12
| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 11/1/Desember 2011 7 PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI PEMANFAATAN LAHAN KOSONG KELUARGA DAN TANAMAN PEPAYA GANTUNG Studi Kasus Pada Keluarga Om di Dusun Jletreng Desa Pengasinan Kecamatan Gunungsindur, Kabupaten Bogor Oleh: MM Sri Dwiyantari* Abstract The number of absolute poor population in Indonesia is not small, although the percentage has declined from year to year. If this is allowed, will likely decline in the level of their lives, to be poverty-stricken people. So this issue needs to be addressed, including through the empowerment of the family. By applying the process framework and problem solving of the social work in the micro study field (social case work), empowerment for 9 (nine) months may increase the sustainable family income. Empowerment is done by building a network of productive economic activities and making use of vacant land the family, hanging papaya plant utilization, and skills possessed by the family concerned. The related family is Om family (Som’s wife, papaya flower-producing farmer) with Mrs. Mn family (papaya flower cooking skills). In this empowerment, the companion emphasizes the process of strengthening, motivating individuals to be more empowered and willing to develop their potential. The process is equipped with an attempt to explore the source system that support their autonomy, ie social organization of local church that support Om and Mrs. Mn in the form of marketing their products and provide a revolving fund to increase its capital. Keywords: family, poverty, empowerment process Abstrak Tidak sedikit jumlah penduduk miskin absolut di Indonesia, meskipun persentasenya mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Apabila hal ini dibiarkan, kemungkinan akan terjadi penurunan tingkat kehidupan mereka, menjadi fakir miskin. Maka masalah ini perlu diatasi, antara lain melalui pemberdayaan keluarga. Dengan menerapkan kerangka proses dan pemecahan masalah pekerjaan sosial bidang kajian mikro (social case work), pemberdayaan selama 9 (sembilan) bulan ternyata dapat meningkatkan penghasilan keluarga secara berkelanjutan. Pemberdayaan dilakukan dengan membangun jaringan kerja usaha ekonomi produktif dan memanfaatkan lahan kosong keluarga, pemanfaatan tanaman pepaya gantung,dan ketrampilan yang dimiliki oleh keluarga yang bersangkutan. Adapun keluarga yang terkait adalah keluarga Om (istri Som, petani penghasil bunga pepaya) dengan keluarga Ny Mn (memiliki ketrampilan memasak bunga pepaya). Dalam pemberdayaan ini pendamping menekankan proses penguatan, memotivasi individu untuk lebih berdaya dan mau mengembangkan potensi yang dimilikinya. Proses ini dilengkapi dengan upaya menggali sistem sumber yang mendukung kemandirian mereka, yaitu organisasi sosial gereja setempat yang mendukung kegiatan Om dan Ny Mn dalam bentuk memasarkan produknya dan menyediakan dana bergulir untuk menambah modal usahanya. Kata Kunci: keluarga, kemiskinan, proses pemberdayaan 1. Latar Belakang Masalah kemiskinan penduduk merupakan masalah yang tidak habis-habisnya dipermasalahkan, diperbincangkan jalan keluarnya dan diupayakan penangannya di Indonesia, walaupun persentase penduduk miskin absolut mengalami penurunan dari tahun ke tahun seperti digambarkan pada tabel berikut. Diantaranya

PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI PEMANFAATAN …stisipwiduri.ac.id/File/N/Full/2399-JURNAL INSANI STISIP Widuri_MM... · madani (civil society) c. Meningkatkan peran masyarakat dalam

  • Upload
    lykhanh

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 11/1/Desember 2011 7

PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI PEMANFAATAN LAHAN KOSONG KELUARGA

DAN TANAMAN PEPAYA GANTUNG Studi Kasus Pada Keluarga Om di Dusun Jletreng Desa Pengasinan Kecamatan Gunungsindur,

Kabupaten Bogor

Oleh: MM Sri Dwiyantari*

Abstract The number of absolute poor population in Indonesia is not small, although the percentage has declined from year to year. If this is allowed, will likely decline in the level of their lives, to be poverty-stricken people. So this issue needs to be addressed, including through the empowerment of the family. By applying the process framework and problem solving of the social work in the micro study field (social case work), empowerment for 9 (nine) months may increase the sustainable family income. Empowerment is done by building a network of productive economic activities and making use of vacant land the family, hanging papaya plant utilization, and skills possessed by the family concerned. The related family is Om family (Som’s wife, papaya flower-producing farmer) with Mrs. Mn family (papaya flower cooking skills). In this empowerment, the companion emphasizes the process of strengthening, motivating individuals to be more empowered and willing to develop their potential. The process is equipped with an attempt to explore the source system that support their autonomy, ie social organization of local church that support Om and Mrs. Mn in the form of marketing their products and provide a revolving fund to increase its capital. Keywords: family, poverty, empowerment process

Abstrak

Tidak sedikit jumlah penduduk miskin absolut di Indonesia, meskipun persentasenya mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Apabila hal ini dibiarkan, kemungkinan akan terjadi penurunan tingkat kehidupan mereka, menjadi fakir miskin. Maka masalah ini perlu diatasi, antara lain melalui pemberdayaan keluarga. Dengan menerapkan kerangka proses dan pemecahan masalah pekerjaan sosial bidang kajian mikro (social case work), pemberdayaan selama 9 (sembilan) bulan ternyata dapat meningkatkan penghasilan keluarga secara berkelanjutan.

Pemberdayaan dilakukan dengan membangun jaringan kerja usaha ekonomi produktif dan memanfaatkan lahan kosong keluarga, pemanfaatan tanaman pepaya gantung,dan ketrampilan yang dimiliki oleh keluarga yang bersangkutan. Adapun keluarga yang terkait adalah keluarga Om (istri Som, petani penghasil bunga pepaya) dengan keluarga Ny Mn (memiliki ketrampilan memasak bunga pepaya). Dalam pemberdayaan ini pendamping menekankan proses penguatan, memotivasi individu untuk lebih berdaya dan mau mengembangkan potensi yang dimilikinya. Proses ini dilengkapi dengan upaya menggali sistem sumber yang mendukung kemandirian mereka, yaitu organisasi sosial gereja setempat yang mendukung kegiatan Om dan Ny Mn dalam bentuk memasarkan produknya dan menyediakan dana bergulir untuk menambah modal usahanya. Kata Kunci: keluarga, kemiskinan, proses pemberdayaan 1. Latar Belakang

Masalah kemiskinan penduduk merupakan masalah yang tidak habis-habisnya dipermasalahkan, diperbincangkan jalan keluarnya

dan diupayakan penangannya di Indonesia, walaupun persentase penduduk miskin absolut mengalami penurunan dari tahun ke tahun seperti digambarkan pada tabel berikut. Diantaranya

8 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 11/1/Desember 2011 |

adalah rumah tangga buruh tani, petani sempit, pengrajin dan juga nelayan yang sudah lama

diketahui tergolong miskin. (Sayogyo, 1978; 1991 dalam Ihromi 1999: 240).

