58
TUGAS REFERAT KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI Pembimbing : dr. Donny Sulifan, Sp.Rad Disusun oleh: Luthfita Rahmawati (2010730062) Rahmi Dwi Winarsih (2010730087) KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU RADIOLOGI

Pemanfaatan Radiologi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

radiologi

Citation preview

Page 1: Pemanfaatan Radiologi

TUGAS REFERAT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI

Pembimbing : dr. Donny Sulifan, Sp.Rad

Disusun oleh:

Luthfita Rahmawati (2010730062)

Rahmi Dwi Winarsih (2010730087)

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU RADIOLOGIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH R. SYAMSUDIN, SH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015A. Radiografi Ekstraoral

Page 2: Pemanfaatan Radiologi

1. Definisi

Radiografi ekstraoral merupakan seluruh proyeksi pemotretan regio

orofacial dengan film diletakkan di luar mulut pasien. Pemotretan itu sendiri

terdiri dari beberapa jenis, misalnya radiografi kepala, sefalometri, panoramic,

radiografi maksila, radiografi mandibula. Dengan indikasi tersendiri untuk setiap

penggunaannya (Karjodkar, 2006). Pemeriksaan radiografik ekstra oral merupakan

seluruh proyeksi pemotretan regio orofacial dengan film diletakkan di luar mulut

pasien. Proyeksi-proyeksi pemotretan ekstra oral digunakan untuk memeriksa daerah

yang tidak tercakup dalam foto intra oral, atau untuk melihat struktur fasial secara

keseluruhan (Anonim, 2009).

2. Indikasi Radiografi Ekstra Oral

- Indikasi Pemeriksaan Ekstra Oral

Radiografi ekstra oral bukan merupakan pemeriksaan rutin yang harus

dilakukan di Rumah Sakit atau Poliklinik Gigi yang besar. Oleh karena itu,

dokter gigi harus melakukan pemeriksaan klinis yang cermat, sebelum merujuk

pasien. Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan radiografik

adalah bahwa operator dapat dan kadang-kadang harus melakukan pemotretan

dengan modifikasi teknik standar, terutama pada pasien khusus, yaitu (Karjodkar,

2006 dan Anonim, 2009):

a. Anak kecil atau orang tua yang kurang kooperatif.

b. Peka terhadap refleks muntah.

c. Sukar membuka mulut (trismus).

d. Keadaan kurang kesadaran atau pingsan.

e. Tidak bisa menggerakkan tangan.

f. VIP.

g. Hipersalivasi.

h. Menggunakan kursi roda.

i. Hiperaktif.

j. Selama tindakan operasi.

Pemeriksaan ekstra oral adalah pemeriksaan yang sulit dan kompleks,

karena menyangkut banyak faktor, yaitu: teknik pemotretan, pengetahuan

Page 3: Pemanfaatan Radiologi

pesawat rontgen, serta penguasaan struktur anatomis rahang dan kepala (Anonim,

2009).

- Indikasi Pemotretan Ekstra Oral

a. Kelainan yang mencakup daerah luas, lebih dari 4 gigi di rahang atas atau

bawah, misalnya Osteomyelitis atau abses yang mengenai gigi.

b. Kelainan yang berhubungan dengan struktur anatomi sekitarnya. Misalnya

faktor maksial yang melibatkan tulang hidup atau kepala.

c. Periode gigi campuran yang memerlukan evaluasi gigi susu dan

pertumbuhan gigi permanen secara keseluruhan.

d. Pasien khusus, misalnya pembukaan mulut terbatas, tingkat kesadaran

kurang, kurang kooperatif, dll.

e. Perawatan orthodonsi (meratakan gigi) (Karjodkar, 2006 dan Anonim, 2009).

3. Kelebihan dan Kekurangan Radiografi Ekstra Oral

- Kelebihan

Foto radiografik ekstra oral dapat memperlihatkan lesi yang luas, dapat

dilakukan pada pasien yang sulit, misalnya pasien dengan keterbatasan membuka

mulut atau pasien operasi. Keuntungan lain adalah dapat memperlihatkan

hubungan struktur anatomis dibandingkan dengan foto dental seluruh gigi yang

memerlukan 14 film (Karjodkar, 2006).

- Kekurangan

Foto radiografik ekstra oral adalah gambaran kurang jelas dan detail, proses

pemotretan memerlukan waktu yang lama, lebih sulit, mahal, dan radiasi yang

diterima pasien lebih besar dibandingkan satu foto dental (Intra Oral seperti

periapikal) . Selain itu, pemotretan tidak dilakukan di tempat praktek pribadi

atau Puskesmas, tetapi harus dirujuk ke Rumah Sakit atau laboratorium swasta

(Karjodkar, 2006 dan Anonim, 2009).

4. Teknik Proyeksi Ekstra Oral

- Foto Panoramik

Istilah panoramik berarti gambaran (view) suatu regio secara lengkap dari

segala arah. Panoramik radiografi adalah istilah yang dipakai untuk teknik

Page 4: Pemanfaatan Radiologi

pemotretan yang memproyeksikan gigi geligi dan seluruh struktur jaringan

penyangganya, serta struktur anatomis rahang atas dan bawah sampai setinggi

rongga orbita dan mencakup kondilus mandibula satu lembar film. Teknik

foto rontgen ekstra oral dapat menghasilkan gambar yang menunjukkan semua

gigi dan jaringan pendukung (Bontrager, 2001).

Foto panoramik dikenal juga dengan panorex atau orthopantomogram

dan menjadi sangat populer di kedokteran gigi karena teknik yang sederhana,

gambaran mencakup seluruh gigi dan rahang dengan dosis radiasi yang rendah,

dimana dosis radiasi yang diterima pasien untuk satu kali foto panoramik

hampir sama dengan dosis empat kali foto intra oral (Bontrager, 2001).

Indikasi pasien yang membutuhkan radiografi ekstra oral dengan teknik

proyeksi panoramik antara lain:

a. Lesi pada rahang/gigi yang belum erupsi yang tidak terlihat dengan foto intra

oral.

b. Pasien dengan refleks muntah tinggi.

c. Tumbuh kembang gigi keseluruhan.

d. Adanya fraktur mandibula.

e. Adanya kerusakan TMJ.

f. Preodontektomi dan implant.

g. Kelainan sinus maksilaris, terutama untuk menilai dinding anterior, posterior,

dan dasar sinus.

h. Untuk menilai keadaan gigi molar 3.

i. Untuk menilai ada tidaknya penyakit/kelainan yang mempengaruhi sebelum

pembuatan gigi tiruan sebagian/penuh.

j. Evaluasi ukuran vertikal (tinggi) tulang alveolar sebelum pemasaran gigi

tiruan implant.

Teknik dan posisi yang tepat adalah bervariasi pada satu alat dengan alat

lainnya. Akan tetapi, ada beberapa pedoman umum yang sama yang dimiliki

semua alat dan dapat dirangkum meliputi (Bontrager, 2001):

a. Persiapan Alat.

oPersiapan kaset yang telah diisi film atau sensor digital yang telah dimasukkan

ke dalam tempatnya.

Page 5: Pemanfaatan Radiologi

oCollimation harus diatur sesuai ukuran yang diinginkan.

oBesarnya tembakan sinar antara 70-100 kV dan 4-12 mA.

oAlat dihidupkan untuk melihat apakah alat dapat bekerja, naik atau turunkan

tempat kepala dan sesuaikan dengan posisi kepala pasien.

oSebelum memposisikan pasien, sebaiknya persiapan alat telah dilakukan.

b. Persiapan Pasien.

oPasien diminta untuk melepaskan seluruh perhiasan seperti anting, aksesoris

rambut, gigi palsu, dan alat orthodonti yang dipakainya.

oProsedur dan pergerakan alat harus dijelaskan untuk menenangkan pasien dan

jika perlu lakukan percobaan untuk menunjukkan bahwa alat bergerak.

oRadiografer memakaikan pelindung apron pada pasien, pastikan pada bagian

leher tidak ada yang menghalangi pergerakan alat saat mengelilingi kepala.

oPasien harus diposisikan dalam unit dengan tegak dan diperintahkan untuk

memeganghandel agar tetap seimbang.

oPasien diminta memposisikan gigi edge to edge dengan dagu mereka

bersentuhan pada tempat dagu.

oKepala tidak boleh bergerak dibantu dengan penahan kepala.

oPasien diinstruksikan untuk menutup bibir mereka dan menekan lidah ke

palatum dan jangan bergerak sampai alat berhenti berputar.

oRadiografer memberi penjelasan pada pasien untuk bernafas normal dan

tidak bernafas terlalu dalam saat penyinaran.

c. Persiapan Operator.

oOperator memakai pakaian pelindung.

oOperator berdiri di belakang dengan mengambil jarak menjauh dari sumber

sinar-x pada waktu penyinaran.

oLihat dan perhatikan pasien selama waktu penyinaran untuk memastikan tidak

ada pergerakan.

oMatikan alat setelah selesai digunakan dan kembalikan letak posisi

kepala pada tempatnya.

oAmbil kaset pada tempatnya dan kaset siap untuk diproses.

