109
PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA DALAM TEORI MASLAHAH MURSALAH Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: RIZKI PANGESTU 11150440000004 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H/2019M

PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

  • Upload
    others

  • View
    45

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU

SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

DALAM TEORI MASLAHAH MURSALAH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

RIZKI PANGESTU

11150440000004

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440H/2019M

Page 2: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

ii

PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU

SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

DALAM TEORI MASLAHAH MURSALAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

Rizki Pangestu

NIM.111500440000004

Pembimbing

Sri Hidayati, M.Ag.

NIP: 197102151997032002

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440H/2019M

Page 3: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di

Fakultas Syaiah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 April 2019

RIZKI PANGESTU

NIM. 11150440000004

Page 4: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

iv

Page 5: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

v

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur, segala puji bagi Allah Maha Pengatur dan Pemelihara

seluruh alam. Selawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan alam baginda

Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan para sahabat beliau serta pengikutnya

yang senantiasa memegang ajarannya.

Alhamdulillah, Penulis berterimakasih dan bersyukur atas semua nikmat

dan pertolongan yang telah diberikan olehNya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan salah satu tugas akhir perkuliahan yaitu skripsi.

Karya tulis ini penulis persembahkan untuk Ayahanda (Sarno) dan Ibunda

(Misnarti) tercinta, yang dengan kasih dan sayangnya, doa serta dukungan yang

selalu diberikan kepada penulis.

Kemudian ucapan terimakasih lainnya tak lupa penulis berikan kepada

segenap jajaran yang telah membantu penulis dan menyampaikan penghargaan

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. selaku Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. selaku ketua Program Studi Hukum

Keluarga, yang telah memberikan persetujuan judul yang penulis

ajukan, dan juga yang telah memberikan semangat hingga selesainya

skripsi ini.

3. Bapak Indra Rahmatullah, SH.I., MH. selaku sekretaris Program Studi

Hukum Keluarga yang dengan sibuk mengurus proses perkuliahan

yang penulis jalankan.

4. Ibu Sri Hidayati, M.Ag. selaku pembimbing skripsi, yang sudah

meluangkan waktunya dan selalu membimbing dan memberikan

arahan bagi penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Segenap jajaran Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan ilmunya

dengan keikhlasan, semoga apa yang diajarkan bermanfaat bagi

penulis, Amin.

Page 6: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

vi

6. Staf dan karyawan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah membantu

penulis dalam hal pengurusan akademik penulis di kampus.

7. Kedua Orangtua dan saudari penulis, Rini Suprapti (kakak) Ria Puspita

(kakak) dan Retno Yuni Setiowati (adik) yang selalu memberikan

semangat dan memberi dukungan baik materi dan non materi.

8. Bapak Parsito sebagai paman penulis, yang telah membantu penulis

menetap dirumah kediamannya saat penulis melakukan observasi di

lapangan dan membantu penulis dalam segala hal yang berkaitan

dengan penelitian, semoga kebaikannya di balas oleh Allah.

9. Seluruh narasumber, terimakasih telah bersedia untuk penulis

wawancarai dalam penelitian ini, semoga amal kebaikan mereka selalu

diberkahi oleh Allah.

10. Alumni MAN 2 Pontianak, dan khususnya kepada teman penulis Ade

Fahrizal yang membantu penulis saat penulis melakukan observasi.

Kemudian teman-teman Akbar, Dwi, Kael, Misbah, Suci, Agustina,

Tiara dan Almarhumah Wieka, yang sudah membuat hari-hari penulis

berwarna dan telah membuat penulis semangat untuk menyelesaikan

skripsi ini.

11. Teman-teman Hukum Keluarga 2015, yang banyak membuat penulis

belajar arti kehidupan anak kuliahan dari berbagai golongan, terutama

Noufal, Nia, Defanti, Ladina, Iqbal, Lutfi, Finza, Kahfi, Ilham,

Anaeka, dan teman teman lainnya yang tidak penulis sebutkan namun

tidak mengurangi rasa terimakasih penulis.

12. Kepada teman teman kosan yaitu Dani, Imam, Imron, Anwar, Asrofi,

Marda, yang telah membantu penulis dan disibukkan oleh penulis

dalam menyusun skripsi ini.

13. UKM Tim Sepak Bola UIN Jakarta dan teman-teman yang tergabung

di dalamnya, yang telah memberikan nuansa ceria saat penulis bermain

bersama di kala waktu luang, dan memberi semangat kepada penulis.

14. Dan kepada seluruh jajaran yang telah mendukung dari awal proses

penyusunan skripsi penulis hingga akhir dari skripsi ini.

Page 7: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

vii

Semoga apa yang telah mereka dedikasikan kepada penulis dapat menjadi

amal kebaikan dan pahala yang akan dibalas dan dilipat gandakan serta

mendapatkan ridho dari Allah SWT.

Tiada kata yang indah jika dirangkai dan dibungkus dengan suatu tali

kasih antar sesama. Sekiranya terdapat kesalahan kata dari penulisan skripsi ini

penulis mohon maaf dengan setulus hati. Karena sejatinya kebenaran datangnya

dari Allah, dan kehilafan datangnya dari penulis sendiri.

Kepada Allah SWT, penulis mohon ampun atas segala khilaf dan salah.

Semoga Allah yang Maha Penyayang menjadikan sedikit karya ini sebagai ibadah

penulis kepada-Nya.

Jakarta, 27 April 2019

Penulis

Rizki Pangestu

Page 8: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

viii

ABSTRAK

Rizki Pangestu. NIM 11150440000004 PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN

DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN

RELEVANSINYA DALAM TEORI MASLAHAH MURSALAH. Program Studi

Hukum Keluarga. Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan pembagian harta

peninggalan 1:1 antara anak laki-laki dan perempuan tradisi masyarakat Melayu

Sambas dan relevansinya dalam teori maslahah mursalah, mengapa pembagian

yang dilakukan oleh masyarakat Melayu menerapkan 1:1 antara anak laki-laki dan

perempuan, dan kolerasi pembagian 1:1 ini dengan hukum Islam.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang bersifat

deskriptif, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

normatif. Sumber data terdiri dari data primer, adalah penelitian lapangan (field

research), dan data sekundernya adalah studi pustaka (library research),

kemudian teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi

pustaka dengan metode induktif dan deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya jika

dilihat dari sekilas pembagian 1:1 yang dilakukan oleh masyarakat Melayu

Sambas tidak sesuai dengan hukum kewarisan Islam. Namun di Indonesia hal ini

bisa menjadi sah apabila dalam pembagian yang dilakukan oleh masyarakat

Melayu tersebut merujuk dari KHI. Apabila ingin melakukan pembagian secara

sama rata harus diketahui terlebih dahulu bagian secara Islamnya. Selanjutnya jika

ditinjau dari teori maslahah mursalah, pembagian 1:1 ini termasuk ke dalam

beberapa macam maslahah dalam guna menetapkan suatu hukum yakni,

maslahah mughah, maslahah mu‟tabarah dan masalahah mursalah.

Kata kunci: Harta Peninggalan, Waris Adat, Maslahah Mursalah.

Pembimbing : Sri Hidayati, M. Ag.

Daftar Pustaka : Tahun 1961 s.d Tahun 2019

Page 9: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJIiv ................................................................

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

ABSTRAK ......................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................. 4

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................ 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 5

E. Tinjauan Penelitian (Review Studi Terdahulu) ......................... 5

F. Kerangka Teori.......................................................................... 7

G. Metode Penelitian.................................................................... 10

H. Sistematika Penulisan ............................................................. 14

BAB II : HUKUM WARIS ADAT DAN HUKUM WARIS ISLAM

A. Hukum Waris Adat ................................................................. 16

B. Hukum Waris Islam ................................................................ 25

C. Perbedaan Hukum Waris Adat dan Hukum Waris Islam........ 31

BAB III : LANDASAN TEORI MASLAHAH MURSALAH

A. Definisi Maslahah Mursalah .................................................. 33

B. Syarat Maslahah Mursalah ..................................................... 35

C. Dasar Hukum Maslahah Mursalah ......................................... 37

D. Macam-Macam Maslahah Mursalah ...................................... 38

E. Kehujjahan Maslahah Mursalah ............................................. 40

F. Tinjauan Maslahah Mursalah Terhadap Hukum Islam .......... 43

BAB IV : PEMBAGIAN WARISAN DI SAMBAS

A. Gambaran Umum Kecamatan Sambas.................................... 44

B. Pembagian Harta Peninggalan Melayu Sambas ...................... 46

Page 10: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

x

C. Relevansi Maslahah Dalam Pembagian Harta Peninggalan

Melayu Sambas ....................................................................... 53

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 61

B. Saran ........................................................................................ 62

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 64

Lampiran-Lampiran ................................................................................................

Page 11: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup

kehidupan manusia, memang tidak bisa dipungkiri bawha permasalahan

harta peninggalan (warisan) merupakan salah satu pokok yang sering

dibicarakan dan hampir setiap orang mengalaminya.

Pada dasarnya syari‟at Islam telah meletakkan aturan dan hukum

mengenai harta benda peninggalan dengan sebaik-baiknya dan seadil-

adilnya. Agama Islam menetapkan hak milik seseorang atas harta

peninggalan, baik laki-laki maupun perempuan melalui hukum syara‟.

Seperti perpindahan harta peninggalan kepada ahli warisnya setelah

meninggal dunia, (QS. Annisa [4], 11).

Berkaitan dengan hal itu, Negara Indonesia belum mempunyai

hukum waris yang bisa diterapkan secara seragam. Hal tersebut

disebabkan adanya perbedaan latar belakang penduduknya, baik suku

maupun agama. Aturan-aturan era pemerintahan kolonial Belanda masih

punya andil besar dalam penerapan hukum waris di Indonesia.1

Hukum waris di Indonesia hingga kini masih sangat beragam.

Dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini berlaku

bermacam-macam sistem hukum kewarisan, yakni hukum waris Adat,

hukum waris Islam dan hukum waris Barat yang tercantum dalam

Burgelick Wetbook (BW). Keanekaragaman hukum ini semakin terlihat

karena hukum waris adat yang berlaku pada kenyataannya tidak bersifat

1 NM. Wahyu Kuncoro, “Waris Permasalahan dan Solusinya Cara Halal dan Legal

Membagi Warisan”, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015) cet-1, h.6.

Page 12: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

2

tunggal, tetapi juga bermacam-macam mengikuti bentuk

masyarakat dan sistem kekeluargaan masyarakat Indonesia.2

Hal ini tergambar jelas didalam banyaknya golongan terutama

yang menyangkut sifat kemasyarakatannya. Pada umumnya terdapat tiga

sifat yakni patrilineal, matrilineal dan parental atau bilateral. Ketiga sifat

ini sangat memiliki kaitan yang erat dan sistem yang beraneka ragam

dengan masalah kewarisan di Indonesia. Maksudnya adalah setiap sistem

yang berlaku dalam masyarakat patrilineal, matrilineal dan parental satu

sama lainnya menunjukkan adanya perbedaan hukum waris yang berlaku

bagi tiap-tiap masyarakat tersebut. Sebenarnya masalah waris ini sangat

erat kaitannya dengan masalah keluarga, dalam artian masalah waris ini

tidak terlepas kaitannya dengan masalah keluarga.

Akibat dari pola kehidupan masyarakat yang beragam inilah

menimbulkan dampak hukum yang beragam pula khususnya di bidang

kewarisan. Kemungkinan bakal terjadi disharmonisasi antara hukum

seperti KHI dengan stuktur dan pola budaya masyarakat. KHI disusun dan

diputuskan oleh elit-elit masyarakat di pusat pemerintahan dan pendidikan,

sementara sebagian besar warga masyarakat bermukim di pedesaan yang

sangat terkait dengan kondisi lokal. Kemungkinan besar masyarakat

memang masih menerima hukum kewarisan Islam secara simbolik, akan

tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa terdapat beberapa bagian subsistemnya

mengacu kepada kaidah lokal yang berlaku secara turun temurun.3

Hukum waris di Indonesia juga merupakan suatu hukum perdata

secara keseluruhan dan merupakan bahasan yang selalu ada dari hukum

kekeluargaan. Hukum waris terkait erat dengan ruang lingkup kehidupan

manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum,

2 M. Yasir Fauzi, “Legislasi Hukum Kewarisan di Indonesia” (Vol.9 No.2 Agustus 2016)

h. 54.

3 Edi Gunawan, “Eksistensi Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia” (STAIN Manado:

Artikel) h.5.

Page 13: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

3

yaitu adanya kematian, sehingga akan menimbulkan akibat hukum dari

peristiwa kematian seseorang, di antaranya adalah masalah bagaimana

kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal

dunia. Terhadap penyelesaian hak dan kewajiban sebagai akibat

meninggalnya seseorang tersebut diaturlah oleh sebuah aturan yaitu

hukum waris.

Dalam sistem waris di Indonesia juga dapat dijumpai tiga macam

bentuk sistem waris. Pertama, adalah sistem waris kolektif, kedua, sistem

waris individual dan ketiga, adalah sistem waris mayorat dan atau perorat.

Dari ketiga sistem waris ini yang telah disebutkan diatas, jika dikaitkan

dengan sistem kewarisan Islam yang membagikan harta kepada masing-

masing ahli waris, maka sejalan dengan sistem waris individual. Hazairin

juga mengatakan dalam bukunya Hukum Kewarisan Bilateral, bahwa

konsep waris Islam sejatinya lebih cenderung kepada bentuk sistem

individual bilateral sesuai dengan tujuan ideal hukum waris dalam Islam.4

Sistem individual yang ada di Indonesia ini ternyata juga tidak

sama dengan apa yang terdapat dalam bentuk individual dalam Islam.

Khususnya dalam pembagian 1:1 yang dilakukan oleh masyarakat Sambas

dalam pembagian antara waris laki-laki dan perempuan yang di bagi sama

rata, hal ini berbeda dengan hukum Islam yang kita ketahui membagi

dengan bagian 2:1 khususnya antara anak laki-laki dan perempuan.

Masalah ini sangatlah penting untuk diteliti karena terkait dengan

harta waris dimana jika pembagiannya dirasa tidak adil, maka akan

mengakibatkan sengketa diantara ahliwarisnya, dan sekaligus mengkaji

lebih luas hukum waris adat yang ada di Indonesia, maka dari latar

belakang masalah yang tertera diatas, penulis mencoba mengabadikannya

dalam karya ilmiah yang berbentuk skripsi.

4 Hazairin, Kewarisan Bilateral Menurut Quran dan Hadith, (Jakarta, Timtamas

Indonesia, 1961) h. 16.

Page 14: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

4

B. Identifikasi Masalah

1. Pembagian harta peninggalan 1:1 antara anak laki-laki dan perempuan

dalam masyarakat adat Melayu Sambas Kalimantan Barat.

2. Penyebab pembagian warisan dalam masyarakat Melayu Sambas yang

menerapkan pembagian 1:1.

3. Penyebab perbedaan antara hukum waris adat dan hukum waris Islam

mengenai pembagian warisan dalam praktiknya di masyarakat.

4. Pemberlakuan hukum Islam dalam pembagian hukum waris adat

setempat.

5. Pengetahuan masyarakat mengenai hukum waris Islam.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini terbatas pada

pembagian harta peninggalan 1:1 antara anak laki-laki dan perempuan.

D. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana sistem

pembagian harta peninggalan 1:1 antara anak laki-laki dan perempuan

dalam tradisi Melayu Sambas dikaitkan dengan teori maslahah mursalah.

Adapun masalah diatas dapat penulis rinci dalam bentuk pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Kenapa pembagian warisan dalam masyarakat Melayu Sambas

menerapkan 1:1?

2. Bagaimana kolerasi Hukum Islam dan Hukum Adat dalam pembagian

warisan masyarakat Melayu Sambas?

Page 15: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

5

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang dicapai oleh penulis dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui pembagian kewarisan adat Melayu Sambas 1:1

antara anak laki-laki dan perempuan menurut teori maslahah

mursalah.

b. Untuk mengetahui penyebab pembagian warisan dalam masyarakat

Melayu Sambas menerapkan 1:1.

c. Untuk mengetahui bagaimana kolerasi Hukum Islam dan Hukum Adat

dalam pembagian warisan masyarakat Melayu Sambas.

F. Manfaat Penelitian

a. Untuk menjadikan bahan pengalaman dalam bidang penelitian bagi

penulis.

b. Bisa menjadi bahan pengetahuan bagi penulis tentang sistem

pembagian kewarisan dalam masyarakat Melayu Sambas Kalimantan

Barat.

c. Manfaat bagi dunia penelitian di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

d. Dapat menjadi bahan bacaan bagi civitas akademik UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta baik untuk kepentingan akademik maupun untuk

kepentingan pengayaan pengetahuan.

G. Tinjauan Penelitian (Review Studi Terdahulu)

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti

sebelumnya mengenai Hukum Waris. Diantara penelitian terdahulu,

pertama, yang dilakukan oleh Irwan dengan judul “ Pembagian Warisan

Dalam Tradisi Adat Melayu Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan

Page 16: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

6

Barat Menurut Hukum Islam” 5 yaitu bahwa penelitian ini meneliti tentang

seluruh pembagian sistem kewarisan yang secara garis besar masyarakat

Melayu Sintang dalam hal penyelesaian membagi harta warisan masih

menggunakan asas musyawarah. Sistem pembagian mereka tidak sesuai

dengan hukum fara‟id atau hukum Islam, karena bagian ahli waris akan

ditentukan berdasarkan tarap sosial dan ekonomi dari para ahli waris.

Pendekatan penelitian ini menggunakan kaidah urf dimana pembagian

yang terjadi masih dalam koridor urf sahih yaitu urf yang dapat diterima

dalam hukum Islam.

Sedangkan skripsi ini membahas tentang pembagian harta

peninggalan masyarakat Melayu yang berada di Sambas, fokus penelitian

pada masyarakat Melayu Sambas ini diambil dari pelaksanaan pembagian

kewarisannya yang dibagi secara 1:1 antara laki-laki dan perempuan, tidak

diteliti bagian ahli waris yang lain. Penelitian ini menggunakan

pendekatan maslahah mursalah, dimana pembagian yang dilakukan oleh

masyarakat melayu Sambas ini di pandang baik atau buruk dari suatu

maslahat bagi umat.

Kedua, skripsi yang ditulis oleh Aep Saifullah dengan judul

“Analisa Perbandingan Hukum Kewarisan Adat Sunda Dengan Hukum

Kewarisan Islam”6 yaitu bahwa hukum kewarisan Adat Sunda dan hukum

kewarisan Islam pada prinsipnya sama. Persamaan dan perbedaan yang

mendasar dari kedua sistem hukum tersebut terletak pada pengertian,

proses terjadinya kewarisan, sumber rukun, syarat, sebab-sebab dan

penghalang yang mewarisi terjadinya kewarisan.

