Upload
truonghanh
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PEMERINTAH KABUPATEN KAURPERATURAN DAERAH
KABUPATEN KAUR
NOMOR TAHUN 2012
TENTANG
POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KAUR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KAUR,
Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih,transparan dan akuntabel dalam pengelolaan keuangandaerah harus dilakukan dengan tertib, taat padaperaturan perundang-Undangan, efektif, efisien,ekonomis, transparan dan bertanggungjawab denganmemperhatikan azas keadilan, kepatutan dan manfaatuntuk masyarakat sehingga tercipta akuntabilitas publikyang baik (Wajar Tanpa Pengecualian);
b. bahwa berdasarkan Pasal 151 ayat (1) PeraturanPemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Peraturan MenteriDalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telahbeberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan MenteriDalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, maka Pengelolaan
2
Keuangan Daerah harus diatur dengan PeraturanDaerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkanPeraturan Daerah tentang Pokok-Pokok PengelolaanKeuangan Daerah di lingkungan Pemerintah KabupatenKaur;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentangPenyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dariKorupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun1999 Nomor 75, TambahanLembaran RI Negara Nomor 3851);
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentangPembentukan Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Selumadan Kabupaten Kaur di Provinsi Bengkulu (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 23,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4266);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentangKeuangan Negara (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran NegaraRepublik IndonesiaI Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentangPerbendaharaan Negara (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentangPemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung JawabKeuangan Negara (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 66 Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4400);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan LembaranRepublik Indonesia Negara Nomor 4437), sebagaimanatelah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentangPerimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat danPemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
3
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4438);
8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RencanaPembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 -2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara RepubllikIndonesia Nomor 4700);
9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PajakDaerah dan Restribusi Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2011 Nomor 130, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentangPembentukan Peraturan Perundang-Undangan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5234);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentangTata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah(Lembaran Negara Republlik Indonesia Tahun 2000Nomor 205, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4025);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentangKedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil KepalaDaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2000 Nomor 206, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4026);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentangKedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan AnggotaDPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4416) sebagaimana telah diubahdengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2005tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler danKeuangan Pimpinan dan Anggota Dewan PerwakilanRakyat Daerah (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomor 94, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4540);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentangPengelolaan Badan Layanan Umum (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502);
4
15. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentangPinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2005 Nomot 136, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4574);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentangDana Perimbangan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4576);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentangSistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2005 Nomot 138, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentangSistem Hibah Kepada Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2005 Nomot 139, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentangPengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2005 Nomot 140, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentangPedoman Penyusunan dan Penerapan StandarPelayanan Minimal (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4585);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentangPembinaan dan Pengawasan Atas PenyelenggaraanPemerintah Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan LembaranNegara RI Nomor 4090);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 danPerubahannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4855);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentangPelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemeirntah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4614);
5
24. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentangPembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,Pemerintah Daerah Propinsi, Dan Pemerintah DaerahKabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4737);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentangOrganisasi Perangkat Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentangSistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)(Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor4890);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentangStandar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentangPinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2011 Nomor 59, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 5219);
29. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentangPengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
30. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,sebagaimana telah diubah dengan Peraturan PemerintahNomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas PeraturanMenteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentangPedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang terakhirdiubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Pedoman AtasPeraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
31. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
32. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BadanLayanan Umum Daerah;
33. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008tentang Tata Cara Penatausahaan Dan Penyusunan
6
Laporan Pertanggungjawaban Bendahara SertaPenyampaiannya;
34. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosialyang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah.
Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KAURdan
BUPATI KAUR
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG POKOK-POKOKPENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI LINGKUNGANPEMERINTAH KABUPATEN KAUR.
BAB IKETENTUAN UMUM
Bagian PertamaPengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Kaur.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Kaur.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kaur.
4. Bupati adalah Bupati Kaur.
7
5. Wakil Bupati adalah Wakil Bupati Kaur.
6. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Kaur.
7. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintah Kabupaten Kaur yang dapat dinilai dengan
uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut.
8. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan Kabupaten Kaur
yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
9. Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.
10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD
adalah APBD Kabupaten Kaur yang merupakan suatu Rencana Keuangan
Tahunan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD.
11. Satuan Kerja Perangkat Daerah selanjutnya disingkat SKPD adalah
perangkat daerah pada Kabupaten Kaur yang bertanggung jawab kepada
Bupati dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan selaku
pengguna anggaran/barang.
12. Organisasi adalah unsur Pemerintah Kabupaten Kaur yang terdiri dari DPRD
Kaur, Bupati/Wakil Bupati dan SKPD Kabupaten Kaur.
13. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah Bupati Kaur
yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan
keseluruhan pengelolaan keuangan daerah dan mempunyai kewajiban
menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan tersebut
kepada DPRD Kabupaten Kaur.
14. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD
adalah Pejabat yang ditunjuk Bupati Kaur yang mempunyai tugas
melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum
daerah.
15. Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD
yang bertindak dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah.
16. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat
SKPKD adalah Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
8
Kabupaten Kaur selaku pengguna anggaran/pengguna barang yang juga
melaksanakan pengelolaan keuangan daerah.
17. Pengguna Anggaran adalah pejabat yang memegang kewenangan
penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD
yang dipimpinnya.
18. Pengguna barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan
barang milik daerah pada Kabupaten Kaur.
19. Kuasa Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat Kuasa BUD
adalah pejabat pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset
Daerah Kabupaten Kaur yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian
tugas BUD.
20. Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat pada Kabupaten Kaur yang diberi
kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran
dalam melaksanakan sebagian tugas Pengguna Anggaran (KPA)
21. Pejabat Penatausahaaan Keuangan SKPD yang selanjutnya disingkat PPK-
SKPD adalah pejabat pada Kabupaten Kaur yang melaksanakan fungsi tata
usaha keuangan pada SKPD.
22. Pejabat Penatausahaaan Keuangan SKPKD yang selanjutnya disingkat PPK-
SKPKD adalah pejabat pada Kabupaten Kaur yang melaksanakan fungsi tata
usaha keuangan pada SKPKD.
23. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah
pejabat pada unit kerja SKPD Kabupaten Kaur yang melaksanakan satu atau
beberapa kegiatan dari suatu program sesuai bidang tugasnya.
24. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat
yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
25. Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional pada Kabupaten Kaur
yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan,
dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam rangka
pelaksanaan APBD pada SKPD.
26. Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional pada Kabupaten Kaur
yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan,
menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan
belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
9
27. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan pada Kabupten Kaur yang terdiri
atas satu atau lebih entitias akuntansi yang menurut peraturan perudang-
undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan
keuangan.
28. Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/barang
pada Kabupaten Kaur dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan
akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas
pelaporan.
29. Unit Kerja adalah bagian dari SKPD Kabupaten Kaur yang melaksanakan
satu atau beberapa program.
30. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat
RPJPD adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah Kabupaten
Kaur untuk periode 20 (dua puluh) tahun.
31. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya
disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan Kabupaten Kaur untuk
periode 5 (lima) tahun.
32. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan Kabupaten
Kaur untuk periode 1 (satu) tahun.
33. Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD adalah
tim pada Kabupaten Kaur yang dibentuk dengan keputusan Kepala Daerah
dan dipimpin oleh Sekretaris Daerah yang mempunyai tugas menyiapkan
serta melaksanakan kebijakan Kepala Daerah dalam rangka penyusunan
APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat perencana daerah, PPKD dan
pejabat lainnya sesuai dengan kebutuhan.
34. Kebijakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen
pada Kabupaten Kaur yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja,
dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu)
tahun.
35. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS
adalah rancangan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran
pada Kabupaten Kaur yang diberikan kepada SKPD untuk setiap program
10
sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD sebelum disepakati dengan
DPRD.
36. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-SKPD
adalah dokumen perencanaan dan penganggaran pada kabupaten Kaur
yang berisi rencana pendapatan dan rencana belanja program dan kegiatan
SKPD sebagai dasar penyusunan APBD.
37. Rencana Kerja dan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang
selanjutnya disingkat RKA-PPKD adalah rencana kerja dan anggaran Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah selaku Bendahara
Umum Daerah.
38. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan penganggaran
berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan
tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan
mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan
pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju.
39. Prakiraan Maju (forward estimate) adalah perhitungan kebutuhan dana untuk
tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan
kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi
dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.
40. Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah
dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan
kualitas yang terukur.
41. Penganggaran Terpadu (unified budgeting) adalah penyusunan rencana
keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis
belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada
prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana.
42. Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu yang
dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional.
43. Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak
dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk
mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi
kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan, dan
mensejahterakan masyarakat.
11
44. Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk dan upaya yang
berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang
disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai misi SKPD.
45. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih
unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada
suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber
daya baik yang berupa personil (sumber daya manusia), barang modal
termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau
kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk
menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.
46. Sasaran (target) adalah hasil yang diharapkan dari suatu program atau
keluaran yang diharapkan dari suatu kegiatan.
47. Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan
yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan
program dan kebijakan.
48. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam satu program.
49. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang
ditentukan oleh Kepala Daerah untuk menampung seluruh penerimaan
daerah dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran daerah.
50. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat menyimpan uang
daerah yang ditentukan oleh Kepala Daerah untuk menampung seluruh
penerimaan daerah dan digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran
daerah pada bank yang ditetapkan.
51. Uang Daerah adalah uang yang dikuasai oleh BUD.
52. Uang Persedian (UP) adalah sejumlah uang yang disediakan untuk SKPD
dalam melaksanakan kegatan operasional kantor sehari-hari.
53. Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
54. Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
55. Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
56. Belanja Daerah adalah kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan daerah.
12
57. Surplus Anggaran Daerah adalah selisih lebih antara pendapatan daerah dan
belanja daerah.
58. Defisit Anggaran Daerah adalah selisih kurang antara pendapatan daerah
dan belanja daerah.
59. Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
60. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah
selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu
periode anggaran.
61. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah
menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari
pihak lain sehingga daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
62. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kembali kepada
Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai
dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah.
63. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kembali oleh
Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat
dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan, perjanjian,
atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
64. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan guna mendanai kegiatan yang
memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun
anggaran.
65. Investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis
seperti bunga, deviden, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya
sehingga dapat meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam
rangka pelayanan kepada masyarakat.
66. Hibah adalah pemberian uang, barang dan/atau jasa dari pemerintah daerah
kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah,
masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah
ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak
13
secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan
urusan pemerintah daerah.
67. Bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang dan/atau barang dari
pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau
masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang
bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
68. Resiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan
potensi terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga,
kelompok dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi,
krisis politik, fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan
belanja bantuan sosial akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam
kondisi wajar.
69. Naskah Perjanjian Hibah Daerah selanjutnya disingkat NPHD adalah naskah
perjanjian hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah antara pemerintah daerah dengan penerima hibah.
70. Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota
masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam
rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila termasuk organisasi non
pemerintahan yang bersifat nasional dibentuk berdasarkan ketentuan
perundang-undangan.
71. Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat DPA-
SKPD adalah dokumen yang memuat pendapatan dan belanja yang
digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran.
72. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang
selanjutnya disingkat DPA-PPKD adalah dokumen pelaksanaan anggaran
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah selaku
Bendahara Umum Daerah.
73. Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran SKPD yang selanjutnya
disingkat DPPA-SKPD adalah dokumen yang memuat perubahan
14
pendapatan dan belanja yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan
perubahan anggaran oleh pengguna anggaran.
74. Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran PPKD yang selanjutnya
disingkat DPPA-PPKD adalah dokumen yang memuat perubahan
pendapatan dan belanja yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan
perubahan anggaran oleh pengguna anggaran.
75. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan yang selanjutnya disingkat DPAL
adalah dokumen yang memuat sisa belanja tahun sebelumnya sebagai dasar
pelaksanaan anggaran tahun berikutnya.
76. Kegiatan Tahun Jamak adalah kegiatan yang dianggarkan dan dilaksanakan
untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang pekerjaannya dilakukan
melalui kontrak tahun jamak.
77. Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk yang bersumber
dari penerimaan dan perkiraan kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana
yang cukup guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.
78. Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah dokumen
yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai
dasar penerbitan SPP.
79. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah
dokumen yang diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan kegiatan/bendahara pengeluaran untuk mengajukan permintaan
pembayaran.
80. SPP Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-UP adalah dokumen
yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan uang muka
kerja yang bersifat pengisian kembali (revolving) yang tidak dapat dilakukan
dengan pembayaran langsung.
81. SPP Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-GU adalah
dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan
pengganti uang persediaan yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran
langsung.
82. SPP Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-TU adalah
dokumen yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan
tambahan uang persediaan guna melaksanakan kegiatan SKPD yang
15
bersifat mendesak dan tidak dapat digunakan untuk pembayaran langsung
dan uang persediaan.
