86
PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH TERHADAP TRADISI UPAH PELAYAT (Studi Kasus di Desa Haur Gajrug, Kec Cipanas, Kab Lebak Banten) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: Dian Hasanah NIM: 1110043100033 KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIKIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015M

PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

  • Upload
    others

  • View
    27

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH

TERHADAP TRADISI UPAH PELAYAT

(Studi Kasus di Desa Haur Gajrug, Kec Cipanas, Kab Lebak Banten)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Dian Hasanah

NIM: 1110043100033

KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIKIH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015M

Page 2: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …
Page 3: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …
Page 4: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …
Page 5: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

iv

ABSTRAK

Dian Hasanah, NIM: 110043100033, Pandangan Nahdlatul Ulama Dan

Muhammadiyah Terhadap Tradisi Upah Pelayat (Studi Kasus Di Desa Haur Gajrug,

Kec Cipanas, Kab Lebak Banten), program Studi Perbandingan Madzhab dan

Hukum, Konsentrasi Perbandingan Madzhab Fikih, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2015M.

Skripsi ini merupakan upaya untuk memaparkan hukum dari tradisi yang

terjadi di desa haur gajrug yakni tradisi memberikan upah yang dilakukan oleh

keluarga berkabung kepada para pelayat yang datang, serta memaparkan pendapat

dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah Kab Lebak.

Tujuan dari penelitian ini adalah agar mukallaf memahami mengenai hukum

dari tradisi tersebut. Selain itu untuk mengetahui hukum mengambil ujrah (upah) dari

pekerjaan yang berhubungan dengan ibadah seperti berta’ziah, mengaji Al-Qur’an,

mengumandangkan adzan dan lain sebagainya. Juga untuk mengetahui pendapat

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah Kab Lebak.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif

yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan menggunakan jenis penelitian

analisis komperatif yakni metode analisis dengan perbandingan antara Al-Qur’an,

Hadis, pendapat ulama’ dan cendekiawan muslim yang mengkaji tentang

permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini, serta penelitian kepustakaan (library

research) yaitu dengan mengambil referensi pustaka dan dokumen yang relevan

dengan masalah ini.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dalam penulisan skripsi ini ialah

bahwa adanya ikhtilāf antara Ulama Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah Kab

Lebak mengenai hukum dari pelaksanaan tradisi tersebut.

Pembimbing : Dr. H. Fuad Thohari, M. Ag.

H. A. Bisyri Abd. Somad, M.Ag.

Daftar Pustaka : Tahun 1993-2013

Page 6: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

v

لرحيمٱ لرحمنٱ للهٱ بسم

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tiada hentinya dipanjatkan kepada sang Penguasa

Allah Swt, yang telah memberikan nikmat dan petunjukNya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada

Nabi Muhammad Saw beserta keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya

hingga akhir zaman.

Berkat rahmat dan hidayah dari Allah Swt, akhirnya penulis dapat

menyelesaikan karya ilmiah dengan judul PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA

DAN MUHAMMADIYAH TERHADAP TRDISI UPAH PELAYAT (Studi Kasus di

Desa Haur Gajrug, Kec Cipanas, Kab Lebak Banten). Semoga skripsi ini bermanfaat

bagi penulis dan bagi yang membacanya.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak kesulitan dan hambatan untuk

mencapai data dan refrensi. Namun berkat kesungguhan hati dan bantuan dari

berbagai pihak, sehingga segala kesulitan itu dapat teratasi. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 7: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

vi

2. Bapak Fahmi Ahmadi, M.Si, Ketua Program Studi Perbandingan Madzhab

Hukum dan Ibu Siti Hanna, S.Ag, Lc, MA Sekretaris Program Studi

Perbandingan Madzhab Hukum.

3. Dr. H. Fuad Thohari, M. Ag dan H. A. Bisyri Abd. Somad, M. Ag selaku

pembimbing skripsi yang telah banyak memberi arahan, saran serta petunjuk

dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Khamami Zada, MA dan Dr. Muhammad Taufiki, M. Ag, yang telah menjadi

bagian dari Program Studi Perbandingan Madzhab Hukum dalam masa jabatan

sebelum Program Studi Perbandingan Madzhab Hukum periode baru.

5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis semasa kuliah,

semoga amal kebaikannya mendapatkan balasan dari Allah Swt.

6. Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Utama dan staf karyawan fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanan yang baik

dikala penulis mengumpulkan data dan materi skripsi.

7. Kepada keluarga tercinta terutama kepada ayahanda dan ibunda tercinta (Suhandi

dan Sugiwati), serta kakak-kakak penulis terutama Jali Subrata yang tiada pernah

berhenti untuk selalu berdoa serta memberi nasihat dan motivasi kepada penulis

sehingga skripsi ini selesai.

8. Sahabat dan rekan mahasiswa PMH (Perbandingan Mazhab Hukum) angkatan

2010, yang selalu memberikan semangat, dukungan, saran dan masukan kepada

penulis. Terima kasih teman-teman, dengan kebersamaan kita selama ini dalam

Page 8: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

vii

suka dan duka. Bagi penulis itu adalah pengalaman berharga yang takkan pernah

terlupakan.

9. Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang penulis tidak bisa

sebutkan satu persatu. Semoga Allah Swt membalas kebaikan yang telah

diberikan dengan balasan yang berlipat ganda, Amin.

Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat khususnya

bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya. Semoga Allah Senantiasa

meridhoi setiap langkah kita. Aamin

Jakarta, 5 Oktober 2015 M

Dian Hasanah

Page 9: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

viii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .............................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iii

ABSTRAK ........................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ............................................. 5

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ....................................................... 6

D. Review Study Terdahulu ................................................................. 7

E. Metode Penelitian ............................................................................ 10

F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 11

BAB II UJRAH DALAM PEKERJAAN IBADAH DALAM PERSPEKTIF

FIQIH

A. Pengertian Ujrah .............................................................................. 12

B. Dasar Hukum Ijarah ........................................................................ 14

C. Rukun dan Syarat Ijarah .................................................................. 15

D. Upah Dalam Pekarjaan Ibadah........................................................ 17

E. Gambaran Umum Tentang Pengurusan Jenazah Dalam Prespektif

Fikih ................................................................................................ 22

1. Pengertian Jenazah ...................................................................... 22

2. Hal-hal yang Berkaitan Dengan Pengurusan Jenazah ................. 23

a) Memandikan Jenazah ............................................................ 23

b) Mengkafani Jenazah.............................................................. 26

c) Menshalatkan Jenazah........................................................... 28

Page 10: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

ix

d) Mengiringi Jenazah............................................................... 30

e) Menguburkan Jenazah........................................................... 31

BAB III KONDISI OBJEKTIF DESA HAUR GAJRUG, KEC CIPANAS,KAB

LEBAK BANTEN SERTA PRAKTEK TRADISI UPAH PELAYAT di

DESA HAUR GAJRUG, KEC CIPANAS, KAB LEBAK BANTEN

A. Letak Dan Keadaan Wilayah ............................... ...................... 33

B. Kondisi Masyrakat.......................................................................... 34

1. Keadaan Penduduk ...................................................................... 34

2. Pendidikan................................................................................... 35

3. Agama......................................................................................... 37

4. Mata Pencaharian........................................................................ 37

C. Praktek Tradisi Upah Pelayat di Desa Haur Gajrug Kec Cianas Kab

Lebak Banten ................................................................................... 38

BAB IV ANALISIS PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN

MUHAMMADIYAH TERHADAP UPAH PELAYAT

A. Pandangan Nahdlatul Ulama Terhadap Tradisi Upah Pelayat ......... 40

B. Pandangan Muhammadiyah Terhadap Tradisi Upah Pelayat .......... 43

C. Analisis Pendapat Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah Terhadap

Tradisi Upah Pelayat..... ................................................................. 48

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 58

B. Saran-saran ....................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 61

LAMPIRAN – LAMPIRAN.............................................................................. 64

Page 11: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bagi manusia, kematian adalah proses berpisahnya ruh dari badan seseorang.

Dalam Al-Quran Allas Swt menjelaskan bahwa jika ajal seseorang sudah datang

maka, tidak ada seorang pun yang dapat mengulurnya.1

Petunjuk Rasulullah Saw, dalam masalah penanganan jenazah adalah

petunjuk dan bimbingan yang terbaik dan berbeda dengan petunjuk umat-umat yang

lainnya, meliputi perlakuan atau aturan yang dianut umat kebanyakan.2 Bimbingan

Rasulullah Saw, dalam hal mengurus jenazah, di dalamnya mencakup hal yang

memperhatikan sang mayat, yang kelak bermanfaat baginya baik ketika berada di

dalam kubur maupun saat tiba hari Kiamat. Termasuk memberi tuntunan, yaitu

bagaimana sebaiknya keluarga dan kerabat memperlakukan mayat.

Di dalam petunjuk Rasulullah Saw juga mengatur bagaimana tata cara yang

terbaik dalam mengiring jenazah sehingga mengantarnya ke dalam kubur sebagai

penghormatan terakhir baginya. Kemudian para pengantarnya yang terdiri atas

keluarga dan orang-orang terdekat berdoa kepada Allah Swt agar menganugerahkan

bagi yang meninggal apa yang paling dibutuhkannya, yaitu keteguhan bagi kehidupan

1Achmad Mufid, Risalah Kematian, (Yogyakarta: Total Media 2007), hal. 1.

2Nashiruddin Al-Albani, Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah, penerjamah: Abbas

Muhammad Basalamah, (Jakarta: Gema Insan Pres,1999), hal. 11.

Page 12: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

2

di alam barzah. Mereka juga diajarkan untuk menziarahi kuburnya, memberinya

salam, dan mendoakanya. Ini sama halnya dengan aturan yang menuntun orang yang

masih hidup mengikrarkan tekad untuk berlaku demikian terhadap sesamanya yang

masih hidup di dunia.

Dengan demikian, petunjuk dan bimbingan Rasulullah Saw. dalam

mengurus jenazah ini merupakan potret aturan yang paling sempurna bagi sang

mayat, baik dalam mu‟amalahnya secara vertikal maupun horizontal. Aturan yang

sangat sempurna dalam mempersiapkan seseorang yang telah meninggal untuk

bertemu dengan Rabbnya dengan kondisi yang paling baik lagi afdhal. Bukan hanya

itu, keluarga dan orang-orang terdekat sang mayat pun disiapkan sebagai barisan

orang-orang yang memuji Allah Swt dan memintakan ampunan serta rahmat-Nya

bagi yang meninggal.3

Aturan lain yang tidak kalah esensialnya adalah larangan bagi keluarga yang

ditinggalkan, menangis secara berlebihan. Larangan ini berdasarkan sabda Rasulullah

Saw:

Artinya: “Abdullah bin Abi Ziyad menyampaikan hadits kepada kami,

Ya‟kub bin Ibrahim bin Saad menyampaikan hadits kepada kami,

ayahku dari Shalih bin Kisan dari Az-Zuhri dari Salim Abdillah

3Nashiruddin Al-Albani, Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah, penerjamah: Abbas

Muhammad Basalamah,....Hal. 12.

4Muhammad bin Isa Abu Isa Al-Tirmidzi, Al-Jami‟ Al-Shahih Sunnan Al-Tirmidzi, (Beirut:

Daar Ihya Al-Turats Al-A‟rabi, T.th), Juz III, Hal. 326.

Page 13: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

3

dari bapaknya berkata: Umar bin Khattab berkata: Rasulullah

Saw bersabda: “mayit disiksa sebab tangisan keluarga yang

berlebihan kepadanya”. (HR. At-Tirmidzi)

Islam sangat responsif terhadap fenomena ini. Bukan hanya komunikasi

yang bertema dan berskala besar saja yang diperhatikannya, tetapi hubungan yang

sangat kecil pun tak luput dari pantauannya. Ini tiada lagi karena demi kemaslahatan

manusia, sebagai makhluk yang berkepribadian mulia. Islam telah memberikan

peraturan dalan masalah mu‟āmalah semacam ini, agar dalam pergaulan, manusia

tidak melampaui batas-batas koridor yang telah ditentukan syariat. Sehingga

pergaulan tersebut tidak merugikan salah satu pihak.

Salah satu dari bentuk mu‟āmalah tersebut adalah ta‟ziah. Ta‟ziah berasal

dari kata al-azza yang berarti sabar.5 Ta‟ziah merupakan sesuatu yang disunnahkan,

yaitu berta‟ziah atau melayat kepada keluarga orang yang meninggal, baik laki-laki

atau perempuan. Sebelum dimakamkan ataupun sesudahnya sampai tiga hari, kecuali

jika salah seorang pelayatnya itu sedang tidak berada ditempat atau dia berada di

tempat yang jauh.6

Makna ta‟ziah yang sesungguhnya adalah untuk memberikan nasehat

bersabar kepada keluarga yang ditinggalkan dan menyebutkan sesuatu yang dapat

meringankan musibahnya, dan menghilangkan kesedihannya.7Bagi orang yang

5 Http://www. Masnuntholabhin/2011/07/ta‟ziah.html. diakses pada 14 September 2015

pukul 23.33 WIB

6Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Minhajul Muslim Pedoman Hidup Ideal Seorang Muslim,

(Solo: Insan Kamil), hal. 474.

7Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Minhajul Muslim Pedoman Hidup Ideal Seorang

Muslim,......hal. 474.

Page 14: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

4

berta‟ziah, ia diperbolehkan mengungkapkan dengan ungkapan apapun asal dapat

menghibur dan meringankan kesedihan keluarga orang yang meninggal dunia.

Dalam hal ini Muhammadiyah berpendapat bahwa merupakan kewajiban

masyarakat, artinya wajib kifayah bagi masyarakat untuk memandikan jenazah,

mengkafani, menshalatkan, dan menguburkan, dalam pada itu menjadi kewajiban

pula bagi anggota masyarakat untuk membantu keluarga yang dapat musibah

khususnya kematian keluarganya, jangan sampai menambah kesusahan keluarga yang

sedang berkabung.8

Sedangkan dalam pandangan Nahdlatul Ulama menyikapi fenomena yang

terjadi dimasyarakat terkait tradisi memberikan upah kepada para pelayat yang hadir

untuk berta‟ziah dijadikan sebagai amal jariah yang pahalanya ditujukan kepada

orang yang meninggal. Mereka berpendapat bahwa tradisi tersebut merupakan bid‟ah

akan tetapi tidak diharamkan (makruh). Tradisi tersebut bisa menjadi haram apabila

bertujuan untuk meratapi kesedihan secara berlebihan, atau bertujuan untuk

menangkal ocehan warga yang disebabkan karena keluarga si mayat tidak

melaksanakan tradisi tersebut.9

Akan tetapi fenomena tradisi yang terjadi di desa Haur Gajrug, kec Cipanas,

kab Lebak Banten tidak mencerminkan makna yang sesungguhnya dari pelaksanaan

ta‟ziah. Tujuan dari berta‟ziah adalah untuk meringankan beban kesedihan keluarga

8Abdurrahman Asjmuni dkk, Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama 3, (Yogyakarta:

Suara Muhammadiyah, 2004), hal. 194.

9http://Abufahmiabdullah.Wordpress.com/2013/02/11/tahlilan-dalam-pandangan-Nu-

Muhammadiyah.

Page 15: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

5

yang sedang berkabung, memberi hiburan agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan,

serta memberikan ungkapan nasehat yang diajarkan Rasulullah Saw.

“Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula” itulah ungkapan yang tepat bagi

keluarga di Desa Haur Gajrug ketika ada warga di Desa tersebut yang anggota

keluarganya meninggal dunia, setiap warga yang datang untuk berta‟ziah diberikan

upah, bahkan dalam semua kegiatan pengurusan jenazah diberikan amplop yang

berisikan uang. Mereka beranggapan bahwa tradisi tersebut sebagai bentuk amal

Jariyah, yang mana pahalanya ditujukan kepada yang meninggal. Yang lebih

memperihatinkan lagi ketika salah satu keluarga ada yang sedang sakit parah bahkan

sudah mau mendekati ajalnya, seluruh keluarganya sudah harus memikirkan uang

yang harus dikeluarkan untuk warga yang hadir untuk berta‟ziah. Bahkan ketika yang

meninggal bukan dari keluarga yang mampu sampai mencari pinjaman sana sini

untuk dibagikan kepada orang-orang yang datang. Segala apa pun yang dimiliki oleh

keluarga yang ditinggalkan baik Sawah, tanah atau apa pun itu, siap untuk dijual.

