24
5 BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secaa hiperaktif terhadap stimuli tertentu ( Smeltzer, C . Suzanne, 2001 ). Asma adalah penyakit paru-paru kronis, asma ditandai dengan mengi (wheezing ), batuk dan rasa sesak di dada yang timbul secara episodic atau kronis akibat bronkokonstriksi ( Ganong, MD dan William F, 2008 ). Asma adalah penyakit dengan cirri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan ( Muttaqin, 2008). Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik ( kontraksi spasme pada saluran nafas ). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi ( Somantri Irman, 2008 ). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa asma adalah penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversible, ditandai dengan adanya penyempitan jalan nafas.

BAB II KONSEP DASAR - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/123/jtptunimus-gdl-nurarifing...tenggorokan, batuk, mulut kering, suara parau dan infeksi jamur pada mulut

  • Upload
    ngocong

  • View
    220

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

5

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel

dimana trakea dan bronchi berspon dalam secaa hiperaktif terhadap stimuli

tertentu ( Smeltzer, C . Suzanne, 2001 ).

Asma adalah penyakit paru-paru kronis, asma ditandai dengan

mengi (wheezing ), batuk dan rasa sesak di dada yang timbul secara

episodic atau kronis akibat bronkokonstriksi ( Ganong, MD dan William

F, 2008 ).

Asma adalah penyakit dengan cirri meningkatnya respon trakea

dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya

penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah

secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan ( Muttaqin, 2008).

Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri

bronkospasme periodik ( kontraksi spasme pada saluran nafas ). Asma

merupakan penyakit kompleks yang dapat diakibatkan oleh faktor

biokimia, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi ( Somantri Irman,

2008 ).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa asma

adalah penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat

reversible, ditandai dengan adanya penyempitan jalan nafas.

6

B. Anatomi fisiologi

Gambar 2.1. Anatomi keadaan normal dan asmathic pada bronkial

( sumber : Syaifuddin, 2009 )

Gambar 2.2 Anatomi pernafasan

( Sumber : Syaifuddin, 2009 )

7

Menurut Syaifuddin, (2009) anatomi dan fisiologi pernafasan sistem

pernafasan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Anatomi sistem pernafasan

a. Hidung

Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang

(kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di

dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara,

debu yang masuk ke dalam hidung ( Syaifuddin,2009)

b. Sinus paranasalis

Sinus paranasalis rongga dalam tengkorak yang terletak di dekat

hidung dan mata.terdapat empat sinus yaitu: sinus frontalis,

etmoidalis, sfenoidalis, dan maksilaris ( Brunner and Suddarth,

2001)

c. Faring

Faring atau tenggorok adalah rongga yang menghubungkan antara

hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi dalam

tiga area,yaitu nasofaring,orofaring dan hipofaring ( Brunner and

Suddarth, 2001)

d. Laring

Merupakan unit organ terakhir pada jalan nafas atas. Laring juga

disebut kotak suara karena pita suara terdapat di sini. Terdapat juga

kartilago tiroid yang merupakan kartilago terbesar pada faring

(Syaifuddin,2009)

8

e. Trakea

Trakea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari laring yang

dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan

yang berbentuk seperti kuku kuda. Sebelah dalam diliputi oleh

selaput lender yang berbulu getar yang disebut sel bersilia

(Syaifuddin, 2009 )

f. Bronkus

Bronkus merupakan lanjutan dari trakea terletak pada ketinggian

vertebra torakalis IV dan V. bronkus mempunyai struktur yang

sama dengan trakea dan terletak mengarah ke paru-paru (

Syaifuddin, 2009 ).

2. Fisiologi sistem pernapasan

Bernafas adalah proses keluar masuknya udara ke dalam dan

keluar paru. Proseses bernafas diawali dengan memasukan udara

ke dalam rongga paru untuk kemudian diedarkan ke dalam

sirkulasi serta pengeluaran zat sisa (CO2) dari sirkulasi menuju

keluar tubuh melalui paru.

a. Ventilasi

Ventilasi adalah proses pergerakan udara masuk dan keluar

paru.ventilasi terdiri dari dua tahap yaitu,inspirasi dan ekspirasi

9

b. Difusi gas

Difusi adalah proses ketika terjadi pertukaran oksigen dan

karbon dioksida pada tempat pertemuan udarah – darah.

c. Tranportasi gas

Bagian ketiga dari proses pernapasan adalah transportasi gas (

oksigen dan karbon dioksida ) dari paru menuju ke sirkulasi

tubuh ( Syaifuddin, 2009 ).