Tabel 1: Kemiskinan Absolut di Indonesia Tahun 2008 – 2010

Tahun Jumlah penduduk (juta jiwa)

Penduduk Miskin Juta jiwa %

2008 227 35,0 15,4 2009 230 32,5 14,1 2010 232 31,02 13,33

Data diolah dari: Suharto (2012: 3)

Salah satu diantara buruh tani tersebut adalah keluarga Om, sebuah keluarga yang tinggal di pinggiran kota besar Jakarta – Tangerang Selatan, tepatnya di Dusun Jletreng, Desa Pengasinan, Kecamatan Gunungsindur Bogor. Som (suami Om) sehari-hari bekerja menjaga pekarangan milik warga Jakarta Dengan pekerjaan ini ia mendapat upah sebasar Rp. 1.200.000,- perbulan. Dengan penghasilan ini ia harus menghidupi isteri dan 3 (tiga) anaknya. Untuk mendukung pemenuhan kebutuhan keluarga, Om membantu suami dengan bekerja sebagai buruh cuci di komplek perumahan didekat ia tinggal. Pendidikan 2 (dua) anak tertua adalah lulus SLTP/Pesantren dan anak bungsu adalah drop out SLTP. Keluarga Om tinggal di wilayah yang memiliki potensi alam berupa lahan kosong dan tanah yang subur karena di sekitarnya terdapat peternak ayam sehingga dengan mudah penduduk setempat dapat memperoleh pupuk kandang. Salah satu jenis tanaman yang memungkinkan tumbuh di wilayah ini ialah tanaman pepaya selain singkong dan jenis tanaman keras seperti rambutan dan duku. Bahkan di sekitar ini tumbuh secara liar beberapa tanaman pepaya gantung (pepaya gerandel – bahasa Jawa). Tanaman ini juga sering terlihat di berbagai daerah atau lahan keluarga atau di lahan tak bertuan.Terhadap tanaman ini sering tidak seorang pun memberi perhatian. Hal ini dikarenakan jenis tanaman ini tidak menghasilkan pepaya yang dapat dimanfaatkan sebagai buah. Pandangan semacam ini dengan mudah dapat ditemui di berbagai tempat. Demikian pula hasil pengamatan penulis di sekitar rumah Om tersebut. Di sisi lain bagi etnis tertentu, khususnya etnis Manado, masakan bunga pepaya gantung (gerandel) tersebut merupakan salah satu jenis makanan favorit. Pada perkembangannya sekarang berbagai etnis seperti Betawi, Jawa, Sunda dan etnis lain pun sekarang menyukai makanan ini. Dari kondisi tersebut

penulis melihat bahwa pemanfaatan lahan keluarga Om dan tanaman pepaya gantung dapat dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan ekonomi keluarga. Untuk itu penulis melakukan pemberdayaan keluarga Om dengan pemanfaatan lahan kosong dan tanaman tersebut. Pengalaman lapangan inilah yang penulis uraikan dalam tulisan ini.

2. Rumusan Masalah dan Tujuan Penulisan

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalahnya adalah: a. Bagaimana gambaran masalah keluarga miskin

yang tinggal di daerah pinggiran kota besar? b. Bagaimana model pemberdayaan keluarga? c. Bagaimana perkembangan keluarga setelah

pemberdayaan tersebut?

Adapun tujuan penulisan ini ialah : a. Untuk memberikan gambaran keluarga miskin

dan kondisi lingkungan sosialnya b. Memperoleh gambaran bagaimana metode

pekerjaan social case work dapat diterapkan dalam pemberdayaan keluarga miskin

c. Memperoleh gambaran mengenai sejauhmana pemberdayaan keluarga melalui pemanfaatan lahan dan tanaman pepaya dapat meningkatkan keluarga.

3. Metodologi Penulisan Tulisan ini bersifat deskriptif analitis dengan

mengangkat pengalaman penulis dalam melakukan pemberdayaan sebuah keluarga yaitu keluarga Om selama kurang lebih 9 bulan, dengan pengembangan pemanfaatan lahan kosong dan tanaman di sekitar rumahnya. Dalam hal ini metode penulisannya menggunakan: a. Studi empiris: tulisan ini didasarkan pada

pengalaman lapangan penulis dalam mendampingi keluarga Om.

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 11/1/Desember 2011 9

b. Studi pustaka: studi ini digunakan untuk dasar analisis mengenai pengalaman pemberdayaan keluarga untuk memperoleh suatu kesimpulan yang konseptual.

Kedepan, pengalaman lapangan dan hasil analisis ini akan didesiminasi pada keluarga lain. Dengan pendekatan intervensi pada beberapa keluarga, maka pada akhirnya diharapkan mampu merumuskan model yang teruji, kendati kondisi keluarga satu dengan yang lain yang sangat bervariasi yang tentu berpengaruh pada pemodelan pemberdayaan keluarga.

4. Landasan Teori 4.1. Keluarga dan masalahnya:

Pada dasarnya setiap individu dalam kehidupan ini sering mengalami berbagai kelemahan sehingga mengganggu keberfungsian sosialnya. Demikian pula sebuah keluarga, sebagai sebuah sistem yang terdiri dari orang-orang, juga sering mengalami hal serupa. Merujuk pada pandangan Suharto (2011:4), berbagai kelemahan yang bisa terjadi meliputi: a. Fisik, yaitu orang dengan kecacatan dan

kemampuan khusus. b. Psikologis, orang yang mengalami masalah

personal dan penyesuaian diri. c. Finansial, orang yang tidak memiliki pekerjaan,

pendapatan, modal dan aset yang mampu menopang kehidupannya.

d. Struktural, orang yang mengalami diskriminasi dikarenakan status sosialnya, gender, etnis, orientasi seksual, dan pilihan politiknya.

