50
PROBLEM BASED LEARNING LAPORAN TUGAS MANDIRI Nama : Ni Made Helen Virginia Jacob No.Pokok : 102008200 Kelompok : D3 Tutor : dr. Melda Blok : 22 Neurology & Behaviour Science Telah di periksa dan disetujui oleh : Pada Tutorial 2 Tanggal. 28 Januari 2011 ( dr. Melda ) Tutor FAKULTAS KEDOKTERAN

PBL 22. Skizofrenia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pbl skizofern

Citation preview

Page 1: PBL 22. Skizofrenia

PROBLEM BASED LEARNINGLAPORAN TUGAS MANDIRI

Nama : Ni Made Helen Virginia Jacob

No.Pokok : 102008200

Kelompok : D3

Tutor : dr. Melda

Blok : 22Neurology & Behaviour Science

Telah di periksa dan disetujui oleh :

Pada Tutorial 2

Tanggal. 28 Januari 2011

( dr. Melda )

Tutor

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2011

Page 2: PBL 22. Skizofrenia

Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah

dan karunia-Nya kami dapat dibimbing untuk menyelesaikan makalah Program Based Learning

ini dengan baik.

Adapun tugas makalah ini berhubungan dengan tugas Program Based Learning

Neurology & Behaviour Science yang telah dipercayakan oleh dr.Melda selaku tutor dalam

menyelesaikan makalah ini. Pada makalah ini, kami mengangkat pembahasan mengenai masalah

Gangguan Jiwa. Tujuan makalah adalah ingin mendeskripsikan kepada para pembaca mengenai

Bagaimana cara mendiagnosa penyakit Jiwa Tak lupa juga saya mengucapkan terima kasih

kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah saya ini.

Saya menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena

itu saya memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang salah dan kurang berkenan bagai para

pembaca. Penulis pun siap menerima segala kritik dan saran yang membangun supaya di

kemudian hari tidak akan terjadi kesalahan yang sama dan untuk memaksimalkan keterampilan

saya dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca, khusunya mahasiswa-

mahasiswi Universitas Kristen Krida Wacana.

Jaka

rta, 28 Januari 2011

Penulis

i

Page 3: PBL 22. Skizofrenia

DAFTAR ISIKata Pengantar ........................................................................................................................i

Daftar isi……………………………………………………………………….…………….ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ……………………………………………………….………….......1

1.2. Tujuan ………………………………………………………………….……............1

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Anamnesis ……………………………………………………………..………….....2

2.2. Pemeriksaan ................................................................................................................4

2.3. Diagnosa......................................................................................................................5

2.4. Etiologi ……………………………………………………… ………………......... 14

2.5. Epidemiologi ………………………………………………… …………………… 20

2.6. Patofisiologi …………………………………………………… …………………. 20

2.7. Gejala Klinis ................................................................................ ..............................22

2.8. Penatalaksanaan ………………………………………………… ……………….. 24

2.9. Preventif …………………………………………………………… …………....... 29

2.10. Prognosis …………………………………………………………… …………...... 30

BAB III PENUTUP ………………………………………………….... …………… 31

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...…… …………... 32

ii

Page 4: PBL 22. Skizofrenia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan Jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

utama di negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan utama

tersebut adalah penyakit degeneratif, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan. Meskipun

gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian

secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidak mampuan serta

invaliditas baik secara individu maupun kelompok akan menghambat pembangunan,

karena mereka tidak produktif lagi dan tidak efisien.1

Secara umum gangguan jiwa dibagi dalam dua golongan besar, yaitu Psikotik dan Non-

Psikotik. Gangguan Psikotik ditandai dengan dua gejala utama, yaitu tidak adanya

pemahaman diri dan ketidakmampuan menilai realitas. Sedangkan Non-Psikotik kedua

gejala utama tersebut masih baik. Golongan Psikotik itu sendiri dibagi dalam dua

subgolongan, yaitu Psikotik Fungsional dan Psikotik Organik. Yang dimaksud dengan

Psikotik Fungsional adalah gangguan jiwa yang disebabkan karena terganggunya fungsi

sistem transmisi sinyal penghantar saraf (neurotransmitter) sel-sel saraf dalam susunan

saraf pusat., tidak terdapat kelainan struktural pada sel-sel saraf pusat tersebut.