C. Etiologi

Menurut Heru Sundaru, (2002) ada beberapa hal yang merupakan

penyebab dari asma bronchial yaitu :

1. Alergen

Allergen merupakan factor pencetus asma yang sering di jumpai pada

penderita asma. Debu rumah, tengau debu rumah, apora jamur, serpih

kulit kucing, anjing dan sebagainya yang dapat menimbulkan serangan

asma pada penderita yang peka.

2. Infeksi saluran pernafasan

Infeksi saluran pernafasan merupakan salah satu pencetus yang paling

sering menimbulkan asma. Bebagai macam virus, seperti virus

influenza sangat sering di jumpai pada penderita yang sedang

mendapat serangan asma.

10

3. Tekanan jiwa

Tekanan jiwa selain dapat mencetuskan asma, juga bisa memperberat

serangan asma yang sudah ada. Selain gejala asma yang timbul harus

segera diobati, penderita asma yang mengalami tekanan jiwa juga

perlu mendapat nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.

4. Olahraga/kegiatan jasmani

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan asma jika

melakukan olahraga yang cukup berat. Penyelidikan menunjukkan

bahwa macam, lama dan beratnya oalhraga menentukan timbulnya

asma.

5. Obat-obatan

Obat-obatan juga dapat mencetuskan serangan asma. Yang tersering

yaitu obat-obat yang termasuk golongan penyekat reseptor-beta atau

lebih popular dengan nama beta blocker.

6. Polusi udara

Pada penderita asma sangat peka terhadap debu, asap yang tidak

terkendali seperti asap yang mengandung hasil pembakaran yang

berupa sulfur dioksida dan oksida fotokemikal.

D. Klasifikasi asma

Menurut Brunner dan Suddarth, (2001) berdasarkan penyebabnya, asthma

bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :

11

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor

pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,

obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap

pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin

atau bisa pernafasan dan emosi.

3. Asthma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik

dari bentuk alergik dan non-alergi

E. Patofisiologi

Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan

oleh satu atau dua lebih dari yang berikut ini yaitu kontrkasi otot-otot yang

mengelilingi bronki yang menyempitkan jalan nafas, pembengkakan

membran yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang

kental. Selain itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukus membesar, sputum

yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan

udara terperangkap di dalam jaringan paru. Antibodi yang dihasilakn ( IgE )

kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap

12

antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan

pelepasan produk sel-sel mast ( disebut mediator ) seperti hisatamin,

bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang beraksi

lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru

memepengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas, menyebabkan

bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus

yang banyak. Pada asma nonalergi ketka ujung saraf pada jalan nafas di

rangsang oleh faktor seperti infeksi, udara dingin, emosi dan polutan,

jumlah asetikolin yang dilepaskan meningkat. Selain itu, reseptor a dan B-

adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor

a-adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi

ketika reseptor B-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara

reseptor a-adrenergik dan B-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik

adenosin monofasfat ( cAMP ). Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan

penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang

dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor beta

mengakibatkan peningkatan cAMP, yang menghambat pelepasan mediator

kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah

bahwa penyekatan B-adrenergik terjadi pada individu dengan asma.

Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiwi

dan kontriksi otot polos ( Smeltzer dan Bare, 2001 )

F. Manifestasi Klinik

13

Menurut Irman Somantri, (2008) gejala asma terdiri dari triad yaitu dispne,

batuk dan mengi ( bengek atau sesak nafas ). Gejala sesak nafas sering

dianggap gejala yang harus ada. Hal tersebut berarti jika penderita

menganggap penyakitnya adalah asma namun tidak mengeluhkan sesak

nafas, maka perawat harus yakin bahwa pasien bukan penderita asma.

