12
15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP 1/12 www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang… Home Depan Tentang UIN Sistem Pendidikan Tri Dharma PT Lembaga / Unit Artikel Dosen PMB Online 2011 Berita Terkini Seputar Kampus Cari Berita/Artikel Pengumuman Akademik Cek Bayar SPP Kritik & Saran (SMSBox) Portal Akademik Fakultas Fakultas Tarbiyah Fakultas Syariah Humaniora & Budaya Fakultas Psikologi Fakultas Ekonomi Fakultas Saintek Pohon Ilmu UIN Maliki Kolom PR 1 Runtuhnya Karakter Bangsa dan Urgensi Pendidikan Pancasila (1) Metode Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif Fungsi Teori dan State of the Arts dalam Penelitian More Articles Kolom PR 2 Dinamisasi Hukum dalam Realitas Sosial Memperluas Cakrawala Ajaran Paradigma Metodologi Penelitian Hukum More Articles Tentang Situs Bagaimana Pendapat PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP KAMIS, 02 SEPTEMBER 2010 13:12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Saifullah *) Sejak tahun 1950-an masalah lingkungan mendapat perhatian serius, tidak saja dari kalangan ilmuwan, tetapi juga politisi maupun masyarakat umum. Perhatian tersebut tidak saja diarahkan pada terjadinya berbagai kasus pencemaran terhadap lingkungan hidup tetapi juga banyaknya korban jiwa manusia. Beberapa kasus lingkungan hidup yang menimbulkan korban manusia seperti pada akhir tahun 1950 yaitu terjadinya pencemaran di Jepang yang menimbulkan penyakit sangat mengerikan yang disebut penyakit itai-itai (aduh- aduh). Penyakit ini terdapat di daerah 3 Km sepanjang sungai Jintsu yang tercemari oleh Kadmium (Cd) dari limbah sebuah pertambangan Seng (Zn). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kadar Cd dalam beras di daerah yang mendapat pengairan dari sungai itu mengandung kadmium 10 kali lebih tinggi daripada daerah lain. Pada tahun 1953 penduduk yang bermukim disekitar Teluk Minamata, Jepang mendapat wabah penyakit neurologik yang berakhir dengan kematian. Setelah dilakukan penelitian terbukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh air raksa (Hg) yang terdapat di dalam limbah sebuah pabrik kimia. Air yang dikonsumsi tersebut pada tubuh manusia mengalami kenaikan kadar ambang batas keracunan dan mengakibatkan korban jiwa. Pencemaran itu telah menyebabkan penyakit keracunan yang disebut penyakit Minamata. Pada tahun 1962 dipublikasikan karya Rachel Carson yang berjudul The Silent Spring (Musim Bunga yang Bisu) yang menguraikan tentang adanya penyakit baru yang mengerikan dan kematian hewan yang disebabkan oleh pencemaran dari penggunaan pestisida. Organisme hama dan vektor menjadi resisten terhadap pestisida yang dipakai, sehigga di banyak tempat pestisida tidak ampuh lagi memberantas penyakit malaria. Beberapa kasus lingkungan hidup yang terjadi dan merenggut banyak korban jiwa serta dipublikasikannya buku tersebut, menimbulkan keprihatinan masyarakat dan ditindak lanjuti dengan konferensi lingkungan hidup di Amerika Serikat pada tahun 1968 dengan judul “Teknologi yang Tidak Peduli” (The Careless Technology) yang mengemukakan tentang kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh bantuan luar negeri negara maju kepada negara berkembang yang menghasilkan bencana lingkungan. Pada tahun 1972 dipublikasikan karya dari The Club of Rome yang berjudul “Batas-batas DEPAN TENTANG UIN BERITA PENGUMUMAN PMB ONLINE 2011 WEB LINK ENGLISH JURNAL .: Kolom Rektor :. Tujuan Akhir Mempelajari Ilmu Sebentar lagi para siswa SMA, MA dan SMK akan mengikuti ujian nasional.... More in: Artikel Rektor Kekuatan Jama'ah Ikut Berbincang tentang Gaji Para Hakim More Articles Minggu 15 April IFI Award "Selamat kepada Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Prof. Dr. H. Imam Suprayogo yang meraih IFI (Islamic Fair of Indonesia) Award kategori Tokoh Pendidikan.

Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup

15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

1/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…

Home

Depan

Tentang UIN

Sistem Pendidikan

Tri Dharma PT

Lembaga / Unit

Artikel Dosen

PMB Online 2011

Berita

Terkini

Seputar Kampus

Cari Berita/Artikel

Pengumuman

Akademik

Cek Bayar SPP

Kritik & Saran (SMSBox)

Portal Akademik

Fakultas

Fakultas Tarbiyah

Fakultas Syariah

Humaniora & Budaya

Fakultas Psikologi

Fakultas Ekonomi

Fakultas Saintek

Pohon Ilmu UIN Maliki

Kolom PR 1

Runtuhnya Karakter

Bangsa dan Urgensi

Pendidikan Pancasila (1)

Metode Pengumpulan

Data Penelitian Kualitatif

Fungsi Teori dan State of

the Arts dalam Penelitian

More Articles

Kolom PR 2

Dinamisasi Hukum dalam

Realitas Sosial

Memperluas Cakrawala

Ajaran

Paradigma Metodologi

Penelitian Hukum

More Articles

Tentang Situs

Bagaimana Pendapat

PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

KAMIS, 02 SEPTEMBER 2010 13:12

PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Saifullah *)Sejak tahun 1950-an masalah lingkungan mendapat perhatian serius, tidak

saja dari kalangan ilmuwan, tetapi juga politisi maupun masyarakat umum. Perhatian

tersebut tidak saja diarahkan pada terjadinya berbagai kasus pencemaran terhadap

lingkungan hidup tetapi juga banyaknya korban jiwa manusia.

Beberapa kasus lingkungan hidup yang menimbulkan korban manusia

seperti pada akhir tahun 1950 yaitu terjadinya pencemaran di Jepang yang

menimbulkan penyakit sangat mengerikan yang disebut penyakit itai-itai (aduh-

aduh). Penyakit ini terdapat di daerah 3 Km sepanjang sungai Jintsu yang tercemari

oleh Kadmium (Cd) dari limbah sebuah pertambangan Seng (Zn). Penelitian yang

telah dilakukan menunjukkan bahwa kadar Cd dalam beras di daerah yang

mendapat pengairan dari sungai itu mengandung kadmium 10 kali lebih tinggi

daripada daerah lain. Pada tahun 1953 penduduk yang bermukim disekitar Teluk

Minamata, Jepang mendapat wabah penyakit neurologik yang berakhir dengan

kematian. Setelah dilakukan penelitian terbukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh

air raksa (Hg) yang terdapat di dalam limbah sebuah pabrik kimia. Air yang

dikonsumsi tersebut pada tubuh manusia mengalami kenaikan kadar ambang batas

keracunan dan mengakibatkan korban jiwa. Pencemaran itu telah menyebabkan

penyakit keracunan yang disebut penyakit Minamata.

Pada tahun 1962 dipublikasikan karya Rachel Carson yang berjudul The Silent

Spring (Musim Bunga yang Bisu) yang menguraikan tentang adanya penyakit

baru yang mengerikan dan kematian hewan yang disebabkan oleh pencemaran dari

penggunaan pestisida. Organisme hama dan vektor menjadi resisten terhadap

pestisida yang dipakai, sehigga di banyak tempat pestisida tidak ampuh lagi

memberantas penyakit malaria. Beberapa kasus lingkungan hidup yang terjadi dan

merenggut banyak korban jiwa serta dipublikasikannya buku tersebut, menimbulkan

keprihatinan masyarakat dan ditindak lanjuti dengan konferensi lingkungan hidup di

Amerika Serikat pada tahun 1968 dengan judul “Teknologi yang Tidak Peduli”

(The Careless Technology) yang mengemukakan tentang kerusakan lingkungan

hidup yang disebabkan oleh bantuan luar negeri negara maju kepada negara

berkembang yang menghasilkan bencana lingkungan. Pada tahun 1972

dipublikasikan karya dari The Club of Rome yang berjudul “Batas-batas

DEPAN TENTANG UIN BERITA PENGUMUMAN PMB ONLINE 2011 WEB LINK ENGLISH JURNAL

.: Kolom Rektor :.