5 Irwan, “Pembagian Warisan Dalam Tradisi Adat Melayu Kabupaten Sintang Provinsi

Kalimantan Barat Menurut Hukum Islam” (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017). 6 Aep Saifullah, “Analisa Perbandingan Hukum Kewarisan Adat Sunda dengan Hukum

Kewarisan Islam”. (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2007).

Page 17: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

7

Sedangkan skripsi ini membahas tentang perbedaan antara

pembagian sistem waris adat Melayu dan sistem waris Islam dan

relevansinya dengan menggunakan teori maslahah mursalah, namun tidak

mencoba membenturkan dua hukum tersebut.

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Muhamad Fauzan dengan judul

“Pembagian Hak Waris 1:1 Bagi Ahli Waris Laki-Laki dan Perempuan

(Analisis Putusan Pengadilan Agama Medan No.92/Pdt/G/2009?PA.Md.)7

yaitu bahwa hakim dalam menetapkan putusan yang mana pembagian

antara laki laki dan perempuan sudah dibagi menurut Islam yakni 2:1,

akan tetapi dalam faktanya anak perempuan lebih dominan dalam

mengurus pewaris, menemani berkomunikasi, mengurusi kepentingan

termasuk membayar biaya perawatan pewaris, maka menurut hakim tidak

adil jika hanya dilihat dari segi normatif saja.

Sedangkan dalam skripsi ini membahas tentang pembagian harta

peninggalan secara tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Melayu yang

mana pembagiannya adalah 1:1 dengan beberapa alasan seperti agar tetap

terjalin silaturrahmi yang baik antar ahli. Kemudian Pembagian ini ditinjau

menggunakan teori maslahah mursalah.

H. Kerangka Teori

1. Teori Kemaslahatan

Salah satu konsep yang dikembangkan ulama ushul fiqh dalam

mengistimbatkan hukum dari Nas adalah maslahah al-mursalah, yaitu

suatu kemaslahatan yang tidak ada Nas rinci yang mendukungnya, dan

tidak ada pula yang menolaknya dan tidak ada pula ijma‟ yang

7 Muhammad Fauzan, “Pembagian Hak Waris 1:1 Bagi Ahli Waris Laki-Laki dan

Perempuan (Analisis Putusan Pengadilan Agama Medan No.92/Pdt/G/2009?PA.Md.). (Skripsi S-1

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007).

Page 18: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

8

mendukungnya, tetapi kemaslahatan ini didukung oleh sejumlah Nas

melalui cara istiqra‟ (induksi dari sejumlah Nas).8

Konsep maslahah, apabila ditarik kepada masalah sistem

kewarisan bilateral seperti yang dibangun oleh Hazairin maka dapat

dijelaskan kesesuaian pemikiran Hazairin tersebut dengan konsep

kemaslahatan secara umum. Adapun rincian kemaslahatan yang

ditimbulkan akibat penerapan sistem kewarisan bilateral diantaranya:

Pertama, terjaganya keutuhan keluarga pewaris dan terhindar dari

perpecahan keluarga yang sangat dilarang oleh Islam. Harus diakui,

ada sekian banyak keluarga yang tercerai berai dan terpecah ketika

pembagian harta warisan di anggap tidak adil oleh anggota keluarga

lainnya. Kedua, terpeliharanya adat (kebiasaan) shahihah atau adat

yang sejalan dengan syariah Islam.9

2. Teori Keadilan

Keadilan merupakan salah satu ajaran pokok dalam Islam yang

bersifat universal. Islam memerintahkan penegakan keadilan bagi

semua orang. Bahkan, Islam memerintahkan untuk menegakkan

keadilan meskipun terhadap non-muslim selama mereka tidak

menyerang dan mengusir umat muslim.

Menurut Aristoteles, keadilan mesti dipahami dalam pengertian

kesetaraan. Namun, kesetaraan perlu dibedakan antara kesetaraan

numerik dan kesetaraan proporsional. Aristoteles juga membedakan

keadilan menjadi keadilan distributif dan keadilan korektif. Keadilan

8 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,1997), cet.2, h.113.

9 Muchlis Samfrudin Habib, “Sistem Bilateral Ditinjau Dari Maqashid Al-syariah”,

(Jurnal Hukum dan Syariah Vol 9 No 1, 2017), h. 39.

Page 19: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

9

distributif berlaku dalam hukum publik, sedangkan keadilan korektif

berlaku hukum perdata dan pidana.10

Di dalam keadilan terkandung makna perimbangan atau

keadaan seimbang dalam arti tidak ada diskrimiNasi dalam bentuk dan

cara apapun. Keadilan memiliki sifat haruslah memperhatikan hak-hak

pribadi atau golongan dengan cara memberikan hak itu kepada yang

berhak. Sehingga dalam penerapan hukum yang berlandaskan

keadilan, seseorang mujtahid atau hakim tidak hanya menguntungkan

satu pihak tetapi merugikan pihak lainnya.11

Hukum kewarisan bilateral apabila dilihat melalui perspektif

keadilan, maka dapat dikatakan bahwa hukum kewarisan bilateral

dibangun berdasarkan nilai-nilai keadilan yang ditegakkan oleh

mayoritas suku di Indonesia dalam masalah pembagian harta waris.

Jadi dalam konteks Arab, hukum kewarisan patrinial adalah hukum

yang sejalan dengan semangat keadilan, tetapi dalam konteks

Indonesia hukum kewarisan bilateral adalah hukum yang paling

sejalan dengan keadilan bagi masyarakat Indonesia. Keadilan dalam

sistem kewarisan bilateral dapat diwujudkan dengan pembagian

warisan sama rata, atau bisa juga dengan pembagian laki-laki lebih

besar di bandingkan dengan perempuan atau sebaliknya, tergantung

kadar peranan dan tanggung jawab ahli waris masing-masing dalam

keluarganya.

3. Pluralisme Hukum

Sampai saat ini sudah banyak konsep dan atribut mengenai

pluralisme hukum yang diajukan oleh para ahli. Para legal pluralist

pada masa permulaan (1970-an) mengajukan konsep pluralisme hukum

10

Muhammad Isna Wahyudi, “Penegakan Keadilan Dalam Kewarisan Beda Agama”

(Jurnal Yudisial Vol. 8. No. 3 Desember 2015), h. 273. 11

Muchlis Safrudin, Sistem Kewarisan Bilateral Ditinjau Dari Maqashid Syariah, h. 39.

Page 20: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

10

yang meskipun agak berbeda. Seperti yang dikemukakan oleh Grifiths,

yang mengacu pada adanya lebih dari satu tatanan hukum dalam suatu

arena sosial. Dalam arena pluralisme hukum itu terdapat hukum

Negara di satu sisi, dan di sisi lain adalah hukum rakyat yang

prinsipnya tidak berasal dari Negara, yang terdiri dari hukum adat,

agama kebiasaan-kebiasaan atau konvensi-konvensi sosial lain yang di

pandang sebagai hukum.Pandangan pluralisme hukum dapat

menjelaskan bagaimana hukum yang beraneka ragam secara bersama

sama mengatur suatu perkara dalam hal ini ialah kewarisan, kenyataan

adanya hukum lain di samping hukum Negara masih sulit diterima.

Padahal tidak dapat di pungkiri bahwa dalam sehari-hari terdapat

sistem hukum lain di luar hukum Negara (state law).12

I. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan

penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Data yang dikumpulkan

lebih mengambil bentuk kata-kata atau gambar dari pada angka-

angka.13

Melalui pendekatan penelitian:

a. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan atau field research adalah penelitian

yang sumber datanya diambil dari objek penelitian atau proses

terjun langsung secara aktif ke lapangan untuk meniliti objek

penelitian. Objek penelitian dalam hal ini adalah tokoh adat, tokoh

agama, aparat desa dan ahli waris dari masyarakat Melayu

Kecamatan Sambas Kalimantan Barat.

12

Sulistyowati Irianto, “Sejarah dan Perkembangan Pemikiran Pluralismee Hukum dan

Konsekuensi Metodologisnya” (Article University of Indonesia, Juni 2017). 13

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),

h.3.

Page 21: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

11

b. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian kepustakaan atau library research yaitu untuk

memperoleh landasan teoritis yang ada kaitannya dengan judul

yang penulis akan bahas, dimana penelitian dilakukan melalui

media atau sumber sumber seperti buku, jurnal, makalah, artikel

dan website.

2. Sumber Data

a. Data Primer

Sumber data primer adalah bahan hukum yang bersifat

autoritatif14

, yaitu peneliti melakukan wawancara dan observasi

dengan mengamati dokumen hasil pembagian harta peninggalan di

tokoh adat dan Kantor Desa, atau terjun langsung ke wilayah objek

penelitian guna mendapatkan data-data yang dibutuhkan dengan

mempergunakan metode wawancara dan library research atau

telaah pustaka dengan membaca beberapa peraturan mengenai

kewarisan seperti, Kompilasi Hukum Islam, Hukum Waris Islam,

hukum waris Adat, dan kitab fiqh. Serta mempelajari hal-hal yang

berkaitan dengan permasalahan yang penulis tulis sesuai dengan

judul.

b. Data Sekunder

Sumber data sekunder di dapat dari beberapa buku yang

berkaitan dengan tema penelitian penulis seperti jurnal, buku,

majalah dan data data dari penelitian terdahulu.15

14

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2016), cet.9, h. 181. 15

Peter Mahmud, Penelitian Hukum, h.195.

Page 22: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

12

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data-data yang akurat dan sistematis pada

saat penelitian, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data

antara lain:

a. Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan salah satu teknik yang dapat

digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Wawancara

adalah suatu kejadian atau proses interaksi antara pewawancara

dan sumber informasi atau orang yang diwawancarai melalui

komunikasi langsung.16

Wawancara yang penulis lakukan yaitu

dengan cara tanya jawab langsung dengan para pihak yang

berkaitan dengan penulisan skripsi ini seperti tokoh agama yaitu

Bapak Daeng Abu Bakar, dan Bapak Anhari dan tokoh adat

setempat yaitu Bapak Urai Riza Fahmi serta beberapa ahli waris

yang penulis paparkan hasil wawancaranya pada lampiran skripsi

ini.

b. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti

mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala

subyek yang diselidiki.17

Observasi penulis lakukan selama kurang

lebih satu bulan, yaitu pada bulan Januari 2019, yang mana penulis

mendapatkan hasil atau dokumen-dokumen (surat keterangan

pembagian harta peninggalan) yang peneliti peroleh dari lembaga

yang menyelesaikan yaitu seperti Kantor Desa dan tokoh adat.

Artinya observasi merupakan salah satu metode pengumpulan data

16

A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Penelitian Gabungan

(Jakarta: Prenada Media, 2016) cet.3, h. 372.

17

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,

2016) cet.23, h. 145.

Page 23: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

13

dengan cara melakukan penelitian secara langsung ke wilayah yang

dijadikan objek penelitian oleh penulis.

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan atau karya seseorang tentang

sesuatu yang sudah berlalu. Dokumen itu dapat berbentuk teks

tertulis gambar maupun foto.18

Sedangkan dokumentasi merupakan

pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen.

Dalam hal ini penulis mengambil dokumen berupa foto saat

wawancara dan dokumen yang terkait dengan judul penulis.

4. Metode Analisis Data

Analisis data yaitu suatu cara yang dipakai untuk menganalisa,

mempelajari serta mengolah kelompok data tertentu, sehingga dapat

diambil suatu kesimpulan yang konkrit tentang permasalahan yang diteliti

dan dibahas,19

di bagi kedalam beberapa tahap:

1. Analisis sebelum meneliti di lapangan

Sebelum melakukan penelitian di lapangan, penulis terlebih

dahulu melakukan analisis mengenai permasalahan yang terdapat

pada objek penelitian. Mengingat bahwa wilayah objek penelitian

tidak jauh dari tempat tinggal penulis maka dari itu penulis dengan

mudah mengetahui permasalahan yang ada terkait pembagian waris

yang dilakukan oleh masyarakat Melayu Sambas.

18

A. Muri, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Penelitian Gabungan, h. 391. 19

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, h. 147.

Page 24: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

14

2. Analisis selama di Lapangan

Setelah mendapatkan semua data-data yang dibutuhkan

dalam penelitian baik dari library research maupun field research

melalui wawancara, observasi dan berbagai dokumen yang

didapatkan. Data-data tersebut yang kemudian dianalisa dengan

menggunakan analisis kualitatif, yaitu proses mereview dan

memeriksa data, menyintesis data dan menginterpretasikan data

tersebut sehingga dapat menggambarkan dan menerangkan situasi

sosial yang diteliti.20

Menggambarkan secara jelas sehingga

muncul fakta-fakta hukum yang akan diteliti.

5. Pendekatan Penelitian

Sudut pandang yang digunakan sebagai pendekatan dalam

penelitian ini adalah pendekatan normatif yaitu cara mendekati masalah

yang di teliti berdasarkan pada hukum Islam, dalam arti melakukan

pemahaman pada teks Al Qur‟an dan Hadis, pendapat para ulama serta

kaidah ushul atau kaidah fikih yang ada kaitannya dengan permsalahan

yang di teliti.

J. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penyusunan karya ilmiah ini berlandaskan Buku

Pedoman Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum yang berguna untuk

menciptakan karya ilmiah yang utuh dan komprehensif, maka skripsi ini

dibagi dalam lima bab yang saling berhubungan antara satu dengan yang

lainnya.

Bab I, berisi pendahuluan yang menjelaskan arah yang akan di

capai dalam penelitian ini. Pendahuluan ini meliputi latar belakang

masalah, penegasan istilah dengan judul yang terkait pada skripsi ini,

20

Muri Yusuf Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Penelitian Gabungan, h. 400.

Page 25: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

15

rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, review studi terdahulu,

kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II, berisi tentang uraian hukum waris Adat dan hukum Waris

Islam, serta perbedaan dari keduanya, yang terdiri dari beberapa sub bab,

yaitu, pengertian, dasar hukum, unsur-unsur pewarisan, asas-asas ukum

waris.

Bab III, berisi tentang tinjauan umum teori maslahah, terdiri dari

beberapa sub bab, yang pertama mendekskripsikan pengertian teori, dasar

hukum, kedudukan maslahah mursalah dan tinjauan maslahah mursalah

terhadap hukum Islam.

Bab IV, adalah gambaran umum Kecamatan Sambas, dan hasil

analisis mengenai pembagian harta peninggalan Melayu Sambas, dan

relevansinya dalam teori maslahah.

Bab V, merupakan bab penutup dari rangkaian bab-bab yang ada

dalam skripsi ini yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.

Page 26: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

16

BAB II

HUKUM WARIS ADAT DAN HUKUM WARIS ISLAM

A. Hukum Waris Adat

1. Pengertian Hukum Adat

Sebagai pengantar dalam membahas sistem hukum warisan adat

terlebih dahulu kita pahami dengan pembahasan sistem hukum adat,

dengan maksud agar mudah dan dapat dipahami dengan baik bagaimana

sistem hukum warisan adat dalam penulisan ini.

Laksanto Utomo memberi pemahaman bahwa hukum adat di

Indonesia lebih sering di identikkan dengan kebiasaan atau kebudayaan

masyarakat setempat di suatu daerah. Mungkin belum banyak masyarakat

umum yang mengetahui bahwa hukum adat telah menjadi bagian dari

sistem hukum Nasional Indonesia.1

Sedangkan istilah adat juga dapat diartikan kebiasaan, sehingga

secara sederhana hukum adat atau adatrecht dapat diartikan ke dalam

bahasa Indoensia menjadi hukum kebiasaan.2

Menurut Soerjono Soekanto Adat istiadat mempunyai ikatan dan

pengaruh yang kuat dalam masyarakat. Kekuatan mengikatnya terhantung

pada masyarakat yang mendukung adat istiadat tesebut terutama

berpangkal tolak pada perasaan keadilannya.3

Selain itu, Komari mengutip pendapat A. Qodri Azizy dimana

memberikan bahwa konsepsi secara dinamis bahwa hukum adat Indonesia

1 Laksanto Utomo, Hukum Adat (Depok: Rajawali Pers, 2017), cet.2, h.2.

2 Komari, Eksistensi Hukum Waris di Indonesia (As-Syari‟ah Vol. 17 No. 2, Agustus

2015), h.158.

3 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), cet.15, h.73.

Page 27: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

17

ini, lebih tepat disebut “hukum kebiasaan” (customary law) atau hukum

yang hidup di masyarakat (living law), sedangkan dalam pengertian yang

statis adalah kebiasaan atau adat-istiadat bangsa Indonesia yang telah

dijadikan sebuah disiplin dan dikategorikan secara baku.4

Selanjutnya, dari pemaparan diatas mengenai hukum adat yang

diartikan sebagai suatu kebiasaan, maka adanya kolerasi dari hukum adat

dan hukum Islam, seperti dalam hukum wakaf, termasuk hukum warisan

yang telah di adaptasi.5

2. Pengertian Hukum Waris Adat

Ada beberapa pengertian mengenai hukum adat waris yang

dikemukakan oleh para tokoh, diantaranya adalah:

Menurut Zainuddin Ali dalam buku karangannya yang mengutip

pendapat Betrand Ter Haar, “Hukum Waris Adat adalah proses penerusan

dan peralihan kekayaan materiil dan immaterial dari turunan ke turunan”.6

Sedangkan menurut Soepomo hukum adat waris memuat

peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan

barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda

(immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada

turunannya.7

Zainuddin Ali berpendapat bahwa hukum waris adat adalah

“seperangkat aturan yang mengatur penerusan dan pemindahan harta

4 Komari, Eksistensi Hukum Waris di Indonesia, h.158.

5 Komari, Eksistensi Hukum Waris di Indonesia, h.159.

6 Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia (Jakarta: SInar Grafika, 2010),

cet.2, h.1.

7 Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat (Jakarta: Balai Pustaka, 2013), cet.18, h.84.

Page 28: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

18

peninggalan secara turun temurun, baik yang berkaitan dengan harta benda

yang bergerak maupun harta benda yang tidak bergerak”.8

Kemudian H. Hilman Hadikusuma dalam bukunya hukum waris

adat menyatakan “istilah hukum waris adat diambil alih dari bahasa Arab

yang telah menjadi bahasa Indonesia, dengan pengertian bahwa didalam

hukum waris adat memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan azas-

azas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris serta cara

bagaimana harta warisan itu dialihkan dari pewaris kepada ahli warisnya .9

Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 17110

dinyatakan bahwa

yang dimaksud dengan harta waris adalah “harta bawaan ditambah bagian

dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit

sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tahjiz), pembayaran

hutang dan pemberian untuk kerabat. Sedangkan harta peninggalan adalah

harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang

menjadi miliknya maupun hak-haknya. Jadi bisa dikatakan bahwa harta

waris adalah harta yang didapatkan setelah dibagi kepada ahli waris,

sedangkan harta peninggalan ialah harta yang akan dibagikan kepada ahli

waris.

Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

hukum waris adat adalah salah satu aspek hukum dalam permasalahan

hukum adat yang meliputi norma-norma yang menetapkan harta kekayaan

baik yang material maupun immaterial, yang mana dari pewaris dapat

diserahkan kepada keturunannya serta sekaligus juga mengatur saat, cara

dan proses peralihannya dari harta yang dimaksud.

8 Zainuddin, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, h.2.

9 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2015), cet.8,

h.7.

10

Lihat Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf d dan e.

Page 29: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

19

3. Dasar Hukum Waris Adat

Sendi-sendi hukum waris adat seperti yang dikemukakan oleh Otje

Salman dalam bukunya kesadaran hukum masyarakat terhadap hukum

waris, hukum waris ialah segala yang berkaitan dengan proses pengalihan

harta peninggalan dari seseorang (pewaris) kepada ahli warisnya”. Harta

peninggalan dibedakan antara yang dapat dibagi-bagi dengan yang tidak

dapat dibagi-bagi, harta peninggalan itulah yang merupakan objek

kewarisan.11

Menurut Hukum adat yang dimaksud dengan harta perkawinan

adalah semua harta yang dikuasai suami istri selama mereka terikat dalam

ikatan perkawinan, baik harta kerabat yang dikuasai, maupun harta

perseorangan yang berasal dari harta warisan, harta hibah, harta

penghasilan sendiri, harta pencaharian hasil bersama suami isteri, dan

barang barang hadiah. Kesemuanya itu dipengaruhi oleh prinsip

kekerabatan yang dianut setempat dan bentuk perkawinan yang berlaku

terhadap suami istri bersangkutan.12

Dapat disimpulkan bahwa dasar hukum waris adat ini tidak tertulis

seperti hukum waris Islam atau perdata pada umumnya, namun hukum

waris adat sejatinya sama dengan hukum waris lainnya, yang mana

merupakan proses pembagian harta peninggalan dari pewaris kepada ahli

waris.

11

Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris (Bandung:

Alumni, 1993), Cet 1, h. 55.

12

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat (Bandung: Alumni,1983), h. 156.

Page 30: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

20

4. Unsur-Unsur Pewarisan dalam Hukum Waris Adat

Ada tiga unsur-unsur dalam pewarisan yang terdapat dalam hukum

waris adat, antara lain: 13

a) Pewaris, adalah orang atau subjek pelaku yang memiliki harta

warisan atau peninggalan baik ia masih hidup ataupun sudah

meninggal dunia.

b) Ahli Waris, dalam hukum waris adat adalah semua orang yang

berhak menerima bagian dari harta peninggalan, yakni anggota

keluarga dekat dari pewaris yang berhak dan berkewajiban

menerima harta peninggalan tersebut. Pada prinsipnya ahli

waris dalam hukum waris adat, ialah keturunannya. Keturunan

adalah orang yang memiliki hubungan darah antara ahli waris

dan pewaris.

c) Harta Waris, dalam hukum adat adalah harta kekayaan yang

dimiliki oleh pewaris dan akan dilanjutkan atau diteruskan

kepada ahli waris untuk dikuasai dan dimiliki oleh ahli waris

berdasarkan kekerabatan dan ketentuan yang berlaku dalam

masyarakat yang bersangkutan.

Jadi, secara umum hukum waris adat itu mengatur tentang tiga hal

utama, dimana adanya pewaris, ahli waris siapa yang berhak mendapatkan

warisan dan harta waris, hal ini tidak jauh berbeda dengan unsur yang ada

di dalam hukum waris Islam.

5. Sifat Hukum Waris Adat

Sebelum memasuki sifat hukum waris adat, adakalanya kita

mengetahui sifat hukum adat itu sendiri, menurut Laksanto Utomo, sifat

hukum adat berbeda dengan hukum Romawi atau Eropa Kontinental

13

Ellyn Dwi Pospasari, Pemahaman Seputar Hukum Waris Adat di Indonesia (Jakarta:

Kencana, 2018), cet.1, h.19-20.

Page 31: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

21

lainnya. “Hukum adat bersifat pragmatis-realisme yang mana mampu

memenuhi kebutuhan masyarakat yang bersifat fungsional religious,

sehingga hukum adat mempunyai fungsi sosial atau keadilan sosial.

Memiliki ciri-ciri kekeluargaan, tunai, dan nyata”.14

Hukum Waris adat mempunyai corak yang khas dari alam pikiran

yang tradisional Indonesia. Oleh karena hukum waris adat bersendi atas

prinsip yang timbul dari aliran pikiran-pikiran yang komunal serta konkret

bangsa Indonesia. Hukum waris adat tampak memiliki perbedaan prinsip

dengan hukum waris Islam dan hukum waris Barat (BW/ Burgerlijk

Wetboek atau KUHPerdata), baik dalam hartanya maupun dalam cara-cara

pembagiannya.

Soerojo Wignjodipoero mengemukakan, bahwa sifat dari hukum

waris adat menunjukkan corak yang memang khas tersendiri yang

mencerminkan cara berfikir maupun semangat dan jiwa dari pikiran

tradisional yang didasarkan atas pikiran komunal atau kolektif,

kebersamaan dan konkret bangsa Indonesia.15

6. Asas-Asas Hukum Waris Adat

Asas-Asas hukum waris adat meliputi beberapa asas diantaranya

ialah sebagai berikut: 16

a) Asas Ketuhanan dan Pengendalian Diri

Asas ketuhanan dan pengendalian diri, yaitu adanya kesadaran

bagi para ahli waris bahwa rezeki berupa harta kekayaan manusia yang

dapat dikuasai dan dimiliki merupakan karunia dan keridhaan Tuhan

oleh karena itu apabila seorang telah meninggal dan meninggalkan

14

Laksanto Utomo, Hukum Adat (Depok: Rajawali Pers, 2017), cet.2, h. 7. 15

Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat (Jakarta: Haji

Masagung, 1994), h.161.

16

Zainuddin, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, h. 9.

Page 32: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

22

harta warisan, maka para ahli waris itu menyadari untuk membagikan,

sehingga tidak berselisih dan saling berebut harta warisan karena

perselisihan diantara para ahli waris akan memberatkan arwah pewaris

untuk menghadap Tuhannya.

b) Asas Kesamaan dan Kebersamaan Hak

Asas kesamaan dan kebersamaan hak, yaitu setiap ahli waris

mempunyai kedudukan yang sama sebagai orang yang berhak untuk

mewarisi harta peninggalan pewarisnya, seimbang antara hak dan

kewajiban tanggung jawab setiap ahli waris untuk memperoleh

hartanya. Jadi bukan tergantung sama banyaknya, melainkan seimbang

berdasarkan hak dan tanggung jawabnya.

c) Asas Kerukunan dan Kekeluargaan

Asas kerukunan dan kekeluargaan, yaitu para ahli waris

mempertahankan untuk memelihara hubungan kekerabatan yang

tentram dan damai, baik dalam menikmati dan memanfaatkan harta

warisan tidak terbagi maupun dalam menyelesaikan pembagian harta

warisan yang sudah terbagi.

d) Asas Musyawarah dan Mufakat

Asas musyawarah dan mufakat, para ahli waris membagi harta

warisannya melalui musyawarah yang dipimpin oleh ahli waris yang

dituakan dan bila terjadi kesepakatan dalam pembagian harta warisan,

kesepakatan itu bersifat tulus ikhlas yang keluar dari hati nurani

masing masing ahli waris.

e) Asas Keadilan

Asas keadilan, yaitu keadilan berdasarkan status, kedudukan

dan jasa sehingga setiap keluarga pewaris mendapatkan harta warisan.

Page 33: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

23

7. Hukum Waris Adat Berdasarkan Sistem Kekerabatan

Hukum waris di Indonesia tidak terlepas dari sistem kekeluargaan

yang terdapat di Indonesia. oleh karena itu corak dan tata nilai hukum

waris di Indonesia mengikuti bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan

yang terdapat di Indonesia menurut sistem keturunan.17

Setiap sistem

keturunan itu terdapat perbedaan dalam hukum warisnya yang satu sama

lain berbeda-beda, terdapat tiga prinsip pokok garis kekerabatan atau

keturunan di Indonesia yaitu:

a) Sistem Patrilineal

Sistem patrilineal adalah sistem kekeluargaan yang menarik

garis keturunan pihak nenek moyang laki-laki. Di dalam sistem ini

dikenal dengan garis keturunan bapak, pengaruh dan kedudukan

laki-laki lebih diutamakan dibandingkan perempuan.18

Sistem kekerabatan patrilineal diatas, berlaku adat

perkawinan dengan pembayaran jujur, dimana sesudah terjadi

perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita, maka istri

melepaskan golongan adat dari kerabat ayahnya dan masuk

kedalam golongan adat suaminya, oleh karena itu, hak dan

kedudukan suami lebih tinggi dari hak dan kedudukan istrinya.19

b) Sistem Matrilineal

Sistem matrilineal adalah sistem kekeluargaan yang

berdasarkan pertalian keturunan melalui keibuan yang menarik

garis keturunan dari pihak ibu terus keatas. Didalam sistem

17

Ellyn Dwi, Pemahaman Seputar Hukum Waris Adat di Indonesia, h.1. 18

Oemar Muchtar, Perkembangan Hukum Waris Praktik Penyelesaian Sengketa Waris di

Indonesia (Jakarta: Kencana, 2019), cet.1, h.195.

19

Zainuddin, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, h.26-27

Page 34: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

24

kekeluargaan ini, pihak laki-laki tidak menjadi pewaris untuk anak-

anaknya, karena hanya ditarik dari garis keturunan perempuan atau

garis ibu. Contoh sistem ini terdapat pada masyarakat

Minangkabau. 20

Sistem kekeluargaan matrinilineal di atas, mempunyai

perkawinan adat Semendo dan bila terjadi perkawinan seorang pria

dengan seorang wanita, maka pria sebagai suami melepas

kewargaan adatnya dan memasuki kewargaan adat istrinya.

Apabila hal ini dilihat dari sudut kekerabatan si istri, hak dan

kedudukan suami lebih rendah dari hak dan kedudukan istrinya.21

c) Sistem Parental atau Bilateral

Sistem parental atau bilateral adalah sistem yang menarik

garis keturunan dari dua sisi, baik dari pihak ayah maupun pihak

ibu. Dalam garis keturunan ini, anak laki-laki dan perempuan

sejajar yang artinya mereka memiliki hak waris masing masing atas

harta peninggalan orang tua mereka.22

Sistem kekerabatan parental atau bilateral mempunyai

sistem perkawinan yang tidak mengenal pembayaran jujur dan

perkawinan semendo. Selain itu, bila terjadi perkawinan antara

seorang pria dan wanita, mereka bebas memilih untuk menetap di

tempat suami atau istri atau memilih untuk membangun kehidupan

baru yang lepas daru pengaruh orang tua masing-masing.23

20

Oemar, Perkembangan Hukum Waris Praktik Penyelesaian Sengketa Waris di

Indonesia, h. 196.

21

Zainuddin, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, h.26-27. 22

Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), cet.2,

h. 41-42. 23

Zainuddin, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, h.27.

Page 35: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

25

Berdasarkan pada bentuk masyarakat dari sistem keturunan

diatas, sangatlah jelas bahwasanya hukum adat di Indonesia sangat

di pengaruhi oleh prinsip garis keturunan yang berlaku pada

masyarakat yang bersangkutan.

Disamping sistem kekerabatan diatas, hukum waris adat juga

mengenal adanya tiga macam sistem pewarisan diantaranya adalah sebagai

berikut:24

a) Sistem Pewarisan Individual, berdasarkan sistem ini, maka ahli

waris mendapatkan atau memiliki bagiannya masing-masing. Pada

umumnya sistem ini dijalankan oleh masyarakat yang menganut

sistem kemasyarakatan parental atau bilateral.

b) Sistem Pewarisan Koletkif, yaitu sistem kewarisan dimana para

ahli waris mewarisi harta peninggalan pewaris secara bersama-

sama (kolektif). Hal ini terjadi karena harta peninggalan itu

merupakan harta turun-temurun yang tidak dapat di bagi-bagi.

Misalkan harta pusaka yang terdapat di Minangkabau.

c) Sistem Pewarisan Mayorat, adalah sistem kewarisan dimana harta

peninggalan pewaris hanya diwarisi oleh seorang anak tertua, sama

dengan pewarisan kolektif namun diwarisi oleh anak tertua.

B. Hukum Waris Islam

1. Pengertian Hukum Waris Islam

Mawaris secara etimologis adalah bentuk jamak dari kata tunggal

miras yang berarti warisan atau harta peninggalan.25

Dalam beberapa

24

Oemar, Perkembangan Hukum Waris Praktik Penyelesaian Sengketa Waris di

Indonesia, h. 198-199.

25

Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), cet.2, h.1.

Page 36: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

26

literatur hukum Islam, dijumpai beberapa istilah untuk menamakan hukum

waris Islam, seperti fiqh mawaris, ilmu faraid, dan hukum kewarisan.26

Adapun yang dimaksud dengan fiqh mawaris seperti yang di

ungkapkan oleh T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy dalam bukunya Fiqhul

Mawaris ialah “Ilmu yang dengan dia dapat diketahui orang-orang yang

mewarisi, orang-orang yang tidak dapat mewarisi, kadar yang dapat

diterima oleh masing-masing ahli waris serta cara pengambilannya”.27

Kemudian menurut Muhammad Amin Suma, hukum kewarisan

Islam yaitu “hukum yang mengatur peralihan pemilikan harta peninggalan

pewaris, menetapkan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris, serta

bagian dan kapan pembagian harta kekayaan pewaris dilaksanakan”.28

Secara terminologi, hukum kewarisan Islam adalah hukum yang

mengatur tentang pemindahan hak pemillikan harta peninggalan pewaris,

menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian

masing-masing.29

Menurut ketentuan Pasal 171 huruf a Kompilasi Hukum Islam

(KHI) bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur tentang

pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris, menentukan siapa-

siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-

masing.30

26

Muhibin, Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai pembaruan Hukum Positif di

Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.5. Lihat juga Destri, Haniah Ilhami, Pembaruan

Hukum Waris Islam di Indonesia (Gajah Mada University Press), h. 1.

27

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris (Semarang: Pustaka Rizki

Putra, 2001), h.5. 28

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam (Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 2005), h.108.

29

Mardani, Hukum Kewarisan di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), cet.2, h.1-2.

30

Lihat Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf a.

Page 37: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

27

Jadi, dapat penulis simpulkan dari beberapa definisi diatas

bahwasanya yang dimaksud dengan hukum waris Islam adalah suatu

perkara yang membahas tentang harta peninggalan dari pewaris, baik itu

dari segi proses pembagian, siapa saja yang berhak menerima, dan berapa

bagian masing-masing yang dapat diterima oleh ahli waris.

2. Dasar Hukum Waris Islam

Dasar dan sumber utama dari hukum waris Islam adalah dari

hukum Islam itu sendiri yakni Nas atau teks yang terdapat dalam Alquran.

Seperti yang terdapat dalam Alquran surah an-Nisa ayat 7 Allah

Swt berfirman:

للرجال نصيب مما ت رك الوالدان والق ربون وللنساء نصيب مما ت رك الوالدان

ا قل منو أو كث ر نصيبا مفروضا والق ربون مم

Artinya: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu

bapak dan kerabatnya dan bagi orang wanita ada hak bagian pula dari

harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak

menurut bagian yang telah di tetapkan” (QS. An-Nisa [4], 7).

Dari ayat diatas, jelaslah bahwasanya itu merupakan landasan

utama yang menunjukkan adanya hukum waris dalam Islam, baik laki-laki

maupun perempuan sama-sama mendapatkan hak bagian waris, berbeda

pada masa jahiliyah dimana perempuan dipandang sebagai objek dalam

artian benda yang bisa diwariskan.

Page 38: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

28

3. Unsur-Unsur Pewarisan dalam Hukum Waris Islam

Terdapat beberapa unsur dalam pewarisan diantaranya adalah:

Pewaris, ahli waris dan harta waris. 31

a. Yang dimaksud Pewaris adalah seperti yang telah terdapat dalam

KHI Pasal 171 huruf b, pewaris adalah orang pada saat

meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan

Putusan Pengadilan beragam Islam, meinggalkan harta dan ahli

waris.

b. Yang dimaksud ahli waris seperti yang terdapat dalam KHI Pasal

171 huruf c, ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal

dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan

dengan pewaris, beragama islam dan tidak berhalangan karena

hukum untuk menjadi ahli waris.

c. Sedangkan harta waris yang terdapat dalam KHI Pasal 171 huruf e

juga dinyatakan yang dimaksud dengan harta waris adalah harta

bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah di gunakan

untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya

pengurusan jenazah, pembayaran hutang dan pemberian untuk

kerabat.

Jadi, secara umum, hukum waris Islam itu mengatur tentang tiga

hal utama, yaitu harta peninggalan dari pewaris, para pihak yang berhak

menerima harta peninggalan, serta besar bagian yang dapat diterima oleh

para ahli waris. Jika dilihat unsur-unsur yang terdapat dalam hukum waris

Islam ini sama dengan unsur yang terdapat dalam hukum waris adat.

4. Bagian Masing-Masing Ahli Waris

Pembagian harta waris dalam hukum kewarisan Islam dilakukan

dengan membagi sesuai kelompok-kelompok ahli waris yang telah di

31

Lihat Kompilasi Hukum Islam 171 huruf b-e.

Page 39: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

29

tentukan oleh Nas. Kelompok-kelompok ahli waris tersebut terdiri dari

hubungan darah dan hubungan perkawinan:32

a. Menurut Hubungan Darah

1). Golongan laki-laki terdiri dari: Ayah, anak laki-laki saudara

laki-laki, paman dan kakek.

2). Golongan perempuan terdiri dari: Ibu, anak perempuan, saudara

perempuan, dan nenek.

b. Menurut Hubungan Perkawinan

1). Terdiri dari anak, ayah, ibu, istri atau suami.

Kemudian berdasarkan pembagian kelompok tersebut, secara rinci

terdapat bagian masing-masing ahli waris ialah sebagai berikut:33

a) Anak perempuan, ½ bila hanya seorang. 2/3 bila dua orang atau

lebih. ashabah bila bersama anak laki-laki.

b) Anak laki-laki, Ashabah bila hanya seorang. ashabah bila bersama

anak perempuan.

c) Ayah, Ashabah bila pewaris tidak meninggalkan anak. 1/6 bila

pewaris meninggalkan anak.

d) Ibu, 1/3 bila pewaris tidak meninggalkan anak/ tidak meninggalkan

dua orang saudara atau lebih. 1/6 bila pewaris meninggalkan

anak/dua orang saudara atau lebih. 1/3 sisa sesudah diambil bagian

janda atau duda bila bersama dengan ayah (tidak pewaris

meninggalkan anak/dua saudara atau lebih.

32

Destri Budi Nugraheni dan Haniah Ilhami, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di

Indonesia. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2014) h. 92. Lihat juga Kompilasi

Hukum Islam Pasal 174 ayat 1 dan 2. 33

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Kencana, 2004), h.44.