Gambaran klinis pasien yang menderita asma :

1. Gambaran obyektif adalah kondisi pasien dalam keadaan :

a. Sesak nafas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing

b. Dapat diserati batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan

c. Bernafas dengan otot-otot nafas tambahan

d. Sianosis, takikardi, gelisah

2. Gambaran suyektif adalah pasien mengeluhkan sesak, sukar bernafas

dan anoreksia

3. Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan

kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya

G. PENATALAKSANAAN

Menurut Brunner dan Bare, (2001) dalam penatalaksanaan medis terdapat

lima pengobatan yang digunakan dalam menobati asma yaitu :

1. Agonis beta

Agonis beta ( agen B-adrenergik ) adalah medikasi awal yang digunakan

dalm mengobati asma karena agen ini medilatasi otot-otot polos

bronkial. Agen adrenergik juga meningkatkan gerakan siliaris,

14

menurunkan mediator kimiawi anafilaktik dan dapat menguatkan efek

bronkodilatasi dan kortikosteroid. Agens adrenergik yang paling umum

digunakan adalah epinefrin, albuterol, metaproterol, isoproterol dan

terbutalin. Obat-obat tersebut biasanya diberikan secara [arenteral atau

melalui inhalasi.

2. Metilsantin

Metilsantin seperti aminofilin dan teofilin, digunakan karena

mempunyai efek bronkodilatasi. Agen ini merileksasikan otot-otot polos

bronkus, meningkatkan gerakan mukus pada jalan nafas, dan

meningkatkan konstraksi diafragma. Aminofilin diberikan secara

intravena, teofilin diberikan secara peroral. Metilsantin tidak digunakan

dalam serangan akut karena awitannya lebih lambat dibanding agonis

beta. Jika obat ini diberikan terlalu cepat akan terjadi takikardi.

3. Antikolinergik

Antikolinergik seperti atropin tidak pernah dalam riwayatnya untuk

pengobatan rutin asma karena efek samping sistemiknya, seperti

kekeringan pada mulut, penglihatan kabur, palpitasi, sering kencing.

Agens ini diberikan secara inhalasi.

4. Kortikosteroid

Obat ini penting dalam pengobatan asma. Medikasi ini mungkin

diberikan secara intravena ( hidrokortison ), secara oral ( prednison,

predhnisolon ), atau melalui inhalasi ( beklometason dexamethason ).

Kortikosteroid yang di hirup mungkin efektif dalam mengobati pasien

15

asma tergantung steroid. Keuntungan urama dalam pemberian ini adalah

mengurangi efek kortikosteroid pada sitem tubuh lainnya. Iritasi

tenggorokan, batuk, mulut kering, suara parau dan infeksi jamur pada

mulut.

5. Inhibilator sel mast

Natrium kromolin, suatu inhibilator sel mast adalah bagian integral dari

pengobatan asma. Medikasi ini di berikan secara inhalasi. Medikasi ini

mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilaktik, dengan demikian

mengakibatkan bronkodilatasi dan penurunan inflamasi jalan nafas

( Brunner and Bare, 2001 ).

H. KOMPLIKASI

Menurut Sundaru dan Sukanto, (2006) ada beberapa komplikasi yang

timbul pada penyakit asma bronchiale, antara lain :

1. Pneumothoraks

2. Pneumodiastinum

3. Atelektasis

4. Asperigilosis bronkopulmoner alergik

5. Gagal nafas

6. Bronkitis

7. Fraktur iga

16

I. PENGKAJIAN FOKUS

1. Pengkajian

Menurut Marilynn E. Doengoes, (1999) pengkajian pada pasien asma

meliputi :

a. Aktivitas/ istirahat

Gejala : keletihan, kelelahan, malaise

Tanda : keletihan, gelisah, insomnia

b. Sirkulasi

Gejala : pembengkakan pada extremitas bawah

Tanda : peningkatan TD, takikardi, pucat

c. Integritas ego

Gejala : peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup

Tanda : ansietas, ketakutan

d. Makanan/cairan

Gejala : mual/muntah, anoreksia, penurunan BB

Tanda : turgor kulit jelek, berkeringat

e. Pernafasan

17

Gejala : nafas pendek, ketidakmampuan bernafas, batuk disertai

sputum

Tanda : fase ekspirasi memanjang, penggunaan otot bantu

pernafasan

f. Keamanan

Gejala : riwayat reaksi alergi, kemerahan, berkeringat

g. Interaksi sosial

Gejala : hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung

Tanda : keterbatasan mobilitas fisik

2. Pemeriksaan penunjang ( Sundaru, 2006 )

a. Pemeriksaan spinometri.

Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian

bronkodilator aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV atau

FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma.

b. Pemeriksan tes kulit.

Untuk menunjukan adanya antibodi IgE hipersensitif yang spesifik

dalam tubuh.

c. Radiologi

Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menyingkirkan adanya

proses patologik diparu atau komplikasi asthma seperti

pneumothorak, pneumomediastinum, atelektosis dan lain – lain.

d. Scanning paru

18

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa

redistribusi uada selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-

paru.

e. Elektrokardiografi

Gambaran elektrografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi

menjadi tiga bagian, disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada

empisema paru yaitu :

1) Perubahan aksis jantug yaitu pada umumnya terjadi right axis

defiasi dan clock wicerotation.

2) Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yaitu terdapatnya

RBB ( right bundle branch block ).

3) Tanda-tanda hipoksemia yaitu terdapatnya sinus takukardi,

SVES dan VES atau terjadiya depresi sekmen ST negatif.

3. Laboratorium.

a. Analisa gas darah.

Hanya di lakukan pada serangan asthma berat karena terdapat

hipoksemia, hyperkapnea, dan asidosis respiratorik

b. Sputum.

Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan Asthma

yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan

transudasi dari adema mukasa, sehingga terlepaslah sekelompok sel

– sel epitel dari perlekatannya. Peawarnaan gram penting untuk

19

melihat adanya bakteri, diikuti kultur dan uji resistensi terhadap

beberapa antibiotic

c. Sel eosinofil

Pada penderita status asthmatikus sel eosinofil dapat mencapai 1000

– 1500 /mm3 baik asthma Intrinsik ataupun extrinsik, sedangkan

hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi

paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan

pengobatan telah tepat.

J. PATHWATS

J. PATHWAY

Faktor pencetus serangan(Faktor intrinsik dan ekstrinsik)

Reaksi antigen dan anti body( IgE )

Peningkatan sel mastPada trakeobronkhial

Pelepasan mediator kimiawi ( histamine,bradikinin, dan anafilatoksin )

Respon dinding bronkus

Edema mukosa

Sumbatan mukus

Obstruksi salurannafas

Bronkospasme

Sesak nafas ( wheezing )

Gangguan Pola nafas

Kekurangan O2( hipoksemia)

Gelisah

Cemas

Hipersekresimukosa

Produksi mucusbertambah

Batuk tidakefektif

Hipoventilasi

Keruasakanpertukaran gas Batuk

berlebihan

Bersihanjalan nafas

tidak efektiv

Bernafasmelalui mulut

Gelisah

Mukosa keringGangguan

20

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi

berlebih

2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan bronkospasme

3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai

oksigen

4. Resiko infeksi berhubungan dengan batuk tidak efektif

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebihan

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai

oksigen

7. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan

8. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang penyakit

L. INTERVENSI KEPERAWATAN

21

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan

dengan sekresi berlebih

Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

jalan nafas efektif

Kriteria hasil : - sesak berkurang

- batuk berkurang

- klien dapat mengeluarkan sputum

- TTV dalam keadaan normal

Intervensi :

a. Kaji status pernafasan setiap 4 jam

Rasional : dengan adanya bronkospasme maka akan timbul bunyi

nafas yang abnormal, frekuensi nadi meningkat, pernafasan cepat

dan dangkal

b. Observasi tanda-tanda vital

Rasional : untuk mengetahui tanda-tanda hipoksia seperti takikardi

c. Berikan posisi yang nyaman dengan posisi semi

fowler

Rasional : dengan posisi kepala lebih tinggi akan memepermudah

fungsi pernafasan

d. Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam

Rasional : meningkatkan status oksigenasi

22

e. Jaga populasi ruangan seminim mungkin

Rasional : populasi ruangan merupakan salah satu pencetus alergi

pernafasan

2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan bronkospasme

Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam pola nafas

kembali efektif

Kriteria hasil : - pola nafas efektif,

- bunyi nafas normal,

- batuk berkurang

Intervensi :

a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada

Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan

berfariasi tergantung derajat gagal nafas.

