35
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOLOGI LABORATORIUM GEOLOGI DINAMIK LAPORAN FIELDTRIP GEOMORFOLOGI IMOGIRI – PANGGANG – PARANGTRITIS – PARANGKUSUMO DISUSUN OLEH: RAMADAN SARI 08/269208/TK/34338 KELOMPOK : 1 ASISTEN KELOMPOK : ROSMELIA CIPTA i

Parang Kusum o

  • Upload
    setya

  • View
    133

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

oooo

Citation preview

Page 1: Parang Kusum o

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS GADJAH MADA

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

LABORATORIUM GEOLOGI DINAMIK

LAPORAN FIELDTRIP GEOMORFOLOGI

IMOGIRI – PANGGANG – PARANGTRITIS – PARANGKUSUMO

DISUSUN OLEH:

RAMADAN SARI08/269208/TK/34338

KELOMPOK :

1

ASISTEN KELOMPOK :

ROSMELIA CIPTA

YOGYAKARTA

JUNI

2009

i

Page 2: Parang Kusum o

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini sebagai tugas laporan

kegiatan field trip praktikum geologi struktur yang dilaksanakan pada tanggal 17 Mei

2009. Kegiatan field trip ini dilaksanakan di Kali Oyo, Imogiri; Panggang; Parangtritis;

Parangkusumo.. Kegiatan field trip sendiri dilakukan dalam rangka memenuhi teori –

teori yang didapat di dalam kelas dengan cara terjun langsung ke lapangan dan

melakukan pengamatan langsung serta pengaplikasian penggunaan peralatan lapangan.

Laporan ini merupakan hasil dari pengamatan langsung di lapangan dan penulis

berusaha untuk mendeskripsikan obyek dan menganalisis data yang telah diamati di

lapangan dalam laporan ini

Terselesaikannya laporan ini tidak terlepas dari pengarahan, bimbingan,

dukungan serta kerja sama dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Srijono selaku dosen pengampu mata kuliah geomorfologi.

2. Bapak Salahuddin Husein, ST. M.Sc,, selaku dosen pengampu mata kuliah

Geologi Struktur yang telah memberikan kuliah di dalam kelas.

3. Para asisten praktikum Geomorfologi yang telah membimbing dan memberikan

penjelasan selama di lapangan.

4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini

Tiada gading yang tidak retak, tentu saja masih terdapat banyak kekurangan

dalam penyusunan laporan ini, untuk itu penulis memerlukan kritik dan saran sebagai

perbaikan untuk yang akan datang. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bemanfaat

untuk kita semua

Yogyakarta, 2 Juni 2009

Penulis

ii

Page 3: Parang Kusum o

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

Daftar Gambar / Tabel v

BAB I. Pendahuluan 1

I.1 Latar Belakang 1

I.2 Maksud dan Tujuan 1

I.3 Waktu dan Kesampaian Daerah 1

I.4 Alat dan Bahan 1

BAB II. Geologi Regional 3

II.1 Geomorfologi Regional 3

II.2 Stratigrafi Regional 5

II.3 Struktur Geologi Regional 6

BAB III. Pembahasan Setiap Stasiun Pengamatan 11

III.1 Stasiun Pengamatan 1 11

III.2 Stasiun Pengamatan 2 12

III.3 Stasiun Pengamatan 3 14

III.4 Stasiun Pengamatan 4 16

iii

Page 4: Parang Kusum o

BAB IV. Kesimpulan 19

Daftar Pustaka 20

iv

Page 5: Parang Kusum o

DAFTAR GAMBAR

Foto 1 11

Foto 2 13

Foto 3 13

Foto 4 14

Foto 5 16

Foto 6 17

Sketsa stasiun pengamatan 1 12

Sketsa stasiun pengamatan 2 14

Sketsa stasiun pengamatan 3 15

Sketsa stasiun pengamatan 4 18

v

Page 6: Parang Kusum o

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kegiatan field trip dilakukan dalam rangka memenuhi teori – teori yang didapat

di dalam kelas dengan cara terjun langsung ke lapangan serta pengaplikasian

penggunaan peralatan lapangan. Selain itu, di alam, kadangkala teori yang didapat di

dalam kuliah mempunyai kontradiksi dengan data yang didapat dari lapangan.

