22
PELAYANAN PASIEN PEDOMAN /KEBIJAKAN SPO a. Pelayanan kedokteran dan keperawatan  b. Pelayanan kasus emergensi SPO kasus emergensi c. Pelayanan resusitasi SPO resusitasi d. Pelayanan darah SPO pemberian komponen darah e. Pelayanan pasien resiko tinggi dengan : - Peralatan BHD -  penyakit menular atau imunosuppressed - Peralatan dialysis - Peralatan pengikat /restraint - Ketergantungan bantuan - Pengobatan kemoterapi SPO pelayanan pasien resiko tinggi - SPO pelayanan pasien resiko tinggi dengan BHD - SPO pelayanan pasien resiko tinggi dengan penyakit menular atau imunosuppressed - SPO pelayanan pasien resiko tinggi dengan Peralatan dialysis - SPO pelayanan pasien resiko tinggi dengan Peralatan pengikat /restraint - SPO pelayanan pasien resiko tinggi dengan Ketergantungan bantuan - SPO pelayanan pasien resiko tinggi dengan Pengobatan kemoterapi f. Managemen nyeri SPO managemen nyeri g. Pelayanan gizi -  SPO penyiapan - SPO Penyimpanan - SPO pendistribusian - SPO penyajian h. Pelayanan tahap terminal SPO Pelayanan tahap terminal

PELAYANAN PASIEN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hihiiii

Citation preview

PELAYANAN PASIEN

PEDOMAN /KEBIJAKAN SPO

a. Pelayanan kedokteran dan keperawatan

b. Pelayanan kasus emergensiSPO kasus emergensi

c. Pelayanan resusitasiSPO resusitasi

d. Pelayanan darahSPO pemberian komponen darah

e. Pelayanan pasien resiko tinggi dengan : Peralatan BHD penyakit menular atau imunosuppressed Peralatan dialysis Peralatan pengikat /restraint Ketergantungan bantuan Pengobatan kemoterapiSPO pelayanan pasien resiko tinggi SPO pelayanan pasien resiko tinggi dengan BHD SPO pelayanan pasien resiko tinggi dengan penyakit menular atau imunosuppressed SPO pelayanan pasien resiko tinggi dengan Peralatan dialysis SPO pelayanan pasien resiko tinggi dengan Peralatan pengikat /restraint SPO pelayanan pasien resiko tinggi dengan Ketergantungan bantuan SPO pelayanan pasien resiko tinggi dengan Pengobatan kemoterapi

f. Managemen nyeriSPO managemen nyeri

g. Pelayanan gizi SPO penyiapan SPO Penyimpanan SPO pendistribusian SPO penyajian

h. Pelayanan tahap terminalSPO Pelayanan tahap terminal

CONTOH PEDOMAN PELAYANAN KEDOKTERAN DAN KEPERAWATAN

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan utama rumah sakit adalah memberikan perawatan yang terbaik untuk pasien. Agar dapat memberikan dukungan dan respon yang baik sesuai dengan kebutuhan pasien, juga untuk menjalankan prinsip satu level perawatan yang bermutu keseragaman pemberian pelayanan kepada pasien tanpa membedakan waktu, faktor ekonomi, sosial, agama, ras, suku, bangsa, maka dibutuhkan adanya perencanaan dan koordinasi kerja yang baik.

1.2. Dilain pihak pasien dengan masalah yang sama berhak mendapatkan mutu pelayanan yang sama disemua unit di rumah sakit. Mengingat hal ini maka diperlukan adanya kebijakan dan prosedur disetiap unit agar dapat memberikan pelayanan yang seragam setiap hari maupaun saat hari minggu atau hari libur besar. Dengan perawatan yang seragam akan memberikan dampak, baik pada efisiensi dan memudahkan dalam melakukan evaluasi.

2. TUJUAN2.1. Menyediakan acuan kerja untuk menjamin pemberian pelayanan yang sama untuk semua pasien

2.2. Meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan pasien di rumah sakit

3. RUANG LINGKUPKebijakan ini berlaku bagi semua staff rumah sakit: dokter, perawat, penunjang medik dan staff lainnya yang memberikan pelayanan pada pasein.

4. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB4.1. CEO, Bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap Kebijakan Perawatan Pasien

4.2. COO, Bertanggung jawab memastikan Kebijakan Perawatan Pasien dilaksanakan

4.3. Manager Keperawatan, Bertanggung jawab untuk memastikan Kebijakan Perawatan Pasien berjalan dengan tepat dan dimonitor

4.4. KU bertanggung jawab untuk4.4.1. Menjalankan kebijakan Perawatan Pasien4.4.2. Memastikan pasien mendapatkan perawatan sesuai dengan standar4.4.3. Memastikan staff paham tentang isi kebijakan Perawatan Pasien4.4.4. Melakukan Koordinasi dengan unit lain / multidisiplin terkait pelaksanaan kebijakan Perawatan Pasien 4.4.5. Melakukan monitoring, evaluasi dan tinjau ulang secara regular

4.5. Semua Staff Bertanggung jawab untuk4.5.1. Melaksanakan Kebijakan Perawatan Pasien dengan aman4.5.2. Melaporkan semua hal yang berpotensi terhadap ketidaksesuaian terkait dengan pelaksanaan pelayanan pasien

5. DEFINISI5.1. Perawatan pasien adalah semua tindakan yang diberikan pada pasien seperti tindakan medis dan, pengobatan, tindakan perawatan serta tindakan lainnya yang diberikan pada pasien sejak pasien masuk rumah sakit sampai pasien pulang dari rumah sakit

5.2. Pelayanan kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, mengobati penyakit, dan memulihkan kesehatan.

5.3. Tenaga kesehatan adalah tenaga dokter, perawat, bidan, perawat gigi, apoteker, asisten apoteker, fisioterapis, refraksionis, optisien, terapis wicara dan radiografer

5.4. Pelayanan Medis adalah pelayanan kesehatan individual yang dilandasi ilmu klinik, merupakan upaya kesehatan perorangan yang meliputi aspek pencegahan primer, pencegahan skunder meliputi deteksi dini dan pengobatan serta pembatasan cacat dan pencegahan tersier berupa rehabilitasi medik yang secara maksimal dilakukan oleh dokter. (KepMenKes RI No. 666/MENKES/SK/VI/2007)

5.5. Rawat Inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap diruang rawat inap pada sarana kesehatan yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap. (KepMenKes RI No. 666/MENKES/SK/VI/2007)

6. PERNYATAAN KEBIJAKAN6.1. Akses, ketepatan pelayanan dan pengobatan tidak tergantung pada kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayannya.6.1.1. Semua pasien yang datang ke Unit Emergency harus melalui Triage dan segera diberikan pertolongan pertama tanpa membedakan suku, agama dan status sosial ekonomi6.1.2. Setiap pasien yang datang berobat ke Unit Emergency dengan kasus gawat maupun tidak gawat harus diberikan pelayanan yang cepat, tepat dan efisien6.1.3. Terhadap pasien yang gawat dilakukan perawatan, tindakan dan observasi kegawatan secara intensif oleh dokter dan perawat sampai dengan kondisi klinis pasien stabil, tanpa mempertimbangkan biaya dan sumber pembiayaannya6.1.4. Pada pasien yang sudah dalam perawatan namun mengalami kesulitan dalam pembiayaan perawatannya, maka yang bersangkutan dianjurkan untuk berkonsultasi dengan bagian keuangan rumah sakit. Pada kondisi demikian perawatan, tindakan dan observasi yang diberikan kepada pasien tetap sama seperti kepada pasien lainnya.

