Upload
valentineseftiana
View
167
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
blok 20
Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak*
Pendahuluan
Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuri massif,
hipoalbuminemia yang disertai atau tidak dengan edema dan hiperkolestrolemia. Secara klinis
SN terdiri dari edema massif, proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolestrolemia atau
mormokolestrolemia. Pada anak kausa SN tidak jelas sehingga disebut sindrom nefrotik
idiopatik (SNI). Dari segi usia, sindrom nefrotik yang menyerang anak dibagi menjadi
sindrom nefrotik infantile dan sindrom nefrotik congenital. Sindrom nefrotik infantil diartikan
sebagai sindrom nefrotik yang terjadi setelah umur 3 bulan sampai 12 bulan sedangkan
sindrom nefrotik yang terjadi dalam 3 bulan pertama kehidupan disebut sindrom nefrotik
congenital (SNK) yang didasari kelainan genetik. Kelainan histologis sindrom nefrotik
idiopatik (SNI) menunjukan kelainan-kelainan tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang
terjadi sehingga disebut minimal change nephrotic syndrome atau sindrom nefrotik kelainan
minimal (SNKM) atau sering disebut NIL (Nothing In Light Microscopy) disease. Dalam
makalah ini penulis akan menjelaskan satu persatu mengenai sindrom nefrotik idiopatik,
maupun diagnosis bandingnya yaitu sindrom nefrotik congenital dan sekunder sebagai hasil
pembelajaran penulis.
*Valentine Seftiana Soesanto (102011212). [email protected]. Mahasiswa
Fakultas Kedokteran UKRIDA. Jalan Arjuna Utara no 6 Jakarta Barat 11510.
1
Anamnesis
Hal-hal berikut yang perlu ditanyakan pada anak yang datang dengan keluhan bengkak yang
kita duga sebagai seindrom nefrotik.1
Identitas pasien meliputi nama dan usia. Apakah ada bengkak, jika ada tanyakan lokasinya.
Pada sindrom nefrotik biasanya anak sembab pada pagi hari terutama bangun tidur, ini
dikarenakan ada edema di palpebra. Semakin siang bengkak meluas ke seluruh tubuh dan
terutama di bagian kaki, akibat gaya gravitasi ke bawah. Tanyakan juga frekuensi berkemih,
warna urin (keruh/jernih/kemerahan), volume urin. Obata apa yang pernah dikonsumsi.
Apakah terdapat kuning/sclera ikterik pada anak. Dalam keluhan penyakit dahulu apakah dulu
pernah terkena gejala yang sama atau terinfeksi penyakit lain (misal terinfeksi Streptococcus,
biasanya anak menderita faringitis), apakah anak pernah menderita penyakit sistemik.
Tanyakan juga dalam kaluarga apakah pernah mengalami penyakit serupa. Dalam pola
makan, tanyakan apakah ada anoreksia, mual, muntah, gangguan tumbuh.1
Pemeriksaan fisik
Temuan klinis yang paling umum adalah edema. Edema adalah pitting dan biasanya
ditemukan di ekstremitas bawah, wajah dan daerah periorbital, skrotum atau labia, dan perut
(asites). Pada anak-anak dengan asites ditandai, kesulitan bernapas, dan anak dapat
bermanifestasi kompensasi takipnea. Edema paru dan efusi juga dapat menyebabkan
gangguan pernapasan. Hipertensi dapat hadir dan lebih sering terjadi pada anak-anak dengan
focal segmental glomerulosclerosis (FSGS) dan membranoproliferative glomerulonephritis
(MPGN) ketimbang minimal change nephrotic syndrome (MCN).2
Temuan fisik juga dapat hadir karena komplikasi idiopathic nephrotic syndrome (INS).
Abdomen mungkin menunjukkan peritonitis. Hipotensi dan tanda-tanda syok dapat hadir pada
anak-anak yang mengalami sepsis. Trombosis dapat menyebabkan berbagai temuan, termasuk
tachypnea dan gangguan pernapasan (trombosis paru / emboli), hematuria (trombosis vena
ginjal).2
2
Gambar 1. Manifestasi klinis dan pemeriksaan urin pada sindrom nefrotik.
