27
Penyakit Rheumatoid Arthritis Andre Hasiholan Simarmata 10-2010-284/A3 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2011 Jl.Arjuna Utara no.6 Jakarta 11510 [email protected] Pendahuluan Seiring dengan berjalannya waktu, ilmu pengetahuan semakin tinggi. Begitu juga dengan pengetahuan dibidang kedokteran yang semakin hari ditemukan berbagai macam obat, penyakit, dan teknologi baru yang dapat membantu para dokter. Perkembangan ilmu yang mempelajari tentang 1

PBL blok 14

Embed Size (px)

DESCRIPTION

blok 14

Citation preview

Page 1: PBL blok 14

Penyakit Rheumatoid Arthritis

Andre Hasiholan Simarmata

10-2010-284/A3

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

2011

Jl.Arjuna Utara no.6

Jakarta 11510

[email protected]

Pendahuluan

Seiring dengan berjalannya waktu, ilmu pengetahuan semakin tinggi. Begitu

juga dengan pengetahuan dibidang kedokteran yang semakin hari ditemukan

berbagai macam obat, penyakit, dan teknologi baru yang dapat membantu para

dokter. Perkembangan ilmu yang mempelajari tentang sistem muskuloskeletal

seseorang merupakan salah satu ilmu yang selalu berkembang setiap saat yang

mempunyai tujuan untuk mengurangi insiden-insiden yang disebabkan oleh

penyakit ini.

1

Page 2: PBL blok 14

Makalah ini diharapkan dapat membantu pemahaman penulis dan pembaca

dalam hal pengertian tentang penyakit-penyakit muskuloskeletal yang difokuskan

pada penyakit reumatoid arthritis, etiologi penyakit, penyimpangan-

penyimpangan fisiologi dari tubuh kita, diagnosis dan penatalaksanaannya, juga

hasil prognosis serta pencegahan yang dapat dilakukan untuk menangani penyakit

tersebut. Selain itu, makalah ini juga mengemukakan pemeriksaan yang dapat

digunakan untuk menegakan diagnosis penyakit muskuloskeletal khususnya

reumatoid arthritis.

Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari

rangkaian pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak

langsung. Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari

pasien yang bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis

organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak

kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yuang profesional dan

optimal.1

Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:

1. Identitas pasien

2. Riwayat penyakit sekarang

3. Riwayat penyakit dahulu

4. Riwayat kesehatan keluarga

5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya

Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status

perkawinan, pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data

tersebut sering berkaitan dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ

tertentu.

Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta

pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya

2

Page 3: PBL blok 14

diteluskan secara singkat berserta lamanya, seperti menuliskan judul berita utama

surat kabar. Misalnya badan panas sejak 3 hari yang lalu.1

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada tes yang spesifik untuk mendiagnosis RA. Namun Rheumatoid

Factor (RF), yang merupakan autoantibodi reaktif terhadap bagian Fc dari

Imunoglobulin G, ditemukan di lebih dari 2/3 orang dewasa yang terkena RA.

Namun RF sendiri bukan suatu petanda spesifik untuk RA. RF ditemukan pada

setidaknya 5% pada orang normal. RA juga ditemukan dalam systemic lupus

erithematosus (SLE), Sjogren Syndrome, penyakit hati kronik, dan lain-lain.

Anemia normokrom dan normositik juga sering ditemukan dalam RA aktif. Hal

ini merefleksikan inefektivitas dari proses eritropoiesis2,3

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan umum yang lengkap penting di lakukan. Disamping menilai

adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatian juga hal –hal berikut ini : 2,3

1. Keadaan umum – komplikasi steroid, berat badan.

2. Tangan – meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan.

3. Lengan – siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran

kelenjar limfe aksila.

