111
PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT MINANGKABAU DI NAGARI CAMPAGO KABUPATEN PADANG PARIAMAN SETELAH BERLAKUNYA PASAL 7 UU NO. 56/Prp/1960 T E S I S Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat S 2 Disusun Oleh : ALIASMAN,SH B4B 003 048 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2005

PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

  • Upload
    lydien

  • View
    237

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM

MASYARAKAT HUKUM ADAT MINANGKABAU DI NAGARI CAMPAGO

KABUPATEN PADANG PARIAMAN SETELAH BERLAKUNYA PASAL 7 UU NO. 56/Prp/1960

T E S I S

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat S 2

Disusun Oleh :

ALIASMAN,SH B4B 003 048

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG 2005

Page 2: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

PENGESAHAN

PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT MINANGKABAU

DI NAGARI CAMPAGO KABUPATEN PADANG PARIAMAN SETELAH BERLAKUNYA PASAL 7 UU NO. 56/Prp/1960

Disusun

Oleh :

ALIASMAN,SH

B4B 003 048

Telah disetujui untuk dipertahankan di depan Tim Penguji

Pada Tanggal 20 Desember 2005 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.

Mengetahui :

Pembimbing Utama, Pembimbing II, Prof.IGN.Sugangga. SH Sukirno. SH. M.Si NIP. 130 359 063 NIP. 131 875 449

Ketua Program Studi

Mulyadi,S.H,.M.S.NIP. 130 529 429

Page 3: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil

pekerjaan saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar disuatu

Perguruan Tinggi dan Lembaga Pendidikan lainnya.

Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang

belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan

daftar pustaka

Semarang, 20 Desember 2005

Yang menyatakan,

ALIASMAN. SH

Page 4: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Dan janganlah kamu Campurkan kebenaran dengan Yang bathil dan (janganlah) Kamu sembunyikan kebenaran Itu, sedangkan kamu mengetahuinya (Surat Al-Bagarah 42)

Motto Sesungguhnya sesudah Kesulitan itu ada kemudahan, apa Bila kamu telah selesai dengan suatu pekerjaan maka kerjakanlah pekerjaan yang lain dengan sungguh-sungguh.

Kupersembahkan : Untuk kedua orang tua, Istri, & anakku Adik, kemenakan serta handai taulan.

Page 5: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

ABSTRAK

PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT MINANGKABAU DI NAGARI CAMPAGO KABUPATEN PADANG

PARIAMAN SETELAH BERLAKUNYA PASAL 7 UU NO. 56/PRP/1960

Tanah dalam masyarakat Hukum Adat Minangkabau merupakan harta kekayaan yang selalu dipertahankan, karena wibawa kaum akan sangat ditentukan, oleh luasnya tanah yang dimiliki, begitu halnya dalam menentukan asli atau tidaknya seseorang (suatu kaum) berasal dari suatu daerah. Oleh sebab itu soal tanah tidak dapat diabaikan begitu saja, tingginya nilai seseorang bersangkut paut dengan tanah. Maka sebab itu tanah di Minangkabau tidak boleh dipindah tangankan baik dalam bentuk menggadaikannya, apalagi menjualnya.

Menurut Hukum Adat Minangkabau memindah tangankan tanah itu baru boleh dilaksanakan apabila ada keadaan yang mendesak, yaitu dalam hal membahayakan atau akan mendatangkan aib bagi keluarga matrilinialnya. Hal tersebut adalah : Rumah besar bocor karena tidak ada atap, Gadis yang telah dewasa belum bersuami atau janda dapat malu, Mayat terbaring ditengah rumah tidak ada kain kapan, Menegakkan adat yang tidak berdiri.

Adapun tujuan dikeluarkannya ketentuan gadai menurut Pasal 7 UU. No.56/Prp/1960 ini adalah untuk menghindarkan terjadi penghisapan manusia oleh manusia, hal ini dalam praktek gadai yang terjadi di Pulau Jawa terlihat sangat merugikan pihak pemilik tanah, karena terdesak kebutuhan uang mereka menggadaikan tanahnya, sehingga mereka terikat pada lintah darat yang bertindak sebagai pelepas uang, akan tetapi di Minangkabau dari dahulu sampai sekarang tidak demikian halnya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris digunakan untuk memberikan gambaran secara kualitatif tentang pelaksanaan gadai dalam masyarakat Hukum Adat Minangkabau di Nagari Campago Kabupaten Padang Panaman setelah berlakunya Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960 dalam praktek. Dalam melakukan pendekatan yuridis empiris metode .yang digunakan adalah gabungan metode kualitatif dengan kuantitatif.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan gadai tanah dalam Masyarakat Hukum Adat Minangkabau Nagari Campago Kabupaten Padang Pariaman setelah berlakunya Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960 adalah gadai di Minangkabau (Nagari Campago) ini akan tetap berlangsung menurut Hukum Adatnya dan statusnya tetap ada, walaupun dewasa ini telah berlaku Hukum Nasional (Pasal 7 UU. No. 56/Prp/1960) akan tetapi Hukum Nasional ini disingkirkan oleh Hukum Adatnya sendiri. Di Minangkabau gadai itu dilakukan atas nama keluarga, dilakukan antara satu pemilik dan fungsinya untuk melakukan tolong-menolong sehingga tidak ada, unsur pemerasan harga gadai hampir menyama/bahkan menyamai harga jual tanah dan sipemberi gadai adalah pihak yang kaya atas tanah sedangkan pemegang gadai adalah pihak yang lemah atas tanah, disamping itu ketentuan adat, gadai itu harus ditebus. Untuk masa selanjutannya sebaiknya gadai di Minangkabau itu dilarang saja, karena tujuan gadai itu lebih berbau konsumtif yakni untuk menutupi apa yang dianggap memalukan.

v

Page 6: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul :

“PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT

HUKUM ADAT MINANGKABAU DI NAGARI CAMPAGO

KABUPATEN PADANG PARIAMAN SETELAH BERLAKUNYA

PASAL 7 UU No. 56/Prp/ 1960.”

Penulisan tesis ini dimaksudkan sebagai salah satu persyaratan guna

menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotaritan Universitas

Diponegoro Semarang.

Meskipun telah berusaha seoptimal mungkin, penulis berkeyakinan

tesis ini masih jauh dari sempurna dan harapan, oleh karena keterbatasan

ilmu pengetahuan, waktu, tenaga serta literatur bacaan. Namun dengan

ketekunan, tekad dan rasa ingin tahu dalam pengembangan ilmu

pengetahuan, akhirnya penulis dapat menyelesaikannya.

Penulis sangat menyadari, bahwa tesis ini juga dapat diselesaikan

dengan bantuan yang sangat berarti dari berbagai pihak. Segala bantuan,

budi baik dan uluran tangan berbagai pihak yang telah penulis terima baik

dalam studi maupun dari tahap persiapan penulisan sampai tesis ini

terwujud tidak mungkin disebutkan satu persatu.

xii

Page 7: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Meskipun hanya beberapa nama yang disebutkan disini, tidak berarti

bahwa penulis melupakan yang lain. Tanpa dukungannya tidak mungkin

penulisan tesis ini dapat terselesaikan.

Rasa hormat dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak-

pihak yang telah membantu, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di

Program Magister Kenotariatan Pascasarjana Universitas Diponegoro dan

sewaktu penelitian guna penulisan tesis ini, antara lain kepada :

1. Bapak Prof. Ir. Eko Budiharjo, M.Sc, selaku Rektor Universitas

Diponegoro Semarang.

2. Bapak Prof. Dr. dr. Soeharyo Hadisaputro, Sp.PD(K), selaku Direktur

Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.

3. Bapak H. Achmad Busro, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Diponegoro.

4. Bapak H.Mulyadi, S.H., M.S., selaku Ketua Program Studi Magister

Kenotariatan Universitas Diponegoro.

5. Bapak Yunanto, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program Bidang

Akademik Program Studi Magister Kenotariatan Universitas

Diponegoro.

6. Bapak Budi Ispriyarso, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program

bidang Administrasi Umum dan Keuangan Program Studi Magister

Kenotariatan Universitas Diponegoro.

xiii

Page 8: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

7. Bapak Prof. I.G.N Sugangga S.H., selaku dosen pembimbing utama

tesis. Dengan sabar telah meluangkan waktu dan mengarahkan penulis

dalam penyusunan tesis ini.

8. Bapak Sukirno S.H., M.Si., selaku dosen pembimbing kedua tesis.

Dengan sabar telah meluangkan waktu dan mengarahkan penulis dalam

penyusunan tesis ini.

9. Bapak H. Achmad Chulaemi, S.H., selaku reviewer proposal dan

sekaligus dosen penguji.

10. Ibu A. Siti Soetami, S.H., selaku Dosen Wali Penulis.

11. Para Guru Besar beserta Bapak/Ibu dosen pada Program Studi Magister

Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro yang telah

dengan tulus memberikan ilmunya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan studi di Program Magister Kenotariatan.

12. Staf Administrasi Program Studi Magister Kenotariatan Universitas

Diponegoro yang telah memberikan bantuan selama penulis mengikuti

perkuliahan.

13. Uni Dr. Hermayulis. SH. M.S sebagai motivator dan yang memberikan

input (masukkan) dalam penulisan tesis ini

14. Rekan-rekan mahasiswa/wi Magister Kenotariatan Universitas

Diponegoro dari angkatan tahun 2001, tahun 2002, tahun 2003, tahun

2004, tahun 2005 yang telah begitu banyak membantu, mendorong dan

menjadi mitra diskusi selama penulis menjadi mahasiswa hingga

xiv

Page 9: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

menyelesaikan tesis ini, khususnya rekan-rekan Minang Maimbau di

Barak 22 dan 29 Tegal Sari Barat Semarang dan Tegal Wareng II no.

151 Semarang (KUNE dan ABSAR) dan kawan-kawan.

15. Bapak-bapak dan Ibu-ibu serta pemuda/pemudi Karang Taruna Tegal

Sari Barat Rt 001/ Rw 013, kelurahan Tegal Sari, Kecamatan Candi,

Kota Semarang.

16. Bapak Herman Nurman, SH, Ketua Pengadilan Negeri Kelas IB

Kabupaten Padang Pariaman Sumatera Barat.

17. Bapak Suhaimi Zein Wk.DT.Lelodirajo, Wali Nagari Campago.

18. Bapak A.L. RKY. Maharajo Satie Ketua Kerapatan Adat Nagari

Kecamatan V Koto Kampung Dalam.

19. Masyarakat Adat Ninik Mamak Nagari Campago.

20. Kepada semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya dari lubuk hati yang tulus dan ikhlas kepada ayahnda Mek. Tasin

(almarhum) dan Ibunda Hj. Anyar serta istri tercinta Ir. Hj. T.Reni

Suryana dan anakku tersayang Muhammad Hafizh Naufal atas segala

kasih sayang, ketabahan, pengorbanan dan doanya yang telah senantiasa

mengiring langkah kehidupan penulis. Rasa terima kasih penulis kepada

kakanda Drs. Boy Irawan, Zakirman, Drs. Syaiful Rahman, Erwin,

Salman dan adik tercinta Hj. Erfanetti, semua kakak ipar, adik ipar,

xv

Page 10: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

keponakan, yang telah banyak memberikan dorongan dan semangat dalam

menyelesaikan studi penulisan tesis ini.

Akhir kata, penulis sangat menyadari penulisan tesis ini masih jauh

dari sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah S.W.T, maka

dari itu penulis dengan tulus hati, lapang dada dan tangan terbuka

menerima segala kritikan yang bermanfaat untuk melengkapi segala

kekurangan yang ada. Bagaimanapun juga, besar harapan penulis agar

kiranya penulisan tesis ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi

para pembaca serta penulisan-penulisan selanjutnya, semoga Allah S.W.T

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, Amin

Semarang, 20 Desember 2005

P e n u l i s

xvi

Page 11: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERNYATAAN

HALAMAN MOTTO

ABSTRAK--------------------------------------------------------------------- v

ABSTRACT ------------------------------------------------------------------- vi

KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------- vii

DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------ xii

DAFTAR TABEL ------------------------------------------------------------ xv

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang --------------------------------------------------- 1

1.2. Perumusan masalah ---------------------------------------------- 6

1.3. Tujuan Penelitian ------------------------------------------------- 7

1.4. Manfaat Penelitian ----------------------------------------------- 7

1.5. Sistematika Penulisan-------------------------------------------- 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 . Pengertian Gadai ------------------------------------------------- 10

2.2 . Jenis-Jenis Gadai ------------------------------------------------- 13

2.3 . Sifat Hubungan Gadai ------------------------------------------- 16

2.4 . Terjadinya Gadai ------------------------------------------------- 20

xvii

Page 12: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

2.5 . Hak dan Kewajiban penerima Gadai -------------------------- 20

2.6 . Hapusnya Gadai -------------------------------------------------- 23

2.7 . Peraturan Hak Gadai --------------------------------------------- 25

2.8 . Gadai Tanah Dalam Masyarakat Hukum Adat

Minangkabau------------------------------------------------------ 27

2.9 . Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum --- 37

BAB. III METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pendekatan ---------------------------------------------- 43

3.2. Spesifikasi Penelitian -------------------------------------------- 44

3.3. Populasi Dan Sampel -------------------------------------------- 45

3.3.1. Populasi-------------------------------------------------------- 45

3.3.2. Sampel --------------------------------------------------------- 45

3.4. Teknik Pengumpulan Data ------------------------------------- 46

3.5. Metode Analisis Data -------------------------------------------- 47

BAB. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ------------------------- 49

4.1.1. Sejarah Pembentukan Nagari Campago------------------ 52

4.1.2. Letak Geografis----------------------------------------------- 59

4.1.3. Demografi ----------------------------------------------------- 60

4.1.4. Agama --------------------------------------------------------- 61

4.1.5. Pendidikan ---------------------------------------------------- 62

4.1.6. Keadaan Perekonomian ------------------------------------- 64

xviii

Page 13: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

4.2. Hasil Penelitian -------------------------------------------------- 66

4.2.1. Sistim Dan Proses Gadai Menurut Adat Minangkabau

Di Nagari Campago------------------------------------------ 66

4.2.2. Pelaksanaan Gadai Tanah Dalam Masyarakat Hukum

Adat Minangkabau Di Nagari Campago Kabupaten

Padang Pariaman Setelah Berlakunya Pasal 7 UU

No.56/Prp/1960----------------------------------------------- 68

4.2.3. Faktor-Faktor Yang Menghambat Penerapan Pasal 7

UU No. 56 /Prp/1960. --------------------------------------- 73

4.3. Pembahasan ------------------------------------------------------- 76

4.3.1. Pelaksanan Gadai Tanah Dalam Masyarakat Hukum

Adat Minangkabau Di Nagari Campago Kabupaten

Padang Pariaman Setelah Berlakunya UU No.

56/Prp/1960 --------------------------------------------------- 76

4.3.2. Faktor-Faktor Yang Menghambat Penerapan Pasal 7

UU No. 56/Prp/1960. ---------------------------------------- 85

BAB. V PENUTUP

5.1. Kesimpulan-------------------------------------------------------- 90

5.2. Saran-Saran ------------------------------------------------------- 92

DAFTAR PUSTAKA -------------------------------------------------------- 94

LAMPIRAN-LAMPIRAN -------------------------------------------------- 98

xix

Page 14: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Jumlah Sekolah yang ada pada Nagari

Campago .......................................................... 64

Tabel 2 : Pengetahuan masyarakat tentang di berlakukannya Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960... 70

Tabel 3 : Pendapat responden tentang aturan

penghapusan gadai............................................ 70 Tabel 4 : Pendapat responden cara menebus gadai jika

gadai harus ditebus. ......................................... 71 Tabel 5 : Pendapat tentang pasal 7 UU No. 56

/Prp/1960. Negara mengatur bahwa setelah 7 tahun gadai tidak perlu ditebus. ........................ 72

Tabel 6 : Pendapat responden didalam hukum adat

gadai perlu Ditebus ........................................... 74 Tabel 7 : Pendapat responden tentang pada ada

masyarakat di Nagari Campago masih ada keharusan bahwa setiap gadai harus ditebus. ... 75

Tabel 8 : Pendapat responden tentang “Apakah gadai

harus dihapus ................................................... 76

xx

Page 15: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia dan

merupakan suatu faktor yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia,

terlebih-lebih di lingkungan masyarakat Sumatera Barat yang sebagian

besar penduduknya menggantungkan hidup dan penghidupan dari tanah.

Negara Indonesia merupakan negara agraris, dimana tanah sangat

menentukan bagi kelangsungan hidup rakyat. Hal ini dapat dilihat

dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi :

“ Bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan diperuntukan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Pasal tersebut di atas merupakan dasar/landasan bagi lahirnya

Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar-Dasar

Pokok Agraria, yang diberlakukan pada tanggal 24 September 1960

dengan lembaran negara 104 tahun 1960 itu telah meletakan dasar-dasar

pokok dari hukum Agraria Nasional itu memuat perubahan-perubahan

yang mendasar dan drastis dari stel sel hukum Agraria hingga saat

terakhir dan merupakan Hukum Agraria Nasional yang berlaku untuk

seluruh Indonesia.

1

Page 16: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Pemanfaatan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

merupakan “condition sine quanon”. Guna mencapai tujuan ini

diperlukan campur tangan pemerintah sebagaimana yang ditegaskan

dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yaitu “tanah dikuasai oleh negara

dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara

adil dan merata”.