83. SPP Langsung yang selanjutnya disingkat SPP-LS adalah dokumen yang
diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan pembayaran gaji
dan pembayaran langsung kepada pihak ketiga atas dasar perjanjian kontrak
kerja atau surat perintah kerja lainnya dengan jumlah, penerima, peruntukan,
dan waktu pembayaran tertentu yang dokumennya disiapkan oleh PPTK.
84. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen
yang digunakan/diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD dan
DPA-PPKD.
85. Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-
UP adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran untuk
penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD yang dananya
dipergunakan untuk mendanai kegiatan operasional kantor.
86. Surat Perintah Membayar Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat
SPM-GU adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran untuk
penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD yang dananya
dipergunakan untuk mengganti uang persediaan yang telah dibelanjakan.
87. Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya
disingkat SPM-TU adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban
pengeluaran DPA-SKPD, karena kebutuhan dananya melebihi dari jumlah
batas pagu uang persediaan yang telah ditetapkan sesuai ketentuan.
88. Surat Perintah Membayar Langsung selanjutnya disingkat SPM-LS adalah
dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD dan
DPA-PPKD untuk pembayaran gaji dan kepada pihak ketiga.
89. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah
dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan
oleh BUD berdasarkan SPM.
90. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas
beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
16
91. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Daerah adalah sistem pengendalian
intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah
daerah.
92. Kerugian Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang
nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik
disengaja maupun lalai.
93. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah
SKPD/unit kerja pada SKPD di lingkungan Pemerintah Daerah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ruang Lingkup keuangan daerah meliputi :
a. hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta
melakukan pinjaman;
b. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintah daerah dan
membayar tagihan pihak ketiga;
c. penerimaan daerah;
d. pengeluaran daerah;
e. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah; dan
f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.
17
Pasal 3
Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi :
a. asas umum pengelolaan keuangan daerah;
b. pejabat-pejabat yang mengelola keuangan daerah;
c. struktur APBD;
d. penyusunan RKPD, KUA, PPAS, dan RKA-SKPD;
e. penyusunan dan penetapan APBD;
f. pelaksanaan dan perubahan APBD;
g. penatausahaan keuangan daerah;
h. penanggungjawaban pelaksanaan APBD;
i. pengendalian defisit dan penggunaan surplus APBD;
j. pengelolaan kas umum daerah;
k. pengelolaan piutang daerah;
l. pengelolaan investasi daerah;
m. pengelolaan barang milik daerah;
n. pengelolaan dana cadangan;
o. pengelolaan utang daerah;
p. pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah;
q. penyelesaian kerugian daerah;
r. pengelolaan keuangan badan pelayanan umum daerah; dan
s. pengaturan pengelolaan keuangan daerah.
Bagian Ketiga
Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 4
(1) Keuangan Daerah dikelola secara tertib, taat pada Peraturan Perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan, dan manfaat untuk
masyarakat.
18
(2) Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang
terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
BAB II
KEKUASAAN PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 5
(1) Bupati selaku Kepala Pemerintah Daerah adalah pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
(2) Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mempunyai kewenangan :
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah;
c. menetapkan kuasa pengguna anggaran/barang;
d. menetapkan bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran;
e. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan
daerah;
f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan
piutang daerah;
g. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik
daerah; dan
h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan
memerintahkan pembayaran.
(3) Kepala Daerah selaku pemegang Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah
melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada:
a. Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah;
19
b. Kepala Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku PPKD; dan
c. Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.
(4) Pelimpahan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan
dengan Keputusan Bupati berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kedua
Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 6
(1) Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam
pasal 5 ayat (3) mempunyai tugas koordinasi dibidang :
a. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD;
b. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah;
c. penyusunan Rancangan APBD dan Rancangan Perubahan APBD;
d. penyusunan Raperda APBD, Perubahan APBD dan pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD;
e. tugas-tugas pejabat perencanaan daerah, PPKD, dan pejabat pengawas
keuangan daerah; dan
f. penyusunan Laporan Keuangan Daerah dalam rangka
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD.
(2) Selain tugas-tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Koordinator
Pengelolaan Keuangan daerah juga mempunyai tugas :
a. memimpin Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD);
b. menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD;
c. menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah;
d. memberikan persetujuan pengesahan DPA-SKPD; dan
e. melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah
lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh Bupati.
(3) Koordinator Pengelolaan keuangan daerah bertanggung jawab atas
pelaksanaan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada
Bupati.
20
Bagian Ketiga
Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 7
(1) PPKD mempunyai tugas sebagai berikut :
a. menyusun RKA-PPKD dan DPA/DPPA-PPKD;
b. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah;
c. menyusun Rancangan APBD dan Rancangan Perubahan APBD;
d. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah;
e. melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah;
f. menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD; dan
g. melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh
Bupati.
(2) PPKD selaku BUD berwenang :
a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b. mengesahkan DPA/DPPA-SKPD dan DPA/DPPA-PPKD;
c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan
pengeluaran kas daerah;
e. melaksanakan pemungutan pajak daerah;
f. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh Bank
dan/atau lembaga keuangan yang telah ditunjuk;
g. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan
APBD;
h. menyimpan uang daerah;
i. menetapkan SPD;
j. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan
investasi
k. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna
anggaran atas beban rekening kas umum daerah;
21
l. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama
pemerintah daerah;
m. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah atas
persetujuan DPRD;
n. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
o. melakukan penagihan piutang daerah
p. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
q. menyajikan informasi keuangan daerah;
r. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan
barang milik daerah
(3) PPKD selaku BUD menunjuk pejabat dilingkungan satuan kerja pengelola
keuangan daerah, selaku kuasa BUD.
(4) PPKD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Daerah
melalui Sekretaris Daerah.
Pasal 8
(1) Penunjukan Kuasa BUD sebagaimana Pasal 8 dimaksud pada Pasal 7 ayat (3)
ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(2) Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas:
a. menyiapkan anggaran kas;
b. menyiapkan SPD;
c. menerbitkan SP2D; dan
d. menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah
(3) Kuasa BUD selain melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat (3) juga
melaksanakan wewenang sebagimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2), huruf
f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf k, huruf m, huruf n, dan huruf o.
(4) Kuasa BUD bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD.
22
Pasal 9
Pelimpahan wewenang selain sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (4),
dapat dilimpahkan kepada pejabat lainnya di lingkungan satuan kerja pengelolaan
keuangan daerah.
Bagian Keempat
Pejabat Pengguna Anggaran / Pengguna Barang Daerah
Pasal 10
(1) Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Daerah mempunyai tugas:
a. menyusun RKA-SKPD;
b. menyusun DPA-SKPD dan DPPA-SKPD;
c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
anggaran belanja;
d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
f. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
g. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam batas
anggaran yang telah ditetapkan;
h. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang
dipimpinnya;
i. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung
jawab SKPD yang dipimpinnya;
j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;
k. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
l. melaksanakan tugas-tugas Pengguna Anggaran/Pengguna Barang lainnya
berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh Bupati;
m.bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Bupati melalui
Sekretaris Daerah;
(2) Dalam rangka pengadaan barang/jasa, Pengguna Anggaran bertindak
sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sesuai perundang-undangan
dibidang pengadaan barang/jasa pemerintah.
23
Bagian Kelima
Pejabat Pengguna Anggaran / Kuasa Pengguna Barang Daerah
Pasal 11
(1) Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-
tugasnya dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Kepala Unit
Kerja pada SKPD selaku Kuasa pengguna anggaran/pengguna barang.
(2) Pelimpahan sebagian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Bupati atas usul Kepala SKPD.
(3) Penetapan Kepala Unit Kerja pada SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berdasarkan pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran
jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang
kendali dan pertimbangan obyektif lainnya.
(4) Kuasa Pengguna Anggaran/kuasa Pengguna Barang bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugasnya kepada Pengguna Anggaran/Pengguna Barang.
(5) Dalam pengadaan barang/jasa, Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus
bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sesuai peraturan
perundang-undangan di bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Bagian Keenam
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD
Pasal 12
(1) Pejabat Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dalam
melaksanakan program dan kegiatan dapat menunjuk pajabat dalam Unit Kerja
SKPD selaku PPTK.
(2) PPTK sebagaimana dimaksud ayat (1) mempunyai tugas mancakup:
a. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
b. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan;
24
c. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan
kegiatan.
(3) penunjukkan PPTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)
berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban
kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan obyektif lainnya.
(4) PPTK bertanggung jawab kepada Pejabat Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran.
Bagian Ketujuh
Pejabat Penatausahaan Keuangan PPKD dan Pejabat Penatausahaan Keuangan
SKPD
Pasal 13
Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD
(1) Dalam rangka melaksanakan wewenang atas penggunaan anggaran yang
dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD menetapkan pejabat yang
melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai Pejabat
Penatausahaan Keuangan SKPD.
(2) Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mempunyai tugas :
a. meneliti kelengkapan SPP-LS yang diajukan oleh PPTK;
b. meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU yang diajukan oleh
Bendahara Pengeluaran;
c. menyiapkan SPM; dan
d. menyiapkan laporan keuangan SKPD.
(3) Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD tidak boleh merangkap sebagai
pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah,
bendahara, dan/atau PPTK.
25
Pasal 14
Pejabat Penatausahaan Keuangan PPKD
(1) Dalam rangka melaksanakan wewenang atas penggunaan anggaran yang
dimuat dalam DPA-PPKD, kepala SKPKD menetapkan pejabat yang
melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPKD sebagai Pejabat
Penatausahaan Keuangan PPKD.
(2) Pejabat Penatausahaan Keuangan PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mempunyai tugas :
a. meneliti kelengkapan SPP-LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran;
b. meneliti kelengkapan SPP-TU yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran;
c. menyiapkan SPM; dan
d. menyiapkan laporan keuangan PPKD.
(3) Pejabat Penatausahaan Keuangan PPKD tidak boleh merangkap sebagai
pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah,
bendahara.
Bagian Kedelapan
Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu dan Bendahara
Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu
Pasal 15
(1) Bupati atas usul PPKD mengangkat Bendahara Penerimaan/Bendahara
Penerimaan Pembantu untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam
rangka pelaksanaan anggaran pendapatan pada SKPD dan PPKD.
(2) Bupati atas usul PPKD mengangkat Bendahara Pengeluaran/Bendahara
Pengeluaran Pembantu untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam
rangka pelaksanaan anggaran belanja pada SKPD dan PPKD.
(3) Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu dan Bendahara
Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) adalah Pejabat Fungsional.
26
(4) Dalam hal PA melimpahkan sebagian wewenangnya kepada KPA, Kepala
Daerah menetapkan bendahara Penerimaan Pembantu dan Bendahara
Pengeluaran Pembantu pada unit kerja terkait.
(5) Bendahara Penerimaan/Bendahara Penerimaan Pembantu dan Bendahara
Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran Pembantu dilarang melakukan, baik
secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan
pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas
kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut, serta menyimpan uang pada suatu
bank atau lembaga keuangan lainnya atas nama pribadi.
(6) Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran secara fungsional
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD.
BAB III
ASAS UMUM DAN STRUKTUR APBD
Bagian Pertama
Asas Umum APBD
Pasal 16
(1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan
kemampuan pendapatan daerah.
(2) Penyusunan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman
kepada RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat
untuk tercapainya tujuan bernegara.
(3) APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi.
(4) APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pasal 17
(1) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah baik dalam bentuk uang,
barang dan/atau jasa dianggarkan dalam APBD.
27
(2) Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan
yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber
pendapatan.
(3) Seluruh pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah
dianggarkan secara bruto dalam APBD.
(4) Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan
pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
(1) Dalam penyusunan APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung
dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.
(2) Penganggaran untuk setiap pengeluaran APBD harus didukung dengan dasar
hukum yang melandasinya.
Pasal 19
Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari
sampai dengan 31 Desember.
Bagian Kedua
Struktur APBD
Pasal 20
(1) APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :
a. pendapatan daerah;
b. belanja daerah; dan
c. pembiayaan daerah.
(2) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi semua
penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah
28
ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran
yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.
(3) Belanja daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi semua
pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana
lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang
tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
(4) Pembiayaan daerah sebagaimana pada ayat (1) huruf c meliputi semua
penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan
diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada
tahun-tahun anggaran berikutnya.
Bagian Ketiga
Pendapatan Daerah
Pasal 21
Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a
terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD);
b. Dana Perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pasal 22
(1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf
a terdiri atas:
a. pajak daerah;
b. retribusi daerah;
c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d. lain-lain PAD yang sah.
