52
59 Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat) PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA Syamsul Hidayat Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102 Telp. (0271) 717417, 719483 (Hunting) Faks. (0271) 715448 ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT ABSTRACT The focus of this study was about Muhammadiyah thought toward cultural plurality. Include theoretical-methodological thinking or in the formulation of ideologies, movements, and cultural strategy championed by Muhammadiyah as an institution which is engaged in Dakwah and declare themselves as cultural movement. This research includes the study of literature and documentaries. By using the approach to interpretation, which makes a meaning contained in the reality as elusive and misunderstood objects to be captured and understood. Based on the findings in the study, it can be concluded as follows: First, as a movement Tajdid fi al-Islam, Muhammadiyah in understanding and interpreting Islam is always based on and refer to the primary sources of Islamic teachings, namely the Koran and al- Sunnah. This principle is at the core of the Muhammadiyah movement. Second, application of the principle Tajdid with the meaning of the above has distinguished Muhammadiyah with other purification movement, which tends to show the purification of Islam without the flexibilities, so that its movements are underdeveloped, even easily broken up because of rigidity in religious understanding and implementing Islamic teachings purification. . Third, Muhammadiyah thought about cultural plurality, which forms understandings, responses, strategies, and Muhammadiyah cultural movement, constantly reconstructed from time to time in order to strengthen the identity of the Muhammadiyah, as well as a good foundation movement in the context of internal and external. Fourth, Muhammadiyah has a very high consistency in ideological thinking and exploring methodologies thoughts, with the implementation of an ideology or Tajdid theology. In fact, the strength of the ideology, there are those who view that issues of religious pluralism, gender, democratization, human rights, and the like are

PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

59Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

PEMIKIRAN MUHAMMADIYAHTENTANG PLURALITAS BUDAYA

Syamsul HidayatFakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta,

Jl. Ahmad Yani, Tromol Pos I, Pabelan Kartasura, Surakarta 57102Telp. (0271) 717417, 719483 (Hunting) Faks. (0271) 715448

ABSTRACTABSTRACTABSTRACTABSTRACTABSTRACTThe focus of this study was about Muhammadiyah thought

toward cultural plurality. Include theoretical-methodological thinkingor in the formulation of ideologies, movements, and cultural strategychampioned by Muhammadiyah as an institution which is engaged inDakwah and declare themselves as cultural movement. This researchincludes the study of literature and documentaries. By using theapproach to interpretation, which makes a meaning contained in thereality as elusive and misunderstood objects to be captured andunderstood.

Based on the findings in the study, it can be concluded as follows:First, as a movement Tajdid fi al-Islam, Muhammadiyah in

understanding and interpreting Islam is always based on and refer tothe primary sources of Islamic teachings, namely the Koran and al-Sunnah. This principle is at the core of the Muhammadiyah movement.

Second, application of the principle Tajdid with the meaning ofthe above has distinguished Muhammadiyah with other purificationmovement, which tends to show the purification of Islam without theflexibilities, so that its movements are underdeveloped, even easilybroken up because of rigidity in religious understanding andimplementing Islamic teachings purification. .

Third, Muhammadiyah thought about cultural plurality, whichforms understandings, responses, strategies, and Muhammadiyahcultural movement, constantly reconstructed from time to time in orderto strengthen the identity of the Muhammadiyah, as well as a goodfoundation movement in the context of internal and external.

Fourth, Muhammadiyah has a very high consistency in ideologicalthinking and exploring methodologies thoughts, with theimplementation of an ideology or Tajdid theology. In fact, the strengthof the ideology, there are those who view that issues of religiouspluralism, gender, democratization, human rights, and the like are

Page 2: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11060

significantly less developed in the discourse of Muhammadiyah asconstrained by the ideological signposts above, so the renewal,dynamicity, and modernization of Muhammadiyah much to dwell onthe level of ad hock, technical issues, technology, management anddevelopment of movements, such as Dakwah strategy, the developmentof educational programs, and so on. This is a logical consequence ofthe Muhammadiyah choose “middle way” and “synthesis” betweenpurification and modernity.

Key words: Key words: Key words: Key words: Key words: Muhammadiyah, plurality, culture

Page 3: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

61Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

PENDAHULUANHubungan antara agama dan

kebudayaan mengandung problemakademik yang banyak menyitaperhatian para ilmuwan, agama-wan dan budayawan. Secara seder-hana, problem tersebut berkisarpada wacana bahwa agama (Islam)bersumber dari Allah yang per-manen dan universal, sementarakebudayaan adalah bersumber darimanusia yang temporal dan spatial.Dengan demikian, apabila dirunutke belakang, problem tersebutberakar pada ketegangan teologismengenai relasi antara yang per-manen, universal, dan sakral de-ngan yang temporal, spatial, danprofan. Ketegangan ini terjadikarena adanya perbedaan pan-dangan di kalangan ilmuwan Mus-lim tentang apakah Islam sebagaiagama wahyu itu tunduk kepadasejarah atau tidak.1

Problematika antara al-tha-wâbit (permanen, tetap) dan al-mutaghayyirât (berubah, peru-bahan) atau orisinalitas dan kekiniandi atas memang selalu hangatdengan perkembangan pemikiranIslam dari masa ke masa. Kon-tinuitas mewujudkan diri dalamkecenderungan kaum Musliminuntuk: (1) Melestarikan pelbagaikepercayaan (aqidah) dan praktikkeagamaan (shari’ah), yang seba-gian besar tidak bisa diterima di

daerah-daerah tertentu, dan (2)Membatasi Islam hanya dalambentuk ritual dan tidak mengins-pirasi perubahan dalam kehidupansosial, kultural dan material.Adapun perubahan merefleksikanproses islamisasi yang terus-menerus terjadi dikalangan kaumMuslimin.2

Kajian tentang hubungan aga-ma dan kebudayaan ini sangatmenarik apabila dikaitkan dengangerakan Muhammadiyah sebagaisalah satu mainstream pemikirankeislaman di Indonesia, di sampingNahdlatul Ulama (NU). Muham-madiyah yang lahir dikenal sebagaigerakan pembaruan Islam (tajdid fial-Islam) selalu memahami realitassosial kemasyarakatan denganmemadukan sisi al-aÎÉlah dan al-mu’ÉÎarah dalam pemikiran ke-islamannya. Oleh karena itu,Muhammadiyah memahami maknatajdid meliputi: (1) Arah pemurnian,yakni pemurnian akidah danibadah, serta pembentukan akhlakmulia (al-akhlaq al-karimah), (2)Pembangunan sikap hidup dinamis,kreatif, progressif dan berwawasanmasa depan dan lebih khususdiarahkan kepada pengembangankepemimpinan organisasi, serta etoskerja dalam Persyarikatan Mu-hammadiyah. Dalam bahasa yanglebih sederhana biasanya diistilah-kan dengan purifikasi dan dina-misasi.

1 M. Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas?, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, Cet. II, 1999, hlm. 4.

2 Achmad Jainuri, Ideologi Kaum Reformis: Melacak pandangan KeagamaanMuhammadiyah Periode Awal, Surabaya: LPAM., 2002., hlm 1.

Page 4: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11062

Oleh karena itu, kajian ini tidakdapat mengabaikan pengkajianterhadap inti ajaran Islam, yangdisebut dengan tauhid. Dalam halini, tauhid tidak berhenti padatataran i’tiqod atau keyakinan, yanghanya bersifat subjektif individual,tetapi harus juga menyentuh wila-yah implementasi dalam tatarankehidupan yang bersifat objektifsosial. Dengan demikian, lahirlahsuatu peradaban yang berangkatdari penghayatan tauhid tersebut.Pemahaman inti ajaran Islam yangdemikian, selanjutnya dikenal de-ngan istilah tauhid sosial. Ter-minologi tauhid sosial adalahtermasuk terminologi baru yangdiperkenalkan oleh M. Amien Rais,salah seorang cendekiawan Muslimdan tokoh penting Muhammadiyahyang juga merupakan tokoh gardadepan gerakan reformasi di negeriIndonesia saat ini.3

Di samping itu, ada aspek lainyang tidak kalah pentingnya dalamkajian ini adalah bentuk-bentukpenafsiran ajaran agama danmetode dakwah agama yang terkaitdengan fenomena kebudayaan.Dalam hal ini, terdapat dua kecen-derungan. Pertama, ada yang cen-derung legal formal, skripturalis, a-historis, dan a-kontekstual. Inter-pretasi ajaran Islam yang demikiandan diikuti oleh sikap taqdis al-fikral-din (sakralisasi pemikirankeagamaan) yang berlebihan secaralangsung atau tidak langsung

dianggap telah menyingkirkanpluralitas budaya. Jargon-jargonpemahaman keagamaan dalam Is-lam, seperti bid‘ah, khurafat, haram,dan syirk, dianggap telah mengan-cam pluralitas bentuk ekspresibudaya karena dipandang sebagaihal yang bertentangan denganagama dan menyesatkan. Pan-dangan yang demikian disebabkanoleh beberapa faktor. Di antaranyapandangan hitam-putih dan mono-litik tentang pemikiran keagamaan,sehingga menghilang-kan kesadaranakan adanya orang lain (the other-ness). Segala yang berbeda dipan-dang sebagai salah dan kesesatan,dengan landasan Q.S. Yunus [10]:32.. Faktor yang lain adalah hiasanyang melingkupi berbagai fenomenakebudayaan dan tradisi yangberlaku di masyarakat atau efeksamping yang ditimbulkannya, yangsering kali lepas dari pesan-pesanspiritual, sosial, dan moralitas yangada di dalamnya, seperti kesanalkoholisme, sek-sualisme dan judidalam berbagai kesenian tradisionalatau pamer aurat dan gerakan erotis,dan sebagainya. Demikian pulamuatan kepercayaan dan mitos yangtampak mengandung kemusyrikandalam perilaku budaya masyarakat,seperti dalam tradisi mitoni,peringatan kematian, tradisi larung,kesenian ritual tertentu, dan seba-gainya.

Kedua, terdapat pemikirankeagamaan yang cenderung liberal

3 M. Amien Rais, Tauhid Sosial: Formula Menggempur Kesenjangan, Bandung: Mizan,1998., hlm. 107-108

Page 5: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

63Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

dan permisif terhadap seluruhrealitas dan pluralitas budaya yangmengakibatkan seakan-akan agamatidak berfungsi lagi sebagai hidâyah,irsyâd, dan pemberi arah kehidupanmanusia. Seluruh kreativitas danekspresi budaya dipandang bebasnilai dan tidak perlu mempersoalkanagama. Dua kutub pemikiran Islamtersebut sempat memunculkanketegangan di kalangan agamawandan budayawan, bahkan juga dikalangan agamawan sendiri, yakniantara yang berpikir liberal danyang berpikir literal (tekstual).

Muhammadiyah dengan tajdîdfi al-Islâm yang memadukandimensi purifikasi dan dinamisasi,mengandung pemikiran yangbersifat literal, legal, dan skripturaldalam batas-batas tertentu, tetapisekaligus membawa potensiliberalitas dalam mengembanganpemahaman terhadap nilai-nilaiajaran Islam ketika berhadapandengan realitas objektif yang terusberubah dan berkembang.4 Sebagaigerakan tajdid, metode dan pen-dekatan yang dikembangkan dalampemikiran keagamaan dalamMuhammadiyah senantiasa meng-alami perubahan dan perkem-bangan dari masa ke masa. Hal inidapat di lihat dari keputusan-keputusan yang dihasilkan Muham-madiyah melalui Majelis Tarjihsebagai lembaga yang bertugasmemberikan panduan keagamaan.

Majelis Tarjih ini pernah dikembang-kan menjadi Majelis Tarjih danPengembangan Pemikiran Islam(hasil Muktamar ke-43 di BandaAceh, 1995) dan kini diubahmenjadi Majelis Tarjih dan Tajdid(hasil Muktamar ke-45 di Malang,2005), dengan tambahan tugasuntuk membuka dan mengem-bangkan wawasan pemikiran Islamdalam merespons perubahan yangterjadi.

Keputusan-keputusan yangditetapkan oleh Muhammadiyahmelalui majelis ini sejak berdirinyahingga tahun 1980-an dipandangterlalu bercorak fiqhi, denganpendekatan yang cenderung legal-formal dan tekstual. Sebenarnya,Muhammadiyah telah mengguna-kan metode filsafat dalam menetap-kan keputusannya, terutama padametode berfikir analogis, sillogistikterutama pada kaidah-kaidah fikihmengenai ‘illat, falsafah al-tasyri’,dan prinsip sadd al-dhari’ah(menghindari bias-bias dan efeknegatif). Hal ini dapat dilihat darimetode ijtihad yang dilakukannya,yaitu ijtihad bayani (analisispemahaman makna teks), ijtihadistilahi (analisis makna teks denganmengaitkan kepada kepentinganmasyarakat), dan analisis ataskandungan dibalik teks, denganmelihat ‘illah, sebab berlakunyaketentuan hukum).5

4M. Amin Abdullah, Dinamika Islam Kultural: Pemetaan atas Wacana KeislamanKontemporer, Bandung: Mizan, 2000., hlm. 135-137.

5Asymuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah: Metodologi dan Aplikasi,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003., hlm. 126, 155, 174.

Page 6: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11064

Dari segi produk pemikiransebenarnya Majelis Tarjih sudahmemulai kajian yang melibatkanberbagai disiplin ilmu (tidak hanyabercorak fiqhi), seperti putusantentang Bayi Tabung, Adab al-Mar’ah fi al-Islam, al-Amwal fi al-Islam dan sebagainya.

Penggunaan beberapa metodeijtihad di atas semakin dikem-bangkan dalam Munas Tarjih XXIIIdi Banda Aceh, dengan meng-gunakan metode filsafat, sepertimasuknya pemikiran estetika dalammenganalisis hakekat seni budaya,menggunakan pendekatan antro-pologi dan sosiologi dalam melihatrealitas seni budaya dalam ma-syarakat, di samping tentunyapendekatan sharî‘ah (agama).

Dalam konteks pengembanganpemikiran keislamannya, Muham-madiyah telah merumuskan duapijakan pokok dalam pemahamandan pengamalan Islam bagi jamaah(anggota)-nya, yaitu PedomanHidup Islami warga Muham-madiyah (PHIM) dan Manhaj Tarjihdan Pemikiran Islam Muham-madiyah (MTPIM). Produk yangpertama merupakan hasil Muk-tamar Muhammadiyah ke-44 diJakarta, 2000, dan telah ditanfidzkan(disahkan pelaksanaannya), se-hingga di kalangan pimpinan dananggota Muhammadiyah tidak ter-dapat perbedaan tentang keabsahanrumusan PHIM tersebut.

.Sebagai gerakan tajdid fi al-Is-lam dengan segala dinamika yangterjadi di dalamnya, telah men-jadikan Muhammadiyah memiliki

posisi strategis bagi pembangunanumat Islam secara menyeluruh,khususnya umat dan bangsa Indo-nesia. Posisi strategis Muham-madiyah sebagai salah satu dari duaorganisasi Islam terbesar di Indone-sia sudah selayaknya tampil sebagaipilar utama dalam memaknaikembali budaya dan pluralitasnya dinegeri ini, yang pada umumnyasarat akan pesan-pesan filosofis, baikdalam aspek spiritualitas, moral danmentalitas, maupun pesan sosial.Tampilnya Muhammadiyah sebagaipilar utama “cagar budaya”, dapatdiperankan dalam gerakan apresiasibudaya dalam gerakan keagamaandan strategi kebudayaannya, sepertikajian-kajian kritis tentangkebudayaan, termasuk di dalamnyarealitas budaya Indonesia yangpluralistik dengan mengedepankandimensi positifnya, yaitu pesan-pesan agung yang terkandung didalamnya dan mengupas sertamembuang jauh bias-bias dan kesannegatif yang melekat padanya.Dengan kata lain, bagaimanaMuhammadiyah mampu mela-kukan strategi kebudayaan yangmencakup prinsip penguatan danpelestarian kepada fenomena danpotensi budaya, baik lokal maupunglobal yang tidak bertentangan atausejalan dengan nilai-nilai Islam, danprinsip penjernihan/penyucian danperbaikan kepada fenomena danpotensi budaya yang bertentangandengan nilai-nilai Islam atausetidaknya mengandung bias-biasdari sudut akidah, syariah, danakhlak Islam.

Page 7: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

65Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

Rumusan Permasalahan danManfaat Penelitian

Fokus penelitian ini adalahpemikiran Muhammadiyah tentangpluralitas budaya. Pemikiranmeliputi teoritik-metodologisataupun dalam formulasi ideologi,gerakan, dan strategi kebudayaanyang diperjuangkan Muham-madiyah sebagai sebuah institusiyang bergerak dalam bidangdakwah dan menyatakan dirisebagai gerakan kultural.

Atas dasar itu, penelitian iniakan membatasi masalahnya padamasalah formulasi pemikirankeislaman Muhammadiyah dalammerespons pluralitas budaya danimplikasinya dalam strategi dangerakan kebudayaan yang dikem-bangkan oleh Muhammadiyah.Problem akademik yang diajukandidasarkan pada asumsi bahwauntuk mengkaji pemahaman danpemikiran Muhammadiyah ter-hadap realitas budaya yang plural(pluralitas budaya) harus dimulaidengan pengkajian yang mendalammengenai pemikiran dan pan-dangannya terhadap relasi dandialektika antara agama dankebudayaan. Di sini dikaji kembaliperkembangan metodologi pemi-kiran keislaman Muhammadiyahdan implikasinya terhadap pan-dangan tentang hubungan dandialektika antara agama dan kebu-dayaan tersebut.

Pemahaman, penafsiran, dangerakan kebudayaan Muham-madiyah, yang berupa butir-butirpemikiran ideologis, metodologi

pemikiran keislaman, strategi dangerakan kebudayaan, pendidikan,pengembangan organisasi danpengkaderan, sosial ekonomi, sertapolitik yang diperankannya secaramenyeluruh adalah bentuk nyatadari pemikiran Muhammadiyahtentang pluralitas budaya.

Oleh karena itu, penelitian iniberusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan akademik sebagaiberikut.1. Bagaimana pemahaman dan

penafsiran Muhammadiyahterhadap Islam dan imple-mentasinya?