Tujuan Akhir Mempelajari Ilmu

Sebentar lagi para siswa SMA, MA dan SMK akan

mengikuti ujian nasional....

More in: Artikel Rektor

Kekuatan Jama'ah

Ikut Berbincang tentang Gaji Para Hakim

More Articles

Minggu 15 April

IFI Award

"Selamat kepada Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Prof.Dr. H. Imam Suprayogo yang meraih IFI (Islamic Fair of Indonesia) Awardkategori Tokoh Pendidikan.

Page 2: Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup

15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

2/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…

Pascasarjana

Link Internal

Prof.Dr.H.Imam

SuprayogoProf. Dr. H. Mudjia

Rahardjo, M.SiSertifikasi Dosen

Perpustakaan

EL ZAWA

Penjaminan Mutu

UIN-MALIKI PRESS

LEMLITBANG

LPM

Self Access Center

(SAC)Infopub

UIN Class

UIN Blogger

Slide by Rector

Rector Article Files

PR 1 Article Files

Link Eksternal

Kementerian Agama

SPMB-PTAIN

Ditjen Pendis Kemenag

PKES Interaktif

Anda Tentang Website

Kami?Menarik

Bagus

Bermanfaat

Biasa-biasa saja

Pilih Hasil

Sekilas Info

Download Jadwal

Kegiatan Layanan On-Line

Semester Genap

2010/2011 UIN MALIKI

Malang

Kalender Akademik UIN

MALIKI Malang 2011/2012

dapat di download di_sini

Download Surat

Permohonan Company

Profile Rekanan UIN

Maulana Malik Ibrahim

Malang

Download Form Isian Data

Rekanan UIN Maulana

Malik Ibrahim Malang

Pengunjung

Kami memiliki 157

Tamu online

Hari ini 14316

Kemarin 18123

Minggu ini 14316

Bulan ini 273993

Total 17605990

Pertumbuhan” (The Limits to Growth) yang meramalkan bahwa jika

kecenderungan pertumbuhan penduduk dunia, industrialisasi, pencemaran, produksi

makanan dan menipisnya sumber daya alam terus berlaku tanpa perubahan, maka

batas-batas pertumbuhan di planet kita ini akan tercapai dalam waktu 100 tahun

mendatang.1

Kesadaran umat manusia akan masalah lingkungan hidup semakin meluas yaitu

dengan diadakannya Konferensi PBB tentang lingkungan hidup manusia di

Stockholm, Swedia tanggal 5-16 Juni 1972. Konferensi ini merupakan perwujudan

kepedulian bangsa-bangsa di dunia akan masalah lingkungan hidup dan merupakan

komitmen prima bagi tanggung jawab setiap warga negara untuk

memformulasikannya dalam setiap kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup.

Hasil dari konferensi ini adalah : (1) Deklarasi tentang Lingkungan Hidup Manusia,

terdiri atas mukadimah (Preamble) dan 26 prinsip dalam Stockholm Declaration ;

(2) Rencana Aksi Lingkungan Hidup Manusia (Action Plan) yang terdiri dari 109

rekomendasi. Deklarasi dan rekomendasi dari konferensi ini dapat dikelompokkan

menjadi lima bidang utama yaitu pemukiman, pengelolaan sumber daya alam,

pencemaran, pendidikaan dan pembangunan. Deklarasi Stockholm juga menyerukan

agar bangsa-bangsa di dunia mempunyai kesepakatan untuk melindungi kelestarian

dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup bagi kehidupan manusia.

Setelah dikeluarkannya deklarasi tersebut, sejarah juga mencatat akan banyaknya

peristiwa lingkungan hidup seperti : pencemaran di darat, air dan udara, pemanasan

global, pelubangan lapisan ozon, sampai pada berkurangnya sumber daya alam dan

energi, baik itu renewable resources, non renewable resources, maupun common

property resources. Gangguan terhadap mata rantai ekosistem ini terjadi salah

satunya disebabkan oleh kegiatan perekonomian yang menjadikan sumber daya alam

dan energi menjadi modal utama berlangsungnya proses pembangunan ekonomi.

Keberpihakan akan kemajuan ekonomi inilah yang mengakibatkan sumber daya

alam dan energi menjadi korban bagi kemajuan pembangunan.

Menyadari akan hal tersebut maka aspek kelestarian lingkungan hidup untuk

kesinambungan kehidupan antar generasi menjadi komitmen mutlak yang

mendasari setiap kebijakan pengelolaan lingkungan hidup setiap negara di masa kini

maupun masa mendatang. Dengan prinsip dasar seperti ini diharapkan setiap negara

mampu untuk mengaktualisasikan komitmen ini agar dapat mengantisipasi sejauh

mungkin segala akibat yang akan terjadi sehingga dapat memperkecil malapetaka

lingkungan bagi umat manusia. Hal ini disebabkan masalah lingkungan hidup yang

terjadi di suatu negara dapat memberikan dampak buruk bagi negara lain, dalam arti

masalah lingkungan sudah tidak mengenal lagi akan batas-batas negara atau lintas

negara dan bersifat global. Contoh dari hal ini seperti masalah kebakaran hutan,

pembuangan limbah B3 (bahan beracun berbahaya), pencemaran air laut dan

sebagainya.

Konferensi yang mencetuskan Deklarasi Stockholm tersebut melahirkan konsep

ecodevelopment. Pencetus konsep ini adalah Maurice Strong yang kemudian

dipopulerkan oleh Ignacy Sachs yang memberikan definisi sebagai berikut :

“…ecodevelopment is style of development that, in each ecoregion,

calls for specific solutions to the particular problems of the region

in the light of cultural as well as ecological data and long term as

well as immediate needs. Accordingly, it operates with criteria of

progress that are related to each particular case, and adaption to

the environment plays and important role”. 2

Sejalan dengan gagasan ecodevelopment tersebut maka pembentukan WCED

(World Commission on Environment and Development) oleh PBB tahun 1983

mempunyai andil yang sangat besar dalam merumuskan wawasan lingkungan dalam

pembangunan di semua sektor. Pendekatan yang dilakukan WCED terhadap

lingkungan dan pembangunan dari 6 (enam) aspek yaitu : keterkaitan, berkelanjutan,

pemerataan, sekuriti dan resiko lingkungan, pendidikan dan komunikasi serta

kerjasama internasional. Laporan WCED yang dibuat oleh Komisi Brundtland

(Brundtland Commission) di tahun 1987 yaitu ”Hari Depan Kita Bersama”

(Our Common Future) telah mencuatkan gagasan sustainable development

(pembangunan berkelanjutan). 3

Tugas komisi tersebut telah ditentukan yaitu mendefinisikan hubungan antara

pembangunan dan lingkungan. Dalam laporan tersebut pembangunan berkelanjutan

dimaknai sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa

Page 3: Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup

15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

3/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…

dimaknai sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa

mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka

sendiri (development that meet the needs of the present without compromising

the ability of future generations to meet their own needs). Di dalamnya

terkandung dua gagasan penting :

1. Gagasan “kebutuhan”, khususnya kebutuhan essensial kaum miskin

sedunia, yang harus diberi prioritas utama;

2. Gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan

organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi

kebutuhan kini dan hari depan. 4

Nilai hakiki yang tersirat dalam pernyataan di atas adalah generasi yang hidup saat

ini harus mampu bersikap arif dan bijaksana bahwa sumber daya alam yang

terbentang di darat, laut dan udara dapat dimanfatkan sebaik mungkin dengan

memperhatikan prinsip dasar ekologis yaitu : menjaga, memelihara, memanfaatkan

serta melestarikan lingkungan guna kehidupan generasi mendatang. Hal ini

menandakan bahwa generasi yang hidup di zamannya tidak boleh menghabiskan

sumber daya alam atau penggunaanya tidak melampaui kemampuan ekosistem yang

mendukung kehidupannya sehingga akan mengakibatkan generasi mendatang tidak

tersisa lagi atau mewariskan malapetaka lingkungan yang pada akhirnya

menghancurkan generasi umat manusia.

