Upload
nisan-tanpa-nama
View
339
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
1/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…
Home
Depan
Tentang UIN
Sistem Pendidikan
Tri Dharma PT
Lembaga / Unit
Artikel Dosen
PMB Online 2011
Berita
Terkini
Seputar Kampus
Cari Berita/Artikel
Pengumuman
Akademik
Cek Bayar SPP
Kritik & Saran (SMSBox)
Portal Akademik
Fakultas
Fakultas Tarbiyah
Fakultas Syariah
Humaniora & Budaya
Fakultas Psikologi
Fakultas Ekonomi
Fakultas Saintek
Pohon Ilmu UIN Maliki
Kolom PR 1
Runtuhnya Karakter
Bangsa dan Urgensi
Pendidikan Pancasila (1)
Metode Pengumpulan
Data Penelitian Kualitatif
Fungsi Teori dan State of
the Arts dalam Penelitian
More Articles
Kolom PR 2
Dinamisasi Hukum dalam
Realitas Sosial
Memperluas Cakrawala
Ajaran
Paradigma Metodologi
Penelitian Hukum
More Articles
Tentang Situs
Bagaimana Pendapat
PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
KAMIS, 02 SEPTEMBER 2010 13:12
PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA
Saifullah *)Sejak tahun 1950-an masalah lingkungan mendapat perhatian serius, tidak
saja dari kalangan ilmuwan, tetapi juga politisi maupun masyarakat umum. Perhatian
tersebut tidak saja diarahkan pada terjadinya berbagai kasus pencemaran terhadap
lingkungan hidup tetapi juga banyaknya korban jiwa manusia.
Beberapa kasus lingkungan hidup yang menimbulkan korban manusia
seperti pada akhir tahun 1950 yaitu terjadinya pencemaran di Jepang yang
menimbulkan penyakit sangat mengerikan yang disebut penyakit itai-itai (aduh-
aduh). Penyakit ini terdapat di daerah 3 Km sepanjang sungai Jintsu yang tercemari
oleh Kadmium (Cd) dari limbah sebuah pertambangan Seng (Zn). Penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa kadar Cd dalam beras di daerah yang
mendapat pengairan dari sungai itu mengandung kadmium 10 kali lebih tinggi
daripada daerah lain. Pada tahun 1953 penduduk yang bermukim disekitar Teluk
Minamata, Jepang mendapat wabah penyakit neurologik yang berakhir dengan
kematian. Setelah dilakukan penelitian terbukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh
air raksa (Hg) yang terdapat di dalam limbah sebuah pabrik kimia. Air yang
dikonsumsi tersebut pada tubuh manusia mengalami kenaikan kadar ambang batas
keracunan dan mengakibatkan korban jiwa. Pencemaran itu telah menyebabkan
penyakit keracunan yang disebut penyakit Minamata.
Pada tahun 1962 dipublikasikan karya Rachel Carson yang berjudul The Silent
Spring (Musim Bunga yang Bisu) yang menguraikan tentang adanya penyakit
baru yang mengerikan dan kematian hewan yang disebabkan oleh pencemaran dari
penggunaan pestisida. Organisme hama dan vektor menjadi resisten terhadap
pestisida yang dipakai, sehigga di banyak tempat pestisida tidak ampuh lagi
memberantas penyakit malaria. Beberapa kasus lingkungan hidup yang terjadi dan
merenggut banyak korban jiwa serta dipublikasikannya buku tersebut, menimbulkan
keprihatinan masyarakat dan ditindak lanjuti dengan konferensi lingkungan hidup di
Amerika Serikat pada tahun 1968 dengan judul “Teknologi yang Tidak Peduli”
(The Careless Technology) yang mengemukakan tentang kerusakan lingkungan
hidup yang disebabkan oleh bantuan luar negeri negara maju kepada negara
berkembang yang menghasilkan bencana lingkungan. Pada tahun 1972
dipublikasikan karya dari The Club of Rome yang berjudul “Batas-batas
DEPAN TENTANG UIN BERITA PENGUMUMAN PMB ONLINE 2011 WEB LINK ENGLISH JURNAL
.: Kolom Rektor :.
Tujuan Akhir Mempelajari Ilmu
Sebentar lagi para siswa SMA, MA dan SMK akan
mengikuti ujian nasional....
More in: Artikel Rektor
Kekuatan Jama'ah
Ikut Berbincang tentang Gaji Para Hakim
More Articles
Minggu 15 April
IFI Award
"Selamat kepada Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Prof.Dr. H. Imam Suprayogo yang meraih IFI (Islamic Fair of Indonesia) Awardkategori Tokoh Pendidikan.
15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
2/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…
Pascasarjana
Link Internal
Prof.Dr.H.Imam
SuprayogoProf. Dr. H. Mudjia
Rahardjo, M.SiSertifikasi Dosen
Perpustakaan
EL ZAWA
Penjaminan Mutu
UIN-MALIKI PRESS
LEMLITBANG
LPM
Self Access Center
(SAC)Infopub
UIN Class
UIN Blogger
Slide by Rector
Rector Article Files
PR 1 Article Files
Link Eksternal
Kementerian Agama
SPMB-PTAIN
Ditjen Pendis Kemenag
PKES Interaktif
Anda Tentang Website
Kami?Menarik
Bagus
Bermanfaat
Biasa-biasa saja
Pilih Hasil
Sekilas Info
Download Jadwal
Kegiatan Layanan On-Line
Semester Genap
2010/2011 UIN MALIKI
Malang
Kalender Akademik UIN
MALIKI Malang 2011/2012
dapat di download di_sini
Download Surat
Permohonan Company
Profile Rekanan UIN
Maulana Malik Ibrahim
Malang
Download Form Isian Data
Rekanan UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang
Pengunjung
Kami memiliki 157
Tamu online
Hari ini 14316
Kemarin 18123
Minggu ini 14316
Bulan ini 273993
Total 17605990
Pertumbuhan” (The Limits to Growth) yang meramalkan bahwa jika
kecenderungan pertumbuhan penduduk dunia, industrialisasi, pencemaran, produksi
makanan dan menipisnya sumber daya alam terus berlaku tanpa perubahan, maka
batas-batas pertumbuhan di planet kita ini akan tercapai dalam waktu 100 tahun
mendatang.1
Kesadaran umat manusia akan masalah lingkungan hidup semakin meluas yaitu
dengan diadakannya Konferensi PBB tentang lingkungan hidup manusia di
Stockholm, Swedia tanggal 5-16 Juni 1972. Konferensi ini merupakan perwujudan
kepedulian bangsa-bangsa di dunia akan masalah lingkungan hidup dan merupakan
komitmen prima bagi tanggung jawab setiap warga negara untuk
memformulasikannya dalam setiap kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup.
Hasil dari konferensi ini adalah : (1) Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia,
terdiri atas mukadimah (Preamble) dan 26 prinsip dalam Stockholm Declaration ;
(2) Rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia (Action Plan) yang terdiri dari 109
rekomendasi. Deklarasi dan rekomendasi dari konferensi ini dapat dikelompokkan
menjadi lima bidang utama yaitu pemukiman, pengelolaan sumber daya alam,
pencemaran, pendidikaan dan pembangunan. Deklarasi Stockholm juga menyerukan
agar bangsa-bangsa di dunia mempunyai kesepakatan untuk melindungi kelestarian
dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup bagi kehidupan manusia.
