If you can't read please download the document
Upload
priziliasaimima7
View
129
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kedokteran
Digestive system
21
Diare Acute Et Causa Enterovasif
Prizilia Saimima
102012061
E4
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
e-mail : [email protected]
Pendahuluan
Pada umumnya masalah penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia baik dikarenakan masih buruknya kondisi sanitasi dasar, lingkungan fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, dan masih banyak faktor penyebab munculnya penyakit diare tersebut.
Kebersihan lingkungan merupakan suatu yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan pada umumnya. Banyaknya penyakit-penyakit lingkungan yang menyerang masyarakat karena kurang bersihnya lingkungan disekitar ataupun kebiasaan yang buruk yang mencemari lingkungan tersebut. Hal ini dapat menyebabkan penyakit yang dibawa oleh kotoran yang ada di lingkungan bebas tersebut baik secara langsung ataupun tidak langsung yaitu melalui perantara. Penyakit diare merupakan suatu penyakit yang telah dikenal sejak jaman Hippocrates. Sampai saat ini, diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama masyarakat Indonesia.
Diare sendiri dapat menyebabkan kematian, yang terjadi pada anak-anak atau usia lanjut, dimana kesehatan pasien pada usia tersebut rentan terhadap dehidrasi sedang-berat. Frekuensi terjadi diare pada anak-anak berkembang termasuk Indonesia lebih banyak 2-3 kali dibandingkan dengan Negara maju.1
Dari skenario yang di dapat dikatakan bahwa Tn H, 25 tahun datang ke poliklinik umum dengan keluhan BAB cair 5 kali sehari sejak 2 hari smrs. Selain itu pasien juga mengeluh BABnya di sertai darah, mual, muntah-muntah, nyeri perut. Sebelumnya dua hari yang lalu pasien makan dan jajan di pinggiran jalan. Adanya daging yang keluar dari anus saat BAB disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD=110/80mmHg, Suhu 38oC, RR 18x/menit, didapatkan bising usus meningkat. Pemeriksaan lab belum dilakukan
Diare adalah buang air besar ( defekasi ) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair ( setengah padat ), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.1 atau diare adalah buang air besar yang encer lebih dari 3 kali perhari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1
Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. Sedangkan menurut World Gastroentrology Organisation global 2005, diare akut di definisikan sebagai pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari.1
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.1 Berdasarkan patofisiologinya, diare dibagi atas :1,2
diare osmotic yaitu peningkatan osmotic isi lumen usus. diare sekretorik yaitu peningkatan sekresi ion dan air secara aktif.malabsorbsi ( asam empedu dan kemak ) yaitu terjadi gangguan pembentukan micclle empedu sehingga timbul diare saat asupan lemak tinggi.defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit sehingga terjadi gangguan absorbs Na+ dan air.Motilitas dan waktu transit usus abnormal, dapat terjadi akibat penyakit diabetes mellitus.Inflamasi dinding usus menimbulkan diare inflamatorik seperti pada inflammatory bowel disease (IBD)Infeksi dinding usus.
Berdasarkan berat ringan dehidrasi yang di timbulkannya 1,3
Derajat dehidrasi berdasarkan cairan yang hilang :
Dehidrasi ringan dimana kehilangan cairan 2-5% BB, klinis ditandai dengan turgor kurang, tapi belum presyok.Dehidrasi sedang dimana kehilangan carian 5-8% BB, klinis ditandai dengan turgor buruk, suara serak, ada tanda presyok.
Dehidrasi berat dimana kehilangan cairan 8-10% BB, klinis ditandai dengan turgor buruk, suara serak, syok, kesadaran menuru, soanosis.
Berdasarkan ringannya keadaan secara klinis, yang di tentukan oleh beratnya, lamanya dan keadaan penderita itu sendiri maka diare di bagi atas :4
Diare ringan bila tidak mengganggu aktivitas sehari-hariDiare sedang bila mulai menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hariDiare berat bila gangguan tersebut mengakibatkan penderita tidak bisa lagi melakukan kegiatan hariannya dan harus dirawat.
Berdasarkan ada atau tidak tidaknya infeksi diare di bagi atas :1,4
Doare enterotoksigenik, diare ini terjadi karena bakteri non ivasif seperti V. Cholerae eltor, ETEC ( enterotoxigenic E. Coli ), C. perfringen. Toksin pada mukosa menimbulkan sekresi aktif anion klorida diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.Diare enterovasif, diare ini terjadi karena bakteri seperti EIEC ( enterovasif E.coli ), salmonella, shigella, yersinia. Kerusakan dinding usus menimbulkan nekrosis dan ulserasi sehingga terjadi diare sekretorik eksudatif, dimana tinja dapat bercampur dengan lendir dan darah.