Salah satu diantara kelemahan tersebut

adalah kemiskinan yang identik dengan poin c diatas. Kemiskinan itu dapat digolongkan kedalam beberapa kategori berikut batasannya adalah sebagai berikut: a. Tidak miskin b. Rentan c. Miskin d. Fakir miskin

Orang dengan kondisi miskin masih

setingkat lebih baik dari pada fakir miskin. Orang miskin masih memiliki sumber mata pencaharian dan potensi untuk diberdayakan sedangkan fakir miskin tidak mempunyai sumber mata pencaharian walaupun tidak mencukupi untuk kebutuhan mereka. Mengenai fakir miskin ini sebagaimana dikemukakan dalam UU No. 13 Tahun 2011 Bab I bahwa fakir miskin ialah orang

yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan atau keluarganya. Jadi mereka ini tidak memiliki kemampuan apapun dan tanpa didukung oleh anggota masyarakat yang lain dan atau oleh negara mereka ini tidak mampu hidup.

Kemiskinan keluarga sangat berpengaruh

pada lemahnya kualitas hidup keluarga, antara lain dalam hal kesehatan (fisik), pendidikan anak-anak yang berujung pada lemahnya psikologis anak-anak maupun lemahnya kualitas hidup dalam relasi sosialnya. Kondisi ini dapat teramati dari status sosial ekonomi keluarga, yang terindikasi melalui: a. Tingkat pendidikan yang minim. b. Jenis pekerjaan yang tidak tetap. c. Kondisi lingkungan tempat tinggal yang kurang

memadai. d. Pendapatan keluarga yang pas-pasan, hanya

cukup untuk pemenuhan kebutuhan dasar yang minimal saja.

Apabila kondisi keluarga miskin tersebut dibiarkan berlarut-larut maka bisa terjadi keluarga yang tidak mampu bertahan ia akan semakin lemah dan bahkan bisa jatuh pada tingkat lebih rendah yaitu fakir miskin dan pada akhirnya tidak mampu menjalankan fungsi-fungsinya. Sementara itu di lingkungan sekitar keluarga (“rumah tangga”) sering banyak sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan guna menekan kelemahan keluarga tersebut, khususnya dibidang ekonominya. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pemberdayaan bagi keluarga tersebut. 4.2. Pemberdayaan Pengertian pemberdayaan

Mengacu pada pandangan Payne (1977) yang dikutip Adi (2001; 32) yang dimaksud dengan pemberdayaan ialah proses yang ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki antara lain transfer daya dari lingkungannya. Ife (2008:510) mengemukakan bahwa pemberdayaan seharusnya menjadi tujuan dari semua bentuk pengembangan masyarakat.

10 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 11/1/Desember 2011 |

Kata pemberdayaan telah banyak digunakan secara berlebihan akhir-akhir ini (Parker dkk. 1999 dalam Ife 2008:510). Pemberdayaan berarti menyediakan sumber daya, kesempatan, kosa kata, pengetahuan dan ketrampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk menentukan masa depan mereka sendiri dan untuk berpartisipasi serta mempengaruhi kehidupan masyarakatnya. Pemberdayaan adalah suatu proses, dimana intinya adalah membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keiningannya. Pada dasarnya pemberdayaan sebagai gagasan tidaklah jauh berbeda dengan gagasan Biestek (1961) yang dalam bidang pendidikan Ilmu Kesejahteraan Sosial dikenal dengan nama ”Self Determination”, dimana setiap individu, kelompok atau komunitas pada akhirnya harus mampu menentukan sendiri tentang langkah kedepan yang harus diambil guna peningkatan kulitas kehidupannya.

Untuk pemberdayaan dapat ditempuh dengan menggunakan 2 cara. Hal ini dikemukakan oleh Oakley & Marsden (1984) yang dikutip Hikmat (2001:44). Kedua cara tersebut adalah: a. Proses pemberdayaan yang menekankan

proses memberikan atau mengalihkan kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan upaya menggali sistem sumber guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi

b. Proses pemberdayaan yang menekankan proses menstimuli, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.

Tujuan pemberdayaan

Adapun tujuan pemberdayaan adalah meningkatkan peran dan kekuatan dari individu, kelompok ataupun komunitas. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Sanim (1997:3), yang menyebutkan bahwa terdapat 5 (lima) tujuan pemberdayaan yaitu: a. Meningkatkan kemampuan dan kekuatan

masyarakat dari potensi yang dimilikinya

b. Pembinaan dan pemupukan masyarakat madani (civil society)

c. Meningkatkan peran masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan di berbagai sektor

d. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengembangkan usaha ekonomi produktif

e. Memberikan kekuasaan atau wewenang dalam mengambil tindakan/keputusan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Pemberdayaan keluarga yang dimaksud dalam tulisan ini adalah penguatan bagi anggota keluarga itu yaitu ayah, ibu, dan anak-anak. Dengan demikian keluarga sebagai satu sistem mampu bersinergi dalam memperkuat eksistensinya.

Tingkatan pemberdayaan

Mengacu pada pandangan Susiladiharti dalam Huraerah (2001: 103), bahwa terdapat 5 (lima) tingkat keberdayaan masyarakat: a. Tingkat keberdayaan pertama adalah

terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs). b. Tingkat keberdayaan kedua adalah

penguasaan dan akses terhadap berbagai sistem dan sumber yang diperlukan.

c. Tingkat keberdayaan ketiga adalah dimilikinya kesadaran penuh akan berbagai potensi, kekuatan dan kelemahan diri dan lingkungannya.

d. Tingkat keberdayaan keempat adalah kemampuan berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi lingkungan yang lebih luas.

e. Tingkat keberdayaan kelima adalah kemampuan untuk mengendalikan diri dan lingkungannya. Tingkatan kelima ini dapat dilihat dari keikutsertaan dan dinamika masyarakat dalam mengevaluasi dan mengendalikan berbagai program dan kebijakan institusi dan pemerintah.