Setelah dikeluarkannya deklarasi tersebut, sejarah juga mencatat akan banyaknya
peristiwa lingkungan hidup seperti : pencemaran di darat, air dan udara, pemanasan
global, pelubangan lapisan ozon, sampai pada berkurangnya sumber daya alam dan
energi, baik itu renewable resources, non renewable resources, maupun common
property resources. Gangguan terhadap mata rantai ekosistem ini terjadi salah
satunya disebabkan oleh kegiatan perekonomian yang menjadikan sumber daya alam
dan energi menjadi modal utama berlangsungnya proses pembangunan ekonomi.
Keberpihakan akan kemajuan ekonomi inilah yang mengakibatkan sumber daya
alam dan energi menjadi korban bagi kemajuan pembangunan.
Menyadari akan hal tersebut maka aspek kelestarian lingkungan hidup untuk
kesinambungan kehidupan antar generasi menjadi komitmen mutlak yang
mendasari setiap kebijakan pengelolaan lingkungan hidup setiap negara di masa kini
maupun masa mendatang. Dengan prinsip dasar seperti ini diharapkan setiap negara
mampu untuk mengaktualisasikan komitmen ini agar dapat mengantisipasi sejauh
mungkin segala akibat yang akan terjadi sehingga dapat memperkecil malapetaka
lingkungan bagi umat manusia. Hal ini disebabkan masalah lingkungan hidup yang
terjadi di suatu negara dapat memberikan dampak buruk bagi negara lain, dalam arti
masalah lingkungan sudah tidak mengenal lagi akan batas-batas negara atau lintas
negara dan bersifat global. Contoh dari hal ini seperti masalah kebakaran hutan,
pembuangan limbah B3 (bahan beracun berbahaya), pencemaran air laut dan
sebagainya.
Konferensi yang mencetuskan Deklarasi Stockholm tersebut melahirkan konsep
ecodevelopment. Pencetus konsep ini adalah Maurice Strong yang kemudian
dipopulerkan oleh Ignacy Sachs yang memberikan definisi sebagai berikut :
“…ecodevelopment is style of development that, in each ecoregion,
calls for specific solutions to the particular problems of the region
in the light of cultural as well as ecological data and long term as
well as immediate needs. Accordingly, it operates with criteria of
progress that are related to each particular case, and adaption to
the environment plays and important role”. 2
Sejalan dengan gagasan ecodevelopment tersebut maka pembentukan WCED
(World Commission on Environment and Development) oleh PBB tahun 1983
mempunyai andil yang sangat besar dalam merumuskan wawasan lingkungan dalam
pembangunan di semua sektor. Pendekatan yang dilakukan WCED terhadap
lingkungan dan pembangunan dari 6 (enam) aspek yaitu : keterkaitan, berkelanjutan,
pemerataan, sekuriti dan resiko lingkungan, pendidikan dan komunikasi serta
kerjasama internasional. Laporan WCED yang dibuat oleh Komisi Brundtland
(Brundtland Commission) di tahun 1987 yaitu ”Hari Depan Kita Bersama”
(Our Common Future) telah mencuatkan gagasan sustainable development
(pembangunan berkelanjutan). 3
Tugas komisi tersebut telah ditentukan yaitu mendefinisikan hubungan antara
pembangunan dan lingkungan. Dalam laporan tersebut pembangunan berkelanjutan
dimaknai sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
3/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…
dimaknai sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri (development that meet the needs of the present without compromising
the ability of future generations to meet their own needs). Di dalamnya
terkandung dua gagasan penting :
1. Gagasan “kebutuhan”, khususnya kebutuhan essensial kaum miskin
sedunia, yang harus diberi prioritas utama;
2. Gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan
organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi
kebutuhan kini dan hari depan. 4
Nilai hakiki yang tersirat dalam pernyataan di atas adalah generasi yang hidup saat
ini harus mampu bersikap arif dan bijaksana bahwa sumber daya alam yang
terbentang di darat, laut dan udara dapat dimanfatkan sebaik mungkin dengan
memperhatikan prinsip dasar ekologis yaitu : menjaga, memelihara, memanfaatkan
serta melestarikan lingkungan guna kehidupan generasi mendatang. Hal ini
menandakan bahwa generasi yang hidup di zamannya tidak boleh menghabiskan
sumber daya alam atau penggunaanya tidak melampaui kemampuan ekosistem yang
mendukung kehidupannya sehingga akan mengakibatkan generasi mendatang tidak
tersisa lagi atau mewariskan malapetaka lingkungan yang pada akhirnya
menghancurkan generasi umat manusia.
Berkelanjutan merupakan kegiatan yang secara terus-menerus dan pendefinisiannya
didasarkan pada keadaan saat itu. Keberlanjutan suatu kegiatan untuk masa yang
akan datang tidak dapat dijamin kepastiannya, oleh karena banyak faktor yang
mempengaruhi dan bersifat tidak terduga. Akan tetapi konsep moral yang mendasari
hal ini adalah tindakan konservasi dalam setiap kegiatan yang akan merusak,
mencemari lingkungan hidup, mampu untuk mempelajari dampak dari kegiatan yang
dilakukan serta banyak belajar dari setiap kesalahan.
Konsep pembangunan berkelanjutan ini selanjutnya oleh IUCN
(International Union for The Conservation of Nature), UNEP (United Nations
Environmental Programme) dan WWF (World Wide Fund For Nature) dikaji
secara mendalam dalam “Caring For The Earth” tahun 1991 sebagai berikut :
Terminologi tersebut telah dikritik sebagai sesuatu yang ambisius dan
menimbulkan interpretasi yang sangat luas, di mana banyak di antaranya
saling bertentangan (kontradiktif). Kerancuan itu disebabkan karena
istilah “pembangunan yang berkesi-nambungan”, ”pertumbuhan yang
berkesinambungan”, dan “pemakaian yang berkesinambungan” telah
dipakai saling tukar seolah artinya sama. Padahal tidak demikian.
“pertumbuhan yang berkesinambungan” merupakan suatu terminologi
yang kontradiktif, tidak ada sesuatu yang bisa berkembang dalam jangka
waktu yang tidak terbatas. “Penggunaan / pemakaian yang
berkesinambungan” hanya bisa diterapkan pada sumber daya yang dapat
diperbaharui ; artinya mempergunakan sumber daya tersebut pada
tingkat yang bisa diperbaharui kembali. Ungkapan “pembangunan yang
berkesinambungan” yang digunakan dalam dokumen ini dalam arti
meningkatkan kualitas kehidupan manusia sementara mereka hidup
dalam kapasitas daya dukung ekosistem pendukung. 5
Anthony Giddens menanggapi kosepsi pembangunan berkelanjutan tersebut
sebagai sebuah definisi yang sangat sederhana yaitu sebagai kemampuan generasi
sekarang “untuk memastikan bahwa perkembangan tersebut memenuhi kebutuhan-
kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”. Karena generasi sekarang tidak
mengetahui kebutuhan generasi mendatang, atau bagaimana perubahan teknologi
mempengaruhi pemanfaatan sumber daya alam, gagasan pembangunan
berkelanjutan tidak pernah akurat, dan karena itu tidak mengejutkan bahwa ada
empat puluh definisi yang berbeda tentang hal itu. Pembangunan berkelanjutan
dengan demikian lebih merupakan prinsip panduan ketimbang sebuah formula yang
akurat. 6 Donald. N. Dewees menyebutkan bahwa pembanguan berkelanjutan
adalah pembangunan di mana kebutuhan sosial melampaui biaya sosial dalam jangka
panjang. Hal ini berarti terjadinya peningkatan yang berkesinambungan dalam
pendapatan nyata per orang dan kualitas hidup; memperkecil perbedaan tingkat
pendapatan, menghilangkan penderitaan fisik yang disebabkan oleh kemiskinan,
mencegah kepunahan spesies atau ekosistem, memelihara keharmonisan sosial dan
Live Traffic Feed
See your visitors inRealTime! Get the Free
Live Traffic Feed GetFeedjit Now!
