Upload
others
View
23
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
PEMEROLEHAN BAHASA
ANAK BILINGUAL SIMULTAN
INDONESIA-JERMAN
NI LUH PUTU SRI ADNYANI
NIM 1490171007
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI ILMU LINGUISTIK
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
ii
PEMEROLEHAN BAHASA
ANAK BILINGUAL SIMULTAN
INDONESIA-JERMAN
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor
Pada Program Studi Doktor Ilmu Linguistik,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana
NI LUH PUTU SRI ADNYANI
NIM 1490171007
PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU LINGUISTIK
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
iii
Lembar Pengesahan
Disertasi ini akan diuji
Pada tanggal............................................
Promotor,
Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A.
NIP 1959 0917 198403 2 002
Kopromotor I, Kopromotor II,
Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S. Prof. Dr. I Nyoman Suparwa,M.Hum.
NIP 1959 1231 198511 1 001 NIP 1962 0310 198503 1 005
Mengetahui,
Ketua Program Studi (S3) Doktor Ilmu Linguistik Dekan
Fakultas Ilmu Budaya Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A. Prof. Dr. N. L. Sutjiati Beratha, M.A.
NIP 1954 0731 197911 1 001 NIP 1959 0917 198403 2 00
iv
Disertasi ini akan diuji pada Ujian Tertutup
Tanggal................................
Panitia Penguji Disertasi
Berdasarkan SK Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
No.: ...........................................................
Tanggal: .................................................................
Ketua Penguji : Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A.
Anggota:
1. Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A. (Promotor)
2. Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S. (Kopromotor I)
3. Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum. (Kopromotor II)
4. Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum.
5. Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A.
6. Dr. I Made Rajeg, M.Hum.
7. Dr. Ida Ayu Made Puspani, M.Hum.
8. Faizah Sari, Ph.D.
v
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ni Luh Putu Sri Adnyani
NIM : 1490171007
Program Studi : Program Studi (S3) Doktor Ilmu Linguistik
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana
dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah disertasi ini bebas plagiat. Apabila di
kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No. 17 tahuan 2010 dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, .......................................
Materai 6000
Ni Luh Putu Sri Adnyani
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Ida SangHyang Widhi Wasa
karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, disertasi ini pada akhirnya dapat
diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha,
M.A., selaku promotor yang dengan penuh kesabaran dan keramahan telah
mengarahkan dan membimbing penulis dari penyusunan proposal hingga
selesainya disertasi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya, juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S., selaku
kopromotor I, dan Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum., selaku kopromotor II,
yang dengan penuh kesabaran dan keramahan telah memberikan dorongan,
semangat, bimbingan dan koreksi atas penyelesaian disertasi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas
Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD. Beserta seluruh staf.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Udayana, Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha,M.A. serta Prof. Dr. I
Nyoman Suparwa, M.Hum. selaku Wakil Dekan I, Drs. I Gde Nala Antara,
M.Hum. selaku Wakil Dekan II, dan Prf. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S.
selaku Wakil Dekan III, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
memanfaatkan segala fasilitas di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Udayana. Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan pula kepada Prof.
Dr. I Nengah Sudipa, M.A. dan Dr. Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum., selaku
vi
Ketua dan Sekretaris Program Doktor Ilmu Linguistik Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Udayana, yang telah banyak memberikan arahan, masukan, dan
dorongan semangat kepada penulis selama mengikuti pendidikan ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Rektor beserta
Pembantu Rektor Universitas Pendidikan Ganesha, Dekan Fakultas Bahasa dan
Seni, Ketua Program Studi Bahasa Inggris D III, serta rekan-rekan dosen di
Jurusan Bahasa Inggris D III atas segala dukungan selama penulis mengikuti
pendidikan ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan pula kepada tim
penguji disertasi ini, yakni Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., Prof. Dr. I
Wayan Pastika, M.S., Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum., Prof. Dr. I Ketut
Darma Laksana, M.Hum., Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., Dr. I Made Rajeg,
M.Hum., Dr. Ida Ayu Made Puspani, M.Hum., dan Faizah Sari, Ph.D., atas
berbagai saran, koreksi, sanggahan, dan kritik yang konstruktif demi kelayakan
disertasi ini.
Pada kesempatan yang baik ini, penulis menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang tinggi kepada staf pengajar pada Program Doktor Linguistik
Universitas Udayana, yakni Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Prof. Drs. I Made
Suastra, Ph.D., Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., Prof. Drs. Ketut Artawa, M.A.,
Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A., Prof. Dr. Drs. Ida Bagus Putra Yadnya,
M.A., Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S., Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum.,
Prof. Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum.,
Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S., Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S., Dr.
vii
Made Sri Satyawati, S.S., M.Hum., dan Dr. A.A Putu Putra, M.Hum. yang telah
banyak memperluas wawasan penulis pada setiap perkuliahan tentang linguistik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada narasumber yang telah
melatih keterampilan ELAN dan TOOLBOX, yakni Ibu Faizah Sari, Ibu Defilia
Ayuningtyas dari Universitas Surya, Bapak Rindu Parulian Simanjuntak, dan
Bapak Dalan M. Perangin Angin. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada
Aditya Ridho Fatmawan dan Yogi Sancaya yang telah ikut membantu dalam
proses pereduksian dan pentranskripsian data dalam bentuk file audiovideo.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ibu Bida Cahyono, Ibu
Fransiska Manihuruk dan Bapak Sutardi dari Perpustakaan Universitas Katolik
Atma Jaya Jakarta yang telah dengan sukarela mengirimkan artikel dalam jurnal
dan buku-buku yang diperlukan dalam penulisan disertasi ini. Penulis juga
menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Bambang Yulianto, M.Pd.
dari FBS UNESA dan Ibu Yuni Utami Asih dari FKIP Universitas Mulawarman
atas kiriman bukunya yang sangat penting dalam menunjang proses penulisan
disertasi ini.
Penulis menyampaikan terima kasih pula kepada rekan-rekan di Program
Doktor Linguistik Universitas Udayana dan adik-adik di Program Magister
Linguistik, yakni I Gusti Agung Sri Rwa Jayantini, Lanny Isabela Dwisyahri
Koroh, Veronika Genua, La Yani, W.A. Sindhu Gitananda, Gek Diah Desi
Sentana, I Made Dian Saputra, I Gede Putu Sudana, Maulid Taembo, Ni Wayan
Prami Wahyudiantari, Bohri Rahman, Sarwadi, Ketut Widya Purnawati, Yosef
Demon, Ni Putu Tina Anindia P., Becik Uswatun Hasanah, Ida Ayu Putri
viii
Adityarini, Maximus Taeki Sila Koa, dan Gede Irwandika serta seluruh rekan
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala bantuan, saran, diskusi,
dan dorongan semangat yang telah diberikan, baik ketika menempuh perkuliahan
maupun dalam penyusunan disertasi ini. Khusus untuk I Wayan Swandana,
penulis mengucapkan terima kasih atas kesediannya dalam melihat data-data
sintaksis dan meluangkan waktu untuk diskusi bersama.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada pegawai/staf Program Studi
Doktor Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana, yakni Nyoman
Sadra, S.S., I Gusti Ayu Supadmini, I Ketut Ebuh, S.Sos., Nyoman Adi Triani,
S.E., Ida Bagus Suanda, S.Sos., Ni Nyoman Sukartini, dan Ni Nyoman Sumerti
atas berbagai dukungan administratif dan keramahan yang telah diberikan selama
penulis mengikuti pendidikan ini.
Ucapan terima kasih yang mendalam dan tulus, penulis sampaikan kepada
ayah (alm) dan ibu kandung penulis, adik-adik dan keluarga tercinta Juergen,
Michelle dan Alyssa yang memberi dukungan moral, semangat, dan hiburan
selama penulis menyelesaikan pendidikan ini.
Tidak mungkin penulis dapat menyebutkan satu per satu orang-orang yang
telah membantu penyelesaian disertasi ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian studi dan disertasi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa
memberikan limpahan rahmat-Nya kepada mereka.
Denpasar, ........................................
Penulis
ix
ABSTRAK
PEMEROLEHAN BAHASA
ANAK BILINGUAL SIMULTAN INDONESIA-JERMAN
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendaftar bunyi vokal dan bunyi
kosonan yang diperoleh anak bilingual simulatan Indonesia-Jerman, mendaftar
proses fonologis, membuat kaidah fonologis, dan membuat daftar transfer yang
dialami anak; (2) mendeskrispsikan perkembangan leksikal anak dengan membuat
alur tahapan perkembangan leksikal dan padanan leksikal yang dikembangkan
anak; dan (3) menjelaskan perkembangan sintaksis anak dengan fokus penguasaan
kalimat deklaratif sederhana, kalimat perintah, dan kalimat tanya serta
mengkompilasi transfer sintaksis yang dialami anak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang merupakan
sebuah penelitian studi kasus dengan menggunakan obervasi secara sistematis,
dengan melihat pemerolehan bahasa anak bilingual yang diekspos dalam dua
bahasa yang secara tipologi sangat berbeda, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa
Jerman. Sumber data primer penelitian ini adalah anak kedua peneliti, ALY.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan/observasi,
perekaman dan wawancara. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan dua
perangkat lunak, yaitu ELAN dan TOOLBOX.
Adapun hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, ALY
mengembangkan bunyi-bunyi bahasa yang diperolehnya sesuai dengan konsep
keuniversalan dalam pemerolehan bunyi bahasa anak yang diungkapkan Jakobson
(1971). Kedua, dalam perkembangan fonologis ALY ditemukan terjadinya
beberapa transfer bunyi, yakni bunyi-bunyi yang terdapat dalam sistem fonetik BI
ditransfer dalam produksi BJ. Ketiga, dari umur 1;0 sampai 3;0 jumlah leksikal
ALY dalam BI yang yang diperoleh adalah sebanyak 521 kata. Jumlah leksikal
dalam BJ yang diperoleh adalah 243. Dengan kata lain, perolehan leksikal ALY
dalam BI lebih dari dua kali lipat perolehan leksikal dalam BJ. Dalam
pemerolehan leksikalnya baik dalam BI ataupun BJ sama-sama didominasi oleh
perolehan nomina, kemudian diikuti oleh perolehan verba dan adjektiva. ALY
mengembangkan sekitar 164 padanan leksikal. Keempat, ALY juga mengalami
proses transfer sintaksis atau yang dikenal dengan CLI dari bahasa Indonesia ke
dalam produksi bahasa Jermannya, yakni pelesapan artikel, pelesapan sein (verba
bantu), transfer konstruksi S-MOOD-O-V dalam BJ menjadi S-MOOD-V-O, dan
transfer struktur bentuk tanya. Transfer terjadi cenderung karena adanya dominasi
bahasa Indonesia terhadap bahasa Jerman (faktor eksternal) dan bukan karena
adanya overlap struktur luar dari kedua bahasa tersebut (faktor internal).
Kata kunci: pemerolehan, bahasa, bilingual, simultan
x
ABSTRACT
INDONESIAN-GERMAN SIMULTANEOUS BILINGUAL CHILD
LANGUAGE ACQUISITION
The aims of this study are 1) to list vowels and consonants acquired by
an Indonesian-German simultaneous bilingual child, to list the phonological
processes, to write the phonological rules, and to list transfers that the child
experienced, 2) to describe the child‟s lexical development by writing the
sequence of the lexical development and lexical equivalents that the child has
developed and 3) to explain the child‟s syntactic development by focusing on
simple declarative, imperative, and interrogative sentences and to compile
syntactic transfers that the child has experienced.
This study used qualitative approach of case study using systematic
observation to see bilingual child language acquisition through exposure to two
languages of very different typologies, that is, Indonesian and German. The
primary source of data was the second daughter of the writer, ALY. The data
collection methods used were observation, recording and interview. In analyzing
the data, the writer used two softwares, they are ELAN and TOOLBOX.
The results of this study showed that first, ALY developed language sounds
that she acquired in accordance with the concept of universalism in child
language sound acquisition as stated by Jakobson (1971). Second, in ALY‟s
phonological development there were some sound transfers, that is, the sounds in
Indonesian phonetic system that are transferred in producing German. Third,
from age 1;0 up to age 3;0 the number of ALY‟s lexicons in Indonesian that she
had acquired was 521. The number of lexicons in German that she had acquired
was 243. In other words, ALY‟s lexical acquisition in Indonesian was more than
twice as the number of her lexical acquisition in German. In the lexical
acquisition, both in Indonesian and in German, the number of nouns dominated,
followed by that of verbs and adjectives. ALY developed around 164 lexical
equivalents. Fourth, ALY also experienced syntactic transfer known as CLI from
Indonesian into the production of her German, that is article deletion, sein
(auxiliary verb) deletion, construction transfer in which S-MOOD-O-V in
German became S-MOOD-V-O, and interrogative structure transfer. The
occurrence of transfers was more likely caused by the dominance of Indonesian
over German (external factor), rather than the overlapping of surface structures of
the two languages (internal factor).
Keywords: acquisition, language, bilingual, simultaneous
xi
RINGKASAN DISERTASI
PEMEROLEHAN BAHASA
ANAK BILINGUAL SIMULTAN INDONESIA-JERMAN
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Memahami cara anak memperoleh bahasa merupakan suatu tantangan
yang menyita perhatian banyak peneliti dan pencetus teori. Namun, kebanyakan
teori-teori yang berkembang berhubungan dengan pemerolehan bahasa anak
terfokus pada pemerolehan bahasa anak monolingual (Chomsky, 1965; Chomsky,
2012a; Clark E. , 1993; Ingram D. , 1981; Ingram E. , 1973; Jakobson, 1971) .
Masih jarang peneliti yang menyentuh pemerolehan bahasa anak bilingual
Genesee (2001). Teori pertama yang muncul tentang bagaimana anak bilingual
memperoleh bahasanya adalah Unitary Language System/ULS (Penyatuan Sistem
Linguistik) yang beranggapkan bahwa pada awal perkembangannya anak
menyatukan dua sistem bahasa yang diperolehnya dan tidak memiliki kompetensi
untuk menjadi bilingual (Leopold, 1978; Volterra & Taeschner, 1978).
Namun hipotesis ULS mendapat banyak sanggahan dari peneliti-peneliti
yang menemukan bahwa sejak usia sangat dini, anak yang diekspos dalam dua
bahasa sejak lahir mampu membedakan dua sistem linguistik yang diperolehnya
yang kemudian memunculkan teori Separate Development Hyphothesis/SDH
(Pembedaan Sistem Linguistik) (Dehouwer, 1990; Meisel, 1989; Paradis &
Genesee, 1996). Hasil-hasil penelitian terkini banyak yang mendukung SDH
dalam perkembangan bahasa anak bilingual (Carranza, 2007; Mishina-Mori,
2002; Nakamura, 2010).
Pertanyaan selanjutnya adalah jika dianggap bahwa anak bilingual
memang memiliki kapasitas untuk membedakan dua sistem linguistik yang
berbeda, bagaimanakah kedua sistem tersebut berkembang? Beberapa peneliti
beranggapan bahwa anak bilingual mengembangkan dua sistem bahasa yang
diperolehnya secara independen atau secara otonomi layaknya memperoleh dua
bahasa monolingual, sistem bahasa yang satu tidak memengaruhi sistem yang
xii
lain. Peneliti-peneliti yang temuannya mendukung independensi atau otonomi
dalam perkembangan bahasa anak bilingual adalah (Carranza, 2007; Dehouwer,
1990; Meisel, 1989; Paradis & Genesee, 1996). Sedangkan beberapa peneliti lain
menemukan bahwa kedua sistem yang diperoleh oleh anak mengalami interferensi
yang dikenal dengan Cross-linguistic Influence (CLI) yang di dalamnya
menyangkut transfer dan interferensi. Dengan kata lain, kedua sistem bahasa yang
berkembang bisa saling mempengaruhi seperti yang ditemukan oleh (Hulk &
Muller, 2000; Muller, 1998; Soriente, 2006; Yip, V. & Matthews, S., 2007).
Dengan adanya kontroversi secara teoretis yang terus berkembang maka
kajian yang melihat cara anak bilingual memperoleh bahasanya sangat penting
untuk dilakukan. Penelitian ini dirancang untuk melanjutkan penelitian awal yang
telah dilakukan dan mengembangkan data awal yang telah diperoleh menjadi
sebuah penelitian disertasi agar mendapatkan gambaran yang lengkap tentang
pemerolehan bahasa anak bilingual simultan. Disertasi ini berargumentasi bahwa
seting penelitian pemerolehan bahasa anak bilingual simultan dengan pasangan
bahasa Indonesia-Jerman yang merupakan pasangan bahasa yang berasal dari dua
tipologi yang berbeda menunjukkan baik pada domain fonologi maupun sintaksis
anak memiliki tendensi untuk mengembangkan dua sistem linguistik secara
berbeda, namun juga terdeteksi terjadinya Cross-linguistic Influence (CLI).
Dengan kata lain, anak mengembangkan dua sistem linguistik yang berbeda tidak
secara otonomi, namun lebih cenderung ke arah interdepensi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, adapaun masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Elemen bunyi apa sajakah yang berkembang dan bagaimanakah proses
fonologis yang dialami anak?
2) Bagaimanakah perkembangan leksikal anak bilingual Indonesia-Jerman?