Berkelanjutan merupakan kegiatan yang secara terus-menerus dan pendefinisiannya

didasarkan pada keadaan saat itu. Keberlanjutan suatu kegiatan untuk masa yang

akan datang tidak dapat dijamin kepastiannya, oleh karena banyak faktor yang

mempengaruhi dan bersifat tidak terduga. Akan tetapi konsep moral yang mendasari

hal ini adalah tindakan konservasi dalam setiap kegiatan yang akan merusak,

mencemari lingkungan hidup, mampu untuk mempelajari dampak dari kegiatan yang

dilakukan serta banyak belajar dari setiap kesalahan.

Konsep pembangunan berkelanjutan ini selanjutnya oleh IUCN

(International Union for The Conservation of Nature), UNEP (United Nations

Environmental Programme) dan WWF (World Wide Fund For Nature) dikaji

secara mendalam dalam “Caring For The Earth” tahun 1991 sebagai berikut :

Terminologi tersebut telah dikritik sebagai sesuatu yang ambisius dan

menimbulkan interpretasi yang sangat luas, di mana banyak di antaranya

saling bertentangan (kontradiktif). Kerancuan itu disebabkan karena

istilah “pembangunan yang berkesi-nambungan”, ”pertumbuhan yang

berkesinambungan”, dan “pemakaian yang berkesinambungan” telah

dipakai saling tukar seolah artinya sama. Padahal tidak demikian.

“pertumbuhan yang berkesinambungan” merupakan suatu terminologi

yang kontradiktif, tidak ada sesuatu yang bisa berkembang dalam jangka

waktu yang tidak terbatas. “Penggunaan / pemakaian yang

berkesinambungan” hanya bisa diterapkan pada sumber daya yang dapat

diperbaharui ; artinya mempergunakan sumber daya tersebut pada

tingkat yang bisa diperbaharui kembali. Ungkapan “pembangunan yang

berkesinambungan” yang digunakan dalam dokumen ini dalam arti

meningkatkan kualitas kehidupan manusia sementara mereka hidup

dalam kapasitas daya dukung ekosistem pendukung. 5

Anthony Giddens menanggapi kosepsi pembangunan berkelanjutan tersebut

sebagai sebuah definisi yang sangat sederhana yaitu sebagai kemampuan generasi

sekarang “untuk memastikan bahwa perkembangan tersebut memenuhi kebutuhan-

kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi mendatang untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”. Karena generasi sekarang tidak

mengetahui kebutuhan generasi mendatang, atau bagaimana perubahan teknologi

mempengaruhi pemanfaatan sumber daya alam, gagasan pembangunan

berkelanjutan tidak pernah akurat, dan karena itu tidak mengejutkan bahwa ada

empat puluh definisi yang berbeda tentang hal itu. Pembangunan berkelanjutan

dengan demikian lebih merupakan prinsip panduan ketimbang sebuah formula yang

akurat. 6 Donald. N. Dewees menyebutkan bahwa pembanguan berkelanjutan

adalah pembangunan di mana kebutuhan sosial melampaui biaya sosial dalam jangka

panjang. Hal ini berarti terjadinya peningkatan yang berkesinambungan dalam

pendapatan nyata per orang dan kualitas hidup; memperkecil perbedaan tingkat

pendapatan, menghilangkan penderitaan fisik yang disebabkan oleh kemiskinan,

mencegah kepunahan spesies atau ekosistem, memelihara keharmonisan sosial dan

Live Traffic Feed

See your visitors inRealTime! Get the Free

Live Traffic Feed GetFeedjit Now!

A visitor from Indonesiaviewed "PARADIGMAPEMBANGUNANLINGKUNGAN HIDUP"0 secs ago

A visitor from Jakarta,Jakarta Raya viewed"PARADIGMAPEMBANGUNAN

LINGKUNGAN HIDUP"32 secs ago

A visitor from Indonesiaviewed "Berita Utama" 1

min ago

A visitor from Mojokerto,

Jawa Timur viewed "BeritaUtama" 1 min ago

A visitor from Indonesia

viewed "ProblematikaPendidikan Islam diIndonesia (bagian 1)" 1min ago

A visitor from Semarang,Jawa Tengah viewed"Berita Utama" 2 mins ago

A visitor from Surabaya,Jawa Timur viewed "18

Jurnal Terakreditasi" 2mins ago

A visitor from Jakarta,Jakarta Raya viewed"Agama dan Negara" 3

Page 4: Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup

15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

4/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…

mencegah kepunahan spesies atau ekosistem, memelihara keharmonisan sosial dan

keamanan, dan memelihara peninggalan kebudayaan secara baik. Disebutkan pula

oleh Donald. N. Dewees terdapat dua faktor yang membatasi pembangunan

berkelanjutan ialah pencemaran dan konsumsi dari sumber daya yang dapat

diperbaharui (renewable resources) dan sumber daya yang tidak dapat

diperbaharui (non-renewable resources). Pencemaran lingkungan dapat

mengurangi produktivitas pertanian, perikanan, kehutanan, dan merusak kesehatan.

Akan sangat besar jumlah biaya yang dibutuhkan untuk membersihkannya,

mengembalikan dalam keadaan semula, ataupun untuk menetralisasinya daripada

untuk mengontrol supaya lingkungan tidak tercemar. Oleh karena itu pembangunan

berkelanjutan memerlukan peraturan serta kebijaksanaan yang tepat untuk mengatur

pencemaran lingkungan, bukan saja terhadap pencemar, tetapi juga dampaknya

untuk jangka panjang. 7

Konsep pembangunan berkelanjutan tersebut selanjutnya dikemukakan lebih

terperinci dalam dokumen maupun deklarasi pada KTT Bumi atau Konferensi PBB

tentang Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro tahun 1992. Konferensi ini

menghasilkan lima dokumen yaitu :

1. Deklarasi Rio tentang Pembangunan dan Lingkungan dengan 27

asas yang menetapkan hak dan tanggung jawab bangsa-bangsa

dalam memperjuangkan perkembangan dan kesejahteraan manusia.

2. Agenda 21 : Program Kerja Aksi PBB dari Rio, sebuah rancangan

tentang cara mengupayakan pembangunan yang berkelanjutan dari

segi sosial, ekonomi dan lingkungan hidup.

3. Konvensi tentang Perubahan Iklim. Tujuan kerangka Konvensi

PBB untuk Perubahan Iklim ialah menstabilkan gas-gas rumah kaca

dalam atmosfer pada tingkatan yang tidak akan mengacaukan iklim

global. Ini mensyaratkan pengurangan emisi gas-gas seperti

karbondioksida, yaitu hasil sampingan dari pemakaian bahan bakar

untuk mendapatkan energi.

4. Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati, menghendaki agar

negara-negara mengerahkan segala daya dan dana untuk

melestarikan keragaman spesies-spesies hidup, dan mengupayakan

agar manfaat penggunaan keragaman hayati itu dirasakan secara

merata.

5. Pernyataan tentang Prinsip Kehutanan. Pernyataan tentang

prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi pengelolaan, pelestarian

dan pembangunan semua jenis hutan secara berkelanjutan, yang

merupakan unsur mutlak bagi pembangunan ekonomi dan

pelestarian segala bentuk kehidupan. 8

Dari berbagai dokumen maupun deklarasi yang dihasilkan dalam KTT tersebut

terdapat 5 (lima) prinsip utama yang terkandung dalam pembangunan berkelanjutan

yang berwawasan lingkungan (ecologically sustainable development) yaitu :

1. Prinsip keadilan antar generasi (intergenerational equity)

Edith Brown Weiss 9 menyebutkan bahwa makna yang terkandung dalam

prinsip ini adalah setiap generasi umat manusia di dunia mempunyai hak untuk

menerima dan menempati bumi bukan dalam kondisi yang buruk akibat

perbuatan generasi sebelumnya, menurutnya ada tiga tindakan generasi

sekarang yang sangat merugikan generasi mendatang :

(1) Konsumsi yang berlebihan terhadap sumber daya berkualitas membuat

generasi mendatang harus membayar lebih mahal untuk dapat

mengkonsumsi sumber daya yang sama;

(2) Pemakaian sumber daya saat ini belum diketahui manfaat terbaiknya sangat

merugikan generasi mendatang, karena mereka harus membayar mahal

untuk in-efisiensi dalam penggunaan sumber daya alam yang dilakukan

generasi sekarang;

(3) Pemakaian sumber daya alam secara habis-habisan generasi sekarang

membuat generasi mendatang tidak memiliki keragaman sumber daya yang

besar.

