14
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pendidikan nilai dan moral memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan budi pekerti dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari Pendidikan Nilai dan Moral dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah budi pekerti, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan Pendidikan Nilai dan Moral pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian masal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, seperti Jakarta, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena 1

Pandangan Agama dan Sosial Budaya tentang Nilai Moral

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Berisikan tentang nilai moral

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar BelakangPendidikan nilai dan moral memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan budi pekerti dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari Pendidikan Nilai dan Moral dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah budi pekerti, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda. Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan Pendidikan Nilai dan Moral pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian masal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, seperti Jakarta, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian siswa melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan budi pekerti.Berkaitan dengan pembahasan di atas, bahwa pendidikan nilai dan moral adalah sebuah wadah pembinaan akhlak. Maka hal ini perlu adanya sebuah pendekatan yang akan membawa siswa atau peserta didik untuk memaknai dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Disampaikan itu kepada calon pendidik, khususnya seorang guru yang kemudian dijadikan sebagai pengetahuan untuk menerapkan nilai dan moral dalam pembelajaran PKn di Sekolah Dasar maupun di tingkat selanjutnya.

2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah di atas, maka kami merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu :1) Misi PKn dalam Pendidikan Nilai Moral dan Agama2) Batas-batas nilai moral3) Pandangan masyarakat tentang nilai moral dan makna pendidikan moral

3. Tujuan PenulisanAdapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :1) Memberikan wawasan akan nilai moral dan pendidikan moral yang ada di masyarakat2) Menambah wawasan kita tentang misi dari PKN dalam hal pendidikan nilai moral dan agama3) Memberikan wawasan tentang batas-batas nilai moral