Minangkabau adalah suatu wilayah di Indonesia dimana dapat

dijumpai masyarakat yang didasarkan pada tertib hukum ibu, atau

sering disebut dengan sistem matrilineal. Menurut Ch. Winick, seperti

yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, yang disebut dengan prinsip

garis keturunan matrilineal atau yang oleh beliau disebut sebagai

matrilineal descent yaitu :

“Referring to the transmission authority, inheritancc, or descent primarily through females “ 1

Berbicara mengenai masalah tanah di Minangkabau berarti

membicarakan pula masalah hukum adat Minangkabau. Hal ini

disebabkan karena masalah tanah adalah bagian yang tidak terpisahkan

dari hukum adat Minangkabau itu sendiri. Tanah ulayat sama tuanya

dengan masyarakat hukum adat Minangkabau itu. Hubungan antara

keduanya adalah hubungan yang tidak bisa dipisahkan, karena tanah

merupakan salah satu faktor yang mempersatukan orang Minangkabau.

2

1 Soerjono dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, Jakarta 1986, hal. 60.

Page 17: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Demikian eratnya hubungan tersebut, sehingga jika masyarakat

hukum adat berubah maka hukum tanahnya akan berubah, dan hukum

itu akan tetap, jika masyarakatnya tidak mengalami perubahan, jadi

dimanapun orang Minangkabau berada mereka diikat oleh satu faktor

kesatuan hukum tanah.

Menurut adat Minangkabau, di bumi Minangkabau tidak terdapat

sejengkal tanahpun yang tidak berpunya. Berapapun luasnya tanah

tersebut tetap ada penguasanya, baik oleh suatu kaum sebagai hak

ulayat, maupun oleh perorangan yang merupakan harta pencarian. Akan

tetapi tidak terlepas dari pengaruh kaum, dimana orang yang

bersangkutan menjadi anggotanya.

Tanah dalam masyarakat hukum adat Minangkabau merupakan

harta kekayaan yang selalu dipertahankan, karena wibawa kaum akan

sangat ditentukan oleh luasnya tanah yang dimiliki, begitu juga halnya

dalam menentukan asli atau tidaknya seseorang (suatu kaum) berasal

dari suatu daerah. Asli atau tidaknya seseorang berasal dari suatu daerah

ditandai dengan :

“Ado tapian tampek mandi, (ada tepian tempat mandi) Ado basasok bajarami, (ada sawah yang menghasilkan) Ado bapandam pakuburan, (ada tanah yang khusus digunakan untuk makam keluarga)”

3

Page 18: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Kalau seseorang berdiam di Minangkabau tidak mempunyai

pandam pekuburan, tidak punya tanah perumahan, tidak punya sawah

ladang, dan tidak punya tempat tepian mandi tidaklah ia orang

Minangkabau asli, walaupun ia banyak mempunyai harta yang lain.

Sebab itu soal tanah tidak dapat diabaikan begitu saja. Tingginya nilai

seseorang bersangkut paut dengan tanah. Oleh sebab itu tanah di

Minangkabau tidak boleh dipindah tangankan baik dalam bentuk

menggadaikannya, apalagi menjualnya. Menurut adat Minangkabau

memindah tangankan tanah itu baru boleh dilaksanakan apabila ada

keadaan yang mendesak, yaitu dalam hal membahayakan atau akan

mendatangkan aib bagi keluarga matrilinealnya.

Hal-hal tersebut adalah :

a. Rumah gadang ketirisan, (rumah besar bocor karena tidak ada atap).

b. Gadih gadang atau jando indak balaki (Gadis yang telah dewasa

atau janda tidak bersuami).

c. Mayik tabujui ditangah rumah (Mayat terbaring ditengah rumah

karena tidak ada kain kapan).

d. Managakkan batang tarandam (Menegakkan adat yang tidak

berdiri).

Kalau tidak karena hal tersebut diatas sekali-sekali tidak boleh

sawah ladang digadaikan atau dijual. Sekali-sekali tidak boleh sawah

4

Page 19: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

ladang itu dijadikan perdagangan. Kalau terjadi pegang gadai itu adalah

sifat sosial (tolong-menolong) untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang

tersebut diatas, sehingga disini tidak ada unsur pemerasan. Gadai di

Minangkabau selalu ditebusi, tanpa terikat pada suatu jangka waktu

tertentu. Hal ini sesuai dengan ketentuan adat yang berbunyi “Gadai

ditabui, jua dipalalui” (gadai ditebus, jual dibiarkan berlalu) yang

“artinya gadai harus ditebus kembali sedangkan dalam jual beli lepas

begitu saja tidak ada batas waktunya”.

Menurut Pasal 7 Undang-Undang No.56/Prp/1960 dikatakan

“barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai sejak

berlakunya peraturan ini (yaitu tanggal 1 Januari 1961) sudah

berlangsung 7 (tujuh) tahun atau lebih, wajib mengembalikan tanah itu

kepada pemilik dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai

dipanen dengan tidak ada hak untuk menuntut pembayaran uang

tebusan dan barang siapa melanggar, maka dapat dihukum dengan

hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan/atau denda sebanyak-

banyaknya Rp 10.000,-“. Adapun tujuan dari ketentuan ini adalah

untuk menghindarkan terjadinya penghisapan manusia oleh manusia.

Praktek-praktek gadai yang terjadi dipulau Jawa terlihat sangat

merugikan pihak pemilik tanah. Karena terdesak kebutuhan uang

mereka menggadaikan tanahnya, sehingga mereka akan terikat kepada

5

Page 20: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

lintah darat yang bertindak sebagai pelepas uang. Akan tetapi di

Minangkabau dari dahulu sampai sekarang tidak demikian halnya.

Apabila terjadi sengketa antara kaum mengenai gadai tanah di

Minangkabau biasanya masalah tersebut diselesaikan secara adat

melalui musyawarah. Dalam pepatah adat disebut “bajanjang naiek

batanggo turun” (berjenjang naik bertangga turun) yang artinya bahwa

untuk menyelesaikan persengketaan tersebut dilakukan melalui suatu

proses yang bertingkat-tingkat. Apabila penyelesaian secara adat ini

tidak mungkin untuk dilaksanakan atau tidak dapat mengambil suatu

keputusan, maka barulah penyelesaian dilangsungkan melalui

Pengadilan Negeri.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Pelaksanaan Gadai Tanah Dalam Masyarakat Hukum

Adat Minangkabau di Nagari Campago Setelah Berlakunya Pasal 7

Undang-Undang No. 56/Prp/1960 ?

2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat penerapan Pasal 7 UU

No.56/Prp/1960 ?

1.3. Tujuan Penelitian

6

Page 21: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Dalam tujuan penelitian ini untuk mengetahui :

1. Pelaksanaan gadai tanah dalam Masyarakat Hukum Adat

Minangkabau di Nagari Campago setelah berlakunya Pasal 7

Undang-Undang No. 56/Prp/1960 terhadap

2. Faktor-faktor yang menghambat penerapan Pasal 7 Undang-

Undang No. 56/Prp/1960.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat ilmiah yaitu hasil penelitian ini akan dapat

menyumbangkan ilmu pengetahuan dalam pengembangan ilmu

hukum tentang masalah pengaturan gadai tanah di Minangkabau dan

dapat juga secara umum sebagai sumbangan bagi ilmuwan atau

dapat merupakan sebagai bahan bacaan bagi pendidik dan dosen

bidang Hukum Adat pada khususnya.

2. Manfaat praktis dalam hal ini bermanfaat bagi pemecahan dengan

solusi yang tepat bila timbul komplik tentang pelaksanaan

gadai tanah dalam Masyarakat Hukum Adat Minangkabau

di Nagari Campago Setelah Berlakunya Pasal 7 Undang - Undang

No. 56 /Prp/ 1960.

7

Page 22: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

1.5 . Sistematika Penulisan

Untuk menyusun tesis ini peneliti membahas dan menguraikan

masalah, yang dibagi dalam 5 (lima) bab termasuk didalamnya bab-bab

pendahuluan dan penutup.

Adapun yang dimaksud dari pada pembagian tesis ini bab-bab

dan sub bab adalah dalam penjelasan dan menguraikan setiap

permasalahan dapat jelas dan di mengerti.

Bab I : Mengenai Pendahuluan, yang terdiri dari 5 (lima) sub-bab. Bab

ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan antara lain Latar

Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka yang terdiri dari 9 (sembilan) sub-bab yaitu

Pengertian Gadai, Jenis-Jenis Gadai, Sifat Hubungan Gadai, Terjadinya

Gadai, Hak dan Kewajiban Penerima Gadai, Hapusnya Gadai, Peraturan

Hak Gadai, Gadai Tanah Dalam Masyarakat Adat Minangkabau dan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.

Bab III: Metode Penelitian yang terdiri dari 5 (lima) sub bab yaitu

metode Pendekatan, Spesifikasi Penelitian, Populasi Dan Sampel Dan

Teknik Pengumpulan Data serta Metode Analisis Data.

Bab IV: Pembahasan Hasil Penelitian yang didapat dari data primer dan

data sekunder tersebut dirangkum dalam 4 (empat) sub-bab yaitu:

8

Page 23: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Gambar Umum Mengenai Daerah Penelitian, Hasil Penelitian,

Pelaksanaan Gadai Tanah Dalam Masyarakat Hukum Adat

Minangkabau di Nagari Campago Kabupaten Padang Pariaman Setelah

Berlakunya Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960, Faktor–faktor menghambat

dalam penerapannya Pasal 7 UU No.56/Prp/1960 .

Bab V : Kesimpulan dan Saran, yang memuat kesimpulan dan saran

dari hasil penelitian ini, dan diakhiri dengan Lampiran-lampiran yang

terkait dengan hasil penelitian yang ditemukan dilapangan yang

dipergunakan sebagai pembahasan atas hasil penelitian.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

9

Page 24: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

2.1. Pengertian Gadai

Peristilahan jual gadai pada orang Minangkabau disebut

“Manggadai” pada orang Jawa disebut “adol sende” pada orang Sunda

disebut “ngajual akad” gade, pada orang Batak disebut “dondon atau

sindor”.

Istilah-istilah ini dulu oleh orang Belanda diterjemahkan dengan

istilah: verkoop met beding van werder inkoop” (menjual dengan syarat

untuk membeli kembali), istilah ini muncul karena salah pengertian

tentang istilah jual dalam kata jual gadai menurut hukum adat.

Perkataan jual menurut hukum adat berarti menyerahkan

(over dragen) jadi tidak identik dengan perkataan verkoop dalam bahasa

Belanda. Dalam perkataan verkoop tersinggung pengertian

berpindahnya hak milik. Dilain pihak istilah verkoop seolah-olah pihak

pertama terikat pada suatu jangka waktu, yang berarti bilamana jangka

waktu telah lewat maka pihak kedua menjadi pemilik tanah yang

bersangkutan, sedang dalam lembaga jual gadai tidaklah demikian

halnya.2

Kemudian di bawah pengaruh C. Van Vollenhoven istilah itu

diterjemahkan dengan istilah grondverpanding (gadai tanah). Dengan

demikian jual gadai adalah:

10

2 Djaren Saragih, Penghantar Hukum adat Indonesia, Tarsito Bandung 1984. Hal 92

Page 25: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

“Suatu transaksi dimana seseorang menyerahkan sebidang tanah kepada seorang lain dengan menerima sejumlah uang tertentu dengan ketentuan bahwa tanah tersebut akan kembali kepada pihak pemilik tanah, dengan mengembalikan jumah uang yang diterimanya dari pihak kedua”3

Sedangkan gadai menurut para sarjana adalah :

a. Menurut Iman Sudiyat Menjual gadai (Indonesia), menggadai

(Minangkabau) adol sande (Jawa), ngajual akad/gade (Sunda), yaitu

: 4

“Penyerahan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai, dengan ketentuan : sipenjual tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali”.

b. Menurut Boedi Harsono gadai adalah : 5

“Hubungan hukum antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang telah menerima uang-gadai dari padanya. Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah tersebut dikuasai oleh “pemegang gadai”. Selama itu hak tanah seluruhnya menjadi hak pemegang gadai. Pengembalian uang gadai atau yang lazim disebut “penebusan”, tergantung pada kemauan dan kemampuan pemelik tanah yang menggadaikan. Banyak gadai yang berlangsung bertahun-tahun, bahkan sampai puluhan tahun karena pemilik tanah belum mampu melakukan penebusan.”

Jadi dalam jual gadai terdapat dua pihak, pihak yang

menyerahkan tanah, atau pihak pemberi gadai dan pihak kedua adalah

pihak menerima tanah atau pihak penerima gadai. Pihak penerima gadai

inilah yang harus menyerahkan sejumlah uang tertentu.

11

3 Djaren Saragih, Ibid, Hal. 93 4 Iman Sudiat, Hukum adat, Sketsa Hukum Adat, Liberti Yoyakarta 1981, Hal. 28. 5 Boedi Harsono, Hukum agraria Indonesia, Jilid 1 Jambatan Jakarta 2002, Hal. 394

Page 26: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Menurut Undang-Undang No. 56/Prp/1960 gadai menggadai

yang terjadi sebelum UUPA menurut Pasal 7 maka gadai yang telah

berumur 7 tahun atau lebih, sipemiliknya dapat meminta kembali setiap

waktu setelah panen, tetapi berumur kurang dari 7 tahun harus ditebus

dengan uang tebusan berdasarkan rumus :

(7 + ½) - waktu berlangsung hak gadai x uang gadai 7

dengan ketentuan bahwa sewaktu-waktu hak gadai itu telah berlangsung

7 tahun maka pemegang gadai wajib mengembalikan tanahnya tersebut

tanpa pembayaran uang tebusan, dalam waktu sebulan setelah tanaman

yang ada selesai dipanen.

Hanya tanah hak milik yang dapat digadaikan. Hak gadai bukan

hak jaminan atau hak tanggungan sebagaimana berlaku pada

hipotik/creditverband, sebab dalam gadai-menggadai tanah yang

digadaikan beralih kekuasaannya, beralih pengnikmatinya kepada

pemegang gadai selama masa sebelum ditebusi secara sempurna,

sedangkan dalam hak tanggungan tanahnya tetap dinikmati oleh pemilik

asal.

2.2. Jenis-Jenis Gadai

Pada prinsipnya dalam gadai tanah waktu penebusan terserah

kepada penggadai tanpa ada batas waktu atau daluarsa bahkan hak

12

Page 27: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

untuk menebus berpindah kepada ahli waris si pemberi gadai kecuali

diperjanjikan lain. Berdasarkan waktu penebusannya, maka jenis gadai

itu dapat dibedakan atas :

1. Gadai biasa, disini gadai tanah dapat ditebus oleh sipenggadai setiap

saat, pembatasannya adalah 1 tahun panen atau apabila diatas tanah

masih terdapat tumbuh-tumbuhan yang belum dipetik hasil-

hasilnya.

2. Pada gadai jangka waktu, biasanya dibedakan antara gadai jangka

waktu larang tebus dengan gadai jangka waktu wajib tebus.

Deskripsinya adalah, sebagai berikut :

a. Gadai jangka waktu larang tebus terjadi apabila antara penggadai

dengan penerima gadai ditentukan, bahwa untuk jangka waktu

tertentu penggadai dilarang menebus tanahnya. Dengan demikian

maka, apabila jangka waktu tersebut telah lalu menjadi gadai

biasa.

b. Gadai jangka waktu wajib tebus, yakni gadai dimana oleh

penggadai dan penerima gadai ditentukan, bahwa setelah jangka

waktu tertentu, tanah harus ditebus oleh penggadai. Apabila

tanah tersebut tidak ditebus, maka hilanglah hak penggadai atas

tanahnya, sehingga terjadi jual lepas. Akan tetapi jual lepas

tersebut tidak memenuhi syarat, oleh karena :

13

Page 28: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

(i) Tidak terang.

(ii) Tidak memperhatikan hak utama langsung dan hak utama

tidak langsung.

(iii) Penggadai yang mempunyai kedudukan lemah sangat

dirugikan, oleh karena tanah dijual lepas dengan harga yang

sangat rendah.

Di Tapanuli dikenal pula macam gadai lainnya, yang lazim disebut

dondon susut atau gadai susut. Pada gadai susut, maka penebusan tanah

dilakukan dengan jalan mencicil dengan hasil panen dari tanah yang

bersangkutan. Oleh karena itu, maka pada setiap kali panen, harga gadai

akan menyusut, sehingga pada waktu tertentu tanah akan kembali kepada

penggadai tanpa menebusnya.

Oleh karena sipembeli gadai tidak dapat dipaksa untuk

melakukan penebusan, maka dibuka juga kemungkinan bagi

pemegang gadai untuk memindahkan hak gadai itu kepada pihak

lain, dengan tindakan :

1. Setahu dan seizin penjual gadai, sipembeli gadai dapat

mengoperkan gadai itu kepada pihak ketiga, yaitu: menyerahkan

tanah tersebut kepadanya dengan menerima sejumlah uang tunai.

Dengan demikian terjadilah pergantian subyek di dalam

perutangan yang sama: hubungan hukum antara penjual gadai

14

Page 29: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

dengan pembeli gadai semula berubah menjadi hubungan hukum

antara penjual gadai dengan pembeli gadai yang baru.

2. Tanpa setahu dan seizin penjual gadai, si pembeli gadai

menggadaikan kembali tanah itu kepada pihak ketiga, dengan

janji: ia sewaktu-waktu dapat menebus tanah itu dari pihak ketiga

tersebut.

Dengan demikian terdapatlah dua perhutangan :

(i) Antara penjual gadai semula dengan pembeli gadai semula

(terang-terangan).

(ii) Antara penjual semula yang menjadi penjual baru dengan pihak

ke-3 (tiga) yang menjadi pembeli gadai baru (sembunyi-

sembunyi).

Jika pada suatu ketika penjual gadai semula menebus tanahya,

maka pembeli gadai semula cepat-cepat menebusnya dari

pembeli gadai yang baru. Dengan demikian tanah yang menjadi

objek transaksi ragkap itu kembali dengan aman kepada

pemiliknya.

2.3. Sifat Hubungan Gadai

Jual gadai merupakan suatu perbuatan pemindahan hak atas

tanah kepada pihak lain (yakni pribadi kodrat) yang dilakukan secara

15

Page 30: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

terang dan tunai sedemikian rupa, sehingga pihak yang melakukan

pemindahan mempunyai hak untuk menebus kembali tanah tersebut.

