Upload
dasep-padilah
View
45
Download
2
Tags:
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1
BLOK RESPIRATORY SYSTEM
Tutor : dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK
Kelompok 8
M. Cahya Riyadi S. G1A010010
Liliana Yeni Safira G1A010019
Oryzha Triliany G1A010028
Andika Pratiwi G1A010037
Albertus Aditya Budiyanto G1A010052
Zhita Wahyu Agrinartanti G1A010061
Anisah Astirani G1A010073
Nurul Apriliani G1A010084
Putri Hayuningtyas G1A010093
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2012
PBL/CBL KASUS KE : 1 (satu)
KELOMPOK :
HARI/TGL TUTORIAL : Rabu-Kamis, 7-8 Maret 2012
Skenario PBL 1
Seorang anak laki-laki umur 10 tahun datang ke UGD diantar oleh ibunya dengan
keluhan mimisan. Ibunya menceritakan bahwa sang anak mengalami panas sejak
kemarin pagi, pusing, pilek, bersin-bersin, batuk dan tenggorokkan sakit.
A. Klarifikasi Istilah
a. Mimisan (Epistaksis)
Epistaksis adalah perdarahan hidung, biasanya akibat pecahnya pembuluh
darah kecil yang terletak dibagian anterior septum nasal kartilaginea
(Dorland, 2010).
Menurut lokasi dibagi menjadi 2
1. Epsitaksis anterior:
Umumnya terjadi pada anak. Tersering dari daerah pleksus kieselbacah
yang merupakan anastomose dari arteri ethmoid anterior, arteri
sphenopalatine, dan arteri labialis superior,yang letaknya terbuka dan
mudah terkena trauma (Abdoerrachman, M.H, dkk. 1985).
2. Epistaksis posterior:
Berasal dari ujung posterior konka inferior terdapat suatu vena yang
melebar yang disebut pleksus nasoaringeal. Pada daerah ini juga
ditemukan arteri sphenopalatine yang merupakan cabang arteri maksilaris
interna. Biasanya terjadi pada penderita hipertensi (Abdoerrachman, M.H,
dkk. 1985).
Epistaxis spontan dapat terjadi pada:
Infeksi atau kronik hidung seperti polip, rhinitis, ulserasi pada
perforasi septum dan pada penyakit sistemik seperti morbili dan cacar
air.
Penyakit pada system vaskuler seperti anomali (arteriosklerosis dan
hipertensi), tekanan vena yang meninggi seperti pada: asma bronchial,
bronchitis, dan pertusis).
Gangguan pembekuan darah seperti defisiensi protrombin dan
hemophilia.
Tumor ganas hidung.
Gangguan endokrin pada kehamilan, diabetes mellitus, dan dan
menopause.
Penyakit darah seperti leukemia, limfosarkoma, dan anemia aplastik.
(Abdoerrachman, M.H, dkk. 1985).
b. Panas atau kalor
Demam (febris) adalah gejala sistemik peradangan yang seemikian sering
dijumpai mengisyaratkan bahwa suhu tubuh lebih tinggi akibat infeksi
atau peradangan (Dorland, 2010).
Panas atau demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit
yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat
berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik
yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Pirogen diduga sebagai suatu protein
yang identik dengan interleukin-1. Didalam hipotalamus zat ini
merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan
sintesis prostagladin E2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia
(Sudoyo, 2006).
c. Batuk
Batuk adalah refleks pertahanan yang bekerja membersihkan jalan napas
dengan menggunakan tekanan tinggi. Udara yang mengalir dengan
kecepatan tinggi yang akan membantu kerja pembersihan mukosiliaris
( Price, 2005).
d. Bersin
Bersin adalah mengeluarkan udara dengan paksa dan menyentak melalui
hidung dan mulut. Pengeluaran udara melalui hidung dan mulut yang
involunter, mendadak, dengan paksaan dan dapat didengar (Dorland,
2010).
e. Tenggorokan sakit
Sakit tenggorokan (sore throat) adalah sakit tnggorokan berat yang terjadi
dalam epidemi, biasanya disebabkan oleh streptococcus pyogens dgn
hiperemia lokal yang hebat dengan atau tanpa eksudat keabu-abuan dan
pembesaran kelenjar limfe leher (Dorland, 2010).
