54
PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN BAJO BARAT KABUPATEN LUWU NURSAMSI 1504411050 FAKULTAS TEKNIK KOMPUTER UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO 2019

PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR

KECAMATAN BAJO BARAT KABUPATEN LUWU

NURSAMSI

1504411050

FAKULTAS TEKNIK KOMPUTER

UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO

2019

Page 2: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

ii

PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR

KECAMATAN BAJO BARAT KABUPATEN LUWU

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memproleh gelar Sarjana Komputer pada

Pogram Studi Informatika Fakultas Teknik Komputer

Universitas Cokroaminoto Palopo

NURSAMSI

1504411050

PROGRAM STUDI INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK KOMPUTER

UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO

2019

Page 3: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …
Page 4: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Nursamsi

NIM : 1504411050

Tempat/Tanggal Lahir : Langkidi, 01 Desember 1997

Jenis Kelamin : Perempuan

Program Studi : Informatika

Fakultas : Teknik Komputer

Judul Skripsi : Pemetaan Rawan Longsor kecamatan Bajo

Barat Kabupaten Luwu

Dosen Pembimbing:

1. Dr. Susedi, S.Pd., M.Si

2. Rosmiati, S.Pd., M.T

Menyatakan bahwa karya ini adalah benar karya sendiri, bebas dari

ciplakan/plagiat. Pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan apabila

dikemudian hari ternyata ditemukan ketikbenaran, maka saya bersedua dituntut di

dalam maupun di luar pengadilan serta menanggung segala resikonya.

Demikian pernyataan ini saya buat sebagai tanggung jawab formal untuk

digunakan sebagaimana mestinya.

Palopo, September 20119

Yang Bersangkutan

Nursamsi

1504411050

Page 5: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

v

ABSTRAK

Nursamsi 2015. Pemetaan Daerah Rawan Bencana Longsor Kecamatan Bajo

Barat Kabupaten Luwu (dibimbing Suaedi dan Rosmiati).

Tujuan Penelitian ini adalah untuk melakukan pemetaan daerah rawan

bencana longsor Kecamatan Bajo Kabupaten Luwu, sehingga dapat digunakan

sebagai pedoman dan acuan dalam mengurangi dampak yang akan diakibatkan

oleh longsor. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bajo Barat. Jenis

penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan

data yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian daerah rawan

longsor menggunakan beberapa variable yaitu kemiringan lereng, curah hujan dan

jenis tanah. Cara yang digunakan untuk menganalisis adalah dengan overlay peta

(tumpukan). Berdasarkan data dan hasil analisis yang dilakukan maka dihasilkan

kesimpulan dimana tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Bajo Barat

diklasifikasikan menjadi tiga yaitu, tidak rawan, rawan dan sangat rawan.

Kata kunci: Pemetaan, Daerah rawan longsor, bencana

Page 6: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

RIWAYAT HIDUP

Nursamsi, Lahir di Kabupaten Luwu tepatnya di desa

Langkidi kecamatan Bajo, Pada tanggal 01 Desember 1997,

Anak ke-4 dari 5 bersaudara dari buah hati pasangan Malik

dan Hadra. Penulis, mulai memasuki jenjang pendidikan

dasar di SD Negeri 38 Jambu di Kecamatan Bajo Kabupaten

Luwu tahun 2004 sampai 2009. Kemudian pada tahun yang

sama penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama di SMP

Negeri 3 Bajo sampai tahun 2012. Selanjutnya, dengan tahun yang sama penulis

melanjutkan pendidikan di SMK Negeri 1 Belopa dan selesai tahun 2015.

Kemudian pada tahun 2015 penulis menempuh pendidikan tingkat tinggi di

Universitas Cokroaminoto Palopo Fakultas Teknik Komputer pada Program Studi

Teknik Informatika.

vi

Page 7: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr,Wb.

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya, yang

telah memberikan kekuatan, kesehatan, rahmat dan ridho-Nya kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan skripsi sebagai mana mestinya, yang membahas

tentang “Pemetaan Daerah Rawan Bencana Longsor Kecamatan Bajo Barat

Kabupaten Luwu”.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah

mendorong dan membimbing penulis, sehingga penulis dapat mengatasi hambatan

dan kesulitan temui pada saat penyusunan skripsi ini sampai selesai tepat pada

waktunya. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan

ucapan banyak terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada Bapak Dr.

Suaedi, S.Pd.,M.Si, selaku pembimbing I dan Ibu Rosmiati, S.Pd., M.T, selaku

pembimbing II atas bantuan dan bimbingannya yang telah diberikan mulai dari

pengembangan minat terhadap permasalahan penelitian, pelaksanaan penelitian,

sampai pada penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasi kepada:

1. Bapak Prof. Hanafie Mahtika, MS. selaku Rektor Universitas Cokroaminoto

Palopo yang telah banyak memberikan motivasi selama kuliah di Universitas

Cokroaminoto Palopo.

2. Ibu Rusmala, S.Kom., M.Kom., selaku dekan Fakultas Teknik Komputer atas

Motivasinya.

3. Bapak Nirsal, S,Kom., M.Pd., selaku wakil dekan fakultas teknik computer

atas motivasinya.

4. Bapak Saddang Saputra, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Prodi Informatika.

5. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Universitas Cokroaminoto Palopo terkhusus pada

Program Studi Informatika yang telah banyak membimbing dan memberikan

ilmu pengetahuan kepada penulis.

6. Masyarakat Bajo Barat yang telah membantu dalam penulis dalam melakukan

wawancara dan observasi.

7. Kedua orang tua dan saudara-saudara saya yang selalu memberikan Doa dan

bantuan baik secara moral dan materi dalam proses pembuatan Skripsi.

Page 8: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

vii

8. Seruluh teman-teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan, doa,

motivasinya selama proses perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk

itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan

skripsi ini. Selain itu penulis berharap, skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat

bagi yang membutuhkannya khususnya rekan-rekan mahasiswa, maupun

masyarakat pada umumnya. Akhir kata, penulis mengucapkan maaf apabila ada

hal-hal yang kurang berkenan atau tidak pada tempatnya.

Palopo, Februari 2019

Nursamsi

Page 9: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................. iii

ABSTRAK .................................................................................................... iv

RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................. vi

DAFTAR ISI .......................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian................................................................. 2

1.4 Manfaat Penelitian............................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori......................................................................... 3

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan .................................................... 17

2.3 Kerangka Fikir ............................................................................. 19

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian............................................................................. 20

3.2 Lokasi Penelitian.......................................................................... 20

3.3 Batasan Penelitian ........................................................................ 20

3.4 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 21

3.5 Analisis data ................................................................................. 21

3.6 Tahapan Penelitian....................................................................... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................

4.1 Hasil .............................................................................................. 25

4.2 Pembahasan .................................................................................. 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................

5.1 Kesimpulan .................................................................................. 34

5.2 Saran ............................................................................................. 34

Page 10: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

ix

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 35

LAMPIRAN ........................................................................................................... 37

Page 11: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

x

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jadwal Kegiatan ............................................................................................... 21

2. Tabel 1 Klasifikasi Bentuk lahan .................................................................... 24

3. Table 2 Klasifikasi Jenis Tanah ...................................................................... 24

4. Tabel 3 Klasifikasi Kemiringan Lereng ......................................................... 25

5. Tabel 4 Klasifikasi Penggunaan Lahan ......................................................... 25

6. Tabel 5 Klasifikasi Curah Hujan ..................................................................... 25

Page 12: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Fikir ...........................................................................................

.................................................................................................................... 20

2. Peta Admin Kecamatan Bajo Barat............................................................

.................................................................................................................... 32

3. Peta Curah Hujan Kecamatan Bajo barat...................................................

.................................................................................................................... 34

4. Peta Kemiringan Lereng kecamatan Bajo Barat ........................................

.................................................................................................................... 35

5. Peta Jenis Tanah Kecamatan Bajo Barat....................................................

.................................................................................................................... 36

6. Peta Rawan Longsor Kecamatan Bajo Barat .............................................

.................................................................................................................... 38

Page 13: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

2

2

DAFTAR LAMPIRAN

an

Halam

1. Dokumentasi kejadian Longsor Kecamatan Bajo Barat ..................................

.......................................................................................................................... 3

9

2. Instrument Wawancara.....................................................................................

.......................................................................................................................... 4

0

3. Instrumen Pelaksanaan Observasi....................................................................

.......................................................................................................................... 4

1

Page 14: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

3

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia terletak di antara pertemuan tiga lempeng pengunungan besar di

dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng pasifik dan lempeng hindia-australia di

sebelah selatan. Akibat dari pertemuan tiga lempeng maka terbentuklah palung,

lipatan, patahan dan sebaran gunung berapi. Kondisi ini mengakibatkan wilayah

Indonesia yang rawan terhadap bencana alam.

Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam yang dapat terjadi setiap

saat, dimanapun dan kapanpun, sehingga dapat menimbulkan kerugian material

dan dan immaterial bagi kegiupan masyarakan. Bencana longsor adalah suatu

bencana alam yang sering mengakibatkan kerugian harta benda maupun korban

jiwa dan menimbulkan kerusakan sarana yang bisa berdampak pada kondisi

ekonomi dan social.

Longsor merupakan perpindahan massa tanah secara alami, longsor

terjadi dalam eaktu singkat dan dengan volume yang besar. Pengangkutan massa

tanah terkadi sekaligus, sehingga tingkat kerusakan ditimbulkan besar.

Kecmatan Bajo barat Kabupaten Luwu, yang memiliki luas wilayah

66,30km2 merupakan daerah yang mempunyai lahan yang relative labil dan rawan

terhadap bahaya gerakan tanah, diantaranya yang berupa longsor lahan, hal ini

disebabkan karena medannya yang berupa topografi pegunungan dan di manfaat

sebagai jalan rayadan sering di lakukan pengikisan tanah sehingga daerah tersebut

sangat rawan terhadap longsor lahan. Hal ini di dasarkan pada fakta bahwa daerah

rawan bencana longsor ini manfaatkan sebagai jalan untuk menuju ke

permukiman warga dan perkekebunan sehingga dapat membahayakan para

pengendara serta masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.

Melihat kondisi lahan tersebut, maka dimungkinkan akan terjadi degradasi

lingkungan atau kerusakan lingkungan, khususnya akibat bencana longsor. Oleh

karena itu diperlukan penelitian tentang upaya pengelolaan lingkungan daerah

Rawan Bencana Longsor, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi

kebutuhan lahan tanpa menimbulkan resiko terhadap pengguna lahan dan lahan

itu sendiri beserta lingkungannya (Daniswara, 2016).