2. Bagaimana respons Muham-madiyah terhadap pluralitasbudaya yang hidup danberkembang dalam masyarakatyang majemuk?

3. Bagaimana formulasi ideologidan metodologi pemikirankeislamannya dalam meman-dang pluralitas budaya, yangselanjutnya terumuskan dalamstrategi dan gerakan kebu-dayaan yang diperankannya?

4. Mengapa dan apa yang men-dorong Muhammadiyah me-mandang perlu merumuskandan mengembangkan konsep,strategi, dan gerakan kebu-dayaannya?

5. Sejauh mana konsistensiMuhammadiyah dalam me-nge-jawan-tahkan pemikiranideologis dan metodologipemikirannya tersebut dalamrealitas historis?

Page 8: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11066

METODE PENELITIAN1. Sumber Penelitian

Penelitian ini termasuk pene-litian kepustakaan dan dokumenter.Oleh karena itu, dilakukan pene-lusuran dan pelacakan terhadapbahan-bahan tertulis berupa buku-buku kepustakaan tentang Mu-hammadiyah, keputusan-keputusanresmi Muhammadiyah mengenaiprinsip-prinsip pemahaman danpemikiran keagamannya, karya danpandangan para tokoh pemimpinMuhammadiyah mengenai hal-halyang terkait dengan tema penelitian.

Sumber primer penelitian iniadalah pandangan resmi organisasiMuhammadiyah. Oleh karena itusumber primer penelitian ini adalahdokumen resmi Muhammadiyah.Adapun sumber sekunder yangdipergunakan penelitian ini adalahbuku-buku, jurnal ilmiah, majalahdan media cetak lainnya, hasilpenelitian tentang Muhammadiyahdan pemikiran Islam, khususnyadalam memandang dan meresponfenomena pluralitas budaya. Jugapandangan para tokoh Mu-hammadiyah yang terkait dengantema penelitian, sebagai penjelasanpendukung atas pandangan resmiinstitusi.

2. Pendekatan StudiStudi ini menggunakan pen-

dekatan interpretasi, yaitu membuatsuatu makna yang terkandungdalam realitas sebagai objek

penelitian yang sulit ditangkap dandipahamai menjadi dapat ditangkapdan dipahami. Dengan pendekatanini dilakukan interpretasi danpemahaman atas teks-teks resmiorganisasi Muhammadiyah, bidangpemikiran keagamaan yang menjadilandasan ideologi dan gerakannya,juga karya-karya pemikir danpemimpin Muhammadiyah darimasa ke masa. Dalam batas-batastertentu, upaya penafsiran danpemahaman terhadap teks-teks danpemikiran yang berkembang diMuhammadiyah ini bercorakhermeneutis, yaitu terjadinya dialogantara teks dan penafsirnya.Gadamer berpendapat bahwapenelitian sejarah berlaku apa yangdisebut dengan sejarah efektif, yaitukenyataan bahwa tindakan penelitiataupun pelaku sama-samamerupakan tindakan historis yangberada dalam kontinuitas sejarah.Yang berlangsung dalam sejarahefektif itu adalah kreativitashermeneutis dan sintesa berbagaicakrawala antara cakrawala pe-nafsir dan pengarang dalam realitasteks.

Dengan metode tersebut pene-litian ini berupaya menyajikanpemahaman dan uraian yang lebihkomprehensip tentang pemikirankeislaman Muhammadiyah denganberbagai dinamikanya, termasuk didalamnya teks-teks dan pemikiranmengenai hubungan antara agamadan budaya serta implementasinyadalam gerakan atau strategikebudayannya.

Page 9: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

67Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

HASIL PENELITIAN DAN PEM-BAHASAN1. Pemikiran Muhammadiyah

tentang Relasi Agama danBudaya

a. Al-shalah wa al-Mu‘asyarahdalam Islam dan KebudayaanSeorang muslim wajib mentaati

Allah dan rasul-Nya. Statemen inimerupakan hal yang telahdisepakati. Akan tetapi bagaimanacara mengaktualisasikan ketaatantersebut, telah terjadi perbedaan.Akar perbedaan tersebut terletakpada masalah apakah cara taattersebut baru dipandang orisinal jikatetap sesuai dengan apa yangterdapat dalam teks-teks Islam baikal-Quran maupun al-Sunnahsebagaimana dipraktekkan olehNabi saw., atau harus sama sekalibeda, sesuai dengan tuntutanperubahan, sehingga hilangorisinalitasnya. Dengan kata lain,orisinalitas dan kontinuitasdipertentangkan dengan perubahandan diskontinuitas. Ini berarti bahwaperubahan dan diskontinuitasmerupakan antitesa dari orisinalitasdan kontinuitas. Kemungkinan yanglain adalah membuat sintesa darikeduanya, yakni bahwa dalam Is-lam terdapat hal-hal yang harustetap orisinal yang oleh karena ituberkelanjutan, tetapi juga ada yangharus berubah sesuai denganperubahan masa, keadaan dantempat yang oleh karena itu

diskontinuitas merupakan tuntutanyang logis.6

Usaha untuk tetap melanjutkanpemeliharaan orisinalitas denganmenafikan perubahan dan diskon-tinuitas akan menyebabkan agamaini kehilangan konteks dengankekinian dan kedisinian, danmerupakan pengingkaran terhadaphukum perubahan itu sendiri.Sebaliknya pengabaian secaraekstrim terhadap orisinalitas, danpemihakan semata-mata padaperubahan, akan menyebabkan Is-lam kehilangan identitasnya. Olehkarena itu, upaya mensintesakanantara orisinalitas-kontinuitas danp e r u b a h a n - d i s k o n t i n u i t a s ,merupakan upaya “jalan tengah”yang mengurangi segi-segi yangnegatif tersebut.1). Aspek Orisinalitas dan Kontinuitas

(al-ashalah wa al-Thawabit)Paradigma untuk

mempertahankan orisinalitas dankontinuitas Islam telah dirumuskanoleh ahli ushul dalam kaidah:

Abdurrahman al-Sa’di menjelaskankaidah di atas bermakna seseorangtidak boleh beribadah kepada Allahdengan suatu cara ibadah, kecualiapabila ada dalil dari Shar’i(Pembuat shari’ah, yakni Allah dan

6 M. Saad Ibrahim, 2005, hlm 189.

"الأصل فى العبادات التوقيف والاتباع" وبعبارة أخرى "الأصل فى العبادات البطلان

حتى يقوم دليل على الأمر"

Page 10: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11068

Rasul-Nya), sehingga dengan dalilitu suatu cara ibadah benar-benarmasyru’. Dengan kaidah ini, formatritual Islam dipelihara dari segalaupaya penambahan atau pengu-rangan, sehingga orisinalitasnyatetap terjaga, untuk selanjutnyakontinuitas dijalankan.7

2). Aspek Perubahan dan Diskontinui-tas (al-Mutaghayyirat)Aspek ini terkait erat dengan

upaya kontekstualisasi teks-teks Is-lam, sehingga dengan demikiandapat terpelihara prinsip al-Islamusholihun li kulli zamanin wamakanin. Memahami teks-teks Islamsecara kontekstual, artinya mema-haminya menurut atau sesuaidengan lingkungan sosiohistoris.Kontekstualisasi pemahaman teks-teks Islam dilakukan denganlangkah-langkah sebagai berikut:

Pertama, memahami teks-teksIslam untuk menemukan danmengidentifikasikan antara legalspesifiknya dan moral idealnyadengan cara melihat kaitannyadengan konteks lingkungan awal-nya yaitu Makkah, Madinah dansekitarnya pada saat teks-teks ter-sebut turun. Kedua, Memahamilingkungan baru yang padanyateks-teks Islam akan diaplikasikan,sekaligus membandingkan denganlingkungan awalnya untuk mene-mukan perbedaan-perbedaan danpersamaan-persamaannya. Ketiga,

Jika ternyata perbedaan-perbe-daannya bersifat lebih essensialdaripada persamaan-persamaan-nya, dilakukan penyesuaian padalegal spesifik teks-teks tersebutdengan konteks lingkungan barunyasambil tetap berpegang pada moralidealnya. Namun jika ternyatasebaliknya, diaplikasikan nas-nastersebut tanpa diperlukan penye-suaian-penyesuaian dengan ling-kungan barunya.

3). Kemashlahatan: Pilar UtamaPerubahan dan DiskontinuitasAl-Quran (21:107) menyatakan

bahwa Muhammad diutus sebagairahmat bagi alam semesta. Al-Quran(10:57) juga mengemukakanbahwa telah datang maw’idhah,terapi kejiwaan, petunjuk, danrahmat dari Tuhan bagi orang-or-ang mukmin. Dengan merujukpernyataan al-Quran tersebut,ulama memformulasikan paradigmabahwa syari’at Islam diturunkansebagai rahmat bagi umat manusia.Dalam hal ini Abu Zahrah, menya-takan bahwa dalam hukum Islamsenantiasa didapati kemashlahatanbagi umat manusia. Pernyataan laindikemukakan oleh Jawziyah, bahwamaksud utama syari’at Islam ialahmewujudkan kebaikan bagi ma-nusia di dunia dan akhirat, keadilan,rahmat, kemashlahatan, dankebijaksanaan. Dengan kata lain,salah satu misi utama hukum Islamialah memelihara kemashlahatan

7 Abdul Hamid Hakim, al-Bayân fî UÎûl al-Fiqh, Jakarta: Bulan Bintang, 1976., hlm. 178.;Abdurrahman al-Sa’di, NuÐum al-QawÉÑid al-Fiqhiyyah, t.tp: t.p., t.th, hlm. 29, 78

Page 11: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

69Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

manusia. Berdasarkan hal tersebutdapat dimengerti jika kemudianpara ahli ushul menjadikan mash-lahat sebagai dasar pembentukanhukum Islam.

b. Klasifikasi dan Relasi Agamadan Kebudayaan

1). Hakekat Agama dan Kebudayaandalam IslamTerminologi yang pertama

adalah agama, yakni al-dinul al-Islami. Dalam bab sebelumnya telahdijelaskan pengertian dan pema-haman mengenai terminologiagama. Untuk itu dalam bagiantidak akan mengulang kembali.Namun, ada hal yang perlu dijelas-kan adalah esensi ajaran Islam yangberpusat pada tauhid.

Konsep tauhid dalam kaitannyadengan kehidupan manusia sebagaimakhluk budaya dan makhluksosial, telah dikembangkan sede-mikian rupa oleh para ilmuan Mus-lim, salah satu di antaranya adalahM. Amien Rais yang menawarkanistilah Tauhid Sosial.

Secara substansial konsep tauhidsosial, meski tidak menyebut denganistilah yang sama, telah dikaji olehpemikir muslim lainnya, seperti IsmailRaji al-Faruqi, Koentowidjojo, AminAbdulah, dan pemikir lainnya. Pa-daprinsipnya, mereka memahami tauhidsosial sebagai pemikiran dan pan-dangan Islam, yang bersumber daridoktrin Islam: Al-Quran dan Al-Ha-dith, mengenai persoalan kemanu-siaan yang ada dan hidup dalamrealitas.

Dalam Tawhid: Its Implicationsfor Thought and Life, al-Faruqimenerjemahkan tauhid sebagaipengalaman keagamaan, sekaligussebagai pandangan dunia. Sehinggatauhid dikaji dari segi-segi: (1) tauhidsebagai intisari ajaran Islam, (2)tauhid sebagai prinsip dalamberbagai dimensi kehidupanmanusia, meliputi: sejarah, ilmupengetahuan dan teknologi,metafisika, etika, tata sosial, ummah,keluarga, tata politik, tata ekonomi,tata dunia, dan prinsip estetika

Sementara Koentowidjojo,dalam pemikirannya yang diantaranya terkumpul dalam bukuParadigma Islam: Interpretasi untukAksi, ia menganjurkan agar umatIslam mengembangkan pemahamanterhadap tauhid dengan wawasantransformatif, sehingga tauhidsebagai inti ajaran Islam dapatmelahirkan etos dan wawasan sosialyang profetik. Dengan demikian, disatu sisi, Islam menjadi pendorongbagi proses humanisasi, liberasi dantransendensi, dan di sisi lain, setiapgerakan dan rekayasa sosial selaludikembalikan kepada fitrah, yaituwahyu Ilahi sebagai PremisKebenaran

Hampir senada dengan Koento-widjojo, Amin Abdullah secara lebihgamblang menjelaskan bahwatauhid sosial adalah merupakankonsekwensi logis dari interpretasidan implementasi ajaran Al-Quranyang memiliki visi sosial yang sangatluas. Kesadaran akan adanya “or-ang lain” (the otherness), pengakuanakan keberadaan orang, masyarakat

Page 12: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11070

dan komunitas lain sangatlahditekankan oleh Al-Quran. Bahkankesadaran dan kepekaan sosialdalam ajaran Al-Quran tidak hanyauntuk membebaskan manusia daribelenggu kemiskinan (Al-Ma’un[107]), ketidakadilan (Al-Nahl [16]),menjauhi konglomerasi (Al-Takathur [102]), tetapi juga meng-garis bawahi kesadaran sosial yanglebih liberal, yakni keharusanmengakui hak hidup orang-oranglain, yang tidak seakidah denganorang Muslim dengan cara sangguphidup berdampingan, bertetanggadengan damai, bebas dari ketakutan,kekhawatiran dan kecemasan.

M. Amien Rais, menegaskanbahwa yang dimaksud dengantauhid sosial adalah dimensi sosialdari tawhidullah. Terminologitauhid sosial dikemukakan dimak-sudkan agar tawhid uluhiyyah dantawhid rububiyyah yang telahtertanam dalam keyakinan dankeimanan umat Islam, dapatditurunkan lagi ke dalam pergaulansosial, realitas sosial secara konkret.

Pada bagian yang lain, AmienRais mengemukakan, bahwadengan pengertian tauhidullah yangdemikian, ajaran Islam mengan-dung prinsip kesetaraan dankeadilan sosial yang komprehensif,yaitu tidak mengenal dan tidakmembolehkan adanya diskriminasiberdasarkan ras, jenis kelamin,agama, bahasa dan etnis. Bahkan,menurut Amien, kaum orientalissering membedakan, kalau agamanasrani disebut sebagai religion oflove, Agama cinta kasih, sementaraagama Islam disebut religion of jus-

tice, Agama keadilan. Bahkan adasebagian sosiolog dan antropologyang mengatakan, karena Islammerupakan religion of justice, makasecara potensial setiap orang Islambisa menjadi trouble maker bagisetiap kemapanan yang tidak adil.

Adapun istilah budaya, kebuda-yaan dan peradaban adalah meru-pakan terminologi yang selalumengalami perkembangan pemak-naannya. Begitu pesatnya perkem-bangan makna kebudayaan ini, A.LKroeber dan Clyde Kluckhohnsetengah abad yang lalu (1952) telahmengumpulkan sekitar 161 definisitentang kebudayaan. Dari sekiandefinisi tersebut dibagi dalamberbagai kelompok yang melihatmakna kebudayaan dari berbagaisudut pandang.

Dari berbagai sudut pandangtersebut, tampak bahwa kebu-dayaan memiliki cakupan maknayang sangat luas. Namun, semua-nya itu berpusat pada manusia.Secara ontologis kebudayaan adadisebabkan oleh adanya manusia.Kebudayaan berpusat pada pikirandan hati manusia. Kebudayaanadalah aktivitas pemikiran.

Namun demikian, kebudayaanyang semula ada karena adanyamanusia dan tergantung padanya,dalam perkembangannya ternyatatumbuh menjadi realitas tersendiriyang menjerat dan menentukankehidupan manusia.

Tampaknya, pembahasan diatas tidak terlalu mempersoalkandua terminologi culture dan civiliza-tion. Kata peradaban (civilization)

Page 13: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

71Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

dan kebudayaan (culture), menurutNourouzzaman Shiddiqi, sebe-narnya dua kata yang berbedamakna. Kalau kebudayaan ber-makna akal budi manusia yangbersifat batini, di mana akal buditersebut mendorong manusiamenciptaan sastra, seni dan seba-gainya dalam rangka menggapaikehidupan yang lebih baik. Olehkarenanya kebudayaan adalahsalah satu pengarah kehidupanmanusia di bidang agama, filsafat,politik, ekonomi, moral, ilmupengetahuan dan sebagainya.Sementara peradaban adalah hasilpengolahan akal budi dalam bentuklahiriyahnya.

Namun ada suatu pandanganyang cukup menarik untukdicermati dalam pemaknaan istilahperadaban ataupun kebudayaan ini.Adalah Muhammad BahiyuddinSalim, menyatakan bahwa dalambahasa arab ada tiga kata kunciyang berbicara mengenai kebu-dayaan atau peradaban, yaitu al-tsaqafah, al-tamaddun atau al-madaniyyah, dan al-hadharah.

Al-tsaqafah, yang disepadankandengan kata culture (kebudayaan)diartikan de-ngan Al-janib al-ruhial-ma’nawi min hayat al-fardi wa al-jama’ah (Aspek batini dari kehi-dupan individu dan kelompok ma-nusia). Sedangkan Al-madaniyyahatau al-tamaddun, yang disepa-dankan dengan civilization (pera-daban) dimaknai dengan Al-janib al-‘ilmi wa al maddah wa al-ikhtira’(aspek ilmu pengetahuan, materidan penciptaan atau pengolahandari kehidupan manusia).

Sementara itu term al-hadharahyang secara denotatif dianggapmuradif (padan kata) dari ma-daniyyah atau tamaddun, namunsecara konotatif digunakan untukpengertian peradaban (civilization)dalam arti luas, mencakup tsaqafahdan madaniyyah atau tamaddun.

Oleh karenanya dalam tulisanini, kata peradaban lebih dimaknaisebagai al-hadharah, yakni pera-daban dalam arti luas, mencakuppengertian kebudayaan dan pera-daban dalam arti sempit di atas.

Adapun peradaban Islam di siniadalah aktivitas dan aktualisasiperadaban manusia muslim sebagairefleksi dan ekspresi atas penga-laman keagamaan dan pengha-yatannya terhadap ajaran Islam.Pengertian ini didasarkan padapandangan Nourouzzaman Shi-ddiqi, yang mengartikan kebu-dayaan Islam sebagai satu sikapkhusus yang berangkat dari dasarajaran Islam.

Mengapa refleksi penghayatanajaran Islam menjadi penting di sini?Karena Islam sebagai agama yangdisempurnakan, memiliki danmencakup berbagai dimensikehidupan manusia, baik dimensivertikal maupun horisontal, dimensispiritual maupun dimensi sosial. Inijuga sejalan dengan statemen HAR.Gibb di atas.