(2) Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d mencakup :
29
a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau
angsuran/cicilan;
b. jasa giro;
c. pendapatan bunga;
d. penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;
e. penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;
f. penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing;
g. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
h. pendapatan denda pajak;
i. pendapatan denda retribusi;
j. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;
k. pendapatan dari pengembalian;
l. fasilitas sosial dan fasilitas umum;
m. pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan
n. pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Pasal 23
Pendapatan Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 huruf b
meliputi :
a. Dana Bagi Hasil;
b. Dana Alokasi Umum; dan
c. Dana Alokasi Khusus.
Pasal 24
Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah
selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-
lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah.
30
Pasal 25
(1) Hibah sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 merupakan bantuan berupa
uang, barang dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan
badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Bupati dengan berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Keempat
Belanja Daerah
Pasal 26
(1) Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan kabupaten yang terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
(2) Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam
bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial
dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
(3) Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan
minimal berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
(1) Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3)
diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, kelompok, program dan kegiatan,
serta jenis belanja.
31
(2) Klasifikasi belanja menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah.
(3) Klasifikasi belanja menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari :
a. klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan
b. klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara.
(4) Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a diklasifikasikan menurut kewenangan pemerintah
kabupaten.
(5) Klasifikasi belanja menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf
b yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan
keuangan negara terdiri dari :
a. pelayanan umum;
b. ketertiban dan keamanan;
c. ekonomi;
d. lingkungan hidup;
e. perumahan dan fasilitas umum;
f. kesehatan;
g. pariwisata dan budaya;
h. agama;
i. pendidikan; serta
j. perlindungan sosial.
(6) Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah.
(7) Belanja menurut kelompok belanja sebagimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (3) terdiri dari:
a. belanja tidak langsung; dan
b. belanja langsung
(8) Kelompok belanja tidak langsung sebagaimana pada ayat (7) huruf a
merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program kegiatan.
32
(9) Kelompok belanja langsung sebagimana dimaksud pada ayat (7) huruf b
merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program kegiatan.
(10) Klasifikasi belanja menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri dari:
a. belanja pegawai;
b. belanja barang dan jasa;
c. belanja modal;
d. bunga;
e. subsidi;
f. hibah;
g. bantuan sosial;
h. belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan
i. belanja tidak terduga.
(11) Kegiatan yang dibiayai dari Belanja Langsung dapat mengikat dana
anggaran untuk 1 (satu) tahun anggaran atau lebih dari 1 (satu) tahun
anggaran dalam bentuk kegiatan tahun jamak sesuai peraturan perundang-
undangan.
(12) Penganggaran dalam APBD untuk setiap jenis belanja sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
Bagian Kelima
Pembiayaan Daerah
Pasal 28
(1) Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf c
terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
(2) Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup :
a. SILPA tahun anggaran sebelumnya;
b. pencairan dana cadangan;
33
c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. penerimaan pinjaman; dan
e. penerimaan kembali pemberian pinjaman;
f. Penerimaan piutang daerah.
(3) Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup :
a. pembentukan dana cadangan;
b. penyertaan modal pemerintah daerah;
c. pembayaran pokok utang; dan
d. pemberian pinjaman.
(4) Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap
pengeluaran pembiayaan.
(5) Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran.
BAB IV
PENYUSUNAN RANCANGAN APBD
Bagian Pertama
Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Pasal 29
RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari visi, misi,
dan program Bupati yang penyusunannya berpedoman kepada RPJP Daerah
dengan memperhatikan RPJM Nasional dan standar pelayanan minimal yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
Pasal 30
RPJMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ditetapkan paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah Bupati dilantik.
Pasal 31
(1) SKPD menyusun rencana strategis yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD
yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan
34
pembangunan yang bersifat indikatif sesuai dengan tugas dan fungsi masing-
masing.
(2) Penyusunan Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berpedoman pada RPJMD.
Pasal 32
(1) Pemerintah Daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari
RPJMD dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1
(satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah.
(2) Renja SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran
dari Renstra-SKPD yang disusun berdasarkan evaluasi pencapaian
pelaksanaan program dan kegiatan tahun-tahun sebelumnya.
(3) RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rancangan kerangka
ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja
yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh
Pemerintah Daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat.
(4) Kewajiban daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mempertimbangkan
prestasi capaian standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 33
(1) RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) disusun untuk
menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan.
(2) Penyusunan RKPD diselesaikan selambat-lambatnya akhir bulan Mei tahun
anggaran sebelumnya.
(3) RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Bupati.
35
Bagian Kedua
Kebijakan Umum APBD
Pasal 34
(1) Bupati berdasarkan RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
menyusun Rancangan Kebijakan Umum APBD.
(2) Penyusunan Rancangan Kebijakan Umum APBD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berpedoman pada pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan
oleh Menteri Dalam Negeri setiap tahun.
(3) Bupati menyampaikan Rancangan Kebijakan Umum APBD tahun anggaran
berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai landasan
penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan bulan
Juni tahun anggaran berjalan,
(4) Rancangan Kebijakan Umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD.
Bagian Ketiga
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Pasal 35
(1) Berdasarkan kebijakan Umum APBD yang telah disepakati, Pemerintah
Daerah dan DPRD membahas Rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara yang disampaikan oleh Bupati.
(2) Pembahasan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat minggu kedua Bulan Juli
tahun anggaran sebelumnya.
(3) Pembahasan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. menentukan skala prioritas dalam urusan wajib dan urusan pilihan;
36
b. menentukan urutan program dalam masing-masing urusan;
c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
(4) Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang
telah dibahas dan disepakati bersama Bupati dan DPRD dituangkan dalam
nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh Bupati dan pimpinan
DPRD.
(5) Bupati berdasarkan nota kesepakatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(4) menerbitkan pedoman penyusunan RKA-SKPD dan RKA-PPKD sebagai
pedoman Kepala SKPD dan SKPKD menyusun RKA-SKPD dan RKA-PPKD.
Bagian Keempat
Rencana Kerja dan Anggaran SKPD dan PPKD
Pasal 36
(1) Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD dan RKA-PPKD sebagaimana
dimaksud pada Pasal 35 ayat (5), Kepala SKPD dan SKPKD menyusun RKA-
SKPD dan RKA-PPKD.
(2) RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran
jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran
berdasarkan prestasi kerja.
Pasal 37
Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka
menengah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan
kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun
anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan
implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun
berikutnya.
Pasal 38
37
Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan penganggaran terpadu dilakukan
dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di
lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.
Pasal 39
(1) Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang
diharapkan dari kegiatan dan program termasuk efisiensi dalam pencapaian
keluaran dan hasil tersebut.
(2) Penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis
standar belanja, standar satuan harga dan standar pelayanan minimal.
(3) Standar satuan harga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan keputusan Bupati.
Pasal 40
RKA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) memuat rencana
pendapatan belanja untuk masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi
untuk tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengan rincian obyek pendapatan,
belanja dan pembiayaan, serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya.
Bagian Kelima
Penyiapan Raperda APBD
Pasal 41
(1) RKA-SKPD yang telah disusun oleh Kepala SKPD dan RKA-PPKD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) disampaikan kepada PPKD.
(2) RKA-SKPD dan RKA-PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya
dibahas oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah.
38
(3) Pembahasan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dan
RKA-PPKD dengan Kebijakan Umum APBD, Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya,
dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja,
analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan
minimal.
Pasal 42
(1) PPKD menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD berikut
dokumen pendukung berdasarkan RKA-SKPD dan RKA-PPKD yang telah
ditelaah oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah.
(2) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Nota
Keuangan dan Rancangan APBD.
BAB V
PENETAPAN APBD
Bagian Pertama
Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Pasal 43
Bupati menyampaikan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD kepada DPRD
disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya pada minggu pertama Bulan
Oktober tahun sebelumnya untuk dibahas dalam rangka memperoleh persetujuan
bersama.
39
Pasal 44
(1) Tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan
sesuai dengan peraturan tata tertib DPRD mengacu pada peraturan
Perundang-undangan.
(2) Pembahasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) menitikberatkan
pada kesesuaian antara Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara dengan program dan kegiatan yang diusulkan dalam
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
Bagian Kedua
Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Pasal 45
(1) Pengambilan Keputusan Bersama DPRD dan Bupati terhadap Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(2) Atas dasar persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati
menyiapkan Rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD.
Pasal 46
(1) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
ayat (1) tidak mengambil keputusan bersama dengan Bupati terhadap
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, Bupati melaksanakan
pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran
sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan, yang disusun dalam
rancangan peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD.
(2) Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk belanja yang bersifat
mengikat dan belanja yang bersifat wajib.
40
(3) Rancangan Peraturan Bupati sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Gubernur Bengkulu.
(4) Pengesahan terhadap Rancangan Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung
sejak diterimanya rancangan dimaksud.
(5) Apabila sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum
disahkan Rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD ditetapkan
menjadi Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD.
Bagian Keempat
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan
Peraturan Bupati tentang Penjabaran RAPBD
Pasal 47
(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui bersama
DPRD dan Rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh Bupati paling lambat 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada
Gubernur untuk dievaluasi.
(2) Apabila Gubernur tidak memberikan hasil evaluasi dalam waktu 15 (lima belas)
hari terhitung sejak rancangan diterima, maka Bupati dapat menetapkan
Rancangan Peraturan Daerah APBD menjadi Peraturan Daerah APBD dan
Rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD menjadi Peraturan
Bupati tentang Penjabaran APBD.
(3) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD dan Rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD
sudah sesuai dengan kepentingan umum dan Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi, Bupati menetapkan rancangan dimaksud menjadi Peraturan
Daerah dan Peraturan Bupati.
(4) Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD dan Rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD
41
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, Bupati bersama DPRD melakukan penyempurnaan
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(5) Hasil Evaluasi dari Gubernur sebagaimana dimaksud pada Pasal 3
disampaikan kembali kepada DPRD Kabupaten Kaur.
(6) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati dan DPRD, dan Bupati
tetap menetapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan
Rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD menjadi Peraturan
Daerah dan peraturan Bupati, Gubernur membatalkan Peraturan Daerah dan
peraturan Bupati dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD
tahun sebelumnya.
Pasal 48
(1) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan Peraturan Daerah
oleh Gubernur, Bupati harus memperhatikan pelaksanaan Peraturan Daerah
dan selanjutnya DPRD bersama Bupati mencabut Peraturan Daerah
dimaksud.
(2) Pencabutan Peraturan Daerah yang dibatalkan oleh Gubernur dilakukan
dengan Peraturan Daerah tentang Pencabutan Peraturan Daerah tentang
APBD.
(3) Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya ditetapkan
dengan Peraturan Bupati.
Pasal 49
Hasil evaluasi atas Rancangan peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan
Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD ditetapkan dengan Keputusan
Gubernur.
Pasal 50
(1) Penyempurnaan hasil evaluasi dari Gubernur dilakukan Bupati bersama
dengan Panitia Anggaran DPRD.
42
(2) Hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Pimpinan DPRD.
(3) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2)
dijadikan penetapan Peraturan Daerah tentang APBD.
(4) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan
pada sidang paripurna berikutnya.
(5) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
disampaikan kepada Gubernur, paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah
keputusan tersebut ditetapkan.
Bagian Kelima
Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan
Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD
Pasal 51
(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Bupati
tentang Penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh Bupati
menjadi Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Bupati tentang
Penjabaran APBD.
(2) Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Bupati
tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
(3) Bupati menyampaikan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Bupati
tentang Penjabaran APBD kepada Gubernur selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja setelah ditetapkan.
BAB VI
PELAKSANAAN APBD
Bagian Pertama
Asas Umum Pelaksanaan APBD
43
Pasal 52
(1) SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah
untuk tujuan yang tidak tersedia anggarannya, dan/atau yang tidak cukup
tersedia anggarannya dalam APBD.
(2) Pelaksanaan belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didasarkan pada prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Penyiapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Satuan Kerja Perangkat Daerah
Pasal 53
(1) PPKD paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah APBD ditetapkan,
memberitahukan kepada semua Kepala SKPD agar menyusun dan
menyampaikan Rancangan DPA-SKPD.
(2) Rancangan DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merinci sasaran
yang hendak dicapai, fungsi, program, kegiatan, anggaran yang disediakan
untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap
satuan kerja serta pendapatan yang diperkirakan.
(3) Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD yang telah disusunnya
kepada PPKD paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan.
Pasal 54
(1) Tim Anggaran Pemerintah daerah melakukan verifikasi Rancangan DPA-
SKPD dan DPA-PPKD bersama-sama dengan Kepala SKPD yang
bersangkutan
44
(2) Verifikasi atas Rancangan DPA-SKPD dan DPA-PPKD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselesaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja,
sejak ditetapkan Peraturan Bupati tentang Penjabaran APBD.