Page 15: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

4

4

Kondisi tersebut perlu mendapatkan penangan yang serius oleh pemerintah

atau pihak lain yang terkait. Pemerintah sebagai badan pengawasan dan

merupakan lembaga yang mempunyai peranan utama dalam upaya penangan

bencana terutama tanah longsor, untuk itu dibutuhkan suatu Peta Rawan Bencana

Longsor yang menampung dan menyajikan informasi-informasi yang berupa batas

wilayah, jalan, jumlah penduduk, penggunaan lahan, kemiringan lereng, jenis

tanah, geologi, dan tipe longsor.

Dalam Penulisan ini akan dibangun media informasi Pemetaan Daerah

Rawan Bencana Longsor di Kecamatan Bajo Barat. Pemanfaatan sistem informasi

geografis ini didalamnya terdapat informasi mengenai letak zona-zona yang

berpotensi longsor. Adanya Peta Persebaran Rawan Bencana Longsor tersebut

diharapkan dijadikan sarana untuk mempermudah penyampaian informasi wilayah

Rawan Tanah Longsor.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana Pemetaan

Daerah Rawan Bencana Longsor di Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk melakukan Pemetaan Daerah Rawan

Bencana Longsor Kecamatan Bajo Kabupaten Luwu.

1.4. Manfaat Penelitian

Untuk ini penulis terhadap nantinya dapat bermanfaat bagi:

1. Manfaat bagi tempat peneliti

Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dan masyarakat agar

masyarakat dapat menanggulangi dan mengantisipasi terjadinya longsor.

2. Manfaat bagi peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam hal pembuatan Peta

Rawan Longsor di Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu.

3. Manfaat terhadap dunia akademik

Sebagai bahan referensi atau acuan bagi peneliti selanjutnya.

Page 16: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

5

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

Kajian Teori berisi topic-topik yang akan di bahas dalam penelitian ini,

penulis akan menjelaskan materi-materi yang akan berhubungan dengan judul

penelitian yang telah diajukan.

1. Pemetaan

Menurut Prasetyo (dalam Sandy, 1972) mengemukakan bahwa pemetaan

merupakan suatuusaha untuk menyampaikan, menganalisis dan

mengklasifikasikan data yang bersangkutan, serta menyampaikan ke dalam bentuk

peta dengan mudah, memberi gambaran yang jelas, rapi dan bersih.Peta yang

menggambarkan fenomena geografikal tidak hanya sekedar pengecilan suatu

fenomena saja, tetapi jika peta itu dibuat dan didesain dengan baik, maka akan

menjadi alat bantu yang baik untuk kepentingan melaporkan, memperagakan,

menganalisis dan secara umum untuk memahami suatu objek atau kenampakan di

muka bumi. Peta menggunakan simbol dua dimensi untukmencerminkan

fenomena geografikal yang dilakukan secara sistematis dan memerlukan

kecakapan untuk membuat dan membacanya. Peta merupakan teknik komunikasi

yang tergolong dalam cara grafis dan untuk efisiensinya harus mempelajari atribut

atau elemen-elemen dasarnya prasetyo (dalam Sinaga, 1995)

Orang yang ahli dalam bidang pemetaan disebut kartografi. Ada beberapa

ahli kartografi menjelaskan pengertian peta sebagai berikut.

a. Menurut ICA (international Carrografhic Associstion) peta adalah suatu

gambaran atau representasi ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-

benda angkasa. Pada umumnya, peta digambarkan pada suatu bidang datar dan

diperkecil atau diskalakan.

b. Menurut Erwin Raisz peta adalah gambaran konvensional dari permukaan bumi

yang di perkecil sebagai kenampakan jika dilihat dari atas dengan ditambah

tulisan-tulisan sebagai tanda pengenal.

Semua peta mempunyai satu hal yang sifatnya umum yaitu menambah

pengetahuan dan pemahaman geografikal bagi si pengguna peta. Dalam

perencanaan pembangunan hampir semua memerlukan peta sebelum perencanaan

Page 17: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

6

6

tersebut dimulai. Hal ini sesuai dengan fungsi peta dalam perencanaan suatu

keg/iatan seperti yang dikemukakan oleh Prasetyo (dalam Sinaga 1995) adalah

sebagai berikut:

a. Memberikan informasi pokok dari aspek keruangan tentang karakter dari

suatudaerah.

b. Sebagai alat untuk menjelaskan penemuan-penemuan penelitian

yangdilakukan.

c. Sebagai suatu alat menganalisis dalam mendapatkan suatu kesimpulan.

d. Sebagai alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan

Demikian pula dalam suatu kegiatan penelitian, peta berfungsi sebagai

berikut:

1. Alat bantu sebelum melakukan survei untuk mendapatkan gambaran

tentangdaerah yang akan diteliti.

2. Sebagai alat yang digunakan selama penelitian, misalnya memasukkan

datayang ditemukan di lapangan.

3. Sebagai alat untuk melaporkan hasil penelitian.

Ditinjau dari isinya, peta dikelompokkan menjadi peta umum dan

petakhusus. Peta umum berisi gambaran umum tentang permukaan bumi,

sepertigunung, bukit, pemukiman dan lain-lain. Peta khusus/tematik adalah peta

yang memperlihatkan data-data secara kualitatif dan atau kuantitatif pada unsur-

unsur yang spesifik. Unsur-unsur tersebut ada hubungannya dengan detail

topografi Prasetyo (dalam Aziz, Lukman dan Rachman , 1977). Contoh peta

tematik: peta kepadatan penduduk, peta penggunaan tanah, peta mata pencaharian

dan sebagainya. Sinaga (1995) mengemukakan bahwa peta berdasarkan skalanya,

dibedakan menjadi:

1) Peta skala sangat besar yaitu peta berskala >1 : 10.000.

2) Peta slaka besar yaitu peta berskala 1 : 100.000 – 1 : 10.000

3) Peta skala sedang yaitu peta berskala 1 : 100.000 – 1 : 1.000.000

4) Peta skala kecil yaitu peta berskala >1 : 1.000.000

Ada beberapa cara untuk menyatakan skala peta sebagai berikut:

Page 18: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

7

7

a) Skala angka, yaitu skala yang menunjukkan perbandingan antara jarak di

petadengan jarak sebenarnya di lapangan, yang dinyatakan dengan angka

ataupecahan. Contoh:

Skala angka 1 : 50.000

Skala pecahan 1/50.000

Skala tersebut menyatakan bahwa satuan jarak pada peta mewakili

50.000satuan jarak horisontal di permukaan bumi. Jadi 1 cm di peta mewakili

50.000cm di lapangan.

b) Skala verbal, yaitu skala yang dinyatakan dengan kalimat atau skala

yangmenunjukkan jarak inci di peta sesuai dengan sejumlah mil di lapangan.

Peta skala ini banyak digunakan di negara Inggris dan bekas negara

jajahannya.

Contoh: 1 inci to one mile = 1 : 63.660

c) Skala grafis, yaitu skala yang ditunjukkan dengan garis lurus, yang dibagi-

bagidalam bagian sama. Setiap bagian menunjukkan kesatuan panjang yang

sama pula.

Contoh dari skala angka 1 : 50.000, menjadi skala grafis, sebagai berikut:

500 M 0 500 M

Pada umumnya yang dipentingkan dalam peta tematik adalah penyajian data

dalam bentuk simbol, karena simbol menyampaikan isi peta dan sebagai media

komunikasi yang baik antara pembuat peta dengan pengguna peta. Pembuat peta

harus berusaha membuat simbol yang sederhana, mudah digambar tetapi cukup

teliti, sedangkan bagi penguna peta, simbol itu harus jelas dan mudah dibaca atau

dipahami. Seorang kartografi harus dapat mendesain peta dan merekayasa,

mengkombinasikan berbagai data menjadi simbol-simbol yang menarik dan

mudah dimengerti sehingga peta yang dihasilkan mempunyai nilai tinggi baik isi

maupun unsur seninya. Peta merupakan teknik komunikasi yang tergolong dalam

cara grafis dan untuk efisiensinya harus mempelajari atribut atau elemen-elemen

dasarnya Prasetyo (dalam Sinaga, 1995).

2. Fungsi dan Jenis Pemetaan

Secara teoritis, Bringker dkk (1984) mendefinisikan peta sebagai hasil

gambaran/proyeksi dari sebagian permukaan bumi pada bidang datar atau kertas

Page 19: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

8

8

dengan skala tertentu. Secara garis besar, manfaat peta dapat di jabarkan sebagai

berikut:

1) Untuk mencatat keadaan setempat Dengan mencantumkan kondisi, kualitas,

dan juga kuatintas suatu tempat, maka peta dapat berfungsi untuk mencatat

keadaan suatu tempat.

2) Untuk perencanaan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam. Dengan

perencanaan yang dilengkapi dengan peta akan sangat membantu dalam

proses perencanaan tersebut, dengan membuat suatu rencana tata ruang

setempat.

3) Untuk bahan berkomunikasi masyarakat dengan pihak luar. Peta juga dapat

digunakan untuk berkomunikasi antara masyarakat dengan pihak luar, hal ini

dimungkinkan bahasa dan istilah yang digunakan antara masyarakat dan

pihak luar mungkin berbeda.

3. Pemetaan Daerah Rawan Bencana Longsor

Pemetaan daerah rawan bencana dilakukan dengan metode non sistematik,

yaitu menggunakan data dari informasi yang telah tersedia dari survei-survei

terdahulu dan dilengkapi dengan peta-peta pendukung. Menurut Susetyo dan

Perdana (2017) Peta-peta dasar adalah peta yang digunakan sebagai acuan dalam

pembuatan peta utama, dalam hal ini adalah peta rawan. Ada beberapa peta dasar

yang digunakan sebagai pedoman dan parameter yang akurat. Peta dasar yang

digunakan dalam pembentukan peta rawan banjir yaitu:

1) Peta Administrasi

Peta ini berfungsi untuk mengetahui batasan-batasan secara administratif dari

lokasi yang akan dipetakan. Batasan administratif ini biasanya ditandai dengan

batasan kabupaten, batasan kecamatan, maupun batas antardesa.