BAB IIPEMBAHASAN

Secara etimologis, arti moral terkait wacana ini berasal dari istilah Perancis, morale, yang artinya adalah suatu perilaku yang baik, -a good conduct. Dari bahasa latin moralis, yang berarti proper behavior of a person in society, atau tingkah laku yang pantas dalam hidup bermasyarakat.Moralitas berbeda dengan etika. Menurut Berten (Etika, 1997), moral adalah nilai-nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk yang menjadi pedoman dari tindakan etik. Berbeda dengan etika yang berarti tata susila atau tata tindakan yang mengandung nilai-nilai moral. Bisa disimpulkan, bahwa moralitas, selain berbeda, lebih bersifat mendasar dari etika.Selanjutnya, beberapa filsuf seperti David Hume, Imannuel Kant dan Jean-Paul Sartre memiliki perbedaan konsep mengenai moralitas.Singkatnya saja, menurut Hume, moralitas adalah seperangkat tata nilai yang didasari dari fakta-fakta dan pengalaman empiris. Pengalaman itulah yang membentuk pengetahuan dan kecenderungan pada kita untuk dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan moral saat kita harus berbuat sesuatu. Tidak ada nilai-nilai mutlak di luar yang empiris tersebut.Jadi mengikuti gagasan Hume, jika setelah seseorang membunuh maka ia menjadi dibenci oleh masyarakat, dikejar-kejar, bahkan menjadi terancam nyawanya dan hidup tidak tenang, maka bisa disimpulkan bahwa membunuh adalah perbuatan yang tak bermoral, tak disukai masyarakat, dan sebaiknya tidak dilakukan.Kant berbeda. Menurut Kant, moralitas harus lepas dari pengalaman-pengalaman empirik seperti tersebut di atas. Moralitas semata harus didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan dari suatu nilai yang mutlak. Artinya, tindakan seseorang yang bisa diterima sebagai bernilai moral adalah tindakan yang didasarkan atas nilai-nilai yang mutlak, yang lepas dari pengaruh-pengaruh kebiasaan, adat-adat dan kecenderungan.1. Misi PKn Dalam Pendidikan Nilai Moral dan AgamaApakah sesungguhnya pendidikan nilai dan moral itu? Untuk memahami konsep pendidikan nilai secara teoritik, Herman (1972), mengemukakan suatu prinsip yang mendasar, yakni bahwa value is neither thought nor cought, is learned, yang artinya bahwa sustansi nilai tidaklah semata-mata ditangkap dan diajarkan tetapi lebih jauh, nilai dicerna dalam arti ditangkap, diinternalisasi dan dibakukan sebagai bagian yang melekat dalam kualitas pribadi seseorang melalui belajar. Dan moral, dalam perkembangannya diartikan sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik. Dalam kehidupan bermasyarakat , pendidikan nilai dan moral sudah berlangsung didalamnya. Sebagai contoh, dalam bentuk tradisi-tradisi atau adat-adat masyarakat, tradisi turun temurun seperti dongeng, nasihat, simbol-simbol, legenda dan kesenian daerah. Misal, legenda di seluruh penjuru tanah air seperti Malin Kundang dari Sumatra Barat dan Sangkuriang dari Jawa Barat digunakan sebagai stimulus dalam pembahasan suatu konsep nilai dan moral bahwa surga ada di telapak kaki ibu. Disini dalam konteks pendidikan nilai dan moral mencakup substansi dan proses pengembangan nilai patriotisme seperti cinta tanah air, hormat pada para pahlawan, yang sengaja dikemas untuk melahirkan individu sebagai warganegara yang cerdas dan baik serta rela berkorban untuk bangsa dan negara. Khusus mengenai pendidikan nilai dalam Penjelasan Pasal 37 Undang-undang Rebublik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional secara Khusus tidak menyebutkan, namun secara implisit, antara lain tercakup dalam muatan pendidikan kewarganegaraan, yang secara substansif dan pedagogis mempunyai misi mengembangkan peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan rasa cinta tanah air. Hal itu juga ditopang oleh rumusan landasan kurikulum, yang dalam pasal 36 ayat (3) secara eksplisit perlu memperhatikan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan, perekembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni, keragaman potensi daerah dan lingkungan dan peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik.Dalam Pembukaan UUD 1945 alenia ke empat, dinyatakan dengan tegas bahwa Pemerintah Negara Indonesia dibentuk antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mendapatkan kehidupan bangsa yang cerdas dalam arti yang luas tentu diperlukan warganegara yang cerdas juga dalam arti yamg luas. Upaya untuk mencerdaskan warganegara dapat ditempuh melalui program pendidikan nasional, sebagaimana hal tersebut tersurat dalam Pasal 31 UUD 45 ayat (3) (Amandemen keempat 10 Agustus 2002), Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Mengapa PKN diberikan sebagai pendidikan nilai dan moral di sekolah? Karena pendidikan nilai memiliki dimensi pedagogis praktis yang jauh lebih kompleks dari pada dimensi teoritisnya karena terkait dengan konteks sosio-kultur dimana pendidikan nilai itu dilaksanakan. Karakter yang baik (good character) mengandung tiga dimensi nilai moral: Dimensi wawasan moral (knowing moral values) Kemampuan mengambil pandangan orang lain (perspective taking) Penalaran moral (moral reasoning) Mengambil keputusan(decision-making) Pemahaman diri sendiri (self-knowledge) Dimensi perasaan moral (moral feeling) Kata hati/ nurani (conscience) Harapan diri sendiri (self-esteem) Merasakan diri orang lain (empathy) Cinta kebaikan (loving the good) Kontrol diri (self-control) Merasakan diri sendiri (humility) Dimensi perilaku moral Kompetensi (competence) Kemauan (will) Kebiasaan (habit) Pendidikan moral secara formal-kurikuler terdapat dalam maple.Pendidikan dan pengajaran PKn harus membimbing murid-murid menjadi warganegara yang mempunyai rasa tanggung jawab. Kemudian oleh Kementrian PKK dirumuskan tujuan pendidikan untuk mendidik warganegara yang sejati yang bersedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk Negara dan masyarakat, dengan sifat-sifat sebagai berikut. Perasaan bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa; perasaan cinta kepada alam; perasaan cinta kepada Negara; perasaan cinta dan hormat kepada ibu dan bapak; perasaan cinta kepada bangsa dan kebudayaan; perasaan berhak dan wajib ikut memajukan negaranya menurut pembawaan dan kekuatannya; keyakinan bahwa orang menjadi bagian tak terpisah dari keluarga dan masyarakat; keyakinan bahwa orang yang hidup dalam masyarakat harus tunduk pada tata tertib; keyakinan bahwa pada dasarnya manusia itu sama derajatnya sehingga sesama anggota masyarakat harus saling menghormati, berdasarkan rasa keadilan dengan berpegang teguh pada harga diri; dan keyakinan bahwa Negara memerlukan warga Negara yang rajin bekerja, mengetahui kewajiban dan jujur dalam pendidikan dann tindakan. (Djojonegoro, 1996: 75-76) Hakekat tujuan pendidikan tersebut di dalam Undang-Undang No.40 Tahun 1950, Bab II, pasal 3 (Djojonegoro, 1996:76) dirumuskan menjadi membentuk manusia susila yang cakap dan warganegara yang demokratis, serta bertanggungjawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Di situ pun, hakikat pengembangan warga Negara yang cerdas, demokratis dan religius secara konsisten dipertahankan. Proses pendidikan yang memusatkan perhatian pada pengembangan nilai dan sikap ini di dunia barat di kenal dengan value education, affective education, moral education, character education. Di Indonesia, wacana pendidikan nilai tersebut secara kurikuler terintegrasi antara lain dalam pendidikan bahasa dan seni. Muatan pendidikan kewarganegaraan, secara substansi dan pedagogis mempunyai misi mengembangkan peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan rasa cinta tanah air.

