Upload
davidandreannatanael
View
44
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
untuk IKK-IKM
Citation preview
Hubungan Rendahnya Pengetahuan dan Perilaku Masyarakat
dengan Peningkatan Angka Kejadian Diare
David Andrean Natanael / 102011285
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna utara no.6 Jakarta Barat
Skenario
Dokter K di Puskesmas K pada bulan Juni lalu mendiagnosis sekitar 50 orang penderita diare
akut. Angka kejadian ini cukup tinggi dibandingkan bulan Mei lalu. Sebagian besar adalah
balita. Tingkat kepadatan penduduknya rendah. Sumber air minum menggunakan air PAM.
Dokter K ingin meneliti apakah penyebab dari tinginya angka kejadian diare di daerah ini dari
pengetahuan dan perilaku masyarakat.
Pendahuluan
Diare adalah salah satu topik kesehatan yang sering diteliti. Sampai saat ini penyakit
diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Penyakit diare
sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi lebih lanjut akan menyebabkan dehidrasi
yang mengakibatkan kematian. Data terakhir dari Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa
diare menjadi penyakit pembunuh kedua bayi di bawah lima tahun (balita) di Indonesia setelah
radang paru atau pneumonia. Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya
penyakit diare pada bayi dan balita di Indonesia. Salah satu faktor risiko yang sering diteliti
adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi, jamban, saluran
pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakterologis air, dan kondisi rumah. Data terakhir
menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk menyebabkan 300 kasus diare per 1000
penduduk. Sanitasi yang buruk dituding sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri
E.coli dalam air bersih yang dikonsumsi masyarakat. Bakteri E.coli mengindikasikan adanya
pencemaran tinja manusia. Kontaminasi bakteri E.coli terjadi pada air tanah yang banyak
disedot penduduk di perkotaan, dan sungai yang menjadi sumber air baku di PDAM pun
tercemar bakteri ini. Hasil penelitian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD)
propinsi DKI Jakarta menunjukkan 80% sampel air tanah dari 75 kelurahan memiliki kadar
E.coli dan fecal coli melebihi ambang batas .
1
Pembahasan
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasaYunani yaitu “diarroi”
yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu
frekuen.1 Menurut Hippocrates definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari
frekuensi dan kepadatan tinja. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit diare
adalah bila tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut WHO diare adalah berak
cair lebih dari tiga kali dalam 24 jam, dan lebih menitikberatkan pada konsistensi tinja dari pada
menghitung frekuensi berak. Ibu-ibu biasanya sudah tahu kapan anaknya menderita diare,
mereka biasanya mengatakan bahwa berak anaknya encer atau cair. Menurut Direktur Jenderal
PPM dam PLP, diare adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa
air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari).
Diare adalah buang air besar (defekasi) yang mengalami perubahan pada konsistensi dan
atau frekuensi. Perubahan konsistensi yang dimaksud adalah peningkatan kandungan air dalam
feses, yaitu lebih dari 10 ml/kgBB/hari (pada anak) atau lebih dari 200 ml/hari (pada dewasa).
Perubahan frekuensi yang dimaksud adalah lebih dari tiga kali sehari. Pada bayi yang masih
mendapat ASI tidak jarang frekuensi defekasinya lebih dari 3-4 kali sehari. keadaan ini tidak
dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis atau normal.1,2
Berdasarkan batasan waktu, diare diklasifikasikan menjadi tiga, sebagai berikut.1
(1) diare akut, berlangsung kurang dari 14 hari, frekuensi bisa 3 kali atau lebih sehari.
(2) diare persisten, yaitu diare akut yang melanjut menjadi lebih dari 14 hari hingga 30 hari, dan
(3) diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 30 hari, bisa dengan kurang energi
protein (KEP) berat dan diare dengan penyakit penyerta.
Untuk diare yang berlangsung lebih dari beberapa hari atau diare dengan dehidrasi perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang seperti dibawah ini.
1. Pameriksaan darah tepi: kadar hemoglobin, hematokrit, hitung leukosit, hitung diferensial
leukosit. Penting untuk mengetahui berat ringannya hemokonsentrasi darah, dan respon
leukosit. Contohnya pada diare karena Salmonella dapat terjadi neutropenia. Pada diare
karena kuman yang bersifat invasif dapat terjadi shift to the left leukosit.
2. Elektrolit darah untuk mengobservasi dampak diare terhadap kadar elektrolit darah.
3. Ureum dan kreatinin untuk memonitor adanya gagal ginjal akut.
4. Pemeriksaan tinja untuk mencari penyebab diare. Pada infeksi bakteri, ditemukan leukosit
pada tinja. Pada infeksi oleh organisme enteroinvasif, leukosit feses yang ditemukan
umumnya berupa neutrofil. Dapat pula ditemukan telur cacing maupun parasit dewasa. Dapat
dilakukan pengukuran toksin Closstridium difficile pada pasien yang telah mendapatkan
2
terapi antibiotik dalam jangka waktu tiga bulan terakhir. Tinja dengan pH ≤ 5,5 menunjukkan
ada intoleransi karbohidrat yang umumnya terjadi sekunder karena infeksi virus. Netrofil
tidak ditemukan tidak mengeliminasi kemungkinan infeksi enteroinvasif, tapi ditemukannya
neutrofil feses mengeliminasi kemungkinan infeksi organisme enterotoksin dan virus.
5. Apabila ditemukan leukosit pada feses, lakukan kultur feses untuk menentukan apakah
penyebab diare adalah Salmonella, Shigella, Campylobacter, atau Yersenia.
6. Pemeriksaan serologis untuk mencari amoeba.
7. Foto roentgen abdomen. Untuk melihat morfologi usus yang dapat membantu diagnosis.
8. Rektoskopi, sigmoideoskopi, dapat dipertimbangkan pada pasien dengan diare berdarah,
pasien diare akut persisten. Pada pasien AIDS, kolonoskopi dipertimbangkan karena ada
kemungkinan diare disebabkan oleh infeksi atau limfoma di area kolon kanan. Biopsy
mukosa sebaiknya dilakukan bila dalam pemeriksaan tampak inflamasi berat pada mukosa.