2) Peta Jenis Tanah

Peta jenis tanah adalah sebuah peta yang menggambarkan variasi dan

persebaran berbagai jenis tanah atau sifat-sifat tanah (seperti PH, tekstur, kadar

organik, kedalaman, dan sebagainya) di suatu area. Peta tanah merupakan hasil

dari survei tanah dan digunakan untuk evaluasi sumber daya lahan, pemetaan

ruang, perluasan lahan pertanian, konservasi, dan sebagainya. Pada peta tanah

terdapat data primer yang merupakan hasil pengukuran langsung di lapangan, dan

Page 20: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

9

9

data sekunder merupakan hasil dari perhitungan dan/atau perkiraan

berdasarkandata yang didapatkan di lapangan. Contoh data sekunder adalah

kapasitas produksi tanah, laju degradasi, dan sebagainya.

3) Peta Kemiringan Lereng

Lereng adalah kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi.

Apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus

mendatar akan diperbolehkan besarnya kelerengan. Ben tuk lereng bergantung

pada proses erosi, juga gerakan tanah dan pelapukan. Lereng merupakan topografi

yang terbagi dalam dua bagian, yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi relatif, di

mana kedua bagian terbsebut besar pengaruhnya terhadap penilaian suatu bahan

kritis. Jika suatu lahan kritis akan digunakan untuk pertanian ataupun pemukiman,

perlu adanya suatu pertimbangan mengenai kemiringan lereng menggunakan peta

kemiringan lereng.

4) Peta Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia dalam kaitannya dengan

lahan yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan

telah dikaji dari beberapa sudut pandang yang berlainan sehingga tidak ada satu

definisi yang benar-benar tepat di dalam keseluruhan konteks yang berbeda.

Sebagai contoh melihat penggunaan lahan dari sudut pandang kemampuan lahan

dengan jalan mengevaluasi lahan dalam hubungannya dengan bermacam-macam

karakteristik alami. Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada

bidang lahan tertentu seperti pemukiman, perkotaan dan persawahan. Penggunaan

lahan juga merupakan pemanfaatan lahan dan lingkungan alam untuk memenuhi

kebutuhan manusia dalam penyelenggaraan kehidupannya. Pengertian penggunan

lahan biasanya digunakan untuk mengacu pemanfaatan masa kini (present of

current land use). Oleh karena itu, aktivitas manusia di bumi bersifat dinamis

sehingga perhatian sering ditunjukan pada perubahan penggunaan lahan.

5) Peta Curah Hujan

Peta curah hujan juga berpengaruh dan merupakan peta dasar yang harus

dimiliki karena curah hujan di setiap lokasi juga berbeda-beda. Selain itu, hujan

juga sangat berpengaruh terhadap banjir. Peta kawasan rawan banjir dapat dibuat

secara cepat melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan

Page 21: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

10

10

menggunakanmetode tumpang susun/overlay terhadap peta dasar (peta

administrasi, peta jenis tanah, peta kemiringan lereng, peta penggunaan lahan, dan

peta curah hujan. Melalui Sistem Informasi Geografis diharapkan akan

mempermudah penyajian informasi spasial khususnya yang terkait dengan

penentuan tingkat kerawananan banjir serta dapat menganalisis dan memperoleh

informasi baru dalam mengidentifikasi kawasan-kawasan yang sering menjadi

sasaran Longsor.

4. Longsor Lahan

Longsor adalah suatu bentuk erosi yang pengakutan atau pemindahan atau

gerakan tanah terjadi pada saat yang bersamaan dan dengan volume yang besar

(Sitanala, 2010). Menurut Kodoati dan Rustam (2006) Longsor adalah gerakan

massa tanah dalam jumlah besar yang bergerak pada bidang geser tertentu,

dimana pada biang tersebut tahanan tanah dalam menahan tanah melampaui.

Yayasan Idep (2005) mendefenisikan tanah longsor sebagai terj\adinya

perbgerakan tanah atau batuan dalam jumlah besar secara tiba-tiba atau berangsur

yang umumnya terjadi di daerah terjal yang tidak stabil. Factor lain yang

mempengaruhi terjadinya bencana ini adalah lereng yang gundul serta kondisi

tanah dan bebatuan yang rapuh. Air hujan adalah penyebab utama terjadinya tanah

longsor. Ulah manusiapun biasa menjadi penyebab tanah longsor seperti

penambangan tanah, pasir dan batuan yang tidak terkendali.

Ada perbedaan antara longsor lahan dan erosi. Longsor memindahkan

massa tanah dengan volume yang besar, adakalahnya dosertai oleh batuan dan

pepohonan, dalam waktu adalah memindahkan partikel-partikel tanah dengan

volume yang relative lebih kecil pada setiap kali kejadian dan langsung dala,

waktu yang relative lama. Dua bentuk longsor yang sering terjadi di daerah

pegunungan adalah.

a. Guguran, yaitu pelepasan batuan atau tanah dari lereng curam dengan gaya

bebas atau bergelinding dengan kecepatan tinggi sampai sangat tinggi. Bentuk

longsor ini terjadi pada lereng yang sangat curam.

b. Peluncuran, yaitu pergerakan bagian atas tanah dalam volume besar akibat

keruntuhan gesekan antara bongkahan bagian atas dan bagian bawah tanah.

Bentuk longsor ini umumnya terjadi apabila terdapat bidang luncur pada

Page 22: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

11

11

kedalaman tertentu dan tanah bagian atas dari bidang luncur tersebut telah

jenuh air.

5. Jenis-Jenis Longsor

Menurut Dikau dalam Robert (2006) ada beberapa jenis longsor, meliputi:

1) Jatuh/runtuh (fall)

2) Tumbang (topple)

3) Gelincir (slide)

4) Penyebaran (spreading)

5) Aliran (flor)

6) Kompleks atau gabungan

6. Faktor-faktor yang berpengaruh terhdap longsor

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya longsor dibedakan menjadi

dua yaitu faktor pasif dan faktor aktif (Djauhari, 2006)

a. Faktor pasif

Faktor pasif merupakan faktor yang mengontrol terjadinya longsor lahan.

Faktor pasif yang berpengaruh terhadap longsor lahan diantaranya:

1) Faktor topografi

a) Kemiringan lereng

Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat (0) atau persen (%). Dua titik

yang berjarak horizontal 100 meter yang mempunyai selisih tinggi 10 meter

membentuk lereng 10% sama dengan kecuraman 450 (Sitanala, 2010). Semakin

dekat curam lereng suatu lahan akan memperbesar kecepatan aliran permukaan,

yang demikian akan mempersebar erosi (Ananta kusuma 1991).

b) Panjang lereng

Panjang lereng berpengaruh terhadap energy angkut untuk terjadinya

longsor. Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan

sampau titik dimana air aliran permukaan masuk ke saluran-saluran (sungai), atau

dimana kemiringan berkurang sedemikan rupa sehingga kecapatan aliran air sudah

sangat berkurang (Ananto, 1991)

c) Keterdapatan dinding terjal

Dinding yang terjal merupakan pencerminan dari batuan penyusunan

bentuk lahan yang berupa dinding-dinding batuan dengan kemiringan yang terjal.

Page 23: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

12

12

Adanya dinding terjal baik yang tersinkap melaluo sesaran, lipatan, penorehan,

akan memberikan kesempatan sinar matahari lebih banyak sehingga pelapukan

lebih sensitive (Worosuprojo, 2008).

2) Faktor geologis

a) Kerapatan kekar dan hancuran, batuan pada lereng atau tebing akan sangat

melemahkan kuat geer (kohesi dan sudut gesek dalam) tanah atau batuan

penyusunan lereng karena mengakibatkan gaya penahanan pada lereng

menjadi sangat lemah. Bidang retakan atau kekar justru sering merupakan

bidang gelincir atau jatuhan gerakan tanah atau batuan (Karwati 2005)

b) Struktur pelapisan batuan, menunjukan besar kecilnya kemiringan batuan

terhdapat bidang datar. Demikian besar kemiringan lereng maka akan semakin

rentan terhadap longsor lahan (Misdiyanto dalam Purwantrianani, 2009).

c) Tingkat pelapukan batuan, Pada batuan yang mengalami pelapukan sangat

lanjut mendukung terjadinya longsor lahan dibangingkan dengan batuan yang

masih segar.

3) Kondisi tanah

a) Tekstur tanah, adalah perbandingan relative (dalam persen) antara lain fraksi

debu, pasir dan liat. Tekstur tanah mempunyai peranan dalam proses infiltrasi

air. Tanah yang bertekstur pasir halus mempunyai kapasitas yang tinggi tetapi

jika terdapat aliran permukaan maka buti-buti halus ini akan mudah terbawa

(Ananto, 1991).

b) Permeabilitas tanah, adalah kualitas tanah untuk meloloskan air atau udara,

yang diukur berdasarkan besarnya aliran melalui satuan tanah yang tekah

dijenuhi terlebih dahulu per satuan waktu tertentu (Susanto dan Rachman,

2007).

c) Indeksi plastisits, menunjukan kadar air pada batas cair dengan batas plastis.

Batas cair adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan

plastis. Tanah yang memiliki batas plastisis tinggi biasanya memiliki kekuatan

lemah. Kadar air ini memberikan gaya perekat antara butir-butir tanah di

bawah pengaruh air (Wesley, 1977).

Page 24: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

13

13

Bila batas plastis tinggi maka butir tanah banyak mengandung lembpung

koloidal karena itu pemuaian dan penyusutan besar oleh lengas sehingga rentan

terhadap longsor.

d) Kedalaman efektif tanah, adalah tanah yang baik bagi pertumbuhan akar

tanaman yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar

tanaman, lapisan tersebut dapat berupa lapisan paling keras, padas liat, padas

rapuh atau lapisan phlintite (Sintala, 2010).

Menurut Lutfi Reyes (2007) kedalam efektif tanah dapat di klasifikasikan

menjadi:

K0: >90cm (dalam)

K1: 90-50cm (sedang)

K2: 50-25cm (dangkal)

K3: <25cm (sangat dangkal)

b. Faktor Aktif

Faktor aktif merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap longsor

lahan diantaranya adalah aktivitas manusia dalam pengolahan atau penggunaan

lahan, dan faktor iklim terutama curah hujan.

7. Kerentanan Longsor Lahan

Dalam kondisi normal, suatu bentang sistem geomorfik menunjukan dalam

kondisi stabil dengan aliran energy yang teratur. Faktor-faktor fisik seperti kondisi

geologi, geomorfologi, hidrologi, vegetasi, tanah, iklim serta fakto non fisik

seperti penggunaan lahan aktifitas manusia akan merubah kondisi stabil dari

lereng tersebut.

