View
69
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
blok 14
Penyakit Rheumatoid Arthritis
Andre Hasiholan Simarmata
10-2010-284/A3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2011
Jl.Arjuna Utara no.6
Jakarta 11510
Pendahuluan
Seiring dengan berjalannya waktu, ilmu pengetahuan semakin tinggi. Begitu
juga dengan pengetahuan dibidang kedokteran yang semakin hari ditemukan
berbagai macam obat, penyakit, dan teknologi baru yang dapat membantu para
dokter. Perkembangan ilmu yang mempelajari tentang sistem muskuloskeletal
seseorang merupakan salah satu ilmu yang selalu berkembang setiap saat yang
mempunyai tujuan untuk mengurangi insiden-insiden yang disebabkan oleh
penyakit ini.
1
Makalah ini diharapkan dapat membantu pemahaman penulis dan pembaca
dalam hal pengertian tentang penyakit-penyakit muskuloskeletal yang difokuskan
pada penyakit reumatoid arthritis, etiologi penyakit, penyimpangan-
penyimpangan fisiologi dari tubuh kita, diagnosis dan penatalaksanaannya, juga
hasil prognosis serta pencegahan yang dapat dilakukan untuk menangani penyakit
tersebut. Selain itu, makalah ini juga mengemukakan pemeriksaan yang dapat
digunakan untuk menegakan diagnosis penyakit muskuloskeletal khususnya
reumatoid arthritis.
Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari
rangkaian pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak
langsung. Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari
pasien yang bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis
organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak
kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yuang profesional dan
optimal.1
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:
1. Identitas pasien
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status
perkawinan, pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data
tersebut sering berkaitan dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ
tertentu.
Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta
pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya
2
diteluskan secara singkat berserta lamanya, seperti menuliskan judul berita utama
surat kabar. Misalnya badan panas sejak 3 hari yang lalu.1
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada tes yang spesifik untuk mendiagnosis RA. Namun Rheumatoid
Factor (RF), yang merupakan autoantibodi reaktif terhadap bagian Fc dari
Imunoglobulin G, ditemukan di lebih dari 2/3 orang dewasa yang terkena RA.
Namun RF sendiri bukan suatu petanda spesifik untuk RA. RF ditemukan pada
setidaknya 5% pada orang normal. RA juga ditemukan dalam systemic lupus
erithematosus (SLE), Sjogren Syndrome, penyakit hati kronik, dan lain-lain.
Anemia normokrom dan normositik juga sering ditemukan dalam RA aktif. Hal
ini merefleksikan inefektivitas dari proses eritropoiesis2,3
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum yang lengkap penting di lakukan. Disamping menilai
adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatian juga hal –hal berikut ini : 2,3
1. Keadaan umum – komplikasi steroid, berat badan.
2. Tangan – meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan.
3. Lengan – siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran
kelenjar limfe aksila.
4. Wajah. Periksa mata untuk sindroma Sjorgen, skleritis, episkleritis,
skleromalasia perforans, katarak, anemia dan tanda – tanda
hiperviskositas pada fundus. Kelenjar parotis membesar ( sinroma
Sjogren ). Mulut ( kering, karies dentis, ulkus ), suara serak, sendi
temporomandibula ( krepitus ). Catatan : artritis rematoid tidak
menyebabkan iritasi.
5. Leher – adanya tanda – tanda terkenanya tulang servikal.
6. Toraks. Jantung ( adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi
katup aorta dan mitral ). Paru – paru ( adanya efusi pleural, fibrosis,
nodul infark, sindroma Caplan ).
3
7. Abdomen – adanya splenomegali dan nyeri tekan apigastrik.
8. Panggul dan lutut.
9. Tungkai bawah – adanya ulkus, pembengkakan betis ( kista Baker
yang reptur ) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda – tanda
kompresi medulla spinalis.
10. Kaki.
11. Urinalisis untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk
menentukan adanya darah.
EtiologiWalaupun belum dapat dipastikan sebagai penyebab, faktor genetik,
hormonal, infeksi dan heat shock protein telah diktehaui berpengaruh kuat dalam
menentukan pola morbiditas penyakit ini. Faktor genetik dan beberapa faktor
lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini
terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas
utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan artritis reumatoid sero positif.
Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.
Kecenderungan wanita untuk menderita artritis reumatoid dan sering
dijumpai remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya
faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada
penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal
tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga
kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan
penyebab faktor ini.
Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab artritis
reumatoid. Dugaan ini timbul karena umunya onset penyakit ini terjadi secara
mendadak dan timbul dengan disertai gambaran inflamasi yang mencolok.
Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan isolasi suatu mikroorganisme dari
jaringan sinovial, hal ini tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu
peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan
4
terjadinya artritis reumatoid. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab
artritis reumatoid adalah antara lain bakteri mikoplasma atau virus seperti
retrovirus, parvovirus B19, dan lain-lain.
Heat Shock Protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang
(60 – 90 kDa) yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respons terhadap
stres. HSP tertentu manusia dan HSP mikobakterium tuberkulosis mempunyai
65% untaian yang homolog. Hipotesisnya adalah antibodi dan sel T mengenali
epitop HSP pada agen infeksi dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang
limfosit dengan sel host sehingga mencetuskan reaksi imunologis. Mekanisme ini
dikenal sebagai kemiripan molekul. 2
Faktor Risiko
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya RA antara
lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita RA, umur
lebih tua, paparan salisilat dan merokok. Konsumsi kopi lebih dari 3 cangkir
sehari, khususnya kopi decaffeinated mungkin juga berisiko. Makanan tinggi
vitamin D, konsumsi teh dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan
penurunan risiko. Tiga dari empat perempuan dengan RA mengalami perbaikan
gejala yang bermakna selama kehamilan dan biasanya akan kambuh kembali
setelah melahirkan. 2
Epidemiologi
Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi RA relatif konstan yaitu
berkisar antara 0,5-1%. Prevalensi yang tinggi di dapatkan di Pima Indian dan
Chippewa Indian masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8 %. Prevalensi AR di India
dan di negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%. Sedangkan di China ,
Indonesia, dan Philipina prevalensinya kurang dari 0,4% baik di daerah urban
maupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan
prevalensi RA sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah urban. Sedangkan
penelitian yang dilakukan di Malang pada penduduk usia diatas 40 tahun
mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6 % di
5
daerah kabupaten. Di poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo
Jakarta, kasus baru RA merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan
pada periode Januari s/d Juni 2007 didapatkan sebanyak 203 kasus RA dari
jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1.346 orang (15,1%). Prevalensi RA lebih
banyak pada perempuan dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok
umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan
kelima. 2
PatofisiologiKerusakan sendi pada RA dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblas
sinovial setelah adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit
menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang
selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat
mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi
pertumbuhan yang irregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi
sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan
sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan faktor
pertumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi
sistemik. 2,3
Peran Sel T
Induksi respon sel T pada RA diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan
share epitope dari major histocompatibility complex class II (MHC II) dan peptida
pada antigen-presenting cell (APC) sinovium atau sistemik. Molekul tambahan
yang diekspresikan oleh APC antara lain ICAM-1 (Intracellular adhesion
molecule-1) (CD54), OX40L (CD252), inducible costimulator (ICOS) ligand
(CD275), B7-1 (CD-80) dan B7-2 (CD 86), berpartisipasi dalam aktivasi sel T
melalui ikatan dengan lymphocyte function-associated antigen (LFA)-1
(CD11a/CD18), OX40 (CD134), ICOS (CD278), dan CD 28. Fibroblast-like
synoviocytes (FLS) yang aktif mungkin juga berpartisipasi dalam presentasi
antigen dan mempunyai molekul tambahan seperti LFA-3 (CD58) dan ALCAM
(activated leukocyte cell adhesion molecule) (CD166) yang berinteraksi dengan
6
sel T yang mengekspresikan CD2 dan CD6. Interleukin (IL)-6 dan transforming
growth factor-beta (TGF-) kebanyakan berasal dari APC aktif, signal pada sel
Th 17 menginduksi pengeluaran IL-17.