4. Wajah. Periksa mata untuk sindroma Sjorgen, skleritis, episkleritis,

skleromalasia perforans, katarak, anemia dan tanda – tanda

hiperviskositas pada fundus. Kelenjar parotis membesar ( sinroma

Sjogren ). Mulut ( kering, karies dentis, ulkus ), suara serak, sendi

temporomandibula ( krepitus ). Catatan : artritis rematoid tidak

menyebabkan iritasi.

5. Leher – adanya tanda – tanda terkenanya tulang servikal.

6. Toraks. Jantung ( adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi

katup aorta dan mitral ). Paru – paru ( adanya efusi pleural, fibrosis,

nodul infark, sindroma Caplan ).

3

Page 4: PBL blok 14

7. Abdomen – adanya splenomegali dan nyeri tekan apigastrik.

8. Panggul dan lutut.

9. Tungkai bawah – adanya ulkus, pembengkakan betis ( kista Baker

yang reptur ) neuropati, mononeuritis  multipleks dan tanda – tanda

kompresi medulla spinalis.

10. Kaki.

11. Urinalisis untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk

menentukan adanya darah.

EtiologiWalaupun belum dapat dipastikan sebagai penyebab, faktor genetik,

hormonal, infeksi dan heat shock protein telah diktehaui berpengaruh kuat dalam

menentukan pola morbiditas penyakit ini. Faktor genetik dan beberapa faktor

lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini

terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas

utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan artritis reumatoid sero positif.

Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.

Kecenderungan wanita untuk menderita artritis reumatoid dan sering

dijumpai remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya

faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada

penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal

tidak pernah menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga

kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan

penyebab faktor ini.

Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab artritis

reumatoid. Dugaan ini timbul karena umunya onset penyakit ini terjadi secara

mendadak dan timbul dengan disertai gambaran inflamasi yang mencolok.

Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan isolasi suatu mikroorganisme dari

jaringan sinovial, hal ini tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu

peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan

4

Page 5: PBL blok 14

terjadinya artritis reumatoid. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab

artritis reumatoid adalah antara lain bakteri mikoplasma atau virus seperti

retrovirus, parvovirus B19, dan lain-lain.

Heat Shock Protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang

(60 – 90 kDa) yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respons terhadap

stres. HSP tertentu manusia dan HSP mikobakterium tuberkulosis mempunyai

65% untaian yang homolog. Hipotesisnya adalah antibodi dan sel T mengenali

epitop HSP pada agen infeksi dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang

limfosit dengan sel host sehingga mencetuskan reaksi imunologis. Mekanisme ini

dikenal sebagai kemiripan molekul. 2

Faktor Risiko

Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya RA antara

lain jenis kelamin perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita RA, umur

lebih tua, paparan salisilat dan merokok. Konsumsi kopi lebih dari 3 cangkir

sehari, khususnya kopi decaffeinated mungkin juga berisiko. Makanan tinggi

vitamin D, konsumsi teh dan penggunaan kontrasepsi oral berhubungan dengan

penurunan risiko. Tiga dari empat perempuan dengan RA mengalami perbaikan

gejala yang bermakna selama kehamilan dan biasanya akan kambuh kembali

setelah melahirkan. 2

Epidemiologi

Pada kebanyakan populasi di dunia, prevalensi RA relatif konstan yaitu

berkisar antara 0,5-1%. Prevalensi yang tinggi di dapatkan di Pima Indian dan

Chippewa Indian masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8 %. Prevalensi AR di India

dan di negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%. Sedangkan di China ,