Page 6: Pemanfaatan Radiologi

d. Cara Pemotretan.

oSumbu sinar-x langsung di dalam mulut penderita, film ditempatkan di

luar mulut, sekeliling rahang yang akan diperiksa.

oSumber sinar-x dan film berputar mengelilingi rahang pasien yang akan

diperiksa.

oPasien berputar di antara film dan sumber sinar-x yang diam.

Keuntungan Foto Panoramic (Bontrager, 2001):

a. Bagi dokter gigi, foto mempermudah dan mempersingkat waktu untuk menilai

suatu kasus secara keseluruhan.

b. Memperoleh gambar daerah yang luas beserta seluruh jaringan yang berada di

dalam focal trough (image layer) walaupun penderita tidak membuka mulutnya.

c. Gambaran di foto panoramik mudah dimengerti sehingga foto ini berguna

untuk menjelaskan kepada penderita atau untuk bahan pendidikan.

d. Pergerakan sesaat dalam arah vertikal hanya merusak gambar pada bagian

tertentu saja, tidak semua gambaran mengalami distorsi.

e. Pengaturan posisi pasien dan pengaturan pesawat relatif mudah.

f. Gambar keseluruhan rahang yang diperoleh memungkinkan deteksi

kelainan/penyakit yang tidak diketahui sebelumnya.

g. Diperoleh gambaran kedua posisi rahang yang memungkinkan penilaian

keadaan fraktur. Bagi pasien dengan luka-luka akibat fraktur, proyeksi ini lebih

nyaman.

h. Sangat berguna untuk evaluasi awal keadaan jaringan periodontal serta

kasus ortodonsi.

i. Bagian dasar dan dinding anterior serta posterior sinus terlihat dengan baik.

j. Mudah memperbandingkan kedua kepala kondilus TMJ.

k. Dapat dipergunakan untuk penderita dengan keterbatasan-keterbatasan

seperti penderita sensitif muntah, penderita dengan kesadaran menurun,

sukar atau tidak dapat membuka mulut, serta penderita yang tidak kooperatif

seperti pada anak-anak.

Kekurangan Foto Panoramik

Page 7: Pemanfaatan Radiologi

Foto panoramik mempunyai bentuk keterbatasan, yaitu gambaran foto yang

dihasilkan kurang detail. Selain itu, apabila salah satu sisi rahang membengkak

misalnya abses, tumor, atau fraktur, maka gambar yang dihasilkan kabur

(Bontrager, 2001).

B. Pemeriksaan Radiografi Polos Abdomen pada Kasus Gawat Darurat

Dunia kedokteran saat ini sangat maju dengan pesat terutama dengan pekembangan

dan aplikasi komputer bidang kedokteran sehingga ilmu radiologi turut berkembang

pesat mulai dari pencitraan organ sampai ke pencitraan selular atau molekular. Di

Indonesia perkembangan kedokteran terutama dalam bidang radiologi masih banyak

dilakukan serta perlu dukungan pemerintah.

Pemeriksaan radiografi polos dalam kasus kedaruratan di negara maju perannya

sudah semakin sempit dan diganti dengan teknologi CT scan serta perangkat digital

lainnya termasuk USG dan MRI meskipun demikian, alat tersebut masih tetap dipakai

karena murah, mudah dan cepat untuk kasus tertentu. Di Indonesia dengan

pengembangan program pemerintah pusat dan daerah sudah banyak penempatan alat

radiologi dasar di puskesmas besar sehingga dapat membantu dokter yang bertugas dan

tidak perlu merujuk ke kota atau RS besar hanya untuk diagnosis penyakit tertentu.

Gambaran Normal dari Radiografi Polos Abdomen. Udara akan terlihat hitam

karena meneruskan sinar-X yang dipancarkan dan menyebabkan kehitaman pada film

sedangkan tulang dengan elemen kalsium yang dominan akan menyerap seluruh sinar

yang dipancarkan sehingga pada film akan tampak putih. Diantara udara dengan tulang

misalnya jaringan lunak akan menyerap sebagian besar sinar X yang dipancarkan

sehingga menyebabkan keabu-abuan yang cerah bergantung dari ketebalan jaringan yang

dilalui sinar X.

Page 8: Pemanfaatan Radiologi

Udara akan terlihat relatif banyak mengisi lumen lambung dan usus besar

sedangkan dalam jumlah sedikit akan mengisi sebagian dari usus kecil. Sedikit udara dan

cairan juga mengisi lumen usus halus dan air fluid level yang minimal bukan merupakan

gambaran patologis. Air fluid level juga dapat djumpai pada lumen usus besar, dan tiga

sampai lima fluid levels dengan panjang kurang dari 2,5 cm masih dalam batas normal

serta sering dijumpai di daerah kuadran kanan bawah. Dua air fluid level atau lebih

dengan diameter lebih dari 2,5 cm panjang atau kaliber merupakan kondisi abnormal dan

selalu dihubungkan dengan pertanda adanya ileus baik obstruktif atau paralitik.

Banyaknya udara mengisi lumen usus baik usus halus dan besar tergantung

banyaknya udara yang tertelan seperti pada keadaan banyak bicara, tertawa, merokok

dan lain sebagainya. Pada keadaan tertentu misalnya asma atau pneumonia akan terjadi

peningkatan jumlah udara dalam lumen usus halus dan usus besar secara dramatik

sehingga untuk pasien bayi dan anak kecil dengan keluhan perut kembung sebaiknya

juga difoto kedua paru sekaligus karena sangat besar kemungkinan penyebab

kembungnya berasal dari pneumonia di paru. Beberapa penyebab lain yang mempunyai

gambaran mirip dengan ileus antara lain pleuritis, pulmonary infarct, myocardial infarct,

kebocoran atau diseksi aorta torakalis, payah jantung, perikarditis dan pneumotoraks.

Selain komponen traktus gastrointestinal, juga dapat terlihat kontur kedua ginjal

dan muskulus psoas bilateral. Adanya bayangan yang menghalangi kontur dari ginjal

Page 9: Pemanfaatan Radiologi

atau m.psoas dapat menujukkan keadaan patologis di daerah retroperitoneal. Foto

radiografi polos abdomen biasa dikerjakan dalam posisi pasien terlentang (supine).

Apabila keadaan pasien memungkinkan akan lebih baik lagi bila ditambah posisi berdiri.

Untuk kasus tertentu dilakukan foto radiografi polos tiga posisi yaitu posisi supine, tegak

dan miring ke kiri (left lateral decubitus). Biasanya posisi demikian dimintakan untuk

memastikan adanya udara bebas yang berpindah-pindah bila difoto dalam posisi

berbeda.

Gambaran Patologis Radiografi Polos Abdomen. Untuk menentukan keadaan

patologis atau bukan diperlukan pemahaman anatomi topografi yang baik.

1. Single dark bubble pada bayi berhubungan dengan kelainan kongenital pada gastic

outlet (atresia gastric outlet).

2. Double dark bubbles pada bayi juga berhubungan dengan kelainan kongenital pada

duodenum (atresia duodeni).

3. Kelainan kongenital pada bayi dan anak kecil lainnyaseperti midgut volvulus atau

malrotasi karena perputaranintestinal yang tidak komplit dalam masa

pembentukannyajuga terkadang dapat terlihat pada fotoradiografi polos abdomen

namun akan lebih jelas apabiladigunakan media kontras berupa larutan barium

sulfat.

Page 10: Pemanfaatan Radiologi

4. Untuk pasien dengan atresia ani pada bayi, dilakukanpengambilan foto radiografi

polos dengan posisi kepaladi bawah dan pada bagian anus harus diberi markerdari

logam kecil untuk mengetahui serta menentukanjarak antara atresia dengan lubang

anus yang akandibentuk atau direkonstruksi.

5. Megakolon kongenital (penyakit hirschprung) darianorektal biasanya memberi

gambaran pelebaran dariorgan tersebut. Kelaian tersebut menyebabkan anak tidak

dapat buang air besar dan foto radiografi polos sangat mirip dengan gambaran ileus.