IL-17 mempunyai efek independen dan sinergistik dengan sitokin
proinflamasi lainnya (TNF-dan IL-1pada sinovium, yang menginduksi
pelepasan sitokin, produksi metaloproteinase, ekspresi ligan RANK/RANK
(CD265/254), dan osteoklastogenesis. Interaksi CD40L (CD154) dengan CD40
juga mengakibatkan aktivasi monosit/makrofag (Mo/Mac) sinovial, FLS dan sel
B. Walaupun pada kebanyakan penderita AR didapatkan adanya sel T
regulatorCD4+CD25hi pada sinovium, tetapi tidak efektif dalam mengontrol
inflamasi dan mungkin di non-aktifkan oleh TNF-sinovial. IL-10 banyak
didapatkan pada cairan sinovial tapi efeknya paa regulasi Th-17 belum diketahui. 2,3
Peran Sel B
Peran sel B dalam imunopatogenesis AR belum diketahui secara pasti,
meskipun sejumlah peneliti menduga ada beberapa mekanisme yang mendasari
keterlibatan sel B. Keterlibatan sel B dalam patogenesis AR diduga melalui
mekanisme berikut : 2,3
1. Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal kostimulator yang
penting untuk clonal expansion dan fungsi efektor dari sel T CD4+
2. Sel B dalam membran sinovial AR juga memproduksi sitokin proinflamasi
seperti TNF-dan kemokin.
3. Membran sinovial RA mengandung banyak sel B yang memproduksi
faktor reumatoid (RF). RA dengan RF positif (seropositif) berhubungan
dengan penyakit artikular yang lebih agresif, mempunya prevalensi
manifestasi ekstraartikuler yang lebih tinggi dan angka morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi. RF juga bisa mencetuskan stimulus diri
sendiri untuk sel B yang mengakibatkan aktivasi dan presentasi antigen
kepada sel Th, yang pada akhirnya proses ini juga akan memproduksi RF.
Selain itu kompleks imun RF juga memperantarai aktivasi komplemen,
7
kemudian secara bersama-sama bergabung dengan reseptor Fcg, sehingga
mencetuskan kaskade inflamasi.
4. Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kunci dalam patogenesis RA.
Bukti terbaru menunjukkan bahwa aktivasi ini sangat tergantung kepada
adanya sel B. Berdasarkan mekanisme diatas, mengindikasikan bahwa sel
B berperanan penting dalam penyakit RA, sehingga layak dijadikan target
dalam terapi RA.
Manifestasi KlinisKurang lebih 2/3 penderita RA, onset terjadi secara perlahan, artritis
simetris terjadi dalam beberapa minggu sampa beberapa bulan dari perjalanan
penyakit. Sebanyak 10-15% penderita mempunyai onset fulminant berupa artritis
poliartrikular, sehingga diagnosis RA lebih mudah ditegakkan. Artritis sering kali
diikuti kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama 1 jam atau lebih.
Manifestasi klinis RA dibagi jadi 2 yaitu artikular dan non-artikular. 2
Manifestasi artikular
Penderita RA umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada
banyak sendi, meski ada penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa
sendi saja. Walaupun tanda kardinal inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan dan
teraba hangat) mungkin ditemukan pada awal penyakit atau selama kekambuhan,
namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada AR kronik. 2
Penyebab artritis pada RA adalah sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada
membran sinovial yang membungkus sendi. Sendi yang terlibat pada umumnya
simetris, meski pada presentasi awal bisa tidak simetris. Sinovitis akan
menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan
fungsi. 2
Manifestasi ekstraartikular
Meski artritis merupakan manifestasi klinis utama, tetapi RA merupakan
penyakit sistemik sehingga banyak penderita mempunyai manifestasi
ekstraartikular. Manifestasi ekstraartikular umumnya didapatkan pada penderita
dengan titer RF tinggi. Nodul reumatoid kulit merupakan manifestasi kulit paling
8
sering dijumpai, umumnya di daerah ulna, olekranon, jari tangan, tendon achilles
atau bursa olekranon. Manifestasi paru juga bisa didapatkan, tetapi beberapa
perubahan patologik hanya ditemukan saat otopsi. Selain itu terdapat pula
manifestasi di GIT yaitu sjogren syndrome yang dalam hal ini berupa xerostomia,
kemudian manifestasi di kardiovaskular berupa perikarditis, efusi perikardial dan
lain-lain. 2
Working Diagnosis
American College of Rheumatology (ACR) telah menyusun 7 kriteria untuk
kriteria diagnostik Arthritis Reumatoid. Diagnosis ditegakkan bila memenuhi 4
atau lebih dari kriteria berikut ini : 2,3
1. Kaku pagi hari
Definisi : Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya,
sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal
2. Artritis pada 3 persendian atau lebih
Definisi : Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi
(bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara
bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter. Dalam kriteria ini terdapat
14 persendian yang memenuhi kriteria yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan,
siku pergelangan kaki dan MTP kiri dan kanan.
