

pengobatan Barat dan sistem pengobatan Islam, perlu memahami

konsep dan perbedaannya.

1. Metode Pengobatan Barat

Apa yang dikenal oleh masyarakat luas saat ini adalah

pelayanan kesehatan dengan metode Kedokteran Barat atau yang

sering disebut Kedokteran Modern, yaitu paham kedokteran yang

menempatkan manusia dengan segala struktur tubuhnya sebagai

bagian-bagian yang terpisah dari ruhnya. Dalam metode pengobatan

Barat, dokter tidak mempunyai tugas mengatasi masalah-masalah

ruhiyyah. Setiap pasien yang datang akan menerima pengobatan

dengan cara-cara yang dianggap rasional. Adapun ciri-ciri

Kedokteran Modern/Barat adalah sebagai berikut:40

39M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an Jilid 2, (Jakarta: Lentera Hati,

2010), Cet. I, h. 437 40Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 7

Page 62: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

44

a. Diyakini bahwa kehidupan dimulai dari protozoa, samapi

mamalia, sampai homo sapiens, dan sampai manusia modern

saat ini. ini maknanayabahwa manusia adalah makhluk yang

ada dengan sendirinya, merupakan hasil evolusi, tidak ada yang

menciptakan, tidak ada yang menciptakan, dan senantiasa

mengalami mutase genetic dari abad ke abad dengan

manifestasi perubahan bentuk tubuh, sikap tubuh, dan

kemampuan otaknya menyesuaikan diri dengan kondisi alam

tempat mereka berdiam.

b. Bahwa penyakit terjadi karena proses perubahan yang terjadi

dalam tubuh diakibatkan oleh pengaruh dari dalam tubuh maupun

dari luar tubuh. Oleh karenanya penyakit dibagi menjadi 3

golongan besar:

1) Penyakit fisik, yaitu penyakit yang ditandai menurunnya

atau tidak berfungsinya organ-organ tertentu dalam tubuh

sehingga menimbulkan keluhan-keluhan yang nyata. Ini

bisa berupa penyakit trauma, radang, tumor.

2) Penyakit jiwa, yaitu penyakit yang timbul akibat dari

gangguan kejiwaan yang muncul sebagai reaksi atas

terjadinya tekanan-tekanan jiwa atau trauma psikis dalam

kehidupan seseorang. Jika yang terjadi berupa terhambatnya

proses perkemabangan pada fase perkembangan jiwa

seseorang, maka manefestasinya berupa gangguan jiwa lain

akibat trauma psikis.

3) Psikosomatik, yaitu gangguan atau tekanan jiwa yang

mengakibatkan terjadinya reaksi pada sisitem saraf otonom

sehingga memberi dampak pada fungsi organ-organ fisik.

Page 63: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

45

Manifestasi yabng paling popular adalah penyakit dispepsia,

orang awam biasa sebut penyakit maag, dll

c. Semua obat yang dipakai pengobatan orang sakit harus melalui

mekanisme yang disebut uji klinis, dengan protokol yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

d. Meskipun pada prinsipnya mereka menggunakan pengamatan

metode Kedokteran Barat lebih mengutamakan pertimbangan

pengobatan dengan memperhatikan tanda dan gejala, dan hanya

mau menerima segala pengobatan dan tindakan yang dapat

diterangkan sesuai logika konvensional semata. Mereka tidak

mempertimbangkan aspek spiritual dalam menyusun protocol

pengobatannya.

Dalam praktiknya, metode Kedokteran Barat tidak sepenuhnya

berhasil meneyelesaikan persoalan-persoalan kesehatan masyarakat,

dan terbelenggu dengan alur pikirnya sendiri, sehingga kehilangan

momentum penyehatan manusia secara utuh. Hal ini terjadi karena

para pelaku Kedokteran Barat banyak yang asyik dengan hal-hal

yang bersifat material dan melupakan aspek spiritual, bahkan sering

pula melupakan aspek kejiwaan dari para pasien. Memang hal ini

tidak bisa digeneralisir, akan tetapi hanya sedikit dokter yang

memperhatikan aspek non fisik tersebut, dan menurut pengamatan,

keadaannya semakin memburuk dari hari ke hari. Banyak dokter

yang kurang memperhatikan peran pasien yang sebenarnya sangat

sentral dalam penyembuhan penyakitnya. Keringnya nilai

spiritualitas dalam praktik kedokteran, menyebabkan misi spiritual

dari dokter lambat laun menghilang. Hal ini terjadi karena

Pendidikan yang dapat sejak seorang dokter menjalani pembelajaran

Page 64: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

46

di Fakultas Kedokteran. Dalam Pendidikan kedokteran, deskripsi-

deskripsi tentang rasa sakit dan pengobatan hanya mengacu pada

pendekatan rasionalitas, dan tidak menyentuh aspek spiritualitas

(ruhiyyah).41

Belakangan sudah mulai ada kesadaran tentang hal ini.

beberapa ahli kedokteran di negara-negara maju mulai menyadari

pentingnya memelihara aspek spiritual pasien untuk mendapatkan

hasil yang optimal dalam pengobatan. Seperti yang telah di lakukan

oleh Dr. Herbert Benson42 dkk, beliau bersama beberapa dokter telah

melakukan berbagai penelitian dan menemukan pengaruh positif

dalam menggabungkan aspek body-mind-spirit dalam mengobati

para pasien. Di Inggris, seorang dokter bernama dr. Batmanghelidj

meneliti pengaruh kekurangan cairan terhadap kesehatan manusia

dan menemukan bahwa ada banyak penyakit yang terjadi akibat

kekurangan cairan. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa

hanya dengan meningkatkan asupan cairan, penyakit mereka dapat

diobati.43

Teori kedokteran telah mengakui pentingnya unsur kejiwaan

dalam pengobatan modern. Hasil penelitian yang intensif

menunjukan bahwa 80% pasien yang menderita berbagai penyakit di

kota-kota Amerika Serikat, disebabkan aspek kejiwaan. Setengah

41Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 11-12 42Seorang dosen Fisiologi Fakultas Kedokteran Harvard University 43Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 13

Page 65: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

47

dari mereka bahkan sama sekali tidak mempunyai penyakit pada

anggota tubuhnya.44

Penganalisaan penyebab utama penyakit-penyakit saraf yang

menimpa manusia, ternyata justru menimbulkan perasan berdosa

yang meliputi rasa dengki, takut, gelisah, ragu-ragu, cemburu dan

egois. Kedatangan Islamlah yang dapat membersihkan hati kita dari

sifat-sifat tersebut dan menunjukannya kejalan yang lurus.45

2. Sistem Pengobatan Islam (Nabi)

Untuk memahami Kedokteran Barat kita harus menggunakan

alur pikir Kedokteran Barat, memahami Kedokteran Cina juga tidak

bisa menggunakan alur pikir Barat, demikian pula Kedokteran Nabi

mempunyai prinsip yang berbeda, meskipun ada beberapa titik temu.

Disamping itu banyak perbedaan yang ternyata justru menjadi

keunggulan tersendiri dalam memberikan manfaat bagi kesehatan

manusia.46

Sejarah dan tradisi kesehatan dalam Islam bermula dengan

praktek-praktek Rasulullah sendiri, yang kemudian memunculkan

apa yang dikenal sebagai Tibun Nabawi -Kedokteran Nabi. Praktek

Tibun Nabawi bisa dilihat dari berbagai hadis Nabi Muhammad

44Muhammad Ibrahim Salim, Berobat Dengan Ayat-Ayat Al-Qur’an, (Bandung:

Trigenda Karya, 1995), Cet.I, h. 17 45Imam Jalaluddin Salim dan Muhamad Ibrahim Salim, Al-Qur’an Asy-Syâfi,

terj. Akhmad Syafiuddin dan Firman Khunafi, (Depok: Keiyra Publishing, 2015), Cet. I,

h. 3 46Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 11-12 46Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 13

Page 66: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

48

SAW., yang mengandung ajaran dan anjuran untuk memelihara

kesehatan, mencegah penyakit dan hal-hal lain yang dapat

mengganggu kesehatan sampai kepada cara-cara pengobatan dan

penyembuhan dari berbagai macam penya kit. Lebih daripada itu

Tibun Nabawi juga mencakup cara-cara memelihara kesehatan

mental, yang juga memengaruhi kesehatan fisik. Dengan demikian

Tibun Nabawi mencakup ilmu kesehatan dan ilmu kedokteran baik

fisik maupun mental bersifat prefentif, tradisional, dan spiritual.47

Pengertian lain mengenai Tibbun Nabbawi yang telah

didefinisikan oleh ulama diantaranya: segala sesuatu yang disebutkan

oleh Al-Qur’an dan Hadits yang sahih, yang berkaitan dengan

kedokteran baik berupa pencegahan (penyakit) atau pengobatan,

kumpulan yang sahih dari petunjuk Nabi Muhammad SAW., dalam

kedokteran yang beliau berobat dengannya atau untuk mebobati

orang lain, metode pengobatan Nabi Muhammad SAW.M yang

beliau ucapkan, tetapkan (akui), amalkan, merupakan pengobatan

yang pasti (bukan sangkaan), bisa mengobati penyakit jasad, ruh dan

indera.48

ث نا علي بة بن عبد الرحن الكندي قال: حد دح بنح عحب يد بن عحت ث نا محم حدليمان، عن أب إسحاق، عن الارث، ث نا سعادح بنح سح بنح ثبت قال: حد

ولح الل صل رآنح »ى اللهح عليه وسلم: عن عليي قال: قال رسح واء القح «خيح الد

47Mukhtar Ikhsan, Tibbun Nabawi Dalam Pengobatan Modern, (Jakarta

Selatan:Cinta Buku Media, 2017), Cet. I, h.2-3 48Mukhtar Ikhsan, Tibbun Nabawi Dalam Pengobatan Modern, (Jakarta

Selatan:Cinta Buku Media, 2017), Cet. I, h.3

Page 67: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

49

)سنن ابن ماجح(Muhammad bin Ubaid bin Utbah bin Abdurrahman al-Kindi

menyampaikan menyampaikan kepada kami dari Ali bin Tsabit, dari

Sa’ad bin Sulaiman, dari Abu Ishaq, dari al-Harits, dari Ali bahwa

Rasulullah SAW., bersabda, “Sebaik-baik obat adalah Al-Qur`an” (HR. Sunan Ibnu Majah -No. 3501)

Nabi Muhammad SAW., telah ditunjuk sebagai Nabi, maka

Allah SWT., melalui malaikat Jibril senantiasa membimbingnya agar

perilaku, ucapan, dan anjuran yang beliau sampaikan bukanlah

sekedar perkiraan saja, melainkan ilham dari Allah SWT. Sebagai

firman Allah SWT:

Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku mewahyukan kebenaran.

Dia Maha mengetahui segala yang ghaib".(Q.S Saba’ [34]: 48)

Dari ayat ini maka dapatlah disepakati dan dipahami bahwa

segala anjuran yang diberikan Nabi bukan semata sembarangan.

Beliau selalu dibimbing oleh wahyu, oleh karena itu setiap anjuran

pengobatan yang beliau sampaikan pasti benar, karena Nabi sadar

akan kedudukannya sebagai pemimpin umat, dan apa pun yang

beliau katakana akan dicatat dan diikuti oleh umatnya. Oleh

karenanya pasti lebih benar dari berbagai temuan manusia mana pun

termasuk Guru Besar sekalipun.49 Berikut adalah beberapa sistem

49Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 11-12 49Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 41-41

Page 68: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

50

pengobatan yang di sudah berkembang pada masa Rasulullah, antara

lain:

a. Pengobatan Menggunakan Madu

Dalam Al-Qur’an, madu merupakan yang paling tinggi

tingkatannya.

Berdasarkan firman Allah SWT.

“Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan

lalu tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan

(bagimu).”Dari perut lebah itu keluar minuman (madu)

yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat

obat yang menyembuhkan bagi manusia.”(QS. An-Nahl

[16]: 69)

Maka dengan merujuk pada apa yang telah disampaikan

oleh Rasulullah SAW., di mana beliau pernah menyampaikan

informasi bahwasannya madu merupakan obat bagi segala

penyakit.

رش ء القح ث نا سعيدح بنح زكري ودح بنح خداش قال: حد ث نا ممح ي قال:حد، عن أب ، عن عبد الميد بن سال ي ث نا الزبيح بنح سعيد الاش حد

ولح الل صلى اللهح عليه وسلم ري رة، قال: قال رسح من لعق العسل »:هحل شهر، ل يحصبهح «عظيم من البلء ثلث غدوات، كح

Page 69: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

51

51روه ابن ماجح()50“Mahmud bin Khindasy menyampaikan kepada kami dari

Sa’id bin Zakaria al-Qurasyi, dari az-Zubair bin Sa’id al-

Hasyimi, dari Abdul Hamid bin Salim, dari Abu Hurairah

bahwa Rasulullah SAW., bersabda, “Siapa yang menjilati

madu selama tiga pagi, setiap bulan, niscahya tidak ditimpa

penyakit yang berat.” (HR. Ibnu Majâh - No 3450)

Atsar lain menyebutkan, “Yakinlah dan berpegang

teguhlah kepada para dokter yang menggunakan resep obat

madu dan Al-Qur’an. Karena resep madu dan Al-Qur’an

merupakan resep antara pengobatan cara medis dan pengobatan

Ilahi, obat jasmani dan ruhani, dan merupakan obat yang digali

dari dalam bumi dan turun dari langit.”

Perhitungan kadar obat yang tepat, aturan pakai yang

baik, serta mengukur kondisi sakit yang ada pada penderita,

adalah sesuatu yang tidak diremehkan dalam rangka

pengobatan. Dalam redaksi Hadits Nabi SAW., “Beliau

membenarkan Allah SWT., dan menganggap bohong sakit

yang masih dialami oleh salah satu sahabatnya”, hal itu

menunjukan akan kemanjuran obat madu ini. Tetapnya,

penyakit itu dikarenakan kecerobohan dalam proses

pengobatan oleh sahabat itu sendiri. Bahkan bohongnya rasa

sakit perut dan banyaknya makanan buruk yang ada dalam

perut itu, menyebabkan Nabi SAW., menyuruh orang tadi

50Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini Ibnu Majah, Ensiklopedia

Hadits 8, Sunan Ibnu Majâh, terj. Saifuddin Zuhri, (Jakarta: AlMahira, 2013), Cet. I, h.

623 51Ibnu Majah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Al-Zuani, Sunan Ibnu Majah,

Page 70: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

52

untuk mengulanginya beberapa kali pengobatan sampai

berhasil dan dapat mengalahkan penyakit tadi.52

b. Pengobatan Menggunakan Habbatus Sauda

Tanaman obat merupakan sumber utama bahan obat

sejak masa kuno untuk mengobati berbagai penyakit.

Ketertarikan kembali kepada obat alamiah dimulai pada decade

yang lalu terutama karena anggapan umum bahwa obat-obatan

yang hijau lebih menyehatkan daripada obat sintetik. Telah

terjadi peningkatan minat yang berlipat ganda terhadap

tanaman obat diseluruh dunia. Pada saat ini terdapat

kecenderungan untuk menggunakan pola hidup dengan herbal

pilihan untuk kesejahteraan manusia dan juga untuk

meningkatkan produktivitas dan kesehatan dari hewan ternak.

Produk alamiah tersebut dapat membantu tubuh secara

keseluruhan dan memperbaiki status imunologi.53

Pada zaman Nabi Muhammad SAW., pengobatan

herbal dengan Nigela Sativa telah lazim digunakan, bahkan

dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW., sebagaimana tersebut

disebutkan dalam Hadits Shahih Muslim dan Ibnu Majah.

ث نا ن، قال: حد دح بنح الارث المصري دح بنح رحمح، ومحم ث نا محم حد الليثح بنح سعد، عن عحقيل، عن ابن شهاب قال: أخبن أبحو سلمة

52Muhammad Mahmud Abdullah, , Ath Thibb Al-Quran’I Dar al-Kutub al-

Ilmiyah, terj. Muhisyam, Muhammad, (Yogyakarta: Beranda Publishing, 2010), Cet.I, h.

74-76 53Mukhtar Ikhsan, Tibbun Nabawi Dalam Pengobatan Modern, (Jakarta

Selatan:Cinta Buku Media, 2017), Cet. I, h.5

Page 71: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

53

ا أنهح، ري رة، أخبهح سييب، أن أب هح بنح عبد الرحن، وسعيدح بنح المح : ول الل صلى اللهح عليه وسلم ي قحولح ع رسح وداء »س إن ف البة الس

امح ام، والس لي داء، إل الس وداءح، شفاء من كح ، والبةح الس الموتحونيزح ابن ماجح( مسليم و )روه «الش

Muhammad bin Rumh al-Mishri dan Muhammad al-Mishri bin al-

Harits menyampaikan kepada kami dari al-Laits bin Sa’d dari

Uqail, dari Ibnu Syihab, dari Abu Salamah bin Abdurrahman dan

Sa’id bin al-Musayyib yang mengabarkan dari AbuHurairah

bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW., bersabda

“Sesungguhnya pada habbatussauda ada penawar dari setiap

penyakit, kecuali kematian”(HR. Muslim dan Ibnu Majah

No.3447)

Hadis yang disebutkan di atas menunjukan bahwa Nigella

sativa ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW., sebagai obat segala

macam penyakit kecuali “al-sam54”.

c. Pengobatan Menggunakan Ruqyah

Ruqyah merupakan bentuk jamak dari kalimat Ruqyah,

diambil dari akar kata Roqoo-fi’il madhi yang terdiri dari tiga

huruf (Ro, qof dan alif). Makna dasar darin kalimat Ruqyah

mengandung tiga makna; yaitu: naik gundukan tanah atau bisa

juga berarti perlindungan. Makna yang dimaksud dalam kata

Ruqyah dalam pembahasan ini tidak keluar dari cakupan

makna Ruqyah dari sisi kebahasaan. Menurut istilah, makna

kata Ruqyah adalah lafadz-lafadz tersebut dibacakan ke orang

yang sakit, maka penyakitnya sembuh. Hal ini jika lafadz-

54Al-Sam adalah kematian, sedangkan habbatusauda adalah jintan hitam

Page 72: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

54

lafadz tersebut berisi doa-doa yang digunakan untuk mengobati

penyakit.55

ث نا عبدح الل بنح إدريس، بة قال: حد ث نا أبحو بكر بنح أب شي عن حد

د، أن خالدة بنت أنس أحم د بن عحمارة، عن أب بكر بن محم محم

اعدية، جاءت إل النبي صلى اللهح عليه وسلم: ف عرضت »بن حزم الس

)روه ابن ماجح( «عليه الرقى، فأمرها با “Abu Bakar bin Abu Syaibah menyampaikan kepada kami dari

Abdullah bin Idris, dari Muhammad bin Umarah, dari Abu

Bakar bin Muhammad bahwa Khalidah binti Anas, Ummu bani

Hazm as-Sa’idiyah, datang menemui Nabi SAW., sembari

menampilkan ruqyah kepadanya, beliaupun menyuruh

melakukannya”.56(HR. Ibnu Majah-No. 3514)

Ruqyah merupakan salah satu metode penyembuhan

yang dilakukan terhadap orang sakit. Sakit ini bisa akibat

beberapa alasan seperti sengatan hewan berbisa, sihir,

kerasukanm atau kesurupan. Gangguan jin, gila, dan berbagai

jenis kondisi kesehatan lainnya dengan cara membacakan

sesuatu (terutama ayat Al-Qur’an). Dalam buku yang

ditulisnya, Abdul Malik Al-Atthar mengatakan bahwa manfaat

Ruqyah dapat membantu untuk menolak dan membentengi diri

seseorang dari gangguan syeitan dan sihir jahat. Menurut iman

55Umi Dasiroh, Konstruksi Makna Ruqyah Bagi Pasien Pengobatan Alternatif di

Kota Pekanbaru, JOM FISIP Vol. 4 No. 2- Oktober 2017, h. 3 56Ibnu Majah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Al-Qazwini Ibnu Majah,

