42
Pemberian Obat By : Riska Amelda 001.12.002

Pemberian Obat - Riska Amelda

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bahan ajar

Citation preview

  • Pemberian ObatBy : Riska Amelda001.12.002

  • PengertianObat atau medikasi adalah zat yang digunakan dalam daignosis, terapi, penyembuhan, penurunan, atau pencegahan penyakit. Anggota tim kesehatan menggunakan istilah obat dan medikasi untuk maksud yang sama.

  • NamaNama Kimia memberi gambaran pasti komposisi obat. Contohnya adalah verapamil hidroklorida.

    Nama Generik diberikan oleh pabrik yang pertama kali memproduksi obat tersebut sebelum mendapat izin dari FDA dan hal ini dilindungi oleh hukum. Contohnya adalah aspirin dan Paracetamol.

    Nama Resmi adalah nama obat yang terdaftar dalam publikasi resmi, misalnya dalam Farmakope Indonesia dan United States Pharmacopeia (USP). Contohnya Ibuprofen.

    Nama Dagang nama merk atau nama pabrik adalah nama yang digunakan pabrik untuk memasarkan obat. Sebuah obat generik dapat memiliki nama dagang yang berbeda. Contohnya Paracetamol.

  • Istilah tentang ObatObat Esensial (DOEN) adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang meliputi diagnosa, profilaksis (pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit), terapi, dan rehabilitasi. Dan tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) serta mutunya terjamin karena diproduksinya sesuai dengan persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan diuji ulang oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan. Contohnya Analgesik

    Obat Generik adalah obat berkhasiat yang sudah habis masa patennya dan boleh diproduksi oleh perusahaan farmasi, contohnya obat Paracetamol, Pantoprazole, dll. Obat ini relatif terjangkau.

  • Macam-Macam ObatBerdasarkan cara penggunaannya :1. Medicantum ad usum internum (pemakaian dalam), adalah obat yang digunakan melalui oral dan diberi tanda etiket putih.2. Medicantum ad usum externum (pemakaian luar), adalah obat yang cara penggunaannya selain melalui oral dan diberi tanda etiket biru. Contohnya implantasi, injeksi, topikal, membran mukosal, rektal, vaginal, nasal, opthal, aurical, collutio/gargarisma.

  • Macam-Macam ObatBerdasarkan cara kerjanya :1. Lokal Obat yang bersifat lokal adalah obat yang bekerja hanya di suatu tempat tidak melalui peredaran darah seperti obat - obat yang digunakan secara topikal. Contohnya salep, cream.2. Sistemik Obat yang bersifat sistemik adalah obat yang bekerja melalui sistem peredaran darah dan didistribusikan keseluruh tubuh. Contohnya tablet, kapsul, obat minum dan lain - lain.

  • Macam-Macam ObatBerdasarkan undang-undang :1. Obat Bebas Obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter dan bisa dijual di apotek maupun toko obat.Contoh: Parasetamol, Mylanta, Oralit, Curcuma plus, dll.2. Obat Bebas Terbatas Golongan obat ini sebenarnya termasuk obat keras, namun hingga batas tertentu bisa diperoleh di apotek tanpa resep dokter. Contoh: Efedrin HCl, klorfeniramin maleat, Promag, Dulcolax, Methicol, dll3. Obat Keras Hanya bisa dibeli dengan resep dokter, semua jenis psikotropika dan antibiotik termasuk ke dalam golongan ini sesuai dengan peraturan yang berlaku. Contoh: Triamsinolon asetonida, bethametason valerat, ampisilin, prednison, asetosal, kloramfenikol, dan papaverin HCl.

  • Macam-Macam ObatBerdasarkan undang-undang :4. Obat Narkotika Distribusi obat dalam golongan ini diawasi secara ketat karena rawan penyalahgunaan sehingga hanya bisa dibeli dengan resep asli. Untuk pengobatan rutin, salinan resep bisa digunakan di apotek yang menyimpan resep aslinya.Contoh: codein HCl, ophium, morfin, heroin, dll

  • Bentuk Obat1. Kaplet Bentuk dosis padat untuk pemberian oral; bentuk seperti kapsul dan bersalut, sehingga mudah ditelan2. Kapsul Bentuk dosis padat untuk pemberian oral; obat dalam bentuk bubuk, cairan, atau minyak dan dibungkus oleh selongsong gelatin; kapsul diwarnai untuk membantu identifikasi produk3. Eliksir Cairan jernih berisi air dan/atau alkohol; dirancang untuk penggunaan oral; biasanya ditambah pemanis4. Tablet enterik bersalut Tablet untuk pemberian oral, yang dilapisi bahan yang tidak larut dalam lambung; lapisan larut di dalam usus, tempat obat diabsorpsi.5. Ekstrak Bentuk obat pekat yang dibuat dengan memindahkan bagian aktif obat dari komponen obat lain tersebut (misalnya, ekstrak cairan adalah obat yang dibuat menjadi larutan dari sumber sayur-sayuran).

  • Bentuk Obat6. Gliserit Larutan obat yang dikombinasi dengan gliserin untuk penggunaan luar; berisi sekurang-kurangnya 50% gliserin7. Cakram Intraokular Bentuk oval, fleksibel berukuran kecil terdiri atas dua lapisan luar yang lunak dan sebuah lapisan tengah berisi obat. Saat dilembabkan oleh cairan okuler (mata), cakram melepas obat sampai satu minggu8. Obat Gosok (liniment) Preparat biasanya mengandung alkohol, minyak, atau pelembut sabun yang dioles pada kulit.9. Losion Obat dalam cairan, suspensi yang dioles pada kulit untuk melindunginya10. Salep Semisolid (agak padat), preparat yang dioles pada kulit, biasanya mengandung satu atau lebih obat.

  • Bentuk Obat11. Pil Bentuk dosis padat berisi satu atau lebih obat, dibentuk ke dalam bentuk tetesan, lonjong atau bujur; pil yang sesungguhnya jarang digunakan karena telah digantikan oleh tablet12. Larutan Preparat cairan yang dapat digunakan per oral, parental, atau secara eksternal; dapat juga dimasukkan ke dalam organ atau rongga tubuh; berisi air dan mengandung satu atau lebih senyawa terlarut; harus steril untuk penggunaan parenteral13. Supositoria Bentuk dosis padat yang dicampur dengan gelatin dan dibentuk dalam bentuk peluru untuk dimasukkan ke dalam rongga tubuh (rektum atau vagina); meleleh saat mencapai suhu tubuh, melepas obat untuk diabsorpsi14. Suspensi Partikel obat yang dibelah sampai halus dan larut dalam media cair; saat dibiarkan, partikel berkumpul dibagian bawah wadah; umumnya merupakan obat oral dan diberikan per intravena

  • Bentuk Obat15. Sirup Obat yang larut dalam larutan gula pekat; mengandung perasa yang membuat obat terasa lebih enak13. Tablet Bentuk dosis bubuk yang dikompresi ke dalam cakram atau silinder yang keras; selain obat utama, mengandung zat pengikat (perekat untuk membuat bubuk menyatu), zat pemisah (untuk meningkatkan pelarutan tablet), dan zat pengisi (supaya ukuran tablet cocok)14. Cakram (Lempeng Transdermal) Obat berada dalam cakram (disks) atau patch membran semipermeabel yang membuat obat dapat diabsorpsi perlahan-lahan melalui kulit dalam periode waktu yang lama15. Tingtura Alkohol atau larutan obat air-alkohol16. Tablet Isap (Troche, Lozenge) Bentuk dosis datar, bundar mengandung obat, citarasa, gula, dan bahan perekat cair; larut dalam mulut untuk melepas obat

  • Undang-Undang Obat

    Sejak Indonesia merdeka, telah banyak dibuat peraturan perundang-undangan seperti Undang-undang Pokok kesehatan, Undang-undang tentang apotek, Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang menggantikan undang-undang pokok kesehatan, undang-undang tentang apotek dan beberapa undang-undang lainnya. Peraturan pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang apotek, Peraturan pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan, Peraturan pemerintah no. 72 tahun 1998 tentang sediaan farmasi, serta banyak peraturan/keputusan Menteri kesehatan di bidang kefarmasian.

  • Sifat Kerja Obat Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Sebuah obat tidak menciptakan suatu fungsi di dalam jaringan tubuh atau organ, tetapi mengubah fungsi fisiologis. Obat dapat melindungi sel dari pengaruh agen kimia lain, meningkatkan fungsi sel, atau mempercepat atau memperlambat proses kerja sel. Obat dapat menggantikan zat tubuh yang hilang (contoh, insulin, hormon tiroid, atau estrogen). Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase: farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus membrane biologis. Jika obat diberikan melaluirute subkutan, intramuscular, atau intravena, maka tidak terjadi fase farmaseutik. Fase kedua, yaitu farmakokinetik, terdiri dari empat proses (subfase):absorpsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi), dan ekskresi. Dalam fase farmakodinamik, atau fase ketiga, terjadi respons biologis atau fisiologis.

  • Sifat Kerja ObatFase Farmasetik (disolusi) Fase farmasetik merupakan fase sebelum obat masuk ke tubuh sampai obat siap diabsorpsi oleh tubuh. Fase ini meliputi cara pembuatan obat, bentuk sediaan obat, dan zat tambahan yang digunakan oleh obat tersebut. Disintegrasi adalah pemecahan tablet atau pil menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, dan disolusi adalah melarutnya partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam cairan gastrointestinal untuk diabsorbsi. Rate limiting adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah obat untuk berdisintegrasi dan sampai menjadi siap untuk diabsorbsi oleh tubuh. Obat-obat dalam bentuk cair lebih cepat siap diserap oleh saluran gastrointestinal daripada obat dalam bentuk padat. Pada umumnya, obat-obat berdisintegrasi lebih cepat dan diabsorpsi lebih cepat dalam cairan asam yang mempunyai pH 1 atau 2 daripada cairan basa. Orang muda dan tua mempunyai keasaman lambung yang lebih rendah sehingga pada umumnya absorpsi obat lebih lambat untuk obat-obat yang diabsorpsi terutama melalui lambung.

  • Sifat Kerja ObatFase Farmakokinetik Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara obat masuk ke dalam tubuh, mencapai tempat kerjanya, dimetabolisme, dan keluar dari tubuh. Dokter dan perawat menggunakan pengetahuan farmakokinetiknya ketika memberikan obat, memilih rute pemberian obat, menilai resiko perubahan keja obat, dan mengobservasi respons klien. Empat proses yang termasuk di dalamnya adalah : Absorpsi Distribusi Metabolisme (biotransformasi), dan Ekskresi(eliminasi)

  • Sifat Kerja Obat1. Absorpsi Absorpsi adalah proses masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik (pembuluh darah). Kecepatan absorpsi ini dipengaruhi banyak faktor, antara lain tergantung dari kecepatan melarut obat pada tempat absorpsi, derajad ionisasi obat itu, pH dimana tempat obat tersebut diabsorpsi, dan sirkulasi darah di tempat obat melarut.KelarutanAgar bisa diabsorpsi obat harus melarut terlebih dahulu di tempat absorpsi. Sehingga kecepatan melarut obat akan sangat menentukan seberapa cepat ia akan diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik.pHKecepatan absorpsi obat juga dipengaruhi oleh pH, baik pH tempat obat melarut maupun pH dari obat itu sendiri.Tempat AbsorpsiKecepatan absorpsi obat juga dipengaruhi oleh dimana obat tersebut diabsorsi. Kecepatan absorpsi obat semakin cepat jika luas permukaan membran semakin luas, dan bertambah lambat ketika membran tersebut semakin tebal.Sirkulasi DarahObat yang diberikan melalui rute sublingual (di bawah lidah) akan lebih cepat diabsorpsi karena di bawah lidah terdapat banyak pembuluh darah. Sedangkan jika diberikan secara sub kutan maka obat itu akan lebih lambat diabsorpsi karena aliran darah pada kulit sangat lambat.

  • Sifat Kerja Obat2. Distribusi Ketika obat telah diabsorpsi dan masuk ke dalam pembuluh darah, obat itu nantinya akan didistribusikan ke jaringan atau ke tempat dimana obat itu akan bekerja. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan molekul obat untuk menembus membran yang ada pada jaringan. Karena kebanyakan membran-membran itu terdiri dari lemak, maka obat yang mudah larut dalam lemak nantinya akan mudah terdistribusi. Selain faktor kelarutan obat dalam lemak (daya lipofilitas), distribusi juga dipengaruhi oleh fungsi kardiovaskular, ikatan obat dengan protein plasma, dan bisa juga karena adanya hambatan fisiologis tertentu. Output jantung atau banyaknya darah yang keluar dari jantung dan kecepatan keluarnya darah tersebut sangat berpengaruh terhadap kecepatan distribusi. Selain itu jumlah darah di suatu lokasi juga mempengaruhi distribusi obat. Organ-organ yang dapat suplai darah yang banyak dan cepat (jantung, ginjal, hati) juga pastinya akan menerima obat dalam jumlah yang lebih banyak daripada organ yang lambat dan sedikit darahnya. Karena setiap darah pasti melewati jantung, jadi ketika darah terdapat di jantung, maka obat dalam darah tersebut akan terdistribusi juga di jantung. Begitu pula dengan hati dan ginjal. Bahkan distribusi obat akan sulit ke daerah yang perfusi darahnya sangat kurang seperti pada tulang. Ketika obat masuk ke dalam darah, sebagian obat akan terikat protein plasma dan sebagian dalam kondisi bebas atau tidak terikat protein plasma. Hanya obat-obat yang tidak terikat protein plasma yang akan terdistribusi ke jaringan dan juga dapat dimetabolisme sehingga mudah diekskresikan

  • Sifat Kerja Obat3. Metabolisme Metabolisme adalah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan biologi yang dikatilisis oleh enzim menjadi suatu metabolit. Ketika obat masuk ke aliran darah, fase metabolisme dan fase ekskresi adalah fase yang bertanggung jawab untuk membuang obat keluar dari tubuh. Ginjal tidak akan mampu untuk mengekskresi obat-obat yang lipofil sebelum obat tersebut mengalami metabolisme. Karena obat lipofil akan direabsorpsi oleh tubulus distal untuk dikembalikan oleh tubuh. Maka dari itu obat perlu dimetabolisme menjadi bentuk yang lebih polar/hidrofil sehingga mudah dikeluarkan oleh ginjal. Organ utama untuk memetabolisme obat adalah hati. Proses metabolisme terbagi menjadi beberapa fase, fase I mengubah senyawa yang lipofil menjadi hidrofil dengan cara menambahkan gugus fungsional seperti OH, NH2, dan COOH pada senyawa tersebut. Dengan adanya penambahan gugus tersebut membuat senyawa sedikit lebih hidrofil sehingga nantinya mudah untuk dibuang oleh tubuh. Hasil metabolisme fase I juga memungkinkan untuk merubah efek farmakologis obat. Selain fase I, ada juga reaksi metabolisme fase II atau reaksi konjugasi. Reaksi ini terjadi jika zat belum cukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini terjadi terutama pada zat yang sangat lipofil. Konjugasi ini adalah menggabungkan struktur kimia obat dengan konjugat endogen yang ada pada tubuh seperti asam glukoronat, asam sulfat, asam asetat, dan asam amino. Hasil reaksi konjugasi adalah suatu zat yang sangat polar dan tidak aktif secara farmakologis.

  • Sifat Kerja Obat4. Eksresi Ekskresi obat keluar tubuh kebanyakan menggunakan ginjal sebagai media. Selain oleh ginjal tempat ekskresi obat bisa melalui intestinal alias usus (feses), paru-paru, kulit, keringat, air ludah, dan air susu. Tetapi biasanya yang digunakan untuk menghetahui parameter ekskresi obat adalah melalui urin (dari ginjal). Hal ini dikarenakan sangat sedikit kadar obat yang terekskresi melalui jalur selain urin. Proses ekskresi obat dalam ginjal ada tiga tahap, yaitu filtrasi glomelurus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. Pada fase filtrasi obat yang tidak terikat protein plasma akan mengalami filtrasi atau penyaringan di glomelurus sebelum menuju tubulus. Pada bagian ini yang berpengaruh pada kecepatan filtrasi adalah ukuran partikel, bentuk partikel, dan jumlah pori glomelurus. Setelah tahapan filtrasi selanjutnya menuju tahapan reabsorpsi. Pada tahapan ini dilakukan penyerapan kembali senyawa obat yang mash non polar dan masih dalam bentuk tak terion. Tahap terakhir adalah sekresi. Yaitu proses pengeluaran senyawa obat dari tubuh melalui urin.

  • Respon Kerja Obat1. Efek Terapeutik Merupakan respon fisiologis obat yang diharapkan atau yang diperkirakan timbul. Setiap obat yang diprogramkan memiliki efek terapeutik yang diinginkan.2. Efek Samping Merupakan efek fisiologis yang tidak berkaitan dengan efek obat yang diinginkan. Semua obat mempunyai efek samping, baik yang diinginkan maupun tidak. Bahkan dengan dosis yang tepatpun, efek samping terutama diakibatkan oleh kurangnya spesifitas obat tersebut. Dalam beberapa masalah kesehatan, efek samping dapat diinginkan, seperti dryl diberikan sebelum tidur. Efek sampingnya berupa rasa kantuk menjadi menguntungkan. Efek toksik atau toksitas suatu obat dapat diidenfikasi melalui pantauan batas terapeutik obat tersebut dalam plasma (serum). Tetapi untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik yang lebar, batas terapeutik jarang di berikan. Untuk obat-obat yang mempunyai batas terapeutik sempit maka batas terapeutik dipantau dengan ketat.3. Efek Toksik Efek toksik terjadi setelah klien meminum obat berdosis tinggi dalam jangka waktu lama, setelah menggunakan obat yang ditujukan untuk aplikasi eksternal, atau setelah suatu obat berakumulasi di dalam darah akibat kerusakan metabolisme atau ekskresi. Satu dosis obat dapat menimbulkan efek toksik pada beberapa klien. Jumlah obat yang berlebihan di dalam tubuh dapat menimbulkan efek yang mematikan, bergantungg pada kerja obat.

  • Respon Kerja Obat4. Reaksi Idiosinkratik Obat yang menyebabkan timbulnya efek yang tidak diperkirakan, misalnya reaksi idiosinkratik yang meliputi klien bereaksi berlebihan, tidak bereaksi, atau bereaksi tidak normal terhadap obat. Contoh, seorang anak yang menerima antihistamin (contohnya Benadryl) menjadi sangat gelisah atau sangat gembira, bukan mengantuk.5. Reaksi Alergi Merupakan respon lain yang tidak dapat diperkirakan terhadap obat. Dari seluruh reaksi obat, 5% sampai 10% merupakan reaksi alergi. Kekebalan tubuh seseorang dapat tersensitisasi terhadap dosis awal obat. Apabila obat diberikan secara berulang kepada klien, ia akan mengalami respon alergi terhadap obat, zat pengawet obat, atau metabolitnya. Dalam hal ini, obat atau zat kimia bekerja sebagai antigen, memicu pelepasan antibodi. Alergi obat dapat bersifat ringan atau berat. Gejala alergi bervariasi, bergantung pada individu dan obat. Contoh, antibiotik dapat menimbulkan banyak reaksi alergi. Gejala alergi yang umum timbul biasanya terjadi pada kulit. Reaksi yang berat atau reaksi anafilaksis ditandai oleh konstriksi (pengecilan) otot bronkiolus, edema faring dan laring, mengi berat, dan sesak napas.

  • Respon Kerja ObatReaksi Alergi Ringan Urtikaria : erupsi kulit yang bentuknya tidak beraturan, meninggi, ukuran dan bentuk bervariasi; erupsi memilki batas berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna pucat

    Ruam : vesikel kecil dan meninggi yang biasanya berwarna merah; seringkali tersebar di seluruh tubuh

    Pruritus : gatal-gatal pada kulit, kebanyakan timbul bersama ruam

    Rhinitis : inflamasi lapisan memberan mukosa hidung; menimbulkan bengkak dan penegeluaran rabas encer dan berair

    Klien juga dapat mengalami hipotensi berat, sehingga membutuhkan resusitasi darurat. Klien yang memilki riwayat alergi terhadap tertentu harus menghindari penggunaan berulang obat tersebut, dan setelah sadar klien harus mengenakan gelang atau kalung identifikasi, sehingga perawat dan dokter dapat mengetahui klien tersebut alergi terhadap obat tertentu.

  • Respon Kerja Obat6. Toleransi Terhadap Obat Beberapa klien yang menerima obat dalam jangka waktu lama memerlukan dosis yang lebih tinggi untuk memperolah efek yang sama. Seringkali dosis obat yang diberikan kepada klien harus ditingkatkan untuk memperoleh efek yang sama. Klien yang menggunakan berbagai obat nyeri dapat mengalami toleransi setelah jangka waktu tertentu.7. Interaksi Obat Interaksi obat terjadi apabila suatu obat memodifikasi obat yang lain. Umumnya terjadi pada individu yang menggunakan beberapa obat. Sebuah obat dapat menguatkan atau menghilangkan kerja obat lain dan dapat mengubah absorpsi, metabolisme atau pembuangan obat tersebut dari tubuh. Obat dapat memilki efej sinergis atau adiktif apabila dua obat diberikan secara bersamaan. Efek sinergis membuat kerja fisiologis kombinasi kedua obat tersebut lebih besar daripada efek obat bila diberikan secara terpisah.

  • Respon Kerja Obat6. Respon Dosis Obat Klien dan perawat harus mengikuti penjadwalan dosis yang teratur dan mematuhinya untuk menentukan dosis dan interval waktu pemberian dosis. Dengan mengetahui interval waktu kerja obat, perawat dapat mengantisipasi efek suatu obat:

    1. Awitan kerja obat. Waktu yang dibutuhkan obat sampai suatu respon muncul setelah obat diberikan.2. Kerja puncak obat. Waktu yang dibutuhkan obat sampai konsentrasi efektif tertinggi dicapai.3. Durasi kerja obat. Lama waktu obat bterdapat dalam konsentrasi yang cukup besar untuk menghasilkan suatu respon.4. Plateau. Konsentrasi serum darah dicapai dan dipertahankan setelah dosis obat yang sama kmebali diberikan.

    Cara ideal yang digunakan untuk mempertahankan kadar obat yang terapeutik ialah melakukan penginfusan intravena secara kontinu. Cara ini mengeliminasi efek fluktuasi pemberian dosis secara intermiten.

  • Faktor yang Memengaruhi Kerja Obat Akibat perbedaan cara dan tipe kerja obat, respon terhadap obat sangat bervariasi. Faktor selain karakteristik obat juga mempengaruhi kerja obat. Klien mungkin tidak memberi respon yang sama terhadap setiap dosis obat yang diberikan. Begitu juga obat yang sama dapat menimbulkan respons yang berbeda pada klien yang berbeda. 1. Perbedaan Genetik Susunan genetik memepengaruhi biotransformasi obat. Pola metabolik dalam keluarga seringkali sama.Faktor genetik menentukan apakah enzim yang terbentuk secara alami ada untuk meembantu penguraian obat. Akibatnya anggota keluarga sensitif terhadap suatu obat2. Variabel Fisiologis Perbedaan hormonal antara pria dan wanita mengubah metabolisme obat tertentu. Selain itu usia berdampak langsung pada kerja obat. Bayi tidak memiliki banyak enzim yang diperlukan untuk metabolisme obat normal.Sejumlah perubahan fisiologis yang menyertai penuaan memengaruhi respon terhadap terapi obat.Sistem tubuh mengalami perubahan fungsi dan struktur yang mengubah pengaruh obat. Apabila status nutrisi klien buruk, sel tidak dapat berfungsi dengan normal. Setiap penyakit yang merusak fungsi organ yang bertanggung jawab untuk farmakoniketik normal juga merusak kerja obat. Perubahan integritas kulit, penurunan absorpsi atau motilitas saluran cerna, dan kerusakan fungsi ginjal dan hati hanya beberapa kondisi penyakit yang berhubungan dengan kondisi yang dapat mengurangi kemanjuran obat atau membuat klien berisiko mengalami toksikasi obat.

  • Faktor yang Memengaruhi Kerja Obat3. Kondisi Lingkungan Stres fisik dan emosi yang berat akan memicu respons hormonal yang pada akhirnya menggangu metabolisme obat pada klien. Panas dan dingin juga dapat memengaruhi respons terhadap obat. Klien hipertensi diberi vasodilator untuk mengatur tekanan darahnya. Klien yang dilindungi dalam isolasi dan diberi analgesik memperoleh efek peredaan nyeri yang lebih kecil dibanding klien yang dirawat di ruang tempat keluarga dapat mengunjungi klien. 4. Faktor Psikologis Sejumlah faktor psikologis memengaruhi penggunaan obat dan respons terhadap obat. Sikap seseorang terhadap obat berakar dari pengalaman sebelumnya atau pengaruh keluarga. Makna obat atau signifikansi mengonsumsi obat mempengaruhi respon klien terhadap terapi.Sebuah obat dapat digunakn sebagai cara untuk mengatasi rasa tidak aman. Pada situasi ini, klien bergantung pada obat sebagai media koping dalam kehidupan. Sebaliknya jika klien kesal terhadap kondisi fisik mereka, rasa marah dan sikap bermusuhan dapat menimbulkan reaksi yang diinginkan terhadap obat. Obat seringkali memberi rasa aman.5. Diet Interaksi obat dan nutrien dapat mengubah kerja obat atau efek nutrien dapat mengubah kerja obat atau efek nutrien.

  • Rute Pemberian ObatRute OralPemberian Rute Oral Adalah rute yang paling mudah dan paling umum digunakan. Obat diberikan melalui mulut dan ditelan. Obat yang diberikan per oral lebih murah daripada banyak preparat lain. Awitan kerja obat oral lebih lambat dan efeknyan lebih lama. Klien umumnya lebih memilih rute oralPemberian Rute Sublingual Obat sublingual dirancang supaya setelah diletakkan di bawah lidah dan kemudian larut, mudah diabsorbsi. Obat yang diberikan di bawah lidah tidak boleh ditelan. Bila ditelan, efek yang diharapkan tidak akan dicapai. Nitrogliserin umumnya diberikan secara sublingual. Klien tidak boleh minum sampai seluruh obat larutPemberian Bukal Pemberian obat melalui rute bukal dilakukan dengan menempatkan obat padat di membran mukosa pipi sampai obat larut. Klien harus diajarkan untuk menempatkan dosis obat secara bergantian di pipi kanan dan kiri supaya mukosa tidak iritasi, diperingatkan untuk tidak mengunyah atau menelan obat atau minum air bersama obat. Obat bukal bereaksi secara lokal pada mukosa atau secara sistemik ketika obat ditelan dalam saliva

  • Rute Pemberian ObatRute Parenteral

    ialah memberikan obat dengan menginjeksinya ke dalam jaringan tubuh. Pemberian parenteral meliputi empat tipe utama injeksi berikut :1. Subkutan (SC) : injeksi ke dalam jaringan tepat di bawah lapisan dermis kulit2. Intradermal (ID) : injeksi ke dalam dermis tepat di bawah epidermis3. Intramuskular (IM) : injeksi ke dalam otot tubuh4. Intravena (IV) : suntikan ke dalam vena

    Berikut adalah pemberian obat yang canggih di mana perawat memiliki tanggung jawab :1. Epidural. Obat diberikan di dalam ruang epidural via kateter yang telah dipasang oleh perawat anestesi atau ahli anastesi. Teknik pemberian obat ini paling sering digunakan untuk memberikan analgesik pascaoperasi. Perawat yang telah mendapat pelatihan khusus dapat memberikan obat dalam bentuk bolus atau melalui infus kontinu

  • Rute Pemberian ObatRute Parenteral

    Berikut adalah pemberian obat yang canggih di mana perawat memiliki tanggung jawab :2. Intratekal. Obat interatekal diberikan melalui sebuah kateter yang telah dipasang ke dalam ruang subaraknoid atau ke dalam salah satu ventrikel otak. Pemberian intratekal seringkali berhubungan dengan pemberian obat jangka panjang melalui kateter yang dipasang melalui pembedahan. Di banyak institusi dokter biasanya memasukkan obat ke dalam kateter intratekal. Namun, perawat yang mendapat pelatihan khusus juga dapat melakukan hal ini.

    3. Intraoseosa. Metode pemberian obat ini dilakukan dengan memasukkan obat langsung ke dalam sumsum tulang. Metode ini paling sering digunakan pada bayi dan todler yang akses pembuluh darahnya buruk. Metode ini paling sering digunakan pada kondisi kedaruratan dan akses IV tidak mungkin dilakukan. Dokter menginsersi jarum intraoseosa ke dalam tulang, biasanya ke tibia, sehingga perawat dapat memberikan obat.

    4. Intraperitoneal. Obat diberikan ke dalam rongga peritoneum. Disini obat diabsorpsi ke dalam sirkulasi. Kemoterapi dan antibiotik biasanya diberikan dengan cara ini. Salah satu metode dialisis juga menggunakan rute peritoneum untuk memindahkan cairan, elektrolit, dan produk limbah. Perawat onkologi biasanya memasukkan obat kemoterapi ke dalam rongga peritoneum. Perawat umum seringkali berinisiatif mengajari klien cara menatalaksana dialisis peritoneum

  • Rute Pemberian ObatRute Parenteral

    Berikut adalah pemberian obat yang canggih di mana perawat memiliki tanggung jawab :5. Intrapleura. Obat diberikan melalui dinding dada dan langsung ke dalam ruang pleura. Obat dimasukkan melalu sebuah injeksi atau selang dada yang diinsersi oleh dokter. Kemoterapi adalah obat yang paling sering diberikan dalam metode ini. Dokter juga memasukkan obat yang membantu mengatasi efusi pleura persisten. Tindakan ini disebut pleuradesis. Teknik ini membuat pleura viseral dan parietal semakin melekat.

    6. Intraarteri. Pada metode ini obat dimasukkan langsung ke dalam arteri. Infusi intraarteri umum dilakukan pada klien yang di dalam arterinya terdapat bekuan. Perawat akan mengatur pemasukan agen penghancur bekuan melalui infus kontinu

  • Rute Pemberian ObatRute Parenteral

    1. Subkutan (SC) : injeksi ke dalam jaringan tepat di bawah lapisan dermis kulit LOKASI INJEKSI1. lengan atas sebelah luar2. paha bagian depan3. perut4. area scapula5. area ventrogluteal6. area dorsogluteal TEHNIK INJEKSIInjeksi subkutan dilakukan dengan menyuntikan jarum menyudut 45 derajat dari permukaan kulit. Kulit sebaiknya sedikit dicubit untuk menjauhkan jaringan subkutisdari jaringan otot.Asosiasi Diabetes America menganjurkan insulin dapat diinjeksikan pada satu daerah yang sama selama satu minggu dengan jarak setiap injeksi 1 inci [satu ruas jari tangan] dengan penyuntikan insulin secara sub cutan atau tepat di bawah lapisan kulit.

  • Rute Pemberian ObatRute Parenteral

    2. Intradermal (ID) : injeksi ke dalam dermis tepat di bawah epidermis Perawat biasanya memberikan injeksi intracutan untuk uji kulit (misal skrining tuberculin dan tes alergi). Karena obat intracutan disuntikan ke dalam dermis. Di sini suplai darah lebih sedikit dan absorbsi obat berlangsung lambat. Seorang klien mungkin mengalami reaksi anafilatik yang berat, jika obat terlalu cepat masuk ke dalam sirkulasi. Untuk klien yang memiliki riwayat sejumlah alergi, dokter seringkali melakukan uji kulit. Jadi pemberian obat dengan cara intracutan adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam permukaan kulit. Tempat penting yang banyak dipakai untuk melakukan suntikan intracutan adalah lengan bawah bagian dalam dan punggung bagian atas.

  • Rute Pemberian ObatRute Parenteral

    3. Intramuskular (IM) : injeksi ke dalam otot tubuh LOKASI INJEKSIa. Paha (vastus lateralis)b. Ventroglutealc. Dorsogluteald. Rectus femorise. Otot Deltoid di lengan atas

  • Rute Pemberian ObatRute Parenteral

    4. Intravena (IV) : suntikan ke dalam vena LOKASI INJEKSI1. Pada lengana. Vena basalikab. Vena sefalika

    2. Pada TungkalVena sapheneous

    3. Pada leherVena jugularis

    4. Pada kepalaa. Vena frontalisb. Vena temporalis

  • Rute Pemberian ObatPemberian Topikal

    Pemberian obat secara topikal adalah memberikan obat secara lokal pada kulit atau pada membrane pada area mata, hidung dan lubang telinga. Tujuan dari pemberian obat topikal secara umum adalah untuk memperoleh reaksi lokal dari obat tersebut.keuntungan :- Untuk efek lokal : efek samping sistemik minimal, Mencegah first pass efect- Untuk sistemik menyerupai IV infus (zero order)Kerugian :- Secara kosmetik kurang menarik- Absorpsi tidak menentuPerawat menggunakan metode dibawah ini dalam pemberian obat pada membran mukosa:1. Pemberian Cairan secara langsung (contoh, meminta klien berkumur, mengusap tenggorok)2. Insersi Obat seke dalam rongga tubuh (contoh, menempatkan supositoria pada rektum atau vagina atau menginsersi paket obat ke dalam vagina)3. Instilasi (pemasukan lambat) cairan ke dalam rongga tubuh (contoh, memasukkan tetes telinga, tetes hidung, dan memasukkan cairan ke dalam kandung kemih dan rektum)

  • Rute Pemberian ObatPemberian Topikal

    4. Irigasi (mencuci bersih) rongga tubuh (contoh, membilas mata, telinga, vagina, kandung kemih, atau rektum dengan obat cair)5. Penyemprotan (contoh, memasukkan obat ke dalam hidung dan tenggorok).

  • Rute Pemberian ObatInhalasi

    Terapi inhalasi adalah cara pengobatan dengan memberi obat untuk dihirup agar dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran obatnya. Terapi inhalasi merupakan cara pengobatan dengan memberi obat dalam bentuk uap secara langsung pada alat pernapasan menuju paru-paru.

    Tujuan terapi inhalasi adalah menormalkan kembali pernapasan yang terganggu akibat adanya lendir atau karena sesak napas.

    Terapi inhalasi lebih efektif, kerjanya lebih cepat pada organ targetnya, serta membutuhkan dosis obat yang lebih kecil, sehingga efek sampingnya ke organ lain pun lebih sedikit. Sebanyak 20-30% obat akan masuk disaluran napas dan paru-paru. Sedangkan 2-5% mungkin akan mengendap di mulut dan tenggorokan. Ilustrasinya, obat akan jaln-jalan dulu kelambung, ginjal atau jantung yakni paru-paru sehingga ketika sampai paru-paru obat relative tinggal sedikit.

  • Prinsip Pemberian ObatAda 6 persyaratan sebelum pemberian obat yaitu dengan prinsip 6 benar :1. Tepat Obat Sebelum mempersiapkan obat ketempatnya perawat harus memperhatikan kebenaran obat sebanyak 3 kali yaitu ketika memindahkan obat dari tempat penyimpanan obat, saat obat diprogramkan, dan saat mengembalikan ketempat penyimpanan. Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi. Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.

  • Prinsip Pemberian Obat2. Tepat Dosis Untuk menghindari kesalahan pemberian obat, maka penentuan dosis harus diperhatikan dengan menggunakan alat standar seperti obat cair harus dilengkapi alat tetes, gelas ukur, spuit atau sendok khusus, alat untuk membelah tablet dan lain-lain sehingga perhitungan obat benar untuk diberikan kepada pasien.

    3. Tepat Pasien Obat yang akan diberikan hendaknya benar pada pasien yang diprogramkan dengan cara mengidentifikasi kebenaran obat dengan mencocokkan nama, nomor register, alamat dan program pengobatan pada pasien.Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.

  • Prinsip Pemberian Obat4. Tepat Cara Pemberian Obat/Rute Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.

    5. Tepat Waktu Pemberian obat harus benar-benar sesuai dengan waktu yang diprogramkan , karena berhubungan dengan kerja obat yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat. Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.

  • Prinsip Pemberian Obat6. Tepat Pendokumentasian Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.