Sumber: www.netterimages.com
Pemeriksaan penunjang
Hematuria mikroskopik tampak dalam 20% kasus INS dan tidak dapat digunakan untuk
membedakan antara perubahan sindrom nefrotik minimal (MCN) dan bentuk lain dari
penyakit glomerular. RBC casts, jika ada, sugestif glomerulonefritis akut, seperti nefritis
postinfectious, atau presentasi nephritic glomerulonefritis kronis, seperti glomerulonefritis
membranoproliferative (MPGN). Kehadiran makroskopik (gross) hematuria tidak biasa dalam
MCN dan memungkinkan penyebab lain, seperti MPGN, atau komplikasi sindrom nefrotik
idiopatik (INS), seperti trombosis vena ginjal. Urin pagi lebih mudah didapatkan dari pada
urin 24 jam. Protein urin / rasio kreatinin lebih dari 2-3 mg / mg konsisten dengan proteinuria
nefrotik. Tingkat protein urin 24 jam lebih dari 40 mg/m2/h juga mendefinisikan proteinuria
nefrotik.2
Serum albumin pada sindrom nefrotik umumnya kurang dari 2,5 g / dL . Nilai 0,5 g / dL tidak
biasa ditemukan. Hasil pemeriksaan lipid biasanya sebagai berikut: peningkatan total
kolesterol, low-density lipoprotein (LDL) kolesterol, peningkatan trigliserida dengan
hipoalbuminemia berat, high-density lipoprotein (HDL) kolesterol (normal atau rendah).2
Kadar natrium serum rendah pada pasien dengan INS karena hiperlipidemia
(pseudohyponatremia), serta akibat retensi air. Kadar kalsium total yang rendah karena
hipoalbuminemia, tetapi kadar kalsium terionisasi normal.2
Pada CBC, peningkatan hemoglobin dan hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi dan
penurunan volume intravascular. Jumlah trombosit sering meningkat.2
Infeksi HIV, hepatitis B, dan hepatitis C adalah penyebab sekunder penting dari sindrom
nefrotik. Akibatnya, skrining untuk virus ini harus dilakukan pada semua pasien dengan
3
sindrom nefrotik. Memeriksa enzim hati, seperti alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat
aminotransferase (AST).2
Temuan ultrasonografi ginjal biasanya nonspesifik. Ginjal biasanya membesar karena edema
jaringan. Peningkatan ekogenisitas biasanya menunjukkan penyakit ginjal kronis selain MCN,
di mana ekogenisitas biasanya normal. Ginjal yang tampak mengecil mengindikasikan
penyakit ginjal kronis selain MCN dan sering disertai dengan kadar kreatinin serum
meningkat.2
Radiografi toraks diindikasikan pada anak dengan gejala pernapasan. Efusi pleura umumnya
tampak, meskipun edema paru jarang terjadi. Radiografi toraks juga harus dipertimbangkan
sebelum terapi steroid untuk menyingkirkan infeksi tuberkulosis (TB) , terutama pada anak
dengan tes Mantoux positif atau sebelumnya positif atau pengobatan sebelumnya untuk TB.2
Diagnosis banding
Sindrom nefrotik bawaan. Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi
maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa
neonatus. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya.3
Sindrom nefrotik sekunder. Disebabkan oleh: malaria kuartana atau parasit lainnya, penyakit
kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid, glomerulonefritis akut
atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis, bahan kimia seperti trimetadion,
paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa, amiloidosis, penyakit
sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.3
Glomerulonefritis akut ditandai dengan edema awitan mendadak, hematuria, azotemia, dan
hipertensi yang beratnya bervariasi. Keluaran urin dapat menurun hingga kurang dari jumlah
yang diperlukan untuk mengekskresi beban solut minimal. Oliguria serta retensi garam dan
air merupakan faktor penyebab utama edema, konegsti sirkulasim, hipertensi serta gangguan
asam basa dan elektrolit. Proteinuria dapat bervariasi dari yang ringan hingga rentang
nefrotik; ekskresi protein urin biasanya kurang dari 1,0 g/24 jam. Hematuria dapat dideteksi
hanya dengan pemeriksaan mikroskopik, atau dapat terlihat secara makroskopis dengan urin
yang berwarna seperti teh. Urinalisis secara khas menunjukkan adanya silinder campuran,
granular, dan eritrosit. Kadar kreatinin serum meningkat pada duapertiga anak. Jika
penyebabnya adalah streptokokus, titer ASTO meningkat dan komplemen serum menurun.3
4
Glomerulonefritis akut poststreptokokus merupakan penyebab tersering glomerulonefritis
akut. Kejadian pencetus adalah infesi pada faring dan kulit oleh strain nefritogenik
streptokokus beta hemolitikus grup A. Awitan terjadi tiba-tiba. nefritis yang terjadi setelah