Berdasarkan data wawancara yang penulis dapat, penulis tertarik untuk

menulis skripsi dengan berjudul “Pandangan Nahdlatul Ulama Dan Muhammadiyah

Terhadap Tradisi Upah Pelayat (Studi Kasus di Desa Haur Gajrug Kec. Cipanas Kab.

Lebak Banten)”.

B. Pembatasan Masalah Dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembatasan perumusan masalah ini fokus dan tidak melebar, maka

permasalahan pada penelitian ini dibatasi hanya membahas pada kasus upah pelayat

Page 16: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

6

di Desa Haur Gajruk Kec. Cipanas Kab. Lebak Banten serta membahas pandangan

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah terhadap tradisi tersebut.

2. Perumusan Masalah

Melalui pembatasan masalah di atas, maka untuk mempermudah penulisan

skripsi ini, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana praktek tradisi upah pelayat di desa Haur Gajruk kec.

Cipanas?

b. Bagaimana pandangan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah terhadap

tradisi upah pelayat di desa HaurGajrug Kec.Cipanas Kab.Lebak

Banten?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian skripsi ini adalah :

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui praktek dari tradisi upah pelayat di desa Haur gajruk kec.

Cipanas kab. Lebak banten.

b. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah

(ulama setempat) terhadap tradisi upah pelayat yang terjadi di desa Haur Gajrug

Kec.Cipanas Kab.Lebak Banten.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat penulisan skripsi ini secara akademisi adalah :

Page 17: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

7

a. Secara Akademis

Manfaat penelitian ini secara akademisi adalah untuk menambah pengetahuan dan

penjelasan bagi masyarakat pada umumnya, terutama pengetahuan terhadap

hukum tradisi upah pelayat.

b. Secara Praktis

Manfaat penelitian skripsi ini secara praktis adalah untuk memberi penjelasan

kepada masyarakat terhadap hukum memberi upah bagi para pelayat khususnya

masyarakat di desa Haur Gajrug, Kec.Cipanas, kab. Lebak Banten.

D. Studi Review

Untuk memudahkan penyusunan penulisan skripsi ini, penulis memberikan

rujukan terhadap tema-tema yang hampir sama dengan pembahasan judul skripsi ini,

meskipun tema yang hampir sama dengan penulisan skripsi ini sangat sedikit.

Adapun sumber-sumber yang penulis dapatkan ialah berasal dari buku-buku dan

kitab-kitab yang berkaitan serta karya ilmiah yang berupa skripsi.

Skripsi Fahrul Ilmi, Sampainya Hadiah Pahala Terhadap Orang Yang

Meninggal Dunia (Studi Kritik Sanad Dan Matan). Fakultas Ushuludin UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta, 2008. Skripsi ini menjelaskan tentang Kehujjahan Hadits

Tentang Sampainya Hadiah Pahala Terhadap Orang Yang Meninggal Dunia. Penulis

menyatakan bahwa setelah melakukan penelitian terhadap hadits riwayat al-Tirmizi

tentang sampainya pahala terhadap orang yang meninggal dunia, dilihat dari segi

sanad shahih, dari segi matan juga shahih. Jadi penulis menyatakan bahwa hadits

Page 18: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

8

tersebut boleh dijadikan hujjah, tentang sampainya hadiah pahala terhadap orang

yang meninggal dunia.

Skripsi Dani Kamaludin, Menghadiahkan Pahala Untuk Orang Meninggal

(Studi Komparatif Penafsiran Ibn Katsir dan Ibn „Asyur). Fakultas Ushuludin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Skripsi ini menjelaskan tentang penafsiran dua

tokoh mufassir lintas generasi yang berbeda dalam mazhab fiqihnya yaitu Ibn Katsir

dan Ibn „Asyur. Penulis menyatakan setelah melakukan penelitian terhadap kedua

pendapat tersebut terdapat ikhtilaf. Menurut Ibnu Katsir, doa dan pahala sedekah yang

dihadiahkan kepada orang meninggal akan sampai, namun pahala membaca Al-

Qur‟an tidak akan sampai, karena pada dasarnya setiap praktek Ibadah telah lebih

dahulu dicontohkan dari Rasulullahdan para sahabat. Adapun menghadiahkan pahala

bacaan Al-Qur‟an adalah tidak ada contohnya dari Rasulullah saw dan para

sahabatnya, sehingga pahalanya tidak akan sampai kepada orang meninggal.

Sedangkan menurut Ibn „Asyur, doa dan pahala sedekah yang dihadiahkan kepada

orang yang meninggal akan sampai. Begitupun pahala bacaan Al-Qur‟an akan

sampai.

Tesis Muhammad Noor, Persepsi Ulama Tentang Ijarah Jamaah Shalat

Jenazah Di Kecamatan Tamban Catur Km 20 Kabupaten Kapuas. Fakultas Syariah

dan Ekonomi Islam IAIN Antasari Banjarmasin, 2015. Tesis ini mengemukakan

Persepsi Ulama di Kecamatan Catur Km 20 Kabupaten Kapuas terhadap Ijarah yang

diberikan kepada orang-orang yang ikut serta dalam shalat jenazah. Dalam hasil

penelitiannya Ulama setempat ada yang berpendapat bahwa tradisi tersebut dihukumi

Page 19: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

9

boleh dan sunah dengan niat bersedekah untuk mayit dengan catatan uang yang

diberikan bukan merupakan uang peninggalan simayit. Ulama yang lainnya juga

berpendapat, tradisi memberikan upah dan menerima upah dalam melaksanakan

shalat jenazah Kitabullah maupun dari As-Sunnah yang memerintahkan kita untuk

membayar atau menerima bayaran dalam melaksanakan shalat jenazah. Setiap

sesuatu hal yang berkaitan dengan ibadah adalah harus sesuai dengan perintah.

Skripsi Muhammad Iqbal Fauzi, Tradisi Tahlilan Dalam Kehidupan

Masyarakat Desa Tegalagus. Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2014. Skripsi ini memaparkan tentang motivasi masyarakat

desa Tegal agus dalam menghadiri pelaksanaan tahlilan di tempat orang yang

meninggal, serta kurangnya pemahaman masyarakat Desa Tegal agus dalam

menyikapi nilai-nilai positif yang terdapat dalam tradisi tahlilan. Berdasarkan hasil

penelitian penulis, dalam menghadiri pelaksanaan tahlilan, masyarakat desa Tegal

agus memiliki perbedaan motivasi. Seperti, masyarakat akan lebih termotivasi untuk

hadir dan mengikuti pelaksanaan tahlilan jika orang yang meninggal atau keluarga

yang tertimpa musibah adalah temannya, keluarga temannya atau bahkan seorang

tokoh masyarakat. Perbedaan motovasi juga dapat dilihat dari jumlah jamaah tahlilan

pada hari pertama, ketiga dan ketujuh disbanding dengan keempat hari lainnya

(kedua, keempat, kelima dan keenam). Biasanya hari ketiga dan ketujuh akan lebih

banyak dihadiri jama‟ah disbanding dengan hari lainnya karena ada ceramah agama

dan berkat (nasi bungkus dengan berbagai macam lauk). Masyarakat desa Tegal agus

juga kurang memahami bahwa dalam pelaksanaan tahlilan pun memiliki banyak nila

Page 20: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

10

ipositif, diantaranya mempererat tali silaturrahim antar warga, adanya nilai solidaritas

social dan nilai positif lainnya adalah bertambahnya pengetahuan agama lewat

ceramah agama dalam acara tahlilan tersebut.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kualitatif, dengan

menggunakan instrumen penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan yang

didasarkan pada suatu pembahasan dengan menggunakan studi

kepustakaan.Sedangkan metode yang penulis gunakan adalah metode deskriptif.

2. Sumber Data

a. Data primer, teknik pengumpulan data meliputi wawancara dan observasi dengan

para tokoh ulama (Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah) di Desa Saung Gajruk,

Kec. Cipanas, Kab. Lebak Banten.

b. Data sekunder berupa: buku-buku, makalah tertulis maupun dari internet yang

mempunyai hubungan dengan tema ini.

3. Teknik Penulisan Skripsi

Dalam penulisan skripsi penulis mengacu pada buku “ Pedoman Penulisan

Skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum, Universitas Negeri Syarif Hidayatullah 2012‟‟

Page 21: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

11

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar lebih sistematis, maka penulis

membagi pembahasan ini menjadi beberapa bab, yaitu:

BAB I, dalam bab ini memuat latar belakang masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat, study review, kerangka teori, metode

penelitian, teknik pengumpilan data, subjek dan objek penelitian dan sistematika

penulisan.

BAB II, dalam bab ini memuat pembahasan tentang upah dalam pekerjaan

ibadah dan pengurusan jenazah dalam perspektif fikih.

BAB III, dalam bab ini membahas mengenai kondisi Objektif Desa Saung

Gajruk Kec. Cipanas Kab. Lebak Banten:

a. Kondisi Objek Desa Saung Gajrug Kec. Cipanas Kab. Lebak Banten, terdiri dari:

Letak dan Keadaan Wilayah, Kondisi Masyarakat Meliputi: Keadaan penduduk,

pendidikan, agama, Ekonomi, dan kebiasaan sehari-hari.

b. Praktek tradisi upah pelayat di Desa Saung Gajruk Kec. Cipanas Kab. Lebak

Banten.

BAB IV, dalam bab ini membahas mengenai analisis pendapat ulama

Nahdlatul ulama dan Muhammadiyah terhadap tradisi upah pelayat pada Desa Saung

Gajrug, Kec.Cipanas, Kab.Lebak Banten.

BAB V, berisi penutup yang memuat: kesimpulan dan saran

Page 22: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

12

BAB II

UJRAH (UPAH) DALAM PEKERJAAN IBADAH

A. Pengertian Ujrah

Dalam kaca mata Islam, upah dimasukan ke dalam wilayah fikih mu‟amalah,

yakni dalam pembahasan tentang Ijarah. Al-Ijarah berasal dari kata al-ajru, menurut

bahasa artinya al-iwad, sedangkan dalam arti bahasa Indonesia ialah ganti dan upah.

Menurut MA. Tihami, al-ajru (sewa- menyewa) ialah suatu akad yang berkenaan

dengan pengambilan kemanfaatan dari sesuatu tertentu, sehingga sesuatu itu

dibolehkan untuk diambil manfaatnya, dengan memberikan pembayaran (sewa)

tertentu.1

Ujrah atau upah diartikan sebagai kepemilikan jasa dari seorang ajir (orang

yang dikontrak tenaganya) oleh musta‟zir (orang yang mengontrak tenaga). Ijarah

merupakan transaksi terhadap jasa tertentu dengan disertai kompensasi.2 Kompensasi

imbalan inilah yang kemudian disebut ujrah )أجشج( ajrun )أجش(. Term ini dapat kita

temukan dalam surat At-Talaq ayat 6 yakni :

Artinya: “Apabila mereka menyusukan (anak-anak) mu maka berikanlah

kepada mereka upahnya.” (QS. At-Talaq/ 65:6)

1MA. Tihami, Kamus Istilah-istilah dalam Studi Keislaman menurut Syaikh Muhammad

Nawawi al-Bantani, (Serang: Suhud Sentra Utama, 2003), hal. 35.

2Taqyudin An-Nabahani, Membangun Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (Surabaya:

Risalah Gusti, 1996), hal. 83.

Page 23: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

13

Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan

makna ijarah, diantaranya adalah sebagai berikut :

Menurut Ulama Hanafiyah bahwa ijarah ialah :

ض غرأجشج تع ان انع دج ي يح يقص فعح يعه هك ي ذ ذ عقذ ف3

Artinya:“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan

disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan.”

Menurut Ulama Malikiyah, ijarah ialah :

لاخ ق تعط ان فعح الادي ح انرعاقذ عان ي ذغ4

Artinya:“Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi

dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.”

Menurut Ulama As-Syafi’iyah, ijarah ialah:

و ض يعه يح يثاحح قا تهح نهثز ل الاتاحح تع دج يعه فعح يقص عقذ عه ي5

Artinya:“Akad atas sesuatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu

dan mubah serta menerima pengganti atau kebolehan dengan

pengganti tertentu.”

Menurut Idris Ahmad, upah artinya mengambil manfaat dari sesuatu yang

berupa barang atau tenaga orang lain dengan jalan memberi ganti menurut syarat-

syarat tertentu.

Dalam arti luas, Ijarah atau upah bermakna aqad yang berisi penukaran

manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Sedangkan

3Abdurrahman Al-Jazairy, Al-Fiqh Ala Madzhabi Al-Arba‟ah, (Beirut: Daar Al-Kutub Al-

Ilmiah, 1996), Juz. III, hal. 86.

4Abdurrahman Al-Jazairy, Al-Fiqh Ala Madzhabi Al-Arba‟ah.........., hal. 88.

5Abdurrahman Al-Jazairy, Al-Fiqh Ala Madzhabi Al-Arba‟ah.........., hal. 89.

Page 24: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

14

Sayyid Sabiq berpendapat, al-ijarah adalah suatu akad atau transaksi untuk

mengambil manfaat dengan jalan memberi penggantian.

Adapun mengenai bentuk upah tidak harus selalu berbentuk uang. Makanan,

pakaian dan sejenisnya dapat pula dijadikan upah. Seorang ajir boleh dikontrak

dengan kompensasi atau upah berupa makanan dan pakaian. Sebab praktek semacam

ini diperbolehkan terhadap wanita yang menyusui, seperti yang telah disebutkan ayat

di atas.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, kiranya dapat dipahami bahwa ijarah

adalah menukar sesuatu dengan adanya imbalan. Jika diterjemahkan dalam bahasa

Indonesia berarti sewa-menyewa. Sewa-menyewa )افع ع ان adalah menjual manfaat )ت

dan upah mengupah )ج ع انق .adalah menjual tenaga atau kekuatan )ت6

B. Dasar Hukum Ijarah

Dasar-dasar atau rujukan ijarah dalam Al-Qur’an adalah:

Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah

ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya

orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita)

ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (QS. Al-Qashash

/28:26)7

6Sohari Sohran dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah untuk Mahasiswa, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2011), cet.1, hal. 168.

7 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Diponegoro, 2000),

hal. 389.

Page 25: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

15

Artinya: “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak

ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut

yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa

Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-

Baqarah/2:233)8

Artinya: “jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah

kepada mereka upahnya. (QS. At-Thalaq/65:6)

C. Rukun dan Syarat Ijarah

Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah hanya ada dua yaitu ijab dan qabul,

dengan menggunakan kalimat al-ijarah. al-isti‟jar. al-iktira, al-ikra. Sedangkan

menurut Jumhur Ulama rukun ijarah ada empat, yaitu :9

a) Aqid (orang yang berakad), yaitu mu‟jir/muajir (orang yang menyewakan atau

orang yang memberikan upah) dan musta‟jir (orang yang disewakan atau orang

yang menerima upah).

b) Siqhat akad, yaitu ijab qabul antara mu‟jir dan muajir.

c) Ujrah (upah atau imbalan).

d) Ma‟qud „alaih/manfaah (manfaat/ barang yang disewakan atau sesuatu yang

dikerjakan).

8 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, hal...... 38.

9Isnawati Rais dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), cet.1, hal. 159.

Page 26: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

16

Adapun yang menjadi syarat ijarah yang harus ada agar terpenuhi ketentuan-

ketentuan hukum Islam, adalah:

a) Syarat aqid

Menurut ulama Hanafiyah. Syarat untuk aqid (orang yang berakad) harus berakal

dan mumayyiz, tidak disyaratkan harus baligh. Sedangkan ulama Malikiyah

berpendapat bahwa tamyiz adalah syarat ijarah dan jual beli, sedangkan baligh

adalah syarat penyerahan. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan aqid

harus mukallaf yaitu baligh dan berakal, sedangkan anak mumayyiz belum

dikatakan ahli akad. Syarat selanjutnya adalah cakap dalam melakukan tasharruf

(mengendalikan harta) serta saling meridhai diantara kedua belah pihak.

b) Sighat

Sighat adalah berupa pernyataan antara mu‟jir dan musta‟jir, ijab qabul sewa-

menyewa dan upah mengupah, ijab qabul sewa-menyewa, misalnya : “Aku

sewakan mobil ini kepadamu setiap hari RP.5000,00”. Maka musta‟jir

menjawab”Aku terima sewa mobil tersebut denga harga demikian setiap hari”.