A visitor from Indonesiaviewed "PARADIGMAPEMBANGUNANLINGKUNGAN HIDUP"0 secs ago
A visitor from Jakarta,Jakarta Raya viewed"PARADIGMAPEMBANGUNAN
LINGKUNGAN HIDUP"32 secs ago
A visitor from Indonesiaviewed "Berita Utama" 1
min ago
A visitor from Mojokerto,
Jawa Timur viewed "BeritaUtama" 1 min ago
A visitor from Indonesia
viewed "ProblematikaPendidikan Islam diIndonesia (bagian 1)" 1min ago
A visitor from Semarang,Jawa Tengah viewed"Berita Utama" 2 mins ago
A visitor from Surabaya,Jawa Timur viewed "18
Jurnal Terakreditasi" 2mins ago
A visitor from Jakarta,Jakarta Raya viewed"Agama dan Negara" 3
15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
4/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…
mencegah kepunahan spesies atau ekosistem, memelihara keharmonisan sosial dan
keamanan, dan memelihara peninggalan kebudayaan secara baik. Disebutkan pula
oleh Donald. N. Dewees terdapat dua faktor yang membatasi pembangunan
berkelanjutan ialah pencemaran dan konsumsi dari sumber daya yang dapat
diperbaharui (renewable resources) dan sumber daya yang tidak dapat
diperbaharui (non-renewable resources). Pencemaran lingkungan dapat
mengurangi produktivitas pertanian, perikanan, kehutanan, dan merusak kesehatan.
Akan sangat besar jumlah biaya yang dibutuhkan untuk membersihkannya,
mengembalikan dalam keadaan semula, ataupun untuk menetralisasinya daripada
untuk mengontrol supaya lingkungan tidak tercemar. Oleh karena itu pembangunan
berkelanjutan memerlukan peraturan serta kebijaksanaan yang tepat untuk mengatur
pencemaran lingkungan, bukan saja terhadap pencemar, tetapi juga dampaknya
untuk jangka panjang. 7
Konsep pembangunan berkelanjutan tersebut selanjutnya dikemukakan lebih
terperinci dalam dokumen maupun deklarasi pada KTT Bumi atau Konferensi PBB
tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro tahun 1992. Konferensi ini
menghasilkan lima dokumen yaitu :
1. Deklarasi Rio tentang Pembangunan dan Lingkungan dengan 27
asas yang menetapkan hak dan tanggung jawab bangsa-bangsa
dalam memperjuangkan perkembangan dan kesejahteraan manusia.
2. Agenda 21 : Program Kerja Aksi PBB dari Rio, sebuah rancangan
tentang cara mengupayakan pembangunan yang berkelanjutan dari
segi sosial, ekonomi dan lingkungan hidup.
3. Konvensi tentang Perubahan Iklim. Tujuan kerangka Konvensi
PBB untuk Perubahan Iklim ialah menstabilkan gas-gas rumah kaca
dalam atmosfer pada tingkatan yang tidak akan mengacaukan iklim
global. Ini mensyaratkan pengurangan emisi gas-gas seperti
karbondioksida, yaitu hasil sampingan dari pemakaian bahan bakar
untuk mendapatkan energi.
4. Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati, menghendaki agar
negara-negara mengerahkan segala daya dan dana untuk
melestarikan keragaman spesies-spesies hidup, dan mengupayakan
agar manfaat penggunaan keragaman hayati itu dirasakan secara
merata.
5. Pernyataan tentang Prinsip Kehutanan. Pernyataan tentang
prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi pengelolaan, pelestarian
dan pembangunan semua jenis hutan secara berkelanjutan, yang
merupakan unsur mutlak bagi pembangunan ekonomi dan
pelestarian segala bentuk kehidupan. 8
Dari berbagai dokumen maupun deklarasi yang dihasilkan dalam KTT tersebut
terdapat 5 (lima) prinsip utama yang terkandung dalam pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan (ecologically sustainable development) yaitu :
1. Prinsip keadilan antar generasi (intergenerational equity)
Edith Brown Weiss 9 menyebutkan bahwa makna yang terkandung dalam
prinsip ini adalah setiap generasi umat manusia di dunia mempunyai hak untuk
menerima dan menempati bumi bukan dalam kondisi yang buruk akibat
perbuatan generasi sebelumnya, menurutnya ada tiga tindakan generasi
sekarang yang sangat merugikan generasi mendatang :
(1) Konsumsi yang berlebihan terhadap sumber daya berkualitas membuat
generasi mendatang harus membayar lebih mahal untuk dapat
mengkonsumsi sumber daya yang sama;
(2) Pemakaian sumber daya saat ini belum diketahui manfaat terbaiknya sangat
merugikan generasi mendatang, karena mereka harus membayar mahal
untuk in-efisiensi dalam penggunaan sumber daya alam yang dilakukan
generasi sekarang;
(3) Pemakaian sumber daya alam secara habis-habisan generasi sekarang
membuat generasi mendatang tidak memiliki keragaman sumber daya yang
besar.
Ada tiga dasar yang terkandung dalam prinsip keadilan antar generasi yaitu :
(1) Setiap generasi harus melakukan konservai keragaman sumber daya
lingkungan, agar generasi mendatang memiliki pilihan yang sama
banyaknya dengan generasi sekarang dalam pemanfaatan sumber daya
lingkungan ;
15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
5/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…
lingkungan ;
(2) Setiap generasi harus menjaga atau memelihara kualitas lingkungan agar
generasi mendatang dapat menikmati lingkungan dengan kualitas yang
sama, sebagaimana yang dinikmati generasi sebelumnya.
(3) Setiap generasi yang menjamin hak akses yang sama terhadap segala
warisan kekayaan alam dari generasi sebelumnya dan harus melindungi
akses ini untuk generasi mendatang. 10
2. Prinsip keadilan dalam satu generasi (intragenerational equity)
Prinsip ini menekankan pada keadilan dalam sebuah generasi umat manusia,
termasuk di dalamnya ketidakberhasilan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dasar lingkungan dan sosial, atau tepatnya kesenjangan antara individu dengan
kelompok-kelompok dalam masyarakat tentang pemenuhan kualitas hidup.
Menurut Mas Achmad Santosa 11, prinsip ini sangat berkaitan erat dengan isu
lingkungan dan pembangunan berkelanjutan karena :
(1) Beban dan permasalahan lingkungan dipikul oleh masyarakat yang lemah
secara sosial dan ekonomi ;
(2) Kemiskinan menimbulkan akibat degradasi lingkungan, karena masyarakat
yang masih dalam taraf pemenuhan basic need pada umumnya tidak
memiliki kepedulian lingkugan ;
(3) Upaya-upaya perlindungan dapat berakibat pada sektor-sektor tertentu yang
lain ;
(4) Tidak seluruh anggota masyarakat memiliki akses yang sama dalam proses
pengambilan keputusan yang berdampak pada lingkungan pengetahuan,
ketrampilan, keberdayaan serta struktur pengambilan keputusan dapat
menguntungkan anggota masyarakat tertentu dan merugikan kelompok lain.