Proses pemberdayaan

Dalam pemberdayaan keluarga dapat ditempuh dengan menerapkan proses dan metode pekerjaan sosial bidang kajian mikro (social case work). Mengacu pada kerangka proses, model analisis dan pemecahan masalah sosial sebagai berikut :

Assessment Plan of Treatment Treatment Action Evaluasi & Terminasi

Wibhawa (2011: 65 - 66)

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 11/1/Desember 2011 11

Adapun kerangka model analisis dan

pemecahan masalah sosial mengacu pada model sebagai berikut:

Tabel 2: Model Analisis

Proses pemecahan masalah --------------------------------------------------------------------

Pros

es

perm

asal

ahan

Studi (sosial)

Assessment (diagnosis)

Treatment

Cause 1 4 7 Social problems 2 5 8 Effect 3 6 9

--------------------------------------------- Evaluasi

Jadi terdapat 9 sel yang merupakan paduan dari kedua proses permasalahan dan pemecahan masalah sosial: Maka setidaknya terdapat sembilan isu (persoalan) yang perlu ditelaah yaitu: a. Studi sosial – cause (s), pada bagian ini

mengkaji mengenai penyebab-penyebab timbulnya permasalahan dengan menyediakan data dan fakta yang memperjelas penyebab permasalahan.

b. Studi sosial- social problems; merupakan tahap pemahaman terhadap permasalahan yang timbul- kedalaman dan keluasan permasalahan – dari sebab-sebab yang ditimbulkan sebelumnya dengan menyediakan data dan fakta mengenai permasalahan sosial.

c. Studi sosial – effect; merupakan tahapan pengkajian terhadap akibat-akibat yang timbul dari permasalahan sosial, akibat ini dapat berupa data dan fakta mengenai akibat-akibat baik sosial, kejiwaan, atau fisik yang merusak atau mengganggu fungsionalitas manusia.

d. Assessment (diagnosis) – cause (s), pada tahap ini lebih dalam mengkaji dan menilai mengapa penyebab-penyebab persoalan tersebut muncul, kemudian langkah-langkah apa yang sebaiknya dilakukan dalam mengatasi penyebab-penyebab tersebut.

e. Assessment (diagnosis) – social problems, adalah tahap untuk mengkaji dan menilai, kemudian menentukan langkah-langkah apa sehingga persoalan tersebut tidak meluas atau menyebar pada setiap lapisan masyarakat.

f. Assessment (diagnosis)- effect, menilai, mengkaji dan menentukan langkah-langkah apa saja dalam rangka mengatasi efek atau akibat-akibat yang ditimbulkan dari permasalahan sosial, serta menentukan apa dan siapa saja yang akan dilibatkan dalam

mengatasi akibat-akibat sosial, mental dan fisik yang telah mengganggu fungsionalitas manusia.

g. Treatment – Cause (s); mengatasi penyebab berarti menyediakan langkah-langkah cara-cara apa saja, baik formal maupun informal, baik perseorangan, kelompok atau kemasyarakatan, atau secara kelembagaan yang mencegah (preventive) timbulnya lagi permasalahan.

h. Treatment-social problems; berarti menyediakan langkah-langkah atau cara baik formal maupun informal, baik perorangan, kelompok atau kemasyarakatan atau secara kelembagaan yang menghambat perluasan permasalahan sosial yang telah terjadi. Pada bagian ini kegiatan-kegiatan dapat bersifat pengembangan (developmental), sokongan (supportive), atau penguatan/pemberdayaan (empowerment).

i. Treatment-effect, berarti menyediakan langkah-langkah atau cara baik formal maupun informal, baik perorangan, kelompok atau kemasyarakatan, atau secara kelembagaan yang dapat mengatasi atau memperbaiki akibat-akibat atau kerusakan secara sosial, mental atau fisik yang telah mengganggu kemampuan manusia mewujudkan fungsionalitasnya. Pada tahap ini kegiatan-kegiatan lebih bersifat penyembuhan (curative) dan perbaikan (rehabilitative).

4.3. Deskripsi Pohon Pepaya Gantung Buah pepaya dimakan dagingnya baik ketika

masih muda maupun sudah masak. Daging buah muda dimasak sebagai sayuran sedangkan daging buah masak dimakan sebagai buah segar atau campuran koktail. Daun pepaya juga

12 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 11/1/Desember 2011 |

dimanfaatkan pula sebagai sayuran atau pelunak daging. Daun pepaya muda dimakan sebagai lalap setelah dilayukan dengan air panas atau dijadikan pembungkus buntil. Oleh etnis Menado bunga pepaya yang diurap menjadi sayuran yang biasa dimakan. Getah pepaya mengandung enzim papain yang dapat melunakkan daging dan mengubah konformasi protein lainnya. Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit. Pohon ini tumbuh setinggi 5 – 10 meter dengan daun-daun yang membentuk serupa spiral pada batang pohon bagian atas. Daunnya menyirip lima dengan tangkai yang panjang dan berlubang di bagian tengah. Bentuknya dapat bercangap ataupun tidak.

Pepaya adalah ’monodioecious’ (berumah tunggal sekaligus berumah dua). Terdapat tiga jenis kelamin pepaya yaitu tumbuhan jantan, tumbuhan betina dan tumbuhan banci (hermafrodit). Tumbuhan jantan dikenal sebagai ”Pepaya Gantung” atau etnis Jawa menyebutnya dengan Pepaya Gerandel”, yang walaupun jantan kadang-kadang dapat berbuah pula secara ’partenogenesis’. Buahnya mandul (tidak menghasilkan biji subur), dan dijadikan bahan obat tradisional. Bunga pepaya memiliki mahkota bunga berwarna kuning pucat dengantangkai atau duduk pada batang. Bunga jantan pada pohon pepaya jantan tumbuh pada tangkai panjang dan bunganya biasanya ditemukan pada pucuk-pucuk tangkai (Dudy, 2011). Secara visual seperti apa pohon pepaya gantung dapat dilihat pada gambar 1.

5. Pemberdayaan Keluarga Om di Dusun

Jletreng, Desa Pengasinan Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor

Dalam pemberdayaan keluarga Om, penulis mengacu pada konsep keluarga sebagai sistem, dimana semua anggota keluarga adalah subsistem, demikian pula Om sebagai isteri Som. Berhubung relasi intensif penulis dengan keluarga ini adalah melalui Om maka pemberdayaan yang dilakukan adalah melalui Om. Diharapkan upaya ini berpengaruh pada keluarga tersebut. Maka untuk selanjutnya, yang dimaksud dengan pemberdayaan Om dalam tulisan ini adalah pemberdayaan keluarganya juga.