B. Identifikasi Masalah
a. Identitas : anak laki-laki umur 10 tahun
b. RPS
1. Keluhan utama : mimisan
2. Gejala penyerta : panas, pusing, pilek, bersin-bersin, batuk dan sakit
tenggorokan.
3. Onset : 1 hari yang lalu
4. Kuantitas : -
5. Kualitas : -
6. Progresifitas : -
7. Kronologi : -
8. Faktor yang memperberat / memperingan : -
c. RPD : -
d. RPK :-
e. RPSos-Ek : -
C. Rumusan Masalah
1. Hasil anamnesis lebih lanjut
2. Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan?
3. Jeaskan anatomi dan fisiologi dari sistem pernafasan
4. Bagaimana mekanisme masing-masing gejala (patofisiologi)?
5. Sebutkan diagnosis banding dari kasus diatas dan alasanya
6. Jelaskan penatalaksanaannya
D. Analisis Masalah
1. Anamnesis
Anak sudah diberi obat flu di warung tapi belum membaik. Mimisan
dialami 1 jam yang lalu, jumlahnya kira-kira 1 sendok, dapat berhenti
sendiri. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal
2. Hasil pemeriksaan fisik
Keadaan umum : baik, compos mentis
Berat badan : 25 kg
Suhu : 37,8º C
Respirasi rate : 20 X/menit
Nadi : 84 X/menit
Kepala : Hidung = konkha udem (+), Hiperemi (+),
discharge serous (+)
Faring = hiperemi (+)
Tonsil = T1-1, hiperemi (+)
Thorax : Inspeksi = simetris, retraksi (-), tidak ada gerak
dada yang tertinggal
Palpasi = hantaran paru kanan = kiri
Perkusi = sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler, ronchi (-)
Abdomen : dalam batas normal
Ekstrimitas : dalam batas normal
Hasil pemeriksaan darah
Hb : 12 gr%
Hematokrit : 42 %
Eritrosit : 4,2 juta
Leukosit : 6800
Trombosit : 190.000
PTT : 10 detik
aPTT : 35 detik
3. Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernapasan
Anatomi
a. Anatomi hidung luar
Kulit : Cutis,subcutis, jaringan fibrofatty,glandula sebacea
Apek nasi, basis nasi,dorsum nasi, alae nasi, kolumela,nares anterior
Rangka dibentuk oleh os nasale, prosesus frontal os maksila, kartilago
lateralis superior, kartilago lateralis inferior, kartilago septum
(R.Putz & R. Pabst, 2006)
b. Dasar kavum nasi di bentuk oleh :
prosesus palatina os maksila
prosesus horisontal os os palatum
(R.Putz & R. Pabst, 2006)
c. Atap hidung di bentuk oleh :
kartilago lateralis superior
kartilago lateralis inferior
os nasal
prosesus frontalis os maksila
korpus os ethmoid
korpus os sphenoid (R.Putz & R. Pabst, 2006)
d. Dinding lateral kavum nasi
permukaan dalam pros frontalis os maksila
os lakrimalis
konka superior
konka media
konka inferior
lamina perpendicularis os palatum
lamina pterigoideus medial
(R.Putz & R. Pabst, 2006)
e. Septum nasi di bentuk oleh :
bagian anterior : kartilago septum (kuadrilateral), premaksila,
kolumela membranosa
bagian posterior : lamina perpendicularis os ethmoid
bagian post inf : os vomer, krista maksila, krista palatina, krista
sphenoid.
(R.Putz & R. Pabst, 2006)
f. Inervasi hidung
Autonom
Simpatis : dari ganlion cervicalis –serabut postganglioner – plexus sekitar
a. karotis internus – n petrosus superfisialis mayor – n vidianus (Martini,
2009).
Parasimpatis : dari N VII –serabut preganglioner – n vidianus, n petrosus
sup mayor – ganglion sphenopalatina (Martini, 2009).