3. Prinsip pencegahan dini (precautionary principle)
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa apabila terdapat ancaman berarti atau
adanya acaman kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan, ketiadaan
temuan alasan untuk pembuktian ilmiah yang konkluksif dan pasti, tidak dapat
dijadikan alasan untuk menunda upaya-upaya untuk mencegah terjadinya
kerusakan tersebut. Menurut Mas Achmad Santosa, dalam menerapkan
prinsip ini, pengambilan keputusan harus dilandasi oleh : (1) evaluasi yang
sungguh-sungguh untuk mencegah seoptimal mungkin kerusakan lingkungan
yang tidak dapat dipulihkan (2) penilaian dengan melakukan analisis risiko
dengan menggunakan berbagai opsi (pilihan).12
4. Prinsip perlindungan keragaman hayati (conservation of biological
diversity) ;
Potensi keragaman hayati memberikan arti penting bagi kesinambungan
kehidupan umat manusia. Apalagi laju kerusakan dan kepunahan keragaman
hayati semakin besar maka akan berakibat fatal bagi kelangsungan kehidupan
umat manusia. Prinsip perlindungan keragamanan hayati merupakan prasyarat
bagi berhasilnya pelaksanaan prinsip keadilan antar generasi. Sebagai contoh
dalam keadaan masyarakat lokal (indigienus people) mengalami kehilangan
atau keterputusan dari ekosistemnya akibat kepunahan keragaman hayati, maka
tertutup akses terhadap tingkat kehidupan dan kesejahteraan yang layak. 13
Perlindungan keragaman hayati juga terkait dengan masalah pencegahan, sebab
mencegah kepunahan species dari keragaman hayati diperlukan demi
pencegahan dini.
5. Internalisasi biaya lingkungan. (Internalisation of environmental cost and
incentive mechanism).
Rasio pentingnya diberlakukan prinsip ini berangkat dari suatu keadaan di mana
penggunaan sumber daya alam kini merupakan kencenderungan atau reaksi dari
dorongan pasar. Sebagai akibatnya kepentingan yang selama itu tidak terwakili
dalam komponen pengambilan keputusan untuk penentuan harga pasar tersebut
menjadi terabaikan dan menimbulkan kerugian bagi mereka.14
Kelima prinsip tersebut kemudian dikenal sebagai prinsip pokok atau utama dari
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Walaupun demikian,
konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan ini telah jelas
memberikan petunjuk, akan tetapi tidaklah mudah untuk melaksanakannya. Otto
Soemarwoto menyebutkan agar pembangunan dapat terlanjutkan, tiga syarat harus
dipenuhi, yaitu ekonomi, sosial budaya dan ekologi. 15 Konsep yang diajukan
oleh Otto Soemarwoto ini tidak jauh berbeda dengan konsep yang diajukan oleh
15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
6/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…
oleh Otto Soemarwoto ini tidak jauh berbeda dengan konsep yang diajukan oleh
Stockholm Environment Institute (1996) yang mengembangkan suatu sistem
yaitu Sistem Sosio Ekologi yang terdiri dari atas 3 sub-sistem,yang masing-masing
berkenaan dengan masyarakat manusia, lingkungan hidup dan ekonomi. Dalam
kajian lain disebutkan ada 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi bagi suatu proses
pembangunan berkelanjutan.
Pertama, menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pada lokasi yang
secara ekologis, benar.
Kedua, pemanfaatan sumber daya terbarukan (renewable resources) tidak boleh
melebihi potensi lestarinya serta upaya mencari pengganti bagi sumber
daya tak terbarukan (non-renewable resources).
Ketiga, pembuangan limbah industri maupun rumah tangga tidak boleh melebihi
kapasitas asimilasi pencemaran.
Keempat, perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung
lingkungan (carrying capacity). 16
Disadari sepenuhnya bahwa konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan akan dapat berjalan dengan baik yaitu dengan diwujudkannya partisipasi,
transparansi, koreksi yang dilakukan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Untuk itu haruslah diterapkan pendekatan baru yang mampu
memenuhi dua kebutuhan fundamental.
Yang pertama adalah kebutuhan untuk menjamin penyebarluasan etika mengenai
kehidupan yang berkesinambungan serta terciptanya komitmen
masyarakat secara mendalam terhadap etika baru tersebut.
Yang kedua adalah upaya untuk mengejawantahkan prinsip-prinsip dalam etika
tersebut ke dalam tindakan nyata. Selain itu yang sangat diperlukan
adalah memadukan konservasi dan pembangunan ; konservasi untuk
menjaga agar aktivitas kehidupan kita tetap berada di dalam kapasitas
daya dukung bumi, dan pembangunan yang memungkinkan semua orang
di manapun juga dapat menikmati hidup yang panjang, sehat sejahtera
dan bermakna. 17
Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan di atas
dapat dijadikan parameter untuk menilai sejauhmana kebijakan pembangunan
lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh pemerintah. Berkaitan dengan hal
tersebut maka dapat dianalisis kebijakan kriminal di bidang konservasi
keanekaragaman hayati yang berorientasi pada prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sebagai berikut :
Dalam Kongres PBB ke-9 tahun 1995 tentang “The Prevention of Crime and The
Treatment of Offenders”, terdapat resolusi tentang “Criminal justice
management in the context of accuntability of public administration and
sustainable development”. Resolusi itu antara lain menghimbau negara anggota,
organisasi antar pemerintah, dan organisasi profesional nonpemerintah ; agar dalam
program-program pengembangan yang berkaitan dengan manajemen peradilan
pidana, mempertimbangkan masalah “accountability and sustainability”.
Resolusi itu antara lain didasarkan pada pemikiran / pertimbangan, bahwa
- penyelenggara/administrator peradilan (pidana) bertanggungjawab bagi
terselenggaranya peradilan (pidana) yang efisien dan manusiawi ;
- manajemen peradilan (pidana) merupakan bagian dari adminsitrasi publik yang
bertanggungjawab pada masyarakat luas;
- penyelenggaraan peradilan (pidana) harus merupakan bagian dari kebijakan
pembangunan sumber daya yang berkelanjutan (a policy of sustainable
development of resources), termasuk “ensuring justice” dan “the savety of
citizens”.