Dengan demikian, maka pemindahan hak atas tanah pada jual gadai

bersifat sementara, walaupun kadang-kadang itu tidak ada patokan tegas

mengenai sifat sementara waktu tersebut.

Adapun sifat hubungan gadai tersebut adalah :

a. Transaksi jual gadai tanah, bukanlah perjanjian hutang uang dengan

tanggungan/jaminan tanah, sehingga pembeli gadai tidak berhak

menagih uangnya dari penjual gadai.

b. Penebusan gadai tergantung kepada kehendak penjual. Hak menebus

itu bahkan dapat beralih kepada ahli warisnya.

c. Uang gadai hanya dapat ditagih oleh penerima gadai, dalam hal

transaksi jual gadai itu disusul dengan penyewaan tanah tersebut

oleh si penjual gadai sendiri, dengan janji: jika si penjual

(merangkap penyewa) tidak membayar uang sewanya, maka uang

gadai dapat ditagih kembali oleh si penerima (merangkap penguasa

atas tanah yang kini berfungsi rangkap: menjadi obyek gadai dan

sekaligus obyek pula).

d. Pada lembaga-lembaga gadai terdapat sifat yang istimewa, yaitu

pihak penerima gadai tidak mempunyai hak untuk memaksa pihak

pertama menuntut kembali tanahnya, sekalipun dalam jual gadai

16

Page 31: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

itu dijanjikan jangka waktu, dan jangka waktu itu sudah lewat.

Dalam perkataan lain pihak penerima gadai tidak mempunyai hak

executie terhadap tanah yang jadi obyek jual-gadai.

Sifat-sifat dan ciri-ciri umum dari hak gadai menurut Syamsul

Bahri Dt. Saripado antara lain adalah:6

1. Hak gadai umurnya terbatas, artinya pada sewaktu-waktu akan

berakhir atau hapus. Hak gadai akan berakhir apabila dilakukan

dengan penebusan oleh pemiliknya dan tidak dapat dipaksa oleh

pemegang gadai. Hak untuk menebus takan hilang karena daluwarsa

ataupun meninggal dunia pemiliknya dan menebus beralih kepada

ahli warisnya.

2. Hak gadai dapat dibebani dengan hak tanggungan lainya, seperti

pemegang gadai mempersewakan tanah/sawah itu untuk

memperduai kepada pihak lain. Pihak lain itu boleh pihak ketiga

atau orang yang menggadaikan tanah/sawah tersebut atau menganak

gadaikan (underverponden) kepada pihak lain seizin pemilik

tanah/sawah itu yang mengakibatkan putusnya hubungan gadai

tersebut.

3. Hak gadai dapat pula dipindahkan kepada pihak ketiga seizin

pemilik yang disebut “memindahkan gadai” (doorverpoden).

17

6 Syamsul Bahri Dt. Saripado, Hukum Agraria Indonesia Dulu dan Kini II, Padang 1987, Hal.153

Page 32: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

4. Selama gadai berlangsung dapat ditambah uang gadainya yang

disebut “mendalami gadai”.

5. Hak gadai termasuk hak yang harus didaftarkan menurut Pasal 19

PP No. 10 tahun 1961.

6. Pengambilan benda gadai kalau tanah pertanian setelah panen dan

paling lama 7 tahun tanpa tebusan; kalau bukan tanah pertanian

sampai dikembalikan uang tebusan.

Mendalami gadai terjadi, maka jangka waktu 7 tahun menurut

Pasal (2) PMP/A.No.20/1963 dihitung sejak uang gadai ditambah asal

perbuatan hukumnya dilakukan secara tertulis, berarti terjadinya

pembaruan gadai; begitu juga terhadap pemindahan yang disetujui oleh

pemilik, dianggap gadai baru. Apabila pemindahan gadai tanpa

persetujuan pemilik, pengembalian tetap dihitung sejak gadai semula.

Terhadap tanah bukan tanah pertanian, tambak dan tanaman

keras, hak untuk menebus tak mungkin lenyap karena daluwarsa (lihat

putusan Mahkamah Agung RI tanggal 10 Januari 1957 No.

187/K/Sip/56 dimana pemilik meninggal, maka ahli waris tetap berhak

untuk dapat menebus).

Walaupun ada gadai yang diperjanjikan berlangsung dalam

waktu tertentu dengan sanksi “kalau tidak ditebus” akan jatuh tanah

tersebut menjadi pemegang gadai (milik beding), tidaklah secara

18

Page 33: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

otomatis. Menurut Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung RI tanggal 9

Maret 1960 No. 45/K/Sip/1960 yang menyatakan: Perjanjian itu harus

diartikan, bahwa untuk mendapatkan hak milik tanah itu sipemegang

gadai harus mengadakan tindakan hukum lain, yakni meminta kepada

pengadilan supaya berdasarkan perjanjian tersebut ia (sipemegang gadai

) ditetapkan sebagai pemilik dari sawah tersebut, dalam hal mana

pengadilan dapat mengambil putusan menurut kebijaksanaan, misalnya

memberi tempo lagi kepada pemberi gadai untuk menebus dan apabila

penebusan itu tidak dilakukan, maka tanah itu baru jadi milik pemegang

gadai, apabila perlu dengan menambah uang gadai kepada sipemberi

gadai.7

2.4. Terjadinya Gadai

Terjadinya hak gadai berdasarkan konversi dan jual gadai.

Terjadinya karena konversi sepanjang berlakunya UUPA, dimana

hukum adat sebagai landasan pokok hukum Agraria Nasional yang

dihilangkan cacat-cacatnya, sehingga gadai-menggadai merupakan

19

7 Syamsul Bahri Dt. Saripado, Ibid.. Hal. 154

Page 34: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

budaya kepribadian pergaulan bangsa Indonesia masih dapat

dipergunakan dalam hubungan hukum asal dihilangkan sifat pemerasan.

Sehubungan dengan perbuatan hukum yang menimbulkan hak

gadai itu dalam perpustakan hukum adat disebut “jual gadai”; jual (adol

sende, jual akad, atau jual sanda). Jual gadai adalah perbuatan hukum

bersifat tunai dan terang, berupa penyerahan sebidang tanah oleh

pemiliknya kepada pihak lain yang memberikan uang kepadanya saat

itu dengan perjanjian bahwa tanah itu akan kembali kepada pemilik

setelah dikembalikan uang sepenuhnya (uang tebusan). Menurut UUPA

selama masa 7 tahun terhadap tanah pertanian, tambak dan tanaman

keras.

2.5. Hak dan Kewajiban Penerima Gadai

Perbuatan untuk memperoleh kembali tanah, dengan

mengembalikan jumlah yang diutang (dipinjam) disebut menebus. Pada

gadai biasa, maka tanah dapat ditebus oleh penggadai setiap saat.

Pembatasannya adalah satu tahun panen, atau apabila diatas tanah masih

terdapat tumbuh-tumbuhan yang belum dipetik hasil-hasilnya. Dalam

hal ini, maka penerima gadai tidak berhak untuk menuntut, agar

penggadai menebus tanahnya pada suatu waktu tertentu untuk

20

Page 35: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

melindungi kepentingan penerima gadai, maka dia dapat melakukan

paling sedikit dua tindakan, yakni8 :

Menganakgadaikan (“onderverpanden”), dimana penerima gadai

menggadaikan tanah tersebut kepada pihak ketiga. Dalam hal ini terjadi

dua hubungan gadai, yakni pertama antara penggadai pertama dengan

penerima gadai pertama, dan kedua antara penggadai kedua (yang

merupakan penerima gadai pertama) dengan pihak ketiga (sebagai

penerima gadai yang kedua).

Memindahgadaikan (“doorverpanden”), yakni suatu tindakan

dimana penerima gadai menggadaikan tanah kepada pihak ketiga, dan

pihak ketiga tersebut menggantikan kedudukan sebagai penerima gadai

untuk selanjutnya berhubungan langsung dengan penggadai. Dengan

demikian, maka setelah terjadi pemindahan gadai, maka hanya terdapat

hubungan antara penggadai dengan penerima gadai yang baru.

Setelah selesainya jual gadai maka pihak penerima gadai

mempunyai hak untuk mengolah serta menarik keuntungan dari yang

menjadi objek gadai. Dengan penerimaan tanah ini sipenerima gadai

berhak untuk :

21

8 Soerjono Soekamto, Hukum Adat Indonesia, Cetakan Kedua PT. Raja Grafindo Persasta, Jakarta,

1983, Hal 192

Page 36: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Menikmati manfaat yang melekat pada hak milik, seperti

memetik hasil tanah itu sepenuhnya, mengerjakan atau mendiaminya,

menyuruh mengerjakannya atau mendiaminya, dengan pembatasan :

1. Tidak boleh menjual lepas tanah itu kepada orang lain,

2. Tidak boleh menyewakannya untuk lebih dari satu musim lamanya

(2 tahunan)

3. Mengoperkan gadai (doorverpanden) atau pun menggadaikan

kembali/menggadaikan dibawah harga (underverpanden) tanah

tersebut kepada orang lain, jika ia sangat memerlukan uang, sebab ia

tidak dapat memaksa sipenjual gadai semula untuk menebus

tanahnya.

4. Mengadakan perjanjian bagi hasil/belah pinang/paruh hasil

tanam/maro dan sejenis itu.

Menurut hukum adat, maka gadai-menggadai tanah hanya

dilakukan diantara orang-orang Indonesia asli. Akan tetapi behubung

dengan adanya asas yang ditetapkan dalam Pasal 9 ayat (2), yang

meniadakan perbedaan warga negara asli dan keturunan asing dalam

memperoleh suatu hak atas tanah, maka kiranya hak gadai sesudah

berlakunya UUPA dapat juga dipunyai oleh para warga negara

Indonesia keturunan asing.

22

Page 37: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Dalam pada itu mengingat sistim UUPA bahwa bagi orang-orang

asing dan badan-badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah

itu perlu adanya peraturan yang tegas memungkinkannya (sebagai

misalnya untuk hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak

pakai dan hak sewa untuk bangunan) maka kita berkesimpulan bahwa

orang-orang Asing dan Badan-badan Hukum tidak diperbolehkan untuk

menguasai tanah dengan hak gadai 9

2.6. Hapusnya Hak Gadai

Menurut Pasal 7 Undang-Undang No. 56/Prp/1960 hapusnya hak

gadai itu antara lain disebabkan sebagi berikut :

1. Telah dilakukan penebusan oleh sipemberi gadai.

2. Sudah berlangsung 7 tahun bagi gadai tanah pertanian, tambak dan

tanaman keras.

3. Putusan pengadilan dalam rangka menyelesaikan gadai dengan

“milik-beding” .

4. Dicabut untuk kepentingan umum.

5. Tanahnya musnah karena bencana alam, seperti banjir atau longsor,

maka dalam hal ini uang gadainya tidak dapat dituntut kembali oleh

pemegang gadai.

23

9 Effendi Perangin Angin, Sari Kuliah I Hukum Agraria I, Notariat Fakultas Hukum UI, Esa,

Jakarta,1978, Hal. 107

Page 38: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Dalam masalah penebusan gadai berakhir dengan

mengembalikan uang gadai sejumlah yang pernah diterima oleh pemilik

tanah. Jika mengenai gadai tanah pertanian, tambak dan tanaman keras

bukan sebesar uang yang pernah diterima pemilik, tetapi sebesar

menurut rumus Pasal 7 ayat (2) UU No. 56 Prp. Tahun 1960.

Apabila terjadi perubahan nilai rupiah waktu mulai terjadi gadai-

menggadai dengan waktu tebus, menurut Yurisprudensi Tetap

Mahkamah Agung RI, maka uang gadai penebusannya dinilai

berdasarkan perbandingan harga emas atau harga beras pada waktu

menggadai dan waktu menebus tanahnya.

Dengan demikian resiko dari pada perubahan nilai harga

ditanggung oleh kedua belah pihak (Keputusan Mahmah Agung RI

tangal 11 Mei 1955 No. 26/K/Sip/1955 dan Pasal 4 ayat 2 PMP/A No.

20 tahun 1963). Hal ini dianggap pantas dan sesuai dengan rasa

keadilan, menurut pendapat Mahkamah Agung RI; sebagai contoh

dikemukakan tanah digadaikan pada tahun 1943 dengan uang gadai f.

50,- waktu itu harga emas f.2,- penebusan dilakukan pada tahun 1955

waktu itu harga emas Rp 60,- maka uang tebusannya ditetapkan 15 x Rp

50,- = Rp 750,- (berarti 30 x uang gadai dulu dengan resiko dipikul

bersama).

24

Page 39: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

2.7. Peraturan Hak Gadai

Transaksi tanah, sejenis perjanjian timbal-balik yang bersifat riil,

di lapangan hukum harta kekayaan, merupakan salah satu bentuk

perbuatan tunai dan berobjek tanah. Intinya ialah : penyerahan benda

(sebagai prestasi) yang berjalan serentak dengan penerimaan

pembayaran tunai (seluruhnya, kadang-kadang sebagian, selaku kontra-

prestasi). Perbuatan “menyerahkan” dinyatakan dengan istilah “jual”

(Indonesia), “adol”, “sade” (Jawa).

Di dalam Hukum Tanah, transaksi jual dapat mengandung 3

maksud : 10Menjual gadai (Indonesia), menggadai (Minangkabau), adol

sande (Jawa), Ngajual akad/gade (Sunda), yaitu : menyerahkan tanah

untuk menerima pembeyaran sejumlah uang secara tunai, dengan

ketentua : si penjual tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan

jalan menebusnya kembali.

1. Menjual lepas (Indonesia), adol plas, runtumurun, pati bogor (Jawa);

menjual jaja (Kalimantan), yaitu : menyerahkan tanah untuk

menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai, tanpa hak

menebus kembali; jadi penyerahan itu berlaku untuk

seterusnya/selamanya.

25

10 Iman Sudiyat, Op Cit. Hal. 28

Page 40: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

2. Menjual tahunan (Indonesia); adol ayodan (Jawa); yaitu :

menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang

secara tunai, dengan janji : tanpa suatu perbuatan hukum lagi, tanah

itu akan kembali dengan sendirinya kepada pemiliknya, sesudah

berlalu beberapa tahun/beberapa kali panen (menurut perjanjian).

Dalam penulisan tesis ini pembahasannya dibatasi hanya mengenai

menjual gadai saja.

Hak gadai atas tanah pertanian maupun atas tanah bangunan

berasal dari hukum agraria adat. Didalam UUPA secara definitif

(rumusan) tidak kita dapati rumusnya kecuali hanya secara nominal

disebutkan dalam pasal 53 jo 52 ayat (2). Sehubungan dengan pasal 53

UUPA itu ditentukan pula ketentuan khusus dalam pasal 7 Undang-

Undang No. 56 Prp tahun 1960, ialah berkenaan soal pengembalian dan

penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan. Kemudian pasal 7 ini

ditegaskan pula berlakunya terhadap gadai tanaman keras. Dalam

keputusan Menteri Pertanian dan Agraria No. SK. 10/Ka/1963 mengatur

tentang Penegasan Berlakunya Pasal 7 Undang-Undang No.

56/Prp/1960 Bagi Gadai Tanaman Keras, baik yang digadaikan berikut

dengan tanah atau tidak dengan tanah. Untuk pelaksanaan pasal 7

diperlukan pedoman, maka ditetapkan MPM/A0.20 tahun 1963

Mengatur Tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Gadai.

26

Page 41: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Selanjutnya pendaftaran hak gadai dulu diatur dalam Pasal 19 PP

No. 10 tahun 1961, sehubungan dengan peradilan dan Landreform

termasuk masalah gadai dibentuk Pengadilan dan Landreform tersendiri

berdasarkan Undang-Undang No. 21 tahun 1964 dengan sifat

nasakomisasi, tetapi dengan dibubarkannya PKI/G.30.S peradilan ini

dihapuskan dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1970, sehingga

demikian masalah sengketa yang menyangkut Landreform termasuk

kompetensi umum.

2.8. Gadai Tanah Dalam Masyarakat Hukum Adat Minangkabau

Dalam masyarakat hukum adat baik dalam masyarakat teritorial

yang berdasarkan garis keturunan “patrilineal” maupun “matrilineal”

seperti Minangkabau, tanah mempunyai kedudukan yang sangat

penting, karena tanah merupakan satu-satunya kekayaan yang tetap dan

sebagai pengikat kaum. Hubungan yang erat antara manusia dengan

tanah bersumber kepada pandangan yang bersifat “religio magis”.

Sehingga menimbulkan hak bagi masyarakat hukum adat tersebut untuk

menguasai, memanfaatkan dan memungut hasil dari tumbuh-tumbuhan

yang hidup diatasnya, serta berburu binatang yang hidup diatasnya dan

mempertahankannya. Hak ini didasari oleh fatwa adat yang menyatakan

:

27

Page 42: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

“Rumpuik nan sahalai, (rumput yang sehelai) Bilalang nan saikua, (belalang yang seekor) Tanah nan sabingkah, (tanah yang sebingkah)

Penghulu nan punyo, (penghulu yang punya)

Tanah dalam masyarakat hukum adat Minangkabau merupakan

harta kekayaan yang selalu dipertahankan, karena wibawa kaum akan

sangat ditentukan oleh luasnya tanah yang dimiliki, begitu juga halnya

dalam menentukan asli atau tidaknya seseorang (suatu kaum) berasal

dari suatu daerah. Asli atau tidaknya seseorang berasal dari suatu daerah

ditandai dengan :

“Ado tapian tampek mandi, (ada tepian tempat mandi) Ado basasok bajarami, (ada sawah yang menghasilkan) Ado bapandam pakuburan, (ada tanah yang khusus digunakan untuk makam keluarga)”

Hak masyarakat persekutuan atas tanah (Beschiking recht) di

Minangkabau dinamakan dengan manah, tetapi dengan masuknya

pengaruh Islam, kemudian istilah ini menjadi “Hak Ulayat”11

Penguasaan tanah di dalam masyarakat hukum adat

Minangkabau terlihat dalam 3 (tiga) tipe dasar penguasaan atas tanah,

yaitu penguasaan oleh kelompok (nagari), komunal (kaum), dan

perorangan (pribadi). Timbulnya tipe atau jenis penggunaan ini

disebabkan oleh adanya ketentuan adat yang membedakan antara harta

28

11 Tasyarif Ali Umar dan Faisal Hamdan, Adat dan Lembaga-lembaga Hukum adat Sumatera Barat,

BPHN dan Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Andalas, Padang 1977 –1978, Hal. 240-241.