Page 11: Pemanfaatan Radiologi

6. Coil spring sign atau pseudo ball sign adalah gambaran karakteristik invginasi atau

intususepsi usus. Dengan bantuan media kontras barium sufat atau dikenal dengan

barium enema, dapat dilakukan percobaan reduksi sebelum dilakukan tindakan

bedah pada anak. Untuk usia dewasa gambaran itu dapat dijumpai pada pasien

dengan Ca caecum atau Ca colon lainnya.

7. Coffee bean sign merupakan gambaran khas volvulus dari usus (sigmoid) dan juga

merupakan keadaan gawat bedah karena menyebabkan nekrosis usus dan perforasi.

8. Perforasi abdomen dapat dilihat dengan adanya udara bebas di daerah di bawah

diafragma pada posisi berdiri atau pertanda riegler yaitu adanya udara yang menjadi

background intestinal sehingga dapat dilihat dinding usus lebih jelas terutama

dinding luar.

9. Keadaan necrotizing enterocolitis pada anak dapat dilihat dengan adanya udara di

dinding usus atau pneumatosis intestinal. Untuk pasien dewasa biasanya

berhubungan dengan kondisi yang relatif jinak seperti yang biasa ditemukan pada

gangguan obstruksi paru kronis.

10. Gangguan pasase usus halus atau ileus dibagi menjadi dua gologan yaitu ileus

obstruksi ditandai dengan gambaran pelebaran lumen usus yang tidak dapat

mengalir ke distal dan biasa disebabkan oleh tumor intra lumen atau ekstra lumen

yang menjepit lumen usus. Dikatakan ileus obstruktif letak rendah bila lokasi

Page 12: Pemanfaatan Radiologi

sumbatan pada level anorektal atau ileus obstruktif letak tinggi jika sumbatan berada

jauh dari anorektal seperti pada kolon sigmoid atau seksum dan lain-lain. Bentuk

lain ileus adalah ileus paralitik yang berupa pelebaran lumen usus yang disebabkan

infeksi, perlekatan, diabetes, koma hepatikum, obat-obatan seperti spasmolitik atau

morfin, pasca operasi dan lain-lain. Gambaran ileus paralitik biasanya pelebaran

lumen usus tanpa disertai atau sedikit air fluid level. Bila pelebaran hanya setempat

dengan beberapa loop saja maka disebut sebagai sential loop seperti misalnya pada

pankreatitis. Terdapat suatu keadaan pelebaran tanpa tanda-tanda distensi lumen

usus baik usus halus atau usus besar terutama pasca-gastroenteritis dengan atau

tanpa dehidrasi karena gangguan keseimbangan elektrolit. Keadaan itu juga disebut

sebagai meteorismus. Terlepasnya batu empedu pada lumen intestinal dapat

menimbulkan keadaan seperti ileus dan disebut sebagai gallstone ileus yang pada

pencitraan menunjukan gambaran seperti ileus obtruktif namun tanpa disertai air

fluid levels yang signifikan dan biasanya ditemukan batu radiopak yang berasal dari

batu empedu.

Page 13: Pemanfaatan Radiologi

Selain keadaan patologis traktus gastrointestinal, foto radiografi polos abdomen

juga dapat membantu untuk kelainan lainnya seperti trauma tumpul abdomen yang dapat

mengevaluasi awal kemungkinan kontusio ginjal atau perdarahan retroperitoneal dengan

menilai kontur ginjal atau kontur psoas yang terlihat suram atau terselubung.

Udara dalam lumen sistem bilier intra dan ekstraepatik atau yang disebut sebagai

pneumobilier biasanya menunjukkan infeksi sistim bilier ataupun gangguan pada papilla

vateri di daerah duodenum sehingga udara pada lumen duodenum mengisi duktus bilier.

Kalsifikasi dapat dengan mudah dilihat langsung pada foto radiografi polos

abdomen.

Batu pada traktus urinarius biasanya bersifat multilayer dan permukaannya dapat

kasar atau halus. Batu pada vesica urinaria lebih bulat dengan permukaan regular

sedangkan batu pada ureter atau uretra biasanya berbentuk irregular. Kadang-kadang

dijumpai batu yang mengisi dan menyerupai pelviocalices ginjal yang disebut staghorn

stone. Batu kecil dan halus yang dijumpai pada calices minores kedua ginjal dijumpai

pada kelainan yang disebut nephrocalcinosis.

Page 14: Pemanfaatan Radiologi

Batu pada kandung empedu dan salurannya biasa dijumpai pada kuadran kanan

atas dan biasanya berbentukpoligonal. Batu lusen adalah batu dengan kandungan

kalsiumyang minimal sehingga tidak dapat dilihat pada foto polosabdomen yang

biasanya mengandung komponen asam urat.Dalam keadaan demikian dapat dilakukan

pemeriksaan CTscan polos tanpa media kontras untuk mengevaluasinya.

Adanya destruksi pada beberapa vertebral lumbaldisertai pembengkakan jaringan

lunak di daerah paravertebralbiasanya berhubungan erat dengan spondilitis

tuberkulosis.Selain infeksi, dapat dilihat kelainan lainnya padatulang vertebra seperti

kelainan bawaan berupa spina bifidadan tumor tulang seperti paget, metastasis dan lain-

lain.

Menurut Eisenberg, dalam sebuah grup kecil di Amerika25 tahun lalu, peran

pemeriksaan foto radiografi polos abdomendapat dikurangi hingga 50 % tanpa

kehilangan penemuanklinis yang penting sehingga dapat direkomendasikan

bahwapemeriksaan tersebut hanya diperuntukkan bagi pasiendengan nyeri abdomen

moderat hingga berat dan dengan gejala klinis yang mengarah pada obstruksi usus, batu

ureter, iskemik, atau penyakit mengenai kandung empedu. Kellow et al. dalam penelitian

retrospektif menemukan bahwa dari 40% foto radiografi polos abdomen yang dinilai

normal ternyata setelah ditindaklanjuti dengan pemeriksaan tambahan yang lebih maju

Page 15: Pemanfaatan Radiologi

ditemukan keadaan tidak normal sebesar 72 % sehingga saat ini peran foto radiografi

polos abdomen manfaatnya diambil alih oleh pemeriksaan CT scan dan USG.

Sebaliknya, Field menyatakan bahwa pemeriksaan foto radiografi polos masih menjadi

satu pemeriksaan yang sangat berguna dan bernilai sebagai awal investigasi dan

membuat para klinisi dapat memutuskan apakah pasien dengan nyeri akut abdomen

memerlukan operasi atau tidak dan bila perlu dioperasi apakah bersifat segera atau masih

dapat ditunda sehingga masih dapat dilakukan pemeriksaan lain yang mendukung

diagnosis.

Kellow mengatakan bahwa walaupun nilai diagnostik tidak terlampau tinggi atau

terkesan rendah namun pemeriksaan foto radiografi polos abdomen masih tetap banyak

dikerjakan bahkan satu institusi saja melakukan pemeriksaan foto radiografi polos

abdomen mendekati angka 1000 pemeriksaan perenam bulan. Di Indonesia walau data

sangat sulit didapat, tapi penulis yakin bahwa pemeriksaan foto radiografi polos

abdomen masih sangat bermanfaat dan bernilai tinggi apalagi jika dilaksanakan secara

baik, benar dan dengan profesionalisme yang tinggi serta kerjasama yang baik dengan

para klinisi di bagian gawat darurat. Apalagi penyebaran alat-alat yang lebih canggih

masih terbatas di kota besar saja.

C. Radiografi Toraks

1. Pendahuluan

Pemeriksaan radiologik toraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting.

Kemajuan yang sangat pesat selama dasawarsa terakhir dalam teknik pemeriksaan

radiologik toraks dan pengetahuan untuk menilai suatu roentgenogram toraks

menyebabkan pemeriksaan toraks dengan sinar roentgen ini suatu keharusan rutin.

Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan roentgen saat ini dapat dianggap tidak

lengkap. Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum

dilakukan pemeriksaan radiologik. Selain itu,berbagai kelainan dini dalam paru juga

sudah dapat dilihat dengan jelas pada foto roentgen sebelum timbul gejala-gejala

klinis. Foto roentgen yang dibuat pada suatu saat tertentu dapat merupakan dokumen

yang abadi dari penyakit seorang penderita, dan setiap waktu dapat dipergunakan dan

diperbandingkan dengan foto yang dibuat pada saat- saat lain.

Page 16: Pemanfaatan Radiologi

2. Macam-macam Cara Pemeriksaan

- FLUOROSCOPY THORAX

Adalah cara pemeriksaan yang mempergunakan sifat tembus sinar roentgen

dan suatu tabir yang bersifat fluoresensi bila terkena sinar tersebut. Umumnya cara

ini tidak dipakai lagi, hanya pada keadaan tertentu,yaitu bila kita ingin menyelidiki

pergerakan suatu organ/sistem tubuh seperti dinamika alat-alat peredaran darah,

misalnya jantung dan pembuluh darah besar; serta pernapasan berupa pergerakan

diafragma dan aerasi paru- paru.

