104
Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia Ditinjau dari Aspek Ekonomi Written by Dr. Sri Adiningsih Kepala Pusat Studi Asia Pasifik UGM Tuesday, 21 July 2009 09:54 Pendahuluan Tidak terasa krisis ekonomi yang telah menghantam kita pada tahun 1997 sudah berlalu lebih dari satu dekade. Banyak pelajaran yang dapat kita petik dalam penyehatan ekonomi yang telah kita lakukan selama ini. Baik suka ataupun duka. Dampak krisis pun sampai sekarang masih terasa, membebani keuangan Negara sehingga kemampuan Negara untuk membiayai berbagai kegiatan sosial ataupun terkait dengan masalah lingkungan sulit untuk mendapatkan prioritas anggaran. Krisis telah memaksa Indonesia mereformasi ekonominya dalam kerangka program IMF hingga akhir 2003. Ekonomi mulai pulih pada tahun 2004, sehingga Indonesia siap membangun ekonominya lagi, bangkit dari keterpurukkannya. Namun ternyata kebangkitan ekonomi tidak mudah dicapai, perkembangan eksternal yang semakin tidak ramah dan juga kebijakan domestik dalam mengelola ekonomi yang tidak tepat telah membuat ekonomi Indonesia tidak banyak mengalami kemajuan yang berarti hingga saat ini. Kualitas pertumbuhan/pembangunan ekonomi yang semakin merosot ditengah-tengah stabilitas ekonomi makro dan pertumbuhan ekonomi yang mulai meningkat lagi telah membuat angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi. Demikian juga beban APBN masih berat. Sehingga mempersulit Indonesia untuk membangun ekonominya, apalagi membangun secara berkelanjutan. Fakta menunjukkan bahwa pada masa krisis ekonomi yang lalu, pembangunan baik dari sisi hardware ataupun software terbengkelai. Sehingga dapat dilihat kerusakan infrastruktur yang semakin parah, lingkungan juga memburuk, serta human development merosot.

Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

  • Upload
    danz091

  • View
    7.704

  • Download
    23

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia Ditinjau dari Aspek Ekonomi Written by Dr. Sri Adiningsih Kepala Pusat Studi Asia Pasifik UGM    Tuesday, 21 July 2009 09:54 Pendahuluan

Tidak terasa krisis ekonomi yang telah menghantam kita pada tahun 1997 sudah berlalu lebih dari satu dekade. Banyak pelajaran yang dapat kita petik dalam penyehatan ekonomi yang telah kita lakukan selama ini. Baik suka ataupun duka. Dampak krisis pun sampai sekarang masih terasa, membebani keuangan Negara sehingga kemampuan Negara untuk membiayai berbagai kegiatan sosial ataupun terkait dengan masalah lingkungan sulit untuk mendapatkan prioritas anggaran.

Krisis telah memaksa Indonesia mereformasi ekonominya dalam kerangka program IMF hingga akhir 2003. Ekonomi mulai pulih pada tahun 2004, sehingga Indonesia siap membangun ekonominya lagi, bangkit dari keterpurukkannya. Namun ternyata kebangkitan ekonomi tidak mudah dicapai, perkembangan eksternal yang semakin tidak ramah dan juga kebijakan domestik dalam mengelola ekonomi yang tidak tepat telah membuat ekonomi Indonesia tidak banyak mengalami kemajuan yang berarti hingga saat ini.

Kualitas pertumbuhan/pembangunan ekonomi yang semakin merosot ditengah-tengah stabilitas ekonomi makro dan pertumbuhan ekonomi yang mulai meningkat lagi telah membuat angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi. Demikian juga beban APBN masih berat. Sehingga mempersulit Indonesia untuk membangun ekonominya, apalagi membangun secara berkelanjutan. Fakta menunjukkan bahwa pada masa krisis ekonomi yang lalu, pembangunan baik dari sisi hardware ataupun software terbengkelai. Sehingga dapat dilihat kerusakan infrastruktur yang semakin parah, lingkungan juga memburuk, serta human development merosot.

Potret Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan yang dijalankan di Indonesia sejak tahun 1970-an hingga sekarang masih cenderung fokus pada pembangunan ekonomi, bahkan pada pertumbuhan ekonomi yang cenderung jangka pendek. Sehingga masalah keberlanjutan belum menjadi prioritas utama. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pertumbuhan ekonomi pun kualitasnya semakin memburuk. Apalagi dengan keterbatasan APBN dan sumber daya yang kita miliki, sehingga tidak mengherankan apabila pengambil kebijakan lebih memilih jalan pintas, yang cepat kelihatan hasilnya, kurang memperhatikan keberlanjutannya.

Padahal pembangunan berkelanjutan sudah menjadi tuntutan bagi pengambil kebijakan pembangunan dalam bumi yang semakin rusak ini. Namun demikian lingkungan hidup tidak mendapatkan banyak perhatian sejak lama baik pada skala global, regional ataupun negara. Apalagi negara sedang berkembang yang tengah banyak menghadapi permasalahan ekonomi seperti Indonesia. Sehingga degadrasi lingkungan telah banyak menurunkan kualitas hidup masyarakat, khususnya di negara sedang berkembang seperti

Page 2: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Indonesia. Oleh karena itulah masyarakat dunia sejak tahun 1970-an mulai memberikan perhatian yang besar pada masalah lingkungan, dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan. Hal itu dapat dilihat diantaranya dari Stockholm Conference (1972), Agenda 21 di Rio Earth Summit (1992), dan Johannesburg Declaration (2002). Meski komitmen dan perhatian besar telah diberikan pada tingkat internasional, namun kondisi lingkungan hidup masih saja memburuk. Kita sekarang masih hidup dalam kondisi yang dapat merusak lingkungan hidup semakin parah, sehingga akan membahayakan kehidupan umat manusia pada masa mendatang. Oleh karena itulah usaha untuk menjaga lingkungan hidup agar pembangunan dapat berkelanjutan sehingga kepentingan kehidupan generasi yang akan datang terproteksi, menjadi semakin penting untuk diperjuangkan. Dengan demikian perlu adanya jaminan agar supaya dalam memenuhi kebutuhan sekarang kita tidak akan mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.

Dalam perkembangannya disadari bahwa pembangunan berkelanjutan tidak hanya terkait dengan aspek lingkungan hidup, namun juga pembangunan ekonomi dan sosial yang dikenal dengan the living triangle. Tidaklah mungkin lingkungan dapat dijaga dengan baik bila kondisi sosial dan ekonomi masyarakat buruk. Oleh karena itulah dalam rangka melestarikan lingkungan hidup kita secara berkelanjutan, pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan juga perlu dilakukan. Tidaklah mungkin masyarakat yang untuk hidup saja sulit akan dapat menjaga lingkungannya dengan baik. Perhatian dan komitmen yang besar masyarakat internasional pada pembangunan berkelanjutan khususnya dari negera maju dalam beberapa conference adalah cukup besar. Namun demikian dalam implementasinya ternyata jauh dari harapan. Dapat dilihat bahwa Official Development Assistance (ODA) yang diberikan negara maju rata-rata hanya sebesar 0,27% dari PDB mereka pada tahun 1995, turun dari 0,34% pada tahun 1992. Pada tahun 2000 didapati hanya 4 negara yang menandatangi komitmen ODA memenuhi komitmennya. Hal ini mencerminkan bahwa pembangunan berkelanjutan pada tingkat globalpun seringkali hanya menjadi retorika politik belaka. Sehingga tidaklah mengherankan bahwa upaya pembangunan berkelanjutan tidak mudah diimplementasikan (Cooper & Vargas, 2004).

Rendahnya komitmen negara maju dalam memenuhi komitmennya dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan tentu saja tidak dapat dipisahkan dengan rendahnya kepentingan negara maju untuk mendukung pembangunan berkelanjuitan global. Hal ini tentu saja erat kaitannya dengan kalahnya prioritas menjaga lingkungan dengan masalah aktual seperti meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi taupun menjaga agar dunia usaha dari negaranya yang banyak diwakili oleh TNCs terus berkembang dalam pasar global. Tingginya nilai politis dari kepentingan ekonomi jangka pendek tersebut memang akan mudah membuat politisi baik dari negara maju ataupun sedang berkembang akan mengedepankan kepentingan jangka pendek. Selain itu jangan lupa bahwa bargaining power dari bisnis raksasa di negara maju tentu saja juga besar sekali, sehingga akan mampu mendistorsi keputusan yang diambil oleh pejabat publik, dapat mengalahkan kepentingan publik dalam jangka panjang. Hal yang sama juga terjadi di negara kita, dimana seringkali pengambilan keputusan dibengkokan oleh kepentingan pemodal yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan. Sehingga tidaklah mengherankan jika World Trade Organization (WTO) yang menawarkan liberalisasi serta akses pasar yang lebih

Page 3: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

luas, serta kadang menawarkan solusi yang lebih menarik/menguntungkan terhadap berbagai isu yang sama (terkait dengan isu pembangunan berkelanjutan) dapat menjadi salah satu outlet bagi mereka. Oleh karena itulah dapat dipahami jika WTO berkembang pesat akhir-¬akhir ini. Sementara pembangunan berkelanjutan semakin tenggelam ditengah-tengah berbagai kemelut ekonomi yang dihadapi oleh banyak negara, khususnya negara Selatan.

Prinsip-prinsip ekonomi yang menekankan pada efisiensi ekonomi dengan maximizing benefit dan minimizing cost dari sudut pandang teori ekonomi memang sangat rasional. Sehingga dengan ekonomi yang semakin liberal ekonomi pada akhirnya banyak dikuasai oleh perusahaan transnational (TNCs) yang banyak beroperasi di negara sedang berkembang, baik untuk mendapatkan input khususnya sumber daya alam, maupun tenaga kerja murah, ataupun untuk memperluas pasar produk mereka. Sedangkan bagi negara sedang berkembang, globalisasi yang menjadikan masyarakatnya menjadi konsumen dari TNCs, juga menggunakan globalisasi untuk memperluas pasarnya, meskipun biasanya untuk produk primer ataupun sekunder dengan tingkat teknologi yang rendah. Sehingga banyak negara sedang berkembang yang terjerat utang ataupun masih harus berkubang dengan kemiskinan yang kronis. Bahkan Stiglitz dalam bukunya Globalization and Its Discontent (2002) mengatakan bahwa manfaat dari globalisasi lebih rendah dari klaim yang selama ini diyakininya, sebab harga yang harus dibayar juga mahal, karena lingkungan yang semakin rusak, demikian juga proses politik korup berkembang, dan cepatnya perubahan yang terjadi membuat masyarakat tidak dapat menyesuaikan budayanya.

Liberalisasi pasar yang semakin melibas perekonomian di banyak Negara juga telah menghambat pembangunan berkelanjutan. Martin Khor direktur dari Third World Network melihat bahwa lieberalisasi dan globalisasi yang menekankan pada "daya saing" telah menghambat pembangunan berkelanjutan sehingga merusak lingkungan. Liberalisasi dan globalisasi telah memperburuk lingkungan global karena tidak adanya aturan dan pengawasan pada TNCs di pasar global sehingga meningkatnya volume bisnis mereka meningkatkan kerusakan lingkungan. Padahal aktivitas TNCs telah banyak merusak lingkungan hidup (penghasil lebih dari 50% greenhouse gases). Demikian juga kebijakan yang liberal dan integrasi pasar telah mendorong peningkatan eksploitasi dari sumber daya alam seperti hutan dan kelautan sehingga mendorong kerusakkan lingkungan yang serius. Selain itu globalisasi mendorong ekplorasi sumber daya alam yang melampau batas keberlangsungannya seperti air, tanah, dan mineral, telah banyak merusak lingkungan hidup.

Bagi negara seperti Indonesia, yang baru saja keluar dari krisis ekonomi, serta masih menghadapi banyak masalah ekonomi dan sosial yang berat, sehingga menghadapi proses globalisasi baik dalam kerangka ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 2010, ASEAN Economic Community tahun 2015, Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), dan WTO adalah tidak mudah. Oleh karena itu membangun kembali Indonesia tidaklah mudah pada saat ini. Apalagi membangun secara berkelanjutan ditengah-tengah pasar yang semakin liberal.

Page 4: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Tantangan Indonesia

Potret pembangunan berkelanjutan di Indonesia tidak jauh berbeda dengan potret internasional, bahkan cenderung lebih buruk. Meskipun komitmen pemerintah nampaknya cukup besar sejak jaman Orde Baru, diantaranya dapat dilihat dengan keberadaan Kementrian Negara Lingkungan Hidup yang tentunya diikuti dengan kebijakan dan anggaran untuk melestarikan lingkungan hidup. Namun komitmen dan keberadaan kementrian yang menjaga lingkungan hidup pun ternyata tidak mencukupi. Dapat dilihat dari kerusakkan lingkungan hidup Indonesia yang masih saja berlanjut, sehingga bencana alam semakin banyak terjadi di tanah air kita yang tercinta ini. Laut, hutan dan lingkungan hidup lainnya pada umumnya semakin rusak.

Seperti sudah dibahas sebelumnya bahwa menjaga lingkungan tidaklah dapat berdiri sendiri. Pembangunan berkelanjutan dengan melestarikan lingkungan hanya akan berhasil jika dipadukan secara terintegral dengan pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan. Oleh karena itulah perlu kebijakan yang terintegral dalam pembangunan lingkungan dengan pembangunan ekonomi dan sosial agar dapat memberikan hasil yang optimal. Meski demikian desain program yang baikpun belum menjamin keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Banyak bukti menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan berkelanjutan seringkali terganjal oleh kurangnya implementasi yang baik. Secara prinsip pembangunan berkelanjutan sebenarnya harus terefleksi dalam cara berfikir, hidup, memerintah dan berbisnis dari seluruh masyarakat. Oleh karena itulah dalam kerangka mensukseskan pembangunan berkelanjutan banyak sekali aspek yang perlu dibenahi.

Kegagalan implementasi kebijakan, program ataupun proyek-proyek pada pembangunan berkelanjutan seringkali karena tidak mempertimbangkan berbagai aspek yang perlu dilihat, baik dari sisi teknis, legal, fiskal, administrasi, politik, etik dan budaya (Cooper and Vargas, 2004). Pertanyaannya adalah apakah secara teknis suatu kebijakan fisibel erat kaitannya dengan apakah kita tahu apa yang perlu dilakukan, bagaimana caranya? Seringkali tantangannya disini adalah lebih pada masalah keberlanjutannya suatu kebijakan, dan apa yang dilakukan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Dari sisi legal tentu saja erat kaitannya dengan apakah secara legal kebijakan ataupun program yang dilakukan tidak melanggar rambu¬rambu yang ada. Dalam hal ini tantangan yang dihadapi adalah bagaimana kita mendesain infrastruktur legal yang diperlukan untuk pembangunan berkelanjutan. Ataupun kasus yang hangat akhir-akhir ini terkait dengan masalah illegal logging dan penegakkan hukumnya yang dinilai tidak memihak pada lingkungan. Jelas ini merupakan salah satu masalah terbesar bangsa Indonesia. Sedangkan dari sisi fiskal, tantangan yang dihadapi diantaranya adalah bagaimana mendesain kebijakan yang ongkosnya minimal ditengah beban fiskal yang berat untuk membayar hutang. Oleh karena itu dana untuk melaksanakan program pembangunan terbatas, sehingga perlu terobosan agar supaya secara fiskal baik dari sisi penerimaan dan pengeluaran dapat mendukung pembangunan berkelanjutan. Reformasi fiskal yang tengah kita gulirkan mestinya juga didasari oleh kepentingan melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Adapun aspek administrasi erat kaitannya dengan kemampuan organisasi

Page 5: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

dan kemampuan manajerial untuk melaksanakan secara konsisten kebijakan yang ada. Dalam hal ini koordinasi baik secara horizontal ataupun vertikal, baik di pusat maupun daerah, ataupun antar pusat dan daerah, ataupun antar daerah, sangat krusial untuk dilakukan. Seringkali ego antar instansi dan juga antar pemerintah pusat dan daerah membuat koordinasi untuk melaksanakan kebijakan secara konsisten sulit untuk dilakukan. Aspek politik juga memegang peranan penting dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Selain political will untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan penting. Namun stabilitas politik juga memegang peranan penting dalam hal ini. Untuk itulah perlu pembangunan institusi dan juga perbaikkan pemerintahan untuk mensukseskan pembangunan berkelanjutan. Sedangkan aspek etika dan budaya juga memegang peranan penting dalam implementasi kebijakan pembangunan berkelanjutan. Itu semua menunjukkan bahwa mengimplementasikan kebijakan pembangunan berkelanjutan tidaklah mudah. Meski demikian tidak berarti tidak dapat dilakukan.

Pembangunan berkelanjutan tidaklah mudah dilakukan oleh negara yang masih menghadapi banyak masalah ekonomi seperti Indonesia. Beban hutang yang besar, kemiskinan dan pengangguran yang tinggi, serta stabilitas ekonomi yang rapuh serta pertumbuhan ekonomi yang berkualitas rendah membuat pemerintah menghadapi tantangan besar dalam mengimplementasikan kebijakan ekonomi berkelanjutan.

Sementara itu kondisi keungan negara yang berat, hutang luar negeri yang besar, serta fundamental ekonomi yang masih rapuh, disertai dengan kualitas pertumbuhan ekonomi yang memburuk. Membuat Indonesia akan mudah terjebak memilih kebijakan ekonomi yang cenderung menguntungkan dalam jangka pendek. Khususnya dengan mengeksploitasi sumber daya alamnya, ataupun memberikan kelonggaran yang lebih besar pada kegiatan ekonomi yang berpotensi merusak lingkungan baik dari industrialis domestik ataupun asing. Pembangunan berkelanjutan menjadi semakin mahal untuk diimplementasikan.

Kesimpulan

Masa depan kehidupan bangsa dan negara akan banyak sekali ditentukan oleh berbagai pilihan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pada saat ini. Apalagi pemerintah juga cenderung semakin liberal dalam melaksanakan kebijakan ekonominya. Sementara itu tuntutan untuk membangun secara berkelanjutan juga semakin meningkat selaras dengan semakin besarnya ongkos yang harus kita pikul dengan semakin rusaknya lingkungan hidup, yang dapat dilihat dengan semakin banyaknya bencana alam yang merenggut banyak nyawa dan material akhir-akhir ini. Oleh karena itu Indonesia tidak lagi dapat mengabaikan pelestarian lingkungan hidupnya.

Trade off antara mengedepankan kepentingan jangka pendek (kepentingan generasi sekarang) dengan kepentingan jangka panjang (kepentingan anak cucu kita) harus segera diambil keputusannya. Sudah saatnya kita hidup bukan hanya untuk kepentingan jangka pendek, namun harus memperhatikan kepentingan generasi mendatang yang akan hidup di Indonesia. Oleh karena itu harus ada perubahan paradigma dalam pengelolaan ekonomi agar supaya keputusan apapun yang diambil akan menggunakan perspektif jangka

Page 6: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

panjang, mengedepankan pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu dalam pembuatan kebijakan ekonomi harus menjaga lingkungan hidup serta mempertimbangan aspek sosial masyarakat. Untuk itulah Indonesia sudah saatnya menyusun program pembangunan berkelanjutan secara terintegral agar supaya lebih efektif dalam menjaga lingkungan hidup kita. Namun demikian kebijakan dengan program yang baguspun tidaklah dapat menjamin keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Banyak bukti menunjukkan bahwa tantangan utama dalam pembangunan berkelanjutan adalah implementasi dari kebijakan yang diambil. Oleh karena itulah perlu disiapkan suatu environment agar tujuan pembangunan berkelanjutan berhasil. Dalam hal ini kebijakan ataupun program tersebut mesti mempertimbangkan baik dari sisi teknis, legal, fiskal, administrasi, politik, etik dan budaya agar mudah diimplementasikan.

Referensi

Cooper, Phillip J. Dan Vargas, Claudia M., Implementing Sustainable Development from Global Policy to Local Action, Rowman & Littlefield Publisher Inc., UK, 2004

Khor, Martin, "Globalization and the Crisis of Sustainable Development", Third World Network.

Stiglitz, Joseph, Globalization and its Discontents, The Penguin Books, 2002)

World Economic Forum, World Investment Report 2005.

Disampaikan dalam Seminar llmiah Musyawarah Nasional IPerhimpunan Cendekiawan Lingkungan IndonesiaJakarta, 24 November 2007.

Page 7: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

PEMBANGUNAN BERBASIS EKOSISTEM Tuesday, 20 April 2010 13:15 | Written by Hafid Zain M | | |

Biodiversitas sebagai sebuah kekayaan alam

Keanekaragaman hayati Indonesia telah dinilai tinggi didunia. Menurut publikasi dari Kementrian Lingkungan Hidup Indonesa, melalui buku Status Lingkungan Hidup Indonesia, menyebutkan bahwa Indonesia adalah sebuah negara megabiodiversity. Sebagai negara megabiodiversity, keanekaragaman hayati Indonesia terdiri dari: mamalia 515 species (12 % dari jenis mamalia dunia), reptilia 511 jenis (7,3 % dari jenis reptilia dunia), burung 1.531  jenis  (17%  dari  jenis  burung  dunia),  amphibi 270 jenis, binatang tak bertulang belakang 2.827 jenis dan tumbuhan sebanyak ± 38.000 jenis, di antaranya 1.260 jenis yang bernilai medis (Status Lingkungan Hidup Indonesia 2008).

Berbagai biota yang menghuni alam indonesia ini saling berinteraksi membentuk berbagai ekosistem yang memiliki sumberdaya alam tinggi sebagai modal dalam pembangunan. Perlu dicermati, kekayaan biodiversitas yang telah membentuk suatu ekosistem, sebenarnya cukup rapuh. Bentang alam indonesia dari pegunungan, lembah, ngarai, pesisir, sampai dengan laut lepas menyimpan sumberdaya alam yang tidak ternilai. Interaksi dari berbagai ekosistem tersebut secara harmoni telah memberikan manfaat bagi manusia. Kompleksitas ekosistem tersebut berperan dalam bidang industri, pertanian, perikanan, maupun perdagangan di Indonesia secara langsung maupun tidak langsung. Kelangsungan suatu ekosistem sangat menentukan seberapa besar nilai ekonomi yang mampu diberikan oleh alam kepada manusia.