infeksi faring terutama mengenai anak-anak di awal usia sekolah; setelah awitan infeksi
streptokokus dalam waktu 9-11 hari. Rasio anak laki-laki yang terkena dan anak perempuan
yang terkena adalah 2:1.3
Kompleks imun yang terdiri dari streptokokus, antibodi, dan komplemen yang terdeposit di
glomerulus. Kompleks imun ini mencetuskan proliferasi sel endotel (glomerulonefritis
proliferatif). Glomerulonefritis pascastreptokokus sekarang jarang ditemukan di negara maju,
namun masih banyak di temukan di seluruh dunia.3
Glomerulonefritis memiliki distribusi usia dengan puncaknya 7 tahun. Anak terlihat sehat
sampai pada saat terjadi onset mendadak penyakit dan didapatkan urin berwarna merah terang
atau kecoklatan. Edema wajah, terutama pada kelopak mata umum terjadi dan mungkin
didapatkan nyeri abdomen atau pangkal paha bersama dengan nyeri tekan pinggang. Tekanan
darah biasanya meningkat. 3
Gagal ginjal akut (GGA) ialah suatu keadaan klinis ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
mendadak dengan akibat terjadinya peningkatan hasil metabolik nitrogen seperti ureum dan
kreatinin. Faktor prarenal: perdarahan, dehidrasi, asidosis diabetik, hipovolemia pada
kebocoran kapiler atau sindrom nefrotik, syok, gagal jantung, dll. Faktor renal:
glomerulonefritis akut, nefrotoksin, nekrosis tubular akut, pielonefritis akut, koagulasi
intravaskular, dll. Faktor pascarenal: obstruksi saluran kemih akibat kelainan bawaan, tumor,
nefrolitiasis, keracunan jengkol, dll. Gejala klinis yang tampak: pucat (anemia), oliguria,
edema, hipertensi, muntah, letargi, gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif
atau edema paru, aritmia jantung akibat hiperkalemia, hematemesis dengan/tanpa melena
akibat gastritis/tukak lambung, kejang, kesadaran menurun sampai koma.4
Fase gagal ginjal akut:
Fase oliguria/anuria: jumlah urin berkuraug sampai 10-30 ml sehari, dapat berlangsung 4-5
hari, kadang-kadang sampai 1 bulan. Terdapat gejala uremia nyata, seperti pusing, muntah,
apatis sampai somnolen, haus, napas Kussmaul, kejang, dll. Ditemukan hiperkalemia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.4
Fase diuretik: poliuria, dapat timbul dehidrasi. Berlangsung sekitar 2 minggu.4
5
Fase penyembuhan atau pascadiuretik: poliuria dan gejala uremia berkurang. Faal glomerulus
dan tubulus membaik dalam beberapa minggu, tetapi masih ada kelainan kecil. Yang paling
lama terganggu adalah daya mengkonsentrasi urin. Kadang-kadang faal ginjal tidak menjadi
normal lagi dan albuminuria tetap ditemukan.4
Diagnosis kerja
Analisis urin menunjukkan proteinuria +3 atau +4; mungkin ada hematuria mikroskopis,
tetapi jarang ada hematuria makroskopis. Fungsi ginjal mungkin normal atau menurun.
Klirens kreatinin rendah karena terjadi penurunan perfusi ginjal akibat penyusutan volume
intravaskuler dan akan kembali ke normal bila volume intravaskuler membaik. Ekskresi
protein melebihi 2 g/24 jam. Kadar kolesterol dan trigliserid serum naik, kadar albumin serum
biasanya kurang dari 2 g/dL (20 g/L), dan kadar kalsium serum total menurun, karena
penurunan fraksi terikat-albumin. Kadar C3 normal.5
Anak dengan awitan sindrom nefrotik antara usia 1 sampai 8 tahun agaknya menderita
penyakit lesi-minimal yang berespon terhadap steroid, dan terapi kortikosteroid harus dimulai
tanpa biopsi ginjal. Penyakit lesi-minimal tetap lazim pada anak di atas usia 8 tahun yang
datang dengan nefrosis, tetapi glomerulonefritis membranosa dan membranoproliferatif
menjadi semakin sering; biopsi ginjal dianjurkan pada kelompok ini untuk menegakkan
diagnosis pasti sebelum mempertimbangkan terapi.5
Etiologi
Penyebab sindrom ini tetap belum diketahui. Keberhasilan awal dalam mengendalikan
nefrosis dengan obat-obat “imunosupresif” memberi kesan bahwa penyakitnya diperantarai
oleh mekanisme imunologis, tetapi bukti adanya mekanisme jejas immunologis yang klasik
belum ada, dan sekarang agaknya jelas bahwa obat-obat “immunosupresif” mempunyai
banyak pengaruh selain dari penekanan pembentukan antibodi. Sebagian kecil penderita
mempunyai bukti bahwa penyakit ini diperantarai IgE, tetapi bukti semakin banyak
mengesankan bahwa sindrom ini mungkin diakibatkan dari kelainan fungsi limfosit yang
berasal dari timus (sel-T), mungkin melalui produksi faktor yang meningkatkan permeabilitas
vaskuler.5
6
Epidemiologi