Page 43: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

pusaka (ancestral property) dengan harta pencarian (self earned

property)12. Dalam perkembangannya kedua jenis harta ini lebih lanjut

akan menentukan sistim pewarisan dan tipe penguasaanya.

Masyarakat matrilineal Minangkabau menganut sistim pewarisan

yang bersifat komunal (bersama). Pemilikan tanah ini akan sangat

penting artinya dalam pemeliharaan kelompok bersama (ikatan

kekerabatan matrilineal). Hal ini menyebabkan masyarakat hukum adat

Minangkabau sulit sekali melepaskan hubungan dengan tanah,

walaupun arealnya sedikit.

Bila diperhatikan dalam masyarakat hukum adat Minangkabau,

maka hak-hak atas tanah akan meliputi :

1. Hak ulayat nagari, yaitu hak nagari atas tanah yang dipergunakan

untuk kepentingan umum atau untuk menyelenggarakan kepentingan

umum, yang dikuasai oleh penghulu-penghulu nagari secara

bersama-sama seperti tanah untuk tempat ibadah, balai adat dan lain

sebagainya.

2. Hak ulayat suku, yaitu hak yang dimiliki dan dikelola oleh suatu

suku secara turun temurun, yang dikuasai oleh penghulu-penghulu

29

12 Herrmayulis, Dampak Pembangunan Terhadap Penguasaan Tanah di Sumatera Barat, Studi

Kodya Padang, Tesis S2 Pada Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan-Ekologi Manusia, UI, 1990, Hal. 60.

Page 44: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

dalam persekutuannya untuk kepentingan suku tersebut dan hanya

anggota suku itu saja yang dapat mempergunakannya.

3. Hak atas tanah pusaka tinggi, yaitu hak atas tanah yang dimiliki oleh

suatu kaum yang merupakan milik bersama (komunal) dari seluruh

anggota kaum yang diperoleh secara turun temurun dan selalu

berada di bawah kekuasaan penghulu pucuk atau Datuk sebgai

“Mamak Kepala Waris” atau Mamak pemegang waris, yang

ditujukan untuk kepentingan kaum.

4. Hak atas pusaka rendah, yaitu hak atas tanah yang diperoleh

seseorang atau suatu “paruik” (Perut) berdasarkan pemberian hibah

maupun yang dipunyai oleh suatu keluarga berdasarkan

pencariannya , pembelian, “taruko” (pembukaan tanah baru), dan

lain sebagainya yang telah diwariskan.

5. Hak atas tanah harta pencarian yaitu hak atas tanah yang diperoleh

seseorang dengan pembelian, “taruko”, atau berdasarkan hasil

usahanya sendiri dengan tanpa melalui pewarisan terlebih dahulu.

Kelima bentuk hak atas tanah ini di masyarakat hukum adat

Minangkabau memperlihatkan hubungan timbal balik antara satu

dengan yang lainnya. Hubungan timbal balik ini terlihat dengan

terjadinya perubahan status tanah yang disebabkan oleh intensifnya

penguasaan atau ditinggalkannya tanah yang telah dikuasasi oleh

30

Page 45: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

seseorang. Sehingga disini terlihat keberadaan teori bola dalam

penguasaan masyarakat hukum adat atas tanah.

Di masyarakat hukum adat Minangkabau yang berkuasa atas

tanah adalah mamak. Mamak bertugas dan bertanggung jawab di dalam

memelihara, mengurus, dan mempertahankan tanah yang dikuasasi

kaumnya, dan jika perlu menambah dari hasil-hasil pencarian (usaha

pribadi mamak). Bertanggung jawab disini bukanlah berarti bahwa

mamak sebagai pemiliknya, yang berstatus sebagai pemilik atas tanah di

dalam masyarakat hukum adat Minangkabau adalah wanita, sehingga

pewarisannya pun dilakukan menurut garis keturunan wanita.

Tanggung jawab mamak di dalam menjaga keutuhan tanah yang

dikuasai oleh kaumnya, harus dilaksanakan demikian ketat, karena

tanah tidak boleh dipindah tangankan. Pemindah tanganan tanah baru

boleh dilaksanakan apabila ada keadaan yang mendesak, yaitu dalam

hal yang akan membahayakan atau akan mendatangkan aib bagi

keluarga matrilinealnya,antra lain :

1. Memperbaiki rumah besar yang bocor.

2. Mengawinkan anak gadis yang telah dewasa atau janda.

3. Memakamkan mayat.

4. Menegakkan adat yang tidak berdiri

31

Page 46: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Dalam melakukan pemindah tanganan tersebut harus sesuai

aturan “pusako salingka suku” (pusaka satu lingkar suku) maksudnya

hanya boleh memindahkan kepada anggota kaum yang ada di dalam

suku yang sama, dan tidak boleh dilaksanakan keluar suku. Pemindahan

di dalam “suku” itupun harus memperhatikan tingkatan, yaitu jarak

kekerabatan :

“Jarak sajangka, (Jarak sejengkal) Jarak saheto, (jarak sehasta) Jarak sadapo, (Jarak sedepa)

Jarak saimbauan (Jarak batas teriakan)”

Maksudnya harus dicari setelah terlebih dahulu anggota keluarga

yang paling dekat seperti dengan keluarga ibu terlebih dahulu, tetapi

jika tidak ada, diberikan kepada keluarga setingkat dengan nenek, jika

masih tidak ada yang mampu baru dicari kepada anggota kaum dari

saudara nenek, dan begitu seterusnya.

Karena umumnya tanah di Minangkabau adalah tanah pusaka

(pusaka tinggi atau pusaka rendah) maka untuk menggadaikan tanah

tersebut harus mendapat persetujuan dan kesepakatan seluruh ahli waris

tanah itu, di samping harus pula mendapat persetujuan atau disaksikan

oleh Kepala Suku atau Penghulu.

Kesepakatan atau persetujuan bersama baru dapat dicapai bila

diketemukan hal-hal (sebagian atau keseluruhanya) berikut ini :

32

Page 47: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

1. Rumah gadang katirisan, artinya rumah adat sudah rusak, perlu

disisip atau diperbaiki, sedangkan uang simpanan suku tidak ada

diwaktu itu.

2. Gadih gadang atau jando alun balaki, artinya ada gadis atau janda

yang sudah patut dikawinkan, tetapi ongkos tidak ada untuk mengisi

adat dan untuk perhelatan perkawinan itu.

3. Mayik tabujua ditangah rumah, artinya tanah itu boleh digadaikan

untuk menutupi biaya kematian, penguburan, kenduri, dan

sebagainya, apa lagi kalau yang meninggal seorang penghulu.

4. Managakkan batang tarandam, artinya adat tidak berdiri pada kaum

atau rumah itu sudah perlu didirikan penghulu atau sudah lama

pusaka penghulu terbenam saja, karena biaya untuk mengisi adat

pada nagari tidak cukup.

Kalau bertemu salah satu dari syarat yang 4 (empat) maka “indak

kayu janjang dikapiang, indak ameh bungka diasah (tidak kayu, tangga

dari kayu dikeping, tidak emas bungkal diasah”. Artinya kalau tidak

ada persedian dalam lumbung padi, tidak pula ada tanaman tua yang

dapat “dipajadi pitih” (dijadikan uang), waktu itu apa boleh buat, harta

itu sendiri boleh digadaikan misalnya sawah atau ladang.

Demikian antara lain syarat-syarat yang perlu untuk dapat

digadaikannya tanah di Minangkabau. Tetapi dalam kenyataan yang

33

Page 48: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

terlihat sekarang, sesuai dengan kemajuan dan perkembangan

masyarakat, di Minangkabau ada orang yang menggadaikan tanahnya

bukan karena seperti hal-hal tersebut diatas, misalnya :

a. Untuk menutupi ketekoran dagang.

b. Untuk keperluan biaya pengobatan.

c. Untuk biaya pendidikan anak.

d. Karena kaumnya telah punah atau hampir punah.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pada pokoknya

orang menggadaikan tanahnya adalah sebagai sumber kredit. Dan kredit

yang diperoleh dengan jalan menggadaikan tanah itu bukan digunakan

untuk yang bersifat produktif, melainkan untuk konsumtif. Dan kredit

itu dikonsumir bukan untuk memenuhi kebutuhan primer, melainkan

untuk menutup apa yang dianggap memalukan atau untuk kenduri

kematian, untuk menegakan penghulu, dan sebagainya. Yang

kesemuanya itu tidak lain adalah untuk menjaga prestise dalam

masyarakat. Atau dengan kata lain, demi untuk menjaga prestise dalam

masyarakat tidak apa tanah digadaikan.

Sebenarnya cara-cara atau paham-paham seperti ini tidak sesuai

dengan hukum adat Minangkabau sendiri, karena walaupun ada

dibukakan pintu atau syarat-syarat yang membolehkan menggadaikan

tanah seperti itu yang disebut diatas, namun untuk dilaksanakan

34

Page 49: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

diperlukan syarat-syarat lain dimana menurut pepatah adat juga

dikatakan sesuatunya hendaklah :

“Ingek sabalun kanai, (Ingat sebelum kena) Kulimek sabalun abih. (Hemat sebelum habis) Adat badun sanak mamaga dunsanak, (Adat bersaudara menjaga saudara) Adat bakampueng mamaga kampueng (Adat berkampung menjaga kampung) Adat banagari mamaga nagari, (Adat bernagari menjaga nagari) Adat babangso mamaga bangso, (Adat berbangsa menjaga bangsa)”

Pepatah ini berarti bahwa dalam menjalankan segala sesuatu itu

haruslah diutamakan keselamatannya. Jangan untuk prestise dimata

masyarakat, dunsanak (saudara) jadi miskin jadinya, dimana tanah telah

digadaikan sedangkan tanah itu adalah sumber makanan anak

kemenakan.

Memang adat Minangkabau mengutamakan berbuat sosial,

berperasaan kemasyarakatan, tetapi adat menyatakan pula bahwa yang

demikian itu baru dapat dilaksanakan dalam keadaan ekonomi yang

baik, seperti bunyi pepatah Minang juga :

“Majilih ditapi aie, (majelih ditepi air) Mardeso diparuik kanyang (mardeso di perut kenyang) Nan elok dipakai (yang Baik dipakai) Nan buruk dibuang (yang buruk dibuang) Mancaliak contoh ka nan sudah (melihat contoh pada yang sudah) Maambiak tuah ka nan manang” (mengambil tuah pada yang menang)

35

Page 50: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Semua pepatah ini memperingatkan bahwa tindakan-tindakan

yang dilakukan jangan sampai membawa kesengsaraan. Berdasarkan

contoh kepada yang sudah dan tuah kepada yang menang. Memang

menggadaikan tanah itu merupakan suatu perbuatan yang merugikan

bagi kaum yang menggadaikannya, apa lagi kalau menggadaikan itu

hanya semata-mata untuk menutupi apa yang dianggap memalukan.

Memang banyak orang Minangkabau sendiri juga menyalahkan

tafsirkan pepatah- pepatah adat itu yang merupakan sumber hukum adat

Minangkabau, hingga dalam pelaksanaannya menyimpang dari tujuan

sebagai contoh, misalnya pepatah yang berbunyi :

“Titian biaso lapuak, (jembatan biasa rapuh) Janji biaso mungkie, (janji biasa mungkir)”.

Pepatah ini sering diartikan janji itu seolah-olah boleh saja

dimungkiri, hingga kalau diundang rapat jam 8.00 mereka baru datang

jam 9.00 atau lebih. Pada hal maksud pepatah ini adalah karena titian itu

biasa juga mengalami kelapukan, maka dalam meniti titian itu

hendaklah hati-hati, jangan sampai terperosok kedalam kali yang

diseberangi. Begitu pula janji itu sering pula yang dimungkiri orang,

oleh sebab itu dalam mengikat janji haruslah hati-hati apakah janji bisa

ditepati atau tidak. Janganlah diadakan janji-janji, sedangkan untuk

memenuhinya belum bisa.

36

Page 51: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

2.9. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum

terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang

terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawatah dan

sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk

menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan

hidup. Konsepsi yang mempunyai dasar filosofis tersebut, memerlukan

penjelasan lebih lanjut, sehingga akan tampak lebih kongkrit.

Masalah pokok daripada penegakan hukum sebenarnya terletak

pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor

tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau

negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor

tersebut, adalah sebagai berikut13:

1. Faktor Hukumnya Sendiri, dalam hal ini akan dibatasi pada

Undang-Undang. Undang-Undang disini adalah dalam arti materiel

yaitu peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh

Penguasa Pusat maupun Daerah yang sah. Undang-Undang dalam

materiel mencakupi Peraturan Pusat yang berlaku untuk semua

warga negara atau golongan tertentu saja maupun yang berlaku

37

13 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cetakan Pertama,

PT. Rajawali, Jakarta, 1983, Hal. 4-5.

Page 52: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

umum di sebagian wilayah negara, sedangkan Peraturan setempat

yang hanya berlaku di suatu tempat atau daerah saja.

Ganguan terhadap penegakan hukum yang berasal dari Undang-

Undang mungkin disebabkan, karena:

a. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya Undang-Undang.

b. Belum adanya Peraturan Pelaksanaan yang sangat dibutuhkan

untuk menerapkan Undang-Undang.

c. Ketidak jelasan arti kata-kata dalam Undang-Undang yang

mengakibatkan kesimpang siuran di dalam penafsiran serta

penerapannya.

2. Faktor Penegakan Hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk

maupun menerapkan hukum. Penegakan Hukum ini mempunyai arti

luas sekali, oleh karena mencakup mereka yang secara langsung dan

secara tidak langsung berkecimpung dibidang Penegak Hukum .

Penegakan Hukum disini dibatasi pada kalangan yang secara

langsung berkecimpung dalam bidang Penegakan Hukum yang

tidak hanya mencakup “law enforcement” akan tetapi juga “peace

maintenance”. Kiranya sudah dapat diduga bahwa kalangan

tersebut mencakup mereka yang bertugas dibidang-bidang

kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan dan

pemasyarakatan.

38

Page 53: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

3. Faktor Sarana Atau Fasilitas Yang Mendukung Penegakan

Hukum, tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak

mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar.

Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia

yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan

yang memadai keuangan yang cukup dan seterusnya. Kalau hal-hal

itu tidak terpenuhi , maka mustahil penegakan hukum akan

mencapai tujuannya.

4. Faktor Masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut

berlaku atau diterapkan. Penegakan hukum berasal dari masyarakat,

dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh

karena itu, dipandang dari sudut tertentu, maka masyarakat dapat

mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Di dalam bagian ini,

akan diketengahkan secara garis besar perihal pendapat-pendapat

masyarakat mengenai hukum, yang sangat mempengaruhi kepatuhan

hukumnya, yang ada kaitannya dengan faktor-faktor terdahului,

yakni Undang-undang, penegakan hukum dan sarana atau fasilitas.

5. Faktor Kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, ciptaan dan rasa

yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Faktor kebudayaan yang sebenarnya bersatu padu dengan faktor

masyarakat sengaja dibedakan, oleh karena disini akan

39

Page 54: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

dketengahkan masalah sistim nilai-nalai yang menjadi inti dari

kebudayaan spritual atau non materiel. Sebagai suatu sistim atau sub

sistim dari sistim kemasyarakatan, maka hukum mencakup struktur,

substansi dan kebudayaan. Struktur mencakup wadah ataupun

bentuk dari sistim tersebut yang, umpamanya, mencakup tatanan

lembaga-lembaga hukum formal, hubungan antara lembaga-lembaga

tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajibannya, dan seterusnya.

Substansi mencakup isi norma-norma hukum beserta perumusannya

maupun acara untuk menegakkannya yang berlaku bagi pelaksanaan

hukum maupun pencari keadilan. Kebudayaan (sistim) hukum pada

dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku,

nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi absrak mengenai apa

yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa yang dianggap buruk

(sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan

pasangan nilai-nilai mencerminkan dua keadaan ekstrim yang harus

diserasikan.

Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan dengan eratnya,

oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, serta juga

merupakan tolok ukur daripada efektivitas penegakan hukum.

40

Page 55: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode adalah proses prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu

masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun

41

Page 56: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka

metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara

untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.14

Menurut Sutrisno Hadi penelitian atau research adalah usaha untuk

menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan,

usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.15

Dengan demikian penelitian yang dilaksanakan tidak lain untuk

memperoleh data yang teruji kebenaran ilmiahnya. Namun untuk mencapai

kebenaran ilmiah tersebut ada dua buah pola berpikir secara empiris atau

melalui pengalaman. Oleh karena itu untuk menemukan metode ilmiah maka

digabungkanlah metode pendekatan rasional dan metode pendekatan empiris,

disini rasionalisme memberikan kerangka pemikiran yang logis sedang

empirisme memberikan kerangka pembuktian atau pengujian untuk

memastikan suatu kebenaran.16

2.1. Metode Pendekatan

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka

metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang yuridis

empiris.

a. Yuridis diartikan sebagai menurut hukum atau secara hukum.