Penyebab diare yang terbanyak adalah diare oleh karena infeksi ( lebih dari 90 % ). Diare infeksi adalah diare yang penyebabnya infeksi, sebaliknya disebut diare non infeksi. Umumnya pathogen usus halus tidak invasive, sebaliknya pathogen ileokolon mengarah ke invasive.4
Berdasarkan oraganik atau fungsional. Diare organic adalah diare yang penyebabnya karena kelainan anatomic, bakteriologik, hormonal atau toksikologik; sebaliknya disebut diare fungsional ( seperti irritable bowel syndrome ).2
Berdasarkan etiologi diare di bagi atas : 2
Infeksi : bakteri, virusMakanan : intoksikasi atau alergiImmunodefisiensi : hipogamaglobulinemia, penyakit granulomatosa kronik, defisiensi IgATerapi obat : antibiotic, antacid, beta blockerTindakan tertentu : gastrektomi, kemoterapi, radiasiLain-lain seperti neuropati otonom
Klasifikasi1
Diare dapat di klasifikasikan bedasarkan :
Lama waktu diare; akut atau kronikMekanisme patofisiologi; osmotic atau sekretorik Berat ringan diare; kecil atau besarPenyebab infejsu atau tidak; infektid atau non-infektifPenyebab organic atau tidak; organic atau fungsional
Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara antara dokter dengan pasien untuk mendapatkan infomasi tentang penyakit pasien seperti identitas (Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat lengkap), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang (Lokasi sakit, dan adanya nyeri saat ditekan dibagian edemapergelangan kaki bagian belakang), riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, faktor lingkungan.
Pada anamesis di tanyakan :2
Sifat feses : konsitensi, freukensi, ada tidaknya ampas, ada tidaknya lendir, ada tidaknya darah, warna faeces, feses berlemak arau tidak, ada tidaknya tenesmus gejala klinik dan sifat tinja penderita pasien akut karena infeksi usus. ( lih tabel 1 )Riwayat sebelum diare : riwayat minum obat sebelumnya ( antibiotic, beta blocker, metformin, antasida ), riwayat perjalanan keluar kota, riwayat makan di tempat makan bersih atau tidak, riwayat terkena radiasi, riwayat operasi reseksi usus.Keluhan yang menyertai : ada tidaknya demam, mual muntah, penurunan berat badan, nyeri. Nyeri abdomen menetap biasanya oraganik, nyeri berubah-ubah biasanya fungsional. Nyeri di sekitar umbilicus umumnya berasal dari usus halus, nyeri di abdomen bawah umumnya dari usus besar.
Tabel 1. Symptom dan gejala diare bersarkan penyebab infeksi4
Tanda dan
Gejala
Rotavirus
E. coli
Entero
Toksigenik
E. coli entero
invasive
Salmonela
Shigella
V. cholera
Mual dan
Muntah
Dari awal
-
-
+
Jarang
Jarang
Panas
+
-
+
+
+
-
Sakit
Tenesmus
Kadang-kadang
Tenesmus kolik
Tenesmus kolik pusing
Tenesmus kolik pusing
Kolik
Gejala lain
Sering distensi abdomen
Hipotensi
Bakteriemi toksemia sistemik
Dapat ada kejang
Sifat tinja
Berair
Berair
Berdarah
Berair dan berdarah sedikit
Berdarah
Berair
Volume
Sedang
Banyak
Sedikit
Sedikit
Sedikit
Sangat banyak
Frekuensi
Sedang
Banyak
sering
sering
Sedang
Sering
Konsistensi
Cair
Cair
Kental
Berlendir
Kental
Cair
Mucus
Jarang
+
+
+
Sering
Flacks
Darah
-
-
+
Kadang-kadang
Sering
Bau
-
Tinja
Tidak spesifik
Telur busuk
Tidak bau
Hanyir
Warna
Hijau kuning
Tidak berwarna
Hijau
Hijau
Hijau
Leukosit
-
-
+
+
+
-
Sifat lain
Tinja seperti air beras
Pemeriksaan Fisik
Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.5 Untuk diagnosa lanjut lih. Gambar 1.