Sindrom nefrotik terjadi apabila pengeluaran protein urine secara nyata yang menyebabkan
hipoalbuminemia dan edema. Penyakit ini jarang terjadi, dengan insiden 2 kasus per 100.000
anak (9-16 kasus per 100.000 kasus di Asia) dan puncak kejadian pada usia antara 1 dan 5
tahun. Laki-laki lebih sering menderita sindrom nefrotik daripada perempuan, dengan
perbandingan 2,5:1. Penyebabnya belum diketahui. Kurang lebih 85 persen anak kaukasia
dengan sindrom nefrotik termasuk tipe yang disebut “kelainan minimal”.6
Patofisiologi
Sindrom nefrotik biasanya mengisyaratkan cedera glomerulus yang berat. Hilangnya protein-
protein plasma menyebabkan hipoalbuminemia dan hipoimmunoglobulinemia. Manifestasi
klinisnya antara lain adalah peningkatan kerentanan terhadap infeksi (akibat
hipoimmunoglobulin) dan edema generalisata, yang disebut anasarka. Hiperlipidemia
(peningkatan lemak-lemak plasma) berkaitan dengan hipoalbuminemia.7
Proteinuria. Ekskresi protein yang berlebihan akibat terjadi peningkatan filtrasi protein
glomerulus karena peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus terhadap serum
protein, umumnya protein plasma dengan BM rendah seperti albumin, transferin diekresi
lebih mudah dibanding protein dengan BM yang lebih besar seperti lipoprotein. Clearance
relative plasma protein yang berbanding terbalik dengan ukuran atau berat molekulnya
mencerminkan selektivitas proteinuria.7
Faktor-faktor yang menentukan derajat proteinuria: besar dan bentuk molekul protein,
konsentrasi plasma protein, struktur dan faal integritas dinding kapiler glomerulus, muatan
ion membrane basalis dan lapisan epitel, tekanan dan aliran intra glomerulus
Sembab atau Edema. Walaupun edema hamper selalu ditemukan untuk beberapa waktu dalam
perjalanan penyakit dan merupakan tanda yang mendominasi pola klinis, namun merupakan
tanda yang paling variabel diantara gambaran terpenting sindrom nefrotik. Penurunan tekanan
koloid osmotik plasma akibat penurunan konsentrasi albumin serum yang bertanggungjawab
terhadap peergeseran cairan ekstraselular dari compartment intravaskuler ke dalam intertisial
dengan timbulnya edema dan penurunan volume intravaskuler. Penurunan nyata ekresi
natrium kemih akibat peningkatan reabsorbsi tubular. Mekanisme meningkatnya reabsorbsi
natrium tidak dimengerti secara lengkap tetapi pada prinsipnya terjadi akibat penurunan
volume intravaskular dan tekanan koloid osmotik. Terdapat peningkatan ekresi renin dan
7
sekresi aldosteron. Penurunan tekanan koloid osmotic plasma dan retensi seluruh natrium
yang dikonsumsi saja tidaklah cukup untuk berkembangnya edema pada sindrom nefotik, agar
timbul edema harus ada retensi air. Tonisitas normal ini dipertahankan melalui sekresi
hormon antidiuretik yang menyebabkan reabsorbsi air dalam tubuli distal dan duktus koligens
serta pembentukan kemih hipertonik atau pekat. Hal ini mungkin merupakan penjelasan
mendasar retensi air pada sebagian besar nefrotik anak, seperti yang ditunjukkan dari
pengamatan pengurangan nyata masukan natrium ternyata tidak memerlukan pembatasan
masukan air sebab kemampuan ekresi air tidak biasanya mengalami gangguan yang berarti.
Retensi garam dan air pada pasien nefrotis dapat dianggap sebagai suatu respons fisiologis
terhadap penurunan tekanan onkotik plasma dan hipertonisitas, tidak dapat mengkoreksi
penyusutan volume intravaskular, sebab cairan yang diretensi akan keluar keruang intertisial,
dan pasien akan menjadi lebih edematosa sesuai dengan jumlah masukan natrium dan air.7
Hiperlipidemia. Sebagian besar fraksi lipid plasma meningkat pada sindrom nefrotik.
Terdapat hubungan terbalik yang variable antara derajat hiperlipidemia dengan penurunan
kadar albumin plasma. Penurunan albumin serum dan tekanan osmotic merangsang sel hati
untuk membentuk lipoprotein lipid / lipogenesis.7
Hiperproteinemia. Penurunan konsentrasi protein serum, terutama protein dengan BM rendah
secara primer merupakan konsekuensi kehilangan protein melalui kemih. Kehilangan protein
akibat peningkatan permeabilitas glomerulus hanya sebagian diperhitungkan dalam jumlah
akhir yang diekresi dalam kemih. Konsentrasi kalsium plasma dapat rendah sebagai
konsekuensi penurunan kadar albumin, sebab hamper separuh kalsium plasma terikat pada
albumin, akan tetapi konsentrasi kalsium yang terionisasi akan tetap normal.7
Gambar 2. Patofisiologi edema.
