35
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1 BLOK RESPIRATORY SYSTEM Tutor : dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK Kelompok 8 M. Cahya Riyadi S. G1A010010 Liliana Yeni Safira G1A010019 Oryzha Triliany G1A010028 Andika Pratiwi G1A010037 Albertus Aditya Budiyanto G1A010052 Zhita Wahyu Agrinartanti G1A010061 Anisah Astirani G1A010073 Nurul Apriliani G1A010084 Putri Hayuningtyas G1A010093 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

PBL 1 mantaps

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PBL 1 mantaps

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1

BLOK RESPIRATORY SYSTEM

Tutor : dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK

Kelompok 8

M. Cahya Riyadi S. G1A010010

Liliana Yeni Safira G1A010019

Oryzha Triliany G1A010028

Andika Pratiwi G1A010037

Albertus Aditya Budiyanto G1A010052

Zhita Wahyu Agrinartanti G1A010061

Anisah Astirani G1A010073

Nurul Apriliani G1A010084

Putri Hayuningtyas G1A010093

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: PBL 1 mantaps

PBL/CBL KASUS KE : 1 (satu)

KELOMPOK :

HARI/TGL TUTORIAL : Rabu-Kamis, 7-8 Maret 2012

Skenario PBL 1

Seorang anak laki-laki umur 10 tahun datang ke UGD diantar oleh ibunya dengan

keluhan mimisan. Ibunya menceritakan bahwa sang anak mengalami panas sejak

kemarin pagi, pusing, pilek, bersin-bersin, batuk dan tenggorokkan sakit.

A. Klarifikasi Istilah

a. Mimisan (Epistaksis)

Epistaksis adalah perdarahan hidung, biasanya akibat pecahnya pembuluh

darah kecil yang terletak dibagian anterior septum nasal kartilaginea

(Dorland, 2010).

Menurut lokasi dibagi menjadi 2

1. Epsitaksis anterior:

Umumnya terjadi pada anak. Tersering dari daerah pleksus kieselbacah

yang merupakan anastomose dari arteri ethmoid anterior, arteri

sphenopalatine, dan arteri labialis superior,yang letaknya terbuka dan

mudah terkena trauma (Abdoerrachman, M.H, dkk. 1985).

2. Epistaksis posterior:

Berasal dari ujung posterior konka inferior terdapat suatu vena yang

melebar yang disebut pleksus nasoaringeal. Pada daerah ini juga

ditemukan arteri sphenopalatine yang merupakan cabang arteri maksilaris

interna. Biasanya terjadi pada penderita hipertensi (Abdoerrachman, M.H,

dkk. 1985).

Epistaxis spontan dapat terjadi pada:

Infeksi atau kronik hidung seperti polip, rhinitis, ulserasi pada

perforasi septum dan pada penyakit sistemik seperti morbili dan cacar

air.

Page 3: PBL 1 mantaps

Penyakit pada system vaskuler seperti anomali (arteriosklerosis dan

hipertensi), tekanan vena yang meninggi seperti pada: asma bronchial,

bronchitis, dan pertusis).

Gangguan pembekuan darah seperti defisiensi protrombin dan

hemophilia.

Tumor ganas hidung.

Gangguan endokrin pada kehamilan, diabetes mellitus, dan dan

menopause.

Penyakit darah seperti leukemia, limfosarkoma, dan anemia aplastik.

(Abdoerrachman, M.H, dkk. 1985).

b. Panas atau kalor

Demam (febris) adalah gejala sistemik peradangan yang seemikian sering

dijumpai mengisyaratkan bahwa suhu tubuh lebih tinggi akibat infeksi

atau peradangan (Dorland, 2010).

Panas atau demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit

yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat

berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik

yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Pirogen diduga sebagai suatu protein

yang identik dengan interleukin-1. Didalam hipotalamus zat ini

merangsang pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan

sintesis prostagladin E2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia

(Sudoyo, 2006).

c. Batuk

Batuk adalah refleks pertahanan yang bekerja membersihkan jalan napas

dengan menggunakan tekanan tinggi. Udara yang mengalir dengan

kecepatan tinggi yang akan membantu kerja pembersihan mukosiliaris

( Price, 2005).