3) Bagaimanakah perkembangan sintaksis anak khususnya dalam penguasaan
kalimat deklaratif sederhana, kalimat perintah, dan kalimat tanya yang
dikembangkan anak?
xiii
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu, tujuan yang bersifat umum dan
tujuan yang bersifat khusus. Kedua tujuan penelitian tersebut masing-masing
diuraikan sebagai berikut.
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menjelaskan
perkembangan bahasa anak bilingual simultan Indonesia-Jerman.
1.3.2 Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini dirinci sebagai berikut:
1) mendaftar bunyi vokal dan bunyi kosonan yang diperoleh anak, mendaftar
proses fonologis, seta membuat kaidah fonologisnya, dan mendaftar transfer
fonologis yang dialami anak.
2) mendeskrispsikan perkembangan leksikal anak dengan membuat alur tahapan
perkembangan leksikal dalam bahasa Indonesia, bahasa Jerman dan daftar
padanan kata yang telah dikuasai anak.
3) menjelaskan perkembangan sintaksis anak yang fokus dalam menjelaskan
perkembangan kalimat deklaratif sederhana, kalimat perintah dan kalimat
tanya yang dikembangkan anak dengan membuat daftar analisis transfer dan,
serta mengkompilasi transfer sintaksis yang dialami anak.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki kontribusi baik kontribusi secara teoretis maupun
secara praktis dan kontribusi di bidang pendidikan anak pada usia dini khususnya
dalam pembelajaran bahasa. Kontribusi yang diberikan penelitian ini diuraikan
sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat teoretis
Hasil penelitian ini berkontribusi dalam beberapa hal. Pertama, penelitian
di bidang pemerolehan bahasa anak bilingual memiliki kontribusi yang sangat
xiv
signifikan terhadap perkembangan teori pemerolehan bahasa. Kedua, kajian dalam
bidang pemerolehan bahasa secara simultan dapat memberikan gambaran
terhadap keberadaan human language faculty, semacam kapling-kapling
intelektual yang berada pada otak manusia dan penelitian semacam ini dapat
memberikan pemahaman tentang kapasitas otak manusia untuk dapat memperoleh
lebih daripada satu bahasa. Ketiga, penelitian ini memberi kontribusi terhadap
perkembangan ilmu psikolinguistik khususnya di bidang pemerolehan bahasa
pertama anak bilingual. Keempat, penelitian ini juga diharapkan memiliki
kontribusi terhadap keberadaan tiga teori pemerolehan bahasa anak bilingual yang
berbeda pendapat, yaitu ULS (Unitary Language System), SDH (Separate
Development Hypothesis) dan CLI (Cross- linguistic Influence). Akhirnya, hasil
penelitian ini juga dapat menjadi suplemen bahan ajar dalam mata kuliah
psikolinguistik.
Di samping kontribusi secara teoretis di bidang pemerolehan bahasa anak
bilingual simultan, penelitian ini juga memberikan kontribusi di bidang ilmu
linguistik baik di bidang fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Hal ini terkait
dengan diaplikasikannya berbagai teori linguistik dalam bidang psikolinguistik.
Salah satu teori yang diaplikasikan adalah teori generatif.
1.4.2 Manfaat praktis
Penelitian ini memiliki kontribusi yang sangat penting baik bagi keluarga
yang memiliki potensi untuk membesarkan anak secara bilingual, bagi Pendidikan
Anak Usia Dini maupun bagi masyarakat pada umumnya.
1) Hasil penelitian ini memberikan kontribusi berupa sumbangan informasi bagi
keluarga-keluarga yang memiliki potensi untuk membesarkan anaknya dalam
dua bahasa secara simultan. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran
tentang anak bilingual bisa berhasil menggunakan kedua bahasa yang
diperolehnya secara fasih.
2) Hasil penelitian ini juga memberikan gambaran bahwa anak memiliki potensi
untuk menguasai lebih daripada satu bahasa secara simultan dan natural. Hal
ini diharapkan dapat memberikan dorongan bagi masyarakat untuk tidak ragu
xv
dalam membesarkan anak dalam lingkungan lebih daripada satu bahasa secara
natural.
3) Kontribusi terhadap perkembangan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dapat
berupa hal-hal sebagai berikut.
(1) Penelitian ini akan menghasilkan daftar kata pemerolehan bahasa anak
bilingual Indonesia-Jerman yang dapat memberikan kontribusi
terhadap pengembangan kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD), khususnya di bidang pembelajaran bahasa kepada anak.
Diharapkan bahwa pembelajaran bahasa kepada anak sesuai dengan
perkembangan kognitif anak, seperti bunyi-bunyi fonetis yang sudah
bisa diucapkan oleh anak pada umur tertentu, macam kosakata yang
bisa diserap dan diproduksi oleh anak, pada umur tertentu anak mampu
mengucapkan ujaran satu kata, dua kata, sampai pada ujaran kalimat
sederhana; jenis kalimat yang bisa diujarkan anak, seperti kemampuan
anak mengucapkan kalimat deklaratif, kalimat perintah ataupun
kalimat tanya.
(2) Dengan diketahuinya pemerolehan bahasa anak bilingual yang
diekspos secara simultan hal itu akan memberi kontribusi terhadap
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), khususnya dalam penyusunan
bahan ajar yang diharapkan menggunakan kosakata yang kerap
digunakan anak. Hal ini juga dilihat dari fakta bahwa di samping
bahasa Indonesia, di Indonesia juga ada beratus-ratus bahasa daerah
yang memberikan ruang bagi anak untuk tumbuh dan berkembang
dalam lebih daripada satu bahasa yang berbeda. Penelitian ini akan
memberikan sebuah gambaran tentang perkembangan kebahasaan anak
yang diberikan input dua bahasa yang berbeda.
(3) Hasil penelitian ini juga berkontribusi terhadap cara berkomunikasi
guru PAUD terhadap anak khususnya anak yang dibesarkan secara
bilingual.
4) Hasil penelitian ini juga dapat memberi kontribusi terhadap masyarakat umum
berupa sumbangan informasi tentang pemerolehan bahasa anak bilingual
xvi
bahwa bahasa dapat diperoleh anak sedini mungkin bahkan jika anak sejak
lahir diberi input lebih daripada satu bahasa.
2. Kajian pustaka, Konsep, Landasan Teori, dan Model Penelitian
2.1 Kajian Pustaka
Romaine (1995, p. 183) menerangkan bahwa salah satu kondisi yang
menyebabkan anak menjadi bilingual adalah ketika orang tua menggunakan dua
bahasa ibu yang berbeda yang dikenal dengan tipe satu orang satu bahasa atau one
person-one language parents dan salah satu bahasa ibu dari kedua orang tua
menjadi bahasa dominan dalam lingkungan masyarakat tempat keluarga tinggal.
Pemerolehan dua bahasa secara simultan sejak lahir sering pula diistilahkan
dengan pemerolehan bahasa pertama bilingual atau dalam bahasa Inggrisnya
diistilahkan dengan BFLA yang merupakan singkatan dari Bilingual First
Language Acquisition (Genesee & Nicoladis, 2007; Meisel, 2001; Yip, 2013).
Dalam literatur pemerolehan bahasa anak bilingual simultan yang masih
terbatas (Leopold, 1978; Volterra & Taeschner, 1978; Dehouwer, 1990; Meisel,
1989; Nicoladis, 1998; Paradis & Genesee, 1996) terdapat beberapa pandangan
berbeda, terutama dalam hal (1) cara anak bilingual simultan mengembangkan dua
sistem bahasa yang berbeda dan (2) cara mereka memahami adanya dua masukan
bahasa yang berbeda. Argumen pertama yang muncul adalah bahwa anak-anak
yang memperoleh dua bahasa yang berbeda secara simultan pada tahap awal
perkembangan bahasanya menyatukan dua sistem bahasa yang diperolehnya dan
lambat dalam memahami adanya dua masukan bahasa yang berbeda yang dikenal
dengan hipotesa ULS (Unitary Language System). Teori ini berpandangan bahwa
anak tidak memiliki kompetensi untuk menjadi bilingual.
Teori ULS ditentang oleh munculnya anggapan bahwa anak bilingual
memiliki kompetensi untuk memperoleh dua bahasa yang berbeda yang
dibuktikan oleh beberapa peneliti yang menggagas hipotesis pembedaan sistem
linguistik yang dikenal dengan SDH (Separate Development Hyphothesis)
(Dehouwer, 1990; Meisel, 1989; Nicoladis, 1998; Paradis & Genesee, 1996).
Bertolak belakang dengan anggapan penyatuan sistem linguistik, bukti-bukti
xvii
empiris baik di bidang fonologi, sintaksis maupun pragmatik mengarah pada
hipotesis bahwa anak bilingual simultan dapat membedakan bahasa-bahasa yang
diperolehnya sejak usia sangat dini yang membuktikan bahwa anak bilingual
secara alamiah memiliki kapasistas untuk memperoleh dua bahasa yang berbeda.
Setelah muncul gagasan SDH, berkembang pertanyaan lain, berkenaan
dengan sistem linguistik yang diperoleh anak masing-masing berkembang secara
tersendiri (otonomi) atau saling bergantung atau terjadi interdepensi dalam
perkembangan kedua bahasa yang diperoleh anak yang dikenal dengan Cross-
linguistic Influence (CLI). Hasil penelitian DeHouwer (1990) dan Meisel (1989)
yang mendasarkan penelitiannya pada pemerolehan pasangan bahasa-bahasa Indo-
Eropa menunjukkan bahwa kedua sistem linguistik anak yang diperoleh
berkembang tersendiri tanpa saling memengaruhi. DeHouwer (1990) menyatakan
bahwa anak bilingual mengembangkan bahasanya seperti layaknya dua anak
monolingual dalam satu orang.
Di sisi lain, pendapat yang didasarkan pada hasil-hasil penelitian terkini
mendeteksi terjadinya CLI dalam perkembangan bahasa anak bilingual simultan
(Dopke, 1998; Müller & Hulk, 2001; Müller; 1998; Soriente, 2004, 2007; Yip &
Mathews, 2007). CLI merupakan efek suatu bahasa terhadap bahasa lain yang
mencakup pengertian transfer dan interferensi Yip (2013). Dopke (1998) memberi
bukti terjadinya CLI dalam perkembangan penempatan verba pada anak bilingual
Inggris-Jerman. Müller & Hulk (2001) menemukan bahwa anak-anak bilingual
Jerman-Prancis cenderung melesapkan objek dalam tuturannya dibandingkan
dengan anak monolingual Prancis. Hal ini dianggap karena adanya pengaruh
bahasa Jerman yang sering ditemui pelesapan objek pada susunan kalimatnya.
Müller & Hulk (2001) mengklaim bahwa CLI atau transfer terjadi karena adanya
ketumpangtindihan struktur lahir bahasa-bahasa yang diperoleh yang dikenal
dengan transfer yang disebabkan karena pengaruh faktor internal, yaitu faktor
struktur bahasa masukan.
Pada sisi lain, Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur
bahasa Indonesia dalam produksi ujaran bahasa Italia yang diproduksi anaknya
yang dibesarkan dalam bahasa Indonesia dan Italia dengan dominasi masukan
xviii
dalam bahasa Indonesia. Studi selanjutnya, Soriente (2007) menemukan adanya
pengaruh struktur bentuk tanya dalam bahasa Indonesia yang menyebabkan
terjadinya deviasi dalam struktur kalimat tanya dalam bahasa Italia yang
diproduksi anaknya. Yip dan Matthews (2007) menunjukkan adanya bukti-bukti
pengaruh bahasa Kanton terhadap bahasa Inggris khususnya pada pola kalimat
tanya, klausa relasional, dan pelesapan objek yang terjadi pada enam orang anak
bilingual Kanton-Inggris. Soriente (2007) dan Yip & Matthews berarumen bahwa
CLI terjadi karena adanya faktor ekternal, yaitu faktor lingkungan kebahasaan
anak (linguistic environment), yaitu adanya dominasi salah satu bahasa yang
diperoleh anak.
Namun, sampai saat ini, klaim tentang terjadinya CLI ataupun transfer
pada anak bilingual simultan secara spesifik ditunjukkan pada domain sintaksis
dan belum ada bukti-bukti empiris yang menunjukkan bahwa CLI terjadi pada
semua domain linguistik yang berkembang pada anak. Oleh karena itu, penelitian
ini bertujuan untuk menelaah kebermaknaan dan kemunculan teori CLI ini
berlaku juga atau muncul pada domain linguistik lain ataukah ada kecenderungan
pada domain linguistik lain perkembangan bahasa anak justru mengarah pada
teori SDH.
2.2 Konsep
Judul penelitian ini adalah “Pemerolehan Bahasa Anak Bilingual
Simultan”. Judul penelitian ini tampaknya memerlukan penjelasan atas
pengertian-pengertian yang tertuang didalamnya. Penjelasan ini dipandang perlu
guna menyamakan persepsi tentang segala sesuatu yang dimaksud dalam judul
tersebut.
2.2.1 Anak bilingual simultan
Bilingual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bilingual simultan.
Bilingual simultan adalah salah satu bentuk bilingualisme ketika anak
memperoleh dua bahasa atau lebih sejak lahir (Genesee, 2001; Romaine, 1995).
Menurut DeHouwer (1990), bilingual simultan terjadi pada anak yang mendapat
xix
masukan dua bahasa secara regular sejak sebelum berumur dua tahun dan secara
terus menerus mendapat masukan bahasa-bahasa tersebut sampai pada tahap akhir
perkembangan bahasa mereka. Bahasa-bahasa yang diperoleh tersebut merupakan
bahasa pertama anak. Bentuk bilingualisme ini berbeda dengan bilingual
sequential ketika bahasa kedua tidak diperoleh sejak lahir dan tidak dianggap
sebagai bahasa ibu, seperti bahasa kedua diperoleh melalui bangku sekolah.
2.2.2 Pemerolehan bahasa pertama bilingual / Bilingual First language
Acquisition (BFLA)
Pemerolehan bahasa pertama bilingual atau yang dikenal dengan
Bilingual First Language Acquisition (BFLA) atau yang sering diacu dengan
(2L1) merupakan pemerolehan dua bahasa secara simultan sejak lahir (Genesee &
Nicoladis, 2007). Mengadopsi definisi bilingualisme dari Grosjean (2008) bahwa
bilingualisme merupakan pemakaian secara reguler dua bahasa atau lebih, Yip
(2013) mendefinisikan BFLA sebagai pemerolehan dua bahasa secara bersamaan
pada anak yang mendapat masukan kedua bahasa tersebut sejak lahir dan anak
menggunakan kedua bahasa tersebut secara reguler ketika berusia dini.
2.2.3 Bahasa kepada anak
Bahasa kepada anak adalah bahasa yang digunakan atau ditujukan
langsung kepada anak. Dardjowidjojo (2000) mengistilahkan masukan bahasa
dengan Bahasa Sang Ibu (BSI) yang merupakan bahasa yang digunakan oleh ibu
dan atau orang lain ketika berbicara kepada anak. Masukan bahasa ini dalam
lingkungan keluarga diperoleh dari orang tua ataupun saudara. Masukan bahasa
juga bisa diperoleh dari orang-orang bukan keluarga yang berhubungan langsung
dengan anak, seperti masukan bahasa yang diperoleh dari pengasuh anak. Clark
dan Clark (1977) menyebutkan bahwa masukan bahasa kepada anak dapat
memberikan gambaran tentang model bahasa yang disuguhkan kepada anak dan
segala sesuatu yang dibicarakan orang dewasa kepada anak dapat digunakan
sebagai ukuran banyaknya anak memahami ujaran orang di sekitarnya.
xx
2.2.4 Dominasi bahasa
Dominasi bahasa dalam penelitian ini mengacu pada definisi, yaitu
bahasa yang masukannya lebih banyak. Sementara itu, Nicoladis (1998)
menentukan dominasi bahasa dalam pemerolehan bilingual simultan dengan
mendasarkan pada jumlah kosakata yang dikuasai anak pada setiap bahasa yang
diperoleh.
2.2.5 Proses fonologis
Proses fonologis merupakan prosedur yang bersifat universal yang
disusun secara hierarkis yang digunakan oleh anak untuk menyederhanakan ujaran
(Ingram, 1981). Bersifat universal dalam artian bahwa setiap anak dilahirkan
dengan fasilitas untuk menyederhanakan ujaran dengan cara-cara yang konsisten.
Bersifat herarkis diartikan bahwa proses-proses fonologis tertentu lebih dasar
dibandingkan yang lain. Perkembangan fonologi selanjutnya didefinisikan sebagai
penghilangan secara bertahap proses fonologis yang dialami anak sampai akhirnya
ujaran anak menyerupai ujaran orang dewasa.
2.2.6 Perkembangan leksikal
Perkembangan leksikal yang diacu dalam penelitian ini adalah bunyi atau
bentuk fonetis yang diproduksi anak yang secara sistematis terkait dengan suatu
konteks tertentu. Bentuk yang diproduksi oleh anak ini mengandung kemiripan
fonetis dengan target bentuk kata orang dewasa secara sukukata dan atau struktur
segmen. Anak memperoleh kata pertama ketika anak berumur sekita 11 bulan
(Stoel-Gammon & Sosa, 2007). Menurut Stoel-Gammon (2011) dalam banyak hal
bentuk yang diproduksi anak dengan orang dewasa berbeda secara substansial,
namun ada pola korespondensi antara bentuk keduanya yang bisa diidentifikasi.