Pada pemeriksaan fisik umunya tidak khas, bunyi usus dapat meninggi, mungkin ada distensi abdomen, mungkin ada nyeri tekan dan mungkinada tanda-tanda dehidrasi.2
Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mengalami diare perlu pemeriksaan penunjang antara lain, pemeriksaand arah tepi lengkap ( hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit ), akdar elektrolit serum, ureun=m dan kreatinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan ELISA ( enzyme linked immunosorbent assay ) mendeteksi giardiasis dan test serologic amebiasi dan foto x-ray abdomen.1
Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada infeksi bakteri yang invasife ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putuh muda. Neuropenia dapat timbul pada salmonellosis.
Ureum dan kreatinin diperiksa untuk memeriksa adanya kekurangan volume cauran dan mineral tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam tuna yang menunjukan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa.
Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotic dalam 3 bulan sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya diperiksa tinja untuk pengukuran Clostridium difficile.
Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien yang toksik, pasien dengan daire berdarah, atau pasien dengan diare akut presisten. Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi mungkin adekuat sebagai pemeriksaan awal. Pada pasien dengan AIDS yang mengalami diare, kolonskopi dipertimbangjan karena kemungkinan penyebab infeksi atau limfoma didaerah kolon kanan. Biopsi mukosa sebaiknya dilakukan jika mukosa terlihat inflamasi berat.
Gejala klinik
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.6
Diagnosis Kerja
Diagnosis ditegakkan atas dasar :
Ditandai adanya mual, muntah dan tinja berdarah. Invasif, sering terjadi di kolon, diare berdarah, sering tetapi sedikit-sedikit dan sering diawali diare air. Pada pemeriksaan banyak didapati leukosit di tinja (patogen infasif) sehingga dilakukan kultur tinja untuk salmonella, shigella, campylobacter.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding diare akut perlu dibuat sehingga kita dapat memberikan pengobatan yang lebih baik, pasien diare akut dapat dibagi atas adalah :
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Sebenarnya para pakar di dunia telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik pada kasus diare tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan dan 3 bulan, tetapi di Indonesia dipili waktu 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat cepat menginvestigasi penyebab diare yang lebih cepat.6Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare berlangsung 15- 30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut ( peralihan dari diare akut ke diare kronik, dimana diare kronik yang di maksud bila lebih dari 30 hari).5,7Diare akut tanpa demam atau pun darah tinja
Observasi umum: patogen non- invasif ( tinja air banyak, tidak ada leukosit tinja), sering disertai nausea, kadang vomitus, lebih sering manifestasi dari diare turis ( 85% kasus ), pada kasus kolera, tinja seperti cucian beras, sering disertai muntah.6
Patogen: 1. ETEC, penyebab tersering dari diare turis, 2. Giardia lamblia, 3. Rotavirus, virus Norwalk, 4. Eksotoksin Preformed dari S. Aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens (tipe A), diare disebabkan toksin dikarakterisasi oleh lama inkubasi yang pendek 6 jam. 5. Penyebab lain: Vibrio parahaemolyticus (ikan laut yang shell fish yang tidak cukup didinginkan), Vibrio cholerae (kolera), bahan toksik pada makanan (logam berat misalnya peserfatif kaleng, nitrit, pestisida, histamin pada ikan), jamur , kriptosporidium, Isospora belli (biasa pada pasien HIV positif meskipun dapat terjadi juga pada manusia normal).
Diagnosis: tidak ada leukosit dalam tinja , kultur tinja ( sangat rendah pada diare air), tes untuk ETEC tidak biasa, tersedia pada laboratorium rutin, pemeriksaan parasit untuk tinja segar, sering beberapa pemerikasaan ulangan dibuthkan untuk mendeteksi Giardia lamblia.6
d. Disentri, merupakan radang usus yang menimbulkan gejala meluas, tinja lendir bercampur darah. Gejala-gejala disentri antara lain BAB dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lender(mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus). Terdapat 2 penyebab pada disentri yaitu disentri basiler dan disentri amoeba. Disentri basiler ditandai dengan adanya diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja, panas tinggi (39,5 - 40,0 C), kelihatan toksik, muntah-muntah, anoreksia, sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB, kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi). Bakteri-bakteri disentri basiler meliputi Shigella yang merupakan penyebab disentri yang terpenting dan tersering ( 60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella), Escherichia coli enteroinvasif(EIEC), Salmonella dan Campylobacter jejuni (terutama pada bayi). Disentri amoeba ditandai dengan adanya diare disertai darah dan lendir dalam tinja Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (10x/hari), sakit perut hebat (kolik), gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus). Disentri amoeba disebabkanEntamoeba hystolitica, lebih sering pada anak usia > 5 tahun.7,8
Etiologi
Infeksi non-invasif4
Stafilococcus aureus
Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas.