Ensiklopedia Hadits dan Sunan Ibnu Majah, terj. Saifuddin Zuhri (Jakarta: Al-Mahira,

2013), Cet. I, h. 637, No. 3514

Page 73: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

55

ibnu Qayyim, diantara obat yang paling mujarab untuk

melawan sihir akibat pengaruh jahat syeitan adalah dengan

pengobatan syar’i yaitu dengan dzikir, do’a serta bacaan-

bacaan yang bersumber dari Al-Qur’an.57

d. Pengobatan Menggunakan Bekam

Penggunaan bekam pertama kali oleh manusia diketahui

dilakukan oleh kaum Nabi Luth. Mereka dulu apabila ada

orang asing berjalan di hadapan mereka, mereka melempari

kepala orang itu dengan batu, sehingga mengalirlah darah dari

kepalanya, lantas mereka mendatangi orang itu dan meminta

bayaran kepadanya sebagai upah atas darah kotor yang telah

mereka keluarkan itu. Sekalipun tindakan ini menunjukan

perangai buruk dan kebiasaan mereka memakan harta orang

lain melalui cara yang bathil, akan tetapi kisah ini

mengisyaratkan sudah lamanya penggunaan bekam sebagai

metode pengobatan, sejak zaman itu hingga zaman rosul.58

ث نا ث نا أسودح بنح عامر قال: حد بة قال: حد ث نا أبحو بكر بنح أب شي حدري رة، د بن عمرو، عن أب سلمة، عن أب هح حادح بنح سلمة، عن محم

إن كان ف شيء ما تداوون به عن النبي صلى اللهح عليه وسلم، قال: )روه ابن ماجح( 59خي، فالجامةح

57Umi Dasiroh, Konstruksi Makna Ruqyah Bagi Pasien Pengobatan Alternatif di

Kota Pekanbaru, JOM FISIP Vol. 4 No. 2- Oktober 2017, h. 7 58Shihab Al-Badri Yasin, Al-Hijâmah Sunanatun Nabawiyyah waMu’jizatun

Thibbiyyah, terj. Abu Umar Basyir dkk, (Solo: Al-Qowam, 2005), h. 6 59Ibnu Majah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Al-Qazwini Ibnu Majah,

Ensiklopedia Hadits dan Sunan Ibnu Majah, terj. Saifuddin Zuhri (Jakarta: Al-Mahira,

2013), Cet. I, h. 628, No. 3476

Page 74: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

56

Abu Bakar bin Abu Syaibah menyampaikan kepada kami dari

Aswad bin Amir, dari Hammad bin Salamah, dari Muhammad

bin Amr, dari Salamah, dari Abu Hurairah bahwa Nabi

Muhammada SAW., bersabda, “Jika ada kebaikan pada

sesuatau dari yang kalian gunakan untuk berobat, niscahya itu

adalah bekam.” (HR. Ibnu Mâjah-No. 3476)

Dari hadits diatas, Rasulullah SAW., menganjurkan

kepada para sahabat untuk melakukan metode pengobatan

menggunakan bekam, karena bekam adalah salah satu metode

pengobatan yang memiliki kebaikan.

e. Sistem Pengobatan Modern yang ditemukan oleh Tokoh-

Tokoh Islam

Dari sistem pengobatan klasik tersebut, kemudian menjadi

inspirasi untuk para ulama untuk menemukan dan

mengembangakan, dan memperluas sistem pengobatan yang

lebih modern, karena siringnmya waktu, macam-macam

penyakit mulai ditemukan oleh tokoh-tokoh Islam yang ahli

dalam bidang kedokteran dan kontribusinya dalam ilmu

kedokteran.

Dalam zaman dahulu, umat Islamlah yang menemukan

corak dunia dalam segala segi. Mulai segi-segi ilmiah eksakta

sampai segi-segi ilmiah sosial, konkret sampai abstrak. Kunci-

kunci pengetahuan aljabar, ilmu hitung, ilmu pasti, ilmu ukur,

ilmu alam dan lain sebagainya semua dipegang oleh orang

Islam. demikian pula kunci-kunci pengetahuan filsafat,

Page 75: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

57

ketatanegaraan, ekonomi. Pada abad pertengahan di Eropa

disebut zaman gelap, dimana ilmu mengalami kemacetan.

Terutama di bidang kedokteran, terlihat dari pengobatan

sebagian besar dilakukan hanya dengan mantera. Untunglah

pada waktu itu dibagian lain dari dunia ini, yaitu dunia Islam,

terjadi kemajuan yang sangat pesat.

Agama Islam, sepanjang abad, telah memikat lebih dari

jutaan manusia yang bersala dari berbagai bangsa. Islam

mengubah pola hidup mereka dan membentangkan tujuan

paling agung untuk ditempuh. Islam menegakan aturan-

aturannya, baik untuk kehidupan social maupun individual.

Tak diragukan lagi, agama yang punya kriteria seperti ini

niscahya memiliki prinsip-prinsip psikologis yang khas, dan

semua itu tercermin pada wujud para tokoh besar muslim yang

terkenal di berbagai bidang keilmuan serta disusunnya beragam

buku seputar Ilm Al-Nafs (Ilmu Jiwa), Akhlak, dan ‘Irfan.60

Berikut adalah beberapa tokoh kedokteran Islam:

1) Ali bin Rabban Thabari (192-247 H)

Ilmuan Muslim kenamaan ini menulis buku bertajuk

Firdaus Al-Hikmah dalam tujuh jilid dan 36 bab. Dalam buku

ini, ia mengulas berbagai persoalan penting dalam dunia

kedokteran.61

60Ishaq Husaini Kuhsari, Al-Quran dan Tekanan Jiwa, (Jakarta: Islamic College,

2102), Cet. I, h. 6-7 6161Ishaq Husaini Kuhsari, Al-Quran dan Tekanan Jiwa, (Jakarta: Islamic

College, 2102), Cet. I, h. 6

Page 76: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

58

2) Abu Bakar Muhammad bin Zakariya Razi (251-320

H)

Ibnu Khalillkan mengemukakan bahwa kondisi sosial

dan kedokteran Al-Razi mulai tampak dengan jelas ketika

kembali di Rayt, al-Razi Bersama-sama dengan seorang dokter

yang cerdas, terkemuka, kaya, dan sangat berpengaruh, yang

mempunyai dua anak perempuan. Sementara itu, al-Razi juga

mempunyai dua anak laki-laki. Kedua putri dokter tersebut

dikawinkan dengan kedua putra dari al-Razi. Dalam beberapa

waktu kemudian, dokter tersebut telah wafat, kemudian segala

harta dan kekayaan dilimpahkan kepada al-Razi. Dari sinilah,

keadaan ekonomi al-Razi melimpah, karya tulispun terus

berlangsung dan bahkan kerjasama bidang perekonomian

dengan Syihab al-Din Al-Ghawriy seorang penguasa dan

pengusaha terkemuka kala itu di Ghaznah.62

Al-Razi dalam bidang kedokteran ini benar-benar

menguasai, bahkan menghafal dan melahirkan berbagai karya

terpenting pada masanya. Dalam bidang kedokteran, Al-Razi

disebut sebagai orang yang benar-benar baik dalam fitrahnya,

sangat tajam kecerdasannya, baik dalam pemaparannya, sangat

unggul, kuat penalarannya dalam pegangan kedokteran dan

pembahasannya. Bidang kedokteran ini pada zamnnya tidak

ada yang mengunggulinya. Karyanya dalam bidang kedokteran

62Aswadi, Konsep Syifa Dalam Al-Qur’an; Kajian Tafsir Mafatih al-Ghaib

Karya Fakhruddin al-Razi, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2012), Cet. I, h. 30

Page 77: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

59

ini antara lain: Masa’il al-Tibb, Al-Jami’ al-Kabir fi al-Tibb,

Al-Tasyrih min al-Ra’s ila al-Hilyah dan Fi al- Nabdi.63

3) Ibnu Sina (370-427 H)

Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdullah Ibn Sina, lebih dikenal

dengan Ibnu Sina lahir di Afshahana, dekat kota Bukhara,

Uzbekiztan tahun 981 M. di usia ke-10, Ibnu Sina sudah

menguasai Al-Qur’an dan ilmu-ilmu pengetahuan dasar

lainnya. Ia belajar ilmu mantik dari Abu Abdullah Natili,

seorang filsuf terkenal di masa itu. Ibnu Sina mempelajari

filsafat Yunani, kedokteran, ilmu eksakta maupun buku-buku

Islam lainnya. Tak heran di kemudian hari Ibnu Sina menjadi

seorang filsuf, ensiklopedis, ahli matematika, dokter dan

astronom terkemuka di zamannya.64

Kontribusi terbesar Ibnu Sina dalam bidang kedokteran,

dapat dilihat dalam bukunya yang terkenal, dengan judul Al-

Qanun fi Al-Tibb.65 Kitab tersebut di Barat lebih dikenal

sebagai The Canons of Medicine yang menjadi kitab rujukan

atau ensiklopedia terlengkap dan terbesar di bidang

kedokteran, yang memuat banyak istilah. Di dalamnya termuat

63Aswadi, Konsep Syifa Dalam Al-Qur’an; Kajian Tafsir Mafatih al-Ghaib

Karya Fakhruddin al-Razi, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2012), Cet. I, h. 31 64RA Gunadi dan M Shelhi, Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol,

(Jakarta: Republika, 2002), Cet. I, h. 6 65RA Gunadi dan M Shelhi, Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol,

(Jakarta: Republika, 2002), Cet. I, h. 69

Page 78: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

60

risalah pengobatan perpaduan dari sumber-sumber pengobatan

kuno dan tabib muslim.66

4) Ibnu Nafis (w. 687 H)

Ibnu Nafis, nama ini seolah tenggelam dan sirna oleh

putaran waktu. sejarah seakan-akan melupakan tokoh ilmuan

Islam, penemu pembuluh darah kapiler ini. Sedangkan nama-

nama pakar Barat terus bermunculan menenggelamkan

keharuman nama penemu-penemu dari dunia Islam.67 Kota

Damaskus mewarisi ketenaran ilmu kedokteran Baghdad. Di

kota ini, ilmu kedokteran berkemban pesat berkat usaha para

penguasa Bani Ayyub, sehingga Damaskus berhasil menjadi

pusat ilmu dan seni, bahkan menjadi Menara kedua bagi

peradaban Arab Islam. Karena sudah banyak yang mengetahui,

Menara pertama sinar ilmu pengetahuan Islam adalah Baghdad

dan Andalusia, yang kini padam.68

Ibnu Nafis mendapatkan pujian dan penghargaan dari

pemerintah dan rakyat Mesir, atas keberhasilannya memimpin

gerakan memberantas penyakit menular. Bukan itu saja,

penghargaan materi berupa hadiah dan harta pun diperolehnya

dalam keadaan yang melimpah ruah. Namun kehidupannya

yang sederhana Ibnu Nafis menjadikan hadiah dan harta itu

66RA Gunadi dan M Shelhi, Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol,

(Jakarta: Republika, 2002), Cet. I, h. 71 67Sulaiman Fayyadh, Ibnu Nafis Penemu Pembuluh Darah Kapiler, terj. LPPMI,

(Yogyakarta: CV. Pustaka Mantiq, 1992), Cet. I, h. 7 68Sulaiman Fayyadh, Ibnu Nafis Penemu Pembuluh Darah Kapiler, terj. LPPMI,

(Yogyakarta: CV. Pustaka Mantiq, 1992), Cet. I, h.15

Page 79: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

61

lebih banyak dimanfaatkan Ibnu Nafis untuk kepentingan

tugasnya memberantas penyakit menular itu. Menyaksikan

sikap Ibnu Nafis yang sedemikian itu, maka penghargaan

rakyat Mesir kepadanya semakin bertambah besar. Sampai-

sampai mereka menganggap bahwa Ibnu Nafis adalah warga

negara mereka sendiri, meski sebenarnya adalah pendatang

dari Damaskus. Mereka memberinya, julukan Al-Mishri,

sehingga nama aslinya semakin Panjang: Abu Al-‘ Alai’

Ala’uddin Ali Ibnu Abi Hazmi Al-Qorosyi Al-Mishri.69

Sejak dia menginjakan kakinya di Kairo, ia sangat

berambisi untuk menulis buku dari hasil pikirannya langsung,

tanpa harus merujuk dari buku-buku yang sebelumnya sudah

ada. Ibnu Nafis yakin betul akan kemampuan daya ingatannya,

baik mengenai isi buku-buku ilmu kedokteran tulisan orang

lain yang dibacanya ataupun kasus-kasus penyakit yang

dihadapi dan pernah ditulisnya sendiri.70

5) Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (751 H)

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ahmad bin

Ayyub bin Sa’aduddin Al-Haffidz, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah

Ad Dimmasyqi. Ia murid Imam Ibnu Taimiyah yang terkenal

kokoh ajaran aqidahnya. Ibnul Qayyim adalah seorang fuqaha

dan seorang thabib. Ia lahir di Jauz (Damsyiq) tahun 751 H.

69Sulaiman Fayyadh, Ibnu Nafis Penemu Pembuluh Darah Kapiler, terj. LPPMI,

(Yogyakarta: CV. Pustaka Mantiq, 1992), Cet. I, h. 40 70Sulaiman Fayyadh, Ibnu Nafis Penemu Pembuluh Darah Kapiler, terj. LPPMI,

(Yogyakarta: CV. Pustaka Mantiq, 1992), Cet. I, h. 40

Page 80: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

62

Dalam kitab-kitab ilmu kedokterannya itu, beliau

menjelaskan fungsi alat-alat tubuh, peredaran darah tubuh,

pekerjaan jantung dan hati, serta penjelasan-penjelasan lainnya.

Beliau juga menjelaskan tentang terjadinya kehamilan karena

perpaduan benih laki-laki dan benih perempuan. Dalam uraian

ilmu kedokterannya, ia selalu mengutip dalil dari Al-Qur`an dan

hadits Rasulullah Saw.

6) Ali Akbar Al Andalusi

Ia seorang thabib penyakit dalam, ahli ilmu jiwa, dan ahli

penyakit kandungan. Ia bisa mengajar sambal menulis kitab. Ali

Akbar selalu mengutip dalil dari Al-Qur`an dan Hadits Nabi

SAW.

7) Abdul Qasim Ibnu Abbas Az Zahrawi (324-404 H)

Ia adalah keturunan Anshar dan lahir di Az Zahra.

Pendidikan dasar dan menengahnya dilaluinya di Az Zahra dan

Qurthubah (Kordoba). Disini ia mempelajari ilmu anatomi (At-

Tasyrih) di Lembaga pendidikan kedokteran. Pada masa

pemerintahan khalifah Abdurrahman III di Andalusia, ia menjadi

thabib istana Kordoba (Spanyol). Kitabnya yang terkenal adalah

‘A’maarul ‘Aqaaqir Al Mufradah Wal Murakkabah’ dan Kitab

At-Tasrif Liman ‘Ajaza’ Anit Ta’lif’ yang isinya tentang

pengobatan penyakit dalam, kandungan, ramuan obat-obatan

dan lain-lain.71

71Ja’far Khadim Yamani, Sejarah Kedokteran Islam Dari Masa Ke Masa,

(Bandung: CV. Prakarsa Insan Mandiri, 1993). Cet. I, h. 94

Page 81: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

63

Az-Zahrawi dikenal sebagai bapak ilmu bedah. Dialah

peletak dasar-dasar ilmu bedah. Sebelum alat dengan zat yang

dinamakan ‘As Afra’. Kemudian beliau terkenal jahitan

bedahnya yang halus dan banyak berhasil melakukan operasi

batu ginjal, melebarkan saluran kandungan, menyambung

pembuluh darah dan lain-lain. Beliau adalah peletah dasar-dasar

ilmu bedah modern.72

72Ja’far Khadim Yamani, Sejarah Kedokteran Islam Dari Masa Ke Masa,

(Bandung: CV. Prakarsa Insan Mandiri, 1993). Cet. I, h. 95

Page 82: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

65

BAB III

PROFIL KITAB TAFSIR AL-JAILANI KARYA SYAIKH

NAWAWI AL-BANTANI DAN KITAB TAFSIR AL-ASSAS

KARYA SAID HAWWA

A. Profil Singkat Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dan Tafsir Al-Jailani

1. Biografi Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

a. Latar Belakang Sosio Historis Al-Jailani

Nama lengkap beliau adalah Abdul Qadir bin Abu Shalih

Musa Janki Dausat bin Abu Abdullah bin Yahya Az-Zahid bin

Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah bin Musa Al-Jun

bin Abdullah Al-Mahadh. Beliau dijuluki juga dengan Mujmil bin

Hasan Al-Matani bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib r.a. Ada Riwayat

yang menjelaskan bahwa penasaban Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

kepada Ali bin Abi Thalib adalah tidak benar, karena pendapat

tersebut lemah dan jumlah mereka juga sedikit.1 Buku-buku sejarah

dan biografi hampir sepakat bahwa julukannya adalah Abu

Muhammad dan nasabnya di nisbatkan kepada Al-Jailani atau Al-

Jaili. Misalnya, Ibnu Al-Atsir2 dalam Al-Kamil menjelaskan, “Dia

adalah Abdul Qadir bin Abi Shalih Abu Muhammad Al-Jaili.

1Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-

I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h. 13 2Syaikh Imam Allamah Ali bin Muhammad bin Atsir, pengarang kitab Al-Kamil

fi At-Tarikh, lahir tahun 550 H, seorang imam besar, ahli hadits dan sastrawan. Di akhir

hayatnya beliau belajar hadits. Beliau adalah tempat berteduhnya para pencari ilmu dan

orang-orang mulia berkumpul mengelilinginya. Meninggal dunia tahun 630 H.

Page 83: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

66

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dilahirkan di Naif, negeri

Jailan3, yaitu negeri yang terpencil dibelakang Thabaristan, yang

dikenal dengan Kail atau Kailan. penisbatan nama itu ke wilayah

ini menjadi Jaili, Jailani, dan Kailani, adalah pada tahun 471

Hijriyah. Ada yang mengatakan bahwa beliau lahir pada tahun 470

Hijriyah4 dan riwayat ini diambil dari perkataan beliau sendiri

tentang kelahirannya, “Saya tidak mengetahui secara pasti, tetapi

saya datang ke Baghdad pada tahun yang didalamnya At-Tamimi5

masih hidup dan usia saya pada saat itu delapan belas tahun”.6

Sedangkan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani meninggal pada malam

Sabtu tanggal 18 Rabi’ul Akhir tahun 561 H setelah maghrib dan

jenazahnya dikubur di sekolahannya setelah disaksikan oleh

manusia yang tidak terhitung jumlahnya.7

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani r.a. mengalami pertumbuhan

yang mulia dalam sebuah rumah yang penuh kezuhudan, kemuliaan,

dan kebaikan8 Beliau memiliki seorang ayah dan ibu yang baik.

3Nama Jailan dibaca dengan jim (Arab), sementara orang-orang Persia

menggunakan huruf kaf menjadi Kailan. Kawasan Jailan bukanlah sebuah perkotaan yang

besar, tetapi ia lebih mirip sebuah gugusan perkampungan yang berada di tengah-tengah

pegunungan. Sampai sekarang perkampungan itu dinamakan Kailan, yaitu wilayah

Sayyed Mohamed Fadil Al-Jailani Al-Hasani, Biografi Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani r.a,

terj. Munirul Abidin dengan judul Nahr Al-Qadariyah Manaqib Syeikh Abdul Qadir Al-

Jailani Al-Hasani, (Depok: Keira Publishing, 2016), Cet. I, h. 82 4Sayyed Mohamed Fadil Al-Jailani Al-Hasani, Nahr Al-Qadariyah Manaqib

Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani Al-Hasani, terj. Munirul Abidin dengan, (Depok: Keira

Publishing, 2016), Cet. I, h. 82 5At-Tamimi adalah ayah Muhammad Izzatullah bin Abdul Wahab bin Abdul

Aziz bin Al-Harits bin Asad yang meninggal pada tahun 488 H. 6Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-

I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h. 15 7Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu A

l-I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h. 16 8Dalam masalah ini, ibu beliau r.a. memberikan komentar, “setelah saya

melahirkan anak saya, Abdul Qadir ini, beliau tidak mau menyusu kepada saya pada siang

Page 84: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

67

Beliau memliki derajat dari dua arah (ayah dan ibu). Cahaya kewalian

dan tanda-tanda hidayah sudah muncul sejak beliau dilahirkan dan

menjelang masa kanak-kanak. Sejak kecil, Abdul Qadir Al-Jailani

sudah menampakan dirinya sebagai remaja yang rajin beribadah,

soleh, bertakwa, zuhud di dunia, mengutamakan negeri akhirat, dan

terobsesi mengetahui usul dan cabang syariat secara detail.