3. Artritis pada persendian tangan
Definisi : Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan
seperti yang tertera diatas.
4. Artritis simetris
Definisi : Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada kriteria 2
pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP atau MTP bilateral dapat
diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris.
5. Nodul rheumatoid
Definisi : Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor
atau daerah juksta-artrikular yang diobservasi oleh seorang dokter.
6. Faktor rheumatoid serum
9
Definisi : Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa
dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol
yang diperiksa.
7. Perubahan gambaran
Definisi : Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi arthritis
reumotoid pada periksaan sinar X tangan posteroanterior atau pergelangan
tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang
berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan
akibat osteoartritis saja tidak memenuhi persyaratan).
Differential DiagnosisRA harus dibedakan dengan sejumlah penyakit lainnya seperti dengan
osteoarthtritis (OA), penyakit pirai / gout, kemudian Septic Arthritis, dan
Systemic Lupus Eritemathosus (SLE) 2,3
Dengan Osteoarthritis : 2,3
Rasa kaku dan nyeri pada sendi yang terkena
Timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian
timbul rasa nyeri dan akan berkurang dengan isitirahat
Nyeri ini terutama terasa saat bergerak
Fungsi sendi menjadi berkurang dan otot atrofi
Terdapat pembesaran sendi dan krepitasi tulang
Sendi yang terkena adalah sendi yang menahanberat badan tubuh
yaitu; lutus, pergelangan kaki, panggul, sakroiliakn, vertebrata
lumbalis dan cervikalis
Sering tidak merah dan tidak panas
Tidak timbul ankilosis
Pada pemeriksaan sendi nyeri pada pergerakan pasif dan aktif,
pergerakan ini terbatas
Laboratorium: LED meninggi
Rontgen: penyempitan rongga sendi dan sklerosis tepi persendian,
kadang-kadang tampak spur formation , lipping tepi tulang dan
10
adanya tulang-tulang yang lepas, dan terjadi deformitas
osteophytosis atau pembekuan kista juxta artikuler.
Dengan Gout Arthritis : 2,3
Rasa sakit pada sendi dengan permulaan eksplosif dan khas
menyerang sendi-sendi kecil terutama jari-jari kaki.
Rasa sakit biasanya selalu berulang-ulang
Riwayat keluarga sakit seperti penderita
Sendi-sendi yang terkena bengkak, panas, kemerahan dan sakit,
sering dijumpai thopi.
Sering terdapat batu ginjal
Laboratorium: kadar asam urat meningkat, ditemukannya Kristal-
kristal asam urat dalam cairan synovial sendi yang terserang.
Foto Rontgen: adanya lubang-lubang pada phalanx dan
pembengkakan jaringan lunak.
Dengan Septic Arthritis : 2,3
Nyeri dan pembengkakan sendi akut, biasanya monoartikular
Terutama mengenai sendi lutut
Disertai demam yang tidak menggigil
Laboratorium : cairan sendi bersifat purulen
Terdapat tenosinovitis
Dengan Systemic Lupus Eritemathosus : 2,3
Terdapat artritis dengan bukti inflamasi sendi
Mialgia
Arthralgia
Kadang-kadang ditemukan factor rheumatoid positif
Penatalaksanaan
Destruksi sendi pada AR dimulai dalam beberapa minggu sejak timbulnya
gejala. Terapi sedini mungkin, akan menurunkan angka perburukan penyakit.
Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan diagnosis dan memulai terapi
11
sedini mungkin. Seperti biasa, modalitas terapi, begitu juga dengan AR, dibagi
menjadi dua, yakni terapi non-farmakologik, dan farmakologik. 2
Terapi Non-Farmakologik
Terapi non farmakologik telah dicoba pada penderita AR. Terapi puasa,
suplementasi asam lemak esensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang
baik. Pemberian suplemen minyak ikan (cod liver oil) bisa digunakan sebagai
NSAID-sparing agents pada penderita AR. Memberikan edukasi dan pendekatan
multidisiplin dalam perawatan penderita, bisa memberikan manfaat jangka
pendek. Penggunaan terapi herbal, acupuncture, dan splinting belum didapatkan
bukti yang meyakinkan. Pembedahan harus dipertimbangkan bila : 1. Terdapat
nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif, 2.
Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berart, 3.
Adanya ruptur tendon. 2
Terapi Farmakologik
Farmako terapi untuk penderita RA pada umumnya meliputi obat anti
inflamasi non steroid (OAINS/NSAID) untuk mengendalikan nyeri,
glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular dan disease modifying anti
rheumatic drugs (DMARD). Pendekatan piramid terbalik paling disukai saat ini,
yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat perburukan
penyakit. Manfaat DMARD sendiri akan bertambah dan bermakna apabila
diberikan sedini mungkin dan diberikan secara kombinasi. 2
OAINS merupakan terapi awal mengurangi nyeri dan pembengkakan.
Oleh karena obat-obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak boleh
digunakan secara tunggal. Prinsip kerja OAINS ialah menghambat enzim
siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin yang
kita tahu menjadi faktor penting tercetusnya rasa nyeri sebagai respon inflamasi.
Untuk RA, ada beberapa OAINS yang biasa digunakan yaitu piroksikam,
meloksikam, dan indometasin. Piroksikam memiliki T1/2 yang panjang, absorbsi
cepat di lambung, terikat 99% pada protein plasma. Obat ini menjalani siklus
enterohepatik. Dosis 10-20 mg sehari diberikan pada pasien yang tidak memberi
12
respons dengan AINS yang lebih aman. Meloksikam diberikan 7,5-15 mg sekali
sehari dengan efek samping terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam.
Indometasin yang sudah dikenal sejak 1963 untuk pengobatan AR merupakan
derivat indol-asam asetat. Antiinflamasi, analgesik, dan antipiretiknya setara
dengan aspirin. Meski terbukti efektif, karena toksik maka penggunaan obat ini
amat dibatasi. 2,4
DMARD (disease modifying anti rheumatoid drugs) berfungsi untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat RA. Mula
khasiatnya baru terlihat 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka
efektivitasnya dalam menekan proses rheumatoid akan berkurang. Jenis-jenis
yang digunakan adalah : Klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400
mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian berupa penurunan ketajaman
penglihatan, dermatitis, makulopapular, nausea, diare dan anemia hemolitik.
Sulfasalazin dalam bentuk tablet salut enteric digunakan dalam dosis 1x500
mg/hari, lalu ditingkatkan 500 mg/minggu sampai mencapai dosis 4x500 mg.
setelah remisi tercapai maka dosis diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam
jangka panjang sampai terjadi remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak
terlihat khasiatnya maka obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain atau
dikombinasikan. Efek smaping : pusing, mual, muntah, demam, agranulositosis,
diskrasia darah. Generiknya : sulcolon. D-penisilamin 250-300 mg/hari, kemudian
ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis
total 4x250-300 mg/hari. Efek samping : mobiliformis, stomatitis, dan pemphigus.
Generiknya : cuprimin 250 mg atau trolovol 300 mg. Garam emas (Autro sodium
tiomolat) diberikan IM, dimulai dengan 10 mg, seminggu kemudian diberikan
dosis 20 mg. seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20
minggu sampai keadaan keadaan remisitercapai. Efek samping berupa pruritus,
stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasi sumsum tulang. Generiknya
Tauredon ampul 10,20, dan 50 mg. Obat imunosupresif atau imunoregulator
generiknya: metrotreksat 5 -7,7 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak
menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi
20mg/minggu. Efek samping: jarang ditemukan, tetapi dapat ditemukan berupa
13
kerentanan terhadap infeksi, nausea, vomitus, diare, stomatitis, gengguan fungsi
hati dan lain-lain. Kortikosteroid generiknya Prednison, yang hanya dipakai untuk
pengobatan RA dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa. Dalam dosis
rendah (seperti prednisone 5-7,5mg sati kali sehari). Efek samping sangat berat.