Ada tiga dasar yang terkandung dalam prinsip keadilan antar generasi yaitu :

(1) Setiap generasi harus melakukan konservai keragaman sumber daya

lingkungan, agar generasi mendatang memiliki pilihan yang sama

banyaknya dengan generasi sekarang dalam pemanfaatan sumber daya

lingkungan ;

Page 5: Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup

15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

5/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…

lingkungan ;

(2) Setiap generasi harus menjaga atau memelihara kualitas lingkungan agar

generasi mendatang dapat menikmati lingkungan dengan kualitas yang

sama, sebagaimana yang dinikmati generasi sebelumnya.

(3) Setiap generasi yang menjamin hak akses yang sama terhadap segala

warisan kekayaan alam dari generasi sebelumnya dan harus melindungi

akses ini untuk generasi mendatang. 10

2. Prinsip keadilan dalam satu generasi (intragenerational equity)

Prinsip ini menekankan pada keadilan dalam sebuah generasi umat manusia,

termasuk di dalamnya ketidakberhasilan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan

dasar lingkungan dan sosial, atau tepatnya kesenjangan antara individu dengan

kelompok-kelompok dalam masyarakat tentang pemenuhan kualitas hidup.

Menurut Mas Achmad Santosa 11, prinsip ini sangat berkaitan erat dengan isu

lingkungan dan pembangunan berkelanjutan karena :

(1) Beban dan permasalahan lingkungan dipikul oleh masyarakat yang lemah

secara sosial dan ekonomi ;

(2) Kemiskinan menimbulkan akibat degradasi lingkungan, karena masyarakat

yang masih dalam taraf pemenuhan basic need pada umumnya tidak

memiliki kepedulian lingkugan ;

(3) Upaya-upaya perlindungan dapat berakibat pada sektor-sektor tertentu yang

lain ;

(4) Tidak seluruh anggota masyarakat memiliki akses yang sama dalam proses

pengambilan keputusan yang berdampak pada lingkungan pengetahuan,

ketrampilan, keberdayaan serta struktur pengambilan keputusan dapat

menguntungkan anggota masyarakat tertentu dan merugikan kelompok lain.

3. Prinsip pencegahan dini (precautionary principle)

Prinsip ini mengandung pengertian bahwa apabila terdapat ancaman berarti atau

adanya acaman kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan, ketiadaan

temuan alasan untuk pembuktian ilmiah yang konkluksif dan pasti, tidak dapat

dijadikan alasan untuk menunda upaya-upaya untuk mencegah terjadinya

kerusakan tersebut. Menurut Mas Achmad Santosa, dalam menerapkan

prinsip ini, pengambilan keputusan harus dilandasi oleh : (1) evaluasi yang

sungguh-sungguh untuk mencegah seoptimal mungkin kerusakan lingkungan

yang tidak dapat dipulihkan (2) penilaian dengan melakukan analisis risiko

dengan menggunakan berbagai opsi (pilihan).12

4. Prinsip perlindungan keragaman hayati (conservation of biological

diversity) ;

Potensi keragaman hayati memberikan arti penting bagi kesinambungan

kehidupan umat manusia. Apalagi laju kerusakan dan kepunahan keragaman

hayati semakin besar maka akan berakibat fatal bagi kelangsungan kehidupan

umat manusia. Prinsip perlindungan keragamanan hayati merupakan prasyarat

bagi berhasilnya pelaksanaan prinsip keadilan antar generasi. Sebagai contoh

dalam keadaan masyarakat lokal (indigienus people) mengalami kehilangan

atau keterputusan dari ekosistemnya akibat kepunahan keragaman hayati, maka

tertutup akses terhadap tingkat kehidupan dan kesejahteraan yang layak. 13

Perlindungan keragaman hayati juga terkait dengan masalah pencegahan, sebab

mencegah kepunahan species dari keragaman hayati diperlukan demi

pencegahan dini.

5. Internalisasi biaya lingkungan. (Internalisation of environmental cost and

incentive mechanism).

Rasio pentingnya diberlakukan prinsip ini berangkat dari suatu keadaan di mana

penggunaan sumber daya alam kini merupakan kencenderungan atau reaksi dari

dorongan pasar. Sebagai akibatnya kepentingan yang selama itu tidak terwakili

dalam komponen pengambilan keputusan untuk penentuan harga pasar tersebut

menjadi terabaikan dan menimbulkan kerugian bagi mereka.14

Kelima prinsip tersebut kemudian dikenal sebagai prinsip pokok atau utama dari

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Walaupun demikian,

konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan ini telah jelas

memberikan petunjuk, akan tetapi tidaklah mudah untuk melaksanakannya. Otto

Soemarwoto menyebutkan agar pembangunan dapat terlanjutkan, tiga syarat harus

dipenuhi, yaitu ekonomi, sosial budaya dan ekologi. 15 Konsep yang diajukan

oleh Otto Soemarwoto ini tidak jauh berbeda dengan konsep yang diajukan oleh

Page 6: Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup

15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

6/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…

oleh Otto Soemarwoto ini tidak jauh berbeda dengan konsep yang diajukan oleh

Stockholm Environment Institute (1996) yang mengembangkan suatu sistem

yaitu Sistem Sosio Ekologi yang terdiri dari atas 3 sub-sistem,yang masing-masing

berkenaan dengan masyarakat manusia, lingkungan hidup dan ekonomi. Dalam

kajian lain disebutkan ada 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi bagi suatu proses

pembangunan berkelanjutan.

Pertama, menempatkan suatu kegiatan dan proyek pembangunan pada lokasi yang

secara ekologis, benar.

Kedua, pemanfaatan sumber daya terbarukan (renewable resources) tidak boleh

melebihi potensi lestarinya serta upaya mencari pengganti bagi sumber

daya tak terbarukan (non-renewable resources).

Ketiga, pembuangan limbah industri maupun rumah tangga tidak boleh melebihi

kapasitas asimilasi pencemaran.

Keempat, perubahan fungsi ekologis tidak boleh melebihi kapasitas daya dukung

lingkungan (carrying capacity). 16

Disadari sepenuhnya bahwa konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan

lingkungan akan dapat berjalan dengan baik yaitu dengan diwujudkannya partisipasi,

transparansi, koreksi yang dilakukan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan

lingkungan hidup. Untuk itu haruslah diterapkan pendekatan baru yang mampu

memenuhi dua kebutuhan fundamental.

Yang pertama adalah kebutuhan untuk menjamin penyebarluasan etika mengenai

kehidupan yang berkesinambungan serta terciptanya komitmen

masyarakat secara mendalam terhadap etika baru tersebut.

Yang kedua adalah upaya untuk mengejawantahkan prinsip-prinsip dalam etika

tersebut ke dalam tindakan nyata. Selain itu yang sangat diperlukan

adalah memadukan konservasi dan pembangunan ; konservasi untuk

menjaga agar aktivitas kehidupan kita tetap berada di dalam kapasitas

daya dukung bumi, dan pembangunan yang memungkinkan semua orang

di manapun juga dapat menikmati hidup yang panjang, sehat sejahtera

dan bermakna. 17

Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan di atas

dapat dijadikan parameter untuk menilai sejauhmana kebijakan pembangunan

lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh pemerintah. Berkaitan dengan hal

tersebut maka dapat dianalisis kebijakan kriminal di bidang konservasi

keanekaragaman hayati yang berorientasi pada prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sebagai berikut :

Dalam Kongres PBB ke-9 tahun 1995 tentang “The Prevention of Crime and The

Treatment of Offenders”, terdapat resolusi tentang “Criminal justice

management in the context of accuntability of public administration and

sustainable development”. Resolusi itu antara lain menghimbau negara anggota,

organisasi antar pemerintah, dan organisasi profesional nonpemerintah ; agar dalam

program-program pengembangan yang berkaitan dengan manajemen peradilan

pidana, mempertimbangkan masalah “accountability and sustainability”.