Atas dasar itu, dengan diilhamipandangan Nourouzzaman Shi-ddiqi, dapat dikemukakan bahwaciri pokok peradaban atau kebu-dayaan Islam adalah:

Page 14: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11072

a) Bernafaskan tauhid yang men-jadi prinsip utama ajaran Islam

b) Hasil buah pikir dan pengo-lahannya dimaksudkan untukmeningkatkan kesejahteraandan membahagiakan manusia,sebab Islam diturunkan untukmembawa rahmat bagi seluruhalam. Di samping itu, manusiadiciptakan untuk mengembantugas ganda sebagai abdi dankhalifahnya di muka bumi.Sebagai khalifah, manusiamengemban tugas mengolahdan memakmurkan bumi danmenjaga keindahannya. Olehkarena itu suatu keniscayaanbahwa peradaban dan kebu-dayaan Islam bersifat konstruktifdan tidak destruktif.

Dengan kata lain, Islam akanmenerima adanya pluralitas budayaselama sejalan dengan prinsip-prinsip di atas. Realitas budaya yangplural selalu mengarah kepada duakecenderungan, yaitu ma‘ruf danmunkar. Islam akan memanajpluralitas ini dengan memberi arahkepada dinamika pluralitas budaya,sehingga budaya ma‘rufat dite-gakkan dan budaya munkaratdieliminasi.

2). Tauhid Sosial dan KonstruksiKebudayaan IslamUntuk membincangkan pera-

daban dengan makna sebagaimanadikemukakan di atas dalam kontekskajian keIslaman (dalam hal ini

tauhid sosial) diperlukan kajianterlebih dahulu terhadap pan-dangan Islam tentang manusiasebagai makhluk berkebudayaandan berperadaban. Kajian ini dalampandangan Amien Rais di atas dapatdikategorikan dalam tauhidkemanusiaan (tawhid al-insaniyyahatau unity of mankind), Sebagaikonsep awal menuju konsep tauhidsosial.

Dalam pandangan Islam ma-nusia adalah makhluk ciptaan Allahsebagaimana makhluk yang lain.Allah menciptakan Adam daritanah. Beberapa ayat al-Qurantersebut mengisyaratkan penciptaanmanusia. Ketika sari pati tanahdiorganisir ke dalam diri manusiakemudian menghasilkan ekstraksulalah (sperma). Selanjutnyaapabila bertemu dengan sel telurdalam rahim perempuan terjadilahproses kreatif secara bertahapmembentuk organisma baru.

Namun demikian, manusiaberbeda dengan makhluk lain.Perbedaan itu terletak pada unsurruhaniah yang diberikan Allahkepadanya. Ketika “manusia baru”dibentuk, Allah meniupkan ruh-Nyake dalam diri manusia, sehingga iadisebut sebagai makhluk materialyang memiliki unsur immaterial.Murtaza Mutahhari mengistilahkanbahwa manusia adalah an animallife dan a human life, yang hidupdalam material life dan cultural life.

Dua unsur yang ada dalam dirimanusia (jasmaniah-ruhaniah)tersebut bukanlah merupakan duahal yang terpisah, tetapi merupakan

Page 15: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

73Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

kesatuan yang terpadu. Dari sinimanusia ditetapkan sebagaimakhluk yang paling mulia danterbaik, baik dari segi konstruksibangunannya, maupun kedudukan-nya di alam semesta. Keunggulan kualitas yang diberikan Allahkepada manusia, yang terpenting adalah bahwa manusia memiliki hak pilih dan kebebasan. Dari sini,kemudian manusia memiliki penga-ruh yang amat besar terhadap alamsekitarnya. Pengaruh itu berujuddalam dua bentuk: keharmonisanlingkungan dan kehancuranlingkungan. Di sinilah letak hakekat,bahwa menusia itu memiliki peran sebagai pengelola alam semestayang di dalam istilah Al-Qur’an disebut dengan khalifah.

Tugas kekhalifahan manusiatersebut adalah bagian daripelaksanaan ”amanah Allah” yangmemang disanggupi oleh manusia(QS. Al-Ahzab: 72). Secara keselu-ruhan amanah itu berupa kewa-jiban ‘ibadah (pengabdian) dalammakna yang luas dan multi-dimen-sional, yaitu ‘ibadah khashshah dan’ibadah ’ammah.

Isyarat yang dinyatakan dalamayat-ayat di atas menunjukkandengan jelas bahwa manusia harus berkebudayaan dalam bentukkekuatan mental spiritual, kecer-dasan, kesehatan fisik, jiwa senidan solidaritas sosial dalam rangkapengabdiannya kepada Allah dankhidmah kemanusiaan dan menjaga keharmonisan alam.

Setelah menegaskan maknakebudayaan yang diikuti dengan

pengkajian mengenai pandanganIslam terhadap manusia, maka akandapat diformulasikan beberapaprinsip dan sistem nilai budayadalam pandangan Islam.

Karena kebudayaan dalam Is-lam adalah manifestasi dan per-wujudan dari segala aktifitasmanusia muslim, yang melibatkanal-‘aql (pikir), al-dzawq (rasa), al-iradah (kehendak), dan al-‘amal(perbuatan), Dalam rangka pelak-sanaan amanah ilahiyah Untuk menggapai ridha-nya, maka da-patlah dirumuskan perkiraanprinsip-prinsip dan sistem nilaibudaya dan peradaban dalam Islam,sebagai berikut:

Pertama, wahyu (al-Qur’an danal-Sunnah al-Nabawiyyah) adalahsumber kekuatan peradaban dalamIslam. Unsur-unsur dalam wahyuyang mendorong umat Islam untukberperadaban dan berkebudayaanantara lain: (i) agama Islam meng-hormati akal, meletakkan akal padatempat yang terhormat, menyuruhmanusia mempergunakan akaluntuk meneliti dan memikirkankeadaan alam. (QS. Ali Imran : 189-192, al-Ghasyiyah: 17-20), (ii)agama Islam mewajibkan umatnyamenutut ilmu (QS. Al-Mujadalah:11), (iii) agama Islam melarangumatnya bertaqlid buta, melainkan harus menggunakan pikiran,perasaan, pendengaran danpenglihatannya. (QS. Al-Isra’: 36),(iv) agama Islam mengarahkanpemeluknya supaya melakukan ino-vasi dan inisiatif dalam halkeduniaan yang memberi manfaat dan maslahah bagi masyarakat, (v)

Page 16: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11074

agama Islam meenggemarkanpemeluknya supaya menebar kepenjuru dunia, menjalin hubungandan silaturahmi dengan bangsa dan golongan lain, saling bertukarpengetahuan, pemandangan danperasaan. (QS. Al-Hajj: 46), (vi)ajaran Islam menganjurkan untukmelakukan penelitian atas kebe-naran walaupun datangnya darikaum yang berbeda bangsa dankepercayaannya. (QS. Thaha (20):17-18).

Kedua, wahyu adalah sumberdan landasan etika bagi pengem-bangan kebudayaan dalam Islam.Karena wahyu adalah sumber danlandasan etika bagi aktifitaspengembangan kebudayaan, makasistem nilai dalam kebudayaan Islamadalah nilai-nilai Ilahiyyah, baikdalam konteks teologi maupunsivilisasi. Setidak-tidaknya adasepuluh nilai dasar yang bersumberdari wahyu bagi aktifitas danpengembangan kebudayaan, yaitu:tawhid, khilafah, ‘ibadah, ‘ilm,haram, ‘adl, dan dzulm.

Dari prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang saling berkaitan danterpadu di atas, lahir paradigmaperadaban atau kebudayaan Islamberikut sistem nilainya.

3). Relasi Agama dan Kebudayaandalam IslamDengan uraian-uraian di depan,

dapat disimpulkan bahwa Islammempunyai paradigma tersendiridalam melihat hubungan antaraagama dan peradaban. Islam

menepis pandangan umum yangmenyatakan bahwa agama adalah(bagian dari) budaya. Karena, dalamIslam diyakini bahwa agama bukanciptaan manusia, melainkan wahyuAllah yang bersifat absolut dan uni-versal.

Dalam Islam dibedakan antaraagama yang bersumber dari wahyu(al-Quran dan al-Sunnah) dengankeberagamaan atau pengalamankeagamaan. “Keberagamaan”(pemahaman, penghayatan danpengamalan agama) dalam Islam dapat dikategorikan bagian dariperadaban dan kebudayaan.

Jelaslah, bahwa dalam Islam,agama adalah dalam posisi primer,sedangkan budaya adalah sekun-der. Budaya dapat merupakanekspresi hidup beragama, sub-ordi-nate terhadap agama, dan tidakpernah sebaliknya. Maka, sementaraagama adalah absolut, berlakuuntuk setiap ruang dan waktu,budaya adalah relatif, terbatasi olehruang dan waktu.

Dengan demikian, Islam melihatbahwa agama dan kebudayaan,meski keduanya berbeda dan harusdibedakan secara jelas, tetapi tidakdapat dipisahkan. Dengan pema-haman yang demikian Islam men-jadi dialogis dengan ruang danwaktu. Dan agama Islam yang uni-versal itu selalu menemukan relevansinya dengan tuntutankhusus dan nyata para pemeluknya,menurut ruang dan waktu, disertaidinamika dan vitalitasnya.

Dialog agama dan kebudayaanyang dinafasi oleh din al-Islam dapat

Page 17: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

75Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

diwujudkan dalam bentuk sebagaiberikut: (1) memelihara unsur-unsur,nilai-nilai dan norma-normakebudayaan yang sudah ada yangsesuai dan positif untuk Islam, (2)menghilangkan unsur-unsur, nilai-nilai dan norma-norma kebu-dayaan yang ada yang bersifatnegatif menurut Islam, (3)menciptakan kreasi baru dalammenumbuhkan unsur-unsur, nilai-nilai dan norma-norma kebudayaanyang posistif, (4) mau menerima (re-ceptive), namun selective (telitidalam memilih), digestive (men-cerna), assimilative (merangkaidalam suatu sistem) dan kemudiantransmissive (kenyajikan/me-nyampaikan) atas kebudayaan lainmenjadi kebudayaan alternatif yangmembawa maslahah dunia danakhirat, (5) menyucikan kebudayaanagar dapat sesuai dan sejalan atausetidak-tidaknya tidak bertentangandengan norma dan nilai-nilai Islam.

Perumusan strategi kebudayaanyang Islami di tengah kecen-derungan global yang multikulturaldan plural perlu memperhatikanhal-hal berikut:

Pertama, bahwa kebudayaandalam Islam harus dipahami sebagai refleksi dan ekspresi hidup dankehidupan beragama. Karena Islam(wahyu) datang pada suatu masya-rakat yang berperadaban (tidakacuum), maka terjadilah dialogkreatif antara nilai-nilai normatifitasdengan fenomena historisitas yangmemungkinan kebudayaan itudiperkaya dengan budaya lokal yangsudah ada. Dengan demikian, Is-

lam tidak pernah memandangdichotomis antara nilai-nilai normatif yang berasal dari wahyudengan nilai-nilai hirtoris, tetapikeduanya berjalan dialogis.

Kedua, dengan hilangnyadichotomi dan lahirnya dialog, makakebudayaan Islam semestinyamerupakan sebuah ”paradigma yang terbuka”. Artinya, di sampingtetap berpegang pada nilai-nilaiotentik yang bersumber dari wahyu(al-ashalah) dalam mengembang-kan kebudayaan, Islam (muslim) harus memiliki sikap receptive, se-lective, digestive, assimilative, dantransmissive terhadap peradabandan kebudayaan yang datang darimana pun (al-mu’asharah). Dengandemikian, peradaban dan kebu-dayaan asing yang telah disesuai-kan dengan Islam dapat memper-kaya khazanah kebudayaan Islam.Dengan kata lain, adanya unsurkontinuitas dan kreatifitas, al-ashalah wa al-mu’asharah harusmenjadi bagian dari strategiperadaban dan kebudayaan Islami.

Ketiga, dari kekayaan khazanahyang didapat dari cara berpikir danberamal di atas, perlu upaya pena-jaman, sehingga dapat memba-ngun dan menawarkan peradabanatau kebudayaan Islam sebagaikebudayaan alternatif (kebudayaanpilihan yang mengungguli semuakebudayaan yang ada dan dianutoleh masyarakat, yang serba mate-ria-listik, rasionalistik dan sekuler),yang memiliki ciri utama yang khas,memadukan nilai-nilai humanisasidengan nilai-nilai ilahiyyah.

Page 18: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11076

2. Perspektif Sunnah dan Bid‘ahdalam Memahami Agama danBudaya

a. Konsep Sunnah-Bid‘ah dalamMuhammadiyahKajian mengenai hukum-

hukum Bid’ah dan Khurafat dalamMuhammadiyah yang cukuplengkap dilakukan oleh DjarnawiHadikusuma, anggota PimpinanPusat Muhammadiyah hinggaperiode tahun 1990. Buku keciltetapi menjadi pegangan pokok paramubaligh dan pemimpin Mu-hammadiyah ini bertajuk “Ahlu-ssunnah wa al-Jamaah, Bid’ah danKhurafat”, yang diterbitkan olehPimpinan Pusat Muhammadiyah.

Dalam buku ini dibahas secarasistematis pengertian-pengertiantentang ahlussunnah wal jamaah,ijtihad, ittiba, taqlid, bid’ah, dankhurafat. Pengkajian relasi agamadan budaya dalam perspektif Islam,wa bil-khusus menurut pahamMuhammadiyah, sangat berkaitandengan pembahasan denganpengertian-pengertian di atas.

Dalam bagian ini pembahasandifokuskan pada konsep Sunnahdan Bid’ah (yang termasukdidalamnya masalah khurafat).

1). Konsep SunnahSunnah secara bahasa ber-

makna shirah (sejarah kehidupan),thariqah (jalan hidup), syari’ah(jalan lurus atau hokum-hukum).Salah seorang tokoh ulamaMuhammadiyah, TM, Hasby Ash

Shiddiqy mendefinisikan amalansunnah adalah “jalan yang dijalanidalam hal agama, karena telah biasadijalani oleh Rasulullah SAW dangenerasi salafus shalih, sesu-dahnya.”

Dalam hal Ñubudiyah atauyang bersifat ta’abbudi, Mu-hammadiyah berpendapat bahwapemeliharaan orisinalitas dankontinuitas ajaran menjadi prinsipyang harus dipegangi oleh umat Is-lam. Misalnya sabda Rasul tentangtata cara salat, mansak (manasik)haji dan sebagainya.

Sedang sunnah dalam Mua-malah dan Akhlak, ruang akalpikiran mendapatkan ruang yangcukup, sehingga memungkinkanterjadi perbedaan dan perubahan.Dalam pandangan Muhammadiyahwilayah ini, analisis berdasarkan’illah al-hukm (metode ta’lily danqiyas) sangat diperlukan. Bahkantidak hanya berlaku pada Sunnah,tetapi dalam beberapa hal jugaberlaku pada al-Quran. Contohnyasunnah yang melarang meng-gambar makhluk hidup (bernyawa).Dalam hal ini, Muhammadiyahmemandang gambar tersebut perludikaji motivasi, materi dan tujuanpembuatan gambar, sehinggahukumnya tergantung aspek-aspektersebut. Artinya bisa haram, bisajuga mubah bahkan bisa menjadiamal shalih, yang setidak-tidaknyahukumnya sunnah. Di sini teori ‘illahdan maÎlahah diterapkan.

Dengan demikian dalam kon-teks ubudiyah, yang dimaksudsunnah adalah sesuatu yang

Page 19: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

77Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

masyru‘ (disyariatkan, diperin-tahkan), sedangkan dalam konteksmu‘amalah dan akhlak. yangdimaksud sunnah adalah segalasesuatu yang sejalan dengan prinsipdan nilai-nilai kebaikan dan mas-lahah yang semangatnya diajarkanoleh Al-Quran dan al-Sunnah.Pandangan ini sejalan dengankandungan Hadits Rasulullah SAWsebagai berikut

“Dari Abu Hurairah radiyallahu‘anhu, bahwa Rasulullah SAWbersabda; “Barangsiapa mengajak(berdakwah) kepada petunjuk, makabaginya adalah pahala sepertipahalanya orang yang mengikutipetunjuk itu, tanpa mengurangisedikitpun pahala mereka, danbarangsiapa yang mengajak kepadakesesatan, maka ia akan men-dapatkan dosa sebagaimana dosaorang yang mengikutinya, tanpamengurangi dosa mereka sedi-kitpun” (Riwayat Abu Daud),

Dari Jabir bin Abdullah dariayahnya berkata. Bersabda Ra-sululah SAW: “Barangsiapamerintis tradisi yang baik dan diikutioleh orang lain, maka ia men-dapatkan pahala dan pahala orangyang mengikuti kebaikannya tanpamengurangi pahala merekasedikitpun, dan barangsiapa yangmelakukan perbuatan buruk dandiikuti oleh orang lain, maka ia akanmenanggung dosa dan dosa orangyang mengikutinya, tanpa me-ngurangi dosa orang yangmengikutinya sedikitpun.” (RiwayatTirmidzi).

2). Konsep Bid’ah-Khurafat.Berkaitan dengan konsep

sunnah di atas, penting dikaji konsepbid’ah dan khurafat. Bid‘ah dankhurafat erat hubungannya dengantaqlid, bahkan dapat dikatakanbahwa kedua hal tersebut bersumberpada kebiasaan taqlid, yaknimengikuti pendapat seseorangdalam agama (khususnya aqidah-ibadah) tanpa mengetahui dasar-dasar dalilnya. Djarnawi menga-takan, taqlid ibarat tanah yang amatsubur untuk tumbuh dan ber-kembangnya bid’ah dan khurafat.Sedangkan jiwa yang hidup dansadar, yang menolak taqlid dan terusmendalami sumber dan dasar-dasaragama secara kokoh akan selalumenolak bid’ah dan khurafat, ka-rena paham Quran dan Sunnahdan paham pula penyimpangan-penyimpangannya, baik dalam aqi-dah, ibadah, muamalah, maupunakhlak.