Dapat dicontohkan kemudian bentuk [nʊm] untuk “minum” bisa berterima jika
bentuk tersebut diujarkan dengan konteks yang sesuai (seperti, ketika ingin
minum, menunjuk gambar air atau melihat air atau benda-benda cair lainnya).
xxi
2.2.7 Perkembangan kalimat sederhana
Perkembangan kalimat sederhana dalam penelitin ini adalah
perkembangan kalimat sederhana dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jerman.
Susunan kata dalam bahasa Indonesia menempatkan verba pada posisi kedua
setelah subjek menghasilkan pola kalimat S-V-O (Alwi, Dardjowidjojo, Lapoliwa,
& Moeliono, 2003). Ketika dalam kalimat terdapat modal, posisi modal adalah
sebelum verba. Pola kalimat yang dihasilkan adalah S-MOD-V-O. Hal yang sama
berlaku jika dalam kalimat terdapat bentuk negatif. Dalam bahasa Jerman, posisi
non-finite verba adalah di akhir frasa. Posisi verba tetap di akhir jika dalam
kalimat terdapat modal atau auxiliary sehingga menghasilkan pola S-AUX-O-V.
Jika tidak terdapat auxiliaty atau modal, susunan kata adalah S-V-O. Bentuk
negatif dalam bahasa Jerman pada umumnya muncul sebelum verba leksikal.
2.2.9 Tahapan perkembangan bahasa anak
Tahapan perkembangan bahasa yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tahapan perkembangan bahasa anak yang diuraikan oleh Clark & Clark
(1977) dan Clark (1993), yaitu tahap ujaran satu kata (single /one word
utterances), tahap ujaran dua kata (two-word utterances), tahap ujaran multikata
(multiword/longer utterances).
2.3 Landasan Teori
Penelitian ini berupaya untuk mendeskripsikan sekaligus menjelaskan
segmen bunyi dan proses fonologis yang dikembangkan oleh anak, perkembangan
leksikal, penguasaan afikes verba, serta perkembangan kalimat deklaratif
sederhana, kalimat imperatif dan kalimat tanya. Anak diekspos secara langsung
dalam dua bahasa yang berasal dari tipologi yang sangat berbeda, yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa Jerman. Perkembangan bahasa anak yang dikaji dalam
penelitian ini merupakan bagian dari kajian psikolinguistik. Menurut Clark dan
Clark (1977) ada tiga hal pokok yang dibahas dalam bidang psikolinguistik.
Ketiga hal itu adalah sebagai berikut.
xxii
1) Pemahaman merupakan proses-proses mental yang dilalui manusia ketika
mereka mendengar, memahami sesuatu yang didengar dan mengingat hal yang
mereka dengar.
2) Produksi merupakan proses-proses mental yang dilalui ketika manusia
mengeluarkan ujaran.
3) Pemerolehan bahasa merupakan cara anak memperoleh bahasa mereka,
tahapan-tahapan yang dilalui oleh anak dalam komprehensi dan produksi
bahasa pertama mereka.
Sementara itu, Dardjowidjojo (2003) mendefinisikan psikolinguistik sebagai
ilmu yang mempelajari proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalam
berbahasa. Upaya penelitian ini untuk menginvestigasi perkembangan bahasa
anak yang merupakan bagian cabang ilmu psikolinguistik memerlukan acuan teori
yang dapat membantu peneliti dalam menganalisis masalah-masalah sehingga
tujuan penelitian dapat tercapai. Oleh karena itu, teori-teori yang akan digunakan
dalam mengungkap masalah tersebut adalah sebagai berikut:
(1) teori universal grammar (UG)
(2) teori keuniversalan dalam pemerolehan bunyi bahasa
(3) fonologi generatif dalam pemerolehan bahasa anak
(4) teori interaksionis
(5) teori SDH (Separate Development Hypothesis) dalam pemerolehan bahasa
pertama bilingual.
(6) teori CLI (Cross-Linguistics Interference) dalam pemerolehan bahasa pertama
bilingual.
2.4 Model Penelitian
Model penelitian yang dikembangkan dalam penelitian dapat dilihat
seperti pada Gambar 3.1.
xxiii
Dalam model penelitian yang terlihat seperti pada Gambar 3.1 dapat
dijelaskan bahwa untuk mencapai tujuan penelitian, ada enam teori yang
dipadukan. Dua teori, yaitu teori Universal Grammar (UG) dan teori interaksionis
merupakan teori pemerolehan bahasa secara umum yang memayungi pemerolehan
Pemerolehan Bahasa Bilingual Simultan
Perkembangan
Fonologi
Perkembangan
leksikal
Perkembangan kal.
deklaratif, kal.
tanya dan kal.
perintah sederhana
Teori Keuniversalan
dalam
pemerolehan
bunyi
Teori UG
Teori
Interaksionis
SDH
CLI
Metode
Kualitatif
Studi kasus:
Kajian
psikolinguistik
Temuan Penelitian:
1) Daftar bunyi vokal dan bunyi kosonan yang diperoleh
anak, daftar proses fonologis, kaidah fonologis, dan daftar
transfer fonologis
2) Alur tahapan perkembangan leksikal dalam bahasa
Indonesia, bahasa Jerman dan daftar padanan kata yang
telah dikuasai anak.
3) Daftar analisis transfer dan penempatan verba dalam
frasa, kompilasi transfer
Fonologi
Generatif
Gambar 3.1
Model Penelitian
xxiv
bahasa baik pemerolehan bahasa monolingual maupun bilingual. Teori
selanjutnya, yaitu teori keuniversalan dalam pemerolehan bunyi yang dicetuskan
Jakobson merupakan teori yang khusus melihat perkembangan fonologis anak dan
fonologi generatif. Sementara itu, dua teori lain yaitu teori Separate Development
Hyphothesis (SDH) dan Cross-Linguistics Influence (CLI) merupakan teori-teori
yang berkembang dalam pemerolehan bahasa pertama bilingual yang diperoleh
secara simultan.
Tujuan pertama penelitian diwujudkan dengan memadukan teori
keuniversalan dalam pemerolehan bunyi, fonologi generatif dan teori CLI.
Pemaduan kedua teori tersebut digunakan untuk mendeskripsikan perkembangan
fonologis anak. Tujuan kedua penelitian dibahas dengan menggunakan teori SDH.
Teori SDH ini akan digunakan untuk melihat perkembangan leksikal anak
sekaligus padanan leksikal yang telah dikuasai anak. Sementara itu, tujuan kelima
penelitian dibahas menggunakan teori CLI. Teori CLI ini digunakan untuk melihat
penggunaan kalimat deklaratif sederhana.
Selanjutnya, data-data penelitian dikumpulkan, ditabulasi, dan
diinterpretasikan melalui penerapan metode kualitatif yang digunakan untuk
mencapai ketiga tujuan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang merupakan
sebuah penelitian studi kasus dengan menggunakan obervasi secara sistematis,
melihat pemerolehan bahasa anak bilingual yang diekspos dalam dua bahasa yang
secara tipologi sangat berbeda, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Jerman.
Sumber data primer penelitian ini adalah anak kedua peneliti, ALY dengan pola
masukan satu bahasa-satu orang tua, yaitu bahasa Indonesia diperoleh dari ibu dan
bahasa Jerman dari ayah. Dalam proses pengumpulan data, penelitian ini
menggunakan tiga jenis instrumen, yaitu buku catatan harian/jurnal harian,
handycam merk JVC yang menghasilkan data dalam bentuk audiovideo file, dan
pedoman wawancara. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah
pengamatan/observasi, perekaman dan wawancara. Dalam menganalisis data,
xxv
peneliti menggunakan dua perangkat lunak, yaitu ELAN (dalam proses
transkripsi) dan TOOLBOX (untuk menganalisis data sintaksis dan menyusun
data leksikal dengan teknik analisis berupa, yaitu pengkodean data (coding),
penentuan tipe linguistik dan tier, penyeleksian waktu interval, transkripsi/anotasi,
interlinierisasi dan pengurutan data).
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian studi kasus yang memiliki
tujuan umum, yakni mendeskripsikan dan menjelaskan perkembangan bahasa
anak bilingual simultan Indonesia-Jerman yang diekspos ke dalam kedua bahasa
tersebut sejak lahir.
4.1 Perkembangan Elemen Bunyi Bahasa
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa, pertama, ALY mengembangkan
bunyi-bunyi bahasa yang diperolehnya sesuai dengan konsep keuniversalan dalam
pemerolehan bunyi bahasa yang diungkapkan Jakobson (1971). Dalam
pemerolehan bunyi konsonan, ALY pada awalnya mengembangkan bunyi-bunyi
hambat yang berfitur + anterior, yakni bunyi [p], [b], [t] dan [d], baru kemudian
disusul dengan bunyi-bunyi hambat berfitur –anterior [k] dan [g]. Bunyi nasal
yang dikuasainya juga memiliki kecenderungan yang sama, yaitu bunyi nasal
depan [m] dan [n] diperoleh lebih dulu dibandingkan dengan bunyi nasal
belakang, yakni bunyi [ŋ]. Bunyi alveoplatal nasa [ñ] diperoleh paling akhir di
antara semua bunyi nasal. Dalam kasus ALY hal ini bisa juga disebabkan oleh
bunyi alveopalatal nasa [ñ] hanya terdapat dalam BI dan tidak terdapat dalam BJ
sehingga cenderung lebih jarang didengar anak.
Setelah semua konsonan hambat diperoleh oleh ALY, baru kemudian dia
mengembangkan bunyi konsonan frikatif. Bunyi konsonan frikatif yang pertama
yang dikuasai adalah bunyi glotal frikatif [h] yang disusul dengan kemunculan
bunyi frikatif alveolar [s] yang pada awalnya muncul dengan distribusi yang
terbatas, yaitu pertama kali muncul pada posisi akhir kata. Dalam
xxvi
perkembangannya, bunyi [s] juga sering mengganti bunyi frikatif lain seperti
halnya bunyi frikatif [z] . Khusus dalam perkembangan bahasa Jerman ALY, di
awal perkembangan bahasanya, dia juga sering mengganti bunyi-bunyi frikatif
yang belum berhasil dikuasainya seperti halnya bunyi post alveolar frikatif [ʃ],
palatal frikatif [ç] dan velar frikatif [x]. Penggantian bunyi [ʃ] dengan bunyi [s]
juga ditemukan dalam perkembangan bahasa anak Prancis (Ingram D. , 1981).
Bunyi-bunyi frikatif tersebut memang tergolong sukar diucapkan ALY. Hal ini
berhubungan dengan perkembangan biologis anak ketika alat-alat ucapnya belum
terbentuk secara sempurna yang juga sangat berpengaruh terhadap kemampuan
artikulatorisnya sehingga bunyi-bunyi yang lebih kompleks untuk diucapkan
cenderung diganti dengan bunyi-bunyi yang lebih mudah untuk diucapkan.
Urutan pemerolehan bunyi vokal tampaknya juga berkembang sesuai
dengan urutan perkembangan bunyi secara umum. Bunyi vokal pertama yang
diperoleh adalah fonem /a/ yang kemudian diikuti dengan perolehan fonem /i/ dan
/u/. Ini sesuai pula dengan sistem vokal minimal yang terdapat dalam seluruh
bahasa di dunia. Bahwa setiap bahasa yang ada di dunia pastilah memiliki ketiga
vokal tersebut (Jakobson, 1971). Selanjutnya, bunyi-bunyi vokal yang diperoleh
secara berurutan adalah fonem /ə/, /e/, /o/ dan yang paling akhir dikuasai adalah
bunyi-bunyi vokal yang terdapat dalam bahasa Jerman, yaitu bunyi /ɐ/ dan fonem
/ʏ/. Bunyi vokal depan sedang bulat [ø] dan [œ] yang terdapat dalam bahasa
Jerman, sampai ALY berumur tiga tahun belum berhasil dikuasainya.
Kedua, proses fonologis yang dialami ALY dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Jerman adalah (a) proses substitusi/penggantian yang terdiri atas
pengedepanan, penghambatan dan penasalan, (b) proses struktur silabis yang
terdiri atas penghilangan konsonan awal, penghilangan konsonan akhir, reduksi
kluster dan haplologi. Proses fonologis yang hanya dialami ALY dalam
perkembangan bahasa Indonesia, yakni (a) proses substitusi yang terdiri atas
penggantian bunyi getar menjadi lateral dan proses substitusi dengan nasal
homorgan, (b) proses asimilasi yang terdiri atas harmonisasi vokal dan
harmonisasi konsonan, (c) proses struktur silabis yang terdiri atas penghilangan
xxvii
suku kata tak bertekanan, pelesapan semivokal di tengah kata, dan pelesapan
bunyi getar. Proses fonologis yang hanya dialami ALY pada perkembangan
bahasa Jerman adalah (a) proses substitusi yang terdiri atas penggantian bunyi
uvular frikatif dengan bunyi lateral, dan (b) penggantian bunyi tengah-sedang-
tegang /ɐ/ menjadi bunyi vokal rendah [a] atau bunyi schwa [ə], velar frikatif /x/
menjadi glotal frikatif [h].
Ketiga, dalam perkembangan fonologis ALY, ditemukan terjadinya
beberapa transfer bunyi, yakni bunyi-bunyi yang terdapat dalam sistem fonetik BI
ditransfer dalam produksi BJ. Transfer merupakan salah satu bentuk dari Cross
Linguistic Influence (CLI) (Genesee, 2001; Yip, 2013). Adapun transfer yang
terjadi adalah sebagai berikut.
a) Transfer bunyi konsonan afrikat [č]
Dalam perkembangan BJ, ALY sering mentransfer bunyi konsonan
afrikat [č/] ke dalam produksi kata-kata dalam BJ. Bunyi afrikat [č] digunakan
untuk menyubstitusi bunyi frikatif /ʃ/, /z/, dan /s/. Dalam BJ memang tidak
terdapat bunyi afrikat [č]. Karenanya, ALY tidak hanya mengganti bunyi-bunyi
frikatif yang terdapat dalam BI dengan bunyi afrikat, tetapi juga melakukan hal
yang sama terhadap bunyi-bunyi frikatif yang terdapat dalam BJ.
b) Transfer bunyi semivokal [w]
ALY juga teridentifikasi mentransfer bunyi semivokal [w] yang terdapat
dalam sistem fonetik BI ke dalam produksi kata-kata dalam BJ . BJ memang tidak
memiliki bunyi semivokal /w/. Bunyi semivokal [w] digunakan oleh ALY untuk
mengganti bunyi labiodental frikatif /v/. Bunyi labiodental /v/ tidak terdapat
dalam BI, namun bunyi tersebut terdapat dalam BJ.
c) Transfer bunyi semivokal [y]
ALY juga mengalami transfer bunyi semivokal [y] yang terdapat dalam
BI untuk mengganti bunyi vokal depan bulat [ʏ]. Substitusi ini hanya terdapat
pada produksi bunyi Feuer [pɔyɐ], namun proses penggantiaan ini terjadi secara
terus menerus dan dalam kurun waktu yang cukup lama pada proses
perkembangan bahasa anak. Kata lain yang mengandung bunyi vokal depan tinggi
xxviii
bulat belum diproduksi ALY. Fikkert (2007) menjelaskan bahwa ketika
mengalami kesulitan untuk memproduksi bunyi-bunyi tertentu yang mungkin
disebabkan oleh keterbatasan artikulatoris atau proses pemerolehan, anak biasanya
menggunakan strategi tertentu untuk menghadapi bunyi-bunyi ynag dianggapnya
sukar.
d) Transfer posisi bunyi konsonan frikatif [s]
Dalam sistem fonemik bahasa Jerman, bunyi frikatif /s/ tidak terdapat
dalam posisi inisial kata. Bunyi /s/ hanya berdistribusi pada posisi tengah dan
akhir kata. Namun kenyataannya, ketika memproduksi kata-kata dalam BJ ALY
sering menempatkan bunyi /s/ di awal kata. ALY telah mentransfer posisi bunyi
[s] yang sering muncul di awal kata dalam BI dan memunculkannya juga di awal
kata dalam BJ.
e) Transfer posisi bunyi vokal [a]
Dalam sistem fonetik bahasa Jerman, bunyi vokal [a] tidak muncul pada
posisi akhir kata. Di pihak lain, BI sangat kaya dengan kata-kata yang memiliki
distribusi bunyi vokal rendah /a/ pada akhir kata. Namun, dalam mengucapkan
kata-kata dalam BJ, ALY sering mengganti bunyi tengah-sedang-tegang /ɐ/
dengan bunyi vokal rendah [a]. Ada dua hal yang dapat dikatakan tentang
penggantian bunyi /ɐ/ dengan bunyi vokal rendah [a]. Pertama, bahwa bunyi [a]
lebih mudah untuk dikuasai anak. Bahkan bunyi [a] secara universal adalah bunyi
vokal pertama yang dikuasai oleh anak-anak dalam memperoleh bahasa manapun
di dunia. Kedua, dalam kasus pemerolehan bahasa ALY, dapat juga ini menjadi
salah satu bentuk transfer karena adanya domonasi posisi bunyi [a] di akhir kata
dalam BI yang kemudian ditrasfer ke dalam produksi bahasa Jermannya.