Dalam “working paper” yang merupakan dokumen penunjang kongres (dokumen
A/CONF.169/6) dijelaskan, bahwa adalah penting bagi semua aspek dari
penyelenggaraan sistem peradilan (pidana) untuk sejuh mungkin bertanggungjawab
agar sistem peradilan pidana mendapat kepercayaan dan respek dari masyarakat
(“to gain public trust and respect”). Agar mendapat kepercayaan dan respek
masyarakat maka sistem peradilan harus terbuka dan transparan (“must be open
and transparent”). Ditegaskan pula, bahwa akuntabilitas sistem peradilan pidana
merupakan bagian dari konsep pemerintahan yang baik (“accountability of the
criminal justice system is part of concept of good governance”) yang pada
gilirannya akan menjamin keberhasilan masyarakat yang berkelanjutan
15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
7/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…
gilirannya akan menjamin keberhasilan masyarakat yang berkelanjutan
(”sustainable development”).18
Barda Nawawi Arief mengutarakan bahwa : dalam konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) atau masyarakat berkelanjutan
(“sustainable society”), “resources” tidak hanya diartikan sebagai sumber daya
alam /fisik, tetapi juga sumber daya alam nonfisik. Sistem peradilan yang baik /sehat
, yang dapat menjamin keadilan (“ensuring justice”), keamanan warga masyarakat
(“the savety of citizens”), dan dapat menumbuhkan kepercayaan dan respek
masyarakat (“public trust and respect”), pada dasarnya merupakan sumber daya
nonfisik yang perlu dipelihara kelangsungannya bagi generasi berikut. 19
Dalam perjalanan sejarah lingkungan hidup secara global, aspek kelestarian
lingkungan hidup juga tidak dapat dilepaskan peranan LSM Internsional diantaranya
European Communites (EC), OECD, IUCN, atau Association of Southeast
Asian Nations. Beberapa LSM Internasional yang terlibat aktif dalam kegiatan
pengelolaan lingkungan hidup di daerah seperti WWF, TNC Indonesia Program,
WEC, OISCA, AWB, CUSO, FWZS, ICBP, Sticthing FACE, Conservation
International maupun Care International Indonesia mempunyai peranan yang
sangat penting dalam rangka meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat
Indonesia untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Gerakan lingkungan atau mereka yang bekerja untuk peduli terhadap masalah
lingkungan sangat beragam. Ton Dietz menelaah gerakan lingkungan ini secara
sederhana dan penulis mengkategorikannnya ke dalam beberapa aliran yaitu :
1. Aliran Fasis Lingkungan (Eco-Fascism)
Kaum fasis lingkungan ini adalah mereka yang “memperjuangkan masalah
lingkungan demi lingkungan itu sendiri”. Dengan resiko apapun, lingkungan perlu
dilindungi. Landasan lingkungan seperti ini disebut oleh Ton Dietz sebagai
pendekatan lingkungan hidup yang bersifat otoriter atau ekototaliter adalah
konsep bahwa skala dan mendesaknya masalah lingkungan saat ini sudah
sedemikian kuatnya sehingga kepemimpinan yang otoriter dan teknoratis
dibutuhkan. Kaum ekofasis menganggap konservasi lingkungan sebagai jauh
lebih penting dari pada kehidupan rakyat, khususnya kehidupan rakyat miskin.
2. Aliran Pembangunan Lingkungan (Eco-Developmentalism atau
Environmentalism)
Mereka yang tergolong pada kaum ini adalah yang memperjuangkan kelestarian
lingkungan bukan demi lingkungan itu sendiri, tetapi terutama demi
keberlangsungan pertumbuhan ekonomi dan pemupukan modal (kapitalisme).
Semboyannya yang terkenal adalah “sustainable development”. Lingkungan
perlu dilestarikan karena hanya melalui pelestarian tersebut terjamin pula
keajegan pasokan bahan baku industri sehingga pertumbuhan ekonomi akan
terus berlangsung.
3. Aliran Ekologi Kerakyatan atau Lingkungan-Kerakyatan (Eco-Populism)
Kaum yang tergolong pada kelompok ini merupakan aktivis gerakan lingkungan
yang sangat memihak kepada kepentingan rakyat banyak, lingkungan untuk
mensejahterakan masyarakat. Semboyannya adalah hutan untuk rakyat
(Forest for People). Ekopopulisme ini dapat dibagi lagi ke dalam dua golongan
yaitu : (1) Ekopopulisme Kuat (Strong Ecopopulism) (2) Ekopopulisme
Lemah (Weak Ecopopulism). Kedua golongan ini telah menemukan kembali
nilai berharga dari pertanian (agro-foresty) dan bentuk-bentuk gembala ternak
(sylo-pastoral). Kedua kaum ini cenderung berpendapat bahwa partisipasi dari
semua warga masyarakat adalah mungkin dan merupakan kunci untuk
menemukan pemecahan masalah. 20
Aliran-aliran yang dikemukakan oleh Ton Dietz tersebut merupakan
pengelompokan yang didasarkan atas keterkaitan antara misi yang diperjuangkan
oleh gerakan lingkungan dengan implementasi misi tersebut di masyarakat.
Menelaah keterkaitan aliran-aliran ini dengan konteks ke-Indonesia-an tentunya
beragaman analisis yang dapat ditelaah. Gerakan lingkungan yang selama ini
diperjuangkan oleh Ornop / LSM di satu sisi, giat memantau, mengkiritik dan
mengevaluasi kinerja aparat pemerintah di sisi lain pemerintah mempunyai agenda
dan skala prioritas dalam program pembangunan lingkungan hidup.
Menelaah gerakan lingkungan atau aliran yang dianut di Indonesia tentunya
tidak bisa dilepaskan dari komponen pendukung sekaligus penunjang dari program
pembangunan lingkungan hidup yaitu pemerintah, ornop/LSM, pihak yang terkait
15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
8/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…
pembangunan lingkungan hidup yaitu pemerintah, ornop/LSM, pihak yang terkait
terhadap suatu program tertentu dan masyarakat. Mengkaji perkembangan gerakan
lingkungan hidup dengan menelusuri aliran mana yang dianut tentunya banyak faktor
yang dapat ditelusuri di antaranya :
a. Komitmen politik pemerintah terhadap pembangunan lingkungan hidup.
Setiap rezim pemerintah yang berkuasa mempunyai paradigma tersendiri
dalam melihat program pembangunan lingkungan hidup sehingga dapat
ditelusuri terjadinya perbedaan kebijakan dalam penanganan masalah
lingkungan hidup. Hal ini telah dinyatakan oleh Sudarto P.Hadi yaitu : “
Kendatipun komitmen politik pemerintah cukup awal dibandingkan dengan
sesama negara berkembang tetapi implementasi konsep pembangunan
berkelanjutan seperti jalan di tempat. Di masa Orde Baru pencemaran dan
kerusakan lingkungan meningkat baik dalam arti intensitas maupun
keragamannya”. 21
b. Konsep dan aplikasi program pembangunan lingkungan hidup. Hal ini dapat
ditelusuri dari berbagai program pemerintah bersama, LSM atau
masyarakat mengadakan program yang berdampak pada aspek
kesejahteraan, aspek ekologis maupun kesadaran konservasi. Beberapa
program yang dapat penulis ungkapkan di sini antara lain :
1). Program Seed for People : Hutanku Masa Depanku. Suatu program
dengan upaya membangun sentra-sentra produksi kayu jati rakyat
berbasis benih unggul dengan pola sharing. Model pembangunan
hutan kayu rakyat di masa depan yang mampu menjawab tantangan
dalam menanggulangi kebutuhan industri kayu dan lahan kritis.
Program ini merupakan pola kerjasama yang sinergis antara :
Dep.Kehutanan, Pemkab, PT Perhutani dan masyarakat.
2) Pengelolaan produksi bersama (Joint Forest Resources Management)
antara Perhutani dan masyarakat dan selanjutnya nanti diadakan
Production Sharing Management (Manajemen Bagi Hasil) melalui
studi PRA yaitu masyarakat diikutsertakan pada pengambilan
keputusan, perencanaan dan pelaksanaan dan memberi peranan yang
lebih besar dan prioritas kepada masyarakat dalam kegiatan yang
banyak melibatkan masyarakat.
3). Community Based Forest Management. Peran pemerintah daerah
sebagai fasilitator dalam mekanisme tata kelola sumber daya hutan di
masing-masing wilayah hutan dan desa. Dampak positif pada
terjaganya kualitas hutan, menekan jumlah perambah, dan
peningkatan pendapatan masyarakat.