Sedangkan Psikotik Organik adalah gangguan jiwa yang disebabkan karena

adanyakelainan pada struktur susunan saraf pusat otak yang disebabkan misalnya terdapat

tumor di otak, kelainan pembuluh darah di otak, infeksi di otak, keracunan, NAZA, dan

lain sebagainya. Salah satu jenis gangguan jiwa Psikotik Fungsional yang terbanyak

adalah Skizofrenia.1,2

1.2. Tujuan

o Mempelajari tentang gejala-gejala penyakit yang berhubungan dengan

gangguan psikotik terutama mengenai penyakit Skizofrenia.

o Mempelajari bagaimana cara mendiagnosa penyakit Skizofrenia pada

pasien dengan gangguan waham yang terus menerus.

Page 5: PBL 22. Skizofrenia

BAB II

PEMBAHASAN

Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.Pada umumnya ditandai dengan penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropiate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.2

2.1. Anamnesis

Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat

dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap

orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai

aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang

merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari

pasiennya sendiri. Oleh karena pasien dengan gejala gangguan jiwa terkadang dapat

memberikan pernyataan yang kurang meyakinkan, maka dalam bidang kesehatan

psikiatri aloanamnesis menduduki tempat yang tidak kalah penting dari pada

autanamnesis.2,3

Dalam keadaan tertentu anamnesis merupakan cara yang tercepat dan satu-satunya kunci

menuju diagnosis, baik dari kasus-kasus dengan latarbelakang faktor biomedis,

psikososial, maupun keduanya. 3

Identitas pasien (nama, umur,jenis kelamin,,alamat dsb)

Riwayat penyakit

Keluhan yang ditemukan

Page 6: PBL 22. Skizofrenia

o “apa permasalahan yang anda alami belakangan ini?”

o “berapa lama anda mulai merasakan gejala-gejala ini?”

o “apakah ada factor yang memperburuk atau mencetuskan?”

Riwayat Psikiatrik sebelumnya

o “apakah anda pernah mengalami stress sebelumnya?”

o Apakah anda pernah mendapatkan pengobatab untuk keadaan stress ini

di masa lalu?”

Riwayat Keluarga

o “apakah anda mempunyai hubungan baik dengan ibu dan/ atau ayah dan /

atau saudara kandung anda?”

o Apakah keluarga anda akrab dan mendukung?”

o “apakah ada masalah stres yang cenderung dialami dalam keluarga anda?”

Riwayat Pribadi

o “dapatkah anda menceritakan kepada saya hal-hal pokok dari kehidupan

anda dalam satu menit atau lebih lama jika memungkinkan?”

Masa kanak-kanak

o ‘apakah ada masalah ketika anda masih kecil?”

o “apakah anda mengalami masa kanak-kanak yang riang/gembira?”

Masa sekolah/remaja

o “Apakah anda mengalami kegembiraan/kebahagiaan pada waktu anda

sekolah?”

o “apakah ada masalah pada usia masa remaja anda?”

Pekerjaan

o “apa yang anda walkukan pada sebagian waktu anda?”

o Jiika tidak bekerja: “pekerjaan apa yang anda harapkan?”

o “pelatihan/keahlian apa yang anda miliki?”

Riwayat Sexual

o “apakah anda mengalami masalah dengan kehidupan seks anda?”

Riwayat perkawinan

o “apakah anda masih sendiri, sudah menikah, berpisah atau cerai?”

Page 7: PBL 22. Skizofrenia

Trauma Kepala

o “apakah anda pernah mengalami trauma kepala yang serius?”

Masalah dengan Kehidupan

o “stress apa yang anda alami di rumah/ tempat kerja?”

o “apakah anda memiliki kekhawatiran mengenai uang?”

Masalah dengan alkohol atau obat-obatan

Perlu diperhatikan dalam melakukan anamnesis dan pemeriksaan psikiatrik yaitu:

Pasien dengan kepribadian “abnormal” tidak mungkin atau kecil kemungkinan

mengalami penyakit “organik”

Diagnosis psikiatrik sebaiknya tidak dibuat hanya berdasarkan gejala semata.

Gangguan psikiatrik dapat timbul bersamaan dengan gejala fisik (somatisasi)

dan / atau disertai tanda-tanda yang memberi kesan adanya kelainan(penyakit)

fisik.