9. Biopsi usus. Dilakukan pada diare kronik, atau untuk mencari etiologi diare pada AIDS.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada diare akut adalah dehidrasi (dengan
berbagai derajat dari ringan hingga berat/ syok), asidosis metabolik, hipokalemia, hiponatermia,
dan hipoglikemia. Mencegah dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan
lebih banyak cairan (minum). Macam cairan yang diberikan tergantung pada kebiasaan
setempat dalam mengobati diare, tersedianya cairan sari makanan yang cocok, jangkauan
pelayanan kesehatan, dan tersedianya oralit.1
Di Indonesia penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang utama, dimana insidens diare pada tahun 2000 yaitu sebesar 301 per 1000 penduduk,
secara proporsional 55 % dari kejadian diare terjadi pada golongan balita dengan episode diare
balita sebesar 1,0 – 1,5 kali per tahun. Beberapa hasil survei mendapatkan bahwa 76 % kematian
diare terjadi pada balita, 15,5 % kematian bayi dan 26,4 % kematian pada balita disebabkan
karena penyakit diare murni. Menurut hasil survei rumah tangga pada tahun 1995 didapatkan
bahwa setiap tahun terdapat 112.000 kematian pada semua golongan umur, pada balita terjadi
kematian 2,5 per 1000 balita. Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2002
mendapatkan prevalensi diare balita di perkotaan sebesar 3,3 % dan di pedesaan sebesar 3,2 %,
dengan angka kematian diare balita sebesar 23/ 100.000 penduduk pada laki-laki dan
24/100.000 penduduk pada perempuan, dari data tersebut kita dapat mengukur berapa kerugian
yang ditimbulkan apabila pencegahan diare tidak dilakukan dengan semaksimal mungkin
dengan mengantisipasi faktor risiko apa yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita.1
Faktor risiko yang sangat berpengaruh untuk terjadinya diare pada balita yaitu status
kesehatan lingkungan (penggunaan sarana air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah,
3
pembuangan air limbah) dan perilaku hidup sehat dalam keluarga. Sedangkan secara klinis
penyebab diare dapat dikelompokkan dalam enam kelompok besar yaitu infeksi (yang meliputi
infeksi bakteri, virus dan parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan (keracunan bahan-bahan
kimia, keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi baik jazad renik, ikan, buah-
buahan, sayur-sayuran, algae dll), imunisasi, defisiensi dan sebab-sebab lain.1
Upaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit diare, terutama diare pada balita
sudah dilakukan melalui peningkatan kondisi lingkungan baik melalui program proyek desa
tertinggal maupun proyek lainnya, namun sampai saat ini belum mencapai tujuan yang
diharapkan, karena kejadian penyakit diare masih belum menurun. Apabila diare pada balita ini
tidak ditangani secara maksimal dari berbagai sektor dan bukan hanya tanggung jawab
pemerintah saja tetapi masyarakatpun diharapkan dapat ikut serta menanggulangi dan mencegah
terjadinya diare pada balita ini, karena apabila hal itu tidak dilaksanakan maka dapat
menimbulkan kerugian baik itu kehilangan biaya untuk pengobatan yang cukup besar ataupun
dapat pula menimbulkan kematian pada balita yang terkena diare.1
Berhubungan dengan perincian diatas telah diperoleh data-data di Desa K, yaitu pada
bulan Juni lalu Puskesmas K mendapatkan sekitar 50 orang penderita diare akut. Angka
kejadian ini cukup tinggi dibandingkan dengan bulan Mei lalu, dan hal ini menujukkan
peningkatan kejadian diare di desa K. Sebagian besar penderita diare akut ini adalah balita.
Selain itu juga diketahui tentang tingkat pendidikan penduduknya yang rendah serta Sumber air
minum di desa K menggunakan air PAM.
Untuk menggetahui apakah penyebab dari peningkatan kejadian diare di desa K ini,
maka dilakukan penelitian ini. Berdasarkan rumusan masalah diatas kami akan mencari faktor
resiko apa saja yang mempengaruhi terjadinya penyakit diare terutama balita di desa K. Apakah
tingginya angka kejadian diare di desa K berhubungan atau disebabkan dengan pengetahuan dan
perilaku masyarakat di desa K yang rendah, atau tidak.
Pertanyaan dan hipotesis skenario
Pertanyaannya adalah :
Apakah terdapat hubungan antara rendahnya pengetahuan dan perilaku masyarakat di desa K
dengan peningkatan angka kejadian diare pada balita di desa K ?
Hipotesis yang ingin diuji adalah :
Peningkatan angka kejadian diare pada balita di desa K disebabkan karena rendahnya
pengetahuan dan perilaku masyarakat di desa K.
4
Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun sedemikian rupa
sehingga dapat menuntun peneliti untuk dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan
penelitian. Dalam pengertian yang lebih luas sedain penelitian mencakup pelbagai hal yang
dilakukan peneliti, mulai dari identifikasi masalah, rumusan hipotesis, operasionalisasi
hipotesis, cara pengumpulan data, dan akhirnya analisis data. Dalam pengertian sempit desain
penelitian mengaacu pada jenis penelitian yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian;
karena itu desain berguna sebagai pedoman untuk mencapai tujuan penelitian.2
Terdapat beberapa hal penting yang perlu dikaji sebelum jenis desain ditentukan.
Klasifikasi jenis penelitian yang sangat sering dikemukakan adalah klasifikasi desain penelitian
kedokteran / kesehatan berdasarkan pada ada atau tidaknya analisis hubungan antar-variabel,
yaitu penelitian deskriptif dan penelitian analitik. Penelitian deskriptif, peneliti hanya
melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan. Hasil pengukuran disajikan apa
adanya, tidak dilakukan analisis mengapa fenomena terjadi dan tidak diperlukan hipotesis.
Sedangkan penelitian analitik peneliti berupaya mencari hubungan antara variabel yang stau
dengan variabel lainnya. Penelitian analitik observasional umumnya dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu studi cross-sectional, studi kasus-kontrol, dan studi kohort. Ada juga yang disebut dengan
penelitian eksperimental, peneliti melakukan manipulasi terhadap satu atau lebih variabel
penelitian dan kemudian mempelajari efek perlakuan tersebut.
Studi Kasus-kontrol/penelitian kasus-kontrol
Penelitian kasus-kontrol, merupakan penelitian epidemiologis analitik observasional
yang menelaah hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan resiko
tertentu. Desain penelitian kasus-kontrol dapat dipergunakan untuk menilai berapa besarkah
peran faktor resiko dalam kejadian penyakit (cause-effect relationship).2
Pada studi kasus kontrol, penelitian dimulai dengan identifikasi pasien dengan efek atau
penyakit tertentu (yang disebut sebagai kasus) dan kelompok tanpa efek (disebut kontrol);
kemudian secara retrospektif ditelusuri faktor risiko yang dapat menerangkan mengapa kasus
terkena efek, sedangkan kontrol tidak.2
Pada studi kasus-kontrol sekelompok kasus (yakni pasien yang menderita efek atau
penyakit yang sedang diteliti) dibandingkan dengan kelompok kontrol (mereka yang tidak
menderita penyakit atau efek). Dalam studi ini ingin diketahui apakah suatu faktor resiko
tertentu benar berpengaruh terhadap terjadinya efek yang diteliti dengan membandingkan
kekerapan pajanan faktor risiko tersebut pada kelompok kasus dengan kekerapan pajanan pada
5
kelompok kontrol.2 Studi kasus-kontrol sering digunakan karena dibanding dengan studi kohort
ia lebih murah, lebih cepat memberi hasil, dan tidak memerlukan jumlah subyek yang banyak.
Pembahasan skenario
Pada penelitian kasus peningkatan angka kejadian diare di desa K akan menggunakan
studi kasus-kontrol. Studi kasus-kontrol dipilih sebagai desain penelitian ini karena, dalam
penelitian ini kita hanya akan melakukan pengamatan terhadap variabel-variabel penelitian
termasuk faktor penelitiannya dan membandingkan kelompok kasus dengan kelompok kontrol
sehingga dapat menjawab hipotesis yang telah dibuat. Serta mengetahui faktor-faktor resiko
yang menjadi penyebab peningkatan angka kejadian diare di desa K.