Sementara itu., di Jailan saat itu belum ada orang yang dapat

memenuhi keinginannya dan menghilangkan rasa hausnya terhadap

ilmu syari’at. Karenanya, terbesit dalam hatinya untuk pergi ke

Baghdad yang menjadi pusat kemajuan Islam.9 Beliau tiba di

Baghdad pada tahun 488 H. pada saat beliau berusia 18 Tahun, beliau

sibuk dalam mempelajari Al-Qur’an sampai menguasainya. Lalu

belajar fikih serta memantapkan keilmuan beliau dalam bidang ushul

fikih, furu’ul fikih, dan ilmu ilmu khilaf. Beliau juga mempelajari

hadits dan sibuk dengan mau’idhah sampai beliau mahir memberikan

mau’idhah.10 Setelah menyelesaikan pendidikan ilmu ahama, Syaikh

Abdul Qadir Al-Jailani r.a, tidak mnghentikan langkahnya dalam

mencari ilmu ruhaniyah yang mendalam dengan mendapat

hari bulan Ramadhan. Awan menutupi bulan purnama di atas pandangan orang-orang pada awal bulan Ramadhan. Mereka kemudian mendatangi saya dan bertanya tentang hal itu.

Kemudian saya menjawab, ‘Anak saya belum menyusu kepadaku seharian ini.’. Baru

kemudian jelaslah waktu itu adalah awal bulan Ramadhan. Maka sejak itu tersebar luas

berita bahwa putra saya ini dilahirkan karena kemuliaan sebagai seorang anak yang tidak

menyusu pada siang hari Ramadhan. 9Sayyed Mohamed Fadil Al-Jailani Al-Hasani, Nahr Al-Qadariyah Manaqib

Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani Al-Hasani, terj. Munirul Abidin dengan (Depok: Keira

Publishing, 2016), Cet. I, h.83 10Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Fathur Rabbani Wal Faidlur Rahmani,

terj.Masrohan Ahmad (Yogyakarta: Citra Media, 2014), Cet. 15, h. 3

Page 85: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

68

bimbingan Syaikh Hammad bin Muslim ad-Dabbas r.a, salah satu

Mayayikh terpandang di Baghdad Syarif.11

Ibnu Taimiyah, seorang ulama yang sangat getol

menggelorakan tauhud, memeberantas syirik, bid’ah, khufarat, dan

lainnya. Beliau mengatakan tentang Syaikh Abdul Qadir: “Dialah

Abdul Qadir bin Shaleh Abdullah al-Jily al-Hambali. Abu Muhammad

lahir 471 H. ia terkenal karena zuhud dan ibadahnya. Ia makan dari

hasil kerjanya sendiri. Namanya telah masyhur, termasuk salah satu

ulama sufi terbesar. Kepadanya di nisbahkan Thariqah al-Qadariyyah

salah satu tarekat kenamaan. Adz-Dzahabi memberikan komentar: dia

adalah seorang alim, Zahid, arif, panutan, syeikh Islam, wali yang

sangat terkenal.12

b. Guru-Guru dan Murid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

Masa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah masa kejayaan ilmu

karena banyaknya para ulama dan da’i , serta begitu banyaknya karya

ilmiah di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Hal inilah yang

menyebabkan Syeikh Abdul Qadir Al-Jialani r.a mendapatkan bagian

besar dari ilmu agama. Berikut guru-guru Syaikh Abdul Qadir Al-

Jailani:

1) Ali bin Aqil Abul-Wafa bin Aqil (w. 513 H). Beliau adalah

seorang alim di Irak dan menjadi syaikh para Imam

hambaliyah di Baghdad pada masanya. Ia adalah penulis

11Maulana Muhammad Aftsab Cassim Razvi, Biografi Syaikh Abdul Qadir Al-

Jilani, (Jakarta: Diadit Media, 2008), Cet. I, h. 32 12Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur`an, (Jakarta: PT. Qaf

Media Kreativa, 2019), Cet. I, h. 185

Page 86: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

69

buku Al-Funun fi Mukhtalafi-‘Ulum yang belum pernah

seorangpun menulis buku ini. buku ini mencapai 400 juz.

2) Mahfudz bin Ahmad bin Hasan Abdul Khattab Al-

Kalwadzaniy (w. 510 H). Seorang ahli fikih di Baghdad

dan imam para penganut madzhab Hanbali pada masanya.

3) Yahya bin Ali bin Muhammad Abu Zakariya At-Tibrizy

(w. 502 H). Salah seorang imam ahli bahasa dan sastra yang

tersohor.

4) Muhammad bin Muhammad bin Husain Abdul-Husain bin

Abu Ya’la Al-Farra’ (w. 526 H). Seorang ahli sejarah dari

golongan ahli fikih madzhab Hanbali.

5) Habatullah bin Mubarak bin Musa Abul-Barakat As-

Saqathiy (w. 509 H). Seorang yang sangat alim dan ahli

hadits, sekaligus ahli sejarah.

6) Muhammad bin Ali bin Maimun Abdul Ghanaim an-

Nursiy (w. 510 H). Seorang ahli baca Al-Qur`an dan

penghafal Al-Qur`an.

7) Mubarak bin Abdul Jabbar bin Ahmad Abdul-Hasan Al-

Azdiy, yang terkenal dengan nama Ibnu Thuyuriy (w. 500

H). Beliau seorang ahli hadits yang tsiqah.

8) Ja’far bin Ahmad bin Husain Abu Muhammad As-Siraj (w.

500 H). seorang sastrawan, alim dalam bidang qira’at,

nahwu, dan bahasa.

9) Hammad bin Muslim Abu Abdillah ad-Dabbas Ar-Rahbiy

(w. 525 H). Seorang arif, wara’, dan penuh dengan hikmah.

a) Abu Al-Khathab Mahfuzh bin Ahmad bin Hasan Al-Iraki

Al-Kaladzani (w. 510 H)

Page 87: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

70

c. Kondisi Sosial Politik Pada Masanya

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani r.a hidup pada masa antara

tahun 470-561 H. Masa ini terkenal dengan masa yang penuh

dengan kekeruhan politis, banyak terjadi peristiwa-peristiwa dan

perubahan arah politk. Ketika Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani

pindah ke Baghdad pada tahun 488 H, masa itu adalah masa setelah

runtuhnya kekuasaan Bani Buwaihi dar kelompok Syi’ah dan

datangnya penguasa Saljuk menguasai Baghdad. Lalu berdirilah

kerajaan Sunni, yaitu pada masa khalifah kerajaan Abbasiyah Al-

Mustadzir Bilah, yang tidak menguasai kekhalifahan, kecual hanya

namanya saja karena kekuasaan ada di tangan para pemimpin

tentara dan pembsar kabilah. Karen itulah pada masa itu banyak

terjadi fitnah dan pertentangan antar penguasa Saljuk. Lalu para

tentara banyak membuat kerusakan di Baghdad, membelanjakan

harta secara foya-foya dan mengancam para pedagang sehingga

manusia merasakan kelaparan dan ketakutan yang sangat.13

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani telah mengalami lima kali

pergantian penguasa Bani Abbasiyah, mereka adalah:14

1) Al-Mustadzir Bilah seorang keturunan Harun Ar-Rasyid,

lahi tahun 470 H, di baiat menjdi khalifah tahun 487 H

dan meninggal tahun 512 H. Lama masa pemerntahannya

adalah 24 tahun. Dia adalah seorang khaliah yang berak

13Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-

I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah, (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h. 4-5 14Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-

I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h.5-6

Page 88: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

71

hak mulia, hafal Al-Qur’an, fashih dan baligh. Pada masa

awal pemerintahannya telah terjadi perseteruan antara

kelompok Ahlu Sunnah wal Jama’ah dengan kelompok

Rafidzh, maka terjadilah kebakaran di banyak tempat dan

banyak juga manusia yang terbunuh.

2) Al-Mustarsyid bin Al-Mustdzir yang memegang

kekhalifahan setelah ayahnya tahun 512 H. Dia adalah

seorang yang kuat, pemberani, perkasa, berkemauan

keras, manis tutur kataya, banyak beribadah, dicintai

orang umum dan khusus, lalu dibunuh oleh orang-orang

dari kelompok Bathinyah tahu 529 H dan mereka

memotong-motongnya, setelah dia berhasil

mempertahankan kekhalifahannya selama tujuh belas

tahun.

3) Setelahnya diganti oleh Khalfah Ar-Rasyid Billah tahun

529 H. Pada masanya tampaklah sedikit kelompok

Rafidzah dan masa kekhalifahannya hanya sebentar

sekali, yaitu hanya sebelas bulan. Setelah itu para fuqaha

mengalami nasib yang buruk. Ar-Rasyid Billah wafat

karena dibunuh secara mengenaskan oleh sebagian orang-

orang Bathiniyah.

4) Al-Muqtafi Liamrillah yang di baiat menjadi khaifah

setelah Ar-Rasyid Billah jatuh. Dia adalah seorang

penguasa yang cerdas dan ksatria. Meninggal pada tahun

555 H.

Page 89: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

72

5) Al-Mustanjid Billah yang di baiat menjadi khalifah

setelah kematian ayahnya dan dia adalah seorang khalifah

yang shohih. Meninggal pada tahun 555 H.

Secara umum pada masa itu telah terjadi kekeruhan politik

karena adanya persaingan yang kuat diantara para khalifah di

Baghdad dan kelompok Bathiniyah di Mesir. Karena sebagian

penguasa memberikan kebebasan kepada meka untuk mendirikan

kekuasaan sendiri, seperi yang terjadi di Syam, yang kemudian

terjadilah persaingan dan pertentangan di antara para penguasa

tersebut.15

Situasi politik semacam ini memberikan pengaruh terhadap

diri Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dan kepribadiannya sehingga dia

lebih mengutamakan diri untuk waktunya dalam perkumpulan ilmu,

pendidikan dan rohani, serta menzhuhudkan manusia dari perkara-

perkara dunia, di samping, kadang-kadang juga melakukan amar

m’ruf dan nahi mungkar di dalam situasi yang carut-marut, yang

mna usaha semacam itu dianggap sebagai salah satu usaa untuk

melakukan jihad.16

Kebanyakan kondisi sosial masyarakat suatu masa, tidak

terlepas dari kebijakan politis yang berlaku pada masa itu.

Sementara itu pada masa Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani hidup

diwarnai dengan kekcauan politik, banyak terjadi pergantin

penguasa (Khalifah), banyak peristiwa besar terjadi dan umat Islam

15Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-

I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h. 6 16Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-

I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h. 6

Page 90: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

73

banyak bercampur dengan umat-umat lain yang non muslim.

Semua itu telah menyebabkan adanya bentuk kehidupan sosial yang

bervariatif dan tidak berpegang kepada satu pegangan yang sama.17

Pada masa Al-Mustanjid Billah, buku-buku sejarah

memaparkan bahwa dia adalah seorang penguasa yang baik kepada

rakyat, masyarakat hidup dalam kemakmuran dan aman dari segala

kedzaliman yang mnganggu manusia. Disamping itu dia juga

banyak memberikan keringanan pajak dan upeti keapada

masyarakat. Sedangkan di masa-masa kekhalifahan lainnya,

masyarakat hidup dalam keprihatinan, kelaparan merajalela, harga-

harga meningkat, dan banyak manusia yang binasa.18

d. Karya-Karyanya

Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani r.a. mengarang banyak kitab

baik di bidang fikih, tauhud, tasawuf, akhlak, hadits, tafsir, dan

disiplin ilmu lainnya. Diantara karya tulis beliau adalah:

1) Al-Ghunyah li Thalibil Haqq (bekal yang memadai bagi para

pencari jalan kebenaran). Teks berbahasa Arab diterbitkan

dalam dua bagian oleh Dar Al-Albab, Damaskus, tanpa

tanggal 192 halaman diatmbah 200 halaman. Terjemahan

dalam bahasa Inggris dipersiapkan dan diterbitkan oleh Al-

Baz Publishing.19

17Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-

I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h. 4-5 18Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-

I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h.7 19Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, Ujar-ujar Syaikh Abdul Qadir Jailani, terj.

Ilyas Hasan, (Bandung: Penerbit Al-Bayan, 1995), Cet. I, h. 23-26

Page 91: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

74

2) Al-Fath Ar-Rabbani wal Faidhur Rahmaniy. (Wahyu

Agung). Sebuah koleksi enam puluh dua wacana yang

disampaikan oleh Syaikh ‘Abdul Qadir pada tahun 545-546

H/1150-1152 M.

3) Malfuzhat (Ujar-ujar Syaikh Abdul Qadir Jailani). Seiring

diperlakukan sebagai semacam lampiran atau pelengkap

untuk manuskrip dan versi-versi cetakan Al-Fath Ar-

Rabbani.

4) Futuh Al-Ghaib (Penyingkap Kegaiban). Sebuah koleksi

yang berisi tujuh puluh wacana. Teks berbahasa Arabnya,

yang disunting oleh Muhammad Salim Al-Bawwab,

diterbitkan oleh Dar Al-Albab, Damaskus, 1986.

5) Tujfatul Muttaqiin wa Sabilul Arifin. Ibnul Qayyim

menyebutkannya dalam Ijtima’ul Juyusyil Islamiyyah.

2. Profil Tafsir Al-Jailani

a. Latar Belakang Penulisan

Di dalam mukadimahnya tafsir Al-Jailani, Syaikh Abdul

Qadir Al-Jailani menjelaskan bahwa tafsir Al-Jailani bukan seperti

tafsir pada umumnya. Tafsir Al-Jailani merupakan sebuah

kompilasi inspirasi dan isyarat yang seiring dengan irama

kehidupan, ruh, dan gerak yang muncul dari kalbu ahli ibadah yang

selalu berhubungan dengan Allah SWT., kesadaran inilah yang

senantiasa berpadu baik dengan setiap gerak Syaikh Abdul Qadir

Al-Jailani, maupun dengan diam hatinya selalu tenang bersama

Allah. Tafsir Al-Jailani menjadi manifestasi dari segenap perasaan,

emosi, gerak, inspirasi, isyarat, dan curahan kalbu Syaikh Al-

Jailani. Inilah sebuah karya otentik yang menjadi bentuk

Page 92: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

75

sumbangsih nyata dari seorang ‘Alim Rabbani dan Quthb Ruhâni,

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani r.a.20

Tafsir ini di Analisa selama kurun waktu 30 tahun oleh

Syaikh Muhammad Fadhil sebagai cucu ke-25 Syaikh Abdul Qadir

Al-Jailâni dan orang yang menghimpun tafsir ini menamakannya

dengan tafsir Al-Jailâni.21 Adapun terkait penamaanya sebagai

tafsir Al-Jailâni itu semata-mata merupakan gagasan dari

penelitiannya, beliau khawatir jika suatu saat karya ini di ambil oleh

peneliti kurang mahir dalam bidang tafsir yang banyak tersebar di

Arab, sehingga usaha beliau untuk memunculkan karya-karya

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni yang masih terkubur akan terganggu

dan diselewengkan demi tujuan materialistis dan sebagai mata

pencaharian semata.

b. Metode Penafsiran

Metode yang di gunakan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam

menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’`an dalam Tafsir Al-Jailani adalah

metode tahlili. Karena beliau menyoroti ayat-ayat Al-Qur`an dengan

memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung di dalamnya

mengikuti uruttan surah-surah yang ada dalam Mushaf Usmani. Hal

ini terlihat dari upaya mendalam sang mufassir dalam menjelaskan

makna yang tersirat dalam tulisan yang tersurat denagn cara

menjelaskan sebab turunnya ayat (tidak semua dipaparkan), kemudian

beliau menganalisis kosa kata dalam ayat, kemudian menjelaskan

kandungan hukum dalam ayat-ayat ahkam, kemudian memaparkan

20Abdul Qadir Al-Jailani, Tafsir Al-Jailani, Juz I, h. xvi 21Abdul Qadir Al-Jailani, Tafsir Al-Jailani, Juz I, h. 29

Page 93: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

76

kandungan surat secara umum (dengan membuat prolog dan epilog

pada setiap surat yang dikaji).

c. Corak Penafsiran

Kecenderungan corak penafsiran Tafsir Al-Jailani adalah tafsir

dirayah atau tafsir yang berbasis pada penalaran akal mufassir

bercorak sufistik. Meski terdapat beberapa penafsiran yang

menampilkan asbab al-nuzul. Namun sangatlah jelas terlihat hal

tersebut tidak biasa menampilkan bahwa tafsir ini mengungkapkan

metode tafsir riwayat. Hal tersebut berdasar pada cara menafsirkannya

yang langsung mengarah pada nalar sufistik. Riwayat yang ada hanya

sebagai penegas bahwa penafsiran ini muncul sebagimana riwayat

yang ada. Riwayat yang dimunculkan pun tidak seperti yang terdapat

dalam tafsir bi al-riwayah yang sering menampilkan berbagai riwayat

perbandingan pendapat perawi. Sehingga Tafsir Al-Jailani bisa

dikatakan sebagai tafsir dirayah bercorak sufistik.22

d. Sistematika Penulisan

Tafsir ini terdiri dari 6 jilid. Diterbitkan oleh Markaz al-

Jailani lil Buhuts al-‘Ilmiyyah, Istanbul, Turki. Memuat

keseluruhan ayat suci Al-Qur`an, tafsir ini menggunakan metode

penulisan sebagai berikut:23

23Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur`an, (Jakarta: PT. Qaf Media Kreativa, 2019), Cet. I, h. 186-187

Page 94: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

77

1) Menuliskan ayar Al-Qur`an per kata, lalu dijelaskan

maknanya, kadangkala menjelaskan arti lahir terlebih

dahulu, lalu diteruskan ke tafsir isyarinya.

2) Disetiap permulaan surah diberikan mukadimmah terlebih

dahulu, baik mengenai isi kandungan surah itu atau arahan-

arahan lainnya menyangkut kebersihan jiwa dalam rangka

menuju Zat Ilahiyyah. Kemudian, di akhir surah ada khitam

(kalimat penutup) yang meringkas keseluruhan isi

kandungan surah dalam kavcamata tasawuf.

3) Tafsir ini tidak terlalu banyak tentang ulumul Qur`an

seperti sebab nuzul, makki-madani, I’rab, balaghah,

isytiqaq dan sebagainya, karena hal itu sudah banyak

disinggung oleh At-tafsir yang lain.

4) Tafsir ini tidak menggunakan tafsir nabawi sebagi

rujukannya, apalagi tafsir sahabat dan tabi’in, karena tafsir

sufi/isyari adalah hasil oleah piker dan olah hati penafsiran.

Syaikh Abdul Qadir sangat piawai dalam menentukan sisi-

sisi sufistik dalam menjelaskan arti terdalam sebuah ayat.

5) Syeikh Abdul Qadir al-Jailani mandiri dalam merenungkan

ide-ide tasawufnya, tidak taklid kepada siapapun. Beliau

sangat piawai menentukan sisi-sisi/nilai tasawuf pada

setiap ayat.

6) Tafsir ini jika dibandingkan dengan tafsir Al-Alusi,

termasuk tafsir isyari yang snagat sederhana. Bahasa yang

digunakannya pun masih bisa dikonsumsi oleh para santri

dan akademis, asal mereka sudah pernah bergaul dengan

istilah-istilah tasawuf.