Indonesia, dan Philipina prevalensinya kurang dari 0,4% baik di daerah urban

maupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan

prevalensi RA sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah urban. Sedangkan

penelitian yang dilakukan di Malang pada penduduk usia diatas 40 tahun

mendapatkan prevalensi RA sebesar 0,5% di daerah Kotamadya dan 0,6 % di

5

Page 6: PBL blok 14

daerah kabupaten. Di poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo

Jakarta, kasus baru RA merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru tahun 2000 dan

pada periode Januari s/d Juni 2007 didapatkan sebanyak 203 kasus RA dari

jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1.346 orang (15,1%). Prevalensi RA lebih

banyak pada perempuan dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok

umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan

kelima. 2

PatofisiologiKerusakan sendi pada RA dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblas

sinovial setelah adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit

menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang

selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat

mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi

pertumbuhan yang irregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi

sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan

sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan faktor

pertumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi

sistemik. 2,3

Peran Sel T

Induksi respon sel T pada RA diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan

share epitope dari major histocompatibility complex class II (MHC II) dan peptida

pada antigen-presenting cell (APC) sinovium atau sistemik. Molekul tambahan

yang diekspresikan oleh APC antara lain ICAM-1 (Intracellular adhesion

molecule-1) (CD54), OX40L (CD252), inducible costimulator (ICOS) ligand

(CD275), B7-1 (CD-80) dan B7-2 (CD 86), berpartisipasi dalam aktivasi sel T

melalui ikatan dengan lymphocyte function-associated antigen (LFA)-1

(CD11a/CD18), OX40 (CD134), ICOS (CD278), dan CD 28. Fibroblast-like

synoviocytes (FLS) yang aktif mungkin juga berpartisipasi dalam presentasi

antigen dan mempunyai molekul tambahan seperti LFA-3 (CD58) dan ALCAM

(activated leukocyte cell adhesion molecule) (CD166) yang berinteraksi dengan

6

Page 7: PBL blok 14

sel T yang mengekspresikan CD2 dan CD6. Interleukin (IL)-6 dan transforming

growth factor-beta (TGF-) kebanyakan berasal dari APC aktif, signal pada sel

Th 17 menginduksi pengeluaran IL-17.

IL-17 mempunyai efek independen dan sinergistik dengan sitokin

proinflamasi lainnya (TNF-dan IL-1pada sinovium, yang menginduksi

pelepasan sitokin, produksi metaloproteinase, ekspresi ligan RANK/RANK

(CD265/254), dan osteoklastogenesis. Interaksi CD40L (CD154) dengan CD40

juga mengakibatkan aktivasi monosit/makrofag (Mo/Mac) sinovial, FLS dan sel

B. Walaupun pada kebanyakan penderita AR didapatkan adanya sel T

regulatorCD4+CD25hi pada sinovium, tetapi tidak efektif dalam mengontrol

inflamasi dan mungkin di non-aktifkan oleh TNF-sinovial. IL-10 banyak

didapatkan pada cairan sinovial tapi efeknya paa regulasi Th-17 belum diketahui. 2,3

Peran Sel B

Peran sel B dalam imunopatogenesis AR belum diketahui secara pasti,

meskipun sejumlah peneliti menduga ada beberapa mekanisme yang mendasari

keterlibatan sel B. Keterlibatan sel B dalam patogenesis AR diduga melalui

mekanisme berikut : 2,3

1. Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal kostimulator yang

penting untuk clonal expansion dan fungsi efektor dari sel T CD4+

2. Sel B dalam membran sinovial AR juga memproduksi sitokin proinflamasi

seperti TNF-dan kemokin.

3. Membran sinovial RA mengandung banyak sel B yang memproduksi

faktor reumatoid (RF). RA dengan RF positif (seropositif) berhubungan

dengan penyakit artikular yang lebih agresif, mempunya prevalensi

manifestasi ekstraartikuler yang lebih tinggi dan angka morbiditas dan

mortalitas yang lebih tinggi. RF juga bisa mencetuskan stimulus diri

sendiri untuk sel B yang mengakibatkan aktivasi dan presentasi antigen

kepada sel Th, yang pada akhirnya proses ini juga akan memproduksi RF.

Selain itu kompleks imun RF juga memperantarai aktivasi komplemen,

7

Page 8: PBL blok 14

kemudian secara bersama-sama bergabung dengan reseptor Fcg, sehingga

mencetuskan kaskade inflamasi.

4. Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kunci dalam patogenesis RA.

Bukti terbaru menunjukkan bahwa aktivasi ini sangat tergantung kepada

adanya sel B. Berdasarkan mekanisme diatas, mengindikasikan bahwa sel

B berperanan penting dalam penyakit RA, sehingga layak dijadikan target

dalam terapi RA.

Manifestasi KlinisKurang lebih 2/3 penderita RA, onset terjadi secara perlahan, artritis

simetris terjadi dalam beberapa minggu sampa beberapa bulan dari perjalanan

penyakit. Sebanyak 10-15% penderita mempunyai onset fulminant berupa artritis

poliartrikular, sehingga diagnosis RA lebih mudah ditegakkan. Artritis sering kali

diikuti kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama 1 jam atau lebih.

Manifestasi klinis RA dibagi jadi 2 yaitu artikular dan non-artikular. 2

Manifestasi artikular

Penderita RA umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada

banyak sendi, meski ada penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa

sendi saja. Walaupun tanda kardinal inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan dan

teraba hangat) mungkin ditemukan pada awal penyakit atau selama kekambuhan,

namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada AR kronik. 2

Penyebab artritis pada RA adalah sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada

membran sinovial yang membungkus sendi. Sendi yang terlibat pada umumnya

simetris, meski pada presentasi awal bisa tidak simetris. Sinovitis akan

menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan

fungsi. 2

Manifestasi ekstraartikular

Meski artritis merupakan manifestasi klinis utama, tetapi RA merupakan

penyakit sistemik sehingga banyak penderita mempunyai manifestasi

ekstraartikular. Manifestasi ekstraartikular umumnya didapatkan pada penderita

dengan titer RF tinggi. Nodul reumatoid kulit merupakan manifestasi kulit paling

8

Page 9: PBL blok 14

sering dijumpai, umumnya di daerah ulna, olekranon, jari tangan, tendon achilles

atau bursa olekranon. Manifestasi paru juga bisa didapatkan, tetapi beberapa

perubahan patologik hanya ditemukan saat otopsi. Selain itu terdapat pula

manifestasi di GIT yaitu sjogren syndrome yang dalam hal ini berupa xerostomia,

kemudian manifestasi di kardiovaskular berupa perikarditis, efusi perikardial dan

lain-lain. 2

Working Diagnosis

American College of Rheumatology (ACR) telah menyusun 7 kriteria untuk

kriteria diagnostik Arthritis Reumatoid. Diagnosis ditegakkan bila memenuhi 4

atau lebih dari kriteria berikut ini : 2,3

1. Kaku pagi hari

Definisi : Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya,

sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal

2. Artritis pada 3 persendian atau lebih

Definisi : Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi

(bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara

bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter. Dalam kriteria ini terdapat

14 persendian yang memenuhi kriteria yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan,

siku pergelangan kaki dan MTP kiri dan kanan.

3. Artritis pada persendian tangan

Definisi : Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan

seperti yang tertera diatas.

4. Artritis simetris

Definisi : Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada kriteria 2

pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP atau MTP bilateral dapat

diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris.

5. Nodul rheumatoid

Definisi : Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor

atau daerah juksta-artrikular yang diobservasi oleh seorang dokter.

6. Faktor rheumatoid serum

9

Page 10: PBL blok 14

Definisi : Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa

dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol

yang diperiksa.

7. Perubahan gambaran

Definisi : Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi arthritis

reumotoid pada periksaan sinar X tangan posteroanterior atau pergelangan

tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang

berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan

akibat osteoartritis saja tidak memenuhi persyaratan).