Gerakan massa yang berupa tanah longsor terjadi akibat adanya keruntuhan

geser di sepanjang bidang longsor yang merupakan batas geraknya massa batuan

(Hardiyatmo, 2009). Keruntuhan geser ini diakibatkan berkurangnya tingkat

kestabilan lereng. Pada kondisi ini tahanan geser batuan atau tanah lebih kecil dari

tegangan gesernya. Ketidakstabilan lereng merupakan akibat dari gangguan yang

ditentukan oleh variasi tenaga endogenerik dan eksogenetik. Menurut Hardiyatmo

(2009) dalam kenaikan dan penurunan tegangan geser dipengaruhi oleh beberapa

faktor, diantaranya:

1. Faktor yang menyebabkan kenaikan tekanan geser dalam lereng

Page 25: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

14

14

a. Pembongkaran material pendukung: erosi, gerakan lereng secara manual

(jatuhan, longsoran. Penurunan) dan aktivitas manusia

b. Kelebihan beban : penambahan beban dapat terjadi secara alami dan aktivitas

tanah dan akumulasi material akibat longsoran terdahulu, pembangunan

bangunan atau beban berat yang lain diatas lereng dan bocoran air dari

gorong-gorong, pipa air atau selokan.

c. Pengaruh sesaat seperti gempa

d. Hilangnya material bagian bahwa lereng yang menyokong kestabilan lereng

yang disebabkan oleh air sungai atau laut, pegaruh iklim, erosi bawah tanah

akibat rembesan (pipisan), larutnya bahan yang terdapat di dalam tanah,

aktivitas manusia, hilangnya kuat geser material di bawah lereng.

e. Bertambahnya tekanan lateral yang disebabkan oleh air, retakan atau celah,

pembekuan air dalam retakan pengembangan lempung.

2. Faktor yang mereduksi kuat geser tanah dalam lereng

a. Faktor bawaan dari sifat-sifat material pembentuk yang meliputi komposisi,

susunan sekunder atau mewarisi, perselang-selingan lapisan (stratification)

b. Perubahan yang diakibatkan oleh perubahan iklim dan aktivita fisikomia

(physiochemical) meliputi proses pengeringan dan pembahasan, hidrasi,

hilangnya zat perantara yang merekatkan

c. Pengaruh tekanan air pori

d. Perubahan struktur atau pengurangan tegangan

e. Perubahan struktur atau susunan yang meliputi pelepasan atau pengurangan

tegangan (stress release) dan degradasi struktur.

8. Jenis Tanah

Faktor tanah mempunyai kepekaan terhadap longsor yang berbeda-beda.

Kepekaan longsor tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah longsor sebagai fungsi

berbagai sifat fisik tanah dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi

kepekaan longsor adalah:

1. Sifa-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas, dan

kapasitas menahan air

2. Sifat-sifat tanah yang memperngaruhi ketahanan struktur tanah terhadap

disperse dan pengikisan oleh buti-butir tanah yang jatuh dan aliran permukaan.

Page 26: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

15

15

Adapun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi longsor yaitu struktur, struktur,

bahan organik, kedalaman lapis air tanah dan tingkat kesuburan tanah (Arifin

dan Ita, 2006).

Tingkat perkembangan tanah berpengaruh nyata terhadap longsoran. Tanah

sudah berkembang atau berkembang seperti typic hapludults dan rypich

hapludults memberikan longsoran yang ringgi, sedangkan yang muda sedikit

dijumpai longsoran. Bidang luncur longsoran umumnya terdapat di lapiran B atau

antara C dan R (Barus dan Wiradisastra,1999).

9. Kemiringan Lereng

Tanah longasor umunya dapat terjadi pada wilayah berlerang. Makin tinggi

kemiringan lahannya akan semakin besar potensi longsornya. Tanah longsor

terjadi biasanya diakibatkan oleh wilayah jenuh air dan adanya gaya gravitasi. Hal

ini terjadi karena bagian bawah tanah terdapat lapiran yang licin dan kedap (sukar

ditembus) air (Sumiyantinah dan Yohanes: 2000). Dalam musim hujan, apabila

tanah diatas tertimpa hujan dan menjadi jenuh air, sebagian tanah akan bergeser

ke bawah melalui lapisan kedap yang licin tersebut dan menimbulkan longsor.

Pada kenyataannya tidak semua lahan/wilayah berlereng mempunyai potensi

longsor dan itu tergantung karekter lereng (besrta materi penyusunannya) terhadap

respon tenaga pemicu terutama respons lereng terhadap curah hujan factor lereng

yang terjal menentukan daya tahan lereng terhadap reaksi perubahan energy

(tegangan) pada lereng tersebut.

Penambahan beban volume dan melemahnya daya ikat materi penyusun

lereng dengan bahan induk (bedrock) sebagai akibatn adaya peresapan/infiltrasi

air hujan yang masuk ke dalam materi tersebut dapat menyebabkan longsor.

Faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor meliputi Factor internal

(dari tubuh lereng sendiri) maupun factor eksternal (dari luar lereng), antara lain:

kegempaan, iklim (curah hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi

setempat, tingkat kelembaban tanah (moistrure), adanya rembesan, dan aktifitas

geologi seperti tahanan (terutama yan masih aktif), rekahan dan liniasi (Zakaria,

2000).

Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguna-gangguan internal

yaitu yang dating dari dalam tubuh lereng itu sendiri terutama karena ikut sertanya

Page 27: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

16

16

peranan air dalam tubuh lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu

iklim yang mewakili oleh curah hujan. Jumlah air yang meningkat dicirikan oleh

peningkatan kadar air tanah, derajat kejenuhan, atau muka air tanah. Kenaikan air

tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah dan meningkatkan tekanan

pori (m) yang berarti memperkecil ketanahanan geser dari massa lereng. Debit air

tanah juga memperbesar dan erosi di bawa permukaan (piping dan Subaqueus

erosion) meningkat. Akibatnya lebih banyak fraksi halus dari massa tanah yang

dihanyutkan, lebih jauh ketahanan massa tanah akan menurun ( Hirnawan 1993).

10. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sampai saat ini belum ada definisi baku tentang SIG. defenisi SIG selalu

berkembang, hal ini terlihat dari banyaknya defenisi SIG yang muncul. Demers

dalam Prahasta (2009) mendefenisikan SIG adalah sistem komputer yang

digunakan untuk mengumpulkan, memerikasa, mengitegrasikan, dan menganalisis

informasi-informasi yang berhubungan dengan permukaan bumi. Arnoff dalam

Riyanto dkk (2009) mendefenisikan sistem informasi geografis sebagai sebuah

berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi

informasi-informasi geografis.

Esri dalam Prahasta (2009) mendefenisikan SIG sebagai kimpulan

terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat luna, data geografi, dan

personil yang dirancang secara efesien untuk memperoleh, menyimpan, meng-

upload, memanipulasi, menganalisis data menampilkan semua bentuk informasi

yang bereferensi geografi.

Dari beberapa referensi di atas dapat di Tarik kesimpulan bahwa SIG

adalah sistem komputer baik berupa perangkat lunak ataupun perangkat keras

yang digunakan untuk memperoleh, mengumpulkan, memasukan, menyimpan,

meng-update, mengintekrasikan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan

informasi yang berhubungan dengan posisi-posisi yang berada di permukaan

bumi.

11. Cara kerja SIG

Prahasa 2002) SIG dapat merepretasikan real world (dunia nyata) di atas

monitor komputer sebagaimana lembaran peta dapat merepresentasikan dunia

nyata di atas kertas. Tetapi, Sistem Informasi Geografis memiliki kekuatan lebih

Page 28: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

17

17

dan fleksibelitas dari pada lembaran peta kertas. Peta merupakan representasi

grafik dari dunia nyata, obyek-obyek yang direpresentasikan di atas peta disebut

unsur peta atau map features (contohnya adalah sungai, kebun, jalan dan lain-

lain). Karena peta mengorganisasikan unsur-unsur berdasarkan lokasi-lokasinya,

peta sangat baik dalam hal memperhatikan hubungan atau relasi yang dimiliki

oleh unsur-unsurnya. Sistem Informasi Geografis menyimpan semua informasi

deskriptif unsurunsurnya sebagai atribut di dalam basis data. Kemudian, Sistem

Informasi Geografis membentuk dan menyimpan di dalam tabel-tabel (reasional).

Setelah itu, Sistem Informasi Menghubungkan unsur-unsur di atas dengan label-

label yangbersangkutan. Dengan demikian, atribut-atribut ini dapat diakses

melalui lokasi unsur-unsur peta dan sebaliknya unsur-unsur tersebut dapat dicari

dan ditemukan bersadarkan atribut-atributnya. Sistem Informasi Geografis

menghubungkan sekumpulan unsur-unsur peta dengan atribut-atributnya di dalam

satuan-satuan yang disebut layer. Sungai, bangunan, jalan, laut, batas-batas

administrasi, perkebunan, dan hutan meruoakan contoh-contoh dari layer.

Kumpulan dari layer-layer ini akan membentuk basis data Sistem Informasi

Geografis. Dengan demikian perancangan basis data merupakan hal yang esensial

di dalam Sistem Informasi Geografis. Rancangan basis data akan menentukan

efektifitas dan efesiensi proses-proses masukan, pengolaan, dan keluaran Sistem

Informasi Geografis (Prahasta, 2002).

12. Komponen SIG

Menurut Adil (dalam Harmon dan Anderson ,2003), secara rinci SIG dapat

beroperasi dengan komponen-komponen sebgai berikut.

1. Orang : yang menjalankan sistem

2. Aplikasi : prosedur yang digunakan untuk mengelola data

3. Data : informasi yang dibutuhkan dan diolah dalam aplikasi

4. Software : perangkat lunak berupa program – program aplikasi

5. Hardware : perangkat keras yang dibutuhkan untuk menjalankan

sistem berupa perangkat komputer, printer, scanner, dan

program pendukung lainnya

Page 29: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

18

18

Dari definis-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa SIG terdiri atas

beberapa Subsistem yaitu data input, data output, data management, data

manipulasi, dan analisis Adil (dalam Prahasta,2005).

SIG merupakan akronimdari sistem informasi geografis. Penjelasannya

sebagai berikut :

1) Sistem

Pengertian suatu sistem adalah sekumpulan elemen yang saling

berintegrasi dan berindependensi dalm lingkungan yang dinamis untuk mencapai

tujuan tertentu.

2) Informasi

Informasi berawal dari pengolaan data. Dalam SIG, informasi memiliki

volume yang besar. Setiap objek geografi memiliki setting data tersendiri karena

tidak sepenuhnya data yang ada dapat terwakili dalam peta. Semua data harus

diasosiasikan dengan spasial yang dapat membuat peta berkualitas baik. Ketika

data tersebut diasosiasikan dengan permukaan geografis yang representatif, data

tersebut mampu memberikan informasi hanya dengan mengklik mouse pada

objek.

