of 14 /14
BAB IV PEMBAHASAN Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Ny. G dengan sectio caesarea atas indikasi cephalopelvik disproporsi (CPD) hari ke-1 di Ruang Dahlia RSUD Majalengka pada tanggal 15 Maret 2013 sampai dengan 17 Maret 2013, penulis memahami bahwa proses keperawatan yang dilaksanakan tidak jauh berbeda dengan teori yang telah didapat. Proses keperawatan tersebut meliputi pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Walaupun demikian terdapat beberapa kesenjangan yang ditemukan antara teori dengan praktek. Dalam pengkajian penulis tidak mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan pasien dan keluarga karena pasien dan keluarga komunikatif dan kooperatif. Penulis mendapatkan data hasil pengkajian dari keluarga dan pasien sendiri dengan cara wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik pada pasien. Penulis tidak menguraikan pengkajian pada bayinya karena bayi ada diruang perawatan bayi dan penulis fokus pada pengkajian ibu. Hasil analisis dan interpretasi data yang berhasil dikumpulkan pada tahap pengkajian dapat disampaikan sebagai berikut : a. Prioritas diagnosa keperawatan disusun berdasarkan pada : 1. Berdasarkan kebutuhan Maslow 66

PEMBAHASAN KTI STASE MATERNITAS

Embed Size (px)

Text of PEMBAHASAN KTI STASE MATERNITAS

Page 1: PEMBAHASAN KTI STASE MATERNITAS

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Ny. G dengan sectio

caesarea atas indikasi cephalopelvik disproporsi (CPD) hari ke-1 di Ruang Dahlia RSUD

Majalengka pada tanggal 15 Maret 2013 sampai dengan 17 Maret 2013, penulis

memahami bahwa proses keperawatan yang dilaksanakan tidak jauh berbeda dengan teori

yang telah didapat. Proses keperawatan tersebut meliputi pengkajian, penentuan diagnosa

keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Walaupun demikian terdapat beberapa

kesenjangan yang ditemukan antara teori dengan praktek.

Dalam pengkajian penulis tidak mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan

pasien dan keluarga karena pasien dan keluarga komunikatif dan kooperatif. Penulis

mendapatkan data hasil pengkajian dari keluarga dan pasien sendiri dengan cara

wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik pada pasien. Penulis tidak menguraikan

pengkajian pada bayinya karena bayi ada diruang perawatan bayi dan penulis fokus pada

pengkajian ibu.

Hasil analisis dan interpretasi data yang berhasil dikumpulkan pada tahap

pengkajian dapat disampaikan sebagai berikut :

a. Prioritas diagnosa keperawatan disusun berdasarkan pada :

1. Berdasarkan kebutuhan Maslow

1) Kebutuhan fisiologi meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri,

mobilitas, eliminasi.

2) Kebutuhan keamanan dan keselamatan meliputi : masalah lingkungan,kondisi

tempat tinggal,perlindungan,pakaian, bebas dari infeksi dan rasa takut.

3) Kebutuhan mencintai dan dicintai meliputi Kasih sayang, seksualitas,hubungan

antar manusia.

4) Kebutuhan harga diri meliputi masalah respek dari keluarga,perasaan menghargai

diri sendiri.

5) Kebutuhan aktualisasi diri meliputi masalah kepuasan terhadap lingkungan.

2. Berdasarkan tingkat kegawatan ( mengancam jiwa)

1) Prioritas tinggi

Mencerminkan situasi yang mengancam kehidupan (nyawa seseorang)

sehingga perlu dilakukan terlebih dahulu.

66

Page 2: PEMBAHASAN KTI STASE MATERNITAS

67

2) Prioritas sedang

Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak gawat dan tidak mengancam

hidup klien seperti masalah higiene perseorangan.

3) Prioritas Rendah

Prioritas rendah ini menggambarkan situasi yang tidak berhubungan

langsung dengan prognosis dari suatu penyakit yang secara spesifik seperti

masalah keuangan.

b. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus dan ada pada teori adalah sebagai

berikut :

1) Nyeri abdomen bawah atas simpisis berhubungan dengan trauma pembedahan dan

kontraksi uterus.

Nyeri yaitu keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa

ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan akibat adanya

kerusakan jaringan yang aktual atau potensial pada abdomen (Judith, 2007).