Gejala terjadi dalam waktu 1 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian diikuti diare sebanyak 68 %. Demam sangat jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah putih tidak terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam.
Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari makanan yang terkontaminasi, atau dari kotoran dan muntahan pasien. Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada peranan antibiotik dalam mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.
Bacillus cereus
B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik, membentuk spora. Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala muntah lebih dominan.
Gejala dapat ditemukan pada 1 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Gejala akut mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10 jam. Gejala diare terjadi pada 8 16 jam setelah asupan makanan terkontaminasi dengan gejala diare cair dan kejang abdomen. Mual dan muntah jarang terjadi. Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.
Clostridium perfringens
C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob, membentuk spora. Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari enterotoksin dan biasanya sembuh sendiri . Gejala berlangsung setelah 8 24 jam setelah asupan produk-produk daging yang terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan mual, dan muntah. Demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam.
Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari 105 organisma per gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan makanan C perfringens. Pulasan cairan fekal menunjukkan tidak adanya sel polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya tidak diperlukan. Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.
Vibrio cholerae
V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3 4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan air yang terkontaminasi.
Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi.
Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat ditemukan V.cholerae.
Escherichia coli patogen
E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting, yaitu :
1. Enterotoxigenic E. coli (ETEC).
2. Enterophatogenic E. coli (EPEC).
3. Enteroadherent E. coli (EAEC).
4. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
5. Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)
Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala ringan yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang terjadi, dimana pasien melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat jarang terdapat sel darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit self limited, dengan tidak ada gejala sisa.
Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk E coli, lekosit feses jarang ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada lekositosis. EPEC dan EHEC dapat diisolasi dari kultur, dan pemeriksaan aglutinasi latex khusus untuk EHEC tipe O157.
Infeksi Invasif4
Shigella
Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air. Organisme Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri.
Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 5 hari kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap selama 3 4 minggu. Shigellosis kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.
Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala pernapasan, gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic Uremic Syndrome. Artritis oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak terjadinya disentri. Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear dan sel darah merah. Kultur feses dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas antibiotik.
Salmonella typhi
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab demam tiphoid. Demam tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang, splenomegali, delirium, nyeri abdomen, dan manifestasi sistemik lainnya. Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit sistemik dan memberikan gejala primer yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Sumber organisme ini biasanya adalah makanan terkontaminasi.
Setelah bakterimia, organisma ini bersarang pada sistem retikuloendotelial, menyebabkan hiperplasia, pada lymph nodes dan Peyer pacthes di dalam usus halus. Pembesaran yang progresif dan ulserasi dapat menyebabkan perforasi usus halus atau perdarahan gastrointestinal.
Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari. Minggu pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan perbedaan peningkatan temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan defekasi normal. Pada minggu kedua terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada minggu ketiga timbul penurunan kesadaran dan peningkatan toksemia, keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini dengan diare kebiru-biruan dan berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi perbaikan klinis.
Diagnosa ditegakkan dengan isolasi organisme. Kultur darah positif pada 90% pasien pada minggu pertama timbulnya gejala klinis. Kultur feses positif pada minggu kedua dan ketiga.
Perforasi dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama jangka waktu penyakit. Kolesistitis jarang terjadi, namun infeksi kronis kandung empedu dapat menjadi karier dari pasien yang telah sembuh dari penyakit akut.
Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)
EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini terjadi akibat makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari setelah asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan penyebab utama diare infeksius. Subtipe 0157 : H7 dapat dihubungkan dengan perkembangan Hemolytic Uremic Syndrom (HUS). Centers for Disease Control (CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang sebagai penyebab diare berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif tetapi menghasilkan toksin shiga, yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan kerusakan ginjal.
Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat (hingga 10-12 kali perhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi berdarah. Nyeri abdomen berat dan kejang biasa terjadi, mual dan muntah timbul pada 2/3 pasien. Pemeriksaan abdomen didapati distensi abdomen dan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Demam terjadi pada 1/3 pasien. Hingga 1/3 pasien memerlukan perawatan di rumah sakit. Lekositosis sering terjadi. Urinalisa menunjukkan hematuria atau proteinuria atau timbulnya lekosit. Adanya tanda anemia hemolitik mikroangiopatik (hematokrit < 30%), trombositopenia (20 mg/dL) adalah diagnosa HUS.
HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah terkena diare. Faktor resiko HUS, usia (khususnya pada anak-anak dibawah usia 5 tahun) dan penggunaan anti diare.Penggunaan antibiotik juga meningkatkan resiko. Hampir 60% pasien dengan HUS akan sembuh, 3-5% akan meninggal, 5% akan berkembang ke penyakit ginjal tahap akhir dan 30% akan mengalami gejala sisa proteinuria. Trombosit trombositopenik purpura dapat terjadi tetapi lebih jarang dari pada HUS. Jika tersangka EHEC, harus dilakukan kultur feses E. coli. Serotipe biasanya dilakukan pada laboratorium khusus.
Epidemologi
Pada penelitian diare akut pada 123 pasien di RS persahabatan dari 1 November 1993 sampai dengan 30 april 1994 mendapatkan hasil seperti berikut ( lih. Tabel 2 )
Tabel 2. Etiologi diare akut di RS. Persahabatan Jakarta
Etiologi
Frekuensi (%)
E. coli
38,29
Vibrio cholera ogawa
18,29
Aeromonas sp
14,29
Shigella flexneri
6,29
Salmonella sp
5,71
Entamoeba histolytica
5,14
Ascaris lumbricoides
3,43
Rotavirus
2,86
Candida sp
1,71
Vibrio NAG
1,14
Trichuris trichura
1,14
Plesiomonas shigelloides
0,57
Ancylostoma duodenalis
0,57
Blastocystis hominis
0,57
Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.1
Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya. WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.
Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun. Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.
Pathogenesis1
Diare akut terjadi karena faktor agent dan faktor penjamu. Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untyj memoertahankan diri terhadap organism yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna antara lain: keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan mikroflora usus. Faktor agent adalah daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekeresi cairan usus halus serta daya lekat kuman.
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
Gangguan osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.
Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
Patogenesis diare akut:
Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toskin diaregenik)Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Patogenesis diare yang disebabkan :
Virus : Berkembang biak dalam epitel vili usus menimbulkan kerusakan epitel, pemendekan vili (meningkatkan sekresi air dan elektrolit), enzim disakaridase hilang (intoleransi laktosa).Bakteri : Menempel di mukosa kapasitas penyerapan menurun sekresi cairan meningkat. Mengeluarkan toksin absorbsi natrium menurun, sekresi klorida meningkat. Invasi merusak mukosa ada darah di tinjaProtozoa : Menempel di mukosa pemendekan vili (mis : Giardia lamblia, Cryptosporidium). Invasi mukosa (mis E. Histolitika) sehingga terjadi abses/ulkus
Penatalaksanaan
Sebagian besar diare akut disebabkan oleh viral dan bersifat self limiting, sehingga kultru feses dan evaluasi lanjutan umumnya tidak diperlukan, kecuali pasien dengan dehidrasi, demam atau keluhan feses ada darah dan pus. Pengobatan antibiotic empiric tidak dianjurkan pada kasus ringan atau diduga infeksi virus. Penyulit terpenting pada diare akut adalah dehidrasi sehingga rehidrasi menjadi tatalaksana terpenting pada diare akut.1,2
Rehidrasi.
Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonic mengandung elektrolit dan gula atau starch harus diberikan. Terapi rehidrasi oral murah, efektif dan lebih praktis daripada cairan intravena. Cairan oral antara lain : oralit, pedialit. Cairan infuse antara lain : ringer laktat dll. Cairan diberikan 50-200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi.
Pemberian cairan :
Tahap 1 : rehidarasi inisal ( 2 jam ) sebanyak total kebutuhan cairan berdasarkan skor dadiyono ( lih. Tabel 3 )Tahap kedua : diberikan 1 jam tergantung kehilangan cairan dalam tahap 1Tahap ketiga : berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja berikutnya dan IWL
Kebutuhan cairan :
Skor / 15 X 10 % X kgBB X 1 liter
Tabel 3. Skor dehidrasi menurut daldiyono1
No
Klinis
Skor
1
Rasa haus/muntah
1
2
TD sistolik 60-90 mmHg
1
3
TD sistolik < 60 mmHg
2
4
Frekuensi nadi > 120/menit
1
5
Kesadaran apati
1
6
Somnolen, sopor, koma
2
7
Frekuensi napas > 30/menit
1
8
Facies cholerica
2
9
Vox cholerica
2
10
Turgor kulit menurun
1
11
Washer womans hand
1
12
Ekstermitas dingin
1
13
Sianosis
2
14
Usia 50-60 tahun
-1
15
Usia > 60 tahun
-2
Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan sendok teh garam, sendok teh baking soda, dan 2 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium.
Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.1
Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien dianjurkam justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti pisang, nasi, keripik dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya defisiensi lactase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alcohol harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.1
Obat anti diare1
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala seperti berikut :
Yang paling efektif yaitu derivate opioid misalnya laporamide, difonksilat-atropin dan tinktur opium. Loperamide paling disukai karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakam tetapi kontradikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkam ensfalopati pengguaannya harus hati-hati pada pasien disentri yang panas ( termasuk infeksi shigella ) bila tanpa disertai antimikroba karena dapat memperlama penyembuhan penyakit.Obat yang mengeraskan tinja: atapulgite 4 x 2 tab/hari, smectite 3 x 1 saset diberikan tiap daire/BAB encer sampai berhenti. Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase : hidrasec 3 x 1 tab/ hariObat anti mikroba2
Bila di temukan tanda-tanda diare yang di duga enterovasif seperti demam, tenesmus, disentri, banyak leukosit di feses, maka dapat diberikan terapi empiric anti mikroba. Antibiotic pilihan dugaan shigelosis, salmonelosis atau E.coli adalah seperti siprofloksasin 2 x 500 mg, atau levofloksasin 1 x 500 mg selama 3-5 hari. Antibiotic pilihan untuk dugaan giardiasis atau amebiasis adalah metronidazol 3 x 500 mg selama 7-10 hari.
Probiotik2
Probiotik dewasa ini mulai banyak digunakan untuk mengatasi diare. Efek probiotik terhadap diare yang telah terbukti antara lain :
Menghambat pertumbuhan dan aktivitas metabolic dari bakteri enteropathogen seperti salmonella, shigella, ETEC, vibrio cholera di sel usus halusMengurangi keluhan dan memperpendek masa sakit pada diare akibat rotavirusMencegah diare akibat antibioticMengatasi intoleransi laktosa
Probiotik lactobacillus terbukti dapat mengurangi lama masa sakit dan beratnya diare pada kasus diare akit, khusunya yang berhubungan dengan virus atau diare enterotoksik.
Prebiotik1,2
Prebiotik adalah bahan makanan yang tidak dicerna yang memberikan efek menguntungkan bagi penjamu denganc ara menstimulasi secara selektif pertumbuhan dan aktifitas beberapa bakteri yang bemanfaat bagi kesehatan di kolon. Yang memenuhi kriteria sebagai prebiotik antara lain inulin dan oligofruktose. Prebiotik ini tahan terhadap enzim pencernaan dapat difementasi oleh mikroflora kolon. Prebiotik terbukti dapat mencegah diare karena efek menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti clostridium. Daerah penelitian in vitro, prebiotik bersama probiotik terbukti dapat menghambat pertumbuhan campylobacter jejuni, E coli dan salmonella entertidis. Namun hingga kini belum ada studi klinik prebiotik yang memuaskan pada manusia.
Komplikasi1,6
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.7
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain Barre tetap belum diketahui.
Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.1
Kesimpulan
Pada diare akut harus dilakukan anamesis dan pemeriksaan klinis yang baik untuk menentukan diagnosis penyebab diare akut dan ada/tidaknya dehidrasi. Penatalaksanaan diare akut terdiri dari rehidrasi, diert, obat anti diare dan anti mikroba bila penyebabnya infeksi
Daftar Pustaka
Simadibarata M. Diare akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibarata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI; 2006. Hal.549-556Ndraha S. Diare akut. Bahan Ajar Gastroenterohepatologi. Edisi I. Jakarta: Universitas Kristen Krida Wacana Departement Ilmu Penyakit Dalam; 2013. Hal 39-50Diare akut disebabkan oleh bakteri. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/53421135/diare pada 19 mei 2014.Ahlquist DA, Camilleri M. Diarrhea and constipation. In : Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Horrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed, New York: McGrawhill;2005. Page 224-31Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2002. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi IV. Jakarta: Departemen penyakit dalam UI; 2008. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdfGuerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases; 2001.