Page 95: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

78

B. Profil Singkat Sa’id Hawaa dan Tafsir Al-Assas Karya Said

Hawwa

1. Biografi Said Hawwa

a. Latar Belakang Sosio-Historis Sa’id Hawwa

Syaikh Sa’id bin Muhammad bin Hawwa lahir di kota

Hamah, Suriah, tanggal 27 September tahun 1935, dari pasangan

Muhammad Diib Hawwa dan Arabiyyah Al-Althaisy.24 Ia baru

berusia 2 tahun ketika ibunya meninggal dunia, lalu ayahnya

menikah lagi. Ia pindah ke rumah neneknya di bawah asuhan sang

ayah, seorang pejuang pemberani yang berjihad melawan

Perancis25

Beliau adalah sosok yang zuhud. Tempat tidur dan pakaian

yang tidak pantas di pakai ulama dan sebagai dosen. Sedangkan dari

segi makanan, maka tidak lebih baik dari tempat tidur dan

pakaiannya. Sikap inilah yang membuatnya bersikap longgar

terhadap orang-orang yang mau mencetak buku-bukunya, baik atas

izin ataupun tanpa izinnya. Buku-bukunya diterbitkan berkali-kali,

baik secara illegal maupun legal. Beliau adalah orang yang zuhud,

berakhlak baik, dan ramah, yang patut dibanggakan dan menjadi

teladan terbaik bagi orang lain.26

24Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 283 25Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, terj. Khozin Abu

Fakih dan Fachruddin (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003), Cet. I, h. 401 26Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, terj. Khozin Abu

Fakih dan Fachruddin (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003), Cet. I, h. 403

Page 96: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

79

Tahun 1987, Syaikh Sa’id Hawwa terkena stroke, hingga

sebagian anggota badannya lumpuh. Ia juga mengalami komplikasi

berbagai penyakit, seperti gula, tekanan darah, pembekuan darah,

ginjal, dan sakit mata. Hal ini memaksanya jauh dari masyarakat

dan diopname di rumah sakit.Tanggal 14 Desember 1988. Sa’id

Hawwa diopname di rumah sakit. Kondisinya tidak kunjung

membaik, hingga ia wafat hari kamis, tanggal 9 Maret 1989, di

Rumah Sakit Islam Amman.

Kehidupannya yang sederhana, menyebabkan ayahnya tak

mampu membiayai sekolah Sa’id. Ayahnya terpaksa

mengeluarkannya dari sekolah, ketika berusia 8 tahun, dan akhirnya

ia membantu ayahnya berjualan dipasar.27 Beberapa tahun setelah

putus sekolah, pendikan formalnya diawali dengan sekolah dasar.

Ia dimasukan oleh ayahnya disekolah malam agar ia besar seperti

anak lain pada umumnya yang biasa mengenyam bangku sekolah.

Usia Sa’id bersama teman-temannya terpaut cukup jauh, karena

mayoritas yang mengikuti sekolah malam adalah yang sudah

dewasa, hanya Sa’id yang usianya masih muda. Setelah tamat

sekolah dasar, Sa’id menempuh pendidikan Sekolah Menengah

Pertama (SMP) di Ibn Rusyd, tidak lama kemudian ia pindah di

SMP Abu al-Fida’, namun ia kembali lagi ke sekolah Ibnu Rusyd

sampai ia tamat.

27Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 283

Page 97: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

80

b. Guru dan Muridnya

Masa-masa menempuh Pendidikan tingkat SMP adalah

masa-masa yang penuh bacaan. Telah banyak buku karangan para

cendikiawan dunia yang dilahapnya. Buku tebal Aristosteles yang

telah diterjemahkan kedalam Bahasa Arab berjudul al-Akhlak ila

Niquumaakhaas telah dibaca dan dirangkumnya. Beliau pun

membaca sejarah Revolusi Prancis dan biografi Napoleon

Bonaparte. Buku-buku tasawuf dan akhlak juga tak luput dari

perhatiannya.28

Setelah lulus SMP, Sai’d melanjutkan pendidikannya ke

jenjang SMU. Pada masa mudanya, banyak berkembang

pemikiran Sosialis, Nasioanlis, Ba’ats, dan Ikwanul Muslimin.

Allah memilihkan kebaikan untuknya, dengan bergabung ke

dalam Jamaah Ikhwanul Muslimin, tahun 1952, saat ia masih

pelajar SMU.29 Selama masa pendidikannya, selain belajar ia juga

menggunakan waktu luangnya untuk membantu ayahnya bekerja

berjualan di pasar dan membantu menggarap kebun kapas milik

ayahnya. Tidak selesai pada jenjang SMU, pada tahun 1956,

beliau mendaftar di Fakultas Syari’ah di Damaskus dan lulus pada

tahun 1961. Setelah beliau lulus dari fakultas Syari’ah, beliau

mendaftarkan diri sebagai guru demi memenuhi permintaan orang

tuanya, dan mengajar di Provinsi al-Haskah.

28Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 284 29Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, terj. Khozin Abu

Fakih dan Fachruddin (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003), Cet. I, h. 401

Page 98: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

81

Sa’id Hawwa berguru pada beberapa Syaikh Suriah. Di

antara Syaikhnya yang paling menonjol ialah Syaikh dan Ulama

Hamzah., Syaikh Muhammad Al-Hamid, Syaikh Muhammad Al-

Hasyimi, Syaikh Abdul Wahab Dabas Wazit, Syaikh Abdul

Karim Ar-Rifa;I, Syaikh Ahmad Al-Murad, dan Syaikh

Muhammad Ali Al-Murad. Sa’id Hawwa juga belajar kepada

ustadz, seperti Musthafa As-Siba’i, Musthafa Az-Zarqa, Fauzi

Faidhullah, dan lain-lain. Tahun 1961, ia lulus dari Universitas

Suriah, mengikuti wajib militer sebagai perwira tahun 1963,

menikah tahun 1964 dan dikaruniai empat orang anak.30

Aktivitas dakwah Sa’id Hawwa adalah memberi kuliah,

khutbah dan ceramah, di Suriah, Arab Saudi, Kuwait, Emirat, Irak,

Yorda`nia, Mesir, Qatar, Palestina, Amerika, dan Jerman. Ia juga

berperan bahkan mengkoordinir demonstrasi menentang undang-

undang di Suriah, tahun 1973. Karenanya, ia dijebloskan ke

penjara selama lima tahun, sejak 5Maret 1973 sampai 29 Januari

1978. Di Penjara, ia menulis buku tafsir Al-Assas Fii Tafsir (dua

belas jilid) dan sejumlah buku dakwaah lainnya. Selain itu ia

adalah pemimpin di Jamaah Ikhwanul Muslimin, di lingkup

nasional maupun internasional, dan berperan aktif dalam aktivitas

dakwah, politik, dan jihad.31

Ustadz Zuhair Asy-Syawisy disurat kabar Al-Liwa’, yang

terbit di Yordania tanggal 15 Maret 1989, berkata, “Allah

30Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, terj. Khozin Abu

Fakih dan Fachruddin (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003), Cet. I, h. 401 31Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, terj. Khozin Abu

Fakih dan Fachruddin (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003), Cet. I, h. 402

Page 99: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

82

menetapkan takdir-Nya dan tidak ada seorang pun mampu menolak

takdir-Nya. Allah mengakhiri hidup Sa’id bin Muhammad bin

Hawwa, di Rumah Sakit Islam Amman, kamis pagi, 9 Maret 1989.

Jenazahnya dishalatkan setelah Jum’at di Masjid Al-Faiha’ Asy-

Syumaisani dan dikebumikan dipemakaman dipemakaman Sahab,

wilayah selatan Amman. Jenazahnya dihadiri dan diiringi puluhan

ribu orang. Diantaranya, Ustadz Yusuf Al-Adham, Syaikh Ali Al-

Faqir, Penyair Abul Hasan, Syaikh Abdul Jalil Rizq, Ustadz Faruq

Al-Masyuh, dan Sastrawan Abdullah Ath-Thantawi. Masyarakat

Yordania yang mulia memperlakukan orang asing yang meninggal

dunia di negeri mereka dengan hormat, sama seperti penghormatan

mereka kepada orang-orang hidup dan singgah di tempat mereka.

Ini kedermawanan, keindahan ucapan, dan antusias yang simpatik.

32

c. Kondisi Sosial Politik Pada Masanya

Pada tahun 1966, karena situasi politik dalam negeri yang

semakin panas dan Sa’id Hawwa beserta tokoh-tokoh Ikhwanul

Muslimin terancam pembunuhan, Sa’id Bersama istri akhirnya

pergi ke Kerajaan Saudi. Ahmad dan Muhammad yang masih kecil

dititipkan kepada nenek mereka. Di negara ini Sa’id mengajar

selama lima tahun, dua tahun pertama di al-Hufuuf, dan sisanya di

Madinah. Ia mengajar di sekolah-sekolah modern tingkat SMP dan

SMU, memegang mata pelajaran Bahasa Arab, hadits, dan usul

fiqh. Ia juga memberi ceramah-ceramah yang makin hari makin

32Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, terj. Khozin Abu

Fakih dan Fachruddin (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003), Cet. I, h. 402

Page 100: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

83

diminati dan banyak pengggermarnya, karena disampaikan secara

menggugah oleh seorang yang hidup sederhana.33

Pada tahun 1972, Sa’id kembali ke Suriah dan mengajar di

Al-Ma’arrah. Meskipun kota Ma’arrah ini terhitung basis

pemikiran kiri, para siswa menunjukan respon yang baik terhadap

pemikiran Islam sehingga mengagetkan banyak pihak. Sa’id sendiri

berusaha tampil sebagai seorang yang berpikiran Islami murni,

berusaha tidak menampakan hubungannya dengan organisasi

Ikhwanul Muslimin.34

Pada tahun 1973, Sa’id ditangkap dan dipenjarakan karena

terlibat dalam kerusuhan menentang konstitusi. Semenjak Suriah

meraih kemerdekaan, para aktivis Islam menuntut agar konstitusi

negara adalah konstitusi Islam, atau konstitusi yang mengakui

bahwa agama resmi negara adalah agama Islam.35 Pergulatan paling

keras dalam hal ini adalah yang pernah dilakukan oleh Dr.

Mushthafa as-Sibaa’iy tidak lama setelah Suriah merdeka,

sekalipun usahanya hanya berhasil mencantumkan ketetapan

bahwa agama kepala negara adalah Islam, Islam menjadi salah satu

sumber hokum, dan bahwa tujuan Pendidikan adalah menciptakan

generasi yang beriman kepada Allah SWT. Selanjutnya Suriah

menyaksikan beberapa kali kudeta dan pergantian kekuasaan, tapi

konstitusi tidak dirubah. Tapi, ketika Hafez Al-Asad berhasil

33Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 287 34Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 288 35Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 288

Page 101: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

84

memegang kekuasaan, dia ingin menjadikan pembuatan kosntitusi

ini sebagai salah satu prestasinya. Namun kosntitusibaru ini dinilai

sekuler oleh kalangan Islam, sehingga mereka mengadakan

koordinasi di antara para ulama seluruh Suriah Bersama seluruh

rakyat untuk menolak konstitusi baru ini.36

Kalangan politik yang dirugikan oleh Hafez al-Asad,

diantaranya kaum sosialis dan pengikut Jamal Abdunnasir,

mendukung gerakan ini. Mereka menyerukan pemogokan di

seluruh Suriah. Akibat kerusuhan ini, banyak orang ditangkap dan

dijebloskan ke dalam penjara, salah satunya adalah Sa’id Hawwa

yang dipenjara pada tanggal 5 Maret 1973 dan baru keluar pada

akhir Januari 1978.37

d. Karya-Karyanya

Sa’id Hawwa memiliki karya-karya tulis seputar dakwah

dan gerakan, yang diminati para pemuda muslim dinegeri-negeri

Arab dan Islam. Terutama, Yaman, negara-negara Teluk, dan

negeri-negeri Syam. Sebagian besar karya-karya tulisnya

diterjemahkan ke Bahasa lain.

Diantara karangan Sa’id Hawwa yang telah diterbitkan

adalah sebagai berikut:38

a. Allah Jalla Jalâluhu

36Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 289 37Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 289 38Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, terj. Khozin Abu

Fakih dan Fachruddin (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003), Cet. I, h. 404-405

Page 102: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

85

b. Ar-Rasul Shallallahu alaihi wa sallâm

c. Al-Islâm

d. Al-Assas fii Tafsir

e. Al-Assas fii Sunnah wa Fiqhuha: As-Sirah, Al-Aqaid, Al-

Ibadah

f. Tarbiyatuna Ar-Rûhiyah

g. Al-Mustakhlash fi Tazkityatil Anfus

h. Mudzakkiraat fi Mnazilish Shiddiqin war Rabbaniyyin

i. Jundullah, Tsaqafatan wa Akhlaqan

j. Min Ajli Khuthuwat ilal Amam ala Thariqil Jihadil Mubarak

k. Al-Assas fi Qawâ’idil Ma’rifah wa Dhawabithil Fahmi lin

Nushûsh

l. Bathalal Hurub Ash-Shalibiyah fil Masyriq wal Maghrib,

Yusuf bin Tasfin wa Shalahuddin Al-Ayubi

m. Kai laa Namdhi Ba’idan an Ihtiyaajatil Ashr

n. Al-Maskhal ila Da’watil Ikhwanil Muslimîn

o. Jaulaat fil Fiqhainil Kabir wal Akbar wa Ushulihima

p. Fî Afaqit Ta’alim, dan lain-lain

2. Profil Tafsir Al-Assâs

a. Latar Belakang Penulisan

Kitab tafsir karya Sa’id Hawwa ini dinamakan oleh

penyusunnya dengan Al-Assâs fi at-Tafsir. Bila dipahami dengan

pengertian bahwa Indonesia berarti dasar dalam penafsiran.

Pengertian ini bisa dimaksudkan bahwa penafsiran yang

digunakan kitab ini sangat memperhatikan hubungan antar ayat

yang qada kesesuaian yang dalam ilmu tafsir dikenal dengan

Page 103: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

86

munasabah Al-Qur’an. Kedua, tafsir ini sering mengutip atsar baik

dari Nabi atau sahabat. Dua hal diatas merupakan pokok atau

dasar dalam menafsirkan Al-Qur’an yang bagi Sa’id Hawwa

menjadi perhatian utama dalam tafsirnya.39

Kitab tafsir Al-Assâs fî Tafsir merupakan kitab tafsir yang

terdiri dari 11 (sebelas) jilid besar. Kitab tafsir yang dijadikan

penelitian dalam kajian ini merupakan terbitan dari penerbit Dar

al-Salam, Mesir, dengan tahun terbit 1985 M/1405 H. Dalam jilid

pertama kitab tersebut dicantumkan kata pengantar penerbit oleh

‘Abdul Qadir Mahmud Al-Bukar yang terdiri dari dua halaman.

Kemudian disusul pengantar penyusun (Al-Assâs fi al-Manhaj)

tentang metode pembahasan mengenai uraian kitab tafsir yang

digunakan oleh penulisnya. Masih di dalam jilid satu

dikemukakan pengantar kitab tafsir Al-Assâs (Muqaddimah Al-

Assas fî al-Tafsir) yang memberikan tentang karakteistik kitab

tafsir ini serta keistimewaannya dibandingkan dengan kitab tafsir

lain.40

Sepanjang pencarian, penulis hanya menemukan satu jilid

kitab terjemahan tafsir Al-Assas yang berbahasa Indonesia, dan

hanya terdiri sebagian surat Al-Baqarah saja.

39Septiawadi, “Penafsiran Sufistik Sa;id Hawa Dalam Al-Asas Fi At-Tafsir”,

Disertasi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, h. 40 Sa’id Hawwa, Tafsir Al-Assas, terj. Syafril Halim (Jakarta: Robbani Press,

2000), Cet. I, h,1-5

Page 104: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

87

b. Metode Penafsiran

Dalam studi tafsir ada beberapa metode yang popular dalam

penafsiran Al-Qur’an, dalam hal ini metode penyajian tafsir yang

poplar dipakai muffasir yaitu, metode Ijmali41, Tahlili42,

Muqarran43 (Komparatif), dan maudhu’i (Tematik)44.45Tafsir Al-

41Metode Ijmali lebih tepat digunakan jika ingin disampaikan untuk komunitas

orang-orang awam. Metode ini berusaha menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara global,

ringkas, dan menghindari penggunaan bahasa yang bertele-tele sebab penjelasan yang

disampaikan oleh penafsir adalah pesan pokok dari ayat yang ditafsirkan. Metode ini lebih

tepat digunakan untuk penyampaian terhadap orang-orang awam. Lihat Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta, 2014), h.

17-18 42Metode tahlili adalah metode menafsirkan Al-Qur’an yang berusaha

menjelaskan Al-Qur’an dengan menguraikan berbagai seginya dan menejelaskan apa yang

dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Metode ini dilakukan secara berurutan dengan menafsirkan

ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal hungga akhir, menjelaskan kosa kata,

konotasi kalimatnya, latar belakang turunya ayat, kaitan dengan ayat lain, baik sebelum

maupun sesudahnya (munasabah), dan tidak terdapat pendapat-pendapat yang telah

diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi

SAW, sahabat, para Tabi’in, maupun ahli tafsir lainnya, dan menjelaskan arti yang

dikehendak, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, Balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang diambil dari ayat yaitu hukum

fiqih, dalil syar’I, dan lain sebagainya. Lihat Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-

Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta, 2014), h. 17-18 43Metode tafsir Muqaran adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan

menunjuk pada penjelasan-penjelasan muffasir. Cara menggunakan metode ini dengan

mengumpulkan sejumlah ayat Al-Qur’an, mengemukakan penjelasan muffasir baik dari

kalangan salaf atau kalangan kalaf baik tafsir bercorak bi al Ma’tsur iatau ibi al Ra’yi,

membandingkan kecenderungan tafsir mereka masing-masing, membandingkan ayat-ayat

AL-Qur’an dengna berbicara tentang tema tertentu, atau membandingkan ayat-ayat AL-

Qur’an dengan hadits-hadits Nabi, atau dengan ka jian-kajian lainnya. Lihat Abdul

Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta, 2014), h. 17-18

44Metode Mau’dui adalah menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang memiliki

tujuan dan tema yang sama, setelah itu disusun berdasarkan kronologis turunnya dengan

memperhatikan sebab-sebab turunnya, langkah selanjutnya menguraikan dengan

menjelajahi seluruh aspek yang dapat digali. Hasilnya diukur dengan timbangan teori-teori

akurat sehingga muffasir dapat menyajikan tema secara utuh dan sempurna. Lihat Abdul

Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta,

2014), h. 17-18 45Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea

Press Yogyakarta, 2014), h. 17-18

Page 105: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

88

Assas fi Tafsir karya Sa’id Hawwa dapat dikatakan di dalam

pembahasannya menggunakan metode tahlili. Karena kitab tafsir

Al-Assas menggunakan urutan dimulai dari surat Al-Fatihah

sampai surat An-Nas. Penjelasannya dikemukakan secara rinci dan

Panjang.46

Penerapan tahlili sebagai metode yang digunakan tafsir ini,

misalnya penafsiran surah Al-Baqarah. Pertama Sa’id Hawwa

membagi surah Al-Baqarah dalam tiga kelompok yaitu

muqadimmah, kandungan surat dan penutup. Untuk mukadimmah

terdiri dari 20 ayat pertama, bagian isi dari ayat 21 sampai ayat 284,

sedangkan 2 ayat terakhir sebagai penutup surat. Mukaddimahnya

terdiri dari tiga faqrah. untuk faqrah ketiga mengandung tiga

majmu’ah. bagian tengah Al-Baqarah terdiri dari tiga qism, yang

mengandung beberapa maqta’ dan faqrah. Ayat yang ditafsirkan

disusun dalam kelompok-kelompok ayat untuk memudahkan

uraiannya.

c. Corak Penafsiran

Corak yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat Al-

Qur’an dalam tafsir Al-Assas ini, beliau menggunakan corak

sufistik. Hal ini juga dapat dilihat dari beberapa karyanya juga

beliau menggunakan aspek-aspek tasawuf dan pembinaan akhlak.