4). PT Perhutani dalam pengelolaan sumber daya hutan telah memberikan
kesempatan kerja dan berusaha pada masyarakat hutan (masyarakat
desa hutan) seperti reboisasi, pemeliharaan hutan, pemungutan hasil
hutan.
5). Adanya bentuk-bentuk kegiatan seperti : Program Pendekatan
Kesejahteraan Masyarakat (Prosperity Approach) seperti Insus dan
Inmas Tumpangsari, Pembinaan Masyarakat Desa Hutan,
Pengelolaaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), Tanaman Obat-
obatan dan lain-lain.
6). Perhutanan Sosial (Social Forestry). Aktivitas masyarakat desa, baik
perorangan maupun kelompok dalam penanaman, pemeliharaan dan
pemanfaatan hutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Program social forestry tersebut sudah termasuk di dalamnya
agroforestry, prosperity approach, forestry forest for local
community development.
7). Sejak tahun 1973, PT Perhutani mengikutsertakan masyarakat dengan
prosperity approach yang disempurnakan dengan gerakan MALU :
Mantri-Lurah
8). Agroforestry Insus Tumpangsari. Konsep tumpangsari hutan adalah
menanam tanaman selingan di antara tanaman pokok dalam lajur
tersendiri, sebelum atau sesudah penanaman tanaman pokok selama
pertumbuhannya tidak mempengaruhi atau dipengaruhi tanaman
pokok.
c. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang terjadi antara masyarakat
dengan aparat pemerintah. Contoh yang dapat dikaji dari hal ini adalah
kebijakan yang dikeluarkan aparat daerah dalam menyikapi konflik
15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
9/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…
kebijakan yang dikeluarkan aparat daerah dalam menyikapi konflik
perhutanan, baik itu dengan masyarakat adat maupun ornop/LSM.
d. Penyelesaian kasus-kasus perhutanan di Indonesia yang melibatkan
perusahaan-perusahaan besar dapat dilihat sebagai fokus penilaian tingkat
kepedulian aparat penegak hukum maupun masyarakat dalam penanganan
kasus-kasus pelanggaran lingkungan hidup.
Beberapa alasan di atas dapat ditelaah bahwa gerakan atau aliran
lingkungan hidup yang dianut oleh Indonesia tidak dapat dikatakan menganut satu
aliran. Banyak data empiris yang membuktikan pola-pola aliran tersebut berkembang
secara natural dan sangat tergantung pada sudut pandang pihak tertentu dalam
menyelesaikan konflik lingkungan hidup yang dihadapi. Dengan tidak dianutnya satu
pola aliran maka dapat dikatakan pola aliran gerakan lingkungan hidup di Indonesia
masih terproses dalam mencari bentuk atau dapat dikatakan menganut aliran
kombinasi atau gabungan. Aliran kombinasi ini sesungguhnya merupakan hasil data
empiris yang diterapkan di mana setiap kasus lingkungan hidup yang ditangani dapat
dipecahkan dengan menganut ketiga aliran tersebut.
Mengkaji permasalahan lingkungan hidup sepanjang sejarah hidup manusia, maka
dapatlah ditarik benang merah yang saling terkait antara satu masalah dengan
masalah yang lain. Para ahli lingkungan hidup Indonesia mengidentifikasikan
beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya permasalahan lingkungan seperti
terurai dalam Tabel berikut ini:
Permasalahan Lingkungan Hidup
Menurut Pakar Lingkungan Hidup Indonesia. 22
No Nama PakarTahun
PublikasiPermasalahan Lingkungan
Hidup1.
2.3.4.5.6.
M.T.Zen
St. MunajatDanusaputraKoesnadiHardjasoemantriEmil SalimOtto SoemarwotoM. Soerjani
1979
19801983198819921997
(1) Manusia Indonesia
(2) Sumber daya alam(3) Dinamika sosial yang
bergejolak(4) Teknologi(1) Kemiskinan(2) Kependudukan(3) Kekotoran(4) Kebijaksanaan(1) Perkembangan penduduk
dan masyarakat(2) Perkembangan sumber
alam dan lingkungan(3) Perkembangan teknologi
dan kebudayaan.(4) Perkembangan ruang
lingkup internasional(1) Kependudukan & SDM(2) Jaminan pangan(3) Spesies & Ekosisitem
sebagaisumber daya bagipembangunan(4) Peranan Energi(5) Industri(6) Perkembangan kota(1) Kepunahan jenis/keanekaragaman hayati(2) Pemanasan
global/perubahaniklim(3) Pelubangan lapisan ozon(4) Hujan asam(1) Mutasi gen terselubung(2) Dampak kamar kaca(3) Hujan asam(4) Lubang lapisan ozon(5) Pencemaran oleh limbah &
bahan berbahaya(6) Kemerosotan kualitas &
kuantitas sumber daya dan(7) Kesenjangan sosial
Dari tabel di atas dapat dikaji bahwa pemecahan satu faktor yang mengakibatkan
masalah bagi lingkungan hidup tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan
pemecahan masalah lingkungan hidup lainnya. Hal ini menandakan pencegahan
maupun penanggulangan kerusakan atau pencemaran lingkungan sangat
memerlukan pendekatan berbagai disiplin ilmu. Kerjasama ini pada akhirnya akan
memberikan kontribusi bagi pengelolaan lingkungan yang lebih baik dan tetap
memperhatikan prinsip-prinsip dasar kesinambungan kehidupan makhluk hidup.
Jika ditelusuri sejarah pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia yang diatur dalam
kaidah yuridis normatif mulai zaman Hindia Belanda, zaman Jepang dan zaman
15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
10/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…
kaidah yuridis normatif mulai zaman Hindia Belanda, zaman Jepang dan zaman
Kemerdekaan mempunyai ciri-ciri yang masing-masing berbeda sesuai sudut
pandangnya dan tergantung pada kebijakan pembangunan lingkungan hidup yang
dicanangkan. Sejarah pengaturan lingkungan hidup telah banyak ditulis dalam
berbagai literatur.23 Namun demikian, terdapat kesimpulan umum yang dapat
penulis kemukakan yaitu : tingkat kepedulian pengelolaan lingkungan hidup dalam
peraturan perundang-undangan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti : situasi
politik, sosial budaya dan ekonomi, kualitas sumber daya manusia sampai globalisasi.
Dalam pandangan yang demikian, maka komitmen bersama yang dituangkan dalam
yuridis formal selayaknya teraplikasikan dalam mensikapi berbagai masalah
lingkungan hidup yang terjadi dengan menjunjung tinggi supremasi hukum,
menomorsatukan keadilan dan kepastian hukum serta mengindahkan prinsip-dasar
ekologis. Dengan demikian konsep dasar pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan yang semula diistilahkan dengan pembangunan
berwawasan lingkungan dan tertuang sejak GBHN tahun 1973 (dijabarkan dalam
Repelita II) menjiwai setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang
akan berlaku. Dengan demikian proses penegakan hukum lingkungan memalui
instrumen kebijakan kriminal secara tidak langsung menjadi prinsip perjuangan para
aparat penegak hukum untuk menomorsatukan kepentingan konsep dasar
pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan tersebut. Mark
Sagoff mengajukan 3 (tiga) pertimbangan yang dilakukan agar peraturan perundang-
undangan dapat dijalankan sesuai standar yaitu :
First, environmental laws could insists on ample margins of safety
for the whole population even if strict adherence to such laws
would impose ruinous costs on the economy. Second, consistent with
the economic perspective, environmental laws could price the
benefits of environmental quality and balance them against the
resulting costs. Sagoff rejects both these polar solutions. He
advocates a third, middle course, under which the costs of
compliance with environment standards can be taken into account
so that standards are reasonable in light of effort needed to achieve
them. 24
Berkenaan dengan hal tersebut maka, hasil dari KTT Bumi di Rio mempunyai ikatan
tertentu pada peserta KTT. Deklarasi Rio, Prinsip tentang Hutan dan Agenda 21
mempunyai kekuatan moril, sedangkan kedua konvensi yang lainnya mempunyai
kekuatan hukum. Karena itu kewajiban yang terikat pada kedua konvensi lebih kuat
daripada yang terikat pada hasil KTT yang lain. 25 Lima tahun setelah Konferensi
Rio telah disusun berupa Agenda 21 Indonesia : Strategi Nasional Untuk
Pembangunan Berkelanjutan yang berisi visi dan rangkaian strategi dalam
mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dokumen yang komprehensif ini
memberikan petunjuk bagi keterkaitan pembangunan ekonomi dan sosial,
perlindungan terhadap lingkungan dan sumber daya alam, serta paradigma baru
dalam memandang aplikasi konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan bagi Indonesia di masa depan. Dokumen ini mencakup aspek pelayanan
masyarakat, pengelolaan limbah, pengelolaan sumber daya tanah dan pengelolaan
sumber daya alam.
Kondisi keterpurukan ekonomi seperti saat ini memberikan dampak negatif yang
sangat besar terhadap aspek kelestarian lingkungan hidup. Masyarakat pun
melakukan tindakan-tindakan yang dianggap di luar batas kewajaran sehingga aparat
kewalahan mengatasinya. Melihat situasi seperti ini selayaknya para pihak yang
terlibat dalam lingkungan hidup seperti : pemerintah / aparat birokrasi, aparat
penegak hukum, LSM, kaum akademisi maupun masyarakat mulai mengadakan
reorientasi ulang perihal paradigma yang selama ini mereka anut terhadap
lingkungan hidup dan pembangunan. Reorientasi itu dapat dimulai dari mencari
hakekat akar permasalahan yang menyebabkan masalah lingkungan itu terjadi,
menelusuri kebijakan lingkungan yang selama ini dirumuskan, mengadakan kajian
tentang perlunya pengubahan paradigma pola pikir terhadap lingkungan hidup.
Beberapa hal ini, nantinya akan sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan
lingkungan hidup yang akan datang.
------------------------
* Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang dan Staff
Pengajar di Fakultas Syari’ah dan Program Pascasarjana UIN MALIKI Malang.
15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
11/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…
Pengajar di Fakultas Syari’ah dan Program Pascasarjana UIN MALIKI Malang.
1 Kata The Silent Spring diterjemahkan dalam berbagai arti. Dalam literatur hukumlingkungan di Indonesia di antaranya : musim bunga yang sepi, musim semi yang bisu ataumusim bunga yang bisu : penulis menggunakan istilah musim bunga yang bisu. Perjalanansejarah kasus-kasus lingkungan hidup dan buku-buku yang menjadi sorotan tersebut telahbanyak dikupas dalam buku-buku lingkungan hidup Indonesia di antaranya : J. A. Katili,Sumber Daya Alam untuk Pembangunan Nasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983 :hlm. 22 ; Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungandalam Proses Pembangunan Hukum Nasional Indonesia, (Disertasi, UNAIR, Surabaya,1986), hlm. 29-30 ; Daud Silalahi, Hukum Lingkungan. Dalam Sistem Penegakan HukumLingkungan Indonesia, Alumni, Bandung : hlm. 5 ; Otto Soemarwoto, Indonesia DalamKancah Isu Lingkungan Global, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992 : hlm. 2-5 atauOtto Soemarwoto, “Dari Stockholm ke Rio : Implikasinya bagi Pembangunan Nasional”,dalam Analisis CSIS, Tahun XXI, No. 6, November-Desember 1992, hlm. 498-513 ; MohamadSoerjani, Pembangunan dan Lingkungan. Meniti Gagasan dan Pelaksanaan SustainableDevelopment, IPPL, Jakarta, 1997 : hlm. 51-56.
2 Lihat dalam N. Teguh Budi Harjanto, Memajukan Demokrasi Mencegah Disintegrasi.Sebuah Wacana Pembangunan Politik, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1998, hlm. 85. Ibid,Otto Soemarwoto, 1992, hlm. 500, menyebutkan bahwa : “Walaupun pembangunandiperlukan, pembangunan itu haruslah memenuhi persyaratan tidak merusak lingkungan.Maka berkembang konsep ecodevelopment. Menurut konsep ini antara pembangunan danlingkungan tidak ada pertentangan. Di negara berkembang tanpa adanya pembangunan,lingkungan tidak akan berkembang, bahkan akan mengalami kemerosotan. Tanpa adanyapembangunan, laju penggurunan makin meningkat. Jelaslah masalah ini hanya dapat diatasidengan pembangunan, antara lain pengembangan sistem pertanian dan peternakan yangmemperhatikan baik aspek sosial ekonomi penduduk maupun pencagaran dan vegetasi.”3 Istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pertama kali diperkenalkanoleh WCED (World Commission on Environment and Development) suatu komisi duniayang dibentuk oleh PBB dan membuat Laporan tentang Our Common Future tahun 1987sebagai berikut : “Developing that meets the needs of the present without compromising theability of the future generation to meet their own needs”. (terjemahan harfiahnya :pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasimendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri). Istilah ini mengundang berbagaipenafsiran yang berbeda-beda, karena terminologi pembangunan berkelanjutan sangatterbuka untuk ditafsirkan dengan berbagai pengertian. Seringkali juga dipadankan sertaditafsirkan sebagai sustainable economic development tanpa mensyaratkan atau memberifokus kepada berkelanjutan atau pelestarian daya dukung ekosistem. Caring For The Earthsebagai dokumen pengganti dari The World Conservation Strategy yang dirumuskan olehThe World Conservation Union (IUCN) pada tahun 1991 juga menggarisbawahi tentangberbagai penafsiran yang muncul dari penggunaan istilah “sustainable development”.
Berbagai istilah digunakan seperti “sustainable development, sustainable growth, dansustainable use” secara bergantian, yang seringkali pengertian yang satu dengan yanglainnya sangat berbeda. (Carry for the Earth : A Strategy for Sustainable Living),Published in Partnership by IUCN-The World Conservation Union-UNEP_WWF; GlandSwitzerland, October 1991) Prof.Ben Broer (Guru Besar Hukum Lingkungan dari FakultasHukum Universitas Sydney, Australia) memberikan kritik terhadap definsi yang ditawarkanterlampau berorientasi kepada “antroposentrisme” dan “utilitarianisme”. Orientasi inidapat dilihat dari penekanan lingkungan hidup sebagai peran pendukung (supporting role)dan hanya dilihat sebagai instrumen atau sumber daya untuk didayagunakan kebutuhanlingkungan alam (natural environment). Oleh sebab itu, Broer (1995) berpendapat lebihtepat digunakan istilah Ecologically Sustainable Development (ESD). (Lihat dalam BenBroer, “Institutionalising Ecologically Sustainable Development : The Roles of NationalState, and Local Government in Translating Grand strategy into Action”. Willamette LawReview, Vol.31., Number 31 Spring 1995). Dari berbagai dokumen yang dihasilkan KTTBumi, terdapat 5 (lima) prinsip utama dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasanlingkungan (ecologically sustainable development) yaitu : keadilan antar generasi, keadilandalam suatu generasi, prinsip pencegahan dini, perlindungan keragaman hayati daninternalisasi beaya lingkungan. UU No.23 tahun 1997 dalam bagian pertimbangan huruf dmenggunakan istilah : pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan(ecologically sustainable development), sedangkan dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1angka 3 dijelaskan pengertian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkunganhidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuksumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan,dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
4 Laporan ini diterjemahkan dengan “Hari Depan Kita Bersama”, PT Gramedia, Jakarta,1988, hlm. 59. Periksa pula dalam Our Common Future, WCED, Oxford University Press,1987, p. 9. menyebutkan : …” sustainable development is a process of change in which theexploitation of resources, the direction of investment, the orientation of technologicaldevelopment, and institusional change are made consistent with future as well as prsent aneed”. Selanjutnya muncul batasan tentang pembangunan yang terdukung dari BankDunia, WCS, IUCN, UNEP dan WWF yang antara lain menekankan pada perbaikan sosialekonomi, pelestarian sumber daya alam dan perhatian pada daya dukung sumber daya alamdan keanekargamannya dalam jangka panjang. Konsep “sustainable development”,diistilahkan atau diterjemahkan sebagai pembangunan yang terdukung ; pembangunanberkelanjutan ; pembangunan terlanjutkan ; pembangunan berkesinambungan ataupembangunan berwawasan lingkungan (development with environment outlook) (WCED,1987). Konsep pembangunan berkelanjutan ini oleh beberapa pakar lingkungan masih kabur.Berbagai kalangan memberikan definisi yang berbeda sesuai sudut pandangnya seperti M.Prakosa, yang menyebutkan bahwa pengertian “sustainable development” dapat dilihatdari dua sudut pandang yang berbeda : Pertama, memandang dari sudut pertumbuhanekonomi keseluruhan (the overall growth of the economy). Dalam pandangan inisustainable development diartikan sebagai sustainable macro-economic growth. Kedua,melihat dari sudut pandang sektor, karena likuidasi suatu sektor, seperti hutan, tidak dapatditerima sebagai suatu kebijakan dalam pembangunan. Lihat dalam Rencana Kebijakan
15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP
12/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…
© UIN Maliki Malang
Jalan Gajayana 50 Malang 65144
+62 341 551354
Kehutanan, Aditya Media, Yogyakarta, 1996 ; hlm. 93-93. Sedangkan ciri-ciri pembangunanberkelanjutan dapat dilihat dalam Keppres RI No. 13 tahun 1989 tentang REPELITA V1980/1990-1993/1994, Bab VIII. Sedangkan Koesnadi Hardjosoemantri menyebutkanbeberapa ciri-ciri dari pembangunan yang berkelanjutan dapat dilihat dalam Hukum TataLingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1992, hlm.50.5 Lihat dalam Bumi Wahana, Strategi Menuju Kehidupan yang Berkesinambungan, Alihbahasa Katarina Panji, Disponsori oleh IUCN, UNEP dan WWF, Jakarta, 1992 ; hlm. 4.6 Anthony Giddens, Jalan Ketiga. Pembaruan Demokrasi Sosial, Penerjemah Ketut AryaMahardika, Gramedia, Jakarta, 1999, hlm. 64.7 Lihat dalam Donald N. Dewees, Report of The Environmental Sector Review (Phase II),Volume II, Persuit os Sustainable Development, (Paper), Jakarta, 1987, p.1.8 Lihat dalam Michael Keating, Bumi Lestari. Menuju Abad 21, Konphalindo, 1994, hlm.XV. Conf. Ibid, Mohammad Soerjani, 1997, hlm. 55-56.9 Edith Brown Weiss, “Our Rights and Obligations to Future Generations for theEnvironment” dalam American Journal of International Law, Vol. 84, 1991, p.201-2002.
10 Edith Brwon Weiss, “Intergenerational Equity : A Legal Framework for GlobalEnvironmental Change”, dalam Richard L.Revesz, Foundations of Environmental Lawand Policy, Oxford University Press, Oxford, 1997, p.309-312 disebutkan “Three principlesfrom the basis of intergenerational equity. First : each generation should be required toconserve the diversity of the natural and cultural resource base, so that it does not undulyrestrict the options available to future generations in solving their problems and satisfyingtheir own values, and should also be antitled to diversity comparable to that enjoyed byprevious generations. This principle is called “conservation of options”. Second, eachgenerations should be required to maintain the quality of the planet so that it is passed onin worse condition than that in which it was received, and should also be entitled toplanetary quality comparable to that enjoyed by previous generations. This is theprinciple of “conservation of quality” Third, each generation ahould provide its memberswith equitable rights of access to the legacy of past generations and should conserve thisaccess for future generations. This is the principle of “conservation of access”.11 Mas Achmad Santoso “Aktualisasi Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan yangBerwawasan Lingkungan dalam Sistem dan Praktek Hukum Nasional “, dimuat dalam,Jurnal Hukum Lingkungan Tahun III, 1996, halaman 1-2112 Mas Achmad Santosa, 1Ibid, hlm.1-2113 Ibid, hlm.1-2114 Ibid, hlm 1-2115 Ketiga syarat yang diutarakan tersebut dapat dilihat dalam Otto Soemarwoto, IndonesiaDalam Kancah Isu Lingkungan Global, PT Gramedia, Jakarta, 1992 ; hlm.7-8.16 Lihat dalam Almanak Lingkungan Hidup Indonesia 1995/1996, Kantor MenegLingkungan Hidup, 1996, hlm. 228.17 Dua pendekatan baru ini disarikan dari : Bumi Wahana, Strategi Menuju Kehidupanyang Berkesinambungan, Op.Cit, hlm.1.18 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Program Magister Ilmu Hukum,Nopember 2002, hlm. 57-5819 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan PenanggulanganKejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 36.20 Disarikan dari pemikiran Ton Dietz dalam Entitlements to Natural Resources Countoursof Political. Environmental Geography, International Books, Utrecht, 1996. Selanjutnyaditerjemahkan Roem Topatimasang : Pengakuan Hak Atas Sumberdaya Alam. KonturGeografi Lingkungan Politik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998.21 Sudarto.P.Hadi, Manajemen Lingkungan Berbasis Kerakyatan dan Kemitraan, PidatoPengukuhan Guru Besar UNDIP, Semarang 12 Oktober 1999, hlm.322 Pernyataan yang dibuat dalam Tabel ini didasarkan pada tahun pertama publikasipenulisan buku masing-masing pakar lingkungan hidup tersebut.23 Sejarah pengaturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan hidup diIndonesia telah banyak ditelaah di antaranya : Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum TataLingkungan, Gadjah Mada University Press, 1992 ; Siti Sundari Rangkuti. Op.Cit ; DaudSilalahi, Hukum Lingkungan. Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,Alumni, Bandung, 1992. ; Harun M. Husein, Lingkungan Hidup. Masalah, Pengelolaandan Penegakan Hukumnya, Bumi Aksara, Jakarta, 1993 ; Bambang Pamulardi, HukumKehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 199524 Lihat dalam Richard. L. Revesz, Foundations Environmental Law and Policy, New YorkOxford University Press, 1997 : p. 19.25 Ibid, Otto Soemarwoto, 1992, hlm.507