13. ArcGIS

ArcGis merupakan software berbasis GIS yang di kembangkan oleh ESRI

(Envornment science and Search Institue). Produk utama ArcGis terdiri dari tiga

komponen utama yaiu: ArcView Berfungsi sebagai pengelola data komperhensif,

pemetaan dan analisis, ArcInfo merupakan fitur yang menyediakan fungsi-fungsi

yang ada di dalam GIS yaitu meliputi keperluan analisa dari fitur Geoprocessing.

ArcGis pertama kali diluncurkan kepada public sebagai software yang

komersial pada tahun 1999 dengan versi ArcGis 8.0 dengan pekembangan dan

tuntutan akan fitur yang dibutuhkan ESRI selalu memberikan pembahuruan pada

ArcGis. ArcGis telah Keluar versi yang terbaru update 2016 yaitu ArcGis 13.0

pada versi terbarunya, desktop memiliki beberapa fitur diantaranya:

a. ArcMap, yaitu aplikasi utama yang digunakan dalam pengolahan data GIS.

ArcMap memiliki kemampuan untuk visualisasi, editing, pembuatan peta

tematik, pengolaan dari data tabular (excel), memilih query, menggunakan

fitur geoprocessing untuk menganalisa dan customize data ataupun

Page 30: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

19

19

melakukan output berupa tampilan peta. Operator juga dapat mengolah data

sesuai keinginannya.

b. ArcGlobe, merupakan salah stu aplikasi yang memiliki tampilan seperti

googleearth yang memiliki fungsi sebagai tampilan dalam permukaan bumi

dengan menggunakan vitra digital.

c. ArcCatalog, merupakan aplikasi yang memiliki fitur untuk membuat data

vector dan mengelompokkannya sesuai fungsi yang diinginka. Dengan

kemampuan tools untuk menjelajah informasi, mengatur data, membagi data

dan mendokumentasikan data spasial maupun data-data yang berkaitan dengan

informasi geografis.

d. ArcScene, merupakan aplikasi yang memiliki fitur serupa dengan ArcMap,

tetapi kelebihannya terdapat fitur 3D yang digunakan dimana worksheetnya

dapat diolah dengan tampilan X,Y, dan Z.

14. Manfaat ArcGis

ArcGis memiliki kemampuan tinggi dalam pembuatan peta digital dan

analisis spasial. Manfaat lain dari ArcGis yaitu:

a. Mengetahui persebaran penduduk.

b. Mengetahui sebaran hutan produksi.

c. Mengetahui daerah rawan bencana.

d. Mengetahui indeks potensi social.

e. Mengetahui sebaran pertambangan.

f. Mengetahui daerah-daerah yang berpotensi tsunami.

g. Mengetahui sebaran daerah ktitis (Wahana computer, 2015)

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Pemetaan ini merujuk pada beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai

sumber referensi dan bahan acuan terhadap sistem yang akan dibuat. Hasil

penelitian di bawah ini sangat relevan dengan penelitian akan penulis lakukan

baik dari segi rancangan maupun objek penelitian meskipun di terapkan pada

sistem yang berbeda, yaitu:

1. Penelitian Yongki Kurniawan (2017) dengan judul Pemetaan Daerah Rawan

Longsor di Kecamatan Sumber Jaya Kabupaten Lampung Barat. Hasil

penelitian menunjukan lokasi titik rawan longsor terletak pada pekon simpang

Page 31: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

20

20

sari dan pekon sindang pagar, masin masing terdapat 5 titik longsor. Tingkat

rawan longsor terbagi menjadi 2 kelas yakni kurang rawan (44,70km2atau

36,05%) dan atau (79,30 km2 atau 63,95%).

2. Penelitian Sari Mulyaningsi (2014) dengan judul Sistem Informasi Geografis

Pemetaan Daerah Rawan Tanah Longsor di Kabupaten Gunung Kidul

Berbasis WEB. Hasil penelitian adalah telah di buat suatu aplikasi “SIG

Pemetetaan Daerah Rawan Longsor di Kabupaten Gunung Kidul” berbasis

web yang mampu memberikan informasi kepada masyarakat tentang tingkat

kerawanan tanah longsor di masing-masing daerah, jalur evakuasi, kejadian

tanah longsor dan memberikan informasi mengenai mitigasi (pencegahan dan

penanggulangan) terhadap bencana tanah longsor.

3. Penelitian Muh Lukman Sutrisno (2011) dengan judul Aplikasi Sistem

Informasi Geografi untuk Penentuan Tingkat Kerentanan Longsor Lahan di

Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul. Populasi penelitian ini merupakan

satuan unit lahan hasil overlay dari peta bentuk lahan, peta penggunaan lahan

dan peta kemiringan lereng dengan tingkat ketelitan 90% sehingga di peroleh

36 titik sampel. Hasil penelitian ini adalah tingkat kerentanan longsor di

Kecamatan Imogiri bervariasi, yang terdiri dari tingkat yaitu rendah, sedang,

tinggi dan sangat tinggi.

4. Penelitian Fheni Fuzi Lestari (2008) dengan judul Penerapan Sistem Informasi

Geografi Dalam Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Kabupaten Bogor. Hasil

penelitian adalah Kecamatan Nanggung memiliki daerah rawan longsor seluas

10.963,46 ha dan daerah sangat rawan longsor seluas 8.221,73 ha. Sementara

itu, kecamatan pajiman memiliki daerah rawan longsor seluar 3.823,66 ha.

Daerah kurang rawan longsor tersebar luas terutama disekitar kecamatan

babakan madan yaitu 4.201,35 ha.

5. Penelitian Anjas Anwar (2012) dengan judul Pemetaan Rawan Longsor di

Lahan Pertanian Kecamatan Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai dengan hasil

validasi di lapangan dengan membandingkan peta rawan dan faktor aman

lereng didapatkan bahwa nilai tingkat kerawanan longsor di kecamatan sinjai

barat berbanding terbalik dengan faktor aman lereng dengan nilai R2 (0.89).

Page 32: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

21

21

Untuk mengetahui persebaran Lokasi Rawan Longsor di Kecamatan

Bajo Bajat agar pemerintah dapat menanggulangi daerah mana saja

yang rentan terjadi longsong sehingga masyarakat dapat

berantisipasi.

Kurang nya pengetahuan tentang geografi pemetaan, sehingga tidak

ada pemetaan rawan longsor di kecamatan bajo barat dan kurang maksimal dalam penanganannya.

Dengan adanya peta persebaran longasor ini bertujuan agar dapat

memberiikan kemudahan bagi pemerintah dan masyarakat untuk

mengetahui lokasi yang rentan terjadi longsor sehingga dapat

menanggulanginya dan masyarakat juga dapat berantisipasi.

Peta menampilkan titik persebaran lokasi rawan longsor di

Kecamatan Bajo Barat

2.3 Kerangka Fikir

Gambar 1.Kerangka Fikir

Page 33: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

22

22

3.1 Jenis Penelitian

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini memiliki kaitan yang erat terhadap tujuan penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerentanan longsor di

Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu dan untuk penentuan tingkat zonasi

kerentanan longsor menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian

ini merupakan penelitian deskriptif yaitu penelitian yang lebih mengarah pada

pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan

mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun terkadang diberikan

interpretasi dan analisis (Tika dan Pabundu, 2005). Penelitian ini berusaha

untuk mendeskripsikan distribusi spasial daerah rentan longsor di Kecamatan

Bajo Barat. Menentukan distribusi spasial daerah rentan longsor di Kecamatan

Bajo Barat digunakan ArcGIS. Peta kerentanan longsor didapatkan dengan

melakukan overlay (tumpang susun) beberapa peta yaitu :peta kemiringan

lereng, peta curah hujan, peta jenis tanah tanah dan peta administrasi.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu.

Penelitian dilaksanaan pada bulan Maret sampai April 2019.

3.3 Batasan Penelitian

Batasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Objek penelitian ini di fokuskan Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu

Khususnya di daerah yang rentan terhadap bencana longsor.

2. Parameter yang digunakan adalah jenis tanah, kemiringan lerengan, dan curah

hujan.

3. Melakukan pengumpulan data sekunder berupa data informasi Longsor, peta

dasar topografi, Peta dasar (RBI) khususnya peta admin, data curah hujan,

kemiringan lereng dan jenis tanah.

4. Menggunakan metode overlay (Tumpukan) untuk menghasilkan peta rawan

bencana Longsor berdasarkan parameter jenis tanah, kelerengan dan curah

hujan.

Page 34: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

23

23

3.4 TeknikPengumpulan Data

Pengumpulan data ditujukan untuk identifikasi permasalahan Longsor yang

terjadi di Kecamatan Bajo Barat, meliputi sejarah kejadian longsor yang ada di

semua wilayah, penggunaan lahan dan sebagainya. Adapun pengumpulan data

meliputi:

1. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari dinas-dinas setempat yang terkait dengan

data yang diperlukan. Adapun data sekunder yang diperlukan untuk mendukung

Analisa Daerah Rawan Longsor di Kecamatan Bajo Barat meliputi:

a. Data Peta dasar topografi, adalah data yang mengandung informasi

ketinggian permukaan bumi.

b. Peta Digital RBI, khususnya untuk peta batas administrasi

c. Data Curah Hujan, yaitu data pengukuran curah hujan di beberapa stasiun

hujan di Kabupaten Luwu selama 1 tahun dari BMKG Luwu.

d. Data Jenis Tanah.

2. Data Primer

Pengumpulan data primer melalui survey langsung ke lapangan untuk

mendapatkan informasi kejadian Longsor, berupa kunjungan ke lokasi-lokasi

Longsor serta wawancara dengan masyarakat setempat.

3.5 Analisis Data

Setelah melakukan survei di lapangan, maka data yang ada dikumpulkan

dan diolah kemudian dianalisis untuk memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan

kondisi aktual yang ada di lokasi survey. Tahapan analisis data yang dilakukan

adalah dengan mengelolah data dari hasil tinjauan lokasi dan pengumpulan data

yang terkait dengan masalah longsor kemudian di kelola ke dalam program

microsoft excel, untuk mengetahui tingkat presentase wilayah berdampak

Longsor.

3.6 Tahapan Dalam Penelitian

1. Tahap pengumpulan data. Yang dilakukan penulis yaitu mendatangi langsung

dinas-dinas terkait untuk mengumpulkan data seperti dinas BPBD dan

BMKG.