46Ryan Alfian, “Konsep Kepemimpinan Menurut Sa’id Hawwa Dalam Kitab Al-

Asas Fi Al-Tafsir dan Al-Islam,” Skripsi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014, h. 28

Page 106: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

89

d. Sistematika penafsiran Sa’id Hawwa dapat dirumuskan

sebagai berikut:47

1) Menampilkan beberapa ayat sesuai kelompok

munasabahnya.

Beberapa ayat tersebut bisa tergabung dalam satu

maqta’ dengan beberapa faqrahnya. Pada setiap surat terlebih

dahulu dijelaskan keberadaan surat tersebut baik menyangkut

identifikasi surat, tema surat, hubungan dengan surat lain atau

kandungan surat secara global. Biasanya disini ditampilkan

riwayat bila menyangkut sebab turun dari suatu surat.

2) Menafsirkan ayat

Bentuk penafsiran yang dikemukakan Sa’id Hawwa

mengenai ayat yang sudah disusun dalam kelompok ayat yaitu

dengan menjelaskan makna secara umum atau memberikan

pengertian secara global kemudian menerangkan pengertian

teks ayat (makna harfi) dengan tinjauan Bahasa serta uslub

ayat. Dalam hal ini ia sering menggunakan rujukan dari kitab

tafir al-Nasafi atau Ibnu Katsir juga tafsir Sayyid Qutb dan Al-

Alusi. Dengan demikian makna harfi yang dijelaskan cukup

Panjang berbeda dengan tafsir Jalalain yang sangat singkat.

3) Menjelaskan hubungan susunan ayat (munasabahnya)

Disini Sa’id Hawwa mengkaji struktur ayat dalam

surat. Misalnya hubungan dalam satu kelompok ayat seperti

47Ryan Alfian, “Konsep Kepemimpinan Menurut Sa’id Hawwa Dalam Kitab Al-

Asas Fi Al-Tafsir dan Al-Islam,” Skripsi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014, h. 29

Page 107: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

90

hubungan kesamaan tema dalam satu maqta’, atau satu faqrah.

menerangkan hubungan antar faqrah atau antar maqta’ bahkan

dijelaskan hubungan dengan ayat lain pada surat yang berbeda.

4) Menjelaskan hikmah ayat

Bagian ini dikenal dalam rangkaian penafsirannya

dengan fawaid. Dalam poin ini ada juga dibahas tentang

munasabah ayat khususnya hubungan suatu ayat dengan

beberapa ayat lain atau dengan hadis nabi. Poin ini merupakan

penafsiran yang lebih luas dan komprehensif oleh Said Hawwa

dengan memahami ayat berdasarkan konteks.

Demikian langkah dari metode penafsiran Sa’id

Hawwa yang lebih banyak menyorot aspek munasabah dalam

tafsirnya. Dua poin terakhir ini merupakan keunggulan dari

tafsir Sa’id Hawwa yang membedakannya dengan mufasir lain

baik dari sisi ide ataupun metode. Tafsir ini disusun seperti

kitab tafsir besar yang lain dengan menguraikan penafsiran

secara mendalam dan rinci mencapai 11 jilid tebal. Penulisan

kitab tafsir ini seperti diterangkan oleh Sa’id Hawwa dalam

pendahuluan kitabnya yaitu ketika ia menjalanio maa tahanan

pplitik semasa pemerintahan Hafiz Al-Asad dalam kurun

waktu sekitar 1973-1978. Cara penyajian uraian seperti ini

dikenal juga dalam dunia tafsir dengan metode tahlili.

Penulisan tafsir ini menggunakan 4 kitab tafsir sebagai rujukan

utama yaitu tafsir Ibnu Katsir, An-Nasafi, Al-Alusiy dan

Sayyid Qutub. Karakteristik kitab ini terletak pada analisis

Page 108: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

91

aspek Munasabah dengan konsep seperti ditegaskan

penyusunya yaitu kesatuan Al-Qur’an.

Selain itu, dinyatakan juga dalam pendahuluan tafsir ini

bahwa orientasi penulisan tafsir ini berorientasi untuk

menjelaskan aspek aqidah (ushuluddin), fiqh, ruhiyyah,

sulukiyyah. Dua hal terakhir berkenaan dengan tasawuf dan

perilaku menempuh jalan tasawuf.

Sistematika penulisan kitab tafsir secara umum yaitu

dalam setiap jilid Sa’id Hawwa selalu mengemukakan

pendahuluan sebelum masuk penafsiran surat-surat Al-Qur’an.

Paparan menyangkut kategori surat sesuai yang dibagi menurut

jumlah ayat oleh Sa’id Hawwa. Setiap surat yang ditafsirkan

terlebih dahulu pada awal surat yang dijelaskan munasabahnya

dengan surat-surat lainnya. Biasanya dikutip dari penjelasan

Sayyid Qutib dalam tafsir Fi Zilalil Qur’an dan Al-Alusiy

dalam tafsir Ruhul Ma’ani.

Runtutan penfsiran disesuaikan dengan urutan surat-

surat seperti yang terdapat dalam Mushaf.

Tabel susunan surat dalam kitab tafsir Al-Assas:

Jilid I al-Fatihah-Al-Baqarah 286

Jilid II Al-Imran-An-Nisa 176

Jilid III Al-Maidah-Al-An'am 165

Jilid IV Al-a'raf-At-Taubah 129

Jilid V Yunus-Ibrahim 52

Jilid VI Al-Hijr- Maryam 98

Jilid VII Thaha-Al-Qashas 88

Page 109: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

92

Jilid VII Al-Ankabut-Sad 88

Jilid IX Az-Zumar-Qaf 45

Jilid X

Adz-Dzariyat-Al-

Qalam 52

Jilid XI Al-Haqqah-An-Naas -

Page 110: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

93

BAB IV

ANALISIS AYAT -AYAT SYIFA DALAM AL-QUR`AN

MENURUT TAFSIR AL-JAILANI DAN AL-ASSAS

A. Analisis Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dan Sa’id

Hawwa tentang Konsep Syifa dalam Al-Qur`an

Pada bab II telah disebutkan beberapa teori-teori yang

menyatakan Al-Qur`an merupakan media penyembuhan untuk

berbagai penyakit. Merujuk kamus Al-Qur`an, yaitu Mu’jam

Mufahros dan Konkordansi Qur`an , penulis lebih fokus mengkaji

ayat-ayat terkait Syifa dalam penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-

Jailani dan Sa’id Hawwa, yang kiranya pembahasan ini penting untuk

penulis teliti karena didalam buku karya Sa’id Hawwa yang berjudul

“Perjalanan Ruhani Menuju Allah”1 menjelaskan bahwa pembahasan

inti dari ilmu tasawuf meliputi beberapa hal yang dikaji antara lain

tentang ruh, tentang qalbu, tentang akal pikiran dan tentang jiwa atau

an-nafs. Hemat penulis, kajian yang dibahas berkaitan dengan teori-

teori ahli yang menyatakan bahwa Al-Qur`an merupakan obat untuk

penyakit rohani meliputi ruh, qalbu, dan jiwa atau an-nafs sedangkan

akal termasuk kedalam penyakit jasmani.2

Penulis mengumpulkan ayat-ayat yang memiliki maksud

untuk penyembuhan, diantaranya ialah: QS. Al-Isra [17]:2, QS.Yunus

1Sa’id Hawaa, Tarbiyatuna Ar-Ruhiyyah, terj. Imam Fajarudin, (Solo: Era

Intermedia, 2002), Cet. I, h. 75 22Sa’id Hawaa, Tarbiyatuna Ar-Ruhiyyah, terj. Imam Fajarudin, (Solo: Era

Intermedia, 2002), Cet. I, h. 75

Page 111: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

94

[10]: 57, QS. As-Syu’ara [26]:80, QS.Anahl [16]:69, QS.Fushilat

[41]:44, QS.At-Taubah [9]:14, QS. As-Syu’ara [26]:803.

Berikut penafsirann ayat-ayat Al-Quran tentang Syifa dalam

Al-Qur`an menurut penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam

kitab Al-Jailani dan Sa’id Hawwa dalam kitab Al-Assas.

1. Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni dalam Tafsir Al-

Jailâni dan Tafsir Sa’id Hawwa dalam Tafsir Al-Assâs pada

Q.S al-Isro [17]: 82

Berbagai pendapat yang membenarkan bahwa Al-Quran

adalah obat penawar penyakit bagi orang yang mengimaninya.

Pernyataan ini dibenarkan oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni Q.S

Al-Isro ayat 82:

“Dan Kami turunkan dari Al Qur`an suatu yang menjadi penawar

dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu

tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain

kerugian” (Q.S al-Isro [17]: ayat 82)4

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni menafsirkan ayat ini bahwa

kata syifa pada ayat tersebut adalah Al-Qur`an yang Allah SWT

jadikan sesuatu yang menjadi obat untuk beberapa penyakit hati

3Ali Audah, Konkordansi Quran; Panduan Kata Dalam Mencari Al-Qur`an,

(Bogor: Pusaka Litera AntarNusa, 1996), Cet. 2, h. 614 4Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, Jilid 8, (Jakarta: Departemen

Agama RI, 2009), Cet. III, h.524

Page 112: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

95

karena beberapa racun yang menetap (racun hakiki maupun

majazi) di dalam kesempitan hati dan terkurungnya pemikiran.5

Racun yang dimaksud adalah keburukan yang ada dalam hati, yang

sudah melekat. Menanggapi keimanan tersebut terhadap orang

yang beriman dan membenarkan agama Allah, kitab-Nya, Allah

SWT., akan memberikan kasih sayang dan petunjuk dari Al-Qur`an

dengan cara memberikan tanda-tanda atau isyarat dari rahasia yang

Allah SWT janjikan.

Sa’id Hawwa dalam kitab tafsirnya Al-Assâs lebih

mendetail dalam menjelaskan ayat tersebut, tetapi memiliki

maksud penafsiran yang sama dengan Syaikh Abdul Qadir Al-

Jailâni. Beliau menyebutkan beberapa rincian penyakit-penyakit

yang terdapat dalam hati, yaitu keraguan, kemunafikan, hawa

nafsu, dan kerisauan. Sedangkan menurut beliau, orang-orang yang

beriman akan menemukan sendiri hikmah

dari keimanannya terhadap Allah SWT., dan menyadari bahwa Al-

Qur`an dapat menyembuhkan, dan membersihkan berbagai

penyakit dalam hati, seperti yang disebutkan serta menghapus

segala dosa.6

Kemudian Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni menafsirkan

bahwa Allah akan memberikan kerugian terhadap orang-orang

kafir yang telah mendustai dan tidak menjaga Al-Qur`an, yaitu

5Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir Al-Jailâni, ditahqiq oleh Dr. Muhammad

Fadhil Al-Jailâni Al-Hasani Al-Tailani Al-Jamazraqi, (Bairut:Markaz Al-Jailâni Al-

Ibniyyah, 2009), h. 102 6Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid VI, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),

h. 3106-3108

Page 113: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

96

dengan tidak merasakan adanya manfaat atau khasiat Al-Qur`an

dalam kehidupannya dan Allah SWT., menjadikan telinganya tidak

bisa mendengar lantunan bacaan Al-Qur`an meski dihadapannya

karena Allah SWT., menjadikannya jauh. Kemudian di akhir

penafsirannya, beliau menjelasakan bahwa sesungguhnya Al-

Qur`an adalah mengobati penyakit dan rahmat bagi manusia.7

Senada dengan penjelasan Hamka, beliau menegaskan

bahwa di dalam Al-Qur`an ada obat-obat dan rahmat bagi orang-

orang yang beriman. Beliau menjelaskan bahwa banyak penyakit

yang bisa disembuhkan oleh Al-Qur`an. Dan banyak penyakit yang

menyerang jiwa manusia, dapat di sembuhkan oleh ayat-ayat Al-

Quran. Beliau menyebutkan penyakit-penyakit tersebut dalam

tafsirnya yaitu sombong, penyakit malas, bodoh, mementingkan

diri sendiri, rasa tamak, dan sebagainya.8

Hamka memperkuat penjelasannya dengan mencantumkan

pendapat Ahli psichosomatik di Indonesia, yaitu Prof. Dr.Aulia

yakni : “Bahwa apabila seorang yang sakit benar-benar kembali

kepada ajaran agamanya, maka sakitnya akan sembuh. Beliau

berpendapat bahwa betapa besar pengaruh ajaran Tauhid, yang

mengandung ikhlas, sabra, ridha, tawakal dan taubat, besar

7Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid VI, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),

h. 3108 8Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid VI, (Jakarta: PT. Pustaka Pankimas, 2002), h.

4107

Page 114: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

97

pengaruhnya mengobati sakit jiwa seorang muslim. Dan beliau

menganjurkan berobat dengan sembahyang dan doa”.9

Berdasarkan penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni dan

Sa’id Hawwa, dengan diperkuat dengan penafsirsn Hamka dapat

disimpulkan bahwa setiap penyakit yang terdapat dalam hati, dapat

Al-Qur`an sembuhkan dengan cara mengimaninya dan

mengamnalkannya. Sebaliknya, jika seseorang tidak mengimani

Al-Qur`an, hanya akan menjadikan kerugian baginya.

2. Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailâni

dan Tafsir Sa’id Hawwa dalam Tafsir Al-Assâs pada Q.S An-

Nahl [16]: 69

Dari zaman Rasulullah SAW hingga zaman modern ini,

madu dijadikan obat untuk penyembuhan penyakit. Karena Allah

SWT.,telah membuktikan kekuasaannya dalam Al-Qur`an kepada

lebah dengan berbagai proses pembuatan yang tidak ada

seorangpun yang bisa membuatnya. Dalam pada Q.S An-Nahl

[16]: 69, Allah SWT. Berfirman:

“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan

tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari

perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam

warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi

manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

9Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid VI, (Jakarta: PT. Pustaka Pankimas, 2002), h.

4107

Page 115: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

98

terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang

memikirkan”(Q.S An-Nahl [16]: 69)10

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni pada ayat tersebut

menjelaskan bahwa Allah SWT., berdialog dengan Lebah-Lebah,

memerintahkannya untuk memakan sari-sari dari setiap buah-

buahan atas petunjuk Allah SWT., yang dijamin tidak akan salah

dan menyimpang, dengan cara tunduk terhadap hukum-hukum

Allah. Dalam tafsirnya, beliau menjelaskan bahwa Allah memberi

pengetahuan kepada manusia, bahwa dalam perut lebah terdapat

minuman (madu) yang berbeda-beda warnanya antara lain ada

yang berwarna putih, ada yang berwarna hitam, ada yang

berwarna hijau dan ada yang berwarna kuning yang Allah jadikan

pengobatan manusia untu beberapa penyakit jasmani.11

Menurut penulis, dari perintah Allah terhadap lebah dapat

diambil pelajaran bagi manusia yaitu dari segi perintah kepada

lebah dalam pencarian makanan. Allah memerintahkan lebah untuk

mencari makanan pada buah-buahan dihutan yang luas dengan cara

tidak mengambil makanan makhluk hidup lain. Karena lebah

dalam mencari makan dengan menghisap sari-sari pada buah-

buahan dan bunga-bunga. Hal ini mengajarkan manusia untuk tidak

mengambil hak orang lain melainkan mencari makanan yang halal,

dan tidak mengganggu kehidupan orang lain. Dan dalam penafsiran

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Allah memeberikan akal pada

10Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, Jilid 8, (Jakarta:

Departemen Agama RI, 2009), Cet. III, h. 343 11Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir Al-Jailâni, ditahqiq oleh Dr. Muhammad

Fadhil Al-Jailâni Al-Hasani Al-Tailani Al-Jamazraqi, (Bairut:Markaz Al-Jailani Al-

Ibniyyah, 2009), h. 66

Page 116: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

99

manusia supaya dapat mencari ilmu penget bahuan dengan

penelitian atau menggali informasi bahwa madu yang dihasilkan

oleh lebah dapat menyembuhkan berbagai penyakait.

Diperkuat Imam Jalaluddin Al-Mahali dan As-Suyuti12

dalam tafsir Jalalain, beliau mencantumkan pendapat, yang

dimaksud beberapa kesembuhan adalah dari sebagian penyakit saja

karena ditunjukan oleh pengertian ungkapan lafaz syifa-un yang

memakai nakirah. Atau sebagai obat untuk berbagai macam

penyakit, bila digabungkan dengan obat-obat lainnya. Bila tidak

dicampur dengan obat yang lain, maka sesuai dengan niat

peminumnya. Sungguh Nabi SAW., telah memerintahkan untuk

meminum madu bagi orang yang perutnya kembung, demikianlah

menurut riwayat yang telah dikemukakan oleh Imam Syaikhain.

Sedangkan Sa’id Hawwa Allah SWT., menafsirkan bahwa

ketika lebah diperintahkan untuk memakan sari-sari pada semua

buah-buahan yang disukai dengan cara bertebaran di muka bumi

yang jauh dari sarang lebah kemudian juga selalu mencari makanan

Allah memerintahkan kepada lebah supaya kembali pada sarang-

sarangnya dengan mudah, dari pintu manapun tanpa tersesat

(bagian sarang kiri maupun sarang bagian kanan).13

Dalam penafsiran Sa’id Hawwa dapat diambil pelajaran

pada kalimat bahwa Allah SWT., memerintahkan lebah untuk

12Imam Jalaluddin Al-Mahali dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-

Jalalain, terj. Bahrun Abubakar, (Bandung: Sinar Baru Algendindo, 2009), Cet. VII, h.

1031 13Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid VI, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),

h. 2958

Page 117: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

100

bertebaran di muka bumi mencari makanan yang jauh dari

sarangnya untuk kembali pulang pada sarangnya dapat diambil

pelajaran bahwa Allah juga memerintahkan manusia untuk

mencari kehidupan di bumi untuk selalu bertaubat atau kembali

pada pencarian ridha Allah SWT.

Perintah menjadikan madu sebagai bahan pengobatan

tercantum dalam hadits Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari

Abu Sa’id Al-Khudri: “Seorang laki-laki datang kepada

Rasulullah SAW. Dia berkata ,” Sesungguhnya perut saudaraku

mengembung.’ Rasuluillah SAW. Bersabda kepadanya, ‘Berilah

dia minum madu.’ Laki-laki itu memberi saudaranya minum amdu,

tetapi kemudian dia datang kepada Rasulullah, saya telah memberi

ya minum madu, tetapi perutnya makin bertambah kembung.’

Beliau bersabda, ‘Pergilah dan beri dia minum madu.’tetapi

kemudian ia datang lagi seraya berkata, Ya Rasulullah, madu itu

hanya menambah perutnya kembung saja.’ Rasulullah SAW.

Bersabda, ‘Mahabenar Allah dan perut saudaramu berdusta.

Pergilah dan beri dia minum madu lagi. Lelaki itu pergi, kemudian

memberi saudaranya minum madu, dan sembuh.

Dari kedua penafsiran diatas, dapat disimpulkan bahwa,

Allah SWT., menjadikan madu sebagai sistem penyembuhan

beberapa penyakit fisik. Diantaranya yang sudah dibuktikan oleh

ilmuan antara lain: penyakit gula (diabetes) dapat disembuhkan

oleh madu. Selain sebagai obat penyembuh beberapa penyakit,

dalam penafsiran keduanya sama-sama mengungkapkan, bahwa

manusia harus mengambil hikmah atau pelajaran dari semua proses

Page 118: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

101

yang dilakukan oleh lebah, yaitu dari pengambilan hak menghisap

makanan yang tidak merugikan yang lain, dan untuk selalu

bertaubat kepada Allah SWT., dari kesesatan.

3. Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni dalam Tafsir Al-Jailâni

dan Tafsir Sa’id Hawwa dalam Tafsir Al-Assâs pada Q.S Yunus

[10]: 57

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran

dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang

berada) dalam dad dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang

yang beriman”(Q,S Yunus: [10]:57)14

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani pada Q.S Yunus ayat 57

dalam Tafsir Al-Jailâni menjelaskan bahwa ‘Allah SWT.,

memberikan nasihat kepada hambanya, bahwa Al-Qur`an sebagai

obat bagi kegundahan dan kerisauan hati, sebagai petunjuk jalan

untuk mencapai ketetapan tauhid. Kemudian beliau menjelaskan

bahwa, telah datang kasih sayang Allah untuk seluruh orang yang

beriman yang baik dan bertakwa, maka wajib atas kalian untuk

mengambil nasihat dan mengambil peringatan dengan beberapa

hukum Allah, dan kalian berpikir didalam rumus-rumus Allah

dengan isyarat-isyarat Allah dan kalian berpikir di dalam beberapa

pembuka (kitab Allah), dan tempat munculnya pemantauan Allah,

sehingga kalian terbuka dari Allah dengan kadar kesempatanmu

14Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, Jilid 8, (Jakarta:

Departemen Agama RI, 2009), Cet. III, h.327

Page 119: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

102

dan kekuatan kalian kepada sesuatu yang telah terbuka. Allah lah

zat yang memberi hidayah atau petunjuk menuju syurga Allah,

kepada orang-orang yang Allah kehendaki, dari hamba-hamba-

Nya, dan Allah maha perkasa dan maha menghakimi.15

Sedangkan Sa’id Hawwa menjelaskan bahwa makna syifa

adalah ayat-ayat Al-Qur`an dapat dijadikan sebagai obat yang

menyembuhkan penyakit rohani dan jasmani. Al-Qur`an pula

sebagai obat untuk sebuah akidah terhadap Allah misalnya dengan

cara membaca Al-Qur`an, merenungi makna Al-Qur`an. Kemudian

Al-Qur`an mengajarkan manusia bahwa penyakit jasmani dan

rohani dapat disembuhkan dengan sebuah minuman yang terbuat

dari madu lebah. Tidak hanya itu, khasiat Al-Qur`an pun sebagian

menumbuhkan isi Al-Qur`an sebagai petunjuk, hidayah, rahmat,

dan sebuah kasih sayang Allah kepada makhluk hidupnya yang

beriman.16

Kemudian Sa’id Hawwa menjelaskan bahwa sesungguhnya

manusia itu akan mengambil dari Al-Qur`an atas kadar

persiapannya manusia dan kadar keimanan manusia. Adapun

orang-orang kafir dan munafik, maka tidak ada bagian bagi mereka

dalam Al-Qur`an ini.17

15Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir Al-Jailâni, ditahqiq oleh Dr. Muhammad

Fadhil Al-Jailâni Al-Hasani Al-Tailani Al-Jamazraqi, (Bairut:Markaz Al-Jailani Al-

Ibniyyah, 2009), h. 343 16Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid V, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),

h. 2480 17Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid V, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),

h. 2480

Page 120: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

103

Menurut Ziyad Ulhaq dalam bukunya “30 Tipologi

Manusia dan Rahasia Kepribadiannya, ayat ini, kata asy-Syifa’

dibatasi (taqyîd) dengan kata “lima fish-shudûri”, artinya

pengobatan terhadap penyakit-penyakit yang menimpa hati. Wajar

bila hati kita sedang gundah gulana, obat mujarabnya adalah

membaca Al-Qur`an.18

Selain itu, dari ayat ini pula, ulama menyimpulkan bahwa

penyakit fisik itu sumber atau bermula dari penyakit hati. Sehingga,

dengan membaca Al-Qur`an, penyakit hati sirna. Bila penyakit hati

sirna, fisik pun menjadi sehat dan bebas dari penyakit.19 Menurut

sufi besar, Al-Hasan Al-Bashri sebagaimana dikutip oleh

Muhammad Sayyid Thantawi dan berdasar Abû asy-Syaikh

berkata: “Allah menjadikan Al-Qur`an obat terhadap penyakit-

penyakit hati dan tidak me njadikannya obat untuk penyakit

jasmani.20

Kesimpulan dari penafsiran ayat diatas adalah

bahwasannya yang dimaksud obat dalam Al-Qur`an adalah

kemanfaatannya menyembuhkan berbagai penyakit jasmai, rohani,

memperbaiki akidah, kemudian Al-Qur`an juga mengajarkan

manusia bahwa penyakit jasamnai dapat diobati dengan minuman

yang terbuata dari lebah (madu). Kemudian selain sebagai obat

18Ziyad Ulhaq, 30 Tipologi Manusia dan Rahasia Kepribadiannya, (Jakarta: PT.

Qaf Media Kreativa, 2018), Cet. I, h. 513 19Ziyad Ulhaq, 30 Tipologi Manusia dan Rahasia Kepribadiannya, (Jakarta: PT.

Qaf Media Kreativa, 2018), Cet. I, h. 513 20M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-

Qur`an, Jilid 7, (Jakarta:Lentera Hati, 2002) , Cet. V, h. 175

Page 121: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

104

jasmani, rohani, Al-Qur`an Allah karuniakan sebagai petunjuk dan

kasih sayang terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman

4. Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni dalam Tafsir Al-Jailâni

dan Tafsir Sa’id Hawwa dalam Tafsir Al-Assâs pada Q.S At-

Taubah [9]:14

“Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap

mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman” (Q.S

At-Taubah [9]:14)21

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni menjelaskan bahwa Allah

SWT., memerintahkan orang beriman untuk memerangi orang

kafir, dan Allah akan memberikan pertolongan kepada orang-orang

beriman untuk mengalahkan mereka, dengan tangan orang beriman

itu sendiri, yaitu melalui perantara pertolongan Allah menyiksa

orang-orang kafir dengan tangan-tangan orang-orang beriman

yaitu dengan macam-macam siksaan, diantaranya disandera dan

terbunuh dan ada pula yang mengungsi. Kemudian beliau

menjelaskan bahwa, Allah menghinakan orang-orang musyrik dan

orang-orang yang tersisa dari orang-orang musyrik dan dari

keturunannya musyrikin. Setelah dihinakan dan sikalahkan, Allah

akan memberikan ketenangan berupa kemenangan, kebahagiaan

21Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, Jilid 4, (Jakarta:

Departemen Agama RI, 2009), Cet. III, h.72

Page 122: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

105

kepada orang-orang yang beriman, dari hati nyang tersiksa karena

tingkah laku orang-orang musyrikin.22

Hal ini bisa tergambarkan dengan pertolongan Allah dalam

sejarah perang Badar, pada Ramadhan 2 H masa silam. Allah

menolong umat Islam dengan jumlah tantara muslim yang sedikit

tetapi Allah mampukan mereka mengalahkan orang-orang Quraisy

yang jumlahnya justru tiga kali lipatnya dari tantara muslim. Allah

menghinakan mereka dengan banyaknya tawanan perang dari

kaum Quraisy, dan banyak pula yang tewas karena kalah perang

dengan umat muslim.

Sedangkan Sa’id Hawwa menejelaskan ayat tersebut persis

dengan penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al Jailâni. Bahwasannya,

Allah memerintahkan orang beriman untuk memerangi orang-

orang kafir musyrik’ dan Allah menjanjikan kepada orang-orang

mukminin untuk menetapkan hati orang-orang mukminin dan

mengesahkan niat-niatanya orang-orang mukminin.’maka Allah

akan menyiksa orang-orang kafir musyrikin dengan tangan-tangan

kalian, dengan membunuh. Kemudian Allah akan menyembuhkan

hati-hati orang yang beriman, sembuh dari pada orang-orang kafir

musyrikin yang menyakitinya. Allah akan menghilangkan kepada

kerasnya hati orang-orang mukminin, karena sesuatu yang telah

bertemu dari pada orang-orang mukminin dari hal-hal yang

22Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir Al-Jailâni, ditahqiq oleh Dr. Muhammad

Fadhil Al-Jailâni Al-Hasani Al-Tailani Al-Jamazraqi, (Bairut:Markaz Al-Jailani Al-

Ibniyyah, 2009), h. 243

Page 123: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

106

dibenci, dan jelas telah berhasil beberapa perjanjian ini secara

keseluruhan.23

Hemat penulis, kesimpulan dari perbandingan kedua

pendapat mufassir diatas adalah memiliki kesamaan dalam

memaknainya. Pernyataan bahwa ayat tersebut dimaksudkan

untuk menumbuhkan keyakinan orang yang beriman adalah

dengan meningkatkan derajatnya dibandingkan kaum musyrikiN

diperkuat pendapat mufassir Hamka dalam tafsirnya, pangkal ayat

ini menaikan tingkat orang beriman itu kepada martabat yang lebih

tinggi. Bahwasannya mereka memerangi orang musyrik

pemungkir janji itu adalah laksana sambungan tangan Tuhan untuk

menghukum orang musyrik. Itulah satu tugas yang suci, tak perlu

ada yang ditakutkan lagi. Mereka telah menjadi tantara Tuhan:

“Dan Dia aka menghinakan mereka dan akan menolong kamu

melawan mereka.”24

Lanjutnya, Hamka dalam menafsirkan ayat ini bahwa Janji

Tuhan yang begini pasti menumbuhkan keyakinan dalam hati

orang-orang yang beriman bahwa kita pasti menang, sebab kita

adalah di pihak benar, sebab Allah beserta kita.” Dan Dia akan

menyembuhkan dada orang-orang yang beriman.: (ujung ayat 14).

Artinya, rasa kecewa selama ini, rasa tertekan karena jengkel

melihat betapa mudahnya musyrikin itu memungkjiri janji,

23Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid IV, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),

h. 2228 24Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid IV (Jakarta: Hamka, Tafsir Al-Azhar, 2002), h.

2875

Page 124: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

107

sekarang akan terobati, sebab kemenangan pasti di pihak orang

yang beriman. Mereka pasti akan hancur dan Islam akan jaya.25

5. Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni dalam Tafsir Al-Jailâni

dan Tafsir Sa’id Hawwa dalam Tafsir Al-Assâs pada Q.S

Fushillat [41]: ayat 44

“Dan sekiranya Kami jadikan Al- Qur`an itu suatu bacaan dalam

bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: “Mengapa

tidak dijelaskan ayat-ayatnya?” Apakah (patut Al-Qur`an) dalam

bahasa asing selain bahasa Arab, sedang (Rasul adalah orang)

Arab? Katakanlah: “Al-Qur`an itu adalah petunjuk dan penawar

bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman

pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-Qur`an itu suatu

kegelapan bagi mereka. Mereka itu seperti yang dipanggil dari

tempat yang jauh” Q.S Fushillat [41]: ayat 4426

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni pada ayat diatas

menjelaskan bahwa Al-Qur`an bagi orang-orang yang beriman

adalah sesuatu yang harus dipatuhi, karena terdapat larangan dan

pelajaran sebagai petunjuk bagi setiap makhluk. Kemudian beliau

menjelaskan bahwa terdapat wasilah yang Allah berikan kepada

25Hamka, Tafsir Al-Azhar,Jilid IV (Jakarta: Hamka, Tafsir Al-Azhar, 2002), h.

2875 26Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, Jilid 8, (Jakarta:

Departemen Agama RI, 2009), Cet. III, h. 629

Page 125: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

108

orang yang beriman yaitu kebenaran sebagai penyembuh untuk

sesuatu yang di dalam tubuh, diantaranya dari kebodohan dan

beberapa penyakit yang menghalangi orang-orang beriman dari

kepercayaan orang terdahulu dan beberapa pegangan dan

pemikiran yang ragu dan beberapa pemikiran orang-orang beriman

terdahulu. Dan orang-orang takabur yang tidak beriman dan tidak

percaya akan turunnya Al-Qur`an, bahkan menganggap Al-Qur`an

adalah suatu kebohongan, dengan menghina Al-Quran beserta

orang yang diturunkannya yaitu Nabi Muhammad Saw.27

Kemudian beliau menjelaskan bahwa Al-Qur`an bagi

telinga orang yang tidak beriman hanyalah sebagai penghalang

yang memadati telinga, yang menjadikan mereka tuli. Bahkan Al-

Qur`an bagi orang-orang yang tak beriman hanyalah penghalang

yang membuat buta pada penglihatan mereka. Yang dimaksud buta

penglihatan adalah buta pada penglihatan batin dan lahir.28

Sedangkan Said Hawwa menjelaskan dalam tafsirnya

antara lain: bahwa Allah mengumpamakan menjadilan Al-Qur`an

dengan bahasa non arabi, melainkan dengan bahasa azami, maka

hal itu dapat memperlihatkan ketidakmampuan Allah.29 Kemudian

Allah mengatakan kepada nabi Muhammad, bahwasannya Al-

Qur’an itu, bagi orang-orang yang beriman adalah petunjuk yaitu

27Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir Al-Jailâni, ditahqiq oleh Dr. Muhammad

Fadhil Al-Jailâni Al-Hasani Al-Tailani Al-Jamazraqi, (Bairut:Markaz Al-Jailani Al-

Ibniyyah, 2009), h. 212 28Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir Al-Jailâni, ditahqiq oleh Dr. Muhammad

Fadhil Al-Jailâni Al-Hasani Al-Tailani Al-Jamazraqi, (Bairut:Markaz Al-Jailani Al-

Ibniyyah, 2009), h. 212 29Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid IX, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),

h. 502

Page 126: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

109

petunjuk jalan yang benar dan sebagai obat untuk sesuatu yang di

dalam hati salah satunya dari sifat keragu-raguan karena keraguan

adalah sebuah hati yang sakit.30

Kemudian dalam tafsirnya, Sa’id Hawwa mencantumkan

pendapat seorang ulama, yaitu Ibnu Katsir:

“Katakanlah Muhammad, Al-Qur`an ini bagi orang yang beriman

kepada Al-Qur`an adalah petunjuk bagi hatinya yang beriman dan

sebagai obat untuk sesuatu yang di dalam hati diantaranya adalah

keragu-raguan dan kerisauan dan orang-orang yang tak beriman

di dalam telinganya tersebut terdapat penghalang, beban dan tuli.

Dan Al-Qur`an itu atas orang-orang tak beriman yaitu sebagai

kegelapan untuk mata. Selain itu, Imam Hanafi juga berkata:

“Kegelapan dan kunang-kunang penglihatannya”. Telah berkata

Ibnu Katsir: “yakni, tidak mendapat hidayah orang tersebut apa-

apa yang terkandung dalam Al-Qur`an.31

Kemudian beliau juga menafsirkan, dengan mencantumkan

pendapat Imam Nasafi, yaitu:

”Sesungguhnya orang yang tidak beriman karena

menerima orang tersebut dan tidak mmemanfaatkanya. Mereka itu

bagaikan terpanggil untuk mengimani dengan Al-Qur`an dari

sekira-kira tidak akan mendengarnya karena jauhnya jarak

tempuh, saya kataan: pengertian ini adalah menejelaskan Al-

Qur`an kepada ajakan untuk menuju jalan Allah dan bersyi’ar

dengan Al-Qur`an, maka sesungguhnya mereka orang yang tidak

beriman ketika apa yang diperbincangkan yaitu bebrapa contoh

mereka kepada beberapa arti Islamiyah, yang mereka anggap tahu

kepada ketidakmampuan dari mendengar dan yang mereka

anggap tahu dari jauhnya mereka dari segala kemungkinan

memahami atas kesucian Al-Qur`an. Dan ayat setelah ini yang

30Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid IX, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),

h. 5029 31Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid IX, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),

h. 5029

Page 127: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

110

telah dibahas sebelum ini dengan menyebut nama Allah kepada

yang telah menurunkan Al-Kitab kepada Musa, dari segala yang

berfaedah dan diturunkannya Al-Qur’an kepada Muhammad, itu

bukan perkara bid’ah dari suatu perkara. Bahkan itu adalah

sunatullah (yang dimaksud itu adalah Al-Qur’an yang diberikan

kepada Muhammad).32

Hamka memberi keterangan dalam kitab tafsirnya Al-

Azhar, bahwa ‘Ajam ialah lawan dari Bahasa Arab. Segala Bahasa

yang bukan Bahasa Arab, walaupun Bahasa manpun, namun

semuanya itu bernama Bahasa ‘Ajam. Bahasa Inggris, Belanda,

Jerman, Perancis, bahkan semua Bahasa adalah Bahasa ‘Ajam.

Oleh karena itu,maka bahasa di dunia ini hanya dua macam saja:

Arab dan ‘Ajam.

Hamka menafsirkan ayat diatas tentang “Al-Qur`an adalah

obat penawar dan petunjuk bagi orang yang beriman” yaitu

bahwa: orang yang beriman tidaklah memeriksai apakah yang

mengatakn itu orang yang bukan Arab, meskipun lidahnya Arab.

Bukan sedikit kejadian bahwa yang menyebarkan pengetahuan

bahasa Arab itu bukanlah orang Arab saja. Yang tidak Arab pun

banyak.

Penulis menyimpulkan bahwa syifa yang dimaksud dalam

ayat tersebut, berdasarkan kedua penafsiran diatas, antara lain,

sama sama menyembutkan kekuasaan dan kebesaran Allah yang

harus kita Imani, yaitu dalam hal penciptaan Al-Qur`an, Kemudian

keduanya, mejelaskan bahwa Al-Qur`an adalah petunjuk dan

32Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid IX, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),

h. 5029

Page 128: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

111

penyembuh penyakit yang terdapat dalam hati, misalnya keraguan,

dan kebodohan.

6. Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni dalam Tafsir Al-Jailâni

dan Tafsir Sa’id Hawwa dalam Tafsir Al-Assâs pada Q.S. Asy-

Syu’ara [26]: 80

“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku” (Q.S

As-Syu’ara [26]:80)

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni mengawali penafsiran

dengan memberi penjelasan bahwa terdapat bermacam-macam

ramuan obat yang dapat dijadikan obat dari berbagai penyakit,

tetapi sejatinya yang ,menyembuhkan adalah Allah SWT., yang

menyembuhkan dengan cara itu, dengan pemberian obat yang tepat

dan konsisten, dan oleh sebab itulah Allah memeberi keridhaan

kesembuhan.33

Quraish Sihab dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat

tersebut memiliki keterkaitan dengan ayat sebelum dan

sesudahnya. Dalam penjelasannya bahwa Tuhan semesta alam itu

adalah Dia yang telah menciptakan aku dengan kadar dan ukuran

yang sangat tepat agar aku menjalankan fungsi dengan baik, maka

hanya Dia pula yang menunjuki aku aneka petunjuk yang

kuperlakukan sepanjang hidupku. Dan disamping itu, apabila aku

memakan dan meminum sesuaitu yang mesti ya kuhindari, atau

33Sayid Syarif Dr. Muhammad Fadhil Jailâni Al-Hasani , Tafsir Al-Jailâni,

(Bairut: Maktabah Al-Istanbuli, 2003), h. 72

Page 129: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

112

melakukan kegiatan yang menjadikan aku sakit, maka hanya Dia

pula yang menyembuhkan aku sehingga kesehatanku menjadi

pulih.34

Sedangkan penafsiran Sa’id Hawwa dalam penjelasannya

bahwa ketika sakit maka Allah yang menyembuhkan. Beliau

dalam memperkuat penjelasannya dengan pendapat Ibnu Katsir,

yaitu:

“Allah SWT.,Menyandarkan kata sakit kepada dzatnya. Dan

sekalipun keadaan sakit itu jauh dari Qodarullah dan keputusan

Allah dan ciptaan Allah. Akan tetapi Allah menyandarkan kata

sakit terhadap diri-Nya sebagai mendidik adab”.35

Hamaka dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang

menyembuhkan tatkala ditimpa sakit ialah bukan berhala, tetapi

tuhan seluruh alam. Manusia berusaha mencari obat, entah dari

resep kimia tertentu, entah dari daun-daun yang tumbuh di bumi,

entah dengan kekuatan doa.