Kontradiksi – kontradiksi tersebut merupkan tugas kita sebagai geologist untuk

mengetahui penyebab timbulnya kontradiksi tersebut.

I.2 Maksud dan Tujuan

Maksud diadakannya field trip Geomorfologi ini adalah agar peserta field trip

dapat mengenal dan mengamati seluruh keadaan geologi yang terdapat di lokasi

pengamatan. Selain itu, kegiatan ini juga dapat memberikan gambaran secara umum

fenomena geologi yang nyata dan melalui kegiatan ini juga diharapkan kita bisa

menerapkan teori yang selama ini didapat dibangku kuliah. Tujuan Fieldtrip kali ini

adalah untuk mengamati bentang alam, struktural, fluvial, kars, pantai dan eolian

Pengamatan meliputi proses yang terjadi, litologi, dan potensi daerah. Adapun manfaat

yang juga di dapat dari kegiatan ini adalah dapat menambah pengalaman praktikan

dalam kegiatan – kegiatan lapangan

I.3 Waktu dan Kesampaian Daerah

Kegiatan field trip ini dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2009. Keberangkatan

dari kampus pukul 07.00 WIB dan pulang kembali ke kampus sekitar pukul 16.00 WIB.

Lokasi field trip adalah Imogiri – Panggang – Parangtritis – Parangkusumo.

I.4 Alat dan Bahan

Peralatan Perkelompok yang dibawa pada saat field trip ini adalah :

1. Kompas Geologi, berfungsi sebagai penentuan arah, ploting, penentuan

besar sudut, den mengukur kedudukan lapisan batuan.

2. Palu geologi, berfungsi sebagai alat untuk mengambil sampel batuan.

vi

Page 7: Parang Kusum o

3. Plastik, untuk tempat batu sampel.

4. Larutan HCl, untuk mengetahui kandungan karbonat dalam suatu batuan.

5. Lup, yang berguna untuk membantu dalam pengamatan batuan dengan

pembesaran 10 kali.

6. Peta Lapangan, sebagai alat untuk menentukan lokasi dan pengeplotan data.

7. Clipboard, untuk alas tulis ataupun medium pembantu untuk mencari strike

dan dip suatu perlapisan.

8. Buku lapangan dan alat-alat tulis, berfungsi untuk mencatat data lapangan.

9. Kamera / foto

Peralatan individu yang dibawa saat field trip :

1. Pensil dengan kekerasan sedang

2. Pensil warna

3. Sepasang mistar segitiga

4. Busur derajat

5. Karet penghapus

6. Ballpoint

7. Buku catatan lapangan

8. Clip Board

9. Mantel \ Ponco.

vii

Page 8: Parang Kusum o

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

II.1 Geomorfologi Regional

Van Bemmelen (1970) membagi fisiografi Pulau Jawa menjadi beberapa

zonasi, daerah kunjungan terletak pada zona Pegunungan Selatan. Zona

Pegunungan Selatan merupakan pegunungan struktural yang memanjang dari

barat ke timur searah bentuk geometri Pulau Jawa dan terbagi menjadi

Pegunungan Selatan Jawa Timur dan Pegungang Selatan Jawa Barat. Daerah

kunjungan termasuk pada bagian barat Pegunungan Selatan Jawa Timur, yang

secara fisiografi masih terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Bagian utara yang ditandai oleh rangkaian Pegunungan Baturagung Masif –

Panggung Masif, dicirikan oleh relief yang kuat dan tersusun oleh batuan

volkanik klastik.

2. Bagian tengah merupakan cekungan Wonosari yang tersusun oleh

perselingan batupasir berlapis dan napal.

3. Bagian selatan yang disebut sebagai komplek Gunung Sewu, memiliki

karakteristik bentang alam karst, tersusun oleh batugamping terumbu dan

batugamping berlapis.

Pegunungan Selatan

Daerah Pegunungan Selatan ini membujur dari E – W (dari Pacitan

hingga Parangtritis). Daerah ini merupakan daerah perbukitan yang di bagian

selatan dibatasi oleh Samudra Hindia dengan pantai yang curam dan di sebelah

utara oleh dataran Wonosari dan Batureno.