Resolusi itu antara lain didasarkan pada pemikiran / pertimbangan, bahwa

- penyelenggara/administrator peradilan (pidana) bertanggungjawab bagi

terselenggaranya peradilan (pidana) yang efisien dan manusiawi ;

- manajemen peradilan (pidana) merupakan bagian dari adminsitrasi publik yang

bertanggungjawab pada masyarakat luas;

- penyelenggaraan peradilan (pidana) harus merupakan bagian dari kebijakan

pembangunan sumber daya yang berkelanjutan (a policy of sustainable

development of resources), termasuk “ensuring justice” dan “the savety of

citizens”.

Dalam “working paper” yang merupakan dokumen penunjang kongres (dokumen

A/CONF.169/6) dijelaskan, bahwa adalah penting bagi semua aspek dari

penyelenggaraan sistem peradilan (pidana) untuk sejuh mungkin bertanggungjawab

agar sistem peradilan pidana mendapat kepercayaan dan respek dari masyarakat

(“to gain public trust and respect”). Agar mendapat kepercayaan dan respek

masyarakat maka sistem peradilan harus terbuka dan transparan (“must be open

and transparent”). Ditegaskan pula, bahwa akuntabilitas sistem peradilan pidana

merupakan bagian dari konsep pemerintahan yang baik (“accountability of the

criminal justice system is part of concept of good governance”) yang pada

gilirannya akan menjamin keberhasilan masyarakat yang berkelanjutan

Page 7: Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup

15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

7/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…

gilirannya akan menjamin keberhasilan masyarakat yang berkelanjutan

(”sustainable development”).18

Barda Nawawi Arief mengutarakan bahwa : dalam konsep pembangunan

berkelanjutan (sustainable development) atau masyarakat berkelanjutan

(“sustainable society”), “resources” tidak hanya diartikan sebagai sumber daya

alam /fisik, tetapi juga sumber daya alam nonfisik. Sistem peradilan yang baik /sehat

, yang dapat menjamin keadilan (“ensuring justice”), keamanan warga masyarakat

(“the savety of citizens”), dan dapat menumbuhkan kepercayaan dan respek

masyarakat (“public trust and respect”), pada dasarnya merupakan sumber daya

nonfisik yang perlu dipelihara kelangsungannya bagi generasi berikut. 19

Dalam perjalanan sejarah lingkungan hidup secara global, aspek kelestarian

lingkungan hidup juga tidak dapat dilepaskan peranan LSM Internsional diantaranya

European Communites (EC), OECD, IUCN, atau Association of Southeast

Asian Nations. Beberapa LSM Internasional yang terlibat aktif dalam kegiatan

pengelolaan lingkungan hidup di daerah seperti WWF, TNC Indonesia Program,

WEC, OISCA, AWB, CUSO, FWZS, ICBP, Sticthing FACE, Conservation

International maupun Care International Indonesia mempunyai peranan yang

sangat penting dalam rangka meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat

Indonesia untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Gerakan lingkungan atau mereka yang bekerja untuk peduli terhadap masalah

lingkungan sangat beragam. Ton Dietz menelaah gerakan lingkungan ini secara

sederhana dan penulis mengkategorikannnya ke dalam beberapa aliran yaitu :

1. Aliran Fasis Lingkungan (Eco-Fascism)

Kaum fasis lingkungan ini adalah mereka yang “memperjuangkan masalah

lingkungan demi lingkungan itu sendiri”. Dengan resiko apapun, lingkungan perlu

dilindungi. Landasan lingkungan seperti ini disebut oleh Ton Dietz sebagai

pendekatan lingkungan hidup yang bersifat otoriter atau ekototaliter adalah

konsep bahwa skala dan mendesaknya masalah lingkungan saat ini sudah

sedemikian kuatnya sehingga kepemimpinan yang otoriter dan teknoratis

dibutuhkan. Kaum ekofasis menganggap konservasi lingkungan sebagai jauh

lebih penting dari pada kehidupan rakyat, khususnya kehidupan rakyat miskin.

2. Aliran Pembangunan Lingkungan (Eco-Developmentalism atau

Environmentalism)

Mereka yang tergolong pada kaum ini adalah yang memperjuangkan kelestarian

lingkungan bukan demi lingkungan itu sendiri, tetapi terutama demi

keberlangsungan pertumbuhan ekonomi dan pemupukan modal (kapitalisme).

Semboyannya yang terkenal adalah “sustainable development”. Lingkungan

perlu dilestarikan karena hanya melalui pelestarian tersebut terjamin pula

keajegan pasokan bahan baku industri sehingga pertumbuhan ekonomi akan

terus berlangsung.

3. Aliran Ekologi Kerakyatan atau Lingkungan-Kerakyatan (Eco-Populism)

Kaum yang tergolong pada kelompok ini merupakan aktivis gerakan lingkungan

yang sangat memihak kepada kepentingan rakyat banyak, lingkungan untuk

mensejahterakan masyarakat. Semboyannya adalah hutan untuk rakyat

(Forest for People). Ekopopulisme ini dapat dibagi lagi ke dalam dua golongan

yaitu : (1) Ekopopulisme Kuat (Strong Ecopopulism) (2) Ekopopulisme

Lemah (Weak Ecopopulism). Kedua golongan ini telah menemukan kembali

nilai berharga dari pertanian (agro-foresty) dan bentuk-bentuk gembala ternak

(sylo-pastoral). Kedua kaum ini cenderung berpendapat bahwa partisipasi dari

semua warga masyarakat adalah mungkin dan merupakan kunci untuk

menemukan pemecahan masalah. 20

Aliran-aliran yang dikemukakan oleh Ton Dietz tersebut merupakan

pengelompokan yang didasarkan atas keterkaitan antara misi yang diperjuangkan

oleh gerakan lingkungan dengan implementasi misi tersebut di masyarakat.

Menelaah keterkaitan aliran-aliran ini dengan konteks ke-Indonesia-an tentunya

beragaman analisis yang dapat ditelaah. Gerakan lingkungan yang selama ini

diperjuangkan oleh Ornop / LSM di satu sisi, giat memantau, mengkiritik dan

mengevaluasi kinerja aparat pemerintah di sisi lain pemerintah mempunyai agenda

dan skala prioritas dalam program pembangunan lingkungan hidup.

Menelaah gerakan lingkungan atau aliran yang dianut di Indonesia tentunya

tidak bisa dilepaskan dari komponen pendukung sekaligus penunjang dari program

pembangunan lingkungan hidup yaitu pemerintah, ornop/LSM, pihak yang terkait

Page 8: Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup

15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

8/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…

pembangunan lingkungan hidup yaitu pemerintah, ornop/LSM, pihak yang terkait

terhadap suatu program tertentu dan masyarakat. Mengkaji perkembangan gerakan

lingkungan hidup dengan menelusuri aliran mana yang dianut tentunya banyak faktor

yang dapat ditelusuri di antaranya :

a. Komitmen politik pemerintah terhadap pembangunan lingkungan hidup.