Jenis-jenis kortikosteroid yang lain ialah prednisolone. 2,4
Terapi kombinasi memperlihatkan efikasi yang lebih superior
dibandingkan dengan terapi tunggal, tanpa membesar toksisitas. Regimen terapi
kombinasi yang efektif dan aman digunakan untuk penderita RA aktif yang tidak
terkontrol adalah salah satu dari kombinasi berikut : MTX + Hidroxyklorokuin,
MTX + Hidroxyklorokuin + Sulfasalazine, MTX + Sulfasalazine + Prednisolone,
MTX + Leflunomide, MTX + Etanercept, MTX + Infliximab, dll. 2
PrognosisPrediktor prognosis buruk pada stadium dini AR antara lain : skor
fungsional yang rendah, status sosioekonomi rendah, tingkat pendidikan, ada
riwayat keluarga dekat menderita AR, melibatkan banyak sendi, nilai CRP atau
LED tinggi saat permulaan penyakit, RF ataun anti CCP positif, ada perubahan
radiologist pada awal penyakit, ada nodul rheumatoid/manifestasi ekstraartikuler
lainnya. Sebanyak 30% penderita AR dengan manifestasi penyakit berat tidak
berhasil memenuhi kriteria ACR 20 walaupun sudah mendapat berbagai macam
terapi. Sedangkan penderita dengan penyakit lebih ringan memberikan respon
yang baik dan terapi. Penelitian yang dilakukan oleh Linqvist dkk pada penderita
AR yang mulai tahun 1980-an, memperlihatkan tidak adanya peningkatan angka
mortalitas pada 8 tahun pertama sampai 13 tahun setelah diagnosis. Rasio
keseluruhan penyebab kematian pada penderita AR dibandingkan dengan populasi
umum adalah 1,6. Tetapi hasil ini mungkin akan menurun setelah penggunaan
jangka panjang DMARD terbaru. 2
KomplikasiDokter harus melakukan pemantauan terhadap adanya komplikasi yang
terjadi pada penderita AR. 2,5
14
Neuropati perifer. Kondisi ini mempengaruhi saraf, paling sering
terdapat ditangan dan kaki. Hal ini dapat mengakibatkan kesemutan, mati
rasa, atau rasa terbakar.
Anemia. Orang dengan RA dapat terkena anemia, yang melibatkan
penurunan produksi sel darah merah.
Scleritis. Ini adalah peradangan pembuluh darah di mata yang
dapat mengakibatkan kerusakan kornea.
Infeksi. RA pasien memiliki risiko lebih tinggi untuk infeksi,
terutama dari beberapa obat yang bersifat immunosupresan yang mereka
konsumsi.
Masalah Kulit. masalah kulit yang umum, terutama pada jari-jari
dan di bawah kuku. Beberapa pasien mengalami komplikasi kulit berat
yang termasuk ruam, borok, lepuh (yang mungkin berdarah dalam
beberapa kasus), benjolan di bawah kulit, dan masalah lainnya. Penyakit
kulit yang berat dapat mencerminkan kasus yang lebih serius tentang RA
pada umumnya.
Masalah pada Gastrointestinal. Walaupun pasien mungkin
mengalami masalah pada perut dan usus, sebuah studi di tahun 2000
melaporkan angka yang lebih rendah pada kanker lambung dan kanker
kolorektal pada pasien RA.
Osteoporosis. Osteoporosis, gangguan di mana kepadatan tulang
menurun, lebih sering daripada rata-rata pada wanita postmenopause
dengan RA. tulang pinggul ini terutama terpengaruh. Risiko osteoporosis
juga tampaknya lebih tinggi dari rata-rata pada laki-laki dengan RA yang
berusia lebih dari 60 tahun.
Penyakit Paru. Pasien dengan RA rentan terhadap penyakit paru-
paru kronis.