Differential DiagnosisRA harus dibedakan dengan sejumlah penyakit lainnya seperti dengan

osteoarthtritis (OA), penyakit pirai / gout, kemudian Septic Arthritis, dan

Systemic Lupus Eritemathosus (SLE) 2,3

Dengan Osteoarthritis : 2,3

Rasa kaku dan nyeri pada sendi yang terkena

Timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian

timbul rasa nyeri dan akan berkurang dengan isitirahat

Nyeri ini terutama terasa saat bergerak

Fungsi sendi menjadi berkurang dan otot atrofi

Terdapat pembesaran sendi dan krepitasi tulang

Sendi yang terkena adalah sendi yang menahanberat badan tubuh

yaitu; lutus, pergelangan kaki, panggul, sakroiliakn, vertebrata

lumbalis dan cervikalis

Sering tidak merah dan tidak panas

Tidak timbul ankilosis

Pada pemeriksaan sendi nyeri pada pergerakan pasif dan aktif,

pergerakan ini terbatas

Laboratorium: LED meninggi

Rontgen: penyempitan rongga sendi dan sklerosis tepi persendian,

kadang-kadang tampak spur formation , lipping tepi tulang dan

10

Page 11: PBL blok 14

adanya tulang-tulang yang lepas, dan terjadi deformitas

osteophytosis atau pembekuan kista juxta artikuler.

Dengan Gout Arthritis : 2,3

Rasa sakit pada sendi dengan permulaan eksplosif dan khas

menyerang sendi-sendi kecil terutama jari-jari kaki.

Rasa sakit biasanya selalu berulang-ulang

Riwayat keluarga sakit seperti penderita

Sendi-sendi yang terkena bengkak, panas, kemerahan dan sakit,

sering dijumpai thopi.

Sering terdapat batu ginjal

Laboratorium: kadar asam urat meningkat, ditemukannya Kristal-

kristal asam urat dalam cairan synovial sendi yang terserang.

Foto Rontgen: adanya lubang-lubang pada phalanx dan

pembengkakan jaringan lunak.

Dengan Septic Arthritis : 2,3

Nyeri dan pembengkakan sendi akut, biasanya monoartikular

Terutama mengenai sendi lutut

Disertai demam yang tidak menggigil

Laboratorium : cairan sendi bersifat purulen

Terdapat tenosinovitis

Dengan Systemic Lupus Eritemathosus : 2,3

Terdapat artritis dengan bukti inflamasi sendi

Mialgia

Arthralgia

Kadang-kadang ditemukan factor rheumatoid positif

Penatalaksanaan

Destruksi sendi pada AR dimulai dalam beberapa minggu sejak timbulnya

gejala. Terapi sedini mungkin, akan menurunkan angka perburukan penyakit.

Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan diagnosis dan memulai terapi

11

Page 12: PBL blok 14

sedini mungkin. Seperti biasa, modalitas terapi, begitu juga dengan AR, dibagi

menjadi dua, yakni terapi non-farmakologik, dan farmakologik. 2

Terapi Non-Farmakologik

Terapi non farmakologik telah dicoba pada penderita AR. Terapi puasa,

suplementasi asam lemak esensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang

baik. Pemberian suplemen minyak ikan (cod liver oil) bisa digunakan sebagai

NSAID-sparing agents pada penderita AR. Memberikan edukasi dan pendekatan

multidisiplin dalam perawatan penderita, bisa memberikan manfaat jangka

pendek. Penggunaan terapi herbal, acupuncture, dan splinting belum didapatkan

bukti yang meyakinkan. Pembedahan harus dipertimbangkan bila : 1. Terdapat

nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif, 2.

Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berart, 3.

Adanya ruptur tendon. 2

Terapi Farmakologik

Farmako terapi untuk penderita RA pada umumnya meliputi obat anti

inflamasi non steroid (OAINS/NSAID) untuk mengendalikan nyeri,

glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular dan disease modifying anti

rheumatic drugs (DMARD). Pendekatan piramid terbalik paling disukai saat ini,

yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat perburukan

penyakit. Manfaat DMARD sendiri akan bertambah dan bermakna apabila

diberikan sedini mungkin dan diberikan secara kombinasi. 2

OAINS merupakan terapi awal mengurangi nyeri dan pembengkakan.