Page 35: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

24

24

2. Tahapan ini merupakan tahap kedua setelah proses pengumpulan data, maka

data diolah untuk selanjutnya akan di lakukan overlay. Overlay adalah

prosedur penting dalam analisis SIG, untuk mendapatkan grafis satu peta

diatas yang lain dengan menampilkan hasilnya di layar kompter. Tahapan

yang akan dilakukan yaitu:

1) Mempersiapkan peta dasar

Peta dasar yaitu suatu gambaran dari berbagai komponen yang terpilih

didalam suatu daerah pemetaan. Adapun peta dasar yang digunakan yaitu,

administratif, peta jenis tanah, peta kemiringan lereng, peta curah hujan.

2) Membuat Directori pada ArcCatalog

ArcCatalog merupakan icon yang terdapat pada ArcGis yang merupakan

penyimpanan dalam pembuatan peta. Pada ArcCatalog digunakan untuk

menyimpan data berupa data JPEG, SHP, dan hasil akhir dariproject pembuatan

peta.

3) Menampilkan peta pada layer.

Layer merupakan lembar kerja yang ada pada ArcGis. Layer ini berfungsi

untuk menampilkan beberapa peta dengan tema berbeda. Seperti dengan hal

pembuatan peta rawan longsor kita dapat menampilakan kelima peta sekaligus

untuk dilakukan tahap digitasi tetapi pada proses digitasi dilakukan secara

bergantian. Sebelum melakukan digitasi, terlebih dahulu dilakukan pemberian

titik kordinat pada peta yang akan diolah.

4) Tahap digitasi Peta

Digitasi merupakan proses mengkonversi obyek geografis data peta raster

ke vector, data raster yang di maksud adalah peta dengan format jpg. Tahap ini

merupakan pembentukan data vector. Pada sistem informasi geografi dan

pemetaan digital, data vector banyak digunakan sebagai dasar analisis berbagai

proses. Tahap ini membuat shapefile, cut polygon shapefile, membuat atribut dan

memberikan keterangan atribut.

5) Skoring

Pemberian scoring pada masing-masing kelas disetiap parameter. Pemberian

skor ini didasarkan pada seberapa besar pengaruh kelas tersebut terhadap longsor.

Semakin tinggi pengaruhnya terhadap longsor maka skor yang diberikan akan

Page 36: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

25

25

semakin tinggi, adapun parameter yang digunakan dalam pembuatan peta rawan

longsor yaitu bentuk lahan, kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan dan

penggunaan lahan. Berssdasarkan buku (Wahana Komputer, 2015), parameter

yang dilakukan untuk menentukan bahaya longsor adalah:

a. Bentuk Lahan

Tabel 2. Tabel Klasifikasi Bentuk Lahan

No. Bentuk Lahan Skor Kategori

1 Kerucut Volkan 5 Sangat rawan 2 Pegunungan, Perbukitan 4 Rawan 3 Dataran Volkan 3 Rawan 4 Dataran Alluvial 2 Tidak Rawan

5 Daratan padang surut, rawan, pantai 1 Tidak Rawan

Sumber: Wahana komputer (2015)

b. Jenis Tanah

Tabel.3 Tabel Kalsifikasi Jenis Tanah

No. Jenis Tanah Skor Kategori

1 Regosol 5 Sangat Rawan 2 Grumusol 4 Rawan 3 Latosol 3 Rawan 4 Mediteran 2 Tidak Rawan 5 Litosol 1 Tidak Rawan

Sumber: Wahana komputer (2015)

c. Kemiringan Lereng

Tabel.4 Tabel Klasifikasi Kemiringan Lereng

No. Lereng% Kreteria Kemiringan Lereng Skor Kategori

1 >40 Sangat Terjal 5 Sangat Rawan

2 15-40 Terjal 4 Rawan

3 5-15 Miring 3 Rawan

4 2-5 Landai 2 Tidak Rawan

5 0-2 Datar 1 Tidak Rawan

Sumber : Wahana Komputer (2015)

d. Peta Penggunaan Lahan

Tabel.5 Klasifikasi Penggunaan Lahan

No. Penggunaan Lahan Skor Kategori

1 Lahan Gundul 5 Sangat Rawan 2 Pekebunan atau Semak 4 Rawan 3 Pertanian, Sawah, Tegalan 3 Rawan 4 Pemukiman, Kebun Campuran, Tanaman, Pekarangan 2 Tidak Rawan 5 Lahan Terbuka, Sungai, Waduk, Rawa 2 Tidak Rawan

Page 37: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

26

26

sumber: Wahana Komputer, (2015)

e. Curah Hujan

Tabel.6 Klasifikasi Curah Hujan

No. Besar Curah Hujan Skor Kategori

1 >300 5 Sangat Rawan 2 2500-<3000 4 Rawan 3 2000-2500 3 Rawan 4 1500-<2000 2 Tidak Rawan 5 <1500 1 Tidak Rawan

Sumber: Wahana Komputer, (2015)

Berdasarkan tabel di atas, dapat di masukkan skor pada tiap polygon pada

atribut data yang terdapat pada peta yang telah diolah.

Page 38: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

27

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Penelitian

Kecamatan Bajo Barat merupakan salah satu kecamatan yang terletak di

Kabupaten Luwu, secara Astronomis kecamatan Bajo Barat terletak antara

3o25’07’’ LS dan 120o25’09’’ BT dengan luas wilayah 66,3km2. Kecamatan Bajo

berbatasan langsung dengan dengan Kecamatan Bupon di sebelah barat,

Kecamatan Bajo di sebelah Timur, Kecamatan Suli Barat di sebelah Selatan, dan

Kecamatan Latimojong di sebelah Barat. Kecamatan Bajo Barat terdiri dari 9 desa

sesuai dengan peta administrasi Kabupaten Luwu. Adapun luas wilayah setiap

desa Kecamatan Bajo Barat dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Luas Kecamatan Kecamatan Bajo Barat Per Desa.

No. Nama Desa Luas (Km2) Persentase (%)

1 Saronda 5,73 8,64 2 Tumbu Barak 17,06 25,73 3 Sampeang 7,75 11,69 4 Kadong-Kadong 4,90 7,39

5 Marinding 7,50 11,31 6 Tetekang 4,09 6,17 7 Bonelemo 6,50 9,80 8 Bonelemo Barat 6,50 9,80 9 Bonelemo Utara 6,27 9,46

Sumber: BPS Kecamatan Bajo Barat

Kecamatan Bajo Barat terdiri dari 9 desa yaitu: Desa Saronda, Desa

Tumbu Barat, Desa Sampeang, Desa Kadong-Kadong, Desa Marinding, Desa

Tetekang, Desa Bonelemo, Desa Bonelemo Barat, dan Desa Bonelemo Utara yang

semua nya ternasuk desa definitive. Desa yang paling luas wilayahnya di

Kecamatan Bajo Barat adalah Desa Tumbu Barak dengan luas wilayah 17,06km2

atau 25,73% dari luar Kecamatan Bajo Barat. Adapun desa yang paling sempit

adalah Desa tetekang dengan luas wilayah 4,09km2 atau 6,17% dari luas

Kecamatan Bajo Barat (BPS 2018). Wilayah Kecamatan Bajo Barat merupakan

wilayah bukan pantar dengan topografi dataran dan pegunungan. Lokasi

penelitian ini yaitu desa Saronda, Kadong-Kadong, Tetekang, Bonelemo,

Bonelemo Barat dan Bonelemo Utara dimana topografinya pegunungan. Ada tiga

Page 39: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

28

28

sungai yang Kecamatan Bajo, yaitu sungai suso, sungai kapu-kapu dan sungai

baloa, dimana sungai tersebut melintasi 8 desa yang ada di Kecamatan Bajo Barat

Kecuali desa Bonelemo Utara. Secara administrasi Kecamatan Bajo Barat dapat

di Lihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Admin Kecamatan Bajo Barat

Berdasarkan hasil laporan dari Badan Pembangun Perencanaan Daerah

(BAPPEDA) Kabupaten Luwu dan juga pemerintah setempat bahwa di

Kecamatan Bajo Barat terdapat beberapa desa yang rentan mengalami bencana

tanah longsor yaitu Desa Saronda, Desa kadong-Kadong, Desa Tetekang, Desa

Bonelemo, Desa Bonelemo Barat dan Bonelemo Utara seperti yang pernah terjadi

pada tahun-tahun sebelum nya dimana pada tahun 2019 tepatnya tanggal 5 terjadi

longsor yang dimana satu unit kendaraan roda empat tertimpah pepohonan serta

material dan menutupi badan jalan untuk menuju ke 10 desa yang ada di

kecamatan latimojong.

2. Hasil Observasi dan Wawancara

a. Hasil Observasi

Pada penelitian ini peneliti melakukan observasi atau pengamatan dengan

mendatangi langsung lokasi yang pernah mengalami longsor. Hasil dari observasi

Page 40: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

29

29

tersebut ada beberapa desa yang rentan mengalami bencana longsor di antaranya

adalah Desa Saronda, Desa kadong-kadong, Desa Tetekang, Desa Bonelemo,

Desa Bonelemo Barat dan Desa Bonelemo utara.

b. Hasil Wawancara

Hasil wawancara pada penelitian ini didapatkan pada saat wawancara

langsung pada dinas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan dinas

Tata Ruang Wilayah, serta pemerintahan desa setempat dan masyarakat setempat.

Adapun data yang di peroleh dari dinas terkait adalah data peta pendukung untuk

pembuatan peta rawan bencana longsor di Kecamatan Bajo Barat khususnya desa-

desa yang sering mengalami bencana longsor. Dimana menurut penjelasan dari

staf pegawai BPBD Kabupaten Luwu bahwa Kecamatan Bajo Barat khususnya

Desa Saronda, Desa Kadong-Kadong, Desa Tetekang, Desa Bonelemo, Desa

Bonelemo Barat dan Desa Bonelemo Utara adalah daerah rawan longsor dan

sering terjadi longsor ketika curah hujan tinggi dan berlangsung dalam waktu

yang lama.