Ada pun ijab qabul upah mengupah, misalnya mu‟ajir berkata “Kuserahkan kebun

ini kepadamu untuk dicangkuli dengan upah setiap hari Rp.5.000,00”, kemudian

musta‟jir menjawab “Aku akan kerjakan pekerjaan itu sesuai dengan apa yang

telah engkau ucapkan”.

c) Ujrah (upah)

Dalam hal upah disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik

dalam sewa-menyewa maupun dalam upah mengupah dan tidak boleh sejenis

Page 27: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

17

dengan barang manfaat dari ijarah, seperti upah menyewa rumah dengan

menempati rumah tersebut.

d) Ma‟qud „alaih

Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah-mengupah,

disyaratkan barang yang disewakan dengan beberpa syarat, yaitu:

1) Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan upah-

mengupah dapat dimanfaatkan kegunaanya.

2) Hendaklah barang yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah-mengupah

dapat diserahkan kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaanya (khusus

dalam sewa-menyewa).

3) Manfaat dari perkara benda yang disewa adalah perkara yang dibolehkan

menurut syara’, dan bukan hal-hal yang diharamkan.

4) Benda yang disewakan disyaratkan tidak mudah rusak hingga waktu yang

ditentukan menurut perjanjian dalam akad.

D. Upah dalam Pekerjaan Ibadah

Mengenai upah yang diberikan kepada orang yang melakukan suatu ibadah,

diperselisihkan kebolehannya oleh para ulama karena berbedanya cara pandang

terhadap pekerjaan-pekerjaan ini, sehingga berbeda pula pendapat mereka mengenai

ketetapan hukumnya. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa al-ijarah dalam perbuatan

ibadah atau ketaatan kepadah Allah Swt seperti menyewa orang lain untuk sholat,

puasa, haji, atau membaca al-Qur’an yang mana pahalanya dihadiahkan kepada orang

tertentu seperti kepada arwah haram hukumnya, termasuk pekerjaan ibadah menjadi

Page 28: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

18

muadzin, menjadi imam sholat haram hukumnya mengambil upah dari pekerjaan

tersebut.10

Amal dari suatu pekerjaan ibadah akan menjadi pahala bagi orang yang

mengerjakannya, karna itu dia tidak dibolehkan mengambil upah atas ibadah yang

dikerjakannya dari orang lain.

Menurut madzhab Hanbali tidak dibolehkan mengambil upah untuk

pekerjaan seperti adzan, iqamah, mengajar al-Qur’an dll. Semua pekerjaan itu tidak

dicatat kecuali sebagai ibadah orang yang mengerjakannya dan diharamkan baginya

mengambil upah dari pekerjaan ibadah yang dia kerjakan. Namun demikian

diperbolehkan mengambil upah dari baitul mal, pengadilan, perwakilan dalam haji.

Karena semua ini terdapat kemaslahatan bersama. Dan dalam hal ini bukan

merupakan upah melainkan membantu dalam pelaksanaan ibadah.11

Ulama yang berpendapat tidak boleh mengambil upah dalam hal ini

berpegang pada beberapa hadits nabi, diantaranya:

ععذ ع صاس ش الأ يع ت عثذ انشح ت انح عثذ انه أت ط شج قال ع ش أت غاس ع ت

إلا » -صه الله عه عهى-قال سعل انه جم لا رعه عض انه ج ا ثرغ ت ا ي ذعهى عه ي

ا نى جذ عشف انذ عشظا ي و انقايح نصة ت (سا اتدد)انجح 12

Artinya: “Dari Abi Thawalah ibn Abdi al-Rahman ibn Ma‟mari al-Anshari

dari Sa‟id dari Yasar dari Abi Hurairah, telah berkata Rasulullah

Saw, barang siapa yang mempelajari ilmu yang seharusnya untuk

10

Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2012), hal. 280.

11Al-Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, penerjemah: Abdurrahim dan Masrukhin, (Jakarta:

Cakrawala Publishing, 2009), cet. 1, hal. 264.

12Sulaiman bin Al-Asy’as bin Syidad bin amar, Sunan Abu Daud, (Beirut: Daar al-Fikr,

t.th), Juz. 11, hal 68, No. 3666.

Page 29: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

19

mencari ridha Allah Azza wa Jalla, kemudian dia tidak

mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan harta duniawi, maka

dia tidak akan menemukan bau surga padahari kiamat.” (HR. Abu

Daud)

Sedangkan Syaikh Al-Albani berpendapat dibolehkan menerima upah bagi

seorang muadzin yang tidak meminta imbalan dan tidak melampaui batas. Sebab

menurutnya itu merupakan rezeky yang diberikan Allah SWT kepadanya,

berdasarkan hadits Rasulullah Saw:

فإ لا شد قثه لا إششاف فظ فه ش يغأ نح غ ي أخ ع تهغ ي انه ا سصق عا ق

)أخشج احذ( جم إن عض 13

Artinya :“Abu Ya‟la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin

Ibrahim Al-Daruqy menyampaikan hadits kepada kami, ia

berkata: Said bin Abi Ayub menyampaikan hadits kepada kami, ia

berkata Abu Aswad menyampaikan hadits dari Bakir bin Abdillah

bin Al-Asyj dari Bisr bin Said dari Kholid bin Adi Al-Juhani, ia

berkata: aku mendengar Rasulullah Saw bersabda “Barang siapa

yang diberi saudaranya tanpa meminta-minta dan tidak

melampaui batas, maka hendaklah ia terima dan tidak perlu

dikembalikan. Hal itu merupakan rezeky yang diberikan Allah

Saw kepadanya.” (HR.Ahmad)

Terkait dengan pembahasan terhadap upah pelayat, yang mana berta‟ziah

merupakan suatu bentuk pekerjaan ibadah yang disunahkan, dan berta‟ziah sendiri

bertujuan untuk menghibur keluarga yang sedang berkabung. Menurut Hendi Suhendi

dalam hukum Islam suatu pekerjaan ibadah yang bertujuan mengharapkan imbalan

tidak dibolehkan.14

Adaapun alasan pemberian upah kepada para pelayat yang datang

13

Muhammad bin Hibban bin Ahmad Abu Hatim Al-Tamimi, Shahih bin Hibban Bitartib

Hibn Baliyan, (Beirut: Muassasah Ar-Risalah, 1993), Juz, VIII, hal. 195.

14Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,....... hal.119.

Page 30: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

20

sebagai sedekah yang pahalanya ditujukan kepada orang yang meninggal tanpa

disertai dengan menyampaikan permohonan kepada mereka baik untuk urusan dunia

maupun akhirat, cara ini tentu tidak termasuk perbuatan yang membawa kepada

kemusyrikan. Namun ada beberapa hal yang harus kita perhatikan antara lain :15

1) Ruh manusia, apabila terpisah dari jasad akan kembali kepada Allah Swt. Apakan

ruh dapat menerima kiriman atau tidak, sebenarnya tiada yang mengetahui urusan

ruh selain Allah Swt.

Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh

itu Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi

pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra/17:85)16

2) Semua amal manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya dari siksa neraka dan

tidak pula dapat memasukkannya ke dalam surga selain karena rahmat Allah Swt.

Karena itu yang ditunggu orang yang sudah meninggal adalah rahmat, ampunan,

dan ridha Allah Swt.

3) Apabila kita ingin menyampaikan kiriman pahala amal orang yang sudah

meninggal, perlu kita bertanya kepada diri kita masing-masing, apakah kita

memiliki bukti bahwa amal kita pasti diterima Allah, lalu kita kirimkan kepada

orang lain, sementara para nabi dan para shalihin apabila telah melakukan amal

15

Saiful Islam Mubarak, Fikih Kontroversi : Menjawab Berbagai Kontroversi dalam Ibadah

Sosial dan Ibadah Sehari-hari, (Bandung: Syamil, 2007), hal. 318-320.

16 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya.........,hal. 291.

Page 31: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

21

kebaikan, mereka tidak merasa sudah diterima. Karena itu, mereka sering

memohon kepada Allah agar amal ibadahnya diterima dengan ungkapan :

Artinya: "Ya Tuhan Kami terimalah daripada Kami (amalan kami),

Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha

Mengetahui".(QS. Al-Baqarah/2:127)17

Rasulullah Saw telah mengajarkan kepada kita agar senantiasa memohon

ampun dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, baik yang masih hidup maupun

yang telah tiada. Al-Qur’an pun telah mengajarkan kalimat yang wajib kita amalkan

demi kepentingan kita dan sangat berguna bagi orang yang sudah meninggal, yaitu :

Artinya: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami

yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau

membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang

yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha

Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hasyr/59:10)18

Hadiah yang pasti benar dan berguna bagi orang-orang yang telah wafat

adalah berdoa memohon rahmat dan ampunan. Adapun tempat dan waktu berdoa

dapat dilaksanakan sesuai dengan keperluan. Berdoa yang paling utama adalah

17

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,..... hal. 21.

18

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,.....hal. 548.

Page 32: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

22

dilakukan setelah berdzikir. Dzikir yang paling utama adalah tilawah dan taddabur

Al-Qur’an, karena Allah Swt telah memberi nama “dzikir” untuk Al-Qur’an.19

E. Gambaran Umum Tentang Pengurusan Jenazah Dalam Perspektif Fiqih

1. Pengertian Jenazah

Jenazah berasal dari kata bahasa arab “Janazah” artinya “tubuh mayit”

sedangkan kata “Jinazah” yang artinya “keranda mayat” berasal dari kata “Janaza”

yang berarti “menutupi”. Dinamakan jenazah karena tubuh mayit haruslah ditutupi.20

Arti jenazah dalam ensiklopedia Islam yaitu segala yang berkaitan dengan proses

pemakaman dan pengkafanan bagi si mayit.21

Sedangkan kata mayat, selanjutnya

disebut jenazah, berasal dari bahasa arab “al-mayyit” yang berarti orang yang telah

meninggal dunia, sebagaimana ungkapan di dalam Al-Qur’an:

Artinya: “Kemudian, sesudah itu sesungguhnya kalian semua benar-benar

akan mati”(QS. Al-Mu’minun/23:15)22

Pada ayat tersebut kata al-mayyit digunakan untuk manusia yang telah

meninggal dunia, meski demikian dalan bahasa Indonesia kata “mayat” yang lebih

sering digunakan.

19

Saiful Islam Mubarak, Fikih Kontroversi : Menjawab Berbagai Kontroversi dalam Ibadah

Sosial dan Ibadah Sehari-hari, (Bandung: Syamil, 2007), hal. 323.

20Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka

Progesif. 2002), cet. Ke-25, hal. 214.

21Cepil Glasse, Ensiklopedia Islam: Ringkas, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999),

hal. 192.

22 Departemen Agama RI, Al-Qura‟an dan Terjemahnya,..... hal. 343.

Page 33: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

23

Menurut Hasby Ash-Shiddiqie kata jenazah dalam bahasa arab bersifat

umum artinya kata jenazah tidak hanya digunakan untuk manusia yang meninggal

dunia saja, tetapi digunakan pula untuk binatang yang mati. Berbeda halnya dalam

bahasa Indonesia yang mana kata jenazah hanya dikhususkan untuk manusia yang

meninggal dunia saja.23

2. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Pengurusan Jenazah

Hukum pengurusan jenazah adalah fardhu kifayah24

atau kewajiban sebagian

bukan seluruhnya, artinya jika sudah ada sebagian muslim yang mengurus jenazah

maka muslim lainnya dibolehkan untuk tidak ikut serta dalam pengurusan jenazah.

Adapun hal-hal yang berkaitan dengan pengurusan jenazah dalam agama

Islam adalah meliputi memandikan jenazah, mengkafankan, menshalatkan,

menguburkan.

a) Memandikan Jenazah

Memandikan jenazah hukumnya fardhu kifayah, sebagai mana yang telah

diketahui apabila telah dilaksanakan oleh yang memadai, maka gugurlah

kewajiban dari yang lain.25

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memandikan jenazah

salah satunya adalah orang yang berhak dalam memandikan jenazah. Adapun

23

Hasby Ash Shiddiqie, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), hal. 245.

24Othman Mukim Hassan, Khulasah Kifayah Himpunan 600 Masalah Jenazah, (Malaysia:

Pustaka Ilmi, 1995), cet. 1, hal. 2.

25Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman, Fatwa-Fatwa Lengkap Seputar Jenazah Oleh:

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Penerjemah: Muhammad Iqbal Ghazali, (Jakarta: Darul

Haq, 2006), cet. 1, hal. 81.

Page 34: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

24

orang yang berhak dalam memandikan jenazah menurut syariat agama Islam

adalah sebagai berikut:

a. Apabila jenazah itu laki-laki, yang memandikannya harus laki-laki. Perempuan

tidak boleh memandikan jenazah laki-laki, kecuali istri dan mahramnya. Begitu

pula sebaliknya jenazah perempuan tidak boleh dimandikan oleh laki-laki,

kecuali suami dan mahramnya.

b. Apabila jenazah itu seorang suami, sementara istri dan mahramnya ada semua,

istrinya lah yang lebih berhak untuk memandikannya. Begitu pula sebaliknya.

c. Apabila jenazahnya adalah anak laki-laki masih kecil, perempuan boleh

memandikannya. Begitu juga apabila jenazahnya adalah anak perempuan yang

masih kecil, laki-laki boleh memandikannya.

Dari setiap orang yang berhak memandikan jenazah, mereka diwajibkan

menutupi aib jenazah tersebut. Dri Abu Umamah, ia berkata Rasulullah Saw

bersabda:

عر غغم يرا فغرش طي ذ انغ انه ي كغا كف ي ب انز انه ي ش26

Artinya:“Barangsiapa yang memandikan mayat, lalu menutupi aibnya

maka Allah akan menutupi dosa-dosanya. Dan barangsiapa

yang mengkafaninya maka Allah akan mengenakan pakaian dari

kain sutra halus kepadanya.

Dalam proses memandikan jenazah ada hal-hal yang disunahkan dalam

pelaksanaannya. Diantaranya adalah sebagai berikut:

26

Abdul Latif Al-Ghamidi, Mengasihi Orang Mati, Penerjemah: Mutsanna Abdul Qahhar,

(Solo: Mumtazah, 2013), hal. 30.

Page 35: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

25

a. Mewudhukan Jenazah sebagaimana berwudha ketika hendak melaksanakan

shalat.

b. Menggunakan air yang dicampur daun bidara dan sabun pada semua basuhan,

serta menggunakan kapur pada basuhan terakhir.

c. Mengganjilkan basuhan dan mendahulukan anggota badan jenazah bagian

kanan. Dari Ummu Athiyyah r.a, dia berkata : “Rasulullah Saw bersabda

kepada para wanita yang memandikan putri beliau:

أو عطح أ ع د عش حفصح ت خانذ ع ى ع ش ح أخثشا حذثا ح ت -سعل انه

ا -صه الله عه عهى قال ن ر ذغغم ات ا أ ث أيش ا» ح ت ااتذأ ظء ي اظع ان ي ا ي

سا انثخاس((27

Artinya:“Telah meriwayatkan hadits kepada kamu Yahya bin Yahya, telah

mengabarkan kepada kami Husyaim dari Kholid dari Habsah

binti Sirrin dari Ummi Atiyah, bahwasanya Rasululah Saw

ketika menyuruhnya untuk memandikan putrinya, ia bersabda :

Mulailah dengan anggota tubuh bagian kanan dan anggota-

anggota wudhunya.” (HR.Al-Bukhari)

d. Menekan perut Jenazah ketika memandikannya secara lembut untuk

mengeluarkan kotoran dalam perutnya.

e. Mengalirkan air yang banyak pada bagian qubul dan dubur untuk

membersihkan kotoran yang keluar.

f. Memakai sarung tangan bagi orang yang memandikannya.

27

Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Al-Bukhori, (Beirut: Daar Al-Fikr,

t.th), hal. 9.

Page 36: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

26

b) Mengkafani Jenazah

Setelah jenazah dimandikan, langkah berikut adalah mengkafaninya.

Disunnahkan kain kafan yang berwarna putih dan tidak terlalu mahal atau mewah.