Page 4: PBL 1 mantaps

d. Bersin

Bersin adalah mengeluarkan udara dengan paksa dan menyentak melalui

hidung dan mulut. Pengeluaran udara melalui hidung dan mulut yang

involunter, mendadak, dengan paksaan dan dapat didengar (Dorland,

2010).

e. Tenggorokan sakit

Sakit tenggorokan (sore throat) adalah sakit tnggorokan berat yang terjadi

dalam epidemi, biasanya disebabkan oleh streptococcus pyogens dgn

hiperemia lokal yang hebat dengan atau tanpa eksudat keabu-abuan dan

pembesaran kelenjar limfe leher (Dorland, 2010).

B. Identifikasi Masalah

a. Identitas : anak laki-laki umur 10 tahun

b. RPS

1. Keluhan utama : mimisan

2. Gejala penyerta : panas, pusing, pilek, bersin-bersin, batuk dan sakit

tenggorokan.

3. Onset : 1 hari yang lalu

4. Kuantitas : -

5. Kualitas : -

6. Progresifitas : -

7. Kronologi : -

8. Faktor yang memperberat / memperingan : -

c. RPD : -

d. RPK :-

e. RPSos-Ek : -

C. Rumusan Masalah

1. Hasil anamnesis lebih lanjut

2. Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan?

3. Jeaskan anatomi dan fisiologi dari sistem pernafasan

4. Bagaimana mekanisme masing-masing gejala (patofisiologi)?

Page 5: PBL 1 mantaps

5. Sebutkan diagnosis banding dari kasus diatas dan alasanya

6. Jelaskan penatalaksanaannya

D. Analisis Masalah

1. Anamnesis

Anak sudah diberi obat flu di warung tapi belum membaik. Mimisan

dialami 1 jam yang lalu, jumlahnya kira-kira 1 sendok, dapat berhenti

sendiri. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal

2. Hasil pemeriksaan fisik

Keadaan umum : baik, compos mentis

Berat badan : 25 kg

Suhu : 37,8º C

Respirasi rate : 20 X/menit

Nadi : 84 X/menit

Kepala : Hidung = konkha udem (+), Hiperemi (+),

discharge serous (+)

Faring = hiperemi (+)

Tonsil = T1-1, hiperemi (+)

Thorax : Inspeksi = simetris, retraksi (-), tidak ada gerak

dada yang tertinggal

Palpasi = hantaran paru kanan = kiri

Perkusi = sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler, ronchi (-)

Abdomen : dalam batas normal

Ekstrimitas : dalam batas normal

Hasil pemeriksaan darah

Hb : 12 gr%

Hematokrit : 42 %

Eritrosit : 4,2 juta

Leukosit : 6800

Trombosit : 190.000

Page 6: PBL 1 mantaps

PTT : 10 detik

aPTT : 35 detik

3. Anatomi dan Fisiologi Saluran Pernapasan

Anatomi

a. Anatomi hidung luar

Kulit : Cutis,subcutis, jaringan fibrofatty,glandula sebacea

Apek nasi, basis nasi,dorsum nasi, alae nasi, kolumela,nares anterior

Rangka dibentuk oleh os nasale, prosesus frontal os maksila, kartilago

lateralis superior, kartilago lateralis inferior, kartilago septum

(R.Putz & R. Pabst, 2006)

b. Dasar kavum nasi di bentuk oleh :

prosesus palatina os maksila

prosesus horisontal os os palatum

(R.Putz & R. Pabst, 2006)

c. Atap hidung di bentuk oleh :

kartilago lateralis superior

kartilago lateralis inferior

os nasal

prosesus frontalis os maksila

korpus os ethmoid

Page 7: PBL 1 mantaps

korpus os sphenoid (R.Putz & R. Pabst, 2006)

d. Dinding lateral kavum nasi

permukaan dalam pros frontalis os maksila

os lakrimalis

konka superior

konka media

konka inferior

lamina perpendicularis os palatum

lamina pterigoideus medial

(R.Putz & R. Pabst, 2006)

e. Septum nasi di bentuk oleh :

bagian anterior : kartilago septum (kuadrilateral), premaksila,

kolumela membranosa

bagian posterior : lamina perpendicularis os ethmoid

bagian post inf : os vomer, krista maksila, krista palatina, krista

sphenoid.

