41
Hubungan Rendahnya Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat dengan Peningkatan Angka Kejadian Diare David Andrean Natanael / 102011285 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna utara no.6 Jakarta Barat [email protected] Skenario Dokter K di Puskesmas K pada bulan Juni lalu mendiagnosis sekitar 50 orang penderita diare akut. Angka kejadian ini cukup tinggi dibandingkan bulan Mei lalu. Sebagian besar adalah balita. Tingkat kepadatan penduduknya rendah. Sumber air minum menggunakan air PAM. Dokter K ingin meneliti apakah penyebab dari tinginya angka kejadian diare di daerah ini dari pengetahuan dan perilaku masyarakat. Pendahuluan Diare adalah salah satu topik kesehatan yang sering diteliti. Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan kematian. Data terakhir dari Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa diare menjadi penyakit pembunuh kedua bayi di bawah lima tahun (balita) di Indonesia setelah radang paru atau pneumonia. Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare 1

PBL Blok 26 Diare David

Embed Size (px)

DESCRIPTION

untuk IKK-IKM

Citation preview

Page 1: PBL Blok 26 Diare David

Hubungan Rendahnya Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat

dengan Peningkatan Angka Kejadian Diare

David Andrean Natanael / 102011285

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna utara no.6 Jakarta Barat

[email protected]

Skenario

Dokter K di Puskesmas K pada bulan Juni lalu mendiagnosis sekitar 50 orang penderita diare

akut. Angka kejadian ini cukup tinggi dibandingkan bulan Mei lalu. Sebagian besar adalah

balita. Tingkat kepadatan penduduknya rendah. Sumber air minum menggunakan air PAM.

Dokter K ingin meneliti apakah penyebab dari tinginya angka kejadian diare di daerah ini dari

pengetahuan dan perilaku masyarakat.

Pendahuluan

Diare adalah salah satu topik kesehatan yang sering diteliti. Sampai saat ini penyakit

diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Penyakit diare

sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih lanjut akan menyebabkan dehidrasi

yang mengakibatkan kematian. Data terakhir dari Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa

diare menjadi penyakit pembunuh kedua bayi di bawah lima tahun (balita) di Indonesia setelah

radang paru atau pneumonia. Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya

penyakit diare pada bayi dan balita di Indonesia. Salah satu faktor risiko yang sering diteliti

adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi, jamban, saluran

pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakterologis air, dan kondisi rumah. Data terakhir

menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk menyebabkan 300 kasus diare per 1000

penduduk. Sanitasi yang buruk dituding sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri

E.coli dalam air bersih yang dikonsumsi masyarakat. Bakteri E.coli mengindikasikan adanya

pencemaran tinja manusia. Kontaminasi bakteri E.coli terjadi pada air tanah yang banyak

disedot penduduk di perkotaan, dan sungai yang menjadi sumber air baku di PDAM pun

tercemar bakteri ini. Hasil penelitian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD)

propinsi DKI Jakarta menunjukkan 80% sampel air tanah dari 75 kelurahan memiliki kadar

E.coli dan fecal coli melebihi ambang batas .

1

Page 2: PBL Blok 26 Diare David

Pembahasan

Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasaYunani yaitu “diarroi”

yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu

frekuen.1 Menurut Hippocrates definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari

frekuensi dan kepadatan tinja. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare

adalah bila tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut WHO diare adalah berak

cair lebih dari tiga kali dalam 24 jam, dan lebih menitikberatkan pada konsistensi tinja dari pada

menghitung frekuensi berak. Ibu-ibu biasanya sudah tahu kapan anaknya menderita diare,

mereka biasanya mengatakan bahwa berak anaknya encer atau cair. Menurut Direktur Jenderal

PPM dam PLP, diare adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa

air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari).

Diare adalah buang air besar (defekasi) yang mengalami perubahan pada konsistensi dan

atau frekuensi. Perubahan konsistensi yang dimaksud adalah peningkatan kandungan air dalam

feses, yaitu lebih dari 10 ml/kgBB/hari (pada anak) atau lebih dari 200 ml/hari (pada dewasa).

Perubahan frekuensi yang dimaksud adalah lebih dari tiga kali sehari. Pada bayi yang masih

mendapat ASI tidak jarang frekuensi defekasinya lebih dari 3-4 kali sehari. keadaan ini tidak

dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis atau normal.1,2

Berdasarkan batasan waktu, diare diklasifikasikan menjadi tiga, sebagai berikut.1

(1) diare akut, berlangsung kurang dari 14 hari, frekuensi bisa 3 kali atau lebih sehari.

(2) diare persisten, yaitu diare akut yang melanjut menjadi lebih dari 14 hari hingga 30 hari, dan

(3) diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 30 hari, bisa dengan kurang energi

protein (KEP) berat dan diare dengan penyakit penyerta.

Untuk diare yang berlangsung lebih dari beberapa hari atau diare dengan dehidrasi perlu

dilakukan pemeriksaan penunjang seperti dibawah ini.

1. Pameriksaan darah tepi: kadar hemoglobin, hematokrit, hitung leukosit, hitung diferensial

leukosit. Penting untuk mengetahui berat ringannya hemokonsentrasi darah, dan respon

leukosit. Contohnya pada diare karena Salmonella dapat terjadi neutropenia. Pada diare

karena kuman yang bersifat invasif dapat terjadi shift to the left leukosit.

2. Elektrolit darah untuk mengobservasi dampak diare terhadap kadar elektrolit darah.

3. Ureum dan kreatinin untuk memonitor adanya gagal ginjal akut.

4. Pemeriksaan tinja untuk mencari penyebab diare. Pada infeksi bakteri, ditemukan leukosit

pada tinja. Pada infeksi oleh organisme enteroinvasif, leukosit feses yang ditemukan

umumnya berupa neutrofil. Dapat pula ditemukan telur cacing maupun parasit dewasa. Dapat

dilakukan pengukuran toksin Closstridium difficile pada pasien yang telah mendapatkan

2

Page 3: PBL Blok 26 Diare David

terapi antibiotik dalam jangka waktu tiga bulan terakhir. Tinja dengan pH ≤ 5,5 menunjukkan

ada intoleransi karbohidrat yang umumnya terjadi sekunder karena infeksi virus. Netrofil

tidak ditemukan tidak mengeliminasi kemungkinan infeksi enteroinvasif, tapi ditemukannya

neutrofil feses mengeliminasi kemungkinan infeksi organisme enterotoksin dan virus.

5. Apabila ditemukan leukosit pada feses, lakukan kultur feses untuk menentukan apakah

penyebab diare adalah Salmonella, Shigella, Campylobacter, atau Yersenia.

6. Pemeriksaan serologis untuk mencari amoeba.

7. Foto roentgen abdomen. Untuk melihat morfologi usus yang dapat membantu diagnosis.

8. Rektoskopi, sigmoideoskopi, dapat dipertimbangkan pada pasien dengan diare berdarah,

pasien diare akut persisten. Pada pasien AIDS, kolonoskopi dipertimbangkan karena ada

kemungkinan diare disebabkan oleh infeksi atau limfoma di area kolon kanan. Biopsy

mukosa sebaiknya dilakukan bila dalam pemeriksaan tampak inflamasi berat pada mukosa.