42

14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,UI Press, Jakarta, 1986. hal. 6. 15 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, ANDI,Yogyakarta,2000, hal.4. 16 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,Ghalia Indonesia, Jakarta

1990, hal. 36

Page 57: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

b. Empiris berasal dari bahasa Inggris : empirical artinya bersifat nyata,

maka pendekatan empiris dimaksudkan adalah sebagai usaha

mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum khususnya

hukum adat yang nyata atau sesuai dengan kenyataan dalam

masyarakat. Pendekatan yang yuridis empiris digunakan untuk

memberikan gambaran secara kualitatif tentang Pelaksanaan Gadai

Tanah Dalam Masyarakat Hukum Adat Minangkabau di Nagari

Campago setelah berlakunya Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960 dalam

praktek. Dalam melakukan pendekatan yuridis empiris ini, metode

yang digunakan adalah gabungan antara metode kuantitatif dan

kualitatif. Dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif

dilakukan deskripsi secara kuantitatif pranata-pranata yang ada dan

berkembang didalam masyarakat, sehubungan dengan Pelaksanaan

Gadai Tanah Dalam Masyrakat Hukum Adat Minangkabau di

Nagari Campago Kabupaten Padang Pariaman Setelah Berlakunya

Pasal 7 UU No.56/Prp/1960. selanjutnya dengan menggunakan

metode kualitatif dilakukan deskripsi secara lebih mendalam tentang

fakta-fakta yang telah ditemukan dengan metode kuantitatif. Metode

ini digunakan karena beberapa pertimbangan yaitu: pertama,

menyesuaikan metode ini lebih mudah apabila berhadapan dengan

kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung

43

Page 58: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

hakekat hubungan antara peneliti dengan responden; ketiga, metode

ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak

penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai dihadapi17

2.2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat

penelitian deskriptif analitis yaitu dimaksudkan untuk memberi data

yang seteliti mungkin tentang suatu keadaan atau gejala-gejala

lainnya.18

2.3. Populasi Dan Sampel

2.3.1. Populasi

Populasi merupakan suatu objek atau seluruh individu atau

kejadian yang akan diteliti. Adapun yang menjadi populasi dalam

penelitian ini meliputi :

44

17 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung. Hal 5. 18 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal. 10.

Page 59: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Masyarakat Hukum Adat di Kenagarian Campago Kabupaten Padang

Pariaman.

2.3.2. Sampel

Dalam penelitian ini tidak semua populasi akan diteliti, tetapi

dipilih yang dianggap mewakili populasi secara keseluruhan. Teknik

pengambilan sampel dilakukan dengan Purposive Sampling yaitu

penarikan sampel yang dilakukan dengan cara mengambil subjek yang

didasarkan pada tujuan tertentu. Sehubungan dengan sampel tersebut

maka yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah :

a. Masyarakat yang menggadaikan dan penerima gadai dalam Nagari

Campago.

b. Pemuka Adat/tokoh masyarakat dalam Nagari Campago.

c. Wali Nagari Campago.

d. Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Kecamatan V Koto Kampung

Dalam.

e. Ketua Pengadilan Negeri di Pariaman.

2.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang akan dikumpulkan adalah data

primer dan data sekunder. Dengan demikian ada dua kegiatan utama

yang akan dilakukan dalam melaksanakan penelitian ini, yaitu studi

kepustakaan dan studi lapangan.

45

Page 60: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat

melalui observasi/pengamatan, interview/wawancara, questioner/angket

19

Data primer dalam penelitian ini, dikumpulkan dengan

menggunakan teknik wawancara yang digunakan secara bebas

terpimpin. Wawancara dilakukan terhadap pejabat terkait, yaitu:

Masyarakat yang menggadaikan dan menerima gadai, Pemuka

Masyarakat/Tokoh Masyarakat,Wali Nagari yang ada di Nagari

Campago; Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) di Kecamatan V Koto

Kp. Dalam; dan Ketua Pengadilan Negeri yang ada di Kabupaten

Padang Pariaman sebagai responden guna melengkapi analisis terhadap

permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini.

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui kepustakaan,

dengan menelaah buku-buku literatur, undang-undang, brosur/tulisan

yang ada kaitannya dengan masaalah yang diteliti20. Dalam penelitian

ini data sekunder yang digunakan yang ada hubungannya dengan

Pelaksanaan Gadai Tanah Dalam Masyarakat Hukum Adat

Minangkabau di Nagari Campago Kabupaten Padang Pariaman setelah

diberlakukannya Pasal 7 UU No. 56 /Prp/1960.

46

19 Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit. hal. 10 20 Ibid hal. 11

Page 61: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup bahan hukum

primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat; bahan hukum

sekunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer; dan bahan hukum tertier yakni bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder.21

2.5. Metode Analisis Data

Data yang telah dideskripsikan baik dengan menggunakan

metode kuantitatif maupun kualitatif, dianalisis dalam satu kesatuan.

Analisis terhadap data yang terkumpul dengan menggunakan metode

kuantitatif dilaksanakan dengan menggunakan statistik, yaitu distribusi

frekwensi. Data yang telah dianalisis secara kuantitatif akan dilengkapi

dengan analisis secara kualitatif dari data yang terkumpul dengan

menggunakan metode kualitatif, sehingga kedua bentuk analisis ini

disajikan dalam satu kesatuan yang utuh.

Pengertian di analisis disini dimaksudkan sebagai suatu

penjelasan dan penginterprestasian secara logis, sistimatis dengan

pendekatan sosiologis. Logis sistimatis menunjukan cara berfikir

47

21 Soerjono Soekanto , Op Cit , hal . 52

Page 62: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

deduktif-induktif dengan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan

penelitian ilmiah.

Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara

deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya

sesuai dengan permasalahan yang diteliti 22. Dari hasil tersebut

kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas

permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

48

22 Hadi Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif Bagian II, UNS Press, Surakarta, 1998.hal 37.

Page 63: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Secara umum Minangkabau terletak pada pantai barat Pulau

Sumatera yang dapat dibagi atas dua daerah, yaitu Luhak dan Rantau,

Wilayah Luhak Meliputi tiga bagian, yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak

Agam dan Luhak Lima Puluh Kota. Ketiga Luhak ini yang dinamakan

Darek (Darat) yang dikepalai oleh penghulu berada pada daerah

pedalaman disekitar lembah-lembah dan kaki gunung. Sedangkan

daerah di luar Luhak nan Tigo yang dinamakan Rantau yang berada

pada daerah pantai yang dipimpin oleh raja ( Luhak Berpenghulu dan

Rantau barajo).

Secara umum daerah rantau dapat dibedakan atas dua, yaitu

rantau pesisir dan rantau pedalaman. Rantau pesisir meliputi sepanjang

pantai barat Pulau Sumatera, mulai dari sebelah utara, yaitu Labuan

Haji, Muara Labuh, Tapak Tuan, Singkel, Barus, Sibolga, Natal, Ujung

Gading, Air Bangis, Tiku, Pariaman, Padang, Painan, Balai Salasa,

Terusan, Air Haji dan Bengkulu. Adapun yang termasuk daerah rantau

pedalaman meliputi sebelah timur Pulau Sumatera seperti Solok,

49

Page 64: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Sijunjung, Sawahlunto, Kerinci, Bangkinang, Teluk Kuantan, Jambi,

Singapura dan Malaysia.

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, dimana Kabupaten Padang

Pariaman termasuk daerah rantau. Secara geografis kabupaten Padang

Pariaman terletak antara 00o11’-00o49’ lintang selatan dan 98o36’-

100o28’ bujur timur. Luas daerah mencapai 1.402,15 km2, yang berarti

hanya 3.32 % dari luas wilayah propinsi Sumatera Barat yang mencapai

42.229,04 km2. Topografi daerah kabupaten Padang Pariaman

bervariasi antara daratan, bergelombang, dan berbukit dengan panjang

garis pantai 60,50 km berbatas langsung dengan :

a. Sebelah utara dengan kabupaten Agam.

b. Sebelah selatan dengan Kotamadya Padang.

c. Sebelah timur dengan kabupaten Solok/ Tanah Datar.

d. Sebelah barat dengan kota Pariaman dan Samudera Indonesia.

Menurut data dari Biro Statistik Kabupaten Padang Pariaman

data tahun 2003 terdiri dari 1 (satu) kabupaten dan 17 (tujuh belas)

kecamatan serta 46 (empat puluh enam) Nagari, yakni kecamatan :

1. Batang Anai.

2. Lubuk Alung.

3. Sintuak Toboh Gadang.

50

Page 65: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

4. Ulakan Tapakis.

5. Nan Sabaris.

6. 2 x 11 Enam Lingkungan.

7. Enam Lingkungan.

8. 2 x 11 Kayu Tanam.

9. VII Koto Sei Sarik.

10. Patamuan.

11. Padang Sago.

12. V Koto Timur.

13. V Koto Kampung Dalam.

14. Sungai Limau.

15. Batang Gasan.

16. Sungai Garingging.

17. IV Koto Aur Malintang.

Khusus kecamatan V Koto Kampung Dalam sebagai fokus

wilayah penelitian terdiri dari 2 (dua) Kenagarian yaitu Nagari

Campago dan Nagari Sikucur, yang masing-masingnya mempunyai 12

Korong di Nagari Campago dan 14 (empat belas) Korong di Nagari

Sikucur. Dari monografi yang dikeluarkan camat V Koto Kampung

Dalam tahun 2003 secara geografis terletak antara 100o08’Bujur timur

51

Page 66: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

– 00o33’ Lintang Utara/Lintang Selatan dengan garis pantai 24 km

dengan ketinggian ± 4 m dari permukaan laut. Jumlah penduduk

kecamtan V Koto Kampung Dalam 21.469 jiwa dengan luas daerah

61,41 km2. Pada sisi lain kecamatan V Koto Kampung Dalam berbatas

langsung dengan :

Sebelah utara dengan Kabupaten Agam. Sebelah selatan dengan

Kecamatan V Koto Timur, Kecamatan Pariaman Utara. Sebelah barat

Kecamatan Sungai Limau, Kecamtan Sungai Garingging dan sebelah

timur dengan Kecamatan V Koto Timur.

Sedangkan bila dirinci lagi lokasi penelitian ini terletak di Kanagarian

Campago.

4.1.1. Sejarah Pembentukan Nagari Campago

Nagari Campago adalah suatu Nagari dari 2 Nagari dalam

Kecamatan V Koto Kampung. Dalam Daerah Tk. II Padang Pariaman

Propinsi Daerah Tk. I Sumatera Barat.

Sejarah Nagari yang dimaksudkan adalah uraian singkat tentang

peristiwa-peristiwa nyata yang penting menyangkut terjadinya Nagari

Campago sekarang ini adalah sebagai berikut :

52

Page 67: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Menurut keterangan yang diperoleh dari orang tuo-tuo (sesepuh)

dimana sampai saat mereka masih ada yang masih hidup di Nagari ini

bahwa pada tahun 1900 Nagari ini telah berkembang dan ditempati oleh

orang-orang yang sengaja menetap di sana.

Dan menurut sejarah, orang yang pertama kali datang ke Nagari

ini yang ialah suku Mandahiling yang gelaran pusakonya Rangkayo

Maharajo Satie datang dari sebelah utara melalui Sungai Geringging

Koto Bangko dan menetap di Campago (Korong Campago sekarang).

Asal kata Campago adalah dari sebatang pohon Cempaka

(Campago), di mana pada saat mereka datang dibawah itulah mereka

berkumpul untuk sementara waktu menjelang mereka membuat tempat

tinggal yang permanen.

Karena sudah ada keberadaan manusia di sana setelah itu maka

berdatanganlah orang-orang dari daerah lain seperti dari VII Koto,

Gunung Padang Alai , Koto Bangko, dan lain-lain.

Dan di Nagari Campago itulah mereka menyusun segala sesuatu

rencana yang berkaitan dengan perkembangan dan perbaikan Nagari

yang disponsori oleh Rangkayo Maharajo Satie.

Karena antara Campago dan Kampung Dalam dibatasi oleh

sungai yang bernama sungai Batang Naras maka pada waktu itu dibuat

sebuah jembatan yang terbuat dari batang kelapa sehingga

53

Page 68: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

hubungan antara Campago dengan Kampung Dalam lancar. Pada waktu

itu Pemerintahan Nagari telah berdiri yang dipimpin oleh seorang

kepala Nagari yang dibantu oleh penghulu-penghulu adat hingga sampai

sekarang demikian halnya yang telah dilengkapi pula dengan aparat-

aparat menurut semestinya. Pusat Pemerintahan Nagari berada di

Campago pada waktu itu

Kira-kira tahun 1914 terjadilah geloro (banjir besar) akibatnya

jembatan tersebut runtuh (ambruk) sehingga hubungan antara Campago

dengan Kampung Dalam terputus.

Semenjak tahun 1900 itu sampai sekarang yang menjadi Kepala

Nagari di Nagari Campago adalah sebagai berikut :

1. By. K. Rangkayo Maharajo Satie tahun 1901 – 1906

2. Mhd.. Yatim tahun 1907 – 1914

3. Bgd. Sulaiman tahun 1915 – 1922

4. Bgd. Z. Dt. M. Basa tahun 1923 – 1945

5. Tm. Abd. Rahim tahun 1946 – 1951

6. Tm. Taheran tahun 1952 – 1954

7. St. Mangkuto tahun 1954 – 1955

8. St. A.Rahim tahun 1955 – 1956

9. Bgd. Zakaria Amin tahun 1957 – 1958

10. Bgd. Tarmizi tahun 1959 – 1960

54

Page 69: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

11. St. Bustami tahun 1961 – 1962

12. AB. Dt. Pengulu Rajo tahun 1963 – 1967

13. Bgd. Muaz tahun 1968 – 1969

14. Bgd. Mansyur Ahmad tahun 1970 – 1975

15. Bgd. Gazali Yakub tahun 1976 – 1981

Dengan keluarnya Undang-Undang No. 5 tahun 1979, tentang

Pemerintahan Desa sehingga Pemerintahan Nagari diganti dengan

pemerintahan desa, hal ini berlaku untuk seluruh Indonesia.

Pada tahun 1981 maka keluarlah Undang-Undang Pemerintahan

bahwa Pemerintahan Nagari Dilebur menjadi Pemerintahan Desa dan

segala urusan Pemerintahan dikendalikan oleh Desa dan mengenai

hukum adat diserahkan kepada Ninik Mamak berdasarkan Perda No. 13

tahun 1983.

Semenjak Pemerintahan Nagari Dijadikan kepada Pemerintahan

Desa maka secara berangsur-angsur fungsi dari mamak di Nagari telah

berkurang disebabkan karena segala urusan diambil alih oleh Kepala

Desa termasuk penyelesaian sanak kemenakan sehingga kepercayaan

kemenakan terhadap mamaknya juga sudah mulai berkurang.

Pemerintahan Desa dalam Kenagarian Campago semenjak tahun

1981 sebanyak 12 Desa karena setiap Korong dijadikan Desa dengan

kepala Desa sebagai berikut :

55

Page 70: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

1. Desa Toboh Ramli Lambuk tahun 1982 – 1991

2. Desa Bukit Gonggang M. Jusar tahun 1982 – 1991

3. Desa Kp. Dalam Bgd. Mahyuddin tahun 1982 – 1991

4. Desa Kp. Tanjung Taufik Arif tahun 1982 – 1991

5. Desa Ajung Bgd. Syahruddin tahun 1982 – 1991

6. Desa Bukit Calik St. Bustami tahun 1982 – 1991

7. Desa Padang Manis Sd. Nuri tahun 1982 – 1991

8. Desa Kajai Bgd. Syaripuddin tahun 1982 – 1991

9. Desa Bayur Lukman Hakim tahun 1982 – 1991

10. Desa Campago Rahimi Majid tahun 1982 – 1991

11. Desa Sei.Jilatang Bachtiar tahun 1982 – 1991

12. Desa Kampung Pauh Sd. Lukman tahun 1982 – 1991

Pada tahun 1991 mengingat kepadatan penduduk pada tiap-tiap

Desa yang tidak memungkinkan sebagai sebagai syarat dalam sebuah

desa yang penduduknya sangat kurang maka desa yang 12 dilebur

menjadi 4 (empat ) adalah sebagai berikut :

1. Campago Selatan dipimpin : 1. Ramli Lambuk th 1991 – 2001.

2. Campago Tengah dipimpin : 1. Taufik Arif th 1991 – 1999.

2. Hasyim Chan th 2000 – 2001.

3. Campago Barat dipimpin : 1. Muslim th 1991 – 1999.

2. Sumarjon th 2000 – 2001.

56

Page 71: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

4. Campago Utara dipimpin : 1. Sd. Lukman th 1991 – 1999.

2. Sd.BachtiarNizar th 2000 – 2001.

Mengingat karena sanak kemenakan yang tidak mau tau dengan

Mamak dan kurangnya perhatian masyarakat dalam kegiatan bernagari

sebagaimana yang telah dilaksanakan oleh mamak yang terdahulu

sehingga menjadi perhatian oleh Pemerintah tingkat I Sumatera Barat

berdasarkan PERDA No. 09 /tahun 2000. Yaitu Sumatera Barat kembali

ke Pemerintahan Nagari. Sedangkan untuk daerah Tingkat II Padang

Pariaman diatur oleh Perda No. 02 / tahun 2002 yang berlaku tanggal 8

Maret 2002. Dan pada bulan Oktober 2002 Pemerintahan Desa

dijadikan Pemerintahan Nagari.

Berdasarkan hasil musyawarah Pemuka masyarakat, Ninik

Mamak, Alim Ulama, Cerdik Pandai, Pemuda, Bundo Kanduang

Kenagarian Campago. Ditunjuk Pejabat sementara Wali Nagari

Campago, yaitu : SUHAIMI ZEIN WK.DT.LELO DIRAJO.

Pada tanggal 6 Oktober 2002 dilaksanakan pemilihan Wali

Nagari Campago yang difinitif dan hasil pemilihan tersebut

dimenangkan oleh pjs. Wali Nagari Campago, yaitu SUHAIMI ZEIN

WK. DT.LELO DIRAJO. Dan dilantik oleh Bapak Bupati Padang

Pariaman pada tanggal 29 Oktober 2002 sebagai wali Nagari Campago

57

Page 72: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

yang definitif dan juga sebagai Wali Nagari Campago yang ke-16

(enam belas).