6.2. Akses pada ketepatan pelayanan oleh petugas kesehatan tidak bergantung pada hari dan waktu kerja6.2.1. Pada setiap unit pelayanan tersedia jadwal tugas yang mencerminkan jumlah, jenis atau kategori serta penentuan penanggung jawab atau koordinator jaga pada setiap hari dan shift jaga6.2.2. Diluar jam kerja kantor dan hari libur ada petugas (dokter, perawat, petugas lainnya) yang bersedia di panggil untuk menangani pasien dan kebutuhannya6.2.3. Diluar jam kerja kantor dan hari libur ada petugas sebagai Duty Officer yang bekerja untuk mengkoordinasikan semua kegiatan dan menjamin proses pelayanan tetap berjalan baik

6.3. Ketergantungan kondisi pasien menentukan sumber daya yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pasien6.3.1. Semua pasien yang datang ke Unit Emergency harus melalui Triage untuk menentukan tingkat kegawatan dan pemberian pelayanan sesuai kategori pasien6.3.2. Pada setiap kategori ketergantungan pasien tersedia fasilitas / sumber daya yang sesuai6.3.3. Penentuan petugas yang menangani pasien berdasarkan kompetensi yang dimiliki dan tingkat ketergantungan pasien

6.4. Tingkat pelayanan yang diberikan kepada pasien adalah sama diseluruh RS.6.4.1. Tersedia sistim dan prosedur yang berlaku sama diseluruh unit pelayanan di RS 6.4.2. Semua pasien yang masuk ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai dengan cakupan pelayanan yang di sediakan oleh rumah sakit6.4.3. Semua order pemeriksaan dan penunjang lain yang di order untuk pasien harus dituliskan oleh dokter (mengacu pada kebijakan Medical record)6.4.4. Pada pasien yang memerlukan tindakan pelayanan anaestesi mendapat perlakukan yang sama6.4.5. Proses asuhan pada pasien ditetapkan dengan pengkajian hingga evaluasi. Proses perencanaan dibuat berdasarkan pengkajian data awal yang dibuat berdasarkan kebutuhan pasien. Perencanaan asuhan dibuat tidak lebih dari 24 jam setelah pasien masuk perawatan.6.4.6. Dalam pelayanan medis, pemantauan dilakukan oleh Case Manager, antara lain:i. Diagnosa harus ditegakan paling lama 72 jam setelah pasein masuk rawatii. Menyarankan dilakukannya peninjauan kasus (Case review) pada pasien yang telah dirawat > 7 hari. Case review tersebut akan dihadiri oleh; DPJP, Dokter lain yang teribat, Sub Komite Mutu - Komite Medik Manager Medikiii. DPJP harus membuat Rencana perawatan (care plan) untuk setiap pasien yang dirawat6.4.7. DPJP harus melakukan pengkajian ulang (Re-assessment) pasien rawat inap sesuai dengan Kebijakan Pengkajian & Pengkajian Ulang Pasien6.4.8. Perkembangan asuhan pasien dievaluasi dan direvisi sesuai dengan pengkajian ulang yang dilakukan oleh setiap tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan.

6.5. Pasien dengan kebutuhan pelayanan keperawatan yang sama menerima pelayanan keperawatan yang setingkat diseluruh Rumah Sakit.6.5.1. Petugas dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.6.5.2. Tersedia stndar pelayanan medik dan standar asuhan keperawatan yang sama diseluruh unit pelayanan keperawatan 6.5.3. Semua pelayanan yang diberikan kepada pasien baik pelayanan medis maupun pelayanan perawatan terintegrasi dan di dokumentasikan dalam medical record pasien yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan.

7. IMPLEMENTASI DAN TRAININGTersedia standar pelayanan medik dan standar asuhan keperawatan di rumah sakit dan dijalankan oleh staff yang memberikan pelayanan.

8. MONITORING DAN KEPATUHANMonitoring dan kepatuhan terhadap kebijakan ini akan dilakukan melalui audit klinik.

9. DOKUMEN TERKAIT9.1. Kebijakan Penerimaan dan Akses Pasien9.2. Kebijakan Pengkajian dan Pengkajian Ulang Pasien9.3. Kebijakan Pelayanan Emergency

10. REFERENSI10.1. Undang Undang Republik Indonesia No 36 tahun 2009 tentang KesehataPANDUAN PELAYANAN KASUS EMERGENSIPENDAHULUAN

Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis, intensif, ditujukan untuk menghambat kematian kemudian, late, karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah trauma). Kematian dini diakibatkan gagalnya oksigenasi adekuat pada organ vital (ventilasi tidak adekuat, gangguan oksigenisasi, gangguan sirkulasi, dan perfusi end-organ tidak memadai), cedera SSP masif (mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat dan / atau rusaknya pusat regulasi batang otak), atau keduanya. Cedera penyebab kematian dini mempunyai pola yang dapat diprediksi (mekanisme cedera, usia, sex, bentuk tubuh, atau kondisi lingkungan). Tujuan penilaian awal adalah untuk menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera / kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai. Setiap bencana selalu menampilkan bahaya dan kesulitannya masing-masing. Yang akan dibicarakan berikut ini antara lain adalah petunjuk umum dalam mengelola korban bencana disamping untuk kegawatan sehari-hari. Mungkin diperlukan modifikasi oleh pemegang komando bila dianggap diperlukan perubahan.Bencana adalah setiap keadaan dimana jumlah pasien sakit atau cedera melebihi kemampuan sistem gawat darurat yang tersedia dalam memberikan perawatan adekuat secara cepat dalam usaha meminimalkan kecacadan atau kematian (korban massal), dengan terjadinya gangguan tatanan sosial, sarana, prasarana (Bencana kompleks bila disertai ancaman keamanan). Bencana mungkin disebabkan oleh ulah manusia atau alam. Keberhasilan pengelolaan bencana memerlukan perencanaan sistem pelayanan gawat darurat lokal, regional dan nasional, pemadam kebakaran / rescue, petugas hukum dan masyarakat.

Kesiapan rumah sakit serta kesiapan pelayanan spesialistik harus disertakan dalam mempersiapkan perencanaan bencana. Secara nasional kegiatan penanggulangan gawat darurat sehari-hari maupun dalam bencana diatur dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT S/B) yang harus diterapkan oleh semua fihak termasuk masyarakat awam, dibagi kedalam subsistem pra rumah sakit, rumah sakit dan antar rumah sakit.Proses pengelolaan bencana diatur dalam Sistem Komando Bencana. Kendali biasanya ditangan Bakornas-PB (Banas) / Satkorlak-PB / Satlak-PB, namun bisa juga pada penegak hukum seperti pada kasus kriminal / terorisme atau penyanderaan. Kelompok lain bisa membantu pemegang kendali. Jaringan transportasi dan komunikasi antar instansi harus sudah dimiliki untuk mendapatkan pengelolaan bencana yang berhasil.Tingkat respons atas bencana. Akan menentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian : Respons Tingkat I : Bencana terbatas yang dapat dikelola oleh petugas sistim gawat darurat dan penyelamat lokal tanpa memerlukan bantuan dari luar organisasi.

Respons Tingkat II : Bencana yang melebihi atau sangat membebani petugas sistim gawat darurat dan penyelamat lokal hingga membutuhkan pendukung sejenis serta koordinasi antar instansi. Khas dengan banyaknya jumlah korban.

Respons Tingkat III : Bencana yang melebihi kemampuan sumber sistim gawat darurat dan penyelamat baik lokal atau regional. Korban yang tersebar pada banyak lokasi sering terjadi. Diperlukan koordinasi luas antar instansi.TRIASE. Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat medik. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba / berada ditempat dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukan retriase. Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia, dan keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang mengharuskan peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera neurologis berat, tanda vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paru yang diderita sebelumnya. Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan dalam satu kelompok triase (misal pasien obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih dibanding amputasi traumatik yang stabil). Di UGD, disaat menilai pasien, saat bersamaan juga dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai dan menstabilkan pasien berkurang.Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana memaksimalkan jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasien cedera serius harus diabaikan hingga pasien yang kurang kritis distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan dengan baik.Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak digunakan. Tag Triase Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban. Triase dan pengelompokan berdasar Tagging. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat). Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan). Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis).Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan prioritas 0 sebagai. Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima (Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas.Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan pindahkan kekelompok sesuai.Triase Sistim METTAG. Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban. Resusitasi ditempat.Triase Sistem Penuntun Lapangan START. Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera. Resusitasi diambulans.Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START. Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama sesuai keadaan.

PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASEBila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi kemampuan pusat pelayanan, pasien dengan masalah mengancam jiwa dan cedera sistem berganda ditindak lebih dulu. Bila jumlah korban serta parahnya cedera melebihi kemampuan *) dst dibawah algoritmaAlgoritma Sistem START :

Hitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera), Kuning = Delayed (Tunda) ; Hijau = Minor.Semua korban diluar algoritma diatas : Kuning.Disini tidak ada resusitasi dan C-spine control.Satu pasien maks. 60 detik. Segera pindah kepasien berikut setelah tagging.Pada sistem ini tag tidak diisi, kecuali jam dan tanggal. Diisi petugas berikutnya.*) tenaga dan fasilitas pusat pelayanan, pasien dengan peluang hidup terbesar dengan paling sedikit manghabiskan waktu, peralatan dan persediaan, ditindak lebih dulu. Ketua Tim Medik mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders) untuk secara cepat menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan tindakan sesuai kode pada tag. (Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas triase, namun juga melakukan tindakan pasca triase setelah triase selesai).1. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.2. Tim tanggap pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan jumlah korban dan kebutuhan untuk menentukan tingkat respons yang memadai (Rapid Health Assessment / RHA).3. Beritahukan koordinator propinsi (Kadinkes Propinsi) untuk mengumumkan bencana serta mengirim kebutuhan dan dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian (dari kesimpulan RHA).4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :- Petugas Komando Bencana.- Petugas Komunikasi.- Petugas Ekstrikasi/Bahaya.- Petugas Triase Primer.- Petugas Triase Sekunder.- Petugas Perawatan.- Petugas Angkut atau Transportasi.5. Kenali dan tunjuk area sektor bencana :- Sektor Komando / Komunikasi Bencana.- Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).- Sektor Bencana.- Sektor Ekstrikasi / Bahaya.- Sektor Triase.- Sektor Tindakan Primer.- Sektor Tindakan Sekunder.- Sektor Transportasi.6. Rencana Pasca Kejadian Bencana :7. Kritik Pasca Musibah.8. CISD (Critical Insident Stress Debriefing).Sektor Tindakan Sekunder bisa berupa Sektor Tindakan Utama dimana korban kelompok merah dan kuning yang menunggu transport dikumpulkan untuk lebih mengefisienkan persedian dan tenaga medis dalam resusitasi-stabilisasi.

TINDAKAN DAN EVAKUASI MEDIK Tim Medik dari Tim Tanggap Pertama (bisa saja petugas yang selesai melakukan triase) mulai melakukan stabilisasi dan tindakan bagi korban berdasar prioritas triase, dan kemudian mengevakuasi mereka ke Area Tindakan Utama sesuai kode prioritas. Kode merah dipindahkan ke Area Tindakan Utama terlebih dahulu.TRANSPORTASI KORBAN Koodinator Transportasi mengatur kedatangan dan keberangkatan serta transportasi yang sesuai. Koordinator Transportasi bekerjasama dengan Koordinator Medik menentukan rumah sakit tujuan, agar pasien trauma serius sampai kerumah sakit yang sesuai dalam periode emas hingga tindakan definitif dilaksanakan pada saatnya. Ingat untuk tidak membebani RS rujukan melebihi kemampuannya. Cegah pasien yang kurang serius dikirim ke RS utama. (Jangan pindahkan bencana ke RS).PERIMETERPerimeter Terluar.Mengontrol kegiatan keluar masuk lokasi. Petugas keamanan mengatur perimeter sekitar lokasi untuk mencegah masyarakat dan kendaraan masuk kedaerah berbahaya. Perimeter seluas mungkin untuk mencegah yang tidak berkepentingan masuk dan memudahkan kendaraan gawat darurat masuk dan keluar. Jalur untuk Transport Korban Petugas keamanan bersama petugas medis menetapkan perimeter sekitar lokasi bencana yang disebut Zona Panas. Ditentukan jalur yang dinyatakan aman untuk memindahkan korban ke perimeter kedua atau zona dimana berada Area Tindakan Utama. Tidak seorangpun diizinkan melewati perimeter Zona Panas untuk mencegah salah menempatkan atau memindahkan pasien secara tidak aman tanpa izin. Faktor lain yang mempengaruhi kemantapan Zona Panas antaranya lontaran material, api, jalur listrik, bangunan atau kendaraan yang tidak stabil atau berbahaya.