2.2. Pemeriksaan

Pemeriksaan Tanda Vital

Nadi

Tekanan darah

Pernafasan

Suhu

Keadaan Umum

Pemeriksaan Fisik

Bila pasien dianggap perlu menjalani rawat inap psikiatrik, tanggung jawab perawatan

medis dialihkan ke tim psikiatrik, dan perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium

yang sesuai. Namun, pada semua pasien psikotik perlu dipertimbangkan kemungkinan

kausa fisik, dan dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium sesuai indikasi.

Pemeriksaan fisik umum, dilakukan sebagaimana biasa pada praktek klinis. Pemeriksaan

neurologis  :  Dilihat  adanya  tekanan  tinggi  intra  kranial,gangguan neurologis fokal

misalnya gangguan berjalan, gangguan motorik,senso rik,  otonom,

Page 8: PBL 22. Skizofrenia

koordeinasi,  gangguan  penglihatan,  gerakanabnormal/apraksia dan adanya refleks

patologis dan primitif

Inspeksi

Inspeksi dapat dibagi menjadi inspeksi umum dan inspeksi khusus. Pada inspeksi

umum pemeriksa melihat perubahan yang terjadi secara umum, sehingga dapat

diperoleh kesan keadaan umum pasien. Pada inspeksi lokal, dilihat perubahan-

perubahan lokal sampai yang sekecil-kecilnya. Untuk bahan pembanding perlu dilihat

pada keadaan sisi lainnya.

Palpasi

Yaitu pemeriksaan dengan meraba, menggunakan telapak tangan dan memanfaatkan

alat peraba yang terdapat pada telapak dan jari tangan. Dengan palpasi dapat

ditentukan bentuk, besar, tepi, permukaan serta konsistensi organ. Ukuran organ dapat

dinyatakan dalam satuan sentimeter.

Perkusi

Tujuan perkusi ialah untuk mengetahui perbedaan suara ketuk, sehingga dapat

ditentukan batas-batas suatu organ misalnya paru, jantung hati, atau mengetahui batas-

batas massa yang abnoemal di rongga abdomen.

Auskultasi

Pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop. Dengan cara auskultasi dapat didengar

suara pernafasan, bunyi dan bising jantung, peristaltic usus, dan aliran darah dalam

pembuluh darah.

Pemeriksaan Penunjang : EEG, CT, MRI untuk kelainan neuropsikiatrik

2.3. Diagnosa

Working Diagnosa : Skizofrenia tipe Paranoid

Diferential Diagnosa

Skizofrenia Hebefrenik

Skizofrenia Katatonik

Page 9: PBL 22. Skizofrenia

Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated)

Depresi Pasca-Skizofrenia

Skizofrenia Residual

Skizofrenia Simpleks

Berikut merupakan pedoman diagnosis Penyakit Jiwa Skizofrenia dengan penyakit jiwa

lainnya menurut PPDGJ III:4

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala atau

lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :

a) - “Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang

atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran

ulangan, walaupun isinya sama, namun kulitasnya berbeda; atau

- “Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar

masuk kedalam pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar (withdrawal); dan

- “Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga

orang lain atau umum mengetahuinya;

(b) - “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh

suatu kekuatan tertentu dati luar; atau

- “delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar; atau

- “delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;

Page 10: PBL 22. Skizofrenia

(tentang ‘dirinya”: secara jelas merujuk ke pergerakan

tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan

khusus);

- “delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar,

yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik

atau mukjizat;

(c) Halusinasi auditorik :

Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku

pasien, atau

Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai

suara yang berbicara), atau

Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.

(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan

agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia

biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan

makhluk asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :4

(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan

(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama

berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;

Page 11: PBL 22. Skizofrenia

(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan

(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan, atau neologisme;

(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis

tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,

dan stupor;

(h) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,

dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya

kinerja social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu

bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan

(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour),

bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap

larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

KLASIFIKASI

Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam

PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai

spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :4

1. Skizofrenia Paranoid

Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia

Sebagai tambahan :

- Halusinasi dan atau waham harus menonjol :

Page 12: PBL 22. Skizofrenia

a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi

perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi

pluit, mendengung, atau bunyi tawa.

b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau

lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang

menonjol.

c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan

(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau

“Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang

beraneka ragam, adalah yang paling khas.

- Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala

katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.

Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien

skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama

penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai

kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan

ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien

skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya,

respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.

Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak

ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid

kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social.

Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap

intak.

2. Skizofrenia Hebefrenik

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Page 13: PBL 22. Skizofrenia

Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau

dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).

Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri

(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.

Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan

kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang

khas berikut ini memang benar bertahan :

o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta

mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan

perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;

o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering

disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied),

senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty

manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara

bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang

diulang-ulang (reiterated phrases);

o Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu

(rambling) serta inkoheren.

Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya

menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol

(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak

(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,

sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan

(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang

dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak

lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

Page 14: PBL 22. Skizofrenia

3. Skizofrenia Katatonik

Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.

Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :

a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan

dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):

b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang

tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)

c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan

mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);

d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap

semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah

yang berlawanan);

e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya

menggerakkan dirinya);

f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak

dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan

g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara

otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-

kalimat.

Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan

katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti

yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.

Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk

diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit

otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi

pada gangguan afektif.

Page 15: PBL 22. Skizofrenia

Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan

pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang

lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan,

hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated)

Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan

kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak

terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau

katatonik.

Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca

skizofrenia.

5. Depresi Pasca-Skizofrenia

Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :

a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis

umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;

b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi

mendominasi gambaran klinisnya); dan

c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit

kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling

sedikit 2 minggu.

Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi

episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol,

diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

Page 16: PBL 22. Skizofrenia

6. Skizofrenia Residual

Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi

semua :

a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan

psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan

ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,

komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak

mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial

yang buruk;

b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau

yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;

c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas

dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat

berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;

d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain,

depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas

negative tersebut.

Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus

menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala

aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan

emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan

pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika

waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak

disertai afek yang kuat.

7. Skizofrenia Simpleks

Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung

pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :

Page 17: PBL 22. Skizofrenia

gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat

halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan

disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,

bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu,

tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.

Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia

lainnya.

Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama

pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan

proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali

terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin

penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari

pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya

menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan

menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.

2.4. Etiologi

1. Model Diatesis-stres

Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan. Model ini

mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis)

yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress,

memungkinkan perkembangan skizofrenia.2

Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal

kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat

Page 18: PBL 22. Skizofrenia

terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial ,

dan trauma.

Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan

mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan

seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofren. Semakin

kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi

penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan

berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.

2. Faktor Neurobiologi

Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan

pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan

antara kerusakan pada bagian otak tertentu ddengan munculnya simptom skizofrenia.

Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang

menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis.

Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area

mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang

menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul

pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan

sosial.

Hipotesa Dopamin

Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas

neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari

meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya

nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-

faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa :

Page 19: PBL 22. Skizofrenia

a. Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan

kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.

b. Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat

menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.

3. Faktor Genetika

Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan

salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang

menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga lainnya

yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga dekat. Penelitian

terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh

lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar satu telur memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia.

Tab.Prevalensi skizofrenia pada populasi tertentu dalam Saddock&Saddock (2003)

Page 20: PBL 22. Skizofrenia

4. Faktor Psikososial

4.1 Teori Tentang Individu Pasien

a. Teori Psikoanalitik

Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi

perkembangan, yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika

neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan

konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect)

memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi

ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego

belum atau masih baru terbentuk.

Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta

kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk-

turut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang

skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap

frustasi dan konflik dengan orang lain.

Populasi Prevalensi

Populasi umum 1%

Saudara kandung pasien skizofren 8%

Anak dengan salah satu orangtua skizofren 12%

Kembar dua telur dari pasien skizofren 12%

Anak dengan kedua orangtua skizofren 40%

Kembar satu telur dari pasien skizofren 47 %

Page 21: PBL 22. Skizofrenia

Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia

disebabkan oleh kesulitan interpersonal yangyang etrjadi sebelumnya,

terutama yang berhubungan dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang

salah, yaitu cemas berlebihan.

Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia,

kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol

terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut

terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak.

Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi

masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin

mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur.

Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk

menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan

ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.

b. Teori Psikodinamik

Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan

psikodinamik setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap

berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan

kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan

mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal.

Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan

dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat

kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan

faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu.

Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat

konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego

yang mendasar.

Page 22: PBL 22. Skizofrenia

Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik

dibangun berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik memiliki

makna dalam skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin

timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini,

hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi

pengidap skizofrenia.

c. Teori Belajar

Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-

kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir

yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga

memiliki masalah emosional.

4.2 Teori Tentang Keluarga

Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami

nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang

patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus

dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain:

Double Bind

Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan

keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari

orangtua berkaitn dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak

menjadi bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia

menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya

itu.

