Upload
wimbydea
View
247
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
partograft cara mengisinya
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia menurun secara lambat dari 450/100.000
kelahiran hidup (1990), menjadi 307/100.000 kelahiran hidup (2005) dan 228/100.000
kelahiran hidup (2009). Sedangkan angka kematian bayi turun menjadi 34/1000
kelahiran hidup (2009) dari 35/1000 kelahiran hidup di tahun 2005 (Kementerian
Kesehatan RI, 2010).
Tingginya angka kesakitan dan kematian ibu, dipengaruhi oleh penyebab
langsung yaitu perdarahan (28%), hipertensi dalam kehamilan (24%), infeksi (11%),
abortus tak aman (5%), persalinan lama (5%) dan penyebab tidak langsung (27 %).
Semua penyebab tersebut digolongkan sebagai penyulit atau komplikasi yang
sebenarnya dapat dihindarkan apabila kehamilan dan persalinan direncanakan, diasuh
dan dikelola dengan benar (Depkes RI, 2009)
Proses persalinan adalah proses keluarnya bayi, plasenta dan selaput ketuban dari
uterus. Persalinan dianggap normal jika terjadi pada kehamilan cukup bulan tanpa
disertai adanya penyulit. Kewenangan bidan dalam proses persalinan ditujukan kepada
ibu dan bayi baru lahir (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Untuk mengantisipasi
terjadinya kematian ibu dan bayi baru lahir saat proses persalinan, bidan diwajibkan
menggunakan partograf setiap menolong persalinan. Sesuai dengan kompetensi bidan
yang ke empat yaitu asuhan selama persalinan dan kelahiran, bidan dalam melakukan
pemantauan kemajuan persalinan harus menggunakan partograf (Depkes RI, 2007).
Partograf merupakan alat bantu untuk membuat keputusan klinik, memantau,
mengevaluasi dan menatalaksana persalinan. Partograf dapat digunakan untuk
1
mendeteksi masalah dan penyulit sesegera mungkin, menatalaksana masalah dan
merujuk ibu dalam kondisi gawatdarurat (Depkes, 2008).
Berdasarkan keadaan tersebut di atas, sebagai bidan koordinator dan fasilitator
pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN), maka penulis tertarik untuk membuat
Karya Tulis dengan judul penggunan partograf pada proses persalinan oleh bidan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui penggunaan partograf pada proses persalinan oleh bidan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui penggunaan partograf berdasarkan waktu pengisian partograf.
b. Mengetahui penggunaan partograf berdasarkan kelengkapan isi partograf.
c. Mengetahui penggunaan partograf berdasarkan kebenaran cara pengisian
partograf.
C. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teroritis
Sebagai informasi tentang penggunaan partograf pada proses persalinan sesuai
standar waktu dan standar pengisian partograf.
2. Manfaat praktis
a. Bagi institusi pelayanan
Sebagai bahan masukan untuk Dinas Kesehatan dalam perencanaan pembinaan
teknis bidan tentang penggunaan partograf pada proses persalinan oleh bidan.
b. Bagi bidan
Diharapkan bidan dapat menggunakan partograf sesuai standar waktu dan
pengisian yang lengkap dan benar
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Partograf
a. Pengertian
Partograf adalah alat bantu untuk membuat keputusan klinik, memantau,
mengevaluasi dan menatalaksana persalinan (Depkes, 2008). Partograf dapat
dipakai untuk memberikan peringatan awal bahwa suatu persalinan
berlangsung lama, adanya gawat ibu dan janin, serta perlunya rujukan
(Saifuddin, 2002).
b. Waktu pengisian partograf.
Waktu yang tepat untuk pengisian partograf adalah saat dimana proses
persalinan telah berada dalam kala I fase aktif yaitu saat pembukaan serviks
dari 4 sampai 10 cm dan berakhir pada pemantauan kala IV (Saifuddin,
2002).
c. Isi partograf
Partograf dikatakan sebagai data yang lengkap bila seluruh informasi ibu,
kondisi janin, kemajuan persalinan, waktu dan jam, kontraksi uterus, kondisi
ibu, obat-obatan yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, keputusan klinik
dan asuhan atau tindakan yang diberikan dicatat secara rinci sesuai cara
pencatatan partograf (Depkes, 2008).
3
Isi partograf antara lain:
1) Informasi tentang ibu
a) Nama dan umur.
b) Gravida, para, abortus.
c) Nomor catatan medik/nomor puskesmas.
d) Tanggal dan waktu mulai dirawat.
e) Waktu pecahnya selaput ketuban.
2) Kondisi janin:
a) Denyut jantung janin.
b) Warna dan adanya air ketuban.
c) Penyusupan(molase) kepala janin.
3) Kemajuan persalinan
a) Pembukaan serviks.
b) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin.
c) Garis waspada dan garis bertindak.
4) Waktu dan jam
a) Waktu mulainya fase aktif persalinan.
b) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
5) Kontraksi uterus
a) Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit.
b) Lama kontraksi (dalam detik).
6) Obat-obatan yang diberikan
a) Oksitosin.
b) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
4
7) Kondisi ibu
a) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh.
b) Urin (volume, aseton atau protein).
d. Cara pengisian partograf.
Pencatatan dimulai saat fase aktif yaitu pembukaan serviks 4 cm dan
berakhir titik dimana pembukaan lengkap. Pembukaan lengkap diharapkan
terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif
persalinan harus dimulai di garis waspada. Kondisi ibu dan janin dinilai dan
dicatat dengan cara:
1) Denyut jantung janin : setiap ½ jam.
2) Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam.
3) Nadi : setiap ½ jam.
4) Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
5) Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam.
6) Tekanan darah dan temperatur tubuh : setiap 4 jam.
7) Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam.
(Depkes, 2008).
Cara pengisian partograf yang benar adalah sesuai dengan pedoman
pencatatan partograf. Menurut Depkes RI (2008) cara pengisian partograf
adalah sebagai berikut:
1) Lembar depan partograf.
a) Informasi ibu ditulis sesuai identitas ibu. Waktu kedatangan ditulis
sebagai jam. Catat waktu pecahnya selaput ketuban, dan catat waktu
merasakan mules.
5
b) Kondisi janin.
(1) Denyut Jantung Janin.
Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit
(lebih sering jika terdapat tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak
menunjukkan waktu 30 menit. Kisaran normal DJJ tertera diantara
garis tebal angka 180 dan 100. Bidan harus waspada jika DJJ
mengarah di bawah 120 per menit (bradicardi) atau diatas 160
permenit (tachikardi).
Beri tanda ‘•’ (tanda titik) pada kisaran angka 180 dan 100.
Hubungkan satu titik dengan titik yang lainnya.
(2) Warna dan adanya air ketuban.
Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina,
menggunakan lambang-lambang berikut:
U : Selaput ketuban Utuh.
J : Selaput ketuban pecah, dan air ketuban Jernih.
M : Air ketuban bercampur Mekonium.
D : Air ketuban bernoda Darah.
K : Tidak ada cairan ketuban/Kering.
(Saifuddin, 2002)
(3) Penyusupan/molase tulang kepala janin.
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar
tulang (molase) kepala janin. Catat temuan yang ada di kotak yang
sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-lambang
berikut:
0 : Sutura terpisah.
6
1 : Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
2 : Sutura tumpang tindih tetapi masih dapat diperbaiki.
3 : Sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki.
Sutura/tulang kepala saling tumpang tindih menandakan
kemungkinan adanya CPD ( cephalo pelvic disproportion).
c) Kemajuan persalinan.
Angka 0-10 di kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks.
(1) Pembukaan serviks.
Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada
partograf setiap temuan dari setiap pemeriksaan. Nilai dan catat
pembukaan serviks setiap 4 jam. Cantumkan tanda ‘X’ di garis
waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks.
(2) Penurunan bagian terbawah janin.
Untuk menentukan penurunan kepala janin tercantum angka 1-
5 yang sesuai dengan metode perlimaan.
Tuliskan turunnya kepala janin dengan garis tidak terputus dari 0-5.
Berikan tanda ‘0’ pada garis waktu yang sesuai.
(3) Garis waspada dan garis bertindak.
(a) Garis waspada, dimulai pada pembukaan serviks 4 cm (jam ke
0), dan berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap (6
jam). Pencatatan dimulai pada garis waspada. Jika pembukaan
serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada, maka harus
dipertimbangkan adanya penyulit.
(b) Garis bertindak, tertera sejajar dan disebelah kanan (berjarak 4
jam) pada garis waspada. Jika pembukaan serviks telah
7
melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka
menunjukkan perlu dilakukan tindakan untuk menyelasaikan
persalinan. Sebaiknya ibu harus berada di tempat rujukan
sebelum garis bertindak terlampaui.
d) Jam dan waktu.
(1) Waktu mulainya fase aktif persalinan.
Setiap kotak menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktif
persalinan.
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan atau persalinan.
Cantumkan tanda ‘x’ di garis waspada, saat ibu masuk dalam fase
aktif persalinan.
e) Kontraksi uterus.
Terdapat lima kotak kontraksi per 10 menit. Nyatakan lama
kontraksi dengan:
(1) : Beri titik-titik di kotak yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi yang lamanya < 20 detik.
(2) : Beri garis-garis di kotak yang sesuai untuk
menyatakan kontraksi yang lamanya 20-40 detik.
(3) : Isi penuh kotak yang sesuai untuk menyatakan
kontraksi yang lamanya > 40 detik.
f) Obat-obatan dan cairan yang diberikan.
(1) Oksitosin. Jika tetesan drip sudah dimulai, dokumentasikan setiap
30 menit jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan
dan dalam satuan tetes per menit.
8
░
/
(2) Obat lain dan caira IV. Catat semua dalam kotak yang sesuai
dengan kolom waktunya.
g) Kondisi ibu.
(1) Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh.
(a) Nadi, dicatat setiap 30 menit. Beri tanda titik (•) pada kolom
yang sesuai.
(b) Tekanan darah, dicatat setiap 4 jam atau lebih sering jika
diduga ada penyulit. Beri tanda panah pada partograf pada
kolom waktu yang sesuai.
(c) Suhu tubuh, diukur dan dicatat setiap 2 jam atau lebih sering
jika terjadi peningkatan mendadak atau diduga ada infeksi.
Catat suhu tubuh pada kotak yang sesuai.
(2) Volume urine, protein dan aseton.
Ukur dan catat jumlah produksi urine setiap 2 jam (setiap ibu
berkemih). Jika memungkinkan, lakukan pemeriksaan aseton dan
protein dalam urine.
2) Lembar belakang partograf.
Lembar belakang partograf merupakan catatan persalinan yang
berguna untuk mencatat proses persalinan yaitu data dasar, kala I, kala II,
kala III, kala IV, bayi baru lahir (terlampir).
a) Data dasar.
Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat persalinan,
alamat tempat persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat merujuk,
pendamping saat merujuk dan masalah dalam kehamilan/persalinan
ini.
9
b) Kala I.
Terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat
melewati garis waspada, masalah lain yang timbul, penatalaksanaan,
dan hasil penatalaksanaannya.
c) Kala II.
Kala II terdiri dari episiotomy, pendamping persalinan, gawat
janin, distosia bahu dan masalah dan penatalaksanaannya.
d) Kala III.
Kala III berisi informasi tentang inisiasi menyusu dini, lama kala
III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, masase
fundus uteri, kelengkapan plasenta, retensio plasenta > 30 menit,
laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah lain, penatalaksanaan
dan hasilnya.
e) Kala IV.
Kala IV berisi tentang data tekanan darah, nadi, suhu tubuh,
tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, kandung kemih, dan perdarahan.
f) Bayi baru lahir.
Bayi baru lahir berisi tentang berat badan, panjang badan, jenis
kelamin, penilaian bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah lain dan
hasilnya.
2. Bidan
a. Pengertian bidan
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang
diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik
Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,
10
sertifikasi atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik
kebidanan (Depkes RI, 2007).
b. Pendidikan
Pendidikan bidan adalah segala program pendidikan yang berhubungan
dengan kebidanan, sehingga didapatkan peningkatan ilmu pengetahuan,
ketrampilan dan perbaikan sikap dan perilaku yang berguna dalam
peningkatan mutu pelaksanaan pelayanan kebidanan (Depkes, 2009). Makin
tinggi pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi dan makin
banyak pula pengetahuan yang dimiliki sehingga akan terjadi perubahan sikap
dan perilakunya. Menurut Permenkes RI Nomor 1464/Menkes/Per/2010
tentang ijin dan penyelenggaraan praktik bidan, pasal 2 bahwa bidan yang
menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal D III Kebidanan.
Kualifikasi pendidikan bidan:
a) Lulusan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan,
merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk
melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik
perorangan.
b) Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV/S1 merupakan bidan
profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya
baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat
berperan sebagai pemberi pelayanan, pengelola, dan pendidik.
c) Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan
profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya
baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat
berperan sebagai pemberi pelayanan, pengelola, pendidik, peneliti,
11
pengembangan dan konsultan dalam pendidikan bidan maupun
sistem/ketata-laksanaan pelayanan kesehatan secara universal.
c. Kompetensi bidan
Agar bidan kompeten dalam memberikan pelayanan kebidanan, maka
bidan mempunyai Standar Kompetensi Bidan dan Standar Asuhan
Kebidanan.
1) Standar kompetensi bidan adalah pedoman yang dipergunakan sebagai
petunjuk dalam menjalankan profesi yang merupakan seperangkat
tindakan cerdas penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang bidan
sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas bidang pekerjaan yang mencakup
pengetahuan, sikap dan keterampilan (Depkes, 2007).
Menurut keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor
369/Menkes/SK/III/2007 pada lampiran, ada sembilan kompetensi yang
harus dimiliki bidan. Kompetensi yang ke empat adalah asuhan selama
persalinan dan kelahiran. Bidan harus kompeten pada pengetahuan dan
keterampilan dasar dalam melakukan pemantauan kemajuan persalinan
dengan menggunakan partograf.
2) Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor :
938/Menkes/SK/III/2007 lampiran bab II tentang Standar asuhan
kebidanan. Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam mengambil
keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan
kewenangan dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat
kebidanan.
12
d. Wewenang bidan
Menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan Praktik Bidan
pasal 9, yaitu bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi:
1) Pelayanan kesehatan ibu;
2) Pelayanan kesehatan anak; dan
3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan KB.
e. Pelatihan APN
Menurut Notoatmodjo (2007) pelatihan adalah kegiatan
penyempurnaan potensi tenaga-tenaga yang ada dengan mengulang-
ulang aktivitas tertentu. Sedangkan menurut Depkes RI (2008) Pelatihan
APN adalah sebuah pelatihan klinik yang diselenggarakan atas kerja
sama Depkes RI, Perkumpulan Obstetri dan Ginecologi Indonesia
(POGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI), Jaringan Nasional Pelatihan Klinis – Kesehatan Reproduksi
(JNPK-KR) dengan bantuan teknis dari JHPIEGO dan PRIME untuk
memperbaiki kinerja penolong persalinan. Pada pelatihan Asuhan
Persalinan Normal (APN) diberikan materi tentang partograf, yang
meliputi pengertian, tujuan penggunaan, isi partograf, waktu pengisian
dan cara pengisiannya. Dasar pelatihan klinik Asuhan persalinan Normal
(APN) adalah asuhan yang bersih dan aman dari setiap tahapan
persalinan dan upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan paska
persalinan dan hipotermi serta asfiksia bayi baru lahir. Dengan mengikuti
pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN), bidan senantiasa mengikuti
13
perkembangan pengetahuan dan keterampilan yang mutakhir. Lima
aspek dasar atau Lima Benang Merah yang penting dan saling terkait
dalam Asuhan Persalinan Normal (APN) adalah membuat keputusan
klinik, asuhan sayang ibu, pencegahan infeksi, pencatatan/dokumentasi,
dan rujukan.
14
BAB III
PERMASALAHAN
1. Masih tingginya angka kematian ibu baik di tingkat pusat, propinsi maupun
kabupaten.
2. Penyebab langsung kematian ibu yaitu perdarahan (28%), hipertensi dalam
kehamilan (24%), infeksi (11%), abortus tak aman (5%), persalinan lama (5%) dan
penyebab tidak langsung (27 %) yaitu disebabkan oleh 4 terlalu : terlalu muda saat
pertama hamil (umur < 20 th), terlalu tua saat pertama hamil (>35 th), terlalu sering
melahirkan, dan terlalu banyak anak. Sedangkan 3 terlambat : terlambat
memutuskan, terlambat mencapai tujuan/tempat pelayanan, dan terlambat mendapat
penanganan.
3. Dalam penggunaan partograf pada proses persalinan belum semua bidan mengisi
sesuai dengan waktu dan cara pengisian yang lengkap dan benar.
15
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH
1. Setiap proses persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan, baik oleh bidan yang
kompeten dalam menolong persalinan dan/atau dokter ahli kebidanan dalam hal
penanganan rujukan kebidanan.
2. Setiap menolong persalinan diwajibkan semua bidan menggunakan partograf
sebagai alat untuk mendeteksi, membuat keputusan klinik, memantau,
mengevaluasi dan menatalaksana persalinan.
3. Partograf dapat digunakan untuk mendeteksi masalah dan penyulit sesegera
mungkin, menatalaksana masalah dan merujuk ibu dalam kondisi gawatdarurat.
16
BAB V
KESIMPULAN
Dengan menggunakan partograf pada setiap menolong persalinan, bidan dapat
mendeteksi masalah dan penyulit sesegera mungkin, menatalaksana masalah dan merujuk
ibu dalam kondisi gawatdarurat, sehingga terjadinya kematian ibu dapat dicegah dan dapat
menurunkan angka kematian ibu dan bayi akibat persalinan.
17