Dari berbagai kajian dan penelitian yang telah dilakukan terkait natural resource memberikan fakta menarik, bahwa alam memiliki suatu sistem yang dinamis dan menjadi sumber utama yang diperlukan manusia dalam kehidupan. Keterkaitan dan keberlangsungan sistem di alam tersebut memberikan aliran energi terhadap biota didalamnya sebagai suatu bentuk dukungan alam terhadap proses kehidupan yang berlangsung. Dukungan alam tersebut memiliki keterbatasan (Daya Dukung Lingkungan) dan sangat tergantung oleh interaksi-interaksi berbagai komponen yang ada di dalamnya. Keharmonisan hubungan tersebut didukung oleh tingkat biodiversitas yang memiliki kerentanan tinggi terhadap faktor internal ekosistem dan faktor luar yang mendukung bentuk ekosistem yang ada.

Secara empirik disebutkan bahwa pada jaman dahulu kehidupan manusia yang sangat bergantung pada alam. Selanjutnya di era modern dan yaitu dari revolusi industri di negara Eropa, para pakar telah menyatakan bahwa manusia telah dan mampu menguasai alam. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia memang “bisa” menguasai alam, tetapi hal tersebut hanya berlangsung pada beberapa aspek. Disadari atau tidak, sampai dengan saat ini kehidupan manusia sangat tergantung kepada alam.

Ditinjau dari aspek yuridis upaya pemanfaatan dan pengelolaan kekayaan alam yang bisa diartikan biodiversitas telah dilakukan di tingkat lokal (nasional) maupun global

Page 8: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

(internasional). Peraturan perundangan yang mengatur sistem pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dari jaman orde baru dan reformasi terus berkembang dengan tujuan pelestarian yang menitikberatkan kepada kesejahteraan dan pembangunan untuk rakyat melalui pemanfaatan kekayaan alam yang lestari. Dari keputusan menteri, peraturan presiden, hingga tingkat Undang Undang, yang mana semuanya adalah produk hukum terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia. Selain produk hukum dalam negeri tersebut, upaya pemanfaatan dan pengelolaan keakayaan alam juga telah disepakati di berbagai negara didunia melalui berbagai konferensi tinggi tingkat dunia, satu diantaranya melahirkan MDG’s (Millenium Development Goal’s) yaitu pada tujuan ke-7 Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup).

Pembangunan sebagai manifestasi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam

Manifestasi pemanfaatan dan pengelolaan kekayaan alam adalah dalam bentuk pembangunan nasional yang disusun melalui RPJM dan RPJMD di masing-masing daerah. Patut untuk dicermati, pembangunan yang telah berlangsung di berbagai pelosok Indonesia dengan tujuan mensejahterakan kehidupan rakyat lebih beraroma eksploitasi kekayaan alam tanpa batas. Pembangunan sendiri pada dasarnya dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan menuju perbaikan dalam segala aspek kehidupan masyarakat baik politik, ekonomi, teknologi, pranata hukum dan sosial budaya.

Berbagai pakar menilai salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah peningkatan ekonomi masyarakat, tingkat inflasi, suku bunga, dan lain sebagainya, yang menitik beratkan pada bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Negara Indonesia saat ini dinilai positif pada  tahun 2009 yaitu sebesar 4,5%. Angka PDB per kapita diperkirakan mencapai Rp24,3 juta (US$2.590,1) dengan laju peningkatan sebesar 12,0% dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2008 yang  sebesar Rp21,7  juta  (US$2.269,9).   Sementara  itu PNB per kapita  juga meningkat dari  Rp20,9  juta  pada  tahun  2008 menjadi  Rp23,4  juta  pada  tahun  2009  atau  terjadi  peningkatan sebesar 14,2% (Berita Resmi Statistik No.12/02/Th. XIII, 10 Februari 2010). Hal itu salah satunya disebabkan faktor tingkat konsumsi masyarakat dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Tidak dapat dimengerti, hal tersebut adalah kebanggaan atau sebaliknya. Tetapi, yang patut digaris bawahi adalah seiring peningkatan kebutuhan masyarakat, tingkat eksploitasi kekayaan alam juga semakin meningkat. Pemerintahpun juga terus menggenjot kegiatan pembangunan dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Fakta menyebutkan berbagai kerusakan alam indonesia telah telah mengiringi kegiatan pembangunan indonesia di dasawarsa terakhir ini. Eksploitasi sumberdaya alam pesisir telah merusak sekian juta ha hutan mangrove yang memiliki peran penting dalam ekosistem pesisir. Penambangan-penambangan diberbagai daerah juga telah menyebabkan ketidak harmonisan interaksi keanekaragaman hayati di ekosistem sungai maupun hutan. Sistem pertanian yang ada juga telah menurunkan kestabilan ekosistem di dataran rendah. Pembangunan perkebunan yang menghasilkan devisa negara cukup tinggi disinyalir telah menurunkan tingkat keanekaragaman hayati di ekosistem hutan hujan

Page 9: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

tropis. Sampai dengan bahasan ini dikatakan bahwa pembangunan yang telah dilakukan belum mampu menjawab kebutuhan alam dan kebutuhan manusia yang sesungguhnya.

Komitmen  pemerintah  terhadap  kebijakan  pengelolaan  lingkungan  sebagai langkah  dan  strategi  pengendalian  penurunan  (degradasi)  kualitas  lingkungan yang mendasarkan pada segitiga emas (golden triangle) : EKONOMI-EKOLOGI-MASYARAKAT  sudah mulai luntur sejak berbaliknya paradigma ”Ekosentrisme menjadi  antrophosentrisme”.    Konsep  pembangunan  yang  dipahami  tidak berdasar  kepada  ”pembangunan  berwawasan  lingkungan,  berkelanjutan,  dan berbasis  masyarakat”.    Konsep  pembangunan  cenderung  mengarah kepada  ”pemenuhan kebutuhan  masyarakat”.

Pembangunan nasional berbasis ekosistem

“Alam memiliki keterbatasan untuk menunjang kehidupan manusia. Karenanya menghargai integritas ekosistem dan menjamin keanekaragamannya merupakan prasyarat untuk mendukung kelangsungan kehidupan manusia” (Status Lingkungan Hidup Indonesia 2008). Pesan yang disampaikan tersebut berlaku universal dalam berbagai aspek kehidupan. Utamanya dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup manusia (pembangunan segala bidang).

Ekosistem sebagai sendi utama kehidupan di muka bumi harus menjadi salah satu dasar pertimbangan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan. Meletakkannya dalam asas tertinggi adalah suatu keharusan demi mewujudkan makna terdalam pemenuhan kebutuhan manusia. Strategi pembangunan nasional bukan hanya Pekerjaan rumah pemerintah berkuasa, namun menjadi kewajiban semua pihak, karena setiap manusia hidup di alam dan tergantung terhadap substansi penting yang terkandung dalam alam itu sendiri (Hafid@April 2010).

Page 10: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Lingkungan Hidup Dan Pembangunan Berkelanjutan Written by S.Budhisantosa - Puslit Pranata Pembangunan UI    Tuesday, 21 July 2009 08:58 Keberhasilan manusia mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupannya sebagai makhluk yang tertinggi derajadnya di muka bumi (khalifah) adalah berkat kemampuannya beradaptasi terhadap lingkungan hidupnya secara aktif. Sungguhpun manusia merupakan makhluk lingkungan (territorial being) yang tidak mungkin dipisahkan dari lingkungan hidupnya sebagai tempat bermukim, manusia tidak menggantungkan dirinya pada kemurahan lingkungan semata-mata. Sejak terusir dari Secara simbolik, sejak meninggalkan Taman Firdaus yang segala kebutuhan hidupnya serba ada dan dalam jumlah serba banyak untuk menjamin hidupnya, terpaksa harus bekerja keras dengan menguasai alam semesta beserta segala isinya.

Jelaslah bahwa kisah kejadian tentang asal-usul manusia pertama, yaitu Adam dan Siti Hawa, mengandung pengertian bahwa manusia harus mengembangkan diri untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan sebagai manusia dengan menguasai jagad raya beserta isinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sejak hidup di bumi manusia harus mengembangkan peralatan dan cara pengendaliannya untuk membangun lingkungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola lingkungannya serta mengolah sumberdaya alam yang tersedia. Pernyataan poluler tentang usaha manusia membina hubungan secara aktif dan timbal balik seorang pelopor Antropologi kenamaan Gordon Childe diabadikan dalam bukunya tentang sejarah peradaban manusia Man Makes Himself (19..).Berkat kemampuan akal dan ketrampilan kerja kedua tangannya, manusia dapat memahami lingkungannya dan menghimpun pengalaman sebagai pengetahuan dan menciptakan peralatan sebagai penyambung keterbatasan jasmaninya. Keunggulan manusia berfikir secara metaforik dan kemampuan kerja dengan menggunakan peralatan itu, manusia dapat menghimpun pengalaman, mengembangkan pengalaman dan kemampuan menguasai bumi dengan segala isinya. Akhirnya manusia menjadi makhluk pemangsa yang terbesar di muka bumi. Manusia dapat melaksanakan perintah sang Pencipta untuk menguasai ikan di lautan, menguasai segala binatang yang hidup di daratan maupun burung-burung yang berterbangan di langit, untuk mengembangkan keturunan dan memenuhi bumi. Karena itulah manusia berhasil menghantar dirinya sebagai khalifah di muka bumi dan hidup tersebar luas di muka bumi.

Sungguhpun keunggulan manusia telah membuka peluang untuk menguasai bumi dengan segala isinya dan dapat mengembangkan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan di manapun ia suka, tidaklah berarti bahwa kekuasaan manusia itu tanpa mengenal batas. Dengan peralatan di tangan sejak zaman batu tua (palaeolithicum) hingga masa industri yang didominasi dengan penerapan teknologi modern, manusia senantiasa mengalami sejarah kemajuan dan kemerosotan menuju ke peradaban. Dengan peralatan batu yang sederhana, manusia dengan lebih mudah memenuhi kebutuhan hidupnya dengan meramu dan berburu binatang liar. Kemudahan itu untuk memenuhi kebutuhan hidup itu berhasil meningkatkan kesejahteraan yang diikuti dengan meningkatnya kebutuhan hidup dalam jumlah, ragam dan mutunya. Dengan demikian manusia dipacu untuk meningkatkan

Page 11: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

intensitas pengolahan sumberdaya alam yang tersedia dan pada gilirannya menimbulkan dampak pada lingkungan hidup mereka. Kemajuan peradaban berkat kemampuan manusia menguasai lingkungannya itu telah menimbulkan dampak pada hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya.

Intensitas pengolahan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan hidup yang bertambah besar jumlahnya, ragam dan mutunya itu telah mempercepat proses pemiskinan ataupun sekurang-kurangnya mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup setempat. Akibatnya pemenuhan kebutuhan hidup penduduk setempatpun menjadi sulit sehingga mengancam kesejahteraan hidup mereka. Kesulitan itu mendorong manusia untuk kembali mengembangkan teknologi pengolahan sumberdaya alam, sebagaimana tercermin dalam peninggalan sisa-sisa peralatan pada zaman batu muda, yang mempermudah manusia mengolah sumberdaya alam. Selanjutnya manusia mampu mengembangkan peradaban yang lebih kompleks dengan munculnya kota sebagai pusat kekuasaan dengan penduduk yang tidak harus secara langsung mengolah sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya berkat kemampuan penduduk pedesaan menghasilkan surplus.

Jelaslah bahwa sejarah peradaban manusia senantiasa mengalami pasang-surut karena ulahnya sebagai khalifah di muka bumi. Namun kekuasaan manusia itu ada batasnya, karena apapun yang dilakukan terhadap lingkungannya akan menimbulkan dampak timbal balik yang tidak terelakan. Peningkatan intensitas pengolahan sumberdaya alam akan mempercepat pengurasan persediaan yang pada gilirannya akan mengancam kesejahteraan penduduk. Akan tetapi dengan keunggulannya, manusia mampu mengatasi keterbatasan itu dengan mengembangkan teknologi dan cara-cara pengendaliannya, untuk meningkatkan efisiensi dan produksivitas kerja mereka tanpa menghacurkan pola-pola hubungan timbal balik dengan lingkungannya (M.Harris, 19) secara selaras, serasi dan berkeseimbangan. Dengan mengacu pada kearifan lingkungan (ecological wisdom) yang dikembangkan dari abstraksi pengalaman masa lampau dan digunakan untuk membina hubungan dengan lingkungannya secara timbal balik (adaptation), manusia mampu merawat keseimbangan fungsi lingkungan hidupnya (ecological equilibrium).

Namun dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia karena pertambahan jumlah penduduk dunia serta meningkatnya kesejahteraan hidup yang disertai meningkatnya kebutuhan hidup manusia di satu pihak, dan kemapuan teknologi modern yang mempermudah manusia mengolah sumberdaya alam yang terbatas, seringkali kearifan lingkungan (ecological wisdom) yang mereka kembangkan sebagai kendali terlupakan. Pengolahan sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan yang sehat diabaikan demi terpenuhinya kebutuhan hidup manusia yang cenderung terus meningkat dalam jumlah, ragam dan mutunya. Pesatnya kemajuan teknologi modern tidak secara berimbang diikuti dengan perkembangan pranata sosial sebagai kendali. Kesenjangan antara kemajuan teknologi modern dengan perkembangan pranata sosial sebagai kendali (culture lag) dalam sejarah peradaban manusia itu menjadi sumber bencana yang merusak keseimbangan lingkungan hidup (ecological equilibrium). Namun demikian manusia tidak pernah mengenal menyerah. Keberlanjutan hubungan antar manusia dengan lingkungannya secara berkelanjutan (sustainable adaptation) harus tetap dirawat di era pembangunan yang mendorong manusia untuk meningkatkan intensitas pengolahan

Page 12: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

sumberdaya dan pengelolaan lingkungan hidup yang sehat demi peningkatan kesejahteraan umum.

PEMBANGUNAN

Apapun makna yang diberikan, pada hakekatnya "pembangunan" itu mengandung implikasi perubahan yang direncanakan. Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dalam kurun waktu tertentu, tidak ada jalan lain kecuali dilakukan dengan penerapan teknologi maju yang dapat memperlancar pencapaian sasaran. Sementara itu, setiap penerapan teknologi baru, khususnya yang digunakan untuk memacu perkembangan ekonomi, betapapun sederhananya, akan senantiasa memicu serangkaian perubahan pada sistem produksi, distribusi dan konsumsi yang berdampak luas pada tatanan kehidupan sosial-budaya masyarakat yang bersangkutan. Di lain pihak, peningkatan produksi barang kebutuhan hidup dengan mengolah sumberdaya alam secara lebih intensif, akan mempengaruhi pola-pola hubungan antar manusia dengan lingkungannya.

Pengalaman penerapan teknologi maju di benua lama untuk mengembankan industri pada awal abad XIX telah membuktikan betapa hubungan antar manusia dan lingkungan hidupnya kehilangan keseimbangan. Dalam tempo yang relatif singkat hutan-hutan setempat tidak dapat menghasilkan cukup banyak kayu yang diperlukan untuk pembangunan. Demikian juga binatang liar tidak lagi dapat diharapkan menghasilkan kulit berbulu tebal. Selama kurun waktu 50 tahun (1850-1900) tercatatat lebih dari 35 juta penduduk Eropa terpaksa mengungsi ke luar untuk mencari penghidupan di daerah koloni.

Pengalaman di Eropa itu berulang di kebanyakan negara yang sedang berkembang dewasa ini, termasuk Indonesia. Setelah selesai dengan "revolusi integratif" yang mempersatukan bangsa (C.Geertz, 1966) di bawah kepemimpinan Bung Karno, pemerintahan Orde Baru melanjutkan dengan "revolusi pembangunan". Pembangunan nasional diselenggarakan dengan percepatan pada pertumbuhan ekonomi yang ditopang dengan penerapan teknologi maju serta stabilitas nasional sebagai persyaratan.Percepatan pertumbuhan ekonomi (economic growth) yang tidak ditopang dengan perkembangan pranata sosial yang diperlukan ternyata tidak berhasil memacu perkembangan ekonomi (economic development) yang berakar kuat dalam tatanan kehidupan masyarakat. Masyarakat Indonesia yang pada umumnya masih didominasi tradisi agraris yang bertumpu pada ekonomi subsistensi yang penuh keseimbangan (equilibrious society) harus dengan masyarakat industri yang bertumpu pada ekonomi pasar (market oriented economy) yang mengejar keuntungan materi. Dalam keadaan sedemikian itu pertumbuhan ekonomi hanya di nikmati oleh segolongan kecil masyarakat yang telah siap memanfaatkan peluang dalam pembangunan. Akibatnya masyarakat Indonesia mengalami pergeaseran dari masyarakat yang berkesenangan (equilibrious society) ke arah masyarakat yang berkesenjangan sosial (disequilibrious society) dengan segala implikasi sosial, politik dan keamanan.

Sementara itu penerapan teknologi modern yang cenderung lebih exploitatif dan expansif penerapannya untuk mengimbangi besarnya biaya yang diperlukan telah berlangsung tanpa kendali yang efektif. Akibatnya pengurasan sumberdaya alam berlangsung secara

Page 13: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

besar-besaran tanpa mengindahkan keseimbangan fungsi lingkungan. Kenyataan tersebut telah menyisihkan sebagian masyarakat dari sumberdaya alam yang selama ini mereka rawat secara berkelanjutan, karena mereka tidak mampu bersaing tanpa perlindungan dengan pihak "luar" yang memiliki berbagai keunggulan. Akibatnya bukan hanya kesenjangan sosial bertambah lebar dan dalam, melainkan juga rusaknya keseimbangan fungsi lingkungan.

Persaingan yang tidak sehat di kalangan masyarakat untuk memperebutkan sumberdaya alam dan lingkungan yang sehat tanpa perlindungan yang tegas telah memicu pertikaian sosial yang seringkali disertai kekerasan (violent conflict) yang dihadapi masyarakat Indonesia dewasa ini.

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Mengingat kenyataan tersebut, model pembanguinan nasional harus diubah, bukan lagi trilogi, melainkan pancalogi dengan menambahkan prinsip sosial dan ekologi. Pembangunan nasional yang diharapkan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi menjadi perkembangan ekonomi yang kuat berakar dalam kehidupan masyarakat harus ditopang dengan pengembangan pranata sosial secara memadai. Dengan lain perkataan, sejalan dengan usaha pembangunan sektor ekonomi harus diimbangi dengan usaha memberdayakan masyarakat agar dapat mengambil bagian secara menguntungkan. Pemberdayaan itu tidak sebatas pada pembekalan ketrampilan dan keahlian, melainkan juga kondisi lingkungan sosial yang menjamin kebebasan penduduk untuk menentukan pilihan hidupnya (cultural freedom), keadilan sosial dan demokrasi politik. Tanpa ke 3 persyaratan itu, masyarakat luas tidak akan mampu ikut mengambil bagian secara menguntungkan, karena sebagian besar dari mereka itu masih didominasi tradisi agraris masing-masing.

Dengan ke 3 persyaratan tersebut, masyarakat akan merasa aman dalam usahanya karena perlindungan atas hak asazi mereka sebagai manusia serta perlindungan atas lingkungan hidup tempat mereka bermukim dan mengembangkan kebudayaan masing-masing. Sungguhpun tidak mungkin lagi bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan akan lingkungan hidup dengan ke 5 fungsi sosial secara penuh. Setidak-tidaknya ada jaminan bagi mereka untuk mendapatkan menciptakan lingkungan yang aman, terjamin sumber pencaharian atau makanannya, tersedia tempat mengembangkan keturunan secara aktif, terawatnya sarana integrasi sosial dan arena tempat aktualisasi diri bagi warganya dan kebutuhan akan keamanan. Terpenuhinya jaminan tersebut juga akan memperkuat kesadaran penduduk untuk mengelola lingkungan hidupnya dan mengolah sumberdayanya secara berkelanjutan demi pelestarian fungsi lingkungannya secara menyeluruh.

Sementara itu perhatian terhadap ekologi dalam pembangunan diperluka sebagai kendali atas pengelolaan lingkungan dan pengolahan sumberdaya alam yang semakin langka (Environment scarcity). Pertiakaian antar bangsa dan bahkan antar kelompok sosial dalam lingkungan masyarakat bangsa yang lebih luas dewasa ini, pada hakekatnya berawal pada perebutan penguasaan sumberdaya dan lingkungan yang terasa semakin langka.

Page 14: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Dalam memperebutkan lingkungan dan sumberdaya alam yang semakin langka itu, manusia tidak segan-segan menggunakan kekerasan dengan berbagai macam dalih dan seringkali juga mengaktifkan simbol-simbol ikatan primordial kesukubangsaan, kebangsaan dan keagamaan ataupun ideologi politik. Karena itu, pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan umum jangan sampai sebaliknya menimbulkan kesengsaraan umum. Pembangunan, karena itu bukan semata-mata sekedar untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, melainkan juga harus mampu memacu perkembangan sosial-budaya dan melestarikan fungsi lingkungan sebagai tempat manusia mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Manusia sebagai makhluk lingkungan (territorial being), tidak mungkin dipisahkan dari lingkungannya dan tidak mungkin merusak lingkungannya untuk kepentingan sejenak atau bagi generasinya. Semata. Manusia mempunyai tanggungjawab melestarikan fungsi lingkungan bagi generasi penerus mereka. Apa yang mereka perlukan adalah pengaturan yang disepakati bersama untuk melestarikan ke 5 fungsi sosial lingkungannya. Masalahnya siapa yang akan mengambil prakarsa untuk memulainya secara perorangan maupun kolektif.

Ekonomi

 

Page 15: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Berbagai Hambatan dalam Penerapan Kebijakan Moneter Inflation Targeting

 

I. PENDAHULUAN

Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang

berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Tingginya tingkat krisis yang dialami negri kita ini

diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi

penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar

negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk

terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam

mengatasinya.

Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah

mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola

perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah. Tujuan pembangunan

bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan

ekonomi yang berkelanjutan.

Penerapan kebijakan moneter dengan menggunakan target inflasi (inflation targeting)

ini diharapkan dapat menciptakan fundamental ekonomi makro yang kuat. Makalah ini akan

membahas berbagai hal yang berkaitan dengan target inflasi, yang meliputi pengertian, evolusi

teori, prasyarat, karakteristik dan elemen target inflasi. Agar dapat mengetahui dengan jelas

kondisi ekonomi nasional Indonesia hingga tahun 2000 ini, maka dalam pembahasan juga

dipaparkan tentang perkembangan ekonomi makro Indonesia.