Dari perbandingan tafsir yaitu tafsir Al-Jailani dan Al-

Assas tersebut, dengan diperkuat dengan penafsiran tafsir Al-

Misbah dan tafsir Al-Azhar, dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu

penyakit dapat disembuhkan dengan berbagai obat ramuan yang

dibuat, akan tetapi bagi orang yang beriman, sejatinya segala

penyakit adalah karena kekuasaan Allah SWT. Yang

menyembuhkan.

34M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-

Qur`an, Jilid 7, (Jakarta:Lentera Hati Qur`an , 2002) , Cet. V, h. 66

35Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid VII, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),

h. 3923

Page 130: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

113

B. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Ayat-ayat Syifa dalam

Al-Qur`an tentang Syifa Dalam Al-Qur`an menurut

Persepekstif Tafsir Al-Jailâni dan Tafsir Al-Assâs

Pada bab sebelumnya, Ayat-ayat yang memiliki lafadz

Syifa dalam Al-Qur`an terdapat empat ayat diantaranya: QS.Yunus

[10]: 57, : QS. Al-Isra [17]:2, QS.An-Nahl [16]:69, QS.Fushilat

[41]:44, kemudian dua ayat yang mengandung Masdar dari kata

Syifa adalah kata yasyfi QS.At-Taubah [9]:14, dan akar kata lafadz

yasyfin yaitu QS. As-Syu’ara [26]:8036 tersebut sebagai berikut:

Pada ayat-ayat yang memiliki lafadz Syifa memiliki

persamaan dan perbedaan, antara lain: QS.Yunus [10]: 57, : QS.

Al-Isra [17]:2, QS.An-Nahl [16]:69, QS.Fushilat [41]:44

1. QS.Al-Isro: 82

Kedua mufassir memiliki persamaan dalam menafsirkan

yaitu: keduanya sama sama menafsirkan bahwa Allah SWT.,

menjadikan Al-Qur`an dapat menyembuhkan penyakit bagi

orang-orang yang beriman saja, sedangkan bagi orang-orang

yang tidak mengimaninya Allah SWT., hanya akan

memberikan kerugian yaitu tidak akan merasakan akan hikmah

dan manfaat dari kemukjizatan Al-Qur`an.

Kemudian kedua mufassir terdapat perbedaan dalam

menafsirkan yaitu: pada tafsir Al-Jailani menyebutkan bahwa

Al-Qur`an dapat menyembuhkan penyakit fisik dan non fisik

36Ali Audah, Konkordansi Quran; Panduan Kata Dalam Mencari Ayat Al-

Qur`an, (Bogor: Pusaka Litera Antar Nusa, 1996), Cet. 2, h. 758

Page 131: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

114

sedangkan pada tafsir Al-Assas hanya menyebutkan untuk

penyembuhan penyakit rohani saja

2. Q.S An-Nahl [16]: 69

Kedua tafsir ini Allah SWT., dalam menfisrkan sama-

sama memerintahkan lebah untuk bertebaran mencari makanan

yang jauh dari sarang nya, agar dapat menghasilkan madu

untuk dijadikan obat atau penyembuhan penyakit jasmani.

Akan tetapi. Dari keduanya memiliki perbedaan pada redaksi

penjelasan penafsirannya sehingga dapat menghasilkan hikmah

atau pelajaran yang berbeda.

3. Q.S Yunus [10]: 57

Kedua tafsir dalam ayat ini memiliki persamaan dalam

menafsirkan yaitu sama-sama menjadikan Al-Quran sebagai

obat rohani (kegundahan hati) dan sebagai petunjuk untuk

mencapai ketetapan tauhid.

Kemudian kedua tafsir tersebut tidak terdapat

perbedaan dari makna penafsiran. Hal yang umum untuk

membedakan nya adalah hanya dari segi redaksi

penyampaiannay saja.

4. Q.S Fushilat [41]: 44

Perbedaan dari kedua kitab tafsir terdapat dalam redaksi

penafsirannya. Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani menafsirkan ayat

tersebut dengan menjelaskan bahwa didalam ayat tersebut

Allah SWT., memerintahkan Rasulullah untuk mengatakan

Page 132: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

115

kepada manusia bahwa, Al-Qur`an adalah penyembuh penyakit

batin maupun penyakit lahir bagi hamba-hambanya yang

mengimani Al-Qur`an dengan cara mempercayai, mengikuti

perintah dan menjauhi larangannya. Sebaliknya, jika tidak

beriman dan tidak patuh akan menjadikan kerugian bagi dirinya

sendiri. Dan dalam penafsirannya, beliau mengumpamakan

orang yang tidak beriman terhadap Al-Qur`an hanyalah sebuah

sumbatan didalam telinga dan kegelapan mata.

Rasulullah Saw. adalah sebaik-baiknya dokter jiwa

manusia. Dia mengenal dengan baik penyakit dan obatnya. Dia

datang membawa Al-Qur`an yang merupakan sebaik-baiknya

program penyembuhan berbagai penyakit dan kemudian

meletakanya kepada manusia. Disamping itu, berbagai macam

penyakit jiwa dan cara pencegahan dan penyembuhan, telah

dijelaskan melalui perantarsan Rasulullah SAW.. oleh karena

itu, jika perduli pada kesehatan dan kebahagiaan diri dan jiwa,

hendaknya mengambil manfaat dari Al-Qur`an dan hadits serta

senantiasa menjaga kesehatan niwa dan diri.37

Sedangkan menurut Sa’id Hawa, beliau menafsirkan

ayat tersebut dengan menjelaskan bahwa Al-Qur`an diciptakan

dengan Bahasa Arab, dan bukan bahasa azami, karena tujuan

diturunkannya Al-Qur`an saat itu adalah untuk masyarakat

Arab. Kemudian didalam tafsirnya, beliau mencantumkan

beberapa pendapat ulama terkemuka untuk menguatkan

37Ibrahim Amini, Tazkiyeh wa Tahdzib-e Nafs, terj. Intisyarat Syafaq,

(Jakarta:Islamic Center, 2002, Cet. I, h. 51

Page 133: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

116

penafsirannya misalnya pendapat Ibnu Katsir, Imam Hanafi,

Imam Nasafi. Didalam pendapatnya, semuanya sama-sama

menjelaskan bahwa Al-Qur`an diturunkan supaya dijadikan

obat bagi yang mengimaninya.

Persamaan dari kedua tafsir dia atas adalah mufassir

sama sama menjelaskan bahwa Allah menjadikan Al-Qur`an

sebagai obat atau penyembuh bagi orang-orang yang beriman

saja kepada Al-Qur`an, petunjuk bagi hatinya yang beriman

dan sebagai obat untuk sesuatu yang di dalam hati diantaranya

adalah keragu-raguan dan kerisauan. Sedangkan bagi orang-

orang yang tak beriman di dalam telin ganya tersebu t terdapat

penghalang, beban dan tuli. Dan Al-Qur`an itu atas orang-

orang tak beriman yaitu sebagai kegelapan untuk mata.

5. Q.S At-taubah [9]: 14

Dari kedua tafsir tersebut memiliki persamaan dari segi

isi dan redaksi. Allah SWT sama-sama memerintahkan orang-

orang beriman untuk memerangi orang-orang musyrikin, dan

Allah menjanjikan pada orang yang beriman akan

menenangkan atau mengobati hati orang-orang beriman dengan

cara mengalahkan, menyiksa orang-orang musyrikin dengan

tangan-tangan orang beriman tersebut.

6. Q.S. Asy-Syu’ara [26]: 80

Perbedaan dari kedua penafsiran tersebut, Syaikh Abdul

Qadir Al-Jailani menjelaskan bahwa terdapat berbagai macam cara

pengobatan, misalnya ramuan ramuan obat-obatan menggunakan

Page 134: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

117

bahan-bahan herbal seperti madu, jintan hitam dan sebagainya

seperti ayat-ayat Syifa sebelumnya disebutkan dibuat ramuan-

ramuan dan jika diberikan kepada orang yang sedang sakit dengan

pemeberian yang tepat dan konsisten, maka Allah SWT., akan

menyembuhkan penyakitnya itu.

Berbeda dengan penafsiran Sa’id Hawwa, beliau

menafsirkan dengan menyebutkan pendapat Ibnu Katsir yaitu:

Allah SWT., menyandarkan kata sakit kepada dzat-Nya. Dan

sekalipun keadaan sakit itu jauh dari Qodarullah dan keputusan

Allah dan ciptaan Allah. Akan tetapi Allah menyandarkan kata

sakit terhadap diri-Nya sebagai mendidik adab. Sesungguhnya

Allah SWT., adalah yang menciptakan segala sesuatu. Dia adalah

Dzat yang maha kuasa terhadap sesuatu.

Untuk itu tidak ada kesembuhan, kecuali kesembuhan yang

diberikabn oleh-Nya, tidak ada kesehatan, kecuali kesehatan yang

dikaruniakan oleh-Nya dan tidak ada kekuatan kecuali kekuatan

yang diberikan oleh-Nya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya: Q.S

Yunus:107

Untuk itu, pada saat Nabi Ayyub A.S memohon kepada

Tuhan yang maha mulia dan maha Tinggi, maka penyakit yang

dideritanya itu dapat disembuhkan. Maka hendaknya seorang yang

terkena penyakit selalu berdoa kepada Allah dan berkeyakinan,

bahwa Allah akan mengabulkan doanya, serta akan

menyembuhkan penyakit yang sedang diderita dan memberikan

kesehatan.

Page 135: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

118

C. Relevansi Penafsiran Ayat-ayat Syifa menurut kitab Al-Jailâni

dan Al-Assâs dengan Masa Kini

Dari pemaparan penafsiran kedua mufassir dan analisis

diatas, penulis melihat terdapat kerelevansian antara pengobatan

yang diperintahkan Allah SWT., dalam penafsiran kedua muffasir

diatas dengan sistem pengobatan masa kini, antara lain terdapat

pembuktian-pembuktian ilmiah yang menyatakan bahwa system

pengobatan yang dianjurkan oleh Al-Qur`an dan As-sunnah

terdapat kandungan dan khasiat yang baik untuk pengobatan.

Dalam Q.S Al-Baqarah [2]: 16438 dapat dicermati,

tampaknya Allah menciptakan langit (dan bumi) terlebih dahulu

sebelum kemudian Allah menurunkan air dari langit ke bumi.

Menurut ilmu pengetahuan, air merupakan kumpulan molekul-

molekul yang tersusun dari dua atom Hidrogen dan satu atom

oksigen. Oleh karena itu untuk membahas penciptaan air tidak bisa

terlepas dari penciptaan unsur-unsur (atom) penyusunnya.39

Berdasarkan penafsiran berdasarkan Al-Qur`an dan Sains,

terdapat lebih dari 200 ayat di dalam Al-Qur`an yang mengandung

kata air atau hal yang berhubungan dengan air, seperti hujan,

sungai, laut, awan, mata air dan lain-lain. Diantara ayat-ayat itu

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam

dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan

apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi

sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan

pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh

(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” 39Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an Badan Litbang dan Diklat Kementrian

Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Air Dalam Perspektif Al-

Qur`an dan Sains; Tafsir ilmi, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, 2011),

Cet. I, h. 14

Page 136: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

119

terdapat uraian tentang proses-proses air di alam dengan ringkas

tetapi sangat jelas, misalnya proses terjadinya hujan dan daur air.

Beberapa peristiwa alam yang berkaitan dengan air disebutkan

dalam bentuk sumpah (qasam). Proses-proses alam yang berkaitan

dengan air banyak pula dipakai sebagai kiasan dalam

menggambarkan hubungan sebab suatu perbuatan (amal) dengan

akibatnya yang akan diperoleh manusia baik di dunia maupun di

akhirat.40

Air merupakan komponen yang mempunyai peran penting

dalam kehidupan manusia. Tanpa air, mustahil ada kehidupan,

karena kehidupan bermula dari air. Hal ini sesuai denga Q.S Al-

Anbiya [21]: 3041. Ayat tersebut telah membuktikan bahwa air

adalah bahan baku penciptaan segala sesuatu di dunia, betapa besar

manfaat dari air sehingga memberikan kita pengetahuan untuk

terus mengkaji tentang bagaimana pemanfaatan air bagi kesehatan.

Air merupakan kebutuhan vital bagi kehidupan manusia

dan makhluk hidup lainnya dimuka bumi. Seperti halnya akan

oksigen, pentingnya peran air seringkali tidak disadari karena pada

umumnya air merupakan barang yang mudah didapat dialam dan

banyak tempat tersedia cukup berlimpah. Vitalnya peran air

biasanya baru dirasakan ketika kebutuhan air sulit dipenuhi atau

40Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an dan Diklat Kementrian Agama RI

dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Air Dalam Perspektif Al-Qur`an dan

Sains;Tafsir Ilmi (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, 2011), Cet. I, h. 3

“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan

bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara

keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah

mereka tiada juga beriman?”

Page 137: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

120

ketika air meimbulkan masalah. Di lain pihak, air merupakan bahan

yang memiliki banyak manfaat, digunakan untuk keperluan

minum, memasak, mencuci, irigasi, industry dan untuk obat.

Berdasarkan kualitas dan keistiewaannya, air mempunyai

tingkatan yang berbeda-beda sebagaimana tingkatan yang ada

pada air-air mineral yang sering kita minum. Tingkatan air

istimewa dalam Islam salah satunya disematkan pada air zam-zam.

Air zam-zam berasal dari mata air yang terletak dibawah tanah,

sekitar 20 meter disebelah Tenggara Ka’bah. Mata air atau sumur

ini mengeluarkan air zam-zam tanpa henti-hentinya. Ukurannya

kira-kira 5 x 4 meter, tidak terbayangkan bagaimana caranya

sumur sekecil ini bisa mengeluarkan jutaan galon air setiap musim

hajinya. Dan itu berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, seja k

zaman Nabi Ibrahim A.S.42

Air zam-zam merupakan air suci yang terletak di Makah,

tepatnya di dalam Masjidil Haram. Air zam-zam dipercaya oleh

umat muslim di seluruh dunia sebagai air suci yang memiliki

banyak manfaat serta keistimewaan dibandingkan air minum biasa.

Seperti yang dilakukan oleh peneliti di Hajj Research Centre

Univeritas Om Al-Quro bahwa air zam-zam memiliki bentuk

kristal yang indah, tidak ada satu pun jenis air yang menyerupai

butiran-butiran kristal air zam-zam.43

42Nur Fadilah, “Uji Mikrobiologi Air Zam-Zam Dalam Kemasan”, Skripsi,

(Makasar: Universitas Islam Negeri Alaudin Makasar, 2018), 43Nur Fadilah, “Uji Mikrobiologi Air Zam-Zam Dalam Kemasan”, Skripsi,

(Makasar: Universitas Islam Negeri Alaudin Makasar, 2018), h. 8-9

Page 138: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

121

Dari beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan

bahwa kandungan dan khasiat yang terkandung dalam air zam-zam

yang sudah ditemukan pada zaman Nabi Isma’il masih kecil, sudah

dibenarkan oleh penelitian-penelitian ilmiah hingga sekarang, dan

pembuktian dengan cara melihat kemu’jizatan air zam-zam yang

ada Makkah.

Selain dari pembuktian ilmiah air zam-zam, sudah ada pula

metode terapi air yang digunakan oleh Masaru Emoto44 yakni

diberikan dengan cara meminumkan air hado tersebut kepada

pasien. Hal ini dijelaskan didalam buku The True Power Of Water

yang menyebutkan bahwa: untuk menolong orang sakit terlebih

dahulu Emoto memeriksa hado45 orang tersebut menggunakan alat

hado. Selanjutnya ia menyiapkan air sebagai media menerima

transfer informasi dari instrument hado. Air tersebut bermanfaat

untuk memperbaiki gelombang tubuh yang terganggu. Air hado

yang tercipta akan meresap ke dalam molekul, atom, dan partikel

sub atom. Sebagai faktor-faktor pembentuk tubuh manusia, untuk

44Masaru Emoto adalah seorang peneliti asal Jepang. Masaru Emoto lahir di

Yokohama pada Juli 1943. Ia berhasil menyelesaikan studinya di Universitas Yokohama,

Departemen Humanity dan Sains, Jurusan Hubungan Internasional. Tahun 1986 ia

mendirikan IHIM Corporation di Tokyo. IHIM adalah singkatan dari International Health

Medical (dan sekarang adalah singkatan dari Internasional Health Medical Hado

Membership. Lihat Masaru Emoto dalam The Secret Life Of Water h.71). Pada oktober

1992 ia menerima gelar Doctor of Alternative Medicine dari International University.

Menyusul perkenalannya dengan konsep microcluster water di Amerika serikat, serta

tekhnologi Analisis Resonansi, ia kemudian mulai menemukan misteri tentang air.

Masaru emoto telah mengadakan penelitian tentang air yang ada di berbagai belahan

dunia. Penelitian tersebutdilakukan bukan hanya karena ia seorang ilmuan, melainkan lebih karena ia adalah seorang pemikir sejati. Pada akhirnya ia mendapat kesimpulan

bahwa air mengekspresikan sifat aslinya dalam bentuk kristal es. Ia terus melanjutkan

penelitiannya hingga kemudian menuliskan hasil penelitiannya tersebut ke dalam

beberapa buku yang disambut baik di Jepang. 45Hado adalah energi yang lembut yang ada di dalam semua hal.

Page 139: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

122

kemudian menghentikan gangguan gelombang dalam tubuh orang

tersebut. Dengan meminum air hado ini, orang yang sakit akan

mampu memperbaiki gelombang yang terganggu.46

Pembuktian ini, berangkat dari pernyataan Shinichiro

Terayama, mantan direktur Japan Holistic Medical Society, ia juga

seorang pebisnis yang tekun serta bersemangat, dan sebelumnya ia

adalah penderita kanker ginjal. Saat menderita kanker, ia membiasakan

diri bangun pagi dan naik keatap apartemennya untuk menyongsong

matahari terbit. Saat memerhatikan matahari terbit setiap pagi, ia mulai

menyadari bahwa hidup adalah anugerah, dan kata-kata “Terima Kasih”

mulai terucap. Tanpa mengalihkan perhatian mata batinnya dari sel-sel

kanker di dalam tubuhnya, ia mengucapkan kata-kata penghargaan

kepada sel-sel kanker itu, dan hasilnya, semua sel itu mulai pulih.

Kankernya mereda sampai ia dinyatakan sembuh.47

Pembuktian yang lain dilakukan oleh seorang gadis berusia

sepuluh tahun melakukan ekperimen yang sama dengan eksperimen

beras, tetapi yang ia gunakan adalah biji bunga matahari. Pada amplop

benih, pot bunga dan wadah penyiraman air, ia menuliskan “Terima

kasih”, pada pot yang lainnya ia menuliskan “Bodoh”. Kemudian ia

mengucapkan kedua kata ini kepada benih yang bersangkutan saai ia

merawatnya setiap hari. Hasilnya, tanaman yang menerima kata

“Terima kasih” tumbuh tinggi dengan daun yang rimbun dan segar.

Sebaliknya, tanaman yang menerima kata” Bodoh” memiliki batang

46Masaru Emoto, The Secret Life Of Water (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2006), Cet. III, h. th 47Masaru Emoto, The Secret Life Of Water (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2006), Cet. III, h. 18

Page 140: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

123

yang bengkok dan tidak tinggi serta berdau keriput. Ketika diamati

dengan mikroskop, terlihat bahwa daun dari tanaman yang menerima

kata “Terima kasih” sangat padat, sedangkan tanaman yang satunya

memilii daun yang tampak lemah serta rapuh.48

Pembuktian lain dilakukan oleh Masaru Emoto, The Secret Life

Of Water. Meminta bantuan lima ratus orang yang tinggal tersebar di

seluruh pelosok Jepang. Pada waktu yang sama dan pada hari yng

ditentukan, mereka serentak mengirimkan pikiran positif untuk

memurnikan air leding di mejanya, kemudian mmengirim pesan

“Terima kasih” kepada air itu. Seperti yang diharapkan, air leding itu

berubah dan mapu membentuk kristal-kristal yang indah. Air berkaporit

dari leding telah berubah menjadi air murni.49

Dari kedua pembuktian tersebut, dapat disimpulkan bahwa

kemampuan kata-kata verbal untuk memberi kehidupan jauh lebih

hebat daripada yang bisa kita bayangkan. Oleh karena itu, penulis

menyimpulkan bahwa pembuktian ilmiah oleh Masaru Emoto dalam

bukunya The Secret Life Of Water mengenai kandungan air biasa

dengan disebutkan dengan kalimat-kalimat positif, bermanfaat untuk

memperbaiki gelombang tubuh yang terganggu. Pembuktian tersebut

terbukti secara ilmiah sesuai dengan metode pengobatan pada zaman

Rasulullah yang memerintahkan menggunakan sistem pengobatan

dengan media air yang dibacakan dengan surat Al-Fatihah dapat

menyembuhkan penyakit jasmani dan rohani.