Jadi pada penelitian yang akan dilakukan di desa K, sekelompok kasus yaitu pasien
(dalam hal ini balita) yang bertempat tinggak di desa K serta didiagnosa oleh dokter di
puskesmas K yakni menderita diare pada bulan Mei dan Juni, dibandingkan dengan kelompok
kontrol yaitu balita yang tinggak di desa K dan tidak menderita diare pada bulan Mei dan Juni.
Dengan studi ini ingin diketahui apakah faktor lingkungan dan rendahnya pendidikan
(kurangnya pengetahuan) masyarakat desa K benar berpengaruh terhadap terjadinya
peningkatan angka kejadian diare di desa K dengan membandingkan pajanan resiko tersebut
pada kelompok kasus dengan kekerapan pajanan pada kelompok kontrol.
Subyek Penelitian
Menentukan kriteria pemilihan
Untuk menentukan subyek penelitian, sebelumnya harus menentukan kriteria pemilihan terlebih
dahulu. Kriteria pemilihan membatasi karakteristik populasi-terjangkau yang telah memenuhi
syarat untuk uji klinis. Kriteria pemilihan pada uji klinis juga terdiri atas:
Kriteria inklusi (kriteria penerimaan) karakteristik umum subyek penelitian pada populasi
target dan pada populasi terjangkau. Penelitian harus berhati-hati agar kriteria tersebut
relevan dengan masalah penelitian.
Kriteria eksklusi (kriteria penolakan) sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi
harus dikeluarkan dari studi klinis karena berbagai sebab antara lain:
1. Terdapat keadaan atau penyakit lain yang dapat mengganggu pengukuran atau
interpretasi.
2. Terdapat keadaan yang mengganggu kemampulaksanaan, seperti pasien yang tidak
mempunyai tempat tinggal tetap, hingga dapat dipastikan akan sulit ditindaklanjuti.
3. Hambatan etis
4. Subyek menolak berpartisipasi.
6
Menentukan subyek penelitian pada studi kasus-kontrol
Kasus
Cara yang terbaik untuk memilih kasus adalah dengan mengambil secara acak subyek populasi
yang menderita efek.
Kontrol
Pemilihan kontrol memberi masalah yang lebih besar daripada pemilihan kasus, oleh karena
kontrol semata-mata ditentukan oleh peneliti, sehingga sangat terancam bias. Kontrol harus
berasal dari populasi yang sama dengan kasus, agar mempunyai kesempatan yang sama untuk
terpajan oleh faktor resiko yang diteliti. Ada beberapa cara untuk memilih kontrol yang baik :
Memilih kasus dan kontrol dari populasi yang sama.
Misalnya kasus adalah semua pasien dalam populasi tertentu sedankan kontrol diambil
secara acar dari populasi sisanya.
Matching
Memilih kontrol dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua variabel yang
mungkin berperan sebagai faktor resiko kecuali variabel yang diteliti.
Memilih lebih dari satu kelompok
Karena sukar mencari kontor yang benar-benar sebanding maka dapat dipilih lebih dari satu
kelompok kontrol.
1. Populasi
Yang dimaksudkan dengan populasi dalam penelitian adalah sejumlah besar subyek yang
mempunyai karakteristik tertentu. Populasi penelitian dapat dibagi menjadi dua, yakni :
Populasi Target
Populasi yang merupakan sasaran akhir penerapan hasil penelitian. Populasi target
bersifat umum, yang pada penelitian klinis biasanya ditandai dengan karakteristik
demografis (misalnya kelompok usia, jenis kelamin) dan karakteristik klinis (misalnya
sehat, atau penyakit tertentu).
Populasi Terjangkau
Populasi Terjangkau (accessible population) disebut pula populasi sumber (source
population) adalah bagian populasi target yang dapat dijangkau oleh peneliti. Dengan
kata lain populasi terjangkau adalah bagian populasi target yang dibatasi oleh tempat
dan waktu. Dari populasi terjangkau ini dipilih sampel, yang terdiri atas subyek yang
7
akan langsung diteliti. Dalam praktik pembuatan usulan penelitian, populasi yang
dimaksud biasanya ialah populasi terjangkau, kecuali disebutkan lain.
Populasi penelitian
Populasi penelitian adalah semua anak balita yang tinggal di desa K pada bulan Mei dan
Juni. Populasi kasus adalah semua anak balita berumur 1-4 tahun yang bertempat tinggal di
desa K serta didiagnosis menderita diare oleh dokter di puskesmas K pada bulan Mei dan
Juni. Populasi kontrol adalah semua anak balita berumur 1-4 tahun yang tidak menderita
diare pada bulan Mei dan Juni dan tinggal di desa K.
2. Sampel
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga
dianggap depat mewakili populasinya.
Cara pemilihan sampel dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
a. Berdasarkan peluang (probability sampling)
Prinsip pada probability sampling adalah bahwa tiap subyek dalam populasi (terjangkau)
mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih atau untuk tidak terpilih sebagai
sampel penelitian. Terdapat banyak sekali jenis probability sampling, antara lain yang
terbanyak digunakan dalam penelitian klinis dan kesehatan masyarakat adalah
Simple random sampling
Pada simple random sampling kita hitung terlebih dahulu jumlah subyek sampel
penelitian. Setiap subyek diberi bernomor, dan dipilih sebagian dari mereka dengan
bantuan tabel angka random. Pemilihan subyek secara acak saat ini dipermudah
dengan tersedianya program komputer.
Systematic sampling
Pada sampling sistematik ditentukan bahwa dari seluruh subyek yang dapat dipilih,
setiap subyek nomor kesekian dipilih sebagai sampel.
Stratified random sampling
Dalam penelitian tidak jarang ditemukan keadaan tertentu, sehingga setiap
kelompok(kita sebut strata) memberikan nilai yang jelas berbeda.
Cluster sampling
Sampel dipilih secara acak pada kelompok individu dalal populasi yang terjadi
secara alamiah, misal wilayah (kodya,kecamatan, kelurahan, dst). Cara ini sangat
efesien bila populasi tersebar luas sehingga tidak mungkin membuat daftar seluruh
8
populasi tersebut. Pada kondisi ini maka pemilihan dengan simple random sampling
sangat sulit atau bahkan tidka mungkin dilakukan.
b. Tidak berdasarkan peluang (non-probability sampling)
Merupakan cara pemilihan sampel yang lebih praktis, sering digunakan karena mudah
dilakukan. Kesahihan sampel ini terletak pada berapa benar karakteristik sampel yang
dipilih dengan cara lain akan menyerupai karakteristik sampel. Ada 3 jenis non-
probability sampling yang paling sering digunakan yaitu :
Consecutive sampling
Semua subyek yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan
dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.
Consecutive sampling ini merupakan jenis non-probability sanpling yang paling
baik, dan seringkali merupakan cara yyang termudah. Faktanya sebagian besar
penelitian klinis (termasuk uji klinis) pemilihan subyeknya dilakukan dengan
tekhnik ini.
Convenient sampling
Cara ini meurpakan cara termudah untuk menarik sampel, namun juga sekaligus
merupakan cara yang paling lemah. Pada cara ini sampel diambil tanpa sistematika
tertentu, sehingga jarang dapat dianggap dapat mewakili populasi terjangkau, apalagi
populasi target penelitian.