2. Batas-Batas Nilai Moral1. Pandangan Masyarakat tentang Nilai MoralNilai moral adalah kualitas sikap manusia dengan manusia. Banyak hal yang mempengaruhi nilai moral. Yang utama adalah dari segi religius manusia dan yang kedua dari segi lingkungan.Sementara itu kualitas dari moral juga berpengaruh dari lingkungan dimana keterlibatan antara manusia dengan manusia di sini terjadi. Manusia yang lingkungannya mendukung untuk lebih dekat kepada Allah.SWT maka secara otomatis mereka akan lebih mudah untuk melawan hawa nafsu mereka sehingga jalan menuju lebih dekat dengan Allah.SWT semakin mudah. Dengan begitu pula maka nilai moral mereka akan menjadi lebih baik.Tetapi bila dari segi lingkungan tidak mendukung. Besar kemungkinan seseorang tersebut akan menjadi ikut terjurumus ke dalam nilai moral yang tidak baik. Jadi intinya kedua factor tersebut mempengaruhi seluruh sikap nilai moral manusia.Di zaman yang modern seperti ini, nilai moral yang baik sangat diperlukan. Sekarang ini orang dewasa yang sudah memiliki pendidikan yang tinggi pun nilai moralnya tidak juga baik dikarenakan faktor tadi. Oleh karena itu mulai dari sekaranglah kita seharusnya memperbaiki nilai moral kita. Semua belum terlambat kalau kita mau pasti ada jalan.2. Makna Pendidikan MoralMoral dapat dikaitkan dengan istilah etik, kesusilaan dan budi pekerti. Moral merupakan nilai tentang baik buruk kelakuan manusia. Oleh karena itu moral berkaitan dengan nilai terutama nilai afektif.Dengan demikian pendidikan moral dapat pula dipersamakan dengan istilah pendidikan etik, pendidikan budi pekerti, pendidikan nilai (value education) atau pendidikan afektif. Ada pula dengan memakai istilah pendidikan watak dan pendidikan akhlak Dalam hal ini istilah-istilah tersebut dapat saling menggantikan. Jadi istilah ini tidak bisa lepas dari pengertian moral, nilai, budi pekerti , watak, akhalak atau afektif itu sendiri.Pendidikan moral dapat disebut sebagai pendidikan nilai atau pendidikan afektif. Dalam hal ini hal-hal yang disampaikan dalam pendidikan moral adalah nilai-nilai yang termasuk domain afektif. Nilai-nilai afektif tersebut antara lain, meliputi : perasaan, sikap, emosi, kemauan, keyakinan, dan kesadaran.

BAB IIIPENUTUP

1. KesimpulanSecara etimologis, arti moral terkait wacana ini berasal dari istilah Perancis, morale, yang artinya adalah suatu perilaku yang baik, -a good conduct. Dari bahasa latin moralis, yang berarti proper behavior of a person in society, atau tingkah laku yang pantas dalam hidup bermasyarakat.Nilai moral adalah kualitas sikap manusia dengan manusia. Banyak hal yang mempengaruhi nilai moral. Yang utama adalah dari segi religius manusia dan yang kedua dari segi lingkungan.Sementara itu kualitas dari moral juga berpengaruh dari lingkungan dimana keterlibatan antara manusia dengan manusia di sini terjadi. Manusia yang lingkungannya mendukung untuk lebih dekat kepada Allah.SWT maka secara otomatis mereka akan lebih mudah untuk melawan hawa nafsu mereka sehingga jalan menuju lebih dekat dengan Allah.SWT semakin mudah. Dengan begitu pula maka nilai moral mereka akan menjadi lebih baik.Tetapi bila dari segi lingkungan tidak mendukung. Besar kemungkinan seseorang tersebut akan menjadi ikut terjurumus ke dalam nilai moral yang tidak baik. Jadi intinya kedua factor tersebut mempengaruhi seluruh sikap nilai moral manusia.

2. SaranAkhir-akhir ini moral masyarakat, khususnya remaja di Indonesia mengalami kemunduran. Oleh sebab itu, Pendidikan moral dinilai sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Dengan pendidikan moral diharapkan masyarakat Indonesia dapat kembali menjadi masyarakat dengan moral yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Kangbull. 2011. Moral Menurut Agama. Kafeilmu.com. diakses online pada tanggal 13 April 2014.http://kafeilmu.com/moral-menurut-pandangan-islam/

Yuniati. 2011. Misi PKn dalam Pendidikan Nilai Moral dan Agama. Wordpress.com. diakses online pada Tanggal 13 April 2014http://yuniatiexa.wordpress.com/2011/03/28/misi-pkn-dalam-nilai-moral-dan-agama/

Rinaldi. 2011. Moralitas dan Agama. Wordpress.com, diakses online pada tanggal 13 April 2014.http://katarinaldi.wordpress.com/2011/01/16/moralitas-dan-agama/

2