Kenagarian Campago yang dahulunya terdiri dari 12 (dua belas)

korong, dan sekarang kembali dijadikan 12 korong yang terdiri dari :

1. Korong Toboh Pjs Wali Korong Ali Asman.

2. Korong Bkt.Gonggang Pjs Wali Korong Alizar.

3. Korong Kp. Dalam Pjs Wali Korong Asril Can.

4. Korong Kp. Tanjung Pjs.Wali Korong Joni Endra.

5. Korong Ajung Pjs.Wali Korong Ali Munar.

6. Korong Bkt.Calik Pjs.Wali Korong Jasman.

7. Korong Parang Manis Pjs.Wali Korong Sawirman.

8. Korong Kajai Pjs.Wali Korong M. Nur.

9. Korong Bayur Pjs.Wali Korong Lukman Hakim.

10. Korong Campago Pjs.Wali Korong Nurman.

11. Korong Sungai.Jilatang Pjs.Wali Korong Maspar.

12. Korong Kp. Pauah Pjs Wali Korong Syamsul Bahri.

Pejabat sementara Wali Korong yang diangkat berfungsi untuk

membantu Wali Nagari dibidang tugas Pemerintahan, Kemasyarakatan,

Pembangunan dikorong masing-masing dan sekaligus mewakili Wali

Nagari dari korong, apabila Wali Nagari berhalangan untuk menghadiri

58

Page 73: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

acara-acara yang ada dikorong dan bertugas selama terpilihnya Wali

Korong yang definitif.

4.1.2. Letak Geografis

Berdasarkan Data Biro Statistik Kabupaten Padang Pariaman

dan Monografi yang dikeluarkan oleh Camat Kecamatan V Koto

Kampung Dalam tahun 2003 bahwa Nagari Campago adalah satu dari 2

(dua) Nagari di Kecamatan V Koto Kampung Dalam yang terdiri dari

12 (dua Belas) Korong, yaitu setiap Korong dipimpin oleh Wali Korong

yang berfungsi sebagai pembantu Wali Nagari serta Ibu Nagari

Campago adalah Kampung Dalam. Nagari Campago merupakan

gabungan dari 4 (empat) Desa, yaitu: Desa Campago Selatan, Desa

Campago Tengah, Desa Campago Barat dan Desa Campago Utara.

Wilayah Nagari lebih luas dari Pemerintahan Desa, sebuah Nagari

minimal mempunyai 4 (empat) suku. Nagari Campago terdapat 7

(tujuh) suku, yaitu suku Madahiling, suku Sikumbang, suku Jambak,

suku Caniago, suku Koto, suku Paliang dan suku Tanjuang.

Nagari Campago luasnya 1400 Ha dengan perincian 687 Ha

dataran rendah mendapat air dipergunakan untuk persawahaan, 610 Ha

lereng berbukit yang digunakan untuk tanah perkebunan, 34 Ha tanah

59

Page 74: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

perumahan, dan lain-lainnya seluas 69 Ha. Keadaan tanahnya pada

umumya subur.

Dilihat dari batas-batasnya maka Nagari Campago berbatasan

dengan :

Sebalah utara berbatas dengan Nagari Sikucur. Sebelah selatan berbatas

dengan Nagari Naras dan lautan India. Sebelah timur berbatas dengan

Nagari Limau Puruik dan Kudu Gantiang. Sebelah barat berbatas

dengan Nagari Pilubang Kecamatan Sungai Limau.

Ibukota Kabupaten Padang Pariaman Kota Pariaman berada di

sebelah tenggara Nagari Campago yang jaraknya 11 km dan Ibukota

Propinsi Sumatera Barat Kotamadya Padang juga berada sebelah

tenggara Nagari Campago dengan jarak 82 km melalui Ibukota

Kabupaten Padang Pariaman.

4.1.3. Demografi

Sebagaimana umumnya orang Minangkabau yang suka merantau

atau hidup di Negeri orang begitu juga dengan penduduk Nagari

Campago. Karena budaya merantau tersebut merupakan kebangaan

tersendiri bagi warga Nagari Campago.

Seperti kata pepatah “satinggi-tingginyo bangau tabang suruik

kakubangan jua, sajauah-jauahnyo orang marantau baliaknya

60

Page 75: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

kakampuang halaman juo, artinya sejauh-jauh orang Minang merantau

nantinya pasti akan kembali ke kampung halaman juga. Ini

melambangkan betapa cintanya orang Nagari Campago kepada

kampung halaman.

Karena penduduk Nagari Campago banyak yang pergi ke negeri

orang sehingga rumah-rumah banyak yang ditinggalkan begitu saja.

Berdasarkan sumber data Biro Statistik Kabupaten Padang Pariaman

tahun 2003, jumlah penduduknya 11.460 jiwa, yang terdiri dari jumlah

penduduk laki-laki 5596 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 5.864

jiwa dengan 2.366 kepala keluarga.

4.1.4. Agama

Propinsi Sumatera Barat yang dikenal dengan Minangkabau

adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia yang mempunyai

tatanan kehidupan masyarakat yang berdasarkan falsafah adat bersandi

syarak, syarak bersandi kitabullah artinya masyarakat Minangkabau

adalah masyarakat Islami.

Adat yang Islami telah mengantarkan masyarakat Minangkabau

khususnya Nagari Campago menjadi masyarakat yang kokoh, aman,

damai dan sentosa yang terhimpun dalam kesatuan masyarakat hukum

adat.

61

Page 76: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Berdasarkan Biro Pusat Statistik Kabupaten Padang Pariaman

tahun 2003 terlihat dari semua penduduk Nagari Campago beragama

Islam, yang taat menjalankan ibadah keagamaan,. Keadaan tersebut

terlihat dari semangat penduduk dalam mendirikan Musholla dan mesjid

dengan cara bergotong royong dengan melibatkan seluruh warga baik

laki-laki maupun perempuan termasuk juga anak-anak. Banyaknya

Musholla yang berdiri sebanyak 57 (lima puluh Tujuh) buah dan mesjid

sebanyak 12 (dua belas) buah.

Aktifitas penduduk dalam kegiatan keagamaan sangat menonjol.

Para bapak yang dalam kesehariannnya sering memakai sarung dan peci

serta para wanitanya banyak yang memakai kerudung serta sering

melakukan pengajian. Sedangkan pemudanya banyak yang aktif di

kegiatan remaja Mesjid.

4.1.5. Pendidikan

Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa warga Nagari

Campago adalah warga yang suka merantau baik itu dengan tujuan

ekonomi maupun tujuan pendidikan. Dari segi pendidikan banyak juga

warga nagari Campago merantau untuk mendapatkan pendidikan yang

berkualitas. Pada umumnya banyak yang melanjutkan pendidikan ke

62

Page 77: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Kota Padang dan pulau Jawa yang menurut mereka adalah tempat yang

berkualitas untuk pendidikan.

Setelah mereka selesai pendidikan tidak mau lagi balik

kekampung halaman dan mencari pekerjaan di negeri orang karena

mereka lebih bangga hidup di negeri orang dari pada di kampung

halaman sendiri. Sikap demikian tersebut mereka pertahankan terus

sampai mereka berhasil hidup di rantau. Kalau mereka belum berhasil

maka tidak mau balik kekampung halaman, karena merasa malu mereka

belum bisa sukses hidup dirantau.

Sikap demikian bukan berarti orang nagari Campago tidak cinta

kampung halaman, ada pepatah Minangkabau mengatakan hujan batu

dikampuang kito, hujan ameh dirantau urang. Sasanangnyo hiduik di

rantau urang elok juo di kampuang kito. Artinya biarpun hidup senang

dirantau orang senang juga hidup di kampung kita. Ini melambangkan

betapa cintanya orang Minangkabau ke kampung halaman, biarpun di

kampung menderita.

Warga nagari Campago yang hidup dirantau pasti akan pulang ke

kampung halaman, biasanya pulang kekampung halaman tersebut pada

hari raya Idul Fitri. Hari Raya Idul Fitri adalah merupakan hari

kemenangan bagi Nagari Campago yang mayoritas beragama Islam.

63

Page 78: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Di samping itu, kalau ada pesta atau kematian dan acara perhelatan

lainnya dalam keluarganya.

Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari Biro Pusat Statistik

Padang Pariaman fasilitas pendidikan yang ada di Nagari Campago

adalah :

Tabel 1 : Jumlah Sekolah yang ada pada Nagari Campago

Sekolah Negeri Swasta

TK

SD yang sederajat

SLTP yang sederajat

SMU yang sederajat

-

14

2

2

3

-

1

1

Jumlah 18 5

Sumber : Monografi Nagari Campago, 2003

4.1.6. Keadaan Perekonomian

Dilihat dari Topografi Nagari, maka Nagari Campago keadaan

alamnya berbukit dan berlurah, serta mempunyai dataran rendah bukan

pantai, yang ditengah-tengahnya dilalui oleh sungai Batang Naras,

tempat muara dari semua anak-anak sungai.

64

Page 79: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Menurut Bapak Wali Nagari Campago mata pencaharian

penduduk dalam Nagari Campago adalah sebagai berikut : 23

1. Pertanian sebanyak --------------------------------- 4420 orang.

2. Perindustrian / kerajinan --------------------------- 211 orang.

3. Perusahaan bidang jasa -------------------------- 141 orang.

4. Pegawai Negeri -------------------------------------- 121 orang.

5. Perdagangan ----------------------------------------- 525 orang.

Berkenaan dengan gambaran luas tanah penggunaan dan

pemilikannya tanah dalam Nagari Campago adalah seluas 1400 Ha

dengan perincian sebagai berikut :

1. Luas tanah yang telah diolah :

a. Sawah/ tegalan -------------------------------- 687 Ha

b. Perkebunan ------------------------------------ 610 Ha.

c. Pekarangan ------------------------------------- 34 Ha.

d. Perikanan kolam ------------------------------- 5 Ha.

e. Fasilitas jalan ----------------------------------- 13 Ha.

f. Lapangan tempat rekreasi -------------------- 1,5 Ha.

Jumlah 1.350,5 Ha

2. Luas tanah yang belum diolah :

a. Hutan ---------------------------------------------- 2 Ha.

65

23 Suhaimi Zain Wk.Dt.Lelo Dirajo, Wali Nagari Campago, Hasil Wawancara dilapangan, 7 Oktober

2005.

Page 80: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

b. Lain-lainnya -------------------------------------- 47,5 Ha.

Jumlah 49,5 Ha.

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1 Sistem Dan Proses Gadai Menurut Adat Minangkabau Di Nagari

Campago

Dalam sistim hukum adat Minangkabau telah lama dikenal

adanya lembaga pegang gadai ini. Jenis hubungan hukum ini sangat

dominan sekali adanya di Minangkabau. Hal ini mungkin disebabkan

karena untuk menjual lepas dari pada harta pusaka itu dalam sistem

pewarisan masyarakat matrilineal atau keibuan dilarang sekali. Di

samping itu dalam proses penggadaian tanah pusaka tinggi pun

prosedur pelaksanaanya tidaklah mudah, akan tetapi sudah diatur

sedemikian rupa oleh sistem hukum adat Minangkabau itu sendiri.

Dalam hal menggadai terutama sekali harta pusaka tinggi harus

ada persetujuan dan kesepakatan dari semua ahli waris dan disaksikan

oleh kepala suku atau penghulu. Pada umumnya tanah-tanah di

Minangkabau adalah merupakan tanah pusaka. Maka dalam

menggadaikan tanah itu tidak bisa untuk hal-hal yang sembarangan saja.

Persetujuan itu baru akan dapat diperoleh atau didapat setelah

ditemukannya hal-hal sebagai berikut (uraian lihat bab II) :

66

Page 81: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

1. Memperbaiki rumah besar yang bocor.

2. Mengawinkan anak gadisyang telah dewasa atau janda

3. Memakamkan mayat.

4. Menegakkan adat yang tidak berdiri.

Sebelum melakukan perbuatan penggadaian atas tanah ulayat

maka terlebih dahulu dipenuhi berbagai ketentuan berikut :

1. mula-mula dicarikan terlebih dahulu orang-orang diantaranya kaum

itu sendiri yang akan nantinya akan bertindak sebagai pemegang

gadai. Artinya disini adalah dicarikan kaum keluarga yang terdekat.

Apabila orang satu kaum tidak ada, baru dicarikan orang yang

sesuku dengan pemilik ulayat, dan apabila orang yang sesuku juga

tidak ada maka dicarikanlah orang-orang yang ada dalam satu

nagari.

2. Setelah ada pesesuaian antara pemegang gadai dan pemberi gadai,

terlebih dahulu harus dimintakan persetujuan dari seluruh anggota

susukan atau kaum pemilik ulayat. Biasanya untuk melakukan

perbuatan gadai tanah ulayat ini kaum atau suku diwakili oleh

penghulunya. Selain dari anggota masyarakat, persetujuan juga

harus didapatkan dari mamak kepala waris yang bersangkutan. Jika

persetujuan tidak didapatkan maka gadai tidak dapat dilaksanakan.

67

Page 82: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

3. Apabila izin sudah diperoleh dari seluruh anggota kaum atau suku

dan dari mamak kepala warisnya, maka barulah gadai dapat

dilakukan menurut harga yang telah disepakati oleh kedua belah

pihak.

4. Adapun pelaksanaan gadai itu harus dilakukan dihadapan kepala

Nagari dan dibuatkan surat Gadainya.

5. Surat gadai itu selain ditanda tangani oleh kedua belah pihak yang

bersangkutan, juga harus menyertakan tanda tangan dari mamak

kepala waris yang berasal dari pihak pemberi gadai dan pihak

pemegang gadai dan juga disertai dengan saksi-saksi, yang terdiri

dari anggota-anggota kaum yang diketahui oleh Kepala Nagari dari

kedua belah pihak yang melakukan perbuatan gadai tanah ulayat.

4.2.2. Pelaksanaan Gadai Tanah Dalam Masyarakat Hukum Adat

Minangkabau Di Nagari Campago Kabupaten Padang Pariaman

Setelah Berlakunya Pasal 7 UU No.56/Prp/1960

Dengan telah berlakunya UUPA pada tanggal 24 September

1960 maka kedudukan lembaga gadai tanah, termasuk hak-hak yang

sifatnya sementara masih dipertahankan dan dalam waktu dekat ini akan

dihapuskan (pasal 53 ayat 1 UUPA). Pengaturan lebih lanjut dari pasal

53 UUPA itu dapat kita lihat dalam UU No. 56 /Prp/1960 tanggal

68

Page 83: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

29 Desember 1960 yang berlaku tanggal 1 Januari 1961. Bila dilihat

dari sejarah berlakunya UU No. 56/Prp/1960, maka dapat dikatakan

bahwa UU inilah yang pertama kali setelah berlakunya UUPA di

Indonesia, yaitu hanya berjarak waktu 3( tiga ) bulan.

Dengan lebih dekatnya waktu berlakunya UU No. 56/Prp /1960

dengan UUPA ini, dimana dalam Undang-undang ini mengatur masalah

yang berkaitan dengan Penetapan Luas Tanah Pertanian, yang dalam

pasal 7 mengatur tentang Pengembalian dan Penebusan Tanah-Tanah

Pertanian Yang Digadaikan betapa dirasakan bahwa pengaturan gadai

lebih diharapkan kepentinganya. Namun perlu dikaji bahwa tidak semua

masyarakat di Indonesia seperti halnya di Minangkabau dapat menerima

ketentuan hapusnya gadai maka untuk itu didalam penelitian ini

ditelusuri dari:

1. Pengetahuan masyarakat tentang diberlakukannya Pasal 7 UU No.

56 /Prp /1960.

Pengetahuan masyarakat di daerah penelitian terhadap

diberlakukannya Pasal 7 UU No.56/Prp/1960 akan merupakan faktor

penting untuk dapatnya anggota masyarakat mematuhi peraturan

yang diberlakukan tersebut. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa

sebagian besar yaitu 15 orang (75 %) dari responden menyatakan

telah mengetahui diberlakukan UU tersebut dan 5 orang (25%)

69

Page 84: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

dari responden belum mengetahui diberlakukan Pasal 7 UU NO. 56

/Prp /1960. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengetahuan Masyarakat Tentang Diberlakukannya Pasal 7 UU Nomor 56 / Prp /1960.

No Jawaban Responden Frekwensi Persentase

1. 2.

Telah mengetahui Belum mengetahui

15 5

75 25

20 100

2. Pendapat tentang ketentuan hapusnya gadai tanah.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui pendapat masyarakat

tentang ketentuan hapusnya gadai tanah, yaitu sebagian besar

responden yaitu 75 % dari masyarakat mengharapkan agar ketentuan

hapusnya gadai ditinjau kembali. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3 : Pendapat responden tentang aturan penghapusan Gadai

No Jawaban Responden Frekwensi Persentase

1. 2. 3.

Perlu ditinjau kembali Tidak perlu ditinjau kembali Setuju dihapus

15 3 2

75 15 10

10 100

70

Page 85: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Dengan alasan gadai mempunyai fungsi sosial, yaitu untuk membantu/

menolong orang lain dalam kesulitan mendapatkan uang. Dari tabel 3

terlihat adanya 3 orang (15 %) dari responden yang menyatakan tidak

perlu ditinjau kembali gadai tanah dengan alasan gadai dikembalikan

setelah gadai itu ditebus sesuai dengan apa yang diatur dalam Hukum

Adat. Dan 2 orang (10%) dari responden yang menyatakan setuju dihapus

gadai tanah dengan alasan gadai itu merupakan keterpaksaan saja dan itu

merupakan pemerasan.