Oleh karena obat-obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak boleh

digunakan secara tunggal. Prinsip kerja OAINS ialah menghambat enzim

siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin yang

kita tahu menjadi faktor penting tercetusnya rasa nyeri sebagai respon inflamasi.

Untuk RA, ada beberapa OAINS yang biasa digunakan yaitu piroksikam,

meloksikam, dan indometasin. Piroksikam memiliki T1/2 yang panjang, absorbsi

cepat di lambung, terikat 99% pada protein plasma. Obat ini menjalani siklus

enterohepatik. Dosis 10-20 mg sehari diberikan pada pasien yang tidak memberi

12

Page 13: PBL blok 14

respons dengan AINS yang lebih aman. Meloksikam diberikan 7,5-15 mg sekali

sehari dengan efek samping terhadap saluran cerna kurang dari piroksikam.

Indometasin yang sudah dikenal sejak 1963 untuk pengobatan AR merupakan

derivat indol-asam asetat. Antiinflamasi, analgesik, dan antipiretiknya setara

dengan aspirin. Meski terbukti efektif, karena toksik maka penggunaan obat ini

amat dibatasi. 2,4

DMARD (disease modifying anti rheumatoid drugs) berfungsi untuk

melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat RA. Mula

khasiatnya baru terlihat 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka

efektivitasnya dalam menekan proses rheumatoid akan berkurang. Jenis-jenis

yang digunakan adalah : Klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400

mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian berupa penurunan ketajaman

penglihatan, dermatitis, makulopapular, nausea, diare dan anemia hemolitik.

Sulfasalazin dalam bentuk tablet salut enteric digunakan dalam dosis 1x500

mg/hari, lalu ditingkatkan 500 mg/minggu sampai mencapai dosis 4x500 mg.

setelah remisi tercapai maka dosis diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam

jangka panjang sampai terjadi remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak

terlihat khasiatnya maka obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain atau

dikombinasikan. Efek smaping : pusing, mual, muntah, demam, agranulositosis,

diskrasia darah. Generiknya : sulcolon. D-penisilamin 250-300 mg/hari, kemudian

ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis

total 4x250-300 mg/hari. Efek samping : mobiliformis, stomatitis, dan pemphigus.

Generiknya : cuprimin 250 mg atau trolovol 300 mg. Garam emas (Autro sodium

tiomolat) diberikan IM, dimulai dengan 10 mg, seminggu kemudian diberikan

dosis 20 mg. seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20

minggu sampai keadaan keadaan remisitercapai. Efek samping berupa pruritus,

stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasi sumsum tulang. Generiknya

Tauredon ampul 10,20, dan 50 mg. Obat imunosupresif atau imunoregulator

generiknya: metrotreksat 5 -7,7 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak

menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi

20mg/minggu. Efek samping: jarang ditemukan, tetapi dapat ditemukan berupa

13

Page 14: PBL blok 14

kerentanan terhadap infeksi, nausea, vomitus, diare, stomatitis, gengguan fungsi

hati dan lain-lain. Kortikosteroid generiknya Prednison, yang hanya dipakai untuk

pengobatan RA dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa. Dalam dosis

rendah (seperti prednisone 5-7,5mg sati kali sehari). Efek samping sangat berat.