 

II. PEMBAHASAN

1.       Perkembangan Ekonomi Makro di Indonesia Sejak Tahun 1980-an.

Program pembangunan bidang ekonomi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1970-an

dan menunjukkan perkembangan yang pesat sejak tahun 1980-an. Pada masa itu pemerintah

memberikan banyak kemudahan bagi para investor yang akan berinvestasi di bidang keuangan

dan perbankan. Hingga pertengahan tahun 1990-an perekonomian Indonesia terlihat semakin

kuat dan mulai terpandang di dunia internasional. Dalam artikel ini akan dibahas perkembangan

ekonomi di Indonesia saat mulai berkembang tahun 1980-an hingga terjadinya krisis moneter

Page 16: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

pada tahun 1997.

2.       Perkembangan Moneter Perbankan.

Krisis moneter di Indonesia telah memporak-porandakan sektor keuangan yang

sebelumnya tengah berkembang pesat sejak tahun 1980-an. Dalam upaya pemulihan sektor

keuangan Indonesia, telah dilakukan restrukturisasi sistem moneter sejak tahun 1998. Bentuk

nyata restrukturisasi dilakukan dengan cara menyehatkan bank dan memberikan independensi

kepada Bank Sentral. Meski telah menelan banyak biaya dan telah dilaksanakan lebih dari tiga

tahun, namun proses penyehatan sistem moneter belum menunjukkan tanda-tanda akan

berakhir.

3.       Kebijakan Moneter

Kondisi ekonomi negara Indonesia pada masa orde baru sudah pernah memanas.

Pada saat itu pemerintah melakukan kebijakan moneter berupa contractionary monetary policy

dan vice versa. Kebijakan tersebut cukup efektif dalam menjaga stabilisasi ekonomi dan ongkos

yang harus dibayar relatif murah. Kebijakan moneter yang ditempuh saat ini berupa open

market operation memerlukan ongkos yang mahal. Kondisi ini diperparah dengan adanya

kendala yang lebih besar, yaitu pengaruh pasar keuangan internasional.

4.       Kebijakan Fiskal.

Berdasarkan AD/ART pemerintah negara Indonesia, sebagaimana yang dipublikasikan

oleh BI, untuk semester pertama tahun anggaran 2000 terlihat bahwa telah terjadi defisit

anggaran yang disebabkan oleh peningkatan pengeluaran untuk subsidi dan pembayaran

bunga hutang. Meski sebenarnya terjadi peningkatan penerimaan, namun ternyata besarnya

peningkatan penerimaan masih jauh lebih rendah dibanding peningkatan pengeluaran.

Dominasi kebijakan moneter dibanding kebijakan fiskal dan deregulasi sektor riil

menyebabkan terjadinya kebijakan makro ekonomi yang tidak seimbang.

5         Prospek Ekonomi Jangka Pendek.

            Ditinjau dari aspek ekonomi makro, kinerja perekonomian bukan hanya dipengaruhi

oleh faktor-faktor internal, namun juga dari faktor eksternal. Kondisi ekonomi sangat

dipengaruhi oleh kondisi politik dan keamanan dalam negeri. Untuk beberapa tahun ke depan,

kegiatan ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan, dengan asumsi kondisi

politik dan keamanan stabil. Peningkatan pertumbuhan ekonomi bertumpu pada kenaikan

ekspor yang dewasa ini mulai membaik kembali.

Page 17: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

 

6         Target Inflasi.

Pengertian.

Ada berbagai kebijakan yang biasa dipergunakan oleh pemerintah dalam menangani

permasalahan ekonomi, misalnya kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Target inflasi

merupakan salah satu bentuk kebijakan moneter yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia

dalam upaya pemulihan kondisi ekonomi nasional. Dalam hal ini Bank Indonesia selaku bank

sentral menetapkan target laju inflasi untuk periode jangka waktu tertentu. Dengan demikian,

kebijakan target inflasi lebih berorientasi ke depan (forward looking) dibanding kebijakan-

kebijakan moneter sebelumnya (yang oleh BI disebut juga kebijakan konvensional).

Tidak seperti halnya kebijakan moneter konvensional yang senantiasa mempergunakan

target antara besaran moneter, dalam target inflasi diperggunakan proyeksi inflasi. Kalaupun

harus mempergunakan target antara, biasanya akan digunakan tingkat bunga jangka pendek.

Evolusi Teori.

            Inflasi sebagai sasaran utama dan indepensi bank sentral sebagai pengendali inflasi

merupakan landasan dari target inflasi. Konsep target inflasi ini merupakan produk dari evolusi

teori moneter dan akumulasi pengalaman empiris. Teori-teori moneter yang memberikan

kontribusi bagi pematangan konsep ini meliputi teori klasik hingga teori modern, antara lain:

         Teori Klasik >< Teori Keynes.

Menurut teori Klasik, kebijakan moneter tidak berpengaruh terhadap sektor riil.

Sedangkan menurut teori Keynes, sektor moneter dan sektor riil saling terkait melalui suku

bunga. Berdasarkan perkembangan teori dan pengalaman empirik, disimpulkan bahwa dalam

jangka panjang teori yang sesuai untuk dipergunakan adalah teori Klasik, sedangkan dalam

jangka pendek teori Keynes lebih tepat. Kebijakan moneter hanya mempunyai dampak

permanen pada tingkat harga umum (inflasi). Dengan kata lain bahwa pembenahan sektor

ekonomi dapat dilakukan dengan cara pengendalian inflasi.

         Teori klasik modern >< Teori Keynes.

Salah satu penganut teori klasik modern, Milton Friedman, mengemukakan bahwa

kebijakan rule lebih baik dibanding discretion. Pendapat tersebut bertolak belakang dengan

teori Keynes. Kemudian, untuk menentukan pilihan atas rule vs discretion, target inflasi

menawarkan suatu framework yang mengkombinasikan keduanya secara sistematis, yang

disebut dengan constrained discretion. Karena pada dasarnya, dalam praktik kebijakan

Page 18: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

moneter tidak ada yang murni rules ataupun murni discretion.  

         Teori kuantitas >< Teori Keynes.

Teori Keynes mempergunakan tingkat bunga sebagai sasaran antara, sedangkan

dalam teori kuantitas digunakan jumlah uang beredar. Penggunaan sasaran antara, baik

berupa tingkat bunga maupun kuantitas uang, akan menyebabkan pembatasan diri terhadap

informasi. Guna menghindarkan polemik ini, kebijakan target inflasi menentukan inflasi sebagai

sasaran akhir. Dengan demikian target inflasi menggunakan mekanisme transmisi yang

relevan, tidak harus tingkat bunga ataupun kuantitas uang. Dengan mengambil inflasi sebagai

sasaran akhir, otoritas moneter dapat lebih bebas dan lebih fleksibel dalam menggunakan

semua data dan informasi yang tersedia untuk mencapai sasaran, karena inflasi dipengaruhi

bukan hanya oleh satu faktor.

         Teori rational expectations.

Teori rational expectations menyebutkan bahwa faktor ekspektasi mempunyai

peran penting, karena mempengaruhi perilaku dan reaksi para pelaku ekonomi terhadap

suatu kebijakan. Kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi output dalam jangka

pendek, karena setelah ekspektasi masyarakat berperan, output akan kembali seperti

semula. Ekspektasi masyarakat inilah yang menjadi kunci keberhasilan yang harus dapat

dikendalikan. Dengan penerapan target inflasi dalam kebijakan moneter, diharapkan dapat

menjadi anchor bagi ekspektasi masyarakat.

         Teori moneter modern.

Dalam perkembangan selanjutnya, teori moneter modern memasukkan aspek

kredibilitas yang bersumber dari masalah time inconsistency. Artinya bahwa inkonsistensi

dalam kebijakan moneter dapat terjadi apabila otoritas moneter terpaksa harus

mengorbankan sasaran jangka panjang (inflasi) demi mencapai sasaran lain dalam jangka

pendek. Agar hal ini tidak terjadi, maka pengendalian inflasi harus menjadi sasaran tunggal,

atau setidaknya menjadi sasaran utama. Menetapkan inflasi sebagai sasaran utama berarti

menghindarkan diri dari inkonsistensi kebijakan.

 

7         Prasyarat.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat mencapai

keberhasilan dalam pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi:

Page 19: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

-          Indepensi Bank Sentral.

Sebenarnya tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar independen

tanpa campur tangan dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen

kebijakan yang tidak dipengaruhi oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan

fiskal.

-          Fokus terhadap sasaran.

Pengendalian inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang

hendak dicapai oleh Bank Sentral. Sasaran-sasaran lain kadang-kadang

bertentangan dengan sasaran pengendalian inflasi, misalnya sasaran

pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, neraca pembayaran, dan kurs. Oleh

karena itu, seharusnya bank Sentral tidak menetapkan sasaran lain dan

berfokus pada sasaran utama pengendalian inflasi.

-          Capacity to forecast inflation.

Bank Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi

secara akurat, sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak dicapai.

-          Pengawasan instrumen

Bank Sentral harus memiliki kemampuan untuk mengawasi instrumen-

instrumen kebijakan moneter.

-          Pelaksanaan secara konsisten dan transparan.

Dengan pelaksanaan target inflasi secara konsisten dan transparan, maka

kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan semakin

meningkat.

-          Fleksibel sekaligus kredibel

Biasanya, kebijakan yang fleksibel akan cenderung kurang kredibel dan hal itu

merupakan dilema dalam penentuan kebijakan. Aturan Taylor (Taylor’s rule)

dapat dipergunakan sebagai pedoman untuk mengatasi dilema tersebut.

 

8         Karakteristik. 

Page 20: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Dalam mengatur/menggunakan instrumen, kebijakan target inflasi ini lebih berwawasan ke

depan. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, yaitu: 

a. Dalam kebijakan ini target dan indikator inflasi ditentukan terlebih dahulu dan

dipergunakan sebagai pegangan dalam pelaksanaan kebijakan moneter.

 

b. Dalam kebijakan ini juga dibuat prediksi inflasi di masa yang akan datang. Prediksi

dilakukan dengan mempergunakan data besaran moneter, tingkat bunga, kurs, harga

aset, harga barang industri dan sebagainya.

c. Melakukan review terhadap kinerja kebijakan moneter. Hasil tinjauan tersebut dapat

dipergunakan sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki kinerja selanjutnya.

 

9         Elemen-elemen.

Berdasarkan teori dan penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa elemen-elemen

dalam target inflasi terdiri atas:

a. Sasaran target inflasi.

Sasaran utama dalam kebijakan target inflasi adalah pengendalian inflasi. Kalau ada

sasaran-sasaran lain di samping sasaran ini, maka sasaran yang lain harus tunduk pada

sasaran utama. 

b. Laporan pelaksanaan

Mestinya, publik perlu untuk mengetahui sasaran kebijakan ini. Sehubungan dengan hal

tersebut, maka hasil yang telah dicapai oleh kebijakan ini harus dimonitor, dilaporkan dan

diumumkan secara periodik. Ini penting bagi publik agar dapat mengukur keberhasilan

kebijakan ini, karena akan berpengaruh terhadap ekspektasi masyarakat.

c. Independensi

Dengan adanya independensi dalam menentukan kebijakan, maka peluang tercapainya

sasaran akan lebih maksimal. 

d. Komunikasi

Page 21: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Dalam pelaksanaan kebijakan ini perlu adanya komunikasi yang efektif terhadap publik

tentang cara-cara pencapaian sasaran inflasi dan mekanisme transmisi yang jelas. 

e. Data dan informasi

Data dan informasi yang relevan, terbaru dan lengkap diperlukan untuk melakukan analisis

kebijakan yang prima.

 

10     Prospek. 

Kebijakan target inflasi ini telah dilaksanakan di negara-negara Selandia Baru, Kanada,

Inggris, Finlandia, Swedia, Australia, Spanyol, Korea dan Filipina. Negara-negara tersebut

mendapatkan keberhasilan dalam menekan laju inflasi dengan penerapan kebijakan ini.

 

Seperti halnya Indonesia, negara-negara tersebut sebelumnya juga mempergunakan

kebijakan moneter dengan target antara. Karena adanya kesamaan permasalahan dan latar

belakang, maka diharapkan pelaksanaan target inflasi di negara kita juga akan dapat menuai

keberhasilan.

 

11     Berbagai Hambatan Dalam Pelaksanaan Targat Inflasi. 

Meski kebijakan target inflasi ini cukup menjanjikan, namun sebenarnya terdapat

banyak hambatan yang berkaitan dengan banyaknya prasyarat yang harus dipenuhi dalam

pelaksanaannya di Indonesia. Ditambah dengan adanya faktor lain yang juga menjadi kendala

dalam pemberlakuan kebijakan ini. Secara singkat, hambatan-hambatan dapat dijelaskan

sebagai berikut:

 

-          Hambatan dalam menciptakan independensi

-          Sulitnya menciptakan independensi bank sentral, karena hingga saat ini sistem

pemerintahan Indonesia tidak memungkinkan untuk memberikan kewenangan

penuh terhadap suatu lembaga/otoritas dalam menjalankan fungsi pengawasan

instrumen keuangan. Dengan kata lain bahwa pemerintah tidak dapat benar-

benar tidak turun campur tangan dalam urusan lembaga pengawas, meski

Page 22: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

lembaga tersebut disebut lembaga independen. Para pejabat dalam lembaga

tersebut digaji oleh pemerintah, yang berarti loyalitas mereka terhadap

pemerintah tak diragukan lagi. Hal ini jelas-jelas menyebabkan fungsi

pengawasan tak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

 

-          Hambatan dalam memprediksi inflasi.

-          Kemampuan untuk memprediksi inflasi merupakan kunci utama dalam

pelaksanaan kebijakan target inflasi. Kemungkinan besar, peramalan inflasi di

Indonesia akan sulit dilaksanakan. Hal ini berkaitan dengan kondisi politik dan

keamanan yang boleh dikatakan tidak menentu akhir-akhir ini. Padahal,

stabilitas nasional sangat berperan dalam menentukan kondisi ekonomi suatu

negara. Untuk saat ini, para investor masih beranggapan bahwa negara kita

tidak cukup kondusif bagi investasi. Isu-isu seputar politik dan keamanan

daerah sudah rawan untuk memporak-porandakan perekonomian nasional.

Jika stabilitas belum tercapai, mustahil dapat memprediksi dengan cermat.

 

-          Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara konsisten dan transparan.

-          Pelaksanaan kebijakan target inflasi secara konsisten dan transparan juga

akan sulit terwujud. Tingkat korupsi di Indonesia yang sedemikian tinggi akan

mempersulit pemerintah dalam meraih kepercayaan dari masyarakat. Juga

maraknya praktik kolusi yang menyebabkan sikap masyarakat semakin apatis

dan enggan berpartisipasi dalam pelaksanaan pemulihan krisis ekonomi.

Kebijakan target inflasi belum tentu didukung oleh masyarakat, kecuali apabila

lembaga pelaksana kebijakan ini dapat meyakinkan masyarakat bahwa

aparaturnya negara bersih dan bebas korupsi.

 

-          Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara fleksibel dan kredibel.

-          Menjalankan kebijakan secara fleksibel sekaligus kredibel juga bukan

merupakan pekerjaan yang mudah. Jika kebijakan diberlakukan secara lentur,

maka akan membuka kesempatan korupsi dan kolusi, sehingga menyebabkan

incredible. Demikian juga sebaliknya, apabila kebijakan ini lebih berfokus pada

kredibilitas, maka akan timbul sifat inflexible.

Page 23: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

 

-          Tingkat keparahan krisis.

-          Faktor lain adalah tingkat keparahan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia

sudah tergolong akut, sehingga penanganannya juga lebih sulit dibanding

negara-negara lain. Mungkin kebijakan target inflasi ini berhasil diberlakukan di

negara-negara lain, namun belum tentu akan sesuai diberlakukan di Indonesia.

 

III. KESIMPULAN

-          Kondisi perekonomian Indonesia yang terpuruk akibat krisis memerlukan upaya pemulihan

dengan menggunakan kebijakan moneter. Kebijakan yang diterapkan berupa inflation

targeting yang telah berhasil mengentaskan problem inflasi di berbagai negara di dunia.

 

-          Target inflasi dicetuskan dari perkembangan evolusi teori-teori ekonomi dan dalam

pelaksanaannya ditentukan oleh kondisi suatu negara dengan prasyarat-prasyarat untuk

keberhasilan sistem ini.

 

-          Bank Indonesia sebagai otoritas moneter diharapkan dapat mengembangkan kebijakan

yang secara efektif dapat memulihkan stabilisasi ekonomi jangka pendek dan pertumbuhan

ekonomi yang tinggi berkelanjutan, dengan ongkos yang minimal.

 

-          Pemulihan kondisi ekonomi yang stabil bukan hanya ditentukan oleh faktor internal, namun

juga faktor eksternal, misalnya kondisi politik dan keamanan negara.

 

-          Target inflasi nampaknya akan sulit untuk diberlakukan sebagai salah satu kebijakan

moneter di Indonesia, mengingat berbagai hambatan yang harus dihadapi.

 DAFTAR PUSTAKA :

-          Adiningsih, Sri. 2000. "Perkembangan Moneter Perbankan Indonesia". Makalah Seminar

Page 24: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.

-          Bernanke, B. and Mihov. 1997. "What Does the Bundesbank Target?" European Economic

Review.

-          Boediono. 2000. "Inflation Targeting". Makalah Seminar Sehari Kerjasama FE UGM

dengan BI, MM UGM, 29 September.

-          Fischer, Stanley. 1993. "The Role of Macroeconomic Factors in Growth". Journal of

Monetary Economics.

-          Goeltom, Miranda S. 2000. "Perkembangan Ekonomi Makro Indonesia". Makalah Seminar

Sehari Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.

-          Mishkin, F.S. 1999. "International Experience with Different Monetary Policy Regimes".

Journal of Monetary Economics.

-          Nopirin. 2000. "Kebijakan Moneter Dengan Target Inflasi". Makalah Seminar Sehari

Kerjasama FE UGM dengan BI, MM UGM, 29 September.

-          Saudagaran, S.M. and Diga, J.G. 2000. "The Institutional Environment of Financial

Reporting Regulation in ASEAN". The International Journal of Accounting.

 

Oleh: Seruni Sutanto, Dosen STIE Widya Manggala Semarang

Sumber: http://www.stie-stikubank.ac.id/webjurnal

 

 

Page 25: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Senin Paing, 28 Agustus 2006

 Artikel

Pola pembangunan konvensional harus segera ditinggalkan. Jika tidak segera mengubah haluan, dampak negatif pada ketimpangan kehidupan dan lingkungan

akan semakin menjadi-jadi.

---------------------

"Pseudo Growth" dan Pembangunan BerkelanjutanOleh Dr. IB Raka Suardana, S.E., M.M. 

KERUSAKAN lingkungan Pulau Bali akibat eksploitasi berlebihan, dan berkembangnya usaha yang mencemari lingkungan, mau tak mau harus disikapi

dengan tindakan yang lebih aktif melalui penyikapan bersama dalam menciptakan sinergi dan jejaring di antara semua pemangku kepentingan (stakeholders).

---------------------------

Selama ini pembangunan sepertinya hanyalah mengejar pertumbuhan ekonomi, yang diukur dengan produk domestik bruto (PDB) di tingkat nasional dan produk domestik regional bruto (PDRB) di level lokal (propinsi dan kabupaten/kota). Jika PDB/PDRB meningkat, maka pertumbuhan ekonomi tentu meningkat pula, yang dianggap merupakan ''prestasi'' pemimpin nasional/lokal. Padahal dalam mencapai PDB/PDRB itu, kemajuan pembangunan masih berbasis pada pembangunan yang bersifat konvensional. Dalam pembangunan konvensional, keberhasilan menaikkan produksi barang dan jasa secara melimpah (yang merupakan unsur PDB/PDRB), tidak mengakomodasi aspek lingkungan. Pembangunan sosial juga tersingkirkan, terutama yang menyangkut kepentingan kelompok miskin. Banyak bukti untuk kasus ini, di mana rakyat miskin selalu termarginalkan dalam setiap pembangunan.

Kinerja ekonomi dalam pembangunan konvensional seperti itu jelas mengarah kepada pertumbuhan semu atau dikenal dengan istilah pseudo growth. Pseudo dalam dictionary berarti palsu atau pura-pura, dan dalam kamus bahasa Indonesia berarti tidak asli dan tidak sah. Dalam mengukur keberhasilan pembangunan melalui PDB/PDRB, cenderung pada pertumbuhan ekonomi yang umumnya melakukan eksploitasi sumber daya alam secara eksploitatif, agresif, dan ekspansif. Sebagai akibatnya, deplisi dan/atau degradasi serta kerusakan sumber daya alam terjadi begitu mengenaskan. Implikasinya jelas berpotensi menghancurkan kinerja pertumbuhan ekonomi itu sendiri (self-destructive). Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang selama ini diukur melalui PDB/PDRB dan merupakan sebagai ukuran

Page 26: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

kesejahteraan masyarakat masih bersifat "sesaat" dan belum memikirkan kelangsungan hidup untuk generasi penerus.

Misalnya contoh penebangan pohon di hutan, seharusnya dilakukan peremajaan kembali atau perbaikan sebagai akibat kerusakan yang timbul. Tetapi kenyataannya, hutan hanya dieksploitasi untuk perolehan ekonomi tanpa dilakukan reboisasi kembali. Demikian juga galian C, para pengusaha yang mengeksploatasinya hampir semuanya tidak melakukan upaya atau memikirkan cara penanganan lubang bekas galian, yang jelas berpotensi akan tenggelam di kemudian hari. Secara ekonomi, keuntungan diperoleh luar biasa saat pengeksploitasian, baik bagi si pengusaha maupun yang diterima pemerintah daerah dan pusat melalui restribusi. Saat menghitung PDB/PDRB, peningkatan pertumbuhan ekonomi terjadi, sehingga dianggap prestasi bagi pimpinan, baik pimpinan nasional maupun pimpinan wilayah. Jenis pertumbuhan ekonomi seperti itulah yang dapat dikatekagorikaan pseudo growth (pertumbuhan semu).