3. Pendapat Anggota Masyarakat Tentang Cara Penebusan Gadai

Adapun cara jika gadai harus ditebus yaitu sebagian

responden 10 orang (50 %) menjawab menyatakan dikembalikan

hak itu dan diminta benda yang digadaikan dan 10 orang (50%) lagi

menyatakan tergantung kesepakatan, sebagaimana terlihat pada

tabel 4.

Tabel 4 : Pendapat responden cara menebus gadai jika gadai harus ditebus.

No Jawaban Responden Frekwensi Persentase

1.

2.

Dikembalikan hak orang itu dan diminta benda yang digadai Tergantung kesepakatan

10

10

50

50 20 100

71

Page 86: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

4. Pendapat tentang Undang-Undang negara mengatur bahwa setelah 7

tahun gadai perlu ditebus.

Kalau kita hubungkan dengan pegang gadai yang ada di

Minangkabau (khususnya di Nagari Campago), maka peraturan yang

seperti tersebut di atas tidak berlaku terhadap perbuatan hukum

pegang gadai ini. Sebab masyarakat di Minangkabau mengadakan

pegang gadai ini bukanlah didasarkan kepada hukum yang tertulis

akan tetapi berdasarkan kepada hukum yang tidak tertulis yaitu

hukum adat. Sebagaimana dari hasil penelitian ini terlihat yaitu 18

orang (90%) dari responden menyatakan tidak setuju dengan alasan

dari dulu dalam adat gadai harus ditebus dan 2 orang (10%) dari

responden menyatakan setuju dengan alasan menguntungkan

masyarakat penggadai (Penjual Gadai) secara lebih rinci hal ini

terlihat pada tabel 5.

Tabel 5 : Pendapat tentang Pasal 7 UU No. 56 /Prp/1960. Negara mengatur bahwa setelah 7 tahun gadai tidak perlu ditebus.

No Jawaban Responden Frekwensi Persentase

1.

2.

Setuju Tidak setuju

2

18

10

90 20 100

72

Page 87: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

4.2.3. Faktor-Faktor Yang Menghambat Penerapan Pasal 7 UU No. 56

/Prp/1960.

Berdasarkan pasal 53 UUPA tahun 1960, maka diadakan

ketentuan tentang batas waktu penebusan dan pengembalian gadai yang

terdapat dalam pasal 7 UU No.56 /Prp/1960 yang intinya menyatakan

setelah 7 (tujuh) tahun atau lebih hapus dalam arti tidak ada tebusan

seperti yang telah diuraikan pada Bab II, gadai dalam masyarakat

hukum adat Minangkabau harus ditebus sesuai dengan ketentuan adat

yang berbunyai “gadai ditabui, jua dipalalui” artinya (gadai harus

ditebus, dijual dibiarkan lepas) atau ada lagi pepatah adat Minangkabau

yaitu “hutang haruih dibayia gadai haruih ditabui” artinya hutang

harus dibayar, gadai harus ditebus.

Bila dihubungkan dengan pendapat Soerjono Soekanto, tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum disini adalah

faktor hukumnya sendiri, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan.

Di sini terlihat ada pertentangan hukum adat Minangkabau

dengan ketentuan Pasal 7 UU No 56 /Prp/1960 ada di antara masyarakat

yang memanfaatkan.

1. Pendapat masyarakat tentang gadai perlu ditebus di dalam hukum

adat dari hasil penelitian di Nagari Campago Kabupaten Padang

Pariaman dapat diketahui 1 orang (5%) dari responden

73

Page 88: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

menyatakan tergantung keadaan artinya ada yang menyatakan gadai

tidak perlu ditebus dan sebagian besar lagi 19 orang (95%) dari

responden menyatakan gadai itu perlu ditebus sebagaimana terlihat

pada tabel 6.

Tabel 6 : Pendapat responden di dalam hukum adat gadai perlu ditebus

No Jawaban Responden

Frekwensi Persentase

1. 2.

Ya Tergantung keadaan

19 1

95 5

20 100

2. Pendapat Masyarakat Tentang Pasal 7 Undang-Undang No.

56/Prp/1960.

Pendapat anggota masyarakat di Nagari Campago tentang

masih ada keharusan bahwa setiap gadai harus ditebus walaupun

Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960 telah diberlakukan namun sampai

sekarang pelaksanaannya di Minangkabau (Nagari Campago) boleh

dikatakan agak macet, atau dikatakan belum berjalan sama sekali

terutama mengenai pelaksanaan ayat (1) dan (2) dari Pasal 7 di atas.

Hal ini dapat kita lihat pendapat masyarakat di Nagari Campago,

yaitu 19 orang (95%) responden menyatakan perlu ditinjau kembali

tentang ketentuan Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960 dan 1 orang (5%)

74

Page 89: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

responden menyatakan tidak perlu ditinjau kembali gadai tersebut,

secara rinci dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7 : Pendapat responden tentang pada ada masyarakat di Nagari Campago masih ada keharusan bahwa setiap gadai harus ditebus.

No Jawaban Responden Frekwensi Persentase

1.

2.

Perlu ditinjau kembali Tidak perlu ditinjau kembali

19

1

95

5 20 100

3. Pendapat anggota masyarakat tentang gadai perlu dihapuskan.

Penggadaian tanah baik dari segi Hukum Adat Minangkabau

dan Hukum Islam maupun dari tujuan terakhir dari Pasal 7 UU No.

56/Prp/1960 adalah terlarang.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui pendapat anggota

masyarakat tentang gadai perlu dihapus, yaitu lebih dari separoh

responden yakni 12 orang (60%) menyatakan gadai perlu

dihapuskan dengan alasan gadai itu dilarang oleh agama Islam,

hukum adat Minangkabau dan 8 orang (40%) responden menyatakan

tidak perlu dihapus dengan alasan pada prinsip gadai itu mempunyai

fungsi sosial, yaitu membantu/menolong seseorang dalam kesulitan

mendapatkan uang. Sebagaimana terlihat pada tabel 8.

75

Page 90: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Tabel 8 : Pendapat responden tentang “Apakah gadai harus dihapus”

No Jawaban Responden Frekwensi Persentase

1. 2.

Tidak perlu Perlu

8

12

40

60 20 100

4.3. Pembahasan

4.3.1. Pelaksanan Gadai Tanah Dalam Masyarakat Hukum Adat

Minangkabau Di Nagari Campago Kabupaten Padang Pariaman

Setelah Berlakunya UU No. 56/Prp/1960.

Dengan telah berlakunya UUPA pada tanggal 24 september 1960

maka kedudukan lembaga gadai tanah termasuk hak-hak yang sifatnya

sementara masih dipertahankan dan dalam waktu yang dekat ini akan

dihapuskan (Pasal 53 UUPA).

Pengaturan lebih lanjut dari Pasal 53 UUPA itu dapat kita lihat

dalam UU. No. 56 /Prp/ 1960. Pengertian hak gadai tanah terlihat dalam

penjelasan umum UU. No. 56 /Prp/ 1960 angka 9 a sebagai berikut :

“Yang dimaksud dengan gadai ialah hubungan antara seorang dengan tanah kepunyaan orang lain yang mempunyai utang kepadanya selamanya utang tersebut belum dibayar lunas, maka tanah itu tetap berada dalam penguasaan si peminjam uang tersebut (pemegang gadai), selama itu hasil tanah seluruhnya

76

Page 91: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

menjadi hak pemegang gadai yang demikian merupakan bunga dari utang tersebut. Penebusan tanah itu tergantung kepada kemauan dan kemampuan yang menggadaikan. Banyak gadai yang berlangsung bertahun-tahun bahkan ada dilanjutkan oleh ahli waris si pemberi gadai karena si pemberi gadai belum mampu untuk menebusnya kembali. Besarnya uang gadai tidak saja tergantung pada kesuburan tanahnya, akan tetapi terutama pada kebutuhan si pemberi gadai akan besarnya pinjaman, oleh karena itu tidak jarang tanah yang subur digadaikan dengan jumlah uang gadai yang rendah. Biasanya orang menggadaikan tanahnya hanya bisa bila ia berada dalam keadaan yang sangat mendesak sekali”.

Dari kutipan diatas teranglah bagi kita bahwa praktek gadai tanah

diadakan dengan imbangan yang sangat merugikan si pemberi gadai dan

sangat menguntungkan pihak pemegang gadai, tegasnya mengandung

unsur pemerasan sehingga hak gadai bersifat sementara dan akan

dihapuskan.

Berdasarkan Pasal 53 UUPA itu, maka diadakan ketentuan

tentang batas waktu penebusan dan pengembalian gadai yang terdapat

dalam Pasal 7 UU No. 56 Prp. 1960. yang menyatakan sebagai berikut :

Ayat 1: Barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai yang pada waktu mulai berlakunya peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih, wajib mengembalikan tanah itu kepada pemilik aslinya dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen dengan tidak ada hak untuk menuntut uang tebusan.

Ayat 2 : Mengenai hak gadai yang pada mulai berlakunya peraturan ini belum berlangsung 7 tahun maka pemilik tanahnya berhak untuk memintanya kembali setiap waktu dengan membayar uang tebusan sebesar yang dihitung sesuai rumus :

77

Page 92: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

(7+1/2) – waktu berlangsungnya hak gadai x UG 7

UG = Uang gadai

Dengan ketentuan bahwa sewaktu-waktu hak gadai itu telah

berlangsung 7 tahun maka pemegang gadai wajib mengembalikan tanah

tersebut tanpa uang tebusan dalam waktu sebulan setelah tanaman yang

ada selesai dipanen. Sedangkan ayat 3 nya mengatakan, pasal ini juga

berlaku terhadap hak gadai yang diadakan sesudah mulai berlakunya

peraturan ini 24. Jadi peraturan ini memuat ketentuan tentang gadai yang

sedang berlaku dan yang diperlakukan.

Kalau kita hubungkan dengan pegang gadai yang ada di

Minangkabau khususnya di Nagari Campago maka peraturan yang

tersebut di atas tidak berlaku terhadap perbuatan hukum pegang gadai

ini. Sebab masyarakat di Minangkabau (Nagari Campago) mengadakan

pegang gadai ini bukanlah didasarkan kepada hukum yang tertulis akan,

tetapi berdasarkan kepada hukum yang tidak tertulis yaitu hukum adat

mereka sendiri yang berarti hukum adat tersebut menyingkirkan hukum

Nasional, yaitu UUPA tersebut. Pegang gadai di Minangkabau (Nagari

Campago) berlangsung terus dan tetap dipertahankan oleh masyarakat

Minangkabau (Nagari Campago) itu sendiri karena pegang gadai itu

adalah mempunyai fungsi yang sosial, yaitu untuk membantu orang 24 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan Tanah, Jembatan, 1982. hal

695-696. 78

Page 93: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

yang lagi tidak mempunyai uang. Waktu penebusan dari pegang gadai

yang ada di Minangkabau (Nagari Campago) ini tidaklah terbatas

dengan arti kata bahwa pegang gadai akan terus berlangsung selama

belum ditebus, jadi tidak ada batas waktunya seperti yang telah

ditetapkan oleh Pasal 7 dari Undang Undang No 56 /Prp/1960 tadi,

yaitu 7 tahun.

Dalam masyarakat Sumatera Barat atau masyarakat

Minangkabau (Nagari Campago) khususnya akhir-akhir ini bisa kita

perhatikan konsepsi dari pegang gadai itu telah mulai bergeser atau

setidak-tidaknya telah mengalami kekaburan tentang pengertiannya,

yaitu salang pinjam dan salang mampasalang.

Bisa kita lihat yang menjadi pemegang gadai adalah pada

umumnya orang-orang yang telah mapan sedangkan tanah pertaniannya

juga tak bisa dibilang sedikit. Dalam kaitan ini sebenarnya sipemberi

gadai secara berangsur-angsur tapi pasti hanya bekerja sebagai

penggarap saja atau sebagai buruh tani saja lagi.

Jadi tepat sekali yang dikatakan oleh Syofyan Asnawi (68 : 7), dewasa

ini sebaiknya pegang gadai itu dilarang saja, karena tujuan pegang gadai

itu lebih berbau konsumtif, tetapi apakah kita mampu untuk

mengadakan perubahan-perubahan yang demikian itu. Nah itu akan

tergantung kepada kita semuanya.

79

Page 94: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Mengenai peselisihan-perselisihan atau sengketa-sengketa

mengenai tanah ulayat termasuk diantaranya sengketa gadai, walaupun

tidak sering terjadi di Nagari Campago, tetapi kadang-kadang ada juga

terjadi di beberapa kanagarian diluar kanagarian Campago. Sesuai

dengan hasil penelitian di Pengadilan Negeri Wilayah Hukum

Kabupaten Padang Pariaman, dari dahulu sampai saat ini sengketa gadai

ditemukan 10 (sepuluh) kasus sengketa25. Sengketa-sengketa tersebut

biasanya terjadi antara semua anggota kaum atau suku lain ataupun

antara suatu nagari dengan nagari lain. Adapun yang menjadi sebab

utama dari persengketaan itu antara lain adalah :

a. Persengketaan karena persoalan waris.

b. Persengketaan karena persoalan batas.

c. Persengketaan karena soal tidak adilnya pembagian tanah garapan.

d. Persengketaan karena soal gadai menggadai.

Cara penyelesaian apabila ada perselisihan mengenai hal-hal tersebut

diatas, diselenggarakan menurut adat melalui Kerapatan Adat Nagari

beserta penghulu-penghulu adat yang bersangkutan.

80

25 Herman Nurman , Ketua Pengadilan Negeri Pariaman, Hasil Wawancara Dilapangan, 30

September 2005.

Page 95: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Dalam masyarakat Minangkabau, sengketa tersebut dengan kusuik,

dimana Kusuik tersebut dapat dibedakan ke dalam empat golongan :26

a. Kusuik bulu ayam, paruah nan manyalasaikan.

b. Kusuik banang, dicari ujung pangkanyo.

c. Kusuik rambuik, disikek dan diagiah minyak.

d. Kusuik sarang tampuo, api nan manyudahi.

Yang dimaksud dengan kusuik bulu ayam adalah sengketa-

sengketa yang terjadi di antara anggota suatu kaum, adapun cara

penyelesaiannya adalah dilakukan melalui mamaknya atau

pimpinannya, yaitu orang yang dituakan atau ditinggikan seranting.

Yang dimaksud dengan kusuik banang adalah sengketa-sengketa yang

terjadi antara satu kaum dengan kaum yang lainnya. Biasanya disini

dicari ujung dan pangkalnya dari sengketa-sengketa yang timbul

tersebut, dalam arti diselenggarakan oleh ninik mamak yang

berkepentingan.

Kusuik rambuik adalah sengketa yang terjadi antara dua suku atau antar

suku atau antar kaum. Biasanya cara penyelesaian yang dilakukan

adalah dicari mana yang benar dan diluruskan mana yang salah oleh

para ninik mamaknya.

81

26 A.L.RKY.Maharajo Satie,Ketua KAN Nagari Campago, Hasil Wawancara dilapangan, 7

Oktober 2005 .

Page 96: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Sedangkan kusuik sarang tampuo adalah sengketa yang sudah

demikian beratnya sehingga penyelesainya diserahkan kepada badan

peradilan. Disini berlaku ketentuan adat “menang jadi arang, kalah jadi

abu”. Hal yang seperti ini tidak dikehendaki oleh adat, dan tiap sengketa

tanah ulayat di Minangkabau diharapkan hendaknya tidak berakhir

dengan penyelesaian Pengadilan. Penyelesaian tersebut oleh orang

Minang disebut sebagai penyelesaian dengan api akan menimbulkan

permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut disebabkan

karena, apabila persengketaan mengenai tanah ulayat itu sudah sampai

ke pengadilan maka hal tersebut berarti bahwa perselisihan antara kedua

belah sudah demikian gawatnya sehingga akan sulit untuk merujutkan

kembali kedua belah pihak yang bersengketa tersebut.

Jika ternyata antara kaum di Minangkabau biasanya masalah

tersebut dibawa bermusyawarah. Dalam pepatah adat disebut

“Bajanjang naik batanggo turun“ yang artinya bahwa untuk

menyelesaikan persengketaan tersebut dilakukan melalui suatu proses

yang bertingkat-tingkat. Pertama-tama penyelesaiannya dilakukan

melalui ninik mamak yang bersangkutan. Apabila permusyawaratan

yang dilakukan oleh ninik mamak tersebut tidak memperoleh kata

sepakat, maka masalah itu akan dibawa kepada ninik mamak suku untuk

diselesaikan. Kalau masih juga tidak diperoleh kesepakatan juga,

82

Page 97: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

maka persengketaan tersebut dibawa ke ninik mamak tingkat Nagari

yang ada di Kanagarian (KAN), dan dimusyawarahkan dalam

musyawarah adat nagari. Setiap ninik mamak yang terdapat dalam

kanagarian tersebut terlibat secara langsung dalam menyelesaikan

bukan merupakan anak kemenakannya. Penyelesaian persengketaan

melalui musyawarah adat nagari ini merupakan upaya terakhir dalam

rangka penyelesaian persengketaan mengenai tanah ulayat menurut

ketentuan adat Minangkabau.

Apabila penyelesaian secara adat ini tidak mungkin untuk

dilaksanakan atau tidak dapat mengambil suatu keputusan maka barulah

penyelesaiannya dilangsungkan kepada Pengadilan Negeri. Akan tetapi

kadang-kadang ada pula terjadi bahwa suatu perkara tanah adat

langsung diteruskan atau diajukan kepada Pengadilan Negeri untuk

menetapkan penyelesaiannya. Apabila terjadi hal yang demikain ini

maka Pengadilan Negeri akan menyarankan agar supaya persengketaan

ini diupayakan penyelesaiannya melalui ketentuan adat terlebih dahulu27

Kerapatan Adat Nagari merupakan lembaga perwakilan

permusyawaratan permufakatan adat tertinggi yang telah ada dan

diwarisi secara turun temurun sepanjang adat ditengah-tengah

masyarakat Nagari Sumatera Barat. Hal mengenai kerapatan Adat

83

27 Herman Nurman, Op Cit.

Page 98: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Nagari ini diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat

Nomor 13 tahun 1983 tentang Nagari serta Kesatuan Masyarakat

Hukum Adat Dalam Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat.

