Pembahasan Skenario 2 (Blok 12)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

its the best pembahasan on entire sribd comunity,

Citation preview

BRONKIOLITIS AKUTBronkiolitis akut adalah infeksi saluran pernafasan bawah akut dengan gejala utama akibat peradangan bronkioli yang terutama disebabkan oleh virus. Sering mengenai anak usia dibawah satu tahun dengan insiden tertinggi umur 6 bulan, Bronkiolitis akut yang terjadi dibawah umur satu tahun kira-kira 12 % dari seluruh kasus, sedangkan pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu sekitar setengahnya. Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran pernafasan bawah terbanyak pada anak. Penyebab yang paling banyak adalah virus Respiratory Syncytial, kira-kira 45 55 % dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti Parainfluenza, Rhinovirus, Adenovirus dan Enterovirus sekitar 20%.Bakteri dan Mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Belum ada bukti bahwa bakteri sebagai penyebab bronkiolitis.(1,4) Sekitar 70 % kasus bronkiolitis pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat dirumah sakit, sedangkan sisanya dirawat dipoliklinik. Sebagian besar infeksi saluran nafas ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahun-tahun pertama kehidupan akan bermanifestasi berat.Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 2 tahun di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di RS dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus perawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis dinegara-negara berkembang hampir sama dengan di Amerika Serikat. Insiden terbanyak terjadi pada musim dingin atau musim hujan di negara-negara tropis.Diagnosis bronkiolitis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis. Keadaan tersebut harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga timbul pada usia muda. Anak dengan asma akan memberikan respon terhadap pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan bronkiolitis tidak. Bronkiolitis juga harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang disertai enfisema obstruktif dan gagal jantung.Bronkiolitis virus dapat menyebabkan infeksi pernafasan berat pada masa kanak-kanak. Walaupun demikian pada kondisi yang terbatas seringkali tidak memerlukan pengobatan. Pada jumlah yang sedikit anak yang mendapatkan pengobatan penanganan utama termasuk pemberian oksigen dan cairan yang adekuat dan pengawasan hati-hati untuk mendeteksi sebagian anak yang mungkin memerlukan intervensi lebih.Infeksi oleh respiratory syncitial virus (RSV) memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi terutama pada anak dengan resiko tinggi dan imunokompromise. Oleh karena itu langkah preventif dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif dan pasif. Saat ini juga sedang dikembangkan vaksin virus. Usaha untuk mengembangkan vaksin virus hidup yang dilemahkan (attenuated live viral vaccines) mengalami hambatan karena imunogenositas yang rendah dan kecenderungan virus untuk berubah kembali menjadi tipe liar.Bronkhiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus. Hal ini karena antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4 6 minggu kehidupan, kemudian akan menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran nafas bawah, terutama terhadap virus.Prognosis dari bronkiolitis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penangangan dan penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun dan prematuritas).

A. DEFINISIBronkhiolitis adalah penyakit IRA bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus yang sering di derita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun angka kejadian tertinggi rata-rata ditemukan pada usia 6 bulan secara klinis ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada dan whezing bronkhiolitis bisa disertai dengan superinfeksi bakteri.B. ETIOLOGIBronkiolitis sebagian besar disebabkan oleh Respiratory syncytial virus(RSV) penyebab lainnya adalah parainfluenza virus, Eaton agent (mycoplasma pneumoniae), adenovirus dan beberapa virus lainnya tetapi belum ada bukti kuat bahwa bronkhiolitis disebabkan oleh bakteri.Pada tahun 1957 Chanock dan Finberg mengisolasi RSV dari 2 orang anak yang menderita penyakit saluran pernafasan bagian bawah. Beem dan rekan kerjanya pada tahun 1960 mengidentifikasi virus tersebut mula-mula diisolasi dari simpanse dan disebut dengan chimpanze coryza agent pada anak belia usia dibawah 2 tahun dengan penyakit saluran pernafasan bawah. Sesudah itu RSV ditemukan sebagai agen penyebab pada sebagian besar kasus anak dengan bronkhiolitis baik sebelumnya maupun saat ini. Human metapneumovirus sekarang menjadi penyebab 8 % dari bronkhiolitis, dimana sebelumnya RSV ditemukan negatif. Infeksi oleh virus lainnya terutama rhinovirus, adenovirus, semua tipe parainfluenza virus, enterovirus dan influenza virus telah diringkas oleh Hall dan Hall.

C. EPIDEMIOLOGIBronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory tersering pada bayi. Paling sering terjadi pada usia 2 24 bulan, puncaknya pada usia 2 8 bulan. Sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan 75 % diantaranya terjadi pada anak dibawah usia 1 tahun. Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia 3 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, dan hidup dilingkungan padat penduduk. Selain Orenstein, Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dominasi pada anak laki-laki yang dirawat juga disebutkan oleh Shay, yaitu 1,6 kali lebih banyak daripada anak perempuan; sedangkan Fjaerli menyebutkan 63% kasus bronkiolitis adalah laki-laki.Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 2 tahun di AS pernah mengalami bronkhiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus perawatan di rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya. Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus perawatan di RS pada bayi. Frekuensi bronkiolitis di negara-negara berkembang hampir sama dengan di AS. Insiden terbanyak terjadi pada musim dingin atau pada musim hujan di negara-negara tropis.Di RSU Dr. Soetomo penderita laki-Iaki lebih banyak. Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada pada tempat penitipan anak atau ke tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu. RSV menyebar melalui droplet dan inokulasi/kontak langsung, seseorang biasanya aman apabila berjarak lebih 6 feet dari seseorang yang menderita infeksi RSV. Droplet yang besar dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam, dan seorang penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10 hari. Di negara dengan 4 musim, bronkiolitis banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, di negara tropis pada musim hujan. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2002 dan tahun 2003, bronkiolitis banyak didapatkan pada bulan Januari sampai bulan Mei.Pada tahun 2005 pada pola rawat jalan umur < 1 tahun di rumah sakit Pemerintah Provinsi NAD didapatkan angka 355 kasus atau sekitar 8,62 % kasus bronkhitis dan bronkiolitis akut. Pada usia 1 - 4 tahun kasus yang sama didapatkan angka 544 atau 12 %, usia 5 14 tahun 578 kasus atau 9,74 %, usia 15 24 tahun 789 kasus atau 10.8 %, usia 25 44 tahun 566 kasus atau 7,6 %, usia 45 64 tahun 388 kasus atau 9,5 %, usia > 65 tahun 558 kasus atau 10.8 %.Rerata insidens perawatan setahun pada anak berusia di bawah 1 tahun adalah 21,7 per 1000 dan semakin menurun seiring dengan pertambahan usia, yaitu 6,8 per 1000 pada usia 1 2 tahun. Lama perawatan adalah 2 4 hari, kecuali pada bayi prematur dan kelainan bawaan seperti penyakit jantung bawaan (PJB). Bradley menyebutkan bahwa penyakit akan lebih berat pada bayi muda. Hal ini ditunjukkan dengan lebih rendahnya saturasi O2 juga pada bayi yang terpapar asap rokok pasca natal. Beberapa prediktor lain untuk beratnya bronkiolitis atau yang akan menimbulkan komplikasi yaitu bayi dengan masa gestasi < 34 minggu, usia < 3 bulan, sianosis, saturasi < 90 %, laju respiratori > 70 x/menit, adanya ronki, dan riwayat displasia bronkopulmoner (bronchopulmonary displasia, BPD).Kenaikan jumlah perawatan karena bronkiolitis dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu perubahan kriteria perawatan anak dengan IRA, kebiasaan pengasuhan dengan lebih banyak anak yang dititipkan ditempat penitipan anak (TPA), dan faktor virus sendiri yaitu perubahan virulensi strain RSV. Selain itu terdapat juga faktor perubahan kriteria diagnostik terutama mikrobiologis dan panduan terapi serta turunya mortalitas bayi prematur dan bayi dengan kelainan bawaan kompleks yang merupakan resiko tinggi perawatan karena RSV. Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada di negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di negara berkembang. Angka mortalitas di negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1 3 %.D. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGIRSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus.Infeksi virus pada epitel bersilia bronkus menyebabkan respon inflamasi akut, ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mucus, timbunan debris selular/sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa. Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran pernafasan, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang besar terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran pernafasan yang kecil. Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air traping dan hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi total.Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun di dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekpresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas.Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt.Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebaban ketidakseimbangan ventilasi perfusi, yang berikutnya akan menyebabkan hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Resistensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi, kecuali pada beberapa pasien. Semakin tinggi laju pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernafasan akan meningkat selama end expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila respirasi mencapai 60x/menit.Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15 hari. Jaringan mati akan dibersihkan oleh makrofag. Ada 2 macam fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi virus saluran napas dan asma: (1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau anak keci seringkali disertai wheezing. (2) Penderita wheezing berulang yang disertai dengan penurunan tes faal paru, ternyata seringkali mengalami infeksi virus saluran napas pada saat bayi/usia muda. Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular. Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun yang lebih buruk.

E. KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINISMula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan.Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi.Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop. Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Ronkhi nyaring halus kadang-kadang terdengar pada akhir inspirasi atau pada permulaan ekspirasi. Pada keadaan yang berat sekali suara pernafasan hampir tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi hamper total. Ekspirasi memanjang dan mengi kadang-kadang terdengar dengan jelas.Beratnya penyakit ditentukan berdasarkan skala klinis. Digunakan berbagai skala klinis, misalnya Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI) atau modifikasinya yang mengukur laju pernafasan/respiratory rate (RR), usaha nafas, beratnya wheezing dan oksigenasi.Skala klinis yang digunakan Abul Ainine dan Luyt adalah :1. Respiratory Rate (RR) : dihitung manual, baik dengan palpasi dan melihat gerakan dada, dilakukan selama 1 menit penuh, dua kali perhitungan diambil rata-ratanya.2. Heart Rate (HR) diambil dari pulse oxymetri yang dibaca lima kali selama pengamatan 1 menit, diambil rata-ratanya.3. Saturasi O2 : dari pulse oxymetri yang dibaca lima kali selama pengamatan 1 menit, diambil rata-ratanya.4. Respiratory clinical status yang dinilai menggunakan RDAI menurut Lowell dkk.5. Status aktivitas bayi (empat tingkat : tidur, tenang, rewel dan menangis).

Sedangkan Shuh, yang diadaptasi oleh Dobson, menilai skor klinis sebagai berikut :1. Keadaan umum : diberi skor 0 (tidur) hingga 4 (sangat rewel)2. Penggunaan otot bantu nafas : Skor 0 (tidak ada retraksi) hingga 3 (retraksi berat)3. Wheezing : skor 0 (tidak ada) hingga 3 (wheezing hebat inspiratorik dan ekspiratorik).

Atas dasar frekuensi nafas dan keadaan umum bronkiolitis dibagi menjadi : bronkiolitis ringan dan bronkiolitis berat (R 60 x/ menit).Berdasarkan gejala klinis, bronkiolitis juga dibagi menjadi bronkiolitis ringan, sedang, berat dengan tanda sebagai berikut :Bronkiolitis

RinganSedangBerat

Kemampuan untuk makan normal Sedikit atau tidak ada gangguan pernafasan Tidak kebutuhan akan oksigen tambahan (saturasi O2 > 95 % Gangguan pernafasan sedang dengan beberapa kontraksi dinding dada dan nafas cuping hidung Hipoksemia ringan dan dapat dikoreksi dengan oksigen Mungkin menampakkan pernafasan yang pendek ketika makan Mungkin memiliki episode apnoe yang singkat Tidak dapat untuk makan Gangguan pernafasan berat, dengan retraksi dinding dada yang jelas, nafas cuping hidung dan dengkuran. Hipoksemia yang tidak terkoreksi dengan oksigen tambahan Mungkin terdapat peningkatan frekuensi atau episode apnoe yang panjang. Mungkin menampakkan peningkatan kelelahan.

F. DIAGNOSISDiagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya, berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya epidemi RSV di masyarakat.