5.1. Hasil Assessment

Keluarga Om tinggal di Dusun Jletreng Desa Pengasinan, Kecamatan Gunungsindur, Kabupaten Bogor. Struktur keluarganya adalah sebagai berikut:

Tabel 3: Struktur Keluarga Om

No. Nama Usia

(th) L/P Pendidikan Peran dlm

Keluarga Pekerjaan

01. Som 50 L SD Ayah Penjaga pekarangan, Serabutan,

02. Om 38 P SD Ibu PRT 03. Sry 25 L SLTP Anak 1 Penjaga peternakan ayam 04. Ww 20 L SLTP Anak 2 Bekerja serabutan 05. R 15 L DO SLTP Anak 3 -

Kondisi ekonomi:

Gambaran kondisi keluarga Om secara sepintas dapat dipahami bahwa mereka dalam kondisi yang lemah. Som bekerja bertani dan serabutan, maksudnya pekerjaannya tidak tetap. Ia

bekerja ketika ada yang membutuhkan tenaganya. Beruntung bahwa ia dipercaya menjaga pekarangan seorang pengusaha di Jakarta yang memiliki pekarangan di dekatnya tinggal. Dari pekerjaan ini ia mendapat tambahan penghasilan.

Gambar 1: Pepaya jantan dengan bunga

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 11/1/Desember 2011 13

Sedangkan Om, isterinya, bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Kompleks Puspiptek, sekitar 2 km dari rumahnya. Ia membantu setiap hari kecuali hari libur, dari pk 07.00 s.d. 11.00, kecuali jika diperlukan tambahan waktu. Penghasilannya Rp. 300.000,- per bulan ditambah uang transpor Rp 60.000,- . Beruntung bahwa keluarganya ini tinggal dalam satu komunitas keluarga besar isterinya, yang memiliki lahan cukup untuk tempat tinggalnya, bahkan masih terdapat lahan-lahan kosong di sekitar rumahnya.

Kondisi pendidikan:

Dapat dipahami dari tabel diatas bahwa tingkat pendidikan keluarga Om ini rendah. Kondisi internal keluarga ini disamping faktor pengaruh lingkungan yang menyebabkan R (anak terkecilnya) pada th 2010 drop out dari sekolah SLTP. Kondisi pendidikan ini pula yang menyebabkan pekerjaan Som, isteri dan anak-anak hanyalah pekerjaan-pekerjaan yang bersifat fisik saja, yaitu sebagai pembantu, penjaga pekarangan, bertani, penjaga kandang ayam.

Pohon Pepaya Gantung di sekitar rumah Om

dan Nilai Jual Bunga Pepaya Gantung, potensi yang dimiliki keluarga Om: Lingkungan tempat tinggal Som dapat digolongkan lingkungan yang sejuk karena di perkampungan dengan pepohonan yang masih terjaga. Disamping itu dikomunitas ini terdapat peternakan ayam potong dan ayam petelur. Hal ini membuat kondisi tanah di lingkungan ini adalah subur. Som pada awalnya memiliki 3 pohon pepaya gantung, yang semuanya telah berbunga. Tanaman ini awalnya adalah tanaman liar yang tumbuh sendiri dan bunganya tidak dimanfaatkan oleh siapapun.Namun demikian, secara kebetulan adik Om (adik dari isteri Som) bekerja di sebuah rumah makan Manado di kawasan Tanah Abang. Berhubung rumah makan ini membutuhkan bunga-bunga pepaya gantung untuk bahan masakan maka melalui adiknya ini bunga-bunga tersebut dijual. Maka mulai saat itulah pohon pepaya gantung yang liar itu mulai dipelihara. Dalam dua minggu Om dapat memetik sekitar 2 kg bunga pepaya tersebut. Ia menjual kepada adiknya Rp. 10.000,- per kg. Dari penjualan bunga ini keluarga Om bisa mendapat penghasilan tambahan rutin setidaknya Rp 20.000,- setiap dua

minggu. Saat ini adik ipar Som tersebut tidak lagi bekerja sehingga tidak dapat menjadi penyalur penjualan bunga. Namun demikian, panenan bunga tersebut tidak sia-sia, karena secara insidental pedagang sayur keliling juga mau membelinya, namun dengan harga yang lebih murah yaitu Rp. 7.500,- per kg Jadi bagi keluarga Om terjadi penurunan pendapatan dari bunga ini dan kontinuitas pendapatan tidak jelas. Jika tukang sayur keliling tidak membutuhkan maka ia tidak mendapat pendapatan dari bunga itu dan bunga bisa menjadi sampah.

Keluarga Ny Mn:

Keluarga Mn adalah keluarga beretnis Manado. Ny Mn adalah salah satu anggota WKRI Ranting St Martha. Dari interview mendalam pada Ny Mn, dapat dipahami bahwa Ny Mn pandai memasak bunga pepaya (masakan khas Manado). Ny Mn seorang pensiunan guru sebuah sekolah SLTP di Jakarta dan ada kemauan untuk memanfaatkan waktu luangnya 5.2. Plan of Treatment - Tujuan:

a. Peningkatan penghasilan keluarga-keluarga yang terkait

b. Peningkatan keterlibatan anggota keluarga dalam pemecahan masalah keluarga

c. Peningkatan pemanfaatan lahan kosong keluarga agar produktif

- Strategi :

a. Membangun kolaborasi antara sistem klien, sistem pelaksana perubahan, sistem sasaran dan sistem kegiatan.

b. Membangun jaringan usaha produktif antara petani penghasil bunga pepaya yaitu keluarga Om dengan pemasak bunga yaitu Ny Mn dan dengan pengelola kantin gereja setempat yaitu Bidang Usaha dari WKRI Cabang Santa Monika, sebuah organisasi sosial gereja u.p Ibu Hr untuk memperoleh kesempatan bagi Ny Mn menjual sayurnya di kantin tersebut yang buka setiap Minggu pagi.

c. Adapun target market masakan tersebut adalah keluarga-keluarga/ jemaat yang pulang gereja.