Sebagaimana dijelaskan pada Hadits Nabi Saw:

اع إع ع ث اشى أت يانك انج ش ت حذثا ع حاست ذ ان عث ذ ت أت خانذ حذثا يح م ت

ع عد سعل انه فإ ع أت طانة قال لا ذغال ن ف كف ت عه صه الله - عايش ع

عهثا عشعا قل -عه عهى غهث فإ ا ف انكف )سا ات داد( لا ذغان28

Artinya:“Dari Ali ibn Abi Thalib r.a. Rasulullah Saw bersabda,

janganlah kamu berlebih-lebihan memilik kain yang mahal-

mahal untuk kain kafan, karena sesungguhnya kafan itu akan

hancur dengan segera.”(HR.Abu Dawud)

Hikmah dari mengkafani jenazah adalah untuk menutupi dari pandangan

mata serta sebagai penghormatan padanya. Karena menutupi auratnya dan

menghormatinya adalah wajib selagi ia masih hidup, begitu pula ketika ia telah

meninggal dunia.

Adapun hal-hal yang disunahkan dalam mengkafankan adalah sebagai

berikut:29

a. Membaguskan kafan, yaitu dengan menggunakan kafan yang bersih, wangi,

bisa menutupi seluruh anggota badan, bukan yang diharamkan seperti sutera

dan penggunaannya tidak berlebihan. Berdasarkan hadits Rasulullah Saw.

b. Berwarna putih, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw:

c. Bagi jenazah laki-laki kain kafan tiga helai.

28

Abu Daud Sulaiman bin al-Asyats al-Sajistani, Sunan Abu Daud, (Beirut: Daar Al-Kitab

Al-Arabi,.t.th), Juz. 3, hal. 170.

29Syatiri Matrais, Pesan Nabi Tentang Kematian, (Jakarta: Cendekia, 2001), hal. 89.

Page 37: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

27

d. Bagi jenazah perempuan, sediakan lima lapis kain kafan, yang terdiri dari: dua

lapis kain kafan, sebuah baju kurung, dan sebuah sarung beserta kerudungmya.

e. Hendaknya salah satu dari kain-kain tersebut adalah kain yang bergaris-garis

jika hal itu memungkinkan.30

Hal-hal yang dimakruhkan dalam masalah kafan adalah berlebih-lebihan,

misalnya membeli kain yang mahal harganya atau membebani orang dalam hal itu

dengan kewajiban-kewajiban yang di luar kemampuannya dan adat kebiasaanya.

Sedangkan hal-hal yang diharamkan dalam masalah kafan adalah

menggunakan sutera untuk laki-laki. Untuk perempuan sutera tersebut pada

dasarnya diperbolehkan, tetapi para ulama memandangnya makruh karena

terkatagori berlebih-lebihan.31

Dalam hal harga kafan, jika jenazah memiliki harta,

maka diambil dari hartanya sendiri, jika tidak, maka harga tersebut terbeban

kepada orang yang berkewajiban memikul nafkahnya di waktu ia masih hidup.

c) Menshalatkan Jenazah

a. Hukum shalat jenazah

Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah sebagaimana yang telah

dijelaskan sebelumnya. Disyaratkan jenazah yang dishalatkan memenuhi tiga

hal, yaitu: orang yang meninggal beragama Islam dan tidak mati syahid.

30

Abu Ahmad Arif Fathul Ulum, Satu Jam Belajar Mengurus Jenazah Panduan Praktis

Cara Penyelengaraan Jenazah dan Hukumnya, (t.t.,: Pustaka Darul Ilmi, 2009), hal. 38.

31Baihaqi, Fiqih Ibadah, (Bandung: M2S Bandung, 1996), hal. 191.

Page 38: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

28

Seandainya orang muslim menemukan mayat yang tidak diketahui identitasnya

dan tidak diketahui pula sebab kematiannya, hendaknya tidak dishalatkan.32

Akan tetapi jika orang muslim mengetahui sebab kematiannya,

hendaknya dia dishalatkan sekalipun sedikit jumlah orang yang

menshalatkannya.

Hukum dari menshalatkan jenazah berdasarkan perintah Rasulullah Saw,

yang dikemukakan dalam banyak hadits diantaranya:

ل الله ركش نشع أ ثش تخ ف ذ غه ان سجلا ي أ خا نذ انج ذ ت ص ع صه الله عه

صا حثكى عهى فقا ل: صه ى قا ل: إ ا سأ انز ت و نزنك فه انق ج عه صاحثكى فرغشخ

دس د يا غا خشص ان جذ ا ف ف م الله ففرشا يرا ع )سا انخغح الا غم ف عث

ز(انرشي33

Artinya: “Dari Zaid ibn Khalid al-Juhni, ia berkata, “Seseorang dari

sahabat Nabi Saw gugur ketika Perang Khaibar, kemudian

para sahabat memberitahukan hal ini kepada Rasulullah Saw.

Beliau bersabda, “Shalatilah kawan kalian, seketika itu juga

berubahlah raut wajah orang-orang yang mendengar ucapan

Nabi Saw. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya teman kalian

telah melakukan kecurangan dalam jihad fi sabilillah. Lalu

kami periksa perbekalannya dan kami dapati kain sulaman

milik orang yahudi yang harganya tidak lebih dari dua

dirham.” (HR. Lima kecuali Tirmidzi)

b. Syarat-Syarat Shalat Jenazah

Syarat dalam shalat jenazah sama seperti halnya shalat pada umumnya

yaitu: dalam keadaan suci, menghadap kiblat, menutup aurat, terhindar dari

haid dan nifas. Perbedaannya shalat jenazah dengan shalat pada umumnya

32

Syaraf An-Nawawi As-Dimasyqi dan Abu Zakariyya Yahya, Penerjemah: Muhyiddin

Mas Rida,dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), cet. 1, hal, 911.

33Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Nail Al-Authar, (Kairo:

Maktabah Al- Imam), jilid III-IV, hal, 56.

Page 39: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

29

adalah waktu pelaksanaanya tidak disyaratkan artinya bisa kapan saja. Hanya

saja Imam Ahmad, Ibn al-Mubarak, dan Ishaq. Mereka tidak menyukai shalat

jenazah dilakukan pada waktu matahari terbit atau pada waktu matahari

tebenam, kecuali bila dikhawatirkan ada perubahan pada jenazah.

Tentang tata cara pelaksanaan shalat jenazah, paling sedikitnya terdiri

dari tujuh rukun yaitu:34

Rukun Pertama niat,waktu berniat sama seperti semua shalat.

Rukun kedua berdiri, tidak diperbolehkan duduk padahal dia mampu

untuk berdiri menurut pendapat Imam As-Syafi’i.

Rukun Ketiga, bertakbir empat kali. Seandainya dia bertakbir lima kali

karena lupa, maka shalatnya tidak batal dan tidak perlu melakukan sujud sahwi.

Rukun Keempat, membaca surat Al-Fatihah

Rukun Kelima, membaca shalawat atas Rasulullah Saw dengan ucapan

apa saja, seandainya mengucap:

ذ ذ عه ال عذ ا يح انهى صم عه عذ ا يح

Rukun Keenam, dilanjutkan membaca doa untuk jenazah, ini merupakan

rukun kesepakatan Ulama.

Adapun doanya adalah:

أعف ع / اعف ع ا عاف / عا ف ا سح / سح ا / ن ى اغفشن اانه

Artinya: “Ya Allah, ampunilah dia (laki-laki atau perempuan) berilah dia

rahmat dan keselamatan, dan ampunilah dia.

34Syaraf An-Nawawi As-Dimasyqi dan Abu Zakariyya Yahya, Penerjemah: Muhyiddin Mas

Rida,dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), cet. 1, hal, 920-922.

Page 40: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

30

Rukun Ketujuh, mengucap salam

d) Mengiring Jenazah

Seusai dishalatkan, langkah selanjutnya adalah mengantar jenazah

menuju pemakaman yakni, mengiring dan mengikutinya hingga dimakamkan.

Inilah salah satu hak orang muslim atas saudara-saudara muslim yang lain.

Berjalan mengiringi jenazah artinya mengiringinya sampai ke tempat pemakaman.

Dari Abu Hurairah ra bahwasanya Rasulullah Saw bersabda :

ة حذث ع ض حذثا حاذى حذثا ت ذ ت حذث يح انث شج ع ش أت ع أت م ع -

» قال -صه الله عه عهى قشاطا ا فه ذثع قشاط فإ ا فه نى رثع صه عه جاصج «. ي

قال يا انقشاطا ا يثم أحذ» قم ا يغهى()س أصغش35

Artinya:“Barang siapa yang tidak menshalati jenazah dan tidak

mengiringinga sampai ke pemakamannya, maka ia mendapatkan

pahala satu qirath dan apabila dia ikut mengiringnya sampai ke

pemakaman maka dia dapat dua qirath. Ditanya kepada

Rasulullah Saw apa yang dimaksud dengan dua qirath,

Rasulullah Saw bersabda: “yang terkecil dari keduanya seperti

gunung uhud” (HR. Muslim )

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengiring jenazah

adalah:36

a. Tidak mengiringi dengan ratapan.

b. Cukup lelaki yang membawa jenazah.

c. Pengiring berjalan di depan atau di belakang jenazah.

d. Mempercepat jalan saat membawa jenazah.

35

Abu al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi Al-Naisyaburi, Shahih

Muslim, (Beirut: Daar Al-Afaq al-Jadidah,t,.th), Juz. 3, hal. 51

36Achmad Mufid, Risalah Kematian Merawat Jenazah, Tahlil, Tawasul, Ta‟ziah, dan

Ziarah Kubur,...... hal. 42-44

Page 41: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

31

e. Tidak duduk sebelum jenazah diletakkan.

f. Menghibur yang ditinggal.

e) Menguburkan Jenazah

Kewajiban menguburkan ini ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an berikut :

Artinya: “Kemudian Dia mematikannya dan memasukkannya ke dalam

kubur.”(QS. Abasa/ 80:21)37

Tujuan dari menguburkan adalah menjaga agar jangan timbul bau busuk

dari jenazah dan juga keamanannya dari kemungkinan ada binatang buas yang

akan membongkarnya. Menggali kubur lebih dalam dan lebih luas lebih baik.38

Menguburkan jenazah juga memberikan hikmah yaitu agar kemuliaan dan

kehormatannya sebagai manusia dapat terpelihara dan tidak menyerupai bangkai

hewan, karena Allah SWT telah menjadikan manusia sebagai makhluknya yang

mulia.39

Selain itu agar manusia yang hidup tidak merasa terganggu oleh bau yang

tidak baik yang timbul dari jasadnya.

Hal-hal yang disyari’atkan ketika akan menyelenggarakan penguburan

jenazah adalah :

Untuk memasukan jenazah ke dalam kubur yang telah dipersiapkan, satu

atau dua orang turun ke dalam kubur untuk menyambut dan mengatur posisi

37

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,.... hal. 586. 38

Oemar Bakry, Merawat Orang Sakit dan Menyelenggarakan Jenazah, (Jakarta: Mutiara

Sumber Widya), hal. 38. 39

Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), hal.

145.

Page 42: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

32

jenazah di dalamnya. Kemudian pengantar yang berada di atas memasukkan

jenazah ke dalam kubur dengan memulai dari bagian kaki kemudian menyusul

bagian kepalanya. Orang yang lebih baik memasukkannya ke dalam kubur adalah

keluarganya, jika mereka tidak ada kerabat dibolehkan untuk menggantikannya.

Dikarenakan kerabat didasarkan pertimbangan bahwa secara kejiwaan memiliki

rasa kasih yang melebihi dari yang lain, sehingga permohonan keampunannya

untuk jenazah yang sedang dikuburkan itu lebih besar harapannya untuk

dikabulkan.40

Jika jenazahnya perempuan yang lebih utama menguburkannya ialah

mahramnya.

Setelah meletakkan jenazah di dalam kubur, posisinya diatur dengan

memiringkan tubuhnya sehingga menghadap kiblat. Setelah itu menutupnya

dengan papan pelindung dan selanjutnya menimbuninya dengan tanah. Tanah

penimbunannya dianjurkan memiliki ketinggian lebih kurang 20 cm dari kedataran

tanah. Hal seperti ini diisyaratkan dalam hadits Nabi Saw :

سض قذس شثش )سا انشا فع( ا ع انث صه انه عه عهى : سفع قثش جا تش أ ع41

Artinya: “Dari Jabir ra, diceritakan bahwa kubur Nabi SAW ditinggikan

dari tanah sekadar satu jengkal. (HR. Al-Syafi’i).

Alangkah baiknya bila telah selesai menguburkan, kaum muslimin berdiri

dekat kubur, kemudian mendoakan dan memintakan ampunan kepada Allah Saw

untuk jenazah dengan ikhlas.

40

Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah,..... hal. 145

41Abu Zakariyah Muhyi Al-Din bin Syaraf Al-Nawawi, Khalasah Al-Ahkam Fi Muhimmat

Al-Sunan Wa Qowaid Al-Islam, (Beirut: Muassasah Al-Risalah, 1997), Juz, II, hal. 1023.

Page 43: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

34

BAB III

KONDISI OBJEKTIF DESA HAUR GAJRUG KEC. CIPANAS KAB.

LEBAK BANTEN SERTA PRAKTEK TRADISI UPAH PELAYAT

di DESA HAUR GAJRUG KEC. CIPANAS KAB. LEBAK BANTEN

A. Letak dan Keadaan Wilayah

Luas wilayah Desa Haur Gajrug1 adalah 252.113 KM2. Dengan batas-

batas wilayah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sajira Mekar Kecamatan Sajira.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sukasari Kecamatan Cipanas.

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Bintang Resmi Kecamatan

Cipanas.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sajira Kecamatan Sajira.

Secara umum topografi Kabupaten Lebak berupa dataran rendah dan

aliran sungai. Di Kecamatan Cipanas Kabupaten Lebak Banten beriklim tropis

dengan curah hujan yang relatif rendah yakni hanya 4 bulan.

Di kabupaten Lebak Banten sarana transportasi dan alat komunikasi

sudah sangat memadai. Sehingga warga yang ingin mengunjungi Kecamatan

Cipanas, Lebak-Banten bisa menggunakan kendaraan bermotor yang hanya

memerlukan waktu 20 menit, untuk jarak tempuh ke Kecamatan Cipanas dengan

berjalan kaki membutuhkan waktu 30 menit.Sedangkan jika ingin mengunjungi

Kabupaten Lebak Banten dengan menggunakan kendaraan bermotor, jarak

1Profil Kelurahan Haur Gajrug Kecamatan Cipanas Kabupaten Lebak Banten, tahun

2011, hal. 3

Page 44: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

35

tempuh yang dibutuhkan untuk sampai ke sana adalah 60 menit, dan apabila

mengunjunginya dengan berjalan kaki membutuhkan waktu 2 jam untuk sampai.

B. Kondisi Masyarakat

1. Keadaan Penduduk

Penduduk keseluruhan menurut hasil pendataan sanpai dengan Bulan

Januari 2011 berjumlah 4578 jiwa terdiri dari laki-laki 2367 jiwa dan perempuan

19.885 jiwa. Kelurahan Cipanas terdiri dalam 1231 KK. Dibandingkan dengan

tahun 2010 jumlah penduduk di tahun 2011 mengalami perkembangan

kependudukan, yang mana pada tahun 2010 jumlah penduduk sebanyak 4240

jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 2177 jiwa dan perempuan sebanyak 2063

jiwa. Untuk jelasnya Jumlah penduduk Desa Haur Gajrug pada tahun 2011

berdasarkan usia diuraikan sebagai berikut :

Usia Laki-laki Perempuan Usia Laki-laki Perempuan

1 50 orang 67 orang 39 37 orang 35 orang

2 49 orang 40 orang 40 22 orang 18 orang

3 40 orang 50 orang 41 15 orang 25 orang

4 44 orang 44 orang 42 20 orang 20 orang

5 43 orang 55 orang 43 18 orang 22 orang

6 50 orang 62 orang 44 15 orang 25 orang

7 35 orang 40 orang 45 22 orang 13 orang

8 65 orang 60 orang 46 15 orang 20 orang

9 49 orang 55 orang 47 20 orang 15 orang

10 52 orang 50 orang 48 17 orang 18 orang

11 45 orang 45 orang 49 15 orang 20 orang

12 30 orang 40 orang 50 13 orang 13 orang

13 50 orang 60 orang 51 16 orang 10 orang

14 65 orang 65 orang 52 15 orang 11 orang

15 45 orang 46 orang 53 14 orang 12 orang

16 48 orang 53 orang 54 16 orang 11 orang

17 35 orang 45 orang 55 8 orang 10 orang

18 45 orang 55 orang 56 9 orang 9 orang

19 40 orang 43 orang 57 7 orang 11 orang

20 35 orang 36 orang 58 8 orang 10 orang

Page 45: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

36

21 30 orang 35 orang 59 7 orang 9 orang

22 40 orang 37 orang 60 7 orang 10 orang

23 38 orang 30 orang 61 9 orang 8 orang

24 30 orang 47 orang 62 5 orang 12 orang

25 36 orang 30 orang 63 8 orang 9 orang

26 30 orang 31 orang 64 10 orang 9 orang

27 36 orang 35 orang 65 4 orang 6 orang

28 20 orang 40 orang 66 5 orang 4 orang

29 35 orang 35 orang 67 3 orang 6 orang

30 35 orang 41 orang 68 6 orang 3 orang

31 21 orang 22 orang 69 4 orang 8 orang

32 30 orang 40 orang 70 5 orang 6 orang

33 40 orang 41 orang 71 5 orang 4 orang

34 45 orang 50 orang 72 3 orang 6 orang

35 45 orang 45 orang 73 4 orang 5 orang

36 45 orang 50 orang 74 6 orang 3 orang

37 45 orang 50 orang 75 15 orang 24 orang

38 50 orang 53 orang > 75 6 orang 9 orang

Total 2367 orang 2211 orang

2. Pendidikan

Pendidikan mempunyai peran penting bagi bangsa dan merupakan sarana

untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Untuk

mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, maka pendidikan

merupakan faktor yang penting untuk ditingkatkan, baik oleh pemerintah maupun

oleh masyarakat secara keseluruhan. Pembangunan yang sedang dilaksanakan di

Indonesia, tidak akan terwujud bila sumber daya manusianya tidak disiapkan

dengan baik. Disisi lain pendidikan merupakan sarana yang ampuhdalam

mempersiapkan tenaga kerja yang profesional. Dengan tingkat pendidikan yang

semakin baik, setiap orang akan dapat secara langsung memperbaiki tingkat

kehidupan yang layak, sehingga kesejahteraan masyarakat akan semakin cepat

terwujud.

Page 46: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

37

Berdasarkan profil Desa Haur Gajrug Kecamatan Cipanas Kabupaten

Lebak Banten Tahun 2011 adalah sebagai berikut :

Jumlah penduduk yang berusia 3-6 tahun yang belum masuk TK Laki-

laki sebanyak (177), sedangkan perempuan sebanyak (170). Jumlah penduduk

yang berusia 3-6 tahun yang sedang TK/play group Laki-laki sebanyak (7),

sedangkan perempuan sebanyak (13). Jumlah penduduk dengan usia 7-18 tahun

yang tidak pernah sekolah Laki-laki sebanyak (2), sedangkan perempuan

sebanyak (1). Usia 7-18 tahun yang sedang sekolah Laki-laki sebanyak (283),

sedangkan perempuan sebanyak (280). Jumlah penduduk dengan usia 18-56 tahun

yang tidak pernah sekolah laki-laki sebanyak (68), sedangkan perempuan

sebanyak (65). Usia 18-56 yang pernah SD tapi tidak tamat laki-laki sebanyak

(103), sedangkan perempuan sebanyak (130). Jumlah yang tamat SD/sederajat

Laki-laki sebanyak (33), perempuan sebanyak (75). Jumlah usia 12-56 tahun yang

tidak tamat SLTP Laki-laki sebanyak (175), sedangkan perempuan sebanyak

(125). Jumlah usia 18-56 tahun yang tidak tamat SLTA Laki-laki sebanyak (203),

perempuan sebanyak (223). Jumlah yang tamak SMP/sederajat Laki-laki

sebanyak (30), perempuan sebanyak (35). Sedangkan yang tamat SMA/sederajat

laki-laki sebanyak (35), perempuan sebanyak (25).

Berdasarkan data di atas dan jika dilihat dari kualitas angkatan kerja.

Maka dapat disimpulkan bahwa laki-laki lebih mendominasi tingkat

pendidikannya dibanding perempuan, artinya laki-laki yang ada di Desa Haur

Gajrug jumlahnya lebih banyak yang bersekolah atau bisa menyelesaikan

pendidikan sampai tingkat yang lebih atas. Hal ini dikarenakan perempuan yang

Page 47: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

38

ada di Kelurahan Haur Gajrug lebih mengutamakan bekerja secepatnya, adapula

yang kelurganya memang tidak mampu untuk membiayai pendidikan anak

perempuannya tersebut.

3. Agama

Masyarakat Kelurahan Haur gajrug yang mayoritas beragama Islam

memiliki pandangan tersendiri mengenai agama. Bagi mereka agama merupakan

pemersatu antar sesama, dan hidup terasa lebih mudah untuk mencapai keinginan

bersama. Sebab agamalah yang menjadi faktor mereka dapat saling bertemu

dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Berdasarkan data profil Desa Haur Gajruk

Jumlah masyarakat yang memeluk agama Islam berjumlah Laki-laki sebanyak

(2367) dan perempuan sebanyak (2211).

4. Mata pencaharian

Wilayah Kelurahan Haur Gajrug terdiri dari tanah persawahan dan tanah

perkebunan yang digunakan sebagai mata pencaharian warga Kelurahan Haur

Gajrug lebih mendominasi dibandingkan dengan mata pencaharian yang lainnya.

Banyaknya tanah yang tidak dirawat oleh pemiliknya menjadi faktor pendukung

banyaknya mata pencaharian sebagai buruh tani. Banyak warga di Desa Haur

Gajrug yang bekerja disawah atau kebun milik orang lain. Berikut rincian mata

pencaharian2 di Kelurahan Haur Gajrug :

Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan

Buruh Tani 110 21

Pegawai Negeri Sipil 15 17

Pengrajin Industri

Rumah Tangga - 3

2Profil Kelurahan Haur Gajrug Kecamatan Cipanas Kabupaten Lebak Banten, tahun

2011, hal, 19-20

Page 48: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

39

Pedagang Keliling 7 25

Montir 3 -

Pembantu Rumah

Tangga - 17

TNI 1 -

Polri 2 -

Pensiunan

PNS/TNI/POLRI 2 -

Pengusaha Kecil dan

Menengah 104 150

Pengusaha Besar 3 -

Karyawan Perusahaan

Swasta 34 -

Jumlah 281 233

Selain beberapa pekerjaan yang disebutkan di atas, ada beberapa

pekerjaan lain yang ditekuni oleh warga Desa Haur Gajrug yang berupa usaha jasa

keterampilan, seperti tukang kayu, tukang cukur, tukang service elektronik,

tukang besi dan tukang gali kubur.

C. Praktek Tradisi Upah Pelayat di Desa Haur Gajrug Kec Cipanas Kab Lebak

Banten

Praktek tradisi memberikan upah kepada para pelayat yang datang

merupakan tradisi yang hingga saat ini masih dilakukan di Desa Haur Gajrug,

sama halnya yang terjadi di kota apabila terdengar pengeras suara dari masjid

sekitar yang memberi berita bahwa ada yang meninggal dunia, semua tetangga

datang untuk menyelawat. Tentang tata cara menyelawat di kota dan di Desa

Haur Gajrug adalah di kota orang yang datang untuk menyelawat mereka semua

datang dengan membawa sesuatu berupa beras, gula, kopi dan lain sebagainya, hal

ini juga sama dilakukan oleh warga Desa Haur Gajrug yang membawa sesuatu.

Page 49: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

40

Bedanya adalah di Kota para warga yang datang menyelawat ketika mereka

hendak berpamitan meninggalkan rumah keluarga yang sedang berduka, mereka

pulang dengan tidak diberikan apa-apa. Sedangkan yang terjadi di Desa Haur

Gajrug warga yang datang menyelawat dan ketika hendak pulang diberikan

amplop, yang berisikan uang. Yang mana uang tersebut di niatkan sebagai

sedekah yang pahalanya ditujukan kepada yang meninggal dunia, dan jumlah

uang yang diberikan kepada setiap orang yang datang menyelawat minimal 5000

rupiah.3

Tradisi memberikan upah kepada pelayat yang terjadi di Desa Haur

Gajrug pun seperti dijadikan objek dalam mencari uang, ketika diketahui bahwa

yang meninggal merupakan keluarga orang yang berada banyak warga yang

datang untuk menyelawat tak tanggung-tanggung seluruh anak-anaknya pun

diajak untuk ikut menyelawat. Akan tetapi jika yang meninggal merupakan warga

yang tidak mampu, hanya beberapa saja dari mereka yang datang berkunjung

untuk menyelawat. Ketika keluarga yang berduka mengadakan tahlilan selama

seminggu pun, para warga yang datang masih diberikan uang dan beberapa

kantong yang berisi makanan untuk di bawa pulang.

3Wawancara dengan ibu Qomar (warga di Desa Haru Gajrug), pada 12 Februari 2015

tempat di kediaman narasumber.

Page 50: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

40

BAB IV

ANALISIS PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH

TERHADAP TRADISI UPAH PELAYAT

A. Pandangan Nahdlatul Ulama Terhadap Tradisi Upah Pelayat

Dalam struktur organisasinya, NU memiliki suatu Lembaga Bahtsul Masail

(LBM), yang berarti pengkajian terhadap masalah-masalah agama. Di sinilah posisi

penting dari LBM, yakni untuk menjawab berbagai permasalahan keagamaan.

Munculnya lembaga ini karena adanya kebutuhan masyarakat terhadap hukum Islam

paktis („amali) bagi kehidupan sehari-hari yang mendorong para Ulama dan

Intelektual NU untuk mencari solusinya dengan melakukan bahtsul masail.1

Menanggapi setiap pelaksanaan tradisi upacara kematian, dalam Ahkam Al-

Fuqaha hasil Bahtsul Masail NU meyatakan bahwa setiap tradisi kematian yang

dilaksanakan dengan tujuan hanya sekedar melaksanakan kebiasaan penduduk

setempat sehingga bagi yang tidak melaksanakan akan dibenci bahkan akan dianggap

beda. Maka tradisi tersebut termasuk bid‟ah yang tercela tetapi tidak sampai haram

(makruh).2

Sebuah adat tradisi yang dikatakan baik harus diteruskan selama tidak

bertentangan dengan syari’at. Banyaknya tradisi yang masih dilakukan dalam suatu

1Http://www.nu.or.id. diakses pada 18 September 2015 pukul 16.25 WIB.

2Nahdlatul Ulama, Ahkam Al-Fuqaha Hasil-Hasil Keputusan Muktamar Dan

Permusyawaratan Lainnya, (Jakarta: Lajnah Takfil Wan Nasyr Pengurus Besar Nahdlatul Ulama,

2010), cet 1, hal. 15.

Page 51: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

41

masyarakat di desa memang perlu mendapatkan perhatian yang lebih khusus lagi,

agar pelaksanaan dari tradisi tersebut tidak menyimpang dari syari’at.

KH. Mas’ud, ketua Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kab. Lebak

berpendapat bahwasanya tradisi memberikan upah kepada pelayat yang melayat tidak

hanya terjadi di desa Haur Gajrug saja. Tradisi ini dianggap sebagai sedekah yang

dilakukan oleh keluarga si mayit yang pahala dari sedekah tersebut ditujukan kepada

mayit. Beliau pula berpendapat sedekah yang diniatkan untuk mayit dapat bermanfaat

untuknya dan pahala dari sedekah tersebut juga akan sampai. Karena orang yang

sudah meninggal itu seperti sedang tenggelam di lautan, mereka mengharapkan

pertolongan kiriman doa dan pahala yang dikirimkan oleh keluarga mereka yang

masih hidup.3

Menurut Muhib Al-Thabari, segala ibadah baik wajib maupun sunah yang

diperuntukan untuk mayit, maka hal tersebut sampai kepadanya. Dalam kitab Syarah

Al-Mukhtar menurut madzhab ahli sunnah wal jamaah, apabila seseorang menjadikan

pahala kebaikan baik sholatnya atau pun yang lainnya untuk si mayit maka amalan-

amalan tersebut akan sampai kepada mayit.4

ر صه انه ل انه رجلا قا ل نرس عباس أ اب ا أ فع فث أ أي قذ ج سهى : إ عه

ا ؟ فقا ل عى قا ل ن يخرفا فأشذك إ قذأجصذق ع ا فإ جصذقث ب ع5

3Wawancara dengan Kyai Mas’ud (Ketua Nahdlatul Ulama Kab Lebak), pada senin, 25 Mei

2015. Pukul 13.30, tempat Kediaman Narasumber.

4Abu Bakar bin Muhammad Syatha Al-Dimyati, I‟anah al-Thalibin, (Mauqi’ Yu’sub, t.th.),

Juz 1, hal. 33.

5Imam Abu Ishaq Asy-Syirazi, Al-Muhadzab, (Mesir: Maktabah Isa Al-Halabi, t.th.), Jilid 1,

hal. 464.

Page 52: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

42

Artinya:“Ibnu Abbas meriwayatkan, bahwa ada seseorang bertanya pada

Rasulullah Saw: “Sesungguhnya ibuku sudah meninggal, apakah

bermanfaat baginya (jika) aku bersedekah atas (nama) nya ?

“Rasulullah Saw menjawab: “ya” orang itu kemudian berkata:

“sesungguhnya aku memiliki sekeranjang buah, maka aku ingin

engkau menyaksikan bahwa sesungguhnya aku menyedekahkan atas

(nama) nya. (HR. Ibnu Abbas)

Pembolehan sedekah untuk mayit juga dikutip dari pendapat Ibnu Qayyim

Al-Jawziyah yang dengan tegas mengatakan bahwa sebaik-baik amal yang

dihadiahkan kepada mayit adalah memerdekakan budak, sedekah, doa, dan haji.

Tradisi NU dalam memberi jamuan makan atau memberikan upah kepada

para pelayat yang datang tidaklah sesuatu yang wajib. Dalam Ahkam Al-Fuqaha hasil

Bahtsul Masa‟il NU menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari

ketujuh itu hukumnya makruh, sedangkan hukum makruh tersebut tidak

menghilangkan pahala sedekah itu.6 Orang yang tidak mampu secara ekonomi,

semestinya tidak memaksakan diri untuk memberikan jamuan atau upah kepada

pelayat, apalagi sampai berhutang atau mengambil harta anak yatim dan ahli waris

yang lain, demikian dikatakan KH. Mas’ud. Beliau pun menambahkan bahwa perlu

ada klarifikasi pada masyarakat, bahwa dengan adanya tradisi tersebut bukan

menjadikan tradisi itu merupakan suatu ibadah yang wajib dilaksanakan, di sini perlu

ada penekanan bahwa itu hanyalah sebuah tradisi, yang tidak harus dilaksanakan oleh

keluarga yang berkabung. Hakikatnya kewajiban masyarakat adalah membantu

6Nahdlatul Ulama, Ahkam Al-Fuqaha Hasil-Hasil Keputusan Muktamar Dan

Permusyawaratan Lainnya,.... cet 1, hal. 13.

Page 53: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

43

meringankan beban kesedihan keluarga yang ditinggalkan, memberi bantuan dalam

apapun bentuknya.

B. Pandangan Muhammadiyah Terhadap Tradisi Upah Pelayat

Dalam tubuh Muhammadiyah terdapat satu lembaga yang khusus menangani

persoalan-persoalan menyangkut ibadah dan mu’amalah. Lembaga tersebut bernama

Lembaga Majlis Tarjih atau Lajnah Tarjih.7

Sebagaimana sudah dikenal, bahwa ajaran Muhammadiyah cenderung ingin

memurnikan syari’at Islam (tajdid). Islam yang menyebar luas di Indonesia,

khususnya di Jawa, tidak dipungkiri merupakan dari para pendakwa Islam pertama, di

antaranya adalah Wali Sanga. Dalam meyebarkan agama Islam, Wali Sanga

menggunakan pendekatan kultur yang tidak membuang keseluruhan tradisi dan

kepercayaan Hindu Budha. Salah satu tradisi agama Hindu, yaitu ketika ada orang

yang meninggal adalah kembalinya ruh orang yang meninggal itu ke rumahnya pada

hari pertama, ketiga, ketujuh, empat puluh, seratus, dan seterusnya. Dari tradisi itulah

kemudian muncul tradisi yang dikenal dengan tahlil.8

Dalam Fatwa Majlis Tarjih Muhammadiyah, yang dilarang menurut

Muhammadiyah dalam pelaksanaan tahlilan adalah upacaranya yang dikaitkan

7http://www.muhammadiyah.or.id. Diakses pada senin, 22 september 2015 pukul 14.00

WIB.