(3) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PPKD
mengesahkan Rancangan DPA-SKPD dan DPA-PPKD dengan persetujuan
Sekretaris Daerah.
(4) DPA-SKPD dan DPA-PPKD yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disampaikan Kepala SKPD yang bersangkutan kepada satuan kerja
pengawasan daerah, dan BPK selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak
tanggal disahkan.
(5) DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar
pelaksanaan anggaran oleh Kepala SKPD selaku pengguna anggaran/barang.
(6) DPA-PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar
pelaksanaan anggaran oleh PPKD.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah
Pasal 55
(1) Semua penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum daerah.
(2) Bendahara penerimaan wajib menyetor seluruh penerimaannya ke rekening
kas umum daerah.
(3) Setiap penerimaan harus didukung oleh bukti yang lengkap atas setoran
dimaksud.
Pasal 56
(1) SKPD dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam
peraturan Daerah.
(2) SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima dan/atau
kegiatan berdampak pada penerimaan daerah wajib mengintensifkan
pemungutan dan penerimaan tersebut.
45
Pasal 57
(1) Penerimaan SKPD yang merupakan penerimaan daerah tidak dapat
dipergunakan langsung untuk pengeluaran kecuali oleh SKPD yang ditetapkan
sebagai BLUD sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Komisi, rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk
apa pun yang dapat dinilai dengan uang, baik secara langsung sebagai akibat
dari penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang
dan jasa termasuk penerimaan bunga, jasa giro atau penerimaan lain sebagai
akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan dari hasil
pemanfaatan barang daerah atas kegiatan lainnya merupakan pendapatan
daerah.
(3) Semua penerimaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila
berbentuk uang harus segera disetor ke kas umum daerah dan berbentuk
barang menjadi milik/aset daerah yang dicatat sebagai inventaris daerah.
Pasal 58
(1) Pengembalian atas kelebihan pajak, retribusi, pengembalian tuntutan ganti rugi
dan sejenisnya dilakukan dengan membebankan pada rekening penerimaan
yang bersangkutan untuk pengembalian penerimaan yang terjadi dalam tahun
yang sama.
(2) Untuk pengembalian kelebihan penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun
sebelumnya dibebankan pada rekening belanja tidak terduga.
Bagian Keempat
Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah
Pasal 59
(1) Setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai
hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih.
46
(2) Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan
sebelum Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD ditetapkan dan
ditempatkan dalam Lembaran daerah.
(3) Pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk belanja
yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib.
Pasal 60
Pembayaran atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan SPD, atau DPA-
SKPD, atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.
Pasal 61
(1) Gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah dibebankan dalam APBD.
(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada
Pegawai Negeri Sipil Daerah berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan
memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan
DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 62
Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak
lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang
dipungutnya ke Rekening Kas Negara pada bank pemerintah atau bank lain yang
ditetapkan Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka
waktu sesuai ketentuan perundang-undangan.
Pasal 63
(1) Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPM yang
diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran.
(2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
penerbitan SP2D oleh Kuasa BUD.
47
(3) Dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Kuasa BUD berkewajiban untuk :
a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna
Anggaran;
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD yang tercantum
dalam perintah pembayaran;
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
d. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran daerah; dan
e. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan
oleh pengguna anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Pasal 64
(1) Penerbitan SPM tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima
kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD kepada Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat diberikan uang persediaan yang
dikelola oleh Bendahara Pengeluaran.
(3) Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan
yang dikelolanya setelah :
a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran;
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah
pembayaran; dan
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.
(4) Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak dipenuhi.
(5) Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran
yang dilaksanakannya.
48
Pasal 65
Bupati dapat memberikan izin pembukaan rekening untuk keperluan pelaksanaan
pengeluaran di lingkungan SKPD.
Pasal 66
Setelah tahun anggaran berakhir, Kepala SKPD selaku pengguna anggaran
dilarang menerbitkan SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan.
Bagian Kelima
Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan Daerah
Pasal 67
(1) Pengelolaan anggaran pembiayaan daerah dilakukan oleh PPKD.
(2) Semua penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah dilakukan melalui
Rekening Kas Umum Daerah.
Pasal 68
(1) Pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke Rekening Kas Umum
Daerah dilakukan berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan, setelah jumlah
dana cadangan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang
pembentukan dana cadangan yang berkenan mencukupi.
(2) Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sejumlah
pagu dana cadangan yang akan digunakan untuk mendanai pelaksanaan
kegiatan dalam tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan
dalam Peraturan Daerah tentang pembentukan dana cadangan.
(3) Pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke Rekening Kas Umum
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Surat Perintah
Pemindahbukuan oleh Kuasa BUD atas persetujuan PPKD.
49
Pasal 69
(1) Penjualan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
(2) Pencatatan penerimaan atas penjualan kekayaan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada bukti penerimaan yang sah.
Pasal 70
(1) Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang akan
diterima dalam tahun anggaran yang bersangkutan sesuai dengan yang
ditetapkan dalam perjanjian pinjaman berkenaan.
(2) Penerimaan pinjaman dalam bentuk mata uang asing dibukukan dalam nilai
rupiah.
Pasal 71
Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah didasarkan pada perjanjian
pemberian pinjaman daerah sebelumnya, untuk kesesuaian pengembalian pokok
pinjaman dan kewajiban lainnya yang menjadi tanggungan pihak peminjam.
Pasal 72
(1) Jumlah pendapatan daerah yang disisihkan untuk pembentukan dana
cadangan dalam tahun anggaran bersangkutan sesuai dengan jumlah
ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
(2) Pemindahbukuan jumlah pendapatan daerah yang disisihkan yang ditransfer
dari Rekening Kas Umum Daerah ke rekening dana cadangan dilakukan
dengan Surat Perintah Pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan
PPKD.
50
Pasal 73
Penyertaan modal Pemerintah Daerah dapat dilaksanakan apabila jumlah yang
akan disertakan dalam tahun anggaran telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah
tentang penyertaan modal daerah berkenaan.
Pasal 74
Pembayaran pokok utang didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan sesuai
dengan perjanjian pinjaman dan pelaksanaannya merupakan prioritas utama dari
seluruh kewajiban Pemerintah daerah yang harus diselesaikan dalam tahun
anggaran berkenaan.
Pasal 75
Pembayaran pinjaman daerah kepada pihak lain berdasarkan Keputusan Bupati
atas persetujuan DPRD.
Pasal 76
Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan penyertaan modal Pemerintah Daerah,
pembayaran pokok utang dan pemberian pinjaman daerah dilakukan berdasarkan
SPM yang diterbitkan oleh PPKD.
Pasal 77
Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran pembiayaan, Kuasa BUD berkewajiban
untuk :
a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran/pemindah bukuan yang diterbitkan
oleh PPKD;
b. menguji kebenaran perhitungan pengeluaran pembiayaan yang tercantum
dalam perintah pembayaran;
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
51
d. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran atas pengeluaran
pembiayaan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
BAB VII
LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA
APBD DAN PERUBAHAN APBD
Bagian Pertama
Laporan Realisasi Semester Pertama APBD
Pasal 78
(1) Pemerintah Daerah menyusun laporan realisasi semester pertama APBD
dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada DPRD
dan Menteri Dalam Negeri selambat-lambatnya pada akhir bulan Juli tahun
anggaran yang bersangkutan untuk dibahas bersama antara DPRD dan
Pemerintah Daerah.
Bagian Kedua
Perubahan APBD
Pasal 79
(1) Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan
dibahas bersama DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam rangka
penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang
bersangkutan, apabila terjadi :
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar
unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya
harus digunakan untuk tahun berjalan;
52
d. keadaan darurat ; dan
e. keadaan luar biasa.
(2) Dalam keadaan darurat, Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran
yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam
Rancangan Perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi
anggaran.
(3) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sekurang-
kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas Pemerintah daerah dan
tidak dapat diprediksi sebelumnya;
b. tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. berada di luar kendali dan pengaruh Pemerintahan Daerah; dan
d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka
pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.
Pasal 80
(1) perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.
(2) Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf e
adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau
pengeluaran APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50%
(lima puluh persen).
Pasal 81
(1) Pemerintah Daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang
Perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan
persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
(2) Pesetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum
berakhirnya tahun anggaran.
53
Pasal 82
(1) Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang
Perubahan APBD dan rancangan Peraturan Bupati tentang Penjabaran
Perubahan ABPD menjadi Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati berlaku
ketentuan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 49, dan Pasal 50.
(2) Pembatalan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD Kabupaten dan
Peraturan Bupati tentang Penjabaran Perubahan APBD dilakukan oleh
Gubernur.
Pasal 83
(1) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3), Bupati wajib memberhentikan pelaksanaan
Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan selanjutnya Bupati bersama
DPRD mencabut Peraturan Daerah dimaksud.
(2) Pencabutan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan Peraturan Daerah tentang Pencabutan Peraturan Daerah tentang
Perubahan APBD.
(3) Pelaksanaan pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan
luar biasa sebagaimana dimkasud dalam Pasal 83 ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.
(4) Realisasi pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan
luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicantumkan dalam
Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBD.
Pasal 84
(1) Pergeseran antar rincian obyek belanja dalam obyek belanja berkenaan dapat
dilakukan atas persetujuan PPKD.
(2) Pergeseran antar obyek belanja dalam jenis belanja berkenaan dilakukan atas
persetujuan Sekretaris Daerah.
(3) Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan dengan cara mengubah Peraturan Bupati tentang penjabaran APBD
54
sebagai dasar pelaksanaan, untuk selanjutnya dianggarkan dalam rancangan
peraturan daerah tentang perubahan APBD.
BAB VIII
PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Asas Umum Penatausahaan Keuangan Daerah
Pasal 85
(1) Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, Bendahara
Penerimaan/Pengeluaran dan orang atau badan yang menerima atau
menguasai uang/barang/kekayaan daerah, wajib menyelenggarakan
penatausahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang
berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban
APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari
penggunaan surat bukti dimaksud.
Bagian Kedua
Palaksanaan Penatausahaan Keuangan Daerah
Pasal 86
(1) Untuk pelaksanaan APBD, Bupati Menetapkan:
a. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPD;
b. pejabat yang diberi wewenang menadatangani SPM;
c. pejabat yang diberi wewenang mengesahkan surat pertanggungjawaban
(SPJ)
d. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SP2D;
55
e. Bendahara Penerimaan/Pengeluaran; dan
f. pejabat lainnya yang ditetapkan dalam pelaksanaan APBD.
(2) Penetapan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum
dimulainya tahun anggaran berkenaan.
Pasal 87
Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran dalam melaksanakan
tugas-tugas kebendaharaan pada satuan kerja dalam SKPD dapat dibantu oleh
pembantu bendahara penerimaan dan/atau pembantu bendahara pengeluaran
sesuai kebutuhan dengan keputusan kepala SKPD.
Pasal 88
(1) PPKD dalam rangka manajemen kas menerbitkan SPD dengan
mempertimbangkan penjadwalan pembayaran pelaksanaan program dan
kegiatan yang dimuat dalam DPA-SKPD.
(2) SPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiapkan oleh Kuasa BUD untuk
ditandatangani oleh PPKD.
Bagian Ketiga
Penatausahaan Bendahara Penerimaan
Pasal 89
(1) Penyetoran penerimaan pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58
ayat (3) dilakukan dengan uang tunai.
(2) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke Rekening Kas Umum
Daerah pada bank pemerintah yang ditunjuk, dianggap sah setelah Kuasa
BUD menerima nota kredit.
56
(3) Bendahara penerimaan dilarang menyimpan uang, cek, atau surat berharga
yang dalam penguasaannya lebih dari 1 (satu) hari kerja dan/atau atas nama
pribadi pada bank atau giro pos.
Pasal 90
(1) Bendahara Penerimaan pada SKPD wajib menyelenggarakan pembukuan
terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menjadi
tanggungjawabnya.
(2) Bendahara Penerimaan pada SKPD wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya kecuali untuk Bulan Desember pada hari kerja terakhir.
(3) PPKD melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan
pertanggungjawaban penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 91
(1) Bendahara penerimaan PPKD bertugas untuk menatausahakan dan
mempertanggungjawabkan seluruh penerimaan pendapatan PPKD dalam
rangka pelaksanaan APBD.
(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bendahara
penerimaan PPKD berwenang untuk mendapatkan bukti transaksi atas
pendapatan yang diterima melalui Bank.
(3) Atas pertimbangan efisiensi dan efektifitas, tugas dan wewenang bendahara
penerimaan PPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
dirangkap oleh Bendahara Umum Daerah.