14 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 11/1/Desember 2011 |

- Rencana operasional Rencana operasional pemberdayaan keluarga Om adalah sebagai berikut:

Tabel 4: Rencana Operasional Pemberdayaan Keluarga Om

No. Kegiatan Bulan Jul ’11

Ags ’11

Sep ’11

Okt ’11

Nop ’11

Des ’11

Jan ’12

Peb ’12

Mar ’12

01. Assessment *** 02. Plan of Treatment *** 03. Action Treatment *** *** *** *** *** 04. Evaluasi *** Follow up

a. Pengembangan modal usaha

b. Pengembangan taman bacaan di teras keluarga Om

****

***

05. Terminasi ***

5.3. Treatment Action Pada tahap ini pendamping melakukan

kegiatan sebagai berikut: Sistem sasaran 1: Om a. Relasi yang intens antara pendamping keluarga

dengan keluarga Om adalah relasi pendamping dengan Om (isteri Som), oleh karena itu dalam pemberdayaan keluarg. Pendamping menempatkan Om sebagai klien yang pada akhirnya diharapkan dapat membawa keberdayaan keluarganya.

b. Pendamping membangun jaringan (menghubungkan) dengan Ny Mn- yang pandai memasak masakan bunga pepaya (sebagai masakan khas Manado).

c. Pendamping mendorong agar Om rajin dan komit untuk setiap hari Sabtu membawa 1 kg bunga pepaya dan diletakkan di teras rumah pendamping untuk kemudian pada sore hari diambil oleh Ny. Mn (yang diwakili oleh cucunya yang masih sekolah SLTP).

d. Pendamping mendorong agar Om bersama suami dan anak-anak memelihara dan memupuk tanamannya agar tanaman tersebut tetap subur dan produktif menghasilkan bunga pepaya.

e. Pendamping mendorong Om agar menambah tanaman pepaya lagi untuk pengganti tanaman lama apabila tanaman lama dikemudian hari tua dan tidak produktif lagi.

Sistem sasaran 2: Ny. Mn a. Pada awalnya pendamping mengajak Ny Mn

untuk mendemonstrasikan bagaimana cara

memasak sayur bunga pepaya didepan satu kelompok Ibu-ibu WKRI Ranting St Martha yang terdiri dari sekitar 40 anggota dengann tujuan membangun kepercayaan dirinya dan mengajarkan ketrampilan untuk ibu-ibu yang hadir.

b. Melalui proses ini, pendamping memotivasi agar potensinya memasak masakan khas Manado dikembangkan dan pendamping komitmen membantu menghubungkan dengan petani penghasil bunga pepaya sehingga keberlanjutan bahan baku masakan ini terjamin dan pendamping komitmen untuk membantu menghubungkan dengan pengelola kantin gereja setempat tersebut agar masakannya dapat dipasarkan pada setiap hari Minggu pagi.

c. Organisasi sosial gereja setempat tersebut mendukung setiap usaha pemberdayaan warga untuk peningkatan kesejahteraan keluarga. Maka ketika pendamping mengutarakan maksud tersebut, usulan tersebut disetujui.

5.4. Evaluasi dan Follow Up a. Terkait dengan kondisi keluarga Om

Dari wawancara mendalam pada Sdr Om, dapat disimpulkan bahwa usaha produktif dengan pemanfaatan lahan kososng dan tanaman pepaya gantung dapat meningkatkan penghasilan keluarga Om, ia menyatakan sebagai berikut: ”Ya, alhamdulilah Bu, sekarang saya ada tambahan penghasilan rutin setiap akhir minggu”

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 11/1/Desember 2011 15

Pada dasarnya mengelola tanaman pepaya itu bagi keluarga tidaklah sulit, jika keluarga memiliki lahan, maka setelah tanaman itu tumbuh pemeliharaannya tidak sulit dan tidak memakan biaya besar, hanya penggemburan tanah, menyiram dan memberi pupuk. Jadi biaya (cost) sangatlah kecil. Secara kuantitatif, peningkatan penghasilan keluarga tersebut adalah: Tambahan penghasilan dari hasil penjualan bunga pepaya: Dari September 2011 - Januari 2012 tiap bulan adalah: Hasil penjualan (rutin): 1 kg x 4 x Rp. 10.000,- = Rp. 40.000,- Hasil penjualan (insidental): 2 x Rp 10.000,- = Rp. 20.000,- Biaya pupuk: (mengambil pupuk rumah tangga) - Jumlah = Rp. 60.000,- Ketua WKRI Ranting St Martha mendukung pemberdayaan keluarga ini. Secara insidental jika ada acara tertentu maka salah satu menu masakan yang disajikan adalah masakan bunga pepaya. Demikian pula secara rutin, mulai bulan Februari 2012 dipesan bunga tersebut 1 kg. Dengan secara rutin, Om mendapat pesanan 2 kg bunga, maka perhitungan pendapatannya adalah: Dari Februari 2012, setiap minggu mendapat pesanan 2 kg bunga. Hasil jualnya: 4 x 2 x Rp. 10.000,- = Rp. 80.000,- Hasil jual (insidental) 2 x Rp. 10.000,- = Rp. 20.000,- Jumlah hasil penjualan = Rp. 100.000,- b. Terkait dengn kondisi keluarga Ny. Mn: Ny Mn mengutarakan bahwa dengan kegiatan memasak bunga pepaya setiap minggu ini lumayan buat kesibukan dan menambah penghasilan keluarga. Ia menyatakan sebagai berikut: ”Ya lumayan, ada kesibukan, ada tambahan penghasilan dan senang bahwa cucu yang masih sekolah ini rajin membantu Omanya mengambil bunga ke rumah ibu setiap pulang sekolah, setiap Sabtu sore, buat dia juga belajar”. Secara kuantitatif perhitungan penghasilan Ny Mn adalah sebagai berikut: Untuk bahan baku 1 kg bunga pepaya: Hasil jual : 10 pak x Rp. 4.500,- x 4 = Rp. 180.000,-

Biaya: Ikan asin, kangkung, bumbu = Rp. 3.000,- Tenaga = Rp. 2.000,- Transportasi = Rp. 8.000,- Kemasan = Rp. 1.000,- Bahan baku/bunga = Rp. 10.000,- Jumlah biaya 4 minggu: Rp. 24.000,- x 4 = Rp. 96.000, Penghasilan dari memasak bunga pepaya/ bulan (4 minggu- 4 kali memasak) : Rp. 84.000,- Dari relasi Ny Mn dengan kantin saat ini Ny Mn telah menambah jenis masakannya yaitu jenis lauk pauk khas Manado juga yaitu rica ikan salem Follow Up Dari hasil assessment perkembangan usaha produktif ini, dapat dipahami bahwa usaha Om dan Ny Mn dapat didorong untuk lebih produktif lagi. Oleh karena itu, sebagai follow up pemberdayaan ini dilakukan hal-hal sebagai berikut: a. Pendamping berupaya menghubungkan pada

sumber dana untuk meningkatkan usaha produktif kedua keluarga ini. Usaha ini telah disetujui oleh Ketua WKRI Cabang Santa Monika. Kepada tim kerja (Om dan Ny Mn) ini akan diberikan dana sebesar masing-masing Rp. 250.000,- untuk pengembangan usahanya. Sifat dana tersebut adalah pinjaman tanpa bunga dengan jangka waktu pengembalian 10 bulan. Dana tersebut akan diserahkan pada Rapat Koordinasi Ranting pada tanggal 21 Februari 2012. Diharapkan dikemudian hari dana tersebut dapat bergulir pada keluarga lain untuk pengembangan usaha juga.