Jiwa yang hidup, sadar dancerdas akan ilmu agama (ulum al-din) dan paham akan fungsi agamabagi dirinya, niscaya hanyamenghendaki kemurnian iman danibadah hanya kepada Allah secaramurni, tidak dikotori oleh keper-cayaan dan ritual-ibadah buatanmanusia sekecil apapun. Ia hanyamenghendaki hakekat iman dancara ibadah yang asli diperintahkanAllah dan dicontohkan oleh Rasul-Nya, mengenai caranya, bacaannya,waktunya, jumlahnya, asli danmurni tidak dikurangi dan tidakpula ditambahi oleh kehendakmanusia. Tambahan dalam hal

Page 20: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11078

ibadah disebut bid‘ah, sedangkantambahan dalam kepercayaandisebut bid‘ah i‘tiqad atau khurafat.

Sebab-sebab munculnya bid’ahdan khurafat memang sangatberagam. Di antaranya adalahkebodohan dalam ilmu agama,perasaan kurang puas terhadapsyariat agama, kepentingan politikdan sebagainya.

Bid’ah secara lughawi berasaldari kata bada‘a (ÈÏÚ), yaknimembuat sesuatu yang baru yangbelum ada contoh sebelumnya.Adapun secara terminologis, adalah:

“Bid’ah adalah suatu cara barudalam agama yang diada-dakanuntuk menandingi syari’ah, yangdimaksudkan denganmengerjakannya untuk membuatnilai lebih dalam ibadah kepada Al-lah”.

Definisi di atas adalah menurutpendapat yang tidak memasukkanadat-istiadat ke dalam maknabid’ah, hanya mengkhususkankepada masalah ibadah. Adapunpendapat yang memasukkan adatkebiasaan dan budaya local kedalam makna bid‘ah mengatakan:“bid’ah adalah “cara baru dalamagama, yang menandingi syariat, dimana tujuan dibuatnya sama sepertitujuan dibuatnya syariah tersebut”.

Imam Syatibi menjelaskanbahwa kata “cara” ( pada((الطريقةdefinisi tersebut perlu dibatasi, yaitusesuatu jalan yang telah ditetapkanuntuk dijalani, yang pelakunyamenyandarkan perkara tersebutkepada agama. Oleh karena itu,

kalau cara baru tersebut dalammasalah keduniaan tidaklah ter-masuk bidÑah, seperti umpamanyamembuat industri, memperbaharuisystem kenegaraan, penemuan barudalam bidang teknologi, pertaniandan sebagainya, meskipun belumada contoh sebelumnya.

Ketegasan Muhammadiyah,bahwa sumber ajaran Islamhanyalah al-Quran dan al-Sunnahadalah kesadaran yang dibangunoleh para perintis Muhammadiyahuntuk menegakkan Islam Murniyang bebas dari daki-daki taqlid,takhayul, bidÑah dan khurafatsebagaimana dijelaskan di atas.Hanya saja dalam keputusan-keputusan ulama Tarjih Muham-madiyah menggunakan istilahghairu masyru’, untuk memperhalusistilah bid’ah.

b. Implikasi Konsep Sunnah-b. Implikasi Konsep Sunnah-b. Implikasi Konsep Sunnah-b. Implikasi Konsep Sunnah-b. Implikasi Konsep Sunnah-BidBidBidBidBid’ah dalam Agama danah dalam Agama danah dalam Agama danah dalam Agama danah dalam Agama danBudayaBudayaBudayaBudayaBudayaKonsepsi tentang Sunnah dan

Bid‘ah yang menjadi salah satu cirripemahaman keagamaan dalamMuhammadiyah di atas membawaimplikasi yang signifikan dalammelihat agama dan budaya, baikdalam tataran pemikiran maupungerakan. Implikasi tersebut dapatdijelaskan sebagai berikut:

1). Implikasi KeagamaanDengan adanya konsep Sunnah-

Bid’ah tersebut telah memberikanimplikasi kepada Muhammadiyahdalam melihat dan mengimple-

Page 21: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

79Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

mentasikan ajaran agama Islam,sebagai berikut:(a) Agama (al-Din al-Islami) adalah

merupakan patokan dan barom-eter kehidupan manusia. Iamerupakan sumber inspirasi,aspirasi dan orientasi bagi gerakdan langkah kehidupan ma-nusia.

(b) Agama Islam memiliki cakupanyang sangat luas meliputi selu-ruh aspek kehidupan manusia,baik dalam masalah keyakinan(aqidah), peribadatan, moralitasdan seluruh transaksi kehi-dupan.

(c) Pemahaman Islam harus benar-benar bersumber dari sumberpokoknya, yakni Al-Quran danSunnah Rasul, dengan meng-gunakan akal pikiran yangsesuai dengan jiwa ajaran Islam.

(d) Pemahaman dan implementasiajaran Islam yang bersumberkepada sumber pokoknya, Al-Quran dan Sunnah Rasul, harusmempertimbangkan khazanahpemikiran Islam yang dihasilkanoleh para Ulama, baik salafmaupun khalaf, sebagai matarantai keilmuan yang sistematis.

(e) Pemahaman dan Implementasiajaran Islam menjadi lebih bersihdari pengaruh adat-istiadat danbudaya lokal, terutama adat danbudaya yang berbau keper-cayaan yang dapat menggangguketauhidan umat Islam. Namun

pengembangan dakwah Islamtetap bersifat kultural, baikdengan cara demitologisasimaupun rasionalisasi ataupembersihan total terhadapaspek-aspek yang tidak dila-kukan demitologisasi maupunrasionalisasi karena secarasubstantif memang berse-berangan dengan aqidah Islam,sehingga Muhammadiyah tetapditerima oleh masyarakatnya.

(f) Upaya kontekstualisasi danpembaharuan dalam mema-hami dan mengimplementasikanajaran Islam, tetap berpijak padamanhaj dan qaidah yang jelas,serta menghindari mengurangiagama dan berlebih-lebihan.

2). Implikasi KebudayaanDengan pandangan dasar

mengenai konsep Sunnah-Bid’ahdan implikasinya kepada pema-haman dan implementasi ajaranagama Islam sebagaimana dike-mukakan di atas, meniscayakanpemahaman mengenai kebudayaansebagai berikut:a) Kebudayaan yang merupakan

proses aktualisasi dan hasil cipta,rasa, karsa, karya manusia harussenantiasa didasarkan padapandangan hidup yang ber-sumber dari ajaran Islam.Dengan demikian kebudayaanharus merupakan aktualisasidan manifestasi keberagamaanseseorang.

Page 22: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11080

b) Islam mendorong kreativitasmanusia untuk berkebudayaan,tetapi kreativitas yang terarahdan terbimbing oleh pesan-pesansuci agama Islam.

c) Dengan penghargaan terhadapkreativitas kebudayaan, Mu-hammadiyah menerima danmenghormati adanya pluralitasdan keanekaragaman budaya, dimana satu dengan lainnya harushidup berdampingan dan salingmengokohkan.

d) Adanya pluralitas budaya tetapmembawa Muhammadiyahuntuk bertindak selektif dankritis, untuk memilih budayayang benar-benar makruf makruf makruf makruf makruf (yangsejalan dengan prinsip ajaranIslam dan sejalan denganmartabat manusia) untukdikembangkan dan disosiali-sasikan kepada masyarakat, danmemilih budaya yang munkarmunkarmunkarmunkarmunkar(bertentangan dengan Islam danmerusak martabat manusia)untuk ditinggalkan dan dicegahperkembangannya.

e) Pluralitas budaya, terlebih de-ngan kekayaannya telahmendorong Muhammadiyahuntuk lebih kreatif dan inovatifdalam pengembangan gerakandakwah dan strategi kebu-dayaannya.

f) Dalam kaitan dengan pluralitasbudaya dan tradisi lokal, dak-wah kultural Muhammadiyahmemberikan sikap ko-eksistensi

dan pro-eksistensi dalam rangkatabsyiriyah, sampai padasaatnya nanti, Muhammadiyahakan melakukan islah dantajdid, sehingga budaya lokal(termasuk seni budaya) yangtidak bertentangan denganaqidah, syari’ah, dan akhlak Is-lam dapat dipertahankandengan memberikan isi danpesan-pesan keislaman. Disamping itu, dakwah kulturalMuhammadiyah juga mela-kukan kreasi baru denganmenawarkan kultur alternatifyang merupakan ekspresi daripenghayatan ajaran Islam, sertamembersihkan segala unsurbudaya yang mengandung nilai-nilai syirik, tahayyul, bid’ah, dankhurafat.

3 .3 .3 .3 .3 . Apresiasi Pluralitas BudayaApresiasi Pluralitas BudayaApresiasi Pluralitas BudayaApresiasi Pluralitas BudayaApresiasi Pluralitas Budayadalam Teologi Muham-dalam Teologi Muham-dalam Teologi Muham-dalam Teologi Muham-dalam Teologi Muham-madiyahmadiyahmadiyahmadiyahmadiyah

a. Teologi Muhammadiyah: Me-madukan Purifikasi danDinamisasiMuhammadiyah telah mem-

posisikan diri sebagai gerakanmoderat, dalam arti ketikaMuhammadiyah dalam masalahaqidah dan ibadah lebih merujukkepada paham Salafi yang sangatpuritan. Akan tetapi pada saat yangsama Muhammadiyah senantiasaberusaha melibatkan kemampuanrasional-intelektual untuk mengkajimasalah-masalah ijtihadiyah yangterus berkembang. Inilah yang

Page 23: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

81Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

membuat Muhammadiyah ter-hindar dari sikap ektremitas, baikekstrem fundamentalisme, ekstremrasionalisme maupun ekstremspiritualisme.

Dien Syamsuddin menyebutkanbahwa teologi Muhammadiyahadalah teologi pertengahan, yangmerujuk kepada konsep al-Aqidahal-wasiliyah, yang dirintis oleh IbnuTaimiyah. Namun posisi tengahanini juga diambil dari konsep al-QuranUmmatan Wasatan.

M. Amin Abdullah menjabar-kan bahwa posisi tengahan teologiMuhammadiyah diwujudkandengan pemaduan secara seimbangantara purifikasi dan dinamisasi.Dalam konteks pengembanganpemikiran Islam, Amin Abdullahtelah berjasa untuk mencobamelakukan pemetaan produk ke-ilmuan Majelis Tarjih danPengembangan Pemikiran Islam,yang kini menjadi Majelis Tarjih danTajdid. Implikasi dari pemetaantersebut adalah pemilahan wilayahtuntunan praktis beragama yanglebih mengacu pada purifikasi, danwilayah wacana pemikiran Islamyang bersifat dinamisasi.

Pemaduan wilayah purifikasidan dinamisasi tersebut, telahmelahirkan pandangan keagamaanMuhammadiyah yang lebih luas,tetapi selalu berpijak pada landasanyang kokoh yakni nilai-nilai al-Quran dan al-Sunnah. Denganteologi ini telah memungkinkanMuhammadiyah untuk melakukanpembinaan keagamaan, dengantegaknya praktek keagamaan yang

bersumber pada norma-normaajaran Islam secara murni, bersihdari takhayul, bid’ah dan khurafat,dengan pemahaman yang tepat, dantidak membuat masyarakat tidaktercerabut dari akar budayanyayang makruf.

Dengan teologi ini juga,memungkinkan Muhammadiyahuntuk mendorong dinamikapemikiran keagamaan untukmenyelesaikan masalah-masalahkemanusiaan kontemporer yangsemakin kompleks. Pada wilayahini, diprogramkan untuk melakukanrekonstruksi dan reinterpretasiajaran Islam. Hal ini disebabkan nas-nas keagamaan bersifat finalsedangkan realitas terus berkembangdan berubah.

Dalam bahasa Syafii Maarif,ideologi tajdid Muhammadiyah telahmengupayakan pembudayaankearifan sekaligus ketegasan.Ketegasan dalam memahami aqidahdan menerapkan hukum syariÑahharus diikuti oleh sikap arif dan bijak,sehingga tidak menimbulkanpermasalahan yang mengarahkepada perpecahan umat. Syafii,mengutip kisah yang pernah di-kemukakan oleh Hamka, bagaimanasikap KH. Mas Mansur selaku KetuaMajelis Tarjih Muhamamdiyahdalam menghadapi tokoh masya-rakat yang sangat berpengaruh,yaitu Haji Rasul (Dr. Syaikh AbdulKarim Amrullah), ayahandaHamka. Dalam banyak hal HajiRasul menjadi pembela Muham-madiyah, meskipun dia belumpernah menjadi anggota. Tetapi

Page 24: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11082

adalah suatu masalah kecil yangberbeda pendapat dengan Muham-madiyah, yaitu ketika KonggresMuhammadiyah di Bukittinggi 1930akan menampilkan Dai Cilikperempuan bernama Siti Rasyidah.Haji Rasul menentangnya, karenabaginya perempuan tampil di depanumum adalah haram. KH. MasMansur, melihat dengan cermatmasalah ini. Beliau menurutikemauan Haji Rasul. Namun MasMansur mengajak diskusi denganHaji Rasul tentang dalil keharamanperempuan tampil di depan umum.Haji Rasul tidak dapat menun-jukkan dalil, sehingga hukum yangada sebenarnya bersifat ijtihadi.Agaknya, Haji Rasul sangatterpukau dengan hujjah-hujjah yangdisampaikan Mas Mansur, namunlebih terpukau lagi dimana dengankearifannya, acara tersebut diba-talkan, padahal secara prinsip ManMansur sudah dalam posisi menang.Akhirnya Haji Rasul semakin giatupayanya untuk membela Mu-hammadiyah.

Pilihan pada teologi tengahanyang dikenal dengan teologi atauideologi tajdid ini, telah memung-kinkan Muhammadiyah dapatditerima oleh banyak kalangan, danmenjadikan Muhammadiyah terusberkembang dan disegani baik olehkawan maupun lawan. Bahkanhampir-hampir Muhammadiyahtidak mempunyai lawan. Naka-mura, setelah menggeluti Muham-madiyah di Kotagede dengan jujurmenyatakan:

“Muhammadiyah adalah ge-rakan dengan banyak wajah. Dari

jauh nampak doktriner. Tetapisetelah dari dekat, kita menyadaribahwa ternyata ada sistemisasiteologis. Apa yang ada di sanaagaknya merupakan suatu susunanajaran moral yang diambil langsungdari Al-Quran dan Hadits, nampakeksklusif bila dipandang dari luar,tetapi sesungguhnya sangat terbukabila berada di dalamnya. Secaraorganisatoris nampak membebani,akan tetapi sebenarnya Muham-madiyah merupakan suatukumpulan yang sangat menghargaipengabdian pribadi. Nampaksebagai organisasi yang sangatdisiplin, akan tetapi sebenarnyatidak ada alat pendisiplinan yangefektif, selain kesadaran masing-masing. Nama agresif dan fanatik,tetapi sesungguhnya cara pe-nyiarannya perlahan-lahan dantoleran. Dan akhirnya tetapi barang-kali paling penting, nampak anti-Jawa, akan tetapi sebenarnya dalambanyak hal mewujudkan sifat baikorang Jawa.”

Namun, dengan teologi te-ngahan, tetap saja mengandungkelemahan. Di antaranya keraga-man dan wajah ganda (dzu wujuh)yang menjadi kekayaan Muham-madiyah, seringkali diwarnaidinamika dan konflik, karenabeberapa kecenderungan yang adadi dalamnya saling berbenturan.Ketika warna purifikasi terasamendominasi pemikiran dangerakan Muhammmadiyah, maka“sayap modernis” akan merasagerah berada dalam rumah Mu-hammadiyah. Begitu pula seba-liknya, apabila dinamika liberalisasi

Page 25: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

83Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

pemikiran Islam mewarnai Mu-hammadiyah, maka “sayap puritan”akan merasa gusar. Di sini memangdiperlukan ketahanan diri sertasikap yang lapang dan tasamuhyang tinggi menghadapi dinamikapluralitas internal Muhammadiyah.

b. Tajdid Muhammadiyah: Apre-siasi terhadap Pluralitas BudayaMuktamar Tarjih Muham-

madiyah XXII, 1989 telahmenetapkan dimensi-dimensi tajdiddalam Muhammadiyah yangmeliputi: (1). Pemurnian aqidah danibadah, serta pembentukan akhlakmulia (al-akhlak al-karimah). (2).Pembangunan sikap hidup dinamis,kreatif, progressif, dan berwawasanmasa depan. (3) Pengembangankepemimpinan organisasi, dan etoskerja dalam Pesyarikatan Muham-madiyah.

Ideologi Tajdid Muhammadiyahterus mengalami penyempurnaan,seiring perkembangan kemajuanmasyarakat. Penyempurnaan ideo-logi atau teologi tajdid ini dilakukandengan melakukan rekonstruksimanhaj tarjih dan penyusunankonsep dakwah kultural Muham-madiyah.

Dengan rekonstruksi ManhajTarjih dan Pengembangan Pemi-kiran Islam, Muhammadiyahmencoba melakukan penelaahanulang, disamping penajamanwilayah purifikasi dengan mela-kukan proses penjernihan, reedukasidan pendewasaan cara pikir.Dengan demikian purifikasi tidak

bisa terlepas dari dinamisasi. Denganpengembangan tersebut, purifikasitetap memberikan ruang untukmengapresiasi pluralitas budaya.Bahkan potensi budaya masyarakatdapat menjadi sarana dan saluranuntuk mendakwahkan nilai-nilai Is-lam. Rekonstruksi dan reinterpretasiajaran Islam akan selalu melibatkandan mendialogkan the basic prinsipleof ethical values dan qâidah al-ushuliyyah al-bayâniyyah. Denganpola pemahaman yang proporsionalmemungkinkan Muhammadiyahmengukuhkan identitas dirinya,dengan tetap bersikap empati danapresiatif terhadap pluralitas,selama tetap dalam koridor ajaranIslam.