48Masaru Emoto, The Secret Life Of Water (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2006), Cet. III, h. 18-19 49Masaru Emoto, The Secret Life Of Water (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama, 2006), Cet. III, h. 20

Page 141: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

124

Dari sepanjang penulis megamati, sistem pengobatan dengan

menggunakan media air biasa yang dibacakan ayat-ayat Al-Qur`an

sebagai sistem pengobatan alternatif masih dilakukan pada kalangan

tertentu.

Selain khasiat Air zam-zam dan Air yang dibacakan kalimat-

kalimat positif, penelitian ilmiah yang sudah lama dilakukan baik oleh

para peneliti dari masa lalu hingga masa kini adalah madu. Banyaknya

fakta-fakta menarik yang mengungkapkan tentang segala hasil

penelitian madu. Berbagai fakta empiris mengungkapkan kehebatan,

keistimewaan madu khususnya berkaitan dengan kesehatan juga

menjadi salah satu penelitian-penelitian baru berkembang sehingga

muncul fakta-fakta baru.50

Sejak dahulu hingga zaman Islam dengan diturunkannya ayat-

ayat dan sabda Rasulullah Saw., yang berkaitan dengan binatang lebah

penghasil madu, zamannya filosof Islam yang termasyhur Ibnu Sina

yang memperaktikan cara-cara penjagaan kesehatan kepada pasien-

pasiennya, hingga zaman mutakhir sekarang ketika pabrik-pabrik

farmasi di beberapa negara terutama Inggris, Jerman, Swiss dan

beberapa negara lain yang dilengkapi dengan penelitian -penelitian

yang dapat kitab aca dalam dunia perpustakaan menunjukan bahwa

madu lebah itu sangat bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai

penyakit, diantaranya paru-paru, jantung, ginjal, remati, liver serta

50Hasbi Ash Shiddieqy Hollong, “Madu Dalam Al-Quran”, skripsi, (Makasar:

Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, 2015), h. 18

Page 142: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

125

untuk menghindarkan kelelahan kerja saraf otak dan penyakit-penyakit

lainnya.51

Penelitian yang dilakukan oleh Dioscorides, seorang ilmuan

Yunani terkenal menyatakan, bahwa madu itu sangat mujarab untuk

mengobati penyakit usus dan luka-luka infeksi. Bapak kedokteran

Hippocrates, ribuan tahun yang lalu berkata “jadikanlah makanan

sebagai obatmu, dan obatmu sebagai makanan” salah satu makanan

yang dimaksud adalah madu. Makanan yang dicampur madu

mempunyai khasiat yang tiada tara. Hippocrates hidup sampai berumur

107 tahun.52

Penelitian yang lain, dilakukan oleh Dr. Lockheed yang bekerja

di bagian fermentasi pada Universitas Ottawa mengulangi eksperimen

yang telah dilakukan oleh Sackhett namun dengan kondisi yang

berbeda. Ternyata hasilnya menguatkan eksperimen Sackhett.

Eksperimen ini pun memastikan bahwa berbagai bakteri penyakit yang

menyerang manusia akan benar-benar mati bila terkena madu lebih

murni. Selain itu, berbagai penelitian juga menunjukan bahwa madu

dapat menjadi pengganti glukosa yang biasanya diberikan kepada para

penderita diare. Komposisi fruktosa yang terkandung di dalam madu

sangat efektif untuk membantu penyerapan air drai usus tanpa

meningkatkan penyerapan sodium.53

51Muhammad Hasan Aydid, Sehat Itu Nikmat; Telaah Hadits tentang keksehatan

(Jakarta: Gema Insani, 1996), Cet. I, h. 21 52Hasbi Ash Shiddieqy Hollong, “Madu Dalam Al-Quran”, skripsi, (Makasar:

Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, 2015), h. 18 53Hasbi Ash Shiddieqy Hollong, “Madu Dalam Al-Quran”, skripsi, (Makasar:

Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, 2015), h. 18

Page 143: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

126

Sebenarnya Ayat-ayat Al-Qur`an dan riwayat-riwaya Hadits

sudah sangat jelas untuk di jadikan rujukan keilmuan tentang sistem

pengobatan. Hanya saja peneliti dan ahli sains sampai kini tidak

mencukupkan diri dengan Ayat-ayat Al-Qur`an dan riwayat-riwayat

tersebut tapi perlu mengembangkan pemahaman dan bukti-bukti ilmiah

untuk benar-benar meyakinkannya.

Dari pemaparan penafsiran ayat-ayat Syifa, tafsir Al-Jaialani

dan tafsir Al-Assas, bisa disimpulkan beberapa hal. Pertama, ayat-ayat

Syifa dengan dikuatkan beberapa riwayat menjelaskan bahwa, Al-

Qur`an dapat menyembuhkan penyakit jasmani dan rohani. Kedua,

sesuai dengan pembuktian ilmiah yang dilakukan oleh peneliti-peneliti

hingga masa kini, karena terdapat pengobatan dengan menggunakan

media Al-Qur`an dan berbagai sistem pengobatannya masih dilakukan

pada kalangan orang-orang yang mempercayainya.

Page 144: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

127

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengungkapan syifa dengan berbagai kata jadiannya

diulang enam kali dalam Al-Qur’an. Realitas Al-Qur`an dan

minuman sejenis madu beserta karakteristiknya dapat dijadikan

sebagai petunjuk maupun tanda bukti bagi orang-orang yang

beriman, berpikir, berakal dan yang berkenan mengambil

pelajaran.

Penelitian ini berhasil menunjukan bahwa kedua kitab tafsir

sufistik yang digunakan memiliki persamaan dan perbedaan dalam

penafsiran. Sebagian besar dari segi isi dan makna memiliki

persamaan, yaitu dari hasil penelitian, Konsep Syifa’ dalam Al-

Jailâni dan Al-Assâs dapat diklasifikasikan menjadi tiga unsur

utama, yaitu (1) Syifa berkaitan dengan keimanan seseorang

terhadap Allah SWT demi tercapainya kesempurnaan keridhaan

Allah untuk memberi kesehatan pada hambanya yang beriman. (2)

Syifa berkaitan dengan penyembuhan penyakit rohani dan jasmani

(3) Syifa berkaitan dengan Al-Qur`an dan minuman sejenis madu.

Perbedaan dari keduanya adalah terdapat dalam beberapa

ayat, yaitu perbedaan redaksi kalimat penafsiran, pada sebagian

ayat yang menjelaskan perumpamaan-perumpamaan dengan

bahasa majaz yang menunjukan hikmah kehidupan.

Page 145: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

128

Dengan demikian tampak dengan jelas bahwa realisasi syifa

dalam tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs dapat memberikan penjelasan

secara global dan menyeluruh bagi kehidupan umat manusia

beserta lingkungannya baik dimensi penyembuhan dan penguatan

ruhani dan jasmani. Hal ini dapat menjawab pertanyaan penulis

dalam melihat fenomena masyarakat yang hanya respek pada

sistem pengobatan jasmani (medis) dibandingkan sisem

pengobatan rohani.

B. Saran

Berdasarkan analisis masalah pada pembahasan yang telah

penulis teliti, terdapat beberapa saran, diantaranya:

1. Hendaknya peneliti selanjutnya, menggabungkan kitab tafsir

selain tafsir corak sufi, atau mengkomparatifkan lebih banyak

lagi kitab tasfir corak sufi supaya semakin luas lagi hasil

penelitiannya dan menghasilkan kontribusi yang lebih baik.

2. Hendaknya mengimani dan memegang teguh Al-Qur`an

sebagai menjawab segala problema kehidupan, supaya lebih

dekat dengan Tuhan dan mendapat keridhaannya.

Page 146: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

129

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Terjemah Kementrian Agama

Abuddin Nata, Atjeng Achmad Kusaeri dkk. Tema-Tema Pokok Al-

Qur’an Bagian II, Biro Bina Mental Spiritual DKI Jakarta Nomor

Proyek 2P.0.15.2.01.003 Tahun Anggaran 1994/1995.

Abdullah, Muhammad Mahmud. , Ath Thibb Al-Quran’i Dar al-Kutub

al-Ilmiyah, terj. Muhisyam, Muhammad. Yogyakarta: Beranda

Publishing. 2010.

Ahsin W.Al-Hafidz. Fikih dan Kesehatan. Jakarta: Amzah. 2007

Al-Aqil, Al-Mustasyar Abdullah. Mereka Yang Telah Pergi. terj.

Khozin Abu Fakih dan Fachruddin. Jakarta: Al-I’tishom Cahaya

Umat. 2003

Almascaty, Hilmy Bakar Menjadi Muslim Modern Bersama Al-

Qur’an. Jakarta: 2003

Alwani, “Konsep Syifa Dalam Perspektif Al-Qur’an (Studi Analisis

atas Pemikiran Muhammad Sayid Qutub dan Quraish Sihab

Tentang Konsep al-Syifa dalam Al-Qur’an)”, Skripsi. Jakarta: UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007

Assegaf, Muhammad Ali Toha. Smart Healing Kiat Hidup Sehat

Menurut Nabi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2007.

Aydid, Muhammad Hasan. Sehat Itu Nikmat; Telaah Hadits tentang

kesehatan. Jakarta: Gema Insani. 1996

Bahari, Anshor. Tafsir Nusantara:Studi Kritis Terhadap Marah Labid

Nawai Al Bantani, dalam Jurnal Ulul Albab Vol.16, No. 2 Tahun

2015

Page 147: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

130

Eliana dan Sri Sumiarti. Modul Bahan Ajar Kebidanan/Kesehatan

Masyarakat. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pusat

Pendidikan Sumber Daya. tth

Eni Zulaiha, Spiritualitas Taubat dan Nestapa Manusia Modern,

dalam Jurnal Syifa al-Qulub, Vol. 2 No. 2 Tahun 2018

Fauzi, Ahmad” Konsep Al-Qur’an Sebagai Syifa”, (Telaah atas

Penafsiriran Ibnu Qayyim Al-Jauziyiyyah Tentang Penyembuhan

Gangguan Kejiwaan Dengan Al-Qur’an”, Tesis, Yogyakarta:

Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2008.

Hasani, Sayyed Mohamed Fadil Al-Jailâni. Biografi Syeikh Abdul

Qadir Al-Jailâni r.a, terj. Abidin, Munirul dengan judul Nahr Al-

Qadariyah Manaqib Syeikh Abdul Qadir Al-Jailâni Al-Hasani.

Depok: Keira Publishing. 2016

Jailâni, Abdul Qadir, al-. Tafsir.

Jailâni, Syaikh Abdul Qadir, al-. Menjadi Kekasih Allah, terj.

Masrohan Ahmad. Yogyakarta: Citra Media. 2014

Jauziyah, Ibnu Kayim, al-. Sistem Kedokteran Nabi, terj. Ibnul Qayyim

Al-Jauziyah. Semarang: Dhina Utama Semarang, 1994

Qathani, Sa’id bin Musfir, al-. Buku Putih Syaikh Abdul Qadir Al-

Jailani, terj. Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-

I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah . Jakarta: CV. Darul Falah. 2003

Amini, Ibrahim. Risalah tasawuf; Kitab Suci Para Pensuluk. terj.

Ahmad Subandi dan Muhammad Ilyas. Jakarta: Islamic Center

Jakarta. 2002

Page 148: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

131

Aswadi. Konsep Syifa Dalam Al-Qur’an; Kajian Tafsir Mafatih al-

Ghaib Karya Fakhruddin al-Razi. Jakarta: Kementrian Agama RI.

2012

Audah, Ali. Konkordansi Quran; Panduan Kata Dalam Mencari Al-

Qur`an. Bogor: Pusaka Litera AntarNusa, 1996

Ginanjar, M. Hidayat, “Aktivitas Menghafal Al-Qur’an Dan

Pengaruhnya Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa”, dalam

Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 06. No.11,

Januari 2017

Hasan, Maimunah. Al-Qur’an Dan Ilmu Gizi. Yogyakarta: Madani

pustaka. 2001

Hasim. Kamus Istilah Islam. Bandung: Pustaka. 1987

Hawwa, Sa’id. Al-Mustakhlash fii-Tazkiyatil-Anfus terj. Aunur Rafiq

Shaleh Tamhid. Jakarta: Robbani Press. 1998

Hawwa, Sa’id. Tafsir Al-Assâs, terj. Syafril Halim. Jakarta: Robbani

Press. 2000

Hawwa, Sa’id. Menuju Allah; Sebuah Konsep Tasawuf Gerakan Islam

Kontemporer, terj. Imam Fajarudin. Solo: Era Intermedia. 2002

Hollong, Hasbi Ash Shiddieqy “Madu Dalam Al-Quran”. skripsi.

Makasar: Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar. 2015

Imam Nawawi. Menjaga Kemuliaan Al-Qur`an. Bandung: Al-Bayan.

1996

Irawan, Prasetyo. Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka.

2009

Page 149: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

132

Kuhsari, Ishaq Husaini. Al-Quran dan Tekanan Jiwa. Jakarta: Islamic

College. 2102.

Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an dan Diklat Kementrian Agama

RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Air Dalam

Perspektif Al-Qur`an dan Sains; Tafsir Ilmi. Jakarta: Lajnah

Pentashihan Mushaf Al-Qur`an. 2011.

Langgulung, Hasan. Teori-Teori Kesehatan Mental. Jakarta:Pustaka

Al-Husna. 1992.

Latif, Umar. Al-Qur’an Sebagai Sumber Rahmat Dan Obat Penawar

(Syifa) Bagi Manusia, Jurnal Al-Bayan/Vol.21, No. 30, Juli-

Desember 2014

Maghfiroh. ”Pengobatan Perspektif Al-Qur’an”. Skripsi. Jakarta:

Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta. 2015.

Maryam. Perkembangan Kedokteran Dalam Islam”, dalam Jurnal

Sulesana, Vol.6 No. 2. 2011 h.79

Mohammad, Herry. Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20.

Jakarta: Gema Insani Press. 2006.

Muhammad, Ahsin Sakho. Membumikan Ulumul Qur`an. Jakarta: PT.

Qaf Media Kreativa. 2019.

Mukhtar, Ikhsan. Tibbun Nabawi: Dalam Pengobatan Modern.

Tangerang Selatan: Cinta Buku Media. 2017

Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir.

Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta. 2014

M Shelhi, dan RA Gunadi Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka

Nol. Jakarta: Republika. 2002

Page 150: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

133

Najati, Muhammad Utsman. Ilmu Jiwa dalam Al-Qur’an. Jakarta:

Pustaka Azzam. 2006

Nurul Hikmah,”Syifa dalam Perspektif Al-Qur’an; Kajian QS. al-Isra

(17) :18, QS. Yunus (10) : 57 dan QS. An-Nahl (16) : 67 Dalam

Tafsir Al-Misbah”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2010)

Razvi, Maulana Muhammad Aftsab Cassim. Biografi Syaikh Abdul

Qadir Al-Jilani. Jakarta: Diadit Media. 2008.

Ryan Alfian, “Konsep Kepemimpinan Menurut Sa’id Hawwa Dalam

Kitab Al-Asas Fi Al-Tafsir dan Al-Islam,” Skripsi, Uin Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2014.

Salim, Muhammad Ibrahim. Berobat Dengan Ayat-Ayat Al-Qur’an.

Bandung: Trigenda Karya. 1995

Salim, Imam Jalaluddin dan Salim, Muhamad Ibrahim. Al-Qur’an Asy-

Syâfi, terj. Akhmad Syafiuddin dan Firman Khunafi. Depok:

Keiyra Publishing. 2015.

Septiawadi, “Penafsiran Sufistik Sa;id Hawa Dalam Al-Assâs Fi At-

Tafsir”, Disertasi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Shihab, M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur`an Jilid 2. Jakarta:

Lentera Hati. 2010.

Syaikh Ibnu Taymiyah. Terapi Penyakit Hati. Terj. Jalâluddin Raba,

Jakarta:Gema Insani Press. 1998.

Syekh Abdul Qadir Al-Jailâni. Futuhul Ghaib. terj. M. Navis Rahman

dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Qaf Media Kreativa. 2018

Page 151: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

134

Thayyarah, Nadiah. Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Jakarta:

Zaman. 2013

Ulinnuha Khusnan. Al-Fanar/Jurnal Ulumul Al-Qur’an dan Hadit:

Fakultas Ushuluddin IIQ Jakarta, Vol.4 NO.1 Juni 2012

Umi Dasiroh, Konstruksi Makna Ruqyah Bagi Pasien Pengobatan

Alternatif di Kota Pekanbaru, JOM FISIP Vol. 4 No. 2- Oktober

2017

Yamani, Ja’far Khadem. Ilmu Kedokteran Islam, Sejarah dan

Perkembangannya, terj. Tim Dokter IDAVI dengan judul

Mukhtashar Tarikh Tharikat Ath-Thibb. Bandung: PT. Syaamil

Cipta Media. 2015

Yanggo, Huzaemah T. dkk. Petunjuk Teknis Penulisan Proposal dan

Skripsi. Jakarta: LPPI IIQ Jakarta. 2017

Yâsîn, Syihâb Al-Badrî. Al-Hijâmah Sunanatun Nabawiyyah wa

Mu’jizatun Thibbiyyah, terj. Abu Umar Basyir, Muraja’ah, dkk.

Solo: Al-Qowam. 2005

Zakiyatun Nufus, “Tazkiyah An-Nafs Perspektif Tafsir Al-Jailani

Karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani”. Skripsi. Jakarta: Institut

Ilmu Al-Qur’an Jakarta. 2018

Page 152: PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN

CV PENULIS

Cucun Fuji Lestari, mahasiswi berdarah asli Serang

Banten. Pada tanggal 13 Juli 1995. Penulis adalah anak tunggal

dari pasangan suami istri bapak Suhedi dan ibu Anahyati.

Penulis saat ini bertempat tinggal di Asrama Al-Husainy

Kampung Utan-Ciputat Timur-Tangerang Selatan-Banten.

Penulis menempuh jenjang Pendidikan formal SDN

SPRING di Kecamatan Taktakan, SMPN 12 KOTA SERANG,

dan MAN 2 KOTA SERANG, sampai tahun 2014. Dan saat di

bangku SMP penulis sembari belajar di Pondok Pesantren Qori

Al-Aziz Serang. Dilanjutkan pada jenjang pendidikan berikutnya

pada pertengahan 2015 pada Pendidikan Strata satu (S1) di

Instritut Olmu Al-Qur`an Jakarta. Penulis merupakan mahasiswi aktif di IIQ Jakarta angkatan

2015 Fakultas Ushuludhin Prodi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir.

Penulis pernah aktif dibeberapa organisasi, yaitu ketua osis SMPN 12 Kota Serang,

osis di MAN 2 Kota Serang. Penulis pernah aktif di HMI Cabang Jakarta Selatan, dan

sekarang aktif di Yayasan Kampung Al-Qur`an.

Akhir kata penulis mengungkapkan rasa syukur atas terselesaikannya skripsi dengan

judul “Konsep Syifa Dalam Al-Qur`an (Studi KOmparatif Tafsir Al-Jaialani dan Al-Assas),

tulisan ilmiah ini merupakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag).