206
PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA No. 010/BM/2009

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Lingkungan

Citation preview

PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

No. 010/BM/2009

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

i

P R A K A T A

Pedoman ini adalah hasil pemutakhiran dari Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan

Lingkungan Hidup Bidang Jalan Nomor: 012/PW/04 yang merupakan bagian dari

Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan.

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan berisi tentang

uraian kegiatan pembangunan jalan yang potensial menimbulkan dampak lingkungan

dan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan penerapannya dalam setiap kegiatan

tahap pelaksanaan konstruksi pembangunan jalan.

Pertimbangan perlunya dilakukan pemutakhiran terhadap Pedoman Pelaksanaan

Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan tersebut diantaranya karena:

1. Adanya perubahan dan pergantian peraturan perundang-undangan yang terkait

dengan pengelolaan lingkungan hidup dan penyelenggaraan jalan.

2. Adanya perubahan dan pergantian, pedoman, prosedur dan manual yang terkait

dengan penyelenggaraan jalan.

Kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan Pedoman

Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan ini disampaikan terima kasih.

Jakarta, 2009

Direktur Jenderal Bina Marga

A. Hermanto Dardak

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

ii

PENDAHULUAN

Dalam mengupayakan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan agar dapat

dilaksanakan dengan baik dan memenuhi azas pembangunan yang berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan, perlu disusun Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang

Jalan

Pedoman ini adalah hasil pemutakhiran dari Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan

Hidup Bidang Jalan yang merupakan bagian dari Pedoman Pengelolaan Lingkungan

Hidup Bidang Jalan yang terdiri dari 4 (empat) pedoman yaitu:

1. Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

2. Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

3. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

4. Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

Tujuan Penyusunan Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan adalah

untuk memberikan petunjuk bagi pemrakarsa atau penyelenggara jalan dan semua

pihak yang bertanggung jawab atau pihak terkait penyelenggaraan jalan dalam

memenuhi azas pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup.

Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai salah satu acuan dalam

pelaksanaan pembangunan jalan dan jembatan di tingkat pusat, provinsi, maupun

kabupaten dan kota, dalam mencegah dampak lingkungan yang mungkin terjadi pada

tahap pelaksanaan konstruksi jalan.

Lingkup dari pedoman ini menguraikan mengenai kegiatan pembangunan jalan yang

berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup dan penerapan kegiatan

pengelolaan lingkungan hidup pada: penyiapan dokumen lelang, kegiatan pengadaan

tanah, pelaksanaan konstruksi jalan, pengoperasian dan pemeliharaan jalan.

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan mencakup penerapan

pertimbangan lingkungan pada tahap pelaksanaan pembangunan jalan, sesuai dengan

peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Halaman

Prakata ....................................................................................................... i

Pendahuluan ................................................................................................ ii

Daftar Isi .................................................................................................... iii

Daftar Tabel ................................................................................................ v

Daftar Gambar v

Daftar Lampiran .......................................................................................... vi

1. RUANG LINGKUP .................................................................................. 1-90

2. ACUAN NORMATIF ................................................................................ 1-90

3. ISTILAH DAN DEFINISI ......................................................................... 3-90

4. PEMBANGUNAN JALAN DAN POTENSI DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP .......... ....................................................................................... 4-90

4.1 Kegiatan Pembangunan Jalan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan Hidup .......................................................................... 4-90

4.2 Komponen Lingkungan Hidup yang Berpotensi Terkena Dampak Pembangunan Jalan ....................................................................... 10-90

5. PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA PEMBANGUNAN JALAN .......... ....................................................................................... 17-90

5.1 Penyusunan Dokumen Lelang dan Dokumen Kontrak Kerja Pelaksanaan Konstruksi Jalan ........................................................... 17-90

5.2 Pengadaan Tanah ........................................................................... 19-90

5.3 Pelaksanaan Konstruksi Jalan ........................................................... 20-90

5.4 Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan ............................................ 38-90

5.5 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pembangunan Jalan di Daerah Sensitif 46-90

6. PELAKSANA . ....................................................................................... 82-90

6.1 Pemrakarsa Pembangunan Jalan ...................................................... 82-90

6.2 Instansi Terkait ............................................................................... 83-90

DAFTAR ISI

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

7. PEMBIAYAAN DAN KOORDINASI ............................................................ 84-90

7.1 Pembiayaan .................................................................................. 84-90

7.2 Koordinasi Pelaksanaan .................................................................. 86-90

8. DOKUMENTASI DAN PELAPORAN ............................................................ 87-90

8.1 Penyiapan Dokumen Lelang dan Dokumen Kontrak yang Memuat Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup ............................................... 87-90

8.2 Kegiatan Pengadaan Tanah ............................................................. 87-90

8.3 Pelaksanaan Konstruksi Jalan, Pengoperasian Jalan dan Pemeliharaan

Jalan .............................................................................................. 88-90

9. PENUTUP .............................................................................................. 88-90

- LAMPIRAN

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Halaman

Tabel 1. Kegiatan Pembangunan Jalan dan Potensi Dampak Terhadap

Lingkungan Hidup .................................................................... 14-90

Tabel 2. Potensi Dampak Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan ............................................................................ 40-90

Tabel 3. Potensi Dampak Pembangunan Jalan di Kawasan Hutan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan ............................................... 49-90

Tabel 4. Potensi Dampak Lingkungan Kegiatan Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan ...................................................................... 51-90

Tabel 5. Potensi Dampak Lingkungan Kegiatan Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Bencana Alam ........ 57-90

Tabel 6. Potensi Dampak Pembangunan Jalan di Kawasan Cagar Budaya dan Arahan Pengelolaannya ...................................................... 61-90

Tabel 7. Potensi Dampak Sosial Budaya Pembangunan Jalan di Daerah Komunitas rentan dan Arahan Pengelolaannya ........................... 64-90

Tabel 8. Potensi Dampak Sosial Pembangunan Jalan Di Kawasan Komersial, Permukiman dan Arahan Pengelolaannya .................. 66-90

Tabel 9. Prasarana Spesifik Kawasan Komersial/Permukiman dan Rujukan Perencanaan .............................................................. 71-90

Tabel 10. Pengelolaan Dampak Spesifik Pembangunan Jalan di Kawasan Khusus ................................................................................... 73-90

Halaman

Gambar 9.1 Bagan Peran Unit/Penanggung Jawab/Pimpinan Proyek dalam Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan .................... 90-90

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

Lampiran 1. Contoh Klausul-Klausul Spesifikasi Pekerjaan Jalan yang Terkait dengan Penanganan Dampak Lingkungan

Lampiran 2. Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan Tahap Konstruksi

a. Prosedur Penanganan Lalu Lintas b. Prosedur Penanganan Base Camp c. Prosedur Penanganan Stockpile d. Prosedur Penanganan Pengambilan Material di Quarry e. Prosedur Penanganan Limbah f. Prosedur Penanganan Erosi dan Sedimentasi g. Prosedur Penanganan Vegetasi h. Prosedur Penanganan Utilitas

Lampiran 3. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Daerah Sensitif (Ringkasan)

a. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Hutan

1. Prosedur Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Pembangunan Jalan

2. Manual Pelaksanaan Konstruksi Jalan di Kawasan Hutan 3. Manual Penanganan Dampak Pembangunan Jalan terhadap Flora

dan Fauna di Kawasan Hutan

b. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

- Manual Penanganan Dampak Pembangunan jalan Terhadap Sumber Daya Air

c. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Rawan Bencana Alam

d. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Cagar Budaya

e. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Daerah Komunitas Rentan

- Prosedur Konsultasi Masyarakat Dalam Pembangunan Jalan

f. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Komersial/Pemukiman dan Lahan Produktif

- Manual Penanganan Dampak Pencemaran Udara dan Kebisingan Lalu Lintas

g. Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Khusus

Lampiran 4. Prosedur Konsultasi Masyarakat (Ringkasan)

DAFTAR LAMPIRAN

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

1-90

PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

1. RUANG LINGKUP

Pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini memberikan petunjuk dan penjelasan tentang ketentuan-ketentuan yang harus diacu pada pelaksanaan pembangunan jalan.

Lingkup dari pedoman ini menguraikan mengenai kegiatan pembangunan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup dan penerapan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup pada: penyiapan dokumen lelang, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi jalan, pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Di samping itu juga membahas mengenai pelaksana, biaya dan koordinasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup.

Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan bagi pihak yang bertanggung jawab dan terkait dalam penyelenggaraan jalan, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun di tingkat kabupaten dan kota, guna mempermudah dan memperlancar tugasnya dalam mengantisipasi dan menangani dampak yang diakibatkan pembangunan jalan.

Tujuan disusunnya pedoman ini adalah agar kinerja dari para pihak yang terkait dengan pelaksanaan pembangunan bidang jalan dapat ditingkatkan, dalam upaya mewujudkan pembangunan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

2. ACUAN NORMATIF

Acuan dalam penyusunan pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan antara lain adalah:

• Undang-Undang

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan

Ruang - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2007 tentang Perkereta

Apian - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

2-90

• Peraturan Pemerintah

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan

• Peraturan Presiden

- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

- Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

• Keputusan Menteri dan Peraturan Menteri

- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 10/PRT/M/2008 tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi Dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

- Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup

- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

- Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2006 tentang Pinjam Pakai Kawasan Hutan

- Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.64/Menhut-II/2006 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan

- Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 tahun 2006 tentang Perubahan atas Perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

• Pedoman

- Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (08/BM/05) - Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

(011/PW/04) - Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

(012/PW/04) - Pedoman Pemantauan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan

(013/PW/04)

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3-90

3. ISTILAH DAN DEFINISI

3.1. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)

Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

3.2. Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

Telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

3.3. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)

Upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

3.4. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

3.5. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL)

Berbagai tindakan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL

3.6. Masyarakat Terkena Dampak

Masyarakat yang akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan mengalami kerugian.

3.7. Penduduk Terkena Proyek (PTP)

Penduduk yang sebagian atau seluruh tanah, bangunan, tanaman dan asset lain miliknya, atau tanah dan bangunan yang dipergunakannya akan dipakai untuk keperluan proyek pembangunan jalan.

3.8 Masyarakat Pemerhati Lingkungan

Masyarakat yang tidak terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap rencana usaha/kegiatan tersebut, maupun dampak-dampak lingkungan yang akan ditimbulkannya.

3.9 Pelaksanaan Konstruksi Jalan

Kegiatan fisik pekerjaan jalan untuk memenuhi kebutuhan transportasi jalan.

3.10. Pengoperasian Jalan

Kegiatan penggunaan jalan untuk melayani lalu lintas jalan.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4-90

3.11. Pemeliharaan Jalan

Penanganan jalan yang meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan rehabilitasi.

3.12 Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan

Pedoman yang memuat prosedur pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan pada tahap pelaksanaan konstruksi jalan.

4. PEMBANGUNAN JALAN DAN POTENSI DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP

4.1 Kegiatan Pembangunan Jalan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan Hidup

Sebelum melaksanakan pekerjaan konstruksi, pemrakarsa pembangunan jalan menyiapkan dokumen lelang dan dokumen kontrak pekerjaan konstruksi jalan. Dokumen lelang dan dokumen kontrak disiapkan dalam rangka menetapkan ketentuan dalam pelaksanaan konstruksi jalan yang harus dilaksanakan oleh pelaksana pekerjaan konstruksi jalan.

Dokumen lelang dan dokumen kontrak perlu memuat gambar-gambar dan desain teknis sebagai hasil penjabaran RKL-RPL atau UKL-UPL. Dokumen lelang dan dokumen kontrak yang memuat aspek pengelolaan lingkungan hidup tersebut perlu disiapkan dalam menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup. Apabila penjabaran RKL-RPL atau UKL-UPL tidak dimasukkan dalam dokumen lelang dan dokumen kontrak, maka akan berpotensi terhambatnya atau terabaikannya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada saat pekerjaan konstruksi.

Komponen kegiatan pembangunan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup, berdasarkan jenis kegiatan adalah sebagai berikut:

4.1.1 Pengadaan Tanah

Pengadaan tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan tanah dalam rangka pembangunan jalan dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Kegiatan pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan, dilakukan sesuai peraturan yang berlaku, yaitu berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Kegiatan pengadaan tanah berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkena pembebasan tanah, antara lain hilangnya aset, hilangnya mata pencaharian, terganggunya kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat, terjadinya keresahan masyarakat dan dapat mengganggu kamtibmas.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5-90

Pengadaan tanah dilaksanakan mengacu pada Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali dan perlu dilakukan secara tuntas sebelum pekerjaan konstruksi jalan dimulai agar tidak terjadi kendala pada pelaksanaan konstruksi.

4.1.2 Pelaksanaan Konstruksi Jalan

Potensi dampak yang ditimbulkan saat pelaksanaan konstruksi jalan mencakup kegiatan yang berlokasi di daerah yang tergolong bukan sensitif dan di daerah sensitif. Karena karakteristiknya yang khas/spesifik, maka dampak negatif yang akan timbul oleh suatu kegiatan di daerah sensitif potensinya lebih besar dibandingkan di daerah bukan sensitif. Bila kegiatan pembangunan jalan melalui daerah sensitif, maka harus memenuhi ketentuan perizinan yang diatur oleh pemerintah daerah menurut kewenangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4.1.2.1 Persiapan Pekerjaan Konstruksi Jalan

1) Mobilisasi Tenaga Kerja

Kegiatan mobilisasi tenaga kerja mencakup pengadaan tenaga kerja oleh kontraktor pelaksana proyek. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan proyek dengan berbagai kualifikasi keahlian dan atau keterampilan maka pemrakarsa dan atau kontraktor memberi kesempatan yang sama bagi masyarakat setempat yang ada di lokasi proyek maupun dari luar lokasi proyek.

Penerimaan tenaga kerja berpotensi menimbulkan dampak terjadinya kecemburuan sosial dan keresahan masyarakat. Di samping itu juga berpotensi terjadinya penyebaran penyakit menular antara lain HIV/AIDS, hepatitis, penyakit genitalis terhadap masyarakat setempat akibat interaksi sosial.

2) Mobilisasi Peralatan Berat

Kegiatan mobilisasi peralatan berat mencakup pengadaan peralatan berat yang akan dipakai untuk pelaksanaan proyek, diantaranya: bulldozer, exacavator, wheel loader, dump truck, vibrator roller, truck mixer, dan lain-lain.

Termasuk dalam mobilisasi peralatan berat adalah kegiatan demobilisasi peralatan berat setelah pelaksanaan proyek selesai. Potensi dampak lingkungan yang terjadi adalah kerusakan jalan dan terganggunya lalu lintas.

3) Pembangunan Jalan Masuk atau Jalan Akses

Pembangunan jalan masuk atau jalan akses diperlukan untuk mobilisasi peralatan dan kendaraan masuk ke lokasi proyek.

Pembangunan jalan akses ini dapat berupa pembuatan jalan baru atau peningkatan kondisi jalan yang ada, sehingga dapat dilalui oleh peralatan dan kendaraan proyek. Dampak lingkungan yang potensial terjadi adalah pencemaran udara (sebaran debu), meningkatnya kebisingan dan terganggunya lalu lintas.

4) Pembangunan Base Camp

Pembangunan base camp untuk menunjang kegiatan pelaksanaan konstruksi jalan umumnya dibangun di sekitar lokasi proyek. Pembangunan base camp mencakup kantor proyek, gudang material, bengkel, stone crusher, batching plan, stockpile, penyimpanan peralatan berat dan barak untuk pekerja.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

6-90

Potensi dampak lingkungan akibat pembangunan base camp antara lain berubahnya penggunaan lahan, pencemaran udara (sebaran debu) dan meningkatnya kebisingan.

4.1.2.2 Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Jalan

a. Di Lokasi Tapak Proyek

1) Pembersihan Lahan

Pekerjaan pembersihan lahan merupakan tahap awal pelaksanaan konstruksi jalan yang mencakup pembersihan vegetasi (semak belukar, perdu dan pohon-pohon), bangunan, saluran dan utilitas (jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, jaringan air bersih/air minum, jaringan gas, jaringan bahan bakar minyak dan gas) dan penanganan sisa pembersihan lahan. Peralatan yang digunakan adalah alat manual (antara lain gergaji, kapak, sabit dan lain-lain) dan peralatan mekanik (chain saw dan buldozer) untuk pembersihan lahan yang relatif luas.

Potensi dampak akibat pembersihan lahan adalah hilangnya vegetasi, rusak dan atau terganggunya utilitas umum, pencemaran udara, meningkatnya kebisingan dan pencemaran kualitas air permukaan. Dampak lanjut dari terganggunya atau rusaknya utilitas umum adalah terganggunya kegiatan sosial ekonomi masyarakat pengguna utilitas umum.

2) Pekerjaan Tanah

Pekerjaan tanah mencakup pengupasan tanah atas (top soil), penggalian dan penimbunan tanah. Pengupasan tanah atas dilakukan sebelum pekerjaan galian dan timbunan yaitu dengan cara memindahkan atau menyingkirkan lapisan tanah atas yang subur biasanya dimanfaatkan untuk menyuburkan tanaman pada pekerjaan lansekap. Penggalian dan penimbunan dimaksudkan untuk mengurangi atau menambah tanah atau batuan dari elevasi tanah asli, sehingga mencapai tanah dasar yang direncanakan.

Peralatan yang digunakan dalam pekerjaan tanah antara lain: bulldozer, loader, penggilas, motor grader, scraper, dump truck dan excavator. Pada kondisi lahan berbatu biasanya dilakukan peledakan untuk selanjutnya memudahkan dalam perataan (grading).

Potensi dampak lingkungan pada pekerjaan tanah adalah pencemaran udara (debu), meningkatnya kebisingan, pencemaran air permukaan dan air tanah, terganggunya stabilitas lereng (longsor dan erosi), perubahan bentang alam dan terganggunya situs atau cagar budaya.

3) Pekerjaan Drainase

Pembuatan saluran drainase bertujuan untuk menyalurkan air dari badan jalan ke pembuangan. Saluran drainase terletak pada tepi jalan (side drain), memotong jalan (cross drain) dan median jalan (median drain) dengan jenis bangunannya berupa parit dan gorong-gorong (box culvert dan pipe culvert). Peralatan yang digunakan antara lain adalah peralatan manual yaitu pacul, sekop dan peralatan mekanis yaitu excavator.

Pada waktu pelaksanaan pekerjaan drainase dibuatkan saluran sementara untuk mengalirkan air yang ada di sekitar lokasi proyek, untuk mencegah terjadinya genangan atau banjir. Pekerjaan galian saluran dilakukan dengan

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

7-90

excavator dan tenaga manusia, kemudian tanah galian pekerjaan ini diangkut dengan dump truck untuk ditempatkan di tempat yang telah ditentukan sesuai dengan perencanaan.

Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan drainase adalah terganggunya pola aliran permukaan alami, pencemaran kualitas air permukaan dan gangguan lalu lintas.

4) Pekerjaan Badan Jalan

Pekerjaan konstruksi badan jalan dan lapis perkerasan dengan jenis dan ketebalan yang disesuaikan dengan rencana dapat berupa:

a) Lapis atas permukaan; b) Lapis pondasi atas; c) Lapis pondasi bawah; d) Tanah dasar.

Pekerjaan pondasi mencakup penghamparan material, pencampuran, penataan dan pemadatan material. Peralatan yang digunakan antara lain alat penghampar, alat perata dan alat pemadat material.

Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan konstruksi badan jalan adalah pencemaran udara (debu), meningkatnya kebisingan dan terganggunya lalu lintas.

5) Pekerjaan Jembatan

Pekerjaan jembatan mencakup pembuatan bangunan bawah/pondasi (antara lain yaitu tiang pancang, abutment, poer, pilar, oprit) dan bangunan atas/rangka baja atau beton termasuk lantai jembatan.

Pemancangan tiang pancang umumnya menggunakan bor (bor pile) atau paku bumi (pile hummer). Bor pile umumnya digunakan atas pertimbangan kondisi tanah dan kondisi lingkungan di sekitarnya yang relatif dekat dengan bangunan rumah, dan utilitas umum. Pile hummer umumnya digunakan berdasarkan pertimbangan kondisi lapisan tanah dan kondisi eksisting kegiatan sekitarnya yang relatif jauh dari bangunan rumah dan utilitas umum, sehingga dapat terhindar dari gangguan getaran yang dapat menimbulkan kerusakan terhadap bangunan dan utilitas umum.

Potensi dampak lingkungan pada pekerjaan jembatan adalah meningkatnya kebisingan, meningkatnya getaran, terganggunya lalu-lintas dan pencemaran kualitas air permukaan.

6) Penghijauan dan Pertamanan

Penghijauan dan pertamanan mencakup pemasangan gembalan rumput, penanaman tanaman berupa semak, perdu dan pohon di tepi jalan dan median jalan serta pulau jalan. Jenis tanaman yang ditanam harus memenuhi kriteria manfaatnya dan pertimbangan keselamatan pengguna jalan. Tujuan penghijauan ini adalah untuk mengurangi pencemaran udara, mengurangi tingkat kebisingan, mencegah erosi dan longsor serta fungsi estetika.

Potensi dampak positif lingkungan pada penghijauan dan pertamanan adalah mencegah dan mengurangi longsor dan erosi, mengurangi kebisingan, mengurangi pencemaran udara, meningkatkan estetika lingkungan dan kenyamanan para pemakai jalan.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

8-90

7) Pemasangan Perlengkapan Jalan

Pemasangan perlengkapan jalan antara lain adalan pemasangan pagar, guard rail, trotoir, rambu lalu lintas, penerangan jalan dan marka jalan. Tujuannya adalah untuk melancarkan lalu lintas dan mencegah kecelakaan lalu lintas. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah arus lalu lintas di sekitar lokasi kegiatan yang dapat terganggu.

Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan ini adalah terganggunya lalu-lintas dan kecelakaan lalu lintas.

8) Pembuangan Material Sisa Pembersihan Lahan dan Sisa Pekerjaan Konstruksi

Material sisa pembersihan lahan yang berupa vegetasi (semak belukar dan pohon), puing-puing sisa bangunan yang telah dibongkar ditangani dengan cara dibuang atau ditempatkan sesuai ketentuan atau memanfaatkan material sisa yang masih bisa dimanfaatkan. Demikian juga halnya terhadap material sisa pekerjaan konstruksi antara lain kayu, kerikil, batu, material timbun, aspal, pasir, baja dan lain-lain dapat dimanfaatkan kembali (re use) atau tidak dibuang.

Potensi dampak dari material sisa tersebut bila tidak ditangani, maka akan menimbulkan genangan air dan menurunnya estetika lingkungan serta terganggunya kenyamanan masyarakat.

b. Di Lokasi Quarry dan Jalur Pengangkutan Material

1) Pengambilan Material Bangunan dari Quarry

Pengambilan material bangunan yaitu tanah, agregat (pasir dan batu) dari lokasi quarry atau borrow area yang ditangani proyek dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, di antaranya tidak membahayakan kestabilan lereng yang terbentuk, tidak mencemari badan air yang berada di hilirnya, serta melakukan reklamasi setelah kegiatan selesai.

Lokasi quarry dan borrow area bisa berada di sungai, darat atau bukit. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan material ini antara lain exavator, peralatan manual atau menggunakan bahan peledak.

Potensi dampak lingkungan akibat pengambilan material di sungai adalah degradasi dasar sungai, pencemaran kualitas air sungai dan terganggunya biota air serta longsor tebing sungai. Bila pengambilan material dari bukit atau gunung maka potensi dampaknya adalah perubahan bentang lahan, erosi dan longsor. Sedangkan bila pengambilan material di daratan maka dapat menimbulkan dampak perubahan bentang alam, terbentuknya lubang-lubang besar, longsor dan genangan air.

2) Pengangkutan Material Bangunan

Pengangkutan material bangunan yang diperlukan dalam pekerjaan konstruksi jalan umumnya diangkut menggunakan truk dari sumbernya ke lokasi proyek melalui jalan akses dan/atau jalan umum.

Potensi dampak akibat kegiatan ini adalah terganggunya lalu-lintas, pencemaran udara (debu), meningkatnya kebisingan dan terganggunya kenyamanan masyarakat.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

9-90

c. Di Lokasi Base Camp

- Pengoperasian Base Camp

Di dalam base camp terdapat kegiatan kantor kontraktor, gudang, bengkel, batching plant, stone crusher, stockpile dan mungkin pembuatan beton pracetak, penyimpanan peralatan berat, dan barak tempat istirahat tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan konstruksi jalan.

Base camp juga dilengkapi dengan bangunan sanitasi antara lain tempat sampah, jamban (MCK) dengan spesifikasi yang mengacu kepada standar yang ada mengenai kapasitas, sistem penyediaan air bersih, bahan bangunan, konstruksi, plumbing (air bersih, air kotor, drainase).

Kegiatan karyawan kantor di base camp umumnya menghasilkan limbah domestik berupa sampah padat, cair dan tinja, hasil pencucian peralatan dan kendaraan proyek dan ceceran sisa pelumas.

Pada pengoperasian base camp juga umumnya dilakukan pengaturan lalu lintas di sekitarnya, karena banyaknya kendaraan dan peralatan proyek yang keluar masuk ke base camp, di antaranya dengan rambu-rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas dan petugas pengatur lalu lintas.

Potensi dampak pengoperasian base camp terhadap lingkungan adalah pencemaran udara, meningkatnya kebisingan, pencemaran air, pencemaran tanah dan menurunnya estetika.

4.1.3 Pengoperasian Jalan dan Pemeliharaan Jalan

Pengoperasian jalan dan pemeliharaan jalan yang telah selesai tahap konstruksinya berpotensi menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.

a. Pengoperasian Jalan

Pengoperasian jalan merupakan kegiatan penggunaan jalan untuk melayani lalu lintas jalan. Pengoperasian jalan harus memenuhi standar pelayanan minimal jalan. Pada awal pengoperasian jalan, frekuensi lalu lintas di jalan masih belum terlalu padat tetapi seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan daerah sekitar, volume kendaraan makin meningkat, yang akan mempengaruhi pelayanan jalan .

Pertumbuhan lalu lintas yang meningkat akan berpotensi menimbulkan peningkatan pencemaran kualitas udara (debu, partikel, CO2, SO2, NO2, CO, HC) dan meningkatnya kebisingan serta meningkatnya getaran akibat kendaraan bermotor. Dampak lain adalah terhadap mobilitas penduduk, perubahan penggunaan lahan dan kegiatan informal di sekitar RUMIJA menimbulkan pengurangan atau gangguan kapasitas jalan (side friction) yang berpotensi mengakibatkan kemacetan lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas.

b. Pemeliharaan Jalan

Setelah dioperasikan beberapa waktu, jalan akan mengalami kerusakan dengan demikian perlu dilakukan upaya pemeliharaan agar tidak terjadi kerusakan yang lebih lanjut. Kegiatan pemeliharaan pada umumnya ditujukan untuk mencegah setiap kerusakan lebih lanjut sehingga fungsi pelayanan jalan tidak menurun.

Kegiatan pemeliharaan jalan meliputi pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan rehabilitasi jalan.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

10-90

Potensi dampak akibat pemeliharaan jalan adalah terjadinya gangguan lalu-lintas, kecelakaan lalu lintas dan berkurangnya kenyamanan pengguna jalan.

4.2 Komponen Lingkungan Hidup yang Berpotensi Terkena Dampak Pembangunan Jalan

Komponen lingkungan hidup yang berpotensi dapat terkena dampak akibat kegiatan pembangunan jalan yaitu komponen fisik kimia, biologi, sosial ekonomi budaya dan kesehatan masyarakat.

4.2.1 Komponen Fisik Kimia

a. Kualitas udara

Kualitas udara yang dimaksud adalah kualitas udara ambien yaitu udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya.

Kualitas udara yang dimaksud dalam pedoman ini mencakup parameter gas, partikel dan debu.

- Parameter gas mencakup Sulfur Dioxida (SO2), Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO2), Hidrokarbon (HC) dalam µg/Nm3.

- Parameter partikulat mencakup Partikulat Matter (PM10) < 10 µm dan Partikulat Matter (PM2.5) < 2.5 µm.

- Parameter debu (µg Nm3).

Parameter-paremeter tersebut di atas adalah komponen unsur yang akan terpengaruh/terkena dampak langsung akibat kegiatan pembangunan jalan. Kadar unsur-unsur tersebut akan meningkat jika dalam pelaksanaan pembangunan jalan tidak diikuti upaya pengelolaan dampak.

Kualitas udara dapat terganggu oleh sumber pencemar antara lain mesin yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) yang penyebarannya berasal dari sumber bergerak (kendaraan bermotor) dan sumber tidak bergerak (antara lain generator set, mesin pemecah batu/ stone crusher dan lain-lain). Dampak lanjut dari terganggunya kualitas udara terhadap kesehatan dan kenyamanan manusia antara lain:

- Debu : menyebabkan iritasi kulit, iritasi mata, sesak nafas, bronchitis dan fibriosis paru-paru.

- SO2 : menyebabkan bau yang tidak enak, konjungtiva mata, pusing, mual, batuk dan oedema paru-paru.

- CO : mengurangi kandungan O2 dalam darah, sehingga menimbulkan nafas pendek, sakit kepala, pusing, melemahnya daya penglihatan dan pendengaran.

- NO2 : mengganggu sistem pernafasan.

- HC : menyebabkan leukemia dan kanker.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 19991 tentang Pengendalian Pencemaran Udara menjelaskan antara lain: setiap orang atau penanggung jawab kegiatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara wajib menanggung biaya penanggulangan pencemaran udara dan biaya

1 Apabila ada Peraturan Gubernur setempat tentang baku mutu yang lebih ketat nilainya,maka yang dipakai sebagai acuan adalah baku mutu dengan nilai yang lebih ketat tersebut.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

11-90

pemulihannya atau diancam dengan pidana. Tindakan penanggulangan dan pemulihan pencemaran udara tersebut diatur dengan Pedoman Teknis yang dikeluarkan oleh Kepala Instansi yang bertanggung jawab menetapkan pedoman tersebut. Apabila akibat pencemaran udara tersebut ada pihak-pihak yang dirugikan maka penanggung jawab kegiatan wajib membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Tata cara penetapan besarnya ganti rugi dan cara pembayarannya ditetapkan oleh menteri.

b. Kebisingan

Kebisingan yang dimaksud adalah bunyi yang tidak diinginkan dari suatu kegiatan yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan manusia. Tingkat kebisingan dinyatakan dalam satuan desibel (Db(A)).

Kegiatan yang dapat menimbulkan kebisingan antara lain pengoperasian kendaraan dan peralatan. Dampak dari kebisingan adalah terganggunya kesehatan dan kenyamanan antara lain: gangguan pendengaran, gangguan percakapan, gangguan tidur, gangguan psikologis, gangguan produktivitas kerja dan gangguan emosional.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep 48/MENLH/ XI/19961 tentang Baku Tingkat Kebisingan menjelaskan bahwa setiap penanggung jawab kegiatan wajib mentaati baku tingkat kebisingan, memasang alat pencegah kebisingan dan melaporkan hasil pemantauan tingkat kebisingan.

c. Getaran

Getaran yang dimaksud adalah getaran mekanik yang ditimbulkan oleh peralatan kegiatan. Getaran dapat menimbulkan gangguan kesehatan, gangguan kenyamanan dan gangguan keutuhan bangunan.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep 49/MENLH/XI/19961 menjelaskan antara lain bahwa setiap penanggung jawab kegiatan wajib mentaati baku tingkat getaran, memasang alat pencegah getaran dan melaporkan hasil pemantauan tingkat getaran.

d. Kualitas air

Kualitas air yang dimaksud adalah kondisi kualitas air yang diukur dan diuji berdasarkan parameter-parameter dan metode tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Parameter kualitas air berdasarkan kelas yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 20011 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air mencakup parameter fisik, kimia organik, mikrobiologi, radioaktivitas dan kimia organik. Parameter kualitas air yang terkait dengan kegiatan pembangunan jalan antara lain adalah parameter fisik (residu terlarut, residu tersuspensi), kimia organik (Ph, BOD, DO, NO3, NH3), mikrobiologi (coliform dan coli tinja), kimia organik (minyak dan lemak, detergen) dan parameter lain yang relevan.

Pencemaran air dapat terjadi di sungai, danau, rawa, di laut akibat pekerjaan konstruksi jalan, pengambilan material bangunan dan pengoperasian base camp.

1 Apabila ada Peraturan Gubernur setempat tentang baku mutu yang lebih ketat nilainya,maka yang dipakai sebagai acuan adalah baku mutu dengan nilai yang lebih ketat tersebut.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

12-90

Dampak lanjut pencemaran kualitas air antara lain gangguan kehidupan biota air dan terhadap penduduk yang menggunakan perairan dalam kehidupannya.

e. Tanah

Tanah yang dimaksud adalah salah satu komponen lahan berupa lapisan atas bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik yang mempunyai sifat fisik, kimia, biologi dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia. Kerusakan tanah atau pencemaran tanah terjadi bila suatu kegiatan menimbulkan perubahan sifat dasar tanah yang melampaui baku kerusakan tanah.

Parameter tanah mencakup ketebalan solum, kebatuan permukaan, komposisi fraksi, berat isi, porositas total, derajat pelulusan air, Ph, daya hantar listrik (DHL), redoks dan jumlah mikroba serta jumlah erosi.

Pembangunan jalan yang berpotensi dapat merusak atau mencemari tanah adalah pembersihan tanah, pekerjaan tanah dan pengoperasian base camp.

f. Lahan

Lahan yang dimaksud adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya mencakup semua sifat biosfer, atmosfer, tanah, geologi, topografi, hidrologi, populasi flora, fauna dan hasil kegiatan manusia. Pembangunan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak terjadinya perubahan penggunaan lahan adalah pengadaan lahan, pekerjaan tanah, pembangunan base camp, pengambilan material dan pengoperasian jalan.

4.2.2 Komponen Biologi

Komponen biologi yang dimaksud dalam pedoman ini mencakup flora dan fauna yang ada di dalam lokasi dan sekitar lokasi pembangunan jalan.

a. Flora

Flora yang dimaksud adalah tumbuhan dan tanaman yang hidup pada suatu ekosistem, di antaranya hutan, sungai, pantai, rawa, mangrove, perkebunan, sawah, pekarangan dan lainnya.

Parameter flora mencakup keberadaan jenis, status keberadaan jenis, kelimpahan (populasi), fungsi dan habitat.

- Status keberadaan jenis yang dimaksud adalah status dari jenis tumbuhan atau tanaman tergolong langka, dilindungi undang-undang atau endemik.

- Manfaat atau fungsi mencakup fungsi ekologis, ekonomis dan estetis. - Kelimpahan atau jumlah jenis (populasi) yang dimaksud adalah perkiraan

jumlah jenis yang ada berdasarkan hasil penghitungan menggunakan metode ilmiah yang lazim melalui observasi atau berdasarkan informasi yang telah ada dari data sekunder.

- Habitat yang dimaksud adalah tempat hidup tumbuhan termasuk melangsungkan daur hidupnya.

b. Fauna

Fauna yang dimaksud adalah hewan atau satwa yang tergolong liar (tidak di budidaya) dan satwa budidaya:

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

13-90

- Status keberadaan jenis yang dimaksud adalah status jenis satwa yang ada pada suatu daerah antara lain langka, dilindungi undang-undang atau endemik.

- Manfaat atau fungsi mencakup fungsi sebagai satwa mempunyai nilai ekologis, ekonomi dan estetis.

- Kelimpahan atau jumlah jenis (populasi) yang dimaksud adalah perkiraan jumlah jenis yang ada berdasarkan hasil penghitungan menggunakan metode ilmiah yang lazim melalui survai observasi atau informasi data sekunder.

- Habitat yang dimaksud adalah tempat hidup satwa termasuk melangsungkan daur hidupnya.

c. Biota Air

Biota air yang dimaksud adalah organisme (makhluk hidup) yang hidup di air baik di dalam air (submerged), di dasar (benthic) atau di permukaan air (emerged) yang termasuk flora maupun fauna. Komponen biota air yang mencakup plankton, nekton dan benthos.

- Plankton adalah organisme air yang hidup melayang di dalam atau permukaan air baik hewan atau tumbuhan yang mempunyai ukuran mikroskopis atau dapat dilihat langsung. Plankton berperan dalam keseimbangan ekosistem perairan antara lain dalam rantai makanan (food web).

- Benthos adalah organisme air yang hidup di dasar perairan (media dasar perairan) baik hewan atau tumbuhan yang berukuran mikroskopis atau dapat dilihat langsung. Benthos berperan dalam keseimbangan ekosistem perairan antara lain dalam rantai makanan.

- Nekton adalah organisme air yang hidup melayang dan aktif di dalam air. Pada pedoman ini yang termasuk nekton adalah difokuskan pada perikanan. Nekton berperan dalam keseimbangan ekosistem perairan antara lain dalam rantai makanan.

- Kelimpahan biota air yang dimaksud adalah perkiraan jumlah jenis (populasi) yang dapat dihitung berdasarkan hasil perhitungan dengan mengambil cuplikan (sampel) maupun informasi data sekunder menggunakan metode yang lazim.

- Status keberadaan jenis yang dimaksud adalah status jenis yang ada pada daerah tertentu yang tergolong langka, dilindungi undang-undang atau endemik.

- Manfaat atau fungsi dari biota air mencakup fungsi ekologis, ekonomis atau estetis.

- Habitat yang dimaksud adalah tempat biota air hidup termasuk melangsungkan daur hidupnya.

4.2.3 Komponen Sosial Ekonomi Budaya

a. Keresahan masyarakat

Keresahan masyarakat yang dimaksud adalah perasaan resah yang timbul karena khawatir sehingga menimbulkan tidak tenang, tidak nyaman, tertekan dan gelisah yang terjadi pada orang atau sekelompok orang (penduduk).

b. Kecemburuan sosial

Kecemburuan sosial yang dimaksud adalah perasaan yang timbul pada orang atau sekelompok orang yang merasa hak-haknya tidak diperoleh atau berkurang dan beranggapan hak tersebut diambil oleh orang lain atau sekelompok orang lain.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

14-90

c. Utilitas Umum

Utilitas yang dimaksud adalah fasilitas umum yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang mempunyai sifat pelayanan lokal maupun wilayah di luar bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan. Termasuk dalam utilitas adalah jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, jaringan air bersih, jaringan distribusi gas dan bahan bakar minyak, jaringan sanitasi dan lain-lain.

d. Mata pencaharian

Mata pencaharian adalah kegiatan pokok untuk menopang kehidupan seseorang atau keluarga.

e. Aset

Aset yang dimaksud adalah lahan, bangunan, tanaman dan benda-benda yang terkait dengan tanah yang mempunyai nilai finansial atau sosial.

f. Kegiatan sosial ekonomi budaya

Kegiatan sosial ekonomi budaya yang dimaksud adalah kegiatan orang atau sekelompok orang yang terkait dengan aspek sosial ekonomi budaya.

g. Lalu lintas

Lalu lintas yang dimaksud adalah lalu lintas kendaraan pada suatu ruas jalan.

h. Mobilitas

Mobilitas yang dimaksud adalah pergerakan atau mobilitas orang atau sekelompok orang sesaat atau rutin pada suatu tempat ke tempat lain.

4.2.4 Kesehatan Masyarakat

a. Kesehatan

Kesehatan yang dimaksud adalah kesehatan yang berkaitan dengan kondisi organ-organ tubuh yang mencakup sistem pernafasan (respirasi), sistem peredaran darah (transportasi), sistem pencernaan (digestiva), sistem syaraf (neuron), sistem hormonal dan sistem lainnya.

b. Kenyamanan

Kenyamanan yang dimaksud adalah keadaan lingkungan dari orang atau kelompok orang yang dapat menimbulkan rasa tenang, aman, sehat sehingga dapat melakukan kegiatan setiap saat dengan sebaik-baiknya tanpa merasa khawatir.

Komponen kegiatan pembangunan jalan dan potensi dampak lingkungan digambarkan secara singkat pada Tabel 1.

Tabel 1: Kegiatan Pembangunan Jalan dan Potensi Dampaknya Terhadap Lingkungan Hidup

Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan

Potensi Dampak Lingkungan

A. Pengadaan Tanah

a. Keresahan masyarakat; b. Hilangnya aset; c. Hilangnya mata pencaharian; d. Terganggunya kegiatan sosial

ekonomi budaya.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

15-90

Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan

Potensi Dampak Lingkungan

B. Pelaksanaan Konstruksi Jalan Persiapan Pekerjaan Konstruksi 1. Mobilisasi tenaga kerja

a. Kecemburuan sosial; b. Peningkatan kesempatan kerja (dampak positif);

c. Potensi penyebaran penyakit menular antara lain: HIV/AID, hepatitis, dan lain-lain.

2. Mobilisasi peralatan berat a. Kerusakan jalan; b. Terganggunya lalu lintas.

3. Pembuatan jalan masuk/akses a. Pencemaran udara (debu); b. Meningkatnya kebisingan; c. Terganggunya lalu lintas.

4. Pembangunan base camp a. Berubahnya penggunaan lahan; b. Pencemaran udara (debu); c. Meningkatnya kebisingan.

Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi a. Di lokasi proyek

1. Pembersihan lahan

a. Hilangnya vegetasi; b. Pencemaran udara (debu); c. Meningkatnya kebisingan; d. Terjadinya longsor dan erosi; e. Kerusakan atau terganggunya utilitas umum jaringan listrik, telekomunikasi, air minum/bersih, gas, bahan bakar minyak (BBM) dan gas (BBG).

2. Pekerjaan tanah

a. Pencemaran udara (debu); b. Meningkatnya kebisingan; c. Terganggunya stabilitas lereng, longsor dan erosi;

d. Pencemaran air permukaan dan air tanah;

e. Terganggunya pola aliran air tanah dan air permukaan;

f. Perubahan bentang alam atau lansekap.

3. Pekerjaan drainase a. Terganggunya aliran air permukaan dan pencemaran kualitas air;

b. Terganggunya lalu lintas; c. Terganggunya aksesibilitas.

4. Pekerjaan badan jalan

a. Pencemaran udara (debu); b. Meningkatnya kebisingan; c. Terganggunya lalu lintas.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

16-90

Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan

Potensi Dampak Lingkungan

5. Pekerjaan jembatan a. Meningkatnya kebisingan; b. Meningkatnya getaran; c. Terganggunya lalu lintas; d. Pencemaran kualitas air sungai.

6. Penghijauan dan pertamanan a. Mengurangi longsor dan erosi;

b. Peningkatan estetika; c. Menurunkan pencemaran udara (debu, CO, SO2, NO2, HC).

7. Pemasangan perlengkapan jalan - Terganggunya lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas

8. Pembuangan sisa pembersihan lahan dan sisa pekerjaan konstruksi

a. Terganggunya aliran permukaan; b. Menurunnya estetika; c. Terganggunya kenyamanan masyarakat;

d. Pencemaran tanah.

b. Di lokasi Quarry dan jalur pengangkutan material

1. Pengambilan material

1.1. Pengambilan material di quarry (di darat/di bukit atau gunung)

a. Pencemaran udara (debu); b. Meningkatnya kebisingan; c. Terjadinya lubang dan genangan; d. Terganggunya aliran air permukaan; e. Longsor dan erosi.

1. 2.Pengambilan material bangunan di quarry (di sungai)

a. Degradasi sungai yang dapat mengganggu stabilitas bangunan sungai;

b. Pencemaran air sungai; c. Terganggunya biota air.

2. Pengangkutan material bangunan

a. Pencemaran udara (debu, CO, SO2, NO2, HC);

b. Meningkatnya kebisingan; c. Kerusakan jalan; d. Terganggunya lalu lintas; e. Terganggunya kenyamanan masyarakat.

c. Di lokasi Base camp

1. Pengoperasian base camp (barak pekerja, kantor, stockpile, bengkel, gudang, stone crusher dan AMP)

a. Pencemaran udara (debu); b. Meningkatnya kebisingan; c. Pencemaran air permukaan ; d. Pencemaran tanah ; e. Terganggunya lalu lintas ; f. Kondisi kamtibmas.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

17-90

Kegiatan yang Berpotensi Menimbulkan Dampak Lingkungan

Potensi Dampak Lingkungan

C. Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan 1. Pengoperasian jalan

a. Pencemaran udara (debu/partikel,

CO2, SO2, NO2, CO, HC); b. Meningkatnya kebisingan; c. Meningkatnya getaran; d. Kecelakaan lalu lintas; e. Perubahan penggunaan lahan yang

tak terkendali di RUMIJA (side friction);

f. Meningkatnya mobilitas penduduk; g. Terganggunya jalur

perlintasan/mobilitas satwa dilindungi;

h. Potensi genangan atau banjir.

2. Pemeliharaan jalan - Terganggunya lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas.

5. PELAKSANAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA PEMBANGUNAN JALAN

5.1 Penyusunan Dokumen Lelang dan Dokumen Kontrak Kerja Pelaksanaan Konstruksi Jalan

Dokumen lelang pekerjaan jalan adalah untuk pelaksanaan konstruksi jalan. Dokumen lelang disiapkan oleh penyelenggara jalan atau penanggung jawab pembangunan jalan dalam rangka mengundang penyedia jasa konstruksi jalan (kontraktor pelaksana konstruksi jalan) untuk berpartisipasi dalam pembangunan jalan.

Apabila pihak penanggung jawab atau penyelenggara jalan telah menentukan penyedia jasa konstruksi (kontraktor pelaksana konstruksi jalan), maka dibuat kesepakatan kerja yang dituangkan dalam dokumen kontrak kerja.

Dokumen kontrak kerja merupakan keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam pelaksanaan konstruksi jalan.

Tujuan dari penyiapan dokumen lelang dan kontrak kerja yang memuat aspek pengelolaan lingkungan adalah agar pihak kontraktor pelaksana konstruksi jalan atau penyedia jasa konstruksi menjamin pelaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pada saat pekerjaan konstruksi jalan. Tahapan ini perlu mendapat perhatian khusus karena pada umumnya belum dilaksanakan dengan baik, dan menyebabkan biaya pengelolaan dampak lingkungan belum diakomodasi dalam dokumen kontrak sehingga menjadi salah satu titik lemah pelaksanaan pengelolaan dampak lingkungan bidang jalan.

Pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dilaksanakan antara lain adalah:

a. Penyusunan dokumen lelang pekerjaan konstruksi jalan yang mencantumkan persyaratan pengelolaan lingkungan hidup sesuai yang diuraikan dalam RKL-RPL atau UKL-UPL dan telah dijabarkan dalam gambar kerja dan spesifikasi teknis atau desain teknis;

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

18-90

b. Penyusunan dokumen kontrak kerja pelaksanaan konstruksi jalan yang mencantumkan persyaratan pengelolaan lingkungan hidup yang dijabarkan dalam gambar kerja dan spesifikasi teknis sesuai dengan yang telah diuraikan dalam dokumen RKL-RPL atau UKL-UPL yang telah dimuat dalam dokumen lelang.

c. Ketentuan atau persyaratan pengelolaan lingkungan hidup dalam dokumen lelang dan dokumen kontrak harus diuraikan secara rinci dan jelas agar tidak terjadi adanya salah pengertian oleh pelaksana pekerjaan konstruksi jalan. Hal-hal yang perlu dicantumkan dalam kontrak antara lain:

1. Pada bagian: Syarat Kontrak

Pada bagian ini perlu dicantumkan adanya definisi pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Selain itu perlu dicantumkan dengan jelas, ketentuan bahwa kontraktor pelaksana harus bertanggung jawab menangani dampak dampak yang timbul akibat pekerjaan konstruksi, termasuk biaya yang diperlukan, dan ketentuan bila dalam pelaksanaan pekerjaan ditemukan daerah sensitif di lokasi kegiatan atau di sekitarnya.

2. Pada bagian: Spesifikasi

Untuk setiap komponen pekerjaan yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan, perlu dicantumkan tata cara pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup untuk menangani dampak lingkungan hidup yang terjadi. Salah satu acuan yang perlu dicantumkan adalah Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan. Di samping itu juga perlu dicantumkan penggunaan material atau bahan yang ramah lingkungan.

3. Pada bagian: Daftar kuantitas (Bill of Quantities)

Untuk setiap komponen pekerjaan yang perlu melakukan kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dapat mencantumkan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut (bila ada).

4. Pada bagian: Gambar

Pada bagian ini perlu dicantumkan gambar kerja untuk menangani dampak lingkungan hidup yang terjadi, yang merupakan penjabaran dari dokumen RKL-RPL atau UKL-UPL dalam perencanaan teknis.

d. Rencana Kerja Kontraktor.

Penyusunan rencana kerja yang disusun oleh kontraktor harus mencantumkan aspek pengelolaan lingkungan hidup sesuai dalam dokumen kontrak. Hal tersebut diperlukan untuk dapat memberi jaminan bahwa aspek pengelolaan lingkungan hidup yang telah diuraikan dalam dokumen kontrak akan dilaksanakan oleh kontraktor pelaksana.

Bila dalam dokumen kontrak belum atau tidak tercantum aspek pengelolaan lingkungan hidup, maka kontraktor pelaksana dalam menyusun rencana kerjanya dapat mengacu pada Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan.

Rencana kerja kontraktor akan dibahas pada rapat persiapan pelaksanaan konstruksi (Pre Construction Meeting/PCM) setelah penandatanganan kontrak kerja. Hasil rapat persiapan pelaksanaan pekerjaan termasuk rencana pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup akan menjadi masukan dan dibahas serta disepakati dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi jalan.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

19-90

Dokumen terkait dan yang dapat dipakai sebagai acuan dalam penyiapan dokumen lelang dan dokumen kontrak yang memuat aspek pengelolaan lingkungan hidup, antara lain:

- Dokumen RKL-RPL atau UKL-UPL - Dokumen rencana teknis pembangunan jalan - Pedoman Mitigasi Dampak Standar pada Pekerjaan Konstruksi Jalan

Contoh klausul-klausul spesifikasi pekerjaan jalan yang terkait dengan penanganan dampak lingkungan beserta penjelasannya dapat dilihat pada Lampiran 1.

5.2 Pengadaan Tanah

Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.

Jalan umum dibangun di atas tanah yang dikuasai oleh negara. Apabila dalam rencana pembangunan jalan lokasinya berada di atas tanah orang, instansi pemerintah atau institusi bukan pemerintah, maka untuk mendapatkan tanah tersebut harus melakukan pengadaan tanah. Pengadaan tanah diperlukan untuk konstruksi jalan baru, pelebaran jalan atau perbaikan alinyemen.

a. Potensi Dampak

Potensi dampak lingkungan dan sosial yang dapat ditimbulkan akibat kegiatan pengadaan tanah antara lain:

1) Terjadinya keresahan penduduk yang tanahnya berada di lokasi pembangunan jalan dan dibebaskan;

2) Hilangnya aset, mata pencaharian, pendapatan dan terganggunya kegiatan sosial ekonomi budaya PTP, karena terkena pembebasan tanah;

b. Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Kegiatan Pengadaan Tanah

Tujuan dari pengelolaan ini adalah dalam rangka mengurangi dan menanggulangi dampak yang diakibatkan pembebasan tanah terutama dampak sosial ekonomi budaya masyarakat terkena proyek (PTP). Pengelolaan lingkungan yang perlu dilaksanakan antara lain:

1) Pengadaan tanah harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam proses pengadaan tanah yaitu mengacu pada:

- Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada Diatasnya;

- Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden nomor 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden nomor 65

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

20-90

tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden nomor 36 tahun 2005.

2) Menerapkan hasil analisis dampak sosial (ANDAS) dan rencana kerja pengadaan tanah dan pemukiman kembali (LARAP).

3) Proses pengadaan tanah mulai dari perencanaan penetapan lokasi hingga tata cara pengadaan tanah harus melalui musyawarah dan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah.

4) Proses pengadaan tanah sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 2007 perlu memperhatikan:

a. Tata cara pengadaan tanah mencakup 2 (dua) kriteria yaitu:

- Tata cara pengadaan tanah yang luasnya lebih dari satu hektar, maka perlu dibentuk Panitia Pengadaan Tanah (PPT).

- Untuk pengadaan tanah yang luasnya kurang dari 1 (satu) Ha, dapat dilakukan secara langsung dengan pemegang hak atas tanah, dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati bersama.

b. Dalam proses pengadaan tanah, maka perlu dilakukan kegiatan konsultasi dengan masyarakat terutama PTP dalam rangka musyawarah dan menjaring informasi secara langsung.

c. Dokumen Terkait

Dokumen yang terkait dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pengadaan tanah antara lain yaitu:

- Analisis Dampak Sosial (ANDAS) - Rencana Tindak Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali (LARAP)

5.3 Pelaksanaan Konstruksi Jalan

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan meliputi pengelolaan dampak di daerah bukan sensitif dan di daerah sensitif. Acuan yang digunakan untuk pengelolaan lingkungan pada daerah yang bukan tergolong sensitif menggunakan Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan (pedoman ini disajikan pada Lampiran 2) dan pedoman lain yang relevan terkait dengan pekerjaan konstruksi jalan. Sedangkan bila pelaksanaan konstruksi jalan berada di daerah yang tergolong sensitif, maka pengelolaan lingkungan dan sosial mengacu pada Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Daerah Sensitif (ringkasan pedoman ini disajikan pada Lampiran 3).

5.3.1 Persiapan Pekerjaan Konstruksi Jalan

a. Potensi Dampak

Persiapan pekerjaan konstruksi jalan mencakup kegiatan mobilisasi tenaga kerja, mobilisasi peralatan, pembangunan jalan masuk/akses dan pembangunan base camp. Potensi dampak lingkungan akibat pekerjaan persiapan konstruksi jalan antara lain adalah timbulnya kecemburuan sosial, adanya kesempatan kerja, potensi penyebaran penyakit menular, kerusakan jalan, terganggunya lalu lintas, meningkatnya sebaran debu, meningkatnya kebisingan dan berubahnya penggunaan lahan.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

21-90

b. Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Persiapan Konstruksi Jalan

Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Persiapan Konstruksi Jalan yang pertama-tama perlu dilakukan adalah konsultasi masyarakat. Kegiatan konsultasi masyarakat diperlukan sebelum pelaksanaan konstruksi jalan dimulai. Kegiatan konsultasi ini harus sudah tercantum dalam rencana kerja (work plan) yang disusun oleh kontraktor dengan tujuan:

1) Penjelasan maksud dan tujuan pembangunan jalan yang akan dilaksanakan. 2) Pelibatan masyarakat untuk turut berperan serta dalam pembangunan jalan. 3) Transparansi informasi kepada masyarakat dalam rangka mencegah dan

mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

Masyarakat yang terkena dampak serta masyarakat yang terkait dengan pembangunan jalan perlu dilibatkan dalam kegiatan konsultasi ini. Aspirasi yang muncul dari masyarakat berupa saran, tanggapan, keinginan dan harapan perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan konstruksi jalan. Kegiatan konsultasi dapat dilakukan dengan cara rapat, diskusi terbuka atau dengar pendapat (public hearing) pada tempat tertentu secara formal atau informal. Konsultasi masyarakat juga termasuk pada kelompok masyarakat rentan. Acuan yang digunakan dapat dilihat pada Prosedur Konsultasi Masyarakat dalam Pembangunan Jalan.

1. Pengelolaan pada Mobilisasi Tenaga Kerja

a) Terjadinya kecemburuan sosial

Dalam rangka mencegah atau mengurangi terjadinya kecemburuan sosial masyarakat setempat dalam mempekerjakan tenaga kerja untuk pekerjaan konstruksi jalan, antara lain dapat dikelola dengan cara:

(1) Memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat setempat untuk menjadi tenaga kerja di proyek sesuai tingkat ketrampilan dan pendidikannya.

(2) Meningkatkan interaksi sosial antara penanggung jawab pembangunan jalan, kontraktor dan tenaga kerja pendatang dengan masyarakat setempat.

b) Meningkatnya kesempatan kerja

Dalam rangka meningkatkan dampak positif yaitu meningkatnya kesempatan kerja karena mobilisasi tenaga kerja pada kegiatan konstruksi jalan, antara lain dapat dikelola dengan cara:

(1) Mengoptimalkan pemanfaatan tenaga kerja setempat dan bahan material setempat sesuai yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan konstruksi jalan.

(2) Peningkatan sumber daya melalui pelatihan ketrampilan pada masyarakat agar mereka dapat terlibat dalam pelaksanaan konstruksi jalan.

(3) Konsultasi dengan masyarakat tentang peluang usaha (saat konstruksi dan setelah konstruksi jalan), agar mereka dapat memanfaatkan keberadaan proyek untuk meningkatkan kesejahteraannya, antara lain menyediakan akomodasi dan keperluan para pekerja sehari-hari.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

22-90

c) Penyebaran penyakit menular

Apabila melakukan penerimaan tenaga kerja, antara lain perlu persyaratan mengenai catatan kesehatan calon tenaga kerja. Hal ini untuk menghindari potensi penyebaran penyakit yang tergolong menular (penyakit HIV/AIDS, kelamin, hepatitis, dan lain-lain) karena adanya interaksi sosial masyarakat. Di samping itu kontraktor perlu melakukan kampanye pencegahan penyakit menular.

2. Pengelolaan pada Mobilisasi Peralatan Berat

a) Terjadinya kerusakan jalan

Dalam rangka mencegah dan mengurangi terjadinya kerusakan jalan, maka perlu memperhatikan hal-hal berikut:

(1) Sebelum melakukan mobilisasi peralatan berat, maka perlu mengidentifikasi kondisi jalan dan kondisi lalu lintas, sehingga dapat memilih rute jalan yang resiko kerusakan jalan dan gangguan lalu lintasnya minimal.

(2) Mempertimbangkan kapasitas peralatan berat atau membatasi beban gandar sesuai dengan kapasitas jalan yang akan digunakan untuk mobilisasi peralatan berat.

(3) Apabila terjadi kerusakan jalan dan terganggunya lalu lintas akibat mobilisasi peralatan berat yang melalui jalan umum, antara lain dapat dikelola dengan cara perbaikan kondisi jalan yang rusak akibat mobilisasi peralatan berat selama pekerjaan konstruksi jalan.

b) Terganggunya lalu lintas

Dalam rangka mencegah dan mengurangi terjadinya gangguan lalu lintas maka perlu:

(1) Menugaskan pengatur lalu lintas pada lokasi rawan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas.

(2) Memasang rambu-rambu lalu lintas sementara pada lokasi rawan kemacetan dan rawan kecelakaan lalu lintas.

Acuan yang digunakan dalam penanganan lalu lintas adalah Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan yaitu mengenai Prosedur Penanganan Lalu Lintas pada Lampiran 2.

3. Pengelolaan pada Pembuatan Jalan Masuk atau Jalan Akses.

a) Terjadinya sebaran debu

Dalam rangka mencegah dan meminimalkan sebaran debu bila jalan akses tersebut melalui atau dekat lokasi permukiman, antara lain dapat dikelola dengan cara:

(1) Penyiraman secara berkala di lokasi pekerjaan untuk mencegah sebaran debu atau penyiraman saat kondisi berdebu.

(2) Membatasi kecepatan kendaraan angkutan material untuk mengurangi sebaran debu dan suara bising mesin kendaraan proyek.

(3) Pengaturan pelaksanaan waktu bekerja (jam kerja yaitu jam 07.00 – 17.00).

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

23-90

b) Meningkatnya kebisingan

Dalam rangka meminimalkan kebisingan saat pembuatan jalan masuk atau akses, upaya pengelolaannya antara lain:

(1) Pengaturan pelaksanaan waktu bekerja (jam kerja yaitu jam 07.00 – 17.00).

(2) Perawatan peralatan dan kendaraan.

c) Terganggunya lalu lintas

Untuk mencegah dan mengurangi terganggunya lalu lintas antara lain dengan cara:

(1) Menugaskan petugas pengatur lalu lintas pada lokasi rawan kemacetan dan rawan kecelakaan lalu lintas.

(2) Memasang rambu-rambu lalu lintas sementara pada lokasi rawan kemacetan dan rawan kecelakaan lalu lintas.

Acuan yang digunakan dalam rangka mencegah dan mengurangi sebaran debu dan kebisingan adalah prosedur penanganan penurunan kualitas udara (debu) dan kebisingan disajikan pada Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan Lampiran 2 mengenai Prosedur Penanganan Limbah dan mengenai Prosedur Penanganan lalu lintas.

4. Pengelolaan pada Pembangunan Base Camp

a) Terjadinya perubahan penggunaan lahan

Dalam rangka mencegah dan mengurangi perubahan fungsi lahan akibat berubahnya penggunaan lahan dapat dikelola dengan cara:

(1) Pemilihan lokasi base camp harus dekat dengan lokasi proyek dan diupayakan jauh dari permukiman penduduk.

(2) Membatasi luas base camp sesuai kebutuhan proyek. (3) Lokasi base camp diupayakan tidak dilokasi yang tergolong daerah

sensitif.

b) Terjadinya pencemaran udara (sebaran debu/partikulat)

Dalam rangka mengurangi pencemaran udara khususnya parameter debu/partikulat dapat dilakukan antara lain dengan cara penyiraman permukaan tanah di lokasi pembangunan base camp dan segera membangun pagar pembatas base camp.

c) Meningkatnya kebisingan

Kebisingan dapat dikurangi antara lain dengan cara:

(1) Perawatan berkala perawatan dan kendaraan proyek. (2) Pengaturan jam kerja yaitu jam 07.00 – 17.00 (jam kerja).

5.3.2 Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Jalan

5.3.2.1 Di Lokasi Proyek

Pelaksanaan konstruksi jalan kegiatannya mencakup pembersihan lahan, pekerjaan tanah, pekerjaan drainase, konstruksi badan jalan, pekerjaan jembatan, penghijauan dan pertamanan, perlengkapan jalan, penanganan sisa pembersihan lahan dan sisa pekerjaan konstruksi.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

24-90

a. Potensi Dampak

Potensi dampak negatif akibat pelaksanaan konstruksi jalan antara lain adalah terganggunya utilitas, hilangnya vegetasi, pencemaran kualitas udara (sebaran debu), meningkatnya kebisingan, meningkatnya getaran, pencemaran kualitas air, terganggunya stabilitas lereng, longsor dan erosi, terganggunya aliran air permukaan, terganggunya lalu lintas, berubahnya penggunaan lahan, perubahan bentang alam dan terganggunya situs budaya (bila ada).

b. Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pelaksanaan Konstruksi Jalan

1. Pengelolaan pada Pembersihan Lahan

a) Hilangnya vegetasi

Hilangnya vegetasi akibat pembersihan lahan, dapat dikelola dengan cara antara lain:

(1) Apabila lokasi proyek yang akan dibersihkan merupakan daerah hutan produksi, perkebunan atau ladang yang relatif luas yang dikelola oleh instansi pemerintah atau penduduk, maka pelaksanaannya harus mengikuti prosedur yang berlaku pada instansi yang bersangkutan. Hal tersebut terkait dengan fungsi vegetasi yang mempunyai nilai ekologis, ekonomis dan estetis.

(2) Sebelum melakukan pembersihan, maka penanggung jawab kegiatan pembangunan jalan harus berkoordinasi dengan pengelola lahan agar pelaksanaan pembersihan lahan sesuai prosedur yang berlaku antara lain mengenai:

- Tata cara kegiatan pembersihan lahan di hutan, perkebunan dan pertanian.

- Tata cara penanaman kembali (revegetasi) daerah yang rawan longsor dan erosi di sekitar lokasi proyek.

- Tata cara penanganan jenis-jenis tumbuhan atau satwa liar yang tergolong dilindungi, langka maupun endemik (bila ada).

(3) Tidak melakukan pembakaran vegetasi hutan, perkebunan atau pertanian untuk membersihkan lahan.

(4) Setelah lokasi dibersihkan, maka seiring dengan pekerjaan konstruksi jalan perlu melakukan revegetasi di daerah rawan longsor dan erosi yang sesuai dan seimbang dalam rangka mencegah atau mengurangi longsor dan erosi.

(5) Apabila lokasi jalan di daerah hutan, perkebunan atau pertanian sudah dibersihkan, maka harus dilakukan upaya pencegahan terjadinya perambahan hutan dan perambahan perkebunan (penebangan liar dan pembakaran hutan). Pengelolaannya antara lain:

- Membuat batas RUMIJA dan RUWASJA yang jelas. - Memasang papan peringatan, himbauan dan larangan kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian hutan.

Penanganan vegetasi antara lain mengacu pada Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi mengenai Prosedur Penanganan Vegetasi pada Lampiran 2.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

25-90

b) Pencemaran udara (debu)

Dalam rangka mengurangi pencemaran udara berupa debu atau partikel yang tersebar ke lingkungan, dapat dikelola dengan cara antara lain:

(1) Pengaturan waktu pelaksanaan pekerjaan pada jam kerja yaitu jam 07.00 – 17.00. Apabila akan melakukan kegiatan di luar jam kerja, maka perlu diadakan konsultasi/ musyawarah dengan masyarakat dan aparat pemerintah setempat.

(2) Pengaturan kecepatan kendaraan proyek. (3) Penyiraman secara berkala, saat lokasi kegiatan dalam kondisi

berdebu.

Pengelolaan lingkungan antara lain mengacu pada Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan disajikan pada Lampiran 2, mengenai Prosedur Penanganan Limbah.

c) Meningkatnya kebisingan

Untuk mengurangi tingkat kebisingan dan mengurangi terganggunya kenyamanan masyarakat akibat kebisingan dari suara mesin peralatan dan kendaraan, maka perlu:

(1) Perawatan berkala terhadap peralatan dan kendaraan proyek. (2) Pengaturan jam kerja, yaitu jam 07.00 – 17.00. Apabila akan

melakukan kegiatan di luar jam kerja, maka perlu konsultasi atau musyawarah dengan masyarakat.

d) Terjadinya longsor dan erosi

Mencegah dan mengurangi terjadinya longsor, erosi dan sedimentasi dan pencemaran kualitas air serta terganggunya biota air, antara lain dapat dikelola dengan cara:

(1) Mempertimbangkan kondisi musim yang ada di lokasi proyek terhadap pekerjaan pembersihan lahan dengan terutama pada musim hujan dengan kecenderungan longsor, erosi, sedimentasi dan pencemaran air.

(2) Pembuatan saluran drainase sementara untuk mencegah atau mengalihkan masuknya aliran air permukaan dari lokasi pekerjaan langsung ke badan air permukaan (sungai, parit, kolam, danau).

(3) Pada daerah yang permukaan tanahnya berubah akibat penyiapan lahan antara lain daerah bergelombang, berbukit, tebing sungai perlu dibangun bangunan pencegah longsor, erosi dan saluran drainase.

(4) Setelah melakukan pembersihan lahan, maka perlu segera menanam tanaman yang mempunyai nilai ekologis (menahan atau mengurangi erosi dan longsor) pada tempat-tempat yang rawan longsor dan erosi.

(5) Tanah humus sebaiknya tidak dibuang tetapi dapat digunakan untuk penghijauan dan pertamanan (lanscaping jalan).

(6) Tanah bukan humus yang tidak digunakan dalam konstruksi jalan harus ditempatkan pada lokasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat (disposal area) sesuai Peraturan Daerah yang berlaku. Apabila belum ada ketetapan yang mengatur hal tersebut, maka penanggung jawab pembangunan jalan melakukan konsultasi dengan Pemerintah Daerah dan masyarakat serta instansi terkait untuk menangani masalah tersebut. Antara lain menentukan lokasi buangan

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

26-90

sisa material yang sesuai (dampaknya kecil) dengan cara menyewa lahan pemerintah, perorangan atau swasta dalam waktu tertentu dan lain-lain.

Salah satu acuan dalam pengelolaan lingkungan dalam rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi longsor dan erosi adalah Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan pada Lampiran 2 mengenai Prosedur Penanganan Longsor dan Erosi.

e) Kerusakan atau terganggunya utilitas

Dalam rangka mencegah dan mengurangi kerusakan atau terganggunya fungsi utilitas umum, yang ada di lokasi pekerjaan, antara lain dapat dikelola dengan cara:

(1) Berkoordinasi dengan pengelola utilitas yang akan terganggu atau rusak sebelum melakukan pembersihan lahan dan pada saat pembersihan lahan.

(2) Pada umumnya penanganan utilitas umum baik pemindahan, penggantian maupun perbaikan bagian-bagian utilitas umum yang terganggu tersebut dilakukan oleh pengelola utilitas yang bersangkutan. Penanggung jawab pembangunan jalan membiayai pemindahan, perbaikan atau penggantian utilitas tersebut kepada pengelola sesuai dengan biaya yang diajukan oleh pengelola utilitas umum tersebut. Berita acara kesepakatan penggantian biaya pemindahan, perbaikan atau penggantian utilitas harus dilakukan seusai aturan-aturan yang ada pada instansi yang bersangkutan dan penyelenggara jalan.

(3) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2006 tentang Jalan, para pengelola utilitas harus minta ijin kepada pengelola jalan kalau akan menempatkan utilitas di RUMIJA. Pada umumnya, ijin akan dikeluarkan oleh penyelenggara jalan dengan beberapa persyaratan, antara lain bersedia memindahkan utilitas apabila jalan tersebut akan ditingkatkan/dilebarkan dengan biaya pengelola utilitas.

Acuan yang dapat digunakan dalam pengelolaan terganggunya utilitas antara lain adalah:

- Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan pada Lampiran 2 mengenai Prosedur Penanganan Utilitas.

- Pedoman Penempatan Utilitas Pada Daerah Milik Jalan mengacu pada pedoman nomor : Pd.T-13-2004.

2. Pengelolaan Lingkungan pada Pekerjaan Tanah.

Pekerjaan tanah yang mencakup pekerjaan pengupasan tanah atas, galian dan timbunan berpotensi menimbulkan dampak terjadinya sebaran debu, kebisingan, longsor dan erosi, terganggunya aliran permukaan, serta pencemaran air permukaan.

a) Pencemaran udara (debu)

Dalam upaya mencegah dan mengurangi sebaran debu di lokasi pekerjaan, dapat dikelola dengan cara:

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

27-90

(1) Penyiraman secara berkala lokasi pekerjaan pada saat kondisi berdebu.

(2) Pengaturan waktu pelaksanaan pekerjaan sesuai jam kerja jam 07.00 – 17.00. Apabila akan melakukan pekerjaan di luar jam kerja, maka perlu dilakukan konsultasi dengan masyarakat dan aparat pemerintah setempat.

b) Meningkatnya Kebisingan

Untuk mencegah dan mengurangi kebisingan dan terganggunya kenyamanan masyarakat akibat kebisingan dari suara mesin peralatan dan kendaraan, antara lain dengan cara:

(1) Perlunya perawatan berkala terhadap peralatan dan kendaraan proyek.

(2) Pengaturan jam kerja, yaitu jam 07.00 – 17.00. Apabila akan melakukan kegiatan di luar jam kerja, maka perlu konsultasi atau musyawarah dengan masyarakat setempat yang terkena dampak.

c) Terganggunya stabilitas lereng, longsor dan erosi

Dalam rangka mencegah dan mengurangi terjadinya longsor dan erosi yang dapat menimbulkan pencemaran air permukaan dan air tanah, berubahnya pola aliran air permukaan dan aliran air tanah serta sedimentasi akibat pekerjaan tanah antara lain dengan cara:

(1) Mengubah geometri lereng

Mengubah geometri lereng dapat dilakukan dengan cara pemotongan dan penimbunan pada ujung kaki lereng. Prinsip dari metode ini adalah mengurangi daya dorong dari masa tanah yang longsor dan menambah gaya penahan dengan cara penimbunan pada ujung kaki lereng, sehingga faktor keamanan lereng bertambah. Tujuan dari metode ini adalah penanggulangan longsor secara permanen.

(2) Mengendalikan air permukaan

Air permukaan merupakan salah satu faktor penyebab ketidak mantapan lereng, karena akan meninggikan tekanan air pori. Aliran air permukaan dapat juga menimbulkan erosi sehingga akan mengganggu kemantapan lereng. Oleh karena itu air permukaan perlu dikendalikan untuk mencegah atau mengurangi rembesan air permukaan ke daerah longsoran. Caranya adalah dengan menanam tanaman, menutup rekahan, tata air dan perbaikan permukaan lereng.

(3) Mengendalikan air rembesan

Mengendalikan air rembesan (drainase bawah permukaan) adalah untuk menurunkan muka air tanah di daerah longsoran. Caranya adalah membuat parit pencegat aliran air, parit mendatar dan lain-lain.

(4) Penambatan masa tanah yang bergerak

Penambatan merupakan cara penanggulangan longsor yang bersifat menahan masa tanah yang bergerak. Cara penambatan untuk menanggulangi longsoran terdapat 2 (dua) jenis yaitu:

1. Penambatan tanah yaitu bangunan penahan masa tanah antara lain bronjong, tembok penahan, sumuran, tiang (pancang, bor, turap baja), tanah bertulang dan dinding penopang isian batu.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

28-90

2. Penambatan batuan yaitu berfungsi penahan masa batuan yang bergerak, antara lain jala kawat, tembok penahan batu, jangkar kabel dan beton semprot.

(5) Tindakan lain

Apabila cara penanggulangan longsor dengan cara mengubah geometri, lereng, mengendalikan air dan penambatan tidak dapat diterapkan maka perlu dilakukan tindakan lain yaitu antara lain stabilisasi, jembatan atau relokasi.

Acuan yang digunakan dalam pengelolaan lingkungan pada pekerjaan tanah antara lain adalah :

- Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi pada Lampiran 2 mengenai Prosedur Penanganan Erosi dan Sedimentasi.

- Petunjuk perencanaan penanggulangan longsoran mengacu pada SKB 1-2-3-06-1987 dan Rekayasa Penanganan Keruntuhan Lereng Jalan pada Tanah Residual dan Batuan Pd T-09-2005B.

- Tata cara identifikasi awal daerah longsoran (Pt T-03-2002-B). - Rekayasa Penanganan Keruntuhan Lereng Jalan pada Tanah Residual

dan Batuan (Pd T-09-2005-B). - Petunjuk Perencanaan Penanggulangan Longsoran (SKBI-

2.3.06.1987). - Penanggulangan erosi permukaan lereng jalan dengan tanaman,

mengacu pada pedoman teknis Pt-T-04-2002B.

d) Terganggunya pola aliran air tanah dan air permukaan.

Dalam rangka upaya mencegah dan mengurangi terjadinya gangguan terhadap aliran air tanah dan air permukaan yang dapat menimbulkan longsor, genangan dan kekeringan, maka dapat dilakukan upaya sebagai berikut:

(1) Mengendalikan air rembesan (drainase bawah permukaan) dengan cara membuat parit pencegah aliran air rembesan.

(2) Membuat dan memeriksa bangunan drainase antara lain saluran samping dan saluran lainnya.

(3) Membuat drainase temporer antara lain berm-berm sepanjang sisi timbunan agar air permukaan mengalir dan tidak meresap ke dalam timbunan/galian tanah.

e) Perubahan bentang alam

Perubahan bentang alam terjadi akibat pekerjaan tanah dan dampak ini tidak dapat dicegah. Perubahan bentang alam akibat penataan lereng, pekerjaan galian, pekerjaan timbunan sehingga terbangunnya badan jalan dan pelengkap jalan akan mengubah estetika yang alami (panorama alami) menjadi estetika buatan (panorama buatan). Dalam rangka mengurangi dampak terhadap estetika maka perlu lansekap yang mempertimbangkan aspek estetis dan ekologis serta keselamatan.

3. Pengelolaan Lingkungan pada Pekerjaan Drainase

Pekerjaan drainase bertujuan untuk mengalirkan air permukaan dalam rangka mencegah kerusakan badan jalan dan mencegah longsor serta erosi, namun berpotensi mengganggu lalu lintas.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

29-90

Dalam rangka meningkatkan dampak positif dan mencegah atau mengurangi dampak negatif, maka pengelolaan yang perlu dilakukan antara lain adalah terhadap:

a) Terganggunya aliran permukaan

Untuk mencegah terganggunya aliran air permukaan atau aliran limpasan air sekaligus mencegah pencemaran kualitas air permukaan maka:

- Pekerjaan drainase dilakukan sesuai dengan disain yang telah mempertimbangkan aspek lingkungan terutama jenis saluran, dimensi saluran, kemiringan jumlah saluran dan lokasi saluran yang tepat sehingga air permukaan dapat mengalir dengan cepat agar tidak meresap ke badan jalan dan daerah longsoran.

- Pekerjaan drainase harus mempertimbangkan waktu/musim yang antara lain pekerjaan diupayakan tidak dilakukan pada musim hujan.

b) Terganggunya lalu lintas

Dalam rangka mencegah atau mengurangi terjadinya gangguan lalu lintas antara lain dapat dikelola dengan cara:

(1) Pengaturan arus lalu lintas oleh petugas pengatur lalu lintas. (2) Pemasangan rambu lalu lintas sementara sekitar lokasi pekerjaan.

c) Terganggunya aksesibilitas

Pekerjaan drainase antara lain pekerjaan saluran tepi jalan dan saluran yang memotong jalan sehingga akan mengganggu aksesibilitas penduduk yang masuk atau keluar rumah, pertokoan, tempat ibadah dan fasilitas umum. Untuk mencegah atau mengurangi gangguan terhadap aksesibilitas penduduk antara lain:

(1) Tidak menimbun material hasil galian atau material bangunan di sekitar permukiman, pertokoan, dan fasilitas umum yang lokasinya di tepi jalan yang dapat mengganggu aksesibilitas dan timbulnya genangan dan becek saat hujan.

(2) Memasang atau membuat jembatan/akses sementara dari papan atau plat baja atau bahan lain untuk menutup saluran drainase tepi jalan, sehingga penduduk dapat melewatinya sebelum bangunan penutup saluran yang permanen selesai.

Acuan yang dapat digunakan adalah Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan mengenai Prosedur Penanganan Lalu Lintas disajikan pada Lampiran 2.

4. Pengelolaan Lingkungan pada Pekerjaan Badan Jalan

Pekerjaan badan jalan mencakup pembuatan pondasi bawah, pondasi atas dan lapis permukaan. Pekerjaan ini berpotensi menimbulkan dampak pencemaran udara (debu), meningkatnya kebisingan dan terganggunya lalu lintas. Upaya pencegahan dan penanggulangan dampaknya adalah sebagai berikut:

a) Pencemaran udara (debu)

Dalam rangka mengurangi sebaran debu ke lingkungan akibat kegiatan, antara lain dapat dikelola dengan cara:

(1) Penyiraman secara berkala lokasi pekerjaan terutama saat kondisi berdebu (musim kemarau).

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

30-90

(2) Mengatur atau membatasi kecepatan kendaraan proyek. (3) Pengaturan pelaksanaan pekerjaan yang sesuai jam kerja yaitu jam

07.00 -17.00.

b) Meningkatnya kebisingan

Dalam rangka upaya mengurangi tingkat kebisingan yang bersumber dari peralatan dan kendaraan proyek saat pekerjaan badan jalan, maka perlu dilakukan antara lain:

(1) Membatasi kecepatan kendaraan proyek yang masuk dan keluar lokasi proyek jalan.

(2) Pemeliharaan peralatan dan kendaraan proyek secara berkala. (3) Pengaturan jam kerja yaitu jam 07.00 – 17.00.

c) Terganggunya lalu lintas

Dalam rangka mencegah dan mengurangi terganggunya lalu lintas karena pekerjaan berada atau di sekitar jalan eksisting, antara lain dapat dikelola dengan cara:

(1) Pengaturan arus lalu lintas dengan cara menugaskan pengatur lalu lintas.

(2) Pemasangan rambu lalu lintas sementara terutama pada lokasi rawan kemacetan dan rawan kecelakaan lalu lintas.

Acuan yang dapat digunakan dalam penanganan lalu lintas antara lain adalah:

- Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan mengenai Prosedur Penanganan Lalu Lintas disajikan pada Lampiran 2.

- Pedoman perambuan sementara untuk pekerjaan jalan mengacu pada pedoman nomor: PdT-12-2003.

5. Pengelolaan Lingkungan pada Pekerjaan Jembatan

Pengelolaan lingkungan pada pekerjaan jembatan bertujuan untuk mencegah atau mengurangi dampak meningkatnya kebisingan, getaran, terganggunya lalu lintas dan pencemaran kualitas air sungai. Upaya pencegahan dan penanggulangan dampaknya adalah sebagai berikut:

a) Meningkatnya kebisingan

Dalam rangka mengurangi kebisingan dan kenyamanan di sekitar lokasi pekerjaan jembatan terutama pada saat pengoprasian peralatan dan pekerjaan konstruksi jembatan, maka pengelolaan lingkungan yang perlu dilakukan antara lain:

(1) Sebelum melakukan pekerjaan jembatan, maka perlu memberitahukan kepada penduduk sekitar akan adanya kegiatan dan gangguan kenyamanan.

(2) Pengaturan waktu pekerjaan yaitu pada jam kerja jam 07.00 – 17.00.

b) Meningkatnya getaran

Dalam rangka mencegah dan mengurangi getaran mekanik yang potensial mengganggu kerusakan bangunan dan kenyamanan di lokasi pekerjaan, dapat dikelola dengan cara:

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

31-90

(1) Penggunaan jenis tiang pancang (bor pile atau pile hummer) yang tepat dan sesuai dengan kondisi tanah, daya dukung tanah dan penggunaan lahan setempat untuk mencegah gangguan pada bangunan lain dan gangguan kenyamanan.

(2) Apabila terjadi kerusakan pada bagian bangunan atau fasilitas umum akibat pekerjaan pemancangan tiang pancang, maka penanggung jawab kegiatan harus memberikan kompensasi pada penduduk terkena proyek (PTP) yang sesuai.

c) Terganggunya lalu lintas

Mencegah dan mengurangi terjadinya gangguan lalu lintas karena pekerjaan berada atau di sekitar jalan eksisting, dapat dikelola dengan cara:

(1) Pengaturan arus lalu lintas oleh petugas pengatur lalu lintas. (2) Pemasangan rambu lalu lintas sementara. (3) Pengaturan jadwal/waktu pekerjaan.

Prosedur penanganan lalu lintas disajikan pada Lampiran 2.

d) Pencemaran kualitas air sungai

Dalam rangka mengurangi pencemaran kualitas air sungai terutama yaitu terjadinya kekeruhan dan terganggunya biota air, maka pengelolaannya antara lain:

- Perlu mempertimbangkan pengalihan aliran air sungai dengan menggunakan peralatan atau bangunan tanggul sementara, agar air sungai tidak tercemar oleh material bangunan atau material hasil galian pondasi yang masuk ke perairan sungai.

6. Pengelolaan Lingkungan pada Penghijauan dan Pertamanan.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencegah longsor, erosi, mengurangi pencemaran udara dan kebisingan serta meningkatkan estetika dan kenyamanan para pengguna jalan, sehingga mempunyai dampak yang positif dalam mengurangi pencemaran udara (debu, CO2, SO2, NO2, HC) dan kebisingan, serta mencegah erosi. Untuk dapat meningkatkan dampak positif tersebut, maka upaya pengelolaan lingkungan hidup yang perlu dilakukan antara lain:

(1) Penanaman pohon pelindung atau peneduh dan tanaman hias pada lansekap jalan termasuk pada median jalan dan tepi jalan, dengan jenis dan karakteristik yang disesuaikan dengan kondisi RUMIJA dan RUWASJA, dan tidak mengganggu keselamatan dan kenyamanan pemakai jalan, serta dapat memperindah estetika lingkungan.

(2) Jenis tanaman yang ditanam sebaiknya jenis tanaman setempat, dan mempunyai ciri khas daerah, mudah ditanam dan dipelihara serta tidak mengganggu bangunan jalan.

Acuan yang dapat digunakan dalam rangka pengelolaan penghijauan dan pertamanan antara lain:

- Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Konstruksi Jalan Lampiran 2 mengenai Prosedur Penanganan Vegetasi.

- Tata cara perencanaan teknik lansekap jalan (033/T/BM/1996).

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

32-90

- Pedoman Pemilihan berbagai jenis tanaman untuk jalan nomor: 034/T/BM/1999.

- Pedoman penataan tanaman untuk jalan nomor: 035/T/BM/1999. - Spesifikasi perencanaan lansekap jalan pada persimpangan nomor: Pd-

NN2

7. Pengelolaan Lingkungan pada Pemasangan Perlengkapan Jalan

Pemasangan perlengkapan jalan bertujuan untuk mendukung kelancaran arus lalu lintas, keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan pada saat pengoperasian jalan. Dalam rangka meningkatkan dampak positif maka pengelolaan yang perlu dilakukan antara lain:

(1) Pemasangan perlengkapan jalan harus sesuai dengan disain yang telah memasukkan aspek lingkungan hidup.

(2) Penempatan jenis perlengkapan jalan dan lokasi penempatannya disesuaikan dengan kondisi RUMIJA dan RUWASJA, termasuk di antaranya pada daerah yang berdekatan dengan daerah sensitif.

Pemasangan perlengkapan jalan di antaranya mengacu pada petunjuk lokasi dan standar spesifikasi bangunan pengamanan tepi jalan nomor: Pd-NN21.

8. Pengelolaan Material Sisa Pembersihan Lahan dan Material Sisa Pekerjaan Konstruksi

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencegah adanya timbunan sisa pembersihan lahan maupun sisa pekerjaan konstruksi. Potensi dampak yang timbul di lokasi kegiatan dan sekitarnya adalah menimbulkan genangan air, terganggunya aksesibilitas penduduk, menurunnya estetika lingkungan dan terganggunya kenyamanan. Pengelolaan lingkungan antara lain dilakukan dengan:

(1) Pemanfaatan material sisa pembersihan lahan secara maksimal oleh masyarakat yang terkena proyek (PTP) atau pemrakarsa.

(2) Apabila masih tedapat sisa material yang harus dibuang, maka harus menyediakan tempat penumpukan (disposal area). Pemilihan lokasi disposal area yang tepat, pada areal yang tidak subur, daerah cekungan dan tidak mengganggu drainase alami.

(3) Penanganan material sisa pekerjaan konstruksi diantaranya dapat dilakukan dengan cara prinsip reduce, reuse dan recycle (3 R).

- Reduce : memperhitungkan penyediaan (suplai) material bangunan sesuai dengan keperluan volume pekerjaan untuk mencegah pemborosan material agar tidak bersisa.

- Reuse : memanfaatkan kembali material sisa (bila ada) dan material penunjang setelah digunakan pada pekerjaan utama konstruksi.

- Recycle : mengolah kembali material bekas pakai dan material sisa (bila ada) untuk kegiatan pembangunan jalan atau kegiatan lain.

5.3.2.2 Di Lokasi Quarry dan Jalur Pengangkutan Material

1. Di Lokasi Quarry

Sumber material yang diperlukan untuk konstruksi jalan lokasinya dapat berbeda yaitu quarry di darat, gunung atau bukit dan sungai.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

33-90

a. Potensi Dampak

Potensi dampak lingkungan yang dapat terjadi antara lain adalah: pencemaran udara, meningkatnya kebisingan, terjadinya lubang dan genangan, longsor dan erosi, sedimentasi, berubahnya bentang lahan, hilangnya vegetasi penutup, pencemaran kualitas air, terganggunya kehidupan biota air dan terganggunya kegiatan sosial ekonomi masyarakat.

b. Pengelolaan Lingkungan pada Pengambilan Material di Lokasi Quarry

Pengelolaan lingkungan dalam rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi dampak pengambilan material di quarry antara lain yaitu :

a) Pemilihan Lokasi Quarry

(1) Memilih lokasi sesuai dengan peruntukan lokasi tambang galian C yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat (berdasarkan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah mengenai Tata Ruang yang mencantumkan penggunaan lahan untuk kegiatan penambangan galian C);

(2) Lokasi quarry yang diutamakan yaitu jaraknya relatif dekat dengan lokasi proyek dan relatif jauh dari permukiman;

(3) Deposit yang terkandung di quarry dapat memenuhi untuk pembangunan jalan baik volume, jenis maupun kualitas materialnya;

(4) Lokasi quarry bukan merupakan daerah yang tergolong daerah sensitif; (5) Sesuai dengan asas pembangunan yang berwawasan lingkungan, maka

bila terdapat 3 ( tiga ) lokasi quarry yaitu di daerah gunung berbukit, daratan dan sungai, maka perlu memilih quarry berdasarkan pertimbangan dampak lingkungan yang paling sedikit bila dibandingkan dengan lokasi lainnya;

(6) Apabila sudah ditetapkan lokasi quarry yang sesuai, maka tata cara penambangan atau penggalian material harus mengikuti tata cara yang ditetapkan pemerintah daerah atau Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

b) Pengelolaan Lingkungan pada Lokasi Quarry Daratan

Bila lokasi terpilih adalah quarry daratan, maka pengelolaan lingkungan harus mencakup:

(1) Mencegah dan mengurangi sebaran debu dengan cara penyiraman pada musim kemarau di lokasi penambangan dan area masuk-keluarnya kendaraan angkutan material;

(2) Mengurangi tingkat kebisingan yang bersumber dari peralatan berat dan kendaraan angkutan material dengan cara:

- Membatasi muatan sesuai kendaraan angkutan material; - Membatasi kecepatan kendaraan angkutan material; - Pemeliharaan rutin terhadap peralatan dan kendaraan proyek

(3) Pada saat pembukaan lapisan tanah atas (top soil), termasuk tanah humus, maka humus tersebut harus dipindahkan ke lokasi sekitarnya yang terlindung dari kerusakan atau tercemar dan terhindar dari erosi;

(4) Melakukan pengambilan material harus sesuai dengan tata cara yang ditetapkan dan jumlah pengambilan material di quarry harus sesuai dengan ijin dan kebutuhan pembangunan jalan;

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

34-90

(5) Apabila terbentuk lubang besar akibat penggalian/penambangan, maka harus segera di reklamasi dan revegetasi untuk mencegah terjadinya genangan akibat air hujan dan mencegah terjadinya longsor serta kecelakaan. Penimbunan bekas lokasi tambang tersebut termasuk antara lain memanfaatkan tanah humus untuk permukaan atasnya sebagai media untuk penanaman kembali (revegetasi).

c) Pengelolaan Lingkungan pada Lokasi Quarry Bukit atau Gunung

Bila lokasi terpilih adalah daerah bukit atau gunung, maka pelaksanaan pengelolaan lingkungan antara lain:

(1) Mencegah dan mengurangi sebaran debu ke lingkungan perlu dilakukan antara lain:

- Penyiraman secara berkala pada saat musim kemarau; - Membatasi kecepatan kendaraan angkutan material di lokasi quarry

dan jalan angkutan material.

(2) Mengurangi tingkat kebisingan di lokasi quarry antara lain:

- Membatasi muatan angkutan material sesuai kapasitas kendaraan angkutan material;

- Membatasi kecepatan kendaraan angkutan material; - Pemeliharaan rutin terhadap peralatan dan kendaraan angkutan material.

(3) Pada saat pembukaan lapisan tanah atas (top soil) yang mengandung tanah humus, maka harus dipindahkan ke lokasi sekitarnya yang terlindung untuk mencegah terjadinya pencemaran tanah dan mencegah terjadinya erosi tanah humus;

(4) Penambangan material harus sesuai dengan tata cara penambangan yang ditetapkan instansi yang bersangkutan dan jumlah pengambilan material di quarry harus sesuai dengan ijin dan kebutuhan untuk pembangunan jalan;

(5) Untuk mencegah terjadinya erosi maka dibuat saluran air sementara di sekitar lokasi quarry dan dilengkapi bak penampungan sedimen untuk menampung tanah yang terbawa aliran air permukaan sehingga tidak masuk dan tidak mencemari ke perairan umum (sungai, danau dan lain-lain);

(6) Bila penambangan material telah selesai dan kelerengan bukit menjadi terjal akibat dari pengambilan material maka perlu dilakukan pengamanan lereng antara lain:

- Membuat sudut lereng yang aman dengan mempertimbangakan faktor keamanan lereng (safety factor) dan dibuat berteras/bertangga;

- Menutup lereng dengan tanah humus yang telah disiapkan pada saat pembersihan tanah atas dan menanam kembali (revegetasi) dengan jenis tanaman pelindung tanah antara lain lamtorogong, rumput, akasia dan jenis lainnya.

d) Pengelolaan Lingkungan pada Lokasi Quarry Sungai

Apabila lokasi quarry terpilih adalah sungai, maka pengelolaan lingkungan yang perlu dilaksanakan antara lain:

(1) Lokasi quarry di sungai harus sesuai dengan peruntukan penambangan berdasarkan keputusan instansi pemerintah daerah yang berwenang serta

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

35-90

berjarak + (satu) kilometer ke hulu dan 1 (satu) kilometer ke hilir dari jembatan yang ada;

(2) Perlu melakukan konsultasi masyarakat sebelum dilakukan pengambilan material terutama bagi penduduk yang mencari mata pencaharian (perikanan) di sungai yang menjadi lokasi quarry;

(3) Pengambilan material harus sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang untuk mencegah degradasi sungai, pencemaran kualitas air, terganggunya biota air yang memiliki nilai sosial ekonomi dan ekologi penting.

- Upaya pencegahan dan penanggulangan kerusakan tebing sungai antara lain dengan cara pemasangan bronjong atau bangunan penguat tebing

- Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan pencemaran kualitas air sungai terutama kekeruhan dan meningkatnya kandungan padatan terlarut/tersuspensi pada air sungai antara lain dengan pemilihan teknik penambangan yang tepat sesuai tata cara ijin penambangan.

- Upaya pencegahan terganggunya keberadaan biota air pada sungai antara lain adalah pemilihan lokasi yang aman dan tidak terdapat biota perairan yang tergolong endemik dan dilindungi.

Acuan yang dapat digunakan dalam rangka pengelolaan lingkungan di quarry adalah Pedoman Mitigasi Dampak Standar pada Pekerjaan Konstruksi Jalan yaitu mengenai Prosedur Penanganan Dampak Pengambilan Material di Quarry Lampiran 2

2. Di Lokasi Pengangkutan Material Bangunan

a. Potensi Dampak

Potensi dampak kegiatan pengangkutan material bangunan yaitu pencemaran kualitas udara, meningkatnya kebisingan, terjadinya kerusakan jalan umum dan terganggunya lalu lintas.

b. Pengelolaan Lingkungan pada Pengangkutan Material Bangunan

Kegiatan pengelolaan ini bertujuan untuk mengurangi pencemaran kualitas udara, mengurangi tingkat kebisingan dan mencegah kerusakan jalan yang digunakan untuk pengangkutan material yang berpotensi mengganggu kenyamanan penduduk.

a) Pencemaran udara (debu/partikel, CO2, SO2, NO2, CO, HC) dapat dikelola dengan cara:

(1) Diupayakan memilih jalur angkutan material yang tidak melalui daerah permukiman dan fasilitas umum;

(2) Penyiraman jalur angkutan di jalan umum yang dilalui kendaraan angkutan material secara berkala pada saat berdebu serta pembersihan terhadap ceceran tanah agar jalan tidak menjadi licin saat hujan;

(3) Membatasi kecepatan kendaraan proyek yang menggunakan jalan umum yang dilintasi;

(4) Menutup bak truk kendaraan pengangkut material menggunakan terpal, bila perlu mencuci ban sebelum keluar dari quarry (pada saat musim hujan).

b) Meningkatnya tingkat kebisingan dapat dikelola antara lain dengan cara:

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

36-90

(1) Memilih jalur angkutan material yang tidak melalui daerah pemukiman dan fasilitas umum;

(2) Mengatur jam kerja atau pengangkutan material sesuai jam kerja yaitu jam 07.00 sampai jam 17.00;

(3) Apabila akan dilakukan kegiatan di luar jam kerja, maka kontraktor atau penanggung jawab perlu berkonsultasi dengan aparat dan masyarakat setempat;

(4) Pemeliharaan kendaraan angkut material secara berkala.

c) Kerusakan jalan umum yang dilalui kendaraan pengangkut material, dapat dikelola antara lain:

(1) Membatasi muatan kendaraan/truk pengangkut material sesuai dengan kapasitas jalan.

(2) Apabila terjadi kerusakan jalan akibat kendaraan proyek maka perlu segera memperbaiki kondisi jalan yang rusak oleh penanggung jawab pembangunan jalan.

d) Terganggunya lalu lintas

Dalam rangka mencegah terjadinya gangguan lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas karena kendaraan angkutan material melalui jalan umum dapat dikelola melalui:

(1) Penyuluhan kepada pengemudi untuk mematuhi peraturan lalu lintas dan menaati tata tertib yang dikeluarkan oleh manajemen proyek;

(2) Pengaturan arus lalu lintas antara lain dengan cara menugaskan penjaga pengatur lalu lintas pada lokasi rawan kemacetan dan kecelakaan;

(3) Pemasangan rambu-rambu lalu lintas pada jarak + 50-100 m sebelum lokasi proyek dan lokasi quarry.

5.3.2.3 Di Lokasi Base Camp

a. Potensi Dampak

Pengoperasian base camp berpotensi dapat menimbulkan dampak pencemaran kualitas udara (sebaran debu), meningkatnya kebisingan, terganggunya drainase, pencemaran kualitas air, pencemaran tanah, menurunnya sanitasi, estetika dan kamtibmas.

b. Pengelolaan Lingkungan pada Kegiatan di Lokasi Base Camp

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan akibat pengoperasian base camp dapat dilakukan sebagai berikut:

a) Pencemaran udara (debu)

Mencegah dan mengurangi terjadinya pencemaran udara, antara lain:

(1) Pemasangan alat pengumpul debu (dust collector) pada pengoperasian AMP untuk mencegah dan mengurangi penyebaran partikel debu ke lingkungan;

(2) Melakukan penyiraman lokasi base camp terutama pada jalan masuk dan keluar kendaraan dan peralatan proyek;

(3) Membatasi ketinggian penumpukan material (pasir) dan penutupan (dengan terpal) untuk mencegah sebaran debu oleh angin.

b) Meningkatkan kebisingan

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

37-90

Mengurangi tingkat kebisingan antara lain dengan cara:

(1) Pemeliharaan peralatan dan kendaraan secara berkala agar mesin-mesin terawat;

(2) Menyimpan generator pada ruang yang tertutup dan kedap suara serta diletakkan relatif jauh dari barak, kantor base camp dan permukiman penduduk;

c) Pencemaran kualitas air permukaan

Mencegah terjadinya pencemaran kualitas air permukaan yang berakibat menurunnya sanitasi antara lain:

(1) Menyediakan tempat mandi cuci dan kakus (MCK) untuk keperluan karyawan dan pengunjung base camp;

(2) Lokasi MCK diupayakan relatif jauh dari sumber air bersih (bila di dalam base camp dibangun sumur untuk sumber air bersih) dan membuat septic tank;

(3) Menata jaringan drainase untuk mengalirkan air buangan dari tempat mandi dan mencuci ke tempat yang memadai dan tidak mencemari air permukaan;

(4) Menyediakan tempat sampah di dalam kantor, barak dan halaman base camp;

(5) Menyediakan tempat pembuangan sampah sementara (TPS) secara tertutup di area base camp;

(6) Menyediakan air bersih antara lain sumur tanah atau air bersih dan air minum dari perusahaan pengolah air bersih (PAM/PDAM) dan disediakan tangki penampungnya di area base camp;

(7) Menugaskan petugas khusus untuk kebersihan lingkungan base camp; (8) Memasang papan peringatan, himbauan yang berlaku bagi karyawan dan

pengunjung base camp mengenai kebersihan lingkungan; (9) Bekerja sama dengan aparat setempat (kecamatan, desa) dalam

pembuangan sampah dari base camp ke tempat pembuangan akhir (TPA).

d) Pencemaran tanah

Mencegah pencemaran tanah dan air antara lain dengan cara berikut ini:

(1) Limbah pelumas bekas dari peralatan dan kendaraan proyek ditampung di dalam penampung tertutup (drum). Selanjutanya diserahkan pada perusahaan resmi pengumpul limbah pelumas untuk didaur ulang;

(2) Melengkapi saluran (selokan/parit) di base camp termasuk lokasi AMP, bengkel serta tempat parkir kendaraan dan peralatan proyek untuk mencegah terjadinya genangan air saat hujan dan pencemaran tanah;

(3) Pembinaan pada karyawan di base camp untuk mencegah terjadinya ceceran bahan bakar, pelumas dan cat ke permukaan tanah atau tidak dibuang ke lingkungan antara lain sungai, lahan terbuka dan lingkungan lainnya.

e) Terganggunya lalu lintas

Dalam rangka mencegah terjadinya gangguan terhadap lalu lintas akibat kegiatan di base camp, maka penanganannya antara lain:

(1) Memasang rambu lalu lintas di sekitar jalan eksisting sebelum lokasi base camp dan memasang lampu peringatan untuk dinyalakan pada malam hari;

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

38-90

(2) Menugaskan petugas pengatur lalu lintas pada lokasi masuk atau keluar kendaraan atau peralatan dari atau ke base camp;

(3) Melakukan penyuluhan pada petugas/operator peralatan berat dan kendaraan proyek dalam hal ketertiban lalu lintas di sekitar base camp dan lokasi proyek.

f) Kondisi kamtibmas

Menjaga kondisi kamtibmas di lingkungan base camp dan lingkungan masyarakat antara lain dengan cara:

(1) Melibatkan penduduk setempat dalam kegiatan yang sesuai pada pengoperasian base camp;

(2) Turut serta dalam kegiatan sosial yang dilakukan oleh penduduk setempat antara lain peringatan hari besar dan kegiatan sosial lainnya;

(3) Membatasi base camp dengan pagar pembatas, menggunakan � ocia dan ketinggian pembatas yang memadai untuk mengurangi sebaran debu, kebisingan dan sebagai pengaman.

5.4 Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

5.4.1 Pengoperasian Jalan

Pengoperasian jalan merupakan kegiatan penggunaan jalan untuk melayani lalu lintas jalan. Pengoperasian jalan perlu diusahakan agar sesuai dengan kemampuan kapasitas jalan sehingga dapat melayani lalu lintas dengan baik dan menjamin keselamatan pengguna jalan.

a. Potensi Dampak

Potensi dampak pengoperasian jalan adalah pencemaran udara, meningkatnya kebisingan, timbulnya getaran, potensi genangan air, kecelakaan atau kemacetan lalu lintas dan berubahnya penggunaan lahan di RUMIJA atau RUWASJA.

b. Pengelolaan Lingkungan pada Pengoperasian Jalan

Pengelolaan lingkungan yang perlu dilakukan dalam rangka mengurangi dampak lingkungan antara lain:

a) Pencemaran kualitas udara (Nox, CO, SO2, debu/patikulat)

Mengurangi pencemaran udara dengan cara memelihara tanaman yang sudah ditanam pada kegiatan penghijauan dan pertamanan dan bila perlu menambah tanaman sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan kondisi lalu lintas. Jenis yang ditanam dan dipelihara mempunyai fungsi ekologis, estetis dan kenyamanan (peneduh). Sebagai acuan pemilihan tanaman untuk mengurangi pencemaran udara antara lain adalah penerapan Pedoman Pemilihan Tanaman Untuk Mengurangi Polusi Udara (Nox, CO, SO2) Nomor 011/T/BM/1999 dan menerapkan Tata Cara Pemeliharaan Tanaman Lansekap Jalan nomor 009/T/Bt/1995.

b) Meningkatnya kebisingan

Mengurangi tingkat kebisingan di antaranya memanfaatkan tanaman tepi jalan sebagai penyerap kebisingan dan bila perlu pada lokasi jalan yang berdekatan dengan fasilitas umum (sekolah, rumah ibadah, rumah sakit, pasar, dan lain-

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

39-90

lain) dipasang pagar pembatas/penghalang suara (noise barrier) dari bahan yang sesuai. Acuan yang digunakan dalam mengurangi kebisingan antara lain Pedoman Mitigasi Dampak Kebisingan Akibat Lalu Lintas Nomor Pd-T-16-2005B.

c) Meningkatnya getaran

Mengurangi tingkat getaran di antaranya dengan cara pemeliharaan kondisi selokan atau parit di tepi jalan yang mempunyai fungsi utama mengalirkan air permukaan, tetapi mempunyai fungsi lain sebagai penghambat atau pemutus getaran akibat kendaraan.

d) Kecelakaan lalu lintas

Mencegah terjadinya kecelakaan atau kemacetan lalu lintas antara lain:

(1) Pemasangan dan pemeliharaan rambu lalu lintas dan marka jalan pada lokasi yang tepat;

(2) Penerapan sistem manajemen lalu lintas yang tepat agar jalan dapat berfungsi sesuai kapasitasnya;

(3) Penertiban pedagang kaki lima (PKL) dan kegiatan informal lainnya pada lokasi RUMIJA yang mengganggu/mengurangi kapasitas jalan (side friction);

(4) Pembangunan prasarana atau perlengkapan jalan pada lokasi yang tepat.

e) Perubahan penggunaan lahan di RUMIJA

Mencegah terjadinya penggunaan lahan di RUMIJA antara lain:

(1) Memasang patok batas RUMIJA; (2) Memasang papan himbauan atau larangan tidak melakukan kegiatan di

RUMIJA; (3) Penatagunaan lahan sesuai fungsi jalan; (4) Penyuluhan/sosialisasi peraturan perundangan jalan, termasuk fungsi dan

sanksi.

f) Meningkatnya mobilitas penduduk

Pengoperasian jalan berdampak positif terhadap mobilitas penduduk setempat maupun dari luar daerah. Potensi dampak antara lain adalah berubahnya penggunaan lahan sekitar tepi jalan (di dalam atau di luar RUWASJA). Dalam rangka pengendalian penggunaan lahan dan kegiatan sekitar tepi jalan maka upaya yang perlu dilakukan adalah:

- Pengawasan penggunaan lahan oleh pemerintah setempat yang berwenang dalam penatagunaan lahan, agar penggunaan lahan sesuai peruntukannya, termasuk pencegahan kegiatan perambahan dan pembalakan hutan dan lahan.

g) Terganggunya mobilitas satwa dilindungi

Lokasi jalan yang berada atau memotong kawasan hutan, perkebunan, rawa, pantai atau sabana akan mengganggu jalur lintas untuk mobilitas satwa liar. Hal ini akan mengganggu kehidupan satwa karena adanya jalan dan lalu lintas kendaraan. Dalam rangka mencegah dan mengurangi terganggunya satwa liar, perlu upaya pengelolaan lingkungan antara lain:

(1) Berkoordinasi dan berkonsultasi dengan instansi yang bertanggung jawab dalam konservasi sumber daya alam setempat untuk bekerja sama menangani keberadaan satwa liar;

(2) Memasang rambu atau tanda lokasi tertentu yang biasa dijadikan jalur lintas satwa liar yang terpotong oleh jalan;

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

40-90

(3) Memasang papan peringatan, himbauan atau larangan adanya kegiatan yang mengganggu kehidupan satwa liar di lokasi habitat satwa liar di sekitar tepi jalan.

h) Potensi genangan atau banjir

Dalam rangka mencegah terjadinya genangan atau banjir terutama pada lokasi jalan di daerah rata atau daerah penggunaan lahan yang padat, antara lain adalah:

- Pemeliharaan saluran drainase (saluran samping, tengah dan saluran memotong jalan) secara rutin dan berkala serta rehabilitasi.

5.4.2 Pemeliharaan Jalan.

Pemeliharaan jalan meliputi kegiatan pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan rehabilitasi. Pemeliharaan jalan merupakan prioritas utama dari semua kegiatan penanganan jalan, yang tujuannya adalah agar jalan tetap dapat digunakan sesuai kapasitas dan fungsinya.

a. Potensi Dampak

Potensi dampak akibat pekerjaan pemeliharaan jalan adalah kemacetan atau kecelakaan lalu lintas.

b. Pengelolaan Lingkungan pada Pemeliharaan jalan

Pengelolaan lingkungan dalam rangka mencegah terganggunya lalu lintas dan kecelakaan antara lain:

(1) Pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan jalan harus mempertimbangkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan;

(2) Pengaturan waktu pelaksanaan kegiatan pemeliharaan jalan yang tepat; (3) Pemasangan rambu lalu lintas sementara dan menugaskan petugas pengatur

lalu lintas selama pekerjaan pemeliharaan jalan; (4) Melakukan pemeliharaan rutin, berkala dan rehabilitasi jalan sesuai program

yang telah direncanakan.

Acuan yang dapat digunakan dalam pemeliharaan jalan untuk menunjang pengelolaan lingkungan antara lain:

- Pedoman Pemeliharaan Rutin DAMIJA dan DAWASJA (No. UPR.02). - Pedoman Pemeliharaan Rutin Perlengkapan Jalan ( No. UPR.02.5). - Pedoman Pemeliharaan Rutin Taman Jalan (UPR.02.6).

Potensi Dampak Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Potensi Dampak Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan lingkungan

A. Pengadaan Tanah

a. Keresahan masyarakat

b. Hilangnya aset c. Hilangnya mata pencaharian

a. Konsultasi masyarakat b. Penetapan ganti rugi atau

kompensasi berdasarkan hasil musyawarah

c. Pemberdayaan masyarakat yang terkena proyek

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

41-90

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan lingkungan

d. Terganggunya kegiatan sosial ekonomi

d. Pemberdayaan masyarakat yang terkena proyek

B. Tahap Konstruksi

B1. Persiapan Pekerjaan Konstruksi 1. Mobilisasi

tenaga kerja

a. Kecemburuan sosial

b. Peningkatan kesempatan kerja dan peluang usaha (dampak positif)

c. Potensi penyebaran penyakit menular antara lain HIV/AID, hepatitis dan lain-lain

a. Memberikan peluang tenaga kerja setempat yang sama dan konsultasi masyarakat

b. Pemberian informasi tentang tenaga kerja yang diperlukan dan pemberdayaan masyarakat setempat

c. Perlu keterangan/persyaratan kesehatan calon tenaga kerja

2. Mobilisasi peralatan berat

a. Kerusakan jalan b. Terganggunya lalu lintas

a. Perbaikan jalan yang rusak dan membatasi tonase peralatan atau membatasi tekanan gandar

b. Menugaskan pengatur lalu lintas dan memasang rambu lalu lintas sementara

3. Pembuatan jalan masuk /akses

a. Pencemaran udara (debu)

b. Meningkatnya kebisingan

c. Terganggunya lalu lintas

a. Penyiraman jalan secara berkala b. Pengaturan jam kerja dan perawatan kendaraan/ peralatan

c. Pengaturan lalu lintas

4. Pembangunan base camp

a. Berubahnya penggunan lahan

b. Pencemaran udara (debu)

c. Meningkatnya kebisingan

a. Memilih lokasi dekat dengan lokasi kegiatan, tidak pada daerah sensitif, pembatasan luas area base camp dan jauh dari pemukiman.

b. Penyiraman permukaan tanah. c. Pengaturan jam kerja dan perawatan kendaraan dan peralatan proyek.

B2. Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi

a. Di lokasi proyek 1. Pembersihan lahan

a. Hilangnya vegetasi

a. Membatasi luas pembersihan lahan sesuai desain. Segera memasang

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

42-90

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan lingkungan

b. Pencemaran udara (debu)

c. Meningkatnya kebisingan

d. Longsor dan erosi e. Kerusakan atau terganggunya utilitas umum

patok RUMIJA dan larangan mengganggu vegetasi dan satwa liar

b. Penyiraman secara berkala dan membatasi kecepatan kendaraan proyek

c. Pengaturan jam kerja dan perawatan kendaraan serta peralatan secara berkala

d. Pembuatan saluran drainase sementara dan segera membangun bangunan pencegah longsor dan erosi serta mengamankan tanah humus

e. Berkoordinasi dengan pengelola utilitas sebelum pemindahan atau perbaikan utilitas sesui peraturan yang berlaku

2. Pekerjaan tanah

a. Pencemaran udara (debu)

b. Meningkatnya kebisingan

c. Terganggunya stabilitas lereng, longsor dan erosi

d. Terganggunya pola aliran air tanah dan air permukaan

e. Perubahan bentang alam/ lansekap;

a. Penyiraman secara berkala dan membatasi kecepatan kendaraan proyek

b. Pengaturan jam kerja, perawatan kendaraan dan peralatan secara berkala

c. Mengubah geometri lereng dan perkuatan lereng, pengendalian aliran air tanah, pengaturan sudut lereng (safety factor) dan pembuatan sistem drainase

d. Mengendalikan air rembesan, membuat saluran samping dan berm sepanjang sisi timbunan

e. Penataan lansekap yang memperhatikan nilai ekologis, estetis dan keselamatan serta kenyamanan

3. Pekerjaan drainase

a. Terganggunya aliran air permukaan dan pencemaran kualitas air

b. Gangguan lalu lintas (bila dekat jalan eksisting)

c. Terganggunya aksesibilitas

a. Membuat saluran air sementara dan dimensi saluran air sesuai desain

b. Pengaturan lalu lintas dan pemasangan rambu lalu lintas

c. Membuat jalan akses sementara

4. Pekerjaan badan jalan

a. Pencemaran udara (debu)

a. Penyiraman secara berkala pada musim kering

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

43-90

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan lingkungan

b. Meningkatnya kebisingan

c. Terganggunya lalu lintas

b. Pengaturan jam kerja, perawatan peralatan dan kendaraan proyek

c. Pengaturan lalu lintas dan pemasangan rambu lalu lintas sementara

5. Pekerjaan jembatan

a. Meningkatnya kebisingan

b. Meningkatnya

getaran c. Terganggunya lalu lintas

d. Pencemaran kualitas air sungai

a. Pemberitahuan pada masyarakat sekitar; dan pengaturan jadwal kerja

b. Penggunaan bor pile (apabila lokasi kegiatan dekat pemukiman atau fasilitas umum)

c. Pengaturan lalu lintas dan pemasangan rambu lalu lintas

d. Mengalihkan aliran air sementara sekitar pondasi jembatan dan mencegah terjadinya tumpahan/ceceran material ke perairan

6. Penghijauan dan

pertamanan

a. Mengurangi longsor dan erosi

b. Peningkatan estetika

c. Menurunkan pencemaran udara (debu, CO, SO2, NO2, HC)

a. Menanam tanaman pelindung tanah dan peneduh (jenis setempat, khas daerah, mudah ditanam dan dipelihara, tidak mengganggu jalan)

b. Penanaman tanaman hias (jenis setempat, khas daerah, mudah ditanam dan dipelihara, tidak mengganggu jalan)

c. Menanam tanaman penyerap CO, SO2, NO2, HC, debu dan kebisingan (jenis setempat, khas daerah, mudah ditanam dan dipelihara, tidak mengganggu jalan)

7. Pemasangan perlengkapan jalan

- Terganggunya lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas

- Pengaturan lalu lintas dan pemasangan rambu lalu lintas sementara

- Pemasangan perlengkapan jalan harus sesuai desain yang memasukkan aspek lingkungan hidup termasuk di daerah sensitif

8. Pembuangan material sisa pembersihan lahan dan sisa pekerjaan konstruksi

a. Terganggunya aliran air permukaan

b. Terganggunya estetika

c. Terganggunya kenyamanan masyarakat

d. Pencemaran tanah

a. Pemanfaatan material sisa (penggunaan kembali dan daur ulang/3 R)

b. Pembuangan material sisa yang tidak dapat digunakan pada lokasi pembuangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

44-90

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan lingkungan

b. Di lokasi Quarry dan jalur transportasi material

1. Pengambilan material bangunan di quarry (di darat/bukit atau gunung)

a. Pencemaran udara (debu)

b. Meningkatnya kebisingan

c. Terjadinya lubang dan genangan

d. Terganggunya aliran air permukaan

e. Longsor dan erosi

a. Penyiraman secara berkala pada musim kering

b. Pengaturan jam kerja dan perawatan peralatan

c. Reklamasi dan pemanfaatan kembali lahan

d. Pembuatan jaringan drainase e. Pengaturan kemiringan lereng sesuai dengan kondisi tanah, pengendalian air larian dan tebing dibuat berteras

2. Pengambilan material di quarry sungai

a. Degradasi sungai dan mengganggu stabilitas bangunan

b. Pencemaran air sungai

c. Terganggunya biota air.

a. Pemilihan lokasi quarry yang sesuai berdasarkan kep. Instansi pemerintah setempat

b. Tata cara penambangan sesuai yang ditetapkan instansi yang berwenang

c. Tata cara penambangan tepat dan melakukan konsultasi masyarakat yang memanfaatkan sungai

3. Pengangkutan material bangunan

a. Pencemaran udara (debu)

b. Meningkatnya kebisingan

c. Kerusakan jalan d. Terganggunya lalu lintas

e. Terganggunya kenyamanan masyarakat.

a. Penyiraman berkala; Bak truk ditutup terpal, memilih jalur angkutan, membatasi kecepatan kendaraan material

b. Perawatan kendaraan angkut material dan pengaturan jam kerja

c. Pemeliharaan/Perbaikan jalan d. Pengaturan lalu lintas; Pemasangan rambu lalu lintas

e. Pengaturan waktu pengangkutan material pada jam kerja dan memilih jalur angkutan tidak melalui pemukiman

c. Di lokasi Base camp

1. Pengoperasian base camp (barak pekerja, kantor, stockpile, bengkel, gudang, stone crusher dan AMP)

a. Pencemaran udara (debu/partikel, SO2, NO2, CO, HC)

b. Meningkatnya kebisingan

a. Perawatan peralatan, pemasangan dust collector, penyiraman berkala, membatasi ketinggian tumpukan material, uji emisi kendaraan

b. Perawatan peralatan, menyimpan genset pada tempat kedap suara dan jauh dari pemukiman

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

45-90

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan lingkungan

c. Pencemaran air permukaan

d. Pencemaran tanah e. Terganggunya lalu lintas

f. Kondisi kamtibmas

c. Pengendalian limbah cair (oli/ pelumas bekas, cat, bahan pelarut cat, pembersih peralatan dll) dan membangun MCK dilengkapi septic tank yang jauh dari sumber air bersih, menata jaringan drainase, menyediakan tempat sampah (TPS)

d. Menampung pelumas bekas dalam drum, penyuluhan karyawan untuk mencegah ceceran/tumpahan minyak/oli/pelumas/cat/ semen, dan lain-lain pada tanah

e. Pengaturan lalu lintas dan pemasangan rambu lalu lintas

f. Pemberdayaan masyarakat setempat

C. Tahap

Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

1. Pengoperasian jalan

a. Pencemaran udara (debu, partikel, SO2, NO2, CO, HC)

b. Meningkatnya kebisingan

c. Meningkatnya getaran

d. Kecelakaan lalu lintas

e. Perubahan penggunaan lahan di RUMIJA (sidefriction)

f. Meningkatnya mobilitas penduduk

g. Gangguan terhadap jalur perlintasan/ mobilitas satwa dilindungi

h. Potensi genangan atau banjir

a. Pemeliharaan tanaman di jalur tanaman (penghijauan di median, pulau jalan dan teoi jalan)

b. Pemeliharaan tanaman di jalur tanaman dan pembuatan noise barrier (pada lokasi tertentu/ fasilitas umum, tempat ibadah, rumah sakit, sekolah)

c. Pembuatan dan perawatan parit/saluran tepi

d. Pengaturan lalu lintas, pemasangan rambu lalu lintas yang tepat, penertiban pedagang kaki lima

e. Memasang patok batas RUMIJA dan papan larangan kegiatan

f. Pengawasan penggunaan lahan sesuai tata guna lahan

g. Pemasangan papan peringatan/ himbauan/larangan mengganggu satwa dilindungi dan memasang tanda/rambu jalur perlintasan satwa

h. Pemeliharaan rutin, berkala jaringan drainase

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

46-90

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan lingkungan

2. Pemeliharaan jalan

- Terganggunya lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas

- Pengaturan lalu lintas dan pemasangan rambu lalu lintas sementara

5.5 Pengelolan Lingkungan Hidup Pembangunan Jalan di Daerah Sensitif

Daerah sensitif terdiri dari kawasan lindung dan kawasan/areal tertentu yang memiliki fungsi atau karakteristik lingkungan dan sosial-budaya khas, yang sangat potensial mengalami dampak negatif penting akibat pembangunan jalan.

Daerah sensitif dikelompokkan dalam tujuh kategori, yang didasarkan atas pertimbangan kesamaan karakteristik biogeofisik dan sosialnya, atau kesamaan/kekhasan tujuan perlindungan/pengelolaan lingkungannya yaitu:

- Kawasan Hutan - Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan, - Kawasan Rawan Bencana Alam - Kawasan Cagar Budaya - Daerah Komunitas Rentan - Kawasan Komersial, Permukiman dan Lahan Produktif - Kawasan Khusus

1. Persebaran daerah sensitif

a) Lokasi tiap jenis daerah sensitif di tiap provinsi dapat dilihat pada contoh Peta Daerah Sensitif yang dibuat/dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga.

b) Informasi mengenai peta daerah sensitif tersebut dapat diperoleh dari Sub Direktorat Teknik Lingkungan, Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jenderal Bina Marga, atau melalui internet (www.pu.go.id).

c) Informasi yang lebih rinci dapat diperoleh dari instansi pengelola atau yang berkaitan dengan pengelolaan daerah sensitif yang bersangkutan baik di tingkat pusat maupun provinsi dan kabupaten/kota.

2. Ketentuan umum tentang pembangunan jalan di daerah sensitif

a) Daerah sensitif memerlukan perlindungan atau pengelolaan khusus untuk melindungi kelestarian fungsi sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa, untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan.

b) Penetapan rute jalan baru sedapat mungkin menghindari daerah sensitif terutama kawasan hutan konservasi dan daerah rawan bencana alam.

c) Penetapan koridor jalan di daerah sensitif harus dikoordinasikan dengan semua instansi terkait, pada tahap prencanaan umum.

d) Penetapan rute jalan di daerah sensitif pada tahap studi kelayakan harus dikonsultasikan dengan instansi pengelola/pembina daerah sensitif yang bersangkutan, dan mendapat persetujuan dari instansi tersebut.

e) Pembangunan jalan di kawasan lindung harus mendukung (tidak bertentangan dengan) sasaran pengelolaan kawasan tersebut, yaitu:

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

47-90

• meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa;

• mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem, dan keunikan alam.

5.3.3 Pembangunan jalan baru tidak boleh dilaksanakan di dalam kawasan hutan konservasi, tapi boleh dilaksanakan di dalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi, dengan syarat harus mendapat “izin pinjam pakai kawasan hutan” dari Menteri Kehutanan.

Catatan: Pada saat ini telah ada beberapa ruas jalan yang melalui kawasan hutan koservasi seperti Taman Nasional dan Taman Hutan Raya yang harus dipelihara dan mungkin perlu ditingkatkan.

g) Kegiatan pembangunan jalan tidak boleh mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air.

h) Rencana kegiatan pembangunan jalan baru atau peningkatan dengan pelebaran jalan yang memerlukan pengadaan lahan di dalam atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung, harus dilengkapi dengan dokumen AMDAL, kecuali kalau berdasarkan hasil kajian lapangan, diperkirakan tidak menimbulkan dampak besar dan penting.

i) Rencana kegiatan pembangunan jalan yang dapat mengakibatkan tercemar, pindah, rusak, berubah, musnah atau hilangnya nilai sejarah benda cagar budaya, dan situs, wajib dilaporkan kepada Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Laporan tersebut harus disampaikan secara tertulis dan dilengkapi dengan hasil studi AMDAL.

j) Pembangunan jalan di daerah komunitas rentan harus mendukung upaya pemberian kemudahan untuk pembangunan kualitas masyarakat tersebut.

k) Dalam pelaksanaan pembangunan jalan yang dalam radius 10 km terdapat komunitas adat, hak-hak adat termasuk hak atas tanah ulayat yang masih dipegang teguh oleh masyarakat setempat, harus diperhatikan dan dilindungi sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas negara hukum yang berintikan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Untuk keperluan tersebut, perlu dilakukan Analisis Dampak Sosial (ANDAS).

l) Pembangunan jalan yang memerlukan pengadaan tanah, perlu dilengkapi ANDAS, jika jumlah penduduk yang terkena pembebasan tanah lebih besar atau sama dengan 40 KK.

m) Pembangunan jalan yang memerlukan pengadaan tanah di daerah kelompok fakir miskin harus mendukung upaya pembinaan kesejahteraan sosial komunitas tersebut agar mereka dapat hidup secara wajar baik jasmani, rohani dan sosial sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan. Untuk keperluan tersebut, perlu dilakukan ANDAS, kalau jumlah fakir miskin yang terkena pembebasan tanah lebih besar atau sama dengan 20 KK.

n) Pembangunan jalan yang mengakibatkan alih fungsi lahan beririgasi tidak boleh dilakukan kecuali terdapat perubahan rencana tata ruang.

o) Perpotongan jalan dengan jalur kereta api harus dibuat tidak sebidang. Pengecualian terhadap ketentuan tersebut hanya dilakukan dengan tetap menjamin keselamatan dan kelancaran perjalanan kereta api maupun lalu lintas di jalan.

p) Pembangunan jalan yang memerlukan perpotongan atau persinggungan dengan jalur kereta api umum wajib mendapat izin dari pemilik prasarana perkeretaapian.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

48-90

q) Rencana kegiatan pembangunan jalan di daerah komunitas rentan, harus dilengkapi analisis dampak sosial (ANDAS).

3. Potensi dampak spesifik dan pedoman pengelolaannya

a) Pembangunan jalan di tiap jenis daerah sensitif mempunyai potensi “dampak spesifik” yang memerlukan penanganan khusus sesuai dengan tujuan perlindungan daerah yang bersangkutan.

b) Potensi dampak lainnya sangat tergantung dari jenis, besaran dan karakteristik kegiatan pembangunan jalan tertentu, serta kondisi lingkungan di areal tapak kegiatan proyek jalan dan sekitarnya yang telah diuraikan dalam sub bab 5.2, 5.3 dan 5.4.

4. Pedoman pengelolaan dampak di daerah sensitif

Pedoman pengelolaan dampak lingkungan dan sosial-budaya pembangunan jalan di daerah sensitif disusun oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, yang terdiri dari:

a) Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Daerah Sensitif;

b) Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Hutan; c) Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Lindung di

Luar Kawasan Hutan; d) Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Rawan

Bencana Alam; e) Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Cagar

Budaya, Bangunan Monumental dan Areal/Tempat Dilindungi; f) Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Daerah Komunitas

Rentan; g) Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Komersial,

Permukiman dan Lahan Produktif; h) Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan di Kawasan Khusus.

Pedoman Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut memberikan penjelasan tentang daerah sensitif dan prinsip dasar pengelolaan lingkungan dalam kaitannya dengan pembangunan jalan di daerah-daerah sensitif. Ringkasan pedoman, manual dan prosedur pengelolaan lingkungan di daerah sensitif disajikan pada Lampiran 5 dan secara lengkap dilampirkan pada buku Pedoman Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan (Buku 2).

5.5.1 Pembangunan Jalan di Kawasan Hutan

Pembangunan jalan di kawasan hutan mencakup daerah:

- Cagar Alam - Suaka Marga Satwa - Daerah Pengungsian Satwa - Taman Nasional - Taman Hutan Raya - Taman Wisata Alam - Taman Buru - Hutan Lindung

Potensi dampak dan arahan penanganannya pada tahap prakonstruksi, konstruksi, serta pengoperasian dan pemeliharaan tercantum pada Tabel 3.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

49-90

Tabel 3. Potensi Dampak Pembangunan Jalan di Kawasan Hutan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan

Kegiatan (Sumber Dampak)

Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

A. Tahap Pra-konstruksi

� Pengadaan tanah � Masalah kepentingan antar instansi

• Konsultasi dan koordinasi dengan instansi yang menangani bidang kehutanan tingkat pusat dan daerah;

• Konsultasi dan koordinasi dengan pihak-pihak pemilik hak pemanfaatan hutan yang bersangkutan;

• Pengurusan ijin “Pinjam Pakai” Kawasan Hutan

B. Tahap Konstruksi

• Mobilisasi peralatan berat;

• Pengangkutan material;

• Pekerjaan tanah • Pekerjaan badan jalan • Pembersihan lahan

• Meningkatnya kebisingan

• Perubahan bentang alam

• Gangguan pada aliran air permukaan

• Gangguan pada flora dan fauna

• Gangguan terhadap kehidupan satwa liar

• Rencana pelaksanaan pekerjaan konstruksi dikoordinasikan dengan instansi pengelola dan pemanfaat hutan yang bersangkutan

• Basecamp dibuat di luar kawasan hutan konservasi

• Penggunaan alat berat seminimal mungkin

• Semua alat berat yang digunakan harus dibawa kembali ke luar kawasan hutan, setelah selesai digunakan setiap harinya

• Semua pekerja harus keluar dari kawasan hutan setelah selesai melakukan pekerjaan setiap harinya.

• Lereng galian/timbunan tanah diperkuat supaya tidak terjadi erosi/longsor

• Aliran air permukaan yang terpotong galian/timbunan tanah harus diusahakan tetap berfungsi seperti semula

• Pembersihan lahan diusahakan hanya pada areal tapak pekerjaan konstruksi

• Pekerjaan konstruksi hanya dilaksanakan pada siang hari

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

50-90

Kegiatan (Sumber Dampak)

Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

C. Tahap Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

• Penggunaan dan pemanfaatan jalan

• Pemeliharaan jalan

• Meningkatnya kebisingan

• Gangguan pada flora • Gangguan pada satwa liar

• Penanaman pohon pelindung di pinggir kiri-kanan jalan

• Pemasangan rambu larangan mengambil tumbuhan hutan

• Pemasangan rambu lalu lintas untuk mengurangi kecepatan kendaraan bermotor sekitar lintasan satwa

• Pembuatan perintang kecepatan lalu lintas (speed trap ) di dekat lokasi lintasan satwa

• Pembuatan underpass lintasan satwa

5.5.2 Pembangunan Jalan di Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

Pembangunan jalan di kawasan lindung di luar kawasan hutan mencakup daerah:

- Lahan basah - Kawasan resapan air - Kawasan sekitar mata air - Kawasan sekitar danau/waduk - Sempadan sungai - Sempadan pantai - Pantai berhutan bakau - Suaka alam laut dan perairan lainnya

Secara ringkas pengelolaan lingkungan pada pembangunan jalan di kawasan lindung di luar kawasan hutan dapat dilihat pada Tabel 4.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

51-90

Tabel 4. Potensi Dampak Lingkungan Kegiatan Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan

5.3.4 Kawasan Gambut

Sumber dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

A. Tahap pra konstruksi

� Pengadaan tanah • Perubahan peruntukan lahan

� Masalah kepentingan antar instansi

• Mengacu pada RTRW • Konsultasi/koordinasi dengan instansi pengelola kawasan lindung di luar kawasan hutan dan instansi lain terkait

B. Tahap konstruksi

• Pembersihan lahan • Pekerjaan tanah • Pekerjaan drainase • Pekerjaan badan jalan

• Pekerjaan jembatan

• Meningkatnya kekeringan pada lahan gambut sehingga mudah terbakar

• Subsidensi lahan gambut

• Gangguan kemampuan fungsi hidrologis lahan gambut

• Gangguan hidrologi, over drainase

• Menurunnya populasi vegetasi di lahan gambut yang bernilai ekonomis

• Gangguan terhadap satwa liar

• Menurunnya biota perairan

• Perubahan/kerusakan bentang alam

• Tidak melakukan penyiapan tanah dengan sistem pembakaran

• Mengembangkan sistem untuk perbaikan tata air di lahan gambut misalnya melalui penyekatan saluran-saluran di lahan gambut yang bersifat menguras air

• Pada saat merencanakan sistem saluran atau drainase perlu memperhatikan ketinggian dari permukaan air dan tata air di kawasan lahan gambut

• Mencegah overdrainase dan subsidensi

• Menerapkan teknologi dengan geotextile, perbaikan sifat tanah, timbunan ringan, pile slab

• Membatasi pembukaan kawasan di daerah yang benar-benar diperlukan untuk pekerjaan

• Pembabatan tanaman segera ditindaklanjuti dengan revegetasi

C. Tahap Pengoperasian dan pemeliharaan jalan

• Pengoperasian jalan • Subsidensi lahan gambut

• Koordinasikan kepada instansi terkait untuk meningkatkan

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

52-90

Sumber dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

• Meningkatnya pembukaan dan penebangan liar

• Perpindahan/migrasi satwa liar serta perburuan satwa liar

• Perubahan peruntukan lahan tidak sesuai dengan RTRW

dan memperkuat aspek pengawasan dan penegakan hukum (termasuk hukum adat) terhadap perlindungan dan pengelolaan lahan gambut dan rantai perdagangan illegal logging • Koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan pemantauan dan pengawasan secara periodik diikuti penertiban, penegakan hukum atas penggunaan lahan di sekitar kawasan yang tidak sesuai RTRW

5.3.5 Kawasan Hutan Bakau

Sumber dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

A. Tahap pra konstruksi

� Pengadaan tanah • Perubahan peruntukan lahan

• Masalah kepentingan antar instansi pengelola

• Mengacu pada RTRW • Konsultasi/koordinasi dengan instansi pengelola kawasan hutan bakau dan instansi lain terkait

B. Tahap konstruksi

• Pembersihan lahan • Pekerjaan tanah • Pekerjaan drainase • Pekerjaan badan jalan

• Pekerjaan jembatan

• Gangguan fungsi kawasan sebagai pelindung pantai dari erosi/abrasi pantai

• Gangguan terhadap satwa liar

• Berkurangnya populasi flora bakau yang khas dari jenis Rhizophora, sonneratia, api-api dan nipah;

• Perubahan jumlah dan keanekaan flora/vegetasi

• Gangguan terhadap berbagai jenis biota akuatik.

• Hindari semua bentuk kegiatan yang mengakibatkan pengurangan areal bakau di luar Rumija

• Hindari penggunaan kawasan hutan bakau sebagai tapak lokasi jalan masuk • Rehabilitasi kerusakan hutan dengan penghutanan kembali (reforestration), upayakan pemilihan tanaman dengan jenis bakau yang cepat tumbuh • Transportasi dari material yang bersifat polutan perlu diawasi dan diatur dalam peraturan khusus • Pada area yang terkena tumpahan minyak supaya

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

53-90

• Perubahan/kerusakan bentang alam

memiliki rencana penanggulangan seperti kolam pengendapan dan lainnya • Menerapkan dan melaksanakan teknik mitigasi dampak sesusai ketentuan Spesifikasi pekerjaan jalan dan jembatan seksi Aspek Lingkungan Hidup • Membatasi pembukaan kawasan di daerah yang benar-benar diperlukan untuk pekerjaan • Pembabatan tanaman segera ditindaklanjuti dengan revegetasi

C. Tahap Pengoperasian dan pemeliharaan jalan

• Pengoperasian jalan • Terjadinya intrusi air laut ke daratan

• Meningkatnya pembukaan dan penebangan liar

• Perpindahan/migrasi satwa liar serta perburuan satwa liar

• Perubahan peruntukan lahan tidak sesuai dengan RTRW

• Rehabilitasi kerusakan hutan dengan reforestration • Koordinasi dengan instansi terkait untuk meningkatkan dan memperkuat aspek pengawasan dan penegakan hukum (termasuk hukum adat) terhadap perlindungan dan pengelolaan kawasan dan rantai perdagangan ilegal logging • Koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan pemantauan dan pengawasan secara periodik serta diikuti penertiban, penegakan hukum atas penggunaan lahan di sekitar kawasan yang tidak sesuai RTRW

5.3.6 Sempadan Sungai

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

A. Tahap pra konstruksi

� Pengadaan tanah • Perubahan peruntukan lahan

• Mengacu pada RTRW • Konsultasi/koordinasi dengan instansi pengelola kawasan sempadan sungai dan instansi

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

54-90

� Masalah kepentingan antar instansi pengelola

lain terkait

B. Tahap konstruksi

• Pembersihan lahan • Pekerjaan tanah • Pekerjaan drainase • Pekerjaan badan jalan

• Pekerjaan jembatan

• Meningkatnya potensi terjadinya erosi, longsor, sedimentasi dan pelumpuran

• Menurunnya kualitas dan kuantitas air permukaan

• Menurunnya populasi vegetasi

• Perubahan aliran air permukaan dan air tanah

• Pencemaran sungai oleh limbah cair/padat

• Gangguan pada flora dan fauna sungai yang khas

• Perubahan/kerusakan bentang alam

• Untuk menghindari pengotoran sungai oleh sampah dibuat pagar sepanjang badan sungai • Dibuat pagar pembatas pengaman antara sungai dan jalan • Dibuat turap batu sepanjang tebing sungai • Konservasi lahan pada jalur kanan dan kiri sungai yang potensi erosi dan longsor • Menghindari/meminimalkan pemotongan vegetasi di daerah buffer zona antara tepi jalan dan badan air • Transportasi dari material yang bersifat polutan perlu diawasi dan diatur dalam peraturan khusus • Pada area yang terkena tumpahan minyak/olie supaya dibuat rencana penanggulangan seperti kolam pengendapan dan lainnya • Menerapkan dan melaksanakan teknik mitigasi dampak sesuai ketentuan Spesifikasi pekerjaan jalan dan jembatan seksi Aspek Lingkungan Hidup

C. Tahap Pengoperasian dan pemeliharaan jalan

• Pengoperasian jalan • Perubahan peruntukan lahan

• Suksesi sungai menjadi daratan (hilangnya sungai)

• Gangguan fungsi kawasan

• Perubahan aliran air permukaan

• Meningkatnya terjadi potensi erosi dan longsor

• Koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan pengendalian dan penertiban penggunaan lahan di daerah sempadan sungai; tidak mengeluarkan ijin bangunan dan kegiatan yang berdampak terhadap gangguan aliran sungai • Koordinasi dengan instansi terkait untuk meningkatkan dan memperkuat aspek pengawasan dan penegakan

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

55-90

hukum terhadap perlindungan daerah sempadan sungai • Dibuat pagar pembatas pengaman antara sungai dan jalan • Dibuat turap batu sepanjang tebing sungai • Koordinasikan kepada instansi terkait untuk melakukan penggerukan secara berkala terhadap lumpur

D. Kawasan Sekitar Danau/Waduk

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

A. Tahap pra konstruksi

� Pengadaan tanah • Perubahan peruntukan lahan

� Masalah kepentingan antar instansi pengelola

• Mengacu pada RTRW • Konsultasi/koordinasi dengan instansi pengelola kawasan danau/waduk dan instansi lain terkait

B. Tahap konstruksi

• Pembersihan lahan • Pekerjaan tanah • Pekerjaan drainase • Pekerjaan badan jalan

• Pekerjaan jembatan

• Menurunnya kualitas dan kuantitas air danau/waduk

• Meningkatnya potensi terjadinya erosi dan pendangkalan danau/waduk

• Menurunnya populasi vegetasi sempadan danau/waduk

• Perubahan/kerusakan bentang alam

• Menghambat laju erosi dan sedimentasi yang masuk ke dalam danau/waduk selama pekerjaan konstruksi

• Hindari pembuangan bahan beracun dari sisa-sisa pekerjaan konstruksi ke danau/waduk

• Pengerukan sedimentasi • Mempertahankan vegetasi alami di sekitar danau

• Menghindari/meminimalkan pemotongan vegetasi di daerah buffer zone danau/waduk

• Melakukan penanaman vegetasi/pohon yang mampu mencegah terjadinya erosi dan memperkuat penampang danau/waduk

• Menerapkan dan melaksanakan teknik mitigasi dampak sesuai ketentuan Spesifikasi Jalan dan Jembatan Seksi Aspek Lingkungan Hidup

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

56-90

C. Tahap Pengoperasian dan pemeliharaan jalan

• Pengoperasian jalan • Gangguan fungsi kawasan • Perubahan aliran air permukaan

• Koordinasi dengan instansi terkait untuk memperbaharui Perda untuk melindungi kawasan danau/waduk

• Koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan pengendalian dan penertiban penggunaan lahan di kawasan sekitar danau

• Koordinasi dengan instansi terkait untuk pengaturan zonasi pemanfaatan ruang yang sangat strategis dalam mengendalikan masuknya polutan ke perairan danau

E. Kawasan Resapan Air

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

A. Tahap pra konstruksi

• Pengadaan tanah • Perubahan peruntukan lahan

• Masalah kepentingan antar instansi pengelola

• Mengacu pada RTRW • Konsultasi/koordinasi dengan instansi pengelola kawasan lindung di luar kawasan hutan dan instansi lain terkait

B. Tahap konstruksi

• Pembersihan lahan • Pekerjaan tanah • Pekerjaan drainase • Pekerjaan badan jalan

• Pekerjaan jembatan

• Perubahan aliran air permukaan dan air tanah • Meningkatnya run off • Berkurangnya ruang terbuka hijau, infiltrasi air ke dalam tanah terganggu, banjir di bagian hilir • Terputusnya aliran air permukaan. Turunnya muka air tanah • Hilangnya komunitas vegetasi pada wilayah resapan air

• Membuat sumur resapan atau bendung/situ, agar air larian tidak langsung masuk ke sungai akan tetapi berhenti sementara di dalam sumur atau bendung/situ sambil memberi peluang air meresap ke dalam tanah. Ukuran sumur resapan atau bendung/situ disesuaikan luas lahan yang berubah fungsi dari resapan menjadi Rumija

• Larangan membuang � ocia-bahan berbahaya dari sisa pekerjaan konstruksi di daerah resapan air

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

57-90

• Mempertahankan vegetasi alami di daerah resapan

• Revegetasi (penanaman kembali), di kiri kanan jalan di sepanjang kawasan resapan

C. Tahap Pengoperasian dan pemeliharaan jalan

• Pengoperasian jalan • Perubahan peruntukan lahan

• Meningkatnya run off • Banjir di daerah hilir dan terjadi kekeringan terutama musim kemarau

• Koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan pengendalian dan penertiban penggunaan lahan di daerah kawasan resapan air • Mengevaluasi dan memelihara sumur resapan atau bendung/situ, apakah sumur resapan atau bendung/ situ berfungsi atau tidak agar air larian tidak langsung masuk ke sungai • Koordinasi dengan instansi terkait untuk meningkatkan dan memperkuat aspek pengawasan dan penegakan hukum terhadap perlindungan daerah kawasan resapan air

5.5.3 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pembangunan Jalan di Kawasan

Rawan Bencana Alam

Pembangunan jalan di Kawasan Rawan Bencana Alam mencakup daerah: - letusan gunung berapi - gempa bumi - tsunami - longsor - banjir Potensi Dampak Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Potensi Dampak Lingkungan Kegiatan Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan di Kawasan Bencana Alam

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan Lingkungan

A. Letusan gunung api

� Kerusakan dan/atau terputusnya jalan/jembatan.

� Korban jiwa manusia pengguna

5.3.7 Tahap Pra-Konstruksi

� Survai lapangan rinci mengenai pola aliran lava pijar, pola aliran banjir lahar dingin, elevasi aliran lava pijar dan/atau banjir lahar dingin.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

58-90

dan/atau pemanfaat jalan.

� Trase jalan yang memotong dan/atau melewati sungai yang menjadi aliran lava pijar dan atau banjir lahar dingin dengan perencanaan elevasi yang lebih tinggi.

� Kontruksi jembatan sebaiknya ditempatkan di hilir setelah bangunan kantung lahar dingin (sabo dam).

� Struktur konstruksi bangunan bawah jembatan sebaiknya menghindari penggunaan pier (pilar tengah) jembatan.

5.3.8 Tahap Pasca-Konstruksi � Menutup segmen jalan dan/atau jembatan yang mengalami kerusakan akibat letusan gunung api dan pengalihan lalu lintas ke jalan alternatif.

� Perbaikan dan/atau rehabilitasi segmen jalan dan/atau jembatan yang rusak.

� Peninggian elevasi jalan dan/atau jembatan.

� Relokasi segmen jalan dan/atau jembatan ke lokasi bebas dari bencana letusan gunung api.

B. Gempa bumi � Kerusakan dan/atau terputusnya jalan/jembatan

� Korban jiwa manusia pengguna dan/atau pemanfaat jalan

5.3.9 Tahap Pra-Konstruksi

� Survai lapangan rinci pada segmen jalan yang berada dan/atau memotong garis patahan/sesar aktif untuk mengetahui batas koridor patahan, arah dan pola patahan, karakteristik geologi dan tanah, informasi rekam jejak kerusakan akibat gempa bumi.

� Struktur konstruksi badan jalan yang memotong dan/atau melewati garis patahan/sesar aktif sebaiknya direncanakan dengan ”konstruksi khusus”, berupa jembatan bentang tunggal.

5.3.10 Tahap Pasca-Konstruksi � Penutupan segmen jalan dan/atau jembatan yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi dan pengalihan lalu lintas ke jalan alternatif.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

59-90

� Perbaikan dan/atau rehabilitasi jalan/jembatan yang rusak akibat gempa bumi.

� Relokasi/pengalihan lokasi segmen jalan dan/atau jembatan ke lokasi yang tidak memotong jalur patahan.

C. Tsunami � Kerusakan dan/atau terputusnya jalan/jembatan

� Korban jiwa manusia pengguna dan/atau pemanfaat jalan

5.3.11 Tahap Pra-Konstruksi

� Survai rinci pada segmen jalan yang berada dan/atau memotong kawasan rawan tsunami untuk mengetahui batas tsunami, informasi rekam jejak akibat kerusakan tsunami.

� Trase jalan dan semua struktur jembatan harus diupayakan bebas dari kawasan yang pernah mengalami tsunami.

5.3.12 Tahap Pasca-Konstruksi � Perbaikan dan/atau rehabilitasi segmen dan/atau jembatan yang mengalami kerusakan akibat tsunami.

� Relokasi segmen jalan dan/atau jembatan yang hilang dan/atau rusak karena tsunami.

D. Longsor � Kerusakan dan/atau terputusnya jalan/jembatan

� Korban jiwa manusia pengguna dan/atau pemanfaat jalan

5.3.13 Tahap Pra-Konstruksi

� Survai lapangan rinci pada segmen jalan yang melalui kawasan rawan bencana longsor, mengenai batas daerah rawan lonsor dan jejak kejadian tanah longsor.

� Menyusun rencana teknis rinci struktur badan jalan dan konstruksi penahan lereng jalan sesuai karakteristik geologi dan tanah, serta pola kelongsoran tanah.

5.3.14 Tahap Pasca-Konstruksi � Penutupan jalan dan/atau jembatan yang rusak akibat longsor dan pengalihan lalu lintas ke jalan alternatif.

� Perbaikan dan/atau rehabilitasi segmen jalan dan/atau jembatan yang rusak.

� Relokasi segmen jalan dan/atau jembatan yang rusak akibat longsor.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

60-90

E. Banjir � Kerusakan dan/atau terputusnya jalan/jembatan

� Korban jiwa manusia pengguna dan/atau pemanfaat jalan

5.3.15 Tahap Pra-Konstruksi

� Survai rinci hidrologi untuk mengetahui karakteristik hidrologi, pola aliran, periode banjir dan jejak banjir yang pernah terjadi, elevasi tertinggi areal genangan.

� Elevasi jalan harus lebih tinggi dari elevasi muka air banjir ditambah dengan ruang bebas (free board).

� Pemilihan bentuk struktur konstruksi untuk akses pengaliran air banjir, dapat berupa gorong-gorong (culvert) dan/atau jembatan sesuai daerah aliran banjir eksisting.

� Rencana teknis rinci struktur konstruksi drainase melintang dan memanjang jalan sesuai dengan karakteristik dan debit rencana rencana.

5.3.16 Tahap Pasca-Konstruksi � Penutupan segmen jalan dan/atau jembatan yang terendam banjir dan pengalihan lalu lintas ke jalan alternatif.

� Perbaikan dan/atau rehabilitasi segmen jalan dan/atau jembatan yang rusak karena banjir.

5.5.4 Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kawasan Cagar Budaya

Yang dimaksud dengan kawasan cagar budaya dalam pedoman ini mencakup lokasi/ ruang sekitar benda cagar budaya tidak bergerak yang dikelompokkan dalam dua kategori sebagai berikut:

5.3.17 Lokasi bangunan hasil budaya menusia yang bernilai tinggi, seperti:

• bangunan kuno (minimal berumur 50 tahun) yang bernilai sejarah; • bangunan kuno yang bernilai seni arsitektur bangunan khas; • monumen; • candi; • benteng.

5.3.18 Areal/tempat yang dilindungi, seperti:

• situs purbakala; • makam keramat; • tempat acara ritual tradisional.

Kawasan cagar budaya mempunyai fungsi atau nilai manfaat untuk membantu pengertian manusia mengenai masa lalu, memperkaya masa kini, dan bernilai bagi generasi-generasi di masa depan. Kawasan cagar budaya juga mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata budaya.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

61-90

Jenis-Jenis Situs/Benda Cagar Budaya Tidak Bergerak adalah sebagai berikut:

- Gedung kuno - Rumah Adat - Rumah Perjuangan - Rumah Bersejarah - Masjid - Gereja - Kelenteng - Candi - Monumen - Tugu - Patung

- Benteng - Batu Bergambar - Menhir - Situs - Makam - Tempat pemujaan - Goa - Kapal - Kayu - Marmer

Kawasan cagar budaya termasuk dalam kategori kawasan lindung yang memerlukan perlindungan khusus, sesuai ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Tujuan perlindungan kawasan ini adalah untuk melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan-peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, monumen nasional dan areal/tempat yang dilindungi, yang berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan, dari ancaman kepunahan yang disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia.

Informasi tentang lokasi kawasan cagar budaya dapat dilihat pada Peta Daerah-Daerah Sensitif yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, atau peta yang diterbitkan oleh instansi bidang kebudayaan di tingkat pusat atau daerah (provinsi dan kabupaen/kota).

Ringkasan potensi dampak negatif spesifik pada tiap tahap kegiatan proyek dan arahan penanganannya tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6. Potensi Dampak Pembangunan Jalan di Kawasan Cagar Budaya dan Arahan Pengelolaannya

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan Lingkungan

A. Tahap Pra-konstruksi

� Pengadaan tanah • Masalah antar sektor; • Masalah sosial; • Berkurang atau hilangnya areal situs.

• Konsultasi/koordinasi dengan instansi bidang kebudayaan yang terkait

• konsultasi dengan masyarakat yang terkait dengan keberadaan cagar budaya yang akan terkena proyek jalan

• Melaksanakan studi AMDAL atau kajian khusus bidang sosial, yang mencakup aspek kesejarahan dan arkeologi.

• Penggunaan areal situs seminimal mugkin.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

62-90

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan Lingkungan

B. Tahap Konstruksi

� Mobilisasi peralatan berat

� Pengangkutan material

� Pekerjaan tanah � Pekerjaan badan jalan

• Getaran; • Gangguan pada stabilitas tanah (fondasi bangunan);

• Perubahan/kerusakan struktur fisik bangunan momumental/benda cagar budaya;

• Lenyapnya nilai sejarah/seni arsitektur bangunan khas;

• Hilangnya tempat/benda/ pohon yang bernilai ritual atau keramat;

• Hilangnya keotentikan nilai sejarah/budaya;

• Hilang/punahnya benda cagar budaya.

• Penggunaan peralatan konstruksi yang tidak menimbulkan vibrasi besar;

• Pengamanan struktur bangunan supaya tidak terjadi keretakan/kerusakan;

• Pemindahan/relokasi benda cagar budaya sesuai dengan izin instansi yang berwenang;

• Pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi, untuk mencegah kerusakan dan/atau hilangnya benda cagar budaya;

C. Tahap Pengoperasian dan Pemeliharaan

� Pengoperasian jalan

� Pemeliharaan jalan

• Getaran; • Pencemaran udara • Gangguan estetika lingkungan

• Pembatasan kendaraan berat untuk menghindari vibrasi besar

• Pemeliharaan pohon pelindung dan/atau tanaman hias yang dapat menyerap debu dan gas polutan emisi kendaraan bermotor.

• Pengendalian pemanfaatan ruang milik jalan untuk menghindari gangguan lalu lintas dan gangguan estetika lingkungan.

5.5.5 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Pembangunan Jalan di Daerah Komunitas Rentan

Komunitas rentan mencakup komunitas adat termasuk komunitas adat terpencil (KAT), dan kelompok fakir miskin.

Karakteristik komunitas adat mencakup 5 (lima) kriteria:

� Masyarakat yang kehidupannya sudah sangat erat dengan wilayah nenek moyangnya dan sumberdaya alam di dalamnya,

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

63-90

� Mengidentifikasi diri sendiri dan diidentifikasi oleh lainnya sebagai kelompok yang berbeda budaya,

� Memiliki bahasa asli yang berbeda dari bahasa nasional, � Adanya lembaga sosial, ekonomi, dan budaya secara adat, � Produksi terutama untuk kebutuhan sendiri (subsisten).

Dari sisi pandang kondisi keterbatasan aksesibilitasnya, komunitas adat ini secara legal disebut komunitas adat terpencil yang mencakup 7 (tujuh) kriteria:

� Berbentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogen, � Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan, � Pada umumnya menetap dan bergerak di daerah yang terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau,

� Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsisten, � Peralatan teknologinya sederhana, � Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumberdaya alam setempat relatif tinggi,

� Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi, dan politik

Komunitas adat terpencil dikelompokkan atas 3 (tiga) kategori, yaitu:

� Kategori kelana, belum ada kontak (interaksi) dengan dunia luar dari komunitas mereka, komunitas yang hanya dapat diketahui oleh kelompok/etnis mereka sendiri.

� Kategori menetap sementara, sudah ada kontak (interaksi) dengan dunia luar dari komunitas mereka, mulai mengenal sistem bercocok tanam.

� Kategori menetap, sudah ada interaksi dengan dunia luar dari komunitas mereka mulai melemahnya peran tokoh adat dalam kehidupan masyarakat.

Ciri-ciri fakir miskin (FM) mencakup 8 (delapan) kriteria, yaitu:

� Penghasilan rendah, atau berada dibawah garis sangat miskin,1) � Ketergantungan pada bantuan pangan untuk penduduk miskin (seperti zakat/beras untuk orang miskin/santunan sosial),

� Keterbatasan kepemilikan pakaian untuk setiap anggota keluarga per tahun (hanya mampu memiliki 1 stel pakaian lengkap per orang per tahun),

� Tidak mampu membiayai pengobatan jika ada salah satu anggota keluarga sakit, � Tidak mampu membiayai pendidikan dasar 9 tahun bagi anak-anaknya, � Tidak memiliki harta (asset) yang dapat dimanfaatkan hasilnya atau dijual untuk membiayai kebutuhan hidup selama tiga bulan atau dua kali batas garis sangat miskin,

� Tinggal di rumah yang tidak layak huni, � Sulit memperoleh air bersih.

Tujuan perlindungan kelompok fakir miskin adalah mencegah peniadaan akses pengembangan harga diri (pendidikan, ketrampilan, kesehatan, sarana usaha ekonomi, dan modal) sebagai prasyarat untuk mandiri dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Catatan: 1): a) yang dimaksud batas garis sangat miskin adalah tingkat pengeluaran/orang/hari

berdasarkan standar BPS di wilayah provinsi atau kabupaten/kota,

b) ukurannya bahwa orang tersebut tidak mampu memenuhi kecukupan konsumsi makanan setara dengan 1800 kalori/hari.

2) Jika 3 (tiga) kriteria tersebut diatas terpenuhi, sudah dapat dikategorikan sebagai

keluarga fakir miskin.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

64-90

Potensi Dampak Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Potensi Dampak Sosial Budaya Pembangunan Jalan di Daerah Komunitas Rentan dan Arahan Pengelolaannya

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan dampak

sosial budaya

A. Tahap Prakonstruksi

� Pengadaan tanah � Keresahan komunitas rentan,

� Timbul masalah sosial.

� Melaksanakan rekomendasi rencana tindak (action plan) ANDAS.

B. Konstruksi pekerjaan jalan

� Mobilisasi tenaga kerja

� Pembersihan lahan

� Pekerjaan tanah

� Pekerjaan badan jalan

� Kecemburuan terhadap pekerja dari luar komunitas rentan.

� Masuknya jenis penyakit (HIV/AIDS)

� Gangguan pada kearifan lingkungan

� Sosialisasi rencana pelaksanaan konstruksi proyek jalan.

� Melaksanakan pengembangan keterlibatan komunitas rentan dalam pekerjaan konstruksi proyek jalan.

� Melaksanakan penyuluhan mengenai pencegahan HIV/AIDS.

� Konsultasi dengan ketua adat/tokoh komunitas rentan sebelum pelaksanaan pekerjaan pembersihan lahan

� Koordinasi dengan instansi terkait dalam pelaksanaan rekomendasi rencana tindak pada tahap konstruksi.

� Penanganan dampak fisik proyek terhadap lingkungan dapat mengacu pada pedoman yang relevan dengan jenis dampak fisik yang terjadi.

C. Pengoperasian dan pemeliharaan jalan

� Pengoperasian jalan

� Perubahan hak atas tanah

� Lunturnya identitas budaya

� Masuknya jenis penyakit (HIV/AIDS)

� Timbul pandangan negatif terhadap

Melakukan koordinasi dalam forum komunikasi dengan instansi terkait dalam pelaksanaan rekomendasi rencana tindak pada tahap pasca konstruksi, seperti: � Pengembangan pranata/kelembagaan hak atas

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

65-90

Sumber dampak Potensi dampak Arahan pengelolaan dampak

sosial budaya

keberadaan jalan � Timbul pandangan negatif terhadap keberadaan jalan

tanah � Pelestarian identitas budaya � Penyuluhan mengenai penanggulangan HIV/AIDS

� Pengembangan kelembagaan jaring-jaring sosial dan kepercayaan komunitas rentan

� Pelatihan berbagai ketrampilan bagi komunitas rentan.

5.5.6 Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Kawasan Komersial, Permukiman dan Lahan Produktif

Pembangunan jalan yang melalui daerah sensitif berupa kawasan komersial, pemukiman dan lahan produktif perlu memperhatikan karakteristik sepsifiknya, antara lain:

- Kawasan sumber bangkitan lalu lintas - Mobilitas pengguna dan pemanfaat kawasan sangat tinggi - Rawan kemacetan - Mempunyai resistensi tinggi terhadap pembebasan tanah dan/atau bangunan - Sumber produksi pangan - Sumber mata pencaharian - Rawan terhadap alih fungsi lahan

- Kawasan komersial

Suatu kawasan dikategorikan sebagai kawasan komersial apabila memenuhi salah satu dari kriteria di bawah ini:

a) Kawasan kegiatan perdagangan dan jasa (pasar, mal, supermarket, pertokoan dan sejenisnya)

b) Kawasan CBD/Central Bussiness District c) Kawasan industri (kawasan industri terpadu, pabrik dan lingkungan industri

kecil)

- Kawasan permukiman

Suatu kawasan dikategorikan sebagai kawasan permukiman apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:

a) Kumpulan rumah tinggal (permanen/semi-permanen/non-permanen) dengan populasi minimal 100 unit rumah/hektar

b) Areal hunian masyarakat berbentuk apartemen, town house dan/atau rumah susun

- Lahan produktif

Lahan budidaya dikategorikan sebagai lahan produktif apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:

a) Sawah beririgasi teknis maupun tadah hujan b) Kebun tanaman komoditas pertanian c) Tambak untuk budidaya perikanan

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

66-90

Potensi Dampak Pembangunan Jalan di Kawasan Komersial/Permukiman dan Arahan Pengelolaan Lingkungan dapat dilihat pada Tabel 8 dan Prasarana Spesifik Kawasan Komersial/Permukiman dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 8. Potensi Dampak Sosial Pembangunan Jalan Di Kawasan Komersial, Permukiman dan Lahan Produktif serta Arahan Pengelolaannya

5.3.19 Kawasan Komersial dan Permukiman

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

A. Tahap Pra-konstruksi

� Pengadaan tanah � Keresahan masyarakat � Masalah kepentingan dengan instansi pengelola

1) Konsultasi dan koordinasi dengan otoritas yang berkompeten dengan penggunaan kawasan dan/atau penataan ruang, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan/atau Dinas Tata Ruang Kabupaten/ Kota.

2) Melaksanakan proses pembebasan tanah/bangunan sesuai ketentuan peraturan perundangan, dengan merujuk pada Pedoman Teknis Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali

3) Perencanaan teknis prasarana dan/atau konstruksi mitigasi dampak spesifik kawasan komersial/permukiman sesuai dengan kondisi spesifik kawasan komersial/permukiman dan rujukan perencanaan.

B. Tahap Konstruksi

� Mobilisasi peralatan berat

� Pembersihan lahan � Pekerjaan tanah � Pembangunan jalan akses

� Pengangkutan material

� Pekerjaan drainase � Pekerjaan badan jalan

� Pekerjaan jembatan

� Pencemaran kualitas udara (debu)

� Meningkatnya kebisingan

� Terganggunya lalu lintas

� Terganggunya/rusaknya utilitas

� Terganggunya aksesibilitas

� Gangguan estetika lingkungan

1) Mobilisasi peralatan berat beroda besi harus diangkut dengan truck trailer untuk mencegah kerusakan jalan eksisting.

2) Pembangunan jalan akses proyek harus dihindari, dengan memanfaatkan dan memfungsikan jalan eksisting sebagai jalan akses proyek.

3) Lokasi basecamp, batching plant, AMP, stockpile material,

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

67-90

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

� Pengelolaan sisa material pekerjaan konstruksi

� Gangguan kesehatan masyarakat

� Kerusakan jalan eksisting

� Getaran/kerusakan bangunan

� Rawan kecelakaan � Keresahan masyarakat � Konflik sosial

quarry, borrow area dan disposal area tidak boleh berada dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan komersial/permukiman

4) Batas areal kerja harus berada di dalam batas koridor rumija, dalam hal arahan butir ini tidak dapat dilaksanakan, maka pemrakarsa jalan wajib meminta ijin pemilik lahan dan semua implikasi berkaitan dengan penggunaan lahan tersebut menjadi tanggungjawab pemrakarsa jalan.

5) Kegiatan transportasi material harus dilaksanakan dengan truck berpenutup terpal dan kondisi roda yang bebas dari ceceran tanah.

6) Pemasangan penahan kebisingan sementara untuk mengurangi intensitas kebisingan di areal kerja.

7) Material timbunan harus bebas dari unsur logam berat dan/atau bahan beracun berbahaya (B3)

8) Perlindungan fisik dan fungsi jaringan utilitas/prasarana umum dari kerusakan akibat pekerjaan.

9) Penggunaan peralatan pemancangan yang dapat meminimalisasi getaran, serta pemberian kompensasi terhadap kerusakan bangunan.

10) Penerapan klausul-klausul spesifikasi khusus lingkungan yang relevan untuk penanganan dampak pada pelaksanaan konstruksi

C. Tahap Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

68-90

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

� Pengoperasian jalan � Pencemaran udara (debu/partikulat, CO, NO2, SO2, HC, Pb)

� Meningkatnya kebisingan

� Timbulnya getaran � Terganggunya kenyamanan

� Menurunnya kesehatan

1) Penegakan tertib pemanfaatan jalan, melalui pengawasan dan penindakan hukum terhadap pemanfaatan rumija yang tidak sesuai dengan tertib pemanfaatan jalan, dengan merujuk pada Manual Tertib Pemanfaatan Jalan No.004/T/BNKT/902)

2) Sinkronisasi/paduserasi perencanaan jaringan jalan dengan pembatasan akses ke ruas jalan di kawasan komersial, untuk menjamin dan mempertahankan kinerja dan kapasitas jalan, sesuai dengan fungsi jalan yang bersangkutan.

3) Penambahan prasarana keselamatan lalulintas (road safety), seperti rambu, marka, dan/atau lampu lalulintas pada kawasan yang diidentifikasi rawan kecelakaan.

5.3.20 Lahan Produktif

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan Lingkungan

A. Tahap Pra-konstruksi

� Pengadaan tanah

� Pemilihan rute

� Keresahan masyarakat

� Hilangnya aset � Hilangnya kegiatan sosial ekonomi

1) Konsultasi dan koordinasi mengenai rencana penggunaan kawasan lahan produktif untuk proyek jalan, dengan institusi yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan lahan produktif sawah beririgasi, antara lain: Direktorat Pengelolaan Lahan, Departemen Pertanian; Direktorat Irigasi, Ditjen Sumber Daya Air, Dep. Pekerjaan Umum; Komisi Irigasi Antar Provinsi/Provinsi/Kabupaten/Kota; Dinas Pekerjaan Umum/Kimpraswil/SDA/Pengairan Provinsi/Kabupaten/Kota

2) Untuk pembangunan jalan tol, opsi jalan layang/elevated road

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

69-90

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan Lingkungan

disarankan lebih diprioritaskan daripada jalan pada permukaan tanah/at grade, untuk meminimalkan alih fungsi lahan sawah, sebagai wujud kontribusi bidang jalan dalam mendukung kebijakan konservasi sawah beririgasi untuk ketahanan pangan nasional.

3) Untuk pembangunan jalan baru Nasional non-tol; Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota, keberadaan jalan inspeksi saluran di kawasan sawah beririgasi dapat dimanfaatkan sebagai alternatif tapak rute, sepanjang mendapatkan ijin dari institusi pengelola jalan inspeksi saluran, dan/atau dengan meningkatkan jalan eksisting yang ada di kawasan ini.

4) Perencanaan teknis rinci harus dapat menjamin terlindunginya bentuk fisik dan fungsi jaringan irigasi/drainase lahan sawah beririgasi guna meminimalisasi gangguan fungsi jaringan.

5) Melaksanakan sosialisasi dan konsultasi masyarakat mengenai rencana pembangunan jalan dengan merujuk pada: Prosedur Konsultasi Masyarakat Dalam Rencana Pembangunan Jalan Di Kawasan Sensitif Termasuk Komunitas Rentan.

6) Melaksanakan pembebasan tanah/bangunan untuk tapak jalan dengan merujuk pada: Pedoman Teknis Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali.

B. Tahap Konstruksi

� Pembersihan lahan � Pekerjaan tanah � Pekerjaan drainase � Pekerjaan badan jalan

� Pekerjaan jembatan

� Rusaknya saluran irigasi

� Alih fungsi lahan � Pencemaran kawasan

� Konflik kepentingan sektoral

� Konflik sosial

1) Penggunaan kawasan sawah beririgasi dan tambak untuk jalan akses, basecamp, AMP, quarry, borrow area dan disposal area, harus dihindari untuk mencegah alih fungsi lahan dan pencemaran kawasan.

2) Material yang digunakan untuk badan jalan harus bebas dari unsur

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

70-90

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan Lingkungan

logam berat dan bahan beracun berbahaya (B3) untuk mencegah pencemaran kawasan

3) Metode pelaksanaan konstruksi harus dapat menjamin fisik, fungsi dan debit prasarana jaringan irigasi/drainase, dalam hal terjadi kerusakan dan/atau gangguan terhadap fungsi jaringan irigasi/drainase yang diakibatkan oleh pelaksanaan konstruksi, pemrakarsa kegiatan wajib memperbaiki kerusakan yang terjadi, dan jika perlu melakukan tindakan tanggap darurat untuk mengembalikan ke kondisi semula.

4) Tapak areal kerja harus diminimalkan sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan konstruksi, guna meminimalkan pengurangan areal tanaman dan tambak. Penggunaan areal sawah dan tambak untuk tapak areal kerja harus mendapatkan ijin dari pemilik lahan dan memberikan kompensasi yang berkeadilan.

5) Pemrakarsa kegiatan selayaknya memberikan kompensasi atas kerusakan/gangguan terhadap areal tanaman dan/atau tambak yang disebabkan oleh pelaksanaan konstruksi sehingga mengakibatkan menurunnya produktivitas lahan.

6) Penerapan klausul-klausul spesifikasi khusus lingkungan yang relevan untuk penanganan dampak spesifik pada tahap konstruksi

C. Tahap Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

� Pengoperasian jalan � Potensi alih fungsi lahan

� Terganggunya tata air

1) Penerbitan Peraturan Daerah tentang larangan alih fungsi lahan sawah dan/atau tambak beririgasi, ditindaklanjuti dengan penerapan sanksi hukum bagi pelanggar ketentuan larangan tersebut.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

71-90

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan Lingkungan

2) Untuk keperluan sosialisasi peraturan, maka jika perlu dipasang papan pengumuman yang berisi informasi mengenai: • peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

• ketentuan larangan alih fungsi lahan sawah dan/atau tambak beririgasi dan sanksi hukum bagi pelanggaran ketentuan larangan tersebut di beberapa lokasi di koridor jalan.

3) Institusi yang berkewenangan dalam penerbitan perijinan penggunaan kawasan di Kabupaten/Kota, harus menolak setiap permohonan penggunaan kawasan lahan sawah dan/atau tambak beririgasi untuk fungsi dan peruntukan lain, yang berada di sepanjang koridor dan di sekitar ruas jalan.

4) Penerapan/penegakan peraturan perundangan dengan sanksi hukum sebagai penindakan terhadap pelanggaraan larangan alih fungsi lahan

Tabel 9. Prasarana Spesifik Kawasan Komersial/Permukiman dan Rujukan Perencanaan

No Prasarana Spesifik Rujukan Perencanaan

1. Jembatan penyeberangan orang

• Spesifikasi Jembatan Penyeberangan No.025/T/Bt/ 1995

• Perencanaan Teknik Jembatan Penyeberangan Untuk Pejalan Kaki Di Perkotaan No. 027/T/Bt/1995

2. Jalur penyeberangan; rambu dan marka jalan

• Pedoman Marka Jalan No. Pd T.12 – 2004 – B • Pemasangan Marka dan Rambu Jalan Perkotaan No. 001/P/BNKT/91

3. Jalan samping/frontage; median; separator; putaran balik/U-turn

• Aksesibilitas Pada Jalan Umum No. 022/T/BM/1999

• Perencanaan Pemisah No. 014/T/BNKT/90 • Spesifikasi Bukaan Pemisah Jalur SNI 03-2444-1991

• Perencanaan Separator Jalan No. Pd T/15–2004 – B

• Pedoman Perencanaan Putaran Balik

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

72-90

No.06/BM/05 • Perencanaan Median Jalan No.Pd.T/17-2004-B

4. Trotoar • Perencanaan Trotoar No.007/T/BNKT/90 • Perencanaan Fasilitas Pejalan kaki di Kawasan Perkotaan No.011/T/BM/1995

• Pedoman Perencanaan Fasilitas Pejalan Kaki Pada jalan Umum No. 032/T/BM/1999

5. Penahan kebisingan • Perencanaan Teknis Bangunan Peredam Bising No. 036/T/BM/1999

6. Pondasi borepile • Kriteria Perencanaan Survey dan Design Jembatan 1993

7. Lansekap jalan • Perencanaan Teknik Lansekap Jalan No.033/T/BM/ 96

• Perencanaan Tanaman Lansekap Jalan Perkotaan No.03/T/BNKT/92

• Lansekap Jalan No.08/M/BNKT/91 • Tanaman Lansekap Jalan No. 09/S/BNKT/1991

8. Lampu penerangan jalan • Lampu Penerangan jalan Perkotaan No.012/T/BNKT/91

Catatan: Beberapa rujukan pada Tabel 9. Di atas dalam waktu dekat akan direvisi

5.5.7 Pengelolaan Lingkungan Hidup Pembangunan Jalan di Kawasan Khusus

Kawasan khusus meliputi kawasan perbatasan negara, sekitar perlintasan kereta api, kawasan rumah sakit dan kawasan sekolah. Apabila pembangunan jalan melalui atau sekitar kawasan tersebut maka perlu memperhatikan karakteristik spesifiknya antara lain:

- Kawasan perbatasan negara

Merujuk pada penjelasan UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan perbatasan negara termasuk kategori kawasan strategis nasional ditinjau dari sudut pertahanan dan keamanan.

Kawasan perbatasan negara pada umumnya mempunyai karakteristik spesifik antara lain:

a) rawan penyelundupan/perdagangan gelap b) rawan imigran dan/atau pelintas batas gelap c) rawan pencurian kekayaan hutan d) rawan penularan penyakit (manusia; hewan dan tanaman) e) cenderung terisolir dan tingkat aksesibilitas sangat rendah untuk kawasan perbatasan negara yang jauh dari pos perlintasan batas

f) berfungsi sebagai garis depan pertahanan dan keamanan negara

- Kawasan perlintasan kereta api

Kriteria perlintasan kereta api pada pedoman ini mencakup perlintasan sebidang dan/atau tak sebidang antara jalur kereta api dengan jalan.

Kawasan perlintasan kereta api dengan jalan mempunyai karakteristik spesifik antara lain:

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

73-90

a) pengelolaan kawasan dalam kewenangan PT. KAI (Kereta Api Indonesia) b) rawan kecelakaan lalu lintas (untuk perlintasan sebidang) c) rawan kemacetan (untuk perlintasan sebidang)

Tujuan spesifik perlindungan kawasan terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup pembangunan jalan di kawasan perlintasan keretaapi adalah:

a) minimalisasi gangguan terhadap pengoperasian kereta api b) mengurangi intensitas kecelakaan antara pengguna jalan dengan kereta api c) mengurangi intensitas kemacetan di sekitar kawasan perlintasan keretaapi d) meningkatkan aspek keselamatan jalan (road safety)

Sebaran jaringan jalan kereta api di Indonesia sementara hanya terdapat di pulau Jawa dan Sumatera, yang lokasi jaringannya dapat diperoleh dari peta-peta tematik pulau Jawa dan Sumatera, atau dengan menghubungi Direktorat Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan dan/atau PT. KAI (Kereta Api Indonesia).

- Kawasan rumah sakit

Tujuan spesifik perlindungan kawasan terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup pembangunan jalan di kawasan rumah sakit adalah memitigasi kebisingan, pencemaran (udara; debu; dan air), gangguan kesehatan dan gangguan aksesibilitas pada pembangunan jalan tahap konstruksi dan pasca-konstruksi (operasi dan pemeliharaan), sebagai upaya mempertahankan ketenangan dan kenyamanan kawasan, guna mendukung proses penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien.

- Kawasan sekolah

Tujuan spesifik perlindungan kawasan terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup pembangunan jalan di kawasan sekolah adalah untuk memitigasi kebisingan, pencemaran (udara; debu; dan air), gangguan kesehatan dan gangguan aksesibilitas pada pembangunan jalan tahap konstruksi dan pasca-konstruksi (operasi dan pemeliharaan), sebagai upaya menciptakan ketenangan dan kenyamanan kawasan untuk mendukung proses belajar mengajar di kawasan sekolah.

Potensi Dampak Pembangunan Jalan dan Arahan Pengelolaan Lingkungan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengelolaan Dampak Spesifik Pembangunan Jalan di Kawasan Khusus

5.3.21 Kawasan Perbatasan Negara

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

A. Tahap Pra-konstruksi

� Penentuan rute/koridor jalan

� Pengadaan tanah

� Masalah kepentingan antar negara

1) Penetapan koridor rute jalan harus mengakomodasikan dan mempertimbangkan butir-butir sebagai berikut: • arahan lokasi dalam rencana tata ruang

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

74-90

• kebijakan kerjasama regional dengan negara tetangga

• menghindari kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi dan kawasan lindung (rujukan: Sistem informasi kawasan sensitive lingkungan dan sosial)

2) Khusus untuk jalan nasional, hasil penetapan koridor rute sebaiknya dikonsultasikan dengan Departemen Pertahanan Keamanan dan Ditjen Penataan Ruang

3) Koridor rute jaringan jalan provinsi dan kabupaten tidak boleh mengakses langsung ke garis perbatasan negara, tetapi harus terintegrasi dengan jaringan nasional

4) Pelaksanaan survey lapangan rinci harus didampingi oleh aparat pemerintah setempat yang mengetahui persis batas-batas negara guna menjamin lokasi dan kawasan yang disurvey merupakan wilayah teritorial Indonesia.

5) Perencana teknis sebaiknya berkoordinasi dengan sektor lain terkait, dengan tujuan mengamodasikan kebutuhan lokasi areal untuk prasarana pendukung lintas batas negara ke dalam gambar rencana, antara lain lokasi areal: pos keamanan; pos pemeriksaan imigrasi; pos pemeriksaan kehutanan; prasarana karantina hewan dan tanaman; prasarana karantina penyakit menular; dan parkir kendaraan

B. Tahap Konstruksi Pekerjaan Jalan

� Pembersihan lahan � Pekerjaan tanah � Pekerjaan drainase � Pekerjaan badan jalan

� Pekerjaan jembatan

� Pencemaran udara(debu)

� Meningkatnya kebisingan

� Terganggunya aliran air permukaan

1) Tapak areal kerja yang digunakan sebagai lokasi kegiatan dari setiap item pekerjaan dan sebaran dampaknya harus berada di dalam wilayah teritorial

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

75-90

� Pengelolaan material sisa pekerjaan konstruksi

� Longsor dari erosi � Berkurang/hilangnya kelimpahan dari jenis vegetasi serta terganggunya habitat satwa liar

Indonesia 2) Untuk meminimalisasi terjadinya sebaran dampak di luar wilayah teritorial Indonesia, lokasi-lokasi sumber dampak potensial seperti : basecamp; quarry; borrow area dan disposal area disarankan ditempatkan minimal berjarak 1 km dari garis perbatasan.

3) Koordinasi dengan instansi terkait mengenai pembangunan fisik prasarana penunjang kawasan lintas batas, mencakup : • pos keamanan, dengan komando teritoral wilayah yang bersangkutan (Koramil, Kodim, Korem dan/atau Kodam)

• pos pemeriksaan imigrasi, dengan Ditjen Imigrasi

• pos pemeriksaan kehutanan, dengan Departemen Kehutanan dan/atau Dinas Kehutanan

• prasarana karantina hewan dan tanaman, dengan Departemen Pertanian

• prasarana karantina penyakit menular, dengan Departemen Kesehatan

C. Tahap Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

� Pengoperasian jalan

� Pencemaran udara(debu, CO2, NO2, SO2, HC, Pb)

� Meningkatnya kebisingan

� Berubahnya penggunaan lahan sekitar jalan

� Potensi pelintas batas

1) Koordinasi dengan instansi terkait mengenai kesiapan prasarana pendukung dan personil yang akan mengoperasikan prasarana pendukung tersebut

2) Pengoperasian jalan lintas batas negara sebaiknya dilaksanakan setelah semua prasarana pendukung dan personil siap dioperasikan

3) Kerja sama dan koordinasi dengan sector lain, terkait

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

76-90

dengan penyelenggaraan jalan dan implikasi spesifiknya antara lain: pertahanan dan keamanan; penyelundupan dan perdagangan ilegal; kejadian penyakit menular pada manusia, hewan dan tanaman.

5.3.22 Kawasan Perlintasan Kereta Api

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

5.3.23 Tahap Pra-konstruksi

� Penentuan rute/koridor jalan

� Pengadaan tanah

� Timbul masalah kepentingan dengan pengelola KA

1) Pemilihan rute jalan baru sebaiknya menghindari dan/atau seminimal mungkin bersilangan dengan jalan kereta api

2) Apabila rute jaringan jalan baru terpaksa bersilangan dengan jalan kereta api, maka pemrakarsa jalan harus berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan/atau PT. Kereta Api Indonesia (KAI), serta memprogramkan bentuk persilangan tak sebidang.

3) Pemrakarsa kegiatan pembangunan jalan baru harus memberitahukan kepada Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan/atau PT. Kereta Api Indonesia (KAI) mengenai rencana perencanaan teknis rinci mencakup: lokasi persilangan; status jalan; bentuk dasar persilangan tak sebidang dan tim perencana teknik rinci

4) Tim perencana rencana teknik rinci harus berkoordinasi dan berkonsultasi dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan/atau PT. Kereta Api Indonesia (KAI) mengenai stándar-stándar perlintasan; ruang bebas

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

77-90

kereta api dan rencana pengembangan jalur kereta api untuk diakomodasikan dalam gambar rencana teknik rinci

5) Teknis pelaksanaan untuk perencanaan persilangan jalan dengan jalan kereta api dapat merujuk pada Pedoman perencanaan perlintasan jalan dengan jalur kereta api No : 008 /PW/2004 yang diterbitkan oleh Sub Dit Penyiapan Standar dan Pedoman Direktorat Bina Teknik Ditjen Bina Marga

6) Gambar rencana teknik rinci perlintasan jalan dengan jalur kereta api harus mengakomodasikan bangunan pelengkap jalan dan/atau ramburambu jalan untuk keperluan keselamatan pengguna jalan, serta harus dimintakan persetujuan dari Ditjen Perkeretaapian dan/atau PT. Kereta Api Indonesia (KAI)

7) Spesifikasi teknis sebaiknya mengakomodasikan klausul dan/atau ketentuan yang dituangkan dalam spesifikasi khusus, yang mengatur tentang butir-butir berikut: • keamanan dan keselamatan lalu lintas perjalanan kereta api pada jalur rel tersebut

• keamanan dan keselamatan lalu lintas jalan; pengguna jalan dan pekerja konstruksi

• kelancaran lalu lintas di sekitar tapak persilangan

5.3.24 Tahap Konstruksi Pekerjaan Jalan

� Pembersihan lahan � Pekerjaan tanah � Pekerjaan drainase � Pekerjaan badan jalan

� Pekerjaan jembatan

� Kecelakaan lalu lintas � Terganggunya kelancaran lalu lintas

� Rusak/terganggunya utilitas KA/utilitas jalan

1) Pemrakarsa kegiatan pembangunan jalan baru harus memberitahukan kepada Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) melalui

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

78-90

Kantor Daerah Operasi Kereta Api, dengan tembusan ke kepala stasiun besar kereta api terdekat mengenai rencana kegiatan konstruksi pembangunan persilangan jalan dengan jalan kereta api.

2) Selama pelaksanaan konstruksi, kontraktor harus merujuk pada gambar rencana yang sudah mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian dan spesifikasi teknisnya.

3) Dalam kondisi apapun, metode pelaksanaan konstruksi dan penempatan material konstruksi tidak boleh merubah dan/atau mengganggu prasarana jalan rel & bangunan pelengkapnya, guna menjamin kelancaran dan keamanan perjalanan kereta api pada jalur kereta tersebut.

4) Untuk keperluan implementasi butir 3), pemrakarsa kegiatan jalan disarankan bekerja sama dengan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) untuk penempatan personil PT. Kereta Api Indonesia (KAI) guna menjamin pelaksanaan konstruksi dan penempatan material konstruksi tidak mengganggu prasarana jalan rel dan bangunan pelengkapnya

5) Selama pelaksanaan konstruksi, kontraktor harus dapat menjamin: • keamanan dan keselamatan lalu lintas perjalanan kereta api pada jalur rel di persilangan tersebut

• keamanan dan keselamatan lalu lintas jalan; pengguna jalan dan pekerja konstruksi

• kelancaran lalu lintas di sekitar tapak persilangan

6) Penerapan klausul lingkungan dengan merujuk pada bagian

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

79-90

VII Spesifikasi, khususnya artikel 1.17 Upaya Pengelolaan Lingkungan, sesuai dengan jenis dampak spesifik kegiatan pembangunan jalan di perlintasan kereta api.

5.3.25 Tahap Pengoperasi an dan Pemelihara an Jalan

1) Penambahan rambu-rambu jalan dan/atau bangunan pelengkap jalan lainnya di sekitar perlintasan tak sebidang untuk meningkatkan keselamatan jalan (road safety)

2) Kolaborasi antara penyelenggara jalan dengan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) untuk menempatkan petugas PT. Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai pengatur lalu lintas di sekitar perlintasan tak sebidang untuk mengurangi kemacetan serta meningkatkan keselamatan jalan (road safety)

5.3.26 Kawasan Rumah Sakit

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

5.3.27 Tahap Pra-konstruksi

� Pembersihan lahan � Pekerjaan tanah � Pengangkutan material bangunan

� Pekerjaan drainase � Pekerjaan badan jalan

� Pekerjaan jembatan � Pengelolaan material sisa pekerjaan konstruksi

� Pencemaran udara(debu, partikulat, CO, NO2, SO2, HC, Pb)

� Meningkatnya kebisingan

� Timbulnya getaran � Terganggunya kenyamanan

� Menurunnya Kesehatan

1) Tapak lokasi base camp; Batching Plant, AMP, Stone crusher dan stock pile tidak boleh berada dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan rumah sakit.

2) Kontraktor wajib menggunakan truck dengan bak yang berpenutup terpal pada saat pengangkutan material berbutir, baik material yang akan digunakan untuk konstruksi jalan/jembatan maupun material sisa dan/atau buangan yang harus diangkut dari lokasi proyek

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

80-90

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

3) Kontraktor wajib menjaga kebersihan roda truck pengangkut material guna mencegah terjadinya ceceran tanah di sepanjang jalur angkutan material

4) Kontraktor wajib memasang penahan kebisingan sementara di sekitar kawasan rumah sakit untuk mengurangi intensitas kebisingan.

5) Material yang digunakan untuk badan jalan sebaiknya bebas dari unsur logam berat dan bahan beracun berbahaya (B3).

6) Penghindaran pengggunaan tiang pancang (upaya preventif), jika tidak tidak dapat diimplementasikan, maka kontraktor wajib menggunakan peralatan dan metode pemancangan yang dapat meminimalisasi terjadinya getaran dan wajib memberikan kompensasi terhadap semua kerusakan bangunan yang diakibatkan oleh pekerjaan pemancangan pondasi tiang pancang.

7) Penerapan klausul lingkungan dengan merujuk pada bagian VII Spesifikasi, khususnya artikel 1.17 Upaya Pengelolaan Lingkungan, sesuai dengan jenis dampak spesifik kegiatan pembangunan jalan di kawasan rumah sakit.

5.3.28 Tahap Pengoperasi an dan Pemelihara- an Jalan

� Pengoperasian jalan

� Pencemaran udara(debu, partikulat, CO2, NO2, SO2, HC, Pb)

� Meningkatnya

1) Apabila intensitas kebisingan dan pencemaran udara melebihi standar baku mutu lingkungan kawasan rumah sakit, maka penyelenggara jalan disarankan melakukan

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

81-90

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

kebisingan � Timbulnya getaran � Terganggunya lalu lintas

� Terganggunya kenyamanan

� Menurunnya Kesehatan

langkah-langkah sebagai berikut: • pemasangan dan/atau penambahan penahan kebisingan permanen di sepanjang kawasan rumah sakit

• memperbanyak penanaman jenis vegetasi yang mampu mereduksi emisi gas buang kendaraan, sekaligus berfungsi mereduksi kebisingan.

2) Apabila intensitas kecelakaan masih tinggi maka penyelenggara jalan disarankan melakukan pemasangan dan/atau penambahan fasiltas keselamatan jalan, antara lain: rambu lalu lintas; lampu lalu lintas; marka jalan; zebra cross atau jembatan penyeberangan orang

D. Kawasan Sekolah

Sumber Dampak Potensi Dampak Arahan Pengelolaan

Lingkungan

5.3.29 Tahap Pra-konstruksi

� Pembersihan lahan � Pekerjaan tanah � Pengangkutan material bangunan

� Pekerjaan drainase � Pekerjaan badan jalan

� Pekerjaan jembatan � Pengelolaan material sisa pekerjaan konstruksi

� Pencemaran udara(debu, partikulat, CO, NO2, SO2, HC, Pb)

� Meningkatnya kebisingan

� Timbulnya getaran � Terganggunya lalu lintas

� Terganggunya kenyamanan

� Menurunnya Kesehatan

1) Pelaksanaan konstruksi jalan di sekitar kawasan sekolah sebaiknya dilaksanakan di luar jam kegiatan belajar mengajar dan/atau pada malam hari, khusunya untuk pelaksanaan item pekerjaan yang sangat berpotensi menimbulkan kebisingan dan pencemaran udara seperti: pekerjaan tanah dan pekerjaan struktur perkerasan.

2) Seluruh butir-butir teknik penanganan dampak pembangunan jalan di kawasan rumah sakit pada tahap konstruksi, dapat diaplikasikan sepenuhnya untuk penanganan

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

82-90

dampak pembangunan jalan di kawasan sekolah pada tahap konstruksi.

5.3.30 Tahap Pengoperasi an dan Pemelihara- an Jalan

� Pengoperasian jalan

� Pencemaran udara(debu, partikulat, CO, NO2, SO2, HC, Pb)

� Meningkatnya kebisingan

� Timbulnya getaran � Terganggunya kenyamanan

� Menurunnya Kesehatan

5.3.31 Apabila intensitas kebisingan dan pencemaran udara melebihi standar baku mutu lingkungan kawasan sekolah, maka penyelenggara jalan disarankan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

• pemasangan dan/atau penambahan penahan kebisingan permanen di sepanjang kawasan sekolah

• memperbanyak penanaman jenis vegetasi yang mampu mereduksi emisi gas buang kendaraan, sekaligus berfungsi mereduksi kebisingan.

2) Penerapan ZOSS/Zona Selamat Sekolah (khusus untuk jalan Arteri) dan/atau pemasangan dan/atau penambahan fasiltas keselamatan jalan, antara lain: rambu lalu lintas; lampu lalu lintas; marka jalan; zebra cross atau jembatan penyeberangan orang

6. PELAKSANA

6.1 Pemrakarsa Pembangunan Jalan

Kegiatan pembangunan jalan diselenggarakan oleh instansi atau unit kerja pemerintah di tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan kota, yang bertindak selaku pemrakarsa atau pengelola kegiatan pembangunan jalan. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup kegiatan pembangunan jalan pada dasarnya merupakan tanggung jawab pemrakarsa kegiatan tersebut.

Sesuai dengan sistem pembagian tugas dalam pembangunan jalan, maka pemrakarsa kegiatan pembangunan jalan ini adalah:

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

83-90

a) Pemimpin Proyek/Satker/PPK Pembangunan Jalan; b) Pemimpin Proyek/Satker/PPK Pemeliharaan dan Rehabilitasi Jalan; c) Pemimpin Proyek/Satker/PPK Pengadaan Tanah;

Tanggung jawab pemrakarsa dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:

� Konsultasi dengan masyarakat yang terkena dampak kegiatan pembangunan jalan dalam rangka mencegah, mengurangi dan menanggulangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan hidup;

� Melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk mencegah, mengurangi atau menanggulangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif yang timbul akibat kegiatan pembangunan jalan, baik pada tahap pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi jalan, pengoperasian dan pemeliharaan jalan sesuai yang direkomendasikan dalam RKL-RPL atau UKL-UPL;

� Melakukan koordinasi dengan instansi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup;

� Melaporkan atau mendokumentasikan hasil pengelolaan lingkungan hidup secara objektif mengenai keberhasilan ataupun kendala-kendala dalam pengelolaan lingkungan serta rencana penanganan.

6.2 Instansi Terkait

Instansi terkait dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup kegiatan pembangunan jalan, antara lain adalah:

6.2.1 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Bappeda di tingkat provinsi, kabupaten dan kota antara lain mempunyai tugas melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan wilayah antara lain:

� Melakukan koordinasi perencanaan pembangunan antar sektor (termasuk kegiatan kebinamargaan);

� Melakukan koordinasi penataan ruang wilayah provinsi, kabupaten dan kota; � Melakukan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi, kabupaten dan

kota; � Melakukan evaluasi terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan

wilayah.

6.2.2 Instansi Penanggung Jawab Pengelolaan Lingkungan Hidup di Daerah

Instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup di provinsi, kabupaten dan kota mempunyai nama yang berbeda diantaranya:

- Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDALDA) - Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) - Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) - Dinas Analisis Dampak Lingkungan

Instansi tersebut berperan dalam pembinaan dan koordinasi pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, dan pengawasan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di daerah.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

84-90

Tugas pembinaan dan koordinasi pengendalian dan pengawasan pengelolaan lingkungan hidup terkait bidang jalan antara lain:

� Memantau pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang dilaksanakan oleh pemrakarsa;

� Memberi masukan tentang pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan yang dilakukan oleh pemrakarsa;

6.2.3 Institusi Terkait Lainnya

Institusi terkait lainnya adalah instansi pemerintah atau swasta baik di tingkat pusat maupun daerah, yang terkait dengan kegiatan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pembangunan bidang jalan, di antaranya:

� Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Dinas/Kantor Pertanahan Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan kegiatan pengadaan tanah;

� Departemen Kehutanan atau Dinas Kehutanan Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan pembangunan jalan yang melewati atau berbatasan langsung dengan kawasan hutan;

� Departemen Perhubungan atau Dinas Perhubungan Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan masalah transportasi termasuk masalah perlintasan antara jalan dengan jalur kereta api;

� Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata, serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan pembangunan jalan yang melewati lokasi cagar budaya;

� Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam kaitannya dengan pembangunan jalan;

� Departemen Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam kaitannya dengan pembangunan jalan di kawasan Rumah Sakit;

� Departemen Sosial dan/atau Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam kaitannya dengan masalah dampak � ocial yang mungkin timbul terhadap masyarakat adat, dampak kegiatan pengadaan tanah dan pemindahan penduduk;

� Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral kaitannya dengan perlintasan jalan dengan instalasi jaringan migas dan jaringan listrik;

� Departemen Pertanian kaitannya dengan tumpang tindih penggunaan lahan dan infrastruktur pertanian dengan jalan dan lain-lain;

� Pengelola utilitas yaitu pengelola jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, jaringan air bersih dan/atau air minum, jaringan gas dan lain-lain.

7. PEMBIAYAAN DAN KOORDINASI

7.1 Pembiayaan

7.1.1 Penyiapan Dokumen Lelang

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan pada saat penyiapan dokumen lelang dan dokumen kontrak yang memuat aspek pengelolaan lingkungan hidup, tidak memerlukan biaya khusus, baik untuk biaya personel, pengadaan data maupun biaya perjalanan, karena hal tersebut harus sudah dianggarkan dalam biaya penyiapan dokumen lelang proyek.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

85-90

7.1.2 Kegiatan Pengadaan Tanah

Biaya untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan pengadaan tanah meliputi komponen biaya personel, biaya perjalanan, biaya konsultasi masyarakat, biaya rapat untuk melakukan musyawarah, biaya kompensasi dan biaya pemukiman kembali dan biaya rehabilitasi.

a. Biaya Personel

Komponen biaya personel mencakup honorarium petugas pelaksana konsultasi dan sosialisasi kegiatan, musyawarah dengan masyarakat, serta petugas lain yang terkait dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan pengadaan tanah.

b. Biaya Perjalanan

Komponen biaya perjalanan bagi petugas yang terlibat dalam kegiatan pengadaan tanah mencakup biaya perjalanan untuk berkonsultasi dan berkoordinasi dengan instansi terkait, untuk melakukan penyuluhan dan sosialisasi kegiatan serta musyawarah dengan masyarakat di lokasi kegiatan.

c. Biaya Konsultasi Masyarakat

Komponen biaya konsultasi yang terkait dengan kegiatan pengadaan tanah, mencakup biaya pelaksanaan kegiatan, pembuatan dan pengadaan materi konsultasi, serta biaya administrasi lainnya.

d. Biaya Musyawarah

Komponen biaya musyawarah dengan masyarakat mencakup biaya rapat, khususnya untuk mendapatkan kesepakatan tentang jenis dan besaran nilai ganti rugi tanah, bangunan dan tanaman.

e. Biaya Kompensasi dan Pemukiman Kembali serta Rehabilitasi

Komponen biaya kompensasi dan pemukiman kembali penduduk serta rehabilitasi dalam kegiatan pengadaan tanah mencakup jenis dan jumlah kompensasi yang diberikan kepada masyarakat terkena dampak, lokasi dan sistem pemukiman kembali penduduk serta jenis rehabilitasi sesuai dengan hasil musyawarah, serta biaya untuk panitia pengadaan tanah.

7.1.3 Kegiatan Pelaksanaan Konstruksi Jalan

Biaya untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan konstruksi jalan meliputi biaya personel, biaya menangani dampak yang timbul, biaya perjalanan, biaya koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait serta biaya untuk pembuatan laporan.

a. Biaya Personel

Komponen biaya personel mencakup gaji upah dan honorarium tenaga ahli dan petugas pelaksana pengelolaan lingkungan hidup. Jumlah tenaga ahli dan petugas yang terlibat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup ditentukan oleh jenis dan besaran dampak yang dikelola, serta metode pengelolaan lingkungan hidup yang dipergunakan. Termasuk dalam biaya ini adalah biaya untuk melakukan survai dan pengamatan kondisi � ocial masyarakat.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

86-90

b. Biaya Perjalanan

Komponen biaya perjalanan bagi tenaga ahli dan petugas mencakup biaya untuk melakukan survai dan pengamatan kondisi lingkungan hidup yang dikelola, dan melakukan konsultasi dan koordinasi dengan instansi terkait di lokasi kegiatan.

c. Biaya Penanganan Dampak

Komponen biaya penanganan dampak ditentukan oleh jenis dampak yang ditangani dan metode penanganannya, meliputi pemasangan bangunan/struktur pengendali dampak, perbaikan prasarana umum atau kondisi lingkungan hidup yang rusak, serta pengadaan bahan dan peralatan untuk mengendalikan dampak lingkungan hidup.

d. Biaya Konsultasi dan Koordinasi

Komponen biaya konsultasi dengan masyarakat dan koordinasi dengan instansi/ institusi terkait dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, mencakup biaya rapat konsultasi, dan sebagainya.

e. Biaya Penyusunan Laporan

Komponen biaya penyusunan laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan meliputi biaya penggandaan, penjilidan dan penyampaian laporan kepada para pihak yang terkait.

7.1.4 Kegiatan Pengoperasian dan Pemeliharaan Jalan

Komponen biaya untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan dalam kegiatan pengoperasian jalan dan pemeliharaan jalan, meliputi biaya personel, biaya perjalanan, biaya untuk menangani dampak, biaya konsultasi dan koordinasi, serta biaya penyusunan laporan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.

Dampak yang timbul pada pengoperasian jalan adalah menerus dan berkesinambungan, sehingga pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup juga harus dilakukan secara menerus dan berkesinambungan. Biaya pelaksanaan pengelolaan lingkungan dapat mempergunakan anggaran rutin.

7.1.5 Pengajuan Usulan Biaya.

Kegiatan pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pelaksanaan pembangunan jalan, maka pengajuan usulan biaya pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, harus mengikuti tata cara pengajuan usulan biaya pembangunan jalan yang baku.

Biaya pengelolaan lingkungan hidup untuk kegiatan pengadaan tanah dan pelaksanaan konstruksi fisik, masing-masing harus dimasukan dalam biaya pengadaan tanah dan biaya pelaksanaan konstruksi fisik. Sedangkan biaya pengelolaan lingkungan hidup untuk kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan jalan diintegrasikan dalam biaya rutin pengoperasian dan pemeliharaan jalan.

7.2 Koordinasi Pelaksanaan

Pembangunan jalan dilaksanakan oleh beberapa unit kerja pada berbagai tingkat instansi pemerintahan, baik tingkat pusat, provinsi maupun tingkat kabupaten/kota.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

87-90

Untuk mencapai sasaran pengelolaan lingkungan hidup yang efektif dan efisien, maka dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan diperlukan koordinasi yang baik antar instansi yang terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup bidang pembangunan jalan.

Instansi-instansi pemerintah dan swasta yang perlu dikoordinasi adalah yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan pembangunan jalan yaitu antara lain BAPPEDA, BAPEDALDA/Dinas Lingkungan Hidup, BPN, Dinas Kehutanan, Dinas Perhubungan, Dinas Sosial, Instansi Pengelola Utilitas (PT. PLN Persero, PT. Telkom, PDAM, PT. Pertamina Persero), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), masyarakat dan stakeholder lainnya.

Masyarakat yang dimaksud adalah baik perorangan maupun kelompok/organisasi masyarakat yang berkepentingan dengan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup, serta organisasi yang terkait dengan pelestarian lingkungan hidup, pengendalian kerusakan lingkungan hidup atau pencemaran lingkungan hidup. Termasuk dalam kelompok masyarakat ini adalah masyarakat yang terkena dampak kegiatan, lembaga swadaya masyarakat, tokoh dan pemuka masyarakat, serta masyarakat pemerhati lingkungan.

Peran masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini, antara lain:

1) Memberi masukan, tanggapan dan perbaikan terhadap rencana kegiatan pembangunan jalan.

2) Memberikan masukan dan tanggapan terhadap rencana pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan.

3) Mengawasi pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan dalam upaya mengendalikan dampak lingkungan hidup.

4) Turut serta dalam pengendalian lingkungan termasuk sosial ekonomi budaya.

8. DOKUMENTASI DAN PELAPORAN

8.1 Penyiapan Dokumen Lelang dan Dokumen Kontrak yang Memuat Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup

Dokumen lelang dan dokumen kontrak yang disiapkan oleh Pemrakarsa atau Pengelola Kegiatan harus sudah mencantumkan ketentuan yang jelas dan rinci tentang pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan oleh kontraktor pelaksana, sesuai dengan hasil desain teknis yang telah menerapkan atau menjabarkan aspek lingkungan yang tercantum dalam dokumen RKL-RPL atau UKL-UPL.

Ketentuan tersebut harus menyatakan perintah atau instruksi kegiatan yang harus dilakukan oleh kontraktor pelaksana dengan aturan yang jelas agar tidak terjadi salah pengertian dan terdokumentasi dengan baik.

8.2 Kegiatan Pengadaan Tanah

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan pengadaan tanah harus terdokumentasi secara tertib dan teratur, sehingga mudah ditelusuri apabila ada permasalahan di kemudian hari.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

88-90

Dokumen pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup untuk kegiatan pengadaan tanah ini antara lain:

1) Berita acara kegiatan konsultasi masyarakat, dilengkapi dengan materi konsultasi, daftar hadir dan kesimpulan hasil kegiatan konsultasi masyarakat.

2) Berita acara kegiatan musyawarah dengan masyarakat dalam menentukan besarnya nilai ganti rugi/kompensasi kepada masyarakat terkena dampak, dilengkapi dengan hasil kesepakatan dan daftar peserta rapat.

3) Berita acara dan bukti pelaksanaan pengadaan tanah (antara lain pembayaran ganti rugi/kompensasi).

8.3 Pelaksanaan Konstruksi Jalan, Pengoperasian Jalan dan Pemeliharaan Jalan

Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup pada pelaksanaan konstruksi jalan, pengoperasian dan pemeliharaan harus terdokumentasi dengan baik, tertib dan teratur, sehingga mudah ditelusuri kembali bila terjadi permasalahan di kemudian hari.

Dokumen pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup adalah Laporan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pemantauan Lingkungan Hidup sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 45 tahun 2000 tentang Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan RKL dan RPL antara lain berisi:

1) Laporan pengendalian kerusakan lingkungan hidup, dilengkapi dengan tata cara pengendalian kerusakan lingkungan hidup, dan foto dokumentasi/visual mengenai kondisi lingkungan hidup tersebut.

2) Laporan pengendalian pencemaran air, dan atau pengendalian pencemaran udara, kebisingan, getaran dan tanah dilengkapi dengan tata cara pengendalian dan data-data kualitas air dan atau kualitas udara.

3) Laporan penanganan masalah atau aspek sosial ekonomi budaya masyarakat, dilengkapi dengan upaya pendekatan, tata cara penanganan dan hasil yang dicapai.

4) Laporan pelaksanaan koordinasi dan konsultasi dengan instansi terkait dan masyarakat, dilengkapi dengan masalah lingkungan hidup yang dibahas, kesepakatan yang dicapai dan tindak turun tangan.

9. P E N U T U P

a. Seperti telah dikemukakan bahwa pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini merupakan salah satu dari berbagai pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan, yang memberikan petunjuk, arahan dan penjelasan kepada para pihak terkait mengenai pertimbangan aspek-aspek pengelolaan lingkungan hidup dalam pembangunan jalan, khususnya dalam penyiapan dokumen lelang dan dokumen kontrak, kegiatan pengadaan tanah, pelaksanaan konstruksi jalan serta pengoperasian jalan dan pemeliharaan jalan.

b. Pertimbangan aspek pengelolaan lingkungan hidup tersebut mencakup identifikasi komponen kegiatan pembangunan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak, identifikasi dampak lingkungan yang timbul, serta upaya penanganannya dengan mempergunakan pendekatan teknologi, institusi dan sosial ekonomi, berupa

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

89-90

tindakan pencegahan, mengurangi dampak yang terjadi, dan menanggulangi atau mengendalikan dampak yang mungkin terjadi.

c. Dalam upaya mewujudkan pembangunan jalan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, maka pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini harus dipergunakan secara konsisten bersama dengan pedoman pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan lainnya.

d. Agar sasaran dari pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup bidang jalan ini sesuai dengan yang diharapkan, maka pelaksanaannya harus terintegrasi sepenuhnya dalam manajemen pelaksanaan proyek. Dengan demikian maka koordinasi antar instansi atau para pihak yang terkait diperlukan. Peran pemrakarsa atau pengelola kegiatan dalam pelaksanaan koordinasi sangat menentukan keberhasilan koordinasi.

e. Pencapaian sasaran dari pedoman pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup ini sangat ditunjang oleh faktor pembiayaan, sistem dokumentasi dan pelaporan yang baik, tertib dan teratur, serta yang lebih utama adalah tersedianya sumber daya manusia dengan kapasitas dan kapabilitas yang memadai dan mempunyai kesadaran terhadap terwujudnya pembangunan jalan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup.

Bagan peran unit/penanggung jawab/pimpinan proyek dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan bidang jalan dapat dilihat pada gambar 9.1.

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

90-90

Gambar 9.1 Bagan Peran Unit/Penanggung Jawab/Pimpinan Proyek dalam

Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Bidang Jalan

Unit/Penanggung Jawab/Pemimpin Proyek Pengadaan

Tanah

Unit/Penanggung Jawab/Pemimpin Proyek Konstruksi

Unit/Penanggung Jawab/Pemimpin

Proyek Pemeliharaan dan Rehabilitasi

Pengadaan Tanah

termasuk

Pengelolaan Lingkungan

Hidup

Laporan Pelaksanaan Pengadaan

Tanah, termasuk

Laporan Pelaksanaan

Pengelolaan dan

Pemantauan Lingkungan

Hidup

Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi termasuk

Pengelolaan Lingkungan

Hidup

Laporan Pelaksanaan

Pekerjaan Konstruksi termasuk Laporan

Pemantauan Pengelolaan Lingkungan

Hidup

Pemanfaatan, Pemeliharaan,

Rehabilitasi termasuk

Pengelolaan Lingkungan

Hidup

Laporan Pelaksanaan Pemeliharaan

dan Rehabilitasi termasuk

Laporan Pelaksaaan Pengelolaan

dan Pemantauan Lingkungan

Hidup

Evaluasi kualitas lingkungan hidup

pasca proyek

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

1

Lampiran 1

Contoh Klausul-Klausul Spesifikasi Pekerjaan Jalan yang Terkait dengan Penanganan Dampak Lingkungan

Bagian VII

Artikel No

Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam

Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial Penjelasan Tambahan

1.17

1.17.1

Aspek Lingkungan Hidup

UMUM (1) Uraian

Kontraktor harus memahami dampak lingkunga yang mungkin terjadi akibat pelaksanaan kegiatan konstruksi, serta cara penangannya sesuai

dengan petunjuk Direksi Pekerjaan. Sebelum melaksanakan kegiatan fisik di lapangan, Kontrkator harus

menyusun program pelaksanaan manajemen lingkungan yang harus mendapat persetujuan dari DIreksi Pekerjaan.

(1) - Pastikan bahwa semua pekerja lapangan dan sub-kontraktor dapat

memahami dampak-dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul selama kegiatan konstruksi.

- Dapatkan saran tertulis dari Direksi Pekerjaan tentang metode menangani dampak-dampak tersebut.

- Sebelum memulai pekerjaan konstruksi kontraktor akan membuat program pelaksanaan pengelolaan lingkungan (PKPPL).

- Pastikan bahwa saran dari Direksi Pekerjaan dimasukkan ke dalam

program pengelolaan lingkungan. - Program pengelolaan lingkungan harus memasukkan strategi dan

tindakan-tindakan untuk mengarahkan upaya pada: a. Penanganan erosi

b. Penanganan debu c. Penanganan kebisingan dan getaran

d. Penanganan sedimentasi dan kualitas air e. Pengelolaan quarry (bila diperlukan)

f. Penanganan stock pile/tumpukan material, tumpukan barang tak terpakai dan sisa-sisa adonan

g. Penanganan limbah h. Pengelolaan daerah sensitif

i. Penanganan isu-isu dan sosial termasuk akses ke tanah-tanah milik dan fasilitas masyarakat

j. Penanganan lalu lintas dan keselamatan - Dapatkan persetujuan tertulis untuk program tersebut dari Direksi

Pekerjaan

1.17.2 UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

1) Semua kendaraan dan mesin-mesin harus mempunyai peredam sehingga menghasilkan suara yang tidak membisingkan

1) - Semua kendaraan dan mesin-mesin harus diredam suaranya sebagaimana mestinya

- Susun dan pelihara daftar peralatan dan mesin yang digunakan di seluruh lokasi pekerjaan

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

2

Bagian VII

Artikel No

Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam

Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial Penjelasan Tambahan

- Memilih alat berat yang digunakan yang sedikit mungkin menghasilkan

getaran-getaran terhadap lingkungan sekitarnya atau memasang peredam kebisingan pada knalpot kendaraan alat berat dan mengurangi

kecepatan kendaraan - Diseluruh tahapan konstruksi dilakukan pematauan untuk memastikan

bahwa semua kendaraan dan mesin berkelanjutan memenuhi ketentuan - Hasil monitoring dicatat dan dilaporkan kepada Direksi Pekerjaan

2) Semua kendaraan dan mesin-mesin harus menghasilkan gas buang yang cocok dengan standar mutu udara yang ada

2) - Simpanlah catatatn tertulis dari pengecekan termasuk identifikasi kendaraan dan mesin, tanggal dan hasil inspeksi serta rekomendasi untuk

peningkatana. Berikan kopi laporan regular tersebut kepada Direksi Pekerjaan

- Staff kontraktor dan sub kontraktor akan dibiasakan dengan aturan asap 10 detik dan semua staff dan sub kontraktor disarankan bahwa

kendaraan dan mesin di lapangan harus memenuhi aturan tersebut - Sebelum masing-masing item kendaraan dan mesin memulai pekerjaan,

akan dilakukan test aturan asap 10 detik dari tiap-tiap item dan hasilnya akan dicatat

- Direksi Pekerjaan akan diberi hasil test secara tertulis - Pastikan bahwa semua sub kontraktor memahami akan persyaratan

terkait dengan kebisingan dan pengeluaran emisi kendaraan - Gunakan kendaraan yang terpelihara dengan baik dan peralatan yang

menghasilkan emisi gas buang dan kebisingan standar

3) Operasi dan pemeliharaan semua kendaraan dan mesin-mesin harus

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pabrik pembuatnya dan tidak mencemari air dan tanah

3) - Lokasi bengkel, tempat pengisian bahan bakar dan tempat pencucian

kendaraan atau mesin harus dilapis aspal dan dilengkapi drainase ketempat penampungan bahan cemaran termasuk drainase ketempat

penyimpanan bahan cair - Tumpahan minyak, aspal atau bahan pencemar lain dalam jumlah besar

harus segera dibersihkan - Bahan-bahan berbahaya termasuk aspal, minyak atau oli harus disimpan

dalam tangki dengan lantai beton dan berdinding tembok - Pastikan bahwa setiap pemeliharaan kendaraan dilakukan di atas

permukaan yang keras dengan daerah yang ditanggul sehingga tumpahan oli dapat mudah dibersihkan serta tidak akan terjadi kontaminasi terhadap

air permukaan dan air tanah

- Semua operator dan mesin akan dibuat peduli pada spesifikasi pabrik untuk operasi dan pemeliharaan

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

3

Bagian VII

Artikel No

Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam

Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial Penjelasan Tambahan

4) - Kegiatan kontruksi yang menimbulkan kebisingan dan dilaksanakan dekat

atau di desa/kota harus dilaksanakan pada jam kerja dan beritahukan kepada penduduk tentang tanggal yang diusulkan dan lamanya waktu

pekerjaan setempat terhadap kebisingan yang dapat dihindari - Melakukan pengaturan pelaksanaan kegiatan terutama disekitar daerah

permukiman - Berikan kepada Direksi Pekerjaan copy laporan inspeksi rutin serta tiap

tindakan korektif yang direkomendasikan dan diimplementasikan

5) Kecuali diperintahkan lain oleh Direksi Pekerjaan, maka semua kegiatan

pekerjaan harus dilaksanakan bukan pada malam hari

5) - Membuat database tentang keterampilan setempat guna merekam

informasi tentang keterampilan yang cocok yang tersedia dalam jumlah penduduk setempat serta mengikut sertakan orang-orang benar-benar

terampil bila cocok - Pengadaan tenaga kerja local dikoordinasikan dengan tokoh masyarakat

(formal dan informal) di sekitar lokasi proyek - Dilakukan sosialisasi rencana proyek, mencakup kriteria tenaga kerja yang

dibutuhkan, jumlah tenaga kerja, jenis-jenis kegiatan yang akan dilaksanakan serta dampak lingkungan dan sosial yang mungkin timbul

dengan melibatkan unsure pemerintah, warga terkena proyek, tokoh masyarakat, LSM atau masyarakat pemerhati lingkungan

- Dilakukan pelatihan dan penanganan kepada tenaga kerja local yang dapat dilibatkan

- Dilakukan musyawarah apabila terjadi konflik antara pekerja dan

masyarakat dikarenakan proyek

6) Dalam pengadaan tenaga kerja dengan kemampuan dan keahlian sesuai dengan yang diperlukan maka prioritas harus diberikan kepada pekerja

setempat

6), 7), 8) dan 9) Mengacu pada penanganan dampak pengambilan di quarry a) Manakala sebuah quarry baru dibangun untuk melayani proyek, persyaratan

dari pasal 1.17.2 (6) akan berlaku. Bila tempat baru untuk quarry dibangun, sediakan rekaman documenter tentang proses pemilihan tempat

untuk menunjukkan kesesuaiannya dengan pasal tersebut. Dalam hal ini dapat termasuk suatu daftar simak (cek list) dalam format berikut

b) - Sediakan bukti bahwa penggalian quarry perlu untuk proyek ini. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan keluaran dari kalkulasi dari pekerjaan

tanah yang menunjukkan suatu deficit material timbunan. Sebagai tambahan, dapat ditunjukkan/diperagakan bahwa material yang sesuai

untuk beberapa kategori material pembuat jalan hanya tersedian dari

quarry itu. - Sediakan dokumen dan bukti foto bahwa lereng quarry telah dikelola

sesuai dengan pasal 1.17.2 (8)

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

4

Bagian VII

Artikel No

Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam

Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial Penjelasan Tambahan

c) Pastikan penggunaan quarry yang sudah ada izinnya (lampiran Surat Izin

Penambangan Derah/SIPD quarry yang digunakan) d) Tidak diperkenankan menggunakan quarry yang berlokasi di kawasan

lindung e) Operasikan sesuai spesifikasi sehingga selama dan sesudah penggunaan

tidak timbul kubangan dan lakukan rehabilitasi setelah tidak digunakan lagi

7) Dalam pemilihan lokasi sumber bahan (quarry), beberapa arahan di

bawah ini harus diperhatikan: a) Prioritas harus diberikan pada lokasi sumber bahan yang sudah

dibuka bilamana jumlah mutunya memenuhi b) Lokasi sumber bahan harus dipilih harus memberikan rasio tertinggi

antara kapasitas bahan yang digali (baik kuantitas maupun kualitas) dan kehilangan sumber daya negara

c) Lokasi sumber bahan yang berdekatan dengan alinyemen jalan, yang sangat mudah diambil dan mempunyai tebing yang tidak curan

lebih disarankan d) Eksploitasi sumber bahan di daerah sumber daya alam yang vital

harus dihindari, seperti hutan tanaman berkayu dan hutan lebat lainnya maupun daerah-daerah penghasil bahan makanan dan hutan

lindung untuk burung dan hewan lainnya e) Disarankan untuk menghindari atau setidaknya mengurangi

pemilihan lokasi sumber bahan di dasar sungai. Meskipun pemilihan

lokasi sumber bahan di luar dasar sungan tidak memungkinkan, sumber bahan yang terletak di sungai atau saluran kecil tetap tidak

boleh diambil. Disarankan untuk memilih lokasi sumber bahan di petak-petak atau endapan alluvial yang terletak di dasar sungai

tetapi tidak dialiri air pada kondisi air normal.

7) Kontaktor tidak boleh membuka quarry dan areal penambangan baru tanpa

izin tertulis. Izin ini hanya diberikan bila kontraktor telah menunjukkan kepada Direksi Pekerjaan, dimana quarry dan areal penambangan dibatasi

untuk kebutuhan suplai material.

8) Penggalian di daerah sumber bahan hanya dilaksanakan untuk pemasokan bahan kebutuhan proyek

8) - Sebelum memulai pengoperasian quarry dan areal penambangan, kontraktor harus merumuskan Rencanan Pengelolaan Rehabilitasi dan

Penanaman Kembali Areal Penambangan dan Quarry. Rencana harus mencantukan kesanggupan untuk pemeliharaan penanaman kembali

selama 2 tahun setelah penanaman. - Setelah pelaksanaan lereng bertangga dan pembaharuan system drainase

sebagaimana juga disyaratkan dalam pasal 3.1.1(12).(d) dari spesifikasi ini,

permukaan tersebut harus dilengkapi sesuai dengan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi dan Penanaman Kembali dengan lapisan rumput dan ditanami

dengan semak maupun pohon. Pemeliharaan tanaman ini diperlukan

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

5

Bagian VII

Artikel No

Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam

Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial Penjelasan Tambahan

dalam 2 tahun pertama setelah penanaman

9) Bilamana sumber bahan terletak di daerah bergunung atau berbukit,

atau bilamanan kondisi talud sangatlah mempengaruhi stabilitas lereng, maka bertangga harus dilaksanakan. Lereng setiap sumber bahan yang

telah dibentuk kembali harus mempunyai kelandaian yang tidak kurang dari nilai rata-rata 1,3. Setelah pelaksanaan lereng bertangga dan

pembaharuan system drainase sebagaimana juga disyaratkan dalam pasal 3.1.1 (12).(d) dari Spesifikasi ini, permukaan tersebut harus

dilengkapi dengan lapisan rumput dan ditanami dengan semak maupun pohon. Pemeliharaan tanaman ini diperlukan dalam 2 tahun pertama

setelah penanaman

9) a) Mulailah rehabilitasi lokasi sumber bahan (quarry) sesegara mungkin dan

lakukan bersama-sama dengan pengambilan material quarry. Buat dan pelihara dokumen dan rekaman foto untuk menunjukkan kesesuaian

dengan persyaratan ini. Bukti dokumentasi dapat dalam format berikut.

Tanggal Kegiatan

Penggalian Quarry Kegiatan

Rehabilitasi Foto

b) Bilamana bahan diambil dari sumber pasokan pihak ketiga atau pihak luar, kontraktor harus menyediakan bukti dokumen untuk Direksi Pekerjaan

yang menunjukkan bahwa sumber bahan dan areal galian telah disediakan

dan dioperasikan sesuai dengan semua persyaratan ijin dan standar lingkungan

c) - Pengupasan lapisan atas/Top Soil dilakukan sampai dengan batas lapisan akar rumput/humus

- Dilakukan penempatan sementara dan pemeliharaan (penyimpanan) Top Soil

- Pemanfaatan Top Soil untuk penanaman/penutupan permukaan tanah di jalur hijau dan lereng hasil timbunan/pemotongan

10) Pembentukan kembali lokasi sumber bahan dilaksanakan dengan

kriteria berikut: a) Kegiatan rehabilitasi harus dimulai sesegera mungkin setelah

pekerjaan selesai dan kegiatan ini harus dilaksanakan bersama-

sama dengan pengambilan bahan galian berikutnya. b) Galian di lokasi sumber bahan harus ditimbun kembali dengan

menggunakan bahan yang diperoleh dari pekerjaan pembersihan sebagaimana yang diuraikan dalam seksi 1.16 dari Spesifikasi ini dan

bahan galian tidak dapat digunakan untuk bahan konstruksi.

c) Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan dengan memanfaatkan kembali bahan humus yang diperoleh dari pekerjaan pembersihan dan

pembongkaran pada lapis permukaan tanah asli (kira-kira setebal 50

10) - Melengkapi perijinan dari instasi yang berwenang memberikan ijin untuk

melakukan penebangan pohon atau ijin kepada pemilik tanaman/pohon yang akan ditebang atau dibongkar, seperti dari Diana Kehutanan dan

Dinas Pertamanan

- Pastikan bahwa luasnya pembersihan dibatasi secara ketat pada apa yang diperlukan untuk pekerjaan jalan dan pekerjaan tambahan. Hal ini

dapat dijelaskan kepada pekerja lapangan dan sub-kontraktor dengan meyakinkan bahwa luas pembersihan ditandai denan jelas di lapangan.

Hal in dapat dilakukan dengan pita tanda atau pasak/patok survai yang dicat atau keduanya. Pastikan bahwa semua pekerja

- Pastikan bahwa area yang diberi tanda sebagai hak milik tetap tidak digunakan sebagai lokasi parkir kendaraan dan mesin-mesin atau untuk

lokasi penumpukan atau tempat sampah

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

6

Bagian VII

Artikel No

Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam

Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial Penjelasan Tambahan

cm). Bahan humus ini ditumpuk agak landai dan ditempatkan di

lokasi yang teduh dan jauh dari lokasi pengambilan bahan galian. Tumpukan humus ini ditutup dengan bahan organic seperti rumput

atau daun. Perumputan dengan jenis herbaceous lebih disaranakan. Tumpukan humus tersebut secara bertahap ditempatkan kembali di

lokasi bekas galian pada sumber bahan dan selanjutnya ditutup dengan tanaman. Rumput, semak dan pohon dapat digunakan

untuk penutupan ini. Bilamana Kontraktor memperoleh bahan ini dari pemasok maka

ketentuan pada butir (9) (c) diatas tidak digunakan.

- Penumpukan material dan parkir kendaraan tidak diizinkan pada daerah

yang telah disewa untuk kelestarian vegetasi/tanaman - Pemeriksaan regular/berkala akan dilakukan selama kegiatan konstruksi

untuk memastikan pelaksanaan spesifikasi ini

11) Kegiatan pembersihan dan pembongkaran hanya dilaksanakan di daerah

yang benar-benar diperlukan untuk Pekerjaan

11) - Lakukan regenerasi (penanaman kembali) area yang dibersihkan

sesegera mungkin begitu kegiatan konstruksi mengijinkan. Begitu regenerasi telah diakukan pada area yang dibersihkan, harus segera

diberi tanda yang jelas sehingga tidak ada kendaraan atau mesin-mesin memasuki area regenerasi tersebut.

Peliharalah dokumen dan rekaman foto tentang kegiatan-kegiatan regenerasi tersebut

- Sebelum memulai pembersihan/pembukaan hutan, area yang cocok penanaman kembali guna menggantikan tumbuh-tumbuhan yang hilang

karena pembukaan hutan/pembersihan akan diidentifikasi - Kepemilikan lahan akan ditentukan dan dilakukan hubungan/kerjasama

dengan pemilik lahan atau otoritas manajemen lahan untuk memperoleh

persetujuan bagi penanaman kembali vegetasi yang diusulkan - Rencana dan jadwal untuk persiapan lokasi dan penanaman kembali

vegetasi akan dikembangkan dalam konsultasi dengan staff dinas Kehutanan dan Sub-Direktorat Lingkungan Bina Marga

- Akan diperoleh persetujuan tertulis dari Direksi Pekerjaan - Area yang teridentifikasi akan ditandai dengan jelas untuk memastikan

dilindungi terhadap gangguan atau pelanggaran selama pembukaan hutan atau pelaksanaan konstruksi

- Begitu kegiatan pembukaan hutan diselesaikan, pelaksanaan rencana akan dimulai

- Setelah penanaman kembali tumbuh-tumbuhan, akan dilakukan pemeliharaan berkelanjutan sebagaimana disyaratkan oleh rencana

12) Pembabatan tanaman selama kegiatan pembersihan dan pembongkaran harus ditindak-lanjuti dengan penanaman kembali sedemikian hingga

mendekati kondisi sebelum pembabatan

12) Mengacu pada prosedur penanganan vegetasi

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

7

Bagian VII

Artikel No

Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam

Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial Penjelasan Tambahan

13) Penanaman kembali dengan pohon atau semak sebagaimana yang disyaratkan dalam Seksi 4.1 dan 8.3 dari Spesifikasi ini harus mengikuti

arahan berikut :

a) Penggantian dengan tanaman sejenis yang ditebang, bila memungkinkan.

b) Bilamana pertumbuhan tanaman dirasa agak lambat, maka tanaman yang berumur tiga tahun atau lebih harus digunakan, kecuali jika

jenis tersebut tidak mampu menciptakan kondisi seperti semula atau tidak mampu memberikan perlindungan lereng dalam waktu yang

lama. Selanjutnya, jenis tanaman dengan pertumbuhan sedang sampai cepat dapat digunakan.

c) Jenis Authochthonous lebih disaranakan untuk tanaman exotic. d) Untuk penanaman kembali semak, pemilihan jenis semak harus

mengutamakan jenis yang dapat memberi makanan dan perlindungan bagi binatang.

e) Jenis tanaman berakar panjang tetapi tidak membahayakan stabilitas jalan dan tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang

tinggi lebih diusaranakan. f) Berbagai jenis tanaman yang baik untuk digunakan untuk

penanaman kembali adalah: Leucaena leucocephala, Calliandra calonthrysus, Acacia auriculi-formis, Acacia ducurrens dan Gliricidia

sepium.

g) Pohon harus ditanam pada jarak yang cukup dari tepi jalan. h) Jarak antar pohon pada garis yang sama sekitar 15 meter.

i) Pemeliharaan yang teratur pada tanaman yang ditanam kembali sangat diperlukan.

j) Pohon hasil penanaman kembali yang mati harus diganti dengan yang baru.

a) Identifikasi jenis (species) dan banyaknya pohon yang telah ditebang sehingga dapat diganti dengan jenis yang sama

b) - Sebelum memulai kegiatan konstruksi, berkonsultasilah dengan kebun-kebun bibit di sekitar lokasi untuk memperoleh tanaman yang jenis dan

tingkat kecepatan tumbuhnya sesuai untuk digunakan dalam regenerasi ini - Bilamana tanaman tumbuh lambat ditebang saat pembersihan, maka

tanaman yang berumur tiga tahun atau lebih harus digunakan dalam penanaman kembali, kecuali jika jenis tersebut tidak mampu menciptakan

kondisi seperti semula atau tidak mampu memberikan perlindungan lereng dalam waktu yang lama. Selanjutnya, jenis tanaman dengan pertumbuhan

sedang sampai cepat dapat digunakan c),d),e),f),g),h) & i) mengacu pada prosedur penanganan vegetasi.

c) Inventarisasi jenis-jenis flora dan fauna endemic dan dilindungi di lokasi quarry.

d) Pemilihan tanaman hendaknya diberikan kepada jenis yang dapat memberikan habitat fauna.

e) Tidak menanam tanaman yang menyebabkan tanah gembur, seperti singkong (Manihot eskulenta), sereh dan pisang (Musa paradisiacal) tapi

lakukan penanaman tanaman yang mempunyai perakaran yang mengikat,

bermasa daun padat. f) Dilakukan penanaman pohon pelindung yang memiliki ketahanan tinggi

terhadap pengaruh udara, bermasa daun padat dan jarak tanam rapat (6). g) Pohon harus ditanam pada jarak yang aman.

h) Pastikan bibit tanaman ditanam di tempat dengan jarak yang cukup dari jalur lalu lintas sesuai dengan persyaratan keselamatan dan ditanam dengan

jarak antar pohon tidak lebih dari 15 meter. i) - Pelihara dokumen dan rekaman foto tentang kemajuan kegiatan regenerasi

serta laporkan kepada Direksi Pekerjaan secara berkala. - Bibit akan dirawat, diairi dan dipelihara agar bebas dari rumput liar sampai

kontrak berakhir. j) Lakukan inspeksi berkala terhadap kegiatan regenerasi dan segera ganti

tanaman yang mati.

13) Permukaan yang menghasilkan sejumlah debu di atmosfer akibat

kegiatan pekerjaan harus dibasahi secara teratur sebagaimana juga

13) - Lakukan penyiraman berkala terhadap permukaan yang menghasilkan

debu terutama bila hal itu menimbulkan gangguan bagi penduduk atau

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

8

Bagian VII

Artikel No

Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam

Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial Penjelasan Tambahan

diisyaratkan dalam Pasal 1.16.2 (4) dari Spesifikasi ini.

sekolah, pusat-pusat kegiatan masyarakat atau rumah sakit di sekitar

tempat itu. - Peliharalah catatan dan rekaman dokumenter tentang penyiraman

tersebut untuk menunjukkan kesesuaian terhadap persyaratan.

14) Kerusakan dan gangguan terhadap utilitas umum seperti jaringan

telpon, listrik, gas, pipa air, fasilitas irigasi, pipa minyak, pipa pembuangan, pipa drainase, dan lain sebagainya, harus dicegah dengan

upaya mendapatkan informasi tentang keberadaan lokasi utilitas yang ada, terutama utilitas apa yang terletak di bawah permukaan tanah.

14) - 14), 15) dan 16) Mengacu pada penanganan kerusakan/gangguan utilitas

- Sebelum konstruksi, konsultasi akan dilakukan dengan yang berwenang sebagai penyedia utilitas untuk memperoleh informasi tentang

penempatan alat dan memperoleh informasi yang dikontak dalam keadaan darurat jika infrastruktur utilitas rusak akiba oleh

operasional/pelaksanaan konstruksi. - Koordinasi dengan instansi terkait dan perusahaan bidang utilitas guna

memperoleh informasi keberadaan lokasi utilitas seperti jaringan kabel telpon, pipa air, fasilitas irigasi, pipa-pipa minyak dan gas, pipa-pipa

pembuangan air kotor, pipa drainase dsb. - Pastikan bahwa para operator peralatan paham akan kemungkinan

adanya lokasi tempat ditanamnya layanan utilitas serta sangat berhati-hati sewaktu beroperasi di area tersebut.

15) Kontraktor harus bertanggung jawab atas perlindungan terhadap setiap fasilitas pipa kabel bawah tanah, saluran kabel bawah tanah atau

jaringan bawah tanah lainnya ataustruktur yang mungkin ditemukan dan perbaikan atas setiap kerusakan yang diakibatkan operasi

kegiatannya.

15) - Jika ada mesin dari kontraktor atau sub-kontraktor menyebabkan kerusakan terhadap layanan utilitas, mesin tersebut harus secepatnya

berhenti bekerja dan kerusakan segera dilaporkan kepada Direksi Pekerjaan serta pemberi layanan utilitas.

- Direksi Pekerjaan akan diberi tahu secepat mungkin tentang setiap keruskan yang terjadi pada prasarana utilitas.

16) Bilamana sumur yang terletak di dekat lokasi pekerjaan yang

dipengaruhi oleh kegiatan galian dan timbunan, maka sumur pengganti

yang setara harus disediakan, meskipun harus membuat sumur baru, baik sengan penggalian maupun pengeboran, yang terletak sedekat

mungkin dengan sumur lama.

16) - Sebelum memulai kegiatan konstruksi pastikan bahwa lokasi mata air

(sumur) dan sumber pemasokan air diidentifikasi dan bahwa para

operator mesin-mesin milik benar-benar menyadari/memahami tentang lokasi mereka serta memahami persyaratan mengenai prosedur

pengoperasian yang hati-hati di sekitar lokasi tersebut. - Sumur baru akan diberikan secepat mungkin sesuai jangka waktu yang

disetujui oleh Direksi Pekerjaan dan pemakai. - Direksi Pekerjaan akan diberi tahu ketika sumur baru selesai dan mulai

beroperasi.

17) Tumpahan minyak dan polusi bahan buangan yang berasal dari pekerjaan harus dicegah.

17) - 17), 18 dan 19) Mengacu ada penanganan limbah - Sebelum pembuakaan lokasi konstruksi untuk kendaraan dan peralatan

penambahan bahan baker akan diidentifikasi. Lokasinya akan jauh dari

PEDOMAN PELAKSANAAN

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP BIDANG JALAN

9

Bagian VII

Artikel No

Bagian VII, SpesifikasiBagian VII, SpesifikasiKetentuan dalam

Spesifikasi yang Terkait dengan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial Penjelasan Tambahan

sumber air, sumur atau drainase atau infrastruktur irigasi.

- Persetujuan dari Direksi Pekerjaan akan diperoleh untuk lokasi. - Jika kendaraan dan mesin-mesin mengisi ulang bahan baker atau diservis

di dalam area yang diberi tanggul dan permukaan lantainya keras sehingga mencegah terjadinya kontaminasi atas air permukaan maupun

air tanah. - Semua operator mesin dan kendaraan serta sub-kontraktor akan dibuat

peduli bahwa pengisian bahan baker seharusnya dilakukan hanya di dalam lokasi pengisian bahan yang telah ditunjuk.

- Rincian tentang segala tumpahan bahan baker akan dilaporkan kepada

Direksi Pekerjaan.

18) Aspal dan minyak pemanas harus disimpan dalam tanki yang terletak diatas lantai beton yang lebih tinggi dari tanah sekitarnya dan dikelilingi

dinding yang cukup tinggi sehingga dapat menghalangi tersebarnya cairan yang bocor atau tumpah.

18) Kontraktor harus menjamin bahwa aspal dan minyak pemanas disimpan dalam tanki yang terletak diatas lantai beton yang lebih tinggi dari tanah

sekitarnya dan dikelilingi dinding yang cukup tinggi, dengan volume yang cukup berisi cairan sehingga dapat menghalangi tumpahnya cairan.

19) Bahan aspal (termasuk air yang berasal dari mesin pencuci) dan minyak pemanas buangan tidak boleh dituangkan ke dalam saluran air ataupun

dibuang diatas tanah sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 6.1.1 (7) (c) dari Sepsifikasi ini.

19) - Pastikan bahwa limbah dari fasilitas pencucian mobil atau oli bekas tidak akan dibuang kedalam saluran air atau jaringan drainase atau tidak

dituang ke tanah dimana bisa menyebabkan polusi pada air permukaan atau air tanah.

- Periksa SIM operator dan dalam pengoperasiannya tidak boleh menghasilkan endapan dan cemaran seperti minyak di aliran sungai yang

dimanfaatkan di daerah hilirnya. - Sediakan fasilitas seperti drum kosong untuk menampung oli bekas

kemudian buang ke luar lokasi proyek sesuai dengan peraturan-peraturan Nasional dan Perda.

- Pastikan bahwa semua pekerja lapangan termasuk operator masin-mesin kontraktor dan sub-kontraktor benar-benar memahami akan persyaratan

ini.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

i

P R A K A T A

Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan Pada Tahap Konstruksi ini disusun

untuk memberikan petunjuk dan tata cara pelaksanaan penanganan dampak-dampak

lingkungan hidup yang timbul karena kegiatan pembangunan prasarana jalan dan

jembatan terutama pada tahap konstruksi.

Pedoman ini merupakan salah satu pedoman yang dapat dipakai sebagai acuan dalam

mempersiapkan dokumen lelang dan dokumen kontrak, kegiatan pelaksanaan konstruksi

fisik jalan yang penerapannya harus memperhatikan berbagai peraturan perundang-

undangan di bidang lingkungan hidup dan ketentuan terkait lainnya.

Semoga Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan Pada Tahap Konstruksi ini

dapat bermanfaat bagi para pihak yang terlibat dan terkait kegiatan pembangunan jalan

dalm menangani dampak-dampak yang ditimbulkannya dalam rangka ikut mendukung

terwujudnya upaya pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Jakarta, 2009

Direktur Jenderal Bina Marga

A. Hermato Dardak

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

ii

DDAAFFTTAARR IISSII

Prakata ............................................................................................................ i

Daftar Isi ......................................................................................................... ii

PENDAHULUAN ..........................................................................................

PROSEDUR PENANGANAN LALU LINTAS

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 1-1

II. ACUAN NORMATIF ............................................................................ 1-1

III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 1-2

IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 1-2

V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 1-3

VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 1-6

VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 1-6

PROSEDUR PENANGANAN BASE CAMP

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 2-1

II. ACUAN NORMATIF ............................................................................ 2-2

III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 2-2

IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 2-3

V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 2-4

VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 2-7

VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 2-7

PROSEDUR PENANGANAN STOCKPILE

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 3-1

II. ACUAN NORMATIF ............................................................................ 3-1

III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 3-2

IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 3-3

V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 3-3

VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 3-5

VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 3-5

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

iii

PROSEDUR PENANGANAN PENGAMBILAN MATERIAL DI QUARRY

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 4-1

II. ACUAN NORMATIF ............................................................................ 4-1

III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 4-2

IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 4-3

V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 4-4

VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 4-7

VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 4-8

PROSEDUR PENANGANAN LIMBAH

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 5-1

II. ACUAN NORMATIF ............................................................................ 5-2

III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 5-2

IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 5-3

V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 5-4

VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 5-8

VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 5-9

PROSEDUR PENANGANAN EROSI DAN SEDIMENTASI

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 6-1

II. ACUAN NORMATIF ............................................................................ 6-2

III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 6-2

IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 6-3

V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 6-4

VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 6-8

VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 6-9

PROSEDUR PENANGANAN VEGETASI

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 7-1

II. ACUAN NORMATIF ............................................................................ 7-2

III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 7-2

IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 7-3

V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 7-4

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

iv

VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 7-9

VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 7-9

PROSEDUR PENANGANAN KERUSAKAN/GANGGUAN TERHADAP UTILITAS

I. RUANG LINGKUP .............................................................................. 8-1

II. ACUAN NORMATIF ............................................................................ 8-1

III. ISTILAH DAN DEFINISI ..................................................................... 8-2

IV. POTENSI DAMPAK ............................................................................ 8-2

V. PROSEDUR PENANGANAN ................................................................. 8-3

VI. PIHAK TERKAIT ................................................................................ 8-9

VII. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT ............................................. 8-9

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

v

DDAAFFTTAARR TTAABBEELL

Tabel 4.1 Jadual Pelaksanaan Pekerjaan ........................................................ IV -4

Tabel 4.2 Jadual Pelaporan ........................................................................... IV -5

Tabel 5.1 Jadual Penugasan Tenaga Ahli ....................................................... V -6

DDAAFFTTAARR GGAAMMBBAARR

Gambar 3.1. Bagan Alir Proses Pemutakhiran ................................................... III-6

Gambar 5.1. Struktur Organisasi Tim Konsultan ............................................... V-2

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

1

PENDAHULUAN

Sesuai dengan visinya, yakni “Terwujudnya sistem penyelenggaraan jaringan jalan

yang handal, bermanfaat, dan berkelanjutan untuk mendukung tercapainya

Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis serta lebih sejahtera

“Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum telah melakukan

berbagai upaya dalam mewujudkan pembangunan jaringan jalan yang

berkelanjutan, diantaranya melalui penyiapan perangkat sistem manajemen

pengelolaan lingkungan berupa dokumen-dokumen praktis perencanaan dan

pelaksanaan proses analisis dampak lingkungan serta sosial yang diaplikasikan ke

dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan jalan dan jembatan.

Untuk menangani berbagai dampak negatif penting yang timbul akibat suatu

pekerjaan konstruksi jalan, diperlukan suatu pedoman pengelolaan lingkungan yang

disusun melalui AMDAL (ANDAL, RKL dan RPL); atau UKL dan UPL yang dibutuhkan

berdasarkan prosedur penyaringan yang diatur dalam berbagai peraturan

perundangan yang berlaku.

Bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan jalan yang tidak termasuk kategori wajib

AMDAL atau UKL dan UPL, tetap diperlukan upaya mitigasi dampak lingkungan agar

kegiatan pembangunan jalan yang dilakukan tidak sampai menimbulkan kerugian

yang berarti bagi masyarakat.

Berbagai kendala dalam penyiapan dokumen lingkungan pada proyek-proyek jalan

telah menyebabkan pelaksanaan pengelolaan lingkungan dilaksanakan seadanya,

bahkan cenderung diabaikan. Untuk menjembatani keterbatasan tersebut perlu

disusun suatu pedoman yaitu Pedoman Mitigasi Dampak Standar Pekerjaan Jalan

pada Tahap Konstruksi, yang tertuang dalam PMDS (Prosedur Mitigasi Dampak

Standar) untuk penanganan dampak lingkungan yang sering terjadi akibat kegiatan

pembangunan jalan khususnya pada tahap konstruksi. Pada tahap konstruksi,

beberapa jenis kegiatan sering menimbulkan dampak yang bersifat standar (tidak

tergantung dari lokasi proyek), sehingga dapat ditangani dengan menggunakan

prosedur yang baku.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

2

Berdasarkan hasil Studi yang telah dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup

juga menunjukkan bahwa 75 % keseluruhan isi dokumen AMDAL pembangunan

jalan yang dibahas oleh komisi AMDAL di tingkat pusat memiliki substansi yang

hampir sama, yang dapat dikelompokkan sebagai pekerjaan dan dampak standar

pekerjaan jalan.

Dengan mengacu pada pedoman tersebut, pemrakarsa kegiatan pembangunan jalan

juga dapat menangani dampak lingkungan yang bersifat standar, tanpa memerlukan

dokumen spesifik tentang analisis dampak lingkungan secara mendalam maupun

studi lainnya untuk menyusun upaya pengelolaan dampak lingkungan yang

memerlukan biaya tidak sedikit dan waktu yang relatif lama.

Pelaksanaan mitigasi dampak standar dari pekerjaan jalan pada tahap konstruksi

perlu dilakukan karena adanya kurang sempurnanya disain dari kegiatan

pembangunan jalan, dan masih dijumpainya dampak lingkungan hidup yang terjadi

dalam pelaksanaan, sehingga kegiatan penanganannya tidak masuk dalam analisa

biaya yang diusulkan para pelaksana pekerjaan.

Di samping itu juga masih adanya ketidak pahaman dari para pelaksana baik pihak

pemilik kegiatan (proyek), kontraktor pelaksana, dan konsultan pengawas terhadap

dokumen kontrak yang memuat hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan

penanganan dampak dari pekerjaan jalan yang dilakukan.

Seiring berjalannya waktu Sub Direktorat Teknik Lingkungan, Direktorat Bina Teknik

terus berusaha untuk melakukan penyempurnaan terhadap PMDS yang berisikan

pedoman mitigasi dampak standar pekerjaan pembangunan jalan. Upaya mitigasi

dampak lingkungan pada tahap konstruksi tersebut akan memuat deskripsi kegiatan

pekerjaan jalan dimana kontraktor harus menangani dampak lingkungan standar

yang muncul.

Namun untuk dapat diimplementasikan oleh berbagai pihak baik oleh para perencana

maupun pelaksana kegiatan pembangunan jalan dan jembatan, masih diperlukan

pembaharuan dengan melakukan pemutakhiran terhadap prosedur yang sudah

tersedia.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

1-13

PROSEDUR

PENANGANAN LALU-LINTAS

I. RUANG LINGKUP

Prosedur penanganan lalu lintas ini adalah prosedur penanganan dampak lingkungan

hidup yang terjadi terhadap sub komponen lalu lintas sebagai akibat dari pekerjaan-

pekerjaan konstruksi fisik jalan pada kegiatan pembangunan jalan tahap konstruksi.

Pekerjaan yang dapat menimbulkan dampak terhadap sub komponen lalu lintas

diantaranya mobilisasi peralatan berat; pembuatan jalan masuk/access road,

pekerjaan pembersihan dan penyiapan lahan, pekerjaan tanah, pekerjaan drainase,

pekerjaan lapis perkerasan, pekerjaan pemancangan tiang pancang, pekerjaan

bangunan atas dan bawah jembatan/jalan layang, pekerjaan pemasangan bangunan

pelengkap, kegiatan peng-angkutan material bangunan dan limbah, serta

pengoperasian base camp.

Maksud dan tujuan dari penanganan lalu lintas ini adalah :

• Memperkecil terjadinya kemacetan lalu lintas yang dapat merugikan para

pengguna jalan serta dapat mengakibatkan kerusakan jalan.

• Memperkecil terjadinya kecelakaan lalu lintas pada jalan eksisting baik di

lokasi kegiatan pembangunan dan atau yang menjadi jalur transportasi

material bangunan dan atau limbah serta kendaraan kerja.

II. ACUAN NORMATIF

• Undang-undang no. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

• Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

• Peraturan Pemerintah RI Nomer 34 Tahun 2006 tentang Jalan.

• Keputusan Presiden RI nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksaaan

Barang/jasa Pemerintah beserta seluruh perubahannya.

• Peraturan Menteri Perhubungan RI nomor: KM.14 Tahun 2006 tentang

Manajemen dan Rekayasa Lalulintas di Jalan.

• Dokumen Lelang/Kontrak Pekerjaan Jalan.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

2-13

III. ISTILAH DAN DEFINISI

• Jalan Eksisting adalah jalan umum yang sudah ada dan dimanfatkan pengguna

jalan, sebelum kegiatan pembangunan jalan tersebut dimulai.

• Lokasi Kegiatan Pembangunan adalah lokasi tapak kegiatan konstruksi jalan

dilaksanakan.

• Peralatan Berat adalah semua alat/peralatan konstruksi dan kendaraan kerja

yang digunakan selama masa konstruksi .

• Kendaraan Kerja adalah kendaraan yang digunakan untuk kegiatan

pembangunan jalan.

• Ceceran Material adalah tumpahan atau ceceran material bangunan (tanah,

agregat pasir, kerikil, batu, beton, aspal dan lain-lain) konstruksi jalan yang jatuh

dari kendaraan pengangkut.

• Jalur Transportasi Material adalah jalur pengangkutan material bangunan dari

dan menuju lokasi kegiatan pembangunan jalan, lokasi quarry area/ borrow pit,

tempat penyimpanan atau penumpukan material (stockpile).

• Daerah Sensitif adalah daerah yang mempunyai karakteristik rona lingkungan

dan sosial budaya yang khas dan sangat potensial mengalami dampak negatif

besar dan penting, serta memerlukan penanganan dampak secara spesifik.

Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di

luar kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan

antara lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan (hutan

lindung, hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitaan yang terjal, sempadan

sungai atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan pekuburan,

kawasan industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat ibadah, rumah

sakit, area cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.

IV. POTENSI DAMPAK

Potensi dampak lalu lintas akibat pekerjaan jalan adalah :

1. Terjadinya kemacetan lalu lintas, sebagai akibat dari kegiatan mobilisasi dan

demobilisasi peralatan yang berjalan lambat dan memakan lajur jalan yang ada,

pekerjaan pembersihan lahan, pekerjaan tanah, pekerjaan lapis perkerasan,

pekerjaan pemancangan tiang pancang, pekerjaan struktur, pekerjaan

pemasangan bangunan pelengkap, yang memanfaatkan sebagian lajur atau

badan jalan untuk kerja dan penempatan bahan material bangunan, sehingga

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

3-13

menyebabkan rendahnya kecepatan kendaraan atau timbulnya kemacetan lalu

lintas dan antrian kendaraan yang melintas, di samping pekerjaan pengangkutan

material bangunan dan limbah yang mengakibatkan bertambahnya volume

kendaraan di jalan raya terutama pada loksi-lokasi yang sensitif terjadi kemacetan

lalu lintas.

2. Terjadinya kecelakaan lalu lintas, karena kondisi licin dari jalan eksisting karena

adanya lumpur atau ceceran tanah di jalan sebagai akibat dari pekerjaan

pembersihan lahan, pekerjaan pemancangan, pekerjaan tanah dan

pengoperasian kendaraan kerja penumpukan material (stockpile), serta karena

jatuhnya material bangunan atau peralatan kerja ke jalan eksisting di bawahnya

pada pekerjaan bangunan atas jembatan atau jalan layang.

3. Terjadinya kerusakan jalan. karena mobilisasi dan demobilisasi peralatan berat

yang bebannya melebihi kapasitas jalan yang dilewati, dan karena tingginya

frekuensi kendaraan kerja,

V. PROSEDUR PENANGANAN

1) Pengumpulan data lingkungan yang diperkirakan terkena dampak terutama

komponen lalu lintas dan prasarana jalan, meliputi :

• Identifikasi kondisi prasarana jalan yang akan digunakan sebagai jalan kerja.

• Identifikasi kondisi lalu lintas di jalan yang akan digunakan sebagai jalan kerja

• Identifikasi area sensitif.

2) Identifikasi pekerjaan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif

terhadap komponen lalu lintas (kemacetan lalu lintas, kecelakaan lalu lintas,

kerusakan jalan)

3) Identifikasi lokasi kegiatan pembangunan jalan (lokasi-lokasi pekerjaan jalan

yang akan dan sedang dilakukan) dan fasilitas penunjangnya (lokasi quarry area/

borrow pit, Base Camp, AMP, Stone Crusher, dan Batching Plant), serta daerah

sensitif terkena dampak negatif pekerjaan jalan.

4) Penyusunan rencana penanganan lalu lintas (kemacetan lalu lintas, kecelakaan

lalu lintas, dan kerusakan jalan) oleh kontraktor.

5) Diskusi/ konsultasi dengan Direksi Pekerjaan.

6) Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan lalu lintas

(kemacetan lalu lintas, kecelakaan lalu lintas, dan kerusakan jalan).

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

4-13

7) Koordinasi internal pelaksana kegiatan pembangunan jalan (untuk pengaturan

jadwal pelaksanaan pekerjaan jalan, penggunaan kendaraan kerja, serta jalur

pengoperasiannya),

8) Koordinasi ekternal dengan instansi yang terkait dalam penanganan lalu lintas

dan angkutan khususnya DLLAJ dan Polantas Setempat (terkait dalam

pengaturan jalan, pengaturan lalu lintas dan pengamanananya dalam pelaksanan

kegiatan pembangunan jalan).

9) Melaksanakan rencana penangnan lalu lintas dari kegiatan pekerjaan jalan pada

tahap konstruksi.

10) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan lalu lintas dari

pekerjaan jalan pada tahap konstruksi tersebut.

11) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan lalu lintas yang dilaksanakan

dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun

Tangan.

12) Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun

13) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak

Pekerjaan Jalan adalah :

• Menjamin agar selama pelaksanaan pekerjaan jalan, semua jalan lama

(eksisting) tetap terbuka untuk lalu lintas dan dijaga dalam kondisi aman dan

dapat digunakan, dan pemukiman di sepanjang atau yang berdekatan dengan

lokasi pekerjaan disediakan jalan masuk yang aman dan nyaman.

• Mobilisasi alat-alat berat yang tidak mampu bergerak cepat, perlu dikawal

oleh petugas/ Polantas untuk menghindarkan kemacetan dan kecelakaan lalu

lintas.

• Kendaraan-kendaraan pengangkut (trailer) harus menyalakan lampu tanda

peringatan yang mudah terlihat oleh sesama pengguna jalan.

• Mengatur batas beban dan muatan sumbu untuk melindungi jalan atau

jembatan yang ada di lingkungan kegiatan pembangunan jalan.

• Dalam keadaan khusus bilamana diperkirakan kegiatan pengangkutan akan

mengakibatkan kerusakan jalan atau jembatan, atau bila terjadi banjir yang

dapat menghentikan kegiatan pengangkutan, dapat menggunakan jalan

alternatif.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

5-13

• Mengusahakan agar lumpur dari material galian tanah tidak mengotori jalan

khususnya pada musim hujan dengan: pembersihan roda kendaraan

angkutan sebelum masuk ke jalan umum, penempatan kantong-kantong pasir

pada lokasi penempatan sementara sisa galian, dan pembersihan ceceran

tanah di jalan.

• Pengaturan jam kerja kegiatan-kegiatan pekerjaan jalan yang dapat

mengganggu lalu lintas umum.

• Melakukan pengamanan terhadap pekerja, pengguna jalan, serta penduduk,

atau bangunan yang ada di sekitar galian atau lokasi yang rawan terjadi

kecelakaan lalu lintas dengan pemagaran dengan seng atau beton concret,

pemberian rambu dan tanda peringatan atau lampu berangkai pada malam

hari, dan pengaturan lalu lintas dan penyediaan petugas bendera..

• Memasang jaring pengaman plastik di bawah pekerjaan bangunan atas

jembatan/jalan layang yang melintasi jalan eksisting, guna menghindari

jatuhnya material bangunan dan atau peralatan konstruksi dari atas bangunan

yang dapat menimpa pengguna jalan di bawahnya dan menimbulkan

kecelakaan lalu lintas.

• Menjaga agar perkerasan jalan, bahu jalan, dan area Rumaja setiap saat

bebas dari material, puing, atau barang lain yang membahayakan pemakai

jalan dan dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

• Kontraktor akan bertanggung jawab atas setiap kerusakan jalan maupun

jembatan yang disebabkan oleh pelaksanaan pekerjaan jalan, dengan segera

memperbaiki jalan maupun jembatan yang rusak akibat pekerjaan jalan.

• Menjamin truk pengangkut yang melewati ruas jalan eksisting mematuhi

peraturan lalu lintas termasuk beban, kecepatan, menjaga jarak antar

kendaraan, termasuk saat mendahului.

• Mengusahakan agar bangunan-bangunan darurat (base camp, kantor

lapangan, loading-unloading area dan lain-lain) tidak mengganggu jarak

pandang para pengemudi/ pengguna jalan di sepanjang area tapak kegiatan

pembangunan jalan. Membuat pemutaran arah (U-turn) pada lokasi yang

bersimpangan dengan jalan.

• Mengusahakan tidak terjadi kemacetan dengan antrian kendaraan lebih buruk

dari kondisi eksisting sekitar lebih dari 100 m atau kecepatan kendaraan

kurang dari 10 km/jam.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-13

• Mengusahakan agar selama pekerjaan jalan tidak terjadi kecelakaan lalu

lintas terutama akibat pekerjaan jalan di sekitar rute lalulintas kendaraan

kerja dan lokasi pekerjaan jalan yang bersilangan atau berada pada jalan

eksisting.

VI. PIHAK TERKAIT

• DLLAJ (Dinas Perhubungan) setempat.

• Satlantas dari Polres/Polsek Setempat.

• Satker Pembangunan /Pemeliharaan Jalan dan Jembatan,

• Satker P2JJ.

• Konsultan Supervisi.

• Kontraktor

VII. DAFTAR PERIKSA/DOKUMEN TERKAIT

• Pengumpulan data :

o Data Volume lalulintas sebelum pelaksanaan kegiatan pembangunan.

o Data kondisi struktur jalan sebelum pelaksanaan kegiatan

pembangunan jalan dilaksanakan.

o Data/gambar rute lalu lintas jalan kerja yang akan dilalui.

• Persiapan rencana kerja kegiatan pekerjaan jalan :

o Jadwal rencana kerja dan peta kerja kegiatan pembangunan jalan dan

fasillitas penunjangnya (yang menunjukkan lokasi kegiatan, jalur

transportasi material, quarry area/borrow pit, Base Camp, AMP,

Batching Plant dan daerah sensitif terkena dampak negatif akibat

pekerjaan jalan).

o Jadwal rencana dan peta jalur kegiatan mobilisasi dan demobilisasi

peralatan

o Jadwal rencana dan peta jalur pengoperasian kendaraan angkutan

material dan atau limbah (termasuk jenis/tipe kendaraan pengangkut

dan jumlah trip, jumlah volume dan jenis material/ limbah yang

diangkut).

o Rencana pengalihan rute selama pelaksanaan pekerjaan jalan

dilengkapi dengan peta penempatan rambu penunjuk jalan.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

7-13

o Gambar dan jenis rambu lalu lintas dan petugas bendera pengatur lalu

lintas sementara yang digunakan selama kegiatan pekerjaan jalan

serta peta lokasi penempatannya.

Bagan alir prosedur penanganan lalu-lintas disajikan pada Gambar 1.1. dan

Gambar 1.2. berikut :

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

EKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

8-13

Gambar 1.1: Bagan Alir Prosedur Penanganan Lalu Lintas

MULAI

Pengumpulan data :

1. Identifikasi prasarana jalan rencana jalan kerja 2. Identifikasi lalu lintas di rencana jalan kerja 3. Identifikasi area sensitif

Identifikasi pekerjaan jalan yang berpotensi

menimbulkan dampak negatif

- Kemacetan lalu litas - Kecelakaan lalu lintas

- Kerusakan jalan

Diskusi/Konsultasi dengan

Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait

Pelaksanaan Rencana Penanganangan Lalu Lintas

Monitoring Dan Pelaporan Pelaksanaan Penanganan Lalu Lintas

Penyusunan Rencana Penanganan Lalu lintas

Rencana Tindak Turun

Tangan

SELESAI

Evaluasi

Koordinasi Dengan Instansi Terkait

Persetujuan

Ya

Tidak

Tidak

Ya

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Gambar 1.2. Pelaksanaan Rencana Penanganan Dampak Lalu Lintas

Pelaksanaan rencana penanganan lalu lintas

Penanganan kecelakaan

Lalu lintas

Penanganan

kerusakan jalan

Penanganan kemacetan

Lalu lintas

Identifikasi penyebab kecelakaan Lalu lintas

Pemasangan rambu dan

penempatan petugas pengatur Lalu

Lintas

Masih terjadi

kemacetan

?

Pengaluhan rute dan atau

pengaturan

Penambahan lajur sementara

untuk Jalan Kerja

Masih terjadi

kemacetan

?

Jalan Licin karena

Lumpur/ Ceceran

Tanah

Lubang

galian

Tumpukan

Stockpile

Pejalan

Kaki

Kecepatan

Kendaraan

Jatuhnya

Material atau

alat ke jalan

yang ada

Penyediaan Fasilitas

Pejalan Kaki

Pengaturan Kecepatan

Kendaraan

Pembersihan jalan dan

Roda Kendaraan Kerja

serta penutupan bak

dengan terpal

Pemagaran/Pemberian

tanda pada tumpukan

Stockpile dan atau

penempatan di luar lajur

jalan

Pemagaran dan atau

Penutupan lubang galian

Pembatasan Beban

Muatan Kendaraan

Perbaikan jalan yang ada

akibat pekerjaaan jalan

Pemasangan Jaring

Pengaman

Masih kerjadi

kerusakan jalan

?

Ya

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

SELESAI

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Gambar 1.3 Pemasangan Rambu-Rambu pada Pekerjaan Pelebaran Jalan

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

PELEBARAN SEMENTARA

PELEBARAN SEMENTARA

TRAFFIC CONE 100 M

JARAK 1 M

BARRIER BETON + ZENG & LAMPU KEDIP

Gambar 1.4 Penanganan/Penanganan & Pengendalian Lalu Lintas

Pada Masa Pelaksanaan Konstruksi

LOKASI PEKERJAAN

PONDASI

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

Gambar 2.1. Standar Rambu Lalu Lintas Selama Pekerjaan Konstruksi Jalan/Jembatan

Keterangan: 1. 500 m didepan ada pekerjaan jalan 2. Jalan Menyempit 3. Jalan Menyempit Kekiri 4. Jalan Menyempit Kekanan 5. Kendaraan Bergantian 6. Jalan Dikiri 7. Jalan Dikanan 8. Maximum Kecepatan 40 Km/Jam

(Penempatannya disesuaikan dilapangan) 9. Akhir Daerah Pekerjaan 10. 100 M didepan ada pengalihan jalan 11. Dialihkan kekanan 12. Dialihkan kekiri

13. Membelokkan kekanan 14. Membelokkan Kekiri 15. Jalan satu arah 16. Jalan dua arah 17. Hati-hati 18. Semua Jenis Kendaraan Dilarang Masuk 19. Larangan Masuk Bagi Kendaraan dengan berat

maximum 5 ton 20. Dilarang mendahului 21. Peringatan Pengurangan Kecepatan 22. Tanda Stop/Jalan untuk mengatur Lalu lintas 23. Peringatan adanya pekerjaan/perbaikan jalan

24. Penutup Jalan 25. Penutup jalur untuk Pengalihan Jalan 26. Bendera untuk tanda hati-hati 27. Tanda lalu lintas bentuk kerucut ditempatkan dengan jarak 15 cm 28. Lampu (semua ukuran dalam mm) Untuk tanda-tanda lalu lintas menggunakan plat alumunium dengan lapisan refleksi tebal plat 2 mm

Gambar 1.5 Standar Rambu Lalu Lintas Selama Pekerjaan Konstruksi Jalan/Jembatan

Cat warna hitam

Cat Warna kuning

Cat Warna Merah/Jingga Cat Warna Hijau Cat Warna Biru

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

JALAN 4 LAJUR 2 ARAH

TANPA PENGALIHAN JALAN

500

400

300

200

150

30 30

60

100

100

40 30

200

300

500

Daerah

Konstruksi

6

9

27

23

25

1

����

4

����

7

����

25

25

23

Pagar Sementara

3

����

9

����

25

����

23

����

16

����

TAMPAK ATAS

Kayu (5 : 7 Cm)

250 250

TAMPAK MUKA

DETAIL PAGAR PEMBATAS

Perkerasan Existing

LEMBARAN GALVANIS

Dengan θ 20 mm

���� LAMPU

���� LAMPU

060

TAMPAK MUKA PAGAR

Dilapisi Pipa Plastik

Hitam

Kuning

TAMPAK SAMPING

Karung Pasir

AREAL

KONSTRUKSI

AREAL

KONSTRUKSI

LAJUR

EXISTING

060

085

085

030

200

LEMBARAN GALVANIS Dengan θ 20 mm

CATATAN: 1. Semua ukuran dalam meter kecuali

tertera 2. Berat karung pasir tidak lebih dari

60 kg perpanel 3. Areal konstruksi ditutup dengan

pagar sementara atau atas instruksi engineer

4.

JALAN 2 LAJUR 2 ARAH

TANPA PENGALIHAN JALAN

500

300

200

100

60

30

Daerah Konstruksi

Pagar

Sementara

100

30

30

200

300

500

����5 ����3

22

27

23

7 6

24 22

23

����

1

����

4

����

3

����

24

����

9

����

1

����

JALAN 2 LAJUR 2 ARAH

TANPA PENGALIHAN JALAN

DAERAH KONSTRUKSI

PAGAR PEMISAH 1

����

15

����

2

���� 28

25

15

���� 12

���� 13

����

23

����

1

����

1

����

7

���� 7

����

29

24 28 25

400

200

100

50

Gambar 1.6 Penempatan Rambu lalu Lintas Selama Pekerjaan Konstruksi Jalan/Jembatan

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

1-11

PROSEDUR

PENANGANAN BASE CAMP

I. RUANG LINGKUP

Prosedur ini adalah suatu prosedur tindakan penanganan dampak lingkungan hidup

yang terjadi akibat pengoperasian Base Camp pada kegiatan pembangunan jalan pada

tahap konstruksi, antara lain : pencemaran kualitas air dan tanah, pencemaran kualitas

udara /debu, keresahan dan kecemburuan sosial. Adapun kegiatan pengoperasian

Base Camp yang menimbulkan dampak adalah :

• Pengoperasian barak tenaga kerja.

• Pengoperasian Bengkel, AMP, dan Bantching Plant

• Kegiatan penyimpanan bahan material.

Penanganan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas serta kerusakan prasarana jalan

yang diakibatkan oleh pengoperasian base camp dapat dilakukan sesuai dengan

prosedur penanganan lalu lintas.

Prosedur ini dapat diterapkan pada kegiatan pengoperasian Base Camp yang berada di

satu tempat atau lebih.

Maksud dan tujuan dari penanganan base camp adalah :

• Memperkecil dan menanggulangi dampak yang dapat mengganggu dan merugikan

masyarakat atau penduduk yang berdomisili di sekitar Base Camp, yaitu timbulnya

:keresahan masyarakat dan konflik sosial.

• Terhadap dampak yang tidak mungkin untuk dihindarkan diupayakan agar

pengaruhnya tidak meluas dan dapat dibatasi pada radius yang paling sempit,

diantaranya :

� Gangguan terhadap peningkatan pencemaran udara dan kebisingan.

� Gangguan aliran air permukaan atau sistem drainase.

� Pencemaran kualitas air dan tanah.

� Gangguan estetika.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

2-11

II. ACUAN NORMATIF

1. Undang-undang no. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2. Undang-undang no. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

3. Peraturan Pemerintah RI Nomer 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian

Pencemaran Udara.

4. Peraturan Pemerintah RI Nomer 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas

Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

5. Keppres RI Nomor 80 Tahun 2003, tentang Pedoman Pelaksaaan Barang /Jasa

Pemerintah beserta seluruh perubahannya.

6. Peraturan Menteri Perhubungan RI nomor: KM.14 Tahun 2006 tentang

Manajemen dan Rekayasa Lalulintas di Jalan.

7. Kepmen Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 339/KPTS/M/2003

tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi.

8. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: 48/MENLH/II/1996, tentang

Baku Tingkat Kebisingan

9. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: 49/MENLH/II/1996, tentang

Baku Tingkat Getaran.

10. Dokumen Lelang/Kontrak Pekerjaan Jalan.

III. ISTILAH DAN DEFINISI

° Base Camp adalah Suatu areal yang merupakan tempat mengendalikan kegiatan

pembangunan jalan, yang meliputi direksi kit, bengkel, AMP dan stone crusher,

barak tenaga kerja dan gudang penyimpanan serta kelengkapan sanitasi

lingkungan.

° AMP (Aspalt Mixing Plant) adalah instalasi pencampuran aspal panas.

° Stone Crusher adalah instalasi pemecah batu menjadi butiran yang dibutuhkan

sebagai bahan konstruksi jalan.

° Lokasi Kegiatan Pembangunan adalah lokasi tapak kegiatan konstruksi jalan

dilaksanakan.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

3-11

° Peralatan Berat adalah semua alat/peralatan konstruksi dan kendaraan kerja

yang digunakan selama masa konstruksi

° Dust Collector adalah perangkat/alat penangkap/penyaring debu yang dipasang

di tempat sumber penyebar debu.

° Tumbuhan Pelindung adalah tumbuhan yang ditanam untuk menahan

penyebaran debu dan kebisingan akibat aktivitas peralatan berat seperti Stone

Crusher, AMP dan lain-lain.

° Daerah Sensitif adalah daerah yang mempunyai karakteristik rona lingkungan

dan sosial budaya yang khas dan sangat potensial mengalami dampak negatif

besar dan penting, serta memerlukan penanganan dampak secara spesifik.

Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di luar

kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan antara

lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan (hutan lindung,

hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitan yang terjal, sempadan sungai atau

sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan pekuburan, kawasan industri,

permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat ibadah, rumah sakit, area cagar

budaya, dan komunitas adat terpencil.

° Tomas adalah tokoh masyarakat di sekitar kegiatan pembangunan yang

berpengaruh baik formal maupun informal.

° Tokoh Formal adalah kepala pemerintahan atau ketua masyarakat setempat

seperti Lurah/Kepala Desa, Ketua RW, Ketua RT, dan Kepala Dusun.

° Tokoh Informal adalah pemuka masyarakat, adat, atau agama yang

berpengaruh di masyarakat dan secara informal diakui kepemimpinannya oleh

masyarakat di sekitar lokasi kegiatan pembangunan.

IV. POTENSI DAMPAK

Potensi dampak negatif dari kegiatan pengoperasian Base Camp adalah :

1. Terjadinya pencemaran udara oleh gas buang/debu, sebagai akibat dari kegiatan

pengoperasian bengkel, AMP, stone crusher, dan batching plant.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

4-11

2. Terjadinya pencemaran kualitas air dan tanah akibat limbah cair dari

pengoperasian bengkel antara lain limbah olie bekas, tumpahan atau ceceran

bahan bakar dan oli, serta limbah domestik dapur dan MCK dari barak tenaga kerja.

3. Gangguan aliran air permukaan atau sistem drainase akibat timbunan bahan dan

material..

4. Terganggunya estetika lingkungan akibat sampah dari base camp.

V. PROSEDUR PENANGANAN

1) Identifikasi daerah yang potensial untuk dijadikan base camp.

2) Penentuan lokasi base camp dan fasilitas penunjangnya atas persetujuan Direksi

Pekerjaan.

3) Pengumpulan data lingkungan yang potensi terkena dampak kegiatan base

camp, meliputi :

o Identifikasi kondisi saluran air atau sistem drainase alami di sekitar base

camp.

o Identifikasi kondisi kualitas air yang akan digunakan sebagai badan air

penerima limbah dari base camp.

o Identifikasi kualitas udara dan kebisingan di sekitar base camp

o Identifikasi area sensitif di sekitar base camp.

4) Identifikasi kegiatan base camp dan fasilitas penunjangnya (AMP, stone crusher,

dan Batching Plant, bengkel, gudang, dan barak tenaga kerja) yang berpotensi

menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya.

5) Penyusunan rencana penanganan dampak negatif yang diakibatkan oleh kegiatan

base camp dan fasilitas penunjangnya oleh kontraktor.

6) Diskusi/ konsultasi dengan Direksi Pekerjaan

7) Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan dampak negatif

akibat kegiatan base camp dan fasilitas penunjangnya.

8) Koordinasi internal pelaksana kegiatan pembangunan jalan (untuk pengaturan

jadwal pelaksanaan pekerjaan jalan, pengaturan kegiatan base camp dan fasilitas

penunjangnya).

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

5-11

9) Koordinasi ekternal dengan instansi/pihak yang terkait dalam penanganan base

camp (aparat pemerintah daerah setempat desa/kelurahan setempat, dan

kecamatan, serta tokoh masyarakat ).

10) Melaksanakan penanganan dampak negatif akibat kegiatan base camp dan fasilitas

penunjangnya pada tahap konstruksi.

11) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan dampak negatif

akibat kegiatan base camp dan fasilitas penunjangnya pada tahap konstruksi

tersebut.

12) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan base camp yang dilaksanakan

dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun Tangan.

13) Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun.

14) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak

Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan base camp adalah :

a. Pemilihan lokasi yang disetujui direksi pekerjaan dan jauh dari lokasi area

sensitif.

b. Perijinan lokasi dan pendekatan dengan masyarakat sekitar base camp.

c. Melengkapi base camp dengan fasilitas penunjang yang dilengkapi dengan

peralatan yang ramah lingkungan.

d. Penyediaan kelengkapan sanitasi lingkungan, untuk memelihara lingkungan

base camp bebas dari akumulasi sisa bahan bangunan, kotoran dan sampah

yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya.

e. Pembersihan selama pelaksanaan pekerjaan pengoperasian base camp sesuai

spesifikasi tentang pembersihan selama pelaksanaan, antara lain :

� Melakukan pembersihan secara teratur untuk menjamin bahwa tempat

kerja, struktur, kantor sementara, tempat hunian dipelihara bebas dari

akumulasi sisa bahan bangunan, sampah dan kotoran lainnya yang

diakibatkan oleh operasi-operasi di tempat kerja, dan memelihara tempat

kerja dalam kondisi rapi dan bersih setiap saat.

� Menjaga agar saluran air dan sistem drainase di sekitar base camp tetap

berfungsi dan bebas dari kotoran dan bahan yang lepas.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-11

� Mencegah terjadinya tumpahan minyak dan polusi bahan buangan yang

berasal dari kegiatan base camp dan fasilitas penunjangnya.

� Menyediakan drum di lapangan untuk menampung sisa bahan bangunan,

kotoran dan sampah sebelum dibuang.

� Membuang sisa bahan bangunan, kotoran dan sampah di tempat yang

telah ditentukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pusat maupun

Pemerintah Daerah dan Undang-undang Pencemaran Lingkungan yang

berlaku.

� Tidak mengubur sampah atau sisa bahan bangunan di lokasi proyek tanpa

persetujuan dari Direksi Pekerjaan.

� Tidak membuang limbah berbahaya, seperti cairan kimia, minyak atau

thinner cat ke dalam saluran atau sanitasi yang ada.

� Tidak membuang sisa bahan bangunan ke dalam sungai atau saluran air.

� Bilamana Kontraktor menemukan bahwa saluran drainase samping atau

bagian lain dari sistem drainase yang dipakai untuk pembuangan setiap

jenis bahan selain dari pengaliran air permukaan, baik oleh pekerja

kontraktor maupun pihak lain, maka kontraktor harus segera melaporkan

kejadian tersebut kepada Direksi Pekerjaan, dan segera mengambil

tindakan sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan untuk

mencegah terjadinya pencemaran lebih lanjut.

� Pemasangan alat penangkap debu/Dust Collector dan menjaga agar tetap

berfungsi pada pengoperasian AMP untuk mencegah dan mengurangi

penyebaran debu ke lingkungan sekitarnya.

� Penanaman pohon pelindung atau pemagaran lokasi base camp untuk

mencegah, dan mengurangi terjadinya pencemaran udara dan kebisingan

ke lingkungan sekitarnya.

� Pembinaan terhadap para pekerja agar senantiasa menjaga sanitasi

lingkungan di sekitarnya dan menjaga agar tidak terjadi konflik dengan

masyarakat di sekitarnya.

� Musyawarah dan pendekatan dengan tomas dan penduduk di sekitar

base camp untuk mencegah dan menanggulangi timbulnya keresahan

masyarakat dan konflik sosial.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

7-11

V. PIHAK TERKAIT

• BPLHD/Kantor Lingkungan Hidup Setempat.

• Satker Pembangunan/ Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.

• Satker P2JJ.

• Konsultan Supervisi

• Kontraktor

• Tokoh formal masyarakat

• Tokoh informal masyarakat

VI. DAFTAR PERIKSA/DOKUMEN TERKAIT

1. Pengumpulan data :

� Data area sensitif di sekitar base camp dan fasilitas penunjangnya

� Data kualitas udara di sekitar base camp dan fasilitas penunjangnya

� Data kualitas air dan kondisi perairan atau badan air di sekitar base camp

yang menjadi badan air penerima limbah cair dari base camp.

� Data jumlah, tipe peralatan dan kendaraan yang dikelola/dilakukan

perawatan di bengkel.

2. Persiapan rencana pembuatan dan pengoperasian base camp :

� Pemilihan lokasi base camp yang jauh dari area sensitif.

� Ijin tertulis dari pemilik lahan dan atau aparat yang berwenang memberikan

pendirian base camp dan fasilitas penunjangnya

� Peta dan denah lokasi base camp dan fasilitas penunjangnya.

� Fasilitas sanitasi lingkungan yang harus tersedia di base camp.

� Jadual perawatan peralatan dan kendaraan yang dilakukan di bengkel.

� Jumlah dan jenis tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan pekerjaan jalan

dan berada di base camp selama bekerja.

� Jumlah tenaga kerja yang ditampung di barak tenaga kerja.

� Rencana penanganan sampah dan limbah cair, dan kualitas udara dari base

camp dan fasilitas penunjangnya.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

8-11

� Rencana pembinaan yang dilakukan terhadap para pekerja proyek dan

masyarakat di sekitar base camp

Bagan alir prosedur penanganan base camp disajikan pada gambar 2.1. dan

Gambar 2.2. berikut :

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

9-11

Gambar 2.1: Bagan Alir Prosedur Penanganan Base Camp

Pelaksanaan Rencana Penanganan Base Camp

Monitoring Dan Pelaporan

Pelaksanaan Penanganan Base Camp Rencana Tindak Turun

Tangan

SELESAI

Evaluasi

Koordinasi dengan

instansi terkait

Persetujuan

MULAI

Pengumpulan data :

1. Identifikasi saluran air/drainase 2. Identifikasi kualitas air dan tanah 3. Identifikasi kualitas udara dan kebisingan 4. Identifikasi area sensitif

Identifikasi pekerjaan base camp yang berpotensi

menimbulkan dampak negatif - AMP, Stone Crusher, batching plant

- Bengkel - Gudang/Stockpile - Kantor dan Barak tenaga kerja

Diskusi/Konsultasi dengan

Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait

Penyusunan Rencana Penanganan Base Camp

Ya

Tidak

Tidak

Ya

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

10-11

Pelaksanaan Rencana Penanganan Dampak Negatif

Akibat Kegiatan Base Camp

AMP dan

batching plant

Bengkel

Gudang

Stock Pile

Kantor dan Barak

Tenaga Kerja

Gas Buang

Debu

Air

Cucian

Oli Bekas,

Ceceran Oli dan

bahan Bakar

Bahan Material

Cair dan Mudah

Rusak

Penumpukan

Bahan Material

Bangunan Batu,

Pasir, Aspal

Besi Beton

Penanganan Sanitasi

Penanganan

Tenaga Kerja

Pemasangan

dan

Pengoperasian

Dust Colector

Pembuatan

Kolam

Penampungan

Sementara atau

Saluran

Pembuangan

Agar Tidak

Mencemari

Lingkungan

Sekitarnya

Pembuatan

Bangunan

Penampung Ceceran

Oli/Bahan Bakar

(Lantai dari Semen

Plester), Penyediaan

Tempat

Penampungan Oli

Bekas, dan dijual ke

pihak ketiga

Penyimpanan di

Tempat yang Aman

tidak Kehujanan dan

Tertutup

Segera dibersihkan

bila Terjadi

Tumpahan Bahan

Zat Cair yang

Mudah Terbakar

Atau Mencemari

Lingkungan

Pembuatan

Saluran

Drainase Agar

Aliran

Permukaan

Lancar

Penanaman

Pohon

Pelindung di

Sekitar Base

Camp

Penyediaan

MCK yang

Memadai Tidak

Mencemari

Lingkungan

Sekitarnya

Air cucian

Pembuatan

Saluran

Pembuangan

Penanganan

Sampah

Penyediaan

Tempat Sampah &

Pemisahan

Sampah Organik

dan Non Organik

Pembuangan

Sampah Ke

TPS/TPA yang

telah disediakan

atau ditunjuk oleh

Pemda Setempat

Internal Base

Camp

Eksternal Base

Camp

Musyawarah &

Pendekatan

dengan Tokoh

Masyakat

Setempat

Koordinasi dgn

Pihak Terkait Bila

Terjadi Sesuatu

yang Terkait dgn

Keamanan &

Pengamanan

Pembinaan Tenaga

Kerja dgn

Melakukan :

� Pengarahan

Adat Istiadat

Setempat

� Pemasangan

Tata Tertib

� Teguran kpd yg

Melanggar Tata

tertib

� Pemberian

Sangasi Bagi Yg

Melanggar Tata

Tertib

SELESAI

Gambar 2.2 : Pelaksanaan Rencana Penanganan Dampak Kegiatan Basecamp

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

11-11

Gambar 2.3 : Contoh Base Camp Yang Baik

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

3-1

PROSEDUR

PENANGANAN STOCKPILE

I. RUANG LINGKUP

Prosedur penanganan stockpile ini mencakup upaya penanganan terhadap dampak

yang diakibatkan oleh pekerjaan konstruksi jalan yang membutuhkan stockpile material

bangunan, diantaranya pekerjaan tanah, pekerjaan drainase, pekerjaan struktur,

pekerjaan tiang pancang, pekerjaan lapis perkerasan, pekerjaan bangunan atas dan

bawah jembatan/ jalan layang. Material bangunan disimpan di gudang baik di base

camp maupun di lokasi pekerjaan yang sedang dilaksanakan.

Prosedur ini mencakup penanganan untuk meminimalisasi dan menanggulangi dampak

yang diakibatkan oleh pekerjaan tersebut diatas antara lain terganggunya aliran air

permukaan/drainase, terganggunya aksesibilitas penduduk, pencemaran air dan tanah,

pencemaran udara dan menurunnya estetika lingkungan.

Maksud dan tujuan penanganan stockpile ini adalah untuk mencegah dan memperkecil

dampak yang dapat mengganggu dan merugikan masyarakat/penduduk yang

berdomisili di sekitar tapak kegiatan pembangunan jalan terutama yang menjadi lokasi

stockpile.

II. ACUAN NORMATIF

• Undang-undang no. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

• Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

• Peraturan Pemerintah RI Nomer 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air

dan Pengendalian Pencemaran Air.

• Peraturan Pemerintah RI Nomer 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran

Udara.

• Keputusan Presiden RI nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksaaan Barang/

Jasa Pemerintah beserta Seluruh Perubahannya.

• Dokumen Lelang / Kontrak Pekerjaan Jalan.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

3-2

III. ISTILAH DAN DEFENISI

• Lokasi Kegiatan Pembangunan adalah lokasi tapak kegiatan konstruksi jalan

dilaksanakan.

• Stockpile adalah sejumlah material/ bahan bangunan yang dibutuhkan dalam

kegiatan pembangunan jalan yang diletakkan atau disimpan pada suatu tempat

tertentu dan siap digunakan dalam pekerjaan konstruksi, antara lain tanah, pasir,

batu, tiang pancang, semen, aspal dan lain-lain

• Drainase permukaan adalah sistem drainase permukaan tanah yang ada pada

kontur awal sebelum dilakukan kegiatan konstruksi

• Aliran air permukaan adalah aliran air permukaan tanah yang ada pada kontur

awal sebelum dilakukan kegiatan pembangunan jalan.

• Daerah Sensitif adalah daerah yang mempunyai karakteristik rona lingkungan dan

sosial budaya yang khas dan sangat potensial mengalami dampak negatif besar dan

penting, serta memerlukan penanganan dampak secara spesifik.

• Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di luar

kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan antara

lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan (hutan lindung,

hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitaan yang terjal, sempadan sungai

atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan pekuburan, kawasan

industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat ibadah, rumah sakit, area

cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.

• Tomas adalah tokoh masyarakat di sekitar kegiatan pembangunan yang

berpengaruh baik formal maupun informal.

• Tokoh Formal adalah kepala pemerintahan atau ketua masyarakat setempat

seperti Lurah/Kepala Desa, Ketua RW, Ketua RT, dan Kepala Dusun.

• Tokoh Informal adalah pemuka masyarakat , adat, atau agama yang

berpengaruh di masyarakat dan secara informal diakui kepemimpinannya oleh

masyarakat di sekitar lokasi kegiatan pembangunan.

IV. POTENSI DAMPAK

Potensi dampak negatif akibat kegiatan stockpile pada pekerjaan jalan adalah:

1. Terganggunya aliran air permukaan/drainase sebagai akibat dari kegiatan

penimbunan atau penempatan material bangunan siap pakai terutama pada lokasi

yang terdapat saluran air atau drainase eksisting di sekitar lokasi pekerjaan.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

3-3

2. Terganggunya aksesibilitas penduduk akibat material bangunan yang diletakkan di

lokasi permukiman dan menghalangi jalan akses ke rumah penduduk atau ke lokasi

permukiman penduduk di sekitarnya.

3. Terjadinya pencemaran kualitas air dan tanah akibat ceceran aspal atau tumpahan

bahan bakar atau minyak pelumas dari timbunan aspal dan bahan bakar atau

minyak pelumas di gudang atau lapangan.

4. Terjadinya pencemaran udara oleh debu yang tertebar ke udara ambien akibat

timbunan material tanah, pasir dan agregat yang tertiup angin pada musim

kemarau.

5. Terganggunya estetika lingkungan di sekitar permukiman akibat penumpukan

material bangunan.

V. PROSEDUR PENANGANAN

1) Identifikasi kegiatan pekerjaan jalan yang membutuhkan stockpile, serta jenis

yang dibutuhkan.

2) Identifikasi daerah yang potensial untuk dijadikan sebagai lokasi penempatan

stockpile.

3) Pengumpulan data lingkungan yang potensi terkena dampak kegiatan

penempatan stockpile, meliputi :

• Identifikasi kondisi saluran air atau sistem drainase alami.

• Estetika lingkungan.

• Aksesibilitas penduduk.

• Identifikasi area sensitif di sekitar lokasi stockpile.

4) Identifikasi jenis dan volume stockpile yang berpotensi menimbulkan dampak

negatif terhadap lingkungan di sekitarnya.

5) Penyusunan rencana penanganan dampak negatif yang diakibatkan oleh kegiatan

penempatan stockpile.

6) Diskusi/ konsultasi dengan Direksi Pekerjaan

7) Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan dampak negatif

akibat kegiatan penempatan stockpile.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

3-4

8) Koordinasi internal pelaksana kegiatan pembangunan jalan (untuk pengaturan

jadwal pelaksanaan pekerjaan jalan, dan pengaturan jenis, jumlah/volume bahan

dan material serta jadwal kegiatan penempatan stockpile),

9) Konsultasi dengan pihak yang terkait dalam penanganan stockpile (pemilik lahan

yang akan menjadi lokasi stockpile, tokoh masyarakat serta aparat pemerintah

daerah setempat desa/kelurahan setempat, dan kecamatan.).

10) Melaksanakan rencana penanganan dampak negatif akibat kegiatan penempatan

stockpile.

11) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan dampak negatif

akibat kegiatan penempatan stockpile tersebut.

12) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan stockpile yang dilaksanakan

dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun

Tangan.

13) Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun.

14) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak

Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan stockpile adalah :

a. Membuat jadwal dan peta lokasi kerja pekerjaan jalan yang membutuhkan

material, sehingga pengiriman bahan/material dapat diatur sesuai kebutuhan.

b. Melakukan pengiriman bahan atau material ke lokasi kerja sesuai kebutuhan

agar tidak terjadi timbunan atau tumpukan material yang berlebihan.

c. Memberitahukan atau meminta ijin kepada penduduk yang lahan atau

tempatnya akan digunakan sebagai tempat penyimpanan atau penimbunan

bahan atau material bangunan yang digunakan dalam pekerjaan jalan.

d. Meletakkan material sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu

fungsi saluran air/drainase dan tidak mengganggu jalan masuk ke rumah

penduduk atau aksesibilitas penduduk dan lalu lintas di sekitarnya.

e. Memasang rambu atau tanda peringatan di lokasi penimbunan atau

penempatan bahan atau material (stockpile) supaya terlihat oleh pengguna

jalan agar tidak menimbulkan kecelakaan.

f. Bila diperlukan melakukan penyiraman seperlunya terhadap timbunan tanah

urugan, pasir dan agregat atau bahan lain yang potensi menghasilkan debu

pada musim kemarau.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

3-5

g. Menyimpan material secara terpisah sesuai jenisnya (tidak dicampur).

h. Menyimpan bahan dan material yang berbahaya atau mudah menghasilkan

debu atau gas secara tertutup dan terlindung.

i. Menyimpan bahan bakar dan minyak pelumas ditempat yang aman untuk

mencegah agar tidak mencemari lingkungan bila terjadi kebocoran atau

tumpah.

VI. PIHAK TERKAIT

• BPLHD/Kantor Lingkungan Hidup Setempat.

• Satker Pembangunan /Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.

• Satker P2JJ.

• Konsultan Supervisi

• Kontraktor

• Pemerintah daerah setempat (desa/kelurahan, dan kecamatan).

• Tokoh Masyarakat

VII. DAFTAR PERIKSA/DOKUMEN TERKAIT

1. Pengumpulan data :

• Data daerah sensitif di sekitar gudang atau tempat penyimpanan bahan atau

material/Stockpile.

• Data kualitas udara di sekitar gudang atau tempat penyimpanan bahan atau

material/Stockpile.

• Data kualitas air dan kondisi perairan di sekitar gudang atau tempat

penyimpanan bahan atau material/Stockpile.

• Data dan kondisi saluran air dan drainase eksisting di sekitar gudang atau tempat

penyimpanan bahan atau material/Stockpile.

2. Persiapan rencana penyimpanan bahan atau material/Stockpile :

• Ijin secara tertulis dari pemilik lahan atau aparat pemerintahan desa setempat

yang lahan atau daerahnya akan digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan

atau material/Stockpile.

• Daftar bahan atau material yang dibutuhkan oleh pekerjaan jalan.

• Daftar dan peta lokasi kerja yang membutuhkan bahan atau material (stockpile).

• Denah base camp dan gudang penyimpanan bahan atau material serta akses

jalan dan fasilitas penunjangnya.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

3-6

• Fasilitas sanitasi lingkungan dan alat pemadam kebakaran yang tersedia di

gudang atau tempat penyimpanan bahan/material/Stockpile.

• Gambar rambu atau tanda peringatan dan peta lokasi penempatan stockpile.

Bagan alir prosedur penanganan stockpile disajikan pada Gambar 3.1. dan Gambar

3.2 berikut.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

3-7

Gambar 3.1: Bagan Alir Prosedur Penanganan Stockpile

MULAI

Pengumpulan data :

1. Identifikasi Saluran air dan drainase

2. Identifikasi Aksesibilitas Penduduk

3. Identifikasi Estetika Lingkungan

4. Identifikasi Daerah Sensitif

Identifikasi pekerj. yang membutuhkan Stockpile dan

berpotensi menimbulkan dampak negatif:

- Pekerjaan Tanah

- Pekerjaan Drainase

- Pekerjaan Pemancangan Tiang Pancang

- Pekerjaan Bangunan Atas dan Bawah Jembatan

- Pekerjaan Lapis Perkerasan Jalan

- Pekerjaan Bangunan Pelengkap

Diskusi/Konsultasi dengan

Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait

Pelaksanaan Rencana Penanganan

Stockpile

Monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan Stockpile

Penyusunan Rencana Penanganan

Stockpile

Rencana Tindak Turun

Tangan

SELESAI

Evaluasi

Koordinasi dengan instansi

terkait

Persetujuan

Ya

Tidak

Tidak

Ya

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

3-8

Pemagaran/ penutupan lokasi kerja

& pemasangan rambu, lampu tanda

lokasi Stockpile

Pelaksanaan Rencana Penanganan

Stockpile

Kegiatan konstruksi yang memerlukan

Bahan/Material

Ada lahan/

tempat untuk

stockpile

?

Menggunakan Sebagian

Badan Jalan

Stockpile diletakkan di area di

luar badan jalan

Pengaturan jadual kerja,

pemasangan rambu,

penempatan petugas

pengatur lalu lintas &

perlengkapannya

Mengakibatkan kemacetan

& kecelakaan lalu lintas

?

Mengakibatkan Gangguan

drainase

?

Kemacetan

lalu lintas teratasi

?

Pembuatan jalan sementara

untuk penambahan lajur atau

pengalihan drainase sementara

Stockpile diletakkan tidak

mengganggu drainase

Gangguan

Drainase teratasi

?

Selesai

ya

ya

ya

ya

Tidak Tidak

Tidak

Mengakibatkan

Gangguan drainase

?

Lalu lintas Lancar &

Drainase Lancar

Tidak

Tidak

ya

Gambar 3.2. Pelaksanaan Rencana Penanganan Stockpile

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

4-1

PROSEDUR PENANGANAN

DAMPAK PENGAMBILAN MATERIAL DI QUARRY

I. RUANG LINGKUP

Material adalah material bangunan yang diperoleh dari hasil penambangan bahan

galian C berupa tanah, agregat, pasir dan batu yang digunakan untuk kegiatan

pembangunan jalan. Material diperoleh dari quarry area atau borrow pit yang dapat

dikelola oleh pemrakarsa kegiatan pembangunan jalan itu sendiri atau pihak lain.

Quarry area yang dikelola oleh pemrakarsa kegiatan harus dilakukan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku, antara lain tidak membahayakan kestabilan lereng yang

terbentuk, tidak mencemari badan air yang berada di hilirnya, serta melakukan

reklamasi setelah kegiatan tersebut selesai.

Lokasi quarry bisa berada di sungai, darat, maupun di gunung/bukit. Kegiatan

pengambilan material ini dapat menggunakan peralatan berat antara lain backhoe/

excavator, buldozer dan atau dengan menggunakan material peledak.

Prosedur ini mencakup prosedur atau tindakan penanganan untuk meminimilisasi dan

menanggulangi dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan pengambilan material galian

C di quarry area atau borrow pit baik yang terdapat di sungai, di darat, maupun di

gunung.

Maksud dan tujuan penanganan pengambilan material di quarry adalah :

• Meminimalisasi terjadinya penurunan (degradasi) lingkungan karena erosi dan

longsor karena terjadinya perubahan arus aliran air, maupun perubahan bentang

alam dan dampak ikutannya pada kawasan yang menjadi lokasi quarry/borrow pit.

• Meminimalisasi/mengurangi gangguan terhadap kehidupan flora dan fauna liar.

• Mencegah terjadinya kerusakan bangunanan cagar budaya/situs apabila di sekitar

lokasi tersebut terdapat bangunan cagar budaya atau situs.

II. ACUAN NORMATIF

• Undang-undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati Dan Ekosistemnya.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

4-2

• Undang-undang no. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

• Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

• Undang-undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

• Peraturan Pemerintah RI Nomer 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air

dan Pengendalian Pencemaran Air.

• Peraturan Pemerintah RI Nomer 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran

Udara.

• Keputusan Presiden RI nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksaaan Barang

/Jasa Pemerintah beserta seluruh perubahannya.

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2004 tentang

Penatagunaan Tanah

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan

• Peraturan Pemerintah no. 41 tahun 1999 tentang Penetapan Baku Mutu Udara

Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan.

• Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan

Kawasan Lindung.

• Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 49/MENLH/II/1996 tentang

Baku Tingkat Getaran.

• Dokumen Lelang/Kontrak Pekerjaan Jalan.

III. ISTILAH DAN DEFENISI

• Material adalah material bangunan galian C yang berupa agregat, tanah, pasir

dan batu yang digunakan untuk kegiatan pembangunan jalan.

• Stockpile adalah sejumlah material/bahan bangunan yang dibutuhkan dalam

kegiatan pembangunan jalan yang diletakkan atau disimpan pada suatu tempat

tertentu dan siap digunakan dalam pekerjaan konstruksi, antara lain: tanah, pasir,

batu, tiang pancang, semen, aspal dan lain-lain

• Aliran air permukaan adalah aliran air permukaan tanah yang ada pada kontur

awal sebelum dilakukan kegiatan pembangunan jalan

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

4-3

• Daerah Sensitif adalah daerah yang mempunyai karakteristik rona lingkungan

dan sosial budaya yang khas dan sangat potensial mengalami dampak negatif

besar dan penting, serta memerlukan penanganan dampak secara spesifik.

• Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di

luar kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan

antara lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan (hutan

lindung, hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitaan yang terjal, sempadan

sungai atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan pekuburan,

kawasan industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat ibadah, rumah

sakit, area cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.

• Drainase permukaan adalah sistem drainase permukaan tanah yang ada pada

lokasi kegiatan penggalian dan sekitarnya sebelum dilakukan kegiatan

penggalian.

IV. POTENSI DAMPAK

Potensi dampak negatif yang dapat terjadi akibat kegiatan pengambilan material pada

quarry adalah :

A. Pengambilan material di sungai, antara lain:

• Menurunnya stabilitas lereng serta timbulnya erosi dan longsor.

• Peningkatan sedimen pada bagian hilir lokasi penggalian di hulunya

• Terganggunya habitat biota air karena penggalian materialdi sungai

• Penurunan dasar sungai yang dapat menyebabkan kerusakan bangunan air.

B. Pengambilan material di darat

• Terbentuknya kubangan-kubangan yang membahayakan masyarakat

sekitarnya.

• Hilangnya lapisan top soil akibat dikupas untuk material..

• Rusaknya lansekap setempat terutama pada lokasi yang khas dan mempunyai

aspek estetika.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

4-4

• Hilangnya vegetasi lokal, dan terganggunya habitat satwa liar akibat ditebang

atau digali.

• Pencemaran kualitas udara karena meningkatnya kadar debu di udara ambien

karena kegiatan penggalian material pada musim kemarau.

• Terganggunya aliran air permukaan atau sistem drainase eksisting terpotong

atau tertutup oleh kegiatan penggalian material.

• Gangguan terhadap cagar budaya/situs

C. Pengambilan material di gunung/bukit:

• Kebisingan akibat suara peledakan yang dapat mengganggu kenyamanan dan

menimbulkan terganggunya satwa liar yang ada di sekitarnya.

• Timbulnya getaran.akibat penggalian material dengan peledakan menggunakan

peledak, yang dapat menimbulkan keretakan batuan di sekitarnya dan dapat

mengakibatkan terganggunya kestabilan lereng.

• Perubahan bentang alam dan pola penggunaan lahan yang dapat

mengakibatkan perubahan fungsi bukit tersebut sebagai penahan angin yang

bertiup kencang ke arah permukiman penduduk di sekitarnya.

V. PROSEDUR PENANGANAN

1) Identifikasi lokasi-lokasi quarry area/borrow pit sesuai dengan persyaratan

material yang dibutuhkan untuk pekerjaan jalan yang disetujui direksi pekerjaan

serta layak lingkungan.

2) Melengkapi perijinan dari instansi yang berwenang memberikan ijin untuk

melakukan pengambilan material di quarry area/borrow pit yang terpilih.

3) Pengumpulan data lingkungan yang potensi terkena dampak kegiatan

pengambilan material di quarry area/borrow pit, meliputi:

• Identifikasi kondisi saluran air atau sistem drainase alami di sekitar lokasi

quarry /borrow pit.

• Identifikasi jenis batuan dan tanah yang rawan longsor di lokasi quarry/

borrow pit dan sekitarnya.

• Identifikasi kualitas udara dan kebisingan serta getaran di di lokasi quarry/

borrow pit dan sekitarnya.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

4-5

• Identifikasi daerah sensitif di sekitar lokasi quarry/borrow pit.

4) Identifikasi kondisi perairan/sungai yang terpilih sebagai lokasi quarry area atau

borrow pit dan bangunan air serta bangunan lain yang berada di sekitar lokasi

tersebut serta penggunaanya oleh penduduk.

5) Identifikasi biota perairan dan habitatnya yang terdapat di sungai yang terpilih

sebagai lokasi quarry area/borrow pit.

6) Identifikasi flora dan fauna yang terdapat di lokasi quarry area atau borrow pit dan

sekitarnya terutama terhadap flora dan fauna yang endemik dan dilindungi.

7) Rencana eksploitasi material yang akan dilakukan.

8) Penyiapan jadwal dan peta kegiatan pengambilan material.

9) Pengurusan ijin eksploitasi dan koordinasi dengan pemda setempat terutama

instansi yang membidangi perihal kegiatan pertambangan material galian C serta

konsultasi dan koordinasi kepolisian jika dalam pengambilan material tersebut

menggunakan bahan peledak

10) Pemberitahuan kepada penduduk tentang kegiatan pengambilan material di

sekitar lokasi quarry area atau borrow pit lengkapi dengan jadwal dan peta

kegiatan pengambilan material.

11) Penyusunan rencana penanganan dampak negatif yang diakibatkan oleh kegiatan

pengambilan material di quarry area atau borrow pit

12) Diskusi/ konsultasi dengan Direksi Pekerjaan.

13) Melaksanakan rencana penanganan dampak negatif akibat kegiatan pengambilan

material di quarry/borrow pit.

14) Koordinasi internal pelaksana kegiatan pekerjaan jalan (untuk pengaturan jadwal

pengiriman materialdan pengaturan kegiatan pengambilan material di quarry area

atau borrow pit).

15) Koordinasi ekternal dengan instansi/pihak yang terkait dalam penanganan

kegiatan pengambilan material di quarry area/borrow pit (aparat pemerintah

daerah setempat desa/kelurahan setempat, dan kecamatan, serta tokoh

masyarakat).

16) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan dampak negatif

akibat kegiatan pengambilan material di quarry area/borrow pit tersebut.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

4-6

17) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan dampak negatif akibat

kegiatan pengambilan material di quarry area/borrow pit yang dilaksanakan dinilai

tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun Tangan.

18) Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun.

19) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak

Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan pengambilan material di

quarry/borrow pit adalah:

A. Dalam pemilihan lokasi sumber material(quarry), beberapa arahan di bawah

ini harus diperhatikan :

a) Prioritas harus diberikan pada lokasi sumber materialyang sudah dibuka,

bila-mana jumlah dan mutunya memenuhi.

b) Lokasi sumber material harus dipilih dari yang dapat memberikan rasio

kapasitas produksi tertinggi (baik kuantitas maupun kualitas) dan

kehilangan sumber daya alam.

c) Lokasi sumber material yang berdekatan dengan alinyemen jalan, yang

sangat mudah diambil, lebih diutamakan.

d) Eksploitasi sumber material di daerah sumber daya alam yang vital harus

dihindari, seperti hutan tanaman berkayu dan hutan lebat lainnya

maupun daerah-daerah penghasil bahan makanan dan hutan lindung

untuk burung dan hewan lainnya.

e) Disarankan untuk menghindari atau setidaknya mengurangi pemilihan

lokasi sumber material di atau dekat dengan sungai. Meskipun pemilihan

lokasi sumber material di luar dasar sungai tidak memungkinkan,

sumber material yang terletak di sungai atau saluran kecil tetap tidak

boleh diambil. Disarankan untuk memilih lokasi sumber material di

petak-petak atau endapan alluvial yang terletak di dasar sungai tetapi

tidak dialiri air pada kondisi air normal.

B. Penggalian di daerah sumber material hanya dilaksanakan untuk pemasokan

material kebutuhan proyek.

C. Bilamana sumber material terletak di daerah bergunung atau berbukit, atau

bilamana kondisi talud sangatlah mempengaruhi stabilitas lereng, maka

penggalian bertangga harus dilaksanakan. Lereng setiap sumber material

yang telah dibentuk kembali harus mempunyai kelandaian yang tidak kurang

dari nilai rata-rata 1,3. Setelah pelaksanaan lereng bertangga dan

pembaharuan sistem drainase sebagaimana juga disyaratkan dalam

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

4-7

Spesifikasi ini, permukaan tersebut harus dilengkapi dengan lapisan rumput

dan ditanami dengan semak maupun pohon. Pemeliharaan tanaman ini

diperlukan dalam dua tahun pertama setelah penanaman.

D. Perbaikan/Rehabilitas kembali lokasi sumber material dilaksanakan dengan

kriteria berikut:

• Kegiatan rehabilitasi harus dimulai sesegera mungkin setelah pekerjaan

selesai dan kegiatan ini harus dilaksanakan bersama-sama dengan

pengambilan material berikutnya.

• Galian di lokasi sumber materialharus ditimbun kembali dengan

menggunakan material yang diperoleh dari pekerjaan pembersihan

sebagaimana yang diuraikan dalam Seksi tentang pembersihan dari

spesifikasi ini dan material tidak dapat digunakan untuk

materialkonstruksi.

• Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan dengan memanfaatkan kembali

materialhumus yang diperoleh dari pekerjaan pembersihan dan

pembongkaran pada lapis permukaan tanah asli (kira-kira setebal 50 cm).

Bahan humus ini ditumpuk agak landai dan ditempatkan di lokasi yang

teduh dan jauh dari lokasi pengambilan material. Tumpukan humus ini

ditutup dengan bahan organik seperti rumput atau daun. Perumputan

dengan jenis herbaceous lebih disarankan. Tumpukan humus tersebut

secara bertahap ditempatkan kembali di lokasi bekas galian pada sumber

material dan selanjutnya ditutup dengan tanaman. Rumput, semak dan

pohon dapat digunakan untuk penutupan ini.

Bilamana Kontraktor memperoleh material ini dari pemasok maka ketentuan

pada butir di atas tidak digunakan.

VI. PIHAK TERKAIT

• Dinas Pertambangan

• BPLHD/Kantor Lingkungan Hidup Setempat.

• Satker Pembangunan /Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.

• Satker P2JJ.

• Konsultan Supervisi

• Kontraktor

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

4-8

VI. DAFTAR PERIKSA/DOKUMEN TERKAIT

1. Pengumpulan data:

° Data lokasi quarry area dan atau borrow pit yang terdapat di sekitar lokasi

kegiatan pembangunan jalan.

° Data daerah sensitif di sekitar lokasi quarry area/borrow pit.

° Data kualitas udara di sekitar lokasi quarry area/borrow pit.

° Data dan kondisi saluran air/ sistem drainase di sekitar lokasi quarry area atau borrow pit yang berada di darat dan gunung/bukit.

° Data kondisi perairan/sungai yang terpilih sebagai lokasi quarry area atau borrow pit dan bangunan air di sekitar lokasi tersebut serta penggunaannya oleh penduduk.

° Biota perairan dan habitatnya yang terdapat di sungai yang terpilih sebagai lokasi quarry area atau borrow pit.

° Data flora dan fauna yang terdapat di lokasi quarry area atau borrow pit dan sekitarnya terutama terhadap flora dan fauna yang endemik dan dilindungi.

2. Persiapan rencana pengambilan material di quarry:

° Rencana eksploitasi material.

° Membuat jadwal dan peta kegiatan pengambilan material.

° Ijin secara tertulis dari pemilik lahan atau aparat pemerintahan desa

setempat yang lahan atau daerahnya akan digunakan sebagai tempat

pengambilan materialatau material.

° Daftar materialatau material yang dibutuhkan oleh pekerjaan jalan.

° Daftar dan peta lokasi kerja yang membutuhkan material.

° Rencana penanganan dampak di quarry area.

° Rencana rehabilitasi quarry bekas galian

Prosedur penanganan pengambilan material di quarry disajikan pada Gambar 4.1.

dan Gambar 4.2. berikut.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

4-9

Gambar 4.1: Bagan Alir Prosedur Penanganan Dampak Pengambilan Material di Quarry

MULAI

Pengumpulan data :

1. Identifikasi saluran air dan sistem drainase 2. Identifikasi stabilitas tanah 3. identifikasi kualitas udara, kebisingan, dan getaran 4. Identifikasi flora dan fauna 5. Identifikasi daerah sensitif

Identifikasi pekerj. Pengambilan Material di Quarry yang potensi menimbulkan dampak negatif

- Di Sungai - Di Darat - Di Pegunungan/Bukit

Diskusi/Konsultasi dengan Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait

Pelaksanaan Rencana Penanganan

Dampak Pengambilan Material di Quarry

Monitoring dan Pelaporan Pelaksanaan Rencana

Penanganan Dampak Pengambilan Material di

Quarry

Penyusunan Rencana Penanganan

Dampak Pengambilan Material di Quarry

SELESAI

Evaluasi

Koordinasi dengan

instansi terkait

Persetujuan

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Rencana Tindak

Turun Tangan

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

4-10

Gambar 4.2. Pelaksanaan Rencana Penanganan Dampak Pengambilan Material di Quarry

Keamanan Getaran

Kecelakaan Kerja

Dan Masyarakat Sekitarnya

- Pemberitahuan

Pemasangan Rambu / Tanda

Adanya Kegiatan Galian dengan

Peledakan - Prosedur

Peledakan sesuai

dengan tatalaksana yang

berlaku

Pelaksanaan Rencana Penanganan

Dampak Pengambilan Bahan Material

Mengunakan Cara

Peledakan Mengunakan

Peralatan Berat /

Manual

Terganggunya

Stabilitas Lereng

Koordinasi dengan

Instansi Terkait

Terganggunya

Bangunan, Batuan / Cagar Budaya yang

Khas, Longsor

Mengunakan

Peralatan Berat / Manual

Terganggunya

Stabilitas Lereng

Pelasanaan Galian

Memperhatikan Sudut Geser Dalam

Terganggunya

Saluran Alami Sistem Drainase

Pengalihan

Saluran / Sodetan

SELESAI

Terjadinya Lobang-

lobang Besar Bekas Galian

Kecelakaan

Masyarakat /

Sumber Habitat Vektor Penyakit

- Reklamasi;

- Pemasangan Tanda / Rambu

- Pemagaran - Pemberitahuan

dan - Pemerliharaan

Ikan

Di Perairan/ Sungai

Di Gunung / Bukit

Di Dataran

Di Darat

Terganggunya

Stabilitas Lereng / Tebing Sungai

Erosi / Longsor

Kerusakan Bangunan di

Sekitar Lokasi

Pemasangan

Bronjong / Bangunan Penguat

Tebing

Terganggunya /

Rusaknya Habitat Biota Perairan

Dasar Sungai

Terganggunya

Keberadaan Biota Perairan

Pemilihan Lokasi

yang Aman dan Tidak Terdapat Biota

Perairan yang Endemik dan

Dilindungi

4-10

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

5-1

PROSEDUR

PENANGANAN LIMBAH

I. RUANG LINGKUP

Limbah adalah suatu zat, unsur, bahan, atau material yang tidak dimanfaatkan lagi

dalam suatu proses produksi atau kegiatan pembangunan jalan baik berupa zat

cair, gas dan debu maupun zat padat yang harus dibuang ke luar dari lokasi

kegiatan. Limbah tersebut dapat berupa debu dan gas buang, limbah cair, limbah

padat serta benda-benda hasil kegiatan pekerjaan pembersihan lahan dan

pembersihan akhir. Limbah cair dapat berasal dari kegiatan di base camp baik dari

bengkel, gudang maupun dari barak tenaga kerja. Limbah cair dari bengkel berupa

oli bekas, minyak bekas bahan pencuci mesin peralatan atau kendaraan, ceceran

bahan bakar dan minyak pelumas, serta air bekas cucian. Sedangkan dari barak

tenaga kerja berupa air kotor dan limbah MCK. Dari gudang berupa tumpahan atau

ceceran bahan bakar, material cair, dan minyak pelumas. Dari AMP berupa ceceran

dan sisa aspal cair (termasuk air yang berasal dari mesin pencuci) dan minyak

pemanas. Limbah padat dapat berupa tanah hasil pembersihan lahan berupa tanah

dan puing, material bekas bangunan dan tumbuhan, serta dari pekerjaan tanah

(limbah galian) berupa tanah yang tidak memenuhi persyaratan teknis untuk

pekerjaan jalan, di samping limbah sampah dari barak tenaga kerja. Debu dan gas

buang berasal dari pengoperasian AMP, batching plant dan stone crusher, serta

pengoperasian peralatan dan kendaraan.

Prosedur penanganan limbah merupakan kegiatan untuk meminimalisasi dan

menanggulangi dampak yang terjadi akibat pembuangan limbah tersebut di atas ke

lingkungan dari pekerjaan jalan pada tahap konstruksi. Untuk penanganan limbah

yang berasal dari pengoperasian base camp dapat mengikuti prosedur

penganganan base camp, sedangkan untuk penanganan dampak terhadap sub

komponen lalu lintas akibat kegiatan transportasi pembuangan limbah dilakukan

sesuai dengan prosedur penanganan lalu lintas.

Maksud dan tujuan dari penanganan limbah adalah:

• Mencegah dan mengendalikan agar tidak terjadi gangguan pada sistem

drainase dan aliran permukaan di sekitar kegiatan lokasi pembuangan limbah

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

5-2

padat dari base camp, hasil pembersihan dan penyiapan lahan serta limbah

galian.

• Meminimalisir pencemaran air dan tanah akibat limbah cair dari pekerjaan jalan.

• Mencegah dan menanggulangi timbulnya keresahan masyarakat akibat

menurunnya estetika dan terganggunya kenyamanan di lingkungannya sekitar

pekerjaan jalan akibat limbah dari kegiatan pekerjaan jalan diantaranya

pekerjaan pembersihan lahan dan pembersihan akhir, serta pekerjaan tanah.

II. ACUAN NORMATIF

1. Undang-undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

2. Undang-undang no. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

3. Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

4. Undang-undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati Dan Ekosistemnya.

5. Peraturan Pemerintah RI Nomer 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian

Pencemaran Udara.

6. Peraturan Pemerintah RI Nomer 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air

dan Pengendalian Pencemaran Air.

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2004 tentang

Penatagunaan Tanah.

8. Peraturan Pemerintah RI Nomer 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air

dan Pengendalian Pencemaran Air.

9. Dokumen Lelang/Kontrak Pekerjaan jalan.

III. ISTILAH DAN DEFINISI

• Base Camp adalah Suatu areal yang merupakan tempat mengendalikan kegiatan

pembangunan jalan, yang meliputi direksi kit, bengkel, AMP dan stone crusher,

barak tenaga kerja dan gudang penyimpanan serta kelengkapan sanitasi

lingkungan.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

5-3

• AMP (Aspalt Mixing Plant) adalah instalasi pencampuran aspal panas.

• Stone Crusher adalah instalasi pemecah batu menjadi butiran yang dibutuhkan

sebagai bahan konstruksi jalan.

• Lokasi Kegiatan Pembangunan adalah lokasi tapak kegiatan konstruksi jalan

dilaksanakan.

• Peralatan Berat adalah semua alat/peralatan konstruksi dan kendaraan kerja

yang digunakan selama masa konstruksi.

• Dust Collector adalah perangkat /alat penangkap/penyaring debu yang

dipasang di tempat sumber penyebar debu.

• Tumbuhan Pelindung adalah tumbuhan yang ditanam untuk menahan

penyebaran debu dan kebisingan akibat aktivitas peralatan berat seperti Stone

Crusher, AMP dan lain-lain.

• Daerah Sensitif adalah daerah yang mempunyai karakteristik rona lingkungan

dan sosial budaya yang khas dan sangat potensial mengalami dampak negatif

besar dan penting, serta memerlukan penanganan dampak secara spesifik.

• Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di

luar kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan

antara lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan (hutan

lindung, hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitan yang terjal, sempadan

sungai atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan pekuburan,

kawasan industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat ibadah, rumah

sakit, area cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.

• Limbah adalah suatu zat, unsur, bahan, atau material yang tidak dimanfaatkan

lagi dalam suatu proses produksi atau kegiatan pembangunan jalan baik berupa

zat cair (minyak, pelumas dan air limbah domestik ), gas dan debu maupun zat

padat (sisa beton, sisa campuran aspal dan lain-lain).

IV. POTENSI DAMPAK

Potensi dampak negatif limbah dari pekerjaan jalan adalah:

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

5-4

1. Terjadinya pencemaran udara oleh gas buang/debu, sebagai akibat dari kegiatan

pengoperasian bengkel, AMP, stone crusher, dan batching plant.

2. Terjadinya pencemaran kualitas air dan tanah akibat pembuangan limbah cair dari

pengoperasian bengkel antara lain olie bekas, tumpahan atau ceceran bahan bakar

dan oli, minyak bekas cucian peralatan dan mesin, serta limbah cair dari dapur dan

MCK barak tenaga kerja.

3. Gangguan aliran air permukaan atau sistem drainase akibat pembuangan limbah

padat berupa tanah dari hasil pembersihan lahan dan limbah galian, limbah puing

dari bongkaran bangunan pada pekerjaan pembersihan lahan, serta sampah dari

base camp dan lokasi kerja.

4. Terganggunya estetika lingkungan akibat sampah dari base camp lokasi kerja serta

limbah hasil pembersihan lahan dan pembersihan akhir berupa tumbuhan, puing-

puing dan material bekas bongkaran bangunan, serta limbah galian berupa

timbunan tanah yang tidak terpakai dari pekerjaan tanah (galian).

V. PROSEDUR PENANGANAN

1) Identifikasi daerah yang dapat dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah.

2) Penentuan lokasi tempat pembuangan limbah atas persetujuan Direksi

Pekerjaan.

3) Pengumpulan data lingkungan yang potensi terkena dampak limbah dari

kegiatan pekerjaan jalan, meliputi :

• Identifikasi kondisi saluran air atau sistem drainase alami di lokasi

pembuangan limbah padat dan limbah cair dan sekitarnya.

• Identifikasi kondisi kualitas air yang akan digunakan sebagai badan air

penerima limbah cair dari pekerjaan jalan.

• Identifikasi kualitas udara di sekitar kegiatan pekerjaan jalan yang

menghasilkan limbah debu dan gas.

• Identifikasi daerah sensitif di sekitar lokasi kegiatan pembuangan limbah.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

5-5

4) Identifikasi kegiatan pekerjaan konstruksi jalan yang menghasilkan limbah yang

harus dibuag ke luar Rumija atau lokasi base camp dan fasilitas penunjangnya

(AMP, stone crusher, dan Batching Plant, bengkel, gudang, dan barak tenaga

kerja).

5) Penyusunan rencana penanganan limbah yang diakibatkan oleh kegiatan

pekerjaan jalan pada tahap konstruksi baik di lokasi base camp maupun di lokasi

pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan.

6) Diskusi/ konsultasi dengan Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan

limbah yang akan dilakukan akibat pekerjaan jalan pada tahap konstruksi.

7) Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan limbah dari

pekerjaan jalan pada tahap konstruksi.

8) Koordinasi internal pelaksana kegiatan pembangunan jalan (untuk pengaturan

jadwal pelaksanaan pekerjaan jalan, pengaturan kegiatan penanganan limbah),

9) Konsultasi dan ijin dari instansi/pihak yang terkait. (aparat pemerintah daerah

setempat desa/kelurahan, dan kecamatan, serta tokoh masyarakat setempat,

Dinas Kebersihan, Dinas Lingkungan Hidup/BPLHD) dalam penanganan limbah

yang akan dibuang ke luar lokasi Rumija.

10) Melaksanakan rencana penanganan limbah akibat pekerjaan jalan pada tahap

konstruksi.

11) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan dampak negatif

akibat kegiatan pembuangan limbah ke lingkungan dari pekerjaan jalan pada

tahap konstruksi tersebut.

12) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan limbah yang dilaksanakan

dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun

Tangan.

13) Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun.

14) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak

Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan penanganan limbah

adalah:

a. Selama pelaksanaan pekerjaan, kontraktor harus menjamin, bahwa

perkerasan jalan, bahu jalan dan lokasi yang berdekatan dengan Ruang

Manfaat Jalan harus dijaga agar bebas dari bahan yang digunakan dalam

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

5-6

pelaksanaan pekerjaan konstruksi, kotoran dan bahan yang tidak terpakai

yang dapat mengganggu atau membahayakan lalu lintas yang lewat atau

dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas.

b. Selama periode pelaksanaan pekerjaan, Kontraktor harus memelihara lokasi

pekerjaan bebas dari akumulasi sisa bahan bangunan, kotoran dan sampah,

yang diakibatkan oleh operasi pelaksanaan konstruksi.

c. Pada saat selesainya pekerjaan konstruksi, semua sisa bahan bangunan dan

bahan-bahan tak terpakai, sampah, perlengkapan, peralatan dan mesin-

mesin harus disingkirkan, seluruh permukaan yang tampak harus dibersihkan

dan lokasi jalan yang selesai dikerjakan ditinggal dalam kondisi siap pakai

dan diterima oleh Direksi Pekerjaan.

d. Bilamana terdapat bahan yang hendak dibuang di luar RUMIJA, maka

Kontraktor harus mendapatkan ijin tertulis dari pemilik tanah dimana bahan

buangan tersebut akan ditempatkan, dan ijin tersebut harus ditembuskan

kepada Direksi Pekerjaan bersama dengan permohonan (request) untuk

pelaksanaan.

e. Kontraktor harus menjamin sistem drainase terpelihara dan bebas dari

kotoran dan bahan yang lepas serta berfungsi setiap saat.

f. Permukaan yang menghasilkan sejumlah debu di atmosfer akibat kegiatan

pekerjaan harus dibasahi secara teratur.

g. Kontraktor harus menyediakan drum di lapangan untuk menampung sisa

bahan bangunan, kotoran dan sampah secara terpisah antara sampah

organik dan anorganik sebelum dibuang.

h. Kontraktor harus membuang sisa bahan bangunan, kotoran dan sampah di

tempat yang telah ditentukan sesuai dengan Peraturan perundang-undangan

baik yang dikeluarkan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah

Setempat.

i. Kontraktor tidak diperkenankan mengubur sampah atau sisa bahan

bangunan di lokasi proyek tanpa persetujuan dari Direksi Pekerjaan.

j. Kontraktor tidak diperkenankan membuang limbah berbahaya, seperti cairan

kimia, minyak atau thinner, cat ke dalam saluran atau sanitasi yang ada.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

5-7

k. Kontraktor tidak diperkenankan membuang sisa bahan bangunan ke dalam

sungai atau saluran air.

l. Bilamana Kontraktor menemukan saluran drainase samping atau bagian lain

dari sistem drainase yang dipakai untuk pembuangan bahan baik oleh

pekerja Kontraktor maupun pihak lain, maka Kontraktor harus segera

melaporkan kejadian tersebut kepada Direksi Pekerjaan, dan segera

mengambil tindakan sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan untuk

mencegah terjadinya pencemaran lebih lanjut.

m. Penanganan limbah yang berasal dari kegiatan pengoperasian base camp

dilakukan sesuai prosedur penanganan base camp.

n. Bahan aspal (termasuk air yang berasal dari mesin pencuci) dan minyak

pemanas tidak boleh dibuang ke dalam saluran air ataupun dibuang diatas

tanah yang dapat mencemari wilayah sekitarnya.

o. Seluruh bahan hasil galian harus dibuang di lokasi yang ditunjukkan oleh Direksi

Pekerjaan dan diratakan oleh Kontraktor sedemikian rupa, sehingga dapat

mencegah setiap dampak lingkungan yang mungkin terjadi.

p. Bahan yang tertinggal di daerah aliran sungai akibat pembuatan pondasi atau

akibat galian lainnya, atau akibat penempatan cofferdam harus dibuang selu-

ruhnya setelah pekerjaan selesai.

q. Setiap bahan galian yang melebihi kebutuhan timbunan, atau tiap bahan

galian yang tidak disetujui oleh Direksi Pekerjaan untuk digunakan sebagai

bahan timbunan, harus dibuang dan diratakan oleh Kontraktor di luar RUMIJA

seperti yang diperintahkan Direksi Pekerjaan.

r. Setiap bahan galian harus dibuang seluruhnya setelah pekerjaan berakhir

sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu saluran air eksisting.

s. Bahan aspal tidak boleh dibuang sembarangan kecuali ke tempat yang

disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

t. Perijinan lokasi dan pendekatan dengan masyarakat sekitar kegiatan yang

menghasilkan limbah dan lokasi pembuangan limbah harus dilakukan.

u. Penyediaan kelengkapan sanitasi lingkungan antara lain MCK, tempat

sampah yang dapat menampung secara terpisah antara limbah anorganik

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

5-8

dan limbah organik, TPS yang memadai untuk memelihara lingkungan

pekerjaan jalan bebas dari akumulasi sisa bahan bangunan, kotoran dan

sampah yang dapat mencemari lingkungan sekitarnya.

v. Untuk mencegah dan menanggulangi dampak terganggunya sistem drainase

dan aliran permukaan akibat pembuangan limbah, langkah yang dapat

dilakukan pada penangan limbah adalah :

• Mencegah tercecernya limbah material di jalan, jika material dibuang ke

tempat lain dengan menutup bak kendaraan pengangkut limbah.

• Menyiapkan tenaga pembersihan jalan dari ceceran tanah atau limbah

yang diangkut.

• Melindungi dinding permukaan tanah dengan sheet pile untuk mencegah

longsor pada tumpukan material yang dibuang.

• Melakukan pemisahan antara sisa bangunan yang bisa di daur ulang atau

dimanfaatkan kembali baik oleh kegiatan itu sendiri maupun masyarakat

sekitar dengan material yang tidak bisa dimanfaatkan kembali atau

dibuang.

• Memilih lokasi Pembuangan yang tidak mengganggu kenyamanan, tidak

mengganggu kualitas air tanah dan tidak mengganggu kegiatan

masyarakat

• Melakukan konsultasi dengan pemerintah daerah setempat dalam memilih

lokasi pembuangan limbah tanah galian agar sesuai dengan peraturan

yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat sebagai tempat

atau lokasi pembuangan limbah (disposal area).

VI. PIHAK TERKAIT

• BPLHD/ Kantor Lingkungan Hidup Setempat

• Pemda Kelurahan dan Kecamatan Setempat

• Pemrakarsa Pembangunan

• Satker Pembangunan / Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.

• Satker P2JJ.

• Konsultan Supervisi

• Kontraktor

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

5-9

VII. DAFTAR PERIKSA/DOKUMEN TERKAIT

1. Pengumpulan data :

• Data area sensitif di sekitar lokasi penanganan limbah

• Data lokasi tempat penanganan limbah/disposal area yang jauh dari area

sensitif lengkap dengan peta lokasi.

• Data jumlah dan jenis limbah yang di buang ke lingkungan.

• Data fasilitas sanitasi lingkungan yang harus tersedia di lokasi pekerjaan

jalan.

• Data kualitas air dan kondisi perairan atau badan air penerima limbah

2. Persiapan kegiatan penanganan limbah:

• Ijin tertulis dari pemilik lahan dan atau aparat yang berwenang memberikan

ijin pembuangan limbah ke suatu tempat.

• Jadual kegiatan pembuangan limbah.

• Rencana penanganan limbah yang akan dilakukan.

Bagan alir prosedur penanganan limbah disajikan pada Gambar 5.1 dan Gambar 5.2.

berikut.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

5-10

MULAI

Pengumpulan data : 1. Identifikasi saluran air/drainase 2. Identifikasi kualitas air dan tanah 3. Identifikasi kualitas udara dan estetika 4. Identifikasi area sensitif

Identifikasi pekerjaan struktur jalan sejak tahap

persiapan hingga pelaksanaan konstruksi yang membuang limbah ke lingkungan dan berpotensi

menimbulkan dampak negatif

Diskusi/Konsultasi dengan

Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait

Pelaksanaan Rencana Penanganangan Limbah

Monitoring Dan Pelaporan Pelaksanaan Penanganan Limbah

Penyusunan Rencana Penanganan Limbah

Rencana Tindak Turun Tangan

SELESAI

Evaluasi

Koordinasi dengan instansi terkait

Gambar 5.1: Bagan Alir Prosedur Penanganan Limbah

Persetujuan

Ya

Tidak

Tidak

Ya

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

5-11

Pelaksanaan Penanganan Limbah

Dari Pekerjaan Jalan

- Puing bangunan beton,

besi, bata

- Aspal, pasir, batu

- Tanah, top soil

- Timbunan/vegetasi

- Oli bekas

- Minyak bekas cucian

alat/mesin

- Sisa bahan cair (tiner

cat, dll)

- Ceceran bahan

bakar/oli

- Penyediaan tempat

sampah secara

terpisah antara

sampah organik dan

anorganik.

- Penyediaan TPS untuk

sampah organik.

- Kerjasama dengan

pihak lain / dijual

untuk limbah jenis

plastik atau yang

punya nilai ekonomi.

- Pembuangan ke TPA

yang telah tersedia di

lokasi terdekat.

- Ditimbun untuk

limbah organik di

tempat yang diijinkan

dan disetujui Direksi

Pekerjaan.

- Pemasangan dan

pengoperasian alat

penangkap debu (Dust

Collector) di lokasi

basecamp.

- Penanaman dan

Pemeliharaan

tanaman di sekeliling

basecamp dengan

jenis yang dapat

menyerap debu dan

gas buang.

- Penyiraman pada

lokasi yang

menimbulkan debu

pada musim kemarau.

Penanganan

Limbah Padat

Penanganan

Limbah Cair

Penanganan Sampah

Dapur dan Kantor

Penanganan

Limbah Gas / Debu

- Limbah air kotor

dapur

- Limbah MCK

- Dijual/kerjasama dengan

pihak yang

membutuhkan/ bersedia

menampung limbah

padat yang ada.

- Dimanfaatkan untuk

kegiatan/pekerjaan lain

seperti lansekap

- Dibuang di tempat yang

telah ditentukan oleh

pemda setempat serta

disetujui Direksi

Pekerjaan.

- Pembuatan lantai dari

plesteran dan

dilengkapi dengan bak

penampung ceceran

oli/minyak.

- Penyediaan tanki/drum

pengumpul oli bekas

- Dijual ke pihak lain

- Dibuang di tempat

yang telah ditentukan

oleh pemda setempat

serta disetujui Direksi

Pekerjaan.

- Ditampung di tempat

tertentu dan dibuang ke

tempat pembuangan

yang tersedia dan

ditentukan oleh pemda

setempat dan disetujui

Direksi Pekerjaan.

- Pembuatan Septic Tank

dan atau saluran

pembuang yang

memadai.

Selesai

Gambar 5.2. Pelaksanaan Rencana Penanganan Limbah

5-11

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-1

PROSEDUR PENANGANAN

EROSI DAN SEDIMENTASI

I. RUANG LINGKUP

Prosedur ini mencakup upaya penanganan terhadap dampak erosi dan sedimentasi

yang diakibatkan oleh pekerjaan konstruksi jalan yaitu pekerjaan pembersihan dan

penyiapan lahan dan pekerjaan tanah (pekerjaan timbunan dan galian). Pekerjaan

pembersihan dan penyiapan lahan akan menyebabkan terbukanya lahan dan

terganggunya stabilitas lereng, sehingga jika hujan turun dapat menimbulkan erosi

dan longsor. Demikian halnya dengan pekerjaan timbunan dan galian yang dilakukan

di sepanjang trase jalan dalam pembentukan alinyemen jalan juga dapat

menimbulkan erosi dan longsor apabila dilakukan tanpa prosedur teknik yang sudah

baku. Sedang pekerjaan galian yang dilakukan pada pekerjaan drainase dan

pengambilan bahan di quarry juga dapat mengakibatkan erosi dan longsor jika tidak

memperhatikan kondisi stabilitas lereng dan jenis tanah yang digali.

Dampak selanjutnya dari erosi yang terjadi akan menimbulkan penurunan kualitas air

(meningkatnya parameter kekeruhan) karena material tanah yang terhanyut ke badan

air sungai dan saluran drainase dapat menyebabkan terjadinya sedimentasi di sungai

dan saluran drainase. Hal ini apabila terjadi terus, maka lama kelamaan akan

menyebabkan pendangkalan sungai dan saluran drainase, serta menimbulkan

berkurangnya kapasitas pengaliran dari sungai dan saluran drainase yang pada

gilirannya dapat mengakibatkan terjadinya banjir.

Maksud dan tujuan prosedur penanganan erosi dan sedimentas ini adalah :

• Mencegah, menanggulangi dan memperkecil terjadinya dampak erosi dan

sedimentasi akibat pekerjaan jalan.

• Memperkecil dampak yang dapat mengganggu dan merugikan masyarakat atau

penduduk di sekitar lokasi kegiatan pembangunan jalan yang diakibatkan oleh

dampak erosi dan sedimentasi beserta dampak turunannya.

• Terhadap dampak yang tidak mungkin untuk dihindarkan diupayakan agar

pengaruhnya tidak meluas dan dapat dibatasi pada radius yang paling sempit.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-2

II. ACUAN NORMATIF

• Undang-undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati Dan Ekosistemnya.,

• Undang-Undang no. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

• Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

• Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 32 Tahun 1990 tentang

Pengelolaan kawasan Lindung.

• Pedoman Nomor 033/T/BM/1996 tentang Tata Cara Perencanaan Lansekap

Jalan

• Pedoman Nomor 035/T/BM/1999 tentang Pedoman Penataan Tanaman Untuk

Jalan

• Dokumen Lelang / Kontrak Pekerjaan Jalan.

III. ISTILAH DAN DEFINISI

• Sudut geser dalam yang dimaksud adalah hasil penyelidikan tanah dan tes di

laboratorium yang menunjukkan sudut geser yang terbentuk saat tes tekanan

triaksial, dan berhubungan dengan sudut kemiringan maksimal yang dapat

dilakukan dilapangan

• Pipa buangan air rembesan yang dimaksud adalah pipa yang ditempatkan

pada tanah timbunan untuk mengalirkan air tanah agar tidak mengurangi daya

dukung tanah di atas nya

• Galian bertangga yang dimaksud adalah metoda penggalian dan timbunan

dengan pembuatan teras horisontal (terasering) setiap ketinggian timbunan

atau galian tertentu, untuk meningkatkan stabilitas lereng galian atau timbunan

tersebut.

• Aliran air permukaan adalah aliran air permukaan tanah yang ada pada kontur

awal sebelum dilakukan kegiatan pembangunan jalan

• Daerah Sensitif adalah daerah yang mempunyai karakteristik rona lingkungan

dan sosial budaya yang khas dan sangat potensial mengalami dampak negatif

besar dan penting, serta memerlukan penanganan dampak secara spesifik.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-3

Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di

luar kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan

antara lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan

(hutan lindung, hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitan yang terjal,

sempadan sungai atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan

pekuburan, kawasan industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat

ibadah, rumah sakit, area cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.

• Drainase permukaan adalah sistem drainase permukaan tanah pada lokasi

kegiatan pekerjaan jalan dan sekitarnya sebelum dilakukan kegiatan penggalian.

• Tanaman yang dimaksud meliputi rerumputan dan tanaman bambu, dan bilamana

diperkenankan oleh Direksi Pekerjaan, dapat meliputi tanaman jenis lain yang

mampu memberikan stabilitas yang efektif pada lereng yang memerlukan

stabilisasi.

IV. POTENSI DAMPAK

Potensi dampak negatif erosi dan sedimentasi yang dapat terjadi akibat kegiatan

pembersihan dan penyiapan lahan serta pekerjaan tanah (timbunan dan galian).

Pekerjaan pembersihan lahan dan penyiapan lahan yang dilakukan di sepanjang trase

jalan dapat menyebabkan terbukanya lahan sedemikian rupa yang dapat

menimbulkan erosi dan terganggunya stabilitas lereng. Air hujan yang jatuh akan

mengenai langsung butiran tanah dan mengakibatkan lepasnya ikatan dari butiran-

butiran penyusun tanah, sehingga butiran tersebut mudah larut terbawa air hujan

yang mengalir di atas permukaan tanah (run off) dan selanjutnya akan mengendap di

tempat rendah, yang pada akhirnya akan masuk dan mengendap di saluran alami

dan atau saluran drainase yang ada di sekitarnya. Kondisi ini lama kelamaan akan

membentuk sedimentasi yang dapat mengakibatkan pendangkalan dan menurunkan

kapasitas pengaliran dari sungai dan saluran drainase. Terganggunya stabilitas lereng

dapat terjadi akibat pekerjaan pembukan lahan yang menebang atau membabat

vegetasi dan pepohonan yang tumbuh di lereng yang dapat merusak atau

membongkar perakaran dari vegetasi yang sebelumnya berfungsi memperkuat lereng

tersebut.

Pekerjaan tanah (galian dan timbunan) juga dapat mengakibatkan dampak erosi dan

sedimentasi. Pekerjaan galian yang berpotensi menimbulkan erosi terjadi terutama

yang dilakukan di daerah perbukitan dengan kelerengan yang tinggi/terjal. Sedang

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-4

untuk pekerjaan timbunan, erosi dapat terjadi akibat kurang sempurnanya kegiatan

penimbunan dan pemadatan yang dilakukan, di samping kondisi cuaca. Penimbunan

yang terlalu tinggi yang tidak dilakukan sesuai metode penimbunan yang baku dapat

mengakibatkan rawan erosi dan longsor.

Dampak erosi dan sedimentasi juga dapat terjadi akibat pengambilan bahan (galian)

namun hal ini tidak dibahas pada prosedur ini melainkan telah di bahas pada prosedur

penanganan dampak pengambilan material di quarry.

V. PROSEDUR PENANGANAN

1. Pengumpulan data lingkungan yang diperkirakan terkena dampak erosi dan

sedimentasi akibat pekerjaan jalan pada tahap konstruksi, meliputi :

• Identifikasi kondisi tanah dan struktur geologi tanah di lokasi kegiatan

pembersihan lahan, dan pekerjaan tanah.

• Identifikasi kondisi saluran alami dan sistem drainase yang ada.

• Identifikasi kondisi topografi dan kelerengan lahan yang dibuka atau dilakukan

pekerjaan tanah.

• Identifikasi iklim dan cuaca.

• Identifikasi daerah sensitif.

2. Identifikasi pekerjaan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif erosi dan

sedimentasi antara lain pekerjaan pembersihan dan penyiapan lahan, serta

pekerjaan tanah (timbunan dan galian).

3. Penyusunan rencana penanganan dampak erosi dan sedimentasi.

4. Diskusi/ konsultasi dengan Direksi Pekerjaan dan pihak terkait.

5. Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang Rencana penanganan dampak erosi dan

sedimentasi

6. Koordinasi internal pelaksana kegiatan pembangunan jalan (untuk pengaturan

jadwal pelaksanaan pekerjaan terutama yang berpotensi menimbulkan dampak

erosi dan sedimentasi

7. Melaksanakan rencana penanganan dampak erosi dan sedimentasi akibat

pekerjaan jalan pada tahap konstruksi

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-5

8. Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan rencana penanganan erosi dan

sedimentasi dari pekerjaan jalan pada tahap konstruksi

9. Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan erosi dan sedimentasi yang

dilaksanakan dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak

Turun Tangan.

10. Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun.

11. Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak

Pekerjaan Jalan adalah:

A. Pelaksanaan Pekerjaan Pembersihan dan Penyiapan Lahan

1) Pembersihan dan pembongkaran lahan dilakukan hanya pada daerah yang

diperlukan untuk pekerjaan jalan saja

2) Pembabatan tanaman selama kegiatan pembersihan lahan harus

ditindaklanjuti dengan penanaman kembali sedemikian rupa hingga

mendekati kondisi sebelum pembabatan

3) Tidak melakukan penebangan pohon bilamana kestabilan lereng lama

menjadi terganggu

4) Rehabilitasi lahan pada daerah yang rusak akibat pekerjaan jalan

diantaranya pada lokasi-lokasi pemotongan tebing, timbunan dan saluran

dengan penanaman vegetasi/tanaman yang jenisnya sesuai dengan kondisi

tanah dan iklim setempat.

5) Bila memungkinkan dapat melibatkan penduduk lokal setempat untuk

menyediakan material dan bibit tanaman untuk melakukan penanaman

tanaman serta pemeliharaannya.

6) Pelaksanaan pekerjaan perkerasan harus mengatur penyiapan tanah dasar

dan penempatan bahan perkerasan menyusul satu dengan lainnya dalam

jangka waktu yang rapat.

7) Sesegera mungkin dilanjutkan pekerjaan berikutnya agar tanah terbuka

semakin berkurang

B. Pelaksanaan Pekerjaan Tanah

1) Sebelum dimulai pekerjaan tanah, dilakukan inventarisasi keberadaan

saluran irigasi dan alur-alur drainase alamiah, mencakup lokasi, perkiraan

debit, sifat-sifat tanah di sekitarnya dan kontinyuitas aliran dan lain

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-6

sebagainya, serta menyerahkan kepada Direksi Pekerjaan gambar detail

penampang melintang yang menunjukkan elevasi tanah asli sebelum

penggalian dilaksanakan.

2) Selama pelaksanaan pekerjaan galian, lereng sementara yang stabil dan

mampu menahan pekerjaan, struktur atau mesin di sekitarnya, harus

dipertahankan sepanjang waktu, penyokong (shoring) dan pengaku

(bacing) yang memadai harus dipasang bilamana permukaan lereng galian

mungkin tidak stabil. Bilamana diperlukan, kontraktor harus menyokong

atau mendukung struktur di sekitarnya, yang jika tidak dilaksanakan dapat

menjadi tidak stabil atau rusak oleh pekerjaan galian tersebut.

3) Untuk menjaga stabilitas lereng galian dan keamanan pekerja, maka galian

tanah yang lebih dari 5 meter harus dibuat bertangga dengan teras

selebar 1 meter atau sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan

4) Peralatan berat untuk pemindahan tanah atau keperluan lainnya tidak

diijinkan berada atau beroperasi lebih dekat 1,5 meter dari tepi galian parit

untuk gorong-gorong pipa atau galian pondasi untuk struktur.

5) Penggalian harus dilaksanakan menurut kelandaian, garis, dan elevasi

yang ditentukan dalam gambar atau ditunjukkan oleh Direksi Pekerjaan.

6) Melakukan penyempurnaan kemiringan lereng sedemikian rupa, sehingga

lereng menjadi lebih landai (lihat Gambar 6.3).

7) Peledakan sebagai cara pembongkaran batu atau galian pada lapisan keras

yang sukar dibongkar hanya boleh digunakan jika menurut pendapat

Direksi Pekerjaan, tidak praktis menggunakan alat bertekanan udara atau

suatu penggaru (ripper) hidrolis berkuku tunggal. Direksi Pekerjaan dapat

melarang peledakan dan memerintahkan untuk menggali batu dengan cara

yang lain jika, menurut pendapatnya, peledakan tersebut berbahaya bagi

manusia atau struktur di sekitarnya, atau bilamana dirasa kurang cermat

dalam pelaksanaannya.

8) Restorasi lereng galian atau timbunan yang tidak stabil harus dilaksanakan

sesuai dengan perintah Direksi Pekerjaan. Pekerjaan yang harus dikerjakan

sepenuhnya meliputi penggalian pada bahan yang tidak stabil,

penghamparan bahan timbunan pilihan untuk membentuk lereng timbunan

yang stabil, pelaksanaan pasangan batu dengan mortar pada kaki lereng

atau tembok penahan.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-7

9) Pelaksanaan pekerjaan timbunan mengikuti prosedur dan persyaratan dalam

spesifikasi ini, baik dalam hal pemilihan bahan timbunan, teknik

penghamparan dan pemadatan timbunan atau sesuai yang diperintahkan

atau disetujui oleh Direksi Pekerjaan.

10) Bilamana penggalian atau penggantian bahan yang tidak stabil telah

diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan, semua bahan yang tidak stabil harus

dibuang. Permukaan lereng timbunan yang terekspos dan masih utuh harus

dibuat bertangga. Perhatian khusus harus diberikan pada lereng galian

maupun timbunan untuk menjamin, bahwa kaki timbunan cukup stabil dan

mempunyai drainase yang baik. Penimbunan kembali pada suatu lereng

harus dimulai dari kaki lereng dan harus dikerjakan dalam lapisan-lapisan

horisontal yang masing-masing harus dipadatkan sampai memenuhi standar

yang disyaratkan dari spesifikasi ini. Drainase bawah permukaan harus

disediakan di lokasi yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.

11) Dengan mengikuti gambar yang sudah dibuat, ditentukan lokasi-lokasi

yang perlu mendapatkan prioritas pelaksanaan pekerjaan drainase

sebelum pekerjaan tanah dimulai.

12) Diusahakan semaksimal mungkin untuk tidak menutup alur drainase

alamiah meskipun debit aliran yang ada sangat kecil. Salah satu cara

adalah membuat isolasi pada alur yang ada sebelum drainase dibuat dan

berfungsi effektif, misalnya dengan membuat cofferdam.

13) Drainase bawah permukaan (pipa rembesan) harus disediakan di lokasi yang

berpotensi terjadi rembesan air tanah atau yang diperintahkan oleh Direksi

Pekerjaan.

14) Lereng timbunan atau galian yang telah selesai dikerjakan harus dilindungi

dengan tanaman atau bilamana timbunan itu tidak begitu stabil atau

bilamana erosi yang cukup besar diperkirakan akan terjadi, maka

pemasangan batu-batu (stone pitching) atau bentuk pelindung lereng

lainnya harus dipasang.

15) Pembuatan drainase harus menjamin kelancaran untuk mengalirkan air

terutama pada waktu banjir sebelum pekerjaan galian dan timbunan

dimulai.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-8

16) Pembuatan drainase sementara, terutama saluran pengelak dan

pengendali erosi yang akan membelokan limpasan dari daerah kerja dan

area yang tidak menggunakan perlindungan.

17) Pembuatan saluran drainase sementara ke saluran drainase alami yang

ada agar aliran yang terjadi tidak sempat merusak permukaan tanah untuk

badan jalan yang masih terbuka.

18) Pembuatan sistem drainase dengan dilengkapi bak penampung

lumpur/sedimen.

19) Sesegera mungkin melaksanakan pekerjaan gorong-gorong, tembok

kepala dan struktur minor lainnya dibawah elevasi tanah dasar atau

permukaan jalan.

20) Melaksanakan perlindungan lahan galian maupun lahan timbunan dengan

jenis tanaman yang berfungsi sebagai konsenvasi tanah dan lahan

misalnya dengan rumput/gebalan rumput dan tanaman lainnya yang

fungsinya sama.

21) Pelaksanaan penanaman rumput (sodding) dan dikombinasikan dengan

terrain alamiah. Contoh gambar teknik gabungan untuk perlindungan

lereng dengan tanaman dapat dilihat pada gambar.

22) Pelaksanaan galian dan timbunan pada daerah alur sungai atau area

terbatas dengan cara pembuatan turap, cofferdam, tembok penahan,

bronjong kawat, penanaman tanaman ekosistem tepi sungai dan cara cara

lainnya untuk menghindarkan penetrasi sungai ke bidang urugan atau

urugan utuk mencegah terjadinya erosi.

VI. PIHAK TERKAIT

• Dinas Pertambangan

• BPLHD/Kantor Lingkungan Hidup Setempat.

• Satker Pembangunan/Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.

• Satker P2JJ.

• Konsultan Supervisi

• Kontraktor

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-9

VII. DAFTAR PERIKSA/DOKUMEN TERKAIT

1. Data yang dikumpulkan :

° Data geologi lokasi setempat (khusus untuk metode peledakan).

° Data hasil inventarisasi keberadaan saluran irigasi dan alur-alur drainase

alamiah, mencakup lokasi, perkiraan debit, sifat-sifat tanah di sekitarnya dan

kontinyuitas aliran dan lain sebagainya.

° Data jenis tanah.

° Data iklim terutama curah hujan dan hari hujan.

° Data daerah sensitif.

° Data topografi dan alinyemen sepanjang rencana jalan.

° Data daerah yang rawan erosi dan longsor.

° Data sistem drainase di sekitar lokasi pekerjaan.

2. Persiapan yang harus dilakukan :

° Jadwal dan Peta lokasi pekerjaan pembersihan lahan, pekerjaan tanah dan

pengambilan material di quarry.

° Gambar detail penampang melintang yang menunjukkan elevasi tanah asli

sebelum operasi pembersihan dan pembongkaran, atau penggalian

dilaksanakan.

° Gambar potongan melintang rencana pemotongan dan timbunan.

° Peta lokasi yang rawan erosi dan longsor serta lokasi badan air atau saluran air

yang rawan terjadi sedimentasi

Bagan alir prosedur penanganan erosi dan sedimentasi disajikan pada Gambar 6.1 dan

Gambar 6.2.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-10

MULAI

Pengumpulan data :

1. Identifikasi Kondisi Topografi

2. Identifikasi Jenis tanah dan struktur geologi

3. Identifikasi Kondisi saluran air dan sistem drainase

4. Identifikasi flora dan fauna

5. Identifikasi area sensitif

Identifikasi pekerj. yang berpotensi menimbulkan

dampak erosi dan sedimentasi

- Pekerj. Pembersihan & penyiapan lahan

- Pekerj. Tanah (galian & timbunan)

Diskusi/Konsultasi dengan

Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait

Pelaksanaan Rencana Penanganan

Erosi dan Sedimentasi

Monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan

Erosi dan Sedimentasi

Penyusunan Rencana Penanganan

Erosi dan Sedimentasi

Rencana Tindak

Turun Tangan

SELESAI

Evaluasi

Koordinasi dengan

instansi terkait

Gambar 6.1: Bagan Alir Prosedur Penanganan Erosi dan Sedimentasi

Persetujuan

Ya

Tidak

Tidak

Ya

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-11

Pelaksanaan Rencana Penanganan

Erosi dan Sedimentasi

- Pembukaan lahan secara terbatas dan

selektif serta waktu yang tepat.

- Segera melaksanakan pekerjaan berikutnya.

- Penutupan dengan geotextile pada

permukaan tanah untuk badan jalan.

- Penggalian secara bertangga / terrasering

dan sesuai kelandaian.

- Pembuatan saluran drainase.

- Penyempurnaan lereng.

- Penggalian dan penimbunan sesuai prosedur

baku.

- Penutupan permukaan tanah pada lereng

hasil penggalian dan timbunan dengan

tanaman rumput / tanaman konservasi atau

dengan plastik.

- Pembuatan bangunan penguat tebing /

konservasi.

- Kombinasi antara teknik bangunan

konservasi dan tanaman / pohon.

- Pembuatan saluran drainase yang

dilengkapi dengan penangkap sedimen /

lumpur.

- Pemeliharaan saluran dan penangkap

sedimen secara rutin agar tetap berfungsi

baik.

- Pembuatan sedimen tiep pada daerah

berlereng.

Penanganan Erosi Penanganan

Sedimentasi

Selesai

Gambar 6.2. Pelaksanaan Rencana Penanganan Erosi dan Sedimentasi

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-12

Gambar 6.3.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-13

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRUKSI

6-14

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7-1

PROSEDUR

PENANGANAN VEGETASI

I. RUANG LINGKUP

Vegetasi adalah berbagai jenis tumbuh-tumbuhan atau tanaman baik yang liar maupun

dibudidaya dan terdapat di sepanjang tapak/trase kegiatan pembangunan jalan dan

sekitarnya. Keberadaan vegetasi tersebut mempunyai berbagai fungsi terhadap

lingkungan sekitarnya, antara lain fungsi konservasi terhadap tanah dan lahan serta

habitat satwa liar, fungsi penyerap polusi udara dari gas buang dan debu akibat

operasional kendaraan dan peralatan, serta fungsi barier kebisingan akibat

pengoperasian genset, stone crusher, batching plant dan lain-lain. Di samping fungsi

keindahan/estetika lingkungan di sekitar lokasi pekerjaan jalan, juga fungsi habitat

satwa liar baik yang endemik, langka, dilindungi dan satwa liar lainnya. Hilangnya

vegetasi atau tidak adanya vegetasi pada lokasi pekerjaan jalan baik di base camp,

quarry area maupun sepanjang trase jalan akan mengakibatkan timbulnya dampak

antara lain pencemaran udara akibat debu dan gas-gas buang, berkurangnya

kenyamanan dan estetika lingkungan, terganggunya habitat satwa liar yang

mengakibatkan gangguan terhadap keberadaan satwa liar, erosi dan longsor karena

hilangnya vegetasi pelindung tanah dan lahan.

Prosedur ini merupakan prosedur penanganan untuk mencegah, menanggulangi dan

mengurangi dampak terhadap lingkungan hidup yang diakibatkan oleh hilangnya atau

tidak adanya vegetasi akibat pekerjaan jalan baik di base camp, sepanjang trase jalan

maupun lokasi quarry. Adapun maksud dan tujuan penanganan vegetasi adalah:

• Mencegah, menanggulangi, dan mengurangi hilangnya vegetasi yang endemik,

langka dan dilindungi.

• Mencegah dan mengurangi terjadinya kerusakan habitat satwa liar yang endemik,

langka, dan dilindungi.

• Meminimisasi terjadinya dampak pencemaran udara dan kebisingan.

• Menciptakan suasana sejuk dan indah serta nyaman di tapak kegiatan pekerjaan

jalan baik di base camp, quarry maupun sepanjang trase jalan.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7-2

• Mencegah, menanggulangi, dan mengurangi terjadinya kerusakan lingkungan

terutama tanah dan lahan.

II. ACUAN NORMATIF

• Undang-undang nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya.

• Undang-undang nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

• Undang-undang nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang

Pengendalian Pencemaran Udara.

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2004 tentang

Penatagunaan Tanah.

• Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan.

• Peraturan Pemerintah no. 41 tahun 1999 tentang Penetapan Baku Mutu Udara

Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan.

• Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 32 Tahun 1990 tentang

Pengelolaan Kawasan Lindung.

• Pedoman Nomor 033/T/BM/1996 tentang Tata Cara Perencanaan Lansekap

Jalan.

• Pedoman Nomor 011/T/BM/1999 tentang Pemilihan Tanaman untuk Mengurangi

Polusi Udara (NOx, CO, dan SO2).

• Pedoman Nomor 035/T/BM/1999 tentang Pedoman Penataan Tanaman Untuk

Jalan.

• Dokumen Lelang dan Kontrak Pekerjaan Jalan.

III ISTILAH DAN DEFINISI

• Vegetasi adalah berbagai jenis tumbuh-tumbuhan atau tanaman baik yang liar

maupun tanaman budidaya yang terdapat di tapak kegiatan pembangunan jalan

dan sekitarnya.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7-3

• Flora dan Fauna Endemik adalah jenis tumbuh-tumbuhan atau tanaman dan

hewan atau binatang yang hanya dapat hidup dengan habitat tertentu yang

khas dan biasanya hanya terdapat di suatu daerah tertentu.

• Flora dan Fauna Langka adalah jenis tumbuh-tumbuhan atau tanaman dan

hewan atau binatang yang jumlah populasinya dinilai sudah sangat sedikit atau

terancam punah.

• Lansekap jalan adalah suatu pemandangan sejauh mata memandang dari dan

ke jalan, serta sepanjang koridor jalan.

• Jalan Eksisting adalah jalan umum yang sudah ada dan dimanfatkan pengguna

jalan, sebelum rencana kegiatan pembangunan jalan.

• Lokasi Kegiatan Pembangunan adalah lokasi tapak kegiatan konstruksi

jalan dilaksanakan.

• Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan

fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,

pengembangan/pemeliharaan/pemulihan, pengawasan dan pengendalian

lingkungan hidup.

• Pelesetarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk

memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

• Penataan Ruang adalah proses rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan

pengendalian pemanfaatan ruang.

• Daerah Sensitif adalah daerah yang mempunyai karakteristik rona lingkungan

dan sosial budaya yang khas dan sangat potensial mengalami dampak negatif

besar dan penting, serta memerlukan penanganan dampak secara spesifik.

• Catatan: daerah yang dimaksud adalah daerah kawasan lindung dan daerah di

luar kawasan lindung tapi rentan terkena dampak negatif dari pekerjaan jalan

antara lain hutan konservasi (taman nasional, cagar alam), kawasan hutan

(hutan lindung, hutan produksi, suaka alam), daerah perbukitan yang terjal,

sempadan sungai atau sempadan pantai, persawahan, pertambakan dan

pekuburan, kawasan industri, permukiman padat, pasar, sekolahan, tempat

ibadah, rumah sakit, area cagar budaya, dan komunitas adat terpencil.

\

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7-4

IV. POTENSI DAMPAK

Potensi dampak negatif yang terjadi akibat hilangnya vegetasi yang diakibatkan oleh

pekerjaan pembersihan lahan pada pekerjaan jalan adalah:

• Menurunnya stabilitas lereng serta timbulnya erosi dan longsor.

• Meningkatnya pencemaran udara dan debu serta kebisingan yang terjadi akibat gas

buang dari knalpot kendaraan dan peralatan yang digunakan untuk pekerjaan jalan

dan pengguna jalan lain.

• Rusaknya lansekap setempat terutama pada lokasi yang khas dan mempunyai

aspek estetika.

• Hilangnya vegetasi lokal, endemik, langka dan dilindungi, serta terganggunya

habitat satwa liar.

• Terganggunya keberadaan satwa liar.

V. PROSEDUR PENANGANAN

1) Melakukan identifikasi lokasi vegetasi/tumbuhan serta fauna yang langka dan atau

dilindungi (ketentuan Perda Setempat) yang terdapat di lokasi kegiatan

pembangunan jalan baik di base camp, quarry, maupun sepanjang trase jalan.

2) Melakukan identifikasi daerah sensitif yang potensi terkena dampak negatif jika

dilakukan kegiatan penebangan pohon atau pembersihan lahan antara lain

pencemaran kualitas udara (gas dan debu), peningkatan kebisingan, serta erosi

dan longsor serta hilangnya estetika.

3) Melengkapi perijinan dari instansi yang berwenang memberikan ijin untuk

melakukan penebangan pohon atau ijin kepada pemilik tanaman/pohon yang akan

ditebang atau dibongkar diantaranya dari BKSDA atau Dinas Kehutanan dan Dinas

Pertamanan setempat.

4) Melakukan koordinasi dengan pemda setempat terutama instansi yang

membidangi perihal flora dan fauna yang endemik, langka dan dilindungi antara

lain BKSDA atau Dinas Kehutanan setempat.

5) Pemberitahuan dan ijin kepada penduduk atau pemilik pohon/tanaman berkaitan

dengan rencana kegiatan penebangan pohon atau pembabatan vegetasi yang

ada di sekitarnya.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7-5

6) Penyusunan rencana penanganan vegetasi.

7) Diskusi/konsultasi dengan Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan

vegetasi yang akan dilakukan.

8) Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan vegetasi akibat

pekerjaan jalan.

9) Koordinasi internal pelaksana pekerjaan jalan baik di base camp, quarry maupun

sepanjang trase pekerjaan jalan terkait dengan kegiatan penanganan vegetasi

pada pekerjaan jalan terutama pada waktu pembersihan dan penyiapan lahan,

pembangunan dan pengoperasian base camp, dan pengambilan material di

quarry.

10) Koordinasi ekternal dengan instansi/pihak yang terkait dalam penanganan

vegetasi pada pekerjaan jalan (aparat pemerintah daerah setempat baik di

desa/kelurahan, dan kecamatan, kabupaten/kota, serta tokoh masyarakat

setempat).

11) Melaksanakan penanganan vegetasi akibat pekerjaan jalan pada tahap konstruksi.

12) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan vegetasi akibat

pekerjaan jalan.

13) Apabila hasil dari monitoring ternyata penanganan vegetasi akibat pekerjaan jalan

dinilai tidak seperti yang diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun

Tangan.

14) Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun.

15) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak

Pekerjaan Jalan dalam penanganan vegetasi akibat pekerjaan jalan khususnya

yang terkait dengan kegiatan pekerjaan pembersihan dan penyiapan lahan dan

lansekap, antara lain :

a). Penebangan pohon hanya akan dilaksanakan bilamana mutlak diperlukan

untuk kegiatan pembersihan dan penyiapan lahan, baik pada pembangunan

base camp maupun pengambilan material di quarry. Pohon-pohon yang

sudah ditebang harus diganti dengan cara penanaman pohon baru pada

tempat /area yang memungkinkan.

b). Penebangan pohon tidak boleh dilaksanakan bilamana kestabilan lereng lama

menjadi terganggu.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7-6

c). Pekerjaan pembersihan lahan terutama untuk penebangan dan pembuangan

pohon harus sesuai dengan perintah Direksi Pekerjaan.

c). Pengaturan waktu penebangan pohon/vegetasi sesuai dengan kebutuhan

pekerjaan jalan yang akan segera dilaksanakan, atau melakukan penanaman

pohon secepat mungkin sesudah pelaksanaan pembersihan lahan selesai.

d). Membentuk permukaan lereng untuk ketahanan hidup vegetasi yang ditanam

dan untuk konservasi lahan dan meningkatkan estetika lingkungan sesuai

dengan Pedoman Tata Cara Lansekap Jalan nomor: 033/T/BM/1996, dan

Pedoman Pemilihan Tanaman untuk Mengurangi Polusi Udara (Nox, CO, dan

SO2) nomor : 011/T/BM/1999.

e). Setelah pelaksanaan lereng bertangga dan pembaharuan sistem drainase,

permukaan tersebut harus dilengkapi dengan lapisan rumput dan ditanami

dengan semak maupun pohon. Pemeliharaan tanaman ini diperlukan dalam

dua tahun pertama setelah penanaman.

f). Pembabatan tanaman selama kegiatan pembersihan dan pembongkaran

harus ditindak-lanjuti dengan penanaman kembali sedemikian hingga

mendekati kondisi sebelum pembabatan.

g). Penanaman kembali dengan pohon atau semak sebagaimana yang

disyaratkan dalam Spesifikasi ini harus mengikuti arahan berikut:

• Penggantian dengan tanaman sejenis yang ditebang, bila memungkinkan.

• Bilamana pertumbuhan tanaman dirasa agak lambat, maka tanaman

yang berumur cukup harus digunakan, kecuali jika jenis tersebut tidak

mampu menciptakan kondisi seperti semula atau tidak mampu

memberikan perlindungan lereng dalam waktu yang lama. Selanjutnya,

jenis tanaman dengan pertumbuhan sedang sampai cepat dapat

digunakan.

• Untuk penanaman kembali semak, pemilihan jenis semak harus

mengutamakan jenis yang dapat memberi makanan dan perlindungan

bagi binatang.

• Jenis tanaman berakar panjang tetapi tidak membahayakan stabilitas

jalan dan tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi lebih

disarankan.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7-7

• Berbagai jenis tanaman yang baik untuk digunakan untuk penanaman

kembali adalah : Leucaena leucocephala, Calliandra calonthrysus, Acacia

auriculi-formis, Acacia ducurrens dan Gliricidia sepium.

• Pohon harus ditanam pada jarak yang cukup dari tepi jalan dengan

memperhatikan keselamatan jalan.

• Pemeliharaan yang teratur pada tanaman yang ditanam kembali sangat

diperlukan.

• Pohon hasil penanaman kembali yang mati harus diganti dengan yang

baru.

• Memilih waktu yang tepat untuk melakukan penanaman atau pembibitan.

• Melakukan penyiraman secara berkala terhadap vegetasi/tanaman yang

telah ditanam secara rutin (5x / minggu saat musim kemarau).

• Penanaman jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi tanah atau lahan,

iklim dan kemudahan perawatan serta diusahakan dari varietas lokal dan

memiliki fungsi teknis dari tanaman tersebut sebagai konservasi atau

fungsi pengelolaan lingkungan yang lain (pencegahan erosi, barrier

kebisingan dan penyerap gas buang dari kendaraan) sesuai dengan

pedoman Tata Cara Perencanaan Lansekap Jalan dan Pedoman Pemilihan

Tanaman untuk Mengurangi Polusi Udara (NOx, CO, dan SO2).

• Untuk rehabilitasi pada lahan galian dan timbunan dapat dilakukan dengan

penanaman jenis rerumputan dipilih dari jenis-jenis asli dari propinsi

tersebut, tidak merugikan, dan tidak membahayakan kepada manusia dan

hewan serta tidak dari jenis yang mengganggu pertanian. Tanaman harus

bebas dari penyakit, rerumputan beracun dan rerumputan berakar panjang.

• Segera menanami kembali areal atau lereng yang dibersihkan untuk

mencegah dan mengurangi terjadinya erosi dan gangguan stabilitas

tanah dengan jenis vegetasi yang memenuhi fungsi teknik antara lain

memiliki kemampuan:

� Menangkap dan menahan material yang bergerak di permukaan

(batang).

� Melindungi permukaan dari erosi dan abrasi dengan cara menahan

butiran air hujan (daun).

� Menunjang lereng dengan cara menopang dari dasar (bonggol dan

akar pohon dari semak).

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7-8

� Menguatkan profil tanah dengan cara meningkatkan daya tahan

pohon (akar).

� Mendrainase profil tanah dengan cara mengisap air keluar melalui

akar dan melepaskannya ke udara melalui transpirasi.

� Memfasilitasi infiltrasi air melalui profil tanah, sehingga mengurangi

proporsi air yang mengalir di permukaan (akar).

° Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanaman dan pemeliharaan

perlindungan tanaman adalah sebagai berikut:

� Ratakan lereng seluruh permukaan yang akan ditanami rumput

sampai mencapai permukaan yang seragam dan gemburkan tanah

pada permukaan lereng. Lapisi tanah permukaan tersebut dengan

tanah humus sedemikian rupa sehingga tanah humus tersebut

mencapai ketebalan akhir 8 cm.

� Gebalan rumput yang akan ditanam, harus diambil bersama akarnya

dan diambil pada saat tanah dalam keadaan lembab atau setelah

dilakukan penyiraman. Gebalan rumput harus ditumpuk berlapis-lapis

dalam suatu tempat dengan kadar air setinggi mungkin, dilindungi

dari sinar matahari dan angin dan disiram setiap 4 jam. Dalam waktu

2 hari setelah pengambilan ini maka gebalan rumput harus segera

ditanam.

� Penanaman gebalan rumput tidak diperkenankan selama hujan lebat,

selama cuaca panas atau selama tertiup angin kering yang panas dan

hanya dapat dilaksanakan apabila tanah dalam keadaan siap untuk

ditanami.

� Penanaman gebalan rumput harus dilaksanakan sepanjang garis

contour, agar dapat memberikan perumputan yang menerus di atas

seluruh permukaan.

� Bambu harus ditanam pada lereng yang memerlukan stabilisasi

dalam interval 1 meter sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan.

� Penyiraman paling sedikit 1 bulan setelah gebalan rumput selesai

ditanam, permukaan yang ditanami rumput tersebut harus disiram

dengan air dengan interval waktu yang teratur menurut kondisi cuaca

saat itu atau sebagaimana yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.

Jumlah air yang disiramkan harus sedemikian rupa sehingga

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7-9

permukaan yang baru ditanami rumput tidak mengalami erosi,

hanyut atau mengalami kerusakan lainnya.

� Perlindungan dengan barikade, pagar, tali pada patok-patok, rambu

peringatan dan petunjuk lainnya yang diperlukan harus disediakan

agar dapat manjamin, bahwa tanaman tersebut tidak terganggu atau

dirusak oleh hewan, burung atau manusia.

� Pemeliharaan gebalan rumput atau bambu yang telah ditanam

dilakukan sampai Serah Terima Akhir Pekerjaan dilaksanakan.

Pekerjaan pemeliharaan ini meliputi pemotongan, pemangkasan,

perbaikan pada permukaan lereng yang tererosi, penyediaan fasilitas

perlindungan dan perbaikan lokasi dengan gebalan rumput atau

bambu yang kurang baik pertumbuhannya.

V. PIHAK TERKAIT

• BKSDA/Dinas Kehutanan setempat

• Dinas Pertamanan setempat

• BPLHD/Kantor Lingkungan Hidup Setempat.

• Satker Pembangunan/Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.

• Satker P2JJ

• Konsultan Supervisi

• Kontraktor.

VI. DAFTAR PERIKSA / DOKUMEN TERKAIT

1. Data yang dikumpulkan :

� Data iklim terutama curah hujan dan hari hujan.

� Data jenis tanah.

� Data jenis vegetasi terutama yang endemik, langka dan dilindungi di lokasi

pekerjaan jalan baik di sepanjang trase jalan, quarry, maupun base camp

dan sekitarnya

� Data jenis satwa liar yang endemik, langka, dan dilindungi di sepanjang trase

pekerjaan jalan dan sekitarnya.

� Data daerah sensitif dan rawan erosi dan longsor di sepanjang trase jalan

yang dikerjakan dan di lokasi quarry

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7-10

� Data topografi dan alinyemen ruas jalan yang dikerjakan

2. Persiapan yang harus dilakukan :

° Jadwal dan Peta lokasi pekerjaan pembersihan lahan, dan pekerjaan tanah

° Rencana teknis pelaksanaan penebangan pohon dan atau vegetasi yang akan

dilakukan dalam pekerjaan pembersihan dan penyiapan lahan.

° Persiapan pembibitan dan atau penyediaan tanaman atau vegetasi yang akan

digunakan sebagai tanaman pengganti atau tanaman konservasi.

° Jadwal, peta lokasi dan teknis pelaksanaan penanaman tanaman pengganti

dan tanaman konservasi yang akan dilakukan

Bagan alir prosedur penanganan vegetasi disajikan pada Gambar 7.1. dan Gambar

7.2.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7-11

Gambar 7.1.: Prosedur Penanganan Vegetasi

Pengumpulan data :

1. Identifikasi flora dan fauna yang endemik, langka &

dilindungi

2. Identifikasi Vegetasi Berfungsi Sebagai Konservasi

Tanah dan Lahan

3. Identifikasi Vegetasi Berfungsi Sebagai Pelindung

Penanggulangan Pencemaran Udara dan Kebisingan

4. Identifikasi Vegetasi Berfungsi Estetika

5. Identifikasi area sensitif

Diskusi/Konsultasi dengan

Direksi Pekerjaan dan Pihak-pihak Terkait

Pelaksanaan

Rencana Penanganangan Vegetasi

Monitoring dan pelaporan

pelaksanaan penanganan Vegetasi

Penyusunan Rencana

Penanganan Vegetasi

Rencana Tindak

Turun Tangan

SELESAI

Evaluasi

Koordinasi dengan

instansi terkait

Persetujuan

Ya

Tidak

Tidak

Ya

MULAI

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7-12

Gambar 7.2. : Pelaksanaan Rencana Penanganan Vegetasi

- Melakukan

kegiatan sesuai

kebutuhan luasan

lahan yang

dibutuhkan saja.

- Segera melakukan

penanaman

kembali pada lahan

yang masih bisa

ditanami dengan

tanaman sebagai

habitat satwa liar

yang ada.

Pelaksanaan Rencana Penanganan

Vegetasi

Vegetasi langka,

endemis dan

dilindungi.

Vegetasi berfungsi

sebagai konservasi

tanah dan lahan.

Vegetasi lain

berfungsi sebagai

penyerap debu dan

gas-gas buang.

Koordinasi dan

Konsultasi dengan

Dinas / Kantor

BKSDA setempat.

Melaksanakan

ketentuan /

kesepakatan dari

hasil koordinasi &

konsultasi dengan

BKSDA setempat.

- Penebangan

pohon secara

selektif dan waktu

yang tepat atau

sesuai luasan

yang dibutuhkan.

- Melakukan

penggantian

pohon yang

ditebang 5 – 10

kali lipat dari

jumlah yang

ditebang.

- Segera melakukan

penanaman

tanaman

pengganti di

lokasi yang

memungkinkan.

- Koordinasi dan

konsultasi dengan

Dinas / instansi

setempat yang

berwenang di

bidang pertamanan

atau pemilik pohon.

- Melakukan

penggantian

tanaman sesuai

hasil konsultasi

dengan instansi /

pemilik.

- Penanaman vegetasi sesuai fungsinya dan dapat sebagai habitat satwa liar yang ada.

- Melakukan pemeliharaan tanaman yang ditanam selama jangka waktu kontrak.

- Bila memungkinkan pelaksanaannya dapat bekerja sama dengan penduduk setempat.

SELESAI

Inventarisasi Vegetasi :

- Endemik, langka dan dilindungi.

- Berfungsi sebagai konservasi tanah / lahan.

- Berfungsi sebagai estetika dan memerlukan ijin jika ditebang.

- Berfungsi sebagai penyerap debu dan gas – gas buang

kendaraan & peralatan.

Vegetasi berfungsi

sebagai estetika dan

perlu perijinan.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7-13

Gambar 7.3. : Contoh teknik Gabungan untuk Perlindungan Lereng

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

7-14

Keterangan Gambar

(1). Ditanam hanya diarea yang berdekatan dengan pemukiman penduduk dimana tidak

Gambar 7.4.: Skematis Tirai Emisi Gas Buang Kendaraan dan Peredam Kebisingan dengan

sistem penghijauan

RUWASJA

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

8-1

PROSEDUR PENANGANAN KERUSAKAN/GANGGUAN TERHADAP UTILITAS

I. RUANG LINGKUP

Utilitas umum merupakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat baik

listrik, telepon, air bersih, gas dan minyak dan lain-lain. Pada umumnya utilitas umum

tersebut sudah ada di lingkungan baik di dalam tanah maupun di atas permukaan tanah.

Kegiatan pekerjaan jalan baik pembangunan jalan maupun peningkatan jalan dan

jembatan dapat mengakibatkan kerusakan/gangguan terhadap fungsi utilitas umum

tersebut. Untuk mempermudah pelaksanaan dan pemeliharaan terhadap jalan dan

fasilitas umum tersebut, maka utilitas umum yang ada perlu dipindahkan ke lokasi yang

lebih aman.

Lingkup penanganan kerusakan/gangguan terhadap utilitas umum ini adalah untuk

mencegah dan menanggulangi kerusakan/gangguan terhadap fungsi utilitas yang

diakibatkan oleh kegiatan pembangunan jalan di antaranya mobilisasi alat berat,

pembersihan dan penyiapan lahan, pekerjaan tanah (galian dan timbunan) dan

pekerjaan pemancangan tiang pancang.

Maksud dan tujuan dari penanganan kerusakan/ gangguan terhadap utilitas adalah agar

pekerjaan jalan yang dilakukan tidak menimbulkan terganggunya fungsi utilitas umum

yang sudah ada

Prosedur penanganan utilitas umum ini ditujukan untuk mencegah dan menanggulangi

kemungkinan terjadinya kerusakan/gangguan terhadap fungsi utilitas yang ada di lokasi

tapak kegiatan pembangunan jalan akibat pekerjaan tersebut di atas

II. ACUAN NORMATIF

• Undang-undang no. 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

• Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

• Peraturan Pemerintah RI Nomer 34 Tahun 2006 tentang Jalan.

• Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No.01-P/47/MPE/1992 tentang Jalur

Bebas Minimum Antara Penghantar SUTT / SUTET dengan tanah atau benda lain.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

8-2

• Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.300.K/38/M.PE/1997 tentang

Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi.

• Peraturan Menteri Perhubungan RI nomor: KM.14 Tahun 2006 tentang Manajemen

dan Rekayasa Lalulintas di Jalan.

• Dokumen Lelang / Kontrak Pekerjaan Jalan.

III. ISTILAH DAN DEFINISI

• Utilitas Umum adalah semua jaringan prasarana dan pelayanan umum baik yang

berada di bawah tanah seperti jaringan pipa air minum, telepon, listrik, gas, fasilitas

irigasi, pipa minyak, pipa pembuangan, pipa drainase maupun yang terdapat di atas

permukaan tanah seperti tiang listrik, tiang telepon, tiang dan lampu penerangan

jalan dan lampu pengatur lalu lintas beserta seluruh perlengkapannya yang terdapat

di lokasi pekerjaan jalan.

• Kawasan spesifik adalah daerah atau kawasan tertentu yang dikelola secara

khusus oleh suatu Instansi Terkait atau pihak tertentu dan memiliki jaringan utilitas

tersendiri yang dikelola oleh Instansi Terkait atau pihak tersebut (seperti pelabuhan,

pangkalan udara, stasiun Kereta Api, depo bahan bakar, industri, dan lain

sebagainya).

• Instansi Terkait adalah instansi atau perusahaan pengelola setiap utilitas umum

dan instansi pemasok, atau instansi lain yang bertanggungjawab terhadap utilitas

dan pelayanan umum.

IV. POTENSI DAMPAK

Kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak kerusakan/gangguan terhadap utilitas

umum dari pekerjaan jalan adalah :

• Kegiatan mobilisasi peralatan yang tingginya melebihi jaringan utilitas umum di

udara, sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan kabel baik jaringan telepon

maupun jaringan listrik, dan dapat menimbulkan terganggunya fungsi dan jangkauan

layanan utilitas tersebut.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

8-3

• Pekerjaan pembersihan dan penyiapan lahan serta pekerjaan tanah yang dapat

mengakibatkan kerusakan/gangguan utilitas umum baik yang berada di atas

permukaan tanah maupun yang ada di dalam tanah.

• Pekerjaan relokasi utilitas dan pelayanan umum baik yang berada di atas permukaan

tanah maupun yang di dalam tanah beserta seluruh perlengkapannya, sehingga

mengakibatkan kerusakan/gangguan utilitas umum.

• Pekerjaan pondasi dan pemancangan tiang pancang dapat menimbulkan kerusakan

dan terganggunya fungsi jaringan utilitas tersebut terutama yang berada di dalam

tanah serta tidak terdapat informasi tentang koordinat letak dari jaringan tersebut.

• Kerusakan dan terganggunya fungsi jaringan utilitas tersebut dapat menimbulkan

kerugian bagi pengguna utilitas umum tersebut dan dapat mengganggu kegiatan

perekonomian.

V. PROSEDUR PENANGANAN

1) Identifikasi lokasi utilitas umum yang terdapat di sepanjang alinyemen jalan baik

yang berada di dalam tanah maupun di atas permukaan tanah.

2) Identifikasi pekerjaan jalan yang berpotensi menimbulkan dampak negatif

terhadap utilitas umum.

3) Identifikasi jenis dan dimensi serta fungsi dan jangkauan layanan utilitas umum.

4) Koordinasi dan sosialisasi tentang peraturan perundang-udangan yang terbaru

tentang jalan dan terkait dengan jaringan utilitas umum yang berada pada

Rumija dengan Instansi Terkait terutama yang bertanggung jawab dan

mengelola utilitas umum yang terkena dampak negatif akibat pekerjaan jalan.

5) Penyusunan rencana penanganan kerusakan/gangguan utilitas umum yang

diakibatkan oleh pekerjaan jalan pada tahap konstruksi.

6) Diskusi atau konsultasi dengan Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan

kerusakan/gangguan terhadap utilitas umum akibat pekerjaan jalan pada tahap

konstruksi.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

8-4

7) Persetujuan dari Direksi Pekerjaan tentang rencana penanganan

kerusakan/gangguan terhadap utilitas umum akibat pekerjaan jalan pada tahap

konstruksi.

8) Koordinasi internal pelaksana pekerjaan jalan (untuk pengaturan jadwal dan

detail pelaksanaan pekerjaan jalan yang akan dilakukan pada lokasi terdapat

utilitas umum).

9) Koordinasi dan sosialisasi ekternal dengan Instansi Terkait dan masyarakat

dalam penanganan pemindahan, kerusakan/gangguan utilitas umum terutama

dengan Instansi Terkait penanggungjawab dan pengelola utilitas umum yang

terkena dampak negatif akibat pekerjaan jalan.

10) Melaksanakan rencana penanganan kerusakan/gangguan utilitas umum tersebut

akibat kegiatan pekerjaan jalan pada tahap konstruksi.

11) Melakukan monitoring dan pelaporan pelaksanaan penanganan

kerusakan/gangguan utilitas umum akibat kegiatan pekerjaan jalan pada tahap

konstruksi.

12) Apabila hasil dari monitoring menunjukkan bahwa penanganan

kerusakan/gangguan utilitas umum yang dilaksanakan dinilai tidak seperti yang

diharapkan, maka disusun Rencana Tindak Turun Tangan.

13) Melaksanakan tindak turun tangan yang telah disusun.

14) Hal-hal yang perlu dilakukan sesuai spesifikasi umum Dokumen Lelang/Kontrak

Pekerjaan Jalan khususnya yang terkait dengan kegiatan penanganan

kerusakan/gangguan utilitas umum akibat pekerjaan jalan pada tahap konstruksi,

adalah :

a). Koordinasi dan sosialisasi tentang rencana pekerjaan jalan dan peraturan

perundang-undangan di bidang jalan, antara lain Undang-undang no.38

tahun 2004 tentang Jalan, serta Peraturan Pemerintah no. 34 tahun 2006

tentang Jalan yang terkait dengan utilitas umum terutama perihal

penempatan dan letak jaringan utilitas yang berada di RUMIJA.

b). Kerusakan dan gangguan terhadap utilitas umum seperti jaringan telepon,

listrik, gas, pipa air, fasilitas irigasi, pipa minyak, pipa pembuangan, pipa

drainase, dan lain sebagainya, harus dicegah dengan upaya mendapatkan

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

8-5

informasi tentang keberadaan lokasi utilitas yang ada tentang terutama yang

terletak dibawah tanah.

c). Sesuai dengan syarat-syarat kontrak, kontraktor bertanggungjawab untuk

berkoordinasi dengan Instansi Terkait dan menyerahkan kepada Direksi

Pekerjaan hal-hal sebagai berikut:

i). Detail lokasi dari semua utilitas umum yang akan dipindahkan,

ditempatkan atau terganggu sementara akibat pelaksanaan pekerjaan

jalan yang direncanakan.

ii). Salinan yang berhubungan dengan peraturan, petunjuk, standar, dan

spesifikasi dari Instansi Terkait.

iii). Rencana kerja yang terinci yang menunjukkan relokasi utilitas dan

pelayanan umum yang diperlukan..

iv). Persetujuan tertulis atas rencana kerja terinci tersebut dari setiap

Instansi Terkait.

v). Persetujuan atau perijinan dari Instansi Terkait yang diperlukan dalam

pelaksanaan pekerjaan.

d). Koordinasi antar Instansi Terkait dengan pengelola jaringan utilitas dalam

sosialisasi kepada masyarakat pengguna utilitas umum dan penanganan

pemindahan jaringan utilitas umum, sesuai tercantum pada Spesifikasi

Umum Kontrak Kerja Konstruksi tentang Relokasi Utilitas dan Pelayanan yang

ada terutama butir Umum dan butir Pelaksanaan.

e). Pelaksanaan pemindahan, pengamanan dan perbaikan utilitas umum dapat

dilakukan oleh Instansi Terkait yang bertanggung jawab terhadap utilitas

umum dan pelayanan umum, baik secara sebagian maupun seluruhnya atas

persetujuan Direksi Pekerjaan dan Instansi Terkait yang bertanggung jawab

terhadap utilitas umum dan pelayanan umum yang ada.

f). Kontraktor bertanggungjawab atas setiap kerusakan utilitas umum yang ada,

yang disebabkan oleh kegiatan kontraktor dengan biaya sendiri.

g). Kontraktor harus bertanggung jawab atas perlindungan terhadap setiap

fasilitas pipa kabel bawah tanah, saluran kabel bawah tanah atau jaringan

bawah tanah lainnya atau struktur yang mungkin ditemukan dan perbaikan

atas setiap kerusakan yang diakibatkan kegiatannya.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

8-6

h). Pekerjaan relokasi, bilamana dilaksanakan oleh kontraktor harus memperoleh

persetujuan dari Instansi Terkait dan Direksi Pekerjaan dan selalu dimonitor

oleh kedua belah pihak.

i). Bila pekerjaan ini dikerjakan oleh badan yang kurang sesuai, maka

Kontraktor harus bertanggung jawab untuk melakukan pengaturan hal-hal

yang perlu dengan Instansi Terkait untuk menjamin agar penyambungan

kembali atas fasilitas tersebut dapat dilaksanakan dengan cepat dan

memenuhi ketentuan setelah penyelesaian pekerjaan relokasi.

j). Pengaturan yang diperlukan dengan Instansi Terkait, harus dilaksanakan

pada Periode Mobilisasi atau sebelumnya, dan Kontraktor harus menyerahkan

kepada Direksi Pekerjaan suatu program untuk pekerjaan relokasi sebelum

akhir periode mobilisasi.

k). Bila gangguan sementara terhadap pelayanan yang ada tidak dapat

dihindarkan selama pelaksanaan dalam kontrak, maka Kontraktor harus

membuat pengaturan yang diperlukan dengan Instansi Terkait, dan

menyerahkan program atas pekerjaan tersebut kepada Direksi Pekerjaan,

dalam 30 hari setelah pemberitahuan tertulis dari Direksi Pekerjaan atas

persetujuan tersebut.

l). Bila tidak diperintahkan lain oleh Direksi Pekerjaan, pemindahan, relokasi dan

penyambungan kembali utilitas dan pelayanan yang ada harus menjadi

tanggung jawab, dan atas biaya Pemilik dan Instansi Terkait yang

bersangkutan. Akan tetapi, Kontraktor harus bertanggung jawab untuk

membuat semua pengaturan yang diperlukan, menjaga fasilitas yang

terekspos dari kerusakan, pembayaran biaya perijinan dan hal-hal lain

sebagaimana terinci dalam spesifikasi.

m). Bila terjadi keterlambatan atas program yang disebutkan diatas, atau

keterlambatan pengaturan dengan Instansi Terkait oleh kontraktor,

menyebabkan keterlambatan pelaksanaan pekerjaan jalan dan jembatan

akibat dari kinerja pekerjaan relokasi tersebut atau gangguan sementara

terhadap pelayanan yang ada, tidak akan dianggap sebagai alasan untuk

memperpanjang waktu penyelesaian kontrak.

n). Bila Direksi Pekerjaan memerintahkan beberapa atau semua pekerjaan

relokasi untuk dilaksanakan oleh kontraktor, maka kontraktor harus

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

8-7

melaksanakan pekerjaan tersebut dengan ketat sesuai dengan spesifikasi

tentang Relokasi Utilitas Umum yang ada ini dan memenuhi semua

peraturan, petunjuk, spesifikasi dan ketentuan lain atau petunjuk dari

Instansi Terkait yang bersangkutan.

o). Kontraktor harus bertanggungjawab dalam memperoleh dari Instansi Terkait

tentang semua informasi tentang lokasi, fungsi dan penggunaan utilitas

umum yang akan dipindahkan dan harus melakukan investigasi secara

menyeluruh terhadap kondisi lapangan sebelum mulai bekerja. Setiap

kerusakan yang diakibatkan oleh operasi-operasi ini yang mengakibatkan

pengabaian, kelalaian, dan kekurang hati-hatian dari Kontraktor harus

diperbaiki oleh Kontraktor dengan biayanya sendiri.

p). Utilitas umum yang ada harus diputus baik sementara atau permanen, harus

dialihkan atau dipotong dengan tepat dan aman dibawah pengawasan

Instansi Terkait, dan semua barang bongkaran harus dibersihkan dengan

cermat dan disimpan dilapangan untuk pemulihan oleh pemilik (baik Instansi

Terkait atau pemilik, sebagaimana memungkinkan)

q). Bahan dengan permukaan lama yang dilapisi (coating) yang akan dipasang

kembali dilokasi baru yang harus disiapkan, sebagaimana diperintahkan oleh

Direksi Pekerjaan dan sesuai dengan ketentuan Instansi Terkait, dengan

perlindungan atau pencegahan terhadap karat dan selanjutnya harus dicat

ulang sebelum dipasang kembali.

r). Bahan lama yang sangat rusak atau lapuk harus dibuang dari lapangan oleh

kontraktor, dan diganti dengan bahan baru sebagaimana diperintahkan oleh

Direksi Pekerjaan. Bila bahan lama menjadi tidak dapat digunakan karena

kerusakan yang disebabkan oleh kontraktor, harus diperbaiki atau diganti

dengan biaya sendiri, kecuali jika terdapat perjanjian dua belah pihak yang

menyatakan bahwa kerusakan tersebut memang tidak dapat dihindarkan.

s). Lubang atau kerusakan lainnya yang terjadi di lapangan harus dikembalikan

kondisinya oleh kontraktor sebagaimana diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan

dan sesuai dengan persyaratan yang relevan dengan Dokumen Kontrak.

t). Mata pembayaran yang terpisah untuk tiap Instansi Terkait yang relevan

disediakan untuk pemindahan, relokasi atau gangguan terhadap utilitas dan

pelayanan yang ada. Pekerjaan yang diukur untuk pembayaran menurut

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

8-8

mata pembayaran ini adalah pekerjaan yang dilaksanakan langsung oleh

Instansi Terkait dan harus diukur sesuai dengan pembayaran aktual yang

dilakukan kepada Instansi Terkait untuk pekerjaan yang telah disetujui dan

diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan.

u). Pengukuran untuk pembayaran menurut kontrak ini untuk bagian relokasi

yang dilaksanakan oleh Instansi Terkait atau Perusahaan Utilitas yang

berkaitan haruslah harga sebenarnya (at cost). Kontraktor harus melakukan

pembayaran langsung kepada Instansi Terkait berdasarkan perintah dari

Direksi Pekerjaan. Pembayaran kembali (reimbursement) haruslah dengan

harga sebenarnya (at cost) berdasarkan persetujuan antara Direksi Pekerjaan

dengan Instansi Terkait, setelah menerima atau dokumentasi yang

sebagaimana mestinya disediakan oleh kontraktor.

v). Ongkos untuk perijinan dari Instansi Terkait, salinan peraturan yang

berkaitan, dan sebagainya yang telah dibayar oleh Kontraktor dan

merupakan pembayaran yang diperlukan menurut ketentuan spesifikasi harus

dibayar kembali (reimbursed) kepada kontraktor, pada harga yang sesuai

sebagaimana ditentukan oleh Peraturan Pemerintah atau Instansi Terkait

setelah menerima atau dokumentasi yang sesuai telah disediakan oleh

kontraktor. Pembayaran kembali akan diperoleh dari jumlah yang ditentukan

untuk pekerjaan relokasi oleh Instansi Terkait yang relevan, menggunakan

variasi sebagaimana yang disyaratkan dalam pasal-pasal yang relevan dalam

syarat-syarat Kontraktor untuk menetukan dan memerintahkan jumlah yang

harus dibayar.

w). Bila kontraktor diperintahkan untuk melaksanakan langsung beberapa atau

semua pekerjaan relokasi, bagian pekerjaan yang aktual dikerjakan oleh

kontraktor harus diukur aktual menurut Divisi Pekerjaan Harian.

x). Pemgembalian bentuk pada lokasi perkerasan setelah penyelesaian

pekerjaan relokasi akan diukur untuk pembayaran menurut Seksi

Pengembalian Kondisi Perkerasan. Pengembalian bentuk untuk bagian yang

lain harus dianggap telah tercakup penuh dalam Seksi dari Spesifikasi,

termasuk bahan yang relevan untuk digunakan.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

8-9

IV. PIHAK TERKAIT

• BPLHD/Kantor Lingkungan Hidup Setempat.

• Satker Pembangunan /Pemeliharaan Jalan dan Jembatan.

• Satker P2JJ.

• Konsultan Supervisi

• Kontraktor

• PT. Telkom setempat.

• PDAM setempat.

• Kantor Pertambangan dan Energi setempat atau PT. Pertamina (Persero).

• PN Gas setempat

• PLN Cabang setempat.

• PT. KAI

• Pengelola kawasan spesifik setempat.

• Perwakilan masyarakat sekitar lokasi.

V. DAFTAR PERIKSA/DOKUMEN TERKAIT

1. Data yang dikumpulkan :

• Data semua jaringan utilitas yang terdapat di lokasi rencana pekerjaan jalan dan

luas wilayah pelayanan serta jumlah konsumen yang dilayani.

• Data tentang koordinat letak dan dimensi jaringan utilitas yang terdapat di lokasi

pekerjaan jalan baik yang di dalam tanah maupun di atas permukaan tanah atau

udara.

2. Persiapan yang harus dilakukan:

• Gambar detail desain dari pekerjaan jalan dimana terdapat jaringan utilitas

umum.

• Jadwal rencana kerja pekerjaan jalan.

• Jadwal rencana pekerjaan pembersihan lahan, pekerjaan tanah, dan pekerjaan

pondasi dan pemancangan tiang pancang.

• Berita acara hasil kesepakatan penanganan jaringan utilitas yang akan terkena

dampak dari pekerjaan jalan pada rapat koordinasi dengan pihak pengelola

jaringan utilitas yang ada dan terkena kegiatan pekerjaan jalan.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

8-10

• Gambar detail lokasi dan dimensi jaringan utilitas umum yang akan terkena

pekerjaan jalan.

• Rencana kerja terinci tentang rencana penanganan dan atau relokasi jaringan

utilitas umum yang terkerna dampak dari pekerjaan jalan.

• Rencana rute dan metode mobilisasi dan demobilisasi peralatan konstruksi.

• Surat persetujuan dari Direksi Pekerjaan dan Instansi Terkait yang bertanggung

jawab terhadap utilitas umum.

• Surat persetujuan dan perijinan dari Instansi Terkait yang diperlukan.

Bagan alir prosedur penanganan kerusakan /gangguan terhadap utilitas umum

disajikan pada Gambar 8.1. dan Gambar 8.2.

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

8-11

MULAI

Identifikasi Jenis dan Lokasi Utilitas Umum serta

Jangkauan Pelayanan

Identifikasi pekerjaan jalan yang berpotensi

menimbulkan dampak negatif terhadap Utilitas Umum :

- Kegiatan mobilisasi peralatan berat

- Pembersihan & penyiapan lahan

- Pekerjaan Tanah (galian)

- Pemancangan tiang pancang

Diskusi/Konsultasi dengan

Direksi Pekerjaan dan Instansi Terkait

Pelaksanaan Rencana Penanganan Kerusakan/Gangguan

terhadap Utilitas Umum

Monitoring Dan Pelaporan Pelaksanaan Penanganan

Kerusakan/Gangguan terhadap Utilitas

Penyusunan Rencana Penanganan

Kerusakan/Gangguan terhadap Utilitas Umum

Rencana Tindak

Turun Tangan

SELESAI

Evaluasi

Koordinasi dengan

Instansi terkait

Gambar 8.1. Bagan Alir Prosedur Penanganan Kerusakan/Gangguan Utilitas

Persetujuan

Ya

Tidak

Tidak

Ya

PEDOMAN MITIGASI DAMPAK STANDAR

PEKERJAAN JALAN PADA TAHAP KONSTRU

8-12

tidak

Ya

Pengamanan Permanen Jaringan

Utilitas

Pengamanan Sementara

Jaringan Utilitas

Pengawasan Instansi Terkait

dan Direksi Pekerjaan

Kerjasama dengan

Instansi Terkait ?

Ya

Pelaksanaan Pemindahan

dan Pengamanan Utilitas Terjadi Kerusakan

/Gangguan?

Selesai Ya

Ya tidak

Pelaksanaan Penanganan

Kerusakan/Gangguan terhadap Utilitas Umum

Koordinasi dengan Instansi Terkait dan Melakukan Sosialisasi

Peraturan Perundang – Undangan Bidang Jalan

Inventarisasi Lokasi Koordinat, Dimensi dan Jenis Utilitas Umum yang

diperkirakan Terkena Dampak

dari Pekerjaan Jalan

Gambar 8.2 Pelaksanaan Rencana Penanganan Kerusakan/Gangguan Utilitas Umum

Pemindahan Jaringan Utilitas

di dalam dan di atas

permukaan tanah

Perlu Pengamanan ?

Apakah Perlu

Pemindahan ?

Perbaikan

sesuai bukti

tidak

Pemberitahuan/pengumuman

kepada konsumen/pengguna

tidak