Penyakit Kardiovaskular. Meningkatnya bukti menunjukkan
bahwa RA dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, mungkin karena
respon inflamasi di RA, yang mungkin juga melukai arteri dan jaringan
otot jantung. Beberapa studi telah melaporkan bahwa orang dengan RA
15
adalah 30 - 50% lebih mungkin untuk menderita penyumbatan pembuluh
jantung dan 60 - 70% lebih mungkin meninggal dibandingkan orang tanpa
RA. Sebuah penelitian kecil di Inggris menunjukkan bahwa sekitar
setengah dari pasien RA cenderung mengalami gejala tidak terdeteksi atas
penyakit jantung, dan gejala tersebut cenderung untuk berkembang sekitar
10 tahun lebih awal dari pada orang tanpa RA.
Limfoma dan kanker lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa
pasien dengan RA adalah empat kali lebih besar dibandingkan pasien yang
sehat untuk mengembangkan limfoma non-Hodgkin. Ada juga
kekhawatiran bahwa beberapa terapi RA dapat meningkatkan risiko
limfoma. Studi dari tahun 2006 menunjukkan bahwa proses peradangan
kronis RA mungkin berperan dalam perkembangan limfoma. Peneliti
menemukan bahwa pasien dengan RA sangat parah dan jangka panjang
memiliki resiko besar terhadap pengembangan limfoma. Penelitian
lainnya di tahun 2006 menunjukkan bahwa obat RA, seperti pengubah
respon biologis, tidak meningkatkan risiko limfoma, meskipun mereka
meningkatkan resiko kanker kulit.
PencegahanTidak ada cara yang pasti untuk mencegah rheumatoid arthritis karena
penyebab pasti penyakit ini pun tidak diketahui. Hal ini penting bagi orang yang
khawatir bahwa mereka mungkin menghadapi risiko rheumatoid arthritis untuk
menyadari bahwa saat ini tidak ada obat untuk atau modifikasi gaya hidup yang
dapat mencegah rheumatoid arthritis. Hanya setelah penyakit ini didiagnosis,
barulah dapat diambil tindakan untuk mengontrol penyakit ini. Sampai diketahui
secara pasti apakah bakteri atau virus tertentu memicu penyakit ini, kontak dengan
orang-orang dengan penyakit tidak akan mengubah risiko untuk terkena penyakit
ini. Satu-satunya yang dapat dilakukan ialah menghindari faktor risiko yang ada
untuk dapat mencegah terjadinya RA. 6
16
KesimpulanRheumatoid Arthritis merupakan penyakit autoimun yang menyerang
sistem muskuloskeletal yang bermanifestasi terutama intraartikular. Penyakit ini
kebanyakan menyerang orang yang berusia lanjut, dengan perbandingan lebih
banyak wanita dibanding pria. Penatalaksanaan rheumatoid arthtritis sendiri
mengandalkan NSAID sebagai anti inflamasi meskipun terapi kortikosteroid bisa
jadi pilihan terakhir apabila NSAID tidak memberi efek yang lebih baik, selain itu
penggunaan DMARD menjadi pilihan utama untuk pengobatan causal terhadap
RA ini. Hingga kini, penyebab pasti penyakit ini tidak diketahui sehingga,
pencegahannya pun sulit ditentukan. Hanya dengan menghindari faktor risiko,
dapat membantu menurunkan peluang seseorang terkena RA ini.
Daftar Pustaka
1. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta;
2005.
2. I Nyoman S. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Artritis reumatoid. Edisi V.
Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2009.h.2495-511.
3. Isselbecher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison’s principle of
internal medicine. 15th Ed. USA: McGraw Hill;2001.p. 1928-37.
4. Wilmana F, Gan S. Farmakologi dan terapi : Analgesik-antipiretik
analgesik anti-inflamasi nonsteroid dan obat gangguan sendi lainnya. Edisi
V. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta; 2007 .h.230-46.
5. Rheumatoid Arthritis Complication. Diunduh dari,
http://www.healthcentral.com/rheumatoid-arthritis/causes-000048_5-
145.html, 25 Maret 2011.
17
6. Rheumatoid arthritis-prevention. Diunduh dari,
http://www.webmd.com/rheumatoid-arthritis/tc/rheumatoid-arthritis-
prevention, 2 Maret 2011.
18