- ROENTGENOGRAPHY

Adalah pembuatan foto roentgen toraks. Agar distorsi dan magnifikasi yng

diperoleh menjadi sekecil mungkin, maka jarak antara tabung dan film harus 1,80

meter dan foto dibuat sewaktu penderita sedang bernapas dalam (inspirasi).

- TOMOGRAPHY

Istilah lainnya: Planigrafi, Laminagrafi, atau Stratigrafi. Pemeriksaan lapis

demi lapis dari rongga dada, biasanya untuk evaluasi adanya tumor atau atelektase

yang bersifat padat.

- COMPUTERIZED TOMOGRAPHY (CT SCAN

Yaitu Tomography transversal, dengan X-ray dan komputer. Pemeriksaan ini

terutama untuk daerah mediastinum.

- BRONCHOGRAPHY

Ialah pemeriksaan percabangan bronkus, dengan cara mengisi saluran bronkial

dengan suatu bahan kontras yang bersifat opaque (menghasilkan bayangan putih

pada foto). Bahan kontras tersebut biasanya mengandung jodium (lipiodol,

dionosil, dsb).

Indikasi pemeriksaan ini misalnya pada Bronkiektasis untuk meneliti letak,

luas, dan sifat bagian-bagian bronkus yang melebar; dan pada tumor-tumor yang

terletak dalam lumen bronkus (space occupying lesions), yang mungkin

mempersempit bahkan menyumbat sama sekali bronkus bersangkutan.

- ARTERIOGRAPHY

Mengisi kontras pada pembuluh darah pulmonale, sehingga dapat diketahui

vaskularisasi pada mediastinum atau pada paru.

- ANGIOCARDIOGRAPHY

Page 17: Pemanfaatan Radiologi

Adalah pemeriksaan untuk melihat ruang-ruang jantung dan pembuluh-

pembuluh darah besar dengan sinar roentgen (fluoroskopi atau roentgenografi),

dengan menggunakan suatu bahan kontras radioopaque, misalnya Hypaque 50%,

dimasukkan kedalam salah satu ruang jantung melalui kateter secara intravena.

3. Indikasi Foto Toraks

Indikasi dilakukannya foto toraks antara lain:

- Infeksi traktus respiratorius bawah (TBC Paru, bronkitis, Pneumonia).

- Batuk kronis/ berdarah.

- Trauma dada.

- Tumor.

- Nyeri dada.

- Metastase neoplasma.

- Penyakit paru akibat kerja.

- Aspirasi benda asing.

D. Ultrasonografi Toraks

1. Pendahuluan

Ultrasonografi (USG) adalah alat diagnostik noninvasif menggunakan

gelombang suara dengan frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz (>20 kilohertz) untuk

menghasilkan gambaran struktur organ didalam tubuh. Manusia dapat mendengar

gelombang suara 20-20.000 hertz. Gelombang suara antara 2,5 sampai dengan 14

kilohertz digunakan untuk diagnostik. Gelombang suara dikirim melalui suatu alat

yang disebut transducer atau probe. Obyek didalam tubuh akan memantulkan

kembali gelombang suara yang kemudian akan ditangkap oleh suatu sensor,

gelombang pantul tersebut akan direkam, dianalisis dan ditayangkan di layar. Daerah

yang tercakup tergantung dari rancangan alatnya. Ultrasonografi yang terbaru dapat

menayangkan suatu obyek dengan gambaran tiga dimensi, empat dimensi dan

berwarna.

Pemeriksaan USG toraks lebih aman dibanding dengan pemeriksaan computed

tomography scaning (CT Scan) dan radiologi karena tidak menggunakan radiasi.

USG toraks dibandingkan dengan magnetic resonance imaging (MRI) lebih aman

karena tidak menggunakan medan magnet yang kuat. Kekurangan dan kelebihan

USG toraks dan radiologi dapat dilihat pada tabel 1. Efek samping yang sering

Page 18: Pemanfaatan Radiologi

dilaporkanadalah alergi pada jeli yang diberikan untukmembantu meningkatkan

perambatan gelombangsuara yang dipancarkan oleh transducer. Pengaruhdari

gelombang ultrasonik sendiri belum adayang melaporkan berakibat buruk bagi

kesehatanmanusia.

Penemuan alat USG diawali denganpenemuan gelombang ultrasonik yaitu

sekitar tahun1920 ketika prinsip kerja gelombang ultrasonik mulaiditerapkan dalam

bidang kedokteran. Gelombangultrasonik pertama kali digunakan untuk terapi

bukanuntuk mendiagnosis suatu penyakit. Gelombangultrasonik digunakan untuk

menghancurkan sel-selatau jaringan berbahaya dalam tubuh, diterapkanpula untuk

penyembuhan penyakit-penyakit lainnya.Penyakit yang diterapi menggunakan

gelombangultrasonik antara lain artritis, hemoroid, asma, ulkuspeptikum, elefantiasis

(kaki gajah) dan terapi anginapektoris.Baru pada awal tahun 1940

gelombangultrasonik dinilai memungkinkan untuk digunakan sebagai alat

mendiagnosis suatu penyakit bukan lagi hanya untuk terapi. Hal tersebut

disimpulkan berkat eksperimen Karl Theodore Dussik seorang dokter ahli saraf dari

Universitas Vienna Austria. Bersama dengan saudaranya, Freiderich seorang ahli

fisika berhasil menemukan lokasi sebuah tumor otak dan pembuluh darah pada otak

besar dengan mengukur pantulan gelombang ultrasonik melalui tulang tengkorak.

Hasil pemindaian dengan menggunakan transducer (kombinasi alat pengirim dan

penerima data) masih berupa gambar dua dimensi yang terdiri dari barisan titik-titik

berintensitas rendah. George Ludwig ahli fisika Amerika kemudian

menyempurnakan alat temuan Dussik tahun 1950.

Teknologi transducer digital sekitar tahun 1990 memungkinkan sinyal

gelombang ultrasonik yang diterima menghasilkan tampilan gambar suatu jaringan

dengan lebih jelas. Penemuan computer pada pertengahan 1990 sangat membantu

teknologi ini. Gelombang ultrasonik akan melalui proses sebagai berikut, pertama

gelombang akan diterima transducer kemudian gelombang tersebut diproses

sedemikin rupa dalam komputer sehingga bentuk tampilan gambar akan terlihat pada

layar monitor. Transducer yang digunakan terdiri dari transducer penghasil gambar

dua dimensi atau tiga dimensi. Pada tinjauan pustaka ini membahas USG toraks yang

berhubungan dengan paru.

Gambaran normal toraks. Gambaran dinding dada normal terdiri dari lapisan

jaringan lunak, otot dan fascia adalah echogenic. Tulang rusuk digambarkan seperti

garis echogenic diatas lapisan jaringan lunak, otot dan fascia. Pleura parietal

Page 19: Pemanfaatan Radiologi

digambarkan seperti dua garis echogenic dibawah tulang rusuk. Transducer yang

digunakan sebaiknya berbentuk linier array dengan panjang gelombang 7,5-10 MHz.

Bentuk transducer lain dapat digunakan untuk pemeriksaan ini tapi hasil yang

didapat tidak sebaik jika menggunakan transducer linier array. Gambaran normal

toraks dapat berbeda tergantung dari posisi pemeriksa dan letak transducer.

2. Aplikasi Klinis USG Toraks

Teknologi USG toraks beragam mulai dari alat besar hingga seukuran kantong

yang ultra portable.Pemeriksaan USG toraks sebaiknya menggunakan alat seukuran

komputer jinjing yang diletakkan diatas meja beroda dengan berbagai transducer

(linier, curvilinier, phased array). Penjelasan singkat mengenai penggunaan USG

toraks adalah sebagai berikut:

- Kelainan pleura

Efusi pleura tampak seperti lapisan hipoechoic diantara pleura parietal dan

visceral. Gerakan bagian paru yang atelektasis dapat terlihat melalui cairan pleura.

Efusi pleura paling baik terlihat dari dinding luar dada dibelakang linea

midaksilaris pada posisi terlentang dengan probe mengarah ke atas. Pasien yang

duduk atau berdiri dapat terlihat dari posterior atau lateral dinding dada. Transudat

dan eksudat terlihat anechoic atau hypoechoic. Efusi pleura dengan echogenicity

merata tampak seperti badai salju umumnya menandakan empiema yang

mengandung protein atau sisa jaringan. Lokulasi atau kantong-kantong empiema

menandakan empiema kompleks dan lebih bagus terlihat dengan USG toraks dari

CT scan. Perbedaan antara abses paru dan empiema kadang sulit karena pusat

hypoechoic atau daerah echogenic digambarkan sama pada lapisan darah.