Demikian juga menurut penjelasan dari masyarakat setempat bahwa di

desa tersebut sering terjadi longsor saat curah hujan tinggi dan berlangsung lama

sehingga pada saat terjadi longsor dapat membahayakan dapat merugikan

masyarakat setempat, terlebih lagi untuk menuju Kecamatan Latimojong yang

berbatasan langsung dengan Kecamatan bajo hanya ada satu Jl trans sehingga

masyarakat di Kecamatan Latimojong Maupun Bajo Barat sulit melintas saat

terjadi longsor. Seperti pada tahun 2015 tepatnya di Desa Saronda yang

mengalami bencana longsor yang mengakibatkan Jl trans menuju Desa Bonelemo

dan Kecamatan Latimojong tertutup sehingga masyarakat yang berada di

Kecamatan Latimojong maupun Desa Bonelemo saat ingin keluar membeli

sembako dan kejadian yang sama pada tanggal 5 mei 2019 tepatnya di desa

tetekang dimana 1 unit kendaraan roda empat tertimpah pepohonan dan material

longsor serta merigukan lahan pertanian masyarakat desa tetekan.

1. Analisis Parameter Kerawanan Longsor

a. Peta Curah Hujan Kecamatan Bajo Barat

Peta curah hujan adalah peta yang menampilkan mengenai persebara curah

hujan pada suatu daerah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten

Page 41: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

30

30

Luwu, curah hujan pada tahun 2015 dengan rata-rata 1.514. Peta curah hujan

dapat di lihat pada gambar 3.

Gambar 3. Curah Hujan Kecamatan Bajo Barat

b. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Bajo Barat

Lereng adalah Kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda

ketinggian, apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak

lurus mendatar sehingga akan diperoleh besarnya lereng.

Bentuk lereng bergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan

pelapukan. Lereng merupakan parameter topografi yang terbagi dalam dua bagian

yaitu kemiringan leren dan beda tinggi telattif.

Dalam pembuatan peta kemiringan lereng di Kecamatan Bajo Barat data

yang digunakan adalah data DEM. Data DEM adalah data digital yang

menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya yag terdiri

dari himpunan titik-titik koordinat yang mendefenisikan permukaan tersebut. Dari

data DEM yang telah diolah didapatkan hasil kemiringan lereng yang masing-

masing memiliki 5 tipe kelas yang dikategorikan ke dalam kelerengan 0-8%

merupakan dearah datar, kelerengan 8-15% daerah landai, kelerengan 15-25%

agak curam, kelerangan 25-45% curam dan kelerengan 45-100% sangat curam.

Untuk peta kemiringan lereng dapat di lihat pada gambar berikut 4.

Page 42: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

31

31

Gambar 4. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Bajo Barat

c. Peta Jenis Tanah Kecamatan Bajo Barat

Pada penelitian ini dijelaskan bahwa di Kecamatan Bajo Barat jenis tanah

terdiri dari tanah Grumosol. Jenis tanah Grumosol merupakan tanah yang

terbentuk dari batuan induk kapur dan tuffa vulkanik yang umumnya bersifat

basah sehingga tidak ada aktivitas organik didalamnya namum peta jenis

grumosol peka terhadap erosi dan longsor.

Gambar 5. Peta Jenis Tanah Kecamatan Bajo Barat

Page 43: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

32

32

D. Analisis Penentuan Daerah Rawan Longsor

Peta rawan longsor Kecamatan Bajo Barat merupakan hasil dari overlay

peta curah hujan, peta kemiringan lereng dan peta jenis tanah. Setelah dilakukan

overlay maka didapatkan tingkat kerawanan yang menunjukkan bahwa: (daerah

yang berwanah hijau memiliki tingkat kerawanan rendah), (daerah yang berwarna

kuning memiliki tingkat kerawanan sedang), (daerah yang berwarna merah

memiliki tingkat kerawanan yang tinggi).

Model yang digunakan dalam menentukan daerah rawan longsor adalah

model perkalian metode indeks storie dengan Rumus (Sitorus dalam Anissa,

2015):

L = 𝐴 𝑥 𝐵 𝑥

𝐶

10 10

Dengan,

L = Rawan bencana longsor

A =Parameter lereng

B =Tanah

C =Iklim/curah hujan

Dari hasil analisis tersebut, maka diperoleh klasifikasi tingkat kerawanan

longsor dengan hasil Skor nilai terendah yaitu 8 dan nilai hasil Skor tertinggi

yaitu 40. Klasifikasi nilai tingkat kerawanan longsor secara statistic dirumuskan

sebagai berikut:

𝐾𝑖 = Xt−Xr

𝐾

Diketahui:

Ki = Kelas Interval Xr = Data terendah

Xt = Data Tertinggi K = Jumlah kelas yang digunakan

𝐾𝑖 = 40−8

3

= 32

3

= 10,6 dibulatkan menjadi 11

Berdasarkan hasil perhitungan kelas interval kerawanan longsor maka

diperoleh hasil bahwa interval kerawanan longsor adalah 11, maka diketahui

bahwa daerah tidak rawan yaitu 8-18 ditandai dengan warna hijau, daerah rawan

yaitu 19-29 ditandai dengan warna kuning dan yang sangat rawan yaitu 30-40

Page 44: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

33

33

ditandai dengan warna merah seluas 211.128.47. Hasil pemetaan daerah rawan

longsor kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu dapat di lihat pada gambar 6.

Gambar 6. Peta Rawan Longsor Kecamatan bajo Barat

Berdasarkan laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Kabupaten Luwu, Kecamatan Bajo Barat sering mengalami bencana longsor yang

mengakibat kerugian ataupun keterhambatan aktivitas masyarakat.

Pada tanggal 24 April tepatnya di Desa Bonelemo, kemudian pada hari

yang sama tepatnya di Desa Saronda yang merugikan 1 korban jiwa, dan 1 unit

jembatan putus, pada tanggal 25 April masih di Desa Saronda dan Bonelemo

yang merugikan 1 unit mobil tertiban material longsor dan 1 jiwa luka sedang

karena tertimpa material longsor.

Pada tahun 2018 tanggal 5 Maret longsor kembali terjadi di 4 desa secara

bersamaan yang merugikan akses jalan terputus, 1 unit rumah dengan takaran

kerugian Rp. 20,000,000 dan 1 unit jembatan rusak sedang dengan takaran

kerugian Rp.30,000,000.

Berdasarkan laporan tribun timur.com longsor terjadi pada tanggal 6 mei

2019. Tidak ada korban jiwa dalam bencana ini, namun 1 unit roda empat Toyota

rush dengan nomor polisi DP.1450,FA yang terimpah pohon tumbang akibat

longsor.

Page 45: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

34

34

4.2. Pembahasan Penelitian

Secara alamia longsor disebabkan oleh pergerakan massa batuan atau

tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan

besar tanah. selain itu longsor juga dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi

atau biasa juga disebabkan erosi.

Wilayah yang rentan akan dampak dari bencana longsor adalah wilayah-

wilayah yang merupakan topografi pegunungan, Kecamatan Bajo Barat

merupakan daerah yang memiliki topografi pegunungan.

Tingkat daerah rentan longsor lahan di Kecamatan Bajo Barat tidak

merata. Mayoritas daerah yang memiliki tingkat kerentanan longsor lahan yang

rawan dan sangat rawan berada pada bagian Timur dan Barat. Secara spesifikasi

sebaran daerah rawan longsor di Kecamatan Bajo Barat sebagai berikut.

a. Tingkat kerawanan yang sangat rendah (Tidak Rawan)

Tingkat kerewanan longsor yang rendah tersebar di Desa sampeang, Desa

kadong-kadong, Desa Marinding, Desa Tumbu Barak, Desa tetekang, Desa

Bonelemo, Bonelemo Barat, Bonelemo Utara dan desa Saronda. Mayoritas tingkat

kerawanan sangat rendah berada pada desa sampeang.

b. Tingkat kerawanan yang sedang (Rawan)

Tingkat kerawanan longsor yang sedang, ditemukan di Desa Saronda,

Desa Bonelemo, Desa Bonelemo Barat, Desa Bonelemo utara, Desa Tetekang,

Desa Kadong-Kadong dan Desa Sampeang. Mayoritas tingkat kerawanan yang

sedang berada di Sebelah Barat dan Selatan Kecamatan bajo Barat.

c. Tingkat Kerawanan yang sangat tinggi (Sangat Rawan)

Tingkat Kerawanan longsor yang tinggi di temukan pada semua desa yang

ada di Kecamatan bajo barat, Namun mayoritas daerah yang memiliki kerawanan

yang sang sangat tinggi berada pada desa Saronda.

Maksud dari pemetaan bencana longsor untuk mendukung upaya

penanggulangan bencana di Kabupaten Luwu khususnya Kecamatan Bajo Barat

agar lebih tercencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh. Hanya saja dalam

penelitian ini masih terdapat kekurangan seperti data curah hujan

perdesa/Kelurahan Kecamatan Bajo Barat belum terperinci, penelitian ini juga

Page 46: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

35

35

masih harus dikembangkan agar setiap tahunnya kita dapat memantau kejadian

bencana setiap tahunnya.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya atau pebelitian

yang relevan seperti penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2012) dengan judul

penelitian “Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Lahan Pertanian Kecamatan

Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai” penelitian ini juga menggunakan parameter

kemiringan, curah hujan dan kedalaman regolik tanah. Hanya saja penelitian di

Kecamatan Bajo Barat tidak Menggunakan parameter regolik tanah karena

keterbatasan data dari dinas terkait. Begitupun penelitian yang dilakukan oleh

Rahmat (2017) dengan judul “Pemetaan Kawasan Rawan Longsor dan Analisis

Resiko Bencana Tanah Longsor dengan Sistem Informasi Geografis (GIS)

penelirian ini menggunakan metode Overlay (Tumpukan) untuk kemudian

menentukan daerah-daerah yang rawan akan terjadinya bencana longsor.

Dari semua penjelasan maka penelitian di Kecamtan Bajo Barat

merupakan Penelitian yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu Pemetaan

Daerah Rawan Bencana Longsor Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu.

Page 47: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

36

36

5.1. Kesimpulan

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Kecamatan

Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu Dari hasil analisis, maka diperoleh

klasifikasi tingkat kerawanan longsor dengan hasil scoring nilai terendah yaitu 8

dan nilai hasil scoring tertingga yaitu 40 yang kemudian di klasifikasikan menjadi

tiga tingkat Kerentanan longsor yaitu tidak rawan dengan nilai interval 8-18

rawan dengan nilai interval 19-29 dan sangat rawan 30-40.

Dalam proses pemetaan daerah rawan bencana longsro langkah pertama

yang dilakukan yaitu mempersiapkan peta dasar. Peta dasar merupakan peta yang

digunakan sebagai acuan dalam pembuatan peta utama. Dalam hal ini adalah peta

rawan longsor. Peta yang digunakan yaitu peta administrative, peta kemiringan

lereng, peta jenis tanah, dan peta curah hujan. Selanjutnya membuat ArcCatalog

yang merupakan media penyimpanan pada ArcGis untuk membuat peta rawan

bencana longsor.