 

Pembangunan Berkelanjutan

 

Pola pembangunan konvensional harus segera ditinggalkan. Jika tidak segera mengubah haluan, dampak negatif pada ketimpangan kehidupan dan lingkungan akan semakin menjadi-jadi. Meskipun kendala yang dihadapi pasti besar, sebab banyak orang pada saat ini masih mengutamakan kepentingan jangka pendek dibandingkan jangka panjang. Di samping itu, adanya egoisme sektoral dan lemahnya penegakan hukum, juga akan menjadi kendala cukup berat untuk dihadapi.

Sebenarnya sejak dasawarsa 1900-an, semua pihak seharusnya sudah menyadari konsep yang dijadikan pijakan dalam setiap gerak menuju kemajuan pembangunan, yaitu dikenalkannya konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Konsep ini didefinisikan sebagai pembangunan atau perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Namun tantangan pembangunan berkelanjutan ini cukup banyak. Salah satu yang paling krusial adalah menemukan cara meningkatkan kesejahteraan masyarakat sambil menggunakan sumber daya alam secara bijaksana, sehingga sumber daya alam terbarukan dapat dilindungi, dan penggunaan sumber alam yang dapat habis (tidak terbarukan) pada tingkat di mana kebutuhan generasi mendatang masih tetap akan terpenuhi.

Konsep pembangunan berkelanjutan muncul ketika terjadi kegagalan konsep pembangunan konvensional, di mana saat itu proses yang terjadi lebih banyak bersifat top-down. Bila ditinjau dari sisi lingkungan, sosial, dan ekonomi, proses pembangunan yang terjadi tidak memikirkan generasi mendatang. Pelaksanaan konsep pembangunan berkelanjutan diperkuat dengan kesepakatan para pemimpin bangsa yang dinyatakan dalam hasil-hasil negosiasi internasional, antara lain Deklarasi Rio pada KTT Bumi tahun 1992, Deklarasi Milenium PBB tahun 2000, dan Deklarasi Johannesburg pada KTT Bumi tahun 2002.

 

Page 27: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Internalisasi Biaya

 

Secara global konsep pembangunan berkelanjutan sudah ada gerakan nyata untuk mengimplementasikannya. Seperti, ketatnya, berbagai aturan tentang produk yang masuk ke negara-negara maju. Misalnya harus mencantumkan label yang ramah lingkungan (eco-labelling). Bagaimana di tingkat nasional dan lokal? Tampaknya belum.

Untuk itu, secara sederhana jika memungkinkan mulai sekarang setiap perusahaan yang bidang usahanya berpotensi merusak atau mencemari lingkungan memasukkan biaya perbaikan lingkungan ke dalam harga pokok produk/jasa yang dihasilkannya, sehingga peremajaan atau perbaikan lingkungan menjadi tanggung jawab perusahaan yang bersangkutan. Konsep internalisasi biaya perbaikan lingkungan ke dalam harga pokok, paling tidak akan menjadi langkah sedikit maju di masa mendatang. Rasanya hal ini tidak begitu sulit dilakukan. Namun pertanyaannya sekarang, apakah ada pengusaha yang mau melakukannya? 

 

Penulis, dosen FE dan Program Pascasarjana MM Undiknas, serta Ketua Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat (LP3M) Undiknas Denpasar

     

------------------

* Selama ini pembangunan konvensional mengarah kepada pertumbuhan (pseudo growth) yang hanya menaikkan produksi barang dan jasa secara

melimpah, tanpa mengakomodasi aspek lingkungan.

* Pembangunan sosial tersingkirkan, terutama yang menyangkut kepentingan kelompok miskin.

* Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), salah satunya dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sambil

menggunakan sumberdaya alam secara bijaksana.

* Mulai sekarang setiap perusahaan yang bidang usahanya berpotensi merusak atau mencemari lingkungan, memasukkan biaya perbaikan lingkungan ke dalam harga

pokok produk/jasa yang dihasilkannya.

* Peremajaan atau perbaikan lingkungan menjadi tanggung jawab perusahaan yang bersangkutan.

Page 28: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Desain Modern di Indonesia Mei 16th, 2010

Desain Modern di Indonesia

Perkembangan Desain Abad ke 19 (1850 – 1900)1. Istana Raja masih menjadi pusat kebudayaan, keabsahan suatu nilai dari ekspresi

budaya, apakah ilmu pengetahuan, seni rupa, musik, sastra, atau tari, ditentukan oleh patron utama, yaitu institusi kerajaan

2. Gejala sosial yang demikian adalah pengambilan elemen bentuk dari abad 17 dan 18 dalam desain interior gaya historisisme, yang ditandai dengan penggunaan ornamen dan dekorasi yang berlebihan.

Menurut Paul Greenhalgh dalam bukunya “Modernism in Design” terbitan Reaction Books, mengatakan bahwa “For the greater part of this century, the word “modern” has been relatively unproblematic with regard to design. It has meant whatever one wanted it to mean. It could be applied to any designed object, more or less, given the appropriate context and, accordingly, it could be construed as an insult or a compliment. It has meant so much that it has often meant nothing”. Dari sini dapat diartikan bahwa definisi “modern” secara relatip tidak mempermasalahkan tentang desain, dan dapat diaplikasikan ke setiap object desain.Secara umum perkembangan desain di Indonesia terbagai menjadi tiga tahapan penting yaitu Program Modernisasi, Perkembangan desain modern di Indonesia, awal dan citra perubahan

Page 29: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Program Modernisasi

Definisi secara umum dari kata “modern” adalah :

Karya budaya ragawi yang umumnya memiliki ciri – ciri yang sesuai dengan proses modernisasi dalam arti yang luas

Lahir dari pemikiran modern dan tumbuh di lingkungan masyarakat modern

Beberapa pendapat tentang Modernisasi:

Ilmuwan Sosial : Kemunculan masyarakat industri barat dibandingkan dengan masyarakat negara berkembang yang masih tradisional

Eisenstadt :Modernisasi merupakan proses perubahan masyarakat menuju tipe sistem sosial, ekonomi, dan politik yang berkembang di Eropa Barat dan Amerika Utara. Kemudian itu memuncak pada Abad ke-19 dan 20, serta meluas ke sejumlah negara di Amerika Selatan, Asia, dan Afrika (Eisenstadt, 1996, Modernization: Protest and Change, Englewood Cliffs, Prentice-Hall)

Ahli Ekonomi :Modernisasi berdasarkan berbagai model pertumbuhan ekonomi, standar hidup, pendapatan per kapita, dan pertumbuhan Industri

Ahli SosiologiModernisasi dengan lebih mengarah kepada perspektif evolusioner yang mencakup transisi multilinier masyarakat tradisional menjadi masyarakat yang lebih maju

Ahli KomunikasiModernisasi sebagai proses perubahan dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup yang lebih kompleks dan maju secara teknologi

BlackModernisasi ditandai oleh perkembangan sejumlah lembaga yang secara fungsional meningkatkan pengetahuan manusia untuk menguasai lingkungannya secara cepat.

Inkeles dan McClelandMemaparkan modernitas dari variabel psikologis yang membentuk mentalitas manusia modern secara khas, yaitu dorongan untuk berprestasi, yang diistilahkan sebagai faktor N-ach (Need of achievement)

Modernisasi di dunia

Chodak mengidentifikasikan 3 tipe modernisasi :

1. Modernisasi Industri2. Modernisasi Akulturasi3. Modernisasi Induksi

Page 30: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Menurut Abraham

1. Kosmos yang “nyaman” berubah maknanya oleh otonomisasi (sekularisasi) sehingga rasa aman lenyap

2. Masyarakat yang “nyaman” dirobek – robek karena individu mendesak diri sebagai pusat semesta

3. Kebersamaan nilai goyah karena proses individual4. Birokrasi dan waktu menggantikan tokoh mistis dan waktu mitologi5. Pribadi menemukan diri sendiri secara kuat sehingga dalam arti sistem sosial,

kehidupan modern bermakna sebagai proses mengganti kenyamanan alamiah dengan kenyaman buatan

Menurut Giddens

Kapitalisme Industrialisme Kekuatan Militer Kontrol terhadap informasi dan aktivitas sosial

Abraham mencirikan modernisasi sebagai proses yang selalu diikuti oleh :

Proses industrialisasi Peledakan penduduk Sekularisasi Revolusi harapan Berkembangnya media massa Stabilitas kependudukan Bangkitnya kelas menengah secara besar – besaran Revolusi budaya yang dahsyat

Abraham juga memberikan gambaran tentang modernisasi sebagai suatu perubahan sebagai berikut :

Gambaran Modernisasi Menurut Abraham

Page 31: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Keterangan gambar :

Sisi Struktural :Meliputi peningkatan diferensiasi dan integrasi struktural, yaitu pemisahan hubungan ekonomi dengan sistem sosial yang lain, kebangkitan lembaga politik baru, dan perluasan pendidikan formal, spesialisasi serta mencairnya stratifikasi kemasyarakatan

Sisi Attitudinal :Orientasi individu ke arah kemajuan

Sisi Possesual :Mengarah kepada terbentuknya spesialisasi fungsional dalam masyarakat

Desain Modern

Menurut Dormer :

1. Barang Konsumen2. Kerajinan3. Benda Eksklusif hasil rancangan arsitek dan desainer terkenal

Tema besar desain modern :

1. Konteks ekonomi2. Penggunaan teknologi baru yang memungkinkan seorang pendesain bermain

dengan bentuk3. Hubungan antara produksi, konsumsi, dan kepuasan pribadi4. Kebutuhan masyarakat dengan berbagai perubahannya

Desain Modern di Indonesia

Desain Modern di Indonesia dapat dikategorikan atas tiga kelompok besar :

1. Karya desain yang diciptakan sebagai tuntutan masyarakat yang berpikiran modern, baik secara mentalitas maupun tindakannya

2. Karya desain yang mengadaptasikan dan menggunakan berbagai unsur kebudayaan Barat yang telah modern tanpa harus “menjadi Barat” atau berciri Barat.

3. Karya desain yang semata – mata meniru gaya orang Barat tanpa diimbangi oleh proses berpikir dan mentalitas modern

Perkembangan desain di Indonesia dapat dilihat dari konsep:

Perkotaan Arsitektur Aneka Barang Industri dan Karya Cetak Pendidikan Seni Rupa dan Desain

Page 32: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Awal dan Citra Perubahan

Konteks perkembangan desain modern di Indonesia yaitu pergeseran nilai desain dan dunia kesenirupaan pada :

Beberapa dasawarsa akhir penjajahan Belanda Masa setelah kemerdekaan dan Demokrasi Terpimpin Masa Orde Baru hingga era pembangunan sekarang

Dalam teori modernisasi, kondisi Indonesia (Hindia Belanda) pada awal abad ke-20 dapat dikatakan sebagai masa transisi dari tradisional ke arah kehidupan modern dengan ditandai oleh :

1. Adanya dualisme struktural yang memungkinkan kehadiran bersama2. Munculnya secara berangsur-angsur norma modernitas dalam kerangka nilai –

nilai tradisional3. Adanya Program Industrialisasi4. Terjadinya arus urbanisasi5. Terjadinya Mobilitas Politik6. Terdapatnya rekayasa sosial

Desain Indonesia Abad ke 21

Perkembangan desain di Indonesia pada abad ini akibat dari adanya :

Perkembangan desain di dunia global Demam Posmodern Adanya hubungan antara perkembangan desain dengan perlawanan budaya Adanya kesadaran terhadap hak penciptaan Keinginan untuk mewujudkan desain yang berwawasan lingkungan

I. Desain Global

Adanya perubahan besar didunia akibat perkembangan teknologi dan terbentuknya tatadunia baru yang semakin terpolarisasi oleh peradaban besar sehingga semua komponen kebudayaan saling mempengaruhi dan memposisikan diri sepadan dengan kekuatannya.

1. Pendapat Para Ahli tentang abad ke 21 Peter F. Drucker :

Keberlangsungan pembangunan sebuah bangsa bukan lagi bersandar pada modal, besarnya tenaga kerja ataupun penguasaan wilayah, namun akan tercipta oleh kemampuan mengembangkan daya inovasi yang didasari pada penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi

Jane Jacobs, seorang sosiolog Amerika, mengkritik dengan keras tentang buruknya perencanaan tatakota di Amerika (1960)

Page 33: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Robert Venturi yang mengkritik secara tajam Modernisme dalam dunia arsitektur pada tahun 1966

Charles Jencks, seorang arsitek Amerika terkemuka mengumandangkan kematian Modernisme seiring dengan diruntuhkannya bangunan bertingkat Pruitt-Igoe pada tanggal 15 Juli 1972 di St. Louis, Missouri, pada jam 15.32 karena bangunan tersebut selama ini menjadi tonggak terapan gaya Modernisme di Amerika.

Saiful Arif, Guru Besar dari The Australian National University :Makna pembangunan yang dilakukan oleh setiap negara adalah proses transformasi segala bidang dari kondisi tertentu menuju kondisi lain yang lebih baik.

2. Wacana Desain di Indonesia

Belajar dari pelbagai kebijakan dan hasil pembangunan selama beberapa dekade, telah nyata bahwa Indonesia terpengaruh oleh dampak percepatan keterbukaan budaya sedunia, yang ditandai oleh :

1. Semakin menonjolnya pengaruh budaya kuat negara – negara adidaya, hal ini tercermin dari adanya penentuan arah kebijakan perekonomian akibat adanya perjanjian internasional dan permainan “Mata Uang” oleh negara – negara maju

2. Sejak pergantian era pemerintahan Orde Baru dan tuntutan perbaikan kinerja program

Wacana desain di Indonesia juga terjadi akibat adanya :

a. Fenomena Persaingan : Terjadi akibat percepatan yang terjadi sebelumnya dimana memicu lahirnya pengelolaan produksi barang dan pergerakan pasar yang semakin tinggi, tidak hanya secara teraga, melainkan juga dalam bentuk nilai – nilai

b. Keterbukaan Budaya : Budaya ragawi yang dihasilkan manusia tidak terlepas dari sistem dunia yang terintegrasi antara satu sistem nilai dengan sistem lainnya.

c. Upaya Pemberdayaan : Sebagai bagian dari kebudayaan yang teraga, desain tidak terlepas dari rona pembangunan “besar” yang dijalankan oleh satu pemerintahan dimana tercermin dari aneka kebijakan termasuk komitmen antar kebudayaan ataupun antarnegara

II. Demam Posmodern

Era Posmodern adalah Masa transisi antara berakhirnya masa modernisme dan munculnya alternatif pemikiran baru sebagai usaha mencari bentuk baru

Page 34: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

III. Desain dan Perlawanan Budaya

Aktivitas desain tidak terlepas dari sistem nilai yang berkembang di dalam masyarakatnya. Desain adalah wujud yang teraga dengan muatan – muatan makna di dalamnya. Ditinjau dari aspek rupa, desain telah menunjukkan aspek keragaman yang tak terhitung, baik gaya, tema maupun teknik pengungkapan. Fenomena yang terbentuk, teraga menjadi kebudayaan benda, baik pada masa lalu, kini dan yang akan datang.Makna budaya yang lebih spesifik dalam karya – karya desain yang teraga itu dapat dikelompokkan atas beberapa peran, diantaranya :

a. Peragaman Bahasa Rupa yang menjadi bagian kreatif wujud desain setiap periode, baik mengandung nilai – nilai kebaruan, pengembangan ataupun varian

b. Peragaman citarasa masyarakat yang muncul sebagai perluasan, penyebaran dan kebutuhan baru masyarakat akan aneka produk, perumahan, pakaian dan komunikasi

IV. Kesadaran terhadap Hak Cipta

Menjelang abad ke – 21, telah tumbuh kesadaran akan hak – hak penciptaan, msekipun awalnya bukan dari seniman, namun dari kalangan praktisi hukum yang mengamati fenomena global bahwa hak – hak penciptaan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari wacana ekonomi global. Baik untuk karya cipta milik orang asing maupun karya cipta milik Bangsa SendiriHaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual) dalam bidang desain di Indonesia dikategorikan :

1. Karya Cipta Bidang Seni Rupa (UU Hak Cipta Tahun 1997)2. Karya yang bersifat Temuan (UU Paten Tahun 1997)3. Merek Produk berupa logo atau identitas produsen (UU No. 19 tentang Merek)4. Bidang desain terutama performansinya (UU tentang Desain Industri No. 20

Tahun 2000)

Beberapa dasar hukum yang dapat dipakai sebagai acuan adanya perlindungan bagi karya cipta di bidang desain terdiri dari :

a. Konvensi Internasional : WIPO (World Intelectual Property International) Paris Convention for The Protection of Industrial Property (11 April 1995

beranggotakan 129 negara termasuk Indonesia) Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Work (16

Mei 1995 beranggota 112 negara termasuk Indonesia) The Haque Agreement Concerning the International Deposit of Industrial

Designs (1993, ada 24 negara yang menjadi anggota termasuk Indonesia sejak tahun 1953

Locarno Agreement Establishing an International Classification for Industrial Designs (1968 hingga 1995 beranggotakan 23 negara)

Page 35: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

TRIPs (Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods), merupakan persetujuan integral dari persetujuan Putaran Uruguay dalam rangka GATT

b. Undang –Undang No. 5 tentang Perindustrian Pasal 17 : Desain Produk Industri mendapat perlindungan hukum yang ketentuan – ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah

c. Undang – undang hak cipta 1997 (diperbarui lagi tahun 2002)d. Undang – undang paten No. 6 tahun 1989e. RPP tentang desain produk industrif. Undang – Undang tentang merek No. 19 tahun 1992g. Undang – undang tentang desain industri No. 31 Tahun 2000

V. Desain yang Berwawasan Lingkungan

Dorongan dan isu – isu gentingnya masalah lingkungan tersebut, kemudian melahirkan Deklarasi Rio tahun 1992 yang berisi antara lain :

Hak dan Tanggung Jawab bangsa – bangsa dalam memperjuangkan perkembangan dan kesejahteraan manusia

Merancang cara mengupayakan pembangunan yang berkelanjutan dari segi sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup

Membuat pernyataan tentang prinsip – prinsip yang menjadi pedoman bagi pengelolaan, pelestarian, dan pembangunan semua jenis hutan secara berkelanjutan yang merupakan unsur mutlak bagi pembangunan ekonomi dan pelestarian segala bentuk kehidupan

Dalam mensiasati terjadinya perubahan iklim, semua negara harus memberikan kontribusi untuk menstabilkan gas – gas rumah kaca dan atmosfer pada tingkatan yang tidak akan mengacaukan iklim global; pernyataan ini mensyaratkan pengurangan emisi gas – gas seperti karbon dioksida, yaitu hasil sampingan dari pemakaian bahan bakar untuk mendapatkan energi

Konvensi tentang keragaman hayati yang menghendaki agar semua negara mengerahkan segala daya dan dana untuk melestarikan keragaman spesies hidup, dan mengupayakan manfaat penggunaan keragaman hayati dirasakan secara merata

Perundang – Undangan dan PP yang berhubungan dengan Lingkungan Hidup dan pengelolaannya :

1. Undang – Undang : o No. 4 Tahun 1982 tentang ketentuan – ketentuan Pokok Pengelolaan

Lingkungan Hidup, memuat ketentuan bahwa setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak terhadap lingkungan, wajib dilengkapi dengan AMDAL yang pelaksanaannya diatur oleh PP

o No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruango No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

2. Peraturan Pemerintah (PP) :

Page 36: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

o PP No. 51 Tahun 1993 tentang AMDALo Menteri Perindustrian No. 12/M/SK/1978, tentang Pencegahan dan

Penanggulangan Pencemaran Lingkungan sebagai akibat Usaha Industrio MENKLH No. KEP.02/MENKLH/I/1988 tentang Pedoman Baku Mutu

Lingkungano MENLH No. Kep.35/MENLH/10/1993, tentang Ambang Batas Emisi Gas

Buang Kendaraan Bermotoro Menteri Perhubungan No. KM 8 Tahun 1989, tentang Persyaratan Laik

Jalan Kendaraan Bermotoro Kepala BAPEDAL RI No. Kep-56 Tahun 1994 tentang Pedoman

Mengenai Ukuran Dampak Penting (sebagai pengganti No. Kep-49/MENKLH/6/1987 tentang Pedoman Dampak Penting)MENLH No. KEP-16/MENLH/4/1996 tentang pelaksanaan Program Langit Biru

Isu Nasional dan Kesepakatan Internasional :

Program Pembangunan Berkelanjutan KTT Bumi Rio de Janeiro 1992 dan Deklarasi Rio Agenda 21 sebagai Rencana Global Pembangunan Berkelanjutan Konvensi Tentang Perubahan Iklim dan Keragaman Hayati KTT Bumi 5 Juni Tahun 1997 ISO 14001 mengenai Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan Program Ekolabeling

Sumber : http://sosiologidesain.wordpress.com/desain-modern-di-indonesia/

Page 37: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Warta Pelaku: Artikel

sumber: warta.asp?mid=3210&catid=2

Padangsidimpuan, 30 November 2010Menuntaskan Agenda Bangsa, Harus! (Bag. 1)

Bangsa Indonesia sebenarnya masih mengalami berbagai masalah yang begitu kompleks dari segala sektor. Baik itu sektor sosial, ekonomi, hukum, budaya, politik, maupun keamanan dan pertahanan negara, yang bisa berpengaruh terhadap tujuan dan cita-cita bangsa ini. Permasalahan-permasalahan ini merupakan mata rantai masalah. Secara umum dan sederhana masalah ini kemudian berimplikasi pada lemahnya penghayatan moral dan norma dalaam aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Masalah ini justru menimbulkan krisis kualitas manusia Indonesia yang pada gilirannya tidak mampu mengelola sumber daya nasional. Krisis kesejahteraan rakyat ini membuka peluang terjadinya krisis moral.

Menurut pandangan secara umum, ada beberapa masalah dan tantangan yang dihadapi Indonesia, yang merupakan rantai masalah bangsa. Yaitu, sebagai berikut.

A. Melemahnya kualitas penghayatan moral dan norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ditandai dengan gejala menurunnya rasa kasih sayang dan kepedulian sosial, penyakit sosial (social pathology) masih ditemukan di antara sesama bangsa Indonesia, serta praktek-praktek moral hazard

Page 38: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

menjalar di setiap aktivitas masyarakat.