Page 40: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

30

e) Istri, 1/4 bila pewaris tidak meninggalkan anak. 1/8 bila pewaris

meninggalkan anak.

f) Suami, 1/2 bila pewaris tidak meninggalkan anak. 1/4 bila pewaris

meninggalkan anak.

Dapat disimpulkan terjadinya saling mewarisi dalam hukum waris

Islam adalah karena adanya hubungan darah dan hubungan perkawinan

serta syariat Islam telah menetapkan jumlah furudul muqaddarah (bagian

yang telah di tentukan) ada enam macam yaitu, 2/3, 1/3, 1/6, 1/2, 1/4, 1/8.

5. Asas-Asas Hukum Waris Islam.

Asas hukum kewarisan Islam yang disalurkan dari Alquran dan

As-Sunnah, antara lain:34

a. Asas Ijbari

Menurut hukum Islam bahwa peralihan harta dari seseorang

yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan

sendirinya menurut ketetapan Allah, bukan kehendak ahli waris.

b. Bilateral

Asas bilateral dalam hukum waris Islam sama sama

mendapatkan hak secara proporsional antara pihak laki laki dan

perempuan.

c. Keadilan Berimbang

Menurut asas ini harus senantiasa terdapat keseimbangan

antara hak dan kewajiban, antara yang diperoleh dengan keperluan

dan kegunaan.

d. Individual

Yaitu harta warisan dapat dibagi-bagi dan dimiliki secara

perorangan, tanpa terikat dengan ahli waris yang lain.

34

Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional (Jakarta:

Kencana, 2008), h. 284. Lihat juga Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, h. 5.

Page 41: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

31

e. Akibat kematian

Asas ini menjelaskan bahwa harta peninggalan tidak dapat

beralih kepada orang lain dengan nama waris selama yang

mempunyai harta masih hidup.

C. Perbedaan Hukum Waris Adat dan Hukum Waris Islam

Adapun perbedaan antara hukum waris adat dan hukum waris

Islam dapat penulis simpulkan dilihat sebagai berikut:

1. Proses Pembagian

Dalam hukum waris adat bagian ahli waris tidak mempunyai

aturan yang tertulis melainkan di bagi menurut sistem keturunan baik

secara kerukunan atau kesepakatan antara keluarga.35

Sedangkan dalam

hukum waris Islam telah ditentukan bagiannya oleh Nas. (QS. Annisa

Ayat 11,12)

2. Cara Mendapatkan

Dalam hukum waris Adat terdapat dua cara mendapatkan warisan,

yakni ketika pewaris masih hidup dalam hal ini hukum Islam lebih

mengenal dengan kata hibah, dan ketika pewaris telah meninggal. Namun

dalam hukum waris Islam membedakan antara hibah dan warisan, hukum

kewarisan Islam menyatakan, bahwa kewarisan ada kalau ada yang

meninggal dunia.36

3. Ahli Waris

Dalam hukum waris Adat dapat memberikan kepada anak angkat

hak nafkah dari harta peninggalan orangtua angkatnya, sedangkan dalam

35

Ellyn Dwi, Pemahaman Seputar Hukum Waris Adat di Indonesia, h.119.

36

Titik Triwulan, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, h. 284

Page 42: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

32

hukum waris Islam tidak mengenal ketentuan memberi kepada anak

angkat. Hanya saja dalam hukum Islam anak angkat diberi wasiat wajibah

dengan ketentuan tidak lebih dari 1/3.37

4. Sistem Hukum

Dalam hukum waris Adat dikenal dengan sistem sesuai dengan

sistem kekerabatan seperti patrilineal, matrilineal, dan parental atau

bilateral. Sedangkan dalam hukum Islam tidak mengenal dengan sistem

kekerabatan, namun mengutip Hazairin bahwa kewarisan Islam sejatinya

identik dengan sistem bilateral.38

5. Sifat Harta Waris

Dalam hukum adat harta peninggalan ada yang bersifat tidak dapat

dibagi-bagi atau pelaksanaan pembagiannya ditunda untuk waktu yang

cukup lama, atau hanya sebagian harta yang dapat dibagi-bagi. Namun

dalam hukum waris Islam harta peninggalan bersifat dibagi-bagi semuanya

tanpa ada harta yang tidak bisa dibagi selagi ahli waris telah melaksanakan

kewajiban yakni mengurus jenazah, menyelesaikan utang dan wasiat jika

ada.39

37

Lihat Kompilasi Hukum Islam Pasal 209.

38

Hazairin, Kewarisan Bilateral Menurut Quran dan Hadith (Jakarta, Timtamas

Indonesia, 1961), h.16

39

Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, h. 33

Page 43: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

33

BAB III

LANDASAN TEORI MASLAHAH MURSALAH

A. Definisi Maslahah Mursalah

Masalahah Mursalah terdiri dari dua kata, yaitu kata maslahah dan

mursalah. Kata maslahah telah diserap ke dalam bahasa Indonesia

menjadi maslahat. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) membedakan

antara kata maslahat dengan kemaslahatan. Kata maslahat, menurut kamus

tersebut, diartikan dengan suatu yang mendatangkan kebaikan, faedah dan

guna. Sedangkan kata kemaslahatan mempunyai makna kegunaan,

kebaikan, manfaat kepentingan.1

Menurut bahasa aslinya, kata maslahah berasal dari Bahasa Arab,

menurut bahasa aslinya kata maslahah berasal dari kata (Shalaha-

yahlauhu-shalhan) artinya sesuatu yang baik, patut, dan bermanfaat.2

Sedangkan secara terminologi, maslahah dapat diartikan mengambil

manfaat dan menolak bahaya dalam rangka memelihara tujuan hukum

Islam.3

Nasroen Haroen mengemukakan dalam karangannya yang

mengutip dari Imam al-Ghazali bahwa pada prinsipnya maslahah

mursalah adalah mengambil manfaat dan menolak kemudaratan dalam

rangka memelihara tujuan-tujuan syara‟.4 Imam al-Ghazali memandang

bahwa suatu kemaslahatan harus sejalan dengan tujuan syara‟, meskipun

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:

BalaiPustaka, 1996), cet.2, h.634.

2 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah,

2010), h.221.

3 Husein Hamid Hasan, Nazariyyah al-Maslahah fi al-Fiqh al-Islami (Kairo: Dar al-

Nahdhah al-Arabiyah, 1971), h. 3.

4 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1 (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), Cet.2 h.114. lihat

juga Wahbah Az-Zuhaili, Al-wajiz fi Ushul Fiqh, h.95.

Page 44: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

34

bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia, karena kemaslahatan manusia

tidak selamanya didasarkan kepada kehendak syara‟, tetapi sering

didasarkan kepada kehendak hawa nafsu.5 Misalnya di zaman jahiliyah

para wanita tidak mendapatkan bagian harta warisan yang menurut mereka

hal tersebut mengandung kemaslahatan, sesuai dengan adat mereka, tetapi

pandangan ini tidak sejalan dengan kehendak syara‟, karenanya tidak

dinamakan maslahah, oleh sebab itu, menurut Imam al-Ghazali yang

dijadikan patokan dalam menentukan kemaslahatan itu adalah kehendak

dan tujuan syara‟ bukan kehendak dan tujuan manusia.

Menurut Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan maslahah

mursalah ialah maslahat di mana syari‟ tidak mensyari‟atkan hukum untuk

mewujudkan maslahah, juga tidak ada dalil syara‟ yang menunjukkan

dianggap atau tidaknya kemaslahatan itu.6

Sedangkan menurut Wahbah Zuhaili dalam salah satu karangannya

“alwajiz fi ushulil fiqh”, yang dimaksud maslahah mursalah menurut para

ahli ushul ialah sifat yang selaras dengan hukum syariat beserta tujuannya,

akan tetapi tidak ditemukan dalil terperinci dari syariat tentang

keberadaannya, dan masalahat juga menghasilkan kaitan hukum untuk

mendapatkan kemaslahatan atau menolak dari adanya kerusakan terhadap

kehidupan manusia.7

Berdasarkan pada beberapa pengertian diatas, pembentukan hukum

berdasarkan kemaslahatan ini semata-mata dimaksudkan untuk mencari

kemaslahatan manusia. Artinya, dalam rangka mencari sesuatu yang

menguntungkan dan juga menghindari kemudharatan yang bersifat sangat

luas. Walaupun jika dilihat secara redaksi nampaknya ada perbedaan,

5 Abu Hamid Al-Ghazali, al-Mustashfa min „ilmi al-Ushul (Beirut: Dar al Kutub al-

Ilmiyah, 1980), h.286. 6 Abdullah Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Semarang: Dina Utama, 2014), h. 139.

7 Wahbah Az-Zuhaili, Al-wajiz fi Ushul Fiqh (Bairut, Darul Fikr, 1995), h.92.

Page 45: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

35

namun hakikatnya ada satu persamaan yang mendasar, yaitu menetapkan

hukum dalam hal-hal yang kemanfaatannya dikehendaki oleh Allah untuk

hamba-hambanya, baik berupa pemeliharaan agama mereka, pemeliharaan

jiwa/diri, pemeliharaan kehormatan diri serta keturunan, pemeliharaan akal

budi, maupun pemeliharaan harta. Dalam artian mendatangkan

keuntungan, menarik manfaat, menolak mudarat, menghindari kerusakan

dan menghilangkan kesulitan.

B. Syarat Maslahah Mursalah

Muhammad Abu Zahrah menukil dari pendapat Imam Malik

bahwasanya beliau merupakan Imam Mazhab yang menerapkan dalil

Maslahah Mursalah. Untuk menerapkan dalil tersebut Imam Malik

mengajukan tiga syarat sebagai berikut:

1. Adanya persesuaian antara maslahat yang dipandang sebagai

sumber dalil yang berdiri sendiri dengan tujuan-tujuan syariat

(maqashid as-syari‟ah). Dalam artian maslahah tidak boleh

bertentangan sedikitpun dengan dalil yang qat‟iy, atau tidak boleh

menegaskan sumber dalil yang lain. Akan tetapi harus mencakup

tujuan maslahat yang di ingin di wujudkan oleh syara‟.

2. Maslahat itu harus masuk akal (rationable), mempunyai sifat-sifat

yang sesuai dengan pemikiran yang rasional (dapat diterima oleh

akal), dimana jika maslahat itu di ajukan kepada kaum rasionalis

maka akan mudah dapat di terima.

3. Penggunaan dalil maslahat ini adalah dalam rangka

menghilangkan kesulitan yang mesti terjadi (rafu haraj lazim)

yang mana seandainya maslahat itu tidak di ambil atau digunakan

oleh akal manusia, niscaya manusia akan mengalami kesulitan.8

8 Muhammad Abu Zahrah, Ilmu Ushu Fiqh (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 2014), cet.17,

h.454.

Page 46: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

36

Menurut Abdul Wahab Khalaf, maslahah mursalah dapat dijadikan

sebagai legislasi hukum Islam bila memenuhi syarat, antara lain ialah:

1. Berupa maslahah yang hakiki bukan maslahah yang sifatnya

dugaan, tetapi yang berdasarkan penelitian, kehati-hatian dan

pembahasan mendalam serta benar-benar menarik manfaat dan

menolak kerusakan.

2. Berupa maslahah yang bersifat umum, bukan untuk kepentingan

individual.

3. Tidak bertentangan dengan hukum yang telah ditetapkan oleh Nas

(Alquran dan Hadis) serta ijma‟ ulama.9

Jadi, maslahat yang dapat diterima ialah maslahat-maslahat yang

bersifat hakiki yaitu meliputi lima jaminan dasar, keyakinan agama,

keselamatan jiwa, keselamatan akal, keselamatan keluarga dan keturunan

serta keselamatan harta benda. Dari kelima jaminan dasar itu merupakan

tiang penyangga kehidupan dunia agar umat manusia dapat hidup aman

dan sejahtera.10

C. Dasar Hukum Maslahah Mursalah

Berdirinya hukum syariat ialah untuk menghasilkan kemaslahatan,

dan pemeliharaan serta perwujudannya merupakan rahmat bagi seluruh

manusia. Nas-Nas Alquran maupun Hadis diketahui bahwa hukum-hukum

syari‟at Islam mencakup diantaranya pertimbangan kemaslahatan manusia,

seperti pada ayat-ayat berikut: 11

9 Abdul Wahab Khalaf, Ushul Fiqh (Semarang: Dina Utama, 2014), h. 145-146.

10

Muhammad Abu Zahrah, Ilmu Ushu Fiqh, h.451. 11

Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, (Bandung: PT Sygma, 2014),

h.215. Lihat juga Wahbah Az-Zuhaili Al-wajiz fi Ushul Fiqh (Bairut, Darul Fikr, 1995), h.94.

Page 47: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

37

1. QS. Yunus: 57

قد جاءتكم موعظة من ربكم وشفاء لما في الصدور وىدى ورحمة يا أي ها الناس

للمؤمنين

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran

dari Tuhanmu dan penyembah bagi penyakit-penyakit (yang berada)

dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.

2. QS. Al-Anbiya: 107.

لمين ك إل رحمة للع أرسلن وما ..

Artinya: “Dan kami tidak mengutus kamu (Muhammad) melainkan untuk

menjadi rahmat bagi semesta alam”.

3. QS. Al-baqarah: 185.12

ة ولتكب رواٱ لعسر ولتكملواٱليسر ول يريد بكم ٱللو بكم ٱيريد للو على ٱ لعد

كم ولعلكم تشكرون ما ىدى

Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak meghendaki

kesukaran bagimu, hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan

mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, agar

kamu bersyukur”.

Atas dasar Alquran di atas, maka seiring dengan perkembangan

zaman yang semakin pesat dan untuk pemenuhan kebutuhan hidup pun

mengalami perubahan pula, dan seiring dengan berubahnya kemaslahatan

manusia kemudian jika harus terpaku pada hukum-hukum yang telah di

tetapkan syara‟ maka akan banyak kemaslahatan manusia yang terabaikan,

12

Wahbah Az-Zuhaili Al-wajiz fi Ushul Fiqh (Bairut, Darul Fikr, 1995), h.94.

Page 48: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

38

stagNasi dan terkesan syariat Islam tidak relevan dengan perkembangan

zaman.

Namun maslahah bukanlah hanya didasarkan pada pertimbangan

akal dalam menilai baik buruknya sesuatu, bukan juga diartikan bahwa

maslahah itu dapat mendatangkan kenikmatan dan mengindarkan

kerusakan, tetapi jauh lebih dari itu, oleh karena itu suatu maslahah yang

dianggap baik oleh akal juga harus sejalan dengan tujuan syara‟ dalam

menetapkan hukum.

Kekuatan maslahah dapat dilihat dari segi tujuan syara‟ dalam

menetapkan hukum, yang berkaitan secara langsung atau tidak langsung

dengan lima prinsip pokok bagi kehidupan manusia yaitu: agama, jiwa,

akal, keturunan dan harta.

D. Macam-Macam Maslahah

Macam-macam maslahah dapat ditinjau dari dua sisi, antaralain:13

1. Dari segi kekuatan dan kepentingan kemaslahatan dalam menetapkan

hukum, masalahah terdiri dari tiga macam yaitu: maslahah dharuriyah,

maslahah hajiyah dan maslahah tahsiniyah.

a) Maslahah dharuriyah, kemaslahatan yang berhubungan dengan

kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan di akhirat yakni

memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan memelihara harta.14

Kelima kemaslahatan ini merupakan yang paling esensial bagi

kehidupan manusia, sehingga wajib ada pada kehidupan manusia.

Karena itu Allah memerintahkan manusia melakukan usaha bagi

pemenuhan kebutuhan lima pokok tersebut. Namun segala usaha

atau tindakan yang secara langsung menyebabkan rusaknya satu

diantara lima unsur pokok tersebut adalah buruk, maka Allah

13

Wahbah Az-Zuhaili, Al-wajiz fi Ushul Fiqh (Bairut, Darul Fikr, 1995), h.92-93. 14

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h.348-351.

Page 49: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

39

melarangnya. Contoh dalam hal ini adalah Allah melarang murtad

agar kita memelihara agama.

b) Maslahah hajiyah, adalah kemaslahatan yang dibutuhhkan untuk

menyempurnakan atau mengoptimalkan kemaslahatan pokok..

Bentuk kemaslahatannya tidak secara langsung bagi pemenuhan

kebutuhan pokok, tetapi secara tidak langsung menuju ke arah

dharuri dalam hal memberi kemudahan bagi pemenuhan kebutuhan

hidup manusia.15

Maslahah hajiyah jika tidak terpenuhi dalam

kehidupan manusia tidak langsung menyebabkan rusaknya lima

unsur pokok tersebut, akan tetapi secara tidak langsung memang

bisa mengakibatkan perusakan. Contoh: menuntut ilmu agama

guna menegakkan agama, makan untuk kelangsungan hidup.

Semuanya adalah perbuatan buruk yang dilarang, menjauhi

larangan tersebut adalah baik atau maslahah dalam tingkat hajiyah.

c) Maslahah tahsiniyah adalah kemaslahatan yang sifatnya

komplementer (pelengkap), berupa kepatutan yang dapat

melengkapi kemaslahatan sebelumnya (Maslahah hajiyah)

kemaslahatan dalam bentuk tahsini ini jika tidak terpenuhi maka

kehidupan manusia menjadi kurang indah dan nikmat dirasakan

namun tidak dapat menimbulkan kerusakan.16

2. Ditinjau dari maksud usaha mencari dan menetapkan hukum, dari segi

maslahah menurut syara‟ , terbagi kepada tiga macam, yaitu:17

a) Maslahah al-Mu’tabarah, yaitu maslahah yang diambil dari Nas

atau ijma‟ secara langsung atau tidak langsung yang memberikan

penunjuk pada adanya maslahah yang menjadi alasan dalam

menetapkan hukum

15

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h.348-351

16

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h.348-351.

17

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h.348-351, Lihat juga Asmawi, Perbandingan Ushul

Fiqh (Jakarta: Amzah, 2011), h. 127.

Page 50: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

40

b) Maslahah al Mulghah, yakni maslahah yang ditolak, yaitu

maslahah baik oleh akal tetapi tidak diperhatikan oleh syara‟ dan

ada petunjuk syara‟ yang menolaknya. Yang mana akal

menganggapnya baik dan telah sejalan dengan syara‟, tapi

ternyata syara‟ menetapkan hukum yang berbeda dengan apa

yang dituntut oleh maslahah itu.

c) Maslahah Mursalah atau yang biasa disebut dengan Istishlah

yaitu apa yang dipandang baik oleh akal, sejalan dengan tujuan

syara‟ dalam menetapkan hukum, namun tidak ada petunjuk

syara‟ yang menolaknya dan tidak ada petunjuk yang

menguatkannya.

E. Kehujjahan Maslahah Mursalah

Seperti yang telah di singgung pada pembahasan sebelumnya

mengenai tiga bentuk macam maslahah, yaitu maslahah al-mu‟tabarah,

maslahah al-mulghah, dan maslahah al-mursalah.