Keamanan. Mengamankan penolong dan korban. Petugas keamanan mengatur semua kegiatan dalam keadaan aman bagi petugas rescue, pemadaman api, evakuasi, bahan berbahaya dll. Bila petugas keamanan melihat keadaan berpotensi bahaya yang bisa membunuh penolong atau korban, ia punya wewenang menghentikan atau merubah operasi untuk mecegah risiko lebih lanjut.Semua anggota Tim Tanggap Pertama dapat bekerja bersama secara cepat dan efektif dibawah satu sistem komando yang digunakan dan dimengerti, untuk menyelamatkan hidup, untuk meminimalkan risiko cedera serta kerusakan.

PENILAIAN AWAL. Penilaian awal mencakup protokol persiapan, triase, survei primer, resusitasi-stabilisasi, survei sekunder dan tindakan definitif atau transfer ke RS sesuai. Diagnostik absolut tidak dibutuhkan untuk menindak keadaan klinis kritis yang diketakui pada awal proses. Bila tenaga terbatas jangan lakukan urutan langkah-langkah survei primer. Kondisi pengancam jiwa diutamakan.

Survei Primer. Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control, breathing, circulation and hemorrhage control, disability, exposure/environment).Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan kesadaran. Tindakan bisa hanya membersihkan jalan nafas hingga intubasi atau krikotiroidotomi atau trakheostomi. Nilai pernafasan atas kemampuan pasien akan ventilasi dan oksigenasi. Temuan kritis bisa tiadanya ventilasi spontan, tiadanya atau asimetriknya bunyi nafas, dispnea, perkusi dada yang hipperresonans atau pekak, dan tampaknya instabilitas dinding dada atau adanya defek yang mengganggu pernafasan. Tindakan bisa mulai pemberian oksigen hingga pemasangan torakostomi pipa dan ventilasi mekanik. Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade kardiak, sumber perdarahan eksternal. Lihat vena leher apakah terbendung atau kolaps, apakah bunyi jantung terdengar, pastikan sumber perdarahan eksternal sudah diatasi. Tindakan pertama atas hipovolemia adalah memberikan RL secara cepat melalui 2 kateter IV besar secara perifer di ekstremitas atas. Kontrol perdarahan eksternal dengan penekanan langsung atau pembedahan, dan tindakan bedah lain sesuai indikasi. Tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan pemeriksaan motorik. Tentukan adakah cedera kepala atau kord spinal serius. Periksa ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya, kesimetrisannya. Cedera spinal bisa diperiksa dengan mengamati gerak ekstremitas spontan dan usaha bernafas spontan. Pupil yang tidak simetris dengan refleks cahaya terganggu atau hilang serta adanya hemiparesis memerlukan tindakan atas herniasi otak dan hipertensi intrakranial yang memerlukan konsultasi bedah saraf segera. Tidak adanya gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau kuadriplegia menunjukkan cedera kord spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal dan pemberian metilprednisolon bila masih 8 jam sejak cedera (kontroversial). Bila usaha inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi kord leher, lakukan intubasi endotrakheal. Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan mengontrol lingkungan segera. Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap. Pada saat yang sama mulai tindakan pencegahan hipotermia yang iatrogenik biasa terjadi diruang ber AC, dengan memberikan infus hangat, selimut, lampu pemanas, bila perlu selimut dengan pemanas.