8http://www.muhammadiyah.or.id. Diakses pada selasa, 22 september 2015 pukul 14.00

WIB.

Page 54: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

44

dengan tujuh hari kematian, atau empat puluh hari, atau seratus hari dan sebagainnya.

Apalagi upacara semacam itu harus mengeluarkan biaya besar, yang terkadang harus

pinjam kepada tetangga atau saudaranya, sehingga terkesan tabzir (berbuat

mubadzir). Begitu juga dengan upacara atau tradisi lainnya seperti memberikan uang

kepada pelayat yang datang, kepada orang yang ikut serta dalam shalat jenazah dan

lain sebagainnya. Seharusnya ketika ada yang meninggal dunia kita harus bertakziah

atau melayat dan mendatangi keluarga yang terkena musibah kematian sambil

membawa bantuan atau makanan seperlunya sebagai wujud bela sungkawa. Bukan

datang untuk mengharapkan uang dan lain sebagainya.9

Sedangkan menanggapi alasan diadakannya tradisi tersebut bertujuan

sebagai sedekah yang pahalanya ditujukan kepada yang meninggal dunia. Majlis

Tarjih Muhammadiyah dalam Fatwanya menyatakan bahwa seorang manusia itu

tidak akan mendapatkan pahala dari Allah Swt, selain pahala dari apa yang telah

diusahakannya sebelum dia meninggal dunia. Oleh karena itu dia tidak akan

mendapatkan pahala apa-apa dari Allah Swt karena dia tidak lagi bisa beramal

shaleh.10

Menanggapi tradisi semacam ini Endang Herdiana, Ketua Umum Pemuda

Muhammadiyah Kab Lebak berpendapat bahwa tradisi tahlil, memberikan upah

kepada pelayat yang datang melayat, dan tradisi lainnya semacam ini memang pada

9http://www.fatwatarjih.com/2011/12/upacara-tahlilan.html. Diakses pada selasa, 22

september 2015 pukul 14.40 WIB.

10http://www.fatwatarjih.com/2013/10/hadits-maulid-nabi.html. Diakses pada rabu 23

september 2015 pukul 11.25 WIB.

Page 55: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

45

dasarnya sudah mengakar di desa-desa yang kondisi dari pengetahuan khususnya

dalam pengetahuan agama dari warga di desa tersebut sangatlah kurang. Mereka

hanya mengikuti apa yang dicontohkan pemuka agama. Mereka beranggapan bahwa

apa yang dilakukan oleh tokoh agama merupakan suatu ibadah yang wajib diikuti.

Kedua tradisi ini merupakan salah satu contoh tradisi yang masih sangat

kental dilakukan di desa-desa. Seharusnya pelaksanaan dari setiap tradisi harus

mengikuti dan sesuai dengan syari’at. Sejatinya keluarga yang berkabung itu dibantu

agar menjadi ringan segala kesedihannya.11

Adapun alasan pemberian upah kepada para pelayat yang datang sebagai

sedekah yang pahalanya ditujukan kepada orang yang meninggal, Muhammadiyah

sangat menolak, apapun alasan dari tujuan tradisi itu. Berikut beberapa Argumentasi

penolakan Muhammadiyah: 12

1. Bahwa mengirirm hadiah pahala untuk orang yang sudah meninggal dunia tidak

ada tuntunannya dari ayat-ayat al-Qur’an maupun hadits Rasul. Muhammadiyah

berpendapat bahwa ketika dalam suatu masalah tidak ada tuntunannya, maka yang

harus dipegang adalah sabda Rasulullah Saw:

أخبر أب عه ثا يذذ ب بكر الإسا عه أخبرا أبعر يذذ ب عبذالله ادب أبأ أب

انصباح ع انذلاب ثا إبراى ب سعذ ثا أب ع انقا سى ب يذذ عه سهى : ي أدذخ ف

أيرا يا نس ي ف رد )را انبخار(13

11

Wawancara dengan Endang Herdiana ( Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah) pada

Senin, 25 Mei 2015 pukul 10.30 tempat Kantor pengurus Muhammadiyah Kab Lebak.

12Saiful Islam Mubarak, Fikih Kontroversi : Menjawab Berbagai Kontroversi dalam Ibadah

Sosial dan Ibadah Sehari-hari, (Bandung: Syamil, 2007), hal. 323.

13Ahmad bin Husain bin Ali bin Musa Abu Bakar Al-Baihaqi, Sunan Al-Baihaqi Al-Kubra,

(Makkah Al-Mukarramah: Maktabah Daar al-Bas, 1994), Juz. 10, hal. 119.

Page 56: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

46

Artinya: “Memberi kabar kepada kami Amr bin Muhammad bin Abdillah al-

abid, memberi kabar kepada kami Abu Bakar al-Ismail Abu Ya‟la,

berhadits kepada kami Muhammad bin Shabah al-Dulabi,

berhadits kepada kami Ibrahim bin Sa‟ad, berhadits kepada kami

ayahku dari Qasim bin Muhammad dari sayyidah Aisyah r.a

beliau berkata: Rasulullah Saw bersabda: barang siapa yang

melakukan suatu perbuatan (agama) yang tidak ada perintah di

dalamnya, paka perbuatan itu tertolak.’’ (HR. Baihaqi)

2. Bahwa manusia ketika ia telah meninggal hanya akan mendapatkan pahala atas

perbuatan yang mereka kerjakan sendiri. Allah Swt berfirman:

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang

diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang

dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah

Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya

Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban

yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang

sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan

kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri

ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah

penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."

(Q.S. al-Baqarah/2: 286)

Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa

yang telah diusahakannya” (Q.S. An-Najm/53: 39)

Page 57: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

47

3. Ruh manusia, apabila terpisah dari jasad akan kembali kepada Allah SAW.

Apakan ruh dapat menerima kiriman atau tidak, sebenarnya tiada yang mengetahui

urusan ruh selain Allah Swt.

4. Semua amal manusia tidak dapat menyelamatkan dirinya dari siksa neraka dan

tidak pula dapat memasukkannya ke dalam surga selain karena rahmat Allah SWT.

Karena itu yang ditunggu orang yang sudah meninggal adalah rahmat, ampunan,

dan ridha Allah SWT.

5. Apabila kita ingin menyampaikan kiriman pahala amal orang yang sudah

meninggal, perlu kita bertanya kepada diri kita masing-masing, apakah kita

memiliki bukti bahwa amal kita pasti diterima Allah, lalu kita kirimkan kepada

orang lain, sementara para nabi dan para shalihin apabila telah melakukan amal

kebaikan, mereka tidak merasa sudah diterima.

Pada hakikatnya orang yang sudah meninggal hanya membutuhkan doa,

bukan kiriman pahala amal perbuatan yang diniatkan untuknya, si mayit masuk

syurga atau tidak tergantung amal perbuatannya sewaktu masih hidup, demikian yang

dikatakan Endang Herdiana. Beliau pun menambahkan bahwa tradisi tersebut

hanyalah suatu kebiasaan yang apabila tidak dilaksanakan akan dibicarakan oleh

tetangga atau bahkan dianggap berbeda aliran. Ini merupakan pemikiran yang salah

dimasyarakat, dengan tradisi semacam ini mereka beranggapan bahwa tradisi tersebut

wajib dilakukan, tidak menjadi masalah apabila si mayit memiliki keluarga yang

mampu untuk melakukan tradisi ini, tetapi bagi keluarga mayit yang masih hidup

Page 58: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

48

apabila mereka memiliki ekonomi yang tidak mampu, tradisi tersebut hanya akan

menambah beban duka yang dirasakan keluarga mayit.

C. Analisis Pendapat Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah terhadap Tradisi

Upah Pelayat.

Perbedaan pendapat dalam masalah fiqih bukan lagi masalah baru,

melainkan sudah ada sejak Rasulullah Saw wafat. Perbedaan masalah fiqih terus

berkembang seiring dengan perkembangann zaman dan timbulnya masalah-masalah

baru dalam kehidupan. Pacsa Rasulullah Saw wafat timbul perbedaan pendapat yang

kemudian melahirkan madzhab-madzhab, yang di antara madzhab-madzhab itu saling

berdebat dan perdebatan mereka yang tidak mungkin menemukan kesepakatan karna

masing-masing memiliki dasar hukum sendiri, yang terkadang muncul perselisihan.

Itulah fenomena di dunia Islam. Sebagian dari kita bukan tidak tahu sabda

Rasulullah Saw bahwa “perbedaan adalah rahmat”. Perbedaan adalah hal yang sangat

niscaya, sesuatu yang tidak bisa dihindarkan, lebih lagi dalam masalah fiqih yang

mana dasar utamanya al-qur’an dan as-sunnah. Sementara cara pengambilan hukum

(istimbath) Fuqaha satu dengan yang lainnya terkadang terdapat perbedaan. Belum

lagi jika bicara masalah kondisi dan situasi (sosial dan politik) di mana hukum Islam

tersebut ditetapkan, serta ayat-ayat al-Qur’an dan hadits apa yang dijadikan sebagai

sumber hukum.

Dalam konteks Indonesia, fenomena di atas sudah dipahami bersama. Di

negeri yang warganya merupakan pemeluk Islam terbesar di dunia ini, ternyata sangat

banyak orang yang mengamalkan ajaran Islam dengan hanya melihat dan mendengar

Page 59: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

49

dari orang lain, yakni pemuka agama, guru, kyai, tokoh masyarakat, atau bahkan

tetangga di sebelah rumahnya, tanpa kemudian berusaha menyibukkan diri sejenak

untuk mempelajarinya sebelum bertaklid.

Taklid buta tentu saja membawa dampak besar yaitu mundurnya tradisi

pemikiran umat Islam. Maraknya taklid buta menandakan kemalasan umat Islam

untuk mendalami masalah-masalah keagamaan yang ia praktekkan sehari-hari. Selain

itu taklid buta juga sangat rentan menimbulkan konflik antar pemeluk agama Islam

yang memiliki pandangan fiqih yang berbeda. Taklid buta mengakibatkan umat Islam

kurang khusuk dan kurang meresapi amalan ibadah yang ia kerjakan.

Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah merupakan Ormas (organisasi

masyarakat) yang bertugas mengeluarkan fatwa-fatwa yang berkaitan dengan hukum

Islam (fiqh), yang mana dari masyarakat di desa maupun kota ada yang mengikuti

fatwa-fatwa tersebut. Di dalam NU lembaga yang bertugas mengeluarkan fatwa-

fatwa disebut dengan Bahtsul Masa’il, sementara di Muhammadiyah disebut Majlis

Tarjih. Semua keputusan dari kedua lembaga fatwa tersebut tidak ada paksaan untuk

dijalankan. Kedua lembaga tersebut hanya merasa berkewajiban menjawab setiap

kegelisahan masyarakat atas munculnya masalah fiqhiyah yang baru atau untuk

menjelaskan secara sistematik kepada publik, baik kelompok dari salah satu ormas

tersebut maupun diluar kelompok, yang berkaitan dengan pandangan atas suatu

praktek keagamaannya.

Banyaknya tradisi yang masih dijalankan oleh warga, khususnya warga yang

berada di desa, salah satunya adalah tradisi memberikan upah kepada pelayat yang

Page 60: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

50

datang melayat merupakan salah satu tradisi yang mendapatkan perhatian dari NU

dan Muhammadiyah karena kedua ormas ini memiliki pandangan yang berbeda

menanggapi tradisi semacam ini.

Salah satu dosen Fakultas Syariah dan Hukum, Dr Ahmad Sudirman Abbas

MA, berpendapat bahwa dalam Qa‟idah Fiqhiyyah ( انعا دة يذكة ) yaitu adat kebiasaan

yang dijadikan dasar oleh masyarakat setempat untuk kemudian diteladani dan adat

kebiasaan tersebut dianggap seakan-akan hukum agama. Tetapi adat kebiasaan yang

dimaksud adalah adat kebiasaan yang tidak bertentangan dengan agama. Kebiasaan

(tradisi) adalah salah satu hal yang memiliki kontribusi besar terhadap terjadinya

transformasi hukum syar’i.14

Kebiasaan (tradisi) yang disebutkan oleh agama baik dalam Al-Qur’an atau

As-Sunnah adalah kebiasaan (tradisi) yang dapat menjaga agama (Hifdz Ad-Din),

menjaga jiwa (Hifdz An-Nafs), menjaga akal (Hifdz Al-akal), menjaga keturunan

(Hifdz Al-„Nasl), dan yang terakhir menjaga harta benda (Hifdz Al-Mal). Lima

tingkatan ini yang harus tetap terjaga dan yang harus diperhatikan dari ke lima hal

tersebut adalah : pertama, apabila dengan adanya kebiasaan (tradisi) tersebut tidak

mengurangi hal-hal yang ditentukan agama, maka kebiasaan (tradisi) tersebut

diperbolehkan. Kedua, apakah kebiasaan (tradisi) itu membahayakan jiwa atau tidak.

Ketiga, apakah kebiasaan (tradisi) tersebut membahayakan akal atau tidak. Keempat,

apakah membahayakan keturunan dan yang kelima,apakahmembahayakanharta.

14

Ahmad Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiwhiyyah dalam Prespektif Fiqh, (Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya, 2004), cet. 1, hal. 155.

Page 61: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

51

Harta peninggalan mayit harus terlebih dahulu digunakan untuk pengurusannya, dan

apabila keluarga yang berkabung tidak merasa keberatan untuk melakukan tradisi itu,

maka tradisi itu diperkenankan. Jangan sampai kebiasaan (tradisi) tersebut membuat

keluarga yang berkabung merasa terbebani dan membuatnya pinjam uang untuk

mengadakan tradisi semacam itu.15

Beliau pun menambahkan, seharusnya keluarga

yang berkabung tidak perlu memikirkan hal-hal yang akan diberikan kepada pelayat

yang datang, ini merupakan tanggung jawab warga sekitar yang berkewajiban

membantu meringankan beban kesedihan keluarga yang ditinggal.

Selanjutnya beliau menambahkan apabila tradisi tersebut diyakini sebagai

sedekah yang pahalanya ditujukan kepada si mayit, maka hal ini dikembalikan lagi

pada niatnya. Sebagaimana dalam syariat agama Islam, tujuan dan niat sangat

diperlukan dalam suatu pekerjaan. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam sebuah

hadits nabi Muhammad saw :

نكم ايرء يا ف كا ث جرج إن الله رسن فجرج إن الله إا الأعا ل با انات إا

رسن ي كاث جرج نذ ا صبا أ ايرأة كذا فجرج إن يا ا جر إن

Artinya: “Sahnya beberapa amal perbuatan itu hanyalah dengan niat, dan

setiap orang hanya mendapatkan apa yang diniatkannya, orang

yang perginya diniati hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, berarti

mendapat pahala pergi karena Allah dan Rasul-Nya, orang yang

perginya diniati karena harta benda (dunia) yang hendak dicapai,

maka ia akan mendapatkannya, atau diniati karena wanita untuk

menikahinya, maka perginya sesuai dengan tujuan pergi”.

Begitu juga dijelaskan dalam kaidah fikih yaitu :

15

Wawancara dengan Ahmad Sudirman Abbas (Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum), pada

selasa, 26 Mei 2015 pukul 16.30 tempat Kediaman Narasumber.

Page 62: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

52

الأير بقا صذا

“Hukum semua perkara itu sesuai dengan tujuan atau niatnya”

Kaidah dan hadits diatas menjelaskan bahwa semua amal dan tindakan

perbuatan manusia itu satu sama lain berbeda-beda hukumnya, dikarenakan

perbedaan maksud dari masing-masing orang dalam melakukan tindakan dan

perbuatannya.16

Hadits dan kaidah diatas juga menunjukkan secara jelas bahwa niat

merupakan rukun asasi atas diterima dan sahnya amal, yaitu ketika Allah menuturkan

bahwa pahala sadaqah tergantung pada niat dan tujuan yang menjadi maksud dari

hati.

Fungsi dari niat itu sendiri adalah untuk memurnikan tujuan ibadah. Bahwa

seluruh ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba, hanyalah semata-mata ditujukan

kepada Allah. Untuk bisa sampai kepada tujuan itu, hanyalah dengan niat.

