4
1 1.1. IPLT dan Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan di ”copy-paste” dari file DISERTASI - R. PAMEKAS - SEKOLAH PASCA SARJANA - INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 - MODEL PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN PERKOTAAN BERBASIS EKOSANITA-IPLT (Dengan Studi Kasus Kota Majalaya Di DAS Citarum Hulu) tanpa izin ybs. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya memenuhi kebutuhan saat ini dengan tidak mengabaikan kemampuan generasi masa datang untuk memenuhi kebutuhannya (Marten 2001). Perangkat kebijakan untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut adalah AGENDA 21 yaitu suatu Cetak Biru (Blue Print) untuk acuan melakukan kegiatan atau tindakan (action) pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada abad 21. Agenda ini memuat berbagai hal yang mencakup aspek fisik, biologi, sosial ekonomi dan budaya termasuk di dalamnya penerapan pembangunan itu sendiri. Konsepsi dasar pembangunan berkelanjutan di dalam Agenda 21 tersebut adalah “membangun yang tidak merusak lingkungan yaitu pembangunan yang arif dan bijaksana sehingga kualitas lingkungan selalu terjaga sepanjang masa”. Agenda 21 dunia digunakan sebagai acuan untuk menyusun Agenda masingmasing negara termasuk Indonesia. Kebijakan pengelolaan limbah tertera pada bagian ke-2 Agenda 21 dunia (Konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam untuk pembangunan), dan bagian ke-2 Agenda 21 Indonesia (Pengelolaan limbah). Strategi untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut adalah : (i) minimisasi limbah, (ii) maksimisasi daur ulang dan pengomposan, (iii) meningkatkan pelayanan, (iv) meningkatkan pengolahan dan pembuangan limbah yang akrab lingkungan (KMNLH 1997). Untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan berkelanjutan, maka pada konferensi tingkat tinggi bangsa-bangsa di Johanesburg 2002 disepakati untuk menetapkan tujuan pembangunan yang harus dicapai pada akhir tahun 2015. Tujuan pembangunan tersebut dikenal dengan Millenium Development Goal 2015 (MDG-2015). Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah bahwa setengah penduduk yang belum memperoleh akses terhadap hasil pembangunan, harus sudah terlayani pada akhir tahun 2015. Di bidang sanitasi, setengah dari penduduk yang belum mendapat akses ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki, harus sudah terlayani pada akhir tahun 2015. Rumusan sasaran tersebut adalah : Penduduk dilayani tahun 2015 = [Fraksi Penduduk dilayani pada tahun 2000 + 0.5 (fraksi penduduk dilayani tahun 2015 fraksi penduduk dilayani tahun 2000)] × Jumlah Penduduk tahun 2015. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) merupakan salah satu upaya terencana untuk meningkatkan pengolahan dan pembuangan limbah yang akrab lingkungan.

Pamekas 1-1 IPLT Dan Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

rff

Citation preview

Page 1: Pamekas 1-1 IPLT Dan Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan

1

1.1. IPLT dan Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan di ”copy-paste” dari file DISERTASI - R. PAMEKAS - SEKOLAH PASCA SARJANA - INSTITUT PERTANIAN BOGOR – 2006 - MODEL PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN PERKOTAAN BERBASIS EKOSANITA-IPLT (Dengan Studi Kasus Kota Majalaya Di DAS Citarum Hulu) – tanpa izin ybs.

Pembangunan berkelanjutan adalah upaya memenuhi kebutuhan saat ini dengan tidak mengabaikan kemampuan generasi masa datang untuk memenuhi kebutuhannya (Marten 2001).

Perangkat kebijakan untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut adalah AGENDA 21 yaitu suatu Cetak Biru (Blue Print) untuk acuan melakukan kegiatan atau tindakan (action) pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada abad 21.

Agenda ini memuat berbagai hal yang mencakup aspek fisik, biologi, sosial ekonomi dan budaya termasuk di dalamnya penerapan pembangunan itu sendiri.