Prosedur lain adalah tindakan monitoring dan diagnostik yang dilakukan bersama survei primer. Pasang lead ECG dan monitor ventilator, segera pasang oksimeter denyut. Monitor memberi data penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman, pasang pipa nasogastrik untuk dekompresi lambung serta mengurangi kemungkinan aspirasi cairan lambung. Katater Foley kontraindikasi bila urethra cedera (darah pada meatus, ekimosis skrotum / labia major, prostat terdorong keatas). Lakukan urethrogram untuk menyingkirkan cedera urethral sebelum kateterisasi.RESUSITASI DAN PENILAIAN KOMPREHENSIFFase Resusitasi. Sepanjang survei primer, saat menegakkan diagnosis dan melakukan intervensi, lanjutkan sampai kondisi pasien stabil, tindakan diagnosis sudah lengkap, dan prosedur resusitatif serta tindakan bedah sudah selesai. Usaha ini termasuk kedalamnya monitoring tanda vital, merawat jalan nafas serta bantuan pernafasan dan oksigenasi bila perlu, serta memberikan resusitasi cairan atau produk darah.Pasien dengan cedera multipel perlu beberapa liter kristaloid dalam 24 jam untuk mempertahankan volume intravaskuler, perfusi jaringan dan organ vital, serta keluaran urin. Berikan darah bila hipovolemia tidak terkontrol oleh cairan. Perdarahan yang tidak terkontrol dengan penekanan dan pemberian produk darah, operasi. Titik capai resusitasi adalah tanda vital normal, tidak ada lagi kehilangan darah, keluaran urin normal 0,5-1 cc/kg/jam, dan tidak ada bukti disfungsi end-organ. Parameter (kadar laktat darah, defisit basa pada gas darah arteri) bisa membantu.Survei Sekunder.Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase resusitasi. Pada saat ini kenali semua cedera dengan memeriksa dari kepala hingga jari kaki. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya, alergi dan medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir, kejadian sekitar kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan survei sekunder mengetahui mekanisme cedera, kemungkinan luka bakar atau cedera karena suhu dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis pasien secara umum. Pemeriksaan Fisik Berurutan.Diktum jari atau pipa dalam setiap lubang mengarahkan pemeriksaan. Periksa setiap bagian tubuh atas adanya cedera, instabilitas tulang, dan nyeri pada palpasi. Periksa lengkap dari kepala hingga jari kaki termasuk status neurologisnya.PEMERIKSAAN PENCITRAAN DAN LABORATORIUM.Pemeriksaan radiologis memberikan data diagnostik penting yang menuntun penilaian awal. Saat serta urutan pemeriksaan adalah penting namun tidak boleh mengganggu survei primer dan resusitasi. Pastikan hemodinamik cukup stabil saat membawa pasien keruang radiologi.Pemeriksaan Laboratorium saat penilaian awal.Paling penting adalah jenis dan x-match darah yang harus selesai dalam 20 menit. Gas darah arterial juga penting namun kegunaannya dalam pemeriksaan serial digantikan oleh oksimeter denyut. Pemeriksaan Hb dan Ht berguna saat kedatangan, dengan pengertian bahwa dalam perdarahan akut, turunnya Ht mungkin tidak tampak hingga mobilisasi otogen cairan ekstravaskuler atau pemberian cairan resusitasi IV dimulai.Urinalisis dipstick untuk menyingkirkan hematuria tersembunyi. Skrining urin untuk penyalahguna obat dan alkohol, serta glukosa, untuk mengetahui penyebab penurunan kesadaran yang dapat diperbaiki. Pada kebanyakan trauma, elektrolit serum, parameter koagulasi, hitung jenis darah, dan pemeriksaan laboratorium umum lainnya kurang berguna saat 1-2 jam pertama dibanding setelah stabilisasi dan resusitasi. PENUTUP.Indonesia adalah super market bencana. Semua petugas medis bisa terlibat dalam pengelolaan bencana. Semua petugas wajib melaksanakan Sistim Komando Bencana dan berpegang pada SPGDT-S/B pada semua keadaan gawat darurat medis baik dalam keadaan bencana atau sehari-hari. Semua petugas harus waspada dan memiliki pengetahuan sempurna dalam peran khusus dan pertanggung-jawabannya dalam usaha penyelamatan pasien.Karena banyak keadaan bencana yang kompleks, dianjurkan bahwa semua petugas harus berperan-serta dan menerima pelatihan tambahan dalam pengelolaan bencana agar lebih terampil dan mampu saat bencana sebenarnya.