Diagnosa nyeri dapat ditegakkan apabila terdapat data-data : individu melaporkan

ketidaknyamanan, adanya respon autonomik pada nyeri, raut wajah kesakitan,

merintih. (Carpenito, 2009)

Diagnosa nyeri pada Ny. G ditegakkan, karena terdapat data-data : klien

mengeluh nyeri pada luka operasi area abdomen bawah atas simpisis, klien tampak

kesakitan, nyeri sedang, skala nyeri 6 (1-10), luka insisi melintang ± 10 cm pada

abdomen bawah atas simpisis, dan kontraksi uterus kuat, maka dari data tersebut

dapat diangkat diagnosa nyeri. Nyeri diangkat sebagai prioritas pertama diagnosa

keperawatan pada Ny. G, karena nyeri merupakan keluhan utama pasien dan

merupakan masalah aktual yang memerlukan intervensi paling cepat. Disamping itu

menurut hirarki Kalish penghindaran nyeri merupakan kebutuhan bertahan hidup

yang berada pada tingkat dasar. (Doengoes, 2001)

Menurut Maslow, seorang pelopor psikologi mengatakan bahwa kebutuhan

rasa nyaman merupakan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi. Seseorang yang

mengalami nyeri akan berdampak terhadap aktivitas sehari-harinya. Orang tersebut

akan terganggu pemenuhan kebutuhan istrahat dan tidurnya, juga aspek interaksi

sosialnya yang dapat berubah menghindari percakapan, menarik diri dan

menghindari kontak.( Potter dan Perry 1997 ; Istichomah 2007 )

Page 3: PEMBAHASAN KTI STASE MATERNITAS

68

Bebas dari nyeri merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi manusia.

Nyeri merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kenyamanan tubuh ( Aziz

& musrifatul, 2004). Jika seseorang menderita nyeri maka akan mempengaruhi

fisiologis dan psikologis dari oarang tersebut. Sesorang dapat menjadi mudah

marah, denyut nadi cepat, cemas, dang gangguan pola tidur bahkan aktivitas

sehari-hari dapat terganggu. ( Tamsuri Anas , 2007 )

Dalam mengatasi nyeri dilakukan intervensi antara lain : mengkaji skala nyeri

pasien, monitor nadi dan respirasi yang berhubungan dengan keluhan atau

penghilangan nyeri, mengamati keadaan pasien saat nyeri muncul,

menginformasikan pada pasien tentang penyebab nyeri, melatih teknik relaksasi-

distraksi diharapkan dapat menurunkan rasa nyeri dan menurunkan ketegangan otot

dan melepaskan perasaan kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan

koping terhadap nyeri. (Doengoes, 2001)

Untuk mengatasi masalah nyeri telah dilakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam, dan hasilnya terjadi penurunan skala nyeri dari skala 6 menjadi skala 2

(1-10), pasien telah mampu mengurangi nyeri dengan intervensi yang dilakukan,

namun belum sesuai dengan kriteria hasil dari tujuan yang diharapkan. Sehingga

dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah keperawatan nyeri belum teratasi dengan

intervensi yang dilakukan.

2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Intoleransi aktivitas dan nyeri

Hambatan mobilitas fisik merupakan suatu keterbatasan dalam kemandirian

pergerakan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih

(Judith, 2005).

Diagnosa hambatan mobilitas fisik pada Ny. G ditegakkan karena terdapat

data-data : Klien mengatakan belum berani untuk bergerak dan masih lemas, kaki

dan tangan masih sulit digerakkan, keterbatasan rentang gerak, klien tampak lemah.

Hambatan mobilitas fisik diangkat sebagai prioritas ke-2 diagnosa

keperawatan pada Ny. G, karena mobilisasi fisik merupakan keluhan utama pasien

dan merupakan masalah aktual yang memerlukan intervensi cepat. Hal ini sesuai

dengan konsep teori bahwa penatalaksaan keperawatan pada pasien dengan post

operasi sectio caesarea setelah 6 jam pasca operasi adalah mobilisasi dini (early

ambulation) secara bertahap sehingga pada hari ke-3 pasca operasi klien sudah

mampu untuk berjalan. Hal ini bertujuan untuk melancarkan pengeluaran lokia,

mengurangi infeksi puerperium, mempercepat involusi alat kandungan,

Page 4: PEMBAHASAN KTI STASE MATERNITAS

69

melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan, eningkatkan

kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran

sisa metabolisme.