9. Biopsi usus. Dilakukan pada diare kronik, atau untuk mencari etiologi diare pada AIDS.

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada diare akut adalah dehidrasi (dengan

berbagai derajat dari ringan hingga berat/ syok), asidosis metabolik, hipokalemia, hiponatermia,

dan hipoglikemia. Mencegah dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan

lebih banyak cairan (minum). Macam cairan yang diberikan tergantung pada kebiasaan

setempat dalam mengobati diare, tersedianya cairan sari makanan yang cocok, jangkauan

pelayanan kesehatan, dan tersedianya oralit.1

Di Indonesia penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

yang utama, dimana insidens diare pada tahun 2000 yaitu sebesar 301 per 1000 penduduk,

secara proporsional 55 % dari kejadian diare terjadi pada golongan balita dengan episode diare

balita sebesar 1,0 – 1,5 kali per tahun. Beberapa hasil survei mendapatkan bahwa 76 % kematian

diare terjadi pada balita, 15,5 % kematian bayi dan 26,4 % kematian pada balita disebabkan

karena penyakit diare murni. Menurut hasil survei rumah tangga pada tahun 1995 didapatkan

bahwa setiap tahun terdapat 112.000 kematian pada semua golongan umur, pada balita terjadi

kematian 2,5 per 1000 balita. Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2002

mendapatkan prevalensi diare balita di perkotaan sebesar 3,3 % dan di pedesaan sebesar 3,2 %,

dengan angka kematian diare balita sebesar 23/ 100.000 penduduk pada laki-laki dan

24/100.000 penduduk pada perempuan, dari data tersebut kita dapat mengukur berapa kerugian

yang ditimbulkan apabila pencegahan diare tidak dilakukan dengan semaksimal mungkin

dengan mengantisipasi faktor risiko apa yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita.1

Faktor risiko yang sangat berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita yaitu status

kesehatan lingkungan (penggunaan sarana air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah,

3

Page 4: PBL Blok 26 Diare David

pembuangan air limbah) dan perilaku hidup sehat dalam keluarga. Sedangkan secara klinis

penyebab diare dapat dikelompokkan dalam enam kelompok besar yaitu infeksi (yang meliputi

infeksi bakteri, virus dan parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan (keracunan bahan-bahan

kimia, keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi baik jazad renik, ikan, buah-

buahan, sayur-sayuran, algae dll), imunisasi, defisiensi dan sebab-sebab lain.1

Upaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit diare, terutama diare pada balita

sudah dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik melalui program proyek desa

tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai saat ini belum mencapai tujuan yang

diharapkan, karena kejadian penyakit diare masih belum menurun. Apabila diare pada balita ini

tidak ditangani secara maksimal dari berbagai sektor dan bukan hanya tanggung jawab

pemerintah saja tetapi masyarakatpun diharapkan dapat ikut serta menanggulangi dan mencegah

terjadinya diare pada balita ini, karena apabila hal itu tidak dilaksanakan maka dapat

menimbulkan kerugian baik itu kehilangan biaya untuk pengobatan yang cukup besar ataupun

dapat pula menimbulkan kematian pada balita yang terkena diare.1

Berhubungan dengan perincian diatas telah diperoleh data-data di Desa K, yaitu pada

bulan Juni lalu Puskesmas K mendapatkan sekitar 50 orang penderita diare akut. Angka

kejadian ini cukup tinggi dibandingkan dengan bulan Mei lalu, dan hal ini menujukkan

peningkatan kejadian diare di desa K. Sebagian besar penderita diare akut ini adalah balita.

Selain itu juga diketahui tentang tingkat pendidikan penduduknya yang rendah serta Sumber air

minum di desa K menggunakan air PAM.

Untuk menggetahui apakah penyebab dari peningkatan kejadian diare di desa K ini,

maka dilakukan penelitian ini. Berdasarkan rumusan masalah diatas kami akan mencari faktor

resiko apa saja yang mempengaruhi terjadinya penyakit diare terutama balita di desa K. Apakah

tingginya angka kejadian diare di desa K berhubungan atau disebabkan dengan pengetahuan dan

perilaku masyarakat di desa K yang rendah, atau tidak.

Pertanyaan dan hipotesis skenario

Pertanyaannya adalah :

Apakah terdapat hubungan antara rendahnya pengetahuan dan perilaku masyarakat di desa K

dengan peningkatan angka kejadian diare pada balita di desa K ?

Hipotesis yang ingin diuji adalah :

Peningkatan angka kejadian diare pada balita di desa K disebabkan karena rendahnya

pengetahuan dan perilaku masyarakat di desa K.

4

Page 5: PBL Blok 26 Diare David

Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa

sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan

penelitian. Dalam pengertian yang lebih luas sedain penelitian mencakup pelbagai hal yang

dilakukan peneliti, mulai dari identifikasi masalah, rumusan hipotesis, operasionalisasi

hipotesis, cara pengumpulan data, dan akhirnya analisis data. Dalam pengertian sempit desain

penelitian mengaacu pada jenis penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian;

karena itu desain berguna sebagai pedoman untuk mencapai tujuan penelitian.2

Terdapat beberapa hal penting yang perlu dikaji sebelum jenis desain ditentukan.

Klasifikasi jenis penelitian yang sangat sering dikemukakan adalah klasifikasi desain penelitian

kedokteran / kesehatan berdasarkan pada ada atau tidaknya analisis hubungan antar-variabel,

yaitu penelitian deskriptif dan penelitian analitik. Penelitian deskriptif, peneliti hanya

melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan. Hasil pengukuran disajikan apa

adanya, tidak dilakukan analisis mengapa fenomena terjadi dan tidak diperlukan hipotesis.

Sedangkan penelitian analitik peneliti berupaya mencari hubungan antara variabel yang stau

dengan variabel lainnya. Penelitian analitik observasional umumnya dibagi menjadi 3 jenis,

yaitu studi cross-sectional, studi kasus-kontrol, dan studi kohort. Ada juga yang disebut dengan

penelitian eksperimental, peneliti melakukan manipulasi terhadap satu atau lebih variabel

penelitian dan kemudian mempelajari efek perlakuan tersebut.

Studi Kasus-kontrol/penelitian kasus-kontrol

Penelitian kasus-kontrol, merupakan penelitian epidemiologis analitik observasional

yang menelaah hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan resiko

tertentu. Desain penelitian kasus-kontrol dapat dipergunakan untuk menilai berapa besarkah

peran faktor resiko dalam kejadian penyakit (cause-effect relationship).2

Pada studi kasus kontrol, penelitian dimulai dengan identifikasi pasien dengan efek atau

penyakit tertentu (yang disebut sebagai kasus) dan kelompok tanpa efek (disebut kontrol);

kemudian secara retrospektif ditelusuri faktor risiko yang dapat menerangkan mengapa kasus

terkena efek, sedangkan kontrol tidak.2

Pada studi kasus-kontrol sekelompok kasus (yakni pasien yang menderita efek atau

penyakit yang sedang diteliti) dibandingkan dengan kelompok kontrol (mereka yang tidak

menderita penyakit atau efek). Dalam studi ini ingin diketahui apakah suatu faktor resiko

tertentu benar berpengaruh terhadap terjadinya efek yang diteliti dengan membandingkan

kekerapan pajanan faktor risiko tersebut pada kelompok kasus dengan kekerapan pajanan pada

5

Page 6: PBL Blok 26 Diare David

kelompok kontrol.2 Studi kasus-kontrol sering digunakan karena dibanding dengan studi kohort

ia lebih murah, lebih cepat memberi hasil, dan tidak memerlukan jumlah subyek yang banyak.