Daerah Pegunungan Selatan termasuk Formasi Wonosari, yang pada bagian

bawahnya tersusun oleh batugamping berlapis dan disebut anggota Oyo. Ke arah

lebih muda, anggota Oyo bergradasi menjadi dua fasies berbeda. Di daerah

Wonosari, semakin ke selatan berubah menjadi batugamping terumbu dan

dinamakan anggota Wonosari. Di barat daya Wonosari, batugamping terumbu

ini berubah fasies menjadi batugamping berlapis yang bergradasi menjadi napal

dan disebut anggota Kepek (Rahardjo dan Wijono, 1993). Secara keseluruhan,

Formasi Wonosari terbentuk selama miosen akhir.

viii

Page 9: Parang Kusum o

Daerah ini memperlihatkan topografi karst berupa bukit-bukit berbentuk

kerucut dan setengah bola (hemisfer), cekungan-cekungan membulat dan

memanjang yang sebagian terisi air (telaga), sungai bawah tanah, dan gua-gua

bawah tanah (Pudjianto, 2001).

Pembentukan topografi karst (karstifikasi) sangat tergantung pada proses

pelarutan yang dikontrol oleh beberapa faktor, diantaranya komposisi mineral,

penyusun batuan, iklim, adanya bidang perlapisan, dan rekahan batuan.

Batuan yang dapat menghasilkan topografi karst adalah batuan yang mudah larut

seperti batugamping (White, 1988). Meskipun demikian, tidak semua daerah

yang tersusun oleh batugamping dapat membentuk topografi karst, hanya

batugamping yang mempunyai komposisi mineral, porositas, dan permeabelitas,

serta kekuatan batuan tertentu yang dapat menghasilkan topografi karst.

Menurut Sweeting (1968) di dalam Ritter (1979), untuk menghasilkan

topografi karst diperlukan syarat-syarat batuan sebagai berikut :

1. batuan harus masif, seperti batugamping murni yang keras dan kristalin.

2. lapisan batuan yang larut harus tebal, diperkirakan lebih dari 100 m.

3. batuan harus mempunyai perlapisan batuan yang baik dan banyak rekahan.

4. batuan harus berada pada ketinggian (di atas base level) yang cukup besar

yang memungkinkan sirkulasi air berlangsung dengan baik.

Selain faktor batuan, iklim dan vegetasi juga ikut berperan dalam proses

karstifikaisi. Proses karstifikasi memerlukan air yang cukup banyak untuk

sirkulasi dalam batuan. Disamping sebagai pelarut, air juga memberi peluang

pertumbuhan vegetasi dan aktifitas mikroorganisme dalam tanah yang

memberikan tambahan CO2.

Batugamping umumnya tersusun oleh dua penyusun utama, yaitu kalsit

(CaCO3) dan dolomit [CaMg(CO3)2], dimana keduanya memiliki sifat mudah

larut dalam air yang mengandung asam karbonat (Selby, 1985). Adapun

prosesnya adalah :

CaCO3 + H2CO3 Ca+ + 2HCO3

CaMg(CO3)2 + 2H2CO3 Ca+ + 4HCO3

ix

Page 10: Parang Kusum o

Asam karbonat (H2CO3) dibentuk dari pelarutan CO2 yang berasal dari udara

yang bereaksi dengan air :

CO2 + H2O H2CO3

Sartono (1964) dalam Brahmantyo dkk (1998) berpendapat bahwa bukit-

bukit karst yang berbentuk kerucut dan hemisfer tersebut merupakan inti

terumbu koral. Namun, menurut Pudjianto (2001) bahwa berdasarkan

pengamatan lapangan dan analisa petrografi, bukit-bukit karst tersebut tersusun

oleh batugamping berlapis. Bentuk bukit karst yang khas tersebut kemungkinan

besar dikontrol oleh adanya kekar, bidang perlapisan dan variasi litologi.

Pannekoek (1949) menduga selain dikontrol oleh struktur seperti kekar, bentuk

bukit karst tadi juga dikontrol oleh pola penyaluran permukaan.