Schims and Skewed Families

Page 23: PBL 22. Skizofrenia

Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan

yang jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan

anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed,

terjadi hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua

yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan

dominasi dari salah satu orang tua.

Pseudomutual and Pseudohostile Families

Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi

emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau

pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi

yang unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak

berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

Ekspresi Emosi

Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan

sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian

menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang

dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien

skizofrenia.

4.3 Teori Sosial

Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak

berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung,

namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu

timbulnya onset dan keparahan penyakit.

2.5. Epidemiologi

Page 24: PBL 22. Skizofrenia

Karena Skizofrenia cenderung menjadi penyakit yang menahun (kronis) maka angka

insidensi penyakit ini dianggap lebih rendah dari angka prevalensi dan diperkirakan

mendekati 1 per 10.000 per tahun (DSM-IV, APA 1994). Angka prevalensi adalah jumlah

kasus (penderita) secara keseluruhan dalam kurun waktu tertentu dan di daerah tertentu,

dibagi dengan jumlah penduduk yang diperiksa. Sedangkan angka insidensi adalah

jumlah kasus (penderita baru) dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu angka

prevalensi maupun insidensi dari satu negara berbeda dengan negara yang lain. Penelitian

yang dilakukan di Eropa dan Asia telah menemukan angka prevalensi daro 0,2% sampai

hampir 1%. Sementara itu di Amerika serikat terutama di kalangan penduduk perkotaan

menunjukkan angka yang lebih tinggi hingga 2%. Di Indonesia angka yang tercatat di

Departemen Kesehatan berdasarkan survei di Rumah Sakit (1983) adalah antara 0,05%

sampai 0,15%. Angka penderita Skizofrenia 25 tahun yang lalu (PJPT I) diperkirakan

1/100 penduduk, dan proyeksi 25 tahuin mendatang mencapai 3/1000 penduduk

(Hawari 1993). 1

2.6. Patofisiologi

PROSES PERJALANAN PENYAKIT ;

Gejala mulai timbul biasanya pada masa remaja atau dewasa awal sampai dengan umur

pertengahan dengan melalui beberapa fase antara lain :

1. Fase Prodomal

Berlangsung antara 6 bula sampai 1 tahun

Gangguan dapat berupa Self care, gangguan dalam akademik, gangguan

dalam pekerjaan, gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi.

2. Fase Aktif

Berlangsung kurang lebih 1 bulan

Gangguan dapat berupa gejala psikotik; Halusinasi, delusi, disorganisasi

proses berfikir, gangguan bicara, gangguan perilaku, disertai kelainan

neurokimiawi

3. Fase Residual

Page 25: PBL 22. Skizofrenia

Klien mengalami minimal 2 gejala; gangguan afek dan gangguan peran,

serangan biasanya berulang.

TAHAPAN HALUSINASI DAN DELUSI YANG BIASA MENYERTAI

GANGGUAN JIWA

Menurut Janice Clack,1962 klien yang mengalami gangguan jiwa sebagian besar

disertai Halusinasi dan Delusi yang meliputi beberapa tahapan antara lain :

1. Tahap Comforting :

Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian, perasaan berdosa, klien

biasanya mengkompensasikan stressornya dengan coping imajinasi

sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman.

2. Tahap Condeming :

Timbul kecemasan moderate , cemas biasanya makin meninggi

selanjutnya klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa takut

apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang ia rasakan sehingga

timbul perilaku menarik diri (With drawl)

3. Tahap Controling :

Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul

tetapi suara tersebut terusmenerus mengikuti, sehingga menyebabkan klien

susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien

merasa sangat kesepian/sedih.

4. Tahap Conquering :

Klien merasa panik , suara atau ide yang datang mengancam apabila tidak

diikuti perilaku klien dapat bersipat merusak atau dapat timbul perilaku

suicide.

PSIKOPATOLOGI

Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa perubahan-perubahan pada neurotransmiter dan

resptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan serotonin,

ternyata mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam bentuk

gejala-gejala positif dan negatif skizofrenia.

Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam penelitian dengan

menggunakan CT Scan otak, ternyata ditemukan pula perubahan pada anatomi otak

Page 26: PBL 22. Skizofrenia

pasien, terutama pada penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran lateral

ventrikel, atrofi korteks bagian depan, dan atrofi otak kecil (cerebellum).