Pedoman Hidup Islami wargaMuhammadiyah telah memberikanrambu-rambu tentang kebudayaan.Hukum dasar berkebudayaanadalah mubah, selama tidakmengarah kepada kerusakan(fasâd), bahaya (dharar), durhaka(‘ishyân) dan jauh dari Allah (ba‘îd‘anillah). Oleh karena itu kreativitasbudaya di lingkungan Muham-madiyah harus sejalan dengan etikadan norma-norma Islam seba-gaimana dituntunkan oleh MajelisTarjih, yakni aktualisasi kebudayaanyang dapat menjadi sarana pen-didikan, dakwah serta mendekatkandiri kepada Allah merupakan amalshalih yang harus dikembangkan

Selanjutnya, dengan penyu-sunan Strategi Dakwah Kultural,sebagai pengejawantahan manhajpemikiran Islam dalam langkah dangerak dakwah, Muhammadiyah

Page 26: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11084

melakukan intensifikasi danekstensifikasi dakwah. Intensifikasidakwah dilakukan denganmendalami subtansi nilai-nilaikeislaman yang menjadi sumber danlandasan dakwah. Denganpemahaman yang mendalamsubstansi dan esensi dakwah akanmelahirkan sikap yang lapang dadadan toleran pada setiap pelaksanadakwah. Hal ini karena semuamasyarakat sasaran dakwah adalahmanusia yang memiliki potensi danberhak dihormati eksistensinya.Dakwah Islam, yang membawa misiamar makruf nahi munkar, akanselalu menghormati martabatmanusia.

Implikasi dari intensifikasi diatas adalah tuntutan untukmelakukan ekstensifikasi dakwah, dimana lahan, saluran dan jaringandakwah Muhammadiyah menjadilebih luas dan multidimensi seiringdengan percepatan perkembanganmasyarakat, dan perkembanganilmu pengetahuan dan teknologi.Ektensifikasi dakwah Muham-madiyah dapat memasuki ranahbudaya lokal, budaya global, budayatradisional, budaya modern, duniaseni, multimedia dan IT (informationteknology) dan pengembanganmasyarakat (community develop-ment) atau yang di lingkunganMuhammadiyah dikenal denganGerakan Jamaah dan DakwahJamaah (GJDJ).

4. Strategi Kebudayaan dalamGerakan Muhammadiyah

a. Metodologi Gerakan Muham-madiyahMuhammadiyah sebagai

gerakan Islam bukan sekedarorganisasi, lebih-lebih organisasidalam pengertian administrasi yangbersifat teknis. Sebagai gerakan Is-lam, Muhammadiyah merupakangerakan agama (religious move-ments), yang didalamnya ter-kandung sistem keyakinan (beliefsystem), pengetahuan (knowledge),organisasi (organization) danpraktik-praktik aktivitas (practicesactivity) yang mengarah kepadatujuan (goal) yang dicita-citakan.8

Anggaran Dasar Muham-madiyah sebagai landasan konstitusitertinggi menegaskan, bahwa“Muhammadiyah adalah GerakanIslam, dakwah amar maÑruf nahimunkar dan tajdid, bersumber padaal-Quran dan al-Sunnah. Muham-madiyah berasas Islam”. Sedangkanmaksud dan tujuannya ialahmenegakkan dan menjunjung tinggiAgama Islam, sehingga terwujudmasyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Guna mencapai tujuantersebut, Muhammadiyah mene-tapkan beberapa usaha yangselanjutnya diwujudkan denganbentuk amal usaha (badan usaha),program kerja dan kegiatan Per-syarikatan.

8 Haedar Nashir, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah, Yogyakarta: SuaraMuhammadiyah, 2006., hlm. v

Page 27: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

85Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

Di sini organisasi menjadi salahsatu unsur penting dalam GerakanMuhammadiyah. Itulah sebabnyaMuhammadiyah sering menyebutdirinya dengan istilah Persya-rikatan, yakni suatu berserikat yangmemiliki seperangkat idealismedalam satu sistem gerakan baikberkaitan dengan wadahnya(jam’iyyah), anggota (jamaÑah),maupun kepemimpinannya (ima-mah) untuk mencapai tujuannya.

Haedar Nashir, menyatakan,meskipun tidak seketat sepertialiran-aliran ideologi dunia, apalagiyang bersifat totaliter, Mu-hamamdiyah sebagai gerakan Islammembutuhkan perekat ideologigerakan, yang akan berfungsi antaralain:1) Dapat memberi arah dan pen-

jelasan tentang sistem pahamkehidupan yang dicandranyaberdasarkan keyakinan danpaham agama (Islam) yangdianutnya serta bagaimanaseluruh warga Muhammadiyahbertindak berdasarkan sistempaham tersebut.

2) Dapat mengikat kesadarankolektif (ukhuwwah gerakan,sebagaimana konsep ‘aÎâbiyah-nya Ibnu Khaldun), yangberfungsi untuk memper-tahankan ikatan ke dalam dalammenghadapi tantangan hinggaancaman dari luar.

3) Dapat membentuk karakterorang Muhammadiyah secarakolektif sebagaimana diatur

dalam Kepribadian Muham-madiyah dan Pedoman HidupIslami warga Muhammadiyah,yang mengandung berbagai sifatdan pola tindak yang harusdimiliki dan diimplementasikandalam kehidupan warga Mu-hammadiyah.

4) Dapat menyusun strategi danlangkah-langkah perjuangansebagaimana khittah yangselama ini menjadi acuannya,sehingga gerakan Muham-madiyah menjadi lebih siste-matis dan terarah.

5) Dapat mengorganisasikan danmemobilisasi anggota, kaderdan pimpinannya dalam satusistem gerakan untuk melak-sanakan usaha-usaha danmencapai tujuannya dalambarisan yang kokoh, tidakberjalan sendiri-sendiri dan tidakcentang perenang.

Gerakan Muhammadiyahmenggunakan sistem organisasimodern, yang dicanangkan sejakberdirinya pada tahun 1912.Penilaian bahwa Muhammadiyahsebagai gerakan modern dapatdilihat dari visi dan misi gera-kannya, juga didasarkan padapenggunaan organisasi sebagaiwahana perjuangan. Proses peng-organisasian ini berkembang sejalandengan pertambahan jumlahanggota, perluasan daerah danpemekaran jenis kegiatan yangdilaksanakan, yang semuanya itu

Page 28: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11086

dijalankan dengan perencanaandan evaluasi yang simultan. Dewasaini perkembangan organisasiMuhammadiyah telah mencapaitingkat kompleksitas yang tinggidalam ukuran kehidupan organisasikemasyarakatan di Indonesia.

Menurut A. Rosyad Sholeh,bangunan organisasi Muham-madiyah saat ini terdiri atas tigakomponen, yaitu Pimpinan, BadanPembantu Pimpinan dan OrganisasiOtonom. Komponen-komponentersebut mencerminkan distribusitugas dan kegiatan dalam kaitannyadengan pencapaian tujuanorganisasi.9

Komponen Pimpinan (intipimpinan, yang terdiri KetuaUmum, Ketua-ketua, SekretarisUmum, sekretaris-sekretaris,Bendahara dan beberapa anggota)bertugas melaksanakan kegiatankepemimpinan (managerial activ-ity), yaitu kegiatan yang mem-punyai hubungan tidak langsungdengan pencapaian tujuan, tetapisangat menentukan efektivitasnya,baik kegiatan teknis maupunkegiatan pelayanan. Dalam melak-sanakan kegiatan kepemim-pinannya, Pimpinan mempunyaitugas menetapkan kebijakan umumdan mengendalikan seluruh gerakusaha Muhammadiyah.

Komponen Badan atau UnsurPembantu Pimpinan dan OrganisasiOtonom, sebagian berhubungandengan pelaksanaan kegiatan pokok

atau kegiatan teknis (technical activ-ity) dan sebagian berhubungandengan pelaksanaan kegiatanpelayanan (auxiliary activity).Kegiatan pokok atau kegiatan teknisyang disebutnya kegiatan opera-sional adalah kegiatan yangmempunyai hubungan langsungdengan pencapaian tujuan. Sedang-kan kegiatan pelayanan adalahkegiatan yang tidak berhubungansecara langsung tetapi sangatmenunjang keberhasilan kegiatanpokok atau teknis.

Dalam menjalankan fungsinya,Badan Pembantu Pimpinan mem-punyai tugs melaksanakan kegiatandan amal usaha Muhammadiyahsesuai dengan dan terikat olehkebijaksanaan yang ditetapkan olehPimpinan. Sedangkan OrganisasiOtonom diberi hak untuk mengaturrumah tangganya sendiri, mem-punyai tugas membina bidang-bidang tertentu dalam rangka pen-capaian tujuan Muhammadiyah.

Pimpinan merupakan dewanatau sekelompok pengurus inti yangmelaksanakan tugas secara kolegial.Masing-masing anggota Pimpinantidak mempunyai wewenang sendiridalam mengambil kebijaksanaandan mengendalikan gerak organisasi(persyarikatan). Jabatan-jabatanyang ada dalam komponenPimpinan, bukan merupakan dantidak mencerminkan pembagianwewenang. Keputusan-keputusanPimpinan ditetapkan dan diambil

9 A. Rosyad Sholeh, Manajemen Dakwah Muhamadiyah, Yogyakarta: SuaraMuhammadiyah, 2005., hlm. 70

Page 29: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

87Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

dalam rapat-rapat Pimpinan yangdilaksanakan secara berkala.

b. Manajemen Pemikiran dalamGerakan MuhammadiyahMuhammadiyah sebagai

organisasi, persyarikatan, harakah,lembaga dakwah amar ma’ruf nahimunkar, dari masa ke masa pastimengalami dinamika internal,sekaligus perubahan-perubahan in-ternal yang harus dicermati denganbaik. Terjadinya dinamika dankeragaman (pluralitas) pemikirandalam Muhammadiyah, khususnyadalam masalah keagamaan,disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:1) Perbedaan dan dinamika

pluralitas pemikiran merupakankonsekuensi logis dari kebijakanPersyarikatan Muhammadiyahyang menyeru kepada warga-nya agar dalam beragamadengan jalan ijtihad dan ittiba’,serta menghindari taqlid.

2) Banyaknya tokoh pemikir Muslimyang menjadi rujukan danpanutan warga Muhammadiyah,seperti Ibnu Taimiyah, Mu-hammad bin Abdul Wahhab,Muhammad Abduh, Muham-mad Rasyid Ridha, Iqbal dansebagainya, sehingga masing-masing warga dan anggota me-miliki kecenderungan yang ber-beda dalam mengambil rujukan.

3) Dinamika dan pluralitas internalMuhammadiyah juga terjadi

karena terbukanya wacanapembaharuan pemikiran Islam,dan hal itu berpengaruh kepadawarga dan pimpinan Muham-madiyah, bahkan mendorongterjadinya upaya rekonstruksidan reinterpretasi pemahamankeislaman dalam Muham-madiyah.

Dinamika dan pluralitas yangterjadi dalam tubuh Muham-madiyah dipandang sebagai faktorpendorong berkembangnya proseskreatif Muhammadiyah dalambergumul dengan pluralitas umatIslam pada umumnya. Denganproses kreatif itu telah melahirkankonsep-konsep dan teori baru bagipengembangan Muhammadiyahsebagai gerakan dakwah Islam.Hampir seluruh rumusan pentingyang menjadi landasan ideologisdan operasional Muhammadiyahdidorong oleh dinamika danpluralitas baik internal maupuneksternal.

Sebelum lahirnya konsepDakwah Kultural, Muhammadiyahtelah mempraktekkannya terutamadalam strategi dakwah di Pedesaan.Di sinilah Muhammadiyah me-nunjukkan kelenturannya sebagaigerakan dakwah, meskipun prinsipyang dipegang adalah purifikasi danpemberantasan TBC, namun ketikamenghadapi masyarakat pluraltidak serta merta prinsip tersebutditerapkan secara membabi buta.Sebagai implikasinya Muham-madiyah di pedesaan “mentolerir”keanekaragaman budaya masya-

Page 30: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11088

rakat, sehingga anggota Muham-madiyah pun memiliki keragamandalam berekspresi di dalamMuhammadiyah. Namun kera-gaman itu diakui sebagai prosesmenuju kesempurnaan dalam ber-Islam dan menuju Muhammadiyahyang ideal.

c. Ideologi Tajdid sebagai PirantiManajemen PemikiranPerjalanan panjang dan

perkembangan Muhammadiyahyang semakin pesat, baik dilihat dariperkembangan fisik amal usahanya,maupun kontribusi pemikiran bagiumat dan bangsa, tidak terlepas darikuatnya manajemen dalam menge-lola irama, dinamika dan per-gumulan pluralitas pemikiran yangada di lingkungan Muhammadiyah.Sampai saat ini, perbedaan pen-dapat dan pemikiran dalam Mu-hammadiyah, setajam apapunbelum melahirkan Muhammadiyahtandingan atau Muhammadiyahsempalan, sehingga Muham-madiyah relatif tetap utuh.

Piranti yang paling vital dalammemanaj pluralitas pemikiran dalamMuhammadiyah adalah ideologiatau teologi tajdid. Kelenturanideologi tajdid yang memadukanpurifikasi dan dinamisasi pemikirandalam Muhammadiyah, khususnyapemikiran keislaman dan pemikiranpengembangan Muhammadiyahsebagai gerakan Islam dan sosialkemasyarakatan.

Sebagaimana dikemukakan diatas, dinamika pemikiran dalam

Muhammadiyah sangat tinggi,bahkan dimungkinkan terjadinyaperbedaan yang tajam antara unsur-unsur internal dalam Muham-madiyah, namun dinamika tersebutdapat dikelola oleh pirantimanajemen pemikiran yangbernama ideologi atau teologi tajdid.

Ideologi Tajdid yang dirumus-kan dalam bentuk konsep-konseppandangan dunia, pandangankeagamaan, prinsip gerakan danstrategi dakwah yang semuanya itumerupakan tolok ukur dan barom-eter pemikiran yang dapatberkembang dan dikembangkan didalam gerakan Muhammadiyah.

Ideologi Tajdid yang, dalamistilah Din Syamsuddin, mengambilposisi tengahan (wasathan atauwâsiliyyah) ini dapat mengakomodirkepentingan kaum puritan dalammengekspresikan paham keislaman-nya, namun harus diintegrasikandengan prinsip pembaharuan danmodernisasi gerakan. Demikian jugakepentingan kaum modernis yangmenginginkan dinamika pemikiranIslam, harus diintegrasikan denganprinsip pemurnian ajaran Islam.Dengan demikian, gagasan danteologi puritanisme tidak membawakepada paham ekslusivisme sempit,lebih-lebih mengarah kepada keke-rasan atas nama agama. Sebaliknyatetap menampilkan Islam yang disatu sisi tegas berpegang pada prinsipaqidah, syari’ah dan akhlaknya,tetapi pada saat yang sama memilikisikap hormat dan toleran kepadaperbedaan yang ada, termasukkepada yang berbeda agama.

Page 31: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

89Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

Demikian juga, gagasan danteologi pembaharuan yang meng-usung dinamika pemikiran ke-islaman, tidak mengarah kepadaliberalisasi dan sekularisasi pemi-kiran Islam, yang mencoba men-dekonstruksi secara absolut atasqaidah-qaidah dan manhaj pemi-kiran Islam, serta Islamic worldviewyang menjadi landasan pemikirandan gerakan Muhammadiyah.

d. Kaderisasi dan IdeologisasiGerakan MuhammadiyahMasa depan Muhammadiyah

sebagai gerakan Islam, gerakanDakwah dan Tajdid, tidak mungkindilepas dari upaya-upaya pewa-risan keyakinan dan cita-citahidupnya, pewarisan kepribadian-nya, kepada generasi muda, generasipenerus, pelangsung, dan penyem-purna amal dan perjuanganMuhammadiyah. Semenjak awalkelahirannya usaha-usaha tersebuttelah mendapatkan bentuknyasebagai sistem pengkaderan dengankekayaan tradisi dan sibghohPersyarikatan Muhammadiyah.Sistem tersebut telah berjalanpuluhan tahun mendekati satu abad,dengan berbagai dinamikanya,sebagai antisipasi atas perkem-bangan sejarah.

Secara umum, visi dan misiserta arah pengkaderan Muham-madiyah adalah dalam rangkamewujudkan kader-kader atautenaga penggerak yang ber-kemampuan dan memiliki integritasyang kuat dalam mengemban misiGerakan Muhammadiyah baik ke

dalam maupun ke luar, sehinggatercapai tujuan Persyarikatanmelalui proses yang berkesinam-bungan.

Pengkaderan pada hakikatnyamerupakan pembinaan personalanggota dan pimpinan secaraterprogram dengan tujuan tertentubagi Persyarikatan. Dalam Muham-madiyah, pengkaderan dititikberat-kan pada pembinaan ideologi (hasilMuktamar ke-37) dan pembinaankepemimpinan (hasil Muktamar ke-38). Sehingga pengkaderan Muham-madiyah sebagai upaya penanamannilai-nilai, sikap dan cara berfikir,serta peningkatan kemampuanterutama dalam dua aspek tersebutyaitu aspek ideologi dan aspekkepemimpinan.

e. Pengembangan Konsep DakwahMuhammadiyahSebagai gerakan dakwah yang

multidimensi, Muhammadiyahsenantiasa melakukan revitalisasisebagai upaya penguatan terus-menerus langkah-langkah dakwah,baik secara kualitatif maupunkuantitatif menuju terwujudnyacita-cita dan tujuan Muham-madiyah, yaitu masyarakat Islamyang sebenar-benarnya. Pening-katan intensitas dan ekstensitasdakwah Muhammadiyah selalumenjadi agenda penting Mu-hammadiyah dari waktu ke waktu.

Secara historis-kronologis dapatdiketahui, bahwa Muhammadiyahselalu meninjau dan menyem-purnakan konsep dakwahnya, baik

Page 32: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11090

dalam tataran teoritik-ideologismaupun pada tataran strategi, taktikdan teknis operasional.

Pada tataran ideologis, Mu-hammadiyah senantiasa merumus-kan kembali prinsip-prinsipperjuangan dan dakwahnya, ketikaterjadi perubahan di dalammasyarakat. Perubahan dimaksud,bukan diarahkan kepada pergeseranhaluan dakwah, tetapi lebih padapenyempurnaan konsep ideologis-nya sebagai antisipasi atas peru-bahan sosial yang terjadi. Hal inidapat dikaji, betapa konsistensipemikiran dan prinsip dakwahMuhammadiyah, mulai dari Mu-qadimah AD, Kepribadian Mu-hammadiyah, Keyakinan dan Cita-cita Hidup, hingga Pedoman HidupIslami.

Namun dalam tataran kon-septual, belum ditemukan konsepdakwah yang disusun oleh Mu-hammadiyah secara sistematis dankomprehensif, kecuali dengandisusunnya konsep gerakan jamaahdan dakwah jamaah (GJ-DJ), padaMuktamar ke 37, 1967 dan konsepdakwah kultural, pada SidangTanwir di Denpasar, tahun 2002,yang disempurnakan pada SidangTanwir di Makassar, tahun 2003.