Bagian Keempat
Penatausahaan Bendahara Pengeluaran
Pasal 92
(1) Permintaan pembayaran dilakukan melalui penerbitan SPP-LS, SPP-UP, SPP-
GU, dan SPP-TU.
57
(2) PPTK mengajukan SPP-LS melalui PPK-SKPD kepada Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah
diterimanya tagihan dari pihak ketiga.
(3) Pengajuan SPP-LS dilampiri dengan kelengkapan yang ditetapkan sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan.
(4) Bendahara Pengeluaran melalui PPK-SKPD mengajukan SPP-UP kepada
Pengguna Anggaran setinggi-tingginya untuk keperluan satu bulan.
(5) Pengajuan SPP-UP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri dengan
daftar rincian rencana penggunaan dana.
(6) Untuk penggantian dan penambahan uang persediaan, bendahara
pengeluaran mengajukan SPP-GU dan/atau SPP-TU.
(7) Batas jumlah pengajuan SPP-TU sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus
mendapat persetujuan dari PPKD dengan memperhatikan rincian kebutuhan
dan waktu penggunaan.
Pasal 93
(1) Pengguna Anggaran mengajukan permintaan uang persediaan kepada kuasa
BUD dengan menerbitkan SPM-UP.
(2) Pengguna Anggaran mengajukan penggantian uang persediaan yang telah
digunakan kepada kuasa BUD, dengan menerbitkan SPM-GU yang dilampiri
bukti asli pertanggungjawaban atas penggunaan uang persediaan
sebelumnya.
(3) Dalam hal uang persediaan tidak mencukupi kebutuhan, Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat mengajukan tambahan uang
persediaan kepada kuasa BUD dengan menerbitkan SPM-TU.
(4) Pelaksanaan pembayaran melalui SPM-UP dan SPM-LS berpedoman pada
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 94
(1) Kuasa BUD menerbitkan SP2D atas SPM yang diterima dari Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang ditujukan kepada bank operasional
mitra kerjanya.
58
(2) Penerbitan SP2D oleh Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
paling lama 2 (dua) hari kerja sejak SPM diterima.
(3) Kuasa BUD berhak menolak permintaan pembayaran yang diajukan Pengguna
Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran bilamana:
a. pengeluaran tersebut melampaui pagu; dan/atau
b. tidak didukung oleh kelengkapan dokumen sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(4) Dalam hal kuasa BUD menolak permintaan pembayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), SPM dikembalikan paling lama 1 (satu) hari kerja
setelah diterima.
Pasal 95
(1) Pertanggungjawaban administratif dibuat oleh bendahara pengeluaran dan
disampaikan kepada Pejabat Pengguna Anggaran paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya.
(2) Pertanggungjawaban administratif pada bulan terakhir tahun anggaran
disampaikan paling lambat hari kerja terakhir bulan tersebut.
(3) Pertanggungjawaban fungsional dibuat oleh bendahara pengeluaran dan
disampaikan kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
(4) Pertanggungjawaban fungsional pada bulan terakhir tahun anggaran
disampaikan paling lambat hari kerja terakhir bulan tersebut
(5) Tata cara penatausahaan Bendahara Pengeluaran dan Penerimaan diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Akuntasi Keuangan Daerah
Pasal 96
(1) Pemerintah Daerah menyusun Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang
mengacu Standar Akuntansi Pemerintahan.
59
(2) Sistem akuntansi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Bupati mengacu pada Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pasal 97
Bupati berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan menetapkan Peraturan
Bupati tentang Kebijakan Akuntansi.
Pasal 98
(1) Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah paling sedikit meliputi :
a. prosedur akuntansi penerimaan kas;
b. prosedur akuntansi pengeluaran kas;
c. prosedur akuntansi aset;
d. prosedur akuntansi selain kas;
(2) Sistem akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan
prinsip pengendalian intern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB IX
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBD
Pasal 99
(1) Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran menyelenggarakan akuntansi atas
transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana, yang berada dalam
tanggung jawab.
(2) Penyelenggaraan akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
pencatatan/penatausahaan atas transaksi keuangan di lingkungan SKPD dan
menyiapkan laporan keuangan sehubungan dengan pelaksanaan anggaran
dan barang yang dikelolanya.
60
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari laporan
realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan yang
disampaikan kepada Bupati melalui PPKD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
setelah tahun anggaran berakhir.
(4) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang memberikan
pernyataan bahwa pengelolaan APBD yang menjadi tanggung jawabnya telah
diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai,
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 100
(1) PPKD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, dan
ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
(2) PPKD menyusun laporan keuangan pemerintah daerah terdiri dari :
a. Laporan Realisasi Anggaran;
b. Neraca;
c. Laporan Arus Kas; dan
d. Catatan Atas Laporan Keuangan.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan
disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi
Pemerintah.
(4) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan
laporan ikhtisar realisasi kinerja dan laporan keuangan badan usaha milik
daerah/perusahaan daerah.
(5) Laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disusun berdasarkan laporan keuangan SKPD dan PPKD.
(6) Laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Bupati dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD.
61
Pasal 101
Bupati menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling
lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Pasal 102
(1) Laporan Keuangan Pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
100 ayat (2) disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
setelah tahun anggaran berakhir.
(2) Pemeriksaan Laporan Keuangan oleh BPK sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan
keuangan dari Pemerintah Daerah.
(3) Apabila sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) BPK belum
menyampaikan laporan hasil pemeriksaan, Rancangan Peraturan daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 diajukan kepada DPRD.
Pasal 103
Bupati memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan
keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas laporan Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1).
BAB X
PENGENDALIAN
DEFISIT DAN PENGGUNAAN SURPLUS APBD
Bagian Pertama
Pengendalian Defisit APBD
62
Pasal 104
(1) Dalam hal APBD diperkirakan defisit ditetapkan sumber-sumber pembiayaan
untuk menutupi defisit tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
(2) Defisit APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditutup dengan
pembiayaan netto.
Pasal 105
Defisit APBD dapat ditutup dari sumber pembiayaan :
a. sisa lebih perhitungan anggaran (SILPA) daerah tahun sebelumnya;
b. pencairan dana cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. penerimaan pinjaman; dan/atau
e. penerimaan kembali pemberian pinjaman.
Bagian Kedua
Penggunaan Surplus APBD
Pasal 106
Dalam hal APBD diperkirakan surplus, penggunaannya ditetapkan dalam
Peraturan Daerah tentang APBD.
Pasal 107
Penggunaan surplus APBD diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan
dana cadangan, dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial.
BAB XI
KEKAYAAN DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Pengelolaan Kas Umum Daerah
63
Pasal 108
Semua transaksi penerimaan dan pengeluaran daerah dilaksanakan melalui
rekening kas umum daerah
Pasal 109
(1) Dalam rangka pengelolaan uang daerah, PPKD membuka rekening kas umum
daerah pada bank yang ditentukan oleh Bupati.
(2) Dalam pelaksanaan operasional penerimaan dan pengeluaran daerah, kuasa
BUD dapat membuka rekening penerimaan dan rekening pengeluaran pada
bank yang ditetapkan oleh Bupati.
(3) Rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk
menampung penerimaan daerah setiap hari.
(4) Saldo rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap akhir
hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke Rekening Kas Umum Daerah.
(5) Rekening pengeluaran pada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi
dengan dana yang bersumber dari Rekening Kas Umum Daerah.
(6) Jumlah dana yang disediakan pada rekening pengeluaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk
membiayai kegiatan pemerintahan yang telah ditetapkan dalam APBD.
Pasal 110
(1) Pemerintah Daerah berhak memperoleh bunga dan/atau jasa giro atas dana
yang disimpan pada bank umum berdasarkan tingkat suku bunga dan/atau
jasa giro yang berlaku.
(2) Bunga dan/atau jasa giro yang diperoleh Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan Pendapatan Asli Daerah.
Pasal 111
(1) Biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank umum
didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada bank umum yang
bersangkutan.
64
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada belanja daerah.
Bagian Kedua
Pengelolaan Piutang Daerah
Pasal 112
(1) Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan
kekayaan daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang daerah
diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu.
(2) Pemerintah Daerah mempunyai hak mendahului atas piutang jenis tertentu
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Piutang daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu,
diselesaikan menurut Peraturan Perundang-undangan.
(4) Penyelesaian piutang daerah sebagai akibat hubungan keperdataan dapat
dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai piutang daerah yang cara
penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 113
(1) Piutang daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari
pembukuan sesuai dengan ketentuan mengenai penghapusan piutang negara
dan daerah, kecuali mengenai piutang daerah yang cara penyelesaiannya
dilakukan sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang menyangkut
piutang Pemerintah daerah ditetapkan oleh :
a. Bupati untuk jumlah sampai dengan Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah);
b. Bupati dengan persetujuan DPRD untuk jumlah lebih dari Rp.
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
65
Bagian Ketiga
Pengelolaan Investasi Daerah
Pasal 114
Pemerintah daerah dapat melakukan investasi jangka pendek dan jangka panjang
untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Pasal 115
(1) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 merupakan
investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama
12 (dua belas) bulan atau kurang.
(2) Investasi jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114,
merupakan investasi yang dimaksud untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas)
bulan.
Pasal 116
(1) Investasi jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (2)
terdiri dari investasi permanen dan non permanen.
(2) Investasi permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk
dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau ditarik
kembali.
(3) Investasi non permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan
untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjualbelikan
atau ditarik kembali.
Pasal 117
Pedoman investasi permanen dan non permanen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 114 ayat (1) mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri.
66
Bagian Keempat
Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pasal 118
(1) Barang milik daerah diperoleh atas beban APBD dan perolehan lainnya yang
sah.
(2) Perolehan lainnya yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup :
a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan/atau yang sejenis;
b. barang yang diperoleh dari kontrak kerja sama, kontrak bagi hasil, dan
kerja sama pemanfaatan barang milik daerah;
c. barang yang diperoleh berdasarkan penetapan karena peraturan
perundang-undangan;
d. barang yang diperoleh dari putusan pengadilan.
Pasal 119
(1) Pengelolaan barang daerah meliputi rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap
barang daerah yang mencakup perencanaan kebutuhan, penganggaran,
pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, penatausahaan, penilaian,
penghapusan, pemindahtanganan dan pengamanan.
(2) Pengelolaan barang daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan
berpedoman pada Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pengelolaan Dana Cadangan
Pasal 120
(1) Pemerintah Daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai
kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat dibebankan dalam satu tahun
anggaran.
67
(2) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan peraturan daerah.
(3) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup penetapan
tujuan, besaran, dan sumber dana cadangan serta jenis program/kegiatan
yang dibiayai dari dana cadangan tersebut.
(4) Dana cadangan yang dibentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah kecuali DAK, pinjaman
daerah, dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran
tertentu berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
(5) Penggunaan dana cadangan dalam satu tahun anggaran menjadi penerimaan
pembiayaan APBD dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
Pasal 121
(1) Dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (1) ditempatkan
pada rekening tersendiri yang dikelola oleh PPKD.
(2) Dalam hal dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
digunakan sesuai dengan peruntukkannya, dana tersebut dapat ditempatkan
dalam portofolio yang memberikan hasil tetap dengan resiko rendah.
(3) Hasil dari penempatan dalam portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menambah dana cadangan.
(4) Posisi dana cadangan dilaporkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
laporan Pertanggungjawaban APBD.
Bagian Keenam
Pengelolaan Utang Daerah
Pasal 122
(1) Bupati dapat mengadakan utang daerah sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
(2) PPKD menyiapkan Rancangan Peraturan Bupati tentang Pelaksanaan
Pinjaman Daerah.
68
(3) Biaya berkenaan dengan pinjaman daerah dibebankan pada anggaran belanja
daerah.
Pasal 123
(1) Hak tagih mengenai utang atas beban daerah kadaluwarsa setelah 5 (lima)
tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-
undang.
(2) Kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertunda apabila pihak
yang berpiutang mengajukan tagihan kepada daerah sebelum berakhir masa
kadaluwarsa.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk
pembayaran kewajiban bunga dan pokok pinjaman daerah.
Pasal 124
Pinjaman daerah bersumber dari :
a. Pemerintah;
b. Pemerintah Daerah lain;
c. Lembaga Keuangan Bank;
d. Lembaga keuangan bukan Bank; dan
e. Masyarakat
Pasal 125
(1) Penerbitan obligasi daerah ditetapkan dengan peraturan daerah setelah
mendapat persetujuan dari menteri keuangan.
(2) Persetujuan menteri keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam negeri.
(3) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
mencakup jumlah dan nilai nominal obligasi daerah yang akan diterbitkan.
(4) Penerimaan hasil penjualan obligasi daerah dianggarkan pada penerimaan
pembiayaan.
69
(5) Pembayaran bunga atas obligasi daerah dianggarkan pada belanja bunga
dalam anggaran belanja daerah.