Morfologi depresi tertutup (dolina) yang tersebar di sini umumnya

memiliki diameter 100-500 m. Sebagian besar dolina ini terdapat lubang tempat

masuknya air ke dalam tanah yang sering disebut sebagai luweng. Pada

umumnya dalam setiap dolina mempunyai satu luweng. Terkadang luweng ini

tertutup oleh tanah hasil pelapukan yang tertransport dari tempat yang lebih

tinggi sehingga terbentuk lapisan kedap air yang pada akhirnya membentuk

telaga pada dolina tersebut.

Selby (1985) mengelompokkan berbagai jenis dolina dalam 4 jenis

berdasarkan genesanya yaitu dolina pelarutan (solutional dolines), dolina

runtuhan (collapse dolines), dolina amblesan (subsidence dolines) dan dolin

akibat masuknya sungai permukaan ke bawah tanah (alluvial streamsink

dolines). Bila dua atau lebih dolina bergabung maka akan terbentuk morfologi

uvala. Di daerah tropis, kehadiran dolina terkadang tergantikan oleh kehadiran

depresi berbentuk bintang yang tidak beraturan dengan kemunculan bukit-bukit

karst di sekelilingnya. Depresi yang tidak beraturan ini dinamakan cockpits dan

bukit-bukit karst yang mengelilingi dinamakan cones. Secara keseluruhan,

mereka dinamakan cockpits karst.

Pantai Parangkusumo

Batas daerah kunjungan di bagian selatan merupakan daerah pesisir yang

sebagian besar merupakan pantai curam. Pantai Parangkusumo terletak di

x

Page 11: Parang Kusum o

sebelah barat Pantai Parangtritis. Kedua pantai tersebut dipisahkan oleh

kehadiran sungai kecil. Perbedaan moroflogi pada kedua pantai terletak pada

kehadiran bentang alam eolian dalam bentuk komplek gumuk pasir (coastal

dune). Gumuk pasir lebih ekstensif di Parangkusumo. Morfologi kedua pantai

tersebut dipisahkan oleh tebing batugamping di sebelah timur dan muara Sungai

Opak di sebelah barat. Sementara di sebelah utara dibatasi oleh gawir sesar

Parangtritis dan gawir sesar Girijati yang berarah N – S (Sudarno,1997).

II.2 Stratigrafi Regional

Mengacu pada panduan Ekskursi Geologi Regional (1996), daerah

Pegunungan Selatan bagian barat tersusun oleh batuan yang hampir seluruhnya

terbentuk pengendapan gaya berat (grafity deposite process) setebal kurang

lebih 4000 m, yang hampir sama seluruhnya mempunyai kemiringan ke selatan.

Stratigrafi daerah ini mulai dari tua ke muda adalah sebagai berikut :

1. Formasi Kebo – Butak

Formasi ini secara umum terdiri dari konglomerat, batupasir, batulempung,

yang menampakan pengendapan arus turbid maupun pengendapan gaya

berat lainnya. Di bagian bawah yang oleh Bothe disebut sebagai Kebo Beds,

terdiri dari perselingan antara batupasir, batulanau, dan batulempung yang

khas menunjuka struktur turbidit dengan perselingan batupasir

konglomeratan yang mengandung klastika lempung. Bagian bawah diterobos

oleh sill batuan beku.

Bagian atas dari formasi ini disebut sebagai anggota Butak, yang tersusun

oleh batupasirkonglomeratan yang bergradasi menjadi lempung atau lanau.

Ketebalan dari formasi ini kurang lebih 800 m. Batuan yang membentuk

formasi ini ditafsirkan terbentuk pada lingkungan lower submarine fan

dengan beberapa interupsi pengendapan tipe mid fan yang terbentuk pada

akhir oligosen.

2. Formasi Semilir

Formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat tufaan,

ringan dan kadang-kadang dijumpai breksi. Fragmen yang membentuk

breksi maupun batupasir pada umumnya berupa fragmen batuapung yang

xi

Page 12: Parang Kusum o

bersifat asam. Di lapangan menunjukkan perlapisan yang baik. Umur dari

formasi ini diperkirakan awal meosen berdasarkan terdapatnya

Globigerinoides Primordius pada bagian yang bersifat lempungan di daerah

Piyungan. Formasi semilir menumpang secara tidak selaras pada formasi

Kebo-Butak.

3. Formasi Nglanggran

Formasi ini dicirikan oleh penyusun utama terdiri dari breksi dengan

material-material penyusunnya berupa material vulkanik, menunjukkan

perlapisan yang kurang baik dengan ketebalan yang cukup tebal. Breksinya

hampir seluruhnya tersusun oleh bongkahan-bongkahan lava andesit dan

juga bom andesit. Di antara massa dasar penyusun breksi tersebut ditemukan

sisipan lava yang sebagian besar telah mengalami breksiasi. Kontaknya

dengan formasi Semilir yang berada I bawahnya berupa kontak taham

sehingga sering dianggap tidak selaras dengan formasi semilir. Namun,

kontak ini dapat terjadi akibat berubahnya mekanisme pengendapan dari

energi rendah atau dari energi yang tinggi tanpa harus melalui waktu yang

lama. Umur dari formasi ini ditafsirkan sebagai hasil dapi pengendapan

aliran rombakan yang berasal dari gunung api bawah laut dan proses

pengedapannya masih berlangsung di lingkungan laut dalam serta

berlangsung dengan cepat pada masa meosen. Perubahan litologi penyusun

formasi Nglanggran menjadi formasi Sambipitu-Oyo ditandai dengan

perubahan secars bertahap dari breksi gunung api yang mengalami gradasi

bongkah sampai pasir menjadi perulangan gradasi batupasir serpih sehingga

terbentuk hubungan selaras atau menjari antar kedua formasi tersebut.

4. Formasi Sambipitu-Formasi Oyo

Ciri umum dari formasi Sambipitu-Oyo adalah perulangan batupasir dan

serpih. Batupasir hampir seluruhnya terdiri dari jenis graywacke. Batuan ini

berwarna abu-abu kehitam-hitaman dan kadang-kadang bersifat gampingan.

Pada setiap perlapisannya batupasir ini secara bertahap berubah menjadi

serpih berwarna abu-abu dengan bidang dasar umumnya mempunyai kontak

yang tegas dan bergelombang. Adanya sifat gampingan pada batupasir dan

serpih dengan kandungan foraminifera planktonik dan bentonit yang cukup

xii

Page 13: Parang Kusum o

banyak memberikan indikasi lingkungan pengendapan laut. Seri graywacke

yang bergradasi menjadi serpih adalah merupakan hasil endapan arus turbid

dengan kepekatan tinggi.

Kenampakan fisik dari batas Formasi Sambipitu – Oyo di lapangan terdiri

dari kenampakan menjari dan tidak selaras di beberapa tempat. Formasi

Sambipitu tersusun oleh batupasir yang bergradasi menjadi batulanau dan

batulempung. Di bagian bawah batupasir masih menunjukkan sifat volkanik,

sedangkan ke arah atas berubah menjadi batupasir bersifat gampingan.

Formasi Sambipitu berubah secara gradasional menjadi Formasi Wonosari

(anggota Oyo) seperti terlihat di Sungai Widoro. Formasi Sambipitu

terbentuk selama kala meosen.

5. Formasi Wonosari

Selaras di atas Formasi Sambipitu – Oyo, terdapat Formasi Wonosari yang

terdiri dari batugamping berlapis, napal, dan batugamping terumbu. Hamper

sebagian besar dari Formasi Wonosari membentuk morfologi kerucut karst

di kawasan Gunung Sewu. Kandungan foraminifera besar umumnya berupa

Lepidocyclina sp dan Miogypsinas sp disamping kandungan foraminifera

kecil dan Molusca.

6. Formasi Kepek

Formasi Kepek merupakan formasi sediment tersier yang termuda di

Pegunungan Selatan dan tersigkap baik di Wonosari – Playen – Paliyan.

Litologi berupa batugamping berlapis bergradasi menjadi napal kaya

foraminifera kecil. Formasi ini terendapkan pada lingkungan laut dalam

selama kala meosen atas.