Pembahasan skenario

Pada penelitian kasus peningkatan angka kejadian diare di desa K akan menggunakan

studi kasus-kontrol. Studi kasus-kontrol dipilih sebagai desain penelitian ini karena, dalam

penelitian ini kita hanya akan melakukan pengamatan terhadap variabel-variabel penelitian

termasuk faktor penelitiannya dan membandingkan kelompok kasus dengan kelompok kontrol

sehingga dapat menjawab hipotesis yang telah dibuat. Serta mengetahui faktor-faktor resiko

yang menjadi penyebab peningkatan angka kejadian diare di desa K.

Jadi pada penelitian yang akan dilakukan di desa K, sekelompok kasus yaitu pasien

(dalam hal ini balita) yang bertempat tinggak di desa K serta didiagnosa oleh dokter di

puskesmas K yakni menderita diare pada bulan Mei dan Juni, dibandingkan dengan kelompok

kontrol yaitu balita yang tinggak di desa K dan tidak menderita diare pada bulan Mei dan Juni.

Dengan studi ini ingin diketahui apakah faktor lingkungan dan rendahnya pendidikan

(kurangnya pengetahuan) masyarakat desa K benar berpengaruh terhadap terjadinya

peningkatan angka kejadian diare di desa K dengan membandingkan pajanan resiko tersebut

pada kelompok kasus dengan kekerapan pajanan pada kelompok kontrol.

Subyek Penelitian

Menentukan kriteria pemilihan

Untuk menentukan subyek penelitian, sebelumnya harus menentukan kriteria pemilihan terlebih

dahulu. Kriteria pemilihan membatasi karakteristik populasi-terjangkau yang telah memenuhi

syarat untuk uji klinis. Kriteria pemilihan pada uji klinis juga terdiri atas:

Kriteria inklusi (kriteria penerimaan) karakteristik umum subyek penelitian pada populasi

target dan pada populasi terjangkau. Penelitian harus berhati-hati agar kriteria tersebut

relevan dengan masalah penelitian.

Kriteria eksklusi (kriteria penolakan) sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi

harus dikeluarkan dari studi klinis karena berbagai sebab antara lain:

1. Terdapat keadaan atau penyakit lain yang dapat mengganggu pengukuran atau

interpretasi.

2. Terdapat keadaan yang mengganggu kemampulaksanaan, seperti pasien yang tidak

mempunyai tempat tinggal tetap, hingga dapat dipastikan akan sulit ditindaklanjuti.

3. Hambatan etis

4. Subyek menolak berpartisipasi.

6

Page 7: PBL Blok 26 Diare David

Menentukan subyek penelitian pada studi kasus-kontrol

Kasus

Cara yang terbaik untuk memilih kasus adalah dengan mengambil secara acak subyek populasi

yang menderita efek.

Kontrol

Pemilihan kontrol memberi masalah yang lebih besar daripada pemilihan kasus, oleh karena

kontrol semata-mata ditentukan oleh peneliti, sehingga sangat terancam bias. Kontrol harus

berasal dari populasi yang sama dengan kasus, agar mempunyai kesempatan yang sama untuk

terpajan oleh faktor resiko yang diteliti. Ada beberapa cara untuk memilih kontrol yang baik :

Memilih kasus dan kontrol dari populasi yang sama.

Misalnya kasus adalah semua pasien dalam populasi tertentu sedankan kontrol diambil

secara acar dari populasi sisanya.

Matching

Memilih kontrol dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua variabel yang

mungkin berperan sebagai faktor resiko kecuali variabel yang diteliti.

Memilih lebih dari satu kelompok

Karena sukar mencari kontor yang benar-benar sebanding maka dapat dipilih lebih dari satu

kelompok kontrol.

1. Populasi

Yang dimaksudkan dengan populasi dalam penelitian adalah sejumlah besar subyek yang

mempunyai karakteristik tertentu. Populasi penelitian dapat dibagi menjadi dua, yakni :

Populasi Target

Populasi yang merupakan sasaran akhir penerapan hasil penelitian. Populasi target

bersifat umum, yang pada penelitian klinis biasanya ditandai dengan karakteristik

demografis (misalnya kelompok usia, jenis kelamin) dan karakteristik klinis (misalnya

sehat, atau penyakit tertentu).

Populasi Terjangkau

Populasi Terjangkau (accessible population) disebut pula populasi sumber (source

population) adalah bagian populasi target yang dapat dijangkau oleh peneliti. Dengan

kata lain populasi terjangkau adalah bagian populasi target yang dibatasi oleh tempat

dan waktu. Dari populasi terjangkau ini dipilih sampel, yang terdiri atas subyek yang

7

Page 8: PBL Blok 26 Diare David

akan langsung diteliti. Dalam praktik pembuatan usulan penelitian, populasi yang

dimaksud biasanya ialah populasi terjangkau, kecuali disebutkan lain.

Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah semua anak balita yang tinggal di desa K pada bulan Mei dan

Juni. Populasi kasus adalah semua anak balita berumur 1-4 tahun yang bertempat tinggal di

desa K serta didiagnosis menderita diare oleh dokter di puskesmas K pada bulan Mei dan

Juni. Populasi kontrol adalah semua anak balita berumur 1-4 tahun yang tidak menderita

diare pada bulan Mei dan Juni dan tinggal di desa K.

2. Sampel

Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga

dianggap depat mewakili populasinya.

Cara pemilihan sampel dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :

a. Berdasarkan peluang (probability sampling)

Prinsip pada probability sampling adalah bahwa tiap subyek dalam populasi (terjangkau)

mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih atau untuk tidak terpilih sebagai

sampel penelitian. Terdapat banyak sekali jenis probability sampling, antara lain yang

terbanyak digunakan dalam penelitian klinis dan kesehatan masyarakat adalah

Simple random sampling

Pada simple random sampling kita hitung terlebih dahulu jumlah subyek sampel

penelitian. Setiap subyek diberi bernomor, dan dipilih sebagian dari mereka dengan

bantuan tabel angka random. Pemilihan subyek secara acak saat ini dipermudah

dengan tersedianya program komputer.

Systematic sampling

Pada sampling sistematik ditentukan bahwa dari seluruh subyek yang dapat dipilih,

setiap subyek nomor kesekian dipilih sebagai sampel.

Stratified random sampling

Dalam penelitian tidak jarang ditemukan keadaan tertentu, sehingga setiap

kelompok(kita sebut strata) memberikan nilai yang jelas berbeda.

Cluster sampling

Sampel dipilih secara acak pada kelompok individu dalal populasi yang terjadi

secara alamiah, misal wilayah (kodya,kecamatan, kelurahan, dst). Cara ini sangat

efesien bila populasi tersebar luas sehingga tidak mungkin membuat daftar seluruh

8

Page 9: PBL Blok 26 Diare David

populasi tersebut. Pada kondisi ini maka pemilihan dengan simple random sampling

sangat sulit atau bahkan tidka mungkin dilakukan.

b. Tidak berdasarkan peluang (non-probability sampling)

Merupakan cara pemilihan sampel yang lebih praktis, sering digunakan karena mudah

dilakukan. Kesahihan sampel ini terletak pada berapa benar karakteristik sampel yang

dipilih dengan cara lain akan menyerupai karakteristik sampel. Ada 3 jenis non-

probability sampling yang paling sering digunakan yaitu :

Consecutive sampling

Semua subyek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan

dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.

Consecutive sampling ini merupakan jenis non-probability sanpling yang paling

baik, dan seringkali merupakan cara yyang termudah. Faktanya sebagian besar

penelitian klinis (termasuk uji klinis) pemilihan subyeknya dilakukan dengan

tekhnik ini.

Convenient sampling

Cara ini meurpakan cara termudah untuk menarik sampel, namun juga sekaligus

merupakan cara yang paling lemah. Pada cara ini sampel diambil tanpa sistematika

tertentu, sehingga jarang dapat dianggap dapat mewakili populasi terjangkau, apalagi

populasi target penelitian.

Judgmental smapling atau purposive sampling

Peneliti memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subyektif dan praktis,

bahwa responden tersebut dapat memberikan informasi yang memadai untuk

menjawab pertanyaan penelitian.

Pembahasan skenario

Sampel penelitian : sampel penelitian kita ambil dari populasi yang telah ditentukan. Kita

gunakan pemilihan sampel dengan cara Consecutive sampling. Jadi semua balita yang datang

secara berurutan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah

subyek yang diperlukan terpenuhi. Misalnya sampel penelitian yang kita perlukan totalnya 50,

25 untuk sampel kasus dan 25 sampel kontrol. Untuk 25 sampel kasus kita pilih dari semua

balita yang datang ke puskesmas K, didiagnosis oleh dokter menderita diare pada bulan Mei dan

Juni, serta bertempat tinggal di desa K. Sedangkan untuk 25 sampel kasus kontrol kita pilih dari

semua balita sehat pada bulan Mei dan Juni serta bertempat tinggal di desa K.

9

Page 10: PBL Blok 26 Diare David

Variabel penelitian

Variabel adalah karakteristik suatu subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke

subyek lain. Variabel dibagi menjadi 3 jenis yaitu variabel bebas, variabel tergantung dan

variabel perancu. Variabel bebas adalah variabel yang apabila ia berubah mengakibat

perubahan pada variabel lain. Variabel bebas sering disebut dengan banyak nama lain seperti

variabel independen, predictor, risiko, determinan, atau kausa. Sedangkan variabel tergantung

adalah variabel yang berubah akibat perubahan variabel bebas. Variabel tergantung disebut juga

dengan nama lain yaitu variabel dependen, efek, hasil, outcome, respons, atau event. Variabel

perancu (confounding variable) adalah jenis variabel yang berhubungan dengan variabel bebas

dan variabel tergantung, tetapi bukan variabel antara. Keberadaan variabel perancu amat

memerngaruhi validitas penelitian. Identifikasi variabel perancu ini amat penting karena apabila

tidak, ia dapat membawa kita pada simpulan yang salah.

Semua variabek yang diteliti harus diidentifikasi, variabel apa saja yang termasuk

variabel bebas, variabel tergantung, dan perancu (confounding). Diagram dalam kerangka

konseptual dapat sangat membantu dalam identifikasi variabel ini. Skala variabel juga perlu

disebutkan, mengingat perbedaan skala variabel akan menyebabkan perbedaan uji hipotesis

yang digunakan. Perlu diingatkan bahwa bergantung pada konteksnya dalam penelitian, suatu

jenis variabel dapat berupa variabel bebas, tergantung, atau perancu. Misalnya tekanan darah

berfungsi sebagai variabel bebas untuk penyebab kematian pada golongan manula, sebagai

variabel tergantung untuk pengaruh derajat konsumsi garam, sebagai variabel perancu dalam

studi tentang kematian akibat diabetes. Identifikasi variabel adalah hal yang amat penting dan

menyangkut seluruh bagian penelitian, teurtama dalam manajemen serta analisis data

penelitian.2 Jenis-jenis skala variabel akan dijelaskan pada bahasan tentang alat ukur.

Pembahasan skenario

Mendefinisikan variabel penelitian menurut studi kasus-kontrol pada penelitian yang akan

dilakukan berupa :

1. Faktor resiko

Intensitas pajanan faktor resiko dapat dinilai dengan cara mengukur dosis, frekuensi, atau

lamanya pajanan. Ukuran pajanan terhadap faktor resiko yang berhubungan dengan

frekuensi dapat bersifat :

Dikotom, yaitu apabila hanya terdapat 2 kategori

Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari 2 tingkat, misal tidak pernah, kadang-kadang

atau sering terpajan.

10

Page 11: PBL Blok 26 Diare David

Kontinu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik, misalnya umur dalam tahun.

Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa :

Lamanya pajanan dan apakah pajanan itu berlangsung terus menerus

Saat mendapat pajanan pertama

Bilakah terjadi pajanan terakhir.

2. Efek atau outcome

Merupakan hal yang sentral, maka diagnosis atau penentuan efek harus mendapat perhatian

utama. Untuk penyakit atau kelainan dasar yang diagnosisnya mudah.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

Umur balita :

Semakin muda umur balita semakin besar kemungkinan terkena diare, karena semakin

muda umur balita keadaan integritas mukosa usus masih belum baik, sehingga daya

tahan tubuh masih belum sempurna.

Kejadian diare terbanyak menyerang anak usia 7 – 24 bulan, hal ini terjadi karena :

o Bayi usia 7 bulan ini mendapat makanan tambahan diluar ASI dimana risiko ikut

sertanya kuman pada makanan tambahan adalah tinggi (terutama jika sterilisasinya

kurang).

o Produksi ASI mulai berkurang, yang berarti juga anti bodi yang masuk bersama

ASI berkurang.

Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai membentuk sendiri anti bodi dalam jumlah

cukup (untuk defence mekanisme), sehingga serangan virus berkurang.

Status gizi balita

Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering terjadi. Semakin buruk

keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare yang diderita. Diduga bahwa mukosa

penderita malnutrisi sangat peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang.

Status gizi ini sangat dipengaruhi oleh kemiskinan, ketidak tahuan dan penyakit. Begitu

pula rangkaian antara pendapatan, biaya pemeliharaan kesehatan dan penyakit, keadaan

sosio ekonomi yang kurang, hygiene sanitasi yang jelek, kepadatan penduduk rumah,

pendidikan tentang pengertian penyakit, cara penanggulangan penyakit serta

pemeliharaan kesehatan

Faktor Lingkungan

Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana sebagian

besar penularan melalui faecal oral yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana

11

Page 12: PBL Blok 26 Diare David

air bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan serta perilaku hidup

sehat dari keluarga

Oleh karena itu dalam usaha mencegah timbulnya diare yaitu dengan melalui

penyediaan fasilitas jamban keluarga yang disertai dengan penyediaan air yang cukup,

baik kuantitas maupun kualitasnya. Upaya tersebut harus diikuti dengan peningkatan

pengetahuan dan sosial ekonomi masyarakat, karena tingkat pendidikan dan ekonomi

seseorang dapat berpengaruh pada upaya perbaikan lingkungan.

Faktor sosial-ekonomi

Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare.

Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang

rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi

persyaratan kesehatan.

Faktor makanan dan minuman

Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak

dimasak dapat juga terjadi sewaktu mandi dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran

dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian

dimasukkan ke mulut dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan

dapur.

Bakteri yang terdapat pada saluran cerna:

Bakteri : Etamuba coli, salmonella, sigella

Virus : Enterovirus, rota virus

Parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris) Jamur (Candida albikan).