(R.Putz & R. Pabst, 2006)

f. Inervasi hidung

Autonom

Page 8: PBL 1 mantaps

Simpatis : dari ganlion cervicalis –serabut postganglioner – plexus sekitar

a. karotis internus – n petrosus superfisialis mayor – n vidianus (Martini,

2009).

Parasimpatis : dari N VII –serabut preganglioner – n vidianus, n petrosus

sup mayor – ganglion sphenopalatina (Martini, 2009).

Serebrospinalis:

N. V – n optalmikus – n ethmoidalis anterior

N. V – n maksilaris – ganglion spenopaltinus – n palatini mayor

N. sphenopalatini brevis

N. sphenopalatini longus

N. olfactorius (Martini, 2009).

Page 9: PBL 1 mantaps

g. Vaskularisasi hidung berasal dari :

Arteri karotid eksterna à percabangan fasial danmaksila à à arteri

maksila interna è arteri spenopalatina (Martini, 2009).

Arteri karoitid interna à percabangan oftalmik à arteri etmoidalis

anterior-posterior (Martini, 2009).

Vena fasial, sfenopalatina, dan etmoid à suplai drainase vena ke nasal

Vena sfenopalatina dan etmoid à sinus kavernosus (Martini, 2009).

Fisiologi

a. Atas

Fungsi secara umum pada saluran pernapasan atas adalah menghangatkan,

melembabkan, menyaring udara. Saluran pernafasan atas juga bermanfaat

untuk mencegah penyakit pada system paru-paru.

1) Nasal

a) vimbrisae (rambut hidung) berfungsi untuk menyaring kotoran atau

benda asing yang terhirup dalam udara.

b) kulit dan kelenjar minyak berfungsi untuk pertahan pertama dan

berfungsi juga untuk menjerat benda asing yang masuk

c) epitel dan sel goblet: berfungsi untuk membungkus benda asing

yang kemudian siap untuk dikeluarkan

Page 10: PBL 1 mantaps

d) lamina propria yang sangat kaya pembuluh darah berfungsi selain

untuk vaskularisasi nasal, berfungsi juga untuk menghangatkan

udara

e) seromucous glands juga bermanfaat untuk menyelimuti kotoran

yang telah terperangkap dan bias juga untuk melembabkan udara

f) concha nasalis berfungsi untuk turbulensi udara dimana udara yang

mengandung benda asing akan mengalami turbulensi sehingga

terjadi putaran arus, namun tidak pada benda asing tersebut

dikarenakan perbedaan masa dan momentum benda asing tersebut

sehingga mereka terperangkap didinding permukaan yang

kemudian akan di tindak lanjuti oleh serus atau mucus.

selain itu pada konka nasalis media dan superior jug a terdapat

nervus olfactorius yang berfungsi untuk penghidu. Konka juga

terdapat banyak pembuluh darah sehingga bermanfaat untuk

menghangatkan udara

g) meatus nasi berfungsi sebagai saluran dari secret dari sinus

paranasal atau dari kelenjar air mata

h) paranasal sinuses untuk meringankan tulang wajah

2) Faring

berfungsi untuk pencernaan dan pernafasan, khusus bagian nasofaring

terdapat tuba eustacius yang berfuungsi untuk menyamakan tekana

udara telinga dengan udara di atmosfer

b. Bawah

1) Laring

Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang

merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan

terletak setinggi vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak

dan wanita letaknya relatif lebih tinggi. Laring memiliki 3 fungsi

dasar, yaitu fonasi, respirasi dan proteksi dan fungsi lainnya

a) Fungsi Fonasi

Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks.