Serebrospinalis:
N. V – n optalmikus – n ethmoidalis anterior
N. V – n maksilaris – ganglion spenopaltinus – n palatini mayor
N. sphenopalatini brevis
N. sphenopalatini longus
N. olfactorius (Martini, 2009).
g. Vaskularisasi hidung berasal dari :
Arteri karotid eksterna à percabangan fasial danmaksila à à arteri
maksila interna è arteri spenopalatina (Martini, 2009).
Arteri karoitid interna à percabangan oftalmik à arteri etmoidalis
anterior-posterior (Martini, 2009).
Vena fasial, sfenopalatina, dan etmoid à suplai drainase vena ke nasal
Vena sfenopalatina dan etmoid à sinus kavernosus (Martini, 2009).
Fisiologi
a. Atas
Fungsi secara umum pada saluran pernapasan atas adalah menghangatkan,
melembabkan, menyaring udara. Saluran pernafasan atas juga bermanfaat
untuk mencegah penyakit pada system paru-paru.
1) Nasal
a) vimbrisae (rambut hidung) berfungsi untuk menyaring kotoran atau
benda asing yang terhirup dalam udara.
b) kulit dan kelenjar minyak berfungsi untuk pertahan pertama dan
berfungsi juga untuk menjerat benda asing yang masuk
c) epitel dan sel goblet: berfungsi untuk membungkus benda asing
yang kemudian siap untuk dikeluarkan
d) lamina propria yang sangat kaya pembuluh darah berfungsi selain
untuk vaskularisasi nasal, berfungsi juga untuk menghangatkan
udara
e) seromucous glands juga bermanfaat untuk menyelimuti kotoran
yang telah terperangkap dan bias juga untuk melembabkan udara
f) concha nasalis berfungsi untuk turbulensi udara dimana udara yang
mengandung benda asing akan mengalami turbulensi sehingga
terjadi putaran arus, namun tidak pada benda asing tersebut
dikarenakan perbedaan masa dan momentum benda asing tersebut
sehingga mereka terperangkap didinding permukaan yang
kemudian akan di tindak lanjuti oleh serus atau mucus.
selain itu pada konka nasalis media dan superior jug a terdapat
nervus olfactorius yang berfungsi untuk penghidu. Konka juga
terdapat banyak pembuluh darah sehingga bermanfaat untuk
menghangatkan udara
g) meatus nasi berfungsi sebagai saluran dari secret dari sinus
paranasal atau dari kelenjar air mata
h) paranasal sinuses untuk meringankan tulang wajah
2) Faring
berfungsi untuk pencernaan dan pernafasan, khusus bagian nasofaring
terdapat tuba eustacius yang berfuungsi untuk menyamakan tekana
udara telinga dengan udara di atmosfer
b. Bawah
1) Laring
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang
merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan
terletak setinggi vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak
dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring memiliki 3 fungsi
dasar, yaitu fonasi, respirasi dan proteksi dan fungsi lainnya
a) Fungsi Fonasi
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks.
Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan
dan adanya interaksi antara udara dan pita suara. Otot intrinsik
laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan
mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita
suara sejati. Ada 2 teori yang mengemukakan bagaimana suara
terbentuk :
− Teori Myoelastik – Aerodinamik
Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara
tidak langsung menggetarkan plika vokalis. Akibat kejadian
tersebut, otot-otot laring akan memposisikan plika vokalis
(adduksi, dalam berbagai variasi) dan menegangkan plika
vokalis. Selanjutnya, kerja dari otot-otot pernafasan dan
tekanan pasif dari proses pernafasan akan menyebabkan
tekanan udara ruang subglotis meningkat, dan mencapai
puncaknya melebihi kekuatan otot sehingga celah glotis
terbuka. Plika vokalis akan membuka dengan arah dari
posterior ke anterior. Secara otomatis bagian posterior dari
ruang glotis yang pertama kali membuka dan yang pertama kali
pula kontak kembali pada akhir siklus getaran. Setelah terjadi
pelepasan udara, tekanan udara ruang subglotis akan berkurang
dan plika vokalis akan kembali ke posisi saling mendekat
(kekuatan myoelastik plika vokalis melebihi kekuatan
aerodinamik). (Hollinshead, 1966).