Jumhur ulama sepakat bahwa maslahah dapat diterima dalam fiqh

Islam, dan setiap maslahah wajib diambil sebagai sumber hukum selama

bukan dilatar belakangi oleh dorongan syahwat dan hawa nafsu dan tidak

bertentangan dengan Nas serta tujuan syari‟.18

Para Ulama ushul fiqh juga

sepakat menyatakan bahwa mashlahah mursalah dapat dijadikan sebagai

hujah dalam menetapkan hukum Islam. Adapun terhadap kehujahan

mashalah mursalah, pada prinsipnya jumhur ulama menerimanya sebagai

salah satu alasan dalam menetapkan hukum syara‟ sekalipun dalam

penerapan dan penempatan syaratnya mereka berbeda pendapat.19

Ulama yang menggunakan maslahah mursalah ini adalah seperti

Najamudin al-Thufi, nama lengkapnya adalah Abu al-Rabi Sulaiman Ibn

18

Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 2014), cet.17,

h.460.

19

Nasrun Haroen , Ushul Fiqh 1 (Jakarta: Logos, 1997), cet.1, h. 120-123.

Page 51: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

41

Abdul al-Qawiy ibn Abdul Karim ibn Sa‟id. Ia adalah seorang ulama fiqh

dan ushul fiqh mazhab hambali yang dilahirkan di desa Thufa Sharshar

Irak, wafat tahun 716 H (1316M).20

Pandangan al-Thufi ini bermula saat

melihat penurunan aktifitas ijtihad, pada masa itu mulai berkembang di

kalangan ulama taklid atau meniru, meskipun sebenarnya mereka memiliki

potensi untuk berijtihad secara mandiri.21

Menurut al-Thufi inti dari seluruh ajaran Islam yang termuat dalam

Nas adalah maslahat bagi umat manusia seluruh bentuk kemaslahatannya

itu tidak perlu didukung oleh Nas, baik oleh Nas tertentu maupun oleh

makna yang dikandung oleh sejumlah Nas. Maslahat menurutnya adalah

dalil yang sangat kuat untuk menetapkan suatu hukum syara.22

Bagi al-Thufi maslahat diambil sebagai dalil syara‟ hanya dalam

bidang muamalah dan adat istiadat. Sedangkan dalam bidang ibadah,

maslahah tidak dapat dijadikan dalil. Pembagian ini menurut al-Thufi

karena ibadah merupakan hak yang khusus bagi syara‟ oleh karena itu

tidak mungkin mengetahui haknya baik dalam jumlah, cara, waktu dan

tempat kecuali berdasarkan penjelasan resmi dari Nas.23

Adapun dalam

bidang muamalah yang menjadi dasar adalah memberikan kemaslahatan

dan manfaat bagi manusia, karena manusialah yang lebih mengetahui

kemaslahatannya.

Adapun argumentasi al-Thufi mengenai kehujjahan maslahah

mursalah yaitu:

20

Mushtafa Zaid, al-Maslahah fi al-Tasyri al-Islamy wa Najmuddin al-Thufi (Mesir: Dar

al-Fikr al-Arabi, 1964) h.67.

21 Qusthoniah, “Almashlahah dalam Pandangan Najmuddin Al-Thufi” (Jurnal Syariah

Vol 11, No.11 Oktober, 2013), h.39. 22

Mushtafa Zaid, al-Maslahah fi al-Tasyri al-Islamy wa Najmuddin al-Thufi, h.127. 23

Qusthoniah, “Almashlahah dalam Pandangan Najmuddin Al-Thufi”, h.43.

Page 52: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

42

1. Akal bebas menentukan kemaslahatan dan kemafsadatan, khususnya

dalam bidang muamalah dan adat. Dasar ini menunjukkan bahwa

dalam menentukan sebuah maslahah hanya dilihat pada akal atau

nalar manusia, pandangan ini berbeda dengan jumhur ulama karena

menurut jumhur maslahah harus sesuai dengan Nas.

2. Maslahah merupakan dalil mandiri dalam menetapkan hukum. oleh

sebab itu maslahah tidak memerlukan dalil pendukung dari Nas.

3. Ruang lingkup maslahah terbatas pada persoalan muamalah duniawi

dan adat kebiasaan.

4. Maslahah merupakan dalil syara‟ yang kuat. Maslahah bukan hanya

sekedar hujjah namun ketika ia bertentangan dengan Nas, maka

didahulukan maslahah dari pada Nas.24

Sedangkan penolakan kehujjahan maslahah datang dari ulama

Zahiriyyah dan Syi‟ah, menurut mereka, apabila maslahah dapat diterima

sebagai dalil syara‟ maka akan mengakibatkan hilangnya kesucian hukum-

hukum syara‟ disebabkan unsur subjektif yang akan timbul dalam

menetapkan suatu kemaslahatan. Di samping itu, kemaslahatan itu sendiri

terletak antara dua kemungkinan, yaitu kemungkinana didukung syara‟

dan kemungkinan ditolak syara‟. Sesuatu yang keberadaannya masih

dalam “kemungkinan” tidak bisa dijadikan dalil dalam menetapkan

hukum.25

F. Tinjauan Maslahah Mursalah Terhadap Hukum Islam

Permasalahan kehidupan manusia semakin hari terus bertambah

dan menjadi semakin berkembang pesat serta semakin kompleks.

Perubahan yang cepat ini pula harus di topang oleh perubahan hukum yang

mengatur pula, guna tidak adanya kekosongan hukum atau permasalahan

24

Mushtafa Zaid, al-Maslahah fi al-Tasyri al-Islamy wa Najmuddin al-Thufi, h.127-132. 25

Nasrun Haroen , Ushul Fiqh 1, h.128.

Page 53: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

43

yang dihadapi oleh umat Islam yang menuntut adanya jawaban

penyelesaiannya dari segi hukum. Semua persoalan tersebut tidak bisa kita

hadapi jika menggunakan metode lama dari umat terdahulu, karena hukum

berubah dengan adanya perubahan tempat dan zaman. 26

Kita akan menghadapi kesulitan menemukan dalil Nas atau

petunjuk syara‟ untuk mendudukkan hukum dari permasalahan yang

muncul. Untuk kasus waris adat Melayu contohnya kemungkinan kita

akan kesulitan untuk menggunakan metode lain selain maslahah

almursalah ini, yang menurut penulis maslahah mursalah lah yang tepat

untuk menangani atau meninjau kasus ini dalam menetapkan status

hukumnya.

Kegunaan maslahah mursalah ini dapat juga dinilai baik dan

buruknya dalam menetapkan hukum tetapi tidak sulit untuk menemukan

dalil atau Nas yang mendukungnya. Seperti yang di kemukakan oleh Amir

Syarifuddin „dalam upaya agar tindak tanduk umat Islam masyarakat

Melayu khususnya masih dalam koridor atau batas ketentuan tatanan

hukum agama, maslahah mursalah itu dapat dijadikan salah satu alternatif

sebagai dasar dalam berijtihad.27

26

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid II, h.364.

27

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid II, h.364.

Page 54: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

44

BAB IV

ANALISA TEORI MASLAHAH DALAM PEMBAGIAN WARIS DI

SAMBAS

A. Gambaran Umum Kecamatan Sambas

1. Letak Wilayah 1

Kecamatan Sambas terletak di sebelah timur Ibu Kota Kabupaten

Sambas atau diantara 1º11º20º Lintang Utara serta 1º24º48º Lintang Utara

dan 109º09º16º Bujur Timur Serta 109º26º23º Bujur Timur.

Secara administratif, batas wilayah Kecamatan Sambas adalah:

- Utara : Kecamatan Teluk Keramat dan Kecamatan

Sebangkung

- Selatan : Kecamatan Sebawi dan Kecamatan Subah

- Barat : Kecamatan Subawi

- Timur : Kecamatan Subah dan Kecamatan Sajad

2. Luas Wilayah2

Luas Kecamatan Sambas adalah 246,66 km² atau sekitar 3.86

persen dari luas wilayah Kabupaten Sambas. Kecamatan Sambas terdiri

dari 18 desa. Desa terluas adalah Desa Lumbang dengan luas 40.00 km²

atau 16.22 persen dari luas Kecamatan Sambas, sedangkan untuk Desa

terkecil adalah Desa Pasar Melayu dengan luas 0.43 km, persegi atau 0,17

persen dari luas Kecamatan Sambas.

Luas penggunaan lahan sawah di kecamatan Sambas berkurang

menjadi dari 23.50 km² menjadi 19.76 km² atau hanya 8,01 persen dari

1 Kecamatan Sambas Dalam Angka 2018, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sambas, h.2.

2 Kecamatan Sambas Dalam Angka 2018, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sambas, h.4.

Page 55: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

45

luas wilayah kecamatan Sambas. Untuk luas penggunaan lahan bukan

sawah dikecamatan Sambas meningkat menjadi 194,20 km² dari 190,46

km² atau 190,46 km² atau 78,73 persen dari luas kecamatan Sambas,

sedangkan luas lahan bukan pertanian di kecamatan Sambas 32,7 km² atau

13,26 persen dari luas wilayah Kecamatan Sambas.

3. Pendidikan3

Keberhasilan proses pendidikan sangat tergantung oleh tersedianya

sarana, dan prasarana serta tenaga pengajar yang memadai. Pada tahun

2017, jumlah prasarana SD yang tersedia sebanyak 32 sekolah, SLTP

sebanyak 10 sekolah dan SLTA sebanyak 13 sekolah.

Di tingkat Sekolah Dasar (SD), jumlah murid meningkat sebesar

2,04 persen pada tahun 2017, sementara itu jumlah guru menurun sebesar

3,28 persen dibandingkan 2016. Jumlah murid SD mencapai 7.217 orang.

Ditingkat sekolah menengah pertama SMP/MTs, jumlah murid

mengalami peningkatan dari 3.320 orang di tahun 2016 menjadi 3.481

orang di tahun 2017 atau naik sekitar 4,85 persen.

Untuk jenjang pendidikan menengah atas dan kejuruan jumlah

keseluruhan murid SMA/MA adalah 2.411 orang dan SMK sebanyak

1.306 orang di tahun 2017.

4. Agama4

Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

menjamin kehidupan umat beragama dan senantiasa mengembangkan

kerukunan hidup antara pemeluk agama/kepercayaan guna membina

3 Kecamatan Sambas Dalam Angka 2018, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sambas, h.9.

4 Kecamatan Sambas Dalam Angka 2018, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sambas, h.41.

Page 56: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

46

kehidupan masyarakat dan sekaligus mengatasi berbagai masalah sosial

budaya yang mungkin dapat menghambat kemajuan bangsa.

Pada tahun 2017 jumlah prasana peribadatan di Kecamatan Sambas

sebanyak 144 buah yang terdiri dari 53 masjid, 64 surau, 14 mushola, 2

Gereja Khatolik 3 Gereja Protestan, 7 vihara dan 1 pura.

Sedangkan jika dilihat dari data agregat pemeluk agama di

Kecamatan Sambas tahun 2018 mayoritas memeluk agama Islam,

(49.361), Budha (4.737), Khatolik (1.577), Kristen (760), Hindu (6) dan

aliran kepercayaan lainnya (9).5

5. Dusun6

Kecamatan Sambas terdiri dari 18 desa dengan 58 Dusun,dan

jumlah penduduk 56.566, Desa yang terbanyak dusunnya ada 7 desa

dengan jumlah jumlah dusunnya masing-masing 4 dusun dan desa paling

sedikit jumlah dusunnya ada 3 desa dengan masing-masing 2 dusun

perdesa.

B. Pembagian Harta Peninggalan Melayu Sambas

1. Sistem Hukum

Sebagai mana yang penulis jabarkan pada bab sebelumnya bahwa

hukum kewarisan adat di Indonesia hingga saat ini masih sangat plural,7

dimana terdapat tiga yang mengatur yakni hukum adat, hukum Islam, dan

hukum perdata, serta di pengaruhi oleh sistem kewarisan dan sistem

kekerabatan yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan. Hal

5 Data Agrergat Kependudukan Semester I Tahun 2018 web.disdukcapil.sambas.go.id

diakses tanggal 16 Februari 2019.

6 Kecamatan Sambas Dalam Angka 2018, Badan Pusat Statistik Kabupaten Sambas h.13.

7 Plural ialah sifat atau keadaan jama‟ (bermacam-macam).

Page 57: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

47

tersebut disebabkan adanya perbedaan latar belakang penduduk baik suku

maupun agamanya.8

Dari tiga sistem hukum yang mengatur diatas, masing-masing

mempunyai corak tersendiri, seperti halnya hukum waris adat yang lahir

dari pikiran dan adat kebiasaan tradisional dengan berbagai bentuk

kekerabatan dan keturunannya yakni patrilineal, matrilineal atau bilateral.9

Dalam hemat penulis keadaan yang sangat beragam pada

masyarakat diatas banyak sekali mempengaruhi aspek lain dalam

kehidupan, seperti halnya dalam masalah kewarisan. Apalagi “di Sambas

ini merupakan suatu wilayah yang mayoritas masih menggunakan hukum

adat yang kental dan masih berlaku hingga saat ini”.10

Menurut hal sistem keturunan, dari hasil wawancara dengan tokoh

adat dan sebagian masyarakat, serta observasi yang penulis lakukan, dapat

dikemukakan bahwa sistem keturunan Masyarakat Melayu Sambas dalam

kewarisan yang digunakan adalah sistem keturunan bilateral atau parental,

sistem keturunan yang menarik garis keturunan dari orangtua, dimana

kedudukan laki-laki dan perempuan sama sama mendapatkan hak atas

harta peninggalan.

Sistem ini memiliki ciri khas tersendiri daripada sistem patrilineal

dan sistem matrilineal, yaitu yang merupakan ahli waris adalah semua

anak laki-laki dan perempuan tidak membedakan jenis kelamin, berbeda

dengan sistem patrilineal yang lebih mengutamakan laki-laki dalam hal

menerima warisan, dan matrilineal yang mengutamakan dari garis

keturunan perempuan saja.

8 NM. Wahyu, Waris Permasalahan dan Solusinya Cara Halal dan Legal Membagi

Warisan, h.6.

9 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Alquran, h.9.

10

Wawancara, Urai Riza Fahmi, Tokoh Adat Budaya Melayu Sambas, 16-Januari, 2019.

Page 58: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

48

Kemudian, dari pihak yang mendapatkan harta peninggalan,

masyarakat Melayu Sambas menggunakan sistem Individual, artinya

semua ahli waris mendapatkan hak mewarisi secara perorangan atau

mendapatkan hak dari harta peninggalan secara individual.

Sistem pewarisan individual ini memang diberlakukan kepada

masyarakat yang bersistem keturunan parental atau bilateral (dimana

kedudukan laki-laki dan perempuan sama atau sederajat), sebagaimana

yang dianut oleh masyarakat Jawa, Aceh, Batak dan Kalimantan.11

Dilihat dari kedua sistem tersebut, sebenarnya tidak ada perbedaan

atau pertentangan antara hukum waris adat Melayu Sambas dan hukum

waris Islam, sebagaimana Hazairin mengungkapkan bahwa kewarisan

Islam di Indonesia sejatinya sama seperti kewarisan sistem keturunan

bilateral dan sistem pewarisan individual. 12

Namun, perbedaan dapat ditinjau dari pembagian yang dilakukan

oleh masyarakat adat Melayu Sambas seperti yang akan penulis bahas

pada point selanjutnya.

2. Penerapan Kewarisan

Melayu sambas merupakan suatu daerah yang masih kental dengan

perihal agama dan kepercayaan yang dianut serta kebudayaan yang masih

berlaku di masyarakat.13

Namun dalam hal perihal hukum Islam terutama

hukum tentang kewarisan Islam mereka belum memahami terlalu dalam,

sehingga penulis menemukan dari beberapa hasil wawancara oleh

sebagian masyarakat desa, masih menggunakan adat atau tradisi yang

berlaku sejak lama.

11

Ellyne Dwi Poespasari, Pemahaman Seputar Hukum Waris Adat di Indonesia, h. 39.

12

Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Quran dan Hadith, h.16.

13

Wawancara, Anhari, Tokoh Agama, 16-Januari, 2019.

Page 59: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

49

Dari hasil wawacara yang penulis lakukan terhadap responden,

mereka lebih sering mengenal hukum waris dengan sebutan harte pusake

yang mana yang dimaksud dengan harte pusake adalah suatu proses

pengalihan suatu harta peninggalan yang ditinggalkan oleh pewaris baik

itu barang yang bergerak ataupun tidak bergerak kepada ahli waris.

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan juga di masyarakat

Sambas, bahwa pelaksanaan kewarisan yang digunakan adalah kewarisan

yang tidak berdasarkan ilmu fara‟id atau hukum Islam, hukum waris yang

masyarakat gunakan adalah berdasarkan adat atau kebiasaan yang terjadi

di masyarakat tersebut, karena mayoritas masyarakat sambas adalah

penduduk yang masih memegang kental hukum adat atau kebiasaan yang

berlaku.

Dalam hukum waris Islam berlaku pembagian 2:1 antara anak laki-

laki dan perempuan, akan tetapi pada kenyataannya terdapat pembagian

yang berbeda yang dilakukan oleh masyarakat Melayu Sambas, dengan

pembagian 1:1 yang mana baik laki-laki maupun perempuan dibagi sama

rata, seperti yang penulis paparkan pada tabel berikut ini.

Tabel 1

Pembagian Warisan

No Pembagian Waris Responden

1 Bagian 1:1 anak laki-laki dan perempuan 7

2 Bagian 2:1 anak laki-laki dan perempuan 3

Total Responden 10

Dari tabel diatas penulis melakukan wawancara dengan 10

responden, diantara 10 responden tersebut 2 orang diantaranya tokoh

agama, 1 orang tokoh adat, 1 orang pihak pemerintahan desa, dan 6 orang

ahli waris. Dari tabel diatas dapat dikemukakan bahwa dalam pembagian

harta peninggalan khususnya antara anak laki laki dan perempuan yang

dilakukan oleh sebagian masyarakat Melayu Sambas (responden) dalam

Page 60: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

50

praktiknya mayoritas menggunakan pembagian 1:1. Namun terdapat

sebagian yang sudah menggunakan hukum waris Islam dalam

pembagiannya.