Suara dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan

Page 11: PBL 1 mantaps

dan adanya interaksi antara udara dan pita suara. Otot intrinsik

laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan

mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita

suara sejati. Ada 2 teori yang mengemukakan bagaimana suara

terbentuk :

− Teori Myoelastik – Aerodinamik

Selama ekspirasi aliran udara melewati ruang glotis dan secara

tidak langsung menggetarkan plika vokalis. Akibat kejadian

tersebut, otot-otot laring akan memposisikan plika vokalis

(adduksi, dalam berbagai variasi) dan menegangkan plika

vokalis. Selanjutnya, kerja dari otot-otot pernafasan dan

tekanan pasif dari proses pernafasan akan menyebabkan

tekanan udara ruang subglotis meningkat, dan mencapai

puncaknya melebihi kekuatan otot sehingga celah glotis

terbuka. Plika vokalis akan membuka dengan arah dari

posterior ke anterior. Secara otomatis bagian posterior dari

ruang glotis yang pertama kali membuka dan yang pertama kali

pula kontak kembali pada akhir siklus getaran. Setelah terjadi

pelepasan udara, tekanan udara ruang subglotis akan berkurang

dan plika vokalis akan kembali ke posisi saling mendekat

(kekuatan myoelastik plika vokalis melebihi kekuatan

aerodinamik). (Hollinshead, 1966).

− Teori Neuromuskular

Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa

awal dari getaran plika vokalis adalah saat adanya impuls dari

sistem saraf pusat melalui N. Vagus, untuk mengaktifkan otot-

otot laring. Menurut teori ini jumlah impuls yang dikirimkan ke

laring mencerminkan banyaknya / frekuensi getaran plika

vokalis. Analisis secara fisiologi dan audiometri menunjukkan

bahwa teori ini tidaklah benar (suara masih bisa diproduksi

pada pasien dengan paralisis plika vokalis bilateral).

(Lee,2003)

Page 12: PBL 1 mantaps

b) Fungsi proteksi

Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya

reflek otot-otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup.

Pada waktu menelan, pernafasan berhenti sejenak akibat adanya

rangsangan terhadap reseptor yang ada pada epiglotis, plika

ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah interaritenoid melalui

serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai jawabannya,

sfingter dan epiglotis menutup (Lee,2003).

c) Fungsi Respirasi

Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk

memperbesar rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior

terangsang sehingga kontraksinya menyebabkan rima glotis

terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan parsial CO2 dan O2

arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan menghambat

pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan

merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi

laring mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris,

sedangkan peningkatan pO2 arterial dan hiperventilasi akan

menghambat pembukaan laring. Tekanan parsial CO2 darah dan

pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara. (Graney and

Flint, 1993).

d) Fungsi sirkulasi

Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan

peninggian tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous

return. Perangsangan dinding laring terutama pada bayi dapat

menyebabkan bradikardi, kadang-kadang henti jantung. Hal ini

dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari laring. Reseptor

dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta. Impuls

dikirim melalui N. Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N.

Laringeus Superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring

dilatasi, maka terjadi penurunan denyut jantung (Hollinshead,

1966).

Page 13: PBL 1 mantaps

e) Fungsi fiksasi

Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar

tetap tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengedan (Moore and

Senders, 2003).

f) Fungsi menelan

Pada waktu menelan faring bagian bawah (M. Konstriktor

Faringeus Superior, M. Palatofaringeus dan M. Stilofaringeus)

mengalami kontraksi sepanjang kartilago krikoidea dan kartilago

tiroidea, serta menarik laring ke atas menuju basis lidah, kemudian

makanan terdorong ke bawah dan terjadi pembukaan

faringoesofageal. Laring kemudian akan menutup untuk mencegah

makanan atau minuman masuk ke saluran pernafasan dengan jalan

menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh epiglotis.

Epiglotis menjadi lebih datar membentuk semacam papan penutup

aditus laringeus, sehingga makanan atau minuman terdorong ke

lateral menjauhi aditus laring dan maduk ke sinus piriformis lalu ke

hiatus esofagus (Lee,2003).

g) Fungsi batuk

Bentuk plika vokalis palsu memungkinkan laring berfungsi sebagai

katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat. Pelepasan tekanan

secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk

mempertahankan laring dari ekspansi benda asing atau

membersihkan sekret yang merangsang reseptor atau iritasi pada

mukosa laring (Woodson,2001).

h) Fungsi ekspektorasi

Seluruh permukaan saluran napas, baik dalam hidung maupun

saluran napas bagian bawah sampai sejauh bronkiols terminalis

dilapisi oleh epitel bersilia, dengan kira-kira – kira 200 silia pada

masing – masing epitel. Silia akan terus menerus memukul dengan

kecepatan 10-20 kali per detik dan mengarah ke faring. Dengan

demikian, silia dalam paru memukul ke arah atas, sedangkan dalam

hidung memukul ke arah bawah. Pukulan yang terus menerus

Page 14: PBL 1 mantaps

menyebabkan mukus yang dihasilkan oleh sel goblet mengalir

dengan lambat, pada kecepatan kira-kira 1 cm/menit ke arah faring.

Kemudian mukus dan partikel akan dijerat dan keluar dengan cara

batuk (Guyton & Hall, 1997).

2) Bronkus

Pada dinding bronkus, terdapat lebih sedikit kartilago yang juga

mempertahankan rigiditas agar timbul gerakan paru untuk

mengembang dan mengempis. (guyton & hall, 1997)

3) Bronkiolus

Bronkiolus tidak memiliki kartilago seperti bronkus, sehingga

bronkiolus tidak dapat mencegah keadaan kolaps dengan rigiditas

dindingnya. Bronkiolus akan melebar oleh tekanan transpulmoner

yang sama yang mengembangkan alveoli, sehingga bronkiolus akan

ikut melebar ketika alveoli melebar (Guyton & Hall, 1997).

Page 15: PBL 1 mantaps

4. Patomekanisme tanda dan gejala

Mekanisme Demam

Infeksi atau peradangan

NetrofilMengeluarkan

Pirogen endogen

Prostalglandin

Titik patokan hipotalamus

Mengawali “respons dingin”

Produksi panas;

Pengukuran panas

Suhu tubuh ke titik patokan yang baru = demam

Sumber: (Sherwood, 2001)

+

+

Sel yang pertama tiba, bagian dari leukosit, spesialis fagositik, mudah bergerak,memakan dan menghancurkan bahan-bahan yang tidak diperlukan

Respon ini terutama terjadi jika organism invasive telah masuk dalam aliran darah

Merupakan zat perantara kimiawi lokal yang bekerja langsung di hipotalamus.Aspirin menurunkan demam dengan menghambat sintesis prostalglandin

Ada mekanisme respon dingin yaitu menggigil agar cepat meningkatkan produksi panas(thermostat hipotalamus meningkat sedangkan tubuh masih regulasi normal)

Vasokonstriksi bertujuan untuk mengurangi pengeluaran panas

Page 16: PBL 1 mantaps

Hubungan antara Sistem Kinin dan Neutrofil pada Respons Peradangan

Sumber: (Sherwood, 2001)

Mekanisme Epistaxis

Partikel asing

Hidung nasal

Ditangkap serus mekanisme

pertahanan nonspesifik terhadap agen infeksius

Sekresi serus

(berlebih)

Kelebihan di deteksi saraf-saraf di hidung

Dengan bersin bersamaan dengan ekspirasi

Kalikrein Neutrofil

Kininogen Kinin+

Merangsang sistem komplemen

Mendorong vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler

Mengaktifkan reseptor nyeri

Berfungsi sebagai

kemotaksin

(Menarik)

Page 17: PBL 1 mantaps

bersin: keluarnya udara semi otonom yang terjadi dengan keras lewat hidung dan mulut

Epistaxis

vasodilatasi pembuluh di plexus kieselbach

Mekanisme bersin

Saluran nafas yang sensitive terhadap sentuhan ringan laring dan karina yang paling sensitive

Merangsang reflex batuk sebagai “impuls saraf” aferen

N. Vagus

Medulla otak

Lintasan neuronal otomatis:

Tahap 1 – kira-kira 2,5 liter udara dan inspirasi secara cepat

Tahap 2 – epiglottis menutup dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat udara dalam paru

Tahap 3- otot-otot abdomen berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma. Otot ekspirasi lainnya seperti intercostalis internus juga kontraksi dengan kuat

akibatnya tekanan parut meningkat sampai 100 mmHg atau lebih

Page 18: PBL 1 mantaps

Pita suara terbuka lebar, sedang udara bertekanan tinggi dalam paru ini meledak keluar kadang sampai 75-100 ml perjam.

Rangsang Berlebih Konflik Sensorik Neural Mismatch Otonomik Neurohumoral Sinap

Sistem Keseimbangan

Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang stabil

dibandingkan denganmakhluk lain yang berjalan dengan empat kaki, sehingga

lebih memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu

diperlukan juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi denganperubahan

sekelilingnya. Informasi tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan tubuh yang

melibatkankanalis semisirkularis sebagai reseptor, serta sistim vestibuler dan

serebelum sebagai pengolahinformasinya; selain itu fungsi penglihatan dan

proprioseptif juga berperan dalam memberikaninformasi rasa sikap dan gerak

anggota tubuh. Sistim tersebut saling berhubungan dan mempengaruhiuntuk

selanjutnya diolah di susunan saraf pusat.

Bagan Sistem Keseimbangan Manusia

Page 19: PBL 1 mantaps

Patofisiologi

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh

yang dapat mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya

dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang

berusaha menerangkan kejadian tersebut:

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation). Teori ini berdasarkan asumsi

bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semi

sirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya timbul vertigo, nistagmus,

mual dan muntah.

2. Teori konflik sensorik. Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan

sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara

mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau asimetri masukan sensorik dari

sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan

sensorik disentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus

(usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler,

serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).

3. Teori neural mismatch. Menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan

tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan

yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul

reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut

dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga

berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala

4. Teori otonomik. Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom

sebaga usaha adaptasigerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika

sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis

mulai berperan

5. Teori neurohumoral. Di antaranya teori histamin, teori dopamine dan terori

serotonin yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu

dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya

gejala vertigo.

Page 20: PBL 1 mantaps

5. Sebutkan diagnosis banding

a) Influenza

Pengertian

Influenza adalah : Suatu penyakit infeksi akut saluran pernapasanterutama

ditandai oleh demam, menggigil sakit otot,sakit kepala dan sering disertai

pilek, sakit tenggorokandan batuk nonproduktif. (Wilson F. Susan, dkk, 1990)

Etiologi.

Penyebab dari influenza adalah virus influenza. Ada tiga tipe yakni tipeA,

B dan C. Ketiga tipe ini dapat dibedakan dengan complement fixation test.

Tipe A merupakan virus penyebab influenza yang bersifat epidemik.Tipe B

biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe A dan

kadang-kadang saja sampai mengakibatkan epidemik. Tipe Cadalah tipe yang

diragukan patogenesisnya untuk manusia, mungkin hanyamenyebabkan

gangguan ringan saja. Virus penyebab influenza merupakansuatu

orthomyxovirus golongan RNA. Struktur antigenik virus influenzameliputi

antara lain 3 bagian utama yaitu : Antigen S (soluble Antigen),hemaglutinin

dan Neuramidase. Antigen S merupakan suatu inti partikelvirus yang terdiri

atas ribonuldeoprotein. Antigen ini spesifik untuk masing-masing tipe.

Hemaglutinin dan neuramidase berbentuk seperti duridan tampak menonjol

pada permukaan virus. Hemaglutinin diperlukan untuklekatnya virus pada

membran sel penjamu sedangkan neuromidasediperlukan untuk pelepasan

virus dari sel yang terinfeksi (Sjaifoellah, 1996).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah rutin dengan mengukur: Hb, leukosit, trombosit, hitung

jenis leukosit, aspirasi nasofaringeal, apus hidung tenggorok. Dengan tujuan:

1) Membantu menentukan diagnosis pada suatu penyakit

2) Mengetahui apa yang terjadi didalm tubuh

3) Mudah dilakukan

4) Pemeriksaan kimia darah dengan mengukur albumin, globulin, ureum,

kreatinin.

Page 21: PBL 1 mantaps

Patofisiologi

Virus influenza A, B dan C masing-masing dengan banyak sifatmutagenik

yang mana virus tersebut dihirup lewat droplet mukus yang teraerolisis dari

orang-orang yang terinfeksi. Virus ini menumpuk dan menembus permukaan

mukosa sel pada saluran napas bagian atas,menghasilkan sel lisis dan

kerusakan epithelium silia. Neuramidasemengurangi sifat kental mukosa

sehingga memudahkan penyebaraneksudat yang mengandung virus pada

saluran napas bagian bawah. Di suatuperadangan dan nekrosis bronchiolar dan

epithelium alveolar mengisialveoli dan exudat yang berisi leukosit, erithrosit

dan membran hyaline.Hal ini sulit untuk mengontrol influenza sebab

permukaan sel antigen virus memiliki kemampuan untuk berubah. Imunitas

terhadap virus influenza Adimediasi oleh tipe spesifik immunoglobin A (lg A)

dalam sekresi nasal.Sirkulasi lg G juga secara efektif untuk menetralkan virus.

Stimulus lg Gadalah dasar imunisasi dengan vaksin influenza A yang tidak

aktif.Setelah nekrosis dan desquamasi terjadi regenerasi epithelium

secaraperlahan mulai setelah sakit hari kelima. Regenerasi mencapai

suatumaximum kedalam 9 sampai 15 hari, pada saat produksi mukus dan

celiamulai tamapk. Sebelum regenerasi lengkap epithelium cenderung

terhadapinvasi bakterial sekunder yang berakibat pada pneumonia bakterial

yangdisebabkan oleh staphiloccocus Aureus.Penyakit pada umumnya sembuh

sendiri. Gejala akut biasanya 2 sampai 7hari diikuti oleh periode penyembuhan

kira-kira seminggu. Penyakit ini penting karena sifatnya epidemik dan

pandemik dan karena angka kematian tinggi bersama sekunder. Resiko tinggi

pada orang tua dan orang yang berpenyakit kronik (Deanne, dkk, 1990).

b) Rinitis Alergi

Definisi

Kelainan pada hidung dengan gejala bersin – bersin, rinore, rasa gatal dan

tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen ang diperantarai oleh IgE

(WHO)

Etiologi

1) Genetik (riwayat keluarga)

Page 22: PBL 1 mantaps

2) Faktor lingkungan ( paparan debu)

3) Paparan allergen (serbuk sari, bulu binatang, makanan)

4) Partikel pasif terhadap tembakau

5) Partikel pembakaran diesel

Diagnosis

Anamnesis:

1) Bersin berulang lebih dari 5 kali setiap serangan

2) Rinore ( ingus) yang encer dan banyak

3) Hidung tersumbat

4) Hidung dan mata gatal

5) Banyak air mata yang keluar

Pemeriksaan fisik:

1) Konka edema, Livid

2) Sekret banyak dan encer

Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan sitologi hidung sebagai pemeriksaan penyaring atau

pelengkap.

Hasil : ditemukan eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan

kemungkinan alergi inhalan, basofil kemungkinan alergi ingestan, dan sel

polimorfonuklear menunjukkan infeksi bakteri.

2) Pemeriksaan darah tepi

Hasil : hitung eosinofil dan IgE total serum dapat normal atau meningkat

3) Tes IgE spesifik dengan RAST (radio immunosorbent test) atau ELISA

(enzyme linked immuno assay)

4) Secara in vivo dengan uji intrakutan yang tunggal atau berseri, uji tususk

(prick test), uji provokasi hidung / uji inhalasi, dan uji gores. (Mansjoer,

2001).

Penatalaksanaan

1) Medikomentosa : Anti Histamin, dekongestan, oral kortikosteroid

2) Operatif : Konkotomi (pemotongan konka Inferior) bila hipertrofi berat dan

tidak berhasil dikecilkan

3) Non medikomentosa : mengurangi pencetus alergi, mengurangi paparan

Page 23: PBL 1 mantaps

6. Penatalaksanaan Coomon cold

Coomon cold (pilek, selesma) adalah suatu reaksi inflamasi saluran

pernapasan yang disebabkan oleh infeksi virus.

a. Usahakan untuk beristirahat dan selalu dalam keadaan hangat dan nyaman,

serta diusahakan agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain.

b. Jika terdapat demam atau gejala yang berat, maka penderita harus

menjalani tirah baring di rumah

c. Minum banyak cairan guna membantu mengencerkan sekret hidung

sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan.

d. Untuk meringankan nyeri atau demam dapat diberikan asetaminofen atau

ibuprofen.

e. Pada penderita dengan riwayat alergi dapat diberikan antihistamin

f. Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa membantu

mengencerkan sekret dan mengurangi sesak di dada.

g. Mencuci rongga hidung dengan larutan garam isotonik bisa membantu

mengeluarkan sekret yang kental

h. Batuk merupakan satu-satunya cara untuk membuang sekret dan debris

dari saluran pernafasan. Oleh karena itu sebaiknya batuk tidak perlu

diobati, kecuali jika sangat mengganggu dan menyebabkan penderita susah

tidur. Jika batuknya hebat, bisa diberikan obat anti batuk.

i. Antibiotik tidak efektif untuk mengobati common cold, antibiotik hanya

diberikan jika terjadi suatu infeksi bakteri.

(Nelson, 2000)

Page 24: PBL 1 mantaps

Daftar Pustaka

Abdoerrachman, M.H, dkk. 1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta: Bagian

Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

Dorland, W.A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorlan edisi 31. Jakarta :

EGC.

Graney, D. and Flint, P. Anatomy. In : Cummings C.W. Otolaryngology - Head

and Neck Surgery. Second edition. St Louis : Mosby, 1993.

Guyton, Arthur C & Hall, John E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:

EGC

Hollinshead, W.H. The pharynx and larynx. In : Anatomy for surgeons. Volume 1

: Head and Neck. A hoeber-harper international edition, 1966 : 425-456

Lee, K.J. Cancer of the Larynx. In; Essential Otolaryngology Head and Neck

Surgery . Eight edition. Connecticut. McGraw-Hill, 2003: 724-736, 747,

755-760.

Moore, E.J and Senders, C.W. Cleft lip and palate. In : Lee, K.J. Essential

Otolaryngology Head and Neck Surgery . Eight edition. Connecticut.

McGraw-Hill, 2003: 241-242.

Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.

Sofyan, Ferryan. 2011. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Laring. Fakultas

Kedokteran USU

Sudoyo, Aru W., et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.

Woodson, G.E. Upper airway anatomy and function. In : Byron J. Bailey. Head

and Neck Surgery-Otolaryngology. Third edition. Volume 1.

Philadelphia : Lippincot Williams and Wilkins, 2001: 479-486.

Wilson F. Susan, dkk, (1990)“Respiratory Disorders”by Mosby-Year

Book.Inc.Grimes E.

Deanne, dkk, (1990)“Infectious Diseases”Clinical Nursing Seriesby Mosby-Year

Book. IncNoer Sjaifoellah, (1996)“Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam“Jilid

I, Edisi 3,Jakarta

Page 25: PBL 1 mantaps

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Rinitis Alergi

Sepanjang Tahun (Parrenial). Jakarta : Media Aesculapius FKUI.