133

Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

  • Upload
    buiphuc

  • View
    217

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT
Page 2: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri DalamIndustri Perkebunan Sawit

Di Indonesia

Disusun oleh:

Drs. Revrisond Baswir, MBANurhanudin Achmad, S.Si., M.Si

Awan Santosa, S.E., M.ScDrs. Puthut Indroyono

Drs. HudiyantoIstianto Ari Wibowo, S.E

Rahmawati Retno Winarni, S.E., MBAElsa Susanti, S.E

Fatilda Hasibuan, S.HMansuetus Alsy Hanu, S.Ip

Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada

SAWIT WATCH

Page 3: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

i

Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (PUSTEK-UGM) bekerja sama dengan Sawit Watch melaksanakan kegiatan berupa penelitian tentang pekebun mandiri. Tidak seperti halnya pekebun swasta maupun nasional, pekebun mandiri ini adalah para pekebun yang memiliki lahan yang sempit dan skala produksi yang kecil.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukenali sifat, karakteristik, dan jenis kerja pekebun mandiri. Penelitian ini juga bertujuan menemukenali kondisi pekerjaan dan kehidupan pekebun mandiri, menganalisis relasi pekebun mandiri dengan pablik, dengan masyarakat sekitar, menganalisis konsep alternatif pengembangan kebun mandiri, sehingga diharapkan akan diperoleh gambaran mengenai sifat, karakteristik, jenis kerja pekebun mandiri, gambaran mengenai kondisi pekerjaan dan kehidupannya, yang tak kurang penting adalah konsep alternatif pengembangna kebun mandiri dan kebijakan pada level makro terkait dengan kondisi riil pekebun mandiri tersebut.

Page 4: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

ii

Kami mengucapkan terima kasih kepada Sawit Watch yang telah memberikan kepercayaan kepada Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada untuk mengadakan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga kami tujukan kepada masyarakat dan para pekebun mandiri di beberapa daerah yang kami jadikan sebagai lokasi penelitian ini. Semoga laporan penelitian ini bermanfaat.

Yogyakarta, 14 Desember 2009

Tim Peneliti PUSTEK-UGM

Page 5: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

iii

Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

Terdapat beberapa istilah di usaha perkebunan kelapa sawit yang kadangkala membingungkan. Salah satunya diantara pekebun swadaya, dan pekebun plasma. Apakah memperlawankan pekebun plasma dengan pekebun swadaya tepat? Dalam berbagai dialog, seringkali kita memperlawankan dua hal tersebut, bilamana bukan pekebun swadaya maka pekebun plasma. Dalam hal tertentu, memperlawankan dua istilah tersebut tidak terlalu salah. Tetapi bila kita dalami, istilah tersebut diambil dalam kerangka petani tersebut ikut model kemitraan PIR atau bukan. Dalam kemitraan PIR, selain petani plasma, dikenal inti atau perusahaan. Dalam kerangka ini petani swadaya lebih kepada petani yang tidak masuk dalam skema kemitraan PIR.

Skema kemitraan PIR adalah contract-farming menggunakan pendekatan HBS (Harvard Business School). Pendekatan HBS ini didasarkan keyakinan bahwa jikalau industri makmur, maka rakyat juga makmur, dan bahwa perusahaan agroindustri sebagai ”inti” dianggap mempunyai kemampuan istimewa

Page 6: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

iv

dalam mengalihkan teknologi secara cepat kepada rakyat, serta menyebabkan partisipasi rakyat secara meluas. Model itu dianggap berhasil memisahkan investasi dalam pengelolaan dan pemasaran, dari hambatan masalah penguasaan tanah yang peka itu (lihat, Williams and Karem (1985) seperti dikutip B White (1989) dalam Wiradi (2006)). Selain pendekatan HBS, dikenal pendekatan FF (food fi rst), melihat model ”inti-satelit” itu sebagai menurunkan derajat usaha tani rakyat ke bawah ”modal”, dalam sub-ordinasi yang memungkinkan surplus keuntungan hasil modernisasi pertanian itu bukan ditangkap oleh produsen langsung (yaitu usaha tani rakyat) tetapi ditangkap ”inti”.

Berkenaan dengan hadirnya karya buku pekebun mandiri di industri perkebunan kelapa sawit, pendekatan manakah yang digunakan? Saya menduga, bahwa pendekatan Food First yang digunakan. Penulis buku ini menunjukkan bahwa kemandirian adalah suatu kontinum yang terdiri berbagai hal untuk mengkontruksikan suatu kemandirian. Faktor-faktor tersebut diantaranya bagaimana kontrol pekebun terhadap aset-asetnya? Bagaimana budidaya tanaman dan pengembangannya? Penulis-penulis buku ini menggolongkan petani swadaya dan petani plasma yang minimum kemandiriannya. Bila alur pemikiran buku ini diikuti, maka akan dikenal pekebun swadaya yang tidak swadaya (tidak mandiri). Saya melihat bila pendekatan FF digunakan dalam buku ini. Buku ini kritis terhadap model PIR yang tidak memandirikan.

Page 7: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

v

Kata Pengantar

Akhirnya, saya sangat gembira atas hadirnya buku ini dan mengucapkan terima kasih kepada PUSTEK UGM dan SPKS atas kerjasama, dari penelitian sampai hadirnya buku ini. Ucapan terima kasih juga saya haturkan untuk para pekebun mandiri, dan masyarakat serta berbagai pihak lain yang terlibat dalam penelitian. Selamat menikmati buku ini, dan semoga bermanfaat.

Bogor, 22 Oktober 2010

SAWIT WATCH

Page 8: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

vi

KATA PENGANTAR

Petani Harus Menjadi Subyek di Dalam Perkebunan

Kelapa Sawit

Pada level internasional, Indonesia sangat di kenal sebagai negara produsen kelapa sawit. Dalam catatan Sawit Watch, perkebunan Sawit di Indonesia memiliki luas 9,2 juta ha dan 35 % di antaranya adalah perkebunan rakyat baik itu perkebunan rakyat pola skema maupun perkebunan rakyat swadaya. Perkembangan perkebunan rakyat dengan swadaya, tidak merupakan suatu desain yang di buat oleh negara, perkembangannya mengikuti tumbuh dan berkembangnya perkebunan besar milik swasta dan negara. Inisiatif untuk belajar sendiri dari praktek perkebunan besar serta menggunakan sumberdaya sendiri menjadi hal penting dalam berkembangnya kebun-kebun swadaya.

Page 9: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

vii

Kata Pengantar

Begitupun halnya perkebunan rakyat pola skema yang sebagiannya mengikuti jejak pekebun swadaya dengan memanfaatkan lahan kosong untuk membangun kebun mandiri. Mereka mengganggap, kebun plasma yang di batasi oleh pemerintah 2 ha tidak mampu menyokong kehidupan petani sehari-hari.

Beberapa pembelajaran dari pola-pola mandiri dan pola-pola skema yang sudah ada, pertama: terdapat inisiatif yang besar dari kelompok rakyat untuk membangun kebun mandiri. Kelemahan dari inisiatif ini adalah lemahnya daya dukung pemerintah dalam merespon tuntutan kebutuhan pekebun untuk lebih maju dan mandiri. Kedua; terdapat suatu pembelajaran yang di ambil bahwa petani pola skema dan pekebun swadaya enggan untuk berintegrasi dengan perusahaan besar karena skema kemitraan tidak adil, manipulatif dan korupsi pemanfaatan kredit. Ketiga; petani membangun kebun mandiri karena terkait soal penguasaan lahan atau tanah yang di miliki masyarakat. Jika terlibat dalam pola skema, petani harus menyerahkan tanah lebih dari 2 ha dan di kembalikan kepada petani hanya 2 ha. Itupun petani harus menanggung kredit setiap bulan di saat kebun mulai berproduksi. Petani tentunya lebih memilih swadaya jika ingin mengelola tanahnya dengan komoditi sawit untuk mengurangi resiko-resiko sosial, ekonomi dan lingkungan.

Page 10: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

viii

Dari ketiga hal tersebut di atas walaupun mereka secara material tidak berintegrasi dengan perusahaan besar tetap tidak dapat terhindar dari cengkraman perusahaan besar sehingga harus terpaksa berintegrasi dengan sistem yang manipulatif, korup dan tidak adil. Seluruh hasil produksi harus dipasarkan pada suatu sistem korporasi yakni pabrik pengolahan CPO (crude palm oil) yang sampai saat ini hanya di miliki oleh perusahaan besar. Kertergantungan pada kapitalis masih ada yang merupakan akibat dari sistem perkebunan di indonesia yang masih mewariskan kolonialisme. Sayangnya, sistem perkebunan ini masih di dukung oleh pemerintah republik indonesia dengan menciptakan regulasi-regulasi yang menyokong monopoli, tidak adil dan sistem korup tersebut.

Refleksi kita saat ini, sistem ini akan terus di ciptakan dan dipaksakan pada tataran praktek oleh pemerintah. Munculnya kebijakan revitalisasi perkebunan melalui keputusan mentri pertanian pada tahun 2006 mengindikasikan mimpi buruk bagi maju dan berkembangnya inisiatif membangun pekebun mandiri yang memiliki kedaulatan, mengutamakan keberdayaan petani dan sistem yang tidak korup dan berkeadilan. Revitalisasi perkebunan dianggap musuh bebuyutan pekebun mandiri karena petani pola skema dan pekebun swadaya di paksakan untuk satu manajemen. Petani diperlakukan sebagai buruh bukan sebagai pemilik. Perusahaan memiliki kekuasaan yang besar mengelola

Page 11: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

ix

Kata Pengantar

kredit, mengelola kebun dan menikmati hasil produksinya. Hasilnya produksi akan dibagikan kepada petani sesuai dengan sistem yang sudah di atur oleh perusahaan besar. Sistem ini tidak memajukan rakyat petani dan koperasi yang telah memiliki inisiatif untuk maju dan mandiri.

Beberapa pengalaman yang kami dapatkan atas inisiatif masyarakat membangun kebun dan hubungannya dengan posisi pemerintah daerah dalam penyediaan daya dukung seperti finansial, penyediaan asisten kebun maupun bantuan bibit, pupuk untuk pembangunan kebun yang lebih baik. Hal yang kami dapatkan adalah, pemerintah daerah merespon dalam bentuk pragmatis dan administratif dengan mengedepankan skema kebun dengan perusahaan. Pengalaman yang kami dapatkan ini, menunjukkan bahwa pemerintah tidak mau repot-repot mengurus petani sehingga pengurusannya harus di serahkan kepada perusahaan. Ini menunjukkan bahwa pemerintah kita tidak memiliki desain untuk pekebun mandiri dan menjauhkan pola-pola monopoli dan korup di dalam perkebunan. Model ini justru memperburuk sistem perkebunan di Indonesia akibat salah urus pemerintah. Konflik-konflik dalam model skema kemitraan tidak menjadi suatu catatan buruk pelaksanaan perkebunan di Indonesia. Catatan SPKS, dari bulan januari hingga bulan oktober 2010 sudah terdapat 112 petani kelapa sawit yang dikriminalisasi di dalam pola skema perkebunan. Konflik tidak menjadi suatu pertimbangan atau bahan refleksi

Page 12: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

x

untuk kemudian membangun pekebun mandiri. Karena kami mengganggap, membangun visi pekebun mandiri sangat memerlukan daya dukung pemerintah.

Pada tanggal 21 oktober 2010 bertepat di istana bogor, Dalam 50 Tahun Puncak Peringatan Agraria Nasional Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya mengatakan, tema besar Tanah untuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat tersebut harus dicamkan betul agar di negeri ini rakyat bisa menjadi tuan tanah.

Harapan kami bahwa tema reforma agraria tidak hanya sebatas pada distribusi tanah. Karena konsep distribusi tanah sifatnya alamiah yang memang tanah harus dimiliki dan dikuasai rakyat. Sementara penguasaan tanah oleh perusahaan perkebunan yang di buat oleh kebijakan pemerintah seperti undang-undang perkebunan No 18 tahun 2004 dan kebijakan pemerintah terkait hak guna usaha harus dilakukan perombakan total yang menjadi sumber akumulasi tanah perkebunan pada sektor pengusaha dan mengerdilkan kepemilikan rakyat pada sisi yang lainnya. Tentunya presiden harus kembali melihat aspek reforma agraria di perkebunan di indonesia hingga sampai pada perubahan struktur perkebunan yang monopolistik yang sudah lama di terapkan di republik ini. Reforma agraria di perkebunan harus terus menerus di dorong agar petani bisa berdaulat di atas tanah dan berdiri kokoh membangun posisi

Page 13: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

xi

Kata Pengantar

tawar dengan pihak lainnya. Di perkebunan kelapa sawit, perlu terus menerus mendesak distribusi tanah perkebunan besar dan melantik petani untuk menjadi subyek di dalam perkebunan.

Buku tentang pekebun mandiri ini mencoba untuk mengulas jejak-jejak model pekebun di indonesia serta merinci tentang pekebun mandiri itu sendiri. Harapannya bisa menjadi panduan pelaksanaan perkebun rakyat mandiri sebagai bagian dari agenda revolusi sistem perkebunan warisan kolonial dan reforma agraria itu sendiri.

Sistem perkebunan rakyat mandiri dengan gagasan pekebun mandiri sebagai alternatif politik atas nasib kaum tani yang selama puluhan tahun berada dalam cengraman kapitalisme global. Sebagai alternatif politik, pekebun mandiri sebagai gagasan untuk membuat industri kelapa sawit lebih berkeadilan, jauh dari korupsi-manipulatif dan jauh dari penindasan-penghisapan. Semoga buku ini bermanfaat bagi petani, koperasi tani dan menjadi panduan bagi pemerintah untuk membangun desai pekebun mandiri.

Bogor, 25 Oktober 2010

Serikat Petani Kelapa Sawit

Page 14: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

xii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI xiiDAFTAR TABEL xvDAFTAR GAMBAR xviDAFTAR FOTO xvii

BAB I PENDAHULUAN 11.1. Latar Belakang 11.2. Rumusan Pertanyaan Penelitian 51.3. Tujuan Penelitian 51.4. Output Penelitian 61.5. Metodologi Penelitian 6

1.5.1. Paradigma dan Pendekatan 61.5.2. Metode Pengumpulan Data 71.5.3. Unit Analisis 121.5.4. Responden, Jumlah, dan Penentuan 131.5.5. Alat Analisis 13

Page 15: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

xiii

Daftar Isi

BAB II. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA 162.1. Perkembangan Industri Kelapa Sawit Nasional 192.2. Perkembangan Pola Kemitraan Perkebunan

Sawit 232.2.1. Konsepsi Kerangka Interaksi Antarpelaku 232.2.2. Konsepsi Kemitraan dan Tani Kontrak 262.2.3. Kegagalan Pasar dan Dorongan Kemitraan 282.2.4. Pola-pola Kemitraan Perkebunan 30

BAB III. GAMBARAN UMUM PEKEBUN MANDIRI 403.1.Karakteristik Pekebun Mandiri 41

3.1.1. Lahan Produksi 463.1.2. Dukungan bagi Pekebun Mandiri 513.1.3. Distribusi/Pemasaran 57

3.2. Peran Pemerintah dan BUMN 623.3. Penutup 65

BAB IV. ANALISIS KEBIJAKAN PEKEBUN MANDIRI DALAM PERKEBUNAN SAWIT INDONESIA 674.1. Kebijakan Makro-Struktural 69

4.1.1. Kebijakan Terkait Penguasaan Faktor Produksi 69

4.1.2. Kebijakan Terkait Paska Produksi 724.1.3. Kebijakan Terkait Kelembagaan Pelaku

Usaha Perkebunan 734.2. Kebijakan Mikro-Spasial 75

4.2.1. Studi Kasus Kebijakan Pemereintah Daerah Kalimantan Tengah 75

4.3. Intisari Kebijakan 83

Page 16: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

xiv

BAB V. KONSEP ALTERNATIF PENGEMBANGAN KEBUN MANDIRI BERBASIS EKONOMI KERAKYATAN 865.1. Transformasi Struktural Perkebunan 875.2. Revolusi Sistem Perkebunan 89

5.2.1. Model Perkebunan Kerakyatan A 925.2.2. Model Perkebunan Kerakyatan B 94

5.3. Jalan Perubahan 965.3.1. Jalan Atas 965.3.2. Jalan Tengah 975.3.3. Jalan Bawah 98

5.4. Strategi Koperasi Rakyat 1005.4.1. Penguatan Kesadaran 1015.4.2. Penguatan Faktor Produksi 1025.4.3. Penguatan Jaringan Distribusi dan Pasar 103

BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1046.1. Kesimpulan 1046.2. Rekomendasi 108

6.2.1. Rekomendasi Umum 1086.2.2. Rekomendasi Khusus 110

DAFTAR PUSTAKA 112

Page 17: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

xv

Daftar Tabel

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas Areal Kelapa Sawit antara Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara, dan Perkebunan Besar Swasta, 1980 – 2009 18

Tabel 2. Produksi CPO antara Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara, dan Perkebunan Besar Swasta, 1980 – 2009 23

Tabel 3. Gambaran Pola Kemitraan dalam Usaha Tani 34Tabel 4. Berbagai Macam Pola Kemitraan 37Tabel 5. Produktivitas Pekebun Mandiri, Perkebunan

Swasta, dan Perkebunan Negara 52Tabel 6. Pendapatan Uma Jarona berdasarkan

perhitungan KUD per bulan 54Tabel 7. Harga TBS Bulan Mei 2009 Menurut Kualitas

(Tahun Tanam) 60Tabel 8. Luas Areal dan Produktifitas Pekebun

Mandiri, PTPN, Perkebunan Swasta di Kabupaten Pasaman Barat 64

Tabel 9. Kebijakan Terkait Penguasaan Faktor-Faktor Produksi 70

Tabel 10. Kebijakan Terkait Paska Produksi (Pemasaran dan Pengolahan) 73

Tabel 11. Kebijakan Terkait Kelembagaan Pelaku Usaha Perkebunan 74

Page 18: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kelompok kelompok stakeholder local. 2

Gambar 2. Program Pengembangan Pekebun Kecil 4

Gambar 3. Ilustrasi Diagram Kelembagaan 9

Gambar 4. Ilustrasi Pohon Masalah 11

Gambar 5. Kekuatan Dalam Dunia Persawitan 24

Gambar 6. Saluran Pemasaran dari Pekebun Mandiri 58

Gambar 7. Mata rantai Pemasaran dari Pekebun Mandiri 59

Gambar 8. Tumpang Tindih Perkebunan Kelapa Sawit, Pertambangan, Taman Nasional, dan lahan-lahan milik masyarakat 78

Gambar 9. Transformasi Struktural Pekebun 88

Gambar 10. Revolusi Sistemik Pekebun 90

Gambar 11. Model Pekebun Kerakyatan A 93

Gambar 12. Model Pekebun Kerakyatan B 95

Gambar 13. Jalan Perubahan 97

Gambar 14. Strategi Koperasi Rakyat 10

Page 19: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

xvii

Daftar Foto

DAFTAR FOTO

Foto 1. Tim Peneliti Sawit Watch sedang berdiskusi dengan pekebun mandiri di lahan sawit di kec. Pasaman. Tampak kebun sawit yang telah berusia kurang lebih 5 tahun ditanam berdampingan dengan tanaman pangan (jagung).

44

Foto 2. Lokasi tanah yang direclaiming oleh masyarakat di Lingkung Aua seluas 300 Ha. Awalnya adalah tanah adat yang dulu dijanjikan oleh Perkebunan besar untuk lahan plasma. Sambil menunggu kepastian status hukum tanah tersebut dan terkumpulnya modal, para pekebun mandiri menanaminya dengan jagung

48

Foto 3. Kebun Plasma PT Perkebunan VI yang tanamannya telah berumur lebih dari 25 tahun

57

Page 20: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

1

Pendahuluan

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG1.1.

Merujuk berbagai dokumen resmi, maka istilah pekebun mandiri dapat segera bisa dikenali dengan menyebutnya sebagai perkebunan rakyat yang tidak memiliki keterkaitan dengan perusahaan. Kelompok ini berbeda dengan perkebunan besar swasta ataupun perkebunan besar nasional. Yang terakhir ini biasanya dikaitkan dengan perusahaan negara (BUMN), dan yang sebelumnya adalah swasta nasional ataupun asing. Yang membedakan diantara ketiganya antara lain adalah dari segi skala usaha, dimana pekebun mandiri atau perkebunan rakyat pada umumnya dimiliki oleh individu-individu dengan luas lahan sempit, sedangkan perkebunan swasta atau nasional diusahakan dalam skala usaha yang besar.

Pada sisi hulu, peran pekebun lahan sempit amat penting, bukan saja berkaitan dengan populasi dan luas areal yang digarap, namun juga berkaitan dengan issue actual di tingkat lokal yang kini sedang berkembang. Mereka meliputi pekebun lahan sempit yang menjadikan sawit sebagai pilihan usaha, para pemukim dan transmigran di kawasan sekitar perusahaan perkebunan besar yang menjadi para buruh sawit, penduduk asli yang tanah (adat, ulayat) nya diberikan kepada perusahaan perkebunan, serta para petani yang tergabung dalam koperasi yang dibentuk oleh

Page 21: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

2

perusahaan-perusahaan perkebunan. Bagan 2 secara umum bisa menjelaskan tentang kelompok kelompok stakeholder local.

Sumber: Vermeulen, 2006

Ada lima kelompok yang menjadi stakeholder di tingkat desa bisa disebutkan sebagi berikut (Vermeulen, 2006) yaitu:

Masyarakat yang terpengaruh yaitu orang atau sekelompok (1) orang yang mendapatkan dampak dari aktifitas di sektor sawit, baik penduduk asli maupun pendatang. Para pemilik tanah. Di sejumlah desa seluruh penduduk (2) yang terlibat dalam perkebunan sawit memiliki tanah baik yang diakui oleh Negara maupun yang secara turun temurun diakui oleh komunitas desa. Didesa yang lain terdapat juga sejumlah warga yang tidak memiliki lahan.

Page 22: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

3

Pendahuluan

Penyedia Jasa dan Pekerja. Mereka bekerja mendapatkan (3) upah dari sektor kelapa sawit, baik perkebunan swasta, perkebunan Negara, maupun bekerja pada pekebun lahan sempit. Pekebun kecil yang disupport. Mereka adalah para pekebun (4) yang menanam tanaman kelapa sawit dengan mendapatkan bantuan dari pemerintah maupun perusahaan swasta. Bantuan diberikan berupa pinjaman (bisa bersubsidi) untuk membeli bibit, pupuk dan pestisida maupun dalam bentuk bantuan teknis, disamping adanya jaminan kepastian harga.Pekebun Mandiri. Mereka adalah para pekebun yang (5) memelihara kelapa sawit tanpa bantuan langsung dari pemerintah maupun perusahaan swasta. Para pekebun ini menjual hasil tanamannya pada pabrik pabrik setempat maupun lewat penyedia jasa.

Dari gambar 2 bisa dilihat ada tiga kategori keterkaitan pekebun dengan komunitas lokal yaitu (a) para pekebun (kecil) yang independent, (b) Pola dukungan bagi pekebun sempit, dan (c) Pola pemilik tanah kolektif. Mengingat sifat tanaman kelapa sawit.

Page 23: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

4

Gambar 2. Program Pengembangan Pekebun Kecil

Sumber: Vermeulin, 2006

Dilihat dari ciri-ciri kemandirian dan otonomi, maka fenomena peerkebunan rakyat yang dapat diasosiasikan sebagai pekebun mandiri secara teoritis dapat dibedakan dalam suatu kontinum. Pada satu titik ekstrim yang satu dapat disebut perkebunan rakyat hasil pengembangan perkebunan PIR sebagai titik kontimun yang rendah dari sisi kemandirian dan otonomi. Pada ekstrim lain dapat ditunjukkan perkebunan rakyat yang “murni” memiliki ciri-ciri kemandirian dan otonomi yang lebih luas. Contoh dari pola terakhir ini adalah tembawang dan dahas di provinsi Kalimantan Barat, Sonor di provinsi Sumatera Selatan, serta kebun-kebun sawit mandiri yang lain.

Hal ini sangat berbeda dengan petani sawit swadaya. Petani sawit swadaya adalah petani sawit yang tidak terlibat dalam berbagai skema kemitraan yang diperkenalkan oleh pemerintah. Petani sawit swadaya adalah vis a vis dari petani sawit kemitraan.

Page 24: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

5

Pendahuluan

Pekebun mandiri melintas dari petani sawit kemitraan, petani sawit swadaya, sampai pekebun tembawang, dan lain sebagainya. Hal yang penting dilihat dalam pekebun mandiri adalah persoalan kemandirian dan otonomi, persoalan kontrol rakyat terhadap aset-asetnya, teknik budidaya dan pengembangannya, kelembagaannya, serta kejelian rakyat dalam melihat pasar

Penelitian ini penting untuk melihat kondisi pekebun mandiri kekinian beserta pola relasi mereka dengan lingkungan ekonominya dan berbagai konsep kebijakan alternatif yang dapat mengukuhkan keberdayaan mereka.

RUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN1.2.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pertanyaan utama dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

Bagaimana sifat, karakteristik, dan jenis-jenis kerja pekebun a. mandiri?Bagaimana kondisi pekerjaan dan kehidupan pekebun b. mandiri?Bagaimana relasi pekebun mandiri dengan masyarakat c. sekitar dan lingkungannya?Bagaimana relasi pekebun mandiri dengan pabrik?d. Bagaimana kebijakan pada level makro terkait dengan e. kondisi riil pekebun mandiri?Bagaimana konsep alternatif pengembangan kebun f. mandiri?

TUJUAN PENELITIAN1.3.

Tujuan penelitian ini adalah untuk :Menemukenali sifat, karakteristik, dan jenis-jenis kerja a. pekebun mandiri.

Page 25: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

6

Menemukenali kondisi pekerjaan dan kehidupan pekebun b. mandiri.Menganalisis relasi relasi pekebun mandiri dengan c. masyarakat sekitar dan lingkungannya.Menganalisis relasi pekebun mandiri dengan pabrik.d. Menganalisis kebijakan pada level makro terkait dengan e. kondisi riil pekebun mandiri.Menganalisis konsep alternatif pengembangan kebun f. mandiri.

OUTPUT PENELITIAN1.4.

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan output sebagai berikut :

Tersusunnya gambaran mengenai sifat, karakteristik, dan a. jenis-jenis kerja pekebun mandiri.Tersusunnya gambaran mengenai kondisi pekerjaan dan b. kehidupan pekebun mandiri.Tersusunnya hasil analisis mengenai relasi pekebun mandiri c. dengan masyarakat sekitar dan lingkungannya.Tersusunnya hasil analisis mengenai relasi pekebun mandiri d. dengan pabrik.Tersusunnya hasil analisis mengenai kebijakan pada level e. makro terkait dengan kondisi riil pekebun mandiri.Tersusunnya rekomendasi mengenai konsep alternatif f. pengembangan kebun mandiri.

METODOLOGI PENELITIAN1.5.

1.5.1. Paradigma dan Pendekatan

Paradigma utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma teori kritis. Dalam hal ini peneliti memiliki suatu

Page 26: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

7

Pendahuluan

hal ataupun agenda yang ditawarkan kepada tineliti -pekebun mandiri- dalam menyelesaikan persoalan terhadap hal yang diteliti. Pendekatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus-historis, yang menekankan pada suatu gejala atau proses sosial dalam rentang waktu tertentu. Kasus akan membatasi pada cakupan sejarah kontemporer yang sebagian pelakunya masih hidup. Penelitian ini terbagi dalam dua bagian yang saling terkait, yaitu penelitian riwayat individual pekebun mandiri dan studi sejarah lokal di mana penelitian ini dilakukan.

1.5.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

1.5.2.1. Data Primer

Metode pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Participatory Action Research (PAR), di mana pekebun mandiri juga akan terlibat dalam perencanaan, pengumpulan informasi, dan analisis dari informasi yang dikumpulkan. Beberapa teknik pengumpulan data yang dapat digunakan dalam PAR ini meliputi:

1.5.2.1.1. Pemetaan Partisipatoris

Penggunaan pemetaan dalam PAR tidak hanya menyediakan informasi mengenai karakteristik fisik dari komunitas pekebun mandiri, tetapi juga mengungkap banyak hal tentang kondisi sosial ekonomi mereka. Tujuannya adalah untuk menganalisa dan mendalami bersama keadaan pekebun mandiri pada umumnya. Peta akan digambar oleh sekelompok pekebun mandiri baik diatas tanah menggunakan batu atau di papan tulis menggunakan kapur, maupun diatas selembar kertas. Diskusi kelompok akan membantu dalam menentukan kriteria yang akan digunakan

Page 27: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

8

dalam pembuatan peta. Kriteria tersebut dapat berupa tingkat kesejahteraan pekebun mandiri, kepemilikan lahan serta akses terhadap faktor produksi dan distribusi. Kegiatan ini sering menarik perhatian dan menimbulkan diskusi antara pembuat peta dan pengamat. Peta yang sudah jadi dijadikan bahan diskusi lebih lanjut oleh tim PAR.

1.5.2.1.2. Diagram Kelembagaan

Tehnik ini dilakukan untuk mengetahui hubungan institusional yang terjadi antara pekebun mandiri dan institusi lain di lingkuangannya. Diagram kelembagaan dibuat untuk memudahkan pemahaman kelembagaan atau institusi kunci apa yang mempengaruhi kegiatan pekebun mandiri baik secara langsung maupun tak langsung. Institusi yang dimaksud dapat berada di dalam desa, di tingkat kecamatan, dan tingkat kabupaten serta dapat merupakan lembaga pemerintah, swasta (pabrik sawit) dan individu tertentu. Di dalam diagram kelembagaan digambarkan tiga kondisi yaitu: (a) kepentingan relatif setiap institusi yang dicerminkan oleh besarnya ukuran lingkaran; (b) kedekatan hubungan setiap institusi yang dicerminkan oleh jarak antar institusi; dan (c) ruang lingkup pengaruh setiap institusi.

Beberapa tahap kegiatan yang perlu dilakukan dalam pembuatan diagram kelembagaan adalah sebagai berikut: (a) identifikasi institusi/lembaga dan individu kunci di lingkup desa yang dikaji yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pekebun mandiri; (b) identifikasi ruang lingkup fungsional dan kepentingan relatif dari setiap institusi; (c) identifikasi hubungan sosial, fungsional, institusional antar setiap institusi dengan pekebun mandiri dan antar institusi; (d) identifikasi jarak fisik dan kedekatan hubungan sosial, fungsional antara pekebun mandiri dengan setiap institusi dan antar institusi; dan (e) identifikasi informasi yang sama untuk institusi/lembaga dan individu kunci yang berada di luar lingkup desa yang dikaji atau yang berada

Page 28: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

9

Pendahuluan

di tingkat kecamatan atau kabupaten. Berikut disajikan ilustrasi hubungan kelembagaan.

Gambar 3. Ilustrasi Diagram Kelembagaan

1.5.2.1.3. Pohon Masalah

Teknik pohon masalah ini digunakan untuk mencari masalah dari akarnya serta mencari penyebab dari suatu masalah yang tidak jelas, baik masalah yang dihadapi oleh individual pekebun mandiri maupun komunitas/organisasi-nya, baik di level praktis maupun kebijakan. Melalui teknik ini pekebun mandiri yang terlibat dalam hal memecahkan suatu masalah dengan melihat masalah yang sebenarnya, yang mungkin belum bisa dilihat kalau masalah hanya dilihat secara sepintas.

Langkah yang dilakukan dalam penerapan teknik ini adalah mulai dari masalah utama yang ingin diatasi ditulis di kartu metaplan lalu ditempel di lantai sebagai ”batang pohon”. Mulai

Page 29: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

10

dari batang, membuka diskusi mengenai penyebab-penyebab. Dari setiap penyebab yang muncul ditanya lagi ”kenapa begitu?” dan ”apa penyebabnya?”. Untuk mempermudah cara berpikir dan memeriksa bahwa tidak ada yang terlupakan, menganggap bahwa setiap masalah adalah akibat dari kondisi lain dan tanyalah ”kondisi ini adalah akibat dari apa?”. Akhirnya akan muncul gambar yang lengkap mengenai penyebab-penyebab dan akibat-hasilnya akan sangat terinci. Komentar apa saja yang dikeluarkan sebagai penyebab dapat ditulis supaya makin lengkap. Setelah selesai, semua komentar dapat dikaji ulang.

Akhirnya akan muncul satu gambar lengkap dan terinci dengan akar yang diwakili oleh penyebab masalah dan akibat dari masalah tersebut. Setelah gambar selesai, pekebun mandiri maupun pihak lain yang terlibat diberi kesempatan untuk melihat cara yang terbaik untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul. Akar dibahas sampai mendalam sehingga akhirnya masalah terakhir dalam satu akar akan dibalik dan menjadi kegiatan atau rencana tindak lanjut. Apabila sudah lengkap, pekebun mandiri maupun pihak lain yang terlibat diberi kesempatan untuk melihat secara keseluruhan masalah-masalah akar dari masalah utama, serta dapat melihat apakah ada penyebab yang muncul beberapa kali dalam akar yang berbeda. Dari semua informasi yang muncul diperoleh apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah akar tersebut.

Page 30: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

11

Pendahuluan

Gambar 4. Ilustrasi Pohon Masalah

1.5.2.1.4. Focus Group Discussion (FGD) FGD dilakukan dengan melibatkan stakeholder perkebunan rakyat (pekebun mandiri) di lokasi penelitian untuk mengkaji bersama

Page 31: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

12

kebijakan-kebijakan yang terkait dengan usaha mereka, sekaligus untuk mendiskusikan alternatif pengembangan kebun mandiri di Indonesia ke depan.

1.5.2.1.5. Dept-Interview (DI) DI dilakukan untuk mendapatkan masukan dari para tokoh kunci pekebun mandiri di lokasi penelitian perihal kondisi, masalah, review kebijakan, dan strategi pengembangan kebun mandiri di Indonesia ke depan.

1.5.2.2. Data Sekunder

Metode pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini adalah Secondary Data Review (SDR). SDR merupakan cara mengumpulkan sumber-sumber informasi yang telah diterbitkan maupun yang belum disebarkan. Tujuan dari usaha ini adalah untuk mengetahui data manakah yang telah ada, sehingga tidak perlu lagi dikumpulkan. Data-data sekunder yang bersumber dari dari dokumen organisasi pekebun mandiri (kalau ada), pemerintah desa, pemerintah daerah, dan perusahaan sawit, serta hasil dokumentasi kebijakan (peraturan) dan publikasi (literatur) terkait ini akan melengkapi dan mempertajam analisis (pembahasan) hasil temuan dari penggalian data primer.

1.5.3. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini meliputi:

1.5.3.1. Analisis Makro-Kebijakan Unit analisis ini menekankan kajian pada disain makro kebijakan perkebunan dan komoditi sawit yang berkaitan dengan pekebun mandiri, baik yang berupa disain kebijakan makro-nasional maupun daerah.

Page 32: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

13

Pendahuluan

1.5.3.2. Analisis Mikro-Individual Unit analisis ini menekankan kaiian pada kondisi dan permasalahan yang dihadapi oleh pekebun mandiri, termasuk dalam hubungannya dengan pabrik sawit yang terdapat di lokasi penelitian.

1.5.4. Responden, Jumlah, dan Penentuan

Responden dalam penelitian ini adalah pekebun mandiri, dengan jumlah responden total sebanyak 50 orang yang penentuannya dilakukan dengan cara convenience sampling.

1.5.5. Alat Analisis

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis statistik deskriptif, analisis sosio-antropologis, dan analisis kelayakan kebijakan.

1.5.5.1. Analisis Deskriptif

Analisis ini digunakan untuk membedah kondisi pekerjaan dan kehidupan pekerja mandiri beserta dengan sifat-sifat, karakteristik, dan jenis-jenis kerjanya yang membedakan dengan pola perkebunan kelapa sawit yang lain. Analisis akan berisi uraian secara detail dan komprehensif dengan dukungan data-data statistik yang dapat lebih menggambarkan situasi kekinian pekebun mandiri dalam industri perkebunan di Sumatera Barat dan Kalimantan Tengah.

Analisis ini juga membedah bagaimana pola hubungan (relasi) antara pekebun mandiri dengan industri (pabrik) sawit beserta dengan berbagai persoalan yang muncul di dalamnya. Pola hubungan ini akan diuraikan dengan detail melalui berbagai ilustrasi uraian yang akan memperjelas bagaimana posisi masing-

Page 33: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

14

masing pihak dalam relasi tersebut.

1.5.5.2. Analisis Sosio-Historis

Analisis ini digunakan untuk membedah keterkaitan antara dinamika sosial-ekonomi pekebun mandiri pada saat ini dengan perjalanan sejarah kehidupan sosial-ekonomi mereka di masa lampau. Analisis ini ditekankan pada titik-titik penting dalam fragmen historis pekebun mandiri yang menjadi milestone perubahan sosial ekonomi yang berlanjut sampai dengan hari ini. Pengalaman historis tersebut akan dibedah sebagai pegangan bagi pengembangan format kebun mandiri ke depan di Indonesia.

Analisis ini juga digunakan untuk mendalami proses perubahan pola hubungan (relasi) antara pekebun mandiri dan pabrik sawit dalam kurun waktu tertentu. Transformasi pola hubungan beserta sebab-sebab yang melatarbelakanginya akan menjadi pusat kajian dalam analisis ini, sebagai rujukan penting dalam mendisain pola pengembangan kebun sawit di Indonesia ke depan yang berbasis pada upaya penyelenggaraan perkebunan berbasis rakyat.

1.5.5.3. Analisis Kelayakan Kebijakan

Analisis ini digunakan untuk membedah (review) kebijakan-kebijakan di level makro, baik nasional maupun daerah, yang berkaitan langsung dengan kehidupan dan pekerjaan pekebun mandiri di Sumatera Barat dan Kalimantan Tengah. Analisis ditekankan pada evaluasi dalam perspektif pekebun mandiri perihal kelayakan kebijakan tersebut dalam mendorong peningkatan kesejahteraan pekebun mandiri dan mewujudkan pola produksi yang lebih adil dan berpijak pada pekebun mandiri.

Mengacu pada pendekatan Bardach sebagaimana dikutip oleh Patton dan Sawicki (1987: 157-167), maka evaluasi kelayakan akan meliputi kelayakan teknis, kelayakan ekonomik, dan

Page 34: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

15

Pendahuluan

kelayakan politik. Kelayakan teknis dalam review kebijakan ini adalah berupa teknis model perkebunan sawit, yaitu kemungkinan dari kebijakan untuk mengatasi persoalan utama yang dihadapi pekebun mandiri (kriteria kecukupan/adequacy) dan mencapai tujuan yang diidealkan melalui pembuatan kebijakan (kriteria efektifitas/effectiveness).

Kelayakan politik dalam review kebijakan ini meliputi sub-kriteria: legal (tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya), equity (mempromosikan keadilan dan pemerataan (tidak diskriminatif)), appropriateness (kepantasan dan kesesuainnya dengan nilai-nilai dalam masyarakat pekebun mandiri), responsiveness (sesuai dengan kebutuhan masyarakat pekebun mandiri), dan acceptability (penerimaan atau dukungan masyarakat pekebun mandiri secara luas).

Kelayakan ekonomik adalah ketika penggunaan sumber daya (resources) beserta biaya yang ditimbulkannya menghasilkan manfaat optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat pekebun mandiri dan masyarakat di sekitar industri perkebunan sawit secara keseluruhan.

Page 35: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

16

BAB II

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Dalam sejarah perkebunan di Indonesia, perkebunan rakyat kelapa sawit baru muncul belakangan dibanding perkebunan rakyat komoditas lain seperti karet, lada, dan kopi. Pada awalnya kelapa sawit hanya diusahakan oleh perkebunan besar baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun oleh perusahaan swasta (Soetrisno: 1991). Salah satu sebabnya yang paling penting adalah bahwa membangun perkebunan kelapa sawit membutuhkan modal uang dan teknologi yang sangat mahal. Teknologi processing minyak sawit masih merupakan teknologi yang hanya bisa dibeli dan dikuasai oleh perkebunan besar. Namun seiring dengan perkembangan waktu, rakyat di sekitar lingkungan perkebunan besar mulai dapat belajar menanam kelapa sawit kemudian hasilnya dijual kepada perusahaan besar.

Jika pada awalnya jenis perkebunan besar dan perkebunan rakyat kelapa sawit berjalan sendiri-sendiri secara terpisah. Dalam perkembangan selanjutnya terutama sejak tahun akhir tahun 1970-an, hubungan antara keduanya mulai mengalami interaksi yang intensif. Hal ini antara lain didorong oleh program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) atau Nucleus Estate And Smallholder Development Project (NES) dikembangkan pemerintah pada akhir tahun 1980-an. Bahkan dengan serangkaian program PIR BUN, KKPA dengan bantuan modal asing, maka muncul percepatan

Page 36: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

17

Sejarah Dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia

pembukaan areal-areal baru, termasuk yang dikaitkan dengan program transmigrasi oleh pemerintah. Secara definitif kemudian istilah perkebunan rakyat mengacu kepada kedua jenis pekebun tersebut, baik yang berasal dari inisiatif rakyat sendiri maupun dari hasil program yang dikembangkan pemerintah.

Dalam perhitungan luas areal kebun sawit, maka luas areal pada ketiga kategori perkebunan (perkebunan rakyat, perkebunan swasta, dan perkebunan nasional) tersebut selama 25 tahun terakhir mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dari segi persentase, perkembangan paling tinggi justru pada perkebunan rakyat. Jika pada tahun 1980 luas areal perkebunan rakyat baru 6 ribu hektar, maka pada tahun 2000 menjadi 1.167 ribu hektar, dan meningkat lagi di tahun 2005 menjadi 1.917 ribu hektar. Jika di tahun 1980 luas areal perkebunan rakyat hanya mencakup 2,1% dari total areal kelapa sawit nasional, maka pada tahun 2005 menjadi 34,3%.

Sebenarnya model kategori perkebunan di Indonesia bilamana dilihat lebih mendalam terbagi menjadi dua kategori yakni perkebunan besar yang dimiliki oleh perkebunan nasional dan perkebunan swasta dan perkebunan kecil yang dimiliki oleh rakyat. Bila kita tengok sejarah, perkebunan-perkebunan nasional adalah hasil nasionalisasi dari perkebunan-perkebunan swasta asing di waktu Pemerintahan Soekarno. Untuk lebih ‘menggampangkan’ maka pembagian kategori perkebunan dilakukan menjadi tiga bukan dua yakni perkebunan nasional, perkebunan swasta, dan perkebunan rakyat.

Page 37: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

18

Tabel 1. Luas Areal Kelapa Sawit antara Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara, dan Perkebunan Besar Swasta, 1980 – 2009 (ribu hektar)

TahunPerkebunan

NasionalRakyat % Besar

Negara % Besar Swasta %

1980 6 2,1 200 69,0 84 29,0 2901990 291 25,8 372 33,0 463 41,1 1.1261995 659 32,5 405 20,0 962 47,5 2.0261996 739 32,8 427 19,0 1.084 48,2 2.2501997 813 27,8 517 17,7 1.592 54,5 2.9221998 891 25,0 557 15,6 2.113 59,3 3.5611999 1.041 26,7 577 14,8 2.284 58,5 3.9022000 1.167 28,1 588 14,1 2.403 57,8 4.1582001 1.561 33,1 610 12,9 2.542 53,9 4.7132002 1.808 35,7 632 12,5 2.627 51,8 5.0672003 1.854 35,1 663 12,5 2.766 52,4 5.2832004 2.220 42,0 606 11,5 2.459 46,5 5.2852005 2.356 43,2 530 9,7 2.567 47,1 5.4542006 2.636 43,4 697 11,5 2.742 45,1 6.075

2007*) 2.858 44,5 718 11,2 2.849 44,3 6.4252008**) 3.079 45,4 739 10,9 2.957 43,6 6.7752009**) 3.300 46,3 760 10,7 3.065 43,0 7.125

Sumber: www.ditjenbun.deptan.go.id

Jika melihat perkembangan luas areal perkebunan rakyat sebagaimana tergambar dalam tabel 1, maka akan timbul kesan bahwa perkebunan rakyat mengalami percepatan yang lebih tinggi ketimbang jenis perkebunan lain. Rata-rata perkembangan luas areal untuk perkebunan rakyat mencapai 27,1% atau di atas rata-rata pertumbuhan areal nasional sebesar 12,9%, sedangkan perkebunan swasta dan nasional masing-masing hanya sebesar 15,6% dan 5,2%. Namun kalau dilihat dari sifat perkebunan rakyat sebagaimana ciri awal (gagasan awal perkebunan rakyat senantiasa dikaitkan dengan kontrol rakyat terhadap aset-asetnya, teknik budidaya dan pengembangannya, kelembagaannya, serta

Page 38: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

19

Sejarah Dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia

kejelian rakyat dalam melihat pasar) yakni “kebebasan dan otonomi” mereka menanam atas inisiatif sendiri, maka peningkatan besaran 27,1% pertahun atau luasan 1,9 juta hektar pada tahun 2005, memunculkan pertanyaan berapa persenkah yang masih tetap memiliki ciri-ciri awal perkebunan rakyat. Mempersoalkan hal ini sangat penting mengingat inisiatif program pengembangan PIR sebenarnya merupakan program yang didorong dari “luar” pelaku perkebunan rakyat itu sendiri, meskipun dalam inisiasi programnya bertujuan untuk meningkatkan peranan perkebunan rakyat sebagai soko guru perekonomian nasional.

PERKEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT NASIONAL2.1.

Industri kelapa sawit merupakan salah satu sektor unggulan bagi Indonesia. Bersama Malaysia, Indonesia menyumbang lebih dari 85% dari produksi kelapa sawit dunia. Hal ini dikarenakan kondisi geografisnya yang cocok untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia ditandai dengan menaiknya harga minyak sawit pada tahun-tahun terakhir sehingga kemudian mendorong pemerintah untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Namun cerita mengesankan dari sektor sawit secara nasional tidak selalu berarti cerita hal yang sama bagi masing-masing pelaku dalam persawitan. Harga sawit dunia yang naik cukup signifikan tidak selalu bisa dinikmati oleh semua pelaku dibidang persawitan terutama produsen kelapa sawit, dan lebih khusus lagi petani berlahan sempit. Hal ini tentu saja berkaitan dengan kekuatan kekuatan yang terlibat di dalamnya. Bagian pertama dari bab ini akan menjelaskan tentang peta permainan di dunia sawit, dilanjutkan dengan model-model kemitraan baik secara umum, di Indonesia, maupun di sektor sawit.

Lahirnya pekebun mandiri kelapa sawit jauh berbeda dengan perkebunan rakyat untuk komoditi lain seperti karet, lada,

Page 39: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

20

tembakau, dan kopi. Lahirnya perkebunan sawit rakyat selalu dikaitkan dengan perkembangan perusahaan besar. Menurut catatan sejarah sejak masa kolonial Belanda, perkebunan kelapa sawit seluruhnya dimiliki oleh perusahaan swasta asing. Meskipun telah berpuluh tahun perkebunan kelapa sawit berdiri, namun tidak ada masyarakat sekitar yang mau atau mampu menanam kelapa sawit di lahan pertaniannya. Ada beberapa alasan mengapa komoditi kelapa sawit tidak muncul di kalangan masyarakat atau petani sebagaimana lazimnya perkebunan komoditi lain. Alasan pertama ialah dibutuhkannya modal uang dan teknologi yang sangat mahal. Berbeda dengan karet atau kopi, sampai saat sekarang belum ada teknologi yang mampu dimiliki petani atau rakyat kebanyakan, yang secara sederhana mampu memproses buah kelapa sawit menjadi minyak sawit yang siap dipakai atau dipasarkan oleh petani/pekebun kepada konsumen akhir (Soetrisno:1991:93).

Teknologi dan modal yang mahal antara lain juga dibutuhkan pada saat pengelolaan kebun dan pemeliharaan tanaman. Berbeda dengan tanaman kopi atau karet, yang apabila muncul perkebunan di wilayah tertentu, akan diikuti pula perkebunan rakyat (smallholders) di wilayah sekitarnya. Dalam kasus perkebunan kelapa sawit, masyarakat sekitar lebih memilih menjadi buruh di perusahaan besar. Hingga dua atau tiga dekade setelah kemerdekaan, hampir tidak ada dalam catatan dari para peneliti atau sejarawan tentang perkebunan rakyat untuk komoditi kelapa sawit di Indonesia. Banyak penelitian tentang perkebunan di Indonesia masa itu, yang lebih banyak menyoroti komoditi selain kelapa sawit.

Situasi yang agak berbeda terjadi ketika pemerintah Orde Baru lahir, dimana ada keinginan yang kuat dari beberapa pihak untuk mengubah pola monopoli pengusahaan kelapa sawit oleh perkebunan besar. Monopoli perusahaan besar cenderung dianggap sebagai warisan kolonial yang tidak sesuai lagi dengan

Page 40: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

21

Sejarah Dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia

jiwa kemerdekaan Indonesia. Pola perkebunan berorientasi ekspor ala kolonial yang berwatak menghisap rakyat tersebut, diganti dengan pola yang diharapkan mampu lebih mensejahterakan rakyat Indonesia. Oleh karena itu ide untuk mengembangkan perkebunan rakyat mulai dirintis oleh pemerintah sejak awal Orde Baru. Gagasan awalnya adalah untuk merombak struktur perkebunan, yang tidak menempatkan rakyat sebagai buruh saja, tetapi juga untuk peran ekonomi yang lebih luas dalam proses produksi dan distribusi kelapa sawit.

Menurut catatan Soeroso yang dikutip Loekman, gagasan itu dimulai dengan diperkenalkannya Unit Pelaksana Proyek atau UPP, yang mulai dilaksanakan pemerintah pada tahun 1973/74 di tiga propinsi. UPP ini menjadi “task force” yang secara khusus bertugas untuk membantu petani perkebunan rakyat dalam membangun kebunnya dengan teknologi maju, kemudian mengorganisir petani dalam Koperasi Unit Desa, sehingga mereka dapat mengolah dan memasarkan hasil kebun dengan baik, berkelanjutan, dan menguntungkan. Di Sumatera Utara dikembangkan Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat (P3RSU), di Lampung dengan Proyek Pengembangan Cengkeh Lampung atau PPCL, dan di Jawa Barat dengan Proyek Pengembangan Teh Rakyat dan Perkebunan Swasta Nasional (P2TRSN). Ada beberapa proyek sejenis di tempat lain, yang lebih menekankan pada peningkatan produksi di lokasi perkebunan rakyat.

Gagasan lain selanjutnya untuk meningkatkan peranan perkebunan rakyat juga dilakukan yang dikenal dengan Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR BUN). Setelah Bank Dunia menyetujui untuk memberikan sumber pendanaan, maka dimulai pada tahun 1977/1978 pemerintah membangun dua proyek PIR di Sumatera Selatan (Tebenan) dan Daerah Istimewa Aceh (Alue Ie Merah). Gagasan awal pemerintah dan Bank Dunia itu selanjutnya dikembangkan secara terus menerus sampai lebih dari satu dekade. Sampai dengan akhir tahun 1989, dilaporkan bahwa wilayah PIR

Page 41: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

22

telah meliputi 19 provinsi dengan 60 kabupaten, dengan jumlah PIR sebanyak 80 (35 unit PIR Bantuan, 29 PIR Khusus, dan 16 PIR Lokal. Sedangkan Perusahaan Inti yang terlibat meliputi 20 PT Perkebunan dan 2 Perkebunan Swasta (ibid: ).

Jika pada tahun 1968 luas areal perkebunan kalapa sawit hanya sebesar 105.808 ha dengan produksi 167.669 ton dan hanya berlokasi di Sumatera Utara, Aceh, dan Lampung, maka pada dekade selanjutnya persebaran tanaman kelapa sawit semakin menyebar ke seluruh penjuru Indonesia. Pekebun mandiripun mulai berkembang pesat di seluruh penjuru pulau Sumatra dan Kalimantan pada tahun 1980-an hingga kini. Dilaporkan luas areal perkebunan rakyat sejak tahun 1980 hingga sekarang telah mencapai lebih dari 500 kali lipat. Jika pada masa itu luas areal perkebunan rakyat baru mencapai 6 ribu hektar, maka pada tahun 2009 diperkirakan telah mencapai 3,3 juta hektar. Jumlah ini merupakan 46,3% dari seluruh areal kelapa sawit di Indonesia, lebih besar dari luas areal yang diusahakan oleh perbebunan swasta dan perkebunan negara, yang masing-masing sebesar 43% dan 10,7%. Konsentrasi perkebunan kelapa sawit sampai saat ini berada di pulau Sumatra sebesar 60% (4,8 juta hektar), dan 40 persen lainnya ada di pulau Kalimantan.

Bila luas areal pekebun mandiri dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, maka dalam hal produksi CPO (crude palm oil atau minyak sawit) dan inti sawit juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 diperkirakan produksi CPO yang dihasilkan oleh pekebun rakyat atau pekebun mandiri adalah sebesar 6.310 ribu ton atau 39,2% dari total produksi nasional.

Page 42: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

23

Sejarah Dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia

Tabel 2. Produksi CPO antara Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara, dan Perkebunan Besar Swasta, 1980 – 2009 (ribu ton)

TahunPerkebunan

NasionalRakyat % Besar

Negara % Besar Swasta %

1980 1 0,1 499 69,2 221 30,7 7211990 377 20,9 1.247 69,2 179 9,9 1.8031995 1.001 22,3 1.614 36,0 1.864 41,6 4.4791996 233 4,8 1.707 34,8 2.058 42,0 4.8991997 1.283 23,5 1.587 29,1 2.578 47,3 5.4481998 1.345 22,7 1.502 25,3 3.084 52,0 5.9311999 1.548 24,0 1.469 22,8 3.439 53,3 6.4562000 1.906 27,2 1.461 20,9 3.634 51,9 7.0012001 2.798 33,3 1.519 18,1 4.079 48,6 8.3962002 3.427 35,6 1.608 16,7 4.588 47,7 9.6232003 3.517 33,7 1.751 16,8 5.173 49,5 10.4412004 3.847 35,5 1.618 14,9 5.366 49,5 10.8312005 4.500 37,9 1.449 12,2 5.911 49,8 11.8602006 5.131 38,3 1.936 14,5 6.324 47,2 13.391

2007*) 5.431 38,4 1.964 13,9 6.757 47,7 14.1522008**) 5.871 38,8 2.060 13,6 7.189 47,5 15.1202009**) 6.310 39,2 2.159 13,4 7.622 47,4 16.091

Sumber: www.ditjenbun.deptan.go.id

2.2. PERKEMBANGAN POLA KEMITRAAN PERKEBUNAN SAWIT

2.2.1. Konsepsi Kerangka Interaksi Antarpelaku

Struktur pasar suatu industri akan menentukan perilaku (conduct)

Page 43: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

24

dari pelaku-pelaku pasar (sikap dalam menghadapi pelaku lain(rival, penentuan harga jual dan harga beli input, pengupahan, dll)), dan pada akhirnya akan mempengaruhi kinerjanya dalam meraih tujuan, keuntungan. Michael R Baye (2006) menjelaskan lima kekuatan yang terlibat dalam industri suatu komoditas persawitan sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 5.

Gambar 5. Kekuatan Dalam Dunia Persawitan

Sumber: Baye, Michael R. 2009 (p.256)

Penentu pertama berkaitan dengan kekuatan penjual dan kekuatan pembeli di pasar. Bila kekuatan antara keduanya seimbang (pasar kompetitif, akan didapatkan keadilan di pasar). Bila keseimbangan kekuatan itu terjadi antara pembeli dengan penjual, akan dicapai suatu keadilan dalam penetapan harga (pricing) di pasar output, bila berkaitan dengan jalur faktor produksi akan tercapai keadilan dalam penetapan harga input (upah, sewa, pupuk, obat-obatan). Namun bila kekuatan antar pelaku (penjual pembeli output, pemasok-peminta faktor produksi tanah, tenaga kerja,

Page 44: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

25

Sejarah Dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia

pupuk, obat-obatan, benih), tidak seimbang akan meghasilkan ketidakadilan atau kezaliman/ eksploitasi antar pelaku. Pihak yang paling lemahlah yang akan menanggung beban yang berat.

Pada tingkat global persaingan dalam industri minyak sawit tidak terjadi secara nyata di tingkat upstream (minyak sawit/crude palm oil). Yang terjadi justru produsen besar minyak sawit, yaitu Malaysia dan Indonesia mengarah kepada kolusi industri untuk mengatur pasar minyak sawit dunia. Persaingan dalam memperebutkan pasar secara intensif baru terjadi di tingkat downstream pada produk-produk turunan lanjutan seperti minyak goreng, margarin, dan sebagainya. Dengan kata lain para pelaku di tingkat upstream amat kuat sehingga, berhadapan dengan jutaan petani sebagai pemasok bahan baku di tingkat hulu, industri sawit cenderung oligopsoni bahkan monopoli dalam pembelian (monopsoni). Struktur semacam ini mempengaruhi perilaku mereka dalam menetapkan harga dan pemasaran yang harus diterima oleh jutaan petani yang daya tawar (bargaining position) nya lemah.

Posisi monopoli ini secara lekat juga berkaitan dengan monopoli dalam pasar input. Oligopsoni dalam pasar kelapa sawit sekaligus berperan sebagai oligopoly dalam pasar input karena mereka menguasai jaringan ke input yang dibutuhkan oleh pekebun. Para pelaku bisnis faktor produksi baik secara sendiri maupun bersama-sama terkait langsung dengan bisnis disisi kelapa sawit berkuasa secara signifikan dalam menentukan apa yang harus diterima oleh petani sebagai produsen dan pamasok faktor produksi. Upah, harga obat, pupuk dan sewa akan cenderung tergantung pada pihak lain yang disamping bertindak sebagai monopoli dalam pasar output kelapa juga bertindak dalam sebagai monopolis (oligopolies) dalam pasar faktor produksi.

Karena tuntutan skala usaha yang besar serta padat karya, akhirnya muncul barrier to entry di sektor perkebunan kelapa

Page 45: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

26

sawit. Dalam kondisi semacam ini maka para pekebun (terutama pekebun berlahan sempit) menghadapi tantangan yang amat besar, terhimpit dari dua sisi sekaligus yaitu sisi pemasaran outpout dan sisi pasar input. Oleh karena itu kemudian muncul berbagai pola kemitraan antara pekebun dengan pihak lain yang lebih kuat (perusahaan) dalam pelaksanaan industri kelapa sawit. Berbagai bentuk kemitraan itu bisa muncul dari bentuk keprihatinan, kepedulian dan keberpihakan di ekstrem satu sampai pada bentuk eksploitasi dan kooptasi pada ekstrem yang lain.

2.2.2. Konsepsi Kemitraan dan Tani Kontrak Sementara negara-negara berkembang terus mengarah menuju liberalisasi ekonomi, masyarakat di daerah pedesaan sangat memerlukan manfaat adanya peluang perdagangan dan pemasaran yang baru. Produsen yang memiliki tanah yang luas mungkin dapat mengakses modal, informasi pasar serta dukungan kelembagaan dengan mudah. Namun di lain pihak, petani dengan lahan yang sempit seringkali tidak memiliki kemudahan yang sama sehingga mereka bahkan menjadi tersisihkan.

Sistem pertanian kontrak (contract farming) merupakan satu mekanisme yang mungkin dapat meningkatkan penghidupan petani kecil di daerah pedesaan dan memberikan manfaat liberalisasi ekonomi bagi mereka. Melalui kontrak, agro-industri dapat membantu petani kecil beralih dari pertanian subsistensi atau tradisional ke produksi hasil-hasil pertanian yang bernilai tinggi dan berorientasi ekspor. Ini tidak hanya berpotensi meningkatkan penghasilan petani kecil yang ikut dalam kontrak tetapi juga mempunyai efek berlipat ganda bagi perekonomian di pedesaan maupun perekonomian dalam skala yang lebih luas.

Pertanian kontrak adalah sistem produksi dan pemasaran berskala menengah dimana terjadi pembagian beban resiko produksi dan pemasaran diantara pelaku agrobisnis dan petani kecil. Sistem ini

Page 46: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

27

Sejarah Dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia

dapat dilihat sebagai suatu terobosan untuk mengurangi biaya transaksi yang tinggi akibat kegagalan pasar dan atau kegagalan pemerintah dalam menyediakan sarana (input) yang diperlukan (misalnya kredit, asuransi, informasi, prasarana dan faktor-faktor produksi lainnya) dan lembaga-lembaga pemasaran. Penilaian terhadap sistem pertanian kontrak pada umumnya menunjukkan hasil yang positif dimana petani kecil memperoleh manfaat dalam bentuk laba yang lebih tinggi atau mereka bahkan keluar dari kontrak tersebut. Manfaat yang ada tidak hanya dalam bentuk akses pemasaran, kredit dan teknologi, tetapi keikutsertaan dalam kontrak dapat pula meningkatkan kemampuan dalam mengelola risiko, memberikan kesempatan kerja yang lebih baik bagi anggota keluarga dan, secara tidak langsung, pemberdayaan kaum perempuan serta pengembangan budaya berniaga yang berhasil.

Meskipun demikian, ditemukan pula bukti-bukti bahwa pertanian dengan sistem kontrak mungkin juga membawa akibat negatif bagi kesejahteraan petani kecil. Ada keprihatinan bahwa sistem kontrak lebih berminat terhadap petani berskala besar sehingga dengan demikian petani kecil mungkin tidak dilibatkan dalam proses pengembangannya lebih lanjut. Kecemasan-kecemasan lainnya ialah adanya kemungkinan bahwa petani kecil akan “terperangkap” dalam suatu kontrak, adanya akibat sosial yang negatif dengan adanya ‘ekonomi uang tunai’ (cash economy), serta makin sempitnya pasar lokal karena produksi, sistem kontrak akan menguras produksi makanan lokal. Di samping itu juga dikuatirkan semakin memburuknya syarat-syarat kontrak pada saat masa kontrak akan berakhir serta adanya keprihatinan umum mengenai perilaku perusahaan-perusahaan multinasional di negara-negara berkembang.

Susan George (1977) dalam Wiradi (2006) menyatakan bahwa gerakan agribisnis (contract farming) lahir karena para pemilik modal raksasa (TNC) tidak lagi dapat menanam modalnya

Page 47: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

28

di masing-masing negara maju (sebab sudah jenuh) dan memalingkan perhatiannya kepada negara berkembang. Namun karena bidang pertanian memerlukan tanah, sedangkan negara-negara berkembang sesudah perang dunia kedua telah menjadi negara nasional yang merdeka, maka masalah jangkauan terhadap tanah ini dirasakan sebagai hambatan. Akibatnya, meraka terpaksa ”nebeng” pemerintah negara maju melalui program bantuan. Negara maju sebagai donor dapat membujuk negara berkembang agar, dalam rangka program bantuan di bidang pertanian, pemerintah setempat menyediakan kemudahan dalam hal jangkauan terhadap penguasaan tanah. Akan tetapi mengingat faktor di dalam negeri pemerintah nasional negara berkembang tidak dapat begitu saja menyediakan tanah bagi modal asing, seperti jaman kolonial. Bentuk ”inti-satelit” tampaknya merupakan jalan keluar.

2.2.3. Kegagalan Pasar dan Dorongan Kemitraan

Usaha tani kontrak pada dasarnya berawal dari adanya kegagalan pasar (market failure) yang dialami oleh para petani berlahan sempit karena ada beberapa mata rantai yang tidak bisa diakses oleh para petani mandiri (Key and Runsten,1999) berkaitan dengan beberapa aspek berikut:

Kredit. Produksi komoditas yang bernilai tinggi memerlukan 1. biaya yang lebih tinggi dari pada komodias tradisional. Hal ini mendorong munculnya berbagai bentuk lembaga perkreditan baik yang disokong oleh pemerintah maupun swasta. Namun dalam kenyataan kredit yang dibutuhkan itu tidak bisa diakses oleh pekebun baik karena usaha itu tidak bankable maupun karena hambatan yang sifatnya alamiah. Hambatan alamiah ini banyak dijumpa pada perkebunan tanaman keras. Terdapat masa menunggu antara menanam dan penen yang cukup lama, dimana pekebun harus mengeluarkan uang untuk proses produksi dan biaya hidup dalam masa yang cukup lama (5 tahun untuk kelapa sawit).

Page 48: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

29

Sejarah Dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia

Namun pasar uang tidak masuk karena masa tenggang yang dibutuhkan pekebun cukup lama (5 tahun). Pasar telah gagal dalam melayani pekebun, sehingga memaksa petani untuk berbagi beban dengan pihak lain (perushaan swasta, Negara, pedagang, sponsor lain). Seberapa intensif dan merugikan atau menguntungkan tergantung pada kekuatan antara “pelepas uang” dengan para pekerbun. Perusahaan-perusahaan agribisnis berada pada posisi yang paling baik untuk bertindak sebagai pemberi pinjaman karena mereka bisa menggunakan hasil panen pekebun sebagai jaminan pembayaran utangnya.

Asuransi. Tanaman non tradisional biasanya menghadapi 2. resiko pendapatan yang relatif tinggi dibandingkan dengan tanaman tradisional karena (1) biaya yang telah dikeluarkan juga tinggi, (2) tanaman itu cenderung rentan terhadap tikus sehingga hasil dan haranya bisa berubah drastis. Biaya tansaksi yang cukup tinggi menyebabkan para pekebun menyebabkan para pekebun tidak menerima tawaran ikut dalam asuransi. Karena mempunyai banyak kegiatan dan tidak fokus pada komoditi tertentu, perusahaan agroindustri mempunyai peran yang tepat untuk mengambilalih resiko yang dihadapi oleh petani dengan imbalan pasokan bahan baku.

Informasi-informasi yang tepat tentang teknologi, kuantitas, 3. kualitas dan harga amat penting bagi perdagangan komoditas perkebunan yang umumnya untuk tujuan ekspor. Informasi pasar yang tidak tepat bisa memperlambat aliran informasi yang merugikan. Hal semacam ini sering dihadapi oleh pekebun lahan sempit, sementara untuk perusahaan informasi semacam itu relatif tidak ada hambatan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pasar telah gagal memberikan informasi yang sama pada semua pelaku ekonomi. Dalam hal inilah maka perusahaan agrondustri bisa mengomunikasikan informasi yang dimilikinya kepada para pekebun dengan

Page 49: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

30

imbalan pasokan bahan baku dari pekebun.

Faktor Produksi. Pasar faktor produksi (mesin, benih, pupuk, 4. pestisida) untuk tanaman komersial dengan kualifikasi tertentu umumnya tidak bisa diakses oleh pekebun secara individual. Bila dibiarkan maka input itu tidak akan pernah sampai ke tangan pekebun, atau dengan kata lain pasar cenderung gagal dalam memenuhi kebutuhan pekebun lahan sempit. Posisi penting inilah yang kemudian diisi oleh perusahaan perkebunan untuk menawarkan faktor produksi yang dikuasainya lewat program kemitraan.

Pasar Produk. Pekebun biasanya tidak bisa memenuhi 5. kualifikasi yang diperlukan dalam pemasaran global, baik berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan ketepatan waktu. Perusahaan agroindustri yang telah berpengalaman akhirnya bisa mengisi peran ini.

2.2.4. Pola-pola Kemitraan Perkebunan Ketidakmampuan menangani proses produksi, pengolahan, penyediaan input dan faktor produksi, serta masalah pemasaran yang dihadapi oleh petani mendorong munculnya pola kemitraan dalam usaha tani. Dalam kemitraan ini ada pihak yang mensponsori dan ada yang disponsori. Sponsor bisa datang dari perusahaan perusahaan multinasional, korporasi, parasteatal, perusahaan perusahaan perseorangan maupun dalam kasus tertentu koperasi koperasi pertanian yang bertindak menyediakan dana, managemen dan bertanggung jawab terhadap proses produksi dan pengenalan inovasi. Sedangkan pihak yang diseponsori adalah para petani dan pekebun yang karena skalanya yang kecil cenderung tidak mempunyia akses yang luas terhadap inovasi, pasar dan modal. Usaha tani kemitraan biasanya mengikuti lima pola yang akan dijelaskan berikut ini. Pola yang mana yang akan digunakan tergantung pada komoditas, sumberdaya dari sponsor, dan tingkat intensitas hubungan antara petani dan patron.

Page 50: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

31

Sejarah Dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia

2.2.4.1. Pola Sentralisasi

Pada model ini kontrak dikoordinasi secara vertikal dimana pihak perusahaan sebagai patron membeli hasil pertanian dari para pekebun kemudian mengolah, mengepak dan memasarkan barang ke konsumen. Dalam kasus ini petani mendapatkan jatah, yang ditentukan sejak awal pelaksanaan penanaman. Karena terpusat maka pihak patron bisa melakukan pembelian komoditas dari ribuan atau bahkan puluhan ribu petani lahan sempit. Pola kemitraan semacam ini biasanya dilakukan pada komoditas tembakau, kapas, gula, pisang, dan juga kopi, teh, kakao dan karet. Disamping itu juga terjadi pada sektor peternakan unggas, babi dan sapi perah. Secara umum pola ini bisa dikarakteristikkan sebagai berikut:

Melibatkan pihak pabrik yang membeli dan memproses 1. komoditas hasil dari ribuan atau puluhan ribu petani.

Pola ini digunakan untuk komoditas tanaman keras, tanaman 2. tahunan, peternakan unggas, dan penggemukan sapi.

Komoditas yang dihasilkan umumnya memerlukan 3. mensyaratkan adanya pemprosesan modern.

Dilakukan dengan melakukan koordinasi secara vertikal 4. dengan memberikan alokasi kuota dan kontrol kualitas yang ketat.

Keterlibatan pabrik sebagai sponsor beragam, dari yang minimal berupa pemberian bibit/ input sampai yang ekstrem dimana pihak patron mengontrol hampir semua aspek produksi komoditas itu.

2.2.4.2. Pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) atau Nucleus estate/ plasma nutfah.

Pola plasma-nutfah atau perkebunan inti rakyat (NES, Nucleus estates) merupakan variasi lain dari pola sentralisasi. Berbeda dari pola sentral dimana pihak investor merupakan pelaku sektor hilir

Page 51: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

32

dan petani pelaku sektor hilir, investor dalam pola PIR biasanya juga memiliki dan mengelola perkebunan sebagaimana dilakukan oleh pekebun. Perkebunan yang dikelolanya biasanya bersaaan dan berdekatan dengan pabrik yang mengolah komoditas perkebunan yang dikelolanya. Perkebunan yang dikelola bisa cukup luas sehingga mampu memberikan jaminan atas pasokan bahan baku/ bahan mentah bagi pabrik yang didirikan, bisa juga perkebunan yang ada kurang besar sehinga memerlukan pasokan dari luar perkebunan yang dimiliki. Pola ini merupakan variasi lain dari pola sentralisasi dimana pihak pabrik atau sponsor juga melakukan pengelolaan atas perkebunan. Perkebunan yang secara langsung dikelola biasanya dijadikan sebagai jaminan bagi pabrik pengolah, namun bisa juga hanya sekedar dimaksudkan sebagai pusat riset. Pola ini sering digunakan bersamaan dengan pola transmigrasi dan pemukiman penduduk. Untuk menunjang plasma diperlukan bantuan manajemen dan material yang cukup bagi pekebun.

2.2.4.3. The Multipartite Model

Pola multipartit biasanya melibatkan perusahaan swasta dan statutory body dalam melakukan kerjasama dengan petani. Pola multipartit bisa mempunyai organisasi yang terpisah yang bertanggungjawab pada masalah provisi kredit, produksi, manajemen, pengolahan dan pemasaran. Pola ini bisa melibatkan berbagai organisasi, sering dalam bentuk statutory bodies, juga bisa berkembang dari pola sentralisasi atau pola PIR, misalnya lewat organisasi yang bermetamorfosis dalam bentuk koperasi maupun lewat keterlibatan lembaga keuangan.

2.2.4.4. Pola Kemitraan Informal

Pola informal biasa dilakukan oleh pengusaha-pengusaha kecil menengah yang umumnya dibuat secara sederhana pada komoditas tertentu seperti sayuran segar, melon, dan buah-buahan tropis.

Page 52: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

33

Sejarah Dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia

Jenis komoditas itu umumnya hanya memerlukan proses produksi yang sederhana serta kebutuhan akan bahan baku umumnya terbatas pada penyediaan benih, pupuk dan obat-obatan, serta kebutuhan teknis terbatas skedar pada masalah kontrol kualitas dan grading. Pihak investor akan membeli komoditas petani, menyortir dan mengemas untuk kemudian dipasarkan lewat jaringan pasar modern (super market). Meskipun demikian petani juga bisa memasarkan secara langsung ke supermarket. Pola ini informal, karena tidak ada ikatan yang tegas antara petani dan investor. Masing-masing bisa bekerjasama bila diperlukan, namun juga bisa memutus hubungan jika dirasakan tidak menguntungkan. Konsekuensinya adalah masing-masing akan menanggung resiko yang mungkin muncul baik berupa gagal panen maupun fluktuasi harga.

Umumnya dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kecil atau 1. perseorangan.

Pola yang dibangun berupa kontral produksi yang informal, 2. biasanya atas dasar musiman.

Sering mensyarakan adanya support dari pemerintah seperti 3. penyuluhan dan riset.

Para petani menghadapi resiko pemasaran yang lebih tinggi 4. yang umumnya tidak dimasukkan dalam kontrak yang dibuat.

2.2.4.5. Pola Intermediary

Pola ini cukup meluas di kawasan Asia tenggara. Di Thailand banyak perusahaan pengolah makanan dan sayur segar yang membeli bahan baku dari pengumpul individual maupun dari kelompok-kelompok tani. Sedangkan di Indonesia praktek ini juga cukup meluas dalam bentuk plasma. Pola ini melibatkan sponsor dalam jaringan subkontrak dengan petani dan intermediary. Masalah bisa muncul ketika pihak patron/perusahaan yang mensponsori

Page 53: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

34

kehilangan kontrol atas kualitasn dan produksi disamping harga yang diterima oleh petani.

Dari uraian diatas bisa diikhtisarkan berbagai pola kemitraan yang ada dalam tabel berikut:

Tabel 3. Gambaran Pola Kemitraan dalam Usaha Tani.

POLA KEMITRAAN

PATRON KEMITRAAN KARAKTERISTIK UMUM

Sentralisasi Lembaga yang dibentuk oleh pemerintah

Directed contract farming -

Banyak digunakan di Negara -sedang berkembang pada komoditas bernilai tinggi

Ada komitmen untuk -memberikan bantuan manajemen dan material pada petani

Plasma Inti (PIR)

Lembaga pemerintah

Perkebunan swasta

Perusahaan swasta

Directed contract farming -

Direkomendasikan untuk -tanaman keras seperti kelapa sawit, dimana pengalihan teknis lewat demonstrasi diperlukan

Banyak dilakukan pada skim -pemukiman

Ada komitmen untuk -memberikan bantuan kepada petani

Page 54: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

35

Sejarah Dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia

Pola Sokongan Multipartit

Lembaga pembangunan pemerintah

Otoritas pemasaran dari pemerintah

Sektor swasta

Pemilik tanah

Koperasi pertanian

Pendekatan kerjasama (joint venture)

Kurang dimungkinkan bila koordinasi antara sponsor dan manajemen tidak baik

Selalu ada komitmen untuk memberikan bantuan kepada petani

Pola Informal Entrepreneur

Perusahaan2 kecil

Koperasi pertanian

Not usually directed farming.

Umumnya pada tanaman usia pendek: buah segar, yang dijual ke super market

Minimal ada pemprosesan dan ada input bagi petani

Kontrak dilakukan secara informal, lisan, Transitory in nature.

Pola Intermediary

Sektor korporat swasta

Lembaga pembangunan pemerintah

Sponsor umumnya dari pihak swasta

Kontrol dari sponsor atas input dan material beragam bentuk.

Perbedaan dalam pola kemitraan antara perusahaan dengan pekebun/petani sangat dipengaruhi oleh: (a). keberadaan dari lembaga yang bisa mendukung pasar dan produk, (b). komoditas yang ditanam, (c). basis sumberdaya dari produsen, dan (d). kapasitas perusahaan agribisnis (Patrick, hal 9).

Dalam pada itu, ragam pola kemitraan di Indonesia bisa disebutkan antara lain berupa pola plasma-nutfah, pola sub kontrak, pola panen dan bayar, dan pola kerjasama operasional (KSO). (Patrick, 2004)

Page 55: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

36

2.2.4.5.1. Pola PIR (Plasma Nutfah)

Bentuk kemitraan ini melibatkan perusahaan agribisnis (nucleus, inti) yang memberikan input pada petani atau kelompok tani dan pada akhirnya membeli produk yang dihasilkan petani. PIR mendapatkan dukungan pembiayaan dari World Bank dimana perusahaan perusahaan perkebunan didorong untuk mengembangkan kebun sawit di daerah plasma yang ada disekitar perkebunan milik nucleus. Program ini sebagai bagian integral dari program pemukiman kembali (resettlemnent, transmigrasi). Pola Perkebunan Inti Rakyat(PIR) dilakukan sejak tahun 1971 lewat apa yang dikenal dengan PIR lokal yang dilakukan oleh pemerintah (pemilik perkebunan) sebagai inti (nucleus), sedangkan petani yang bertindak sebagai plasma mengalokasikan 2 ha kebun sawitnya sebagai syarat pada tahun 1984 PIR berkembang ke arah assisted PIR, PIR khusus, dan Accelerated PIR. PIR khusus melibatkan perusahaan perkebunan Negara dan swasta yang didanai oleh pemerintah dengan memprioritaskan pada penduduk transmigrasi dan penduduk lokal. Sedangkan assisted PIR melibatkan perkebunan Negara dan swasta, yang sebagian didanai oleh Asian Development Bank (ADB) dan World Bank dengan penekanan khusus pada penduduk lokan dan penduduk transmigrasi. Sementara itu PIR Trans(migrasi) dan KKPA dikenalkan tahun 1986 untuk menggantikan PIR Khusus PIR Trans dan KKPA ini melibatkan perusahaan perkebunan baik negara maupun swasta dengan pendanaan dari pemerintah. Secara ringkas, berbagai PIR yang pernah dipraktekkan di Indonesia dapat diringkaskan dalam Tabel 5.

Page 56: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

37

Sejarah Dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia

Tabel 4. Berbagai Macam Pola Kemitraan

Kriteria NES Pir-Khusus

Pir-Bantuan

Pir-Trans

Tanaman Pokok

2 ha 2 ha 2 ha 2 ha

Tanaman Pangan

0 ha 0,75 ha 0,75 ha 0,50 ha

Lahan Pekarangan

0 ha 0,25 ha 0,25 ha 0,50 ha

Peserta Penduduk setempat

Transmigran Penduduk lokal

Transmigran penduduk lokal

Rumah (M2) Tidak ada 36 36 36 Lokasi Sekitar

perkebunan yang sudah ada

Bukaan baru Bukaan baru

Bukaan baru

Sumber Dana

Bank dunia Swadana Bantuan luar negeri

Kredit khusus

Sumber: berbagai sumber

2.2.4.5.2. Pola Sub Kontrak

Pola kemitraan ini melibatkan satu perusahaan agribisnis yang mempunyai kontrak untuk memasok barang pada pihak ketiga. Dengan persyaratan kualitas dan kuantitas tertentu perusahaan itu kemudian mensubkontrakkan pada petani lahan sempit maupun kelompok petani lahan sempit. Hal ini seperti yang terjadi di Bali dimana pedagang mampunyai kontrak untuk memasok berbagai jenis sayuran segar (paprika, tomat, lettuce, kobis, seledri, bunga kol dan cut flower) ke sejumlah hotel dan restoran di Nusa Dua. Dalam hal ini pedagang yang mensubkontrakkan tidak memberikan bantuan teknik dan manajemen apapun pada para petani melainkan hanya menjanjikan untuk membeli dalam jumlah tertentu per hari atau per minggunya. Keuntungan dari pedagang adalah bisa menekan fluktuasi pasokan, sedangkan bagi petani dapat meminimalisasi biaya transport dan adanya jaminan harga yang menarik bagi tanaman yang berkualitas tinggi.

Page 57: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

38

2.2.4.5.3. Pola Bayar waktu Panen

Pola kemitraan ini terjadi hanya dalam system produksi skala kecil. Pedagang setempat memberikan kredit kepada petani lahan sempit untuk membeli input yang diperlukan (bibit, piupuk, obat-obatan) dengan catatan petani berjanji akan menjual produknya pada pedagang itu. Utang itu pada akhirnya akan dibayar ketika panen, dengan harga yang dirundingkan bersama. Pembayaran bisa berupa uang tunai maupun berukan natura (hasil panenan). Dalam pandangan yang negatif, pola ini sering memunculkan kerugian bagi petani ketika petani terpaksa (harus) menerima harga relatif rendah yang ditentukan oleh pemberi pinjaman, petani akhirnya harus merelakan produknya dihargai rendah karena sudah terlanjur berutang. Dalam kasus ikutan, hal ini memunculkan system “ijon” yang terjadi pada tanaman buah-buahan, tanaman pangan, maupun di kawasan nelayan pantai. Namun pola ini sampai sekarang tetap popular karena para petani lahan sempit sulit bahkan tidak mungkin mendapatkan akses kredit baik dari lembaga keuangan formal, semi formal, maupun informal (tetangga), dan (bahkan) illegal, and family sources.

2.2.4.5.4. Kerjasama Operasional (KSO)

Pola kerjasama operasional melibatkan satu perusahaan yang tidak hanya memberikan seluruh input yang diperlukan oleh petani atau pekebun melainkan juga mengeluarkan pembayaran pada petani berupa imbalan penggunaan lahan (IPL) untuk satu atau dua musim. IPL ini dibayarkan pada awal masa kontrak, yang diberikan sebagai pembayaran awal untuk di tooped tergantung pada masa panennya. Dalam kenyataannya ada tingkat upah minimum yang diberikan untuk satu masa berlangsung KSO. KSO umumnya digunakan pada tanaman yang agak lama seperti tebu-gula. Keuntungan yang didapatkan oleh petani adalah adanya jaminan penerimaan lewat insentif yang diberikan untuk tanaman yang berkualitas. Sedangkan keuntungan bagi pabrik

Page 58: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

39

Sejarah Dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit Di Indonesia

atau perusahaan mitra adalah adanya jaminan pasokan bahan baku bagi beroperasinya pabrik.

Sistem ini dikenalkan tahun 1988 dengan pembentukan otoritas pemerintah PTP Nusantara XI yang untuk menjembatani asprasi dan kepentingan dari petani berlahan sempit dengan pabrik gula. Tebu merupakan jenis tanaman yang membutuhkan masa tumbuh cukup lama yaitu sekitar 14 bulan, sehingga banyak petani berlahan sempit yang tidak mampu berinvestasi secara mandir selama masa yang cukup lama itu. Dalam hal inilah maka system KSO memberikan uang tunai sebagai sewa atas tanah yang akan ditanami, upah bagi pemilik yang bertindak sebagai penggarap, serta pemberian bonus bila hasil produksinya tinggi. Sistem ini memberikan insentif bagi petani untuk terus berkebun yang sekaligus merupakan jaminan bagi pabrik untuk tetap beroperasi.

Page 59: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

40

BAB III

GAMBARAN UMUM PEKEBUN MANDIRI

Secara konseptual, istilah pekebun mandiri kelapa sawit erat kaitannya dengan istilah perkebunan rakyat yang tidak terikat kontrak dengan perusahaan. Hal ini karena dari penelusuran di berbagai literatur, ciri khas pekebun mandiri relatif sama dengan perkebunan rakyat dan jauh berbeda dengan pola perkebunan besar. Perkebunan besar pada awalnya dikembangkan oleh para pemodal dari Eropa sejak masa kolonial, namun saat ini dikembangkan oleh perusahaan swasta baik pribumi maupun asing, serta perusahaan negara. Menurut catatan sejarah, tanaman kelapa sawit baru dikenal di Indonesia pada akhir abad 19, melalui pembukaan perkebunan besar oleh pemodal eropa di beberapa tempat di pulau Sumatera dan Jawa. Namun demikian, tidak seperti komoditi lain, tanaman kelapa sawit dikembangkan oleh pekebun mandiri di Indonesia dalam tempo yang relatif belum lama. Pekebun mandiri kelapa sawit baru berkembang pesat pada era pasca 1980an hingga sekarang.

Apabila kita merujuk kepada data tahun 2009 yang dipublikasikan oleh pemerintah saat ini, maka angka 46% dari 7 juta hektar lebih dari seluruh areal perkebunan kelapa sawit masuk dalam kategori perkebunan rakyat. Namun apabila kita melihat lebih jauh tentang ciri perkebunan rakyat sebagaimana yang digambarkan oleh para ahli dan telah banyak ditulis dalam buku-buku sejarah

Page 60: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

41

Gambaran Umum Pekebun Mandiri

perkembangan perkebunan di Indonesia, maka angka tersebut menjadi cenderung tidak masuk akal. Sebagaimana ciri-ciri dari perkebunan rakyat pada umumnya, pekebun mandiri kelapa sawit pada umumnya diusahakan oleh individu, keluarga, atau kelompok dalam luas lahan yang relatif kecil, dengan pola penanaman dan manajemen kebun yang tidak monokultur, dengan modal kecil, dan tidak memiliki target produksi khusus. Di lihat dari produktifitas kebun, pekebun mandiri juga hanya menghasilkan rata-rata produksi yang relatif jauh dibanding perkebunan yang dikelola dengan prinsip manajemen modern oleh perkebunan besar. Oleh karena itu ekspansi pekebun mandiri dalam artian luas dan produksi sebagaimana digambarkan oleh data resmi yang mengalami peningkatan dari 6 ribu hektar di tahun 1980, menjadi 3,3 juta hektar pada tahun 2009, hanya dapat dilakukan oleh bukan pekebun mandiri atau perkebunan rakyat secara terencana atau by design, antara lain dalam hal ini melalui pola Perkebunan Inti Rakyat.

Bab ini akan menguraikan berbagai segi pekebun mandiri, dimulai sekilas tentang sejarah pekebun mandiri dalam industri kelapa sawit nasional, karakteristik pekebun mandiri kelapa sawit, bagaimana kondisi dan pekerjaan para pekebun mandiri mulai dari produksi hingga distribusi/pemasaran, bagaimana hubungan pekebun mandiri dengan masyarakat dan lingkungannya, serta hubungan pekebun mandiri dengan pabrik. Sebagai bahan ilustrasi akan diuraikan kasus studi, yang mengambil tempat di kabupaten Pasaman Barat, Sumatra Barat dan kabupaten Kotawaringin Timur di Kalimantan Tengah.

3.1. KARAKTERISTIK PEKEBUN MANDIRI

Perkembangan pekebun mandiri kelapa sawit tidak dapat dipisahkan dari perjalanan sejarah sistem perkebunan di Indonesia, baik yang awalnya dikembangkan oleh pemodal asing

Page 61: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

42

di jaman kolonial dan kemudian oleh perusahaan besar negara maupun oleh perusahaan besar swasta pada era kemerdekaan. Pola ini sangat umum dan banyak ditemui di negara-negara bekas jajahan lain, baik di Asia, Afrika, maupun Amerika Latin. Perkebunan tersebut telah mendorong lahirnya perkebunan rakyat yang diusahakan oleh penduduk lokal (asli) secara mandiri dengan mengusahakan tanaman sejenis khususnya yang mudah ditanam (Mubyarto: 1984:18).

Masyarakat sekitar yang semula tidak mengenal tanaman perkebunan kemudian mulai mengenal. Sebelum kelapa sawit, tanaman lain yang telah diusahakan perkebunan besar di antaranya adalah kopi, lada, karet, kakao, tembakau, tebu dan lain-lain. Beberapa literatur mencatat bahwa pada awalnya pekebun mandiri mulai berkembang di wilayah pinggiran dan di antara perkebunan berskala besar dan areal yang luas. Melalui cara-cara meniru dan coba-coba, berangsur-angsur para pekebun mandiri mulai menanam bibit di sela tanaman pangan dan tanaman lain miliknya. Perkembangan dari generasi ke generasi lama kelamaan luas areal pekebun mandiri juga semakin luas.

Namun, sebagaimana disinggung dalam uraian di atas. Kebutuhan modal uang yang besar dan teknologi yang mahal membuat petani atau pekebun berpikir dua kali untuk menanam kelapa sawit di lahan kebunnya. Berbeda dengan komoditi karet dan kopi misalnya, sampai saat ini belum ditemukan teknologi yang sederhana dan mampu dikuasai oleh pekebun kecil, yang mampu memproses buah kelapa sawit menjadi minyak sawit yang siap dipasarkan. Bahkan sangat ironis, karena sampai puluhan tahun dengan perkembangan luas perkebunan rakyat telah mencapai jutaan hektar, tidak ada satupun komunitas pekebun mandiri mampu memproses dan menjual ke pasar dalam wujud minyak sawit atau produk lainnya. Hampir seluruh teknologi dan modal hanya dikuasai dan dimonopoli oleh perkebunan besar.

Page 62: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

43

Gambaran Umum Pekebun Mandiri

Namun demikian bukan berarti para petani tidak tertarik untuk mengembangkannya. Sebagaimana nanti diceritakan oleh informan pekebun mandiri dalam kasus di Pasaman Barat, pada umumnya sangat tertarik untuk menanam kelapa sawit. Hal ini karena mereka telah melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kesejahteraan petani plasma di lingkungan Perkebunan Inti Rakyat, yang secara sosial ekonomi lebih sejahtera dibanding masyarakat pada umumnya. Dengan demikian lahirnya pekebun mandiri kelapa sawit dapat ditelusuri melalui dua jalur, yakni pekebun mandiri yang berasal dari inisiatif sendiri, dan pekebun mandiri yang lahir by-design oleh adanya program/proyek pemerintah.

Seorang pekebun mandiri di Pasaman Sumatera Barat misalnya mengisahkan, dahulu para orangtua mereka mulai menanam kelapa sawit dengan memungut biji sawit yang jatuh di jalan ketika diangkut dari areal perkebunan menuju pabrik. Mereka lantas coba-coba menanam biji tersebut di lahan sendiri di antara tanaman kebun atau tanaman pangan lain. Cerita sulitnya mendapat bibit memang sudah ada sejak dulu, karena bibit memang tidak dikembangkan secara tradisional, tetapi melalui cara-cara modern, dengan proses pemuliaan bibit yang ketat. Oleh karena biaya pembibitan mahal, maka tidak sembarang orang dapat memperoleh akses kecuali di lingkungan perkebunan besar itu sendiri.

Cerita ketatnya pengawasan ini cukup berkembang di kalangan masyarakat sekitar perkebunan. Mereka yang ketahuan membawa barang milik perkebunan akan dikenai hukuman yang berat. Konon pengawasan di pabrik-pabrik sangat ketat, sehingga buah atau bibit tanaman tidak bisa keluar dari areal perkebunan. Penduduk yang sempat bekerja di dalam lingkungan perkebunan sebagai buruh lepas akan diperiksa badannya secara teliti oleh petugas khusus, untuk mengawasi apakah mereka “mencuri” sesuatu, termasuk benih/bibit kelapa sawit.

Page 63: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

44

Pada masa itu, selain dengan bibit seadanya, pengetahuan pekebun mandiri dalam teknis pemilihan bibit dan penanamannya juga seadanya. Mereka tidak paham dengan seleksi benih dan tatacara penanamannya. Setelah penanaman, tata cara perawatan juga tidak banyak dipahami pekebun mandiri. Dengan segala keterbatasan itu, maka kualitas tanaman dan hasil panen menunjukkan perbedaan yang jauh ketimbang yang ditanam oleh perkebunan besar.

Ciri lain dari pekebun mandiri dalam menanam kelapa sawit adalah dalam hal jarak tanam dan pemanfaatan lahan dengan penanaman beberapa jenis tanaman. Jarak tanam kelapa sawit oleh pekebun mandiri biasanya lebih pendek dengan pertimbangan agar kebun dapat ditanami lebih banyak tanaman.

Foto 1. Tim Peneliti Sawit Watch sedang berdiskusi dengan pekebun mandiri di lahan sawit di kec. Pasaman. Tampak kebun sawit yang telah berusia kurang lebih 5 tahun ditanam berdampingan dengan tanaman pangan (jagung).

Page 64: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

45

Gambaran Umum Pekebun Mandiri

Dengan modal seadanya tersebut maka bisa dipastikan bahwa kegagalan tanam menjadi sangat banyak dijumpai di antara pekebun mandiri. Namun dengan berjalannya waktu, proses belajar secara mandiri termasuk melalui interaksi dengan orang-orang yang pernah bekerja di lingkungan perkebunan, menyebabkan para pekebun mandiri sedikit banyak bisa belajar walau seadanya. Mulai cara meniru dari jarak tanam, pola perawatan, pemupukan, dan seterusnya, lambat laun tanaman kelapa sawit mulai mampu ditanam dan membuahkan hasil yang lumayan meskipun tidak mampu menyamai produktifitas perkebunan besar.

Cerita yang agak berbeda tentang pekebun mandiri dapat dikembangkan lagi pada masa kemerdekaan, terutama ketika pemerintah Indonesia mulai menerapkan strategi pembangunan yang menfokuskan untuk meningkatkan pendapatan negara melalui ekspor non-migas. Tanaman kelapa sawit menjadi primadona, dan karena itu dikembangkanlah kelapa sawit secara besar-besaran baik oleh perkebunan negara, perkebunan swasta, maupun perkebunan rakyat (pekebun mandiri).

Pada masa kemerdekaan, perkembangan jumlah pekebun mandiri ini tidak lepas dari pengaruh kebijakan pemerintah yang menempatkan kelapa sawit sebagai salah satu komoditi andalan utama ekspor komoditas pertanian. Pemerintah dari waktu ke waktu berupaya agar para pekebun mandiri dapat secara langsung mendukung kebijakan ekspor pemerintah. Salah satu upaya pemerintah adalah dengan menciptakan skema untuk mendorong sistem perkebunan rakyat atau pekebun mandiri. Inisiatif ini baru mulai dilaksanakan pada era 1980-an dikenal dengan program Perkebunan Inti Rakyat (PIR)/Nucleus Estate and Smallholders Development Project (NES). Ada beberapa skema bantuan pemerintah yang disesuaikan dengan sasaran dan pendanaannya, yaitu PIR BUN, PIR Trans, dan PIR KKPA.

Page 65: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

46

3.1.1. Lahan Produksi

Sebagaimana disinggung dimuka, pekebun mandiri kelapa sawit erat kaitannya dengan perkebunan rakyat (smallholder). Pekebun mandiri pada umumnya hidup berkelompok di lingkungan komunitas tertentu, yang tersebar di mana-mana secara tidak terpola berdasar jumlah penduduknya atau dari daerah mana asalnya. Pada masa sekarang, hampir sangat sulit mencari komunitas asli tanpa adanya pendatang yang kemudian berbaur menjadi satu komunitas. Pada awalnya, hubungan dan ketergantungannya dengan alam sekitarnya sangat erat, karena mereka menggantungkan seluruh penghidupannya dari apa yang tersedia di alam lingkungannya. Mereka berladang atau bertani dengan bercocok tanam apa saja untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka, termasuk memelihara ternak, berburu ikan, atau mencari bahan makanan di hutan. Ketika perekonomian makin berkembang, selain bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan pangan, mereka juga menjual hasil bumi untuk meningkatkan pendapatan keluarganya.

Karena tekanan kebutuhan hidup meningkat, adapula mereka yang kemudian bekerja di tempat lain untuk waktu tertentu dalam setiap tahunnya sambil menunggu panen tiba. Tingkat pendidikan yang rendah, membuat mereka tidak bisa memilih jenis pekerjaan tetapi sesuai yang dibutuhkan pemberi pekerjaan. Pekerjaan yang yang tidak membutuhkan tingkat keahlian tinggi diantaranya adalah buruh kasar, buruh bangunan, buruh kebun, dan lain-lain. Dalam bekerja mereka tidak membutuhkan kontrak tertentu, sehingga bebas keluar masuk dari tempat dan pekerjaan yang satu ke yang lain. Sistem penggajiannya atas dasar upah harian.

Dapat dikatakan bahwa sumber pendapatan keluarga pekebun mandiri berasal dari berbagai sumber, mulai dari hasil kebun dengan berbagai variasi tanamannya, beternak atau berburu ikan, serta dari bekerja sebagai buruh. Namun demikian, seluruh

Page 66: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

47

Gambaran Umum Pekebun Mandiri

pendapatan tersebut lebih banyak dipergunakan untuk memenuhi keberlangsungan hidup keluarga atau kebutuhan konsumsi.

Seorang pekebun mandiri yang menjadi informan dalam studi lapang (fieldwork) di kecamatan Pasaman mengkonfirmasi kondisi pekebun mandiri sebagaimana tergambar di atas dan menceritakan keadaan ekonomi rumahtangganya. Poniman, 60 tahun, kepala keluarga dengan 7 anak dan 2 cucu, telah memiliki lahan kelapa sawit sejak tahun 1980 seluas 1 Ha di tambah dengan ½ ha untuk pekarangan rumahnya. Dulu ketika kebutuhan hidup belum meningkat seperti sekarang, ia merasa pendapatannya cukup dari bekerja sebagai buruh serta pendapatan dari hasil kebun di ladangnya sendiri. Selain hasil kelapa sawit, kebunnya juga menghasilkan kopi dan coklat yang hasilnya bisa dijual.

Menurut pendapatnya, masyarakat di lingkungannya saat ini masih mampu memenuhi kebutuhan pangan dan sandang meskipun dengan kualitas yang makin menurun dari tahun ke tahun. Untuk membiayai pendidikan anak-anak khususnya untuk pendidikan dasar dan menengah, pada umumnya masyarakat belum menghadapi masalah, karena di lingkungan mereka terdapat sekolah-sekolah dasar dan menengah dengan biaya terjangkau. Demikian pula untuk pelayanan kesehatan, secara umum juga relatif tersedia di lingkungan nagari karena telah tersedia Puskesmas.

Saat ini yang menjadi masalah adalah ketika mereka berfikir untuk masa depan mereka di tengah tekanan hidup yang semakin berat. Sementara hasil kebun saat ini dengan luas yang terbatas membuat mereka berfikir untuk mencari lahan lain untuk meraih kehidupan di masa datang yang lebih baik. Oleh karena itu ketika mereka mendapatkan peluang bagi kehidupan yang lebih baik mereka berupaya keras untuk mendapatkannya antara lain melalui reclaiming tanah yang “tidak bertuan”.

Page 67: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

48

Fieldwork yang dilakukan Tim mendatangi sekelompok petani/pekebun yang sedang mengadu nasib dengan melakukan reclaiming di Lingkung Aua, Nagari Simpang Empat. Lahan yang diklaim bersama-sama rekan-rekan sekampungnya adalah lahan HGU yang diterlantarkan oleh perusahaan (PT. Enam Koto) seluas 300 ha. Pada masa lalu lahan ini dijanjikan akan dipergunakan untuk lahan plasma, namun hingga belasan tahun tidak pernah menunjukkan pembangunan untuk petani plasma kelapa sawit.

Foto 2: Lokasi tanah yang direclaiming oleh masyarakat di Lingkung Aua seluas 300 Ha. Awalnya adalah tanah adat yang dulu dijanjikan oleh Perkebunan besar untuk lahan plasma. Sambil menunggu kepastian status hukum tanah tersebut dan terkumpulnya modal, para pekebun mandiri menanaminya dengan jagung.

Gerakan reclaiming yang dilakukan masyarakat setempat sebenarnya telah berlangsung sejak lama. Sekurang-kurangnya puncaknya terjadi sejak masa reformasi dan otonomi, ketika berbagai elemen masyarakat banyak yang mempertanyakan kembali kebijakan masa lalu yang menyangkut pertanahan dan pengembangan perkebunan kelapa sawit.

Selain merasa ada ketidakadilan di lingkungan sekitar mereka atas berkembang pesatnya perkebunan sawit, kini mereka merasa

Page 68: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

49

Gambaran Umum Pekebun Mandiri

kesulitan mencari lahan untuk mempertahankan kehidupan ekonomi keluarganya. Dulu, ketika mereka membutuhkan ladang untuk bercocoktanam, mereka tinggal mencarinya ke pedalaman dengan membuka hutan untuk lahan pertanian. Kesulitan lahan ini makin terasa ketika perkebunan-perkebunan besar mulai mengembangkan areal tanamnya, tidak hanya ditanah-tanah yang diberikan sebagai konsesi dari tanah negara, tetapi juga tanah-tanah adat yang sebenarnya diakui sebagai tanah masyarakat adat.

Ada kesan kuat di masyarakat bahwa para pemuka adat di masa lalu telah banyak yang “ditipu” melalui perjanjian-perjanjian yang dilakukan baik yang langsung dengan perusahaan perkebunan, maupun yang difasilitasi oleh pemerintah. Masyarakat mulai banyak yang menyadari bahwa pengembangan perkebunan sawit di tanah-tanah khususnya yang telah menggunakan tanah adat Nagari, tidak didasarkan kepada pola perjanjian yang adil. Ada banyak tanah-tanah adat yang secara tradisional seharusnya dapat digunakan oleh masyarakat, namun melalui perjanjian-perjanjian yang dilakukan secara sepihak oleh para pemangku adat (Ninik Mamak) dan pemerintah atau perusahaan perkebunan besar, tanpa persetujuan dari masyarakat, menjadi permasalahan di kemudian hari.

Salah satu masalah yang mengemuka adalah pada saat penyerahan tanah adat tersebut kepada pemerintah, tidak ada klausul dalam akta perjanjian dengan Ninik Mamak yang menyatakan berapa lama tanah adat tersebut diserahkan. Tidak adanya klausul tersebut membuat masyarakat adat kini mempertanyakan hak-haknya sebagai masyarakat untuk memanfaatkan tanah-tanah tersebut. Ada yang menyatakan bahwa tanah tersebut kemudian oleh pemerintah di “HGU”kan kepada perusahaan perkebunan. Sayangnya pada saat proses tersebut masyarakat tidak dilibatkan dalam proses tersebut.

Page 69: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

50

Di lain pihak, ketika jumlah penduduk semakin meningkat, dan kebutuhan akan lahan-lahan pertanian semakin sulit dicari, membawa tekanan ekonomi keluarga para petani menjadi semakin berat. Seorang petani menyatakan bahwa ia sudah semakin tua, sementara tanah yang dimiliki tidak mencukupi hasilnya untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya, apalagi untuk dibagi-bagikan kepada 7 orang anaknya yang telah dewasa. Sebagai pekebun sawit mandiri, ia memang memiliki kebun sawit seluas 1 hektar. Namun saat ini, ia merasa bahwa lahan tersebut sudah tidak mencukupi lagi untuk menopang kebutuhan hidup keluarganya.

Saat dilakukan wawancara, ia bersama kurang lebih 50 anggota dari 150 lebih anggota sedang bersama-sama menggarap lahan. Mereka bercita-cita kelak kalau ada modal akan menanam kelapa sawit di areal itu. Saat ini apa yang dapat dilakukan adalah mempersiapkan lahan dengan modal seadanya serta membangun base-camp di ladang untuk beristirahat para anggota kelompok dan berfungsi sebagai dapur umum. Saat itu secara bersama-sama mereka menggarap lahan terlantar tersebut dengan terlebih dahulu menanaminya dengan tanaman jagung. Yang menarik dari keanggotaan kelompok masyarakat ini adalah bahwa mereka berasal dari berbagai suku, yakni Batak, Minang, Jawa, Sunda, dan Mandailing.

Untuk menanami dengan kelapa sawit, mereka mengaku tidak memiliki modal. Namun suatu saat mereka ada yang bercita-cita untuk menanaminya dengan kelapa sawit. Seorang anggota kelompok menceritakan bahwa ia menjadi plasma di tempat lain dengan mendapat lahan 1 ha. Namun dalam lahan plasma tersebut ia harus berbagi dengan 5 orang, sehingga dengan pendapatan Rp 900 ribu dalam satu bulan, maka ia hanya mendapat bagian sebesar Rp 180 ribu. Oleh karena itu ia sangat mendukung dan sebagai seorang mantan jorong (kepala dusun/unit komunitas) ia menjadi

Page 70: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

51

Gambaran Umum Pekebun Mandiri

salah seorang pelopor utama ketika masyarakat di kampungnya ingin mengusahakan lahan terbengkalai di daerahnya.

Mengusahakan lahan terbengkalai dan belum siap ditanami serta lokasinya jauh dari permukiman mereka memang bukan persoalan yang mudah karena membutuhkan modal yang tidak sedikit. Sudah setahun lebih kelompok ini ingin berupaya mengubah lahan menjadi lahan pertanian, namun hingga saat ini masih banyak yang belum tergarap. Selain telah membentuk koperasi dengan mengumpulkan iuran anggota, namun hasil yang diharapkan belumlah sesuai dengan keinginan. Ada yang berharap nantinya pemerintah memikirkan mereka dengan memberikan bantuan modal, ada pula yang berharap mereka dapat dijadikan anak angkat atau plasma bagi para investor.

3.1.2. Dukungan bagi Pekebun Rakyat Menuju Kemandirian

Studi yang dilakukan Zen mencatat bahwa jumlah areal pekebun mandiri atau perkebunan rakyat sampai dengan tahun 2003 telah mencapai 1,797 juta hektar. Dari jumlah itu, 49,9% atau 897 ribu hektar dapat dikelompokkan ke dalam perkebun rakyat yang mendapat dukungan pemerintah sedangkan pekebun rakyat yang tidak mendapat dukungan pemerintah sebesar 900 ribu hektar atau 50,1%. Penelitian Zen juga mencatat bahwa dibandingkan perkebunan swasta dan negara, produktivitas pekebun rakyat untuk setiap hektar arealnya tergolong rendah. Apabila di perkebunan negara dan swasta produktivitas lahannya mencapai 21 ton/ha/th, maka untuk pekebun rakyat mandiri produktivitasnya hanya sebesar 19 ton/ha/th bagi yang masuk dalam kategori plasma. Sedangkan pekebun rakyat i yang tergolong swadaya produktivitas lahannya bisa dibedakan ke dalam kelompok rendah yakni sebesar 17 ton dan sangat rendah sebesar 10 ton. Tercatat pula bahwa pekebun rakyat yang masuk kategori lebih produktif ketimbang yang terakhir pada umumnya adalah pelaku usaha lokal yang relatif sejahtera dimana kepemilikan lahannya melebihi 10 hektar.

Page 71: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

52

Mereka adalah orang-orang yang bekerja atau pernah bekerja di perusahaan-perusahaan negara atau swasta.

Tabel 5. Produktivitas Pekebun RakyatMandiri, Perkebunan Swasta, dan Perkebunan Negara

Perkebunan (Negara dan

Swasta)

Supported growers (Plasma)

Swadaya Growers

High yielding

Low yielding

Total areal (ribu hektar) 3116 897 (49,9%)

250 (13,9%)

650 (36,1%)

Tipe penguasaan lahan Ha2 >10 ha 2 haYield per hektar (ton) 21 19 17 10

Sumber: Sonja Vermeulen dan Nathalie Goad (2006:16)

Uraian di atas menunjukkan bahwa pekebun mandiri pada umumnya memiliki berbagai keterbatasan baik dari aspek ketersediaan lahan, pengetahuan tentang budidaya dan perawatan, permodalan, termasuk bagaimana memasarkan hasil panen atau pengolahannya. Dengan keterbatasan tersebut maka dapat dipastikan bila produktifitas kebun menjadi rendah. Selain itu karena tidak dapat mengolah sendiri tetapi harus dijual kepada pihak lain, maka volume yang serba sedikit menjadi tidak memiliki daya tawar yang tinggi dihadapan pedagang/pengumpul.

Atas dasar berbagai kelemahan yang dimiliki oleh pekebun mandiri tersebut, maka negara dalam hal ini pemerintah mencoba mencari penyelesaian untuk membantu para pekebun mandiri. Gagasan Perkebunan Inti Rakyat dalam sisi positifnya adalah untuk mendorong peranan ekonomi rakyat untuk meningkatkan taraf kehidupan menjadi lebih baik.

Berbeda dengan situasi kondisi ekonomi keluarga pekebun mandiri di atas, pekebun mandiri yang telah mendapatkan

Page 72: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

53

Gambaran Umum Pekebun Mandiri

dukungan pemerintah melalui program Perkebunan Inti Rakyat menunjukkan adanya sedikit perbedaan. Sebagaimana dijelaskan dalam dokumen pemerintah, gagasan yang mendasari dikembangkannya program PIR/NES adalah bahwa perkebunan besar selain mengusahakan perkebunannya sendiri, juga membantu perkebunan rakyat yang ada di sekitarnya. Mereka diberi tugas sebagai “agent of development” yang bertanggungjawab untuk membantu perkebunan rakyat dari aspek produksi maupun distribusinya.

Tugas Kebun Inti sejak awal, diantaranya mencakup: (1) Membangun desa untuk pemukiman termasuk pembuatan perumahan, sarana air minum, jalan-jalan desa dan sebagainya; (2) Melaksanakan pertanaman selama tiga tahun pertama termasuk pembukaan lahan, penanaman, pemupukan penanaman hijau penutup tanah, pemeliharaan kebun dan sebagainya; (3) Membantu menyiapkan lahan pangan serta penyediaan bibit yang diperlukan; (4) Membina petani sebagai karyawan kebun selama kebunnya belum menghasilkan, mempersiapkan kelompok tani ke arah pembentukan KUD; (5) Pada tahun ke 4 membina petani yang telah dijadikan nasabah Bank, dalam merawat dan memelihara kebun, termasuk bantuan pengadaan sarana produksi yang distribusinya dilakukan KUD; (6) Sejak tanaman menghasilkan, kebun inti menyediakan atau membangun pabrik pengolahan untuk menampung peserta proyek (YAE, 1983: 75-76).

Gambaran tentang kondisi ekonomi keluarga pekebun plasma antara lain dapat ditunjukan oleh hasil wawancara dengan Oma Jerona (61 th) dan Ibu Afrida (61 th) yang menjadi peserta plasma dari PTPN 6 sejak tahun 1979. Diusianya yang sudah 61 tahun, nenek/Oma Jerona tinggal bersama anak-anak dan cucunya setelah bercerai dengan suaminya. Meskipun bercerai dengan suami, kehidupan ekonomi keluarganya kini relatif cukup memadai karena pendapatan dari kebun sawitnya cukup untuk membiayai belanja rumah tangganya. Kini hasil kebun sawit yang

Page 73: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

54

semula harus dibagi dengan mantan suaminya, sudah sepenuhnya dapat dikuasainya sendiri. Setelah bercerai beberapa tahun lalu, semula ia hanya mendapatkan bagian dari pendapatan suaminya (Bakarudin) yang setiap bulan disalurkan lewat KUD. Namun pada saat mantan suaminya membutuhkan uang, atas kesepakatan dengan anak-anaknya, ia mampu membeli (mengganti hak) kebun yang semula diatasnamakan suaminya. Semua transaksi yang berhubungan dengan kebun sawitnya kini diurus oleh anaknya, mulai dari memelihara kebun, memupuk, memanen, dan lain-lain, termasuk ketika harus berurusan dengan pihak KUD yang menampung semua hasil panen.

Tabel 6. Pendapatan Oma Jarona berdasarkan perhitungan KUD

No Item Keterangan Jumlah1 Angka Produksi (kg) 6.5212 Pendapatan Hasil panen 97.815

KK/Kelompok 7.295.727Rapel Kelompok -Jumlah kotor 7.393.542

3 Potongan Biaya produksi 1.135.580Pendapatan Sebelum Kredit

6.257.961

Cicilan kredit kebun -4 Pendapatan Bersih 6.257.9615 Pembayaran/Pengembalian Tabanas Kelompok -

BKAK Unit -Cadangan (lain-lain) -

6 Jumlah yang ditransfer ke Tabanas Petani

6.257.961

7 Pendapatan hasil proses AMPRAH-1

6.257.961

Page 74: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

55

Gambaran Umum Pekebun Mandiri

8 Potongan Lanjutan terhadap pendapatan

Potongan BPD, BRI, KJUB,

-

9 bh pokok -Simpan pinjam 181.465Tabanas kelompok 167Jumlah potongan 348.465

9 Pendapatan yang ditransfer ke tabanas petani

5.909.496

Ketika dilakukan wawancara, Asnita (anak perempuan) pertama Oma Jerona yang kini telah berusia 34 tahun, dengan lancar menjelaskan berbagai hal menyangkut usaha ekonomi keluarga besar Oma Jerona. Ibu dua anak ini mengetahui benar bagaimana mengurus kebun sawit orang tuanya dari mulai membersihkan piringan setiap tiga bulan, termasuk melakukan pemupukan setiap 6 bulan sekali dengan komposisi pupuk dan volume yang dibutuhkan untuk memupuk 2 hektar kebunnya. Asnita tidak melakukan pekerjaan itu sendiri, tetapi pemeliharaan kebunnya tersebut dilakukan secara kelompok. Untuk memelihara kebun sawit tersebut keluarga Asnita harus mengeluarkan biaya sebesar kira-kira Rp 600 ribu per bulan. Asnita saat ini juga memiliki lahan seluas setengah hektar di tempat lain yang jaraknya tidak terlampau jauh dari tempat tinggalnya sekarang. Lahan itu telah ditanami sawit yang masih berusia 4 tahun.

Pada saat ini, bersama-sama dengan anggota plasma yang tergabung dalam koperasi khususnya dari generasi kedua setelah PIR tahun1978, ia mendapat tawaran untuk mendapatkan lagi areal seluas 2 hektar. Menurut informasi yang didapat, lokasinya berada di provinsi Jambi. Ia merasa optimis dengan adanya kesempatan seperti orangtuanya untuk menjadi plasma meskipun lokasinya jauh dari keluarga.

Page 75: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

56

Berbeda dengan keluarga Oma Jerona, keluarga Aprida (61 tahun) tetangga sebelahnya merasa cukup sejahtera dan beruntung setelah mengikuti program PIR. Sekalipun suaminya kini sedang menderita sakit dan harus mengeluarkan uang yang relatif besar karena harus berobat ke rumah sakit di kota Padang, kondisi keuangan keluarganya tetap tidak terganggu.Selama setahun terakhir suami ibu Aprida, sudah sering berobat ke Padang dan harus mengeluarkan uang jutaan rupiah setiap kali berobat.

Sebenarnya ia masih memiliki tanah di luar areal plasma, yang saat ini ditanami padi seluas satu hektar lebih. Letaknya tidak jauh dari areal plasma dan karena itu ia menggarapkannya kepada orang lain di tempat asalnya dengan pola bagi hasil. Dengan begitu, kebutuhan pangan untuk keluarga dapat dipenuhi dari hasil sawah.

Beruntung ibu Aprida karena di usia tuanya sekarang sudah memiliki bekal untuk hari tuanya. Ia cukup mampu menyekolahkan anak-anaknya ke perguruan tinggi, meskipun dua anak laki-lakinya justru tidak tamat dari SMA. Anak perempuan pertamanya telah lulus Sarjana Bahasa Inggris di Universitas Bung Hatta, dan sekarang telah bekerja di Padang bersuamikan seorang pegawai negeri. Anak keduanya dibelikannya sebuah mobil untuk mencari uang dengan mobil itu melayani penumpang. Anak ketiganya yang suka musik, juga mampu diarahkan untuk menyalurkan hobi musiknya dengan dibelikannya peralatan musik.

Page 76: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

57

Gambaran Umum Pekebun Mandiri

Foto 3: Kebun Plasma PT Perkebunan VI yang tanamannya telah berumur lebih dari 25 tahun

3.1.3. Distribusi/Pemasaran

Dalam pemberitaan di media massa, sering kita baca tentang lemahnya peran pekebun mandiri terutama dalam aspek pembentukan harga. Mereka memperoleh harga yang tidak menguntungkan, dan karena itu tidak mendapatkan nilai tambah yang memadai setelah bersusah payah menanam dan merawat kelapa sawit hingga panen.

Kunjungan lapang ke pekebun mandiri di kabupaten Kotawaringin Timur (Kalteng) diperoleh beberapa fakta di lapangan mengenai rendahnya daya tawar pekebun mandiri. Rendahnya daya tawar tersebut berawal dari lingkungan perantara, yang menghubungkan petani dengan pabrik.

Page 77: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

58

Secara garis besar hubungan pekebun mandiri dan pabrik lebih banyak dilakukan dalam konteks pemasaran tandan buah hasil panen dari pekebun baik yang bersifat mandiri maupun plasma. Akses pasar bagi pekebun mandiri maupun plasma hanya sebatas penjualan tandan buah segar (TBS), karena belum ada sampai sekarang pekebun mandiri yang mampu mengusahakan panenannya menjadi minyak sawit (CPO= crude palm oil). Secara sederhana hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 6. Saluran Pemasaran dari Pekebun Mandiri

Ada banyak pihak dalam proses pemasaran hasil produksi pekebun mandiri hingga ke pabrik CPO. Gambar 3.1 dan 3.2 manunjukkan bahwa pekebun mandiri maupun pekebun swasta menjual panen TBS kepada KUD atau pedagang pengumpul desa. Para pengumpul pada umumnya telah menyediakan alat angkut berupa truk untuk mengumpulkan TBS di pinggir-pinggir jalan manuju pabrik. Sedangkan alat angkut dari dalam kebun sawit pada umumnya diusahakan sendiri oleh para pekebun dengan menggunakan alat angkut seadanya berupa gerobak-gerobak kecil untuk dikumpulkan di tempat tertentu sehingga mudah diangkut dengan truk dari para pengumpul desa atau pengumpul besar.

Page 78: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

59

Gambaran Umum Pekebun Mandiri

Gambar 7. Mata Rantai Pemasaran dari Pekebun Mandiri

Koperasi KUD

Pedagang Pengumpul

Besar

Pabrik Kelapa Sawit

Pedagang Dalam dan Luar Negeri

Pedagang Pengumpul

Desa

Kebun Plasma

Kebun Mandiri

Keterangan : = Alur TBS= Alur CPO

Penentuan Harga. Harga Tandan Buah Segar sangat tergantung pada kekuatan supply demand di pasar internasional. Namun demikian, harga di tingkat pekebun mandiri sangat dipengaruhi oleh penetapan harga patokan lewat keputusan dari Dinas Perkebunan Kabupaten. Mekanisme supply demand semacam apa yang mempengaruhi Disbun dalam menentukan harga patokan TBS dari petani kepada perusahaan/pabrik tentu merupakan masalah sendiri. Namun dalam banyak kasus, harga yang diterima pekebun mandiri lebih sering berada di bawah harga patokan pemerintah tersebut. Hal ini karena matarantai di tingkat pekebun mandiri hingga ke pabrik CPO seringkali merupakan matarantai yang panjang. Karena penentuan harga sangat dipengaruhi oleh harga pasar internasional, maka fluktuasi hargapun juga relatif tinggi. Jika Maret 2008 TBS Rp 1.500/kg, misalnya maka harga di bulan Agustus-September di tahun yang sama bisa mencapai hanya Rp 200-Rp 300/kg.

Page 79: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

60

Untuk bulan Mei 2009 harga tandan sawit yang ditentukan oleh Disbun dan dijadikan patokan bagi perusahaan nampak dalam tabel berikut:

Tabel 7. Harga TBS Bulan Mei 2009 Menurut Kualitas (Tahun Tanam)

Usia Tanaman Tahun Tanam Harga (Rp/ kg)

3456789

10

20062005200420032002200120001999

755.11844,59906,50938,15953,33

1.001,941.023,171.095,20

Informasi daftar harga inilah yang didapatkan dari seorang pekebun besar yang juga bertindak sebagai tengkulak sehingga menjadi patron bagi para petani kecil di Paranggean, Kotawaringin Timur. Namun dari petani kecil didapatkan informasi bahwa harga yang mereka terima tidak sesuai dengan patokan dari Disbun dengan margin yang cukup signifikan. Gaji (harga) yang mereka terima untuk tanaman usia 7 tahun Rp.600 per kg, jauh dari yang seharusnya mereka dapatkan (Rp.953,33). Itupun dengan pembayaran yang baru mereka terima sebulan kemudian.

Serikat Petani Kelapa Sawit (2009) menyatakan bahwa Skema kemitraan yang normative seharusnya tidak merugikan petani sawit. namun dalam prakteknya terjadi ketimpangan yang luas biasa. Lihat saja beban-beban yang di tanggung petani sawit dalam indek K. Potongan-potongan tersebut di atas adalah bagian-bagain yang telah di atur dalam indek K. Seperti misalnya potongan pengangkutan TBS ke pabrik dan upah panen. Indek K dalam

Page 80: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

61

Gambaran Umum Pekebun Mandiri

skema penentuan harga, memperburuk kebijakan pemerintah Indonesia kepada petani dan tentunya sangat memperburuk ekonomi dan sosial petani didalam perkebunan.

Indeks K adalah indeks proporsi yang menunjukkan bagian yang diterima oleh pekebun dan dinyatakan dalam prosentase. Implementasinya, Indek K merupakan suatu bentuk pemotongan dari hasil produksi petani sawit. pemotongan itu merupakan operasional pabrik kelapa sawit yang mestinya di tanggung oleh pengusaha perkebunan. Kebijakan pemerintah justru memberikan kesulitan bagi petani dan melegalkan ketidakadilan dalam kemitraan perusahaan dan petani kelapa sawit. Indeks K di persoalkan, karena harga TBS petani berkurang sekitar Rp. 300 - Rp. 400/ Kg. karena itu, layak jika indek K di sebut sumber penghisapan pengusaha perkebunan kelapa sawit di republik indonesia yang di sokong oleh pemerintah republik Indonesia melalui kebijakan permentan Nomor : 395/Kpts/OT.140/11/2005.

Struktur dan Perilaku Pasar. Ketidakpuasan pada tingkatan petani kecil seringkali menyeruak, karena dengan harga bibit, pupuk, dan bea perawatan tanaman yang lain terus meningkat. Dengan begitu, pekebun mandiri hanya mendapatkan harga yang tidak layak. Pada saat harga membubung pekebun mandiri mendapatkan margin pas pasan, sedangkan pada saat harga rendah, pekebun cenderung merugi. Namun petani tidak bisa berbuat banyak karena struktur pasar yang oligopolistik bahkan cenderung monopolistik pada tingkatan yang lebih rendah (komunitas, desa, kawasan). Struktur pasar yang oligopolistik tampak terlihat lewat jumlah “patron” sebagai pelaku ekonomi (pengusaha, koperasi, KUD) yang hanya beberapa. Struktur pasar ini yang menyebabkan terjadinya perilaku kolusif lewat kesepakatan harga dengan tujuan yang sama: melawan patokan harga yang ditetapkan oleh Disbun. Harga relative sama namun jauh dari patokan.

Page 81: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

62

Struktur pasar oligopoly dan perilaku kolusif yang “membagi pasar” dan menetapkan harga menyebabkan terjadinya monopoli pada kawasan tertentu. Kekuatan monopoli ini terbangun lewat kekuatan non ekonomi (fisik, teror) yang tidak memungkinkan petani kecil bisa menyeberang ke pasar (desa) lain untuk mendapatkan sedikit perbaikan harga. Seorang petani kecil menuturkan kecenderungan orang untuk berpindah patron dari patron perorangan ke patron dalam bentuk koperasi (KUD) bukan semata karena harga (yang relative sama) melainkan karena kelembagaan koperasi yang milik bersama. Namun keinginan ini cenderung diurungkan karena mereka mendapatkan ancaman bahkan perlakuan kasar dari patron yang mereka ikuti selama ini. Petani kecil cenderung berada di bawah tekanan.

Terdapat kehidupan yang harmoni pada tingkatan desa, setidaknya antara birokrasi dan patron. Patron merupakan petani berlahan luas, pengusaha yang bertindak sebagai fasilitator petani kecil dalam mendapatkan bibit dari pabriknya, menyediakan pupuk maupun dalam penjualan TBS. Harmoni itu dimanifestasikan dalam bentuk fee kepada lembaga desa atas tiap kg TBS yang dijual ke pabrik, juga pada persetujuan lembaga desa atas suatu kebijakan di bidang sawit. Namun situasi itu bisa merupakan bentuk ketertekanan lewat sikap diam, bias pula bentuk dari kesepakatan antara patron dengan birokrasi. Petani kecil (2-3 ha) yang ditemui cenderung menunjuk situasi pertama yang terjadi.

3.2. PERAN PEMERINTAH DAN BUMN

Peran negara yang relatif besar yang menempatkan Badan Usaha Milik Negara agent of development dalam industri kelapa sawit di Indonesia nampaknya tidak berumur panjang. Meskipun peran itu memiliki akar yang kuat dalam konstitusi, namun akhir-akhir ini peranan itu semakin berkurang. Berbagai strategi, kebijakan dan program di bidang perkebunan kelapa sawit dengan Perkebunan

Page 82: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

63

Gambaran Umum Pekebun Mandiri

Inti Rakyat era 1970-80, kini tidak lagi menjadi pilihan. Seiring dengan liberalisasi di berbagai bidang pada akhirnya mendorong perkebunan swasta untuk dipromosikan menjadi pemain utama dalam produksi kelapa sawit nasional.

Peran negara yang besar melalui skema diatas berakhir pada tahun 2000-an akibat perubahan politik di Indonesia dan perubahan dalam pola desentralisasi dan otonomi daerah. Di lain pihak peran swasta semakin mendapat tempat yang luas dalam keseluruhan proses pengembangan perkebunan di Indonesia. Makin berkurangnya peran negara dalam pengembangan perkebunan itu antara lain dapat dilihat dari makin berkembangnya luas areal perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat (pekebun mandiri), sementara luas areal perkebunan negara relatif stagnan. Dalam perkembangannya hingga kini, model perkebunan kerakyatan dimana peran negara cukup dominan telah dilaksanakan pada periode terdahulu (1970 – 1990) melalui PIR dan semacamnya, tidak diikuti dengan pengembangan model yang sama di era otonomi daerah. Peran negara yang relatif besar dan dominan pada era Orde Baru, tidak diikuti dengan pergeseran peran negara yang relatif sama melalui pemerintah daerah pada era otonomi daerah. Belum ada model peran negara yang efektif antara peran pemerintah pusat dan daerah dalam mendorong perkembangan pekebun mandiri. Peran negara dari pemerintah di daerah justru lebih condong melayani perkebunan swasta besar, ketimbang pekebun mandiri di daerahnya masing-masing. Oleh karena itu relasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, perkebunan swasta dan pekebun mandiri perlu dirumuskan agar lebih mampu meningkatkan peranan pekebun mandiri, bukan sebaliknya.

Dalam penelitian ini kasus Sumatera Barat menunjukkan kecenderungan melemahnya peran negara dalam mendorong perkembangan perkebunan rakyat menjadi tuan di negerinya sendiri. Struktur ekonomi perkebunan kelapa sawit di provinsi

Page 83: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

64

Sumbar menunjukkan mayoritas perkebunan dimiliki oleh perkebunan swasta besar. PTPN yang menjadi cikal bakal berkembangnya perkebunan sawit hanya menyumbang porsi sebesar 9,2 persen dari total luas areal sebesar 9.810 ha, yang terdiri dari 5010 ha sebagai kebun inti dan 4800 ha kebun plasma. Luas areal kebun ini relatif tidak berubah atau mengalami perluasan areal sejak dikembangkannya kelapa sawit pada akhir tahun 1970-an.

Perluasan areal perkebunan lebih banyak dilakukan oleh perusahaan swasta dan pekebun mandiri sebagaimana tergambar dalam tabel berikut. Pada tahun 2008, luas areal perkebunan swasta mencapai 84.394 Ha yang dikelola oleh 13 Perkebunan Swasta Besar. Selain dikelola perusahaan besar, perkebunan kelapa sawit di Sumbar ada yang dikelola oleh CV, Koperasi, dan kebun plasma, serta perkebunan yang dikelola oleh pekebun mandiri. Total areal yang diusahakan oleh pekebun ini mencakup luas areal masing-masing 11 ribu dan 25 ribu ha.

Tabel 8. Luas Areal dan Produktifitas Pekebun Mandiri, PTPN, Perkebunan Swasta di Kabupaten Pasaman Barat

KEPEMILIKANTotal areal Total Produksi Yield

per hektar (ton)

(Ribu Hektar) (%) Ton (%)

PTPN Inti 5.010 3.5

235,440 9.2 24 Plasma 4.800 3.3 Perkebunan Swasta

Inti 53.840 37.4 1,750,342 68.4 24 Plasma 20.744 14.4

Plasma/KUD/CV 12.535 8.7 201,600 7.8 18 Kebun Rakyat Murni 46.955 32.6 371,333 14.5 14 Total 143.884 99.9 2,558,715 99.9

Sumber: Dinas Perkebunan Kab. Pasaman Barat

Page 84: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

65

Gambaran Umum Pekebun Mandiri

3.3. PENUTUP

Berdasarkan penelusuran tentang sifat/karakteristik, kondisi pekerjaan dan penghidupan pekebun mandiri sejak dulu hingga kini dapat disimpulkan bahwa: Pertama, pekebun mandiri kelapa sawit lahir dan berkembang melalui beberapa kondisi yang secara kontinum bisa digolongkan pekebun mandiri atas inisiatif sendiri dan pekebun mandiri yang lahir by design oleh strategi, kebijakan, dan program pemerintah untuk meningkatkan peran perkebunan rakyat, antara lain melalui Perkebunan Inti Rakyat (PIR Lokal, PIR Berbantuan, PIR Akselerasi, PIR Trans dan KKPA, pola patungan, dan lain-lain). Motivasi pekebun mandiri atas inisiatif sendiri karena melihat adanya peluang ekonomi, baik karena mereka pernah terlibat langsung menjadi buruh, atau bahkan pernah menjadi plasma di perkebunan besar.

Kedua, dari sisi kesejahteraan pekebun peserta program dibanding dengan pekebun mandiri dapat benar-benar “murni” menunjukkan bahwa yang pertama memiliki kesejahteraan yang lebih baik ketimbang pekebun mandiri yang benar-benar murni. Dalam beberapa kasus di Pasaman Barat, bahkan menimbulkan adanya semacam kecemburuan di antara keduanya.

Ketiga, dalam konteks struktur kelembagaan ekonomi kedua jenis pekebun mandiri tetap tidak beranjak dari pola sebagai pemasok bahan mentah. Mereka berada dalam sistem yang bersifat monopolistik atau oligopolistik, sehingga dalam mengusahakan kebunnya memiliki pola yang sama sebagai “patron” dari perusahaan besar. Hal ini menimbulkan semacam ketergantungan yang berkelanjutan, sehingga pekebun mandiri tidak mampu mengakumulasikan modal dan pengetahuan mereka di bidang produksi, untuk kemudian secara mandiri menentukan pemanfaatan output dari kebun mereka. Sampai beberapa dekade perkembangan pekebun mandiri sampai jutaan hektar, namun tidak pernah muncul adanya industri kelapa sawit yang secara

Page 85: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

66

mandiri dikelola oleh pekebun mandiri atau perkebunan rakyat. Lebih jauh lagi, mereka bahkan tidak punya pilihan lain selain menjual produk mereka berapapun harga yang ditentukan oleh pasar melalui patron atau agen mereka di desa-desa.

Page 86: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

67

Analisis Kebijakan Pekebun Mandiri Dalam Perkebunan Sawit Indonesia

BAB IV

ANALISIS KEBIJAKAN PEKEBUN MANDIRI DALAM PERKEBUNAN

SAWIT INDONESIA

Pekebun mandiri dimaknai sebagai pelaku usaha perkebunan yang tidak menjadi subordinat dari perusahaan-perusahaan perkebunan besar. Makna ini berbeda dengan pengertian pekebun yang banyak dikenal dalam aturan hukum formal yang senantiasa menempatkan pekebun sebagai bagian dari struktur perusahaan perkebunan besar melalui berbagai skema kemitraan. Perbedaan pengertian ini kemudian mewujud dalam perbedaan pada kebijakan dan kondisi sosial ekonomi dari keduanya.

Bab ini akan memaparkan dan membahas peraturan-peraturan terkait dan menjadi landasan hukum dalam penyelenggaraan subsektor perkebunan sawit di Indonesia terutama tentang posisi pekebun mandiri dalam produk perundangan yang ada. Pembahasan akan berpijak pada elemen-elemen kegiatan perekonomian yang meliputi penguasaan atas alat-alat produksi, proses produksi, distribusi atas hasil-hasil produksi, konsumsi, dan kelembagaan. Hulu pembahasan akan menempatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai dasar pijakan konstitusional.

Page 87: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

68

Landasan konstitusional tersebut adalah :

Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia a. Tahun 1945 alinea keempat.Pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pasal 27 ayat (2)b. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pasal 28c. Setiap warga negara berhak berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun tertulis.

Pasal 33 ayat (1)d. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Pasal 33 ayat (2)e. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.

Pasal 33 ayat (3)f. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.

Page 88: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

69

Analisis Kebijakan Pekebun Mandiri Dalam Perkebunan Sawit Indonesia

Penjelasan Pasal 33 g.

Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.

Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi segala orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya.

Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh di tangan orang-seorang.

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

4.1. KEBIJAKAN MAKRO-STRUKTURAL

Tiga elemen utama kegiatan produksi meliputi penguasaan terhadap faktor-faktor produksi, paska produksi, dan kelembagaan yang menjadi wadah bagi pelaku kegiatan produksi. Analisis kebijakan mengenai pekebun mandiri dalam penyelenggaraan subsektor perkebunan sawit di Indonesia akan berpijak pada tiga elemen utama kegiatan produksi tersebut.

4.1.1. Kebijakan Terkait Penguasaan Faktor Produksi.

Penguasaan terhadap faktor-faktor produksi diartikan sebagai kemampuan para pelaku kegiatan produksi dalam mengakses

Page 89: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

70

faktor-faktor produksi serta jaminan terhadap akses tersebut. Faktor-faktor produksi terdiri dari lahan, air, sarana pendukung, dan keahlian. Penguasaan atas faktor produksi menjadi penting karena berkaitan dengan struktur biaya pekebun mandiri yang ditanggung oleh pelaku ekonomi dan pada akhirnya bermuara pada tingkat kesejahteraan mereka. Beberapa permasalahan pada tingkat masyarakat dan aturan yang terkait dengan hal itu dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 9. Kebijakan Terkait Penguasaan Faktor-Faktor Produksi

N

o

Per-masalah-

anPemecahan

Menurut UU Kondisi RiilSumber

peraturan

1. Dualisme peraturan (hukum negara melawan hukum adat)

Hukum adat diakui ketika diberlakukan melalui peraturan daerah.

Hukum adat diakui sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan diatasnya.

Hukum adat dan masyarakat adat selalu berada pada posisi yang lemah karena tidak ada hukum negara yang secara detail dan eksplisit menjamin hak-hak mereka. Terdapat kesenjangan antara masyarakat adat yang ada dalam realitas dengan masyarakat adat versi peraturan

UU No 5 tahun 1960 tentang UUPA

UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

UU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

UU No 29 tahun 1999 tentang ratifi kasi konvensi internasional tentang pengapusan segala bentuk diskriminasi rasial (CERD)

Page 90: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

71

Analisis Kebijakan Pekebun Mandiri Dalam Perkebunan Sawit Indonesia

2. Perlindu-ngan lahan milik petani.

Dilakukan musyawarah antara perusahaan dengan pemilik lahan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah dan imbalannya.

Pengambilalihan lahan secara sewenang-wenang. Keadaan-keadaan petani yang marjinal memaksa petani mengalihkan lahannya bahkan hal tersebut bila dinilai secara legal diperbolehkan

UU No 4 tahun 2004 tentang perkebunan

UU No ..tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan

3. Pendanaan Lembaga pendanaan dari dalam maupun luar negeri, pelaku usaha perkebunan, masyarakat, dan pemerintah

Kesulitan akses pendanaan pada masa tanam, perawatan, dan penanaman kembali.

Kredit yang ada kebanyakan dari lembaga non-formal

Kredit dengan suku bunga tinggi untuk kegiatan pertanian

Avails menjadi kesusahan tersendiri ketika kelompok petani mengajukan kredit ke bank

UU No 12 tahun 1992 tentang system budidaya tanaman

UU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

5. Sarana produksi perkebun-an, seperti bibit, benih, pupuk, dan pembasmi hama.

Pemerintah dan Swasta (perusahaan dan personal).

Kesulitan dalam memperoleh pupuk, bibit, benih, dan pembasmi hama,

Aspek distribusi sarana produksi sampai ke petani menjadi persoalan

UU No 12 tahun 1992 tentang system budidaya tanaman

UU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

Page 91: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

72

6. Keahlian Pembinaan dan penyuluhan dari pemerintah.

Kemitraan dengan perusahaan

Pekebun mandiri kurang mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam hal pembenihan, pembibitan, perawatan tanaman, dan pemanenan.

Penyuluhan terhadap pekebun mandiri minim

UU No 16 tahun 2006 tentang Sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan

UU No 12 tahun 1992 tentang system budidaya tanaman

UU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

UU No 32 Tahun 2004 tentang Otonomi daerah

4.1.2. Kebijakan Terkait Paska Produksi

Paska produksi dimaknai sebagai kemampuan pekebun mandiri dalam memasarkan (menjual) dan mengolah hasil-hasil produksi. Kemampuan ini sangat penting sebagai jaminan bahwa kegiatan produksi yang dilakukan dapat memperoleh hasil yang adil bagi mereka. Dengan adanya jaminan atas pasar bagi hasil produksi maka pekebun mandiri tidak akan mengalami permasalahan dalam melakukan kegiatan produksi. Berbagai kebijakan yang terkait dengan kegiatan paska produksi dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 92: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

73

Analisis Kebijakan Pekebun Mandiri Dalam Perkebunan Sawit Indonesia

Tabel 10. Kebijakan Terkait Paska Produksi (Pemasaran dan Pengolahan)

N oPer-

masalah-an

Pemecahan Menurut UU Kondisi Riil Sumber

Peraturan

1. Pemasar-an Pemerintah memfasilitasi kerjasama diantara pelaku usaha perkebunan.

Rantai penjualan/pemasaran yang terlalu panjang menyebabkan pekebun kurang menikmati hasil yang semestinya menjadi hak mereka.

Pilihan pemasaran sebatas pada BUMN dan BUMS.

UU No 12 tahun 1992 tentang system budidaya tanamanUU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

2. Pengolah-an

Badan usaha milik negara dan swasta.

Peranan badan usaha milik swasta semakin menguat sementara pada saat yang sama posisi badan usaha milik negara semakin melemah.

UU No 12 tahun 1992 tentang system budidaya tanamanUU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

4.1.3. Kebijakan Terkait Kelembagaan Pelaku Usaha Perkebunan.

Kelembagaan adalah organisasi para pekebun untuk menjalankan berbagai kegiatan ekonomi (penguasaan faktor produksi dan paska produksi). Dalam hal penguasaan faktor produksi organisasi ini berperan sebagai wadah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota organisasi dalam melakukan kegiatan produksi seperti,

Page 93: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

74

pupuk, benih, bibit, sarana produksi pertanian lainnya, pelatihan, dan pendidikan. Organisasi ini juga berperan sebagai wadah perjuangan jika terjadi konflik-konflik dengan pihak lain. Dalam hal paska produksi organisasi ini berperan sebagai wadah untuk memasarkan dan mengolah hasil-hasil produksi. Kebijakan terkait kelembagaan pelaku perkebunan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 11. Kebijakan Terkait Kelembagaan Pelaku Usaha Perkebunan

N o

Per -masalah-

an

Pemecahan Menurut UU Kondisi Riil Sumber

Peraturan

1. Penguasaan atas faktor produksi.

Perorangan dan badan usaha

Badan usaha milik swasta semakin menguat sementara badan usaha milik negara dan pekebun rakyat semakin melemah.

Pekebun mandiri tidak memiliki organisasi/lembaga yang cukup kuat.

UU No 12 tahun 1992 tentang system budidaya tanamanUU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

2. Proses produksi

Perorangan dan badan usaha

Badan usaha milik swasta semakin menguat sementara badan usaha milik negara dan pekebun rakyat semakin melemah.

Pekebun mandiri tidak memiliki organisasi/lembaga yang cukup kuat.

UU No 12 tahun 1992 tentang system budidaya tanamanUU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

Page 94: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

75

Analisis Kebijakan Pekebun Mandiri Dalam Perkebunan Sawit Indonesia

3. Paska produksi

Perorangan dan badan usaha

Badan usaha milik swasta semakin menguat sementara badan usaha milik negara dan pekebun rakyat semakin melemah.

Pekebun mandiri tidak memiliki organisasi/lembaga yang cukup kuat.

UU No 12 tahun 1992 tentang system budidaya tanamanUU No 18 tahun 2004 tentang Perkebunan

4.2 KEBIJAKAN MIKRO-SPASIAL

4.2.1. Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah

4.2.1.1 Kebijakan Kontra Revolusi

Perkebunan kelapa sawit di Kalimantan tumbuh di tengah-tengah konflik dan fragmentasi sosial-ekonomi yang kian meluas. Konflik utamanya terjadi karena perebutan (perampasan) aset produktif (tanah/lahan) yang menjadi tampuk produksi utama masyarakat adat di Kalimantan. Pengambil-alihan tanah/lahan, baik secara legal maupun illegal pada akhirnya mengubah struktur, mode, dan relasi produksi di antara pelaku ekonomi setempat. Patut disayangkan, perubahan tersebut kian menjauhkan bangunan ekonomi yang terbentuk dengan cita-cita pendiri bangsa. Tentu kita tidak lupa bahwa terjadinya tranformasi struktur/sistem kolonial menjadi nasional- adalah alasan dan tujuan bangsa ini merdeka. Kini cita-cita tersebut kiranya menjadi jauh panggang dari pada api.

Page 95: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

76

Data-data statistik menjelaskan kenyataan tersebut. Perijinan untuk perkebunan sawit di Kalteng hingga tahun 2008 berjumlah 323 buah dan sudah menguasai sekitar 4.051.416,35 hektar dan kebanyakan adalah perusahaan asing dan perusahaan monopoli seperti Wilmar, Musimas, Sinarmas dan Astra. Sementara ijin konsensi di sektor kehutanan yang terdiri dari ijin HPH/IUPHHK, HTI, IPK dan IPHHK dengan jumlah 759 ijin konsensi juga sudah menguasai wilayah Kalimantan Tengah seluas 4.932.145,49 yang sudah dipastikan menggusur wilayah kelola masyarakat Dayak yang bergantung dari sumberdaya hutan (Walhi Kalteng, 2009).

Di samping itu, ijin pertambangan (KK, PKP2B, KP, Ijin Pertambangan Rakyat Daerah dan Ijin Pertambangan Daerah) hingga tahun 2007 mencapai 563 ijin dengan luasan mencapai 3.310.490.44 ha. Kawasan ijin tersebut hanya dimiliki oleh segelintir orang saja yang paling mengerikan adalah wilayah penting yang merupakan kawasan resapan air sudah dikuasai oleh perusahaan multinasioanal seperti BHP. Biliton, PT. Indomuro Kencana, dan Asmin Koalindo yang terindikasi masuk di kawasan hutan lindung. Demikian, total wilayah dataran Kalteng yang luasnya 15,356,800 hektar, 80 % wilayahnya sudah diberikan dan dikuasi oleh investasi dan pihak asing sementara sisanya untuk kawasan konservasi yaitu hutan lindung dan taman nasional.

Sementara, Save Our Borneo mencatat sampai 2006 di seluruh Kalimantan setidaknya terdapat areal seluas 1.290.515 ha lahan perkebunan kelapa sawit dikuasi pemodal Malaysia. Di Kaltim seluas 246.550 ha dimiliki oleh 10 group dengan 11 anak perusahaan PBS-nya, di Kalteng 469.983 dikuasi oleh 36 PBS dari 7 group. Di Kalbar 472.072 ha dikuasi oleh 29 PBS dari 10 group, sedang di Kalsel ada 101.910 ha lahan dikuasai oleh 22 PBS dari 2 group Malaysia. Dari semua yang ada di Kalimantan, setidaknya ada 18 group Malaysia yang beroperasi.

Page 96: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

77

Analisis Kebijakan Pekebun Mandiri Dalam Perkebunan Sawit Indonesia

Pemerintah –pusat dan daerah- yang idealnya berperan dalam melakukan redistribusi asset produktif kepada masyarakat Kalimantan dengan demikiran telah berlaku yang sebaliknya. Mereka telah diarahkan kian menjadi massa pribumi yang tak bertanah, tak bermodal, tak berkeahlian, dan tak terorganisasi dengan baik. Pada akhirnya mereka pun sekedar menjadi buruh (kuli) di tempat leluhur mereka sendiri. Amanat konstititusi yang menyuratkan bahwa mereka lah yang hendaknya memimpin dan menilik kegiatan produksi daerah lagi-lagi tak lebih dari sekedar retorika tanpa isi. Bila kita bandingkan antara lahan-lahan yang dialokasikan untuk proyek-proyek seperti perkebunan kelapa sawit, pertambangan, taman nasional, lahan-lahan gambut dengan lahan-lahan masyarakat, data Sawit Watch (2009) menunjukkan 12.914.269 Ha dengan 2.448.797 Ha, dimana lahan-lahan masyarakat berada sekitar sempadan sungai.

Berbagai kebijakan pemerintah daerah di Kalteng cenderung diskriminatif karena lebih mendorong ekspansi perkebunan sawit berbasis pemodal (korporasi) besar memperjelas situasi ini. Misalnya saja, WALHI Kalimantan Tengah dan Save Our Borneo mencatat bahwa sebanyak 346.188 ha areal hutan yang sesungguhnya tidak pantas dan belum boleh diberikan ijin untuk perkebunan kelapa sawit, sudah diberikan oleh Bupati Kabupaten Seruyan. Pada tahun 2005, setidaknya 7 diantara ijin-ijin tersebut telah dijual kepada PPB Oilpalm-Malaysia [yang akan merger dengan Wilmar dan Cargill-USA].

Page 97: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

78

Gambar 8. Tumpang Tindih Perkebunan Kelapa Sawit, Pertambangan, Taman Nasional, dan lahan-lahan milik masyarakat (Sawit Watch, 2009)

Nilai penjualan sejumlah 8 perusahaan itu adalah sekitar 4.28 M dari luas 141.680 ha. Ini betul-betul nyata praktik broker penjual perijinan saja dan sangat mengkhianati nilai-nilai kebangsaan. Ada sinyalemen kuat bahwa perusahaan-perusahaan yang diberikan ijin ini dimiliki oleh famili dan kerabat dari pejabat tertinggi kabupaten, sehingga dapat dikatakan bahwa sangat kental aroma KKN-nya (SOB, 2009).

Ekspansi perusahaan perkebunan sawit tidak saja telah mengambil-alih lahan dan kehidupan masyarakat adat Kalimantan, tetapi juga merampas potensi kekayaan hutan dan ekosistem di dalamnya. Sebagai contoh, di Kabupaten Seruyan Propinsi Kalimantan Tengah telah diberikan ijin lokasi perkebunan kelapa sawit di kawasan

Page 98: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

79

Analisis Kebijakan Pekebun Mandiri Dalam Perkebunan Sawit Indonesia

berhutan sekitar 350.000 hektare, jika 1 hektare terdapat 30 meter kubik saja kayu komersial maka akan ada pembantaian (clear cutting) terhadap 10,5 juta kubik kayu komersial. At least bila setiap kubiknya dipungut US $ 16, maka Negara telah kehilangan sebesar US $168 juta atau sekitar Rp. 1,5 trilyun.

4.2.1.2. Kebijakan Kontra Ekologi

Dalam pada itu, permintaan ijin baru bagi pelepasan hutan seluas 346.188 ha oleh Bupati Seruyan telah mengabaikan ketahanan ekologis daerah. Kabupaten Seruyan dengan luasan 1,6 juta hektare yang posisinya berada sepanjang DAS Seruyan, sampai saat ini telah memberikan ijin lokasi perkebunan kelapa sawit seluas 478.277 hektare, padahal luasan kawasan hutan disana hanya sekitar 600 ribu ha saja, sehingga bila diberikan ijin sesuai permintaan Bupati, maka akibatnya luasan kawasan hutan penyangga DAS Seruyan dan luas kawasan hutan Seruyan hanya tersisa sekitar 256.230 hektare, ini artinya tidak memenuhi strandard yang harus tersedia kawasan hutan minimal 30 %.

Berdasarkan peta rencana konversi hutan dimaksud maka dari 23 perusahaan dengan luas hutan [HP dan HPT] yang akan dikonversi seluas 346.188 ha yang diajukan ijin pelepasannya, berada pada kawasan-kawasn yang sangat penting bagi fungsi resapan dan peredam air dari bagian hulu DAS Seruyan, kesemuanya berada pada kawasan hilir yang sangat potensial untuk menjadi fungsi peredam banjir. Disisi lain kawasan-kawasan dimaksud juga merupakan akwasan dengan kondisi bervariasi antara dataran rendah dan rawa gambut yang sangat bermanfaat sebagai sumber supply air guna mencegah intrusi air laut kepedalaman.

Apabila kawasan tersebut di konversi, maka kemampuannya untuk menjadi pencegah intrusi air laut kepedalaman akan hilang dan akan menjadikan DAS Seruyan menjadi disfungsi intrusi. Akibat

Page 99: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

80

ekologi dan sosial yang akan ditimbulkannya akan sangat besar dikemudian hari. Apalagi kawasan yang dimintakan ijin pelepasan tersebut berada sangat dekat dengan pesisir pantai atau bahkan membelah sungai-sungai Seruyan, Sungai Kelua, Sungai Pukun, Sungai Sigintung Dalam, Sungai Baung dan beberapa sungai kecil lainnya yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat lokal.

Yang juga sangat krusial adalah 5 diantara konsesi-konsesi tersebut berada pada koridor Taman Nasional Tanjung Puting, yang mestinya tetap dipertahankan sebagai hutan guna untuk penunjang dan peyangga bagi Taman Nasional Tanjung Puting. Bahkan ironisnya, pembukaan perkebunan tersebut nantinya akan juga mengkonversi TNTP seluas ± 35.000 ha. Padahal konversi hutan lindung atau Taman Nasional untuk budidaya perkebunan sangat tidak dimungkinkan dan melangar UU NO. 41 thn 99 tentang Kehutanan dimana kawasan hutan lindung sebenarnya tidak dapat dikonversi kecuali atas seiijin DPR dan untuk keperluan strategis (SOB, 2009).

Di samping itu, dampak lain perkebunan sawit yang juga harus dipikirkan adalah pencemaran pestisida dan herbisida. Apabila perkebunan sawit memerlukan 5 liter herbisida atau pestisida setiap hektarnya, maka bila rencana pembangunan sawit 1 juta hektar dijalankan, paling tidak tanah Kalimantan Tengah akan disiram sebanyak 5 juta liter racun yang akan mengalir ke sungai-sungai di Kalimantan Tengah dan akan dikonsumsi penduduk. Kebun sawit sesungguhnya tidak ditanam secara tumpang sari dan harus membabat secara total tanaman asal, dengan demikian akan terjadi monokulturisasi tumbuhan di areal yang sangat luas. Disamping itu juga akibat rusaknya habitat hidup binantang pemangsa semacam elang dan ular, maka tikus dan belalang kembara akan merajalela yang sampai saat sekarang belum dapat tertanggulangi dan sangat merugikan (ibid).

Page 100: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

81

Analisis Kebijakan Pekebun Mandiri Dalam Perkebunan Sawit Indonesia

4.2.1.3. Kebijakan Kontra Legislasi

Perluasan perkebunan sawit di Kalimantan pun telah dilakukan dengan tidak mengindahkan aturan yang berlaku. Dalam hal ini sebagai contohnya adalah adanya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2007 tentang Percepatan dan Revitalisasi Pengembangan Lahan Gambut (PLG). Dalam Inpres itu disebutkan bahwa kawasan perkebunan sawit hanya boleh 10 ribu hektare dan karet 7.500 hektare. Namun saat ini sudah ada 23 perizinan kelapa sawit dan karet seluas 369.400 hektare (ha) di kawasan tersebut. Juga, ada 13 izin usaha pertambangan dengan total luasan 41.536 ha (kelebihan 351.900 ha) (Satriadi, 2008).

Seperti diketahui, di kawasan eks PLG khususnya dalam wilayah Kabupaten Kapuas saja terdapat beberapa PBS yang mengantongi izin perkebunan sawit dengan total luasan areal lebih dari 100 ribu hektare. Jumlah ini melebihi kuota yang ditentukan presiden, karena mengacu Inpres nomor 2/2007 tersebut, peruntukkan bagi perkebunan sawit hanya 10 ribu hektare dan karet 7.500 hektare. Di samping itu, tak jarang produk hukum yang dikeluarkan sebagai upaya legalisasi ekspansi perkebunan sawit di Kalimantan dibuat dengan mengabaikan produk hokum di atasnya yang lebih dahulu ada.

Hal ini terlihat dalam kajian Sawit Watch terhadap Peraturan Menteri Pertanian No.14/Permentan/PL.110/2/2009 tentang pedoman pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit yang akan menyebabkan perampasan hutan gambut dan lahan gambut milik masyarakat lokal dan masyarakat adat di seluruh nusantara dan berpotensi meningkatkan pemanasan global dan perubahan iklim akibat emisi karbon yang terpapas oksigen lepas ke udara dari pembukaan lahan gambut. Pasal 4 ayat 1 menyatakan:

Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang memanfaatkan lahan gambut sebelum Peraturan ini ditetapkan telah memperoleh

Page 101: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

82

Izin Usaha Perkebunan (IUP) atau Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan (SPUP) dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan Hak Guna Usaha (HGU) atau hak lainnya berakhir.