− Teori Neuromuskular
Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa
awal dari getaran plika vokalis adalah saat adanya impuls dari
sistem saraf pusat melalui N. Vagus, untuk mengaktifkan otot-
otot laring. Menurut teori ini jumlah impuls yang dikirimkan ke
laring mencerminkan banyaknya / frekuensi getaran plika
vokalis. Analisis secara fisiologi dan audiometri menunjukkan
bahwa teori ini tidaklah benar (suara masih bisa diproduksi
pada pasien dengan paralisis plika vokalis bilateral).
(Lee,2003)
b) Fungsi proteksi
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya
reflek otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup.
Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya
rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika
ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui
serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya,
sfingter dan epiglotis menutup (Lee,2003).
c) Fungsi Respirasi
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk
memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior
terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis
terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2
arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat
pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan
merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi
laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris,
sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan
menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial CO2 darah dan
pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara. (Graney and
Flint, 1993).
d) Fungsi sirkulasi
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan
peninggian tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous
return. Perangsangan dinding laring terutama pada bayi dapat
menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini
dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor
dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls
dikirim melalui N. Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N.
Laringeus Superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring
dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung (Hollinshead,
1966).
e) Fungsi fiksasi
Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar
tetap tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengedan (Moore and
Senders, 2003).
f) Fungsi menelan
Pada waktu menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor
Faringeus Superior, M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus)
mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago
tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian
makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan
faringoesofageal. Laring kemudian akan menutup untuk mencegah
makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan
menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis.
Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup
aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke
lateral menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke
hiatus esofagus (Lee,2003).
g) Fungsi batuk
Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai
katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan
secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk
mempertahankan laring dari ekspansi benda asing atau
membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada
mukosa laring (Woodson,2001).
h) Fungsi ekspektorasi
Seluruh permukaan saluran napas, baik dalam hidung maupun
saluran napas bagian bawah sampai sejauh bronkiols terminalis
dilapisi oleh epitel bersilia, dengan kira-kira – kira 200 silia pada
masing – masing epitel. Silia akan terus menerus memukul dengan
kecepatan 10-20 kali per detik dan mengarah ke faring. Dengan
demikian, silia dalam paru memukul ke arah atas, sedangkan dalam
hidung memukul ke arah bawah. Pukulan yang terus menerus
menyebabkan mukus yang dihasilkan oleh sel goblet mengalir
dengan lambat, pada kecepatan kira-kira 1 cm/menit ke arah faring.
Kemudian mukus dan partikel akan dijerat dan keluar dengan cara
batuk (Guyton & Hall, 1997).
2) Bronkus
Pada dinding bronkus, terdapat lebih sedikit kartilago yang juga
mempertahankan rigiditas agar timbul gerakan paru untuk
mengembang dan mengempis. (guyton & hall, 1997)
3) Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki kartilago seperti bronkus, sehingga
bronkiolus tidak dapat mencegah keadaan kolaps dengan rigiditas
dindingnya. Bronkiolus akan melebar oleh tekanan transpulmoner
yang sama yang mengembangkan alveoli, sehingga bronkiolus akan
ikut melebar ketika alveoli melebar (Guyton & Hall, 1997).