Pasal 126
Pinjaman daerah berpedoman pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 127
Pengawasan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undang.
Bagian Kedua
Pengendalian Intern
Pasal 128
(1) Dalam rangka meningkatkan kinerja, tranparansi, dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan daerah, Bupati mengatur dan menyelenggarakan
sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan daerah yang
dipimpinnya.
(2) Pengaturan dan penyelenggaraan sistem pengendalian intern sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan.
70
Bagian Ketiga
Pemeriksaan Ekstern
Pasal 129
Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan daerah dilakukan
oleh BPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XIII
PENYELESAIAN KERUGIAN DAERAH
Pasal 130
(1) Setiap kerugian daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau
kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
(2) Bendahara, Pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena
perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan
kepadanya secara langsung merugikan keuangan daerah, wajib mengganti
kerugian tersebut.
(3) Kepala SKPD dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui
bahwa dalam SKPD yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari
pihak manapun.
Pasal 131
(1) Kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala SKPD
kepada Bupati dan diberitahukan kepada BPK selambat-lambatnya 7 (tujuh)
hari kerja setelah kerugian daerah itu diketahui.
(2) Segera setelah kerugian daerah diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri
bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau
melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (2)
segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa
71
kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti
kerugian daerah dimaksud.
(3) Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau
tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah, Bupati segera
mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara
kepada yang bersangkutan.
Pasal 132
(1) Dalam hal bendahara, Pegawai Negeri bukan bendahara, atau pejabat lain
yang dikenai tuntutan ganti kerugian daerah berada dalam pengampuan,
melarikan diri, atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya
beralih kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas pada
kekayaan yang dikelola atau diperolehnya, yang berasal dari Bendahara,
Pegawai Negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan.
(2) Tanggung jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar
ganti kerugian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hapus
apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang
menetapkan pengampuan kepada Bendahara, Pegawai Negeri bukan
Bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan diketahui melarikan diri atau
meninggal dunia, pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberi tahu
oleh pejabat yang berwenang mengenai adanya kerugian daerah.
Pasal 133
(1) Ketentuan penyelesaian kerugian daerah sebagaimana diatur dalam peraturan
daerah ini berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan milik daerah, yang
berada dalam penguasaan bendahara, Pegawai Negeri bukan bendahara,
atau pejabat lain yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
(2) Ketentuan penyelesaian kerugian daerah dalam peraturan Daerah ini berlaku
pula untuk pengelolaan perusahaan daerah dan badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan keuangan daerah, sepanjang tidak diatur
dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
72
Pasal 134
(1) Bendahara, Pegawai Negeri bukan Bendahara, dan pejabat lain yang telah
ditetapkan untuk mengganti kerugian daerah dapat dikenai sanksi administratif
dan/atau sanksi pidana.
(2) Putusan pidana atas kerugian daerah terhadap bendahara, Pegawai Negeri
bukan Bendahara dan pejabat lain tidak membebaskan yang bersangkutan
dari tuntutan ganti rugi.
Pasal 135
Kewajiban Bendahara, Pegawai Negeri bukan Bendahara, dan pejabat lain untuk
membayar ganti rugi, menjadi kadaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak
diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak
terjadinya kerugian tidak dilakuan penuntutan ganti rugi terhadap yang
bersangkutan.
Pasal 136
Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara ditetapkan BPK.
Pasal 137
Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap Pegawai negeri bukan Bendahara
ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 138
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara tuntutan ganti kerugian daerah diatur
dengan peraturan daerah dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
BAB XIV
PENGELOLAAN KEUANGAN
BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
73
Pasal 139
Pemerintah Daerah dapat membentuk BLUD untuk :
a. menyediakan barang dan/atau jasa untuk layanan umum.
b. Mengelola dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau
pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 140
(1) BLUD dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
(2) Kekayaan BLUD merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan serta
dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan
BLUD yang bersangkutan.
Pasal 141
Pembinaan keuangan BLUD dilakukan oleh PPKD dan pembinaan teknis
dilakukan oleh Kepala SKPD yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan
yang bersangkutan.
Pasal 142
BLUD dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.
Pasal 143
Seluruh pendapatan BLUD dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja
BLUD yang bersangkutan.
74
BAB XV
PENGATURAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Pasal 144
(1) Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan
peraturan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Berdasarkan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati
menetapkan peraturan bupati tentang sistem dan prosedur pengelolaan
keuangan daerah.
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 145
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan daerah ini sepanjang mengenai
pelaksanaan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 146
Ketentuan lebih lanjut tentang pengelolaan keuangan daerah diatur dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 147
Pada saat peraturan daerah ini mulai berlaku, Paraturan daerah Kabupaten Kaur
Nomor 137 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah
Kabupaten Kaur dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
75
Pasal 148
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kaur
Ditetapkan di Bintuhan
Pada tanggal
BUPATI KAUR
HERMEN MALIK
76
PENJELASANATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAURNOMOR TAHUN 2012
TENTANGPOKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
A. UmumDalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang diikuti dengan Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah timbul hak dan kewajiban daerah
yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem
pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana
dimaksud merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara
dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Pada dasarnya buah pikiran yang melatarbelakangi terbitnya peraturan
perundang-undangan di atas adalah keinginan untuk mengelola keuangan
negara dan daerah secara efektif dan efisien. Ide dasar tersebut tentunya ingin
dilaksanakan melalui tata kelola pemerintahan yang baik yang memiliki tiga
pilar utama yaitu transparansi, akuntabilitas dan partisipatif.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan adanya satu peraturan
pelaksanaan yang komprehensif dan terpadu (omnibus regulation) dari
berbagai undang-undang tersebut di atas yang bertujuan agar memudahkan
dalam pelaksanaannya dan tidak menimbulkan tafsir dalam penerapannya.
Peraturan dimaksud memuat berbagai kebijakan terkait dengan perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah.
Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan diatas maka pokok-pokok
muatan Peraturan Daerah ini mencakup :
77
1. Perencanaan dan Penganggaran
Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses
penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar
belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum,
skala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya dengan
melibatkan partisipasi masyarakat. Oleh karenanya dalam proses dan
mekanisme penyusunan APBD yang diatur dalam Peraturan Daerah ini
akan memperjelas siapa bertanggung jawab apa sebagai landasan
pertanggungjawaban baik antara eksekutif dan DPRD, maupun di-intern
eksekutif itu sendiri.
Dokumen penyusunan anggaran yang disampaikan oleh masing-masing
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang disusun dalam format
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD harus betul-betul menyajikan
informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, serta korelasi antara besaran
anggaran (beban kerja dan harga satuan) dengan manfaat dan hasil yang
ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang
dianggarkan. Oleh karena itu penerapan anggaran berbasis kinerja
mengandung makna bahwa setiap penyelenggara negara berkewajiban
untuk bertanggung jawab atas hasil proses dan penggunaan sumber
dayanya.
APBD merupakan instrument yang akan menjamin terciptanya disiplin
dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan
maupun belanja daerah. Untuk menjamin agar APBD dapat disusun dan
dilaksanakan dengan baik dan benar, maka dalam peraturan ini diatur
antara lain prosedur dan teknis penganggaran yang harus diikuti secara
tertib dan taat azas. Selain itu dalam rangka disiplin anggaran maka
penyusunan anggaran baik “pendapatan” maupun “belanja” juga harus
mengacu pada aturan dan pedoman yang melandasinya apakah itu
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri, Peraturan
Daerah atau Keputusan Bupati. Oleh karena itu dalam proses penyusunan
APBD Pemerintah Daerah harus mengikuti prosedur administratif yang
ditetapkan.
78
Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan anggaran daerah antara lain bahwa (1) Pendapatan yang
direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang
dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang
dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; (2)
Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit
anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD; (3) Semua penerimaan dan
pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus
dimasukkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening Kas Umum
Daerah.
Pendapatan daerah (langsung) pada hakekatnya diperoleh melalui
mekanisme pajak dan retribusi atau pungutan lainnya yang dibebankan
pada seluruh masyarakat. Keadilan atau kewajaran dalam perpajakan
terkait dengan prinsip kewajaran “horisontal” dan kewajaran “vertikal”.
Prinsip dari kewajaran horisontal menekankan pada persyaratan bahwa
masyarakat dalam posisi yang sama harus diberlakukan sama, sedangkan
prinsip kewajaran vertikal dilandasi pada konsep kemampuan wajib
pajak/retribusi untuk membayar, artinya masyarakat yang mempunyai
kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban pajak yang tinggi pula.
Tentunya untuk menyeimbangkan kedua prinsip tersebut Pemerintah
Daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara rasional untuk
menghilangkan rasa ketidakadilan.
Selain itu dalam konteks belanja, Pemerintah Daerah harus
mengalokasikan belanja daerah secara adil dan merata agar relatif dapat
dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya
dalam pemberian pelayanan umum.
Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas
anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan (1)
Penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta
indikator kinerja yang ingin dicapai; (2) Penetapan prioritas kegiatan dan
perhitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.
79
Aspek penting lainnya yang diatur dalam Peraturan Daerah ini adalah
keterkaitan antara kebijakan (policy), perencanaan (planning) dengan
penganggaran (budget) oleh Pemerintah Daerah, agar sinkron dengan
berbagai kebijakan Pemerintah sehingga tidak menimbulkan tumpang tindih
pelaksanaan program dan kegiatan oleh Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah daerah.
Proses penyusunan APBD pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan
kebijakan ekonomi makro dan sumber daya yang tersedia, mengalokasikan
sumber daya secara tepat sesuai kebijakan pemerintah dan
mempersiapkan kondisi bagi pelaksanaan pengelolaan anggaran secara
baik. Oleh karena itu pengaturan penyusunan anggaran merupakan hal
penting agar dapat berfungsi sebagaimana diharapkan yaitu (1) dalam
konteks kebijakan anggaran memberikan arah kebijakan perekonomian dan
menggambarkan secara tegas penggunaan sumber daya yang dimiliki
masyarakat; (2) fungsi utama anggaran adalah untuk mencapai
keseimbangan ekonomi makro dalam perekonomian; (3) anggaran menjadi
sarana sekaligus pengendali untuk mengurangi ketimpangan dan
kesenjangan dalam berbagai hal di suatu negara.
Penyusunan APBD diawali dengan penyampaian kebijakan umum APBD
sejalan dengan rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai landasan
penyusunan RAPBD kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah
disepakati dengan DPRD, Pemerintah Daerah bersama dengan DPRD
membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan
bagi setiap Satuan Kerja Perangkat daerah.
Kepala SKPD selanjutnya menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
(RKA-SKPD) yang disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
Rencana Kerja dan Anggaran ini disertai dengan prakiraan belanja untuk
tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun. Rencana
Kerja dan Anggaran ini kemudian disampaikan kepada DPRD untuk
dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.
80
Hasil pembahasan ini disampaikan kepada pejabat Pengelola keuangan
Daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD.
Proses selanjutnya Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD untuk dibahas dan disetujui. APBD yang disetujui
DPRD ini terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan,
dan jenis belanja. Jika DPRD tidak menyetujui Rancangan Perda APBD
tersebut, untuk membiayai keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah
dapat melaksanakan pengeluaran daerah setinggi-tingginya sebesar angka
APBD tahun anggaran sebelumnya dengan prioritas untuk belanja yang
mengikat dan wajib.
2. Pelaksanaan dan Penatausahaan Keuangan Daerah
Bupati selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan Peraturan Daerah
adalah juga pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah.
Selanjutnya kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
dan dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pejabat
pengguna anggaran/barang daerah di bawah koordinasi Sekretaris Daerah.
Pemisahan ini akan memberikan kejelasan dalam pembagian wewenang
dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta
untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam
penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk dapat
menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal
guna kepentingan masyarakat.
Perubahan APBD dimungkinkan jika terjadi perkembangan yang tidak
sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD, terdapat keadaan yang
menyebabkan harus dilakukan penggeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja, serta terjadi keadaan
yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus
digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan. Selain itu dalam
keadaan darurat Peraturan Daerah dapat melakukan pengeluaran yang
belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam
81
Rancangan Perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam laporan
Realisasi Anggaran.
Beberapa aspek pelaksanaan yang diatur Peraturan Daerah ini adalah
memberikan peran aspek tanggung jawab yang lebih besar para Pejabat
Pelaksana Anggaran, Sistem Pengawasan Pengeluaran dan Sistem
Pembayaran, Manajemen Kas dan Perencanaan Keuangan, pengelolaan
Piutang dan Utang, Pengelolaan Investasi, Pengelolaan Barang Milik
Daerah, Larangan Penyitaan Uang dan Barang Milik Daerah dan/atau yang
dikuasai Negara/Daerah, Penatausahaan dan Pertanggungjawab APBD,
serta Akuntansi dan Pelaporan.
Sehubungan dengan hal itu, dalam Peraturan Daerah ini diperjelas posisi
Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai instansi pengguna anggaran dan
pelaksana program. Sementara itu Peraturan daerah ini juga menetapkan
posisi Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah sebagai Bendahara
Umum Daerah. Dengan demikian, fungsi perbendaharaan akan dipusatkan
di Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah.
Namun demikian untuk menyelesaikan proses pembayaran yang bernilai
kecil dengan cepat, harus dibentuk kas kecil unit pengguna anggaran.
Pemegang kas kecil harus bertanggung jawab mengelola dana yang
jumlahnya dibatasi yang dalam Peraturan Daerah ini dikenal sebagai
bendahara.
Berkaitan dengan sistem pengeluaran dan sistem pembayaran, dalam
rangka meningkatkan pertanggungjawaban dan akuntabilitas Satuan Kerja
Perangkat Daerah serta untuk menghindari pelaksanaan verifikasi
(pengurusan administratif) dan penerbitan SPM (pengurusan pembayaran)
berada dalam satu kewenangan tunggal (Satuan Kerja Pengelolaan
Keuangan Daerah), fungsi penerbitan SPM dialihkan ke Satuan Kerja
Perangkat Daerah. Perubahan ini juga diharapkan dapat menyederhanakan
seluruh proses pembayaran. Dengan memisahkan pemegang kewenangan
dari pemegang kewenangan komptabel, check and balance mungkin dapat
terbangun melalui (a) ketaatan terhadap ketentuan hukum, (b)
pengamanan dini melalui pemeriksaan dan persetujuan sesuai ketentuan
yang berlaku, (c) sesuai dengan spesifikasi teknis, dan (d) menghindari
82
pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan dan memberikan
keyakinan bahwa uang daerah dikelola dengan benar.
Selanjutnya, sejalan dengan pemindahan kewenangan penerbitan SPM
kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah, jadwal penerimaan dan
pengeluaran kas secara periodik harus diselenggarakan sesuai dengan
jadwal yang disampaikan unit penerima dan unit pengguna kas. Untuk itu,
unit yang menangani perbendaharaan di Satuan Kerja Pengelolaan
Keuangan Daerah melakukan antisipasi secara lebih baik terhadap
kemungkinan kekurangan kas. Dan sebaliknya melakukan rencana untuk
menghasilkan pendapatan tambahan dari pemanfaatan kesempatan
melakukan investasi dari kas yang belum digunakan dalam periode jangka
pendek.
3. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
Pengaturan bidang akuntansi dan pelaporan dilakukan dalam rangka untuk
menguatkan pilar akuntabilitas dan transparansi. Dalam rangka
pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan tranparan, Pemerintah
Daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban berupa (1) Laporan
Realisasi Anggaran, (2) Neraca, (3) Laporan Arus Kas, dan (4) Catatan
atas Laporan Keuangan. Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan keuangan
perlu diperiksa terlebih dahulu oleh BPK.
Fungsi pemeriksaan merupakan salah satu fungsi manajemen sehingga
tidak dapat dipisahkan dari Manajemen Keuangan Daerah. Berkaitan
dengan pemeriksaan telah dikeluarkan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Terdapat dua jenis pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap Pengelolaan
Keuangan Negara, yaitu pemeriksaan intern dan pemeriksaan ekstern.
Pemeriksaan atas Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan sejalan
dengan amandemen IV UUD 1945. berdasarkan UUD 1945, pemeriksaan
atas laporan keuangan dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Dengan demikian BPK RI akan melaksanakan pemeriksaan atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah.
83
Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini, BPK sebagai
auditor yang independen akan melaksanakan audit sesuai dengan standar
audit yang berlaku dan akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan
keuangan. Kewajaran atas Laporan Keuangan Pemerintah ini diukur dari
kesesuaian terhadap Standar Akuntansi Pemerintah. Selain pemeriksaan
ekstern oleh BPK, juga dapat dilakukan pemeriksaan intern. Pemeriksaan
ini pada Pemerintah Daerah dilaksanakan oleh Inspektorat Kabupaten
Kaur.
Oleh karena itu dengan spirit sinkronisasi dan sinergitas terhadap berbagai
Undang-Undang tersebut diatas, maka Pengelolaan Keuangan Daerah
yang diatur dalam Peraturan Daerah ini bersifat umum dan lebih
menekankan kepada hal yang bersifat prinsip, norma, asas, landasan
umum dalam penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah.
Sementara itu Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah secara
rinci ditetapkan dengan Peraturan Bupati Kaur. Kebhinekaan dimungkinkan
terjadi sepanjang hal tersebut masih sejalan atau tidak bertentangan
dengan Peraturan Daerah ini. Dengan upaya tersebut, diharapkan daerah
didorong untuk lebih tanggap, kreatif dan mampu mengambil inisiatif dalam
perbaikan dan pemutakhiran sistem dan prosedurnya serta meninjau
kembali sistem tersebut secara terus menerus dengan tujuan
memaksimalkan efisiensi tersebut berdasarkan keadaan, kebutuhan dan
kemampuan setempat. Dalam rangka otonomi, Pemerintah Daerah dapat
mengadopsi sistem yang disarankan oleh Pemerintah, sesuai dengan
kebutuhan dan kondisinya dengan tetap memperhatikan standar dan
pedoman yang ditetapkan.
B. Pasal Demi PasalPasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
84
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Efisiensi merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan
masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk
mencapai keluaran tertentu.
Ekonomis merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan
kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah.
Efektif merupakan pencapaian hasil program dengan target yang
telah ditetapkan yaitu dengan cara membandingkan keluaran
dengan hasil.
Transparan merupkan prinsip keterbukaan yang memungkinkan
masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi
seluas-luasnya tentang keuangan daerah.
Bertanggung jawab merupakan perwujudan kewajiban seseorang
atau satuan kerja untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan
pengendalian sumber daya dan pelakanaan kebijakan yang
dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan.
Keadilan adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan
pendanaannya.
Kepatuhan adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan
wajar dan proporsional
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
85
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan koordinator adalah terkait dengan peran dan
fungsi sekretaris daerah membantu Bupati dalam menyusun
kebijakan dan mengkoordinasikan penyelenggaraan urusan
pemerintah daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Tim anggaran Pemerintah daerah mempunyai tugas
menyiapkan dan melaksanakan kebijakan Bupati dalam
rangka penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari
pejabat perencana daerah, PPKD dan pejabat lainnya sesuai
dengan kebutuhan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
86
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10Cukup jelas
87
Pasal 11Ayat (1)
Penunjukkan PPTK sebagaimana dimaksud dalam ayat ini melalui
usulan atasan langsung yang bersangkutan
Ayat (2)
Yang dimaksud dokumen anggaran adalah baik yang mencakup
dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi
terkait dengan persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa Anggaran daerah menjadi
dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun
yang bersangkutan;
Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa Anggaran daerah
menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan
pada tahun yang bersangkutan;
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa Anggaran daerah
menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan
Pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan;
88
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa Anggaran daerah harus
diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan
efisiensi dan efektifitas perekonomian;
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa Kebijakan Anggaran
Daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan;
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa Anggaran Pemerintah
daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penilaian penerimaan dan pengeluaran dalam bentuk barang
dan/atau jasa yang dianggarkan dalam APBD berdasarkan nilai
perolehan atau nilai wajar.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penganggaran bruto adalah bahwa jumlah
pendapatan daerah yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan
belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan
tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah
lain dalam rangka bagi hasil.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
89
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “ekuitas dana lancar” adalah selisih antara
aset lancar dengan kewajiban jangka pendek.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Yang dimaksud dengan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah
seperti dana bagi hasil pajak dari provinsi ke Kabupaten/Kota dan dana
otonomi khusus
Pasal 25
Ayat (1)
Dalam menerima hibah, daerah tidak boleh melakukan ikatan yang
secara politis dapat mempengaruhi kebijakan daerah
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “urusan wajib” dalam ayat ini adalah urusan
yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan
dasar kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh
Pemerintah daerah.
Yang dimaksud dengan urusan yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
90
kekhasan, dan potensi keunggulan daerah yang bersangkutan,
antara lain pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan,
perhutanan, dan pariwisata.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan organisasi pemerintah daerah seperti
DPRD, Bupati dan Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, Sekretaris
DPRD, Dinas, Kecamatan, lembaga Teknis Daerah, dan Kelurahan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Klasifikasi menurut fungsi yang dimaksud dalam ayat ini adalah
klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi utama Pemerintah
Daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Ayat (6)
Urusan pemerintahan yang dimaksud dalam ayat ini adalah urusan
yang bersifat wajib dan urusan bersifat pilihan yang menjadi
kewenangan Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan
Kabupaten/Kota.
Ayat (7)
Cukup jelas
Ayat (8)
Cukup jelas
Ayat (9)
Cukup jelas
91
Ayat (10)
Huruf a
Belanja Pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam
bentuk uangmaupun barang yang ditetapkan berdasarkan
ketentuan perundang-undangan yang diberikan kepada
DPRD, dan Pegawai Pemerintah Daerah baik yang bertugas
di dalam maupun di luar daerah sebagai imbalan atas
pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang
berkaitan dengan pembentukan modal. Contoh gaji dan
tunjangan, honorarium, lembur, kontribusi sosial, dan lain-lain
sejenis.
Huruf b
Belanja barang dan jasa adalah digunakan untuk pembelian
barang dan jasa yang habis pakai guna memproduksi barang
dan jasa. Contoh : pembelian barang dan jasa keperluan
kantor, jasa pemeliharaan, ongkos perjalanan dinas.
Huruf c
Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam
rangka pembelian/pengadaan aset tetap dan aset lainnya
yang mempunyai masa manfaat lebih
Huruf d
Pembayaran bunga utang, pembayaran yang dilakukan atas
kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding),
yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek
atau jangka panjang.
Contoh : bunga utang kepada Pemerintah Pusat, bunga utang
kepada Pemda lain, dan lembaga keuangan lainya.
Huruf e
Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada
perusahaan/lembaga tertentu yang betujuan untuk membantu
biaya produksi agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan
dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.
Huruf f
92
Hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian
uang/barang atau jasa kepada Pemerintah atau Pemeintah
Daerah lainnya, Perusahaan Daerah, Masyarakat dan
Organisasi Kemasyarakatan, yang secara spesifik telah
ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak
mengikat, serta tidak secara terus menerus.
Huruf g
Pemberian bantuan yang sifatnya tidak secara terus menerus
dan selektif dalam bentuk uang/barang kepada masyarakat
yang betujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam bantuan sosial termasuk antara lain bantuan partai
politik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Huruf h
Belanja bagi hasil merupakan bagi hasil atas Pendapatan
Daerah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan.
Contoh : bagi hasil Pajak Provinsi untuk Kabupaten/Kota, bagi
hasil Pajak Kabupaten/Kota ke Kabupaten/Kota lainnya, bagi
hasil pajak Kabupaten/Kota untuk Pemerintah Desa, bagi
hasil retribusi ke Pemerintah Desa, dan bagi hasil lainnya.
Belanja bantuan keuangan diberikan kepada daerah lain
dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan
keuangan. Contoh : bantuan keuangan Provinsi kepada
Kabupaten/Kota/Desa, Bantuan Keuangan Kabupaten/Kota
untuk Pemerintah Desa.
Pembayaran bunga utang, pembayaran yang dilakukan atas
kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding),
yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek
atau jangka panjang.
Contoh : bunga utang kepada Pemerintah Pusat, bunga utang
kepada Pemda lain, dan lembaga keuangan lainya.
Huruf i
93
Belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak
diharapkan berulang seperti penangguhan bencana alam dan
bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya termasuk
pengembalian atas pendapatan daerah tahun-tahun
sebelumnya.
Ayat (11)
Cukup jelas
Ayat (12)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
SILPA tahun anggaran sebelumnya mencakup sisa dana
untuk mendanai kegiatan lanjutan, uang Fihak Ketiga yang
belum diselesaikan, dan pelampauan target pendapatan
daerah.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat
berupa hasil penjualan perusahaan milik daerah/BUMD dan
penjualan aset milik Pemerintah Daerah yang dikerjasamakan
dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal
Pemerintah Daerah.
Huruf d
Termasuk dalam penerimaan pinjaman daerah yang
dimaksud dalam ketentuan ini adalah penerbitan obligasi
daerah yang akan diselenggarakan pada tahun anggaran
berkenaan.
Huruf e
Cukup jelas.