Dalam kasus pemerolehan bahasa ALY, salah satu alasan yang dapat
menjelaskan terjadinya transfer adalah karena adanya dominasi salah satu bahasa
yang diperoleh. Yip & Matthews (2006) menjelaskan bahwa ketika eksposur dari
dua bahasa yang diperoleh oleh anak tidak seimbang, salah satu dari dua bahasa
yang diperoleh anak dapat berkembang lebih pesat atau atau lebih kompleks pada
umur tertentu. Bahasa yang berkembang lebih pesat ini disebut sebagai bahasa
yang dominan. Dalam hal ini, perolehan BI mendominasi dalam perkembangan
xxix
bahasa ALY. Hal ini menyebabkan proses transfer terjadi dari bahasa yang lebih
dominan ke bahasa yang lebih lemah. Hal ini juga dibuktikan dengan tidak adanya
transfer elemen bunyi dari BJ ke dalam produksi ujaran BI.
4.2 Perkembangan Leksikon
Di bidang pemerolehan leksikon, jika dibandingkan perolehan leksikal
ALY dalam BI dan BJ sejak diproduksinya kata pertama pada umur 1;1 sampai
umur 3;0 dapat dinyatakan beberapa hal. Pertama, jumlah leksikal dalam BI yang
diperoleh ALY adalah sebanyak 521 kata. Jumlah leksikal dalam BJ yang
diperoleh adalah 243. Dengan kata lain, perolehan leksikal ALY dalam BI lebih
daripada dua kali lipat perolehan leksikal dalam BJ.
Dapat dinyatakan bahwa jika dijumlahkan perolehan kata dalam
perkembangan BI dan BJ, pada umur 3;0, ALY telah menguasai kosakata
produktif sekitar 764 kata. Hasil-hasil penelitian tentang perolehan leksikal
selama ini menunjukkan temuan yang beragam dan kebanyakan hasil penelitian
didasarkan pada perkembangan bahasa anak-anak monolingual. Dalam kasus
ALY yang memperoleh BI dan BJ secara simultan, temuan perolehan leksikal
pada umur 2;0 dalam BI menunjukkan capaian kosakata produktif sekitar 263 dan
dalam BJ sekitar 82 yang ketika dijumlahkan menjadi 345. Temuan ini lebih
mengarah pada temuan (D'odorico, Carubbi, Salerni, & Calvo, 2001) dan (Stoel-
Gammon, 2011).
Selanjutnya, dalam pemerolehan leksikalnya baik dalam BI maupun BJ
sama-sama didominasi oleh perolehan nomina, kemudian diikuti oleh perolehan
verba dan adjektiva. Dengan kata lain bahwa mayoritas kata-kata yang diproduksi
ALY baik dalam BI maupun BJ digolongkan dalam kelompok nomina, yaitu
nomina dalam BI sekitar 53% dan dalam BJ hampir 47% dari keseluruhan
katagori kata ynag diperoleh. Temuan ini sejalan dengan tendensi universal hasil-
hasil penelitian secara cross-linguistik yang menunjukkan bahwa pada tahap awal
perkembangan leksikal anak ditemukan bahwa nomina mendominasi perolehan
leksikal anak. Meskipun dalam perkembangan awal bahasanya anak mampu
mengungkapkan kata-kata yang berhubungan dengan kegiatan dan keadaan,
xxx
sebagian besar kata-kata yang diproduksi anak adalah kata-kata yang dapat
dilabeli sebagai nomina, baru kemudian diikuti oleh predikat dan adjektiva.
Dalam hubungannya dengan perolehan katagori kata oleh anak bilingual,
penelitian Nicoladis (2001) juga menunjukkan bahwa dari kasus anak yang
memperoleh bahasa Inggris dan bahasa Portugis secara simultan juga ditemukan
bahwa baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Portugis, anak memproduksi
lebih banyak nomina dibandingkan verba. Dengan kata lain dapat disimpulkan
bahwa kecenderungan anak memperoleh nomina melampaui perolehan katagori
kata lain juga dialami oleh anak yang memperoleh dua bahasa secara simultan.
Nicoladis (1998) menyatakan bahwa salah satu yang dapat dijadikan
bukti bahwa anak bilingual simultan dapat membedakan bahwa ada dua sistem
linguistik yang berbeda yang diperolehnya, yaitu dengan melihat pembedaan
leksikal yang dikembangkan anak atau penggunaan padanan leksikal (translation
equivalents). Padanan leksikal juga sering diistilahkan dengan sinonim cross-
linguistik (cross-language synonyms) (Schelletter, 2005).
Dalam kasus perkembangan bahasa ALY, ada sekitar 164 padanan
leksikal yang dikembangkan dari umur 1;1 sampai 3;0. ALY telah
mengembangkan padanan leksikal atau cross-linguistik sinonim sejak usia dini
dan sudah dari awal perkembangan bahasanya. Hal ini sesuai dengan temuan
Pearson, Fernandez & Oller (1994) dan Quay (1995) (dalam (Schelletter, 2005))
yang melaporkan bahwa padanan leksikal muncul sejak awal perkembangan
bahasa anak bilingual. Kemampuan anak untuk memproduksi padanan leksikal
juga ditunjukkan oleh Schelletter (2005) yang meneliti perkembangan leksikal
anak bilingual Jerman-Inggris. Kemampuan anak bilingual untuk memproduksi
padanan leksikal sejak awal perkembangan bahasanya merupakan bukti empiris
hipotesis Separate Development Hyphothesis (SDH) dalam perkembangan bahasa
anak bilingual. Simpulan yang mirip juga ditunjukkan oleh Schelletter, Sinka &
Garman (2001) bahwa sejak dini anak sudah bisa membedakan leksikal yang
diperolehnya. Dengan kata lain, kemampuan anak untuk memproduksi padanan
leksikal mematahkan hipotesis Unitary Language System (ULS) atau penyatuan
linguistik yang diajukan oleh (Volterra & Taeschner, 1978).
xxxi
4.3 Perkembangan Sintaksis
Dalam hal perkembangan sintaksis, penahapan perkembangan bahasa
yang digunakan dalam penelitian ini adalah penahapan perkembangan bahasa
anak secara umum yang juga dijelaskan oleh (Clark E. , 1993; Clark & Clark,
1977), yaitu yang mulai dari produksi ujaran satu kata, ujaran dua kata yang
kemudian dilanjutkan dengan ujaran multikata. Dalam kasus perkembangan
bahasanya, ALY menunjukkan perbedaan tingkat perkembangan dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Jermannya. Dalam memperoleh bahasa Indonesia, ALY
mulai memproduksi ujaran satu kata pada usis 1;1. Ujaran dua kata aktif
diproduksi ketika berumur 1;7 dan ujaran multikata (tiga kata atau lebih) sudah
mulai diproduksi ketika dia berumur 1;9, sedangkan perkembangan bahasa
Jermannya dimulai lebih lambat dibandingkan dengan bahasa Indonesianya.
Dalam bahasa Jerman, ALY mulai mengembangkan ujaran satu kata ketika
berumur 1;4. Ujaran dua kata dimulai ketika usianya sekitar 1;9. Ujaran tiga kata
baru dimulai ketika ALY berumur 2;6. Hal ini memiliki implikasi bahwa secara
sintaksis ujaran-ujaran yang diproduksi ALY dalam BI jauh lebih berkembang
dan lebih variatif dibandingkan dengan ujaran-ujarannya dalam bahasa Jerman.
Dalam proses pemerolehan bahasanya teridentifikasi bahwa ALY juga
mengalami proses transfer sintaksis atau yang dikenal dengan proses Cross-
Linguistic Interference (CLI) dari bahasa Indonesia ke dalam produksi bahasa
Jermannya. Adapun transfer sintaksis yang dialami oleh ALY adalah sebagai
berikut.
a) Pelesapan artikel
Dalam proses perkembangan bahasa Jerman, ALY sering melesapkan
artikel yang dibutuhkan, khususnya jika dalam kalimat tersebut terdapat nomina
yang dapat dihitung yang selalu membutuhkan artikel. Pelesapan artikel yang
dialami oleh ALY dapat diinterpretasikan sebagai salah satu bentuk transfer
sintaksis BI dalam produksi BJ ALY. Dalam BI tidak terdapat artikel seperti
halnya dalam BJ. Di samping itu, nomina dalam bahasa Indonesia tidak memiliki
jender seperti layaknya dalam BJ yang selalu harus dimunculkan sebelum nomina.
b) Pelesapan sein (verba bantu)
xxxii
Proses transfer yang kedua yang dialami ALY adalah pelesapan sein atau
verba bantu yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan to be. Dalam proses
perkembangan bahasanya, ALY juga sering melesapkan sein atau verba bantu.
Dalam tuturan BI, ketika seseorang menunjuk suatu benda sering terdengar ujaran
seperti „Itu kucing‟, „Itu buku‟, „Ini ulat‟ tanpa mengharuskan kehadiran verba
bantu. Namun, tidak demikian halnya dalam BJ. Kehadiran sein merupakan hal
yang wajib jika predikat kalimat selain verba.
c) Transfer konstruksi S-MOOD-O-V dalam BJ menjadi S-MOOD-V-O
ALY juga mengalami transfer pola S-MOOD-O-V yang seharusnya
digunakan dalam kalimat BJ yang mengandung modalitas ke dalam pola S-
MOOD-V-O yang merupakan pola kalimat yang mengandung modalitas yang
terdapat dalam BI. Meskipun, sudah mampu memproduksi ujaran dengan pola S-
MOOD-O-V dalam BJ, ALY masih sering memproduksi ujaran dalam BJ yang
memosisikan verba setelah modalitas yang merupakan pola dalam BI.
d) Transfer struktur bentuk tanya dari BI ke dalam produksi BJ.
Struktur kanonik kalimat tanya dalam bahasa Jerman adalah kata tanya
berada pada posisi inisial yang diikuti dengan inversi subjek-verba. Namun, dalam
kenyataannya, ALY sering melesapkan sein atau verba bantu yang diperlukan
dalam kalimat tanya dalam produksi bahasa Jermannya. Anak juga sering
menginversi posisi kata tanya wo „di mana‟ dan was „apa‟. ALY menaruh kedua
kata tanya tersebut di akhir kalimat. Dapat dikatakan bahwa ALY telah
mentransfer struktur kalimat tanya dalam BI ke dalam produksi BJnya. Dalam
struktur kalimat tanya dalam BI, kata tanya „di mana‟ dan „apa‟ memang bisa
diletakkan pada awal kalimat ataupun diakhir kalimat tanpa mengubah makna.
Namun, aturan seperti ini tidak berlaku pada tata urut kalimat tanya dalam bahasa
Jerman.
Ada dua pandangan yang berbeda tentang terjadinya transfer sintaksis
pada perkembangan bahasa anak bilingual simultan. Pandangan pertama, transfer
terjadi karena faktor internal, yaitu adanya ketumpangtindihan struktur lahir
bahasa-bahasa yang diperoleh (Hulk & Muller, 2000), sedangkan pandangan
kedua berargumen bahwa transfer terjadi karena faktor eksternal, yaitu linguistic
xxxiii
environment (lingkungan kebahasaan anak) yang berupa dominasi salah satu
bahasa yang diperoleh.
Dalam kasus perkembangan bahasa ALY yang menjadi fokus penelitian
ini, dapat dikatakan bahwa transfer sintaksis terjadi cenderung karena adanya
dominasi bahasa Indonesia terhadap bahasa Jerman dan bukan karena adanya
ketumpangtindihan struktur lahir kedua bahasa tersebut. Hal ini dibuktikan,
misalnya, dalam bahasa Indonesia tidak ada artikel dan sein (verba bantu),
sedangkan bahasa Jerman mengharuskan munculnya kedua elemen sintaksis
tersebut. Jadi dalam hal ini tidak ada kondisi tumpang tindih struktur sintaksis.
Begitu pula dengan struktur S-MOOD-O-V dalam bahasa Jerman yang sering
ditransfer ke pola S-MOOD-V-O dalam bahasa Indonesia juga tidak terjadi
ketumpangtindihan. Kedua bahasa tersebut memang memiliki pola yang berbeda.
Bukti lainnya adalah penempatakan kata tanya wo „di mana‟ dan was „apa‟ dalam
bahasa Jerman. Jika proposal Hulk & Muller (2000) berlaku dalam kasus
perkembangan bahasa ALY, seharusnya transfer terjadi dari pola kalimat tanya
bahasa Jerman yang menempatkan kata tanya pada posisi inisial kalimat ke dalam
produksi bahasa Indonesia yang bisa menempatkan kata tanya baik di awal
maupun di akhir kalimat. Namun, hal yang terjadi malah sebaliknya. Transfer
terjadi dari pola kalimat tanya bahasa Indonesia ke produksi bahasa Jerman karena
ALY malah sering menempatkan kata tanya wo „di mana‟ baik di awal maupun di
akhir kalimat. Oleh karena itu, proposal Hulk & Muller (2000) yang menyatakan
bahwa transfer terjadi karena adanya ketumpangtindihan struktur lahir kedua
bahasa yang diperoleh tidak berlaku pada perkembangan bahasa ALY yang
dibesarkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jerman sejak lahir dengan
dominasi bahasa Indonesia.
Dengan kata lain, terjadinya transfer dalam perkembangan bahasa ALY
tidak disebabkan oleh ambiguitas atau tumpangtindihnya struktur bahasa-bahasa
yang diperoleh oleh anak (faktor internal), namun lebih disebabkan karena faktor
eksternal, misalnya bahasa yang digunakan di lingkungan keluarga dan
lingkungan sosial sehingga dalam kondisi seperti ini bisa memunculkan variasi-
variasi dalam perkembangan bahasa anak. Misalnya, ada anak diekspos terhadap
xxxiv
bahasa yang satu dengan proporsi yang lebih banyak dibandingkan dengan bahasa
pasangannya. Bisa juga anak memperoleh kedua bahasa dengan proporsi yang
seimbang. Kasus ALY menunjukkan bahwa telah terjadi perkembangan yang
tidak seimbang dari dua bahasa yang diperoleh, yaitu bahasa Indonesia lebih
dominan daripada bahasa Jerman.
4.5 Temuan
4.5.1 Kemampuan mental (innane capacities) dan pengaruh lingkungan
Teori Universal Grammar (UG) dalam pemerolehan bahasa anak yang
dicetuskan oleh Chomsky memandang bahwa setiap anak di dunia mampu
memperoleh bahasa karena memiliki bekal alamiah yang bersifat kodrati (inninate
capacities) yang dibawa sejak lahir. Menurut teori UG, proses pemerolehan
bahasa anak merupakan suatu proses yang universal. Pada umumnya
perkembangan bahasa anak mengikuti tahapan-tahapan tertentu sampai akhirnya
anak mampu menguasai target penguasaan bahasa orang dewasa.
Penelitian ini menemukan bahwa dalam perkembangan bahasa ALY
yang yang diekspos dalam dua bahasa yang berbeda sejak lahir, yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa Jerman, juga ditemukan tahapan-tahapan perkembangan
bahasa baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Jerman yang umum yang
ditemukan pada perkembangan bahasa anak-anak di seluruh dunia. Jika tolak ukur
yang digunakan adalah ujaran-ujaran yang dapat dikaitkan dengan makna tertentu,
ALY telah mengalami tahapan perkembangan bahasa yang universal, yakni
dimulai dengan tahapan ujaran satu kata (single word utterances), dilanjutkan
dengan perkembangan ujaran dua kata (two word utterances) dan baru kemudian
muncul ujaran-uran multikata (multiword/longer utterances).
Di pihak lain, adanya faktor lingkungan kebahasaan anak (linguistic
environment), dalam kasus perkembangan bahasa ALY, juga tidak bisa
dikesampingkan begitu saja. Teori interaksionis memandang bahwa baik
kemampuan mental (innate capacities) maupun lingkungan kebahasaan anak
berperan penting dalam proses pemerolehan bahasa.
xxxv
Pentingnya lingkungan kebahasaan anak dalam proses pemerolehan
bahasa dapat dibuktikan secara teoretis, yakni (1) bunyi-bunyi bahasa yang
dikuasai adalah bunyi-bunyi bahasa Indonesia dan bunyi-bunyi bahasa Jerman, (2)
adanya dominasi bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa Jerman. Hal ini
disebabkan karena dalam lingkungan kebahasaan anak lebih banyak orang yang
berbicara bahasa Indonesia kepada anak dibandingkan dengan yang berbahasa
Jerman kepadanya, (3) kata-kata pertama yang muncul yang dapat dikaitkan
dengan makna adalah kata-kata dalam bahasa Indonesia, baru kemudiaan diikuti
oleh penguasaan kata-kata dalam bahasa Jerman. Dengan demikian, baik bekal
kodrati dan lingkungan kebahasaan sama-sama memiliki peranan penting dalam
proses pemerolehan bahasa anak bilingual.