Menurut Sawit Watch, pertimbangan peraturan menteri tersebut secara hukum tidak sesuai dan secara substansi bertentangan dengan aturan hukum lainnya diantaranya:

UU No.26/2007 tentang Tata Ruang Nasional mewajibkan • pemerintah pemerintah untuk melakukan kajian, evaluasi dan pelaksanaan tata ruang nasional; UU No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia mewajibkan • negara untuk melindungi, memajukan dan memenuhi hak-hak rakyat; UU No.29/1999 tentang ratifikasi konvensi internasional • tentang pengapusan segala bentuk diskriminasi rasial (CERD); Inpres No.2/2007 tentang percepatan revitalisasi dan • rehabilitasi lahan gambut di Kalimantan Tengah;

Lebih jauh lagi, dalam konteks revisi RTRW Propinsi Kalteng yang diajukan Pemprop, Walhi dan SOB menyinyalir hal itu sebagai upaya legalisasi praktik-praktik inskonsistensi dan melawan hukum yang telah dilakukan oleh beberapa pejabat pemerintah selama ini, terutama oleh beberapa Bupati yang dengan sporadik memberikan ijin lokasi untuk perkebunan kelapa sawit dan insdustri ekstraktif [tambang] di areal-areal yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Untuk melakukan proses “pencucian dosa” tersebut, maka jalan paling sederhana adalah merubah peruntukan ruang sesuai dengan apa yang diinginkannya. Karena jika tidak, maka bukan tidak mungkin praktik-praktik “penjualan lahan” ini pada saatnya akan bermasalah dengan hukum.

Page 102: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

83

Analisis Kebijakan Pekebun Mandiri Dalam Perkebunan Sawit Indonesia

4.3. INTISARI KEBIJAKAN

Berdasarkan pemaparan dimuka maka terlihat bahwa kebijakan yang ada belum mencukupi untuk mengakomodasi kepentingan sebagian terbesar dari pelaku perkebunan, yakni pekebun. Pekebun hampir tidak pernah terlibat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kelangsungan hidup mereka. Kondisi ini menyebabkan pekebun tidak pernah mampu mengendalikan faktor-faktor yang berkaitan langsung dengan kegiatan ekonomi yang mereka lakukan. Mereka dapat dengan mudah kehilangan lahan pertanian karena diambil alih oleh perusahaan besar melalui Hak Guna Usaha. Pekebun mandiri juga mengalami persoalan dengan sarana produksi pertanian. Dalam memenuhi kebutuhan sarana produksi mereka sangat tergantung pada perusahaan penyedia karena tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi sendiri. Pekebun mandiri juga tidak memperoleh jaminan dalam pemasaran hasil panen. Sementara mereka tidak mampu melakukan pengolahan sendiri. Kelembagaan yang terbentuk pada tingkat pekebun juga tidak ditujukan demi mewujudkan kedaulatan pekebun. Koperasi Unit Desa yang didirikan justru ditempatkan sebagai subordinat terhadap perusahaan-perusahaan besar.

Kondisi ini tentu saja berlawanan dengan yang mengamanatkan peningkatan peran rakyat dalam perekonomian nasional.rakyat yang semestinya menjadi pelaku utama tergeser oleh perusahaan besar. Negara yang bertugas menjamin hak-hak konstitusional rakyatnya tidak ternyata lebih berpihak kepada pelaku usaha perkebunan besar. Pekebun mandiri semakin terpinggirkan dan bahkan tidak dikenal dalam aturan hukum formal sementara pada saat yang sama, pelaku usaha perkebunan yang lain, yakni sektor swasta semakin memperkokoh posisi dalam kegiatan usaha perkebunan.

Struktur sosial ekonomi pada kegiatan usaha perkebunan yang menempatkan pekebun pada posisi terpinggirkan perlu segera

Page 103: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

84

dirombak. Pekebun yang sejatinya merupakan pelaku usaha utama semestinya mendapatkan porsi terbesar dalam menikmati hasil-hasil produksi perkebunan. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain adalah:

Penyusunan peraturan hukum negara yang secara detail dan • eksplisit mengakui keberadaan hukum adat, dimana negara secepatnya mengakomodir rekomendasi dari Komite CERD NO CERD/C/IDN/CO/3 tanggal 15 Agustus 2007 dimana komite CERD dalam rekomendasi no 17 menyatakan Komite, sembari memperhatikan bahwa tanah, air dan sumberdaya alam harus dikuasai oleh Negara pihak dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan terbesar bagi masyarakat dibawah undang-undang Indonesia, mengingatkan bahwa prinsip semacam itu harus dilaksanakan secara konsisten terhadap hak-hak masyarakat adat. Negara pihak harus mengulas kembali undang-undangnya, terutama Undang-undang No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, sebagaimana pula cara undang-undang tersebut diterjemahkan dan diimplementasikan dalam praktek, untuk memastikan bahwa undang-undang tersebut menghormati hak-hak masyarakat adat untuk memiliki, mengembangkan, menguasai dan menggunakan tanah-tanah komunal mereka.

Perlu adanya peninjauan ulang terhadap seluruh HGU-HGU • yang telah ada. Hal ini sangat penting dilakukan untuk melihat bahwa HGU-HGU yang telah dikeluarkan jangan sampai menghilangkan dan mengasingkan masyarakat adat. Selain itu, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap struktur penguasaan agraria, dimana ketimpangan penguasaan lewat pemberian HGU telah terjadi, maka perlu secepatnya dilakukan perubahan struktur agraria agar lebih adil sesuai dengan cita-cita konstitusi.

Adanya aturan tentang rasio kredit minimal yang harus • dikucurkan oleh perbankan pada tiap-tiap daerah dimana

Page 104: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

85

Analisis Kebijakan Pekebun Mandiri Dalam Perkebunan Sawit Indonesia

aspek karakter perkebunan beserta tanamannya menjadi penting agar kredit yang diberikan sesuai.

Melakukan upaya praktek kerja sama antara pekebun mandiri • dan perusahaan diluar skema kemitraan dimana prinsip transparansi dan partisipasi masyarakat dengan asas-asas ideal seperti keputusan bebas didahulukan dan diinformasikan secara lengkap sejak awal (free, prior, and informed consent), tanggung-gugat, kesetaraan, dan perlindungan hukum menjadi kunci dalam perumusan, perencanaan, dan implementasi.

Page 105: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

86

BAB V

KONSEP ALTERNATIF PENGEMBANGAN KEBUN MANDIRI

BERBASIS EKONOMI KERAKYATAN

Konsep dan strategi yang akan dijalankan dalam mengembangkan kebun mandiri didasarkan pada visi-misi yang bersifat normatif-ideologis (konstitusional), dan kondisi ekonomi rakyat pekebun sawit secara empirik (positif). Oleh karena itu, pemahaman terhadap visi-misi konstitusi dalam pengelolaan ekonomi nasional menjadi sangat penting. Selain berlatar belakang ketentuan historis, visi-misi konstitusi ini sangat bernilai dalam memberi arah bagi perkembangan perekonomian, termasuk di dalamnya ekonomi perkebunan (sawit) di masa depan.

Pencitaan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi realitas empiris di mana struktur dan sistem ekonominya yang merupakan warisan kolonialisme 3,5 abad. Dominasi bangsa penjajah (Eropa) yang ditopang kelas perantara terhadap massa rakyat pribumi, mendorong pendiri bangsa untuk memimpikan sebuah transformasi struktural. Baik Sukarno, Hatta, dan Tan Malaka menjadikan tranformasi ini sebagai wujud kemerdekaan sejati, yang tidak hanya berdimensi politik, melainkan juga ekonomi.

Cita-cita inilah yang menjiwai lahirnya Pasal 33 UUD 1945, sebagai landasan pengelolaan ekonomi Indonesia di masa depan,

Page 106: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

87

Konsep Alternatif Pengembangan Kebun Mandiri Berbasis Ekonomi Kerakyatan

berdasarkan demokrasi ekonomi (ekonomi kerakyatan). Dalam demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan dan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Konsepsi inilah yang sejalan dengan visi transformasi struktur ekonomi di mana tidak akan ada lagi segelintir elit (asing) yang menguasai mayoritas asset (omset) ekonomi nasional. Mengingat ungkapan Hatta (1960):

“Demokrasi politik saja tidak dapat melaksanakan persamaan dan persaudaraan. Di sebelah demokrasi politik harus pula berlaku demokrasi ekonomi. Kalau tidak, manusia belum merdeka, persamaan dan persaudaraan belum ada. Sebab itu cita-cita demokrasi Indonesia ialah demokrasi sosial, melingkupi seluruh lingkungan hidup yang menentukan nasib manusia”

5.1. TRANSFORMASI STRUKTURAL PERKEBUNAN

Kini 64 tahun setelah merdeka, kondisi sektor perkebunan yang menjadi andalan utama kolonialisme baik oleh VOC, pemerintah kolonial Belanda, maupun perusahaan-perusahaan swasta besar kolonial milik Inggris, Amerika, dan Belanda secara struktural tidak berubah secara radikal. Segelintir elit pemilik modal asing dan dalam negeri masih menguasai mayoritas aset nasional, salah satunya yang terpenting berupa perkebunan dalam skala yang sangat luas. Dalam konteks inilah pentingnya digariskan arah pengembangan perkebunan nasional, yang selanjutnya menjadi panduan bagi pengembangan perkebunan rakyat (pekebun mandiri). Sejalan dengan agenda politik perkebunan nasional, maka arah bagi pengembangan perkebunan rakyat (pekebun mandiri) sawit adalah restrukturisasi perkebunan sawit seperti digambarkan dalam bagan di bawah ini:

Page 107: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

88

Gambar 9. Transformasi Struktural Perkebunan

a

z

bx

c

y

(1). Struktur Kapitalistik (2). Struktur Transisional (3). Struktur Kerakyatan

10 th10 th

Arah yang dituju adalah struktur perkebunan sawit di mana mayoritas pekebun mandiri dapat menikmati hasil proporsional sesuai dengan partisipasinya yang makin besar dalam proses produksi. Kondisi ini terjadi ketika pekebun mandiri makin dapat meningkatkan penguasaannya terhadap faktor produksi baik material (tanah, modal, dan teknologi), intetelektual (skill, pendidikan), dan institusional (organisasi/koperasi). Penguasaan aset produktif –utamanya tanah (lahan) ini akan menjadi faktor penting dalam usaha peningkatan proporsi hasil produksi yang dinikmati pekebun mandiri. Hal ini tidak seperti dalam struktur feodal-kapitalistik yang menempatkan segelintir elit pemilik tanah dan pemodal besar sebagai penikmat terbesar dari hasil produksi perkebunan.

Struktur ekonomi perkebunan idealnya proporsional sesuai dengan tingkat partisipasi (peranan) pekebun mandiri yang makin diperbesar. Pekebun mandiri diusahakan dapat menggantikan peran perusahaan swasta besar dan dapat bermitra sejajar dengan BUMN. Dengan begitu barulah struktur ekonomi kerakyatan dapat ditegakkan seperti halnya cita-cita Hatta yang sudah terpatri sejak 77 tahun yang lalu:

“Di atas sendi yang ketiga (cita-cita tolong-menolong—pen.) dapat didirikan tonggak demokrasi ekonomi. Tidak lagi orang seorang atau satu golongan kecil yang mesti

Page 108: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

89

Konsep Alternatif Pengembangan Kebun Mandiri Berbasis Ekonomi Kerakyatan

menguasai penghidupan orang banyak seperti sekarang, melainkan keperluan dan kemauan rakyat yang banyak harus menjadi pedoman perusahaan dan penghasilan. Sebab itu, segala tangkai penghasilan besar yang mengenai penghidupan rakyat harus berdasar pada milik bersama dan terletak di bawah penjagaan rakyat dengan perantaraan Badan-badan perwakilannya” (Hatta, 1932).

5.2. REVOLUSI SISTEM PERKEBUNAN

Struktur ekonomi merupakan bangunan hasil interaksi (relasi) antarpelaku ekonomi perkebunan yang terpola dalam sebuah sistem ekonomi perkebunan. Pada umumnya pihak yang kuat (berkuasa) akan berada di posisi determinan, dengan pihak yang lemah sebagai sub-ordinannya. Mereka lah yang pada akhirnya menikmati proporsi besar dalam pembagian hasil produksi perkebunan. Kekuasaan ini diperoleh melalui kepemilikan tanah (lahan), modal, keahlian, teknologi, dan bermacam alat produksi yang digunakan dalam produksi perkebunan sawit.

Dalam sistem feodal-kapitalistik maka kekuasaan tersebut terpusat di segelintir elit pemilik perusahaan perkebunan swasta besar. Massa pekebun mandiri terbiarkan dalam posisi yang sangat lemah dan rentan, di mana perlahan ketergantungan terhadap budidaya monokultur kelapa sawit menjadi makin besar. Oleh karenaya mereka berada pada posisi sub-ordinan perusahaan swasta (PT) dengan pola relasi yang timpang. Pada akhirnya bagian yang mereka terima dari hasil keterlibatan dalam sistem perkebunan ini sangat kecil dan jauh daripada yang dapat dinikmati oleh pemilik perusahaan.

Sungguh pun telah berbagai pola perkebunan sawit, karet, tebu, dan komoditi lain yang diterapkan, namun pada dasarnya masih

Page 109: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

90

tetap berpijak pada sistem besar yang sama. Sistem perkebunan sawit yang dikembangkan masih sekedar sub-sistem dari sistem kapitalisme global, yang dalam konteks Indonesia bercampur dengan sistem feodalisme yang belum sepenuhnya ditinggalkan. Oleh karenanya, bangun ekonomi kerakyatan kiranya baru akan kukuh apabila tersusun agenda yang solid untuk melakukan revolusi sistemik perkebunan seperti halnya yang tergambar dalam diagram di bawah ini:

Gambar 10. Revolusi Sistemik Pekebun

Pola perkebunan sawit yang umum berlaku sekarang masih memposisikan pekebun mandiri dalam situasi ketergantungan yang sangat besar terhadap perusahaan. Perusahaan-lah yang menguasai akses distribusi pupuk, modal usaha, penentuan harga TBS, sortir TBS, keahlian manajerial dan pembukuan, dan operasional pabrik pengolahan. Pekebun rakyat yang menjadi plasma umumnya tidak memiliki alternatif selain menerima berbagai pola dan mekanisme produksi dan pembagian hasil yang diajukan perusahaan. Pun di dalam perusahaan, posisi buruh kebun –terlebih yang berstatus harian, lepas, dan kontrak- tidak lebih baik di banding petani di luar perusahaan.

Page 110: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

91

Konsep Alternatif Pengembangan Kebun Mandiri Berbasis Ekonomi Kerakyatan

Oleh karena itu, sistem perkebunan baru yang mengacu pada cita-cita konstitusional, yaitu sistem ekonomi kerakyatan diterapkan melalui penguatan posisi pekebun mandiri di hadapan perusahaan. Pada awalnya dimungkinkan membangun kemitraan sejajar dengan perusahaan yang sudah menguasai begitu banyak aset produksi, tetapi perlahan hendaknya diarahkan ke depan pekebun mandiri sebagai determinan dalam pengelolaan usaha perkebunan sawit. Hal ini sejalan dengan arahan Hatta di mana segala tangkai penghasilan besar yang mengenai penghidupan rakyat harus berdasar pada milik bersama dan terletak di bawah penjagaan rakyat dengan perantaraan Badan-badan perwakilannya.

Dalam pada itu, aplikasi sistem ekonomi kerakyatan dapat diusahakan melalui dua pola sekaligus, yaitu pola pekerbunan kerakyatan yang memperkuat posisi pekebun mandiri dan yang memperkuat posisi buruh kebun dalam perusahaan. Pola perkebunan kerakyatan yang kedua menitikberatkan pada peningkatan akses dan kontrol buruh kebun dalam pengelolaan perusahaan. Arahnya adalah agar merekalah yang pada akhirnya -20 tahun ke depan- turut memimpin dan menilik (mengawasi) jalannya perusahaan sawit di Indonesia, untuk kemudian menjadi operatorship perusahaan perkebunan yang dipimpin secara umum oleh pekebun mandiri melalui organisasi (serikat) mereka.

Analisis dalam studi ini lebih menitikberatkan pada aplikasi model perkebunan kerakyatan yang dapat menempatkan pekebun mandiri sawit yang terorganisir sebagai actor penting dalam tata kelola perkebunan sawit di Indonesia. Dengan begitu perlahan tapi pasti sistem ekonomi perkebunan sawit bergerak dari corak feodal-kapitalistik menjadi sistem ekonomi kerakyatan. Operasionalisasi sistem ini setidaknya tergambar melalui dua model, yaitu model perkebunan kerakyatan berbasis peranan negara/BUMN (model A) dan model perkebunan kerakyatan berbasis koperasi rakyat (model B).

Page 111: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

92

5.2.1. Model Perkebunan Kerakyatan A

Model pertama ini terap dalam kondisi peranan perkebunan Negara (PTPN) yang masih cukup besar dalam pengelolaan lahan kelapa sawit. Dalam rangka pengembangan perkebunan kerakyatan, maka sudah saatnya PTPN melepas peranannya dalam penguasaan dan pengolahan kebun (lahan) untuk kemudian diredistribusikan kepada pekebun sawit rakyat yang tidak memiliki tanah (lahan) dan terorganisasi dalam sebuah serikat ekonomi (koperasi rakyat). Relasi dengan PTPN dilakukan melalui dua jalur, yaitu jalur penyediaan sarana produksi, jalur pembelian dan pengolahan hasil TBS pekebun mandiri.

PTPN dapat bermitra dengan BUMN perbankan, BUMD, dan Dinas Pemerintah terkait (melalui dukungan APBD) untuk memasok sarana produksi perkebunan seperti halnya modal, pupuk, benih, pembasmi hama, dan sarana lain kepada koperasi pekebun mandiri. PTPN juga menyediakan pabrik pengolahan dengan kapasitas disesuaikan pasokan untuk menampung hasil panen TBS petani. Pembayaran TBS diperhitungkan juga dengan angsuran kredit yang diperoleh koperasi sebagai modal awal operasional. Persoalan harga ditentukan sesuai kesepakatan bersama antara PTPN, Koperasi, Dinas Perkebunan, dan juga mempertimbangkan situasi pasar.

Dalam model ini perlahan tapi pasti koperasi pekebun mandiri diarahkan untuk dapat terlibat dalam pemilikan dan pengelolaan mills dan pabrik di tingkat lokal. Pada awalnya mills dan pabrik tersebut masih dimiliki dan dikelola 100% oleh PTPN, untuk kemudian diarahkan menjadi terbagi dua (50:50) dengan koperasi, dan pada akhirnya mayoritas dapat dimiliki dan dikelola secara mandiri oleh koperasi. Skim yang mungkin untuk pola ini di antaranya melalui kombinasi pola subsidi kepemilikan dan angsuran penyertaan. Dalam hal ini PTPN bertanggungjawab untuk meningkatkan kapasitas koperasi dalam membudidayakan

Page 112: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

93

Konsep Alternatif Pengembangan Kebun Mandiri Berbasis Ekonomi Kerakyatan

kelapa sawit dan tanaman diversifikasinya, serta kecakapan manajerial dan teknis dalam pengelolaan mills dan pabrik lokal. Selengkapnya model ini digambarkan dalam bagan di bawah ini:

Gambar 11. Model Pekebun Kerakyatan A

Panen (TBS), Angsuran Kredit, Angsuran, Penyertaan Mill dan Pabrik

Produksi:KoperasiPekebun Rakyatdi Tanah Negara

Pengolahan (Mills)/PTPN

Pabrik Lokal/PTPN

Pasar Dalam Negeri Ekspor

Tanah, Modal,Peralatan, Pupuk, Pembasmi Hama, dll

100% -> 50:50 -> 70:30

100% -> 50:50 -> 70:30

50 50

Dalam rangka membangun industri nasional maka di antara PTPN dan Koperasi perlu bersepakat untuk makin mengutamakan kebutuhan pasar di dalam negeri. Untuk itu, pabrik lokal di atas juga diarahkan untuk dapat mengolah TBS sawit menjadi berbagai produk yang dibutuhkan masyarakat luas sepertihalnya minyak goreng. PTPN dibantu Lembaga Pemerintah terkait dengan begitu perlu memperkenalkan dan melatih aplikasi teknologi pengolahan sawit kepada koperasi rakyat tersebut. Apabila kebutuhan dalam negeri (lokal) dirasa sudah terpenuhi maka hasil sawit olahan

Page 113: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

94

dapat dijual ke luar negeri dengan harga yang dapat dikontrol dan ditentukan juga dari dalam negeri.

5.2.2. Model Perkebunan Kerakyatan B

Model ini terap dalam kondisi di mana pekebun mandiri mengusahakan tanah-tanah mereka sendiri untuk ditanami kelapa sawit dan komoditi alternatifnya dan relatif di luar jangkauan PTPN. Pekebun rakyat yang kemudian dapat disebut dengan pekebun mandiri idealnya menghimpun diri dalam wadah koperasi sawit yang menjalankan misi penguasaan terhadap semua lini dalam aktivitas produksi dan penjualan sawit. Mulai dari hulu sampai hilir menjadi sasaran penguasaan koperasi yang untuk maksud itu dapat bermitra strategis dengan berbagai Lembaga Pemerintah, Masyarakat, dan Swasta.

Demi penguasaan di lini hulu, yaitu sarana produksi seperti halnya modal, pupuk, pembasmi hama, teknologi, teknik budidaya, dan peralatan produksi lainnya, koperasi dapat bermitra dengan satu atau lebih lembaga terkait. Misalnya terkait dengan kebutuhan modal maka koperasi dapat mengarahkan kemitraan dengan Bank Pembangunan Daerah, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) setempat, dan lembaga keuangan publik lainnya dengan dukungan APBD yang dapat mengakomodasi karakteristik usaha pekebun mandiri kelapa sawit. Dalam kaitan dengan ketersediaan pupuk dan sarana produksi lainnya koperasi dapat bermitra strategis dengan BUMN maupun Dinas Pertanian.

Penguasaan di lini tengah, yaitu pengolahan (mills) dan pabrik lokal mandiri dilakukan melalui kemitraan pembiayaan dan pelatihan teknis-manajerial dengan BUMN, BUMD, Koperasi Simpan Pinjam yang dapat pula dibiayai dengan skim APBD. Dalam hal ini dimungkinkan juga kemitraan menyeluruh yang meliputi lini hulu, tengah, dan hilir oleh satu lembaga (badan usaha) pemerintah. Pola yang dapat ditempuh oleh koperasi pekebun mandiri dan

Page 114: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

95

Konsep Alternatif Pengembangan Kebun Mandiri Berbasis Ekonomi Kerakyatan

pihak mitra adalah pola penyertaan (investasi) maupun pola pinjaman bagi hasil. Gambaran model ini ditunjukkan dalam bagan di bawah ini:

Gambar 12. Model Pekebun Kerakyatan B

Mitra 1ModalPeralatanPupuk,Pembasmi Hama

Pasar Dalam Negeri

Produksi:Koperasi

Pekebun Rakyatdi Tanah Negara

Pengolahan (Mills) Mandiri

Pabrik Lokal Mandiri

Mitra 2Skill,Manajemen, Dll

Mitra 3Skill,Manajemen, Dll

Ekspor

Pola Penyertaan Atau Bagi Hasil

(50:50)

BUMN/BUMD/KSP/PT

Penguasaan lini hilir, yaitu pasar yang terkait juga dengan informasi dan mekanisme penentuan harga merupakan lanjutan dari pola kemitraan di lini tengah. Dalam hal ini koperasi melalui pabrik lokal yang mereka miliki didampingi untuk dapat menerapkan berbagai teknologi pengolahan sawit ke dalam berbagai bentuk barang siap konsumsi sepertihalnya minyak goreng. Koperasi memiliki daya tawar harga yang kuat dengan pasokan yang diutamakan untuk memenuhi kebutuhan lokal (di dalam negeri). Baru jika struktur pasar di dalam negeri dirasa cukup kuat kelebihan pasokan dapat diekspor untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional.

Page 115: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

96

5.3. JALAN PERUBAHAN

Kondisi ideal di atas tentu membutuhkan kerja keras yang luar biasa terlebih di tengah kondisi riil di mana sistem perkebunan –dan sistem perekonomian pada umumnya- yang telanjur bercorak kapitalistek-neoliberal dewasa ini. Kompleksitas sistem perkebunan yang cenderung meminggirkan pekebun mandiri dan merusak lingkungan perlu diurai melalui berbagai langkah perubahan. Dalam pada itu, setidaknya terdapat tiga jalan perubahan ke arah sistem perkebunan kerakyatan yang perlu di inisiasi, yaitu jalan atas, jalan tengah, dan jalan bawah.

5.3.1. Jalan Atas

Perubahan sistem perkebunan sangat dipengaruhi oleh perubahan sistem perekonomian nasional, yang erat kaitannya dengan paradigma pemangku kebijakan. Paradigma ekonomi neoliberal kini menguasai cara pikir pemerintah dan DPR ditunjukkan dengan berbagai kebijakan liberalisasi ekonomi, privatisasi BUMN (aset bangsa), dan utang luar negeri. Paradigma tersebut bahkan kian mendapat legalisasi melalui diterbitkannya berbagai Undang-Undang yang bercorak neoliberal sepertihalnya UU Migas, UU BUMN, UU Penanaman Modal, UU BHP, UU Pelayaran, UU Sumber Daya Air, dan bermacam peraturan di bawahnya. Paradigma yang sudah telanjur legal-formal inilah yang sangat menghambat agenda-agenda pengembangan sistem perkebunan kerakyatan.