Konsepsi dasar pembangunan berkelanjutan di dalam Agenda 21 tersebut adalah “membangun yang tidak merusak lingkungan yaitu pembangunan yang arif dan bijaksana sehingga kualitas lingkungan selalu terjaga sepanjang masa”.

Agenda 21 dunia digunakan sebagai acuan untuk menyusun Agenda masingmasing negara termasuk Indonesia.

Kebijakan pengelolaan limbah tertera pada bagian ke-2 Agenda 21 dunia (Konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam untuk pembangunan), dan bagian ke-2 Agenda 21 Indonesia (Pengelolaan limbah).

Strategi untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut adalah :

(i) minimisasi limbah, (ii) maksimisasi daur ulang dan pengomposan, (iii) meningkatkan pelayanan, (iv) meningkatkan pengolahan dan pembuangan limbah

yang akrab lingkungan (KMNLH 1997).

Untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan berkelanjutan, maka pada konferensi tingkat tinggi bangsa-bangsa di Johanesburg 2002 disepakati untuk menetapkan tujuan pembangunan yang harus dicapai pada akhir tahun 2015.

Tujuan pembangunan tersebut dikenal dengan Millenium Development Goal 2015 (MDG-2015).

Adapun sasaran yang hendak dicapai adalah bahwa setengah penduduk yang belum memperoleh akses terhadap hasil pembangunan, harus sudah terlayani pada akhir tahun 2015.

Di bidang sanitasi, setengah dari penduduk yang belum mendapat akses ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki, harus sudah terlayani pada akhir tahun 2015.

Rumusan sasaran tersebut adalah :

Penduduk dilayani tahun 2015 = [Fraksi Penduduk dilayani pada tahun 2000 + 0.5 (fraksi penduduk dilayani tahun 2015 – fraksi penduduk dilayani tahun 2000)] × Jumlah Penduduk tahun 2015.

Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) merupakan salah satu upaya terencana untuk meningkatkan pengolahan dan pembuangan limbah yang akrab lingkungan.

Page 2: Pamekas 1-1 IPLT Dan Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan

2

IPLT adalah unsur/komponen sistem pengelolaan air limbah rumah tangga yang dibangun di daerah perkotaan dan berfungsi mengolah lumpur tinja (faecal sludge) sehingga hasil olahannya tidak mencemari lingkungan, bahkan dapat digunakan kembali untuk keperluan pertanian.

Bahan baku IPLT adalah lumpur tinja yang terakumulasi di cubluk dan tangki septik yang secara reguler dikuras atau dikosongkan kemudian diangkut ke IPLT dengan menggunakan truk tinja.

Volume lumpur tinja yang terakumulasi di dalam cubluk atau tangki septik adalah sekitar 40-70 liter/kapita/tahun (Eawag-Sandec 2003).

Hasil olahan IPLT berupa lumpur kering dan fraksi air yang pada derajat kualitas tertentu sudah dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya dan dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan pertanian.

Pengolahan lumpur tinja di IPLT merupakan pengolahan lanjutan karena lumpur tinja yang telah diolah di tangki septik, belum layak dibuang ke media lingkungan.

Oleh karena itu, pengolahan lumpur tinja di IPLT ditujukan untuk memastikan bahwa lumpur tinja yang dibuang lebih higienis sehingga tidak mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat.

Di dalam pengelolaan lingkungan hidup, pengelolaan lumpur tinja merupakan sebagian dari upaya untuk memelihara lingkungan hidup.

Sistem IPLT merupakan salah satu pendekatan atau pilihan teknologi dalam sistem pengelolaan air limbah rumah tangga (domestik).

Sebagaimana tertera pada Gambar 2, sistem pengelolaan air limbah terdiri dari berbagai unsur, dan penerapannya berbeda dari lokasi yang satu dengan lokasi lainnya.

Pengelolaan kotoran manusia di daerah perdesaan umumnya menggunakan kakus jongkok yang diletakkan diatas lubang tanah yang disebut cubluk (pit latrine) atau yang dibawahnya diberi tempat pengumpul tinja.