Overlay merupakan langkah penting dalam analisis SIG. Overlay

bertujuan untuk mendapatkan grafis suatu peta diatas peta grafus peta lain dan

menampilkan hasilnya di layar monitor atau dengan kata lain overlay

menghasilkan peta gabungan yang menghasilkan informasi dari peta gabungan

sebelumnya.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil dari pengamatan dan penelitian, maka di berikan saran-

saran bahwa Penduduk yang melakukan penggalian atau pengikisan hendaknya

perlu memperhatikan kemiringan lereng, karena pada daerah yang miring sampi

sangat terjal apabila di lakukan pengikisan akan sangan mudah longsor. Perlu

dilakukan penanaman yang memiliki perakaran yang kuat seperti jati, pinusm

mahoni dan kemiri sehingga dapat menahan tanah dan mngikat air bila terjadi

hujan. Penataan ulang, terutama pada daerah yang di manfaatkan sebagai jalur

trans yang sering mengalami bencana longsor.

Page 48: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

37

37

DAFTAR PUSTAKA

Ananto, K. S. 1991. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia.

Jakarta.

Arifin, S. dan Ita, C. 2006. Implementasi Pengindraan Jauh dan SIG untuk

Inventarisasi Daerah Rawan Bencana Longsor. Pengindraan Jauh

LAPAN. Vol 3, hal 80-81.

Aziz, T. Lukman dan Rachman, R. 1977. Peta Tematik. Disertasi tidak

diterbitkan. Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Teknik Sipil

dan Pembangunan- UGM.

Anjas A. 2012. Pemetaan Rawan Longsor di Lahan Pertanian Studi Kasus: Sinjai

Barat. Disertasi tidak diterbitkan. Makassar: Fakultas Keteknikan

Pertanian-UNHAS.

Bringker, Russel. C. P, R.W. Elementary Survaying. Atau Dasar-Dasar.

Pengukuran Tanah, Terjemah. Tjoko Walijatun. Erlangga. Jakarta.

B i n t a r t o , S . 1 9 9 1 . Me to d e An a l i sa G e og ra f i . LP 3 E S . J a k a r t a .

Barus, B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik

Perubahan Tunggal Menggunakan SIG Studi Kasus daerah ciawi-Puncak-

pacet Jawa Barat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 2(1):1410-7333.

Djauhari, N. 2006 . Geologi Lingkungan . Graha Ilmu. Yogyakarta .

Daniswara, H, S. 2016. Sistem Informasi Pemetaan Daerah Rawan Bencana

Tanah Longsor di Kabupaten Banjarnegara Berbasis Android. Disertasi

tidak diterbitkan. Purwokerto: Program Pascasarjana Fakultas teknik-

UNISMUH.

Fheni, F. L. 2008. Penerapan Sistem Informasi Geografi dalam Pemetaan Daerah

Rawan Longsor. Studi Kasus: Kabupaten Bogor. Disertasi tidak

diterbitkan. Bogor: Program Pascasarjana FMIPA-IPB.

Hirnawan, R. F. 1993. Ketanggapan Stabilitas Lereng Perbukitan Rawan

Gerakantanah atas Tanaman Keras, Hujan & Gempa. Studi Kasus:

Bandung. Sumedang: Program Pascasarjana Teknik geologi-UNPAD

Hardiyatmo. H. C. 2009. Mekanika Tanah. GMUP. Yogyakarta.

Harmon, Jhon. E and Anderson, S. J. 2003 The design Implementation of

Geographic Information System. Inc Denver. Boston.

Karwati, D. 2005. Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya

Penanggulangannya. GMUP. Yogyakarta.

Projo, D. 2010. Pengindraan Jauh, Posisi, paradigma dan pemodelannya dalam

kajian geografi, Makalah disajikan pada Rapat Senat Terbuka Fakultas

Geografi. Universitas Gadjah Mada, 4 Agustus 2010.

Page 49: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

38

38

Prahasta E. 2002. Sistem Informasi Geografis Konsep-Konsep Dasar (Prespektif

Geodesi dan Geomatika. Informatika Bandung. Bandung.

Prahasta, E. 2009. Sistem Informasi Geografis Konsep-Konsep Dasar (Prespektif

Geodesi dan Geomatika). Informatika Bandung. Bandung.

Purwantrianani. 2009. Penentuan Sebaran Daerah Rentan Longsor Lahan

Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kecamatan Kandangan

Kabupaten Temanggung Profinsi Jawa Tengah. Disertasi tidak

diterbitkan. Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Teknik-UNY.

Prasetyo. 2019. Pemetaan Kawasa Rawan dan Resiko Bencana Banjir di Kota

Surakarta tahun 2007. Disertasi tidak diterbitkan. Surakarta: Program

Pascasarjana Fakultas Teknik-Universitas Sebelas Maret.

Purnama, A. 2008. Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Di Daerah Aliran Sungai

Cisadane Menggunakan Sistem Informasi geografis. Disertasi tidak

diterbitkan. Bogor: Program Pascasarjana Fakultas kehutanan-Institut

Pertanian Bogor.

Riyanto, P.Ekaputra, P.Indelarkoko H. 2009. Pengembangan Aplikasi Sistem

Informasi Geografis Berbasis Dekstop dan Web. Jaya Media.

Yogyakarta.

Robbert, F. 2006 Geology and Engineering. Meygray Hill Book Company,

Inc. New York.

Sutrisno, L, M.2011. Aplikasi sistem Informasi Geografi Untuk Penentuan Tingkat

Kerentanan Longsor Lahan . Studi Kasus: Kecamatan Imogiri. Disertasi

tidak diterbitkan. Yogyakarta. Program Pascasarjana Fakultas Teknik-UNY.

Sitanala Arsyad. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Suharyono, M. A. 1994. Pengantar Filsafat Geografi. Direktorat Jendral

Perguruan Tinggi. Jakarta.

Sumiyatinah dan Yohanes. 2000. Pemodelan SIG untuk menentukan daerah

rawan erosi akibat longosran di Propinsi Jawa Barat, dalam Prosiding

Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia. Ikatan Surveyor

Indonesia. Bandung.

Sandy, I M. 1972. Esensi Kartografi. Direktorat Jenderal Agraria. Jakarta.

Sinaga, Maruli S. 1995. Pengetahuan Peta. GMUP. Jakarta.

Susetyo, B, D dan Perdana, P, A. 2017. Uji Ketelitian surface Model (DMS)

sebagai Data Dasar dalam Pembentukan Kontur Peta Rupa Bumi

Indonesia (RBI). Researchgate.Net. Bogor.

Susanto dan Rachman. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan.

Kanisius. Yogyakarta.

Page 50: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

39

39

Sari M. 2014. Sistem Informasi Geografis Pemetaan Daerah Rawan Tanah

Longsor di Kabupaten Gunung Kidul Berbasis WEB. Jurnal Sarjana

Teknik Informatika. 2(1): 41-43.

Tika dan H. Moh Panbudu. 2005 Metode Penenlitian Geografi. Bumi Aksara.

Jakarta.

Wesley, L.D. 1977. Mekanika Tanah. Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Jakarta.

Wahana Komputer. 2015. Pemodelan SIG untuk Mitigasi Bencana. Media

Komputindo. Jakarta.

Worosuprojo, S. 2008. Pengelolaan Sumberdaya Lahan Berbasis Dalam

Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. GMUP. Yogyakarta

Yayasan I. 2005. Paduan Umum Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat.

Yayasan Idep. Bali.

Yongki K. 2017. Pemetaan Daerah Rawan Longsor di Kecamatan Sumber Jaya

Kabupaten Lampung Barat. Disertasi tidak diterbitkan. Bandar

Lampung: Program Pascasarjana Keguruan dan Ilmu Pendidikan-

Universitas Lampung.

Zakaria, Z. 2000. Peran Identifikasi Longsoran dalam Studi Pendahuluan Per

modelan Sistem STARLET Untuk Mitigasi Bencana Longsor. Jurnal

Geologi Inonesia. 5(2): 93-112.

Page 51: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

40

40

L

A

M

P

I

R

A

N

Page 52: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

41

41

Page 53: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

42

42

LEMBAR INSTRUMEN PELAKSANAAN OBSERVASI

Judul Penelitian : .............................................................................................

Tempat Penelitian : ..............................................................................................

Waktu Penelitian : ..............................................................................................

Petunjuk Pengisian:

Amatilah hal-hal yang menyangkut dengan tempat penelitian. Kemudian isilah

lembar pernyataan observasi yang telah dibuat dalam tabel dengan prosedur

sebagai berikut:

1. Observasi dilakukan sejak april 2019.

2. Berikut disajikan 4 pernyataan yang harus diamati dan di jawab sesuai dengan

hasil pengamatan.

3. Berilah tanda (√) alternatif jawaban yang benar-benar cocok dan sesuai

berdasarkan keadaan sebenarnya.

TABEL INSTRUMEN OBSERVASI

No. Aspek yang diamati Ya Tidak Ket

1. Penyajian informasi bencana masih secara manual

2. Pemetaan daerah rawan bencana sudah dilakukan

3. Sosialisasi berbasis pemetaan sudah dilakukan

4. Kecamatan memiliki peta rawan bencana longsor

Observer

(.......................)

Page 54: PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA LONGSOR KECAMATAN …

43

43

LEMBAR INSTRUMEN WAWANCARA

Nama Lengkap : ..............................................................................................

Jabatan : ..............................................................................................

Petunjuk Wawancara:

4. Tulislah identitas anda pada tempat yang telah disediakan.

5. Berikut disampaikan beberapa pertanyaan yang anda harus jawab dengan jujur

dan berdasarkan dengan keadaan sebenarnya.

6. Pertanyaan yang diajukan dalam proses wawancara bersifat terstruktur dan

tidak terstruktur yang artinya pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan

khusus yang telah dirancang sebelumnya.

TABEL INSTRUMEN WAWANCARA

No. Pertanyaan Hasil Wawancara

1. Bagaimana penyajian informasi

mengenai bencana longsor di Kecamatan Bajo Barat?

2. Apakah sudah pernah di buatkan pemetaan rawan bencana?

3. Bagaiman pendapat anda

mengenai pemetaan daerah rawan bencana longsor ?

4. Bagaimna pendapat anda jika

kecamatan Bajo Barat di buatkan

peta daerah rawan bencana longsor?