B. Kualitas penyerapan ilmu pengetahuan masih rendah.

Budaya belajar dan menuntut ilmu semakin dikesampingkan oleh bangsa ini walau Pemerintah telah mengambil kebijakan wajib belajar dan memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada aset bangsa untuk belajar dengan biaya yang telah disediakan Pemerintah, mulai tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Upaya Pemerintah untuk mencerdaskan bangsa adalah agar mampu mengembangkan ilmu pengetahuannya sebagai modal keberlangsungan hidup yang bergengsi, layak jual dan memiliki nilai tawar yang diperhitungkan.

Namun, upaya Pemerintah tersebut masih mengalami kendala yang ditandai dengan banyaknya jumlah anak dan pemuda yang putus sekolah. Gejala yang timbul adalah sebagian lulusan perguruan tinggi tidak mampu membuka kesempatan berwirausaha. Produk dalam negeri kalah bersaing dengan produk asing. Nilai produk dalam negeri masih sangat rendah. Dalam segi ketenagakerjaan juga mengalami penurunan kualitas kemampuan tenaga kerja. Ternyata persoalan di atas merupakan konsekuensi kelemahan di bidang ilmu pengetahuan.

C. Melemahnya pengelolaan sumber daya nasional.

Potensi pertambahan penghasilan negara pengelolaan yang dilakukan masih mengalami hambatan. Hal ini terlihat dari penerimaan pajak yang belum maksimal. Pengelolaan tabungan juga belum optimal. Pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh konsumsi dan impor. Pengelolaan uang negara belum efisien dan sebagainya. Ironisnya, investor luar maupun dalam negeri merasa was-was untuk menyuntikkan modalnya untuk membangun usaha maupun industri, dengan alasan kenyamanan dan keamanan serta keberlangsungan sebuah proyek perekonomian dikhawatirkan terganggu.

Begitu juga dengan sejumlah jenis kekayaan/aset negara yang tidak dikelola sepenuhnya oleh negara. Justru malah pihak asing yang memiliki peran penting meraih keuntungan besar dari negara kita. Padahal, pengelolaan sumber daya yang baik dapat menopang penghasilan negara, dan dengan sendirinya, rakyat akan merasakan dampak positif dari hal tersebut, pembangunan meningkat, peluang lapangan pekerjaan dan pendapatan lebih layak, sehingga perputaran perekonomian Indonesia stabil.

D. Rendahnya kualitas kesejahteraan bangsa.

Tujuan bangsa Indonesia membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum/rakyat, sebagaimana tertuang dan diamanahkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Amanah ini merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar dengan dalih apapun. Artinya, mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia merupakan agenda pembangunan nasional yang prioritas untuk direalisasikan.

Pemerintah, sebagai salah satu pelaksana amanah tersebut, telah berupaya melakukan program gerakan/aksi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, tidak sedikit upaya itu

Page 39: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

tertunda keberhasilannya, sehingga masih banyak ditemukan masyarakat yang hidupnya di bawah standar kelayakan, bahkan standar manusiawi, sehingga dikategorikan “miskin”. Bantuan-bantuan diberikan kepada masyarakat miskin (pro poor) pun dilakukan oleh hampir seluruh departemen/badan/dinas/instansi pemerintahan, bahkan Pihak swasta—sebut saja pemberian asuransi dan pelayanan kesehatan maupun pendidikan, sembako, Bantuan Langsung Tunai (BLT), rehab rumah, pinjaman modal usaha, hingga pemberian alat/bahan/material sebagai potensi usaha yang diinginkan oleh masyarakat.

Ternyata persoalannya adalah kebijakan dan upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan dipandang kurang efektif dalam menurunkan angka kemiskinan, karena hanya bersifat parsial, tidak berkelanjutan, atau tidak tepat sasaran kepada kelompok masyarakat miskin.

Permasalahan kemiskinan yang begitu kompleks, multidimensional dan struktural ini menyisakan beberapa gejala-gejala yang bergerak merusak upaya transformasi sosial. Di antaranya:

Ruang lingkup politik Masyarakat miskin tereliminasi keposisi yang marjinal (terpuruk) akibat proses politik maupun kebijakan penyelenggara pemerintahan dan pemilik wewenang yang kurang berpihak. Perilaku politik yang menghasilkan kebijakan-kebijakan hanya menyentuh kepentingan sepihak. Perilaku politik ini sebenarnya disebabkan faktor tiadanya keterlibatan masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan itu, atau belum ada lembaga/wadah yang mampu mengakomodir suara kepentingan masyarakat miskin, sehingga kebutuhan yang dikehendaki dalam aplikasi menjalankan hidup secara manusiawi terpendam sejalan dengan waktu. 

Ruang lingkup sosial Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menurut masyarakat miskin, tidak begitu penting. Bagi mereka mempertahankan hidup saja sudah cukup berat dilakukan. Lalu, bagaimana mungkin aktivitas sosial terpikirkan seiring tekanan dan desakan kebutuhaan hidup. Kondisi ini yang menyebabkan masyarakat miskin tidak terintegrasi ke dalam sebuah institusi sosial. Kebiasaan pola hidup yang dialami menguatkan dan terinternalisasi ke dalam pemikiran dan perilaku tidak sehat, optimisme menurun dan menguatnya pesimisme, serta menghilangkan nilai-nilai kapital sosial. 

Ruang lingkup lingkungan Pola hidup masyarakat miskin yang tertutup dan terkesan tidak peduli dengan sekitarnya, dan cenderung memikirkan kehidupan dirinya sendiri atau keluarganya saja tidak akan mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Pandangan yang keliru sering tercetus dari suara sebagian masyarakat miskin. Penataan dan pembangunan lingkungan serta permukiman yang dilakukan bukan solusi meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin. Malah sebaliknya mengusik ketenangan pola hidup yang selama ini berlangsung.

Paradigma dan praktek yang muncul adalah membatasi kegiatan yang mengindahkan dan mendukung kelestarian lingkungan dan peningkatan pembangunan yang berkelanjutan, bahkan praktek yang ditekuni kurang menjaga kenyamanan lingkungan dan permukiman. Misalnya saja mengubah sungai, saluran air/parit maupun jalan yang semula indah menjadi pemandangan suram—yaitu sebagai wadah penampungan sampah dan limbah. Lain lagi

Page 40: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

perumahan yang dijadikan wadah berteduh, berlindung, berkumpul dan mengembangkan diri, ternyata di bawah standar kelayakan, dengan penampilan, volume serta material sangat sederhana, ditambah MCK yang kurang memadai dan tidak sehat, atau bahkan tidak ada sama sekali ini merupakan ciri-ciri kemiskinan yang dimiliki, sehingga keadaan inilah yang dimaksud di atas: kurang peduli menjaga kelestarian lingkungan dan permukiman.

Disadari atau tidak, kondisi ini akan memperparah keadaan masyarakat miskin itu sendiri. Padahal, kondisi ini dapat diubah menjadi baik, tanpa mengeluarkan modal atau dengan modal yang sedikit apabila kesadaran berpikir dan bersikap mengubah keadaan itu muncul lebih kuat, daripada pasrah menerima nasib saja. 

Ruang lingkup ekonomi Keterbatasan kemampuan masyarakat miskin membangun akses dan nilai jual terhadap keterampilan, keahlian dan disiplin ilmu tidak memadai serta cendrung mengandalkan tenaga, mendapatkan perhatian yang rendah pula dari pembeli jasa. Andalan tenaga yang satu-satunya dimiliki hanya dihitung oleh pembeli jasa. Lazimnya nominal jasa tidak lebih, bahkan kurang dari pemenuhan kebutuhan pokok, atau lebih mendekati cukup untuk makan sehari-hari keluarga saja.

Begitulah kehidupan yang dihadapi dengan penghasilan rendah, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup yang manusiawi. Keadaan ini bukan hanya sekedar narasi semata, melainkan fakta yang lalu dituangkan dalam sebuah catatan sejarah.

Sedikit pemisalan diuraikan sebagai referensi yang diperoleh dari pemantauan, kunjungan, maupun survai ke lokasi. Sebuah kisah salah satu keluarga yang hidup sangat sederhana di daerah perkotaan, tepatnya di Wilayah Provinsi Sumatera Utara, diharapkan patut menjadi renungan dan sekaligus perhatian semua pihak. Menurut pendapat yang disampaikan para ahli/pakar atau pengamat/pemerhati atau tokoh/ilmuwan internasional maupun Indonesia, keluarga tersebut dapat dikategorikan keluarga miskin karena berpenghasilan tidak menentu. Rata-rata per hari hanya mampu memperoleh Rp7.000 – Rp15.000 yang dimanfaatkan oleh empat orang tanggungan. Penghasilan itu semata-mata diupayakan oleh satu orang saja tanpa ada penghasilan tambahan.

Seorang laki-laki berusia 62 tahun berperan sebagai kepala keluarga penopang hidup keluarga ini. Ia bergelut mengandalkan tenaga dan kerasnya persaingan di bidang jasa yang dilakoninya. Ia bekerja menawarkan jasa transportasi angkutan jenis becak dayung, yang tengah mengalami pergeseran kualitas dan kuantitas, dimana keberadaannya perlahan punah dan sedikit peminatnya. Becak dayung yang mengandalkan tenaga itu, kerap tidak dilirik oleh pengguna jasa dengan alasan yang cukup mendasar: kecepatan dan kapasitas angkutnya terbatas, biaya cukup tinggi dan sering mengalami kerusakan karena rata-rata becak dayung yang beroperasi adalah “barang lama” dan produk baru sukar ditemukan. 

Ditinjau dari kondisinya, penjual jasa ini sudah tidak layak bekerja lagi, mengingat telah lanjut usia. Kekhawatiran terhadap keselamatan pengguna jasa terkadang menjadi alasan. Tentu, kondisi lanjut usia mudah terkontaminasi dengan fisik lemah dan cenderung tidak sehat. Kondisi ini membuka peluang terjadinya kecelakaan maupun menimbulkan penyakit bagi dirinya sendiri. Diperparah keadaan bahwa empat tahun belakangan ini becak dayung

Page 41: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

kalah bersaing dengan becak bermotor yang dinilai lebih mampu memenuhi keinginan pengguna jasa, bahkan nilai jasa lebih murah dari becak dayung. Becak bermotor, selain efektif waktu, nyaman, murah, juga berkapasitas lebih dari segi jumlah pengguna jasa dan barang yang dibawanya.

Dari uraian ini, secara teoritis berdasar materi kajian pemetaan swadaya, khususnya kajian ekonomi, keluarga ini mengalami perbandingan yang tidak seimbang: pengeluaran lebih besar dari pendapatannya. Pengeluaran yang kongkret meliputi biaya makan untuk empat orang terdiri dari pembelian bahan bakar minyak, beras + lauk pauknya, biaya listrik per bulan dan biaya tambahan lain, seperti biaya perawatan becak dayung, biaya kesehatan, dan lain-lain. Jenis pengeluaran yang mendasar ini dapat dianalisa beberapa pengeluaran akan di-delete, dalam arti beberapa kebutuhan akan dihilangkan dan penyelesaian yang dilakukan adalah pemaksaan kondisi agar normal dengan segala resiko yang ada.

Ruang lingkup Aset Rendahnya tingkat kepemilikan masyarakat miskin terhadap modal yang mendorong keberlangsungan hidup. Sumber daya manusia (human capital) sangat terbatas. Alat pendukung, material dan dana dari usaha yang dijalankan sangat tidak memadai, sehingga kompetisi usaha dengan sendirinya mengalami kekalahan. Begitu juga dengan hunian atau perumahan. Ada yang berstatus tidak memiliki rumah, menumpang, menyewa, dan bila adapun tidak layak huni. Kepemilikan aset berupa tanah, misalnya, tidak dimiliki oleh masyarakat miskin. Malah bagi mereka yang memiliki aset berupa harta warisan, yang sering terjadi adalah penjualan aset satu persatu dan pengelolaan dana yang tidak beraturan. Perilaku ini bukan menambah aset, tapi justru sebaliknya menambah beban utang di mana-mana.  Bersambung.. (Rahdiansyah Pane, ST, Asisten Kota Infrastruktur Kota Padangsidimpuan-Sibolga, OC-1 Provinsi Sumatera Utara, PNPM Mandiri Perkotaan; Firstavina)

Pusat Informasi P2KP, Jl. Penjernihan 1, No. 19 F, Pejompongan -Jakarta Pusat 10210. Telp: (021) 70912271, (021)-70952271

Page 42: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Wednesday, November 05, 2008

NEGARA DAN PEMBANGUNAN

BOOK REVIEW:Negara dan Pembangunan, Studi Tentang Indonesia dan Korea SelatanPengarang: Arief BudimanPenerbit: Yayasan Padi dan Kapas, JakartaTahun: 1991Jumlah Halaman: 101

Page 43: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

PERAN NEGARA DALAM PEMBANGUNAN DENGAN MEMBANDINGKAN INDONESIA DAN KOREA SELATAN.Hubungan saling tindak antar negara dan pembangunan di Indonesia dan Korea Selatan dapat dicermati melalui kenyataan sejarah yang berkembang di dua negara tersebut. Yang berkaitan dengan hubungan saling tindak antara negara dan pembangunan. Peran negara dalam pembangunan di Indonesia maupun Korea Selatan dapat ditelusuri dari proses dan hasil yang dicapai dalam pembangunan di dua negara tersebut, sebagai berikut:Peran negara dalam pembangunan di Indonesia berbeda dari jaman penjajahan Belanda hingga saat ini:Jaman Kolonial Belanda: sistem perekonomian kolonial Belanda tidak/gagal melahirkan kelas Tuan Tanah/Burjuasi Pribumi, karena tanah dikuasai oleh Negara/Pemerintah Belanda, dan diserahkan pada kelompok-kelompok kaum pedagang.Jaman Peralihan Demokrasi: terjadi peralihan dari demokrasi paralamenter ke demokrasi terpimpin, di mana peran negara dalam pembangunan jiuga mengalami perubahan, sesuai dengan perkembangan sosiologi-politik di masyarakat yang dinamis.Negara Orde Baru: Ditandai dengan peran militer yang dominan dalam kehidupan politik dan negara. Pada periode ini keadaan ekonomi Indonesia cukup sulit.Benih sebuah negara yang kuat sudah ditanam sejak zaman kolonial, kemudian beralih ke sistem politik liberal dan selanjutnya ke negara otoriter oleh Bung Karno, dan selanjutnya benih kehidupan beralih ke tangan Jenderal Soeharto, sifat negara otoriter dan “negara rente” pada dasarnya tidak berubah.Ketika terjadi krisis multidimensi di bidang sosial-politik-ekonomi hingga saat ini, masih perlu dicermati apakah krisis ini akan mengalihkan peran negara sebagai “otoriter birokratis” rente (NOBR) dan Negara Otoritas Birokratis Pembangunan (NOBP) masih tergantung pada proses politik yang terjadi sekarang.Peran negara dalam pembangunan Korea Selatan, sepanjang kenyataan sejarah juga bersifat dinamis, sebagai berikut:Jaman kolonial dan sebelumnya: sebelumnya Korea adalah negara merdeka yang diperintah oleh beberapa kerajaan. Disusul dengan penjajahan Jepang, yang juga menguasai ekonomi Korea, meskipun kecil, burjuasi orang Korea dibidang perdagangan dan industri muncul juga.Jaman pemerintahan sipil: setelah merdeka dari Jepang, Negara Korea terpecah menjadi 2 negara, yakni Negara Korea Selatan dan Negara Korea Utara yang menganut faham komunis dan Korea Selatan yang menganut faham kapitalis.Pemerintahan militer dan pembangunan ekonomi: pemerintah baru pimpinan Jenderal Park Chung-Hee yang mulanya menghadapi kesulitan karena pemerintah AS mencurigai latar belakang militer, namun pemerintah militer yang berkoalisi dengan teknorat ekonomi, berhasil pembangun pemerintahan yang relatif bersih, dan akhirnya berhasil menarik perhatian dan bantuan dari AS, sehingga ekonomi Korea Selatan dapat berkembang pesat.Dari perkembangan sejarah pemerintahan dari negara yang berbeda antara Indonesia dan Korea Selatan, maka peran negara dalam proses pembangunan di masing-masing negara juga berbeda khusus dalam kaitan dengan “keotoriteran negara” untuk membentuk kelompok wiraswasta yang tangguh untuk memutar roda pembangunan ekonomi, terdapat perbedaan antara kedua negara yakni dipakai untuk memperkaya birokrat negara, serta kelompok wiraswasta yang bergantung pada mereka. Indonesia dinamakan

Page 44: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Negara Otoritas Birokratis Rente (Negara OB Rente) sebaliknya Korea Selatan disebut sebagai Negara Otoriter Birokratis Pembangunan (Negara OB Pembangunan). Di mana keotoriteran negara dipakai untuk menumbuhkan kelompok wiraswastawan yang tangguh.Peran negara dalam pembangunan di Indonesia dan Korea Selatan ditinjau dari hasil pembangunan ekonomi yang dicapai, dapat dijelaskan sebagai berikut:Setelah perang dunia kedua usai, tingkat perkembangan ekonomi kedua negara sama, tetapi sekarang Indonesia tertinggal jauh. Tahun 1988 GNP/Kapita Nasional Korea Selatan mencapai US$ 3.600, sedangkan Indonesia cuma US$ 440 (8,18 kali dari GNP/kapita Indonesia). Dari kenyataan ini jelas bahwa peran negara dalam pembangunan ekonomi di Korea Selatan lebih menonjol, ditinjau dari aspek hasil pembangunan ekonomi yang dicapai, dibandingkan dengan Indonesia.Perbedaan dalam prestasi pembangunan ekonomi Indonesia ini juga antara lain disebabkan oleh karena gagalnya Indonesia beralih menjadi Negara OB Pembangunan, setelah Jenderal Soeharto mengambil alih kekuasaan pada tahun 1966. Hal ini berbeda dengan Korea Selatan, yang sejak Jenderal Park Chung-Hee merebut pucuk pimpinan Negara Korea Selatan pada tahun 1961, berhasil menyusun Negara Korea Selatan sebagai Negara OB Pembangunan, dan akhirnya bangkit/membangun industri dan menjadi salah satu dari 4 macam Asia yang bangkit pada permulaan tahun 1990-an.Faktor lain yang membedakan peranan negara dalam pembangunan di Indonesia dan Korea Selatan adalah sebagai berikut:Persaingan di bidang ekonomi antar kelompok Asli Indonesia mengakibatkan terpecahnya burjuasi Indonesia, sementara negara Korea dibawah kepemimpinan Presiden Park dapat menguasai masyarakat sipil, serta didukung oleh negara Amerika Serikat.Korea berhasil dengan landreform pada tahun 1950-an sementara Indonesia landreform gagal dilaksanakan pada permulaan tahun 1960-an.Bantuan dana dan toleransi kebijakan dari negara Amerika di Korea Selatan justru mendorong bangkitnya Industrialisasi di Korea pada era Tahun 1970-an hal mana tidak terjadi di Indonesia, terutama pada era perang dingin antara USA dan negara sosialis/komunis.Dari seluruh analisis dan uraian, maka secara singkat ditarik kesimpulan tentang peran negara dalam pembangunan di Indonesia dan Korea Selatan sebagai berikut:Peran negara yang berbeda, selain dipengaruhi oleh perkembangan sejarah sebelum kolonialisme melanda kedua negara, serta kebijakan penjajah itu sendiri, tetapi juga ditentukan oleh pemimpin negara dalam menentukan strategi yang tepat, utamanya guna mengalihkan suatu negara dari negara demokrasi otoriter renternir ke negara demokrasi otoriter pembangunan. Korea Selatan berhasil, namun Indonesia gagal.Peran negara Korea Selatan dalam pembangunan yang ditandai oleh peningkatan ekonomi, selain didukung oleh faktor internal, juga didukung oleh faktor eksternal, yakni dukungan dari Amerika Serikat. Selebihnya dukungan eksternal bagi Indonesia relatif korup, terutama pada periode “perang dingin” antara negara Barat dan negara-negara Sosialis/Komunis.Peran pemerintah negara dalam menata ekonomi dan menguasai/mampu mengendalikan diri dari jebakan “renternir”, menempatkan salah satu kunci kebijakan pembangunan yang berhasil. Hal mana terjadi di Korea Selatan, pada masa Pemerintahan Presiden Park.