Buku konsep dakwah Mu-hammadiyah yang dipandangmemiliki cakupan cukup lengkapadalah buku dengan judul “Islamdan Dakwah: Pergumulan antaraNilai dan Realitas” yang disusundan diterbitkan Majelis Tabligh PPMuhammadiyah 1985-1990 yangdisunting oleh Ahmad Watik

Pratiknya, anggota pengurus MajelisTabligh pada saat itu. Buku tersebutmemuat pokok-pokok pikiranmengenai: (1) Pandangan Hidup Is-lam, seperti konsep Islam, Iman,Ihsan dan Taqwa, hakekat ibadahdan akhlak, (2) Islam sebagailandasan kehidupan muslim, sepertiIslam sebagai sumber hukum, Islamsebagai sumber konsep, pandanganIslam tentang keadilan sosial,kebudayaan, kekuasaan, ekonomidan pembangunan, ilmu pengeta-huan dan teknologi dan Islam dalamdinamika sejarah, (3) hakekatMuhammadiyah, (4) Gambaran ma-syarakat Indonesia, (5) IdentifikasiPermasalahan Dakwah, (6) PolaKebijaksanaan Dakwah Muham-madiyah dan (7) Kompetensi Da’idan Mubaligh Muhammadiyah.

Muhammadiyah memandangbahwa dakwah memiliki pengertianyang luas, yakni upaya untukmengajak seseorang atau sekelom-pok orang (masyarakat) agarmemeluk dan mengamalkan ajaranIslam ke dalam kehidupan yangnyata. Dengan demikian, dakwahdapat bermakna pembangunankualitas sumberdaya insani,pengentasan kemiskinan, mencer-daskan masyarakat. Juga dapatberarti perluasan penyebaranrahmat Allah, seperti telah ditegas-kan bahwa Islam merupakan rah-matan lil alamin. Dengan pemak-naan yang luas itu, maka sebenar-nya seluruh dimensi gerakan danusaha Muhammadiyah adalahdakwah, sehingga tafsir dakwahMuhammadiyah diwujudkan dalamusaha-usaha penanaman ideologi,

Page 33: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

91Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

pemikiran, pendidikan, kesehatan,ekonomi, kebudayaan, tabligh danpenyiaran Islam, tarjih dan peng-kajian pemikiran Islam, gerakanperempuan (Aisyiyah), pembinaangenerasi muda (melalui organisasiotonom: Pemuda Muhammadiyah,Nasyiatul Aisyiyah, Ikatan Maha-siswa Muhammadiyah, IkatanRemaja Muhammadiyah, Kepan-duan Hizbul Wathon, dan SeniBeladiri Tapak Suci).

Hanya saja dalam prakteknya,visi dakwah belum begitu kuatmenjiwai unsur-unsur gerakanMuhammadiyah, seperti dalampendidikan. Penelitian Ahmadimenunjukkan bahwa ideologisasidalam program pendidikan Mu-hammadiyah belum sepenuhnyaberhasil, karena terjebak pada prag-matisme dan rutinitas, yangberakibat pada lemahnya pena-naman ideologi Muhammadiyah.

f. Konsep dan Praktek DakwahKultural MuhammadiyahDakwah Kultural sebagai

strategi perubahan sosial bertahapsesuai dengan kondisi empirik yangdiarahkan kepada pengembangankehidupan islami sesuai denganpaham Muhammadiyah yangbertumpu para pemurnian pema-haman dan pengamalan ajaran Is-lam dengan menghidupan ijtihaddan tajdid, sehingga purifikasi danpemurnian ajaran Islam tidak harusmenjadi kaku, rigid, dan eksklusif,tetapi menjadi lebih terbuka danmemiliki rasionalitas yang tinggiuntuk dapat diterima oleh semua

pihak. Dengan memfokuskan padapenyadaran iman melalui potensikemanusiaan, diharapkan ummatdapat menerima dan memenuhiseluruh ajaran Islam yang kaffahsecara bertahap sesuai dengankeragaman sosial, ekonomi, budaya,politik, dan potensi yang dimilikioleh setiap kelompok ummat.

Dalam rumusan hasil SidangTanwir yang telah dibukukan olehPImpina Pusat Muhammadiyah,dijelaskan bahwa, “Dakwah kul-tural merupakan menanamkannilai-nilai Islam dalam seluruhdimensi kehidupan dengan mem-perhatikan potensi dan kecen-derungan manusia sebagai makhlukbudaya secara luas dalam rangkamewujudkan masyarakat Islamyang sebenar-benarnya.”

Atas dasar pemikiran tersebut,dakwah kultural dapat dipahamidalam dua pengertian, yaitu pe-ngertian umum (makna luas) danpengertian khusus (makna sempit).Dakwah kultural dalam arti luasdipahami sebagai kegiatan dakwahdengan memperhatikan potensi dankecenderungan manusia sebagaimakhluk berbudaya dalam rangkamenghasilkan kultur alternatif yangbercirikan Islam, yakni berkebu-dayaan dan berperadaban yangdijiwai oleh pemahaman, peng-hayatan, dan pengamalan ajaranIslam yang murni bersumber dari al-Quran dan sunnah Nabi, dan mele-paskan diri dari kultur dan budayayang dijiwai oleh syirik, takhayul,bid’ah, dan khurafat.

Adapun dalam pengertian

Page 34: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11092

khusus, dakwah kultural adalahkegiatan dakwah dengan mem-perhatikan, memperhitungkan, danmemanfaatkan adat-istiadat, seni,dan budaya lokal yang tidak ber-tentangan dengan ajaran Islamdalam proses menuju kehidupanIslami sesuai dengan manhaj Mu-hammadiyah yang bertumpu padaprinsip tajdid, dengan purifikasidan dinamisasi (pembaharuan).

Munculnya konsep dakwahkultural, sebagaimana diputuskanoleh Sidang Tanwir Muham-madiyah, Januari 2002 di Bali,didorong oleh keinginan Muham-madiyah untuk mengembangkansayap dakwahnya menyentuh keseluruh lapisan umat Islam yangberagam kondisi sosio-kulturalnya.Dengan dakwah kultural, Muham-madiyah ingin memahami pluralitasbudaya, agar dakwah yangditujukan kepada mereka dilakukandengan dialog kultural, sehinggaakan mengurangi benturan-benturan yang selama ini dipandangkurang menguntungkan. Akantetapi dakwah itu sendiri tetapberpegang pada prinsip pemurnian(salafiyyah) dan pembaharuan(tajdidiyah). Dengan demikian,dakwah kultural sebenarnya akanmengokohkan prinsip-prinsipdakwah dan amar makruf nahimunkar Muhammadiyah yangbertumpu pada tiga prinsip : tabsyir,islah, dan tajdid.

Prinsip tabsyir adalah upayaMuhammadiyah untuk mendekatidan merangkul setiap potensi umatIslam (umat ijabah) dan umat non-

muslim (umat dakwah) untukbergabung dalam naungan petunjukIslam dengan cara-cara yang bijak-sana, pengajaran dan bimbinganyang baik, dan mujadalah (diskusidan debat) yang lebih baik. Kepadaummat ijabah (ummat yang telahmemeluk Islam), tabsyir ditekankanpada peningkatan dan penguatanvisi/semangat dalam ber-Islam.Sementara kepada ummat dakwah(ummat non-muslim), tabsyir dite-kankan pada pemberian pema-haman yang benar dan menariktentang Islam, serta merangkulmereka untuk bersama-sama mem-bangun masyarakat dan bangsayang damai, aman, tertib dansejahtera. Dengan cara ini, dakwahkepada non-muslim tidak diarahkanuntuk memaksa mereka memelukIslam, tetapi membawa mereka padapemahaman yang benar tentang Is-lam. Dengan begitu diharapkanmereka tertarik kepada Islam,bahkan dengan sukarela memelukajaran Islam.

Prinsip islah ialah upaya mem-benahi dan memperbaiki cara ber-Islam yang dimiliki oleh ummat Is-lam, khususnya warga Muham-madiyah, dengan cara memurni-kannya sesuai petunjuk syar’i yangbersumber pada al-Quran dansunnah Nabi. Hal ini dapat diartikanbahwa setelah melakukan dakwahdengan tabsyir, maka ummat yangbergabung diajak bersama-samamemperbaiki pemahaman danpengamalannya terhadap Islam.Ummat yang telah bergabung dalamdakwah tabsyiriyah memiliki back-ground yang beragam baik sosial-

Page 35: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

93Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

ekonomi, sosial-budaya, maupunlatar belakang pendidikannya.Keragaman tersebut akan membawapengaruh pada cara pandang,pemahaman, dan pengamalan Islamyang dalam banyak hal perludiperbaiki dan dibenahi sesuaidengan pemahaman keagamaanMuhammadiyah, yang bersumberdari al-Quran dan sunnah Nabi.

Prinsip tajdid, sesuai denganmaknanya, ialah mengupayakanpembaharuan, penguatan, danpemurnian atas pemahaman danpengamalan Islam yang dimiliki olehummat ijabah, termasuk pelakudakwah itu sendiri. Baik prinsipislah maupun tajdid banyakdilakukan dengan cara menye-lenggarakan pengajian dan ta’lim,baik bersifat umum maupun ter-batas. Juga mendirikan sekolah-sekolah, madrasah-madrasah, danpondok pesantren. Juga dalambentuk penyelenggaraan riset danpengembangan dalam pemikirankeislaman, sehingga prinsip Islamdapat diterjemahkan secara ilmiahdan aktual.

g. Dakwah Kultural dan Pengem-bangan MasyarakatTerminologi dakwah kultural

memberikan penekanan maknayang berbeda dari dakwah kon-vensional yang disebut juga dengandakwah struktural. Dakwah kul-tural memiliki makna dakwah Islamyang cair dengan berbagai kondisidan aktivitas masyarakat, sehinggabukan dakwah verbal yang sering

dikenal dengan dakwah bi al-lisan(atau tepatnya dakwah bi lisan al-maqal, seperti ceramah di penga-jian-pengajian), tetapi dakwah aktifdan praktis melalui berbagaikegiatan dan potensi masyarakatsasaran dakwah yang sering dikenaldengan dakwah bi al-hal (atautepatnya dakwah bi lisan al-hal).

Dakwah kultural juga mencobamemahami potensi dan kencen-derungan manusia sebagai makhlukbudaya berarti memahami ide-ide,adapt istiadat, kebiasaan, nilai-nilai,norma, sistem aktivitas, symbol danhal-hal fisik yang memiliki maknatertentu dan hidup dalam kehi-dupan masyarakat. Upaya pema-haman tersebut dibingkai olehpandangan dan sistem nilai ajaranIslam yang membawa pesan rah-matan li al-’alamin. Dengandemikian dakwah kultural mene-kankan pada dinamisasi dakwah, disamping purifikasi.

Dinamisasi berarti mencobauntuk mengapresiasi (menggarap)potensi dan kecenderungan ma-nusia sebagai makhluk budaya(dalam arti luas) sekaligus melaku-kan usaha-usaha agar budaya ter-sebut membawa kepada kemajuandan pencerahan hidup manusia.Sedangkan purifikasi mencobauntuk menghindari pelestarianbudaya yang nyata-nyata mengan-dung kemusyrikan, takhayul, bid’ahdan khurafat (TBC). Oleh sebab itudakwah kultural sama sekali tidakbermakna melestarikan atau mem-benarkan hal-hal yang bersifat syirk,takhayul, bid’ah dan khurafat, tetapicara dan menyikapinya dengan

Page 36: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11094

menggunakan kacamata ataupendekatan dakwah

Dengan makna di atas, dakwahkultural Muhammadiyah sebe-narnya mengembangkan maknadan implementasi Gerakan Jamaahdan Gerakan Dakwah Jamaah (GJ-GDJ) yang diputuskan olehMuktamar Muhammadiyah ke-37 diYogyakarta pada tahun 1967, yangdisempurnakan pada Rapat KerjaNasional dan Dialog DakwahNasional, Majelis Tabligh PimpinanPusat Muhammadiyah, 1987 diKaliurang Yogyakarta.

Sebagai langkah pengembanganmasyarakat, maka gerakan dakwahkultural merupakan dakwah multidimensional, dalam makna me-nyentuh dan masuk ke dalam desahnafas kehidupan masyarakat danumat. Ini menuntut para aktifisMuhammadiyah yang sekaligussebagai da’i dan mubaligh untuktrampil memahami sosiokulturalmasyarakatnya. Bahkan menjadi-kan kondisi sosiokultural itu sebagaiinspirator langkah-langkah dakwahsetelah dipadukan dengan sumberpokok dakwah Islam, yakni al-Quran dan al-Sunnah.

h. Seni-budaya sebagai SaranaDakwahStrategi kebudayaan Muham-

madiyah menyatakan, bahwadimensi ajaran al-ruju ila al-Quranwa al-Sunnah berjalan seiringdengan dimensi ijtihad dan tajdidsosial keagamaan, di mana ciri khasstrategi kebudayaan Muham-

madiyah adalah adanya hubunganyang erat dan timbal balik antara sisinormativitas al-Quran dan sunnahNabi dengan historisitas pema-hamannya pada wilayah kese-jarahan tertentu.

Secara teoritis, manusia memilikiempat kemampuan dasar untukmengembangkan kebudayaannya,yakni rasio untuk mengembangkanilmu pengetahuan dan teknologi,imajinasi untuk mengembangkankemampuan moralitasnya, sensusnuminis untuk mengembangkankesadaran ilahiyyah-nya, dankemampuan fisik untuk me-wujudkan potensi-potensi tersebutdalam karya nyata. Sementara itu,agama Islam adalah wahyu Allahyang merupakan sistem nilai yangmengandung empat potensi di atasdan mengakuinya sebagai fitrahmanusia. Keempat potensi tersebutsecara bersama-sama dapat dipakaiuntuk menemukan kebenarantertinggi, yaitu kebenaran Allahsebagai acuan dari kebudayaan yangdikembangkan manusia.

Seni budaya adalah merupakanpenjelmaan rasa seni yang sudahmembudaya, termasuk dalam aspekkebudayaan, dan sudah dapatdirasakan oleh orang banyak dalamrentang waktu perjalanan sejarahperadaban manusia. Rasa seniadalah perasaan keindahan yangada pada setiap orang normal yangdibawa sejak lahir. Ia merupakansesuatu yang mendasar dalamkehidupan manusia yang menuntutpenyaluran dan pengawasan baikdengan melahirkannya maupundengan menikmatinya. Dengan

Page 37: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

95Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

demikian, proses penciptaan seniselalu bertitik tolak dari pandanganseniman tentang realitas (tuhan,alam, dan manusia).

Musyawarah Tarjih Muham-madiyah ke XXIII di Banda Aceh,1995, memutuskan beberapa pokokpikiran tentang seni budaya dalampandangan Islam, yang antara lainberbunyi sebagai berikut:

Rasa seni merupakan salah satufitrah manusia yang dianugerahkanAllah yang harus dipelihara dandisalurkan dengan baik sesuaidengan ketentuan yang diatur olehAllah sendiri. Allah itu Maha Indahdan mencintai keindahan (inna Al-lah jamil yuhibb al-jamal). Islamadalah agama fitrah, yaitu agamayang berisi ajaran yang tidak ber-tentangan dengan fitrah manusia,bahkan justru menyalurkan danmengatur tuntutan fitrah tersebut,termasuk di dalamnya ialah fitrahseni. Oleh karena itu, seni tidak bisabebas nilai.

Menciptakan dan menikmatikarya seni hukumnya mubah (boleh)selama tidak mengarah atau meng-akibatkan fasad (kerusakan), dlarar(bahaya), ‘ishyan (kedurhakaan),dan ba’d ‘anillah (terjauhkan dariAllah). Hal itu yang merupakanrambu-rambu penciptaan danmenikmati seni.

Seni rupa yang objeknyamakhluk bernyawa, seperti patung-patung hukumnya mubah bilauntuk kepentingan pengajaran ilmupengetahuan dan sejarah. Akantetapi, hal itu akan menjadi harambila mengandung unsur ‘ishyan dan

syirik. Seni suara (baik vokalmaupun instrumental), seni sastra,dan seni pertunjukan pada dasarnyaadalah mubah, karena tidak adarujukan ayat-ayat suci yangmelarangnya. Larangan baru timbulmanakala seni tersebut menjuruspada pelanggaran norma-normaagama dalam ekspresinya, baikmenyangkut penandaan tekstualmaupun visual.

Bila seni dapat dijadikan alatdakwah untuk membina, mengem-bangkan dan meningkatkan mutukeimanan dan ketakwaan, makamenciptakan dan menikmatinyadianggap sebagai amal saleh yangbernilai ibadah sepanjang mematuhiketentuan-ketentuan dalam prosespenciptaan maupun dalam menik-mati hasil karya seni tersebut.

Sejalan dengan keputusanMusyawarah Nasional TarjihMuhammadiyah di atas, PedomanHidup Islami untuk Warga Mu-hammadiyah (PHIM), hasil kepu-tusan Muktamar Muhammadiyahke-44 tahun 2000 di Jakarta memuattujuh pokok pikiran, sebagai berikut:

Pertama, Islam adalah agamafitrah, yaitu agama yang berisiajaran yang tidak bertentanganfitrah manusia. Islam bahkanmenyalurkan, mengatur, danmengarahkan fitrah tersebut untukkemuliaan dan kehormatan manusiasebagai makhluk Allah.

Kedua, rasa seni sebagai penjil-maan rasa keindahan dalam dirimanusia merupakan salah satufitrah yang dianugerahkan Allahyang harus dipelihara dan disalur-

Page 38: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11096

kan dengan baik dan benar sesuaijiwa ajaran Islam.

Ketiga, berdasarkan keputusanMusyawarah Nasional tarjihMuhammadiyah ke-23 tahun 1995bahwa karya seni hukumnya mubah(boleh) selama tidak mengarah ataumengakibatkan fasad (kerusakan),dlarar (bahaya), ‘ishyan (kedur-hakaan), dan ba’id ‘an Allah (ter-jauhkan dari Allah), makapengembangan kehidupan seni danbudaya di kalangan Muham-madiyah harus sejalan dengan etikadan norma-norma Islam sebagai-mana dituntunkan Tarjih Muham-madiyah tersebut.

