71
KATA PENGANTAR Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmat dan izin-nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang system saraf. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi semesta alam Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Alhamdulillah, kami dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan didalam makalah ini. Untuk itu kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun guna keberhasilan penulisan yang akan datang. Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesainya makalah ini semoga segala upaya yang telah dicurahkan mendapat berkah dari Allah SWT. Amin. Sukabumi, 6 Mei 2014 Kelompok 5 1

Patofisiologi Sistem Saraf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Stikes Kota Sukabumi.

Citation preview

Page 1: Patofisiologi Sistem Saraf

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmat dan izin-nya, kami

dapat menyelesaikan makalah tentang system saraf.

Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi semesta

alam Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, kami dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun penulis menyadari

bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan didalam makalah ini. Untuk itu kami

berharap adanya kritik dan saran yang membangun guna keberhasilan penulisan yang akan

datang.

Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu hingga terselesainya makalah ini semoga segala upaya yang telah dicurahkan

mendapat berkah dari Allah SWT. Amin.

Sukabumi, 6 Mei 2014

Kelompok 5

1

Page 2: Patofisiologi Sistem Saraf

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………….…………………………………………………….…..1

DAFTAR ISI…………….…………………………………………………………….………2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...4

1.2 Rumusan Masalah………….…………..……………………………………...4

1.3 Tujuan…………...……………..………………….…………………………..5

1.4 Manfaat….……………………..……………………………………………...5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Peran system integument dalam homeostatis…….………….…………….….6

2.2 Menifestasi gangguan sistem saraf….………………..………....………..…...8

2.3 Gangguan pembuluh darah otak dan nyeri kepala………..............................13

2.4 Epilepsi……….………………………...........................................................14

2.5 Penyakit degenerative dan gangguan lain pada sistem saraf ………….........16

2.6 Cedera susunan saraf pusat……...………………………………………….20

2.7 Tumor susunan saraf pusat ………………………………………………...21

2.8 Jenis bakteri/mikroba terkait penyakit pada sistem saraf…..………………23

2.9 Gambaran laboratorium / Radiografi………………………………………36

2.10 Pencegahan dan pengendalian infeksi……………………………………...43

2

Page 3: Patofisiologi Sistem Saraf

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………......45

3.2 Saran…………………..………………………………………………......45

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….........46

3

Page 4: Patofisiologi Sistem Saraf

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf yang kompleks, sangat khusus

dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan

dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang

penting ini juga mengatur kebanyakan aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena

pengaturan saraf tersebut maka terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga

menyebabkan tubuh berfungsi sebagai unit yang harmonis. Dalam sistem inilah berasal

sagala fenomena kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan

untuk dapat memahami, belajar dan memberi respon terhadap suatu rangsangan merupakan

hasil kerja integrasi dari sistem saraf yang puncaknya dalam bentuk kepribadian dan tingkah

laku individu.

Sistem saraf sangat berperan dalam iritabilitas tubuh. Iritabilitas memungkinkan

makhluk hidup dapat menyesuaikan diri dan menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi

di lingkungannya. Jadi, iritabilitas adalah kemampuan menanggapi rangsangan.

Tubuh manusia terdiri atas organ-organ tubuh yang masing-masing mempunyai

fungsi tertentu. Agar organ-organ tubuh dapat bekerja sama dengan baik, diperlukan adanya

koordinasi (pengaturan). Pada manusia dan sebagian besar hewan, koordinasi dilakukan oleh

sistem saraf, sistem indra, dan sistem hormon. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan

dibahas tentang sistem saraf.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana peran system integument dalam homeostatis ?

b. Bagaimana menifestasi gangguan sistem saraf ?

c. Seperti apa gangguan pembuluh darah otak dan nyeri kepala ?

d. Bagaimana epilepsi itu ?

e. Seperti apa penyakit degenerative dan gangguan lain pada sistem saraf ?

f. Seperti apa cedera susunan saraf pusat itu ?

g. Seperi apa tumor susunan saraf pusat ?

h. Seperti apa jenis bakteri/mikroba terkait penyakit pada sistem saraf ?

i. Bagaimana gambaran laboratorium / radiografi ?

j. Bagaimana pencegahan dan pengendalian infeksi ?

4

Page 5: Patofisiologi Sistem Saraf

1.3 Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:

1. Mampu mendefinisikan peran system integument dalam homeostatis.

2. Mampu mendeskripsikan menifestasi gangguan sistem saraf.

3. Mampu mendeskripsikan gangguan pembuluh darah otak dan nyeri kepala.

4. Mampu mendeskripsikan epilepsi.

5. Mampu mendeskripsikan penyakit degenerative dan gangguan lain pada sistem

saraf .

6. Mampu mendeskripsikan cedera susunan saraf pusat.

7. Mampu mendeskripsikan tumor susunan saraf pusat.

8. Mampu mendeskripsikan jenis bakteri/mikroba terkait penyakit pada sistem

saraf.

9. Mampu mendeskripsikan gambaran laboratorium / radiografi.

10. Mampu mendeskripsikan pencegahan dan pengendalian infeksi.

.

1.4 Manfaat

Makalah ini di buat oleh kami agar kami dapat memahami semua hal yang

berkaitan dengan patofisiologi system saraf.

5

Page 6: Patofisiologi Sistem Saraf

BAB III

PEMBAHASAN

2.1 Peran system integumen dalam homeostatis.

Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh.

Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksoi, sensasi, termoregulasi,

metabolism, sintesis vitamin D, keseimbangan air, penyerapan zat atau obat, penyimpanan

nutrisi, berperan dalam komunikasi non verbal sebagai contoh dalam kaitannya dengan

emosi, misalnya wajah kemerahan dalam menahan emosi atau malu.

Proteksi

Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar1 atau 2 mm

yang memberikan perlindungan yang sangat efektif terhadap trauma fisik, kimia, dan biologis

dari invasi bakteri. Kulit telapak tangan dan kaki yang menebal memberikan perlindungan

terhadap pengaruh trauma yang terus – menerus terjadi didaerah tersebut.

Bagian stratum korneum epidermis merupakan barier yang paling efektif terhadap

berbagai faktor lingkungan seperti zat-zat kimia, sinar matahari, virus, fungus, gigitan

serangga, luka karena gesekan angina tau trauma. Lapisan dermis kulit memberikan kekuatan

mekanis dan keuletan melalui jaringan ikat fibrosa dan serabut kolagennya. Dermis tersusun

dari jalinan vaskuler,dermis merupakan barier transportasi yang efisien terhadap substansi

yang dapat menebus stratum korneum dan epidermis. Factor-faktor lain yang mempengaruhi

fungsi protektif kulit mencakup usia kulit, daerah kulit yang terlibat dalam dan status

vaskuler. 

Sensasi

Ujung-ujung reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan tubuh untuk memantau

secara terus-menerus keadaan linkungan disekitarnya. Fungsi utama reseptor pada kulit

adalah untuk mengindera suhu, rasa nyeri, sentuhan yang ringan dan tekanan. Berbagai ujung

saraf bertanggung jawab untuk bereaksi  terhadap setiap stimuli yang berbeda (Smeltzer,

2002)

6

Page 7: Patofisiologi Sistem Saraf

Termoregulasi

Peran kulit dalam pengaturan panas meliputi sebagai penyekat tubuh, vasokonstriksi

(yang memengaruhi aliran darah dan hilangnya panas kekulit) dan sensasi suhu (Potter,

2006). Perpindahan suhu dilakukan pada system vaskuler, melalui dinding pembuluh,

kepermukaan kulit dan hilang kelingkungan sekitar melalui mekanisme penghilangan panas. 

Pengeluaran dan produksi panas terjsi secara stimultan. Struktur kulit dan paparan terhadap

lingungan secara konstan, pengeluaran panas secara normal melalui radiasi, konduksi,

konveksi, dan evaporasi. (Potter, 2006)

-       Radiasi adalah perpnidahan panas dari permukaan suatu objek lain tanpa keduanya

bersentuhan. Panas berpindah melalaui gelombang elektromagnetik (Potter, 2006)

-       Konduksi merupakan pengeluaran panas dari satu objek ke objek lain melalui kontak

langsung. Proses pengeluaran atau perpindahan suhu tubuh terjadi pada saat kulit hangat

menyentuh objek yang lebih dingin.

-       Konveksi merupakan suatu perpindahan panas akibat adanya gerakaan udara yang

secara langsung kontak dengan kulit.

-       Evaporasi adalah perpindahan energy panas ketika cairan berubah menjadi gas. Selama

evaporasi kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk setiap gram air yang menguap. Tubuh secara

kontinyu kehilangan panas melalui evaporasi. Kira-kira 600-900ml/hari menguap dari kulit

dan paru-paru, yang mengakibatkan kehilangan air dan panas. Kehilangan normal ini

dipertimbangkan kehilangan air tidak kasat mata (insensible water loss) dan tidak memainkan

peran utama dalam pengaturan suhu (Guyton,1999)

Metabolisme

Radiasi sinar ultraviolet memberikan paparan, maka sel-sel epidermal didalam

stratum spinosum dan stratum germinativum akan mengonversi pelepasan steroid kolesterol

menjadi vitamin D3 atau  kolekalsiferol. Organ hati kemudian mengonversi kolekalsiferol 

menjadi produk yang digunakan ginjal untuk menyintesis hormone kalsitrol.

Keseimbangan Air

Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan demikian

akan mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan

mempertahankan kelembapan dalam jaringan subkutan (Smeltzer, 2002). Ketika terendam

dalam air, kulit dapat menimbun air sampai tiga hingga empat kali berat normalnya.

7

Page 8: Patofisiologi Sistem Saraf

(Guyton,1999). Contoh keadaan ini yang lazim dijumpai adalah pembengkakan kulit sesudah

mandi berendam untuk waktu yang lama

Penyerapan Zat Atau Obat

Berbagai senyawa lipid (zat lemak) dapat diserap lewat stratum korneum, termasuk

vitamin (A dan D) yang larut lemak dan hormon-hormon steroid. Obat-obat dan substansi

lain dapat memasuki kulit lewat epidermis melalui jalur transepidermal atau lewat lubang-

lubang folikel (Kee, 1999)

Fungsi Respon Imun

Hasil-hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa beberapa sel dermal (sel

Langerhans, Interleukin-1 yang memproduksi keratinosit, dan subkelompok limfosit-T)

merupakan komponen penting dalam system imun.

2.2 Menifestasi gangguan sistem saraf.

Sistem saraf adalah sistem organ pada makhluk hidup yang terdiri dari jutaan serabut

saraf yang terdiri dari sel-sel saraf yang saling terhubung dan esensial untuk persepsi sensoris

indra, involunter organ atau jaringan tubuh, aktivitas motorik volunter, dan homeostasis

berbagai proses fisiologis tubuh pada makhluk hidup. Sistem saraf terdiri dari jaringan yang

rumit dan paling penting karena terdiri dari jutaan sel saraf (neuron) yang saling terhubung

dan vital untuk perkembangan bahasa, pikiran dan ingatan pada makhluk hidup terutama

manusia.

Meski jaringan syaraf dilindungi oleh tengkorak dan tulang yang keras, Gangguan

Sistem Saraf pada Manusia tetap bisa terjadi. Gangguan tersebut sangat beragam, tergantung

jenis penyebabnya. Namun secara umum, penyebab gangguan pada sistem saraf bisa

disebabkan karena benturan (trauma) benda-benda keras, paparan bahan kimia, toksikasi

virus atau bakteri dan adanya radang yang disebabkan oleh regenerasi sel saraf itu sendiri.

Adapun Menifestasi Gangguan Sistem Saraf pada Manusia yang sering terjadi adalah sebagai

berikut:

1. Stroke (Cerebrovascular accident ( CVA ) atau Cerebral apoplexy ), adalah kerusakan otak

akibat tersumbatnya atau pecahnya pembuluh darah otak.

8

Page 9: Patofisiologi Sistem Saraf

2. Poliomielitis, penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang neuron-neuron

motoris sistem saraf ( otak dan medula spinalis ). Agen pembawa penyakit ini,

sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV).

3. Migrain, adalah nyeri kepala berdenyut yang disertai mual dan muntah yang terjadi akibat

adanya hiperaktivitas impuls listrik otak yang meningkatkan aliran darah di otak dan

mengakibatkan terjadinya pelebaran pembuluh darah otak serta proses inflamasi

(peradangan).

4. Parkinson, penyakit yang disebabkan oleh berkurangnya neurotranslator dopamin pada

dasar ganglion dengan gejala tangan gemetaran sewaktu istirahat (tetapi gemetaran itu hilang

sewaktu tidur), sulit bergerak, kekakuan otot, otot muka kaku menimbulkan kesan seolah-

olah bertopeng, mata sulit berkedip dan langkah kaki menjadi kecil dan kaku.

5. Transeksi , kerusakan atau seluruh segmen tertentu dari medula spinalis. Misalnya karena

jatuh, tertembak yang disertai dengan hancurnya tulang belakang.

6. Neurasthonia, (lemah saraf) , penyakit ini ada karena pembawaan lahir, terlalu berat

penderitanya, rohani terlalu lemah atau karena penyakit keracunan.

7. Neuritis, radang saraf yang terjadi karena pengaruh fisis seperti patah tulang, tekanan

pukulan, dan dapat pula karena racun atau defisiensi vitamin B1, B6, B12.

8. Amnesia, yaitu ketidakmampuan seseorang untuk mengingat atau mengenali kejadian yang

terjadi dalam suatu periode di masa lampau. Biasanya kelainan ini akibat guncangan batin

atau cidera otak.

9. Cutter, kelainan di mana penderitanya selalu melukai dirinya sendiri pada saat depresi,

stres, atau bingung.

10. Alzheimer, atau pikun, bukan penyakit menular, melainkan merupakan

sejenis sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sehingga

otak tampak mengerut dan mengecil. Alzheimer juga dikatakan sebagai penyakit

yang sinonim dengan orang tua.

9

Page 10: Patofisiologi Sistem Saraf

11. Bell's palsy adalah nama penyakit yang menyerang saraf wajah hingga menyebabkan

kelumpuhan otot pada salah satu sisi wajah. Terjadi disfungsi syaraf VII (syaraf fascialis).

Berbeda dengan stroke, kelumpuhan pada sisi wajah ditandai dengan kesulitan menggerakkan

sebagian otot wajah, seperti mata tidak bisa menutup, tidak bisa meniup, dsb. Beberapa ahli

menyatakan penyebab Bell's Palsy berupa virus herpes yang membuat syaraf menjadi

bengkak akibat infeksi.

12. Disleksia (Inggris: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajarpada

seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan

aktivitas membaca dan menulis. Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh

kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan

keturunan dari orang tua.Developmental dyslexsia diderita sepanjang hidup pasien dan

biasanya bersifat genetik.

13. Ayan atau Epilepsi, penyakit karena dilepaskannya letusan-letusan listrik ( impuls ) pada

neuron-neuron otak. Epilepsi adalah penyakit saraf menahun yang menimbulkan serangan

mendadak berulang-ulang tak beralasan. Pada penderita ayan, Sinyal-sinyal yang

berhubungan dengan perasaan penglihatan, berpikir, dan bergerak tidak dapat berfungsi

sebagaimana mestinya.

14. Kelumpuhan atau paralisis adalah hilangnya fungsi otot untuk satu atau banyak otot.

Kelumpuhan dapat menyebabkan hilangnya perasaan atau hilangnya mobilitas di wilayah

yang terpengaruh. Kelumpuhan sering disebabkan akibat kerusakan pada otak.

15. Leukoaraiosis (bahasa Inggris: leukoencephalopathy, White matter changes, WMC)

adalah perubahan pada bagian ganglia basal dari otak besar. WMC dapat disebabkan

oleh hipoperfusi atau iskemia pada otak, khususnya pada area sub-cortical dari ganglia basal.

16. Leukoensefalopati multifokal progresif atau progressive multifocal

leukoencephalopathy (PML),  adalah penyakit yang jarang dan fatal yang disebabkan

oleh virus. Penyakit ini dikarakterisasikan sebagai kerusakan progresif atau peradangan

pada massa putih otak pada dua lokasi. Penyakit ini biasanya muncul pada orang yang sistem

kekebalan tubuhnya kurang, contohnya pasien yang terinfeksi HIV.

10

Page 11: Patofisiologi Sistem Saraf

17. Lumpuh otak (Inggris: cerebral palsy, spastic paralysis, spastic hemiplegia, spastic

diplegia, spastic quadriplegia, CP) adalah suatu kondisi terganggunya

fungsi otak dan jaringan saraf yang mengendalikan gerakan, laju

belajar,pendengaran, penglihatan, kemampuan berpikir.

18. Meningitis adalah radang selaput pelindung sistem saraf pusat (meninges). Penyakit ini

dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, atau obat-obatan tertentu.

19. Penyakit Huntington, chorea Hunting atau chore mairo adalah penyakit yang menyerang

saraf. penyakit ini disebabkan oleh faktor genetika, sehingga dapat diwariskan dari orang tua

kepada anaknya.

20. Penyakit Minamata atau Sindrom Minamata adalah sindrom kelainan fungsi saraf yang

disebabkan oleh keracunan akut air raksa.

21. Sklerosis multipel, merupakan suatu kelainan peradangan yang terjadi

pada otak dan sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh banyak faktor, terutama focal

lymphocytic infiltration (sel T secara terus-menerus bermigrasi menuju lokasi dan melakukan

penyerangan seperti yang layak terjadi pada setiap infeksi) dan berakibat pada

kerusakan mielin dan akson.

22. Sindrom Kleine-Levin (Inggris: Kleine-Levin Syndrome disingkat KLS) adalah

penyakit syaraf yang langka dimana penderita tidak bisa mengontrol rasa kantuknya.

Penderita bisa tertidur selama berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan bisa

berbulan-bulan, tergantung pada berapa lama penyakit itu muncul/kambuh.

23. Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan

oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan

dari hewan ke manusia.

24. Radang otak (bahasa Inggris: encephalitis) adalah peradangan akut otakyang disebabkan

oleh infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri,

11

Page 12: Patofisiologi Sistem Saraf

seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus)

atau sifilis (disebabkan oleh bakteri).

 25. Sindrom Adie atau sindrom Holmes-Adie adalah sindrom yang dikerenakan kerusakan

pada serat pascaganglionik pada sistem sarafparasimpatik pada mata dan ditandai

dengan pupil yang terdilatasi atau midriasis.

26. Sindrom Alice di Wonderland atau mikropsia adalah keadaan disorientasi saraf yang

memengaruhi persepsi penglihatan pada manusia, penderitasindrom ini akan merasa melihat

rekannya, bagian tubuh dari manusia, hewan, objek tak bergerak menjadi lebih kecil dari

kenyataan. Secara umum, objek yang dipersepsi muncul sangat jauh atau sangat dekat pada

waktu bersamaan. Sindrom Alice di Wonderland ini dapat merupakan gejala utama

dari mononukleosis atau dapat menyebabkan epilepsi sebagian kompleks. dan akibat obat

psikoaktif.

27. Tumor otak, adalah proliferasi dan pertumbuhan tak terkendali sel-sel di dalam dan di

sekitar jaringan otak. Tumor otak mencakup sekitar 7-9% dari semua jenis kanker dan dapat

terjadi pada semua usia. Tumor otak dinamai menurut jaringan otak yang terkena, antara lain:

v  Glioma: pada sel-sel glia atau neuroglia, tisu yang mengelilingi dan mendukung neuron

atau sel-sel saraf otak. Glioma adalah yang paling umum, meliputi 50% tumor otak primer.

v  Astrocytoma: pada sel-sel neuroglia astrosit yang berbentuk bintang.

v  Ependymoma: pada ependyma atau membran epitel yang melapisi ventrikel otak dan kanal

tulang belakang.

v  Glioma batang otak: pada bagian otak yang berisi medula oblongata, pons varolii, dan otak

tengah, bagian otak yang menghubungkan sumsum tulang belakang ke otak.

v  Medulloblastoma: pada otak kecil dan menyebar dengan cepat ke jaringan sekitarnya,

terutama di cairan serebrospinal dan batang otak. Medulloblastoma adalah tumor ganas yang

paling sering terjadi pada anak.

v  Meningioma: pada meninges atau membran otak dan sumsum tulang belakang.

Meningioma biasanya jinak, tumbuh lambat sehingga sering terlambat terdeteksi.

v  Neurinoma: biasanya terjadi pada fosa posterior. Saraf kranial kedelapan, yang

menyampaikan indera pendengaran dan keseimbangan paling sering terpengaruh. Neurinoma

tidak membentuk metastasis.

12

Page 13: Patofisiologi Sistem Saraf

v  Limfoma: pada limfosit (sel yang bertanggung jawab untuk pertahanan tubuh). Ini adalah

tumor ganas, yang berasal dari jaringan limfoid. Tumor ini sering terjadi pada pasien dengan

AIDS dan pasien imunosupresi.

v  Adenoma hipofisis: pada kelenjar hipofisis dan dasar otak. Ini adalah jenis tumor otak yang

jinak.

28. Optic neuritis, peradangan pada saraf optik. Saraf optik merupakan bundel serat saraf

yang mengirimkan informasi visual dari mata ke otak. Rasa sakit dan kehilangan penglihatan

sementara adalah gejala umum dari optic neuritis.

29. Hidrosefalus (kepala air) adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di

dalam otak (cairan serebro spinal) atau akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel

serebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural. Gangguan itu menyebabkan cairan

tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya,

khususnya pusat-pusat saraf yang vital.

2.3 Gangguan pembuluh darah otak dan nyeri kepala.

Jika terjadi penyempitan pembuluh darah otak dan tidak diambil tindakan; dengan

berjalannya waktu akan terjadi penyumbatan, baik sebagian ataupun seluruhnya, pada

pembuluh darah tersebut sehingga dapat menimbulkan stroke, dimana orang menjadi lumpuh

ataupun menyebabkan kematian.

Kini dengan tersedianya peralatan bedah mikro (microsurgery) yang canggih,

penyempitan pembuluh darah otak dapat diatasi dengan melakukan operasi

by-pass/anastomose dengan memasang pembuluh darah baru ke pembuluh darah yang

menyempit tersebut sehingga aliran darah ke bagian otak tersebut dapat dilancarkan kembali

dan bahaya terjadinya stroke dapat dicegah.

Penyambungan pembuluh darah dimaksud dilakukan dengan mengambil pembuluh

darah balik ditungkai (graft vena saphena magna). Sumbatan pembuluh darah di otak dapat

dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar yaitu : sumbatan pada aliran darah bagian depan

(Anterior Circulation) dan sumbatan pada aliran darah bagian belakang (Posterior

Circulation), sedangkan teknik penyambungan pembuluh darah (anastomose) dapat berupa

end to end (ujung ke ujung) maupun end to side atau dengan penambahan graf yang biasanya

diambil dari pembuluh darah balik di tungkai (Vena Saphena Magna).

13

Page 14: Patofisiologi Sistem Saraf

Dengan tersedianya bedah mikro (micro surgery) yang canggih seorang Dokter Bedah

syaraf dapat melakukan operasi pada otak, baik operasi pendarahan otak, operasi

penyambungan / bypass pembuluh darah otak (anastomose), operasi tumor otak maupun

operasi micro pada system tulang belakang (spine) dengan resiko yang minimal. Hal ini

terutama ditunjang dengan adanya kemajuan yang berarti dan alat penunjang lainnya seperti

CUSA(alat penghancur tumor), Microscope yang canggih dalam Neurofisiologi berupa

tersedianya alat yang disebut INTRA OPERATIVE NEUROPHYSIOLOGIC

MONITORING yang disingkat IOM. Dengan alat IOM yang dioperasikan seorang Dokter

Ahli Saraf (Neurologist) yang mendampingi Dokter Bedah Saraf (Neuro Surgeon) dalam

melakukan operasi-operasi micro seperti disebut di atas, Dokter Bedah Saraf dapat

memonitor dan mengetahui keadaan otak terutama saraf si penderita pada waktu dilakukan

tindakan operasi sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal dan mengurangi resiko

terjadinya salah potong ataupun komplikasi yang mungkin terjadi dalam melakukan tindakan

bedah mikro tersebut.

Gangguan pada otak dapat berupa pecahnya pembuluh darah otak, ataupun

tersumbatnya pembuluh darah otak yang dapat menyebabkan kematian ataupun kelumpuhan ,

demikian juga gangguan pada kerangka tulang belakang dapat menimbulkan rasa sakit yang

semakin lama semakin tidak tertahankan yang akhirnya hanya dapat diatasi dengan tindakan

operasi.

Baik tindakan operasi pada otak maupun operasi pada tulang belakang (spine), sejauh

ini dianggap beresiko sangat tinggi karena jika terjadi kekeliruan sedikit saja (terutama jika

saraf terpotong oleh pisau bedah) dapat menimbulkan kelumpuhan pemanen baik sebagian

badan ataupun seluruh badan, tergantung dari letak tindakan operasi yang dilakukan.

2.4 Epilepsi.

Epilepsi adalah suatu gangguan pada sistem syaraf otak manusia karena terjadinya

aktivitas yang berlebihan dari sekelompok sel neuron pada otak sehingga menyebabkan

berbagai reaksi pada tubuh manusia mulai dari bengong sesaat, kesemutan, gangguan

kesadaran, kejang-kejang dan atau kontraksi otot. Epilepsi atau yang sering kita sebut ayan

atau sawan tidak disebabkan atau dipicu oleh bakteri atau virus dan gejala epilepsi dapat

diredam dengan bantuan orang-orang yang ada disekitar penderita.

Penyakit epilepsi merupakan penyakit yang dapat terjadi pada siapa pun walaupun

dari garis keturunan tidak ada yang pernah mengalami epilepsi. Epilepsi tidak bisa menular

ke orang lain karena hanya merupakan gangguan otak yang tidak dipicu oleh suatu kuman

14

Page 15: Patofisiologi Sistem Saraf

virus dan bakteri. Dengan pengobatan secara medis baik dokter maupun rumahsakit bisa

membantu penderita epilepsi untuk mengurangi serangan epilepsi maupun menyembuhkan

secara penuh epilepsi yang diderita seseorang.

Jenis-Jenis / Macam-Maca Tipe Penyakit Epilepsi :

A. Epilepsi Umum.

1. Epilepsi Petit Mal

Epilepsi petit mal adalah epilepsi yang menyebabkan gangguan kesadaran secara tiba-

tiba, di mana seseorang menjadi seperti bengong tidak sadar tanpa reaksi apa-apa, dan setelah

beberapa saat bisa kembali normal melakukan aktivitas semula.

2. Epilelpsi Grand Mal

Epilepsi grand mal adalah epilepsi yang terjadi secara mendadak, di mana

penderitanya hilang kesadaran lalu kejang-kejang dengan napas berbunyi ngorok dan

mengeluarkan buih/busa dari mulut.

3. Epilepsi Myoklonik Juvenil

Epilepsi myoklonik Juvenil adalah epilepsi yang mengakibatkan terjadinya kontraksi

singkat pada satu atau beberapa otot mulai dari yang ringan tidak terlihat sampai yang

menyentak hebat seperti jatuh tiba-tiba, melemparkan benda yang dipegang tiba-tiba, dan lain

sebagainya.

B. Epilepsi Parsial (Sebagian).

1. Epilepsi Parsial Sederhana

Epilepsi parsial sederhana adalah epilepsi yang tidak disertai hilang kesadaran dengan

gejala kejang-kejang, rasa kesemutan atau rasa kebal di suatu tempat yang berlangsung dalam

hitungan menit atau jam.

2. Epilepsi Parsial Kompleks

Epilepsi parsial komplek adalah epilepsi yang disertai gangguan kesadaran yang

dimulai dengan gejala parsialis sederhana namun ditambah dengan halusinasi, terganggunya

daya ingat, seperti bermimpi, kosong pikiran, dan lain sebagainya. Epilepsi jenis ini bisa

menyebabkan penderita melamun, lari tanpa tujuan, berkata-kata sesuatu yang diulang-ulang,

dan lain sebagainya (otomatisme).

15

Page 16: Patofisiologi Sistem Saraf

Pertolongan Pada Penderita Epilepsi :

Apa yang harus anda lakukan apabila di sekitar anda ada orang yang mengalami epilepsi

yang disertai hilangnya kesadaran?

1. Segera amankan penderita dengan mengamankan dari benda-benda berbahaya,

mengamankan dari benturan (terutama bagian kepala), dan lain sebagainya.

2. Rebahkan dengan kepala miring ke samping agar lidah penderita tidak menutupi jalan

pernapasan dan longgarkan baju yang terlalu ketat agar penderita mudah bergerak dan

bernapas.

3. Biarkan penderita bergerak semaunya dan jangan meletekkan apa-apa pada mulut

penderita. Gigi penderita epilepsi bisa patah jika pada mulut penderita dimasukkan benda-

benda keras serta bisa menutupi jalan pernapasannya.

4. Biarkan penderita istirahat karena setelah kejadian penderita akan bingung dan lelah.

Laporkan kepada orang-orang di sekitar atau yang berwenang agar dilanjutkan dengan

menghubungi keluarga/kerabat atau dokter. Jika penderita cidera atau terjadi serangan

susulan terus menerus segera bawa ke dokter, puskesmas, klinik atau rumah sakit terdekat.

2.5 Penyakit degenerative dan gangguan lain pada sistem saraf.

Penyakit degeneratif adalah istilah yang secara medis digunakan untuk menerangkan

adanya suatu proses kemunduran fungsi sel saraf tanpa sebab yang diketahui, yaitu dari

keadaan normal sebelumnya ke keadaan yang lebih buruk. Penyebab penyakit sering tidak

diketahui, termasuk diantaranya kelompok penyakit yang dipengaruhi oleh faktor genetik

atau paling sedikit terjadi pada salah satu anggota keluarga (faktor familial) sehingga sering

disebut penyakit heredodegeneratif. Cowers tahun 1902 menekankan adanya istilah

abiotrophy untuk penyakit seperti tersebut di atas yang artinya menunjukkan adanya

penurunan daya tahan sel neuron dan mengakibatkan kematian dini. Konsep di atas

mewujudkan hipotesa bahwa proses penuaan (usia) dan penyakit degeneratif dari sel

mempunyai proses dasar yang sama.

16

Page 17: Patofisiologi Sistem Saraf

Ada beberapa penyakit yang dahulu dimasukkan ke dalam penyakit degeneratif, tetapi

sekarang diketahui mempunyai suatu dasar gangguan metabolik, toksik dan nutrisi (defisiensi

zat tertentu) atau disebabkan suatu slow virus. Dengan berkembangnya ilmu, memang

banyak penyakit yang dulu penyebabnya tidak diketahui akhirnya diketahui sehingga tidak

termasuk penyakit degeneratif. Sedangkan penyakit yang penyebabnya tidak diketahui dan

mempunyai kesamaan dimana terdapat disintegrasi yang berjalan progresif lambat dari sistem

susunan saraf dimasukkan ke dalam golongan ini.  Istilah yang agak membingungkan yaitu

pemakaian yang tidak konsisten dari istilah atrofi dan degeneratif, dua istilah ini digunakan

pada penyakit degeneratif. Spatz mengatakan bahwa gambarannya secara histopatologis

berbeda.

Atrofi gambaran khasnya berupa proses pembusukan dan hilangnya neuron dan tidak

dijumpai produk degeneratif, hanya jarak antar sel yang melebar dan terjadi fibrous gliosis.

Degeneratif menunjukkan proses yang lebih cepat dari kerusakan neuron, mielin dan jaringan

dengan akibat timbulnya produk-produk degeneratif dan reaksi fagositosis yang hebat dan

gliosis selular. Jadi perbedaan atrofi dan proses degeneratif yaitu pada kecepatan terjadinya

dan tipe kerusakannya. Banyak penyakit yang merupakan proses degeneratif ternyata

diketahui kemudian penyebabnya adalah proses metabolik. Tetapi ternyata pada kejadian

atrofi, ada beberapa yang dasarnya adalah gangguan metabolik juga.

  

Gambaran klinis umum penyakit degenerative :

 1. Perjalanan penyakit lambat, setelah waktu yang lama dari fungsi saraf yang normal,

kemudian diikuti kemunduran fungsi susunan saraf tertentu yang bersifat progresif lambat

yang dapat berlanjut sampai beberapa tahun atau puluhan tahun. Pasien sulit menentukan

kapan penyakit mulai timbul. Adanya  2002 digitized by USU digital library  2 riwayat

kejadian yang dapat mempresipitasi terjadinya penyakit degeneratif, misalnya kecelakaan,

infeksi atau kejadian lain yang diingat sebagai penyakit.

2. Kejadian penyakit yang sama dalam keluarga (bersifat familial)

3. Pada umumnya penyakit degeneratif pada sistem saraf akan terjadi terus menerus, tidak

dapat diperbaiki oleh tindakan medis atau bedah, kadang-kadang penyakit ini ditandai dengan

periode yang stabil untuk beberapa lama. Beberapa gejala dapat dikurangi dengan

penatalaksanaan yang baik, tetapi penyakitnya sendiri tetap progresif.

4. Bilateral simetris. Meskipun kadang-kadang misalnya pada Amyotrophic lateral skelerosis

mula-mula hanya mengenai satu anggota gerak atau salah satu sisi tubuh, tapi dalam proses

selanjutnya menjadi simetris.

17

Page 18: Patofisiologi Sistem Saraf

5. Hanya mengenai daerah anatomis/fisiologi susunan saraf pusat secara selektif. Misalnya

ALS yang termasuk dalam Motor Neuron Disease yang terkena adalah motor neuron di

kortek serebral, batang otak dan medula spinalis dan terjadi ataksia yang progresif dimana

hanya sel purkinye yang terkena.

6. Secara histologis bukan hanya sel-sel neuron saja yang hilang tapi juga dendrit, axon,

selubung mielin yang tidak berhubungan dengan reaksi jaringan dan respon selular.

7. Pada  likuor serebrospinalis kadang-kadang terdapat sedikit peningkatan protein, tetapi

pada umumnya tidak menunjukkan kelainan yang berarti.

8. Karena menyebabkan kehilangan jaringan secara radiologis terdapat pengecilan volume

disertai perluasan ruang likuor serebrospinalis. Permeabilitas sawar darah otak tidak berubah.

9. Laboratorium atau pemeriksaan penunjang lain sering memberikan hasil yang negatif.

Berbeda dengan penyakit susunan saraf pusat progresif lain seperti tumor, infeksi, proses

inflamasi lain.

10. Pemeriksaan neuroimaging dapat menunjukkan kelainan tertentu, sehingga dapat

membantu menyingkirkan golongan penyakit lain.

Berikut ini adalah klasifikasi penyakit pada sistem saraf, yang dibagi menjadi 4 yaitu:

1. Penyakit infeksi pada saraf. Seperti meningitis dan ensefalitis2. Penyakit Degeneratif atau kemunduruan fungsi. Seperti Parkinson, Alzheimer,

dan Demensia3. Penyakit Epilepsi4. penyakit Kejiwaan. Seperti neurosis dan psikosis

1. Penyakit Infeksi pada Sistem Saraf

2. Penyakit degeneratif pada sistem saraf misalnya parkinson, Alzheimer, dan Demensia.Penyakit parkinson di definisikan sebagai suatu keadaan dengan kekakuan otot-otot, wajah seperti topeng, tremor yang cendrung berkurang pada gerakan-gerakan sekehendak, hilangnya gerakan-gerakan terpadu dan otomatis. hipersekresi liur yang disebabkan karena rusaknya globus pallidus.

Parkinson diklasifikasian menjadi :  a. parkinsonisme primer  b.parkinsonisme sekunder  c. sindrom paraparkinson  

Alzheimer didefinisikan sebagai gangguan mental progresif yang ditandai dengan terjadinya kebingungan. demensia, disorientasi, agnosia, gangguan bicara. kesulitan melakukan gerak tertentu. dan terjadinya halusinasi karena atrofi difus kulit otak besar yang seringkali terjadi pada seluruh lobus frontalis dan temporalis disertai dengan degenerasi serabut saraf.

18

Page 19: Patofisiologi Sistem Saraf

Demensia didefinisikan sebagai sindrom akibat penyakit gangguan otak yang biasanya bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang multipel. Demensia ini umumnya disertai dan ada kalanya diawali dengan kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup.

3. Penyakit Epilepsi.

Epilepsi disebut juga penyakit ayan yang didefinisikan sebagai gangguan kronik sistem saraf pusat di otak yang ditandai dengan kejang, gangguan sensorik, serta hilangnya kesadaran.      

Faktor presipitasi / pencetus epilepsi adalah :

Faktor sensori : misalnya cahaya yang berkedip-kedip, bunyi yang mengejutkan, dan air panas.

Faktor sistemik : misalnya karena demam, infeksi, obat-obatan seprti gol. fenotiazin,klorpropamid, keadaan hipoglikemik, dan kelemahan fisik.

Faktor mental : misalnya karena stres dan gangguan emosi.

4. Penyakit Kejiwaan

  Penyakit kejiwaan misalnya psikosi dan neurosis.Psikosi didefinisikan sebagai gangguan jiwa yang serius dan yang mengganggu kemampuan berfikir, emosi, berkomunikasi, mengingat kembali, menafsirkan kenyataan dan berperilaku secara wajar.

Jenis-jenis psikosi adalah :

a. Psikosis depresifb. Psikosis katatonikc. Psikosis histerik

Neurosis di definisikan sebagai gangguan jiwa non psikosis yang ditandai dengan kecemasan. Kecemasan dapat dirasakan dan diekspresikan secara langsung pada tubuh.       

Jenis-jenis neurosis :

a. Neurosis depresif

b. Neurosis obsesif-konvulsif

c. Neurosis fobik

d. Neurosis ansietas

19

Page 20: Patofisiologi Sistem Saraf

Gejala khusus pada penyakit saraf

        Gejala-gejalan khusus pada penyakit sistem saraf misalnya hiperemesis, hiperalgesia dan

algesia. Hiperemesis adalah suatu gejalan dimana seseorang mengalami muntah yang

berlebihan. Adanya gangguan pada susunan saraf pusat yang meningkatkan tekanan

intrakranial akan menyebabkan muntah. Algesia didefinisikan sebagai repson nyeri yang

bersifat normal ( mis: akibat benturan,adanya luka), sedankan hiperalgesia didefinisikan

sebagai respon berlebihan terhadap stimulus yang secara normal menimbulkan nyeri.

Hiperalgesia terbagi menjadi :

1. hiperalgesia primer

2. hiperalgesia sekunder

2.6 Cedera susunan saraf pusat.

A. Pengertian

Kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang

terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson

Price, 1985).

B. Etiologi

1. Oleh benda/ serpihan tulang yang menembus jaringan otak.

2. Efek dari kekuatan atau energi yang di teruskan ke otak.

3. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi)pada otak.

C. Faktor pemberat terjadinya cidera otak

1. Besar kekuatan yang menyebabkan terjadinya trauma (semakin besar kekuatan semakin

besar pula kerusakan yang di timbulkannya).

2. Efek sekunder dari cidera otak.

D. Pathofisiologi

Trauma tumpul maupun trauma kepala mebentur benda menyebabkan terjadinya

kerusakan pada jringan nervous di otak, dampak yang timbul antara lain perdarahan di otak

yang letak dan luasnya bergantung dari besar kekuatan serta lokasi trauma. Perdarahan di

otak menyebabkan peningkatan voume intrkaranial yang dapat menimbulkan beberapa

manifestasi klinis yang dapat di lihat secara langsung.Edema cerebri akibat reaksi oleh

jaringan setempat akibat dari adanya jaringan yang mengalami trauma menyebabkan pula

20

Page 21: Patofisiologi Sistem Saraf

terjadinya peningkatan volume intrkranial. (Sylvia Anderson Price, 1982).

E. Gejala klinik

- Sakit kepala yang hebat.

- Wajah asimetris.

- Tak sadar/ pingsan.

- Bingung.

- Lateralisasi/ hemiparese/ paraparese.

- Gangguan bicara.

- Penurunan kesadaran.

2.7 Tumor susunan saraf pusat.

Tumor otak merupakan tumor pada bagian otak. Baik tumor ganas maupun tumor

jinak akan memberikan masalah yang sama beratnya karena otak terletak dalam rongga

terletak dalam rongga tengkorak yang luasnya terbatas. Dampak yang ditimbulkan oleh kedua

jenis tumor otak tersebut yaitu merusak struktur serta fungsi susunan saraf pusat. Beberapa

jenis tumor otak yang sering terjadi diberi nama sesuai dengan sel atau jaringan asalnya,

Astrocytoma dapat terjadi di seluruh bagian otak, bagian yang paling sering adalah

lobus frontal. Pertumbuhannya lambat, terjadi pembentukan kista dan penyusupan ke

daerah sekitar. Dapat menyebabkan astrositoma  yang lebih ganas disebut

Astrocytoma Anaplastik.

Glioblastoma Multiforme merupakan tumor otak primer yang paling seringditemukan

pada orang dewasa. Biasanya berkembang di tempat asal tetapi dapat berpindah ke

bagian lain dari otak.

Oligodendroglioma lokasi yang paling umum adalah salah satu lobus. Paling banyak

terjadi pada usia paruh baya tetapi juga dapat terjadi pada anak.

Ependymoma berasal dari sel yang membatasi bagian dalam otak, biasanya jinak

tetapi kadang - kadang menyebar ke saraf tulang belakang.

Meduloblastoma biasanya timbul pada otak kecil. Jarang terjadi, biasanya menyerang

anak – anak sebelum mencapai pubertas.

21

Page 22: Patofisiologi Sistem Saraf

Meningioma biasanya jinak tetapi bisa kambuh setelah diangkat apabila masih tersisa.

Berasal dari meningen (jaringan yang melapisi bagian  luar otak), dapat menimbulkan

kemunduran mental seperti demensia (pikun).

Acoustic schwannoma tumor jinak pada saraf pendengaran yang terletak dekat otak

kecil.

Primary CNS Lymphoma (PCNSL) – Limfoma susunan saraf pusat primer  tempat

paling umum adalah dekat ventrikel. Umumnya terjadi pada orang yang system

kekebalannya tidak berfungsi, tetapi mungkin juga terajdi pada orang yang sistem

kekebalannya normal.

Tumor ganas otak yang paling sering terjadi merupakan penyebaran dari kanker yang

berasal dari bagian tubuh yang lain. Kanker payudara dan kanker paru-paru, melanoma

maligna dan kanker sel darah (misalnya  leukemia dan limfoma) bisa menyebar ke otak,

penyebaran ini bisa terjadi pada satu area atau beberapa bagian otak yang berbeda.

Gejala klinis tumor otak sangat bervariasi dari yang tidak memberikan gejala sama sekali

sampai keadaan yang mengancam jiwanya. Beberapa  gejala umum tumor otak sebagai

berikut,   

Nyeri baru dirasakan, hilang-timbul, bersifat ringan sampai berat, dirasakan di satu

titik atau di seluruh kepala. Sakit kepala lebih buruk pada pagi.

Kelemahan di salah satu sisi tubuh semakin meningkat, kesulitan berpikir, mengingat,

gangguan penglihatan, kemampuan berbicara hilang, perubahan mental, kehilangan

keseimbangan dan koordinasi.

Serangan kejang mengakibatkan kelemahan, baal dan kehilangan kesadaran.

Mual dan / atau muntah biasanya lebih buruk di pagi hari.

Pemeriksaan radiology untuk menentukana letak, ukuran dan jenis perlengketannya

melalui X-Ray, CT Scan dan MRI. X-Ray masih berperan untuk tumor – tumor tertentu. CT

Scan menggunakan sinar-X dan computer untuk menghasilkan gambar otak yang baik. MRI

menggabungkan magnet yang kuat dan gelombang radio untuk menghasilkan gambar yang

baik. Dengan  perkembangan terakhir CT Scan dan MRI dapat dengan jelas dan tepat secara

anatomis gambaran tumor serta struktur disekitarnya. Tumor – tumor instrinsik di batang otak

dapat lebih jelas tampak dengan pemeriksaan MRI dibandingkan dengan CT Scan.

22

Page 23: Patofisiologi Sistem Saraf

Beberapa penanganan tumor otak adalah melalui operasi, rehabilitasi, radiasi tradisional,

bedah radiasi stereotaktik, implan radiasi, kemoterapi.

2.8 Jenis bakteri/mikroba terkait penyakit pada sistem saraf.

Bakteri Patogen Sistem Saraf

Neisseria meningitides

Klasifikasi ilmiah

Kingdom              : Bacteria

Filum                    : Proteobacteria

Class                     : Beta Proteobacteria

Ordo                     : Neisseriales

Famili                   : Neisseriaceae

Genus                   : Neisseria

Spesies                 : Neisseria meningitides

Karakteristik

Penyakit Meningokokus adalah satu penyakit berjangkit. 

Neisseria menigitides (meningokokus) merupakan bakteri kokus gram negatif yang secara

alami hidup di dalam tubuh manusia. Meningokokus bisa menyebabkan infeksi pada selaput

yang menyelimuti otak dan sumsum tulang belakang (meningitis), infeksi darah, dan infeksi

berat lainnya pada dewasa dan anak-anak.

Patogenesis

Manusia adalah satu-satunya inang dimana meningococci menjadi patogen. Hidung

dan tenggorokan merupakan pintu masuk bagi penyakit yang disebabkan oleh meningococci.

Pada organ tersebut, organisme menempel pada sel epitel dengan bantuan pilinya;

mereka membentuk flora transient (yang berumur pendek) tanpa menampakkan gejala. Dari

hidung dan tenggorokan (nasopharynx), organisme menuju aliran darah menimbulkan

bakteremia; gejala yang timbul mungkin mirip dengan infeksi pada saluran pernafasan

atas. Fulminant meningococcemia lebih parah lagi dengan demam yang tinggi dan ruam-

ruam yang bisa menjadi koagulasi diseminasi intravaskular dan kolaps pada aliran darah

(sindrom Waterhouse-Friderichsen). Meningitis adalah suatu komplikasi yang paling banyak

ditemui pada meningococcemia. Muncul gejala mendadak dengan sakit kepala yang terus-

23

Page 24: Patofisiologi Sistem Saraf

menerus, muntah, dan leher kaku dan hal ini dapat berkembang ke arah koma hanya dalam

waktu beberapa jam.

Selama proses meningococcemia, terdapat thrombosis pada pembuluh darah kecil di

berbagai organ, dengan infiltrasi perivaskuler dan petechial hemorrhages. Mungkin terjadi

myocarditis interstisial, arthritis dan lesi pada kulit. Pada meningitis, selaput otak akan

terinflamasi akut dengan thrombosis pada pembuluh darah dan eksudasi pada leukosit

polimorfonukleat, sehingga permukaan otak akan tertutupi oleh eksudat nanah yang kental.

Tidak diketahui apa yang mengubah sebuah infeksi yang tanpa gejala pada hidung

dan tenggorokan menjadi meningococcemia dan meningitis, namun hal ini dapat dicegah

dengan antibodi serum bakterisidal spesifik yang dapat melawan senotipe yang menginfeksi.

Neisseria bakterimia menyukai kondisi yang tidak ada antibodi bakterisidalnya (IgM dan

IgG), terhambatnya kinerja serum bakterisidal oleh blokade antibodi IgA atau kekurangan

komponen-komponen komplemen (C5, C6, C7 atau C8). Meningococci siap berfagositosis

dalam keadaan opsonin spesifik.

Infeksi berlaku secara epidemik terutama di kalangan anak-anak yang berumur

5 tahun ke bawah. Yang paling rentan ialah bayi berumur 6 - 24 bulan. Persentase kematian

pada anak-anak mencapai 80% jika tidak dirawat. Dengan perawatan persentase ini dapat

berkurang 10% dalam populasi. Persentase komplikasi neurologi rendah jika dibandingkan

dengan meningitis yang disebabkan oleh organisme lain.

Kekebalan

Kekebalan terhadap infeksi yang disebabkan oleh meningococci berkaitan dengan

keberadaan antibodi bakterisidal yang spesifik, komplemen-dependent dalam serum.

Antibodi-antibodi ini berkembang setelah infeksi subklinis dengan strain yang

berbeda atau injeksi antigen grup spesifik, tipe spesifik, atau kedua-duanya. Antigen

kekebalan untuk kelompok A, C, Y, dan W-135 adalah polisakarida kapsuler. Pada kelompok

B, antigen spesifik yang cocok digunakan sebagai vaksin, belum terdefinisikan; namun

vaksin dari kelompok B dengan campuran antigen telah digunakan di banyak bagian dunia.

Vaksin yang berkonjugasi untuk beberapa kelompok sedang dalam perkembangan dan

memberikan harapan besar. Balita mempunyai kekebalan pasif melalui antibodi IgG yang

ditransfer dari ibunya. Anak-anak dibawah usia 2 tahun tidak mudah menghasilkan antibodi

ketika diimunisasi dengan bakteri meningococci atau bakteri polisakarida lainnya.

Pengobatan

24

Page 25: Patofisiologi Sistem Saraf

Penicillin G adalah obat yang dipilih untuk mengobati penyakit ini. Chlorampenicol

atau cephalosporin generasi ketiga seperti cefotaxime atau ceftriaxone digunakan untuk orang

yang alergi terhadap penicillin. Rifampin 600 mg 2 kali sehari selama 2 hari secara oral ( atau

minocycline 100 mg setiap 12 jam ) dapat menghilangkan keberadaan carrier dan bekerja

sebagai chemoprophylaxis.

Pencegahan

Kasus klinis dari meningitis hanya memperlihatkan sedikit sumber infeksi, dan isolasi hanya

menjadi kegunaan yang terbatas. Lebih penting lagi adalah pengurangan kontak personal

pada populasi yang memiliki tingkat carrier yang tinggi. Hal ini dapat dicapai dengan

menghindari kepadatan populasi. Polisakarida spesifik dari kelompok A, C, Y, dan W-135

dapat menstimulasi respon antibodi dan melindungi orang yang rentan untuk melawan

infeksi.

  

Listeria monocytogenes

Klasifikasi ilmiah

Kingdom  : Bacteria

Filum                    : Firmicutes

Class                     : Basilli

Ordo                     : Bacillales

Family                  : Listeriaceae

Genus                   : Listeria

Spesies                 : Listeria monocytogenes

Karakteristik

Bakteri ini merupakan bakteri Gram-positif, dan motil/bergerak dengan menggunakan

flagella. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 1-10% manusia mungkin memiliki L.

monocytogenes di dalam ususnya. Bakteri ini telah ditemukan pada setidaknya 37 spesies

mamalia, baik hewan piaraan maupun hewan liar, serta pada setidaknya 17 spesies burung,

dan mungkin pada beberapa spesies ikan dan kerang. Bakteri ini dapat diisolasi dari tanah,

silage (pakan ternak yang dibuat dari daun-daunan hijau yang diawetkan dengan fermentasi),

dan sumber-sumber alami lainnya. Sebagai bakteri yang tidak membentuk spora, L.

monocytogenes sangat kuat dan tahan terhadap efek mematikan dari pembekuan,

25

Page 26: Patofisiologi Sistem Saraf

pengeringan, dan pemanasan. Sebagian besar L. monocytogenes bersifat patogen pada tingkat

tertentu.

Gejala Penyakit

Listeriosis merupakan nama penyakit yang disebabkan oleh L. monocytogenes. Secara

klinis, suatu penyakit disebut listeriosis apabila L. monocytogenes diisolasi dari darah, cairan

cerebrospinal (cairan otak dan sumsum tulang belakang), atau dari tempat lain yang

seharusnya steril (misalnya plasenta, janin).Gejala listeriosis termasuk septicemia (infeksi

pada aliran darah), meningitis (radang selaput otak) atau meningoencephalitis (radang pada

otak dan selaputnya), encephalitis (radang otak), dan infeksi pada kandungan atau pada leher

rahim pada wanita hamil, yang dapat berakibat keguguran spontan (trimester kedua/ketiga)

atau bayi lahir dalam keadaan meninggal. Kondisi di atas biasanya diawali dengan gejala-

gejala seperti influenza, antara lain demam berkepanjangan. Dilaporkan bahwa gejala-gejala

pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan diare dapat merupakan bentuk awal dari

listeriosis yang lebih parah, namun mungkin juga hanya gejala itu yang terjadi. Secara

epidemiologi, gejala pada saluran pencernaan berkaitan dengan penggunaan antasida atau

cimetidine (antasida dan cimetidine merupakan obat-obatan yang berfungsi menetralkan atau

mengurangi produksi asam lambung). Waktu mulai timbulnya gejala listeriosis yang lebih

parah tidak diketahui, tetapi mungkin berkisar dari beberapa hari sampai tiga minggu. Awal

munculnya gejala pada saluran pencernaan tidak diketahui, tetapi mungkin lebih dari 12 hari.

Dosis infektif L. monocytogenes tidak diketahui, tetapi diyakini bervariasi menurut strain dan

kerentanan korban. Dari kasus yang disebabkan oleh susu mentah atau susu yang proses

pasteurisasinya kurang benar, diduga kurang dari 1000 organisme dapat menyebabkan

penyakit pada orang-orang yang rentan. L. monocytogenes dapat menyerang epithelium

(permukaan dinding) saluran pencernaan. Sekali bakteri ini memasuki sel darah putih (tipe

monocyte , macrophage , atau polymorphonuclear ) dalam tubuh korbannya, bakteri ini

masuk ke aliran darah (septicemia) dan dapat berkembang biak. Keberadaannya di dalam sel

fagosit memungkinkannya memasuki otak, dan pada wanita hamil, mungkin masuk ke janin

melalui plasenta. Sifat patogenik L. monocytogenes berpusat pada kemampuannya untuk

bertahan.

Makanan Terkait

L. monocytogenes dikaitkan dengan makanan seperti susu mentah, susu yang proses

pasteurisasinya kurang benar, keju (terutama jenis keju yang dimatangkan secara lunak), es

26

Page 27: Patofisiologi Sistem Saraf

krim, sayuran mentah, sosis dari daging mentah yang difermentasi, daging unggas mentah

dan yang sudah dimasak, semua jenis daging mentah, dan ikan mentah atau ikan asap.

Kemampuannya untuk tumbuh pada temperatur rendah hingga 3°C memungkinkan bakteri

ini berkembang biak dalam makanan yang disimpan di lemari pendingin.

Pencegahan

            Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan yang

dimasak, dipanaskan dan disimpan dengan benar umumnya aman dikonsumsi karena bakteri

ini terbunuh pada temperatur 75°C. Resiko paling besar adalah kontaminasi silang, yakni

apabila makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan

(misalnya alas pemotong) yang terkontaminasi.

Populasi Rentan

 Populasi yang rentan pada listeriosis yaitu:

• wanita hamil/janin – infeksi perinatal (sesaat sebelum dan sesudah kelahiran) dan

Neonatal (segera setelah kelahiran)

• orang yang sistem kekebalannya lemah karena perawatan dengan corticosteroid          

(salahsatu jenis hormon), obat-obat anti kanker, graft suppression therapy      (perawatan

setelah pencangkokan bagian tubuh, dengan obat-obat yang menekan sistem kekebalan

tubuh), AIDS;

• pasien kanker – terutama pasien leukemia;

• lebih jarang dilaporkan – pada pasien penderita diabetes, pengecilan hati ( cirrhotic),

  asma, dan radang kronis pada usus besar ( ulcerative colitis );

• orang-orang tua;

• orang normal—beberapa laporan menunjukkan bahwa orang normal yang sehat dapat 

menjadi rentan, walaupun penggunaan antasida atau cimetidinemungkin   berpengaruh.

Kasus listeriosis yang pernah terjadi di Swiss, yang melibatkan keju, menunjukkan bahwa

orang sehat dapat terserang penyakit ini, terutama bila makanan terkontaminasi organisme ini

dalam jumlah besar.

Mycobacterium leprae

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom              : Bacteria

Filum                    : Actinobacteria

27

Page 28: Patofisiologi Sistem Saraf

Class                     : Actinomycetales

Ordo                     : Corynebacterineae

Family                  : Mycobacteriaceae

Genus                   : Mycobacterium

Spesies                 : Mycobacterium leprae

Mycobacterium leprae, juga disebut Basillus Hansen, adalah bakteri yang

menyebabkan penyakit kusta(penyakit Hansen) yaitu infeksi menahun yang terutama ditandai

oleh adanya kerusakan saraf perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis), kulit, selaput

lendir hidung, buah zakar (testis) dan mata. Bakteri ini merupakan bakteri intraselular. M.

leprae merupakan gram-positif berbentuk tongkat (basil). Mycobacterium leprae mirip

denganMycobacterium tuberculosis dalam besar dan bentuknya.

Cara Penularan

            Cara penularan lepra belum diketahui secara pasti. Jika seorang penderita lepra berat

dan tidak diobati bersih, maka bakteri akan menyebar ke udara. Sekitar 50% penderita

mungkin tertular karena erhubungan dekat dengan seorang yang terinfeksi. Infeksi juga

mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo, kutu busuk dan nyamuk. 

             Sekitar 95% orang yang terpapar oleh bakteri lepra tidak menderita lepra karena

sistem kekebalannya berhasil melawan infeksi. Penyakit yang terjadi bisa ringan (lepra

tuberkuloid) atau berat (lepra lepromatosa). Penderita lepra ringan tidak dapat menularkan

penyakitnya kepada orang lain. Lebih dari 5 juta penduduk dunia yang terinfeksi leh kuman

ini. Lepra paling banyak terdapat di Asia, Afrika, Amerika Latin dan kepulauan Samudra

Pasifik. Infeksi dapat terjadi pada semua umur, paling sering mulai dari usia 20-an dan 30-an.

Bentuk lepromatosa 2 kali lebih sering ditemukan pada pria.

Gejala

            Bakteri penyebab lepra berkembang biak sangat lambat, sehingga gejalanya baru

muncul minimal 1 tahun setelah terinfeksi (rata-rata muncul pada tahun ke-5-7). 

Gejala dan tanda yang muncul tergantung kepada respon kekebalan penderita. 

           Jenis lepra menentukan prognosis jangka panjang, komplikasi yang mungkin terjadi

dan kebutuhan akan antibiotik.

.● Lepra tuberkuloid

ditandai dengan ruam kulit berupa 1 atau beberapa daerah     putih yang datar.    Daerah

tersebut bebal terhadap sentuhan karena mikobakteri telah merusak

saraf-sarafnya.

28

Page 29: Patofisiologi Sistem Saraf

● Lepra lepromatosa

ditandai dengan munculnya benjolan kecil atau ruam menonjol yang lebih besar dengan

berbagai ukuran dan bentuk. Terjadi kerontokan rambut tubuh,   termasuk alis dan bulu mata

● Lepra perbatasan

merupakan suatu keadaan yang tidak stabil, yang memiliki gambaran   kedua bentuk

lepra Jika keadaannya membaik, maka akan menyerupai lepra Tuberkuloid,  jika

kaeadaannya memburuk, maka akan menyerupai lepra lepromatosa.                  .             

Selama perjalanan penyakitnya, baik diobati maupun tidak diobati, bisa terjadi reaksi

kekebalan tertentu, yang kadang timbul sebagai demam dan peradangan kulit, saraf tepi dan

kelenjar getah bening, sendi, buah zakar, ginjal, hati dan mata. Pengobatan yang diberikan

tergantung kepada jenis dan beratnya reaksi, bisa diberikan kostikosteroid atau talidomid. 

    

            Mycobacterium leprae adalah satu-satunya bakteri yang menginfeksi saraf tepi dan

hampir semua komplikasinya merupakan akibat langsung dari masuknya bakteri ke dalam

saraf tepi. Bakteri ini tidak menyerang otak dan medulla spinalis. 

            Kemampuan untuk merasakan sentuhan, nyeri, panas dan dingin menurun, sehingga

penderita yang mengalami kerusakan saraf tepi tidak menyadari adanya luka bakar, luka

sayat atau mereka melukai dirinya sendiri. Kerusakan saraf tepi juga menyebabkan

kelemahan otot yang menyebabkan jari-jari tangan seperti sedang mencakar dan kaki terkulai.

Karena itu penderita lepra menjadi tampak mengerikan. 

            Penderita juga memiliki luka di telapak kakinya. Kerusakan pada saluran udara di

hidung bisa menyebabkan hidung tersumbat. Kerusakan mata dapat menyebabkan kebutaan.

Penderita lepra lepromatosa dapat menjadi impoten dan mandul, karena infeksi ini

dapat menurunkan kadar testosteron dan jumlah sperma yang dihasilkan oleh testis.

Diagnosa

         Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk memperkuat diagnosis bisa

dilakukan pemeriksaan mikroskopik terhadap contoh jaringan kulit yang terinfeksi

Pengobatan

           Antibiotik dapat menahan perkembangan penyakit atau bahkan menyembuhkannya.

Beberapa mikobakterium mungkin resisten terhadap obat tertentu, karena itu sebaiknya

diberikan lebih dari 1 macam obat, terutama pada penderita lepra lepromatosa.

29

Page 30: Patofisiologi Sistem Saraf

Antibiotik yang paling banyak digunakan untuk mengobati lepra adalah dapson,

relatif tidak mahal dan biasanya aman. Kadang obat ini menyebabkan reaksi alergi berupa

ruam kulit dan anemia.

    Rifampicin adalah obat yang lebih mahal dan lebih kuat daripada dapson. Efek samping

yang paling serius adalah kerusakan hati dan gejala-gejala yang menyerupai flu. 

Antibiotik lainnya yang bisa diberikan adalah klofazimin, etionamid, misiklin, klaritromisin

dan ofloksasin.

Terapi antibiotik harus dilanjutkan selama beberapa waktu karena bakteri penyebab

lepra sulit dilenyapkan. Pengobatan bisa dilanjutkan sampai 6 bulan atau lebih, tergantung

kepada beratnya infeksi dan penilaian dokter. Banyak penderita lepra lepromatosa yang

mengkonsumsi dapson seumur hidupnya.

Pencegahan

            Dulu perubahan bentuk anggota tubuh akibat lepra menyebabkan penderitanya

diasingkan dan diisolasi.Pengobatan dini bisa mencegah atau memperbaiki kelainan bentuk,

tetapi penderita cenderung mengalami masalah psikis dan sosial. Tidak perlu dilakukan

isolasi. Lepra hanya menular jika terdapat dalam bentuk lepromatosa yang tidak diobati dan

itupun tidak mudah ditularkan kepada orang lain. 

Selain itu, sebagian besar secara alami memiliki kekebalan terhadap lepra dan hanya orang

yang tinggal serumah dalam jangka waktu yang lama yang memiliki resiko tertular. 

Dokter dan perawat yang mengobati penderita lepra tampaknya tidak memiliki resiko tertular.

II.2.4  Clostridium tetani

Klasifikasi Ilmiah

30

Kingdom: Bacteria

Division: Firmicutes

Class: Clostridia

Order: Clostridiales

Family: Clostridiaceae

Genus: Clostridium

Species: Clostridium tetani

Page 31: Patofisiologi Sistem Saraf

Karakteristik

Clostridium tetani adalah bakteri gram positif berbentuk batang, anaerobic berspora, motil,

memproduksi eksotoksin, berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron.  Spora

dari Clostridium tetani resisten terhadap panas dan juga biasanya terhadap antiseptis.

Sporanya juga dapat bertahan pada autoclave pada suhu 249.8°F (121°C) selama 10–15

menit. Juga resisten terhadap phenol dan agen kimia yang lainnya. Kuman ini terdapat di

tanah terutama tanah yang tercemar tinja manusia dan binatang.

Costridium tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu tetanospamin dan

tetanolisin. Penyakit tetanus disebabkan oleh tetanospamin. Perkiraan dosis mematikan

minimal dari kadar toksin (tetanospamin) adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan atau

175 nanogram untuk 70 kilogram (154lb) manusia.

Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak memecah

protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak menghasilkan gas H2S.

Menghasilkan gelatinase, dan indol positif.

Infeksi

Tetanus terutama ditemukan di daerah tropis dan merupakan penyakit infeksi yang

penting baik dalam prevalensinya maupun angka kematiannya yang masih tinggi . Tetanus

merupakan infeksi berbahaya yang biasa mendatangkan kematian. Infeksi ini muncul (masa

inkubasi) 3 sampai 14 hari. Di dalam luka yang dalam dan sempit sehingga terjadi suasana

anaerob. Toksin, tetanospasmin, diproduksi pada masa pertumbuhan sel,sporulasi dan lisis.

Toksin ini akan mencapai sistem syaraf pusat melalui syaraf motorik menuju ke bagian

anterior spinal cord.

Jenis-jenis luka yang sering menjadi tempat masuknya kuman Clostridium tetani sehingga

harus mendapatkan perawatan khusus adalah:

a) Luka-luka tembus pada kulit atau yang menimbulkan kerusakan luas

b) Luka bakar tingkat 2 dan 3

31

Page 32: Patofisiologi Sistem Saraf

c) Fistula kulit atau pada sinus-sinusnya

d) Luka-luka di bawah kuku

e) Ulkus kulit yang iskemik

f) Luka bekas suntikan narkoba

g) Bekas irisan umbilicus pada bayi

h) Endometritis sesudah abortus septic

i) Abses gigi j) Mastoiditis kronis

k) Ruptur apendiks

l) Abses dan luka yang mengandung bakteri dari tinja

Gejala

Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, kadang masa inkubasi singkat selama

1-2 hari atau panjang lebih dari satu bulan.  Makin pendek masa inkubasi, makin buruk

prognosisnya. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium

tetani dengan susunan saraf pusat, dan interval antara terjadinya luka dengan permulaan

penyakit.  Makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang.

Saat gejala muncul kesadaran tetap ada dan rasa sakit sangat hebat.  kematian biasanya

karena gangguan alat-alat pernafasan.  Angka kematian pada tetanus yang menyeluruh

biasanya kurang lebih 50%.

            Opistotonus 

Secara klinis tetanus dibedakan menjadi :

1. Tetanus Lokal

Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka karena     hanya sedikit

toksin yang masuk.  Memiliki tingkat mortilitas yang rendah.

2. Tetanus Umum

Pada awalnya terjadi kekakuan otot kepala dan otot leher, kemudian menyebar    secara

kaudal ke seluruh tubuh. Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang

karakteristik berupa risus sardonicus. Terjadi opistotonos karena spasme otot pungggung.

Selama periode ini penderita berada dalarn kesadaran penuh

3. Tetanus

     Biasanya terjadi disfungsi saraf cranial local dengan trauma kepala atau infeksi    telinga

tengah.  Memilliki tingkat mortilitas yang tinggi.

32

Page 33: Patofisiologi Sistem Saraf

Diagnosis

Diagnosis tetanus ditegakan berdasarkan gejala-gejala klinik yang khas. Secara

bakteriologi biasanya tidak diharuskan oleh karena sukar sekali mengisolasi Clostridium

tetani dari luka penderita , yang kerap kali sangat kecil dan sulit dikenal kembali oleh

penderita sekalipun.

Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat,

berupa :

1.Gejala klinik

- Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).

2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.

3. Kultur: C. tetani (+).

4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

Pengobatan

1. Antibiotika :

Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada

anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan

selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain

seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan

diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan

dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.

     Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin

yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum

dapat dilakukan.

2. Antitoksin

    Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000

U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG

mengandung "anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat

mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan

tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara

pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1

fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu

30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah pada

sebelah luar.

33

Page 34: Patofisiologi Sistem Saraf

3.Tetanus Toksoid

    Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian

antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian

dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap

tetanus selesai

4. Antikonvulsan

Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik

yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat –

obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi. Contohnya :

- Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM)

- Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM)

- Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM)

- Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM)

Pencegahan

Pencegahan merupakan tindakan paling penting, yang dapat dilakukan dengan cara :

1. imunisasi aktif dengan toksoid

2. perawatan luka menurut cara yang tepat

3. penggunaan antitoksi profilaksis

Namun sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan

satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan denganpemberian

imunisasi telah dapat dimulai sejak

anak berusia 2 bulan, dengan cara

pemberian imunisasi aktif (DPT atau

DT).

Clostridium botulinum

Klasifikasi Ilmiah

Karakteristik Umum

34

Kingdom: Bacteria

Division: Firmicutes

Class: Clostridia

Order: Clostridiales

Family: Clostridiaceae

Genus: Clostridium

      Species: Clostridium botulinum

Page 35: Patofisiologi Sistem Saraf

Clostridium botulinum adalah bakteri gram positif berbentuk batang, terdapat tunggal,

berpasangan, atau dalam rantai, anaerobic, tak berspora, tak berkapsul, motil, peritikus,

memproduksi eksotoksin yang menyebabkan botulisme,

Terdapat secara luas di alam, kadang ada dalam feses binatang.  Terdapat enam tipe

berdasarkan toksin, yaitu A, B, C, D, E, F.  Pada manusia didapatkan tipe A, B, dan E. 

Eksotoksin yang dikeluarkan adalah protein dengan BM 70.000 yang termolabil (1000C-20

menit menjadi inaktif).  Dosis letal untuk manusia = 1 ɱg.  Kerja toksin adalah memblokir

pembentukan atau pelepasan asetilkolin pada hubungan saraf otot sehingga terjadi

kelumpuhan otot. 

Cara Penularan

C. botulinum biasanya menyebabkan keracunan makanan oleh toksin yang termakan bersama

dengan makanan.  Pada beberapa kasus bakteri tumbuh dan menghasilkan toksin pada

jaringan yang mati, kemudian menyebabkan kontaminasi luka.  Makanan yang sering

tercemar dengan Clostridium adalah makanan yang berbumbu, makanan yang diasap,

makanan kalengan yang dimakan tanpa dimasak terlebih dahulu.

Gejala

Gejalanya biasanya setelah 18-96 jam makan toksin dengan keluhan penglihatan

karena otot mata yang tidak ada koordinasi. Sulit menelan, sulit bicara.  kematian biasanya

karena paralisis otot pernafasan atau kelumpuhan jantung (cardiac arrest).  Angka kematian

botulismus adalah tinggi.

Pada botulisme bayi, organisme yang masuk melalui makanan memproduksi toksin di

usus bayi sehingga bayi mengalami badan lemah, tidak dapat buang air besar dan lumpuh. 

Organisme biasanya masuk melalui madu yang mengandung spora Clostridium botulinum.

Diagnosis

Biasanya dengan cara mendeteksi toksin di dalam sisa makanan, dan tidak dalam

serum penderita.  Dapat dideteksi dengan cara reaksi netralisasi antigen-antibodi atau secara

aglutinasi sel darah merah yang dilapisi dengan antiserum, atau dengan percobaan pada

mencit yang disuntik bahan tersangka.  Kultur biasanya tidak dilakukan.

Cara utama untuk memperkuat diagnosis botulisme di laboratorium ialah

menunjukkan adanya toksin botulisme dalam serum atau tinja penderita atau pada makanan

yang dimakan.  Suntikan intraperitoneal (dalam perut) serum atau ekstrak cairan tinja

35

Page 36: Patofisiologi Sistem Saraf

penderita atau makanan tersebut pada mencit akan mengakibatkan kematian pada hewan

tersebut, karena mencit sangat peka terhadap toksin ini. Juga specimen tinja dan makanan itu

harus dikulturkan untuk mengisolasi organisme tersebut.

Pengobatan

Dengan pemberian antitoksin polivalen (tipe A, B, dan C) yang disuntikkan I.V. dan

secara simptomatik terutama untuk pernafasan (pernafasan buatan). Pengobatan

Bila terjadi kelumpuhan pada pernafasan dapat dilakukan trakeomi  (bedah batang

tenggorokan) dan diberikan pernafasan buatan.

Kehilangan control otot mata karena botulisme

Risus sardonicus

Opistotonus pada bayi

Pencegahan

Makanan yang diawetkan di rumah harus dimasak secara baik sehingga dapat

membunuh spora dan makanan harus dimasak sebelum dimakan.  Makanan rumah yang

harus diperhatikan adalah: kacang-kacangan, jagung, ikan asap atau ikan segar dalam plastik

Makanan yang mengandung toksin tidak selalu kelihatan atau menimbulkan bau yang

berbeda dari makan yang tidak tercemar.

2.9 Gambaran laboratorium / Radiografi.

Radiografi adalah produksi gambaran radiografis (radiographic image) dari suatu

obyek dengan memanfaatkan sinar-X (X-ray). Sinar x ditemukan oleh Wilhem C Roentgen,

seorang professor fisika dari jerman saat melihat timbulnya fluoresensi yang berasal dari

kristal barium platinosianida yang mendapat hadiah nobel pada tahun 1901. Akhir desember

1895 dan awal januari 1896 Dr. Otto Walkhoff (dokter gigi) dari jerman adalah orang

pertama yang menggunakan sinar x pada foto gigi (premolar bawah).

Penggunaan sinar Rontgen telah lama dikenal sebagai suatu alat dalam bidang

kedokteran yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosa dan untuk menentukan

rencana perawatan. Radiografi  memberikan informasi diagnosis yang penting dan dapat

digunakan saat menentukan rencana perawatan.2 Dalam bidang kedokteran gigi, radiografi

digunakan untuk menyediakan informasi tentang struktur oral tidak kasat mata.3 Pemeriksaan

36

Page 37: Patofisiologi Sistem Saraf

radiografi dalam kedokteran gigi dikenal lebih dari satu abad sebagai sarana untuk

memperoleh informasi diagnostik yang tidak dapat diperoleh dari pemeriksaan klinis.

Pemeriksaan radiografis merupakan salah satu tahapan penting dalam perawatan adanya

kelainan dalam praktek dokter gigi.

Radiografi gigi dapat membantu dokter gigi untuk memeriksa struktur pendukung gigi

yang di foto rontgen. Radiografi dalam kedokteran gigi ada 2 macam yaitu, foto intraoral dan

ekstraoral. Panoramik merupakan salah satu foto Rontgen gigi ekstraoral yang biasa dipakai

dalam praktek kedokteran gigi. Foto panoramik merupakan foto Rontgen ekstra oral yang

menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur facial termasuk mandibula dan

maksila beserta struktur pendukungnya. Foto Rontgen ini dapat digunakan untuk

mengevaluasi gigi impaksi, pola erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi,

mendeteksi penyakit dan mengevaluasi trauma.

Radiografi merupakan ilmu pengetahuan sekaligus seni. Pemanfaatan dari radiografi

memerlukan pengetahuan tentang fisika radiasi dan kimia fotografi serta keterampilan tingkat

tinggi. Foto radiografi panoramik yang baik tentunya bisa membantu tenaga medis gigi untuk

menegakkan diagnosis dan rencana perawatan yang tepat. Dimana untuk menghasilkan

gambaran panoramik yang baik perlu disertai dengan proses dan pengetahuan tentang tata

cara agar menghasilkan foto radiografi yang mudah di interpretasi sehingga bisa

dipertanggungjawabkan

Citra radiografi merupakan hal penting dalam menunjang praktek seorang dokter gigi.

Sebagai tenaga medis, dokter dalam membantu diagnosanya hendaknya menyajikan gambar

radiografi atau foto rontgen yang berkualitas terutama saat pelayanan di tempat praktek,

rumah sakit, atau laboratorium klinik yang sudah banyak tersebar di masyarakat

Proses pembuatan foto panoramik dikatakan berhasil manakala hasil foto

radiografisnya bisa menggambarkan obyek lebih detail sehingga mudah dibaca. Sebetulnya,

yang boleh memegang dan menggunakan alat radiografi adalah ahli fisika medik. Kesalahan

proses pembuatan foto radiografi dapat menghasilkan pencitraan yang kurang berkualitas.

Hal ini dapat mempersulit dokter gigi dalam menegakkan diagnosis dan rencana perawatan

yang akan dilakukan.

1. A.    Sejarah Radiologi

Sinar x ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen seorang ahli di Universitas

Wurzburg, Jerman, pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu

melakukan eksperimen dengan sinar katoda. Saat itu ia melihat timbulnya sinar fluoresensi

yang berasal dari kristal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittors yang dialiri

37

Page 38: Patofisiologi Sistem Saraf

listrik. Ia segera menyadari bahwa fenomena ini merupakan suatu penemuan baru sehingga

dengan gigih ia terus menerus melanjutkan penyelidikannya dalm minggu-minggu

berikutnya. Ia menggunakan tabung Geslier yaitu tabung yang terbuat dari Glass Envelope

yang didalamnya terdapat gas Argon atau Xenon yang jika ada perbedaan potensial diantara

anode dan katode maka gas-gas ini akan terionisasi dan elektron-elektron akan membebaskan

diri dari ikatan atomnya. Elektron yang terdekat dengan anode akan langsung ditarik ke

anode sehingga terjadi hole. Hole ini akan diisi oleh elektron berikutnya, begitu seterusnya

sehingga akan terjadi estafe elektron yang berkebalikan dengan arus listrik yang kemudian

disebut arus tabung, Pada tahun 1901 mendapat hadiah nobel atas penemuan tersebut.7

Namun pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1913 Collige menyampurnakan

penemuan Rontgen dengan memodifikasi tabung yang digunakan. Tabung yang digunakan

adalah tabung vakum yang didalamnya hanya terdapat 2 elktroda yaitu anode dan katode.

Tabung jenis ini kemudian disebut Hot Chatode Tube dan merupakan tabumg yang

dipergunakan untuk pesawat Rontgen konvesional yang sekarang.16

Setahun setelah Rontgen menemukan sinar-X, maka Henri Becquerel, di Perancis,

pada tahun 1896 menemukan unsur uranium yang mempunyai sifat yang hampir sama.

Penemuannya diumumkan dalam kongres Akademi Ilmu Pengetahuan Paris pada tahun itu

juga.16

Orang Indonesia yang telah menggunakan sinar Roentgen pada awal abad ini ialah R.M.

Notokworo yang lulus dokter di Universitas Leiden, Belanda, pada tahun 1912. Beliau mula-

mula bekerja di semarang, lalu pada permulaan masa pendudukan jepang dipindahkan ke

surabaya. Pada tahun 1944 ia meninggal secara misterius, dibunuh oleh tentara

Jepang.13                                                                                                                                                          

1. B.     Pengertian Radiologi dan Radiografi

Radiologi adalah cabang ilmu kesehatan mengenai zat radioaktif dan energi

pancarannya yang berhubungan dengan diagnosis dan pengobatan penyakit, baik dengan cara

radiasi ionisasi (seperti sinar-X) maupun nonionisasi (seperti ultrasonografi). Menurut Kamus

Kedokteran Gigi Harty, Radiologi merupakan ilmu mengenai diagnosis dan perawatan suatu

penyakit dengan menggunakan sinar-X termasuk di dalamnya ilmu mengenai film radiografi

dan pemeriksaan visual atas struktur tubuh pada layar fluorosensi, atau mempertunjukan

struktur tubuh tertentu melalui pemasukan bahan kimia yang radio-opaque sebelum

pemeriksaan radiologis dilakukan8,9  

Sedangkan radiografi adalah penggunaan sinar pengion (sinar-X, sinar gamma) untuk

membentuk bayangan benda yang dikaji pada film. Radiografi umumnya digunakan untuk

38

Page 39: Patofisiologi Sistem Saraf

melihat benda tak tembus pandang, misalnya dalam tubuh manusia. Gambaran benda yang

diambil dengan radiografi disebut radiogaf. Radiografi lazim digunakan pada berbagai bidang

terutama pengobatan dan industri. 14

Pelayanan radiologi sebagai bagian yang terintergrasi dari pelayanan kesehatan secara

menyeluruh merupakan bagian dari amanat Undang- Undang Dasar 1945 dimana kesehatan

adalah hak fundamental setiap rakyat dan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992

tentang Kesehatan. Bertolak dari hal tersebut serta makin meningkatnya kebutuhan

masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka pelayanan radiologi sudah selayaknya

memberikan pelayanan yang berkualitas. Penyelenggaraan pelayanan radiologi umumnya dan

radiologi diagnostik khususnya telah dilaksanakan di berbagai sarana pelayanan kesehatan,

mulai dari sarana pelayanan kesehatan sederhana, seperti puskesmas dan klinik-klinik swasta,

maupun sarana pelayanan kesehatan yang berskala besar seperti rumah sakit kelas A. Dengan

adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi dewasa ini telah

memungkinkan berbagai penyakit dapat dideteksi dengan menggunakan fasilitas radiologi

diagnostik yaitu pelayanan yang menggunakan radiasi pengion dan non pengion. Dengan

berkembangnya waktu, radiologi diagnostik juga telah mengalami kemajuan yang cukup

pesat, baik dari peralatan maupun metodanya.10

3. Radiografi Panoramik

Teknik radiografi yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada 2 yaitu teknik

intraoral dan ekstraoral. Pada teknik intraoral, film Rontgen diletakkan didalam mulut pasien,

salah satunya adalah foto periapikal dan bite wing serta oklusal, sedangkan pada teknik foto

Rontgen ekstraoral, film Rontgen diletakkan diluar mulut pasien, salah satunya adalah foto

panoramik, macam lainnya adalah lateral foto, cephalometri dan lain-lain.11

Panoramik merupakan salah satu foto rontgen ekstraoral yang telah digunakan secara

umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan maksilo fasial.

Gambaran panoramik adalah sebuah teknik untuk menghasilkan sebuah gambaran tomografi

yang memperlihatkan struktur fasial mencakup rahang maksila dan mandibula beserta

struktur pendukungnya dengan distorsi dan overlap minimal dari detail anatomi pada sisi

kontra lateral. Foto Rontgen ini dapat digunakan untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola

erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi-geligi, mendeteksi penyakit dan mengevaluasi

trauma.11

4. Prosessing radiografi

waktu sinar X melalui suatu objek dan jatuh pada film, maka sinar X akan

mengionkan emulsi Ag Br pada film tergantung dari sinar X yang jatuh pada film tersebut.

39

Page 40: Patofisiologi Sistem Saraf

Bila sinar X mengenai struktur jaringan keras :

Sebagai contoh gigi, tambalan amalgam, tulang, yang karena kepadatannya akan

mengabsorsi sinar X yang banyak dan sedikit sekali sinar X yang keluar dan jatuh pada film,

akibat sedikitnya sinar X yang jatuh pada film maka emulsi Ag Br pada film hanya sedikit

yang mengalami proses ionisasi menjadi Ag+ + Br+ . Kemudian diproses dalam kamar gelap,

developer akan melepaskan ion Br_ yang jumlahnya sedikit,maka tampak gambaran laten

pada foto rontgennya berwarna putih atau radiopaque.

Bila sinar X mengenai struktur jaringan lunak :

Sebagai contoh gingiva, mukosa pipi, dan bibir yang kepadatannya kurang, maka

sedikit sekali sinar X yang diabsorsi atau banyak sinar X yang jatuh pada film, sehingga

sebagian besar Ag Br pada film akan mengalami ionisasi menjadi Ag+ + Br_ . Kemudian

diproses dalam kamar gelap , developer akan melepaskan Br_ dalam jumlah yang banyak,

maka akan tampak gambar laten pada foto rontgennya berwarna hitam atau radiolusen.

Terdapat 2 jenis prosessing dalam radiografi panoramik

1. 1.                  automatic prosessing

Dalam processing automatic hampir sama dengan processing manual hanya perbedaannya

pada prosesnya tidak mengalami proses rinsing ( pembilasan ), menggunakan tenaga mesin

1. Daylight processing

Ada beberapa macam mesin pencuci film rontgen dipasaran. Beberapa diantaranya harus

dilakukan dengan tangan, tapi dilengkapi dengan tempat terbuka untuk memasukan film,

mirip sarung tangan, yang tidak tembus cahaya, sehingga tangan kita bisa dimasukan, juga

ada filter tahan cahaya. Tangan dimasukan kedalam developer, ke pembilas kemudian ke

fixer. Cara bekerjanya sama seperti cara kerja dikamar gelap konvesional. Alat ini

menggantikan kamar gelap, bila fasilitas kamar gelap tidak tersedia. Menggunakan mesin

pencuci ini, bila hanya sedikit foto rontgen yang dicuci.

1. True automatic processing

Alat ini juga memiliki bagian yang terbuka seperti sarung tangan untuk membuka film dan

menempatkannya dalam roller system, untuk selanjutnya menjalani proses pencucian yang

lengkap secara otomatis.

Idealnya dilakukan didalam kamar gelap. Disana film dengan ukuran yang berbed-beda,

dengan mudah dapat dikeluarkan dari pembungkusnya dan langsung ditempatkan pada roller.

1. 2.                  manual prosessing

40

Page 41: Patofisiologi Sistem Saraf

Dengan menggunakan tenaga manusia yang melalui beberapa proses yaitu : Developer

( pembangkitan ), Rinsing ( pembilasan ), Fixing ( penetapan),  Washing ( pencucian ),  dan

Drying ( pengeringan ).

1. Meja basah, untuk bak pencuci film yang terdiri dari :

Developer, dilengkapi dengan termometer untuk mengukur suhu developer. Cairan developer

yang temperaturnya lebih besar dari 24oC, akan mempengaruhi emulsi AgBr menjadi lumer,

dan gambaran pada foto berupa noda-noda sehingga akan mempengruhi interpretasi foto

tersebut dengan baik.

Pada bak developer terdiri dari larutan

1. Hydroquinone, ini adalah suatu bahan pereduksi yang menghasilkan kontras tinggi.

2. Mentol, ini adalah suatu bahan pereduksi yang menghasilkan detail dari foto rontgen

3. Sodium karbonat (NaCO3), bahan ini dipergunakan untuk mengaktifkan larutan

developer dalam mempercepat reaksi perubahan kimia emulsi garam AgBr yang

terkena sinar X

4. Sodium sulfat (NaSO3), bahan ini dipergunakan untuk menghalangi kerusakan larutan

developer yang mengalami oksidasi dengan udara. Jadi bahan ini bertindak sebagai

suatu perlindungan dan menjaga keaktifan developer

5. Potasium bromida (KBr), bahan ini dipergunakan untuk mencegah reduksi kristal-

kristal yang tidak disinari oleh sinar X, berarti bahan ini mencegah terjadinya kabut

6. Air dipergunakan sebagai pelarut

Rinsing untuk menghilangkan semua larutan developer yang ikut mempengaruhi keasaman

larutan fixer. Oleh sebab itu pencucian dalam air harus bersih betul, kemudian dimasukan ke

dalam larutan fixer.

Fixing : untuk melarutkan semua emulsi AgBr yang tidak mengalami ionisasi oleh sinar X

pada waktu penyinaran atau tidak dilarutkan oleh developer.

Pada bak fixing terdiri dari larutan

1. Natrium tiosulfat, larutan ini merupakan bahan fixasi dan bahan pelarut AgBr

2. Natrium sulfat, larutan ini dipergunkan untuk mencegah dekomposisi bahan fixasi

dalam asam acetat. Jadi larutan ini bertindak sebagai pengawet

41

Page 42: Patofisiologi Sistem Saraf

3. Asam asetat, larutan ini dipergunakan untuk menetralisir larutan developer yang

terbawa serta oleh film agar fixer bersifat asam.

4. Potasium alumunium, larutan ini merupakan bahan pengeras yang mengeraskan

gelatin dalam emulsi film

5. Air, digunakan sebagai bahan pelarut

Washing : film harus direndam dalam bak air selama 10 menit, kemudian di cuci dengan air

kran, untuk membersihkan semua sisa-sisa zat  kimia pada film. Mencuci dalam bak air saja

tanpa dibilas pada air kran, akan menimbulkan noda-noda pada foto rontgennya.

Drying : mengeringkan film pada temperatur yang terlalu tinggi akan menyebabkan film akan

hangus atau foto yang dihasilkan akan timbul noda-noda kuning. Sebaiknya mengeringkan

film pada suhu ruangan.

1. Meja kering, untuk tempat mengisi dan mengeluarkan film dari kaset yang sudah dan

akan digunakan.

Pengetahuan akan pekerjaan dan pemahaman teori pemrosesan perlu sehingga kesalahan

dapat diidentifikasi dan diperbaiki7,12

 

5. Syarat radiografi yang baik

Citra radiografi merupakan hal penting dalam menunjang praktek Kedokteran

radiografi sehari-hari. Setiap radiologist (dokter spesialist radiologi) pasti menginginkan

gambar radiografi atau foto rontgen dengan kualitas yang semaksimal mungkin dalam rangka

menegakkan diagnosis, membuat rencana perawatan, dan menilai keberhasilan perawatan

yang telah dilakukan terhadap pasiennya.

Sebagai tenaga paramedis, seorang radiografer hendaknya dapat menyajikan gambar

radiografi (foto rontgen)  yang berkualitas, terutama saat pelayanan di rumah sakit – rumah

sakit, atau laboratorium klinik swasta yang sudah banyak tersebar di masyarakat.

Radiografer sebagai seorang mitra kerja seorang radiologist (dokter spesialist

radiologi) harus dapat memberikan hasil kerja yang maksimal kepada mitranya tersebut.

Untuk menjaga kualitas kerja, radiografer sebagai mitra kerja seorang radiologist (dokter

spesialis radiologi) harus dapat memberikan gambar radiografi (foto rontgen) yang

berkualitas, baik detail mutu maupun karakteristik gambar radiografi (meliputi detail dari

pada citra radiografi tersebut). Apabila citra radiografi yang dihasilkan terlalu rendah, dapat

menyebabkan tingkat diagnostik yang rendah pula, dan apabila kualitas diagnosa yang

42

Page 43: Patofisiologi Sistem Saraf

dihasilkan rendah, pasti akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan tahap perawatan

berikutnya terkait kasus yang dialami pasien.6

Gambaran Foto roentgen yang dianggap baik

1. Struktur anatomis dari regio gigi yang difoto harus jelas, yaitu perbedaan dari

gambaran enamel, dentin, kamar pulpa dan jaringan periapikalnya harus betul-betul

tajam dan terlihat jelas.

2. Gambaran dari puncak-puncak tonjol gigi atau cusp gigi-gigi yang difoto (cusp bukal

dan lingual / palatal) sedapat mungkin bersatu, dimana permukaan oklusal dari gigi

tersebut tidak terlihat sama seekali.

3. Daerah interdental dibawah titik kontak dua gigi yang bertetangga pada foto, tidak

boleh tumpang tindih / overlapping satu dengan yang lain, sehingga tidak terlihat.Alhamid

A. Dental radiologi FKG UI tingkat III

2.10 Pencegahan dan pengendalian infeksi.

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas penjamu,

agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi factor resiko

pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden

terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan.

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:

1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat  pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi

hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan

secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.

2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan  metode fisik maupun kimiawi.

Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak

makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.

3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah

penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam

melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.

Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions”

(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard Precautions”

(Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan berdasarkan

cara penularan).

43

Page 44: Patofisiologi Sistem Saraf

4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap

petugas kesehatan. Berkaitan  pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah

atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai

atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B,

Hepatitis C, dan HIV.

44

Page 45: Patofisiologi Sistem Saraf

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan.

Menifestasi Gangguan Sistem Saraf pada Manusia yang sering terjadi adalah sebagai berikut:

1. Stroke (Cerebrovascular accident ( CVA ) atau Cerebral apoplexy ),

2. Poliomielitis,

3. Migrain,

4. Parkinson,

5. Transeksi ,

6. Neurasthonia, (lemah saraf)

7. Neuritis,

8. Amnesia,

9. Cutter,

10. Alzheimer,

Epilepsi adalah suatu gangguan pada sistem syaraf otak manusia karena terjadinya aktivitas yang berlebihan dari sekelompok sel neuron pada otak sehingga menyebabkan berbagai reaksi pada tubuh manusia mulai dari bengong sesaat, kesemutan, gangguan kesadaran, kejang-kejang dan atau kontraksi otot.

Penyakit degeneratif adalah istilah yang secara medis digunakan untuk menerangkan adanya suatu proses kemunduran fungsi sel saraf tanpa sebab yang diketahui, yaitu dari keadaan normal sebelumnya ke keadaan yang lebih buruk.

Kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia anderson Price, 1985).

Radiografi adalah penggunaan sinar pengion (sinar-X, sinar gamma) untuk membentuk bayangan benda yang dikaji pada film. Radiografi umumnya digunakan untuk melihat benda tak tembus pandang, misalnya dalam tubuh manusia.

3.2 Saran.

Sebagai seorang mahasiswa keperawatan harus memahami dan menguasai materi

tengtang patofisiologi system saraf yang akan sangat berguna pada saat ini dan waktu yang

akan datang.

45

Page 46: Patofisiologi Sistem Saraf

DAFTAR PUSTAKA

J. Corwin, Elisabeth. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Tambayong, dr. Jan.2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

http://www.artikel.indonesianrehabequipment.com/2010/11/cidera-susunan-sistem-saraf-

pusat.html#ixzz312UJn5AO (Diakses tanggal 8 Mei 2014).

http://en.wikipedia.org/wiki/Listeria_monocytogenes (Diakses tanggal 8 Mei 2014).

http://medicastore.com/penyakit/92/Lepra.html (Diakses tanggal 8 Mei 2014).

46