Ketentuan pembagian waris di Sambas sejatinya telah diatur pada

masa kerajaan Mufti14

, yang mana tidak terdapat perbedaan antara hukum

waris Islam dan hukum waris yang ada di Sambas, namun terjadi

perbedaan yang muncul dari segi pembagian yang mana dilakukan

pembagian sama rata antara laki-laki dan perempuan dengan alasan tidak

tega atau kasihan terhadap sesama saudara.15

Kasus lainnya yang peneliti temukan dalam pembagian yang

dilakukan oleh salah satu tokoh adat dalam pembagian harta warisan

dalam keluarganya, dimana setelah ayah beliau wafat, harta waris dibagi

sama rata meskipun masih ada Ibu sebagai ahli waris, sebelum harta dibagi

sama rata kepada anak, Ibu terlebih dahulu mendapatkan bagian 1/2 dari

harta peninggalan tersebut, baru kemudian setelah itu 1/2 dari sisa harta

tersebut dibagi secara sama rata kepada anak.16

Dalam keadaan seperti ini

orang tua tidak membedakan kedudukan anak laki-laki dan perempuan,

akan tetapi orang tua lebih dekat kepada anak perempuannya, hal ini

karena ketika anak laki-laki menikah ia akan meninggalkan rumah dan

menetap dirumah istrinya sehingga kedekatan antara orang tua dan anak

laki-laki tidak seperti anak perempuan.

Masyarakat Sambas tidak mengenal perbedaan antara harta

peninggalan dan harta waris, mereka lebih mengenal bahwasanya hukum

waris Adat adalah hukum waris Islam, karena bersandarkan kepada

14

Mufti: Kesultanan Sambas pada masa Kerajaan, diantara peninggalannya sekarang bisa

ditemukan di daerah Sambas bekas peninggalan kerajaan yang disebut Keraton Sambas atau Istana

AlwatzikHoebillah.

15

Wawancara, Urai Riza Fahmi, Tokoh Adat Melayu Sambas, 16-Januari, 2019.

16

Wawancara, Urai Riza Fahmi, Tokoh Adat Melayu Sambas, 16-Januari, 2019.

Page 61: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

51

ketentuan “adat bersendikan syara‟, syara‟ bersendikan kitabullah”

artinya dalam urusan agama, arahnya tetap ke agama, otomatis adat harus

bersendikan agama, jadi bisa dikatakan bahwa melayu identik Islam,

namun praktik dalam sehari-hari ada yang tidak menggunakan, maka di

bagilah secara adil dengan pembagian 1:1.17

Pembagian 1:1 ini banyak terjadi di kalangan masyarakat,

dampaknya adalah seolah olah hukum agama tidak berlaku, karena dalam

penerapan 1:1 ini berlandaskan keadilan dan juga melihat dari segi

ekonomi keluarga. Kemudian pembagian harta peninggalan juga

tergantung dari keluarga, kalau orangtuanya baik maka dilakukan

pembagian 1:1 hal ini didasari oleh rasa keadilan dan kasih sayangnya,

sehingga sebagian orang tua membagi sama rata antara anak laki-laki dan

perempuan, guna tidak adanya perpecahan antara ahli waris di kemudian

hari, dan semua harta dibagi tanpa adanya harta pusaka atau harta yang

tidak dapat dibagi.18

Dari hasil pengamatan yang dilakukan penulis juga di Sambas,

dalam pembagian harta peninggalan yang dilakukan oleh masyarakat

Melayu Sambas tidak terlepas dari tiga hal pokok atau unsur-unsur

pewarisan, yaitu: pewaris, ahli waris yang akan menerima harta

peninggalan, harta peninggalan dan ketentuan yang akan digunakan oleh

ahli waris.

Masyarakat Sambas mengenal bahwa pewaris adalah orang yang

telah meninggal baik Ayah maupun Ibu. Mengenai terjadinya proses

pembagian harta peninggalan, umunya tidak dibagikan secepatnya usai

pewaris meninggal dunia, akan tetapi dibagikan ketika kedua orangtua

telah meninggal dunia, jika salah satu orang tua masih hidup, maka harta

17

Wawancara, Urai Riza Fahmi, Tokoh Adat Melayu Sambas, 16-Januari, 2019. 18

Wawancara, Urai Riza Fahmi, Tokoh Adat Melayu Sambas, 16-Januari, 2019.

Page 62: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

52

peninggalan masih dikuasai penuh oleh orangtua yang masih hidup,

kemudian apabila telah meninggal keduanya barulah di bagikan oleh ahli

waris. Karena di Sambas seorang anak diajarkan untuk hidup mandiri

terlebih dahulu dan lebih mengutamakan kehidupan orang tua khususnya

seorang Ibu.19

Untuk proses penyelesaian waris menurut wawancara yang penulis

lakukan kepada salah satu ahli waris ialah yang pertama dilakukan adalah

musyawarah antara semua ahli waris, dan menghadirkan salah satu tokoh

yang mumpuni dalam hal pembagian waris atau aparat desa guna

menghasilkan suatu hasil yang di sepakati. Dalam musyawarah ini, apabila

salah satu ahli waris tidak hadir atau tidak memberi persetujuan, maka

musyawarah tidak bisa dilaksanakan.20

Apabila terdapat perselisihan dalam hal waris ini, pada masa

lampau di selesaikan peran tokoh adat khususnya di kerajaan, namun

untuk sekarang sudah diselesaikan oleh Pengadilan Agama. Namun tidak

menutup kemungkinan untuk saat ini masih banyak yang menggunakan

peran tokoh yang mengerti tentang pembagian waris yang masih menjadi

patokan dalam penyelesaiannya dan masih sedikit yang menyelesaikan

pada ranah Pengadilan Agama apabila tidak bisa di selesaikan secara

musyawarah.21

Penyelesaian harta peninggalan yang dilakukan masyarakat

Melayu Sambas juga terdapat pada ranah lembaga pemerintahan daerah

seperti kantor desa yang mana penulis melakukan wawancara kepada salah

19

Wawancara, Urai Riza Fahmi, Tokoh Adat Melayu Sambas, 16-Januari, 2019.

20

Wawancara, Agustian, Ahli Waris, 18 Januari, 2019. 21

Wawancara, Urai Riza Fahmi, Tokoh Adat Melayu Sambas, 16-Januari, 2019.

Page 63: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

53

satu perangkat desa dan mendapatkan berkas terkait hal penyelesaian waris

seperti pada lampiran-lampiran dari skripsi ini.22

Terdapat juga penyelesaian yang dilakukan dalam ranah keluarga

kemudian menghadirkan beberapa tokoh yang dianggap paham mengenai

hal kewarisan dan dibuat surat atau pernyataan yang di tanda tangani para

pihak yang terlibat ketika pelaksanaan sedang berlangsung.23

Dari beberapa ahli waris yang diwawancarai ada yang membagikan

harta disesuaikan dengan nilai uang, misalkan berupa tanah, kemudian

tanah itu dijual lalu uangnya dibagi sama rata antara ahli waris, ada juga

yang langsung membagikan tanpa menominalkan terlebih dahulu seperti

tanah. Oleh karena itu terkait proses atau cara dalam membagi harta

peninggalan yang berlaku, dikembalikan kepada ketentuan dari masing-

masing keluarga, setiap keluarga berbeda sesuai dengan kebiasaan dan

kesepakatan antara masing-masing keluarga.

C. Relevansi Maslahah Dalam Pembagian Harta Peninggalan Melayu

Sambas

Pengertian maslahah yang dikemukakan oleh Asmawi mengutip

pendapat Najm al-Din al-Tufi berpendapat bahwasanya makna maslahah

dapat di tinjau dari dua sisi, yang pertama dari urfi (adat-istiadat) dimana

maslahah merupakan sebab yang membawa kepada kebaikan dan

kemanfaatan, dan yang kedua dari sisi syara‟, dimana maslahah adalah

sebab yang membawa kepada tujuan syara‟, baik yang menyangkut ibadah

maupun muamalah.24

22

Wawancara, Resti Maulida, Sekretaris Desa, 25-Januari 2019. 23

Wawancara, Anhari, Tokoh Agama Sambas, 17-Januari, 2019.

24

Asmawi, “Konseptualisasi Teori Maslahah” (Salam: Jurnal Filsafat dan Budaya

Hukum, November 2014), h.314.

Page 64: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

54

Dengan kata lain, dapat dipahami bahwa esensi maslahat itu adalah

terciptanya kebaikan dan kesenangan dalam kehidupan manusia serta

terhindar dari hal-hal yang bisa merusaknya. Namun demikian,

kemaslahatan itu berkaitan dengan tatanan nilai kebaikan yang patut dan

layak25

Konsep maslahat secara literal diartikan dengan kebaikan-kebaikan

sekaligus lawan dari kejahatan dan keburukan. Dengan demikian bila

tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan berarti hukum Islam telah

menentukan dan memberi petunjuk kepada manusia tentang kebaikan-

kebaikan dan meninggalkan kejahatan dan keburukan atau yang sejenisnya

seperti kerusakan, penderitaan atau kesengsaraan.26

Bahasan awal konsep maslahat dikemukakan sebagai lawan dari

kejahatan dan keburukan atau kemudharatan (mafsadat). Dengan demikian

ketika hukum berupaya memelihara maslahat, maka daripadanya juga

menolak mafsadat. Misalnya pemberlakuan hukum waris hifzul mal

(menjaga harta), yang berarti menolak mafsadat berupa meninggalkan

keturunan yang lemah.27

Syariat Islam menetapkan aturan terutama pada permasalahan

kewarisan dengan bentuk yang sangat teratur dan adil, yang di dalamnya

ditetapkan bagian hak masing masing baik itu laki-laki maupun

perempuan, dengan porsi yang telah di tentukan, (QS. Annisa [4], 7).

Tujuan pokok penetapan hukum Islam adalah untuk mewujudkan

kemaslahatan bagi umat manusia. Kemaslahatan manusia akan selalu

25

Romli, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh Metodologi Penetapan Hukum Islam (Depok:

Kencana, 2017), h.189.

26

Syamsulbahri Salihima, Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan dalam Hukum

Islam dan Implementasinya pada Pengadilan Agama (Jakarta: Kencana, 2015), h.174. 27

Syamsulbahri, Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan dalam Hukum Islam dan

Implementasinya pada Pengadilan Agama, h.178.

Page 65: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

55

berubah dan bertambah sesuai dengan kemajuan zaman. Dalam kondisi

semacam ini, akan banyak timbul masalah baru yang hukumnya belum

ditegaskan oleh Alquran dan sunnah.28

Ayat-ayat dalam Alquran mengenai hukum waris pada prinsipnya

telah sesuai dan sejalan dengan tujuan hukum, dan ayat-ayat tersebut jelas

masuk kedalam ketentuan Allah yang bersifat qath’i. Dimana telah

ditetapkan bagiannya secara rinci, seperti dalam surah Annisa ayat 11

“Lizzakari Mitsluhazzil Unsyain” bagian laki laki dua kali bagian dari

perempuan. Walaupun pada kasus lain perempuan tidak selalu

mendapatkan bagian yang lebih kecil dari pada anak laki-laki, contoh anak

perempuan bersama kakek.

Pertanyaannya apakah kata tersebut tetap diartikan secara hakiki

seperti selama ini di pahami. Jadi anak laki-laki akan mendapat dua kali

bagian anak perempuan, atau kedua kata tersebut akan diartikan secara

majas, misalnya secara fungsional. Jadi, anak yang berfungsi sebagai laki-

laki (yang menjadi kepala keluarga atau yang memegang tanggung jawab)

akan memperoleh bagian dua kali dari anak-anak lain yang tidak

mengemban fungsi tersebut, maka dari itu memberikan penafsiran baru

kepada kedua kata ini mungkin secara teoretis.29

Syamsul Bahri Sahilima mengutip pendapat Al-Satibi dalam al-

Muwafakat mengemukakan bahwasanya konsep maslahah (kebaikan)

sangatlah panjang. Dikatakan bahwa penyelidikan para ahli hukum islam

terhadap tujuan utama syara‟ tidak lain adalah demi kepentingan maslahah

(manfaat, kebaikan) bagi manusia. Karena sudah dapat dipastikan bila

suatu tindakan tidak memberikan suatu konteks maslahah pastilah

28

Mardani, Perbandingan Ushul Fiqh, h.131.

29

Al Yasa Abu Bakar, dkk Hukum Islam di Indonesia Pemikiran dan Praktek. (Bandung:

Remaja Rosda Karya, 1994), h. 176.

Page 66: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

56

terlarang untuk dilakukan, sebaliknya bila dalam konteks itu maslahah

dapat terjadi berarti tindakan tersebut boleh dilakukan.30

Sebagaimana yang terjadi pada masyarakat Melayu Sambas, yakni

dalam pembagian harta warisan sesuai QS an-Nisa (4):11 menjelaskan

bagian laki-laki adalah dua kali lebih besar daripada bagian perempuan,

namun ketentuan tersebut ditinggalkan dan masyarakat Melayu Sambas

dalam pembagian harta warisan antara laki-laki dan perempuan

menerapkan sama rata, karena upaya membantu sesama saudara, tidak

tega dan upaya menjaga silaturrahmi.

Penulis memperhatikan bahwa sistem kewarisan secara tradisi

dalam masyarakat Melayu Sambas jika ditinjau dari hukum Islam secara

sekilas dapat disimpulkan tidak sesuai dengan apa yang telah diterapkan

oleh hukum waris Islam. Namun hal ini merupakan salah satu bentuk dari

berbagai implementasi hukum waris yang ada di Indonesia.

Akan tetapi jika ditinjau dari maksud usaha mencari dan

menetapkan hukum, dari segi maslahah menurut syara‟ pada bab

sebelumnya yang telah penulis jelaskan terbagi dalam tiga macam sebagai

berikut.

Maslahah Mulghah, yakni maslahah yang ditolak, yaitu maslahah

baik oleh akal tetapi tidak diperhatikan oleh syara‟ dan ada petunjuk syara‟

yang menolaknya. Yang mana akal menganggapnya baik dan telah sejalan

dengan syara‟, tapi ternyata syara‟ menetapkan hukum yang berbeda

dengan apa yang dituntut oleh maslahah itu.

Maslahah Mursalah atau yang biasa disebut dengan Istishlah yaitu

apa yang dipandang baik oleh akal, sejalan dengan tujuan syara‟ dalam

30

Syamsulbahri, Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan dalam Hukum Islam dan

Implementasinya pada Pengadilan Agama, h.176.

Page 67: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

57

menetapkan hukum, namun tidak ada petunjuk syara‟ yang menolaknya

dan tidak ada petunjuk yang menguatkannya.

Maslahah Mu‟tabarah, yaitu maslahah yang diambil dari Nas atau

ijma‟ secara langsung atau tidak langsung yang memberikan penunjuk

pada adanya maslahah yang menjadi alasan dalam menetapkan hukum.

Pembagian harta peninggalan oleh masyarakat Melayu Sambas

yang menerapkan sama rata ini, menurut hemat penulis termasuk kedalam

beberapa macam maslahah yang di kemukakan diatas.

Pertama, maslahah mulghah, memang secara sekilas tidak

bertentangan dengan kaidah ini, karena tujuan pembagian 1:1 ini

membantu sesama ahli waris agar tetap hidup yang layak dengan bantuan

harta peninggalan tersebut guna mencukupi ekonomi keluarga yang

kurang mampu dan menjaga silaturrahmi agar tidak terjadi perpecahan

antar keluarga, akan tetapi karena syarat digunakannya maslahah itu tidak

boleh bertentangan terhadap hukum syara‟. Dimana hukum syara‟ telah

menyatakan bahwa bagian laki laki dua kali daripada bagian perempuan.

Dalam arti maslahah tidak boleh bertentangan dengan dalil yang bersifat

qat‟iy.

Namun menurut al-Thufi maslahah ini bisa dijadikan dalil hukum

dan hujjah syariah dalam menetapkan suatu hukum, karena permasalahan

yang dihadapi ini berkaitan dengan adat atau muamalah, al-Thufi juga

menegaskan bahwa maslahah terkadang harus diutamakan dan

didahulukan dari dalil-dalil hukum yang lain termasuk Nas dan ijma‟ para

ulama.31

Berarti jika merujuk kepada al-Thufi, pembagian 1:1 antara laki

laki dan perempuan yang dilakukan oleh Masyarakat Melayu bisa

dianggap suatu maslahat walaupun bertentangan dengan dalil. Akan tetapi

barangkali menurut al-Thufi adalah adanya ayat yang secara lahiriah yang

31

Abdul Manan, Pembaruan Hukum Islam di Indonesia (Depok: Kencana, 2017) h.182.

Page 68: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

58

seolah-olah bertentangan satu sama lain sehingga menimbulkan

interpretasi yang akhirnya akan menjadikan Nas sebagai tempat perbedaan

pendapat.32

Kedua, masalahah mu‟rsalah, maslahah yang baik dan sesuai

dengan tujuan syara‟, memang terdapat dalil yang menolaknya, namun

apabila jika kita lihat konteks dalil qat‟iy pada tatanan sosiologis “mitslu

hadzil unsayain” ini mempu berasimilasi terhadap kehidupan yang terjadi

di Sambas, karena salah satu tokoh adat setempat mengatakan bahwa dasar

pembagian 1:1 tersebut terjadi agar membantu saudara agar tetap hidup

yang layak dengan bantuan harta peninggalan tersebut guna mencukupi

ekonomi keluarga yang kurang mampu dan menjaga silaturrahmi agar

tidak terjadi perpecahan antar keluarga.33

Dimana hal ini juga sesuai

dengan esensi maslahah itu sendiri “baik, patut dan bermanfaat” serta

sejalan dengan tujuan syara‟ yakni hifzul Nasl (memelihara keturunan)

agar hidup layak.34

Ketiga, maslahah mutabarah, maslahah yang diambil dari Nas

langsung atau tidak langsung, pembagian 1:1 tidak dijelaskan dalam

syariat akan tetapi hal ini dapat dikategorikan suatu maslahah jika diambil

secara tidak langsung melalui firman Allah dalam surah al-Baqarah (2),

ayat 233, dimana dinyatakan pada ayat tersebut jika terdapat “antarodhin”

(kerelaan) didalam pembagiannya dan jika merujuk pada Komplasi

Hukum Islam pada pasal 183 35

. “Penggunaan antarodhin sebagai illat36

pemberlakuan hukum dalam beberapa kasus hukum sangatlah fleksibel

32

Qusthoniah, “Almashlahah dalam Pandangan Najmuddin Al-Thufi”, h.46. 33

Wawancara, Urai Riza Fahmi, Tokoh Adat Melayu Sambas , 16-Januari, 2019. 34

Nasrun Haroen, Ushul Fiqh , h.114. 35

Pasal 183: Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian

harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya. 36

Illat adala suatu sifat yang ada pada asal dan sifat itu menjadi dasar untuk mengetahui

hukum pada bagain yang belum di tetapkan.

Page 69: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

59

khususnya di bidang muamalah” 37

karena masalah waris ini termasuk

dalam katogeri muamalah maka hal itu merupakan hal yang baik.