1. AnamnesisGejala awal berupa gejala infeksi saluran nafas atas akibat virus, seperti pilek ringan, batuk dan demam yang mengenai anak usia maksimal 24 bulan yang lebih banyak terkena adalah usia dibawah 12 bulan. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang disertai dengan sesak nafas. Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, merintih, nafas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel dan penurunan nafsu makan Adanya riwayat kontak dengan penderita infeksi saluran pernafasan atas.Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam dan (4) menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing.(10)2. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisis pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardia, dan peningkatan suhu diatas 38,5 0C dan bisa mencapai suhu 41 0C. Selain itu dapat juga ditemukan konjungtivitis ringan faringitis, dan otitis media.Obstruksi saluran respiratori bawah akibat respon inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga wheezing. Usaha-usaha pernafasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan nafas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi dan bila gejala menghebat dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia < 6 minggu. Selain itu ditemukan pernafasan yang pendek dan saturasi O2 yang rendah dan tanda dehidrasi.3. Pemeriksaan Penunjang3.1. LaboratoriumTes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal demikian pula dengan elektrolit. Pada pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang. Analisa gas darah (AGD) diperlukan untuk anak dengan gangguan pernafasan berat, khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik, gejala kelelahan dan hipoksia. Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan asidosis metabolik jika terdapat dehidrasi.Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus, rapid antigen detection test (direct immunofluoresence assay dan enzyme linked immunosorbant assay. ELISA). Atau polimerase chain reaction (PCR), dan pengukuran titer antibody pada fase akut dan konvalesens.Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus.3.2. RadiologiFoto Thorak diindikasikan pada :- Pasien yang diperkirakan memerlukan perawatan lebih- Pasien dengan pemburukan klinis yang tidak terduga- Pasien dengan penyakit jantung dan paru yang mendasari.Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-paru mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar, atau pneumonia (patchy infiltrates). Tetapi gambaran ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan aspirasi. Dapat pula ditemukan gambaran ateletaksis terutama saat konvalesens akibat secret pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diafragma datar, dan peningkatan diameter anteroposterior.Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah paru tampak tersebar.Dalam penegakan diagnosis bronkiolitis perlu memperhatikan manifestasi klinis yang dapat menyerupai penyakit lain, epidemiologi, rentang usia terjadinya kasus, dan musim-musim tertentu dalam satu tahun.

G. DIAGNOSIS BANDINGDalam penegakan diagnosis bronkiolitis, perlu memperhatikan manifestasi klinis yang dapat menyerupai penyakit lain. Diagnosis banding sebaiknya dipikirkan, misalnya asma bronkiale serangan pertama, bronkhitis, gagal jantung kongestif, edema paru, pneumonia, aspirasi benda asing, refluks gastroesophageal, sistik fibrosis, miokarditis, pneumothorak, pertussis.

H. PENATALAKSANAANInfeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, antiinflamasi seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline (polyclnal) atau humanized RSV monoclonal antibody (palvizumad).Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap. Penderita resiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3 bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis, defisiensi imun, distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah terapi suportif, mencegah dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan pemberian antivirus.Manajemen dasar pengobatan bronkiolitis adalah meyakinkan pasien secara klinis stabil, oksigenasi baik dan hidrasi baik. Manfaat utama dari rawat inap bagi pasien dengan akut bronkiolitis adalah :- Pengawasan yang hati-hati terhadap status klinis- Pemantauan saluran nafas (melalui penempatan posisi, pengisapan dan pembersihan cairan).- Pemantauan hidrasi cairan tubuh yang adekuat- Edukasi orang tua.- Untuk mendukung pasien anak- Untuk mendeteksi dan mengobati komplikasi yang mungkin timbul- Untuk mencegah penyebaran infeksi terhadap pasien lain dan pegawai- Untuk pengobatan menggunakan antivirus yang spesifik jika terdapat indikasi.Indikasi-indikasi untuk perawatan di rumah sakit :- Tanda klinis gangguan pernafasan atau tanda kelelahan- Apnoe- Ketidakmampuan untuk makan- Keadaan sosial khusus- Hypoxemia- Pasien dengan kondisi dasar medis.Pengobatan SuportifA. PengawasanUntuk pasien yang dirawat inap penting dilakukan pengawasan sistem jantung paru dan jika ada indikasi dilakukan pemasanag pulse oxymetri.B. OksigenasiOksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi ventilasi paru-paru. Pemberian oksigen tambahan direkomendasikan ketika saturasi oksigen menetap dibawah 91% dan dihentikan ketika saturasi oksigen menetap diatas 94%. Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 40 % sering digunakan untuk mengoreksi hipoksia gunakan nasal kanul (dengan kecepatan maksimun 2L/m); masker muka atau kotak kepala. Jika mungkin gunakan oksigen yang dilembabkan. Jika hipoksemia menetap dengan atau tanpa distress berat, meskipun sudah diberikan oksigen dengan kecepatan tinggi, maka segera lakukan permintaan untuk penangan ICU anak dengan pemasangan ventilator.C. Pengaturan CairanPemberian cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi akiba keluarnya cairan lewat evaporasi, karena pernafasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi diberikan cairan rumatan. Berikan tambahan cairan 20 % dari kebutuhan rumatan jika didapatkan demam yang naik turun atau menetap (suhu > 38,5 0C). Cara pemberian cairan ini bisa secara intravena atau pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus hati-hati pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak nafas, akibat lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma ke paru-paru. Selain itu harus dicegah terjadinya overload cairan. Lakukan pemeriksaan serum elektrolit dan jika mendapatkan nilai yang tidak normal lakukan penggantian dengan cairan elektrolit.Pengobatan MedikamentosaA. Antivirus (Ribavirin)Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin adalah obat antivirus yang bersifat virus statik. Tetapi, penggunaan obat ini masih kontroversial mengenai efektivitas dan keamanannya. The American of Pediatric merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan diperkirakan penyakitnya menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada bayi-bayi premature. Ada beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan ribavirin pada penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian jika diberikan pada saat awal. Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12-18 jam per hari atau dosis kecil dengan 2 jam 3 x/hari.B. BronkodilatorPeran bronkodilator sampai saat ini masih kontroversial. Secara umum jangan gunakan bronkodilator pada pasien anak dengan usia dibawah 6 bulan bronkodilator juga tidak dianjurkan dan sebetulnya merupakan kontra indikasi karena dapat memperberat keadaan anak. Penderita dapat menjadi lebih gelisah dan keperluan oksigen akan meningkat.Bronkodilator digunakan secara luas untuk bayi dengan bronkiolitis, yaitu sekitar 68-96% bayi dipusat pelayanan pediatrik tersier di Kanada. Pada survey yang dilakukan pada 88 pusat pelayanan pediatrik di Eropa, 54 pusat pelayanan melaporkan penggunaan bronkodilator pada semua pasien dengan bronkiolitis, dan 15 pusat pelayanan melaporkan hanya menggunakan bronkodilator pada pasien dengan resiko tinggi. Di Inggris dan Australia, penggunaan bronkodilator lebih jarang.Wohl dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran respiratory adalah inflamasi dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan mukosa, serta kolapsnya saluran respiratori kecil pada bayi dengan bronkiolitis, sehingga pendekatan logis terapi adalah kombinasi -adrenergik dan agonis -adrenergik.Kelebihan epinefrin dibandingkan dengan bronkodilator -adrenergik selektif adalah :- Kerja konstriktor -adrenergik yang merupakan dekongestan mukosa, membatasi absorbsinya dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan sedikit efek pada ventilation perfusing matching.- Relaksasi otot bronkus karena efek -adrenergik- Kerja -adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi- Efek fisiologik antihistamin yang melawan efek histamin seperti edema- Mengurangi sekresi kataral.Beta agonis masih sering digunakan dengan alasan 15 25 % pasien bronkiolitis nantinya akan menjadi asma. Inhalasi 2-agonis diberikan satu kali sebagai trial dose. Karena efek akan tampak dalam 1 jam, maka dosis ulangan akan diberikan bila pasien menunjukkan perbaikan klinis fungsi paru yang jelas dan menetap.

C. KortikosteroidTentang pemberian kortikosteroid masih belum ada keseragaman masing-masing negara melakukan pemberian kortikosteroid disesuaikan dengan masing-masing Panduan Nasional maupun konsensus yang berdasarkan bukti. Untuk pasien rawat jalan dengan akut bronkiolitis pemberian steroid sistemik mungkin dapat dipertimbangkan tetapi total pemberian tidak lebih dari 5 hari. Untuk pasien rawat inap steroid sistemik tidak rutin diberikan tergantung dari studi penelitian. Sedangkan untuk penanganan pasien pada intensive care unit dengan bronkiolitis berat pemberian steroid sistemik dapat dipertimbangkan. Sedangkan pemberian steroid inhalasi (budesonide & Fluticasone) sangat sedikit evidence based yang merekomendasikan.

D. AntibiotikPemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis, karena sebagian besar disebabkan oleh virus, kecuali jika ada tanda-tanda infeksi sekunder dan diberikan antibiotik spektrum luas. Pemberian antibiotik justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut. Antibiotik bila dicurigai adanya infeksi bakteri dapat digunakan ampisilin 100-200 mg/kgBB/hr secara intravena dibagi 4 dosis. Bila ada konjungtivitis dan bayi berusia 1 4 bulan kemungkinan sekunder oleh Chlamidia trachomatis. Pengobatan Intensive Care UnitDilakukan konsultasi untuk perawatan pada ICU anak jika :- Terjadi progresivitas untuk gangguan pernafasan berat terutama pada kelompok yang beresiko.- Terdapat episode apnoe yang signifikan dengan gangguan saturasi atau adanya frekuensi pernafasan pendek lebih dari 15 detik.- Saturasi oksigen rendah yang menetap- Ketika pemeriksaan analisa gas darah telah selesai dan menggambarkan gangguan pernafasan dimana pada darah arteri didapatkan : pO2 < 80 mmHg; pCO2 > 50 mmHg; pH < 7,25.

Bronkiolotis

RinganSedangBerat

Tidak memerlukan penilaian lebih lanjut Perawatan dirumah, jika orang tua pasien mampu dan sudah dijelaskan serta mempunyai kendaraan. Berobat ulang ke dokter setelah 2 3 hari kemudian

Perawatan di rumah sakit Berikan oksigen sehingga saturasi oksigen > 93 % Pertimbangkan pemberian cairan intravena Pengamatan seksama terhadap perburukan kondisi Foto thorak Aspirasi nasopharyngeal untuk virus imunoflurorecency dan kultur- Perawatan di rumah sakit

Pemberian oksigen sampai saturasi oksigen > 95 % Pengamatan seksama untuk antisipasi kemungkinan memerlukan intubasi dan pemakaian ventilator Berikan cairan intravena Monitor system cardiorespiratori Foto thorak Aspirasi nasopharyngeal untuk virus imunoflurorecency dan kultur Pertimbangkan pengawasan gas pembuluh darah arteri Pertimbangkan untuk konsultasi perawatan ICU anak.

Kriteria PulangPasien direkomendasikan pulang dengan kriteria :- Status pernafasano Laju pernafasan kurang dari 70 kali dalam 1 menit dan tidak didapatkan tanda klinis usaha pernafasan lebiho Orang tua dapat membersihkan saluran pernafasan anak dengan menggunakan alat sedot gelembung.o Pasien dapat berada dalam ruang dengan udara bebas dengan oksigen terapi yang stabil. o Saturasi oksigen harus lebih dari 90% tanpa pemberian oksigen tambahan kecuali anak dengan penyakit paru kronis, penyakit jantung atau mempunyai faktor resiko lain harus dilakukan diskusi terlebih dahulu dengan konsultan.(5)- Status nutrisio Pasien dapat makan melalui mulut pada tingkatan dapat mencegah dehidrasi- Sosialo Peralatan dirumah mampu untuk digunakan dalam perawatan dirumaho Orang tua atau penjaga anak mampu untuk melakukan perawatan dirumaho Dilakukan edukasi keluarga yang lengkap- Peninjauan lebih lanjuto Ketika ada indikasi, perawat rumah dan penyedia alat medis harus melukakan visit terakhir.o Pemberi pertolongan utama harus memberikan persetujuan untuk pemulangano Janji untuk peninjauan lebih lanjut harus dilakukan.(13)Edukasi KeluargaDilakukan pada saat pasien akan dipulangkan. Yaitu dengan memberitahukan :- Informasi mengenai penyakit bronkiolitis- Bagaimana cara membersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap gelembung.- Segera memanggil bantuan atau membawa pasien ke rumah sakit kembali jika didapatkan gangguan pernafasan- Cara pencegahan penyakit dan penyebarannya dengan menghindari anak dari paparan asap rokok ataupun zat yang mengiritasi lainnya, melakukan cuci tangan, dll.(9,13)

I. KOMPLIKASIKomplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari penatalaksanaan penyakit sebelumnya. Pada beberapa kasus didapatkan adanya gangguan fungsi paru yang menetap, dimana timbulnya whezing berulang dan hiperaktifitas bronkial. Komplikasi seperti otitis media akut, pneumonia bakterial dan gagal jantung jarang dijumpai. Beberapa studi kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut berat pada bayi akan berkembang menjadi asma. Suau studi kohort prospektif menemukan bahwa 23 % bayi dengan riwayat bronkhiolitis berkembang menjadi asma pada usia 3 tahun, dibandingkan dengan 1 % pada kelompok kontrol.J. PENCEGAHANLangkah preventif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi pasif dapat dilakukan dengan pemberian gammaglobulin yang mengandung titer antibodi protektif tinggi, (respigrama). Dosis yang dianjurkan 750 mg/KgBB setiap bulan, diberikan secara intravena pada anak dibawah umur 24 bulan. Indikasi lain adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan < 35 minggu dan bayi dengan displasia bronchopulmonari. Produk lain adalah antibodi kelas IgA monoklonal yang diberikan melalui tetes hidung setiap hari dan antibodi kelas IgG monoklonal yang diberikan secara intramuscular setiap bulan.Pendekatan profilaksis pada populasi resiko tinggi adalah meningkatkan (augmentation) antibodi yang menetralisasi protein F dan G dengan cara pemberian dari luar dan imunisasi dari ibu. Pada manusia, efek imunoglobulin yang mengandung neutralizing antibody titer tinggi atau monoklonal terhadap protein F akan mengurangi beratnya penyakit. Bila pada bayi premature atau bayi dengan penyakit paru kronis diberikan RSV hyperimmune globulin atau antibodi monoklonal terhadap protein F yang disebut dengan Palizumab setiap bulan, diberikan secara intramuskular setiap hari, lama perawatan RSV akan berkurang secara bermakna. Akan tetapi resiko efek samping kemungkinan meningkat pada bayi dengan penyakit jantung sianotik.Sesudah penelitian dengan vaksin inaktif, dikembangkan vaksin live attenuated. Vaksin RSV pertama, yang terdiri dari cold passaged mutan, efektif untuk orang dewasa, tetapi pada anak terlalu virulen dan tidak stabil karena dapat berubah menjadi virus biasa kembali. Kemudian dari permukaan glikoprotein murni, dikembangkan DNA dan peptik sintetik. Vaksin live attenuated mempunyai kelebihan, yaitu dapat diberikan intranasal dan menginduksi imunitas mukosa dan sistemik.Selain itu dilakukan pencegahan penyebaran silang dari virus RSV. RSV menyebar melalui hidung/muka ke tangan atau muka dari individu lain, sehingga perlu dilakukan prosedur cuci tangan yang baik terhadap perawat, pegawai maupun orang tua pasien untuk meminimalisir masalah tersebut. Dan hindari perawatan pasien anak dengan bronkiolitis (RSV positif atau sedang menunggu hasil) dengan anak-anak yang mempunyai resiko tinggi tertular RSV.K. PROGNOSISPrognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas).Anak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut sesudah 48 72 jam. Mortalitas kurang dari 1 %. Anak biasanya meninggal karena jatuh ke dalam apneu yang lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipneu dan kurang makan-minum.Penelitian di Norwegia menunjukkan bahwa bayi yang dirawat dengan bronkhiolitis mempunyai kecendrungan menderita asma dan penurunan fungsi paru pada usia 7 tahun dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan adanya hipereaktifitas bronkhial yang menetap selama beberapa tahun setelah menderita bronkiolitis pada bayi muda, baik para RSV positif, maupun RSV negatif. Tidak dapat dibuktikan secara jelas bahwa bronkiolitis terjadi pada anak dengan kecendrungan asma, keberhasilan pengobatan dengan kortikosteroid mungkin dapat mengurangi prevalens asma pada anak dari kelompok pengobatan.

PNEUMONIAPneumonia adalah radang paru-paru yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam penyebab seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas bagian bawah yang terbanyak kasusnya di dapatkan di praktek-praktek dokter atau rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia. Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak.Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.A. DefinisiBronkopneumonia atau disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Bronkopneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak(patchy distribution).

B. EpidemiologiInsiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang dewasa.Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena pneumonia. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia 5 per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit

C. EtiologiBronkopneumonia terjadi secara umum dapat disebabkan oleh faktor infeksi dan noninfeksi. Faktor Infeksi Pada neonatus : Streptokokus grup B, Respiratory Sincytial Virus (RSV). Pada bayi :a. Virus :Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus.b. Organisme atipikal :Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.c. Bakteri :Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium tuberculosa, B. pertusis. Pada anak-anak :a. Virus :Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSPb. Organisme atipikal :Mycoplasma pneumoniac. Bakteri :Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosa. Pada anak besar dewasa muda :a. Organisme atipikal :Mycoplasma pneumonia, C. Trachomatisb. Bakteri :Pneumokokus, B. Pertusis, M. tuberculosis. Faktor Non Infeksi.Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi : Bronkopneumonia hidrokarbon :Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung ( zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin). Bronkopneumonia lipoid :Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.D. KlasifikasiPembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. Klasifikasinya : Anatomisa. Pneumonialobaris : yaitu radang paru yang mengenai satu atau lebih dari satu lobus.b. Pneumonialobularis (bronkopneumonia) : yaitu radang yang mengenai lobules-lobulus dan tersebar di dalam paru.c. Pneumonia interstisialis (bronkiolitis) : yaitu radang yang mengenai jaringan interstisial paru dan bronchitis. Etiologi Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae. Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis, Blastomycosis, Cryptoccosis. Corpus alienum Aspirasi : Makanan, kerosene (benzene,minyak tanah) cairan amnion, benda asing Pneumoniahipostatik Sindroma loefflerE. PatogenesisDalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain : Inhalasi langsung dari udara Aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring Perluasan langsung dari tempat-tempat lain Penyebaran secara hematogenMekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari : Susunan anatomis rongga hidung Jaringan limfoid di nasofaring Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Refleks batuk. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama dari Ig A. Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai antimikroba yang non spesifik. Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :

1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.2. Stadium II (48 jam berikutnya)Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.3. Stadium III (3 8 hari)Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.4. Stadium IV (7 11 hari)Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.F. Diagnosis Gambaran KlinisBronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkanDinding thorak terlihat retraksi intercostali dan kalau berat disertai retraksi epigastrium. Stemfremitus teraba mengeras bila beberapa kelainan kecil menyatu. Pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan, tetapi kalau sarang bronkopneumonia menjadi satu, pada perkusi terdengar redup. Pada auskultasi terdengar vesikuler mengeras, ronkhi basah halus dan sedang nyaring yang terdengar pada stadium permulaan dan stadium resolusi sedangkan pada stadium hepatisasi ronkhi tidak terdengar. Pemeriksaan Laboratorium1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.3. Peningkatan LED.4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).5. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia danhiperkarbia.Padastadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:1. Bronkopneumonia sangat berat : Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.2. Bronkopneumonia berat : Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.3. Bronkopneumonia: Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :1. 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan2. 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun3. 40 x/menit pada anak usia 1 5 tahun.0. Bukan bronkopenumonia : Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus3. deteksi antigen bakteriG. PenatalaksanaanSebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan hasil resistensi dari kuman, akan tetapi mengingat hal ini sulit dilakukan, maka di bagia IKA pengobatan langsung diberikan Antibiotika pada penderita secara polifragmasi selama 10-15 hari: Ampisilin 100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis kloramfenikol dengan dosis: umur < 6 bulan : 25-50 mg/KgBB/hari. Umur >6 bulan :50-75 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosisAtau gentamisin dengan dosis 3-5 mg/KgBB/hari dalam 2 dosis SuportifIVFD, oksigen, pembersih jalan nafasH. Diagnosis BandingSecara klinis pneumonia yang disebabkan oleh kuman (bakteri), virus tidak dapat dibedakan. Keadaan yang menyerupai pneumonia secara klinik: Bronkhiolitis Payah jantung Aspirasi benda asing

I. Komplikasi Otitis media Bronkiektasis Abses paru EmpiemaJ. PrognosisSembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.K. PencegahanPenyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti: cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dan lain-lainMelakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: Vaksinasi Pneumokokus Vaksinasi H. influenza Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah Vaksin influenza yang diberikan

Daftar Pustaka

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAIStaff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Bronkiolitis Akut dalam Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan FKUI, 1985, hal : 1233-1235Magdalena Sidharta Zain, Bronkhiolitis dalam Buku Ajar Respirology Anak, Edisi Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Badan Penerbit IDAI, 2008Ikatan Dokter Anak Indonesia, Bronkiolitis dalam Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, Edisi I, Badan Penerbit IDAI, 2005. Hal : 348 350