b. Mengingat relasi dengan keluarga Om sudah terjalin baik dan berdasarkan informasi dari Om bahwa di lingkungan sekitar terdapat beberapa anak drop out sekolah, termasuk anak Om, maka saat ini sedang dilakukan assessment untuk kemungkinan dikelola taman bacaan di teras rumah Om. Hal ini masih dalam proses assessment lebih mendalam. Diharapkan anak-anak senang membaca dan tumbuh minat untuk kembali sekolah formal, setidaknya menempuh jalur pendidikan paket B dan paket C.

5.5. Terminasi Hingga saat ini belum dilakukan terminasi. Direncanakan terminasi akan dilakukan jika sudah terbangun sikap mandiri dari keluarga Om, Ny Mn

16 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 11/1/Desember 2011 |

termasuk anggota keluarganya. Direncanakan pada sekitar bulan Maret 2012 jaringan kerja usaha produktif Om dan Ny Mn tersebut sudah kuat sehingga bisa diterminasi.

6. Analisis a. Kondisi keluarga miskin didaerah pinggiran

kota besar seperti yang terjadi pada kasus keluarga Om adalah: minimnya penghasilan keluarga, tingkat pendidikan anggota keluarga yang rendah, bahkan pada tahun 2010 dimana secara makro tingkat pendidikan penduduk sudah lebih baik, salah satu anak Som adalah drop out SLTP. Hal ini terjadi bukan saja karena faktor ekonomi semata dan ternyata bukan karena anak tersebut tidak memiliki kemampuan studi, namun karena faktor malas. Kemalasan anak ini selain faktor dari dalam anak, juga karena terpengaruh oleh lingkungannya yang kurang mendukung anak untuk studi.

b. Dalam pemberdayaan keluarga Om, pendamping menerapkan kerangka proses dan metode pemcahan masalah social case work. Dalam hal ini pendamping tidak dengan tergesa-gesa memaksakan program kepada klien, namun secara bertahap menerapkan proses: (1) assessment, (2) plan of treatment, (3) treatment action, (4) evaluasi dan follow up serta (5) rencana terminasi sebagaimana dikemukakan oleh Wibhawa (2011: 65-66). Proses pemberdayaan selama 9 (sembilan) bulan dengan kerangka kerja ini ternyata dapat menggerakkan keluarga-keluarga untuk mau mengaktualisikan potensinya dan dapat meningkatan penghasilan mereka secara berkelanjutan. Disamping itu terjadi peningkatan peran serta anggota keluarga didalamnya. Dalam pemberdayaan keluarga ini pendamping lebih menekankan pada proses menstimuli, mendorong atau memotivasi individu anggota keluarga tersebut agar ia sadar akan peluang yang ada ketika ia mau memanfaatkan lahan kosong dengan pohon pepaya gantung. Sesuai karakter pohon ini yang sangat mudah pemeliharaannya, dapat tumbuh dipagar-pagar, hanya sekali-kali perlu disiram dan dipupuk maka pada dasarnya pemeliharaan tanaman ini tidaklah sulit, sehingga bisa dijadikan pekerjaan produktif yang sifatnya sampingan bagi keluarga.

c. Sebenarnya jika dilihat dari perubahan tingkat keberdayaan keluarga Om boleh dikatakan masih pada tingkat yang pertama juga, yaitu untuk terpenuhinya kebutuhan dasar keluarga, namun bisa dikatakan sudah menuju pada tingkat kedua yaitu penguasaan dan akses terhadap berbagai sistem dan sumber yang diperlukan. Jadi jaringan kerja usaha produktif ini dapat dikatakan sudah jadi dan terdapat keberlanjutan. Indikasinya adalah: 1). Om sudah menjadi suplier bahan baku

masakan Ny Mn dengan harga yang relatif murah.

2). Om sebagai suplier bahan baku tersebut kepada Ny Mn dengan tanpa biaya transpotasi dibanding jika ia menjual dipasar, terutama jika ke Pasar Modern BSD yang jaraknya relatif jauh. Jadi penjualan bunga pepaya kepada Ny Mn relatif efisien dari segi biaya dan waktu.

3). Secara periodik, setiap akhir pekan Om membawa 1 kg bunga, bahkan mulai bulan Februari 2012 berkembang menjadi 2 kg. Olehnya bunga tersebut ditaruh diteras rumah pendamping kemudian cucu Ny Mn setiap akhir pekan sepulang sekolah mengambil bunga tersebut. Pada Minggu pagi Ny Mn menjual dengan menitipkan masakannya di kantin gereja setempat.

d. Dalam perspektif pengembangan usaha produktif, pemberdayaan keluarga ini membawa keluarga belajar berwirausaha sehingga mampu meningkatkan pendapatan keluarga (terjadi proses income generating). Selain itu juga belajar “pemasaran” yang bagi sebagian orang pekerjaan ini tidak mudah. Jika dihitung pendapatan tambahan tetap keluarga Om adalah Rp. 80.000,- per bulan dan keluarga Mn adalah Rp. 84.000,- per bulan. Dari segi jumlah nominal pendapatan mungkin hal ini tidak seberapa, namun perkembangan ini dapat dilihat dari sisi nilainya. Hal ini senada dengan pandangan yang dikemukakan Wibhawa (2010: 141) sebagai berikut:

Dalam perspektif kewirausahaan dalam praktik Pekerjaan Sosial, keberhasilan berwirausaha tidaklah identik dengan seberapa hasil seorang mengumpulkan uang tetapi esensinya adalah bagaimana memunculkan mental berusaha dengan tujuan sebesar-besarnya untuk mengatasi masalah sosial yang terjadi karena kewirausahaan sejatinya adalah sebuah nilai (entrepreneurship value) yang

| INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 11/1/Desember 2011 17

perwujudannya harus didukung oleh semangat kewirausahaan (entrepreneurship spirit)

e. Pada dasarnya pemberdayaan keluarga model pemanfaatan lingkungan ini dalam perspektif pembangunan manusia pembangun dapat dipandang sebagai pemberdayaan yang bersifat komprehensif mengingat: 1). Mengurangi pemanasan global

Melalui pemberdayaan ini keluarga dimobilisasi untuk mencintai dan memelihara tanaman, bukan membunuh tanaman liar serta menjaga kesuburan tanah

2). Dari segi perspektif gender Hal ini dapat mendukung tercapainya gender harmony karena melalui kegiatan sehari-hari ibu terjadi proses penguatan dalam diri Ibu-ibu. Dengan demikian diharapkan mampu menumbuhkan semangat kerjasama dan saling menghargai satu sama lain dalam keluarga

3). Aspek relasi sosial Bahwa keluarga belajar membangun relasi

dan kolaborasi dengan pihak pihak lain, terutama keluarga petani bunga pepaya, ibu yang mampu mengolah masakan dengan bahan baku bunga, daun dan buah pepaya serta ibu-ibu lain pengelola usaha makanan. Jadi dalam hal ini penguatan kemampuan membangun relasi sosial.

Gambar 2: Rumah Om dengan tanaman pepaya

gantung

7. Kesimpulan dan Saran 7.1. Kesimpulan

a. Gambaran keluarga di pinggiran kota besar seperti Jakarta adalah, tingkat penghasilan

keluarga yang kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarga, pendidikan anak-anak yang rendah, pekerjaan yang dimiliki adalah penjaga pekarangan orang lain, penjaga peternakan, serabutan, pembantu rumah tangga dengan pengahasilan yang relatif rendah.

b. Pemanfaatan lahan kosong sekitar rumah tinggal dan tanaman pepaya gantung yang biasa tumbuh liar di pekarangan dapat menjadi salah satu alternatif pemberdayaan keluarga. Dan hal ini dapat dikembangkan sebagai model pemberdayaan keluarga khususnya bagi mereka yang bertempat tinggal di lingkungan pinggiran kota besar seperti Jakarta.

c. Belajar dari kasus keluarga Om di Dusun Jletreng, Desa Pengasinan, Kecamatan Gunungsindur, Kabupaten Bogor telah terbukti bahwa pemanfaatan pohon pepaya gantung itu dapat menjadi sarana “income generating” keluarga yang cukup mudah. Pepatah yang mengatakan “bunga pepaya gantung dapat menjadi uang dan dapat menjadi sampah” telah terbukti melalui pengalaman pemberdayaan keluarga Om ini. Perkembangan pemasukan pada keluarga Om pada awalnya Rp. 60.000,- perbulan, kini Rp 80.000,- per bulan (dalam 4 minggu). Disamping itu keterlibatan anggota keluarga dalam memelihara dan menanam tanama ini meningkat. Demikian pula keluarga Ny Mn, kini ia memperoleh tambahan pendapatan Rp. 84.000,- per bulan (dalam 4 minggu). Dilihat dari nominal uangnya mungkin tidak seberapa, namun penulis melihat nilai kewirausahaannya.

d. Untuk peningkatan keberdayaan keluarga, maka penting bagi keluarga untuk membangun kerjasama dan jaringan kerja dengan pihak-pihak yang potensial bagi pemasaran bunga-bunga pepaya gantung, daun dan buahnya.

e. Upaya pemberdayaan keluarga melalui pemanfatan lahan kosong dan tanaman pepaya gantung ini menjadi salah satu model pemberdayaan yang bersifat komprehensif dilihat dari perspektif pembangunan sosial dan lingkungan.

7.2. Saran

Berikut penulis sampaikan beberapa saran : a. Kepada keluarga-keluarga, agar mau

menaruh perhatian terhadap potensi

18 | INSANI, ISSN : 0216-0552 | NO. 11/1/Desember 2011 |

lingkungan setempat, khususnya terdapatnya lahan kosong dan tanaman pepaya gantung, yang ternyata dapat menjadi sumber penghasilan bagi keluarga.

b. Keluarga tidak segan-segan mencari partner dalam memasarkan hasil tanaman pepaya gantung tersebut sehingga dapat menjadi pelanggannya untuk pemasaran bunga-bunga pepaya gantung tersebut.

c. Bagi pendamping keluarga, agar secara berkelanjutan melakukan tindak lanjut pemberdayaan ini, hingga kedua keluarga tersebut cukup mapan dalam usaha produktif ini bahkan dapat berkembang lebih luas mengingat juga telah terdapat sumber yang bersedia mendukung usahanya.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto (2001). Pemberdayaan, Pengembangan masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI

Alfitri (2001). Community Development,Teori

dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Hikmat, Harry (2001). Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: HUP

Huraerah, Abu (2011). Pengorganisasian dan

Pengembangan Masyarakat, Bandung: Humaniora

Ihromi, T.O. (2004). Bunga Rampai. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Ife, Jime & Frank Tesoriero (2008). Community

Development. Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Terjemahan oleh Saatrawan Manullang dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sanim, Bunasor (1997). Pemberdayaan Aparatur,

Makalah dalam seminar Pemberdayaan Masyarakat Jawa Barat

Tafajani, Dudy S. (2011). Panduan komplit

Bertanam Sayur dan Buah-buahan. Yogyakarta: Univ Atmajaya

Wibhawa, Budhi (2010). Dasar-dasar Pekerjaan Sosial. Bandung: Widya Padjadjaran

Lain-lain: Suharto, Edy (2011). Kemiskinan dan

Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perpektif Pekerja Sosial, Makalah disampaikan dalam Seminar Kesejahteraan Sosial di DNIKS Jakarta Tgl 21 Desember 2011

*Dra. MM Sri Dwiyantari, M.Si. Dosen STISIP Widuri, Lektor Kepala/Pembina. Menamatkan S1 Program Ilmu Ekonomi Umum FKIP Universitas Sanata Dharma dan S2 Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Indonesia. Email: [email protected]

"Hidup tidak akan berharga

jika tidak bermanfaat untuk

orang lain.”

Bunda Teresa (1910–1997), peraih Nobel Perdamaian 1979