Page 20: Pemanfaatan Radiologi

Penebalan pleura, empiema dan pelebaran pleura digambarkan hypoechoic. Efusi

ganas, lesi metastasis atau mesotelioma umumnya terlihat hypoechoic.

- Pneumotoraks

Udara terlokalisir dalam kavum pleura paling bagus terlihat pada posisi

terlentang dengan posisi probe dipegang tegak lurus di dinding anterior dada.

Kedalaman pneumotoraks tidak dapat diukur. Pneumotoraks umumnya didiagnosis

dengan tidak terdapat tanda gerakan normal pleura viseral dan parietal seperti ekor

komet dan terdapat gambaran gema yang berlebihan. Operator handal diperlukan

untuk menganalisa gambaran ini.

- Pneumonia

Konsolidasi paru yang menempel dinding dada atau efusi pleura terkantong

tampak echogenic. Gambaran serupa terlihat pada perdarahan paru, karsinoma

bronkoalveolar dan infark paru. Struktur hyperechoic yang bercabang menandakan

air bronchogram. Paru yang atelektasis umumnya hypoechoic tanpa ada air

bronchogram.

- Kanker paru atau metastasis diparu

Gambaran tumor paru pada USG toraks dapat terlihat dengan baik. Massa

tumor dekat pleura tampak hypoechoic. Gambaran tumor pancoast dengan USG

toraks dibanding CT scan lebih baik. MRI memberikan gambaran terbaik

dibanding USG toraks dan CT scan.

- Biopsi dengan penuntun USG toraks

Biopsi jarum dengan penuntun USG toraks belum banyak dilakukan.

Penelitian besar dengan menggunakan USG dibanding CT scan belum ada yang

melakukan. Ahli paru di Amerika dan Jerman melakukan biopsi jarum dengan

Page 21: Pemanfaatan Radiologi

bantuan USG toraks. Negara-negara lain belum banyak yang melakukan meskipun

penggunaan USG toraks lebih murah dan mudah jika dibanding CT scan tapi

dikarenakan keterampilan operator pengguna USG toraks belum banyak sehingga

masih jarang yang melakukan. Massa subpleura, dinding dada dan dalam pleura

dapat dibiopsi jarum dengan penuntun USG toraks.

3. Indikasi Penggunaan USG Toraks

Indikasi penggunaan USG toraks pada awalnya hanya terbatas pada kasus-

kasus gawat darurat. Penggunaan pada kasus darurat dikarenakan pemeriksaan

radiologi membutuhkan ruang khusus dan alat yang lebih besar dan rumit untuk

dijalankan sedang USG toraks lebih kecil dan tidak memerlukan ruangan khusus.

Penggunaan USG toraks dapat langsung dikerjakan disamping tempat tidur pasien

tanpa harus memindahkan pasien. Pemeriksaan juga dapat langsung dilakukan oleh

dokter diruang gawat darurat tanpa perlu dokter ahli radiologi. Berikut ini indikasi

penggunaan USG toraks:

- Membedakan efusi pleura atau penebalan pleura.

- Mendeteksi efusi pleura dan pemandu untuk punksi terutama efusi yang minimal

dan terlokalisir.

- Membedakan efusi pleura dan kelumpuhan diafragma, dilihat dari gambaran

radiologi meragukan.

- Menentukan pneumotoraks terutama dalam keadaan gawat darurat dan peralatan

radiologi tidak tersedia atau masih menunggu lama hasil radiologi.

- Menilai invasi tumor ke pleura atau dinding dada dan memandu biopsi jarum untuk

tumor.

- Mengevaluasi pasien dengan pleuritis yang sangat nyeri.

E. Anatomi Kepala

Skull atau tengkorak membentuk rangka kepala dan muka, termasuk pula

mandibula, yaitu tulang rahang bawah. Tengkorak terdiri atas 22 tulang (atau 28

tulang termasuk tulang telinga), dan ditambah lagi 2 atau lebih tulang-tulang rawan

hidung yang menyempurnakan bagian anteroinferior dari dinding-dinding lateralis

dan septum hidung (nasal).(6) Adapun pembagiannya dapat di gambarkan sebagai

berikut :

a.8 buah tulang tengkorak (cranial bones)

Page 22: Pemanfaatan Radiologi

Tulang – tulang yang berfungsi melindungi otak (gubah otak), terdiri dari :

1 os. Frontal

2 os. Parietal

1 os. Occipital

1 os. Ethmoid

1 os. Sphenoid

2 os. Temporal

2 Os. Maleus

2 Os. Inkus     os. telinga

2 Os. Stapes

b.14 tulang rangka muka (facial bones)

Berfungsi memberi bentuk, struktur  pada wajah serta menyokong tulang-tulang di

dalam wajah, Melindungi bagian tepi atas sistem pernafasan dan saluran pencernaan,

bersama-sama cranial membentuk lengkung mata (eye sockets), tediri dari :

2 os. maxillary bones

2 os. nasal

2 os. lacrimal

2 os. zygoma  (malar)

2 os. Palatine

1os. inferior nasal conchae

1 os. vomer

1 os. Mandibula.

Page 23: Pemanfaatan Radiologi

Landmark dan baseline dalam pemeriksaan foto kepala

Landmark merupakan suatu tanda yang berada di daerah tubuh yang

digunakan untuk membantu dalam suatu pemeriksaan. Saat memposisikan kepala

pasien, harus diperhatikan bentuk wajah dan variasi anatomis landmark untuk dapat

menentukan bidang yang akan digunakan setepat mungkin disesuaikan dengan posisi

kaset. Telinga, hidung, dan dagu bukanlah patokan yang tepat. bagian tubuh seperti

mastoid dan orbital margin merupakan landmark yang tepat. 

Sedangkan baseline merupakan suatu garis khayal pada daerah tubuh yang

juga digunakan untuk membantu dalam suatu pemeriksaan. Pada penjelaasan berikut

akan dijelaskan beberapa landmark dan baseline yang ada di kepala yang sering

digunakan dalam pemeriksaan radiografi .

Page 24: Pemanfaatan Radiologi

a. Landmark

1. Vertex

Suatu titik yang berada pada pertengahan MSP kepala pada tulang parietal

2. Glabella

Suatu titik yang berada pada MSP sejajar dengan kedua alis mata pada tulang frontal

3. Nasion

Suatu titik yang berada pada MSP setinggi kedua mata

4. Acanthio

Suatu titik yang berada pada MSP di antara lubang hidung dan bibir

5. Infra Orbital Point

Suatu titik yang berada di bawah dari orbita

6. Outer Canthus of Eye

Suatu titik yang berada pada lateral dari orbita

7. Inner Canthus of Eye

Suatu titik yang berada pada medial dari orbita

8. Mental

Suatu titik yang berada pada MSP di bawah bibir

9. External Meatus Acusticus Ekternus (MAE)

Suatu titik yang berada tepat di lubang telinga

Page 25: Pemanfaatan Radiologi

b. Baseline.

1. Glabellomeatal Line

Garis yang menghubungkan MAE dengan Glabella

2. Orbito Meatal Line

Garis yang menghubungkan MAE dengan Orbita

3. Infra Orbito Meatal Line

Garis yang menghubungkan MAE dengan Infra Orbita Point

4. Acanthiomeatal Line

Garis yang menghubungkan MAE dengan Acanthio

5. Mentomeatal Line

Garis yang menghubungkan MAE dengan Mental

6. Glabelloalveolar Line

Garis yang menghubungkan Glabella dengan Alveola

Indikasi foto kepala

1. Trauma

Page 26: Pemanfaatan Radiologi

Trauma kepala yang berat pada orang dewasa, terutama bila disertai

dengan hilangnya kesadaran untuk waktu yang lama atau bila secara klinis

jelas adanya fraktur depresi .

Trauma ringan :

Bila penderita tidak kehilangan kesadaran dan hanya pingsan

sebentar, dan bila pemeriksaan klinis normal.

Trauma pada anak – anak :

Biasanya mudah untuk mendeteksi adanya fraktur depresi pada anak

– anak dengan pemeriksaan klinis dan foto kepala dibutuhkan untuk

menunjukkan luasnya cedera dan pengobatan yang diperlukan.