Page 45: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Sementara Indonesia, kebijakan seperti itu masih lemah, dan silih berganti dari pemerintahan satu ke lainnya.PERBEDAAN DAN PERSAMAAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN ANTARA INDONESIA DAN KOREA SELATANPerbedaanKebijakan pembangunan Indonesia berhadapan dengan tantangan yang berbeda dengan Korea Selatan, di mana Indonesia merupakan Negara Kepulauan sementara Korea Selatan Daratan.Indonesia terdiri dari banyak suku dan bahasa, sementara Korea Relatif homogen, dengan demikian kebijakan pembangunan juga berbeda sesuai dengan spesifik yang dihadapi.Di Korea Selatan, keotoriteran negara dipakai untuk menumbuhkan kelompok wiraswasta yang tangguh untuk memutar roda perekonomian. Di Indonesia negara gagal membentuk kelompok wiraswasta yang tangguh. Sebaliknya justru keotoriteran negara di manfaatkan untuk memperkaya birokrat negara serta kelompok wiraswasta yang tergantung pada mereka.Sifat dan pembentukan negara dari waktu ke waktu juga berbeda. Indonesia dijajah Belanda dengan sistem penjajahan yang kebijakan ekonominya didasarkan pada ekspor bahan mentah atau barang-barang primer. Penjajahan Jepang atas Korea, mula-mula bertujuan untuk mendukung proses awal industrialisasi di Jepang dan sebaliknya, karena Belanda saat itu bukan negara industri, maka Belanda tidak mengembangkan industri di jajahan Indonesia, tetapi perdagangan hasil bumi, perkebunan dan sebagainya.Korea Selatan berhasil dengan kebijakan landreform, pada era tahun 1950-an, sementara Indonesia gagal dalam program landreform era tahun 1960-an.Berbeda dengan Indonesia, menjelang datangnya kolonialisme Jepang di Korea, negeri itu tidak terdapat kelompok pedagang (hal ini disebabkan karena ajaran Confusius yang menyatakan bahwa “mengumpulkan kekayaan, bukanlah suatu hal yang terpuji”) dengan demikian, kebijakan pembangunan yang ditempuh berbeda.Di Indonesia terjadi persaingan di bidang ekonomi antara kelompok Cina dan kelompok asli Indonesia, hal mana merupakan dampak negatif dari kebijakan politik pemerintahan kolonial, yang berimbas pada pembangunan ekonomi dan sebagainya. Persaingan seperti di Indonesia, tidak terjadi di Korea Selatan.PersamaanSetelah perang dunia kedua usai, tingkat perkembangan ekonomi kedua negara sama, tetapi sekarang Indonesia tertinggal jauh. Tahun 1988 GNP/Kapita Nasional Korea Selatan mencapai US$ 3.600, sedangkan Indonesia cuma US$ 440 (8,18 kali dari GNP/kapita Indonesia). Dari kenyataan ini jelas bahwa peran negara dalam pembangunan ekonomi di Korea Selatan lebih menonjol, ditinjau dari aspek hasil pembangunan ekonomi yang dicapai, dibandingkan dengan Indonesia.Indonesia mengalami perang saudara pada tahun 1957 (peristiwa PRRI dan Permesta), sedangkan Korea Selatan mengalaminya pada tahun 1950-1953 (Perang Korea).Indonesia mendapatkan pemerintah yang didominasi oleh kaum militer sejak tahun 1966, Korea Selatan pada tahun 1961. Sejak saat itu, kedua negara diperintah oleh sebuah kekuasaan yang bersifat otoriter.Sebelumnya kedua negara sama-sama mengalami sistem pemerintahan demokrasi parlamenter, Indonesia dibawah Sukarno, Korea Selatan dibawah Syngman Rhee.Sebelum Korea dijajah oleh Jepang, seperti juga di Indonesia, kegiatan perdagangan

Page 46: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

kurang dianjurkan.Korea Selatan dan Indonesia sama-sama dipimpin oleh presiden yang berlatarbelakang militer. Korea Selatan dipimpin oleh Jenderal Park Chung-Hee semantara Indonesia dipimpin oleh Jenderal Soeharto.KEKUATAN DAN KELEMAHAN PEMBANGUNAN INDONESIA, KHUSUSNYA PERAN NEGARAKekuatan PembangunanKekuatan pembangunan yang mestinya dapat dimanfaatkan oleh negara dalam proses pembangunan di Indonesia adalah sebagai berikut:Optimalisasi potensi sumber daya alam yang melimpah, baik pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, minyak bumi dan hasil tambang lainnya.Potensi komoditi perkebunan yang pada saat penjajahan merupakan lokomotif pembangunan yang diekspor memenuhi pasar dunia, adalah kenyataan yang apabila dapat dikelola secara profesional akan merupakan salah satu penghasil devisa yang cukup besar contoh saat ini: minyak kelapa sawit.Potensi hasil laut, belum sepenuhnya dimanfaatkan, demikian pula dengan potensi hutan. Apabila negara dapat mendorong industri berbasis produk kayu, ikan dan hasil laut lai9nnya, melalui suatu pola pengembangan terpadu, maka efek ganda yang timbul demikian besar dan luar, antara lain: peningkatan pendapatan nelayan lokal, sekaligus perluasan lapangan usaha/kerja dan pengentasan kemiskinan (umumnya nelayan kecil di Indonesia, miskin). Demikian pula dengan hasil hutan, khususnya kayu yang apabila diolah hingga produk hilir akan merupakan potensi komoditi ekspor yang besar, sekaligus menciptakan lapangan usaha/kerja.Potensi minyak bumi, belum sepenuhnya dieksploitasi, dan diolah di dalam negeri. Apabila negara konsisten dengan suatu strategi khusus dana optimalisasi eksplorasi minyak bumi, dan pengolahan minyak dalam negeri, maka peran Indonesia sebagai pengekspor minyak akan tetap dapat ditingkatkan, dengan nilai tambah yang lebih, ditengah kriris akibat tingginya harga BBM seperti saat ini, mestinya peluang emas itu dapat dinikmati.Kemandirian NegaraWalaupun Indonesia merupakan negara yang majemuk, dari segi suku, agama, dan terdiri dari pulau-pulau yang tersebar, namun belajar dari pengalaman sejarah sejak kemerdekaan, peran negara dalam penciptaan iklim demokrasi da persatuan bangsa, walaupun melalui aneka tantangan, tetapi masih merupakan salah satu modal bagi pembangunan yang berkelanjutan.Posisi negara yang relatif kuyat dalam menghadapi masyarakat sipil yang dinamis dan majemuk merupakan aspek strategis yang dibutuhkan bagi pembangunan.Membangun struktur negara yang lebih kuat/kemandirian negara juga meliputi upaya pemberantasan korupsi (OB Rente) mengarah ke OB Pembagunan, dengan menumbuhkan kelompok wirausaha yang tangguh.Rekapitulasi dan akibat dari pencampuran pelbaghai faktor tersebut di atas, khususnya antara negara sebagai subjek dan kondisi struktural lingkungannya ke arah positif akan mendorong ke arah pembangunan yang lebih baik.Kelemahan PembangunanKebijakan pembangunan oleh negara masih kurang mendukung sektor pertanian (sementara 80 % penduduk bekerja di sektor ini) padahal justru sektor primer inilah yang

Page 47: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

pada waktu lalu diandalkan oleh pemerintah penjajah dan bahkan berhasil menembus pasar dunia. Dampak negatif yang terasa saat ini adalah beberapa tahun lalu Indonesia masih mengimpor beras, saat ini praktis komoditi jagung dan kacang kedele sebagian besar masih diimpor dari Amerika. Indonesia terlalu cepat ingin melompat ke industrialisasi yang high technology pada era tahun1980-an dan 1990-an, dan sektor pertanian terabaikan.Potensi gas dan bahan bakar minyak bumi, yang sehak lama merupakan andalan ekspor, kurang mendapat perhatian, hingga saat ini Indonesia menjadi penimpor BBM dengna harga yang tinggi. Pendapatan yang diperoleh oleh karena naiknya harga minyak dunia pada era 1970-an dan 1980-an tidak dimanfaatkan secara baik, bahkan dimanfaatkan oleh birokrat yang korup dan kroni-kroni pengusaha yang dekat dengan penguasa serta menguntungkan sekelompok pengusaha tertentu. Seyogyanya “rejeki mumpung” tersebut dimanfaatkan untuk terus mengeksploitasi potensi gas dan minyak bumi, dan apabila itu terlaksana, maka saat ini di mana harga minyak dunia meningkat tajam, pendapatan negara akan meningkat secara signifikan.Pada era 1970-an, di mana pertumbuhan ekonomi mencapai 8% dengan nilai absolut GDP yang tinggi, namun pembagian kue pembangunan tetap belum merata, mereka yang “di atas” memperoleh lebih banyak dari pada rakyat miskin yang di bawah (masih terjadi kesenjangan).Kebijakan negara yang mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan fokus pada pertumbuhan proyek-proyek besar dengan harapan akan menetas ke bawah (trickle down effect) ternyata merupakan kebijakan dan harapan semu. Dampak dari kelemahan strategi negara tersebut ialah semakin tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran, dan semakin kuatnya segelintir pengusaha tertentu yang memperoleh fasilitas/ kemudahan.Salah satu dampak dari akumulasi kebijakan negara tersebut di atas maka status negara tetap belum beralih dari OB Rente ke OB Pembangunan, sebagaimana yang terjadi di Korea Selatan. Kelemahan utama adalah pada birokrasi pemerintah yang justru memanfaatkan kondisi bagi kepentingan pribadi para pemimpin. Sehingga fungsi negara untuk mensejahterakan rakyat terabaikan. Titik lemah terletak pada birokrasi pemerintahan yang lemah dan korup.Diposting oleh Wilson M.A. Therik di 9:07 AM

Page 48: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

======================== http://www.ekonomirakyat.org/index.php [Artikel - Th. I - No. 7 - September 2002]

Mubyarto EKONOMI KERAKYATAN DALAM ERA GLOBALISASI

Banyak orang berpendapat bahwa sejak krismon 1997 Indonesia telah men jadi korban arus besar "globalisasi" yang telah menghancur-leburkan sendi-sendi kehidupan termasuk ketahanan moral bangsa. "Diagnosis" tersebut menurut pendapat kami memang benar dan kami ingin menunjukkan di sini bahwa kecemasan dan keprihatinan kami sendiri sudah berumur 23 tahun sejak kami menyangsikan ajaran-ajaran dan paham ekonomi Neoklasik Barat yang memang cocok untuk menumbuhkan ekonomi (ajaran efisiensi) tetapi tidak cocok untuk mewujudkan pemerataan (ajaran keadilan). Pada waktu itu (1979) kami ajukan ajaran ekonomi alternatif yang kami sebut Ekonomi Pancasila. Pada tahun 1981 konsep Ekonomi Pancasila dijadikan "Polemik Nasional" selama 6 bulan tetapi selanjutnya digemboskan dan ditenggelamkan.

Kini 21 tahun kemudian, kami mendapat banyak undangan ceramah/seminar

Page 49: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

tentang ekonomi kerakyatan yang dianggap kebanyakan orang merupakan ajaran baru setelah konsep itu muncul secara tiba-tiba pada era reformasi. Kami ingin tegaskan di sini bahwa konsep ekonomi kerakyatan bukan konsep baru. Ia merupakan konsep lama yaitu Ekonomi Pancasila, namun hanya lebih ditekankan pada sila ke 4 yaitu kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Inilah asas demokrasi ekonomi sebagaimana tercantum pada penjelasan pasal 33 UUD 1945, yang oleh ST MPR 2002 dijadikan ayat 4 baru.

Mengapa tidak dipakai konsep Ekonomi Pancasila? Sebabnya adalah kata Pancasila telah "dikotori" oleh Orde Baru yang memberi tafsiran keliru dan selanjutnya "dimanfaatkan" untuk kepentingan penguasa Orde Baru. Kini karena segala ajaran Orde Baru ditolak, konsep Ekonomi Pancasila juga dianggap tidak pantas untuk disebut-sebut lagi.

Pada buku baru yang kami tulis di AS bersama seorang rekan Prof. Daniel W. Bromley "A Development Alternative for Indonesia", bab 4 kami beri judul The New Economics of Indonesian Development: Ekonomi Pancasila, dengan isi (1) Partisipasi dan Demokrasi Ekonomi, (2) Pembangunan Daerah bukan Pembangunan di Daerah, (3) Nasionalisme Ekonomi, (4) Pendekatan Multidisipliner dalam Pembangunan, dan (5) Pengajaran Ilmu Ekonomi di Universitas.

Kesimpulan kami tetap sama seperti pada tahun 1979 yaitu bahwa hanya dalam sistem Ekonomi Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat dicapai yaitu melalui etika, kemanusiaan, nasionalisme, dan demokrasi/kerakyatan. Berikut kami sampaikan terjemahan bab terakhir (bab 5) Summary and Implications dari buku kami tersebut.

Ringkasan dan Implikasi Kami telah menelusuri sejumlah masalah yang sungguh memprihatinkan. Kegusaran utama kami adalah bahwa kebijaksanaan pembangunan Indonesia telah dipengaruhi secara tidak wajar dan telah terkecoh oleh teori- teori ekonomi Neoklasik versi Amerika yang agresif khususnya dalam ketundukannya pada aturan-aturan tentang kebebasan pasar, yang keliru menganggap bahwa ilmu ekonomi adalah obyektif dan bebas nilai, yang menunjuk secara keliru pada pengalaman pembangunan Amerika, dan yang semuanya jelas tidak tepat sebagai obat bagi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia dewasa ini.

Pakar-pakar ekonomi Indonesia yang memperoleh pendidikan ilmu ekonomi "Mazhab Amerika", pulang ke negerinya dengan penguasaan peralatan teori ekonomi yang abstrak, dan serta merta merumuskan dan menerapkan kebijakan ekonomi yang mnghasilkan pertumbuhan, yang menurut

Page 50: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

mereka juga akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi rakyat dan bangsa Indonesia.

Para "teknokrat" ini bergaul akrab dengan pakar-pakar dari IMF dan Bank Dunia, dan mereka segera tersandera ajaran dogmatis tentang pasar, dengan alasan untuk menemukan "lembaga dan harga-harga yang tepat", dan selanjutnya menggerakkan mereka lebih lanjut pada penelitian-penelitian dan arah kebijaksanaan yang memuja-muja persaingan atomistik, intervensi pemerintah yang minimal, dan menganggung-agungkan keajaiban pasar sebagai sistem ekonomi yang baru saja dimenangkan. Doktrin ini sungguh sangat kuat daya pengaruhnya terutama sejak jatuhnya rezim Stalin di Eropa Tengah dan Timur dan bekas Uni Soviet. Nampaknya sudah berlaku pernyataan "kini kita semua sudah menjadi kapitalis". Sudahkah kita sampai pada "akhir sejarah ekonomi?". Belum tentu.

Keprihatinan kita yang kedua adalah bahwa pertumbuhan pendapatan nasional per kapita sebenarnya merupakan indikator paling buruk dari kemajuan serta pembangunan ekonomi dan sosial yang menyeluruh. Bagi mereka yang bersikukuh bahwa Indonesia harus terus mengejar pertumbuhan ekonomi sekarang, dan baru kemudian memikirkan pembagiannya dan keberlanjutannya, kami ingin mengingatkan bahaya keresahan politik yang sewaktu-waktu bisa muncul. Kami secara serius menolak pendapat yang demikian. Suatu negara yang kaya dan maju berdasarkan sebuah indikator, jelas bukan negara yang ideal jika massa besar yang terpinggirkan berunjuk rasa di jalan-jalan. Keangkuhan dari pakar-pakar ekonomi dan komitmen mereka pada kebijakan ekonomi gaya Amerika merupakan kemewahan yang tak dapat lagi ditoleransi Indonesia. Praktek-praktek perilaku yang diajarkan paham ekonomi yang demikian, dan upaya mempertahankannya berdasarkan pemahaman yang tidak lengkap dari perekonomian, hukum, dan sejarah bangsa Amerika, mengakibatkan terjadinya praktek-praktek yang keliru secara intelektual yang harus dibayar mahal oleh Indonesia. Komitmen pada model-model ekonomi abstrak dan kepalsuan pengetahuan tentang proses pembangunan, mengancam secara serius keutuhan bangsa dan keserasian politik bangsa Indonesia yang lokasinya terpencar luas di pulau-pulau yang menjadi rawan karena sejarah, demografi, dominasi dan campur tangan asing, dan ancaman globalisasi yang garang. Kami khawatir Indonesia telah menukar penjajahan fisik dan politik selama 3½ abad, dengan 3½ dekade "imperialisme intelektual". Sungguh sulit membayangkan kerugian yang lebih besar lagi.

Gerakan Anti Globalisasi Dalam 13 tahun terakhir sejak "Washington Concensus" [2] (1989) mengkoyak-koyak perekonomian negara-negara berkembang dari mulai Amerika Latin, bekas Uni Soviet, dan negara-negara Asia Timur, di mana-

Page 51: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

mana muncul gerakan untuk melawannya, yang disebut gerakan anti- globalisasi. Gerakan ini mengadakan unjukrasa (demonstrasi) menentang pertemuan-pertemuan WTO, IMF, dan Bank Dunia, mulai dari Seattle (1999), Praha (2000), sampai di Genoa Italia (2001). Dan berbagai LSM tingkat dunia (NGO) menerbitkan buku-buku yang menganalisis secara ilmiah. Terakhir terbit buku Joseph Stiglitz, Globalization and Its Discontents (Norton, 2002) yang diresensi di mana- mana karena Stiglitz kebetulan adalah penerima hadiah Nobel Ilmu Ekonomi 2001 dan justru pernah menjadi Wakil Presiden Senior Bank Dunia (1997-2000).

Washington Consencus adalah judul sebuah "kesepakatan" antara IMF, Bank Dunia, dan Departemen Keuangan Amerika Serikat yang tercapai di Washington DC berupa resep mengatasi masalah ekonomi negara-negara Amerika Latin yang dirumuskan oleh John Williamson sekitar tahun 1989 yaitu 10 kebijakan/strategi: (1) fiscal discipline, (2) A redirection of public expenditure priorities towards fields with high economic returns and the potential to improve income distribution, such as primary health care, primary education, and infrastructure, (3) Tax reform (to lower marginal tax rates and broaden the tax base), (4) Interest rate liberalization, (5) A competitive exchange rate, (6) Trade liberalization, (7) Liberalization of FDI inflows, (8) Privatization, (9) Deregulation (in the sense of abolishing barriers to entry and exit), dan (10) Secure property rights.

Dari segi teori, perlawanan terhadap "imperialisme intelektual" ilmu ekonomi Neoklasik sudah lebih lama meskipun juga menjadi lebih relevan dan legitimate (syah) sejak "Washington Consensus". Selanjutnya Paul Ormerod (The Death of Economics, 1992) menyatakan ilmu ekonomi Neoklasik ortodoks harus dianggap sudah mati, dan Steve Keen "mene lanjanginya" dalam Debunking Economics (2001).

Di Indonesia perlawanan terhadap teori ekonomi Neoklasik dimulai tahun 1979 dalam bentuk konsep Ekonomi Pancasila, tetapi karena pemerintah Orde Baru yang didukung para teknokrat (ekonomi) dan militer begitu kuat, maka konsep Ekonomi Pancasila yang dituduh berbau komunis lalu dengan mudah dijadikan musuh pemerintah, dan masyarakat seperti biasa mengikuti "arahan" pemerintah agar konsep Ekonomi Pancasila ditolak. Namun reformasi 1997-98 menyadarkan bangsa Indonesia bahwa paradigma ekonomi selama Orde Baru memang keliru karena tidak bersifat kerakyatan, dan jelas-jelas berpihak pada kepentingan konglomerat yang bersekongkol dengan pemerintah. Maka munculah gerakan ekonomi kerakyatan yang sebenarnya tidak lain dari sub-sistem Ekonomi Pancasila, tetapi karena kata Pancasila telah banyak disalahgunakan Orde

Page 52: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Baru, orang cenderung alergi dan menghindarinya. Jika Ekonomi Pancasila mencakup 5 sila (bermoral, manusiawi, nasionalis, demokratis, dan berkeadilan sosial), maka ekonomi kerakyatan menekankan pada sila ke-4 saja yang memang telah paling banyak dilanggar selama periode Orde Baru.

UGM telah memutuskan membuka Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) untuk menghidupkan kembali tekadnya mengembangkan sistem Ekonomi Panca sila yang berawal pada tahun 1981 ketika Fakultas Ekonomi UGM mencuatkan dan menggerakkan pemikiran-pemikiran mendasar tentang moral dan sistem ekonomi Indonesia. Pendirian Pusat Studi Ekonomi Pancasila dimaksudkan untuk benar-benar mengkaji dasar-dasar moral, ilmu, dan sistem ekonomi yang sesuai dengan ideologi Pancasila, karena UGM sudah lama dikenal sebagai pengembang gagasan Pancasila dan sudah memiliki Pusat Studi Pancasila.

Sistem Ekonomi Kerakyatan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Pemihakan dan perlindungan ditujukan pada ekonomi rakyat yang sejak zaman penjajahan sampai 57 tahun Indonesia merdeka selalu terpinggirkan. Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi nasional yang berkeadilan sosial adalah berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya.

Moral Pembangunan yang mendasari paradigma pembangunan yang berkeadilan sosial mencakup:

peningkatan partisipasi dan emansipasi rakyat baik laki-laki maupun perempuan dengan otonomi daerah yang penuh dan bertanggung jawab; penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi; pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural. pencegahan kecenderungan disintegrasi sosial; penghormatan hak-hak asasi manusia (HAM) dan masyarakat; pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi.

Srategi pembangunan yang memberdayakan ekonomi rakyat merupakan strategi melaksanakan demokrasi ekonomi yaitu produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dan di bawah pimpinan dan penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih diutamakan ketimbang kemakmuran orang seorang. Maka kemiskinan tidak dapat ditoleransi sehingga setiap kebijakan dan program pembangunan harus memberi manfaat pada mereka yang paling miskin dan paling kurang sejahtera. Inilah pembangunan generasi mendatang sekaligus memberikan jaminan

Page 53: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

sosial bagi mereka yang paling miskin dan tertinggal.

Kesimpulan Globalisasi bukan momok tetapi merupakan kekuatan serakah dari sistem kapitalisme-liberalisme yang harus dilawan dengan kekuatan ekonomi- politik nasional yang didasarkan pada ekonomi rakyat. Semasa krismon kekuatan ekonomi rakyat telah terbukti mampu bertahan. Ekonomi rakyat benar-benar tahan banting. Survey Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (Sakerti) 3 (Juni – Desember 2000) membuktikan hal itu dengan menunjukkan 70% rumah tangga meningkat standar hidupnya. Krismon memang lebih menerpa orang-orang kota dan menguntungkan orang- orang desa. Bagi kebanyakan orang desa tidak ada krisis ekonomi. Kesan krisis ekonomi memang dibesar-besarkan oleh mereka yang tidak lagi mampu "berburu rente" (rent seekers) yang bermimpi masih dapat kembalinya sistem ekonomi "persaingan monopolistik" yang lebih menguntungkan sekelompok kecil orang/pengusaha kaya tetapi merugikan sebagian besar golongan kecil ekonomi rakyat.

Ke-Indonesia-an

SYNERGY OF PERTAMINA-MEDCO: TOWARD TO WORLD-CLASS OIL   COMPANY

Rumors about such a synergy plan of Pertamina and MedcoEnergy have spread since the last several months. These two corporations are increasingly mentioned in some news and energy magazines in Indonesia. Actually, it was also confirmed by Arifin Panigoro (Founder of Medco) in end October 2008 that Medco was possibility for have a synergy

Page 54: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

with Pertamina to stimulate the state oil and gas company to become a world-class company. There are three optional synergy plans that can be chosen by them, it could be acquisition, merger, or joint operation based only on certain project area.

Merger, acquisition, or joint operation of each business companies are ordinary things to keep on the continuity of companies. A merger occurs when two companies combine to form a single company. A merger is very similar to an acquisition or takeover, except that in the case of a merger existing stockholders of both companies involved retain a shared interest in the new corporation. By contrast, in an acquisition one company purchases a bulk of a second company’s stock, creating an uneven balance of ownership in the new combined company. And joint operation occurs when two or more companies just temporary doing specific project until it finished.

