12
NAMA: ALMIRA ROSALIE NPM : 1102010015 1. ANATOMI MAKRO DAN MIKRO SALURAN NAFAS ATAS

Pbl Rhinitis Alergi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

.......

Citation preview

NAMA: ALMIRA ROSALIENPM: 1102010015

1. ANATOMI MAKRO DAN MIKRO SALURAN NAFAS ATAS

Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:

Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.

Saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil. Epitel respiratorik, berupa epitel bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet

Rongga hidung

Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior, media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh. Epitel olfaktori, khas pada konka superior.

Sinus paranasalis

Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.

Faring

Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.

Laring

Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.

Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda. epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa epitel respiratori

2. FISIOLOGI PERNAFASAN3. RHINITIS ALERGI3.1 DEFINISI

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet,1986).Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.

3.2 ETIOLOGI

Rinitis alergi dan atopi secara umum disebabkan oleh interaksi dari pasien yang secara genetik memiliki potensi alergi dengan lingkungan. Genetik secara jelas memiliki peran penting. Pada 20 30 % semua populasi dan pada 10 15 % anak semuanya atopi. Apabila kedua orang tua atopi, maka risiko atopi menjadi 4 kali lebih besar atau mencapai 50 %. Peran lingkungan dalam dalam rinitis alergi yaitu alergen, yang terdapat di seluruh lingkungan, terpapar dan merangsang respon imun yang secara genetik telah memiliki kecenderungan alergi. Adapun alergen yang biasa dijumpai berupa alergen inhalan yang masuk bersama udara pernapasan yaitu debu rumah, tungau, kotoran serangga, kutu binatang, jamur, serbuk sari, dan lain-lain.

3.3 KLASIFIKASI

Berdasarkan waktunya, ada 3 golongan rhinitis alergi :

Seasonal allergic rhinitis (SAR), terjadi pada waktu yang sama setiap tahunnya. Seperti musim bunga, banyak serbuk sari beterbangan

Perrenial allergic rhinitis (PAR), terjadi setiap saat dalam setahun, penyebab utama: debu, animal dander, jamur, kecoa

Occupational allergic rhinitis, terkait dengan pekerjaan

3.4 MANIFESTASI KLINIS

3.5 PATOFISIOLOGI

3.6 DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANGDiagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan: 1.7.1. AnamnesisAnamnesis sangat penting karena seringkali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Diagnosis rinitis alergi ditegakkan dari anamnesis dengan adanya trias gejala yaitu beringus (rinorea), bersin dan sumbatan hidung, ditambah gatal hidung. Perlu diperhatikan juga gejala alergi di luar hidung (asma, dermatitis atopi, injeksi konjungtiva, dan lain sebagainya).1.7.2. Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik untuk rinitis alergi berfokus pada hidung, tetapi pemeriksaan wajah, mata, telinga, leher, paru-paru, dan kulit juga penting.a. Wajah- Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungandengan vasodilatasi atau obstruksi hidung- Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melaluisetengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidungkeatas dengan tangan.b. HidungPada pemeriksaan hidung digunakan nasal speculum atau bagi spesialis dapat menggunakan rhinolaringoskopiPada rinoskopi akan tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat, disertai adanya sekret encer yang banyak.Tentukan karakteristik dan kuantitas mukus hidung. Pada rinitis alergi mukus encer dan tipis. Jika kental dan purulen biasanya berhubungan dengan sinusitis. Namun, mukus yang kental, purulen dan berwarna dapat timbul pada rinitis alergi.Periksa septum nasi untuk melihat adanya deviasi atau perforasi septum yang dapat disebabkan oleh rinitis alergi kronis, penyakit granulomatus.Periksa rongga hidung untuk melihat adanya massa seperti polip dan tumor. Polip berupa massa yang berwarna abu-abu dengan tangkai. Dengan dekongestant topikal polip tidak akan menyusut. Sedangkan mukosa hidung akan menyusut.Telinga, mata dan orofaringDengan otoskopi perhatikan adanya retraksi membran timpani, air- fluid level, atau bubbles. Kelainan mobilitas dari membran timpani dapat dilihat dengan menggunakan otoskopi pneumatik. Kelaianan tersebut dapat terjadi pada rinitis alergi yang disertai dengan disfungsi tuba eustachius dan otitis media sekunder.Pada pemeriksaan mataAkan ditemukan injeksi dan pembengkakkan konjungtiva palpebral yang disertai dengan produksi air mata.Leher. Perhatikan adanya limfadenopatiParu-paru. Perhatikan adanya tanda-tanda asmaKulit. Kemungkinaan adanya dermatitis atopi.1.7.3. Pemeriksaan sitologi hidung.Tidak dapat memastikan diagnosis pasti, tetap berguna sebagai pemeriksaanpelengkap. Ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalen. Jika basofil mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.1.7.4. Hitung eosinofil dalam darah tepi.Jumlah eosinofil dapat meningkat atau normal. Begitu juga dengan pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan nilai normal, Kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria.1.7.5. Uji kulit.Uji kulit alergen penyebab dapat dicari secara invivo. Ada beberapa cara, yaituuji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET), uji cukit (Prick Test), dan uji gores (Scratch Test). Kedalaman kulit yang dicapai pada kedua uji kulit (uji cukit dan uji gores) sama. SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekaannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab, juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui.1.7.6. Tes penunjang lainnyaYng lebih bermakna namun tidak selalu dikerjakan adalah tes IgE spesifikdengan RAST (Radio Immunosorbent test) atau ELISA (Enzyme linked immuno assay). IgE total > 200 IgE RAST untuk alergen alergen dengan tingkat skor 1+ s/d 4+3.7 TATALAKSANA1. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya.2. Medikamentosa Antihistamin, dianjurkan AH-1 karen a bekerja secara inhibitorkompetitif pada reseptor H-1 sl target. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa, dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau topikal. Preparat kortikosteroid, diberikan bila respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan pengobatan sebelumnya. Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromide, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor.3. OperatifTidakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau triklor asetat.4. ImunoterapiCara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari adalah pembentukan IgGbocking antibody dan penurunan IgE. Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal dan sub-lingual.3.8 KOMPLIKASIKomplikasi rhinitis alergi yang sering adalah :1. Polip hidungAlergi hidung merupakan salah satu faktor penyebab terbentuknyapoliphidung dan kekambuhan polip hidung.2. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak.3. Sinusitis Paranasal.3.9 PROGNOSISPrognosis penderita rhinitis alergi pada umumnya baik. Penyakit rinitis alergi ini secara menyeluruh berkurang dengan bertambahnya usia, tetapi kemungkinan menderita asma bronkial meningkat. Remisi spontan dapat terjadi sebanyak 15-25% selama jangka waktu 5-7 tahun, remisi untuk rinitis alergi musiman/ intermiten lebih besar frekuensinya dibandingkan dengan rinitis alergi perennial/ persisten.33.10 DIAGNOSIS BANDING1. Rinitis non alergi2. Rinitis infeksiosa3. Common cold