2.7. Gejala Klinis

Gambaran gangguan jiwa Skizofrenia beraneka ragam mulaui dari gangguan pada alam

pikir, perasaan dan perilaku yang mencolok sampai pada yang tersamar. 1

Gsnggusn jiwa Skizofrenia biasa mulai muncul dalam masa remaja atau dewasa muda

(sebelum usia 45 tahun). Seseorang dikatakan menderita Skizofrenia apabila perjalanan

penyakitnya sudah berlangsung lewat 6 bulan. Sebelumnya didahului oleh gejala-gejala

awal disebut sebagai fase prodormal yang ditandai dengan mulai munculnya gejala-

gejala yang tidak lazim misalnya pikiran tidak rasional, perasaan yang tidak wajar,

perilaku yang aneh, penarikan diri dan sebagainya. Gejala-gejala prodormal ini

seringkali tersamar dan tidak disadari oleh anggota keluarga lainnya, dan baru 6 bulan

kemudian gangguan jiwa Skizofrenia ini muncul secara klinis nyata, yaitu kekacauan

dalam pola pikir, alam perasaan dan perilaku.

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu menilai realitas

dengan baik dan pemahaman diri yang buruk. Gejala-gejala Skizofrenia dapat dibagi

dalam 2 kelompok yaitu Gejala Positif dan Gejala Negatif.

Gejala Positif Skizofrenia1,2,4,5

a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal).

Meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinan itu tidak rasional,

namun penderita tetap meyakini kebenarannya.

b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus).

Misalnya penderita mendengar suara-suara/bisikan-bisikan di telinganya padahal

tidak ada sumber dari suara/bisikan itu.

c. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya

bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.

Page 27: PBL 22. Skizofrenia

d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan

semangat, dan gembira yang berlebihan.

e. Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, seba hebat dan sejenisnya.

f. Pikiran penuh dengan kecurigaan dan seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.

g. Menyimpan rasa permusuhan.

Gejala Negatif Skizofrenia

a. Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran ini dapat terlihat dari

wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.

b. Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau kontak dengan orang

lain, suka melamun.

c. Kontak emosinal amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.

d. Pasif dan apatis, merarik diri dari pergaulan social

e. Sulit dalam berpikir abstrak.

f. Pola pikir stereotip

g. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya

dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba

malas (kehilolangan nafsu).

Gejala-gejala tersebut seringkali tidak disadari atau kurang diperhatikan oleh pihak

keluarga, karena dianggap tidak mengganggu sebagaimana halnya penderita

menunjukkan gejala-gejala positif yang amat mengganggu lingkungan/keluarga. Oleh

karenanya pihak keluarga seringkali terlambat membawa pasien untuk berobat.

Dalam pengalaman praktek, gejala Positif Skizofrenia muncul pada episode akut,

sedangkan gejala Negatif muncul lebih menonjol pada stadium kronis (menahun). Tetapi

tidak jarang, baik gejala positif maupun negative saling berbaur, tergantung pada

stadium penyakitnya.

Page 28: PBL 22. Skizofrenia

2.8. Penatalaksanaan

Gangguan jiwa Skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanjut kronis

dan menahun). Oleh karenanya terapi pada skizofrenia memerlukan waktu relatif lama

berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin

kekambuhan. Terapi yang komprehensif dan holistik atau terpadu dewwasa ini sudah

dikembangkan sehingga penderita Skizofrenia tidak lagi mengalami diskriminasi. Terapi

yang dimaksud meliputi terapi dengan obat-obatan anti Skizofrenia (psikofarmaka),

psikotherapi, dan terapi psikososial.1,6

Psikofarmaka

Dari sudut organobiologik sudah diketahui bahwa pada Skizofrenia (dan gangguan

jiwa lainnya) terdapat gangguan pada fungsi transmisi sinyal penghantar saraf

(neutotransmitter) sel-sel susunan saraf pusat (otak) yaitu penglepasan zat dopamin

dan serotonin yang menyebabkan gangguan pada alam pikir, alam perasaan, dan

perilaku. Karena itu obat psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada

gangguan fungsi neurotransmitter tadi sehingga gejala-gejala klinis dapat

dihilangkan.1

Jenis obat psikofarmaka dapat dibagi dalam dua golongan yaitu golongan generasi

pertama (typical) dan golongan generasi kedua (atypical).

Ketersediaan antipsikotik berdasarkan dosis dan bentuk sediaan.