There are some examples for this synergy plan in oil and gas industry. Acquisition occurs in BP and ARCO or Chevron and Texaco where eventually we know only left as BP and Chevron today. And merger ever happens to Exxon Oil and Mobil Oil or Conoco Oil and Phillips Oil. Until now, we know that both names are remaining affixed to ExxonMobil or ConocoPhillips. Joint operation happened to Pertamina and ExxonMobil to operate Cepu Block in Indonesia. All these entire sample synergy plans happens depend on situation and also by certain purpose each companies.

As is well known, Pertamina is placed in second rank in oil production after Chevron Company and gas production after Total Company. This company has reached 191 mbopd (million barrel oil per day) and 1450 mmscfd (million standard cubic feet per day) of gas until august 2010. It’s only oil company have production increase when other company has decrease in their production in several years. Medco has reaching 30 thousand bopd and gas reaching 145 mmscfd. In addition, Medco has a network business in exploration and production overseas, from USA and some countries in Middle East area. No other words to say, synergy plan between these companies will push Pertamina into becoming a world class company like other state oil companies in other Asian companies.

Now the question, what is appropriate choice of cooperation option for synergy plan of Pertamina-Medco? To able develop Pertamina rapidly, acquisition is more appropriate than merger and joint operation. If it can materialize, Pertamina will not only potentially grow in performance of production, but also in assets and network. This company can increase profit and will easy to expanding the overseas oil business. But actually, Medco will disappear from oil and gas industry in Indonesia.

However, merger is second choice for synergy plan after acquisition, if Medco isn’t willing and Pertamina not ready for acquisition for now.  Pertamina should choose this option, because these companies will acquire profit and risk business equally, although it can’t grow Pertamina rapidly as same as acquisition choice. Merger can grow both companies potentially, if they can combine their strength to expand their business to all Middle East area, whose reserves reach 716 billion barrel. It will be an origin appears of merger between a state oil company and a private oil company in Indonesia.

Page 55: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

How about Joint Operation? Looking the intensive process these companies, it seems to be small opportunity choice for Pertamina-Medco synergy plan. Moreover, these companies had in fact to do it a long time ago in Donggi Senoro gas in Central Sulawesi.

Moreover, with the revised Law No. 21/2001 issue and the spirit of Article 33 of the 1945, actually synergy plan between Pertamina and Medco has great opportunity and answer a doubt some parties that Pertamina can become a world class company not only for this country but also be an international player by its business in various countries.

 

Written by:

Ryan Alfian Noor

Writer is Student of Petroleum Engineering ITB 2006

 

 

Oktober 26, 2010 | Categories: Ke-Indonesia-an | Tinggalkan komentar »

Membangunkan Macan Asia Yang Kini Tertidur   Pulas

Jika menukil sejarah persepakbolaan Indonesia berpuluh-puluh tahun yang silam, sebenarnya Indonesia memiliki sejarah yang cukup gemilang dalam ajang piala dunia. Indonesia merupakan bagian dari perlehatan bergengsi dan berkelas itu, dengan nama Hindia-Belanda di tahun 1938. Disana, Indonesia tercatat sebagai negara Asia pertama yang masuk ke Piala Dunia. Dengan campuran pemain Belanda, Jawa, Ambon, Tionghoa dan pribumi lainnya, tim ini menggoreskan sebuah semangat sejarah yang tak mungkin dilupakan oleh bangsa Indonesia saat ini.

Sejalan dengan waktu, persepakbolaan Indonesia semakin berkembang. Tercatat pada tahun 1950-an, Indonesia mencatat prestasi di kancah ASEAN GAMES, Olimpiade, dan kualifikasi Piala Dunia. Hegemoni sepakbola Indonesia mulai beralih ke kawasan Asia Tenggara pada tahun 1970-an pada turnamen antarnegara dan SEA Games. Mulai dari sinilah gelar “Macan Asia” disemat oleh Indonesia karena berbagai prestasinya yang semakin menukik.

Namun tampaknya prestasi tim sepakbola Indonesia mulai mandek semenjak memenangi medali emas SEA Games 1991. Bisa dikatakan, itulah prestasi tertinggi yang diraih Merah-Putih hingga detik ini. Peringkat Indonesia di daftar Asosiasi Federasi Sepak Bola Internasional pun juga semakin jeblok. Jika ditilik dalam satu tahun terakhir, Indonesia

Page 56: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

berada pada posisi ke-135 pada tahun 2010. Posisi ini turun jauh dibandingkan tahun 2003, dimana Indonesia ada di posisi ke-91. Maka pantaslah jika Indonesia kini disebut sebagai Macan Asia yang tertidur.

“Sebenarnya permasalahan apa yang terjadi pada dunia persepakbolaan Indonesia?” Tentu ini menjadi pertanyaan yang hinggap di benak ratusan juta bangsa ini. Jika dipilah-pilah, setidaknya ada beberapa hal reformatif yang bisa dilakukan bangsa ini jika menginginkan tim sepakbola yang kompetitif.

Yang pertama adalah pembinaan tim sepak bola Indonesia usia muda yang berkelanjutan, seperti halnya Australia dan Jepang yang notabene telah masuk alam ajang piala dunia. Sampai saat ini belum ada arah yang jelas arah pembinaannya. Hal ini terlihat jelas dengan pengadaan ajang kompetisi yang cenderung apa adanya dan tidak profesional. Padahal sudah jelas bahwa persoalan mendasar dari tim junior Indonesia adalah teknik dasar yang masih lemah.

Hal kedua yang harus dilakukan adalah merealisasikan pemusatan latihan bertaraf international di dalam negeri. Sebenarnya hal ini sangat memungkinkan dilakukan Indonesia mengingat negeri ini seringkali menginvestasikan jutaan dolarnya untuk mengirimkan sebuah timnas untuk belajar dan berlatih ke luar negeri 2 sampai 4 tahun. Dengan adanya akademi latihan yang lengkap ini, kontinuitas peningkatan kualitas pemain  dapat terus terjaga dari generasi ke generasi.

Hal reformatif berikutnya adalah meningkatkan iklim bisnis Indonesia yang menjangkau sepakbola. Di Indonesia, sepakbola belum dianggap sebagai lahan industri yang bisa menghasilkan keuntungan besar. Padahal dengan hadirnya sepakbola menjadi industri besar di Indonesia, akan menjadikan posisi tawar persepakbolaan Indonesia di mata Asia Football Confederation (AFC) meningkat. Dengan demikian, peluang klub Indonesia bermain di ajang Liga Champion Asia akan semakin lebar. Tentu hal ini akan meningkatkan performa dan kualitas pemain-pemain Indonesia agar lebih kompetitif.

Hal reformatif terakhir yang harus dilakukan adalah organisasi yang memegang kuasa penuh atas perkembangan dunia persepakbolaan Indonesia. Hal ini harus dilakukan mengingat masih banyaknya jajaran pengurus pusat dan daerah PSSI yang memegang jabatan ganda di klub masing-masing. Tak jarang, konflik kepentingan muncul mewarnai organisasi tersebut disaat prestasi sepakbola Indonesia sangat merosot. Padahal untuk membentuk tim sepakbola kompetitif juga diperlukan organisasi yang sehat dengan pengurus yang bersih dan profesional.

Memang semua hal reformatif bukan semudah membalik telapak tangan. Perlu jangka waktu yang panjang dan dukungan penuh semua pihak, jika memang bangsa ini mau menyabet kembali gelar “Macan Asia” yang hilang,

Oleh:

Ryan Alfian Noor

Page 57: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Mahasiswa Teknik Perminyakan ITB 2006

*Tulisan ini pernah nangkring di Harian Seputar Indonesia pada hari Rabu 13 Oktober 2010

Oktober 16, 2010 | Categories: Ke-Indonesia-an | 1 Komentar »

Meneropong Masa Depan Perminyakan   Indonesia

Sudah ada banyak tulisan yang telah menguak tentang sains perminyakan (maknanya, cara pembentukannya, jenisnya, dll) dan analisis perminyakan (analisis energi, analisis ekonomi, dll). Namun kali ini, saya ingin meneropong lebih jauh tentang masa depan perkembangan “Teknik Perminyakan”, dari sisi prakteknya dilapangan dan serta peluang diversifikasi ilmunya di Indonesia. Bagaimanapun juga, hal ini menjadi penting untuk dipelajari karena negeri ini kaya dengan sumber migasnya. Jika ilmu Teknik Perminyakan tidak mengakselerasi perkembangannya, maka tantangan energi bangsa ini tidak akan pernah terjawab.

Berkaca dari sejarahnya, ilmu Teknik Perminyakan mulai tumbuh kembang saat Kolonel Drake yang mengebor lapisan tanah di Titusville di Pennsylvania. Sejak saat itulah ilmu itu terus menggeliat hingga memiliki kurikulum terstandar dalam dunia universitas atau institut dengan judul “Petroleum Engineering”, yang tak lain dan tak bukan lahir dari ilmu geologi yang telah berkembang cukup pesat sebelumnya. Bisa dikatakan, hingga kini ilmu Teknik Perminyakan masih “balita” karena baru berumur sekitar dua abad. Hal ini bisa dibandingkan dengan ilmu matematika, filsafat, ekonomi, dan politik yang kini telah dewasa karena telah berkembang selama beratus-ratus abad yang lalu.

Sebenarnya makna “Petroleum Engineering” tidak mengikat fokus pada dunia perminyakan saja (berbeda dengan bahasa Indonesia, “Teknik Perminyakan” memiliki arti seolah hanya berfokus pada pengambilan minyak saja). “Petroleum” bermakna fluida hidrokarbon yang ada didalam lapisan geologi didalam permukaan bumi. Dan hidrokarbon pun bisa berbentuk gas, minyak, dan minyak berat sesuai dengan komposisinya. Jadi ketika berbicara tentang teknik perminyakan, maka kita tidak hanya berbicara tentang pengambilan minyak saja. Pengambilan gas pun juga menjadi bagian dari ilmu ini karena dari segi teknis hampir sama dengan mengambil minyak.

Hingga kini, Ilmu Teknik Perminyakan masih terus mengakselerasi perkembangannya. Walaupun ada banyak bidang Teknik Perminyakan saat ini, tapi secara umum ilmu ini bisa dibagi kedalam ketiga sub-teknik: Teknik Reservoir, Teknik Pengeboran, dan Teknik Produksi. Ketiga sub-teknik ini terus berkembang dengan paduan sistem terkomputerisasi dan teknologi saat ini. Maka tak heran, jika dulu kebanyakan pengerjaan proyek migas masih menggunakan tangan dan ketelitian mata, kini semua telah termanajemen rapi dalam sebuah komputer. Tampak pula sekarang berbagai macam software yang berlisensi atau yang bebas turut mempermudah pekerjaan seorang Engineer Teknik Perminyakan.

Page 58: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Belum lagi, perkembangan dunia simulasi numerik dari sebuah reservoir di sebuah computer, membuat kita seolah-olah dapat memprediksi apa saja yang akan terjadi di dalam bumi sana, tanpa kita harus kedalamnya.

Ilmu Teknik Perminyakan selalu berkembang dengan pesat terutama di negara-negara yang kaya dengan sumber migas. Kita bisa mengambil contoh di Amerika, Eropa, dan Negara Timur Tengah yang memiliki sederet nama kampus yang terdapat jurusan “Petroleum Engineering” didalamnya. Perkembangan ilmu Teknik Perminyakan negara-negara itu ditopang oleh kebutuhan industri eksplorasi dan eksploitasi migas yang memang diminta oleh pemerintah untuk bisa memenuhi energi di negaranya.

Lantas bagaimana dengan Indonesia? Sebenarnya ilmu Teknik Perminyakan Indonesia juga berkembang pesat seperti negara-negara kaya migas lainnya. Sampai sejauh ini, telah sudah ada beberapa kampus yang memasukan ilmu Teknik Perminyakan didalam salah satu kategori jurusannya. Kampus tersebut adalah ITB, UPN, Univ. Trisakti, dan beberapa STT Migas yang tersebar di seantero di Indonesia. Secara umum, kampus-kampus tersebut memang getol sekali menelurkan alumni-alumninya untuk berkontribusi dalam industri migas yang ada di Indonesia, baik perusahaan nasional atau asing.

Berbicara ihwal perkembangan ilmu Teknik Perminyakan ini, perlu kiranya kita kaitkan dengan realita sumber migas yang ada di Indonesia ini. Dalam salah satu sumber telah disebutkan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki 60 cekungan sumber migas yang terbentang di sepanjang pantai barat Sumatera termasuk di Laut Cina Selatan, pantai utara Jawa dan berbelok ke selat Makasar, yaitu di sepanjang pantai barat Kalimantan (Sumber: IAGI, 2006). 60 cekungan ini dirinci lagi menjadi 38 basin telah dieksploitasi, yang 15 di antaranya telah berproduksi, 11 belum produksi, dan dalam tahap eksploitasi, dan masih ada 22 basin lagi yang belum dieksploitasi hingga sekarang. Walhasil, saat ini produksi minyak mengalami degradasi terus-menerus sejak tahun 2000. Rupanya era keemasan produksi minyak Indonesia dari tahun 1976-2000 telah berlalu karena stagnansi eksploitasi basin Indonesia.

Efek domino yang bisa dirasakan saat ini adalah perkembangan dunia migas di Indonesia menjadi terhambat. Hal ini ditandai dengan menurunnya pendapatan negara yang berasal dari sektor migas. Selain itu, industri migas mulai berancang-ancang untuk melakukan pembatasan jumlah karyawan karena belum adanya lapangan baru untuk dieksploitasi. Belum lagi ditambah dengan faktor politis sumber migas yang jadi rebutan negara adidaya dan isu hangat PSC Indonesia yang masih belum surut hingga kini. Sebenarnya solusi permasalahan ini dapat dipandang dari berbagai sisi. Namun semuanya akan berpulang lagi pada perkembangan ilmu Teknik Perminyakan itu sendiri, kemudian baru berlanjut pada SDM yang berkualitas dan modal yang mumpuni.

Mari kita melihat sekilas sumber energi dalam permukaan bumi Indonesia lainnya, yang proses mengambilnya mirip dengan proses mengambil migas. Adalah non konvensional gas (coalbed methane dan gas hydrate) dan geotermal yang memiliki prospek masa depan energi yang potensial di Indonesia. Walaupun pengenalan kedua ilmu itu belum terlalu populer di Indonesia, namun secara perlahan mulai menunjukan

Page 59: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

perkembangannya. Hal ini ditandai dengan diadakannya mata kuliah Teknik Panas Bumi dan Unconventional Hydrocarbon Recovery sebagai mata kuliah baru di Teknik Perminyakan kampus Indonesia, khususnya ITB. Kedepannya, mata kuliah yang berkaitan dengan hal ini sebaiknya diperbanyak, dan adalah sebuah keniscayaan suatu saat akan menjadi disiplin ilmu tersendiri di kampus yang nantinya akan menjadi interdisiplin dari ilmu  perminyakan.

Yang kedua adalah SDM yang berkualitas. Sudah kita ketahui bersama bahwa kampus merupakan lembaga pendidik dan penghasil manusia sesuai dengan tujuan kampusnya. Di Indonesia dikenal sebuah credo Tridharma Perguruan Tinggi: Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat, yang menjadi visi besar setiap kampus negeri ini. Jadi di perguruan tinggi manapun di Indonesia, kegiatannya selalu diarahkan pada pembangunan bangsanya. Dalam kaitannya dalam dunia perminyakan, tentu SDM yang dihasilkan haruslah bisa membangun kemandirian negara dari sektor energi. Dunia migas merupakan “lahan basah” untuk berkarir dan tidak bisa dipungkiri juga bahwa prospek gajinya sangat cerah. Tanpa adanya penanaman jiwa nasionalisme dan integritas pribadi pada calon alumni-alumninya, maka yang tercipta hanyalah manusia-manusia yang hanya mementingkan kepentingan pribadinya sendiri dan tidak memilikisense of belonging pada permasalahan energi bangsanya.

Selain itu, kampus juga harus bisa meningkatkan kapasitas para calon alumninya agar dapat unggul di kancah dunia internasional. Tidak diragukan lagi bahwa penguasaan bahasa asing, kepandaian berbicara di depan umum, kemampuan memimpin tim, merupakan beberapa softskill yang harus dimiliki para alumni Teknik Perminyakan agar bisa berkompetisi dan bersosialisasi dengan para rekannya. Yang menjadi rekan disini bukan hanya dari Indonesia saja, alih-alih sudah mencakup rekan dari seluruh tataran belahan dunia lainnya.

Dan yang terakhir dan tak kalah pentingnya adalah permasalahan modal. Modal sangat penting bagi kampus sebagai biaya riset dan penelitian. Memang hingga detik ini, kebanyakan soft-product (metode, analisis, atau laporan) yang dihasilkan para calon alumni Teknik Perminyakan masih terkendala dengan keterbatasan data yang dimiliki kampus. Belum lagi alat laboratorium yang sudah usang karena tak diganti sejak lama. Hal ini dimotori kurangnya asupan dana yang disuntikan oleh pihak-pihak yang bersangkutan seperti ikatan alumni, pemerintah, dan industri. Kedepannya, perlu dibentuk  sebuah komitmen jelas antara industri, pemerintah, dan pihak alumni dari Teknik Perminyakan sendiri untuk membangun proses riset dan penelitian yang baik di kampus. Apalagi jika arah riset dari kampus di bidang Teknik Perminyakan sendiri mulai diarahkan pada pembentukan hard-product yang dapat diaplikasikan langsung di lapangan dan bukan lagi hanya konsepsi tertulis diatas kertas saja. Tentunya, modal yang dibutuhkan tidaklah sedikit.

Akhirnya, saya ingin menutup tulisan saya ini dengan kata-kata John Naisbitt dalam salah satu bukunya. Dia mengatakan: “we must learn from the future in precisely the ways we have learned from the past”. Memang benar adanya bahwa kita harus belajar dari masa depan seperti kita belajar dari masa lalu. Masa emas produksi minyak Indonesia memang

Page 60: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

sudah lewat, tapi disana kita belajar dan menginstropeksi diri kita selama 24 tahun bagaimana cara mengelola minyak dengan baik hingga era kemandirian energi Indonesia itu pernah ada. Memang saat ini kita berada dalam kidung keterbatasan energi nasional kita sehingga mau tidak mau kita telah mengimpor minyak. Masa lalu telah mengajarkan banyak hal pada kita semua, untuk bisa membangun dan mengembangkan dunia petroleum Indonesia. Kita pasti bisa.

Oleh:

Ryan Alfian Noor

Mahasiswa S1 Teknik Perminyakan ITB 2006

September 2, 2010 | Categories: Ke-Indonesia-an, Uncategorized | Tinggalkan komentar »

Menjadi Aktivis Masa   Kini

Bung Karno, Bung Hatta, KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari, Ki Hadjar Dewantoro, Sutomo, Wahidin Sudirohusodo, Tjipto Mangunkusumo, Sjamsurijal, dan sederet nama aktivis lainnya, merupakan orang-orang yang senantiasa kreatif dalam mencari terobosan dalam menyiasati keadaan. Di tengah-tengah impitan pihak imperialis dan kolonialis, mereka sangat aktif memanfaatkan kesempatan untuk menjadikan bangsa ini merdeka, berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain.

Setiap masa memiliki nuansa permasalahannya sendiri. Lingkungan eksternal yang senantiasa berubah. Barangkali apa-apa yang dilakukan aktivis terdahulu tidak lagi cocok dengan realitas saat ini, mengingat permasalahan yang semakin kompleks dan teknologi semakin maju. Orang-orang yang hidup masa kini tetapi masih memakai cara berpikir masa lalu bisa-bisa akan terkena dampak yang diistilahkan oleh Alvin Tofler dengan nama “future shock”.

Menjadi aktivis pada zaman yang “musuh bersama”-nya sangat abstrak saat ini, memang butuh kreatifitas ekstra. Adanya kemampuan pihak suprastruktur (pemerintah) untuk menggeser-geser isu negara dengan cepat dan cantik, membuat para aktivis terkadang kelimpungan menghadapinya. Hal ini dilanjutkan dengan belum ditemukannya format baku gerakan aktivis pasca reformasi ini. Jika dulu para aktivis dapat melakukan terobosan gerakannya lewat momentum kemerdekaan, untuk mengusir para pemodal asing, untuk menggulingkan kediktatoran seorang pemimpin.Bisa jadi memang kita belum menemukan momentumnya, sehingga seakan kita terpecah dalam terobosan gerakan masing-masing “wadah” aktivis. Lantas bagaimana menyikapi hiruk-pikuk permasalahan era zaman kita? Apakah kita akan diam?

Page 61: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Kalau kita ingin biasa-biasa saja, maka janganlah membuat terobosan-terobosan apa-apa. Silakan statis dan monoton saja. Tetapi kalau suara kita mau didengar, kiprah kita mempengaruhi banyak orang dalam skala yang luas, sehingga kita “bukan aktivis biasa”, maka berbuatlah sesuatu. Manfaatkan media apapun secara positif karena kekuatan media adalah sangat luar biasa.

Sebagai contoh, kisah gugatan hukum Prita oleh sebuah Rumah Sakit Internasional di Indonesia tentu masih melekat kuat dibenak kita. Prita yang merasa dirugikan digugat hukum oleh pihak rumah sakit. Lewat opini yang dia lontarkan di media maya surat elektronik, Prita memantik dukungan masyarakat Indonesia lewat gerakannya yang bertajuk “gerakan koin peduli Prita”.

Akan halnya dengan kisah Jojo dan Sinta. Siapa kini yang tidak tahu mereka? Dua wanita yang merekam lipsync “Keong Racun” mendadak melontarkan keduanya sebagai orang-orang yang bahkan lebih popular ketimbang peserta kontes idol atau pencarian bakat yang terlembaga. Ternyata, hal sederhana yang tampil apik di media dapat menyebabkan dampak sistemik yang tak sekedar isapan jempol belaka.

Bang Alfan Alfian (Dosen Fisip UN) pernah mengatakan dalam salah satu tulisannya, bahwa jangan pernah terjebak, karena kita tidak suka substansinya, menyalahkan alatnya. Kalau kita tidak suka musik, jangan salahkan peralatan musiknya. Kalau Anda tidak suka konten-konten negatif situs-situs di internet, jangan salahkan internetnya. Manfaatkan saja “alat-alat” itu untuk kepentingan yang lebih positif.