Sumber: www.renalsource.com
8
Patologi
Sindrom nefrotik idiopatik terjadi pada 3 pola morfologi. Pada lesi-minimal (85%),
glomerulus tampak normal atau menunjukkan penambahan minimal pada sel mesangium dan
matriks. Temuan-temuan mikroskopi imunoflouresens khas negatif. mikroskopi elektron
menampakkan retraksi tonjolan kaki sel epitel. Lebih dari 90% anak dengan penyakit lesi-
minimal berespons terhadap terapi kortikosteroid.5
Kelompok proliferatif mesangium (5%) ditandai dengan peningkatan difus sel mesangium
dan matriks. Dengan imunofluoresensi, frekuensi endapan mesangium yang mengandung IgM
dan C3 tidak berbeda dengan frekuensi yang diamati pada penyakit lesi-minimal. Sekitar 50-
60% penderita lesi histologis ini akan berespons terhadap terapi kortikosteroid.5
Pada biopsi penderita yang menderita lesi sklerosis setempat (10%), sebagian besar
glomerulus tampak normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain, terutama
glomerulus yang dekat dengan medula (jukstamedulare), menunjukkan jaringan parut
segmental pada satu atau lebih lobulus. Penyakitnya sering kali progresif, akhirnya
melibatkan semua glomerulus, dan menyebabkan gagal ginjal stadium akhir pada kebanyakan
penderita. Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap prednisone atau terapi
sitotoksik atau keduanya. Penyakit ini dapat berulang pada ginjal yang ditransplantasikan.5
Manifestasi klinis
Sindrom nefrotik idiopatik lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada wanita (2:1) dan
paling lazim muncul antara usia 2 dan 6 tahun. Sindrom terdini telah dilaporkan pada
setengah tahun terakhir dari usia 1 tahun dan lazim pada orang dewasa. Episode awal dan
kekambuhan berikutnya dapat terjadi pasca-infeksi virus saluran pernapasan atas yang nyata.8
Penyakit ini biasanya muncul sebagai edema, yang pada mulanya ditemukan sekitar mata dan
pada tungkai bawah, di mana edemanya bersifat “pitting”. Semakin lama, edema semakin
menyeluruh dan mungkin disertai kenaikan berat badan, timbul asites dan/atau efusi pleura,
penurunan curah urin. Edemanya berkumpul pada tempat-tempat tergantung dan dari hari ke
hari tampak berpindah dari muka dan punggung ke perut, perineum, dan kaki. Anoreksia,
nyeri perut, dan diare lazim terjadi; jarang ada hipertensi.8
Edema merupakan gejal klinis yang menonjol, kadang-kadang mencapai 40% dari berat
badan dan didapatkan anasarka. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria,
9
azetomie dan hipertensi ringan, terdapat proteinuria terutama albumin (85-90%) sebanyak 10-
15 gram/hari. Ini dapat ditentukan dengan pemeriksaan Esbach selama edema masih banyak,
biasanya produksi urin berkurang, berat jenis urin meninggi. Sedimen dapat normal atau
beberapa torak hialin, granula, lipoid; terdapat sel darah putih; dalam urin mungkin dapat
ditemukan pula double refractile bodies. Pada fase non nefritis uji fungsi ginjal seperti
kecepatan filtrasi glomerulus, aliran plasma ke ginjal tetap normal atau meninggi. Kimia
darah menunjukkan hipoalbunemia. Kadar globulin normal atau meninggi sehingga terdapat
perbandingan albumin-globulin yang terbalik. Didapatkan pula hiperkolesterolemia, kadar
fibrinogen meninggi, sedangkan kadar ureum normal. Anak dapat pula menderita anemia
defiensi besi karena transferin banyak keluar dengan urin. Laju endap darah meninggi. Kadar
kalsium dalam darah sering rendah. Pada keadaan lanjut kadang-kadang terdapat glukosuria
tanpa hiperglikemia, gangguan gastrointestinal sering ditemukan dalam perjalanan penyakit
SN.8
Diare sering dialami pasien dalam keadaaan edema masif dan keadaan ini tidak berkaitan
dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus. Hepatomegali
dapat ditemukan pada pemerksaan fisik, mungkin disebabkan sintesis albumin yang
meningkat atau edema atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut kadang-kadang berat
dapat terjadi pada keadaaan SN yang kambuh.8
Kadang nyeri dirasakan terbatas pada daerah kuadran atas kanan abdomen. Nafsu makan
kurang berhubungan erat dengan beratnya edema yang diduga sebagai akibatnya. Anoreksia
dan hilangnya protein di dalam urin mengakibatkan malnutrisi berat yang kadang ditemukan
pada pasien SN non responsive steroid dan persisten. Pada keadaaan asites berat dapat terjadi
hernia umbilicus dan prolaps ani.8
Gambar 3. Edema palpebra pada anak penderita sindrom nefrotik.
Sumber: www.pediaticoncall.com
10
Penatalaksanaan
Pada episode pertama nefrosis, anak dapat di rawat inap di rumah sakit untuk tujuan
diagnostik, pendidikan, terapeutik. Bila timbul edema, masukan natrium dikurangi dengan
memulai “diet tidak ditambah garam”. Ibunya dinasehati untuk memasak tanpa garam.
Pembatasan garam dihentikan bila edemanya membaik. Jika edemanya tidak berat, masukan
cairan tidak dibatasi, namun tidak perlu didorong. Sampai diuresis akibat kortikosteroid
mulai, edema ringan sampai sedang dapat dikelola di rumah dengan klorotiazid 10-40
mg/kg/24 jam dalam dua dosis terbagi. Bila terjadi hipokalemi dapat ditambahkan kalium
klorida atau spironolakton (3-5 mg/kg/24 jam dibagi menjadi empat dosis). Jika edemanya
menjadi berat, mengakibatkan kegawatan pernapasan akibat efusi pleura yang masif dan
asites atau pada edema skrotum yang berat, anak harus dirawat inap di rumah sakit.