Trauma kepala yang ringan dengan pemeriksaan klinis yang normal

BUKAN merupakan indikasi untuk foto sinar-X karena tidak akan

mengubah cara pengobatan. Foto kepala pada anak-anak setelah

trauma kebanyakan tidak membantu. Observasi klinis secara cermat

jauh lebih penting.

2. Perdarahan lewat telinga

Atau bocornya cairan cerebrospinal lewat telinga atau hidung setelah

trauma hampir selalu berarti ada fraktur pada basis cranii. Hal ini amat sulit

dikenali pada foto sinar-X. Foto lateral yang dibuat dengan penderita

berbaring terlentang bisa menunjukkan adanya darah di dalam sinus

sphenoidalis atau udara didalam kepala.

3. Benjolan atau lekukan pada kepala

Foto sinar-X akan membantu diagnosa asalkan benjolan itu tidak berubah

tempat pada pemeriksaan klinis, dan tidak mobile. Bila benjolan itu lunak, foto

pada daerah itu akan membantu untuk mengesampingkan adanya defek

cranium dibawahnya (infeksi, tumor, dll) .

4. Sakit kepala yang menetap

Foto kepala jarang memberikan informasi yang berguna KECUALI bila

terdapat juga tanda-tanda klinis, misal kelainan neurologis, peningkatan

Page 27: Pemanfaatan Radiologi

tekanan intrakranial, atau kebutaan. Bila penderita diketahui menderita tumor

maligna di bagian tubuh yang lain, foto kepala lateral akan membantu

menunjukkan adanya metastase ke kepala .

5. Sakit telinga

Pemeriksaan klinis lebih baik daripada foto sinar-X kecuali bila anda ahli

atau membuat juga foto mastoid. Foto rutin kepala jarang memberi manfaat

bila dicurigai ada mastoiditis.

6. Metastase atau penyakit umum seperti Paget Disease

Foto kepala lateral akan membantu menegakkan diagnosa. Proyeksi

tambahan yang lain biasanya tidak berguna.

Posisi foto kepala

Ada lima posisi dasar yang umumnya digunakan dalam pemeriksaan radiografi

skull, yakni :

1. Postero-anterior (occipito-frontal) dan PA Axial projections (Caldwell)

Tujuan PA: melihat detail-detail tulang frontal, struktur cranium disebelah

depan dan pyramid os petrossus.

Tujuan PA Caldwell : melihat detail kavum orbita. Terlihat gambaran alae

major dan minor os sphenoidale superimposed terhadap orbita, petrosus

ridge yang merupakan tegmen timpani juga diproyeksikan didekat margo

inferior cavum orbita.

Posisi pasien : 

o Duduk tegak atau prone

o Atur MSP pada pertengahan lysolm

o Fleksikan lengan , atur agar posisi tangan senyaman mungkin. 

Posisi obyek : 

o Atur kepala dan hidung agar menepel kaset dan MSP tegak lurus kaset

o Atur OML agar tegak lurus kaset, tahan nafas saat eksposi

Page 29: Pemanfaatan Radiologi

2. Lateral.

Tujuannya untuk melihat detail-detail tulang kepala, dasar kepala, dan struktur tulang muka.

Patologi yang ditampakkan Fraktur, neoplastic proscess, Paget’s disease, infeksi, tumor,

degenerasi tulang. Pada kasus trauma gambaran skull lateral akan menampakkkan fractur

horisontal, air-fluid level pada sinus sphenoid, tanda-tanda fraktur basal cranii apabila terjadi

perdarahan intracranial.

Posisi Pasien

Page 30: Pemanfaatan Radiologi

Prone atau duduk tegak, recumbent, semiprone (Sim’s) Position.

Posisi Obyek

• Atur kepala true lateral dengan bagian yang akan diperiksa dekat dengan IR

• Tangan yang sejajar dengan bagian yang diperiksa berada di depan kepala dan bagian

yang lain lurus dibelakang tubuh

• Atur MSP sejajar terhadap IR

• Atur interpupilary line tegak lurus IR

• Pastikan tidak ada tilting pada kepala

• Atur agar IOML // dengan IR.

Struktur yang ditampakkan

Bagian yang menempel dengan film ditampakkan dengan jelas. Sella tursika

mencakup anterior dan posterior clinoid dan dorsum sellae ditampakkan dengan jelas.

Page 31: Pemanfaatan Radiologi

3. Towne (semi-axial / grashey’s position)

Tujuannya melihat detail tulang occipital dan foramen magnum,

dorsum sellae, os petrosus, kanalis auditorius internus, eminentia arkuata,

antrum mastoideum, processus mastoideus dan mastoid sellulae.

Memungkinkan perbandingan piramida os petrosus dan mastoid pada

gambar yang sama.

Posisi towne diambil dengan berbagai variasi sudut angulasi antara

30-60 derajat ke arah garis orbitomeatal. Sentrasi dari depan kira-kira 8 cm

di atas glabela dari foto polos kepala dalam bidang midsagital.

Posisi pasien

Pasien dalam keadaan supine/duduk tegak, pusatkan MSP tubuh ke

garis tengah grid. 

Tempatkan lengan dalam posisi yang nyaman dan atur bahu untuk

dibaringkan dalam bidang horizontal yang sama. 

Pasien hyprshenic dalam posisi duduk tegak jika memungkinkan. 

Bila ini tidak memungkinkan, untuk menghasilkan proyeksi yang

diinginkan pada bagian oksipital asal oleh penyudutan CR Caudad

dengan mengangkat kepala dan mengaturnya dalam posisi horizontal.

Stewart, merekomendasikan sudut 400. Proyeksi oksipitofrontal

ditemukan oleh Hass dapat digunakan dalam proyeksi AP Axial pada

pasien hypersthenic. 

Page 32: Pemanfaatan Radiologi

Metode Hass  adalah kebalikan dari proyeksi AP Axial (Towne), tapi

memberikan hasil sebanding.

Posisi obyek

Atur pasien sehingga MSP tegak lurus dengan garis tengah kaset. 

Fleksikan leher secukupnya, garis orbito meatal tegak lurus ke bidang

film. 

Bila pasien tidak dapat memfleksikan lehernya, aturlah sehingga garis

infra orbito meatal tegak lurus dan kemudian menambah sudut CR 70 . 

Untuk memperlihatkan bagian oksipito basal atur posisi film sehingga

batas atas terletak pada puncak cranial. Pusatkan kaset pada foramen

magum. 

Untuk membatasi gambaran dari dorsum sellae dan ptrous pyramid,

atur kaset sehingga titik tengah akan bertepatan dengan CR 

Periksa kembali posisi dan imobilisasi kepala. 

Tahan napas saat ekspose. 

4. Vertiko-submental (basal)

Tujuannya untuk melihat detail dari basis crania.

Page 33: Pemanfaatan Radiologi

Patologi yang ditampakkan

Fraktur dan neoplatic/inflamantory process dari arc zygomaticum.

Posisi Pasien

Supine atau erect .Posisi erect akan membuat pasien merasa lebih nyaman.

Posisi Obyek

• Hyperekstensikan leher hingga IOML // IR

• Vertex menempel pada IR

• Atur MSP tegak lurus meja/permukaan bucky

• Pastikan tidak ada rotasi ataupun tilting

Posisi ini sangat tidak nyaman, sehingga usahakan agar pemeriksaan

dilkakukan dengan waktu sesingkat mungkin.

Struktur yang ditampakkan

Arc zygomaticum

5. Water’s

Tujuannya untuk melihat gambaran sinus paranasal.

Patologi Yang Ditampakkan

Page 34: Pemanfaatan Radiologi

Inflamantory condition (sinusitis, secondary osteomyelitis) dan polyp

sinus.

Posisi Pasien

Erect

Posisi Obyek

• Ekstensikan leher, atur dagu dan hidung menghadap permukaan

meja/bucky.

• Atur kepala sehingga MML (mentomeatal line) tegak lurus terhadap IR,

OML akan membentuk sudut 370 derajat terhadap bidang IR.

• Instruksikan pada pasien untuk membuka mulut dengan tidak mengubah

posisi atau ada pergerakan pada kepala dan MML menjadi tidak tegak

lurus lagi

• Atur MSP tegak lurus terhadap pertengahan grid atau permukaan

meja/bucky.

• Pastikan tidak ada rotasi atau tilting.

Struktur Yang Ditampakkan

Tampak bagian inferior Sinus maxillary bebas dari superimposisi dengan

processus alveolar dan petrous ridge, inferior orbital rim, dan tampak gambaran

sinus frontalis oblique. Sinus sphenoid tampak apabila pasien membuka mulut

Page 35: Pemanfaatan Radiologi

Sistematika pembacaan foto kepala

1. Perhatikan tabula interna, eksterna dan diploe bentuk kepala.

2. Pelajari garis-garis impresia, canal-canal dan sutura, misalnya :

a. Arachnoidal impression

b. Sutura

c. Sinus venosus

d. Pleksus venosus dalam diploe

e. Sebelum umur 16 tahun maka impresion digitae adalah normal

f. Bila ada penipisan atau penebalan calvaria, bandingkan dengan yang

normal.

3. Daerah yang ada kalsifikasi, misalnya :

a. Glandula pinealis

b. Pleksus choroideus

c. Basal ganglia

d. Duramater

e. CA deposit dalam arteri serebralis

4. Sella tursica

a. Harus diukur dan dilihat bentuknya

b. Prosesus clinoideus anterior dan posterior serta dorsum sella diperiksa

untuk melihat adanya erosi.

c. Normal bila lebarnya 4 – 16 mm dengan rata-rata 10,5 mm. Dalamnya

4 – 12 mm dengan rata-rata 8 mm.

d. Perhatikan basis sella tursica untuk melihat adanya gambaran double

contour atau erosi.

Page 36: Pemanfaatan Radiologi

5. Pelajari orbita, sphenoid ridge, petrous ridge tulang temporal.

6. Soft tissue.

7. Pada anak-anak perhatikan lebar dari sutura dan besarnya fontanel.

PADA VERTIKO-SUBMENTAL YANG HARUS DIPERHATIKAN

1. Foramen ovale

Dimana keluar cabang nervus mandibula dari nervus lima dan arteri meningea

yang kecil.

2. Foramen spinosum

Dimana keluar arteri meningea media

3. Foramen laserum yang terletak didekat apek dari piramid os petrosus.

4. Carotic canal yang dapat dilihat di antero lateral pyramid os petrosus, dari

carotic canal keluar arteria carotis

5. Sinus petrosus inferior

Dapat dilihat sebagai garis sempit antara cllvus dan pucuk dan petrous

pyramid.

6. Auditory canal

Dapat dilihat sedikit posterior dari temporo mandibula joint.

Bila skull membesar dapat disebabkan oleh karena :

a. Gangguan pada hypophyse

b. Tumor dalam sella turcica, misalnya : Acromegali.

c. Tumor otak

d. Obstruksi hidrosefalus oleh karena :

i. Tumor cerebellum, pons atau ventrikel ke IV

ii. Obstruksi Aquaductus sylvii :

- Ventrikel ke I

- Foramen maghendi atau luschka

iii. Adhesion atau pseudotumor

iv. Penebalan dari tulang kepala, misalnya :

- Acromegali

- Paget’s disease

- Fibrous dysplasia.

Page 37: Pemanfaatan Radiologi

F. Colon in loop (Barium enema )Merupakan suatu pemeriksaan radiografik kolon dengan menggunakan

kontras ( yang digunakan adalah barium sulfat) yang dimasukkan ke dalam kolon. Bias berupa pemeriksaan single contrast bila kontras yang digunakan hanya barium, bias juga double contrast bila udara juga dipompakan ke dalam kolon.

Syarat – syarat

- Mengubah pola makan penderita. Penderita sebelumnya makan makanan yang mempunyai konsistensi lunak, rendah serat, rendah lemak.

- Minum air sebanyak mungkin agar tinja di kolon tetap lembek.- Pemberian pencahar.

Lama persiapan berkisar 1-2 hari tergantung keadaan penderita dan klinis.

Pelaksanaan persiapan

- Satu hari sebelum pemeriksaan pasien makan bubur kecap.- Jam 20.00 makan malam terakhir.- Jam 22.00 pasien makan garam ingris (MgSO4 ) dan mulai puasa.- Boleh minum maksimal 100 cc sampai jam 12 malam.- Mengurangi bicara dan merokok untuk enghindari penumpukan udara dalam seluruh

traktus gastrointestinal.- Pasien rawat inap boleh diberikan lavement.

Cara pemeriksaan

1. Media kontrasKontras yang lazim digunakan ialah larutan barium dengan konsentrasi antara 70-80 W/ V % (weight/ volume ). Banyaknya (mL) sangat bergantung pada panjang pendeknya kolon. Umumnya 600 – 800 mL sudah memadai.

2. Teknik pemeriksaan Kontras ganda relatif lebih sukar teknik penggunaannya disbanding kontras tunggal, karena harus melalui tahap – tahap tertentu agar hasil radiografi yang didapatkan benar – benar optimal.Tahap – tahap itu meliputi:

1) Tahap pengisian : pengisian larutan barium ke dalam lumen kolon melalui anus ssampai fleksura lienalis atau pertengahan kolon transversum ( hal ini tergantung pada panjang pendeknya kolon). Bagian kolon yang belum terisi dapat diisi dengan mengubah posisi dari supine menjadi right decubitus.

2) Tahap pelapisan : dengan menunggu 1 -2 menit. Larutan barium mendapatkan kesempatan untuk melapisi mukosa kolon dengan sempurna.

3) Tahap pengosongan : sisa larutan barium dalam lumn kolon dibuang sebanyak yang dapat dikeluarkan dengan memiringkan penderita ke kiri (left decubitus) dan menegakkan meja pemeriksaan (upright).

4) Tahap pengembangan : dipompakan udara k dakam lumen kolon sehingga seluruh kolon mengembang sempurna. Jangan sampai terjadi pengembangan berlebihan

Page 38: Pemanfaatan Radiologi

(overdisteension) karena akan menimbulkan komplikasi seperti perforasi dan refleks vagal.

5) Tahap pemotretan : dilakukan pemotretan atau eksposur radiografik dengan posisi tergantung pada bentuk kolon dan/ atau kelainan yang ditemukan.

Umumnya dilakukan pemotretan dengan metode lapang terbatas (spot-view) terhadap bagian – bagian tertentu kolon, dan lapang menyeluruh (overallview) dari kolon.

Indikasi

Pemeriksaan colon in loop diperlukan pada kasus – kasus yang secara klinis diduga terdapat kelainan pada kolon, yaitu pasien dengan:

1. Diare kronis2. Hematokezia3. Umum : obstipasi kronis, perubahan pola defekasi.

Indikasi menurut klinis yaitu untuk mendiagnosis penyakit pada kolon baik itu karena infeksi, kongenital, trauma, neoplasia, maupun metabolic, yang meliputi colitis, neoplasma benigna (adenoma, lipoma), neoplasma maligna (karsinoma), divertikel, polip, invaginasi, ileus obstruksi letak rendah (misalnya volvulus ), tumor intraabdominal di luar kolon ( tumor ekstralumen ), dll.

Kontraindikasi

1. Perforasi2. Kolitis berat dimana dinding kolon menjadi sangat tipis dan ditakutkan dapat terjadi

perforasi, NEC, tipus,dsb.3. Keadaan umum pasien yang jelek.4. Ileus paralitik.

G. OesophagografiMerupakan suatu teknik radiografis pemeriksaan oesophagus dengan menggunakan media kontras ( biasanya (barium sulfat). Pemeriksaan bias dilakukan dengan single kontras ( hanya barium sulfat saja), bias juga double kontras dengan barium dan udara.

Indikasi

1. Oesophagografi dilakukan untuk memeriksa pasien yang secara klinis diduga mengalami kelainan oesophagus baik itu karena infeksi, kongenital, trauma, neoplasia, maupun metabolic, mencakup hiatal hernia, achalasia, atresia oesophagus, spasme oesophagus, striktura oesophagus, diverticula oesophagus, varises oesophagus, oesophagitis,dll.2. Post operasi anastomosis.

Kontraindikasi

Page 39: Pemanfaatan Radiologi

1. Alergi terhadap zat kontras.2. Perforasi (gunakan zat kontras non-ionik).3. Fistula trakeoesofageal (gunakan zat kontras non – ionik).4. Kehamilan (gunakan perisai untuk melindungi janin).5. Obstruksi total dari saluran cerna (gunakan zat kontras non – ionik).

Cara pemerikasaan

Lakukan pemeriksaan foto polos untuk menyesuaikan pengaturan KV dan mAS dan untuk melihat kelainan sebelum pemberian kontras. Kontras diminum kemudian ditahan dalam rongga mulut. Selanjutnya diinstruksikan untuk menelan kontras secara cepat dan bersambungan. Pemotretan dilakukan setelah 3-4 kali gerakan menelan. Foto dapat diambil pada posisi RAO, Lateral, AP, atau PA. Posisi RAO dan lateral dapat memperlihatkan oesophagus tanpa superimposisi dengan vertebra. Superimposisi oesophagus dengan bayangan jantung juuga dapat diminimalisasi pada posisi ROA dan lateral. Pada posisi AP atau PA, oesophagus kan superimposisi dengan vertebra dan bayangan jantung.