4. Patomekanisme tanda dan gejala
Mekanisme Demam
Infeksi atau peradangan
NetrofilMengeluarkan
Pirogen endogen
Prostalglandin
Titik patokan hipotalamus
Mengawali “respons dingin”
Produksi panas;
Pengukuran panas
Suhu tubuh ke titik patokan yang baru = demam
Sumber: (Sherwood, 2001)
+
+
Sel yang pertama tiba, bagian dari leukosit, spesialis fagositik, mudah bergerak,memakan dan menghancurkan bahan-bahan yang tidak diperlukan
Respon ini terutama terjadi jika organism invasive telah masuk dalam aliran darah
Merupakan zat perantara kimiawi lokal yang bekerja langsung di hipotalamus.Aspirin menurunkan demam dengan menghambat sintesis prostalglandin
Ada mekanisme respon dingin yaitu menggigil agar cepat meningkatkan produksi panas(thermostat hipotalamus meningkat sedangkan tubuh masih regulasi normal)
Vasokonstriksi bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas
Hubungan antara Sistem Kinin dan Neutrofil pada Respons Peradangan
Sumber: (Sherwood, 2001)
Mekanisme Epistaxis
Partikel asing
Hidung nasal
Ditangkap serus mekanisme
pertahanan nonspesifik terhadap agen infeksius
Sekresi serus
(berlebih)
Kelebihan di deteksi saraf-saraf di hidung
Dengan bersin bersamaan dengan ekspirasi
Kalikrein Neutrofil
Kininogen Kinin+
Merangsang sistem komplemen
Mendorong vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler
Mengaktifkan reseptor nyeri
Berfungsi sebagai
kemotaksin
(Menarik)
bersin: keluarnya udara semi otonom yang terjadi dengan keras lewat hidung dan mulut
Epistaxis
vasodilatasi pembuluh di plexus kieselbach
Mekanisme bersin
Saluran nafas yang sensitive terhadap sentuhan ringan laring dan karina yang paling sensitive
Merangsang reflex batuk sebagai “impuls saraf” aferen
N. Vagus
Medulla otak
Lintasan neuronal otomatis:
Tahap 1 – kira-kira 2,5 liter udara dan inspirasi secara cepat
Tahap 2 – epiglottis menutup dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat udara dalam paru
Tahap 3- otot-otot abdomen berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma. Otot ekspirasi lainnya seperti intercostalis internus juga kontraksi dengan kuat
akibatnya tekanan parut meningkat sampai 100 mmHg atau lebih
Pita suara terbuka lebar, sedang udara bertekanan tinggi dalam paru ini meledak keluar kadang sampai 75-100 ml perjam.
Rangsang Berlebih Konflik Sensorik Neural Mismatch Otonomik Neurohumoral Sinap
Sistem Keseimbangan
Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang stabil
dibandingkan denganmakhluk lain yang berjalan dengan empat kaki, sehingga
lebih memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu
diperlukan juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi denganperubahan
sekelilingnya. Informasi tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan tubuh yang
melibatkankanalis semisirkularis sebagai reseptor, serta sistim vestibuler dan
serebelum sebagai pengolahinformasinya; selain itu fungsi penglihatan dan
proprioseptif juga berperan dalam memberikaninformasi rasa sikap dan gerak
anggota tubuh. Sistim tersebut saling berhubungan dan mempengaruhiuntuk
selanjutnya diolah di susunan saraf pusat.
Bagan Sistem Keseimbangan Manusia
Patofisiologi
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh
yang dapat mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya
dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang
berusaha menerangkan kejadian tersebut:
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation). Teori ini berdasarkan asumsi
bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semi
sirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya timbul vertigo, nistagmus,
mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik. Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan
sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara
mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau asimetri masukan sensorik dari
sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan
sensorik disentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus
(usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler,
serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).
3. Teori neural mismatch. Menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan
tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan
yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul
reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut
dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga
berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala
4. Teori otonomik. Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom
sebaga usaha adaptasigerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika
sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis
mulai berperan
5. Teori neurohumoral. Di antaranya teori histamin, teori dopamine dan terori
serotonin yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu
dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya
gejala vertigo.
5. Sebutkan diagnosis banding
a) Influenza
Pengertian
Influenza adalah : Suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasanterutama
ditandai oleh demam, menggigil sakit otot,sakit kepala dan sering disertai
pilek, sakit tenggorokandan batuk nonproduktif. (Wilson F. Susan, dkk, 1990)
Etiologi.
Penyebab dari influenza adalah virus influenza. Ada tiga tipe yakni tipeA,
B dan C. Ketiga tipe ini dapat dibedakan dengan complement fixation test.