Setiap rezim pemerintah yang berkuasa mempunyai paradigma tersendiri

dalam melihat program pembangunan lingkungan hidup sehingga dapat

ditelusuri terjadinya perbedaan kebijakan dalam penanganan masalah

lingkungan hidup. Hal ini telah dinyatakan oleh Sudarto P.Hadi yaitu : “

Kendatipun komitmen politik pemerintah cukup awal dibandingkan dengan

sesama negara berkembang tetapi implementasi konsep pembangunan

berkelanjutan seperti jalan di tempat. Di masa Orde Baru pencemaran dan

kerusakan lingkungan meningkat baik dalam arti intensitas maupun

keragamannya”. 21

b. Konsep dan aplikasi program pembangunan lingkungan hidup. Hal ini dapat

ditelusuri dari berbagai program pemerintah bersama, LSM atau

masyarakat mengadakan program yang berdampak pada aspek

kesejahteraan, aspek ekologis maupun kesadaran konservasi. Beberapa

program yang dapat penulis ungkapkan di sini antara lain :

1). Program Seed for People : Hutanku Masa Depanku. Suatu program

dengan upaya membangun sentra-sentra produksi kayu jati rakyat

berbasis benih unggul dengan pola sharing. Model pembangunan

hutan kayu rakyat di masa depan yang mampu menjawab tantangan

dalam menanggulangi kebutuhan industri kayu dan lahan kritis.

Program ini merupakan pola kerjasama yang sinergis antara :

Dep.Kehutanan, Pemkab, PT Perhutani dan masyarakat.

2) Pengelolaan produksi bersama (Joint Forest Resources Management)

antara Perhutani dan masyarakat dan selanjutnya nanti diadakan

Production Sharing Management (Manajemen Bagi Hasil) melalui

studi PRA yaitu masyarakat diikutsertakan pada pengambilan

keputusan, perencanaan dan pelaksanaan dan memberi peranan yang

lebih besar dan prioritas kepada masyarakat dalam kegiatan yang

banyak melibatkan masyarakat.

3). Community Based Forest Management. Peran pemerintah daerah

sebagai fasilitator dalam mekanisme tata kelola sumber daya hutan di

masing-masing wilayah hutan dan desa. Dampak positif pada

terjaganya kualitas hutan, menekan jumlah perambah, dan

peningkatan pendapatan masyarakat.

4). PT Perhutani dalam pengelolaan sumber daya hutan telah memberikan

kesempatan kerja dan berusaha pada masyarakat hutan (masyarakat

desa hutan) seperti reboisasi, pemeliharaan hutan, pemungutan hasil

hutan.

5). Adanya bentuk-bentuk kegiatan seperti : Program Pendekatan

Kesejahteraan Masyarakat (Prosperity Approach) seperti Insus dan

Inmas Tumpangsari, Pembinaan Masyarakat Desa Hutan,

Pengelolaaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), Tanaman Obat-

obatan dan lain-lain.

6). Perhutanan Sosial (Social Forestry). Aktivitas masyarakat desa, baik

perorangan maupun kelompok dalam penanaman, pemeliharaan dan

pemanfaatan hutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Program social forestry tersebut sudah termasuk di dalamnya

agroforestry, prosperity approach, forestry forest for local

community development.

7). Sejak tahun 1973, PT Perhutani mengikutsertakan masyarakat dengan

prosperity approach yang disempurnakan dengan gerakan MALU :

Mantri-Lurah

8). Agroforestry Insus Tumpangsari. Konsep tumpangsari hutan adalah

menanam tanaman selingan di antara tanaman pokok dalam lajur

tersendiri, sebelum atau sesudah penanaman tanaman pokok selama

pertumbuhannya tidak mempengaruhi atau dipengaruhi tanaman

pokok.

c. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang terjadi antara masyarakat

dengan aparat pemerintah. Contoh yang dapat dikaji dari hal ini adalah

kebijakan yang dikeluarkan aparat daerah dalam menyikapi konflik

Page 9: Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup

15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

9/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…

kebijakan yang dikeluarkan aparat daerah dalam menyikapi konflik

perhutanan, baik itu dengan masyarakat adat maupun ornop/LSM.

d. Penyelesaian kasus-kasus perhutanan di Indonesia yang melibatkan

perusahaan-perusahaan besar dapat dilihat sebagai fokus penilaian tingkat

kepedulian aparat penegak hukum maupun masyarakat dalam penanganan

kasus-kasus pelanggaran lingkungan hidup.

Beberapa alasan di atas dapat ditelaah bahwa gerakan atau aliran

lingkungan hidup yang dianut oleh Indonesia tidak dapat dikatakan menganut satu

aliran. Banyak data empiris yang membuktikan pola-pola aliran tersebut berkembang

secara natural dan sangat tergantung pada sudut pandang pihak tertentu dalam

menyelesaikan konflik lingkungan hidup yang dihadapi. Dengan tidak dianutnya satu

pola aliran maka dapat dikatakan pola aliran gerakan lingkungan hidup di Indonesia

masih terproses dalam mencari bentuk atau dapat dikatakan menganut aliran

kombinasi atau gabungan. Aliran kombinasi ini sesungguhnya merupakan hasil data

empiris yang diterapkan di mana setiap kasus lingkungan hidup yang ditangani dapat

dipecahkan dengan menganut ketiga aliran tersebut.

Mengkaji permasalahan lingkungan hidup sepanjang sejarah hidup manusia, maka

dapatlah ditarik benang merah yang saling terkait antara satu masalah dengan

masalah yang lain. Para ahli lingkungan hidup Indonesia mengidentifikasikan

beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya permasalahan lingkungan seperti

terurai dalam Tabel berikut ini:

Permasalahan Lingkungan Hidup

Menurut Pakar Lingkungan Hidup Indonesia. 22

No Nama PakarTahun

PublikasiPermasalahan Lingkungan

Hidup1.

2.3.4.5.6.

M.T.Zen

St. MunajatDanusaputraKoesnadiHardjasoemantriEmil SalimOtto SoemarwotoM. Soerjani

1979

19801983198819921997

(1) Manusia Indonesia

(2) Sumber daya alam(3) Dinamika sosial yang

bergejolak(4) Teknologi(1) Kemiskinan(2) Kependudukan(3) Kekotoran(4) Kebijaksanaan(1) Perkembangan penduduk

dan masyarakat(2) Perkembangan sumber

alam dan lingkungan(3) Perkembangan teknologi

dan kebudayaan.(4) Perkembangan ruang

lingkup internasional(1) Kependudukan & SDM(2) Jaminan pangan(3) Spesies & Ekosisitem

sebagaisumber daya bagipembangunan(4) Peranan Energi(5) Industri(6) Perkembangan kota(1) Kepunahan jenis/keanekaragaman hayati(2) Pemanasan

global/perubahaniklim(3) Pelubangan lapisan ozon(4) Hujan asam(1) Mutasi gen terselubung(2) Dampak kamar kaca(3) Hujan asam(4) Lubang lapisan ozon(5) Pencemaran oleh limbah &

bahan berbahaya(6) Kemerosotan kualitas &

kuantitas sumber daya dan(7) Kesenjangan sosial

Dari tabel di atas dapat dikaji bahwa pemecahan satu faktor yang mengakibatkan

masalah bagi lingkungan hidup tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan

pemecahan masalah lingkungan hidup lainnya. Hal ini menandakan pencegahan

maupun penanggulangan kerusakan atau pencemaran lingkungan sangat

memerlukan pendekatan berbagai disiplin ilmu. Kerjasama ini pada akhirnya akan

memberikan kontribusi bagi pengelolaan lingkungan yang lebih baik dan tetap

memperhatikan prinsip-prinsip dasar kesinambungan kehidupan makhluk hidup.

Jika ditelusuri sejarah pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia yang diatur dalam

kaidah yuridis normatif mulai zaman Hindia Belanda, zaman Jepang dan zaman

Page 10: Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup

15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

10/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…

kaidah yuridis normatif mulai zaman Hindia Belanda, zaman Jepang dan zaman

Kemerdekaan mempunyai ciri-ciri yang masing-masing berbeda sesuai sudut

pandangnya dan tergantung pada kebijakan pembangunan lingkungan hidup yang

dicanangkan. Sejarah pengaturan lingkungan hidup telah banyak ditulis dalam

berbagai literatur.23 Namun demikian, terdapat kesimpulan umum yang dapat

penulis kemukakan yaitu : tingkat kepedulian pengelolaan lingkungan hidup dalam

peraturan perundang-undangan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti : situasi

politik, sosial budaya dan ekonomi, kualitas sumber daya manusia sampai globalisasi.