Keempat, seni rupa denganobjek makhluk bernyawa, sepertipatung, hukumnya mubah bilauntuk kepentingan sarana penga-jaran, ilmu pengetahuan, dansejarah, tetapi menjadi haram bilamengandung unsur yang membawa‘ishyan (kedurhakaan) dan syirik.

Kelima, seni suara (baik senivokal maupun instrumental), senisastra, dan seni pertunjukan padadasarnya mubah, dan menjadiharam (terlarang) manakala senidan ekspresinya, baik dalam wujudpenandaan tekstual maupun visualtersebut menjurus pada pelang-garan norma-norma agama.

Keenam, setiap warga Muham-madiyah, baik dalam menciptakanmaupun menikmati seni danbudaya, selain dapat menumbuh-kan perasaan halus dan keindahan,juga menjadikan seni dan budayasebagai sarana mendekatkan dirikepada Allah dan sebagai media

atau sarana dakwah untuk mem-bangun kehidupan yang ber-keadaban.

Ketujuh, menghidupkan sastraIslam sebagai bagian dari strategimembangun peradaban dan ke-budayaan muslim.

Dari rumusan di atas, dapatdisimpulkan bahwa pemikiranMuhammadiyah sangat apresiatifterhadap seni budaya denganberbagai pluralitasnya, tidak hanyamenyikapinya sebagai alat atau me-dia untuk pengembangan dakwahIslam, tetapi menangkap seni budayamulai dari substansi dan esensinyahingga kepada realisasinya dalamranah kehidupan. Seni dipandangsebagai sesuatu yang fitri, yangberasal dari anugerah Allah, seba-gaimana agama juga merupakahfitrah Allah bagi manusia. Senibudaya sebagai bagian dari ak-tualisasi kebudayaan manusiaadalah merupakan manifestasi danekspresi manusia sebagai hambaAllah dan khalifah-Nya. Atas dasarpemikiran ini, Muhammadiyahmerasa memiliki tanggungjawabuntuk membina dan memandukehidupan seni budaya agar selalusejalan dengan petunjuk agama.Muhammadiyah menyadari bahwaseni budaya sebagai manifestasi danekspresi kehidupan manusia dapatmembawa manusia kepada tundukdan mengikuti hidayah Allah (al-ma’rifat), tetapi pada saat yangsama juga bisa juga membawakepada kerusakan akhlak manusia,sehingga jauh dari pengabdiankepada Allah (al-munkarat).

Page 39: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

97Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

KESIMPULAN DAN SARAN1. Kesimpulan1. Kesimpulan1. Kesimpulan1. Kesimpulan1. Kesimpulan

Berdasarkan temuan-temuandalam penelitian, dapat ditarikkesimpulan sebagai berikut::

Pertama, sebagai gerakan tajdidfi al-Islam, Muhammadiyah dalammemahami dan menafsirkan Islamsenantiasa berdasar dan merujukkepada sumber utama ajaran Islam,yakni al-Qur´an dan al-Sunnah.Prinsip ini merupakan inti gerakanMuhammadiyah. Namun, prinsiptersebut diimplementasikan melaluithariqah al-tajdid (metode danstrategi pembaruan), yang memilikidua makna: (1) al-ibadah, yaknikembali kepada kemurnian Islamdalam masalah agama yang bersifatbaku (al-thawabit), yakni masalahakidah, ibadah mahdhah, sebagianmuamalah dan akhlak, dan (2) al-ihya’, menghidupkan dan mendi-namisasi pemikiran dan pengamalanagama pada masalah-masalah yangmemang bersifat dinamis (al-mutaghayyirat), yakni sebagianbesar masalah muamalah dunia-wiyah, seperti politik, ekonomi,budaya, dan seterusnya.

Pandangan tersebut berimpli-kasi kepada keterbukaan dan sikapMuhammadiyah yang “cair”terhadap fenomena perubahan danpluralitas budaya beserta nilai-nilaiyang dikandungnya, selama tidakbertentangan dengan prinsipkeagamaan yang baku di atas.Meskipun Muhammadiyah dikenalsebagai gerakan purifikasi dan pu-ritan, tidak berarti harus membawacorak keagamaan yang rigid.

Sebaliknya, justru Muhammadiyahtampil sebagai gerakan yang ramahdan cerdas dalam menyikapifenomena pluralitas dan perubahannilai sosial budaya, sekaligusmemberikan arah atas perubahandan pluralitas tersebut sesuai denganprinsip-prinsip Islam.

Oleh karena itu, sikap terbukadan cairnya Muhammadiyahterhadap perubahan dan pluralitasbudaya, tetap pada prinsip-prinsipal-Qur´an dan al-Sunnah, yangmemilah fenomena pluralitasbudaya ke dalam kategori al-ma’rifat(budaya-budaya yang dinilai baik,diterima dan sejalan dengan ajaranIslam) dan al-munkarat (budayayang buruk, yang ditolak dan tidaksejalan dengan agama).

Kedua, penerapan prinsip tajdiddengan makna tersebut di atas telahmembedakan Muhammadiyahdengan gerakan purifikasi yang lain,yang cenderung menampilkanpemurnian ajaran Islam tanpakelenturan-kelenturan, sehinggagerakannya kurang berkembang,bahkan mudah dipecah-belahkarena rigid dalam memahamiagama dan menerapkan pemurnianajaran Islam. Muhammadiyah jugaberbeda dengan pasukan pem-baruan pemikiran Islam yangdiboncengi liberalisme sekular, yangcenderung meninggalkan ikatan-ikatan keyakinan, hukum, danmoral agama. Meskipun tarikan darikedua kecenderungan di atas cukupkuat.

Perpaduan prinsip purifikasidan dinamisasi tersebut telah

Page 40: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 11098

melembaga sebagai sebuah ideologiatau teologi, yang dikenal denganideologi atau teologi tajdid. Ideologitajdid ini telah menjadi pijakandalam Muhammadiyah dalammemahami, menafsirkan danmenyikapi pluralitas budaya.

Ketiga, pemikiran Muham-madiyah tentang pluralitas budaya,yang wujudnya berupa pandangan,pemahaman, respon, strategi, dangerakan kebudayaan Muham-madiyah, senantiasa direkonstruksidari waktu ke waktu dalam rangkapenguatan jati diri Muhammadiyah,sekaligus merupakan landasangerakannya baik dalam konteks in-ternal maupun eksternal.

Prinsip pemikiran Muham-madiyah yang termanifestasikandalam ideologi atau teologi tajdidmampu untuk memenej dan men-jembatani dinamika dan pluralitaspemikiran dalam Muhammadiyah,serta melakukan interaksi dengansegala pihak. Meminjam istilahAmien Rais begitu juga pandanganNakamura, Muhammadiyah dapattampil dalam banyak wajah (dzuwujuh) dalam arti positif. Denganteologi tajdid ini pula, secarametodologis, telah membuatpemikiran keagamaan Muham-madiyah menjadi relatif terbuka,bisa menampung siapa pun yangberkeinginan untuk berkhidmah didalam Muhammadiyah demitegaknya din al-Islam dan kemuliaanumatnya.

Ketika kritik kemandekanmendera dirinya, Muhammadiyahmencoba merekonstruksi metodo-

logi pemikiran Islamnya, dan tidaksegan-segan mengadopsi pemikirandari luar, semisal Muhammad Abidal-Jabiri, terutama dalam peng-gunaan trilogi pendekatan Bayani,Burhani dan ÑIrfani, meskipundengan dinamika pro-kontra.Namun akhirnya, sebagai pola pikir,ketiga pendekatan ala Abid al-Jabiritersebut telah diterima denganbeberapa modifikasi.

Nalar Bayani mendorongMuhammadiyah mengembangkangerakan purifikasi dan pahampuritanisme, yang siap untukmelakukan Islamisasi berbagai linikehidupan. Nalar Burhani mem-bawanya menjadi gerakan yangberpijak pada ilmu pengetahuan danteknologi, yang dalam bahasaKuntowijoyo siap untuk melakukansaintifikasi Islam. Nalar Irfani telahmenjadikan Muhammadiyahsebagai gerakan moral-spiritualyang berkembang pesat, bukanspiritualisme simbolik, sepertigerakan zikir jamaah atau bentuk-bentuk tarikatisme, tetapi spiritualis-me yang bersifat aktif, denganmengembangkan berbagai amalusaha dan menumbuhkan sikapempati kepada semua potensi umatyang pluralistik.

Keempat, Muhammadiyahmemiliki konsistensi yang sangattinggi dalam pengejawatahan pemi-kiran ideologis dan metodologipemikirannya, dengan diterap-kannya ideologi atau teologi tajdid.Bahkan, kuatnya proses ideologisasi,ada pihak-pihak yang memandangbahwa isu-isu pluralisme agama,gender, demokratisasi, HAM, dan

Page 41: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

99Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

sejenisnya kurang berkembangsecara signifikan dalam wacanapemikiran Muhammadiyah karenadibatasi oleh rambu-rambu ideologisdi atas, sehingga pembaruan, dina-misasi, dan modernisasi Muham-madiyah banyak berkutat padatataran ad hock, soal-soal teknis,teknologi, dan pengembanganmanajemen gerakan, seperti strategidakwah, pengembangan programpendidikan, dan sebagainya. Inimerupakan konsekuensi logis dariMuhammadiyah memilih “jalantengah” dan “sintesa” antarapuritanitas dan modernitas.

Tentu pilihan tersebut bukantanpa resiko, tetapi pilihan inidipandang sebagai pilihan yang pal-ing mungkin dan memungkinkan.Di antara resikonya adalah tidaksabarnya kelompok atau sayappuritanis “ekstrem” melihat sesuatuyang dipandang sebagai “kurangtegas”, sehingga tidak sedikit yangeksodus meninggalkan Muham-madiyah. Begitu juga dengan sayapmodernis-liberal, yang tidak ber-sabar kemudian eksodus, setidak-tidaknya menjadi acuh terhadapperkembangan Muhammadiyah,karena menganggap Muham-madiyah kurang dinamis ataukurang pencerahan. Memang,bermuhammadiyah membutuhkankesabaran, ketabahan, dan istiqa-mah (konsisten).

Dengan keterbukaan dan kelen-turan metodologis, di sampingkonsistensinya, Muhammadiyahmemandang pluralitas budayasebagai suatu keniscayaan sunna-tullah. Namun, karena kebudayaan

dan peradaban adalah merupakanrangkaian dari pandangan hidup,nilai budaya, norma, prilaku, dankarya manusia yang memilikikeyakinan, kepercayaan dan agama,maka dalam pandangan Muham-madiyah, agama dan budayamerupakan dua sisi yang berbeda.Namun demikian, keduanya memi-liki relasi yang sangat dekat, bahkanmenyatu. Agama (Islam) merupa-kan basis dan inspirator dari lahirdan hidupnya kebudayaan danperadaban. Oleh karena itu, adanyapluralitas budaya tetap ada standarnilai yang harus melekat padanya,sehingga ada kategori al-ma’rifat(budaya positif, diakui kebaikannyaoleh Islam dan fitrah kemanusiaan),dan ada kategori al-munkarat(budaya negatif, yang diakui bahayadan keburukannya oleh Islam dannaluri kemanusiaan). Denganbegitu, interaksi Muhammadiyahdengan pluralitas budaya telahmendorongnya untuk memacukreativitas dalam berkiprah danmendakwahkan Islam, denganstrategi koeksistensi, bahkan pro-eksistensi dalam rangka menegak-kan dan menguatkan nilai-nilai al-ma’rifat dan mengeliminir nilai-nilaial-munkarat di tengah pluralitastersebut.

Dakwah Islam sebagai strategikebudayaan Muhammadiyahmemiliki makna yang sangat luasseluas seluruh aspek kehidupanmanusia. Oleh karena itu, tafsirdakwah Muhammadiyah dituang-kan dalam bentuk gerakan danusaha menyebarkan Islam, melaluigerakan idelogisasi dan pengkajian

Page 42: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 110100

pemikiran Islam, gerakan tablighdan penyiaran Islam, pendidikandan pengembangan ilmu penge-tahuan dan teknologi, pengem-bangan ekonomi umat, kesehatan,santunan sosial kaum dhuafa danyatim piatu, seni dan budaya, dansebagainya, yang kesemuanya itumerupakan wujud konkret dari tafsirkebudayaan Muhammadiyah,sebagaimana dituangkan dalamPedoman Hidup Islami. Denganluasnya tafsir dakwah tersebut,dakwah Muhammadiyah menyen-tuh dan memasuki seluruh relungkehidupan masyarakat.

B. Saran-saranHasil penelitian ini menunjuk-

kan bahwa gerakan purifikasi ataupuritanisme Islam tidak selamanyamelahirkan corak keagamaan yangrigid, dan memunculkan watakgerakan radikal dan eksklusif yangmengandalkan kekerasan. Selan-jutnya dalam konteks studi danpengembangan gerakan Muham-madiyah, disampaikan rekomendasidan saran-saran sebagai berikut.

Pertama, perlu dilakukanpenelitian lebih mendalam tentangsintesa pemikiran KH AhmadDahlan atas pemikiran para tokohpemurnian, tokoh pembaruan, dantokoh tasawuf, sehingga mendapatpemikiran yang komprehensif faktorsubjektif berdirinya Muham-madiyah. Ini penting bagi generasipenerus Muhammadiyah agar revi-talisasi, pengembangan, dan pem-baruan gerakan Muhammadiyahtidak tercerabut dari akar sejarahnya.

Kedua, Pedoman Hidup Islamidan Panduan Dakwah Kulturalyang merupakan pijakan imple-mentasi pemikiran Muhammadiyahtentang pluralitas budaya masihterlalu abstrak, sehingga belumdapat membumi di kalanganpimpinan dan warga Muham-madiyah. Untuk itu, diperlukanpenjabaran baik secara konseptualakademik maupun langkah-langkahoperasional yang lebih praktisdalam bentuk pedoman danpetunjuk pelaksanaan.

Ketiga, implementasi dakwahkultural sebagai strategi kebudayaanMuhammadiyah harus selalumemperhatikan relasi agama dankebudayaan menurut pandanganMuhammadiyah, sehingga pelak-sanaan dakwah kultural tidak lepasdari esensi dakwah dan misi gera-kan Islam Muhammadiyah, yangmemadukan antara pemurnian(purifikasi) dan pembaruan (dina-misasi) masyarakat Islam. Untuk ini,diperlukan intensifikasi danekstensifikasi pembinaan kader da’idan mubaligh Muhammadiyah disemua level kepemimpinan danseluruh stakeholder-nya.

Keempat, mengingat kom-pleksnya permasalahan dakwahMuhammadiyah dan umat Islampada umumnya, diperlukan penyu-sunan manhaj dakwah Muham-madiyah yang lebih komprehensif,dengan menggali ide-ide danpengalaman yang selama ini dimilikioleh Muhammadiyah dan berorien-tasi masa depan, meliputi: penger-tian dan hakikat dakwah, hukum,tujuan, kedudukan dan fungsi,

Page 43: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

101Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

materi dan kurikulum dakwah,metodologi dan pendekatan, saranadan prasarana, problematika dan

solusi, memahami sasaran dakwah,profil dan kompetensi da’i, sertasistem kaderisasi da’i.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Amin, Dinamika Islam Kultural: Pemetaan atas WacanaKeislaman Kontemporer, Bandung: Mizan, 2000.

____________, Studi Agama Normativitas atau Historisitas?, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, Cet. II, 1999.

________ et.al., Tafsir Baru Studi Islam dalam Era Multi Kultural,Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta-IAIN Sunan Kalijaga, 2002.

________, “Kajian Kalam di IAIN”, http://www.ditpertais.net, 27 Maret2005

________, “Pointers Presentasi Pengembangan Pemikiran Islam”, dalamSemiloka Pengembangan Pemikiran Islam dan Ijtihad alaMuhammadiyah, 1-2 April 2000 di UMS Surakarta.

Ahmadi. “Muhammadiyah Pasca Kemerdekaan: Pemikiran Keagamaandan Implikasinya dalam Pendidikan”, disertasi IAIN SunanKalijaga Yogyakarta, 2002.

Alfian, Muhammadiyah: The Political Behavior of a Muslim ModernistOrganization Under Dutch Colonialisme, Yogyakarta: GadjahMada University Press, 1989.

Ali, A. Mukti, “Muhammadiyah dan Universitasnya Menjelang Abad XXI”,makalah Seminar Muhammadiyah di Penghujung Abad 20, 6-8November 1985.

_______, “Pengembangan Metode Memahami Islam”. Makalah SeminarInternasional Studi Islam Asia Tenggara, UMS, 1990.

A.L. Kroeber dan Clyde Kluckhohn, Cultural: A Critical Review of Con-cepts and Definitions, Massachuset: The Museum, 1952.

Amsyari, Fuad, Islam Kaaffah: Tantangan Sosial dan Aplikasinya di In-donesia, Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Anam, Choirul, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama, Solo:Jatayu, 1985.

Page 44: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 110102

Anshari, Endang Saifuddin, Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran tentangIslam dan Umatnya, Bandung: Pustaka, 1983.

________, Kuliah al-Islam, Jakarta: Rajawali, 1974.Anshori, Ari (ed.), Reaktualisasi Tajdid Muhammadiyah, Surakarta: UMS-

Press, 1998.Arifin, MT, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah, Jakarta : Pustaka Jaya,

1987.Al-Asfahani Al-Raghib, Mufradât Alfadhil al-Qur’ân, Beirut: Dar al-

Shamiyah dan Dimashq: Dar al-Qalam, 1997.Asrofie, M. Yusron, Kyai Ahmad Dahlan, Pemikiran dan Kepemimpinannya,

Yogyakarta: MPKSDI PP Muhammadiyah, 2005.Asy’ari, Musa, “Manusia dan Kebudayaan: Dialektika Antropokosmik

Menuju Transendensi” makalah Seminar Nasional GlobalisasiKebudayaan dan Ketahanan Ideologi, Forum Diskusi Filsafat UGMYogyakarta, 16-17 Nopember 1994.

_________, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Qur’an, Yogyakarta:LESFI, 1992.

Azhari, Susiknan, “Epistemologi Bayani: Diskursus Lafaz dan Makna dalamUsul Fiqh”, makalah pada Program Doktor IAIN Sunan Kalijaga,1997.