Adapun personil yang duduk dalam KAN adalah para penghulu-

penghulu suku dan pemuka-pemuka adat yang bersangkutan. Untuk itu

disamping sebagai sarana peradilan terendah dan tertinggi dalam adat,

di nagari ia juga merupakan wakil dari tiap-tiap suku untuk mewakili

inspirasi dari kaumnya masing-masing. Mengenai persengketaan-

persengketaan yang terjadi mengenai sepanjang tanah ulayat termasuk

gadai salah satunya. Menurut Herman Sihombing penyelesaian

sengketa tanah ulayat, ia mengatakan sebagai berikut : 28

“Untuk menyelesaikan sengketa tanah ulayat yang terbaik adalah

dilakukan oleh Kerapatan Adat Nagari. Hal ini antara lain disebabkan

karena penghulu-penghulu tersebut lebih mengetahui milik siapa tanah

yang dipersengkatakan tersebut karena sudah jelas batas-batasnya baik

yang merupakan batas alam maupun batas-batas yang dibuat oleh

manusia“. Jadi dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam

rangka penyelesaian sengketa mengenai tanah ulayat, maka pertama

sekali harus dilakukan penyelesaian menurut adat yang dilakukan oleh

Kerapatan Adat Nagari yang ada disetiap kenagarian. Apabila dengan

84

28 Herman Sihombing,Pelajaran Adat Minangkabau, Lembaga Kerapatan Adat Minangkabau,

Padang 1987.

Page 99: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

jalan tersebut tidak diperoleh kata sepakat, maka barulah perkara

tersebut dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri guna memperoleh

penyelesaian menurut hukum yang berlaku.

Secara garis besarnya dalam menjalankan program pemerintah

di dalam bidang pertanahan, para ninik mamak yang duduk di KAN

mempunyai dua wewenang, yaitu :

a. Wewenang di bidang pertanahan menurut hukum adat.

b. Wewenang dalam pelaksanaan UUPA.

4.3.2. Faktor-Faktor Yang Menghambat Penerapan Pasal 7 UU No.

56/Prp/1960.

Jika berbicara mengenai masalah gadai maka dapat dilihat

ketentuan dari Undang-Undang No 56/Prp/1960 Penetapan Luas Tanah

Pertanian. Dalam Pasal 7 disebutkan bahwa setelah lewat 7 tahun maka

gadai akan hapus dengan sendirinya tanpa ditebus. Kalau kita

hubungkan dengan pegang gadai yang ada di Minangkabau (Nagari

Campago) maka peraturan yang seperti tersebut di atas tidaklah berlaku

terhadap perbuatan hukum pegang gadai ini.

Tetapnya masyarakat menggunakan lembaga gadai walaupun

telah dinyatakan hapus, kiranya ketentuan ini perlu dikaji secara teliti.

Khusus untuk daerah pendukung budaya dan hukum adat

85

Page 100: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Minangkabau, ketentuan ini berarti tidak mengakui penguasaan

masyarakat atas tanah yang berasal dari pegang gadai.

Dengan diperlakukannya Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960 tentang

Ketentuan Penghapusan Gadai yang merupakan tindak lanjut dari

Peraturan Agraria (Pasal 53 Ayat (1) UUPA) di wilayah Minangkabau

penerapan ketentuan ini perlu ditinjau kembali. Hal ini disebabkan

karena ketentuan undang-undang tersebut bersifat memaksa. Situasi dan

kondisi di Minangkabau (Nagari Campago) berbeda dengan situasi dan

kondisi orang yang melakukan gadai di Pulau Jawa.

Berkaitan dengan pengakuan hak gadai dalam masyarakat hukum

adat ini banyak pendapat baik dari ahli hukum maupun praktisi hukum

(Hakim) melalui Yurisprudensi Soebekti (dalam A.P Parlindungan,

1991b: 55) mengungkapkan bahwa UU No.56/Prp/1960 bermaksud

melindungi pihak ekonomi lemah, si petani yang memerlukan uang dan

terpaksa menggadaikan tanah dengan tanpa mempertimbangkan besar

uang gadai. Dengan pertimbangan bahwa selama 7 (tujuh) tahun

penerima gadai sudah menikmati obyek gadai, sehingga telah

memperoleh kembali uang gadai yang telah dikeluarkan. A.P.

Parlindungan (1991b:55) menunjukkan bahwa di beberapa daerah justru

penerima gadai adalah masyarakat ekonomi lemah dan harga gadai

cukup besar. Pada penelitian yang penulis lakukan dapat

86

Page 101: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

dikemukakan bahwa gadai di Minangkabau (Nagari Campago)

dilakukan dengan berbagai pertimbangan antara lain berdasarkan 4

(empat) alasan untuk memindah tangankan hak atas tanah (lihat dalam

uraian Bab II).

Dari keadaan yang digambarkan tersebut, penulis berpendapat

bahwa ketentuan gadai tanah ini tidak disusun berdasarkan hasil

penelitian dan kajian mendalam tentang pranata gadai, sehingga dalam

penerapannya sering dijadikan obyek sengketa ditengah masyarakat.

Sementara itu A.P. Parlindungan (1991 : 54) melihat ketentuan dan

pendirian pemerintah yang ragu-ragu untuk memberikan landasan

hukum dalam UUPA. A.P. Parlindungan (1991 : 55) berpendapat bahwa

penghapusan lembaga gadai dapat menimbulkan kesulitan kepada

masyarakat karena masyarakat yang membutuhkan uang akan terbelit

utang dengan pinjaman uang dengan bunga tinggi sekali. Timbulnya

jual beli dengan hak membeli kembali dalam waktu terbatas, sehingga

akan menyebabkan hilangnya hak tanah dari yang menggadaikan karena

tidak sanggup menebusnya.

Bila ketentuan Pasal 3 dan 56 UUPA dikaitkan dengan Pasal 7

UU.No.56/Prp/1960 maka dapat diketahui bahwa tidak adanya

sinkronisasi peraturan dalam mengakui hak-hak masyarakat Hukum

Adat atas tanah khususnya tentang bersifat sementara. Pada Pasal 3

87

Page 102: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

secara implisit mengakui pelaksanaan hak ulayat dan hak yang serupa

dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataan masih ada.

Hal ini berarti bahwa UUPA mengakui pelaksanaan hak ulayat sesuai

dengan ketentuan adat termasuk juga di dalamnya menggadaikan dalam

jangka waktu tidak terbatas dan harus ditebus karena norma tersebutlah

yang dianut oleh masyarakat setempat. Hanya saja norma adat tersebut

secara formal dinyatakan tidak berlaku lagi dengan berlakunya Pasal 7

UU.No. 56/Prp/1960. Selanjutnya apabila ketentuan penghapusan gadai

ini dikaitkan dengan Pasal 56 UUPA juga menunjukkan tidak adanya

sinkronisasi karena didalam hukum adat gadai merupakan satu-satunya

cara yang dapat dilakukan oleh anggota kerabat untuk memenuhi

kebutuhan yang mendesak.

Adapun faktor-faktor yang menghambat penerapan ketentuan

Pasal 7 UU No 56/Prp/1960, yaitu :

1. Gadai di daerah ini lebih spesifik karena nilai gadai hampir

menyamai harga beli sehingga mengembalikan tanah gadai kepada

pemilik dengan tanpa mendapat tebusan akan merugikan pemegang

gadai.

2. Gadai itu mempunyai fungsi sosial, yaitu bersifat tolong menolong,

sehingga tidak ada unsur pemerasan dan selalu ditebusi tanpa terikat

pada suatu jangka waktu tertentu.

88

Page 103: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

3. Dalam ketentuan adat Minangkabau (Nagari Campago) gadai harus

ditebus kembali sesuai dengan ketentuan adat “gadai ditabui, jua

dipalalui” (gadai ditebus, jual dibiarkan lepas) atau sesuai dengan

pepatah Adat Minangkabau “hutang haruih dibayia gadai haruih

ditabui (hutang harus dibayar gadai harus ditebus).

4. Pelaksanaan gadai di Minangkabau (Nagari Campago) persyaratan

gadai adalah sulit karena harus setahu waris yang dekat dibatasi

hanya dapat dilakukan dilingkungan kerabat dengan memperhatikan

tingkatan jarak “jarak sajari (jarak satu jari), jarak sajangka (jarak

sejengkal), jarak saeto (jarak sehasta), jarak sadapo (jarak sedepa),

jarak saimbauan (jarak satu teriakan)”.

Dengan adanya jarak ini, konsep gadai di Minangkabau (Nagari

Campago) tidak menyebabkan tanah yang digadaikan berpindah dari

penguasaan kerabat matrilineal.

5. Penggadai pada umumnya mempunyai banyak/kuat atas tanah,

sedangkan Pemegang Gadai adalah pihak yang kekurangan tanah/

lemah dari penguasaan atas tanah.

89

Page 104: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik suatu kesimpulan

sebagai berikut :

1. Ketentuan dari Pasal 7 Undang-Undang No.56/Prp/1960 ini tidak

dapat diberlakukan di Minangkabau (Nagari Campago) karena

pegang gadai itu dilakukan atas nama keluarga dalam satu kerabat,

bersifat sosial yang berfungsi tolong menolong, tidak mempunyai

unsur pemerasan seperti halnya yang terjadi di Pulau Jawa.

Dewasa ini istilah “gadai” dalam masyarakat Minangkabau telah

ditukar dengan istilah “salang pinjam “ sehingga dapat dinyatakan

bahwa pada prinsipnya peraturan tentang penghapusan gadai di

Indonesia tidak dapat diperlakukan di Minangkabau. Hal ini

didukung oleh pelaksanaan gadai dalam masyarakat Minangkabau

tidak menimbulkan kerugian pada salah satu pihak, karena didasari

prinsip “lamak diawak katuju diurang” (enak sama kita direstu

sama orang lain). Di samping itu gadai tidak bisa hapus karena

dalam pelaksanaan itu sendiri harga menyamai atau hampir

menyamai harga jual dari tanah yang digadaikan.

90

Page 105: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

2. Faktor-faktor yang menghambat penerapan ketentuan Pasal 7

UU.No. 56/Prp/1960 di Minangkabau (nagari Campago) adalah, di

mana gadai didaerah ini lebih spesifik karena nilai gadai hampir

menyamai harga beli, sehingga pengembalian tanah gadai kepada

pemilik dengan tanpa mendapat tebusan akan merugikan pemegang

gadai. Di samping itu pelaksanaan pelaksanaan gadai adalah sulit

karena harus setahu waris yang dekat dibatasi hanya dapat dilakukan

di lingkungan kerabat dengan memperhatikan tingkatan jaraknya.

Dengan adanya jarak ini konsep di Minangkabau (Nagari Campago)

tidak menyebabkan tanah yang digadai berpindah dari penguasaan

kerabat matrilineal.

91

Page 106: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

5.2 Saran-Saran

Dengan diberlakukan Pasal 7 Undang-Undang No. 56/Prp/1960

tentang pengaturan gadai tanah ini secara Nasional, tetapi bertentangan

dengan Hukum Adat Minangkabau, maka penulis akan menyampaikan

beberapa saran-saran antara lain :

1. Perlu diadakan penelitian yang lebih mendalam mengenai

perkembangan yang terjadi dalam masyarakat Indonesia, khususnya

masyarakat Minangkabau. Untuk mengetahui sampai sejauh mana

perkembangan itu dapat menunjang pembentukan hukum Nasional

di Negara Indonesia.

2. Ketentuan Pasal 7 Undang-Undang No.56 /Prp/1960 yang mengatur

tentang ketentuan gadai, prosedurnya sulit untuk diterima oleh

masyarakat Minangkabau khususnya di nagari Campago yang

beragama Islam, karenanya perlu dicarikan suatu cara untuk

menyelesaikanya yang kas untuk daerah Minangkabau, hingga

tujuan dari pasal 7 Undang-Undang No. 56 /Prp/1960 dapat dicapai.

3. Gadai dan penebusannya hendaklah tetap berdasarkan Hukum Adat

dan wajib mempertebuskan dalam UUPA (Pasal 7 Undang-Undang

No.56/Prp/1960) hendaklah diartikan dengan sepakat dan setelah

diperkirakan dengan uang tebusan. Tegasnya hidup yang

92

Page 107: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

“berkerelaan mati nan batungkek “ Budi dapat dipelihara dan

diperkembangkan.

4. Untuk masa selanjutnya, gadai tanah di Minangkabau sebaiknya

dilarang saja, karena maksud dan tujuan gadai di Minangkabau

bukanlah sebagai sumber kredit untuk bidang produksi, tetapi untuk

kosumtif yakni untuk menutupi apa yang dianggap memalukan.

93

Page 108: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

DAFTAR PUSTAKA a. Buku-Buku.

Ali Umar, Tasyarif dan Faisal Hamdan. 1977 – 1978. Adat Dan

Lembaga-Lembaga Hukum Adat Sumatra Barat. Badan Pembinaan Hukum Nasional dan Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Andalas. Padang.

Anwar Chairul, 1997. Hukum Adat Indonesia, Meninjau Hukum

Adat Minangkabau. PT. Bineka Cipta. Jakarta. Bahri, Syamsul Dt. Saripado, 1987. Hukum Agraria Indonesia

Dulu dan Kini II. Padang. , dan Sjofyan Thalib. 1977. Pengaruh Undang-

Undang Pokok Agraria Terhadap Tanah Adat di Sumatra Barat. Fakultas Hukum Dan Pengetahuan Masyarakat Unversitas Andalas. Padang.

Hadikusuma, Hilman. 1992.Pengantar Ilmu Hukum Adat

Indonesia. Cetakan Pertama. Maudar Maju.. Bandung. , 1982. Hukum Adat Perjanjian Adat. Alumni

Bandung. Bandung. Harsono, Boedi. 2002. Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah

Nasional. Universitas Trisakti. Jakarta. , 2002. Hukum Agraria Indonesia, Jilid I. Djambatan.

Jakarta. , 2002. Himpunan Peraturan Hukum Agraria.

Djambatan. Jakarta. Hasan, Firman, 1988. Dinamika Masyarakat Adat Minangkabau.

Pusat Penelitian UNAND. Padang

94

Page 109: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Hermayulis, 1990. Dampak Pembangunan Terhadap Penguasaan

Tanah Di Sumatera Barat. Studi di Kotamadya Padang. Tesis S2 Pada Program Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan Ekologi Manusia. Universitas Indonesia. Jakarta.

Moleong. Lexy. J. 2000. Metodelogi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung.

Muhammad, Bushar. 1995. Pokok-pokok Hukum Adat. Cetakan

keenam. Pradya Paramita. Jakarta. , 1981. Asaa-asas Hukum Adat (Suatu Pengantar).

Pradya Paramita. Jakarta. Naim, Mochtar. 1968. Menggali Hukum Tanah dan Warisan

Minangkabau. Center for Minangkabau Studies Press. Padang.

Nasution, S. dan Thomas, M. 2000. Buku Penuntun Membuat

Tesis, Skripsi, Diserasi, Makalah. PT. Bumi Aksara Jakarta. Perangin angin, Effendi. 1978. Sari Kuliah I Hukum Agraria I

Notariat Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Esa Jakarta.

Ronny, Hanitijo Soemitro, 1990. Metodologi Penelitian Hukum

dan Jurimetri. Ghalia Indonesia. Jakarta. Saragih, Djaren. 1984. Pengantar Hukum Adat Indonesia. Edisi II.

Tarsito. Bandung. Sihombing, Herman dan Mahjudin Salim. 1975. Hukum Adat

Miangkabau Dalam Keputusan Pengadilan Negeri di Sumatra Barat. Alumni. Bandung.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum.

Universitas Indonesia Press. Jakarta.

95

Page 110: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

, 1983. Hukum Adat Indonesia, Cetakan ke dua PT.

Raja Grafindo. Persasta, Jakarta. , 1983. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Penegakan Hukum. Cetekan pertama PT. Raja Wali. Jakarta. , dan Soleman B. Taneko. 1983. Hukum Adat

Indonesia. Rajawali. Jakarta. Sudiyat, Iman. 1981. Hukum Adat, Sketsa Adat. Liberti.

Yogyakarta. Sutopo Hadi, 1998 Metodologi Penelitian Kualitatif Bagian II,

UNS Press Surakarta Sutrisno, Hadi. 2000. Metodologi Research. Jilid I. Andi.

Yogyakarta.

Thalib, Sajuti. 1985. Hubungan Tanah Adat Dengan Hukum Agraria di Minangkabau. Bina aksara. Jakarta.

b. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang No 5 tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, tentang Otonomi Daerah. Undang-Undang No 56 Prp tahun 1960, tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Penjelasan Undang-Undang No. 56/Prp/1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.

96

Page 111: PELAKSANAAN GADAI TANAH DALAM MASYARAKAT · PDF filepelaksanaan gadai tanah dalam masyarakat hukum adat minangkabau di nagari campago kabupaten padang pariaman setelah berlakunya pasal

Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. Sk 20/Permen/1963, tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Gadai. Keputusan Menteri Pertanian dan Agraria No. Sk 10/Ka/1963, tentang Penegasan Berlakunya Pasal 7 Undang-Undang No 56 Prp tahun 1960 bagi Gadai Tanaman Keras. Keputusan Menteri Nomor 63 tahun 1999, tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Penyesuaan Peristilahan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Dan Kelurahan Keputusan Menteri Dalam Negeri No 64 Tahun 1999, tentang Pedoman Mengenai Pengaturan Desa. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 09 tahun 2000, tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari. Peraturan Daerah Kabupaten Padang Pariaman Nomor 02 tahun 2002, tentang Pemerintahan Nagari.

97