Faktor terhadap Laktosa (Susu kaleng)

Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang

tidak diberi ASI resiko untuk menderita diarelebih besar dari pada bayi yang diberi ASI

penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol

susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan

diare. Dalam ASI mangandung antibodi yang dapat melindungi kita terhadap berbagai

kuman penyebab diare seperti Sigella dan V. Cholerae.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah :

Kejadian penyakit diare pada balita

Alat ukur penelitian

12

Page 13: PBL Blok 26 Diare David

Yang dimaksud dengan pengukuran dalam penelitian ilmiah adalah observasi fenomena

dengan maksud agar fenomena tersebut dapat dianalisis mnenurut aturan tertentu. Hasil analisis

tersebut memberikan informasi baru tentang obyek yang diukur. Konsep pengukuran serta alat

ukur dalam penelitian mempunyai makna yang luas, bukan hanya pengukuran sehari-hari yang

biasanya berkonotasi kuantitatif, misalnya pengukuran tekanan darah, berat badan dll,

melainkan termasuk juga pengukuran kualitatif. Dalam konsep ini maka anamnesis dan

pemeriksaan jasmani dalam penelitian klinis, kuesioner dalam studi epidemiologis, serta semua

jenis pemeriksaan penunjangan, baik yang berdimensi kuantitatif, semi-kuantitatif, maupun

kualitatif, termasuk dalam pengertian pengukuran.

Peran pengukuran dalam penelitian sangat menentukan, karena dasar semua hasil

penelitian adalah data yang diperoleh dengan cara pengukuran.

Skala Pengukuran dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :

Skala kategorikal :

o Skala nominal, hanya merupakan nama atau label variabel, dan tidak mengandung

informasi peringkat. Skala nominal yang mempunyai 2 nilai disebut dikotom atau

binomial misal sembuh-tidak sembuh, sedangkan yang mempunyai lebih dari 2 nilai

disebut politokom, misal agama: Islam, Hindu, Kristen, Katolik.

o Skala ordinal, terdapat informasi peringkat, tetapo jarak antara dua peringkatnya tidak

dapat dikuantifikasi.

Skala numerik, terdapat informasi peringkat kuantitatif yang lengkap dan dapat diukur.

o Skala interval, yakni skala numerik yang tidak mempunyai nilai 0 alami(misalnya suhu

0º celcius tidak sama dengan 0º Fahrenheit.

o Skala rasio, yang mempunyai nilai ) alami (misalnya berat badan, kadar kolesterol)

Secara singkat akan dijelaskan melalui tabel berikut.

Tabel 1. Karakteristik skala variabel.2

Skala variabel

Sifat Contoh Statistik yang lazim

KategorikalNominal Bukan peringkat Golongan darah,

jenis kelamin, agama, suku

Jumlah, rate, resiko relatif, x2 , uji Fischer

Ordinal Peringkat dengan interval yang tidak dapat diukur

Derajat penyakit, status sosial-ekonomi

Sama dnegan nominal, median, uji parametrik

NumerikInterval Peringkat yang interval

yang dapat diukur, namun tidak mempunyai

Suhu tubuh, koefisien inteligensi

Sama dengan ordinal, ditambah mean, simpang baku, uji-t, anova, regresi-

13

Page 14: PBL Blok 26 Diare David

titik 0 alamiah korelasiRasio Sama dengan skala

interval, mempunyai titik 0 alamiah

Penghasilan, berat badan, kadar ureum

Sama dengan skala interval

Variasi pengukuran mencakup variabilitas pada instrumen yang dipakai untuk melakukan

pengukuran maupun pada pemeriksa atau orang yang melaksanakan pengukuran.

Tabel 2. Sumber variasi dalam pengukuran.2

Sumber KeteranganVariasi pengukuran

Instrumen Alat dan cara pengukuran Pemeriksa Orang yang mengukur

Variasi biologisPada satu subyek Perubahan variabel karena waktu dan keadaanAntar subyek Perbedaan biologis dari satu subyek ke subyek

lainnya

Melakukan pengukuran pada studi kasus-kontrol

Pengukuran variabel efek dan faktor resiko merupakan hal yang sentral pada studi kasus-

kontrol. Pengukuran faktor resiko atau pajanan yang terjadi pada wkatu lampau juga sering

menimbulkan kesulitan. Kadang tersedia data obyektif, misla rekam medis, kumpulan preparat

hasil pemeriksaan patologik-anatomik, hasil laboratorium, atau pelbagai jenis hasil pencritaan.

Namun lebih sering penentuan pakanan pada masa lalu dilakukan semata-mata dengan

anamnesis atau wawancara dengan responden, jadi hanya dengan mengandalkan daya ingat

responeden, yang mungkin dipengaruhi oleh statusnya (menggalami outcome atau tidak). Jadi

recall bias adalah kesalahan sistematik akibat perbedaan upaya untuk mengingat hal yang terjadi

pada masa lampau antara kelompok kasus dan kontrol, bukan sekedar kesalahan mengingat

(kesalahan pengukuran, measurement error) saja. Bias ini merupakan kelemahan utama studi

kasus-kontrol (bahkan built in); karenanya peneliti harus mempunyai kiat untuk menyiasatinya

misalnya dengan membawa alat peraga pada wawancara.

Pembahasan skenario

Alat ukur yang akan digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Umur balita adalah lama hidup yang dialami oleh balita yang diukur dengan menggunakan

tanggal, bulan kelahiran pada saat dilaksanakan penelitian.

Cara mengukur : menghitung lama waktu antara tanggal lahir balita sampai dengan saat

penelitian/observasi dilaksanakan.

Skala : rasio

14

Page 15: PBL Blok 26 Diare David

2. Status gizi adalah keadaan gizi balita berdasarkan indeks berat badan saat ditimbang

sebelum sakit menurut umur (BB/U). Pengukuran dilakukan dengan mencatat hasil pada

pencatatan penimbangan balita dengan kategori berikut.3

Baik : Hasil pengukuran ≥ 80 % Media BB/U baku

Cukup : Hasil pengukuran ≥ 70 - 80 % Media BB/U baku

Kurang : Hasil pengukuran ≤ 70 % Media BB/U baku

Skala : ordinal

3. Tingkat pendidikan pengasuh adalah pendidikan formal terakhir dari pengasuh balita (ibu).

Cara mengukur : wawancara dengan pengasuh balita(ibu).

Skala : ordinal

4. Mencuci tangan sebelum makan adalah mencuci tangan dengan sabun setiap mau makan

atau mau memberi makan balita. Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu

balita, dengan kategori :

a. Ya : Bila setiap mau makan atau bila akan memberi makan balita selalu cuci tangan

dengan sabun.

b. Tidak : Bila tidak selalu mencuci tangan dengan sabun bila mau makan atau akan

memberi makan balita.

Skala : nominal

5. Mencuci peralatan makan sebelum digunakan adalah mencuci semua peralatan makan

dengan bersih setiap mau digunakan untuk memasak.

Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu balita, dengan kategori :

a. Ya : Bila setiap mau masak selalu mencuci peralatan dengan bersih dan menggunakan

sabun dan air yang bersih

b. Tidak : Bila tidak selalu mencuci peralatan makan dengan sabun dan air bersih.

Skala : nominal

6. Mencuci bahan makanan sebelum digunakan adalah mencuci bahan makanan dengan bersih

setiap mau memasaknya. Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu balita,

dengan kategori :

a. Ya : Bila setiap mau masak makanan selalu mencuci bahan makanan dengan bersih.

b. Tidak : Bila tidak selalu mencuci bahan makanan sebelum dimasak.

Skala : nominal

7. Mencuci tangan setelah buang air besar dengan sabun dan air bersih setelah buang air besar.

Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu balita, dengan kategori :

15

Page 16: PBL Blok 26 Diare David

a. Ya : Bila setelah buang air besar selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih

b. Tidak : Bila tidak mencuci tangan setelah buang air besar dengan sabun dan air bersih.

Skala : nominal

8. Merebus air minum sebelum diminum adalah merebus air bersih untuk diminum sampai

mendidih sebelum diminum. Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu balita,

dengan kategori :

a. Ya : Bila selalu minum air yang sudah direbus

b. Tidak : Bila tidak selalu minum air yang sudah direbus

Skala : nominal

9. Kepadatan perumahan adalah luas kamar tidur dibandingkan dengan penghuni,

dikategorikan menjadi 2 (dua) :

a. Tidak padat, jika memenuhi persyaratan luas kamar tidur 4,5 m per penghuni (skor 1)

b. Padat, jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi (skor 0)

Skala : nominal

10. Ketersediaan sarana air bersih, adalah terdapatnya sarana. air bersih milik pribadi yang

memenuhi kriteria inspeksi sanitasi. Kriteria sarana air bersih diperoleh dari pemenuhan

persyaratan dengan ketentuan berikut.4

a. Tidak adanya jamban/sumber pencemar lain dalam jarak 11 m

b. Tidak ada kolam / genangan air dalam jarak 11 m

c. Saluran pembuangan air limbah tidak rusak pada jarak 11 m

d. Dinding kedap air minimal 3 m.

e. Lantai kedap air minimal 1 m dari sarana

Dikategorikan menjadi 2 (dua)

a. Tersedia, jika sarana memenuhi semua persyaratan (skor 1)

b. Tidak tersedia, jika salah satu atau lebih persyaratan tersebut tidak terpenuhi (skor 0)

Skala : nominal

11. Pemanfaatan sarana air bersih adalah pemenuhan kebutuhan air untuk keperluan rumah

tangga yang di dapat dari sarana yang memenuhi persyaratan sarana air bersih.

Kriteria pemanfaatan sarana air bersih dibagi menjadi 2 kategori berikut.

a. Memanfaatkan: selalu (skor 1)

b. Tidak memanfaatkan : tidak selalu (skor 0)

Skala : nominal

16

Page 17: PBL Blok 26 Diare David

12. Ketersediaan jamban keluarga adalah tersedianya sarana pembuangan tinja/ kotoran manusia

milik pribadi yang memenuhi persyaratan kesehatan /jamban sehat yaitu :

a. Kotoran manusia tidak mencemari air bersih dan permukaan tanah.

b. Kotoran manusia tidak dapat dijamah oleh lalat dan binatang lain

c. Jamban tidak menimbulkan bau yang mengganggu

d. Terdapat air bersih

Kriteria persyaratan

Jamban sehat bila jamban tersebut memenuhi semua persyaratan

Jamban tidak sehat bila salah satu atau lebih dari persyaratan tersebut tidak terpenuhi.

Dikategorikan menjadi 2 (dua) bagian

a. Tersedia, jika memiliki jamban sehat (skor 1)

b. Tidak tersedia, jika memiliki jamban tidak sehat (skor 0)

Skala : nominal

13. Pemanfaatan jamban keluarga adalah pemenuhan kebutuhan untuk membuang tinja/kotoran

manusia pada jamban yang memenuhi persyaratan kesehatan

Kriteria pemanfaatan jamban bagi menjadi 2 kategori

1. Memanfaatkan: selalu (skor 1)

2. Tidak memanfaatkan: tidak selalu (skor 0)

Skala : nominal

14. Kejadian penyakit diare pada balita

Kejadian penyakit diare pada balita adalah kejadian diare/mencret pada balita yang tercatat

di puskesmas pada bulan Mei sampai dengan Juni, dengan diagnosa adanya perubahan

bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak

lebih dari biasanya (minimal tiga kali atau lebih dalam sehari) atau adanya keterangan dari

medis / paramedis yang diperkirakan penyebabnya adalah karena, infeksi saluran

pencernaan oleh bakteri penyebab penyakit diare.

Skala : nominal

15. Laktosa (susu kaleng) tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan

sehingga tidak didapatkan antibiotik seperti yang ada dalam ASI maupun alergi terhadap

susu sapi.

a. ASI

b. Laktosa (susu kaleng)

Alat ukur : Kuesioner

17

Page 18: PBL Blok 26 Diare David

Skala ukur : Nominal

Analisis Data

Analisis hasil studi kasus-kontrol dapat bersifat sederhana yaitu penentuan ratio odds,

sampai pada yang kompleks yakni dengan analisis multivariat pada studi kasus kontrol dengan

lebih dari satu faktor resiko. Ini ditentukan oleh apa yang ingin diteliti, bagaimana cara memilih

kontrol (matched atau tidak), dan terdapatnya variabel yang mengganggu ataupun tidak.

Pembahasan skenario

Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan alat bantu komputer

dengan program SPSS. Analisis data meliputi deskripsi variabel penelitian, analisis OR (Odds

Ratio), analisis bivariat, analisis multivariat. Analisis Odds Ratio untuk mengukur kekuatan

asosiasi paparan dan penyakit dengan cara membandingkan odds paparan pada subyek sakit

dengan odds paparan pada subyek tak sakit.5

Pada penelitian ini penentuan ratio odds untuk menganalisis data kita gunakan studi

kasus-kontrol tanpa ‘matching’. pada penelitian kasus-kontrol kita mulai dengan mengambil

kelompok kasus (a+c) dan kelompok kontrol (b+d). Oleh karena kasus adalah subyek yang

sudah sakit (dalam hal ini balita yang menderita diare bulan mei dan Jun, serta tinggal di desa

Ki) dan kontrol adalah mereka yang tidak sakit(dalam hal ini balita sehat pada bulan mei dan

Juni, dan tinggal di desa K) maka tidak dapat dihitung insidens penyakit baik pada kasus

maupun kontrol. Yang dapat dinilai adalah berapa sering terdapat pajanan pada kasus

dibandingkan pada kontrol; hal iniilah yang menjadi alat analisis pada studi kasus-kontrol, yang

disebut ratio odds (RO).2

RO = odds pada kelompok kasus

odds pada kelompok kontrol

RO = ( proporsi kasusdengan risiko)( proporsi kasusdengan risiko)

:( proporsi kontrol denganrisiko)(proporsi kontrol tanparisiko )

=

aa−c

:c

a−cb

b+d:

db+d

=

acbd

=adbc

Penulisan hasil penelitian

Rumusan Masalah

Di Desa K, yaitu pada bulan Juni lalu Puskesmas K mendapatkan sekitar 50 orang

penderita diare akut. Angka kejadian ini cukup tinggi dibandingkan dengan bulan Mei lalu, dan

hal ini menujukkan peningkatan kejadian diare di desa K. Sebagian besar penderita diare akut

18

Page 19: PBL Blok 26 Diare David

ini adalah balita. Selain itu juga diketahui tentang tingkat pendidikan penduduknya yang rendah

serta Sumber air minum di desa K menggunakan air PAM.

Untuk menggetahui apakah penyebab dari peningkatan kejadian diare di desa K ini,

maka dilakukan penelitian ini. Berdasarkan rumusan masalah diatas kami akan mencari faktor

resiko apa saja yang mempengaruhi terjadinya penyakit diare terutama balita di desa K. Apakah

tingginya angka kejadian diare di desa K berhubungan atau disebabkan dengan pengetahuan dan

perilaku masyarakat di desa K yang rendah, atau tidak.

Hipotesis

Pertanyaannya adalah :

Apakah terdapat hubungan antara rendahnya pengetahuan dan perilaku masyarakat di desa K

dengan peningkatan angka kejadian diare pada balita di desa K.?

Hipotesis yang ingin diuji adalah :

Peningkatan angka kejadian diare pada balita di desa K disebabkan karena rendahnya

pengetahuan dan perilaku masyarakat di desa K.

Desain penelitian

Pada penelitian kasus peningkatan angka kejadian diare di desa K akan menggunakan

studi kasus-kontrol. Studi kasus-kontrol dipilih sebagai desain penelitian ini karena, dalam

penelitian ini kita hanya akan melakukan pengamatan terhadap variabel-variabel penelitian

termasuk faktor penelitiannya dan membandingkan kelompok kasus dengan kelompok kontrol

sehingga dapat menjawab hipotesis yang telah dibuat. Serta mengetahui faktor-faktor resiko

yang menjadi penyebab peningkatan angka kejadian diare di desa K.

Jadi pada penelitian yang akan dilakukan di desa K, sekelompok kasus yaitu pasien

(dalam hal ini balita) yang bertempat tinggak di desa K serta didiagnosa oleh dokter di

puskesmas K yakni menderita diare pada bulan Mei dan Juni, dibandingkan dengan kelompok

kontrol yaitu balita yang tinggak di desa K dan tidak menderita diare pada bulan Mei dan Juni.

Dengan studi ini ingin diketahui apakah faktor lingkungan dan rendahnya pendidikan

(kurangnya pengetahuan) masyarakat desa K benar berpengaruh terhadap terjadinya

peningkatan angka kejadian diare di desa K dengan membandingkan pajanan resiko tersebut

pada kelompok kasus dengan kekerapan pajanan pada kelompok kontrol.

Subyek Penelitian

Kriteria inklusi untuk populasi kasus dalam penelitian di desa K adalah :

19

Page 20: PBL Blok 26 Diare David

- Keluarga Balita tinggal di Desa K

- Balita yang didiagnosis menderita diare pada bulan Mei dan Juni di puskesmas desa K.

Kriteria inklusi untuk populasi kontrol dalam penelitian di desa K adalah :

- Keluarga Balita tinggal di Desa K

- Balita tidak menderita penyakit diare pada bulan Mei dan Juni.

Kriteria eksklusi :

- Keluarga Balita tidak bertempat tinggal di desa K

- Balita menderita penyakit lain selain diare

- Ibu balita tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian

Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah semua anak balita yang tinggal di desa K pada bulan Mei dan Juni.

Populasi kasus adalah semua anak balita berumur 1-4 tahun yang bertempat tinggal di desa K

serta didiagnosis menderita diare oleh dokter di puskesmas K pada bulan Mei dan Juni. Populasi

kontrol adalah semua anak balita berumur 1-4 tahun yang tidak menderita diare pada bulan Mei

dan Juni dan tinggal di desa K.

Sampel penelitian

Sampel penelitian kita ambil dari populasi yang telah ditentukan. Kita gunakan pemilihan

sampel dengan cara Consecutive sampling. Jadi semua balita yang datang secara berurutan

memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang

diperlukan terpenuhi. Misalnya sampel penelitian yang kita perlukan totalnya 50, 25 untuk

sampel kasus dan 25 sampel kontrol. Untuk 25 sampel kasus kita pilih dari semua balita yang

datang ke puskesmas K, didiagnosis oleh dokter menderita diare pada bulan Mei dan Juni, serta

bertempat tinggal di desa K. Sedangkan untuk 25 sampel kasus kontrol kita pilih dari semua

balita sehat pada bulan Mei dan Juni serta bertempat tinggal di desa K.

Variabel penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah :

a. Umur balita

b. Status gizi balita

c. Umur pengasuh balita

d. Tingkat pendidikan pengasuh balita

e. Mencuci tangan sebelum makan

f. Mencuci peralatan makan sebelum digunakan

20

Page 21: PBL Blok 26 Diare David

g. Mencuci bahan makanan dengan bersih sebelum digunakan

h. Mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar

i. Merebus air minum sebelum diminum

j. Kebiasaan memberi makan diluar rumah.

k. Tingkat kepadatan perumahan

l. Ketersediaan sarana air bersih

m. Pemanfaatan sarana air bersih

n. Kualitas air bersih.

o. Ketersediaan jamban keluarga

p. Pemanfaatan jamban keluarga

2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah :

Kejadian penyakit diare pada balita

Penentuan KLB dan wabah:

Kejadian luar biasa(KLB): Adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau

meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada

suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu. Kriteria KLB sebagai berikut.

Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal di suatu daerah

Adanya peningkatan kesakitan/kematian 2 kali atau lebih dibandingkan jumlah

kesakitan/kematian yang biasa terjadi pada kurun waktu sebelum(jam,hari,minggu)

tergantung dari jenis penyakitnya.

Adanya peningkatan kejadian kesakitan secara terus-menerus selama kurun

waktu(jam,hari,minggu)berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

Wabah: berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya

meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu

secara dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan mencabut daerah tertentu

dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah.

Tanda suatu wabah:

1. Onset penyakit(cepat/lama)

2. Masa inkubasi (pendek/panjang)

3. Episode penyakit(tungggal/majemuk)

4. Waktu munculnya penyakit(saat tertentu/tidak jelas)

5. Penyakit menghilang(dalam waktu cepat/lama)

21

Page 22: PBL Blok 26 Diare David

*tanda-tanda diatas dapat menentukan jenis wabah sama ada penyakit menular atau tidak

menular.

Dari analisis masalah dan pengumpulan data dari sistem pencatatan dan pelaporan terpadu

puskesmas kejadian diare dapat dikelompokkan kedalam kejadian luar biasa(KLB).2.3

Kesimpulan

Menurut hasil yang diperoleh, ternyata didapati ada hubungan antara rendahnya

pengetahuan dan perilaku masyarakat dengan kejadian diare di daerah K. Puskesmas

mempunyai berbagai macam program kerja dan salah satunya adalah program pemberantasan

penyakit menular dengan tujuan memutuskan rantai penularan penyakit tersebut agar Indonesia

terbebas dari penyakit menular. Dengan disusunnya Kebijakan Dasar Puskesmas ini, maka

berarti konsep puskesmas yang selama ini dianut telah mengalami perubahan yang cukup

mendasar. Pada hakekatnya hal-hal yang telah diuraikan dalam kebijakan dasar ini menegaskan

adanya perubahan dan pembaharuan konsep dan penyelenggaraan puskesmas. Penegasan ini

akan mengantarkan puskesmas kepada perwujudan peranannya sebagai ujung tombak

pencapaian Indonesia Sehat 2010. Untuk dapat diterapkannya kebijakan yang baru ini,

diperlukan dukungan yang mantap dariberbagai pihak, baik dukungan politis, perundangan-

undangan, maupun sumberdaya termasuk pembiayaannya. Selain itu, adanya kerjasama dengan

berbagai sektor terkait dinilai mempunyai peranan yang sangat strategis terutama dalam

memberdayakan potensi masyarakat. Keberhasilan penerapan kebijakan yang baru ini juga

sangat ditentukan oleh semangat,ketekunan dan pengabdian para penyelenggaranya.

Daftar Pustaka

1. Ghishan FK. Chronic diarrhea. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors.

Nelson textbook of pediatrics 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. p.1276-1281.

2. Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 4th ed. Jakarta: Sagung Seto;

2011. p. 78-80.

3. Supariasa IDN. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. p. 56-

62.

4. Setyorogo, Sudijono, Peranan air bersih dan Sanitasi dalam Pemberantasan Penyakit

Menular. Dalam Sanitasi. Vol. II. Jakarta: YLKI; 2005. p. 81-84.

22

Page 23: PBL Blok 26 Diare David

5. Murti. B, Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. 2nd ed. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press; 2008. p. 105-6.

Alat Ukur penelitian

alat ukur yang akan digunakan pada penelitian ini adalah :

1. Umur balita adalah lama hidup yang dialami oleh balita yang diukur dengan

menggunakan tanggal, bulan kelahiran pada saat dilaksanakan penelitian.

Cara mengukur : menghitung lama waktu antara tanggal lahir balita sampai dengan saat

penelitian/observasi dilaksanakan.

Skala : rasio

2. Status gizi adalah keadaan gizi balita berdasarkan indeks berat badan saat ditimbang

sebelum sakit menurut umur (BB/U). Pengukuran dilakukan dengan mencatat hasil pada

pencatatan penimbangan balita dengan kategori berikut.3

Baik : Hasil pengukuran ≥ 80 % Media BB/U baku

Cukup : Hasil pengukuran ≥ 70 - 80 % Media BB/U baku

Kurang : Hasil pengukuran ≤ 70 % Media BB/U baku

Skala : ordinal

3. Tingkat pendidikan pengasuh adalah pendidikan formal terakhir yang pernah dialami

oleh pengasuh balita (ibu).

Cara mengukur : wawancara dengan pengasuh balita(ibu).

23

Page 24: PBL Blok 26 Diare David

Skala : ordinal

4. Mencuci tangan sebelum makan adalah mencuci tangan dengan sabun setiap mau

makan atau mau memberi makan balita. Pengukuran dilakukan dengan wawancara

dengan ibu balita, dengan kategori :

b. Ya : Bila setiap mau makan atau bila akan memberi makan balita selalu cuci tangan

dengan sabun.

c. Tidak : Bila tidak selalu mencuci tangan dengan sabun bila mau makan atau akan

memberi makan balita.

Skala : nominal

5. Mencuci peralatan makan sebelum digunakan adalah mencuci semua peralatan makan

dengan bersih setiap mau digunakan untuk memasak.

Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu balita, dengan kategori :

a. Ya : Bila setiap mau masak selalu mencuci peralatan dengan bersih dan

menggunakan sabun dan air yang bersih

b. Tidak : Bila tidak selalu mencuci peralatan makan dengan sabun dan air bersih.

Skala : nominal

6. Mencuci bahan makanan sebelum digunakan adalah mencuci bahan makanan dengan

bersih setiap mau memasaknya. Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu

balita, dengan kategori :

a. Ya : Bila setiap mau masak makanan selalu mencuci bahan makanan dengan

bersih.

b. Tidak : Bila tidak selalu mencuci bahan makanan sebelum dimasak.

Skala : nominal

7. Mencuci tangan setelah buang air besar adalah mencuci tangan dengan sabun dan air

bersih setiap sehabis buang air besar.

Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu balita, dengan kategori :

a. Ya : Bila setiap habis buang air besar selalu mencuci tangan dengan sabun dan air

bersih

b. Tidak : Bila tidak selalu mencuci tangan setelah buang air besar dengan sabun dan

air yang bersih.

Skala : nominal

24

Page 25: PBL Blok 26 Diare David

8. Merebus air minum sebelum diminum adalah merebus air bersih untuk diminum sampai

mendidih sebelum diminum. Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu

balita, dengan kategori :

a. Ya : Bila selalu minum air yang sudah direbus

b. Tidak : Bila tidak selalu minum air yang sudah direbus

Skala : nominal

9. Kepadatan perumahan adalah luas kamar tidur dibandingkan dengan penghuni,

dikategorikan menjadi 2 (dua) :

a. Tidak padat, jika memenuhi persyaratan luas kamar tidur 4,5 m per penghuni (skor

1)

b. Padat, jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi (skor 0)

Skala : nominal

10. Ketersediaan sarana air bersih, adalah terdapatnya sarana. air bersih milik pribadi yang

memenuhi kriteria inspeksi sanitasi. Kriteria sarana air bersih diperoleh dari pemenuhan

persyaratan dengan ketentuan 4

a. Tidak adanya jamban/sumber pencemar lain dalam jarak 11 m

b. Tidak ada kolam / genangan air dalam jarak 11 m

c. Saluran pembuangan air limbah tidak rusak pada jarak 11 m

d. Dinding kedap air minimal 3 m.

e. Lantai kedap air minimal 1 m dari sarana

Dikategorikan menjadi 2 (dua)

1. Tersedia, jika sarana memenuhi semua persyaratan (skor 1)

2. Tidak tersedia, jika salah satu atau lebih persyaratan tersebut tidak

terpenuhi (skor 0)

Skala : nominal

11. Pemanfaatan sarana air bersih adalah pemenuhan kebutuhan air untuk keperluan rumah

tangga yang di dapat dari sarana yang memenuhi persyaratan sarana air bersih :

Kriteria pemanfaatan sarana air bersih dibagi menjadi 2 kategori

1. Memanfaatkan: selalu (skor 1)

2. Tidak memanfaatkan : tidak selalu ( skor 0)

Skala : nominal

12. Ketersediaan jamban keluarga adalah tersedianya sarana pembuangan tinja/ kotoran

manusia milik pribadi yang memenuhi persyaratan kesehatan /jamban sehat yaitu :

1. Kotoran manusia tidak mencemari air bersih dan permukaan tanah.

25

Page 26: PBL Blok 26 Diare David

2. Kotoran manusia tidak dapat dijamah oleh lalat dan binatang lain

3. Jamban tidak menimbulkan bau yang mengganggu

4. Terdapat air bersih

Kriteria persyaratan

1. Jamban sehat bila jamban tersebut memenuhi semua persyaratan

2. Jamban tidak sehat bila salah satu atau lebih dari persyaratan tersebut tidak

terpenuhi.

Dikategorikan menjadi 2 (dua) bagian

1. Tersedia, jika memiliki jamban sehat (skor 1)

2. Tidak tersedia, jika memiliki jamban tidak sehat (skor 0)

Skala : nominal

13. Pemanfaatan jamban keluarga adalah pemenuhan kebutuhan untuk membuang

tinja/kotoran manusia pada jamban yang memenuhi persyaratan kesehatan

Kriteria pemanfaatan jamban bagi menjadi 2 kategori

1. Memanfaatkan: selalu (skor 1)

2. Tidak memanfaatkan: tidak selalu (skor 0)

Skala : nominal

14. Kejadian penyakit diare pada balita

Kejadian penyakit diare pada balita adalah kejadian diare/mencret pada balita yang

tercatat di puskesmas pada bulan Mei sampai dengan Juni, dengan diagnosa adanya

perubahan bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya

frekuensi berak lebih dari biasanya (minimal tiga kali atau lebih dalam sehari) atau

adanya keterangan dari medis / paramedis yang diperkirakan penyebabnya adalah

karena, infeksi saluran pencernaan oleh bakteri penyebab penyakit diare.

Skala : nominal

15. Laktosa (susu kaleng) adalah tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama

kehidupan sehingga tidak didapatkan antibiotik seperti yang ada dalam ASI maupun

alergi terhadap susu sapi.

i. ASI

ii. Laktosa (susu kaleng)

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Nominal

26