Judgmental smapling atau purposive sampling
Peneliti memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subyektif dan praktis,
bahwa responden tersebut dapat memberikan informasi yang memadai untuk
menjawab pertanyaan penelitian.
Pembahasan skenario
Sampel penelitian : sampel penelitian kita ambil dari populasi yang telah ditentukan. Kita
gunakan pemilihan sampel dengan cara Consecutive sampling. Jadi semua balita yang datang
secara berurutan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah
subyek yang diperlukan terpenuhi. Misalnya sampel penelitian yang kita perlukan totalnya 50,
25 untuk sampel kasus dan 25 sampel kontrol. Untuk 25 sampel kasus kita pilih dari semua
balita yang datang ke puskesmas K, didiagnosis oleh dokter menderita diare pada bulan Mei dan
Juni, serta bertempat tinggal di desa K. Sedangkan untuk 25 sampel kasus kontrol kita pilih dari
semua balita sehat pada bulan Mei dan Juni serta bertempat tinggal di desa K.
9
Variabel penelitian
Variabel adalah karakteristik suatu subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke
subyek lain. Variabel dibagi menjadi 3 jenis yaitu variabel bebas, variabel tergantung dan
variabel perancu. Variabel bebas adalah variabel yang apabila ia berubah mengakibat
perubahan pada variabel lain. Variabel bebas sering disebut dengan banyak nama lain seperti
variabel independen, predictor, risiko, determinan, atau kausa. Sedangkan variabel tergantung
adalah variabel yang berubah akibat perubahan variabel bebas. Variabel tergantung disebut juga
dengan nama lain yaitu variabel dependen, efek, hasil, outcome, respons, atau event. Variabel
perancu (confounding variable) adalah jenis variabel yang berhubungan dengan variabel bebas
dan variabel tergantung, tetapi bukan variabel antara. Keberadaan variabel perancu amat
memerngaruhi validitas penelitian. Identifikasi variabel perancu ini amat penting karena apabila
tidak, ia dapat membawa kita pada simpulan yang salah.
Semua variabek yang diteliti harus diidentifikasi, variabel apa saja yang termasuk
variabel bebas, variabel tergantung, dan perancu (confounding). Diagram dalam kerangka
konseptual dapat sangat membantu dalam identifikasi variabel ini. Skala variabel juga perlu
disebutkan, mengingat perbedaan skala variabel akan menyebabkan perbedaan uji hipotesis
yang digunakan. Perlu diingatkan bahwa bergantung pada konteksnya dalam penelitian, suatu
jenis variabel dapat berupa variabel bebas, tergantung, atau perancu. Misalnya tekanan darah
berfungsi sebagai variabel bebas untuk penyebab kematian pada golongan manula, sebagai
variabel tergantung untuk pengaruh derajat konsumsi garam, sebagai variabel perancu dalam
studi tentang kematian akibat diabetes. Identifikasi variabel adalah hal yang amat penting dan
menyangkut seluruh bagian penelitian, teurtama dalam manajemen serta analisis data
penelitian.2 Jenis-jenis skala variabel akan dijelaskan pada bahasan tentang alat ukur.
Pembahasan skenario
Mendefinisikan variabel penelitian menurut studi kasus-kontrol pada penelitian yang akan
dilakukan berupa :
1. Faktor resiko
Intensitas pajanan faktor resiko dapat dinilai dengan cara mengukur dosis, frekuensi, atau
lamanya pajanan. Ukuran pajanan terhadap faktor resiko yang berhubungan dengan
frekuensi dapat bersifat :
Dikotom, yaitu apabila hanya terdapat 2 kategori
Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari 2 tingkat, misal tidak pernah, kadang-kadang
atau sering terpajan.
10
Kontinu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik, misalnya umur dalam tahun.
Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa :
Lamanya pajanan dan apakah pajanan itu berlangsung terus menerus
Saat mendapat pajanan pertama
Bilakah terjadi pajanan terakhir.
2. Efek atau outcome
Merupakan hal yang sentral, maka diagnosis atau penentuan efek harus mendapat perhatian
utama. Untuk penyakit atau kelainan dasar yang diagnosisnya mudah.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
Umur balita :
Semakin muda umur balita semakin besar kemungkinan terkena diare, karena semakin
muda umur balita keadaan integritas mukosa usus masih belum baik, sehingga daya
tahan tubuh masih belum sempurna.
Kejadian diare terbanyak menyerang anak usia 7 – 24 bulan, hal ini terjadi karena :
o Bayi usia 7 bulan ini mendapat makanan tambahan diluar ASI dimana risiko ikut
sertanya kuman pada makanan tambahan adalah tinggi (terutama jika sterilisasinya
kurang).
o Produksi ASI mulai berkurang, yang berarti juga anti bodi yang masuk bersama
ASI berkurang.
Setelah usia 24 bulan tubuh anak mulai membentuk sendiri anti bodi dalam jumlah
cukup (untuk defence mekanisme), sehingga serangan virus berkurang.
Status gizi balita
Pada penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering terjadi. Semakin buruk
keadaan gizi anak, semakin sering dan berat diare yang diderita. Diduga bahwa mukosa
penderita malnutrisi sangat peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang.
Status gizi ini sangat dipengaruhi oleh kemiskinan, ketidak tahuan dan penyakit. Begitu
pula rangkaian antara pendapatan, biaya pemeliharaan kesehatan dan penyakit, keadaan
sosio ekonomi yang kurang, hygiene sanitasi yang jelek, kepadatan penduduk rumah,
pendidikan tentang pengertian penyakit, cara penanggulangan penyakit serta
pemeliharaan kesehatan
Faktor Lingkungan
Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana sebagian
besar penularan melalui faecal oral yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana
11
air bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan serta perilaku hidup
sehat dari keluarga
Oleh karena itu dalam usaha mencegah timbulnya diare yaitu dengan melalui
penyediaan fasilitas jamban keluarga yang disertai dengan penyediaan air yang cukup,
baik kuantitas maupun kualitasnya. Upaya tersebut harus diikuti dengan peningkatan
pengetahuan dan sosial ekonomi masyarakat, karena tingkat pendidikan dan ekonomi
seseorang dapat berpengaruh pada upaya perbaikan lingkungan.
Faktor sosial-ekonomi
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare.
Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang
rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi
persyaratan kesehatan.
Faktor makanan dan minuman
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak
dimasak dapat juga terjadi sewaktu mandi dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran
dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian
dimasukkan ke mulut dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan
dapur.
Bakteri yang terdapat pada saluran cerna:
Bakteri : Etamuba coli, salmonella, sigella
Virus : Enterovirus, rota virus
Parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris) Jamur (Candida albikan).