Badawi, Ahmad, “Bid’ah dan Churafat yang Merusak Tauhid”, dalamAlmanak Muhammadiyah 1381, Jakarta: PP MuhammadiyahMajelis Taman Pustaka, 1962.

Baidhawi. Zakiyuddin. “Pemikian Islam Muhammadiyah: Qobilun li al-Niqash wa al-Taghyir”, dalam Jurnal Shabran. Edisi 2 Vol. XIV,2000.

____________, Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural, Surabaya:Erlangga, 2005.

Bakker, JWM. SJ., Agama Asli Indonesia, Yogyakarta: ST KateketikPradyawidya, 1976.

Basyir, Ahmad Azhar, Refleksi atas Persoalan Keislaman, Bandung: Mizan,1993.

_______., “Pokok-pokok Manhaj Tarjih yang telah dilakukan dalamMenetapkan Keputusan”, makalah Seminar Nasional Hukum Is-lam dan Perubahan Sosial, Semarang 1997.

Page 45: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

103Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

_______. “Konsep Ulama Muhammadiyah, Keberadaan Majelis Tarjih danKaderisasi Ulama”, makalah Seminar Nasional Muhammadiyahdi Penghujung Abad 20, Surakarta, 6-8 November 1985.

Berita Resmi Muhammadiyah No. 04/2003 September 2003.B.G. Glasser, dan Strauss, A.L., The Discovery of Grounded Theory Strate-

gies for Research, Chicago: Aldine Publishing Company, 1974.Chamim, Asykuri Ibn et.al., Purifikasi dan Reproduksi Budaya di Pantai

Utara Jawa. Surakarta: PSB-PS UMS, 2003.Darban, Ahmad Adaby et.al., Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam

(Perspektif Historis dan Ideologis) . Yogyakarta: LPPI UMY, 2000.Daya, Burhanuddin, Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam: Kasus

Sumatera Barat. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1983.Djamil, Fathurrahman., Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah.

Jakarta: Logos, 1995.al-Faruqi, Ismail Raji, Tauhid, terj. Rahmani Astuti, Bandung: Pustaka, 1988.______, Islamiyah al-Ma’rifah, Washington: IIIT, 1987.______dan Lois Lamya al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam, New York:

Mac Millan Publishing, 1986.Fatwa Munas VII Majelis Ulama Indonesia 2005, Jakarta: MUI, 2005._______, Ihya´ Ulum al-Din, Beirut: Dar al-Ma’rifah, t.th.Hadikusumo, Djarnawi, Ahlussunnah wal Jama’ah, Bid’ah, dan Khurafat.

Yogyakarta: Persatuan, 1996.________, “Tajdid dalam Hal Ibadah”, makalah disampaikan pada Telaah

Sejarah Muhammadiyah, pada Rakernas PP MuhammadiyahMajelis Pustaka di Yogyakarta, 12 Juli 1987.

_______, “Tajdid Yang Dilakukan Muhammadiyah”, dalam Suara Muham-madiyah, XVIII, September, 1987.

_______ dan M. Djindar Tamimy, Penjelasan Muqaddimah AnggaranDasar dan Kepribadian Muhammadiyah, Yogyakarta: Persatuan,1983.

Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan: 7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok AyatAl-Quran, Malang: UMM Press, 2005.

Page 46: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 110104

Hakim, Abdul Hamid, al-Bayân fî Ushûl al-Fiqh, Jakarta: Bulan Bintang,1976.

Hamka, Sejarah Umat Islam, Singapura: Pustaka Nasional, 2002.Harun, Lukman, Muhammadiyah dan Asas Pancasila, Jakarta: Pustaka

Panjimas, 1986._______, “Muhammadiyah dan Undang-undang Keormasan”, makalah

prasaran dalam Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Solo, 7-11Desember 1985.

Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, Yogyakarta: PPMuhammadiyah, 1983.

Hidayat, Syamsul, “Ahlussunnah wal Jamaah dalam PandanganMuhammadiyah dan Nahdlatul Ulama”, Skripsi FakultasUshuluddin Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1991.

______. “Dakwah Kultural dalam Dinamika Purifikasi GerakanMuhammadiyah”, dalam Jurnal Shabran, Edisi 02, Vol. XIX, April2005.

______, “Tafsir Dakwah Muhammadiyah”, dalam harian Republika, 24-27 Juni 2003.

______, “Tafsir Kebudayaan Muhammadiyah”, dalam Jurnal KebudayaanAkademika, Vol 1 No. 1, April 2003.

______. “Dinul Islam Menurut Penerjemahan Kaum Muhammadiyyin”,dalam Jurnal Tajdida.Vol. 2 No. 1, Juni 2004.

______. “Tauhid Sosial dan Paradigma Peradaban Transendental” dalamJurnal Akademika, No. 1, Tahun XVII, 1999.

______ dan Zakiyuddin Baidhawy. “Membangun Citra Baru PemikiranIslam Muhammadiyah”, dalam Jurnal Akademika, No. 02 TahunXVIII, 2000.

Hornby, A.S., Oxford Advanced Learner ‘s Dictionary of Current English(OALD), UK: Oxford University Press, 1989.

“Polemik Pluralisme di Indonesia”, dalam www. wikipedia.org, 2 Novem-ber 2003.

Ilyas, Yunahar, Cakrawala al-Qur´an, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,2003.

Ismail, Faisal, Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama, Yogyakarta: TiaraWacana, 1999.

Page 47: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

105Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

Jainuri, Achmad, Ideologi Kaum Reformis: Melacak pandangan KeagamaanMuhammadiyah Periode Awal, Surabaya: LPAM., 2002.

Jary, David dan Julia Jary, “Multiculturalism”, Dictionary of Sociology, NewYork: Harper. 1991.

Dib al-Bigha (ed.), Beirut: Dar Ibni Kathir, 1987.Ka’bah, Rifyal, Hukum Islam di Indonesia Perspektif Muhammadiyah dan

NU, Jakarta: Universitas Yarsi, 1999.Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif bidang Filsafat, Yogyakarta: Paradigma,

2005.Kamaludiningrat, Ahmad Muhsin, dkk., “Pedoman Seni dan Budaya Is-

lam”, Bahan Rapat Paripurna Majelis Tarjih dan Tajdid PPMuhammadiyah, 9-10 Mei 2009.

al-Kindi, M. Djazman, Muhammadiyah Peran Kader dan Pembinaannya,Solo: UMS-Press, 1989.

________, “Sejarah Berdirinya Muhammadiyah”, dalam AlmanakMuhammadiyah 1409 H, Yogyakarta : PPM Majlis Pustaka.

Koentjaraningrat (ed.), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta:Djambatan, 1979.

Kuntowijoyo. Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan,1993.

_________. “Strukturalisme Transendental” dalam Jurnal Akademika, No.1, Tahun XVII, 1999.

“Laporan Majelis Pimpinan Pusat Muhammadiyah” pada Muktamar 45di Malang, 2000.

Maarif, Ahmad Syafii, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta: LP3ES,1985.

_________, Petabumi Intelektualisme Islam di Indonesia, Bandung: Mizan,1993.

Mahzar, Armahedi (ed.), Islam dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta:Yayasan Festifal Istiqlal, 1993.

Mahfudz, Ali, Hidayatul Murshidin. Beirut: Dar al-Qalam, t.th.Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah,

Tafsir Tematik al-Qur´an tentang Hubungan Sosial Antar UmatBeragama, Yogyakarta: Pustaka SM, 2000.

Page 48: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 110106

Manhaj Tarjih dan Pemikiran Islam Muhammadiyah, keputusan MunasTarjih ke-25, 2000 di Jakarta.

Mansoer, Mas, Tafsir Langkah Muhammadiyah 1938-1940, Yogyakarta:PP Muhammadiyah Majelis Tabligh, t.th.

al-Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maraghi, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.Materi Induk Perkaderan Muhammadiyah, Yogyakarta: Badan Pendidikan

Kader PP Muhammadiyah, 1994.Mouw, Richard J dan Sandra Griffioen, Pluralisms and Horizons: An Essay

in Christian Public Philosophy, MI: Eerdmans, 1993.Mukhlas, Imam, Landasan Dakwah Kultural: Membaca Respon al-Qur´an

Terhadap Kebiasaan Arab Jahiliyah, Yogyakarta: SuaraMuhammadiyah, 2006.

Mulkhan, A. Munir, Islam Murni dalam Masyarakat Petani, Yogyakarta:Bentang, 2000.

_________, Pemikiran KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalamPerspektif Perubahan Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 1990.

_________, “Keyakinan Hidup Islami: Pandangan Hidup PersyarikatanMuhammadiyah”, makalah disampaikan pada Sidang TanwirMuhammadiyah, 29-31 Desember 1994 di Surakarta.

_________, Kesalehan Multikultural: Berislam Secara Autentik-Kontekstualdi Aras Peradaban Global, Jakarta: PSAP, 2005.

_________, Neo-Sufisme dan Pudarnya Fundamentalisme di Pedesaan.Yogyakarta: UII-Press, 2000.

Nakamura, Mitsuo, Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin: Studitentang Pergerakan Muhammadiyah di Kotagede Yogyakarta, terj.Yurson Asrofi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1983.

Nashir, Haedar, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah,Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2006.

_________ (ed.), Dialog Pemikiran Islam dalam Muhammadiyah,Yogyakarta: Badan Pendidikan Kader PP Muhammadiyah, 1992.

_________ (ed.), Akhlak Pemimpin Muhammadiyah, Yogyakarta: PPMuham-madiyah BPK, 1990.

Hamdan Hambali, Ideologi dan Strategi Muhammadiyah, Yogyakarta:Suara Muhammadiyah, 2006.

Page 49: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

107Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

Nasikun, “Studi Perbandingan Ijtihad Umar bin Khattab dan SistemIstinbath dalam Muhammadiyah dan NU”, penelitian tidakditerbitkan, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1987.

Nasr, Seyyed Hosein, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern,Bandung: Pustaka, 1994.

Nazwar, Akhria, Syekh Ahmad Khatib Ilmuwan Islam di Permulaan AbadIni, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983

Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 - 1942, Jakarta:LP3ES, 1988.

_______, Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965, Jakarta: Grafiti Pres,1987.

Palmer, Richard E, Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi, terj.Musnur Hery dan Damanhuri Muhammad, Yogyakarta: PustakaPelajar, 2003.

Pasha, Musthafa Kamal, et.al., Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam,Yogyakarta: Persatuan, 1978.

Peacock, James L., Gerakan Muhammadiyah Memurnikan Ajaran Islam diIndonesia, Jakarta: Cipta Kreatif, 1986.

Pratiknya, Ahmad Watik (ed.), Islam dan Dakwah: Pergumulan antaraNilai dan Realitas, Yogyakarta: PP Muhammadiyah Majelis Tabligh,1988.

Profil Muhammadiyah 2000, Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 2000.Profil Muhammadiyah 2005, Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 2005.CD al- Maktabah al-Shamilah, versi 3.00.PP Muhammadiyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2005.________, Pedoman Bermuhammadiyah, Yogyakarta: PPM BPK, 1990.________, Dakwah Kultural Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara

Muhammadiyah, 2004.________, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, Cet. VI,

Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2003._______, Almanak Muhammadijah 1381 H./1960-1961 M., Yogyakarta:

Persatuan, 1960.

Page 50: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 110108

Puar, Yusuf Abdullah, Perjuangan dan Pengabdian Muhammadiyah,Jakarta: Pustaka Antara, 1989.

Poespoprodjo, Wasito, Interpretasi, Bandung: Remaja Karya, 1987.Rahman, Fazlur, Islam and Modernity: Transformation of an Intelectual

Tradition, Chicago: The University of Chicago Press, 1982.Rahman, Asymuni Abd, Manhaj Tarjih Muhammadiyah: Metodologi dan

Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003._______, QawÉid Fiqhiyyah: Arti, Sejarah dan Beberapa Qaidah Kuliyyah,

Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2003._______, Memahami Makna Tekstual, Kontekstual & Liberal, Yogyakarta:

Suara Muhammadiyah, t.th._______. “Pendekatan Bayani, Burhani dan Irfani menurut Abid al-Jabiri”,

Suara Muhammadiyah, No. 6, Tahun 67, 16-31 Maret 2002.Rais, M. Amien, Tauhid Sosial: Formula Menggempur Kesenjangan,

Bandung: Mizan, 1998.________, Cakrawala Islam, Bandung: Mizan, 1989.________, “Dinamika Internal Muhammadiyah, prasaran pada Dialog

AMM dan Rakernas BPK-PAMM Tingkat Nasional di PusbangDikti PP Muhammadiyah Kaliurang, 15 Nopember 1996.

________ et.al., Dinamika Pemikiran Islam dan Muhammadiyah (AlmanakMuhammadiyah Tahun 1997 M/1417-1418H), Yogyakarta:Lembaga Pustaka dan Dokumentasi PP Muhammadiyah, 1996.

Rasyidi, M., Empat Kuliah Agama pada Perguruan Tinggi, Jakarta: BulanBintang, 1974.

Riggs, Fred W., Modernity of Ethic Identity And Conflict, Part I, http//www.hawaii.edu/-fredr/7-isa la.htm, 17 Oktober 2003.

Rosjidi, Sjahlan, Kemuhammadiyahan Untuk Perguruan TinggiMuhammadiyah, Solo: Mutiara, 1982.

Santoso, M.A. Fattah, “Ilmu Pengetahuan dalam Pandagan Islam”, dalamAkademika, No. 01 Tahun X, 1992.

Sistem Perkaderan Muhammadiyah. Yogyakarta: Badan Pendidikan Kader danPembinaan Angkatan Muda Muhammadiyah PP Muhammadiyah, 1997.

Shihab, Quraish. Tafsir al-Mishbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,Jakarta: Lentera Hati, 2006.

Page 51: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

109Pemikiran Muhammadiyah tentang Pluralitas Budaya (Syamsul Hidayat)

Shihab, Alwi, Membendung Arus: Respon Gerakan MuhammadiyahTerhadap Penetrasi Missi Kristen di Indonesia, Bandung: Mizan,1998.

Shiddieqy, Nourouzzaman, Tamadun Muslim: Bunga Rampai KebudayaanMuslim, Jakarta: Bulan Bintang, 1986.

_______, Pengantar Sejarah Muslim, t.tp: Nurcahya, 1983.ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Kriteria Sunnah Bid’ah,

Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2005.Shobahiya, Mahasri et.al., Studi Kemuhammadiyahan, Surakarta: LPID-

UMS, 2005.Sholeh, Abd Rosyad, Manajemen Dakwah Muhamadiyah, Yogyakarta:

Suara Muhammadiyah, 2005.Sitompul, Einar Martahan, NU dan Pancasila, Jakarta : Sinar Harapan,

1989.Staniloae, Father, To Serve and to Pro-Exist, Rev. Glasul Bisericii XXII, dalam

http://www.crvp.org, 17 Oktober 2003Sujarwanto, dkk. (ed.), Muhammadiyah dan Tantangan Masa Depan:

Sebuah Dialog Intelektual, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.Suwarno, M. Margono Puspo, Gerakan Islam Muhammadiyah, Yogyakarta:

Persatuan, 1986.Syaifullah, Gerakan Politik Muhammadiyah dalam Masyumi, Jakarta:

Grafiti, 1977.________, KH Mas Mansur Sapukawat Jawa Timur, Surabaya: Hikmah

Press, 2005.Syamsuddin, M. Dien et.al., Pemikiran Muhammadiyah: Respon Terhadap

Liberalisasi Islam, Solo: Muhammadiyah University Press, 2005.Swidler, Leonard dan Edward James Grace, Catholic-Communist

Colloboration in Italy, Lanham, New York, London: University Pressof Amerika, 1988.

SK PP Muhammadiyah No. 47.1/KEP/I.0/B/2005.Tamimy, M. Djindar, “Kemuhammadiyahan”, makalah kuliah di Pondok

Muhammadiyah Hajjah Nuriyah Shabran UMS Solo, 1982-1988.________, “Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah” dalam Tim

Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, Muhammadiyah:

Page 52: PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG PLURALITAS BUDAYA

Tajdida, Vol. 9, No. 1, Juni 2011: 59 - 110110

Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha, Malang dan Yogyakarta: UMMalang Press dan Tiara Wacana, 1990.

________, “Latar Berdirinya Muhammadiyah” dalam SuaraMuhammadiyah No. 8 Th. 68 April 1988.

________, “Pokok-pokok Pengertian tentang Agama Islam”, prasaran untukPengajian Pimpinan dan Aktivis Muhammadiyah dalam rangkapemantapan ber-Muhammadiyah. Yogyakarta: Pimpinan PusatMuhammadiyah, 1981.

Tanfidz Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah XXII, Yogyakarta:PP Muhammadiyah, 1990.

Tanfidz Rakernas MPKSDI Muhammadiyah 2001, Yogyakarta: MPKSDIPP Muhammadiyah, t.th.

“Tanfidz Keputusan Munas Tarjih XXIV” dalam Berita ResmiMuhammadiyah, No. 02/2002.

Terre, Eddie Riyadi. “Posisi Minoritas dalam Pluralisme: Sebuah DiskursusPolitik Pembebasan” Diskusi Bulanan Pluralisme dan Feminismebertajuk Perempuan, Politik Identitas dan Upaya Perdamaiandalam Kemajemukan, dengan sub-tema “Posisi Minoritas dalamPluralisme”, di Kapal Perempuan, Jakarta, 31 Agustus 2006.

Tim Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus, “Konsep Dakwah Kultural”,makalah disampaikan pada Sidang Tanwir Muhammadiyah diDenpasar Bali, 24-27 Januari 2002.

Tim UMS, Muhammadiyah di Penghujung Abad 20, Solo: MuhammadiyahUniversity Press, 1989.

Thoha, Anis Malik, Tren Pluralisme Agama, Jakarta: Perspektif, 2005.Vredenbregt, J., Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta:

Gramedia, 1987.Visi dan Missi Pengembangan Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2002.Yafie, Ali, Teologi Sosial: Telaah Kritis Persoalan Agama dan Kemanusiaan,

Yogyakarta: LKPSM, 1997.Yusuf, M. Yunan, “Sejarah Perjuangan Muhammadiyah di Tengah Konstelasi

Sosio Politik”, makalah Seminar Nasional Reaktualisasi GerakanMuhammadiyah dalam Realitas Kontemporer, Nopember 1990.

Yusuf, Slamet Effendi, dkk., Dinamika Kaum Santri, Jakarta : Rajawali,1983.