Oleh karena itu, di tingkat atas –yang kemudian lebih mudah diikuti di tingkat bawah- perlu dilakukan revolusi paradigmatik, yang semestinya menjadi agenda kolektif pemerintah dan DPR di pusat dan daerah. Sudah saatnya paradigma pemerintah yang menganggap investor asing, perusahaan besar, dan pertumbuhan ekonomi tinggi sebagai kunci utama pembangunan daerah ditanggalkan. Revolusi paradigmatik ini perlu dimanifestasikan dengan upaya kolektif nasional untuk melakukan reformasi

Page 116: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

97

Konsep Alternatif Pengembangan Kebun Mandiri Berbasis Ekonomi Kerakyatan

perundangan, yaitu mengganti berbagai UU yang bertolak belakang dengan amanat (semangat) konstitusi Pasal 33 UUD 1945 seperti yang telah disebutkan di atas. Selanjutnya pemerintah dan DPR perlu menyusun UU Perekonomian Nasional sebagai operasionalisasi Pasal 33 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria. Jalur perubahan tersebut tergambar dalam bagan berikut ini:

Gambar 13. Jalan Perubahan

5.3.2. Jalan Tengah

Jalan yang juga secara simultan perlu dtempuh adalah jalan tengah, yaitu advokasi secara sistematis dan berkelanjutan baik di wilayah keilmuan maupun kebijakan. Advokasi keilmuan menjadi tanggung jawab (peran) perguruan tinggi baik di level nasional maupun lokal. Perguruan tinggi perlu dituntut lebih

Page 117: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

98

aktif dalam mendorong pengembangan sistem perkebunan yang berbasis ekonomi kerakyatan. Hal ini dapat dilakukan melalui riset, pengembangan teori, diseminasi, pelatihan, dan berbagai program pengabdian yang diarahkan untuk meningkatkan keberdayaan pekebun mandiri dalam tata kelola usaha sawit. Advokasi keilmuan juga perlu diletakkan dalam kerangka kerja nasional dan internasional, di mana perguruan tinggi diharapkan dapat lebih bersuara di berbagai forum pengarusutamaan ekonomi kerakyatan di sektor perkebunan kelapa sawit.

Seiring dengan itu, advokasi kebijakan di berbagai tingkatan perlu lebih digiatkan oleh NGO dan organisasi masyarakat yang lain. Advokasi dilakukan dalam bentuk pengorganisasian, pendampingan, pelatihan, respon kebijakan, dan berbagai bentuk lain yang menuntut keterlibatan NGO di lapangan. NGO dapat menjembatani kesenjangan di tingkatan basis dan akademis, tingkatan lokal dan nasional, serta tingkatan teoritik dan gerakan. Melalui sinergi antara NGO dan perguruan tinggi maka advokasi kebijakan di berbagai tingkatan tersebut akan lebih efektif. Lebih-lebih jika materi-materi advokasi tersebut dapat dimasukkan dalam materi pendidikan formal di perguruan tinggi, maka akan lebih banyak lagi orang yang sevisi dalam mengembangkan sistem perkebunan kerakyatan.

5.3.3. Jalan Bawah

Perubahan hanya akan terjadi ketika dikerjakan oleh pihak yang paling mengalami tekanan di bawah tatanan perkebunan yang berwatak feodal-kapitalis-neoliberal. Oleh karenanya jalan yang harus ditempuh sebagai prasyarat utama perubahan adalah jalan bawah, yaitu melalui perjuangan “kelas” dan revolusi teknologi. Jalan ini membutuhkan kesadaran pekebun rakyat (pekebun mandiri) sebagai amunisi yang mampu membangkitkan semangat perlawanan dan pembaruan. Mereka semestinya menyadari

Page 118: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

99

Konsep Alternatif Pengembangan Kebun Mandiri Berbasis Ekonomi Kerakyatan

“kelas” nya sebagai pemegang sah kedaulatan atas berbagai kekayaan alam yang terkandung di tanah kelahiran mereka. Tidak sepatutnya jika mereka sekedar menjadi “kuli di negeri sendiri”, atau bahkan terpuruk di bawah hisapan dan tekanan oleh kekuatan ekonomi di luar teritorial mereka.

Kesadaran inilah yang jika tumbuh-berkembang akan menyuburkan gerakan rakyat untuk menjadi aktor utama dalam pengelolaan perkebunan baik di tingkat lokal maupun nasional. Untuk mencapai kondisi tersebut maka pekebun mandiri harus mempersatukan diri dalam serikat ekonomi (kooperasi) agar lebih berdaya tawar di hadapan berbagai kekuatan ekonomi luar yang eksplotatif dan predatori. Hal ini seperti peringatan Hatta bahwa “ekonomi rakyat tidak akan keluar dari lumpur hisapan dan tekanan sebelum mereka mengorganisasikan diri ke dalam bangun usaha koperasi”. Perjuangan kelas dengan begitu bermakna perjuangan politik untuk merebut kedaulatan ekonomi, yang tentu saja akan berhadapan di pemangku kekuasaan yang kiranya tidak akan rela dominasinya dilucuti.

Pekebun mandiri yang kesadarannya kian terbangun dan terorganisasi dengan solid inilah yang akan menjadi massa aksi seperti diimpikan oleh Tan Malaka. Merekalah prasyarat utama revolusi yang akan mengubah tatanan sosial-ekonomi menjadi lebih sejalan dengan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jalan ini tentu akan sarat dengan konflik, represi, dan tentangan, yang kiranya akan dibayar dengan cucuran keringat, darah, dan air mata. Namun seperti itu jugalah pendiri bangsa ini berjuang sungguh-sungguh untuk mengusir penjajah dari bumi pertiwi.

Sejalan dengan itu, perubahan dari bawah dapat dimunculkan melalui revolusi teknologi, yaitu ketika pekebun mandiri dapat menerapkan berbagai teknologi alternatif (tepat guna) yang dapat memupus ketergantungan terhadap dominasi teknologi dari

Page 119: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

100

perusahaan perkebunan besar. Teknologi ini terkait dengan teknik budidaya komoditi baik sawit maupun komoditi alternatifnya dan teknologi yang terkait dengan sarana produksi perkebunan yang lain seperti halnya benih, pupuk, dan pembasmi hama. Inovasi dan temuan baru oleh petani lokal ini pada akhirnya akan mengubah relasi produksi yang kian menempatkan mereka sejajar dan tidak lagi menjadi sub-ordinan dari perusahaan perkebunan swasta besar.

5.4. STRATEGI KOPERASI RAKYAT

Jelas kiranya terbangunnya sistem perkebunan kerakyatan sangat dipengaruhi keberdayaan pekebun mandiri yang terhimpun di dalam berbagai serikat ekonomi utamanya koperasi. Pengorganisasian pekebun mandiri dalam wadah koperasi rakyat tersebut menjadi penting untuk menata kembali susunan ekonomi basis yang telanjur teracak-acak oleh sistem kapitalis-neoliberal. Sistem ini kian menghujam karena didukung oleh ekspansi perusahaan swasta besar berkolaborasi dengan pejabat di tingkat lokal. Oleh karenanya, ketepatan pilihan gerakan dan strategi koperasi menjadi modalitas dalam menata ulang perkebunan sawit dan komoditi alternatifnya. Visi dan misi pengembangan perkebunan sawit berkerakyatan kiranya tidak mudah dicapai tanpa adanya strategi yang berpijak pada komitmen ideologi dan kondisi riil yang muncul di lapangan. Strategi tersebut digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Page 120: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

101

Konsep Alternatif Pengembangan Kebun Mandiri Berbasis Ekonomi Kerakyatan

Gambar 14. Strategi Koperasi Rakyat

Pada prinsipnya koperasi rakyat dapat memainkan tiga strategi inti dalam berjejaring, yaitu penguatan kesadaran massa, penguatan faktor produksi, dan penguatan jaringan distribusi dan pasar.

5.4.1. Penguatan Kesadaran

Koperasi pekebun mandiri dapat menjalankan agenda penyadaran massa rakyat baik kesadaran pada wilayan normatif maupun material. Kesadaran normatif dalam bentuk pemahaman terhadap cita-cita agama, adat istiadat, dan konstitusi dalam pengelolaan sumber daya –utamanya perkebunan- perlu dibangun sebagai landasan, visi, misi, dan aksi bersama pekebun mandiri. Di samping itu, kesadaran material dalam bentuk pemahaman terhadap situasi keterhisapan, ketergantungan, dan keterjajahan perlu diperkuat sebagai urgensi perubahan sistem perkebunan

Page 121: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

102

kontemporer. Dalam dua hal tersebut koperasi pekebun mandiri perlu berjejaring dengan NGO dan perguruan tinggi yang memiliki komitmen dan agenda sama.

5.4.2. Penguatan Faktor Produksi

Keberdayaan pekebun mandiri dapat ditingkatkan melalui perluasan akses dan penguasaan koperasi terhadap faktor produksi, baik yang bersifat material, intelektual, maupun institusional. Penguatan faktor produksi material di antaranya dapat dilakukan melalui advokasi reforma agraria (redistribusi tanah) kepada Badan Pertanahan Nasional dan Pemerintah Daerah setempat. Di samping itu akses modal dapat diperjuangkan melalui advokasi alokasi APBD untuk skim kredit perkebunan rakyat, yang juga dapat disinergikan dengan keberadaan Koperasi Simpan Pinjam setempat, BPD, maupun lembaga keuangan lokal lainnya.

Ke depannya koperasi pekebun mandiri hendaknya juga berfungsi sebagai lembaga keuangan mikro yang melayani jasa simpan pinjam bagi seluruh anggotanya. Sementara akses teknologi dan sarana produksi yang diperlukan dalam budidaya sawit dan tanaman diversifikasinya dapat diperoleh melalui kerjasama dengan BPPT dan Perguruan Tinggi.

Penguatan faktor produksi intelektual di antaranya melalui peningkatan pengetahuan dan keahlian pekebun mandiri dalam tata kelola usaha perkebunan sawit dan tanaman diversifikasinya. Dalam hal ini diperlukan fasilitasi Perguruan Tinggi, Dinas Perkebunan, dan Dinas Pertanian untuk melatih pekebun mandiri dalam hal teknik budidaya komoditi, teknologi pengolahan, dan teknik pemasaran. Di samping itu, keluarga pekebun mandiri dapat diberdayakan melalui perluasan akses untuk menempuh jenjang pendidikan formal yang terjangkau dan dijamin di dalam APBD.

Page 122: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

103

Konsep Alternatif Pengembangan Kebun Mandiri Berbasis Ekonomi Kerakyatan

Penguatan faktor produksi institusional dilakukan secara internal di dalam tubuh koperasi pekebun mandiri yang meliputi peningkatan kapasitas tata kelola kelembagaan koperasi dan perluasan jaringan usaha dan aksi koperasi. Ke depan diharapkan pengembangan usaha (business development) dapat berlangsung seiring peningkatan kapasitas kelembagaan koperasi. Dalam hal ini peranan NGO, Perguruan Tinggi, dan Dinas Koperasi diperlukan untuk memfasilitasi keberdayaan kelembagaan koperasi tersebut.

5.4.3. Penguatan Jaringan Distribusi dan Pasar

Di samping sebagai pemasok sarana produksi, koperasi diharapkan juga dapat menjalankan fungsi sebagai distributor TBS sawit yang dihasilkan pekebun mandiri yang menjadi anggotanya. Oleh karena itu, pengusaan informasi terkait dengan mata rantai distribusi dan peta potensi pasar menjadi sangat urgen bagi koperasi. Atas dasar penguasaan informasi tersebut maka koperasi dapat berperan dalam proses penentuan harga TBS yang akan ditetapkan oleh Dinas Perkebunan. Dengan begitu koperasi dapat juga menjalin kerjasama langsung dengan lembaga konsumen yang menjadi target pasar kelapa sawit.

Penguasaan pasar perlu ditunjang dengan kemampuan menciptakan nilai tambah komoditi sawit, misalnya melalui berbagai produk hasil olahannya dan pengembangan komoditi pertanian alternatif, sehingga pekebun tidak terjebak dalam sistem perkebunan yang bercorak monokultur. Diversifikasi pertanian ini selain karena pertimbangan ekologis, juga diperlukan untuk mempertahankan stabilitas harga sawit yang diterima petani dan antisipasi ketika harga merosot di luar kendali koperasi pekebun mandiri.

Page 123: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

104

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasar hasil studi literatur, perundangan, kebijakan, dan kajian lapangan perihal pekebun mandiri dalam perkebunan kelapa sawit di Indonesia maka dapat disampaikan kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut:

6.1. KESIMPULAN

Berdasarkan penelusuran tentang sifat/karakteristik, 1) kondisi pekerjaan dan penghidupan pekebun mandiri sejak dulu hingga kini menunjukkan bahwa pengembangan pekebun mandiri memang tidak dilakukan dalam kerangka strategi pengembangan perkebunan dan industri kelapa sawit di Indonesia. Tumbuhnya pekebun mandiri tidak dikembangkan by-design, tetapi sebagai hanya akibat ikutan dari dikembangkannya perkebunan untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri. Sama seperti pola perkembangan perkebunan rakyat di masa lalu, dimulai dengan pembukaan perkebunan secara besar-besaran di suatu daerah dengan modal kuat dan teknologi yang maju, maka perkebunan rakyat di sekitar lokasi

Page 124: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

105

Kesimpulan dan Rekomendasi

tersebut kemudian mencoba “mencuri” cara-cara yang dilakukan perusahaan besar tersebut. Karena tata cara tanam, bibit, perawatan, dan lain-lain dilakukan seadanya, hasilnya juga tidak sebaik yang dilakukan oleh perkebunan besar.

Kemerdekaan politik yang diikuti dengan nasionalisasi 2) perusahaan besar swasta asing oleh pemerintah RI mendorong munculnya gagasan untuk mengembangkan pekebun mandiri melalui berbagai skema. Dalam skema tersebut menempatkan negara sebagai agent of development melalui berbagai strategi, kebijakan dan program. Maka muncullah program-program seperti Perkebunan Inti Rakyat (PIR Lokal, PIR Berbantuan, PIR Akselerasi, PIR Trans dan KKPA, pola patungan, dan lain-lain). Meskipun tidak selalu berhasil, model perkebunan kerakyatan sebagaimana ditunjukkan dalam peran negara yang relatif besar dalam mendorong perkembangan pekebun mandiri (perkebunan rakyat) telah dilaksanakan dalam era ini. Dalam model tersebut, rakyat mendapatkan akses dalam sistem ekonomi yang dikembangkan, berupa akses atas faktor-faktor produksi, akses terhadap distribusi maupun akses dalam hal konsumsi.

Dari sisi kesejahteraan pekebun kemitraan dibanding 3) dengan pekebun swadaya menunjukkan bahwa yang pertama memiliki kesejahteraan yang lebih baik ketimbang pekebun tetapi hal ini tidak mencerminkan kemandirian dimana pekebun swadaya dinilai lebih mandiri ke depannya. Dalam beberapa kasus di Sumatera Barat, kesenjangan kesejahteraan ini menimbulkan adanya semacam kecemburuan di antara keduanya.

Page 125: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

106

Peran negara yang besar melalui skema diatas berakhir 4) pada tahun 2000-an akibat perubahan politik di Indonesia dan perubahan dalam pola desentralisasi dan otonomi daerah. Di lain pihak peran swasta semakin mendapat tempat yang luas dalam keseluruhan proses pengembangan perkebunan di Indonesia. Makin berkurangnya peran negara dalam pengembangan perkebunan itu antara lain dapat dilihat dari makin berkembangnya luas areal perkebunan besar swasta dan perkebunan rakyat (pekebun mandiri), sementara luas areal perkebunan negara relatif stagnan.

Dalam perkembangannya hingga kini, model 5) perkebunan kerakyatan dimana peran negara cukup dominan telah dilaksanakan pada periode terdahulu (1970 – 1990) melalui PIR dan semacamnya, tidak diikuti dengan pengembangan model yang sama di era otonomi daerah. Peran negara yang relatif besar dan dominan pada era Orde Baru, tidak diikuti dengan pergeseran peran negara yang relatif sama melalui pemerintah daerah pada era otonomi daerah. Belum ada model peran negara yang efektif antara peran pemerintah pusat dan daerah dalam mendorong perkembangan pekebun mandiri. Peran negara dari pemerintah di daerah justru lebih condong melayani perkebunan swasta besar, ketimbang pekebun mandiri di daerahnya masing-masing.

Kebijakan pemerintah pusat dan daerah saat ini 6) belum mencukupi untuk mengakomodasi kepentingan sebagian terbesar dari pelaku perkebunan, yakni pekebun. Pekebun hampir tidak pernah terlibat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kelangsungan hidup mereka. Kondisi ini menyebabkan

Page 126: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

107

Kesimpulan dan Rekomendasi

pekebun tidak pernah mampu mengendalikan faktor-faktor yang berkaitan langsung dengan kegiatan ekonomi yang mereka lakukan. Sementara pada saat yang sama, pelaku usaha perkebunan yang lain, yakni sektor swasta semakin memperkokoh posisi dalam kegiatan usaha perkebunan.

Konsep alternatif pengembangan kebun mandiri 7) berbasis ekonomi kerakyatan diturunkan dari cita-cita normatif-konstitusional disesuaikan dengan kenyataan yang hidup dalam sistem perkebunan sawit di Indonesia kekinian. Visi konsep ini adalah terjadinya transformasi struktur ekonomi di perkebunan sawit, dengan misi revolusi menuju sistem perkebunan sawit berbasis ekonomi kerakyatan. Konsep ini dijalankan dengan dua model yaitu model kerakyatan yang bertumpu pada peranan Negara (PTPN) dan model kerakyatan yang bertumpu pada peranan koperasi pekebun mandiri. Jalan perubahan yang dapat ditempuh secara simultan meliputi jalan atas (revolusi paradigmatik dan reforma perundangan), jalan tengah (advokasi keilmuan dan kebijakan), dan jalan bawah (perjuangan “kelas”) dan revolusi teknologi. Sebagai lokomotif perubahan adalah koperasi rakyat (pekebun mandiri) yang menjalankan strategi penguatan kesadaran (normatif dan material), penguatan faktor produksi (material, intelektual, dan isntitusional), dan penguatan jaringan distribusi dan pasar (informasi, penentuan harga, dan kerjasama).

Page 127: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

108

6.2. REKOMENDASI

6.2.1. Rekomendasi Umum

Struktur sosial ekonomi pada kegiatan usaha perkebunan yang menempatkan pekebun rakyat (pekebun mandiri) pada posisi terpinggirkan perlu segera dirombak. Pekebun mandiri yang sejatinya merupakan pelaku usaha utama semestinya mendapatkan porsi terbesar dalam menikmati hasil-hasil produksi perkebunan. Beberapa hal yang direkomendasikan secara umum adalah:

Penyusunan peraturan hukum negara yang secara • detail dan eksplisit mengakui keberadaan hukum adat, dimana negara secepatnya mengakomodir rekomendasi dari Komite CERD NO CERD/C/IDN/CO/3 tanggal 15 Agustus 2007 dimana komite CERD dalam rekomendasi no 17 menyatakan Komite, sembari memperhatikan bahwa tanah, air dan sumberdaya alam harus dikuasai oleh Negara pihak dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan terbesar bagi masyarakat dibawah undang-undang Indonesia, mengingatkan bahwa prinsip semacam itu harus dilaksanakan secara konsisten terhadap hak-hak masyarakat adat. Negara pihak harus mengulas kembali undang-undangnya, terutama Undang-undang No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, sebagaimana pula cara undang-undang tersebut diterjemahkan dan diimplementasikan dalam praktek, untuk memastikan bahwa undang-undang tersebut menghormati hak-hak masyarakat adat untuk memiliki, mengembangkan, menguasai dan menggunakan tanah-tanah komunal mereka.

Page 128: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

109

Kesimpulan dan Rekomendasi

Perlu adanya peninjauan ulang terhadap seluruh • HGU-HGU yang telah ada. Hal ini sangat penting dilakukan untuk melihat bahwa HGU-HGU yang telah dikeluarkan jangan sampai menghilangkan dan mengasingkan masyarakat adat. Selain itu, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap struktur penguasaan agraria, dimana ketimpangan penguasaan lewat pemberian HGU telah terjadi, maka perlu secepatnya dilakukan perubahan struktur agraria agar lebih adil sesuai dengan cita-cita konstitusi.

Penyusunan kebijakan untuk melindungi pekebun • dari eksploitasi dan ancaman dari pihak yang lebih kuat serta mendorong kemajuan dan kemandirian dari pekebun.

Adanya aturan tentang rasio kredit minimal yang • harus dikucurkan oleh perbankan pada tiap-tiap daerah dimana aspek karakter perkebunan beserta tanamannya menjadi penting agar kredit yang diberikan sesuai

Melakukan upaya praktek kerja sama antara pekebun • mandiri dan perusahaan diluar skema kemitraan dimana prinsip transparansi dan partisipasi masyarakat dengan asas-asas ideal seperti keputusan bebas didahulukan dan diinformasikan secara lengkap sejak awal (free, prior, and informed consent), tanggung-gugat, kesetaraan, dan perlindungan hukum menjadi kunci dalam perumusan, perencanaan, dan implementasi.

Pembentukan koperasi pekebun mandiri dengan unit • usaha meliputi:

Page 129: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

110

Unit simpan pinjam, sebagai salah satu upaya 1) memenuhi kebutuhan pendanaan.Unit pengadaan kebutuhan sarana produksi yang 2) merupakan wadah pembelian secara bersama atas kebutuhan usaha perkebunan seperti pupuk, bibit, benih, pembasmi hama, dll.Unit pendidikan dan pelatihan yang menjadi 3) sarana pendidikan dan pelatihan bagi pekebun yang menjadi anggota koperasi.Unit kerja sama, dalam rangka menjalin kerja sama 4) dalam bidang usaha perkebunan dengan pihak-pihak lain, terutama dengan sesama koperasi pekebun.

6.2.2. Rekomendasi Khusus

Pemerintah perlu memberlakukan moratorium 1) (penghentian) pemberian ijin perluasan kebun sawit baru oleh perusahaan swasta besar dari dalam dan luar negeri. Perlu juga moratorium pelepasan lahan oleh rakyat (masyarakat adat) kepada perusahaan swasta besar. Pemerintah harus konsisten untuk menjalankan agenda refoma agraria yang sudah dicanangkan BPN, termasuk di antaranya segera melakukan redistribusi lahan PTPN kepada buruh kebun dan pekebun rakyat (pekebun mandiri).

Penyusunan Dokumen Peta Jalan (2) Road Map) Pengembangan Perkebunan Sawit Berbasis Ekonomi Kerakyatan yang dapat menjadi panduan bersama multipihak dan perlu dibentuk Pokja yang bertugas mengawal implementasi peta jalan tersebut

Page 130: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

111

Kesimpulan dan Rekomendasi

dengan melibatkan peranserta multipihak terkait pengembangan perkebunan sawit rakyat.

Perlu dipilih wilayah untuk inkubasi model perkebunan 3) sawit berbasis ekonomi kerakyatan dan bercorak multikultur sebagai pilot-project nasional yang dapat dikerjasamakan oleh PTPN, BUMN, Pemerintah Daerah (BUMD/BPD), Koperasi Simpan Pinjam, dan Koperasi Pekebun Mandiri selama kurun waktu setidaknya 5 tahun. Sesudahnya pola ini (dapat) direplikasikan di perkebunan kelapa sawit di seluruh Indonesia dengan penyesuian pada karakteristik lokal.

Pemerintah Pusat dan Daerah melalui dana APBN/4) APBD perlu memfasilitasi aplikasi model ini utamanya dalam hal penyediaan modal usaha dan pembuatan mills atau pabrik mini pengolah kelapa sawit yang akan dimiliki dan dikelola oleh koperasi pekebun mandiri.

Perguruan tinggi dan NGO perlu lebih intensif dalam 5) memfasilitasi penguatan kapasitas dan pengembangan kelembagaan koperasi pekebun mandiri melalui program pelatihan dan pendampingan yang terfokus sesuai skema model tersebut di atas.

Page 131: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

112

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Afrizal. The Nagari Community, Business and the State: the Origin and the Process of Contemporary Agrarian Protests in West Sumatra, Indonesia. Sawit Watch. 2007

Ann Laura Stoler, Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatra, 1870 -1979. KARSA. 2005

Fadhil Hasan “Pilihan kebijakan pengembangan industri hilir CPO”, Bisnis Indonesia, 7 Feb 2007

Loekman Soetrisno, Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. P3PK, 1991

Khudori, “Titik Balik Industri Sawit” Kompas, 24 November 2008Mubyarto, “Sistem Perkebunan di Indonesia Masa lalu dan Masa

Depan” dalam Perkebunan Indonesia di Masa Depan, YAE: 1984

Vermeulen, Sonja & Nathalia Goad, Towards Better Practice in Smallholder palm oil Production, IIED, July, 2006

Patrick, Ian, Contract Farming in INdonesia: Samallholder and Agribusiness Working Together, avciar, cANBERRA, 2004

Baumann, Pari, Equity and Efficiency in contract Farming Schmes: The Experience of Agricultural Tree Crops, Working Paper, London, 2000

Page 132: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

113

Daftar Pustaka

Key, N and D. Runsten (1999), Contract farming, smallholders, and rural development in Latin America: the organisation of agroprocessing firms and the scale of outgrower production, World Development 27(2), 381-401.

SPKS. 2009. Pemerintah Indonesia melegalkan penghisapan bagi petani sawit melalui kebijakan skema penentuan harga TBS. “Melihat implementasi penerapan indek K”. Lembar Kampanye SPKS. Bogor

Yayasan Agroekonomika, Rumusan Kesimpulan dan Makalah-Makalah Seminar “Masa Depan Perkebunan di Indonesia” Tgl 29 Sept s/d 1 Oktober 1983

Wiradi, G. 2006. Tinjauan Ringkas Masalah Perkebunan Model-PIR. Bahan diskusi bulanan SW. Bogor. Perkumpulan Sawit Watch.

SURAT KABAR

Kompas, Rabu, 2 April 2008

Kompas, Selasa, 27 Juli 2004

Kompas, Jumat, 07 April 2006

PERATURAN PERUNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian

Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Page 133: Pekebun Mandiri (FINAL) - database.sawitwatch.or.iddatabase.sawitwatch.or.id/Publikasi SW/Data BUKU/Sawit Watch Buku... · Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada SAWIT

Pekebun Mandiri Dalam Industri Perkebunan Sawit di Indonesia

114

Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan

Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

WEBSITE

www.ditjenbun.deptan.go.id