Dalam mengatasi gangguan mobilisasi fisik dilakukan intervensi, antara lain

sebagai berikut : mengkaji respon klien terhadap aktivitas dan mencatat tipe

anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien sadar untuk

mengetahui perubahan yang terjadi pada klien, menganjurkan klien untuk istirahat

agar memulihkan tenaga, membantu dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari sesuai

kebutuhan, serta meningkatkan aktifitas secara bertahap agar mampu memberikan

rasa tenang dan aman.

Untuk mengatasi masalah gangguan mobilitas fisik telah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam, dan hasilnya terjadi peningkatan pergerakan secara

perlahan, namun belum optimal. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah

keperawatan belum teratasi dengan intervensi yang dilakukan.

3) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan ADL

pada diri sendiri. (Judith, 2005)

Diagnosa keperawatan defisit perawatan diri dapat ditegakan bila terdapat

tanda-tanda : ketidakmampuan untuk makan, mandi, berpakaian, toileting, oral

higiene dan ketidakmampuan untuk membersihkan area perineal. (Judith, 2005)

Diagnosa keperawatan defisit perawatan diri pada klien Ny. G ditegakan

karena terdapat tanda-tanda : klien mengatakan takut untuk bergerak dan nyeri jika

bergerak, klien tampak lemah, Kebutuhan makan, mandi, berpakaian dan toileting

dipenuhi dengan bantuan.

Dalam mengatasi masalah defisit perawatan diri dilakukan intervensi antara

lain : mengajarkan kepada keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk

memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukanya,

memandikan dan membersihkan area perineal (Vulva higiene).

Untuk mengatasi masalah defisit perawatan diri, telah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam, dan hasilnya pasien belum mampu melakukan ADL

secara mandiri. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah defisit

paerawatan diri belum teratasi.

Page 5: PEMBAHASAN KTI STASE MATERNITAS

70

4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan kerusakan kulit

sekunder pembedahan.

Terdapat banyak cara penularan mikroorganisme dari reservoir ke penjamu

(host). Luka merupakan salah satu pintu masuknya kuman kedalam tubuh. Begitu

pula dengan adanya benda yang terpasang di dalam tubuh merupakan pintu masuk

kuman. Dengan adanya luka/terbukanya jaringan maka tubuh tidak mempunyai

perisai untuk mencegah masuknya kuman/bakteri ke dalam tubuh sehingga kuman

yang masuk akan beredar dalam pembuluh darah dan akhirnya dapat menimbulkan

reaksi peradangan yang merupakan tanda awal dari Infeksi (Perry, Potter, 2005).

Masalah infeksi dapat diangkat bila terdapat data-data sebagai berikut : timbul

dolor, rubor, kalor, tumor dan fungsiolaesa, terdapat demam, suhu tubuh per axila

lebih dari 370C, leukosit lebih dari 11.000 ul, terdapat pus, luka basah. (Doengoes,

2001)

Data yang diperoleh hasil pengkajian pada klien Ny. G meliputi : luka insisi

melintang pada abdomen atas simpisis, panjang luka ± 10 cm, luka bersih,

terpasang cateter dan infus, suhu axila 37 oC, leukosit : 9.500 ul, terdapat nilai atau

kepercayaan pantang makan. Berdasarkan data tersebut maka tidak dapat diangkat

sebagai diagnosa infeksi, karena tidak ditemukan tanda-tanda infeksi lain seperti,

adanya pus, dan jumlah leukosit dalam batas normal. Resiko terhadap infeksi

menggambarkan situasi bila pertahanan pejamu lemah, dan membuat pejamu lebih

mudah terserang oleh patogen-patogen yang ada dilingkungan. (Perry, 2000)

Diagnosa resiko tinggi infeksi diangkat menjadi prioritas ke-4 dalam kasus ini

karena masalah bukan merupakan masalah aktual yang memerlukan penanganan

dengan segera, meskipun demikian penanganan yang tepat sangat diperlukan untuk

mencegah masalah menjadi aktual, sehingga diagnosa resiko infeksi tidak menjadi

masalah utama. Untuk mencegah terjadinya infeksi telah dilakukan beberapa

intervensi diantaranya : mengamati luka dan tanda-tanda infeksi, merawat luka

dengan teknik aseptik antiseptik, menganjurkan pasien selalu menjaga kebersihan

dengan tujuan meminimalkan masuknya kuman, memberikan antibiotik sesuai

program terapi untuk mengontrol mencegah infeksi dan pendidikan kesehatan akan

pentingnya nutrisi bagi ibu post partum/paska operasi. (Doengoes, 2001)