Pembatasan natrium harus terus dilakukan, tetapi pengurangan masukan yang lebih lanjut
jarang efektif dalam mengendalikan edema. Skrotum yang membengkak dinaikkan dengan
bantal untuk meningkatkan pengeluaran cairan dengan gravitasi. Di masa lampau, edema
yang berat diobati dengan pemberian albumin intravena, pada beberapa penderita disertai
dengan pemberian furosemid intravena. Tetapi sekarang terapi tipe ini telah diganti dengan
pemberian furosemid oral (1-2 mg/kg setiap 4 jam) bersama dengan metolazon (0,2-0,4
mg/kg/24 jam dalam dua dosis terbagi); metolazon dapat bekerja pada tubulus distal dan
tubulus proksimal. Bila menggunakan kombinasi yang kuat ini, kadar elektrolit dan fungsi
ginjal harus dimonitor secara ketat. Pada beberapa keadaan edema berat, pemberian albumin
manusia 25% (1 g/kg/24 jam ) intravena mungkin diperlukan, tetapi efeknya sementara dan
harus dihindari terjadinya kelebihan beban volume dengan hipertensi dan gagal jantung.5
Setelah diagnosisnya diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium yang tepat, patofisiologi
dan pengobatan nefrosis ditinjau lagi bersama-sama dengan keluarganya untuk meningkatkan
pengertian mereka tentang penyakit anaknya. Remisi kemudian diinduksi dengan pemberian
prednisone, kortikosteroid yang kurang mahal dengan dosis 60 mg/m2/24 jam (maksimum
dosis 60 mg setiap hari), dibagi menjadi tiga atau empat dosis setiap hari. Diberikan terapi
dosis terbagi bukan dosis tunggal karena beberapa pederita yang gagal berespons terhadap
dosis tunggal akan berespons terhadap dosis terbagi. Waktu yang dibutuhkan untuk berespons
terhadap prednison adalah rata-rata sekitar 2 minggu, responsnya ditetapkan pada saat urin
menjadi bebas protein. Jika anak berlanjut menderita proteinuria (2+ atau lebih) setelah satu
bulan mendapat prednisone dosis terbagi yang terus menerus setiap hari, nefrosis demikian
11
disebut resisten steroid dan biopsi ginjal terindikasi untuk menentukan penyebab penyakitnya
yang tepat.5
Lima hari setelah urin menjadi bebas protein (negatif, sedikit sekali, atau 1+ pada dipstick),
dosis prednisone diubah menjadi 60 mg/m2 (dosis maksimum 60 mg) diberikan selang sehari
sebagai dosis tunggal bersama dengan makan pagi. Regimen selang sehari ini diteruskan
selama 3-6 bulan. Tujuan terapi selang sehari ini adalah mempertahankan remisi dengan
menggunakan dosis prednisone yang relatif nontoksik, dengan demikian menghindari
seringnya kekambuhan dan toksisitas kumulatif akibat pemberian setiap hari. Setelah
pemberian terapi selang sehari tersebut, penghentian dapat dilakukan secara mendadak.
Pengalaman cukup menunjukkan bahwa ada pemulihan yang cukup pada fungsi aksis
pituitaria-adrenal sehingga penderita tidak beresiko terhadap insufisiensi adrenal setelah
penarikan kembali prednisone selang sehari tersebut secara mendadak. Sebaliknya, dalam
waktu sampai dengan satu tahun setelah penyelesaian terapi kortikosteroid, akan akan
membutuhkan terapi tambahan kortikosteroid untuk penyakit yang berat atau pembedahan.5
Setiap relaps nefrosis diobati dengan cara yang sama. Kekambuhan didefinisikan sebagai
berulangnya edema dan bukan hanya proteinuria, karena beberapa anak dengan keadaan ini
akan menderita proteinuria intermiten yang menyembuh spontan. Sejumlah kecil yang
berespons terhadap terapi dosis-terbagi setiap hari, akan mengalami kekambuhan segera
setelah perubahan ke atau setelah penghentian terapi selang sehari. Penderita demikian itu
disebut tergantung steroid.5
Bila ada kekambuhan berulang dan terutama jika anak menderita toksisitas kortikosteroid
berat (tampak cushingoid, hipertensi, gagal tumbuh), kemudian harus dipikirkan terapi
siklofosfamid. Siklofosfamid terbukti memperpanjang masa remisi dan mencegah
kekambuhan pada anak yang sindrom nefrotiknya sering kambuh. Kemungkinan efek
sampingn obat (leukopeni, infeksi varisela tersebar, sistitis hemoragika, alopesia, sterilitas)
harus dipantau pada keluarga. Dosis siklofosfamid adalah 3 mg/kg/24 jam sebagai dosis
tunggal selama total pemberian 12 minggu. Terapi prednisone selang sehari sering diteruskan
selama pemberian siklofosfamid. Selama pemberian siklofosfamid, leukosit harus dimonitor