Nama Generik Nama Dagang Dosis Equivalensi

(Mg)

Rentang dosis yang

sering digunakan

(Mg/hari)

Dosis Maximum

menurut pabrik

(Mg/hari)

Antipsikotik Generasi Pertama

Clorpromazin Thorazine 100 100-800 2000

Fluphenazin Prolixin 2 2-20 40

Haloperidol Haldol 2 2-20 100

Loxapine Loxitane 10 10-80 250

Page 29: PBL 22. Skizofrenia

Thioridazine Mellaril 100 100-800 800

Triflupherazine Stelazine 5 5-40 80

Antipsikotik Generasi Kedua

Risperidone

Klozapine

Aripiprazole

Olanzapine

Quetiapine

Ziprazidone

Risperidal

Clozaril

Abilify

Zyprexa

Seroquel

Geodon

-

-

-

-

-

-

2-8

50-500

15-30

10-20

250-500

40-160

16

900

30

20

800

200

Golongan antipsikotik generasi kedua (atypical), merupakan pilihan pertama

dalam mengobati Skizofrenia. Meski masih controversial, saat ini sedang

dikembangkan penelitian untuk mendapatkan bukti-bukti yang mendukung bahwa

antipsikotik generasi kedua mempunyai khasiat dalam mengobati gejala-gejala

negative, kognisi, suasana hati, dan psikopatologi secara umum. Selain itu

antipsikotik generasi kedua lebih mudah diterima oleh pasien disbanding

antipsikotik generasi pertama.

Antipsikotik generasi kedua memiliki sedikit atau bahkan tidak menimbulkan

terjadinya efek ekstrapiramidal. Kelebihan lainnya adalah kecenderungan untuk

menyebabkan takikardiv dyskinesia yang minimal atau tidak sama sekali.

Disamping itu efek terhadap serum prolaktin yang lebih sedikit terjadi jika

dibanding dengan efek samping antipsikotik generasi pertama.

Pemilihan antipsikotik harus berdasarkan pada:

Kebuituhan untuk menghindari efek samping tertentu

Adanya gangguan psikiatri atau kondisi medis lainnya.

Page 30: PBL 22. Skizofrenia

Tanggapan terhadap riwayat pasien atau keluarga.

Terdapat 5 pedoman dalam penggunaan antipsikotik pada penderita Skizofrenia,

yaitu:

1. Klinisi harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati.

2. Antipsikotik yang telah berhasil digunakan pada masa lampau sebaiknya tetap

dipergunakan

3. Penggantian jenis obat abtipsikitik baru dilakukan setelah jenis antipsikotik

sebbelumnya telah dipergunakan 4-6 minggu.

4. Hindari polifarmasi

5. Pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang serendah mungkin yang

diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala selama episode psikotik.

Psikoterapi

Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita Skizofrennia, baru dapat diberikan

apabila penderita dengan terapi psikofarmaka diatas sudah mencapai tahapan dimana

kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik.

Psikoterapi ini banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan dan latar

belakang penderita sebelum sakit (promorbid), sebagai contoh misalnya:

a. Psikoterapi suportif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat,

dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya

dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan menurun.

b. Psikoterapi Re-edukatif

Dimaksudkan utnuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya untuk

memperbaiki kesalahan pendidikan diwaktu lalu dan juga dengan pendidikan

Page 31: PBL 22. Skizofrenia

ini dimaksudkan mengubah pola pendidikan lama dengan yang baru sehingga

penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.

c. Psikoterapi Re-konstruktif

Dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami

keretakan menjadi kepribadian yang utuh seperti semula sebelum sakit.

d. Psikoterapi Kognitif

Dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya

ingat)rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika.

e. Psikoterapi Psiko-dinamik

Dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan

yang dapat dijelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan

keluarnya. Dengan psikoterapi ini diharapkan penderita mampu memahami

kelebihan dan kelemahan dirinya dan mampu menggunakan mekanisme

pertahanan diri dengan baik.

f. Psikoterapi perilaku

Dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu

(maladaptive) menjadi perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan diri).

Kemampuan adaptasi penderita perlu dipulihkan agar penderita mampu

berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupan sehari-hari.

g. Psikoterapi keluarga

Dimaksudkan untuk memulihkan hubungan penderita dengan keluarganya.

Dengan psikoterapi ini diharapkan keluarga dapat memahami mengenai

gangguan jiwa Skiofrenia dan dapat membantu mempercepat proses

penyembuhan penderita.