4.5.2 Perkembangan dua sistem bahasa pada anak bilingual
Dapat dikatakan bahwa dalam kasus perkembangan bahasa ALY, anak
mengembangkan dua sistem bahasa yang berbeda (two separate systems). Asumsi
bahwa anak mengembangkan kedua sistem bahasa yang diperoleh secara berbeda
atau terpisah dengan menyuguhkan setidaknya tiga bukti, yakni (1) anak mampu
mengembangkan bunyi-bunyi bahasa yang terdapat pada masing-masing bahasa
yang diperoleh, dengan kata lain, pada umumnya ALY menggunakan bunyi-bunyi
yang terdapat dalam bahasa Indonesia pada ujaran-ujaran berbahasa Indonesia dan
bunyi-bunyi yang terdapat dalam bahasa Jerman dimunculkan dalam ujaran-
ujaran berbahasa Jerman; (2) anak mengembangkan padanan leksikal (lexical
equivalents) atau yang juga disebut sebagai bilingual synonyms yang menjadi
salah satu karakteristik bahwa anak bilingual memiliki kapasitas untuk
membedakan dua sistem leksikal yang berbeda; (3) anak mampu memproduksi
ujaran-ujaran yang menggunakan dua sistem struktur bahasa yang berbeda, seperti
anak mampu mengujarkan kalimat-kalimat dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan struktur bahasa Indonesia, dan begitu pula dalam perkembangan
bahasa Jermannya, anak mampu memproduksi ujaran-ujaran dalam bahasa Jerman
dengan menggunakan struktur bahasa yang terdapat dalam bahasa Jerman.
xxxvi
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam perkembangan bahasa
ALY hipotesis penyatuan dua sistem linguistik (Unitary Language System/ULS)
pada perkembangan bahasa anak bilingual tidak berlaku. Dapat dikatakan seperti
itu, karena jika ALY mengembangkan kedua bahasa yang diperoleh secara ULS,
diharapkan ALY akan mengembangkan suatu sistem bahasa baru yang merupakan
gabungan dari kedua sietem bahasa yang diperoleh. Hipotesa ULS tidak dapat
dibuktikan dalam penelitian ini.
Sementara itu, two separate systems yang dikembangkan oleh ALY
bukanlah jenis pembedaan dua sitem bahasa secara otonomi seperti layaknya yang
dikemukakan oleh DeHouwer (1990) yang menyatakan bahwa antara sistem
bahasa yang satu dengan sistem bahasa yang lainnya tidak ada interaksi sama
sekali. Namun, penelitian ini membuktikan bahwa kedua sistem yang diperoleh
oleh anak cenderung mengalami interaksi yang mengarah pada hipotesa terjadinya
transfer atau cross-linguistic Influence (CLI). Terjadinya CLI dalam
perkembangan bahasa ALY dibuktikan dengan terjadinya transfer pada domain
fonologi dan sintaksis. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa dalam kasus
perkembangan bahasa ALY, bilingual tidak dapat diidentikkan dengan dua
monolingual dalam satu kepala seperti yang diungkapkan oleh Grosjean (1989).
4.5.3 Dominasi bahasa dalam perkembangan bahasa anak bilingual
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa transfer yang dialami oleh anak
disebabkan oleh terjadinya dominasi salah satu bahasa yang diperoleh. Temuan ini
sesuai dengan bukti-bukti terjadinya transfer akibat dominasi salah satu bahasa
yang dikemukakan oleh (Yip & Matthews, 2000; Yip & Matthews, 2006).
Transfer akibat dominasi bahasa juga dikemukakan oleh Soriente (2007) yang
mendeteksi terjadinya transfer bentuk tanya dalam bahasa Indonesia ke dalam
produksi bahasa Italia anaknya yang dibesarkan dalam bahasa Indonesia-Italia
dengan dominasi bahasa Indonesia. Begitu pula penelitian Soriente (2006)
mendeteksi terjadinya transfer pengetahuan struktur bahasa Indonesia ke dalam
produksi bahasa Italia, namun sebaliknya, transfer struktur dari bahasa Italia ke
dalam produksi bahasa Indonesia secara umum tidak ditemukan.
xxxvii
Sementara itu, Hulk & Muller (2000) mengajukan proposal yang berbeda
tentang terjadinya transfer dalam perkembangan bahasa anak bilingual simultan.
Menurut Hulk & Muller (2000), transfer sintaksis terjadi karena adanya
ketumpangtindihan struktur lahir di antara kedua bahasa yang diperoleh.
Pandangan lain dikemukakan oleh Dopke (1998) yang menjelaskan terjadinya
transfer dalam perkembangan bahasa anak bilingual simultan melalui „Model
Kompetisi‟ (The Competition Model). Transfer dianggap sebagai akibat dari
„model kompetisi‟.
Dari ketiga proposal penyebab ternyadinya transfer yang ditemukan pada
penelitian-penelitian terdahulu, yaitu adanya dominasi bahasa, ketumpangtindihan
struktur lahir, dan „model kompetisi‟, dalam kasus perkembangan bahasa ALY
yang menjadi fokus penelitian ini, dapat dikatakan bahwa transfer terjadi
cenderung karena adanya dominasi bahasa Indonesia terhadap bahasa Jerman dan
bukan karena adanya ketumpangtindihan struktur luar dari kedua bahasa tersebut
ataupun „model kompetisi‟. Hal ini dibuktikan, misalnya, dalam bahasa Indonesia
tidak ada artikel dan sein (verba bantu), sedangkan bahasa Jerman mengharuskan
munculnya kedua elemen sintaksis tersebut. Jadi, dalam hal ini, tidak ada kondisi
overlap struktur sintaksis. Begitu pula dengan struktur S-MOOD-O-V dalam
bahasa Jerman yang sering ditransfer ke pola S-MOOD-V-O dalam bahasa
Indonesia juga tidak terjadi overlap. Kedua bahasa tersebut memang memiliki
pola yang berbeda. Bukti lainnya adalah penempatakan kata tanya wo „di mana‟
dalam bahasa Jerman. Jika proposal Hulk & Muller (2000) maupun Dopke (1998)
berlaku dalam kasus perkembangan bahasa ALY, seharusnya transfer terjadi dari
pola kalimat tanya bahasa Jerman yang menempatkan kata tanya pada posisi
inisial kalimat ke dalam produksi bahasa Indonesia yang bisa menempatkan kata
tanya baik di awal maupun di akhir kalimat. Namun, hal yang terjadi malah
sebaliknya. Transfer terjadi dari pola kalimat tanya bahasa Indonesia ke produksi
bahasa Jerman karena ALY malah sering menempatkan kata tanya wo „di mana‟
baik di awal maupun di akhir kalimat. Oleh karena itu, proposal Hulk & Muller
(2000) yang menyatakan bahwa transfer terjadi karena adanya overlap struktur
luar kedua bahasa yang diperoleh ataupun proposal Dopke (1998) tentang „model
xxxviii
kompetisi‟ tidak berlaku pada perkembangan bahasa ALY yang dibesarkan dalam
bahasa Indonesia dan bahasa Jerman sejak lahir dengan dominasi bahasa
Indonesia.
Hasil-hasil penelitian terdahulu tentang pemerolehan bahasa anak
bilingual simultan yang telah dibahas dalam penelitian ini ataupun hasil dari
penelitian pemerolehan bahasa ALY memiliki implikasi yang sangat penting
terhadap perkembangan teori-teori perkembangan bahasa anak bilingual. Dari
studi-studi kasus yang telah dibahas dan pun hasil penelitian perkembangan
bahasa ALY dapat dikatakan bahwa ada variasi yang cukup tinggi dalam
perkembangan bahasa anak biligual. Dengan kata lain, ada anak bilingual yang
memperoleh bahasa-bahasa yang memiliki kemiripan dilihat dari segi
tipologisnya, seperti Inggris-Jerman; ada anak bilingual yang memperoleh bahasa
yang memiliki ketumpangtindihan dalam salah satu bentuk struktur lahir dua
bahasa yang diperoleh; ada anak bilingual yang memperoleh kedua bahasa secara
seimbang; dan ada pula anak bilingual yang memperoleh salah satu bahasanya
sebagai bahasa yang lebih dominan ataupun faktor-faktor lainnya.
5 SIMPULAN DAN SARAN
Genesee (2001) dan Muller (1998) menggambarkan bahwa dalam
perkembangan bahasa anak bilingual simultan ada aspek-aspek kebahasaan yang
berkembang secara otonomi dan ada aspek kebahasaan yang mengalami transfer.
Dalam kasus perkembangan bahasa ALY yang diekspos dalam bahasa Indonesia
dan Jerman, transfer ditemukan dalam perkembangan fonologis dan sintaksis
anak. Transfer ini terjadi diindikasi karena dominasi bahasa Indonesia terhadap
bahasa Jerman. Namun, untuk memperkuat temuan, perlu dilakukan penelitian-
penelitian lain terhadap perkembangan anak bilingual baik dengan pasangan
bahasa yang sama, maupun pasangan bahasa yang berbeda.
Terlebih lagi, Indonesia merupakan surganya bilingualisme tempat
banyak anak lahir dalam lingkungan kebahasaan yang bilingual. Hal ini dilihat
dari segi banyaknya bahasa daerah yang tersebar di seluruh nusantara dan
dijadikannya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Di samping itu, dengan
xxxix
adanya pengaruh hubungan internasional Indonesia dengan negara-negara lain,
dan digunakannya bahasa-bahasa internasional di wilayah-wilayah di Indonesia,
diharapkan bahwa penelitian-penelitian tentang bilingualisme dapat dilakukan
oleh peneliti ataupun pemerhati perkembangan bahasa anak. Penelitian-penelitian
sejenis dapat diharapkan untuk memberikan sumbangan teori ataupun sumbagan
praktis terhadap kondisi anak yang dibesarkan dalam dua bahasa atau lebih secara
simultan memperoleh bahasanya.
xl
SUMMARY OF DISSERTATION
INDONESIAN-GERMAN SIMULTANEOUS BILINGUAL CHILD
LANGUAGE ACQUISITION
1. Introduction
1.1 Background
To understand how a child acquires a language is a challenge that has
attracted attention among many scholars and theoreticians. However, most
theories that have developed related to child language acquisition have focused
their attention on monolingual children (Chomsky, 1965; Chomsky, 2012a; Clark
E. , 1993; Ingram D. , 1981; Ingram E. , 1973; Jakobson, 1971). Just a few
scholars have touched bilingual child language acquisition (Genesee, 2001). The
first theory that started to emerge about how a bilingual child acquires his/her
language is Unitary Language System/ULS which assumes that at the beginning
of his or her development the child integrates two language systems that he or she
has acquired and does not have the competence to become a bilingual (Leopold,
1978; Volterra & Taeschner, 1978).
However, the ULS hypothesis met many criticisms from the scholars
who found that since the time of birth a child has been able to differentiate the two
linguistic systems that he/she has acquired and this then caused the theory of
Separate Development Hypothesis/SDH to appear (Dehouwer, 1990; Meisel,
1989; Paradis & Genesee, 1996). Many of the results of the most recent studies
support SDH in bilingual child language development (Carranza, 2007; Mishina-
Mori, 2002; Nakamura, 2010).
The next question is: if it is assumed that a bilingual child indeed does
have the capacity to differentiate two different linguistic systems, then how do
both systems develop? Some researchers assume that a bilingual child develops
the two language systems he/she has acquired independently or autonomously,
like two monolinguals in one head in which the two systems exist where one of
them does not influence the system of the other. The scholars whose findings
support the interdependency or autonomy in bilingual child language development
xli
are Carranza, 2007; Dehouwer, 1990; Meisel, 1989; Paradis & Genesee, 1996.
While some scholars found that the two systems that the child acquired undergo
interferences that are known as Cross-linguistic Influence (CLI) that is related to
transfer and interference. In other words, the two systems that have developed
can influence each other (Hulk & Muller, 2000; Muller, 1998; Soriente, 2006;
Yip, V. & Matthews, S., 2007).
With the presence of theoretical controversies that keep on developing,
then the study that investigates into how a bilingual child acquires his/her
languages is very important to be done. This research was designed to follow up
the first study that the writer did and to develop the initial data that were
obtained to become a dissertation research in order to obtain a complete
description of the simultaneous bilingual child language acquisition. This
dissertation argues that the setting of the study of simultaneous bilingual child
language acquisition with the Indonesian-German languages that form a language
pair originating from two different language typologies shows both the
phonological and syntactic domains of the child that has the tendency to develop
two different linguistic systems but the writer also detected that the occurrence of
Cross-linguistic Influence (CLI). In other words, the child develops two different
linguistic systems not autonomously but more toward interdependency.
1.2 Statement of Problems
In the light of the background that has been described, the problems of
this study are:
1) What sound elements the child has developed and what are the phonological
processes the child has experienced?
2) What does the child‟s lexica l development look like?
3) What does the child‟s syntactic development look like especially in simple
declarative, imperative, andinterrogative sentences that the child has
developed?
xlii
1.3 Aims of the Study
This study has two aims, that is, a general aim and a specific aim. The
two aims of the study are described respectively as follows:
1.3.1 General aim
The general aim of this study is to describe and explain the development
of an Indonesian-German simultaneous bilingual child language acquisition.
1.3.2 Specific aims
The specific aim of this study can be specified as follows:
1) To list vowels and consonants that the child has acquired, to list the
phonological processes, to write their phonological rules, and to list
phonological transfers the child has experienced.
2) To describe the child‟s lexical development by writing the sequence of the
child‟s lexical development in Indonesian, German and the list of lexical
equivalents that the child has acquired.
3) To explain the child‟s syntactical development that focuses on the
development of simple declarative, imperative and interrogative sentences
that the child has developed by writing a list of transfer analyses and by
compiling syntactic transfers the child has experienced.
1.4 Significance of the study
This study gives some contributions, both theoretical and practical to
early child education especially in language learning. The contributions given by
this study are described as follows.
1.4.1 Theoretical significance
This study contributes, first, to research in the field of bilingual child
language acquisition where it has a very significant contribution to language
acquisition theories. Second, to research in simultaneous language acquisition
where it can give a description of human language faculty or what is called a kind
xliii
of language faculties in the human brain and this kind of research gives us an
understanding about the brain capacity to acquire more than one languages.
Third, this study gives a contribution to the development of psycholinguistics,
especially in the field of bilingual child language acquisition. Fourth, this study is
also expected to have a contribution to the existence of three theories of bilingual
child language acquisition that have different views, that is, ULS (Unitary
Language System), SDH (Separate Development Hypothesis) and CLI (Cross-
linguistic Influence). Finally, the results of this study can also become
supplementary learning material in psycholinguistics course.
Beside the theoretical contributions in simultaneous bilingual child
language acquisition, this study also gives contributions to linguistics in
phonology, morphology and syntax. This is related to the application of various
linguistic theories in psycholinguistics. One of the theories that is used is
generative theory.
1.4.2 Practical significance
This study has a very significant contribution to families with the
potential to bring up children bilingually, to early child education and to the
public.
1) The results of this study contributes some information to families with the
potential to bring up children in two languages simultaneously. The results of
this study can give a description of a bilingual child who can succeed in using
the two languages he or she has acquired well.
2) The results also give a description of a child with the potential to acquire more
than one language simultaneously and naturally. This is expected to give
support for people not to hesitate in bringing up children in the environment
with more than one languages naturally.
3) The contributions for the development of early child education can take the
following forms.
(1) This study will produce a list of words in the Indonesian-German
bilingual child language acquisition context that can contribute to the
xliv
development of early child education curriculum especially in the
teaching of languages to children. It is expected that child language
teaching follows closely child cognitive development, for example,
phonetic sounds that can be uttered by children at certain ages, types of
vocabulary items that can be perceived and produced by the
children, at what ages children can produce one-word utterances, two-
word utterances up to simple sentence utterances. What the sentences
that the children can utter look like, for example, their ability to
produce declarative, imperative and interrogative sentences.
(2) Knowledge of simultaneously exposed bilingual child language
acquisition is important for early child education, especially in
writing teaching materials that use words frequently used by children.
This is shown by the fact that in Indonesia beside Indonesian, there are
hundreds of local languages that give opportunities for children to
grow and develop in more than one languages. This study will give a
description of the development of child language that is given inputs of
two different languages.
(3) The contribution to the way how the teacher communicates with
children especially those that are brought up bilingually.
4) The contribution to the general public is the contribution of information about
bilingual child language acquisition in which languages can be acquired by the
the child as early as possible if from the day he or she was born the child has
been given inputs in more than one languages.
2. Review of literature, Concepts, Theoretical Foundation, and Model of
Research
2.1 Review of Literature
Romaine (1995, p. 183) explains that one of the conditions that cause
children to become bilinguals is when their parents use two different mother
tongues that is known as one person-one language parents and one of the mother
tongues of their parents becomes the dominant language in the community where
the family lives. The acquisition of two languages simultaneously since the time
xlv
of birth is often called Bilingual First Language Acquisition or BFLA (Genesee &
Nicoladis, 2007; Meisel, 2001; Yip, 2013).
In the limited literature of simultaneous bilingual language acquisitioon
(Leopold, 1978; Volterra & Taeschner, 1978; Dehouwer, 1990; Meisel, 1989;
Nicoladis, 1998; Paradis & Genesee, 1996) there are some different perspectives
in (1) how simultaneous bilingual children develop the two different language
systems and (2) how they understand two different language inputs. The first
argument states that children who acquire different languages simultaneously in
the initial development of their language development integrate the two languages
that they acquire and are slow in understanding the presence of two different
languages known as ULS (Unitary Language System) hypothesis. This theory
holds that the children have a competence to become bilingual.