setiap minggu dan obatnya dihentikan jikan jumlah leukosit dibawah 5.000/mm3. Penderita
yang resisten steroid berespons terhadap perpanjangan pemberian siklofosfamid (3-6 bulan),
bolus metil prednisolon, atau siklosporin.5
12
Transplantasi ginjal terindikasi untuk gagal ginjal stadium akhir karena glomeruloskelrosis
setempat dan segmental resisten steroid. Sindrom nefrotik berulang terjadi pada 15-55%
penderita. Absorpsi protein plasma pada kolom protein basis-A dapat menurunkan proteinuria
pada penderita-penderita ini. Absorpsi protein memindahkan suatu fraksi (BM< 100.000),
yang menaikkan permeabilitas protein ginjal.5
Edukasi
Segera setelah sindrom nefrotik didiagnosis, pasien dan keluarga harus dididik tentang
penyakit, manajemen. Keluarga harus berpartisipasi dalam keputusan terapi dan harus
didorong untuk mematuhi rejimen medis. Seperti semua penyakit kronis, banyak masalah
psikososial mungkin perlu ditangani, termasuk (namun tidak terbatas pada) sebagai berikut:
tingkah laku, kepatuhan terhadap pengobatan, orangtua/pengasuh, pengawasan yang
memadai, asuransi kesehatan, pekerjaan sekolah karena rawat inap dan kunjungan rawat
jalan.2
Komplikasi
Kelainan Koagulasi dan Tendensi Trombosis. Beberapa kelainan koagulasi dan sistem
fibrinolitik banyak ditemukan pada pasien SN. Angka kejadian terjadinya komplikasi
tromboemboli pada anak tidak diketahui namun lebih jarang daripada orang dewasa. Diduga
angka kejadian komplikasi ini sebesar 1,8 % pada anak. Pada orang dewasa umumnya
kelainannya adalah glomerulopathi membranosa (GM) suatu kelainan yang sering
menimbulkan trombosis. Secara ringkas kelainan hemostasis SN dapat timbul dari dua
mekanisme yang berbeda :
Peningkatan permeabilitas glomerulosa mengakibatkan: meningkatnya degradasi renal dan
hilangnya protein didalam urin seperti anti thrombin III, protein S bebas, plasminogen dan
anti plasmin. Hipoalbunemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2,
meningkatnya sintesis protein prokoagulan karena hiporikia dan tertekannya fibrinolisis.
Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit dan oleh
paparan matrik subendotel pada kapiler glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan
pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.8
Kelainan Hormonal dan Mineral. Gangguan timbul karena terbuangnya hormone-hormon
yang terikat pada protein. Thyroid binding globulin umumnya berkaitan dengan proteinuria.
Hipokalsemia bukan hanya disebabkan karena hipoalbuminemia saja, namun juga terdapat
penurunan kadar ionisasi bebas, yang berarti terjadi hiperkalsiuria yang akan membaik bila
13
proteinuria menghilang. Juga terjadi penurunan absorpsi kalsium dalam saluran cerna yang
terlihat dengan adanya ekskresi kalsium dalam feses yang sama atau lebih besar dari intake.
Adanya hipokalsemia, hipokalsiuria dan penurunan absorpsi kalsium dalam saluran cerna
diduga karena adanya kelainan metabolisme vitamin D. Namun demikian, karena gejala-
gejala klinik berupa gangguan tulang jarang dijumpai pada anak, maka pemberian vitamin D
rutin tidak dianjurkan.8
Ganggguan Pertumbuhan dan Nutrisi. Sejak lama diketahui bahwa anak-anak dengan
sindrom nefrotik mengalami gangguan pertumbuhan. Ganguan pertumbuhan pada anak
dengan sindrom nefrotik adalah disebabkan karena malnutrisi protein kalori, sebagai akibat
nafsu makan yang berkurang, terbuangnya protein dalam urin, malabsorbsi akibat sembab
mukosa saluran cerna serta terutama akibat terapi steroid. Terapi steroid dosis tinggi dalam
waktu lama menghambat maturasi tulang, terhentinya pertumbuhan tulang linear dan
menghambat absorbsi kalsium dalam intestinum, terutama bila dosis lebih besar dari 5
mg/m2/hari. Kortikosteroid mempunyai efek antagonis terhadap hormone pertumbuhan
endogen dan eksogen dalam jaringan perifer melalui efek somatomedin. Cara pencegahan
terbaik adalah dengan menghindari pemberian steroid dosis tinggi dalam waktu lama serta
mencukupi intake kalori dan protein serta tidak kalah pentingnya adalah juga menghindari
stress psikologik.8
Infeksi. Kerentanan terhadap infeksi meningkat karena rendahnya kadar immunoglobulin,
defisiensi protein, defek opsonisasi bakteri, hipofungsi limpa dan terapi imunosupresan.