7. Endapan Fluvio Vulkanik Yogyakarta

Produk fluvio vulkanik dari material rombakan Gunung Merapi mengisi

graben Yogyakarta dan membentuk dataran rendah fluvio volkanik dan

berasosiasi dengan endapan fluvial. Material penyusunnya berupa material

sediment lepas-lepas berukuran pasir – kerakal yang terbawa aliran sungai

dari lereng merapi hasil erosi lahar maupun endapan volkanik lainnya yang

diendapkan jauh dari tubuh Gunung Merapi.

xiii

Page 14: Parang Kusum o

Daerah Pegunungan Selatan pernah mengalami pengangkatan sebanyak

empat kali. Pertama, berlangsung sebelum pengendapan Formasi Kebo, yaitu

pada kala eosin dengan intensitas pengangkatan lemah. Kedua, berlangsung

setelah pengendapan Formasi Butak, yaitu pada kala oligisen – meosen

dengan pengangkatan tidak terlalu kuat, sehingga tidak mengganggu

perlapisan urutan batuan. Ketiga, terjadi setelah pengendapan Formasi

Sambipitu dengan formasi-formasi yang lebih muda. Pengangkatan keempat

terjadi setelah pengendapan Formasi Kepek. Pengangkatan ini memiliki

intensitas yang cukup besar yang mengakibatkan terjadi dataran.

II.3 Struktur Geologi Regional

Secara umum, pola struktur daerah Pegunungan Selatan masih

dipengaruhi oleh pola struktur regional Pulau Jawa. Pola struktur ini dilihat dari

hasil penelitian gaya berat menunjukkan arah yang paling dominan pada

Pegunungan Selatan ini adalah barat – timur. Pola arah barat – timur ini

diperkirakan dipengaruhi oleh pergerakan lempeng yang membentuk Pola Jawa.

Pola Jawa iu sendiri merupakan pola yang dibentuk oleh penunjaman antara

Lempeng Eurasia dan Lempeng Hindia – Australia. Pola kekar yang ada di

Pegunungan Selatan menurut Sukandar Asikin (1974), polanya membentuk

sudut kurang lebih 150 sampai 300 dari gaya utama pembentuk pola struktur

regional, yaitu utara – selatan.

Penyelidikan gaya berat untuk mengetahui pola struktur regional di

Pulau Jawa dan juga di Pegunungan Selatan menghasilkan suatu jalur anomaly

negatif regional yang mempunyai dimensi regional 100 km sampai 250 km di

bagian selatan Pulau Jawa, secara regional anomali gaya berat tersebut berimpit

dengan pulau-pulau di sebelah barat Sumatra dan selatan Jawa. Pulau-pulau

tersebut diperkiran merupakan trench slope break.

Daerah Pegunungan Selatan sendiri mengindikasikan pola khusus pada

penelitian gaya berat yang dilakukan sejak 1965 oleh Direktorat Geologi, yaitu

membentuk jalur anomali gaya berat selatan dengan + 90 mgal sampai + 170

mgal. Jalur ini secara khas berimpit dengan Pegunngan Selatan. Anomali positif

yang cukup tinggi yang terdapat pada bagian selatan Pulau Jawa, menurut

xiv

Page 15: Parang Kusum o

Asikin (1974), dapat ditafsirkan sebagai suatu struktur grabben dan horst yang

sekaligus juga menunjukkan adanya gejala pengangkatan secara menerus.

xv

Page 16: Parang Kusum o

BAB III

PEMBAHASAN SETIAP STASIUN PENGAMATAN

III.1 Stasiun Pengamatan 1

Lokasi pengamatan

Terletak di daerah aliran Sungai oyo, tepatnya di sebelah barat Sungai Oyo,

sekitar 100 m dari jembatan Sungai Oyo, Trukan. Di sebelah barat merupakan

dataran dan di sebelah timur merupakan perbukitan.

Foto 1. point bar dan dataran banjir di Kali Oyo

Morfologi

Merupakan lembah sungai dan merupakan perbatasan antara dua morfologi yaitu

perbukitan dan dataran yang dibatasi oleh aliran Sungai Oyo. Sungai Oyo

termasuk ke dalam stadia dewasa dan terdapat channel bar dan point bar dengan

dataran banjir yang sudah cukup meluas, bermeander, dan memiliki teras sungai

dengan arah aliran timur laut – barat daya kemudian berbelok menjadi timur –

barat. Hal tersebut dipengaruhi oleh pola kelurusan barat – timur sehinga arah

aliran sungai bisa berbelok. Proses yang berkembang pada daerah ini adalah

erosi, transportasi dan deposisi. Erosi lebih dominan lateral daripada vertical,

transportasi oleh arus sungai dengan arus traksi melalui bed load dan suspended

load, dan mendeposisikan pasir sampai berangkal. Perbukitan memiliki slope

36° sehingga termasuk perbukitan bergelombang lemah. Stadia daerah ini adalah

dewasa.

xvi

Page 17: Parang Kusum o

Litologi

Pada tubuh sungai : material lepas – lepas berukuran pasir sampai berangkal

antara lain andesit, batugamping, dan batupasir berbentuk subangular – rounded.

Pada bukit : merupakan breksi dengan fragmen andesit, fenokris berupa feldspar

dan massa dasar mineral mafik berukuran halus.

Struktur geologi

Pola kelurusan barat – timur searah dengan arah pembelokan aliran sungai

Potensi positif dan negatif

Potensi positif : sawah, perkebunan, pemancingan

Potensi negatif : banjir

Sketsa

III.2 Stasiun Pengamatan 2

Lokasi pengamatan

Berada di salah satu bukit pada daerah Panggang, Imogiri

Morfologi

Pada stasiun pengamatan ini terlihat kerucut karst dan kerucut karst tersebut

berbaris membentuk pola pelurusan. Hal tersebut sesuai dengan syarat

pembentukan morfologi karst, yaitu selain litologinya batuan mudah larut seperti

batugamping, harus ada kekar untuk membantu pelarutan litologi tersebut. Pada

xvii

Page 18: Parang Kusum o

saat hujan akan terlihat pola penyaluran multi basinal. Stadia daerah dewasa

karena sudah cukup intensif pelarutan batugamping di daerah ini sehingga

membentuk kerucut – kerucut karst.

Foto 2. Barisan kerucut karst yang memanjang

Foto 3. Barisan kerucut karst yang memanjang

Litologi

Batu gamping berukuran berangkal sampai bongkah, berwrna abu – abu,

tersusun oleh mineral karbonatan, massif.

Struktur geologi

Pola kelurusan N90°E dan N110°E berhubungan dengan arah terbentuknya

kerucut karst yang berbaris.

Potensi positif dan negatif

Potensi positif : perkebunan

Potensi negatif : gerakan massa

xviii

Page 19: Parang Kusum o

Sketsa

III.3 Stasiun Pengamatan 3

Lokasi pengamatan

Terletak di sebuah tinggian di dekat Pantai Parangtritis dibatasi di sebelah utara

oleh tinggian, sebelah selatan Samudra Hindia, sebelah timur perbukitan dan di

sebelah barat merupakan dataran dan pantai.

Foto 4. Interaksi antara 5 bentang alam di Stasiun Pengamatan 3

xix

Page 20: Parang Kusum o

Morfologi

Morfologi yang ditemui pada daerah ini termasuk bentang alam fluvial,

struktural, karst, eolian serta pesisir dan pantai. Proses fluviatil di daerah ini

tidak menghasilkan bentukan delta dikarenakan pengaruh ombak yang cukup

besar dikarenakan Samudera Hindia merupakan laut lepas, namun terlihat

morfologi spit pada mulut sungai dikarenakan aktifitas ombak dan suplai

sedimen yang cukup banyak. Pada stasiun pengamatan ini juga dapat dilihat

gawir sesar yang merupakan pertanda akan adanya sesar, selain itu juga terdapat

perbedaan tinggi yang sangat mencolok. Untuk morfologi karst, walaupun

tinggian – tinggian di daerah ini tersusun oleh batugamping, tidak terbentuk

bentukan khas dari morfologi karst, mungkin dikarenakan adanya struktur yang

sangat besar. Dari kejauhan terkihat gumuk pasir, namun hanya kecil

pelamparannya dibandingkan di Pantai Parangkusumo. Stadia daerah adalah

dewasa.

Litologi

Batu gamping berukuran berangkal sampai bongkah, berwrna abu – abu,

tersusun oleh mineral karbonatan, massif.

Struktur geologi

Pola kelurusan yang searah dengan gawir sesar pada sebuah tinggian.

Potensi positif dan negatif

Potensi positif : pariwisata

Potensi negatif : tsunami

Sketsa

xx

Page 21: Parang Kusum o

III.4 Stasiun Pengamatan 4

Lokasi pengamatan

Gumuk pasir di Pantai Parangkusumo

Morfologi

Merupakan bentang alam eolian dan terdapat gumuk pasir dengan struktur ripple

marks. Semakin ke utara, gumuk pasir semakin tinggi dan dibatasi oleh tinggian

dengan litologi batugamping dan di sebelah selatan dibatasi oleh Samudra

Hindia. Arah angin pada stasiun pengamatan ini cenderung ke selatan utara dan

ripple marks timur – barat sehingga ripple marks di tempat ini merupakan jenis

transversal.

Foto 5. Ripple marks di satsiun pengamatan 4

xxi

Page 22: Parang Kusum o

Foto 6. Salah satu bentukan dune di Stasiun Pengamatan 4

Litologi

Berupa material sediment berukuran pasir (1/16 – 2 mm) berwarna coklat

kehitaman. Material pasir tersebut mengandung magnetit, hematite, feldspar dan

kuarsa serta litik subangular – rounded.

Struktur geologi

Pelurusan pada tinggian di sebelah utara yang membatasi daerah gumuk pasir.

Kedudukan ripple marks N50°E/14°.

Hasil pengukuran backslope dan foreslope pada ripple marks adalah sebagai

berikut :

Backslope 7 cm 10 cm 3 cm 25 cm 9 cm 22 cm

Foreslope 5 cm 3 cm 4 cm 2 cm 5 cm 4,5 cm

Potensi positif dan negative

Potensi positif : pariwisata

Potensi negative : tsunami

xxii

Page 23: Parang Kusum o

Sketsa

BAB IV

xxiii

Page 24: Parang Kusum o

KESIMPULAN

1. Pada stasiun pengamatan 1 dapat dilihat bahwa pola pelurusan dapat menjadi

tanda adanya struktur dikarenakan searah dengan pembelokan arah aliran

sungai dan pemisahan satuan morfologi.

2. Pembentukan morfologi karst di stasiun pengamatan 2 telah terjadi dalam

waktu yang lama dan terpengaruh juga oleh kontrol strukur. Bentukan

morfologi yang terlihat adalah barisan kerucut karst yang memanjang timur

laut – barat daya.

3. Stasiun pengamatan 3 merupakan interaksi antara 5 bentang alam, yaitu

bentang alam struktural, fluvial, eolian, karst dan pesisir. Terlihat beberapa

bentukan morfologi seperti spit, lagoon dan dune. Selain itu terlihat gawir

sesar yang sangat besar.

4. Stasiun pengamatan 4 merupakan bentang alam eolian karena muncul

beberapa kenampakan seperti transversal dune dan parabolic

dune.Pembentukannya dipengaruhi oleh vegetasi, suplai sedimen dan

kekuatan hembusan angin.

DAFTAR PUSTAKA

xxiv

Page 25: Parang Kusum o

Flint, R.F. dan Skinner, B.J., 1977, Physical Geology, 2 ed, John Willey & Sons, New

York, p. 594.

Pannekoek, A.J. Outline of the Geomorphology of Java. Reprint from Tijdschrift Van

Het Koninlijk Nederlandsch Aadrijksundig Gootschap. Col LXVI, part 3. E.J.,

Brill, Leiden.

Thornbury, W.D. , 1969, Principles of Geomorphology 2nd ed. , John Wiley and

Sons, Inc. , New York.

Twidale, C.R., 1978. Analysis of Landforms. John Willeys and Sons : Brisbane.

Van Bemmelen, R.W..1970, The Geology of Indonesia. Vol. I A, General geology of

Indonesia and Adjacent Archipelagoes, 2 nd. Martinus Njhoff. The Haque.

Staf Asisten,1999,Panduan Praktikum Geomorfologi,Laboratorium Geologi Dinamik

Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta.

xxv