94
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Penyertaan modal Pemerintah Daerah termasuk investasi
nirlaba Pemerintah Daerah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 29
RPJMD memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan
daerah, kebijakan umum, dan program SKPD, lintas SKPD, dan program
kewilayahan.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan mengacu dalam ayat ini adalah untuk
tercapainya sinkronisasi, keselarasan, koordinasi, intregasi,
penyelenggaraan pemerintah berdasarkan asas otonomi daerah dan
tugas pembantuan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Untuk memenuhi kewajiban daerah dalam memberi perlindungan,
menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat
95
diwujudkan dalam bentuk rencana kerja dan capaian prestasi
sebagai tolak ukur kinerja daerah dengan menggunakan analisis
standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pedoman antara lain memuat :
a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan
pemerintah dengan Pemerintah Daerah;
b. Prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran
berikutnya;
c. Teknis penyusunan APBD;
d. Hal-hal khusus lainnya.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Untuk kesinambungan penyusunan RKA SKPD dan RKA-PPKD,
Kepala SKPD dan SKPKD mengevaluasi hasil pelaksanaan program
dan kegiatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan
semester pertama tahun anggaran berjalan.
Ayat (2)
Cukup jelas
96
Pasal 37
Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka
menengah dilakukan secara betahap disesuaikan dengan kebutuhan.
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan capaian kinerja uruan prestasi kerja yang
akan dicapai dari keadaan semula dengan mempertimbangkan
faktor kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari
setiap program dan kegiatan.
Yang dimaksud dengan indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan
yang dicapai pada setiap program dan kegiatan Satuan Kerja
Perangkat Daerah.
Yang dimaksud dengan analisis standar belanja adalah penilaian
kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untk
melaksanakan suatu kegiatan. Penyusunan RKA SKPD dengan
pendekatan analisis standar belanja dilakukan secara bertahap
disesuaikan dengan kebutuhan.
Yang dimaksud dengan standar satuan harga adalah harga satuan
setiap unit barang/jasa yang berlaku disuatu daerah.
Yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah tolak
ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan
dasar yang merupakan urusan wajib daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
97
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Yang dimaksud dengan penjelasan dalam pasal ini adalah pidato
pengantar nota keuangan dan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
berikut dokumen pendukungnya.
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Angka APBD tahun anggaran sebelumnya dalam ketentuan ini
adalah jumlah APBD yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah
tentang Perubahan APBD tahun sebelumnya
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan belanja yang bersifat mengikat adalah
belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus
dialokasikan oleh Pemerintah Daerah dengan jumlah yang cukup
untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang
bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan evaluasi dalam ayat ini adalah bertujuan
untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dengan
kebijakan nasional, keserasian antara kebijakan daerah dengan
kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan
98
kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD
kabupaten tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan
yang lebih tinggi, dan Peraturan Daerah lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Hasil evaluasi harus menunjukkan dengan jelas hal-hal di dalam
APBD yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan serta
alasan-alasan teknis terkait.
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Paal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Rekening Kas Umum Daerah dalam ayat ini
adalah tempat penyimpanan uang dan surat berharga yang
ditetapkan oleh Bupati. Ketetuan ini dikecualikan terhadap
99
penerimaan yang telah diatur dengan peraturan perundang-
undangan, seperti penerimaan BLUD.
Ayat (2)
Bagi daerah yang kondisi geografisnya sulit dijangkau dengan
komunikasi dan tansportasi dapat melebihi batas waktu yang
ditetapkan dalam ketentuan ini yang ditetapkan dengan Peraturan
Bupati.
Bagi Pemerintah Daerah yang sudah on-line banking system dalam
sistem dan penerimannya, maka penerimaan pendapatan semacam
ini perlu pengaturan khusus yang ditetapkan dengan Peraturan
Bupati.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Peraturan Daerah dimaksud tidak boleh melanggar kepentingan
umum dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Ketentuan ini dikecualikan terhadap penerimaan BLUD yang telah
diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Pengembalian dapat dilakukan apabila didukung dengan bukti-bukti
yang sah.
100
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan belanja yang bersifat mengikat dan belanja
wajib dalam ayat ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 46
ayat (2).
Pasal 60
Yang dimaksud dengan berdasarkan DPA-SKPD dalam pasal ini, seperti
untuk kegiatan yang sudah jelas alokasinya, misalnya pinjaman daerah,
dan DAK. Sedangkan yang dimaksud dengan dokumen lain yang
dipersamakan dengan SPD seperti keputusan tentang pengangkatan
pegawai.
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tambahan penghasilan diberikan dalam rangka peningkatan
kesejahteraan pegawai berdasarkan prestasi kerja, tempat bertugas,
kondisi kerja dan kelangkaan profesi.
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas
101
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan perintah pembayaran adalah perintah
membayar atas bukti-bukti pengeluaran yang sah pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 70
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pembukuan pinjaman dalam bentuk mata uang asing dalam nilai
rupiah menggunakan kurs resmi Bank Indonesia.
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
102
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Yang dimaksud pihak lain seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah
lainnya, BUMD.
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan prognisis adalah prakiraan dan
penjelasannya yang akan direalisir dalam 6 (enam) bulan berikutnya
berdasarkan realisasi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 79
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan saldo anggaran lebih tahun
sebelumnya adalah sisa lebih perhitungan anggaran tahun
sebelumnya.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
103
Ayat (2)
Pengeluaran tersebut dalam ayat ini termasuk belanja untuk
keperluan mendesak yang kriterianya ditetapkan dalam Peraturan
Daerah tentang APBD yang bersangkutan
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Persentase 50% (lima puluh persen) adalah merupakan selisih (gap)
kenaikan antara pendapatan dan belanja dalam APBD.
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
104
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan kelengkapan seperti :
a. dokumen kontrak yang asli;
b. kwitansi yang diisi dengan nilai pembayaran yang diminta;
c. berita acara kemajuan/penyelesaian pekerjaan yang asli.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Ayat (1)
Sistem akuntansi pemerintah daerah merupakan serangkaian prosedur
mulai dari pengumpulan dana, pencatatan, pengikhtisaran, dan
pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintah daerah.
105
Standar Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang
ditetapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan
pemerintah daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 97
Kebijakan akuntansi antara lain mengenai :
a. pengakuan pendapatan;
b. pengakuan belanja;
c. prinsip-prinsip penyusunan laporan;
d. investasi;
e. pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak
berwujud;
f. kontrak-kontrak kontruksi;
g. kebijakan kapitalisasi belanja;
h. kemitraan dengan pihak ketiga;
i. biaya penelitian dan pengembangan;
j. persediaan, baik yang dijual maupun untuk dipakai sendiri;
k. dana cadangan;
l. penjabaran mata uang asing.
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan aset dalam ayat ini adalah sumberdaya, yang
antara lain meliputi uang, tagihan, investasi, barang yang dapat diukur
dalam satuan uang yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah
daerah yang memberi manfaat ekonomi/sosial di masa depan.
Yang dimaksud dengan ekuitas dana dalam ayat ni adalah kekayaan
bersih pemerintah daerah yang merupakan selisih antara nilai seluruh
aset dan nilai seluruh kewajiban atau utang daerah.
106
Yang dimaksud dengan perhitungannya yaitu antara realisasi dan
anggaran yang ditetapkan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Ikhtisar realisasi kinerja disusun dari ringasan laporan keterangan
pertanggung jawaban Bupati.
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 101
Cukup jelas
Pasal 102
Cukup jelas
Pasal 103
Cukup jelas
Pasal 104
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Defisit tejadi apabila jumlah pendapatan tidak cukup untuk menutup
jumlah belanja dalam suatu tahun anggaran
Pasal 105
Cukup jelas
Pasal 106
Cukup jelas
Pasal 107
Cukup jelas
107
Pasal 108
Cukup jelas
Pasal 119
Cukup jelas
Pasal 110
Cukup jelas
Pasal 111
Cukup jelas
Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan piutang daerah jenis tertentu, misalnya
piutang pajak daerah
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 113
Cukup jelas
Pasal 114
Investasi dilakukan sepenjang memberi manfaat bagi peningkatan
pendapatan daerah dan/atau peningkatan kesejahteraan dan/atau
pelayanan, masyarakat serta tidak mengganggu likuiditas keuangan
daerah.
Pasal 115
Ayat (1)
Karakteristik investasi jangka pendek adalah ;
a. dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;
b. ditujukan dalam rangka manajemen kas; dan
c. berisiko rendah.
Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka pendek
antara lain deposito berjangka waktu 3 (tiga) sampai 12 (dua belas)
108
bulan dan/atau yang dapat diperpanjang secara otomatis seperti
pembelian SUN jangka pendek dan SBI.
Ayat (2)
Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka panjang
antara lain surat berharga yang dibeli pemerintah dalam rangka
mengendalikan suatu badan usaha, misalnya pembelian surat
berharga untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu
badan usaha; surat berharga yang dibeli pemerintah daerah untuk
tujuan menjaga hubungan baik dalam dan luar negeri; surat
berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi
kebutuhan kas jangka pendek.
Pasal 116
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dapat digolongkan sebagai investasi permanen antara lain
kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk
penggunausahaan/pemanfaatan aset daerah, penyertaan modal
daerah pada BUMD dan/atau Badan Usaha lainnya maupun
investasi permanen yang dimiliki pemerintah daerah untuk
menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.
Ayat (3)
Yang dapat digolongkan sebagai investasi non permanen antara lain
pembelian obligasi atau surat jangka panjang yang dimaksudkan
untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh tempo, dana yang
disisihkan pemerintah daerah dalam rangka
pelayanan/pemberdayaan masyarakat seperti bantuan modal kerja,
pembentukan dana secara bergulir kepada kelompok masyarakat,
pemberian fasilitas pendanaan kepada usaha mikro dan menengah.
Pasal 117
Cukup jelas
Pasal 118
109
Cukup jelas
Pasal 119
Cukup jelas
Pasal 120
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran
tertentu seperti pendapatan RSUD, dana darurat.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 121
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Salah satu contoh portofolio yang memberikan hasil tetap dengan
resiko rendah adalah deposito pada bank pemerintah
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 122
Ayat (1)
Yang dimaksud ketentuan dalam ayat ini adalah jumlah
utang/pinjaman yang ditetapkan dalam APBD.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
110
Pasal 123
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kadaluwarsa sebagaimana dimaksud ayat ini dihitung sejak tanggal
1 Januari tahun berikutnya
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 124
Huruf a
Pinjaman daerah yang bersumber dari pemerintah dapat
berasal dari pemerintah dan penerusan pinjaman/utang luar
negeri
Huruf b
Pinjaman daerah yang bersumber dari pemerintah daerah lain
berupa pinjaman antar daerah
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Pinjaman daerah yang bersumber dari lembaga keuangan
bukan bank antara lain dapat berasal dari lembaga asuransi
pemerintah, dan pensiun.
Huruf e
Pinjaman daerah yang bersumber dari masyarakat dapat
berasal dari orang pribadi dan/atau badan yang melakukan
investasi di pasar modal.
Pasal 125
Ayat (1)
Penerbitan obligasi bertujuan untuk membiayai investasi yang
menghasilkan penerimaan daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
111
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 126
Cukup jelas
Pasal 127
Cukup jelas
Pasal 128
Cukup jelas
Pasal 129
Cukup jelas
Pasal 130
Cukup jelas
Pasal 131
Cukup jelas
Pasal 132
Cukup jelas
Pasal 133
Cukup jelas
Pasal 134
Cukup jelas
Pasal 135
Cukup jelas
Pasal 136
Cukup jelas
Pasal 137
Cukup jelas
Pasal 138
Cukup jelas
Pasal 139
Huruf a
112
Yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa untuk layanan umum
seperti rumah sakit daerah, penyelenggaraan pendidikan, pelayanan
lisensi dan dokumen, penyelenggaraan jasa penyiaran publik, serta
pelayanan jasa pnelitian dan pengujian.
Huruf b
Dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau
pelayanan kepada masyarakat antara lain instansi yang
melaksanakan pengelolaan dana seperti dana begulir usaha kecil
menengah, tabungan perumahan
Pasal 140
Cukup jelas
Pasal 141
Pembinaan keuangan BLUD sebagaimana dimaksud dalam pasal ini
meliputi pemberian pedoman, bimbingan supervisi, konsultasi pendidikan
dan pelatihan dibidang pengelolaan keuangan BLUD.
Pembinaan teknis meliputi pemberian pedoman, bimbingan, supervisi,
konsultasi pndidikan dan pelatihan dibidang penyelenggaraan program dan
kegiatan BLUD.
Pasal 142
Cukup jelas
Pasal 143
Cukup jelas
Pasal 144
Cukup jelas
Pasal 145
Cukup jelas
Pasal 146
Cukup jelas
Pasal 147
Cukup jelas
Pasal 148
Cukup jelas