ULS theory was opposed with the presence of an assumption that
bilingual children have the competence to acquire two different languages that
some scholars who created the hypothesis of linguistic system differentiation
known as SDH (Separate Development Hypothesis) (Dehouwer, 1990; Meisel,
1989; Nicoladis, 1998; Paradis & Genesee, 1996). On the contrary, in contrast
with the assumption of linguistic systems unification, the empirical evidence in
phonology, syntax and pragmatics leads to the hypothesis that simultaneous
bilingual children can differentiate their languages since the very early age which
proves that bilingual children naturally have the capacity to acquire the capacity to
acquire two different languages.
After the emergence of the SDH idea other questions developed , that is,
do the linguistic systems that the children acquire develop separately (autonomy)
or are they interdependent in the development of the two languages acquired by
the children which is known as Cross-linguistic Influence (CLI). The results from
the works done by DeHouwer (1990) and Meisel (1989) who based their works on
the acquisition of Indo-European language pairs show that the two linguistic
systems that the children acquire develop autonomously without interfering from
one language system to another. DeHouwer (1990) states that bilingual children
develop their languages like two monolinguals in one person,
xlvi
On the other hand, the views that are based on the results of recent
studies detect the occurrence of CLI in simultaneous bilingual child language
development (Dopke, 1998; Müller & Hulk, 2001; Müller; 1998; Soriente, 2004,
2007; Yip & Mathews, 2007). CLI is the effect of one language on another that
covers the concepts of transfer and interference (Yip, 2013). Dopke (1998)
provides evidence of the occurrence of CLI in the development of verb placement
in English-German bilingual children. Müller & Hulk (2001) found that German-
French bilingual children tend to omit objects in their utterances compared to
monolingual French children. This is assumed to be the influence of German that
often omits objects in its sentence structure. Müller & Hulk (2001) claim that CLI
or transfer occurs because of the overlapping of surface structures of languages
acquired which is known as transfer that is caused by the internal factor, that is the
input language structure factor. While Soriente (2004a) observes the occurrence of
CLI in Indonesian language features in the production of Italian produced by his
child who has been brought up in Indonesian and Italian with the dominance of
Indonesian input. In a further study, Soriente (2007) finds that there is the
influence of the structure of interrogative in Indonesian that causes the occurrence
of deviations in the structure of the child‟s Italian interrogative sentences. Yip and
Matthews (2007) show that there is evidence that shows the influence of Canton
Chinese on English especially in interrogative sentences, relational clauses, and
object ommision that occur in six Canton-English bilingual children. Soriente
(2007) and Yip & Matthews argue that CLI occurs because of external factor,
that is the child‟s linguistic environment. That is the presence of the dominance of
one of the languages the child acquires.
However, up to the present, the claim about the occurrence of CLI or
transfer in simultaneous bilingual children is specifically shown by the syntax
dominance and there has not been any evidence that shows that CLI occurs in all
linguistic domains that develop in children. Hence, this study is aimed at
investigating whether this CLI theory applies to other linguistic domains or is
there any tendency in other linguistic domains in the child language development
that supports SDH theory.
xlvii
2.2 Concepts
The title of this study is “Simultaneous Bilingual Child Language
Acquisition”. It seems that this title needs an explanation about the concepts that
are stated in it. This explanation is regarded to be necessary to have the same
perception about what the title means.
2.2.1 Simultaneous bilingual child
Bilingual in this study refers to simultaneous bilingual. Simultaneous
bilingual is a form of bilingualism in which a child acquires two or more
languages since his or her birth (Genesee, 2001; Romaine, 1995). According to
DeHouwer (1990), simultaneous bilinguals occur when the child receives two
language inputs regularly since the time before he or she is under two years old
regularly until the last stage of his or her language development. The languages
that he or she acquires are his or her first languages. The form of this type of
bilingualism is different from sequential bilingualism in which the second
language is not acquired since his or birth and is not regarded as first language.
For example, the second language that is learned at school.
2.2.2 Bilingual First language Acquisition (BFLA)
Bilingual first language acquisition or BFLA is also commonly referred
as 2L1 is the acquisition of two languages simultaneously since birth (Genesee &
Nicoladis, 2007). According to Grosjeand‟s definition of bilingualism (
Grosjean, 2008) bilingualism is the regular use of two and more languages. Thus
Yip (2013) defines BFLA as the acquisition of two languages at the same time
by the child that receives inputs from the two languages since his or her birth
and the child uses the two languages regularly when he or she is still young.
2.2.3 Language to Child
Language to child is the language used or directly addressed to the child.
Dardjowidjojo (2000) uses the term Bahasa Sang Ibu (BSI)/ Language to Child to
the language used by mother and other persons when talking to the child. This
xlviii
language input in the family circle is acquired from parents or brother(s) and or
sister(s). Language input can also be acquired from people other than the family
who interact directly with the child, for example, language inputs from baby
sitter. Clark and Clark (1977) mention that language inputs to the child can give
a description about the language model that is offered to the child and what is
talked about by adults to children can be used as the magnitude on the number
of children who can understand what people in their surroundings are talking
about.
2.2.4 Language dominance
Language dominance in this study refers to a language that has more
input. While Nicoladis (1998) determines language dominance in simultaneous
bilingual by basing it on the number of words that the child acquires in every
language that he or she has acquired.
2.2.5 Phonological process
Phonological process is a universal procedure that is structured
hierarchically that is used by children to simplify utterances (Ingram, 1981). It is
universal in the sense that every child is born with the facility to make sense to
simplify utterances by using consistent ways. “Hierarchical“ implies that certain
phonological processes are more basic than the others. Phonological development
is then defined as the gradual omission of phonological process that is
experienced by the child until his or her utterances are like the adult‟s.
2.2.6 Lexical development
Lexical development in this study refers to sounds or phonological forms
that are produced by the child that are systematically related to a certain context.
The forms produced by the child has phonetical similarities with the target forms
of adult‟s words both in syllables and or segment structures. The child acquires
words first when he or she is 11 months old (Stoel-Gammon & Sosa, 2007).
According to Stoel-Gammon (2011) in many ways the forms produced by the
xlix
child substantially differ from those produced by the adult, however, there are
correspondence patterns betweem the two that can be identified. This can be
exemplified then as the form [nʊm] for „minum‟ ( drink) which can be accepted
if the form is uttered with the context that is suitable ( for example, when the
child wants to drink, to show the picture of water, or to see water or other
liquids).
2.2.7 Simple sentence development
The development of simple sentences in this study is in Indonesian and
German. The word order in Indonesian places verb in the second place after
subject which produces the sentence pattern S-V-O (Alwi, Dardjowidjojo,
Lapoliwa, & Moeliono, 2003). When in the sentence there is a modal, then the
modal position is before verb. The sentence pattern resulted is S-MOD-V-O. The
same applies when there is a negative form in the sentence. In German, the non-
finite verb position is at the end of the phrase. The verb position is always at the
end if in the sentence there is a modal or auxiliary, thus it results in the pattern S-
AUX-O-V. When there is no auxiliary or modal then the word order is S-V-O.
The negative form in German generally occurs before lexical verb.
2.2.9 Stages in child language development
Stages in child language development used in this study are stages in
child language development described by Clark & Clark (1977) and Clark (1993),
that is single /one word utterances, two-word utterances, and multi-word/longer
utterances.
2.3 Theoretical foundation
This study tries to describe and at the same time to explain sound
segments and phonological processes developed by the child, lexical
development , the child‟s mastery of verb affixes, and the development of simple
l
declarative sentences, imperative, and interrogative sentences. The child was
exposed directly in two languages from different typologies, that is, Indonesian
and German. Child language development investigated in this study is part of
psycholinguistics. According to Clark and Clark (1977) there are three major
topics discussed in psycholinguistics . They are as follows.
1) understanding: the mental processes that human passes when he or she hears
and comprehends what he or she hears and remembers what he or she heard.
2) Production: the mental processes that human passes when he or she produces
an utterance.
3) Language acquisition: the way how the child acquires his or her language, the
stages the child passes in comprehending and producing his or her first
language.
In the mean time, Dardjowidjojo (2003) defines psycholinguistics as a
science that studies mental processes that human passes in using a language.
The attempt in this study was to investigate child language development that is
part of psycholinguistics that needs a theoretical model that can help the
researcher in analyzing problems so that the aims of the research can be achieved.
Thus, theories that will be used in revealing the problems are as follows.
(1) The theory of universal grammar (UG)
(2) The theory of the universalism in linguistic sounds acquisition
(3) Generative phonology in child language acquisition
(4) Interactionist theory
(5) SDH (Separate Development Hypothesis) theory in bilingual first language
acquisition.
(6) CLI (Cross-Linguistics Interference) theory in bilingual first language
acquisition.
li
2.4 Model of the research
The model of the research that was developed in this research can be
seen in Figure 3.1.
Pemerolehan Bahasa Bilingual Simultan
Perkembangan
Fonologi
Perkembangan
leksikal
Perkembangan kal.
deklaratif, kal.
tanya dan kal.
perintah sederhana
Teori Keuniversalan
dalam
pemerolehan
bunyi
Teori UG
Teori
Interaksionis
SDH
CLI
Metode
Kualitatif
Studi kasus:
Kajian
psikolinguistik
Temuan Penelitian:
1) Daftar bunyi vokal dan bunyi kosonan yang diperoleh
anak, daftar proses fonologis, kaidah fonologis, dan daftar
transfer fonologis
2) Alur tahapan perkembangan leksikal dalam bahasa
Indonesia, bahasa Jerman dan daftar padanan kata yang
telah dikuasai anak.
3) Daftar analisis transfer dan penempatan verba dalam
frasa, kompilasi transfer
Fonologi
Generatif
Gambar 3.1
Model Penelitian
lii
In the model of the research that is shown in Figure 3.1 it can be
explained that to achieve the aims of this study, there are six theories that are
integrated. Two theories, that is, Universal Grammar (UG) and interactionist
theory are the theories of language acquisition in general that become the
umbrella theories for explaining language acquisition, both mono- and bilingual.
The next theory, that is, the theory of universalism in sounds acquisition was
introduced by Jakobson and is a special theory to see child phonological
development. The other one is generative phonology. In the mean time, the two
other theories, that is, Separate Development Hypothesis (SDH) and Cross-
Linguistics Influence (CLI) are theories that were developed in bilingual first
language acquisition acquired simultaneously.
The first aim of this study was achieved by integrating the theory of
universalism in sound acquisition, generative phonology, and CLI theory. The
integration of the three theories was used to describe the child phonological
development. The second aim of this study was achieved by using SDH. SDH
was used to see the child‟s lexical development and at the same time the lexical
equivalents that the child had already acquired. The third aim would be addressed
by using CLI theory. This CLI theory was used to see the use of simple
declarative sentences. Then, the data of the study were collected, tabulated, and
interpreted by using qualitative method to achieve the three aims that have been
described previously.
3. Research Methods
This study used qualitative approach of case study using systematic
observation to see bilingual child language acquisition through exposure to two
languages of very different typologies , that is Indonesian and German. The
primary source of data was the second daughter of the writer, ALY. The pattern of
input was one language-one parent, that is, Indonesian acquired from mother and
German from father. In the data collecting process, this study used three types of
instruments, that is, dairy, a JVC handy cam to produce audio-video file data, and
interview guide. The data collecting methods used were observation, recording
liii
and interview. In analyzing the data, the writer used two softwares, that is ELAN
for transcription and TOOLBOX for analyzing syntactic data and organizing
lexical data by using data analysis techniques of data coding , linguistic type
determination, and tier, interval time selection, transcribing/ annotating, inter
linearization and data sequencing.
4.Results and Discussion
This study is a case study aimed at describing and explaining Indonesian-
German simultaneous bilingual child language development exposed to the two
languages from her birth.
4.1 Language Sound Element Development
In this study it was found that, first ALY developed language sounds that
she acquired in accordance with the concept of universalism in child language
sound acquisition as stated by Jakobson (1971). In acquiring consonant sounds,
ALY initially developed plosive sounds with the features + anterior, that is sounds
p], [b], [t] and [d], which were then followed by plosive sounds with the features –
anterior [k] and [g]. The nasal sounds that she acquired also have the same
tendency, that is, front nasal sounds [m] and [n] that were acquired earlier than
back nasal sound, that is, [ŋ]. The alveopalatal nasal [ñ] was acquired the latest of
all nasal sounds. In ALY case, this could be caused by the fact that alveopalatal
nasal [ñ] is present only in Indonesian, not in German, thus the child tended to
rarely hear it.
After all the plosive consonants acquired by ALY, she then developed
fricative consonants. The first fricative consonant that she acquired was glottal
fricative [h] that was followed by alveolar fricative [s], which at first appeared in a
limited distribution, that is, at the final word position. In its development, sound
[s] also often replaced other fricative sounds such as fricative [z]. Especially in
her German language development, in the beginning of her language
development, she also often changed fricative sounds that she had not manage to
acquire such as post alveolar fricative [ʃ], palatal fricative [ç] and velar fricative
liv
[x]. The replacement of sound [ʃ] by sound [s] was also found in France child
language development (Ingram D. , 1981). The fricative sounds were the sounds
that ALY found difficult to produce. This has to do with the child‟s biological
development in which her speech organs had not been well formed that also had a
very much influence on her articulatory ability so that the more complex sounds
to be produced tended to be replaced by simpler ones.
The sequence in vowel sounds acquisition also developed in accordance
with the general sequence in sound development. The first vowel she acquired
was phoneme /a/ which was then followed by the acquisition of phonemes /i/ and
/u/. This corresponds to the minimal vowel system in all languages in the world.
That is that every language that exists in the world has the three vowels
(Jakobson, 1971). Then the vowel sounds she acquired were consecutively
phonemes /ə/, /e/, /o/ and the latest that she acquired were vowels that are found
in German, that is, sound /ɐ/ and phoneme /ʏ/. The front medium rounded vowels
[ø] and [œ] that are found in German could not be acquired by ALY until she
was three years old.
Secondly, the phonological processes that ALY experienced in
Indonesian and German were a) substitutional process that consisted of
fronting, blocking and nasalization , b) syllabic structuring process that consisted
of initial consonant deletion, final consonant deletion, cluster reduction and
haplology. The phonological process that was only experienced by ALY in her
Indonesian development were a) substitutional process that consisted of the
replacement of vibrating sounds with lateral sounds and the substitutional
process of nasal homorganic sounds, b) assimilation process that consisted of
vowel harmonization and consonant harmonization, c) syllabic structuring process
that consisted of the deletion of unstressed syllables, semivowel deletion in the
middle of a word , and vibrated sound deletion. While the phonological processes
that was only experienced by ALY in her German development were a)
substitutional process that consisted of the replacement of uvular fricative with
lv
lateral sound, the replacement of central-medium-fortis /ɐ/ with low vowel [a] or
schwa sound [ə], velar fricative sound /x/ becoming glottal fricative sound [h].
Third, in ALY‟s phonological development it is found that there are
some sound transfers , that is, the sounds in Indonesian phonetic system that are
transferred in producing German. Transfer is one of the forms of Cross
Linguistic Influence (CLI) (Genesee, 2001; Yip, 2013). The transfers that occur
are :
a) Transfer of affricate consonant [č]
In her German development, ALY often transferred affricate consonant
[č/] in producing German words. Affricate sound [č] was used to substitute
fricative sounds /ʃ/, /z/, and /s/. While in German there is truly no affricate sound
[č]. Thus, , ALY did not only replace fricative sounds found in Indonesian with
affricate sounds but she also did the same thing with fricative sounds found in
German.
b) Transfer of semivowel [w]
ALY was also identified to transfer semivowel sound [w] that is found in
Indonesian phonetics into the production of words in German. German does not
have semivowel /w/. Semivowel sound [w] was used by ALY to replace
labiodental fricative /v/. The labiodental /v/ does not occur in Indonesian, it occurs
in German.
c) Transfer of semivowel [y]
ALY also transfers semivowel [y] found in Indonesian to replace
rounded front vowel [ʏ]. This substitution is only found in the production of the
word Feuer [pɔyɐ], but this substitution process occurs continuously in a long
enough time period in child‟s language development. Other words that contain
rounded high front vowel has not been produced by ALY yet. Fikkert (2007)
explains that when the child has difficulty in producing certain sounds which may
be caused by the articulatory limitation acquisition process, the child usually uses
a certain strategy to face sounds that the child regards difficult sounds.
lvi
d) Transfer of fricative consonant sound [s]
In German phonemic system, fricative /s/ sound does not occur in the
initial word position. Sound /s/ is only distributed in the middle and final word
positions. However, the fact is when producing words in German, ALY often
placed sound /s/ in the initial word. ALY transferred the position of sound [s]
that often occurs in the initial word position in Indonesian and made it occur also
in initial word position in German.
e) Transfer of vowel sound [a]
In German phonetic system, vowel sound [a] does not occur in the final
word . On the other hand, Indonesian is rich with words that have low vowel /a/ in
the final word position. However, in producing words in German, ALY often
replaced open-mid schwa /ɐ/ with low vowel sound [a]. There are two things that
we can say about the change of sound /ɐ/ into low vowel sound [a]. First, that
sound [a] is easier for the child to learn. Even sound [a] is universally the first
vowel sound that the children acquire in any language in this world. Second, in
ALY‟s language acquisition it can become one form of transfers since there is the
domination of the word final position of sound [a] in Indonesian which is then
transferred to her German
In the case of ALY‟s language acquisition, one of the reasons that can
explain the occurrence of transfer is the dominance of one of the languages that
she acquires. Yip & Matthews (2006) explains that when the exposure from the
two languages is not balanced, then one of the languages that the child acquires
can develop faster or in more complexity at a certain age. Then, the language that
develops faster is called the dominant language. In this case, Indonesian
acquisition dominates in ALY‟s language development. This causes transfer to
occur from the more dominant language to the less dominant one. This is also
proved well with the nonexisting sound element transfer from German to
Indonesian utterance production.
lvii
4.2 The Development of Lexicon
In the field of lexicon acquisition, if compared to ALY‟s lexical
acquisition in Indonesian and in German since the first word production at the age
of 1:1 to 3.0 some points can be made. First, the number of lexicons in
Indonesian that ALY can acquire is 521. The number of lexicons in German that
she acquired was 243. In other words, ALY‟s lexical acquisition in Indonesian
was more than twice as her lexical acquisition of German.