Dalam pandangan yang demikian, maka komitmen bersama yang dituangkan dalam

yuridis formal selayaknya teraplikasikan dalam mensikapi berbagai masalah

lingkungan hidup yang terjadi dengan menjunjung tinggi supremasi hukum,

menomorsatukan keadilan dan kepastian hukum serta mengindahkan prinsip-dasar

ekologis. Dengan demikian konsep dasar pembangunan berkelanjutan yang

berwawasan lingkungan yang semula diistilahkan dengan pembangunan

berwawasan lingkungan dan tertuang sejak GBHN tahun 1973 (dijabarkan dalam

Repelita II) menjiwai setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang

akan berlaku. Dengan demikian proses penegakan hukum lingkungan memalui

instrumen kebijakan kriminal secara tidak langsung menjadi prinsip perjuangan para

aparat penegak hukum untuk menomorsatukan kepentingan konsep dasar

pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan tersebut. Mark

Sagoff mengajukan 3 (tiga) pertimbangan yang dilakukan agar peraturan perundang-

undangan dapat dijalankan sesuai standar yaitu :

First, environmental laws could insists on ample margins of safety

for the whole population even if strict adherence to such laws

would impose ruinous costs on the economy. Second, consistent with

the economic perspective, environmental laws could price the

benefits of environmental quality and balance them against the

resulting costs. Sagoff rejects both these polar solutions. He

advocates a third, middle course, under which the costs of

compliance with environment standards can be taken into account

so that standards are reasonable in light of effort needed to achieve

them. 24

Berkenaan dengan hal tersebut maka, hasil dari KTT Bumi di Rio mempunyai ikatan

tertentu pada peserta KTT. Deklarasi Rio, Prinsip tentang Hutan dan Agenda 21

mempunyai kekuatan moril, sedangkan kedua konvensi yang lainnya mempunyai

kekuatan hukum. Karena itu kewajiban yang terikat pada kedua konvensi lebih kuat

daripada yang terikat pada hasil KTT yang lain. 25 Lima tahun setelah Konferensi

Rio telah disusun berupa Agenda 21 Indonesia : Strategi Nasional Untuk

Pembangunan Berkelanjutan yang berisi visi dan rangkaian strategi dalam

mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dokumen yang komprehensif ini

memberikan petunjuk bagi keterkaitan pembangunan ekonomi dan sosial,

perlindungan terhadap lingkungan dan sumber daya alam, serta paradigma baru

dalam memandang aplikasi konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan

lingkungan bagi Indonesia di masa depan. Dokumen ini mencakup aspek pelayanan

masyarakat, pengelolaan limbah, pengelolaan sumber daya tanah dan pengelolaan

sumber daya alam.

Kondisi keterpurukan ekonomi seperti saat ini memberikan dampak negatif yang

sangat besar terhadap aspek kelestarian lingkungan hidup. Masyarakat pun

melakukan tindakan-tindakan yang dianggap di luar batas kewajaran sehingga aparat

kewalahan mengatasinya. Melihat situasi seperti ini selayaknya para pihak yang

terlibat dalam lingkungan hidup seperti : pemerintah / aparat birokrasi, aparat

penegak hukum, LSM, kaum akademisi maupun masyarakat mulai mengadakan

reorientasi ulang perihal paradigma yang selama ini mereka anut terhadap

lingkungan hidup dan pembangunan. Reorientasi itu dapat dimulai dari mencari

hakekat akar permasalahan yang menyebabkan masalah lingkungan itu terjadi,

menelusuri kebijakan lingkungan yang selama ini dirumuskan, mengadakan kajian

tentang perlunya pengubahan paradigma pola pikir terhadap lingkungan hidup.

Beberapa hal ini, nantinya akan sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan

lingkungan hidup yang akan datang.

------------------------

* Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang dan Staff

Pengajar di Fakultas Syari’ah dan Program Pascasarjana UIN MALIKI Malang.

Page 11: Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup

15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

11/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…

Pengajar di Fakultas Syari’ah dan Program Pascasarjana UIN MALIKI Malang.

1 Kata The Silent Spring diterjemahkan dalam berbagai arti. Dalam literatur hukumlingkungan di Indonesia di antaranya : musim bunga yang sepi, musim semi yang bisu ataumusim bunga yang bisu : penulis menggunakan istilah musim bunga yang bisu. Perjalanansejarah kasus-kasus lingkungan hidup dan buku-buku yang menjadi sorotan tersebut telahbanyak dikupas dalam buku-buku lingkungan hidup Indonesia di antaranya : J. A. Katili,Sumber Daya Alam untuk Pembangunan Nasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983 :hlm. 22 ; Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungandalam Proses Pembangunan Hukum Nasional Indonesia, (Disertasi, UNAIR, Surabaya,1986), hlm. 29-30 ; Daud Silalahi, Hukum Lingkungan. Dalam Sistem Penegakan HukumLingkungan Indonesia, Alumni, Bandung : hlm. 5 ; Otto Soemarwoto, Indonesia DalamKancah Isu Lingkungan Global, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992 : hlm. 2-5 atauOtto Soemarwoto, “Dari Stockholm ke Rio : Implikasinya bagi Pembangunan Nasional”,dalam Analisis CSIS, Tahun XXI, No. 6, November-Desember 1992, hlm. 498-513 ; MohamadSoerjani, Pembangunan dan Lingkungan. Meniti Gagasan dan Pelaksanaan SustainableDevelopment, IPPL, Jakarta, 1997 : hlm. 51-56.

2 Lihat dalam N. Teguh Budi Harjanto, Memajukan Demokrasi Mencegah Disintegrasi.Sebuah Wacana Pembangunan Politik, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1998, hlm. 85. Ibid,Otto Soemarwoto, 1992, hlm. 500, menyebutkan bahwa : “Walaupun pembangunandiperlukan, pembangunan itu haruslah memenuhi persyaratan tidak merusak lingkungan.Maka berkembang konsep ecodevelopment. Menurut konsep ini antara pembangunan danlingkungan tidak ada pertentangan. Di negara berkembang tanpa adanya pembangunan,lingkungan tidak akan berkembang, bahkan akan mengalami kemerosotan. Tanpa adanyapembangunan, laju penggurunan makin meningkat. Jelaslah masalah ini hanya dapat diatasidengan pembangunan, antara lain pengembangan sistem pertanian dan peternakan yangmemperhatikan baik aspek sosial ekonomi penduduk maupun pencagaran dan vegetasi.”3 Istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pertama kali diperkenalkanoleh WCED (World Commission on Environment and Development) suatu komisi duniayang dibentuk oleh PBB dan membuat Laporan tentang Our Common Future tahun 1987sebagai berikut : “Developing that meets the needs of the present without compromising theability of the future generation to meet their own needs”. (terjemahan harfiahnya :pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasimendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri). Istilah ini mengundang berbagaipenafsiran yang berbeda-beda, karena terminologi pembangunan berkelanjutan sangatterbuka untuk ditafsirkan dengan berbagai pengertian. Seringkali juga dipadankan sertaditafsirkan sebagai sustainable economic development tanpa mensyaratkan atau memberifokus kepada berkelanjutan atau pelestarian daya dukung ekosistem. Caring For The Earthsebagai dokumen pengganti dari The World Conservation Strategy yang dirumuskan olehThe World Conservation Union (IUCN) pada tahun 1991 juga menggarisbawahi tentangberbagai penafsiran yang muncul dari penggunaan istilah “sustainable development”.