Tipe A merupakan virus penyebab influenza yang bersifat epidemik.Tipe B
biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe A dan
kadang-kadang saja sampai mengakibatkan epidemik. Tipe Cadalah tipe yang
diragukan patogenesisnya untuk manusia, mungkin hanyamenyebabkan
gangguan ringan saja. Virus penyebab influenza merupakansuatu
orthomyxovirus golongan RNA. Struktur antigenik virus influenzameliputi
antara lain 3 bagian utama yaitu : Antigen S (soluble Antigen),hemaglutinin
dan Neuramidase. Antigen S merupakan suatu inti partikelvirus yang terdiri
atas ribonuldeoprotein. Antigen ini spesifik untuk masing-masing tipe.
Hemaglutinin dan neuramidase berbentuk seperti duridan tampak menonjol
pada permukaan virus. Hemaglutinin diperlukan untuklekatnya virus pada
membran sel penjamu sedangkan neuromidasediperlukan untuk pelepasan
virus dari sel yang terinfeksi (Sjaifoellah, 1996).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin dengan mengukur: Hb, leukosit, trombosit, hitung
jenis leukosit, aspirasi nasofaringeal, apus hidung tenggorok. Dengan tujuan:
1) Membantu menentukan diagnosis pada suatu penyakit
2) Mengetahui apa yang terjadi didalm tubuh
3) Mudah dilakukan
4) Pemeriksaan kimia darah dengan mengukur albumin, globulin, ureum,
kreatinin.
Patofisiologi
Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan banyak sifatmutagenik
yang mana virus tersebut dihirup lewat droplet mukus yang teraerolisis dari
orang-orang yang terinfeksi. Virus ini menumpuk dan menembus permukaan
mukosa sel pada saluran napas bagian atas,menghasilkan sel lisis dan
kerusakan epithelium silia. Neuramidasemengurangi sifat kental mukosa
sehingga memudahkan penyebaraneksudat yang mengandung virus pada
saluran napas bagian bawah. Di suatuperadangan dan nekrosis bronchiolar dan
epithelium alveolar mengisialveoli dan exudat yang berisi leukosit, erithrosit
dan membran hyaline.Hal ini sulit untuk mengontrol influenza sebab
permukaan sel antigen virus memiliki kemampuan untuk berubah. Imunitas
terhadap virus influenza Adimediasi oleh tipe spesifik immunoglobin A (lg A)
dalam sekresi nasal.Sirkulasi lg G juga secara efektif untuk menetralkan virus.
Stimulus lg Gadalah dasar imunisasi dengan vaksin influenza A yang tidak
aktif.Setelah nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium
secaraperlahan mulai setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai
suatumaximum kedalam 9 sampai 15 hari, pada saat produksi mukus dan
celiamulai tamapk. Sebelum regenerasi lengkap epithelium cenderung
terhadapinvasi bakterial sekunder yang berakibat pada pneumonia bakterial
yangdisebabkan oleh staphiloccocus Aureus.Penyakit pada umumnya sembuh
sendiri. Gejala akut biasanya 2 sampai 7hari diikuti oleh periode penyembuhan
kira-kira seminggu. Penyakit ini penting karena sifatnya epidemik dan
pandemik dan karena angka kematian tinggi bersama sekunder. Resiko tinggi
pada orang tua dan orang yang berpenyakit kronik (Deanne, dkk, 1990).
b) Rinitis Alergi
Definisi
Kelainan pada hidung dengan gejala bersin – bersin, rinore, rasa gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen ang diperantarai oleh IgE
(WHO)
Etiologi
1) Genetik (riwayat keluarga)
2) Faktor lingkungan ( paparan debu)
3) Paparan allergen (serbuk sari, bulu binatang, makanan)
4) Partikel pasif terhadap tembakau
5) Partikel pembakaran diesel
Diagnosis
Anamnesis:
1) Bersin berulang lebih dari 5 kali setiap serangan
2) Rinore ( ingus) yang encer dan banyak
3) Hidung tersumbat
4) Hidung dan mata gatal
5) Banyak air mata yang keluar
Pemeriksaan fisik:
1) Konka edema, Livid
2) Sekret banyak dan encer
Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan sitologi hidung sebagai pemeriksaan penyaring atau
pelengkap.