b. Auskultasi bunyi nafas

Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas

c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi

Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernafasan

23

d. Kolaborasi pemberian oksigen dan humidifikasi tambahan seperti

nebulizer

Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas

3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan

gangguan suplai oksigen

Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

klien dapat mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat

Kriteria hasil : - frekuensi nafas normal

- warna kulit normal

- tidak ada dispenea

Intervensi :

a. Observasi status pernafasan tiap 4 jam

Rasional : untuk mengidentifikasikan indikasi kearah kemajuan

atau penyimpangan dari hasil klien

b. Berikan posisi semi fowler

Rasional : posisi ini memungkinkan expansi paru lebih baik

c. Berikan oksigen melalui nasal kanul 4lt/menit

selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2

Rasional : pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernafasan

d. Kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai indikasi

24

Rasional : pengobatan di berikan untuk mengembalikan kondisi

bronkus seperti kondisi sebelumnya

4. Resiko infeksi berhubungan dengan batuk yang tidak

efektif

Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam

klien tidak mengalami infeksi nosokomial

Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi

-mukosa mulut lembab

- batuk berkurang

Intervensi :

a. Monitor tanda-tanda infeksi tiap 4 jam

Rasional : adanya rubor, tumor, kolor, dolor merupakan tanda-

tanda infeksi

b. Inspeksi dan catat warna, kekentalan dan jumlah

sputum

Rasional : sputum merupakan media berkembangnya kuman

c. Berikan nutrisi yang adekuat

Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan

tubuh

d. Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai indikasi

25

Rasional : antibiotic dapat mencegah masuknya kuman ke dalam

tubuh

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang

berlebihan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola

tidur terpenuhi 6-8jam/hari

Kriteria hasil : -pola tidur 6-8jam /hari

-tidur tidak terbangun lagi karena batuk

Intervensi :

a. Kaji pola tidur setiap hari

Rasional : mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi

b. Beri posisi yang nyaman

Rasional : memudahkan dalam istirahat tidur

c. Rapikan tempat tidur

Rasional : agar pasien dapat tidur nyenyak

e. Berikan lingkungan yang nyaman

Rasional : menciptakan suasana yang tenang

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

aktivitas normal

26

Kriteria hasil : -pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas

-pasien dapat memenuhi ADL secara mandiri

Intervensi :

a. Kaji tingkat kemampuan aktivitas

Rasional : mengetahui tingkat aktivitas pasien

b. Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan

pasien

Rasional : membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan

c. Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi

Rasional : membantu pasien untuk memenuhi ADL secara mandiri

d. Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalam proses

penyembuhan

Rasional : menambah pengetahuan pasien dan keluarga

7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang

penyakitnya

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

kecemasan pasien berkurang

Kriteria hasil : - pasien terlihat tenang,

- cemas berkurang

- expresi wajah tenang.

27

Intervensi :

a. Kaji tingkat kecemasan pasien

Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien

b. Berikan pengetahuan tentang penyakit yang di derita

Rasional : mnambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi

kecemasan

c. Beri support pada pasien untuk mengungkapkan

perasaannya

Rasional : ungkapan perasaan dapat mengurangi kecemasan

d. Ajarkan tehnik nafas dalam pada pasien

Rasional : mengurangi rasa cemas

8. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan

kurangnya informasi tentang penyakit

Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

pengetahuan klien tentang penyakit yang di derita bisa bertambah.

Kriteria hasil : - kecemasan berkurang

- pengetahuan bertambah

- klien paham dengan penyakit yang di derita

Intervensi :

a. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit yang di derita

28

Rasional : untuk mengetahui tingkat pengetahuan dari klien tentang

penyakitnya

b. Jelaskan pada klien tentang penyakit yang di derita

Rasional : mengurangi kecemasan pada klien

c. Ajarkan tehnik cara penggunaan obat inhalasi

Rasional : menambah pengetahuan tentang cara mengatasi penyakit

yang di derita

d. Jelaskan pada klien tentang efek samping dari obat yang di berikan

Rasional : menimbulkan partisipasi pada rencana pengobatan yang di

berikan