It can be stated that if the acquisition of words in Indonesian and the
acquisition of words in German were combined, then at age 3:0, ALY had
acquired about 764 productive words. The results of lexical acquisition so far
show variable findings and most of them is based on monolingual child language
development. In the case of ALY who acquired Indonesian and German
simultaneously, the finding about lexical acquisition at the age 2:0 in Indonesian
shows the acquisition of about 263 productive words in Indonesian and about 82
in German, which when added together become 345 words. The finding is more
similar to that of D‟odorico, Carubbi, Salerni , & Calvo ( 2001) and that of
Stoel-Gammon ( 2011).
Furthermore, her the lexical items that she acquired , both in Indonesian
and in German, the number of nouns dominates, followed by that of verbs, and
adjectives. In other words, the majority of words produced by ALY, both in
Indonesian and in German fall into the category of nouns, in Indonesian about
53% and in German about 47% of all the categories of words acquired. This
finding is closely follows the universal tendency from other cross-linguistic
studies that show that at the beginning of child lexical development noun
dominates the child‟s lexical acquisition. Although in the initial development in
his or her language, the child can express words that are related to activities
and conditions, most of the words produced by the child are words of new
nouns followed by predicate and adjective. In relation to the acquisition of the
categories of words by bilingual children, Nicoladis (2001) also shows that from
the case of children acquiring English and Portuguese simultaneously, it is also
found that both in English and in Portuguese, children produced more nouns
lviii
than verbs. In other words, it can be concluded that the children‟s tendency to
acquire a noun exceeds the acquisition of other words is also true for those who
acquire two languages simultaneously.
Nicoladis (1998) states that one thing that is used as evidence that
simultaneous bilinguals can differentiate two different linguistic systems that they
acquire is by looking at the lexical differentiation that is developed by the
children, or the use of translation equivalents. Lexical equivalents are also called
cross-linguistic synonyms (Schelletter, 2005)
In the case of ALY‟s language development, there were around 164 lexical
equivalents that she developed from age 1:1 to 3:0. ALY had developed lexical
equivalents or cross-linguistic synonyms since early in her life and it started
from the beginning of her language development. This is in line with the finding
of Pearson, Fernandez & Oller (1994) and Quay (1995) (in Schelletter, 2005) who
reported that lexical equivalents emerge since the beginning of bilingual child
language development. The child‟s ability to produce lexical equivalents was
also shown by Schelletter (2005) who did a research on German- English
bilingual child lexical development since the beginning of the child‟s language
development is the empirical evidence of Separate Development Hypotthhesis
(SDH) in bilingual child development. The similar conclusion is also drawn by
Schelletter, Sinka & Garman (2001) that since the beginning the child has been
able to differentiate lexical items that he or she acquired. In other words, the
child‟s ability to produce lexical equivalents shows the nontenability of Unitary
Language System (ULS) hypothesis or linguistic unification that was put forward
by Volterra & Taeschner (1978).
4.3 The Development of Syntax
In the case of syntactic development, the stages of language
development used in this study in general are the stages of language development
in general that are explained by Clark E. ,(1993); Clark & Clark, (1977), that
start with the production of one-word utterances, two-word utterances which are
followed by multi-words utterances. In the case of her language development,
lix
ALY shows differences in the level of development in Indonesian and German.
In acquiring Indonesian, ALY started with the production of one-word utterances
at age 1; 1. Two-word utterances were actively produced by her at the age 1;7 and
multi-word utterances (three words or more than three words) had emerged to at
the age 1;9. Her German development started more slowly compared to that of
her Indonesian. In German, ALY started to develop one-word utterances at the
age 1;4. Two-word utterances started to emerge around the age of 1;9 and three-
word utterances emerged only later at the age of 2;6. This has an implication
that syntactically the utterances produced by ALY in Indonesian developed much
faster and much more variative compared to the utterances in German.
In the process of language acquisition, it is identified that ALY also
experienced syntactic transfer process known as Crosss-Linguistic Interference
(CLI) process from Indonesian to the production of her German. The syntactic
transfers that she experienced are:
a) Article Deletion
In the process of her German development, ALY often deleted articles
that are needed especially if in the sentence there is a countable noun that always
requires an article. The article deletion experienced by ALY can be interpreted as
one of the syntactic transfers from Indonesian in ALY‟s German. In Indonesian
there is no article like in German. In addition, nouns in Indonesian do not have
gender like German in which it is always produced before a noun.
b) Sein (auxiliary verb) deletion
The second transfer process experienced by ALY is sein or auxiliary verb
deletion which in English is known as to be. . In her language development
process, ALY often deleted sein or auxiliary verbs. In Indonesian utterances,
when a person points at an object, what is often heard is utterances like „Itu
kucing‟, „Itu buku‟, „Ini ulat‟ without requiring the presence of an auxiliary verb.
However, it is not the case in German. The presence of sein is obligatory if the
predicate is other than a verb.
c) The transfer of the S-MOOD-O-V construction into German becomes S-
MOOD-V-O
lx
ALY also experienced the transfer of the S-MOOD-O-V pattern which
should have been used in German that contains modality into the S-MOOD-V-O
pattern that has the sentence pattern that contains modality in Indonesian.
Although ALY has been able to produce utterances with the S-MOOD-O-V
pattern in German, she still often produces utterances in German with a verb
after modality which is the pattern in Indonesian
d) The transfer of the Indonesian interrogative structure in producing German
utterances
The canonic structure of an interrogative sentence in German is the one
in which the question word is put at the initial position followed by subject-verb
inversion. However ALY often deleted sein or verb in her German interrogative
sentences. The child also often inverted the position of the question word wo „
where‟ and was „what‟. ALY put the two question words at the end of the
sentence. It can be said that ALY had transferred Indonesian interrogative
sentence structure into her German. In the Indonesian interrogative sentence
structure, the question word „di mana‟ and „apa‟ can indeed be put at the
beginning or the end of a sentence without a change in meaning. However, such a
rule does not apply in German interrogative sentence structure.
There are two different views about the occurrence of syntactic transfer
in simultaneous bilingual child language development. According to the first
view, transfer occurs because of the internal factor, that is there is some
overlapping of surface structures of the acquired languages (Hulk & Muller,
2000). While the proponents of the second view argue that transfer occurs because
of the external factor, that is linguistic environment (the child‟s linguistic
environment) that is realized in the dominance of one of the acquired languages.
In the case of ALY‟s language development that is the focus of this study, it can
be said that syntactic transfer occurred largely due to the dominance of
Indonesian over German, not because of the overlapping of surface structures of
both languages. This is shown, for example, in Indonesian where there are no
article and sein (auxiliary verbs), while in German the two elements are
obligatory. Thus, in this case, there is no overlapping condition for the syntactic
lxi
structures. The same is also true for the S-MOOD-O-V pattern in German that
was often transferred into the S-MOOD-V-O pattern in Indonesian, where there is
no occurrence of overlapping. The two languages indeed have different patterns.
Other evidence is that the placement of the question word wo „where‟ and was
„what‟ in German. If Hulk & Muller‟s proposal (Hulk & Muller (2000) applies
in the case of ALY‟s language development , the transfer should have occurred
from German interrogative sentence pattern in which question word is placed at
the initial sentence position into the production of Indonesian that can place the
question word both at the beginning and the end of a sentence. However, what
occurred is the reverse. The transfer occurred from question sentence pattern in
Indonesian to the production of German because ALY often placed the
question word wo „ where‟ both at the initial or the final sentence position. The
proposal by Hulk & Muller (2000) that state that transfer occurs because there
is some overlapping in the surface structures acquired does not apply in the
language development of ALY who was brought up in Indonesian and German
since she was born with the dominance of Indonesian.
In other words, the occurrence of transfer in ALY‟s language
development is not caused by the ambiguity or overlapping in the structures of the
languages the child acquired (the internal factor), but it is more likely caused by
the external factor, for example, by the language used in the family circle and the
social environment so that in such a condition, variations in the child‟s language
development can occur. For example, there is a child who is exposed more to one
of the languages than the other. It can also happen that the child acquired both of
the languages with a balanced proportion. In ALY‟s case, it shows the inbalance
4.5 Theoretical Implications
4.5.1 Innate capacities and environmental impact
The Universal Grammar theory (UG) in the child language acquisition
that was introduced by Chomsky sees every child in this world capable of
acquiring language since human has innate capacities carried from the time of
birth. According to UG theory, child language acquisition is a universal process in
lxii
which child language follows certain stages until he or she is able to reach the
target of adult language mastery.
This study showed that the development of ALY language that was
exposed to two different languages from birth time, that is Indonesian and
German. It was also found that the stages of language development, both
Indonesian and German, those that are generally found in child language
acquisition all over the world. If the standard used is the utterances that can be
related to certain meanings, then ALY has experienced universal language
development, that is started with single word utterances, followed by the
development of two-word utterances, which is then ended by multi-word/ longer
utterances. On the other hand, there is the environment factor of the child‟s
linguistic environment in the case of ALY‟s language development that cannot be
ruled out. The interactionist theory views the important roles played by innate
capacities and the child linguistic environment in the process of language
acquisition.
The importance of the child‟s linguistic environment in language
acquisition can be proven theoretically, that is 1) language sounds that are
mastered are Indonesian language sounds and German language sounds. 2) there
is the dominance of Indonesian over German. This is caused by the child‟s
linguistic environment where more people speak in Indonesian to the child than
those who speak German to her, 3) words that emerged first that can be related
to meanings are words in Indonesian, which were followed by the mastery of
words in German. In this way, both the innate capacities as well as the linguistic
environment have the same important role in the bilingual child acquisition
process.
4.5.2 The development of two language systems in bilingual children
It can be said that in the case of ALY‟s language development, she
developed two different language systems (two separate systems). The assumption
that the child developed both language systems that she acquired in a different
way or separately is confirmed by presenting at least three proofs, that is 1) the
lxiii
child could develop language sounds found in each language that she acquired,
in other words, in general, ALY used sounds that are found in Indonesian in
utterances spoken in Indonesian and the sounds that are found in German in
utterances spoken in German, 2) the child developed lexical equivalents or what
are also called bilingual synonyms that become one of the characteristics that
show that bilingual children have the capacity to differentiate two different
lexical items, 3) the child was able to reproduce utterances that use two different
language structure systems, for example, the child could utter sentences in
Indonesian using Indonesian language structure, and the same was also true in her
German language development, she could produce utterances in German using
the language structures that are found in German. Thus it can be said that in
ALY‟s language development, the Unitary Language System/ULS hypothesis in
bilingual child language development does not apply. It can be stated in that way
since if ALY had developed the two languages that she acquired in the ULS way,
then it can be expected that ALY would have developed a new language system
that formed the combination from the two language systems that she acquired.
The ULS hypothesis could not be proven in this study.
On the other hand, the two separate systems that were developed by
ALY are not of the type in which the differentiation of the two language systems
is made autonomously like what was stated by DeHouwer (1990) that between
one language system and another there is no interaction at all, but this study
proved that the two systems acquired by the child tended to experience
interactions that led to the hypothesis concerning the occurrence of transfer or
Cross-linguistic Influence (CLI). The occurrence of CLI in ALY‟s language
development was proven by the occurrence of transfer in phonological and
syntactical domains. So it can be stated that in the case of ALY‟s language
development, a bilingual cannot be identified as two monolinguals in one head
like what was revealed by Grosjean (1989).
lxiv
4.5.3 Language dominance in bilingual child language development
In this study it was found that the transfer experienced by the child was
caused by the dominance of one of the languages that she acquired. This finding
agreed with the proofs of the occurrence of transfer that was caused by the
dominance of one of the languages as stated by Yip & Matthews, ( 2000; Yip &
Matthews, (2006). Transfer caused by the language dominance was also stated
by Soriente (2007) who detected the occurrence of transfer of interrogative
sentence in Indonesian that entered the production of Italian by the child who
was brought up in Indonesian- Italian languages with Indonesian language
dominance. Similarly, Soreinte‟s study (2006) detects the occurrence of the
transfer of Indonesian structures into the production of Italian, but in the contrary,
the transfer of Italian structure into the production of Indonesian in general was
not found.
Whilw Hulk & Muller (2000) proposed something different about the
occurrence of transfer in simultaneous bilingual child language development.
According to Hulk & Muller (2000), syntactic transfer occurs because there is
some overlapping in the surface structures between the two acquired languages.
Another view was put forward by Dopke (1998) who explained the occurrence of
transfer in simultaneous bilingual child language development through The
Competition Model. Transfer is regarded as the effect of the competition model.
From the three proposed causes of the occurrence of transfer found in
the previous studies, that is the presence of language dominance, surface
structure overlapping and the “competition model”, then in the case of language
development of ALY that becomes the focus of this study, it can be said that
transfer occurs more likely because of the dominance of Indonesian over German
and not because of the overlapping of the surface structures of the two
languages. It is not caused by the “competition” model either. This is proven, for
example, by the fact that there are no article and sein (auxiliary verb), while in
German the two syntactic elements are obligatory. Thus in this case, there is no
syntactic overlapping condition. The same is true about the structure S-MOOD-
O-V in German that is often transferred into S-MOOD-V-O in Indonesian and
lxv
there is overlapping either. The two languages do have different patterns. Another
proof is the placement of the question word wo „where‟ in German. If Hulk &
Muller‟s (2000) and Dopke‟s (1998) proposals apply in the case of ALY language
development, there has to be the occurrence of transfer in German interrogative
pattern that places question word in the sentence initial position into the
production of Indonesian that can place the question word both at the beginning
and in the end of a sentence. However, what happens is the reverse. Transfer
occurred from Indonesian interrogative sentence to the production of German
because ALY even often placed the question word wo „ where‟ both at the
beginning and at the end of a sentence. Thus, Hulk & Muller‟s proposal ( Hulk &
Muller, 2000) that states that transfer occurs because of the presence of
overlapping in the surface structures of both languages acquired and Dopke‟s
proposal (1998) about “the competition model” do not apply in the language
development of ALY who is brought up in Indonesian and Germman since her
birth with Indonesian dominance.
The results of previous studies on simultaneous bilingual child language
acquisition that have been discussed in this study and the results ALY‟s language
acquisition have very important implications on bilingual child language
development theories. From the case studies that have been discussed and from
the results of ALY‟s language development it can be stated that there is a high
enough variability in bilingual child language development. In other words, there
are bilingual children who acquired languages that have similarities in terms of
their typology, for example, English-German. there is a child who acquired the
languages that have some overlapping in one form of the acquired surface
structures, there is a bilingual child who acquired overlapping languages in one
surface structure in the two languages, there is a bilingual child who acquired the
two languages in a balanced manner, and there is also a bilingual child who
acquired one of the languages as the language that is more dominant or other
factors.
lxvi
5 CONCLUSION AND SUGGESTIONS
Genesee (2001) and Muller (1998) state that in simultaneous bilingual
child language development there are linguistic aspects that develop
autonomously and there are linguistic aspects that undergo transfer. In the case of
ALY‟s language development that is exposed in Indonesian and German, transfer
is found in the child‟s phonological and syntactical development. There is an
indication that this transfer occurs because of the influence of Indonesian
dominance effect on German. However, to strengthen the finding, there is a need
to do other studies of bilingual children both with the same language pairs and
with different language pairs.