Kotoran tinja padat dapat diolah di tempat (di dalam cubluk) atau diangkut dengan gerobak ke suatu lokasi tertentu untuk diolah.

Pengolahan kotoran padat tersebut dilakukan dengan menggunakan teknologi kompos yang menghasilkan pupuk organik atau gas bio.

Page 3: Pamekas 1-1 IPLT Dan Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan

3

SUMBER: Diolah dari PACEY (1978), UNEP/GPA (2000), Straus dan Monttangero (2003), Eawag/Sandec (2003)

Gambar 2. Unsur-Unsur Sistem Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga dan Berbagai Cara Kombinasinya

Pengelolaan air limbah di daerah perkotaan, umumnya menggunakan sistem setempat (on-site system) atau sistem terpusat (centralized system atau off site system).

Hasil olahan limbah yang menggunakan sistem setempat maupun sistem terpusat, apabila pengolahannya memadai, secara teoritis dapat dimanfaatkan kembali misalnya untuk irigasi, pupuk organik dan air baku air minum.

Sistem IPLT (faecal sludge treatment), merupakan bagian dari sistem sanitasi setempat (on-site system) dan dikelola secara terdesentralisasi (decentralized).

Sistem IPLT dibangun di pinggiran kota (peri urban) atau di kota sedang dan kota kecil, khususnya negara-negara berkembang yang pendapatannya termasuk kategori menengah ke bawah.

Pengelolaan air limbah dengan pendekatan konvensional dan terpusat (centralized) yang mengalirkan air limbah melalui sistem pipa (sewerasi) ke Instalasi Pengolahan Air

Page 4: Pamekas 1-1 IPLT Dan Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan

4

Limbah (IPAL) umumnya digunakan untuk kota besar dan/atau kota kota yang penduduknya padat.

Pengelolaan air limbah terpusat untuk kategori kota sedang dan kota kecil serta pinggiran kota banyak mengalami kegagalan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mengumpulkan, membuang limbah rumah tangga dan lumpur tinja dari tangki septik.

Hal tersebut disebabkan karena biaya investasi maupun biaya operasi serta pemeliharaan sistem terpusat relatif mahal sehingga keberlanjutan operasionalnya sulit dijamin bila diaplikasikan di daerah pinggiran kota atau kota sedang dan kota kecil.

Oleh karena itu, penerapan sistem terdesentralisasi merupakan perubahan paradigma dalam sistem pengelolaan air limbah rumah tangga (Bakir 2001, Ingallinella et al. 2002, Parkinson dan Tayler 2003).

Walaupun demikian, pengembangan sistem IPLT harus disertai dengan peningkatan kapasitas (capacity building) kepada lembaga pengelolanya maupun kepada masyarakat pemilik tangki septik dan peningkatan teknologi sistem sanitasi setempat sedemikian sehingga lebih dapat dijamin keberlanjutannya.

IPLT mengolah lumpur tinja dari tangki septik dan fasilitas sanitasi setempat yang sejenis. Oleh karena itu, keberadaan dan kelangsungan operasionalnya sangat tergantung kepada keberadaan dan kemajuan teknologi tangki septik.

Sejalan dengan pengembangan IPLT, dilakukan pula berbagai upaya perbaikan teknologi tangki septik untuk meningkatkan efisiensi dan daya reduksinya terhadap bahan pencemaran yang masuk. Pengembangan tangki septik bersekat banyak (multi baffled), dilakukan oleh Ingallinella et al. (2003), Wanasen (2003).

Sekat tersebut ditujukan untuk memperbesar kemampuan reduksi beban cemaran yang masuk ke dalam tangki septik. Selain itu, perbaikan teknologi dilakukan pula terhadap unit pengolah tambahan di luar tangki septik (Koné dan Straus 2004) misalnya bidang resapan bervegetasi (vegetated leach field) dan lahan basah terkonstruksi (constructed wetland).

Perbaikan teknologi tersebut selain untuk meningkatkan daya reduksi beban cemaran di sumbernya, juga ditujukan untuk memperingan beban operasional IPLT.