Faktor terhadap Laktosa (Susu kaleng)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang
tidak diberi ASI resiko untuk menderita diarelebih besar dari pada bayi yang diberi ASI
penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol
susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan
diare. Dalam ASI mangandung antibodi yang dapat melindungi kita terhadap berbagai
kuman penyebab diare seperti Sigella dan V. Cholerae.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah :
Kejadian penyakit diare pada balita
Alat ukur penelitian
12
Yang dimaksud dengan pengukuran dalam penelitian ilmiah adalah observasi fenomena
dengan maksud agar fenomena tersebut dapat dianalisis mnenurut aturan tertentu. Hasil analisis
tersebut memberikan informasi baru tentang obyek yang diukur. Konsep pengukuran serta alat
ukur dalam penelitian mempunyai makna yang luas, bukan hanya pengukuran sehari-hari yang
biasanya berkonotasi kuantitatif, misalnya pengukuran tekanan darah, berat badan dll,
melainkan termasuk juga pengukuran kualitatif. Dalam konsep ini maka anamnesis dan
pemeriksaan jasmani dalam penelitian klinis, kuesioner dalam studi epidemiologis, serta semua
jenis pemeriksaan penunjangan, baik yang berdimensi kuantitatif, semi-kuantitatif, maupun
kualitatif, termasuk dalam pengertian pengukuran.
Peran pengukuran dalam penelitian sangat menentukan, karena dasar semua hasil
penelitian adalah data yang diperoleh dengan cara pengukuran.
Skala Pengukuran dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
Skala kategorikal :
o Skala nominal, hanya merupakan nama atau label variabel, dan tidak mengandung
informasi peringkat. Skala nominal yang mempunyai 2 nilai disebut dikotom atau
binomial misal sembuh-tidak sembuh, sedangkan yang mempunyai lebih dari 2 nilai
disebut politokom, misal agama: Islam, Hindu, Kristen, Katolik.
o Skala ordinal, terdapat informasi peringkat, tetapo jarak antara dua peringkatnya tidak
dapat dikuantifikasi.
Skala numerik, terdapat informasi peringkat kuantitatif yang lengkap dan dapat diukur.
o Skala interval, yakni skala numerik yang tidak mempunyai nilai 0 alami(misalnya suhu
0º celcius tidak sama dengan 0º Fahrenheit.
o Skala rasio, yang mempunyai nilai ) alami (misalnya berat badan, kadar kolesterol)
Secara singkat akan dijelaskan melalui tabel berikut.
Tabel 1. Karakteristik skala variabel.2
Skala variabel
Sifat Contoh Statistik yang lazim
KategorikalNominal Bukan peringkat Golongan darah,
jenis kelamin, agama, suku
Jumlah, rate, resiko relatif, x2 , uji Fischer
Ordinal Peringkat dengan interval yang tidak dapat diukur
Derajat penyakit, status sosial-ekonomi
Sama dnegan nominal, median, uji parametrik
NumerikInterval Peringkat yang interval
yang dapat diukur, namun tidak mempunyai
Suhu tubuh, koefisien inteligensi
Sama dengan ordinal, ditambah mean, simpang baku, uji-t, anova, regresi-
13
titik 0 alamiah korelasiRasio Sama dengan skala
interval, mempunyai titik 0 alamiah
Penghasilan, berat badan, kadar ureum
Sama dengan skala interval
Variasi pengukuran mencakup variabilitas pada instrumen yang dipakai untuk melakukan
pengukuran maupun pada pemeriksa atau orang yang melaksanakan pengukuran.
Tabel 2. Sumber variasi dalam pengukuran.2
Sumber KeteranganVariasi pengukuran
Instrumen Alat dan cara pengukuran Pemeriksa Orang yang mengukur
Variasi biologisPada satu subyek Perubahan variabel karena waktu dan keadaanAntar subyek Perbedaan biologis dari satu subyek ke subyek
lainnya
Melakukan pengukuran pada studi kasus-kontrol
Pengukuran variabel efek dan faktor resiko merupakan hal yang sentral pada studi kasus-
kontrol. Pengukuran faktor resiko atau pajanan yang terjadi pada wkatu lampau juga sering
menimbulkan kesulitan. Kadang tersedia data obyektif, misla rekam medis, kumpulan preparat
hasil pemeriksaan patologik-anatomik, hasil laboratorium, atau pelbagai jenis hasil pencritaan.
Namun lebih sering penentuan pakanan pada masa lalu dilakukan semata-mata dengan
anamnesis atau wawancara dengan responden, jadi hanya dengan mengandalkan daya ingat
responeden, yang mungkin dipengaruhi oleh statusnya (menggalami outcome atau tidak). Jadi
recall bias adalah kesalahan sistematik akibat perbedaan upaya untuk mengingat hal yang terjadi
pada masa lampau antara kelompok kasus dan kontrol, bukan sekedar kesalahan mengingat
(kesalahan pengukuran, measurement error) saja. Bias ini merupakan kelemahan utama studi
kasus-kontrol (bahkan built in); karenanya peneliti harus mempunyai kiat untuk menyiasatinya
misalnya dengan membawa alat peraga pada wawancara.
Pembahasan skenario
Alat ukur yang akan digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Umur balita adalah lama hidup yang dialami oleh balita yang diukur dengan menggunakan
tanggal, bulan kelahiran pada saat dilaksanakan penelitian.
Cara mengukur : menghitung lama waktu antara tanggal lahir balita sampai dengan saat
penelitian/observasi dilaksanakan.
Skala : rasio
14
2. Status gizi adalah keadaan gizi balita berdasarkan indeks berat badan saat ditimbang
sebelum sakit menurut umur (BB/U). Pengukuran dilakukan dengan mencatat hasil pada
pencatatan penimbangan balita dengan kategori berikut.3
Baik : Hasil pengukuran ≥ 80 % Media BB/U baku
Cukup : Hasil pengukuran ≥ 70 - 80 % Media BB/U baku
Kurang : Hasil pengukuran ≤ 70 % Media BB/U baku
Skala : ordinal
3. Tingkat pendidikan pengasuh adalah pendidikan formal terakhir dari pengasuh balita (ibu).
Cara mengukur : wawancara dengan pengasuh balita(ibu).
Skala : ordinal
4. Mencuci tangan sebelum makan adalah mencuci tangan dengan sabun setiap mau makan
atau mau memberi makan balita. Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu
balita, dengan kategori :
a. Ya : Bila setiap mau makan atau bila akan memberi makan balita selalu cuci tangan
dengan sabun.
b. Tidak : Bila tidak selalu mencuci tangan dengan sabun bila mau makan atau akan
memberi makan balita.
Skala : nominal
5. Mencuci peralatan makan sebelum digunakan adalah mencuci semua peralatan makan
dengan bersih setiap mau digunakan untuk memasak.
Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu balita, dengan kategori :
a. Ya : Bila setiap mau masak selalu mencuci peralatan dengan bersih dan menggunakan
sabun dan air yang bersih
b. Tidak : Bila tidak selalu mencuci peralatan makan dengan sabun dan air bersih.
Skala : nominal
6. Mencuci bahan makanan sebelum digunakan adalah mencuci bahan makanan dengan bersih
setiap mau memasaknya. Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu balita,
dengan kategori :
a. Ya : Bila setiap mau masak makanan selalu mencuci bahan makanan dengan bersih.
b. Tidak : Bila tidak selalu mencuci bahan makanan sebelum dimasak.
Skala : nominal
7. Mencuci tangan setelah buang air besar dengan sabun dan air bersih setelah buang air besar.
Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu balita, dengan kategori :
15
a. Ya : Bila setelah buang air besar selalu mencuci tangan dengan sabun dan air bersih
b. Tidak : Bila tidak mencuci tangan setelah buang air besar dengan sabun dan air bersih.
Skala : nominal
8. Merebus air minum sebelum diminum adalah merebus air bersih untuk diminum sampai
mendidih sebelum diminum. Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu balita,
dengan kategori :
a. Ya : Bila selalu minum air yang sudah direbus
b. Tidak : Bila tidak selalu minum air yang sudah direbus
Skala : nominal
9. Kepadatan perumahan adalah luas kamar tidur dibandingkan dengan penghuni,
dikategorikan menjadi 2 (dua) :
a. Tidak padat, jika memenuhi persyaratan luas kamar tidur 4,5 m per penghuni (skor 1)
b. Padat, jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi (skor 0)
Skala : nominal
10. Ketersediaan sarana air bersih, adalah terdapatnya sarana. air bersih milik pribadi yang
memenuhi kriteria inspeksi sanitasi. Kriteria sarana air bersih diperoleh dari pemenuhan
persyaratan dengan ketentuan berikut.4
a. Tidak adanya jamban/sumber pencemar lain dalam jarak 11 m
b. Tidak ada kolam / genangan air dalam jarak 11 m
c. Saluran pembuangan air limbah tidak rusak pada jarak 11 m
d. Dinding kedap air minimal 3 m.
e. Lantai kedap air minimal 1 m dari sarana
Dikategorikan menjadi 2 (dua)
a. Tersedia, jika sarana memenuhi semua persyaratan (skor 1)
b. Tidak tersedia, jika salah satu atau lebih persyaratan tersebut tidak terpenuhi (skor 0)
Skala : nominal
11. Pemanfaatan sarana air bersih adalah pemenuhan kebutuhan air untuk keperluan rumah
tangga yang di dapat dari sarana yang memenuhi persyaratan sarana air bersih.
Kriteria pemanfaatan sarana air bersih dibagi menjadi 2 kategori berikut.
a. Memanfaatkan: selalu (skor 1)
b. Tidak memanfaatkan : tidak selalu (skor 0)
Skala : nominal
16
12. Ketersediaan jamban keluarga adalah tersedianya sarana pembuangan tinja/ kotoran manusia
milik pribadi yang memenuhi persyaratan kesehatan /jamban sehat yaitu :
a. Kotoran manusia tidak mencemari air bersih dan permukaan tanah.
b. Kotoran manusia tidak dapat dijamah oleh lalat dan binatang lain
c. Jamban tidak menimbulkan bau yang mengganggu
d. Terdapat air bersih
Kriteria persyaratan
Jamban sehat bila jamban tersebut memenuhi semua persyaratan
Jamban tidak sehat bila salah satu atau lebih dari persyaratan tersebut tidak terpenuhi.
Dikategorikan menjadi 2 (dua) bagian
a. Tersedia, jika memiliki jamban sehat (skor 1)
b. Tidak tersedia, jika memiliki jamban tidak sehat (skor 0)
Skala : nominal
13. Pemanfaatan jamban keluarga adalah pemenuhan kebutuhan untuk membuang tinja/kotoran
manusia pada jamban yang memenuhi persyaratan kesehatan
Kriteria pemanfaatan jamban bagi menjadi 2 kategori
1. Memanfaatkan: selalu (skor 1)
2. Tidak memanfaatkan: tidak selalu (skor 0)
Skala : nominal
14. Kejadian penyakit diare pada balita
Kejadian penyakit diare pada balita adalah kejadian diare/mencret pada balita yang tercatat
di puskesmas pada bulan Mei sampai dengan Juni, dengan diagnosa adanya perubahan
bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi berak
lebih dari biasanya (minimal tiga kali atau lebih dalam sehari) atau adanya keterangan dari
medis / paramedis yang diperkirakan penyebabnya adalah karena, infeksi saluran
pencernaan oleh bakteri penyebab penyakit diare.
Skala : nominal
15. Laktosa (susu kaleng) tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama kehidupan
sehingga tidak didapatkan antibiotik seperti yang ada dalam ASI maupun alergi terhadap
susu sapi.
a. ASI
b. Laktosa (susu kaleng)
Alat ukur : Kuesioner
17
Skala ukur : Nominal
Analisis Data
Analisis hasil studi kasus-kontrol dapat bersifat sederhana yaitu penentuan ratio odds,
sampai pada yang kompleks yakni dengan analisis multivariat pada studi kasus kontrol dengan
lebih dari satu faktor resiko. Ini ditentukan oleh apa yang ingin diteliti, bagaimana cara memilih
kontrol (matched atau tidak), dan terdapatnya variabel yang mengganggu ataupun tidak.
Pembahasan skenario
Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan alat bantu komputer
dengan program SPSS. Analisis data meliputi deskripsi variabel penelitian, analisis OR (Odds
Ratio), analisis bivariat, analisis multivariat. Analisis Odds Ratio untuk mengukur kekuatan
asosiasi paparan dan penyakit dengan cara membandingkan odds paparan pada subyek sakit
dengan odds paparan pada subyek tak sakit.5
Pada penelitian ini penentuan ratio odds untuk menganalisis data kita gunakan studi
kasus-kontrol tanpa ‘matching’. pada penelitian kasus-kontrol kita mulai dengan mengambil
kelompok kasus (a+c) dan kelompok kontrol (b+d). Oleh karena kasus adalah subyek yang
sudah sakit (dalam hal ini balita yang menderita diare bulan mei dan Jun, serta tinggal di desa
Ki) dan kontrol adalah mereka yang tidak sakit(dalam hal ini balita sehat pada bulan mei dan
Juni, dan tinggal di desa K) maka tidak dapat dihitung insidens penyakit baik pada kasus
maupun kontrol. Yang dapat dinilai adalah berapa sering terdapat pajanan pada kasus
dibandingkan pada kontrol; hal iniilah yang menjadi alat analisis pada studi kasus-kontrol, yang
disebut ratio odds (RO).2
RO = odds pada kelompok kasus
odds pada kelompok kontrol
RO = ( proporsi kasusdengan risiko)( proporsi kasusdengan risiko)
:( proporsi kontrol denganrisiko)(proporsi kontrol tanparisiko )
=
aa−c
:c
a−cb
b+d:
db+d
=
acbd
=adbc
Penulisan hasil penelitian
Rumusan Masalah
Di Desa K, yaitu pada bulan Juni lalu Puskesmas K mendapatkan sekitar 50 orang
penderita diare akut. Angka kejadian ini cukup tinggi dibandingkan dengan bulan Mei lalu, dan
hal ini menujukkan peningkatan kejadian diare di desa K. Sebagian besar penderita diare akut
18
ini adalah balita. Selain itu juga diketahui tentang tingkat pendidikan penduduknya yang rendah
serta Sumber air minum di desa K menggunakan air PAM.
Untuk menggetahui apakah penyebab dari peningkatan kejadian diare di desa K ini,
maka dilakukan penelitian ini. Berdasarkan rumusan masalah diatas kami akan mencari faktor
resiko apa saja yang mempengaruhi terjadinya penyakit diare terutama balita di desa K. Apakah
tingginya angka kejadian diare di desa K berhubungan atau disebabkan dengan pengetahuan dan
perilaku masyarakat di desa K yang rendah, atau tidak.
Hipotesis
Pertanyaannya adalah :
Apakah terdapat hubungan antara rendahnya pengetahuan dan perilaku masyarakat di desa K
dengan peningkatan angka kejadian diare pada balita di desa K.?