Moreover, Indonesia is an ideal site of bilingualism where many
children are born in the bilingual environment. This is seen from the point of
view of the big number of local languages throughout all regions of Indonesia and
the choice of Indonesian as the national language. In addition, with the presence
of the effect of international relations with other nations, and the use of
international languages in some regions in Indonesia, it is expected that studies on
bilingualism can be done by scholars and those who are interested in child
language development. Studies of the same type can be expected to give
theoretical as well as practical contributions to how children who are brought up
in two or more languages simultaneously acquire their languages.
lxvii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................. iv
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
ABSTRACT ............................................................................................................ x
RINGKASAN DISERTASI ................................................................................. xi
SUMMARY OF DISSERTATION ..................................................................... xl
DAFTAR ISI ..................................................................................................... lxvii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... lxx
DAFTAR TABEL ............................................................................................ lxxii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ................................................. lxxiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... lxxvi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 11
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 11
1.3.1 Tujuan umum ................................................................................................ 12
1.3.2 Tujun khusus ................................................................................................. 12
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 12
1.4.1Manfaat teoretis .............................................................................................. 13
1.4.2 Manfaat praktis.............................................................................................. 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN
MODEL PENELITIAN ....................................................................................... 16
2.1 Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 16
2.2 Konsep ............................................................................................................. 32
2.3 Landasan Teori ................................................................................................. 36
2.3.1 Teori Universal Grammar (UG) ................................................................... 37
2.3.2 Teori keuniversalan dalam pemerolehan bunyi bahasa ................................ 42
2.3.2.1 Bunyi bahasa dalam bahasa Indonesia ....................................................... 45
2.3.2.2 Bunyi bahasa dalam bahasa Jerman ........................................................... 49
2.3.3 Fonologi generatif dalam pemerolehan bahasa anak ................................... 52
2.3.4 Teori Interaksionisme ................................................................................... 56
2.3.5 Teori SDH (Separate Development Hyphothesis) ....................................... 60
2.3.6 Teori CLI Cross-linguistic Influence) .......................................................... 63
2.3.6.1 Fitur morfosintaksis bahasa Indonesia ....................................................... 67
2.3.6.1 Fitur morfosintaksis bahasa Jerman ........................................................... 69
2.4 Model Penelitian .............................................................................................. 73
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 76
lxviii
3.1 Pendekatan Penelitian ...................................................................................... 76
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian .......................................................... 76
3.3 Jenis dan Sumber Data ..................................................................................... 78
3.4 Instrumen Penelitian......................................................................................... 84
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 83
3.5.1 Metode pengumpulan data ............................................................................ 85
3.5.2 Teknik pengumpulan data ............................................................................. 87
3.6 Metode dan Teknik Analisis Data .................................................................... 89
3.6.1 Metode analisis data ...................................................................................... 89
3.6.2 Teknik analisis data ....................................................................................... 90
3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ......................................... 92
BAB IV BAHASA ORANG TUA DAN PEMAHAMAN BAHASA PADA
ANAK BILINGUAL ............................................................................................ 94
4.1 Bahasa Orangtua kepada Anak ........................................................................ 94
4.2 Pemahaman Bahasa oleh Anak ........................................................................ 99
BAB V PEMEROLEHAN BUNYI BAHASA ................................................. 112
5.1 Pemerolehan Bunyi Bahasa pada Tahap Ujaran Kata Tunggal .................... 113
5.1.1 Pemerolehan bunyi konsonan pada tahap ujaran kata tunggal.................... 118
5.1.2 Pemerolehan bunyi vokal pada tahap ujaran kata tunggal .......................... 130
5.2 Pemerolehan Bunyi Bahasa pada Tahap Ujaran Dua Kata ............................ 136
5.2.1 Pemerolehan konsonan pada tahap ujaran dua kata .................................... 141
5.2.2 Pemerolehan vokal pada tahap ujaran dua kata .......................................... 147
5.3 Pemerolehan Bunyi Bahasa pada Tahap Ujaran Multikata .......................... 151
5.3.1 Pemerolehan konsonan pada tahap ujaran multikata .................................. 155
5.3.2 Pemerolehan vokal pada tahap ujaran multikata ......................................... 162
BAB VI PERKEMBANGAN PROSES FONOLOGIS .................................. 171
6.1 Proses Substitusi/Penggantian ........................................................................ 172
6.2 Proses Asimilasi ............................................................................................. 188
6.2 Proses Struktur Silabis ................................................................................... 191
BAB VII PERKEMBANGAN LEKSIKON .................................................... 209
7.1 Perkembangan Leksikon pada Tahap Ujaran Kata Tunggal .......................... 210
7.2 Perkembangan Leksikon pada Tahap Ujaran Dua Kata ................................ 220
7.3 Perkembangan Leksikon pada Tahap Ujaran Multikata ................................ 228
7.4 Perkembangan Padanan Leksikon ................................................................ 240
BAB VIII PERKEMBANGAN SINTAKSIS ................................................... 246
8.1 Perkembangan Sintaksis Tahap Ujaran Kata Tunggal .................................. 246
8.2 Perkembangan Sintaksis Tahap Ujaran Dua Kata ......................................... 253
8.2.1 Tahap perkembangan sintaksis ujaran dua kata dalam BI .......................... 253
8.2.2 Tahap perkembangan sintaksis ujaran dua kata dalam BJ ......................... 259
8.3 Perkembangan Sintaksis Tahap Ujaran Multikata ........................................ 267
8.3.1 Perkembangan sintaksis tahap ujaran multikata dalam BI ....................... 267
lxix
8.3.2 Perkembangan sintaksis tahap ujaran multikata dalam BJ ......................... 286
8.4 Campur Kode dalam Perkembangan Sintaksis .............................................. 296
8.4 Cross-linguistic Influence (CLI) dalam Perkembangan Sintaksis ................. 299
BAB IX TEMUAN BARU ................................................................................. 309
9.1 Temuan Empiris ............................................................................................. 309
9.1.1Perkembangan pemerolehan elemen fonologi ............................................ 309
9.1.2 Proses fonologis .......................................................................................... 311
9.1.3 Pemerolehan leksikon ................................................................................. 315
9.1.4 pemerolehan sintaksis ................................................................................. 320
9.2 Implikasi Teoretis........................................................................................... 323
9.3 Isu Metodologi ............................................................................................... 333
BAB X SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 335
10.1 Simpulan ...................................................................................................... 324
10.2 Saran ............................................................................................................. 344
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 346
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 359
lxx
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Vokal dalam bahasa Indonesia ........................................................................ 46
2.2 Alofon atau variasi fonem dalam Bahasa Indonesia ....................................... 47
2.3 Fonem vokal dalam bahasa Jerman................................................................. 49
2.4 Model fonologi generatif.................................................................................. 53
2.5 Model analisis fonologi generatif..................................................................... 54
2.6 Hubungan antara Crosslinguistic Influence dan Transfer ............................... 63
2.7 Model Penelitian .............................................................................................. 74
3.1 Lokasi Desa Kalibukbuk .................................................................................. 77
3.2 Lokasi Kelompok Bermain Anak..................................................................... 79
3.3 Lingkungan Kebahasaan Keluarga .................................................................. 81
3.4 Lingkungan Kebahasaan dan Masukan bahasa Anak ...................................... 81
4.1 Perkembangan Komprehensi dari umur 1;0 sampai 1;3 ................................ 102
5.1 Bunyi fonetis vokal BI pada tahap ujaran kata tunggal ................................ 130
5.2 Bunyi fonetis vokal BJ pada tahap ujaran kata tunggal ................................ 133
5.3 Vokal BI pada tahap ujaran dua kata ............................................................ 147
5.4 Vokal BJ pada tahap ujaran dua kata ............................................................ 149
5.5 Vokal BI pada tahap ujaran multikata ........................................................... 159
5.6 Vokal BJ pada tahap ujaran multikata ......................................................... 164
7.1 Pemerolehan katagori kata pada tahap ujaran kata tunggal dalam BI .......... 213
7.2 Jumlah kata baru yang diperoleh tiap bulan dari umur 1;1-1;6.21 ................ 215
7.3 Jumlah komulatif kata yang diperoleh dalam BI pada tahap ujaran kata tunggal
.............................................................................................................................. 215
7.4 Pemerolehan katagori kata pada tahap ujaran kata tunggal dalam BJ .......... 217
7.5 Jumlah kata baru yang diperoleh tiap bulan dari umur 1;4-1;8.28 dalam BJ
.............................................................................................................................. 218
7.6 komulatif kata yang diperoleh dalam BJ pada tahap ujaran kata tunggal ..... 219
7.7 Jumlah kata baru yang diperoleh tiap bulan dari umur 1;7-1;8 dalam BI ..... 221
7.8 Pemerolehan katagori kata pada tahap ujaran dua kata dalam BI ................. 222
7.9 Jumlah komulatif kata yang diperoleh dalam BI sampai pada tahap ujaran dua
kata ....................................................................................................................... 223
7.10 Jumlah kata baru yang diperoleh tiap bulan dari umur 1;9-2;5 pada tahap
ujaran dua kata dalam BJ .................................................................................... 225
7.11 Pemerolehan katagori kata pada tahap ujaran dua kata dalam BJ ............... 225
7.12 Jumlah komulatif kata yang diperoleh dalam BJ pada tahap ujaran dua kata
.............................................................................................................................. 226
7.13 Jumlah kata baru yang diperoleh tiap bulan dari umur 1;9-3;0 pada tahap
ujaran multi kata dalam BI .................................................................................. 229
7.14 Pemerolehan katagori kata pada tahap ujaran multikata dalam BI ............. 230
7.15 Jumlah komulatif kata yang diperoleh dalam BI pada tahap ujaran multikata
.............................................................................................................................. 231
7.16 Jumlah kata baru yang diperoleh tiap bulan dari umur 2;6-3;0 pada tahap
ujaran multikata dalam BJ ................................................................................... 232
lxxi
7.17 Pemerolehan katagori kata baru pada tahap ujaran multikata dalam BJ ..... 233
7.18 komulatif kata yang diperoleh dalam BJ pada tahap ujaran multikata ...... 234
7.19 Perbandingan jumlah komulatif perolehan kata dalam BI dan BJ dari umur
1;1-3;0 .................................................................................................................. 235
10.1 Bunyi vokal yang diperoleh dalam BI ........................................................ 339
10.2 Bunyi vokal yang diperoleh dalam BJ ....................................................... 340
lxxii
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Posisi fonem vokal dalam sukukata ................................................................ 46
2.2 Contoh fonem dan alofonnya dalam Bahasa Indonesia .................................. 47
2.3 Fonem konsonan dalam bahasa Indonesia ...................................................... 48
2.4 Contoh kemunculan fonem dalam bahasa Indonesia ...................................... 48
2.5 Contoh kemunculan fonem vokal bahasa Jerman ........................................... 50
2.6 Fonem konsonan dalam bahasa Jerman .......................................................... 51
2.7 Kemunculan fonem konsonan dalam bahasa Jerman ....................................... 51
2.8 Bentuk verba dalam bahasa Indonesia ............................................................. 67
2.9 Hubungan bentuk, kategori, dan fungsi sintaksis............................................. 68
2.10 Pola-pola kalimat dasar dalam bahasa Indonesia ........................................... 67
2.11 Infleksi pada verba Present Tense.................................................................. 70
2.12 Kata bantu dalam bahasa Jerman ................................................................... 71
3.1 Metode dan teknik pengumpulan Data ............................................................ 88
3.2 Prosedur penelitian ........................................................................................... 92
4.1 Komprehensi nama diri .................................................................................. 100
4.2 Daftar kata dalam BI dan BJ yang dipahami ALY ....................................... 102
4.3 Pemahaman terhadap pemahaman leksikal ................................................... 111
5.1 Pemerolehan bunyi fonetis dalam BI pada tahap ujaran kata tunggal ......... 115
5.2 Pemerolehan bunyi fonetis dalam BJ pada tahap ujaran kata tunggal ......... 117
5.3 Bunyi fonetis konsonan BI pada tahap ujaran kata tunggal ......................... 119
5.4 Distribusi bunyi fonetis konsonan dalam BI pada tahap ujaran kata tunggal
.............................................................................................................................. 121
5.5 Bunyi fonetis konsonan BJ pada tahap ujaran kata tunggal ......................... 124
5.6 Distribusi bunyi fonetis konsonan BJ pada tahap ujaran kata tunggal ........ 126
5.7 Distribusi bunyi fonetis vokal dalam BI pada tahap kata tunggal ............... 131
5.8 Distribusi bunyi fonetis vokal dalam BJ pada tahap ujaran kata tunggal .... 134
5.9 Pemerolehan bunyi dalam BI pada tahap ujaran dua kata ........................... 137
5.10 Pemerolehan bunyi dalam BJ pada tahap ujaran dua kata ......................... 139
5.11 Bunyi fonetis konsonan BI pada tahap ujaran dua kata ............................. 141
5.12 Distribusi bunyi fonetis konsonan BI pada tahap ujaran dua kata ............. 142
5.13 Bunyi fonetis konsonan BJ pada tahap ujaran dua kata ............................. 144
5.14 Distribusi konsonan BJ pada tahap ujaran dua kata ................................... 145
5.15 Distribusi bunyi fonetis vokal BI pada tahap ujaran dua kata ................... 148
5.16 Distribusi bunyi fonetis vokal BJ pada tahap ujaran dua kata ................... 149
5.17 Pemerolen bunyi fonetis dalam BI pada tahap ujaran multikata ............... 152
5.18 Pemerolen bunyi fonetis dalam BI pada tahap ujaran multikata ............... 153
5.19 Bunyi fonetis konsonan BI pada tahap ujaran multikata ........................... 156
5.20 Distribusi bunyi fonetis konsonan BI pada tahap ujaran multikata ........... 158
5.21 Bunyi fonetis konsonan BJ pada tahap ujaran multikata ........................... 159
5.22 Distribusi bunyi fonetis konsonan BJ pada tahap ujaran multikata ........... 160
5.23 Distribusi vokal BI pada tahap ujaran multikata ........................................ 163
5.24 Distribusi vokal BJ pada tahap ujaran multikata ........................................ 164
5.25 Urutan pemerolehan bunyi fonetis konsonan dan vokal ............................ 166
lxxiii
6.1 Proses pengedepanan dalam BI .................................................................... 173
6.2 Proses pengedepanan dalam BJ ................................................................... 174
6.3 Proses Penghambatan dalam BI ................................................................... 177
6.4 Proses Penghambatan dalam BJ ................................................................... 177
6.5 Penasalan dalam BI pada tahap Ujaran Leksikal Tunggal ........................... 179
6.6 Penasalan dalam BJ pada tahap Ujaran Leksikal Tunggal ........................... 180
6.7 Penggantian bunyi getar menjadi lateral dalam BI ...................................... 182
6.8 Penggantian bunyi uvular frikatif menjadi lateral dalam BJ ........................ 184
6.9 Penggantian /ɐ/ Menjadi /a/ atau /ə/ BJ .................................................... 185
6.10 Penggantian /x/ Menjadi/h/ dalam BJ ..................................................... 186
6.11 Substitusi dengan Nasal Homorgan ........................................................... 187
6.12 Proses Harmonisasi vokal dalam BI .......................................................... 188
6.13 Ketiadaan harmonisasi vokal dalam BJ ...................................................... 190
6.14 Harmonisasi konsonan dalam BI ............................................................... 191
6.15 Penghilangan suku kata takbertekanan dalam BI ....................................... 192
6.16 Penghilangan konsonan awal dalam BI ..................................................... 194
6.17 Penghilangan konsonan awal dalam BJ ..................................................... 195
6.18 Penghilangan konsonan akhir dalam BI ..................................................... 196
6.19 Penghilangan konsonan akhir dalam BJ .................................................... 196
6.20 Reduksi kluster dalam BI ............................................................................. 197
6.21 Reduksi kluster dalam BJ ............................................................................ 198
6.22 Penghilangan semivokal dalam BI .............................................................. 199
6.23 Pelesapan bunyi getar dalam BI ................................................................. 200
6.24 Haplologi dalam BI ..................................................................................... 201
6.25 Haplologi dalam BJ ..................................................................................... 201
6.26 Transfer konsonan afrikat [č] ...................................................................... 203
6.27 Transfer bunyi konsonan semivokal [w] ..................................................... 204
6.28 Transfer bunyi konsonan semivokal [y] ...................................................... 205
6.29 Transfer posisi bunyi konsonan frikatif [s] ................................................. 206
6.30 Transfer posisi bunyi vokal rendah [a] ....................................................... 207
7.1 Perolehan katagori kata dalam BI dan BJ .................................................... 238
7.2 Padanan leksikal yang dikembangkan ALY dan usia perolehan .................. 241
8.1 Perkembangan sintaksis BI ........................................................................... 306
8.2 Perkembangan sintaksis BJ ........................................................................... 307
8.3 CLI dalam perkembangan sintaksis .............................................................. 308
9.1 Urutan pemerolehan bunyi fonetis konsonan dan vokal .............................. 310
9.2 Proses Fonologis ALY .................................................................................. 311
10.1 Bunyi konsonan yang sudah diperoleh dalam BI ........................................ 338
10.2 Bunyi konsonan yang sudah diperoleh dalam BJ ....................................... 339
lxxv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
SINGKATAN
Adj : Adjektif
ALY : Alyssa
AK : Akusatif
ART : Artikel
ASP : Aspek
BB : Bahasa Bali
BI : Bahasa Indonesia
BING : Bahasa Inggris
BJ : Bahasa Jerman
BSI : Bahasa Sang Ibu
CLI : Cross-linguistic Influence
DAT : Datif
DEF : Definit
DRK : Direktif
FEM : Feminim
GEN : Genetif
INF : Infinitif
JMK : Jamak
KBV : Kata Bantu Verba
MOD : Modalitas
MSK : Maskulin
NEG : Negatif
NET : Netral
NOM : Nominatif
POSS : Posesif
PREP : Preposisi
PRON : Pronomina
REL : Relatif
SDH : Separate Development Hyphothesis
STAT : Statif
TEs : Translation Equivalents
TG : Tunggal
UG : Universal Grammar
lxxvi
ULS : Unitary Language System
LAMBANG
[ ] : menunjukkan ejaan fonetis
/ / : menunjukkan ejaan fonemis
/ : pada lingkungan
{ } : menunjukkan satuan morfem
# : menunjukkan batas kata
-# : posisi akhir
#- : posisi awal
Ø : kosong atau lesap