Secara umum tujuan dari psikoterapi tersebut diatas adalah untuk memperkuat

struktur kepribadian, mematangkan kepribadian, memperkuat ego, meningkatkan

Page 32: PBL 22. Skizofrenia

citra diri, memulihkan kepercayaan diri, yang kesemuanya itu untuk mencapai

kehidupan yang berarti dan bermanfaat.

Terapi Psikososial

Dengan terapi psikososial, dimaksudkan agar penderita mampu kembali beradaptasi

dengan lingkungan social sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak

tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan

masyarakat. Penderita selama menjalani terapi psikososkial ini hendaknya masih tetap

mengonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu menjalani

psikoterapi. Kepada penderita diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun,

banyak kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul.

2.10. Preventif

Organobiologik1

Perlu diteliti riwayat dan silsilah keluarga apakah ada salah satu anggota keluarga

yang menderita skizofrenia.

Untuk menghindari adanya factor epigenetic, hendaknya selama kehamilan

seorang ibu perlu mendapat perawatan yang baik agar tidak terjadi gangguan pada

perkembangan otak janin.

Psikoedukatif

Perkembangan jiwa anak tergantung dari bagaimana kedua orang tua

mendidiknya.

Hendaknya didalam keluarga terjalin hubungan yang harmonis antara bapak-ibu-

anak.

Berusaha semaksimal mungkin tuk menghindari stress psikologik yang dapat

mengganggu pikiran.

Psikososial

Usahakan mempunyai lingkungan yang sehat dan bahagia, baik dalam keluarga

maupun lingkungan social bermasyarakat.

Page 33: PBL 22. Skizofrenia

2.11. Prognosis1,2

Prognosis kearah Baik

Onset akut dengan faktor pencetus

yang jelas

Riwayat hubungan sosial &

pekerjaan yang baik (pramorbid)

Adanya gejala afektif (depresi)

Subtipe paranoid, subtipe katatonik

Sudah menikah

Banyak simptom positif

Kebingungan

Tension, cemas hostilitas

Prognosis kearah Buruk

Onset perlahan dengan faktor pencetus

tidak jelas

Riwayat hubungan sosial dan

pekerjaan buruk

Menarik diri, tingkah laku yang

artristik

Tipe Habepenik dan tipe tak

tergolongkan

Belum menikah

Riwayat Skizofrenia dalam keluarga

Adanya gejala neurologik

Banyak simptom negatif

Tidak ada gejala afektif atau hostilitas

yang jelas.

Page 34: PBL 22. Skizofrenia

BAB III

PENUTUP

Skizofrenia adalah gangguan jiwa serius yang bersifat psikosis sehingga penderita

kehilangan kontak dengan kenyataan dan mempengaruhi berbagai fungsi individu, seperti afeksi

dan kognitif.Penderita Skizofrenia juga dapat digolongkan dalam beberapa jenis berdasarkan

gejala khas yang paling dominan.

Tiap jenis selalu ditandai dengan gejala positif dan negatif yang berbeda porsinya.

Gejala positif adalah penambahan dari fungsi normal, contohnya halusinasi yaitu persepsi panca

indera yang tidak sesuai kenyataan. Sedangkan gejala negatif berarti pengurangan dari fungsi

normal seperti kehilangan minat dan menarik diri dari lingkungan sosial.

Hingga saat ini penyebab utama Skizofrenia masih menjadi perdebatan di kalangan ahli

psikiatri maupun psikologi. Karna itu untuk dapat memahaminya diperlukan multiperspekif yaitu

dari sisi biologis, psikologis, social.

Page 35: PBL 22. Skizofrenia

DAFTAR PUSTAKA

1. Hawari Dadang. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Edisi Kedua.

Balai Penerbit FKUI. Jakarta.2006.

2. Kaplan & Sadock: ”Skizofrenia” dalam Sinopsis Psikiatri Jilid 1, edisi 7, Penerbit

Bina Rupa Aksara, Jakarta, 2010

3. Welsby P D. Pemeriksaan Fisik dan Anamnesis Kilinis. Jakarta. EGC. 2009

4. Maslim Rusdy. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Pemerbit FK

UNIKA Atmajaya. Jakarta 2001.

5. W.F. Maramis, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Universitas Airlangga,1994.

6. Sukandar Elin Y., Andrajati Retnosari, et all. Skizofrenia: Dalam buku Isi

Farmakoterapi. ISFI Penerbitan. Jakarta.2009.