Hipotesis yang ingin diuji adalah :
Peningkatan angka kejadian diare pada balita di desa K disebabkan karena rendahnya
pengetahuan dan perilaku masyarakat di desa K.
Desain penelitian
Pada penelitian kasus peningkatan angka kejadian diare di desa K akan menggunakan
studi kasus-kontrol. Studi kasus-kontrol dipilih sebagai desain penelitian ini karena, dalam
penelitian ini kita hanya akan melakukan pengamatan terhadap variabel-variabel penelitian
termasuk faktor penelitiannya dan membandingkan kelompok kasus dengan kelompok kontrol
sehingga dapat menjawab hipotesis yang telah dibuat. Serta mengetahui faktor-faktor resiko
yang menjadi penyebab peningkatan angka kejadian diare di desa K.
Jadi pada penelitian yang akan dilakukan di desa K, sekelompok kasus yaitu pasien
(dalam hal ini balita) yang bertempat tinggak di desa K serta didiagnosa oleh dokter di
puskesmas K yakni menderita diare pada bulan Mei dan Juni, dibandingkan dengan kelompok
kontrol yaitu balita yang tinggak di desa K dan tidak menderita diare pada bulan Mei dan Juni.
Dengan studi ini ingin diketahui apakah faktor lingkungan dan rendahnya pendidikan
(kurangnya pengetahuan) masyarakat desa K benar berpengaruh terhadap terjadinya
peningkatan angka kejadian diare di desa K dengan membandingkan pajanan resiko tersebut
pada kelompok kasus dengan kekerapan pajanan pada kelompok kontrol.
Subyek Penelitian
Kriteria inklusi untuk populasi kasus dalam penelitian di desa K adalah :
19
- Keluarga Balita tinggal di Desa K
- Balita yang didiagnosis menderita diare pada bulan Mei dan Juni di puskesmas desa K.
Kriteria inklusi untuk populasi kontrol dalam penelitian di desa K adalah :
- Keluarga Balita tinggal di Desa K
- Balita tidak menderita penyakit diare pada bulan Mei dan Juni.
Kriteria eksklusi :
- Keluarga Balita tidak bertempat tinggal di desa K
- Balita menderita penyakit lain selain diare
- Ibu balita tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian
Populasi penelitian
Populasi penelitian adalah semua anak balita yang tinggal di desa K pada bulan Mei dan Juni.
Populasi kasus adalah semua anak balita berumur 1-4 tahun yang bertempat tinggal di desa K
serta didiagnosis menderita diare oleh dokter di puskesmas K pada bulan Mei dan Juni. Populasi
kontrol adalah semua anak balita berumur 1-4 tahun yang tidak menderita diare pada bulan Mei
dan Juni dan tinggal di desa K.
Sampel penelitian
Sampel penelitian kita ambil dari populasi yang telah ditentukan. Kita gunakan pemilihan
sampel dengan cara Consecutive sampling. Jadi semua balita yang datang secara berurutan
memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang
diperlukan terpenuhi. Misalnya sampel penelitian yang kita perlukan totalnya 50, 25 untuk
sampel kasus dan 25 sampel kontrol. Untuk 25 sampel kasus kita pilih dari semua balita yang
datang ke puskesmas K, didiagnosis oleh dokter menderita diare pada bulan Mei dan Juni, serta
bertempat tinggal di desa K. Sedangkan untuk 25 sampel kasus kontrol kita pilih dari semua
balita sehat pada bulan Mei dan Juni serta bertempat tinggal di desa K.
Variabel penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah :
a. Umur balita
b. Status gizi balita
c. Umur pengasuh balita
d. Tingkat pendidikan pengasuh balita
e. Mencuci tangan sebelum makan
f. Mencuci peralatan makan sebelum digunakan
20
g. Mencuci bahan makanan dengan bersih sebelum digunakan
h. Mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar
i. Merebus air minum sebelum diminum
j. Kebiasaan memberi makan diluar rumah.
k. Tingkat kepadatan perumahan
l. Ketersediaan sarana air bersih
m. Pemanfaatan sarana air bersih
n. Kualitas air bersih.
o. Ketersediaan jamban keluarga
p. Pemanfaatan jamban keluarga
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah :
Kejadian penyakit diare pada balita
Penentuan KLB dan wabah:
Kejadian luar biasa(KLB): Adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau
meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu. Kriteria KLB sebagai berikut.
Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal di suatu daerah
Adanya peningkatan kesakitan/kematian 2 kali atau lebih dibandingkan jumlah
kesakitan/kematian yang biasa terjadi pada kurun waktu sebelum(jam,hari,minggu)
tergantung dari jenis penyakitnya.
Adanya peningkatan kejadian kesakitan secara terus-menerus selama kurun
waktu(jam,hari,minggu)berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
Wabah: berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu
secara dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan mencabut daerah tertentu
dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah.
Tanda suatu wabah:
1. Onset penyakit(cepat/lama)
2. Masa inkubasi (pendek/panjang)
3. Episode penyakit(tungggal/majemuk)
4. Waktu munculnya penyakit(saat tertentu/tidak jelas)
5. Penyakit menghilang(dalam waktu cepat/lama)
21
*tanda-tanda diatas dapat menentukan jenis wabah sama ada penyakit menular atau tidak
menular.
Dari analisis masalah dan pengumpulan data dari sistem pencatatan dan pelaporan terpadu
puskesmas kejadian diare dapat dikelompokkan kedalam kejadian luar biasa(KLB).2.3
Kesimpulan
Menurut hasil yang diperoleh, ternyata didapati ada hubungan antara rendahnya
pengetahuan dan perilaku masyarakat dengan kejadian diare di daerah K. Puskesmas
mempunyai berbagai macam program kerja dan salah satunya adalah program pemberantasan
penyakit menular dengan tujuan memutuskan rantai penularan penyakit tersebut agar Indonesia
terbebas dari penyakit menular. Dengan disusunnya Kebijakan Dasar Puskesmas ini, maka
berarti konsep puskesmas yang selama ini dianut telah mengalami perubahan yang cukup
mendasar. Pada hakekatnya hal-hal yang telah diuraikan dalam kebijakan dasar ini menegaskan
adanya perubahan dan pembaharuan konsep dan penyelenggaraan puskesmas. Penegasan ini
akan mengantarkan puskesmas kepada perwujudan peranannya sebagai ujung tombak
pencapaian Indonesia Sehat 2010. Untuk dapat diterapkannya kebijakan yang baru ini,
diperlukan dukungan yang mantap dariberbagai pihak, baik dukungan politis, perundangan-
undangan, maupun sumberdaya termasuk pembiayaannya. Selain itu, adanya kerjasama dengan
berbagai sektor terkait dinilai mempunyai peranan yang sangat strategis terutama dalam
memberdayakan potensi masyarakat. Keberhasilan penerapan kebijakan yang baru ini juga
sangat ditentukan oleh semangat,ketekunan dan pengabdian para penyelenggaranya.
Daftar Pustaka
1. Ghishan FK. Chronic diarrhea. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors.
Nelson textbook of pediatrics 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. p.1276-1281.
2. Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 4th ed. Jakarta: Sagung Seto;
2011. p. 78-80.
3. Supariasa IDN. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. p. 56-
62.
4. Setyorogo, Sudijono, Peranan air bersih dan Sanitasi dalam Pemberantasan Penyakit
Menular. Dalam Sanitasi. Vol. II. Jakarta: YLKI; 2005. p. 81-84.
22
5. Murti. B, Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. 2nd ed. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press; 2008. p. 105-6.
Alat Ukur penelitian
alat ukur yang akan digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Umur balita adalah lama hidup yang dialami oleh balita yang diukur dengan
menggunakan tanggal, bulan kelahiran pada saat dilaksanakan penelitian.
Cara mengukur : menghitung lama waktu antara tanggal lahir balita sampai dengan saat
penelitian/observasi dilaksanakan.
Skala : rasio
2. Status gizi adalah keadaan gizi balita berdasarkan indeks berat badan saat ditimbang
sebelum sakit menurut umur (BB/U). Pengukuran dilakukan dengan mencatat hasil pada
pencatatan penimbangan balita dengan kategori berikut.3
Baik : Hasil pengukuran ≥ 80 % Media BB/U baku
Cukup : Hasil pengukuran ≥ 70 - 80 % Media BB/U baku
Kurang : Hasil pengukuran ≤ 70 % Media BB/U baku
Skala : ordinal
3. Tingkat pendidikan pengasuh adalah pendidikan formal terakhir yang pernah dialami
oleh pengasuh balita (ibu).
Cara mengukur : wawancara dengan pengasuh balita(ibu).
23
Skala : ordinal
4. Mencuci tangan sebelum makan adalah mencuci tangan dengan sabun setiap mau
makan atau mau memberi makan balita. Pengukuran dilakukan dengan wawancara
dengan ibu balita, dengan kategori :
b. Ya : Bila setiap mau makan atau bila akan memberi makan balita selalu cuci tangan
dengan sabun.
c. Tidak : Bila tidak selalu mencuci tangan dengan sabun bila mau makan atau akan
memberi makan balita.
Skala : nominal
5. Mencuci peralatan makan sebelum digunakan adalah mencuci semua peralatan makan
dengan bersih setiap mau digunakan untuk memasak.
Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu balita, dengan kategori :
a. Ya : Bila setiap mau masak selalu mencuci peralatan dengan bersih dan
menggunakan sabun dan air yang bersih
b. Tidak : Bila tidak selalu mencuci peralatan makan dengan sabun dan air bersih.
Skala : nominal
6. Mencuci bahan makanan sebelum digunakan adalah mencuci bahan makanan dengan
bersih setiap mau memasaknya. Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu
balita, dengan kategori :
a. Ya : Bila setiap mau masak makanan selalu mencuci bahan makanan dengan
bersih.
b. Tidak : Bila tidak selalu mencuci bahan makanan sebelum dimasak.
Skala : nominal
7. Mencuci tangan setelah buang air besar adalah mencuci tangan dengan sabun dan air
bersih setiap sehabis buang air besar.
Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu balita, dengan kategori :
a. Ya : Bila setiap habis buang air besar selalu mencuci tangan dengan sabun dan air
bersih
b. Tidak : Bila tidak selalu mencuci tangan setelah buang air besar dengan sabun dan
air yang bersih.
Skala : nominal
24
8. Merebus air minum sebelum diminum adalah merebus air bersih untuk diminum sampai
mendidih sebelum diminum. Pengukuran dilakukan dengan wawancara dengan ibu
balita, dengan kategori :
a. Ya : Bila selalu minum air yang sudah direbus
b. Tidak : Bila tidak selalu minum air yang sudah direbus
Skala : nominal
9. Kepadatan perumahan adalah luas kamar tidur dibandingkan dengan penghuni,
dikategorikan menjadi 2 (dua) :
a. Tidak padat, jika memenuhi persyaratan luas kamar tidur 4,5 m per penghuni (skor
1)
b. Padat, jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi (skor 0)
Skala : nominal
10. Ketersediaan sarana air bersih, adalah terdapatnya sarana. air bersih milik pribadi yang
memenuhi kriteria inspeksi sanitasi. Kriteria sarana air bersih diperoleh dari pemenuhan
persyaratan dengan ketentuan 4
a. Tidak adanya jamban/sumber pencemar lain dalam jarak 11 m
b. Tidak ada kolam / genangan air dalam jarak 11 m
c. Saluran pembuangan air limbah tidak rusak pada jarak 11 m
d. Dinding kedap air minimal 3 m.
e. Lantai kedap air minimal 1 m dari sarana
Dikategorikan menjadi 2 (dua)
1. Tersedia, jika sarana memenuhi semua persyaratan (skor 1)
2. Tidak tersedia, jika salah satu atau lebih persyaratan tersebut tidak
terpenuhi (skor 0)
Skala : nominal
11. Pemanfaatan sarana air bersih adalah pemenuhan kebutuhan air untuk keperluan rumah
tangga yang di dapat dari sarana yang memenuhi persyaratan sarana air bersih :
Kriteria pemanfaatan sarana air bersih dibagi menjadi 2 kategori
1. Memanfaatkan: selalu (skor 1)
2. Tidak memanfaatkan : tidak selalu ( skor 0)
Skala : nominal
12. Ketersediaan jamban keluarga adalah tersedianya sarana pembuangan tinja/ kotoran
manusia milik pribadi yang memenuhi persyaratan kesehatan /jamban sehat yaitu :
1. Kotoran manusia tidak mencemari air bersih dan permukaan tanah.
25
2. Kotoran manusia tidak dapat dijamah oleh lalat dan binatang lain
3. Jamban tidak menimbulkan bau yang mengganggu
4. Terdapat air bersih
Kriteria persyaratan
1. Jamban sehat bila jamban tersebut memenuhi semua persyaratan
2. Jamban tidak sehat bila salah satu atau lebih dari persyaratan tersebut tidak
terpenuhi.
Dikategorikan menjadi 2 (dua) bagian
1. Tersedia, jika memiliki jamban sehat (skor 1)
2. Tidak tersedia, jika memiliki jamban tidak sehat (skor 0)
Skala : nominal
13. Pemanfaatan jamban keluarga adalah pemenuhan kebutuhan untuk membuang
tinja/kotoran manusia pada jamban yang memenuhi persyaratan kesehatan
Kriteria pemanfaatan jamban bagi menjadi 2 kategori
1. Memanfaatkan: selalu (skor 1)
2. Tidak memanfaatkan: tidak selalu (skor 0)
Skala : nominal
14. Kejadian penyakit diare pada balita
Kejadian penyakit diare pada balita adalah kejadian diare/mencret pada balita yang
tercatat di puskesmas pada bulan Mei sampai dengan Juni, dengan diagnosa adanya
perubahan bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya
frekuensi berak lebih dari biasanya (minimal tiga kali atau lebih dalam sehari) atau
adanya keterangan dari medis / paramedis yang diperkirakan penyebabnya adalah
karena, infeksi saluran pencernaan oleh bakteri penyebab penyakit diare.
Skala : nominal
15. Laktosa (susu kaleng) adalah tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama
kehidupan sehingga tidak didapatkan antibiotik seperti yang ada dalam ASI maupun
alergi terhadap susu sapi.
i. ASI
ii. Laktosa (susu kaleng)
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Nominal
26