Kadar Ig G menurun tajam sampai 18 % normal. Kadar Ig M meningkat yang diduga karena
adanya defek pada konversi yang diperantarai sel T pada sintesis Ig M menjadi Ig G. defek
opsonisasi kuman disebabkan karena menurunnya faktor B (C3 proactivator) yang merupakan
bagian dari jalur komplemen alternatif yang penting dalam opsonisasi terhadap kuman
berkapsul, seperti misalnya pneumococcus dan Escherichia coli. Penurunan kadar faktor B
(BM 80.000 daltons) terjadi karena terbuang melalui urine. Anak-anak dengan sindrom
nefrotik berisiko menderita peritonitis dengan angka kejadian 5 %. Kuman penyebabnya
terutama Streptococcus pneumoniae dan kuman gram negatif. Infeksi kulit juga sering
dikeluhkan. Tidak dianjurkan pemberian antimikroba profilaksis.8
Anemia. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer, anemia yang khas defisiensi besi,
tetapi resisten terhadap terapi besi. Sebabnya adalah meningkatnya volume vaskuler,
hemodilusi dan menurunnya kadar transferin serum karena terbuang bersama protein dalam
urine.8
14
Gangguan Tubulus Renal. Hiponatremia terutama disebabkan oleh retensi air dan bukan
karena deficit natrium, karena meningkatnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan
berkurangnya hantaran Na dan H2O ke pars asenden Ansa Henle. Pada anak dengan sindrom
nefrotik terjadi penurunan volume vaskuler dan peningkatan sekresi renin dan aldosteron
sehingga sekresi hormone antidiuretik meningkat. Angiotensin II meningkat akan
menimbulkan rasa haus sehingga anak akan banyak minum meskipun dalam keadaan
hipoosmolar dan adanya defek ekskresi air bebas. Gangguan pengasaman urine ditandai oleh
ketidakmampuan manurunkan pH urine setelah pemberian beban asam. Diduga defek distal
ini disebabkan oleh menurunnya hantaran natrium ke arah asidifikasi distal. Keadaan tersebut
dapat dikoreksi dengan pemberian furosemide yang meningkatkan hantaran ke tubulus distal
dan menimbulkan lingkaran intraluminal yang negatif yang diperlukan agar sekresi ion
hydrogen menjadi maksimal. Disfungsi tubulus proksimal ditandai dengan adanya
bikarbonaturia dan glukosuria. Disfungsi tubulus proksimal agak jarang ditemukan.8
Gagal Ginjal Akut. Dapat terjadi pada sindrom nefrotik kelainan minimal atau
glomerulosklerosis fokal segmental dengan gejala-gejala oliguria yang resisten terhadap
diuretik. Dapat sembuh spontan atau dialysis. Penyebabnya bukan karena hipovolemia,
iskemi renal ataupun akibat perubahan membran basal glomerulus, tetapi adalah karena
sembab interstitial renal sehingga terjadi peningkatan tekanan tubulus proksimal yang
mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus. Adanya gagal ginjal akut pada sindrom
nefrotik harus dicari penyebabnya. Apakah bukan karena nefritis interstitial karena diuretic,
nefrotoksik bahan kontras radiologi, nefrotoksik antibiotik atau nefritis interstitial alergi
karena antibiotik atau bahan lain.8
Prognosis
Prognosis untuk waktu lama baik. Meskipun ketika masa anak-anak relaps sering terjadi,
dengan bertambahnya usia frekuensinya menurun dan anak bertumbuh sesuai dengan kondisi
sehat dan fungsi ginjal yang normal. Hanya sedikit (biasanya anak dengan resisten steroid)
yang menderita insufisiensi ginjal.9
Penutup
Sindrom nefrotik dapat merupakan manifestasi sejumlah kesatuan klinis. Sindrom nefrotik
ditandai dengan awitan edema yang tersembunyi disertai proteinuria masif, hipoalbuminemia,
dan hiperkolesterolemia. Pada sindrom nefrotik primer/idiopatik, penyakit ini terbatas pada
ginjal, sedangkan sindrom nefrotik sekunder terjadi selama perjalanan penyakit sistemik.
15
Daftar pustaka
1. Geadle J. At a glance anamnesis. Jakarta: Erlangga; 2007.h.149.
2. Lane JC. Paediatric nephrotic syndrome. Diunduh dari emedicine.medscape.com, 5
Oktober 2013.
3. Schwartz MW. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: EGC; 2005.h.309.
4. Meadow SR, Newell SJ. Lectures notes:pediatrika. Jakarta: Erlangga; 2005.h.207.
5. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC;
2003.h.1829-31.
6. Hull D. Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2008.h.184.
7. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009.h.708-9.
8. Insley J. Vade mecum pediatri. Jakarta: EGC; 2005.h.77-8.
9. Newell SJ, Darling JC. Lectures notes:paediatrics. 8th edition. Oxford: Blackwell
Publishing; 2008.p.218.
16