Jenis-jenis kortikosteroid yang lain ialah prednisolone. 2,4

Terapi kombinasi memperlihatkan efikasi yang lebih superior

dibandingkan dengan terapi tunggal, tanpa membesar toksisitas. Regimen terapi

kombinasi yang efektif dan aman digunakan untuk penderita RA aktif yang tidak

terkontrol adalah salah satu dari kombinasi berikut : MTX + Hidroxyklorokuin,

MTX + Hidroxyklorokuin + Sulfasalazine, MTX + Sulfasalazine + Prednisolone,

MTX + Leflunomide, MTX + Etanercept, MTX + Infliximab, dll. 2

PrognosisPrediktor prognosis buruk pada stadium dini AR antara lain : skor

fungsional yang rendah, status sosioekonomi rendah, tingkat pendidikan, ada

riwayat keluarga dekat menderita AR, melibatkan banyak sendi, nilai CRP atau

LED tinggi saat permulaan penyakit, RF ataun anti CCP positif, ada perubahan

radiologist pada awal penyakit, ada nodul rheumatoid/manifestasi ekstraartikuler

lainnya. Sebanyak 30% penderita AR dengan manifestasi penyakit berat tidak

berhasil memenuhi kriteria ACR 20 walaupun sudah mendapat berbagai macam

terapi. Sedangkan penderita dengan penyakit lebih ringan memberikan respon

yang baik dan terapi. Penelitian yang dilakukan oleh Linqvist dkk pada penderita

AR yang mulai tahun 1980-an, memperlihatkan tidak adanya peningkatan angka

mortalitas pada 8 tahun pertama sampai 13 tahun setelah diagnosis. Rasio

keseluruhan penyebab kematian pada penderita AR dibandingkan dengan populasi

umum adalah 1,6. Tetapi hasil ini mungkin akan menurun setelah penggunaan

jangka panjang DMARD terbaru. 2

KomplikasiDokter harus melakukan pemantauan terhadap adanya komplikasi yang

terjadi pada penderita AR. 2,5

14

Page 15: PBL blok 14

Neuropati perifer. Kondisi ini mempengaruhi saraf, paling sering

terdapat ditangan dan kaki. Hal ini dapat mengakibatkan kesemutan, mati

rasa, atau rasa terbakar.

Anemia. Orang dengan RA dapat terkena anemia, yang melibatkan

penurunan produksi sel darah merah.

Scleritis. Ini adalah peradangan pembuluh darah di mata yang

dapat mengakibatkan kerusakan kornea.

Infeksi. RA pasien memiliki risiko lebih tinggi untuk infeksi,

terutama dari beberapa obat yang bersifat immunosupresan yang mereka

konsumsi.

Masalah Kulit. masalah kulit yang umum, terutama pada jari-jari

dan di bawah kuku. Beberapa pasien mengalami komplikasi kulit berat

yang termasuk ruam, borok, lepuh (yang mungkin berdarah dalam

beberapa kasus), benjolan di bawah kulit, dan masalah lainnya. Penyakit

kulit yang berat dapat mencerminkan kasus yang lebih serius tentang RA

pada umumnya.

Masalah pada Gastrointestinal. Walaupun pasien mungkin

mengalami masalah pada perut dan usus, sebuah studi di tahun 2000

melaporkan angka yang lebih rendah pada kanker lambung dan kanker

kolorektal pada pasien RA.

Osteoporosis. Osteoporosis, gangguan di mana kepadatan tulang

menurun, lebih sering daripada rata-rata pada wanita postmenopause

dengan RA. tulang pinggul ini terutama terpengaruh. Risiko osteoporosis

juga tampaknya lebih tinggi dari rata-rata pada laki-laki dengan RA yang

berusia lebih dari 60 tahun.

Penyakit Paru. Pasien dengan RA rentan terhadap penyakit paru-

paru kronis.

Penyakit Kardiovaskular. Meningkatnya bukti menunjukkan

bahwa RA dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, mungkin karena

respon inflamasi di RA, yang mungkin juga melukai arteri dan jaringan

otot jantung. Beberapa studi telah melaporkan bahwa orang dengan RA

15

Page 16: PBL blok 14

adalah 30 - 50% lebih mungkin untuk menderita penyumbatan pembuluh

jantung dan 60 - 70% lebih mungkin meninggal dibandingkan orang tanpa

RA. Sebuah penelitian kecil di Inggris menunjukkan bahwa sekitar

setengah dari pasien RA cenderung mengalami gejala tidak terdeteksi atas

penyakit jantung, dan gejala tersebut cenderung untuk berkembang sekitar

10 tahun lebih awal dari pada orang tanpa RA.