Hasil : ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan
kemungkinan alergi inhalan, basofil kemungkinan alergi ingestan, dan sel
polimorfonuklear menunjukkan infeksi bakteri.
2) Pemeriksaan darah tepi
Hasil : hitung eosinofil dan IgE total serum dapat normal atau meningkat
3) Tes IgE spesifik dengan RAST (radio immunosorbent test) atau ELISA
(enzyme linked immuno assay)
4) Secara in vivo dengan uji intrakutan yang tunggal atau berseri, uji tususk
(prick test), uji provokasi hidung / uji inhalasi, dan uji gores. (Mansjoer,
2001).
Penatalaksanaan
1) Medikomentosa : Anti Histamin, dekongestan, oral kortikosteroid
2) Operatif : Konkotomi (pemotongan konka Inferior) bila hipertrofi berat dan
tidak berhasil dikecilkan
3) Non medikomentosa : mengurangi pencetus alergi, mengurangi paparan
6. Penatalaksanaan Coomon cold
Coomon cold (pilek, selesma) adalah suatu reaksi inflamasi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh infeksi virus.
a. Usahakan untuk beristirahat dan selalu dalam keadaan hangat dan nyaman,
serta diusahakan agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain.
b. Jika terdapat demam atau gejala yang berat, maka penderita harus
menjalani tirah baring di rumah
c. Minum banyak cairan guna membantu mengencerkan sekret hidung
sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan.
d. Untuk meringankan nyeri atau demam dapat diberikan asetaminofen atau
ibuprofen.
e. Pada penderita dengan riwayat alergi dapat diberikan antihistamin
f. Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa membantu
mengencerkan sekret dan mengurangi sesak di dada.
g. Mencuci rongga hidung dengan larutan garam isotonik bisa membantu
mengeluarkan sekret yang kental
h. Batuk merupakan satu-satunya cara untuk membuang sekret dan debris
dari saluran pernafasan. Oleh karena itu sebaiknya batuk tidak perlu
diobati, kecuali jika sangat mengganggu dan menyebabkan penderita susah
tidur. Jika batuknya hebat, bisa diberikan obat anti batuk.
i. Antibiotik tidak efektif untuk mengobati common cold, antibiotik hanya
diberikan jika terjadi suatu infeksi bakteri.
(Nelson, 2000)
Daftar Pustaka
Abdoerrachman, M.H, dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FKUI.
Dorland, W.A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorlan edisi 31. Jakarta :
EGC.
Graney, D. and Flint, P. Anatomy. In : Cummings C.W. Otolaryngology - Head
and Neck Surgery. Second edition. St Louis : Mosby, 1993.
Guyton, Arthur C & Hall, John E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC
Hollinshead, W.H. The pharynx and larynx. In : Anatomy for surgeons. Volume 1
: Head and Neck. A hoeber-harper international edition, 1966 : 425-456
Lee, K.J. Cancer of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and Neck
Surgery . Eight edition. Connecticut. McGraw-Hill, 2003: 724-736, 747,
755-760.
Moore, E.J and Senders, C.W. Cleft lip and palate. In : Lee, K.J. Essential
Otolaryngology Head and Neck Surgery . Eight edition. Connecticut.
McGraw-Hill, 2003: 241-242.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Sofyan, Ferryan. 2011. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Laring. Fakultas
Kedokteran USU
Sudoyo, Aru W., et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Woodson, G.E. Upper airway anatomy and function. In : Byron J. Bailey. Head
and Neck Surgery-Otolaryngology. Third edition. Volume 1.
Philadelphia : Lippincot Williams and Wilkins, 2001: 479-486.
Wilson F. Susan, dkk, (1990)“Respiratory Disorders”by Mosby-Year
Book.Inc.Grimes E.
Deanne, dkk, (1990)“Infectious Diseases”Clinical Nursing Seriesby Mosby-Year
Book. IncNoer Sjaifoellah, (1996)“Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam“Jilid
I, Edisi 3,Jakarta
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Rinitis Alergi
Sepanjang Tahun (Parrenial). Jakarta : Media Aesculapius FKUI.