H. Barium Follow ThroughMerupakan pemeriksaan radiologi dengan zat kontras untuk menilai keadaan

usus halus.

Syarat – syarat

- 2 hari sebelum pemeriksaan, pasien makan hanya bubur kecap saja.

- Pasien mulai puasa makan dan minum pada jam 20.00, kecuali untuk minum laksatif (jika tidak terdapat kontraindikasi).- Pasien minum bisacodyl (dulcolax) sebanyak 2 tablet pada jam 20.00, 21.00, 22.00, dan 23.00.- Pasien kemudian diberikan bisacodyl suppositoria per anus pada jam 05.00 hari berikutnya.- Pada datang jam 07.30 untuk pendaftaran dan pemeriksaan BFT.

Cara pemeriksaan

1. Sebelum zat kontras dimasukkan, terlebih dahulu dibuat foto polos perut.2. Kontras diminum oleh pasien.3. Foto diambil pada menit ke -5, 15, 30, 60, 120 dan untuk seterusnya diambil setiap jam sampai refluks ke sekum.4. Jika sudah terjaid refluks ke sekum, pemeriksaan selesai.

Indikasi

- Nyeri perut.

- Diare.

Page 40: Pemanfaatan Radiologi

- Perdarahan.

- Obstruksi parsial.

- Massa abdomen.

- Enema usus halus yang tidak berhasil.

- Enteritis.

- Divertikulum.

- Malabsorsi.

Kontraindikasi

- Obstruksi total

- Kecurigaan perforasi (gunakan kontras water soluble).

- Alergi kontras.

- Kehamilan.

I. Appendicogram Merupakan suatu pemeriksaan radiografi untuk melihat lumen dan mukosa

appendiks.

Syarat – syarat

- Malam hari sebelum pemeriksaan jam 20.00, pasien minum obat (barium sulfat) yang diencerkan sampai satu gelas. Sebelum minum obat pasien buang air besar dulu.- Setelah minum obat dilanjutkan puasa sampai pemeriksaan dilakukan. Selama ini pasien tidak boleh buang air besar.- Pagi hari berikutnya pasien datang ke bagian radiologi jam 08.00 untuk dilakukan pemeriksaan.

Indikasi

Sama seperti pemeriksaan –pemeriksaan lain diatas. Untuk memeriksa kelainan – kelainan di appendiks.

J. Barium Enema Untuk membedakan kelainan – kelainan obstruksi letak rendah terutama pada bayi yang baru lahir.

Indikasi- Ileus obstruksi letak rendah pada bayi baru lahir.

- Hirschprung’s disease.

- Meconium plug syndrome atau functional immaturity of the colon.

- Atresia kolon.

- Meconium ileus.

- Atresia ileum.

Page 41: Pemanfaatan Radiologi

Kontraindikasi

- Alergi kontras.

Cara pemeriksaan - Sebelum zat kontras dimasukkan, terlebih dahulu dibuat foto polos perut.

- Gunakan perisai gonad pada pasien.

- Ujung kateter dimasukkan hanya sedikit ke dalam rectum dengan balon yang tidak

dikembungkan (balon dapat mengganggu penilaian dan bahkan dapat membuat

perforasi bagian rectum yang agonglionik).

- Kontras kemudian dimasukkan.

- Terdapat dua cara memasukkan kontras, yaitu melalui spuit ataau dengan gravitasi

(infus). Pada metode memasukkan kontras dengan spuit harus berhati – hati agar tidak

memberikan tekanan terlalu besar yang dapat menyebabkan perforasi.

- Foto lateral kiri diambil pada saat awal pengisian dan foto AP atau PA diambil setelah

zat kontras mengisi seluruh kolon. Foto posisi lain dapat diambil jika terdapat

superposisi bagian – bagian kolon.

- Refluks kontras ke ileum harus diusahakan agar kelainan di ileum dapat terlihat juga.

- Selesai pemeriksaan, zat kontras dikeluarkan melalui kateter.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusdi Gazali, Malueka. 2008. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia

Press

2. Sjahriar, Rasad. 2005. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

3. Moore C, Molina A, Lin H. 2006. Ultrasonography in community emergency

departments in the United States: Access to ultrasonography performed by

Page 42: Pemanfaatan Radiologi

consultants and status of emergency physician performed ultrasonography. Ann

Emerg Med; 47:147-53

4. Cardenas E. 1998. Limited beside ultrasound imaging by emergency medicine

physicians. West J Med;168:188-9

5. Eurle B, Butler K. 2004. Diagnostic ultrasonography in emergency medicine. Crit

Dec In Emerg Med;18:1-8

6. American College of Emergency Physicians. 2001. ACEP Emergency Ultrasound

Guidelines. Ann Emerg Med;38:470-81

7. Krejci CS, Trent EJ, Dubinsky T. 2001. Thoracic sonography. Respir Care;46:932–9

8. Rozycki GS, Pennington SD, Feliciano DV. 2001. Surgeon-performed ultrasound

imaging in critical care setting: Its use as an extension of the physical

examination to detect pleural effusion. J Trauma;50:636–42

9. Hersh CP, Feller KD, Wahidi M, Garland R, Herth F, Ernst. 2003. An ultrasound

guidance for medical thoracoscopy: A novel approach. Respiration;70:299–301

10. Zhang M, Liu Z, Yang J. 2006. Rapid detection of pneumothorax by ultrasound in

patients with multiple trauma. Crit Care;10:844–9

11. Yang P, Luh K, Chang D. 1992. Value of sonography in determining the nature of

pleural effusion: analysis of 320 cases. AJR Am J Roentgenol;159:29–33

12. Bolliger CT, Herth FJF, Mayo PH, Miyazawa T, Beamis JF. 2009. Clinical chest

ultrasound: from the ICU to the bronchoscopy suite. Prog Respir Res;37:11-20

13. Lichtenstein D. 2007. Ultrasound in management of thoracic disease. Crit Care

Med;35:250–61

14. Eisenberg LR. 2008. The role of abdominal radiography in the evaluation of the non trauma emergency

patient: new thought on an old problem. Radiology; 248:715-6

15. Field. 1997. Plain abdomen in diagnostic and interventional radiology in surgical practice. Dalam:

amstrong, Peter, Wasti, Martin L, editors. London: Chapman and Hall Medical; p.15-46

16. Kellow SZ, Maclinnes M, Kurzencwyg D, Rawal S, Jaffer R, et al. 2008. The role of abdominal

radiography in the evaluation of the non trauma emergency patients. Radiology; 248 : 887-93

17. Akesson, L., et.al. 1989. Comparison Between Panoramik and Posterior Bite

Wing Radiography in The Diagnosis of Periodontal Bone Loss, J. Dent., 17; p. 266-

271

18. Anonim. 2009. Dental Radiography: prinsip dan teknik. USU Press: 38-46, 56

19. Bhalajhi. 2003. Orthodontics 3rd Ed. India: Arya Publishing House; p.134-7, 143-4

20. Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related

Anatomy. Fifth Edition. Saint Louis: Mosby

21. Ianucci, J.M, Howerton, L.J. 2006. Dental Radiography: Principles and Techniques,

4th Edition. USA: ELSEVIER

Page 43: Pemanfaatan Radiologi

22. Karjodkar, R. 2006. Textbook of Dental and Maxillofacial Radiology. Jaypee

brothers medical publisher: 179

23. K. Vandana, et al. 2008. In Vivo Comparison of Conventional and Cone Beam

CT Synthesized Cephalograms, Angle Orthodontist, Vol 78, No. 5

24. Mahsiddin, Asrul. 2011. Tingkat Keberhasilan Foto Radiografi Panoramik

ditinjau dari Segi Processingnya di Laboratorium Klinik Kanaka Manado

25. Mestika, Emilia. 2013. Jurnal Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Terhadap Prosedur

Penggunaan Radiografi Dental Dalam Melakukan Perawatan Gigi. Universitas

Sumatera Utara. Diakses di http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/39068 pada

5 Mei 2014

26. Peker I, Alkurt TM, Usalan G, et al. 2009. The Comparison Of Subjective Image

Quality In Conventional And Digital Panoramic Radiography. Indian J Dent Res; 20

27. Rasad Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Balai Penerbit FKUI: Jakarta

28. Palmer P.E.S, Cockshott W.P, Hegedus V, Samuel E. 1995. Manual of Radiographic

Interpretation for General Practitioners (Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter

Umum). EGC: Jakarta

29. Armstrong Peter, L.Wastie Martin. 1989. Pembuatan Gambar Diagnostik. EGC:

Jakarta