Penggunaan media yang optimal harus diimbangi dengan “isi” yang mau hendak kita bawa. Bentuknya bisa tuangan pemikiran orisinalitas kita dalam bentuk tulisan atau bisa pula berupa penyuaraan opini lewat gerakan-gerakan inovatif atau karya yang telah dilakukan. Kalau tulisan atau gerakan yang kita lagi-lagi, biasa-biasa saja, tentu akan sulit dilirik media dan barangkali masyarakat pun sudah lelah melihat hal berulang dan terkesan itu-itu saja. Memang konten lewat kajian intelektual yang mendalam itu penting, tetapi metode atau cara penyampaian juga tak kalah pentingnya.

Adalah sebuah kebenaran bahwa bukan tugas aktivis saja untuk menyodorkan konsep-konsep finalnya dalam sebuah aksi, tetapi aksi apa pun juga memerlukan situasi medan yang dihadapi. Jadi, adalah sebaiknya aktivis jika mereka setidak-tidaknya mempunyai gambaran yang menyeluruh mengenai masalah-masalah pokok yang dihadapi negaranya. Tanpa big picture yang demikian itu, kita hanya akan kehilangan orientasi dan akhirnya hanya sekedar bertindak sebagai pemberi reaksi-reaksi spontan yang tidak akan berdampak fundamental dalam masyarakat.

Buat apa kita melakukan aksi berkarya? Buat apa kita melakukan aksi turun ke jalan? Buat apa ada aksi mengabdi masyarakat? Buat apa aksi melatih jiwa kewirausahaan kita? Pertanyaan-pertanyaan ini hanya bisa didapatkan ketika kita dapat menemukan titik temu intelektualitas kita dengan realitas masyarakat. Intelektualitas tanpa menyentuh sisi realitas hanya menjadi kajian belaka, dan realitas tanpa disentuh intelektualitas hanya akan menjadi permasalahan tak akan kunjung usai.

Page 62: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Oleh:

Ryan Alfian Noor

Mentri Koordinator Bidang 1 Kabinet KM ITB 2009-2010

Agustus 19, 2010 | Categories: Ke-Indonesia-an, Kemahasiswaan | Tinggalkan komentar »

Membangun Kota Madani   Berperadaban

Hakikat pembangunan kota yang baik adalah membangun masyarakat. Sebaik apapun sebuah kota, masyarakatlah yang akan menjadi penentu akan bertahan seberapa lama keutuhan kota tersebut. Untuk membangun kota yang baik, masyarakat harus berpendidikan dan moral yang baik. Dan untuk pembangunan kota yang lebih efektif, masyarakat harus melakukan pembelajaran sejarah masyarakat dunia yang telah berhasil membangun kotanya.

Pun demikian jika berbicara tentang kota madani. Kota madani diadaptasikan dari pembangunan kota madinah. Jika dirujuk pada sejarahnya, kota madinah berhasil membuat sebuah konstitusi dimana didalamnya terdapat produk politik yang terumuskan melalui kesepakatan berbagai unsur pluralisme kultural dalam masyarakat. Dari sini pula muncul sebuah sikap kosmopolit yang menjadi cikal bakal terbentuknya sebuah masyarakat yang terbuka dan demokratis. Kota madani sering dielu-elukan oleh kota abad 21 saat ini, karena konsep pembangunannya yang holistik, realistik, namun tidak meninggalkan unsur perbedaannya.

Setelah mengetahui sejarah, langkah selanjutnya yang harus difahami adalah modal, proses, dan tujuan pembangunan yang mengarah pada perekonomian yang baik, masyarakat yang baik, dan proses politik yang baik. Semuanya saling bergantung (interdependent) yang disebut oleh Bung Karno dengan masyarakat gotong royong. Jika hal ini benar-benar dapat diaplikasikan, maka pembangunan kota akan dapat menjadi lebih aman, nyaman, tentram, dan efisien.

Menurut World Bank, ada empat pilar modal yang diperlukan sebuah kota agar dapat melaksanakan sebuah proses pembangunan kota yang baik. Empat modal itu adalah modal alami, modal fisik, modal manusia, dan modal sosial. Dan semua modal tadi dipadukan dalam satu indikator yang bernama Gross Domestic Product (GDP). Semakin tinggi GDP sebuah kota, maka semakin produktif dan tumbuh ekonomi kota tersebut.

Untuk membangun kota madani berperadaban, parameter GDP tidaklah cukup. Pandangan ini terlalu sempit. Pembangunan masyarakat juga harus dipadu dengan peningkatan kualitas hidupnya. Dan untuk melakukannya, pemerintah tidak akan bisa

Page 63: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

melakukannya sendiri. Perlu ada campur tangan masyarakat  didalamnya untuk membantu pemerintah.

Berbicara tentang pemerintah, kota madani memerlukan pemimpin yang bersih jujur, adil, dan profesional untuk mengambil pilihan-pilihan sulit untuk membuat kota yang lebih baik. Pemimpin disini adalah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Koordinasi dan lebih mengutamakan kepentingan masyarakat adalah penting. Disinilah mental pemimpin akan diuji, apakah berhasil atau tidak.

Masyarakat yang hidup dalam nuansa kota yang demokratis pun harus aktif mengawasi pembangunan kotanya. Masyarakat harus mengingatkan pemerintahnya dengan cara-cara yang beretika dan bermoral. Hal ini harus didukung dengan peran kaum intelektual, pengusaha, dan media yang memberikan infrmasi yang menunjang kebenaran, kemajuan, dan persatuan.

Dalam bukunya, The Theory of Moral Sentiments (1754), Adam Smith memberikan sebuah argumentasi bahwa pemenuhan kepentingan pribadi (pure self interest) setiap warga harus diimbangi dengan pengendalian diri (self restraint) dari ambisiusitas dirinya. Disinilah fungsi besar pemerintah menjadi pengendalinya. Bukan hanya dengan hukum dan peradilan, namun juga dengan nilai-nilai religiusitas dan budaya luhur masyarakatnya sendiri.

Walaupun pada kenyataannya perekonomian yang baik, masyarakat yang baik, hukum yang baik, dan proses politik yang baik adalah dambaan semua elemen masyarakat yang hidup di kota madani, terkadang semua hal ini sulit tercapai. Ada banyak kasus dilapangan yang membuat satu hal dambaan tadi saling berlawanan dengan hal yang lainnya (trade-off). Untuk itu perlu ada upaya pemerintah dan masyarakat untuk merealisasikan pemerintahan, sektor swasta, dan masyarakat yang baik (good governance, good private sectors, dan good people).

Oleh:

Ryan Alfian Noor

Mentri Koordinator Pengembangan Karakter Kemahasiswaan Kabinet KM ITB

Agustus 12, 2010 | Categories: Ke-Indonesia-an | Tinggalkan komentar »

Page 64: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Refleksi Perkembangan MDGs Dunia dan   Indonesia

Diksi kata “Pembangunan” memiliki sebuah definisi yang sangat besar di dalamnya. Dalam KBBI telah disebutkan dengan gamblang bahwa kata “Pembangunan” merupakan proses berkelanjutan untuk bangkit. Kata “Bangun” atau sering pula diselaraskan dengan kata “Bangkit”, selalu dilekatkan secara personal pada seseorang atau secara komunal pada sebuah kumpulan orang, bisa itu masyarakat atau juga negara. Dalam perjalanannya, pembangunan akan menemui friksi-friksi eksternal yang akan menjadi inhibitor dan katalisator yang mempengaruhi waktu pencapaian keagungan visi dari pembangunan tersebut.

Page 65: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Untuk mencapai sebuah perdamaian dunia, paradigma pembangunan dalam level personal dan bangsa pun belumlah cukup. Di era milenium saat ini, pembangunan mestilah difokuskan pada pembangunan dalam level masyarakat globalisasi. Artinya kita berbicara tentang kehidupan bangsa-bangsa. Dan berbicara tentang permasalahan ini, saya ingin mengajak kita semua untuk mengingat sasaran pembangunan milenium yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2005 silam.  Indonesia dan 189 negara lainnya telah menyepakati 8 sasaran milenium, yakni:

1. Pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim2. Pemerataan pendidikan dasar3. Mendukung adanya persaman jender dan pemberdayaan perempuan4. Mengurangi tingkat kematian anak5. Meningkatkan kesehatan ibu6. Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya7. Menjamin daya dukung lingkungan hidup8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Di dunia kita hari ini, setiap hari delapan juta orang meninggal karena terlalu miskin untuk bertahan hidup. Sementara 1,1 milyar manusia, atau seperenam penduduk bumi, terpuruk dalam  apa yang disebut Jeffrey D.  Sach dalam The End of Poverty: Economic Possibilities for Our Time (2005) sebagai ”kemiskinan ekstrim”. Dunia kita sejatinya dipenuhi kemiskinan. Inilah lahan subur bagi konflik, permusuhan dan terorisme. Ladang kering dan tandus bagi perdamaian. Kemiskinan berlanjut pada merosotnya pemerataan pendidikan dan peningkatan mortalitas manusia. Tidak berakhir sampai disana, permasalahan penyebaran penyakit baru, rusaknya lingkungan hidup juga menjadi permasalahan yang tak kunjung usai.

Sasaran-sasaran ini membuat semua paradigma pembangunan sebuah negara menjadi berubah. Pembangunan yang tadinya berfokus pada kemakmuran sendiri, kini harus secara pasti bertransendensi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat global. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai macam usaha dunia yang mengarah pada sasaran Millennium Development Goals (MDGs) tersebut. Sebut saja misalnya Traktat Tokyo (1997) yang banyak ditentang oleh negara adidaya, hingga kini masih dipertahankan keberadaannya oleh negara berkembang. Ada lagi  solidaritas dari negara-negara selatan untuk mendesak negara-negara utara meningkatkan bantuan pembangunan bukan hutang, tanpa syarat dan berkualitas minimal 0,7 persen dan menolak ODA (official development assistance) yang tidak bermanfaat untuk negara tersebut.

Hal inilah yang benar-benar diperingatkan sejak lama oleh Adam Smith didalam bukunya Wealth of Nation (1776), bahwa dalam konteks kenegaraan, ambisi pribadi (self interests) harus diimbangi dengan moral yang baik sehingga dapat menahan nafsu dan ambisinya (self reliance). Bisa dibayangkan kalau hal itu tidak dilakukan, sudah tentu tidak akan ada pemerataan yang adil bagi semua negara-negara di dunia. Negara-negara yang kaya akan semakin kaya dan negara-negara miskin akan semakin berada di lembah kemiskinannya.

Page 66: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Lahirnya delapan butir sasaran MDGs ini menjadi pintu gerbang negara-negara dunia bisa mengendalikan ‘nafsu’ nya sekaligus memupuk kesadaran bahwa ada tanggung jawab untuk menjaga keutuhan dunia bersama. Sampai sekarang, negara-negara penggiat MDGs tetap bertahan menyuarakan seuran untuk mengambil langkah aksi guna mencapai semua sasaran tersebut. Komitmen nyata yang telah hadir adalah tergalangnya dana 16 miliar dolar AS, dengan sekitar 1,6 miliar dolar AS untuk meningkatkan keamanan pangan, 4,5 miliar dolar AS untuk pendidikan, dan 3 miliar dolar AS untuk mereduksi penyakit malaria.

Sekarang bagaimana dengan negara Indonesia? Indonesia termasuk negara yang sangat concern merealisasikan capaian 8 butir sasaran tadi.  MDGs telah menjadi referensi penting pembangunan di Indonesia, mulai dari tahap perencanaan seperti yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) hingga pelaksanaannya dibawah komando Bappenas. Walaupun mengalami berbagai kendala, namun pemerintah memiliki komitmen untuk mencapai sasaran-sasaran ini dan dibutuhkan kerja keras serta kerjasama dengan seluruh pihak, termasuk masyarakat madani, pihak swasta, dan lembaga donor.

Sayang aduh sayang, baru-baru ini pemerintah menengarai bahwa  ada tiga sasaran yang dimungkinkan gagal pencapaiannya pada tahun 2015. Kemungkinan itu ditunjukan lewat angka kematian ibu melahirkan yang masih tinggi, pencegahan HIV/ AIDS yang belum maksimal, dan peremajaan lingkungan hidup yang tidak optimal. Belum lagi tanggungan beban hutang yang sangat besar. Program-program MDGs lainnya membutuhkan biaya yang sangat besar. Jika dirujuk lewat data Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun.

Akibat hal tersebut, tidak salah jika Indonesia ditempatkan pada posisi yang rentan. Indeks kerentanan pencapaian MDGs Indonesia berada pada posisi menengah bersama Filipina, Nepal, dan Papua Nugini, serta lebih buruk dibandingkan Vietnam, Bangladesh, dan India. Hal ini sangat mengkhawatirkan, mengingat sisa waktu lima tahun lagi (baca: 2015) untuk bisa memenuhi MDGs. Indonesia harus  benar-benar memacu diri untuk mengejar ketertinggalannya.  Setidaknya ada empat hal yang harus diperhatikan negara ini untuk dapat memenuhi sasaran MDGs kedepannya:

Pertama, Sinkronisasi arah gerak pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Saat ini, ada 46 program dan 105 tindakan terkait upaya pencapaian MDGs, program prorakyat, dan program keadilan untuk semua yang telah dicanangkan oleh pemerintah pusat. Program dan tindakan itu hanyalah menjadi sia-sia belaka tanpa adanya tindakan nyata di level kabupaten. Maka jangan sampai sistem desentralisasi negara ini menjadi penghambat. Jadi, semakin menggeliatnya peran pemerintah daerah untuk menyukseskan tujuan pembangunan milenium, semakin cepat pula MDGs negara Indonesia akan tercapai.

Page 67: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Kedua, perbaikan sektor pendidikan Indonesia. Sebenarnya, hampir delapan sasaran MDGs dapat tercapai jika sasaran perbaikan sektor ini telah selesai. Bagaimana tidak? pendidikan akan meningkatkan harkat hidup orang miskin, sehingga bencana kelaparan, kematian, dan penyakit pun pasti akan menurun. Begitu pula juga dengan kesadaran pemahaman gender dan menjaga lingkungan hidup. Pemerintah harus memutar otak untuk meningkatkan jumlah partisipan pendidikan sesuai dengan umur pendidikannya.

Ketiga, mempertahankan kearifan lokal yang ada di Indonesia. Didalam kearifan lokal terkandung sebuah visi, misi, dan nilai-nilai yang menjelma menjadi sebuah identitas sebuah masyarakat. Manusia Indonesia yang terkenal dengan jiwa sosial dan kegotong-royongannya akan memberikan kontribusi yang besar dalam pencapaian MDGs kedepannya. Dengan semangat kepedulian yang tinggi, anggota masyarakat Indonesia bisa  bertenggang rasa dan tepo seliro pada anggota masyarakat lainnya yang mengalami suatu problem kehidupan. Dengan demikian, sektor masyarakat dapat membantu sektor pemerintah secara kultural.

Keempat, mengoptimalkan penggunaan prinsip Eco-Technology. Prinsip ini mencoba menyeimbangkan antara kebutuhan manusia dan kebutuhan alam. Prinsip ini memberikan solusi atas ketergantungan negara Indonesia pada penggunaan energi fosil. Indonesia yang kaya dengan sumber daya energi alternatif, memiliki potensi besar untuk menggunakan Eco-Technology. Yang menjadi pemasalahan kini tinggallah ketentuan kebijakannya. Implementasi dari penggunaan prinsip ini akan berdampak sistemik terhadap penurunan pencemaran lingkungan.

Juli 11, 2010 | Categories: Ke-Indonesia-an | 2 Komentar - komentar »

Kemelut Dampak Sistemik Globalisasi Pada   Indonesia

Hernando de Soto, seorang pemikir ekonomi dunia asal Peru pernah menegaskan bahwa sejak proses globalisasi mulai berlangsung, kondisi kehidupan di hampir semua negara terkesan meningkat, apalagi jika diukur dengan indikator-indikator lebih luas. Namun, seringkali pula peningkatan itu hanya ada dalam hitung-hitungan di atas kertas. Negara-negara maju dan kuat memang bisa meraih keuntungan, tapi tidak negara-negara berkembang dan miskin.

Pengalaman sudah membuktikan sejak proses globalisasi bergulir muncul pula isu-isu seperti perdagangan global yang tidak fair, juga sistem keuangan global yang labil yang menelorkan krisis. Dalam kondisi tersebut, negara-negara berkembang dan miskin berulang kali terjebak jeratan utang yang justru jadi beban. Belum lagi bermunculan rezim hak properti intelektual, yang malah menghabisi akses masyarakat miskin untuk mendapat obat-obatan dengan harga terjangkau.

Dalam proses globalisasi, seharusnya uang mengalir dari negara kaya ke negara miskin. Tapi, dalam beberapa tahun terakhir, yang terjadi justru sebaliknya. Sementara negara-negara kaya memiliki kemampuan untuk menahan risiko fluktuasi kurs dan suku bunga, negara-negara berkembang dan miskin menanggung beban fluktuasi tadi.

Page 68: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Mari berkaca pada isu perjanjian AFTA yang kini menjadi dampak sistemik globalisasi, pada sektor ekonomi Indonesia. Sebenarnya AFTA merupakan peluang bagi negara ASEAN untuk berkompetisi secara fair memasarkan produk hasil negerinya. Namun dengan kehadiran Cina yang turut meramaikan perjanjian ini, menjadikan semua bangsa di ASEAN menjadi was-was, termasuk negara Indonesia.

Dengan kemampuan Cina menghasilkan produk yang sangat murah, Ekonom Indonesia benar-benar khawatir kalau produk dalam negeri ini tidak mampu bersaing dengan negara itu. Hal ini diperkuat lagi dengan adanya fakta, banyak industri pengrajin Indonesia yang bangkrut akibat tidak mampu bersaing dengan produk Cina. Padahal itu terjadi jauh sebelum AFTA diberlakukan.

Mari beralih pada sektor kehidupan yang lain. Jika tadi Hernando lebih berfokus dampak sistemik globalisasi sektor fiskal, maka Marshall Mc Luhan, seorang penulis buku Understanding Media, lebih berfokus pada dampak sistemik globalisasi pada sektor budaya. Dia mengatakan, bahwa kini semakin nyata saja imbas teknologi komunikasi pada berbagai sektor kehidupan.

Media massa global seperti CNN, MTV, CNBC, HBO, BBC, ESPN, dan lain-lain, telah menjangkau dan menembus yuridiksi berbagai negara. Setidaknya informasi itu sering dimaknai di dalamnya mengandung kebudayaan, maka terjadilah penyebaran budaya global. Media massa berperan sebagai kekuatan trend setter untuk isu-isu global, baik persoalan politik seperti HAM, lingkungan hidup, maupun terorisme internasional, hingga ke persoalan budaya dan gaya hidup.

Dampak sistemik ini telah kini telah sampai di Indonesia. Ada dampak positif dan ada dampak negatif. Dampak positifnya adalah semakin mudahnya kita mengakses berita internasional dalam real-time saat informasi itu baru didapatkan. Namun disisi lain, dampak negatif pun tak dapat dielakkan juga. Tampaknya telah terjadi pergeseran nilai-nilai norma kesopanan yang dahulu kita pegang teguh sebagai identitas negara kita. Saat ini banyak beredar film Indonesia berkedok komedi atau horor, namun sebenarnya lebih banyak menonjolkan adegan vulgar yang mengikuti budaya hidup orang barat.

Sebenarnya masih banyak lagi dampak sistemik globalisasi yang mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bernegara kita. Namun yang terpenting adalah bukanlah mendaftar efek sistemik apa saja yang telah didapatkan Indonesia. Yang terpenting adalah kini sudah saatnya rakyat dan pemerintah Indonesia sadar, bahwa saat ini bukanlah lagi waktu untuk bersantai-santai dan memperlambat gerak pembangunan. Kalau ini terus dibiarkan, maka negara kita akan tergilas oleh dampak sistemik itu sendiri.

Dengan adanya arus globalisasi dunia ini, Indonesia dihadapkan pada hanya dua pilihan saja : memilih hal ini sebagai sebuah peluang atau sebagai sebuah hambatan. Peluang berarti setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memanfaatkan situasi ini dalam menghidupi kehidupannya dengan baik, sedangkan tantangan berarti setiap orang diberi kesempatan untuk berkompetisi dan menunjukkan kemampuannya. Sudah saatnya

Page 69: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi

Indonesia melakukan akselerasi pembangunan disegala sektor menghadapi tantangan era globalisasi yang sudah hadir di depan mata.

Proses globalisasi ini membuat dunia menjadi kian sempit seperti persis yang dikatakan Thomas L. Friedman didalam bukunya yang berjudul  The World is Flat. Jadi janganlah heran, jika kita dapat menemukan dengan mudah berbagai produk luar negeri yang beredar di seantero negeri kita.

Disamping itu, globalisasi pun telah membuat seakan negara satu dan lainnya kehilangan batas-batas jelas teritorialnya serta berujung pada hilangnya status “negara–bangsa”, yang sama persis seperti ramalan Profesor Kenichi Ohmae didalam bukunya yang berjudul The End of Nation State.

Proffesor Kenichi Ohmae telah mewanti-wanti sejak lama kepada semua negara yang ada di dunia bahwa ada empat “I” yang akan membawa dampak sistemik globalisasi ini. Keempat “I” tersebut adalah Industri, Investasi, Individualisme, dan Informasi. Jadi sudah seharusnya Indonesia mulai berancang-ancang terhadap empat “I” ini.

Sudahkan industri kreatif Indonesia dikembangkan secara optimal? Sudahkah penanaman investasi di berbagai sektor Indonesia telah dimaksimalkan? Sudahkah ada penanggulangan efek individualisme sebagai efek kesenjangan si kaya dan si miskin di Indonesia di lakukan? Dan sudahkah sektor informasi di maksimalkan hingga sampai di pelosok desa terpencil Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan ini bukan milik pemerintah saja, tapi milik semua bangsa Indonesia. Mari kita saling bahu-membahu untuk menciptakan sebuah peluang di era globalisasi ini.

Januari 22, 2010 | Categories: Ke-Indonesia-an | Tinggalkan komentar »

Page 70: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi
Page 71: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi
Page 72: Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia Ditinjau Dari Aspek Ekonomi