Namun menurut Muhammad Amin Suma yang mengambil teori

keadilan Aristoteles, yang membagi keadilan distributif dan keadilan

komutatif. Jika pemilahan keadilan yang ditawarkan Aristoteles ini kita

gunakan dalam hal hukum kewarisan Islam jelas telah memenuhi rasa

keadilan. Bahwa dalam praktik masyarakat hukum saat ini banyak kaum

perempuan yang menjadi tulang punggung kehidupan ekonomi sebuah

keluarga, dan itu merupakan kenyataan sosiologis yang terjadi di tengah-

tengah masyarakat. Hanya saja partisipasi aktif kaum perempuan dalam

mensejahterakan ekonomi rumah tangga tidak otomatis mengubah hukum

waris Islam menjadi asas 1:1. 38

Maka dalam hal waris juga sejatinya tidak “harus” menggunakan

hukum faraidh (hukum waris Islam), karena ketika para ahli waris

menghendaki adanya sebuah kesepakatan atau kerelaan untuk

membagikan waris secara hukum adat, maka pembagian antara laki-laki

dan perempuan dibagi secara sama rata. Pembagian ini dianggap sah dan

tidak bertentangan dengan hukum syara‟. Sebagaimana di jelaskan dalam

Firman Allah Swt di dalam surah (Q.S Al Baqarah [2] 233).

وعلى لمن أراد أن يتم الرضاعة والوالدات ي رضعن أولدىن حولين كاملين

ل تضار ل تكلف ن فس إل وسعها المولود لو رزق هن وكسوت هن بالمعروف

فإن أرادا فصال عن لك وعلى الوارث مثل ذ والدة بولدىا ول مولود لو بولده

هما وتشاور فل جناح عليهما وإن أردتم أن تست رضعوا أولدكم فل جناح ت راض من

37 Albert Al-Fikri, “Diskursus Hukum Kewarisan An-Taradhin” Menjembatani Dialetika

Kewarisan Maternalistik dan Paternalistik di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi” (Jurnal At-

Turas, Vol. V. No. 1, Januari 2018), h. 35. 38

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h.124.

Page 70: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

60

للو بما ت عملون وات قوا اللو واعلموا أن ا عليكم إذا سلمتم ما آت يتم بالمعروف

بصير

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun

penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan dan kewajiban

ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang

ma‟ruf, seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar

kesanggupannya, janganlah seorang itu menderita kesengsaraan karena

anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajian

demikian, apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan

kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas

keduanya, dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka

tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut

yang patut, bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah

Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

Pembagian harta peninggalan pada dasarnya adalah sebuah

permasalahan mua‟malah, kasus 1:1 ini bisa saja di kategorikan sebagai

hadiah atau hibah pihak laki-laki kepada perempuan, apabila pemberian itu

tidak dipaksa oleh salah satu pihak dalam arti seperti ayat di atas

“antarodhin” (kerelaan), apabila terjadi demikian maka hal itu tidak

bertentangan dengan hukum Islam bahkan perbuatan tersebut merupakan

perbuatan yang mulia dengan semangat saling membantu antara keluarga

dan tidak mengharapkan imbalan apapun.

Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam Pasal 183 menjelaskan

kebolehan bentuk lain terhadap pembagian harta peninggalan yaitu: “Para

ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta

warisan setelah masing-masing menyadari bagiannya”. Secara normatif,

pembagian warisan hanya bisa dilakukan sesuai dengan ketentuan yang

tertera secara kongkrit dalam Alquran yang menunjukkan dalil qath’i.

Page 71: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

61

Namun dalam kenyataannya, masyarakat sering melakukannya secara

berulang-ulang dengan cara perdamaian. Boleh jadi karena dalam

kenyataannya ahli waris yang menerima bagian besar, secara ekonomi

telah berkecukupan, sementara ahli waris yang menerima bagian sedikit,

masih berada dalam suasana kekurangan. Kebiasaan yang terjadi berulang

ulang dalam masyarakat dan menimbulkan kemaslahatan disebut dengan

“urf” atau “adat” yang artinya kebiasaan. Dan ini sejalan dengan kaidah

hukum Islam “al- „adat muhakkamah” (kebiasaan itu dapat dijadikan

hukum). Secara sosiologis, dalam masyarakat sering terjadi suatu tindakan

yang terjadi secara berulang-ulang dan dapat membawa kebaikan.39

Berdasarkan pemaparan diatas, menurut hemat penulis, pembagian

harta peninggalan yang terjadi di Sambas adalah sejalan dengan konsep

maslahah karena kapasitasnya sebagai permasalahan muamalah. Akan

tetapi sistem ini haruslah berdasarkan keputusan bersama dari semua ahli

waris, dimana para ahli waris mengadakan musyawarah sesuai ketentuan

yang berlaku dalam keluarga agar tetap terpenuhi hak dan kewajiban

diantara ahli waris.

Namun mengenai pembagian 1:1 yang terjadi di Sambas ini

menurut peneliti apa yang telah ditentukan dan ditetapkan manusia

tentang konsep pewarisan yang berkeadilan dan sistem hukumnya,

tentulah masih tetap utama konsep keadilan menurut Allah SWT,

karena Allah Maha Mengetahui atas segalanya, menurut peneliti

hendaknya sebelum pembagian harta peninggalan di lakukan melalui

sistem adat, para ahli waris hendak mengetahui dan dilakukan

pembagiannya secara hukum waris Islam, dan setelah bagian masing-

masing ahli waris telah diketahui, barulah kemudian dibagi secara

hukum adat. Agar tradisi adat masih berlaku dan tidak hilang.

39

Khisni, Hukum Waris Islam (Semarang, Unissula Press 2017) , h.23.

Page 72: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

62

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada

bab-bab sebelumnya, maka pada bagian penutup ini akan menarik

beberapa kesimpulan diantaranya yakni:

Masyarakat Melayu Sambas dalam melakukan pembagian harta

peninggalan atau warisan masih mayoritas menggunakan tradisi yang ada

dimana dalam pembagian antara anak laki-laki dan perempuan dianggap

sama yaitu 1:1. Asas yang di gunakan adalah asas individual dan

pewarisan bilateral. Dimana bilateral adalah seorang menerima hak atas

warisan dari kedua belah pihak garis kerabatan, yaitu dari garis keturunan

perempuan maupun garis keturunan laki-laki. Dalam pembagian harta

peninggalan yang dilakukan pada masyarakat Melayu Sambas 1:1

dikarenakan ditentukan oleh keluarga melihat berdasarkan tarap sosial dan

ekonomi para ahli waris, serta guna tetap terjaga silaturrahmi yang baik

dalam keluarga. Untuk waktu pembagian harta peninggalan umumnya

dilakukan apabila kedua orangtua telah meninggal dunia, apabila masih

ada salah satu orang tua yang hidup maka harta peninggalan masih

dikuasai oleh orangtua yang masih hidup tersebut.

Jika ditinjau secara sekilas, tradisi pembagian 1:1 antara laki-laki

dan perempuan tidak sesuai dengan ketentuan hukum kewarisan Islam.

Dikarenakan dalam hukum waris Islam, semua sudah teratur secara jelas

seperti bagian laki laki adalah dua kali dari bagian perempuan.

Namun jika kemudian pembagian 1:1 antara anak laki-laki dan

perempuan jika ditinjau dari teori maslahah mursalah dalam menetapkan

Page 73: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

63

hukum, dapat di kategorikan dan masuk ke dalam beberapa macam

maslahah.

Pertama maslahah mulghah, maslahat yang di tolak karena ada

dalil yang secara tegas menyatakaan pembagian 2:1 antara laki-laki dan

perempuan.

Kedua maslahah mursalah, maslahah yang dainggap baik oleh

akal dan sesuai dengan tujuan syara‟, memang terdapat dalil yang

menolaknya, namun apabila jika kita lihat konteks dalil qat‟iy pada tatanan

sosiologis “mitslu hadzil unsayain” ini mempu berasimilasi terhadap

kehidupan yang terjadi di Sambas.

Ketiga, maslahah mutabarah, maslahah yang diambil dari Nas

langsung atau tidak langsung, pembagian 1:1 tidak dijelaskan dalam

syariat akan tetapi hal ini dapat dikategorikan suatu maslahah jika diambil

secara tidak langsung melalui firman Allah dalam surah al-Baqarah (2),

ayat 233, dimana dinyatakan pada ayat tersebut jika terdapat “antarodhin”

(kerelaan) didalam pembagiannya maka hal itu merupakan hal yang baik.

Kemudian pembagian ini jika ditinjau dalam ketentuan hukum

waris yang terdapat pada Kompilasi Hukum Islam ialah pembagian harta

peninggalan 1:1 yang di lakukan oleh masyarakat Melayu Sambas dapat

diterima jika telah diketahui terlebih dahulu pembagian secara hukum

waris Islamnya. Ini didasarkan pada pasal 183 tentang pembagian secara

damai atau kekeluargaan, dengan syarat diketahui terlebih dahulu

pembagian secara islam oleh masing-masing ahli waris.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis utarakan diatas, maka

penulis akan mengutarakan saran-saran sebagai berikut:

Page 74: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

64

1. Penulis menyarankan untuk pemerintah setempat agar mengadakan

penyuluhan atau pengenalan terhadap hukum waris Islam khususnya

seperti Kompilasi Hukum Islam, agar masyarakat mengenal lebih jauh

tatanan hukum Waris yang ada di Indonesia saat ini.

2. Penulis menyarankan untuk masyarakat, agar terhindar dari menolak

hukum agama dalam hal ini faraidh maka pembagian harta

peninggalan sebelum di lakukan secara adat atau tradisi haruslah

diketahui terlebih dahulu pembagian secara Islamnya hal ini sesuai

dengan Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam.

Page 75: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

65

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika,

2010.

Ash-Shiddieqy. Teungku Muhammad Hasbi, Fiqh Mawaris. Semarang: Pustaka

Rizki Putra, 2001.

Asmawi. Perbandingan Ushul Fiqh. Jakarta: Amzah, 2011.

Az-Zuhaili, Wahbah. Al-wajiz fi Ushul Fiqh. Bairut, Darul Fikr, 1995.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Sambas. Kecamatan Sambas Dalam Angka.

2018.

Bakar, Al Yasa Abu, dkk. Hukum Islam di Indonesia Pemikirandan Praktek.

Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994.

Departemen Agama R. Alqurandan Terjemahannya. Bandung: PT Sygma, 2014.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 1996.

Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers,

2011.

Fauzan, Muhammad. “Pembagian Hak Waris 1:1 Bagi Ahli Waris Laki-Laki dan

Perempuan (Analisis Putusan Pengadilan Agama Medan

No.92/Pdt/G/2009?PA.Md.). Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Fauzi, M. Yasir. Legislasi Hukum Kewarisan di Indonesia.Vol.9 No.2 Agustus,

2016.

Gunawan, Edi. “Eksistensi Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia”. STAIN

Manado: Artikel)

Hadikusuma, Hilman. Hukum Waris Adat. Bandung: PT Citra Aditya Bakti,

2015.

Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Adat. Bandung: Alumni,1983.

Hamid Al-Ghazali, Abu. al-Mustashfa min „ilmi al-Ushul.Beirut: Dar al Kutub al-

Ilmiyah, 1980.

Page 76: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

66

Hamid Hasan, Husein. Nazariyyah al-Maslahah fi al-Fiqh al-Islami.Kairo: Dar

al-Nahdhah al-Arabiyah, 1971.

Haroen, Nasrun. Ushul Fiqh. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Hazairin. Kewarisan Bilateral Menurut Quran dan Hadith. Jakarta:Timtamas

Indonesia, 1961.

Ilhami, Destri Haniah. Pembaruan Hukum Waris Islam di Indonesia. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press, 2014.

Irwan. “Pembagian Warisan Dalam Tradisi Adat Melayu Kabupaten Sintang

Provinsi Kalimantan Barat Menurut Hukum Islam”. Skripsi S-1 Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,

2017.

Khallaf, Abdullah Wahab. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama, 2014.

Khisni. Hukum Waris Islam. Semarang, Unissula Press, 2017.

Mahmud Marzuki, Peter. Penelitian Hukum. Jakarta, Kencana, 2016.

Mardani. Hukum Kewarisan di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.

Muchtar, Oemar, Perkembangan Hukum Waris Praktik Penyelesaian Sengketa

Waris di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2019.

Muri, Yusuf, A. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Penelitian

Gabungan Jakarta: Prenada Media, 2016.

Nurcholis, Madjid. Islam Doktrindan Peradaban, Sebua Telaah Kritis Tentang

Masalah Keimanan. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramedina, 1992.

Pospasari, Ellyn Dwi. PemahamanSeputarHukumWarisAdat di Indonesia.

Jakarta: Kencana, 2018.

Rofiq, Ahmad. Fiqh Mawaris. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995.

Romli. Pengantar Ilmu Ushul Fiqh Metodologi Penetapan Hukum Islam. Depok:

Kencana, 2017.

Saifullah, Aep. “Analisa Perbandingan Hukum Kewarisan Adat Sunda dengan

Hukum Kewarisan Islam”. Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Page 77: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

67

Salihima, Syamsulbahri. Perkembangan Pemikiran Pembagian Warisan dalam

Hukum Islam dan Implementasinya pada Pengadilan Agama. Jakarta:

Kencana, 2015.

Salman, Otje. Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris. Bandung:

Alumni, 1993.

Soepomo. Bab-Bab tentang Hukum Adat. Jakarta: Balai Pustaka, 2013.

Soekanto, Soerjono. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,

2016.

Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2005.

Syarifuddin, Amir. Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana, 2004.

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana, 2016.

Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. (Jakarta:

Kencana, 2008.

Utomo, Laksanto. Hukum Adat. Depok: Rajawali Pers, 2017.

Wahid, Muhibin Abdul. Hukum Kewarisan Islam Sebagai pembaruan Hukum

Positif di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Wahyu, Kuncoro, NM. Waris Permasalahan dan Solusinya Cara Halal dan Legal

Membagi Warisan. Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015.

Wignjodipoero, Soerojo. Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta: Haji

Masagung, 1994.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa

Dzurriyyah, 2010.

Zahrah, Muhammad Abu. Ushul Fiqh. Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 2014.

Zaid, Mushtafa. al-Maslahah fi al-Tasyri al-Islamy wa Najmuddin al-Thufi.

Mesir: Dar al-Fikr al-Arabi, 1964.

Internet:

http://web.disdukcapil.sambas.go.id. Data Agregat Kependudukan Semester I

Tahun 2018

Page 78: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

68

Jurnal dan Artikel

Al-Fikri, Albert. Diskursus Hukum Kewarisan An-Taradhin Menjembatani

Dialetika Kewarisan Maternalistik dan Paternalistik di Kabupaten

Sarolangun, Provinsi Jambi. Jurnal At-Turas, Vol. V. No. 1, Januari 2018.

Asmawi. Konseptualisasi Teori Maslahah. Salam: Jurnal Filsafat dan Budaya

Hukum, November 2014.

Habib, Muchlis Safrudin. Sistem Bilateral Ditinjau Dari Maqashid Al-syariah.

Jurnal Hukum dan Syariah Vol 9 No 1, 2017.

Komari. Eksistensi Hukum Waris di Indonesia. As-Syari‟ah Vol. 17 No. 2,

Agustus 2015.

Qusthoniah. Almashlahah dalam Pandangan Najmuddin Al-Thufi Jurnal Syariah.

Vol 11, No.11 Oktober, 2013.

Sulistyowati, Irianto. Sejarah dan Perkembangan Pemikiran Pluralisme Hukum

dan Konsekuensi Metodologisnya. Article University of Indonesia, Juni

2017.

Wahyudi, Muhammad Isna. Penegakan Keadilan Dalam Kewarisan Beda Agama.

Jurnal Yudisial Vol. 8. No. 3 Desember 2015.

Page 79: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA
Page 80: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA
Page 81: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA
Page 82: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

PERTANYAAN WAWANCARA

Hari/ Tanggal : Rabu, 16-Januari-2019

Tempat : Dinas Pendidikan

Objek wawancara : Urai Riza Fahmi

Jabatan : Tokoh Adat Melayu

1. Apa perbedaan dan persamaan yang mendasar antara hukum waris Melayu

dengan hukum waris Islam?

“Tidak ada perbedaan antara hukum waris Melayu dengan hukum waris

Islam, karena di sambas masih kental dengan budaya kerajaan Islam, maka

dari itu pembagian hukum waris adat melayu di sesuaikan dengan hukum

Islam”.

2. Bagaimana eksistensi hukum waris adat melayu dan hukum waris Islam

dalam praktiknya di masyarakat?

“masyarakat disini beranggapan bahwa hukum waris adat itu adalah hukum

waris islam karena ketentuan adat di Melayu ini tetap Islam tidak ada

ketentuan yang lain.”

3. Apakah terdapat persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam

hukum waris adat melayu?

“Ada perbedaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan, cuma tergantung

keluarga ada yang menyamaratakan kedudukan antara pembagian laki-laki

dan perempuan jika yang laki-laki tersebut mempunyai sisi keadilan terhadap

saudarinya maka masih menggunakan hukum islam namun pembagiannya

sama rata, seperti keluarga saya”

4. Apakah pembagian 1:1 yang terjadi di kalangan masyarakat sudah mencakup

kemaslahatan?

“sudah mencapai kepatutan, namun tergantung keluarga apabila pihak laki-

laki meminta 2 bagian maka di bagikan secara hukum Islam, namun apabila

pihak laki-laki merelakan maka hal itu sudah mencapai rasa keadilan diantara

keluarga.

5. Apa landasan hukum waris adat melayu membagi harta peninggalan dengan

menggunakan 1:1 ?

Page 83: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

“Adat bersendikan syara‟, syara bersendikan kitabullah” artinya dalam

pembagian agama kita arahnya ke agama, otomatis adat bersandar pada

kitabullah, jadi melayu identic dengan hukum Islam”.

6. Apakah terdapat hak opsi (pilih) dalam menyelesaikan pembagian antara

kedua hukum tersebut?

“Ada, tergantung dari pihak keluarga”

7. Lebih banyak mana keluarga ahli waris yang memakai sistem kewarisan

Islam atau adat?

“Untuk saat ini banyak yang menggunakan hukum waris adat karena

masyarakat beranggapan itu adalah huku waris yang adil. Kembali lagi

kepada keluarga dari pihak yang ingin membagikan kewarisan.”

8. Dalam hal hukum waris, sejauh mana pemahaman masyarakat sambas

tentang hukum waris ?

“masyarakat sebenarnya tahu tentang pembagian hukum waris Islam, namun

dalam praktiknya banyak yang membagi sama rata guna tidak terjadinya

cekcok antara keluarga karena masalah perihal waris orang bisa saja dapat

bunuh membunuh antara sesame saudara”.

9. Sejauh mana peran tokoh adat dalam menyelesaikan mengenai prkatiknya di

masyarakat?

“Kalau dulu ada dari kerajaan namun untuk saat ini penyelesaian masalah

waris di tangani oleh pengadilan Agama”

Page 84: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Hari, Tanggal : Rabu, 16-01-2019

Tempat : Masjid Babul Jannah

Objek wawancara : Daeng Abu Bakar

Jabatan : Ulama Sesepuh Sambas

1. Apa perbedaan dan persamaan yang mendasar antara hukum waris adat

Melayu dengan hukum waris Islam?