Dua dasar hukum diatas secara eksplisit menggambarkan segala macam

bentuk sikap, aktifitas, dan tasharrufnya seseorang tidak akan pernah dianggap oleh

syar’i, kecuali dilandasi dengan niat. Apabila niatnya tidak baik, maka nilai amal

perbuatannya pun menjadi tidak baik. Oleh karena itu, niat adalah syarat sah dari

suatu amal. Tanpa ada niat, sebuah amal diilustrasikan sebagai tubuh tanpa jiwa yang

tidak ada artinya.17

Jadi pada intinya segala sesuatu itu digantungkan kepada niatnya, apabila

memang tradisi tersebut diniatkan sebagai sedekah maka pahala sedekah akan

16

Ahmad Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiqhiyyah dalam Prespektif Fiqh, (Jakarta: Pedoman

Ilmu Jaya, 2004), cet. 1, hal. 3. 17

Ahmad Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiqhiyyah dalam Prespektif Fiqh, hal. 9.

Page 63: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

53

didapat, dan jika memang tradisi tersebut bertujuan sebagai sedekah yang mana

pahalanya ditujukan kepada si mayit, maka apabila masih keluarga dan masih ada

hubungan dengan si mayit, semisal anak dari si mayit yang memberikan sedekah dan

harta tersebut adalah hasil upayah orang tuanya yang telah membesarkan dan

mendidiknya maka pahala sedekah tersebut akan sampai. Persoalan sampai atau tidak

ada tiga hal yang mana pahala dari amalan tersebut tidak akan terputus walaupun

seseorang itu telah meninggal.18

Rasulullah Saw bersabda :

ع أب ررة رض الله ع أ رسل الله صه الله عه سهى قا ل : إرا يا ت اب ادو اقطع عه

إلا ي ثلا خ : صذقة جارة ا عهى حفع ب ا نذ صا نخ ذع ن

) را يسهى ( 19

Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiallahu „Anhu berkata, Rasulullah Saw

bersabda:“Jika anak adam meninggal, maka semua amalannya

terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang

bermanfaat dan anak sholeh yang selalu mendoakannya.” (HR.

Muslim)

Pendapat senada dikemukakan oleh Siti Hana, dosen Fakultas Syari’ah dan

Hukum, bahwa seharusnya keluarga yang berkabung tidak perlu memiliki hajat baik

memberi upah atau memberi makanan kepada para pelayat yang datang melayat.

Dikisahkan bahwa Rasulullah Saw ketika Ja’far bin Abi Thalib meninggal dunia,

Ja’far merupakan sepupunya Rasulullah Saw, saat itu Rasulullah memerintahkan

kepada seluruh warga sekitar untuk membuat masakan bagi keluarga Ja’far. Dari

18

Wawancara dengan Ahmad Sudirman Abbas (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum) pada

Selasa, 26 Mei 2015 pukul 16.30 tempat Kediaman Narasumber.

19Ibnu Al-Mulaqqin Siraj Ad-Din Abu Hafs Umar bin Ali bin Ahmad As-Syafi’i Al-Mishri,

Al-Badr Al-Munir Fi Tahrij Al-Hadits Wal Atsar Al-Waqiah Fi Al-Syarhi Al-Kabir, (Riyadh: Daar Al-

Hijrah, 2004), Juz, VII. Hal, 281.

Page 64: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

54

kisah ini jelas bahwa seharusnya orang-orang yang ada disekelilinglah yang harus

membantu, bukan sebaliknya. Kecuali apabila memang keluarga si mayit merupakan

keluarga yang kaya raya, yang tidak keberatan untuk melakukana tradisi tersebut.

Akan tetapi terkadang yang menjadi masalah adalah ketika keluarga si mayit yang

kaya raya itu merupakan tokoh agama, yang menjadi panutan warga. Sehingga

apapun yang dilakukannya dianggap warga sebagai ketentuan agama, terlebih lagi

warga tersebut memang masih awam ilmu keagamaannya. Jadi sebenarnya bukan

memberinya yang salah karna dalam Islam konsep memberi itu lebih baik. Akan

tetapi ketika tradisi memberikan upah itu dijadikan sebuah kewajiban yang mana

Allah Saw tidak memerintahkan untuk melakukannya itulah yang menjadi salah.

Mengenai tujuan dari tradisi tersebut yaitu sebagai sedekah yang pahalanya

ditujukan kepada si mayit, beliau menambahkan bahwa sedekah dalam Islam

merupakan wujud dari pemberian yang sangat baik dan pasti akan mendapatkan

pahala. Semua itu dilihat dari kondisi keluarga yang berkabung, karena tidak semua

warga itu keluarga yang mampu. Bahkan jika yang terjadi adalah keluarga yang

berkabung memaksakan diri menjual tanah, sawah untuk melakukan tradisi tersebut

inilah yang salah. Jika seperti itu yang terjadi berarti mendahulukan yang sunnah dari

yang wajib, sedekah merupakan sesuatu yang sunnah dilakukan, yang menjadi wajib

dilakukan terlebih dahulu oleh keluarga si mayit adalah pembayaran hutangnya

Page 65: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

55

apabila si mayit memiliki hutang dan sisa dari hartanya merupakan warisan bagi

anak-anaknya.20

Dari berbagai uraian dan pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka

penulis menganalisis bahwa dalam tradisi memberikan upah kepada pelayat yang

datang melayat ada beberapa point yang harus dibahas.

Pertama, tradisi memberikan upah kepada pelayat yang datang melayat

hanyalah sebuah kebiasaan dan bukan merupakan sesuatu yang diperintahkan oleh

agama, yang pelaksanaannya dari tradisi tersebut tidak diwajibkan melainkan

dibolehkan. Karena yang terjadi di Desa Haur Gajrug Kec Cipanas Kab Lebak Banten

adalah tradisi memberikan upah kepada pelayat yang datang melayat oleh warga

dianggap sebagai tradisi yang harus dilaksanakan oleh keluarga yang berkabung.

Bahkan berdasarkan hasil wawancara penulis dengan warga di desa tersebut

mengatakan bahwa ketika warga yang meninggal dari keluarga yang tidak mampu,

uang amal yang ada di masjid sekitar pun bisa dipinjam untuk dipakai keluarga yang

berkabung apabila mengalami kekurangan dalam menyiapkan hal-hal yang sudah

menjadi tradisi ketika ada warga yang meninggal.21

Di sinilah sikap warga yang salah

memahami tradisi tersebut.

Kedua, dalam Islam tradisi (kebiasaan) merupakan salah satu hal yang

memiliki peran besar terhadap terjadinya ketetapan hukum syar’i. Jika tradisi tersebut

20

Wawancara dengan Siti Hana (Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum) pada Selasa 08 Juni

2015 pukul 09.30 tempat Ruang Prodi PMH. 21

Wawancara dengan ibu Qomar (warga di Desa Haru Gajrug), pada hari Kamis, 12

Februari 2015 pukul 14.45 tempat Kediaman Narasumber.

Page 66: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

56

tidak bertentangan dengan hukum syar’i dan tidak merusak tujuan-tujuan dalam

setiap hukum dari keseluruhan hukum-hukum Allah, maka tradisi tersebut

dibolehkan. Akan tetapi apabila yang terjadi adalah seperti apa yang dilakukan oleh

warga di desa Haur Gajrug, maka tradisi tersebut tidak diperbolehkan karena hanya

akan menimbulkan beban berat bagi keluarga yang berkabung.

Ketiga, dari pendapat Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah pun sepakat

bahwa hal-hal yang akan menimbulkan bertambahnya beban keluarga yang

berkabung harus dihindari. Ketua Nahdlatul Ulama Kab Lebak pun memang

mengakui bahwa tradisi tersebut memang tradisi NU, akan tetapi kewajiban warga

sekitar yang harus membantu meringankan beban kesedihan keluarga yang berkabung

harus lebih diutamakan. Beliau pun menengaskan bahwa tradisi tersebut bukan

menjadi sesuatu yang harus dilaksanakan.22

Melainkan hanya sebagai sesuatu yang

sunah untuk dilakukan.

Tujuan dari tradisi tersebut sebenarnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai

agama Islam, karena tujuan dari tradisi tersebut ingin mencari keridhaan Allah atas

sedekah yang diberikan keluarga mayit, dan keridhaan yang diharap itu bukan hanya

untuk orang yang sudah meninggal saja. Yang salah dalam tradisi ini adalah cara dan

prakteknya sehingga merusak tujuan dari tradisi tersebut. Dalam Islam, tidak

dibenarkan segala hal untuk melakukan kebaikan. Adanya aturan dan batasan yang

22

Wawancara dengan Kyai Mas’ud (Ketua Nahdlatul Ulama Kab Lebak) pada hari Senin.

25 Mei 2015 pukul 13.30 tempat Kediaman Narasumber.

Page 67: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

57

harus diperhatikan agar dapat terwujudnya nilai-nilai kebaikan yang berdasarkan

syari’at Islam.

Dalam agama Islam perbuatan dengan tujuan yang baik haruslah ditunjang

dengan cara dan praktek yang benar. Tidak bisa menghalalkan segala cara untuk

melakukan perbuatan yang baik.

Dari berbagai urauian di atas maka dapat ditarik benang merahnya bahwa

apa pun itu tujuan dan niat suatu pekerjaan jika tidak diikuti dengan cara dan

prosedur yang benar dan sesuai dengan syari’at agama Islam, maka tidak dapat

dibenarkan sekalipun pekerjaan tersebut mengandung unsur kebajikan. Seperti halnya

dengan tradisi ini, tidak ada perbedaan di kalangan ulama bahwa bersedakah itu

merupakan sesuatu yang sunah dan semestinya tidak ada unsur paksaan dalam

melakukannya.

Page 68: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

58

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang telah penulis paparkan mengenai Pandangan Nahdlatul

Ulama dan Muhammadiyah Terhadap Tradisi Upah Pelayat (Studi Kasus di Desa

Haur Gajrug Kec Cipanas Kab Lebak Banten), maka ada beberapa hal yang dapat

disimpulkan, yang penulis jadika sebagai inti dari bahan skripsi.

1. Pedoman yang dimiliki umat Islam adalah Al-qur’an dan Hadits, semua hukum

dari segala sesuatu harus dikembalikan kepada kedua pedoman itu. Kedua

pedoman itulah yang menjadi dasar hukum utama dalam menetapkan hukum dari

sesuatu. Tradisi merupakan suatu kebiasaan yang masih diikuti oleh masyarakat,

akan tetapi perlu diperhatikan tradisi yang seperti apa yang diperbolehkan itu,

apakah tradisi tersebut tidak bertentangan dengan hukum syar’i atau tidak?

Apabila bertentangan maka tradisi tersebut tidak diperbolehkan. Praktek tradisi

memberikan upah kepada pelayat yang terjadi di desa Haur Gajrug, jika dilihat

dari tujuannya adalah untuk memberikan sedekah, telah kita ketahui bahwa

memberikan sedekah adalah suatu kebaikan yang akan mendapatkan pahala dari

Allah Swt. Bagi warga di Desa HaurGajrug, tradisi itu dijadikan sesuatu yang

harus diadakan oleh warga di Desa tersebut, di sinilah perlu adanya pemberi

tahuan kepada masyarakat bahwa tradisi itu bukan menjadi sesuatu yang harus

diusahan pelaksanaanya. Karena setiap warga yang ada di desa tersebut bukan

Page 69: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

59

merupakan keluarga yang kaya raya, tidak semua warga disana mampu untuk

mengadakan tradisi itu. jika memang tujuan dari tradisi itu sebagai sedekah,

sedekah itu merupakan perkara yang sunah, yang boleh jika tidak dilakukan.

Apabila tradisi tersebut dilakukan hanya untuk menghindari ocehan warga, itu

hanya akan mempengaruhi nilai keikhlasan keluarga yang mengadakan tradisi itu.

2. Terdapat ikhtilaf dikalangan Ulama NU dan Muhammadiyah Kab Lebak.

Berbedanya pendapat disebabkan berbedanya dasar hukum yang digunakan.

Ulama NU membolehkan tradisi tersebut diadakan, dengan alasan jika keluarga

yang berkabung tidak berkeberatan untuk mengadakan tradisi itu. Tradisi itu juga

bukan suatu keharusan yang masti diadakan. Berbeda dengan pendapat Ulama

Muhammadiyah bahwa tidak ada dasar hukum dalam Al-qur’an dan Hadist

mengenai tradisi tersebut, jadi tradisi tersebut tidak bisa dilaksanakan karena

memang tidak ada perintahnya. Mengenai tujuan sedekah itu apakah pahalanya

akan sampai kepada yang meninggal itu atau tidak. NU berkeyakinan bahwa

pahala sedekah itu pasti akan sampai jika diniatkan untuk itu, sedangkan

Muhammadiyah berpendapat bahwa seseorang hanya akan mendapatkan apa yang

dia kerjakan. Kesamaan pendapat dari keduanya adalah sedekah merupakan

perkara sunah pelaksanaanya dan seluruh warga sekitar yang berada satu

lingkungan dengan keluarga yang berkabung berkewajiban untuk membantu

menghibur, membantu meringankan segala beban kesedihannya.

Page 70: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

60

B. Saran-Saran

Setelah penulis membaca, meneliti, menganalisi dan menyimpulkan maka

penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi seorang muslim mengerjakan suatu ibadah yang sudah jelas perintahnya

dalam Al-qur’an dan Hadits merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.

Dan hukum dari segala perkara harus dikembalikan kepada kedua sumber hukum

yaitu Al-qur’an dan Hadits.

2. Nilai keikhlasan merupakan point yang sangat penting dan harus diutamakan

dalam menjalani kehidupan sosial di tengah-tengah masyarakat. dengan demikian,

dalam menjalani kehidupan sebaiknya harus memperhatikan keihklasan, agar

segala hal yang dilakukan akan mendapatkan nilai di hadapan Allah swt.

3. Bagi teman-teman yang membaca skripsi ini, disarankan ketika akan

menyelengarakan suatu tradisi adat kebiasaan jangan hanya memperhatikan,

bahwa hal tersebut merupakan suatu kebiasaan yang memang sudah turun temurun

pelaksanaanya. Melainkan hukum dari pelaksanaan tersebut dan prakteknya juga

perlu diperhatikan. Karena dengan demikian akan menyempurnakan nilai kebaikan

dari pelaksanaan tradisi tersebut.

Page 71: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

61

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Ahmad Sudirman, Qawa’id Fiwhiyyah dalam Prespektif Fiqh, Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya, 2004.

Albani, Al, Nashiruddin, TuntunanLengkapMengurusJenazah, penerjamah: Abbas

Muhammad Basalamah, Jakarta: Gema Insan Pres, 1999.

Asjmuni, Abdurrahman dkk, Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama 3,

Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2004.

Baihaqi, Al, Ahmad bin Husain bin Ali bin Musa Abu Bakar, Sunan Al-Baihaqi Al-

Kubra, Makkah Al-Mukarramah: Maktabah Daar al-Bas, 1994.

Baihaqi, Fiqih Ibadah, Bandung: M2S Bandung, 1996.

Bakry, Oemar, Merawat Orang Sakit dan Menyelenggarakan Jenazah, Jakarta:

Mutiara Sumber Widya, t.th.

Dimasyqi, As, Syaraf An-Nawawi dan Abu ZakariyyaYahya, Penerjemah:

Muhyiddin Mas Rida,dkk, Jakarta: PustakaAzzam, 2007.

Dimyati, Al, Abu Bakar bin Muhammad Syatha, I’anah Al-Thalibin, Mauqi’ Yu’sub,

t.th.

Fahd bin Nashir bin Ibrahim as-Sulaiman, Fatwa-Fatwa Lengkap Seputar Jenazah

Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Penerjemah: Muhammad

Iqbal Ghazali, Jakarta: Darul Haq, 2006.

Ghamidi, Al, Abdul Latif, Mengasihi Orang Mati,Penerjemah: Mutsanna Abdul

Qahhar, Solo: Mumtazah, 2013.

Ghazaly, Abdul Rahman, dkk, FiqhMuamalah, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2012.

Glasse, Cepil, Ensiklopedia Islam: Ringkas, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 1999.

Hassan, Othman Mukim, Khulasah Kifayah Himpunan 600 Masalah Jenazah,

Malaysia: Pustaka Ilmi, 1995.