Untuk mengatasi masalah resiko tinggi infeksi telah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam, dan hasilnya luka jahitan bersih, jahitan menutup,

tidak ada pus, tidak ada tanda-tanda peradangan pada luka, kateter dan infus

Page 6: PEMBAHASAN KTI STASE MATERNITAS

71

dilepas. Berdasarkan kriteria hasil yang ditetapkan, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa masalah resiko tinggi infeksi telah teratasi sebagian, karena masih

memerlukan perawatan luka jahitan.

5) Resiko tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan terhambatnya pengeluaran ASI

karena cemas dan kurang pengetahuan tentang perawatan bayi.

Ibu bertanggung jawab atas perawatan bayi yang tidak berdaya, ia

harus pula memberikan perhatikan terhadap suami, malam hari sering terganggu, ia

merasa tidak mampu atau tidak yakin akan kemampuannya menjadi ibu (Liewellyn,

2001). Perubahan psikologis lain yaitu kecemasan pada kemampuannya untuk

merawat bayinya setelah meninggalkan rumah sakit dan rasa takut menjadi tidak

menarik lagi bagi suaminya. (Cunningham, 1995)

Perubahan yang mendadak pada status hormonal menyebabkan ibu yang

berada dalam masa nifas menjadi sensitif terhadap faktor-faktor yang dalam

keadaan normal mampu diatasinya. Kecemasan akan bayi dan suaminya, sebagian

ibu merasa tidak berdaya dalam waktu yang singkat, namun perasaan ini umumnya

akan menghilang setelah kepercayaan pada diri dan bayinya tumbuh. (Farrer, 1999)

Data yang diperlukan untuk mendukung diagnosa tidak efektif menyusui

adalah ASI belum keluar, bayi tidak menghisap terus menerus, masuknya mulut

bayi tidak adekuat, bayi menangis saat disusui dan menolak hisapan.

(Carpenito, 1998)

Menurut Wis (2007), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

kecemasan pada ibu post partum, terutama pada primipara, yaitu : faktor sosial

budaya seperti tidak boleh makan ikan, telur, daging agar ASI nya tidak amis,

faktor pengetahuan, lingkungan, minat dan kemauan ibu, media masa dan

dukungan orang terdekat.

Jika ibu dilanda kecemasan, akibat yang jelas antara lain hormon oksitosin

ibu tidak akan keluar. Hormon oksitosin merupakan salah satu hormon yang

berperan dalam proses produksi ASI. Sebaliknya jika ibu merasa tenang,

hatinya senang, hormon oksitosin bisa keluar dan bekerja dengan baik. Oksitosin

berpengaruh dalam proses pengeluaran ASI dikelenjar susu (Roesli, 2007).

Tidak efektif menyusui merupakan keadaan dimana ibu, bayi atau anak

mengalami atau beresiko mengalami ketidakpuasan atau kesukaran dengan proses

menyusui (Carpenito, 1998). Pada hari 2-3 post partum payudara akan

Page 7: PEMBAHASAN KTI STASE MATERNITAS

72

membengkak, keras, lembut dan hangat bila disentuh, terjadi karena akumulasi air

susu. (Bobak, 2000)

Data yang diperoleh dari hasil pengkajian pada klien Ny. G meliputi : klien

mengatakan ASI belum lancar dan hanya keluar sedikit, payudara tegang, puting

menonjol, hiperpigmentasi areola mamae, pengetahuan tentang ASI kurang. Pasien

juga mengatakan kurang tahu tentang perawatan bayi, tidak tahu tentang ASI

eksklusif dan belum pernah melakukan perawatan payudara karena tidak tahu

caranya. Sehingga masalah hanya dapat diangkat menjadi diagnosa resiko.

Diagnosa resiko tidak efektifnya laktasi menjadi prioritas terakhir dari

diagnosa yang diangkat penulis, karena masalah bukan merupakan masalah aktual

yang memerlukan penanganan dengan segera, produksi laktasi baru efektif pada

hari ke-3 post partum.