“Tidak ada perbedaan antara hukum waris tersebut, di sambas ini hukum

yang mengatur tentang waris itu masih seperti yang diatur oleh agama”

2. Bagaimana eksistensi hukum waris adat melayu dan hukum waris Islam

dalam praktiknya di masyarakat?

“Ada segelintir masyarakat yang menggunakan hukum waris adat, tapi yang

saya temukan lebih mengenal sistem waris Islam, ketika dalam praktiknya

ada yang menggunakan hukum adat tetapi langsung di beritahu agar

menggunakan hukum Islam, agar tidak melanggar hukum”.

3. Apakah terdapat persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam

hukum waris adat melayu?

“Tidak ada persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam

hukum waris”

4. Apakah pembagian 1:1 yang terjadi di kalangan masyarakat sudah mencakup

kemaslahatan?

“Ada yang mau melaksanakan tetapi itu melanggar hukum islam, jika pihak

laki laki ingin di samaratakan maka di hibahkan ke para pihak, dalam artian

hukum islam dulu yang digunakan”.

5. Apa landasan hukum waris adat melayu membagi harta peninggalan dengan

menggunakan 1:1 ?

“Melayu bersyariatkan kepada hukum Islam”

6. Apakah terdapat hak opsi (pilih) dalam menyelesaikan pembagian antara

kedua hukum tersebut?

“menurut saya menggunakan hukum islam lebih utama”.

Page 85: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

7. Lebih banyak mana keluarga ahli waris yang memakai sistem kewarisan

Islam atau adat?

“Lebih banyak hukum waris islam yang digunakan oleh masyarakat melayu”.

8. Dalam hal hukum waris, sejauh mana pemahaman masyarakat sambas

tentang hukum waris ?

“masyarakat sambas mengetahui adanya hukum waris Islam”.

9. Sejauh mana peran tokoh adat dalam menyelesaikan mengenai prkatiknya di

masyarakat?

“Peran tokoh adat dalam praktiknya kalau saya menemukan pembagian yang

sama rata maka saya ingatkan untuk kembali pada hukum Islam”.

Page 86: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Hari/ Tanggal : 17 Januari 2019.

Nama : Anhari

Tempat : Rumah Pak Anhari

Objek wawancara : Tokoh Agama

1. Apa perbedaan dan persamaan yang mendasar antara hukum waris Melayu

dengan hukum waris Islam?

“Tetap sama seperti hukum Islam”

2. Apakah terdapat persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam

hukum waris adat melayu?

“kedudukannya sama, pembagiannya yang berbeda”

3. Apakah pembagian 1:1 yang terjadi di kalangan masyarakat sudah mencakup

kemaslahatan?

“Relative, karena mereka menganggap bahwa perempuan dapat 1:1 kasihan

karena tidak mampu, tapi kalau laki lakinya kurang mampu mungkin ia akan

mengambil bagiannya lebih besar daripada perempuan”

6. Apa landasan hukum waris adat melayu membagi harta peninggalan dengan

menggunakan 1:1 ?

“Kalau melihat pembagiannya ya surah Annisa”

7. Apakah terdapat hak opsi (pilih) dalam menyelesaikan pembagian antara

kedua hukum tersebut?

“Tidak ada opsi pilih, tetap didahulukan hukum Islam.”

8. Lebih banyak mana keluarga ahli waris yang memakai sistem kewarisan

Islam atau adat?

“Fifty-fifty bisa jadi”

Page 87: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

9. Dalam hal hukum waris, sejauh mana pemahaman masyarakat sambas

tentang hukum waris, KHI misalnya ?

“Sepertinya jika menyelesaikan pada tahap Pengadilan Agama hanya pada

waktu-waktu yang sudah mentok atau sudah ada niat yang tidak bagus antar

ahli waris, namun jika normal-normal saja maka dibagi secara kekeluargaan

yang melibatkan beberapa tokoh sebagai saksi.”

10. Sejauh mana peran tokoh adat dalam menyelesaikan mengenai prkatiknya di

masyarakat?

“Kedudukan tokoh agama yang dianggap berilmu dalam masalah ini menjadi

bahan rujukan bagi mereka dan kepala desa sebagai mediator dan

administrator. Mereka lebih lega karena menghadirkan tokoh ini”.

Page 88: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Hari/ Tanggal : 25 Januari 2019

Tempat : Kantor Desa Durian

Jabatan : Sekertaris Desa

Nama : Resti Maulida

1. Bagaimana menurut bapak tentang kebiasaan masyarakat disini tentang

masalah kewarisan?

“Yang jelas, untuk masalah warisan ini dimulai dari pihak keluarga terlebih

dahulu, di rembukkan antar sesame keluarga terlebih dahulu, baru kemudian

setelah itu ada beberapa ahli waris yang datang ke pihak pemerintahan desa”.

2. Mengenai pembagiannya lebih cendrung ke hukum adat atau Islam?

“Untuk sampai saat ini, praktik pembagian yang terjadi di masyarakat lebih

cendrung masih menggunakan hukum adat dimana dalam pembagiannya

menerapkan sama rata 1:1”.

3. Selaku aparat desa, bagaimana menyikapi keinginan dari perbedaan ahli waris

dalam pembagiannya?

“Kalau saya menanggapinya terhadap pembagian yang dilakukan oleh

masyarakat itu harus dirembukkan terlebih dahulu secara kekeluargaan, apalagi

masalah waris ini sering terjadi permasalahan yang mengakibatkan perpecahan

diantara ahli warisnya ini, jadi harus ada rapat keluarga atau istilahnya

musyawarah keluarga, barulah nanti jika tidak terjadi atau terjadinya

kesepakatan, maka akan di tangani atau pihak desa sebagai mediator dalam

warisan itu”.

4. Apakah masyarkat disini mengetahui adanya hukum positif tentang waris, KHI

misalnya?

“Mungkin kurang mengetahui, karena saya juga tidak mengetahui secara detail

atau khusus tentang pengetahuan masyarakat, karena masih banyak yang

menggunakan hukum adat dalam menerapkan hukum waris ini”.

Page 89: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

11. Apakah setiap ada pembagian warisan aparat pemerintah harus tahu dan

dilibatkan ?

“Iya ada, jadi pihak desa seperti kepala desa mengetahui untuk surat ahli

warisnya”.

12. Berarti masyarakat disini lebih memakai hukum adat daripada hukum Islam?

“Ya, lebih cendrung ke hukum adat“.

Page 90: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Hari/ Tanggal : Kamis, 24 Januari 2019

Tempat : Masjid Babul Jannah

Objek wawancara : Hermanto (Ahli Waris)

1. Kapan orang tua bapak/Ibu menikah dan berapa lama usia pernikahan

almarhum?

“Kalau orang tua saya menikah dilihat dari umur ibu saya sekarang sudah 80

tahun”

2. Siapa ahli waris yang ditinggalkan?

“Ibu dan 5 anak, anak laki-laki 2, anak perempuan 3”.

3. Bagaimana proses pembagian harta peninggalan dari pewaris terhadap ahli

waris?

“Yang sudah dibagi sekarang, karena bapak telah meninggal dan ibu masih ada,

jadi harta waris tidak dibagi secara hukum syariat, jadi istilahnya dibagi secara

rata adil, 3400 persegi di bagi sama rata 5 orang, Cuma tadi pembagiannya tidak

melalui pengadilan agama hanya secara keluarga”.

4. Apakah dengan cara itu sudah dianggap adil?

“Itu sudah ada kesepakatan, kebetulan adik adik ikhlas dengan pembagian sama

rata”.

5. Bagaimana jika ada yang tidak setuju dengan proses pembagiannya ?

“Untuk sementara tidak ada yang tidak setuju, dalam bahasa kita tidak ada yang

complain”.

6. Sejauh mana pemahaman bapak/ibu terhadap hukum waris, apakah di jalankan

sesuai ketentuan hukum Islam atau lebih mengutamakan adat dan tradisi disini?

“Kalau saya mohon maaf saja, memang tidak mengetahui mengenai pembagian

hukum waris islam”.

Page 91: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Hari/ Tanggal : 18 Januari 2019

Tempat : Kantor Desa Dalam Kaum

Objek wawancara : Agustian (Kepala Desa, Sekaligus Ahli waris)

1. Kapan orang tua bapak/Ibu menikah dan berapa lama usia pernikahan

almarhum?

“Bapak saya meninggal tahun 2000 kalau ibu saya meninggal tahun 2016,

kira kira 70 tahunan umur perkawinan mereka”.

2. Siapa ahli waris yang ditinggalkan?

“Ahli waris yang di tinggalkan ialah anak laki-laki 5 orang, anak perempuan

2 orang total ada 7 anak.”

3. Bagaimana proses pembagian harta peninggalan dari pewaris terhadap ahli

waris?

“Pembagiannya, pertama sebelum ibu saya meninggal sudah ada pembagian

harta waris secara kekeluargaan, lalu mendapatkan tanah dengan luas 80x80,

jadi separuh dari tanah itu telah dijual, kemudian uang dari hasil penjualan

tanah tadi diberikan kepada anak-anaknya, di bagi 7 anak tadi, tapi tidak ada

perbedaan jumlah yang di dapat antara adik beradik kami, tidak menggunakan

1; ½ antara laki dan perempuan, dalam artian 7 beradik itu di bagi sama rata,

di bagi adil, jadi dapatlah uangnya sekian, tetapi mama saya di kasi terlebih

dahulu uang tersebut baru kemudian sisanya di bagikan rata ke anak-anak,

kemudian dari sisa tanah tadi yang tidak di jual di bagikan ke 7 anak lagi, duit

dan tanah di bagi sama rata, anak anak yang dari jawa pun hadir ketika proses

pembagian harta kebetulan kakak saya ada yang tinggal di jawa.”

4. Apakah dengan cara itu sudah dianggap adil?

“Kalau menurut kamek (saya), karena adanya kesepakatan maka tidak ada

yang dirugikan, berarti udah adil, udah tanda tangan semua, semua adik

Page 92: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

beradik kumpul sepakat pokoknya tidak ada lagi dikemudian hari tuntut

menuntut”

5. Bagaimana jika ada yang tidak setuju dengan proses pembagiannya ?

“Kalau kamek si bagaimana ya kalau orang tidak mau setuju maka ia tidak

tangan, kalau satu saja ahli waris tidak mau tanda tangan maka tidak bisa di

lakukan pembagian, biarpun ahli waris jauh seperti kerja di Malaysia ia harus

tanda tangan atau ditelpon diberi tahu akan pembagian waris ini, berarti

semuanya telah setuju”.

6. Sejauh mana pemahaman bapak/ibu terhadap hukum waris, apakah di

jalankan sesuai ketentuan hukum Islam atau lebih mengutamakan adat dan

tradisi disini?

“Kalau diantara ahli waris dalam keluarga saya, mereka semua sudah

mengetahui perempuan ½, laki-laki 1, tinggal dikembalikan lagi terhadap

keluarga antara adik-beradik bagaimana kita membagi adil, biarpun dalam

ahli waris itu terdapat laki-laki dan perempuan, namun ketika kita telah

sepakat untuk bagi adil maka diperbolehkan, namun harus ada hitam di atas

putih guna tidak ada tuntutan dikemudian hari oleh cucunya misalkan”.

Page 93: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Hari/ Tanggal : 25 Januari 2019

Tempat : Teras Masjid Babul Jannah

Objek wawancara : Asparudin (Ahli Waris)

1. Kapan orang tua bapak/Ibu menikah dan berapa lama usia pernikahan

almarhum?

“Kira kira orang tua saya menikah tahun 1952”

2. Siapa ahli waris yang ditinggalkan?

“Ada lima anak yang di tinggal oleh orang tua, perempuan 1 orang laki-laki 4

orang”.

3. Bagaimana proses pembagian harta peninggalan dari pewaris terhadap ahli

waris?

“Kalau kami adik beradik, menerapkan bagi rata, sedangkan dalam islam 1

untuk laki-laki dan ½ untuk perempuan, namun kami membagi sama rata

antara ahli waris baik laki ataupun perempuan”.

4. Apakah dengan cara itu sudah dianggap adil?

“Bagi kami itu sudah adil”.

5. Bagaimana jika ada yang tidak setuju dengan proses pembagiannya ?

“Setuju semua”.

Page 94: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

6. Sejauh mana pemahaman bapak/ibu terhadap hukum waris, apakah di

jalankan sesuai ketentuan hukum Islam atau lebih mengutamakan adat dan

tradisi disini?

“Kalau saya hanya tau sedikit saja, sebatas persentase pembagian laki dan

perempuan, dimana laki mendapatkan 1 bagian dan perempuan mendapatkan

½ dari bagian laki-laki, karena laki-laki akan menanggung perempuan, tapi

dalam pembagian keluarga kami menggunakan pembagian sama rata 1:1

tidak ada perbedaan antara laki dan perempuan.”

Page 95: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Hari/ Tanggal : Urai Riza Fahmi

Tempat : Kantor DiNas Pendidikan

Objek wawancara : Tokoh Adat Sekaligus (Ahli Waris)

1. Kapan orang tua bapak/Ibu menikah dan berapa lama usia pernikahan

almarhum?

“1964 orang tua saya menikah”.

2. Siapa ahli waris yang ditinggalkan?

“Ada 7 orang, 1 istri 3 anak laki-laki dan 3 anak perempuan”.

3. Bagaimana proses pembagian harta peninggalan dari pewaris terhadap ahli

waris?

“Harte pusake dibagi, dimisalkan 1 juta, 50% dari 1 juta itu di bagi ke ibu,

dan sisanya di bagi rata kepada kami ahli waris”.

4. Apakah dengan cara itu sudah dianggap adil?

“Adil menurut kami, karena ibu kami yang di utamakan terlebih dahulu”.

5. Bagaimana jika ada yang tidak setuju dengan proses pembagiannya ?

“Selama ini tidak ada yang tidak setuju dengan pembagiannya”.

Page 96: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

6. Sejauh mana pemahaman bapak/ibu terhadap hukum waris, apakah di

jalankan sesuai ketentuan hukum Islam atau lebih mengutamakan adat dan

tradisi disini?

“Saya tahu bahwa hukum islam menerapkan lebih besar antara laki dan

perempuan, tapi dilihat dari kondisi orang tua, maka dari itu kita utamakan

untuk orang tua terlebih dahulu, sehingga kita mengambil keputusan

bahwa hasil pembagian waris itu 50% untuk ibu, sisanya untuk anak anak

dibagi secara rata, karena lebih mengutamakan orang tua”.

Page 97: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Hari/ Tanggal : Jumat, 18 Januari 2019

Tempat : Rumah Ibu Juniah

Objek wawancara : Juniah (Ahli Waris)

1. Kapan orang tua bapak/Ibu menikah dan berapa lama usia pernikahan

almarhum?

“Kurang tau saya kapan menikah dan berapa lama usia perkawinan

mereka, kira kira orang tua menikah tahun 1945 kalo di itung dari anak

yang pertama”.

2. Siapa ahli waris yang ditinggalkan?

“5 orang anak, 2 laki dan 3 perempuan”.

3. Bagaimana proses pembagian harta peninggalan dari pewaris terhadap ahli

waris?

“Jadi, harta itu diberikan atau di bagikan secara sama rata antara laki-laki

dan perempuan, tidak ada perbedaan antara laki laki dan perempuan”.

4. Apakah dengan cara itu sudah dianggap adil?

“Iya adil”.

5. Bagaimana jika ada yang tidak setuju dengan proses pembagiannya ?

“Harta yang diberikan oleh orang tua, oleh kami adik beradik dibagi sama

rata ibarat tanah juga dibagi sama rata, dalam proses pembagian harta

waris saudara saya (ahli waris) telah meninggal 2 orang, namun tetap di

bagi sama rata terhadap 5 ahli waris yang tadi, meskipun 2 orang tadi telah

meninggal diberikan ke anaknya”

Page 98: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

6. Sejauh mana pemahaman bapak/ibu terhadap hukum waris, apakah di

jalankan sesuai ketentuan hukum Islam atau lebih mengutamakan adat dan

tradisi disini?

“Sebenarnya di hukum islam pembagiannya berbeda hanya tau sedikit

saja, akan tapi saya dan ahli waris lainnya yaitu adik saya tidak mau

membagi secara hukum islam, biarlah dibagi sama rata. Maka dari itu saya

menggunakan sama rata”

Page 99: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Hari/ Tanggal : Jumat, 18 Januari 2019

Tempat : Kantor Desa Pendawan

Objek wawancara : Nur Aini (Ahli Waris)

1. Kapan orang tua bapak/Ibu menikah dan berapa lama usia pernikahan

almarhum?

“Kira-kira menikah tahun 1964, kira kira 55 tahun lama pernikahannya”.

2. Siapa ahli waris yang ditinggalkan?

“7 orang anak, 6 laki laki dan 1 perempuan”.

3. Bagaimana proses pembagian harta peninggalan dari pewaris terhadap ahli

waris?

“Dari hasil warisan berupa tanah di jual, kemudian uangnya di bagikan

sama rata, jadi tidak ada istilah perbedaan laki-laki dan perempuan”

4. Apakah dengan cara itu sudah dianggap adil?

“Semuanya menganggap adil, tidak ada yang protes”.

5. Bagaimana jika ada yang tidak setuju dengan proses pembagiannya?

“Semuanya setuju dengan proses pembagian sama rata tersebut”.

Page 100: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

6. Sejauh mana pemahaman bapak/ibu terhadap hukum waris, apakah di

jalankan sesuai ketentuan hukum Islam atau lebih mengutamakan adat dan

tradisi disini?

“Ada sedikit pemahaman tentang hukum islam, tapi karna memandang

semuanya setuju di bagi sama rata maka pembagian dilakukan secara sama

rata”.

Page 101: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA
Page 102: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA
Page 103: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Saat Mewawancarai Pak Urai Riza Fahmi Tokoh Adat sekaligus AhliWaris

Bersama Pak Anhari selaku tokoh agama.

Page 104: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Saat Mewawancarai Bpk.Agustian Kpl Desa Dalam Kaum Sekaligus AhliWaris

Saat penulis menunggu Ibu Resty sebagai Sekdes untuk diwawancarai.

Page 105: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Bersama Bapak Camat Saat Penulis meminta data kependudukan di Kantor

Kecamatan Sambas

Saat bersama Ibu Juniah(ahli waris) dan anaknya.

Page 106: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Wawancara Bersama Pak Asparudin (ahli waris).

Penulis berada du Keraton Alwatzikoebillah

Page 107: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Penulis bersama staff Kecamatan Sambas saat meminta Geografi Kecamatan

Penulis sedang mewawancarai ahli waris

Page 108: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Penulis sedang mewawancarai Ahli Waris

Penulis sedang Mewawancarai Tokoh Agama Bapak Daeng Abu Bakar.

Page 109: PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/45858...PEMBAGIAN HARTA PENINGGALAN DALAM TRADISI MELAYU SAMBAS KALIMANTAN BARAT DAN RELEVANSINYA

Bersama Pak Urai Riza Selaku Ahli waris dan sekilgus pemuka/Tokoh Adat