RUJUKAN.1. Seri PPGD. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat / General Emergency Life Support (GELS). Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Cetakan Ketiga. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I. 2006.2. Penanggulangan Kegawatdaruratan sehari-hari & bencana. Departemen Kesehatan R.I. Jakarta : Departemen Kesehatan, 2006.3. Tanggap Darurat Bencana (Safe Community). Departemen Kesehatan R.I. Jakarta : Departemen Kesehatan, 2006.4. Prosedur Tetap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana dan Penaanganan Pengungsi. Departemen Kesehatan R.I. Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan. Tahun 2002.5. Advanced Trauma Life Support. Course for Physicians 6th. edition. American College of Surgeons, 55 East Erie Street, Chicago, IL 60611-2797.6. Multiple Casualty Insidents. Available at http://www.vgernet.net/bkand/state/multiple.html.

RSUD BESEMAHJln. Ais Nasution No. 3 Telp. (0730) 621036, Fax. (0730) 621798 Pagaralam

PEMBUATAN LAPORAN OPERASI

No. Dokumen

No. Revisi

Halaman

1/1

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Tanggal terbit

Ditetapkan oleh :Direktur RSUD Besemah

Lili Ernani, S.E., M.Kes.NIP : 196307141984102013

PENGERTIANPenulisan laporan operasi pada setiap tindakan pembedahan pada formulir yang telah ditentukan.

TUJUANMenguraikan tentang teknik pelaksanaan pembedahan dan temuan selama operasi.

KEBIJAKANPada setiap tindakan operasi harus dilakukan pelaporan operasi secara lengkap meliputi :1. Temuan selama operasi.2. Melakukan penghitungan kasa sebelum dan sesudah operasi.3. Pemasangan drainage.

PROSEDUR1. Perawat mengambil formulir laporan operasi yang tersedia.2. Perawat menulis nama pasien, umur, jenis kelaminm jenis operasi, diagnosa pre dan post operasi :2.1. MR.2.2. Tanggal.2.3. Teknik Pembedahan.2.4. Penghitungan kasa.2.5. Pembalutan.2.6. Drainage.2.7. Temuan operasi.2.8. Patologi.3. Orang yang terlibat staf bedah / anestesi, perawat instrumen.4. Dokter bedah / operator menuliskan laporan tindakan operasi secara narasi dan gambar.

UNIT TERKAIT Kamar Operasi. Ruang perawatan.

SOP PASIEN DENGAN KEADAAN TERMINAL

No. Dokumen :/ / /2012No. Revisi :Halaman :1/2

PROSEDUR TETAP

Tanggal Terbit :

2012

Ditetapkan :Kepala RSUD Dr Mohamad SalehKota Probolinggo

dr. Bambang Agus Suwignyo, M.MKes NIP. 19600715 198802 1 003

Pengertian

Keadaan Terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh.Kematian adalah suatu keadaan terputusnya hubungan tubuh dengan dunia luar yang ditandai dengan tidak adanya denyut nadi, tidak bernafas selama beberapa menit dan ketiadaan segala refleks, serta ketiadaan kegiatan otak dan sudah dinyatakan oleh dokter yang berwenang.

TujuanAgar pasien mendapatkan ketenangan dalam proses menuju kematian.

Kebijakan Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, profesional kepada masyarakat.

PROSEDUR

Melakukan asesmen Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian1. Kehilangan Tonus Otot,yang ditandai dengan : a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun. b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan. c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut kembung, obstipasi. d. Penurunan control spinkter urinari dan rectal. e. Gerakan tubuh yang terbatas.2. Kelambatan dalam Sirkulasi, yang ditandai dengan : a. Kemunduran dalam sensasi. b. Cyanosis pada daerah ekstermitas. c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.3. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital a. Nadi lambat dan lemah. b. Tekanan darah turun. c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.4. Gangguan Sensori a. Penglihatan kabur. b. Gangguan penciuman dan perabaan.

Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal1. Pupil mata melebar.2. Tidak mampu untuk bergerak.3. Kehilangan reflek.4. Nadi cepat dan kecil.5. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.6. Tekanan darah sangat rendah7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.

Tanda-tanda Meninggal secara klinis:1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.3. Tidak ada reflek.4. Gambaran mendatar pada EKG.