Berbagai istilah digunakan seperti “sustainable development, sustainable growth, dansustainable use” secara bergantian, yang seringkali pengertian yang satu dengan yanglainnya sangat berbeda. (Carry for the Earth : A Strategy for Sustainable Living),Published in Partnership by IUCN-The World Conservation Union-UNEP_WWF; GlandSwitzerland, October 1991) Prof.Ben Broer (Guru Besar Hukum Lingkungan dari FakultasHukum Universitas Sydney, Australia) memberikan kritik terhadap definsi yang ditawarkanterlampau berorientasi kepada “antroposentrisme” dan “utilitarianisme”. Orientasi inidapat dilihat dari penekanan lingkungan hidup sebagai peran pendukung (supporting role)dan hanya dilihat sebagai instrumen atau sumber daya untuk didayagunakan kebutuhanlingkungan alam (natural environment). Oleh sebab itu, Broer (1995) berpendapat lebihtepat digunakan istilah Ecologically Sustainable Development (ESD). (Lihat dalam BenBroer, “Institutionalising Ecologically Sustainable Development : The Roles of NationalState, and Local Government in Translating Grand strategy into Action”. Willamette LawReview, Vol.31., Number 31 Spring 1995). Dari berbagai dokumen yang dihasilkan KTTBumi, terdapat 5 (lima) prinsip utama dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasanlingkungan (ecologically sustainable development) yaitu : keadilan antar generasi, keadilandalam suatu generasi, prinsip pencegahan dini, perlindungan keragaman hayati daninternalisasi beaya lingkungan. UU No.23 tahun 1997 dalam bagian pertimbangan huruf dmenggunakan istilah : pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan(ecologically sustainable development), sedangkan dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1angka 3 dijelaskan pengertian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkunganhidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuksumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan,dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

4 Laporan ini diterjemahkan dengan “Hari Depan Kita Bersama”, PT Gramedia, Jakarta,1988, hlm. 59. Periksa pula dalam Our Common Future, WCED, Oxford University Press,1987, p. 9. menyebutkan : …” sustainable development is a process of change in which theexploitation of resources, the direction of investment, the orientation of technologicaldevelopment, and institusional change are made consistent with future as well as prsent aneed”. Selanjutnya muncul batasan tentang pembangunan yang terdukung dari BankDunia, WCS, IUCN, UNEP dan WWF yang antara lain menekankan pada perbaikan sosialekonomi, pelestarian sumber daya alam dan perhatian pada daya dukung sumber daya alamdan keanekargamannya dalam jangka panjang. Konsep “sustainable development”,diistilahkan atau diterjemahkan sebagai pembangunan yang terdukung ; pembangunanberkelanjutan ; pembangunan terlanjutkan ; pembangunan berkesinambungan ataupembangunan berwawasan lingkungan (development with environment outlook) (WCED,1987). Konsep pembangunan berkelanjutan ini oleh beberapa pakar lingkungan masih kabur.Berbagai kalangan memberikan definisi yang berbeda sesuai sudut pandangnya seperti M.Prakosa, yang menyebutkan bahwa pengertian “sustainable development” dapat dilihatdari dua sudut pandang yang berbeda : Pertama, memandang dari sudut pertumbuhanekonomi keseluruhan (the overall growth of the economy). Dalam pandangan inisustainable development diartikan sebagai sustainable macro-economic growth. Kedua,melihat dari sudut pandang sektor, karena likuidasi suatu sektor, seperti hutan, tidak dapatditerima sebagai suatu kebijakan dalam pembangunan. Lihat dalam Rencana Kebijakan

Page 12: Paradigma Pembangunan Lingkungan Hidup

15/04/12 PARADIGMA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

12/12www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1629:paradigma-pembang…

© UIN Maliki Malang

Jalan Gajayana 50 Malang 65144

+62 341 551354

Kehutanan, Aditya Media, Yogyakarta, 1996 ; hlm. 93-93. Sedangkan ciri-ciri pembangunanberkelanjutan dapat dilihat dalam Keppres RI No. 13 tahun 1989 tentang REPELITA V1980/1990-1993/1994, Bab VIII. Sedangkan Koesnadi Hardjosoemantri menyebutkanbeberapa ciri-ciri dari pembangunan yang berkelanjutan dapat dilihat dalam Hukum TataLingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1992, hlm.50.5 Lihat dalam Bumi Wahana, Strategi Menuju Kehidupan yang Berkesinambungan, Alihbahasa Katarina Panji, Disponsori oleh IUCN, UNEP dan WWF, Jakarta, 1992 ; hlm. 4.6 Anthony Giddens, Jalan Ketiga. Pembaruan Demokrasi Sosial, Penerjemah Ketut AryaMahardika, Gramedia, Jakarta, 1999, hlm. 64.7 Lihat dalam Donald N. Dewees, Report of The Environmental Sector Review (Phase II),Volume II, Persuit os Sustainable Development, (Paper), Jakarta, 1987, p.1.8 Lihat dalam Michael Keating, Bumi Lestari. Menuju Abad 21, Konphalindo, 1994, hlm.XV. Conf. Ibid, Mohammad Soerjani, 1997, hlm. 55-56.9 Edith Brown Weiss, “Our Rights and Obligations to Future Generations for theEnvironment” dalam American Journal of International Law, Vol. 84, 1991, p.201-2002.

10 Edith Brwon Weiss, “Intergenerational Equity : A Legal Framework for GlobalEnvironmental Change”, dalam Richard L.Revesz, Foundations of Environmental Lawand Policy, Oxford University Press, Oxford, 1997, p.309-312 disebutkan “Three principlesfrom the basis of intergenerational equity. First : each generation should be required toconserve the diversity of the natural and cultural resource base, so that it does not undulyrestrict the options available to future generations in solving their problems and satisfyingtheir own values, and should also be antitled to diversity comparable to that enjoyed byprevious generations. This principle is called “conservation of options”. Second, eachgenerations should be required to maintain the quality of the planet so that it is passed onin worse condition than that in which it was received, and should also be entitled toplanetary quality comparable to that enjoyed by previous generations. This is theprinciple of “conservation of quality” Third, each generation ahould provide its memberswith equitable rights of access to the legacy of past generations and should conserve thisaccess for future generations. This is the principle of “conservation of access”.11 Mas Achmad Santoso “Aktualisasi Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan yangBerwawasan Lingkungan dalam Sistem dan Praktek Hukum Nasional “, dimuat dalam,Jurnal Hukum Lingkungan Tahun III, 1996, halaman 1-2112 Mas Achmad Santosa, 1Ibid, hlm.1-2113 Ibid, hlm.1-2114 Ibid, hlm 1-2115 Ketiga syarat yang diutarakan tersebut dapat dilihat dalam Otto Soemarwoto, IndonesiaDalam Kancah Isu Lingkungan Global, PT Gramedia, Jakarta, 1992 ; hlm.7-8.16 Lihat dalam Almanak Lingkungan Hidup Indonesia 1995/1996, Kantor MenegLingkungan Hidup, 1996, hlm. 228.17 Dua pendekatan baru ini disarikan dari : Bumi Wahana, Strategi Menuju Kehidupanyang Berkesinambungan, Op.Cit, hlm.1.18 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Program Magister Ilmu Hukum,Nopember 2002, hlm. 57-5819 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan PenanggulanganKejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 36.20 Disarikan dari pemikiran Ton Dietz dalam Entitlements to Natural Resources Countoursof Political. Environmental Geography, International Books, Utrecht, 1996. Selanjutnyaditerjemahkan Roem Topatimasang : Pengakuan Hak Atas Sumberdaya Alam. KonturGeografi Lingkungan Politik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998.21 Sudarto.P.Hadi, Manajemen Lingkungan Berbasis Kerakyatan dan Kemitraan, PidatoPengukuhan Guru Besar UNDIP, Semarang 12 Oktober 1999, hlm.322 Pernyataan yang dibuat dalam Tabel ini didasarkan pada tahun pertama publikasipenulisan buku masing-masing pakar lingkungan hidup tersebut.23 Sejarah pengaturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan hidup diIndonesia telah banyak ditelaah di antaranya : Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum TataLingkungan, Gadjah Mada University Press, 1992 ; Siti Sundari Rangkuti. Op.Cit ; DaudSilalahi, Hukum Lingkungan. Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia,Alumni, Bandung, 1992. ; Harun M. Husein, Lingkungan Hidup. Masalah, Pengelolaandan Penegakan Hukumnya, Bumi Aksara, Jakarta, 1993 ; Bambang Pamulardi, HukumKehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 199524 Lihat dalam Richard. L. Revesz, Foundations Environmental Law and Policy, New YorkOxford University Press, 1997 : p. 19.25 Ibid, Otto Soemarwoto, 1992, hlm.507