Untuk mengatasi resiko tidak efektifnya laktasi pada pasien dikaji terlebih

dahulu system pendukung yang tersedia pada klien dan sikap pasangan atau

keluarga untuk mengetahui motivasi, keadaan psikis dan untuk merumuskan

intervensi lebih lanjut. Dikaji juga pengetahuan pasien mengenai perawatan

payudara yang dapat menjadi salah satu penyebab menyusui menjadi tidak efektif.

Memberikan pendidikan kesehatan (Penkes) ASI eksklusif dan tentang perawatan

payudara (breast care) untuk menstimulasi duktus-duktus pada mamae merupakan

intervensi utama untuk mengatasi masalah ini. Mendemonstrasikan perawatan

payudara dan mengevaluasi pengetahuan dan ketrampilan pasien dalam perawatan

payudara, agar selanjutnya pasien dapat melakukan sendiri tanpa bantuan.

(Doenges, 2001)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, produksi ASI

meningkat, pasien dapat melakukan perawatan payudara secara mandiri, sehingga

dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah resiko tidak efektifnya laktasi dapat

teratasi.

b. Diagnosa keperawatan yang ada pada teori namun tidak muncul pada kasus adalah

sebagai berikut :

1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan efek anastesi

Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk

membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk

mempertahankan kebersihan jalan nafas. (Judith, 2005)

Page 8: PEMBAHASAN KTI STASE MATERNITAS

73

Data yang diperlukan untuk mengangkat diagnosa keperawatan ini adalah

klien mengeluh dispneu, penurunan suara nafas, orthopneu, cyanosis, kelainan

suara nafas (rales, wheezing), kesulitan berbicara, batuk tidak efektif atau tidak ada,

produksi sputum, gelisah, perubahan frekuensi dan irama nafas. (Judith, 2005)

Data yang ditemukan hasil pengkajian pada klien Ny. G adalah kesadaran compos

mentis, respirasi 22 x/menit, tidak ada keluhan batuk, tidak ada ronchi dan wheezing, pola

napas reguler, bunyi napas vesikuler.

Berdasarkan data yang ditemukan hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan

bersihan jalan napas tidak efektif tidak muncul, karena tidak ada data yang mendukung.

2) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan

Defisit volume cairan adalah penurunan cairan intravaskuler, interstisiil, dan

atau mengarah intravaskuler. Ini mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan

pengeluaran sodium. (Judith, 2005)

Data yang diperlukan untuk mengangkat diagnosa keperawatan ini adalah

adanya rasa haus, penurunan turgor kulit, membran mukosa/kulit kering,

peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan

nadi, pengisian vena menurun, perubahan status mental, konsentrasi urine

meningkat, temperatur tubuh meningkat, kehilangan berat badan secara tiba-tiba,

penurunan urine output, hematokrit meningkat, kelemahan. (Judith, 2005)

Data yang ditemukan hasil pengkajian pada klien Ny. G adalah kesadaran compos

mentis, TD 110/70, nadi 84 x/menit, suhu 37oC, respirasi 22 x/menit, turgor baik, akral

hangat, CRT < 2 detik, kontraksi uterus baik, perdarahan pervaginam (-), lochea rubra pada

pembalut.

Berdasarkan data yang ditemukan hasil pengkajian, maka diagnosa keperawatan

defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan tidak

muncul, karena tidak ada data yang mendukung.

Dari 5 (lima) diagnosa keperawatan yang penulis angkat, 1 diagnosa dari masalah

keperawatan dapat teratasi sesuai dengan waktu dan kriteria hasil yang telah ditetapkan,

yaitu : tidak efektifnya laktasi berhubungan terhambatnya pengeluaran ASI karena cemas

dan kurang pengetahuan tentang perawatan bayi. Sedangkan diagnosa keperawatan resiko

tinggi infeksi, masalah teratasi sebagian karena luka jahitan masih memerlukan perawatan

lebih lanjut, sedangkan penulis hanya melakukan pengelolaan selama 3 hari, dan

disimpulkan infeksi tidak terjadi selama pengelolaan tersebut.

Page 9: PEMBAHASAN KTI STASE MATERNITAS

74

Sedangkan 3 diagnosa lainya yang dikelola belum berhasil diatasi, nyeri abdomen

bawah atas simpisis, gangguan mobilitas fisik dan defisit perawatan diri. Ketiga diagnosa

keperawatan tersebut masih memerlukan intervensi lebih lanjut untuk mencapai kriteria

hasil yang telah ditetapkan, sehingga intervensi yang telah disusun dikonfirmasikan

kembali dengan perawat di ruangan.