Limfoma dan kanker lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa

pasien dengan RA adalah empat kali lebih besar dibandingkan pasien yang

sehat untuk mengembangkan limfoma non-Hodgkin. Ada juga

kekhawatiran bahwa beberapa terapi RA dapat meningkatkan risiko

limfoma. Studi dari tahun 2006 menunjukkan bahwa proses peradangan

kronis RA mungkin berperan dalam perkembangan limfoma. Peneliti

menemukan bahwa pasien dengan RA sangat parah dan jangka panjang

memiliki resiko besar terhadap pengembangan limfoma. Penelitian

lainnya di tahun 2006 menunjukkan bahwa obat RA, seperti pengubah

respon biologis, tidak meningkatkan risiko limfoma, meskipun mereka

meningkatkan resiko kanker kulit.

PencegahanTidak ada cara yang pasti untuk mencegah rheumatoid arthritis karena

penyebab pasti penyakit ini pun tidak diketahui. Hal ini penting bagi orang yang

khawatir bahwa mereka mungkin menghadapi risiko rheumatoid arthritis untuk

menyadari bahwa saat ini tidak ada obat untuk atau modifikasi gaya hidup yang

dapat mencegah rheumatoid arthritis. Hanya setelah penyakit ini didiagnosis,

barulah dapat diambil tindakan untuk mengontrol penyakit ini. Sampai diketahui

secara pasti apakah bakteri atau virus tertentu memicu penyakit ini, kontak dengan

orang-orang dengan penyakit tidak akan mengubah risiko untuk terkena penyakit

ini. Satu-satunya yang dapat dilakukan ialah menghindari faktor risiko yang ada

untuk dapat mencegah terjadinya RA. 6

16

Page 17: PBL blok 14

KesimpulanRheumatoid Arthritis merupakan penyakit autoimun yang menyerang

sistem muskuloskeletal yang bermanifestasi terutama intraartikular. Penyakit ini

kebanyakan menyerang orang yang berusia lanjut, dengan perbandingan lebih

banyak wanita dibanding pria. Penatalaksanaan rheumatoid arthtritis sendiri

mengandalkan NSAID sebagai anti inflamasi meskipun terapi kortikosteroid bisa

jadi pilihan terakhir apabila NSAID tidak memberi efek yang lebih baik, selain itu

penggunaan DMARD menjadi pilihan utama untuk pengobatan causal terhadap

RA ini. Hingga kini, penyebab pasti penyakit ini tidak diketahui sehingga,

pencegahannya pun sulit ditentukan. Hanya dengan menghindari faktor risiko,

dapat membantu menurunkan peluang seseorang terkena RA ini.

Daftar Pustaka

1. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta;

2005.

2. I Nyoman S. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Artritis reumatoid. Edisi V.

Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2009.h.2495-511.

3. Isselbecher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper. Harrison’s principle of

internal medicine. 15th Ed. USA: McGraw Hill;2001.p. 1928-37.

4. Wilmana F, Gan S. Farmakologi dan terapi : Analgesik-antipiretik

analgesik anti-inflamasi nonsteroid dan obat gangguan sendi lainnya. Edisi

V. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta; 2007 .h.230-46.

5. Rheumatoid Arthritis Complication. Diunduh dari,

http://www.healthcentral.com/rheumatoid-arthritis/causes-000048_5-

145.html, 25 Maret 2011.

17

Page 18: PBL blok 14

6. Rheumatoid arthritis-prevention. Diunduh dari,

http://www.webmd.com/rheumatoid-arthritis/tc/rheumatoid-arthritis-

prevention, 2 Maret 2011.

18