Ibrahim, Abdullah Muhammad bin Ismail, Shahih Al-Bukhari, Beirut: Daar Al-Fikr,

t.th.

Jazairi, Al, Abu Bakar Jabir, Minhajul Muslim PedomanHidup Ideal Seorang

Muslim, Solo: Insan Kamil, t.th.

Page 72: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

62

Mishri, Al, Ibnu Al-Mulaqqin Siraj Ad-Din Abu Hafs Umar bin Ali bin Ahmad As-

Syafi’i, Al-Badr Al-Munir Fi Tahrij Al-Hadits Wal Atsar Al-Waqiah Fi Al-

Syarhi Al-Kabir, Riyadh: Daar Al-Hijrah, 2004.

Mubarak, Saiful Islam, Fikih Kontroversi :Menjawab Berbagai Kontroversi dalam

Ibadah Sosial dan Ibadah Sehari-hari, Bandung: Syamil, 2007.

Mufid, Achmad, Risalah Kematian,Yogyakarta: Total Media 2007.

Muhammad, Al-Imam bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Nail Al-Authar, Kairo:

Maktabah Al- Imam. T,th.

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Surabaya:

Pustaka Progesif, 2002.

Muslim, Abu Al-Husain bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi al-Naisyaburi, Shahih

Muslim, Beirut: Daar al-Afaq al-Jadidah,t,.th.

Nabahani, An, Taqyudin, Membangun Ekonomi Alternatif Perspektif Islam,

Surabaya: RisalahGusti, 1996.

Naisyaburi, Al, Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hijjaj bin Muslim Al- Qusyairi,

Shahih Muslim, Beirut: Daar Al-Afaq Al-Jadidah, t.th.

Nawawi, Al, Abu Zakariya Muhyi Al-Din bin Ibnu Syaraf, Khalasah Al-Ahkam Fi

Muhimmat Al-Sunan Wa Qowaid Al-Islam, Beirut: Muassasah Al-Risalah,

1997.

Profil Kelurahan Desa Haur Gajrug Kecamatan Cipanas Kabupaten Lebak Banten.

Rais, Isnawati dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011.

Ritonga, Rahman dan Zainuddin, Fiqih Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.

Sabiq, Al-Sayid ,Fikih Sunnah ,penerjemah: Abdurrahim dan Masrukhin, Jakarta:

Cakrawala Publishing, 2009.

Sahrani, Sohari dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah Untuk Mahasiswa, Bogor:

Ghalia Indonesia, 2011.

Shiddiqie, Hasby Ash, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1971.

Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.

Sulaiman bin Al-Asy’as bin Syidad bin amar, Sunan Abu Daud, Beirut: Daar Al-Fikr,

t.th.

Page 73: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

63

Syafi’I, Rahmat, Fikih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2006.

Syaukani, Al, Subul al-salam, jilid IV, Bandung: Maktabah Dahlan, t.th.

Syaukani, Asy, Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad, Nail Al-Authar, Kairo:

Maktabah Al-Imam, t.th.

Syiraji, Asy, Imam Abu Ishaq, Al-Muhadzab, (Mesir: Maktabah Isa Al-Halabi, t.th.),

Jilid 1, hal. 464.

Tamimi, Al, Muhammad bin Hibban bin Ahmad Abu Hatim, Shahih bin Hibbah

Bitartib Hibn Baliyan, Beirut: Muassasah: Ar-Risalah, 1993.

Tihami, MA, Kamus Istilah-istilah dalam Studi Keislaman menurut Syaikh

Muhammad Nawawi Al-Bantani, Serang: Suhud Sentra Utama, 2003.

Tirmidzi, Al, Muhammad bin Isa Abu Isa, Al-Jami’ As-Shahih Sunnan Al-Tirmidzi,

Beirut: Daar Ihya Al-Turats Al-‘Arabi, t.th.

Ulama Nahdalatul, Ahkam Al-Fuqaha Hasil-Hasil Keputusan Muktamar Dan

Permusyawaratan Lainnya, Jakarta: Lajnah Takfil Wan Nasyr Pengurus Besar

Nahdlatul Ulama, 2010.

http://Abufahmiabdullah.Wordpress.com/2013/02/11/tahlilan-dalam-pandangan-Nu-

Muhammadiyah. diakses pada 13 maret 2015, pukul 13.40

http://kisahmuslim./2014/08/tata-cara-memandikan-jenazah-menurut.htm. diakses

pada 13 maret 2015, pukul 13.16

http://www.muhammadiyah.or.id. diakses pada senin, 22 september 2015 pukul

14.00.

http://www.nu.or.id. diakses pada 18 september 2015 pukul 16.25

Wawancara dengan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Dr. Ahmad

Sudirman Abbas. MA, Selasa, 26 Mei 2015 pukul 16.30

Wawancara dengan Ketua Syuriah Nahdlatul Ulama Kabupaten Lebak, Senin, 25 Mei

2015 Pukul 13.30

Wawancara dengan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Lebak, Senin,

25 Mei 2015 pukul 10.30

Wawancara dengan Sekertaris Jurusan PMF Ibu Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA,

Senin, 8 Juni 2015 pukul 09.30

Page 74: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

64

LAMPIRAN

Page 75: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

64

Page 76: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

65

Narasumber : H. Mas’ud

Jabatan : Ketua Nahdlatul Ulama Kab Lebak Banten

Tempat Wawancara : Kediaman narasumber

Waktu Wawancara : Senin, 25 Mei 2015 pukul 13:30 WIB

1. Menurut bapak bagaimana mengambil upah dari pekerjaan ibadah?

Tidak mengapa, hal itu diperbolehkan. Hanya saja jangan sampai mengurangi nilai

keikhlasan.

2. Dari referensi yang say abaca, ada ikhtilaf dikalangan ulama mengenai ujrah alal ibadah.

Menurut bapak bagaimana yang dibolehkan dalam Islam?

Setiap pekerjaan yang mengharapkan keberkahan dari Allah Swt itu merupakan

ibadah. Ketika seseorang keluar rumah untuk bekerja dan dalam hatinya berniat

lillahi ta’ala mencari berkah rezeky dari Allah Swt itu juga merupakan ibadah. Jadi

pekerjaannya pantas untuk mendapat upah .

3. Apakah bapak pernah mendengar atau tau tentang tradisi memberikan upah kepada pelayat

yang datang untuk berta’ziah?

Iya tau, itu memang tradisi NU

4. Lalu bagaimana pendapat bapak mengenai tradisi semacam ini?

Adat tradisi yang baik harus diteruskan, akan tetapi harus didahulukan terlebih

dahulu untuk pengurusan jenazah. Jangan tradisinya yang diutamakan, dalam arti

NU tidak melarang tradisi itu diadakan dan tidak pula mewajibkannya. Perlu diingat

pula bahwa keluarga yang berkabung mereka perlu dibantu, agar kesedihannya dapat

berkurang.

Page 77: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

66

5. Apa tanggapan bapak terhadap para warga yang masih melakukan tradisi tersebut, yang mana

mereka beranggapan bahwa upah tersebut merupakan bentuk sedekah yang pahalanya

ditujukan kepada si mayit?

NU sendiri memang berpendapat bahwa setiap perbuatan baik (sedekah) yang pahala

dari kebaikan tersebut diniatkan untuk si mayit itu pasti akan sampai kepada si mayit.

Page 78: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

67

Page 79: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

67

Narasumber : Endang Herdiana

Jabatan : Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Kab Lebak Banten

Tempat Wawancara : Kantor Pengurus Muhammadiyah Lebak

Waktu Wawancara : 25 Mei 2015, pukul 10:30 WIB

1. Apakah bapak pernah mendengar tentang tradisi memberikan upah kepada pelayat yang

dilakukan oleh keluarga yang berkabung?

Iya, tradisi itu memang ada.

2. Lalu bagaimana pendapat bapak mengenai tradisi semacam itu?

Sejatinya dan seharusnya keluarga yang berkabung dibantu, akan tetapi dengan tradisi

semacam ini menjadi kebalikan. Kenyataanya memang di desa-desa Kab Lebak sendiri

banyak yang melakukan tradisi tersebut. Yang lebih memprihatinkan lagi ada yang

menjadikan tradisi tersebut sebagai objek mencari uang, apabila yang meninggal dunia

keluarga yang kaya raya banyak warga yang datang untuk berta’ziah, lain halnya

apabila yang meninggal dunia dari keluarga yang tidak berkecukupan hanya beberapa

orang saja yang datang.

3. Apa tanggapan bapak terhadap pendapat para warga yang masih melakukan tradisi tersebut,

yang mana mereka beranggapan bahwa upah tersebut merupakan bentuk sedekah yang

pahalanya ditujukan kepada yang meninggal dunia?

Orang yang meninggal itu hanya membutuhkan doa dari keluarga yang masih hidup, si

mayit masuk syurga atau tidak itu tergantung amal perbuatannya sewaktu masih

hidup. Sebatulnya tradisi tersebut hanya sebuah kebiasaan yang apabila tidak

dilaksanakan akan dibicarakan oleh tetangga atau bahkan dianggap beda. Hal ini lah

Page 80: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

68

yang perlu mendapat perhatian khusus, bagaimana memberi pemahaman kepada

warga bahwa tradisi tersebut bukan menjadi sesuatu yang wajib untuk dilaksanakan.

4. Menurut bapak bagaimana hukum mengambil upah dari pekerjaan ibadah?

Semua pekerjaan yang mengandung nilai kebaikan tentu pantas mendapatkan upah.

Akan tetapi jika upah tersebut berkaitan dengan tradisi memberikan upah kepada

pelayat itu tidak diperkenankan.

Page 81: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

69

Page 82: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

69

Narasumber : Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA

Jabatan : Dosen UIN Syarif Hidayatullah

Tempat Wawancara : Kediaman Narasumber

Waktu Wawancara : Selasa, 26 Mei 2015 pukul 16.30

1. Dari referensi yang saya baca , ada ikhtilaf dikalangan ulama mengenai ujrah alal ibadah.

Menurut bapak ujrah yang seperti apa yang diperbolehkan dalam Islam?

Memang ada ikhtilaf di ulama empat mazhab. Imam syafi’i yang memperbolehkan dan

memberi kelonggaran untuk mengambil upah karena beliau sendiri hidup dari belas

kasih orang lain, tapi tidak berarti beliau memberikan kelonggaran yang sebebas-

bebasnya. Berbeda dengan Imam Abu Hanifah yang tidak membolehkan, yang di

larang oleh Imam Abu Hanifah yaitu upah yang diperoleh dari pekerjaan (berdakwah)

yang tidak membutuhkan banyak waktu. Karena di saat itu komunitasnya terbatas dan

hanya sedikit orang-orang yang tidak mengerti mengenai masalah, jadi hanya sekedar

informasi saja yang diberikan ketika mereka bertanya mengenai permasalahan agama.

Berbeda dengan di zaman sekarang, dimana banyak orang yang tidak begitu mengerti

tentang permasalahan agama. Sehingga pendakwah-pendakwah di zaman sekarang ini

benar-benar menempatkan seluruh waktunya untuk menggeluti dunia tersebut.

2. Di Desa Haur Gajrug Banten ada sebuah tradisi yang sampai saat ini masih terus dilakukan

yaitu tradisi memberikan upah kepada pelayat yang datang melayat. Bagaimana tanggapan

bapak mengenai tradisi tersebut?

Dalam Qa’idah Fiqhiyyah ( انعا دة محكمة ) adalah adat kebiasaan yang dijadikan dasar

hukum oleh masyarakat setempat untuk kemudian diteladani dan adat kebiasaan

tersebut dianggap seakan-akan hukum agama. Tetapi adat kebiasaan yang dimaksud

adalah adat kebiasaan yang tidak bertentangan dengan agama. Tradsi atau adat

kebiasaan yang disebut oleh agama baik dalam Al-Qur’an atau As-Sunnah adalah

tradisi yang dapat menjaga agama (Hifdz Ad-Din), menjaga jiwa (Hifdz An-Nafs),

menjaga akal (Hifdz Al-Akal), menjaga keturunan (Hifdz Al-Nasl), dan menjaga harta

Page 83: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

70

benda (Hifdz Al-Mal). Apabila kelima hal tersebut terpenuhi maka tradisi tersebut boleh

untuk dilaksanakan. Tradsi memberikan upah kepada pelayat apabila keluarga yang

berkabung tidak berkeberatan maka tradisi itu diperkenankan. Seharusnya dan

semestinya keluarga yang berkabung tidak perlu memikirkan hal-hal yang akan

diberikan kepada pelayat yang datang, hal ini merupakan tanggung jawab warga

sekitar yang berkewajiban membantu meringankan beban kesedihan keluarga yang

ditinggal.

3. Dari hasil wawancara saya dengan warga, mereka berpendapat bahwa tujuan dari tradisi

tersebut adalah sebagai bentuk sedekah yang pahala dari sedekah tersebut ditujukan untuk si

mayit, bagaimana tanggapan bapak mengenai hal ini?

Tujuan dalam suatu pekerjaan itu sangat penting. Namun jika tujuannya baik bukan

semata-mata cara apapun boleh ditempuh untuk mewujudkan tujuan tersebut. Ada tata

cara dan prosedur yang harus diikuti dan ditaati sesuai dengan yang telah ditentukan

dalam syari’at Islam. Ini sesuai dengan الأ مىر بهقا صدها (hukum semua perkara adalah

sesuai dengan tujuan dan niatnya), sabda Rasulullah انما الأعمال بااننيات وانما نكم امرء مانىي

(sahnya beberapa amal perbuatan itu hanyalah dengan niat, dan setiap orang hanya akan

mendapatkan apa yang diniatkannya).

Selasa, 26 Mei 2015

Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA

Page 84: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

71

Page 85: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

71

Narasumber : Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA

Jabatan : Sekertaris Jurusan PMF

Tempat Wawancara : Ruang Prodi PMH

Waktu Wawancara : Senin, 8 Juni 2015 pukul 09.30

1. Bagaimana hukum memberikan upah atau menyediakan makanan bagi para pelayat yang

datang melayat?

Pada dasarnya bagi setiap keluarga yang sedang berkabung tidak perlu memiliki hajat

baik berupa memberi upah atau menyediakan makanan kepada para pelayat yang

datang melayat. Karena dikisahkan bahwa Rasulullah Saw ketika Ja’far bin Abi Thalib

meninggal dunia, saat itu Rasulullah Saw memerintahkan kepada seluruh warga sekitar

untuk membuat masakan bagi keluarga Ja’far. Dari kisah ini jelas bahwa seharusnya

orang-orang yang ada disekelilinglah yang harus membantu, bukan sebaliknya. Kecuali

apabila memang keluarga si mayit merupakan keluarga yang kaya dan tidak

berkeberatan untuk melakukan tradisi tersebut.

2. Dari hasil wawancara saya dengan warga menyatakan bahwa tujuan dari tradisi tersebut yaitu

sebagai sedekah?

Dalam Islam segala perbuatan baik harus ditunjang dengan cara dan praktek yang

baik. Kita tidak bias menghalalkan segala cara untuk melakukan perbuatan baik.

Sedekah dalam Islam merupakan wujud dari pemberian yang sangat baik dan pasti

akan mendapatkan pahala. Akan tetapi semua itu dilihat dari kondisi keluarga yang

berkabung, karena tidak semua warga itu keluarga yang mampu. Bahkan jika yang

terjadi adalah keluarga yang berkabung memaksakan diri menjual tanah, sawah untuk

melakukan tradisi tersebut inilah yang salah. Jika seperti itu yang terjadi berarti

mendahulukan yang sunnah dari yang wajib, sedekah merupakan perkara yang sunnah

dilakukan, yang wajib dilakukan terlebih dahulu oleh keluarga mayit adalah

pembayaran hutangnya, apabila mayit memiliki hutang.

Page 86: PANDANGAN NAHDLATUL ULAMA DAN MUHAMMADIYAH …

72

3. Bagaimana pendapat ibu dengan sedekah mayit, apakah pahala dari sedekah yang diniatkan

kepada mayit akan sampai?

Iya, pahala tersebut akan sampai. Karena berdasarkan hadits Rasulullah Saw yang

menyatakan bahwa tiga perkara yang amalan pahalanya tidak akan pernah terputus,

yaitu anak sholeh yang selalu berdoa untuk kedua orang tuanya, ilmu yang bermanfaat

dan sedekah atau amal jariah.

Senin, 8 Juni 2015

Sekretaris PMH

Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA